Analisis Proses Penyusunan Anggaran dan Kemungkinan Pengaruh Penghentian Program Perintisan Sekolah Bertaraf Internasional terhadap Kegiatan dan Pendanaan Sekolah: Studi Kasus Empat Sekolah di Kabupaten Pati Rakryanto Priyahita dan Dodik Siswantoro Program Studi S1 Reguler Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis proses penyusunan anggaran serta kemungkinan pengaruh penghentian program perintisan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) terhadap kegiatan dan pendanaan empat sekolah eks Rintisan SBI di Kabupaten Pati. Penelitian ini dilakukan dengan metode wawancara dan telaah dokumen. Dari hasil penelitian, ditemukan bahwa masih terdapat objek penelitian yang belum mengikuti ketentuan mengenai tahapan penyusunan, struktur, dan format anggaran yang telah ditetapkan. Objek penelitian juga masih menghadapi beberapa masalah, terutama terkait dengan pencairan dana yang berasal dari Pemerintah. Pasca penghentian program perintisan SBI, objek penelitian ingin tetap menjalankan sebagian programnya tanpa membebani orang tua siswa. Kata kunci: Anggaran sekolah; kegiatan sekolah; pendanaan sekolah; Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional Abstract: This study aims to analyze the budget preparation and the possible effects of InternationalStandardized School (SBI) program termination to activities and funding of four schools in Pati Regency. This research is conducted through interviews and document review. It is found that there are schools that have not complied with regulation about stages of preparation, structure, and format of the budget that has been set. The schools face several problems, mainly related to the disbursement of Government’s funds. After the termination of SBI pioneering program, schools are likely to still run some of their programs at no cost to the students’ parents. Key words: International-Standardized School Pioneering Program; school budget, school activities; school funding Pendahuluan Tuntutan globalisasi membuat Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (dahulu bernama Departemen Pendidikan Nasional) sejak tahun 2006 menunjuk sekolah-sekolah yang dianggap unggul di tingkat kabupaten/kota sebagai Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI). Sekolah-sekolah unggulan yang ditunjuk tersebut diharapkan sudah memenuhi semua aspek Standar Nasional Pendidikan., serta tinggal mengembangkan komponen adaptasi kurikulum internasionalnya saja. Sekolah-sekolah tersebut juga diharapkan dapat menjadi benchmark bagi sekolah-sekolah lain untuk mengembangkan kualitas pendidikannya. Untuk dapat menjadi SBI, sekolah tersebut akan diberikan waktu 5 tahun untuk menyiapkan dirinya (Witaradya, 2010). 1 Analisis proses..., Rakryanto Priyahita, FE UI, 2013
2
Dari segi pendanaan, RSBI memperoleh perlakuan istimewa dari Pemerintah. Sekolah yang berstatus RSBI memperoleh dana subsidi tambahan selain dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) melalui mekanisme block grant yang berkisar antara Rp 300 juta sampai Rp 600 juta per tahun. Untuk jenjang Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama, selain diberikan dana subsidi tambahan, RSBI juga diperbolehkan untuk melakukan pungutan kepada orang tua siswa dengan persetujuan tertulis dari bupati/walikota atau pejabat yang ditunjuk sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 60 Tahun 2011 pasal 6 ayat 2. Agar tetap dapat menampung siswa yang berasal dari keluarga yang kurang mampu, sejumlah RSBI menerapkan sistem subsidi silang untuk membiayai kegiatan operasionalnya. Seiring dengan pelaksanaannya, program RSBI mengundang beberapa kritik dari sebagian masyarakat, salah satunya yaitu bahwa program ini memberikan dampak negatif berupa terciptanya praktik diskriminasi dan kastanisasi pendidikan di sejumlah sekolah yang berstatus RSBI. Hal ini membuat tujuh orang, yang memberikan kuasa kepada Tim Advokasi “Anti Komersialisasi Pendidikan”, mengajukan permohonan kepada Mahkamah Konstitusi untuk melakukan pengujian atas landasan hukum utama diselenggarakannya program RSBI. Menanggapi permohonan ini, Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 5/PUU-X/2012 pada tanggal 8 Januari 2013 telah menetapkan bahwa program RSBI yang sudah dilaksanakan Pemerintah tidak boleh dilanjutkan. Dana block grant yang merupakan subsidi tambahan yang diberikan Pemerintah kepada sekolah-sekolah yang berstatus RSBI juga harus ditiadakan. Berdasarkan informasi tersebut, penelitian tentang proses penyusunan anggaran pada sekolah yang berstatus RSBI serta kemungkinan pengaruh penghentian program perintisan SBI terhadap kegiatan dan pendanaan sekolah menjadi menarik untuk dilakukan. Penelitian mengenai penganggaran dan pengelolaan keuangan sekolah di Indonesia sudah cukup banyak dilakukan, tetapi lebih banyak berfokus pada segi transparansi dan akuntabilitasnya. Penelitian mengenai anggaran pendidikan juga lebih banyak berfokus pada anggaran yang dibuat oleh Pemerintah. Sementara itu, penelitian mengenai RSBI lebih banyak berfokus pada pengukuran kinerja, pelaksanaan program, dan pencapaian indikator standar minimal. Sepanjang pengetahuan penulis, belum ada penelitian yang membahas mengenai pembuatan anggaran sekolah yang pernah berstatus RSBI. Kabupaten Pati saat ini memiliki tujuh sekolah yang merupakan eks RSBI. Sepanjang pengetahuan penulis, belum ada penelitian yang membahas mengenai penganggaran di ketujuh sekolah tersebut. Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis proses penganggaran sekolah eks RSBI di Kabupaten
Analisis proses..., Rakryanto Priyahita, FE UI, 2013
3
Pati pada tahun pelajaran 2012/2013 sesuai dengan pedoman yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten Pati dan teori penyusunan anggaran yang baik, serta menganalisis kemungkinan pengaruh penghentian program perintisan Sekolah Bertaraf Internasional terhadap kegiatan dan pendanaan sekolah eks RSBI di Kabupaten Pati pada tahun pelajaran 2013/2014. Tinjauan Literatur Menurut Ali (2009), peserta didik sebagai pemangku kepentingan eksternal primer harus diutamakan pemenuhan kebutuhannya oleh sekolah, daripada pemangku kepentingan sekunder dan tersier. Pemangku kepentingan sekolah lainnya adalah dewan pendidikan dan komite sekolah, yang berperan sebagai pengontrol (controlling agency) dalam hal transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan sekolah. Horngren, Datar, dan Foster (2012) mendefinisikan anggaran sebagai rencana yang akan dilakukan oleh manajemen dalam suatu periode waktu tertentu yang dinyatakan secara kuantitatif untuk dijadikan sebagai alat koordinasi aktivitas implementasi rencana tersebut. Anggaran tidak harus selalu dibuat oleh seorang akuntan. Namun, apabila anggaran tersebut sudah disetujui dan dilaksanakan, diperlukan peran akuntan dalam hal pengendaliannya (Jones dan Pendlebury, 2010). Freeman dan Shoulders (1993) menyebutkan bahwa “budgeting is a continous process”. Menurut Nordiawan dan Hertianti (2010), proses ini merupakan tahap ketiga dari lima tahap penting dalam proses perencanaan dan pengendalian, setelah perencanaan strategis dan perencanaan operasional. Freeman, Shoulders, dan Linn (1988) menyatakan bahwa organisasi sektor publik mempunyai keunikan dalam hal kepemilikan, manfaat yang diberikan kepada penyumbang dana, dan proses pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan pada organisasi sektopr publik harus didasarkan pada kesepakatan sebuah dewan yang ditunjuk. Menurut Nordiawan dan Hertianti (2010), dalam organisasi sektor publik anggaran mempunyai fungsi sebagai alat perencanaan, sebagai alat pengendalian, sebagai alat kebijakan, sebagai alat politik, sebagai alat koordinasi dan komunikasi, sebagai alat penilaian kinerja, dan sebagai alat motivasi. Siklus anggaran pada organisasi sektor publik umumnya terdiri dari lima tahapan, yaitu persiapan, persetujuan lembaga legislatif, administrasi, pelaporan, dan pemeriksaaan. Dalam proses penyusunannya, organisasi sektor publik dapat memilih satu dari beberapa pendekatan berikut: a. Pendekatan tradisional: anggaran disusun berdasarkan daftar belanja yang akan dilakukan sehingga bentuknya terlihat seperti daftar pos-pos belanja, bertujuan untuk membatasi
Analisis proses..., Rakryanto Priyahita, FE UI, 2013
4
atau mengendalikan belanja, dan umumnya bersifat inkremental dari satu periode ke periode berikutnya. b. Pendekatan kinerja: anggaran dikelompokkan berdasarkan program atau aktivitas yang masing-masingnya dilengkapi dengan indikator kinerja sebagai tolok ukur keberhasilan, bertujuan agar organisasi lebih memperhatikan aspek pencapaian kinerja dibanding sekadar penghematan biaya. c. Pendekatan planning, programming, and budgeting system (PPBS): anggaran disusun sebagai sebuah bagian yang tidak terpisahkan dari proses perencanaan dan perumusan program kegiatan organisasi sektor publik. Indikator dan alokasi keuangan disusun seperti halnya pendekatan kinerja, tetapi indikator dan alokasi tersebut memiliki hubungan yang erat dengan rencana strategis yang diturunkan dari visi dan misi organisasi. d. Pendekatan zero based: anggaran disusun dengan asumsi setiap aktivitas atau program yang telah diadakan di periode sebelumnya tidak secara otomatis dapat dilanjutkan, melainkan harus dievaluasi setiap periode apakah tetap akan diadakan pada periode mendatang dengan melihat kontribusi yang diberikannya kepada tujuan organisasi. Penyusunan APBS merupakan bagian dari penyusunan Rencana Pengembangan Sekolah (RPS) yang terdiri dari delapan langkah (Departemen Pendidikan Nasional, 2005). RPS disusun berdasarkan prinsip partisipatif, transparan, akuntabel, berwawasan ke depan, serta spesifik, terjangkau, dan realistis. Idealnya RPS harus mengacu pada visi dan misi sekolah serta penjabarannya. Utari (n.d.) menyebutkan bahwa RPS terdiri dari Rencana Kegiatan Sekolah (RKS) dan Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS). RKS adalah rencana kerja jangka menengah sekolah yang menggambarkan program-program sekolah dalam kurun waktu 4 tahun. Sementara itu, RKAS merupakan penjabaran operasional dari RKS yang bersifat jangka pendek (1 tahun). Isi RKAS tidak boleh menyimpang dari RKS dan harus disusun dengan didasarkan pada hasil analisis Strength, Weakness, Opportunity, dan Threat (SWOT). Alur atau bagian-bagian dari RKAS adalah sebagai berikut: (1) Melakukan analisis lingkungan operasional sekolah; (2) Melakukan analisis pendidikan sekolah saat ini; (3) Melakukan analisis pendidikan sekolah satu tahun ke depan (yang diharapkan); (4) Menentukan kesenjangan antara situasi sekolah saat ini dan yang diharapkan satu tahun ke depan; (5) Merumuskan tujuan sekolah selama satu tahun ke depan (disebut juga dengan sasaran atau tujuan situasional); (6) Mengidentifikasi fungsi-fungsi atau urusan sekolah untuk dikaji tingkat kesiapannya; (7) Melakukan analisis SWOT; (8) Merumuskan dan
Analisis proses..., Rakryanto Priyahita, FE UI, 2013
5
mengidentifikasi alternatif langkah-langkah pemecahan persoalan; (9) Menyusun rencana program; (10) Menentukan tonggak-tonggak kunci keberhasilan/output apa dan kapan dicapai (milestone); (11) Menyusun rencana biaya; (12) Menyusun rencana pelaksanaan program; (13) Menyusun rencana pemantauan dan evaluasi; (14) Membuat jadwal pelaksanaan program; (15) Menentukan penanggungjawab program.kegiatan. Pada tahap menyusun rencana biaya (tahap nomor 11), dibuat sebuah dokumen anggaran berupa Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS). Departemen Pendidikan Nasional (2005) merinci pos-pos RAPBS sebagai berikut: (1) pendapatan, yang bersumber dari APBN, APBD provinsi, APBD kabupaten/kota, komite sekolah, yayasan (pada umumnya untuk sekolah swasta), dan donatur; (2) belanja, yang terdiri
dari
gaji
pegawai
tetap,
honor,
operasional
kegiatan
belajar
mengajar,
pemeliharaan/renovasi ruangan, dan pembangunan fisik/investasi; (3) surplus/kelebihan (jika pendapatan lebih besar dari belanja) atau defisit/kekurangan (jika pendapatan lebih kecil dari belanja, sekolah harus mencari alternatif pendanaan lain untuk menutupi kekurangan tersebut). Rincian tersebut dapat dimodifikasi sesuai dengan program Pemerintah Daerah. Di Kabupaten Pati, pedoman penyusunan APBS untuk sekolah negeri diatur dalam Peraturan Bupati Pati Nomor 48 Tahun 2011 yang berlaku mulai tanggal 26 September 2011. Pos pendapatan dalam APBS biasanya tidak mencakup dana hibah dari luar negeri, dana kontijensi, bantuan alumni, dan sumbangan dari masyarakat karena nature dari dana tersebut yang dapat diperoleh kapan saja dan tidak dapat diperhitungkan ketika rancangannya diajukan pada awal tahun pelajaran (Bastian, 2006). RAPBS yang telah disusun harus disahkan terlebih dahulu menjadi APBS sebelum dilaksanakan. Apabila anggaran ingin direvisi, harus mendapat persetujuan dari rapat dewan pendidik dan komite sekolah. Menurut pasal 46 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, pihak yang bertanggung jawab dalam pembiayaan pendidikan adalah Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat. UU tersebut mensyaratkan bahwa minimal 20% dana dari APBN dan APBD di luar gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan ke sektor pendidikan. Menurut Ihsan (2012), RSBI memiliki tiga sumber dana, yaitu APBN, APBD, dan komite sekolah. Pemerintah Pusat memberikan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk SD dan SMP, block grant RSBI, dan Bantuan Operasional Manajemen Mutu (BOMM). Dana dari Pemerintah Daerah diberikan melalui alokasi APBD berupa Biaya Operasional Pendidikan (BOP), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Bantuan Operasional Sekolah Daerah (BOSDA). Sebagai kompensasi dari diperbolehkannya sekolah-sekolah RSBI melakukan pungutan terhadap orangtua siswa, Permendiknas No. 78 Tahun 2009 Pasal 16 Ayat (2) menyatakan
Analisis proses..., Rakryanto Priyahita, FE UI, 2013
6
bahwa SBI wajib mengalokasikan beasiswa atau bantuan biaya pendidikan bagi peserta didik warga negara Indonesia yang memiliki potensi akademik tinggi tetapi kurang mampu secara ekonomi paling sedikit 20% dari jumlah seluruh peserta didik. Zamjani (2011) menyatakan bahwa belum semua RSBI memberi alokasi 20% bagi siswa tidak mampu. Tren afirmasi siswa miskin pada setiap satuan pendidikan RSBI menunjukkan kecenderungan meningkat. Tren yang terjadi pada SD, SMP, dan SMK, tidak begitu signifikan karena SD dan SMP masih mendapatkan dana rutin Bantuan Operasional Sekolah (BOS) sehingga kebutuhan biaya pendidikan relatif masih dapat tertutupi dan latar belakang sosial ekonomi siswa SMA relatif lebih baik daripada siswa SMK. Jumlah bantuan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah pada tahun 2010 masih sangat sedikit karena tidak semua daerah memiliki PAD yang besar sehingga bisa mengalokasikan dana yang besar pada sektor-sektor strategis seperti pendidikan dan Pemerintah Daerah kurang patuh terhadap peraturan yang dibuat oleh Pemerintah Pusat. Zamjani (2011) juga menyebutkan bahwa penerimaan sekolah RSBI tingkat SMP, SMA, dan SMK paling besar berasal dari sumbangan orang tua. Sumbangan orang tua pada SMA dan SMK lebih besar karena tidak menerima dana BOS. Angka maksimal untuk sumbangan bulanan (SPP) berkisar antara 300 ribu – 400 ribu rupiah. SD, SMP, dan SMK memiliki gambaran tentang besarnya sumbangan pembangunan yang kurang lebih sama. Tren jumlah pungutan yang dilakukan oleh RSBI terus menurun dari tahun ke tahun. Hal ini dikarenakan bahwa pada masa awal pembentukannya, formulasi pendanaan oleh Pemerintah belum secara matang dirumuskan sehingga sekolah-sekolah RSBI banyak mengandalkan dana dari masyarakat, dalam hal ini orangtua siswa. Witaradya (2010) meneliti implementasi kebijakan subsidi Rintisan Sekolah Dasar Bertaraf Internasional (RSDBI) di SDNP Menteng 01 Jakarta Pusat dan SD Negeri Sukadamai 3 Kota Bogor selama 2007-2009. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masih ditemukan hambatan dalam implementasi kebijakan berupa masih adanya guru yang belum berpendidikan S1, sudah berumur, dan belum mampu menggunakan media pembelajaran yang berbasis teknologi informasi. Sementara itu, Alfian (2011) meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja sekolah pada SMA yang menerima bantuan dana RSBI dan menemukan bahwa ketepatan jadwal bantuan sesuai perencanaan berpengaruh signifikan secara parsial terhadap kinerja sekolah. Penelitian yang membahas mengenai proses penganggaran yang terjadi di sekolah di antaranya dilakukan oleh Ardiwibowo (2005), Desi (2008), dan Sutedjo (2009). Ardiwibowo (2005) melakukan penelitian terhadap empat sekolah sampel yang masing-masing mewakili
Analisis proses..., Rakryanto Priyahita, FE UI, 2013
7
sekolah negeri di kota besar, sekolah negeri di kabupaten, sekolah swasta di kota besar, dan sekolah swasta di kabupaten. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekolah swasta cenderung mengandalkan siswa sebagai sumber pendanaan, sementara sekolah negeri cenderung mengandalkan dana dari Pemerintah. Sementara itu, Desi (2008) melaporkan bahwa terdapat lima permasalahan dan kendala yang dihadapi oleh SMP negeri di Kabupaten Banyumas terkait dengan proses penganggarannya, yaitu: (1) pengajuan anggaran melalui Dinas Pendidikan sering mengalami keterlambatan; (2) perbedaan periode penganggaran antara anggaran sekolah dengan APBD; (3) tidak ada pedoman teknis penyusunan RAPBS dari Dinas Pendidikan; (4) aturan tentang penggunaan dana komite sekolah yang tidak pasti; (5) kurangnya tenaga yang menangani pemrosesan pengajuan persetujuan RAPBS di Dinas Pendidikan sehingga seringkali RAPBS terlambat disetujui. Lebih lanjut, Sutedjo (2009) menyatakan bahwa pemangku kepentingan eksternal kurang berperan aktif dalam penyusunan APBS SMPN di Kabupaten Kendal sehingga mereka mempunyai persepsi yang lebih buruk terhadap akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan sekolah daripada pemangku kepentingan internal. Metodologi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Pati selama April – Mei 2013 dengan menggunakan pendekatan studi kasus. Data yang diperoleh melalui studi kasus biasanya lebih bersifat kualitatif daripada kuantitatif. Pendekatan studi kasus ini dipilih karena sesuai dengan garis besar tujuan penelitian yang ingin dicapai. Sifat penelitian ini adalah deskriptif. Data yang diperoleh dari penelitian ini adalah data primer berupa jawaban responden atas pertanyaan wawancara yang diberikan, APBS (format 1 dan format 2) untuk dua tahun ajaran terakhir, yaitu 2011/2012 dan 2012/2013, serta RPS yang terdiri dari RKS dan RKAS, dikumpulkan dengan wawancara mendalam dan observasi dokumen. Pertanyaan wawancara diharapkan akan mampu menjawab hal-hal berikut: (1) rincian proses penyusunan anggaran sekolah; (2) permasalahan-permasalahan yang dihadapi sekolah saat menyusun anggaran; (3) perubahan kegiatan dan pendanaan sekolah yang mungkin terjadi pasca dihentikannya program perintisan Sekolah Bertaraf Internasional. Kepada setiap objek penelitian akan diberikan skenario, untuk ditanggapi dan dipilih mana yang paling mungkin dan paling disukai sekolah. Skenario disusun berdasarkan teori tentang pembiayaan pendidikan dan pembiayaan RSBI. Skenario tersebut adalah sebagai berikut.
Analisis proses..., Rakryanto Priyahita, FE UI, 2013
8
a.
Skenario
1:
Sekolah
menghentikan
seluruh
kegiatan
pengembangan
dan
pembelian/pembangunan sarana dan prasarana untuk memenuhi kriteria SBI, serta tidak memfungsikan lagi sarana dan prasarana yang sudah dibeli atau dibangun. b.
Skenario
2:
Sekolah
menghentikan
seluruh
kegiatan
pengembangan
dan
pembelian/pembangunan sarana dan prasarana untuk memenuhi kriteria SBI. Namun, sekolah tetap merawat sarana dan prasarana yang sudah terlanjur dibeli atau dibangun. c.
Skenario 3: Sekolah tetap menjalankan seluruh atau sebagian kegiatan pengembangan untuk memenuhi kriteria SBI dengan mengupayakan sumber dana lain yang berasal dari donatur, misalnya hibah atau material dari donor, proyek, atau pengusaha/perusahaan swasta dalam bentuk CSR.
d.
Skenario 4: Sekolah tetap menjalankan seluruh atau sebagian kegiatan pengembangan untuk memenuhi kriteria SBI dengan menggunakan dana bantuan tambahan dari Pemerintah dengan nama lain selain block grant RSBI.
e.
Skenario 5: Sekolah tetap menjalankan seluruh atau sebagian kegiatan pengembangan untuk memenuhi kriteria SBI dengan menekan angka belanja untuk kegiatan yang lain, atau mengurangi seluruh alokasi setiap pos belanja secara proporsional.
f.
Skenario 6 (khusus untuk SMA): Sekolah tetap menjalankan seluruh atau sebagian kegiatan pengembangan untuk memenuhi kriteria SBI dengan menaikkan iuran atau pungutan yang dibebankan kepada masyarakat atau orang tua siswa.
Analisis data akan dilakukan dengan metode content analysis atas beberapa dokumen dan hasil wawancara yang telah diperoleh. Penulisan kesimpulan akan menggunakan teknik explanation building. Objek penelitian ini adalah empat sekolah eks RSBI yang ada di Kabupaten Pati, yaitu SMP Negeri B, SMP Negeri C, SMA Negeri D, dan SMA Negeri E. Dari tujuh sekolah eks RSBI di Kabupaten Pati, dua sekolah, yaitu SMK Negeri F dan SMK G menolak untuk dijadikan objek penelitian. Sementara itu, SD Negeri A tidak dapat diteliti karena tidak dapat memenuhi permintaan wawancara pada batas waktu yang telah ditentukan. Analisis dan Pembahasan Wawancara berhasil dilakukan dengan pihak yang semuanya pernah terlibat dalam proses penyusunan anggaran masing-masing objek penelitian pada tahun pelajaran 2012/2013, yaitu wakil kepala sekolah II SMPN B, mantan penanggung jawab standar pembiayaan dan mantan penanggung jawab pelaksanaan program RSBI SMPN C, mantan bendahara RSBI SMAN D, serta bendahara komite SMAN E. Sementara itu, terdapat
Analisis proses..., Rakryanto Priyahita, FE UI, 2013
9
beberapa dokumen yang tidak berhasil diperoleh, yaitu beberapa halaman format 2 APBS SMPN B tahun pelajaran 2011/2012 (karena hilang), RKS dan RKAS SMAN D tahun pelajaran 2011/2012 (karena hilang), serta RKS dan RKAS SMAN E (karena memang tidak dibuat). Ketidaklengkapan ini tidak menjadi masalah, karena dalam penelitian ini hasil penelusuran dokumen hanya merupakan pendukung analisis atas hasil wawancara. Untuk menganalisis proses penyusunan APBS pada keempat objek penelitian, terlebih dahulu akan dibandingkan ketentuan yang ada di dalam Perbup tersebut dengan praktik yang dilakukan oleh sekolah. Ketentuan yang ada dalam Perbup tersebut sudah sesuai dengan teori penyusunan anggaran sektor publik. Terlebih dahulu sekolah harus melakukan penjaringan aspirasi terhadap seluruh warga sekolah tanpa terkecuali, sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa proses penyusunan anggaran pada organisasi sektor publik dimulai dari pengajuan anggaran oleh setiap unit yang ada dalam organisasi sektor publik tersebut (Nordiawan dan Hertianti, 2010). Keterlibatan komite sekolah dalam proses penyusunan dan persetujuan anggaran juga sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa proses pengambilan keputusan pada organisasi sektor publik harus didasarkan pada kesepakatan sebuah dewan yang dipilih atau ditunjuk (Freeman, Shoulders, dan Linn, 1988). Ketentuan yang ada di dalam Perbup juga sudah sesuai dengan ketentuan penyusunan anggaran sekolah yang dikemukakan oleh Departemen Pendidikan Nasional (2005) dan Ardiwibowo (2005), di mana anggaran harus disusun berdasarkan RKAS dan RKS, atau disusun dengan menggunakan pendekatan PPBS. Namun, masih terdapat beberapa praktik yang kurang sesuai dengan ketentuan yang ada dalam Perbup. Pada saat melakukan penjaringan aspirasi terhadap seluruh warga sekolah, seluruh objek penelitian tidak mengikutsertakan peserta didik atau siswa secara langsung, melainkan secara tidak langsung melalui orang tua mereka, yang kemudian akan menyalurkannya ke komite sekolah. Mekanisme penyaluran aspirasi ini seharusnya tidak menjadi masalah asalkan komite sekolah dapat memastikan bahwa seluruh aspirasi yang masuk sudah disampaikan kepada pihak sekolah dan pihak sekolah sudah mempertimbangkannya dalam menyusun RAPBS. Hal ini karena peserta didik merupakan pemangku kepentingan eksternal primer sekolah yang harus didahulukan kebutuhannya (Ali, 2009). Sekolah tidak memberikan keterangan mengenai keaktifan orang tua siswa dan pengurus komite dalam proses penyusunan APBS, tetapi menurut Sutedjo (2009) tingkat keaktifan tersebut memberikan pengaruh terhadap persepsi mereka tentang akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan sekolah.
Analisis proses..., Rakryanto Priyahita, FE UI, 2013
10
Satu sekolah objek penelitian, yaitu SMAN E, tidak menyusun RKS dan RKAS sebelum menyusun RAPBS, sementara menurut Perbup, RAPBS harus didasarkan pada RKS dan RKAS. Praktik ini kurang baik karena di dalam RKAS terdapat tonggak-tonggak kunci keberhasilan atau tolok ukur kinerja yang digunakan sebagai dasar untuk menilai apakah sekolah sebagai sebuah organisasi sektor publik sudah dapat mengefektifkan pengelolaan dananya. Selain itu, hal ini menunjukkan bahwa sekolah tidak melaksanakan dua tahap penting dalam proses perencanaan dan pengendalian, yaitu perencanaan strategis dan perencanaan operasional. Dapat dikatakan bahwa proses penyusunan anggaran SMAN E masih menggunakan pendekatan tradisional. Setelah dilakukan penelusuran terhadap RKS dan RKAS ketiga objek penelitian yang lain, ditemukan bahwa masih terdapat ketidakseragaman format yang digunakan antarsekolah. Perbandingan RKS dan RKAS antar objek penelitian dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1 – Perbandingan Komponen RKS dan RKAS Objek Penelitian Komponen RKS dan RKAS SMPN B SMPN C Rencana Kegiatan Sekolah Analisis lingkungan strategis Ada Ada Analisis kondisi pendidikan saat ini Ada Ada Analisis kondisi pendidikan ke depan Ada Ada Identifikasi tantangan nyata Ada Ada Visi sekolah Ada Ada Misi sekolah Ada Ada Tujuan sekolah dalam 4 tahun Ada Ada Program strategis Ada Ada Strategi pelaksanaan pencapaian Ada Ada Hasil yang diharapkan Ada Ada Supervisi, monitoring, dan evaluasi Ada Ada RAPBS untuk 4 tahun/pembiayaan Ada Ada Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah Analisis lingkungan operasional sekolah Ada Ada Analisis pendidikan sekolah saat ini Ada Ada Analisis pendidikan sekolah satu tahun ke depan Ada Ada Identifikasi tantangan nyata satu tahun Ada Ada Tujuan situasional/sasaran Ada Ada Identifikasi fungsi komponen tiap sasaran Ada Ada Analisis SWOT Ada Ada Alternatif langkah pemecahan persoalan Tidak ada Ada Rencana program kerja dan kegiatan Ada Ada RAPBS untuk satu tahun Ada Ada Supervisi, monitoring, dan evaluasi Ada Tidak ada
Analisis proses..., Rakryanto Priyahita, FE UI, 2013
SMAN D Tidak ada Tidak ada Tidak ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Tidak ada Tidak ada
11
Komponen RKS dan RKAS SMPN B Jadwal kegiatan Ada Penanggung jawab program/kegiatan Tidak ada Sumber: Data diolah penulis
SMPN C Ada Tidak ada
SMAN D Tidak ada Tidak ada
Dapat dikatakan bahwa objek penelitian belum mengikuti semua tahapan penyusunan RPS seperti yang disyaratkan oleh Departemen Pendidikan Nasional (2005) dan Utari (n.d.). Tidak disediakan satu bagian khusus mengenai tonggak-tonggak kunci keberhasilan dalam dokumen RKAS yang dibuat oleh sekolah, tetapi berdasarkan hasil pengamatan sekolah sudah menyebutkan tonggak-tonggak keberhasilan tersebut bersama dengan bagian RKAS yang lain, seperti rencana program kerja dan kegiatan. Namun secara umum RPS yang dibuat sudah menggambarkan perencanaan strategis dan perencanaan operasional yang dilakukan oleh sekolah. Berdasarkan hasil wawancara, tolok ukur kinerja yang ada di dalam RKAS yang dibuat oleh sekolah sudah digunakan sebagai dasar penilaian kinerja sekolah. Dengan adanya indikator kinerja tersebut, sekolah juga menyatakan bahwa warga sekolah menjadi termotivasi untuk lebih menjalankan tugasnya dengan baik. Proses evaluasi anggaran pada sekolah objek penelitian juga sudah dilakukan dengan baik. Seluruh objek penelitian menyatakan bahwa realisasi anggaran pada suatu tahun berpengaruh terhadap anggaran berikutnya. Hal ini tentu sangat baik karena dapat membuat pengelolaan dana sekolah menjadi lebih efektif dan efisien. Praktik lain yang tidak sesuai dengan Perbup adalah waktu persetujuan APBS oleh komite SMPN C, SMAN D, dan SMAN E. Menurut Perbup, APBS disetujui oleh komite sekolah pada saat rapat pleno yang diadakan setelah pemaparan di Dinas Pendidikan. Akan tetapi, pada ketiga sekolah tersebut, APBS sudah disahkan oleh komite sekolah sebelum dilakukan pemaparan di Dinas Pendidikan. Hal ini tentu saja kurang efektif karena apabila masih ada revisi yang harus dilakukan, sekolah harus mendapat persetujuan lagi dari komite sekolah. Batas waktu yang ditentukan oleh Perbup belum dapat ditepati oleh objek penelitian seluruhnya. SMPN B menyatakan bahwa RKAS baru ditagetkan selesai pada bulan Juni, padahal batas waktunya adalah satu bulan sebelum tahun pelajaran berakhir, yaitu awal Juni. Begitu pula yang terjadi jika ada revisi RAPBS pasca pemaparan di Dinas Pendidikan, sekolah baru menyelesaikannya kurang lebih satu bulan setelah pemaparan tersebut, padahal batas waktu yang diberikan adalah tujuh hari setelah pemaparan. Keterlambatan ini dapat
Analisis proses..., Rakryanto Priyahita, FE UI, 2013
12
berdampak negatif karena APBS tidak bisa segera disahkan oleh komite dan Dinas Pendidikan serta tidak dapat segera dilaksanakan. Hal terakhir yang juga perlu dibahas terkait praktik penyusunan anggaran oleh objek penelitian adalah bahwa masih terdapat tiga objek penelitian, yaitu SMPN C, SMAN D, dan SMAN E yang belum memahami apa yang harus dilakukan ketika terjadi surplus anggaran dana komite. Seharusnya surplus dana komite diperlakukan sebagai sisa lebih anggaran dan dimasukkan dalam anggaran tahun berikutnya, tetapi oleh sekolah surplus tersebut dihabiskan. Hal ini mencermnikan fungsi anggaran sebagai alat pengendalian untuk menghindari penggunaan dana yang berlebihan dan tidak perlu tidak berjalan dengan baik. APBS yang telah selesai dibuat boleh dilihat oleh seluruh warga sekolah, termasuk orang tua siswa melalui komite sekolah. Seluruh objek penelitian menyatakan bahwa APBS yang dibuat bersifat terbuka dan transparan. Pada bagian berikutnya, akan dibahas mengenai struktur APBS yang dibuat oleh objek penelitian. Dana yang dianggarkan untuk diterima dan dikelola oleh objek penelitian hanya berasal dari Pemerintah dan orang tua siswa. Setelah dilakukan konfirmasi pada saat wawancara, seluruh objek penelitian mengaku sangat jarang menerima dana seperti dana hibah dari luar negeri, dana kontijensi, bantuan alumni, dan sumbangan dari masyarakat. Hibah atau donasi kadang diperoleh dari alumni, tetapi berupa barang. Sekolah juga mengaku belum pernah melakukan pinjaman dan memperoleh dana dari Public Private Partnership. Hampir seluruh dana yang diterima adalah dana dari Pemerintah dan iuran orang tua siswa yang sudah dicerminkan dalam APBS. Komposisi dana yang diterima juga agak berbeda dengan komposisi penerimaan dana yang dikemukakan oleh Ihsan (2012). Hampir seluruh dana yang berasal dari APBD II (97%-100%) digunakan untuk membayar gaji pegawai. Pemerintah Kabupaten Pati memang mengucurkan dana bantuan operasional kepada objek penelitian, tetapi dalam jumlah yang sangat tidak signifikan, hanya sekitar 1% dari total dana yang diterima sekolah. Menurut Zamjani (2011), kemungkinan hal ini disebabkan oleh kurangnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah, dalam hal ini Pemerintah Kabupaten Pati. Masih terdapat objek penelitian yang melakukan kesalahan dalam penjumlahan rincian belanja dan/atau rincian pendapatan, sehingga jumlah yang tercantum di paling bawah kolom anggaran tidak sesuai dengan jumlah yang seharusnya. Sebagai contoh, format 1 APBS SMPN B tahun pelajaran 2012/2013 menunjukkan bahwa jumlah penggunaan dana lebih besar daripada jumlah sumber dana. Ketika dikonfirmasi, SMPN B menyatakan bahwa hal tersebut bukan disebabkan karena terjadi defisit, tetapi karena terjadi kesalahan dalam
Analisis proses..., Rakryanto Priyahita, FE UI, 2013
13
penjumlahan perincian belanja yang ada pada format 2. Kesalahan penjumlahan juga terjadi dalam APBS yang dibuat oleh SMAN E. Jumlah perincian belanja dan sumber dana tidak sama, baik dalam satu format maupun antara format 1 dan format 2. Akibatnya, kepala Dinas Pendidikan tidak bersedia untuk menandatangani APBS yang dibuat oleh SMAN E. Kesalahan ini seperti seharusnya dihindari karena menyebabkan fungsi anggaran sebagai alat pengendalian serta sebagai alat koordinasi dan komunikasi antar subunit dalam sekolah menjadi terganggu. Objek penelitian mengaku bahwa masih terdapat masalah dalam proses penyusunan anggarannya, yaitu sering terjadinya keterlambatan pencairan dana dari yang semula dianggarkan, terutama untuk dana yang berasal dari Pemerintah. Objek penelitian tidak dapat menjelaskan
mengapa
keterlambatan
terjadi.
Kemungkinan
keterlambatan
tersebut
disebabkan oleh banyaknya pengajuan anggaran dan pencairan dana yang ditangani oleh Bagian Keuangan Dinas Pendidikan (Desi, 2008). Jika tidak segera diatasi, hal ini bisa berdampak negatif karena menurut Alfian (2011) ketepatan jadwal bantuan sesuai perencanaan berpengaruh signifikan terhadap kinerja sekolah yang menerima bantuan dana RSBI. Walaupun pencairan dana dari Pemerintah sering mengalami keterlambatan, proses persetujuan APBS oleh Dinas Pendidikan tidak memakan waktu yang lama, sehingga kegiatan masih dapat dilakukan dengan cara meminjam dari dana komite sampai dana dari Pemerintah diterima. Dua objek penelitian juga menghadapi masalah lain dalam proses penyusunan anggarannya. SMPN B mengaku kesulitan dalam menyusun skala prioritas untuk usulan kegiatan hasil dari penjaringan aspirasi yang kadang-kadang terlalu banyak. Sementara itu, SMAN D menyatakan bahwa ketentuan penggunaan dana yang berasal dari Pemerintah kadang kurang sesuai dengan kebutuhan sekolah. Objek penelitian tidak mengalami kesulitan terkait dengan perbedaan periode penganggaran antara APBN dan APBD dengan APBS. Hal ini mungkin karena baik penyusunan maupun perubahan APBD Kabupaten Pati tidak pernah mengalami keterlambatan, seperti yang dijelaskan oleh Desi (2008). Namun, SMPN B menambahkan bahwa kadang kesulitan terjadi pada saat menyusun anggaran penerimaan dana BOS, karena jumlah siswa pada tahun pelajaran yang akan datang sulit diprediksi, sementara penerimaan dana BOS didasarkan pada satuan jumlah siswa. Objek penelitian juga tidak mengalami kesulitan yang disebabkan oleh ketiadaan pedoman penyusunan APBS, sumber daya manusia, dan teknologi informasi yang digunakan. Terkait dengan prosedur penyusunan APBS, seluruh objek penelitian menyatakan bahwa sekolah sudah memahaminya dengan baik karena Dinas Pendidikan sudah memberikan
Analisis proses..., Rakryanto Priyahita, FE UI, 2013
14
pedoman yang lengkap, mulai dari proses penyusunan sampai dengan detail format anggaran yang harus dibuat. Objek penelitian juga menyatakan bahwa ketentuan penggunaan setiap dana yang diterima oleh sekolah, termasuk dana komite, sudah dipahami dengan baik. Sumber daya manusia yang dimiliki oleh sekolah dalam proses penyusunan anggaran sudah dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Hal ini disebabkan oleh kemudahan tata cara penyusunan anggaran untuk dipelajari dan didukung oleh adanya pelatihan-pelatihan yang diadakan oleh Dinas Pendidikan. Selain itu, teknologi informasi yang digunakan sudah cukup membantu dalam proses penyusunan anggaran, walaupun perangkat lunak yang digunakan hanya Microsoft Excel. Akan tetapi, SMPN B menambahkan bahwa sebaiknya ada pegawai khusus yang ditugaskan untuk mengelola keuangan sekolah, karena guru sudah cukup sibuk dengan tugasnya untuk mengajar. Hal ini didukung oleh Jones dan Pendlebury (2010) yang menyatakan bahwa pengendalian anggaran harus dilakukan oleh seorang akuntan. Untuk menganalisis kemungkinan pengaruh dihentikannya dana block grant RSBI, langkah pertama yang harus dilakukan adalah melihat persentase anggaran penerimaan dana block grant RSBI masing-masing sekolah pada dua tahun pelajaran terakhir. Ternyata APBD I memberikan dana block grant RSBI lebih besar daripada APBN. Dari segi jumlah dana, block grant RSBI yang berasal dari APBN memberikan kontribusi sekitar 2-5%, dan block grant RSBI yang berasal dari APBD I memberikan kontribusi sekitar 4-8% dari total seluruh dana yang diterima. Dengan demikian, jika dana ini dihentikan, sekolah akan kehilangan hanya sekitar 613% dari total dana yang semula ia terima. Walaupun begitu, seluruh objek penelitian tetap berpendapat bahwa penghentian pemberian dana tersebut memberi dampak besar bagi kegiatan sekolah. SMPN B menyatakan bahwa secara nominal dana block grant RSBI yang diterima sekolah besar, sekitar Rp 700 juta. Kehilangan dana sebesar itu tetap akan banyak berdampak bagi aktivitas sekolah. SMPN C menambahkan bahwa penghentian dana ini kemungkinan besar akan menghentikan program-program yang semula digunakan untuk memenuhi kriteria SBI. Akan tetapi, program mana saja yang akan ditiadakan akan diputuskan setelah dibicarakan terlebih dahulu dengan orang tua. SMAN D juga memberikan pendapat bahwa penghentian pemberian dana block grant RSBI lumayan memberikan pengaruh, misalnya pelatihan-pelatihan In House Training (IHT) dan bimbingan teknis (bimtek) untuk guru menjadi tidak bisa dilakukan lagi. Sementara itu, SMAN E menyatakan bahwa dana tersebut tetap menolong dan menunjang kegiatan sekolah, sehingga jika dihentikan maka pasti ada kegiatan-kegiatan yang akan dihentikan.
Analisis proses..., Rakryanto Priyahita, FE UI, 2013
15
Jika dianalisis secara horizontal, terlihat bahwa hampir semua sekolah menurunkan anggaran penerimaan dana block grant RSBI-nya dari tahun 2011/2012 ke 2012/2013. Terkait dengan penurunan besarnya dana block grant yang diterima, masing-masing objek penelitian memberikan pendapat yang berbeda-beda. SMPN B menyatakan bahwa dana block grant RSBI memang memiliki kecenderungan untuk menurun dari tahun ke tahun, mungkin karena Pemerintah lebih memprioritaskan pemberian dana untuk sekolah-sekolah RSBI yang baru ditunjuk. Senada dengan itu, SMPN C juga berpendapat bahwa penurunan dana tersebut disebabkan oleh semakin banyaknya sekolah yang ditunjuk sebagai RSBI. Sementara itu, SMAN E tidak bisa memberikan pendapat terkait alasan penurunan dana ini. SMAN D sudah tidak menganggarkan penerimaan dana block grant RSBI sama sekali pada tahun pelajaran 2012/2013. Hal ini karena pada saat sekolah menyusun APBS 2012/2013, sudah ada sudah ada isu-isu jika RSBI akan dibubarkan, sehingga sekolah tidak berani menganggarkannya. Akibatnya, sudah ada beberapa kegiatan yang dihentikan, misalnya sister school, les bahasa Inggris untuk guru, dan pembelian alat-alat laboratorium. Selain kehilangan dana block grant RSBI, SMP yang merupakan eks RSBI juga tidak boleh lagi memungut iuran dari orang tua siswa. Selama masih berstatus RSBI, keempat objek penelitian memang memungut iuran dari orang tua siswa dalam bentuk dana komite. Dana komite merupakan bagian yang signifikan dari total dana yang diterima sekolah. Untuk jenjang SMA, bahkan lebih dari separuh dana yang diterima sekolah berasal dari komite atau orang tua, sesuai dengan penelitian Zamjani (2011) yang menyebutkan bahwa sumbangan orang tua pada SMA dan SMK lebih besar karena tidak menerima dana BOS. Pada SMA, dana komite atau pungutan kepada orang tua siswa merupakan porsi terbesar dari komposisi penerimaan dana, sementara pada SMP dana komite berada di urutan kedua dalam urutan komposisi penerimaan dana setelah APBD II. Fakta bahwa setengah lebih dana yang berasal dari SMA RSBI di Kabupaten Pati adalah dana komite kurang sesuai dengan hasil penelitian Ardiwibowo (2005) yang menyatakan bahwa sekolah negeri cenderung mengandalkan dana dari Pemerintah. Kekurangsesuaian ini kemungkinan disebabkan oleh diperbolehkannya SMA dan sekolah negeri dengan status RSBI untuk memungut iuran atau pungutan dari masyarakat, sehingga SMA cenderung memanfaatkan perlakuan khusus tersebut. Jika SMPN B dan SMPN C tidak diperbolehkan lagi untuk memungut iuran berupa dana komite tersebut, dapat dipastikan bahwa kegiatan sekolah akan berkurang semakin banyak, dengan catatan tidak ada alternatif pendanaan yang lain. Menanggapi hal ini, SMPN B mengaku belum mengetahui apakah memang benar tahun depan sekolah sudah tidak boleh memungut iuran dari orang tua. Sekolah juga menyatakan masih harus menunggu hasil rapat
Analisis proses..., Rakryanto Priyahita, FE UI, 2013
16
dengan komite terkait hal ini. Sementara itu, SMPN C menyatakan bahwa kemungkinan besar sekolah tetap akan memperoleh dana dari orang tua siswa, hanya saja bukan dalam bentuk iuran atau pungutan, melainkan dalam bentuk sumbangan. Sekolah akan membuat beberapa versi kegiatan yang akan dijalankan tahun depan untuk dipaparkan di depan komite sekolah. Dengan kata lain, kegiatan atau program sekolah tersebut ditawarkan kepada orang tua siswa terlebih dahulu. Menurut sekolah, dana yang berasal dari orang tua ini merupakan sumbangan, bukan iuran atau pungutan, karena sepenuhnya tergantung kehendak orang tua. Hanya saja, sekolah juga mensyaratkan bahwa kalau memang orang tua mau untuk menyumbang, sumbangan tersebut memang harus rutin diberikan setiap bulan dengan jumlah tertentu untuk memudahkan proses penganggaran dan perencanaan kegiatan sekolah. Untuk jenjang SMA, walaupun masih diperbolehkan untuk memungut iuran, objek penelitian menyatakan tidak ingin menaikkan pungutan yang ada saat ini. Sekolah memang lebih memilih menjalankan sebagian program-program pemenuhan kriteria SBI, tetapi hal itu dilakukan dengan menghemat pengeluaran dana komite untuk kegiatan yang lain. Di samping itu, mulai tahun pelajaran 2013/2014 Pemerintah mempunyai rencana akan memberikan dana BOS untuk SMA, sehingga iuran yang boleh dipungut oleh SMA dibatasi, tidak boleh melebihi angka tertentu. Keempat sekolah objek penelitian mengaku menerapkan sistem subsidi silang untuk mengafirmasi siswa tidak mampu yang ingin bersekolah di sekolah tersebut. Hanya saja, satu sekolah, yaitu SMPN B mengaku bahwa siswa yang menerima bantuan hanya sekitar 17%, masih di bawah syarat paling sedikit 20% dari peserta didik harus mendapatkan alokasi beasiswa atau bantuan biaya pendidikan. Hal ini cocok dengan hasil penelitian Zamjani (2011) yang menyebutkan bahwa belum semua RSBI memberi alokasi 20% bagi siswa tidak mampu. Hasil penelusuran SPP rata-rata per bulan untuk setiap siswa pada sekolah objek penelitian pada tahun pelajaran 2012/2013 menunjukkan hal yang sama dengan hasil penelitian Zamjani (2011), di mana SPP rata-rata untuk SMA lebih besar daripada SMP. Selain itu, angka maksimal untuk SPP berkisar antara Rp 300 ribu – Rp 400 ribu. Untuk dapat lebih menggali apa yang sebenarnya diharapkan dan direncanakan oleh pihak sekolah terkait dengan pendanaan pasca dicabutnya status RSBI, mula-mula, setiap objek penelitian diminta untuk memberikan tanggapan atas masing-masing skenario yang telah disusun. Skenario yang paling tidak diinginkan dan tidak mungkin dilakukan oleh keempat objek penelitian adalah skenario 1. Seluruh objek penelitian juga sepakat bahwa skenario 2 lebih baik daripada skenario 1. Terlihat bahwa objek penelitian tidak ingin untuk
Analisis proses..., Rakryanto Priyahita, FE UI, 2013
17
menghentikan seluruh kegiatan-kegiatan yang dulunya dilaksanakan untuk memenuhi kriteria SBI. Akan tetapi, objek penelitian juga menyatakan bahwa juga tidak mungkin bagi mereka untuk tetap melaksanakan seluruh kegiatan tersebut, karena selain dananya kurang juga tidak ada landasan atau dasar lagi untuk melakukan beberapa kegiatan, misalnya kegiatan sister school. Beberapa kegiatan mungkin dihentikan, tetapi tidak seluruhnya. Terkait dengan sarana dan prasarana yang sudah terlanjur dibeli/dibangun, seluruh objek penelitian sepakat bahwa sarana dan prasarana tersebut masih harus tetap dirawat. Untuk ke depannya, objek penelitian cenderung untuk melakukan penghematan dengan hanya membeli sarana dan prasarana yang benar-benar diperlukan saja. Terkait dengan skenario 3, seluruh objek penelitian memberikan tanggapan bahwa sangat sulit bagi mereka untuk mendapatkan dana dari donatur. Satu-satunya donatur yang bisa diharapkan oleh sekolah adalah orang tua siswa. Sifat dari donasi yang tidak pasti kapan waktu pemberiannya dan jumlahnya juga dapat menyulitkan pihak sekolah untuk menganggarkannya. Menanggapi skenario 4, SMPN B, SMPN C, dan SMAN D, menyatakan bahwa skenario ini mungkin saja dilakukan, tetapi kemungkinannya sangat kecil. Hal ini karena sampai dengan saat ini belum terdengar kabar atau informasi mengenai apakah Pemerintah akan memberikan dana pengganti block grant RSBI. Akan tetapi, berbeda dengan ketiga objek penelitian tersebut, SMAN E mengaku memperoleh informasi bahwa sekolah-sekolah eks RSBI akan mendapatkan dana pengganti berupa dana bantuan pelaksanaan kurikulum 2013. Namun, hal ini juga belum tentu terjadi. Respon positif diberikan oleh hampir semua objek penelitian atas skenario 5, tetapi dengan catatan penghematan atau penekanan angka belanja yang dilakukan hanya diterapkan untuk dana komite atau dana yang berasal dari orang tua siswa. Penghematan dana selain dana komite tidak dapat dilakukan karena dana dari Pemerintah pasti ada batasan penggunaannya, sehingga tidak boleh digunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk memenuhi kriteria SBI lagi. Skenario 6 hanya diberikan kepada objek penelitian yang merupakan SMA, karena SMP dilarang oleh Permendikbud Nomor 60 Tahun 2011 untuk melakukan pungutan kepada masyarakat atau orang tua siswa. SMAN D dan SMAN E menyatakan bahwa skenario ini mungkin dilakukan dengan syarat Pemerintah tidak jadi melaksanakan rencananya untuk memberikan dana BOS kepada SMA. Hal ini karena jika dana BOS diberikan, SMA hanya diperbolehkan untuk memungut iuran dari orang tua siswa maksimal pada batas nominal tertentu, yang kemungkinan besar di bawah SPP rata-rata siswa saat ini. Selain itu, SMAN E
Analisis proses..., Rakryanto Priyahita, FE UI, 2013
18
juga menambahkan bahwa sekolah sama sekali tidak ingin untuk lebih membebani orang tua siswa dengan menaikkan SPP-nya, sehingga skenario 6 ini sangat dihindari dan tidak mungkin dilakukan oleh SMAN E. Seluruh objek penelitian ingin tetap mempertahankan sebagian program yang dulunya dilaksanakan untuk memenuhi kriteria SBI, yang dirasa perlu untuk meningkatkan kualitas siswa dan tenaga pendidik. Adapun cara yang digunakan untuk tetap mempertahankannya berbeda antar objek penelitian. SMPN B dan SMPN C mengandalkan donasi dari orang tua siswa, SMAN D mengandalkan penghematan dana komite untuk beberapa pos, sementara SMAN E mengharapkan dana bantuan pengganti dari Pemerintah selain dana BOS. Kesimpulan dan Saran Penyusunan anggaran di tiga sekolah objek penelitian sudah mengikuti pendekatan PPBS dengan beberapa kekurangan, sementara satu sekolah masih mengikuti pendekatan tradisional. Masih terdapat objek penelitian yang belum melaksanakan ketentuan mengenai penyusunan anggaran sekolah yang diatur dalam Peraturan Bupati Pati Nomor 48 Tahun 2011. Ketidaksesuaian tersebut di antaranya adalah tidak dilibatkannya siswa secara langsung dalam proses penyusunan anggaran, masih ditemukannya sekolah yang tidak membuat RKS dan RKAS sebelum menyusun APBS, ketidaksesuaian waktu persetujuan APBS oleh komite sekolah di beberapa objek penelitian, masih ditemukannya sekolah yang tidak memenuhi batas waktu yang telah ditentukan untuk setiap tahapan penyusunan, dan masih ditemukannya sekolah yang tidak mengikuti ketentuan mengenai perlakuan surplus dana komite. Bahkan, ada sekolah yang salah dalam melakukan penjumlahan angka dalam rincian pos anggarannya. Namun di samping segala kekurangan yang ada, objek penelitian sudah menjalankan fungsi anggaran sebagai alat penilaian kinerja, alat motivasi, dan alat evaluasi kegiatan. Objek penelitian
juga
sudah
cukup
melaksanakan
prinsip
keterbukaan
dalam
proses
penganggarannya. Masalah yang dihadapi objek penelitian adalah sering terlambatnya pencairan dana yang berasal dari Pemerintah. Ada juga objek penelitian yang mengaku kesulitan dalam mengalokasikan dana karena banyaknya aspirasi yang harus ditampung dan ketentuan penggunaan dana dari Pemerintah yang kadang tidak sesuai dengan kebutuhan sekolah. Akan tetapi, objek penelitian mengaku tidak mengalami kesulitan terkait dengan perbedaan periode penganggaran dengan Pemerintah, kondisi sumber daya manusia, kondisi teknologi informasi yang digunakan, dan pemahaman atas tahapan penyusunan anggaran. Terkait dengan kemungkinan pengaruh penghentian program perintisan SBI, dapat disimpulkan bahwa objek penelitian tetap ingin mempertahankan kegiatan yang semula
Analisis proses..., Rakryanto Priyahita, FE UI, 2013
19
diadakan untuk memenuhi kriteria Sekolah Bertaraf Internasional, tetapi tidak seluruhnya. Namun, dalam mempertahankan kegiatan tersebut, objek penelitian juga tidak ingin lebih membebani orang tua siswa. Terdapat objek penelitian yang memilih untuk menyerahkan keputusan tersebut pada orang tua sepenuhnya. Ada pula yang memilih untuk melakukan penghematan penggunaan dana komite untuk kegiatan yang lain dan mengharapkan dana bantuan pengganti dari Pemerintah. Saran untuk objek penelitian adalah sebagai berikut: (1) SMPN B diharapkan untuk memperbaiki mekanisme penyimpanan arsip dokumennya, lebih berhati-hati dalam memasukkan alokasi angka untuk setiap pos anggaran dan melakukan penjumlahan atas setiap perincian, memulai proses penyusunan anggarannya lebih awal, lebih memperhatikan batas waktu penyerahan revisi RAPBS kepada Dinas Pendidikan, dan lebih berhati-hati dalam menerima dana dari orang tua siswa pasca dihentikannya program RSBI; (2) SMPN C diharapkan untuk lebih memperhatikan batas waktu revisi RAPBS sebelum disahkan dan revisi APBS pada tahun pelajaran berjalan, mengikuti ketentuan mengenai peraturan terkait dengan perlakuan surplus dana yang berasal selain dari Pemerintah, dan lebih berhati-hati dalam menerima dana dari orang tua siswa pasca dihentikannya program RSBI; (3) SMAN D diharapkan untuk memperbaiki mekanisme penyimpanan arsip dokumennya, tidak menghabiskan surplus dana komite, serta lebih memperhatikan batas waktu penyerahan revisi RAPBS dan penyerahan revisi APBS tahun pelajaran yang sedang berjalan kepada Dinas Pendidikan; (4) SMAN E diharapkan untuk lebih berhati-hati dalam memasukkan alokasi angka untuk setiap pos anggaran dan melakukan penjumlahan atas setiap perincian, menyesuaikan format APBS dengan format standar yang telah ditetapkan, tidak menghabiskan surplus yang berasal dari dana komite, mulai membuat RKS dan RKAS terlebih dahulu sebelum membuat APBS, serta lebih memperhatikan batas waktu penyerahan revisi RAPBS kepada Dinas Pendidikan dan batas waktu revisi APBS pada tahun pelajaran yang sedang berjalan. Saran untuk pihak selain objek penelitian adalah sebagai berikut. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan diharapkan untuk segera mengeluarkan peraturan atau keputusan terkait dengan pendanaan sekolah-sekolah eks RSBI. Pemerintah Kabupaten Pati diharapkan untuk mengalokasikan lebih banyak dana pendidikan dari APBD-nya. Sementara itu, Dinas Pendidikan Kabupaten Pati diharapkan untuk bekerja dengan lebih baik agar pencairan dana dari Pemerintah kepada sekolah-sekolah tidak lagi mengalami keterlambatan dan lebih teliti dalam mengevaluasi APBS yang diajukan sekolah, hanya menyetujui APBS yang sudah benar dan sesuai dengan format yang telah ditentukan. Selain itu, untuk perusahaan swasta, kegiatan
Analisis proses..., Rakryanto Priyahita, FE UI, 2013
20
corporate social responsibility dapat dilaksanakan dengan memberikan dana bantuan kepada sekolah-sekolah. Adapun penelitian selanjutnya diharapkan dapat membahas tahapan siklus anggaran sekolah yang lain, yaitu pelaksanaan dan pertanggungjawaban anggaran, memperhatikan kesesuaian antara anggaran belanja dan sumber dana yang digunakan berdasarkan ketentuan penggunaan setiap dana yang ada, mengambil objek penelitian lebih luas, mempertimbangkan keterangan dari pihak lain di luar sekolah, dan menganalisis pengaruh penghentian program perintisan Sekolah Bertaraf Internasional terhadap anggaran sekolah yang sudah benar-benar terjadi. Daftar Referensi Alfian, Rizal. (2011). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Sekolah pada SMA yang Menerima Bantuan Dana Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI). Tesis pada Program Studi Magister Administrasi FISIP UI Jakarta. Ali, Mohammad. (2009). Pendidikan untuk Pembangunan Nasional: Menuju Bangsa Indonesia yang Mandiri dan Berdaya Saing. Bandung: Penerbit Imtima. Ardiwibowo, Rian. (2005). Konsistensi Alokasi Anggaran Sekolah terhadap Kebutuhan Riil dan Komitmen Arah Pendidikan: Studi pada 4 Sekolah Menengah Atas. Tesis pada Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik FEUI Jakarta. Bastian, Indra. (2006). Akuntansi Pendidikan. Jakarta: Penerbit Erlangga. Freeman, Robert J. dan Shoulders, Craig D. (1993). Governmental and Nonprofit Accounting: Theory and Practice 4th edition. New Jersey: Prentice Hall. Freeman, Robert J., Shoulders, Craig D., dan Lynn, Edward S. (1988). Governmental dan Nonprofit Accounting: Theory and Practice 3rd edition. New Jersey: Prentice Hall. Desi, Diyah Parwita. (2008). Evaluasi Akuntabilitas dan Transparansi Pengelolaan Keuangan Sekolah Studi Kasus Pengelolaan Keuangan SMPN di Kabupaten Banyumas. Tesis pada Program Studi Magister Akuntansi FEUI Depok. Horngren, Charles T., Datar, Srikant M., dan Foster, George. (2012). Cost Accounting: A Managerial Emphasis, 14th edition. New Jersey: Prentice Hall. Ihsan, Arif Fuad Nur. (2012). Tinjauan Kriminologi Kritis terhadap Kebijakan Pendidikan Negara dengan Membentuk Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional dan Sekolah Bertaraf Internasional. Skripsi pada Program Studi Kriminologi FISIP UI Depok. Jones, Rowan., dan Pendlebury, Maurice. (2010). Public Sector Accounting 6th edition. Essex: Prentice Hall. Nordiawan, Deddi. dan Hertianti, Ayuningtyas. (2010). Akuntansi Sektor Publik. Jakarta: Penerbit Salemba Empat. Sutedjo. (2009). Persepsi Stakeholders terhadap Transparansi dan Akuntabilitas Pengelalaan Keuangan Sekolah (Studi Kasus di Sekolah Menengah Pertama Standar Nasional Kabupaten Kendal). Tesis pada Program Studi Magister Akuntansi FE UNDIP Semarang. Utari, Rahmania. (n.d.). Modul Penyusunan RKAS. http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/tmp/MODUL%20PENYUSUNAN%20RKAS_ RAHMANIA.pdf (diakses 25 Juni 2013, pukul 08.01 WIB). Witaradya, Setiawan. (2010). Implementasi Kebijakan Subsidi Rintisan Sekolah Dasar Bertaraf Internasional (RSDBI) Studi Kasus pada RSDBI di SDNP Menteng 01
Analisis proses..., Rakryanto Priyahita, FE UI, 2013
21
Jakarta Pusat dan SD Negeri Sukadamai 3 Kota Bogor. Tesis pada Program Studi Magister Administrasi FISIP UI Jakarta. Zamjani, Irsyad. (2011). Penyelenggaraan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional: Sebuah Kajian Kebijakan. Laporan Penelitian pada Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Analisis proses..., Rakryanto Priyahita, FE UI, 2013