Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Februari 2013
PENGEMBANGAN MODEL PENGAMBILAN KEPUTUSAN PRIORITAS PENYANDARAN KAPAL TANKER DI PT. PERTAMINA (PERSERO) TERMINAL BBM AMPENAN DENGAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Ferdi Raditya Effendy dan Udisubakti Ciptomulyono Program Studi Magister Manajemen Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Jalan Cokroaminoto no. 12A, Surabaya, Indonesia
[email protected] ABSTRAK PT. Pertamina (Persero) sebagai BUMN (Badan Usaha Milik Negara) yang bergerak di sektor Migas di Indonesia, mengemban kewajiban untuk melaksanakan pendistribusian BBM (Bahan Bakar Minyak) baik yang sifatnya PSO (Public Service Obligation)/Bersubsidi maupun yang sifatnya non PSO. Selama ini, penentuan prioritas penyandaran kapal tanker di semua pelabuhan khusus PT. Pertamina (Persero) bersifat person oriented, dan tidak ada pertanggungjawaban yang jelas terkait proses pengambilan dan hasil pengambilan keputusan dimaksud. Sebenarnya beberapa faktor yang mempengaruhi prioritas penyandaran kapal tanker di pelabuhan dapat diidentifikasi untuk digunakan dalam penyusunan tata cara/prosedur penentuan prioritas penyandaran kapal tanker, namun PT. Pertamina (Persero) hingga saat ini belum mempunyai Tata Kerja Organisasi / TKO yang mengatur pengambilan keputusan atas penentuan prioritas penyandaran kapal tanker. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model pengambilan keputusan prioritas penyandaran kapal tanker di Pelabuhan Khusus PT. Pertamina (Persero) Terminal BBM Ampenan dimana metode yang digunakan adalah Analytical Hierarchy Process (AHP). Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa ada beberapa kriteria, sub kriteria, maupun tingkat intensitasnya dengan weighted score / bobot berbeda-beda yang mempengaruhi hasil pengambilan keputusan dengan model dimaksud, yaitu kriteria cargo yang diangkut memiliki bobot sebesar 0.649, terdiri dari 3 tingkat intensitas yaitu Sangat Mendesak (SMD) dengan bobot 0.478, Mendesak (MD) dengan bobot 0.115, dan Tidak Mendesak (TMD) dengan bobot 0.056. Kriteria ship’s waiting cost memiliki bobot sebesar 0.188, dimana masing-masing sub kriteria memiliki bobot 0.031 untuk sub kriteria bunker consumption cost rate, dan setiap tingkat intensitasnya berturut turut memiliki bobot sebesar 0.004 untuk tingkat intensitas biaya rendah (R) dan 0.027 untuk tingkat intensitas biaya tinggi (T) serta 0.157 untuk sub kriteria indirect waiting cost (charter rate) dengan masing-masing tingkat intensitas memiliki bobot 0.027 untuk biaya rendah (R) dan 0.134 untuk biaya tinggi (T). Kriteria estimasi kedatangan kapal memiliki bobot sebesar 0.163, dimana masing-masing tingkat intensitasnya yaitu di luar ADD (Accepted Discharging Date) (L) memiliki bobot 0.021 dan di dalam ADD (D) memiliki bobot 0.142. Kata kunci: Shipping, Pelabuhan, Prioritas Penyandaran, Kapal Tanker, PT. Pertamina (Persero) Terminal BBM Ampenan, AHP.
LATAR BELAKANG Penentuan prioritas penyandaran kapal tanker di seluruh pelabuhan khusus milik PT. Pertamina (Persero) cenderung bersifat man-oriented, artinya terpaku pada keputusan ISBN : 978-602-97491-6-8 A-16-1
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Februari 2013
beberapa orang tertentu (kolaborasi antara planner dari fungsi S&D Region/Supply & Distribution Region serta assistant shipping agency & tanker programmer dari fungsi Marine) tanpa adanya standard operating procedure yang disusun berdasarkan kajian mendalam secara ilmiah dan perencanaan yang matang sehingga pengambilan keputusan terkait hal tersebut cenderung bersifat sporadis dan sulit untuk dipertanggungjawabkan. Kondisi seperti yang dijelaskan di atas sangat berbeda dengan pelabuhan-pelabuhan lain di luar negeri yang memiliki code/rules mengenai prioritas penyandaran kapal di dermaga/jetty, sebagai contoh di pelabuhan Port of Bristol Bay dijelaskan dalam salah satu pasal yang terdapat pada pedoman penyandaran kapal di pelabuhan dimaksud, bahwa skala prioritas untuk sandar di salah satu dermaga yang terdapat di sana adalah sebagai berikut : 1.1st Priority : Common Carriers. nd 2. 2 Priority : Seafood Shipment & Delivery. 3. 3rd Priority : Other Carriers & Vessels. Sebagai salah satu alternatif pemecahan masalah penentuan prioritas penyandaran kapal tanker di pelabuhan khusus milik PT. Pertamina (Persero), pada penelitian ini akan dibahas tentang pengembangan model pengambilan keputusan prioritas penyandaran kapal tanker berdasarkan konsep Multi Criteria Decision Making (MCDM) untuk membantu proses pengambilan keputusan yang akan dilakukan oleh planner dari fungsi S&D Region/Supply & Distribution Region serta assistant shipping agency & tanker programmer dari fungsi Marine, dimana objek penelitian yang dipilih adalah pelabuhan khusus PT. Pertamina (Persero) Terminal BBM (TBBM) Ampenan. Pelabuhan PT. Pertamina (Persero) TBBM Ampenan adalah salah satu port/pelabuhan yang dikelola di bawah fungsi Marine – Perkapalan, khususnya fungsi Marine Region V (sebagai operator pelabuhan khusus milik PT. Pertamina (Persero) di wilayah Jatim – Balinus / Jawa Timur serta Bali dan Nusa Tenggara) yang berlokasi di Pulau Lombok (tepatnya pada titik koordinat 08º 34’ 06” LS / 116° 03’ 52” BT) sekitar 5 km dari kota Mataram, ibu kota Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Marine Region V adalah operator pelabuhan khusus milik PT. Pertamina (Persero) yang meliputi wilayah Jatim – Balinus (Jawa Timur dan Bali Nusa Tenggara). Jumlah rata-rata kunjungan kapal tanker ke pelabuhan TBBM Ampenan dapat mencapai hingga 14 call/kunjungan kapal per bulannya, dan kuantitas kargo BBM yang dibongkar per bulannya mencapai rata-rata 47.667 Kiloliter (KL) dimana jumlah tersebut dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan BBM masyarakat Pulau Lombok – NTB. Pelabuhan PT. Pertamina (Persero) TBBM Ampenan dibangun pada tahun 1956, dilengkapi dengan 1 (satu) sarana tambat berupa CBM (Conventional Buoy Mooring) dengan kapasitas hingga 6500 DWT dan kedalaman kolam pelabuhan rata-rata sekitar 11.5 meter LWS. Pelabuhan Terminal BBM Ampenan adalah pelabuhan khusus, sehingga kapal-kapal yang beraktivitas di sana adalah kapal-kapal tanker yang dioperasikan oleh PT. Pertamina (Persero) baik kapal milik maupun kapal charter. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa peranan TBBM Ampenan sangat vital dalam distribusi BBM di Pulau Lombok sehingga kelancaran aktivitas di pelabuhan TBBM Ampenan dibutuhkan untuk mendukung kelancaran operasional distribusi BBM sekaligus mengoptimalkan kegiatan pengapalan BBM. TUJUAN PENELITIAN Berdasarkan latar belakang permasalahan yang diuraikan di atas, penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengidentifikasi kriteria-kriteria yang digunakan untuk menentukan prioritas penyandaran kapal tanker di pelabuhan khusus PT. Pertamina (Persero) TBBM Ampenan yang lebih komprehensif. ISBN : 978-602-97491-6-8 A-16-2
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Februari 2013
2. Menyusun dan mengembangkan tools berbasis prinsip MCDM - AHP untuk membantu para pengambil keputusan dalam penentuan rencana prioritas penyandaran kapal. STUDI LITERATUR Penelitian-penelitian terdahulu mengenai penentuan prioritas penyandaran kapal membahas tentang prioritas penyandaran yang bersifat single objective, yaitu hanya untuk meminimalkan total service time dari kapal-kapal yang melakukan operasi pembongkaran muatan di pelabuhan, dan ruang lingkup penelitian – penelitian dimaksud hanya terbatas pada pelabuhan-pelabuhan kontainer saja, sementara penelitian-penelitian serupa tetapi dengan objek pelabuhan minyak / oil terminal masih jarang dilakukan. Penelitian yang dilakukan oleh Imai, et. al (2011) dan Boile, et. al (2006) membahas penentuan prioritas penyandaran kapal dan berth scheduling (penjadwalan penyandaran kapal) di terminal kontainer. Penelitian yang dilakukan oleh Van Asperen (2009) mempunyai perbedaan yang sangat mendasar dengan beberapa penelitian lainnya karena dalam penelitiannya dibahas tentang penyusunan model simulasi yang mensimulasikan pengoperasian pelabuhan minyak / oil terminal dengan menggunakan skema prioritas penyandaran kapal sederhana, yaitu berdasarkan ukuran kapal (panjang kapal) yang diasosiasikan dengan besar kecilnya biaya waiting kapal tersebut di pelabuhan, namun hasil penelitian tersebut memang tidak diarahkan sebagai alat untuk membantu pengambil keputusan dalam memutuskan masalah operasional di sebuah pelabuhan minyak / oil terminal khususnya di pelabuhan khusus / terminal khusus milik PT. Pertamina (Persero). Penelitian yang dilakukan oleh Golias, et. al (2009) juga menawarkan pendekatan yang berbeda dalam menyelesaikan permasalahan penjadwalan kapal di Pelabuhan, yaitu dengan mengoptimalkan waktu kedatangan kapal di pelabuhan melalui pengaturan kecepatan kapal di titik optimum, dimana objektif yang akan diraih adalah meminimumkan biaya perusahaan pelayaran, meminimumkan biaya operasional pelabuhan, sekaligus meminimumkan emisi yang disebabkan oleh kapal. Hanya saja dalam praktiknya hal ini sulit diterapkan, karena akan adanya resistansi dari perusahaan pelayaran sebagai pengguna kapal disebabkan peran operator pelabuhan yang sangat dominan karena mempunyai otorisasi penuh untuk mengatur waktu kedatangan kapal. Berdasarkan review dari beberapa penelitian di atas, belum pernah ada penelitian yang membahas penentuan prioritas penyandaran kapal di sarana tambat dalam suatu pelabuhan yang berbasiskan metode Multi Criteria Decision Making (MCDM). Pendekatan tersebut akan diterapkan pada penelitian ini karena pokok permasalahan yang dihadapi bersifat multiobjektif. Penelitian Isaai, et. al (2010) adalah salah satu contoh penelitian yang mengintegrasikan metode MCDM dengan permasalahan scheduling, untuk menghasilkan sebuah kebijakan scheduling kereta api di perusahaan kereta api di Iran (Iranian Railways Corporation) yang mengakomodir kepentingan dan perspektif manajemen perusahaan kereta api dimaksud. MCDM didefinisikan sebagai suatu metoda proses pemilihan alternatif untuk mendapatkan solusi optimal dari beberapa alternatif keputusan dengan memperhitungkan kriteria atau obyektif yang lebih dari satu yang berada dalam situsasi yang bertentangan (Ciptomulyono, 2001). Salah satu metode MCDM yang banyak digunakan dalam pengambilan keputusan adalah Analytical Hierarchy Process yang juga sering disingkat AHP. AHP yang dirumuskan oleh Thomas L. Saaty adalah suatu metode untuk merangking alternatif-alternatif keputusan dan membantu pengambil keputusan dalam memilih “yang
ISBN : 978-602-97491-6-8 A-16-3
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Februari 2013
terbaik” ketika pengambil keputusan dihadapkan pada banyaknya tujuan yang harus dicapai / kriteria yang harus dipenuhi. Pendekatan AHP diharapkan dapat menghasilkan keputusan prioritas penyandaran kapal yang bersifat multi dimensional, karena sebagai sebuah BUMN, PT. Pertamina (Persero) dalam hal ini TBBM Ampenan harus mempertimbangkan banyak hal dalam penentuan kebijakan prioritas penyadaran kapal, karena banyaknya kriteria (baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif) yang saling terkait satu sama lain namun bersifat conflicting sehingga sangat sulit untuk diformulasikan secara matematis, seperti waiting cost, potensi stock shortage, dll. Penggunaan AHP juga didasarkan pada karakteristiknya sebagai metode perumusan kebijakan yang powerful dan fleksibel dalam menentukan “prioritas”, membandingkan alternatif dan membuat keputusan terbaik ketika pengambil keputusan harus mempertimbangkan aspek kualitatif dan kuantitatif, sehingga diharapkan dengan penggunaan AHP, kebijakan penentuan prioritas penyandaran kapal lebih komprehensif dan tidak hanya berdasarkan subjektifitas pengambil keputusan yang sifatnya masih tacit. METODE Diagram alir penelitian ini ditunjukkan oleh Gambar 1 dan didasarkan pada metode metode AHP. TAHAP PENDAHULUAN : 1. Perumusan Masalah. 2. Kajian Pustaka dan Dasar Teori. 3. Penetapan Tujuan Penelitian
TAHAP PELAKSANAAN : 4. Penentuan Kriteria Pengambilan Keputusan. 5. Penyusunan Hierarchical Tree Pengambilan Keputusan. 6. Penyusunan Matriks Pairwise Comparison antar Kriteria. 7. Penentuan Bobot tiap Kriteria dari Matriks Pairwise. 8. Uji Konsistensi. 9. Uji Coba Model Pengambilan Keputusan dan Analisis Hasil Kerja.
TAHAP KESIMPULAN DAN SARAN Gambar 1 Diagram Alir Penelitian
Input data penelitian berasal dari hasil pengisian kuesioner oleh 2 responden (Agus Susanto dan Ahmad Zaeni) dari 2 fungsi berbeda yaitu fungsi Supply & Distribution Region III dan fungsi Marine Region V yang pada situasi pengambilan keputusan keduanya saling berkoordinasi terlebih dahulu. ISBN : 978-602-97491-6-8 A-16-4
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Februari 2013
HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi kriteria, sub kriteria, dan tingkat intensitas dari kriteria serta sub kriteria dijelaskan pada Tabel 1 dan 2. Tabel 1 menjelaskan tentang kriteria dan sub kriteria yang mempengaruhi pengambilan keputusan penentuan prioritas penyandaran kapal tanker di PT. Pertamina (Persero) Terminal BBM Ampenan, sementara Tabel 2 akan menjelaskan secara detail terkait tingkat intensitas kriteria maupun sub kriteria dan pengaplikasiannya sesuai kondisi pengambilan keputusan tertentu. Tabel 1 Rangkuman Kriteria dan Sub Kriteria Pengambilan Keputusan Penyandaran Kapal di Terminal BBM Ampenan Goal / Tujuan Kriteria Sub Kriteria Penentuan Prioritas
Cargo yang Diangkut
N/A
Penyandaran Kapal
Berhubungan
dengan
di TBBM Ampenan
stock/persediaan
cargo
coverage di
Terminal
days BBM
Ampenan. Ship’s Waiting Cost
Indirect Waiting Cost (Charter Rate)
Sesuai dengan yang dinyatakan Van Asperen
Tinggi rendahnya biaya menunggu kapal
(2009), bahwa semakin tinggi biaya menunggu
secara tidak langsung setiap satuan waktu,
kapal, maka semakin tinggi tingkat prioritas
atau sama dengan biaya sewa kapal / charter
penyandarannya. Kriteria ini memiliki dua sub
rate.
kriteria yang masing-masing memiliki 2 tingkat intensitas.
Bunker Consumption Cost Rate Tinggi rendahnya biaya menunggu kapal secara langsung (dalam hal ini adalah biaya bahan bakar/bunker) setiap satuan waktu.
Estimasi Kedatangan Kapal (ETA/Estimate Time Arrival) Ketepatan waktu perkiraan kedatangan (ETA) yang informasinya diberikan oleh pihak kapal, 24 jam sebelum kapal tiba, relatif terhadap ADD (Accepted Discharging Date) yang ditentukan sebelumnya
dalam
rapat master program
schedule.
ISBN : 978-602-97491-6-8 A-16-5
N/A
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Februari 2013
Tabel 2 Rangkuman Tingkat Intensitas untuk Setiap Kriteria dan Sub Kriteria Kriteria/Sub Kriteria
Tingkat Intensitas
Cargo yang Diangkut
Kriteria ini memiliki tiga tingkat intensitas dengan deskripsi sebagai berikut : Sangat Mendesak (SMD) Tingkat intensitas ini diaplikasikan jika stok cargo yang tersedia di Terminal BBM, coverage days-nya di bawah atau sama dengan 2 hari. Mendesak (MD)
Dasar Penentuan Tingkat Intensitas KPI (Key Performance Indicator) fungsi Supply & Distribution dan ketentuan yang terdapat pada laporan stok harian terkait kriteria ketahanan stok BBM/BBK.
Tingkat intensitas ini diaplikasikan jika stok cargo yang tersedia di Terminal BBM, coverage days-nya lebih besar dari 2 hari namun kurang dari atau sama dengan 4 hari. Tidak Mendesak (TMD) Tingkat intensitas ini diaplikasikan jika stok cargo yang tersedia di Terminal BBM, coverage days-nya lebih besar dari 4 hari. Apabila kapal mengangkut lebih dari 1 cargo, maka tingkat intensitas ini akan diterapkan pada salah satu cargo yang ketahanan stoknya di Terminal BBM paling rendah. Bunker Consumption Cost Rate
Indirect Waiting Cost (Charter Rate)
Estimasi Kedatangan Kapal (ETA/Estimate Time Arrival)
Sub Kriteria ini memiliki 2 tingkat intensitas dengan deskripsi sebagai berikut : Biaya Bunker Consumption Cost Rate Tinggi (T) Kapal memiliki bunker consumption cost rate tinggi , jika biaya bunker consumption cost rate kapal di atas Rp. 418.680,-./jam. Biaya Bunker Consumption Cost Rate Rendah (R) Kapal memiliki bunker consumption cost rate rendah, jika biaya bunker consumption cost rate kapal di bawah Rp. 418.680,-./jam.
Biaya Indirect Waiting Cost /Charter Rate Kapal Tinggi Kapal memiliki Indirect Waiting Cost / Charter Rate tinggi, jika biaya sewa kapal di atas 101.85 USD/jam. Biaya Indirect Waiting Cost /Charter Rate Kapal Tinggi Kapal memiliki Indirect Waiting Cost / Charter Rate tinggi, jika biaya sewa kapal di bawah 101.85 USD/jam
ETA Kapal di Luar ADD (Accepted Discharging Date) (L) Tingkat intensitas ini diaplikasikan apabila ETA Kapal (yang diinformasikan oleh pihak kapal, 24 jam sebelum kapal tiba di pelabuhan) di luar ADD. ETA Kapal di Dalam ADD (Accepted Discharging Date) (D) Tingkat intensitas ini diaplikasikan apabila ETA Kapal (yang diinformasikan oleh pihak kapal, 24 jam sebelum kapal tiba di pelabuhan) di dalam/pada hari yang sama dengan ADD.
ISBN : 978-602-97491-6-8 A-16-6
Biaya bunker consumption cost rate yang menjadi acuan dalam tingkat intensitas dimaksud diperoleh dari perhitungan rata-rata biaya bunker consumption cost rate dari kapal-kapal cluster (kapalkapal yang beroperasi di wilayah Jatim-Balinus). Rekapitulasi perhitungan terdapat di Lampiran Biaya charter rate yang menjadi acuan dalam tingkat intensitas ini didasarkan pada rata-rata charter rate dari kapalkapal cluster (kapal-kapal yang beroperasi di wilayah Jatim-Balinus). Rekapitulasi rata-rata dimaksud terdapat di Lampiran Berdasarkan item KPI di fungsi Marine maupun fungsi Supply & Distribution mengenai kesesuaian antara kedatangan kapal dengan perencanaan.
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Februari 2013
Tabel 3 menunjukkan hasil perbandingan berpasangan antar kriteria, sub kriteria dan tingkat intensitasnya masing-masing dalam bentuk pembobotan, baik relatif terhadap kriteria maupun sub kriteria, ataupun relatif terhadap goal / tujuan pengambilan keputusan yang didasarkan pada hasil pengolahan data kuesioner responden atas nama Agus Susanto dan Ahmad Zaeni yang berasal dari fungsi berbeda. Tabel 3 Hasil Pembobotan pada Setiap Kriteria, Sub Kriteria, serta Tingkat Intensitas pada Kriteria dan Sub Kriteria (Combined Model) Kriteria / Sub Kriteria /Tingkat
Bobot Relatif
Bobot Keseluruhan /
Intensitas
terhadap Kriteria/Sub
Relatif terhadap
Kriteria
Tujuan/Goal
TMD (Tidak Mendesak)
0.087
0.056
MD (Mendesak)
0.177
0.115
SMD (Sangat Mendesak)
0.736
0.478
1.000
0.649
Cargo yang Diangkut
Total Bobot Kriteria 1 Ship’s Waiting Cost
0.188
Indirect Waiting Cost T (Biaya Tinggi)
0.855
0.134
R (Biaya Rendah)
0.145
0.027
Total Bobot Sub Kriteria 1
1.000
0.157
T (Biaya Tinggi)
0.870
0.027
R (Biaya Rendah)
0.130
0.004
Total Bobot Sub Kriteria 2
1.000
0.031
1.000
0.188
L (di Luar ADD)
0.130
0.021
D (di Dalam ADD)
0.870
0.142
Total Bobot Kriteria 3
1.000
0.163
Bunker Consumption Cost Rate
Total Bobot Kriteria 2 Estimasi Kedatangan Kapal
Berdasarkan hasil pengolahan data, diketahui bahwa rasio konsistensi combined model secara keseluruhan adalah sebesar 0.02, sehingga model dinyatakan memenuhi ketentuan rasio konsistensi, dimana maksimum rasio konsistensi yang disyaratkan adalah 0.1 atau 10 %. Tabel 3 menunjukkan bahwa kriteria cargo yang diangkut memiliki bobot tertinggi (0.649) daripada 2 kriteria lainnya, yaitu ship’s waiting cost (0.188) dan estimasi kedatangan kapal / ETA (0.163), hal ini menggambarkan bahwa para pengambil keputusan jauh lebih mementingkan ketahanan stok BBM, BBK dan Avtur Terminal BBM Ampenan (yang dideskripsikan oleh kriteria cargo yang diangkut) daripada biaya menunggu kapal (ship’s waiting cost) maupun estimasi kedatangan kapal / ETA yang berkaitan dengan akurasi penjadwalan / schedule kapal. Dalam aktivitas distribusi BBM bersubsidi, ketahanan stok sangat penting karena apabila ketahanan stok di Terminal BBM tidak terpenuhi akan berakibat terjadinya kelangkaan BBM di SPBU dan dapat menimbulkan social chaos, sehingga para pengambil keputusan bersepakat untuk memberikan tingkat kepentingan yang jauh lebih tinggi daripada kedua kriteria lainnya, sesuai dengan yang dideskripsikan oleh model. Gambar 2 menunjukkan model AHP hasil dari penelitian ini.
ISBN : 978-602-97491-6-8 A-16-7
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Februari 2013
PENENTUAN PRIORITAS PENYANDARAN KAPAL DI TBBM AMPENAN
Bunker Consumption Cost Rate (0.031)
SMD (0.478)
MD (0.115)
Estimasi Kedatangan Kapal (ETA) (0.163)
Ship’s Waiting Cost (0.188)
Cargo yang Diangkut (0.649)
TMD (0.056)
R (0.004)
T (0.027)
Kapal a…..
Indirect Waiting Cost (Charter Rate) (0.157)
R (0.027)
T (0.134)
L (0.021)
D (0.142)
Kapal b……, dst
Gambar 2 Model AHP Penentuan Prioritas Penyandaran Kapal Tanker di Terminal BBM Ampenan
KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN Setelah dilaksanakannya penelitian ini, diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Pengambilan keputusan prioritas penyandaran kapal di Terminal BBM Ampenan dipengaruhi beberapa kriteria, sub kriteria, serta tingkat intensitas pada kriteria dan sub kriteria dengan bobot yang berbeda-beda. Kriteria cargo yang diangkut memiliki bobot total sebesar 0.649, terdiri dari tiga tingkat intensitas yaitu Sangat Mendesak (SMD) dengan bobot 0.478, Mendesak (MD) dengan bobot 0.115, dan Tidak Mendesak (TMD) dengan bobot 0.056. Kriteria ship’s waiting cost memiliki bobot sebesar 0.188, dimana masing-masing sub kriteria memiliki bobot 0.031 untuk sub kriteria bunker consumption cost rate, dan setiap tingkat intensitasnya berturut turut memiliki bobot sebesar 0.004 untuk tingkat intensitas biaya rendah (R) dan 0.027 untuk tingkat intensitas biaya tinggi (T) serta 0.157 untuk sub kriteria indirect waiting cost (charter rate) dengan tingkat intensitasnya masing-masing memiliki bobot 0.027 untuk biaya rendah (R) dan 0.134 untuk biaya tinggi (T). Kriteria estimasi kedatangan kapal memiliki bobot sebesar 0.163, dimana masingmasing tingkat intensitasnya yaitu di luar ADD (L) memiliki bobot 0.021 dan di dalam ADD (D) memiliki bobot 0.142. 2. Pengembangan tools/model pengambilan keputusan penentuan prioritas penyandaran kapal di Terminal BBM Ampenan telah dilaksanakan dan berdasarkan hasil analisis komparasi yang dilaksanakan, dapat digunakan untuk membantu pengambilan keputusan penentuan prioritas penyandaran kapal dalam kondisi riil.
ISBN : 978-602-97491-6-8 A-16-8
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Februari 2013
SARAN Berdasarkan kesimpulan penelitian ini, diberikan saran-saran untuk pengembangan penelitian sejenis dan bagi perusahaan yang menjadi objek penelitian, antara lain sebagai berikut : 1. Hasil pengembangan model ini dapat digunakan sebagai salah satu alat bantu pengambilan keputusan penentuan prioritas penyandaran kapal di PT. Pertamina (Persero) Terminal BBM Ampenan. 2. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini dapat dijadikan dasar untuk mengembangkan model-model penentuan prioritas penyandaran kapal di pelabuhan minyak lain yang mempunyai karakteristik berbeda dengan objek penelitian ini. 3. Hasil pengembangan model ini dapat dipadukan dengan pengembangan model simulasi penyandaran kapal untuk membentuk sebuah Decision Support System (DSS) dalam menentukan sekuens penyandaran kapal yang lebih optimal dan akurat. DAFTAR PUSTAKA Boile, Maria, et.al., 2006, Berth Allocation with Service Priorities : A Linear Reformulation, Proceeding of the 5th WSEAS Int. Conf. on System Science and Simulation in Engineering, Tenerife. Ciptomulyono, U., 2001, Pengembangan Model Multi Objective Programming untuk Minimalisasi Dampak Lingkungan Pengembangan Kapasitas Pembangkit Listrik Sistem Jawa Bali, Lembaga Penelitian ITS, Surabaya. Golias, M. Mihalis, et. al., 2009, The Berth Allocation Problem : Optimizing Vessel Arrival Time, Maritime Economics and Logistics, 11(4), pp. 358-377. Imai, Akio, et.al., 2011, Berth Allocation with Service Priority, Transportation Research Journal, 37 (5), pp. 437-457. Isaai, Mohammad T., et.al., 2011, Intelligent Time Table Evaluation using Fuzzy AHP, Science Direct Journal : Expert System with Applications, 38, pp. 3718 - 3723. Saaty, T.L. ,1991, Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin, PT Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta. Saaty, T.L.,2000, Fundamental of Decision Making and Priority Theory With The Analitic Hierarchy Process, RWS Publications, Pittsburg. Van Asperen, Eelco., 2009, Essays on Port, Container, and Bulk Chemical Logistics Optimization, Haveka, Rotterdam.
ISBN : 978-602-97491-6-8 A-16-9