Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XV Program Studi MMT-ITS, Surabaya 4 Pebruari 2012
MODEL KEBIJAKAN CAN ORDER PADA DUA ESELON RANTAI PASOK DENGAN SISTEM VENDOR MANAGED INVENTORY CAN ORDER POLICY MODEL ON TWO ECHELON SUPPLY CHAIN WITH VENDOR MANAGED INVENTORY SYSTEM Ihwan Hamdala1,*), I Nyoman Pujawan2) dan Nani Kurniati3) 1)Industrial Engineering, Sepuluh Nopember Institute of Technology Keputih Sukolilo, Surabaya, 60111, Indonesia Email:
[email protected] 2)Industrial Engineering, Sepuluh Nopember Institute of Technology 3)Industrial Engineering, Sepuluh Nopember Institute of Technology ABSTRAK Penelitian ini bertujuan mengembangkan model kebijakan can order pada dua eselon rantai pasok yang terdiri dari satu vendor dan sejumlah retail dengan mempertimbangkan adanya lead time replenshment dan biaya shortage pada retail. Vendor dan retail menerapkan sistem Vendor Managed Inventory (VMI), dimana vendor mempunyai kewenangan untuk memutuskan kapan dan berapa jumlah order yang harus dikirimkan ke retail. Dalam penelitian ini, vendor menerapkan kebijakan standar (s, S) sedangkan tiap retail menerapkan kebijakan can order (s, c, S). Pada kebijakan can order, persediaan retail ditentukan oleh tiga variabel keputusan must order level (s), can order level (c) dan order-up-to-level (S). Ketika persediaan retail i mencapai must order level (s(i)) maka vendor akan melakukan pengiriman ke retail i. Pada saat yang sama, apabila ada retail lain selain retail i misalnya retail j memiliki persediaan berada atau di bawah can order level (c(j)) maka vendor akan mengikutsertakan pengiriman ke retail j bersamaan dengan pengiriman ke retail i. Permasalahan dalam model cukup kompleks sehingga pencarian solusi tidak bisa dilakukan secara analitik sehingga digunakan simulasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketika retail menerapkan kebijakan can order diperoleh penghematan biaya rantai pasok antara 11 % sampai 16%, jika dibandingkan dengan biaya rantai pasok ketika retail menerapkan kebijakan standar. Kata kunci: vendor managed inventory, can order, renewal process, poisson ABSTRACT This research aim is developing model of can order policy on two echelon supply chain consist of single vendor and multi retailer, this research considering lead time replenishment and shortage cost in retailers. Vendor and retailers are implementing Vendor Managed Inventory (VMI) that vendor has the authority to decide schedule and quantity order to be delivered to retailers. In this study, vendor is implementing the standard policy (s, S), while retailers are implementing can order policy (s, c, S). In can order policy, retailers inventory decisions are determined by three variables must order level (s), can order level (c) and order-upto-level (S). When inventory of retailer i reachs must orders level (s(i )) then vendor will delivery products to retailer i. At the same time, if there is other than retailer i such as retailer j have inventory that below or at level can order (c (j)). Vendor will include delivery to retailer j and retailer i .simultaneously. Problem is complex and solutions can not be done analytically, so simulation is used. The results show that retailers implement can order policy can saving supply chain cost between 11% up to 16% when compared with retailers implement standard policy. Keywords: vendor managed inventory, can order, renewal process, poisson ISBN : 978-602-97491-4-4 A-36-1
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XV Program Studi MMT-ITS, Surabaya 4 Pebruari 2012
PENDAHULUAN Salah satu bentuk koordinasi antara pemain dalam rantai pasok adalah Vendor Managed Inventory (VMI). Dalam sistem VMI, suplier atau vendor mempunyai kewenangan untuk mengelola persediaan dari unit barang yang telah sepakati pada lokasi retail (Cetinkaya dan Lee, 2000). Dalam sistem VMI, retail tidak membuat order kepada vendor tetapi vendor yang mengontrol level persediaan, menentukan jumlah dan waktu replenishment retail. VMI mengintegrasikan operasi antara suplier dan pembeli dengan sharing informasi dan business process reengineering dengan menggunakan teknologi informasi seperti Electronic Data Interchange (EDI) atau Internet-based XML protocol, sehingga pembeli bisa melakukan sharing informasi penjualan dan persediaan dengan suplier (Yao et al., 2007). Aplikasi sistem VMI memberikan banyak keuntungan dibandingkan dengan cara tradisional, seperti: menurunkan level persediaan, menurunkan biaya simpan, menurunkan harga jual produk dan meningkatkan order fill rate (De Toni dan Zamolo, 2005). Salah satu strategi yang digunakan untuk penghematan biaya pada persediaan sejumlah item adalah joint replenishment. Nielson dan Larsen (2005) mengelompokkan menjadi dua kategori yaitu periodic review dan continous review. Pada kebijakan periodic review dilakukan peninjauan persediaan secara periodik, misalnya: peninjauan dilakukan tiap minggu atau tiap bulan. Pada kebijakan periodic review item i ditinjau persediaannya tiap periode Ti dan dilakukan replenishmnent jika persediaan item i di bawah level yang ditentukan. Sedangkan pada kebijakan continous review dilakukan peninjauan persediaan secara kontinu atau terus menerus. Kebijakan can order merupakan tipe kebijakan continous review. Pada kebijakan can order, persediaan dikontrol oleh tiga variabel yaitu s, c dan S dengan s < c < S. Jika ada suatu item yang posisi persediaannya berada atau dibawah level s maka item tersebut akan diorderkan ke suplier sehingga posisi persediaannya mencapai S. Pada saat yang sama, jika ada item lain memiliki posisi persediaan berada atau di bawah level c, maka item tersebut akan diikut sertakan order hingga posisi persediaannya mencapai level S. Sejumlah literatur membahas tentang kebijakan can order pada permasalahan stochastic joint replenishment, dimana permintaan tiap item bersifat stokastik dengan asumsi lead time bernilai konstan dan diijinkan adanya shortage atau backorder (Schultz dan Johansen, 1999; Melchiors, 2002; Johansen dan Melchiors, 2003; dan Tsai et al., 2009). Hasil penelitian tersebut menunjukkan kebijakan can order bisa menghemat total biaya dibandingkan dengan kebijakan replenishment item secara terpisah. Meskipun kebijakan joint replenishment sebenarnya untuk permasalahan sejumlah item, tetapi Nielson dan Larsen (2005) berpendapat bahwa permasalahan joint replenishment bisa diintrepetasikan sebagai permasalahan produk tunggal pada sejumlah lokasi atau sejumlah retail, dimana ada sebuah sumber atau gudang mensuplai produk tunggal ke sejumlah lokasi atau sejumlah retail. Kebanyakan model yang dikembangkan berkaitan dengan kebijakan can order hanya membahas dalam perspektif satu eselon rantai pasok. Model pada satu eselon rantai pasok hanya mempertimbangkan biaya dari satu pihak saja, misalnya: hanya mempertimbangkan biaya yang ditanggung oleh retail dan mengabaikan biaya yang ditanggung pihak lain seperti suplier atau vendor. Kecuali penelitian yang dilakukan oleh Qinglong et al. (2008) yang mengembangkan model dua eselon rantai pasok yang terdiri dari satu vendor dan sejumlah retail dan kebijakan can order diterapkan pada pihak retail. Qinglong et al. (2008) menerapkan kebijakan can order pada pihak retail dimana hubungan antara vendor dan retail mengaplikasikan sistem VMI. Model pada Qinglong et al. (2008) mengasumsikan bahwa lead time replenishment baik pada vendor maupun retailer bernilai nol sehingga setiap permintaan langsung segera dipenuhi saat itu juga. Pada model tersebut, juga tidak diijinkan adanya shortage atau backorder. Dari Qinglong et al. (2008) bisa diketahui bahwa penerapan kebijakan can order berdampak pada penurunan biaya pengiriman vendor meskipun di lain pihak
ISBN : 978-602-97491-4-4 A-36-2
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XV Program Studi MMT-ITS, Surabaya 4 Pebruari 2012
terjadi peningkatan biaya simpan retail. Dan penerapan kebijakan can order bisa menurunkan total biaya rantai pasok. Jarang sekali ditemui lead time replenishment suatu produk bernilai nol, seringkali jika melakukan pemesanan produk maka produk akan diterima oleh pemesan setelah jangka waktu tertentu. Misalnya jika jarak vendor ke retail cukup jauh maka diperlukan waktu transportasi saat pengiriman dari vendor sampai ke retail. Waktu transportasi tersebut merupakan komponen yang berkontribusi besar pada lead time replenishment. Pada kondisi nyata, permintaan pelanggan pada retail bersifat stokastik dan tidak pasti. Karena sifatnya yang stokastik maka estimasi permintaan yang telah dihitung belum tentu sesuai dengan realisasi permintaan yang terjadi. Jika realisasi permintaan pelanggan lebih besar dari estimasi permintaan maka terjadilah shortage. Penelitian ini bertujuan mengembangkan model kebijakan can order pada dua eselon rantai pasok dengan mengacu pada model dasar yang diajukan oleh Qinglong et al. (2008) Pengembangan dilakukan dengan merelaksasi asumsi lead time replenshment retail sehinga lead time replenishment retail pada penelitian ini bernilai konstan. Dengan adanya lead time replenishment maka pada penelitian ini dipertimbangkan adanya biaya shortage retail berupa biaya backorder sebagai salah satu komponen biaya rantai pasok. METODE Struktur rantai pasok yang diamati terdiri dari satu vendor dengan sejumlah retail yang terletak di area atau wilayah yang sama. Sehingga tiap retail dianggap memiliki lead time replenishment yang sama. Koordinasi antara vendor dan retail menggunakan sistem Vendor Managed Inventory. Permasalahan yang ada dimodelkan secara matematis menggunakan teorema renewal untuk kasus permintaan poisson. Vendor menerapkan kebijakan standar atau (s,S). Karena lead time vendor bernilai nol maka kebijakan (s,S) pada vendor bisa ditulis sebagai kebijakan (0,Q). Tiap retail k menerapkan kebijakan can order atau (s(k), c(k), S(k). Variabel keputusan yang dicari pada penelitian ini yaitu: order-up-to-level (Q) pada vendor, level persediaan retail k saat mencapai must order level (s(k)), level persediaan retail k saat mencapai can order level (c(k)) dan order-up-to-level (S(k)) persediaan retail k. Adapun tahapan dalam penelitian secara umum ditunjukkan pada gambar di bawah ini.
Gambar 1. Tahapan Dalam Penelitian
Fungsi tujuan pada penelitian ini adalah meminimalisasi expected long-run average cost sistem yang diperoleh dari ekspektasi biaya sistem per siklus dibagi dengan ekspektasi panjang siklus per replenishment. Komponen biaya sistem terdiri dari biaya replenishment vendor, biaya pengiriman vendor, biaya simpan vendor, biaya simpan retail dan biaya shortage berupa biaya backorder pada retail. Problem pada model cukup kompleks dan tidak bisa diselesaikan secara analitik. Oleh karena itu digunakan simulasi untuk menyelesaikan problem dan memperoleh solusi pada model yang telah dikembangkan. Simulasi dirancang dengan bahasa pemrograman Visual Basic dengan menggunakan database input pada Microsoft Access. ISBN : 978-602-97491-4-4 A-36-3
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XV Program Studi MMT-ITS, Surabaya 4 Pebruari 2012
Untuk mengetahui apakah penerapan kebijakan can order lebih baik dari pada kebijakan standar. Maka pada simulasi dilakukan perbandingan antara model ketika retail menerapkan kebijakan standar atau kebijakan (s, S; s(k), S(k)) dengan model ketika retail menerapkan kebijakan can order atau kebijakan (s, S; s(k), c(k), S(k). Pada model dengan kebijakan (s, S; s(k), S(k)) solusi optimum dicari dengan mencari kombinasi Q, s(k)dan S(k) yang bisa menghasilkan total biaya minimum rantai pasok. Demikian juga pada model dengan kebijakan (s, S; s(k), c(k), S(k) solusi optimum dicari dengan mencari kombinasi Q, s(k), c(k) dan S(k) yang bisa menghasilkan total biaya minimum rantai pasok. Sistem peninjauan persediaan baik pada kebijakan standar maupun can order merupakan sistem peninjauan kontinu. Pada simulasi, sistem peninjauan persediaan kontinu didekati dengan pendekatan peninjauan diskrit. HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter input yang digunakan mengacu pada Qinglong et al. (2008) dengan menambahkan biaya shortage (Csh) berupa backorder dan lead time replenishment (L) pada tiap retail. Untuk proses simulasi digunakan rantai pasok yang terdiri dari satu vendor dan empat retail. Adapun parameter input pada vendor dan retail ditunjukkan pada tabel di bawah ini. Tabel 1. Parameter Input Pada Vendor Dan Retail Parameter vendor Biaya tetap replenishment (AR) Biaya pengadaan per unit (cR) Biaya tetap pengiriman (AD) Biaya pengiriman per unit (cD) Biaya simpan vendor (hV)
Nilai $ 125/replenishment
Parameter retail Biaya simpan tiap retail (hR)
Nilai $ 8/per unit/minggu $ 50/unit backorder
0
Biaya shortage tiap retail (Csh)
$ 50/pengiriman
Rata - rata permintaan retail 1 (λ1)
2 unit/minggu
0
Rata - rata permintaan retail 2 (λ2)
1,5 unit/minggu
$ 7/per unit/minggu
Rata - rata permintaan retail 3 (λ3)
1 unit/minggu
Rata - rata permintaan retail 4 (λ4)
0,5 unit/minggu
Lead time replenishment tiap retail (L)
1 minggu
Simulasi dirancang dengan bahasa pemrograman Visual Basic dengan menggunakan database input pada Microsoft Access. Sistem peninjauan kontinu pada model persediaan didekati dengan peninjauan persediaan secara diskrit, dimana tiap minggu dilakukan peninjauan persediaan sebanyak 100 kali. Panjang periode simulasi dilakukan selama 156 minggu atau 3 tahun. Hasil simulasi antara kebijakan standar dan can order ditunjukkan pada tabel 2 dan 3. Tabel 2. Perbandingan Parameter Kebijakan Standar Dengan Kebijakan Can Order Vendor/retail
Kebijakan standar (0,Q; s(k),S(k))
Kebijakan can order (0,Q; s(k),c(k),S(k))
Vendor Retail 1 Retail 2 Retail 3 Retail 4
0, 11 4, 8 3, 7 2, 5 1, 4
0, 0 4, 8, 10 3, 7, 9 2, 5, 6 1, 2, 4
ISBN : 978-602-97491-4-4 A-36-4
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XV Program Studi MMT-ITS, Surabaya 4 Pebruari 2012
Tabel 3. Perbandingan Biaya Rantai Pasok Antara Kebijakan Standar Dengan Kebijakan Can Order Biaya Biaya replenishment vendor Biaya pengiriman vendor Biaya simpan vendor TC vendor Biaya simpan retail 1 Biaya simpan retail 2 Biaya simpan retail 3 Biaya simpan retail 4 Biaya backorder retail 1 Biaya backorder retail 2 Biaya backorder retail 3 Biaya backorder retail 4 TC gabungan retail TC rantai pasok
Standar ($)
Can order ($)
Penghematan
6,375 9,800 5,985
8,500 3,400 0
-33% 65% 100%
22,160 5,641 5,055 3,905 3,109 100 250 200 200 18,460 40,620
11,900 7,429 7,364 5,333 3,314 0 50 50 50 23,590 35,490
46% -32% -46% -37% -7% 100% 80% 75% 75% -28% 13%
Sedangkan gambar persediaan vendor dan retail pada kebijakan standar dan can order ditunjukkan pada gambar 2 dan 3.
Gambar 2. Gambar Persediaan Vendor & Retail Pada Rantai Pasok Dengan Kebijakan Standar
ISBN : 978-602-97491-4-4 A-36-5
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XV Program Studi MMT-ITS, Surabaya 4 Pebruari 2012
Gambar 3. Gambar Persediaan Vendor & Retail pada Rantai Pasok dengan Kebijakan Can Order
Pada tabel 3 dapat dilihat bahwa terjadi penghematan biaya rantai pasok sebesar 13% pada model yang menerapkan kebijakan can order. Penghematan tersebut karena adanya penurunan biaya vendor sebesar 31%. Meskipun di pihak retail terjadi peningkatan biaya gabungan sebesar 28%, tetapi karena penurunan biaya pada vendor jauh lebih besar dari pada kenaikan biaya pada retail, maka tetap terjadi penghematan pada biaya rantai pasok. Dengan kebijakan can order, biaya pengiriman vendor mengalami penurunan karena volume tiap pengiriman vendor lebih besar jika dibandingkan dengan volume pengiriman pada kebijakan standar. Volume pengiriman yang lebih besar berdampak pada frekuensi pengiriman vendor ke retail lebih sedikit. Sehingga biaya tetap pengiriman yang ditanggung vendor berkurang cukup drastis. Pada kebijakan can order jika ada retail yang persediaanya mencapai level can order maka vendor bisa melakukan pengiriman ke retail tersebut bersamaan dengan pengiriman ke retail lainnya yang persediaanya mencapai must order level. Kondisi demikian menyebabkan retail bersedia menerima pengiriman produk dari vendor meskipun persediaanya belum mencapai must order level. Sehingga persediaan retail meningkat dan frekuensi backorder pada retail semakin kecil. Untuk melihat pengaruh perubahan rata – rata permintaan retail terhadap perilaku model, ditetapkan nilai parameter rata – rata permintaan sebesar 0,5 kali, 1 kali, 1,5 kali dan 2 kali dari parameter input awal (λ1= 2; λ2=1,5; λ3=1; λ4=0,5). Hasil simulasi menunjukkan bahwa semakin besar rata – rata permintaan retail maka semakin besar pula penghematan yang diperoleh rantai pasok jika menggunakan kebijakan can order. Perubahan rata – rata permintaan retail terhadap prosentase penghematan biaya rantai pasok ditunjukkan pada gambar 4.
ISBN : 978-602-97491-4-4 A-36-6
% penghematan biaya rantai pasok
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XV Program Studi MMT-ITS, Surabaya 4 Pebruari 2012
20% 16% 12% 8% 4% 0% 0
0.5
1
1.5
2
Rata - rata permintaan retail
Gambar 4. Grafik Perubahan Rata - rata Permintaan Retail Terhadap Prosentase Penghematan Biaya Rantai Pasok.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Dengan mempertimbangkan adanya lead time replenishment pada retail maka akan menyebabkan: Retail mempunyai probabilitas mengalami shortage atau kehabisan barang selama lead time, sehingga biaya shortage berupa biaya backorder diperhitungkan sebagai komponen biaya rantai pasok. Dengan adanya lead time replenishment pada retail maka ada penambahan satu variabel keputusan pada tiap retail k yaitu must order level (s(k)), dimana must order level (s(k)) merupakan rata – rata permintaan retail k selama lead time ditambah dengan safety stock. 2. Model kebijakan persediaan can order menghasilkan biaya rantai pasok yang lebih kecil dibandingkan dengan model kebijakan standar. Penurunan biaya tetap pengiriman vendor memberikan kontribusi terbesar terhadap penurunan biaya rantai pasok meskipun di pihak retail terjadi kenaikan biaya simpan yang cukup besar. 3. Penurunan biaya tetap pengiriman vendor pada kebijakan can order disebabkan karena frekuensi pengiriman vendor lebih sedikit jika dibandingkan pada saat menerapkan kebijakan standar. 4. Semakin besar rata – rata permintaan retail maka semakin besar pula penghematan yang diperoleh rantai pasok jika menggunakan kebijakan can order. Saran yang dapat diajukan untuk penelitian selanjutnya adalah sebagai berikut: 1. Penelitian ini dapat dikembangkan pada model dua eselon rantai pasok dengan multi produk. 2. Penelitian ini juga dapat dikembangkan dengan mempertimbangkan kapasitas alat transportasi maupun kapasitas penyimpanan vendor atau retail. 3. Waktu yang diperlukan untuk simulasi model kebijakan can order sangat lama karena setiap kemungkinan kombinasi nilai Q, s(k), c(k), S(k) dicoba satu persatu pada saat simulasi. Untuk mempersingkat waktu komputasi dalam pencarian solusi, pada penelitian yang akan datang bisa dikembangkan metode yang bisa mempersingkat waktu komputasi misalnya dengan menggunakan heuristik.
ISBN : 978-602-97491-4-4 A-36-7
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XV Program Studi MMT-ITS, Surabaya 4 Pebruari 2012
DAFTAR PUSTAKA Cetinkaya, Sıla. dan Lee, Chung-Yee. (2000). Stock Replenishment and Shipment Scheduling for Vendor Managed Inventory Systems. Management Science, Vol.46, p.217–232. Chopra, S. dan Meindl, P. (2001). Supply Chain Management: Strategy, Planning and Operation, Prentice-Hall. De Toni, Alberto Felice. dan Zamolo, Elena. (2005). From a Traditional Replenishment System to Vendor Managed Inventory: A Case Study from the Household Electrical Appliances Sector. Int. J. Production Economics, Vol.96, p 63–79. Hadley, G. dan Within, T.M., 1963. Analysis of Inventory Systems, Prentice Hall, Englewood Cliffs, N.J. Johansen, SG. dan Melchiors, P. (2003). Can-Order Policy for the Periodic-Review Joint Replenishment Problem. Journal of the Operational Research Society, Vol.54, p.283–290. Melchiors, Philip. (2002). Calculating Can-Order Policies for the Joint Replenishment Problem by the Compensation Approach. European Journal of Operational Research, Vol.141, p.587–595. Nielsen, Christina. dan Larsen, Christian. (2005). An Analytical Study of the Q(s, S) Policy Applied to the Joint Replenishment Problem. European Journal of Operational Research, Vol.163, p.721–732. Qinglong, Qou., Liang, Liang. dan Chuanyong, Xu. (2008). Modified Joint Inventory Policy For VMI Systems. International Journal of Information Technology & Decision Making, Vol.7, p.225–240. Schultz, Helle. dan Johansen, Sùren Glud. (1999). Can-Order Policies for Coordinated Inventory Replenishment with Erlang Distributed Times Between Ordering. European Journal of Operational Research, Vol.113, p.30-41. Taylor, H. M. dan Karlin, S. (1998). An Introduction to Stochastic Modeling, 3rd edition, Academic Press, San Diego, CA. Tsai, Chieh-Yuan., Tsai, Chi-Yang. dan Huang, Po-Wen. (2009). An Association Clustering Algorithm for Can-Order Policies in the Joint Replenishment Problem. Int. J. Production Economics, Vol.117, p. 30–41. Tersine, R.J. (1994). Principles of Inventory and Material Management, 4th edition, PrenticeHall. Yao, Yuliang., Evers, Philip T., dan Dresne, Martin E. (2007). Supply Chain Integration in Vendor-Managed Inventory. Decision Support Systems, Vol.43, p.663– 674.
ISBN : 978-602-97491-4-4 A-36-8