PRODUKSI DAN LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN MANGROVE API-API (Avicennia marina Forssk. Vierh) DI DESA LONTAR, KECAMATAN KEMIRI, KABUPATEN TANGERANG, PROVINSI BANTEN
Oleh: Yulian Indriani C64103034
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: PRODUKSI DAN LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN MANGROVE Api-api (Avicennia marina Forssk. Vierh) DI DESA LONTAR, KECAMATAN KEMIRI, KABUPATEN TANGERANG, PROVINSI BANTEN Adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar pustaka dibagian akhir Skripsi ini.
Bogor, Mei 2008
YULIAN INDRIANI C64103034
RINGKASAN YULIAN INDRIANI. Produksi dan Laju Dekomposisi Serasah Daun Mangrove Api--api (Avicennia marina Forssk. Vierh) di Desa Lontar, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten. Dibimbing oleh DIETRIECH G. BENGEN dan MUJIZAT KAWAROE. Penelitian Produksi dan Laju Dekomposisi Serasah Daun Mangrove Api-api (Avicennia marina Forsk. Vierh) dilaksanakan selama 4 bulan dari bulan AprilJuli 2007, di Desa Lontar, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kontribusi hutan mangrove pada produktivitas lingkungan sekitarnya. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan daun mangrove adalah Littertrap (Jaring penampung serasah) yang berukuran 1 X 1 m2. Sedangkan untuk pengukuran laju dekomposisi menggunakan kantong serasah berukuran 20 X 30 cm2. Waktu pengambilan serasah mangrove dilakukan seminggu sekali sebanyak 6 kali pengambilan selama 1,5 bulan. Komponen mangrove yaitu daun, ranting, dan buah/bunga dipilah kemudian beratnya diukur, selanjutnya dikeringkan pada suhu 60 °C sampai berat konstan atau 2 X 24 jam dengan menggunakan satuan gram/m2/minggu. Daun mangrove kering seberat 10 gram untuk pengukuran laju dekomposisi dimasukkan ke dalam kantong serasah lalu diikat di bawah pohon mangrove. Pengambilannya dilakukan 15 hari sekali dengan lama pengambilan 45 hari. Hasil dekomposisi dianalisis di laboratorium dan selanjutnya dilakukan pengukuran bobot kering. Besarnya penguraian merupakan hasil pengurangan berat kering daun awal dengan berat kering daun akhir. Penentuan kadar nitrogen total dan ortofosfat dilakukan pada contoh daun kering yang telah terurai di Laboratorium Produktivitas dan Lingkungan di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, FPIK, IPB. Metode pengukuran nitogen total dan ortofosfat masing-masing adalah metode Kjehldal dan metode Pengabuan basah. Stasiun dengan kerapatan tertinggi adalah stasiun III dengan 21 pohon per 100 m2 sedangkan yang mempunyai kerapatan terendah adalah stasiun I dengan kerapatan pohon 16 pohon per 100 m2. Hal itu diakibatkan karena penyebaran dari biji tidak merata dan letak penanaman mangrove tidak teratur. Kisaran nitrogen total tanah tertinggi berada pada stasiun III dan terendah pada strasiun I sebesar 90-170 ppm. Ortofosfat tanah dengan nilai tertinggi dan terendah masing-masing pada stasiun II dan I dengan kisaran 3,4-9,2 ppm. Nilai ortofosfat tanah tergolong sangat rendah karena ortofosfat di tanah bersifat tidak statis sehingga konsentrasinya akan mudah menurun. Sumbangan produksi serasah tertinggi dihasilkan oleh daun sebesar 89% sedangkan sumbangan serasah batang dan bunga/buah masing-masing sebesar 8% dan 3%. Proporsi ini disebabkan oleh bentuk daun tipis yang mudah gugur oleh angin dan curah hujan. Persentase laju dekomposisi serasah daun Avicennia marina pada hari ke-15, 30, dan 45 untuk setiap stasiunnya berkisar antara 2,02-2,81 %; 1,34-1,94 %, dan 1, 59%. Hal ini dipengaruhi oleh temperatur yang tinggi dan salinitas. Nilai nitrogen total dan ortofosfat pada daun pada hari ke-0 hingga ke-45 semakin meningkat untuk setiap stasiun. Kisaran nitrogen total adalah 739,291779, 274 ppm dan ortofosfat berkisar antara 114,227-311,079 ppm.
PRODUKSI DAN LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN MANGROVE API-API (Avicennia marina Forssk. Vierh) DI DESA LONTAR, KECAMATAN KEMIRI, KABUPATEN TANGERANG, PROVINSI BANTEN
Skripsi
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Perikanan Pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor
Oleh: Yulian Indriani C64103034
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Judul
Nama NRP
: PRODUKSI DAN LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN MANGROVE Api-api (Avicennia marina Forssk. Vierh) DI DESA LONTAR, KECAMATAN KEMIRI, KABUPATEN TANGERANG, PROVINSI BANTEN : Yulian Indriani : C64103034
Disetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
Prof. Dr. Ir. Dietriech G. Bengen, DEA NIP. 131 292 004
Ir. Mujizat Kawaroe, M.Si. NIP. 132 090 871
Mengetahui, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M. Sc NIP. 131 578 799
Tanggal lulus: 23 April 2008
KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah SWT, pencipta semesta dan segala isinya, tempat memohon ampunan dan segala pertolongan. Atas rahmat dan hidayah-Nya dapat merampungkan penyusunan skripsi ini sesuai harapan. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas akhir. Penyusun mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Dietriech G. Bengen, DEA selaku pembimbing I, dan Ir. Mujizat Kawaroe, M. Si selaku pembimbing II atas segala bimbingan yang telah diberikan, kepada orang tua yang telah memberikan materi dan moril, Wahyu Susanto, Lia, dan Rina yang telah memberikan semangat, dan semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Masukan dan saran sangat penulis harapkan untuk perbaikan tulisan ini, penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca.
Bogor, Mei 2008
Penulis
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ..................................................................................... iv DAFTAR GAMBAR .................................................................................
v
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................
vi
1. PENDAHULUAN..................................................................................
1
1.1. Latar belakang .............................................................................. 1.2. Tujuan penelitian..............................................................................
1 2
2. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................
3
2.1. Pengertian mangrove........................................................................ 2.2. Fungsi dan manfaat mangrove ......................................................... 2.3. Zonasi mangrove.............................................................................. 2.4. Adaptasi dan fisiologi mangrove .....................................................
3 4 4 6
2.5. Faktor pembatas yang mempengaruhi mangrove ............................
7
2.5.1. Temperatur ..............................................................................
7
2.5.2. Salinitas ..................................................................................
8
2.5.3. Tanah
..................................................................................
8
2.5.4. Derajat keasaman (pH)............................................................
9
2.5.5. Zat hara ..................................................................................
10
2.6. Serasah mangrove ............................................................................
11
2.7. Dekomposisi mangrove....................................................................
12
2.8. Deskripsi Avicennia marina.............................................................
13
3. METODE PENELITIAN .....................................................................
15
3.1. Waktu dan lokasi penelitian ............................................................. 3.2. Alat dan bahan ................................................................................. 3.3. Metode kerja ..................................................................................
15 16 16
3.3.1. Prosedur pengambilan air dan substrat contoh .......................
16
3.3.2. Prosedur pengamatan dan pengambilan contoh mangrove.....
17
3.3.3. Prosedur pengukuran produksi serasah...................................
19
3.3.4. Prosedur pengukuran laju dekomposisi serasah......................
20
3.3.5. Analisis unsur hara..................................................................
21
3.4. Analisis data ..................................................................................
21
3.4.1. Nilai kerapatan dan penutupan jenis .......................................
21
3.4.2. Perhitugan produksi serasah....................................................
22
3.4.3. Perhitungan laju dekomposisi serasah ....................................
22
4. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................
23
4.1. Karakteristik dan kondisi mangrove ................................................
23
4.2. Karakteristik fisika-kimia perairan dan sedimen .............................
25
4.3. Produksi serasah...............................................................................
28
4.4. Laju dekomposisi .............................................................................
32
4.5. Kandungan unsur hara nitrogen dan ortofosfat pada daun...............
35
5. KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................
39
5.1. Kesimpulan
..................................................................................
39
5.2. Saran
..................................................................................
39
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
40
LAMPIRAN
..................................................................................
42
RIWAYAT HIDUP ..................................................................................
61
DAFTAR TABEL
Halaman 1. Kriteria tingkat kesuburan perairan berdasarkan kandungan nitrat ....... 10 2. Kriteria tingkat kesuburan perairan berdasarkan kandungan fosfat........
11
3. Parameter dan alat yang digunakan dalam penelitian .............................
16
4. Hasil pengukuran parameter fisika-kimia perairan ................................
25
5. Ukuran fraksi dan bahan organik tanah ..................................................
27
6. Hasil produksi serasah mangrove (Daun, ranting, buah/bunga) Avicennia marina (g/m2/minggu) di Desa Lontar, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten .................................................................... 28 7. Penyusutan bobot kering serasah daun Avicennia marina (gram) ..........
33
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1. Zonasi mangrove dari laut ke darat......................................................... 5 2. Diagram segitiga tekstur tanah dan sebaran besar butir..........................
9
3. Akar, buah, dan daun Avicennia marina.................................................
14
4. Peta lokasi penelitian .............................................................................
15
5. Transek garis dan plot dari pinggir perairan ke arah darat untuk pengambilan contoh tiap stasiun .............................................................
18
6. Ilustrasi pengambilan sampel kerapatan pohon ......................................
18
7. Prosedur pengukuran produksi serasah...................................................
19
8. Prosedur pengukuran laju dekomposisi serasah......................................
20
9. Tingkat kerapatan pohon mangrove pada masing-masing stasiun pengamatan ............................................................................................
24
10. Perbandingan produksi serasah antar stasiun..........................................
29
11. Persentase serasah daun, batang, dan buah/bunga .................................
31
12. Persentase laju dekomposisi serasah daun mangrove ............................
34
13. Kandungan nitrogen total pada daun.......................................................
36
14. Kandungan ortofosfat pada daun ............................................................
37
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1. Produksi serasah mangrove Avicennia marina ......................................
42
2. Presentase laju dekomposisi....................................................................
49
3. Data kerapatan pohon..............................................................................
50
4. Data analisis contoh daun .......................................................................
50
5 Data curah hujan di Tangerang ...............................................................
51
6 Data kecepatan angin di Tangerang bulan April dan Mei 2007..............
52
7. Penyiapan daun sebelum dianalisis.........................................................
58
8. Penentuan kadar nitrogen dengan metode Kjehdahl (William, 1984) ....
59
9. Penetuan kadar ortofosfat dengan metode pengabuan basah (William, 1984) .......................................................................................
60
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang Indonesia sebagai negara kepulauan tropis terbesar memiliki keanekaragaman hayati laut tertinggi di dunia, dimana salah satu sumberdaya hayati yang potensial adalah hutan mangrove. Dari 15,9 juta ha luas hutan mangrove dunia, sekitar 3,7 juta ha atau 24%-nya berada di Indonesia sehingga Indonesia memiliki kekayaan mangrove yang termasuk salah satu tertinggi di dunia (Bengen, 2003). Hutan mangrove merupakan ekosistem yang unik dengan beragam fungsi, baik ekologi maupun ekonomi, karena ekosistem ini berada antara daratan dan lautan. Sebagai ekosistem produktif di pesisir, mangrove menghasilkan serasah yang tinggi sebagai potensi hara yang mendukung produktivitas primer tinggi di ekosistem ini. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi serasah dan laju dekomposisi serasah adalah jenis tumbuhan, umur tumbuhan, iklim dan karakteristik lingkungan. Banyaknya jenis mangrove dalam komunitas, akan menghasilkan serasah dalam jumlah yang besar dibandingkan dengan komunitas yang mempunyai jenis mangrove sedikit. Demikian pula laju dekomposisi serasah sebagai bahan organik tergantung pada jumlah dan jenis serasah, serta kondisi lingkungan. Mangrove yang berada di Desa Lontar, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten keadaannya sudah rusak, karena daerah-daerah yang ditumbuhi pohon mangrove banyak digunakan untuk tambak oleh masyarakat setempat. Kondisi ini di khawatirkan akan menurunkan fungsi dan peranan mangrove terhadap produktivitas ekosistem pesisir atau estuari, dalam mendukung ketersediaan sumberdaya ikan di perairan pesisir.
Penelitian mengenai produksi dan laju dekomposisi serasah daun mangrove api-api (Avicennia marina Forssk. Vierh) di Desa Lontar, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten belum pernah dilakukan. Untuk itu, penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai kondisi mangrove di daerah tersebut. Penelitian tentang dinamika serasah mangrove berupa produksi dan laju dekomposisi mempunyai arti penting, karena serasah merupakan penyumbang terbesar pada kesuburan estuari dan perairan pantai sebagai penyedia hara bagi biota yang hidup di pesisir pantai.
1.2. Tujuan penelitian Tujuan penelitian adalah untuk mengkaji produksi dan laju dekomposisi serasah daun mangrove api-api (Avicennia marina Forssk. Vierh) di Desa Lontar, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten.
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian mangrove Hutan mangrove yang sering kali disebut hutan bakau atau mangal adalah komunitas vegetasi pantai tropis dan subtropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur (Bengen, 2003). Komunitas ini umumnya tumbuh dan berkembang pada daerah intertidal dan subratidal yang cukup mendapat air, dan terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat. Menurut Nybakken (1986), komunitas hutan mangrove tersebar di seluruh hutan tropis dan subtropis, mulai dari 25 °LU sampai 25 °LS. Mangrove mampu tumbuh hanya pada pantai yang terlindung dari gerakan gelombang. Bila pantai dalam keadaan sebaliknya, benih tidak mampu tumbuh dengan sempurna dan mengeluarkan akarnya. Tumbuhan ini dapat tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur dan lingkungan yang anaerob. Mangrove juga dapat tumbuh pada substrat pasir, batu atau karang yang terlindung dari gelombang, karena itu mangrove banyak ditemukan di pantai-pantai teluk, estuari, laguna, dan pantai terbuka yang berhadapan dengan terumbu karang. Komponen-komponen hayati dan non-hayati yang turut mendukung keberadaan suatu ekosistem mangrove yaitu: •
Biota, yaitu semua jenis biota yang berasosiasi dengan habitat mangrove.
•
Proses (abrasi dan sedimentasi), yaitu setiap proses yang berperan penting dalam menjaga atau memelihara keberadaan ekosistem mangrove.
•
Keanekaragaman jenis mangrove di Indonesia cukup tinggi jika dibandingkan dengan negara lain di dunia. Jumlah jenis mangrove di
Indonesia mencapai 89 yang terdiri dari 35 jenis pohon, 5 jenis terna, 9 jenis perdu, 9 jenis liana, 29 jenis epifit, dan 2 jenis parasit (Nontji, 2005). Dari 35 jenis pohon tersebut, yang umum dijumpai di pesisir pantai adalah Avicennia sp, Sonneratia sp, Rhizophora sp, Bruguiera sp, Xylocarpus sp, Ceriops sp, dan Excoecaria sp.
2.2. Fungsi dan manfaat mangrove Mangrove memiliki fungsi dan manfaat yang penting bagi manusia dan lingkungan di sekitarnya (Bengen, 2003), yaitu: •
Sebagai peredam gelombang dan angin badai, pelindung abrasi, penahan lumpur, dan perangkap sedimen.
•
Daun dan dahan pohon mangrove menghasilkan sejumlah besar detritus.
•
Daerah asuhan (nursery grounds), daerah mencari makanan (feeding grounds), dan daerah pemijahan (spawning grounds) berbagai jenis ikan, udang dan biota laut lainnya.
•
Penghasil kayu untuk bahan kontruksi, kayu bakar, bahan baku arang, dan bahan baku kertas (pulp).
•
Pemasok larva ikan, udang, dan biota lainnya.
•
Sebagai daerah pariwisata.
2.3. Zonasi mangrove Zonasi alamiah mangrove menurut Bengen (2003) adalah: •
Daerah yang paling dekat dengan laut, dengan substrat agak berpasir, sering ditumbuhi oleh Avicennia sp. Pada zona ini biasa berasosiasi Sonneratia sp yang dominan tumbuh pada lumpur dalam yang kaya bahan organik.
•
Lebih ke arah darat, hutan mangrove umumnya didominasi oleh Rhizophora sp di zona ini juga dijumpai Bruguiera sp dan Xylocarpus sp.
•
Zona berikutnya didominasi oleh Bruguiera sp.
•
Zona transisi antara hutan mangrove dengan hutan dataran rendah biasanya ditumbuhi oleh Nypa fruticans, dan beberapa spesies palem lainnya. Zonasi mangrove di Indonesia dari arah laut ke darat dapat dilihat pada
Gambar 1, yaitu:
Sumber: Bengen (2003)
Gambar 1. Zonasi mangrove dari laut ke darat
Sedangkan zona vegetasi mangrove yang berkaitan dengan pasang surut meliputi : •
Areal yang sering digenangi walaupun pada pasang rendah umumnya didominasi Avicennia sp atau Sonneratia sp.
•
Areal yang digenangi oleh pasang sedang didominasi oleh Rhizophora sp.
•
Area yang digenangi hanya pada saat pasang tertinggi, yang mana areal ini lebih ke daratan, umumnya didominasi oleh Bruguiera sp dan Xylocarpus sp.
•
Areal yang digenangi hanya pada saat pasang tertinggi (hanya beberapa hari dalam sebulan) umumnya didominasi oleh Bruguiera sexangula dan Lumnitzera littoralis.
2.4. Adaptasi dan fisiologi mangrove Menurut Bengen (2003) terdapat tiga bentuk adaptasi pohon mangrove terhadap kondisi lingkungan : •
Adaptasi terhadap kadar oksigen rendah Akar pada mangrove berfungsi untuk memperkokoh pohon, mengambil unsur hara dan penahan sedimen. Beberapa jenis mangrove mengembangkan sistem perakaran khusus yang disebut akar napas. Perakaran ini merupakan suatu bentuk adaptasi terhadap oksigen berkadar rendah. Akar napas merupakan struktur yang menyerupai akar yang keluar dari batang, menggantung di udara dan bila sampai ke tanah dapat tumbuh seperti akar biasa. Jenis-jenis akar mangrove adalah : - Akar papan (Buttress) : akar berbentuk seperti papan miring yang tumbuh pada bagian bawah batang dan berfungsi sebagai penunjang tubuh, jenis akar ini dapat dijumpai pada Ceriops sp. - Akar cakar ayam (Pneumatophore): akar yang tumbuh tegak, muncul dari dalam tanah, pada kulit terdapat celah-celah kecil yang berguna untuk pernafasan. Contoh akar cakar ayam dapat ditemukan pada jenis Avicennia sp, Sonneratia sp dan Xylocorpus sp. - Akar tonggak (Still-Root): akar yang tumbuh dari batang di atas permukaan dan kemudian memasuki tanah, biasanya berfungsi untuk
penunjang pohon. Contoh akar ini banyak terdapat pada jenis Rhizophora sp. - Akar lutut (Knee-Root): akar yang muncul dari tanah kemudian melengkung kecoklatan bawah sehingga bentuknya menyerupai lutut. Contoh akar ini terdapat pada jenis Bruguiera sp. •
Adaptasi terhadap kadar garam tinggi - Memiliki sel-sel khusus dalam daun yang berfungsi untuk menyimpan garam. - Berdaun tebal dan kuat yang banyak mengandung air untuk mengatur keseimbangan garam. - Daunnya memiliki struktur stomata khusus untuk mengurangi penguapan.
•
Adaptasi terhadap tanah yang kurang stabil dan adanya pasang-surut Mengembangkan struktur akar sangat ekstensif dan membentuk jaringan horizontal yang lebar. Di samping untuk memperkokoh, akar tersebut juga berfungsi untuk mengambil unsur hara dan menahan sedimen.
2.5. Faktor pembatas pertumbuhan mangrove Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan vegetasi mangrove yaitu:
2.5.1. Temperatur Temperatur merupakan salah satu faktor lingkungan yang berperan penting dalam proses fisiologis, seperti fotosintesis dan respirasi (Aksornkoae, 1993). Temperatur rata-rata di daerah tropis cukup baik bagi pertumbuhan mangrove. Hutching dan Saenger (1987) in Kusmana (2000) kisaran temperatur optimum
untuk pertumbuhan beberapa jenis tumbuhan mangrove, yaitu Avicennia marina tumbuh baik pada temperatur 18°-20 °C.
2.5.2. Salinitas Lingkungan bergaram (asin) diperlukan untuk kestabilan ekosistem mangrove, Aksornkoae (1993) meyatakan bahwa salinitas merupakan faktor lingkungan yang sangat menentukan perkembangan hutan mangrove, terutama bagi laju pertumbuhan, daya tahan dan zonasi spesies mangrove. Pada umumnya tumbuhan mangrove hidup dan tumbuh dengan kisaran salinitas 10-30 °/oo . Namun ada beberapa spesies mangrove yang dapat tumbuh pada daerah yang salinitasnya tinggi. Spesies Avicennia sp termasuk jenis mangrove yang memiliki toleransi tinggi terhadap garam. Menurut Hutabarat dan Evans (1998) fluktuasi salinitas merupakan gambaran dominan lingkungan estuari, dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu pasang surut, musim, topografi estuari dan jumlah air tawar. Sedangkan menurut Nontji (2005) menyatakan bahwa sebaran salinitas di perairan estuari mempunyai struktur salinitas yang kompleks, karena merupakan pertemuan antara air tawar yang relatif ringan dan air laut yang lebih berat, juga pengadukan air yang sangat menentukan.
2.5.3. Tanah Tanah tempat tumbuh mangrove dibentuk oleh akumulasi sedimen yang berasal dari sungai, pantai atau erosi tanah yang terbawa dari dataran tinggi sepanjang sungai. Menurut Aksornkoae (1993) spesies mangrove Rhizophora mucronata dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang relatif dalam dan
berlumpur dan spesies mangrove Avicennia marina dan Bruguiera sp. di sepanjang tepi sungai berlumpur. Klasifikasi tekstur tanah menunjukkan kasar halusnya tanah dari fraksi substrat halus (< 2 mm). Berdasarkan atas perbandingan banyaknya butir-butir pasir, debu, dan liat maka tanah dikelompokkan ke dalam beberapa macam kelas tekstur (Gambar 2).
Sumber : Hardjowigeno (2003)
Gambar 2. Diagram segitiga tekstur tanah dan sebaran besar butir
2.5.4. Derajat Keasaman (pH) Derajat keasaman atau pH adalah jumlah ion hidrogen yang terdapat pada larutan (Effendi, 2003). Air laut sebagai media yang memiliki kemampuan
sebagai larutan penyangga yang dapat mencegah perubahan nilai pH yang sangat ekstrim. Menurut Aksornkoae (1993) menyatakan komunitas Rhizophora sp dan Avicennia sp hidup pada tanah dengan nilai pH berturut-turut adalah 6,6 dan 6,2 ketika dalam keadaan penuh air, tetapi pada kondisi aerobik dan kering nilai pH berkurang menjadi 4,6 dan 5,7.
2.5.5. Zat hara Aksornkoae (1993) menyatakan hara merupakan faktor penting dalam keseimbangan ekosistem mangrove. Hara terbagi menjadi dua yaitu hara anorganik dan detritus organik. Hara anorganik terdiri dari N, P, K, Mg, Ca, dan Na. Nitrat dan fosfor merupakan nutrien anorganik yang sangat stabil. Sumber nutriennya berasal dari hujan, aliran permukaan, sedimen, air laut, dan bahan organik yang terdegradasi. Detritus organik terdiri dari dua sumber yaitu dari perairan itu sendiri dan dari ekosistem lain. Menurut Vollenweider (1968) in Effendi (2003), membagi tingkat kesuburan perairan berdasarkan kandungan nitrat dan fosfat (Tabel 1 dan 2).
Tabel 1. Kriteria tingkat kesuburan perairan berdasarkan kandungan nitrat (Vollenweider, 1968 in Effendi, 2003) Kandungan Nitrat
Kriteria Kesuburan
<0,226 mg/liter
Kurang subur
0,227-1,129 mg/liter
Sedang
1,133-11,250 mg/liter
Tinggi
Tabel 2. Kriteria tingkat kesuburan perairan berdasarkan kandungan fosfat (Vollenweider, 1968 in Effendi, 2003) Kandungan fosfat
Kriteria
0,000-0,020 mg/liter
Rendah
0,021-0,050 mg/liter
Cukup
0,051-0,100 mg/liter
Baik
> 0,100 mg/liter
Sangat subur
2.6. Serasah mangrove Produksi serasah adalah guguran struktur vegetatif dan reproduktif yang disebabkan oleh faktor ketuaan, stress oleh faktor mekanik (misalnya angin), ataupun kombinasi dari keduanya dan kematian serta kerusakan dari keseluruhan tumbuhan oleh iklim (hujan dan angin) (Brown, 1984 in Soenardjo, 1999). Serasah adalah tumpukan dedaunan kering, rerantingan, dan berbagai sisa vegetasi lainnya diatas lantai hutan atau kebun. Tanaman memberikan masukkan bahan organik melalui daun-daun, cabang dan ranting yang gugur, dan juga melalui akar-akarnya yang telah mati. Serasah yang jatuh di permukaan tanah dapat melindungi permukaan tanah dari pukulan air hujan dan mengurangi penguapan. Tinggi rendahnya peranan serasah ini ditentukan oleh kualitas bahan organik tersebut. Semakin rendah kualitas bahan, semakin lama bahan tersebut dilapuk sehingga terjadi akumulasi serasah yang cukup tebal pada permukaan tanah hutan. Produksi serasah yang tinggi maka akan memberikan keuntungan bagi vegetasi untuk meningkatkan produktivitas karena tersedianya sumber hara yang cukup.
2.7. Dekomposisi mangrove Dekomposisi dapat didefinisikan sebagai penghancuran bahan organik mati secara bertahap yang dilakukan oleh agen biologi maupun fisika (Sunarto, 2003). Menurut Hardjowigeno (2003) faktor-faktor yang mempengaruhi penghancuran (dekomposisi) bahan organik adalah •
Temperatur: temperatur tinggi, dekomposisi cepat. Menurut Soenardjo (1999) batasan temperatur optimum untuk bakteri berkisar 27° -36 °C, yang sangat berpengaruh bagi penguraian serasah mangrove dengan asumsi daun mangrove sebagai dasar metabolisme.
•
Kelembaban: selalu basah, dekomposisi lambat
•
Tata udara tanah: tata udara baik, dekomposisi cepat
•
Pengolahan: tanah yang diolah, tata udara menjadi baik, penghancuran bahan organik cepat
•
pH: tanah dengan pH masam, penghancuran bahan organik lambat Proses dekomposisi dimulai dari penghancuran atau pemecahan struktur fisik
yang mungkin dilakukan oleh hewan pemakan bangkai terhadap hewan-hewan mati atau hewan-hewan herbivor terhadap tumbuhan dan menyisakannya sebagai bahan organik mati yang selanjutnya menjadi serasah, detritus dengan ukuran kecil. Selama terjadinya dekomposisi juga terjadi mineralisasi unsur hara N, P, S dan unsur hara mikro serta dibentuk pula senyawa humus. Perubahan-perubahan bentuk nitrogen dalam tanah dari bahan organik melalui beberapa macam proses yaitu:
•
Aminisasi: Pembentukan senyawa amino dari bahan organik (protein) oleh bermacam-macam (heterogenous) mikroorganisme. Protein
•
R-OH + CO2 + Energi
Amonifikasi: Pembentukan amonium dari senyawa-senyawa amino oleh mikroorganisme. R-NH2 + HOH
ROH + NH3 + E 2NH4+ + CO3-2
2NH3 + H2CO3 (NH4)2CO3 •
Nitrifikasi: Perubahan dari amonium (NH4+) menjadi nitrit (oleh bakteri Nitrosomonas), kemudian menjadi nitrat (oleh Nitrobakter). 2NH4+ + 3O2 2NO2- + O2
2NO2- + 2H2O + 4H+ + E 2NO3- + E
2.8. Deskripsi spesies Avicennia marina Forssk. Vierh Spesies Avicennia marina yang sering disebut Api-api merupakan tumbuhan mangrove pada substrat berpasir atau berlumpur tipis, dengan salinitas relatif tinggi (salinitas laut) pada kisaran yang sempit. Pohonnya dapat mencapai tinggi 12 m. Daun Avicennia marina dilihat dari sisi sebelah atas berwarna hijau muda, sedangkan pada sisi sebelah bawah abu-abu keperakan atau putih. Daunnya berbentuk elips, panjang daun ya berkisar 5-11 cm. Buah berbentuk bulat dan agak berbulu dengan panjang 1,5-2,5 cm dan berwarna hijau (Gambar 3). Kulit batang halus, berwarna putih keabu-abuan hingga hijau. Kulit batang halus, berwarna putih keabu-abuan hingga hijau dan akar berbentuk cakar ayam berpneumatofora untuk pernafasan (Bengen, 2003).
Kegunaan Avicennia marina adalah daun yang muda dapat dimakan/disayur, polen dari bunganya dapat untuk menarik koloni-koloni kumbang penghasil madu yang diternak, dan abu dari kayunya sangat baik untuk bahan baku dalam pembuatan sabun cuci.
Gambar 3. Akar, buah, dan daun Avicennia marina (Bengen, 2003)
3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan tempat penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juli 2007 dan stasiun penelitian berada pada ekosistem mangrove di Desa Lontar, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten (Gambar 4). Analisis data produksi dan laju dekomposisi serasah mangrove dilaksanakan di Laboratorium Oseanografi Kimia, Laboratorium Produktivitas Lingkungan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB dan Laboratorium Balai Penelitian Tanah, Bogor.
Gambar 4. Peta lokasi penelitian
3.2. Alat dan bahan Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Parameter dan alat yang digunakan dalam penelitian Parameter Alat/Metode Satuan Keterangan Temperatur Termometer °C Pengukuran langsung air 0 Salinitas Refraktometer /00 Pengukuran langsung pH air
Kertas pH Spectrofotometer tipe Nitrat air LKB P.0041-1988 Ortofosfat Spectrofotometer tipe air LKB P.0041-1988 Nitrogen total Spectrofotometer/metode tanah Kjehldal Ortofosfat Spectrofotometer/metode tanah Bray I Nitrogen total Spectrofotometer/metode daun Kjehldal Ortofosfat Spectrofotometer/metode daun pengabuan basah Tekstur Metode pipet sedimen Neraca digital Chyo JLSerasah 200 (Ketelitian (0,001g)
Pengukuran langsung ppm
Laboratorium
ppm
Laboratorium
ppm
Laboratorium
ppm
Laboratorium
ppm
Laboratorium
ppm
Laboratorium
%
Laboratorium
Gram
Laboratorium
3.3. Metode kerja 3.3.1. Prosedur pengambilan air dan substrat contoh Pengukuran parameter temperatur, salinitas, dan pH air dilakukan secara langsung. Analisis substrat contoh dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian Tanah, Bogor. Parameter yang diambil adalah fraksi, nitrogen total, dan ortofosfat. Pengambilan contoh fraksi dilakukan dengan cara memasukkan contoh tanah ke gelas beker, setelah itu ditutup dengan alumunium foil.
3.3.2. Prosedur pengamatan dan pengambilan contoh mangrove Menurut Bengen (2003), prosedur pengamatan dlakukan sebagai berikut: •
Didaerah penelitian dibuat 3 stasiun dengan karakteristik yang berbeda.
•
Pada setiap stasiun pengamatan, terdapat 3 transek garis dari arah laut ke arah darat (tegak lurus garis pantai sepanjang zonasi hutan mangrove yang terjadi) di daerah intertidal.
•
Di setiap transek garis diletakan secara acak plot berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 10 x 10 m2 sesuai lebar hutan mangrove.
•
Pada setiap plot yang telah ditentukan, hitung jumlah pohon mangrove Avicennia marina untuk menghitung kerapatan pohon tiap stasiunnya .
•
Pada setiap zona sepanjang transek garis, ukur parameter lingkungan yang ditentukan dan pada setiap petak contoh (plot), amati dan catat tipe substrat. Prosedur pengamatan dan pengambilan sampel dapat dilihat pada Gambar 5
dan 6, yang disajikan sebagai berikut:
Perairan
Plot 1 Plot 1
Plot 1 50 m
50 m
Plot 2
Transek garis
Plot 2
Plot 2 Transek 2 Transek 1
Transek 3 Plot/petak
Gambar 5. Transek garis dan plot dari pinggir perairan ke arah darat untuk pengambilan contoh tiap stasiun
10 m
Plot 1 Plot sampling pohon 10 m
Plot 2 Gambar 6. Ilustrasi pengambilan sampel kerapatan pohon
3.3.3. Prosedur pengukuran produksi serasah Metode yang umum digunakan untuk pengambilan produksi serasah adalah metode litter-trap (Jaring penampung serasah) (Brown, 1984). Prosedur pengukuran serasah disajikan pada Gambar 6.
Serasah Mangrove (daun, ranting, dan buah/bunga)
Jaring penampung ukuran 1 x1 m2 diletakkan pada tiap kerapatan pohon mangrove
Pengambilan satu minggu 1x Selama 1,5 bulan
Dimasukkan ke kantong plastik beri label untuk setiap kerapatan kemudian timbang
Produksi serasah (gram/m2/minggu) Gambar 7. Prosedur pengukuran produksi serasah
Pengambilan contoh serasah mangrove (daun, ranting, dan buah/bunga) menggunakan jaring yang berukuran 1 X 1 m2, jaring dibentangkan di bawah pohon mangrove. Pengambilan contoh serasah selama 1,5 bulan dengan rentang waktu satu minggu sekali sebanyak 6 kali. Mangrove yang tertampung jaring dimasukkan ke dalam kantong plastik lalu diberi label, setelah itu dibawa ke
laboratorium untuk ditimbang (ketelitian 0,001gram) produksi serasah dengan satuan gram/m2/minggu.
3.3.4. Prosedur pengukuran laju dekomposisi serasah Prosedur pengukuran laju dekomposisi serasah disajikan pada Gambar 7, yaitu: Serasah daun
Di keringkan pada temperatur 60 °C selama 2 hari dan timbang (ketelitian 0,001 gram) Berat kering awal (10 gram) Masukkan ke kantong serasah Di ikat pada akar pohon mangrove
Diambil per 15 hari selama 1,5 bulan Bersihkan dari lumpur, dikeringkan pada temperatur 105 °C selama 2 hari dan timbang (ketelitian 0,001 gram)
Berat kering akhir
Laju dekomposisi serasah = Berat kering awal – Berat kering akhir Gambar 8. Prosedur pengukuran laju dekomposisi serasah
Pengukuran contoh laju dekomposisi diawali dengan pengeringan daun mangrove pada temperatur 60 °C sampai beratnya konstan, sebanyak 10 gram daun kering mangrove dimasukkan kedalam kantong serasah dan diletakan di bawah pohon mangrove. Rentang waktu pengambilan 15 hari sekali sebanyak 3 kali dalam waktu 1,5 bulan. Daun mangrove yang di dalam kantong serasah
dibawa ke laboratorium, daun tersebut dibersihkan dari lumpur maupun kotoran, setelah itu dikeringkan pada temperatur 105 °C sampai beratnya konstan dan ditimbang. Hasil untuk mengetahui penguraian yaitu berat kering awal dikurangi berat kering akhir.
3.3.5. Analisis unsur hara Analisis unsur nitrogen total dan ortofosfat tanah dilakukan di Balai Penelitian Tanah Bogor dan untuk nitrogen total dan ortofosfat daun mangrove dilakukan di laboratorium Produktivitas Lingkungan Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Contoh serasah daun diambil 10 gram berat kering daun untuk tiap stasiun untuk dianalisis unsur hara nitrogen total dan ortofosfat, dilakukan 4 kali dalam pendekomposisian serasah, yaitu di awal pendekomposisian, dan setelah hari ke15, 30, dan 45. Penentuan kadar nitrogen total dilakukan dengan menggunakan metode Kjehdahl sedangkan ortofosfat menggunakan metode Pengabuan basah (Lampiran 8 dan 9).
3.4. Analisis data 3.4.1. Nilai kerapatan Data mengenai jenis,jumlah tegakan dan diameter pohon yang telah dicatat pada tabel Form mangrove, diolah lebih lanjut untuk memperoleh kerapatan jenis (Bengen, 2003).
•
Kerapatan Jenis (Di) adalah jumlah tegakan jenis I dalam suatu unit area:
Di =
ni A
dimana Di adalah kerapatan jenis i, ni adalah jumlah total tegakan dari jenis i dan A adalah luas total area.
3.4.2. Perhitungan produksi serasah Serasah mangrove yang jatuh ke jaring nylon berukuran 1 X 1 m2 kemudian dimasukkan ke kantong plastik. Pisahkan komponen daun, ranting, dan bungabuah. Kemudian di timbang dengan ketelitian timbangan 0,001 gram. Hasil dari pengukuran dihitung dengan satuan gram/m2/hari.
3.4.3. Perhitungan laju dekomposisi serasah Perhitung presentase laju dekomposisi mangrove per hari menggunakan rumus (Bonruang, 1984) : Y= dimana: Y
BA − BK X100% BA
= Presentase Serasah daun yang mengalami dekomposisi
BA = Berat Awal Penimbangan (gram) BK = Berat akhir penimbangan (gram) Untuk mendapatkan nilai presentase kecepatan dekomposisi serasah daun per hari: X=
Y D
dimana: X = Persentase kecepatan dekomposisi serasah daun per hari D = Lama pengamatan (hari)
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik dan kondisi mangrove Hutan mangrove di Desa Lontar, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten tumbuh secara semi buatan yang menempati areal seluas 40 ha. Jenis mangrove yang ditemukan pada daerah penelitian yaitu Avicennia marina dan Rhizophora sp. Daerah pantai didominasi oleh Avicennia marina sedangkan di daerah darat atau dekat tambak banyak dijumpai Rhizophora sp. Secara keseluruhan, jenis yang paling dominan di daerah penelitian adalah Avicennia marina. Sebelum dibuat daerah tambak, pohon mangrove di lokasi tersebar rata dan luas hutan mangrove sekarang menjadi menipis dan tidak tersebar rata. Pohon mangrove berumur sekitar 5-15 tahun (komunikasi pribadi dengan petambak) dengan keliling batang sekitar 78 cm. Hutan mangrove di lokasi ini dimanfaatkan oleh nelayan untuk mencegah abrasi supaya tambak-tambak tidak hancur atau terlindungi. Selain itu, kayu mangrove dimanfaatkan untuk kayu bakar dan membangun rumah. Lokasi penelitian terdiri dari 3 stasiun dengan karakteristik yang berbeda. Karakteristik stasiun I adalah daerah sedimentasi yang dekat dengan aliran air (sungai buatan) yang berfungsi untuk memberikan asupan air laut bagi tambaktambak yang ada disekitarnya. Karakteristik pada stasiun II adalah daerah sedimentasi dan dipenuhi banyak sampah yang terbawa oleh arus pasang surut. Stasiun III memiliki ciri yaitu sebagai daerah abrasi yang dekat dengan muara sungai dan dipenuhi banyak sampah.
Kerapatan pohon mangrove di Desa Lontar Kecamatan Kemiri Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten disajikan pada Gambar 9 dan data mentah dapat dilihat pada Lampiran 3.
25 Kerapatan pohon per m
2
21 19
20 16 15 10 5 0 Stasiun I
Stasiun II
Stasiun III
Gambar 9. Tingkat kerapatan pohon mangrove pada masing-masing stasiun pengamatan
Kerapatan pohon mangrove di Desa Lontar, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten memperlihatkan hasil yang berbeda. Stasiun yang mempunyai kerapatan tertinggi adalah stasiun III dengan nilai kerapatan 21 pohon per 100 m2 sedangkan kerapatan terendah dijumpai di stasiun I dengan kerapatan 16 pohon per 100 m2. Hal ini diakibatkan karena penyebaran dari biji tidak merata dan letak penanaman mangrove tidak teratur.
4.2 Karakteristik fisika- kimia perairan dan sedimen Parameter fisika-kimia perairan yang diukur adalah pH, temperatur, salinitas dan bahan anorganik (nitrat dan ortofosfat). Hasil pengukuran parameter fisikakimia disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil pengukuran parameter fisika-kimia perairan Stasiun
pH
Temperatur (°C)
Salinitas (°/oo)
Bahan Anorganik (ppm) Nitrat
Ortofosfat
I
8
33
30
0,085
Tak terdeteksi
II
8
33
30
0,193
0,071
III
9
33
25
0,502
0,021
Derajat keasaman (pH) adalah jumlah ion hidrogen yang terdapat pada larutan. Nilai pH di daerah penelitian berkisar antara 8-9, nilai tersebut menunjukkan nilai basa yang normal untuk permukaan perairan Indonesia yang pada umumnya berkisar antara 6,0-8,5 (Aksornkoae, 1993). Nilai pH tertinggi terdapat pada stasiun III yaitu 9 sedangkan nilai pH terendah terdapat pada stasiun I dan II yaitu 8. Nilai pH yang tinggi di stasiun III menyebabkan mikroorganisme yang ada pada stasiun III berkembang secara optimal dan sangat produktif. Stasiun III merupakan daerah yang masih terpengaruh oleh daratan. Temperatur perairan yang tergolong tinggi sebesar 33 °C ditemukan hampir di setiap stasiun. Hal ini disebabkan oleh pengukuran temperatur yang dilakukan pada siang hari. Penyebab lainnya adalah wilayah pengambilan data merupakan daerah yang terbuka, sehingga intensitas cahaya yang diterima tinggi. Menurut Soenardjo (1999) temperatur optimum untuk bakteri berkisar 27 °C36 °C. Kisaran temperatur tersebut sangat baik untuk proses penguraian dengan asumsi daun mangrove sebagai dasar metabolisme. Berdasarkan hasil penelitian, temperatur yang diperoleh masih berada dalam kisaran yang baik untuk proses dekomposisi. Salinitas merupakan faktor lingkungan yang sangat menentukan perkembangan hutan mangrove, terutama bagi laju pertumbuhan, daya tahan dan
zonasi spesies mangrove (Aksornkoae, 1993). Hasil nilai kisaran salinitas antar stasiun adalah 25-30 °/oo. Salinitas terbesar terdapat pada stasiun I dan stasiun II sedangkan salinitas terkecil terdapat pada stasiun III. Nilai salinitas yang bervariasi di duga karena daerah pada stasiun I dan II jauh dari muara sungai sedangkan daerah pada stasiun III berdekatan dengan muara sungai Cimanceri dan masukkan air tawarnya masih tinggi. Nutrien utama yang dibutuhkan oleh tumbuhan mangrove yang mempengaruhi produksi dan laju dekomposisi serasah adalah nitrat dan fosfat dalam bentuk ortofosfat. Menurut Effendi (2003) nitrat adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga. Nilai nitrat di perairan berkisar antara 0,085-0,502 ppm. Kandungan nitrat tertinggi terdapat pada stasiun III sebesar 0,502 ppm, dan terendah terdapat pada stasiun I sebesar 0,085 ppm. Kandungan nitrat yang tinggi pada stasiun III disebabkan adanya pengaruh daratan yang tinggi berupa suplai dari kegiatan rumah tangga, resapan air tanah dan masukan air dari muara sungai. Menurut klasifikasi tingkat kesuburan perairan, kandungan nitrat di daerah penelitian termasuk dalam kriteria subur (Vollenweider, 1968 in Effendi, 2003) disajikan pada Tabel 1. Hasil kisaran kandungan ortofosfat yang didapat adalah tak terdeteksi sampai 0,071 ppm, kandungan ortofosfat yang tertinggi terdapat pada stasiun II dengan nilai 0,071 ppm sedangkan kandungan terendah terdapat pada stasiun I yaitu nilainya tak terdefinisi. Hal ini disebabkan nilai ortofosfat tak terdeteksi oleh alat yang digunakan (spektrofotometer). Kandungan ortofosfat tinggi seperti halnya nitrat disebabkan pengaruh daratan yang tinggi berupa masukan air dari muara
sungai dan suplai dari kegiatan rumah tangga. Menurut klasifikasi tingkat kesuburan perairan kandungan ortofosfat di stasiun penelitian termasuk dalam kriteria subur(Vollenweider, 1968 in Effendi, 2003) disajikan pada Tabel 2. Parameter fisik sedimen yang diambil adalah tekstur substrat sedangkan parameter kimia sedimen yang diambil adalah nitrogen total dan ortofosfat. Hasilnya di sajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Ukuran fraksi dan bahan anorganik tanah Tekstur substrat (%) Stasiun
Nitrogen total (ppm)
Ortofosfat (ppm)
Pasir
Debu
Liat
I
12
51
37
90
3,4
II
0
58
42
110
9,2
III
1
51
48
170
8,7
Klasifikasi tekstur substrat menggunakan diagram segitiga tekstur tanah dan sebaran butir (Gambar 2), klasifikasi tekstur substrat pada stasiun I yaitu lempung liat berdebu sedangkan stasiun II dan III adalah liat berdebu. Persentase pasir, debu, dan liat masing-masing berkisar 0-12 %, 51-58 %, dan 37-48 %. Pembentukan tekstur substrat mangrove dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor fisik yaitu gerakan arus pasang (Soenardjo, 1999). Di lokasi penelitian didominasi oleh fraksi halus dan berwarna hitam dan kandungan unsur haranya tinggi. Tabel 5 menunjukan kandungan nitrogen total dan ortofosfat pada tanah. Kandungan nitrogen total untuk setiap stasiunnya mempunyai nilai kisaran 90-170 ppm. Nitrogen total tanah yang tertinggi berada pada stasiun III yaitu 170 ppm dan nilai terendah didapat pada stasiun I yaitu 90 ppm. Kisaran kandungan
ortofosfat tanah antara 3,4-9,2 ppm. Ortofosfat tanah yang tertinggi pada stasiun II dan kandungan ortofosfat tanah terendah terdapat di stasiun I. Kandungan ortofosfat tanah sangat rendah karena ortofosfat di tanah bersifat tidak statis sehingga konsentrasinya akan mudah menurun.
4.3 Produksi serasah Produksi serasah adalah guguran struktur vegetatif dan reproduktif yang disebabkan oleh faktor ketuaan, stress oleh faktor mekanik (misalnya angin), ataupun kombinasi dari keduanya, kematian, serta kerusakan dari keseluruhan tumbuhan oleh iklim (hujan dan angin) (Brown, 1984 in Soenardjo, 1999). Produksi serasah selama 6 minggu disajikan pada Tabel 6 dan data mentahnya dapat dilihat pada Lampiran 1.
Tabel 6. Hasil produksi serasah (daun, ranting, dan buah/bunga) mangrove Avicennia marina (g/m2/minggu) di Desa Lontar, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten Stasiun
Minggu ke-
Komponen 1 Daun
I
4
5
6
31,567
18,282
23,257
55,171
22,867
1,928
1,005
3,270
2,052
7,980
0,876
1,614
0,510
0,657
1,216
1,766
0,956
33,142
33,083
22,209
26.524
64,917
24,699
30,869
48,643
25,871
24,528
31,002
23,572
Ranting
2,087
2,441
2,190
1,811
7,269
2,088
Buah/Bunga
0,390
1,297
0,322
1,786
0,650
0,352
33,346
52,381
28,383
28,125
38,921
26,011
33,340
37,989
21,952
24,103
49,236
23,262
Ranting
1,638
2,570
2,059
1,637
4,744
1,408
Buah/Bunga
0,040
0,000
0,000
0,087
0,000
0,076
35,018
40,559
24,011
25,826
53,980
24,746
Ranting
Daun
Total Daun III
3
29,601
Buah/Bunga Total II
2
Total
Total produksi serasah mangrove di stasiun I memiliki nilai terbesar pada minggu ke-5 yaitu 64,917 gr/m2/minggu yang terdiri atas serasah daun sebesar
55,171 gr/m2/minggu, serasah ranting sebesar 7,980 gr/m2/minggu dan serasah buah/bunga sebesar 1,766 gr/m2/minggu. Produksi serasah pada minggu ke-5 tinggi, hal ini disebabkan oleh faktor cuaca. Saat pengambilan serasah minggu ke-5 yaitu pada tanggal 14 Mei 2007 terjadi hujan. Berdasarkan data dari BMG, pada tanggal tersebut nilai curah hujan sebesar 3 mm (Lampiran 5). Hal ini sejalan dengan pendapat Khairijon, 1991 in Wibisana, 2004 menyatakan bahwa produksi serasah tertinggi terjadi pada saat musim hujan/ pada saat curah hujan mencapai tinggi. Pada stasiun II total produksi serasah mangrove memiliki nilai terbesar pada minggu ke-2 yaitu 52,381 gr/m2/minggu. Total hasil produksi serasah mangrove terdiri dari serasah daun sebesar 48,643 gr/m2/minggu, serasah ranting sebesar 2,441 gr/m2/minggu dan serasah buah/bunga sebesar 1,297 gr/m2/minggu. Produksi serasah di minggu ke-2 tinggi disebabkan oleh faktor angin. Minggu ke2 adalah tanggal 17- 23 April 2007 dan berdasarkan data dari BMG (Lampiran 6), pada tanggal tersebut kecepatan angin lebih besar dibandingkan dengan kecepatan angin pada minggu lainnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Cuevas dan Sajise, 1978 in Wibisana, 2004 yang menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara kecepatan angin dengan produksi serasah. Bila kecepatan angin tinggi maka produksi yang dihasilkan tinggi pula. Total produksi serasah mangrove di stasiun III nilai terbesar pada minggu ke-5 yaitu 53,980 gr/m2/minggu, terdiri atas serasah daun sebesar 49,236 gr/m2/minggu dan serasah ranting sebesar 4,744 gr/m2/minggu. Produksi serasah pada minggu ke-5 tinggi ini disebabkan oleh faktor cuaca, hal ini sama seperti pada stasiun I.
2
Produksi serasah (gram/m /hari)
50.000 45.000 40.000
34.701
34.528
34.023
I
II
III
35.000 30.000 25.000 20.000 15.000 10.000 5.000 0.000
S tasiun
Gambar 10. Perbandingan produksi serasah antar stasiun
Produksi serasah terbanyak terdapat pada stasiun I dengan jumlah 34,701 g/m2/minggu sedangkan produksi serasah terendah terdapat pada stasiun III yaitu 34,023 g/m2/minggu. Perbedaan yang didapatkan untuk tiap stasiun diakibatkan adanya perbedaan kerapatan, umur dari tumbuhan, dan kesuburan yang dapat mempengaruhi secara tidak langsung. Menurut Soenardjo (1999) semakin tua tumbuhan maka produksi serasahnya semakin menurun, begitu pula sebaliknya. Selain faktor-faktor tersebut morfologi daun juga mempengaruhi produksi serasah. Salinitas merupakan faktor lingkungan yang mempengaruhi produksi serasah. Salinitas tertinggi didapat pada stasiun I dan II yaitu 30 °/oo. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa stasiun ini sering terkena genangan pasang air laut yang memberikan pengaruh sangat besar dengan produksi serasah (34,701 dan 34,528
g/m2/minggu). Salinitas terendah terdapat pada stasiun III sebesar 25°/oo. Produksi serasah yang dihasilkan 34,023 g/m2/minggu. Selain itu, temperatur udara juga mempengaruhi produksi serasah dimana pada suhu rendah produksi serasah meningkat. Pada setiap stasiun temperatur udara 30 °C, maka produksi serasah yang dihasilkan tinggi.
Gambar 11. Persentase serasah daun, ranting, dan bunga/buah
Setiap jenis mangrove mempunyai kemampuan yang berbeda dalam menghasilkan jatuhan serasah. Dilihat pada Gambar 11, jatuhan serasah yang paling banyak adalah daun. Stasiun I mempunyai jumlah serasah daun sebanyak 86,97 %, stasiun II sebanyak 88,14 %, dan pada stasiun III jumlah serasah daun
sebanyak 92,56 %. Nilai persentase serasah daun pada tiap stasiun tidak jauh berbeda. Serasah ranting dan buah/bunga mempunyai nilai persentase lebih kecil dari nilai persentase serasah daun. Persentase serasah ranting terbesar terdapat pada stasiun II dengan nilai 8,55 % dan nilai terendah pada stsiun III yaitu 6,85%. Untuk serasah dari bunga/ buah, jumlah terbesar terdapat pada stasiun I dengan nilai 4,78 % dan nilai terendah pada stasiun III sebesar 1,18 %. Perbedaan yang sangat jauh antara serasah daun dengan serasah ranting maupun buah/bunga. Diduga erat karena kondisi lingkungan serta ciri biologis. Kondisi lingkungan antara lain temperatur udara dan musim. Ciri biologis diantaranya ukuran dan jumlah masing-masing komponen yang dihasilkan, sifat perbungaan dan sifat fisik dari setiap komponen. Jenis Avicennia marina mempunyai ukuran daun yang kecil dan buah yang berbentuk bulat. Produksi serasah daun sebagian kecil terbawa arus dan sebagian besar tetap di daratan atau di hutan. Serasah daun yang tertinggal di daratan menjadi makanan binatang dan sebagian besar akan mengalami penguraian sebagian atau sepenuhnya yang dilakukan oleh jasad-jasad renik maupun bakteri. Semakin tinggi produksi serasah maka semakin tinggi pula produktivitas di hutan mangrove.
4.4 Laju dekomposisi Dekomposisi dapat didefinisikan sebagai penghancuran bahan organik mati secara gradual yang dilakukan oleh agen biologi maupun fisika (Sunarto, 2003). Hasil penyusutan berat kering serasah daun mangrove yang terurai per 15 hari. Hasilnya disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Penyusutan bobot kering serasah daun Avicennia marina (gram) Stasiun I II III
Bobot awal (gram) / Persentase 10 (100 %) 10 (100 %) 10 (100 %)
Hari ke15
30
45
5, 791 (57, 91 %) 6,970 (69,70 %) 5, 994 (59, 94 %)
4, 181 (41, 81 %) 5, 988 (59, 88 %) 4, 651 (46, 51 %)
2, 839 (28, 39 %) -
Keterangan: - : Data hilang
Perubahan bobot kering serasah daun Avicennia marina mengalami penurunan dengan lamanya penguraian per 15 hari. Penurunan bobot kering daun terbesar terlihat pada stasiun I yaitu pada daerah dekat dengan aliran air laut yang berfungsi untuk memberikan asupan air laut bagi tambak-tambak di sekitarnya. Nilai penyusutan adalah 4,181 gram dalam waktu 30 hari dengan bobot yang hilang/terdekomposisi adalah 58,19 %. Penyusutan bobot kering serasah daun terendah terdapat pada stasiun II sebesar 5,988 gram dalam waktu 30 hari dengan persentase bobot yang hilang adalah 40,12 %. Untuk hari ke 45 haya terdapat pada stasiun I dengan penyusutan bobot kering daun mencapai 2,839 gram dengan persentase bobot yang terurai adalah 71,61 %. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah temperatur dan salinitas.
3
2.81 2.67
2.5
Persentase
2
2.02
1.94
1.78 1.59 1.34
1.5 1
0.5 0 St asiun I
St asiun II
St asiun III Hari ke-15 Hari ke-30 Hari ke-45
Gambar 12. Persentase laju dekomposisi serasah daun mangrove
Pada Gambar 12 dapat dilihat persentase laju dekomposisi serasah daun mangrove dengan kisaran persentase untuk stasiun I adalah 1,59-2,81% per hari, kisaran pada stasiun II adalah 1,34-2,02 % per hari, dan kisaran pada stasiun III adalah 1,78-2,67 % per hari. Proses laju dekomposisi melalui beberapa tahap diantaranya proses pelindihan, penghawaan dan aktivitas biologi (Mason,1977 in Anas, 2004). Laju dekomposisi tertinggi terjadi pada tahap awal, hal ini diduga berhubungan erat dengan kehilangan bahan organik dan organik yang mudah larut (pelindihan) dan juga hadirnya mikroorganisme yang berperan dalam perombakan beberapa zat yang terkandung dalam serasah daun mangrove. Penguraian erat kaitannya dengan kerapatan, stasiun III mempunyai kerapatan tertinggi diantara stasiun I dan stasiun II, yaitu 21 pohon per 100 m2. Kerapatan pohon terendah terdapat pada stasiun I yaitu 16 per 100 m2. Hal itu dapat mempengaruhi persentase laju dekomposisi. Kerapatan pohon pada stasiun III
relatif tinggi dan mengakibatkan cahaya yang masuk ke lantai hutan relatif rendah sehingga proses penguraian akan berlangsung lambat. Kerapatan pohon pada stasiun I relatif rendah mengakibatkan cahaya yang masuk ke lantai hutan relatif tinggi sehingga proses penguraiannya cepat. Selain faktor kerapatan, faktor yang mempengaruhi laju dekomposisi adalah faktor lingkungan perairan (temperatur, salinitas dan pH) dan faktor lingkungan substrat (fraksi substrat dan mikroorganisme substrat/dekomposer). Di lokasi penelitian kisaran temperatur perairan berkisar 33 °C, hal ini menunjukan bahwa laju dekomposisi disetiap stasiun tinggi. Menurut Soenardjo (1999) batasan temperatur optimum untuk bakteri berkisar 27° -36 °C, yang sangat berpengaruh bagi penguraian serasah mangrove dengan asumsi daun mangrove sebagai dasar metabolisme. Faktor lain yang mempengaruhi laju dekomposisi adalah jenis serasah daun dan pengaruh arus pasang.
4.5 Kandungan unsur hara nitrogen total dan ortofosfat pada daun Kandungan nitrogen total dan ortofosfat merupakan unsur hara yang disumbangkan dari laju dekomposisi secara langsung maupun tidak langsung untuk pertumbuhan mangrove serta perkembangan mangrove. Serasah daun Avicennia marina pada proses laju dekomposisi selama 45 hari mengandung unsur hara nitrogen total yang cukup tinggi dibandingkan ortofosfat. Nilai nitrogen total dan ortofosfat daun dapat dilihat pada Gambar 13 dan 14.
790 779.274
Nitrogen total (ppm)
780 770
740
763.244
762.818
Hari ke-0
760 750
776.336
752.822
752.224
746.934 739.291
739.291
739.291
Hari ke-15 Hari ke-30 Hari ke-45
730 720 710 Stasiun I
Stasiun II
Stasiun III
Gambar 13. Kandungan nitrogen total pada daun Gambar 13 menunjukkan kandungan nitrogen total pada daun mempunyai kisaran antara 739,291-779, 274 ppm. Terlihat dari setiap stasiun, nilai kandungan nitrogen total dari hari ke-0 sampai hari ke-45 semakin meningkat. Hal itu diakibatkan oleh proses dekomposisi yang semakin cepat. Jadi dapat disimpulkan semakin lama proses laju dekomposisi maka nilai nitrogen total semakin tinggi. Nilai nitrogen total pada hari ke-0 mempunyai nilai yang sama untuk semua stasiun dengan nilai 739,291 ppm. Pada hari ke-15 nilai nitrogen total yang tertinggi terdapat pada stasiun II yaitu 752,822 ppm dan terendah terdapat di stasiun I yaitu 746,934 ppm. Pada hari ke-30 nilai nitrogen total yang tertinggi terdapat pada stasiun III yaitu 776,336 ppm dan nilai terendah pada stasiun I yaitu 762,818 ppm. Menurut Hardjowigeno (2003) menyatakan faktor yang mempengaruhi penguraian (dekomposisi) bahan organik adalah temperatur, kelembaban, tata udara tanah, pengolahan, dan pH tanah. Faktor-faktor tersebut juga dapat mempengaruhi kandungan nitrogen total dalam laju dekomposisi.
Produksi serasah yang mengalami penguraian atau dekomposisi, kandungan nitrogen total yang dilepaskan sebagian akan diserap kembali oleh pohon mangrove dan sebagian lagi akan terbawa oleh air surut ke perairan sekitar serta sebagian lagi akan hilang dalam bentuk N2.
350 311.079
300
O rto fo sfa t (ppm )
250 216.715 193.722
200
Hari ke-15
170.927 145.357
139.204
150
Hari ke-0 Hari ke-30
126.124 114.227
114.227
114.227
Hari ke-45
100 50 0 Stasiun I
Stasiun II
Stasiun III
Gambar 14. Kandungan ortofosfat pada daun
Gambar 14 menunjukkan kandungan ortofosfat daun mempunyai kisaran 114,227-311,079 ppm, nilai ortofosfat daun juga dilihat dari setiap stasiun mempunyai kandungan yang meningkat setiap harinya sama seperti nitrogen total. Pada hari ke-0 nilai ortofosfat daun sama untuk setiap stasiunnya dengan nilai 114,227 ppm. Hari ke-15 nilai ortofosfat daun yang tertinggi terdapat pada stasiun III yaitu 145,357 ppm dan nilai terendahnya pada stasiun I yaitu 126,124 ppm. Pada hari ke-30 nilai tertinggi terdapat pada stasiun III yaitu 216,715 ppm dan nilai terendah terdapat pada stasiun II yaitu 170,927 ppm. Pada hari ke-45 kandungan nitrogen total dan ortofosfat daun hanya ada pada stasiun I, dengan
kandungan nitrogen total adalah 779,274 ppm dan kandungan ortofosfatnya adalah 311,079 ppm. Kandungan ortofosfat dalam serasah relatif rendah dibandingkan dengan nilai nitrogen total. Hal ini disebabkan oleh sifat ortofosfat bersifat tidak statis sehingga konsentrasinya akan mudah menurun. Bila terjadi kekurangan ortofosfat pada suatu tanaman, maka ortofosfat yang ada pada jaringan tanaman akan dialokasikan ke jaringan yang masih aktif sehingga jaringan yang lebih tua akan mengandung orofosfat relatif kecil dibandingkan jaringan yang masih aktif. Kandungan unsur hara yang dihasilkan oleh serasah daun Avicennia marina sangat bervariasi berdasarkan jenis unsur hara dan kondisi substrat hutan mangrove. Dengan adanya perbedaan tersebut maka mempengaruhi sumbangan unsur hara (nitrogen total dan ortofosfat) terhadap ekosistem mangrove dan perairan sekitarnya.
5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Produksi serasah mangrove api-api (Avicennia marina Forssk. Vierh) di Desa Lontar, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten pada stasiun I, II, dan III masing-masing sebesar 34, 701 gram/m2/minggu; 34, 528 gram/m2/minggu, dan 34,023 gram/m2/minggu. Total komponen rata-rata terbesar terdapat pada komponen daun sebesar 89 %, sedangkan ranting dan buah/bunga masing-masing sebesar 8 % dan 3 %. Penyusutan bobot kering serasah daun Avicennia marina yang terbesar terdapat pada stasiun I dan yang terendah terdapat pada stasiun II. Persentase laju dekomposisi serasah daun Avicennia marina pada hari ke-15, 30, dan 45 untuk setiap stasiunnya berkisar antara 2,02-2,81 %; 1,34-1,94 %, dan 1, 59 %.
5.2 Saran Dari hasil penelitian dapat disarankan untuk melakukan penelitian lanjut tentang perbedaan laju dekomposisi pada musim yang berbeda serta peranan penting dekomposer dalam laju dekomposisi.
DAFTAR PUSTAKA Affandi, M dan Ni’matuzahroh. 2000. Perubahan Suksesif Biota Dekomposer dalam Proses Dekomposisi Serasah Mangrove. Jurnal Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Airlangga. 1(33) Anas, S. 2004. Produksi dan Laju Dekomposisi Serasah Daun Mangrove Jenis Avicennia marina di Hutan Mangrove Way Penet, Lampung Timur, Lampung. Skripsi. Jurusan Ilmu dan Teknologi Kelautan. FPIK. IPB Bogor. Aksornkoae, S. 1993. Ecology and Management of Mangroves. The IUCN Wetlands Programme. Bangkok. Thailand Bengen, D. G. 2003. Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. PKSPL. IPB. Bogor Bonruang, P. 1984. The Rate of Degradation of Mangrove Leaves, Rhizophora apiculata BL and Avicennia marina (FORSK) VIERH at Phuket Island, Western Peninsula of Thailand:Kuala Lumpur, June 1984. pp. 200-208 Brown, SM. 1984. Mangrove Litter Production and Dynamics in Snedaker, C. S and Snedaker, G. J. 1984. The Mangrove Ecosystem: Research Metods. On behalf of The Unesco/SCOR, Working Group 60 0n Mangrove Ecology. Page 231-238 Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta Hardjowigeno, H, S. 2003. Ilmu Tanah. Akademi Pressindo. Jakarta Hutabarat, S dan S. M. Evans. 1983. Pengantar Oseanografi. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Jakarta Hutching, P dan P. Saenger. 1987. Ecology of Mangrove.Aust. Eco. Series.University of Queensland Press.St.Lucia, Queensland. pp. 1-91 Kusmana, C. 2000. Ekologi Mangrove.Fakultas Kehutanan IPB. Bogor Nontji, A. 1987. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta. Nybakken, J. W. 1986. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologi. Diterjemahkan oleh: M. Eidman, Koesoebiono, D. G. Bengen, Malikusworo, dan Sukristrijono. Cetakan Pertama. PT. Gramedia Jakarta
Soenardjo, N. 1999. Produksi dan Laju Dekomposisi Serasah Mangrove dan Hubungannya dengan Struktur Komunitas Mangrove di Kaliuntu Kabupaten Rembang Jawa Tengah. Tesis. Ilmu Kelautan.Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor Subkhan. 1991. Produksi dan Penguraian Serasah Hutan Mangrove di Sungai Tali Dendan Besar.HPH PT Bina Lestari, Riau. Skripsi. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Sunarto. 2003. Peranan Dekomposisi dalam Proses Produksi Pada Ekosistem Laut. Tesis. Ilmu Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor Tewary, C. K,V. Pandey dan J.s. Singh, 1982. Soil and Litter Respiration Rates and Different Microhabitatsof A Mix oak-outer Forest and Their Control by edaphic condition and substrat quality. Plant and Soil, 65:233-238 Wibisana, B. T. 2004. Produksi dan Laju Dekomposisi Serasah Mangrove di Wilayah Pesisir Kabupaten Berau Provinsi Kalimantan Timur. Skripsi. Ilmu Kelautaan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Williams, S. 1984. Official Methods of Analysis of The Association of Official Analytical Chemists14 th Ed. Association of official analitical chemists, Inc. USA.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Produksi serasah mangrove Avicennia marina Minggu ke-1 Produksi serasah Stasiun
Transek
Plot
(gram basah/m2/minggu) daun
1
I
2
3
II
2 3
III
2 3 Rata-rata
total
37,670
0,904
4,042
42,616
2
35,340
1,876
0,951
38,167
1
22,611
3,067
1,306
26,984
2
16,998
0,587
3,164
20,749
1
35,689
1,260
0,108
37,057
2
29,297
3,872
0,110
33,279
29,601
1,928
1,614
1
32,829
3,488
0,000
36,317
2
29,690
1,489
0,066
31,245
1
26,629
2,532
0,000
29,161
2
16,259
2,593
0,991
19,843
1
44,655
1,705
1,284
47,644
2
35,149
0,717
0,000
35,866
30,869
2,087
0,780
1
34,808
1,557
0,000
36,365
2
42,232
2,073
0,000
44,305
1
59,372
3,199
0,239
62,810
2
45,974
1,478
0,000
47,452
1
10,722
1,337
0,000
12,059
2
6,931
0,183
0,000
7,114
33,340
1,638
0,239
Rata-rata 1
buah/bunga
1
Rata-rata 1
ranting
Minggu ke-2 Produksi serasah Stasiun
Transek
Plot
(gram basah/m2/minggu) daun
1
I
2
3
II
2
3
III
2
3 Rata-rata
total
23,849
0,587
-
24,436
2
37,590
1,587
0,166
39,343
1
21,207
0,847
-
22,054
2
37,401
1,516
0,269
39,186
1
28,354
0,858
1,526
30,738
2
41,001
0,637
1,100
42,738
31,567
1,005
0,765
1
35,663
2,582
5,818
44,063
2
42,008
1,276
1,046
44,330
1
48,077
2,646
0,057
50,780
2
47,547
3,175
0,421
51,143
1
62,765
3,293
-
66,058
2
55,795
1,674
0,442
57,911
48,643
2,441
1,468
1
57,203
2,039
-
59,242
2
41,799
1,105
-
42,904
1
38,471
4,695
-
43,166
2
63,705
3,780
-
67,485
1
14,308
3,404
-
17,712
2
12,450
0,394
-
12,844
37,989
2,570
-
Rata-rata 1
buah/bunga
1
Rata-rata 1
ranting
Minggu ke-3 Produksi serasah Stasiun
Transek
Plot
(gram basah/m2/minggu) daun
1 I
2 3
II
2 3
III
2 3 Rata-rata
total
32,575
4,501
0,345
37,421
2
17,566
8,350
2,288
28,204
1
12,017
2,557
-
14,574
2
5,620
0,494
-
6,114
1
23,956
2,822
0,716
27,494
2
17,959
0,894
0,594
19,447
18,282
3,270
0,986
1
18,204
2,271
0,064
20,539
2
25,728
1,388
1,388
28,504
1
27,458
2,868
-
30,326
2
24,452
2,118
0,141
26,711
1
29,539
1,854
0,340
31,733
2
29,847
2,639
-
32,486
25,871
2,190
0,483
1
28,610
3,196
-
31,806
2
29,768
2,434
-
32,202
1
26,919
1,982
-
28,901
2
28,739
3,997
-
32,736
1
8,419
0,622
-
9,041
2
9,254
0,124
-
9,378
21,952
2,059
-
Rata-rata 1
buah/bunga
1
Rata-rata 1
ranting
Minggu ke-4 Produksi serasah Stasiun
Transek
Plot
(gram basah/m2/minggu) daun
1
I
2
3
II
2
3
III
2
3
Rata-rata
total
29,496
3,026
0,122
32,644
2
39,465
3,740
-
43,205
1
32,056
1,652
0,481
34,189
2
10,225
0,170
-
10,395
1
11,448
1,338
1,715
14,501
2
16,853
2,383
4,975
24,211
23,257
2,052
1,823
1
10,571
0,905
6,727
18,203
2
18,148
2,078
1,986
22,212
1
17,875
1,846
-
19,721
2
31,489
2,431
-
33,920
1
32,250
2,063
1,156
35,469
2
36,834
1,543
0,847
39,224
24,528
1,811
2,679
1
22,655
1,681
-
24,336
2
22,017
1,349
-
23,366
1
27,422
2,445
-
29,867
2
28,049
2,731
0,519
31,299
1
25,016
0,353
-
25,369
2
19,456
1,265
-
20,721
24,103
1,637
0,519
Rata-rata 1
buah/bunga
1
Rata-rata 1
ranting
Minggu ke-5 Produksi serasah Stasiun
Transek
Plot
(gram basah/m2/minggu) daun
1 I
2 3
II
2 3
III
2 3 Rata-rata
total
63,451
4,734
-
68,185
2
77,925
5,236
0,406
83,567
1
49,363
22,234
-
71,597
2
84,419
6,644
-
91,063
1
22,226
2,607
5,233
30,066
2
33,639
6,426
4,957
45,022
55,171
7,980
3,532
1
19,031
9,766
1,720
30,517
2
39,105
7,764
2,053
48,922
1
46,747
10,295
0,126
57,168
2
24,659
3,341
-
28,000
1
32,856
11,195
-
44,051
2
23,613
1,253
-
24,866
31,002
7,269
1,300
1
30,183
5,168
-
35,351
2
35,738
7,920
-
43,658
1
56,411
4,656
-
61,067
2
102,032
5,369
-
107,401
1
10,336
0,555
-
10,891
2
60,716
4,798
-
65,514
49,236
4,744
-
Rata-rata 1
buah/bunga
1
Rata-rata 1
ranting
Minggu ke-6 Produksi serasah Stasiun
Transek
Plot
(gram basah/m2/minggu) daun
1
I
2
3
II
2
3
III
2
3 Rata-rata Sumber, Hasil penelitian April-Juli 2007
total
23,088
0,845
1,830
25,763
2
-
-
-
-
1
13,278
0,317
-
13,595
2
46,117
2,575
0,827
49,519
1
14,808
0,415
1,202
16,425
2
17,045
0,227
0,920
18,192
22.867
0,876
1,195
1
20,477
0,564
0,789
21,830
2
20,101
4,508
0,968
25,577
1
27,064
1,778
-
28,842
2
20,447
1,062
0,353
21,862
1
22,613
1,140
-
23,753
2
30,729
3,474
-
34,203
23,572
2,088
0,703
1
23,193
1,705
-
24,898
2
33,925
1,583
-
35,508
1
15,724
1,939
-
17,663
2
27,579
1,867
-
29,446
1
25,596
0,143
-
25,739
2
13,552
1,213
0,457
15,222
23,262
1,408
0,457
Rata-rata 1
buah/bunga
1
Rata-rata 1
ranting
Stasiun
I
Total rata-rata Std
II
Total rata-rata Std
III
Total rata-rata Std
1 42.616 38.167 26.984 20.749 37.057 33.279 33.142
2 24.436 39.343 22.054 39.186 30.738 42.738 33.083
Minggu ke3 4 37.421 32.644 28.204 43.205 14.574 34.189 6.114 10.395 27.494 14.501 19.447 24.211 22.209 26.524
36.317 31.245 29.161 19.843 47.644 35.866 33.346
44.063 44.330 50.780 51.143 66.058 57.911 52.381
20.539 28.504 30.326 26.711 31.733 32.486 28.383
18.203 22.212 19.721 33.920 35.469 39.224 28.125
30.517 48.922 57.168 28.000 44.051 24.866 38.921
21.830 25.577 28.842 21.862 23.753 34.203 26.011
36.365 44.305 62.810 47.452 12.059 7.114 35.018
59.242 42.904 43.166 67.485 17.712 12.844 40.559
31.806 32.202 28.901 32.736 9.041 9.378 24.011
24.336 23.366 29.867 31.299 25.369 20.721 25.826
35.351 43.658 61.067 107.401 10.891 65.514 53.980
24.898 35.508 17.663 29.446 25.739 15.222 24.746
5 68.185 83.567 71.597 91.063 30.066 45.022 64.917
5 25.763 13.595 49.519 16.425 18.192 24.699
Total 38.511 46.497 30.499 36.171 26.047 30.482 34.701 7.296 28.578 33.465 36.000 30.247 41.451 37.426 34.528 4.761 35.333 36.991 40.579 52.637 16.802 21.799 34.023 13.007
Lampiran 2. Presentase laju dekomposisi Stasiun
Hari ke-
15 I
30 45 15
II
30 45 15
III
30 45
Ulangan
Berat daun (gram)
Yang terurai (gram)
%
1
awal 10
Akhir 5,729
4,271
2,85
2 1 2 1
10 10 10 10
5,852 4,089 4,272 2,839
4,148 5,911 5,728 7,161
2,76 1,97 1,91 1,59
2 1
10 10
7,030
2,970
1,98
2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
6,910 6,080 5,896 5,942 6,045 4,293 5,009 -
3,090 3,920 4,104 4,058 3,955 5,707 4,991 -
2,06 1,37 1,31 2,70 2,64 1,90 1,66 -
Lampiran 3. Data Kerapatan pohon Stasiun
Transek 1
I
2 3
Plot
Pohon (per 100 m2)
1
12
2
11
1
20
2
15
1
21
2
14
Rata-rata
16
1 II
2 3
1
20
2
15
1
23
2
18
1
20
2
17
Rata-rata
19
1 III
2 3
1
20
2
20
1
22
2
21
1
21
2
19 21
Rata-rata
Lampiran 4. Data Analisis contoh daun Stasiun
Hari ke-
Nilai absorbansi Nitrogen total
I
II
III
Bahan anorganik (ppm)
Ortofosfat
Nitrogen total 739,291
Ortofosfat 114,227
0
6,0836
0,8482
15
6,1463
0,9327
746,934
126,124
30
6,2766
1,4128
762,818
193,722
45
6,4116
2,2463
779,274
311,079
0
6,0836
0,8482
739,291
114,227
15
6,1946
1,0256
752,822
139,204
30
6,2801
1,2509
763,244
170,927
45
-
-
-
-
0
6,0836
0,8482
739,291
114,227
15
6,1897
1,0693
752,224
145,357
30
6,3875
1,5761
776,336
216,715
45
-
-
-
-
Lampiran 5. Data curah hujan di Tangerang (satuan: mm) Tanggal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Bulan April 0 8 ttu ttu 39 18 14 12 14 16 0 0 0 0.1 0 16 0.1 ttu 0.5 0 0 0 7 5 5 91 0 0
Sumber : BMG
Keterangan Ttu
: Tak terukur
0
: Tidak ada hujan
-
: tidak ada data
Mei 11 21 ttu 0 0 1 0 0 13 0.3 1 0 0 3 33 0 2 47 0 1 ttu 28 0 0 12 0 0 ttu 27 1
Juni 8 9 2 0 0.3 2 0 0 12 21 0 0 0 0 0 0 ttu 0 1 0 9 0 0 0 0 0 0 35 18 0
Juli 0 0 7 ttu 5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 34 0
Lampiran 6: Data Kecepatan angin di Tangerang Data kecepatan angin bulan April 2007 Tanggal
Jam
Kecepatan Angin (m/detik)
Tanggal
Jam
Kecepatan Angin (m/detik)
1
0
0
5
0
0
1
3
3
5
3
0
1
6
2
5
8
0
1
9
12
5
9
0
1
11
0
5
11
0
1
12
0
5
15
2
1
14
0
5
17
2
1
18
0
5
18
2
2
0
0
5
21
0
2
3
4
6
0
0
2
6
8
6
2
0
2
12
0
6
3
0
2
15
0
6
8
0
2
23
0
6
9
0
3
9
2
6
14
0
3
9
2
7
3
0
3
12
3
7
6
3
3
15
0
7
8
0
3
21
0
7
12
2
4
0
0
7
15
4
4
1
0
8
0
0
4
2
5
8
3
4
4
3
5
8
3
4
4
6
5
8
6
7
4
6
5
8
9
5
4
9
5
8
12
0
4
12
0
8
15
0
4
15
0
8
18
0
4
18
0
8
21
0
4
23
0
9
0
0
Tanggal
Jam
Kecepatan Angin (m/detik)
Tanggal
Jam
Kecepatan Angin (m/detik)
9
6
0
15
0
0
9
8
5
15
3
3
9
9
5
15
6
4
9
12
8
15
9
0
9
15
0
15
12
0
10
0
0
15
14
2
10
3
0
15
17
0
10
5
2
15
21
0
10
8
6
16
0
0
10
9
6
16
2
0
10
12
0
16
3
0
10
15
2
16
6
2
10
18
0
16
8
0
11
0
0
16
12
0
11
6
4
16
14
5
11
8
3
17
0
0
11
9
3
17
3
0
11
9
3
17
6
0
11
11
0
17
8
5
11
15
0
17
11
0
11
23
0
17
14
0
12
3
2
18
9
0
12
6
2
18
11
3
12
9
3
18
14
0
12
12
4
18
18
0
12
15
0
18
21
0
13
2
0
19
0
0
13
3
0
19
3
0
13
12
2
19
6
6
13
14
0
19
7
6
13
15
0
19
9
10
14
0
5
19
12
8
14
3
8
20
0
0
14
8
12
20
3
0
14
12
0
20
6
4
Tanggal
Jam
Kecepatan Angin (m/detik)
Tanggal
Jam
Kecepatan Angin (m/detik)
20
8
6
25
15
0
20
12
8
25
17
0
20
15
5
26
0
0
20
18
0
26
6
3
21
0
0
26
9
0
21
3
0
26
15
0
21
3
0
26
17
0
21
5
3
27
0
0
22
0
0
27
2
0
22
2
0
27
3
0
22
3
0
27
6
0
22
6
0
27
8
3
22
9
7
27
12
7
22
11
5
27
15
0
22
14
0
28
0
0
23
0
0
28
3
3
23
3
0
28
5
2
23
6
10
28
8
4
23
9
5
28
9
4
23
11
5
28
12
2
23
14
0
28
15
0
23
15
0
29
0
0
23
21
3
29
3
0
23
23
0
29
9
5
24
3
2
29
9
5
24
6
3
29
11
2
24
8
3
29
14
0
24
12
5
29
23
0
24
16
0
29
23
0
24
18
3
30
0
0
25
0
0
30
3
5
25
3
5
30
6
5
25
3
5
30
9
0
25
6
9
30
11
0
25
8
2
30
15
0
25
9
2
30
17
0
25
9
2
30
18
0
25
12
8
Data kecepatan angin bulan Mei 2007 Tanggal
Jam
Kecepatan Angin (m/detik)
Tanggal
Jam
Kecepatan Angin (m/detik)
1
1
2
6
0
0
1
2
0
6
3
0
1
6
0
6
6
0
1
9
0
6
8
12
1
12
4
6
9
12
1
15
0
6
11
0
1
23
4
6
14
0
2
1
4
6
18
0
2
8
0
7
0
0
2
9
0
7
9
9
2
12
4
7
12
0
2
14
0
7
14
0
2
17
0
8
0
0
3
0
0
8
6
3
3
3
0
8
8
5
3
6
0
8
9
5
3
8
3
8
12
0
3
12
0
8
14
0
3
14
0
8
18
0
3
17
0
9
0
0
3
21
0
9
5
0
4
0
0
9
9
2
4
3
5
9
12
5
4
6
4
9
15
0
4
9
5
9
18
6
4
11
2
10
0
0
4
15
0
10
3
0
5
0
0
10
6
5
5
3
0
10
9
5
5
8
0
10
18
3
5
12
5
10
20
0
5
15
0
11
0
0
5
18
0
11
2
5
Tanggal
Jam
Kecepatan Angin (m/detik)
Tanggal
Jam
Kecepatan Angin (m/detik)
11
6
8
17
6
2
11
8
6
17
8
7
11
12
0
17
12
3
11
14
0
18
0
2
11
18
0
18
2
2
12
0
0
18
3
2
12
3
4
18
6
5
12
3
4
18
12
0
12
5
5
18
14
0
12
9
3
18
17
0
12
11
0
19
0
0
12
14
0
19
3
0
13
0
0
19
6
0
13
3
5
19
8
3
13
6
8
19
9
3
13
9
0
20
0
0
13
11
0
20
3
3
13
14
0
20
5
4
13
18
0
20
8
4
13
21
0
20
12
0
14
0
0
20
18
0
14
11
2
21
0
0
14
12
4
21
3
4
14
15
5
21
5
0
14
18
2
21
6
0
15
0
0
21
8
0
15
3
0
21
12
0
15
9
4
22
0
0
15
12
0
22
3
0
15
15
0
22
8
3
15
18
0
22
9
3
15
21
0
22
11
5
16
0
0
22
15
0
16
3
0
23
0
0
16
8
0
23
2
6
16
9
0
23
5
4
16
12
0
23
8
7
16
15
0
23
12
0
17
0
0
23
14
3
Tanggal
Jam
Kecepatan Angin (m/detik)
Tanggal
Jam
Kecepatan Angin (m/detik)
23
17
3
28
21
0
23
21
0
28
23
0
23
23
0
29
3
3
24
0
0
29
6
2
24
3
6
29
8
8
24
5
6
29
12
4
24
6
6
30
0
0
24
9
6
30
3
2
24
11
0
30
7
5
24
23
0
30
9
0
25
3
0
30
12
6
25
6
2
30
14
0
25
8
0
31
0
0
25
9
0
31
3
0
25
12
0
31
6
4
25
17
4
31
9
5
26
0
2
31
9
5
26
2
3
31
14
0
26
6
3
31
18
0
26
9
0
26
12
0
26
15
0
27
0
0
27
0
0
27
3
0
27
6
0
27
8
3
27
8
3
27
12
0
27
12
0
27
12
0
28
0
0
28
3
6
28
6
9
28
9
3
28
12
0
28
14
0
28
18
0
Lampiran 7. Persiapan daun sebelum dianalisis
Contoh daun diambil, dibungkus kertas koran dan ditempatkan dalam kantong plastik untuk memperkecil kemungkinan rusaknya contoh pada saat dibawa dari lapangan ke laboratorium. Daun dikeringkan terlebih dahulu selama 4 hari pada suhu 105° C di laboratorium, baru kemudian dihaluskan dengan mortar hingga menjadi tepung.
Lampiran 8. Penentuan kadar nitrogen dengan metode Kjehdahl (Williams, 1984) Sebanyak 1 gram tepung daun dimasukan kedalam labu destilasi bersamasama dengan 7,5 ml H2SO4 dan batu didih. Labu digoyang-goyangkan agar bahan tercampur asam secara merata. Kemudian labu dipanaskan dengan nyala api kecil sampai cairan didalamnya berwarna coklat (1/4 jam). Api diperbesar hingga cairan jernih. Labu diangkat dan setelah dingin tambahkan 50 ml aquades, baru kemudian dituangkan 10 ml NaOH 30%. Amoniak yang terbentuk ditampung dalam erlemeyer menjadi 50 ml. Cairan dalam erlemeyer kemudian didestilasi. Tambahkan aquades, baru tuangkan 30 ml NaOH 30% Amoniak yang terbentuk selama destilasi ditampung. Metode Spektrofotometer
Ambil 25 ml contoh amoniak masukan kedalam gelas beker ukuran 100 ml
Tambahkan 1 ml phenol solution, kemudian aduk sampai rata.
Tambahkan 1 ml Sod Nitroprosside
Tambahkan 2,5 ml Oxidizing Solution, aduk rata
Simpan sampai 1 jam, kemudian tutup dengan alumunium foil
Ukur absorban Spektrofotometer pada panjang gelombang 640 nm
Lampiran 9. Penentuan kadar ortofosfat dengan metode Pengabuan Basah (Williams, 1984) Prosedur penentuan kadar ortofosfat terbagi menjadi 2 tahap, yaitu: 1. Persiapan ekstrak kering melalui metode pengabuan basah dengan langkahlangkah sebagai berikut: a. Siapkan pereaksi K2S2O8 5% dan larutan Magnesium asetat b. Sebanyak 1gram tepung daun ditempatkan diatas pinggan pengabuan 100 ml, lalu ditambahkan 5 ml larutan magnesium asetat dan 10 ml H2SO4 pekat. Cawan dan isinya kemudian di masukkan kedalam alat destilasi dan dipijarkan pada suhu 5000C sehingga warnannya kelabu (± 30 menit), cawan didinginkan. Hari kemudian masukkan 10 ml K2S2O8 5%. Tuangkan aquades 15 ml dan diuapkan kembali diatas penangas air sampai mencapai volume 5 ml. Cawan kemudian dipindahkan dan kembali ditambahkan 20 ml aquades. Cawan telah dingin, tepi cawan digosok dengan karet dan isinya kemudian disaring kedalam labu ukur 100 ml. Cawan dibilas dan disaring beberapa kali hingga volume cairan dalam labu 100 ml. 2. Penetapan kadar ortofosfosfat prosedur sebagai berikut: a. Ambil 50 ml, tambahkan 1 tetes indikator PP (Phenolphthalein) b. Masukkan NaOH 6N sampai berwarna merah jambu dan endapkan. c. Ambil 25 ml airnya, tambahkan H2SO4 5N secukupnya sampai berwarna bening, Kemudian tambahkan mix reagent. d. Ukur dengan Spektrofotometer pada panjang gelombang 880 nm
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Yulian Indriani, lahir di Rangkasbitung tanggal 01 Juli 1986. Penulis dilahirkan sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara, pasangan Bapak Mamit Hamami Setiawan dan Ibu Ruwiyah. Tahun 2000 penulis diterima di SMU Negeri 3 Rangkasbitung. Lulus dari SMU Negeri 3 Rangkasbitung, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar sarjana, penulis menyelesaikan tugas akhir yang berjudul ”Produksi dan Laju Dekomposisi Serasah Daun Mangrove Avicennia marina Forssk. Vierh di Desa Lontar, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten”.