Prinsip-Prinsip Hukum dalam Pengawasan…
PRINSIP-PRINSIP HUKUM DALAM PENGAWASAN DAN PEMBINAAN BPN TERHADAP PPAT Djoko Susanto Dosen Fakultas Hukum Universitas Jember ABSTRAK Pendaftaran tanah merupakan kewajiban negara yang dilaksanakan oleh kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang dibantu oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sebagai pejabat umum yang diangkat dan diberhentikan oleh BPN yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta tanah dalam perbuatan hukum tertentu mengenai pemindahan hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun dan akta pembebanan hak tanggungan yang bertanggung jawab secara administrasi kepada BPN dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya. Dalam kenyataannya, PPAT sering mengabaikan peran dan fungsi jabatannya dengan melakukan pelanggaran-pelanggaran sebagaimana yang dimaksudkan dalam peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu, penulis menemukan beberapa masalah yang tertera dalam judul Prinsip-Prinsip Hukum dalam Pengawasan dan Pembinaan BPN Terhadap PPAT. Sebagai hasil pembahasan, BPN dalam penyelenggaraan fungsi pembinaan dan pengawasan terhadap PPAT berlandaskan pada prinsip ketertiban guna mewujudkan ketertiban hukum administrasi pertanahan. Prinsip kepastian hukum bagi para pihak yang melakukan perbuatan hukum dihadapan PPAT yang berhubungan dengan hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar, menjamin perlindungan hukumnya bagi para pihak. Sehubungan dalam pembinaan dan pengawasan terkandung prinsip ketertiban hukum, kepastian hukum dan perlindungan hukum, maka pembinaan dan pengawasan merupakan prinsip ketertiban hukum administrasi pertanahan. Kata Kunci : Prinsip-Prinsip Pengawasan, Pembinaan BPN dan PPAT
Al-Ahwal, Vol. 6, No. 1 April 2014
121
Djoko Susanto PENDAHULUAN Konsiderans (a) Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5 Tahun 1960 menegaskan peranan kunci tanah, bahwa bumi, air dan ruang angkasa mempunyai fungsi yang amat penting untuk membangun masyarakat yang adil dan makmur. Dalam konteks ini, penguasaan dan penghakan atas tanah terutama tertuju pada perwujudan keadilan dan kemakmuran dalam pembangunan masyarakat. Mengingat pentingnya peran tanah tersebut, maka harus ada suatu lembaga yang memiliki otoritas seperti negara (state) untuk mengelola dan mengatur keberadaan dan peranan tanah. Pasal 33 Ayat (3) Undang-undang Dasar (UUD) 1945 menegaskan peranan negara dalam mengelola dan mengatur tanah, bahwa kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.1 Selain itu Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945 sebagai landasan filosofi dalam kehidupan berbangsa, maka secara logis juga menjiwai semua produk hukum. Adapun bukti formil maupun materiil dari pengejawantahan filosofi tersebut dengan disusunnya UUPA No. 5 Tahun 1960. Dengan disahkannya aturan perundang-undangan tersebut berarti bahwa telah diletakkan dasar yang kokoh bagi pelaksanaan pembangunan pertanahan guna terwujudnya tujuan pembinaan hukum pertanahan nasional dan menyelenggarakan administrasi pertanahan guna terwujudnya tujuan pembangunan nasional. Jadi, negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat diberikan hak untuk menguasai tanah dalam rangka untuk mewujudkan kemakmuran rakyat, yang dikenal sebagai hak menguasai negara. Dalam hal ini, menguasai artinya negara memposisikan sebagai badan penguasa yang mempunyai wewenang pada tingkatan tertinggi. Pertama, mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut. Kedua, menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa. Ketiga, 1Boedi
Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaanya, Hukum Tanah Nasional, Jilid 1 (Jakarta: Djambatan, 2003), 218.
122
Al-Ahwal, Vol. 6, No. 1 April 2014
Prinsip-Prinsip Hukum dalam Pengawasan… menentukan dan mengatur hubungan - hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.2 Sebagai bentuk pendelegasian kewenangan negara dalam hal pertanahan, maka dibentuklah lembaga atau badan yang menangani pendaftaran tanah sesuai dengan Pasal 1 Peraturan Pemerintah (PP) No. 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah, yang pelaksanaannya diselenggarakan oleh Jawatan Pendaftaran Tanah. Dengan diterbitkannya Keputusan Presiden (Keppres) No. 26 Tahun 1988 tertanggal 19 Juli 1988, tentang Badan Pertanahan Nasional (BPN), khususnya yang diatur pada Pasal 37 Ayat (1), maka tugas dan fungsi Pendaftaran Pertanahan, yang sejak tanggal 21 Nopember 1988 telah beralih pada BPN sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Kepala BPN No. 1 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional. Posisi BPN sebagai bagian internal dari komponen pembangunan bangsa, maka peran dan posisi BPN dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat secara utuh terintergrasi, baik sebagai penegak kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia maupun dalam peran membangun bangsa (nation building) dengan mengedepankan prinsip demokrasi, hak asasi manusia, kesejahteraan umum, lingkungan hidup, dan prinsip hidup berdampingan secara damai. Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam menjalankan fungsi dan tugasnya yang berhubungan dengan pendaftaran tanah tidak terlepas dari adanya hubungan simbiosis mutualisme dengan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Hal tersebut dapat pahami karena masalah pertanahan menyangkut dua sisi kepentingan, yaitu kepentingan pemerintah untuk melakukan regulasi terhadap kegiatan tertentu yang dilakukan oleh masyarakat agar sesuai dengan perencanaan, kondisi dan kebutuhan pemerintah, sedangkan di sisi lain adalah kepentingan kebutuhan masyarakat untuk memperoleh kepastian hukum hakhak atas tanahnya. Hak atas tanah sebagaimana diatur pada Pasal 1 angka 24 PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah menyebutkan, 2Maria
S.W. Sumardjono, Tinjauan Kasus Beberapa Masalah Hukum Agraria (Yogyakarta: Fakultas Hukum UGM, 1982), 13.
Al-Ahwal, Vol. 6, No. 1 April 2014
123
Djoko Susanto bahwa PPAT sebagai Pejabat Umum diberi kewenangan untuk membentuk akta-akta tertentu sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan bersangkutan, yaitu akta pemindahan dan pembebanan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun dan akta pemberian kuasa untuk membebankan hak tanggungan. Pejabat Umum mempunyai tugas melayani masyarakat umum di bidang atau kegiatan pertanahan tertentu. BPN diberikan kewenangan oleh negara untuk mengatur segala hal terkait dengan bidang pertanahan. Akan tetapi, dalam menjalankan fungsi dan tanggungjawabnya, BPN dibantu oleh PPAT. PPAT sebagai pejabat umum yang ditunjuk oleh Undangundang (UU) dalam menjalankan jabatanya memiliki tanggung jawab besar terkait dengan kepastian hukum terhadap hak atas tanah yang dikehendaki oleh pihak-pihak atau masyarakat. Di dalam menjalankan jabatannya PPAT dituntut untuk teliti, cermat, tertib dan memahami peraturan-peraturan terkait dengan pertanahan. Kondisi tersebut sebagai tuntutan yang realisitis terkait dengan fungsi dan kewenangannya sebagai pejabat umum yang ditunjuk oleh UU. Namun, dalam menjalankan jabatanya PPAT dimungkinkan melakukan kesalahan baik secara adminstratif maupun secara yuridis. Sehingga PPAT sebagai pejabat umum dalam menjalankan jabatannya tidak lepas dari peran BPN sebagai lembaga yang mendapatkan mandat atau kewenangan dari negara di bidang pertanahan. Bertitik tolak dari hal tersebut, maka permasalahan yang hendak dibahas adalah apa prinsip-prinsip yang melandasi pembinaan dan pengawasan oleh BPN terhadap PPAT ? PEMBAHASAN Prinsip Prinsip yang Melandasi Pembinaan dan Pengawasan BPN terhadap PPAT Menjawab isu hukum kedua tentang prinsip-prinsip yang melandasi pembinaan dan pengawasan BPN terhadap PPAT, peneliti membagi menjadi 3 (tiga) sub judul. Pertama, penulis menggunakan pisau analisis prinsip ketertiban hukum dan teori ketertiban hukum. Kedua, penulis menggunakan pisau analisis
124
Al-Ahwal, Vol. 6, No. 1 April 2014
Prinsip-Prinsip Hukum dalam Pengawasan… prinsip kepastian hukum. Ketiga, menggunakan pisau analisis prinsip perlindungan hukum. Prinsip Ketertiban Hukum Mochtar Kusumaatmadja mengatakan, bahwa tujuan pokok dan pertama dari hukum adalah ketertiban. Kebutuhan akan ketertiban ini syarat pokok (fundamental) bagi adanya suatu masyarakat manusia yang teratur. Di samping ketertiban, tujuan lain dari pada hukum adalah tercapainya keadilan, yang berbedabeda isi dan ukurannya menurut masyarakat dan zamannya.3 Selanjutnya, untuk mencapai ketertiban dalam masyarakat, diusahakan adanya kepastian dalam pergaulan antar manusia dalam masyarakat yang penting sekali bukan saja bagi suatu kehidupan masyarakat teratur, tetapi merupakan syarat mutlak bagi suatu interaksi sosial dalam melakukan perbuatan-perbuatan hukum yang terdapat lembaga-lembaga hukum, hak milik dan kontrak, untuk memenuhi kepentingan-kepentingan subyek hukum. Secara filosofis tujuan hukum adalah untuk mencapai kedamaian. Kedamaian berarti suatu keserasian antara ketertiban dan ketenteraman pribadi. Ketertiban tertuju pada hubungan lahiriah, dengan melihat pada proses interaksi antar pribadi dalam masyarakat. Sedangkan ketenteraman tertuju kepada keadaan batiniah, yaitu melihat pada kehidupan batiniah masingmasing pribadi dalam masyarakat.4 Suatu keadaan damai (kedamaian), yang sebenarnya merupakan suatu keserasian antara ketertiban dan ketenteraman. Selanjutnya pada segi ketertiban lebih ditonjolkan kewajiban warga masyarakat. Sedangkan pada segi ketenteraman yang diutamakan adalah hak-haknya.5 Selanjutnya, apabila teori tentang ketertiban tersebut di atas dengan menghubungkan kalimat sebagaimana dalam konsideran
3Mochtar
Kusumaatmadja, Fungsi dan Perkembangan Hukum Dalam Pembangunan Nasional, No. 1 Jilid III. (Bandung: Majalah Pajajaran, 1970), 67. 4Riduan Syahrani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999), 25. 5Ibid., 26.
Al-Ahwal, Vol. 6, No. 1 April 2014
125
Djoko Susanto Menimbang dalam Peraturan Presiden No. 10 Tahun 2006 pada huruf (b) dinyatakan : “Tanah merupakan perekat Negara Kesatuan Republik Indonesia, karenanya perlu diatur dan dikelola secara nasional untuk menjaga berkelanjutan sistem kehidupan berbangsa dan bernegara”. Dan pada huruf (c) dinyatakan : “Pengaturan dan pengelolaan pertanahan tidak hanya ditujukan untuk menciptakan ketertiban umum, tetapi juga untuk menyelesaikan masalah, sengketa dan konflik pertanahan yang timbul”. Tujuan hukum dalam pergaulan masyarakat terdapat aneka macam hubungan antara anggota masyarakat, yakni hubungan yang ditimbulkan oleh kepentingan-kepentingan anggota masyarakat itu. Aneka ragamnya hubungan itu, para anggota masyarakat memerlukan aturan-aturan yang dapat menjamin keseimbangan agar dalam hubungan-hubungan itu tidak terjadi kekacauan dalam masyarakat. Untuk menjamin kelangsungan keseimbangan dalam pergaulan antara anggota masyarakat, diperlukan aturan-aturan hukum yang diadakan atas kehendak dan keinsyafan tiap-tiap anggota masyarakat itu.6 Demikian pula dalam rangka terjadi hubungan hukum di antara para pihak yang ingin mewujudkan kepentingankepentingannya, untuk menjamin keseimbangan agar dalam hubungan hukum tersebut diperlukan suatu aturan-aturan yang dapat menjamin kehendak para pihak, khususnya yang berkaitan dengan pertanahan. Seperti halnya bila para pihak berkeinginan melakukan perbuatan hukum yang berkaitan dengan tanah, antara lain jual beli tanah, tukar menukar, hibah, pemasukan modal kedalam perusahaan (inbreng), pembagian hak bersama, pemberian Hak Guna Bangunan/ Hak Pakai atas Tanah Hak Milik, pemberian Hak Tanggungan, pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan dan Hak Milik atas Satuan
6Ibid.,14.
126
Al-Ahwal, Vol. 6, No. 1 April 2014
Prinsip-Prinsip Hukum dalam Pengawasan… Rumah Susun.7 Maka, lembaga PPAT yang diberi tugas pokok untuk melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu.8 Semua itu telah diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional R.I Nomor 1 Tahun 2006 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Mengingat pula bahwa hukum melayani tujuan Negara tersebut dengan menyelenggarakan keadilan dan ketertiban, syarat-syarat yang pokok untuk mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan. Selanjutnya, dikatakan bahwa keadilan itu menuntut bahwa dalam keadaan yang sama setiap orang harus menerima bagian yang sama pula. Dengan demikian, maka dapat dilihat bahwa hukum tidak saja harus mencarikan keseimbangan antara pelbagai kepentingan yang bertentangan satu sama lain, untuk mendapatkan keadilan, tetapi hukum juga harus mendapatkan keseimbangan lagi antara tuntutan keadilan tersebut dengan tuntutan ketertiban atau kepastian hukum.9 Selanjutnya untuk mendapatkan keseimbangan antara tuntutan keadilan dengan tuntutan ketertiban, khususnya ketertiban administrasi bidang pertanahan, secara normatif telah diatur dalam PP No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, yang secara terperinci antara lain menyebutkan bahwa pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus-menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian 7Pasal 2 Ayat (2) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional R.I Nomor 1 Tahun 2006 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. 8Pasal 2 Ayat (1) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional R.I Nomor 1 Tahun 2006 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. 9 Ibid.,15.
Al-Ahwal, Vol. 6, No. 1 April 2014
127
Djoko Susanto serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.10 Dikatakan terperinci sebab dalam PP No. 24 Tahun 1997, terdiri dari 66 Pasal. Terlebih lagi bila dibaca dalam Peraturan Menteri Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah yang substansinya terdiri dari 197 Pasal yang mengatur kepentingan-kepentingan para pihak yang melakukan perbuatan hukum pertanahan tercermin hak dan kewajiban jika para pihak serta ketertiban administrasi, sehingga dapat dikatakan terpenuhi rasa keadilan dan ketertiban hukum dalam bidang administrasi pertanahan. Telah dijelaskan di atas, sebagai sifat dari hukum bahwa agar tata tertib dalam masyarakat itu tetap terpelihara, maka haruslah kaidah-kaidah hukum itu ditaati. Akan tetapi tidaklah semua orang mau menaati kaidah-kaidah hukum itu, dan agar sesuatu peraturan hidup kemasyarakatan benar-benar dipatuhi dan ditaati sehingga menjadi kaidah hukum, maka peraturan hidup kemasyarakatan itu harus dilengkapi dengan unsur memaksa. Dengan demikian, hukum itu mempunyai sifat mengatur dan memaksa. Hukum merupakan peraturan-peraturan hidup kemasyarakatan yang dapat memaksa orang supaya menaati tata tertib dalam masyarakat serta memberikan sanksi yang tegas (berupa hukuman) terhadap siapa yang tidak mau patuh menaatinya.11 Menaati tata tertib bukan hanya berlaku bagi para pihak yang melakukan hubungan hukum yang berkaitan dengan tanah, namun bagi PPAT jika tidak mentaati tata tertib dalam bidang administrasi pertanahan juga akan terkena sanksinya. Hal tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 8 sampai dengan Pasal 11 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional R.I No. 1 Tahun 2006 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. Pasal 1 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. 11 Syahrani, Rangkuman Intisari..., 13. 10
128
Al-Ahwal, Vol. 6, No. 1 April 2014
Prinsip-Prinsip Hukum dalam Pengawasan… 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, PPAT dapat diberhentikan dengan hormat dan diberhentikan dengan tidak hormat. Oleh karena itu, adanya pembinaan dan pengawasan Badan Pertanahan Nasional (BPN) terhadap PPAT merupakan pelaksanaan dari prinsip ketertiban hukum administrasi pertanahan yang bertujuan agar tetap terpelihara jaminan kelangsungan keseimbangan dalam hubungan hukum yang ditimbulkan oleh kepentingan masyarakat pengguna agar mentaati tata tertib peraturan perundang-undangan yang di dalamnya terkandung nilai keadilan serta memberikan sanksi tegas terhadap siapa yang tidak mentaatinya/ melanggaranya. Selanjutnya, bagaimana agar ketertiban tercipta, tentunya dalam hubungan hukum yang menimbulkan suatu hak, maka seharusnya masyarakat sadar akan kewajiban-kewajiban yang harus dilakukannya. Oleh karena itu, agar pengaturan dan pengelolaan bidang hukum pertanahan menciptakan ketertiban hukum, maka BPN yang merupakan lembaga pemerintah non Departemen yang berada di bawah naungan dan bertanggung jawab kepada Presiden dalam melaksanakan tugasnya menyelenggarakan fungsi menurut Pasal 3 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 1 Tahun 2006 adalah (a). Perumusan kebijakan nasional di bidang pertanahan; (b). Perumusan kebijakan teknis di bidang pertanahan; (c). Koordinasi kebijakan, perencanaan dan program di bidang pertanahan; (d). Pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang pertanahan; (e). Penyelenggaraan dan pelaksanaan survei, pengukuran dan pemetaan di bidang pertanahan; (f). Pelaksanaan pendaftaraan tanah dalam rangka menjamin kepastian hukum; (g). Pengaturan dan penetapan hak-hak atas tanah; (h). Pelaksanaan penatagunaan tanah, reformasi agraria dan penataan wilayah-wilayah khusus; (i). Penyiapan administrasi atas tanah yang dikuasai dan/ atau milik negara/ daerah bekerja sama dengan Departemen Keuangan; (j). Pengawasan dan pengendalian penguasaan pemilikan tanah; (k). Kerjasama dengan lembagalembaga lain; (l). Penyelenggaraan dan pelaksanaan kebijakan, perencanaan dan program di bidang pertanahan; (m). Pemberdayaan masyarakat di bidang pertanahan; (n). Pengkajian dan penanganan masalah, sengketa, perkara dan konflik di bidang
Al-Ahwal, Vol. 6, No. 1 April 2014
129
Djoko Susanto pertanahan; (o). Pengkajian dan pengembangan hukum pertanahan; (p). Penelitian dan pengembangan di bidang hukum pertanahan; (q). Pendidikan, latihan dan pengembangan sumber daya manusia di bidang pertanahan; (r). Pengelolaan data dan informasi di bidang pertanahan; (s). Pembinaan fungsional lembaga-lembaga yang berkaitan dengan bidang pertanahan; (t). Pembatalan dan penghentian hubungan hukum antara orang, dan/ atau badan hukum dengan tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; (u). Fungsi lain bidang pertanahan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bahwa untuk mengetahui apakah fungsi BPN sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 3 di dalamnya terkandung ciri-ciri ketertiban antara lain adalah : 1. Adanya kerja sama. 2. Adanya pengendalian terhadap kekerasan. 3. Adanya konsistensi. 4. Adanya stabilitas. 5. Adanya keseragaman. 6. Adanya konformitas. 7. Tidak ada konflik yang negatif.12 Selanjutnya untuk menjawab isu hukum, apakah substansi Pasal 3 tersebut terkandung 7 (tujuh) ciri ketertiban sebagaimana dimaksudkan oleh Riduan Syahrani, maka perlu mendapatkan jawaban dengan batu uji 7 (tujuh) ciri-ciri tersebut antara lain : 1. Adanya kerjasama. Ternyata ciri tersebut terdapat dalam Pasal 3 (c), (k), (l) dan (s). 2. Adanya pengendalian terhadap kekerasan. Ciri tersebut terdapat pada Pasal 3 huruf (c), (k), (m), (n), (r) dan (s). 3. Adanya konsistensi. Ciri tersebut terdapat dalam Pasal 3 huruf (a), (b), (c), (d), (f), (g), (h), (i), (j), (o), (p), (q) dan (r). 4. Adanya stabilitas. Ciri tersebut terdapat dalam Pasal 3 huruf (e), (l), (m), (n), (o) dan (p). 5. Adanya keseragaman. Ciri tersebut terdapat dalam Pasal 3 huruf (d), (e), (f), (g), (h), (i), (j), (k) dan (q). 6. Adanya konformitas. Maksudnya penyesuaian, kecocokan sikap dan perilaku yang menyesuaikan diri dengan nilai-nilai 12
130
Ibid., 25.
Al-Ahwal, Vol. 6, No. 1 April 2014
Prinsip-Prinsip Hukum dalam Pengawasan… dan kaidah-kaidah yang berlaku, ciri tersebut terdapat dalam Pasal 3 huruf (c), (k), (l) dan (m). 7. Tidak ada konflik yang negatif. Ciri tersebut terdapat dalam Pasal 3 huruf (c), (d), (f), (g), (j), (k), (l), (m), (n), (o) dan (u). Fungsi hukum menjamin keteraturan dan ketertiban ini demikian pentingnya, sehingga ada orang yang menyamakan fungsi dengan tujuan hukum. Dikatakan bahwa tujuan hukum adalah terpelihara dan terjaminnya keteraturan (kepastian) dan ketertiban. Tanpa keteraturan dan ketertiban, kehidupan manusia yang wajar memang tidak mungkin.13 Oleh karena itu, BPN dalam menyelenggarakan fungsi pembinaan dan pengawasan terhadap PPAT telah terkandung ciri-ciri ketertiban tersebut, khususnya ketertiban administrasi di bidang pertanahan. Oleh karena itu pembinaan dan pengawasan merupakan prinsip untuk mewujudkan ketertiban hukum administrasi pertanahan, sebagai dasar BPN untuk pembinaan dan pengawasan terhadap PPAT. Prinsip Kepastian Hukum Hukum sebagai pengemban nilai keadilan, menurut Radbruch menjadi ukuran bagi adil tidak adilnya tata hukum. Tidak hanya itu, nilai keadilan juga menjadi dasar dari hukum sebagai hukum. Dengan demikian, keadilan memiliki sifat normatif sekaligus konstitutif bagi hukum. Ia normatif, karena berfungsi sebagai prasyarat trasedental yang mendasari tiap hukum positif yang bermartabat. Ia menjadi landasan moral hukum dan sekaligus tolok ukur sistem hukum positif. Kepada keadilan-lah, hukum positif berpangkal. Sedangkan konstitutif, karena keadilan harus menjadi unsur mutlak bagi hukum sebagai hukum. Tanpa keadilan, sebuah aturan tidak pantas menjadi hukum14. Menurut Radbruch, gagasan hukum sebagai landasan kultural, tidak bisa formal. Sebaliknya, ia terarah pada rechtsidee, yakni keadilan. Keadilan sebagai suatu cita, seperti ditunjukkan 13Mochtar
Kusumaatmaja dan Arief Sidharta, Pengantar Ilmu Hukum, Suatu Pengenalan Pertama Ruang Lingkup Berlakunya Ilmu Hukum, Buku I., (Bandung: Penerbit Alumni, 2000), 50. 14Bernard L. Tanya, Dkk., Teori Hukum, Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi, (Yogyakarta: Genta Publishing, 2013), 117.
Al-Ahwal, Vol. 6, No. 1 April 2014
131
Djoko Susanto Aristoteles, tidak dapat mengatakan lain, kecuali: “yang sama diperlakukan sama, dan yang tidak sama diperlakukan tidak sama”. Untuk mengisi cita keadilan ini dengan isi yang konkret, kita harus menengok pada segi finalitasnya. Untuk melengkapi keadilan dan finalitas itu, dibutuhkan kepastian. Jadi bagi Radbruch, hukum memiliki 3 (tiga) aspek, yakni: keadilan, finalitas dan kepastian15. Aspek keadilan menunjuk pada “kesamaan hak didepan hukum”. Aspek finalitas, menunjuk pada tujuan keadilan, yaitu memajukan kebaikan dalam hidup manusia. Aspek ini menentukan isi hukum. Sedangkan kepastian menunjuk pada jaminan bahwa hukum (yang berisi keadilan dan norma-norma yang memajukan kebaikan), benar-benar berfungsi sebagai peraturan yang ditaati. Dapat dikatakan, dua aspek yang disebut pertama merupakan kerangka ideal dari hukum. Sedangkan aspek ketiga (kepastian) merupakan kerangka operasional hukum16. Selanjutnya tuntutan akan keadilan dan kepastian, menurut Radbruch, merupakan bagian-bagian yang tetap dari hukum. Sedangkan finalitas mengandung unsur relativitas karena tujuan keadilan (sebagai isi hukum) untuk menumbuhkan nilai kebaikan bagi manusia, lebih sebagai suatu nilai etis dalam hukum. Nilai kebaikan bagi manusia dimaksud, dapat dihubungkan dengan tiga subyek (yang hendak dimajukan kebaikannya), yakni individu, kolektivitas, dan kebudayaan. Subyek pertama yang hendak dimajukan kebaikannya adalah manusia individu. Hukum yang disusun untuk tujuan ini bersifat individualistis. Dalam sistem ini, individu dan martabatnya tidak saja di agungkan, tetapi juga diberi perlindungan khusus, bagi para individu yang akan melaksanakan perbuatan hukum demi untuk mewujudkan kepentingannya. Berpijak dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1965 Tentang Dasar Pokok-Pokok Agraria, sebagai dasar untuk mengadakan kepastian hukum tertuang dalam Pasal 23, 32 dan 38 yang mengatur tentang pendaftaran tanah, ditujukan kepada para pemegang hak yang bersangkutan dengan maksud agar mereka memperoleh kepastian tentang haknya itu. Sedangkan Pasal 19 15 16
132
Ibid.,117. Ibid.,118.
Al-Ahwal, Vol. 6, No. 1 April 2014
Prinsip-Prinsip Hukum dalam Pengawasan… ditujukan kepada Pemerintah sebagai suatu instruksi, agar diseluruh wilayah Indonesia diadakan pendaftaran tanah yang bersifat “rechts-kadaster”, artinya yang bertujuan menjamin kepastian hukum. Adapun pendaftaran itu akan diselenggarakan dengan mengingat pada kepentingan serta keadaan Negara dan masyarakat, keperluan lalu-lintas sosial ekonomi dan kemungkinan-kemungkinannya dalam bidang personil dan peralatannya. Oleh karena itu maka akan didahulukan penyelenggaraannya di kota-kota untuk lambat laun meningkat pada kadaster yang meliputi seluruh wilayah Negara. Sesuai dengan tujuannya yaitu akan memberikan kepastian hukum maka pendaftaran itu diwajibkan bagi para pemegang hak yang bersangkutan, dengan maksud agar mereka memperoleh kepastian tentang haknya itu sedangkan pasal 19 ditujukan kepada pemerintah sebagai instruksi; agar diseluruh wilayah Indonesia diadakan pendaftaran tanah yang bersifat “rechtskadaster” artinya yang bertujuan menjamin kepastian hukum. Adapun pendaftaran tanah itu akan diselenggarakan dengan mengingat pada kepentingan serta keadaan Negara dan masyarakat, keperluan lalu-lintas sosial ekonomi dan kemungkinan-kemungkinan dalam bidang personil dan peralatannya. Oleh karena itu lambat laun meningkat pada kadaster yang meliputi seluruh wilayah Negara. Sesuai dengan tujuannya yaitu akan memberikan kepastian hukum, maka pendaftaran itu diwajibkan bagi para pemegang hak yang bersangkutan. Jika tidak diwajibkan maka diadakannya pendaftaran tanah, yang terang akan memerlukan banyak tenaga, alat dan biaya itu, tidak akan ada artinya sama sekali. Senada dengan Penjelasan Umum Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997, yaitu bahwa pendaftaran tanah diselenggarakan dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum dibidang pertanahan degan tujuan menghimpun dan menyediakan informasi yang lengkap mengenai bidang-bidang tanah dipertegas dengan dimungkinkannya menurut Peraturan Pemerintah ini pembukuan bidang-bidang tanah yang data fisik dan atau data yuridisnya belum lengkap atau masih disengketakan, walaupun untuk tanah-
Al-Ahwal, Vol. 6, No. 1 April 2014
133
Djoko Susanto tanah yang demikan belum dikeluarkan sertipikat sebagai tanda bukti haknya.17 Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah merupakan salah satu sumber utama dalam rangka pemeliharaan data pendaftaran tanah, maka pokok-pokok tugas Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) serta cara melaksanakannya mendapat pengaturan juga dalam Peraturan Pemerintah ini. Tujuan pendaftaran tanah sebagaimana dijelaskan dalam Penjelasan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 sebagaimana dimaksud dalam huruf (a) “memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan”, disamping itu dengan terselenggaranya pendaftaran tanah juga dimaksudkan terciptanya suatu pusat informasi mengenai bidang-bidang tanah sehingga pihak yang berkepentingan termasuk Pemerintah dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah didaftar. Terselenggaranya pendaftaran tanah secara baik merupakan dasar dan perwujudan tertib administrasi di bidang pertanahan.18 Dalam konteks Pemerintahan yang baik, terdapat asas kepastian hukum yang menghendaki dihormatinya hak yang telah diperoleh seseorang berdasarkan suatu keputusan badan atau pejabat administrasi Negara. Senada dengan Penjelasan Umum Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997, yaitu bahwa pendaftaran tanah diselenggarakan dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum dibidang pertanahan degan tujuan menghimpun dan menyediakan informasi yang lengkap mengenai bidang-bidang tanah dipertegas dengan dimungkinkannya menurut Peraturan Pemerintah ini pembukuan bidang-bidang tanah yang data fisik dan atau data yuridisnya belum lengkap atau masih disengketakan, walaupun untuk tanah-tanah yang demikan belum dikeluarkan sertifikat
Kitab Undang-Undang Pokok Agraria, Penerbit Wacana Intelektual, 2009, 271-272. 18 Ibid, 17
134
Al-Ahwal, Vol. 6, No. 1 April 2014
Prinsip-Prinsip Hukum dalam Pengawasan… sebagai tanda bukti haknya.19 Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah merupakan salah satu sumber utama dalam rangka pemeliharaan data pendaftaran tanah, maka pokok-pokok tugas Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) serta cara melaksanakannya mendapat pengaturan juga dalam Peraturan Pemerintah ini. Terselenggaranya pendaftaran tanah secara baik selain merupakan dasar dan perwujudan tertib administrasi di bidang pertanahan, tidak kalah pentingnya mewujudkan adanya kepastian hukum bagi masyarakat dalam memperoleh hak atas tanah sehingga dengan pembinaan dan pengawasan BPN terdapat PPAT, demi menghindari munculnya ketidak-adilan dalam memperoleh kepastian hukum bagi masyarakat, khususnya perolehan hak atas tanah atau perbuatan-perbuatan lain yang berkaitan dengan tanah. BPN dalam menyelenggarakan fungsi pembinaan dan pengawasan terhadap tugas dan kewajiban PPAT, untuk menjamin kepastian hukum hak atas tanah, yang didalamnya terkandung aspek keadilan yang mewujudkan persamaan hak dihadapan hukum dan aspek finalitas yang menentukan isi hukum, serta terselenggaranya pendaftaran dasar perwujudan dari ketertiban hukum adminitrasi pertanahan. Oleh karenanya pembinaan dan pengawasan merupakan prinsip sebagai perwujudan kepastian hukum hak atas tanah. Prinsip Perlindungan Hukum Bertitik tolak terhadap hukum yang mengatur nasib individu, maka perbuatannya harus berdasarkan persetujuan individu-individu tersebut. Dari sini, sering dikatakan, gagasan kontrak sosial, bermula dari teori Epicurus. Ini tidak seluruhnya benar, dalam pemikiran Socrates pun kita sudah temukan benih kontrak sosial, yaitu ketika orang bersedia menjadi warga polisi dan mengikatkan diri secara moral menaati seluruh aturan polis. Dalam karya Plato, republik, prinsip kontrak sosial sudah pula ditemui. Dikatakan bahwa demi menghindari munculnya ketidakadilan, warga polis sampai pada keyakinan bahwa lebih menguntungkan kalau mereka menyetujui secara timbal balik untuk tidak melakukan ketidakadilan dan tidak melakukan hal19
Ibid.,
Al-Ahwal, Vol. 6, No. 1 April 2014
135
Djoko Susanto hal yang mendatangkan penderitaan. Karena itu, ditetapkanlah UU dan persetujuan-persetujuan diantara mereka yang kesemuanya mengungkapkan hal-hal yang oleh hukum dianggap patut dan benar.20 Pragmatisme Amerika, merupakan basis ideologi teori Pound tentang keseimbangan kepentingan. “kondisi awal” dalam konteks social engineering Pound mengajukan tiga kategori kelompok kepentingan, yaitu: kepentingan umum, sosal dan kepentingan pribadi. Kepentingan-kepentingan yang tergolong kepentingan umum terdiri atas dua, yaitu: (i). Kepentingankepentingan negara sebagai badan hukum dalam mempertahankan kepribadian dan hakikatnya; (ii). Kepentingankepentingan negara sebagai penjaga kepentingan-kepentingan sosial yang terdiri dari kepentingan pribadi, kepentingan hubungan rumah dan kepentingan substansi.21 Adapun kepentingan substansi meliputi perlindungan hak milik, kebebasan menyelesaikan warisan, kebebasan berusaha dan mengadakan kontrak, hak untuk mendapatkan keuntungan yang sah, pekerjaan dan hak untuk berhubungan dengan orang lain. Jika teori kepentingan tersebut dihubungkan dengan Peraturan yang berlaku bagi PPAT yaitu PP No. 37 Tahun 1997 tentang PPAT, memberikan jaminan kepada masyarakat bahwasanya seorang PPAT dalam menjalankan tugas dan jabatannya benar-benar untuk kepentingan masyarakat dan sebagai pejabat umum yang bertanggung jawab terhadap pembuatan akta yang dibuat oleh para pihak di hadapan PPAT. Pelaksanaan tugas dan jabatannya seorang PPAT harus selalu dilandasi pada suatu integritas, kejujuran dan nilai moral yang tinggi dari pihak PPAT sendiri karena hasil pekerjaannya yang berupa akta-akta sangat penting dalam penerapan hukum pembuktian, yaitu sebagai alat bukti otentik yang dapat menyangkut kepentingan bagi pencari keadilan baik untuk kepentingan pribadi maupun kepentingan suatu usaha, maka pelaksanaan tugas dan jabatan PPAT harus didukung oleh suatu itikad moral yang dapat dipertanggungjawabkan.
20 Bernard 21 Ibid.,
136
L. Tanya, Dkk., Teori Hukum..., 47.
47.
Al-Ahwal, Vol. 6, No. 1 April 2014
Prinsip-Prinsip Hukum dalam Pengawasan… Untuk itu PPAT harus mampu memberikan pelayanan yang baik atau profesional karena jasa PPAT dirasakan sangat penting bagi masyarakat. Seorang PPAT yang tidak mampu untuk memberikan pelayanan yang baik atau tidak profesional, maka akan terdapat banyak pihak yang dirugikan sebagai akibat hukum dari kesalahan atau kelalaian yang telah diperbuat oleh PPAT. Hukum berfungsi sebagai sarana pembaharuan masyarakat dan pengayom masyarakat sehingga hukum perlu dibangun secara terencana agar hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat dapat berjalan secara serasi, seimbang, selaras dan pada gilirannya kehidupan hukum mencerminkan keadilan, kemanfaatan sosial dan kepastian hukum. Adanya tuntutan fungsi dan peranan PPAT maka diperlukan PPAT yang berkualitas baik kualitas ilmu, moral, amal, iman, maupun taqwa serta menjunjung tinggi keluhuran martabat PPAT dalam memberikan pelayanan jasa hukum bagi masyarakat. Selain itu, PPAT juga harus mampu untuk memberikan informasi dan penyuluhan yang jelas bagi masyarakat dan kepada pihak-pihak yang berkepentingan, agar PPAT dapat menghindarkan klaim atas informasi yang menyesatkan (misrepresentation) dari lawan berkontrak yang merupakan kewajiban dan tanggung jawab PPAT supaya jangan terjadi misleading (menyesatkan). PPAT bertanggung jawab memastikan info yang didapat satu pihak bukan merupakan sesuatu deskripsi yang misrepresentation supaya jangan terjadi akta yang dibuat menjadi misleading (menyesatkan). Dalam menjalankan fungsi dan tanggung jawabnya sebagai Pejabat Umum, tidak jarang PPAT berurusan dengan proses hukum. Pada proses hukum ini PPAT harus memberikan keterangan dan kesaksian menyangkut isi akta yang dibuatnya. Dengan diletakkannya tanggung jawab secara hukum dan etika kepada PPAT, maka kesalahan yang sering terjadi pada PPAT banyak disebabkan keteledoran PPAT tersebut sedangkan kesalahan yanng terjadi akibat bujukan nilai honorarium yang tinggi sudah jarang terjadi karena hal tersebut tidak lagi mengindahkan aturan hukum dan nilai-nilai etika. Oleh karenanya agar nilai-nilai etika dan hukum yang seharusnya dijunjung oleh PPAT dapat berjalan sesuai undang-undang yang ada, maka sangat diperlukan adanya pengawasan.
Al-Ahwal, Vol. 6, No. 1 April 2014
137
Djoko Susanto Suatu kepentingan tentu saja tidak absolut karena sangat tergantung pada sistem-sistem politik dan sosial suatu masyarakat/ Negara. Kerangka pengelompokan yang dibangun serta pesan sentral dari pengelompokan semacam itu antara lain: Pertama, hukum perlu didayagunakan sebagai sarana menuju tujuan sosial dan sebagai alat dalam perkembangan sosial. Kedua, pengelompokan kepentingan sangat membantu untuk memperjelas kategori kepentingan yang ada dalam masyarakat secara keseluruhan, berikut bagaimana menyeimbangkannya secara tepat sesuai dengan aspirasi dan tuntutan yang berkembang kini dan disini. Pengelompokan kepentingan tidak saja bermanfaat bagi kepentingan legislasi, tetapi berguna juga bagi dunia praktik dengan mengaitkan prinsip-prinsip dan nilai-nilai dalam suatu kepentingan dengan kepentingan yang lainnya. Dalam dunia praktik, problema pokok yang mendesak dalah problema metode para penegak hukum sampai pada keseimbangan dan penilaian keseimbangan-keseimbangan dimaksud. Adapun jika terjadi sengketa maka dalam aliran Interessenjurisprudenze yang pada pendiriannya menekankan perlunya kesadaran pengadilan akan nilai-nilai dan kepentingan-kepentingan sosial yang dipertaruhkan dalam setiap kasus yang ditangani. Kepentingan sosial yang dilayani oleh kepastian harus diseimbangkan dengan kepentingan sosial yang dilayani oleh kepatutan dan kejujuran, atau unsur-unsur lain dari kesejahteraan sosial22. Oleh karena itulah perlindungan hukum sangat berperan bagi kepentingan pribadi, sosial dan bahkan legisero. Menurut peneliti, didalam prinsip perlindungan hukum maka didalamnya telah terkandung pengembanan nilai keadilan, yang menjadi ukuran bagi adil tidak adilnya tata hukum. Tidak hanya itu, nilai keadilan juga menjadi dasar dari hukum sebagai hukum, yang memiliki sifat normatif sekaligus konstitutif bagi hukum. Ia normatif, karena berfungsi sebagai prasyarat trasedental yang mendasari tiap hukum positif yang bermartabat. Ia menjadi landasan moral hukum dan sekaligus tolok ukur sistem hukum positif. Kepada keadilan-lah, hukum positif berpangkal. Sedangkan konstitutif, karena keadilan harus menjadi unsur 22
138
Ibid, 142-143.
Al-Ahwal, Vol. 6, No. 1 April 2014
Prinsip-Prinsip Hukum dalam Pengawasan… mutlak bagi hukum sebagai hukum. Tanpa keadilan, sebuah aturan tidak pantas menjadi hukum23. Oleh karena PPAT dalam mengemban tugasnya dalam melayani masyarakat pengguna seharusnya mempunyai dasar pijakan untuk melindungi para pihak secara berkeadilan. Bagi para pihak yang dalam rangka melakukan perbuatan hukum mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum sebagai berikut yaitu: jual-beli, tukar-menukar, hibah, pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng), pembagian hak bersama, pemberian hak guna bangunan/ hak pakai atas tanah hak milik, pemberian hak tanggungan, pemberian kuasa membebankan hak tanggungan, perlu mendapatkan perlindungan hukum. Sebagai kebutuhan dasar bagi keamanan individu agar hukum merupakan alat yang penting bagi terciptanya masyarakat yang aman dan damai. Namun, tidak memposisikan sesuai posisinya sebagai penganut materialisme, sebagaimana pendapat Hobbes yang mengatakan: manusia (sejak jaman purbakala) dikuasai oleh nafsu-nafsu alamiah untuk memperjuangkan kepentingannya sendiri24. Tanpa hukum yang ditegakkan oleh penguasa yang kuat, maka individu-individu akan saling membinasakan (homo homini lopus). Maka, hukum merupakan pilihan sadar manusia untuk mengamankan hidup masingmasing terhadap serangan orang lain. Agar efektif, maka hukum butuh penegak yang kuat, yaitu penguasa yang punya kekuasaan besar25. Thomas Hobbes melihat hukum alam sebagai tatanan perilaku yang terdiri dari aturan-aturan bijak. Hukum alam (yang intinya keadilan, kesetaraan, kerendahatian, kemurahatian, dan semua yang sebaiknya dilakukan), tidak akan tegak dan tidak akan berfungsi sebagai payung perlindungan jika tanpa ada kekuasaan dari penguasa untuk menegakannya, dengan kata lain, tanpa kekuasaan yang efektif untuk menegakkan hukum, maka tiap individu akan kembali pada naluri aslinya, yakni bertindak berat sebelah, sombong, dendam dan sebagainya. Tanpa Ibid., 117. Ibid., 61. 25 Ibid., 62. 23 24
Al-Ahwal, Vol. 6, No. 1 April 2014
139
Djoko Susanto kekuasaan penguasa yang cukup kuat, maka tiap orang akan mengandalkan kekuatannya sendiri. BPN dalam menyelenggarakan fungsi pembinaan dan pengawasan terhadap PPAT yang menjalankan tugas dan jabatannya adalah untuk kepentingan masyarakat dan sebagai pejabat umum bertanggung jawab terhadap pembuatan akta yang dibuat oleh para pihak di hadapan PPAT, maka PPAT juga perlu perlindungan terhadap tugas dan tanggung jawabnya, demikian pula para pihak yang membuat akta di hadapan PPAT guna melakukan perbuatan hukum yang berkaitan dengan hak atas tanah tentunya juga harus dilindungi haknya, sebab hak adalah hubungan hukum antara subyek dan obyek yang dilindungi oleh hukum, dan hubungan hukum wajib dihormati oleh setiap orang. Pembinaan dan pengawasan terhadap PPAT merupakan perwujudan perlindungan hukum bagi PPAT maupun para pihak yang menggunakan jasa PPAT. Oleh karena itu, pembinaan dan pengawasan sebagai prinsip BPN dalam menjalankan fungsinya. KESIMPULAN Fungsi hukum menjamin keteraturan dan ketertiban sebagai upaya penyelarasan fungsi dan tujuan hukum. Dikatakan bahwa tujuan hukum adalah terpelihara dan terjaminnya keteraturan (kepastian) dan ketertiban. Tanpa keteraturan dan ketertiban, kehidupan manusia yang wajar memang tidak mungkin. Oleh karena itu BPN dalam menyelenggarakan fungsi pembinaan dan pengawasan terhadap PPAT telah terkandung ciri-ciri ketertiban tersebut, khususnya ketertiban administrasi dibidang pertanahan, oleh karena itu pembinaan dan pengawasan merupakan prinsip untuk mewujudkan ketertiban hukum administrasi pertanahan sebagai dasar BPN untuk pembinaan dan pengawasan terhadap PPAT. Untuk menjamin kepastian hukum hak atas tanah, yang didalamnya terkandung aspek keadilan yang mewujudkan persamaan hak dihadapan hukum dan aspek finalitas yang menentukan isi hukum, serta terselenggaranya pendaftaran dasar perwujudan dari ketertiban hukum adminitrasi pertanahan. Oleh karenanya pembinaan dan pengawasan merupakan prinsip sebagai perwujudan kepastian hukum hak atas tanah.
140
Al-Ahwal, Vol. 6, No. 1 April 2014
Prinsip-Prinsip Hukum dalam Pengawasan… Fungsi pembinaan dan pengawasan BPN terhadap PPAT, tujuannya pertama untuk perlindungan bagi para pihak yang membuat akta di hadapan PPAT guna melakukan perbuatan hukum yang berkaitan dengan hak atas tanah tentunya juga harus dilindungi haknya, sebab hak adalah hubungan hukum antara subyek dan obyek yang dilindungi oleh hukum, dan hubungan hukum wajib dihormati oleh setiap orang. Pembinaan dan pengawasan terhadap PPAT merupakan perwujudan perlindungan hukum bagi PPAT yang menjalankan tugas dan jabatannya adalah untuk kepentingan masyarakat dan sebagai pejabat umum bertanggung jawab terhadap pembuatan akta yang dibuat oleh para pihak di hadapan PPAT, maka PPAT juga perlu perlindungan terhadap tugas dan tanggung jawabnya.
Al-Ahwal, Vol. 6, No. 1 April 2014
141
Djoko Susanto DAFTAR PUSTAKA Harsono, Boedi. Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaanya, Hukum Tanah Nasional Jilid 1, (Jakarta: Djambatan, 2003). Kusumaatmadja, Mochtar. Fungsi dan Perkembangan Hukum Dalam Pembangunan Nasional, Bandung: Majalah Pajajaran, No. 1 Jilid III., 1970. L. Tanya, Bernard, Dkk. Teori Hukum, Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi (Yogyakarta: Genta Publishing, 2013). Mochtar Kusumaatmaja dan Arief Sidharta. Pengantar Ilmu Hukum, Suatu Pengenalan Pertama Ruang Lingkup Berlakunya Ilmu Hukum, Buku I, (Bandung: Penerbit Alumni, 2000). S.W. Sumardjono, Maria. Tinjauan Kasus Beberapa Masalah Hukum Agraria (Yogyakarta: Fakultas Hukum UGM, 1982). Syahrani, Riduan. Rangkuman Intisari Ilmu Hukum (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999). Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Dasar PokokPokok Agraria. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional R.I Nomor 1 Tahun 2006 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN No. 4 Tahun 1999 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (LN-RI Tahun 1998 No. 52 dan TLN No.3746). Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.
142
Al-Ahwal, Vol. 6, No. 1 April 2014