• •
141
•
HUKUM ISLAM DALAM PEMBINAAN HUKUM NASIONAL •
_ _ _ _ _ _ _ Oleh: Mohammad Daud Ali, S.H. _ _ _ _ _ _ __ Pendahuluan Mempersoalkan kedudukan hukum Islam dalam pem binaan hukum nasional suatu bangs a yang penduduknya mayoritas beragama Islam, "aneh" rasanya. Namun demildan, kenyataannya adalah dl dalam negara yang 88.09% penduduknya mengaku beragama Islam ini, kedudukan hukum agama atau hukum yang bersumber dari ajaran agama yang dianut oleh mayoritas penduduk itu, sering, masih dipersoalkan. Tigapuluh lima tahun yang lalu, dalam pembukaan Perguruan Tinggi Islam (yang kemudian menjadi Universitas Islam) Jakarta, Profesor Hazairin berkata sebagai berikut : "Soal besar yang kita hadapi sekarang ini ialah bahwa setelah lebih dari lima abad Islam masuk di tanah air kita, masih Uuga) Islam memperjuangkan tempatnya dalam jiwa rakyat dan lebih berat lagi perjuangannya dalam rnasyarakat rakyat, yakni rakyat Islam itu sendiri. Perjuangan yang tertuju kepada jiwa rakyat, kata beliau,nampaknya lebih ringan, dan ini hanya bergantung kepada perkem bangan dan kelancaran pelajaran agama. Akan tetapi, demikian Prof. Hazairin lebih lanjut, perjuangan terhadap masyarakat ternyata sangat sulit dan berat. Kesulitan itu terletak di lapangan hukum, sebab hukum itu banyak sangkut-pautnya dengan bentuk dan susunan masyara-
kat". Yang dimaksud dengan hukum dalam kalimat terakhir ini adalah seperangkat kaidah yang mengatur hubungan antara manusia dengan manusia lain dalam masyarakat baik yang perdata maupuh yang publik sifatnya. Apa yang dikemukakan oleh almarhum Profesor Hazairin tigapuluh lima tahun yang lalu, masih merupakan soal sampai sekarang, kendatipun kadar soal itu tidak setinggi pada waktu beliau mengucapkannya dahulu (1950). Banyak faktor yang menimbulkan adanya masalah itu, di antaranya adalah politik hukum pemerintah Belanda dahulu dan hal-hal lain yang melekat pada diri "hukum Islam" itu sendiri. Yang dimaksud dengan "hukum Islam" dalam kalimat terakhir ini adalah hukum fikih Islam. Oleh karena luasnya masalah yang menyangkut persoalan hukum Islam di tanah air kita, yang tidak , mungkin dibahas semua pada kesempatan ini, maka ruang lingkup uraian ini dibatasi pada beberapa hal saja yang langsung berhubungan dengan judul makalah, berturut-turut adalah tentang (1) pem binaan hukum nasional, (2) kedudukan hukum Islam dalam sistem hukum Indonesia sekarang, (3) kedudukan hukum Islam dalam proses pembinaan hukum nasional dan (4) prospek hukum Islam-dalam tata hukum nasional yang akan datang.
•
142
Hukum dan Pembangunan
Pembinaan hukum nasional Untuk melaksanaka,n pokok-pokok pikiran serta pasal-pasa~ Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (1945,1949,1950) perlu diadakan kodifikasi hukum nasional. Yang dimaksud dengan kodifikasi adalah penyusunan kaidah-kaidah hukum sejenis dalam kitab-kitab hukum yang ' disusun secara sistema , tis. Yang diartikan dengan hukum nasional adalah hukum yang berlaku bagi semua warga negara Republik Indonesia tanpa memandang golongan, keturunan, suku bangsa dan agama yang dianutnya. .
Seruan untuk mengadakan kodifikasi hukum nasional itu. dimulai oleh Profesor Supomo pada tahun 1947 dalam pidato dies Universitas Gajah Mada. Menurut Prof. Supomo peilu diadakan pembaharuan hukum di Indonesia berupa kodifikasi mengenai bidang-bidang hukum yang netral, seperti misalnya hukum bidang ekonomi dan perdagangan luar negeri. Kodifikasi mengenai hukum yang berhubungan erat dengan agama, seperti hukum keluarga. harus dilakukan secara hatihati. Setelah itu, pada tahun 1950 dalam konperensi kementerian kehakiman di Salatiga, Protesor Hazairin ber. bicara juga tentang pembaharuan hukum di tanah air kita. Pada kesempatan itu, Hazairin menyatakan bahwa dalam pembaharuan hukum di Indonesia hukum Islam harus sarna kedudukannya dengan hukum adat. Menurut beHau, hukum Islam adalah hukum yang berdiri sendiri, dan karen a itu tidak boleh lagi diselipkan dalam hukum adat. •
Setelah pengakuan kedaulatan, semakin terdengar suara yang menginginkan pembaharuan hukum nasional. Suara-suara itu akhirnya bermuara pada pembentukan Lembaga Pembinaan Hukum Nasional pad a tahun 1958 •
•
yang bertugas memoantu pemerintah mengadakan pembaharuan di bidang hukum. Lembaga ini, yang beranggo:akan para sarjana hukum Indonesia terkemuka, setelah bekerja delapan tahun mengumpulkan bahan dan merumuskan berbagai rancangan hukum nasional, ditingkatkan kedudukannya dan diganti namanya menjadi Badan Pembinaan Hukum Nasional (dulu disingkat BPHN, sekarang Babinkumnas), pada tahun 1974. Kini Badan Pembinaan Hukum Nasional itu menjadi "pusat" pembangunan dan pembaharuan hukum di tanah air kita, bertugas mengkoordinasikan semua kegiatan perancangan dan penyusunan hukum yang akan berlaKu di Indone•
Sla.
Dalam . rancangan Repelita IV (1984 - 1989) dinyatakan bahwa "kebijaksanaan pokok yang akan dilaksanakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional dalam pembinaan hukum di tanah air kita adalah peningkatan kegiatan pembaharuan dan pembentukan perangkat hukum nasional yang mengayomi masyarakat, menjamin kelestarian dan integritas bangsa serta memberi patokan, pengarahan dan dorongan dalam perubahan sosial". Dinyatakan lebih lanjut dalam rancangan itu bahwa "dalam pembangunan dan pembinaan hukum di masa-masa yang ~an datang Badan Pembinaan Hukum Nasional antara lain akan mengadakan kodifikasi serta unifikasi hukum di bidang-bidang tertentu dengan memperhatikan kesadaran hukum yang berkern bang dalam masyarakat". . Dalam hubungan dengan pembaharuan dan pem bangunan hukum nasional ini perlu dicatat bahwa faham yang dianut adalah wawasan nusantara. Wawasan Nusantara adalah pandangan yang melihat seluruh wilayah kepulauan nusantara ini sebagai satu kesatuan hukum dalam arti, bahwa di kemudian
143
Hukum Islam
hari, hanya ada satu hukum nasional yang mengabdi kepada kepentingan nasional. Yang dimaksud dengan ke, pentingan nasional adalah kepentingan semua warga negara Republik Indonesia. Pandangan ini mempunyai akibat bahwa suasana hukum dan kehidupan masyarakat yang terbagi-bagi dalam berbagai golongan etnis, lingkungan hukum yayg ada selama ini akan berakhir dengan terbentuknya hukum nasional itu. Dengan demikian, dengan , terwujudnya kodifikasi dan unifikasi hukum nasional itu, akan lenyap ' pu- ' lalah keanekaragaman hukum di tanah air kita. Mem baca kalimat-kalimat terse but di atas, tim bUl, pertanyaan tentang 'nasib' hukum adat, hukum Islam dan hukum barat , tiga sistem hukum yang berlaku di Indonesia selama ini. Secara khusus tentu saja kita tanyakan 'nasib' hukum Islam yang menjadi pusat perhatian kita dalam makalah ini. ,
Kedudukan Hukum Islam dalam sistern hukum Illdonesia , Mengenai kedudukan hukum Islam dalam sistem hukum Indonesia , dalam garis-garis besarnya, adalah sebagai berikut: Sebelum Belanda mengukuhkan kekuasaannya di Indonesia, hukum Islam sebagai hukum yang berdiri sendiri telah merupakan satu kenyataan dalam masyarakat. Kerajaan-kerajaan Islam yang pernah berdiri di kepulauan nusantara ini di dalam wilayah kekuasaannya masing-masing, melaksanakan hukum Islam. Keadaan ini diakui oleh ' VOC, bahkan untuk kepentingan orang bumiputera dalam wilayah yang telah mereka kuasai, VOC membukukan hukum Islam ke dalam berbagai kumpulan hukum, di antaranya adalah, , Compendium Preijer dan Pepakem Cirebon. Suasana hukum Islam seperti ini berlangsung terus sampai kekuasaan
VOC diam bil-alih oleh pemerintah Helanda pada permulaan abad ke-XIX. Tatkala pemerintah kolonial Belanda hendak melaksanakan di tanah air kita kodifikasi hukum yang dibuat di negeri Belanda pada tahun 1838, Mr. Scholten van Oud Haarlem yang menjadi Ketua Komisi Perancang Peraturan Pelaksanaan Kodifikasi itu menyarankan kepada pemerintahnya supaya "diikhtiarkan sedapat-dapatnya agar orang bumiputera dapat tinggal tetap dalam lingkungan hukum agama dan kebiasaan mereka". Mungkin, saran Mr. Scholten inilah yang menyebabkan maka dalam pasal 78 ayat 2 RR (1855) ditegaskan bah~ wa jika terjadi perkara perdata an tara sesama orang bumiputera, atau dengan mereka yang disamakan, mereka itu tunduk kepada putusan hakim agama atau kepala masyarakat mereka yang menyelesaikan perkara itu menurut undang-undang agama atau kebiasaankebiasaan lama mereka.Yang menyelesaikan perkara perdata antara sesama 0rang bumiputera itu adalah hakim agama pada suatu lembaga hukum yang disebut godsdienstigge rechtspraak. Godsdienstige rechtspraak atau peradilan agama ini pada tahun 1882 dikukuhkan oleh pemerintah Belanda menjadi Priesterraad atau 'Dewan Pendeta' (suatu nama yang salah, karena Islam tidak mengenal lembaga kependetaan), yang berwenang mengadili perkara-perkara yang berhubungan dengan perkawinan, kewarisan dan waqaf. , Di 'sam ping kenyataan di atas, pada abad ke-XIX itu juga di kalangan para ahli terdapat pendapat yang menyatakan bahwa ,di Indonesia berlaku hu.kum Islam : Yang mengemukakan pen· dapat demikian antara lain adalah Salomon Keyzer (1823-1868). Pendapat ini diperl,cuat oleh Lodewijk Willem Christian van Berg (1845 -1927) yang AIJril1985
•
144
•
Hukum dan Pembangunan
•
mengatakan bahwa hukum mengikuti agama yang dianut seseorang. Kalau dia beragama Islam, hukum Islamlah yang berlaku baginya. Orang Islam Indonesia, kat.a van den Berg, .telah melakukan resepsi hukum Islam seeara keseluruhan dalam satu kesatuan: receptio in complexu. Karena itu pendapat van den Berg ini, dalam kepustakaan, disebut teori receptio in comp/exu. .Christian Snouek Hurgronje (18571936) ahli agama Islam yang menjadi arsitek kebijaksanaan pemerintah kolonial Belanda mengenai "masalah" Islam di Indonesia, menentang teori receptio in eomplexu yang dikemukakan oleh van den Berg itu. Menurut Snouek, yang berlaku bagi orang Islam di Indonesia bukanlah hukum Islam tetapi hukum adat. Memang, katanya, ke dalam hukum ad at itu telah masuk pengaruh hukum Islam, tetapi pengaruh itu baru mempunyai kekuatan hukum kalau sudah diterima oleh hukum adat. Hukum adatlah yang menentukan ada tidaknya hukum Islam itu dalam masyarakat. •
Pendapat Christian Snouek Hurgronje ini dikem bangkan oleh van Vollenhoven dan Betrand ter Haar (: kedua-duanya ahli dan tokoh hukum adat) yang kemudian terkenal dengan teori resepsi. Menurut teori resepsi, hukum Islam bukanlah hukum . Hukum Islam baru dianggap sebagai hukum kalau diterima dan telah menjadi hukum adat. Menurut Prof. Hazairin (1905-1975) teori resepsi yang dikembangkan oleh sarjana-sarjana Belanda itu adalah teori iblis karena mengajak orang Islam untuk tidak mematuhi AI-Qur'an dan Sunnah Nabi. leoTi itu, kata beliau, memang sengaja diciptakan oleh alat kekuasaan kolonial untuk merintangi kemajuan 1!Olam di Indonesia. Profesor Hazairin •
•
menunjuk pendapat penganut teori resepsi itu mengenai masalah kewarisan orang Islam di J awa dan Madura. Menurut penganut teori resepsi, orang Jawa tidak mengenal hukum Islam, karena kalau mereka mem bagi warisan di desanya, biasanya menggunakan hukum ' ad at. Oleh karena itu, menurut mereka, hukum kewarisan Islam tidak berlaku bagi orang Islam di 1 awa, karena hukum kewarisan Islam itu belum diterirna oleh hukum adatnya . Atas dasar pandangan ini, pada tahun 1922 dibentuklah sebuah Komisi oleh pemerintah Hindia Belanda yang diketuai oleh Betrand ter Haar Bzn (1902-1941) tersebut di atas untuk mempelajari kern bali wewenang Raad Agama di lawa dan Madura. Sebagai penganjur teori resepsi, ter Haar yang telah lama tidak menyukai hukum Islam dan peradilan Agama (Raad Agarna) mempergunakan kesempatan ini dan menganjurkan kepada Gubernur lenderal Hindia Belanda untuk mempersempit ruang gerak hukum Islam dan meninjau kembali wewenang Raad Agama. Supaya tindakan-tindakan untuk menghambat perkembangan hukum Islam itu konstitusional sifatnya maka dalam I.S . (Indisehe Staatsregeling) 1929, dieantumkan rumusan yang menyatakan bahwa " . . . . . dalam hal terjadi perkara perdata antara sesama orang Islam, akan diselesaikan oleh hakim agama Islam, apabila hukum adat mereka menghendakinya dan sepanjang tidak ditentukan lain oleh ordonansi" (pasal 134 ayat 2) . Setelah rumusan ini dieantumkan dalam I.S. 1929, maka pada tahun seribu sem bilan ratus tiga puluhan saran ter Haar itu diterima oleh pemerintah Belanda dan dikeluarkan ordonansi yang tereantum dalam S. 1937 : 16, yang meneabut wewenang Pengadilan Agama di J awa dan Madura untuk mengadili perkara-perkara kewaris•
Hukum Islam
an dan wakaf. Alasannya adalah, menurut komisi yang dipimpin oleh ter Haar itu, hukum kewarisan Islam belum diterima oleh hukum adat. Dengan demikian, kata Prof. Hazairin, usaha giat raja-raja Islam di J awa menyebarkan hukum Islam di kalangan rakyatnya, di stop (dihentikan) oleh pemerintah kolonial mulai I April 1937. Tindakan pemerintah kolonial mengeluarkan soal kewarisan dari wewenang Raad Agama itu mendapat tantangan keras dari kalangan masyarakat dan ummat Islam. Kalangan Penghulu dan Pegawainya (PPDP) menyatakan protes atas tindakan pemerintah kolonial itu. Muktamar Majlis Islam A'la Indonesia, dalam kongresnya tahun 1938 di Surabaya mengeluarkan resolusi yang antara lain menyatakan bahwa karen a perkara waris ialah hal yang diaturdalam AI-Qur'an, maka kalau perkara warisan itu tidak diputus menurut (ketentuan) agama Islam , kaum Muslimin merasakan hal itu sebagai perkosaan terhadap agama Islam dan mempersempit jalan mereka dalam melaksanakan ajaran agamanya. . Selain itu banyak lagi protes yang dikemukakan oleh kalangan Islam, namun Pemerintah Hindia Belanda tetap tidak memperhatikannya sampai saat pemerintah kolonial itu menyerah pada ten tara Jepang tahun 1942. Masalah kedudukan hukum kewarisan Islam dalam tatahukum Indonesia, tetap menjadi perhatian pemimpin-pemimpin Islam. Dan usaha untuk mengembalikan hukum (kewarisan) Islam pada kedudukannya semula (erus mereka lakukan dalam berbagai kesempatan yang terbuka. Demikianlah, ketika Badan Pcnyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan terbentuk dan bersidang di zaman peme-
145 rintahan J epang . untuk merumuskan dasar negara dan menentukan hukum dasar negara Indonesia merdeka di kemudian hari, para pemirnpin Islam yang menjadi anggota badan tersebut berusaha memulihkan dan 'mendudukkan' hukum Islam dalam negara Indonesia Merdeka itu kelak. Usaha itu tidak sia-sia, karena setelah bertukar pikiran melalui musyawarah an tara pemimpin Islam dengan kalangan Kebangsaan . dan Nasrani, para pemimpin Indonesia yang menjadi perancang dan perumus UUD Republik Indonesia yang kemudian dikenal dengan UUD 1945 , menuangkan persetujuan mereka itu ke dalam suatu piagam yang kelak terkenal dengan nama Piagam Jakarta (22-6-1945). Di dalam Piagam Jakarta yang akan dijadikan Mukaddimah atau Pembukaan UUD 1945 itu dinyatakan (an tara lain) bahwa negara berdasarkan kepada ke Tuhanan de~ ngan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya. Tujuh kata terakhir ini, dikeluarkan dari Pembukaan UUD 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 18-8-1945. Pengeluaran tujuh kata itu diganti dengan tambahan kata Yang Maha Esa pada kata Ketuhanan, sehingga bunnyi kalimat yang diperbaiki itu menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa, tercantum dalam pembukaan dan batang tubuh UUD 1945 yang mengandung norma dan garis hukum • Menurut Hazairin istilah Ketu• hanan Yahg Maha Esa itu adalah terjemahan dari kata-kata Allahu ai-wah idu al-ahad yang disalurkan dari AlQur'an s. 2:163 dan s. 112:2. Al-wahidu al-ahad itulah, kata beliau, yang diterjemahkan dengan Yang Maha Esa; perkataan yang belum ada dalam bahasa Indonesia sebelum tahun 1945, dan karena itu masih terasa sebagai sesuatu yang aneh sampai sekarang, di: tinjau dari segi bahasa. April 1985
Hukum dan Pembangunan
146 Menurut Prof. Hazairin pula, dengan Dekrit Presiden tanggal 7 Juni 1957, isiPiagam Jakarta 22 Juni 1945, dipulihkan kern bali. Dengan Dekrit itu Sukarno yang ikut menanda tangani Piagam Jakarta itu menyatakan keyakinannya selaku Presiden dan Panglima Tertinggi Angkatan Perang Republik Indonesia bahwa Piagam Jakarta (: yang memuat tujuh kat a yang dikeluarkan dari Pem bukaan UUD 1945 tanggal 18-8-1945) menjiwai UUD itu dan merupakan kesatuan dengan konstitusi tersebut. Ini berarti bahwa apa yang dikeluarkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945 secara tidak langsung, "dimasukkan kern bali" oleh Presiden Sukarno ke dalam UUD 1945 dengan Dekritnya tanggal 5 Juli 1959 itu . . Sejalan dengan pandangan ini, dengan merujuk kepada Dekrit Presiden itu juga, Profesor Notonagoro, Guru Besar Filsafat dan Hukum Tata Negara Universitas Gajah Mada, berpendapat bahwa kata-kata Ketuhanan Yang Maha Esa dalam , Pembukaan UUD 1945, setelah tanggal 5 Juli 1959, isi (dan) artinya mendapat tambahan, lengkapnya (dengan tambahan itu) adalah: kesesuaian dengan hakikat Tuhan Yang Maha Esa dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya menutut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
•
Pengakuan adanya l'iagam Jakarta se bagai dokumen historis, kata Perdana Menteri Juanda pada tahun 1957, berarti pula pengakuan akan pengaruhnya terhadap Undang-Undang Dasar 1945. Pengaruh itu, kata beliau tidak hanya mengenai Pembukaannya saja, tetapi juga mengenai pasal 29 Undang-Undang Dasar 1945 yang harus menjadi dasar bagi kehidupan hukum di bidang keagamaan.
Demikianlah sepintas lalu gambaran ten tang masalah kedudukan hukum Islam dalam sistem hukum Indonesia dan usaha yang berlangsung terus-menerus untuk memulihkan kedudukannya dalam tat a hukum di tanah air kita. Pendapat Hazairin mengenai teori resepsi yang mula-mula dikemukakan dalam konperensi kementerian kehakiman di Salatiga (1950) tersebut di atas dikembangkan terus melalui tulis, an, ceramah dan kuliah-kuliah beliau di Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Dan tampaknya, pendapat Hazairin ini, mempengaruhi pula kalangan sarjana hukum Indonesia. Penelitian terhadap undang-undang • yang mengatur hukum perkawinan di Indonesia, demikian Profesor Mahadi, membawa kami kepada pendapat bahwa sejak berlakunya undang-undang perkawinan itu sampailah ajal teori resepsi seperti yang diajarkan di zaman Hindia Belanda dahulu. Dengan misalnya, pasal 2 ayat 1 yang menga- . takan bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum agarna, jelas bahwa Hukum (Agama) Islam telah lang sung menjadi sumber hukum. Penjelasan pasal 3 undang-undang terse but menunjuk kepada hukum yang berlaku kalau suami tersebut pemeluk agama Islam. Dengan demikian hukum agama Islam menjadi sumber hukum yang langsung tanpa harus melalui hukum adat dalam menilai apakah sesuatu perjanjian perkawinan boleh disahkan ataupun tidak, seperti yang dikatakan oleh pasal 29 ayat 2 Undang-Undang Perkawinan itu.
~
Dari uraian terse but di atas dapatlah disimpulkan bahwa (1) sejak tahun 1974, secara formal hukum Islam dapat berlaku langsung tanpa harus melalui hukum adat, (2~ :.edudukan hu-
Hukum Islam .
147
diperlukan oleh badan yang berwenang merancang dan menyusun hukum nasional yang akan datang itu adalah asas-asas dan kaidah-kaidah hukum Islam dalam segala bidang, baik yang bersifat umum maupun yang bersifat khusus. Yang bersifat umum adalah Kedudukan hukum Islam dalam proses misalnya ketentuan-ketentuan umum pembinaan hukum Nasional mengenai peraturan perundang-unMengenai kedudukan hukum Islam dangan yang akan berlaku di tanah dalam proses pembinaan hukum nasio-' air kita, sedang. yang bersifat khusus , nal, baru jelas perumusannya dalam misalnya untuk menyebut . sekedar pidato pengarahan Menteri Kehakiman contoh , adalah asas-asas hukum perAli Said pada upacara pembukaan data Islam terutama mengenai hukum Simposium Pembaharuan Hukum Perkewarisan, asas-asas hukum ekonomi data Nasional di Yogyakarta tanggal terutama mengenai hak milik, perjan21 Desember 1981. Menurut beliau , jian dan hutang-piutang, asas-asas hudi sam ping hukum adat dan hukum kum pidana Islam, asas-asas hukum perdata ex Barat, hukum Islam yang tatanegara dan administrasi pemerinmerupakan salah satu komponen tatatahan, asas-asas hukum acara dalam hukum Indonesia, menjadi salah satu Islam , asas-asas hukum internasional sumber bahan baku bagi pembentukdan hubungan an tar bangsa dalam Isan hukum nasional. Penegasan Menteri lam. Yang dimaksud dengan asas daKehakiman ini merupakan pengukuhlam pembicaraan ini adalah kebenaran an kesimpulan Team Pengkajian Huyang menjadi dasar atau tumpuan kum Badan Pembinaan Hukum Nasioberfikir . nal yang dibentuk dua tahun sebelumKita yakin, bahwa asas yang dipernya, yang menyatakan bahwa hukum lukan itu ada dalam hukum syari'at Islam menjadi salah satu sumber peIslam. Namun, yang menjadi masalah nyusunan dan pembentukan hukum utama adalah merumuskan asas-asas serta peraturan perundang-undangan terse but dalam kata-kata yang dapat yang sedang dilakukan di Indonesia. diterima, baik oleh golongan yang Sesuai dengan kedudukannya sebabukan Islam maupun oleh golongan gai salah satu sumber bahan baku dayang beragama Islam sendiri. Merulam pembentukan hukum nasional, muskan asas-asas terse but ke dalam hukum Islam dapat berperan aktif bahasa atau kata-kata yang dapat didalam proses pembinaan hukum nasiopahami, merupakah suatu masalah. nal sesuai dengan kemampuan dan Team Pengkajian Hukum Islam Bakemauan yang ada padanya. Kemauan dan Pembinaan Hukum Nasional terdan kemampuan hukum Islam itu ha- . sebut di at as telah berusaha menemurus ditunjukkan oleh setiap orang Iskan asas-asas dimaksud dan merumuslam, baik pribadi maupun kelompok, kannya ke dalam kaidah-kaidah untuk yang mempunyai komitmen terhadap dijadikan bahan pembinaan hukum Islam dan ingin hukum Islam berlaku nasional. Caranya adalah dengan mengdi kalangan ummat Islam dalam Neundang tokoh-tokoh yang ahli dalam gara Republik Indonesia ini. hukum Islam semua aliran, baik dari Dalam tahap perkembangan pembi- - kalangan ulama maupun dari kalangan sarjana untuk mengemukakan pendanaan hukum nasional sekarang yang kum Islam sarna dengan hukum adat dan hukum barat, dan (3) Republik Indonesia dapat mengatur sesuatu masalah sesuai dengan hukum Islam, sepanjang pengaturan itu berlaku hanya bagi orang Islam.
•
•
April 1985 •
148
Hukum dan Pembangunan
patnya mengenai suatu masalah tertentu 'dalam suatu forum ilmiah yang sengaja diadakan untuk itu. Di samping pertemuan-pertemuan ilmiyah ini, diadakan juga penelitian serta penulisan makalah yang dilakukan oleh sarjana atau ulama yang dianggap dapat menyumbangkan sesuatu mengenai hukum Islam yang menjadi bidang keahliannya. Karena bangsa Indonesia ini mayoritas ber.agama Islam, maka ada pendapat yang mengatakan seyogianya kaidah-kaidah hukum Islamlah yang menjadi norma-norma hukum nasional. Dilihat dari segi normatif, sebagai konsekuensi pengucapan dua kalimah syahadat, demikianlah hendaknya. Namun dipandang dari sudut kenyataan, tidaklah begitu. Menurut politik hukum yang dilaksanakan oleh pemerintah di Indonesia, tidaklah karena mayoritas rakyat Indob.esia beragama Islam, norma-norma hukum Islam secara otomatis menjadi norma-norma hukum nasional. Norma-norma hukum Islam baru dapat dijadikan norma hukum nasional, menurut politik hukum itu, apabila norma-norma hukum Islam itu sesuai dan dapat menampung kebutuhan seluruh lapisan rakyat Indonesia. Ketetapan terse but .dalam kalimat terakhir ini berlaku juga bagi hukum adat dan hukum barat yang juga menjadi bahan baku dalam proses pembinaan hukum nasional.
pula yang beranggapan bahwa dalam mengkaji dan mengolah asas-asas serta kaidah-kaidah hukum Islam, harus dibedakan antara asas-asas dan kaidahkaidah hukum Islam yang abadi sifatnya yakni asas-asas dan kaidah-kaidah yang terdapat , dalam hukum syari'at Islam dan asas-asas serta kaidah-kaidah hukum Islam yang tidak abadi sifatnya yang terdapat dalam hukum fikih Islam. Yang pertama harus diikuti dari A sampai Z, sedang yang kedua , menurut A. Zaki Yamani (1978) tidak wajib diikuti dari A sampai Z, karena mungkin ada di antara asas-asas dan kaidahkaidah itu sangat sesuai untuk keadaan masa lampau , tetilpi tidak cocok lagi untuk masa sekarang atau khusus misalnya untuk keadaan dan tempat tertentu seperti Indonesia ini. ,
Prospek hukum Islam dalam tatahilkum nasional yang akan datang.
Prospek hukum Islam dalam tatahukum nasional yang akan datang, . . pada pendapat saya , sudah jelas dari uraian terse but di atas. Karena ia telah diterirna sebagai salah satu sumber bahan baku dalam pembinaan hukum nasional, maka hukum Islam jelas mempunyai peranan dalam proses pembinaan aukum nasional , maka hukum 'Islam jelas mempunyai peranan dalam proses pembinaan hukum nasional tersebut. Hanya, yang menjadi masalah adalah sampai seberapa jauh peranan itu dapat dilakukannya. Dengan kata Disamping apa yang telah dikemulain adalah sampai seberapa jauh norkakan di atas, dalam mengolah as asma-norma hukum Islam itu dapat diasas dan kaidah-kaidah hukum Islam olah (oleh mereka yang mempunyai menjadi asas-asas dan norma-norma komitmen terhadap Islam dan hukum hukum nasional, ada masalah lain Islam) menjadi norma-norma hukum yakni masalah yang melekat pada "hunasional. Pertanyaan ini tidak mudah • kum Islam" itu sendiri dan pada sikap dijawab , karena tergantung kepada baterhadap hukum fikih Islam yang ada nyak faktor, di antaranya adalah faksekarang. Ada yang berpendapat bahtor kemampuan sarjana atau ularra wa kaidah-kaidah hukum Islam itu ha- . hukum Islam sendiri untuk mengolah kaidah-kaidah hukum Islam itu seperti rus diikuti semua dari A sampai Z, ada ,
• • •
149
Hullum Islam
telah dikemukakan di atas, menjadi norma-norma hukum nasional. Perkembangan dari hukum golongan (agama) menjadi hukum nasional terjadi juga di be,berapa negara Islam seperti Mesir, Syria, Iraq, Jordan dan Libia. Yang berbeda adalah kadar unsur-unsur hukum Islam dalam hukum nasional negara-negara yang bersangkutan. Oi negara-negara tersebut, menurut Majid Khadduri (1966), hukum nasional mereka merupakan perpaduan antara asas-asas hukum barat dengan asas-asas hukum Islam. Oi tanah air kita , hukum nasional • di masa yang akan datang akan merupakan perpaduan antara hukum adat hukum Islam dan hukum barat. Perkem bangan hukum Islam di negara-negara Islam dan negara-negara yang penduduknya mayoritas beragarna Islam di masa yang akan datpng; 'Penurut penglihatan saya, akan menunjukkan keragaman dan kesatuan. Keragaman itu akan terlihat pada bidang-bidang hukum ekonomi, perdagangan internasional, asuransi, perhubungan (laut, darat dan udara) perbumhan, acara, susunan dan kekuasaan peradilan, administrasi dan lain-lain hid.ang hukum yang menurut istilah Pro-
DAFTAR
fesor Supomo merupakan bidang hukum yang kurang lebih bersifat netral. Namun, mengenai hukum keluarga yakni hukum perkawinan dan hukum kewarisan, kendatipun di sana sini akan terdapat atau kelihatan nuansanuansa, namun secara keseluruhan bidang hukum ini akan menunjukkan ciri kesatuan. Oi bidang hukum ini bagaimanapun besarnya pengaruh sekularisasi akibat penetrasi hukum barat selama berabad-abad di negara-negara yang penduduknya beragama Islam, namun, hukum Islam mengenai keluarga akan keJihatan in toto (dalam keseluruhan) .
Penutup Oemikianlah beberapa hal mengenai kedudukan hukum Islam dalam pembinaan hukum nasional. Oilihat dari pernyataan Menteri Kehakiman yang telah dikemukakan di atas, jelas bahwa jalan telah dibuka dan kesempatan sudah diberikan pula . Tinggal lagi kemauan dan kemampuan untuk berpartisipasi dan berperan aktif dalam penyusunan hukum nasional yang sesuai dengan ajaran Islam dan memenuhi kebutuhan hukum seluruh lapisan masyarakat Indonesia.
AKAAN
1.
Ali, Mohammad Daud
:
Kedudukan Hukum I Dalam Sistem Hukum Indonesia, dalam Hukum dan Pembangunan. Mmor 2 tahun XII! 1982.
2.
Hazairin
• •
Hukum Kl'keluargaan Nasional. Jakarta. 1974.
3.
Tujuh Serangkai Tentang Hultum. Jakarta, 1974.
4.
-------- ---------- -
• • • •
D emokrasi Pancasila, Jakarta. 1981.
5.
Khadduri, Majid
• •
From Religious to National Law dalam Modernizatiolt of the Arab World. New York. 1966.
6.
Mahadi
• •
Hukum Adat dan Hukum Islam di Indonesia setclalt perang dunia II. BPHN, Jakarta, 1978.
April 1985
•
Hu/wm dan Pembangunan
150
PeIlllasalahan Hukum J~lam Dalam Prospektif Pembangunan Hukum Nasional, daJam Hukum dan Pcmbangunan, Nomor 2 tahun XII(l982.
7.
Radhie, T .M.
•
8.
----------
• •
9.
Rancangan Repelita IV (1984 - 198), Bappcnas,.1 akarta, 1984.
•
Hukum dan Perubahan So sial serta Peranan Hukum Islam , di Dalamnya, dalam Studia [s/ami/w. nom or 18 tahun V[[J(l983.
10.
Supomo
• •
Ball-Bah lelliang JlUkU111 Adal. Jakarta, 1963.
11.
Suwandi
•
S{'kilar A'odlji/wsi [[u/wm Na.liullul di Indonesia. Jakarta,
•
1963.
12.
Yamani, Z. Ahmad
Syari ill [llllm ")Illllg ""kal dUll rawulan masa kini, J a-
karta. 1978.
··
r
,! •
i •
•
, •
!, ,
I •
•
•
j
li~
j,:1t.
I· f'·
I
i t IH H i
I.
!u
,• ill
If 1
...... . ...
i ,
GI'o-
•
,,
I I
-
• ··0
; j_e:
\
•
1
•
•
•
•