Buku Putih Sanitasi Kota Bogor BAB III
PFOFIL SANITASI KOTA
3.1. 3.1.1.
Kondisi Umum Sanitasi Kota Kesehatan
Lingkungan Lingkungan (rumah, sekolah, komunitas) dimana penduduk terhadap air yang aman dan sanitasi risiko polusi, kimia,
kerusakan lingkungan dan bencana ( definisi lingkungan sehat Beberapa
tempat kerja dan memperoleh akses yang layak dan telindung dari
menurut WHO ). indikator terkait dengan kesehatan
lingkungan meliputi rumah sehat, sarana air sampah, air limbah, angka bebas jentik, kesehatan tempat-tempat umum &
bersih, jamban sehat,
pengelolaan makanan, penyakit berbasis lingkungan. a. Rumah Sehat1 Pada Tahun 2009, jumlah rumah di Kota Bogor sebanyak 166.619. Dari jumlah rumah yang ada dilakukan
1 Kriteria rumah sehat: memiliki langit-langit bersih, dinding permanen, memiliki lantai, ada jendela
kamar tidur,ada jendela ruang keluarga, ada ventilasi, ada lubang asap dapur, pencahayaan baik, bebas tikus, tersedia sarana air bersih, ada jamban, ada sarana pembuangan air limbah.
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 1
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor pemeriksaan terhadap 166.117 rumah ( 99 % ). Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut ditemukan rumah sehat sebanyak 73,53% dimana angka capaian ini masih dibawah target yang ditetapkan dalam SPM yaitu 80 %. Dari angka capaian tersebut apabila dilihat angka capaian terbanyak rumah sehatnya adalah wilayah kerja Puskesmas Tegal Gundil ( 95,53 % ) yang membawahi 2 wilayah kelurahan yaitu Kelurahan Tegal Gundil dan Kelurahan Bantarjati sedangkan angka capaian rumah sehat terkecil adalah wilayah kerja Puskesmas Gang Aut ( 52,87 % ) yang membawahi 2 wilayah kelurahan yaitu Kelurahan Gudang dan Kelurahan Paledang. b. Sarana Ibadah Sehat Jumlah sarana ibadah yang ada di Kota Bogor sebanyak 1.343 sarana. Dari jumlah yang ada yang sudah dilakukan pemeriksaan sebanyak 945 sarana ( 70,36%) dengan hasil yang telah memenuhi syarat kesehatan sebanyak 720 sarana (76,19%). c. Tempat-Tempat Umum (TTU) dan Tempat Pengelolaan Makanan sehat Tempat-Tempat Umum dan Tempat Pengelolaan Makanan yang ada di Kota Bogor meliputi sarana pelayanan kesehatan, sarana pendidikan, sarana ibadah, pondok pesantren, perkantoran, hotel, kolam renang, pasar/pusat perbelanjaan,industri, pemandian umum, obyek wisata, bioskop, terminal, salon,jasaboga, restoran, rumah makan, snack bar, warung makan, kantin, makanan jajanan, depot air minum dan lain-lain. Pada tahun 2009 dari 7.643 TTU/TPM yang ada 63 % dilakukan pemeriksaan dan dari hasil pemeriksaan yang memenuhi syarat kesehatan sebanyak 69,64 %. d. Sekolah Sehat2 Tabel 3.1 Data Kesehatan Sekolah Dasar Kota Bogor Tahun 2009 No 1.
Indikator Sekolah Dasar Sehat
Persentase 25,7 %
2.
Sekolah Dasar Kurang Sehat
74,3 %
3.
Murid SD dengan status gizi kurang
4.
Murid SD dengan status gizi baik
87,3 %
5.
Murid SD dengan status gizi lebih
6,7 %
6.
Murid SD dengan penyakit gigi
42,1 %
7.
Murid SD dengan penyakit THT
8,6 %
8.
Murid SD dengan penyakit ISPA
6,5 %
6%
2 Kriteria sekolah sehat: ruangan sekolah yang tertata dan bersih, mempunyai kantin sekolah,
tersedianya jamban septik serta tempat cuci tangan, tersedianya air bersih untuk murid dan guru, memelihara apotik hidup, memiliki tempat sampah di setiap ruang kelas, Usaha Kesehatan Sekolah dikelola dengan baik dan rutin serta sikap prilaku murid yang mengedepankan kesehtan hygiene dan lingkungan.
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 2
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor
9.
Murid SD dengan penyakit Kulit
2,9 %
10.
Murid SD dengan kelainan visus
1,4 %
11.
SD dengan kepemilikan dana sehat
20 %
12.
SD dengan fasilitas sarana air bersih
89,7 %
13.
SD dengan fasilitas jamban/WC sehat
70,7 %
14.
SD dengan Kantin Sehat
24,8 %
15.
SD dengan strata UKS minimal
37,5 %
16.
SD dengan strata UKS standart
38,3 %
17.
SD dengan strata UKS optimal
17,4 %
18.
SD dengan strata UKS paripurna
6,8 %
Sumber : Dinas Kesehatan Kota Bogor Tahun 2009
e.
Kepemilikan Sarana Jamban Keluarga/WC Dari jumlah rumah yang ada di Kota Bogor yaitu sebanyak 166.619 rumah, yang memiliki sarana jamban keluarga adalah sebanyak 124.951 rumah (74,9 %). Angka capaian tersebut diatas masih di bawah target SPM yaitu 80 %. Angka capaian tertinggi kepemilikan sarana jamban keluarga ada di wilayah kerja Puskesmas Tegal Gundil ( 97,56 % ) yang membawahi 2 wilayah kelurahan yaitu Kelurahan Tegal Gundil dan Kelurahan Bantarjati. Sedangkan angka capaian terkecil kepemilikan sarana jamban keluarga ada di wilayah kerja Puskesmas Belong ( 38,9 % ) yang membawahi 1 wilayah kelurahan yaitu Kelurahan Babakan Pasar.Angka capaian ini masih bersifat kuantitatif yaitu jamban yang di data masih meliputi jamban yang mempunyai septik tank maupun jamban yang tidak mempunyai septik tank (plengsengan ). f. Kepemilikan Sarana Air Bersih Sumber air bersih meliputi : PDAM, Sumur Gali, Sumur Pompa Tangan, Sumur Pompa Listrik, Terminal Air, Hydrant Umum, Penampungan Air Hujan dan Mata Air. Data kepemilikan air bersih dapat dilihat pada Tabel 3.2 dibawah ini Tabel. 3.2 Persentase Kepemilikan SAB per Kecamatan di Kota Bogor Tahun 2009 No Kecamatan PDA SG SPT SL TAH Kran PM MA M U Kelom A p. 1. Bgr Utara 53,4 10,1 1,4 34,4 0,7 2.
Bgr Timur
46,3
11,1
4,6
34,2
-
-
-
3,8
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 3
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor
3.
Bgr Selatan
48
20,5
1,3
29,9
0,04
-
0,04
0,3
4.
Bgr Barat
39,8
14
8
36,9
-
-
0,5
0,7
5.
Bgr Tengah
90,5
2,9
0,9
2,1
0,02
-
3,5
-
6
Tanah Sareal
37,8
14
2,1
44,2
1,9
0,01
-
0,01
Sumber : Dinas Kesehatan Kota Bogor Tahun 2009
g.
Dari tabel diatas terlihat bahwa masih ada masyarakat yang menggunakan sarana air bersih dari mata air yang tidak terlindungi meskipun jumlahnya tidak besar.Jumlah rumah yang menggunakan sumber air bersih dari mata air yang tidak terlindungi terbanyak ada di Kelurahan Katulampa yaitu sebanyak 375 rumah. Rumah Bebas Jentik Tabel 3.3 Angka Bebas Jentik per Kecamatan Tahun 2009 No 1.
Kecamatan Bogor Utara
Triwulan I 90 %
Triwulan II 87, %
Triwulan III 91, %
Triwulan IV 94 %
2.
Bogor Timur
91 %
91 %
93 %
93 %
3.
Bogor Selatan
93 %
92 %
92 %
94 %
4.
Bogor Barat
93 %
94 %
94 %
94 %
5.
Bogor Tengah
91 %
94 %
95 %
94 %
Tanah Sareal
92 %
92 %
93 %
92 %
6.
Sumber : Dinas Kesehatan Kota Bogor Tahun 2009
Dari tabel diatas terlihat bahwa angka bebas jentik seluruh Kecamatan di Kota Bogor belum mencapai target yang ditetapkan yaitu 95 %, hal ini mengakibatkan tingginya kasus Demam Berdarah Dengue di Kota Bogor. 3.1.2. Kesehatan dan Pola Hidup Masyarakat Derajat Kesehatan menurut HL.Blum dipengaruhi oleh empat faktor yaitu : Faktor Lingkungan, Faktor Perilaku, Faktor Pelayanan Kesehatan dan Faktor Genetik. Dari keempat faktor tersebut di atas faktor lingkungan mempunyai pengaruh paling besar untuk meningkan derajat kesehatan diikuti dengan faktor perilaku, faktor pelayanan kesehatan dan faktor genetik. Beberapa indikator derajat kesehatan di Kota Bogor dapat dilihat melalui Tabel 3.4 Berikut ini. Tabel : 3.4 Indikator Derajat Kesehatan Kota Bogor Tahun 2009 NO Indikator Tahun 2008 Tahun 2009 1. Jumlah Kematian Bayi Lahir 95 47 BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 4
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor 2.
Jumlah Kematian Ibu
8
13
Sumber : Dinas Kesehatan Kota Bogor Tahun 2009
Perkembangan jumlah kematian bayi sendiri sangat berfluktuatif namun data yang tersedia adalah data pencatatan jumlah kematian bayi sehingga angka kematiannya sendiri kemungkinan sangat lebih rendah mengingat pertumbuhan populasi penduduk yang terus meningkat. Berikut ini perkembangan jumlah kematian bayi dari tahun 2000 hingga 2008. Gambar 3.1 Jumlah Kematian bayi dari tahun 2000 sampai dengan 2008 Sumber : Kesga (pendataan kematian Ibu Bayi 2008) Bila dilihat dari penyebab kematian bayi dapat dilihat dari tabel sebagai berikut: Tabel 3.5 Distribusi Kematian Bayi Menurut Penyebab Kematian Tahun 2008 No Penyebab Jumlah % BBLR 1 26 27,37 Asfiksia 2 22 23,16 Tetanus 3 1 1,05 Ispa 4 4 4,21 Diare 5 2 2,11 Infeksi 6 6 6,32 Mslh Laktasi 7 1 1,05 Lain-lain 8 33 34,74 Total 95 Sumber : Kesga tahun 2008 Dari tabel diatas menunjukkan bahwa kematian bayi terbesar terjadi karena BBLR, hal ini menjunjukkan bermasalahnya bayi sejak dalam kandungan ibu yang kurang gizi (KEK=Kurang Energi Kronis), oleh karena itu Pemeriksaan Antenatal Care sangat penting untuk mencegahnya. Pada urutan rangking penyebab kematian bayi, Diare dan Ispa menduduki perigkat ke-4 dan 5 dimana hal ini menunjukkan bahwa masalah kesehatan lingkungan juga masih menjadi salah satu factor penyebab. Dari Table 3.4 terlihat adanya kenaikan derjat kesehatan di Kota Bogor dari Tahun 2008 terlihat dengan menurunnya jumlah kematian baik jumlah kematian bayi, ibu maupun balita.Kenaikan derajat kesehatan merupakan hasil dari berbagai upaya yang telah dilakukan oleh berbagai pihak baik pemerintah, swasta dan masyarakat. Berbagai upaya tersebut meliputi upaya perbaikan sarana sanitasi, upaya peningkatan perilaku hidup bersih sehat dan upaya peningkatan pelayanan kesehatan. Terkait dengan upaya peningkatan Perilaku Hidup Bersih Sehat, Kota Bogor melalui Dinas Kesehatan telah melakukan survey setiap tahun di tatanan rumah tangga sejak tahun 2007. Ada 10 Indikator yang dinilai dalam Perilaku Hidup Bersih Sehat yaitu : Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan, BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 5
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor Memberi bayi Asi Eksklusif, Menimbang balita setiap bulan, Menggunakan air bersih, Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun, Menggunakan jamban sehat, Memberantas jentik di rumah sekali seminggu, Makan sayur dan buah setiap hari, Melakukan aktivitas fisik setiap hari dan Tidak merokok di dalam rumah. Adapun hasil survey PHBS di Kota Bogor dapat dilihat pada Tabel 3.6 berikut ini. Tabel 3.6 Hasil Survey PHBS di Tatanan Rumah Tangga Kota Bogor No Tahun Persentase Rumah Tangga Sehat 1. Tahun 2007 24,97 % 2.
Tahun 2008
32,86 %
3. Tahun 2009 44,70 % Sumber : Dinas Kesehatan Kota Bogor Tahun 2009 Dari tabel tersebut di atas terlihat bahwa setiap tahun terdapat peningkatan rumah tangga yang berperilaku hidup bersih dan sehat, meskipun angka yang dicapai masih dibawah angka SPM yang ditetapkan yaitu 65 %.Dari angka yang telah dicapai didapatkan data bahwa pada tahun 2007 untuk pencapaian rumah tangga sehat tertinggi ada pada wilayah kerja Puskesmas Bondongan ( 58,20 % ) yang membawahi 3 wilayah kelurahan yaitu Kelurahan Bondongan, Kelurahan Empang dan Kelurahan Cikaret sedangkan jumlah rumah tangga sehat terkecil ada pada wilayah kerja Puskesmas Cipaku ( 7,28 % ) yang membawahi 5 wilayah kelurahan yaitu Kelurahan Cipaku, Kelurahan Genteng, Kelurahan Rancamaya, Kelurahan Kertamaya dan Kelurahan Bojongkerta. Untuk Tahun 2008 jumlah rumah tangga sehat tertinggi ada pada wilayah kerja Puskesmas Bondongan ( 57,14 % ) yang membawahi 3 wilayah kelurahan yaitu Kelurahan Bondongan, Kelurahan Empang dan Kelurahan Cikaret sedangkan jumlah rumah tangga sehat terkecil ada pada wilayah kerja Puskesmas Warung Jambu ( 9,52 % ) yang membawahi 3 wilayah kelurahan yaitu Kelurahan Kedung Halang, Kelurahan Ciparigi dan Kelurahan Ciluar Tahun 2009 jumlah rumah tangga sehat tertinggi ada pada wilayah kerja Puskesmas Tegal Gundil ( 78,92 % ) yang membawahi 2 wilayah kelurahan yaitu Kelurahan Tegal Gundil dan Kelurahan Bantarjati sedangkan jumlah rumah tangga sehat terkecil ada pada wilayah kerja Puskesmas Sempur ( 14,90 % ) yang membawahi 3 wilayah kelurahan yaitu Kelurahan Sempur, Kelurahan Tegallega dan Kelurahan Babakan. Penyakit Berbasis Lingkungan Pengaruh lingkungan yang belum memenuhi syarat kesehatan memberikan dampak terjadinya berbagai penyakit yang banyak terjangkit di masyarakat. Penyakit yang disebabkan karena kondisi lingkungan yang kurang memenuhi syarat kesehatan disebut Penyakit Berbasis Lingkungan ( PBL ). Beberapa penyakit PBL yang sering terjadi di Kota Bogor seperti Demam Berdarah Dengue, Diare, TBC Paru, Infeksi Saluran Pernafasan Akut, Penyakit Kulit, Demam Thypoid, Filariasis dan Penyakit Kecacingan. Data terkait dengan jumlah kasus penyakit berbasis lingkungan dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 3.7 Data Kasus DBD per Kecamatan di Kota Bogor No Kecamatan Tahun 2008 Tahun 2009 BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 6
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor 1. Bogor Utara 299 kasus 2. Bogor Timur 132 kasus 3. Bogor Selatan 126 kasus 4. Bogor Barat 299 kasus 5. Bogor Tengah 225 kasus 6. Tanah Sareal 263 kasus TOTAL KOTA BOGOR 1.344 kasus Sumber : Dinas Kesehatan Kota Bogor Tahun 2009
319 kasus 128 kasus 157 kasus 361 kasus 251 kasus 288 kasus 1.504 kasus
Dari data tersebut diatas terlihat ada kenaikan kasus yang cukup besar dari tahun 2008 hampir di semua Kecamatan. Adapun distribusi kasus tertinggi tahun 2009 yaitu Kelurahan Bantarjati (79 kasus), diikuti Kelurahan Menteng (73 kasus) dan yang ketiga Kelurahan Gunung Batu (66 kasus). Sedangkan jumlah kasus terkecil adalah Kelurahan Genteng, Kelurahan Kertamaya dan Kelurahan Bojongkerta masing-masing 1 kasus. Tingginya kasus DBD di Kota Bogor banyak dipengaruhi oleh keadaan curah hujan yang cukup tinggi, tingginya mobilitas penduduk dan faktor lingkungan yang memungkinkan timbulnya perindukan nyamuk. Tabel 3.8 Data Kasus TBC Paru BTA (+) per Kecamatan di Kota Bogor No Kecamatan Tahun 2008 Tahun 2009 1. Bogor Utara 191 kasus 184 kasus 2. Bogor Timur 96 kasus 97 kasus 3. Bogor Selatan 232 kasus 163 kasus 4. Bogor Barat 202 kasus 199 kasus 5. Bogor Tengah 113 kasus 108 kasus 6. Tanah Sareal 193 kasus 209 kasus TOTAL KOTA BOGOR 1.027 kasus 960 kasus Sumber : Dinas Kesehatan Kota Bogor Tahun 2009 Dari tabel diatas terlihat bahwa jumlah kasus TBC Paru BTA (+) pada tahun 2009 mengalami penurunan dibanding tahun 2008, dimana sebaran kasus tertinggi ada pada kelurahan Kedung Badak ( 33 kasus ) dan kasus terkecil ada pada Kelurahan Harjasari (1kasus). TBC BTA (+) adalah penderita TBC Paru yang pada pemeriksaan dahak SPS (Sewaktu – Pagi – Sewaktu ) ditemukan kuman mycobakterium tuberculose yang mana penderita TBC Paru BTA (+) tersebut sangat menularkan.Penyakit TBC Paru sangat dipengaruhi kondisi lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan seperti rumah yang tidak memiliki ventilasi, kurang pencahayaan, penghuni yang terlalu padat, lantai rumah dari tanah termasuk perilaku yang tidak sehat seperti kebiasaan meludah sembarangan, tidak menutup mulut pada saat batuk dan merokok. Tabel. 3.9 Data Kasus Diare per Kecamatan di Kota Bogor No Kecamatan Tahun 2008 Tahun 2009 1. Bogor Utara 5.765 kasus 4.469 kasus 2. Bogor Timur 1.661 kasus 1.957 kasus 3. Bogor Selatan 4364 kasus 3.305 kasus 4. Bogor Barat 6.421 kasus 3.525 kasus BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 7
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor 5. Bogor Tengah 8.372 kasus 6. Tanah Sareal 7.084 kasus TOTAL KOTA BOGOR 33.667 kasus Sumber : Dinas Kesehatan Kota Bogor Tahun 2009
2.598 kasus 4.162 kasus 20.016 kasus
Dari tabel diatas terlihat bahwa jumlah kasus diare pada tahun 2009 mengalami penurunan dibanding tahun 2008. Untuk tahun 2009 jumlah kasus tertinggi ada di wilayah kerja Puskesmas Bogor Utara (2.286) yang membawahi 3 wilayah kelurahan yaitu Kelurahan Tanah Baru, Kelurahan Cimahpar dan Kelurahan Cibuluh.Penyakit diare sangat berhubungan dengan kondisi lingkungan yang kurang memadai dan perilaku hidup tidak sehat seperti penggunaan sumber air yang tercemar terutama oleh bakteri E.Colli, buang air besar sembarangan, kebiasaan tidak mencuci tangan pada saat berhubungan dengan makanan, kebiasaan minum air yang belum dimasak, tidak menutup makanan dengan tudung saji, mencuci alat makan dengan air yang tercemar dan makan makanan yang tidak aman. Tabel. 3.10 Data Kasus ISPA per Kecamatan di Kota Bogor No Kecamatan Tahun 2008 Tahun 2009 1. Bogor Utara 36.814 kasus 26.196 kasus 2. Bogor Timur 20.341 kasus 20.660 kasus 3. Bogor Selatan 64.987 kasus 27.998 kasus 4. Bogor Barat 53.886 kasus 35.749 kasus 5. Bogor Tengah 95.299 kasus 22.249 kasus 6. Tanah Sareal 41.343 kasus 35.089 kasus TOTAL KOTA BOGOR 312.670 kasus 167.941 kasus Sumber : Dinas Kesehatan Kota Bogor Tahun 2009 Dari tabel diatas terlihat bahwa kasus ISPA di tahun 2009 mengalami penurunan dibanding tahun 2008. Sedangkan untuk kasus ISPA tertinggi ada di wilayah kerja Puskesmas Kedung Badak ( 12.990 kasus ) yang membawahi 3 wilayah kelurahan yaitu Kelurahan Kedung Badak, Kelurahan Kedung Waringin dan Kelurahan Kedung Jaya. Seperti halnya penyakit PBL lainnya ISPA juga sangat dipengaruhi kondisi lingkungan dan perilaku hidup bersih sehat seperti kondisi rumah yang kurang sehat dimana ventilasi dan pencahayaannya kurang, rumah yang lantainya masih dari tanah, rumah dengan penghuni yang padat, kebiasaan buang dahak sembarangan, tidak menutup mulut pada waktu batuk dan merokok. Tabel. 3.11 Data Kasus Demam Thypoid per Kecamatan di Kota Bogor Kecamatan Tahun 2008 Tahun 2009 No 1. Bogor Utara 2.766 kasus 1.256 kasus 2. Bogor Timur 1.160 kasus 1.004 kasus 3. Bogor Selatan 2.146 kasus 693 kasus 4. Bogor Barat 1.723 kasus 890 kasus 5. Bogor Tengah 1.258 kasus 394 kasus 6. Tanah Sareal 1.409 kasus 594 kasus BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 8
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor TOTAL KOTA BOGOR 10.462 kasus Sumber : Dinas Kesehatan Kota Bogor Tahun 2009
4.831 kasus
Dari Tabel diatas terlihat ada penurunan jumlah kasus yang cukup besar dari tahun 2008. Adapun sebaran kasus tertinggi ada di wilayah kerja Puskesmas Bogor Utara ( 775 kasus ) yang membawahi 3 kelurahan yaitu Kelurahan Tanah Baru, Kelurahan Cimahpar dan Kelurahan Cibuluh.Demam Thypoid di sebabkan karena masuknya kuman salmonella thypi kedalam tubuh. Kuman Salmonella thypi banyak terdapat di dalam bahan makanan, air dan tanah. Sehingga kondisi sanitasi yang kurang memadai dan perilaku hidup yang tidak sehat menjadi salah satu penyebab terjangkitnya penyakit demam thypoid. Tabel. 3.12 Data Kasus Penyakit Kulit per Kecamatan di Kota Bogor No Kecamatan Tahun 2008 Tahun 2009 1. Bogor Utara 3.116 kasus 1.968 kasus 2. Bogor Timur 2.508 kasus 2.128 kasus 3. Bogor Selatan 4.347 kasus 1.797 kasus 4. Bogor Barat 6.080 kasus 3.259 kasus 5. Bogor Tengah 5.281 kasus 797 kasus 6. Tanah Sareal 3.393 kasus 1.512 kasus TOTAL KOTA BOGOR 24.725 kasus 11.461 kasus Sumber : Dinas Kesehatan Kota Bogor Tahun 2009 Dari tabel di atas terlihat bahwa jumlah kasus penyakit kulit pada tahu 2009 mengalami penurunan yang cukup signifikan dibanding tahun 2008. Adapun sebarab kasus tertinngi ada di wilayah kerja Puskesmas Bogor Utara ( 1.599 kasus ) yang membawahi 3 kelurahan yaitu Kelurahan Tanah Baru, Kelurahan Cibuluh dan Kelurahan Cimahpar. Penyakit Kulit sangat identik dengan lingkungan yang kurang sehat dan perilaku yang tidak sehat seperti penggunaan sarana air bersih yang tidak memenuhi syarat kesehatan, rumah yang bersebelahan dengan kandang, sampah yang tidak dikelola dengan benar, saluran limbah rumah tangga yang menggenang, kebiasaan mandi yang tidak benar,memakai baju yang jarang dicuci, menggunakan handuk secara bersama, tempat tidur yang tidak pernah dijemur dan kuku yang tidak dipotong secara rutin. Tabel. 3.13 Data Kasus Penyakit Kecacingan per Kecamatan di Kota Bogor No Kecamatan Tahun 2008 Tahun 2009 1. Bogor Utara 4 kasus 1 kasus 2. Bogor Timur 1 kasus 3. Bogor Selatan 43 kasus 1 kasus 4. Bogor Barat 39 kasus 1 kasus 5. Bogor Tengah 20 kasus 3 kasus 6. Tanah Sareal 4 kasus 16 kasus TOTAL KOTA BOGOR 111 kasus 19 kasus Sumber : Dinas Kesehatan Kota Bogor Tahun 2009 Kasus kecacingan di Kota Bogor pada dua tahun terakhir cukup kecil dimana kasus tertinggi ada di wilayah kerja Puskesmas Kedung Badak ( 15 BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 9
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor kasus ) yang membawahi 3 kelurahan yaitu Kelurahan Kedung Badak, Kelurahan Kedung Jaya dan Kelurahan Kedung Waringin. Kecacingan juga sangat berhubungan dengan kondisi lingkungan yang kurang bersih dan juga perilaku hidup kurang bersih dan sehat.Salah satu penyebab penurunan kasus kecacingan yang cukup tajam pada dua tahun terakhir dikarenakan sejak tahun 2007 Kota Bogor melaksanakan kegiatan meminum obat cacing secara massal selama 5 tahun berturut-turut.Upaya ini sebagai langkah untuk melaksanakan pemberantasan penyakit Filariasis. Pada tahun 2005 Kota Bogor dinyatakan sebagai daerah endemis Filariasis. Penetapan Kota Bogor sebagai daerah endemis Filariasis adalah dengan ditemukannya 6 penderita Filariasis ( 1,2 % ) pada saat pemeriksaan survey darah jari di 500 penduduk di Kelurahan Sukadamai.Penyakit Filariasis disebabkan oleh cacing mikrofilaria yang ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk. Tentunya penyakit Filariasis juga erat hubungannya dengan kondisi lingkungan yang kurang bersih dimana banyak terjadi perindukan nyamuk. 3.1.3. Kuantitas dan Kualitas Air Dalam rangka pelaksanaan kegiatan pengujian kualitas air sungai, situ dan sumur di wilayah Kota Bogor pada tahun 2010, telah dilakukan pengambilan contoh air sungai masing-masing dari S. Ciliwung dan S. Cisadane beserta anak-anak sungainya, air situ dan air sumur pada 6 (enam) wilayah kecamatan di kota Bogor. Pemeriksaan kualitas air dilakukan secara lengkap di Laboratorium Kualitas Lingkungan Keairan (Terakreditasi), dengan parameter kualitas sumber-sumber air sesuai ketentuan yang berlaku, dimana untuk mengevaluasi kualitas air sungai dan situ digunakan kriteria yang berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 yaitu parameter kualitas sumber air klasifikasi II yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum dan atau peruntukan lain yang memper-syaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Sedangkan, untuk penilaian kualitas air sumur penduduk digunakan kriteria kualitas air sesuai baku mutu air minum pada Peraturan Menteri Kesehatan No. 416/Menkes/PER/IX/1990.
3.1.3.1.
Kualitas Air Sungai
Sebagaimana diuraikan di atas, untuk mengevaluasi kualitas air sungai digunakan Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001, tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran air, Kelas II (dua), yaitu air yang peruntukkannya dapat digunakan untuk sumber baku air minum dan atau peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Contoh air sungai yang telah diambil, berasal dari 9 lokasi sungai dan anak sungai, dimana BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 10
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor pada tiap-tiap sungai dan anak sungai diambil contoh airnya pada 3 (tiga) lokasi, masing-masing dibagian hulu, tengah dan hilir sungainya. Selain itu contoh kualitas air, diambil pula dari 2 lokasi situ dan masing-masing situ diambil contoh airnya pada lokasi Inlet dan Outlet. Sedangkan contoh air sumur diambil dari 6 lokasi sumur penduduk dari 6 wilayah kecamatan Kota Bogor masingmasing 1 lokasi sumur dari kecamatan Bogor Utara, Tanah Sareal, Bogor Timur, Bogor Barat, Bogor Selatan dan Bogor Tengah. Dalam pelaksanaannya evaluasi kualitas air akan mengacu pada baku mutu air yang bersifat dinamis, yaitu akan disesuaikan dengan kondisi dan situasi saat itu, seperti halnya kualitas air alamiah yaitu sumber air di bagian hulu daerah industri dan permukiman secara umum sebelumnya tidak dikaji dalam kriteria tersebut, karena berdasarkan pada hasil penelitian persyaratan mutu air hanya ditujukan untuk pemanfaatannya. Oleh karena itu kriteria air tercemar pada setiap sumber air apabila perlu dapat ditinjau kembali, dikarenakan kualitas air alamiah tersebut tidak diperhitungkan atau tidak menjadi acuan dalam kriteria. Sehingga sesuai dengan sasaran kegiatan. Untuk air alamiah diperlukan suatu pedoman dari hasil penelitian berupa besaran, tolok ukur atau acuan kualitas air alamiah di Indonesia yang dapat dikelompokan berdasarkan daerah atau pulau, karena setiap daerah aliran sungai secara spesifik mempunyai karakteristik tersendiri Dalam program pemantauan kualitas lingkungan kegiatan pengujian kualitas air sungai, situ dan sumur di Kota Bogor tahun 2010, telah dilakukan pengujian air beberapa lokasi pada DAS Ciliwung dan DAS Cisadane dan beberapa Sub DAS sebagai anak sungai dari sungai Cisadane dan Ciliwung. Sungai yang diperiksa kualitas airnya tersebut adalah S. Ciliwung dan S. Cisadane beserta anak-anak sungai yang diantaranya sungai Ciluar, Cipakancilan dan lain-lainnya. Sedangkan lokasi pengujian kualitas air situ (2 Lokasi), adalah di lokasi Situ Gede dan Situ Panjang. Selain daripada itu, lokasi pengujian kualitas air sumur yang masing-masing 1 lokasi setiap kecamatan (6 kecamatan di Kota Bogor), ditentukan secara acak dan refresentatif yang kemudian diidentifikasi secara geografis.. Untuk mengevaluasi kualitas air hasil pengujiannya digunakan kriteria baku mutu air pada Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air dengan klasifikasi air Kelas II, yaitu air yang diperuntukannya dapat digunakan untuk air baku air BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 11
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor minum dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air sama dengan kegunaan tersebut. 3.1.3.1.1. Kualitas Air Sungai dan Anak Sungai Ciliwung Berdasarkan data hasil analisis kualitas air sungai Ciliwung tahun 2010, dapat diketahui bahwa kualitas air di lokasi bagian hulu, tengah dan hilir S. Ciliwung kurang memenuhi persyaratan untuk pemanfaatan air kelas dua pada Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001. Karena tingginya total bakteri colie dengan jumlah yang melampaui persyaratan kriteria baku mutu tersebut, baik di bagian hulu, tengah, maupun hilir Sungai Ciliwung diperlihatkan dalam tabel 3.14. berikut ini. Tabel 3.14. Parameter yang melebihi Krtieria BMA Kelas II pada S. Ciliwung Parameter
Lokasi BOD (mg/L)
OT (mg/ L)
Sulfat (mg/L)
Amonia total (mg/L)
NO2total (mg/L)
Total Koliform (Jml/100mL)
-
1.8 – 2.2
-
tt - 7.3
tt – 0.017
-
26.00037.000
S. CiliwungTengah
2.4 – 2.7
-
4.6 – 7.9
tt - 0.266
tt 0.042
54.00063.000
S. Ciliwung Hilir
2.9 3.8
-
4.6 – 11.3
tt - 0.131
-
110.000120.000
≤3
≥4
neg
ned
≤ 0,05
≤ 5.000*
S. Ciliwung Hulu
Persyaratan
-
Keterangan (-) : memenuhi persyaratan : *untuk pengelolaan air minum secara konvensional, total koliform < 10.000 / 100 mL
Selain daripada itu di lokasi bagian tengah Sungai Ciliwung, juga terindikasi kecenderungan kadar BOD yang kurang memenuhi persyaratan. Di bagian hilir Sungai Ciliwung selain BOD dan jumlah bakteri total koliform yang tinggi, juga mengandung fosfat total dan amonia total yang melampaui persyaratan. a)
Kualitas Air Sungai Cibalok Berdasarkan data hasil analisis kualitas air, diketahui bahwa kualitas air dilokasi bagian hulu, tengah dan hilir S. Cibalok kurang memenuhi persyaratan untuk pemanfaatan kelas dua. Pada lokasi Sungai Cibalok hulu, parameter yang melebihi persyaratan adalah kadar sulfat dan amonia total serta jumlah bakteri total colie. Di bagian tengah Sungai Cibalok selain kadar BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 12
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor BOD, sulfat, amonia serta jumlah bakteri total koliform yang melebihi persyaratan, sedangkan di bagian hilir kadar BOD, sulfat dan amonia total juga terdapat kecenderungan meningkatnya kadar deterjen dan jumlah bakteri total koli yang melebihi persyaratan untuk kelas dua. Pada tabel 2. di bawah ini dapat dilihat parameter-parameter yang melebihi persyaratan untuk kelas dua pada Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001. Tabel 3.15. Parameter yang melebihi Krtieria BMA Kelas II pada S. Cibalok Lokasi
Parameter BOD (mg/L)
Sulfat (mg/L)
Amonia total (mg/L)
MBAS (mg/L)
Total Koliform (Jml/100mL)
S. Cibalok Hulu
-
-
2.4 – 13.1
tt – 0.01
tt 0.076
14.00018.000
S. Cibalok Tengah
-
3.4 – 18.8
12.2 – 18.8
tt – 0.89
tt 0.086
21.000260.000
S. Cibalok Hilir
-
3.6 – 19.4
13.2 – 19.4
tt – 0.58
tt 0.183
47.000170.000
≤3
neg
neg
≤ 0.2
≤ 5.000*
Persyaratan
Keterangan (-) : memenuhi persyaratan : *untuk pengelolaan air minum secara konvensional, total koliform < 10.000 / 100 mL
b)
Kualitas Air Sungai Ciparigi
Berdasarkan data hasil analisis kualitas air, diketahui bahwa kualitas air dilokasi bagian hulu, tengah dan hilir S. Ciparigi kurang memenuhi persyaratan untuk pemanfaatan kelas dua, karena tingginya bakteri total koli. Selain daripada itu semua lokasi baik bagian hulu, tengah dan hilir Sungai Ciparigi mengandung kadar BOD, sulfat, deterjen, amonia, nitrit dan jumlah bakteri total koliform yang tidak memenuhi persyaratan. Selain itu di lokasi bagian tengah juga mengandung total bakteri yang relatif tinggi diantara lokasi sungai Ciparigi. Pada tabel 3.16 di bawah ini dapat dilihat parameterparameter yang melebihi persyaratan untuk kelas dua pada Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001. Tabel 3.16. Parameter yang melebihi Krtieria BMA Kelas II pada S. Ciparigi Lokasi
Parameter BOD
Sulfat
Amoni a
MBAS
NO2-total
Total
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 13
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor (mg/L)
(mg/L)
(mg/L)
(mg/L)
(mg/L)
Koliform (Jml/100mL)
-
3.2 5.2
4.2 – 6.8
tt 0.098
tt – 0.086
0.004 – 0.030
21.000 36.000
S. CiparigiTengah
4.3 5.9
8.4 – 9.4
tt 0.067
0.075 – 0.138
0.131 – 0.279
52.000 130.000
S. Ciparigi Hilir
4.5 6.2
5.4 – 8.5
tt 0.112
tt – 0.143
tt – 0.208
32.000 170.000
≤3
neg
neg
≤ 0.2
≤ 0.05
≤ 5.000*
S. Ciparigi Hulu
-
Persyaratan
Keterangan (-) : memenuhi persyaratan : *untuk pengelolaan air minum secara konvensional, total koliform < 10.000 / 100 mL
Kualitas air Sungai Ciluar
c)
Berdasarkan data hasil analisis kualitas air, diketahui bahwa kualitas air dilokasi bagian hulu, tengah dan hilir S. Ciluar kurang memenuhi persyaratan untuk pemanfaatan kelas dua. Pada ketiga lokasi baik dibagian hulu, tengah dan hilir Sungai Ciluar tersebut selain mengandung kadar BOD, jumlah bakteri total koliform melebihi persyaratan juga parameter sulfat, deterjen dan amonia serta nitrit di bagian hilir sungai. Sedangkan kecenderungan lokasi hilir sungai mengandung kadar bahan pencemar yang relatif lebih tinggi daripada lokasi sungai Ciluar lainnya. Pada tabel 4. dapat dilihat parameter yang melebihi persyaratan kriteria baku mutu air kelas II pada PP 82 Tahun 2001. Tabel 3.17. Parameter yang melebihi Krtieria BMA Kelas II pada S. Ciluar Lokasi
S. Ciluar Hulu
Parameter
-
S.CiluarTengah S. Ciluar Hilir Persyaratan
-
BOD (mg/ L)
Sulfa t (mg/ L)
MBAS (mg/L )
NH3total (mg/L)
NO2-N (mg/L)
Total Koliform (Jml/100mL )
3.74.2
1.95.7
tt0.117
tt-0.101
-
26.00027.000
4.85.0
tt4.90
tt0.526
0.0691.04
-
44.00090.000
5.45.6
tt-5.6
tt0.100
tt-0.08
0.040.26
67.000130.000
≤3
neg
0.20
neg
≤ 0.05
≤ 5.000*
Keterangan (-) : memenuhi persyaratan : *untuk pengelolaan air minum secara konvensional, total koliform < 10.000 / 100 mL
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 14
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor
• • • •
3.1.3.1.2. Kualitas Air Sungai dan Anak Sungai Cisadane Pada DAS Cisadane dilakukan pemeriksaan kualitas air sebanyak 15 contoh air, pengambilan contoh dari masing-masing sungai/anak sungai adalah 3 contoh air dyang iambil dari lokasilokasi hulu, tengah dan hilir : S. Cisadane sebanyak 3 contoh S. Cisindangbarang sebanyak 3 contoh S. Cipakancilan sebanyak 3 contoh S. Cianten sebanyak 3 contoh • S. Cidepit sebanyak 3 contoh Berdasarkan data hasil analisis kualitas air, dapat diketahui bahwa kualitas air di lokasi bagian hulu, tengah dan hilir S. Cisadane kurang memenuhi persyaratan untuk pemanfaatan kelas dua. Pada ketiga lokasi tersebut mengandung kadar Biochemical Oxygen Demand (BOD) dam jumlah total koli yang melebihi kriteria, disamping itu pada lokasi S. Cisadane tengah dan Hilir, kadar amonia dan detrejen melebihi kadar maksimum yang dipersyaratkan. Pada lokasi hulu dan hilir kadar sulfat juga melampaui kriteria, pada tabel 5 di bawah ini dapat dilihat parameter-parameter yang melebihi persyaratan untuk kelas dua. Tabel 3.18. Parameter yang melebihi Krtieria BMA Kelas II pada S. Cisadane Lokasi
Parameter BOD (mg/ L)
Sulfa t (mg/ L)
Amonia total (mg/L)
MBA S (mg/ L)
Total Koliform (Jml/100mL)
S. Cisadane Hulu
-
2.32.6
tt-3.2
0.020.374
-
26.00046.000
S. Cisadane Tengah
-
3.84.2
2.03.9
0.0510.123
-
56.00076.000
S. Cisadane Hilir
-
3.66.8
tt-6.3
tt-0.017
tt0.20
72.000120.000
≤3
neg
neg
≤ 0.2
≤ 5.000*
Persyaratan
Keterangan (-) : memenuhi persyaratan : *untuk pengelolaan air minum secara konvensional, total koliform < 10.000 / 100 mL
a)
Kualitas air Sungai Cisindang Barang Berdasarkan data hasil analisis kualitas airCisindangbarang, dapat diketahui bahwa kualitas air dilokasi bagian hulu, tengah dan hilir S. Cisindang Barang kurang memenuhi persyaratan BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 15
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor untuk pemanfaatan kelas dua. Pada ketiga lokasi tersebut mengandung kadar BOD, sulfat, total amonia dan jumlah bakteri total koliform yang melebihi persyaratan. Pada Tabel 3.19. di bawah ini dapat dilihat parameter-parameter yang melebihi persyaratan untuk kelas dua. Tabel 3.19. Parameter yang melebihi Krtieria BMA Kelas II pada S. Cisindangbarang Lokasi
Parameter BOD (mg/ L)
Amonia total (mg/L)
Sulfa t (mg/ L)
Total Koliform (Jml/100mL)
S. Cisindangbarang Hulu
2.63.6
0.0210.052
tt-5.1
31.00047.000
S. Cisindangbarang Tengah
2.93.8
0.0530.458
6.47.9
47.000100.000
S. Cisindangbarang Hilir
3.65.6
0.09-0.40
5.66.3
90.000170.000
Persyaratan
≤3
neg
neg
≤ 5.000*
Keterangan (-) : memenuhi persyaratan : *untuk pengelolaan air minum secara konvensional, total koliform < 10.000 / 100 mL
b)
Kualitas air Sungai Cipakancilan Berdasarkan data hasil analisis kualitas air, diketahui bahwa kualitas air dilokasi bagian hulu, tengah dan hilir S. Cipakancilan kurang memenuhi persyaratan untuk pemanfaatan kelas dua. Pada semua lokasi di bagian hulu, tengah, dan hilir Sungai Cipakancilan mengandung kadar BOD dan jumlah bakteri total koliform yang melebihi persyaratan. Sedangkan untuk lokasi hulu selain mengandung kadar BOD yang melebihi persyaratan juga mempunyai kadar sulfat dan amonia yang kurang memenuhi kriteria yaitu harus negatif, sedangkan di bagian hilir selain BOD, sulfat, total fosfat dan deterjen yang tidak memenuhi kriteria baku mutu air. Pada Tabel 3.20. di bawah ini dapat dilihat parameter-parameter yang melebihi persyaratan untuk kelas dua. Tabel 3.20. Parameter yang melebihi Krtieria BMA Kelas II pada S. Cipakancilan Lokasi
Parameter BOD (mg/ L)
Fosfat (mg/L)
Amonia (mg/L)
MBAS (mg/L)
Sulfa t (mg/ L)
Total Koliform (Jml/100mL )
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 16
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor S. CipakancilanHulu
2.93.6
0.0440.187
0.0590.509
tt-0.083
2.43.6
23.00033.000
S.CipakancilanTengah
2.93.8
0.0480.226
0.1010.36
tt-0.165
tt-5.6
35.00048.000
S. Cipakancilan Hilir
4.04.8
0.0730.339
0.0720.492
0.2050.208
tt-5.3
51.00094.000
Persyaratan
≤3
0.20
neg
≤ 0.2
neg
≤ 5.000*
Keterangan (-) : memenuhi persyaratan : *untuk pengelolaan air minum secara konvensional, total koliform < 10.000 / 100 mL
c)
Kualitas air Sungai Cidepit Berdasarkan data hasil analisis kualitas air, diketahui bahwa kualitas air dilokasi bagian hulu, tengah dan hilir S. Cidepit kurang memenuhi persyaratan untuk pemanfaatan kelas dua. Pada lokasi bagian hulu parameter yang melebihi persyaratan adalah BOD, deterjen dan jumlah bakteri total koliform, sedangkan di bagian tengah, parameter yang melebihi persyaratan adalah BOD, fosfat total, jumlah bakteri total koliform serta amonia. Di bagian hilir sungai, parameter yang melebihi persyaratan adalah BOD, fosfat, amonia, deterjen dan jumlah bakteri total koliform. Pada tabel 3.21. di bawah ini dapat dilihat parameter-parameter yang melebihi persyaratan untuk kelas dua. Tabel 3.21. Parameter yang melebihi Krtieria BMA Kelas II pada S. Cidepit Lokasi
Parameter BOD (mg/ L)
Fosfat (mg/L)
Amonia (mg/L)
MBAS (mg/L )
Total Koliform (Jml/100mL)
S. Cidepit Hulu
-
2.63.5
0.0450.187
0.0110.445
tt0.209
30.00037.000
S. Cidepit Tengah
-
3.84.2
0.26-0.53
0.1540.485
tt0.167
42.00042.000
S. Cidepit Hilir
-
4.34.4
0.0450.226
0.0070.618
tt0.153
66.000170.000
≤3
0.20
neg
≤ 0.2
≤ 5.000*
Persyaratan
Keterangan (-) : memenuhi persyaratan : *untuk pengelolaan air minum secara konvensional, total koliform < 10.000 / 100 mL
d)
Kualitas air Sungai Cianten Berdasarkan data hasil analisis kualitas air, diketahui bahwa kualitas air dilokasi bagian hulu, tengah dan hilir S. Cianten BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 17
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor kurang memenuhi persyaratan untuk pemanfaatan air kelas dua. Pada semua lokasi di bagian hulu, tengah dan hilir sungai mengandung kadar BOD, deterjen dan jumlah bakteri total koliform yang melebihi persyaratan. Adapun pada bagian hulu, tengah dan hiir kadar oksigen terlarut, berada pada batas yang perlu mendapat perhatian karena berada pada ambang batas kriteria baku mutu air yaitu ≥ 4 mg/L. Pada lokasi tengah dan hilir mengandung total fosfat yang melebihi persyaratan, tapi lokasi tengah dan hilir sungai terdeteksi amonia total yang melebihi persyaratan,Tabel 3.22. di bawah menunjukan parameter yang melebihi persyaratan kelas dua. Tabel 3.22. Parameter yang melebihi Krtieria BMA Kelas II pada S. Cianten Lokasi
Parameter BOD (mg/ L)
Fosfat (mg/L)
Sulfa t (mg/ L)
MBAS (mg/L )
NH3-total (mg/L)
Total Koliform (Jml/100mL)
S. Cianten Hulu
-
3.24.4
0.1170.686
tt-4.8
tt0.238
0.0430.535
12.00017.000
S. Cianten Tengah
-
3.95.5
0.1480.561
4.85.9
tt0.098
0.4390.482
67.000460.000
S. Cianten Hilir
-
5.16.2
0.0390.176
3.83.9
tt0.151
0.5020.815
140.000540.000
≤3
0.20
neg
≤ 0.2
neg
≤ 5.000*
Persyaratan
Keterangan (-) : memenuhi persyaratan : *untuk pengelolaan air minum secara konvensional, total koliform < 10.000 / 100 mL
Kualitas Air Situ Sejalan dengan pengambilan contoh air sungai, dilakukan pula pengambilan contoh air dari lokasi situ yang berada di Kota Bogor, sebanyak dua situ telah diperiksa kualitas airnya, yaitu di Situ Gede dan Situ Panjang. Pada lokasi situ ini pengambilan contoh air masing-masing dilakukan pada inlet dan outlet situ. Untuk mengevaluasi kualitas air situ juga digunakan Kriteria Baku Mutu Air Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 untuk klasifikasi pemanfaatan air kelas II. Evaluasi terhadap Situ Panjang dan Situ Gede sebagai sumbet air baku air minum dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama. Berdasarkan data hasil analisis ternyata kedua kualitas sumber air tersebut yaitu Situ Panjang dan Situ Gede kualitas airnya masih kurang memenuhi persyaratan pada masing-masing inlet maupun outletnya, 3.1.3.2.
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 18
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor parameter yang melebihi persyaratan tersebut dapat dilihat pada tabel 3.23. dibawah ini. Tabel 3.23. Parameter Kualitas Air Situ yang Melebihi Kriteria Kelas III No .
Lokasi
Parameter BOD (mg/ L)
MBAS (mg/L )
Sulfa t (mg/ L)
Total Koliform (Jml/100mL)
1.
Inlet Panjang
Situ
5.16.6
tt0.273
2.04.7
32.00063.000
2.
Outlet Panjang
Situ
4.06.9
tt0.186
3.68.3
21.00045.000
3.
Inlet Situ Gede
4.65.9
tt0.184
tt-3.1
42.000110.000
4.
Outlet Gede
4.25.9
tt0.261
2.93.2
26.000140.000
≤ 3.0
≥ 0.2
neg
≤ 5.000*
Situ
Persyaratan
Keterangan (-) : memenuhi persyaratan : *untuk pengelolaan air minum secara konvensional, total koliform < 10.000 / 100 mL
3.1.3.3.
Kualitas Air Sumur
Dari 6 sampel air sumur yang diuji ternyata hanya 1 (satu) lokasi sumur yang tidak memenuhi kriteria baku mutu air bersih sesuai PERMENKES No. 416 / MENKES / PER / IX / 1990. Adapun 6 sumur yang diperiksa kalitas airnya adalah : (i) sumur Bapak Agus S (Kecamatan Bogor Tengah); (ii) sumur Bapak Agus Yusuf (Kecamatan Tanah Sareal); (iii) sumur Bapak H. Halim (Kecamatan Bogor Timur); (iv) sumur Ibu Eroh (Kecamatan Bogor Barat); (v) sumur Bapak Erwin (Kecamatan Bogor Utara) dan (vi) sumur Bapak Dadang (Kecamatan Bogor Selatan). Lokasi sumur yang lain pada umumnya tidak memenuhi syarat karena nilai pH yang cenderung fluktuatif pada ambang batas kriteria baku mutu air bersih. Sedangkan, lokasi sumur Bapak Halim (Kecamatan Bogor Timur) tidak memenuhi kriteria mutu air bersih, dikarenakan selain pH juga nilai deterjen dan bakteri coli relatif tinggi. Gambar 3.2 Fluktuasi Parameter Kualitas Air
19
Fluktuasi Fluktuasi TSS BODPeriode PeriodeJuni Juni2010 2010
6 70
810 7 8 6 56 4 34
Kadar TSS BOD(mg/L) (mg/L)
Kadar DOpH (mg/L) Nilai
Fluktuasi Periode Juni Juni 2010 2010 Fluktuasi DO pH Periode
60 5 50 4 40
3 30 BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI
2 2 1 00 CLW CLW CBL CBL CPG CPG CLR CLR
CSD CSD CSB CSB CPK CPK CTN CTN CDP CDP
Sungai-Anak Sungai-AnakSungai Sungai HuluHulu
Tengah Tengah
Hilir Hilir
2 20
10 1 00
CLW CBL CBL CPG CPG CLR CLR CLW
CSD CSB CSB CPK CPK CTN CTN CDP CDP CSD
Sungai-AnakSungai Sungai Sungai-Anak Hulu Hulu
Tengah Tengah
Hilir Hilir
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor
Fluktuasi PO4 Periode Juni 2010
16
0,16
14 12
0,14
Kadar PO4 (mg/L)
Kadar COD (mg/L)
Fluktuasi COD Periode Juni 2010
10 8 6 4 2 0
0,12 0,1 0,08 0,06 0,04 0,02 0
CLW CBL
CPG CLR
CSD CSB CPK
CTN
CDP
CLW CBL
CPG CLR
CSD CSB CPK CTN CDP
Sungai-Anak Sungai
Sunga-Anak Sungai
Hulu
Hulu
Tengah
Hilir
Tengah
Hilir
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 20
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor
Kadar SO4 (mg/L)
Fluktuasi SO4 Periode Juni 2010 14 12 10 8 6 4 2 0 CLW CBL CPG CLR
CSD CSB CPK CTN CDP
Sungai-Anak Sungai Hulu
Tengah
Hilir
Gambar 1a. Grafik Fluktuasi Parameter Kualitas Air (pH,TSS,DO,BOD,COD,PO4,SO4) Sungai / Anak Sungai - Juni 2010 Catatan : S.Ciliwung (CLW), S.Cibalok (CBL), S.Ciparigi (CPG), S.Ciluar (CLR), S.Cisadane (CSD), S.Cisindangbarang (CSB), S.Cianten (CTN), S.Cipakancilan (CPK), S.Cidepit (CDP)
Gambar 1b. Grafik Fluktuasi Parameter Kualitas Air (NH3,NO2,NO3,MBAS,Fe,Zn,E.colie) Sungai / Anak Sungai - Juni 2010 Catatan : S.Ciliwung S.Ciparigi
(CLW), (CPG),
S.Cibalok S.Ciluar
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 21
(CBL), (CLR),
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor S.Cisadane (CSD), S.Cisindangbarang (CSB), S.Cianten (CTN), S.Cipakancilan (CPK), S.Cidepit (CDP)
Gambar 2a. Grafik Fluktuasi Parameter Kualitas Air (pH,TSS,DO,BOD,COD,PO4,SO4) Sungai / Anak Sungai - Agustus 2010
Catatan : S.Ciliwung (CLW), S.Cibalok (CBL), S.Ciparigi (CPG), S.Ciluar (CLR), S.Cisadane (CSD), S.Cisindangbarang (CSB), S.Cianten (CTN), S.Cipakancilan (CPK), S.Cidepit (CDP)
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 22
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor
Gambar 2b. Grafik Fluktuasi Parameter Kualitas Air (NO2,NO3,MBAS,Fenol,Fe,Zn,E.colie) Sungai / Anak Sungai - Agustus 2010
Catatan : S.Ciliwung (CLW), S.Cibalok (CBL), S.Ciparigi (CPG), S.Ciluar (CLR), S.Cisadane (CSD), S.Cisindangbarang (CSB), S.Cianten (CTN), S.Cipakancilan (CPK), S.Cidepit (CDP)
3.1.4. Limbah Cair Rumah Tangga Sebagian besar pembuangan limbah cair rumah tangga di Kota Bogor dalam pengolahannya menggunakan septic tank dengan peresapan ke dalam tanah dan sebagian kecil dengan penyedotan oleh truk tinja yang kemudian dilakukan pengolahan akhir di IPAL Tegal Gundil. Hanya sedikit saja pengolahan akhir limbah rumah tangga yang menggunakan instalasi pengolahan yaitu IPAL Tegal Gundil sekitar ±300 SR yang melayani perumahan Perumnas Bantarjati kelurahan Tegal Gundil. Namun meskipun demikian masih banyak area permukiman yang belum terlayani dengan pengolahan akhir limbah cair rumah tangga yang layak yang umumnya merupakan area permukiman kumuh yang berada pada bantaran sungai dimana pembuangan akhir limbah cair rumah tangga langsung dibuang ke sungai seperti : kawasan kumuh di RT 03 RW 04 kelurahan Cimahpar kecamatan Bogor Utara yang berada pada bantaran sungai cimaridin dimana terdapat 9 unit rumah yang dihuni oleh 14 KK yang belum memiliki fasilitas jamban; kawasan kumuh RT 01 RW 02 kelurahan Cibuluh kecamatan Bogor Utara dimana 97% BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 23
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor rumah belum memiliki jamban keluarga; kawasan kumuh RT 01 RW 07 kelurahan Batu Tulis kecamatan Bogor Selatan; RT 02 RW 07 kelurahan Situ Gede kecamatan Bogor Barat; RT 02 RW 08 kelurahan Menteng kecamatan Bogor Barat; RT 03 RW 04 kelurahan Pabaton kecamatan Bogor Tengah; RT 02 RW 03 kelurahan Sukasari kecamatan Bogor Timur; dan RT 02 RW 07 kelurahan Kencana kecamatan Tanah Sareal. Lokasi-lokasi tersebut merupakan kawasan kumuh, padat penduduk serta belum memiliki fasilitas sanitasi yang layak dan sehat. Secara umum tingkat kepemilikan jamban di Kota Bogor pada tahun 2009 baru mencapai 74,27%. Untuk pengolahan akhir limbah rumah tangga yang menggunakan septic tank dimana penyedotannya menggunakan truk tinja milik swasta umumnya tidak diolah dan langsung dibuang ke sungai sehingga mencemari sungai. 3.1.5. Limbah Padat (Sampah) a) Timbulan Sampah Kota Bogor Sampah Kota Bogor adalah sampah yang berasal dari 1) perumahan 2) kantor, sekolah, rumah sakit dan sejenisnya (non patogen), gedung umum lainnya 3) pasar, pertokoan, bioskop, restoran 4) pabrik/industri yang sejenisnya dengan sampah permukiman (tidak berbahaya dan beracun), 5) penyapuan jalan, taman, lapangan 6) pemotongan hewan, kandang hewan, 7) bongkaran bangunan 8) instalasi pengolahan sampah. Berdasarkan data DLHK Kota Bogor Rata-rata produksi sampah tiap orangnya adalah 2,66 liter/orang/hari, data ini tidak begitu jauh dari hasil survey lapangan konsultan, yang menghasilkan produksi sampah tiap orangnya sebesar 2.50. Dengan mengalikan data tersebut terhadap jumlah penduduk, maka perkiraan potensi sampah di Kota Bogor pada tahun 2005 yaitu sekitar 2,137.71 M3/hari. Lebih lengkapnya dapat dilihat tabel berikut. Tabel 3.24 Timbulan Sampah Kota Bogor Tahun 2001 – 2005
N o
Kecamatan / Kelurahan
1
BOGOR UTARA
2 3
BOGOR TIMUR BOGOR SELATAN
4
BOGOR TENGAH
5
BOGOR BARAT
6
TANAH SAREAL TOTAL (KOTA BOGOR)
Jumlah Timbunan Sampah (M3/Hari) 2001 2002 2003 2004 2005 373,9 340,74 345,93 361,48 370,27 5 217,4 192,56 201,87 209,81 209,77 5 416,8 375,75 386,56 400,01 408,24 6 257,9 231,09 239,23 249,48 252,91 4 476,0 417,13 438,36 454,99 461,16 5 395,4 343,64 361,63 376,00 376,59 7 1.900,9 1.973,5 2.051,7 2.078,9 2.137,7 1 6 7 3 1
Sumber : DLHK Kota Bogor
Jumlah timbulan sampah Kota Bogor pada lima tahun terakhir menunjukan angka yang terus meningkat yaitu dari 2.078,93 M3/hari pada tahun 2004 bertambah menjadi 2.131,71 M3/hari pada tahun 2005, berbanding lurus dengan pertambahan jumlah penduduk setiap tahunnya.
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 24
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor
b)
Komposisi dan Kandungan Sampah Secara umum, jenis sampah dapat dibagi 2 yaitu sampah organik (biasa disebut sebagai sampah basah) dan sampah anorganik (sampah kering). Sampah basah adalah sampah yang berasal dari makhluk hidup, seperti daun-daunan, sampah dapur, dll. Sampah jenis ini dapat terdegradasi (membusuk/hancur) secara alami. Sebaliknya sampah kering, seperti kertas, plastik, kaleng, dan lain-lain tidak dapat terdegradasi secara alami. Menurut data dari DLHK, sampah terbanyak dihasilkan oleh permukiman dan pasar tradisional. Sampah pasar khusus seperti sayur mayur dan pasar buah, jenisnya relatif seragam, sebagian besar (95%) berupa sampah organik sehingga lebih mudah ditangani. Sampah yang berasal dari permukiman umumnya sangat beragam, secara umum komponen organik yang ada adalah 58% didalam sampah yang dibawa ke TPA Galuga. Sedangkan 27,1% lainnya adalah komponen anorganik yang karakteristiknyan berupa bahan-bahan seperti yang disajikan pada tabel berikut. Tabel 3.25. Perbandingan Sumber Timbulan Sampah Kota Bogor Tahun 2005
No
Sumber Timbulan
1 Permukiman 2 Komersial & Jalan 3 Pasar 4 Industri, dlll 5 Total Rata-rata sampah liter/orang/hari
Volume Sampah / Hari (M3) Jumlah Prosentase 1.340 63,09 308 14,50 282 13,28 201 9,13 2.131 100 2,66
Sumber : DLHK Kota Bogor, Tahun 2005
Berdasarkan data dari DLHK pada Tahun 2007, rata-rata komposisi sampah Kota Bogor adalah sebagai berikut sebagai berikut : Volume Sampah : 2 – 3 lt/kapita/hari Berat Sampah : 0,5 kg/kapita/hari Sampah Organik : 75 – 95 % Komponen lain : • Kertas :7% • Kayu : 1 % • Plastik : 13 % • Gelas : 2 % • Lainnya : 3 % Tabel 3.26. Komposisi karakteristik Sampah Kota Bogor, Tahun 2005 No Komposisi Volume (M3)/ Presentas Hari A
Organik
1
Sisa Makanan, sayur, dll
2
Sampah Pohon
e 1.492,20
70
1.470,
69
21,
1
88 32
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 25
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor B
Anorganik
639,
30
277,
13
149,
7
21,
1
42,
2
42,
2
42,
2
63,
3
2.131,
100
51 1
Plastik
2
Kertas
3
Baju, Tekstil
12 22 32 4
Logam 63
5
Gelas
6
Karet, Kulit
7
Lain-lain
63 63 95 Jumlah 71 Sumber : DLHK Kota Bogor, Tahun 2005
c)
Pola Pengumpulan Tempat Pembuangan sampah Sementara (TPS) TPS adalah tempat pembuangan sampah sementara yang disediakan oleh pemerintah daerah atau partisipasi masyarakat untuk menampung sampah buangan dari masyarakat. Sampah dari TPS berasal dari sampah hasil pengangkutan gerobak yang kemudian dimuat kedalam menuju TPA. Pada beberapa daerah yang padat penduduknya TPS sangat kecil dan tidak cukup untuk menampung sampah yang ditimbulkan. Hal tersebut akan mengakibatkan timbulan sampah yang tidak terangkat, dan bila terdekomposisi akan menimbulkan bau dan akan mengundang lalat. TPS yang tersedia di Kota Bogor berjumlah 516 unit, umumnya kondisinya memerlukan perbaikan fisik dan peningkatan operasional berupa pengaturan jadwal pembuangan dan pengangkutan, sehingga jangka waktu penumpukan sampahnya tertentu dan tidak lebih dari 1 hari. Hampir seluruh TPS yang terbuat dari bata tidak mempunyai penutup, sehingga saat hujan sampah tercampur dengan air, yang dapat menimbulkan bau dan terjadi kontaminasi air hujan oleh sampah, yang mengalir di sepanjang jalan. Tabel 3.27. Jumlah Tempat Penampungan Sementara (TPS) Bak Container
No . 1 2 3 4 5 26
Kecamatan Bogor Selatan Bogor Timur Bogor Utara Bogor Tengah Bogor Barat
Vol/M3
Jumlah
138 23 60 10 48 8 162 27 66 11 BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA
Baik 23 10 8 27 11 SANITASI
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor 6
Tanah Sareal Jumlah
42 516
7 86
7 86
Sumber : DLHK Kota Bogor, Tahun 2005
Depo Pengalihan Depo pengalihan atau transfer depo adalah tempat gerobak memindahkan sampahnya langsung ke truk sampah untuk dibawa ke TPA. Jumlah transfer depo di Kota Bogor adalah 8 unit. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 3.28. Lokasi Transfer Depo di Kota Bogor
No Transfer Depo 1 Depo Sempur 2
Depo Bantar Kemang
3
Depo Tegal Gundil 1
4
Depo Tegal Gundil 2
5
Depo Tegalega
6
Depo Cibogor
7
Depo Menteng Asri
8
Depo Cipaku
Lokasi Kel. Sempur Kec. Bogor Tengah Kel. Baranangsian Kec. Bogor Timur Kel. Tegal Gundil Kec. Bogor Utara Kel. Tegal Gundil Kec. Bogor Utara Kel. Tegalega Kec. Bogor Tengah Kel. Cibogor Kec. Bogor Tengah Kel. Menteng Kec. Bogor Barat Kel. Cipaku Kec. Bogor Selatan
Sumber : JABODETABEK Waste Management Corporation (JWMC) Consultan Suport,2006
Pembuangan Akhir TPA Galuga yang berlokasi di Galuga, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor merupakan Tempat Pembuangan Akhir sampah yang dihasilkan oleh Kota Bogor. Lokasi TPA Galuga kurang lebih 2 Km dari jalan raya antara Bogor – Leuwiliang dan kurang lebih 15 Km dari Kota Bogor. Kondisi jalan menuju lokasi datar dan baik, lebar 4 m, serta ada pemutaran truck. Luasan TPA, 13.6 ha, metode pengolahannya melalui Control landfil dengan cara penumpukan/penutupan sampah dengan tanah di lahan yang telah disediakan untuk dibiarkan sampai dengan membusuk. Namun karena curah hujan yang tinggi, maka sampah memerlukan waktu yang lama untuk pembusukannya. Penanganan TPA dengan open dumping tersebut menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan karena bau yang ditimbulkan dari sampah yang terdekomposisi, sehingga bau tersebut mengundang lalat yang dapat menyebabkan berbagai penyakit menular. Selain hal tersebut tanah maupun air permukaan dan air bawah tanah terkontaminasi oleh cairan lindi yang timbul karena kolam lindi di TPA tidak berfungsi dengan baik sehingga masih ada cairan lindi yang tidak masuk ke kolam lindi. Pengangkutan Kegiatan selanjutnya adalah berkaitan dengan pengangkutan sampah dari tempat timbulan sampah ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS). Pengangkutan sampah Kota Bogor umumnya dilakukan dengan mengunakan gerobak atau truk sampah yang dikelola oleh kelompok masyarakat maupun petugas DLHK. Berdasarkan hasil
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 27
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor pengamatan hal-hal yang terjadi pada pengangkutan sampah tersebut adalah ceceran sampah maupun cairannya sepanjang rute pengangkutan. Memindahkan sampah dari tempat pembuangan sampah sementara yang hanya ditimbun dan tidak ditempatkan pada tempat penampungan akan menyebabkan kesulitan pada saat memindahkan sampah tersebut. Proses pemindahan tersebut harus dilakukan cepat agar tidak menggangu kelancaran lalulintas dan penggunaan truk pengangkut menjadi efisien. Banyaknya sampah yang harus diangkut akan memerlukan banyak truk pengangkut, dengan keterbatasan jumlah truk yang dimiliki oleh DLHK, ritasi truk pengangkut menjadi lebih tinggi. Kondisi tersebut menyebabkan biaya perawatan truk pengankut akan meningkat dan masa pakai kendaraan pengangkut akan semakin pendek. Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah waktu tempuh ke TPA, jarak tempuh dan kondisi jalan yang kurang memadai menyebabkan waktu tempuh menjadi lama, sulitnya memperoleh lahan yang sesuai untuk TPA pada kawasan perkotaan menyebabkan waktu dan jarak tempuh ke TPA menjadi lebih lama dan lebih panjang. Fasilitas transfer dan transport yang digunakan oleh DLHK Kota Bogor dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 3.29. Potensi Armada Penanggulangan Sampah Di Kota Bogor
No. 1 2 3 4 5 6
Kecamatan
Dump Truck
Arm Roll
Bogor Selatan 6 Bogor Timur 10 Bogor Utara 7 Bogor Tengah 15 Bogor Barat 8 Tanah Sareal 9 Jumlah 63 22 Sumber : DLHK Kota Bogor, Tahun 2005
Bak Containe r 23 10 8 27 11 7 86
Pick Up
Motor/ gerobak
5
5
Keterangan : • Untuk route arm roll tidak dibagi wilayah
• Untuk route kijang pick up dan motor gerobak tidak dibagi perwilayah (keliling)
Perkembangan kondisi penanganan persampahan di Kota Bogor secara mendetil dan lebih update disajikan pada sub-bab 3.3 3.1.6. Drainase Lingkungan Kota Bogor merupakan daerah yang bervariasi atau bergelombang dengan perbedaan ketinggian yang cukup besar, bervariasi antara 200 – 350 m diatas permukaan laut, titik tertinggi berada di sebelah Selatan dengan ketinggian 350 meter di atas permukaan laut dan titik terendah berada di sebelah Utara dengan ketinggian 190 meter di atas permukaan laut. Morfologi tanahnya terbagi dalam dua hamparan, di sebelah Selatan relatif berbukit-bukit kecil dan di sebelah Utara merupakan daerah dataran dengan kemiringan lereng dapat dilihat pada Sub-bab sebelumnya. Dilihat dari proporsinya, pada tahun 2009 permukiman mendominasi peningkatan penggunaan lahan mencapai ± 36 % dari tata guna lahan permukiman tahun 2005. Hal ini dapat dipahami karena setiap tahunnya sektor permukiman terus mengalami peningkatan karena adanya tuntutan kebutuhan yang tinggi dari masyarakat Kota Bogor. Pada kondisi eksisting, penggunaan lahan lainnya terdistribusi dengan proporsi rata-rata dibawah ± 5
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 28
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor % kecuali untuk pertanian, ruang terbuka hijau dan lapangan olahraga masing-masing mencapai ± 27 %, 15% dan 7%. Dengan meningkatnya penggunaan lahan permukiman sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah 2009, maka dalam perencanaan sarana drainase perlu diperhatikan meningkatnya koefisien tutupan lahan. Peningkatan koefisien tutupan lahan akan menyebabkan meningkatnya debit run off yang terjadi ketika banjir. Dari hasil analisis perhitungan dan laporan WJEMP tahun 2004, diperoleh kesimpulan bahwa erosi tanah tergantung dari kondisi daerah aliran sungai antara lain; cuaca, kemiringan lereng, geologi dan tataguna lahan. Walaupun data akurat tentang laju erosi di wilayah Kota Bogor sangat terbatas tetapi berdasarkan analogi dengan laporan terdahulu diperkirakan bahwa laju erosi daerah aliran sungai di Kota Bogor tidak jauh berbeda dengan di wilayah Jabodetabek sebesar 100 ton/ha/tahun. Partikel tanah yang tererosi dikelompokkan berdasarkan ukuran butiran yang meliputi, lempung, lanau, pasir dan batu kerikil. Berdasarkan laporan WJEMP dinyatakan bahwa ukuran partikel (D50), dari material dasar sungai berkisar antara 0,18 mm dan 2,05 mm atau pasir halus sampai pasir agak kasar. Material tersuspensi menunjukkan ukuran partikel dengan kisaran D50 dari 0,002 mm - 0,15 mm atau lempung sampai lanau. Dengan menggunakan cara analogi diperkirakan ukuran partikel tanah yang tererosi dihulu daerah aliran sungai di Kota Bogor tidak jauh berbeda dengan di wilayah Jabodetabek dan saat ini mendekati nilai diatas. Pengerukan sedimen perlu dilakukan sedini mungkin untuk menekan resiko banjir karena menurunnya kapasitas hidrolik dari sungai, drainase utama, waduk dan situ. Pengelolaan DAS secara terpadu dan pengendalian erosi selama kegiatan pembangunan perlu ditingkatkan di wilayah Bogor untuk mengurangi sedimentasi pada sungai dan drainase utama. Upaya meningkatkan kesadaran penduduk perlu dilakukan terutama dalam hubungannya dengan penanganan sampah agar tidak dibuang ke badan air. Hal tersebut diperlukan pengadaan fasilitas yang memadai yaitu: transportasi, tempat pembuangan sementara (TPS) dan tempat pembuangan akhir (TPA) yang memenuhi persyaratan. Pengawasan terhadap limbah industri perlu ditingkatkan terutama dalam kaitannya dengan pemenuhan standar limbah. Upaya tersebut akan dapat menekan tingkat kontaminasi sedimen. Kajian dampak lingkungan dari rencana kegiatan pengerukan sedimen diperlukan untuk merumuskan upaya penanganan dampak negatif yang mungkin timbul. Dari hasil perhitungan erosi, terlihat bahwa laju erosi per satu hektar lahan di Bogor adalah sebesar 42 ton/tahun. Oleh karena itu pengerukan di situ maupun saluran harus dilakukan setiap tahun dengan kedalaman pengerukan 30 mm atau untuk situ minimal 5 tahun sekali dengan kedalaman pengerukan minimal 1 m. Sistem drainase di Kota Bogor belum terencana dengan baik. Sebagian besar masih mengikuti pola alamiah, sebagian lagi berupa sistem drainase jalan. Secara umum, sistem drainase di Kota Bogor terbagi menjadi 2 (dua) bagian, yaitu drainase makro dan drainase mikro. Saluran pembuangan makro adalah saluran pembuangan yang secara alami sudah ada di Kota Bogor yang terdiri dari dua sungai besar, yaitu Sungai Ciliwung dan Cisadane yang mengalir dari arah Selatan ke Utara serta beberapa sungai kecil seperti Sungai Cipakancilan, Sungai Cipinanggading, Sungai Ciluar, Sungai Cikalibaru, Sungai Ciheuleut, Sungai Ciapus, Sungai Cisindangbarang, Sungai Cigede Wetan, Sungai Cigede Kulon, Sungai Cileungsir, Sungai Cipalayangan, Sungai Cibeureum, Sungai Cikaret, Sungai Cigenteng, Sungai Cinyangkokot, Sungai Cileuwibangke, Sungai Cipaku dan Sungai Cijeruk.
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 29
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor Saluran pembuangan mikro adalah saluran yang sengaja dibuat mengikuti pola jaringan jalan. Pada akhirnya saluran ini bermuara pada saluran makro yang dekat dengan saluran mikro tersebut. Wilayah Kota Bogor terdiri atas jaringan-jaringan drainase yang rumit. Beberapa di antaranya adalah jaringan saluran drainase yang secara hidrolik berdiri sendiri namun terdapat jaringan saluran drainase yang saling berhubungan satu sama lain. Selain itu masih terdapat pula jaringan irigasi yang mempunyai fungsi berbeda dengan jaringan drainase. Jaringan irigasi yang berubah menjadi jaringan drainase, yaitu di saluran induk Ciliwung Katulampa, Saluran Cibalok, Saluran Bantarjati (Cibagolo), Saluran induk Cisadane Empang, Saluran sekunder Cibuluh, Saluran sekunder Cidepit dan Saluran sekunder Ciereng Saluran drainase yang secara hidrolik saling berkaitan tersebut harus dikembangkan sebagai sebuah sistem yang konsisten secara hidrolik, misalnya dengan sistem polder. Pada hakekatnya setiap daerah genangan memiliki saluran drainase lokal. Wilayah Kota Bogor dilewati oleh dua sungai besar dengan aliran dari selatan ke utara yaitu Sungai Ciliwung dan Cisadane. Sungai-sungai tersebut selain dipergunakan sebagai saluran induk dalam pengaliran air hujan, juga oleh sebagian kecil penduduk masih dipergunakan untuk keperluan MCK. Potensi air lainnya adalah terdapatnya sumber air tanah berupa mata air yang sebagian telah dipergunakan oleh masyarakat sebagai sumber supply air bersih. Pada gambar berikut diperlihatkan skema tata air di Kota Bogor. Skema tata air ini merupakan skema tata air termutakhir dibandingkan dengan studi-studi sebelumnya. Kajian dan Analisis mengenai tata air di Kota Bogor selanjutnya akan mengacu kepada skema tata air ini dengan penyesuaian dan verifikasi di lapangan. Gambar 3.3. Skema Tata Air dalam WJEMP 2004
Situ-situ yang berada di wilayah kota Bogor sejumlah 6 (enam) situ eksisting dan 2 (dua) lokasi potensial untuk kolam retensi dan hampir seluruhnya akan ditangani oleh Pusat melalui PIPWS-CC.yaitu : Tabel 3.30. Sebaran Situ-situ di Kota Bogor Tahun 2007
N o 1
Nama Situ Situ Gede
Desa Situ Gede
Kecam atan Bogor Barat
Luas Fungsi Areal (ha) 4.0 Irigasi, Retensi
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 30
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor N o
Nama Situ
Desa
2
Situ Kecil
Situ Gede
3
Situ Panjang
Situ Gede
4
Situ Curug
Curug
5
Situ Anggalena
Ciparigi
6
Situ Danau Bogor Ray Kolam Retensi Cimanggu Kolam Retensi Taman Persada
Katulampa
7 8
Kedungwari ngin Cibadak
Kecam atan Bogor Barat Bogor Barat Bogor Barat Bogor Utara
Luas Fungsi Areal (ha) 1.0 Irigasi 2.5 Irigasi
Bogor Timur Tanah Sareal Tanah Sareal
2.0 Irigasi, Retensi 1.0 Rekreasi , Retensi 1.04 Retensi, Rekreasi 1.0 Retensi 0.5 Potensia l
Sumber : Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Bogor Tahun 2009
Berdasarkan data dari Dinas PSDA Propinsi Jawa Barat, berikut disampaikan volume efektif situ dan volume netto dari tiap situ. Tabel 3.31 Luas Layanan dan Volume Situ di Kota Bogor Tahun 2007
Lokasi N o
Nama Situ
1 Asem 2 Curug 3 Gede 4 Kecil 5 Panjang 6 Salam Bogor 7 Raya Total Potensi Situ
Desa
Kecam atan
Cibada k
Bogor Barat Bogor Curug Barat Situ Bogor Gede Barat Situ Bogor Gede Barat Situ Bogor Gede Barat Ciparig Bogor i Utara Cimah Bogor par Utara 7 buah
Luas Laya nan (Ha) 3 2 4 1 2,5 1 7,5 21
Volu me Efekt if (m3) 0 60.00 0 200.0 00 30.00 0 60.00 0 0 75.00 0 425.0 00
Kehilan gan Air (juta m3) Dihitun g 20% 0 12.000 40.000 6.000 12.000 0 15.000 85.000
Volu me Nett o (m3) 0 48.00 0 160.0 00 24.00 0 48.00 0 0 60.00 0 340.0 00
Sementara permasalahan Situ yang meliputi masalah fisik dan nonfisik dapat dilihat pada tabel berikut.
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 31
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor
Tabel 3.32. Identifikasi Permasalahan Situ dan Usulan Solusi
Fi si k
Permasalahan Pengurangan luas situ
Sedimentasi
N o n Fi si k
Tumbuhan air dan rumput Kerusakan sarana situ Ketidakjelasan penguasaan
Ketidakjelasan instansi pengelola Penurunan kualitas lingkungan
Cara Mengatasi 1.Peroleh informasi luas situ semula, kembalikan luasan situ seperi semula dengan pembebasan tanah 2.Tetapkan luas situ sesuai yang ada dan lestarikan 3.Keikutsertaan masyarakat sekeliling situ untuk pelestarian situ 1.Pengerukan situ dengan mempertimbangkan fungsi pengendali banjir dan penyediaan air 2.Pencegahan sedimen masuk situ misal dengan perangkap sedimen Pemeliharaan khusus dan pemeliharaan rutin Perbaiki dengan pemeliharaan khusus Pemerintah Pusat agar memutuskan penguasaan situ (Pusat atau Kabupaten/ Kota) dan pensertifikatan situ dengan melibatkan BPN Pelimpahan wewenang pengelolaan dari Pusat ke Kabupaten/ Kota diteruskan penunjukan instansi yang berwenang mengelola 1.Keikutsertaan masyarakat sekeliling situ dalam kepedulian lingkungan (tidak membuang sampah dan limbah rumah tangga ke situ) 2.Jika terpaksa air limbah diolah dulu dengan kolam pembersih limbah alami (wet land) dan atau tangki UASB (Upflow Aerobic Sludge Blanket)
Untuk mempermudah penanganan sistem drainase dalam perencanaan dan dalam pengelolaannya akan di buat beberapa sistem situ dan sistem drainase lokal telah dikelompokkan kedalam beberapa Zona Drainase dimana Kota Bogor memiliki 15 zona drainase Pengelompokan didasarkan atas kesamaan daerah dipandang dari sudut topografi, saluran atau sungai pembatas yang ada, dan daerah aliran sungai tertentu
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 32
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor sebagai saluran makro dari jaringan drainase. Berikut adalah gambaran Daerah Aliran Sungai dan gambaran zona drainase Kota Bogor.
Gambar 3.4 Hasil Delianasi Daerah Aliran Sungai Kota Bogor Gambar 3.5 Peta Zona Drainase Kota Bogor
3.1.7. Pencemaran Udara Pemantauan
kualitas
udara
ambien
di
Kota
Bogor
dilakukan secara kontinu setiap tahun pada titik-titik tertentu yang dianggap dapat merepresentasikan keadaan kualitas udara di Kota Bogor.
Pemantauan kualitas udara pada tahun
2007 dilaksanakan di 15 (lima belas) titik lokasi (Gambar 3.6). Kelima belas lokasi pemantauan kualitas udara pemantauan sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 3.6 adalah :
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Pertigaan Empang Jalan Pajajaran SD Pengadilan V Taman Topi Pertigaan Jembatan Merah Pertigaan Mawar Warung Jambu Ciawi Ciluar Jalan Baru Kemang Pertigaan Bubulak Darmaga Pertigaan Pancasan Pertigaan Tugu Kujang
1
2
3
4
5
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 33
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Pertigaan Plaza Bogor
Gambar 3.1. Lokasi pemantauan kualitas udara ambien Delapan titik sampel diambil mewakili lokasi di pusat kota (Pertigaan Empang, Jalan Pajajaran, SD Pengadilan V, Taman Topi, Pertigaan Jembatan Merah, Pertigaan Pancasan, Pertigaan Tugu Kujang dan Pertigaan Plaza Bogor). Tujuh titik sampel lainnya diambil mewakili lokasi pinggiran Kota Bogor
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 34
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor yakni
(Warung
Jambu,
Ciawi,
Ciluar,
Jalan Baru
Kemang,
Pertigaan Bubulak, Darmaga). Sampel diambil pada Bulan Juni 2007.
Kondisi kualitas udara Kota Bogor Berdasarkan hasil
pemantauan tersebut menunjukkan sebagian besar parameter yang diukur masih belum melebihi baku mutu lingkungan. Parameter yang telah melampaui baku mutu yakni parameter timbal (Pb), debu (TSP) dan Kebisingan.
Parameter Pb
ditemukan telah melampaui baku mutu di lokasi pengukuran Pertigaan SD Pengadilan V, Ciawi, Pertigaan Bubulak dan Pertigaan Tugu Kujang, sedangkan parameter TSP ditemukan telah melampaui baku mutu di lokasi pengukuran Pertigaan SD Pengadilan V, Warung Jambu, Ciawi, Ciluar, Pertigaan Bubulak, Pertigaan Pancasan dan Pertigaan Plaza Bogor.
Parameter
tingkat kebisingan ditemukan telah melampaui baku mutu di semua lokasi pengukuran, kisaran tingkat kebisingan yakni antara 61,0 - 80,3 dBA. Dibandingkan dengan hasil pengukuran pada Tahun 2005 dilokasi
yang
sama
tidak
ditemukan
perbedaan
yang
signifikan. Pada tahun 2005 parameter debu (TSP) yang melampaui baku mutu hanya ditemukan di tiga satu lokasi pengukuran,
yakni
di
Warung
Jambu
(286,6
µg/Nm3)
sementara pada Tahun 2007 parameter debu yang melampaui baku mutu bertambah menjadi tujuh lokasi.
3.1.8. Limbah Industri (kondisi umum penanganan limbah industri) Berdasarkan laporan BPLHD Jawa Barat Tahun 2007 jumlah industri potensi penghasil limbah B3 mencapai 45 % dari jumlah total industri yang terdaftar. Industri terbanyak adalah industri garmen, yang jumlahnya mencapai 15 industri. Beberapa bidang usaha lainnya yang mempunyai jumlah lebih dari 3 antara lain industri tekstil, karoseri mobil, keramik, kimia, komponen elektronik dan jasa laundry. Persentase jenis bidang usaha yang terdapat di Kota Bogor dapat dilihat pada Gambar berikut :
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 35
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor Gambar 3.7 Persentase Bidang Usaha Dihasilkan di Kota Bogor Berdasarkan PotensiLimbah B3 Tabel 3.33. Jumlah Bidang Usaha di Kota Bogor Berdasarkan Kategori Limbah yang Dihasilkan Bila dilihat berdasarkan jumlah industri keseluruhan, maka industri potensi penghasil limbah B3 diperkirakan mencapai 179 buah. Pengkategorian ini didasarkan pada daftar jenis bidang usaha yang dinyatakan industri penghasil limbah B3 di PP No 85 tahun 1999. Gambar 3.8 Kelengkapan Dokumen Bidang Usaha Terdaftar di Kota Bogor Dari keseluruhan industri yang terdaftar, hanya sekitar 61 % industri telah melengkapi kegiatan uasahanya dengan dokumen pengelolaan lingkungan. Sisanya, sekitar 39 % masih belum mempunyai pernyataan mengenai tanggung jawab terhadap lingkungan, yang dituangkan dalam dokumen UKL – UPL maupun RKL – RPL. 3.1.9. Limbah Medis Kegiatan rumah sakit merupakan suatu kegiatan spesifik untuk pelayanan medis masyarakat yang menderita gangguan kesehatan. Akibat dari kegiatan tersebut, limbah rumah sakit merupakan limbah yang berbahaya bagi lingkungan. Jenis limbah yang dikeluarkan oleh kegiatan rumah sakit terdiri dari limbah padat limbah cair, dan gas. Sifat limbah yang spesifik disini misalnya limbah yang bersifat infeksius dan limbah radioaktif. Limbah padat merupakan limbah yang dihasilkan dari bekas tempat obat, jarum suntik, perban, kapas, potongan bagian operasi, dll. Limbah ini harus dimusnahkan dengan cara dibakar dalam incenerator pada suhu tertentu yaitu diatas 1000 0C-1200 0C. Pada kondisi suhu pembakaran ini, maka benda-benda yang dibakar tersebut menjadi abu yang siap dilandfill-kan. Sedangkan limbah cair yang berasal dari ruang operasi, ruang laboratorium, kamar mandi, dan dapur, serta laundry harus diolah tersendiri dengan menggunakan sistem fisik, kimia dan biologi hingga memenuhi standar kualitas yang ditentukan. Kualitas air limbah yang dikeluarkan dari sistem harus sesuai dengan baku mutu dan tidak mengandung bakteri patogen. Kota Bogor mempunyai 9 rumah sakit. Untuk lebih jelasnya tentang limbah medis di Kota Bogor, adalah sebagai berikut: 1..a. Limbah Cair Limbah cair yang dihasilkan umumnya mengandung bakteri, virus, senyawa kimia, dan obat-obatan yang dapat membahayakan lingkungan. Sumber limbah cair dapat berasal dari kegiatan : BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 36
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor Pelayanan pasien berupa limbah cair dalam kamar mandi dan pencucian peralatan yang digunakan Laboratorium klinis : air limbah dari pencucian peralatan laboratorium dan sejenisnya. Ruang operasi Laundry dan pembersihan ruang infeksius Radiologi Pembersihan ruangan-ruangan non infeksius Laboratorium obat Berdasarkan data hasil analisis kualitas air limbah terhadap 9 (sembilan) contoh limbah cair dari 9 (sembilan) lokasi Rumah Sakit di Kota Bogor, sebanyak 4 (empat) contoh air limbah dari 4 (empat) limbah cair rumah sakit kualitas air limbahnya memenuhi kadar maksimum yang dipersyaratkan kriteria baku mutu limbah cair kegiatan rumah sakit pada KEPMEN LH Nomor KEP-58/MENLH/12/1995. Keempat contoh air limbah tersebut berasal dari RS Islam, RS Azra, RS PMI dan RS Marzuki Mahdi. Namun demikian, sebanyak 5 (lima) contoh air limbah dari kegiatan rumah sakit Karya Bakti, Salak, Hermina, BMC dan Melania kurang memenuhi persyaratan. Hal ini dikarenakan, terdapat parameter kualitas limbah cair tidak memenuhi kadar maksimum yang dipersyaratkan pada baku mutu limbah cair kegiatan rumah sakit. Parameter dengan kadar yang melebihi baku mutu limbah cair tersebut diperlihatkan dalam tabel berikut ini. Tabel 3.34. Parameter Kualitas Limbah Cair Kegiatan Rumah Sakit Yang Melebihi Persyaratan Kriteria Baku Mutu Limbah Cair (KEPMEN LH Nomor KEP-58/MENLH/12/1995) pH
TSS mg/ L
BO D mg/ L
CO D mg/ L
Ptotal mg/L
NH3N mg/ L
-
Jml/100 mL
RS Karya Bhakti
+
+
+
88
+
+
+
RS Salak
+
126
45
83
+
0.79 2
+
RS Hermina
+
+
+
+
2.29
+
+
RS BMC
+
+
+
+
+
0.17 5
+
RS Melania
+
184
+
+
+
+
+
30
80
2.0
0.10
10000
Lokasi Sungai
Kriteria Baku Mutu 6.0 30 Limbah Cair 9.0 + memenuhi kriteria baku mutu limbah cair
T-Coli
1..b. Limbah Padat Jenis limbah padat yang dihasilkan dapat berupa ; limbah medis (bersifat infeksius) dan limbah domestik (non infeksius). Limbah domestik berasal dari BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 37
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor semua aktivitas yang menghasilkan buangan limbah padat yang lazim disebut sampah. Persentase limbah domestik terbesar berupa garbage yaitu sampah berasal dari sisa buangan dapur, sisa makanan pasien dan pengunjung serta daun dari pepohonan. Sampah medis adalah : sampah yang dihasilkan dan kegiatan pelayanan medis, baik untuk diagnosa maupun terapi kepada pasien. Sampah medis dapat berasal dari ruang bedah/operasi, ruang perawatan, poliklinik, UGD, ruang apotik, ruang isolasi dan lain-lain. Adapun sampah tersebut adalah perban bekas pakai, sisa lap/tissue, sisa potongan tubuh manusia dan benda lain yang terkontaminasi, spuit bekas, jarum suntik bekas, pecahan kaca, bahan atau sisa obat-obatan dan bahan kimia, perlak, tempat penampungan urine, tempat dan penampungan muntah. 1..c. Limbah B3 Sumber limbah berasal dari kegiatan pelayanan di fasilitas kesehatan tersebut. Jenis limbah B3 (medis) yang dihasilkan dapat dikategorikan sebagai berikut ; Limbah infeksius ;adalah limbah yang diduga mengandung patogen (bakteri, virus, parasit atau jamur) dalam konsentrasi dan jumlah yang cukup untuk menyebabkan penyakit. Jenis ini meliputi ; kultur dan stok agen infeksi dari aktivitas laboratorium, limbah buangan hasil operasi, otopsi yang menderita penyakit menular, limbah pasien penderita penyakit menular dari bangsal isolasi (ekskreta, pembalut luka, cairan tubuh) Limbah patologis; terdiri dari jaringan, organ, bagian tubuh, janin manusia, darah dan cairan tubuh Limbah benda tajam ; antara lain jarum, peralatan infus, skalpel, pisau, belati, potongan kaca Limbah farmasi ; adalah limbah yang mengandung bahan farmasi (obat yang sudah kadaluarsa atau tidak diperlukan lagi, obat terkontaminasi, sarung tangan, masker slang penghubung dan ampul obat. Limbah genotoksik; adalah limbah yang mengandung bahan genotoksik (mutagen, teratogenik, karsinogenik) Limbah kimia ; adalah limbah yang mengandung zat kimia seperti ; reagent di laboratorium, film untuk rontgen, disinfektan kadaluarsa, solven (zat pelarut) Limbah yang mengandung logam berat tinggi; seperti baterai, termometer, alat pengukur tekanan darah, oli bekas Limbah radioaktif ; adalah limbah yang mengandung radioaktif, contoh ; cairan yang tidak terpakai dari terapi radioaktif atau riset di laboratorium, peralatan kaca, kemasan, kertas absorben yang terkontaminasi, urine/ekskreta pasien yang diobati atau diuji dengan radionuklida terbuka. Perkiraan volume limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit di Kota Bogor disajikan pada Tabel berikut: Tabel 3.35 Perkiraan volume limbah padat dan limbah cair dari Rumah Sakit N Nama Tipe/Kel Volume Limbah BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 38
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor
o.
Rumah Sakit
as*)
1.
C
4.
RSIA MELANIA RS Islam Bogor RS Karya Bakti RS PMI
5. 6.
2. 3.
Cai r 45 22, 5
C
12
5
C
30
150
35
B
70
3
250
RS Azra
C
10
-
RS Salak
C
35
24 kg
48 12, 32
C
50
C
7,53
4.000 kg 5,5 kg
C
18,42
81 kg
260,95
159,68
8.
RS Marzoeki Mahdi RS BMC
9.
RS Hermina
7.
(m3/hari) Padat Medis Non (kg/h) Medis 28 1,68
Total
168 30 5,9 8 616 ,8
Keterangan : *) Tipe/Kelas A, B, C, atau D Sumber : Kantor Lingkungan Hidup Kota Bogor
3.2. Pengelolaan Limbah Cair 3.2.1. Landasan Hukum/Legal Operasional Pengelolaan air limbah di Kota Bogor tidak terlepas dari berbagai aspek kebijakan baik pusat maupun daerah, dimana kebijakan tersebut menjadi acuan dalam penanganan pengelolaan dan pelayanan air limbah yang tertuang dalam bentuk peraturan dan keputusan. Diantara peraturan dan keputusan tersebut adalah sebagai berikut : a. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistem (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); b. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699); c. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan UndangUndang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 39
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844 ); d. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara & Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); e. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun f. 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838); g. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4490); h. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); i. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 112 Tahun 2003 tentang Baku Mutu Air limbah Domestik; j. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah. k. Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 3 Tahun 2001 tentang Retribusi Pengelolaan Limbah Cair. l. Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 3 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Kesehatan. m. Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 8 Tahun 2006 tentang Ketertiban Umum. n. Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 4 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. 3.2.2. Aspek Institusional Secara institusional upaya Pemerintah Kota Bogor dalam pelayanan air limbah secara langsung terdistribusi dalam beberapa unit kerja yaitu sebagai berikut : 1. Unit Pelayanan Tenis Dinas Instalasi Pengolahan Air Limbah (UPTD IPAL) UPTD IPAL tersebut memiliki tugas diantaranya adalah : 14.a. Memberikan jasa pelayanan pengolahan limbah cair yang dibuang oleh konsumen (rumah tangga) melalui Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang tersedia milik dan yang dikelola oleh Pemerintah Kota Bogor. 14.b. Memberikan pelayanan penyedotan kakus di dalam daerah adalah pelayanan penyedotan kakus/jamban yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kota Bogor tidak termasuk yang dikelola oleh swasta 2. Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (DCKTR) BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 40
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor DCKTR juga memiliki kewajiban dalam pelayanan penyehatan lingkungan perumahan dan permukiman dimana diantaranya adalah dengan pelaksanaan kegiatan pembangunan Sarana & Prasarana SANIMAS, Penyediaan Septic Tank Komunal dan penanganan kawasan kumuh baik dengan pembiayaan APBD maupun akses pembiayaan lainnya. 3. Dinas Kesehatan Terlibat dalam upaya kampanye Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS) dan berbagai upaya dalam peningkatan kesehatan lingkungan. 4. Kantor Lingkungan Hidup Bertugas untuk melakukan pemantauan kualitas lingkungan dan memberikan rekomendasi hingga penegakan hukum lingkungan. 3.2.3. Cakupan Pelayanan Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Bogor Tahun 2009 secara keseluruhan cakupan layanan dalam pelayanan air limbah domestik yang dilihat dari tingkat kepemilikan jamban keluarga baru mencapai 74,27% rumah yang memiliki, namun data tersebut cenderung bias karena belum melihat kelayakan jamban yang dimiliki oleh masyarakat tersebut. Tabel. 3.36. Akses Terhadap Sanitasi Dasar di Kota Bogor Tahun 2009 N o
KELURAHA N
1 Cibuluh
Jumlah Rumah Memiliki Sarana
JAMBAN % Jumlah Rumah Rumah Memilik diperiksa i
% Rumah diperiks a
2.345
88,99
2.345
100,00
2.831
82,39
2.831
100,00
Cimahpar Kedung 2 Halang
1.696
69,34
1.696
100,00
3.277
86,33
3.277
100,00
Ciparigi
4.204
91,37
4.204
100,00
Cimahpar
2.766
88,85
2.766
100,00
3 Tegal Gundil
4.944
93,89
4.944
100,00
Bantar jati Baranang 4 Siang
3.812
95,49
3.812
100,00
3.705
85,92
3.705
100,00
Katulampa
3.207
73,22
3.207
100,00
918
81,31
918
100,00
Sindangrasa
1.880
81,14
1.880
100,00
Sindangsari
1.036
61,23
1.036
100,00
Sukasari
1.578
70,04
1.578
100,00
Tanah Baru
5 Tajur
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 41
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor 6 Batutulis Rangga Mekar
1.605
78,29
1.605
100,00
1.890
72,22
1.890
100,00
Pamoyanan
2.150
55,67
2.150
100,00
Mulya harja
1.444
51,19
1.444
100,00
7 Bondongan
2.133
80,55
2.133
100,00
Empang
2.148
68,54
2.148
100,00
Cikaret Lawang 8 Gintung
2.127
61,31
2.127
100,00
1.424
75,50
1.424
100,00
Pakuan
594
52,20
594
100,00
Muarasari
804
43,32
804
100,00
1.295
61,87
1.295
100,00
1.555
79,54
1.555
100,00
Genteng
643
51,40
643
100,00
Kertamaya
545
52,20
545
100,00
Rancamaya
803
76,70
803
100,00
Bojongkerta 1 0 Menteng Cilendek Barat Cilendek Timur 1 1 Curug Induk
926
65,95
926
100,00
2.538
87,73
2.538
100,00
2.462
79,57
2.462
100,00
1.807
82,40
1.807
100,00
1.793
72,18
1.793
100,00
2.348
79,14
2.348
100,00
Harjasari 9 Cipaku
Curug Mekar Semplak 1 Sindang 2 Barang
839
41,62
839
100,00
2.016
70,34
2.016
100,00
Bubulak
1.903
83,28
1.903
100,00
Situ Gede
1.075
60,46
1.075
100,00
Marga jaya Balumbang Jaya
442
43,55
442
100,00
1.259
66,47
1.259
100,00
1 3 Pasir Mulya Gunung
733 2.428
86,13 76,84
733 2.428
100,00 100,00
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 42
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor Batu Loji
1.564
68,03
1.564
100,00
1.846
70,43
1.846
100,00
2.295
68,18
2.295
100,00
1 5 Pabaton
525
77,78
525
100,00
Cibogor
1.008
75,96
1.008
100,00
1 6 Ciwaringin
1.054
70,17
1.054
100,00
637
47,79
637
100,00
675
35,16
675
100,00
708
51,34
708
100,00
Babakan
1.023
90,13
1.023
100,00
Tegalega 1 8 Gudang
1.796
56,00
1.796
100,00
817
50,06
817
100,00
Paledang
1.127
55,11
1.127
100,00
496
38,99
496
100,00
Tanah Sarel Pondok Rumput Kedung Badak
1.320
75,34
1.320
100,00
2.257
59,77
2.257
100,00
4.217
89,55
4.217
100,00
Kedung Jaya Kedung Waringin
2.225
97,50
2.225
100,00
1 4 Pasir Kuda Pasir Jaya
Panaragan Kebon Kelapa 1 7 Sempur
1 9 2 0 2 1 2 2
Belong
2.625
65,69
2.625
100,00
2 3 Kayumanis
2.661
83,57
2.661
100,00
Cibadak
2.748
80,87
2.748
100,00
Kencana 2 4 Mekarwangi
2.502
85,71
2.502
100,00
2.856
87,58
2.856
100,00
Sukadamai
2.598
96,69
2.598
100,00
Sukaresmi
2.134
90,96
2.134 125.64
100,00
KOTA BOGOR
125.642
74,27 2
100,00
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 43
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor Sumber : Dinas Kesehatan Kota Bogor 2009
Sementara untuk sistim pengolahan air limbah masyarakat di Kota Bogor umumnya menggunakan septic tank hanya sebagian kecil saja yaitu yang berada di Kelurahan Tegal Gundil yang menggunakan sistim pengelohan air limbah berupa IPAL dengan jumlah sambungan terpasang hanya 300 SR. meskipun secara keseluruhan cakupan pelayan air limbah se-Kota Bogor dari kepemilikan jamban sudah mencapai 74,27% akan tetapi tidak semua jamban dilengkapi dengan sistim pengolah. 3.2.4. Aspek Teknis dan Teknologi a. Sistem terpusat/offsite system Untuk penanganan limbah cair domestic dengan sistim penanganan terpusat di Kota Bogor hingga saat ini masih dilayani hanya oleh IPAL Tegal Gundil saja. IPAL ini dapat menampung limbah domestik sebanyak 600 SR tetapi pada saat ini baru 300 SR yang terpasang. IPAL tersebut dibangun pada tahun 1996 dengan anggaran hibah dari pemerintah pusat yang melayani pengelolaan air limbah perumahan Bantarjati, Kelurahan Tegal Gundil, Kecamatan Bogor Utara. IPAL tegal gundil ini memiliki fasilitas yang terdiri dari : a. Grit Chamber : 2 unit b. Bak Pengendap 1 : 3 unit c. Trickling Filter : 1 unit d. Lumpur aktif : 2 unit e. Bak Pengendap 2 : 4 unit f.Badan Air Penerima : 1 g. Kolam Oksidasi : 3 unit, kapasitas 1320 m3/unit h. Kolam Maturasi : 2 unit, kapasitas 2616 m3/unit i.Kolam Fakultatif : 1 unit, kapasitas 2315 m3/unit Namun kondisi saat ini sangat memprihatinkan IPAL tersebut sudah kurang layak fungsi atau dapat diinterpretasikan kurang berfungsi sebagaimana mestinya dalam aspek sistim pengolahan. Gambar 3.9 Lokasi & Skematik Sistim Pengolahan IPAL Tegal Gundil
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 44
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor
b. Sistem setempat/onsite system Dari jumlah rumah yang ada di Kota Bogor yaitu sebanyak 166.619 rumah, yang memiliki sarana jamban keluarga adalah sebanyak 124.951 rumah (74,9 %). Angka capaian tersebut diatas masih di bawah target SPM yaitu 80 %. Angka capaian tertinggi kepemilikan sarana jamban keluarga ada di wilayah kerja Puskesmas Tegal Gundil ( 97,56 % ) yang membawahi 2 wilayah kelurahan yaitu Kelurahan Tegal Gundil dan Kelurahan Bantarjati. Sedangkan angka capaian terkecil kepemilikan sarana jamban keluarga ada di wilayah kerja Puskesmas Belong ( 38,9 % ) yang membawahi 1 wilayah kelurahan yaitu Kelurahan Babakan Pasar.Angka capaian ini masih bersifat kuantitatif yaitu jamban yang di data masih meliputi jamban yang mempunyai septik tank maupun jamban yang tidak mempunyai septik tank ( plengsengan ). Secara keseluruhan kepemilikan sarana pembunganan air limbah domestik dalam hal ini jamban baru mencapai 74,27% dari keseluruhan rumah tangga dimana kepemilikan tersebut belum dapat diketahui kelayakannya terhadap standar teknis, sehingga kemungkinan kepemilikan jamban yang memenuhi syarat masih sangat rendah. SANIMAS Sanimas merupakan salah satu kegiatan dalam upaya peningkatan pelayanan sanitasi pada masyarakat dimana diharapkan dengan pelibatan masyarakat dapat menjadi lebih mandiri dan lebih memberikan perhatian terhadap kesehatan lingkungan. Pelaksanaan kegiatan sanimas di Kota Bogor adalah meliputi pembangunan sarana sanimas yang berlokasi di RT 03 RW 02 Kampung Bojong Menteng Kelurahan Pasir Mulya Kecamatan Bogor Barat Kota Bogor. Operasi dan pemeliharaan (O&M) menjadi tanggung jawab Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM). Bangunan sarana sanimas berupa Septic Tank Komunal dan Biodigester untuk penanganan air limbah rumah tangga khususnya tinja manusia. Septic Tank Communal terdiri dari bak inlet, bak sedimentasi, baffle reactor, dan anaerobic filter. Bangunan biodigester berfungsi sebagai pengolahan awal yang menghasilkan biogas yang dapat digunakan sebagai energi alternatif untuk memasak. Pelaksanaan sanimas sendiri tidak hanya berupa pembangunan tetapi juga meliputi sosialisasi pada masyarakat akan pentingnya sanitasi yang sehat serta pembinaan dan pelatihan termasuk dalam hal manajerial untuk dapat mengoperasikan, memelihara dan mengelola saranaprasarana sanitasi. Tabel 3.37. Kegiatan Fisik Program Sanimas No .
Nama Kegiatan
Lokasi Kegiatan
Pelaksana Kegiatan
1.
Program Sanimas
Kelurahan Guning Batu
DLHK
2.
Program Sanimas
Kelurahan Tajur
DLHK
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 45
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor 3.
Program Sanimas
Kelurahan Pasir Mulya
KLH
Sumber : Kantor Lingkungan Hidup Kota Bogor 2009
3.2.5. Peran Serta Masyarakat dan Jender dalam Penanganan Limbah Cair Hingga saat ini peran serta aktif masyarakat dalam penanganan limbah cair masih sangat kurang kontribusi masyarakat hanya sebatas pengoperasian contohnya pada pengoperasian MCK namun dalam pembiayaan serta pembangunan infrastruktur dan pemeliharaannya masih sangat kurang. 3.2.6. Permasalahan Beberapa isu permasalahan yang sering muncul terkait dalam pelayanan air limbah dapat teridentifikasi dari berbagai laporan adalah sebagai berikut : 1..c..1. Permasalahan dalam sistim Off Site : a. Masih rendahnya keinginan masyarakat untuk memanfaatkan IPAL sebagai prasarana pengolahan akhir air limbah rumah tangga. b. Kurangnya kepatuhan dan kemauan dalam pembayaran pemanfaatan jasa IPAL. c. Belum termanfaatkannya IPAL secara maksimal (masih baru 300 SR / 50% dari kapasitas maksimal. d. Kondisi IPAL yang cukup memprihatinkan : sistim pengolahan pada IPAL yang sudah kurang berfungsi dengan baik; sarana dan prasarana IPAL yang sudah banyak mengalami kerusakan dan kurang terpelihara serta SDM yang masih sangat kurang. 1..c..2. Permasalahan dalam sistim on site : a. Pada sistim on site pemahaman masyarakat masih sangat kurang hal ini dapat dirasakan dari tingkat frekuensi masyarakat dalam melakukan pengurasan terhadap septic tank yang biasanya hanya dilakukan apabila terjadi masalah saja sehingga banyak kebocoran yang tidak diketahui. b. Untuk area-area tertentu seperti pada bantaran sungai sistim pembuangan air limbah masyarakat banyak yang tidak menggunakan septic tank akan tetapi langsung dibuang pada saluran atau sungai sehingga berkontribusi dalam pencemaran. 1..c..3. Permasalahan dalam penerapan SANIMAS, meskipun atusiasme masyarakat Kota Bogor dalam program sanimas cukup baik namun penyediaan lahan dengan mekanisme swadaya masyarakat sangat sulit hal ini disebabkan tingginya nilai ekonomi lahan di perkotaan. 3.3. Pengelolaan Persampahan (Limbah Padat) 3.3.1. Landasan Hukum/Legal Operasional Landasan hukum yang terkait dengan sistem Pengelolaan Persampahan di Kota Bogor terdiri dari : 1. Peraturan dan Kebijakan Pemerintah Pusat a. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Kesehatan b. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1966 tentang Hygiene BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 46
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor c. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Perumahan dan Pemukiman d. Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan e. Undang-Undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup f. Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Tata Ruang g. Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Persampahan 2. Standar Nasional Indonesia (SNI) yang berhubungan dengan Pengelolaan Persampahan yaitu : 1.a.SK SNI – S – 04 – 1991 – 03 tentang Spesifikasi Timbulan Sampah untuk Kota Kecil dan Sedang di Indonesia 1.b. SK SNI – T – 13 – 1990 – F tentang Tata Cara Pengelolaan Teknik Sampah Perkotaan 1.c.SK SNI 19 – 2454 – 2002 tentang Tata Cara Teknik Operasional Pengolahan Sampah Perkotaan 1.d. SK SNI 03 – 3242 – 1994 tentang Tata Cara Pengelolaan Sampah di Pemukiman 1.e.Revisi SK SNI 03 – 3242 - 1994 tentang Tata Cara Pengelolaan Sampah di Pemukiman, 3. Peraturan Daerah (PERDA) Kota Bogor yang terkait dengan Pengelolaan Persampahan : a. Peraturan Daerah No. 8 tahun 2006 tentang Ketertiban Umum b. Peraturan Daerah No. 4 tahun 2007 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup c. Peraturan Daerah Nomor 5 tahun 2008 tentang Retribusi Pelayanan Persampahan 3.3.2. Aspek Institusional Berdasarkan Peraturan Daerah (PERDA) Kota Bogor No. 13 Tahun 2008 tentang Penbentukan Organisasi Perangkat Daerah, Pengelolaan Persampahan di Kota Bogor ditangani oleh Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kota Bogor dan pelaksanaannya dilakukan oleh Bidang Kebersihan sesuai dengan Keputusan Walikota Bogor No. 38 Tahun 2008 tentang Tugas Pokok, Fungsi, Tata Kerja dan Uraian Tugas Jabatan Struktural di lingkungan Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kota Bogor. Bidang Kebersihan dipimpin oleh seorang Kepala Bidang Kebersihan dan membawahi tiga seksi yaitu : Seksi Penyapuan, Seksi Angkutan dan Seksi Retribusi. Pengelolaan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah dilakukan dibawah koordinasi UPTD TPA.
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 47
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor
Kepala Dinas Sekretariat Sub. Bagian Umum & Kepeg Sub. Bagian Keuangan
Bidang Kebersihan
Seksi Pertamanan & Dekorasi Kota Seksi Pengangkutan
Seksi Penyapuan
UPTD Pemakaman
UPTD
IPAL
Bidang Permukiman & Perumahan
Seksi Penerangan Jalan Umum
Kelompok Jabatan Fungsional Seksi
Seksi
Tata Bangunan
Tata Ruang
Sub. Bagian Perencanaan & Pelaporan
Bidang Pertamanan & Penerangan Jalan Umum (PJU)
Bidang Tata Ruang & Tata Bangunan
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 48
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor
Seksi Sarana & Prasarana Seksi Pengelolaan & Pengembangan Seksi Retribusi Sampah
Seksi
Pengawasan & Pengendalian
UPTD UPTD UPTD
TPA Rumah Susun
Damkar & Penanggulangan Bencana Alam
Gambar 3.10 Struktur Organisasi Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kota Bogor 3.5.2.1. Bentuk Lembaga/Institusi Kota Bogor termasuk Kota Metropolitan berdasarkan jumlah penduduk pada tahun 2009 tercatat 1.055.734 jiwa (sumber : LKPJ Pemerintah Kota Bogor Tahun 2009), sehingga bentuk kelembagaan yang dianjurkan sebagai Kota Raya/Metro (lebih besar dari 1.000.000 jiwa) dilakukan oleh Perusahaan Daerah atau Dinas tersendiri (Paranoan, 1995), dengan adanya ketentuan ini maka bentuk lembaga/institusi pengelola persampahan masih belum sesuai karena belum merupakan dinas tersendiri. 3.5.2.2. Personalia Berdasarkan data dari Bagian Kepegawaian DCKTR Kota Bogor tahun 2009, Jumlah petugas kebersihan berjumlah 577 orang. Untuk melayani 1000 penduduk diperlukan minimal 2 (dua) orang personil
(Paranoan, 1995), jika jumlah penduduk Kota Bogor pada tahun 2009 adalah 1.055.734 orang , maka tenaga yang diperlukan untuk melayani 1000
jiwa minimal 2112 orang.
kebersihan
yang
ada
diperlukan penambahan
belum
Dengan demikian jumlah tenaga memenuhi
ketentuan,
sehingga
personil untuk meningkatkan pelayanan
persampahan kepada masyarakat.
Tabel 3.38 Matrik Perbandingan Subsistem Institusi Sistem Pengelolaan Persampahan di Kota Bogor dengan Rekomendasi Dinas Pekerjaan Umum Parameter Rekomendasi Realisasi di Keterangan Dinas Pekerjaan Kota Bogor Umum Bentuk Institusi Dinas Bidang Belum Sesuai Personalia 2112 577 Tidak Sesuai 3.3.3. Cakupan Pelayanan BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 49
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor Sesuai SK SNI 19-2454-2002 tentang Tata Cara Pengelolaan Teknik Sampah Perkotaan, disebutkan bahwa tingkat pelayanan dapat didasarkan pada jumlah penduduk yang terlayani, luas daerah terlayani, serta jumlah sampah yang terangkut ke TPA. Berdasarkan data dari Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kota Bogor , jumlah timbulan sampah di Kota Bogor dapat dilihat pada tabel 3.39. berikut ini.
N O.
Tabel 3.39 Sumber Timbulan Sampah Kota Bogor (2005 - 2009) TAHUN SUMBER TIMBULAN 2005 2006 2007 2008 1,28
1
Domestik
0
2
Pasar
0
3
Pusat Perdagangan
0
4
Penyapuan Jalan
0
5
Industri
0
6
Lain-lain
0
1,414. 1,398 284.0
26 5
154. 7
14
154. 7
10
110. 5
8
88. 4
2,00
155
111.2
111
88.9
90
6
2,184.6 0
155.6 0
87.4 0
178
8
109.2 5
155.6 8
152.9 5
0
2
152.9 5
1,423 289.1
287. 3
14
Jumlah Sumber : DCKTR, 2009
4
200 9 145 5 305
2,210. 0
2224
229 4
Jumlah timbulan sampah dan volume sampah yang terangkut ke TPA disajikan pada tabel berikut : Tabel 3.40. Persentase Sampah Terangkut TAHUN Timbulan Sampah Sampah Terangkut % 2005 2006 2007 2008 2009 Sumber : DCKTR, 2009
2,000 2,185 2,210 2,224 2,294
1360 1497 1515 1546 1602
68.00 68.51 69 69.5 69,83
Sedangkan Laju timbulan sampah dan volume sampah di Kota Bogor yang terangkut ke TPA dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 dapat dilihat pada tabel berikut; Tabel 3.41. Laju Timbulan Sampah dan Volume Sampah Terangkut di Kota Bogor Timbulan Sampah Sisa Prosentase BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 50
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor Tahun 2005 2006 2007 2008 2009
Sampah (m3/hr) 2.000 2.185 2.210 2224 2294
Terangkut (m3/hr) 1.360 1.497 1.515 1546 1602
(m3/hr) 640 688 695 678 692
Pelayanan (%) 68,0 68,5 69,0 69,5 69,83
Sumber : DCKTR 2009
Dari data di atas, diketahui bahwa sampah yang diproduksi di Kota Bogor belum semuanya terangkut ke TPA. Sisa sampah yang tidak terangkut diolah, didaur ulang, dibuang ke lahan kosong, saluran/selokan/sungai oleh masyarakat. Timbulan sampah yang selalu meningkat setiap tahun harus diikuti dengan peningkatan tingkat pelayanan. Dari data selama empat tahun terakhir, sebenarnya sistem pengelolaan sampah yang ada di Kota Bogor sudah cukup baik dilihat dari peningkatkan prosentase pelayanan berdasarkan daerah layanan dan tingkat pengangkutan sampah. Pada tahun 2009, jumlah sampah yang terangkut sebesar 1602 M3/hari atau telah mencapai 69,83% dari target sampah terangkut yang telah ditetapkan sebesar 70% sampai dengan akhir tahun 2009. Tingkat pelayanan ini dapat dihitung dengan cara sebagai berikut : jumlah sampah terangkut Tingkat Pelayanan = x 100 % =
timbulan sampah total 1.602 m / hr x 100 % 3
=
69,83 %
2.294 m3 / hr Pada tahun 2009, timbulan sampah di Kota Bogor adalah sebesar 2.294 m3/hari, sedangkan, jumlah penduduk Kota Bogor pada tahun 2009 menurut data LKPJ Pemerintah Kota Bogor adalah 1.055.734 orang, maka timbulan sampah perkapita dapat dihitung sebagai berikut : Timbulan Sampah Perkapita = Timbulan Sampah Kota Jumlah Penduduk Kota = =
2.294 m3 / hr 1.055.734 orang 2.294.000 Liter / hr 1.055.734 orang
= 2,17 Liter / org / hr Jika timbulan sampah terangkut adalah sebesar 1.602 m3/hr, maka jumlah penduduk yang terlayani adalah sebagai berikut : Jumlah penduduk terlayani = Timbulan Sampah Terangkut Timbulan Sampah Perkapita = 1.602 m3 / hr 2,17 Liter / org / hr = 1.602.000 Liter / hr BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 51
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor 2,17 Liter / org / hr = 738.249 jiwa 3.3.4. Aspek Teknis dan Teknologi Sampah yang diproduksi di Kota Bogor meningkat setiap tahun seiring dengan pertambahan jumlah penduduknya. Besarnya timbulan sampah suatu kota dapat ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain jumlah penduduk, kepadatan penduduk, tingkat aktivitas penduduk, jenis bangunan yang ada, kondisi geografi, waktu, tingkat sosial ekonomi masyarakat, musim atau iklim, kebiasaan masyarakat atau adat istiadat, serta teknologi. Aspek yang terdapat dalam timbulan sampah, antara lain : a. Sumber Sampah Sampah di Kota Bogor bersumber dari beberapa tempat, yaitu lingkungan perumahan, toko, perkantoran, taman, jalan protokol dan jalan-jalan kolektor, pasar, serta terminal. b. Komposisi Sampah Sampah Kota Bogor yang diangkut ke TPA Galuga memiliki komposisi yang bermacam-macam. Komposisi ini tergantung pada iklim dan musim, tingkat sosial ekonomi penduduk, aktivitas dan kebiasaan hidup masyarakat. Komposisi sampah di Kota Bogor dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 3.42 No A 1 2 B 1 2 3 4 5 6 7
Prosentase Timbulan Sampah Berdasarkan Komposisinya Komposisi Presentase Organik 70 Sisa Makanan, sayur, dll 69 Sampah Pohon 1 Anorganik Plastik Kertas Baju, Tekstil Logam Gelas Karet, Kulit Lain-lain Jumlah
30 13 7 1 2 2 2 3 100
Sumber : * Resume data Master Plan tahap I, 2007 berdasarkan data DLHK Kota Bogor, 2005
Dengan Komposisi sampah Kota Bogor pada tabel diatas dan seperti pada kota-kota besar di Indonesia pada umumnya terdiri dari ± 70 % sampah organik dan 30% sampah an organik. Oleh karena itu Strategi Pengelolaan sampah kedepan tidak lagi hanya sekedar kumpul-angkut-buang tetapi mengolah sampah sejak dari sumber dan memanfaatkan sampah sebagai sumber daya, karena seharusnya ±70 % dari sampah organik dapat dimanfaatkan dan ± 30 % dari sampah anorganik berpotensi untuk didaur ulang,
dengan menerapkan
pengelolaan sampah sejak dari sumber, diharapkan potensi sampah
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 52
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor dapat dimanfaatkan secara optimal, serta dapat memperpanjang umur TPA .
Kebijakan persampahan terbaru yaitu dengan adanya Undang-Undang No.18 tahun 2008 menegaskan seluruh pemerintah daerah untuk lebih serius dalam menangani sistem pengelolaan sampah didaerahnya masing-masing. Setiap Pemerintah Daerah memiliki beberapa kewajiban yang terkait dengan adanya undang-undang pengelolaan sampah, dimana konsep pengelolaan sampah yang diperintahkan mengacu pada dua jenis metoda yaitu metoda pengurangan dan penanganan sampah. Teknik operasional pengelolaan persampahan dimulai dari pewadahan, pengumpulan, pengangkutan serta pembuangan ke tempat yang aman sehingga tidak mengganggu lingkungan. Pelayanan pengelolaan sampah di Kota Bogor dipusatkan pada daerah komersil, pusat perdagangan, pasar, perkantoran, taman, jalan protokol, terminal, pemukiman terutama daerah yang padat penduduknya, khususnya di wilayah Kecamatan Bogor Tengah yang memiliki angka kepadatan penduduk tertinggi. Secara garis besar, aspek teknik operasional pengelolaan persampahan secara umum di Kota Bogor dapat dilihat pada gambar berikut ini. Gambar 3.11 A. Tempat Penampungan Sementara Pewadahan Sampah Sistem pewadahan sampah di kota bogor sudah cukup baik, tetapi belum seragam jika di tinjau dari bahan dan sifatnya. Ada yang bersifat permanen berupa pasangan batu bata atau tong besi berstatik (kaki tanam), dan ada pula yang tidak permanen berupa keranjang anyaman bambu dan tong plastik. Wadah sampah dari tong plastik merupakan alternatif yang baik karena memiliki persyaratan bahan untuk pewadahan yang sudah sesuai dengan SK SNI T-13-1990-F tentang Tata Cara Pengelolaan Teknik Sampah Perkotaan yaitu tidak mudah rusak dan kedap air, mudah untuk di perbaiki, ekonomis, mudah diperoleh atau dibuat oleh masyarakat, mudah dan cepat dikosongkan. Wadah sampah dari pasangan batu bata kurang baik jika digunakan sebagai sarana pewadahan karena pada saat pengumpulan sampah ke dalam gerobak sampah atau dump truck, petugas harus memasukkan sampah berkali-kali. Berdasarkan pengamatan lapangan, sampah yang dikumpulkan dalam wadah sampah dari pasangan batu bata sebagian besar tidak dimasukkan ke dalam kantung-kantung plastik sehingga waktu pengumpulan sampah yang diperlukan lebih lama. Wadah sampah dari anyaman bambu juga kurang baik karena tidak kedap air, dan juga tidak tahan lama karena mudah lapuk terutama saat musim hujan. Proses pewadahan seharusnya sudah dimulai dengan pemilahan dan pengolahan, seperti penerapan 3R sesuai dengan Revisi SK SNI 03-3242-1994 tentang Tata Cara Pengelolaan Sampah di Pemukiman. Wadah sampah yang mendukung pemilahan dan pengolahan hanya yang disediakan dari dinas , BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 53
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor sedangkan yang disediakan masyarakat belum mendukung karena hanya ada satu wadah untuk setiap rumah. Tabel 3.43. Matrik Perbandingan Pewadahan Sampah di Kota Bogor dengan Rekomendasi Dinas Pekerjaan Umum Rekomendasi Realisasi di Keterangan Dinas Pekerjaan Umum Kota Bogor Wadah kedap air/bertutup Wadah tidak bertutup Tidak sesuai Pemisahan sampah organik dan Sampah tercampur Tidak sesuai anorganik Wadah mudah dikosongkan dan Wadah mudah dikosongkan dan Sesuai dibersihkan dibersihkan Waktu pengosongan wadah 1-2 Waktu pengosongan wadah 1 Sesuai hari hari Wadah mudah didapat Wadah mudah didapat Sesuai Sumber: DCKTR 2009 Pengumpulan Sampah Kegiatan pengumpulan sampah di Kota Bogor dilakukan secara individual langsung maupun komunal langsung. Pola pengumpulan individual langsung dilakukan untuk rumah-rumah di pinggir jalan raya, sedangkan pola pengumpulan komunal langsung dilakukan untuk beberapa perumahan yang bukan berada di kawasan pinggir jalan. Tabel 3.44. Matrik Perbandingan Pengumpulan Sampah di Kota Bogor dengan Rekomendasi Dinas Pekerjaaan umum Rekomendasi Realisasi di Keterangan Dinas Pekerjaaan Umum Kota Bogor Ritasi antara 1-4 rit/hari Ritasi 2-3 rit/hari Sudah Efisien Periodisasi 1 sampai maksimal 3 Periodisasi 1 hari sekali Sudah Efisien hari sekali Daerah pelayanan tetap Daerah pelayanan tetap Sudah Sesuai Sumber: DCKTR 2009 a. Pengumpulan Sampah Pemukiman Sistem pengumpulan yang dilakukan untuk daerah pemukiman yaitu pengumpulan individual langsung dan pengumpulan komunal langsung yang dilakukan oleh Bidang Kebersihan DCKTR dengan menggunakan kendaraan pengangkut berupa dump truck kapasitas 8-10 m3 setiap hari dengan ritasi 2-3 kali sehari. Ditinjau dari ritasi, periodisasi, daerah pelayanan dan pembebanan pekerjaan dalam pengumpulan sampah pemukiman di Kota Bogor sudah sesuai berdasarkan SK SNI T-13-1990-F tentang Tata Cara Pengelolaan Teknik Sampah Perkotaan Masalah yang sering dihadapi dalam pengumpulan di pemukiman adalah penggunaan wadah sampah yang tidak bertutup sehingga sampah di dalamnya berterbangan serta pada saat musim hujan, sampah yang ada dalam wadah tanpa tutup ini menjadi lebih berat, basah dan berbau dibanding saat musim kemarau. BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 54
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor Kondisi seperti ini dapat berpengaruh terhadap kesehatan petugas sehingga idealnya petugas pengumpul perlu menggunakan sarung tangan dan masker. b. Pengumpulan Sampah Jalan dan Taman Sampah yang dihasilkan di Kota Bogor tidak hanya dari aktivitas rumah tangga, tetapi juga aktivitas di luar rumah, misalnya sampah yang dibuang oleh pejalan kaki dan pengendara kendaraan, maupun sampah yang berasal dari alam seperti daun-daun dan ranting kayu. Pengumpulan sampah jalan dilakukan dengan kegiatan penyapuan jalan. Di Kota Bogor penyapuan jalan dilakukan secara manual oleh petugas kebersihan dengan menempatkan petugas penyapu di ruas-ruas jalan raya dan kolektor Menurut IETC(International Source Book on Environmentally Sound Technologies for Municipal Solid Waste Management, Osaka 199) dalam merencanakan penyapuan jalan perlu memperhatikan populasi dan kerapatan bangunan yang ada, kondisi jalan, iklim, topografi, kerapatan pepohonan dan akumulasi debu. Penyapuan dapat dilakukan oleh wanita atau pria dewasa dengan jarak dua sampai empat kilometer tiap harinya. Kegiatan penyapu jalan di Kota Bogor dilakukan dalam tiga shift, yaitu shift I pada pukul 05.00 – 09.30 WIB, shift II pada pukul 10.00 – 15.00 WIB dan shift III pada pukul 17.00 – 21.00 WIB. c. Pengumpulan Sampah Pasar Khusus sampah pasar sejak tahun 2006 telah dikelola oleh KOPPAS (PD Pasar Jaya) untuk meningkatkan partisipatif masyarakat atau pedagang-pedagang, namun proses pengangkutan ke TPA tetap dilakukan oleh Bidang Kebersihan DCKTR. Untuk memudahkan pengumpulan juga terdapat kontainer yang diletakan di dekat pasar, dengan waktu pengambilan kontainer dilakukan dini hari karena kondisi jalan yang lengang sehingga armroll truk dapat melakukan pengangkutan sampai sebanyak dua - tiga rit per hari. d. Industri Ruang lingkup sampah yang akan dikelola adalah sampah domestik, sampah sisa produksinya ada yang dimanfaatkan oleh Pihak lain untuk digunakan kembali, kecuali sampah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun), harus diperlakukan atau ditempatkan dalam kontainer khusus sebelum dibuang ke Tempat Pengolahan Limbah B3 yaitu : Prasada Pamusnah Limbah Industri (PPLI) yang berlokasi di Cilengsi Kabupaten Bogor. e. Rumah Sakit, puskesmas dan isntitusi kesehatan lainnya. Jenis sampah yang dihasilkan adalah sampah non medis dan medis. Sampah non medis ditempatkan dalam tong sampah khusus yang telah dilapisi oleh kantong plastik berwarna hitam sebelum dikumpulkan di TPS, sedangkan pengangkutannya bekerja sama dengan Bidang Kebersihan DCKTR. Sampah medis, seperti kapas bekas, kassa pembalut, selang infus, botol infus dan sampah sisa tindakan pasien terutama yang telah terkontaminasi noda darah, dikemas dalam kantong plastik berwarna kuning dan ditempatkan dalam tong sampah khusus medis. Untuk benda-benda tajam seperti jarum suntik, disimpan dalam wadah benda tajam/tahan tusukan sebelum dimasukkan kedalam pelastik kuning. Sampah medis selanjutnya dibakar di Incinerator dengan suhu diatas 10000C . Khusus untuk sampah radioaktif dimasukkan kedalam plastik warna merah sebelum diserahkan ke Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) untuk diproses lebih lanjut. BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 55
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor Pemindahan Sampah (Tempat Pengumpulan Sementara/TPS) Pemindahan sampah adalah proses memindahkan sampah hasil pengumpulan ke dalam alat pengangkut untuk selanjutnya dibawa ke tempat pembuangan akhir, sedangkan TPS adalah suatu bangunan atau tempat yang digunakan untuk memindahkan sampah dari gerobak ke kontainer atau langsung diangkut ke truk pengangkut sampah (Damanhuri, 2004) Proses pemindahan sampah di Kota Bogor menggunakan pola langsung. Sampah yang terkumpul dalam suatu wadah (kontainer) diangkut oleh petugas dari DCKTR menuju TPA Galuga. Pola ini sudah efisien sebab tidak banyak tahapan yang dijalankan dalam proses pemindahan, dan prosesnya sehat karena sampah terkumpul di satu titik (kontainer), serta waktu yang dibutuhkan lebih sedikit dibandingkan dengan pemindahan sampah secara tidak langsung. Tahap memindahkan sampah dari TPS ke alat angkut antara 3 sampai 87 menit (Kebersihan DCKTR, 2009). Kondisi TPS di kota bogor belum mendukung untuk pemilahan sampah yaitu tidak dibagi atas sampah organik dan anorganik serta sebagian besar TPS juga belum memiliki atap/tutup sehingga saat musim hujan sampah akan bertambah berat, basah, dan berbau. Hal ini dapat membahayakan petugas karena sampah merupakan vektor penyakit , apalagi petugas tidak menggunakan sarung tangan dan masker. Jumlah container yang ada di Kota Bogor saat ini berjumlah 100 unit dan jumlah TPS sampai dengan tahun 2009 seluruhnya kurang lebih ada 957 unit (DCKTR, 2009). Dikota Bogor juga terdapat 12 (dua belas) lokasi transfer depo. Transfer depo ini dilengkapi dengan lahan parkir, gerobak dan kantor yang juga digunakan untuk menyimpan alat-alat kebersihan. Ditinjau dari luas dan fungsinya, transfer depo ini termasuk transfer depo tipe II. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Lokasi transfer depo dapat dilihat tabel di bawah ini. N o.
1.
2.
Tabel 3.45. Lokasi Transfer Depo di Kota Bogor Lokasi Luas Luas Volum Nama Wilayah (m2) Bangu e T nan r a n s f e r D e p o Depo Kel. Sempur 120 5X5 10 Sempur Kec. Bogor m2 geroba (Container) Tengah k 200 m3 Depo Ceger Jl. Swadaya 3 RW 10 Kec. geroba Bogor Utara k 3 m3
Pengangk utan
Setiap hari
2X seminggu
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 56
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor N o.
3.
Nama T r a n s f e r D e p o Depo Bantar Jati Ereng
Lokasi Wilayah
Luas (m2)
Luas Bangu nan
Volum e
Pengangk utan
Kel. Kec. Bogor Utara
400
5X3 m2
2 hari sekali
400
3X3 m2
4 geroba k 1,5 m3 15 geroba k 270 m3 14 geroba k 400 m3
4.
Depo Palayu
Kel. Kec. Bogor Utara
5.
Depo Jl. Pandu Raya (2 Container) Depo Cibogor (Container) Depo Menteng Asri
Kel. Kec. Bogor Utara
6. 7. 8.
Kel. Cibogor Kec. Bogor Tengah Kel. Menteng Kec. Bogor Barat Kel. Kec. Bogor Utara
Depo Indraprasta (1 Container) Sumber : DLHK Kota Bogor, 2008
300
3X6 m2
2 m3
200
3X3 m2
2,5 m3
Setiap hari
1X seminggu
Setiap hari
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 57
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor Pengangkutan Sampah Mekanisme operasi pengangkutan sampah ke TPA yang berjalan di Kota Bogor adalah sebagai berikut: Pengangkutan dengan sistem pengumpulan individual langsung Truk pengangkut sampah dari pool (Kantor Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan) menuju sumber sampah pertama untuk mengambil sampah, selanjutnya mengambil sampah pada sumber-sumber berikutnya sampai truk penuh sesuai kapasitasnya kemudian diangkut ke TPA. Sumber sampah untuk pola ini adalah rumah, kantor dan toko di sepanjang jalan. Pengangkutan dilakukan dengan menggunakan dump truck berkapasitas 8-10 m3. Pengangkutan sampah di TPS dan Transfer Depo Dari pool kendaraan (kantor Kebersihan), truk menuju TPS-TPS untuk mengangkut sampah ke TPA Galuga. Setelah aktivitas bongkar muat sampah di TPA selesai, truk kembali ke pool kendaraan. Pengangkutan ini menggunakan dump truk berkapasitas 8-10 m3. Sedangkan sampah yang ada di transfer depo tidak semuanya diangkut ke TPA, melainkan untuk sampah organiknya dilakukan pengolahan menjadi kompos sebab pada transfer depo juga berlangsung kegiatan composting. Sampah yang tidak digunakan dalam kegiatan composting dibuang dengan menggunakan dump truck. Pengangkutan sampah pada kontainer Kendaraan pengangkut sampah jenis arm roll berangkat dari pool (Kantor Kebersihan) dengan membawa kontainer kosong menuju kontainer isi pertama pada wilayah operasional yang telah ditentukan, selanjutnya menuju ke TPA. Dari TPA kendaraan tersebut kembali ke tempat semula, menurunkan kontainer yang kosong dan mengangkut kontainer isi yang kedua kemudian menuju ke TPA. Dari TPA, arm roll menuju kontainer di tempat yang berbeda dari tempat semula, menurunkan kontainer yang telah kosong, mengambilan kontainer yang sudah penuh di tempat tersebut, dan membawanya menuju TPA. Dari TPA kendaraan kembali ke pool.
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 58
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor Kebutuhan Alat Angkut Banyaknya sampah yang harus diangkut akan memerlukan banyak truk sampah, dengan keterbatasan jumlah armada pengangkut, ritasi truk pengangkut menjadi lebih tinggi. Kondisi tersebut menyebabkan biaya pemeliharaan dan perawatan truk pengangkut akan meningkat serta masa pakai akan semakin pendek. Berdasarkan data yang diperoleh, volume sampah Kota Bogor yang terangkut ke TPA Galuga pada tahun 2009 adalah sebesar 1.602 m3/hari. Bila diasumsikan jumlah sampah yang dimanfaatkan kembali oleh pemulung diabaikan (karena volemenya yang relatif kecil), maka kebutuhan alat angkut (dump truck dan arm roll) dengan kapasitas yang dibuat rata-rata sama yaitu sebesar 8 m3 adalah sebagai berikut : Kebutuhan Alat Jumlah sampah = Angkut terangkut Kapasitas truk 1602 m3 / hr 8 m3 x 2 shift / unit / hr = 101 unit Tabel 3.46. Matriks Perbandingan Ideal Kondisi Eksisting Sarana Pengangkutan Sampah Kota Bogor Jenis Kendaraan Kondisi Ideal Realisasi Keterangan (unit) (unit) Dump Truck dan Arm 101 90 Belum sesuai Roll Perlu Penambahan Sumber: DCKTR 2009 Dari perhitungan yang dilakukan, diketahui jumlah armada yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan operasional pengangkutan sampah di Kota Bogor adalah sebanyak 101 unit. Bila melihat jumlah armada (dump truck dan arm roll) yang dimiliki Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kota Bogor sampai dengan tahun 2009 sebanyak 90 unit, maka diperlukan penambahan 11 unit lagi agar dicapai kondisi jumlah alat angkut yang ideal. Untuk lebih jelasnya mengenai potensi armada penanggulangan sampah di Kota Bogor dapat dilihat dalam tabel berikut ini :
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 59
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor Tabel 3.47. No. 1 2 3 4 5 6
Potensi Armada Penanggulangan Sampah Di Kota Bogor Kecamatan Dump Arm Roll Bak Pick Up Truck Container Bogor Selatan 6 30 23 6 Bogor Timur 10 11 Bogor Utara 9 12 Bogor Tengah 17 30 Bogor Barat 8 11 Tanah Sareal 14 13 Jumlah 64 30 100 6
Motor gerobak 11
11
Sumber : Bidang Kebersihan Kota Bogor, Tahun 2009 Keterangan :
• •
Untuk route arm roll tidak dibagi wilayah Untuk route kijang pick up dan motor gerobak tidak dibagi perwilayah (keliling)
B. Tempat Pemrosesan Akhir Pemerintah Kota Bogor sebenarnya saat ini telah mempunyai TPA yang berlokasi di Desa Galuga, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor dengan luas lahan ± 13,6 Ha, tetapi Ijin pemakaian atau penggunaanya terbatas hanya untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun yaitu berdasarkan Keputusan Bupati Bogor Nomor 658.1/393/KPTS/HUK/2008 pada tanggal 24 Juli 2008 sebagaimana tertuang dalam Perjanjian Kerjasama Antara Pemerintah Kabupaten Bogor dengan Pemerintah Kota Bogor tentang Perpanjangan Pengelolaan Tempat Pembuangan Akhit (TPA) Sampah Galuga di Desa Galuga Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor No. 658.1/42/Prjn/Huk/2008, No. 658.1/Perj.24-DLHK/2008 pada tanggal 06 Agustus 2008 , Izin penggunaan terakhir yang berlaku sampai dengan bulan Juli 2011 akan diperpanjang kembali dan saat ini sedang dalam proses dan diharapkan ijin penggunaan kedepan dapat disepakati sampai dengan TPPAS Regional Nambo beroperasi. Lokasi TPA Alternatif di wilayah Kota Bogor sudah pula dipersiapkan oleh Pemerintah Kota Bogor. Pembangunan TPA Alternatif ini merupakan sutau kebutuhan bagi suatu kota dalam upaya penanganan sampah yang mendekati sumber timbulan sampah, TPA tidak hanya sebagai “Tempat Pembuangan Akhir sampah” tetapi juga merupakan tempat pengelolaan awal sampah, dimana produk olahan sampai dapat menghasilkan produk sehingga dapat membantu meningkatkan penghasilan masyarakat sekitar lokasi TPA serta untuk mendukung pelayanan publik dalam penyediaan lahan TPA yang layak dari berbagai aspek (kesehatan masyarakat, lingkungan hidup, biaya dan sosial ekonomi) Metode Pengolahan Sebagai Kota Besar, metode pembuangan akhir sampah yang seharusnya dilaksanakan oleh pemerintah Kota Bogor adalah Sistem Sanitary Landfill. Metode ini merupakan metode standar yang dipakai secara internasional dimana penutupan sampah dilakukan setiap hari sehingga potensi gangguan yang timbul dapat diminimalkan. TPA Galuga pada awalnya dioperasikan dengan menggunakan metode controlled landfill. Hal ini bertujuan untuk mengurangi bau yang ditimbulkan, berkembang biaknya binatang pengerat dan lalat serta juga mengurangi terbentuknya timbulan leachate akibat air hujan yang masuk dalam lahan BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 60
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor timbunan sampah. Sementara untuk mengalirkan limbah cair/air lindi dari timbunan sampah tersebut telah dibuat saluran drainase lindi (pipa) yang bermuara ke kolam leachate. Air lindi tersebut seterusnya dinormaliasasikan dan diolah di dalam IPAl sebelum dialirkan ke badan air penerima. Namun seiring dengan perjalanan waktu karena keterbatasan sarana dan prasarana serta biaya maka pengoperasian TPA saat ini dilakukan secara open dumping. Sesuai dengan UU No. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan sampah, pada tahun 2013 sudah tidak diperbolehkan lagi TPA Open Dumping. Oleh karena itu, Pemerintah Kota Bogor perlu menyediakan anggaran untuk penutupan sampah dengan tanah karena pengurugan memerlukan biaya yang sangat besar, serta mempersiapkan rencana penggantian sistem dari open dumping menuju sanitary landfill. Beberapa kegiatan yang dilakukan di TPA antara lain: 1. Pencatatan volume/ritasi sampah yang masuk 2. Perataan dan pemadatan sampah oleh alat berat 3. Pemilahan dan pengurangan sampah oleh pemulung 4. Pengomposan secara berkala 5. Penutupan sampah dengan lapisan tanah secara periodik 6. Pengaliran dan pengolahan leachate/lindi di Instalasi Pengolahan Air Lindi (IPAL)
Gambar 3.12 Fasilitas Pendukung Tuntutan pengelolaan TPA Galuga yang lebih baik datang dari berbagai pihak dan pemerintah Kota Bogor telah berupaya untuk menciptakan kondisi TPA sesuai dengan persyaratan dan ketentuan yang berlaku, terutama dalam rangka memenuhi isi Perjanjian Kerjasama antara Pemerintah Kabupaten Bogor dengan Pemerintah Kota Bogor. Sejak tahun 2009 TPA Galuga tidak hanya dipergunakan untuk kepentingan Kota Bogor saja, tetapi juga untuk kebutuhan masyarakat Kabupaten Bogor dan dapat dikatakan sebagai TPA Regional. Penggunaan TPA dalam kondisi seperti diatas menimbulkan beban pengelolaan dan pengolahan yang besar. TPA Galuga memiliki sarana dan prasarana pendukung, antara lain : a. Pos Jaga Digunakan untuk pengawasan kendaraan sekaligus kontrol terhadap sirkulasi kendaraan dan memantau setiap kegiatan pembuangan secara umum. b. Jalan Masuk Jalan masuk angkutan sampah dari jalan raya menuju lokasi TPA melalui jalur pemukiman. Kondisi eksisting jalan masuk saat ini adalah panjang jalan 1500 meter dan lebar badan jalan 4 meter. Kondisi jalan di sekitar pemukiman cukup sempit sehingga mengganggu jalannya kendaraan apabila terjadi papasan antara mobil yang akan membuang sampah ke TPA dengan mobil yang telah membuang sampah di TPA. Oleh karena Itu, perlu adanya perlebaran jalan menuju TPA di luar kawasan pemukiman. BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 61
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor
j.
c. Peralatan Berat Di TPA Galuga terdapat tiga unit bulldozer, satu unit track loader dan satu unit escavator yang berfungsi untuk meratakan dan memadatkan sampah. d. Rumah Kompos Rumah kompos di TPA Galuga digunakan untuk melakukan kegiatan pengomposan sampah terutama sampah organik dari pasar. Kegiatan pengomposan dilakukan dengan menggunakan perangkat pencacah sebanyak tiga unit. Kompos yang telah dibuat di rumah kompos nantinya akan dipasarkan untuk mendukung kegiatan operasional rumah kompos tersebut. e. Zona Penyangga Di TPA Galuga terdapat banyak pepohonan yang digunakan sebagai kawasan penyangga. Zona penyangga berfungsi untuk mengurangi bau karena sampah yang ditimbun dalam jumlah yang sangat besar dan juga untuk mengurangi populasi lalat. f. Kolam Pengelolaan Leachate dan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Pada saat ini, kolam pengolahan leachete sudah tidak difungsikan karena terkena dampak longsoran sampah, hanya bak terakhir yang masih berfungsi sebagai bak pengumpul sebelum dialirkan ke IPAL. IPAL TPA Galuga dibangun pada tahun 2009 menggunakan sistem oksidasi dan filtrasi, sehingga effluen yang dibuang ke badan air penerima diupayakan telah memenuhi ketentuan yang berlaku. g. Saluran Drainase Saluran drainase di TPA Galuga berfungsi selain membuang air hujan juga menghindarkan masuknya air hujan ke dalam sel-sel sampah yang ditimbun sehingga dapat menekan sekecil mungkin leachete yang dihasilkan. Namun saat ini kondisi saluran drainase baik drainase jalan maupun drainase kavling TPA masih bersatu dalam satu saluran sehingga menyebabkan sebagian leachete dan air hujan bersatu mengalir ke badan air (saluran air). h. Pipa Gas Pipa gas yang dipasang berfungsi sebagai jalan keluarnya gas metan dan karbon dioksida. Gas-gas tersebut perlu dikendalikan karena dapat menimbulkan bahaya kebakaran dan dapat berpengaruh pada pemanasan global. i. Lampu Penerangan Jalan Umum (PJU) Untuk memudahkan operasional TPA dan penerangan jalan akses TPA Galuga, sampai saat ini telah dipasang fasilitas penerangan jalan umum yakni dari akses jalan masuk sampai dengan Kampung Cisasak. Hanggar (Garasi Alat Berat) TPA Galuga tidak memiliki jembatan timbang sehingga kegiatan pencatatan volume sampah yang masuk ke TPA setiap hari belum akurat karena hanya berdasarkan perkiraan petugas. Untuk mengotimalkan pengelolaan TPA Galuga juga telah dilaksanakan kegiatan-kegiatan sebagai berikut : BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 62
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor Melaksanakan koordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Bogor terkait dengan izin operasional penggunaan TPA Galuga. 2. Memberikan layanan kesehatan secara berkala kepada masyarakat sekitar TPA Galuga, penyediaan air bersih dan melaksanakan fogging untuk meminimalkan penyebaran jentik /latat di area pemukiman di sekitar lokasi TPA. 3. Melakukan pengelolaan Lingkungan di sekitar TPA Galuga dengan membuat dokumen lingkungan UPL/UKL dan hasilnya disampaikan kepada Pemerintah Kabupaten Bogor. 4. Pemeliharaan sarana yang ada dilaksanakan antara lain : Pemeliharaan Jl. Akses menuju TPA Penyediaan Jaringan Air Bersih Untuk Warga sekitar TPA Bangunan Tempat Kerja (Kantor TPA) Pemeliharaan PJU di Areal TPA Pemeliharaan Saluran Pembuangan Leacheate Pemeliharaan saluran drainase Pemeliharaan emplacement /tempat pembuangan sampah Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Leachate Pembangunan Garasi Alat Berat (Hanggar) Penutupan Zona Tidak Aktif dengan tanah dan rumput Pembuatan Ventilasi Gas Methane Penanaman Pohon Pelindung sebagai buffer zone Pemasangan papan informasi dan petunjuk 1.
a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. l. m.
Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) Regional Dalam upaya penanggulangan sampah di Kabupaten Bogor, Kota Bogor dan Kota Bogor karena mengingat kondisi usia pakai TPA yang selama ini digunakan sudah melampaui umur teknis TPA serta untuk menciptakan keterpaduan pembangunan antar kawasan dan mewujudkan efisiensi, efektifitas dan sinergitas penyediaan pelayanan umum, guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, kualitas lingkungan dan menjadikan sampah sebagai sumber daya dan berdaya guna, maka Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah menandatangai Kesepakatan Bersama dengan Pemerintah Kabupaten Bogor, Pemerintah Kota Bogor dan Pemerintah Kota Depok tentang Kerjasama Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah Regional yang berlokasi di Nambo, serta direncanakan pada awalnya TPPAS Regional Nambo pada tahun 2012 sudah dapat dioperasionalkan. Gambar 3.13 Mendukung pembangunan TPPAS Regional Nambo dengan mempersipakan sarana dan prasarana untuk Gambar 3.14 menunjang operasional TPA Regional yaitu : • Pembangunan sarana SPA termasuk sarana jalan, 3.3.5. Peran serta Buffer Zone, sarana pemilahan dan sarana lainnya. Masyarakat dan • Pengadaan sarana angkut dari SPA ke TPA Jender dalam Regional dengan alternatif alat angkut antara lain Pengelolaan Sampah 1 Peran serta Compactor Truck. masyarakat
sangat
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 63
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor diperlukan dalam pengelolaan sampah karena sampah yang dikelola suatu kota dihasilkan oleh aktivitas masyarakatnya.
Bentuk peran serta masyarakat menurut Revisi SK SNI 03-3242-1994 dapat dinyatakan sebagai berikut: 1. Melakukan pemilahan sampah di sumber 2. Melakukan pengolahan sampah dengan konsep 3R 3. Berkewajiban membayar iuran/retribusi sampah 4. Mematuhi aturan pembuangan sampah yang ditetapkan 5. Turut menjaga kebersihan lingkungan sekitarnya 6. Berperan aktif dalam sosialisasi pengelolaan sampah lingkungan Faktor utama yang menjamin pencapaian tujuan kebersihan adalah faktor manusia, baik petugas maupun masyarakat. Oleh karena itu untuk dapat membantu Pemerintah Daerah dalam mengelola kebersihan antara lain dengan cara membiasakan masyarakat bersikap dan bertingkah laku yang didasari oleh kesadaran akan lingkungan yang bersih, sehingga sikap dan perilaku terhadap kebersihan atau sampah tidak berdasarkan kewajiban, tetapi pada nilai kebutuhan (Dirjen Cipta Karya, 1992). Penanganan persampahan Kota Bogor didukung peran serta atau partisipasi masyarakat melalui membuang sampah pada waktu dan tempat yang tepat dan pada beberapa lokasi sudah mencoba memulai pengurangan dari sumber, selain itu turut memelihara kebersihan lingkungan melalui kegiatan kekerja bakti yang berlangsung tiap hari jumat di seluruh wilayah Kota Bogor. Pengolahan Sampah Sistem pengolahan sampah yang dilaksanakan di Kota Bogor berdasarkan Pengelolaan Sampah Terpadu adalah dengan cara pemilahan sampah, daur ulang, pengomposan dan pembuangan akhir. Namun, kegiatan pemilahan dan penerapan 3R di Kota Bogor belum berjalan optimal, sampai saat ini sampah yang dibuang masyarakat masih tercampur antara organik dan anorganik. Kesadaran masyarakat untuk meyediakan dua buah wadah sampah di masing-masing rumah masih rendah. Fasilitas pemindahan yang dibangun oleh bidang Kebersihan DCKTR sebenarnya juga masih kurang mendukung disebabkan masih sedikinya wadah sampah yang menggunakan sistem pemisahan antara sampah organik dan anorganik. Upaya Penanganan sampah mulai dari sumber dengan membuat pilot project telah dimulai dari tahun 2005 dan sekarang sudah ada di beberapa lokasi dengan target setiap tahunnya dua (2) Rukun Warga (RW). Selain penanganan sampah yang dilakukan di sumber pada beberapa lokasi, pengurangan timbulan sampah dilaksanakan juga melalui cara 3 R (Reduse, Reuse, Recycle) atau mengurangi produksi sampah, memanfaatkan kembali dan mendaur ulang sampah, yang dilaksanakan secara mandiri oleh masyarakat baik dimulai oleh beberapa kelompok lapak daur ulang yang berada di kota maupun yang berada di TPA Galuga. Pada tahun 2008 telah dibuat pengelolaan sampah dengan sistem 3R di Depo Idraprasta dan Perumahan Yasmin Sektor V. Untuk sampah-sampah yang masih memiliki nilai ekonomi seperti kardus/kertas dan botol-botol plastik masih BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 64
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor belum dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang menghasilkan sampah selain pemulung. Pengolahan sampah di Kota Bogor dilakukan juga melalui kegiatan pengomposan. Pengomposan ini dilakukan di beberapa perumahan, transfer depo dan TPA. Hasil pengomposan yang dilakukan di perumahan oleh masyarakat digunakan untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Sedangkan kompos yang dibuat di tranfer depo dan rumah kompos di TPA galuga digunakan untuk memupuk pohon-pohon di pinggir jalan maupun dijual kepada pihak-pihak yang yang memerlukan. Sampai dengan tahun 2010 ini sudah terdapat beberapa lokasi pengomposan yang secara konsisten telah melaksanakan pengelolaan sampah melalui kegiatan composting yaitu : Perumahan Griya Melati, Indra Prasta, Bantar Kemang, Gunung Batu, Yasmin dan Mulya Harja. Gambar 3.15 Pada tahun 2010 ini juga Bidang Kebersihan membuat suatu terobosan baru yaitu mengadakan Kerjasama dengan Kelompok Usaha MITTRAN dalam bentuk uji coba system pengolahan sampah perkotaan. Harapan dengan adanyakerjasama dalam uji coba ini agar memberikan keyakinan dan membentuk cara pandang baru dalam penanganan sampah di Kota Bogor.
Gambar. 3.16 PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN POLA 3R KERJA SAMA DENGAN KELOMPOK USAHA MITRAN LOKASI JL. PALEDANG 3.3.6. Permasalahan dalam Pengelolaan Sampah Kendala–kendala yang masih harus dihadapi dalam pengelolaan sampah adalah 1) Masih rendahnya kesadaran dan kepedulian masyarakat Kota Bogor dalam menjaga kebersihan, misalnya: a) Membuang sampah tidak pada tempatnya; ke kali, selokan, jalan, dsb, seperti di Kelurahan Kebon Pedes dan Kebon Kopi terdapat sebagian masyarakatnya yang masih membuang sampah ke Sungai Cibalok, Ciliwung, dan Cisadane. b) Tidak tersedianya tempat sampah di dalam fasilitas umum, kendaraan umum,kendaraan pribadi, dsb. 2) Masih rendahnya peran masyarakat dalam mengelola sampah, misalnya: a) Masih tingginya pembakaran sampah. b) Masih rendahnya upaya pemilahan sampah. c) Masih rendahnya pengawasan masyarakat dalam upaya pengelolaan sampah. d) Masih rendahnya partisipasi masyarakat dalam pemanfaatan sampah untuk kepentingan ekonomi.
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 65
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor e)
3) 4) 5)
6)
7)
8)
Masih terdapat pemanfaatan lahan kosong sebagai tempat pembuangan sampah di daerah perumahan, sebagaimana di temukan di Jalan Baru dekat persimpangan Yasmin. f) Pemakaian/penggunaan plastik yang tidak terkendali (serba plastik), seperti halnya yang terdapat di pasar tradisional dan modern (Supermarket dan Hypermart) di Kota Bogor. Penolakan masyarakat terhadap pembukaan lahan baru untuk TPS/TPA Dampak TPA terhadap kesehatan dan lingkungan (penurunan harga jual tanah/rumah, bau, asap, partikel, gas-gas beracun, tempat berbiak lalat, tikus, pencemaran air, tanah. Pengelolaan TPA, kendala yang ditemukan untuk pengoperasian secara sanitary landfill adalah: • Kurangnya alat berat yang dimiliki. • Sulit/mahal tanah untuk penutup sampah. • Kolam pengolah lindi tidak sering terhambat. • Sumber daya manusia tidak memadai. Berhubungan dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk pengelolaan persampahan, di Kota Bogor yang disurvai menyatakan keterbatasan dana sebagai salah satu kendala peningkatan pelayanan pengelolaan persampahan. Keterbatasan dana tersebut dapat berakibat kepada: • Ketidakmampuan melakukan pemeliharaan terhadap sarana dan prasarana pengelolaan sampah yang ada. • Ketidakmampuan melakukan penggantian terhadap sarana dan prasarana pengelolaan sampah yang telah rusak. • Ketidakmampuan melakukan pengadaan sarana dan prasarana pengelolaan sampah yang baru untuk mencapai target pelayanan yang lebih baik. • Ketidakmampuan melakukan pengelolaan persampahan sesuai dengan standar operasional yang seharusnya (misal: rencana TPA = sanitary landfill, namun yang dilaksanakan hanya open dumping atau maksimal control landfill). Dalam upaya mengurangi jumlah sampah baik pemerintah maupun masyarakat melakukan kegiatan pembuatan kompos. Namun untuk memanfaatkan sampah sebagai industri kompos mereka menemukan kendala dan tantangan yaitu : • Kendala Kualitas • Kendala Pemasaran • Kendala kuantitas dan kontinuitas • Kendala pendanaan Dari perda atau Surat Keputusan Walikota yang ada, belum mengatur tentang : • Kewajiban penghasil sampah untuk meminimalkan jumlah sampah yang dihasilkan • Kewajiban penghasil sampah untuk memilah sampah berdasarkan sifatnya. BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI
66
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor 9)
Perda pengelolaan persampahan belum mengatur tentang pengelolaan persampahan yang bersifat lintas admnistrasi kabupaten/kota/propinsi Berdasarkan para pelaku pengelola, kendala yang harus hadapi adalah : A. Pemerintah
1) Pertumbuhan jumlah sampah berbanding lurus dengan pertumbuhan jumlah penduduk. 2) Masih rendahnya tingkat pelayanan terhadap masyarakat, baik luas wilayah pelayanan, jumlah pelanggan, maupun jumlah sampah yang dapat ditangani, dari hasil survey lapangan sebagian masyarakat Kebon Kopi dan Cimanggu ada yang belum mendapatkan pelayanan kebersihan dari DLHK. 3) Keterbatasan sarana dan prasarana pengelolaan sampah serta kurang terawatnya sarana dan prasarana yang ada. 4) Keterbatasan SDM yang ahli di bidang persampahan. 5) Anggaran pengelolaan sampah yang rendah serta tidak transparannya konsep retribusi sampah. 6) Masih rendahnya upaya pelibatan masyarakat dalam pengelolaan sampah, baik itu dalam bentuk kontrak kerja sama, dukungan pembiayaan, teknis dan manajemen, maupun bentuk kerja sama lainnya. 7) Masih kurangnya dukungan terhadap upaya komunitas masyarakat yang telah berhasil dalam pengelolaan sampah, baik itu penghargaan, dukungan pendanaan, teknis, dan manajemen, maupun bentuk dukungan lainnya. 8) Masih kurangnya peraturan-peraturan teknis di bidang pengelolaan persampahan ini, serta masih lemahnya penegakan hukum yang ada. 9) Sampah di sungai tidak ada yang bertanggungjawab dan bukan pula tanggung jawab DLHK. 10) Belum adanya sistem insentif dan disentif yang terkait dengan pengelolaan sampah ini bagi Pelaku Usaha. 11) Standar TPA berwawasan lingkungan kurang dimanfaatkan dan dikesampingkan, karena membutuhkan biaya yang tinggi. 12) Sampah masih dianggap tanggung jawab pemerintah, sedangkan tanggung masyarakat adalah membayar sampah yang dibuang. 13) Belum adanya peraturan dan sistem pelabelan terhadap teknologi produksi, produk, dan kemasan ramah lingkungan yang di produksi di Kota Bogor B. Pelaku Usaha
1) Masih rendahnya jumlah industri yang menerapkan konsep teknologi bersih dan konsep nir limbah. 2) Masih rendahnya jumlah industri yang memanfaatkan sistem dan teknologi daur ulang 3) Masih rendahnya kepedulian pelaku usaha dalam memproduksi produk dan kemasan ramah lingkungan, yaitu: a. Biodegradable b. Recyclable 4) Masih rendahnya jumlah perusahaan yang memanfaatkan sampah untuk: BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 67
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor a. menghasilkan produk (sampah sebagai bahan baku) b. menghasilkan energi
3.4. Pengelolaan Drainase 3.4.1. Landasan Hukum/Legal Operasional Landasan hukum mengenai sistem drainase terbagi atas : 1. Peraturan dan Kebijakan Pemerintah Pusat a. Undang-undang No 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air b. Undang-undang No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang c. Undang-undang No 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. d. Keputusan Presiden No. 114 tahun 1999 tentang Kawasan Bopuncur e. Peraturan Pemerintah No 35 tahun 1991 tentang Sungai. f. Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 2006 tentang Irigasi g. Peraturan Pemerintah No.82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air h. Peraturan Menteri PU No 39/PRT/1989 tentang Pembagian Wilayah Sungai i. Peraturan Menteri PU No 48/PRT/1990 tentang Pengelolaan Atas dan Sumber Air j. Peraturan Menteri PU No 49/PRT/1990 tentang Tata cara dan Persyaratan Ijin Penggunaan Air dan atau Sumber Air k. Pedoman Penetapan dan Pengelolaan Sempadan Sungai, (Peraturan Menteri PU No.63/PRT/1993 tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan sungai dan Bekas Sungai. l. Tata cara Perencanaan Umum Drainase Perkotaan, SK SNI T-071990-F m. Tata cara Teknik Pembuatan Sumur Resapan Air Hujan Untuk Lahan Pekarangan, SK SNI T-06-1990-F n. Spesifikasi Sumur Resapan Air Hujan untuk Lahan Pekarangan,SK SNI S-14-1990-F o. Kebijakan Pendayagunaan Danau dan Situ, Lokakarya Kebijakan Pengembangan dan Pengelolaan Sumber Daya Air, Deputi Bidang Sumber Daya Air, Dept Pemukiman dan Prasarana Wilayah, 2000 2. Peraturan dan Kebijakan Pemerintah Propinsi Terdiri dari : a. Peraturan Daerah No. 10 tahun 2002 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi b. Peraturan Daerah No. 2 tahun 2006 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 68
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor c. d.
Peraturan Daerah No. 2 tahun 2004 tentang Irigasi Peraturan Daerah No. 3 tahun 2004 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air 3. Peraturan dan Kebijakan Pemerintah Kota a. Peraturan Daerah No. 1 tahun 2000 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota b. Keputusan Walikota No. 04 tahun 2003 tentang Garis Sempadan Bangunan dan Garis Sempadan sungai di wilayah Kota Bogor. c. Perda No. 7 tahun 2002 tentang Izin Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan. 3.4.2. Aspek Institusional Penanganan drainase di Kota Bogor, berdasarkan PERDA Kota Bogor No. 19 Tahun 2002 jo Keputusan Walikota Bogor No. 34 Tahun 2003 tentang uraian tugas jabatan structural di lingkungan Dinas Bina Marga da Pengiaran Kota Bogor, dilakukan oleh Sub Dinas Pengairan cq. Seksi Drainase dan Seksi Pemeliharaan Jaringan. Seksi Drainase mempunyai tugas pelaksanaan dan pemeliharaan drainase jalan dan drainase permukiman, serta monitoring lapangan keadaan drainase dan gorong-gorong untuk memperlancar air. Seksi Pemeliharaan Jaringan mempunyai tugas pembangunan dan pemeliharan jaringan pengairan, termasuk jaringan irigasi yang berubah menjadi jaringan drainase, yaitu di : a. Saluran induk Ciliwung Katulampa b. Saluran Cibalok c. Saluran Bantarjati (Cibagolo) d. Saluran induk Cisadane Empang e. Saluran sekunder Cibuluh f. Saluran sekunder Cidepit g. Saluran sekunder Ciereng Berdasarkan PERDA Kota Bogor No. 13 Tahun 2004 tentang Organisasi Perangkat Daerah yang akan berlaku efektif bulan Desember 2004 dan mencabut PERDA No. 19 Tahun 2002, struktur organisasi Sub Dinas Pengairan akan terdiri dari : a. Seksi Pemeliharaan Jaringan dan Drainase b. Seksi Bina Manfaat Air Semua drainase ditangani oleh Seksi Pemeliharaan Jaringan dan Drainase. Rencana pembangunan dan pemeliharaan drainase disusun oleh Sub.Dinas Pengairan. Kegiatan pemeliharaan drainase berupa : a. Pengerukan sedimen dan sampah b. Perbaikan saluran Sedangkan Perda No. 13 Tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah, pada Satuan Kerja Perangkat Daerah, bahwa bidang yang mengelola pengairan adalah Bidang Pengelolaan Sumber Daya Air dan Pengairan, yang membawahkan : a. Seksi Sumber Daya Air b. Seksi Pengairan BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 69
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor Kota Bogor belum mempunyai PERDA yang mengatur secara khusus drainase dan situ, namun peraturan yang sudah terbit adalah : a. Keputusan Walikota No. 04 tahun 2003 tentang Garis Sempadan Bangunan dan Garis Sempadan sungai di wilayah Kota Bogor. b. Perda No. 7 tahun 2002 tentang Izin Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan. 3.4.3. Cakupan Pelayanan b.A. Gambaran Umum Sistem Drainase Paradigma baru penanganan masalah drainase perkotaan tidak terbatas pada upaya mengalirkan dan membuang secepatnya (kelebihan air permukaan / limpasan air hujan) menuju badan – badan air terdekat. Namun lebih dari itu penatagunaan sistem drainase perkotaan bertujuan konservasi sumber daya air dan kehidupan aquatik. Mencakup optimalisasi upaya mengendalikan luapan dan genangan banjir serta meresapkan kelebihan air tersebut untuk imbuhan persediaan air baku (air permukaan maupun air tanah). Konsep pengembangan sistem drainase berkelanjutan adalah meningkatkan daya guna air, meminimalkan kerugian serta memperbaiki dan konservasi lingkungan. Prioritas utama kegiatan perencanaan ditujukan untuk pengelolaan limpasan permukaan dengan cara mengembangkan fasilitas untuk menahan air hujan (rainfall detention facilites) fasilitas untuk peresapan air hujan (rainfall retention facilities). Permasalahan drainase dan genangan banjir umumnya berkaitan erat dengan keterbatasan ketersediaan infrastruktur lingkungan fisik maupun sosial ekonomi yang dihadapkan pada perkembangan tata guna lahan dan tata ruang perkotaan. Meningkatnya kebutuhan lahan untuk permukiman maupun lahan usaha pertanian, berdampak lanjut pada menurunnya luas lahan yang berfungsi resapan (kawasan terbuka berubah menjadi daerah terbangun), sehingga debit aliran permukaan, yang mengakibatkan meluasnya areal genangan banjir, laju erosi dan sedimentasi pada aliran sungai dan badan-badan air cenderung meningkat. Sistem drainase di Kota Bogor sebagian besar masih mengikuti pola alamiah, sebagian lagi berupa sistem drainase jalan. Secara umum sistem drainase di Kota Bogor terbagi menjadi 2 (dua) bagian, yaitu drainase makro dan drainase mikro. Saluran pembuangan makro adalah saluran pembuangan yang secara alami sudah ada di Kota Bogor yang terdiri dari dua sungai besar, yaitu Sungai Ciliwung dan Cisadane yang mengalir dari arah Selatan ke Utara serta beberapa sungai kecil seperti Sungai Cipakancilan, Sungai Cipinanggading, Sungai Ciluar, Sungai Cikalibaru, Sungai Ciheuleut, Sungai Ciapus, Sungai Cisindangbarang, Sungai Cigede Wetan, Sungai Cigede Kulon, Sungai Cileungsir, Sungai Cipalayangan, Sungai Cibeureum, Sungai Cikaret, Sungai Cigenteng, Sungai Cinyangkokot, Sungai Cileuwibangke, Sungai Cipaku dan Sungai Cijeruk. Saluran pembuangan mikro adalah saluran yang sengaja dibuat mengikuti pola jaringan jalan. Pada akhirnya saluran ini bermuara pada saluran makro yang dekat dengan saluran mikro tersebut. Sedangkan klasifikasi dari sisi hirarki, maka saluran drainase makro terdiri atas saluran primer dan sekunder, sedangkan saluran yang mengikuti pola jaringan jalan dari arteri sampai lokal merupakan saluran tersier. Berdasarkan kewenangan pengelolaannya, drainase di Kota Bogor terbagi atas : BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 70
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor 1. Kewenangan Provinsi Jawa Barat a. Kecamatan Bogor Barat : Cisadane Empang, Angke I b. Kecamatan Bogor Selatan : Cibalok c. Kecamatan Bogor Timur : Cibalok, Ciliwung Katulampa, Cibanon d. Kecamatan Bogor Utara : Ciliwung Katulampa, Bantarjati 2. Kewenangan Kota Bogor a. Kecamatan Bogor Barat : Situgede, Ciputih I, Cibenda, Cibanten, Cisarua Ucing b. Kecamatan Bogor TImur : Ciseuseupan c. Kecamatan Bogor Utara : Keradenan, Ciraden d. Kecamatan Bogor Selatan : Cisempur, Coblong, Cikompeni, Mina, Cinangka, Leuwibangke, Cikaret Kotabatu, Cibeureum, Cibolang, Ciranjang, Sawahbera, Geblug, Citengah, Cileungsir, Bakom, Cadasgambar, Ciawi, Cipaku, Cipancuran, Cimonyet Sedangkan yang dimaksud drainase lingkungan yang menjadi cakupan perencanaan pada Program PPSP yakni saluran drainase yang pada umumnya mengikuti pola jaringan jalan lingkungan baik perumahan maupun tempat kegiatan sosial ekonomi serta berdasarkan manual penyusunan Buku Putih bahwa definisi atau batasan drainase lingkungan adalah saluran yang berada di bawah wewenang Pemerintah Kota selain Provinsi maupun Pusat. Gambar 3.17 Skema Jaringan Drainase makro dan mikro di Kota Bogor B.
Pembagian Zona Wilayah Kota Bogor terdiri atas jaringan-jaringan drainase yang rumit. Beberapa di antaranya adalah jaringan saluran drainase yang secara hidrolik berdiri sendiri namun terdapat jaringan saluran drainase yang saling berhubungan satu sama lain. Selain itu masih terdapat pula jaringan irigasi yang mempunyai fungsi berbeda dengan jaringan drainase. Saluran drainase yang secara hidrolik saling berkaitan tersebut harus dikembangkan sebagai sebuah sistem yang konsisten secara hidrolik, misalnya dengan sistem polder. Pada hakekatnya setiap daerah genangan memiliki saluran drainase lokal. Untuk mempermudah penanganan sistem drainase dalam perencanaan dan dalam pengelolaannya nanti, maka dalam studi ini beberapa sistem situ dan sistem drainase lokal telah dikelompokkan kedalam beberapa Zona Drainase.Pengelompokan didasarkan atas kesamaan daerah dipandang dari sudut topografi, saluran atau sungai pembatas yang ada, dan daerah aliran sungai tertentu sebagai saluran makro dari jaringan drainase, yakni : 1. Zona Drainase 1 (Cisindangbarang) 2. Zona Drainase 2 (Ciomas) 3. Zona Drainase 3 (Cisadane Tengah) 4. Zona Drainase 4 (Cipinanggading) 5. Zona Drainase 5 (Cirancamaya) 6. Zona Drainase 6 (Cipaku) 7. Zona Drainase 7 (Ciseuseupan) 8. Zona Drainase 8 (Ciluar) 9. Zona Drainase 9 (Cibuluh) BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 71
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor 10.................................................................................................................. Zona Drainase 10 (Ciparigi) 11.................................................................................................................. Zona Drainase 11 (Ciliwung Tengah) 12.................................................................................................................. Zona Drainase 12 (Cipakancilan) 13.................................................................................................................. Zona Drainase 13 (Cigede) 14.................................................................................................................. Zona Drainase 14 (Cikeumeuh) 15.................................................................................................................. Zona Drainase 15 (Cimanggis) Adapun peta distribusi zonasi drainase seperti pada Gambar 3.18 berikut.
Gambar 3.18 Peta Pembagian Zona Drainase 3.4.4. Aspek Teknis dan Operasional A. Fungsi Saluran Drainase Fungsi saluran drainase makro dan mikro maupun lingkungan di Kota Bogor pada umumnya untuk mengalirkan limpasan air hujan, serta sebagian menjadi saluran untuk mengalirkan air limbah rumah tangga. B. Kualitas Saluran Drainase Kualitas saluran drainase seperti pada Tabel lampiran berikut ini. C. Daerah Rawan Genangan/Banjir Kota Bogor merupakan daerah yang bervariasi atau bergelombang dengan perbedaan ketinggian yang cukup besar, bervariasi antara 200 – 350 m diatas permukaan laut, titik tertinggi berada di sebelah Selatan dengan ketinggian 350 meter di atas permukaan laut dan titik terendah berada di sebelah Utara dengan ketinggian 190 meter di atas permukaan laut. Secara geografis Kota Bogor terletak diantara 106o43’30’’ - 106o51’00’’ Bujur Timur dan 6o30’30’’ - 6o41’00’’ Lintang Selatan. Morfologi tanahnya terbagi dalam dua hamparan, di sebelah Selatan relatif berbukit-bukit kecil dan di sebelah Utara merupakan daerah dataran dengan kemiringan lereng berkisar antara kelompok 0 – 2 % (datar) dengan luas 1.763,94 Ha, kemiringan lereng 2 – 15 % (landai) dengan luas 8.091,27 Ha, kemiringan lereng 15 – 25 % (agak curam) dengan luas 1.109,89 Ha, kemiringan lereng 25 – 40 % (curam) dengan luas. 746,96 Ha, dan kemiringan lereng > 40 (sangat curam) dengan luas 119,94 Ha. BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 72
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor Dari hasil analisis topografi, diperoleh identifikasi bahwa beberapa daerah di Kota Bogor merupakan daerah cekungan sehingga secara topografis rawan akan genangan. Beberapa daerah tersebut adalah : 1. Daerah Kelurahan Kebon Pedes, terutama di sekitar Jalan Pacilong 2. Daerah di Desa Ciluar, di sekitar Jalan Tanah Baru, dekat Perum Kedung Gede 3. Daerah Kel. Tegal Gundil 4. Daerah Kelurahan Cibuluh, sekitar pabrik Olympic Furniture Kemudian berdasarkan hasil survey, pengamatan lapangan dan referensi laporan & kajian, identifikasi saluran drainase di Kota Bogor adalah seperti disampaikan pada tabel berikut.
Tabel 3.48 Lokasi Genangan di Kota Bogor
Berdasarkan pengamatan lapangan dan referensi laporan & kajian, artikel dan informasi sumber lainnya, diidentifikasikan beberapa wilayah yang termasuk daerah rawan banjir.
Gambar 3.19 Peta Rawan Genangan Kota Bogor 3.3.5. Peran serta Masyarakat dan Jender dalam Pengelolaan Drainase Lingkungan Kondisi peran serta masyarakat dalam pengelolaan saluran drainase seperti berikut ini : BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 73
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor a.
Saluran drainase cenderung kurang terpelihara karena kurang partisipasi warga. b. Saluran drainase perumahan tersedia dan terpola dengan jelas, namun kurang sadarnya warga menyebabkan terjadi genangan ketika musim hujan. c. Saluran drainase di kawasan permukiman kurang terpola dan kurang pemeliharaan, sehingga terjadi penyumbatan. d. Saluran drainase umumnya masih bercampur dengan saluran air limbah. 3.3.6. Permasalahan Penyebab utama permasalahan yang terkait dengan kondisi sistem drainase di kota Bogor saat ini, yaitu antara lain : a) Belum terintegrasinya sistem drainase satu wilayah dengan wilayah lain disekitarnya. Karakteristik topografi Kota Bogor sangat variatif, dimana hampir ± 90 % merupakan lahan pedataran dengan kemiringan relatif landai hingga lereng agak curam dengan keterbatasan kapasitas tampung dan laju aliran sistem drainase yang ada. Masih terbatasnya prasarana drainase mikro dan tidak berfungsinya sistem drainase yang ada, diindikasikan dengan munculnya areal rawan permasalahan genangan banjir & rawan longsor dengan penyebaran seperti terlihat pada peta zona drainase terlampir. Elevasi dasar saluran drainase pada wilayah bagian Tenggara dan wilayah bagian Utara kota Bogor posisinya lebih rendah terhadap permukaan dasar sungai alami. b) Meningkatnya intensitas curah hujan Karakteristik iklim di Kota Bogor dicirikan dengan angka curah hujan setiap tahunan cukup besar yaitu berkisar antara 3.500 – 5.000 mm, dimana selama perioda meningkatnya angka curah hujan (yaitu antara bulan Desember sampai dengan bulan Januari) seringkali terjadi peningkatan debit limpasan air permukaan. Akumulasi debit limpasan permukaan akibat meningkatnya intensitas curah hujan yang berasal dari bagian hulu dan tengah yang langsung terkonsentrasi masuk kedalam areal cekungan atau wadah buangan alami seringkali menimbulkan terjadinya luapan dan genangan banjir pada areal cekungan dan lahan yang elevasinya relatif rendah di bagian hilir. c) Pendangkalan dan penyempitan jaringan drainase makro. Penurunan kapasitas saluran drainase alamiah, umumnya terjadi akibat meningkatnya laju erosi permukaan dan sedimentasi pada alur sungai yang relatif landai sehingga menimbulkan masalah pendangkalan dan penyempitan berlangsung relatif cepat menyebabkan penyusutan penampang alir saluran. Kapasitas prasarana jaringan drainase yang sudah ada umumnya masih kurang berfungsi efektif menampung sementara dan mengalirkan kelebihan air. Kondisi demikian juga disebabkan kurangnya efektifnya kegiatan antisipasi O&P jaringan irigasi dan drainase. BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 74
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor d)
Berubah fungsi saluran irigasi menjadi saluran drainase, khususnya di kawasan Bogor Utara. Perubahan penggunaan lahan yang sangat signifikan dari budidaya kawasan pertanian, menjadi budidaya kawasan perkotaan dan permukiman / perumahan. Seringkali saluran irigasi yang seharusnya dimanfaatkan sebagai penyuplai air pada areal persawahan berubah fungsi menjadi saluran drainase permukiman dan drainase jalan. Karena sistem jaringan irigasi dan drainase tersebut saling terkoneksi, kondisi demikian menyebabkan efektifitas fungsi dan kapasitas pelayanan saluran irigasi dan drainase diwilayah diwilayah Kota dan Kabupaten Bogor menjadi berkurang. e) Mix Drain, Terjadi akibat penyimpangan perilaku pengelolaan sampah dan limbah serta penggunaan lahan yang keliru diperkotaan / areal pemukiman yang padat penduduk dan pusat kegiatan perdagangan / pasar tradisionil, sehingga membebani kapasitas normal saluran drainase sehingga harus berfungsi sebagai wadah buangan limpasan air hujan maupun limbah domestik dan sampah padat. Kondisi demikian mendorong terjadinya alih fungsi bangunan-bangunan penyuplai air (seperti pintu air dan saluran irigasi) menjadi saluran drainase sehingga cenderung berdampak pada terjadinya permasalahan semakin menurunnya potensi ketersediaan debit andalan pada sumber air permukaan maupun air tanah, terutama selama perioda berkurangnya curah hujan (musim kemarau). 3.5. Penyediaan Air Bersih 3.5.1. Landasan Hukum/Legal Operasional Landasan hukum yang relevan dengan penyediaan air bersih meliputi undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan menteri dan peraturan daerah. Garis besar materi yang diatur pada masing-masing aturan perundangan dipaparkan sebagai berikut. A. UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air Pada dasarnya terkait dengan penyediaan air bersih, UU No. 7 Tahun 2004 pasal 5 menyebutkan negara menjamin hak warga negara untuk memperoleh air bersih minimal untuk mempertahankan hidupnya. Pasal ini mengamanatkan bahwa akses terhadap air bersih merupakan hak asasi warga masyarakat, dan konsekuensinya adalah pihak pemerintah berkewajiban memenuhi keperluan masyarakat akan air bersih. B. Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Pada peraturan pemerintah tersebut intinya menyebutkan adanya kewajiban bagi pemerintah atau pemerintah daerah untuk menyelenggarakan pemenuhan kebutuhan air minum bagi masyarakatnya. Pemenuhan kebutuhan air minum tersebut dapat dilakukan dengan system perpipaan amaupun non perpipaan. Air minum yang diditribusikan kepada masyarakat harus sudah memenuhi standar baku mutu seperti yang disyaratkan oleh keputusan menkes. Selain itu BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 75
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor pada aturan tersebut juga disebutkan bahwa kualitas air baku harus memenuhi standar seperti yang ditetapkan pada aturan yang berlaku. C. Kepmenkes No. 907/MENKES/SK/VII/2002, tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum Keputusan menkes ini pada dasarnya adalah mengatur dan menetapkan standar kualitas air yang dihasilkan melalui penyelenggaraan SPAM. Berbagai variable menyangkut kondisi kualitas air seperti sifat fisika, kimia, bakteriologi dll ditetapkan sehingga air yang didistribusikan kepada masyarakat oleh penyelenggara SPAM harus sudah siap minum. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi munculnya penyakit yang disebabkan oleh kualitas air yang tidak memenuhi standar kesehatan yang ada. 3.5.2. Aspek Institusional Pada tingkat kota, satuan perangkat kerja daerah (SKPD) yang bertanggungjawab atas penyelenggaran penyediaan air bersih bagi masyarakat adalah Bappeda, Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang, Dinas Kesehatan, dan BPMKB, serta perangkat di wilayah (kecamatan, kelurahan). Selain itu untuk mengelola penyediaan air bersih system perpipaan maka dibentuk BUMD yaitu PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor. Secara global, tugas masing-masing SKPD adalah sebagai berikut: 1. Bappeda bertanggungjawab untuk berbagai hal terkait dengan mekanisme perencanaan pengembangan penyediaan air bersih serta penganggarannya. Selain itu Bappeda juga berkewajiban untuk melaksanakan monitoring dan evaluasi atas berbagai kegiatan terkait pelaksanaan pengembangan fasilitas air bersih non PDAM di wilayah kota bogor. 2. Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang bertanggungjawab atas pembangunan konstruksi fasilitas air bersih non PDAM di wilayah-wilayah yang memang memerlukan fasilitas tersebut. Selain itu secara teknis juga DCKTR bertanggungjawab atas kualitas teknis bangunan pendukung fasilitas air bersih non PDAM. 3. Dinas Kesehatan bertanggungjawab atas kualitas air bersih baik itu air bakunya maupun air yang dikonsumsi. Air bersih tersebut harus sudah memenuhi persyaratan kualitas sesuai dengan peraturan yang berlaku.Selain itu Dinkes juga diharapkan dapat menyediakan data mengenai angka kesakitan akibat penggunaan air yang tidak bersih sehingga dapat menjadi masukan bagi SKPD lain yang bertanggungjawab atas pengembangan fasilitas air bersih untuk menentukan lokasi pembangunan. 3.5.3.
Cakupan Pelayanan Wilayah yang terlayani oleh PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor mencakup seluruh wilayah administrasi Kota Bogor yang mencakup 6 wilayah pelayanan yaitu Kecamatan Bogor Selatan, Bogor Timur, Bogor Barat, Kecamatan Tanah Sareal, Kecamatan Bogor Tengah dan Kecamatan Bogor Utara serta sebagian Kabupaten Bogor, yaitu Desa Kota Batu dan Desa Mekar Jaya. Dari seluruh wilayah Kota Bogor, sampai dengan tahun 2009 PDAM Kota Bogor mampu BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 76
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor melayani sekitar 67,91% wilayah. System pelayanan air bersih yang dikelola oleh PDAM Kota Bogor, membagi wilayah pelayanan ke dalam 5 (lima) zona pelayanan. Kelima zona tersebut mengcover seluruh kecamatan yang ada di Kota Bogor.(Table 3.49) Jumlah sambungan ke pelanggan yang berada di masing-masing kecamatan beragam. Sambungan ke pelanggan yang paling banyak terdapat di Kecamatan Tanah Sareal yaitu sekitar 15.235 sambungan, kemudian Kecamatan Bogor Tengah yaitu sekitar 14.832 sambungan. Sedangkan jumlah pelanggan yang paling sedikit terdapat di Kecamatan Bogor Timur yaitu sekitar 9.527 sambungan.Namun demikian jika dilihat dari sisi jumlah penduduk yang dilayani, Kecamatan Bogor Tengan memiliki prosentase pelayanan terbesar yaitu sekitar 68,9% (atau sekitar 79.328 jiwa yang terlayani dari 115.130 jiwa penduduk yang ada) dan yang paling kecil adalah Kecamatan Bogor Barat yang memiliki prosentase jumlah penduduk terlayani sekitar 30,1% (atau sekitar 63.023 jiwa yang terlayani dari 209.373 jiwa penduduk yang ada). Untuk lebih jelasnya kepadatan pelanggan masing-masing kecamatan dapat dilihat pada Gambar 3.20. Tabel 3.49 Pembagian Zona Pelayanan PDAM Kota Bogor NO
ZONA
1.
ZONA 1
2
ZONA 2
3
ZONA 3
WILAYAH PELAYANAN KECAMATAN KELURAHAN BOGOR SELATAN Harjasari Kertamaya Muarasari Pakuan Rancamaya BOGOR TIMUR Baranangsiang Katulampa Sindangrasa Sindangsari Tajur TANAH SAREAL Kebon Pedes BOGOR SELATAN Cipaku Genteng Ranggamekar TANAH SAREAL Kedung Badak BOGOR SELATAN Batu Tulis Cipaku Empang Bondongan Lawanggintung BOGOR TIMUR Baranangsiang Katulampa Sukasari Tajur BOGOR UTARA Bantarjati BOGOR TENGAH Babakan Pasar Cibogor Gudang Kebon Kelapa Pabaton Paledang Panaragan
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 77
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor NO 4
5
ZONA
WILAYAH PELAYANAN KECAMATAN KELURAHAN ZONA 4 BOGOR SELATAN Cipaku BOGOR UTARA Bantarjati Cibuluh Ciluar Ciparigi Kedunghalang Tanah Baru Tegal Gundil BOGOR TENGAH Babakan Cibogor Ciwaringin Kebon kelapa Pabaton Sempur Tegallega Panaragan BOGOR BARAT Cilendek Barat Cilendek Timur Curug Curug mekar Menteng TANAH SAREAL Cibadak Kayu Manis Kedung Badak Kedung Jaya Kedung Waringin Mekarwangi Sukadamai Sukaresmi Tanah Sareal ZONA 6 BOGOR SELATAN Mulya Harja Cikaret BOGOR BARAT Gunung Batu Loji Pasir Jaya Pasir Kuda Sumber : Dokumen SPAM Kota Bogor, 2008
Kondisi adanya perbedaan jumlah penduduk yang dilayani serta kepadatan pelanggan di masing-masing kecamatan dapat diakibatkan oleh berbagai factor. Salah satu faktornya diantaranya adalah belum masuknya jaringan distribusi pipa PDAM karena factor lokasi (berada di ketinggian sehingga distribusi air dengan memanfaatkan grafitasi tidak dapat dilakukan) dan kondisi social ekonomi masyarakat yang masih menghendaki pemanfaatan air non perpipaan (sumur atau mata air) dengan alasan tidak perlu mengeluarkan biaya untuk memperoleh air bersih ataupun memang secara demografis wilayah tersebut masih banyak daerah kosong sehingga kepadatan penduduk masih sedang atau rendah seperti di beberapa wilayah di Kecamatan Bogor Barat dan Bogor Selatan. Kemudian terkait dengan cakupan pelayanan air bersih dengan system perpipaan di Kota Bogor, berdasarkan data dari PDAM Tirta Pakuan (2010), sampai dengan tahun 2009 cakupannya mencapai 50,09% (atau sekitar 86.587 SR) dan tahun 2010 diperkirakan akan mencapai 53,05% (atau sekitar 95.587 SR). Dengan total sambungan tersebut, dirasakan masih belum sepenuhnya mencapai BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 78
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor besaran pelayanan yang diinginkan yaitu sebesar minimal 67% seperti tercantum dalam dokumen MDGs untuk Indonesia. Tabel 3.50 Data Sambungan Pelanggan PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor Tahun 2007 Sumber: PDAM Tirta Pakuan, 2010
Tabel 3.51 Data Sambungan Pelanggan PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor Tahun 2008 Sumber: PDAM Tirta Pakuan, 2010
Gambar 3.20 Kepadatan Pelanggan di Wilayah Pelayanan PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor Tabel 3.52. Data Sambungan Pelanggan PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor Tahun 2009 Sumber: PDAM Tirta Pakuan, 2010 Ket : IP SU SK RA, RB, RC NK NB
= Instansi Pemerintah = Sosial Umum = Sosial Khusus = Rumah Tangga A, B, dan C = Niaga Kecil = Niaga Besar
3.5.4. Aspek Teknis dan Operasional Di Kota Bogor, pemenuhan kebutuhan air bersih (yang kualitasnya setara dengan air minum) dilaksanakan dengan system perpipaan yang dikelola oleh PDAM Kota Bogor dan non perpipaan yang dikelola oleh pemerintah kota bogor, PDAM Kota Bogor, dan masyarakat. Berikut adalah paparan mengenai berbagai aspek terkait dengan system pengelolaan air bersih tersebut. A. Penyediaan Air Bersih Dengan Sistem Perpipaan 1. Sumber Air Baku dan Unit Produksi Secara kuantitas, kebutuhan air baku untuk PDAM Tirta Pakuan saat ini dipenuhi dari sumber air berupa mata air dan air permukaan (sir sungai). Sumber mata air yang dimanfaatkan berada di 3 (tiga) lokasi yaitu : Mata air Kota Batu, Mata air Bantar Kambing, Mata air Tangkil. Sedangkan sumber air permukaan diambil dari Sungai Cisadane. BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 79
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor Kapasitas masing-masing dan debit minimum masing-masing sumber air baku disajikan pada Table 3.54. Unit produksi sistem penyediaan air minum Kota Bogor berupa instalasi pengolahan lengkap (WTP) dan instalasi pengolahan sebagian. Instalasi pengolahan lengkap yaitu WTP Dekeng dan WTP Cipaku memproduksi air minum sebesar ± 1.136 liter/detik atau 86.222 m3/hari yang bersumber dari Sungai Cisadane. Namun dalam operasionalnya debit produksi berfluktuasi Tabel 3.53 Sumber Air Baku untuk Sistem Perpipaan Sumber : PDAM Tirta Pakuan, 2010 Ket : (*) Data Tahun 2009 (**) Estimasi sampai dengan Tahun 2029
Instalasi Pengolahan sebagian yaitu Instalasi Kota Baru, Bantar Kambing, Palasari dan Tangkil dengan kapasitas produksi ± 340 liter/detik dengan sumber air baku mata air. Secara lengkap kapasitas produksi sistem penyediaan air Kota Bogor yang dikelola oleh PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor dapat dilihat pada Tabel 3.55 sebagai berikut : Tabel 3.54 Kapasitas Desain dan Produksi PDAM Tirta Pakuan N O
INSTALAS I
ELEV ASI
KAPASITAS (L/D)
SUMBER
(mdpl)
1 2 3 4
Kota Batu Bantar Kambing Tangkil Dekeng
5
Cipaku
6
Palasari
+375 +427
DESA IN 70 170
PRODU KSI 53 152
+477.5 +350
170 1000
134 861
+329
240
264
30 20
M.A Kota Batu M.A Bantar Kambing M.A Tangkil Sungai Cisadane Sungai Cisadane Sungai Mata Air Palasari
Sumber : PDAM Tirta Pakuan, Mei 2008
Secara kualitas, sumber air baku untuk penyediaan air minum harus ditinjau berdasarkan standar air baku yang berlaku yaitu berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001. Standar kualitas tersebut dapat dilihat pada table 3.56 berikut ini. Tabel 3.55 Standar kualitas berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 80
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor
PARAMETER
KELAS
KETERANGAN
SATUA N
I
II
III
IV
ºC
Deviasi 3
Deviasi 3
Deviasi 3
Deviasi 5
mg/L
1000
1000
1000
1000
FISIKA Temperatur Residu Terlarut
Residu Tersuspensi
mg/L
50
50
400
Deviasi Temperatur dari keadaan alamiah
400
Bagi Pengolahan Air Minum secara konvensional, residu tersuspensi ≤ 5000 mg/L
Apabila secara alamiah diluar rentang tersebut, maka ditentukan berdasarkan kondisi alamiah
KIMIA ANORGANIK
pH
6-9
6-9
6-9
5-9
BOD COD
mg/L mg/L
2 10
3 25
6 50
12 100
DO
mg/L
6
4
3
0
Total Fosfat sbg P NO 3 sebagai N
mg/L mg/L
0,2 10
0,2 10
1 20
5 20
NH3-N
mg/L
0,5
(-)
(-)
(-)
Arsen Kobalt Barium Boron Selenium Kadmium Khrom (VI)
mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L
0,05 0,2 1 1 0,01 0,01 0,05
1 0,2 (-) 1 0,05 0,01 0,05
1 0,2 (-) 1 0,05 0,01 0,05
1 0,2 (-) 1 0,05 0,01 0,01
Tembaga
Besi
mg/L
mg/L
0,02
0,3
0,02
(-)
0,02
(-)
Angka batas minimum
Bagi perikanan, kandungan amonia bebas untuk ikan yang peka ≤ 0,02 mg/L sebagai NH3
0,2
Bagi pengolahan Air Minum secara konvensional, Cu ≤ 1 mg/L
(-)
Bagi pengolahan Air Minum secara konvensional, Fe ≤ 5 mg/L Bagi pengolahan Air Minum secara konvensional, Pb ≤ 0,1 mg/L
Timbal
mg/L
0,03
0,03
0,03
1
Mangan
mg/L
1
(-)
(-)
(-)
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 81
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor PARAMETER Air Raksa
KELAS
KETERANGAN
SATUA N
I
II
III
IV
mg/L
0,001
0,002
0,002
0,005
Seng
mg/L
0,05
0,05
0,05
2
Khlorida Sianida Fluorida
mg/L mg/L mg/L
1 0,02 0,5
(-) 0,02 1,5
(-) 0,02 1,5
(-) (-) (-)
Nitrit sebagai N
mg/L
0,06
0,06
0,06
(-)
Sulfat
mg/L
400
(-)
(-)
(-)
Khlorin bebas
mg/L
0,03
0,03
0,03
(-)
mg/L
0,002
0,002
0,002
(-)
Fecal coliform
jml/100 ml
100
1000
2000
2000
Total Coliform
jml/100 ml
1000
5000
10000
10000
bg/L bg/L
0,1 1
0,1 1
0,1 1
0,1 1
ug/L
1000
1000
1000
(-)
ug/L
200
200
200
(-)
ug/L
1
1
1
(-)
ug/L ug/L ug/L ug/L
210 17 3 2
210 (-) (-) 2
210 (-) (-) 2
(-) (-) (-) 2
ug/L
18
(-)
(-)
(-)
ug/L ug/L ug/L ug/L
56 35 1 5
(-) (-) 4 (-)
(-) (-) 4 (-)
(-) (-) (-) (-)
Belerang sebagai H2S MIKROBIOLO GI
RADIOAKTIVI TAS Gross-A Gross-B KIMIA ORGANIK Minyak dan Lemak Detergen sebagi MBAS Senyawa Fenol sebagai Fenol BHC Aldrin/Dieldrin Chlordane DDT Heptachlor dan Heptachlor epoxide Lindane Methoxyctor Endrin Toxaphan
Bagi pengolahan Air Minum secara konvensional, Zn ≤ 5 mg/L
Bagi pengolahan Air Minum secara konvensional, NO2-N ≤ 1 mg/L bagi ABAM tidak dipersyaratkan
Bagi pengolahan Air Minum secara konvensional, Fecal Coliform ≤ 2000 jml/100 ml dan total coliform ≤ 10000 jml/100 ml
Sumber: PP No. 82 Tahun 2001 dalam Masterplan SPAM Kota Bogor, 2008
Ket :
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 82
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor Kelas I adalah air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mensyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Kelas II adalah air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang menpersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Kelas III adalah air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Kelas IV adalah air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
Saat ini kondisi air bersih yang diproduksi oleh instalasi pengolahan air milik PDAM Kota Bogor kualitasnya sudah sesuai dengan syarat kualitas air minum yang dikeluarkan oleh Kepmenkes. Bahkan air bersih yang keluar dari instalasi pengolahan sudah siap langsung minum. 2. Kebutuhan Air Bersih Kebutuhan akan air bersih di Kota Bogor harus dapat memenuhi kebutuhan rumahtangga masyarakat sehari-hari seperti mandi, cuci, kakus, memasak, minum dll (kebutuhan domestic) maupun untuk kebutuhan non domestic. Informasi dan pemaparan mengenai kebutuhan air bersih ini akan diperlukan untuk memperoleh gambaran mengenai kondisi demand air bersih. Informasi ini jika kemudian dikomparasi dengan kondisi supply maka akan diperoleh gambaran mengenai kondisi pemenuhan air bersih di Kota Bogor. Jika supply lebih dari demand maka terjadi lack/gap yang harus dicarikan solusinya. Perkiraan kebutuhan air bersih di Kota Bogor dilakukan dengan mengasumsikan beberapa hal berikut: • Dasar perhitungan kebutuhan air adalah pemakaian rata-rata air bersih dari PDAM oleh pelanggannya yaitu sekitar 25 m3 per bulan atau sekitar 166 L/org/hari • Berdasarkan data PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor rata-rata perbandingan pemakaian fasilitas Non Domestik terhadap fasilitas Domestik (Rumah Tangga) adalah 25%. Dengan demikian maka angka ini menjadi acuan untuk perhitungan kebutuhan fasilitas non domestic • Jumlah penduduk merupakan hasil proyeksi
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 83
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor • Angka tingkat kebocoran yang dipakai adalah kebocoran dari system distribusi dimana pada tahun 2009 adalah sebesar 34%. Secara detail, kebutuhan air bersih di Kota Bogor disajikan pada Table 3.57. berikut. Tabel 3.56 Kebutuhan Air Minum Kota Bogor Sumber : PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor, 2010
B. Sistem Penyediaan Air Bersih Non Perpipaan Sistem air minum non perpipaan atau non PDAM yang ada di Kota Bogor merupakan sistem yang dibangun oleh Dinas Tata Kota dan Pertamanan Kota Bogor yang dilaksanakan mulai tahun 2001, dengan sistem penyediaan air minum yang mencakup 1 (satu) kelurahan dengan sumber air dari mata air, sumur dalam (Tabel 3.57). Kondisi tahun 2010 menunjukan bahwa fasilitas air bersih non PDAM yang dibangun oleh pemerintah sebagian besar masih berfungsi dengan baik. Hanya fasilitas yang berada di Kelurahan Situgede dan daerah Bubulak yang sudah tidak berfungsi karena fasilitas yang rusak dan debit mata air yang turun bahkan kering. Pengelolaan fasilitas air bersih non PDAM tersebut dilakukan oleh masyarakat dengan membentuk semacam badan pengelola yang diawasi oleh LPM dan RW dimana fasilitas tersebut berada. Tugas badan pengelola tersebut pada intinya adalah memelihara fasilitas air bersih serta peralatan penunjangnya seperti pompa air dan mengatur mekanisme pembiayaan yang dibebankan kepada masyarakat. Selain itu, kebutuhan air bersih non perpipaan juga dipenuhi oleh PDAM Kota Bogor (di dalam konteks menjalankan fungsi social perusahaan) melalui pembangunan hidran umum (TAHU). Sampai dengan tahun 2009, pihak PDAM telah membangun sekitar 52 unit TAHU di Kota Bogor dan semuanya masih berfungsi dengan baik. Dengan kondisi fasilitas pendukung prasarana air bersih non PDAM, maka dari sisi pelayanan diperkirakan pada tahun 2010 dapat mencapai angka 12,95%. Angka ini jika digabung dengan pelayanan air minum perpipaan yang dikelola oleh PDAM, maka total angka pelayanan mencapai 66% dari jumlah penduduk yang menjadi target pelayanan.
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 84
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor
Tabel 3.57 Data Sistem Penyediaan Air Minum Non PDAM Kota Bogor Sumber : Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang, 2010
3.5.5. Permasalahan Permasalahan Sistem Penyediaan Air Minum Eksisting Kota Bogor adalah sebagai berikut : 1. Kapasitas sumber air baku ekonomis seperti Mata Air seperti Mata Air Bantar Kambing, Tangkil, dan Kota Batu cenderung menurun, hal ini mungkin disebabkan oleh perubahan guna lahan pada Catchment Area Mata Air tersebut. 2. Tingkat kebocoran air (UFW) pada tahun 2010 masih mencapai 34%. Bila dilihat dari target angka kebocoran pada tahun 2015 sebesar 28% (PDAM Kota Bogor, 2010), maka angka tersebut masih perlu dilakukan penurunan. 3. Sistem perpipaan di PDAM Kota Bogor sudah tergolong tua, dimana masih terdapat pipa yang dibangun pada tahun 1918. Secara teknis pipa ini sudah harus diganti karena rentan rusak pada saat pemakaian puncak sehingga sistem pendistribusian air tidak efektif. 4. Untuk masyarakat yang masih menggunakan sumber air dari sumur dangkal baik di wilayah pelayanan PDAM maupun di daerah yang tidak terjangkau oleh PDAM umumnya konstruksi sumur tidak memenuhi persyaratan Sanitasi. 5. Kontrol terhadap kualitas air sumber air dari sumur dangkal dan mata air tersebut belum dilakukan secara intensif oleh Pemda Kota Bogor. 6. Pemberdayaan masyarakat dalam hal pengelolaan air bersih non perpipaan masih belum maksimal. Diperlukan peranserta pemerintah agar pemberdayaan dapat lebih dioptimalkan 3.6. Komponen Sanitasi Lainnya 3.6.1. Penanganan Limbah Industri Penanganan limbah industri di Kota Bogor umumnya ditangani langsung oleh pemilik usaha sebagai kewajiban pengusaha dalam mengikuti AMDAL atau UKL,UPL. dimana dalam pelaksanaannya diawasi oleh Pemerintah Kota Bogor khususnya unit kerja Kantor Lingkungan Hidup, dimana apabila diketemukan pelanggaran dapat dilakukan penindakan berupa pencabutan izin hingga penghentian kegiatan secara paksa. Biasanya sistim pengolah yang digunakan disesuaikan dengan jenis dan sifat industri itu sendiri. Namun untuk industri yang kecil seperti industri rumah tangga belum dapat terawasi dengan baik. Berikut jumlah industri dan kegiatan usaha skala menengah dan besar serta kecil (Tabel 3.59 & Tabel 3.60) di Kota Bogor yang berpotensi menghasilkan limbah. Tabel 3.58. Jumlah Industri/Kegiatan Usaha Skala Menengah dan Besar
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 85
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor Kota/Provinsi : Bogor/Jawa Barat Tahun Data : 2007 No .
Jenis Industri*)
Nilai Investasi
Unit Usaha
Tenaga Kerja
0
0
0
1.
Mesin & rekayasa
2.
Logam
11.257.490.000
10
1.948
3.
Alat Angkut
16.138.250.000
5
938
4.
Industri Tekstil
186.415.090.000
23
20.401
5.
Industri Kulit
3.368.000.000
2
68
6.
Industri Alpora
1.826.076.000
1
300
7.
Industri Elektronika
21.095.080.000
3
713
8.
Makanan
15.341.070.000
9
1.079
9.
Minuman
108.943.947.278
9
1.763
2.600.327.000
10
1.554
10.
Kayu Olahan dan Rotan
11.
Pulp dan Kertas
28.924.958.000
8
567
12.
Bahan Kimia Industri dan Karet
6.029.010.000
6
339
13.
Bahan Galian Non Logam
3.542.500.000
2
65
14.
Kimia TOTAL
44.183.351.250
5
1.179
449.665.149.528
93
30.914
Keterangan : *) Lihat Lampiran B Bagian A Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Bogor
Tabel 3.59. Jumlah Industri/Kegiatan Usaha Skala Kecil Kota/Provinsi : Bogor/Jawa Barat Tahun Data : 2007 No
Jenis Industri*)
Nilai Investasi
Unit Usaha
Tenaga Kerja
1.
Mesin & rekayasa
678.630.000
5
201
2.
Logam
5.067.950.000
79
751
3.
Alat Angkut
2.062.130.000
92
1.069
4.
Industri Tekstil
5.210.378.650
81
3.032
5.
Industri Kulit
1.675.910.000
68
1.569
6.
Industri Alpora
518.750.000
8
97
7.
Industri Elektronika
88.300.000
7
40
8.
Makanan
5.930.690.000
180
1.851
9.
Minuman
2.244.600.000
40
445
10.
Kayu Olahan dan Rotan
2.928.410.000
111
1.017
11.
Pulp dan Kertas
5.833.010.000
79
558
12.
Bahan Kimia Industri dan Karet
759.309.487
13
112
13.
Bahan Galian Non Logam
14.
Kimia TOTAL
976.700.000
37
800
2.624.853.850
43
502
36.599.621.987
843
12.044
Keterangan : *) Lihat Lampiran II bagian A Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Bogor
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 86
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor Tabel 3.60. Rekomendasi Amdal/UKL/UUP yang Ditetapkan oleh Komisi Amdal Daerah No .
Jenis Dokumen
Kegiatan
Pemrakarsa
1
UKL-UPL
Pergudangan sembako
2
UKL-UPL
Pembangunan Stasiun Pengisian Bulk LPG (SPBL)
PT. Mygas Bogor
3
UKL-UPL
Industri Kopi Bubuk, Air Minum dalam Kemasan (ANDK) dan Pergudangan
Bapak Robert Hook
4
UKL-UPL
Pembangunan RUSUNAMI Bogor Mansion
PT. Akash Sigar Tengah
5
UKL-UPL
Bongkar Berdirikan Restauran Cepat Saji KFC
Bapak Rodi
6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
UKL-UPL AMDAL UKL-UPL UKL-UPL UKL-UPL UKL-UPL UKL-UPL UKL-UPL UKL-UPL AMDAL
Pajajaran Suite Hotel Rumah Sakit Palang Merah Indonesia Rumah Makan Bumbu Desa Hotel Salak Hoka-Hoka Bento Hotel Pangrango 2 Pusat Grosir Bogor (PGB) Papa Ron's Pizza Cafè Dedaunan Pusat Perbelanjaan Botani Square
PT. Alisya Kurnia B
16
AMDAL
Pusat Perbelanjaan Matahari Plaza
PT. Matahari Putra Prima, T.Bk
17
UKL-UPL
Perumahan Villa Intan Pakuan
PT. Villa Intan Pakuan
18
AMDAL
Pusat Perbelanjaan Ekalokasari
PT. Sarana Karya Megah
19
UKL-UPL
Industri Garment
PT. Pintu Mas Garmindo
20
UKL-UPL
Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU)
21
UKL-UPL
Industri Helm
22
UKL-UPL
Rumah Sakit Ibu Anak Hermina
23
UKL-UPL
Pertokoan dan Pasar Swalayan Giant Supermarket
PT. Bina Mandiri Maju Gemilang
24
UKL-UPL
Industri Spare part Aki
PT. Sepindo Perdana
25
UKL-UPL
Pastel dan Pizza Rijstafel
26
UKL-UPL
Rumah Makan Sari Wangi
27
UKL-UPL
PO. Bus Lorena
28
UKL-UPL
Rumah Makan Kintamani
29
UKL-UPL
Restoran Dè Leuit
30
SPPL
Pusat Perbelanjaan Ada Swalayan
31
UKL-UPL
Pizza Hut
PT. Sarimelati Kencana
32
UKL-UPL
Industri Textil
PT. Coast Rejo Indonesia
33
UKL-UPL
Industri Textil
PT. Unitex
34
SPPL
Alfamart Jl. Cimanggu
35
SPPL
Alfamart Jl. Raya Semplak
36
SPPL
Yayasan Amal Husada
37
SPPL
Bina Sarana Informatika
38
SPPL
Kantor Bright'n Institut
PT. Anugerah Jaya Agung
PT. Emar Sejahtera Abadi
PT. Bogor Anggana Cendekia
PT. Tanah Sumber Makmur
Irenne Elizabeth
Sumber : Kantor Lingkungan Hidup Kota Bogor 2009
PENEGAKAN HUKUM Tabel 3.61. Jumlah Pengaduan Masalah Lingkungan menurut Jenis Masalah No .
Masalah Yang Diadukan
Jumlah Pengaduan
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 87
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor 1.
Pengaduan Limbah Industri Tempe
1
Sumber : Kantor Lingkungan Hidup Kota Bogor 2009
Tabel 3.62. Status Pengaduan Masalah Lingkungan menurut Jenis Masalah No . 1.
Masalah Yang Diadukan Pengaduan Toko Bahan Kimia
Status Sudah selesai diproses
Sumber : Kantor Lingkungan Hidup Kota Bogor 2009
Tabel 3.63. Produk Hukum Bidang Pengelolaan Lingkungan No .
Jenis Produk Hukum
Nomor
Tahu n
Tentang
1.
Perda
No. 4
2007
Pengelolaan Lingkungan Hidup
2.
Perwali
No. 12
2006
Ijin Pembuangan Air Limbah
3.
Perwali
No.13
2006
Pengendalian Pemanfaatan Air Bawah Tanah
4.
SK Walikota
No.660.1.4526
2004
Daftar Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib UKL-UPL di Kota Bogor Pemanfaatan Air Bawah Tanah
5
SK Walikota
No.660.1.4537
2003
Tim Pembina dan Pemantauan UKL-UPL bagi setiap Kegiatan dan/atau Usaha di Wilayah Kota Bogor
6
Keputusan Walikota
No.660.1.45264
2009
Pembentukan Komisi Penilai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Kota Bogor
Sumber : Kantor Lingkungan Hidup Kota Bogor 2009
3.6.2.
Penanganan Limbah Medis Limbah medis mengandung bahan-bahan berbahaya seperti bahan-bahan infecious, antiseptik, perban dan barang tercemar lain. Jika tidak dikelola dengan baik bahan-bahan tersebut dapat mencemari sumber air bersih masyarakat yang berada dilingkungan Puskesmas/Rumah Sakit tersebut. Untuk mengatasi masalah limbah medis, tersebut di Kota Bogor berlaku regulasi yang mewajibkan rumah sakit untuk memiliki fasilitas pengolahan limbah medis seperti incinerator, sementara untuk fasilitas kesehatan yang tidak memiliki fasilitas pengolahan limbah medis seperti incinerator dapat menggunakan jasa pihak swasta yang khusus menangani limbah medis dimana dengan sistim penanganan ini limbah medis tidak dihancurkan/diolah ditempat tetapi di tempat lain yang secara dampak ekologisnya lebih memungkinkan. 3.6.3.
Kampanye PHBS Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Dengan perkataan lain, masyarakat diharapkan mampu berperan sebagai pelaku pembangunan kesehatan dalam menjaga, memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakatnya. Dalam tatanan otonomi daerah, Visi Indonesia Sehat 2010 akan dapat terwujud apabila telah tercapai secara keseluruhan Kabupaten/Kota Sehat. Oleh BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 88
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor karena itu, selain harus dikembangkan sistem kesehatan Kabupaten/Kota yang merupakan subsistem dari Sistem Kesehatan Nasional, harus ditetapkan pula kegiatan minimal yang harus dilaksanakan oleh Kabupaten/Kota sesuai yang tercantum dalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 1457/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan Kabupaten/Kota. Salah satu Standar Pelayanan Minimal Promosi Kesehatan yang merupakan acuan Kabupaten/Kota adalah Rumah Tangga Sehat ( 65%). Harapan tersebut dapat terwujud apabila masyarakat diberdayakan sepenuhnya dengan segala daya yang dimiliki untuk dapat menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dalam kehidupan sehari-hari. Pemberdayaan masyarakat harus dimulai dari rumah tangga, karena rumah tangga yang ber PHBS merupakan asset dan modal pembangunan kesehatan di masa depan yang perlu dijaga, dilindungi dan ditingkatkan kesehatannya. Penerapan PHBS di rumah tangga merupakan salah satu upaya strategis untuk menggerakkan dan memberdayakan keluarga atau anggota rumah tangga untuk hidup bersih sehat. PHBS di rumah tangga diarahkan untuk memberdayakan setiap keluarga atau anggota rumah tangga agar tahu, mau, dan mampu menolong diri sendiri di bidang kesehatan dengan mengupayakan lingkungan yang sehat, mencegah dan menanggulangi masalah-masalah kesehatan yang dihadapi, memanfaatkann sarana pelayanan kesehatan yang ada, serta berperan aktif mewujudkan kesehatan masyarakatnya dan mengembangkan upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat. a. Dasar Hukum 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UndangUndang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah; 2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah; 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; 4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; 5. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan; 6. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 574/MENKES/SK/IV/2000 tentang Kebijakan Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat 2010; 7. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1193/MENKES/SK/X/2004 tentang Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan 8. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1114/MENKES/SK/VIII/2005 tentang Kebijakan Promosi Kesehatan Daerah; 9. Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 3 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Kesehatan; 10. Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 4 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup; 11. Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 3 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Daerah; 12. Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 13 Tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah; BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 89
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor
b.
13. Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 12 Tahun 2009 tentang Kawasan Tanpa Rokok; Tahapan Kegiatan 1. Persiapan • Pertemuan dengan petugas promosi kesehatan Puskesmas • Pelatihan Kader Kesehatan untuk pendataan PHBS • Pelatihan Kader Motivator Pemberantasan Penyakit DBD • PPertemuan Forum Masyarakat Kelurahan Siaga untuk membahas PHBS setiap 3 bulan sekali • Pengadaan sarana/media penyuluhan PHBS • Pelatihan kader Dana Sehat • Kerjasama dengan LSM (LSM No Tobacco Community, ICSD,LSM Yasmina), Bogor International Club (BIC), PT.Olympic, Ikatan Istri Dokter Indonesia ( IIDI) 2. Pelaksanaan • Sosialisasi dan Advokasi • Kegiatan sosialisasi dilakukan oleh Petugas Kesehatan, Aparat Kelurahan dan Kecamatan bersama –sama dengan TP PKK, sedangkan untuk Advokasi dilakukan untuk mendapatkan dukungan dari berbagai pihak terutama para pengambil keputusan yang terkait dengan program PHBS di tatanan rumah tangga. • Pemberdayaan Masyarakat • Pendataan PHBS Rumah Tangga • Kegiatan pendataan PHBS rumah tangga di Kota Bogor dilaksanakan setiap tahun. Pendataan PHBS rumah tangga tahun 2009 dilakukan di 68 kelurahan dengan jumlah rumah tangga yang didata sebanyak 75.929. Pendata adalah kader kesehatan sebanyak 920 orang yang telah dilatih terlebih dahulu oleh Puskesmas dan TP PKK Kecamatan dan Kelurahan. 3.
c.
Evaluasi dan Pemantauan Kegiatan Evaluasi dan Pemantauan pelaksanaan program dilakukan melalui penilaian Lomba PHBS antar Kelurahan. Hasil Kegiatan PHBS Kota Bogor 1. Sosialisasi • Penyebaran informasi Kesehatan melalui media cetak (Koran) dan elektronik (radio) dengan materi ASI Eksklusif, Gaya Hidup Sehat, Jamban Sehat, Kawasan Tanpa Rokok, Cuci Tangan, Pengelolaan Sampah, DBD, Tulang Sehat Bebas Osteoporosis, Kesehatan Lingkungan, Kewaspadaan H1N1, Bulan Penimbangan Balita, Pemberian Vitamin A. • Wawar dalam rangka Penanggulangan Penyakit Menular/Filariasis • Sosialisasi PHBS Rumah Tangga bagi Organisasi Wanita/PKK • Sosialisasi Gaya Hidup Sehat bagi Remaja /Pemuda dengan materi Bahaya Rokok, Gizi Seimbang dan Aktifitas Fisik BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI
90
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor • Sosialisasi tentang Kadarzi • Sosialisasi tentang Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah • Health Mobile Team ( kegiatan penyuluhan PHBS di tempat-tempat tertentu menggunakan mobil penyuluhan ) dilaksanakan di Lapangan Sempur • Sosialisasi Kawasan Tanpa Rokok di 68 Kelurahan • Sosialisasi Kesehatan Lingkungan melalui kegiatan MPA-PHAST • Sosialisasi Dana Sehat di 40 Kelurahan di wilayah 24 Puskesmas • Sosialisasi melalui poster, leaflet, stiker, banner dan pameran 2. Advokasi • Kesepahaman Bersama Pemerintah Kota Bogor dengan TP PKK Kota Bogor Nomor : 440/KK.12-DKK/2009 90/Skr/TP.PKK Kota Bogor/XII/2009 Tentang Gerakan Sadar PHBS • Peraturan Daerah Kota Bogor No 12 Tahun 2009 tentang Kawasan Tanpa Rokok • Deklarasi Kecamatan Bogor Utara Kawasan Tanpa Rokok • Surat Himbauan Walikota Bogor No : 444/1612/Dinkes tentang Penyediaan Sarana Pojok ASI • Dukungan dana dari pemerintah untuk kegiatan PHBS, Kesling, KIA, Gizi, P2M 3. Pemberdayaan Masyarakat • Terbentuknya Komunitas Warga Tanpa Rokok di 68 RW dari 68 Kelurahan • Terbentuknya Kelas Gizi • Terbentuknya Kelas Ibu • Pembangunan sarana kesling dengan pemberian stimulan material dengan dana tambahan dari masyarakat yang mendapatkan stimulant tersebut • Terbentuknya kelompok Pemakai Perlindungan Mata Air • Pembentukan Kader Motivator Pemberantasan Penyakit DBD bekerjasama dengan Forum Kota Sehat • Pemberantasan Sarung Nyamuk Serentak • Pokja PHBS Forum Masyarakat Kelurahan Siaga • Terbentuknya Kelompok Dana Sehat di 40 Posyandu 4. Pendataan PHBS Rumah Tangga Dilaksanakan mulai bulan Juli 2009 s/d bulan Oktober 2009, bertujuan untuk mendapatkan data rumah tangga sehat di Kota Bogor dengan kegiatan berupa wawancara kepada 75.929 rumah tangga di 68 kelurahan yang ada di Kota Bogor. Pelaksana survey adalah kader kesehatan. Hasil survey PHBS rumah tangga di Kota Bogor tahun 2009 didapatkan Rumah Tangga Sehat 43,65% meningkat dibandingkan tahun 2008 (33,69%). 3.7.
Pembiayaan Sanitasi Kota BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI
91
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor Sesuai dengan semangat otonomi daerah maka pengaturan keuangan daerah juga mengikuti fungsi dan urusannya atau biasa disebut juga “money follow function”, sesuai hal tersebut mengacu pada Permendagri 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah salah satu instrument pemerintah dalam kebijakan fiskal dalam rangka mewujudkan pelayanan kepada masyarakat untuk tercapainya tujuan bernegara adalah APBD. APBD juga memiliki fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Kekuatan dan efektifitas anggaran sangatlah penting untuk men-derive sector-sektor dan sub sector pembangunan dalam upaya pencapaian kesejahteraan masyarakat, akan tetapi biasanya APBD memiliki banyak keterbatasan sehingga Pemerintah juga harus dapat menderive pembangunan dengan suatu kebijakan dalam bentu regulasi sehingga dapat memunculkan pembiayaan-pembiayaan pembangunan dari pihak lain non-pemerintah. 3.7.1. Gambaran Umum APBD Kota Bogor A. Pendapatan Sumber pendapatan daerah Kota Bogor terdiri atas : 1) Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang terdiri dari kelompok Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Bagian Laba Usaha Daerah dan Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah. Dana Perimbangan yang meliputi Bagi Hasil Pajak, Bagi Hasil Bukan Pajak, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus 2) Lain-lain Pendapatan yang sah yang meliputi Bantuan Dana Penyeimbang dari Pemerintah, dan Bantuan Keuangan dari Provinsi atau Pemerintah Daerah Lainnya. 3) Pendapatan dari dana perimbangan sebenarnya diluar kendali pemerintah Daerah karena alokasi dan tersebut ditentukan oleh Pemerintah Pusat berdasarkan formula yang telah ditetapkan. Penerimaan dari dana perimbangan sangat bergantung dari penerimaan Negara dan formula dana alokasi umum. Dengan demikian untuk menjamin pendapatan daerah, Pemerintah Daerah memfokuskan pada pengembangan pendapatan asli daerah. Perkembangan Pendapatan Daerah Kota Bogor sendiri dari tahun ke-tahun menunjukkan peningkatan dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 14,54% dan pencapaian terhadap target rata-rata melampaui 109,22%, namun perlu diwaspadai bahwa pertumbuhan ini bersifat semu karena lebih ditopang oleh Pendapatan Transfer yang kurang lebih rata-rata 82,88% dari total pendapatan. Hal ini menunjukkan bahwa Pendapatan Asli Daerah Kota Bogor sendiri masih relative rendah. Perkembangan PAD dan Proporsi PAD dalam Total Pendapatan Daerah tersebut dapat dilihat dalam table dan grafik dibawah ini.
Tabel. 3.64. Perkembangan Rencana dan Realisasi PAD Kota Bogor Tahun 2004 – 2008 Tah un
Target PAD
Pertumbu han %
Realisasi PAD Pertumbu han %
Pencapaian PAD terhadap Target
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 92
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor
200 Rp Rp 4 49,431,543,975 50,644,041,397 200 Rp Rp 29.129 31.72 5 63,830,553,398 66,707,298,215 200 Rp Rp -0.747 3.89 6 63,353,915,442 69,300,010,034 200 Rp Rp 13.153 15.18 7 71,687,047,669 79,819,169,545 200 Rp Rp 15.918 22.49 8 83,098,271,499 97,768,134,591 Rata-rata Per Tahun 14.36 18.32 Sumber : Laporan Keuangan Pemerintah Kota Bogor Tahun 2004 s/d 2008
% 102,45 105,25 109,39 111,34 117,65 109,22
Gambar 3.21 Sumber : LKPJ Walikota Bogor 2009 dan RPJMD Kota Bogor 2010-2014 (diolah)
Sementara apabila dilihat dari tingkat pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Berlaku maka dapat di interpretasikan bahwa pertumbuhan PAD Kota Bogor sudah cukup maksimal karena tingkat rata-rata pertumbuhan PAD berkisar 18,32% sudah lebih tinggi dari rata-rata tingkat pertumbuhan PDRB ADHB berkisar 17,77%. Akan tetapi hal ini bukan berarti nilai PAD Kota Bogor sudah maksimal karena apabila dilihat dari tingkat pencapaian target PAD Kota Bogor mencapai rata-rata 109,22% atau rata-rata 9,22% lebih tinggi setiap tahunnya dengan tingkat kecenderungan pertumbuhan pencapaian yang terus meningkat dan belum mencapai angka konstan. Hal ini juga dapat di interpretasikan bahwa kemungkinan potensi PAD Kota Bogor yang bersumber dari Pajak dan Retribusi Daerah masih lebih besar lagi atau juga dapat dimaknai masih terdapat kemungkinan Pajak dan Retribusi Daerah yang belum terpungut namun tingkat pertumbuhan realisai PAD tersebut yang cenderung meningkat menyatakan adanya peningkatan kesadaran masyarakat dalam memenuhi kewajiban Pajak dan Retribusi Daerah. Tabel. 3.65. Tingkat Pertumbuhan Realisasi PAD dan PDRB ADHK Kota Bogor % % TAH (Realisasi) Pertumbuh PDRB ADHB Pertumbuha UN PAD an (Jutaan Rp) n 50.644.041.39 2004 7 5.245.746,82 66.707.298.21 2005 5 31,72 6.191.918,90 18,04 69.300.010.03 2006 4 3,89 7.257.742,09 17,21 79.819.169.54 2007 5 15,18 8.558.035,70 17,92 97.768.134.59 2008 1 22,49 10.089.943,96 17,90 Rata-rata 18,32 17,77 Sumber : RPJMD Kota Bogor 2011 - 2014 & IME Kota Bogor 2004-2008 diolah
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 93
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor B. Belanja Daerah Belanja daerah merupakan salah satu instrument kebijakan fiscal pemerintah dalam upaya pencapaian kesejahteraan masyarakat melalui beberapa indicator utama yaitu laju pertumbuhan ekonomi (LPE) dan indeks pembangunan manusia (IPM), dimana indicator tersebut diasumsikan sebagai muara dari indicator-indikator yang menggambarkan kondisi masyarakat seperti tingkat pendapatan, angka pengangguran, kualitas kehidupan masyarakat (kesehatan, pendidikan dan daya beli). Dalam pengalokasiannya sendiri memperhatikan kemampuan pendapatan daerah dan mempertimbangkan sektor-sektor yang menjadi kunci terhadap perubahan kondisi untuk peningkatan kesejahteraan dan sesuai dengan permasalahan yang dihadapi oleh masing-masing daerah yang diterjemahkan dalam program dasar dan program prioritas. Diantaranya yang menjadi program prioritas di Kota Bogor yaitu : Transportasi, Kebersihan, Penanganan Pedagang Kaki Lima (PKL) dan Penanganan Kemiskinan. Seiring dengan prinsip “money follow function”, maka selain program dasar maka program-program prioritas tersebut menjadi titik berat dominan dalam pengalokasian anggaran daerah. Ditinjau dari proporsi realisasi belanja daerah terhadap PDRB ADHB yang rata-rata konstan dengan prosentase sekitar 6,76%, maka kemungkinan besar PDRB Kota Bogor lebih dominan berasal dari driven konsumsi dan investasi serta net-export. Dan dengan melihat pola aktivitas pembangunan fisik yang terjadi di Kota Bogor kemungkinan besar PDRB Kota Bogor lebih didorong oleh konsumsi.
Tabel. 3.66. PERBANDINGAN REALISAI BELANJA DAERAH TERHADAP PDRB ADHB TAHUN
Realisasi Belanja
2004
369.837.726.958
2005
388.609.703.293
2006
507.874.855.144
2007
582.735.392.917
2008
673.652.885.683
Rata-rata
PDRB ADHB 5.245.746.820. 000 6.191.918.900. 000 7.257.742.090. 000 8.558.035.700. 000 10.089.943.960. 000
% Belanja thdp PDRB ADHB
7,050 6,276 6,998 6,809 6,676 6,762
3.7.2. Pembiyaan Langsung A. Pendapatan Perolehan dari Sektor Sanitasi Kota Bogor Sumber Pendapatan yang diperoleh dari sector sanitasi di Kota Bogor sangat terbatas yang teridentifikasi saat ini sebagai sumber pendapatan langsung dari sector sanitasi adalah berupa retribusi yang terdiri dari retribusi persampahan, retribusi penggunaan jaringan pipa limbah cair dan retribusi penyediaan dan/atau penyedotan kakus. Berdasarkan pengamatan terhadap penerimaan retribusi tersebut terlihat bahwa untuk retribusi persampahan dalam kurun waktu 3 (tiga) BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 94
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor tahun terakhir Tahun 2007 hingga akhir Tahun 2009 (Tabel. 3.68) menunjukkan kenaikan yang cukup signifikan mencapai 123,90%, akan tetapi untuk sub sector air limbah menunjukkan angka yang cenderung konstan (hampir tidak ada kenaikan). Apabila penerimaan dari sub sector air limbah tersebut dikaitkan dengan nilai uang maka dapat disimpulkan juga kecenderungannya mengalami penurunan. Hal ini dapat terindikasikan terhadap beberapa kemungkinan seperti penurunan keinginan membayar (willingness to pay) dari pelanggan yang dapat disebabkan beberapa hal seperti tingkat kesadaran para pelanggan yang masih rendah, penurunan tingkat kepuasan akan pelayanan, atau juga terindikasikan dengan kemungkinan penurunan kemampuan membayar (affordability to pay) pelanggan yang kemungkinan dapat disebabkan dari penurunan pendapatan (income) atau daya beli, atau juga dapat terindikasikan dengan kinerja pemungutan retribusi yang masih rendah. Tabel. 3.67. PENDAPATAN KOTA BOGOR DARI SUB-SEKTOR SANITASI (AIR LIMBAH & PERSAMPAHAN) N o.
Sumber Pendapatan
1
Retribusi Persampahan
2
Retribusi Penggunaan Jaringan Pipa Limbah Cair Retribusi Penyediaan dan/atau Penyedotan Kakus
3
2007
2008
2009
Rp 2.626.184.550 Rp 16.791.500 Rp 92.000.000
Rp 3.266.200.600 Rp 15.076.500 Rp 94.456.000
Rp 5.880.138.750 Rp 16.650.844 Rp 91.900.000 Rp 5.988.689.59 4
Rp JUMLAH 2.734.976.050 Sumber : laporan rekapitulasi keuangan Kota Bogor 2007 2009 (diolah)
Rp 3.375.733.100
B. Belanja Terkait Sektor Sanitasi Kota Bogor 1. Pembiayaan Sektor Air Limbah Hasil identifikasi pembiayaan di sub-sector air limbah kondisi 3 tahun terakhir hingga saat ini dan dikaitkan dengan tingkat cakupan pelayanannya menunjukkan masih kurang terperhatikan bahkan tidak mencapai 0,1%. Tabel. 3.68. ANGGARAN BELANJA SEKTOR PELAYANAN AIR LIMBAH KOTA BOGOR TAHUN 2007 No .
Kegiatan
Belanja Rp 68.680.477,00 Rp 46.445.000,00
1
BOP IPAL Tegal Gundil
2
Penyusunan DED IPLT
3
Pengadaan Sarana dan Prasarana Pencegahan Pencemaran Lingkungan
4
Perbaikan Sarana IPAL Tegal Gundil Replikasi Program Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS) Kota Bogor
5 JUMLAH
Rp 145.404.600,00 Rp 63.730.000,00 Rp 185.402.237,00 Rp 509.662.314,00
Tabel. 3.69. ANGGARAN BELANJA SEKTOR PELAYANAN AIR LIMBAH KOTA BOGOR TAHUN 2008 No Kegiatan Belanja
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 95
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor . 1 2
BOP IPAL Tegal Gundil Replikasi Program Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS) Kota Bogor
3
Optimalisasi IPAL Tegal Gundil
Rp 58.858.972,00 Rp 149.227.016,00 Rp 73.525.000,00 Rp 281.610.988,00
JUMLAH
Tabel. 3.70 ANGGARAN BELANJA SEKTOR PELAYANAN AIR LIMBAH KOTA BOGOR TAHUN 2009 No . 1 2
Kegiatan
Belanja
Penyelenggaraan IPAL Tegal Gundil Replikasi Program Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS) Kota Bogor
Rp
63.761.038,00
Rp
195.934.769,00
Rp 259.695.807,00
JUMLAH
2. Pembiayaan Sektor Persampahan Berbeda kondisi dengan sector air limbah dimana sector persampahan merupakan bagian dari program prioritas sehingga menjadi bagian dari prioritas anggaran. Akan tetapi alokasinya sendiri masih rendah yaitu tidak mencapai 3% APBD Kota Bogor.
Tabel. 3.71 ANGGARAN BELANJA PERSAMPAHAN 2007 -2009 TAH ANGGARAN BELANJA UN PERSAMPAHAN Rp 2007 17.205.012.208,00 Rp 2008 18.060.370.530,00 Rp 2009 22.129.374.946,00 3. Pembiayaan Sektor Air Bersih Untuk pembiayaan air bersih Pemerintah Kota Bogor melakukan intervensi melalui dua jenis mata anggaran yaitu : a.A. Penyertaan modal terhadap PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor a.B. Dana Alokasi Khusus untuk mensuport Pelayanan air bersih nonperpipaan non-PDAM. Tabel. 3.72 Belanja Pembangunan Penyediaan Air Bersih Non-PDAM No .
Kegiatan
2007
2008
1
DAK Air Bersih dan Dana Pendamping
Rp
604.086.000
Rp
756.200.000
2
Biaya Umum DAK Air Bersih
Rp
43.402.600
Rp
82.842.200
2009 Rp 2.634.621.474 Rp
90.250.000
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 96
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor JUMLAH
Rp 647.488.600
Rp 839.042.200
Rp 2.724.871.474
4. Pembiayaan Sektor Drainase Lingkungan Pembiayaan untuk sector drainase lingkungan sulit di identifikasi secara jelas yang dikarenakan sector drainase lingkungan secara teknis terkait erat dengan sector-sektor lainnya, seperti : Drainase Utama (major drainage), drainase jalan, daerah irigasi, komponen sumber daya air lainnya. C. Kinerja Keuangan dan Pembiayaan Sektor Sanitasi Kota Bogor Dengan perbandingan tingkat pendapatan dan pengeluaran pada sub-sektor persampahan di Tahun 2009 maka dapat disimpulkan bahwa subsidi yang diberikan dalam upaya pemenuhan cakupan pelayanan di tahun tersebut masih cukup tinggi yaitu berkisar 73,43%. Dengan tingkat rasio demikian maka untuk meningkatkan cakupan pelayanan persampahan yang lebih tinggi lagi tentu akan semakin menambah beban anggaran. Pada bagian lain penambahan dan peningkatan dalam pelayanan persampahan tentunya berkorelasi dengan penurunan subsidi kesehatan terutama subsidi dalam pelayanan penanganan penyakit yang sering muncul akibat masalah persampahan, akan tetapi hal ini cukup sulit untuk di analisis. Meskipun demikian dengan memperhatikan kemampuan anggaran Pemerintah Kota Bogor yang terbatas maka perlu menekan besaran subsidi tetapi juga tetap harus dapat meningkatkan cakupan dan kualitas pelayanan persampahan itu juga. Sementara pada sub-sektor air limbah kondisi yang terjadi tidak jauh berbeda tingkat pendapatannya berkisar 41,80% atau dapat diartikan juga subsidi yang diberikan Pemerintah adalah sekitar 58,20%. Namun dengan kondisi pembiayaan yang demikian menyebakan cakupan pelayanan air limbah di Kota Bogor masih cukup membutuhkan perhatian dan penanganan lebih.
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 97