PETA SOSIAL DESA BANJARAN
Lokasi
Desa Banjaran adalah sebuah desa yang berada di wilayah Kecamatan Taman, Kabupaten Pemalang, Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten Pemalang terletak antara garis 8 52’ 30” – 7 20’ 11” Lintang Selatan dan garis 109 17’. Wilayah Desa Banjaran sebelah Barat berbatasan dengan Desa Banjardawa (ibukota Kecamatan Taman), sebelah Timur berbatasan dengan Desa Pedurungan, sebelah Utara berbatasan dengan Desa Pedurungan, dan sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Jebed. Secara topografi Desa Banjaran terbagi menjadi dua oleh sebuah sungai (Kali Waluh). Sebagian besar swilayah Desa Banjaran terletak di sebelah barat sungai, sedang wilayah di sebelah timur sungai dinamakan Dukuh Kranan. Sebuah jembatan besi menghubungkan antara Dukuh Kranan dengan induk desa. Selain Dukuh Kranan, persawahan penduduk juga terletak di sebelah timur Kali Waluh. Prasarana transportasi berupa jalan aspal yang menghubungkan Desa Banjaran dengan Desa Lainnya masih dalam keadaan baik, sedangkan sarana transportasi umum yang ada hanya angkutan desa “huruf I”, dan becak. Selebihnya masyarakat menggunakan kendaraan pribadi, yaitu sepeda, sepeda motor, dan mobil. Waktu tempuh menuju lokasi & sarana vital dari Desa Banjaran dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 4. Waktu Tempuh Menuju Lokasi & Sarana Vital dari Desa Banjaran No Orbitasi
Jarak
Waktu Tempuh
1
Ke Ibukota Kecamatan
0,5 Km
0,75 menit
2
Ke Ibukota Kabupaten
6 Km
9 menit
3
Ke Pasar
0,7 Km
1,05 menit
4
Ke Puskesmas
0,5 Km
0,75 menit
5
Ke RSUD Dr.M.Ashari
6 Km
9 menit
Sumber : diolah dari Profil Desa Banjaran 2004 & Observasi Catatan : Waktu diukur berdasarkan kecepatan sepeda motor 40 km/jam
45 Semua lokasi tersebut berada di luar Desa Banjaran. Puskesmas, Pasar, maupun ibukota kecamatan berada di Desa Banjardawa, yang berbatasan dengan Desa Banjaran sebelah barat, sedangkan ibukota kabupaten, dan RSUD Dr.M.Ashari di wilayah Kecamatan Pemalang. Pada umumnya masyarakat mengendarai kendaraan pribadi dan becak untuk mencapai lokasi orbitasi tersebut, sebab angkutan kota “huruf I” hanya melewati ibukota kabupaten dengan jalan memutar, sehingga waktu yang ditempuh menjadi lebih
lama.
Bis kecil (tuyul) dan colt juga bisa digunakan masyarakat untuk mencapai iibukota kabupaten, namun masyarakat baru bisa mendapati tuyul dan colt tersebut di Desa Banjardawa. Berdasarkan tabel orbitasi tersebut dapat dilihat bahwa Desa Banjaran termasuk desa yang dekat dengan pusat pemerintahan kecamatan dan kabupaten. Akan tetapi banyak penduduk Desa Banjaran yang miskin, hal ini menunjukkan bahwa lokasi yang dekat dengan pusat pemerintahan tidak menjamin penduduk Desa Banjaran hidup sejahtera.
Kependudukan
Penduduk Desa Banjaran pada bulan Oktober 2004 tercatat berjumlah 5.799 jiwa, terdiri dari 2.851 laki-laki dan 2.948 perempuan, dengan 1.827 kepala keluarga. Penduduk yang beragama Islam berjumlah 5.786 orang, dan Katholik 13 orang. Tingkat kepadatan penduduknya adalah 128,06 jiwa per ha Agama yang dipeluk sebagian besar penduduk adalah agama Islam, sedang pemeluk agama Katholik hanya berjumlah 13 orang. Kehidupan beragama berjalan normal, setiap waktu sholat akan terdengar adzan dari dua buah masjid dan 13 musholla, namun jumlah penduduk yang sholat sangat sedikit, hal tersebut terlihat dari ruang musholla dan masjid yang banyak tersisa pada pelaksanaan sholat. Masjid menjadi penuh hanya pada pelaksanaan sholat Jum’at, demikian juga dengan musholla menjadi lebih banyak jamaahnya pada malam Jum’at dan hari Jum’at. Nilai-nilai yang ada dalam Agama Islam belum sepenuhnya dilaksanakan oleh masyarakat. Hal tersebut terbukti dengan ketidakkonsistenannya jumlah penduduk yang sholat di masjid/musholla. Bukti selanjutnya adalah tidak dilunasinya pinjaman dari kas tahlilan dan pinjaman dari program bantuan pemerintah, padahal Islam sangat
46 mengecam pemeluknya yang tidak melunasi hutang. Etos kerja keras, disiplin, strategi dagang yang terbaik yang diajarkan Islam juga belum sepenuhnya dilaksanakan oleh masyarakat. Pembinaan mental spiritual masyarakat memang saat ini dirasa sangat kurang, bahkan pihak pengurus Masjid tidak mengadakan program pengajian. Namun demikian beberapa kelompok tahlilan dan jamaah musholla sudah memulai untuk mengadakan pembinaan mental spiritual. Namun pembinaan tersebut baru sebatas ritual ibadah, seperti tata cara sholat, dan puasa. Adapun aspek kehidupan lainnya belum banyak disentuh, padahal Islam mengatur pemeluknya dalam semua aspek kehidupan, seperti dalam bidang ekonomi berupa keutamaan bekerja keras, jujur dalam mencari nafkah, sekaligus bidang ekonomi sosial berupa kewajiban memberikan santunan kepada orang miskin bagi mereka yang kaya, larangan untuk bersifat tamak, dan lain-lain. Komposisi penduduk Desa Banjaran berdasarkan usia dan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel berikut : Tabel 5. Komposisi Penduduk Desa Banjaran Usia (tahun)
Laki-Laki
Jumlah
Persentase
(L+P)
(%)
Perempuan
0-4
195
210
405
6,98
5-9
290
304
594
10,24
10-14
266
270
536
9,24
15-49
1586
1628
3214
55,42
≥ 50
514
536
1050
18,11
Jumlah
2851
2948
5799
100
Sumber : Profil Desa Banjaran 2004 Berdasarkan wawancara dan hasil observasi, terjadi pengurangan yang besar pada usia 15-49 tahun. Secara defacto jumlah pemuda sangat sedikit, hal itu disebabkan setelah para pemuda lulus SMA atau sudah merasa mempunyai kewajiban mencari nakah akan migrasi ke kota-kota besar terutama untuk bekerja. Mereka mencari nafkah ke luar kota karena potensi yang ada di Desa Banjaran dirasa tidak dapat memberikan lapangan pekerjaan bagi mereka. Tingkat pendidikan penduduk Desa Banjaran sebagai berikut:
47 Tabel 6. Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Banjaran NO
TINGKAT PENDIDIKAN
JUMLAH (JIWA)
PERSENTASE
1
Tidak Sekolah
224
3,9
2
Belum Sekolah
506
8,7
3
Tidak Tamat SD
1401
24,2
4
Tamat SD
1632
28,1
5
Tamat SLTP
1154
19,9
6
Tamat SLTA
810
13,97
7
Diploma 1-3
30
0,5
8
S1
40
0,7
9
S2
2
0,03
5.799
100
JUMLAH Sumber: Profil Desa Banjaran 2004 diolah.
Berdasarkan data tersebut, dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan penduduk masih rendah. Jumlah penduduk berpendidikan SLTA ke atas hanya 882 jiwa, atau 15,2%, sedangkan 76,06% hanya lulus SLTP ke bawah. Tingkat pendidikan yang rendah tersebut merupakan salah satu indikator kemiskinan yang terjadi di Desa Banjaran.
Sistem Ekonomi
Mata pencaharian penduduk melibatkan cara untuk memenuhi kebutuhannya. Berdasarkan Profil Desa Banjaran mata pencaharian penduduk cukup beragam, namun terdapat mata pencaharian mayoritas, yaitu adalah buruh/swasta sebanyak 1307 orang. Buruh/swasta yang dimaksud adalah penduduk yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga, tukang rongsok, kuli bangunan, tukang becak, sopir, tukang listrik dan orangorang yang bekerja serabutan. Mata pencaharian penduduk secara lengkap dapat dilihat pada grafik berikut :
48 Gambar 4.Mata Pencaharian Penduduk
Pedagang
Montir
Petani Buruh Tani
Pengrajin
412
3
163
310
150 105 Pegawai Negeri
1307
Buruh/Swasta
Jumlah penduduk yang bekerja sebagai buruh begitu besar mencapai 53,35% dari penduduk yang bekerja, sementara jika ditambah dengan buruh tani mencapai 66%. Besarnya jumlah buruh maupun buruh tani tersebut dapat menggambarkan banyaknya kemiskinan yang terjadi pada penduduk Desa Banjaran. Berdasarkan wawancara dengan masyarakat, terjadi kecenderungan untuk meninggalkan mata pencaharian sebagai petani/buruh tani. Hal ini disebabkan karena hasil pertanian yang dinilai tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal tersebut antara lain tergambar dalam jawaban Pak Ai (35 th) berikut : Masyarakat sekarang banyak yang meninggalkan pertanian, karena hasilnya tidak dapat menutupi modal untuk bertani, apalagi sekarang ini harga-harga pupuk mahal, sedangkan harga beras sendiri segini-segini aja. Ditambah lagi hama tikus yang melanda sawah Desa Banjaran ini ,menambah parahnya kondisi pertanian. Terjadi pergeseran kecenderungan dalam mata pencaharian penduduk, yaitu mata pencaharian sebagai buruh/swasta, bagi penduduk yang telah mempunyai rumah dan berkeluarga di Desa Banjaran, sedangkan sebagian besar pemuda pergi ke kota besar terutama untuk bekerja. Pemuda yang tersisa adalah pemuda yang masih duduk di bangku sekolah, pemuda pengangguran, dan sedikit pemuda yang bekerja. Tingkat kesejahteraan masyarakat berdasarkan pola konsumsi dan kepemilikan BKKBN mengkategorikan rumah tangga dalam masyarakat Desa Banjaran sebagai berikut :
49 Tabel 7. Tingkat Kemiskinan Penduduk Desa Banjaran Kategori Keluarga
Jumlah(KK)
Persentase (%)
Prasejahtera
719
39,35
Sejahtera 1
296
16,20
Sejahtera 2
312
17,08
Seahtera 3
241
13,19
Sejahtera 3 Pus
259
14,18
Jumlah
1827
100
Rumah tangga prasejahtera dan sejahtera 1 dikategorikan sebagai rumah tangga miskin dengan karakteristik pendapatan keluarga habis untuk keperluan konsumsi keluarga. Berdasarkan data tersebut jumlah rumah tangga miskin mencapai 1015 rumah tangga, atau 55,56%. Jumlah tersebut merupakan jumlah yang cukup besar, karena separuh lebih penduduk berada dalam kategori miskin. Rumah tidak dapat digunakan sebagai tanda kesejahteraan penduduk, sebab penduduk mempunyai perilaku untuk “mentereng” yaitu tampil melebihi kondisi mereka yang sesungguhnya. Berdasarkan wawancara dengan masyarakat dan aparat desa, serta observasi lapangan, potensi alam yang bersifat ekonomis di Desa Banjaran sangat sedikit. Kurangnya potensi alam tersebut menjadikan banyaknya penduduk yang bekerja sebagai buruh. Banyaknya penduduk yang bermata pencaharian sebagai buruh dan buruh tani menjadi jawaban yang logis kenapa data desa menunjukkan tingkat kemiskinan yang cukup besar terjadi di masyarakat.
Struktur Komunitas
Pelapisan sosial masyarakat Desa Banjaran didasarkan pada faktor ekonomi, dan status. Berdasarkan wawancara dengan aparat desa dan masyarakat, karakteristik pelapisan sosial di Desa Banjaran adalah sebagai berikut : 1. Kemampuannya 2. Sikap dan tingkah lakunya 3. Kepemimpinannya 4. Aktifitasnya dalam kegiatan kemasyarakatan
50 Berdasarkan karakteristik tersebut, lapisan sosial yang ada di Desa Banjaran adalah Pertama, tokoh agama yaitu kyai/ulama sebagai orang yang ahli dalam bidang agama.
Kedua, tokoh masyarat yaitu orang yang aktif dalam kegiatan masyarakat,
sering memberikan saran dan nasehat kepada masyarakat.Ketiga, masyarakat biasa. Pemimpin formal dalam masyarakat adalah Kepala Desa. Penilaian masyarakat terhadap Kepala Desa cenderung kurang baik, bahkan aparat desa pun cenderung menilai buruk Kepala Desa. Hal itu dibuktikan dari hasil wawancara. Penilaian buruk tersebut karena kepentingan pribadi Kepala Desa yang lebih dominan pada saat memerintah, sehingga banyak program desa yang tidak tercapai. Pemimpin informal pada masyarakat Desa Banjaran adalah kyai, dan orang yang dituakan dalam masyarakat (tokoh masyarakat). Masyarakat Desa Banjaran patuh kepada tokoh agama, tokoh masyarakat, dengan mempertimbangkan apa yang disampaikan oleh lapisan tersebut, jika perkataan tersebut baik dan mempunyai alasan yang kuat maka masyarakat akan mematuhinya. Masyarakat juga mempertimbangkan kemampuan, sikap, kepemimpinan, dan aktivitasnya dalam masyarakat. Seorang kyai sekalipun tidak akan dipatuhi oleh masyarakat apabila berbuat kurang baik, atau perilakunya tidak sesuai dengan apa yang dikatakannya. Berdasarkan wawancara, penduduk kaya di Desa Banjaran tidak disegani karena kekayaannya, meskipun kekayaan juga mencerminkan kemampuannya di bidang ekonomi . Penduduk kaya hanya dianggap masyarakat biasa apabila tidak dilengkapi oleh karakteristik pelapisan sosial lainnya, sehingga terjadi seorang tukang listrik memberikan nasehat kepada seorang penduduk kaya. Hal tersebut sesuai dengan perkataan Pak AK (43 th) berikut : ”Wong sugih ora mesti dihormati wan. Anggere sugih tapi wonge ora bener nyong wani nglarui. Malah tau aku arep ngamplengi anake wong sugih sing lagi mendem. Bapane marani aku, tapi malah tak larui sisan”. (artinya: orang kaya tidak selalu dihormati wan. Jika kaya tapi tidak benar saya berani untuk mengingatkan. Bahkan saya pernah mau menampar anak orang kaya yang sedang mabuk. Bapaknya mendatangi saya, tapi sekalian saya nasehati.) Jejaring sosial pada masyarakat Desa Banjaran berdasarkan kedekatan rumah, dan keakraban hubungan. Pengorganisasian masyarakat berdasarkan gom (dusun), RT, dan jamaah musholla, seperti tahlilan tiap gom, arisan RT, rukun kematian gom, maupun jamaah musholla. Tokoh agama banyak berpengaruh pada kelompok tahlilan dan jamaah musholla, sedangkan tokoh masyarakat berpengaruh pada arisan RT dan
51 kehidupan sehari-hari. Akan tetapi tingkat kepatuhan masyarakat masih dipengaruhi oleh kepentingan masyarakat, materi pembicaraan tokoh, dan konsistensi tokoh terhadap pembicaraan tersebut.
Organisasi dan Kelembagaan
Terdapat beragam lembaga yang berperan sebagai dinamisator dalam kehidupan masyarakat Desa Banjaran. Organisaisi dan kelembagaan tersebut berupa organisasi pemerintah , organisasi ekonomi dan serta kelembagaan masyarakat. Organisasi pemerintah yang ada berupa
Pemerintah Desa dan Badan Perwakilan
Desa, sedangkan organisasi ekonomi berupa koperasi simpan pinjam. Organisasi dan kelembagaan masyarakat secara lebih terinci sebagai berikut : Tabel.8. Organisasi dan Kelembagaan di Desa Banjaran NO
1
Lembaga
Kemasyarakatan agama
Nama
Jumlah
Tahlilan Bapak
6 buah
Tahlilan Ibu
6 buah
Kenceran
1 buah
Kelompok Barzanzi
2 buah
Jamaah
Musholla 13 buah
(musholla)
2
Masjid
2 buah
Madrasah
1 buah
TPQ
1 buah
Pendidikan
Sumber : Profil Desa Banjaran 2004, observasi, dan wawancara.
Kegiatan utama lembaga kemasyarakatan agama adalah kegiatan agama, namun demikian terdapat beberapa kegiatan yang bersifat ekonomi dan merupakan jaminan sosial. Di dalam kelompok Tahlilan Ibu, anggota wajib memberikan iuran yang sekaligus sebagai arisan, selain
itu dikumpulkan pula sumbangan sukarela sebagai
52 kas yang selanjutnya akan digunakan untuk membesuk anggota yang sakit, melahirkan, atau meninggal. Kelompok tahlilan merupakan kelembagaan masyarakat yang sudah mengarah pada organisasi. Kelompok tahlilan mempunyai struktur kepengurusan,mempunyai sumber dana tetap, dan mempunyai aturan-aturan. Demikian pula dengan kenceran, kelompok Barzanzi , jamaah musholla, dan masjid. Lembaga pendidikan baik TPQ maupun madrasah merupakan kelembagaan yang sudah berbentuk organisasi lengkap dengan peraturan tertulisnya. Kelompok-kelompok tahlilan yang berkembang bukanlah kelompok yang berfungsi untuk tahlilan kematian. Kelompok tersebut dilaksanakan pada hari yang ditentukan oleh keputusan musyawarah anggota, meskipun biasanya dilaksanakan pada malam Jumat. Karena hari Jumat adalah hari besar di antara hari-hari lain bagi umat Islam, sedangkan orang yang melaksanakan tahlilan kematian hanya berdasarkan undangan dari pihak yang berduka. Prasarana peribadatan hanya ada untuk pemeluk agama Islam. Prasarana tersebut terdiri dari dua buah masjid, dan 13 musholla. Masjid Mujtahidin merupakan masjid utama yang berlokasi tepat di sebelah Balai Desa, sebagian besar penduduk menggunakan masjid tersebut untuk melaksanakan Sholat Jum’at kecuali bagi penduduk dukuh Kranan melaksanakan Sholat Jum’at di masjid Desa Pedurungan. Masjid kedua adalah Masjid Semampir yang terletak perbatasan Desa Banjaran dan Desa Pedurungan bagian Barat . Ketiga belas musholla tersebar pada tiap-tiap gom (dusun), rata-rata dua buah musholla tiap gom. Semua tempat peribadatan tersebut berjalan aktif, kumandang adzan akan terdengar sahut-menyahut jika waktu sholat telah tiba. Setelah adzan sebelum iqomat akan terdengar puji-pujian. Hal tersebut membawa nuansa religius yang kental, lebih-lebih saat bulan suci Ramadhan, selepas sholat tarawih akan terdengar pembacaan ayat-ayat suci Al-Qur’an. Peran masjid dan musholla masih hanya sebatas untuk ritual ibadah mahdoh (yaitu sholat) saja, sedangkan fungsi lainnya baik ekonomi maupun sosial belum dijalankan sebagaimana ketentuan dalam ajaran Islam. Namun demikian sudah ada embrio mengarah ke tujuan tersebut, misalnya pada saat kepengurusan sebelum periode ini melaksanakan kegiatan pengumpulan zakat fitrah bagi penduduk yang mampu yang selanjutnya dibagikan kepada penduduk yang tidak mampu.
53 Norma yang ada pada masyarakat adalah budaya dan agama. Terdapat akulturasi antara budaya dengan ajaran agama khususnya Agama Islam. Kegiatan tahlilan kematian merupakan salah satu bentuk akulturasi tersebut. Inti kegiatan tahlilan berupa rangkaian dzikir. Namun Islam tidak mengenal kegiatan tahlilan tahlilan kematian. Budaya “mendak, nyatus, nyewu” merupakan budaya yang berasal dari Agama Hindu, sedangkan dzikir memang dianjurkan di dalam Islam, namun berkumpul, dzikir, dan pemberian sekotak makanan dari keluarga berduka kepada orang yang bertahlilan, dan penentuan hari-hari tahlilan berdasarkan hari kematian tidak ada dalam ajaran Islam. Norma Agama Islam yang ada pada masyarakat belum dilaksanakan sepenuhnya. Masyarakat masih belum menerapkan Islam dalam kehidupan sehariharinya. Masih adanya masyarakat yang suka minuman keras, tidak mau melunasi hutang, dan jumlah jamaah sholat yang tidak maksimal merupakan beberapa bukti yang nampak pada masyarakat Desa Banjaran.
Sumberdaya Lokal
Sumberdaya merupakan potensi yang dapat menopang kelangsungan hidup manusia. Sumberdaya lokal berkaitan dengan hubungan antara manusia dengan ekosistemnya. Ekosistem sendiri terdiri dari makhluk hidup termasuk manusia dan makhluk tak hidup (alam), sehingga sumberdaya lokal Desa Banjaran berkaitan dengan hubungan antara penduduk Desa Banjaran dengan alam dan makhluk hidup yang ada di Desa Banjaran. Berdasarkan wawancara, observasi, dan studi dokumentasi, sumberdaya alam Desa Banjaran sangat sedikit. Hanya ada lahan persawahan di bagian Timur Desa Banjaran seluas 45,799 ha yang dimiliki oleh 163 petani. Kurangnya ketertarikan penduduk untuk bertani karena dinilai prospek yang kurang cerah menyebabkan lahan persawahan dinilai tidak potensial oleh penduduk. Sumberdaya potensial yang ada di Desa Banjaran
adalah interaksi antar
penduduk yang dilandasi oleh norma agama Islam yang dipeluknya. Masyarakat rela untuk mengeluarkan tenaga dan hartanya untuk kepentingan agamanya, sehingga Masjid dan Musholla di Desa Banjaran di bangun dengan swadaya oleh penduduk Desa Banjaran. Agama Islam mewajibkan pemeluknya yang kaya untuk berzakat, yaitu
54 menyerahkan sebagian hartanya untuk dibagikan kepada pihak yang berhak menerimanya, termasuk orang miskin. Selain itu ada ketentuan infak dan shodaqoh berupa pemberian sebagian harta secara sukarela di luar zakat untuk diberikan kepada pihak yang berhak menerimanya. Hanya saja belum ada lembaga yang mengelola zakat, infak dan shodaqoh tersebut. Norma dalam Agama Islam yang dipeluk oleh 99,77% penduduk Desa Banjaran juga merupakan potensi yang dapat menghasilkan solusi bagi masalah yang ada jika dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Kewajiban untuk jujur, mencari ilmu, berbuat baik, peduli pada sesama manusia, larangan berbuat semena-mena baik pada manusia, hewan, maupun tumbuhan, dan lain-lain yang diajarkan oleh Islam merupakan aspek-aspek yang ada pada pengetahuan kontemporer saat ini. Untuk kegiatan dzikir masyarakat Desa Banjaran membentuk kelompokkelompok, seperti kelompok tahlilan, barzanzi, dan kenceran. Di dalam kelompok tahlilan terdapat embrio jaminan sosial bagi masyarakat, yaitu dengan dikumpulkannya iuran wajib dan iuran sukarela dalam kegiatan tersebut yang selanjutnya digunakan untuk membesuk anggota yang sakit, kecelakaan, diberikan kepada keluarga dari anggota yang meninggal, dan kapada anggota yang melahirkan. Kelembagaan agama tersebut yang sudah mengarah ke organisasi tersebut dapat menjadi sarana penguatan kapasitas lainnya, seperti kapasitas sumberdaya manusia maupun kapasitas kelembagaan itu sendiri. Penguatan kapasitas lainnya tersebut dapat dilakukan melalui kelembagaan agama, karena norma yang melandasi kelembagaan tersebut bersifat komprehensif, yaitu mencakup semua aspek kehidupan, baik idiologi, sosial, maupun ekonomi. Potensi budaya yang sudah turun temurun juga ada pada penduduk Desa Banjaran. Potensi tersebut bersifat kegotong royongan. Salah satu bentuknya adalah kegiatan sinoman atau sambatan, yaitu kegiatan membantu secara sukarela penduduk yang mempunyai hajat. Bahkan dalam pengurusan jenazah ditemukan pula sifat gotong royong, hal tersebut dibuktikan dengan adanya istilah rukun kematian. Yaitu kegiatan pengumpulan dana secara berkala yang selanjutnya akan diserahkan kepada keluarga jenazah, selain dana penduduk juga menyumbang tenaga, baik untuk mengangkat maupun membawa jenazah. Sedangkan pengurusan upacara kematian bisanya diserahkan kepada Lebe.
55 Masalah Kesejahteraan Sosial
Dua masalah sosial terbesar yang ada di Desa Banjaran adalah masalah kemiskinan, dan penerapan Agama Islam dalam kehidupan sehari-hari. Kedua masalah tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Kemiskinan Masalah kemiskinan merupakan masalah yang dirasakan oleh 55,55% penduduk Desa Banjaran. Kemiskinan tersebut timbul karena berbagai faktor, yaitu : a. Pendidikan, jumlah penduduk berpendidikan SMP kebawah sebesar 76,06%, sedangkan penduduk berpendidikan SMA ke atas hanya sebesar 15,2%. Tingkat pendidikan penduduk yang rendah menjadi salah satu penambah
tingginya
kemiskinan di Desa Banjaran di samping adanya faktor lain yang akan disebutkan di bawah (poin b dan c), namun ada faktor yang menyebabkan berkurangnya kemiskinan yaitu bagi warga desa yang berurbanisasi dan memberikan sebagian penghasilannya kepada keluarganya di desa. b. Terbatasnya sumberdaya alam, Desa Banjaran hanya mempunyai lahan persawahan sebagai sumber daya alam. Luas sawah hanya 45,799 ha yang dimiliki oleh 163 petani. Keterbatasan tersebut menyebabkan masyarakat tidak dapat mempunyai sumber mata pencaharian dari alam, kecuali sebagai buruh tani. Kecenderungan masyarakat untuk meninggalkan pertanian menyebabkan sumberdaya alam semakin tidak potensial. c. Modal, keterbatasan modal baik modal manusia, modal finansial, modal fisik, maupun modal alam ,dan kurangnya akses masyarakat terhadap modal menyebabkan masyarakat tidak dapat mengembangkan kehidupan ekonominya.
2. Penerapan Agama Islam dalam Kehidupan Sehari-hari Umat Islam bukan hanya diwajibkan untuk sholat saja, tetapi dalam kehidupan sehari-hari sikap, dan tingkah laku umat Islam harus sesuai dengan ajaran Agama Islam. Penduduk Desa Banjaran mempunyai masalah dalam penerapan ajaran Agama Islam. Banyak masyarakat yang belum menerapkan ajaran Agama Islam secara komprehensif. Hal tersebut sesuai dengan jawaban Bu Dy (55 th) berikut ketika menjawab pertanyaan penulis tentang bagaimana bekerja secara Islami:
56 ”Wah mboten ngertos niku mas, kulo ngertose namung sholat. Kagem ngaos mawo kula taksih sinau. Sakniki mending kula sinau ngaos, wingi-wingi kula dereng saged ngaos”.(artinya: wah tidak tahu mas, saya tahunya Cuma sholat. Sekarang lebih baik kaena sudah belajar mengaji, sebelumnya saya tidak bisa mengaji). Pengajianpengajian yang berisi tentang kehidupan secara lebih komprehensif juga belum dilaksanakan, sebagaimana perkataan Pak MB (45 th) berikut :”Memang, untuk pengajian masih berkisar pada ibadah saja. Untuk materi bekerja, ekonomi, dan lainnya itu masih belum. Untuk ibadah saja masyarkat masih harus sering diingatkan”. Memang benar ucapan Pak MB tersebut, karena berdasarkan pengamatan penulis, masyarakat yang melaksanakan sholat berjamaah di Musholla Khoirus Subban masih sangat sedikit (hanya 1 sampe 2 baris). Bahkan pada saat sholat subuh bisa hanya 2 orang jamaah laki-laki dan 5 jamaah wanita.