BANJARAN CERITA PANDAWA 1. Kakawin Parthayajna Kakawin Parthayajna (anonim), berisi cerita perjalanan Arjuna sebelum bertapa di Indrakila. Ringkasan isi ceritanya sebagai berikut: Pandhawa beredih hati karena kekalahan Yudhisthira waktu bermain dadu dan penghinaan Dropadi oleh Dusasana. Mereka harus hidup di hutan selama dua-belas tahun. Bhima ingin perang melawan Korawa dan mati di medan perang, tetapi Yudhisthira menahannya. Widura memberi nasihat kepadaYudhisthira dalam mengatasi penderitaan. Domya menasihati para Pandhawa sejak mereka akan pergi ke hutan. Atas permintaan Yudhisthira, Arjuna disuruh bertapa di Indrakila. Arjuna menyanggupi permintaan kakanya, kemudian ia minta diri kepada Ibunda Kunti, kakak dan adikadiknya serta Dropadi, lalu masuk ke hutan. Perjalanan Arjuna tiba di pertapaan Wanawati yang didirikan oleh Mahayani. Di tempat itu Arjuna ditemui oleh petapi Mahayani dan di wejang tentang hidup dan kehidupan. Sewaktu bermalam seorang petapi datang dan menyatakan cinta kepada Arjuna, tetapi Arjuan menolaknya. Arjuna menghadap dewa Kama dan Ratih yang berada di tepi sebuah danau, kemudian menghormatnya. Dewa Kama banyak memberi nasihat kepada Arjuna dalam hal mencari kebahagiaan. Kemudian Kama memberi petunjuk arah Indrakila dan tempat pertapaan Dwaipayana. Kama memberi tahu, bahwa raksasa Nalamala ingin mengadu kesaktian dengan Arjuna. Nalamala adalah anak Durga yang lahir dari ujung lidah sebelum beranak Ganesya. Bila kalah Arjuna supaya bersamadi memuja dewa Siwa. Tak berapa lama kemudian Kama lenyap, Arjuna melanjutkan perjalanan. Arjuna dicegat oleh banyak raksasa dan Nalamala. Maka terjadilah perkelahian. Nalamala menampakkan diri dalam wujud Kala, Arjuna bersemadi memuja dewa Siwa. Memancarlah sinar pada dahi Arjuna, Nalamala lari dan berkata, kelak akan menjelma lagi, untuk membunuuh para Pandawa. Arjuna meneruskan perjalanan ke Indrakila. Sampailah ia di Inggitamartapada tempat tinggal Dwaipayana. Arjuna bercerita perilaku para Pandawa dan sikap para Korawa. Kakek Arjuna itu menerangkan, bahwa Arjuna diutus untuk memberantas kejahatan itu. Setelah menerima banyak nasihat dari kakek itu, Arjuna pergi ke Indrakila. Ia bertapa dan memeperoleh anugerah dari dewa Siwa yang menampakan diri sebagai orang Kirata. (Sumber Cerita:Naskah Kirtya No. 665)
2. Kakawin Arjunawiwaha Kakawin Arjunawiwaha karangan Mpu Kanwa (Naskah Kirtya Nomor 1092) ditulis pada jaman Kediri. Isi ringkas cerita itu sebagai berikut: Niwatakawaca raja Himataka ingin menghancurkan kerajaan Indra, Indra ingin minta bantuan kepada Arjuna yang sedang bertapa di Indrakila. Tujuh bidadari diutus untuk menguji keteguhan tapa Arjuna. Suprabha dan Tilottama memimpin tugas para bidadari itu. Tujuh bidadari menyusuri Indrakila, kemudian tiba di gua tempat Arjuna bertapa. Para bidadari berhias cantik, menggoda dan mencoba menggugurkan tapa Arjuna..usaha meraka tidak berhasil, para bidadari kembali ke kerajaan Indra, lalu melapor hasil tugas mereka kepada Indra. Indra menyamar dalam wujud orang tua, datang di pertapaan Arjuna. Ia ingin mengethui tujuan tapa Arjuna. Lewat pembicaraan mereka, Indra memperoleh jawaban, bahwa tapa Arjuna bertujuan untuk memenuhi tugasnya sebagai seorang ksatria dan ingin membantu Yudhisthira sewaktu merebut kerajaan dari kekuasaan Duryodhana. Indra sangat senang mendengar penuturan Arjuna, lalu memberi tahu, bahwa dewa Siwa akan memberi anugerah atas tapa Arjuna. Niwatakawaca menyuruh Muka untuk datang di Indrakila, dan membunuh Arjuna. Muka dalam wujud babi hutan mengganggu tapa Arjuna. Arjuna melepas tapanya, lalu berusaha membunuh babi hutan itu. babi hutan berhasil dibunuh dengan panah. Tancapan panah di tubuh babi hutan bersama dengan tancapan anak panah seorang pemburu. Arjuna berselisih dengan pemburu orang Kirata itu. terjadilah perkelahian seru. Arjuna hampir terkalahkan, lalu memegang erat kaki pemburu. Pemburu menampakan diri dalam wujud dewa Siwa. Arjuna menghormat dan memujanya. Dewa Siwa menganugerahkan panah Pusupati kepada Arjuna, kemudian lenyap dari hadapan Arjuna. Dua bidadari utusan Indra datang menemui Arjuna, minta agar Arjuna bersedia menolong para dewa dengan membunuh Niwatakawaca. Kemudian Arjuna bersama dua bidadari datang di kerajaan Indra. Arjuna dan Supraba ditugaskan untuk mengetahui rahasia kesaktian Niwatakawaca. Mereka berdua pergi ke Himataka. Supraba disambut oleh bidadari yang lebih dahulu diserahkan kepada Niwatakawaca. Arjuna mengikutinya, tetapi raksasa tidak dapat
melihat karena kesaktian Arjuna. Tipu muslihat Supraba berhasil, ia mengetahui rahasia kesaktian Niwatakawaca. Yang berada di ujung lidah. Setelah mengerti rahasia kesaktian Niwaatakawaca, Arjuna membuat huru-hara, dengan menghancurkan pintu gerbang istana. Suprabha terlepas dari kekuasaan Niwatakawaca, lalu meninggalkan Himataka. Niwatakawaca merasa kena tipu, lalu mempersiapkan pasukan untuk menyerang kerajaan Indra. Para dewa juga bersiap-siap melawan serangan prajurit Niwatakawaca. Maka terjadilah perang besar-besaran. Arjuna menyusup ditengah-tengah barisan, mencari kesempatan baik untuk membunuh Niwatakawaca. Akhirnya anak panah Arjuna berhasil menembus ujung lidah Niwatakawaca. Niwatakawaca mati di medang pertempuran. Perang pun selesai. Arjuna memperoleh penghargaan dari para dewa. Ia dinobatkan menjadi raja selama tujuh hari surga, (tujuh bulan dunia) dan memperisteri tujuh bidadari. Mula-mula Arjuna kawin dengan Supraba, kemudian dengan Tilottama, dan selanjutnya lima bidadari lain yang pernah menggoda tapanya. Bidadari Menaka yang mengatur perkawinan mereka. Setelah genap tujuh bulan, Arjuan minta diri kepada dewa Indra untuk kembali ke dunia, menemui saudara-saudaranya. Arjuna naik kereta diantar oleh Matali. Para bidadari menangis atas kepergiannya. 3.Kakawin Parthayana atau Subhadrawiwaha (anonim) Ringkasan isi cerita „Parthayana‟ atau „Subhadrawiwaha‟ sebagai berikut: Arjuna bertemu Ulupuy di hulu sungai Gangga. Setelah lewat pembicaraan panjang, Arjuna memperisteri Ulupuy putri raja Korawa. Arjuna meninggalkan Ulupuy meneruskan perjalanan. Sewaktu tiba di permandian Swabhadra, Arjuna diserang oleh seekor buaya. Buaya itu dibunuh, lalu berubah menjadi bidadari. Atas permintaan bidadari itu Arjuna juga membebaskan empat bidadari lainnya. Sang bidadari menyarankan agar Arjuna pergi ke negara Mayura. Arjuna pun pergi ke Mayura, dan diterima oleh raja Citradahana. Arjuna diambil menantu oleh raja itu, dikawinkan dengan Citragandha. Arjuna dan Citragandha dikaruniai anak bernama Wabhruwahana yang kelak akan mewarisi kerajaan Mayura. Arjuna melanjutkan perjalanan, tiba di tepi sungai Saraswati. Para Yadu mengadakan pesta. Oleh Kresna, Samba disuruh mengundang Arjuna. Arjuna menghadiri pesta bersama Kresna. Arjuna tertarik kecantikan Subhadra. Kresna mengetahui, lalu
menyetujui bila Arjuna cinta dan mau melarikan Subhadra. Arjuna membawa lari Subhadra. Baladewa dan para Yadu marah, merasa dihina oleh Arjuna. Kresna menyadarkan mereka. Akhirnya Arjuna berhasil memperisteri Subhadra, lalu memboyongnya ke Indraprastha. 4. Kakawin Bharatayudha Kakawin Bharatayudha dikarang oleh Mpu Sedah dan Mpu Panuluh pada jaman Jayabhaya. Isi ringkas cerita Bharatayudha sebagai berikut: Kresna mewakili Pandawa datang di Hastina (Gajahwaya) untuk merundingkan pembagian kerajaan. Raja Dhrtarastra bersiap-siap dan menghias istana untuk menyambut kedatangan tamu. Kresna datang di Hastina. Jamuan makan telah siap, tetapi Kresna tidak mau dijamu sebelum selesai perundingan. Kresna mengunjungi Kunti, ibu para Pandhawa. Kunti menjadi sedih, dan teringat putra-putranya yang dibuang ke hutan. Kresna menghibur Kunti, lalu pergi menemui Widura. Duryodhana berunding dengan Sengkuni, Dussasana dan Karna. Mereka memandang Kresna sebagai musuh. Kresna diterima oleh Duryodhana di bangsal agung. Kresna minta agar perselisihan Korawa dan Pandawa diselesaikan dengan damai, negara Hastina dibagi dua. Dhrtarastra, para resi, Drona dan Bhisma menyetujui usul itu. Namun Duryodhana bersama keluarga Korawa menolak, dan akan membunuh Kresna. Mengetahui rencana Duryodhana dan para Korawa, Kresna segera meninggalkan bangsal agung. Kresna marah, lalu triwikrama, menampakkan diri sebagai Wisnu yang dahsyat dan menakutkan. Para Korawa ketakutan. Mereka memuja-muja agar tidak membinasakan keluarga Korawa. Kalau Korawa musnah, tidak akan terjadi perang. Jika demikian Bhima dan Dropadi tidak jadi membalas dendam. Kresna meninggalkan Hastina, berpesan kepada Kunti agar yang telibat dalam perang bersikap jujur dan berjiwa kesatria, dan mau berkorban jiwa. Karna mengantar kepergian Kresna dari Hastina. Kresna dan Kunti minta agar Karna berpihak kepada Pandawa tetapi Karna tidak menerima bujukan mereka berdua.
Para Pandawa bersiap-siap untuk berperang. Mereka mendirikan perkemahan di Kurusetra. Widura dan Kunti mengunjungi perkemahan Pandhawa. Mereka mengangkat Sweta menjadi panglima tertinggi. Korawa ikut bersiap-siap untuk berperang. Bhisma diangkat menjadi senopati. Pandawa dan Korawa mengumumkan perang dan mereka akan menaati peraturan perang. Arjuna berkeberatan dan sedih hatinya, sebab harus berperang melawan saudara. Kresna memperingatkan Arjuna, bahwa perang adalah salah satu tugas dari ksatria. Yudhisthira maju ke depan, saudara-saudaranya mengikuti dari belakang. Mereka menemui Korawa, lalu menghormat kepada bekas guru, terutama Bhisma, Krpa, Salya dan Drona. Mereka meminta maaf, karena terpaksa melawan pinisepuh yang seharusnya mereka hormati. Para guru meramal, bahwa Pandawa akan menang perang. Pertempuran mulai, hebat pertempuran mereka. Dua putra raja Wirata gugur. Sweta membela kematian dua adiknya. Bhisma berhasil menghentikan perlawanan Sweta. Sweta dapat dibunuhnya. Raja Wiratha meratapi kematian tiga putranya. Dhrtadyumna diangkat menjadi panglima menggantikan Sweta. Bhisma hebat memimpin pertempuran. Kresna akan melemparkan cakra, tetapi ditahan oleh Arjuna. Bhisma menyuruh agar Yudhisthira tampil ke medan perang, ia tidak akan melawan. Arjuna disuruh melawan Bhisma bersama Srikandi. Bhisma dihujani anak panah dan gugur di medan perang. Para Korawa mengerumuni jenasah Bhisma. Para Pandawa datang menghormat. Bhisma menghormat dengan hati ragu-ragu. Anak panah menopang bingkai Bhisma, sehingga tubuhnya tidak melekat di bumi. Dengan tenang Bhisma menanti kematiannya. Prajurit Korawa dipimpin oleh Drona. Drona diangkat menjadi panglima. Mulailah pertempuran lagi. Bhogadata dapat ditewaskan oleh Arjuna. Drona berusaha menangkap Yudhisthira bila ia lepas dari pengawasan Bhima dan Arjuna. Ketika Korawa datang menyerang, Abhimanyu menembus barisan, dan ingin mendapatkan Doryudhana. Para Pandawa tidak dapat mengawal Abhimanyu, karena Jayadrata berhasil menahan mereka. Abhimanyu dikerumuni Subhadra, Yudhisthira, kedua pamannya, Uttari dan Ksiti Sundari. Mereka meratapi kematian Abhimanyu. Arjuna dan Bhima datang
kemudian. Mereka menjadi sedih, lalu ingin memperoleh kematian di medan pertempuran. Kresna menghalang-halangi kehendak mereka berdua. Setelah mereka tahu bahwa kematian Abhimanyu karena Jayadratha, Arjuna ingin membalas kematian anaknya. Jenasah Abhimanyu diperabukan, Ksiti Sundari mengikuti kematian suaminya. Sedangkan Uttari menanti kelahiran anaknya yang masih dalam kandungan. Pertempuran berlangsung lagi. Arjuna menghancurkan kereta Doryudhana. Satyaki dan Bhima berhasil membunuh banyak keluarga Korawa. Bhurisrawa terkena panah Arjuna, lalu ditewaskan oleh Satyaki. Para Pandawa kelelahan, Kresna menolong mereka, dengan cara menutup matahari dengan awan. Korawa mengira hari telah malam, mereka berhenti menyerang Pandawa. Arjuna naik di atas kereta dan berhasil membunuh Jayadratha. Duryodhana menuduh Drona yang bersalah atas kematian Jayadratha, karena Drona menghalang-halangi ketika Jayadratha akan pulang. Karna bersedia mengganti kedudukan Jayadratha. Pratipeya atau Somadatta, ayah Bhurisrawa hendak membunuh Satyaki, tetapi ia terbunuh oleh Bhima. Karna menjadi panglima perang, dan berhasil menewaskan musuh. Yudhisthira minta agar Arjuna menahan serangan Karna. Arjuna menyuruh Ghatotkaca untuk menahan dengan ilmu sihirnya, Ghatotkaca mengamuk, Korawa lari tunggang-langgang. Karna dengan berani melawan serangan Ghatotkaca. Namun Ghatotkaca terbang ke angkasa. Karna melayangkan panah, dan mengenai dada Ghatotkaca. Satria Pringgandani ini limbung dan jatuh menyambar kereta Karna, tetapi Karna dapat menghindar dan melompat dari kereta. Ghatotkaca mati di atas kereta Karna. Para Pandawa berdukacita. Hidimbi pamit kepada Dropadi untuk terjun ke perapian bersama jenasah anaknya. Pertempuran terus berkobar, Drona berhasil membunuh tiga cucu Drupada, kemudian membunuh Drupada, dan raja Wirata. Maka Dhrtadyumna ingin membalas kematian Drupada. Kresna mengadakan tipu muslihat. Disebarkannya berita, bahwa Aswatthama gugur. Yudhisthira dan Arjuna mencela sikap Kresna itu. Kemudian Bhima membunuh kuda bernama Aswatthama, kemudian disebarkan berita kematian kuda Aswatthama. Mendengar berita kematian Aswatthama, Drona menjadi gusar, lalu pingsan. Dhrtadyumna berhasil memenggal leher Drona. Aswatthama membela kematian
ayahnya, lalu mengamuk dengan menghujamkan panah Narayana. Arjuna sedih atas kematian gurunya akibat perbuatan yang licik. Arjuna tidak bersedia melawan Aswatthama, tetapi Bhima tidak merasakan kematian Drona. Dhrtadymna dan Satyaki saling bertengkar mengenai usaha perlawanan terhadap Aswatthama. Kresna dan Yudhisthira menenangkan mereka. Pandawa diminta berhenti berperang. Tapi Bhima ingin melanjutkan pertempuran, dan maju ke medan perang mencari lawan, terutama ingin menghajar Aswatthama. Saudara-saudaranya berhasil menahan Bhima. Arjuna berhasil melumpuhkan senjata Aswatthama. Putra Drona ini lari dan sembunyi di sebuah pertapaan. Karna diangkat menjadi panglima perang. Banyak perwira Korawa yang memihak kepada Pandawa. Pada waktu tengah malam, Yudhisthira meninggalkan kemah bersama saudarasaudaranya. Mereka khidmat menghormat kematian sang guru Drona, dan menghadap Bhisma yang belum meninggal dan masih terbaring di atas anak panah yang menopang tubuhnya. Bhisma memberi nasihat agar Pandawa melanjutkan pertempuran, dan memberi tahu bahwa Korawa telah ditakdirkan untuk kalah. Pandawa melanjutkan pertempuran melawan Korawa yang dipimpin oleh Karna. Karna minta agar Salya mau mengusiri keretanya untuk menyerang Kresna dan Arjuna. Salya sebenarnya tidak bersedia, tetapi akhirnya mau asal Karna menuruti perintahnya. Pertempuran berlangsung hebat, disertai caci maki dari kedua belah pihak. Bhima bergulat dengan Doryudana, kemudian menarik diri dari pertempuran. Dussasana dibunuh oleh Bhima, sebagai pembalasan sejak Dussasana menghina Drupadi. Darah Dussasana diminumnya. Arjuna perang melawan Karna. Naga raksasa bernama Adrawalika musuh Arjuna, ingin membantu Karna dengan masuk ke anak panah Karna untuk menembus Arjuna. Ketika hendak disambar panah, kereta yang dikusiri Kresna dirundukkan, sehingga Arjuna hanya terserempet mahkota kepalanya. Naga Adrawalika itu ditewaskan oleh panah Arjuna. Ketika Karna mempersiapan anak panah yang luar biasa saktinya, Arjuna telah lebih dahulu meluncurkan panah saktinya. Tewaslah Karna oleh panah Arjuna. Doryudhana menjadi cemas, lalu minta agar Sakuni melakukan tipu muslihat. Sakuni tidak bersedia karena waktu telah habis. Diusulkannya agar Salya jadi panglima tinggi. Sebenarnya Salya tidak bersedia. Ia mengusulkan agar mengadakan perundingan dengan Pandawa. Aswatthama menuduh Salya sebagai pengkhianat, dan menyebabkan
kematian Karna. Tuduhan itu menyebabkan mereka berselisih, tetapi dilerai oleh saudara-saudaranya. Aswatthama tidak bersedia membantu perang lagi. Salya terpaksa mau menjadi panglima perang. Nakula disuruh Kresna untuk menemui Salya, dan minta agar Salya tidak ikut berperang. Nakula minta dibunuh daripada harus berperang melawan orang yang harus dihormatinya. Salya menjawab, bahwa ia harus menepati janji kepada Duryodhana, dan melakukan darma kesatria. Salya menyerahkan kematiannya kepada Nakula dan agar dibunuh dengan senjata Yudhisthira yang bernama Pustaka, agar dapat mencapai surga Rudra. Nakula kembali dengan sedih. Salya menemui Satyawati, pamit maju ke medan perang. Isteri Salya amat sedih dan mengira bahwa suaminya akan gugur di medan perang. Satyawati ingin bunuh diri, ingin mati sebelum suaminya meninggal. Salya mencegahnya. Malam hari itu merupakan malam terakhir sebagai malam perpisahan. Pada waktu fajar Salya meninggalkan Satyawati tanpa pamit, dan dipotongnya kain alas tidur isterinya dengan keris. Salya memimpin pasukan Korawa. Amukan Bhima dan Arjuna sulit untuk dilawannya. Salya menghujankan anak panahnya yang bernama Rudrarosa. Kresna menyuruh agar Pandawa menyingkir. Yudhisthira disuruh menghadap Salya. Yudhisthira tidak bersedia harus melawan pamannya. Kresna menyadarkan dan menasihati Yudhisthira. Yudhisthira disuruh menggunakan Kalimahosadha, kitab sakti untuk menewaskan Salya. Salya mati oleh Kalimahosadha yang telah berubah menjadi pedang yang bernyala-nyala. Kematian Salya diikuti oleh kematian Sakuni oleh Bhima. Berita kematian Salya sampai kepada Satyawati. Satyawati menuju medan perang, mencari jenasah suaminya. Setelah ditemukan, Satyawati bunuh diri di atas bangkai suaminya. Duryodhana melarikan diri dari medan perang, lalu bersembunyi di sebuah sungai. Bhima dapat menemukan Duryodhana yang sedang bertapa. Duryodhana dikatakan pengecut. Duryodhana sakit hati, lalu bangkit melawannya. Bhima diajak berperang dengan gada. Terjadilah perkelahian hebat. Baladewa yang sedang berziarah ke tempattempat suci diberi tahu oleh Narada tentang peristiwa peperangan di Hastina. Kresna menyuruh Arjuna agar Bhima diberi isyarat untuk memukul paha Duryodhana. Terbayarlah kaul Bhima ketika hendak menghancurkan Duryodhana dalam perang Bharatayudha. Baladewa yang menyaksikan pergulatan Bhima dengan Duryodhana menjadi marah, karena Pandawa dianggap tidak jujur, lalu akan membunuh Bhima. Tetapi maksud Baladewa dapat dicegah, dan redalah kemarahan Baladewa..
Pandawa kembali ke perkemahan untuk merayakan hasil kemenangan perangnya. Kresna sedih memikirkan kutukan Duryodhana bahwa Pandawa akan tertindas sebelum kematiannya. Oleh karena itu para Pandawa disuruh segera menyelamatkan diri masuk dalam kemah, dan pada malam hari supaya menebus dosa-dosa dengan memuja ke tempat suci. Pada malam hari Aswatthama berusaha membalas kematian ayah dan para Korawa. Dalam malam gelap itu Aswatthama berhail membunuh lima anak Dropadi yaitu Pancala dan beberapa laki-laki. Para Pandawa yang datang ke kemah menemukan wanita yang dilanda kesedihan, Dropadi patah hati. Kresna datang menghiburnya. Demikian juga Wiyasa yang telah tiada muncul memberi nasihat kepadanya. Dropada akan membalas kejahatan Aswatthama. Ia meminta Pandawa membawa mutiara yang menghias di dahi Aswatthama. Para Pandawa mencari Aswatthama. Setelah bertemu, Aswatthama akan dibunuh dengan gada. Aswatthama mengangkat panah Brahmasirah yang amat sakti. Arjuna pun mengangkat panah saktinya. Namun Sang Hyang Siwa menyuruh agar mereka menarik panah saktinya. Arjuna menurut tetapi Aswatthama tidak dapat menahan panah saktinya. Anak panah Aswatthama lepas mengenai anak Utari yang masih dalam kandungan. Bayi dalam kandungan lalu dihidupkan oleh Kresna. Setelah dewasa bayi itu akan menjadi raja dengan nama Parikesit. Dropadi menerima mutiara, lalu diberikan kepada Yudhisthira. Yudhisthira lalu menjadi raja di Indraprastha. (Sumber cerita: Bharatayudha edisi Prof. Dr. R. M. Sutjipto Wirjosuparto) 5. Cerita Pandawa Muksa Cerita tentang Pandawa sesudah perang Bharatayudha yang dimuat dalam Prasthanikaparwa, dilanjutkan kematian dan perlindungan mereka di surga. Isi pokok cerita itu sebagai berikut: Para Pandawa akan meninggalkan kota Hastina menuju ke hutan. Parikesit diangkat menjadi raja Hastina. Yudhisthira, Bhima, Arjuna, Nakula, Sahadewada dan Dropadi meninggalkan istana. Seekor anjing mengikutinya. Atas perintah Dewi Agni, Arjuna membuang senjatanya di laut. Perjalanan mereka mendaki Gunung Himalaya, lalu melewati gurun pasir. Dropadi, Sahadewa, Nakula, Arjuna dan Bhima berturut-turut meningal dunia. Tinggal Yudhisthira dan anjing yang masih hidup. Dewa Indra dengan kereta membawa Yuhisthira dan anjingnya yang telah menjadi dewa Dharma menuju ke
surga. Sesampainya di surga, Yudhisthira heran karena tidak menemukan saudarasaudaranya dan Dropadi. Yang ditemukan justru warga Korawa dan para pahlawannya. Yudhisthira melihat mereka, tetapi tidak mau berkumpul dengan mereka. Ia kecewa, merasa dewa berbuat tidak adil. Dewa Narada menjelaskan bahwa Korawa harus menerima anugerah sesuai dengan amal baiknya, Pandawa harus tinggal di neraka. Yudhisthira ingin mencari saudara-saudaranya, ia ingin suka dan duka bersama. Para dewa mengetahui sikap Yudhistira yang ingin tinggal bersama saudara-saudaranya. Para Pandawa harus menebus dosa-dosanya. Mereka harus turun ke Sungai Gangga untuk menyucikan diri. Sesudah menjadi suci, mereka naik ke surga menggantikan Korawa. (Sumber cerita: Drie Boeken van het Oudjavaasnche Mahabharata. Edisi Hendrik Herman Juynboll, 1893) Kitab Jawa Tengahan yang mengisahkan tokoh Pandawa yaitu: Kitab Nawaruci Kitab Nawaruci mengisahkan Wrkodara atau Bhima ketika mencari air suci. Isi ringkas cerita itu sebagai berikut: Druyodana menginginkan kematian para Pandawa, lalu minta agar Dang Hyang Drona mengusahakannya. Wrkodara disuruh mencari banyu mahapawitra yang berada di sumur Dorangga. Wrkodara berangkat dari Gajahoya. Perjalanannya melalui tempat berbahaya, tebing dan jurang. Wrkodara sampai di sumur Dorangga, tetapi tidak menemukan air suci. Ular jantan dan betina tinggal di dalam sumur itu. Wrkodara digigit ular, segera ia menusuk ular itu dengan kukunya. Kepala ular dipotong, dibawa kembali ke Gajahoya. Sepasang ular naga berubah menjadi bidadara dan bidadari bernama Harsanandi dan Sarasambadha. Mereka mengucap terima kasih lalu kembali ke Suralaya.. Wrkodara tiba di Gajahoya, menghadap Drona dan menyerahkan dua kepala naga. Wrkodara memberi tahu bahwa di sumur Dorangga tidak berisi air suci. Drona berkata bahwa air suci berada di tegal Andawa. Wrkodara diminta segera berangkat ke tegal itu. Di tegal Andawa Wrkodara disambut oleh raksasa Indrabahu. Indrabahu hendak makan Wrkodara, terjadilah perkelahian hebat. Indrabahu kalah, kepalanya dipenggal, dipikul oleh Gagakampuhan dan Twalen. Indrabahu berubah menjadi dewa Indra. Indra berterima kasih atas jasa Wrkodara, lalu kembali ke Suralaya.
Wrkodara kembali ke Gajahoya, kepala Indrabahu diserahkan kepada Sang Hyang Drona. Druyodana dan Drona lari ketakutan. Wrkodara mengejarnya. Drona berkata, bahwa air suci berada di dasar laut. Wrkodara berangkat ke samodra. Setelah sampai di samodra segera akan mencebur di dalamnya. Gagakampuhan menasihati, Wrkodara diminta kembali ke Indraprastha, menghadap Dharmawangsa, Kunti, Dropadi, Arjuna, Nakula atau Sakula dan Sahadewa. Wrkodara berpamitan, kemudian mencari air suci. Kunti menghalang- halanginya. Ujung kain Wrkodara dipegang kuat-kuat, tetapi lepas dikebas Wrkodara. Warga Pandawa yang ditinggal pun menagisi kepergian Wrkodara. Kitab Nawaruci dan Kitab Sudamala Werkodara telah tiba di samodera, ia mengenakan aji Pangawasa. Menjadi gempar seisi dunia. Sang Hyang Nawaruci kasihan melihat Wrkodara. Wrkodara ditolong agar terlepas dari bahaya di lautan. Sang Hyang Nawaruci mencipta pulau Nusakambangan di tengah samodera. Buah-buahan dan pohon-pohonan diciptakan di pulau itu juga. Wrkodara makan buah-buahan. Pulau itu diperindah dengan berbagai tanaman telaga dengan ikannya. Sang Hyang Acintya mencipta bermacam-macam makanan, Wrkodara senang menikmati makanan itu. Si dalang dan Semar mengikutinya. Sang Hyang Acintya bersanjak, menyambut kehadiran Wrkodara. Ia memberi tahu, supaya Wrkodara berhati-hati dan waspada, karena ia sedang dicari kematiannya. Wrkodara menghadap Nawruci dan berkata, bahwa ia disuruh mencari air suci. Nawaruci menyuruh agar Wrkodara mau berperang. Citrasena, Citranggada, Citraratha dan Gandharwa akan menemaninya. Nawaruci memberi ajaran hidup dan kehidupan. Kemudian Wrkodara bertanya kepada Nawaruci tentang pencipta dunia, hakekat kesucian yang disebut sunya dan yang disebut Sang Hyang Guru. Wrkodara disuruh masuk ke rongga perut Nawaruci. Mula-mula ia melihat cahaya terang. Waktu menghadap ke Timur dilihat warna putih, waktu menghadap ke Selatan dilihat warna merah, waktu menghadap ke Barat dilihat warna kuning, waktu menghadap ke Utara dilihat warna hitam, waktu melihat ke atas dilihat warna belah. Setelah menerima banyak penjelasan Wrkodara keluar dari rongga perut. Setelah itu Wrkodara mendapat sebutan Sang Awirota.
Selama menjelajah di Pulau Nusakambangan Wrkodara banyak berguru dan memperoleh banyak pengetahuan tentang religi dan kebudayaan. Kemudian Wrkodara kembali menemui saudara-saudaranya di Indraprastha. (Sumber Cerita : Nawaruci edisi Prijihoetomo) Kitab Kidung Sudamala Cerita Sudamala berisi cerita ruwatan yang melibatkan tokoh Pandawa, terutama Sadewa. Isi ringkas cerita itu sebagai berikut: Sang Hyang Tunggal, Sang Hyang Wisesa dan Sang Hyang Asiprana menghadap Sang Hyang Guru memberi tahu, bahwa Dewi Uma berbuat serong dengan Sang Hyang Brahma. Dewi Uma lalu dikutuk berubah menjadi Durga, dan diberi nama Ranini. Uma minta dikembalikan ke wujud semula, tetapi Sang Hyang Guru menolak. Dikatakannya,setelah menjalani kutuk selama dua belas tahun Ranini akan diruwat oleh Sadewa. Uma pergi ke Setra Gandamayu. Salah satu abdi pengiringnya bernama Kalika. Sementara itu Dewa Citragada dan Citrasena juga dikutuk oleh Sang Hyang Guru, karena berbuat tidak sopan terhadap Sang Hyang Guru. Dua dewa itu menjadi berujud raksasa, bernama Kalantaka dan Kalanjana. Mereka berdua kemudian disuruh menyusul untuk menemani Ranini di Setra Gandamayu. Oleh Ranini dua raksasa tersebut diangkat menjadi anak dan membantu Duryodana, raja Hastina. Mengetahui bahwa Kalantaka dan Kalanjana berpihak pada Duryodana, Pandawa menjadi cemas, Kunthi naik ke Kahyangan, minta agar Kalantaka dan Kalanjana dimusnahkan. Setelah dua belas tahun, Ranini mengharap kedatangan Sadewa yang dijanjikan akan meruwatnya. Kunti datang di Setra Gandamayu, minta agar Ranini mau memusnahkan Kalantaka dan Kalanjana. Ranini tidak bersedia, karena amat sayang kepada mereka berdua yang diangkatnya sebagai anaknya. Ranini minta agar Kunti menyerahkan Sadewa, tetapi Kunti tidak bersedia menyerahkannya, karena Sadewa bukan anaknya. Sebagai ganti, Ranini boleh memilih diantara tiga anaknya yaitu: Dananjaya, Bima atau Darmawangsa. Tetapi Ranini tidak menyukai mereka, kecuali Sadewa.
Kalika disuruh membujuk Kunti. Mula-mula Kalika tidak mau, karena dipaksa akhirnya mau juga. Kunti disihir oleh Kalika, lalu menjadi setengah sakit ingatan Kunti kemudian lari menemui Ranini. Ranini mendesak agar Sadewa segera diserahkan. Kunti kembali menemui anak-anaknya, lalu bercerita tentang permintaan Ranini. Para Pandawa tidak setuju. Kunti marah, Sadewa diseret hendak dibawa ke Setra Gandamayu. Kalika merasa berhasil lalu keluar dari tubuh Kunti. Kunti menjadi sadar lalu minta maaf kepada Sadewa. Sadewa tidak jadi dibawa di tempat Ranini. Durga marah. Kalika disuruh merasuki Kunti lagi, sehingga Kunti kembali goncang ingatannya. Sadewa dipaksa ikut pergi ke Setra Gandamayu. Sesampainya di Setra Gandamayu, Sadewa diikat pada pohon randu, dan ditunggu oleh Semar. Kalika jatuh cinta pada Sadewa dan membujuk Sadewa agar mau menerima cintanya. Namun Sadewa tidak mau menanggapi, dan lebih baik mati dari pada membalas cinta Kalika. Kalika marah, ditabuhnya tong-tong yang ada disekitarnya. Tak lama kemudian, hantu-hantu keluar bedatangan menakut-nakuti Sadewa. Namun Sadewa tidak takut, bahkan dari tubuhnya mengeluarkan daya kesaktian yang luar biasa. Semua hantu yang menggoda pergi meninggalkan Sadewa. Ranini datang menakut-nakuti Sadewa, tetapi Sadewa tidak ketakutan. Ranini minta belas kasihan kepada Sadewa, agar ia diruwatnya. Sadewa tidak mau karena tidak tahu cara meruwatnya. Ranini marah, Sadewa hendak dibunuh dengan kapak. Dunia menjadi gempar. Kebetulan Sang Hyang Narada berkeliling dunia, dilihatnya Sadewa yang terikat dan akan dibunuh oleh Ranini. Hyang Narada naik ke Kahyangan dan memberi tahu kepada Mahadewa dan Dewa Masno. Kemudian Mahadewa dan Hyang Narada menemui Batara Guru, memberi tahu tentang nasib Sadewa. Batara Guru turun ke dunia menemui Sadewa. Sadewa disuruh meruwat Ranini, dan Batara Guru akan masuk ke tubuh Sadewa. Sadewa menyanggupinya. Ranini diminta memperhatikan perintahnya. Kapak minta dilepas dari tangan, lalu bersiap-siap untuk diruwatnya. Sadewa berdiri tegak memusatkan kesadaran, berdoa mengucapkan pujamantra. Ditaburkannya beras kuning, air suci dan bunga ke tubuh Ranini. Ranini menjadi cantik sekali. Wujud Durga hilang berubah menjadi wujud Uma yang cantik jelita, sempurna seperti dahulu kala. Uma ke taman bercermin pada air telaga yang jernih. Ia menjadi gembira dan mengucapkan terimakasih kepada Sadewa, ia bersyukur hukumannya telah selesai. Ia
merasa berhutang kepada Sadewa. Sadewa disebutnya Sang Sudamala, karena ia telah menghapus wujud yang jahat. Selanjutnya Sang Sudamala disuruh pergi ke Prangalas, tempat petapaan Tambapetra. Sadewa dianugerahi senjata lalu berangkat ke Prangalas. Kalika minta diruwat juga, tetapi Sadewa tidak mau, Kalika menemui Semar, ia minta diruwatnya. Semar bersedia meruwat asal disediakan sajian sebakul nasi, satu daging anjing panggang dengan berbumbu, dan satu guci tuak. Tetapi kesanggupan Semar hanya tipuan belaka. Setelah semua permintaan di siapkan, segera dimakan habis oleh Semar. Kalika tidak diruwat, karena Semar tidak dapat meruwatnya. Uma kembali ke Kahyangan, Kalika ditinggal di taman. Kelak Sadewa akan datang untuk meruwatnya. Sadewa menemui Tambapetra. Tambapetra yang buta datang dibimbing oleh muridnya. Mereka menyongsong kedatangan Sadewa. Kedatangan Sudamala di petapaan atas perintah Uma, untuk menyembuhkan penyakit sang petapa. Sudamala melaksanakan perintah itu. Kemudian Sadewa, berdoa, bunga ditaburkan dan air suci dipercikan di tubuh sang petapa. Tak berapa lama kemudian penyakit sang petapa sembuh. Tambapetra dapat melihat dunia seisinya. Bukan main gembiranya. Dengan tergopohgopoh ia memanggil ke dua anaknya untuk disuruh menghormat kedatangan Sadewa. Sirih pinang disuguhkannya, kemudian disusul hidangan tuak, air tape, nasi dan lauk pauk. Mereka makan bersama. Ke dua anak sang petapa bernama Ni Soka dan Ni Padapa diserahkan kepada Sadewa. Semar iri lalu berkata kepada sang petapa untuk minta diberi putrid seperti Sadewa. Petapa Tambapetra menuruti permintaan Semar. Semar diberi abdi wanita bernama Tohok. Sadewa mempunyai saudara kembar yang bernama Sakula. Sejak kepergian Sadewa dari istana, Sakula terus mencarinya. Lalu Sakula pergi ke Setra Gandamayu. Ia berjumpa dengan Kalika. Kalika mengira bahwa yang datang adalah Sadewa untuk meruwat dirinya. Maka cepat-cepat Kalika menyongsong kedatangan Sakula. Sakula mengaku bahwa ia bukan Sadewa, tetapi saudara kembarnya. Maka kemudian Kalika bercerita tentang Sadewa, lalu menunjuk jalan yang menuju ke Prangalas. Kedatangan Sakula di Prangalas disambut oleh Semar. Semar memberitahu kepada Sadewa. Sadewa cepat datang kemudian memeluk saudaranya. Soka dan Padapa
diminta menemui Sakula. Sakula dijamu nasi beserta lauk pauk dan minuman. Sadewa memberi Soka untuk isteri Sakula. Kalantaka dan Kalanjaya mengira Sadewa telah meninggal bersama Sakula. Mereka berunding untuk memusnahkan Bima, Arjuna dan Darmawangsa. Dilem dan Sangut diminta mempersiapkan prajurit. Perajurit Kalantaka hendak menyerang Pandawa bersama perajurit Korawa. Arjuna meyongsong kedatangan musuh. Musuh yang datang dihujani anak panah, tetapi Kalantaka amat sakti. Bima datang membantu, tetapi musuh tidak terlawan juga. Bima dan Arjuna mundur dari medan perang. Sadewa dan Sakula datang ingin membantu saudaranya. Kunti amat gembira. Sadewa telah kembali. Kedua putra Pandawa itu bercerita perihal nasib mereka. Kalanjana datang menyerbu, Sakula dan Sadewa menyongsong kedatangan musuh. Kalanjana mati oleh senjata Sadewa anugerah Uma. Kemudian Kalantaka juga mati oleh senjata sakti itu. Habislah perajurit Kalanjana. Sakula dan Sadewa hendak kembali ke istana. Tiba-tiba datanglah dua bidadara menemui Sadewa. Dua bidadara itu tidak lain adalah Citragada dan Citrasena, yang semula dikutuk menjadi raksasa Kalantaka dan Kalanjana. Mereka telah diruwat oleh Sadewa dan berwujud seperti semula. Sabagai ucapan terimakasih kedua bidadara itu berdoa semoga keluarga Pandawa panjang usia, hidup bahagia dan sejahtera. Citragada dan Citrasena kembali ke Kahyangan, Sadewa dan Sakula kembali ke istana, berkumpul dengan saudara-saudaranya.
KITAB JAWA BARU Sejak jaman kepujanggan Surakarta (abad 17-19) cerita pewayangan berkembang dan didukung oleh penulisan kitab-kitab berbahasa Jawa baru. Cerita yang dimuat dalam Jawa kuna menjadi sumber pengembangan dan sebagai bahan penciptaan cerita baru. Kitab-kitab yang berisi cerita pewayangan itu disusun dalam bentuk tembang, teks drama dan kerangka cerita lakon untuk pentas di layar putih atau kelir. Kitab-kitab atau naskah yang berisi cerita itu antara lain: Serat Mintaraga
Serat Mintaraga karangan Sunan Paku Buwana III ditulis dalam bentuk tembang macapat pada tahun 1704 Jawa. Raden Ngabei Yasadipura I juga mengarang cerita Arjuna bertapa, dikenal dengan sebutan Serat Wiwaha Jarwa. Dr.M. Prijohoetomo mengarang cerita Mintaraga dalam bentuk prosa, berjudul Serat Mintaraga Gancaran (Prijohoetomo, BP. 1953) Isi pokok cerita Mintaraga yaitu sebagai berikut: Bathara Indra berunding dengan para dewa.tentang rencana raja Niwatakawaca yang menggempur Indraloka. Bathara Indra menugaskan tujuh bidadari untuk menguji keteguhan tapa Arjuna, tetapi usaha mereka tidak berhasil. Kemudian Bathara Indra menyamar pendeta tua bernama Resi Padya, menemui Arjuna dan da bertanya tujuan tapa Arjuna. Sementara itu Niwatakawaca menyuruh Momongmurka untuk membunuh Arjuna. Momongmurka berubah menjadi babi hutan, dan ketika mengamuk babi hutan itu dibunuh oleh Arjuna dan Kirata. Kirata dan Arjuna berebut sebagai pembunuh babi hutan. Setelah berkelahi Kirata menampakkan diri sebagai dewa Siwah, lalu menganugerahkan panah Pasupati kepada Arjuna. Bathara Indra menyuruh dua bidadari untuk menyampaikan surat permintaan agar Arjuna datang ke Indraloka menolong para dewa. Arjuna dan Supraba ditugaskan pergi ke Imantaka untuk mengetahui rahasia kesaktian dan kematian Niwatakawaca. Supraba pura-pura menyerah, dan berhasil mengatehaui rahasia kesaktian dan kematian Niwatakawaca. Arjuna dan Supraba kembali ke Indraloka. Niwatakawaca bersama perajurit menggempur Indraloka. Para dewa dan Arjuna melawan perajurit raksasa. Niwatakawaca gugur di medan perang karena terkena panah Pasupati pada pangkal lidahnya. Atas keberhasilannya, Arjuna disambut oleh para dewa dan bidadari, dinobatkan menjadi raja dan beristeri Supraba. Kemudian Arjuna menemui saudarasaudaranya. Serat Dewaruci Serat Dewaruci karangan Raden Ngabehi Yasadipura I ditulis dalam bentuk tembang macapat. Raden Ngabehi Yasadipura II menulis cerita Bimasuci dalam bentuk tembang gedhe. M. Prijohoetomo menyadur dalam bentuk prosa berjudul Bimasuci (Javaansche Leeboek, 1937). Isi pokok Dewaruci sebagai berikut: Wrekodara disuruh mencari air suci oleh Dhang Hyang Drona, lalu berpamitan kepada saudara-saudaranya. Wrekodara menuju ke gunung Candramuka, bertemu dengan raksasa Rukmuka dan Rukmakala.
Terjadilah perkelahian. Kedua raksasa musnah, menjelma menjadi dewa Indra dan dewa Bayu. Dua dewa memberi tahu, bahwa di gunung Candramuka tidak ada air suci. Wrekodara kembali ke kerajaan Hastina. Dhang Hyang Drona menyuruh agar Wrekodara pergi ke samodara tempat air suci itu. Wrekodara pergi ke samodara lalu mencebur ke dalamnya. Waktu mencebur di samodra disambut ular naga. Ular naga itu dibununh oleh Wrekodara. Wrekodara bertemu dengan Dewaruci, lalu diwejangnya. Setelah mendapat wejangan, Wrekodara menjadi suci, lalu kembali ke Ngamarta. Serat Partakrama. Serat Partakrama karangan Raden Ngabehi Sindusastra (VBG XXXIII No. 169 th. 18751876), ditulis dalam bentuk tembang macapat, berisi cerita perkawinan Arjuna dengan Sumbadra, isi pokok cerita sebagai berikut: Arjuna jatuh sakit karena rindu kepada Sembadra. Kresna mengetahuinya,lalu membujuk Sumbadra supaya mau diperisteri Arjuna. Sembadra menyanggupinya asal dipenuhi permintaanya, yaitu pusaka Pulanggeni dan putri Sulastri. Permintaan itu disampaikan kepada Prabu Yudhisthira. Burisrawa juga ingin memperisteri Sumbadra. Prabu Doryudana minta agar Patih Sengkkuni minta bantuan Prabu Baladewa. Prabu Baladewa datang di Dwarawati, menemui Kresna. Kresna kebingungan, lalu mengadakan sayembara. Calon suami Sembadra harus bisa menyerahkan kereta emas, kerbau danu dan bunga dewandaru. Raja Ngambarmuka di negara Garbaruci juga ingin memperisteri Sumbadara. Raja itu lalu melamarnya. Para Pandhawa berusaha memenuhi permintaan Kresna. Wrekodara berhasil meminjam kereta emas dari Singgela. Gatotkaca memperoleh kerbau dari Sumeru. Arjuna berhasil memperoleh bunga dewa ndaru dari Bathara Guru. Para Korawa berhasil merebut kerbau danu dari tangan Gatotkaca. Sengkuni melapor kepada Baladewa, bahwa barang yang diminta sebagai syarat perkawinan dirampas oleh Pandhawa. Baladewa marah, bersama perajurit Korawa menyerang Pandhawa. Namun Pandhawa dapat menghalau serangan perajurit Korawa. Setelah musuh dapat diundurkan, Arjuna bersama Sumbadra menghadap Baladewa. Melihat Sumbadra adiknya, Baladewa hilang kemarahannya, dan menyetujui Sumbadra diperisteri Arjuna.
Prabu Ngambarmuka bersama perajurit datang menyerang Dwarawati. Baladewa, Wrekodara dan Gatotkaca berhasil memusnahkan musuh. Pesta perkawinan Arjuna dengan Sumbadra dilaksanakan di Dwarawati. SERAT SRIKANDHI MAGURU MANAH Jungkungmardeya raja Paranggubarja mimpi bertemu dengan Srikandhi anak raja Cempala. Raja itu lalu menugaskan Patih Jayasudarga untuk menyampaikan surat lamaran kepada Durpada. Sang Raja menyetujui lamaran itu, tetapi Srikandhi tidak menerima lamaran tersebut. Kemudian Srikandi melarikan diri menuju Madukara, dengan dalih untuk berguru memanah. Namun senyatanya, Srikandhi minta perlindungan kepada Arjuna. Kepergian Srikandhi menyebabkan orang se istana kebingungan. Drupadi mencari Srikandi ke Madukara, untuk meminta kepada Srikandhi agar mau kembali ke istana. Arjuna berhasil mengalahkan raja Jungkungmardeya dan prajuritnya. Demikian juga Arjuna harus mengusir Korawa yang ingin merebut Sumbadra yang akan dikawinkan dengan Burisrawa. Arjuna berhasil memperisteri Srikandhi, setelah Larasati mampu mengungguli kepandaian Srikandhi dalam hal berolah panah. Cerita tokoh-tokoh Pandawa secara individu atau kelompok banyak didapat dalam beberapa naskah kumpulan cerita lakon, yaitu cerita prosa yang berisi kerangka cerita sebagai pegangan untuk pementasan pada layar oleh seorang dalang. Cerita Kelahiran Pandhawa Cerita kelahiran Pandhawa dimuat dalam kitab Adiparwa. Isi pokok cerita itu sebagai berikut: Pandhu dinobatkan menjadi raja oleh Bhisma. Ia naik tahta kerajaan untuk melindungi dunia. Negara disekitarnya takluk kepadanya, antara lain negara Magada, Matila, Kasi, Sukma dan Swendra. Selama menjadi raja Pandhu pernah berburu di hutan yang terletak di gunung Himawan. Kunti dan Madri mengikutinya. Waktu berburu raja melihat kijang jantan dan betina sedang bercumbu-cumbuan. Kijang jantan itu jelmaan Begawan Kindhama yang ingin mencintai kijang betina berwarna putih dan cantik. Kijang yang sedang
berwawanasmara itu dipanah oleh Pandhu. Kedua kijang terkena anak panah, musnah bersama. Kemudian didengar suara kutukan. Dikatakan Pandhu amat kejam, tidak menaruh belas kasihan kepada kijang yang sedang bercumbu-cumbuan. Pandhu akan menderita susah, akan mati bila berwawanasmara dengan istrinya. Tetapi Pandhu tidak berdosa meskipun telah membunuh barahmana, sebab ketika dibunuh Kindhama berwujud binatang. Pandhu menjadi susah, lalu bercerita kepada kedua isterinya Kunti dan Madri ikut menangis dan ikut bersedih hati. Mereka berdua disuruh kembali ke istana, mengikuti Bhisma dan Widura, supaya memberitahu kepada Dhestarastra, Ambika dan Ambalika. Sedangkan Ia akan hidup bertapa. Kedua isteri tidak mau kembali ke negara, mereka mengikuti Pandhu hidup di pertapaan. Mereka melepas pakaian kebesaran dan mengenakan pakaian kulit kayu, menyusuri gunung Nagasthagiri, Citraratawahana, asrama Nagasthama, Indradyumna, Hangsakuta, berakhir di Saptarengga. Pandhu dan dua isterinya tinggal di Saptarengga. Pada suatu ketika Kunti dipanggil, diberi ajaran masalah darma. Bertapa itu darma, tetapi tidak akan kembali ke sorga. Hasil tapa tidak akan dinikmati oleh orang yang tidak beranak. Maka Pandhu berkesimpulan bahwa tapa mereka tidak berguna, karena mereka tidak beranak. Pandhu bercerita tentang Saradandayani yang dianugerahi anak karena mengadakan korban mohon anak. Cerita Badra isteri maharaja Wyusitaswa yang rajin memohon karunia anak, yang kemudian mendapat empat anak. Cerita tentang Bagawan Udalaka yang isterinya ditarik tangannya oleh seorang tamu, karena tamu itu tertarik kecantikan isteri tuan rumah. Anak Bagawan Udalaka marah, karena ibunya ditarik laki-laki tamu. Anak Udalaka yang bernama Swetaketu mengutuk dan membuat larangan bagi laki-laki yang mengambil wanita yang masih setia kepada suaminya. Laki-laki yang mengambil isteri orang lain akan mendapat malapetaka. Tetapi seorang isteri yang menurut darma tidak beranak boleh berusaha memperoleh anak, itu tidak mendatangkan sengsara, karena memperoleh anak itu menurut darma. Mendengar cerita Pandhu itu, Kunthi berkesimpulan, bahwa suaminya akan setuju bila ia berupaya untuk beranak. Ia lalu berkata, bahwwa sejak berguru kepada Begawan Durwasa ia mendapat anugerah ilmu bernama Adityahrdaya. Ilmu tersebut dapat untuk menghadirkan dewa yang mau menganugerahi anak. Maharaja Pandhu senang dan menyetujui usaha isterinya dengan menggunakan ilmu itu.
Pertama Pandu meminta Kunti agar mendatangkan dewa Dharma, agar dikaruniani anak yang mengerti kepada darma. Kunti mengucapkan ilmunya, maka datanglah dewa Dharma. Kunthi mengandung, kemudian melahirkan anak dan diberi nama Yudhisthira. Selanjutnya diminta menghadirkan dewa Bayu, agar memberi anak yang sakti. Kunthi hamil, dan ketika lahir bayi dipangkunya, tiba-tiba datang harimau dari belukar. Kunthi lari, bayi jatuh di batu karena lepas dari pangkuan Kunthi. Batu hancur, pandhu kagum, bayi diberi nama Bimasena. bersamaan dengan kelahiran Bimasena, Gendari mempunyai anak Duryodhana. Usaha yang ketiga, Kunthi mendatangkan dewa Indra. Kunthi hamil. Kemudian lahir bayi yang kemudian dinamai Arjuna. Sewaktu Arjuna lahir, Pandhu berkata kepada Kunti, bahwa anaknya akan sakti dan mempunyai keberanian seperti Arjunasasrabahu. Madri minta agar diusahakan beranak juga. Atas persetujuan Kunthi, mereka mendatangkan dewa. Yang hadir adalah Aswino, dewa kembar. Madri hamil dan melahirkan anak kembar, diberi nama Nakula dan Sahadewa. KELAHIRAN YUDISTHIRA Pertemuan di istana Ngastina, Pandhu dihadap oleh Dhestharata, Widura dan Patih Jayaprayitna. Mereka membicarakan kandungan Kunthi yang telah sampai bulan kelahirannya belum juga lahir. Tengah mereka berunding, Arya Prabu Rukma datang memberi tahu, bahwa negara Mandura akan diserang perajurit dari negara Garbasumandha. Raja Garbasumandha ingin merebut Dewi Maherah. Raja Basudewa minta bantuan. Arya Widura disuruh pergi ke Wukir Retawu dan ke Talkandha, supaya mohon doa restu demi kelahiran bayi. Raja Pandhu akan ke Mandura untuk membantu raja Basudewa dalam menahan serangan musuh. Raja Pandhu menemui Dewi Kunthi yang sedang berbincang-bincang dengan Dewi Ambika, Dewi Ambiki dan Dewi Madrim. Setelah memberi tahu tentang rencana kepergiannya ke Mandura, Pandhu lalu bersamadi. Kemudian berangkat ke Mandura bersama Arya Prabu Rukma, Dhestharata menunggu kerajaan Ngastina. Yaksadarma raja Garbasumandha dihadap oleh Arya Endrakusuma, Patih Kaladruwendra, Togog, Sarawita dan Ditya Garbacaraka. Raja berkeinginan memperisteri Dewi Maherah isteri raja Mandura. Ditya Garbacaraka disuruh melamar, Togog menyertainya, Patih Kaladruwendra dan perajurit disuruh mengawal perjalanan mereka.
Perajurit Garbasumandha bertemu dengan perajurit Ngastina. Terjadilah perang, tetapi perajurit Garbasumandha menyimpang jalan. Raja Basudewa dihadap oleh Patih Saraprabawa, Arya Ugrasena dan hulubalang raja. Mereka menanti kedatangan Arya Prabu Rukma. Arya Prabu Rukma datang bersama Pandhu. Setelah berwawancara, raja Basudewa masuk ke istana akan menjumpai para isteri. Namun Garbcaraka telah masuk ke istana lebih dahulu, dan berhasil melarikan Dewi Maherah. Dewi Mahendra dan Dewi Badraini kebingungan. Basudewa dan Pandhu datang, Basudewa minta agar Pandhu segera mencarinya. Pandhu segera berangkat meninggalkan kerajaan Mandura. Pandhu berhasil mengejar Garbacaraka dan merebut Dewi Maherah, lalu dibawa kembali ke Mandura. Setelah menyerahkan Dewi Maherah, Pandhu minta pamit, kembali ke Ngastina, Raja Basudewa mengikutinya. Semar, Gareng, Petruk dan Bagong bersenda gurau, kemudian menghadap Begawan Abiyasa. Bagawan Abiyasa sedang berunding dengan Resi Bisma tentang kehamilan Kunthi. Arya Widura datang dan minta sarana untuk kelahiran bayi yang dikandung oleh Kunthi. Arya Widura disuruh berangkat kembali ke Ngastina, Bagawan Abiyasa dan Resi Bisma segera mengikutinya. Perjalanan Arya Widura dihadang oleh raksasa Garbasumandha. Arya Widura mengamuk, perajurit raksasa banyak yang gugur dan melarikan diri. Bathara Guru mengadakan pertemuan di Suralaya, dihadiri oleh Bathara Narada, Bathara Panyarikan, Bathara Dharma dan Bathara Bayu. Mereka berbicara tentang kehamilan Kunthi. Bathara Narada disuruh turun ke marcapada bersama Bathara Dharma, Bathara Panyarikan dan Bathara Bayu. Mereka disuruh memberi pertolongan kepada Dewi Kunthi. Perjalanan raja Basudewa dan Pandhu berjumpa dengan Patih Kaladruwendra. Terjadilah perkelahian, Kaladruwendra terbunuh ole panah Pandhu. Raja Yaksadarma dan Endrakusuma menanti kedatangan Garbacaraka. Garbacaraka datang bercerita tentang hasil yang diperoleh, tetapi direbut oleh raja Pandhu. Cerita belum selesai, tiba-tiba kepala Kaladruwendra jatuh dihadapan raja. Yaksadarma marah, lalu mempersiapkan perajurit, akan menyerang negara Ngastina.
Raja Pandhu berbicara dengan Arya Prabu Rukma, Ugrasena, raja Basudewa dan Arya Widura. Arya Widura memberi tahu tentang kesanggupan Bagawan Abiyasa dan Resi Bisma. Tengah mereka berbincang-bincang, Bagawan Abiyasa dan resi Bisma datang. Setelah mereka berdua disambut, lalu diajak masuk ke istana. Bathara Narada dan Bathara Darma datang. Raja Pandhu dan Basudewa cepat-cepat menyambut kedatangan para dewa. Bathara Narada memberi tahu tentang tujuan kedatangannya. Bathara Narada menyuruh agar Bathara Darma merasuk kepada Dewi Kunthi, membimbing kelahiran bayi. Bathara Darma merasuk, bayi dalam kandungan Dewi Kunthi lahir melalui ubun-ubun. Bayi lahir laki-laki. Bathara Narada memberi nama Puntadewa, dan mendapat sebutan Darmaputra. Semua yang hadir menyambut kelahiran sang bayi. Raja Yaksadarma dan para pengikutnya datang menyerang negara Ngastina. Raja Yaksadarma mati oleh Pandhu, Endrakusuma mati oleh Arya Widura, Garbacaraka mati oleh Arya Ugrasena. Bathara Bayu menghalau semua perajurit raksasa.
PERKAWINAN YUDHISTHIRA Prabu Duryodana duduk di atas singhasana, dihadap oleh pendeta Durna, Patih Sakuni, Dursasana, Kartamarma, Jayadrata, Citraksa dan Citraksi. Pada kesempatan tersebut Raja mengungkapkan niatnya, ingin mengawinkan pendeta Durna. Senyampang ada sayembara untuk merebutkan putri Cempalareja yang bernama Dewi Drupadi Jayadrata ditugaskan untuk mengikuti sayembara di Pancalareja atau Cempalareja atas nama pendeta Durna. Setelah selesai perundingan, raja membubarkan pertemuan, lalu masuk istana. Prabu Duryodana disongsong oleh permaisuri dan ibunya. Raja bercerita tentang rencana perkawinan pendeta Durna. Mereka makan bersama Patih Sakuni mengumpulkan para Korawa, mereka diberitahu tentang kepergian ke Pancalareja dan pembagian tugas. Setelah siap mereka berangkat bersama perajurit untuk mengikuti sayembara. Di negara Umbul Tahunan sang raja Prabu Kala Kuramba juga ingin mengikuti sayembara dan memperisteri Drupadi, putri raja Pancalareja. Raja menugaskan Kala Gragalba untuk menyampaikan surat lamaran. Kala Gragalba disertai Kala Gendhing Caluring, Kala Palunangsa, Wijamantri dan Tejamantri berangkat ke Cempalareja.
Perjalanan Kala Gragalba bertemu dengan perajurit Ngastina. Terjadilah perang, Kala Gragalba dan perjuritnya terdesak, mereka menyimpang jalan. Yudisthira dihadap oleh Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa. Mereka menemui Bagawan Abyasa. Begawan Abyasa memberi tahu, bahwa raja Drupada mengadakan sayembara. Yudisthira disuruh mengikuti sayembara itu, Bima diminta mewakilinya. Para Pandhawa menyetujuinya, Arjuna disuruh berangkat lebih dahulu. Arjuna berangkat bersama panakawan. Perjalanan Arjuna bertemu barisan raksasa. Terjadilah perkelahian, perajurit raksasa musnah. Kakrasana raja muda di Mandura berunding dengan Patih Pragota dan Patih Prabawa. Patih menyetujuinya, Kakrasana segera berangkat. Di Pancalareja, Prabu Drupada dengan Trusthaketu, sedang membicarakan persiapan sayembara. Patih Sakuni datang, minta ijin untuk mengikuti sayembara, dan akan diwakili oleh Jayadrata. Raja menyuruh agar peserta sayembara hadir di alun-alun. Kemudian raja menyuruh agar Trusthaketu menemui Gandamana memberi tahu, bahwa telah datang peserta sayembara. Gandamana segera pergi ke alun-alun. Jayadrata telah siap menanti. Gandamana dengan sigap menarik Jayadrata, kemudian dibanting. Jayadrata pingsan tidak berdaya, lalu ditarik mundur oleh para Korawa. Selanjutnya datang Kakrasana yang menyamar sebagai pertapa. Gandamana menghadapi dengan tenang. Kakrasana digertak, terpental jauh dan jatuh terjepit batu. Kakrasana berteriak kesakitan, memanggil-manggil Narayana. Kebetulan Narayana lewat, mendengar panggilan atas dirinya. Batu penjepit diminta kembali, narayana meneruskn perjalanan , hendak menyaksikan sayembara. Yudisthira sesaudara menghadap Prabu Drupada. Ia minta diperkenankan mengikuti sayembara. Raja merelakan Drupadi untuk diperisteri Yudisthira tanpa harus melalui sayembasara, tetapi Gandamana tidak merelakannya. Bima juga tidak ingin perkawinan tanpa menempuh sayembara. Bima datang dialun-alun, Gandamana siap melawannya. Mula-mula Bima dapat disergap kuat-kuat,sehingga tidak berdaya. Melihat Bima terdesak, Arjuna dari jauh memberi isyarat agar Bima menggunakan kuku Pancanakanya. Gandamana ditusuk dengan kuku Pancanaka dan jatuh tak berdaya. Sebelum meninggal Gandamana memberikan ilmu kesaktian dan pesan kepada Bima.
Narayana menggugat kemenangan sayembara untuk Yudisthira. Ia bertengkar dengan Arjuna. Trusthajumena datang melerainya, dan mengatakan jika yang bertikai berhasil membunuh Naga yang berada dipohon beringin dialah yang berhak memboyong Drupadi. Mereka mencoba membunuh seekor Naga. Narayana tidak dapat membunuhnya. Panah Arjuna berhasil memusnahkan Naga. Narayana masih belum terima, ia mengajak beradu kesaktian dengan Arjuna. Dan Arjuna meladeni tantangan Narayana. Narayana dipanah oleh Arjuna, terpental jauh, jatuh di luar kerajaan Pancalareja. Prabu Drupada menyerahkan Drupadi kepada Yudisthira. Upacara perkwinan dan pesta besar akan dilaksanankan di kerajaan Pancalareja. Tiba-tiba raksasa Kala Karamba datang bersama perajurit raksasa. Bima ditugaskan untuk melawan musuh. Raja raksasa mati dan perajurit raksasa musnah tak bersisa. Prabu Drupada dan para Pandhawa mengadakan pesta perkawinan di istana Pancalareja
KELAHIRAN BIMA Raja Dhestharata dihadap oleh Arya Suman dan Patih Sanjaya. Mereka membicarakan anak Pandhu yang lahir, tetapi masih berada dalam bungkus. Bayi berbungkus itu diasingkan ke hutan Krendhawahana. Konon Premadi telah diutus menghadap Bagawan Abiyasa untuk minta pertolongan agar bayi segera keluar dari bungkus. Dhestharata minta agar Arya Suman dan Warga Korawa berusaha ikut memecahkan bungkus. Setelah pertemuan selesai Dhestharata masuk ke istana, memberi tahu kepada permasuri tentang bayi anak Pandhu. Arya Suman menjumpai para Korawa dan bercerita tentang bayi bungkus. Ia diperintah raja untuk membantu memecahkannya. Dursasana usul agar bayi dalam bungkus dibunuh saja, dengan dalih pura-pura menolongnya. Kala Dahana raja Batareta dihadap oleh Patih Kala Bantala, Kala Maruta, Kala Ranu dan abdi perempuan bernama Kepet Mega. Raja bercerita tentang mimpinya. Dalam mimpi raja bertemu dengan Citrawarsiti putri raja Karentegnyana di Tasikmadu. Raja Kala Dahana ingin memperisteri putri itu, lalu mengutus Patih Kala Bantala untuk menyampaikan surat lamaran. Patih Kala Bantala segera minta diri, berangkat ke Tasikmadu. Para perajurit raksasa ikut menyertainya. Di tengah perjalanan perajurit
raksasa itu bertemu dengan perajurit Korawa. Maka terjadilah perselisihan, mereka bertempur. Perajurit Batareta menyimpang jalan, menghindari perang. Premadi menghadap Bagawan Abiyasa, ia menanyakan peri hal kakaknya yang masih tinggal di dalam bungkus. Bagawan Abiyasa memberitahu, bahwa bayi dalam bungkus segera akan lahir. Premadi diwejang oleh Sang Bagawan, kemudian disuruh pergi ke hutan Krendhawahana. Premadi minta diri, lalu berangkat ke hutan. Para panakawan menyertainya. Di tengah perjalanan Premadi dihadang oleh beberapa raksasa. Terjadilah perkelahian, raksasa berhasil dikalahkan oleh Premadi. Bathara Guru dihadap oleh Dewi Uma, Bathara Narada dan beberapa dewa lainnya. Bathara Narada memberi tahu, bahwa gara-gara terjadi karena seorang bayi dalam bungkus, yang tergolek di hutan Krendhawahana. Bathara Guru minta agar Bathara Narada mengajak Gajahsena turun ke Marcapada, membantu kelahiran bayi bungkus. Bathara Narada dan Gajahsena turun ke Marcapada. Bathara Narada dan Gajahsena tiba di hutan Krandhawahana. Gajahsena diminta untuk memecah bungkus bayi. Bayi dalam bungkus dibanting, maka tiba-tiba dari dalam bungkus larilah seorang anak dewasa lengkap dengan dengan busana dan nampak gagah perkasa. Gajahsena mengejar dan berulang-ulang membanting anak itu, tetapi tidak hancur, bahkan semakin kuat Si bocah yang baru pecah dari bungkusnya merasa teraniaya hidupnya oleh Gajah Raksasa yang bernama Gajah Sena. Maka anak tersebut kemudian berusaha melawan Gajah Sena. Gajah Sena dibanting dan hancur, musnah dan menyatu dengan anak sakti itu, lalu diberi nama Bratasena. Oleh Narada, Premadi dan Bratasena disuruh kembali ke Ngastina. Bathara Narada membawa bungkus bayi ke Banakeling, ditaruh di atas batu rata. Bungkus bayi diambil oleh raja Sempani, dan dicipta menjadi bayi. Selanjutnya bayi diberikan kepada Dewi Nandhi, isteri raja Sempani. Seketika payudara Dewi Nandhi keluar air susu untuk menyusui bayi itu. Maka bayi diberi nama Tirtanata. Bayi dimandikan dengan Banyu Gege. Seketika menjadi remaja. Tirtanata bertempat tinggal di Banakeling dan mendapat sebutan Jayadrata. Kala Bantala telah menghadap raja Karentegnyana di kerajaan Tasikmadu. Surat lamaran diserahkan kepada raja. Raja menolak lamaran raja Batareta, Kala Bantala
meninggalkan kerajaan Tasikmadu, dan mengancam kelak akan kembali untuk menyerangnya. Patih Mandanasraya usul agar raja Tasikmadu minta bantuan kepada raja Ngastina. Raja mencari bantuan, Citrawarsita ditugaskan ke Ngastina. Patih Kala Bantala melapor kepada raja Kala Dahana, bahwa lamarannya ditolak. Kala Dahana marah, lalu menyiapkan perajurit untuk menyerang negara Tasikmadu dan Ngastina. Pandu menyambut kedatangannya para Korawa dan Arya Suman. Arya Suman berkata, bahwa kedatangannya disuruh Dhestharata untuk membantu memecahkan bayi nungkus. Tengah mereka berbincang-bincang Premadi dan Bratasena datang. Premadi bercerita tentang pecahnya Bungkus, yang sekarang isi bungkus itu telah ikut menghadap Pandhu. Pandhu merasa bahagia dan senang hati. Arya Suman dan Korawa kecewa, da iri melihat Bratasena yang gagah perkasa itu. Citrawasesa datang, memberitahu tentang perajurit raksasa dari Bataretayang menyerang Tasikmadu. Pandhu diminta membantunya, lalu menawarkan kepada Bratasena. Bratasena menyanggupinya, lalu berangkat ke Tasikmadu bersama Citrawasita. Premadi minta diijinkan untuk membantu Bratasena. Mereka berangkat ke Tasikmadu, para Korawa minta ijin kembali ke Gajahoya. Kala Dahana dan perajurit raksasa menyerang negara Tasikmadu. Bratasena dan Premadi menahan serangan musuh itu. Kala Dahana, Kala Bantala, Kala Maruta dan Kala Ranu mati terbunuh oleh Bratasena. Sukma mereka menyatu dengan Bratasena. Premadi berhasil memusnahkan perajurit raksasa. Perang pun selesai, negara Tasikmadu aman dan damai. Raja Karentegnyana berjanji, kelak akan membantu Pandhawa bila terjadi perang besar. Pesta kemenangan diadakan di negara Tasikmadu. Keluarga Ngastina diundang untuk ikut berpesta menyambut serta merayakan kemenangan Bratasena dalam memusnahkan musuh yang menyerang Tasikmadu.
PERKAWINAN BIMA DAN ARIMBI
Prabu Matswapati raja Wiratha duduk di atas singhasana, dihadap oleh Seta, Untara dan Wratsangka. Raja memperbincangkan pemberian hutan Wanamarta untuk para Pandawa. Untara Wratsangka disuruh membantu para Pandawa. Mereka minta diri, perundingan dibubarkan, raja masuk ke istana. Prabu Matswapati menemui permaisuri, lalu bercerita tentang pemberian. tempat tinggal di Wanamarta bagi para Pandawa. Mereka lalu bersantap bersama. Seta, Untara dan Wratsangka bersiap-siap berangkat ke Wanamarta. Setelah siap mereka berangkat. Raja jin bernama Prabu Parta berbicara dengan Gadhing Pangukir. Kerajaan mereka diganggu oleh manusia. Gading Pangukir menyerang manusia, Bima yang menghadapinya. Gading Pangukir mati oleh Bima, lalu bersatu dengan Bima. Arimbi menghadap Prabu Arimba bercerita tentang mimpinya. Ia bermimpi bertemu dengan Bima. Prabu Arimba diminta mencarikannya. Raja marah, Arimbi dipukuli. Arimbi lari meninggalkan istana. Brajadenta, Brajamusthi dan Brajakesa disuruh mengejarnya. Mereka bersama perajurit mencari jejak Arimbi. Arjuna dan panakawan berjalan di hutan Wanamarta. Mereka berjumpa perajurit raksasa dari pringgandani utusan Prabu Arimba. Perajurit raksasa dari Pringgandani utusan Prabu Arimba itu musnah, Togog kembali ke kerajaan. Puspawati anak raja jin bernama Kombang Aliali bermimpi. Dalam mimpi ia bertemu dengan Arjuna. Prabu Kombang Aliali diminta untuk mencarikannya. Raja berangkat, masuk ke hutan dan bertemu dengan Arjuna. Raja Kombang Aliali minta agar Arjuna mau diambil menjadi menantu. Arjuna tidak bersedia, tetapi dapat ditangkap oleh raja jin, lalu dibawa ke kerajaannya, dan dipertemukan dengan Puspawati. Prabu Kombang Aliali minta melihat keris Pulanggeni milik Arjuna. Keris Arjuna diberikan, lalu digunakan untuk bunuh diri. Kombang Aliali musnah, bersatu dengan Arjuna. Pada waktu lewat tengah malam, Yudhisthira duduk mengheningkan cipta. Tiba-tiba Arimbi datang, menanyakan kesatria yang bernama Bima. Bima dipanggil dipertemukan dengan Arimbi. Yudhisthira menyarankan agar Bima mau memperisteri Arimbi. Bima tidak bersedia memperisterinya sebab Arimbi berujud raksasi. Bathara Narada datang, menyarankan agar Bima mau memperisteri Arimbi. Bathara Narada mengusap wajah Arimbi, seketika hilang wujud raksasi, Arimbi berubah menjadi
manusia cantik. Bima mau memperisteri Arimbi, Bathara Narada kembali ke Kahyangan. Togog dan Sarawita kembali ke Pringgandani, menghadap Prabu Arimba, melapor tentang kematian para perajurit raksasa oleh Arjuna. Prabu Arimba marah, lalu menyuruh agar Brajadenta mempersiapkan perajurit, pergi ke Wanamarta. Prabu Parta ingin membela kematian Kombang Aliali, lalu pergi ke Wanamarta mencari Arjuna. Yudhisthira menghadap ibunya bersama Bima dan Arjuna, Anoman datang bersama Basuki, garuda Winantea, Jajahwreka, gajah Lakubanda. Mereka ingin membantu pembukaan Wanamarta. Prabu Arimba bersama perajurit datang mengamuk, Bima menyongsongnya. Raja Arimba mati oleh Bima, semua perajurit menyerahkan diri. Pembukaan hutan telah selesai, dibentuk menjadi negara dan bagian-bagiannya. Tempat tinggal bima diberi nama Munggul Mamenang, tempat tinggal Arjuna bernama Madukara, Pinten di Sawojajar dan Tangsen di Bumi Ratawuka. Seluruh Wanamarta menjadi negara Ngamarta, istana Yudhisthira. Prabu Parta bersama perajurit datang menyerang negara baru. Arjuna menyongsong, Prabu Parta dipanah. Seketika prabu Parta musnah menyatu dengan Arjuna. Terdengar suara, Arjuna supaya menggunakan nama Parta. Kemudian jin perajurit Prabu Parta dihalau oleh Bima.
CERITA BIMA SUCI Bima berguru kepada pendeta Durna. Ia disuruh mencari air yang bisa menyucikan dirinya. Bima lalu ke Ngamarta, memberitahu dan pamitan kepada saudara-saudaranya. Yudisthira diminta oleh ketiga adiknya supaya menghalangi keinginan Bima. Bima tidak dapat dihalangi, lalu pergi berpamitan dan minta petunjuk kepada pendeta Durna. Bima menghadap pendeta Durna. Pendeta Durna memberitahu, bahwa air suci berada di hutan Tikbrasara. Bima lalu berpamitan kepada raja Doryudanan dan pendeta Durna. Bima meninggalkan kerajaan Ngastina, masuk ke hutan. Setelah melewati hutan dengan segala gangguannya, perjalanan Bima tiba di gunung Candramuka. Bima mencari air suci di dalam gua dan membongkari batu-batu. Tiba-tiba bertemu dengan dua raksasa
bernama Rukmuka dan Rukmakala. Bima diserang. Ke dua raksasa mati dan musnah oleh Bima. Mereka berdua menjelma menjadi dewa Indra dan dewa Bayu. Kemudian terdengar suara, memberi tahu agar Bima kembali ke Ngastina. Di tempat itu tidak ada air suci. Bima segera kembali ke Ngastina. Bima tiba di Ngastina menemui pendeta Durna yang sedang dihadap oleh para Korawa. Mereka terkejut melihat kedatangan Bima. Semua yang hadir menyambut kedatangan Bima dengan ramah. Pendeta Durna menanyakan hasil kepergian Bima. Bima menjawab bahwa ia tidak menemukan air suci di gunung Candramuka. Ia hanya menemukan dua raksasa dan sekarang telah mati dibunuhnya. Pendeta Durna berkata, bahwa air suci telah berada di pusat dasar laut. Bima percaya dan akan mencarinya. Dengan basa-basi Duryodana memberi nasihat agar Bima berhati-hati. Bima berpamitan kepada pendeta Durna dan Doryudana. Bima menemui saudara-saudaranya di kerajaan Ngamarta, ia minta pamit pergi mencari air suci. Yudisthira dan adik-adiknya sangat sedih, lalu memberitahu kepada Prabu Kresna raja Dwarawati. Kresna datang di Ngamarta, memberi nasihat agar para Pandhawa tidak bersedih hati. Dewa akan melindungi Bima. Bima minta diri kepada Kresna dan keluarga Pandhawa. Banyak nasihat Kresna kepada Bima, tetapi Bima teguh pada keinginannya. Para Pandhawa mencoba menghalang-halanginya, tetapi tidak berhasil menahannya. Bima berjalan menelusuri hutan, kemudian tiba di tepi samodera. Bima mempunyai kesaktian berasal dari “aji sangara.” Dengan berani ia terjun ke dalam samodera. Tibatiba seekor naga mencegatnya. Naga membelit Bima, tetapi alhirnya naga mati ditusuk kuku Pancanaka. Bima tiba di pusat dasar samodera, bertemu dengan Dewa Ruci. Dewa Ruci dapat menjelaskan asal keturunannya Bima dan menyebut sanak saudaranya. Lagi pula Dewa Ruci tahu maksud kedatangan Bima di pusat dasar samodewa. Dewa Ruci memberi nasihat, orang jangan pergi bila tidak tahu tempat yang akan ditujunya. Jangan makan bila belum tahu rasa makanan yang akan dimakannya. Jangan mengenakan pakaian bila belum tahu nama pakaian yang akan dikenakannya. Barang siapa tidak tahu, bertanyalah kepada orang yang telah tahu. Bima merasa hina, lalu minta berguru kepada Dewa Ruci. Bima disuruh masuk ke rongga perut Dewa Ruci. Bima heran mendengar perintah Dewa Ruci. Ia harus masuk melalui jalan mana, bukankah Dewa Ruci lebih
kecil dari pada Bima. Dewa Ruci berkata, bahwa dunia seisinya bisa masuk ke rongga perutnya. Bima disuruh masuk lewat lubang telinga kiri. Tibalah Bima di dalam rongga perut Dewa Ruci. Ia melihat samodera besar lagi luas, tidak bertepi. Ketika ditanya, Bima menjawab, bahwa ia hanya melihat angkasa kosong jauh sekali, tidak mengerti arah utara selatan, timur barat dan atas bawah. Ia kebingungan. Tiba-tiba terang benderang, Bima merasa menghadap Dewa Ruci. ia tahu arah segala penjuru angin. Dewa Ruci bertanya tentang sesuatu yang dilihat oleh Bima. Bima menjawab, bahwa hanya warna hitam merah kuning dan putih yang dilihatnya. Dewa Ruci memberi wejangan kepada Bima. Setelah menerima wejangan, Bima merasa senang. Ia tidak merasa lapar, sakit dan kantuk. Ia ingin menetap tinggal di rongga perut Dewa Ruci. dewa Ruci melarang, Bima diwejang lagi tentang hakekat hidup manusia. Sempurnalah pengetahuan Bima tentang hidup dan kehidupan. Bima telah lepas dari rongga perut Dewa Ruci, lalu minta diri kembali menemui saudara-saudaranya di Ngamarta. Yudisthira mengadakan pesta bersama keluarga menyambut kepulangan Bima. KELAHIRAN ARJUNA Dikisahkan Prabu Basudewa, raja Mandura sedang duduk di atas singhasana, dihadap oleh Raden Ugrasena, Raden Arya Prabu Rukma dan Patih Saragupita. Mereka membicarakan keinginan Dewi Badraini, isteri raja yang minta dicarikan Kidangwulung. Oleh karena itu raja ingin pergi ke hutan Tikbrasara untuk mencari Kidangwulung. Mereka lalu bubaran, bersiap-siap menghantar keberangkatan raja. Raja Basudewa menemui Dewi Mahendra dan Dewi Badraini, untuk memberi tahu tentang rencana kepergiannya ke hutan Tikbrasara. Raja bersemadi dan berkemas akan pergi berburu. Arya Prabu Rukma, Arya Ugrasena dan patih Saragupita memimpin perajurit pengawal raja. Ugrasena tinggal di negara menjaga keamanan istana. Di hutan Bombawirayang, Dewi Maherah dihadap oleh Suratimantra, abdi Kepetmega Togog dan Sarawita. Mereka membicarakan perihal kerisauan Dewi Maherah karena kematian Gorawangsa dan bayi dalam kandungannya. Ia minta dicarikan Waderbang Sisik Kencana (Ikan badar merah bersisik emas), pusaka kerajaan Mandura yang diperoleh sejak kelahiran Kakrasana. Suratimantra minta diri bersama Togog, lalu menghimpun perajurit dan menuju ke negara Mandura. Kemudian perajurit raksasa
bertemu dengan perajurit Mandura. Terjadilah pertempuran. Perajurit raksasa menyimpang jalan. Bagawan Abiyasa dihadap oleh Pandu, Yamawidura, Patih Kuruncana dan Kunthi. Kunthi mengajukan permohonan supaya dicarikan Kitiran Seta (Baling-baling Putih) sebagai syarat kelahiran bayi kandungannya. Pandhu ditugaskan untuk mencarikannya. Pandhu segera minta diri. Di tengah perjalanan Pandu bertemu dengan Suratimantra, lalu terjadi perkelahian. Suratimantra menyimpang jalan. Pandu datang di Karangdhempel, disambut oleh Semar, Gareng, Petruk dan Bagong. Pandhu mengajak para panakawan pergi mencari Kitiran Seta. Mereka berangkat meninggalkan Karangdhempel. Perjalanan mereka masuk ke hutan. Seekor harimau datang menghadangnya. Terjadilah perkelahian antara harimau dengan Pandhu. Harimau musnah dan menjelmalah Dewa Kamajaya. Pandhu menghormat, Kamajaya memberitahu bahwa Kitiran Seta dimiliki oleh Ditya Kalapisaca yang tinggal di Krendhasara. Dewa Kamajaya kembali ke Suralaya. Pandhu dan Panakawan menuju ke Krendhasara. Raja Basudewa, Arya Prabu dan Patih Saragupita berada di tengah hutan Tikbrasara. Mereka berunding tentang usaha menghalau binatang supaya masuk ke Pagrogolan. Perajurit beramai-ramai menghalau binatang buruan. Banyak binatang terperangkap dalam Pagrogolan, antara lain Kidangwulung. Kemudian Kidangwulung dibawa pulang ke negara Mandura. Suratimantra berhasil masuk ke taman Randhugumbala di negara Mandura, dan berhasil mencuri Waderbang Sisik Kencana, lalu dibawa ke hutan Bombawirayang Suratimantra dan Togog menghadap Dewi Maherah. Waderbang Sisik Kencana diserahkan kepada Dewi Maherah. Tak beberapa lama bayi dalam kandungan Dewi Maherah lahir dan diberi nama Kangsa. Kangsa dibawa oleh Suratimantra, agar diakui anak oleh raja Basudewa. Suratimantra dan Kangsa berangkat ke Mandura. Disebuah gua di hutan Krendhasara tinggalah sepasang raksasa dan raseksi bernama Ditya Pisaca dan Pisaci tinggal di gua. Ditya Pisaci bercerita kepada Kala Pisaca, suaminya, bahwa semalam ia bermimpi kehilangan sebelah matanya. Tiba-tiba datang raja Pandu bersama panakawan, dan minta Kitiran Seta kepada Kala Pisaca. Kala Pisaca mempertahankan Kitiran Seta, terjadilah perkelahian. Kala Pisaca kalah, Pandu berhasil
membawa Kitiran Seta, dibawa pulang ke Ngastina. Petruk diminta membawanya. Raja Basudewa, Pandhu dan Arya Prabu kembali ke kerajaan Mandura. Bagawan Abyasa, Yamawidura, Kunthi, Madrim, Puntadewa dan Bima sedang di istana. Mereka menanti kehadiran Pandhu. Tak lama kemudian Petruk utusan Pandu datang menyerahkan Kitiran Seta, dan memberi tahu, bahwa raja Pandu sedang mengantar raja Basudewa ke Mandura. Kunthi yang sedang hamil tua menerima kitirn seta, dan kemudian lahirlah bayi didalam kandungan. Mereka yang ada di ruangan itu gugup dan bingung, Bima kemudian membawa bayi yang sedang lahir ke Mandura menyusul Pandu. Begawan Abyasa dan Petruk mengawal dari belakang. Ugrasena menghadap Dewi Mahendra dan Dewi Badraini. Mereka menanti kedatangan raja Basudewa. Kemudian datang raja Basudewa, Pandu dan Arya Prabu. Merela membawa Kidangwulung , seperti yang diminta Dewi Badraini. Kidangwulung diberikan kepada Dewi Badraini, tak lama kemudian lahirlah bayi di dalam kandungannya. Bayi tersebut lahir perempuan dan diberi nama Sumbadra. Bima datang membawa bayi, Bagawan Abyasa dan Petruk mengikutinya. Bayi diserahkan kepada Pandu. Pandhu menerima, bayi diberi nama Parmadi. Bagawan Abyasa memberi nama Palguna. Bima memberi nama panggilan Jlamprong. Bayi perempuan sembadra dan bayi laki-laki Parmadi dipangku oleh raja Basudewa. Sumbadra pada paha kiri dan Parmadi pada paha kanan. Basudewa berkata, kedua bayi ditunangkan, kelak supaya hidup sebagai suami isteri dan menurunkan raja besar. Tiba-tiba datang Suratimantra membawa bayi bernama Kangsa. Suratimantra memberi tahu, bahwa bayi itu anak Dewi Maherah. Bagawan Abyasa menyuruh agar Suratimantra bersama bayi Kangsa menungu di alun-alun. Raja Basudewa menolak penyerahan bayi itu. Raja Basudewa ingat bahwa bayi itu anak dari Dewi Maherah isterinya dengan Gorawangsa. Maka diutuslah Ugrasena untuk datang di alun-alun, memberi tahu, bahwa raja tidak mau menerima Kangsa sebagai putra raja. Suratimantra marah dan terjadilah perkelahian. Suratimantra tidak mampu melawan, Kangsa membelanya. Semua kalah oleh perlawanan Kangsa. Raja Basudewa terpaksa mau mengakui Kangsa sebagai anak,
dan diberi tempat tinggal di Sengkapura. Suratimantra ditugaskan untuk mengasuhnya. Suratimantra memberi nama Kangsadewa. Perajurit Bombawirayang mengira Suratimantra dan Kangsa mati di Mandura. Mereka berbondong-bondong menyerang negara Mandura. Bima ditugaskan melawan serangan musuh, dan berhasil baik. Musuh telah lenyap. Setelah negara menjadi aman, mereka sidang di istana. Raja Basudewa cemas dan khawatir bahwa Kangsa yang sakti akan menguasai kerajaan dan mengkhawatirkan kedua putranya yang akan menjadi sasaran ambisi Kangsa. Bagawan Abyasa menyarankan agar dua putra raja disembunyikan ke Widarakandang. Raja setuju, agar kedua putranya yang bernama Kakrasana dan Narayana terhindar dari ancaman pembunuhan Kangsa, mereka berdua dititipkan kepada Nyai Sagopi dan Ki Antagopa di Widarakandhang. Raja Basudewa mengadakan pesta, menjamu para tamu yang hadir di istana Mandura. PERKAWINAN ARJUNA DENGAN SUBADRA Prabu Baladewa menemui Prabu Kresna di Kerajaan Dwarawati. Mereka berunding tentang rencana perkawinan Sumbadra. Prabu Kresna ingin mengawinkan Sumbadra dengan Arjuna. Prabu Baladewa tidak menyetujui, ia ingin mengawinkan Sumbadra dengan Burisrawa. Prabu Kresna mengingatkan pesan Prabu Basudewa, yaitu bila Sumbadra kawin supaya dinaikan kereta emas, disertai kembang mayang kayu Dewanaru dari Suralaya, dengan diiringi gamelan Lokananta, berpengiring Bidadari. Mempelai laki-laki menyerahkan harta kawin berupa kerbau danu. Prabu Baladewa akan mengajukan persyaratan itu kepada raja Duryodana. Prabu Kresna menyuruh Samba dan Setyaki ke Ngamarta untuk menyampaikan persyaratan itu juga. Prabu Kresna masuk ke istana memberi berita rencana perkawinan Sumbadra kepada Dewi Rukmini, Dewi Jembawati dan Dewi Setyaboma. Prabu Kalapardha raja negara Jajarsewu jatuh cinta kepada Dewi Sumbadara. Raja menyuruh Kala Klabangcuring supaya menyampaikan surat lamaran ke Dwarawati. Kala Klabangcuring berangkat, ditemani KalaKurandha dan Kala Kulbandha. Kyai Togog Wijamantri menjadi penunjuk jalan.
Prabu Puntadewa raja Ngamarta, duduk dihadap oleh Wrekodara, Arjuna, Nakula dan Sadewa. Mereka menyambut kedatangan Bagawan Abyasa Samba dan Setyaki datang menyampaikan syarat perkawinan kepada Prabu Puntadewa. Bagawan Abyasa menyanggupinya. Wrekodara disuruh mencari kerbau danu. Arjuna disuruh ke Kahyangan Cakrakembang minta pohon Dewandaru, gamelam Lokananta dan Bidadari. Arjuna berangkat ke Cakrakembang, ditemani para panakawan. Wrekodara masuk ke hutan Setragandamayu. Ia berhasil memperoleh kerbau danu setelah mengalahkan Dhadhungawuk dan menghadap Sang Hyang Pramuni. Wrekodara menemui Anoman di Kendalisada, ia minta kereta emas dan tiang dhomas. Wrekodara diajak ke Singgela menemui Prabu Bisawarna. Prabu Bisawarna mengabulkan permintaan Wrekodara. Wrekodara kembali ke Ngamarta. Anoman mengikutinya. Wrekodara diberi kereta emas dan tiang dhomas oleh Prabu Bisawarna. Prabu Suyudana dihadap oleh pendeta Durna, Patih Sengkuni dan keluarga Korawa. Prabu Baladewa datang, memberitahu tentang permintaan Sumbadra. Patih Sengkuni dan Korawa pergi mencari persyaratan. Pendeta Durna diminta menemui Dewi Wilutama untuk minta pohon Dewandaru, gamelan Lokananta dan bidadari pengiring mempelai. Para Korawa berjumpa Wrekodara. Mereka merebut kerbau danu. Terjadilah perkelahian. Korawa tidak mampu melawan, mereka lari tungganglanggang takut amukan Wrekodara dan Anoman. Arjuna menghadap Hyang Kamajaya dan Dewi Ratih di Kahyangan Cakrakembang. Arjuna berhasil meminta pohon Dewandaru, gamelan lokananta dan bidadari pengiring mempelai. Burisrawa minta segera dikawinkan dengan Sumbadra. Prabu Suyudana berunding dengan Prabu Baladewa. Tiba-tiba datang Patih Sengkuni dan para Korawa, mereka mengatakan telah berhasil memperoleh kerbau danu dan tiang dhomas, tetapi dirampas oeh Wrekodara. Kemudian pendeta Durna datang, ia mengatakan telah berhasil, tetapi hasil itu dirampas oleh Arjuna. Prabu Baladewa mengajak Burisrawa ke Dwarawati untuk dikawinkan dengan Sumbadra. Bagawan Abyasa dan Prabu Puntadewa menanti kedatangan Wrekodara dan Arjuna. Wrekodara datang memberitahu, bahwa ia telah memperoleh empat puluh kerbau danu
dan telah siap di alaun-alaun. Arjuna memberitahu bahwa dewa akan mengijinkan permintaannya. Kemudian Hyang Narada datang bersama bidadari pengiring mempelai, beserta pohon Dewandaru dan gamelan Lokananta. Prabu Kala Pardha raja Jajarsewu, menerima laporan dari Tejamantri, bahwa para utusan mati oleh Arjuna Prabu Kala Pardha berangkat ke Dwarawati akan membununh Arjuna. Arjuna datang di Dwarawati. Di Dwarawati telah hadir Hyang Narada, para dewa dan keluarga Pandhawa. Hyang Narada menyerahkan persyaratan yang diminta oleh Sumbadra. Setelah siap, Arjuna dipertemukan dengan Sembadra. Prabu Baladewa datang dengan mengawal Burisrawa, lengkap berpakaian pengantin. Prabu Kresna memberitahu bahwa, Sembadra telah dikawinkan dengan Arjuna Prabu Baladewa meminta agar perkawinan itu dibatalkan, sebab Korawa yang berhasil mendapatkan semua permintaan Sumbadra. Arjuna dan Wrekodara merampas hasil mereka. Dhadhungawuk dan Hyang Narada memberi penjelasan, bahwa Wrekodara dan Arjuna yang memperoleh hasil, para Korawa yang mencoba merampasnya. Prabu Baladewa marah lalu mengamuk. Wrekodara menahan amukan Prabu Baladewa. Keluarga Korawa membantu, tetapi diserang oleh amukan kerbau danu. Korawa lari tunggang langgang, kembali ke Ngastina. Pergulatan Prabu Baladewa dan Wrekodara dipisah oleh Kresna. Arjuna dan Sumbadra menghadap Prabu Baladewa. Sumbadra mohon dibunuh saja bila harus cerai dengan Arjuna. Prabu Baladewa menaruh kasihan kepada adiknya, seketika hilang kemarahannya, dan merestui perkawinan adiknya. Prabu Kala Pardha datang bersama perajurit, menyerang kerajaan Dwarawati. Wrekodara ditugaskan untuk memadamkan serangan musuh. Raja raksasa gugur, semua perajurit raksasa hancur, habis binasa. Kerajaan Dwarawati telah aman, kemudian berlangsung pesta perkawinan Arjuna dan Sumbadra. PERKAWINAN ARJUNA DENGAN SRIKANDHI Prabu Drupada raja Pancalareja dihadap Trusthajumena dan Patih Trusthaketu. Mereka membicarakan Srikandhi yang pergi tanpa pamit. Tiba-tiba datang Patih Jayasudarga utusan raja Paranggubarja, untuk menyampaikan surat lamaran. Utusan tersebut
diberitahu bahwa Srikandhi pergi dari istana, tidak diketahui tempat tujuannya. Prabu Drupada juga mengabarkan kepergian Srikandhi kepada raja Ngamarta. Prabu Jungkungmardeya raja Paranggubarja, menerima kedatangan Patih Jayasudarga. Patih memberitahu tentang jawaban raja Drupada, bahwa Srikandhi pergi meninggalkan istana. Prabu Jungkungmardeya menyuruh para punggawa agar membantu pencarian Srikandi. Prabu Puntadewa dihadap oleh Wrekodara, Nakula dan Sadewa. Trusthajumena datang menyampaikan surat pemberitahuan. Kemudian Trusthajumena kembali ke negara Pancalareja. Prabu Puntadewa memberi kabar kepada Durpadi, bahwa Srikandhi pergi meninggalkan istana. Drupadi diam-diam pergi ke Taman Maduganda. Di Taman Maduganda Arjuna sedang mengajar memanah kepada Srikandhi, Drupadi datang mengamuk, Arjuna ditarik dan disembunyikan, Srikandhi dihajar sampai pingsan. Drupadi kembali ke Ngamarta. Setelah siuman Srikandhi melarikan diri, kembali ke Pancalareja. Arjuna tergopoh-gopoh akan menolong Srikandhi, tetapi yang dipeluk Sumbadra. Sumbadra marah dan mengerti bahwa Arjuna mencintai Srikandhi. Terjadilah pertengkaran. Arjuna melarikan diri kembali ke Madukara. Drupadi menemui Prabu Puntadewa, lalu bercerita tentang Arjuna dan Srikandhi. Sadewa diminta untuk memanggil Arjuna. Sadewa pergi ke Madukara, Arjuna memenuhi panggilan kakaknya. Prabu Kresna datang menemui Prabu Puntadewa di Ngamarta. Wrekodara dan Nakula ikut menyambutnya. Sadewa datang bersama Arjuna. Prabu Kresna mengerti persoalan Arjuna, lalu minta agar Arjuna diserahkan ke Pancalareja. Prabu Drupada sedang bicara dengan Trusthajumena, kemudian Srikandhi datang. Raja amat gembira, Srikandhi disuruh masuk ke istana. Prabu Kresna, Wrekodara dan Arjuna datang menghadap raja. Prabu Kresna bercerita kepada Prabu Drupada tentang hubungan antara Arjuna dengan Srikandhi. Prabu Kresna mengusulkan agar mereka berdua dikawinkan. Trusthajumena diminta menanyai Srikandhi. Srikandhi menjawab, ia mau diperisteri Arjuna, bila Arjuna dapat mengalahkan kepandaian memanahnya. Arjuna menyanggupinya, tetapi minta diwakili oleh Rarasati.
Prabu Puntadewa dihadap oleh Nakula, Sadewa dan Gatotokaca. Gatotkaca diminta mencari berita tentang Arjuna di Pancalareja. Prabu Jungkungmardeya menerima laporan dari Sarawita, bahwa utusan raja mati oleh Srikandi. Raja bersama Bagawan Tunggulmanik pergi ke negara Pancalareja. Prabu Drupada sedang berbicara dengan Prabu Kresna dan Trusthajumena. Gatotkaca datang, menanyakan nasib Arjuna. Raja bercerita tentang perkawinan Srikandhi dan Arjuna Perajurit Prabu Jungkungmardeya menyerang Pancalareja. Wrekodara, Arjuna dan Gatotkaca ditugaskan untuk menyongsong kedatangan musuh. Prabu Jungkungmardeya mati oleh Arjuna. Patih Jayasudarga mati oleh Gathotkaca dan Begawan Tunggulmanik mati oleh Wrekodara. Perang telah selesai, Pancalareja menjadi aman kembali. Prabu Drupada mengadakan pesta perkawinan antara Arjuna dan Srikandhi, bersama keluarga Dwarawati dan Pandhawa. PERKAWINAN ARJUNA DENGAN RARASATI Prabu Duryodana dihadap oleh Patih Sangkuni, Dursasana, Kartamarma, Durmagati, Citraksa, Citraksi dan Jayadrata. Raja membicarakan berita sayembara di negara Mandura. Raja ingin mengikuti sayembara untuk mendapatkan Rarasati. Para keluarga Korawa diminta siap-siap. Raja minta doa restu kepada Prabu Dhestarastra, Prabu Dhestarastra merestuinya. Patih Sengkuni diminta mengawalnya. Raja Raksasa di negara Selamiring bernama Prabu Kala Handayaningrat bercerita kepada Patih Kala Sakipu. Raja bermimpi bertemu dengan Rarasati, putri Widarakandhang, daerah negara Mandura. Prabu Kala Handayaningrat menyuruh tiga raksasa untuk melamar Rarasati ke Widarakandhang. Begawan Abyasa di Wukir Retawu dihadap oleh Arjuna. Sang bagawan minta agar Arjuna pergi ke Mandura mengikuti sayembara. Arjuna meninggalkan pertapaan bersama punakawan. Prabu Baladewa dihadap oleh Patih Pragota dan Patih Prabawa. Mereka membicarakan rencana Udawa yang mengadakan sayembara. Prabu Baladewa mencemaskan kesaktian
Udawa. Patih Pragota dan Patih Prabawa disuruh menguji kesaktian Udawa. Dua Patih dan Prabu Baladewa pergi ke Widarakandhang. Narayana dihadap oleh Antagopa, Udawa, Dyah Rara Ireng dan Dyah Rarasati. Narayana bertanya maksud Udawa mengadakan sayembara. Udawa menjawab, karena banyak kesatria yang melamar Rarasati. Sayembara dimaksud untuk memperoleh calon suami Rarasati yang sakti. Narayana menyetujuinya. Patih Pragota dan Patih Prbawa datang, menghalang-halangi keinginan Udawa. Udawa tidak menghiraukan saran Patih Pragota dan Prabawa, lalu terjadi perkelahian. Dua patih tidak mampu melawan dan akhirnya menyerah kalah. Prabu Baladewa menyetujui rencana Udawa. Perajurit Korawa bersiap-siap diperbatasan negara Mandura. Jayadrata dan Kartamarma disuruh datang melamar ke Widarakandhang. Mereka menemui Udawa. Udawa menerima lamaran Doryudana, tetapi harus ikut dalam sayembara. Kartamarma marah, Udawa diajak berkelahi. Udawa diserang oleh Kartamarma dan Jayadrata. Kartamarma dan Jayadrata diadu kepalanya, lalu dibuang jauh. Doryudana mengetahui lalu menyerang Udawa dengan membawa gada. Dursasana mengikutinya. Terjadilah perkelahian seru. Duryodana tidak mampu melawan, Sengkuni mengajak lari, kembali ke negara. Prabu Handayaningrat menerima laporan dari Togog, bahwa utusan raja mati oleh Arjuna. Raja mengajak Patih Sakipu untuk bersiap-siap pergi menyerang kerajaan Mandura Arjuna dan panakawan tiba di daerah Mandura, lalu menuju ke Widarakandhang. Arjuna bertemu Narayana, ditanya maksud kedatangannya. Arjuna menjawab, bahwa kedatangannya atas perintah Begawan Abyasa untuk mengikuti sayembara. Narayana setuju sekali bila Rarasati diperisteri Arjuna. Udawa dan Rarasati dipanggil, diberitahu maksud kedatangan Arjuna. Udawa menyetujui, tetapi harus mengalahkan dirinya. Arjuna diminta hadir di gelanggang. Terjadilah perkelahian hebat. Udawa tidak mampu melawan kesaktian Arjuna, Rarasati diserahkan kepada Arjuna.
Yudisthira, Wrekodara, Nakula dan Sadewa datang di Widarakandhang, Prabu Baladewa dan Narayana cepat menyongsongnya. Dyah Bratajaya dan Dyah Rarasati mempersiapkan jamuan. Prabu Handayaningrat datang menyerang kerajaan Mandura. Prabu Baladewa dan Wrekodara menyongsong kedatangan musuh. Terjadilah perang dahsyat. Prabu Baladewa berhasil membunuh raja raksasa, sedang Wrekodara berhasil mengalahkan semua perajurit raksasa. Prabu Baladewa, Narayana dan keluarga Pandhawa berkumpul di Mandura, merayakan pesta perkawinan Arjuna dan Rarasati. PERKAWINAN ARJUNA DENGAN GANDAWATI Prabu Kresna dihadap oleh Patih Udawa, Satyaki dan keluarga Dwarawati. Prabu Kresna memberi tahu tentang kepergian Arjuna dari Madukara. Prabu Kresna ingin mencarinya. Perundingan selesai, kemudian bubaran. Prabu Kresna berpamitan dengan tiga isterinya yaitu Rukmini, Jembawati dan Setyaboma. Prabu Dewasarana raja negara Tunggulmalaya, berbicara dengan sanak saudara tentang rencana pelamaran ke negara Tasikmadu. Tiga raksasa disuruh mencari letak kedudukan negara itu Bagawan Abyasa menemui kedatangan Arjuna dipertapaan wukir Retawu. Arjuna disuruh pergi ke negara Tasikmadu yang rajanya sedang mengalami kesedihan, karena anak perempuannya dilamar oleh banyak raja. Arjuna minta pamit, lalu berangkat ke negara Tasikmadu Prabu Gandasena raja negara Tasikmadu dihadap oleh Raden Madusadana. Raden Madusadana dan Patih Gandasaraya disuruh pergi untuk mencari perlindungan kepada kesatria yang sakti. Mereka berdua minta pamit, lalu berangkat meninggalkan kerajaan. Raden Madusadana berjumpa dengan pasukan raksasa dari Tunggulmalaya. Terjadilah perkelahian. Raden Madusadana tidak mampu melawan perajurit Tunggulmalaya, lalu menyimpang jalan. Kemudian bertemu dengan Arjuna, lalu bercerita tentang maksud kepergiannya. Arjuna sanggup membantu, mereka kembali ke Tasikmadu.
Prabu Yudhistira didatangi Prabu Kresna. Mereka memperbincangkan kepergian Arjuna. Prabu Kresna ingin mencari, lalu meminta agar Wrekodara dan Gathotkaca mengikutinya. Mereka bertiga berangkat meninggalkan Ngamarta. Arjuna dan Raden Madusadana menghadap Prabu Gandasena. Arjuna ditanya asal mula dan riwayat hidupnya. Raja bercerita tentang musuh yang akan datang di negara Tasikmadu. Arjuna ingin menyongsong kedatangan musuh dari Tunggulmalaya. Raden Madusadana mengikutinya. Bathara Bayu dan Bathara Brama disuruh mencari Gandawati untuk melengkapi jumlah bidadari di Kahyangan. Bathara Bayu berujud gajah putih, Bathara Brama berwujud raksasa. Mereka turun ke marcapada bertemu dengan Arjuna. Arjuna tidak merelakan bila Gandawati ditarik ke Kahyangan. Maka terjadilah perkelahian. Gajah putih dipanah, kembali menjadi Bathara Bayu. Raksasa dipanah kembali menjadi Bathara Brama. Mereka berdua kembali ke Kahyangan. Arjuna dan Madusadana kembali ke istana. Arjuna dikawinkan dengan Dewi Gandawati. Prabu Dewasarana, Dyah Retnawati dan perajurit Tunggulmalaya datang di negara Tasikmadu. Patih Gandasaraya memberitahu kepada raja Tasikmadu, bahwa musuh dari Tunggulmalaya sudah datang. Arjuna dan Madusadana menyongsong kedatangan musuh. Arjuna berhadapan dengan Prabu Dewasarana. Arjuna terkena senjata Trotustha, dan berubah menjadi arca batu. Madusadana lari ketakutan, kembali ke istana, memberi tahu kepada raja Tasikmadu. Prabu Dewasarana masuk ke istana mencari Dewi Gandawati. Dewi Gandawati dikejarkejar, lari dari keraton. Ia bertemu Prabu Kresna dan Wrekodara. Ketika ditanya ia mengaku isteri Arjuna. Prabu Kresna tahu, bahwa Dewi Gandawati dikejar-kejar Prabu Dewasarana. Dewi Gandawati disuruh kembali pura-pura menyerah kepada Prabu Dewasarana. Prabu Kresna berpesan agar Dewi Gandawati berusaha mengetahui kesaktian Prabu Dewasarana. Wrekodara marah, lalu mencari Prabu Dewasarana. Wrekodara terkena senjata Tritustha, berubah menjadi arca batu. Dewi Gandawati menemui Prabu Dewasarana. Prabu Dewasarana amat gembira. Sewaktu bercumbuan, raja bercerita tentang kesaktian senjata Tritustha. Bila senjata Tritustha itu dipukulkan sekali, orang akan menjadi arca batu. Bila kemudian dipulkan
kembali, arca batu tersebut akan kembali menjadi orang seperti asal mula. Dewi Gandawati berhasil memegang Tritustha, lalu dihantamkan kepada Prabu Dewasarana. Prabu Dewasarana menjadi arca batu. Kemudian Dewi Gandawati memukul dua arca batu dengan Tritustha dan kembali menjadi Arjuna dan Wrekodara. Arjuna mengajak Prabu Kresna dan Wrekodara masuk ke istana Tasikmadu. Prabu Gandasena menghormat kedatangan tamu-tamunya, dan bercerita tentang Arjuna yang telah diambil menantu. Atas persetujuan Prabu Kresna, Arjuna dinobatkan menjadi raja di Tasikmadu, bergelar Prabu Arjunawibawa. Perajurit Prabu Dewasarana datang menyerang Tasikmadu. Gatotkaca dan Wrekodara diserahi untuk memusnahkan musuh. Negara Tasikmadu telah aman dan damai. Para Pandhawa, Prabu Kresna dan keluarga kerajaan Tasikmadu mengadakasn pesta penobatan Prabu Arjunawibawa. PERKAWINAN ARJUNA DENGAN ULUPI Prabu Duryodana dihadap oleh Resi Kumbayana dan Patih Sengkuni. Raja ingin mengawinkan Dursasana, dan membicarakan berita sayembara di pertapaan Yasarata. Barangsiapa bisa mengalahkan Wasi Anantasena murid Begawan Kanwa, boleh memperisteri Endhang Ulupi. Mereka yang hadir setuju, Adipati Karna dan Jayadrata diangkat menjadi utusan. Raja masuk ke istana, memberi kabar kepada permaisuri tentang rencana pencarian jodoh untuk Dursasana. Patih Sengkuni, Adipati Karna, Jayadrata, Kartamarma, Durmagati, Citraksa, Citraksi bersama perajurit menuju Yasarata. Bathara Durga dihadap Dewa Srani dan Patih Endra Madhendha. Dewa Srani minta ijin mengikuti sayembara ke Yasarata untuk memperoleh Endhang Ulupi. Bathari Durga merestuinya. Kala Prakempa, Kala Pralemba dan Kala Kathaksini disuruh mengawal kepergian Dewa Srani. Arjuna menghadap Hyang Kamajaya dan Dewi Ratih di Cakrakembang. Arjuna mengatakan kesedihannya, sebab telah sampai waktu janji menyambut Dewi Hagraini. Ia tidak dapat menemukan dan lebih baik mati. Hyang Kamajaya berkata, bahwa Hagraini telah menjelma di Yasarata. Arjuna minta diri pergi ke Yasarata. Perjalanan Arjuna dicegat raksasa dari Tunggulmalaya. Raksasa mati dipanah Arjuna.
Bagawan Kanwa dihadap oleh Cantrik Anantasena. Tengah mereka berbincang-bincang, datanglah Cantrik Danawilapa, memberitahu kedatangan Adipati Karna dan keluarga Korawa. Mereka ingin mengikuti sayembara. Cantrik Anantasena keluar menemui Adipati Karna. Adipati Karna menyatakan ingin mengikuti Sayembara. Anantasena tidak mengijinkannya. Adipati Karna marah, lalu menyuruh perajurit Korawa mengeroyok Anantasena. Anantasena memanahkan Bayuastra. Perajurit Korawa terbawa angin, kembali ke Ngastina. Prabu Kresna dihadap oleh Samba, Setyaki, Setyaka dan Udawa. Prabu Kresna ingin mencari keluarga Pandhawa lalu pergi dari Dwarawati. Bagawan Abyasa berbincang-bincang dengan Prabu Yudisthira, Wrekodara, Nakula dan Sadewa. Prabu Yudisthira menanyakan Arjuna. Bagawan Abyasa menjawab, bahwa Arjuna berada di pertapaan Yasarata. Prabu Yudisthira dan adik-adiknya disuruh menyusul ke Yasarata. Prabu Dewa Srani, raja Tunggulmalaya datang di pertapaan Yasarata, melamar Endhang Ulupi. Anantasena tidak mengijinkan, lalu terjadi perkelahian, mengadu kesaktian. Prabu Dewa Srani terbawa arus panah angin Bayuastra, jatuh di negara Tunggulmalaya. Arjuna datang ke pertapaan Yasarata, berkata kepada Begawan Kanwa, ia ingin ikut sayembara. Sang Begawan membebaskan Arjuna dari Sayembara, Endhang Ulupi akan diserahkan kepadanya. Arjuna ingin melawan Anantasena, bila kalah ia tidak ingin memboyong Endhang Ulupi. Sang Begawan menyerahkan permasalahan kepada Anantasena. Arjuna berhasil mengalahkan Anantasena, maka Endhang Ulupi akan diboyong. Prabu Yudisthira, Wrekodara, Nakula dan Sadewa berhenti di tengah hutan. Kresna melihat dari angkasa, lalu turun mendekatinya. Mereka menyatakan kerinduannya dan inging mencari Sadewa. Prabu Yudisthira memberitahu, bahwa Arjuna berada di Yasarata. Mereka bersama-sama menuju ke Yasarata. Bathari Durga menolong Dewa Srani yang jatuh terlempar angin kencang. Setelah tahu masalahnya, Bathari Durga menyuruh Patih Yaksa pergi ke Yasarata, membunuh Arjuna dan menculik Endhang Ulupi. Patih Yaksa segera berangkat ke Yasarata.
Prabu Kresna tiba di pertapaan Yasarata. Bagawan Kanwa sedang bersiap-siap merayakan perkawinan Arjuna dengan Endhang Ulupi. Sang bagawan amat senang. Prabu Kresna dan Yudisthira diminta melangsungkan upacara perkawinan. Tengah persiapan perayaan, Patih Yaksa datang dan menyerang pertapaan. Prabu Kresna menugaskan Wrekodara dan Anantasena melawan serangan musuh. Patih Yaksa mati oleh Wrekodara, sedangkan perajurit raksasa musnah oleh Anantasena, Nakula dan Sadewa. Pertapaan Yasarata telah aman, pesta perkawinan dilaksanakan oleh Prabu Kresna, para Pandhawa dan anggota keluarga di pertapaan Yasarata. PERKAWINAN ARJUNA DENGAN SUPRABA Bathara Endra dihadap oleh Bathara Brama dan para dewa. Mereka membicarakan Prabu Niwatakawaca raja Ngimaimantaka yang bersama perajurit akan menyeang Indraloka. Bathara Endra telah menerima ilham, bahwa ada manusia yang sedang bertapa, kelak akan dapat menolongnya. Manusia itu bernama Arjuna, ia sedang bertapa di Indrakila. Bathara Endra meragukan tujuan tapa Arjuna itu. Para dewa disuruh mengusir para perajurit Ngimaimantaka yang bersiap-siap di luar negara. Bathara Endra menemui Dewi Supraba, Wilotama, Warsiki, Surendra dan Gagarmayang. Mereka ditugaskan menguji tapa Arjuna di Indrakila. Para bidadari berangkat ke Indrakila. Bathara Brama dan para dewa bersiap-siap akan mengusir pergi para perajurit Ngimaimantaka, yang bersiaga di tapal batas Indrakila. Lima bidadari tiba di pertapaan Indrakila. Mereka menggoda tapa Arjuna. Supraba berhias seperti Sumbadra, Wilotama seperti Manohara, Warsiki seperti Ulupi, Surendra seperti Gandawati, Gagar Mayang seperti Srikandi. Mereka menggoda dan menguji keteguhan tapa Arjuna, tetapi usaha mereka tidak berhasil. Mereka lalu kembali ke Indraloka, melapor hasil tugas mereka. Bathara Endra amat senang. Bathara Endra menyamar sebagai seorang Begawan bernama Padya, datang dipertapaan Ajuna. Setelah berdebat tentang tujuan tapa, akhirnya Bathara Endra tahu, bahwa Arjuna ingin menang perang melawan Korawa dan ingin membuat keselamatan dunia.
Bathara Endra memberi tahu, bahwa Bathara Siwah akan datang menemui Arjuna. Bathara Endra minta diri kembali ke Indraloka. Perang besar antara perajurit Ngimaimantaka dengan perajurit Indraloka. Para dewa tidak mampu mengusir raksasa perajurit Niwatakawaca. Bidadari bernama Prabasini diserahkan kepada utusan Niwatakawaca. Perajurit raksasa tidak menyerang indraloka lagi. Prabu Niwatakawaca menyuruh Mamangmurka supaya membunuh Arjuna yang sedang bertapa di Indrakila. Mamangmurka segera berangkat. Mamangmurka tiba di Indrakila, lalu merusak pertapaan Arjuna. Panakawan memberi tahu kepada Arjuna. Arjuna berhenti bersamadi, lalu memungut panah, mengejar Mamangmurka yang telah berubah menjadi babi hutan. Babi hutan mati kena panah Arjuna dan panah Keratarupa. Arjuna dan Keratarupa berebut sebagai pemanah babi hutan. Terjadilah perkelahian. Keratarupa ditangkap, lalu dibanting, seketika lenyap. Tampaklah Hyang Siwah, Arjuna datang menghormatinya. Hyang Siwah menganugerahkan panah Pasupati kepada Arjuna. Bidadari Badra dan Erwana menemui Arjuna, menyampaikan surat Bathara Endra. Bidadari menyerahkan terumpah Batikacerma. Arjuna segera berangkat ke Indraloka. Bathara Endra dan Bathara Brama menerima kehadiran Arjuna. Supraba ditugaskan pergi ke Ngimaimantaka, supaya mengetahui rahasia hidup mati Niwatakawaca. Arjuna disuruh mengiringnya. Kedatangan Supraba di Ngimaimantaka disambut oleh Suprabasini, lalu diantar menghadap raja Niwatakawaca. Atas kelihaian Supraba rahasia kesaktian Niwatakawaca dapat diketahuinya. Arjuna membuat hura-hura di istana Ngimaimantaka. Supraba dapat meloloskan diri, lalu kembali ke Indraloka bersama Arjuna. Supraba dan Arjuna menghadap Bathara Endra, lalu melapor hasil kerja mereka. Para dewa bersiap-siap untuk berperang. Perang besar terjadi, para dewa digempur perajurit raksasa. Akhirnya perajurit raksasa musnah, Niwatakawaca mati terkena panah Pasopati.
Para dewa kembali ke Indraloka, Arjuna dinobatkan menjadi raja bergelar Prabu Kalithi, bersemayam di Tinjomaya. ARJUNA PAPA Prabu Duryodana raja Ngastina duduk di atas singhasana, dihadap oleh pendeta Durna, Patih Sakuni, Dursasana, Kartamarma, Durmagati, Citraksa dan Citraksi. Pada pisowanan tersebut Patih Sakuni melapor, bahwa Arjuna telah mati dan jenasahnya dihanyutkan ke samodera. Prabu Duryodana sedikit sedih memikirkan kematian Arjuna. Tetapi selanjutnya menyerahkan kebijaksanaan pendeta Durna tentang kemusnahan Pandhawa. Pendeta Durna dan Patih Sakuni menjunjung perintah raja Duryodanan. Kemudian pertemuan segera bubar. Prabu Duryodana masuk ke istana menemui permaisuri Dewi Banowati yang sedang bersedih memikirkan kematian Arjuna. Raja Duryodana meminta agar sang permaisuri tidak bersedih memikirkan kematian Arjuna. Raja dan permaisuri lalu bersamadi. Sehubungan dengan perintah raja Duryodana yang menginginkan musnahnya Pandhawa, Pendeta Durna, Patih Sakuni dan para Korawa bersiap-siap akan pergi ke pesanggrahan menemui Prabu Jayasutikna. Kemudian mereka berangkat. Pendeta Durna dan para Korawa datang menghadap Prabu Jayasutikna. Atas perintah Prabu Duryodana kemarahan para Pandhawa karena kematian Arjuna, diserahkan kepada Prabu Jayasutikna. Prabu Jayasutikna menyanggupinya akan memusnahkan Pandhawa, lalu mempersiapkan perajurit raksasa. Di Wukir Retawu, Abimanyu menghadap Bagawan Abyasa untuk menanyakan kepergian Arjuna ayahnya. Bagawan Abyasa menyarankan, agar Abimanyu pergi ke pesanggrahan Gajahoya, Abimanyu mohon diri, dengan diikuti oleh para panakawan. Sampai di tengah hutan, perjalanan Abimanyu dihadang oleh raksasa perajuritnya Prabu Jayasutikna yang membantu Korawa.Maka terjadilah perkelahian, para raksasa musnah, Abimanyu melanjutkan perjalanan. Jenasah Arjuna yang dibuang ke laut, mengapung-apung di samodera dan kemudian disambut oleh Hyang Baruna. Arjuna dihidupkan lagi, lalu disuruh pergi ke goa Sigrangga.
Anantasena dan Irawan yang tinggal di Randhu Gumbala mendapat ilham, mereka harus pergi ke Ngastina. Di Pringgondani, Gathotkaca minta pamit kepada ibunya, ia ingin meninjau saudarasaudaranya di Madukara. Arimbi mengikutinya. Gathotkaca tiba di Madukara, menghadap kepada Sumbadra, Srikandhi dan Rarasati. Gathotkaca mengajak mereka pergi ke Ngastina. Arjuna masuk ke istana menemui Banowati. Banowati terkejut dan keheranan, sebab Arjuna dikira telah mati. Kemudian Abimanyu dan Irawan datang menghadap Arjuna dan Banowati. Mereka disuruh bersembunyi di sebuah kamar. Mengetahui hal itu, seorang abdi wanita yang bertugas melayani Banowati melarikan diri, memberitahu kepada raja Duryodana. Dikatakan bahwa di istana permaisuri kemasukan pencuri. Dursasana, Sindureja dan Jayadrata disuruh masuk ke istana untuk menangkap pencuri tersebut. Abimanyu dan Irawan keluar dari kamar, untuk melawan para perajurit Ngastina yang akan menangkap Arjuna. Jayadrata dipukul oleh Abimanyu, Dursasana dihantam oleh Irawan. Mereka tidak mampu melawan putra Pandhawa, lalu melarikan diri. Dengan mundurnya Jayadrata dan Dursasana, Adipati Karna tampil di medan perkelahian dan terjadilah perang besar. Adipati Karna dilawan oleh Anantasena. Gathotkaca datang, ikut melawan perajurit Korawa. Raja Jayasutikna dan perajurit raksasa membantu berperang. Arjuna dan Bima melawan mereka. Jayasutikna mati oleh Arjuna, sedangkan perajurit raksasa musnah oleh Bima. Prabu Duryodana minta maaf kepada para Pandhawa dan Kresna. Mereka dijamu dengan pesta besar di kerajaan Ngastina. ARJUNA SENDHANG Prabu Kresna raja Dwarawati duduk di atas singhasana, dihadap oleh Samba, Satyaki dan Patih Udawa. Mereka membicarakan kerinduannya terhadap para Pandhawa. Tak berapa lama Nakula dan Sadewa datang, memberi tahu, bahwa Arjuna pergi tanpa berpamitan. Prabu Kresna diminta kehadirannya di kerajaan Ngamarta. Samba, Satyaki dan Patih Udawa diminta bersiap-siap pergi ke Ngamarta.
Prabu Kresna menemui Jembawati, Rukmini dan Setyaboma di istana. Raja memberi berita tentang kepergian Arjuna. Prabu Kresna akan pergi ke Ngamarta. Sebelumnya mereka berempat makan bersama. Samba, Satyaki dan Patih Udawa bersiap-siap menghantar keberangkatan Prabu Kresna ke Ngamarta. Kemudian mereka berangkat mengawal kereta Prabu Kresna. Prabu Jatikusuma raja Paranggubarja iri hati karena Arjuna dikasihi oleh para dewa. Raja ingin beristeri para bidadari, dan ingin menjadi “lelananging jagad”. Raja minta kepada Ditya Kala Gredhaksa untuk menyiapkan perajurit. Perajurit raksasa yang dipimpin oleh Kala Gredhaksa, Kala Grendhaka dan Kala Gredhana berangkat dari negara Pranggubarja. Barisan perajurit raksasa bertemu dengan barisan Dwarawati. Terjadilah perang, perajurit raksasa menyimpang jalan, pergi meninggalkan medan pertempuran. Arjuna bersama para panakawan berjalan dihutan Krendhayana. Mereka bertemu barisan raksasa. Terjadilah perang, para raksasa musnah oleh Arjuna. Togog dan Sarawita lari kembali ke kerajaan Paranggubarja. Togog dan Sarawita datang di kerajaan Paranggubarja, menghadap raja Jatikusuma, melapor tentang kematian para raksasa oleh Arjuna. Raja marah, lalu menugaskan Patih Jayadendha untuk mempersiapkan perajurit. Prabu Jatikusuma menghadap Sang Hyang Pramoni.. Raja minta kematian Arjuna yang mengaku “lelananging jagad”. Sang Hyang Pramoni berjanji akan memusnahkan Arjuna, lalu pergi Kekahyangan menghadap Sang Hyang Jagadnata. Sang Hyang Pramoni menghadap Sang Hyang Guru yang sedang dihadap oleh Hyang Narada, Hyang Bayu, Hyang Yamadipati,Hyang Patuk, Hyang Temboro dan dewa lainnya. Sang Hyang Pramoni melapor sikap Arjuna yang mengaku “lelananging jagad.” Hyang Guru marah, lalu turun ke marcapada. Hyang Guru menemui Arjuna dan para panakawan di Krendhayana. Sang Hyang Guru melampiaskan kemarahannya, Arjuna dicipta menjadi sendhang. Arjuna hidup bertapa di dalam air sendhang, ia menjadi seorang Begawan bernama Begawan Banyurasa. Arjuna bersamadi mengumpulkan semua air masuk ke sendang.
Para Bidadari menghadap Sang Hyang Guru, memberitahu tentang kekeringan air dan hawa panas. Hyang Narada memberi tahu, bahwa semua air mengalir ke sendhang Banyurasa. Para bidadari bersama Hyang Narada turun ke marcapada, akan mandi ke sendhang. Para bidadari mandi di air sendhang, mereka mengerumuni Begawan Banyurasa. Mereka senang tinggal di sendhang, dan tidak ingin kembali ke Suralaya. Hyang Narada lama di sendhang, perutnya merasa kembung dan kembali ke Suralaya. Gathotkaca menghadap Anoman di Kendhalisada, bertanya tentang kepergian Arjuna. Anoman menyuruh agar Gathotkaca pergi ke hutan Krendhayana mencari sebuah sendhang, nanti akan bertemu Arjuna. Prabu Kresna datang di Ngamarta menemui Prabu Puntadewa, Wrekodara, Nakula dan Sadewa. Raja mengajak pergi ke hutan Krendhayana mencari Bagawan Banyurasa. Mereka berangkat dari Ngamarta, menuju hutan Krendhayana. Hyang Narada menghadap Sang Hyang Guru, memberitahu bahwa para bidadari tidak mau kembali ke Suralaya. Mereka senang tinggal di sendhang bersama Bagawan Banyurasa. Sang Hyang Guru marah, lalu pergi ke sendhang Banyurasa. Sang Hyang Guru dan Hyang Narada menyamar berwujud wanita cantik, bernama Dewi Nilawati dan Dewi Suwarsi, datang menemui Bagawan Banyurasa. Bagawan Banyurasa senang menyambut kedatangan mereka berdua. Sewaktu akan dijamah, mereka berubah menjadi Sang Hyang Guru dan Hyang Narada. Arjuna menghormat dan minta maaf. Sang Hyang Guru memaafkan, lalu kembali ke Suralaya. Arjuna telah kembali ke wujud asalnya. Prabu Kresna bersama para Pandhawa menemui Arjuna. Kemudian datang prabu Jatikusuma yang ingin membunuh Arjuna. Prabu Jatikusuma hampir mati terbunuh oleh Arjuna, kemudian Sang Hyang Pramoni menyambarnya, dibawa lari meninggalkan Arjuna. Prajurit Prabu Jatikusuma dapat dimusnahkan oleh Wrekodara dan Gathotkaca. Prabu Kresna mengumpulkan para Pandhawa, lalu mengadakan pesta bersama. ARJUNA TERUS
Prabu Duryodana raja Ngastina duduk di atas Singhasana dihadapap oleh Lesmana Mandrakumara, Pendeta Durna, Patih Sakuni, Adipati Karna, Dursasana, Kartamarma, Jayadrata, Durmagati, Citraksa dan Citraksi. Raja mendengar kabar tentang kehebatan Pandhawa, lalu ingin berkunjung ke Ngamarta. Raja minta agar Patih Sakuni mempersiapkan kepergiannya. Prabu Duryodana masuk ke istana memberitahu kepada permaisuri tentang warga Pandhawa dan kehebatan beritanya. Raja dan permaisuri kemudian santap bersama. Patih Sakuni dan Adipati Karna mengajak para Korawa untuk segera bersiap-siap pergi ke Ngamarta. Setelah siap mereka berangkat. Prabu Kresna raja Dwarawati berbicara dengan Patih Udawa, Samba, Satyaki dan Satyaka. Mereka membicarakan berita Arjuna yang ingin memperluas daerah kekuasaannya. Kresna ingin berkunjung ke Ngamarta. Prabu Jathayaksa raja Guwa Miring dihadap oleh Jathayaksi dan Patih Jathaketu. Raja ingin melamar Dyah Sarimaya putri Prabu Sukendra raja Srawantipura. Ditya Kala Meru diutus menyampaikan surat lamaran. Ditya Kala Meru segera berangkat. Perjalanan Ditya Kala Meru dan perajurit bertemu dengan barisan perajurit Ngastina. Terjadilah perselisihan, tetapi perajurit Kala Meru menyimpang jalan. Angkawijaya menghadap Bagawan Abiyasa mohon doa restu atas cita-cita Arjuna, ayahnya. Bagawan Abyasa merestuinya. Angkawijaya mohon diri, lalu meninggalkan pertapaan. Para panakawan menyertainya. Prabu Sukendra raja Srawantipura bersedih hati, karena Dyah Sarimaya hamil sebelum bersuami. Sang raja marah setelah diberi tahu oleh Dyah Sarimaya, bahwa ia hamil karena Arjuna. Patih dan Mayakusuma diperintahkan untuk membakar Dyah Sarimaya. Di tengah api bernyala Arjuna masuk untuk melindungi Dyah Sarimaya. Dyah Sarimaya tidak mati terbakar, Arjuna meninggalkan api pembakaran. Perjalanan Angkawijaya dihadang oleh raksasa Guwa Miring. Terjadilah perkelahian. Perajurit raksasa musnah tidak tersisa.
Prabu Puntadewa raja Ngamarta dihadap oleh Bima, Nakula dan Sadewa. Prabu Kresna datang menanyakan kabar tentang Arjuna. Patih Sakuni, Adipati Karna dan para Korawa datang. Mereka mendengar cerita Prabu Puntadewa tentang Arjuna. Kresna ingin ke Madukara. Adipati Karna beserta para Korawa heran. Kresna dan Bima pergi ke Madukara. Arjuna berpesan kepada Gathotkaca dan Angkawijaya, bila orang akan masuk kerajaan Madukara harus melepas keris. Bima datang hendak menemui Arjuna. Gathotkaca menyongsong dengan meminta keris. Bima tidak memberikannya, lalu memaksa masuk ke istana Arjuna. Setelah melangkah masuk ke pintu, Bima berubah jadi perempuan. Bima malu, lalu mundur. Kresna akan masuk, ditahan oleh Angkawijaya. Keris diminta, tetapi Kresna tidak memberikannya. Kresna memaksa untuk masuk, seketika berubah menjadi perempuan. Kresna malu, pergi lari tanpa berpamitan, menuju ke Suralaya. Hyang Guru sedang berbicara dengan Hyang Narada. Tiba-tiba Kresna datang. Kresna mengadu, bahwa Arjuna mengumumkan diri sebagai “Lelananging Jagad.” Hyang Guru marah, minta agar Hyang Narada turun ke marcapada. Hyang Narada tiba di Madukara, diterima oleh Gathotkaca dan dan Angkawijaya. Mereka minta keris Hyang Narada, tetapi tidak diberikannya. Hyang Narada memaksa masuk ke istana Arjuna. Setelah melangkah akan masuk, seketika Hyang Narada berubah menjadi jenis wanita. Hyang Narada berteriak-teriak, melarikan diri, kembali ke Suralaya. Hyang Narada menghadap Hyang Guru, untuk melaporkan kejadiannya tentang Arjuna. Hyang Guru cepat-cepat turun ke marcapada. Arjuna sedang duduk bersama Gathotkaca dan Angkawijaya. Hyang Guru dan Hyang Narada datang. Mereka menghormat Arjuna yang dilindungi oleh Sang Hyang Jati Wasesa, lalu kembali ke Suralaya. Kresna dan Bima datang menghormat, Sang Hyang Wisesa memberi tahu kepada Kresna dan Bima, bahwa Arjuna adalah “Lelananging Jagad.” Sesudah memberi tahu kepada Kresna dan Bima, Sang Hyang Wisesa tidak menampakkan diri. Para Pandhawa senang hatinya.
Adipati Karna iri hati, lalu membakar tempat persidangan di Madukara. Gathotkaca dan Angkawijaya menahan kemarahan Adipati Karna dan para Korawa. Mereka dihalau kembali ke Ngastina. Para Pandhawa berkumpul di Ngamarta, lalu mengadakan pesta kebahagiaan bersama Prabu Kresna. NAKULA DAN SADEWA LAHIR Raja Pandhudewanata berwawancara dengan Resi Bisma, Yamawidura, Patih Kuruncana, Puntadewa, Sena dan Permadi. Sang raja minta petunjuk dan nasihat kepada Resi Bisma, bahwa Madrim ingin naik Lembu Andini kendaraan Batara Guru. Resi Bisma memberi saran agar raja minta nasihat kepada Bagawan Abyasa di Saptaarga, di pertapaan Wukir Retawu. Raja Pandhudewanata menerima saran Resi Bisma, Patih Kuruncana diperintahkan mempersiapkan perajurit. Setelah selesai perundingan, raja masuk ke Gupitmandragini menemui dua isteri raja memberi tahu tentang hasil pertemuan, dan rencana kepergian raja ke Saptaarga. Yamawidura mengumumkan perintah dan rencana kepergian raja kepada para perajurit. Para perajurit diperintah supaya menghormat keberangkatan raja. Sebagian perajurit dipersiapkan untuk mengawal kepergian raja ke Wukir Retawu. Raja bersama perajurit berangkat
ke
Saptaarga,
dipimpin
oleh
Yamawidura.
Bogadata raja negara Turilaya berunding dengan Gandapati, Kartipeya, Patih Hanggadenta, Gendhingcaluring, Togog dan Sarawita. Mereka membicarakan amanat Arya Dhestharastra yang disampaikan oleh Kartipeya, tentang perang Baratayuda. Mereka menginginkan urungnya perang itu. Mereka mengambil putusan untuk menyerang negara Ngastina, membunuh raja Pandhudewanata beserta anak-anaknya. Patih
Hanggadenta ditugaskan menyerang negara Ngastina.
Gendhingcaluring
ditugaskan menjaga tapal batas, dan siapa saja yang akan membantu Ngastina supaya dihancurkannya. Raja Bogadata dan Kartipeya akan pergi ke Ngastina secara sembunyisembunyi. Gandapati ditugaskan menjaga keamanan negara Turilaya. Setelah siap, mereka berangkat menjalankan tugasnya masing-masing. Perajurit Turilaya bertemu dengan perajurit Ngastina, terjadilah pertempuran. Pertempuran padam setelah mereka menghentikan perang. Masing-masing menyimpang jalan mencari selamat.
Resi Darmana dan anaknya yang bernama Endang Darmi berbicara dengan para cantrik di padepokan Hargasana. Sang Resi membicarakan surat lamaran Brahmana Kamindana. Endang Darmi menurut kehendak ayahnya. Brahmana Kamindana datang, menagih kesanggupan dan jawaban Resi Darmana tentang lamarannya. Brahmana Kamindana amat kasar tutur katanya, Resi Darmana marah, terjadilah perkelahian. Para cantrik tidak mampu mengeroyok Brahmana Kamindana. Mula-mula Brahmana Kamindana kalah, kemudian menggunakan pusaka saktinya berupa tombak pendek. Resi Darmana ditangkap akan dibunuhnya. Sebelum terbunuh, Resi Darmana mengutuk, Brahmana Kamindana dikatakan seperti rusa. Bersamaan dengan jatuhnya pusaka Brahmana Kamindana ke dada Resi Darmana, Brahmana Kamindana berubah menjadi rusa dan Resi Darmana meninggal dunia. Setelah mendengar kematian ayahnya, Endang Darmi pergi meninggalkan padepokan. Brahmana Kamindana mengejarnya, tetapi ia tidak dapat menangkapnya. Dikatakan oleh sang brahmana, Endang Darmi lari cepat seperti rusa. Seketika Endang Darmi berubah menjadi rusa betina. Rusa Kamindana berhasil menangkap rusa Darmi, mereka masuk ke hutan. Raja Pandhudewanata bersama Semar, Gareng, Petruk dan Bagong menghadap Begawan Abyasa di Saptaarga. Raja menyampaikan maksud kedatangannya. Bagawan Abyasa memberi petunjuk dan nasihat, bahwa permintaan Madrim itu kelewat batas, dan besar bahayanya. Bagawan Abyasa menyerahkan kepada sikap Pandhudewanata sendiri. Pandhu ingin menuruti keinginan Madrim, lalu minta diri bersama para panakawan. Bagawan Abyasa mengawal dari kejauhan, menuju ke Ngastina. Di tengah perjalanan Pandhu dan para panakawan bertemu dengan perajurit raksasa dari Turilaya. Terjadilah pertempuran. Perajurit yang dipimpin Gendhingcaluring kalah, Togog dan Sarawita kembali ke Turilaya. Pandhu meneruskan perjalanan ke Suralaya. Bathara Narada dan Bathara Srita, Bathara Yama, Bathara Aswi, Bathara Aswin dan Lembu Andini menghadap Bathara Guru. Bathara Guru bertanya kepada Bathara Aswi dan Bathara Aswin, sebab apa mereka berdua turun ke Ngastina. Mereka menjawab, bahwa mereka datang atas panggilan Madrim isteri Raja Pandhu, yang ingin mempunyai anak. Bathara Guru menyuruh agar mereka berdua turun ke Ngastina, untuk bertanggungjawab atas kelahiran bayi yang akan datang. Bathara Aswi dan Bathara Aswin berangkat ke Ngastina.
Sepeninggalnya Bathara Aswi dan Bathara Aswin, raja Pandhu datang, menghadap Bathara Guru, minta pinjaman Lembu Andini. Bathara Guru marah, sebab raja Pandhu pernah mendirikan taman larangan dewa yang disebut Taman Kadilengleng, yang mirip dengan taman Tinjomaya. Pandhu minta maaf, tetapi Bathara Guru bertambah marah, karena ia hanya menuruti keinginan perempuan isterinya. Pandhu minta maaf dan menyampaikan beberapa sanggahan dengan berbagai pertanyaan. Apakah ia bersalah karena menuruti permintaan isteri? Makhluk yang mengajukan permohonan kepada Dewa itu bersalah? Apakah salah bila raja minta perlindungan kepada raja semua raja? Apakah sudah benar raja Tribuana menolak permintaan raja kecil? Bukankah raja besar wajib mengabulkan permintaan raja kecil dan melindunginya? Akhirnya Bathara Guru mengabulkan permintaan Pandhu dengan syarat, Pandhu tidak akan berbuat salah lagi. Bila berbuat salah Pandhu akan dicabut nyawanya. Pandhu sanggup menerima hukuman bila ia bersalah, lalu mohon diri. Para panakawan dan Lembu Andini mengikutinya. Sepeninggal Pandhu dari Suralaya, Bathara Guru mengutus Bathara Narada supaya turun ke Ngastina. Nyawa Pandhu harus dicabut sesudah mengendarai Lembu Andini. Bathara Yama diberi tugas untuk mengikuti Bathara Narada. Mereka berdua berangkat ke Ngastina. Pandhu mengikuti jalannya Lembu Andini masuk ke hutan Kandhawa. Di tengah hutan Pandhu melihat sepasang Rusa yang sedang memadu kasih. Ia iri melihatnya. Rusa jantan dipanah, berubah menjadi Brahmana Kamindana. Brahmana Kamindana mengutuk, pandhu akan mati bila memadu kasih dengan isterinya. Rusa betina juga dipanahnya, lalu kembali menjadi Endang Darmi. Endang Darmi mengutuk, isteri Pandhu akan mati setelah melahirkan bayi kandungannya. Brahmana Kamindana dan Endang Darmi musnah dari pandangan Pandhu. Pandhu kembali ke negara Ngastina. Bagawan Abyasa dihadap oleh Resi Bisma, Yamawidura, Patih Kuruncana dan Sena, mereka memperbincangkan kepergian Pandhu ke Suralaya. Pandhu dan panakawan datang bersama Lembu Andini. Pandhu melapor segala usahanya, kemudian masuk ke istana menemui Dewi Kunthi dan Dewi Madrim. Setelah memberi tahu tentang hasil yang diperoleh, Pandhu dan Dewi Madrim naik Lembu Andini. Mereka melayang-layang di angkasa, di atas negara Ngastina. Di atas angkasa Pandhu dan Madrim berwawan asmara, kemudian turun ke bumi Ngastina. Lembu Andini kembali ke Suralaya. Pandhu masuk istana, bercerita kepada Begawan Abyasa, Resi Bisma, Yamawidura, Patih Kuruncana, Sena dan Arjuna. Mereka asyik mendengarkan cerita Pandhu di istana.
Bathara Narada dan Bathara Yama menjalankan tugas mereka, nyawa Pandhu dicabutnya. Pandhu meninggal dunia, orang seistana gempar kesedihan. Bathara Aswi dan Bathara Aswin menjelma kepada bayi yang dikandung oleh Dewi Madrim. Setelah Dewi Madrim tahu bahwa raja Pandhu telah meninggal, ia bunuh diri, sebuah patrem dimasukkan ke dalam perutnya. Dua bayi lahir melalui luka perut Dewi Madrim. Bathara Narada dan Bathara Yama datang, menemui Abyasa, minta agar bayi itu diberi nama Nakula dan Sadewa. Kemudian mereka berdua mengangkat jenasah Pandhu dan Madrim dibawa ke Tepetloka. Begawan Abyasa meminta agar Kunthi mengasuh dua bayi itu seperti anaknya sendiri. Kunthi menerima kedua bayi dengan senang hati. Raja Bogadata, Kartipeya dan perajurit Turilaya bersiap-siap menggempur negara Ngastina. Bagawan Abyasa berunding dengan Resi Bisma. Yamawidura, Sena, Patih Kuruncana dan Arjuna. Mereka membicarakan kekacauan negara dan serangan musuh. Bogadata dan perajurit telah menyerang. Patih Kuruncana ditugaskan untuk menyiapkan perajurit. Sena, Arjuna dan Yamawidura ikut berperang. Bogadata dipanah oleh Arjuna, Kartipeya kena panah Yamawidura, Hanggadenta mati oleh Patih Kuruncana, para perajurit Turilaya musnah oleh amukan Sena. Perang pun selesai. Bagawan Abyasa, Resi Bisma, Yamawidura dan Patih Kuruncana berunding, mereka akan menobatkan Dhestharasta sebagai pemegang pemerintahan sampai para Pandhawa dewasa. Mereka mengadakan pesta penobatan. PERKAWINAN NAKULA Prabu Duryodana duduk di atas singhasana, dihadap oleh Pendeta Druna, Adipati Karna dan para Korawa. Raja membicarakan permintaan Dursasana. Dursasana jatuh cinta kepada Dyah Suyati, putri raja Ngawuawu Langit. Dyah Suyati disayembarakan. Barangsiapa yang dapat mengalahkan Endrakerata, boleh memperistri Dyah Suyati. Raja menugaskan Adipati Karna dan Jayadrata untuk mengusahakan menang sayembara.
Setelah
mereka
berunding,
raja
masuk
ke
istana.
Kedatangan Prabu Duryodana disongsong oleh permaisuri, Lesmanawati dan para abdi. Raja bercerita tentang rencana perkawinan Dursasana dan sayembara. Kemudian raja bersamadi. Adipati Karna dihadap oleh Patih Sakuni, Jayadrata, Kartamarma, Citraksa dan Citraksi. Mereka bersiap-siap ke negara Ngawuawu Langit. Setelah siap mereka berangkat.
Prabu Bajrawijaya raja Selabentara bermimpi, bertemu Dyah Suyati. Raja ingin melamarnya. Patih Kala Wisaya mengusulkan agar Kala Kekaya, Barajamingkalpa dan Kala Minangsraya pergi ke Ngawuawu Langit, untuk menyampaikan surat lamaran. Mereka segera berangkat, diikuti barisan perajurit raksasa. Perjalanan mereka bertemu dengan barisan perajurit Ngastina. Terjadilah pertempuran, tetapi perajurit Selabentar meninggalkan medan perang, menyimpang jalan. Nakula menghadap Bagawan Abyasa di Wukir Retawu. Ia meminta doa restu untuk mengikuti sayembara di negara Ngawuawu Langit. Sang Bagawan banyak memberi nasihat, kemudian Nakula disuruh berangkat. Nakula berangkat, Semar, Gareng dan Petruk menyertainya. Di tengah perjalanan Nakula bertemu dngan barisan dari Selabentar. Terjadilah perkelahian seru. Perajurit raksasa musnah. Nakula meneruskan perjalanan. Prabu Kridhakerata raja Ngawuawu Langit duduk di atas singhasana, dihadap oleh Jayakerata dan patih Keratabahu. Raja cemas atas sayembara yang diinginkan oleh Endrakerata. Adipati Karna datang menyampaikan maksudnya, ia ingin mengikuti sayembara. Endrakerata telah siap di gelanggang adu kesaktian. Pertama-tama Jayadrata yang melawan, tetapi kalah. Selanjutnya yang melawan Kartamarma dan Adipati Karna, tetapi semua tidak mampu mengalahkan Endrakerata. Korawa kembali ke Ngastina dengan tangan hampa. Yudisthira menerima kehadiran Kresna di Ngamarta. Yudisthira bertanya tentang kepergian Nakula. Kresna memberi tahu, bahwa Nakula sedang mengikuti sayembara. Yudisthira, Bima dan Arjuna diminta bantuannya. Nakula telah tiba di Ngawuawu Langit, menghadap raja Kridhakerata. Nakula menyampaikan maksud kedatangannya, ia ingin mengikuti sayembara. Jayakerata dan Patih Keratabasa mengawal Nakula ke arena sayembara. Endrakerata telah diberi tahu, kemudian datang di gelanggang adu kesaktian. Endarakerata sungguh sakti. Sekali dipanah mati, kemudian hidup kembali. Semar mendekat Nakula, dan memberitahu caranya menghadapi kesaktian Endrakerata. Setelah diberi tahu oleh Semar, Nakula
segera memanah untuk yang kesekian kalinya. Endrakerata kena panah, seketika musnah. Nakula menang dalam sayembara, lalu dipersilakan masuk istana. Togog dan Sarawita datang menghadap raja Bajrawijaya, melapor tentang kematian para raksasa dan pemimpin perajuritnya. Raja marah lalu mempersiapkan perajurit, hendak menggempur kerajaan Ngawuawu Langit. Prabu Kridhakerata menerima kehadiran Nakula yang dikawal oleh Jayakerata. Raja minta agar permaisuri mempersiapkan perkawinan Dyah Suyati dan Nakula. Kresna bersama Yudisthira, Bima, Arjuna dan Sadewa tiba di istana Ngawuawu Langit, menghadap raja Kredhakerata. Sang raja bercerita tentang Nakula yang menang sayembara dan akan dikawinkan dengan putri raja bernama Dyah Suyati. Kresna dan Yudisthira menyetujuinya. Mereka bersiap-siap mengadakan upacara perkawinan. Perajurit rakasa dari Selabentar datang, dipimpin oleh prabu Brajawijaya. Kresna menugaskan Bima dan Arjuna untuk menyongsong kedatangan musuh. Prabu Bajrawijaya mati oleh Bima, sedangkan perajurit raksasa musnah disapu oleh panah Arjuna. Nakula dan Dyah Suyati dipersandingkan di pelaminan, para Pandhawa menghadirinya. Pesta perkawinan dilaksanakan dengan meriah. Tancep Kayon PERKAWINAN SADEWA Prabu Kresna raja Dwarawati duduk di atas singhasana, dihadap oleh Samba, Setyaki, Setyaka dan Patih Udawa. Kresna memberi tahu, bahwa Yudisthira akan mengawinkan Sadewa dengan Retna Dewarsini. Raja menugaskan Patih Udawa dan Setyaki untuk menyerahkan pesumbang ke Ngamarta. Patih Udawa dan Setyaki minta diri. Kresna masuk ke istana, Jembawati, Rukmini dan Setyaboma menyongsong kedatangan raja. Kresna berpamitan kepada isteri, akan pergi ke Ngamarta. Kresna pergi bersemadi. Patih Udawa dan Setyaki mengumpulkan perajurit untuk mengawal utusan pergi ke Ngamarta. Setelah siap mereka berangkat. Prabu Singamurti raja Trancang Gribig duduk di atas singhasana dihadap oleh Patih Kala Waraha dan Inang Saparni. Raja bercerita tentang mimpinya. Sang Raja bertemu dengan Retna Dewarsini, putri raja Banyuwangi. Raja menunjuk utusan untuk
menyampaikan surat lamaran. Patih Kala Waraha mempersiapkan perajurit raksasa, lalu berangkat ke Banyuwangi. Di tengah perjalanan perajurit raksasa bertemu dengan barisan dari Dwarawati, perajurit raksasa menyimpang jalan. Bathara Guru dihadap oleh Bathara Narada, Bathara Endra, Bathara Brama, Bathara Panyarikan Bathara Yamadipati, dan Bathara Patuk. Mereka menerima kedatangan Bathara Kamajaya dan Arjuna. Arjuna menyampaikan permohonan Yudisthira, minta diijinkan meminjam empatpuluh bidadari untuk mengawal pengantin. Bathara Guru mengijinkan, kelak para bidadari akan datang bersama Bathara Narada. Arjuna minta diri, meninggalkan kahyangan. Para panakawan mengikutinya. Arjuna dan panakawan berjumpa dengan perajurit raksasa dari Trancang Gribig. Terjadilah perkelahian, perajurit raksasa musnah. Togog lari kembali ke negara Trancang Gribig. Prabu Salya raja Mandraka dihadap oleh permaisuri, Rukmarata dan Patih Tuhayata. Raja berkata, ingin menghadiri perkawinan Sadewa di Ngamarta. Mereka bersiap-siap, lalu berangkat menuju Ngamarta. Prabu Duryodana berkata kepada para warga Korawa, bahwa raja akan pergi ke Banyuwangi. Raja dan permaisuri pergi bersama, para Korawa mengawalnya. Sadewa menghadap Bagawan Abyasa di Wukir Retawu, minta restu atas perkawinannya. Sang bagawan merestuinya. Sadewa disuruh berangkat terlebih dahulu, sang bagawan akan menyusulnya. Togog menghadap Prabu Singamurti di istana Trancang Gribig. Memberitahu tentang kemusnahan para perajurit raksasa. Raja marah, lalu minta dipersiapkan perajurit raksasa untuk menyerang Banyuwangi, merebut Retna Dewarsini. Setelah siap mereka berangkat ke Banyuwangi. Yudhisthira menerima kehadiran Bagawan Abyasa, Kresna, Duryodana, Salya, Baladewa, Drupada, Seta dan Untara. Mereka akan bersama-sama pergi ke Banyuwangi. Arjuna datang dan melapor tentang ijin yang dikabulkan oleh Bathara Guru.
Bathara Kamajaya, Dewi Ratih, dan Dewi Rarasati datang beserta empat puluh bidadari dan perlengkapan upacara perkawinan. Sadewa naik kereta bersama Bathara Kamajaya, diikuti kereta para raja, kereta para Bidadari dan pengawal lainnya. Mereka menuju ke Banyuwangi. Bathara Endra, Bathara Brama, Bathara Bayu dan beberapa dewa berunding akan pergi ke Banyuwangi. Setelah siap mereka berangkat bersama. Badhwangan Nala telah duduk bersama Patih Nirbita. Bathara Endra dan beberapa dewa menanti kedatangan calon pengantin. Rombongan calon pengantin datang di istana Banyuwangi. Bathara Kamajaya menggandeng Sadewa. Mereka yang hadir bersiap-siap mempertemukan kedua pengantin. Dewi Ratih dan Dewi Rarasati menjemput Retna Dewarsini, kemudian dipersandingkan dengan Sadewa. Bathara Narada menjadi pengacara perkawinan. Setelah upacara perkawinan selesai, para dewa kembali ke kahyangan. Para bidadari mengikutinya. Perajurit raksasa Trancang Gribig datang menyerang Banyuwangi. Sang Badhangwang Nala menyerahkan kebijaksanaan kepada Kresna. Kresna menugaskan Bima, Arjuna dan Sadewa.
Sadewa
berhasil
menaklukkan
raja
Singamurti.
Bima
dan
Arjuna
memusnahkan semua perajurit raksasa. Para raja yang masih tinggal di Banyuwangi mengadakan pesta bersama. PANDAWA APUS Prabu Duryodana duduk di atas singhasana, dihadap oleh pendeta Durna, Patih Sakuni, Dursasana,
Kartamarma,
Durmagati,
Citraksa
dan
Citraksi.
Duryodana
ingin
membinasakan Pandhawa dengan tipu muslihat. Pandhawa akan dijamu makanan yang mematikan.
Duryodana
telah
mengundang
Pandhawa.
Tak lama kemudian Pandhawa datang, Duryodana menyambutnya. Mereka dijamu besar-besaran, para Pandhawa diracun, akhirnya para Pandhawa meninggal dunia. Para Korawa senang, mereka mengira, bahwa musuh telah lenyap. Sakuni minta agar Bima dimasukkan ke dalam sumur Jalatundha, Arjuna dibuang ke gua Sigrangga.
Setelah membuang jenasah para Pandhawa, Duryodana masuk ke istana menemui permaisuri dan Gendari, ibunya. Raja memberi tahu tentang kematian para Pandhawa. Patih Sakuni dan para Korawa membuang jenasah para Pandhawa. Anantasena dan Gathotkaca yang berada di Randhugumbala ingin pergi ke Ngastina. Mereka bersiap-siap lalu berangkat. Perjalanan mereka berdua bertemu dengan perajurit Ngastina. Mereka berselisih, dan terjadilah perkelahian. Para Korawa kalah, Adipati Karna datang membantunya, Anantasena dan Gathotkaca melarikan diri. Jenasah Arjuna dipungut oleh Hyang Baruna, lalu dihidupkan kembali. Arjuna dikawinkan dengan Dyah Suyakti, kemudian disuruh pergi ke gua Sigrangga. Perjalanan Arjuna dihadang oleh raksasa bernama Kala Sabawa bersama isterinya. Arjuna akan mereka makan, maka terjadilah perkelahian. Raksasa dipanah, mereka kembali ke wujud asal, berubah menjadi dewa Kamajaya dan dewi Ratih. Arjuna datang menghormat, lalu minta diri, meneruskan perjalannya. Jenasah Bima dibawa oleh Nagagini kehadapan Hyang Antaboga. Bima dihidupkan kembali, lalu Bima bercerita asal mula kematiannya. Kemudian Bima disuruh pergi ke gua Sigrangga. Yudhisthira, Nakula dan Sadewa telah dihidupkan kembali oleh Dyah Suparti. Arjuna dan Bima datang di gua Sigrangga menghadap Dyah Suparti. Dyah Suparti menyuruh agar mereka berlima kembali ke negara, sebab kerajaan Ngamarta dikuasai oleh Adipati Karna. Bagawan Abyasa pergi ke negara Ngamarta, atas ilham dari dewa ia disuruh melerai permusuhan Pandhawa dan Korawa Yudhisthira, Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa bertemu dengan Anantasena dan Gathotkaca. Mereka bersama-sama menuju ke Ngamarta. Adipati Karna yang berkuasa di Ngamarta, berunding dengan Patih Sakuni, Dursasana, Kartamarma, Durmagati, Citraksa dan Citraksi. Mereka ingin memboyong Drupadi ke Ngastina. Gathotkaca dan Anantasena akan masuk ke istana Ngamarta. Para Korawa
meghalang-halanginya. Terjadilah perkelahian, Korawa tidak mampu melawan mereka berdua. Adipati Karna datang menolongnya, Gathotkaca dipanah, terpental jauh. Anantasena dilempar panah Wijayadanu, terlempar jauh pula Gathotkaca dan Anantasena jatuh dihadapan Yudhistira. Yudhistira dan Arjuna marah, lalu hendak menyerang kerajaan Ngamarta. Adipati Karna berhadapan dengan Arjuna. Terjadilah perkelahian dahsyat. Bagawan Abyasa datang melerai, Arjuna dibawa lari ke Wukir Retawu. Anantasena dibawa ke tempat Hyang Anantaboga, kemudian disembuhkannya. Para Pandhawa mengungsi ke Wukir Retawu. Bagawan Abyasa memberi wejangan kepada mereka tentang kesabaran dan perang Baratayuda. Perajurit Ngastina datang menyerang Wukir Retawu. Bagawan Abyasa menugaskan Bima dan Arjuna untuk melawan serangan para Korawa. Adipati Karna memimpin perajurit Korawa. Perajurit Korawa diceraiberaikan oleh Bima. Arjuna berhadapan dengan Adipati Karna. Masing-masing membawa panah sakti. Arjuna melepaskan panah angin, Adipati Karna terbawa arus angin, kembali ke Ngastina bersama perajurit Korawa. Perang pun selesai. PANDAWA PAPA Prabu Duryodana dihadap oleh pendeta Durna, Patih Sakuni, Kartamarma dan warga Korawa. Raja memberi tahu tentang berita para Pandhawa. Dikatakan, Pandhawa berada di Girikandha. Mereka berganti nama. Raja lalu minta agar padepokan Girikandha dihancurkan, para Pandhawa supaya dimusnahkannya. Patih Sakuni diminta menyiapkan perajurit dan melaksanakan perintah raja. Prabu Duryodana membubarkan sidang, lalu masuk ke istana permaisuri, dan memberitahu kepada permaisuri tentang rencana pemusnahannya Pandhawa. Banowati sedih dan sayang kepada para Pandhawa. Prabu Duryodana bersamadi memanjatkan doa. Patih Sakuni menemui Basukarna, Dursasana, Jayadrata, Citraksa, Citraksi dan Aswatama. Mereka berunding tentang perintah raja. Mereka bersiap-siap berangkat ke Girikandha.
Bagawan Selaraja dihadap oleh Jalasangara, Puthut Parandaka, Kunthi dan para Pandhawa. Perajurit Korawa datang menyerang. Pandhawa lari bersembunyi ke hutan. Padepokan Girikandha dirusak, sang bagawan dan para murid melarikan diri. Kunthi dan para Pandhawa berjalan menyusuri hutan. Pinten dan Tangsen kehausan. Arjuna disuruh mencari air. Arjuna dan para panakawan pergi mencari air. Di tengah perjalanan diserang raksasa suami isteri. Arjuna melawan dua raksasa. Raksasa dipanah berubah rupa menjadi Dewa Kamajaya dan Dewi Ratih. Arjuna menghormat, Dewa Kamajaya dan Dewi Ratih memberi doa restu, lalu kembali ke Kahyangan. Arjuna melanjutkan pencarian air, dan dapat menemukan sendang. Arjuna segera mengambil air sendang untuk saudara-saudaranya. Air sendang diserahkan kepada ibunya. Semua minum air, kecuali Semar. Semua yang minum air mati. Semar marah, sendang dikeringkan airnya. Lalu datanglah jin minta hidup, air sendang minta tidak dikeringkannya. Semar berhenti membuang air sendang, lalu diberi air hidup untuk menghidupkan Kunthi dan anak-anaknya. Setelah hidup kembali, mereka meneruskan perjalanan. Masing-masing berganti nama. Kunthi bernama Endhang Rini, Yudisthira bernama Tandha Dwijakangka, Bima bernama Bilawa, Arjuna bernama Kandhi Wrahatnala, Nakula bernama Tripala dan Sadewa bernama Darmagati Bagawan Sutikna yang tinggal di Wukir Manikmaya, dihadap oleh Endhang Suki dan Endhang Suketi. Mereka berdua bermimpi, bertemu dengan Wasi Jalasangara dan Puthut Parandaka. Tiba-tiba dua ksatria itu datang terbawa angin. Dua remaja itu diambil menantu oleh oleh Bagawan Sutikna. Korawa datang merusak padepokan Wukir Manikmaya. Sang Bagawan melarikan diri, lari meninggalkan padepokan Prabu Matswapati raja Wiratha, duduk di atas singhasana, dihadap oleh Seta, Utara, Wratsangka dan Nirbita. Tengah mereka berbincang-bincang datanglah Bagawan Sutikna minta perlindungan karena diusir oleh Korawa.
Perajurit Korawa datang di Wiratha, minta supaya menyerahkan Bagawan Sutikna. Raja Matswapati tidak mau menyerahkannya, para Korawa mengamuk. Seta, Utara dan Wratsangka berhasil mencerai-beraikan Korawa. Pertempuran selesai. Bagawan Sutikna dan keluarga Wiratha mengadakan pesta bersama. PANDAWA GUPAK Prabu Suyudana dihadap oleh Pendeta Durna dan Patih Sengkuni. Mereka berunding tentang perdamaian dengan Pandhawa. Tengah mereka berbicara Nakula datang, bertanya tentang rencana kehadiran raja Suyudana. Raja Suyudana minta agar Pandhawa menyiapkan Balai Kencana bertiang delapanratus. Nakula minta diri, raja suyudana masuk istana. Prabu Suyudana menemui prameswari Dewi Banowati. Sang Raja bercerita tentang rencana perdamaian dengan Pandhawa. Mereka lalu santap bersama. Patih Sengkuni dan para Korawa menghantar Nakula sampai di perbatasan negara. Sadewa menghadap raja Kresna di kerajaan Dwarawati. Raja diminta kehadirannya di Ngamarta. Kresna menyanggupinya, dan bersama Setyaki berangkat ke Ngamarta. Yudisthira menerima kehadiran Nakula. Nakula memberitahu segala permintaan raja Suyudana. Yudisthira susah hatinya. Kresna dan Setyaki datang, Yudisthira menyambut dengan hormat. Kresna menyetujui rencana perdamaian Korawa dengan Pandhawa. Wrekodara disuruh ke negara Ngalengka, meminjam persyaratan yang diminta oleh raja Suyudana. Wrekodara berangkat ke Ngalengka, akan menghadap raja Wibisana. Bathara Bayu menemaninya. Raja Wibisana menerima kehadiran Wrekodara. Wrekodara menyampaikan maksud kedatangannya. Wibisana mengajak Wrekodara ke tempat Balai Kencana. Balai Kencana dilihat oleh Wrekodara hanya tampak seperti Balai-balai bambu. Balai Kencana segera dibawanya. Patih Sengkuni dan para Korawa mencegat perjalanan Wrekodara. Terjadilah perkelahian, Korawa tidak mampu melawan Wrekodara, lalu kembali ke Ngastina. Perjalanan Wrekodara diketahui oleh Anoman. Anoman menjamu di Dhadhalisada. Kemudian Wrekodara meminta pamit, kembali ke Ngamarta.
Perjalanan Wrekodara lewat di Tegal Kuru. Baladewa mencegat, Balai Kencana disuruh meninggalkan di Tegal Kuru. Balai Kencana ditinggal oleh Wrekodara. Wrekodara menemui Yudisthira, Kresna, Arjuna, Nakula dan Sadewa. Wrekodara memberi tahu, bahwa Balai Kencana telah diperoleh dan sekarang ditinggalkan di Tegal Kuru atas permintaan Baladewa. Nakula disuruh memberi tahu kepada raja Ngastina. Semua warga Pandhawa berangkat ke Tegal Kuru. Bathara Guru dihadap oleh Bathara Narada, Bathara Brama, Bathara Kuwera, Bathara Citragotra, mereka menanyakan sebab terjadinya gara-gara. Bathara Narada memberi tahu, bahwa Korawa akan mengadakan perdamaian dengan Pandhawa. Bathara Guru khawatir bila tidak terjadi perang Baratayuda. Empat dewa disuruh mendurhakai perdamaian lewat orang-orang Korawa. Para dewa turun ke Marcapada. Prabu Suyudana dan para para Korawa menerima kedatangan Nakula. Nakula memberi tahu, bahwa permintaan raja telah siap di Tegal Kuru. Raja Suyudana dan para Korawa pergi ke pesanggrahan. Baladewa memihak Korawa, Kresna dipihak Pandhawa. Masing-masih minta agar menyampaiakn janji. Pandhawa mendahului berjanji, bila memulai berbuat durhaka, sanggup menerima hukuman dari dewa, sengsara sampai anak cucunya. Korawa berjanji demikian itu juga.. korawa dan Pandhawa telah bersatu. Para dewa merasuki kepada Burisrawa, Dursasana dan Patih Sengkuni. Dewa lain merasuk kepada Satyaki dan Gatotkaca. Burisrawa pergi menggoda Sumbadra, Patih Sengkuni mencari Kunthi dan Dursasana mencari Drupadi. Patih Senhgkuni mengejar Kunthi, dan berhasil menarik kain penutup buah dada. Kunthi mengutuk, kelak bila Patih Sengkuni mati jenasahnya akan busuk tidak seperti bangkai anusia. Dursasana menggoda Drupadi, dan berhasil melepas sanggul. Drupadi berjanji, ia tidak akan bersanggul sebelum berjamas dengan darah Dursasana. Burisrawa mengejar Sumbadra. Sumbadra lari, Srikandhi menghalanginya. Burisrawa diberi minuman keras. Setyaki memberi minuman keras kepada Baladewa. Setyaki dan Gathotkaca panas hati, karena Sumbadra digoda, lalu mencari sebab untuk
menghantamnya. kain Burisrawa diinjak oleh Setyaki, terjadilah perkelahian. para Korawa memisahnya. Patih Sengkuni ingin memukul Setyaki. Kartamarma disuruh menghina putra-putra Pandhawa. Kartamarma menghina Nakula, Sadewa, Pancawala, Angkawijaya dan Gathotkaca. Putra-putra Pandhawa mengamuk, terjadilah perkelahian. Baladewa melihat lalu dilerainya. Baladewa marah terhadap Gathotkaca. Gathothotkaca dipukulinya. Wrekodara membela anaknya. Kresna datang melerai perkelahian mereka. Para Pandhawa berkumpul lalu kembali ke Ngamarta PANDAWA DULIT Prabu Duryodana duduk di atas singhasana, dihadap oleh Patih Sakuni, Pendeta Durna, Dursasana, Burisrawa, Citraksa dan Citraksi. Raja merundingkan rencana pembunuhan terhadap Bima. Bima akan dimasukkan ke sumur Jalatundha. Sakuni ditugaskan menghadap raja Ngamarta, minta agar Bima datang di Ngastina untuk diangkat menjadi Adipati di Gajahoya. Perundingan selesai, Patih Sengkuni minta diri, Raja masuk ke istana permaisuri. Prabu Duryodana masuk ke istana permaisuri disambut oleh permaisuri. Raja bercerita tentang rencana untuk mengundang para Pandhawa. Kemudian raja bersamadi. Patih Sakuni bersama beberapa warga Korawa berbicara tentang rencana kepergian ke Ngamarta. Setelah siap mereka berangkat. Yudisthira berbincang-bincang dengan Bima, Nakula, Sadewa dan Gathotkaca. Tengah mereka berbincang-bincang, datanglah Patih Sakuni. Patih Sakuni minta agar Bima diperkenankan untuk dinobatkan menjadi Adipati di Gajahoya. Yudisthira dan adikadiknya menyetujui dan bersama-sama pergi ke Ngastina. Yudisthira sesaudara diterima oleh Duryodana. Bima ditempatkan di Gajahoya. Yudisthira diminta bertempat di Ketandhan, menjadi Lurah Pasar. Nakula dan Sadewa ditempatkan di belakang kerajaan, disuruh menjadi penggembala itik. Arjuna menghadap Bagawan Abiyasa, minta agar sang bagawan menghadiri penobatan Bima menjadi Adipati di Gajahoya. Bagawan Abiyasa tidak bersedia menghadiri
penobatan. Arjuna minta diri dan mohon doa restu. Arjuna kembali ke Ngamarta diikuti para Panakawan. Perjalanan Arjuna lewat di tengah hutan. Tiba-tiba dihadang oleh raksasa suami isteri. Terjadilah perkelahian. Raksasa berdua musnah terkena panah Arjuna, kemudian muncul Bathara Kamajaya dan Dewi Ratih. Arjuna dan Panakawan datang menghormat, Bathara Kamajaya memberi tahu bahwa Duryodana telah menipu saudara-saudara Pandhawa. Setelah memberitahukan hal tersebut, Bathara Kamajaya dan Dewi Ratih kembali ke Kahyangan. Arjuna meneruskan perjalanan. Dursasana mencoba akan membunuh Dwijakangka, nama lain dari Yudisthira, tetapi gagal. Karena Dwijakangka tidak dapat dilukai dengan jenis senjata apapun. Dursasana melarikan diri, karena merasa tidak mampu membunuh Dwijakangka. Duryodana sedang dihadap oleh para Korawa, Patih Sakuni dan Pendeta Durna. Arjuna datang dengan mengacungkan keris, akan membunuh Duryodana. Pendeta Durna membujuk agar Arjuna menyarungkan kerisnya. Dikatakan, bahwa Bima dikurung di Gajahoya, sebab ia akan dinobatkan menjadi adipati. Banowati menemui Kunthi dan kedua anaknya, Nakula dan Sadewa. Ia menyampaikan suguhan untuk mereka. Duryodana ikut menemui Kunthi dan dua anaknya. Nakula dan Sadewa bangkit marahnya, Duryodana dipukul dengan batu dan mengenai kepalanya. Arjuna menyamar sebagai penjual kinang atau kapur sirih di pasar. Baladewa, Banowati, dan para abdi membeli sirih dengan perlengkapannya. Pendeta Durna menyuruh para Korawa agar mencuri gada Bima. Gada Bima ditunggu oleh Bajobarat. Para Korawa diserang oleh Bajobarat. Para Korawa ketakutan, mereka melarikan diri. Bima dan Arjuna menemui Duryodana. Mereka mendakwa kejahatan Duryodana. Para Korawa mencoba meredakan kemarahan Bima. Terjadilah perkelahian. Bima dan Arjuna dikeroyok oleh para Korawa. Prabu Kresna merelai permusuhan Korawa dan Pandawa. Mereka mengadakan perdamaian.
Selanjutnya Pandawa dan Korawa mengadakan pesta perdamaian PANDAWA GUBAH Prabu Duryodana duduk di atas singhasana, dihadap oleh Pendeta Durna, Patih Sakuni dan Adipati Karna. Mereka membicarakan rencana pertemuan dengan Pandhawa. Raja ingin memberikan separuh negara kepada Pandhawa. Dewa kembar utusan Hyang Guru datang, untuk meminta kepada Duryodana supaya mendirikan Bale Kencana bertiang delapanratus. Raja menyanggupinya, akan dicarinya ke hutan Krukmandhala. Dewa kembar kembali ke Kahyangan, pertemuan dibubarkan, raja masuk ke istana. Prabu Duryodana menemui permaisuri, Retna Lesmanawati dan para abdi. Raja bercerita tentang pembicaraan di persidangan. Sementara itu di pagelaran jaba, di Alun-alun, Patih Sakuni dengan Korawa bersiap-siap menghantar kepergian raja ke Hutan Krukmandhala. Kemudian raja berangkat, naik di atas kereta kerajaan. Yudhistira berbicara dengan Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa, tentang rencana penerimaan separuh negara Ngastina. Dewa Kembar datang menyampaikan pesan Hyang Guru, Pandhawa disuruh mendirikan Balai Kencana bertiang delapanratus. Yudhisthira menyanggupinya. Dewa Kembar minta diri, Bima ditugaskan mencari delapanratus tiang ke Singgela Bima telah tiba di Singgela, bertemu dengan Patih Kartabangsa, meminta delapanratus tian kencana. Patih Kartabangsa tidak mengijinkannya. Bima ingin bertemu dengan rajanya, tetapi Patih Kartabangsa tidak memperbolehkan. Maka terjadilah perkelahian, Patih Kartabangsa kalah. Bima bertemu Raja Bisawarna. Raja memberikan delapanratus tiang. Tiang dibawa ke Ngamarta. Anoman melihat delapanratus tiang dibawa Bima, cepat-cepat lari menahannya dan merebutnya. Bima menang dalam perebutan, tiang dibawa pulang.
Bathara Guru cemas terhadap kerukunan Pandhawa dan Korawa. Perang Baratayuda mesti tidak akan terjadi. Bathara Citragotra dan Bathara Guritna disuruh turun ke marcapada, menggoda kerukunan Pandhawa dan Korawa. Bathara Citragotra dan Bathara Guritna turun ke marcapada. Masing-masing merasuk dalam diri Dursasana dan Burisrawa. Pandhawa dan Korawa telah hadir di Balai Kencana. Mereka berjanji untuk menerima separuh bagian kerajaan Ngastina, dan tidak akan bermusuhan. Kemudian mereka mengadakan pesta besar bersama. Dalam pesta besar tersebut, Burisrawa menggoda Sumbadra yang dikawal oleh Setyaki. Setyaki marah , Burisrawa dipukulinya. Dursasana menggoda Drupadi sanggul Drupadi lepas. Drupadi marah dan berkata, tidak akan bersanggul bila belum berjamas darah Dursasana. Pertemuan pesta menjadi kacau, Pandhawa mendakwa Korawa mendurhakai perjanjian. Prabu Duryodana menutup pertemuan, Pandhawa meninggalkan Balai Kencana PANDAWA SUNGGING Prabu Duryodana duduk di atas singhasana, dihadap oleh Patih Sakuni, Pendeta Durna, Burisrawa, Dursasana, Citraksa dan Citraksi. Raja membicarakan permintaan Burisrawa yang ingin memperisteri Sumbadra. Raja menyerahkan permasalahan itu kepada Pendeta Durna. Pendeta Durna menyanggupinya. Raja membubarkan pertemuan lalu masuk istana. Banowati dan Dursilawati menyambut kedatangan raja. Raja bercerita tentang masalah rencana perkawinan Burisrawa. Setelah bersantap, raja bersemadi. Pendeta Durna memanggil Adipati Karna, Burisrawa dan Jayadrata. Untuk dapat memboyong Sumbadra mereka harus dapat mencuri dengan jalan mengelabui para Pandhawa. Karna diubah dalam wujud Kresna. Burisrawa menjadi Arjuna, Jayadrata menjadi Gathotkaca. Mereka bertiga ditugaskan mencuri Sumbadra ke Madukara. Sumbadra dan Srikandhi bersiap-siap akan ke Ngamarta. Tiba-tiba Kresna palsu datang, Sumbadra diajak ke Ngamarta bersama-sama. Sumbadra menurut, lalu pergi bersama
Kresna palsu. Abimanyu merasa tidak enak, lalu minta persetujuan kepada Srikandhi, untuk mengikuti Kresna palsu dan Sumbadra. Kresna palsu telah tiba di luar istana, Sumbadara diserahkan kepada Arjuna palsu. Arjuna palsu dan Gathotkaca palsu disuruh kembali ke Ngastina. Abimanyu dan Srikandhi menemui Kresna palsu di luar istana. Srikandhi meminta kepada Kresna palsu agar Sumbadara dikembalikan. Kresna palsu tidak mengijinkan, lalu terjadi perselisihan. Kresna palsu dipanah oleh Srikandhi dan berubah menjadi Adipati Karna. Adipati Karna membalas dengan melepaskan panah angin, Srikandhi dan Abimanyu terbawa panah angin dan tiba di Dwarawati. Arjuna asli bersama panakawan berjalan di tengah hutan. Raksasa Kalarudra dan isteri mencegat Arjuna dan Panakawan, dan tidak memberi ijin Arjuna lewat. Terjadilah perkelahian seru. Arjuna melepaskan panah. Kalarudra dan isteri berubah menjadi Bathara Kamajaya dan Dewi Ratih. Arjuna memberi hormat lalu disuruh kembali ke Madukara. Kamajaya kembali ke Kahyangan bersama Ratih. Yudhisthira kedatangan Kresna asli. Kresna memberitahu rencana pendirian candi Saptaarga. Arjuna singgah di Ngamarta dan akan ke Madukara. Mereka membicarakan laporan Abimanyu tentang Sumbadra. Kresna asli dan Arjuna asli pergi ke Madukara. Kresna mencari akal untuk mengelabuhi Korawa. Gathotkaca diubah dalam wujud Duryodana, Arjuna menjadi Sakuni, Kresna menjadi Pendeta Durna. Bima diminta bersiap-siap di luar kerajaan Ngastina. Kresna telah mencipta kerajaan Ngastina. Arjuna palsu dan Sumbadra masuk di kerajaan Ngastina palsu. Durna palsu menerima Sumbadra, Arjuna palsu disuruh ke Mandura mengundang Baladewa. Prabu Baladewa diminta untuk mengawal pengantin. Durna palsu minta agar Duryodana palsu masuk ke istana Ngastina asli, mencuri Banowati dan Dursilawati. Duryodana palsu berangkat ke Ngastina. Sakuni palsu berubah menjadi Arjuna asli, Pendeta Durna menjadi Kresna asli. Duryodana asli ke istana, mengajak Banowati dan Dursilawati pergi ke Mandura. Banowati dan Dursilawati diajak ke Ngastina palsu. Duryodana asli menerima kedatangan Adipati Karna. Adipati memberi penjelasan hasil yang dicapainya. Prabu Baladewa datang, dan menanyakan rencana perkawinan Burisrawa. Duryodana tercengang, karena tidak merasa suruhan untuk mengundang Prabu Baladewa. Lesmanamandrakumara datang, memberi tahu, bahwa Banowati dan
Dursilawati hilang dari istana. Duryodana kebingungan, para Korawa disuruh mencarinya. Baladewa dan Adipati Karna meninggalkan Ngastina, hendak menyerang Madukara. Kresna dan para Pandhawa telah siap di Madukara. Banowati, Dursilawati dan Burisrawa ditahannya. Pandhawa tidak memberikannya, meskipun Baladewa yang meminta untuk dibebaskannya. Terjadilah pertempuran dahsyat. Adipati Karna dan para Korawa melawan Pandhawa dan putra-putranya. Korawa tercerai-berai oleh amukan Bima dan Gathotkaca, mereka kembali ke Ngastina. Arjuna dan Sumbadra menghadap Baladewa, mereka berdua minta dibunuhnya. Baladewa menjadi kasihan menerima kedatangan adiknya. Ia tidak marah lagi, tetapi minta agar Pandhawa melepaskan Banowati, Dursilawati dan Burisrawa. Pandhawa mau melepaskan semua tahanan dengan perjanjian Korawa tidak akan mengganggu para Pandhawa lagi. Keluarga Pandhawa dan Dwarawati mengadakan pesta keselamatan di Madukara. PANDAWA DADU Prabu Duryodana raja Ngastina duduk di atas singhasana dihadap oleh Patih Sakuni dan warga Korawa. Raja memperbincangkan rencana permainan dadu dengan para Pandhawa. Patih Sakuni memberi petunjuk rencana permainan dadu kepada raja dan warga Korawa. Kemudian raja meningalkan perundingan, masuk istana. Raja disambut oleh permaisuri dan putri raja, Lesmanawati. Kemudian raja bersamadi. Patih Sakuni dan para Korawa menanti raja, mereka akan ke Balai Kencana, menyambut kedatangan para Pandhawa. Setelah raja keluar dari istana, mereka berangkat naik kereta. Prabu Jayalengkara raja Parang Gumiwang duduk di atas singhasana, dihadap oleh Patih Jayahandaya dan Ditya Jayapracandha. Raja berkata, demi kebahagiaan negara dan rakyat, Prabu Darmakusuma yang menjadi sarana untuk tinggal di kerajaan. Maka raja mengirim surat kepada Prabu Darmakusuma raja Ngamarta. Ditya Jayapracandha ditugaskan untuk menyampaikan surat permintaan itu. Ditya Jayapracandha dan perajuritnya bertemu dengan perajurit Ngastina. Terjadilah perang, perajurit Ngastina menyimpang jalan.
Arjuna menghadap Bagawan Abyasa di pertapaan Wukir Retawu. Arjuna memberi tahu, bahwa Pandhawa akan mengadakan pertemuan dengan Korawa yang dipimpin oleh Duryodana. Mereka akan bermain dadu. Bagawam Abyasa memberi banyak nasihat, Arjuna disuruh kembali ke Ngamarta. Arjuna bersama panakawan segera berangkat. Perjalanan Arjuna dihadang oleh perajurit raksasa dari Parang Gumiwang. Terjadilah perkelahian, para raksasa musnah oleh panah Arjuna. Bima menghadap Anoman di Kendhalisada, memberi trahu rencana permainan dadu bersama warga Korawa. Anoman meberi nasihat makna pertemuan para Pandhawa dan Korawa. Itu awal akan terjadinya perang. Kresna raja Dwarawati dihadap oleh para isteri, Samba, Partajumena dan Setyaki. Raja memberi tahu, bahwa atas kehendak dewa akan terjadi awal mula timbul perang antara Pandhawa dengan Korawa. Raja Kresna ingin menyaksikannya, para putra diminta menjaga kerajaan. Yudhisthira duduk bersama Kunthi, Drupadi, Nakula dan Sadewa. Mereka menanti kedatangan Duryodana dan para Korawa. Duryodana datang, Yudhisthira menyambutnya. Patih Sakuni mengatur arena permaianan, siap dengan perlengkapannya. Setelah dijamu mereka bersiap-siap main dadu, Yudhisthira selalu kalah, harta kekayaan habis untuk taruhan. Yudhisthira sesaudara sedih, para Korawa bersukaria mengambil seisi kerajaan Ngamarta. Patih Sakuni hendak memboyong Kunthi, lalu menarik kain kemben. Dursasana menagkap Drupadi. Kunthi dan Drupadi berteriak keras. kunthi mengutuk dan berjanji, ia tidak akan berkain tutup buah dada, sebelum mendapat kulit Sakuni. Drupadi tidak akan bersanggul sebelum berjamas darah Dursasana. Bima dan Arjuna datang bersama. Mereka heran mendengar tangis, setelah mengerti persoalannya mereka mengamuk. Para Korawa bercerai berai lari tunggang-langgang. Yudhisthira berdiam diri, datanglah angin kencang, membawa para Korawa jatuh ke kerajaan Ngastina. Warga Pandhawa menjadi tenang.
Kresna datang dan melihat situasi sesudah terjadi keributan. Kunthi memberi penjelasan segala sesuatu yang terjadi. Kresna memberi tahu, bahwa itu kehendak dewa Yang Maha Tinggi. Bagawan Abyasa berbicara dengan Dhestharastra dan Widura tentang berita pertikaian Pandhawa dangan Korawa. Mereka setuju berkunjung ke Ngamarta. Prabu Jayalengkara dihadap oleh Patih Jayahandaka dan Ditya Jayapracandha. Tengah mereka berbincang-bincang datanglah Togog memberi tahu, bahwa utusan musnah oleh Arjuna. Prabu Jayalengkara marah, sang patih diminta mempersiapkan perajurit. Setelah siap, para perajurit raksasa berangkat ke Ngamarta. Yudhisthira sedang berbicara dengan Kresna, Bima dan Arjuna, Nakula dan Sadewa. Kresna memberi nasihat agar para Pandhawa mau menyerah kepada kehendak Dewa Yang Maha Tinggi. Tengah mereka berbicara, datanglah Bagawan Abyasa bersama Dhestharastra dan Widura Mereka menghoramat bersama. Setelah tahu, bahwa di Ngamarta telah terjadi keributan, Bagawan Abyasa memberi nasihat agar para Pandhawa mau menerima nasib jeleknya. Kelak dewa akan melindunginya. Perajurit raksasa yang dipimpin oleh Prabu Jayalengkara datang menyerang kerajaan Ngamarta. Bagawan Abyasa menugaskan Widura, Bima dan Arjuna untuk mengusir musuh. Jayalengkara mati oleh Widura, Patih Jayahandaka mati oleh Arjuna, dan perajurit raksasa musnah oleh Bima. Para Pandhawa mengadakan pesta bersama Abyasa dan para tamu yang hadir di Ngamarta. BALE SAGALA – GALA Prabu Kurupati raja Ngastina duduk di atas singhasana, dihadap oleh Patih Sangkuni, Dursasana, Durmagati, Kartamarma, Citraksa dan Citraksi. Raja memperbincangkan rencana pembagian negara Gajahoya. Patih Sangkuni mengusulkan agar para Korawa menyiapkan Bale Sagalagala. Rumah itu supaya dibuat dari bambu dan diberi obat supaya mudah terbakar, dan diberi sumbu pada empat sudut kayu penyangga. Setelah
siap dipakai, Kartamarma supaya mengundang para Pandhawa. Setelah selesai perundingan, raja masuk istana, bercerita kepada permaisuri. Para Korawa menghadiri di luar istana. Patih Sangkuni membagi tugas, Kartamarma ditugaskan mengundang para Pandhawa. Dursasana, Durmagati, Citraksa dan Citraksi ditugaskan mendirikan Pesanggrahan. Kunthi dihadap oleh Puntadewa, Bima, Arjuna, Pinten dan Tangsen. Tengah mereka berbincang-bincang Kartamarma datang, mengundang kehadiran para Pandhawa di Pesanggrahan untuk menerima bagian negara. Para Pandhawa berangkat ke Gajahoya. Kunthi dan para panakawan mengikutinya. Para Pandhawa datang di Ngastina, kemudian berangkat ke Bale Sagalagala Warga Korawa dan Pandhawa bersidang di Bale Sagalagala. Bima keluar dari Bale, kemudian didatangi oleh Bathara Narada. Bathara Narada memberi tahu, bahwa ada binatang aneh, Bima disuruh mengikutinya. Bathara Narada kembali ke Kahyangan, Bima kembali ke Bale Sagalagala. Prabu Kurupati bermain dadu dengan Puntadewa. Puntadewa amat senang, kemudian Kurupati mengajak bertaruhan. Kurupati akan menaruhkan bagian negaranya, Puntadewa akan menyerahkan hidupnya. Kurupati kalah, Patih Sangkuni berbuat curang, lalu dimarahi oleh Kunthi. Patih Sangkuni pergi, para Korawa menjamu minuman keras. Pandhawa ikut minum, kecuali Bima. Patih Sangkuni menyuruh agar Bale Sagala-gala dibakar segera. Bale Sagalagala terbakar, para Korawa menyelamatkan raja Kurupati. Bima cepat-cepat menyelamatkan ibu dan adik-adiknya. Garangan Putih datang, Bima dan saudara-saudaranya mengikutinya. Mereka masuk ke bumi. Kurupati mengira, bahwa Pandhawa telah mati terbakar. Sang Hyang Anantaboga yang tinggal di Saptapertala sedang dihadap oleh Dewi Nagagini. Dewi Nagagini bercerita tentang mimpinya. Ia bertemu dengan kesatria bernama Bima. Sang Hyang Anantaboga sanggup mencarikannya, lalu pergi meninggalkan pertapaan. Di tengah perjalanan bertemu Kunthi dan para Pandhawa. Mereka diajak ke Saptapertala dan mereka mau juga. Bima diambil menantu oleh Sang Hyang Anantaboga, kawin dengan Nagagini. Kunthi, Arjuna, Tangsen dan Pinten meninggalkan Saptapertala. Arjuna dan panakawan disuruh mencari air untuk Tangsen dan Pinten. Arjuna berangkat mencari air ke sebuah
sendang. Di sendang dilihat ada seorang wanita pengantin baru yang belum cinta kepada suaminya yang bernama Sagotra. Pengantin wanita itu diganggu oleh Arjuna, ia marah lalu mengadu kepada suaminya. Orang yang mengganggu supaya dibunuhnya. Sagotra sanggup, isterinya disuruh masak dahulu. Setelah masak, hidangan dijamukan kepada Arjuna. Sagotra berterimakasih, karena isterinya telah mau mencintainya. Sagotra kelak akan membantu Arjuna. Arjuna menyambut dengan senang hati. Arjuna kembali ke tempat adik dan ibunya. Raja raksasa di negara Manahilan bernama Prabu Budawaka. Raja gemar makan orang. Ketika Bagawan Ijrapa akan dimakan, ia minta berpamitan kepada anak asuhnya yang bernama Bambang Irawan. Raja mengijinkan, Bagawan Ijrapa menemui Bambang Irawan. Bima datang dan diberitahu tentang nasib Bagawan Ijrapa. Bima sanggup dimakan oleh Prabu Budawaka. Bima di bawa menghadap raja, kemudian akan dimakannya. Raja Budawaka mati oleh Bima. Irawan mengucap terimakasih dan kelak sanggup membantu Bima bila terjadi perang. Mereka kembali ke tempat tinggal masingmasing. Kunthi, Puntadewa, Tangsen dan Pinten menanti kedatangan Arjuna. Arjuna datang, kemudian disusul oleh kedatangan Bima. Mereka membawa buah tangan nasi dan lauk pauk. Mereka makan bersama, kemudian minum air sendang. Setelah minum semuanya mati, kecuali Semar. Semar marah, air sendang dikeringkan. Bathara Brama datang, minta agar Semar tidak mengeringkan air sendang. Semar mau tidak mengeringkan air sendang, asal semua yang mati dihidupkan kembali. Kunthi dan anak-anaknya hidup kembali. Arjuna diberi pusaka bernama Brahmastra oleh Bathara Brama. Kemudian Bathara Brahma kembali ke Kahyangan. Kunthi dan Arjuna disuruh ke Wukir Retawu. Sedangkan Puntadewa, Bima, Tangsen dan Pinten disuruh ke Wiratha dengan menggunakan nama samaran. Puntadewa bernama Wijakangka, Bima bernama Abilawa. Bima ikut pejagal bernama Walakas. Mereka berpisahan Prabu Matswapati yang bertahta di negara Wiratha sedang duduk di atas singhasana, dihadap oleh Seta, Untara, Wratsangka dan Patih Nirbita. Tengah mereka berbicara datanglah Wijakangka menghadap raja, dan ingin mengabdi, Raja Matswapati menerimanya. Para raksasa perajurit raja Manahilan datang, menyerang kerajaan Wiratha. Para putra raja ditugaskan melawan serangan musuh. Perajurit raksasa berhasil dimusnahkannya.
Raja Mastwapati mengadakan pesta kemenangan bersama para putra dan abdi kerajaan. BABAD WANAMARTA Prabu Matswapati duduk di Pancaniti, dihadap oleh Seta, Untara, Wratsangka, Surata dan Patih Nirbita. Raja membicarakan rencana pemberian hutan Wanamarta kepada Pandhawa. Raja menyuruh Patih Nirbita supaya memberitahu kepada Bagawan Abyasa, bahwa Pandhawa akan diberi tanah Wanamarta. Sang Patih segera minta diri, berangkat ke Wukir Retawu. Perundingan selesai, raja Matswapati masuk ke istana menemui permaisuri dan Untari. Raja bercerita tentang rencana pemberian tanah kepada Pandhawa. Kemudian raja bersamadi. Patih Nirbita berunding dengan Seta, Untara dan Wratsangka. Mereka hendak berangkat ke Wukir Retawu. Prabu Kalasambawa raja Nuswakambangan menerima kedatangan Patih Saramba. Patih memberitahu tentang keturunan Parasara yang pernah membunuh ayah raja. Patih mengusulkan agar keturunan Parasara yang sedang mendirikan Negara di Wanamarta dibunuhnya. Raja menyetujui, sang Patih disuruh mengangkat utusan para ditya yang hebat. Setelah siap mereka berangkat ke Wanamarta. Diperjalanan barisan raksasa Nuswakambangan bertemu dengan barisan Wiratha. Pertempuran tidak dapat dihindarkan, masing-masing menyimpang jalan. Bagawan Abyasa dihadap oleh Yudisthira, Arjuna, Nakula dan Sadewa. Sang Bagawan membicarakan Bima yang akan membuka hutan Wanamarta. Arjuna disuruh membantunya. Arjuna minta diri, para panakawan mengikutinya. Sepeninggal Arjuna dari Wukir Retawu, datanglah Patih Nirbita dan Seta. Mereka berdua memberitahu rencana raja Wiratha yang akan memberi anugerah hutan Wanamarta kepada Pandhawa. Bagawan Abyasa mengucap terimakasih. Patih Nirbita dan Seta minta diri. Perjalanan Arjuna di tengah hutan dihadang oleh barisan raksasa. Terjadilah perkelahian, para raksasa mati oleh Arjuna. Kombang Aliali yang tinggal di Randu Gumbala mendapat ilham supaya bersekutu dengan Arjuna. Ia bersama raja raksasa masuk ke hutan Wanamarta.
Raja raksasa bertemu dengan Bima, terjadilah perselisihan. Raja raksasa sewaktu akan dibunuh tiba-tiba musnah, bersatu dengan Bima. Arjuna dikeroyok oleh jin anak-anak Kombang Aliali. Jin diusir oleh Arjuna. Kombang Aliali ingin bersatu dengan Arjuna. Arjuna menolak, sebab tidak mungkin terlaksana. Sang Hyang Narada datang, Kombang Aliali disuruh merasuk kepada Arjuna. Setelah dirasuki Kombang Aliali, Arjuna bertambah sakti. Sang Hyang Narada minta agar Arjuna mau menggunakan nama Kombang Aliali, kemudian Sang Hyang Narada kembali ke Kahyangan. Partawati anak Prabu Partakusuma raja Cintakapura bercerita tentang mimpinya kepada ayahnya. Ia bermimpi kawin dengan Arjuna. Lalu minta dicarikan kesatria Arjuna itu. Prabu Partakusuma menyanggupina, lalu pergi mencarinya. Prabu Partakusuma berjumpa Arjuna bersama panakawan. Raja jin itu minta agar Arjuna mau diambil menjadi menantu. Arjuna marah, dengan geram mengusir raja jin itu. Raja jin yang sakti berhasil memboyong Arjuna, lalu dipertemukan dengan Partawati. Arjuna tertarik, lalu bersedia memperisteri Partawati. Prabu Partakusuma ingin melihat keris Pulanggeni, pusaka milik Arjuna. Arjuna memberinya. Prabu Partakusuma bunuh diri dengan keris Pulanggeni, seketika musnah, bersatu dengan Arjuna. Sejak itu Arjuna menggunakan nama sebutan Parta. Prabu Matswapati bercakap-cakap dengan Seta, Untara dan Wratsangka tentang Negara Ngamarta yang telah selesai dibangun oleh Pandhawa. Raja akan berkunjung ke Ngamarta. Prabu Kalasambawa menanti kedatangan utusan yang disuruh ke hutan Wanamarta. Tiba-tiba Togog datang, memberitahu tentang kematian para utusan. Raja marah, lalu pergi menyerang Ngamarta bersama perajuritnya. Bagawan Abyasa datang di Ngamarta, kemudian datang pula raja Matswapati. Warga Pandhawa dan Wiratha lengkap hadir di Ngamarta. Prabu Matswapati mewisuda Yudisthira menjadi raja di Ngamarta.
Patih Nirbita datang memberitahu, bahwa ada musuh datang menyerang kerajaan Ngamarta. Bima dan Arjuna ditugaskan melawan kedatangan musuh. Raja Kalasambawa dan perajurit raksasa musnah karena amukan Bima dan Arjuna. Kerajaan Ngamarta telah aman dan tenteram. Pesta besar di kerajaan Ngamarta, dihadiri oleh keluarga Pandhawa dan Wiratha PANDAWA MUKSA Parikesit raja Ngastina duduk di atas singhasana, dihadap oleh Patih Dwara dan Patih Danurwenda. Mereka menerima kehadiran Sri Darmakusuma, Sri Kresna, Sri Balarama, Kunthi, Drupadi, Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa. Sri Darmakusuma atau Puntadewa memberitahu, bahwa para Pandhawa telah selesai bersuci diri di sungai Bagiatri, kemudian akan muksa. Mendengar keterangan Prabu Puntadewa, Parikesit menjadi sedih. Sri Kresna menasihatinya dan supaya bersyukur kepada Tuhan, bahwa para Pandhawa telah mendapat karunia, dan mereka akan muksa. Puntadewa bercerita tentang ilham yang diterimanya. Ia memperoleh ilham, bahwa Pandhawa bersama Kunthi dan Drupadi pada waktu terang bulan yang akan datang diperkenankan muksa. Baladewa ingin ikut muksa, tetapi Sri Kresna tidak mengijinkan, sebab muksa itu atas kuasa Tuhan. Para Pandhawa, Kunthi, Drupadi dan Sri Kresna meninggalkan kerajaan. Baladewa diminta tinggal di Ngastina mengasuh raja Parikesit. Resi Wantrika dari pertapaan Rewantaka menghadap Sri Kresna sang resi minta agar anak Sri Kresna yang bernama Setyaka diperkenankan diambil sebagai menantu, akan dikawinkan dengan Endhang Puspawati. Sri Kresna ingin berunding di luar istana Ngastina. Resi Wantrika menyanggupinya. Sri Kresna berunding dengan Resi Wantrika. Sri Kresna mengijinkan, Setyaka boleh diambil menantu, asal sang resi bisa menjelaskan ungkapan bermakna, yaitu tentang sembah raga, sembah jiwa dan sembah sukma. Resi Wantrika dapat menjelaskan maksud ungkapan itu. Kemudian Sri Kresna minta agar Resi Wantrika mengajukan pertanyaan kepadanya. Resi Wantrika menanyakan jumlah anak Sri Kresna. Sri Kresna
menjawab jumlah anaknya, tetapi ada satu yang lupa tidak disebutnya. Resi Wantrika menjelaskan anak yang dilupakan, karena anak itu dibuang sejak bayi. Akhirnya Sri Kresna mengakuinya. Resi Wantrika bercerita, bahwa keturunan anak Sri Kresna yang sekarang hidup ialah Endhang Puspawati. Sri Kresna marah, Resi Wantrika akan dibunuh dengan senjata cakra, tetapi senjata tidak melukainya. Sang Hyang Narada datang, menjelaskan kebenaran, bahwa Endhang Puspawati adalah keturunannya. Senjata Cakra diminta oleh Sang Hyang Narada, dibawa ke kahyangan. Sri Kresna mengijinkan Setyaka memperisteri Endhang Puspawati. Setelah selesai perkawinan, Sri kresna menyusul para Pandhawa yang akan mencari jalan kemuksaan. Prabu Kiswaka anak Bomantara, raja Surateleng, dihadap oleh Adipati Glagah Tinunu, Ditya Wesi Aji dan Togog. Mereka mendengar kabar tentang para Pandhawa yang akan muksa, dan ingin membalas kematian ayahnya, memberontak pemerintahan Ngastina. Mereka bersiap-siap bersama perajurit, lalu mencegat perajurit Ngastina yang menghantar kemuksaan para Pandhawa. Terjadilah pertempuran, perajurit Surateleng menyimpang jalan. Para panakawan Pandhawa menghantar Arjuna mengikuti perjalanan Sri Kresna, Kunthi, Drupadi, Bima, Nakula, Sadewa dan Puntadewa. Perjalanan mereka tiba di desa Samahita. Mereka telah bersamadhi selama tujuh hari. Sri Kresna menanyakan ilham yang mereka peroleh. Kunthi bermimpi, seolah-olah raja Pandhu dan Madrim naik kereta akan menjemputnya. Drupadi bermimpi berjalan lurus, kemudian sampai di sebuah pintu gerbang bergapura intan berhias indah. Puntadewa bermimpi melihat keris berpamor emas. Keris itu masuk dalam sarungnya, lalu hilang dari pandangannya, tertutup oleh cahaya semu. Arjuna bermimpi melihat arca emas bergantung tanpa sangkutan, kemudian hilang masuk ke tubuhnya. Nakula bermimpi naik gunung bersalju bersama Sadewa, kemudian meluncur seperti panah meluncur dari busurnya. Mimpi Sadewa sama dengan mimpi Nakula. Bima bermimpi memandang cahaya sebesar kunangkunang yang bertempat di pusat Pramana Jati. Dipandang dari arah manapun cahaya itu tidak hilang. Sri kresna belum memperoleh ilham sama sekali. Seekor kuda berkepala manusia meluncur dari angkasa. Kuda itu dipanah oleh Arjuna, seketika berubah menjadi manusia tua, mengaku bernama Kyai Lurah Wilarsraya.
Wilarsraya bercerita tentang asal mula menjadi kuda berkepala manusia. Ia memang berasal dari kuda raja Gardhapura yang bersatu dengan seorang juru pemelihara kuda. Ia bertugas membantu Duryodana sewaktu perang baratayuda. Karena terkena panah, kepala kuda lepas dan tubuh manusia terpisah. Bersatulah tubuh kuda dengan kepala manusia pemelihara kuda, oleh karena kesaktian minyak sangkal yang dibawanya. Wilarsraya ingin mengabdi di Negara Ngastina. Sri Kresna menyetujui, Puntadewa memberi surat pengantar untuk Parikesit, raja Ngastina Sri Kresna, Kunthi, Drupadi dan para Pandhawa meneruskan perjalanan mereka. Tibatiba mereka melihat seorang nenek sedang menimba sumur. Setiap air yang ditimba sampai di atas, kemudian dimasukkan ke dalam sumur lagi. Sri Kresna menanyainya. Nenek itu bernama Nyai Ruminta. Ia memberitahu, bahwa harta kekayaannya dimasukkan ke dalam sumur, sebab sejak perang Baratayuda akan dirampok oleh perajurit Korawa. Ia menjadi janda dan menjadi salah satu korban perang. Jika Pandhawa tidak dapat menemukan dan mengembalikan kekayaannya, pasti akan mendapat hukuman Tuhan. Sri Kresna sanggup mengembalikan harta kekayaan Nyai Ruminta. Nyai Ruminta disuruh minta bantuan orang se desa untuk mengisi sumur dengan air sampai penuh meluap-luap. Orang sedesa mengambil air dari berbagai sumur, dituangkan ke dalam sumur yang berisi harta kekayaan itu. Bersama luapan air sumur keluarlah barang-barang emas berlian dari dalam sumur. Sri Kresna minta agar harta itu untuk semua orang di desa Samahita. Sri Kresna dan Bima melanjutkan perjalanan, mengejar perjalanan saudara-saudaranya yang telah jauh berjalan. Perjalanan mereka tiba di tepi samodera. Sri Kresna membuang pusaka saktinya yang bernama Sekar Wijaya Mulya. Sekar Wijaya Mulya mendarat di pulau, kemudian tumbuh menjadi: (1) tempat bunga tumbuh menjadi pohon Kastuba (2) bunganya tumbuh menjadi pohon Kembang Wijaya Kusuma (3) tutupnya tumbuh menjadi emponempon umbi-umbian. Perjalanan mereka tiba di sebuah rumah bertutup pintu di desa Padapa. Yang empunya rumah tidur di dalam. Bima dan Puntaewa mendekat, melihat orang yang telah tidak berkaku. Orang itu bernama Anggira, bekas abdi Gardhapati raja Singala. Ia korban perang Baratayuda yang masih hidup karena kebaikan seorang dukun dari desa Soka. Kunthi member aji Pameling. Drupadi memberi pusaka Sumbul Musthika yang bisa menghasilkan makan-makanan. Bima member aji Pagracut. Sri Kresna, Puntadewa, Arjuna, Nakula dan Sadewa memberi doa puji keselamatan untuk Anggira.
Mereka tiba di desa Soka, bertemu dengan Kuda Prewangan. Bima tahu, bahwa Kuda Prewangan itu jelmaan Dhang Hyang Drona, Arjuna segera melepaskan panah, kuda Prewangan musnah seketika. Didengar suara Drona, mengucap terimakasih atas kebaikan para Pandhawa. Orang-orang di desa Soka marah, para Pandhawa dikeroyok, tetapi mereka tidak mampu mengalahkan, meskipun para Pandhawa tidak melawannya. Bima menjelaskan dan minta maaf. Bima member ajaran kepada semua orang di desa Soka tentang hakikat pengabdian manusia di hadapan Tuhan Yang Maha Esa. Sri Kresna, Kunthi, Drupadi dan para Pandhawa selesai melakukan pemujaan berkeliling, lalu kembali ke kerajaan Ngastina. Selama dalam perjalanan Bima dan Kresna membicarakan amal bakti Dhang Hyang Drona. Raja Parikesit dan sanak saudaranya menjemput kedatangan mereka. Bima disambut tangis oleh dua cucunya. Danurwenda dan Sasi Kirana. Bima memberi nasihat banyak tentang hakikat dan kehidupan. Bima mengharap segala sikap Pandhawa selama hidup menjadi teladan bagi mereka berdua. Bima menghadiahkan aji kepada Danurwenda. Aji itu bernama Bandung Bandawasa, Ungkal Bener dan Blabak Pangantolantol. Kemudian memberikan gada Lukitamuka dan tombak Wilugarba kepada Sasi Kirana. Kunthi, Drupadi, Nakula, Sadewa, Arjuna, Puntadewa dan Bima muksa. Para anak cucu menyaksikan kemuksaan mereka. Kunthi berpakaian serba putih, naik ke candhi Rukmi, lalu bersamadi. Kemuksaan Kunthi ditandai oleh cahaya berbinar-binar menyambar Candhi Rukmi. Sukma dan raga Kunthi muksa. Drupadi berpakaian serba putih, naik ke Candhi Rukmi, lalu bersamadi. Kemuksaan Drupadi ditandai oleh sinar bundar seperti matahari berlubang berseri-seri. Nakula dan Sadewa bercuci diri di sungai Gangga, lalu mengenakan pakaian brahmana. Mereka masuk ke Candhi Sekar, bersamadi. Kemuksaan mereka ditandai oleh tiupan angin topan. Arjuna mandi di Sendhang Pangruwatan, lalu mengenakan pakaian brahmana. Arjuna masuk ke Candhi Sekar, bersamadi. Kemuksaan Arjuna kelihatan seolah-olah Arjuna naik dalam kereta yang nampak seperti cahaya berseri-seri. Kereta cahaya ditarik oleh seratus kuda, dikemudikan dewa dan dipayungi bidadari.
Puntadewa (Darmakusuma) bersama anjing naik ke Candhi Rukmi. Anjing itu bernama Linggasraya, kemudian berubah menjadi dewa Darma setelah ia memberi tafsiran terhadap tulisan yang didapat dalam Kalimsada. Dewa Darma kembali ke kahyangan, Dewa Indra menjemput Puntadewa dengan kereta cahaya dari kahyangan. Puntadewa muksa bersama Dewa Indra. Bima berbincang-bincang dengan Sri Kresna. Sri Kresna tidak akan muksa bersama Pandhawa sebab berbeda amal baktinya. Atas saran Bima, Sri Kresna bertapa di laut pasir, di tepi samodera. Setelah mereka selesai berbicara masalah muksa, Sri Kresna masuk dalam Candhi Rukmi, lalu pergi ke laut pasir untuk mencari kemuksaan. Bima masuk ke Candhi Sekar, bersamadi. Kemuksaan Bima ditandai oleh suasana tenang dan sunyi. Para pandhawa telah muksa, raja Baladewa minta agar Candhi Rukmi dan Candhi Sekar dibakar segera. Prabu Kiswaka dan Wesi Aji datang, menyerang kerajaan Ngastina. Setyaki dan Sasi Kirana menyambut serangan musuh Prabu Kiswaka hancur dipukul Setyaki dengan gada Wesi Kuning, Wesi Aji hancur kena pukulan gada Lukitamuka. Parikesit, Baladewa, Patih Dwara, Patih Danurwenda dan para sanak saudara berkumpul, mendoakan, arwah para Pandhawa yang telah muksa ke alam baka. PRESEPSI MASYARAKAT TERHADAP TOKOH PANDAWA
Tokoh Pandhawa salah satu kelompok tokoh cerita pewayangan yang digemari masyarakat Jawa. Lebih-lebih dalam kaitannya dengan tokoh-tokoh Korawa. Masyarakat Jawa, terutama dalang dan para penulis cerita mengangkat tokoh Pandhawa sebagai tokoh yang baik. Masing-masing tokoh mempunyai kelebihan, kehebatan yang luar biasa. Demikian hebat dan berlebihan tentang tokoh itu, sehingga kedudukan masing-masing tokoh dianggap sebagai tokoh ideal. Bermacam-macam tanggapan masyarakat terhadap tokoh-tokoh Pandhawa. Berikut ini beberapa pengamatan melalui beberapa sumber cerita yang melibatkan tokoh-tokoh Pandhawa. Tokoh Yudhisthira
Dalam cerita kelahiran para Pandhawa yang bersumber kitab Mahabharata pada bagian yang disebut Adiparwa, anak Pandhu yang pertama lahir dari Kunthi, bernama Yudhisthira adalah keturunan Dewa (Adiparwa, 1906: 120). Dalam cerita Jawa kuna Yudhisthira mendapat sebutan Dharmaputra (Bharatayudha: XIV. 3) Dharmasuta (Bharatayudha XVII. 4), Dharmaatmaja (Bharatayudha: XVII. 11) Dharmawangsa (Sudamala: IV. 101; Nawaruci, 1934: 35), Punta (Arjunapralabda: IV. 19). Ketika Padhawa menyamar dan mengabdi ke kerajaan Wiratha, Yudhisthira mengaku bernama Kangka atau Dwijakangka (Wirataparwa, 1912: 10). Nama Dwija Kangka juga ditemukan dalam kitab Abhimanyuwiwaha (Abhimanyu wiwaha: IV.11) Dalam cerita pewayangan Jawa baru Yudhisthira mendapat sebutan Darmaputra (Bratayuda 1954: II. 6), Punta (Mayer, 1924:31), Puntadewa (Gembring Baring: LVIII.7), Dremakusuma ( Gembring Baring XXXVI. 27), Prabu Darmakusuma ( Mangkunagara VII Jilid IX, 1932: 19) Yudhisthira beristeri Drupadi anak Prabu Drupada raja Pancala, kemudian beranak Pancawala. Dalam kitab Adiparwa diceritakan Drupadi menjadi isteri lima anggota Pandhawa (Adiparwa, 1906: 1818), atas perintah Kunthi yang sejak mereka berlima datang memberi tahu hasil kemenangannya mengikuti sayembara. Dikira mereka menyampaikan hasil minta-minta, bukan putri Drupadi. Karena terlanjur diucapkan oleh ibunya, supaya diperuntukkan lima saudara, maka Drupadi diperisteri lima warga Pandhawa. Perkawinan Drupadi dengan Yudhisthira beranak Pratiwindya, dengan Bima beranak Sutasena, dengan Arjuna beranak Srutakarma, dengan Nakula beranak Prasani dan dengan Sadewa beranak Srutasena (Adiparwa, 1906: 205) lima anak Drupadi itu disebut Pancakumara, artinya lima anak laki-laki. Dalam cerita Kuntul Wilanten (Mangkunagara VII Jilid IX, 1931: 25), Puntadewa kawin dengan Kuntul Wilanten anak raja Gendhing Kapitu, atas permintaan Kresna untuk syarat tolak bahaya wabah negeri Ngamarta. Kuntul Wilanten diperisteri Puntadewa (Yudhisthira ) setelah sayembara dengan mengalahkan empat putra raja Gendhing Kapitu dimenangkan oleh Pandhawa yang diwakili oleh Bima. Setelah perkawinan Kuntul Wilanten merasuk ke tubuh Yudhisthira, menyatu sejiwa raga dengan Yudhisthira. Cerita yang mengangkat tokoh Yudhisthira atau Puntadewa pada umumnya memberi kesan sebagai tokoh baik. Dikatakan Puntadewa sebagai jelmaan dewa Darma, berdarah
putih, berhati sabar dan jujur. Ia sebagai raja yang adil, berhati samodera, tidak sayang akan hidup dan rela mati, berhati suci. Ia mempunyai kesaktian yang luar biasa (Padmosukotjo, 1954: 88) Pada umumnya orang memberi konotasi, bahwa Yudhisthira berjiwa lemah, tidak dapat berperang. Mau berperang bika didorong oleh Kresna. Mpu Panuluh dalam kakawin Bharatayudha mengatakan, Yudhisthira anak dewa Darma bersikap tenang, karena sifatnya lemah lembut dan dalam pikirannya selalu memberi maaf (Bharatayudha: XL. 10). Ketika Kresna membujuk Yudhisthira untuk berperang melawan raja Salya, mulamula ragu-ragu, sebab raja Salya dianggap sebagai ayah sendiri. Tetapi karena raja Salya telah terlalu jauh berbuat dan melanggar aturan agama, maka Yudhisthira sanggup menahan serangan raja Salya (Bharatayudha: XLI. 5-6). Kemudian Yudhisthira mau membunuh raja Salya dengan senjata Pustaka yang bernama Kalimahosadha (Bharatayudha: XLII. Dalam cerita lakon berjudul Lampahan Sindusena (Mangkunagara VII Jilid XIV, 1932: 9) Yudhisthira menyamar menjadi seorang petapa bernama Bagawan Darmakusuma, bertempat di pertapaan Argadumilah. Ia disertai oleh penyamaran empat adiknya. Arjuna bernama Bambang Partakusuma, Nakula bernama Bambang Dewasuyasa, Sadewa bernama Bambang Tasasadewa dan Bima bernama Sindusena. Hampir dalam setiap lakon penulis cerita mengangkat Yudhisthira sebagai raja Ngamarta yang bijaksana, sebagai anggota Padhawa tertua pengasuh adik-adiknya dengan cintakasih, serta selalu hormat dan menjaga keselamatan Kunthi, ibunya. TOKOH BIMA Tokoh Pandhawa adalah salah satu kelompok tokoh cerita pewayangan yang digemari masyarakat Jawa. Lebih-lebih dalam kaitannya dengan tokoh-tokoh Korawa. Masyarakat Jawa, terutama dalang dan para penulis cerita mengangkat tokoh Pandhawa sebagai tokoh yang baik. Masing-masing tokoh mempunyai kelebihan, kehebatan yang luar biasa. Demikian hebat dan berlebihan tentang tokoh itu, sehingga kedudukan masing-masing tokoh dianggap sebagai tokoh ideal. Berikut ini beberapa pengamatan melalui beberapa sumber cerita yang melibatkan tokoh-Bima Dalam cerita kelahiran Pandhawa yang bersumber pada kitab Mahabharata pada bagian yang disebut Adiparwa, anak Pandhu yang ke dua lahir dari Kunthi bernama Bimasena,
keturunan Sang Hyang Bayu atau Sang Hyang Prabanjana (Adiparwa, 1906: 121) Dalam kitab Adiparwa itu nama Bimasena lebih banyak disebut dengan nama Bima. Dalam kitab Wirataparwa juga ada sebutan Bhimasena (Wirataparwa, 1912: 11) Dalam kitab Bharatayudha karangan Mpu Sedah dan Mpu Panuluh Bima mendapat sebutan Bhima (Bharatayudha XVII. 6) Pawanasuta (Bharatayudha XVIII. 4), Wrkodara (Nawaruci, 1934: 45) Ketika Pandhawa mengabdi ke negara Wiratha, Bima berganti nama Ballawa (Wirathaparwa, 1912: 11). Dalam cerita Jawa baru nama Bima kebanyakan mengikuti nama yang disebut dalam cerita Jawa kuna. Yaitu Bima dan Arya Bima (Bimasuci: IX. 6), Sena dan Arya Sena (Bimasuci III. 13), Wrekudara (Bimasuci: 1. 2), Raden Wrekodara (Bimasuci, 1937: 92), Pawanasuta (Bimasuci IV. 10), Werkudara dan Werkodara (Mayer, 1924: 48, 234) Nama Bratasena atau Arya Sena pemberian Bathara Narada atas perintah Bathara Guru, dan dimuat dalam cerita Bima Bungkus (Mangkunagara VII Jilid V, 1930: 24), setelah bungkus bayi dipecah oleh Gajah Sena. Ketika Bima lahir terdengar suara dari angkasa yang menerangkan, bahwa bayi itu kelak mahasakti dan luar biasa. Sejak kanak-kanak Bima diberi makanan beracun oleh Korawa. Makanan dimakan, tetapi Bima tidak mati. (Adiparwa, 1906: 120-125) Cerita Bima beristeri Hidimbi dimuat dalam kitab Adiparwa, kemudian beranak Gathotkaca (Adiparwa, 1906: 145) Dalam cerita Jawa baru dimuat dalam cerita lakon berjudul Lairipun Gathotkaca (Mangkunagara VII Jilid X, 1932: 19). Isteri Bima yang semula bernama Hidimbi menjadi Arimbi. Bima juga beristeri Nagagini anak Anantaboga di pertapaan Saptapratala, kemudian beranak Antasena atau Anantasena (Mangkunagara VII Jilid X, 1932: 14) sumber lain menceritakan, pekawinan BIma dengan Nagagini anak Hyang Anantaboga melahirkan anak Antareja. Sedangkan Antasena adalah anak dari hasil perkawinan Bima dengan Dewi Urangayu (Padmosukotjo, 1954: 90) Pada umumnya Bima atau Wrekodara dilukiskan sebagai tokoh sakti, kuat, teguh pendiriannya dan sukar ditaklukkan keinginnannya. Dalam cerita Nawaruci, Bima membunuh dua naga jantan betina di sumur Dorangga, yang kemudian naga itu berubah menjadi dewa Sarasanbaddha dan bidadari Harsanadi (Nawaruci, 1934: 28). Selanjutnya Bima juga membunuh raksasa bernama Indrabahu di tegal Andawana. Raksasa itu ternyata dewa Indra (Nawaruci, 1934: 32). Dalam cerita Dewaruci gubahan
Raden Ngabehi Yasadipura I, Bima membunuh raksasa Rukmuka dan Rukmakala yang bertempat di goa Candramuka. Setelah dibunuh dua raksasa itu menjadi dewa Indra dan dewa Bayu (Dewaruci: II. 17-21). Cerita pembunuhan dua raksasa itu sama dengan cerita Bimasuci karangan Dr.M. Prijohoetomo dalam kumpulan karangannya yang berjudul Javaansch Leesboek (Amsterdam, 1937). Dalam cerita perang Bharatayudha, Bima membunuh Dussasana (Dursasana) dengan kukunya (Bharatayudha: XIX. 14) dan membunuh Duryodana dengan memukulkan gadanya (Bharatayudha: XL VIII. 2) Kesaktian Bima didukung oleh senjata yang terkenal dengan nama Gada Rujak Polo dan pemilikan beberapa ilmu. Aji atau ilmunya bernama Wungkal Bener, Bandung Bandhawasa dan Jayasangara (Hardjawiraga, 1982: 173). Raden Ngabehi Yasadipura I menyebut aji terakhir itu dengan nama Jayasangsara (Dewaruci: IV. 3) Dalam cerita Senaroda, Bima mengangkat diri menjadi bagawan bergelar Bagawan Senaroda, mengajarkan ilmu baru tentang Ilmu Kesempurnaan Sejati (Suwandi, 1923: 35) Dalam beberapa lakon yang melibatkan tokoh Pandhawa, Bima kerap kali diangkat sebagai tokoh pemusnah musuh yang menyerang negara Ngamarta, Dwarawati dan Wiratha. TOKOH ARJUNA Dalam cerita Arjunawiwaha karangan Mpu Kanwa, Arjuna kawin dengan tujuh bidadari setelah berhasil membunuh Niwatakawaca raja Himantaka (Arjunawiwaha: XXXV. 115). Nama bidadari itu Supraba, Palupy, Tilottama, Menaka. Ternyata disebut tujuh bidadari, tetapi hanya dikemukakan empat nama saja. Dalam Serat Mintaraga karya Sunan Paku Buwana III, bidadari yang disebut yaitu Gagarmayang, Supraba, Tilotama, Warsiki dan Warsini. Dua cerita berjudul Mintaraga (Mayer, 1924: 124) hanya disebut lima bidadari, yaitu Supraba, Wilotama, Warsiki, Surendra dan Gagarmayang. Cerita perkawinan Arjuna dengan Srikandhi dimuat dalam buku Srikandhi Maguru Manah karangan Raden Ngabehi Sindusastra (VBG XXXIII No. 167, 1874), dan dalam bentuk cerita lakon berjudul Srikandhi Maguru Manah (Pakem Ringgit Purwa, SP 192 Ra: 62).
Arjuna juga memperisteri Dresanala dan beranak Wisanggeni (Mangkunagara VII Jilid XXVIII, 1932: 3) Arjuna dengan nama Pamade memperisteri Kencanawati dan Kencanawulan anak Prabu Sokadrema raja Sokarumembe, dalam cerita berjudul Lampahan Lobaningrat (Mayer, 1924: 249) Dari beberapa cerita diperoleh nama-nama anak Arjuna, tetapi tidak disebut nama ibu tokoh itu atau nama isteri Arjuna yang melahirkannya. Anak Arjuna yang sering disebutsebut yaitu: 1. Bambang Nilasuwarna dan Endhang Nilawati, cucu Bagawan Pramanasidi dari pertapaan Gebangtinatar. 2. Bambang Wijanarka, cucu Bagawan Partana dari Guwawarna. 3. Bambang Tejasuwarna, cucu Bagawan Jatisupadma dari Andongraras. 4. Bambang Manon Manonton, cucu Bagawan Sidiwacana dari pertapaan Andongpurnama 5. Bambang Setiwijaya dan Bambang Setiwigena, cucu Bagawan Jatimulya dari pertapaan Argatilasa (Padmosukotjo, 1954: 94). Mangkunagara IVdalam kitab Candrarini menyebut nama isteri Arjuna, yaitu Dewi Manohara, anak Bagawan Manikhara dari Wukir Tirtakawama (Mangkunagara IV, 1953: 58) Jumlah istri Arjuna boleh dikata banyak, maka tokoh Arjuna mendapat sebutan Lelananing Jagad. Cerita itu dimuat dalam cerita berjudul Arjuna Sendhang (Mangkunagara VII Jilid XX, 1932:17) dan Arjuna Terus (Mangkunagara VII Jilid XXVII, 1932:20). Tempat tinggal Arjuna bernama Madukara, sedangkan tamannya terkenal dengan taman Maduganda. Pada umumnya masyarakat memberi konotasi terhadap Arjuna sebagai kesatria yang ideal, terpuji, tangguh, berani berperang serta selalu menang dalam peperangan. Arjuna dikenal sebagai kesatria sakti yang kesaktiannya diperoleh karena tapanya dan didukung panah Pasupati anugerah dewa Siwah (Mintaraga, 1884: VII. 16: Arjunawiwaha : XII.1). Selain itu didukung pula oleh keris saktinya yang bernama Kalanadhah dan Pulanggeni, konon berasal dari taring Bathara Kala yang dicipta menjadi keris oleh Batara Guru. Selain Pasupati, panah Arjuna yang sakti bernama Ardhadhadhali, Sarotama dan Aryasengkali (Padmosukotjo, 1954: 91).
Dalam perang Bharatayudha Arjuna membunuh Baghadhata (Bharatayudha: XIII.16)‟ Jayadrata (Bharatayudha: XVI.6), Karna (Bharatayudha: XXXI.24). Arjuna bersama Srikandhi membunuh Bhisma dengan panah saktinya (Bharatayudha: XII.4). TOKOH NAKULA DAN SADEWA Cerita kelahiran para Pandhawa yang bersumber pada kitab Mahabharata, pada bagian yang disebut Adiparwa menyebutkan bahwa anak Pandu yang keempat, lahir dari Madri atau Madrim, bernama Nakula dan Sahadewa (Adiparwa, 1906: 122). Nama Nakula sering menjadi Sakula (Sudamala : IV.19). Sahadewa menjadi Sadewa (Sudamala: I,99). Dalam cerita Sudamala, Uma memberi nama Sadewa menjadi Sudamala setela ia diruwat olehnya. (Sudamala: IV.72) Ketika Pandhawa mengabdi ke Wiratha, Nakula berganti nama Grantika , sedangkan Sadewa berganti nama Tantripala (Wirataparwa , 1912: 11) Dalam cerita Jawa baru Nakula sering disebut dengan nama Tangsen, sedangkan Sadewa dengan nama Pinten (Mayer, 1924 : 159) Dalam cerita Sudamala, Sakula atau Nakula memperisteri Soka dan Sadewa memperisteri Padapa, setelah Sadewa menyembuhkan Tambapetra ayah dua perempuan itu (Sudamala: IV. 81). Dalam cerita lakon Nakula Rabi, Nakula memperisteri Dewi Suyati anak Prabu Kridhakerata raja Ngawuawu Langit (Mangkunagara VII Jilid XXI. 1932: 3) Dalam cerita Gembring Baring diceritakan Nakula beristeri Ganawati (Gembring Baring: XCVIII.20). Dalam cerita lakon Sadewa Rabi, Sadewa memperisteri Dyah Dewarsini anak Sang Badhawangan Nala yang bertempat di Toyawangi (Mangkunagara VII Jilid XXI, 1932: 15) Nakula dan Sadewa boleh dikata tidak banyak diangkat dalam cerita sebagai tokoh utama.. mereka berdua lebih banyak berkedudukkan sebagai tokoh penyerta yang selalu mengikuti Yudhisthira. Seolah-olah mereka menjadi ajudan raja Ngamarta. Rangkuman mengenai ketokohan Pandhawa
Budaya pewayangan tumbuh dan berkembang di masyarakat Jawa sejak abad sepuluh, dan sekarang masih dicintai oleh masyarakat. Budaya pewayangan yang didukung oleh karyasastra tulis berkembang lewat karya sastra Jawa kuna, Jawa tengahan dan Jawa baru. Karyasastra tulis itu didukung oleh pertumbuhan dan perkembangan cerita yang bersumber pada cerita Ramayana dan Mahabarata. Cerita yang bersumber pada kitab Mahabarata (Mahabharata) menampilkan tokoh Pandhawa dan nenek moyangnya, serta keturunannya. Cerita itu dikembangkan dengan mengangkat tokoh Pandhawa (Yudhisthira, Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa) dan putra-putranya. Kebanyakan cerita itu masih berpangkal pada sumber asli dan cerita baru direka menurut tujuan penciptaan masing-masing cerita. Karyasastra Jawa kuna yang memuat cerita tokoh Pandhawa secara kelompok dan perorangan yaitu: kitab-kitab parwa, Parthayajna, Arjunawiwaha, Parthayana dan Bharatayudha. Yang berbahasa Jawa tengahan yaitu: Nawaruci dan Sudamala. Karyasastra Jawa baru yang muncul dan bersumber pada cerita lama, yaitu Mintaraga, Wiwaha Jarwa, Dewaruci, Bimasuci, Bratayudha, Partakrama, Srikandhi Maguru Manah, Bagawan Senarodra. Cerita yang didukung oleh karyasastra dalam bentuk cerita pakem balungan (kerangka cerita dan menampilkan tokoh-tokoh Pandhawa dimuat dalam Serat Padhalangan Ringgit Purwa , Serat Lampahan Ringgit Purwa dan Serat Pakem Ringgit Purwa Tokoh-tokoh Pandhawa diangkat untuk mencipta cerita dengan menampilkan tokoh Pandhawa secara bersama dan secara perorangan, disusun dalam cerita yang melibatkan tokoh Korawa, Dwarawati, Mandura, Wiratha, raja sabrang dan Kahyangan. RANGKUMAN KETOKOHAN PANDAWA Judul cerita bertokoh utama Yudhisthira yaitu: Puntadewa Lair, Sayembara Gandamana atau sayembara Durpadi dan Kuntul Wilanten. Judul cerita bertokoh utama Bima yaitu Bima Bungkus, Arimba atau Lampahan Wanamarta, Dewaruci dan Senarodra. Judul cerita bertokoh Arjuna yaitu: Lairipun Arjuna, Partakrama, Alap-alapan Rarasati, Srikandhi Maguru Manah, Alap-alapan Ulupi, Alap-alapan Gandawati, Mintaraga, Arjuna Sendhang dan Arjuna Terus.
Judul cerita yang bertokoh Nakula atau Sadewa yaitu: Lairipun Nakula dan Sadewa, Nakula Rabi dan Sadewa Rabi. Judul cerita yang bertokoh Pandhawa bersama yaitu: Pandhawa Apus, Pandhawa Papa, Pandhawa Gupak, Pandhawa Dulit, Pandhawa Gubah, Pandhawa Sungging, Pandhawa Dhadhu, Bale Sagala-gala, Babad Wanamarta dan Pandhawa Babad. Tokoh Pandhawa dilibatkan dalam cerita yang mirip dengan cerita tokoh manusia, meliputi cerita kelahiran, perkawinan, kematian dan peristiwa penting yang terjadi dalam masyarakat. Masing-masing tokoh disebut dengan berbagai nama. Yudhisthira mendapat sebutan Dharmaputra (Damarputra), Dharmaatmaja (Darmaatmaja), Dharmawangsa (Darmawangsa), Punta, Puntadewa, Dremakusuma atau Darmakusuma. Bima mendapat sebutan Bhima (Bima), Bhimasena (Bimasena), Pawanasuta, Bayusuta, Ballawa, Jagal Bilawa, Birawa, Sena, Arya Sena, Bratasena, Wejasena, Wrekodara, Wrekudara, Werkodara, Werkudara. Arjuna mendapat sebutan Partha (Parta), Dhananjaya (Dananjaya), Wrehannala, Palghuna (Palguna), Palgunadi, Janaka, Pamade, Kombang Ali-ali, Kalithi dan Karithi. Nakula mendapat sebutan Tangsen dan Grantika. Sadewa mendapat sebutan Sahadewa, Tantipala dan Pinten. Negara Yudhisthira bernama Indraprastha (Indraprasta), Ngamarta dan Cintakapura. Tempat tinggal Bima disebut Jodhipati dan Tanggul Pamenang. Tempat tinggal Arjuna bernama Madukara dengan taman Maduganda. Tempat tinggal Nakula di desa Sawojajar, sedang desa tempat tinggal Sadewa bernama Bumi Ratawu. Yudhisthira beristeri Durpadi dan beranak Pancawala. Isteri lain bernama Kuntul Wilanten, tetapi isteri telah merasuk ke tubuh Yudhisthira.
Bima beristeri Hidimbi (Arimbi), beranak Gathotkaca, beristeri Nagagini beranak Antareja, dan beristeri Urangayu beranak Antasena. Arjuna beristeri Sumbadra, Srikandi dan Larasati (Rarasati), Ulupi, Gandawati, Dresanala, Supraba, Partawati, Srimendang dan beberapa isteri lain yang tidak disebut namanya, tetapi disebut anaknya. Anak Arjuna yang sering disebut-sebut dalam cerita yaitu: Abimanyu, Irawan, Wisanggeni, Pergiwa dan Pergiwati. Nama-nama tokoh anak Arjuna yang lain yaitu: Bambang Srigati, Bambang Nilasuwarna, Bambang Wijanarka, Bambang Tejasuwarna, Bambang Setiwijaya, Bambang Setiwigena, Bambang Manon Manonton, Dewi Gandasasi. Nakula beristeri Soka dan Dewi Suyati, beranak Bambang Pramusinta dan Dewi Pramuwati. Sadewa beristeri Padapa dan Dewarsini. Ia beranak Dewakusuma, Dewi Rayungwulan dan Bambang Sabekti. Pandhawa terkenal sebagai tokoh sakti . yudhisthira terkenal pusakanya yang berupa pusaka Kalimasada. Bima terkenal gagah perkasa, teguh sentosa dan mempunyai gada sakti bernama Gada Rujak Polo. Kukunya yang terkenal kuat dan sangat berguna untuk membunuh musuh bernama Pancakenaka. Aji yang berkekuatan luar biasa bernama Jayasangara atau Jalasangara. Arjuna terkenal pandai bermain panah. Panah saktinya bernama Pasupati, Aryasengkali, Sarotama dan Ardhadhali. Keris saktinya bernama Kalanadhah dan Pulanggeni. Nakula dan Sadewa tidak banyak diceritakan kehebatannya, hanya Sadewa yang dekat dengan dewa. Dalam akhir hidup mereka, menurut cerita Jawa kuna, hanya Yudhisthira yang suci dan tidak berdosa, maka ia naik ke surga. Sedang Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa harus masuk neraka, mereka berdosa. Mereka masuk ke surga setelah bersuci diri di sungai Gangga. Dalam cerita lakon Pandhawa Mukswa semua warga Pandhawa bisa mukswa ke surga tanpa menjalani hukuman di neraka. TAMAT