LAKON BANJARAN SENGKUNI : SEBUAH ANALISIS STRUKTUR Octavianus Harris Purwadi, Ari Prasetiyo Sastra Daerah Untuk Sastra Jawa, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia E-mail :
[email protected]
Abstrak Skripsi ini membahas tokoh utama dalam Lakon Banjaran Sengkuni (LBS) yang dipergelarkan oleh Ki Timbul Hadiprayitno. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tokoh dan penokohan tokoh-tokoh, khusunya tokoh Sengkuni dalam Lakon Banjaran Sengkuni (LBS). Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitis. Teori yang digunakan adalah teori struktural Teuuw dan dianalisis menggunakan langkah kerja Panuti Sudjiman. Hasil penelitian ini menemukan karakteristik tokoh Sengkuni yang baik (protagonis) melalui sudut pandang para Kurawa, dan yang jahat (antagonis) melalui sudut pandang para Pandawa.
Character and Characterization in Lakon Banjaran Sengkuni : an Analysis Structure Abstract This Thesis discussed the main character in Lakon Banjaran Sengkuni (LBS) that were staged by Ki Timbul Hadiprayitno. The aim of this research is to find out characterization of the characters, especially Sengkuni figures in Lakon Banjaran Sengkuni (LBS). This research using a descriptive analysis methods. The basic theory that used is structural theory from Teuuw and analyzed using Panuti Sudjiman’s work steps. The result of this research finds out the good (protagonist), through the viewpoint of the Kurawa, and the bad (antagonist), through the viewpoint of the Pandawa, characteristic of Sengkuni. Keywords: character, characterization, LBS, Sengkuni
1. Pendahuluan Masyarakat Jawa dengan kekayaan budaya yang mereka miliki, baik berupa kebudayaan yang tertulis maupun lisan, telah dikenal secara luas oleh masyarakat Indonesia pada umumnya. Berbagai macam kebudayaan tercipta di tengah-tengah kehidupan masyarakat Jawa. Koentjaraningrat (2002:144) mengatakan bahwa kebudayaan merupakan seluruh hasil cipta, rasa, dan karsa manusia yang diperoleh melalui proses belajar, dan kebudayaan memiliki tiga bentuk, yaitu berupa ide gagasan, tindakan atau perilaku, dan juga artefak. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat kita ketahui bahwa kebudayaan masyarakat Jawa tercipta melalui proses belajar yang panjang dan terus berlangsung hingga sekarang.
Tokoh dan..., Octavianus Harris Purwadi, FIB, 2014
Salah satu hasil dari kebudayaan masyarakat Jawa adalah karya sastra. Sastra atau kesusastraan Jawa muncul pada awal abad ke-8, hal tersebut ditandai dengan ditemukannya penggunaan bahasa Jawa Kuno dalam prasasti-prasasti kraton pada zaman antara abad ke-8 dan ke-10 atau bahasa yang digunakan dalam kesusastraan kuno abad ke-10 hingga ke-14. Kesusastraan Jawa, yang diketahui telah ada sejak abad ke-8, sampai sekarang terus mengalami perkembangan yang kemudian dibagi menjadi beberapa masa yaitu Jawa Kuno, Jawa Pertengahan, Jawa Baru, dan Jawa Modern. Pada masa-masa tersebut dikenal beberapa jenis karya sastra yang terkenal pada masanya seperti kakawin pada masa Jawa Kuno, kidung pada masa kesusastraan Jawa Pertengahan, macapat pada masa kesusastraan Jawa Baru, dan yang terakhir cerita rekaan dalam kesusastraan Jawa Modern (Koentjaraningrat, 1984:18). Selain keempat masa tersebut, sastra juga dibedakan menjadi dua yaitu sastra tradisional dan sastra modern. Karya sastra tradisional biasanya berupa karya sastra yang menceritakan mengenai raja-raja Jawa dan di dalamnya mengandung nilai-nilai dan ajaranajaran. Sastra tradional dapat dibagi menjadi sastra lisan dan sastra tulis (Ras, 1985:3). Pertunjukkan wayang kulit dianggap sebagai salah satu bentuk sastra tradisional. Wayang disebut sebagai karya sastra karena di dalam sebuah cerita wayang terdapat unsurunsur pembangun karya sastra, yaitu tema, alur, latar, dan tokoh penokohan. Dalam dunia pewayangan, cerita-cerita wayang merupakan salah satu karya sastra yang kemudian dikenal dengan sebutan lakon. Lakon dibagi menjadi empat jenis, yaitu lakon baku atau lakon pokok, lakon carangan, lakon karangan, dan lakon sempalan (Feinstein, 1986: XXXIII). Lakon baku atau pokok adalah cerita lakon wayang
yang
bersumber pada epos Ramayana dan Mahabharata. Alan Feinstein menjelaskan bahwa lakon pokok merupakan lakon yang sudah lama dianut oleh suatu kelompok dalang di daerah tertentu. Lakon carangan merupakan cerita lakon wayang yang masih berasal dari lakon pokok namun digubah secara berurutan menjadi sebuah bentuk baru. Lakon karangan merupakan lakon yang terpisah dari lakon pokok dan tidak memiliki kelanjutan. Lakon karangan merupakan lakon yang berdiri sendiri dan tidak memiliki kaitan dengan lakon pokok. Lakon sempalan merupakan lakon yang berupa salah satu episode atau bagian lakon pokok yang dikembangkan berdasarkan cerita yang lain dan terkadang tidak terkait dengan lakon pokok (Sutrisno, dkk. 2009: 22-23). Dalam perkembangannya, lakon-lakon wayang kemudian bertambah menjadi beberapa bentuk. Para dalang kemudian membuat cerita sendiri. Salah satu bentuk lakon
Tokoh dan..., Octavianus Harris Purwadi, FIB, 2014
yang dibuat oleh dalang adalah lakon banjaran. Lakon banjaran merupakan sebuah lakon yang mengisahkan tentang perjalanan hidup seorang tokoh dalam pewayangan secara kronologis, yaitu dari ia lahir hingga kematiannya (Sutrisno, dkk. 2009:25). Semua kisah dan peristiwa penting seorang tokoh diceritakan dalam lakon tersebut. Pada sebuah karya sastra wayang dapat ditemukan sebuah lakon yang memiliki judul nama seorang tokoh wayang. Lakon dengan judul tokoh wayang muncul karena tokoh wayang tersebut dominan dan memiliki peran yang penting dalam cerita. Salah satu lakon banjaran yang dikenal oleh masyarakat Jawa ialah Lakon Banjaran Sengkuni (LBS). Lakon ini mengisahkan kehidupan Sengkuni dari awal mula pengabdiannya di kerajaan Astina sampai kematiannya.
2. Tinjauan Teoritis
Lakon sebagai salah satu bentuk karya sastra rekaan pasti mengandung unsur- unsur cerita seperti tokoh dan penokohan, alur, latar, dan tema. Unsur-unsur tersbut saling berkaitan dalam membentuk suatu cerita rekaan. Penelitian ini akan menggunakan analisis strukturalisme yang bertujuan untuk memahami tokoh cerita dengan cara menganalisis dan meneliti secermat, seteliti, dan semendalam mungkin keterkaitan serta keterjalinan semua aspek dalam karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh (Teeuw, 1988: 112). Pada penelitian ini, penulis akan menggunakan teori struktural untuk mengungkapkan pesan yang terkandung melalui unsur-unsur interinsik yang berkaitan tersebut. Teori strukturalisme menurut Hawkes (1978: 17) adalah cara berpikir tentang dunia yang secara dominan dihubungkan dengan persepsi dan deskripsi struktur. Dalam ilmu sastra, paham Hawkes tersebut adalah konsep sistem hubungan sebagai pembangun karya sastra. Untuk memahami penokohan Sengkuni dalam Lakon Banjaran Sengkuni, penulis menggunakan langkah kerja penelitian unsur-unsur teks yang ditulis oleh Panuti Sudjiman dalam bukunya yang berjudul Memahami Cerita Rekaan (1992). Panuti
Sudjiman
mengatakan bahwa dalam membahas suatu karya sastra harus melihat struktur yang membangun karya sastra tersebut. Unsur-unsur yang dikatakan sebagai pembangun karya sastra dalam buku Memahami Cerita Rakaan antara lain adalah tokoh dan penokohan, alur, latar, dan tema.
Tokoh dan..., Octavianus Harris Purwadi, FIB, 2014
3. Metode Penelitian
Sumber data penelitian yang akan digunakan adalah rekaman suara pertunjukkan wayang dengan lakon Banjaran Sengkuni (LBS) yang telah disajikan oleh Ki Timbul Hadiprayitno. Data tersebut berupa rekaman audio yang diperoleh dari rekaman Radio Suara Kenanga Yogyakarta. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis. Metode deskriptif adalah metode yang menggambarkan data yang telah ada di dalam karya sastra, sedangkan metode analisis merupakan metode yang kemudian dipakai untuk menguraikan atau membahas data yang ada dalam karya sastra tersebut. Metode deskriptif analisis pada penelitian ini digunakan untuk membahas dan menggambarkan kenyataan yang ada dan disusul dengan analisis terhadap karya sastra. (Nyoman Kutha Ratna, 2004: 54)
4. Pembahasan 4.1. Tokoh dan Penokohan Tokoh dalam suatu cerita berdasarakan fungsinya dapat dibagi menjadi dua, yaitu tokoh sentral dan tokoh bawahan. Tokoh sentral merupakan tokoh yang memegang peranan penting dan menjadi pusat sorotan dalam cerita. Panuti Sudjiman (1992: 18) mengatakan bahwa yang menjadikan seorang tokoh menjadi tokoh sentral adalah intensitas keterlibatan tokoh tersebut dalam peristiwa-peristiwa yang membangun cerita. Tokoh sentral yang memegang peran pimpinan dan juga menjadi pusat sorotan dalam sebuah cerita disebut protagonis. Tokoh protagonis ditentukan dengan memperhatikan hubungan antar-tokoh, sedangkan tokoh yang menjadi penentang utama dari tokoh protagonis disebut sebagai tokoh antagonis. Tokoh antagonis juga termasuk tokoh sentral dalam sebuah cerita. Tokoh protagonis mewakili yang baik dan yang terpuji, sedangkan tokoh antagonis mewakili pihak yang jahat atau yang salah. Tokoh bawahan adalah tokoh yang kedudukannya tidak sepenting tokoh sentral, namun kehadirannya diperlukan dalam mendukung cerita (Panuti Sudjiman, 1992: 18-19). Tokoh juga dibedakan menjadi tokoh datar atau tokoh pipih dan tokoh bulat. Tokoh datar adalah tokoh yang sifat atau wataknya tidak banyak berubah atau bahkan ada kalanya tidak berubah sama sekali, sedangkan tokoh bulat merupakan tokoh yang digambarkan
Tokoh dan..., Octavianus Harris Purwadi, FIB, 2014
memilki kekuatan dan kelemahan. Watak tokoh bulat dikatakan dapat berubah dan tidak terduga. Yang dimaksud dengan watak ialah kualitas tokoh, kualitas nalar, dan jiwanya yang membedakannya dengan tokoh lain (Panuti Sudjiman, 1986: 80). Penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh inilah yang kemudian disebut dengan penokohan (Panuti Sudjiman, 1986: 58). Sengkuni dalam LBS merupakan tokoh sentral yang memiliki peran besar dalam mempengaruhi alur cerita. Sengkuni sebagai tokoh sentral dapat dikatakan sebagai tokoh yang memiliki peran antagonis melalui semua tindakan buruk yang ia lakukan dan juga sebagai tokoh yang memiliki peran sebagai protagonis mealui usaha yang ia lakukan demi keponakannya. Tokoh Sengkuni sebagai tokoh antagonis maupun tokoh protagonis dlihat melalui sudut pandang dan hubungannya dengan tokoh-tokoh lain dalam cerita LBS. Tokoh Sengkuni menjadi pemicu sebagian besar konflik yang ada dalam LBS. Melihat dari bagaimana peran Sengkuni dalam LBS maka dapat dipahami bahwa Sengkuni merupakan tokoh sentral dengan peran antagonis melihat dari tindakan- tindakan dan perbuatan Sengkuni, dan juga perseteruannya dengan para Pandawa dalam cerita LBS. Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh Sengkuni dalam LBS menyebabkan terjadinya konflik-konflik dalam cerita. Memfitnah patih Gandamana, merebut membuka
penutup
dada
Dewi
Kunthi,
sampai
minyak
tala,
membuat Pandawa terusir dari
kerajaannya sendiri jelas merupakan beberapa perbuatan yang terjadi dalam cerita LBS. Sengkuni yang menghalalkan segala cara demi mencapai tujuannya juga semakin menunjukkan bahwa Sengkuni bukanlah seorang tokoh yang dapat
dijadikan contoh.
Sengkuni menjadi seorang tokoh antagonis dari sudut pandang para Pandawa dalam cerita LBS. Sengkuni dapat dikatakan sebagai tokoh protagonis jika melihat dari sudut pandang tokoh Duryudana. Sengkuni sebagai tokoh protagonis terlihat dalam tindakan yang dilakukannya untuk Duryudana. Sengkuni selalu membantu dan berusaha untuk menjadikan keponakan-keponakannya tersebut menjadi lebih unggul dari para Pandawa. Meskipun Sengkuni memiliki sifat-sifat negatif, namun yang dilakukan Sengkuni dalam cerita ini semata-mata hanya karena rasa sayangnya kepada Duryudana dan para Kurawa. Sengkuni merupakan tokoh yang sebenarnya memiliki sifat baik, ia berani, setia mengabdi pada negara, cerdik, memiliki banyak akal, dan penyayang. Sifat-sifat negatif yang ada pada Sengkuni muncul karena ia ingin menjadikan para Kurawa lebih hebat dari para Pandawa.
Tokoh dan..., Octavianus Harris Purwadi, FIB, 2014
Melihat dari perubahan sifat yang terjadi pada Sengkuni maka ia dapat dikatakan sebagai tokoh bulat, karena terdapat sisi baik maupun sisi buruk pada diri Sengkuni. Dapat disimpulkan bahwa tokoh Sengkuni dalam LBS memiliki watak dan sifat yang baik, dan juga merupakan tokoh protagonis jika dilihat dari sisi Duryudana dan para Kurawa, maupun buruk atau tokoh antagonis, jika dilihat dari sisi para Pandawa dan tokoh-tokoh yang mengalami konflik dengan Sengkuni. Sifat-sifat baik yang dimiliki Sengkuni adalah berani, setia mengabdi pada negara, cerdik, dan penyayang. Sedangkan sifat-sifat buruk yang dimiliki oleh Sengkuni dalam LBS adalah licik, menggunakan segala cara untuk mencapai tujuannya, pandai memfitnah, dan juga licik. Tokoh Sengkuni dan dua sisi yang dimiliki oleh tokoh tersebut menunjukkan bahwa tokoh-tokoh dalam wayang tidak hitam-putih, setiap tokoh dalam wayang memiliki sifat baik maupun buruk dalam dirinya. Tokoh Sengkuni dalam LBS menunjukkan bahwa tokoh yang selama ini dianggap hanya memiliki keburukan dan kejahatan ternyata masih memiliki nilai baik pada dirinya. Tokoh sentral lain yang terdapat dalam LBS adalah Bratasena. Bratasena menjadi lawan utama dari Duryudana dan Sengkuni. Bratasena dalam LBS digambarkan sebagai tokoh yang berani dan menjunjung tinggi nilai kebenaran. Keberanian Bratasena pada saat Bratasena maju ke medan perang sebagai seorang senopati muda. Ia bertarung melawan Brajadenta dalam peperangan tersebut. Sifat Bratasena yang menjunjung tinggi nilai kebenaran terlihat pada saat dia berani melawan Prabu Destarastra yang menuduh Bratasena telah melakukan tindakan yang tidak patut. Bratasena
: Berani, menjunjung tinggi kebenaran, ksatria
“Ingkeng nistha iku aku apa anakmu? Lenga tala kuwi pancen kuwajibane Pandhawa, nanging Kurawa mbudidaya murih bisa kelakon kanggonan lenga tala tur ta kanthi gawe cintrakane Abiyasa kakekku. Rehne Kurawa kuwi anakmu Destarastra. Destarastra wakku kuwi sejatine ora mung picak tata gelar nanging tekan batinmu ingkang ora ngerti laku utama, ingkang ora ngerti tumindak becik.” (LBS: 92-93)
Dalam LBS juga terdapat tokoh bawahan yang perannya tidak terlalu penting dan kemunculannya dalam cerita tidak terlalu banyak. Tokoh-tokoh tersebut ialah Arimba, Arimbi, Brajadenta, Begawan Sularsadewa, Tumenggung Paneteg Panata Panigasaning Rikma, Endhang Sayuti, Nakula, Sadewa, Durna, Aswatama, Dewi Gendari, Dewi Kunthi, Dursasana, Durmagati, Citraksi, Begawan Abiyasa, Punakawan, Raden Sanjaya, Prabu Tremboko, dan Prabu Kresna. Tokoh-tokoh tersebut disebut sebagai tokoh bawahan yang
Tokoh dan..., Octavianus Harris Purwadi, FIB, 2014
tidak terlalu penting dalam cerita karena peran tokoh-tokoh tersebut tidak terlalu berdampak pada alur cerita LBS. Prabu Pandu : Adil, berbudi baik, bijaksana “Mboten wonten panjenengan narendra ing sajagad rat pramudhita, ingkang sinungga pratiwi kasungsungan ing akasa, kagebeng ruhara, ingkang winengku samudra laya kaseksenan Sang Hywang Chandra inggih kepadhangan Sang Hywang Surya. Datan ana praja mirip kadi wong agung ing Hastina. Panjenengane narendra tumindak adil paramarta, berbudi bawaleksana, loma blaba marang darana boga saben dinten lumintu. Awit ngupaya dasih utami. Memulang wong balilu, njangkung prang apupuh. Ngapura lepating wadya agung tiniti priksa, mintir pangreh utama.” (LBS: 2)
Prabu Basudewa
: Bijaksana
“Rehne nagari Ngastina taksih wonten ingkang saged lan saktrep dipunpitados ndhepani negari ing Ngastina. Mboten wonten sanes paman Patih Gandamana. Prayoginipun, bilih Trigantalpati sak kadang Kurawa badhe ngaturaken bekti dhumateng negara Ngastina, namung wonten sakwingkingipun paman Gandamana dados wonten madyaning paprangan menika kapurba dening senopati ingkang kaasta dening paman Gandamana.” (LBS: 11)
Gandamana
: Berani, berbakti pada negara, mudah marah
“Aja melu-melu, iku kuwajibanku. Putuku para Kurawa didhawuhi mundur, wis tak papagne prajurit Pringgondani.” (LBS: 25) “Luputmu tok kempit tok indhit kowe ngaku ora luput? Trigantalpati bagus wujudmu nanging ala brabehanmu, iblis laknat. Manungsa wujudmu nanging setan watakmu. Yo kowe iku sing diarani setan pengawak manungsa. Ana negara Ngastina wus marambah kaping pira. Janji kowe matur marang Prabu Pandhu Dewanata wenang-wenanga digugu, wenang-wenanga dipercaya. Lamun kowe arep golek pangalembana. Golek ganjaran kudu ngatonke lelabuhan becik, nanging aja ngidak-idak marang awaking liyan. Gandamana ora malik tingal ora melu mungsuh, tok aturake kanthi wani. Kowe nganggep nek aku melu mungsuh.” (LBS: 49)
Prabu Destarastra
: Penyayang, mudah marah
“Trigantalpati luput. Nanging luput mau rak kudu dipenggalihake para kadang sentana lan para wadya, yen perlu para kawula. Apa sebabe Gandamana tumindak dhewe? Trigantal pati diidak-idak. Miturut ature Gendari nganti rusak jagade. Aku mung bisa mirengake suarane saiki malik. Miturut ature Gendari jarene lambene juwewek mripate kincer, boyoke rengkeng-rengkeng. Aku ora trima. Endi Gandamana arep tak kembari kadigdayane.” (LBS: 54)
Duryudana
: Penurut
“Sumela konjuk atur kanjeng Paman Prabu. Nadyan ingkang putra pun Kurupati ugi sagah badhe ndhepani paprangan.” (LBS: 10)
4.2. Alur Alur adalah peristiwa-peristiwa yang diurutkan sehingga membangun tulang punggung cerita. Alur terdiri dari rangkaian peristiwa yang dirunut berdasarkan urutan
Tokoh dan..., Octavianus Harris Purwadi, FIB, 2014
tertentu. Urutan peristiwa yang ada dalam cerita dapat disusun menurut urutan waktu terjadinya (Panuti Sudjiman, 1992: 29). Di dalam alur terdapat juga istilah pengaluran. Pengaluran adalah pengaturan urutan peristiwa pembentuk cerita (Panuti Sudjiman, 1992: 31). Menurut Panuti Sudjiman, pengaluran dibagi menjadi dua, yaitu alur terusan atau alur linier jika di dalam sebuah cerita, peristiwanya susul-menyusul secara temporal dan alur balikan jika di antara peristiwa tersebut terdapat sorot balik. Untuk menentukan alur yang terdapat dalam LBS maka peristiwa-peristiwa penting yang membentuk struktur alur cerita LBS harus dicari terlebih dahulu. Alur dan peristiwa dalam LBS didapat dengan cara memperhatikan susunan peristiwa-peristiwa penting yang terjadi dalam cerita LBS. Berikut adalah susunan peristiwa-peristiwa penting yang ada dalam cerita LBS : 1. Pertemuan antara Prabu Pandu Dewanata dan Prabu Basudewa di Astina 2. Trigantalpati, Sanjaya, Gandamana, dan Kurupati yang hadir pada pertemuan tersebut memberi salam hormat pada Prabu Basudewa 3. Basudewa bertanya pada Pandu tentang maksud dan tujuan ia diundang kepertemuan tersebut 4. Pandu bercerita mengenai Prabu Tremboko yang yang berniat menggabungkan negara Pringgondani dan Astina, dan menginginkan agar Astina mau tunduk pada Pringgondani 5. Pandu meminta nasehat pada Basudewa mengenai hal tersebut 6. Basudewa berkata bahwa Pandu tidak perlu takut jika Tremboko benar-benar menyerang Astina, Mandura siap membantu 7. Trigantalpati membawa pesan dari Destarasta bahwa ia tidak akan setuju jika Astina diserahkan pada Tremboko, dan mengatakah bahwa para Kurawa siap berjuang demi Astina. Gandamana, Sanjaya, dan semua yang hadir pada pertemuan tersebut tidak setuju dengan keinginan Prabu Tremboko dan siap melawannya 8. Trigantalpati menawarkan diri menjadi senapati perang, namun Prabu Basudewa tidak setuju begitu pula dengan Prabu Pandu. Mereka menunjuk Gandamana untuk memimpin peperangan. 9. Trigantalpati bertemu dengan Kurupati, Dursasana, Durmagati, dan Citraksi 10. Trigantalpati menyusun siasat agar Kurupati dapat menjadi raja di Astina 11. Tremboko berbincang bersama anak-anaknya, Arimba, Arimbi, dan Brajadenta mengenai keinginannya. Dia berkata jika Pandu tidak mau mengikuti keinginannya menguasai Astina, maka Pringgondani akan berperang dengan Astina. 12. Seorang prajurit tiba-tiba datang menghadap Prabu Tremboko dan mengatakan bahwa prajurit Astina datang ke Pringgondani 13. Arimba, Arimbi, dan Brajadenta berangkat menuju medan perang 14. Brajadenta berhadapan dengan raden Kartamarma
Tokoh dan..., Octavianus Harris Purwadi, FIB, 2014
15. Trigantalpati menyusun upaya agar prajurit Kurawa mundur dari peperangan dan membujuk agar Gandamana maju melawan prajurit Pringgondani 16. Gandamana bertarung melawan Brajadenta 17. Arimba dan Arimbi mencari cara untuk mengalahkan Gandamana. Mereka membuat sebuah sumur yang dalam. Gandamana jatuh kedalam sumur tersebut dan langsung ditimbuni dengan tanah 18. Trigantalpati yang telah memperkirakan hal tersebut langsung membuat suatu rencana dan kembali ke Astina untuk melapor pada Pandu 19. Trigantalpati melaporkan pada Pandu dan Basudewa bahwa Gandamana telah bergabung dengan musuh 20. Basudewa meminta Pandu untuk mengutus Sanjaya mencari kebenaran dari katakata Trigantalpati 21. Prabu Pandu memanggil Sanjaya dan mengutusnya pergi. Sanjaya pergi bersama Gareng, Petruk, dan Bagong 22. Endhang Sayuti bercerita pada ayahnya, Begawan Sularsadewa, bahwa ia bermimpi digigit ular dan bermimpi mengenai raden Sanjaya beserta tiga orang Punakawan 23. Raden Sanjaya tiba di pertapaan Guwaupas 24. Raden Sanjaya dan para Punakawan bertemu dengan Begawan Sularsadewa dan Endhang Sayuti 25. Begawan Sularsadewa meminta Sanjaya untuk menikahi Endhang Sayuti, Raden Sanjaya mau asalkan sang Begawan mau membantu Sanjaya untuk mengetahui keadaan Gandamana 26. Begawan Sularsadewa mengabulkan permintaan Raden Sanjaya, kemudian ia menghadirkan Gandamana di pertapaan Guwaupas, namun Gandamana telah meninggal 27. Raden Sanjaya meminta agar Patih Gandamana dihidupkan kembali 28. Begawan Sularsadewa meminta kepada dewa agar Gandamana dihidupkan kembali 29. Raden Sanjaya menjelaskan apa yang sedang terjadi kepada Gandamana 30. Gandamana emosi setelah mengetahui bahwa ia telah difitnah oleh Trigantalpati 31. Raden Sanjaya bergegas kembali ke Astina 32. Gandamana yang sedang diliputi kemarahan datang ke Astina dan menghajar Trigantalpati 33. Trigantalpati yang dihajar oleh Gandamana segera meminta ampun kepada Gandamana. 34. Gandamana mengatakan bahwa ia mau memaafkan tapi mulut Trigantalpati harus disobek. 35. Prabu Pandu datang dan kemudian bertanya kepada Gandamana akan keberadaan Trigantalpati. 36. Gandamana meminta maaf kepada Prabu Pandu bahwa ia telah merobek mulut Trigantalpati dan mengatakan bahwa ia tidak berkhianat.
Tokoh dan..., Octavianus Harris Purwadi, FIB, 2014
37. Prabu Pandu marah terhadap Gandamana karena bertindak semaunya. Gandamana yang bertindak semaunya dianggap telah melangkahi Prabu Pandu sebagai seorang raja. 38. Gandamana diusir dari Astina karena tindakannya tersebut. 39. Basudewa kecewa atas keputsusan Prabu Pandu yang mengusir Gandamana dan mengatakan bahwa Prabu Pandu kurang bijaksana dalam menghadapi masalah tersebut. 40. Sanjaya yang baru tiba di Astina menceritakan kepada Prabu Pandu bahwa Gandamana tidak berkhianat melainkan ia mati pada saat perang dan kemudian dihidupkan kembali oleh Begawan Sularsadewa. 41. Destarastra bersama Gendari datang ke Astina. 42. Destarastra datang ke Astina karena permasalahan Trigantalpati dan Gandamana. 43. Prabu Pandu meminta maaf kepada Destarastra dan mengatakan bahwa Patih Gandamana telah dihukum dan diusir dari Astina. 44. Prabu Pandu, sebagai permintaan maafnya, kemudian menawarkan jabatan patih yang tadinya dimiliki oleh Gandamana kepada Trigantalpati. 45. Trigantalpati diangkat menjadi Patih. 46. Destarastra diminta untuk menunggu di Astina bersama Prabu Basudewa selagi Prabu Pandu pergi melawan Prabu Tremboko. 47. Brajadenta melihat dan ingin berhadapan dengan Wijasena. Ia kemudian menyuruh Brajagenta dan Brajamukti untuk mundur, dan meminta Arimbi untuk menghampiri Wijasena. 48. Arimbi jatuh cinta kepada Wijasena dan meminta kepada ayahnya untuk dinikahkan. 49. Prabu Tremboko menyuruh Arimba untuk membawa Arimbi kembali ke Pringgondani dan menyelesaikan permasalah tersebut 50. Prabu Tremboko berhadapan dengan Prabu Pandu. 51. Prabu Tremboko kalah melawan Prabu Pandu. Prabu Pandu yang sudah menang terus-menerus menginjak-injak Prabu Tremboko meskipun ia telah mati. Ia tidak sadar bahwa pusaka Kalanada milik Prabu Tremboko masih dipegang dan menancap di kaki Prabu Pandu. 52. Prabu Basudewa melihat bahwa perang Pamukswa telah usai dengan matinya Prabu Tremboko kemudian membawa Prabu Pandu yang terluka karena pusaka Prabu Tremboko kembali ke Astina 53. Pusaka Kalanada yang menancap pada kaki Prabu Pandu dapat dicabut. 54. Prabu Pandu meninggal, Dewi Madrim meninggal setelah Nakula dan Sadewa lahir. 55. Prabu Destarastra naik menjadi raja di Astina menggantikan Prabu Pandu. Trigantalpati menjadi patih dengah nama Patih Harya Sengkuni. 56. Begawan Abiyasa sedang bersama Kunti di pertapaan Wukirtawu. 57. Sengkuni datang bersama Kurupati dan Dursasana. 58. Sengkuni meminta kepada Begawan Abiyasa untuk mengolesi tubuh para Kurawa dengan minyak tala atas perintah Destarastra.
Tokoh dan..., Octavianus Harris Purwadi, FIB, 2014
59. Begawan Abiyasa mengingatkan Sengkuni bahwa minyak tala tersebut adalah titipan Prabu Pandu yang akan diserahkan kepada para Pandawa. 60. Sengkuni yang memaksa Begawan Abiyasa untuk memberikan minyak tersebut membuat sang Begawan langsung mengajak Kunti untuk melarikan diri. 61. Para Kurawa berhasil mengepung Begawan Abiyasa dan Kunti 62. Sengkuni yakin bahwa minyak tala tersebut disembunyikan didalam pakaian mereka. Sengkuni menggeledah pakaian Kunti dan melepaskan penutup dada dewi Kunti, namun ia tidak menemukan minyak tersebut 63. Dursasana menggeledah pakaian Begawan Abiyasa dan berhasil menemukan minyak tersebut. 64. Begawan Abiyasa dan dewi Kunti masih terkejut dengan perlakuan Sengkuni dan para Kurawa. 65. Dewi Kunti yang tidak terima dengan perlakuan Sengkuni kemudian bersumpah bahwa ia tidak akan menggunakan penutup dada sampai dapat menggunakan penutup dada dari kulit Sengkuni. 66. Begawan Abiyasa kemudian meminta kepada para Dewa agar pada saat perang Bharatayuda terjadi sumpah tersebut dapat dilaksanakan. 67. Begawan Abiyasa bertemu dengan para Pandawa yang baru saja menyelesaikan pertapaan mereka dan menceritakan apa yang terjadi. 68. Semar memberi saran kepada Begawan Abiyasa dan para Pandawa untuk merebut kembali minyak tala tersebut. 69. Sengkuni dan para Kurawa kembali ke Astina 70. Sengkuni bercerita kepada Destarastra bahwa ia telah mendapatkan minyak tala meskipun harus melawan Begawan Abiyasa. 71. Destarastra memerintahkan Sengkuni dan para Kurawa untuk mandi di tujuh air terjun. 72. Semar datang ke Astina bersama dengan Gareng, Petruk, Bagong, Bratasena dan Arjuna. 73. Semar dengan rencana yang telah disusun olehnya kemudian mengelabui Destarastra yang tidak dapat melihat. Semar menirukan suara Sengkuni dan meminta agar Bratasena dan Arjuna yang menyamar menjadi Kurupati dan Kartamarma untuk diolesi minyak tala. 74. Setalah minyak tala ada ditangan Semar, Dewi Gendari kemudian berkata kepada Destarastra bahwa yang diolesi minyak tadi bukan Kurupati dan Kertamarma, melainkan Bratasena dan Arjuna, dan yang meminta minyak tersebut bukan Sengkuni melainkan Semar. 75. Semar, Bratasena, Arjuna, dan tiga Punakawan segera bergegas meninggalkan Astina setelah mendapatkan minyak tala. 76. Sengkuni mendapat kabar bahwa minyak tala tersebut telah direbut oleh Bratasena. 77. Kurupati mengejar Bratasena. Mereka saling berebut minyak tersebut. 78. Minyak tala terlepas dari tangan Bratasena dan terjatuh di rerumputan.
Tokoh dan..., Octavianus Harris Purwadi, FIB, 2014
79. Patih Sengkuni yang melihat langsung melepas pakaiannya dan berguling-guling di rumput tersebut agar badannya terolesi dengan minyak tala yang tumpah. 80. Durna dan Aswatama bertemu dengan Sengkuni dan meminta makan kepadanya. Sengkuni tidak menanggapi permintaanya dan pergi. 81. Durna kemudian bertemu dengan Arjuna beserta Petruk dan Bagong. 82. Durna meminta makan kepada Arjuna, Arjuna meminta kepada dewa untuk memberikan makanan. 83. Durna berterima kasih kepada Arjuna dan menawarkan untuk membantu Arjuna menemukan minyak tala tersebut. 84. Bratasena dibantu oleh Durna untuk mengambil wadah minyak tala yang masuk ke dalam sumur Jalatundha. 85. Di dalam sumur, Bratasena bertemu dengan Prabu Anantaboga dan dinikahkan dengan Dewi Nagagini. 86. Para Pandawa mengikuti sayembara di Pancala. Bratasena berhasil menang melawan Gandamana dan membawa Drupadi. 87. Para Pandawa kemudian membabat hutan Wanarmarta dan mendirikan kerajaan Amarta atau Indrapratha. 88. Puntadewa menjadi raja dan bergelar Prabu Yudhistira. 89. Keindahan kerajaan Amarta membuat iri Duryudana. 90. Yudhistira kalah dalam permainan dadu melawan Duryudana. 91. Resi Bhisma meminta kepada Sengkuni agar Drupadi dikembalikan kepada Yusdhistira. 92. Drupadi yang diperlakukan dengan tidak baik oleh Dursasana bersumpah tidak akan mengikat rambutnya sampai keramas dengan darah Dursasana. 93. Para Pandawa menjalani hukuman 12 tahun di hutan dan 1 tahun menyamar disebuah negara. 94. Para Pandawa menyamar dan mengabdi di kerajaan Wiratha. 95. Kresna menjadi duta bagi Pandawa untuk meminta agar Amarta dikembalikan kepada Pandawa. 96. Kresna marah dan ber-tiwikrama di Astina dan menyebabkan Prabu Destarastra dan Dewi Gendari meninggal. 97. Perang Bharatayuda terjadi 98. Perang Bharatayuda telah berlangsung selama 18 hari. 99. Raden Abimanyu dan Raden Gathotkaca telah gugur dalam peperangan. Para Kurawa juga banyak yang gugur. 100. Duryudana bertarung melawan Bratasena. 101. Duryudana kalah dan mati ditangan Bratasena. 102. Sengkuni mati ditangan Bratasena. 103. Dewi Kunthi menghampiri Bratasena dan menanyakan keberadaan kulit Sengkuni.
Tokoh dan..., Octavianus Harris Purwadi, FIB, 2014
104. Bratasena memberikan kulit Sengkuni yang ada di kukunya kepada dewi Kunthi. Struktur umum alur dibagi menjadi tiga bagian. Bagian yang pertama ialah tahap awal yang terdiri dari paparan, rangsangan, dan gawatan. Bagian kedua ialah tahap tengah yang terdiri tikaian, rumitan dan klimaks. Bagian yang terakhir adalah tahap akhir yang terdiri dari leraian dan selesaian (Panuti Sudjiman, 1992: 30). Dalam LBS yang merupakan cerita wayang ditemukan bahwa struktur alur cerita yang terdapat dalam LBS tidak sama persis seperti struktur umum alur yang dikemukakan oleh Panuti Sudjiman. Alur dalam LBS dapat dikatakan sebagai alur linier. Hal ini ditunjukkan dengan tidak adanya peristiwa sorot balik dalam cerita dan peristiwa yang ada dalam LBS terjadi secara susul-menyusul. Alur linier yang terdapat dalam LBS tidak sama dengan alur linier pada umumnya. Alur linier dalam cerita pada umumnya hanya terdiri dari satu alur pada tiap bagiannya, sedangkan dalam LBS ditemukan bahwa alur rangsangan, gawatan, tikaian, rumitan dan susutan terjadi beberapa kali. Berikut akan digambarkan mengenai visualisasi alur dalam LBS untuk mempermudah pemahaman. Gambar 1. Visualisasi Alur Cerita Lakon Banjaran Sengkuni
P = Peristiwa
Tokoh dan..., Octavianus Harris Purwadi, FIB, 2014
4.3. Latar Latar dalam sebuah cerita rekaan memiliki fungsi untuk memberikan informasi situasi dalam cerita dan juga sebagai proyeksi batin para tokoh. Latar dibagi menjadi latar sosial dan latar fisik. Latar sosial berhubungan dengan keadaan masyarakat, keadaan negara, kelompok-kelompok sosial dan sikapnya, adat kebiasaan, cara hidup, bahasa dan lainlainnya yang melatari peristiwa. Sedangkan latar fisik adalah tempat dalam wujud fisik, yaitu bangunan, daerah, dan sebagainya (Panuti Sudjiman, 1992: 44). Latar fisik yang sering muncul dalam LBS adalah Kerajaan Astina. Latar fisik atau latar tempat yang terdapat dalam LBS antara lain adalah kadipaten Tunggarana, pertapaan Guwaupas, pertapaan Wukirtawu, hutan Kendhalirasa, hutan Wanamarta, kerajaan Amarta, kerajaan Wiratha, dan medan perang Kurusetra. Latar sosial dalam LBS tampak pada bagian awal cerita. Latar sosial tersebut mengenai kerajaan Astina yang makmur, segala kebutuhan dapat terpenuhi dengan mudah, barang-barang dijual dengan murah.
4.4. Tema dan Amanat Tema dalam suatu cerita merupakan suatu gagasan, ide, atau pilihan utama yang mendasari terbentuknya karya sastra. Tema dalam suatu karya sastra terkadang didukung oleh pelukisan latar, tersirat dalam lakuan tokoh, atau dalam penokohan. Tema juga dapat menjadi suatu faktor yang mengikat peristiwa-peristiwa dalam suatu alur. Tema yang begitu dominan dapat menjadi kekuatan yang menyatukan berbagai unsur yang membangun karya sastra dan menjadi motif tindakan tokoh dalam cerita (Panuti Sudjiman, 1992: 50-51). Sesuai dengan judulnya, Lakon Banjaran Sengkuni (LBS) merupakan suatu cerita tentang kehidupan Sengkuni. Lakon mempunyai arti cerita dalam wayang, sedangkan banjaran merupakan lakon yang mengisahkan tentang perjalanan hidup seorang tokoh dalam pewayangan secara kronologis, yaitu dari ia lahir hingga kematiannya (Sutrisno, dkk. 2009:25). Sehingga dapat dikatakan bahwa LBS merupakan sebuah cerita wayang yang mengisahkan riwayat hidup Sengkuni. Namun, yang menjadi tema utama dalam cerita ini bukanlah mengenai riwayat hidup tokoh Sengkuni melainkan mengenai perebutan kekuasaan antara Pandawa dan Kurawa. Masalah perebutan kekuasaan menjadi hal utama
Tokoh dan..., Octavianus Harris Purwadi, FIB, 2014
dalam LBS. konflik-konflik yang terjadi dalam LBS terjadi karena ada satu pihak yang ingin menguasai atau memiliki kekuasaan maupun wewenang yang dimiliki pihak lainnya. Dalam LBS, cerita mengenai perebutan kekuasaan tidak hanya terjadi antara Pandawa dan Kurawa, namun juga dapat ditemukan dalam bagian Prabu Tremboko yang berniat menguasai Astina. Perebutan kekuasaan yang terjadi dalam LBS juga disertai dengan konflik-konflik di antara kedua kubu tersebut. Konflik-konflik yang terjadi antara Pandawa dan Kurawa menunjukkan adanya persaingan di antara kedua kubu tersebut. Persaingan antara kedua kubu terlihat dari peristiwa-peristiwa seperti para Kurawa merebut minyak tala dari Begawan Abiyasa, perebutan minyak tala antara Pandawa dan Kurawa, pemberian hukuman kepada Pandawa selama 12 tahun di hutan dan 1 tahun dalam penyamaran, hingga pada perang Bharatayuda. Amanat menurut Panuti Sudjiman (1992: 57) adalah suatu ajaran moral, atau pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang. Amanat yang dapat diambil dari LBS yang berkisah tentang riwayat hidup tokoh Sengkuni antara lain adalah bahwa kita tidak boleh menggunakan cara-cara yang buruk untuk mencapai tujuan kita, meskipun terkadang hal tersebut kita lakukan untuk orang lain. Kejadian buruk yang menimpa Sengkuni karena memfitnah dan kematiannya yang tragis menunjukkan pesan bahwa orang berperilaku buruk akan menerima balasan yang setimpal.
5. Kesimpulan
Lakon Banjaran Sengkuni merupakan sebuah lakon yang menceritakan tentang perjalanan hidup Sengkuni dari awal pengabdiaanya di Astina sampai kematiannya pada perang Baratayudha. LBS tidak seperti lakon banjaran yang pada umumnya berkisah tentang tokoh baik dalam dunia pewayangan. Tema perebutan kekuasaan menjadi tema utama dalam LBS. Secara keseluruhan cerita LBS mengisahkan tentang perebutan kekuasaan dan persaingan yang terjadi antara Pandawa dan para Kurawa, dan Sengkuni menjadi tokoh sentral yang memancing terjadinya kejadian-kejadian dan peristiwa dalam LBS. Penelitian yang telah dilakukan oleh penulis menjelaskan tokoh Sengkuni sebagai tokoh sentral atau tokoh utama dalam cerita. Peranan tokoh Sengkuni dalam setiap peristiwa yang membentuk alur menunjukkan bahwa tokoh Sengkuni merupakan tokoh sentral. Sengkuni sebagai tokoh sentral didukung oleh tokoh Bratasena yang merupakan lawan
Tokoh dan..., Octavianus Harris Purwadi, FIB, 2014
Sengkuni. Peranan tokoh utama juga didukung oleh tokoh-tokoh bawahan seperti Prabu Pandu, Prabu Basudewa, Gandamana, Prabu Destarastra, dan Duryudana. Sengkuni pada awal cerita digambarkan sebagai seorang ksatria muda yang tampan rupawan. Sifat ksatria muda tergambarkan pada diri Sengkuni melalui tindakan-tindakan Sengkuni pada saat pertemuan agung yang diadakan oleh Prabu Pandu. Sengkuni dengan berani menyatakan diri bahwa ia siap membela Astina dalam perang melawan Pringgondani. Kesetiannya kepada Astina semakin terlihat saat dia mengajukan diri untuk menjadi senopati perang, namun tidak terjadi karena Prabu Basudewa tidak merestuinya. Dibalik sifatnya yang ksatria, Sengkuni ternyata memiliki sifat licik. Tidak dipilih menjadi senopati perang membuat Sengkuni merencanakan sesuatu. Sengkuni membuat siasat agar dapat memperoleh jabatan patih dan dapat menjadikan Duryudana sebagai raja Astina. Untuk mencapai yang direncanakan olehnya, Sengkuni sampai memfitnah Gandamana. Sengkuni merupakan seorang tokoh yang menyayangi keponakannya. Melihat pada semua tindakan yang dilakukannya, maka dapat diketahui bahwa semua yang dilakukan oleh Sengkuni agar Duryudana dapat menjadi penguasa Astina. Sengkuni melakukan tindakantindakan dalam peristiwa di LBS agar Duryudana dan para Kurawa dapat lebih unggul dari para Pandawa. Berdasarkan cara menampilkan tokoh dalam LBS, Sengkuni merupakan tokoh bulat. Hal ini dikarenakan terjadi perubahan sifat pada Sengkuni, dari seorang tokoh ksatria yang baik menjadi seorang Patih yang licik. Terdapatnya sisi baik maupun sisi buruk pada diri Sengkuni menjadikan Sengkuni sebagai tokoh bulat. Sengkuni dalam LBS juga dapat dikatakan sebagai tokoh yang memiliki peran antagonis maupun protagonis. Kedua hal tersebut dilihat dari sudut pandang tokoh lain yang terdapat dalam LBS terhadap tokoh Sengkuni. Sengkuni bagi para keponakannya merupakan tokoh dengan peran protagonis karena kebaikannya dan kasih sayangnya kepada mereka, sedangkan Sengkuni bagi para Pandawa adalah seorang tokoh dengan peran antagonis yang selalu berusaha menyingkirkan mereka. Melihat dari uraian di atas, sifat-sifat yang dimiliki Sengkuni merupakan bukti bahwa tokoh pewayangan tidak hitam-putih, melainkan tokoh yang memiliki nilai dan sifat baik maupun buruk. Alur dalam LBS merupakan alur linier. Tidak adanya peristiwa sorot balik dalam cerita dan peristiwa yang ada dalam LBS terjadi secara susul-menyusul menunjukkan bahwa alur cerita LBS merupakan alur linier. Latar dalam cerita LBS banyak mengambil tempat di
Tokoh dan..., Octavianus Harris Purwadi, FIB, 2014
Astina. Beberapa tempat seperti kadipaten Tunggarala, pertapaan Guwaupas, pertapaan Wukirtawu, hutan Kendhalirasa, hutan Wanamarta, kerajaan Amarta, kerajaan Wiratha, dan juga medan perang Kurusetra disebutkan dalam LBS. Latar sosial yang ada pada LBS terlihat pada saat penggambaran keadaan negara / kerajaan Astina yang makmur, adil sejahtera, dan aman. Tema perebutan kekuasaan menjadi tema utama dalam LBS. Secara keseluruhan cerita LBS mengisahkan tentang perebutan kekuasaan dan persaingan yang terjadi antara Pandawa dan para Kurawa, dan Sengkuni menjadi tokoh sentral yang memancing terjadinya kejadiankejadian dan peristiwa dalam LBS.
Daftar Referensi
Franz-Magniz Suseno. 1982. Kita dan Wayang. Jakarta: Lappenas. Hardjowirogo. 1982. Sejarah Wayang Purwa. Jakarta: Balai Pustaka. Koentjaraningrat. 1984. Kebudayaan Jawa. Jakarta: Balai Pustaka. Luxemburg, Jan Van, dkk. 1987. Tentang Sastra. Jakarta: Intermasa. ------------------------------. 1989. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: Gramedia. Nyoman Kutha Ratna. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Jogjakarta: Pustaka Pelajar. Pandam Guritno. 1988. Wayang, Kebudayaan Indonesia dan Pancasila. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Panuti Sudjiman. 1992. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya. Sri Mulyono. 1989. Wayang : Asal-usul, Filsafat dan Masa Depannya. Jakarta: Haji Masagung. Sunarto. 2009. Wayang Kulit Purwa Dalam Pandangan Sosio-Budaya. Yogyakarta: Arindo Nusa Media
Tokoh dan..., Octavianus Harris Purwadi, FIB, 2014
Sutrisno, dkk. 2009. Filsafat Wayang. Jakarta: Penerbit SENA WANGI. Suwaji Bastomi. 1995. Nanggap Wayang. Semarang: IKIP Semarang Press. Teeuw, A. 2003. Sastera dan Ilmu Sastera. Bandung: PT. Kiblat Buku Utara. Zoetmulder, P.J. Kalangwan: Sastra Jawa Kuno Selayang Pandang. Jakarta: Djambatan. Ensiklopedia Ki Ageng Kapalaye. 2010. Kamus Pintar Wayang (Dari versi India hingga Pewayangan Jawa). Yogyakarta: Laksana. Suwandono, dkk. 1991. Ensiklopedia Wayang Purwa. Jakarta : Balai Pustaka. Kamus S. Prawiroatmodjo. 1994. Bausastra Jawa-Indonesia. Jakarta: CV. Haji Masagung. W. J. S. Poerwadarminta. 1939. Baosastra Djawa. Batavia: J. B. Wolters UitgeversMaatschppij.
Tokoh dan..., Octavianus Harris Purwadi, FIB, 2014