TEMU ILMIAH IPLBI 2014
Persepsi Masyarakat Terhadap Kualitas Lingkungan Permukiman Studi Kasus: Kampung Pelesiran, Tamansari, Bandung Nurfadhilah Aslim, Ita Roihanah, Christy Vidiyanti, Hibatullah Hindami Mahasiswa Magister, Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK), ITB
Abstrak Kualitas lingkungan merupakan salah satu aspek yang penting untuk diteliti, terutama pada kawasan permukiman padat di perkotaan. Salah satu permukiman kampung kota yang bersinggungan dengan pusat fasilitas dan infrastruktur Kota Bandung adalah permukiman Tamansari, khususnya Kampung Plesiran. Penelitian ini dilakukan agar dapat diketahui nilai kualitas lingkungan permukiman berdasarkan persepsi penghuni permukiman. Penelitian ini menggunakan metoda analisis kualitas (PP) secara perseptual, dengan pendekatan HMR (Hierarchical Multiple Regression), dimana penghuni diminta menilai lingkungan berdasarkan nilai kepuasan dan gangguan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas lingkungan permukiman Kampung Pelesiran dinilai Baik melalui persepsi penghuni berdasarkan tingkat kepuasan tinggal di lingkungan dan dinilai Cukup Baik berdasarkan kualitas atribut yang terdapat di dalamnya, dikarenakan terpenuhinya empat dari tujuh atribut lingkungan, diantaranya aspek ketersediaan fasilitas publik, aspek aksesibilitas dan konektivitas, aspek interaksi sosial, dan aspek ketenangan dan kesenangan. Kata-kunci : Kualitas, Lingkungan, Persepsi
Permukiman padat yang terletak di tengah perkotaan dengan dikelilingi oleh berbagai fasilitas kota merupakan salah satu konteks yang menarik untuk dibahas lebih jauh mengenai kualitas lingkungannya dikarenakan keanekaragaman kondisi yang melingkupinya. Tingginya kualitas lingkungan sebuah permukiman akan meningkatkan kesejahteraan dan kesenangan bagi masyarakat yang tinggal di dalamnya (Roberts dalam Emmanuel, 2012). Kualitas lingkungan perkotaan memiliki kontribusi yang besar terhadap peningkatan kualitas hidup yang mengarah pada pembangunan berkelanjutan. Berdasarkan data BPS tahun 2010, dijelaskan bahwa pada tahun 2010, 50% penduduk Indonesia tinggal di perkotaan (Setiawan, 2010). Berdasarkan fakta tersebut, dapat dikatakan kondisi perkembangan pembangunan juga bergantung pada perkembangan kondisi lingkungan perkotaan. Namun, kota-kota besar di Indonesia pada umumnya memiliki permasalahan permukiman
yang cukup memprihatinkan. Di Kota Bandung, kawasan pemukiman kumuh mencapai luasan 402 hektar dari total wilayah dan dihuni oleh 205.465 jiwa atau sekitar 20% penduduk bandung (Antony Sihombing, 2002). Salah satu permukiman kampung kota yang bersinggungan dengan pusat fasilitas dan infrastruktur Kota Bandung adalah permukiman Tamansari, khususnya Kampung Plesiran. Kampung Plesiran merupakan salah satu kampung kota yang terletak di pusat Kota Bandung, yang berbatasan langsung dengan adanya infrastruktur Jalan Layang Pasupati, fasilitas ekonomi berupa Balubur Town Square, Cihampelas Walk, serta fasilitas sosial budaya Taman Pasupati. Kondisi ini menjadi fenomena tersendiri yang unik dimana sebuah kampung kota, yang identik dengan kondisi kualitas fisik permukiman yang rendah, justru dibatasi (edge) oleh fasilitas-fasilitas penunjang yang memadai di tengah perkotaan. Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2014 | E_13
Persepsi Masyarakat Terhadap Kualitas Lingkungan Permukiman Studi Kasus: Kampung Pelesiran, Tamansari, Bandung
Penelitian ini ingin mengetahui bagaimana kualitas lingkungan Kampung Plesiran berdasarkan persepsi masyarakat yang terdapat di dalamnya, dalam hal ini berkaitan dengan tingkat kepuasan tinggal berdasarkan ketersediaan fasilitas yang melingkupinya. Penelitian ini dilakukan agar dapat diketahui nilai kualitas lingkungan permukiman berdasarkan pesepsi penghuni permukiman. Kualitas Lingkungan Permukiman Permukiman kampung kota merupakan salah satu area yang menyokong tumbuhnya ekonomi informal dalam masyarakat. MacDonald and Ziss (1999) dalam buku Urban Future 21, karya Peter Hall dan Ulrich Pfeiffer, menyebutkan bahwa lingkungan atau area-area yang mendukung tumbuhnya sektor informal seringkali memiliki kondisi kualifikasi (kualitas) yang memprihatinkan. Dapat dikatakan bahwa permukiman kampung kota seringkali tidak memiliki kondisi kualitas lingkungan yang baik. Kualitas lingkungan merupakan sebuah cara untuk menjelaskan dan menilai seperangkat atribut dan kondisi yang meliputi pengaturan suatu area beserta lingkungannya, dimana sekelompok hunian berada (Al Betawi, 2013). Kualitas lingkungan permukiman dapat diartikan sebagai penilaian atas kondisi lingkungan permukiman yang didasarkan pada penataan atribut-atribut di dalamnya. Dalam penelitian ini, aspek-aspek yang dinilai dalam kualitas lingkungan menggunakan kombinasi dari aspek-aspek yang diuraikan oleh Lansing dan Marans (1969), Greenberg (1999), dan Bonaiuto dkk (1999) yang tercantum dalam penelitian kualitas lingkungan oleh Yamen Nafeth (2013). Penilaian kualitas lingkungan didasarkan atas delapan aspek yang meliputi
tingkat kepuasan tinggal, ketenangan dan kesenangan (Lansing dan Marans, 1969); ketersediaan fasilitas publik, tampilan dan keteraturan, privasi, integrasi sosial (Bonaiuto dkk, 1999); aksesibilitas dan konektivitas, keamanan dan keselamatan (Greenberg, 1999. Sesuai dengan yang disampaikan oleh Greenberg mengenai karakteristik demografi, pada penelitian ini juga dicantumkan faktor manusia. Sesuai yang diungkapkan pada bagian pendahuluan, penilaian kualitas lingkungan dapat dilakukan menggunakan persepsi dari pengguna ruang itu sendiri. Pengalaman ruang yang dihadapi oleh pengguna memiliki nilai yang lebih kuat dalam penilaian kualitas dari kondisi lingkungan yang ditinggali. Berdasarkan teori Human Perception (Mag dkk, 2010), persepsi didefinisikan sebagai proses untuk mengenali, mengorganisir, dan menginterpretasi sensor informasi yang ada. Persepsi merupakan proses interpretasi tentang hal-hal di sekitar kita, untuk membangun representasi mental dari sebuah lingkungan. Representasi tersebut tidaklah isoformis (sepadan) terhadap seluruh kondisi di dunia, akan tetapi merupakan kondisi subjektif yang memiliki tingkat error dan perbedaan korespondensi. Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini menerapkan kerangka teori sebagai berikut. Kondisi lingkungan dan persepsi manusia akan digunakan untuk menilai kualitas lingkungan. Kondisi lingkungan dijabarkan dalam delapan aspek yang telah disebutkan diatas, sedangkan persepsi manusia diungkapkan dalam uraian penilaian mengenai kondisi lingkungan tersebut, sehingga dapat dihasilkan nilai dari kualitas lingkungan permukiman.
Gambar 1. Definisi Kualitas Lingkungan sebagai hasil dari penilaian dari persepsi manusia terhadap kondisi lingkungannya secara personal. E_14 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2014
Nurfadhilah Aslim
Metode Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dengan memberikan kuesioner kepada 40 responden yang merupakan warga yang tinggal di permukiman Kampung Pelesiran. Penelitian ini dilakukan di RW IV, Kelurahan Tamansari, Kecamatan Coblong, Bandung. Proses pengumpulan data dilakukan selama dua pekan. Warga diminta untuk memberikan penilaian mengenai kualitas atribut lingkungan di sekitar tempat tinggal mereka.
responden ibu rumah tangga, 3 responden wiraswasta, 1 responden pelajar SMA, 9 responden mahasiswa S1, dan 12 responden mahasiswa S2. Dari hasil tersebut, dapat dikatakan mayoritas responden merupakan mahasiswa yang bersekolah di fasilitas pendidikan di sekitar permukiman Kampung Pelesiran.
Metode analisis data yang digunakan adalah analisis kualitas (PP) secara perseptual, dengan pendekatan HMR (Hierarchical Multiple Regression), dimana penghuni diminta menilai lingkungan yang sedang dihuni berdasarkan atribut kualitas yang disusun secara teoritis. Penilaian kualitas tersebut akan diukur berdasarkan dua dasar nilai (Van Poll, 1997), yakni kepuasan (satisfaction) dan gangguan (annoyance). Analisis dan Interpretasi Kondisi demografi dari responden, menunjukkan bahwa mayoritas responden yang mengisi kuesioner merupakan perempuan yang mengontrak dengan rentang waktu 1-5 tahun, sehingga dapat dikatakan cukup mengenal lingkungan permukiman. Berdasarkan jenis rumah tinggal yang dihuni oleh responden, dapat dikatakan bahwa jenis hunian yang terdapat di Kampung Pelesiran mayoritas merupakan rumah tinggal-kos atau kontrakan, sehingga fungsi bangunan dan permukiman juga banyak dimanfaatkan tidak hanya oleh penduduk asli permukiman, tetapi juga pendatang yang memiliki kepentingan untuk tinggal di area permukiman tersebut. Berdasarkan kondisi latar belakang pendidikan responden, 1 responden tidak mengisi poin ini, 3 responden merupakan lulusan SD, 3 responden lulusan SMP, 21 responden lulusan SMA, dan 12 responden lulusan S1. Sedangkan berdasarkan pekerjaan yang digeluti responden, diketahui 4
Diagram 2. Distribusi Kepuasan Tinggal Responden Terhadap Indikator Kualitas Lingkungan
Berkaitan dengan tingkat kepuasan tinggal di Kampung Pelesiran, dapat dikatakan mayoritas responden puas tinggal di permukiman tersebut, ditunjukkan pada Diagram 2. Dengan persentase sebesar 40%. Responden yang puas tinggal di lingkungan tersebut mayoritas adalah masyarakat pendatang dan responden yang memiliki usaha toko. Berkaitan dengan aspek ketersediaan fasilitas publik seperti fasilitas perbelanjaan, kesehatan, pendidikan serta taman kota, beserta kemudahan akses pencapaiannya, 93,75% responden mengakui ketersediaan fasilitas Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2013 | 15
Persepsi Masyarakat Terhadap Kualitas Lingkungan Permukiman Studi Kasus: Kampung Pelesiran, Tamansari, Bandung
publik tersebut dan 67% responden mengatakan mudah untuk mengakses fasilitas tersebut (Diagram 1). Tetapi tingkat kepuasan terhadap layanan fasilitas yang ada hanya 45,2% (Diagram 2). Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa kondisi ketersediaan fasilitas publik pada area permukiman Kampung Pelesiran telah tersedia, namun kelayakan dan kualitas layanan pada masing-masing fasilitas belum memenuhi kebutuhan masyarakat.
yang tinggi dan kedekatan akses terhadap fasilitas publik, sehingga masyarakat umum seringkali juga melewati area permukiman yang menyebabkan privasi tidak terjaga dengan baik. Meskipun demikian 40% responden merasa puas dengan keadaan tersebut (Diagram 2). Berdasarkan analisis tersebut dapat dikatakan bahwa pemenuhan kebutuhan privasi pada permukiman Kampung Pelesiran belum terpenuhi dengan baik.
Berkaitan dengan aspek aksesibilitas dan konektivitasi dilihat dari kemudahan akses transportasi serta keberadaan fasilitas parkir, serta akses transportasi publik, baik jarak dekat maupun jarak jauh, mayoritas responden merasa mudah untuk mencapai akses transportasi publik yang ada dengan persentase 50% (Diagram 1). Bila dikoelasikan dengan kepuasan responden, hanya 41% yang merasa puas dengan kondisi tersebut (Diagram 2). Berdasarkan hasil analisis, akses transportasi jarak publik jarak pendek dan jarak jauh telah mampu terpenuhi, sedangkan fasilitas parkir belum tersedia dengan baik. Meskipun diketahui bahwa terdapat fasilitas parkir terpusat untuk kendaraan roda empat di bawah Jalan Layang Pasupati yang disediakan untuk warga di sekitar jalan layang namun hal ini masih dianggap belum memenuhi kebutuhan warga sekitar.
Berkaitan dengan Aspek interaksi sosial, dilihat dari keberadaan interaksi sosial antar warga di lingkungan permukiman Kampung Pelesiran, mayoritas responden merasa interaksi yang interatif cukup tercipta pada tingkat lingkungan sebesar 53,85% (Diagram 1). Apabila aspek ini dikorelasikan dengan tingkat kepuasan tinggal, diketahui bahwa responden merasa puas terhadap aspek interaksi sosial antar warga. Hal ini ditunjukkan pada diagram diatas dengan persentase sebesar 41,00% (Diagram 2). Berdasarkan hasil analisis tersebut, dapat dikatakan bahwa aspek interaksi sosial telah terpenuhi dengan baik pada permukiman Kampung Pelesiran dan dapat mendukung tingkat kepuasan tinggal penghuni.
Berkaitan dengan aspek tampilan dan keteraturan dilihat dari kerapian penataan lingkungan di tingkat permukiman Kampung Pelesiran, mayoritas responden merasa belum terdapat keteraturan dan kerapihan penataan lingkungan pada permukiman Kampung Pelesiran, dengan persentase 41% (Diagram 1). Hal ini disebabkan tingkat kepadatan permukiman yang tinggi serta tidak adanya aturan yang terstruktur mengenai penataan permukiman. Meskipun demikian 40% responden merasa puas dengan kondisi tampilan tersebut (Diagram 2). Berdasarkan hasil analisis tersebut, dapat dikatakan bahwa penataan lingkungan permukiman di Kampung Pelesiran belum rapi dan teratur, sekalipun penghuni sudah puas tinggal di permukiman. Berkaitan dengan aspek privasi di lingkungan permukiman Kampung Pelesiran, mayoritas responden merasa kebutuhan privasi belum terpenuhi pada permukiman tersebut dengan persentase 43,59% (Diagram 1). Hal ini disebabkan karena tingkat kepadatan penduduk E_16 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2014
Berkaitan dengan aspek keamanan dan keselamatan di lingkungan permukiman Kampung Pelesiran, mayoritas responden merasa netral dengan nilai 52,5% (Diagram 1). Artinya kemanan dan keselamatan tidak begitu terpenuhi, tetapi juga tidak begitu membahayakan pada tingkat lingkungan. Apabila aspek ini dikorelasikan dengan tingkat kepuasan tinggal, diketahui 40,00% warga merasa puas dengan keadaan tersebut (Diagram 2). Berdasarkan analisis tersebut, dapat dikatakan bahwa aspek ini juga meningkatkan nilai kualitas lingkungan permukiman di Kampung Pelesiran. Berkaitan dengan aspek ketenangan dan kesenangan dapat dilihat dari pemenuhan kebutuhan ketenangan dan tingkat gangguan, yang meliputi kebisingan, polusi udara, keberadaan sampah dan fasilitas yang tidak menyenangkan, mayoritas responden merasa ketenangan dan kesenangan telah terpenuhi dan tidak merasa terganggu dengan kondisi kebisingan, polusi udara dan kondisi fasilitas yang ada, dengan persentase 47,5% (Diagram
Nurfadhilah Aslim
1). Apabila aspek ini dikorelasikan dengan tingkat kepuasan tinggal dihasilkan bahwa 40,00% responden puas dan setuju akan pemenuhan kebutuhan ketenangan dan kesenangan di lingkungan permukiman (Diagram 2). Berdasarkan hasil tersebut, dapat dikatakan bahwa kemampuan permukiman mewujudkan ketenangan dan kesenangan telah seiring dengan tingkat kepuasan tinggal responden di Kampung Pelesiran. Berdasarkan analisis diatas, dapat dikatakan bahwa dari sejumlah atribut untuk menilai kualitas lingkungan permukiman Kampung Pelesiran diantaranya [1] aspek ketersediaan fasilitas publik, [2] aspek aksesibilitas dan konektivitas, [3] aspek interaksi sosial, dan [4] aspek ketenangan dan kesenangan. Sedangkan atribut lain yang perlu ditingkatkan kualitasnya yaitu aspek tampilan dan keteraturan, aspek privasi, serta aspek keamanan dan keselamatan. Berdasarkan rincian fasilitas yang dinilai pada tingkat lingkungan, fasilitas publik yang masih perlu diperhatikan diantaranya adalah fasilitas kesehatan, fasilitas transportasi publik, serta pengelolaan sampah. Ketercapaian nilai kepuasan terhadap lingkungan dapat dikatakan Baik pada lingkungan Kampung pelesiran karena mayoritas masyarakat menjawab Puas, sedangkan selisih nilai persentase jawaban lain cukup jauh. Ketercapaian nilai kualitas lingkungan dinilai Cukup Baik dapat diwujudkan di Kampung Pelesiran berdasarkan terpenuhinya empat dari tujuh kriteria atribut kualitas lingkungan, juga dnegan catatan mengenai kualitas fasilitas umum yang ada di tingkat permukiman. Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa persepsi masyarakat dapat digunakan sebagai alat untuk menilai atribut kualitas lingkungan sebuah permukiman. Keterlibatan masyarakat dalam menilai memiliki kontribusi positif yang riil sesuai dengan kondisi yang dirasakan, walaupun memiliki keterbatasan pengertian. Artinya, hasil penelitian kualitas lingkungan berbasis persepsi masyarakat ini hanya berlaku pada lingkungan permukiman Kampung Pelesiran dengan heterogenitas profil responden seperti yang telah diuraikan diatas,
yakni mayoritas penduduk pendatang yang memiliki kepentingan studi di area pendidikan sekitar Kampung Pelesiran. Kesimpulan Beradarkan penelitian yang telah dilakukan, kualitas lingkungan permukiman Kampung Pelesiran berdasarkan persepsi masyarakat, dinilai Baik oleh penghuni berdasarkan tingkat kepuasan tinggal di lingkungan tersebut. Kualitas lingkungan berdasarkan persepsi masyarakat dinilai Cukup Baik berdasarkan kualitas atribut yang terdapat di dalamnya, dikarenakan terpenuhinya empat dari tujuh atribut lingkungan. Dari penelitian ini, dapat dikatakan bahwa kualitas lingkungan dapat dinilai dari kondisi kualitas dari masing-masing atribut permukiman, yang kemudian dapat menunjukkan tingkat kualitas secara keseluruhan. Kualitas lingkungan berdasarkan persepsi masyarakat dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk menggali tingkat kepuasan dan tingkat kualitas kondisi lingkungan secara persuasive, namun dengan keterbatasan hasil yang tidak isoformis (sepadan) terhadap seluruh kondisi di dunia. Daftar Pustaka AlBetawi, Yamen Nafeth. 2013. Housing and Quality of
Life: Implication of the Three Qualities of Housing in Amman, Jordan. Dissertation in Cardiff University, School of Planning and Geography. Bonaiuto, P. 1984. Multidimentional Perception of
Residential Environment Quality and Neighborhood Attachment In The Urban Environment . Journal of Environmental Psychology 19, pp:331-352. Emmanuel, Jaiyeoba Babatunde. 2011. “Housing
Quality” to The Low Income Housing Producers in Ogbere, Ibadan, Nigeria. AicE-Bs Famagusta, North Cyprus, 7-9 Desember 2011. Dipublikasi oleh Elsevier Procedia Social and Behavioral Sciences 35 (2012) 483 – 494. Greenberg, M.R. 1999. Improvng Neighborhood Quality: A Hierarchy of Needs. Housing Policy Debate 10 (3), pp: 601-624. Lansing, J. & Marans, R. 1969. Evaluation of Neghborhood Quality. Journal of American Planning Association 35 (3), pp: 195-199. MacDonald, J. dan Ziss, R. 1999. Living and Working
Informally in Urban Areas, in Bundesamt fur Bauwesen und Raumordnung (BBR) (ed). Dalam
Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2013 | 17
Persepsi Masyarakat Terhadap Kualitas Lingkungan Permukiman Studi Kasus: Kampung Pelesiran, Tamansari, Bandung Hall, peter dan Ulrich Pfeiffer. 2000. Urban Future 21.London: E&FN Spon. Mag, Prof. dkk. 2010. Human Perception and Information Processing. http://www.ifs. tuwien.ac.at/~silvia/wien/vuinfovis/articles/Chapter3HumanPerceptionAn d Information Processing_73-128.pdf Setiawan, Bhakti, Ir. MA, Ph.D, Prof. 2010. Kampung
Kota dan Kota Kampung: Tantangan Perencanaan Kota di Indonesia. Disampaikan dalam Pidato
Pengukuhan Jabatan Guru Besar Dalam Ilmu Perencanaan Kota. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta: 28 Oktober 2010. Sihombing, Antony. 2002. Penataan Permukiman
KUmuh di Kampung Kota berbasis Penataan Infrastruktur. Diunduh dari
www.research.ui.ac.id% 2Fdrpm_new%2 Fsystem%2Ffiles%2Flampiran_page%2F201 2%2F05-10%2Fanthonysihombing1.pdf Van Poll, Ric. (1997). Satisfaction: A Behavioral Perpective on The Consumer. New York: Mc Graw Hil
E_18 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2014
