Usmi, 490-511
ISSN 2406-9167
PERSEPSI DAN HARAPAN MAHASISWA PROGRAM STUDI BAHASA DAN KEBUDAYAAN KOREA FIB-UI TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA KOREA Usmi
Universitas INHA-Korea, Universitas Indonesia
[email protected],
[email protected]
ABSTRAK Penulisan makalah ini bertujuan untuk memaparkan persepsi dan harapan mahasiswa Program Studi Bahasa dan Kebudayaan Korea FIB-UI terhadap pembelajaran bahasa Korea. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif-kuantitatif dengan menggunakan teknik survei, yakni berupa penyebaran angket untuk memperoleh data yang diperlukan dari responden. Jumlah responden yang berpartisipasi dalam penelitian ini sebanyak 200 orang, terdiri atas 55 mahasiswa tahun pertama; 53 mahasiswa tahun kedua; 55 mahasiswa tahun ketiga; dan 37 mahasiswa tahun keempat. Pembahasan hasil penelitian dibagi menjadi 10 bagian, yakni: pembahasan (1) bahasa pertama yang dikuasai responden; (2) pengalaman mempelajari bahasa asing; (3) persepsi terhadap pentingnya penguasaan bahasa Korea di Indonesia; (4) persepsi terhadap kemahiran bahasa yang dianggap paling sulit; (5) persepsi terhadap bahasa pengantar di kelas kemahiran berbahasa; (6) metode pembelajaran di kelas berbicara dan menyimak; (7) fokus pembelajaran di kelas membaca dan menulis; (8) persepsi terhadap pengajaran tata bahasa dan bahasa pengantarnya; (9) kesempatan mahasiswa berlatih bahasa Korea diluar dan didalam kelas; (10) persepsi terhadap ketersediaan buku di lingkungan belajar. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang berarti bagi penelitian dan pengembangan pembelajaran bahasa Korea, khususnya di Universitas Indonesia. Kata kunci: persepsi, harapan, bahasa Korea, pembelajar Korea, pembelajaran
1. PENDAHULUAN Pembelajar bahasa asing akan lebih bersemangat dan termotivasi untuk belajar lebih giat apabila mereka melihat lingkungan belajar dan metode pembelajaran yang diterapkan oleh pengajar secara lebih positif. Oleh karena itu, kajian tentang persepsi pembelajar terhadap pembelajaran bahasa asing (PBA) telah menjadi perhatian para pendidik dan peneliti. Sejumlah penelitian mengenai persepsi pembelajar terhadap PBA telah dilakukan dan telah memberikan banyak informasi berharga bagi para pendidik dan peneliti (Miller, 1992; Tsukamoto, 2011; Alseweed, 2012; Alkaff, 2013). Akan tetapi, fokus utama dari sebagian besar penelitian tersebut adalah pembelajaran bahasa Inggris (BIng) sebagai bahasa kedua/asing. Penelitian yang difokuskan pada PBA lain masih sangat sulit ditelusuri. Terutama, penelitian mengenai persepsi pembelajar Indonesia terhadap pembelajaran bahasa Korea (PBK) di Indonesia masih belum ada. Oleh karena itu,
!490
Usmi, 490-511
ISSN 2406-9167
sebagai langkah awal melalui penulisan makalah sederhana ini, penulis mencoba memberikan kontribusi bagi pengembangan penelitian dan PBK, khususnya di lingkungan Universitas Indonesia. Penelitian ini merupakan kajian awal untuk meneliti pembelajaran bahasa di Indonesia. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi dan harapan mahasiswa Program Studi Bahasa dan Kebudayaan Korea FIB-UI terhadap PBK.
2. LANDASAN TEORI Persepsi merupakan salah satu aspek psikologis yang penting bagi manusia dalam merespon kehadiran pelbagai aspek dan gejala di lingkungan sekitarnya. Persepsi memiliki pengertian yang cukup luas. Beberapa ahli telah mendefinisikan persepsi secara beragam meskipun pada prinsipnya memiliki pemahaman makna yang sama. Atas dasar pengertian yang diberikan oleh beberapa ahli, persepsi merupakan suatu proses menafsirkan atau menginterpretasikan sesuatu yang tidak hanya melibatkan rangsangan panca indera tetapi juga rangsangan pengalaman yang berhubungan dengan lingkungan sekitar dan keadaan individu yang bersangkutan. Persepsi manusia terdapat perbedaan sudut pandang dalam penginderaan. Ada yang mempersepsikan sesuatu itu baik atau persepsi yang positif maupun persepsi negatif yang akan mempengaruhi tindakan manusia yang tampak atau nyata (Denver, 1990; Sugihartono dkk, 2008; Jalaludin, 2007). Mahasiswa memiliki persepsi atau pendapat tertentu yang didasari pada pengalaman terdahulu dan harapan mereka di masa depan. Pengalaman dan harapan mereka sudah pasti menjadi acuan bagaimana mereka melihat cara mereka belajar dan cara dosen mengajar. Pernyataan ini diperkuat oleh pendapat Yorio (1989: 33), sebagai berikut: “….two issues that are clear: 1) Students have definite, strong opinion; 2) Students’ opinions are based on previous and current experiences and clearly have a bearing on the way in which they see their learning and our teaching.” Lebih lanjut, persepsi atau pendapat mahasiswa terhadap proses pembelajaran bahasa dipengaruhi oleh kemampuan bahasa yang mereka pelajari dan latar belakang bahasa yang mereka kuasai (Yorio, 1986).
!491
Usmi, 490-511
ISSN 2406-9167
3. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif-kuantitatif yang menggunakan teknik survei. Teknik survei digunakan untuk memperoleh data dari responden dengan menggunakan kuesioner (Nazir, 2009). Analisis data penelitian menyangkut persepsi dan harapan mahasiswa terhadap PBK diukur dengan menggunakan persentase (%). Populasi penelitian adalah mahasiswa program studi bahasa dan kebudayaan Korea FIB-UI.
3.1. Kuesioner Penelitian Pengumpulan data penelitian dilakukan pada 28 september - 3 oktober 2015. Komposisi pertanyaan kuesioner disusun dengan menggunakan pertanyaan tertutup dan
pertanyaan terbuka. Pada pertanyaan tertutup, responden diminta
menjawab pertanyaan dengan memilih dari sejumlah alternatif, sedangkan pada pertanyaan terbuka responden diminta untuk memberikan alasan mereka atas persepsi/pendapat tertentu yang berkaitan dengan pertanyaan sebelumnya (Sulistyo, 2010).
3.2. Responden Penelitian Responden yang berpartisipasi dalam penelitian ini sebanyak 200 orang yang terbagi menjadi 4 kelompok: 37 orang mahasiswa tahun keempat, 55 orang mahasiswa tahun ketiga, 53 orang mahasiswa tahun kedua, dan 55 orang mahasiswa tahun pertama. Keempat kelompok selanjutnya akan disebut responden 2015, responden 2013, responden 2014, dan responden 2014 (sesuai dengan tahun angkatan). Berikut ini adalah gambaran lengkap responden penelitian:
!492
Usmi, 490-511
ISSN 2406-9167
8.5%
Perempuan Laki-laki
91.5%
!
Gambar 1. Responden menurut Jenis Kelamin
27.5%
18.5%
Responden 2012 Responden 2013 Responden 2014 Responden 2015
27.5% 26.5%
! Gambar 2. Responden menurut Angkatan
4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bagian ini hasil penelitian dan pembahasan akan dipaparkan. Seperti dikemukakan di atas, komposisi pertanyaan kuesioner disusun dengan menggunakan pertanyaan tertutup dan pertanyaan terbuka. Agar pembahasan lebih sistematis, hasil penelitian akan dibahas per bagian. Berikut ini adalah hasil penelitian dan pembahasannya.
4.1. Bahasa Pertama Responden
9.5% 4.5%
Bahasa Indonesia Bahasa daerah lainnya Bahasa Indonesia dan bahasa daerah/lainnya
86.0%
Gambar 3. Bahasa Pertama (Ibu) yang Dikuasai oleh Responden
!493
Usmi, 490-511
ISSN 2406-9167
Gambar 3 menggambarkan jawaban responden mengenai bahasa pertama yang dikuasai. Dari total responden (200 orang), 86% responden menyatakan bahasa Indonesia (BInd), 9,5% menyatakan bahasa Indonesia dan bahasa daerah, dan hanya 4,5% menyatakan bahasa daerah sebagai bahasa pertama yang dikuasai. Maka, dapat ditarik kesimpulan bahwa bahasa pertama yang dikuasai oleh mayoritas mahasiswa prodi Korea FIB-UI adalah BInd.
4.2. Pengalaman Mempelajari Bahasa Asing Lain.
100 75 50 25
!
0
Pernah Tidak Pernah 2012
2013
2014
2015
Gambar 5. Pengalaman Mempelajari Bahasa Asing lain
Gambar 5 menggambarkan jawaban responden mengenai pengalaman mempelajari bahasa asing (BA) lain sebelum mempelajari bahasa Korea (BK). 98% responden menyatakan pernah mempelajari BA lain, dan hanya 2% menyatakan tidak pernah. Berkaitan dengan bagian ini, berikut ini adalah jawaban responden mengenai BA lain yang pernah dipelajari. 40% responden menyatakan bahasa Inggris (Bing), 22% responden menyatakan bahasa Jepang (BJep), 13% responden menyatakan bahasa Jerman (BJer), 10% responden menyatakan bahasa Arab (BAr), 9% responden menyatakan bahasa Mandarin (BMan), dan 6% responden menyatakan bahasa Perancis (BPer) sebagai bahasa asing lain yang pernah dipelajari. Adapun jawaban responden pada pertanyaan apakah BK atau BA lainnya yang lebih sulit dipelajari. Dari total responden (200 orang), 68% responden menyatakan BA lain, dan hanya 32% menyatakan BK yang lebih sulit dipelajari. Alasan jawaban responden dapat dibagi menjadi empat kelompok. Pertama, !494
Usmi, 490-511
ISSN 2406-9167
sebagian besar responden yang pernah mempelajari bahasa Inggris menyatakan bahwa BK lebih sulit daripada Bing karena BK merupakan bahasa berkarakter dan tata bahasa (TTB) Korea yang sangat berbeda dengan TTB Indonesia sehingga sulit dipelajari. Kedua, responden yang menyatakan pernah mempelajari BJep menganggap bahwa BJep lebih sulit daripada BK karena memiliki dua macam karakter, yakni hiragana dan katagana. Ketiga, responden yang pernah mempelajari Bman berpendapat Bman lebih sulit daripada BK karena Bman memiliki lima intonasi, sedangkan BK tidak. Keempat, responden yang pernah mempelajari bahasa Eropa, seperti BJer dan BPer, mengganggap bahasa eropa lebih sulit daripada BK karena dalam TTB bahasa Eropa setiap benda bergender.
4.3. Pentingnya Penguasaan Bahasa Korea di Indonesia
70 53
Sangat penting Penting Cukup penting Tidak penting Sangat tidak penting
35 18
!
0
2012
2013
2014
2015
Gambar 6. Penguasaan Bahasa Korea di Indonesia
Gambar 6 menunjukkan persepsi responden menurut angkatan terhadap penguasaan BK di Indonesia. Berbeda dengan tiga angkatan di bawahnya, 57% responden 2012 menyatakan sangat penting dan 40% menyatakan penting, sementara hanya 3% menyatakan cukup penting. Selanjutnya, 18% responden 2013, 28% responden 2014, dan 43% responden 2015 menyatakan sangat penting; 69% responden 2013, 70% responden 2014, dan 57% responden 2015 menyatakan penting, sementara 13% responden 2013, 2% responden 2014 dan 4% responden 2015 menyatakan cukup penting. Dari paparan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa sebagian besar mahasiswa prodi Korea berpersepsi penguasaan BK di Indonesia penting.
!495
Usmi, 490-511
ISSN 2406-9167
Alasan responden (dari total responden) terhadap persepsi di atas dapat dikelompokkan menjadi empat. Alasan pertama, berhubungan dengan dunia pekerjaan, 50% responden menyatakan penguasaan BK sangat penting karena dianggap dapat menunjang karir mereka untuk bekerja/mendapatkan pekerjaan di masa depan. Alasan kedua, 31% responden menyatakan penguasaan BK sangat penting karena mereka belajar di jurusan BK. Lebih lanjut, hanya 3% dari total jumlah responden menyatakan penguasaan BK penting karena mereka ingin melanjutkan studi S2 di Korea. Jawaban responden seperti untuk menghadapi globalisasi, memahami kebudayaan Korea, dan lainnya, dimasukan ke dalam kelompok alasan lain sebanyak 16%.
4.4. Kemahiran Bahasa Korea yang Dianggap Paling Sulit
60 45 30
Berbicara Menyimak Membaca Menulis
15 0
!
2012
2013
2014
2015
Gambar 7. Persepsi terhadap Kemahiran Bahasa Korea yang Dianggap Paling Sulit
Gambar 7 menggambarkan persepsi responden terhadap kemahiran BK yang dianggap paling sulit. Gambaran di atas menunjukkan adanya perbedaan persepsi responden menurut angkatan terhadap kemahiran BK yang dianggap paling sulit. 51% responden 2012 menyatakan kemahiran menulis paling sulit (persentase kemahiran lain: menyimak 19%, berbicara 16% dan membaca 14%). Berbeda dengan responden 2012, 44% responden 2013 menyatakan kemahiran berbicara paling sulit (persentase kemahiran lain: menyimak 29%, menulis 25% dan membaca 2%). Senada dengan responden 2013, sebagian besar responden 2014 (51%) juga berpersepsi kemahiran berbicara paling sulit (persentase
!496
Usmi, 490-511
ISSN 2406-9167
kemahiran lain: menyimak 34% dan menulis 15%). Berbeda dengan ketiga angkatan di atasnya, sebagian besar responden 2015 (51%) berpersepsi kemahiran menyimak paling sulit (persentase kemahiran lain: berbicara 24%, menulis 20% dan membaca 5%). Berdasarkan gambaran di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat perbedaan persepsi tiap angkatan terhadap kemahiran bahasa. Mahasiswa tahun keempat menilai kemahiran menulis paling sulit, mahasiswa tahun kedua dan ketiga menilai kemahiran berbicara paling sulit, sementara mahasiswa tahun pertama menilai kemahiran menyimak paling sulit di antara kemahiran bahasa lainnya. Alasan responden terhadap persepsi di atas dapat dikelompokkan menjadi tiga. Pertama, alasan responden yang berpersepsi kemahiran menulis paling sulit, kedua alasan responden yang berpersepsi kemahiran berbicara paling sulit, dan terakhir alasan responden yang berpersepsi kemahiran menyimak paling sulit. Berdasarkan alasan responden yang berpersepsi kemahiran menulis paling sulit, dapat disimpulkan bahwa ada tiga faktor yang menjadi penyebab kegiatan menulit paling sulit. Ketiga faktor tersebut adalah keterbatasan penguasaan kosakata, keterbatasan penguasaan unsur TTB dan keterbatasan kemampuan mengembangkan ide/pokok pikiran secara tertulis. Sebagian besar mahasiswa menyadari bahwa kemampuan menulis membutuhkan keakuratan dalam memilih kosakata dan unsur TTB yang tepat. Kemudian, berdasarkan alasan responden yang berpersepsi kemahiran berbicara paling sulit, dapat disimpulkan bahwa ada tiga faktor yang menjadi alasan kesulitan yang dialami responden dalam kegiatan berbicara. Faktor ‘kurangnya rasa percaya diri' menjadi alasan utama mengapa kemahiran berbicara sulit. Dua faktor lainnya, adalah keterbatasan penguasaan kosakata dan unsur TTB. Lebih lanjut, berdasarkan alasan responden yang berpersepsi kemahiran menyimak paling sulit, dapat disimpulkan ada empat alasan, yakni tidak mampu berkonsentrasi dengan baik dalam proses menyimak, tidak mampu mengikuti bahasa lisan bertempo cepat, kurangnya kemampuan mengenali/ memahami kosakata yang didengar dan tidak mampu memahami keseluruhan informasi yang disampaikan.
!497
Usmi, 490-511
ISSN 2406-9167
4.5. Bahasa Pengantar di Kelas Kemahiran Berbahasa Gambar 8 di bawah ini menunjukkan gambaran persepsi responden terhadap penggunaan BK sebagai bahasa pengantar di semua kelas kemahiran berbahasa. Dari perhitungan rata-rata persentase total responden (RPTR), 76% responden menyatakan tidak setuju, sementara hanya 24% menyatakan setuju.
100 75 50
Setuju Tidak setuju Ragu-ragu
25
!
0
2012
2013
2014
2015
Gambar 8. Bahasa Korea sebagai Bahasa Pengantar di Kelas Kemahiran Berbahasa
Jawaban responden menurut angkatan adalah sebagai berikut: 56% responden 2012 menyatakan tidak setuju, 41% menyatakan setuju; 69% responden 2013 menyatakan tidak setuju dan 31% menyatakan setuju; 74% responden 2014 menyatakan tidak setuju dan 26% menyatakan setuju; 93% responden 2015 menyatakan tidak setuju dan hanya 7 % setuju. Bila mengamati selisih persentase responden yang menyatakan setuju dan tidak setuju menurut angkatan (selisih persentase responden 2012 adalah 15, selisih persentase responden 2013 adalah 28, selisih persentase responden 2014 adalah 48 dan selisih persentase responden 2015 adalah 86), terlihat semakin rendah angkatan, semakin tinggi persentase yang menyatakan tidak setuju. Hal ini bisa jadi mengindikasikan bahwa semakin rendah kemampuan berbahasa mahasiswa, semakin tinggi menyatakan tidak setuju. Sebaliknya, semakin tinggi kemampuan berbahasa mahasiswa, semakin rendah yang menyatakan tidak setuju. Dengan kata lain, ada kecenderungan semakin tinggi kemampuan mahasiswa, mereka semakin setuju apabila BK digunakan sebagai bahasa pengantar di seluruh kelas kemahiran berbahasa.
!498
Usmi, 490-511
ISSN 2406-9167
90 68 45
Bicara Simak Baca Tulis
23
!
0
2012
2013
2014
2015
Gambar 9. Kelas Kemahiran Bahasa yang paling tepat menggunakan Bahasa Korea sebagai Bahasa Pengantar Selanjutnya, gambar 9 menunjukkan gambaran persepsi responden terhadap kelas kemahiran bahasa yang paling tepat menggunakan BK sebagai bahasa pengantar. Pada pertanyaan ini, responden diperbolehkan memilih lebih dari satu jawaban. Total jawaban yang diterima pada bagian ini sebanyak 334 (100%). Dari total jawaban responden, 48% responden menyatakan BK paling tepat digunakan di kelas kemahiran berbicara (160 0rang), 26% responden menyatakan di kelas menulis (88 orang), 17% responden menyatakan di kelas membaca (57 orang), sementara hanya 9% responden menyatakan di kelas menyimak (29 orang).
4.6. Metode Pembelajaran di Kelas Berbicara dan Menyimak
60 45 30
Hafal Dialog Diskusi/Debat Presentasi Main Peran
15
!
0
2012
2013
2014
2015
Gambar 10. Metode Pembelajaran di Kelas Berbicara
Gambar 10 menunjukkan gambaran harapan responden terhadap metode pembelajaran yang diterapkan di kelas berbicara. Dari perhitungan RPTR, 47% responden menyatakan metode bermain peran paling tepat diterapkan di kelas
!499
Usmi, 490-511
ISSN 2406-9167
berbicara, sementara 27% responden menyatakan metode diskusi/debat, 16% responden menyatakan metode hafal dialog dan hanya 10% responden menyatakan metode presentasi. Namun, jika diamati lebih dalam, selisih persentase responden 2012 yang menjawab bermain peran (46%) dan diskusi/debat (35%) tidak jauh berbeda, sementara jawaban responden 2013 yang menyatakan metode bermain peran dan diskusi/debat sama (masing-masing 36%). Ini bisa jadi mengindikasikan bahwa mahasiswa angkatan tahun ketiga dan keempat cenderung berharap agar metode pembelajaran yang diterapkan di kelas berbicara adalah bermain peran dan diskusi/berdebat, dibandingkan dua metode lainnya. Lebih lanjut, selisih persentase jawaban responden 2014 yang menjawab bermain peran (57%) terbilang cukup jauh dibandingkan dengan ketiga metode lainnya (diskusi/debat 21%, hafal dialog 17% dan presentasi 5%). Begitu pula dengan selisih persentase jawaban responden 2015, yang menjawab bermain peran (49%) juga terbilang cukup jauh dibandingkan dengan ketiga metode lainnya (hafal dialog 26% , diskusi/debat 16%, dan presentasi 9%). Ini bisa jadi mengindikasikan bahwa mahasiswa angkatan tahun pertama dan kedua cenderung berharap agar metode pembelajaran yang diterapkan di kelas berbicara adalah metode bermain peran. Berikut ini adalah gambaran (gambar 11) harapan responden terhadap metode pembelajaran yang diterapkan di kelas menyimak.
70 53 35 18
!
0
2012
2013
2014
2015
Pengajar memperdengarkan materi menyimak lalu menjelaskan isinya. Pengajar memperdengarkan materi menyimak lalu mahasiswa menjelaskan isinya. Mahasiswa diberi kesempatan memahami daftar pertanyaan sebelum dosen memperdengarkan materi simak.
Gambar 11. Metode Pembelajaran di Kelas Menyimak
!500
Usmi, 490-511
ISSN 2406-9167
Dari perhitungan RPTR, 42% responden memilih metode mahasiswa diberi kesempatan memahami daftar pertanyaan sebelum dosen memperdengarkan materi menyimak, 38% memilih metode pengajar memperdengarkan materi menyimak lalu mahasiswa menjelaskan isinya, dan 20% memilih metode pengajar memperdengarkan materi menyimak lalu menjelaskan isinya. Akan tetapi, jika diamati secara saksama, terdapat perbedaan persepsi responden menurut angkatan. Angkatan yang lebih tinggi, yakni responden 2012 (68%) dan 2013, (45%) cenderung memilih metode pengajar memperdengarkan materi menyimak lalu mahasiswa menjelaskan isinya, sedangkan angkatan yang lebih rendah, yakni 2014 (62%) dan 2015 (40%), cenderung memilih metode mahasiswa diberi kesempatan memahami pertanyaan sebelum dosen memperdengarkan materi menyimak. Yang menarik, responden 2015 yang memilih ‘pengajar mendengarkan materi menyimak lalu menjelaskan isinya’ terbilang cukup tinggi (36%). Hal ini bisa jadi karena mereka masih di tahun pertama dan memiliki keterbatasan memahami materi menyimak, sehingga mereka cenderung ‘mengandalkan’ pengajar untuk menjelaskan isinya.
4.7. Fokus Pembelajaran di Kelas Membaca dan Menulis Gambar 12 di bawah ini menunjukkan gambaran harapan responden terhadap fokus pembelajaran yang diutamakan di kelas membaca. Dari perhitungan RPTR, 47% responden menyatakan teknik membaca, seperti membaca cepat, mencari ide pokok, menebak kata dalam konteks dan teknik membaca lainnya. 28% responden menyatakan kosakata, 14% responden menyatakan tata bahasa, sementara 12% responden menyatakan naskah/isi teks bacaan menjadi fokus pembelajaran yang harus diutamakan di kelas membaca.
!501
Usmi, 490-511
ISSN 2406-9167
70 53 35 18 0
!
2012
2013
2014
2015
Naskah/isi teks bacaan Tata Bahasa Kosakata Teknik Membaca (spt. membaca cepat, mencari ide pokok, menebak kata dalam konteks dsb.)
Gambar 12. Fokus pembelajaran yang Diutamakan di Kelas Membaca
Namun, dari gambaran di atas terlihat jelas adanya perbedaan pendapat berdasarkan jawaban menurut angkatan. Angkatan yang lebih tinggi, responden 2012, 2013 dan 2014, rata-rata berharap pembelajaran kemahiran membaca harus mengutamakan pembelajaran/ pelatihan teknik membaca, sedangkan angkatan yang lebih rendah, responden 2015, berharap kelas membaca lebih difokuskan pada pembelajaran kosakata. Selanjutnya, berikut ini adalah harapan responden terhadap fokus pembelajaran yang diutamakan di kelas menulis.
70 53 35 18 0
!
2012
2013
2014
2015
Isi/tema karangan Tata Bahasa Kosakata Teknik Menulis (spt. menulis memo, surat, berita, laporan dsb.)
Gambar 13. Fokus pembelajaran yang Diutamakan di Kelas Menulis
Gambar 13 menunjukkan gambaran harapan responden terhadap fokus pembelajaran yang diutamakan di kelas menulis. Dari perhitungan RPTR, 51%
!502
Usmi, 490-511
ISSN 2406-9167
responden menyatakan tata bahasa. 33%% responden menyatakan teknik menulis, 14% responden menyatakan isi/tema karangan, sementara 2% responden menyatakan kosakata menjadi
fokus pembelajaran yang harus diutamakan di
kelas menulis. Meskipun demikian, jika diamati secara teliti, selisih persentase jawaban responden 2012 yang menjawab teknik menulis (46%) dan tata bahasa (43%) tidak jauh berbeda, begitu pula dengan selisih jawaban responden 2013 yang menjawab tata bahasa (49%) dan teknik menulis (43%). Ini bisa jadi mengindikasikan bahwa mahasiswa angkatan tahun ketiga dan keempat cenderung berharap fokus pembelajaran di kelas menulis adalah teknik menulis dan pembelajaran penggunaan unsur TTB secara tertulis. Sementara, selisih persentase jawaban responden 2014 yang menjawab tata bahasa (45%) terbilang cukup jauh dibandingkan dengan ketiga materi lainnya (teknik menulis 28%, isi/ tema karangan 25% dan kosakata 2%). Begitu pula dengan selisih persentase jawaban responden 2015, yang menjawab tata bahasa (62%) juga terbilang cukup jauh dibandingkan dengan ketiga materi lainnya (teknik menulis 20%, isi/tema karangan 14%, dan kosakata 4%). Ini bisa jadi mengindikasikan bahwa mahasiswa angkatan tahun pertama dan kedua cenderung berharap agar fokus pembelajaran di kelas menulis adalah pembelajaran penggunaan unsur TTB secara tertulis.
4.8. Pengajaran Tata Bahasa dan Bahasa Pengantar
100 75 50
Ya, perlu. Tidak perlu. Tidak tahu/Ragu-ragu
!
25 0
2012
2013
2014
2015
Gambar 14. Pengajaran Tata Bahasa Terpisah dari Pembelajaran Keterampilan Berbahasa
!503
Usmi, 490-511
ISSN 2406-9167
Gambar 14 menunjukkan gambaran persepsi responden mengenai pengajaran TTB yang diajarkan secara terpisah dari pembelajaran kemahiran berbahasa. Dari perhitungan RPTR, 84% responden menyatakan perlu, 8% responden menyatakan tidak perlu, sementara 8% responden menyatakan tidak tahu/ragu-ragu. Maka, dapat ditarik kesimpulan bahwa sebagian besar responden berharap atau menginginkan agar pengajaran TTB Korea diajarkan terpisah dari pembelajaran kemahiran berbahasa.
90 68 45 23
Bahasa Korea Bahasa Indonesia
0
2012
2013
2014
2015
Gambar 15. Persepsi terhadap Bahasa Pengantar di Kelas Tata Bahasa
Gambar 15 menggambarkan persepsi responden mengenai bahasa pengantar yang sebaiknya digunakan di kelas tata bahasa. 78% responden menyatakan BInd, sementara 22% menyatakan BK sebaiknya digunakan sebagai bahasa pengantar di kelas TTB.
90 68 45 23
!
0
2012
2013
2014
2015
Sangat Sulit Sulit Mudah Sangat Mudah
Gambar 16. Persepsi terhadap Tingkat Kesulitan Tata Bahasa Korea
Lebih lanjut, gambar 16 menggambarkan persepsi responden terhadap tingkat kesulitan memahami unsur TTB Korea. Dari rata-rata persentase total
!504
Usmi, 490-511
ISSN 2406-9167
responden, 6% responden menyatakan sangat sulit, 77% responden menyatakan sulit, 16% responden menyatakan mudah dan 1% responden menyatakan sangat mudah memahami unsur TTB Korea.
4.9. Kesempatan Menggunakan Bahasa Korea di dalam dan di luar Kelas
70 53
Sangat sering Sering Kadang-kadang Jarang Sangat Jarang
35 18
!
0
2012
2013
2014
2015
Gambar 17. Kesempatan Berbahasa Korea di dalam Kelas Kemahiran Berbahasa
Gambar 17 menunjukkan gambaran kesempatan responden berbahasa Korea di dalam kelas kemahiran berbahasa. Berdasarkan perhitungan RPTR, 54% responden menyatakan kadang-kadang. 31% responden menyatakan sering, 8% responden menyatakan jarang,
5% responden menyatakan sangat jarang, dan
hanya 2% responden menyatakan sangat sering. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sebagian besar mahasiswa kadang-kadang menggunakan BK di dalam kelas.
80 60 40 20
!
0
2012
2013
2014
2015
Sangat sering Sering Kadang-kadang Jarang Sangat Jarang
Gambar 18. Kesempatan Berbahasa Korea di Luar Kelas
Gambar 18 menunjukkan gambaran kesempatan responden berbahasa Korea di luar kelas. Berdasarkan perhitungan rata-rata persentase total responden,
!505
Usmi, 490-511
ISSN 2406-9167
59% responden menyatakan kadang-kadang. 15% responden menyatakan sering, 18% responden menyatakan jarang, 6% responden menyatakan sangat jarang, dan hanya 2% responden menyatakan sangat sering.
Maka, dapat ditarik
kesimpulan bahwa sebagian besar mahasiswa kadang-kadang menggunakan BK di luar kelas.
60 45 30
Sangat banyak Banyak Kurang Sangat kurang Tidak tahu
15 0
!
2012
2013
2014
2015
Gambar 19. Kesempatan Melatih Kemampuan Berbahasa Korea di Lingkungan Belajar
Gambar 19 menunjukkan gambaran kesempatan responden dalam melatih kemampuan BK di lingkungan belajar. Berdasarkan perhitungan RPTR, 47% responden menyatakan kurang. 40% responden menyatakan cukup, 8% responden menyatakan sangat kurang, 4% responden menyatakan sangat cukup, dan hanya 1% responden menyatakan tidak tahu. Maka, dapat ditarik kesimpulan bahwa kesempatan mahasiswa berlatih kemampuan BK di lingkungan belajar masih kurang.
80 60 40
Dosen Teman Jurusan Teman Korea
!
20 0
2012
2013
2014
2015
Gambar 20. Mitra/Teman Berkomunikasi dalam Bahasa Korea
!506
Usmi, 490-511
ISSN 2406-9167
Gambar 20 menggambarkan dengan siapa responden biasa berkomunikasi dalam BK. Berdasarkan perhitungan rata-rata persentase total responden, 76% responden lebih sering berbahasa Korea dengan teman jurusannya, 25% dengan teman Korea, dan hanya 24% dengan dosen. Maka, dapat ditarik kesimpulan bahwa sebagian besar mahasiswa lebih sering berbahasa Korea dengan teman sejurusannya.
4.10. Kesediaan Buku Penunjang Belajar Bahasa Korea di Lingkungan Belajar
70 53 35
Banyak Cukup Kurang Sangat kurang
18
!
0
2012
2013
2014
2015
Gambar 21. Kesediaan Buku Penunjang Belajar Bahasa Korea di Lingkungan Belajar Gambar 21 menggambarkan persepsi responden terhadap kesediaan buku penunjang belajar BK di lingkungan belajar. Berdasarkan perhitungan RPTR, 52% responden menyatakan kesediaan buku penunjang belajar BK di lingkungan belajar cukup, 36% responden menyatakan kurang, 8% responden menyatakan banyak, dan 4% responden menyatakan sangat kurang. Maka, dapat ditarik kesimpulan bahwa kesediaan buku penunjang belajar bahasa Korea di lingkungan belajar FIB-UI cukup. Berdasarkan rata-rata persentase jawab responden kesediaan buku penunjang di lingkungan belajar FIB-UI dinyatakan cukup. Akan tetapi, apabila diamati secara saksama, selisih persentase jawaban responden per angkatan tidak terlalu jauh berbeda, khususnya responden 2013 dan 2015. Selisih persentase jawaban responden 2013 yang menyatakan cukup (49%) dan sangat kurang (42%) hanya 7, sedangkan selisih persentase jawaban responden 2015 sama (masing-
!507
Usmi, 490-511
ISSN 2406-9167
masing 40%). Hal ini mengindikasikan bahwa kebutuhan buku penunjang yang dibutuhkan oleh mahasiswa menurut angkatan bisa jadi berbeda. Oleh karena itu, pada bagian ini pendapat responden mengenai buku penunjang apa yang paling dibutuhkan tetapi masih belum tersedia juga ditanya. Jawaban responden per angkatan sangat bervariasi, akan tetapi jawaban mereka dapat dikelompokkan menjadi 6 macam buku, yakni buku tata bahasa lengkap yang menjelaskan pola pemakaian dan penggunaannya dalam bahasa Indonesia, kamus, buku latihan mengerjakan soal TOPIK (Test of Proficiency in Korean), buku kemahiran berbahasa, buku bacaan (seperti cerpen, dongeng, novel), dan buku lainnya, seperti buku sejarah, budaya, sastra dan linguistik Korea. Berikut ini adalah gambaran buku yang dibutuhkan oleh responden per angkatan.
60
45
30
15
0
!
2012
2013
2014
2015
tata bahasa Kamus Topik Buku bacaan Buku Kemahiran bahasa Lainnya Tidak tahu
Gambar 22. Buku Penunjang yang Dibutuhkan Responden Per Angkatan
Berdasarkan jawaban responden 2012, responden yang membutuhkan buku TTB sebanyak 54%, buku latihan TOPIK 20%, kamus lengkap dan buku kemahiran bahasa masing-masing 8%, buku bacaan Korea dan buku lainnya masing-masing 5%. Berbeda dengan responden 2012, sebagian besar responden 2013 menyatakan lebih membutuhkan buku latihan topik (31%) daripada buku TTB Korea (25%). Kebutuhan buku bacaan Korea 14%, buku kemahiran bahasa 9%, kamus dan buku lainnya masing-masing 4%, dan yang tidak menjawab 13%. Sementara, berdasarkan jawaban responden 2014, persentase responden yang membutuhkan buku TTB dan buku kemahiran bahasa sama, masing-masing 28%.
!508
Usmi, 490-511
ISSN 2406-9167
Persentase responden yang membutuhkan kamus dan buku lainnya sama, masingmasing 11%. Begitu pula, persentase responden yang membutuhkan buku TOPIK dan buku bacaan korea sama, masing-masing 6%, sementara yang tidak menjawab 10%. Lebih lanjut, berdasarkan jawaban responden 2015, 44% responden membutuhkan kamus, 22% responden membutuhkan buku TTB, 13% responden buku lainnya (seperti buku sejarah, budaya atau sastra), 3% responden membutuhkan buku bacaan Korea, dan 18% responden tidak menjawab.
5. SIMPULAN Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi dan harapan mahasiswa program studi bahasa dan kebudayaan Korea FIB-UI. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: Pertama, sebagian besar mahasiswa berpersepsi bahwa penguasaan BK penting di Indonesia karena dipercaya dapat menunjang karir/pekerjaan mereka di masa depan. Kedua, persepsi terhadap kemahiran BK yang dianggap paling sulit berbeda menurut angkatan. Ketiga, sebagian besar mahasiswa tidak menyetujui apabila seluruh kelas kemahiran berbahasa menggunakan BK sebagai bahasa pengantar.
BK paling tepat
digunakan sebagai bahasa pengantar di kelas berbicara. Keempat, metode pembelajaran di kelas berbicara yang paling dimintai oleh sebagian besar mahasiswa adalah bermain peran. Akan tetapi, mahasiswa tahun keempat dan ketiga juga menginginkan agar metode diskusi/debat diterapkan di kelas berbicara. Kelima, metode pembelajaran di kelas menyimak yang paling diminati oleh mahasiswa tahun pertama dan kedua adalah mahasiswa diberi kesempatan memahami daftar pertanyaan sebelum dosen memperdengarkan materi menyimak, sedangkan metode yang paling diminati oleh mahasiswa tahun ketiga dan keempat adalah pengajar memperdengarkan materi menyimak, lalu mahasiswa men-jelaskan isinya dalam bahasa Korea. Keenam, fokus pembelajaran yang paling diminati di kelas membaca adalah teknik membaca, sementara di kelas menulis adalah TTB. Ketujuh, sebagian besar mahasiswa berpersepsi bahwa pengajaran TTB harus diajarkan secara terpisah dari kemahiran
!509
Usmi, 490-511
ISSN 2406-9167
berbahasa, dan bahasa pengantar yang digunakan adalah bahasa Indonesia. Kedelapan, kesempatan mahasiswa melatih kemampuan BK di lingkungan belajar kurang. Mereka umumnya hanya menggunakan BK di kelas atau saat bersama teman sejurusan. Dan terakhir, buku penunjang belajar BK yang sangat dibutuhkan adalah TTB lengkap, buku latihan TOPIK dan kamus lengkap.
DAFTAR ACUAN
Alkaff, A.A. (2013). Students’ Attitudes and Perceptions towards Learning English. Arab World English Journal, 4(2). 106-121. http://www.awej.org/ images/AllIssues/ Volume 4 /Volume4Number2June2013/8.pdf, diakses 16 Desember 2015. Alseweed, M.A. (2012). University Students’ Perceptions of the Influence of Native and Non-native Teachers. English Language Teaching, 5(12), 42-53. http:/www.ccsenet. org/ journal/index.php/elt/article/view/21446, diakses 15 Desember 2015. Denver, J. (1990). Kamus Psikologi. Diterjemahkan oleh Nancy. Jakarta: Binja Aksara. Flowerdew, J. and Miller, L. (1992) Student perceptions, problems and strategies in second language lecture comprehension. Regional English Language Centre Journal, 23(2), 60-80. http://teaching.polyu.edu.hk/datafiles/R4.pdf, Diakses tanggal 15 Desember 2015. Jalaludin, Rakhmat. (2007). Persepsi Dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers Sugihartono, dkk. 2007. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press. Sulistyo. (2010). Metode Penelitian. Jakarta: Penaku. Tsukamoto, M. (2011). Students’ Perception of Teachers’ language use in EFL Classroom. Journal of Osaka Johakuin University, 8. 143-154. http://www. wilmina.ac.jp/ojc/edu/kiyo_2011/kiyo_08_PDF/d2011_08.pdf, diakses 20 Desember 2015.
!510
Usmi, 490-511
ISSN 2406-9167
Yorio, C. (1986). Consumerism in second language learning and teaching. Canadian Modern Language Review, 42(3), 668-687. Yorio, C. (1989). The Other Side of the Looking Glass. Journal of Basic Writing, Vol. 8, No. 1. http://wac.colostate.edu/jbw/v8n1/yorio.pdf, diakses 20 Maret 2015.
!511