Materi Pelatihan
PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN DAERAH KURSUS KEUANGAN DAERAH Edisi Tahun 2013
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN “Kursus Keuangan Daerah”
Pengarah Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan – Kementerian Keuangan Direktur Pembiayaan dan Kapasitas Daerah – DJPK Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah – DJPK Direktur Evaluasi Pendanaan dan Informasi Keuangan Daerah – DJPK Direktur Dana Perimbangan – DJPK Sekretaris – DJPK Editor Dr. Alimuddin Dr. Wildan Syafitri Kontributor
Kepala Sub Direktorat Investasi dan Kapasitas Daerah – Dit. PKD DJPK M. Shauqie (Universitas Indonesia) B. Hendra Puranto (Universitas Gadjah Mada) Zulkarnaini Ras (Universitas Andalas) Wildan Syafitri (Universitas Brawijaya) Alimuddin (Universitas Hasanuddin) Jantje Tinagon (Universitas Sam Ratulangi) Sri Suryanovi (Sekolah Tinggi Akuntansi Negara) Hera Susanti (Universitas Indonesia)
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Didukung oleh: Deutsche Gesellschaft fuer Internationale Zusammenarbeit (GIZ) GmbH Decentralisation as Contribution to Good Governance (DeCGG) Program Fiscal Decentralisation Component Jakarta 2013
iii
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Kata Sambutan Kapasitas sumber daya manusia yang handal di seluruh pemerintah daerah merupakan salah satu kunci sukses pengelolaan keuangan daerah yang effisien, transparan, dan akuntabel. Dalam rangka meningkatkan kompetensi dan pemahaman para aparat pengelolaan keuangan Daerah dari seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) - Kementerian Keuangan sejak tahun 1981/1982 telah menyelenggarakan Kursus Keuangan Daerah (KKD). Sementara itu, kegiatan Kursus Keuangan Daerah Khusus Penatausahaan/Akuntansi Keuangan Daereah (KKDK) diselenggarakan sejak tahun 2007. Dalam pelaksanaannya, KKD dan KKDK dikerjasamakan dengan 7 perguruan tinggi negeri (yang selanjutnya dikenal dengan sebutan center of knowledge/center), yaitu: Universitas Indonesia (UI), Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Andalas (Unan), Univeristas Hasanuddin (Unhas), Universitas Brawijaya (UB), Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), dan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN). Pelaksanaan KKD-KKDK terus mengalami penyempurnaan dan updating terutama terkait dengan kurikulum, satuan acara pembelajaran (SAP), dan modul. Untuk pertama kali, pada tahun 2012, modulmodul kegiatan KKD-KKDK diseragamkan agar setiap lulusan mempunyai pemahaman yang sama atas materi yang diajarkan. Perbaikan kualitas pelaksanaan KKD-KKDK terus dilanjutkan dan pada tahun 2013, DJPK mendapat dukungan dari GIZ untuk melakukan standarisasi Modul KKD-KKDK sehingga modulmodul tersebut diharapkan dapat memenuhi standar modul internasional. Standarisasi modul ini menghasilkan dua produk utama, yaitu: (i) Materi Pelatihan (handbook) ; dan (ii) Panduan Bagi Pelatih (trainer guideline) untuk 6 (enam) jenis pelatihan, yaitu Perencanaan Penganggaran, Pendapatan Daerah, Belanja Daerah, Barang Milik Daerah, Penatausahaan Perbendaharaan Daerah dan Akuntansi Keuangan Pemerintah Daerah. Kami mengucapkan terima kasih kepada GIZ yang telah mendukung pelaksanaan standarisasi materi pelatihan dan panduan bagi pelatih ini sehingga memudahkan bagi para pelatih untuk melaksanakan pelatihan sehingga output dari hasil pelatihan ini memiliki standar yang berkualitas tinggi. Kami menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada para penyusun modul, pimpinan dan pengurus center penyelenggara kegiatan KKD-KKDK serta seluruh pihak yang terlibat dalam proses penyusunan standarisasi materi pelatihan KKD-KKDK ini. Diharapkan dengan kehadiran modul yang telah distandarisasi ini akan menjadikan kualitas dari pelaksanaan pelatihan KKD-KKDK terjaga dengan baik dan juga memudahkan para pelatih dan penyelenggara dalam melaksanakan pelatihan KKD-KKDK. Dengan demikian, diharapkan pelaksanaan pelatihan KKD-KKDK dapat berkontribusi pada perbaikan pengelolaan keuangan daerah. Jakarta, Maret 2014 Direktur Pembiayaan dan Kapasitas Daerah
Adriansyah iv
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Daftar Isi Kata Sambutan
iv
Daftar Isi
v
PENDAHULUAN
ix
TOPIK 1 KEUANGAN NEGARA DAN DAERAH
1
1.1.
Pengantar
3
1.2.
Pengertian dan Ruang Lingkup Keuangan Negara
3
1.3
Sistem Perekonomian Negara
4
1.4.
Peran Kebijakan fiskal dalam Perekonomian
4
1.5.
Pengertian Barang Publik dan Barang Privat
5
1.6.
Kelembagaan Pengelolaan Keuangan Negara
6
1.7.
Kelembagaan Perbendaharaan Negara
8
1.8.
Kelembagaan Pengelolaan Keuangan Daerah
9
TOPIK 2 DESENTRALISASI FISKAL
12
2.1.
Pengertian dan Prinsip Dasar Desentralisasi Fiskal
14
2.2.
Kewenangan Perpajakan Daerah
16
2.3.
Keleluasaan untuk Belanja
17
2.4.
Keleluasan (Ruang) Fiskal Daerah
17
2.5.
Resiko Fiskal
19
2.6.
Kesinambungan Fiskal (Fiscal Sustainability)
20
TOPIK 3 HUBUNGAN KEWENANGAN PUSAT DAN DAERAH
22
3.1.
Hubungan Kewenangan Antar Level Pemerintahan
24
3.2.
Bentuk Negara dan Kewenangan Antar Tingkat Pemerintah
24
3.3.
Sekilas Desentralisasi di Negara Kesatuan Republik Indonesia
27
3.4.
Hubungan Keuangan Antar Level Pemerintahan.
29
TOPIK 4 APBN DAN APBD
34
4.1.
APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara)
36
4.2.
APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah)
39
TOPIK 5 KONSEP PERENCANAAN PEMBANGUNAN
v
42
5.1.
Definisi Perencanaan
44
5.2.
Elemen Perencanaan
44
5.3.
Planning Versus Planners
44
5.4.
Mengapa Mempelajari Teori Perencanaan
45
5.5.
Penggunaan Teori Perencanaan
45
5.6.
Mengapa Perencanaan Diperlukan
46
5.7.
Mengapa Perencanaan Gagal
47
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
TOPIK 6 MEKANISME PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
49
6.1.
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
51
6.2.
Dokumen Perencanaan
51
TOPIK 7 INDIKATOR KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH
58
7.1.
Indikator Kinerja
60
7.2.
Indikator Kinerja Makro dan Mikro
66
7.3.
Penyusunan Indikator Kinerja
68
7.4.
Indikator Kinerja Kunci (IKK)
68
7.5.
Hubungan Indikator Capaian Kinerja RPJMD dengan Renstra SKPD
72
Topik 8 PENYUSUNAN RENCANA STRATEGIS DAN RENCANA KERJA SKPD
vi
74
8.1.
Penyusunan Rencana Strategis SKPD
76
8.2.
Proses dan Mekanisme Penyusunan Renstra SKPD
78
8.3.
Identifikasi Kondisi Umum, Analisis Potensi dan Permasalahan SKPD
80
8.4.
Perumusan Visi, Misi dan Isu Strategis
83
8.5.
Rencana Program, Kegiatan, Indikator Kinerja dan Pendanaan (Pagu) Indikatif
89
8.6.
Penyusunan Rencana kerja SKPD
90
8.7.
Analisis Kinerja Pelayanan SKPD
95
8.8.
Isu-isu Penting Penyelenggaraan Tugas dan Fungsi SKPD
95
8.9.
Review terhadap Rancangan Awal RKPD
96
8.10.
Penelaahan Usulan Program dan Kegiatan Masyarakat
8.11.
Pembahasan Rancangan Renja SKPD pada Forum SKPD
100
8.12.
Verifikasi Rancangan Renja SKPD Hasil Pembahasan pada Forum SKPD
100
96
Topik 9 STUDI KASUS PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG
102
9.1.
Latar Belakang
104
9.2.
Landasan Hukum Studi Kasus
105
9.3.
Deskripsi Studi Kasus
105
9.4.
Hasil Dari Proses Perencanaan dan Penganggaran Daerah
106
9.5.
Prosedur Perencanaan Tahunan Daerah
108
9.6.
Prosedur Penganggaran Daerah
112
9.7.
Proses Penentuan Pagu Indikatif Kewilayahan
115
9.8.
Forum Delegasi Musrenbang
116
9.9.
Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Perencanaan Pembangunan dan APBD
118
9.10.
Pembelajaran dari Studi Kasus
118
Topik 10 KETERKAITAN PERENCANAAN DENGAN PENGANGGARAN SERTA SIKLUS ANGGARAN DAERAH
120
10.1.
Keterkaitan Perencanaan dan Penganggaran serta Siklus Anggaran
122
10.2.
Keterkaitan Perencanaan dan Penganggaran
127
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
10.3.
Rencana Kerja Pemerintah Daerah
129
10.4.
Penyusunan Rancangan APBD
130
10.5.
Siklus Anggaran Daerah
133
11.1.
Pengertian Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM)
135
11.2.
Landasan Hukum KPJM
135
11.3.
Tujuan dan Manfaat KPJM
136
11.4.
Faktor-faktor yang Perlu Diperhatikan dalam Penyusunan KPJM
136
11.5.
Metode Penyusunan KPJM
137
11.6.
Penerapan Konsep KPJM Dalam Penganggaran Daerah
138
Topik 12 ANGGARAN BERBASIS KINERJA
141
12.1.
143
Dasar Hukum Anggaran Berbasis Kinerja Pemda
12.2.
Konsep Anggaran Berbasis Kinerja
143
12.3.
Tujuan Anggaran Berbasis Kinerja
144
12.4.
Elemen Anggaran Berbasis Kinerja
144
12.5.
Analisis Standar Belanja
145
12.6.
Indikator Kinerja
145
12.7.
Standar Biaya
146
12.8.
Faktor Kunci Keberhasilan Anggaran Berbasis Kinerja
146
12.9.
Penyusunan Anggaran Berbasis Kinerja
147
Topik 13 PENYUSUNAN ANGGARAN BELANJA LANGSUNG DAN BELANJA TIDAK LANGSUNG
149
13.1.
Pengertian Belanja Daerah
151
13.2.
Penggunaan Belanja Daerah
151
13.3.
Belanja Langsung
151
13.4.
Belanja Tidak Langsung
153
13.5.
Penyusunan Anggaran Belanja Daerah
157
13.5.1.
Anggaran Belanja Langsung
157
Topik 14 PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN SKPD
vii
131
Topik 11 KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH (KPJM)
163
14.1.
Pengertian dan Landasan Hukum Penyusunan RKA
165
14.2.
Pendekatan Penyusunan RKA SKPD
165
14.3.
Pedoman Penyusunan RKA SKPD
166
14.4.
RKA SKPD
167
14.5.
Informasi, Dokumen, dan Formulir RKA
168
14.6.
Proses Penyusunan RKA
169
Topik 15 PENYUSUNAN DPA SKPD DAN PPDK SERTA ANGGARAN KAS PEMDA
187
15.1.
Dokumen Pelaksanaan Anggaran
189
15.2.
Pengertian DPA
189
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
15.3.
Penyusunan DPA
189
15.4.
Penyusunan DPA SKPD
189
15.5.
Penyusunan DPA PPKD
200
15.6.
Anggaran Kas Pemda
208
15.7.
Sumber dan Penggunaan Anggaran Kas
209
15.8.
Manajemen Kas Daerah
210
Topik 16 KASUS PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN SKPD
215
16.1.
217
Deskripsi Kasus
TOPIK 17 PINJAMAN DAN OBLIGASI DAERAH 17.1.
Pinjaman Daerah
221
17.2.
Obligasi Daerah
232
TOPIK 18 DANA CADANGAN
viii
219
239
18.1.
Pengantar
241
18.2.
Pembentukan Dana Cadangan
241
18.3.
Sumber dan Penempatan Dana Cadangan
242
18.4.
Pembentukan Dana Cadangan dalam Praktik
242
18.5.
Pengelolaan Dana Cadangan
244
18.6.
Pencairan Dana Cadangan
249
TOPIK 19 INVESTASI DAN KERJASAMA PEMERINTAH DAERAH
250
19.1.
Dasar Hukum Investasi dan Kerja Sama Pemerintah Daerah
252
19.2.
Definisi Investasi
252
19.3.
Bentuk Investasi Daerah
253
19.4.
Sumber Dana Investasi Daerah
254
19.5.
Pengelolaan Investasi Daerah
254
19.6.
Kerjasama Pemerintah Daerah
255
TOPIK 20 STUDI KASUS PEMBIAYAAN DAERAH
264
20.1.
Deskripsi Studi Kasus
266
20.2.
Analisis Pinjaman Berdasarkan PP 30 Tahun 2011
271
Kesimpulan
276
Referensi
276
LAMPIRAN
279
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
PENDAHULUAN A. Abstraksi Modul ini berisi mengenai konsep, teori, penjelasan perundangan serta aspek teknis penyusunan dokumen perencanaan dan Perencanaan dan Pengganggaran daerah di Indonesia. Modul ini juga memuat berbagai macam dasar dan kondisi kelembagaan negara yang terkait dalam proses perencanaan dan penganggaran. Konsep pembangunan yang terintegrasi mulai dari perencanaan sampai penganggaran sangat diperlukan oleh aparat pemerintah dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat berdasarkan tupoksi dan aturan aturan yang telah ditentukan dalam perundangan. Modul ini terdiri dari 4 bab, sebagai topik bahasan dengan 22 sub topik bahasan. Topik disusun secara sitematis dimulai dari konsep dasar dasar konsep dan filosofi pengelolaan negara dalam konteks pembangunan masyarakat yang berkelanjutan dan diakhiri pada pengetahuan teknis yang harus dipahami oleh setiap aparat pemerintah. Modul dimulai dengan pendahuluan pada bab pertama berisi abstraksi, latar belakang, tujuan instruksional umum, serta metode pembelajaran yang akan diterapkan dalam pelatihan, sebagai pengantar dan petunjuk bagai pengguna modul. Bab kedua, membahas hubungan antara pusat dan daerah, meliputi hubungan kewenangan antar tingkat pemerintah, hubungan keuangan antar tingkat pemerintah, isu desentralisasi fiscal , struktur dan hubungan antara APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) dan APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah), serta dana dekonsentrasi, tugas pembantuan, dan dana urusan bersama. Bab kedua adalah dasar penting dan merupakan kerangka acuan bab bab selanjutnya. Pada bab ketiga, dibahas pengertian konsep dan prinsip perencanaan daerah dan penyusunan dokumen perencanaan. Pembahasan mencakup juga mekanisme perencanaan, indikator kinerja pembangunan dan panduan untuk menyusun rencana pembangunan daerah (Renstra dan Renja SKPD). Pada bagian akhir bab ini menyediakan studi kasus perencanaan pembangunan sebagai bahan pebelajaran keberhasilan dari proses perencanaan daerah. Pengganggaran daerah selanjutnya dibahas pada bab 4. Bab ini adalah kelanjutan dari proses perencanaan. Pada bagian ini pembahasan dimulai dari keterkaitan antara perencanaan anggaran, kerangka pengeluaran jangka menengah serta penyusunan anggaran belanja. Selanjutnya sub topik penyusuan anggran juga dibahas secara lebih mendalam dan teknis pada penyusunan anggaran SKPD dan anggaran kas. Bagian ini diakhiri dengan studi kasus penganggaran SKPD sebagai bahan untuk memahami kegiatan penganggaran secara terpadu dan terperinci. Bab 5 membahas secara khusus mengenai pembiayaan daerah yang meliputi berbagai macam jenis dan sumber pembiayaan yang memungkinkan dan sah bagi daerah. Selain itu upaya upaya pemerintah untuk menggali sumber dana masyarakat melalui berbagai macam kerja sama juga dibahas dalam sub topik berikutnya. Bahasan topik ini diakhiri dengan studi kasus pembiayaan sebagai contoh dari pembiayaan daerah.
ix
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
B. Latar Belakang Dinamika permasalahan pembangunan daerah yang semakin cepat menyebabkan tuntutan masyarakat pada pelayanan pemerintah juga semakin besar. Kondisi ini harus mendorong pemerintah dalam hal ini aparat daerah untuk terus meningkatkan melayanan melalui peningkatan kemampuan manajemen maupun kemampuan teknis yang lebih baik. Reformasi pemerintahan dan persaingan antar negara harus menjadi spirit bagi aparat pemerintah untuk terus meningkatkan kemampuan kemampuan. Oleh sebab itu pemahaman mengenai konsep aturan dan petunjuk teknis perencanaan dan pengganggaran daerah multak diperlukan dengan semakin besarnya tuntutan pada efisisensi dan efektifitas birokrasi. Proses perencanaan dan penganggaran pada prakteknya akan melibatkan masyarakat sebagai pemangku kepentingan pembangunan. Terlibatnya masyarakat dalam proses perencanaan akan membantu pemerintah dalam memperoleh informasi dan gagasan yang lebih baik serta sesuai dengan kepentingan masyarakat yang juga merupakan kepentingan pemerintah. Dalam konteks desentralisasi fiskal, pemberian kewenangan kepada pemerintah daerah tentunya harus diiringi dengan pemahaman yang sama mengenai sejumlah aturan dan petunjuk pelaksanaan pengelolaan anggaran negara yang transparan dan bertanggung jawab. Pemahaman konsep perencanaan dan penganggaran juga mendorong meningkatnya kemampuan aparatur dalam menjalankan upaya pelayanan masyarakat yang lebih baik. Pelatihan aparat daerah merupakan salah satu upaya pemerintah untuk terus meningkatkan kualitas abdi negara yang mampu menghadapi segala permasalahan dalam menjalan tupoksinya. Upaya peningkatan kemampuan ini memerlukan kerja keras semua pihak baik dari mulai dari input proses output. Bahan pelatihan yang sesuai dan mudah dipahami ditambah dengan proses pelatihan yang baik akan menjamin munculnya abdi negara yang terampil dan tanggap terhadap segala permasalahan dalam mejalani tugasnya. Modul Kursus Keuangan Daerah mengenai Perencanaan dan Penganggaran Daerah ini diharapkan menjadi pedoman bagai seluruh aparat yang terlibat dalam pelayanan publik dan menjadi dasar bagi perencanaan dan penggaran yang lebih baik di Indonesia. Sismatika susunan materi pelatihan diatas disusun secara komphrehensif sehingga kerangka perencanaan dan penganggaran daerah dapat sebagai satu kesatuan yang saling terkait. Pemahaman yang sama terhadap materi mutlak dilakukan untuk menghindari perbedaan penafsiran yang dapat menjadi kendala bagi segenap aparat untuk menjalankan tugas negara sesuai tupoksi masing masing. Kedepan diharapkan modul akan terus diperbarui karena pesatnya perkembangan lingkungan sosial ekonomi maupun lingkungan global dengan mempertimbangkan kepentingan nasional dan masyarakat.
C. Tujuan Instruksional Umum Setelah mengikuti dengan menyelesaikan pelatihan peserta diharapkan dapat mengetahui, memahami dan menguasai konsep, dasar hukum, aplikasi, dan aspek teknis berkaitan dengan perencanaan dan penganggaran daerah. Peserta juga memahami keterkaitan proses perencanaan dan penyusunan anggaran sebagai satu kesatuan yang utuh.
x
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
D. Metode Pembelajaran Pelatihan modul ini disampaikan melalui beberapa metode sesuai dengan materi dan tujuan dari masing masing topik. Ada 5 metode pembelajaran utama yang digunakan dalam penyampaian materi perencanaan dan penganggaran, yaitu: 1) Ceramah, yaitu penyampaian materi latihan secara oral oleh pengajar atau instruktur, digunakan terutama untuk konsep, pengertian, teori maupun peraturan perundangan. Beberapa alat bantu yang sering digunakan dalam metode ini adalah slide atau power point yang berisi pokokpokok materi pelatihan maupun contoh contoh kasus. 2) Metode atau pengajaran partisipatif (participatory method atau participative approach), yaitu melibatkan peserta pelatihan untuk berperan aktif dengan memberikan pendapat, kontribusi maupun solusi baik secara individu maupun dalam diskusi kelompok. Metode ini digunakan untuk curah pendapat, intepretasi perundangan, pendalaman pengetahuan dasar, berbagi pengalaman praktis (best practice sharing) dan berpolemik terhadap isu-isu terkini. 3) Diskusi, yaitu mengajak peserta untuk melakukan pembahasan atau pencarian solusi bersama dengan dipandu oleh instruktur terhadap suatu materi, isu, atau kasus, dengan penekanan kepada penguatan pendapat dan argumentasi. 4) Presentasi, yaitu penyampaian analisis, intrepetasi, ide maupun gagasan secara visual dan oral dari hasil diskusi, tugas mandiri atau kerja kelompok. Dalam metode ini, peserta diberikan kesempatan untuk menyampaikan tambahan pendapat, interpretasi, saran, kritik, untuk memperkaya dan melengkapi materi sehingga penguasaan materi peserta akan meningkat. 5) Latihan atau praktek, yaitu kegiatan untuk meningkatkan penguasaan aspek teknis materi pelatihan dengan menggunakan instrumen yang sesuai. Termasuk dalam teknik pembelajaran ini adalah koleksi data, pengamatan dan analisa data pada obyek tertentu yang relevan dengan materi pelatihan sehingga peserta bisa melakukan interpretasi pada hasil perhitungan atau analisis sebagai bahan untuk memberikan solusi dari suatu permasalahan ataupun rekomendasi kebijakan.
xi
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
TOPIK 1
KEUANGAN NEGARA DAN DAERAH
Keuangan Negara dan Daerah
Deskripsi: Topik ini menjelaskan tentang konsep keuangan negara dari sisi pengelolaan, kelembagaan perbendaharaan dan tanggung jawab juga pemeriksaan keuangan.
Sub Topik Keuangan Negara Kelembagaan Pengelolaan Keuangan Negara
Kata Kunci Hubungan kewenangan, desentralisasi fiskal, kewenangan, pengelolaan tanggung jawab keuangan, kelembagaan keuangan.
Referensi: 1. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. 2. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. 3. UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah 4. UU No 15 TAHUN 2004 tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. 5. UU 28/2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah 6. UU No. 12/2008 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 32 Tahun 2004. 7. Rondinelli,Denis, 'What is Decentralization? in Decentralization Briefing Notes, World Bank Institute, available in http:/www.worldbank.org/. 8. Bryant, Coralie and Louise G. White.1982. Managing Development in the third World. Boulder, CO: Westview Press. 9. Davey, Kenneth. (2003) ‘Fiscal Decentralization’ accessed 13 June 2012
. 10. Gie, the Liang, (1968) Pertumbuhan Pemerintahan Daearah di negara republic Indonesia Jilid III, Gunung Jakarta 11. Pelengkap Buku Pegangan Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah, Pelaksanaan Desentralisasi Fiskal di Indonesia, berbagai tahun, dapat di download dari http://www.djpk.depkeu.go.id/
2
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Keuangan Negara dan Daerah
1.1. Pengantar Dinamika hubungan antara pemerintah pusat daerah terus berubah dengan seiiring dengan perubahan global dan berkembangan tuntutan masyarakat akan membaiknya pelayanan publik. Selain itu persaingan global dan cepatnya perkembangan informasi harus direspon dalam bentuk meningkatan kinerja pemerintah melalui efesiensi dan efektifitas anggaran dengan mempertimbangakan gejolak dan dinamika daerah. Dengan diterapkannya desensralisasi fiskal daerah harus terus meningkatkan kemampuan pengelolaan dan mencari sumber sumber pendapatan demi peningkatan pelayanan public yang lebih baik. Bahasan materi Keuangan Negara dan Daerah (KND) secara konseptual mencakup teori tentang pendapatan negara dan daerah, pengeluaran dan pembiayaan negara dan daerah. Di subjek tersebut dibahas secara mendalam antara lain tentang norma dan prinsip bagaimana negara memberikan kewenangan perpajakan (tax assignment) kepada setiap tingkatan pemerintahan. Kemudian secara praktis dilakukan evaluasi terhadap praktek pembagian kewenangan perpajakan tersebut. Selanjutnya di subjek KND juga dibahas pembagian kewenangan pengeluaran (expenditure assignment) bagi setiap tingkatan pemerintahan serta evaluasi terhadap praktek yang ada. Kemudian di subjek ini juga dibahas hubungan keuangan negara dan daerah serta berbagai mekanisme pembiayaan pelayanan publik.
1.2. Pengertian dan Ruang Lingkup Keuangan Negara Menurut UU No.17 tahun 2003 Keuangan Negara didefinisikan sebagai “semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.” Definisi diatas dapat di maknai sebagai segala kegiatan (pemerintah) di dalam mencari sumber-sumber dana dan bagaimana dana-dana tersebut digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yaitu tugas pemerintah sebagai untuk melayani masyarakat. Keuangan negara sebagai suatu studi dapat dibagi kedalam keuangan negara positif (positive public finance) dan keuangan negara normatif (normative public finance). Keuangan negara positif adalah studi tentang fakta, keadaan dan hubungan antar variabel yang berkenaan dengan usaha pemerintah didalam mencari dana dan menggunakan dana. Sedangkan keuangan negara normatif adalah studi keuangan negara tentang etika dan nilai pandang (value judgement) yakni bagaimana kegiatan keuangan negara, perpajakan, pengeluaran dan pinjaman negara bisa menciptakan efisiensi alokasi sumber daya, stabilisasi ekonomi makro, pemerataan (distribusi pendapatan) dan lain-lain sebagainya. Jadi dengan demikian studi keuangan negara normatif lebih banyak berkisar pada daerah permasalahan kebijakan keuangan negara (fiscal policy). Bahasan Keuangan Negara dan Daerah adalah berisi mengenai peran negara dalam perekonomian yang berisi antara lain konsep perekonomian negara, barang publik dan peran negara untuk menyediakan pelayanan publik dengan tujuan peningkatan kesejahteraan rakyat secara keseluruhan melalui kebijakan fiskal dan kelembagaan pengelolaan keuangan negara. Untuk itu, dengan bahasan ini peserta diharapkan memiliki pemahaman dasar terkait keuangan negara dan daerah sebagai pengantar untuk bahasan desentralisasi dan desentralisasi fiskal, hubungan kewenangan dan keuangan antar tingkatan pemerintahan serta tentang Anggaran Negara dan Daerah.
3
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Keuangan Negara dan Daerah
1.3
Sistem Perekonomian Negara
Sistim pasar, terutama di dalam perekonomian yang telah berkembang, dan diikuti oleh banyak negara tidak selalu menimbulkan kesempatan kerja yang tinggi, stabilitas tingkat harga dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang diinginkan. Pasar dan informasi yang tidak sempurna menyebabkan gagalnya pasar (market failure) untuk menyediakan tingkat harga yang stabil. Pasar bebas menyebabkan para produsen akan melakukan proses produksi tanpa memperhitungkan faktor lingkungan hidup sehingga menciptakan eksternalitas (Tisdell, 2003). Kegagagalan mekanisme pasar disebabkan karena mekanisme pasar tidak bisa berjalan akibat perbedaan penguasaan sumber daya, teknologi dan kondisi daerah dan informasi pasar yang tidak sama (asimetri). Akibat dari kegagalan pasar adalah munculnya penguasaan pasar yang tidak yang berlanjut pada disparitas pendapatan. Kegagalan pasar juga akan mengurangi akses penduduk untuk mendapatkan pekerjaan akibat pasar tidak mampu menyerap pertumbuhan tenaga kerja. Hal lain yang dapat mempengaruhi perekonomian negara adalah perdagangan global yang semakin terbuka. Liberalisasi perdagangan dan perubahan ekonomi global berdampak pada perekonomian dalam negeri menyebabkan kondisi ekonomi bisa berubah setiap saat serta dapat mengancam stabilitas perekonomian. Sistem mekanisme pasar yang disertai dengan peran pemerintah sebagai penjaga stabilisasi diharapkan dapat menjadi sistem ekonomi yang kuat dan bertahan dari fluktuasi pasar dan merespon perubahan ekonomi global. Meskipun dalam beberapa hal peran pemerintah diragukan namun dengan dukungan regulasi yang kuat, efektif dan efisien kebijakan pemerintah dapat berperan penting dalam peningkatan pelayanan dan mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
1.4. Peran Kebijakan fiskal dalam Perekonomian Tugas pemerintah pusat dan daerah dalam kerangka ekonomi publik adalah menjamin kelangsungan hidup bernegara melalui pengelolaan keuangan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. Secara umum pemerintah memiliki tiga fungsi dalam perekonomian yaitu fungsi alokasi, distribusi dan stabilisasi. Fungsi alokasi adalah bentuk campur tangan pemerintah dalam bentuk bagaimana menyediakan barang publik atau dalam bentuk kebijakan penggunaan seluruh sumber daya untuk digunakan memproduksi barang swasta dan barang publik. Upaya pemerintah untuk menyediakan barang publik dilakukan karena konsumen atau penduduk tidak bersedia membayar barang publik karena semua orang boleh menikmatinya. Pembiayaan barang publik dilakukan pemerintah melalui penarikan paksa baik pajak maupun retribusi. Proses pemungutan, jumlah yang dipungut, siapa saja yang dikenakan dan pengelolaan anggaran diharapkan juga memenuhi prinsip efisiensi dan kemanfaatan. Fungsi distribusi adalah upaya untuk memanfaatan sumber-sumber pendapatan mengurangi kesenjangan antar kelompok pendapatan masyarkat. Peranan lainnya adalah sebagai alat distribusi pendapatan atau kekayaan. Distribusi pendapatan tergantung dari besar kecilnya kepemilikan faktor-faktor produksi, permintaan dan penawaran faktor produksi, dan akses seseorang untuk memperoleh pendapatan. Kebijakan ekonomi ini dikatakan efektif apabila kegiatan tersebut dilakukan untuk memperbaiki keadaan suatu kelompok pendapatan terutama kelompok termiskin. Pemerintah dapat mempengaruhi distribusi pendapatan secara langsung dengan pajak yang progresif, dengan memberikan beban pajak yang lebih besar bagi orang kaya dan relatif lebih ringan bagi orang miskin, disertai dengan transfer payment atau subsidii bagi golongan miskin. Selain 4
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Keuangan Negara dan Daerah
itu secara tidak langsung pemerintah dapat mempengaruhi distribusi pendapatan dengan kebijaksanaan pengeluaran pemerintah misalnya: bantuan untuk golongan pendapatan tertentu, menanggung biaya pendidikan dsb. Pada fungsi stabilisasi, digunakan untuk meredam goncangan ekonomi seperti inflasi dan pengangguran baik pada jangka pendek maupun jangka panjang. Melalui kebijakan fiskal pemerintah melakukan intervensi pasar untuk mengendalikan harga maupun masalah lainnya. Dampak kenaikan harga BBM misalnya adalah meningkatnya biaya operasi perusahaan danpenurunan konsumsi individu dan juga daya beli masyarakat. Selain itu kenaikan biaya produksi akan berdampak pada penurunan penyerapan tenaga kerja, yang juga menjadi salah satu indikator penting kinerja perekonomian. Pada jangka panjang inflasi tinggi akan menurunkan kesejahteraan maka kebijakan menstabilkan inflasi di daerah juga perlu di lakukan untuk mencegah terjadinya penurunan pertumbuhan. Menurunnya lapangan kerja dan pendapatan akan bisa meningkatkan masalah sosial, sehingga pada kebijakan fiskal untuk masyarakat miskin dan pengangguran diperlukan agar situasi sosial dan perekonomian bisa dikendalikan. Oleh sebab itu regulasi pemerintah akan mendistribusikan dan mengalokasikan sumber daya sehingga masyakat memiliki akses dan kesempatan yang sama dalam berusaha. Tugas pemerintah yang lain adalah melakukan stabilisasi perekonomian agar perekonomian mengalamai pertumbuhan dan pemerataan yang ditandai dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Tugas tersebut diemban baik melalui campur tangan tidak langsung pada variabel kebijakan ekonomi seperti kebijakan moneter untuk mengendalikan inflasi maupun kebijakan fiskal melalui pengaturan subsidi dan perpajakan. Sistem perekonomian yang baik akan ditandai dengan pertumbuhan ekonomi, rendahnya inflasi, rendahnya tingkat pengangguran, peningkatan pendapatan masyarakat dan menurunnya kemiskinan. Pada konteks kebijakan fiskal tanda dari perekonomian yang baik diatas memerlukan intervensi aktif baik melalui regulasi yang mendorong kebijakan anggaran yang mendukung pertumbuhan, mengurangi kemiskinan dan meningkatkan lapangan pekerjaan disertai aturan main yang berkeadilan. Disini prinsip prinsip perencanaan dan penganggaran yang efisien dan efektif sangat diperlukan agar sasaran dari pembangunan ekonomi dapai dicapai.
1.5. Pengertian Barang Publik dan Barang Privat Perencanaan, penganggaran dan pengelolaan keuangan negara semata mata ditujukan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat melalui penyediaan barang dan jasa yang dikenal sebagai barang publik. Untuk melakukan stabilisasi pemerintah dapat menggunakan kebijakan anggaran melalui subsidi dan pajak yang akan mempengaruhi pola konsumsi terhadap barang privat dan barang publik. Dengan mengetahui karakter dari komoditi maka pemerintah dapat mengenakan peraturan tertentu pada barang atau jasa tersebut. Barang publik adalah jenis barang yang dapat dinikmati atau dibutuhkan oleh semua orang. Barang publik dapat digunakan oleh siapa saja dan tidak memerlukan biaya. Ketika seseorang menggunakan barang publik maka dia tidak mengurangi akses orang lain pada barang tersebut. Barang publik memiliki karakteristik 1) Non-rivalry yang berarti bahwa penggunaan konsumsi satu orang terhadap suatu barang tidak mengurangi kesempatan orang lain untuk mengkonsumsi barang tersebut. Manfaat yang diperoleh seseorang dari konsumsi tersebut tidak mempengaruhi menfaat yang diperoleh orang lain. Sebagai contoh, dalam kondisi normal, sinar matahari, udara, dapat diakses seseorang tanpa mengurangi akses orang lain. 2) Non-excludable yang berarti tidak ada halangan atau pengecualian bagi 5
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Keuangan Negara dan Daerah
seseorang untuk mengkonsumsi barang tersebut. Atau setiap orang dapat menikmati meskipun tidak membayarnya. Contohnya pelayanan keamanan (polisi), taman kota, jalan yang dibiayai oleh pembayar pajak dapat diakses atau dikonsumsi oleh semua warga negara. Sedangkan barang privat adalah barang-barang yang memiliki sifat berkebalikan dengan barang publik. Harga barang privat diperoleh melalui mekanisme pasar, selain itu kepemilikan barang privat biasanya dapat teridentifikasi dengan baik. Eksklusivitas kepemilikan menjadi faktor pembeda utama barang privat dengan barang publik. Berbeda dengan barang publik, barang barang privat memiliki sifat sifat utama barang privat tentunya berkebalikan sama sekali dengan barang publik yaitu: (1) Rivalrous consumption, dimana konsumsi oleh satu konsumen akan mengurangi kesempatan pihak lain untuk mengkonsumsi barang serupa sehingga ada rivalitas diantara konsumen barang ini. (2) Excludable consumption, dimana konsumsi barang dapat yang dibatasi oleh persyaratan tertentu (biasanya harga), dan hanya yang memenuhi syarat yang bisa mengakses barang tersebut (excludable). Misalnya makanan di restoran hanya dapat dinikmati oleh mereka yang membeli atau membayar. 3) Scarcity/depletability/ finite, yaitu kelangkaan atau keterbatasan dalam jumlah. Kelangkaan dan ketersediaan dalam jumlah terbatas inilah yang menimbulkan kedua sifat sebelumnya. Barang privat biasanya memang diadakan untuk mencari profit atau laba. Karena sifat-sifatnya tadi, barang privat dapat menjaga efisiensi pasar dalam pengadaannya. Efisiensi inilah yang menarik minat sektor swasta dan menimbulkan pemahaman bahwa barang privat adalah barang yang diproduksi oleh sektor swasta. Meskipun begitu, pemerintah pun sebenarnya dapat berlaku sebagai bertindak untuk mengatur maupun mengelola langsung untuk tujuan tertentu. Dalam beberapa hal sering kali terjadi seseorang bisa mengakses barang publik tanpa ikut membayar atau memberikan kontribusi, sementara ada pihak lain yang membayar atau memberi kontribusi. Mereka yang mengonsumsi tanpa kontribusi inilah yang disebut sebagai free riders yang biasanya muncul pada konsumsi barang non rivalry dan non excludable. Contoh dari free rider adalah mereka yang menggunakan fasilitas publik yang disediakan oleh masyarakat misalnya jalan dari hasil kerja bakti. Sifat barang non rivalry dan non excludable menyebabkan barang ini bisa diakses siapapun sementara tak ada seorangpun mau membayar karena banyak pihak yang memanfaatkan maka pemerintah disini berfungsi sebagai regulator untuk memaksa kelompok pendapatan atau pengguna tertentu untuk membiayai dan menyediakan barang tersebut. Namun demikian pada beberapa produk pihak swasta dapat juga menyediakan dengan mendapatkan keutungan langsung melalui lisensi dari pemerintah, misalnya penyediaan layanan komunikasi, siaran televisi , siaran radio.
1.6. Kelembagaan Pengelolaan Keuangan Negara Besarnya tuntutan masyarakat terhadap pelayanan publik dan menciptakan aparat pemerintah yang bersih mendorong pemerintah untuk mengelola keuangan negara. Pengeloaan keuangan yang baik akan menjamin teralokasinya anggaran sesuai dengan kebutuhan perencanaan sehingga tujuan tujuan pembangunan negara dapan dipenuhi. Untuk menjawab tantangan tersebut pemerintah telah melakukan reformasi pengelolaan keuangan negara yang ditandai dengan tiga paket undang-undang di bidang keuangan negara, yaitu Undang-undang nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-undang nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan Undang-undang nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. 6
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Keuangan Negara dan Daerah
Pengelolaan Keuangan pada konteks pemerintahan dimaknai sebagai upaya yang dilakukan oleh seorang pimpinan dalam bidang keuangan untuk menggunakan fungsi-fungsi manajemen, meliputi perencanaan atau penganggaran, pencatatan, pengeluaran, pengawasan serta pertanggungjawaban (Syarifuddin, 2005). Dijelaskan dalam UU No.17 tahun 2003 Keuangan Negara didefinisikan sebagai semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Keuangan Negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung- jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Oleh sebab itu maka diperlukan suatu hubungan lembaga keuangan negara yang memenuhi prinsip di atas di digambarkan pada gambar berikut : Gambar 1.1: Hubungan Antar Lembaga Keuangan Negara
DIKUASAKAN
PRESIDEN PEMEGANG KEKUASAAN PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA
DISERAHKAN
Menteri Keuangan
Menteri/ Pimpinan Lembaga
Gubernur/bupati/ Walikota selaku Kepala Pemda
Selaku pengelola fiskal dan wakil pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan
Selaku pengguna anggaran/ pengguna barang kementrian negara/ lembaga yang dipimpinnya
Selaku kepala pemda untuk mengelola keuntungan daerah dan mewakili pemda dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan
Tidak termasuk kewenangan di bidang moneter, yang meliputi antara lain mengeluarkan dan mengedarkan uang, yang diatur dengan undang-undang
Sumber : UU No.17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara (diolah)
Hubungan antara keuangan negara dan keuangan daerah diuraikan sebagai berikut: 1. Presiden selaku kepala pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan negara yang merupakan bagian kekuasaan pemerintah; 2. Presiden kemudian menyerahkan kekuasaan tersebut kepada kepala daerah selaku kepala pemerintahan daerah untuk mengelola keuangan daerahnya dan mewakili pemerintah daerah dalam pemilikan kekayaan yang terpisah; 3. Hubungan antara pusat dan daerah menyangkut hubungan pengelolaan pendapatan (revenue) dan tugas pengeluaran (expenditure assignment) baik untuk kepentingan belanja langsung maupun pembangunan daerah dalam rangka memberikan pelayanan publik yang berkualitas, responsibel dan akuntabel; 4. Konsep hubungan antara pusat dan daerah adalah hubungan administrasi dan hubungan kewilayahan. Hubungan tersebut diatur melalui kewajiban pemerintah pusat dalam mengalokasikan dana perimbangan kepada pemerintah daerah sehingga semua sumber keuangan pada setiap urusan yang diserahkan ke daerah menjadi sumber keuangan daerah. Keuangan Negara selanjutnya di jabarkan dalam bentuk pelaksanaan program dan kegiatan yang tercantum dalam APBN/APBD setiap tahunnya.
7
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Keuangan Negara dan Daerah
1.7. Kelembagaan Perbendaharaan Negara Untuk menerapkan sistem keuangan negara maka diperlukan hubungan lembaga perbendaharaan negara sesuai dengan prinsip prinsip keuangan negara di atas. Undang-undang Perbendaharaan Negara mengatur hubungan hukum antar institusi dalam lembaga eksekutif di bidang pelaksanaan Undangundang APBN/Perda APBD. Kekuasaaan atas penegelolaan keuangan negara dilakukan oleh (1) Presiden, (2) Menteri Keuangan, (3) Menteri/Pimpinan Lembaga. Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan yang dikuasakan kepada Menteri Keuangan, selaku pengelola fiskal dan Wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan. Selanjutnya dikuasakan pula kepada menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya dan dteruskan kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintahan daerah untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan. Gambar 1.2: Hubungan Lembaga Perbendaharaan Negara
PEMERINTAH PUSAT
PEMERINTAH DAERAH
MENTERI KEUANGAN
MENTERI/ PIMPINAN LEMBAGA
BENDAHARAWAN UMUM NEGARA MENETAPKAN KEBIJAKAN DAN PEDOMAN PENGELOLAAN BMN (PS. 4)
PENGGUNA BARANG PADA KEMENTRIAN LEMBAGA (PS. 6)
GUBERNUR/BUPATI/ WALIKOTA SELAKU KEPALA PEMDA - MENETAPKAN PEJABAT PENGELOLA BMD (PS. 5) - MENETAPKAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN BMD (PS. 43)
Sumber : UU No 1 tahun 2004 tentang Perbendaharan Negara (diolah)
Secara teknis menteri Keuangan bertugas antara lain: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Menyusun kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro. Menyusun rancangan APBN dan rancangan Perubahan APBN. Mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran. Melakukan perjanjian internasional di bidang keuangan. Melaksanakan pemungutan pendapatan negara yang telah ditetapkan dengan undang-undang. Melaksanakan fungsi bendahara umum negara. Menyusun laporan keuangan yang merupakan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN. Melaksanakan tugas-tugas lain di bidang pengelolaan fiskal berdasarkan ketentuan undang-undang.
Selain itu menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang kementerian Negara/Lembaga atau pembuat kebijakan juga bertugas: 1. Menyusun rancangan anggaran kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya; 2. Menyusun dokumen pelaksanaan anggaran; 8
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Keuangan Negara dan Daerah
3. Melaksanakan anggaran kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya; 4. Melaksanakan pemungutan penerimaan negara bukan pajak dan menyetorkannya ke Kas Negara; 5. Mengelola piutang dan utang negara yang menjadi tanggung jawab kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya; 6. Mengelola barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab kementerian negara / lembaga yang dipimpinnya; 7. Menyusun dan menyampaikan laporan keuangan kementerian negara /lembaga yang dipimpinnya; 8. Melaksanakan tugas-tugas lain yang menjadi tanggung jawabnya berdasarkan ketentuan undangundang.
1.8. Kelembagaan Pengelolaan Keuangan Daerah 1.8.1.
Struktur Pengelolaan Keuangan Daerah
Pengelolaan keuangan merupakan subsistem dari sistem pengelolaan keuangan negara dan merupakan elemen pokok dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Dalam rangka pengelolaan keuangan negara dan daerah secara efektif dan efisien melalui tata kelola pemerintahan dan dapat memenuhi pilar utama yaitu transparansi, akuntabilitas, dan partisipatif, maka ruang lingkup dan pelaksana pengelolaan keuangan daerah merupakan hal yang penting dan telah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 58 tahun 2005, Peraturan Menteri Dalam Negri No. 13 tahun 2006, yang diperbaharui melalui Peraturan Menteri Dalam Negri No. 59 tahun 2007 dan Peraturan Menteri Dalam Negri No. 55 tahun 2008. Kepala daerah selaku pemegang kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah juga pemegang kekuasaan dalam pengelolaan keuangan daerah. Selanjutnya kekuasaan tersebut dilaksanakan oleh kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah selaku pejabat pengelola keuangan daerah dan dilaksanakan oleh satuan kerja perangkat daerah selaku pejabat pengguna anggaran/barang daerah di bawah koordinasi Sekretaris Daerah. Pemisahan ini akan memberikan kejelasan dalam pembagian wewenang dan tanggung jawab, terlaksananya mekanisme checks and balances serta untuk mendorong upaya peningkatan profesionalisme dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan. Dana yang tersedia harus dimanfaatkan dengan sebaik mungkin untuk dapat menghasilkan peningkatan pelayanan dan kesejahteraan yang maksimal guna kepentingan masyarakat. Beberapa aspek pelaksanaan pengolaan keuangan daerah yang diatur oleh pemerintah pusat adalah adalah memberikan peran dan tanggung jawab yang lebih besar para pejabat pelaksana anggaran, sistem pengawasan pengeluaran dan sistem pembayaran, manajemen kas dan perencanaan keuangan, pengelolaan piutang dan utang, pengelolaan investasi, pengelolaan Barang Milik Daerah, larangan penyitaan Uang dan Barang Milik Daerah dan/atau yang dikuasai negara/daerah, penatausahaan dan pertanggungjawaban APBD, serta akuntansi dan pelaporan. Pemerintah juga memperjelas posisi satuan kerja perangkat daerah sebagai instansi pengguna anggaran dan pelaksana program dan menetapkan posisi Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah sebagai Bendahara Umum Daerah. Dengan demikian, fungsi perbendaharaan akan dipusatkan di Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah.
9
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Keuangan Negara dan Daerah
Gambar 1.3: Kekuasaan Pengelola Keuangan Daerah
PEMERINTAH PUSAT (Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuda)
SEKRETARIS DAERAH (Kordinator Pengelolaan Keuda)
PENGGUNA ANGGARAN (KEPALA SKPD)
KUASA PA
BENDAHARA
PPTK
PPK-SKPD
PENGGUNA ANGGARAN (KEPALA SKPD)
KUASA BUD
Sumber: Permendagri No. 13/2006 (diolah)
Namun demikian untuk menyelesaikan proses pembayaran yang bernilai kecil dengan cepat, harus dibentuk kas kecil unit pengguna anggaran. Pemegang kas kecil harus bertanggung jawab mengelola dana yang jumlahnya lebih dibatasi adalah bendahara. Berkaitan dengan sistem pengeluaran dan sistem pembayaran, dalam rangka meningkatkan pertanggungjawaban dan akuntabilitas satuan kerja perangkat daerah serta untuk menghindari pelaksanaan verifikasi (pengurusan administratif) dan penerbitan SPM (pengurusan pembayaran) berada dalam satu kewenangan tunggal (Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah), fungsi penerbitan SPM dialihkan ke Satuan Kerja Perangkat Daerah. Hal ini diharapkan dapat menyederhanakan seluruh proses pembayaran. 1.8.2.
Pengawasan dan Pemeriksaan Laporan Keuangan Daerah
Sebelum dilaporkan kepada masyarakat melalui DPRD, laporan keuangan perlu diperiksa terlebih dahulu oleh BPK. Fungsi pemeriksaan merupakan salah satu fungsi manajemen sehingga tidak dapat dipisahkan dari manajemen keuangan daerah. BPK RI akan melaksanakan pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah daerah. Dalam rangka pelaksanaan pemeriksaan keuangan ini, BPK sebagai auditor yang independen akan melaksanakan audit sesuai dengan standar audit yang berlaku dan akan memberikan pendapat atas kewajaran laporan keuangan. Selain pemeriksaan ekstern oleh BPK, juga dapat dilakukan pemeriksaan intern. Pemeriksaan ini pada pemerintah daerah dilaksanakan oleh Badan Pengawasan Daerah. Pemerintah melakukan pembinaan dan pengawasan pengelolaan keuangan daerah kepada pemerintah daerah yang dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri. Pembinaan meliputi pemberian pedoman, bimbingan, supervisi, konsultasi, pendidikan, pelatihan, serta penelitian dan pengembangan. Pemberian pedoman mencakup perencanaan dan penyusunan APBD, penatausahaan, pertanggungjawaban keuangan daerah, pemantauan dan evaluasi, serta kelembagaan pengelolaan keuangan daerah. Pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi mencakup perencanaan dan penyusunan APBD, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban APBD yang dilaksanakan secara berkala dan/atau sewaktu-waktu, baik secara menyeluruh kepada seluruh daerah maupun kepada daerah tertentu sesuai dengan kebutuhan. 10
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Keuangan Negara dan Daerah
Gambar 1.4: Pembinaan dan Pengawasan Pengelolaan Keuangan Daerah
PEMBINAAN
Pemberian pedoman, bimbingan, supervise, konsultasi, pendidikan, pelatihan dan pengembangan.
DPRD
Perda APBD
Pengendalian Intern
Pengelolaan Keuangan Daerah
Pemeriksaan Ekstern BPK
Pengelolaan Keuangan Daerah
PENGAWASAN
Lihat juga : PP 79/2005 Sumber: Permendagri No. 13/2006 (diolah)
1.8.3.
Tugas dan Kewajiban Pengelola Keuangan Daerah
Beberapa pemahaman umum mengenai pengelola keuangan daerah antara adalah sebagai berikut: •
• • •
•
• •
•
11
Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah adalah kepala daerah yang karena jabatannya mempunyai kewenangan menyelenggarakan keseluruhan pengelolaan keuangan daerah. Pengguna Anggaran adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi SKPD yang dipimpinnya. Kuasa Pengguna Anggaran adalah pejabat yang diberi kuasa untuk melaksanakan sebagian kewenangan pengguna anggaran dalam melaksanakan sebagian tugas dan fungsi SKPD. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) adalah kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah yang mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan APBD dan bertindak sebagai bendahara umum daerah. Bendahara Umum Daerah (BUD) adalah PPKD yang bertindak dalam kapasitas sebagai bendahara umum daerah. Kuasa BUD adalah pejabat yang diberi kuasa untuk melaksanakan tugas bendahara umum daerah. Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) adalah pejabat pada unit kerja SKPD yang melaksanakan satu atau beberapa kegiatan dari suatuprogram sesuai dengan bidang tugasnya. Bendahara Penerimaan adalah pejabat fungsional yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, menyetorkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang pendapatan daerah dalam rangka pelaksanaan APBD pada SKPD. Bendahara Pengeluaran adalah pejabat fungsional yang ditunjuk menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan belanja daerah dalam rangka pelaksanaan APBD pada SKPD.
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
TOPIK 2
DESENTRALISASI FISKAL
Desentralisasi Fiskal
Deskripsi: Topik ini menjelaskan tentang pengertian dan prinsip dasar desentralisasi fiskal, kebijakan fiskal, konsep resiko dan kesinambungan fiskal disertai dengan konsekuensi dan kebijakan fiskal
Sub Topik
Kata Kunci
Pendelegasian Kewenangan Pendapatan
Money follow functions,local taxing power, kesenjangan vertikal dan horizontal,
Kebijakan Fiskal Pemerintah
Ruang Fiskal, Kesinambungan Fiskal
Referensi: 1. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. 2. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. 3. UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah 4. UU No 15 TAHUN 2004 tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. 5. UU 28/2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah 6. UU No. 12/2008 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 32 Tahun 2004. 7. Rondinelli,Denis, 'What is Decentralization? in Decentralization Briefing Notes, World Bank Institute, available in http:/www.worldbank.org/. 8. Bryant, Coralie and Louise G. White.1982. Managing Development in the third World. Boulder, CO: Westview Press. 9. Davey, Kenneth. (2003) ‘Fiscal Decentralization’ accessed 13 June 2012 . 10. Gie, the Liang, (1968) Pertumbuhan Pemerintahan Daerah di negara republic Indonesia Jilid III, Gunung Jakarta 11. Pelengkap Buku Pegangan Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah, Pelaksanaan Desentralisasi Fiskal di Indonesia, berbagai tahun, dapat di download dari http://www.djpk.depkeu.go.id/
13
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Desentralisasi Fiskal
2.1. Pengertian dan Prinsip Dasar Desentralisasi Fiskal Desentralisasi diartikan sebagai pelimpahan kewenangan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah yang ada dalam wilayahnya. Istilah lain dari desentralisasi adalah otonomi, yang berarti penyelenggaraan urusan sendiri dan menolak intervensi pemerintah pusat untuk semua kewenangan yang sudah diserahkan pada daerah. Istilah otonomi berkonotasi lebih luas dari istilah desentralisasi. Desentralisasi lebih berkonotasi parsial dan otonomi lebih berkonotasi general. Pengertian otonomi ataupun desentralisasi akan lebih jelas jika dikaitkan dengan tugas apa yang mestinya diemban pemerintah baik pusat maupun daerah. Sedangkan tugas tugas yang tidak dapat didesentralisaikan adalah politik luar negeri, pertahanan, dan moneter. Ketiga urusan ini menyangkut entitas suatu negara. Selain ketiga utusan tersebut pada dasarnya dapat dilimpahkan ke daerah. Derajat pelimpahan kekuasaan inilah yang menentukan tingkat otonomi daerahnya. Suatu sistem federasi murni menganut prinsip bahwa segala kekuasaan/urusan selain yang tiga di atas adalah urusan negara bagian. Namun dalam prakteknya tidak semua urusan pelayanan umum dapat ditangani oleh pemerintah negara bagian karena pemerintah federasi (pusat) keterbatasan keuangan. Sehingga penyediaan fasilitas umum yang memerlukan investasi besar misalnya jaringan transportasi negara biasanya tetap dilakukan oleh pemerintah federasi. Hal yang tidak mungkin dihindari adalah melekat kekuasaan atau urusan tertentu pada setiap tingkat pemerintahan, misalnya kekuasaan fiskal, penguasaan asset, sumber pembiayaan, tugas-tugas pelayanan dan penyediaan fasilitas umum. Semua kekuasaan itu harus ada pada setiap tingkat pemerintahan. Tidak dikatakan memiliki otonomi suatu daerah jika dia tidak punya anggaran, aset, dan sumber pembiayaan. Disinilah nantinya diperlukan suatu kebijakan nasional tentang pembagian sumber pembiayaan agar tidak terjadi tumpang tindih yang akan membebani masyarakat. Pembagian urusan penyelenggaraan didasarkan pada tuntutan masyarakat daerah terhadap pemerataan hasil-hasil pembangunan. Pembagian urusan didasarkan pada pertimbangan kebutuhan, efisiensi, efektifitas dan juga kepentingan nasional.
14
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Desentralisasi Fiskal
Gambar 2.1: Pembagian Penyelenggaraan Urusan Pemerintah di Indonesia
KERANGKA PENDANAAN URUSAN PEMERINTAHAN DALAM KEBIJAKAN KERANGKA FISKAL NASIONAL Pemerintah Pusat
Sebagian Urusan
Pemerintah Daerah
Sumber Pendanaan
Desentralisasi Dekonsentrasi Tugas Pembantuan dari Pusat ke Daerah dan Desa
APBD
SKPD
PAD
BHP dan BP
DANA PERIMBANGAN LAIN-LAIN PENDAPATAN PENERIMAAN PEMBIAYAAN
DAU DAK Dana Darurat dan Hibah
• Urusan Wajib (SPM) o Propinsi (16 jenis urusan) o Kab/Kota (16 jenis urusan) • Urusan Pilihan
SILPA tahun lalu Dana Cadangan
APBN
Kewenangan Pemda:
Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Pusat dan Daerah
Pinjaman Daerah
Kementrian/ Lembaga
Kewenangan Pemerintah: • 6 Urusan • Di luar 6 urusan
Sumber: Handbook Modul Daerah, 2013
Selanjutnya desentralisasi fiskal menurut Davey (2003) adalah pembagian pendapatan dan belanja negara antar tingkatan pemerintahan dan keleluasaan yang diberikan kepada pemerintah daerah dan regional untuk menetapkan anggaran dengan cara membabankan pajak dan retribusi serta alokasi sumber daya. Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa desentralisasi fiskal adalah bagian dari sistem desentralisasi dan merupakan penyerahan kewenangan fiskal kepada daerah otonom, antara lain dapat meliputi: • • • •
15
Kewenangan Perpajakan (local taxing power) Keleluasaan Untuk Belanja (expenditure assignment) Perencanakan, Penetapan dan Pelaksanaan Anggaran (Budget Discretion) Keleluasaan untuk mendanai investasi dengan melakukan peminjaman, kerjasama pendanaan dengan pihak lain dan lain-lain. MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Desentralisasi Fiskal
2.2. Kewenangan Perpajakan Daerah Desentralisasi fiskal dalam bentuk pemberian kewenangan perpajakan kepada daerah otonom di Indonesia diujudkan oleh UU 28/2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Undang-undang ini menggatikan UU 34/2000 yang pada ini merinci berbagai kewenangan pajak dan retribusi daerah. Pada UU 28/2009 terdapat Pajak Kabupaten/Kota dan Pajak Propinsi yang bersifat closed list yang berarti hanya pajak tersebut yang boleh dipungut/dikelola oleh Pemerintah Daerah. Selain itu ada kewenangan pemungutan retribusi daerah yang terdiri dari retribusi jasa usaha, jasa umum, dan retribusi perizinan tertentu. Kewenangan Pemda terkait pajak dan retribusi, tidak hanya dalam pengelolaan, tetapi juga dalam menetapkan tarif pajak dan tarif retribusi terkait. Tabel 2.1
Tujuan Penyempurnaan Kebijakan PDRD TUJUAN
UU 28/2009
Sistem Pemungutan
1.
Mengubah sistem pemungutan pajak dan retribusi daerah
Local Taxing Power
1.
Memperluas opjek pajak daerah dan retribusi daerah
2.
Menambah jenis pajak daerah dan retribusi daerah
3.
Menaikkan tariff maksimul beberapa jenis pajak daerah
4.
Memberikan diskresi penetapan tarif pajak kepada daerah
1.
Mengubah sistem pengawasan
2.
Mengenakan sanksi bagi yang melanggar ketentuan PDRB
Sistem Pengawasan Sistem Pengelolaan
1.
Bagi hasil pajak propinsi
2.
Earmarking
3.
Insentif pemingutan
Sumber: TOT KKD/KKDK, 2010 (diolah)
Selain kewenangan perpajakan, kepada daerah juga diberikan sumber pendapatan lainnya yang diatur dengan UU 33/2004 tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. UU ini mengatur tentang pendapatan daerah dari Dana Transfer (Dana Bagi Hasil/DBH, Dana Alokasi Umum/DAU, Dana Alokasi Khusus/DAK) sejalan dengan Prinsip “Money Follows Functions”. Kemudian ada keleluasaan daerah untuk menggunakan DAU dan DBH, adanya kepastian pendapatan daerah dan kewenangan daerah untuk mengelola keuangan daerah. Selain itu dana transfer yang lain adalah dana dana otonomi khusus dan dana penyesuaian. Dana otonomi khusus adalah dana yang dialokasikan untuk membiayai pelaksanaan otonomi khusus suatu daerah sebagaimana ditetapkan dalam UU No 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No 1 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua menjadi Undang-Undang dan UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Sedangkan dana penyesuaian adalah dana yang dialokasikan untuk membantu daerah dalam rangka melaksanakan kebijakan tertentu Pemerintah dan DPR sesuai peraturan perundangan, yang terdiri atas dana insentif daerah, Dana Tambahan Penghasilan Guru Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNSD), dana-dana yang dialihkan dari Kementerian Pendidikan Nasional ke Transfer ke daerah, berupa Tunjangan Profesi Guru dan Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah, serta Kurang Bayar Dana Sarana dan Prasarana Infrastruktur Provinsi Papua Barat.
16
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Desentralisasi Fiskal
2.3. Keleluasaan untuk Belanja Desentralisasi fiskal dinilai tidak hanya disisi pendapatan, tetapi juga dari sisi keleluasaan untuk membelanjakan dana yang dimiliki/dikuasai. Kewenangan untuk membelanjakan dana yang dimiliki akan sangat tergantung kepada jenis pendapatan. Pendapatan daerah seperti Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Bagi Hasil adalah jenis pendapatan yang kewenangan penggunaannya ada di tangan Pemerintah Daerah. Berbada dengan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang tidak dapat digunakan secara bebas oleh Pemda karena sudah tertentu penggunaannya dari Pemerintah Pusat. Dari kewenangan perpajakan dan keleluasaan untuk belanja, maka tingkat/derajat desentralisasi fiskal dapat dinilai dari indikator pendapatan (prosentase PAD terhadap total pendapatan daerah) dan indikator keleluasaan belanja (proporsi pendapatan umum daerah terhadap total pendapatan) atau dapat juga disebuat ruang fiskal (fiscal space).
2.4. Keleluasan (Ruang) Fiskal Daerah Keleluasaan (ruang) fiskal merupakan salah satu ukuran penting dalam desentralisasi fiskal. Ruang fiskal memperlihatkan bagian dari seluruh penerimaan umum daerah yang leluasa untuk dialokasikan oleh daerah setelah dikurangi belanja wajib. Semakin besar indikator ruang fiskal, semakin besar keleluasaan daerah untuk mengalokasikan dana di daerah. Tabel 2.2 memperlihatkan contoh ukuran ruang fiskal ratarata dalam periode 2008-2010 untuk Propinsi, Kabupaten/Kota dan secara keseluruhan. Tabel 2.2
Ruang Fiskal Daerah 2008-2010 Jenis Penerimaan dan Belanja
Triliun (Rp) Kab/Kota
Total
Penerimaan Umum Daerah
Propinsi 73,286
222,945
296,230
Pendapatan asli daerah
35,933
16,431
52,364
Dana bagi hasil dari Pusat
19,605
43,640
63,245
Dana alokasi umum
17,747
155,734
173,481
7,139
7,139
28,243
125,177
153,420
18,115
124,158
142,273
Dana bagi hasil pajak dari Propinsi Belanja Wajib Belanja Pegawai Belanja Bunga Belanja Bagi hasil Ruang Fiskal Sumber: DJPK Kementerian Keuangan RI, 2010 (diolah)
17
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
0,011
0,210
0,220
10,117
0,809
10,926
45,043
97,768
142,810
61%
44%
48%
Desentralisasi Fiskal
Tabel di atas memperlihatkan bahwa pada kurun waktu tersebut ruang fiskal Propinsi adalah 61%, yang berarti bahwa dari semua penerimaan umum propinsi, 61% bebas dialokasikan oleh Propinsi. Sedangkan ruang fiskal Kabupaten/Kota lebih kecil yaitu 44%. 2.4.1
Kebijakan Fiskal Pemerintah
Kebijakan fiskal dapat diartikan secara luas maupun secara sempit. Kebijakan fiskal dalam arti sempit yaitu terkait kebijakan mendalam tentang sistem perpajakan yang sekarang berlaku. Termasuk uraian hubungan antara kebijakan fiskal pemerintah di bidang perpajakan dengan penghindaran pajak dan perencanaan pajak atau “tax planning” yang dilakukan oleh sektor swasta. Kebijakan fiskal merujuk pada kebijakan yang dibuat pemerintah untuk mengarahkan ekonomi suatu negara melalui pengeluaran dan pendapatan pemerintah. Kebijakan fiskal berbeda dengan kebijakan moneter, yang bertujuan men-stabilkan perekonomian dengan cara mengontrol tingkat bunga dan jumlah uang yang beredar. Instrumen utama kebijakan fiskal adalah pengeluaran dan penerimaan pajak. Perubahan tingkat dan komposisi pajak dan pengeluaran pemerintah dapat memengaruhi variabel-variabel berikut: 1. Permintaan agregat (aggregate demand) dan tingkat aktivitas ekonomi. 2. Pola persebaran sumber daya. 3. Distribusi pendapatan. Kebijakan fiskal di Indonesia diwujudkan salah satunya dalam bentuk APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). Kebijakan fiskal dapat ditujukan untuk pertumbuhan ekonomi yang optimal. Kebijakan fiskal disisi pendapatan negara antara lain terkait kebijakan tentang bea dan cukai, devisa negara, pariwisata, pajak penghasilan, pajak bumi dan bangunan, impor, dan lain-lain. Sedangkan disisi pengeluaran negara misalnya: belanja persenjataan , pesawat, pembangunan sarana dan prasarana umum, atau program lain yang berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat. Kebijakan fiskal dan kebijakan moneter secara bersama akan sangat menentukan pertumbuhan ekonomi suatu negara. 2.4.2
Resiko dan Kesinambungan Fiskal
Kebijakan desentralisasi fiskal pada dasarnya merupakan bagian dari kebijakan fiskal, karena terfokus kepada alokasi dana ke daerah yang disebut juga transfer ke Daerah. Tujuan transfer ke daerah antara lain untuk: 1. Mengurangi kesenjangan fiskal antara pusat dan daerah (vertical fiscal imbalance) dan antar daerah (horizontal fiscal imbalance) 2. Meningkatkan kualitas pelayanan publik di daerah dan mengurangi kesenjangan pelayanan publik antardaerah 3. Meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya nasional; dan 4. Mendukung kesinambungan fiskal dalam kebijakan ekonomi makro
18
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Desentralisasi Fiskal
2.5. Resiko Fiskal Dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), indikator-indikator ekonomi makro yang digunakan sebagai dasar penyusunan adalah pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, suku bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN) 3 bulan, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Oil Price/ICP), dan lifting minyak. Indikator-indikator tersebut merupakan asumsi dasar yang menjadi acuan penghitungan besaran pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam APBN. Apabila realisasi variabel-variabel tersebut berbeda dengan asumsinya, maka besaran-besaran pendapatan, belanja dan pembiayaan dalam APBN juga akan berubah. Oleh karena itu, variasi-variasi ketidakpastian dari indikator ekonomi makro merupakan faktor risiko yang akan memengaruhi APBN. Apabila realisasi defisit melebihi target defisit yang ditetapkan dalam APBN maka hal tersebut merupakan risiko fiskal yang harus dicarikan sumber pembiayaannya. Risiko fiskal akibat variasi asumsi ekonomi makro dapat digambarkan dalam bentuk analisis sensitivitas parsial terhadap angka baseline defisit dalam APBN. Analisis sensitivitas parsial digunakan untuk melihat dampak perubahan atas satu variabel asumsi ekonomi makro, dengan mengasumsikan variabel asumsi ekonomi makro yang lain tidak berubah (ceteris paribus). Pertumbuhan ekonomi memengaruhi besaran APBN, baik pada sisi pendapatan maupun belanja negara. Pada sisi pendapatan negara, pertumbuhan ekonomi antara lain mempengaruhi penerimaan pajak, terutama PPh dan PPN. Pada sisi belanja negara, pertumbuhan ekonomi antara lain memengaruhi besaran nilai dana perimbangan dalam anggaran transfer ke daerah sebagai akibat perubahan pada penerimaan pajak. Sebagai contoh, pada tahun anggaran 2012, apabila pencapaian pertumbuhan ekonomi lebih rendah 1 persen dari angka yang diasumsikan, maka tambahan defisit pada RAPBN-P 2012 diperkirakan sebesar Rp5,78 triliun - Rp7,03 triliun. Depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat memiliki dampak pada semua sisi APBN, baik pendapatan, belanja, maupun pembiayaan. Pada sisi pendapatan negara, depresiasi nilai tukar rupiah antara lain akan mempengaruhi penerimaan minyak dan gas bumi (migas), PPh migas, PPN, bea masuk dan bea keluar. Pada sisi belanja negara, yang akan terpengaruh antara lain (1) belanja dalam mata uang asing; (2) pembayaran bunga utang luar negeri; (3) subsidi BBM dan listrik; dan (4) transfer ke daerah dalam bentuk dana bagi hasil migas. Sedangkan pada sisi pembiayaan, yang akan terkena dampaknya adalah (1) pinjaman luar negeri baik pinjaman program maupun pinjaman proyek; (2) pembayaran cicilan pokok utang luar negeri; dan (3) penjualan aset program restrukturisasi perbankan yang dilakukan dalam mata uang asing. Pada tahun anggaran 2012, apabila nilai tukar rupiah rata-rata per tahun terdepresiasi sebesar Rp 100,0 dari angka yang diasumsikan, maka tambahan defisit pada RAPBN-P 2012 diperkirakan akan berada pada kisaran negatif Rp 2,02 triliun sampai dengan negatif Rp 2,46 triliun. Tingkat suku bunga yang digunakan sebagai asumsi penyusunan APBN adalah tingkat suku bunga SPN 3 bulan. Perubahan tingkat suku bunga SPN 3 bulan diperkirakan hanya akan berdampak pada sisi belanja. Dalam hal ini, peningkatan tingkat suku bunga SPN 3 bulan akan berakibat pada peningkatan pembayaran bunga utang domestik. Pada tahun anggaran 2012, apabila tingkat suku bunga SPN 3 bulan lebih tinggi 0,25 persen dari angka yang diasumsikan, maka tambahan defisit pada RAPBN-P 2012 diperkirakan akan berada pada kisaran Rp 0,38 triliun - Rp 0,46 triliun. 19
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Desentralisasi Fiskal
Harga minyak mentah Indonesia (ICP) memengaruhi APBN pada sisi pendapatan dan belanja negara. Pada sisi pendapatan negara, kenaikan ICP antara lain akan mengakibatkan kenaikan pendapatan dari kontrak production sharing (KPS) minyak dan gas dalam bentuk PNBP. Peningkatan harga minyak dunia juga akan meningkatkan pendapatan dari penerimaan PPh migas dan penerimaan migas lainnya. Pada sisi belanja negara, peningkatan ICP antara lain akan meningkatkan belanja subsidi BBM dan dana bagi hasil ke daerah. Pada tahun anggaran 2012, apabila rata-rata ICP lebih tinggi USD1 per barel dari angka yang diasumsikan, maka tambahan defisit pada RAPBN-P 2012 diperkirakan akan berada pada kisaran Rp 0,54 triliun sampai dengan Rp 0,65 triliun. Penurunan lifting minyak domestik juga akan memengaruhi APBN pada sisi pendapatan dan belanja negara. Pada sisi pendapatan, penurunan lifting minyak domestik akan menurunkan PPh migas dan PNBP migas. Sementara pada sisi belanja negara penurunan lifting minyak domestik akan menurunkan dana bagi hasil ke daerah. Pada tahun anggaran 2012, apabila realisasi lifting minyak domestik lebih rendah 10.000 barel per hari dari yang diasumsikan, maka tambahan defisit pada RAPBN-P 2012 diperkirakan akan berada pada kisaran Rp 2,01 triliun sampai dengan Rp 2,56 triliun.
2.6. Kesinambungan Fiskal (Fiscal Sustainability) Kesinambungan fiskal erat kaitannya dengan APBN. Terdapat dua langkah strategis yang diupayakan menuju kesinambungan fiskal, yaitu menurunkan defisit APBN secara bertahap menuju kondisi seimbang atau surplus dan melakukan manajemen pembiayaan anggaran yang optimal, efisien, dan efektif. Penurunan defisit APBN dimaksudkan agar tambahan beban pembiayaan, yang terutama berasal dari utang, dapat dikurangi sehingga secara bertahap rasio utang Pemerintah terhadap PDB menjadi semakin berkurang. Sementara itu, pengelolaan pembiayaan anggaran lebih diutamakan kepada pembiayaan dari utang dalam negeri dan luar negeri, dengan pengelolaan yang sesuai kebijakan untuk menjaga kesinambungan fiskal. Merujuk kondisi perekonomian Indonesia beberapa tahun terakhir, Indonesia sedang bergerak menuju pada arah kemandirian. Beberapa langkah pemulihan ekonomi pasca krisis ekonomi 1998 telah dijalankan, salah satu di antaranya adalah dengan keluarnya Indonesia dari keanggotaan IMF. Dalam keadaan seperti ini, kesinambungan fiskal (fiscal sustainability) menjadi hal yang cukup menjadi perhatian dalam perekonomian Indonesia. Anggaran Negara dikatakan berkesinambungan jika hingga jangka waktu yang tak terhingga, rasio penerimaan dan aset (atau utang) pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) minimal mampu membiayai total pengeluaran pemerintah per PDB. Artinya, secara umum kesinambungan fiskal akan diperoleh ketika terjadi keseimbangan antara sisi pendapatan negara dan belanja negara dan jika terjadi defisit anggaran maka dituntut untuk kebijakan pembiayaan yang efektif. Pembahasan kesinambungan fiskal tentu erat kaitannya dengan APBN. Untuk itu Pemerintah perlu untuk selalu berupaya secara optimal mengarahkan APBN untuk melanjutkan langkah-langkah konsolidasi fiskal demi mencapai kesinambungan fiskal. Terdapat dua langkah strategis yang perlu diupayakan menuju kesinambungan fiskal, yaitu: 1. Menurunkan defisit APBN secara bertahap menuju kondisi seimbang atau surplus. 2. Melakukan manajemen pembiayaan anggaran yang optimal, efisien, dan efektif.
20
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Desentralisasi Fiskal
Penurunan defisit APBN dimaksudkan agar tambahan beban pembiayaan, yang terutama berasal dari utang, dapat dikurangi sehingga secara bertahap rasio utang Pemerintah terhadap PDB menjadi semakin berkurang. Sementara itu, pengelolaan pembiayaan anggaran lebih diutamakan kepada pembiayaan dari utang dalam negeri dan luar negeri, dengan pengelolaan yang sesuai kebijakan untuk menjaga kesinambungan fiskal. Penurunan defisit APBN dilakukan dari berbagai sisi, baik dari sisi belanja maupun sisi pendapatan. Dari sisi belanja, Pemerintah berupaya terus meningkatkan efisiensi dan efektivitas belanja negara khususnya belanja K/L guna mendukung program-program prioritas Pemerintah terutama pengentasan kemiskinan, pengurangan pengangguran, dan perbaikan kesejahteraan masyarakat. Sedangkan dari sisi pendapatan, Pemerintah berupaya meningkatkan pendapatan negara baik penerimaan pajak maupun penerimaan negara bukan pajak (PNBP) melalui ekstensifikasi dan intensifikasi dengan tetap menjaga kelangsungan dunia usaha. Untuk mendukung penurunan tingkat defisit ini, Pemerintah selalu berusaha menjaga defisit kumulatif APBN dan APBD dalam batas yang manageable di bawah 3 persen sesuai amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Untuk membiayai defisit APBN, Pemerintah secara bertahap merubah kebijakan pembiayaan dengan mempertimbangkan sumber-sumber pembiayaan yang berisiko rendah, kemampuan membayar pinjaman, dan kemampuan menyerapnya. Dalam perencanaan jangka menengah, kebijakan transfer ke daerah masih ditekankan untuk menjaga konsistensi dan kesinambungan proses konsolidasi desentralisasi fiskal sebagai upaya pemantapan penyelenggaraan otonomi daerah. Kebijakan tersebut selain diprioritaskan untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara pusat dan daerah (vertical fiscal imbalance), dan antar daerah (horizontal fiscal imbalance), juga mengurangi kesenjangan pelayanan publik antar daerah (public service provision gap), serta ditujukan untuk meningkatkan kualitas alokasi belanja ke daerah. Arah kebijakan pembiayaan dalam jangka menengah dititikberatkan pada: (1) peningkatan pemanfaatan sumber-sumber pembiayaan dalam negeri; (2) penurunan stok utang secara bertahap; dan (3) penarikan pinjaman dengan biaya dan risiko yang minimal. Selain itu, kebijakan Pemerintah jangka menengah juga diarahkan untuk mewujudkan kesinambungan fiskal (fiscal sustainability) dan kesinambungan utang (debt sustainability). Upaya penurunan stok utang luar negeri dilakukan dengan penurunan outstandingnya, baik secara persentase terhadap PDB maupun secara nominal. Hal tersebut dimaksudkan untuk memperkokoh ketahanan fiskal, meningkatkan derajat kepercayaan dan kepastian akan kemampuan pengelolaan fiskal dalam menghadapi dinamika perekonomian global.
Pertanyaan Untuk Latihan 1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan desentralisasi fiskal? 2. Uraikan apa saja dana dari Pemerintah Pusat ke Daerah yang termasuk dana desentralisasi 3. Jelaskan pengertian ruang fiskal. Gunakan data realisasi APBD daerah anda untuk menghitung ruang fiskal. Bandingkan hasilnya dengan perhitungan yang dilakukan oleh teman anda. 4. Apakah dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan masuk ke APBD sebagai pendapatan? Siapa yang mempertanggungjawabkan dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan? 5. Kalau rencana belanja lebih banyak dari rencana pendapatan, apa yang harus dilakukan oleh Pemerintah Daerah?
21
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
TOPIK 3
HUBUNGAN KEWENANGAN PUSAT DAN DAERAH
Hubungan Kewenangan Pusat dan Daerah
Deskripsi: Peserta dapat memahami konsep hubungan kewenangan antar tingkatan pemerintahan serta hubungan keuangan antar tingkatan pemerintahan.
Sub Topik Hubungan Kewenangan Antar Level Pemerintahan Hubungan Keuangan Antar Level Pemerintahan
Kata Kunci Desentralisasi, Dekonsentasi, otonomi,tugas perbantuan,
kewenangan pendapatan,ketimpangan horizontal, ketimpangan vertikal
Referensi: 1. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. 2. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. 3. UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah 4. UU No 15 TAHUN 2004 tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. 5. UU 28/2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah 6. UU No. 12/2008 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 32 Tahun 2004. 7. Rondinelli,Denis, 'What is Decentralization? in Decentralization Briefing Notes, World Bank Institute, available in http:/www.worldbank.org/. 8. Bryant, Coralie and Louise G. White.1982. Managing Development in the third World. Boulder, CO: Westview Press. 9. Davey, Kenneth. (2003) ‘Fiscal Decentralization’ accessed 13 June 2012 . 10. Gie, the Liang, (1968) Pertumbuhan Pemerintahan Daearah di negara republic Indonesia Jilid III, Gunung Jakarta 11. Pelengkap Buku Pegangan Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah, Pelaksanaan Desentralisasi Fiskal di Indonesia, berbagai tahun, dapat di download dari http://www.djpk.depkeu.go.id/
23
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Hubungan Kewenangan Pusat dan Daerah
3.1. Hubungan Kewenangan Antar Level Pemerintahan Dalam suatu negara, hubungan kewenangan antar tingkat pemerintahan sangatlah penting. Hubungan tersebut menentukan oleh siapa dan bagaimana pengaturan kehidupan serta upaya-upaya pemenuhan kewajiban maupun hak masyarakat di negara bersangkutan diselenggarakan. Pengaturan kewenangan yang jelas, akan menghindarkan tumpang tindih hak dan tanggung jawab, serta menghindarkan terabaikannya suatu urusan. Kejelasan pengaturan kewenangan, juga akan mengefisienkan biaya penyelenggaraan kehidupan bernegara.
3.2. Bentuk Negara dan Kewenangan Antar Tingkat Pemerintah Bentuk negara akan menentukan bagaimana kewenangan antar tingkat pemerintahan dalam negara tersebut diatur. Dua bentuk negara yang terpenting di dunia sekarang ini adalah negara federal atau negara serikat (The Federal State), dan negara kesatuan (The Unitary State). Negara federal, umumnya terbentuk dari bergabungnya negara-negara yang berdaulat. Oleh sebab itu, setiap negara bagian/provinsi juga merupakan wilayah yang berdaulat. Negara bagianlah yang berwenang mengatur peri kehidupan secara internal. Masing-masing negara bagian biasanya memiliki sistem hukum sendiri. Negara bagian berhak membuat undang-undang negara yang berlaku di negara bagian tersebut, termasuk undangundang tentang pemerintah daerah. Sebagai konsekuensinya, pemerintah daerah merupakan bentukan pemerintah negara bagian, bukan bentukan pemerintah federal. Sistem pemerintahan daerah juga dapat berbeda antara satu negara bagian dengan negara bagian yang lain, karena setiap negara bagian berhak menentukan sistemnya sendiri. Contoh negara federal adalah: Australia, Canada, Jerman, USA. Di negara kesatuan, kedaulatan pada dasarnya ada di pemerintah pusat. Provinsi dan daerah adalah bentukan pusat. Pusat dapat memilih untuk melakukan desentralisasi ataupun sentralisasi. Jumlah provinsi dan daerah dalam negara kesatuan ditentukan oleh pusat, sehingga penggabungan dan pemekaran provinsi atau daerah dapat terjadi. Contoh negara kesatuan adalah: Belanda, China, Indonesia, Inggris, Jepang, Thailand. Meskipun demikian, di negara kesatuan tetap dimungkinkan adanya sistem pemerintahan daerah yang berbeda dari satu wilayah ke wilayah yang lain (desentralisasi asimetrik). Di Inggris, sistem pemerintahan daerah di wilayah England berbeda dengan sistem pemerintahan daerah di Scotland ataupun Wales. Di Indonesia, sistem pemerintahan daerah di Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Daerah Otonomi Khusus Aceh, dan Daerah Istimewa Yogyakarta, berbeda dengan sistem pemerintahan daerah lainnya.Bentuk hubungan antara pusat dan daerah dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1. Devolusi 2. Desentralisasi 3. Dekonsentrasi (Desentralisasi Administrasi) 4. Tugas Pembantuan Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), yang dimaksud dengan Desentralisasi adalah penyerahan 24
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Hubungan Kewenangan Pusat dan Daerah
wewenang dari pemerintah pusat baik kepada pejabat-pejabat pemerintah pusat di Daerah yang disebut Dekonsentrasi maupun kepada badan-badan otonom daerah yang sering disebut Devolusi. Selanjutnya PBB menjelaskan ada dua prinsip penyerahan wewenang dan fungsi pemerintah. Pertama, Dekonsentrasi dari Kantor administrasi (perangkat wilayah yang berada di daerah). Kedua, devolusi dimana sebagian kekuasaan pemerintah diserahkan kepada lembaga politik di daerah yang diikuti dengan penyerahan kekuasaan/kewenangan sepenuhnya untuk mengambil keputusan baik secara politis maupun adminstratif. Selain itu Bryant & White (1983), Desentralisasi adalah transfer kekuasaan/kewenangan yang dapat dibedakan ke dalam desentralisasi administratif maupun desentralisasi politik. Desentralisasi administratif adalah pendelegasian wewenang pelaksanaan yang diberikan kepada pejabat pusat di tingkat lokal. Sedangkan desentralisasi politik adalah pemberian kewenangan dalam membuat keputusan dan pengawasan tertentu terhadap sumber-sumber daya yang diberikan kepada badan-badan pemerintah regional dan lokal. Konsekuensi dari penyerahan wewenang dalam pengambilan keputusan dan pengawasan kepada badan-badan otonomi adalah untuk memberdayakan kemampuan lokal (empowerment local capacity). Wewenang dan sumber daya yang diberikan berkaitan erat satu sama lainnya. Apabila badan-badan lokal diserahi tanggung jawab dan sumber daya, maka kemampuan untuk mengembangkan otoritasnya akan meningkat. Sebaliknya, jika pemerintah lokal hanya ditugaskan mengikuti kebijakan pusat maka partisipasi para elit dan warganya akan rendah. Dengan demikian, kekuasaan pada tingkat pusat tidak akan berkurang bahkan akan memperoleh respek dan kepercayaan dari tingkat lokal yang akhirnya akan meningkatkan pengaruh dan legitimasinya. Rondinelli memberikan klasifikasi bentuk desentralisasi, yaitu: 1. Deconsentration (Dekonsentrasi) yaitu penyelenggaraan urusan pemerintah pusat kepada daerah melalui wakil perangkat pusat yang ada di daerah. Pelaksanaan dekonsentrasi dapat dilakukan melalui dua bentuk yaitu field administration dan local administration. Seterusnya local administration dapat dilaksanakan secara integrated dan unintegrated. 2. Delegation to semi-outonomous and parastatal organizations adalah suatu pelimpahan kewenangan dalam pembuatan keputusan dan manajerial dalam melaksanakan tugas-tugas khusus kepada suatu organisasi yang tidak langsung berada di bawah pengawasan pemerintah pusat. 3. Devolution to local government. Devolusi merupakan penjelmaan dari desentralisasi dalam arti luas, yang berakibat bahwa pemerintah pusat harus membentuk unit-unit pemerintahan di luar pemerintah pusat, dengan menyerahkan fungsi dan kewenangan untuk dilaksanakan secara sendiri atau disebut dengan desentralisasi teritorial. 4. Delegation to Non-government institutions atau penyerahan atau transfer fungsi dari pemerintah kepeda organisasi/institusi non pemerintah. Dengan sebuatan lain sebagai Privatisasi, yaitu suatu bentuk pemberian wewenang dari pemerintah kepada badan-badan sukarela, swasta, LSM/ NGO’s, tetapi juga merupakan penyatuan badan-badan milik pemerintah yang kemudian di swastakan, seperti BUMN dan BUMD dilebur menjadi Perseroan Terbatas (PT). Menurut pendapat Liang Gie (1968) , desentralisasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada satuan-satuan organisasi pemerintahan untuk menyelenggarakan segenap kepentingan setempat dari sekelompok penduduk yang mendiami suatu wilayah. Sementara itu menurut UU No 5 Tahun 1974 tentang Pemerintah Daerah, desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintah dari pemerintah pusat atau daerah tingkat atasnya kepada daerah sehingga menjadi urusan rumah tangganya. Sedangkan menurut UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintah oleh Pemerintah kepada Daerah Otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. 25
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Hubungan Kewenangan Pusat dan Daerah
Dari berbagai definisi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Desentralisasi pada dasarnya adalah suatu proses transfer/penyerahan sebagian wewenang dan tanggungjawab dari urusan yang semula adalah urusan pemerintah pusat kepada badan-badan atau lembaga-lembaga Pemerintah Daerah agar menjadi urusan rumahtangganya sehingga urusan-urusan tersebut beralih kepada Daerah dan menjadi wewenang dan tanggungjawab Pemerintah Daerah. Hubungan kewenangan pusat daerah dan desentralisasi fiskal di Indonesia dapat dilihat dibawah ini: Gambar 3.1: Hubungan Kewenangan dan Pendanaan Daerah Pemerintah Pusat
Pemerintah Daerah
Sebagian Urusan
Pelaksanaan Kewenangan
Sumber Pendanaan APBD
Desentralisasi Dekonsentrasi
PAD
BHP dan BP
DANA PERIMBANGAN
DAU
HIBAH, LAIN-LAIN PENDAPATAN
Tugas Pembantuan dari Pusat ke Daerah dan Desa
DAK
BELANJA SURPLUS/DEFISIT PEMBIAYAAN
SILPA tahun lalu Dana Cadangan
APBN APBN
Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Pinjaman Daerah
Sumber: TOT KKD/KKDK, 2010
Desentralisasi sebagai suatu sistem dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, memiliki beberapa kelebihan, antara lain: • • • • •
• • • •
26
Struktur organisasi yang didesentralisasikan berbobot pendelegasian wewenang dan memperingan beban manajemen teratas. Lebih berkembang “generalist” dari pada “specialist”. Hubungan yang akrab dapat ditingkatkan dan memunculkan gairah kerja dan koordinasi yang baik. Efisiensi dapat ditingkatkan. Bagi organisasi yang besar memperoleh manfaat dari keadaan setempat masing-masing.Sebelum suatu rencana dapat diterapkan secara keseluruhan maka dapat diterapkan dalam satu bagian tertentu dahulu sehingga rencana dapat dirubah. Resiko yang mencakup kerugian dalam bidang kepegawaian, fasilitas dan organisasi dapat terbagi-bagi. Mengurangi bertumpuk-tumpuknya pekerjaan di pusat pemerintahan. Dalam menghadapi masalah yang amat mendesak, Pemerintah Daerah tidak perlu menunggu instruksi dari Pusat. Dapat mengurangi birokrasi dalam arti buruk, karena setiap keputusan dapat segera dilaksanakan.
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Hubungan Kewenangan Pusat dan Daerah
• • • •
Dapat diadakan pembedaan dan pengkhususan yang berguna bagi kepentingan-kepentingan tertentu. Daerah Otonom dapat menjadi laboratorium dalam hal yang berhubungan dengan pemerintahan. Mengurangi kesewenang-wenagan dari pemerintah pusat. Desentralisasi secara psikologis dapat memberikan kepuasan bagi Daerah karena sifatnya langsung.
Ketika kebijakan desentralisasi pada akhir tahun 1999, memberi harapan akan datangnya perbaikan sistem pengelolaan negara yang diikuti oleh harapan perbaikan pelayanan publik dan pembangunan nasional. Namun, setelah lebih dari satu dekade Indonesia menjalankan kebijakan desentralisasi, harapan itu tidak kunjung ada. Kebijakan desentralisasi atau otonomi daerah di Indonesia harus bisa memberikan perbaikan pelayanan publik yang memang ditujukan untuk dengan berpedoman pada tujuan otonomi daerah yaitu : 1. Dengan otonomi terjadi peningkatan partisipasi masyarakat dalam segenap aspek penyelenggaraan pemerintahan daerah. 2. Dengan otonomi, pertanggungjawaban (Accountability) pengelolaan pelayanan pemerintahan semakin meningkat dan mendorong semakin membaiknya pelayanan. 3. Transparansi pengelolaan pemerintahan semakin meningkat. 4. Lebih efisiensi dalam menyediaan pelayanan publik. 5. Penyelenggaraan pemerintahan semakin efektif karena partisipasi dan semakin dapat merespon kebutuhan masyarakat. 6. Pelayanan menjadi semakin baik. 7. Otonomi mengakomodasi keanekaragaman sosial budaya masyarakat. Di Indonesia, seringkali pembentukan Pemerintahan Otonom tidak disertai dengan pembentukan institusi dan kewenangan yang jelas. Begitu banyaknya peraturan perundang-undangan terkait dengan otonomi, bisa saja mengakibatkan institusi otonom itu tidak pernah ada. Untuk itu diperlukan ukuran yang jelas. Belajar dari berbagai literatur terkait otonomi, maka sebuah organisasi Pemerintahan yang otonom paling tidak memiliki ciri-ciri sbb: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Organisasi yang legal. Punya kewenangan/fungsi yang jelas. Paling sedikit punya lembaga eksekutif dan lembaga perwakilan konstituen. Punya kewenangan untuk mengangkat dan memberhentikan pegawainya sendiri. Punya budget (anggaran) sendiri. Akuntabilitas ke konstituen dan Peraturan Perundang-Undangan.
3.3. Sekilas Desentralisasi di Negara Kesatuan Republik Indonesia Indonesia adalah negara kesatuan yang kemerdekaannya diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Pembentukan negara kesatuan ini dilakukan setelah proklamasi dengan berlandaskan kepada pasal 1 UUD 1945 yang mengatur mengenai bentuk negara Indonesia. Dalam kaitannya dengan desentralisasi, 27
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Hubungan Kewenangan Pusat dan Daerah
Undang-Undang Dasar 1945 tidak mengatur secara rinci mengenai penyelenggaraan desentralisasi di Indonesia. Undang-undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa aturan yang lebih khusus mengenai pemerintah daerah dan kekuasaannya akan ditetapkan dalam undang-undang. Sejak masa kemerdekaan, ada enam UU dan satu Instruksi Presiden tentang aspek politik dan administrasi pemerintah daerah. Tiap undang-undang tersebut memberikan pendekatan yang berbeda untuk sistem desentralisasi, UU No. 1 Tahun 1945, UU No. 22 Tahun 1948, UU No. 1 Tahun 1957, Instruksi Presiden No. 6 Tahun 1959, UU No. 18 Tahun 1965, UU No. 5 Tahun 1974, UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 32 Tahun 2004. Pada akhir Tahun 2009, Indonesia memiliki 33 Provinsi dan 491 Kota / Kabupaten. Setiap tingkatan pemerintah daerah diberikan tanggung jawab tertentu. Provinsi di Indonesia memiliki fungsi yang terbatas. Wewenang utama pemerintah provinsi adalah dalam hal yang berkaitan dengan urusan dan layanan multi-jurisdiksi daerah/regional. Provinsi juga menjalankan fungsi lokal yang tidak dapat dijalankan oleh pemerintah kabupaten/kota karena keterbatasan sumber daya. Fungsi ini termasuk perencanaan makroregional, pengembangan dan penelitian sumber dayamanusia, pengelolaan pelabuhan regional, perlindungan lingkungan hidup, perdagangan dan promosi pariwisata, pengendalian/karantina hama, dan perencanaan tata ruang. Namun hampir semua fungsi berkenaan dengan pelayanan publik lokal ditangani oleh Kota/Kabupaten. Pemerintah Kota/Kabupaten memiliki tanggung jawab keuangan untuk sekurang-kurangnya empat belas urusan pemerintahan dan layanan lokal, seperti: pekerjaan umum lokal, layanan kesehatan dasar, layanan pendidikan primer dan sekunder dan budaya, lingkungan setempat, pertanahan, koperasi dan tenaga kerja, dll. Tanggung jawab tersebut meliputi kegiatan, seperti: perencanaan, penerapan pembiayaan, monitoring dan evaluasi, dan pemeliharaan. Secara umum, konsep otonomi menurut UU22/1999 dapat diuraikan sebagai berikut: 1. General Competency untuk Kab/Kota (kewenangan selain kewenangan Pusat dan Propinsi). 2. Otonomi Terbatas di Propinsi (Kewenangan Propinsi di batasi oleh Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000). 3. Terjadi pembagian kewenangan antara Pusat, Propinsi, dan Kab/Kota. 4. Propinsi dan Kabupaten tidak hierarki. 5. Propinsi diberi tugas koordinasi dan supervisi dan fungsi lintas kab/kota. Sementara itu menurut UU 32/2004, konsep otonomi sedikit mengalami perubahan, yaitu : 1. Prinsip ‘subsidiarity’ (concurrent): Kewenangan di Setiap Bidang dan Dapat dibagi antar tingkatan pemerintahan. 2. Kewenangan sebuah kota besar akan berbeda dengan kewenangan sebuah kota kecil. Kota besar dapat saja memiliki kewenangan pilihan yang jauh lebih banyak di banding kota kecil. Demikian juga kabupaten akan memiliki kewenangan yang berbeda dengan kota. Terkait praktek pembagian kewenangan antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota, sejalan dengan UU 32/2004, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 38 Tahun 2007. PP ini secara rinci menjelaskan urusan pemerintah pusat, pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten/kota untuk 31 bidang pemerintahan. Sebagai kebalikan dari desentralisasi adalah sentralisasi (centralization) yang dapat diartikan pemusatan seluruh proses pengambilan keputusan 28
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Hubungan Kewenangan Pusat dan Daerah
pada pemerintah pusat. Sentralisasi dapat juga diartikan bahwa kekuasaan (power) terkonsentrasi pada pemerintah pusat. Dengan ini, seluruh pemerintahan bawahan adalah merupakan kepanjangan tangan pemerintah pusat. Jika sebuah negara semata-mata menganut sistem sentralisasi saja, maka berarti tidak satupun pemerintah bawahan yang memiliki perangkat demokrasi tingkat daerah. Seluruh perangkat pemerintah bawahan ditunjuk atau diangkat oleh pemerintah pusat. Bentuk pemerintahan bawahan dalam sistem sentralisasi adalah dekonsentrasi, yang bertujuan untuk memperpanjang jangkauan kekuasaan pusat ke wilayah bawahan. Bentuk-bentuk dekonsentrasi yang dikenal di Indonesia di era orde baru adalah Kantor Departemen di kabupaten, Kantor Wilayah di tingkat propinsi, Sekretariat wilayah, Bupati, Gubernur, Badan-badan pusat di daerah, dll. Praktek dekonsentrasi di seluruh dunia umumnya dipakai oleh pemerintah kolonial dalam rangka mempertahankan wilayah jajahannya. Sekarangpun di negara-negara merdeka masih ditemukan praktek yang sama. Bahkan di negara maju seperti Prancis pun masih dipraktekkan prinsip-prinsip dekonsentrasi, namun dengan tujuan memperpanjang jangkauan pelayan pemerintah pusat. bukan dengan tujuan memperkuat kekuasaan. Praktek dekonsentrasi yang kemudian memperlihatkan wajah pelayanan (bukan kekuasaan) dikarenakan adanya demokratisasi di tingkat pemerintahan negara. Namun untuk negara yang besar dimana wilayahwilayah dekonsentrasinya terlalu besar dan jauh dari pusat, kontrol pemerintah pusat menjadi terbatas dan tidak efisien. Disinilah perlunya desentralisasi dimana kontrolnya diberikan pada masyarakat daerah melalui lembaga perwakilan dan adanya pemilu daerah.
3.4. Hubungan Keuangan Antar Level Pemerintahan. Hubungan Keuangan Antar Tingkatan Pemerintahan paling tidak mencakup: • • •
Pembagian kewenangan Pendapatan (Perpajakan) Sistem dan mekanisme untuk mengatasi ketimpangan horizontal Sistem dan mekanisme untuk mengatasi ketimbangan vertikal
Pada sisi belanja, diberikannya kewenangan fiskal kepada sebuah daerah otonom didasarkan kepada prinsip agar alokasi sumber daya lebih efisien dan efektif. Pemerintah Daerah yang lebih dekat ke masyarakat diasumsikan lebih tahu kebutuhan masyarakat dibandingkan dengan Pemerintah Pusat yang jauh. Sehingga alokasi sumber daya yang dilakukan oleh Pemda akan lebih responsif dan menjawab kebutuhan masyarakat. Sedangkan pada pendapatan, diberikannya kewenangan perpajakan kepada daerah dimaksudkan agar partisipasi masyarakat untuk mendanai pelayanan publik lebih tinggi karena masyarakat dapat merasakan langsung manfaat dari pembayaran pajak/retribusi tersebut. Dari segi pendapatan, pemerintah daerah diberikan dasar pengenaan pajak yang terpisah. Kewenangan perpajakan pemerintah daerah dirumuskan dalam Undang-undang. Sampai saat ini terdapat tiga Undang-Undang tentang pajak daerah dan retribusi daerah, yaitu: UU No. 18 tahun 1997, UU No. 34 Tahun 2000, dan terakhir UU No. 28 Tahun 2009. Selain pembagian kewenangan perpajakan untuk setiap tingkat pemerintahan, hubungan keuangan pusat-daerah juga ada dalam bentuk lain yaitu transfer dari sebagian Pendapatan Pemerintah Pusat (APBN) kepada pemerintah daerah. Transfer dari pemerintah (yang berasal dari dana APBN) pusat kedaerah bertujuan untuk memenuhi kebutuhan fiskal pemerintah 29
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Hubungan Kewenangan Pusat dan Daerah
daerah yang tidak dapat dipenuhi dengan pendapatan asli daerah. Dengan kata lain, transfer itu adalah untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara pemerintah pusat dan daerah serta antar daerah. Secara lebih jelas, alur pendanaan dari pusat ke daerah, dapat dilihat pada Gambar 3.2 di bawah ini: Gambar 3.2: Alur Pendanaan dari Pusat ke Daerah
PEMERINTAH PUSAT
Pemerintah Pusat
PEMERINTAH DAERAH
Mendanai Kewenangan di luar 6 Urusan
Melalui Anggaran Kementrian / Lembaga
Azas Dekon
Mendanai Kewenangan 6 Urusan
Melalui Anggaran Non Kementrian / Lembaga
Bantuan Sosial
Anggaran Non Kementrian / Lembaga Anggaran yang dikelola Menkeu sebagai Bendara Umum yang kegiatannya dilakukan oleh K/L
Dana Perimbangan
Belanja Pusat
Dana Otsus
DAU
DBH
PAJAK
BOK
Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan oleh Kantor Vertikal di Daerah
Mendanai Program Nasional Kewenangan Bersama
Belanja APBN
Tugas Pembantuan
BOS
JAMKESMAS
JAMPERSAL
PNPM
Subsidi: Pupuk, Benih, Migor
DAK
SDA
Penyelenggaraan Desentralisasi (Masuk APBD)
Dana Penyesuaian
Sumber: UU Nomor 32 Tahun 2004 (diolah)
Sebagai contoh hubungan keuangan antara pusat dan daerah di Indonesia selama selama periode 20082010 , ditandai dengan besarnya dana transfer yaitu sekitar 87% dari pendapatan Kabupaten/Kota; dan 55% dari pendapatan Pemerintah Provinsi (lihat Tabel 3.1). Secara keseluruhan, dana transfer untuk pemerintah daerah mencapai sekitar 34% dari pendapatan negara selama periode 2001-2010 (lihat Tabel 3.2).
30
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Hubungan Kewenangan Pusat dan Daerah
Tabel 3.1
Komposisi Pendapatan Pemerintah daerah, 2008-2010 (%) Keterangan
Propinsi
Kab/Kota
Pemerintah Daerah
Pendapatan Asli Daerah
43,8
7,3
16,0
Dana Transfer dari Pemerintah Pusat
55,0
86,8
79,3
Dana Bagi Hasil (DBH)
22,9
16,4
18,0
Dana Alokasi Umum (DAU)
22,7
59,8
51,0
Dana Alokasi Khusus (DAK)
1,6
8,0
6,5
Dana Otsus dan Penyesuaian
7,8
2,5
3,8
Pendapatan Lainnya Total Pendapatan
1,2
5,9
4,7
100,0
100,0
100,0
Sumber: Kemenkeu, 2010 (diolah)
Tabel 3.2
Rasio dana Transfers terhadap Pendapatan Negara dan PDB 2001-2010 (%) Transfer ke Daerah
Ratio Transfer Thd PN (%)
Ratio Transfer thd PDB (%)
300,6
81,1
27,0
4,9
298,5
98,2
32,9
5,4
2,013,7
340,9
120,3
35,3
6,0
2,295,8
403,1
129,7
32,2
5,6
2005
2,774,3
493,9
150,5
30,5
5,4
2006
3,339,2
636,2
226,2
35,6
6,8
2007
3,950,9
706,1
253,3
35,9
6,4
2008
4,951,6
979,3
292,4
29,9
5,9
2009
5,613,4
847,1
309,3
36,5
5,5
2010
6,253,8
990,5
344,6
34,8
5,5
33,7
5,8
Tahun Anggaran
PDB
2001
1,646,3
2002
1,821,8
2003 2004
Pendapatan Negara (PN) Triliun Rupiah
Rata-rata 2002-2010 Sumber: Dirjen Anggaran Kemenkeu, 2010 (diolah) Catatan: Data realisasi untuk tahun anggaran 2001 – 2009, untuk tahun anggaran 2010 merupakan data revisi anggaran.
Catatan: Data realisasi untuk tahun anggaran 2001 – 2009, untuk tahun anggaran 2010 merupakan data revisi anggaran. Ada dua bentuk transfer yang telah dipraktekkan di Indonesia selama tiga dekade terakhir. Yang pertama adalah dengan mentransfer sebagian pendapatan tertentu dari pajak pusat dan non-pajak kepada daerah 31
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Hubungan Kewenangan Pusat dan Daerah
penghasil. Hal ini biasa disebut pendapatan bagihasil (Dana bagi hasil atau DBH). Sebagai contoh, Pajak Penghasilan pribadi yang dikelola oleh Kantor Pajak Pusat harus dibagi ke daerah penghasil. Bentuk kedua dari transfer idari pemerintah adalah Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). DAU yang merupakan transfer dengan tujuan umum dan DAK adalah alokasi transfer dengan tujuan khusus. Selain itu beberapa jenis transfer lain adalah alokasi untuk daerah otonomi khusus dan dana penyesuaian. Bentuk lain hubungan keuangan antar pemerintahan di Indonesia adalah hibah, dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Dana hibah dari pemerintah, terdiri dari penerimaan dalam negeri dan luar negeri. Sebagaimana diatur dalam PP no 2 tahun 2012, hibah dari Pemerintah yang bersumber dari APBN meliputi: a.penerimaan dalam negeri; b. hibah luar negeri; dan c. Pinjaman Luar Negeri. Namun 99 % dari penerimaan hibah yang tercantum dalam APBN adalah berasal dari mitra pembangunan luar negeri (A4DES, 2012). Penerimaan hibah bagi Pemerintah sendiri ada yang dibelanjakan oleh Pemerintah Pusat, maupun yang diteruskan ke daerah. Sementara itu, dana tugas pembantuan dan dekonsentrasi pada dasarnya bertujuan untuk membiayai fungsi Pemerintah Pusat yang dijalankan atau dibantu oleh Pemerintah Daerah. Dana tersebut tidak termasuk ke dalam kategori pendapatan pemerintah daerah melainkan pengeluaran Pemerintah Pusat dilaksanakan oleh/melalui Pemerintah Daerah. Antara Provinsi dan Kota/Kabupaten, juga terdapat beberapa bentuk hubungan keuangan. Di Indonesia, pendapatan suatu Provinsi dibagi dengan Kota/Kabupaten yang berada di wilayah Provinsi tersebut. Pembagian tersebut diatur dalam UU pajak dan retribusi daerah. Selain itu, walaupun tidak ada undangundang yang menetapkannya, beberapa Propinsi juga menyediakan bantuan untuk Kota/Kabupaten. Gambar 3.3 menunjukkan hubungan keuangan antar pemerintahan di Indonesia. Gambar 3.3 : Hubungan antar Pemerintah Pusat dan Daerah
SUMBER PENDAPATAN NASIONAL 1 2 Pendapatan Pajak dan Bukan PajakPemerintah Pusat
3
4
PENDAPATAN PEMERINTAH PROVINSI
6
7
5
Catatan: 1. Pendelegasian Kewenangan Perpajakan ke Pemerintah Pusat oleh Berbagai UU. 2. Pendelegasian Kewenangan Perpajakan ke Pemerintah Daerah 3. Bagi Hasil Antara Pusat dan Daerah 4. Bantuan Bersifat Umum dari Pusat ke Daerah 5. Bantuan Bersifat Khusus dan Jenis Bantuan Lainnya dari Pusat ke Daerah 6. Bagi Hasil antara Propinsi dengan Kabupaten/Kota 7. Bantuan Keuangan dari Propinsi ke Kabupaten/Kota
PENDAPATAN PEMERINTAH KABUPATEN/ KOTA
Sumber: Handra, 2005
Sejak berlakunya desentralisasi, ada dua Undang-Undang tentang Dana transfer dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah di Indonesia. Pertama, UU No. 25 Tahun 1999, yang diterapkan dari tahun anggaran 2001-2005. Pada akhir tahun 2004, Undang-Undang tersebut diganti dengan UU No. 33 Tahun 2004 yang 32
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Hubungan Kewenangan Pusat dan Daerah
efektif berlaku dari Tahun 2006 sampai sekarang. Transfer ke pemerintah daerah dihitung rata-rata sekitar 33,7% dari penerimaan negara atau sekitar 5,8% dari PDB selama periode 2002-2010, seperti terlihat pada Tabel 3.3, jumlah transfer bervariasi dari 4,9-6,8 dari PDB. Transfer mencapai rasio tertinggi terhadap PDB pada 6,8% pada TA 2006. Sementara itu, besarnya komposisi dana transfer selama periode 2003 – 2010 menurut jenisnya dapat dilihat dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 3.3
Komposisi Dana Transfer 2003-2010 (%) Tahun Anggaran
Dana Alokasi Umum
Dana Alokasi Khusus
Dana Bagi Hasil
Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian
2003
64,0
2,3
26,1
7,7
2004
63,3
2,2
29,2
5,3
2005
59,0
2,6
33,6
4,8
2006
64,4
5,1
28,7
1,8
2007
65,1
6,4
24,9
3,7
2008
61,4
7,1
26,8
4,7
2009
60,4
8,0
24,7
6,9
2010
59,1
6,1
26,0
8,8
Rata-rata
62,1
5,0
27,5
5,5
Sumber: Dirjen Anggaran Kemenkeu, 2010 (diolah)
Catatan: Tahun 2003-2009 adalah data realisasi, 2010 data anggaran perubahan
Pertanyaan Untuk Latihan 1. Jelaskan perbedaan antara desentralisasi dengan dekonsentrasi dan tugas pembantuan! 2. Siapa yang melaksanakan Tugas Desentralisasi di Daerah anda (beri contoh institusinya)? 3. Siapa yang melaksanakan Tugas Dekonsentrasi di Daerah anda (beri contoh institusinya)? 4. Siapa yang melaksanakan Tugas Pembantuan di Daerah anda (beri contoh institusinya)? 5. Bagaimana tugas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan dibiayai? 6. Jelaskan jenis dan pelaporan hibah menurut PP no 22 tahun 2012!
33
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
TOPIK 4
APBN DAN APBD
APBN dan APBD
Deskripsi: Peserta memahami peran, prinsip, struktur dan fungsi Anggaran Pendapatan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah serta keterkaitan keduanya.
Sub Topik
Kata Kunci
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Fungsi anggaran, tujuan, asumsi APBN
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Keterkaitan APBN dan APBD, peran APBD
Referensi: 1. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. 2. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. 3. UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah 4. UU No 15 TAHUN 2004 tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. 5. UU 28/2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah 6. UU No. 12/2008 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 32 Tahun 2004. 7. Rondinelli,Denis, 'What is Decentralization? in Decentralization Briefing Notes, World Bank Institute, available in http:/www.worldbank.org/. 8. Bryant, Coralie and Louise G. White.1982. Managing Development in the third World. Boulder, CO: Westview Press. 9. Davey, Kenneth. (2003) ‘Fiscal Decentralization’ accessed 13 June 2012 . 10. Gie, the Liang, (1968) Pertumbuhan Pemerintahan Daearah di negara republic Indonesia Jilid III, Gunung Jakarta 11. Pelengkap Buku Pegangan Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah, Pelaksanaan Desentralisasi Fiskal di Indonesia, berbagai tahun, dapat di download dari http://www.djpk.depkeu.go.id/
35
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
APBN dan APBD
4.1. APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) Pendapatan dan Belanja Negara, atau disingkat APBN, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia yang telah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (UU no 17 tahun 2003). APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan, pengeluaran dan pembiayaan negara selama satu tahun anggaran. APBN dapat mengalami satu atau dua kali perubahan dalam satu tahun, tergantung kondisi perekonomian dan perubahan asumsi dalam tahun tersebut. Sehingga terdapat APBN, Perubahan APBN, yang setiap tahun ditetapkan dengan undang-undang. Selain itu terdapat Pertanggungjawaban APBN yang merupakan laporan realisasi yang juga ditetapkan dengan undangundang. 4.1.1.
Fungsi APBN dan APBD
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah harus memenuhi fungsi otoritasi, fungsi perencanaan, fungsi pengawasan, fungsi alokasi, distribusi, dan stabilisasi (UU no 17 tahun 2003). 1. Fungsi Otoritasi : anggaran negara menjadi dasar untuk pelaksanaan alokasi pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan yang dapat dipertanggung jawabkan kepada rakyat. 2. Fungsi Perencanaan : anggaran dapat menjadi pedoman bagi negara untuk merencanakan kegiatan pada tahun tersebut karena jika suatu amembuat rencana-rencana untuk mendukung pembeanjaan tersebut. 3. Fungsi Pengawasan : anggaran menjadi pedoman untuk menilai kegiatan penyelenggaraan pemerintah negara dalam menggunakan uang negara untuk keperluan tertentu dibenarkan atau tidaknya. 4. Fungsi Alokasi:Fungsi alokasi pada dasarnya adalah menggunakan berbagai sumber pendapatan untuk menyediakan pelayanan publik. Di dalam APBN diuraikan sumber pendapatan dan pendistribusiannya. Pendapatan yang paling besar dari pemerintah berasal dari pajak. Pendapatan dari pajak dapat dialokasikan ke berbagai sektor pembangunan. Dengan alokasi yang tepat anggaran pemerintah diharapkan dapat mendorong sektor usaha dan menumbuhkan perekonomian masyarakat (pro growth). 5. Fungsi Distribusi: Pendapatan negara dari pajak dan bukan pajak tidak semua digunakan secara langsung untuk menyediakan pelayanan publik. Tetapi dapat juga didistribusikan dalam bentuk dana subsidi dan dana pensiun. Pengeluaran pemerintah semacam ini disebut transfer payment. Pengeluaran ini ditujukan untuk diantaranya untuk mengurangi disparitas dengan menglokasikan anggaran pada kelompok yang berpendapatan rendah (pro poor). 6. Fungsi Stabilisasi: APBN sebagai ujud kebijakan fiskal bersama-sama kebijakan moneter berfungsi untuk menjaga stabilitas harga, stabilitas nilai tukar, dan lain-lain. Perekonomian yang stabil adalah prasyarat dapat berjalannya berbagai aktifitas masyarakat. Fungsi stabilisasi APBD akan ditunjukkan denganalokasi anggaran yang dapat menurun fluktuasi harga, mendorong penciptaan lapangan kerja (pro job) dan dapat mengurangi eksternalitas ekonomi (pro environment).
36
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
APBN dan APBD
4.1.2.
Tujuan Penyusunan APBN
APBN merupakan wujud dari perencanaan keuangan tahunan dari rencana jangka menengah dan jangka panjang negara (RPJM dan RPJP) negara, dan produk hukum yang berupa undang-undang. APBN disusun sebagai pedoman pendapatan dan pembelanjaan Negara dalam melaksanakan tugas kenegaraan untuk mendukung visi , misi dan tujuan dari kepala negara sebagai pemegang amanat rakyat. Dari sisi ekonomi APBN harus dapat menjawab tantangan dan kebutuhan berdasarkan kemampuan sumber daya yang dimiliki . Tujuan dari penyusunan APBN adalah melakukan alokasi anggaran yang dapat mendorong masyarakat dan sektor usaha meningkatkan produksi dan kesempatan kerja dan pertumbuhan ekonomi dalam rangka mencapai cita bangsa yaitu mencapai masyakat adil dan makmur. Agar fungsi fungsi APBN dapat terpenuhi maka faktor pengaruh varibel ekonomi harus diperkiraakan secara tepat untuk itu indikator-indikator ekonomi makro ekonomi akan sebagai asumsi atau prasyarat. Indikator-indikator tersebut merupakan asumsi dasar yang menjadi acuan penghitungan besaran-besaran pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam APBN. Apabila realisasi variabel-variabel tersebut berbeda dengan asumsinya, maka besaran-besaran pendapatan, belanja dan pembiayaan dalam APBN juga akan berubah. Oleh karena itu, variasi-variasi ketidakpastian dari indikator ekonomi makro merupakan faktor risiko yang akan memengaruhi APBN. Struktur APBD dan alokasi anggaran disusun berdasarkan kewajiban untuk mengelola keuangan negara secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Secara rinci struktur pengeluaran dan penerimaan dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 4.1: STRUKTUR APBN
Pendapatan Negara dan Hibah
37
Penerimaan Perpajakan
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
Pajak Dalam Negeri • Pajak Penghasilan (PPh), • Pajak Pertambahan Nilai (PPN), • Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), • Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Cukai, • dan pajak lainnya. Pajak Perdagangan Internasional, terdiri atas bea masuk dan tarif ekspor.
Penerimaan SDA (migas dan non migas). Bagian Laba BUMN. PNBP lainnya.
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Hibah Setiap penerimaan Pemerintah Pusat dalam bentuk uang, barang, jasa dan/atau surat berharga yang diperoleh dari pemberi hibah yang tidak perlu dibayar kembali, yang berasal dar i dalam negeri atau luar negeri, yang atas pendapatan hibah tersebut, pemerintah mendapat manfaat secara langsung yang digunakan untuk mendukung tugas dan fungsi K/L , atau diteruskan kepada Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah
APBN dan APBD
Belanja Negara Belanja Pemerintah Pusat
Belanja Transfer ke Daerah
Belanja Pemerintah Pusat dapat dikelompokkan menjadi: a. Belanja Pegawai, b. Belanja Barang, c. Belanja Modal, d. Pembiayaan Bunga Utang, e. Subsidi BBM dan Subsidi Non-BBM, f. Belanja Hibah, g. Belanja Sosial (termasuk Penanggulangan Bencana), h. Belanja Lainnya.
Belanja Daerah, adalah belanja yang dibagikan ke Pemerintah Daerah, untuk kemudian masuk dalam pendapatan daerah yang bersangkutan. Belanja Transfer Daerah meliputi: 1) Dana Bagi Hasil 2) Dana Alokasi Umum 3) Dana Alokasi Khusus 4) Dana Otonomi Khusus dan Dana Penyesuaian
Pembiayaan Pembiayaan Dalam Negeri
Pembiayaan Luar Negeri
Pembiayaan Perbankan, Privatisasi, Surat Utang Negara, serta penyertaan modal negara.
a. Penarikan Pinjaman Luar Negeri, terdiri atas Pinjaman Program dan Pinjaman Proyek. b. Pembayaran Cicilan Pokok Utang Luar Negeri, terdiri atas Jatuh Tempo dan Moratorium.
Sumber: UU No. 17 Tahun 2003 (diolah)
4.1.3.
Asumsi APBN
Angka-angka asumsi yang dihasilkan oleh tim tersebut selanjutnya dipakai sebagai dasar untuk menyusun RAPBN. Angka-angka yang tertera masih berupa usulan dari pihak eksekutif (pemerintah) kepada pihak legislatif (DPR). RAPBN ini disampaikan oleh Presiden kepada DPR dalam suatu sidang paripurna yang merupakan awal dari proses pembahasan RAPBN antara pemerintah dan DPR. Perubahan terhadap angka asumsi RAPBN sangat mungkin terjadi selama berlangsungnya proses pembahasan antara Pemerintah dan DPR. Perubahan ini mencerminkan banyak hal diantaranya: (i) Pemerintah dan DPR bertanggungjawab terhadap keputusan penetapan angka-angka asumsi dalam APBN; (ii) angka asumsi 38
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
APBN dan APBD
ditetapkan berdasarkan pertimbangan ekonomi dan politik; dan (iii) terjadi pergeseran secara riil status APBN, dari “milik pemerintah” menjadi “milik publik”. Dalam penyusunan APBN, pemerintah menggunakan 7 indikator perekonomian makro, yaitu: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Produk Domestik Bruto (PDB) dalam rupiah Pertumbuhan ekonomi tahunan (%) Inflasi (%) Nilai tukar rupiah per USD Suku bunga SBI 3 bulan (%) Harga minyak indonesia (USD/barel) Produksi minyak Indonesia (barel/hari)
4.2. APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) APBD merupakan wujud tahunan dari rencana jangka panjang daerah serta rencana jangka menengah yang dibuat dari visi dan misi kepala daerah. APBD dipersiapkan oleh pemerintah daerah, dibahas dan disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sehingga pada akhirnya merupakan produk hukum berupa Peraturan Daerah yang harus diikuti oleh segenap lembaga di daerah. Anggaran daerah digunakan sebagai alat untuk menentukan besar pendapatan dan pengeluaran, membantu pengambilan keputusan dan perencanaan pembangunan, otorisasi pengeluaran di masa-masa yang akan datang, sumber pengembangan ukuran-ukuran standar untuk evaluasi kinerja, alat untuk memotivasi para pegawai, dan alat koordinasi bagi semua aktivitas dari berbagai unit kerja (Mardiasmo, 2005). APBD merupakan rencana pendapatan, belanja daerah, dan pembiayaan untuk satu tahun. APBD juga merupakan wujud tahunan dari rencana jangka panjang daerah serta rencana jangka menengah yang dibuat dari visi misi kepala daerah. APBD dipersiapkan oleh Pemerintah Daerah, dibahas dan disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sehingga pada akhirnya merupakan produk hukum daerah berupa Peraturan Daerah yang harus diikuti oleh segenap lembaga di daerah. Semua penerimaan daerah dan pengeluaran daerah harus dicatat dan dikelola dalam APBD. Penerimaan dan pengeluaran daerah tersebut adalah dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas desentralisasi. Sedangkan penerimaan dan pengeluaran yang berkaitan dengan pelaksanaan Dekonsentrasi atau Tugas Pembantuan tidak dicatat dalam APBD. Tahun anggaran APBD sama dengan tahun anggaran APBN yaitu mulai 1 Januari dan berakhir tanggal 31 Desember tahun yang bersangkutan. Sehingga pengelolaan, pengendalian, dan pengawasan keuangan daerah dapat dilaksanakan berdasarkan kerangka waktu tersebut. Sejalan dengan adanya pelimpahan sebagian wewenang pemerintahan dari pusat ke daerah melalui Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang. No. 25 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara Pemerintah 39
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
APBN dan APBD
Pusat dan Daerah, terjadi perubahan dalam sumber pendapatan daerah, yakni dengan dimasukkannya komponen dana perimbangan dalam struktur APBD. Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana perimbangan merupakan bentuk pelaksanaan kebijakan desentralisasi fiskal pemerintah pusat di era otonomi daerah. Secara garis besar, sumber pendapatan pemerintah daerah dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.2: Struktur APBD
Pendapatan Daerah Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Dana Perimbangan
Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah
1. Pajak Daerah 2. Retribusi Daerah 3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; 4. Lain-lain PAD yang sah
1. Dana Bagi Hasil 2. Dana Alokasi Umum 3. Dana Alokasi Khusus
1. Hibah 2. Dana darurat, dan 3. Lain-lain pendapatan yang
Belanja Daerah Belanja Tidak Langsung
Belanja Langsung
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
1. Belanja pegawai 2. Belanja barang dan jasa 3. Belanja modal
Belanja pegawai Bunga Subsidi Hibah Bantuan sosial Belanja Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan Belanja tidak terduga
Pembiayaan Penerimaan Pembiayaan
Pengeluaran Pembiayaan
1. 2. 3. 4. 5.
1. 2. 3. 4.
SILPA tahun anggaran sebelumnya Pencairan dana cadangan Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan Penerimaan pinjaman Penerimaan kembali pemberian pinjaman
Pembentukan dana cadangan Penyertaan modal pemerintah daerah Pembayaran pokok utang Pemberian pinjaman
Sumber : Permendagri 13 Tahun 2006 (diolah)
40
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
APBN dan APBD
4.2.1
Peran APBD terhadap Perekonomian Daerah
Keuangan daerah pada dasarnya adalah bagian dari sistem keuangan negara. APBD dapat mempengaruhi perekonomian daerah baik dari sisi pendapatan maupun belanja. APBD disusun untuk meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Dari sisi pendapatan, terdapat pengaruh pajak dan retribusi daerah terhadap perekonomian daerah. Pajak dan Retribusi daerah yang dipungut secara membabi buta dan tidak memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan pendapatan yang baik, dapat menimbulkan high cost economy pada tingkat daerah. Sehingga pendapatan asli daerah yang tinggi tidak selalu berarti positif bagi perekonomian, karena dapat menimbulkan dis-insentif untuk berusaha dan mengganggu pertumbuhan daerah dalam jangka menengah dan jangka panjang. Pengaruh belanja pemerintah terhadap perekonomian daerah harus dilihat secara komprehensif dengan mendalami belanja ketiga tingkatan pemerintah (Pusat, Propinsi, Kabupaten/Kota) di daerah. Alokasi belanja pemerintah yang lebih efisien dipastikan akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Desentralisasi fiskal yang memberikan keleluasaan kepada Pemda untuk mengalokasikan dananya, pada dasarnya dapat mendorong peningkatan efisiensi belanja karena Pemda lebih tahu kebutuhan masyarakatnya dari pada Pemerintah Pusat.
Pertanyaan Untuk Latihan 1. Jelaskan keterkaitan antara APBN dan APBD! Apa saja jenis pendapatan dan belanja negara yang ditransfer ke daerah (APBD) 2. Jelaskan apa saja yang menjadi asumsi APBN! Apakah semua asumsi APBN tersebut relevan juga untuk menjadi asumsi APBD, jelaskan jawaban anda 3. Jelaskan apa saja fungsi APBN dan bagaimana fungsi anggaran itu dapat dijalankan oleh pemerintah pusat 4. Apakah fungsi APBD sama dengan APBN? Jika sama, dimana persamaannya? Jika tidak sama, dimana perbedaannya? 5. Jelaskan prinsip prinsip propoor, pro growth , pro job dalam alokasi APBD dengan menggunakan contoh.
41
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
TOPIK 5
KONSEP PERENCANAAN PEMBANGUNAN
Konsep Perencanaan Pembangunan
Deskripsi: Topik ini membahas konsep dasar perencanaan, khususnya tentang definisi serta elemen-elemen yang perlu ada di dalam perencanaa dan memperkenalkan pendekatan perencanaan
Sub Topik Definisi Perencanaan
Penggunaan Teori Perencanaan
Kata Kunci Konsep perencanaan, elemen perencanaan, alokasi sumber daya market failure, government failure, moral hazard
Referensi: 1. Peraturan Pemerintah No.40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional 2. Undang undang No.25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional 3. Michael Todaro and Stephen Smith, 2009. Economic Development. Addison-Wesley. Tenth Edition. 4. Tangkilisan. 2003.Evaluasi Kebijakan Publik. Balairung & Co, Yogyakarta. 5. Conyers, Diana,Hills, and Peter. 1990. An Introduction to Development Planning in The Third World. New York. Brisbane. Toronto. Singapure: John Wiley and Sons Chichester. 6. Killick, Tony. 1976.The possibilities of development planning. Oxford Economic Papers. vol 28
43
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Konsep Perencanaan Pembangunan
5.1. Definisi Perencanaan Menurut Conyers dan Hills (1984), perencanaan didefinisikan sebagai proses yang kontinyu, terdiri dari keputusan atau pilihan dari berbagai cara untuk menggunakan sumber daya yang ada, dengan sasaran untuk mencapai tujuan tertentu di masa mendatang. Sedangkan menurut Todaro (2000) dari sudut pandang ekonomi perencanaan ekonomi memandang perencanaan adalah upaya pemerintah secara sengaja untuk mengkoordinir pengambilan keputusan ekonomi dalam jangka panjang serta mempengaruhi, mengatur dan dalam beberapa hal mengontrol tingkat dan laju pertumbuhan berbagai variabel ekonomi yang utama untuk mencapai tujuan pembangunan yang telah ditentukan sebelumnya. Pada konteks perencanaan daerah, perencanaan merupakan suatu proses penyusunan visi, misi dan program dalam rangka pelayanan kepada masyarakat dengan mempertimbangkan faktor ketersediaan sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif serta mempertimbangkan aspek keberlanjutan dari ketersedian sumber daya tersebut.
5.2. Elemen Perencanaan Merencanakan berarti memilih. Dalam hal ini memilih berbagai alternatif tujuan agar tercapai kondisi yang lebih baik. Selain itu, memilih cara/kegiatan untuk mencapai tujuan/sasaran dari kegiatan tersebut. Perencanaan sebagai alat untuk mengalokasikan sumber daya yaitu sumber daya alam, sumber daya manusia, dan modal. Sumber daya yang terbatas menyebabkan perlunya dilakukan pengalokasian sumber daya sebaik mungkin. Konsekuensinya adalah pengumpulan dan analisis data serta informasi mengenai ketersediaan sumber daya yang ada menjadi sangat penting. Perencanaan sebagai alat untuk mencapai tujuan/sasaran. Dalam hal ini, perencanaan membutuhkan sumber daya, dokumen perencanaan, organisasi, anggaran dsb. Perencanaan berhubungan dengan masa yang akan datang. Implikasinya adalahperencanaan menjadi sangat berkaitan dengan proyeksi/prediksi, penjadwalan kegiatan, monitoring dan evaluasi.
5.3. Planning Versus Planners Planning dan planners memiliki pengertian berbeda, namun banyak kesalahpahaman yang terjadi di masyarakat. Berikut beberapa contoh pemahaman yang kurang tepat terkait planning dan planners. Anggapan yang kurang tepat jika planning diartikan sebagai sesuatu yang dilakukan oleh kelompok tertentu yang disebut sebagai “planners”, dengan perkataan lain diluar perencana, tidak ada yang melakukan perencanaan. Jadi jika tidak ada perencana maka tidak ada perencanaan. Pemahaman yang lebih tepat adalah perencanaan dapat dilakukan oleh siapa saja, baik kumpulan perorangan maupun organisasi. Dengan demikian di dunia ini penuh dengan perencana. Sementara itu, profesional planner adalah perencana yang – baik karena pekerjaan maupun pendidikannya – mempunyai tugas tertentu untuk ikut serta dalam proses perencanaan. Selain itu, anggapan yang kurang tepat terhadap planning adalah suatu proses untuk menghasilkan rencana, dalam artian dokumen secara fisik yang berisi kumpulan temuan-temuan, usulan-usulan dan rekomendasi yang diperoleh dari proses perencanaan. Produk dari perencanaan harus berbentuk dokumen rencana. Seharusnya pemahaman yang lebih tepat adalah 44
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Konsep Perencanaan Pembangunan
pembuatan dokumen rencana bukanlah tujuan dari perencanaan. Tujuan utama dari perencanaan adalah untuk mencapai tujuan tertentu yang diidentifikasikan sebelum pelaksanaan dimulai. Dengan demikian rencana adalah alat untuk mencapai tujuan yang akan dicapai. Produk dari perencanaan, bisa berupa dokumen rencana, diagram organisasi, anggaran tahunan atau penentuan tugas yang tepat untuk orang-orang sesuai dengan bidangnya.
5.4. Mengapa Mempelajari Teori Perencanaan Perencana menghadapi berbagai kompleksitas data dan permasalahan. Untuk mengatasai permasalahan tersebut, perlu dipelajari teori perencanaan yang dapat memberi dasar pemahaman tentang data apa yang perlu dikumpulkan, bagaimana kita mengelolanya, dan bagaimana kita menggunakannya untuk mengambil suatu keputusan. Teori perencanaan juga mampu menjawab nilai dan pertanyaan yang sering ditanyakan kepada perencana yaitu: 1. What: apa yang seharusnya menjadi fokus dalam perencanaan? Perencanaan tentang apa, sebutkan tujuan dari perencanaan tersebut, apa saja objek, sasaran, hasil akhir yang ingin dicapai dan sebatas mana ruang lingkup yang akan direncanakan. 2. Why: mengapa perencanaan perlu dilakukan oleh suatu lembaga? Apa yang terjadi jika tidak ada perencanaan? Mengapa perencanaan yang selama ini kurang berhasil sehingga diperlukan perencanaan lanjutan. Mengapa perlu dibuat berdasarkan periode waktu tertentu. 3. Who: siapa saja pelaku yang terlibat dalam kegiatan perencanaan, apakah mereka yang terlibat sudah sesuai dengan jenis perencanaan yang akan dilakukan? 4. For whom : untuk siapa sebenarnya perencanaan ini dibuat, siapa saja mereka yang akan mendapatkan manfaat dari perencanan ini. 5. How: bagaimana kita mencapai tujuan tersebut? Bagaimana prosen perencanaan dijalankan. Apakah perencanaan sudah mempertimbangkan rasionalitas dan relevansi dengan tujuan atau kebutuhan? Dan bagaimana perencanaan bisa menjawab permasalahan yang dimiliki oleh organisasi. Bagaimana perilaku/ekspektasi yang rasional/pragmatis dalam melakukan perencanaan. Bagaimana mengunakan data dan informasi sebagai bahan perencanaan.
5.5. Penggunaan Teori Perencanaan Tujuan dari kebanyakan perencanaan adalah melayani kepentingan masyarakat sehingga memiliki justifikasi yang sah secara hukum untuk melakukan perencanaan (Legal justification for Planning). Selain justifikasi hukum, keadilan social sama dengan akses dan distribusi barang publik yang adil sebagai dasar justifikasi moral. Menurut Dale (2004), fokus dalam Teori Perencanaan terbagi dua yaitu focus ke substansi dan focus ke proses. Ciri-ciri focus ke substansi adalah object-centered, substantive, technical. Misalnya perencanaan ekonomi, perencanaan spasial, perencanaan sektor pertanian, perencanaan sosial dan sebagainya. Karakteristik focus ke proses adalah prosedural, decision-centered, process-oriented, institution-centered.
45
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Konsep Perencanaan Pembangunan
Dalam perkembangannya, teori perencanaan mengalami beberapa perubahan dalam beberapa periode. Misalnya pada tahun 1930-1940 an terjadi perdebatan besar-besaran antara pendukung perencanaan oleh pemerintah (Government Planning) versus pendukung pasar bebas. Selanjutnya, pada tahun 1950an mulai dikembangkan teknik perencanaan tertentu dan struktur alternatif institusional untuk mewujudkan tujuan/keinginan masyarakat. Perkembangan selanjutnya sudah lebih maju misalnya dalam bentuk deregulasi, privatisasi, dan sejenisnya; dan peran pemerintah dalam permasalahan ekonomi.
5.6. Mengapa Perencanaan Diperlukan Menurut Todaro (2009), perencanaan diperlukan karena adanya empat (4) hal yaitu kegagalan pasar, mobilisasi dan alokasi sumber daya, dampak psikologis dan dampak terhadap sikap/pendirian, serta bantuan luar negeri. Untuk mengatasi kegagalan pasar, maka diperlukan perencanaan yang mencakup adanya eksternalitas, penyediaan barang publik murni, monopoli, dan lainnya. Liberaslisasi perdangan terbukti melahirkan pasar yang tidak sehat dan mengancam ketiadak adilan. Munculnya pasar monopoli dan oligopoli menyebabkan tidak meratanya penguasaaan sumber daya yang dapat menyebabkan pengaturan harga. Jika terjadi pada barang kebutuhan pokok maka dampaknya akan langsung diterima oleh sebagaian besar penduduk. Perencanaan berkaitan dengan penguasaan dan moblilisasi sumber daya sehingga negara diperlukan perannya untuk mengatur pasar . Dalam mobilisasi dan alokasi sumber daya, perlu dibuat perencanaan yang baik karena adanya keterbatasan sumber daya, maka sumber daya seperti tenaga kerja, sumber daya alam, dan kapital sebaiknya tidak digunakan untuk kegiatan yang tidak produktif atau bersifat cobacoba. Selain itu, proyek/investasi harus ditentukan secara cermat, dikaitkan dengan tujuan perencanaan secara keseluruhan. Dalam hal dampak psikologis terhadap sikap/perilaku, pernyataan tentang tujuan pembangunan ekonomi dan sosial seringkali mempunyai dampak psikologis dan diterima secara berbeda antara satu kelompok masyarakat dengan kelompok masyarakat yang lain. Agar tujuan pembangunan lebih mudah tercapai, maka diperlukan dukungan dari berbagai kelompok masyarakat, baik dari kelompok/kelas/suku bangsa/agama yang berbeda. Perencanaan juga diperlukan untuk mengantisipasi perubahan social ekonomi yang diakibatkan oleh perubahan ekonomi makro dan juga perubahan sosial. Perubahan ekonomi sendiri juga dipengaruhi oleh ekspektasi masyarakat. Kekuatiran individu pada jangka panjang, pola konsumsi individu jangka pendek dan jangka panjang dipengaruhi dan mempengaruhi variable variable ekonomi. Pola perubahan inilah yang menjadi dasar pertimbangan keputusan ekonomi pada jangka waktu tertentu. Salah satu contoh adalah perubahan nilai tukar yang terjadi setiap saat karena menggunakan kurs fleksibel. Dari tabel di bawah ini terlihat bahwa contoh dari isu ekonomi pelemahan Rupiah disebabkan tidak hanya faktor ekonomi, namun juga politik faktor psikologis.
46
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Konsep Perencanaan Pembangunan
Faktor-Faktor yang Menyebabkan Pelemahan Rupiah Faktor Ekonomi
Faktor Politik
Faktor Psikologis
Nilai tukar.
Konflik politik.
Foreign Direct Investment.
Perubahan kekuasaan, Pilkada.
Kepercayaan terhadap mata uang.
Pelarian Modal Asing.
Ekspektasi terhadap perekonomian.
Sumber: Investor Daily, Jumat 21 November 2008 (diolah)
5.7. Mengapa Perencanaan Gagal Menurut Todaro (2009), faktor yang mempengaruhi suatu perencanaan adalah gap antara teori dengan kenyataan misalnya dalam hal market failure (divergensi antara nilai privat dan sosial, mobilisasi sumber daya dll) versus government failure (kebijakan pemerintah justru lebih mendorong divergensi yang ada). Hal ini berkaitan dengan kapasitas administrasi, political will dan implementasi rencana. Penyebab kegagalan perencanaan dapat dilihat dari beberapa perspektif. Menurut Killick (1976) beberapa penyebab perencanaan gagal yaitu deficiencies in the plans, inadequate resources atau ketidakcukupan dan reliabilitas data, adanya gangguan ekonomi yang tidak terantisipasi (unanticipated economic disturbances) baik eksternal maupun internal, kelemahan kelembagaan, lack of political will. Selain itu Griffin menyatakan bahwa gagalnya perencanaan disebabkan dua hal. Pertama adanya konflik antar tujuan (goal conflicts) menyebabkan timbulnya trade-off antara kebijakan. Misalnya inflasi dengan pengangguran (stagflasi), atau pemerataan dengan pertumbuhan. Kedua, masalah pengukuran dimana waktu antara kejadian dan ketersediaan data yang tidak sesuai dapat menyebabkan validitas peramalan serta model makro serta asumsi yang dipilih kurang tepat. Ketiga, masalah desain dimana kebijakan yang diambil; respon masyarakat; dan teori yang digunakan dapat menentukan apakah perencanaan tersebut gagal atau tidak. Sedangkan keempat, ditentukan time lag; pertimbangan politik versus ekonomi; dan adanya moral hazard. Oleh sebab dalam praktek perencanaan di daerah prioritas pembangunan yang dibangun dari visi kepada daerah sangatlah penting juga mempertimbangkan tuntutan masyakat yang dinamis dan perubahan ekonomi local, nasional maupun global. Dalam kondisi konflik antara pertumbuhan dan pemerataan daerah para harus perencana darah harus memahami betul dinamika masyarakat dan kondisi ekonomi makro sehingga konflik pendapat bisa dijembatani melalui data yang lengkap dan akurat. Kebutuhan data sangat penting dalam perencanaan data yang susah diakses, tidak lengkap dan tidak valid akan menyebabkan perencanaan salam dan tidak tepat sasaran. Akses data yang mudah dan terbuka juga akan membantu perencanaan untuk mendapatkan informasi penting baik data mentah, hasil olahan maupun hasil penelitian. Selain itu análisis yang salah terhadap realitas sosial dan situasi ekonomi juga dapat meyebabkan kegagalan perencanaan.
47
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Konsep Perencanaan Pembangunan
Pertanyaan Untuk Latihan 1. 2. 3. 4. 5.
Jelaskan pengertian perencanaan? Jelaskan pengertian pembangunan pada konteks pembangunan nasional dan daerah ? Jelaskan secara singkat pentingnya perencanaan dalam pembangunan daerah? Jelaskan secara singkat elemen-elemen dalam perencanaan? Jelaskan secara singkat faktor-faktor yang menyebabkan gagalnya perencanaan?
BOX: Buruknya Perencanaan dari Berita Media Indonesia Metrotvnews.com, Jakarta: Direktur The Institute for Development of Economics and Finance ( INDEF) Eny Sri Hartati menyebut buruknya perencanaan adalah kunci melempemnya penyerapan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). "Perencanaan tidak terorganisir dan terintegrasi dengan baik antara pusat dan daerah. Ini memberi ruang perdebatan di DPR," ujarnya saat dihubungi Media Indonesia, Senin (28/1). Kondisi tersebut, lanjut Eny, membuat pembahasan anggaran tidak hanya berlangsung lama di DPR tetapi juga banyak perubahan dengan kapasitas DPR yang bisa memberikan aspirasi. Hal ini akan berdampak terhadap eksekusi anggaran Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKAKL) yang menjadi tidak fokus. "Antara program RKAKL dengan target jadi enggak jelas sehingga menyebabkan multi intepretasi yang mmebuka peluang maju-mundurnya program," katanya. Belum lagi, pembahasan di DPR tidak tuntas sampai ke rincian program karena umumnya hanya membahas pagu besarannya. “Persetujuan dengan DPR itu enggak semuanya langsung ketok palu. Idealnya DPR kalau menyetujui di Oktober itu harusnya sudah selesai semua tapi itu kan hanya pagu besarannya sedangkan rinciannya masih dibahas sampai Maret," katanya. Di sisi lain, ia menilai, keberadaan fungsi komisi dan badan anggaran malah menambah lama proses keputusan anggaran. Seharusnya hanya melalui satu pintu yakni komisi karena setiap pembahasan lebih intensif di situ. Eny menganggap, tugas Banggar sebagai penyelaras program lintas kementerian/lembaga ataupun lintas daerah seharusnya dimainkan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). "Menyelaraskan atau mengkoordinasikan program lintas sektor dan daerah itu seharunya bukan tugas Banggar tapi Bappenas. Kalau tidak begitu, lalu tugas Bappenas apa," katanya. Selain itu, keberadaan APBN perubahan juga membuat penyerapan anggaran bertambah buruk sebab banyak kementerian/lembaga yang memilih untuk menunggu hingga ada keputusan final di APBN-P. "Contoh di 2012, APBN-P baru diputuskan Oktober. Kan enggak bisa memaksimalkan anggaran hanya dalam waktu 2 bulan," katanya. (Anshar Dwi Wibowo/OL-9) Sumber: http://www.metrotvnews.com/metronews/read/2013/01/28/2/126674/Perencanaan-Buruk-Kunci-Lemahnya-Penyerapan-Anggaran
48
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
TOPIK 6
MEKANISME PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
Mekanisme Perencanaan Pembangunan Daerah
Deskripsi: Topik ini mempelajari mekanisme perencanaan nasional dan daerah melalui pemahaman sistem perencanaan nasional, peran dan kedudukan kelembagaan dan dokumen perencanaan serta metode untuk melakukan sinkronisasi dokumen perencanaan secara vertikal maupun horisontal.
Sub Topik
Kata Kunci
Dokumen Perencanaan Pembangunan Daerah
RPJPD, RPJMD, Renstra SKPD, Renja SKPD, RKPD
Tahapan Penyusunan Dokumen Perencanaan Pembangunan Daerah
Musrenbang, teknokratik, partisipatif, bottom up, top down, politik
Referensi: 1. Peraturan Pemerintah No.40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional 2. Undang undang No.25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional 3. Michael Todaro and Stephen Smith, 2009. Economic Development. Addison-Wesley. Tenth Edition. 4. Tangkilisan. 2003.Evaluasi Kebijakan Publik. Balairung & Co, Yogyakarta. 5. Conyers, Diana,Hills, and Peter. 1990. An Introduction to Development Planning in The Third World. New York. Brisbane. Toronto. Singapure: John Wiley and Sons Chichester. 6. Killick, Tony. 1976.The possibilities of development planning. Oxford Economic Papers. vol 28
50
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Mekanisme Perencanaan Pembangunan Daerah
6.1. Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional Sistem Perencanaan Pembangunan adalah satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat pusat dan daerah. Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional ini ditetapkan dalam Undang-Undang No 25 tahun 2004. Menurut UU No 25 tahun 2004, tujuan dari UU SPPN adalah sebagai berikut: 1. Mendukung koordinasi antar pelaku. 2. Menjamin integrasi, sinkronisasi dan sinergi antar pelaku. 3. Menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan. 4. Mengoptimalkan partisipasi masyarakat. 5. Menjamin penggunaan sumber daya yang efektif, efisien, adil dan berkelanjutan. Secara umum harapan dari ditetapkannya SPPN adalah, Pertama adalah membakukan fungsi perencanaan secara resmi dalam proses perencanaan pembangunan agar terdapat kepastian hukum atas fungsi perencanaan yang dilakukan pemerintah pusat dan daerah. Kedua, penetapan kepastian hukum pendekatan perencanaan baik secara politis, teknokratis, partisipatif, top down maupun bottom up. Ketiga, penetapan siklus tahapan perencanaan mulai dari penyusunan rencana, penetapan rencana, pengendalian pelaksanaan rencana dan evaluasi pelaksanaan rencana. Keempat, Penetapan Mekanisme perencanaan pembangunan mulai dari penyusunan RPJPN, RPJMN, RKP dan Renstra K/L hingga ke penyusunan RPJPD, RPJMD, RKPD dan Renstra SKPD.
6.2. Dokumen Perencanaan Perencanaan Pembangunan Daerah adalah suatu proses penyusunan tahapan-tahapan kegiatan yang melibatkan berbagai unsur pemangku kepentingan didalamnya, guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya yang ada dalam rangka meningkatkan kesejahteraan sosial dalam suatu lingkungan wilayah/ daerah dalam jangka waktu tertentu. Dalam melakukan perencanaan pembangunan daerah, ada prinsip-prinsip yang harus diperhatikan, yaitu sebagai berikut : 1. Perencanaan pembangunan daerah merupakan satu kesatuan dalam sistem perencanaan pembangunan nasional. 2. Perencanaan pembangunan daerah dilakukan oleh pemerintah daerah bersama masyarakat dan para pemangku kepentingan (stakeholders) lainnya berdasarkan peran dan kewenangan masing-masing. 3. Perencanaan pembangunan daerah mengintegrasikan rencana tata ruang dengan rencana pembangunan daerah. 4. Perencanaan pembangunan daerah dilaksanakan berdasarkan kondisi dan potensi yang dimiliki masing-masing daerah, sesuai dinamika perkembangan daerah, nasional dan global.
51
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Mekanisme Perencanaan Pembangunan Daerah
5. Perencanaan pembangunan daerah dirumuskan secara transparan, responsif, efisien, efektif, akuntabel, partisipatif, terukur, berkeadilan dan berkelanjutan. Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut, kemudian disusun suatu perencanaan yang kemudian dituangkan dalam bentuk dokumen perencanaan. Ada lima dokumen perencanaan yang dibuat oleh pemerintah daerah. 1. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah yang selanjutnya disingkat RPJPD adalah dokumen perencanaan daerah untuk periode 20 (dua puluh) tahun. 2. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah yang selanjutnya disingkat RPJMD adalah dokumen perencanaan daerah untuk periode 5 (lima) tahun. 3. Rencana Kerja Pembangunan Daerah yang selanjutnya disingkat RKPD adalah dokumen perencanaan daerah untuk periode 1 (satu) tahun. 4. Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat dengan Renstra SKPD adalah dokumen perencanaan SKPD untuk periode 5 (lima) tahun. 5. Rencana kerja-Satuan Kerja Perangkat Daerah atau disebut Renja - SKPD adalah dokumen perencanaan Satuan Kerja Perangkat Daerah untuk periode 1 (satu) tahun. Sistematika Rencana Pembangunan Daerah berdasarkan pasal 40 PP No.8/2008 adalah sebagai berikut:
52
•
Sistematika RPJPD paling tidak mencakup hal-hal sebagai berikut: 1. Pendahuluan; 2. Gambaran umum kondisi daerah; 3. Analisis isu-isu strategis; 4. Visi dan misi daerah; 5. Arah kebijakan; dan 6. Kaidah pelaksanaan.
•
Sistematika RPJMD paling tidak mencakup hal-hal sebagai berikut: 1. Pendahuluan; 2. Gambaran umum kondisi daerah; 3. Gambaran pengelolaan keuangan daerah serta kerangka pendanaan; 4. Analisis isu-isu strategis; 5. Visi, misi, tujuan dan sasaran; 6. Strategi dan arah kebijakan; 7. Kebijakan umum dan program Pemb. daerah; 8. Indikasi rencana programprioritas disertai kebutuhan pendanaan; 9. Penetapan indikator kinerja daerah; dan 10. Pedoman transisi dan kaidah pelaksanaan.
•
Sistematika Rencana Kerja Pemerintah Daerah paling tidak mencakup: 1. Pendahuluan; 2. Evaluasi pelaksanaan RKPD tahun lalu; 3. Rancangan kerangka ekonomi daerah beserta kerangka pendanaan;
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Mekanisme Perencanaan Pembangunan Daerah
•
•
4. Prioritas dan sasaran pembangunan; dan 5. Rencana program dan kegiatan prioritas daerah. Sistematika Rencana Strategis Daerah paling tidak mencakup: 1. Pendahuluan; 2. Gambaran pelayanan SKPD; 3. Isu-isu strategis berdasarkan tugas pokok dan fungsi; 4. Visi, Misi, Strategi dan tujuan sasaran, strategi dan kebijakan; 5. Rencana program, kegiatan, indikator kinerja, kelompok sasaran dan pedanaan indikatif; dan 6. Indikator kinerja Utama SKPD yang mengacu pada tujuan dan sasaran SKPD. Sistematika Rencana Kerja Daerah mencakup hal-hal sebagai berikut: 1. Pendahuluan; 2. Evaluasi pelaksaaan Renja SKPD tahun lalu; 3. Tujuan, sasaran, program dan kegiatan; 4. Indikator kinerja dan kelompok sasaran yang menggambarkan pencapaian Renstra SKPD; 5. Dana indikatif beserta sumberdaya serta prakiraan maju berdasarkan pagu indikatif; 6. Sumber dana yang dibutuhkan untuk menjalankan program dan kegiatan; dan 7. penutup.
Antara dokumen-dokumen perencanaan tersebut harus saling terkait, dimana dokumen yang lebih teknis (jangka pendek) mengikuti atau memperhatikan dokumen yang lebih bersifat strategis (jangka panjang). Dokumen daerah harus memperhatikan dokumen tingkat nasional. Hubungan antara RPJPD, RPJMD dan Rencana Strategis Daerah di tingkat pusat dan daerah, dapat digambarkan sebagai berikut:
53
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Mekanisme Perencanaan Pembangunan Daerah
Gambar 6.1: Hubungan Antara RPJPD, RPJMD dan Renstra di Tingkat Pusat dan Daerah. RPJPD
RPJPD
20 Tahun Pedoman
Diperhatikan
5 Tahun
Pedoman
5 Tahun
Pedoman
RPJMN
RPJMD Renstra SKPD
Dijabarkan
1 Tahun
Renstra K/L
Diserasikan Musrenbang
RKPD
Renja SKPD
20 Tahun
RKP
Diacu 1 Tahun
1 Tahun
KUA
PPAS
Renja K/L
{ Dibahas bersama DPRD
1 Tahun
NOTA KESEPAKATAN DPRD DAN KEPALA DAERAH
RKA-SKPD
Pedoman Penyusunan RKA-SKPD
KUA
= Kebijakan Umum APBD
PPAS
= Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara
TAPD
= Tim Anggaran Pemerintah Daerah
RKA-SKPD
= Rencana Kerja dan Anggaran, Satuan Kerja Perangkat Daerah
TAPD
Raperda APBD
1 Tahun
Sumber: UU No. 2 Tahun 2004, PP No. 8 Tahun 2008 dan Permendagri 54 Tahun 2010 (diolah)
Dokumen-dokumen perencanaan tersebut umumnya disusun berdasarkan tahapan sebagai berikut: 1. Tahap Penyusunan Rencana, yaitu: Menyusun rancangan rencana pembangunan nasional/daerah (RPJP, RPJM, RENSTRA, RENJA) melalui beberapa proses perencanaan. 2. Penetapan Rencana, yaitu: 3. RPJP Nasional dengan UU dan RPJP Daerah dengan Perda 4. RPJM dengan peraturan Presiden/ Kepala Daerah 5. RKP/RKPD dengan peraturan Presiden/Kepala Daerah. 6. Pengendalian Pelaksanaan Rencana, yaitu melakukan pengendalian terhadap pelaksanaan rencana tersebut. 7. Evaluasi Kinerja, yaitu melakukan evaluasi pada pelaksanaan rencana pada periode tertentu dan diakhir periode. Dalam tahap penyusunan rencana (formulasi), proses penyusunannya pada dasarnya melalui beberapa proses sebagai berikut: 54
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Mekanisme Perencanaan Pembangunan Daerah
1. Proses Politik: Pemilihan langsung Presiden dan Kepala Daerah menghasilkan rencana pembangunan hasil proses politik, hususnya penjabaran visi dan misi dalam RPJM. 2. Proses Teknokratik: Perencanaan yang dilakukan oleh perencana profesional atau lembaga/unit organisasi yang secara fungsional melakukan perencanaan. 3. Proses Partisipatif: perencanaan yang melibatkan masyarakat (Stakeholders), antara lain melalui pelaksanaan musrenbang. 4. Proses Bottom up dan Top Down: Perencanaan yang aliran prosesnya dari atas ke bawah atau dari bawah ke atas dalam Hirarki pemerintahan. Setelah proses dilakukan bahan bahan dikumpulan kemudia disusun menjadi naskah akademik. Naskah akademik merupakan bahan utama dalam menyusun peraturan perundang-undangan tentang perencanaan daerah. Keberadaan sangat diperlukan untuk membentuk peraturan perundangundangan agar peraturan perundang-undangan yang dihasilkan nantinya akan sesuai dengan sistem hukum nasional dan kehidupan masyarakat. Penggunaan Naskah Akademik dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan, diharapkan akan dapat menghindari menghadapi masalah yuridis di kemudian hari (Rusdianto, 2011). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah harus didukung oleh naskah akademik, sehingga penyusunan dokumen perencanaan tersebut merupakan hasil pemikiran yang dilandasi dengan kepentingan seluruh masyarakat dengan mempertimbangkan berbagai kepentingan yang tercakup dalam visi, misi, arah dan kebijakan pembangunan berdasarkan potensi sumberdaya yang tersedia. Semakin berkembang dan berubahnya pola kehidupan masyarakat serta beberapa permasalahan dalam pembuatan dan pelaksanaan perundang-undangan yang sudah ada sekarang, maka naskah akademik memiliki posisi yang strategis dalam proses penyusunan peraturan perundang-undangan yang tepat guna, komprehensif dan sesuai dengan asas-asas pembentukan perundang-undangan. Naskah akademis menjelaskan aspek filosofis, aspek sosiologis, yuridis dan aspek politik yang berkaitan dengan peraturan daerah yang akan dibuat. Di samping itu, naskah akademis memberikan pertimbangan bagi lembaga eksekutif dan legislatif dalam mengambil keputusan mengenai peraturan yang akan dibuat.
Rangkuman Perencanaan Pembangunan Daerah dilaksanakan berdasrkan prinsip-prinsip yang diatur dalam UU No 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Perencanaan pembangunan itu dibuat dalam satu dokumen perencanaan, yaitu RPJPD untuk periode 20 (dua puluh) tahun, RPJMD untuk periode 5 (lima) tahun, RKPD untuk periode 1 (satu) tahun, Renstra-SKPD Renstra SKPD untuk periode 5 (lima) tahun. Renja-SKPD untuk periode 1 (satu) tahun. Dokumen perencanaan tersebut haruslah saling terkait baik antara dokumen di tingkat nasional dengan daerah, maupun antara dokumen pusat dan antara dokumen daerah tersebut. Perencanaan pembangunan disusun melalui beberapa tahap, yaitu penyusunan, penetapan, pengendalian dan evaluasi. Dimana dalam tahap penyusunan rencana, dilakukan secara politik, teknokratik, partisipatif, dan top down-buttom up. Sebelum disusun menjadi dokumen RPJMD harus dilengkapi bahan bahan analisa yang termaktup dalam naskah akademis.
55
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Mekanisme Perencanaan Pembangunan Daerah
Pertanyaan Untuk Latihan 1. 2. 3. 4. 5.
56
Jelaskan secara singkat tujuan Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional? Jelaskan secara singkat prinsip-prinsip perencanaan pembangunan daerah? Jelaskan secara singkat mekanisme perencanaan pembangunan daerah? Jelaskan secara singkat Sistematika RPJPD, RPJMD, RENSTRA SKPD, RKPD dan RENJA SKPD? Sebutkan peraturan-peraturan terkait dengan Perencanaan Pembangunan Daerah?Jelaskan pentingnya naskah akademis dalam penyususun RPJMD
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Mekanisme Perencanaan Pembangunan Daerah
BOX: APBD Tekor Akibat Buruknya Perencanaan MEDAN – Buruknya perencanaan anggaran dinilai sebagai penyebab utama tekornya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Medan 2013. “Kalau perencanaan anggaran baik, realisasi antara minus dan plus anggaran itu hanya 10%. Kalau jauh bedanya, berarti ada sesuatu yang harus dievaluasi dari segi target penerimaan, dan belanja harus dilakukan audit,” ujar pengamat anggaran di Medan Elfenda Ananda, kemarin. Menurut Elfenda, evaluasi dan audit keuangan Pemko Medan itu perlu segera dilakukan, mengingat kas Pemko Medan sudah mengalami defisit. Padahal, tidak ada situasi ekonomi yang gonjang-ganjing di Kota Medan sepanjang 2013. “Kalau situasi ekonomi saat ini kan stabil, makanya perlu kita lakukan peninjauan untuk audit pendapatan dan belanja, karena mungkin bisa jadi ada masalah,” kata Elfenda. Jika hal itu tidak dilakukan, dia khawatir bakal berdampak terhadap pembangunan Kota Medan. Sebab, jika tidak ada anggaran, tidak mungkin pembangunan bisa berjalan. “Ke depan, Pemko Medan harus memperketat pengawasan dan harus ada audit khusus. Apakah neraca anggaran yang dibuat SKPD sudah benar, ke mana arus kas Pemko Medan, sehingga bisa ditemukan apakah ada penyalahgunaan anggaran atau tidak,” tandasnya. Diberitakan Kamis (29/8), anggaran Pemko Medan tahun ini habis hanya untuk bayar utang proyek 2012. Akibatnya, pembangunan sepanjang 2013 stagnan dan banyak yang terbengkalai. Ini diakui hampir semua satuan kerja perangkat daerah (SKPD) saat rapat pembahasan Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (P-APBD) 2013 dengan Panitia Khusus (Pansus) DPRD. Menanggapi tekornya APBD ini, Sekretaris Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) Kota Medan Zulfan Nasution menepisnya. Dia memastikan kas Pemko Medan saat ini masih stabil. “Kas kami tidak kosong. Kalaupun ada rekanan yang membawa SPM (surat perintah membayar) kepada kami, bisa langsung dicairkan asal ada berkasnya,” ungkapnya. Menurut dia, tidak salah jika proyek tahun lalu dibayarkan tahun ini. Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No 37/2012 tentang Pedoman Penyusunan APBD 2013, pengerjaan proyek tahun 2012 masih bisa dibayarkan tahun berikutnya. “Masalahnya banyak rekanan yang minta dicairkan tapi berkasnya tidak lengkap,” kata Zulfan. Selain itu, lanjutnya, masih banyaknya proyek 2012 yang belum dibayarkan akibat belum cairnya utang Pemprov Sumut kepada Pemko Medan sebesar Rp572 miliar. Utang ini merupakan dana bagi hasil 2012 sebesar Rp562 miliar, dan dana bantuan daerah bawahan (BDB) senilai Rp10 miliar. “Kalau bantuan daerah bawahan memang tidak ada limit waktu pembayaran, makanya hingga sekarang belum dibayar. Kalau dana bagi hasil memang harus dibayar Pemprov Sumut, tapi hingga sekarang belum juga dicairkan,” tandasnya. Terkait belum dicairkannya dana bagi hasil dan dana BDB itu, BPKD semestinya dari awal sudah mempersiapkan skenario anggaran. BPKD juga semestinya intens berkomunikasi, sehingga bisa diprediksi dengan cepat berapa anggaran riil yang bisa digunakan. “Kalau ada komunikasi yang baik antara BPKD dengan pemprov, tentu bisa diprediksi berapa penerimaan anggaran. Kecamatankalau dalam semester pertama pembayaran dana bagi hasil, misalnya sudah telat, perencanaan anggaran bisa dikurangi dalam P-APBD dengan tidak memasukkan penerimaan dari sektor dana bagi hasil. Jadi, perencanaan anggaran menjadi profesional,” katanya. Sumber: http://m.koran-sindo.com/node/326266lia anggia nasution, reza shahab )
57
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
TOPIK 7
INDIKATOR KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH
Indikator Kinerja Pembangunan Daerah
Deskripsi: Topik ini membahas tentang indikator kinerja pembangunan baik indikator makro maupun indikator kinerja pelayanan publik yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat maupun daerah.
Sub Topik Indikator Kinerja
Indikator Kinerja Kunci
Kata Kunci Input, proses, output, outcome, benefits, impact
Keselarasan indikator, standar pelayanan minimal (SPM)
Referensi: 1. Peraturan Pemerintah No.40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional 2. Undang undang No.25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional 3. Michael Todaro and Stephen Smith, 2009. Economic Development. Addison-Wesley. Tenth Edition. 4. Tangkilisan. 2003.Evaluasi Kebijakan Publik. Balairung & Co, Yogyakarta. 5. Conyers, Diana,Hills, and Peter. 1990. An Introduction to Development Planning in The Third World. New York. Brisbane. Toronto. Singapure: John Wiley and Sons Chichester. 6. Killick, Tony. 1976.The possibilities of development planning. Oxford Economic Papers. vol 28 Bryant, Coralie and Louise G. White.1982. Managing Development in the third World. Boulder, CO: Westview Press.
59
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Indikator Kinerja Pembangunan Daerah
7.1. Indikator Kinerja Yang dimaksud dengan indikator adalah suatu gambaran, ciri-ciri atau ukuran yang menggambarkan status dari situasi/kondisi/capaian terhadap sesuatu sasaran atau hasil. Kinerja adalah unjuk kerja/unjuk karya (performance) yang dihasilkan suatu kegiatan atau suatu proses. Beberapa pengertian kinerja lainnya: • •
•
Gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi (LAN, 1993). Indikator harus memberikan ukuran obyektif yang bisa diterima oleh banyak pihak, namun indikator juga memiliki ukuran yang berbeda pada setiap tingkatan atau level pelaksana kegiatan (Pulakos , 2004). Perilaku berkarya, penampilan atau hasil karya. Oleh karena itu, kinerja merupakan bentuk bangunan yang multi dimensional, sehingga cara mengukurnya sangat bervariasi tergantung pada banyak faktor (Bates dan Holton, 1995).
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa indikator kinerja adalah gambaran atau ciri-ciri atau ukuran yang menggambarkan status kinerja yang dihasilkan suatu kegiatan atau suatu proses. Pengukuran kinerja memerlukan penetapan indikator-indikator yang sesuai dan terkait dengan informasi kinerja (impact, outcome, dan output). Kegunaan dari indikator kinerja adalah sebagai dasar penilaian kinerja, baik dalam tahap perencanaan (ex ante), pelaksanaan (on-going), maupun setelahnya (ex-post). Selain itu, kegunaan lainnya petunjuk kemajuan dalam rangka mencapai tujuan atau sasaran. Indikator ini berfungsi untuk memperjalas tentang; apa, bagaimana, siapa, and kapan suatu kegiatan dilaksanakan, menciptakan konsensus yang dibangun oleh pemangku kepentingan dan membangun dasar pengukuran, analisis, dan evaluasi kinerja program pembangunan. Sistem LAKIP dalam pola penetapan indikator kinerja dapat dilihat pada Gambar 7.1 berikut ini: Gambar 7.1: Pola Penetapan Indikator Kinerja MISI (MISSION)
TUJUAN (GOAL)
SASARAN (OBJECTIVE)
STRATEGY
SISTEM INFORMASI (PENGUMPULAN DATA) INDIKATOR KINERJA
HASIL
AKTIVITAS
Sumber: Penulis, 2014
Penentuan program dan kegiatan yang jelas merupakan hal yang sangat penting dalam pengembangan anggaran berbasis kinerja, karena anggaran berbasis kinerja menghubungkan dengan sangat kuat perencanaan strategis dengan penganggaran. Lebih lanjut anggaran berbasis kinerja menekankan pentingnya pengelolaan informasi yang memadai terutama dalam menyusun biaya dari masing-masing program, kegiatan dan keluaran (hal ini dapat secara bertahap dilaksanakan dan akan lebih diperkuat apabila sistem akuntansi berbasis akrual telah diterapkan). Tentunya sistem informasi dimaksud harus terus dikembangkan secara bertahap. 60
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Indikator Kinerja Pembangunan Daerah
Langkah pertama yang dapat dilaksanakan yaitu dengan memanfaatkan informasi yang telah ada dan menyusun informasi mengenai kinerja yang dapat dengan mudah dihasilkan. Perencanaan harus mulai disusun untuk menghasilkan informasi yang memadai atas pencapaian kinerja dimana masing-masing lembaga/unit kerja merupakan pihak yang bertanggung jawab atas kesediaan informasi tersebut. Tingkat informasi dasar yang harus dikembangkan meliputi: 1. Ekonomis: sejauh mana masukan yang ada digunakan dengan sebaik-baiknya; 2. Efisiensi: sejauh mana perbandingan antara tingkat keluaran suatu kegiatan dengan masukan yang digunakan; 3. Efektivitas: sejauh mana keluaran yang dihasilkan mendukung pencapaian hasil yang ditetapkan. Indikator kinerja dan target kinerja ditetapkan dan diajukan oleh lembaga/unit kerja, akan tetapi harus disepakati bersama-sama dengan instansi (agencies) dan parlemen dalam proses penganggaran. Hal ini akan mendukung pelaksanaan disiplin anggaran dikarenakan adanya komitmen bersama untuk mendukung pelaksanaan suatu program dan kegiatan dengan alokasi anggaran tertentu. Sedangkan lembaga audit, baik intern maupun ekstern, dilibatkan dalam verifikasi indikator dan target kinerja, walaupun untuk tahap selanjutnya dapat dibentuk suatu badan untuk memonitor kinerja instansi secara eksternal dan independen seperti yang telah dilaksanakan oleh negara-negara yang telah menerapkan pengukuran kinerja. Kreteria penyusunan indikator kinerja, perlu dapat dipertimbangkan kriteria sebagai berikut : 1. Relevant, indikator terkait secara logis dan langsung dengan tugas institusi, serta realisasi tujuan dan sasaran strategis institusi. 2. Well-defined: definisi indikator jelas dan tidak bermakna ganda sehingga mudah untuk dimengerti dan digunakan. 3. Measurable: indikator yang digunakan diukur dengan skala penilaian tertentu yang disepakati, dapat berupa pengukuran secara kuantitas, kualitas atau harga. • indikator kuantitas diukur dengan satuan angka dan unit. Contoh : jumlah penumpang internasional yang masuk melalui pelabuhan udara dan pelabuhan laut. • Indikator kualitas menggambarkan kondisi atau keadaan tertentu yang ingin dicapai (melalui penambahan informasi tentang skala/tingkat pelayanan yang dihasilkan). Contoh indikator kualitas: proporsi kedatangan penumpang internasional yang diproses melalui imigrasi dalam waktu 30 menit. • Indikator harga mencerminkan kelayakan biaya yang diperlukan untuk mencapai sasaran kinerja. Contoh indikator harga: biaya pemrosesan imigrasi per penumpang. 4. Appropriate: indikator yang dipilih harus sesuai dengan upaya peningkatan pelayanan/kinerja. 5. Reliable: indikator yang digunakan akurat dan dapat mengikuti perubahan tingkatan kinerja. 6. Verifiable: memungkinkan proses validasi dalam sistem yang digunakan untuk menghasilkan indikator. 7. Cost-effective: kegunaan indikator sebanding dengan biaya pengumpulan data. Target kinerja disusun setelah indikator kinerja ditetapkan. Dalam menetapkan target kinerja perlu diperhatikan standar kinerja yang dapat diterima (benchmarking). Salah satu cara menentukan standar kinerja adalah dengan mengacu kepada tingkat kinerja institusi yang sejenis sebagai perwujudan best practice. Standar kinerja dan target kinerja dinyatakan dengan jelas pada awal siklus perencanaan.
61
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Indikator Kinerja Pembangunan Daerah
Hal ini untuk menjamin akuntabilitas pencapaian kinerja. Kreteria dalam menentukan target kinerja menggunakan pendekatan ”SMART” yaitu : 1. Spesific : sifat dan tingkat kinerja dapat diidentifikasi dengan jelas. 2. Measurable : target kinerja dinyatakan dengan jelas dan terukur baik bagi indikator yang dinyatakan dalam bentuk kuantitas, kualitas dan biaya. 3. Achievable : target kinerja dapat dicapai terkait dengan kapasitas dan sumber daya yang ada. 4. Relevant : mencerminkan keterkaitan (relevansi) antara target output dalam rangka mencapai target outcome yang ditetapkan; serta antara target outcome dalam rangka mencapai target impact yang ditetapkan 5. Time bond : waktu/periode pencapaian kinerja ditetapkan. Pendekatan dalam mengukur kinerja akan bervariasi antar lembaga/unit kerja, bergantung pada bentuk keluaran yang dihasilkan. Beberapa teknik dan sumber informasi yang relevan yang digunakan antara lain: 1. Pengembangan biaya per unit: dimana kuantitas dan biaya dari keluaran merupakan sesuatu yang menjadi pertimbangan; 2. Pembandingan (benchmarking) atas biaya dan standar pelayanan, baik itu antar lembaga, antara wilayah, maupun antar negara; 3. Penentuan peringkat atas kinerja masing-masing lembaga: 4. Survei atas pengguna (client survey): dimana qualitas dan ketepatan waktu dari pelayanan publik dinilai. Jika pengukuran kinerja hanya ditekankan kepada peningkatan akuntabilitas, hal ini dapat mempengaruhi pimpinan dengan hanya memberikan perhatian pada kinerja tertentu saja, dan bukan pada semua elemen kinerja penting yang dapat terukur dan relevan terhadap suatu kegiatan. Kemungkinan lain yang dapat terjadi adalah adanya suatu permainan (gameship) atas penentuan suatu target kinerja. Oleh sebab itu pihak pimpinan harus diyakinkan bahwa pengukuran kinerja merupakan suatu alat yang sangat berguna dalam membantu pihak pimpinan untuk meningkatkan kinerja lembaga secara keseluruhan. Sumbangan terbesar dari pengukuran kinerja diperoleh terutama dari peningkatan keinginan dan kebutuhan atas kinerja yang digunakan untuk selalu memperbaiki kinerja lembaga pemerintah, dan bukan sekedar pengukuran secara formal dan pelaporan kinerja. Pengukuran kinerja harus dilakukan secara efisien dan efektif dengan membandingkan biaya dan manfaat atas sistem yang dibangun. Informasi kinerja yang berlebihan akan sangat tidak berguna dan harus dihindarkan karena suatu sistem pengukuran kinerja akan menjadi sulit dikelola dengan baik dan akan meningkatkan biaya pelaksanaannya. Jadi harus dipertimbangkan cost benefit dari sistem pengukuran kinerja yang akan dikembangkan. Suatu sistem pengukuran kinerja diharapkan hanya mengukur kinerja yang stategis (key performance indicators), bukan menekankan tingkat komprehensif dan birokratis atas kinerja yang disusun. Kerangka penyusunan kinerja dimulai dari ”apa yang ingin diubah” (impact) yang kemudian membutuhkan rumusan ”apa yang akan dicapai” (outcome) guna mewujudkan perubahan yang diinginkan. Selanjutnya, untuk mencapai outcome diperlukan rumusan mengenai ”apa yang dihasilkan” (output), dan untuk menghasilkan output tersebut diperlukan ”apa yang akan digunakan”. Secara konseptual, alur informasi kinerja dapat dilihat pada Gambar 7.2 dibawah ini: 62
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Indikator Kinerja Pembangunan Daerah
Gambar 7.2: Alur Informasi Kinerja MISI (MISSION)
HASIL (OUTCOME)
Hasil pembangunan yang diperoleh dari pencapaian outcome
Apa yang ingin diubah
Manfaat yang diperoleh dalam jangka menengah untuk beneficieries tertentu sebagai hasil dari output
Apa yang ingin dicapai
METODE PELAKSANAAN
KELUARAN
Produk barang/jasa yang dihasilkan
(OUTPUT)
Apa yang dihasilkan (barang) atau dilayani (jasa)
KEGIATAN
Proses/kegiatan menggunakan input menghasilkan output yang diinginkan
ApaApa yang yang ingin dikerjakan diubah
INPUT
Sumber daya yang memberikan kontribusi dalam menghasilkan output
Apa yang digunakan dalam bekerja
Sumber: SEB Menneg PPN/Kepala Bappenas dan Menteri Keuangan No. 0142/M.PPN/06/2009 tentang Pedoman Reformasi Perencanaan dan Penganggaran (diolah) Gambar 7.3: Penjelasan Indikator Indikator kinerja berdasarkan tingkat atau besaran sumber sumber : dana, SDM, material waktu, teknologi, dsb. yang digunakan untuk melaksanakan program dan atau latihan
Indikator kinerja berdasarkan tingkat atau besaran sumber sumber: dana, SDM, material waktu, teknologi, dsb. yang digunakan untuk melaksanakan program dan atau latihan
Input Manfaat Output
Indikator kerja berdasarkan produk (barang dan jasa) yang dihasilkan dari program atau kegiatan
Hasil Dampak Indikator kinerja bedasarkan tingkat keberhasilan yang dapat dicapai berdasarkan keluaran program atau kegiatan yang sudah dilaksanakan
Sumber: Penulis, 2014
63
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Tolak ukur yang dapat diukur berdasarkan kondisi makro yang ingin dicapai dari manfaat
Indikator Kinerja Pembangunan Daerah
Jenis informasi atau indikator kinerja yang sering digunakan dalam pelaksanaan pengukuran kinerja organisasi meliputi: 1. Indikator input (input); adalah segala sesuatu yang dibutuhkan untuk terlaksananya kegiatankegiatan untuk mencapai keluaran. Indikator ini mengukur jumlah sumberdaya seperti anggaran (dana), SDM, peralatan, material dan masukan lainnya yang dipergunakan untuk melaksanakan kegiatan.Dengan meninjau distribusi sumberdaya dapat dianalisis apakah alokasi sumberdaya yang dimiliki telah sesuai dengan rencana strategik yang ditetapkan. Contoh : jumlah dana yang dibutuhkan, tenaga yang terlibat, peralatan yang digunakan, jumlah bahan yang digunakan. 2. Indikator proses (process); merupakan ukuran tingkat efisiensi organisasi dalam proses pencapaian keluaran. Indikator ini berkaitan dengan ketepatan atau akurasi dari pandangan-pandangan ekonomi, prosedur dan prinsip-prinsip. 3. Indikator keluaran (output); adalah sesuatu yang menunjukkan bentuk dan besaran produk secara langsung dari kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan; dapat berupa fisik dan atau nonfisik. Dengan membandingkan keluaran dapat dianalisis apakah kegiatan yang terlaksana sesuai dengan rencana. Indikator pengeluaran dijadikan landasan untuk menilai kemajuan suatu kegiatan apabila tolak ukur dikaitkan dengan sasaran kegiatan yang terdefinisi dengan sasaran kegiatan yang terdefinisi dengan baik dan terukur. Oleh karena itu indikator ini harus sesuai dengan lingkup dan sifat kegiatan instansi. Contoh : • Jumlah jasa/kegiatan yang direncanakan i. Jumlah orang yang diimunisasi/vaksinasi ii. Jumlah permohonan yang diselesaikan iii. Jumlah pelatihan/peserta pelatihan iv. Jumlah jam latihan dalam sebulan • Jumlah barang yang akan dibeli/dihasilkan i. Jumlah pupuk/obat/bibit yang dibeli ii. Jumlah komputer yang dibeli iii. Jumlah gedung/jembatan yang dibangun iv. Meter panjang jalan yang dibangun/rehab 4. Indikator hasil (outcome); adalah sesuatu yang menunjukkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah (efek langsung). Indikator ini menggambarkan hasil nyata dari keluaran suatu kegiatan. Pengukuran indikator hasil sering kali rancu dengan pengukuran indikator keluaran. Indikator outcome lebih utama daripada sekedar output. Walaupun produk telah dicapai dengan baik, belum tentu secara outcome kegiatan telah tercapai. Outcome menggambarkan tingkat pencapaian atas hasil lebih tinggi yang mungkin kepentingan banyak pihak. Dengan indikator outcome instansi dapat diketahui apakah hasil yang telah diperoleh dalam bentuk output memang dapat dipergunakan sebagaimana mestinya dan memberikan kegunaan yang besar bagi masyarakat. Contoh: • Jumlah % hasil langsung hal-hal positif i. tingkat pemahaman peserta terhadap materi pelatihan ii. tingkat kepuasan dari pemohon/pasien (costumer) iii. kemenangan tim dalam setiap pertandingan
64
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Indikator Kinerja Pembangunan Daerah
•
•
Peningkatan langsung hal-hal yang positif i. Kenaikan prestasi kelulusan siswa ii. Peningkatan daya tahan bangunan iii. Penambahan daya tampung siswa Penurunan langsung hal-hal yang negatif i. Penurunan tingkat kemacetan ii. Penurunan tingkat pelanggaran lalu lintas
5. Indikator manfaat (benefits); adalah memberikan gambaran capaian outcome yang memberikan manfaat bagi tercapainya tujuan kinerja. Manfaat tersebut baru tampak setelah beberapa waktu kemudian, khususnya dalam jangka menengah dan panjang. Indikator manfaat menunjukkan hal yang diharapkan untuk dicapai bila keluaran dapat diselesaikan dan berfungsi dengan optimal (tepat waktu, lokasi, dana dan lain-lain). Contoh : • Peningkatan hal yang positif dalam jangka menengah dan jangka panjang i. % kenaikan lapangan kerja ii. Peningkatan kegiatan ekonomi masyarakat • Penurunan hal yang negatif dalam jangka menengah dan jangka panjang i. Penurunan tingkat penyakit TBC ii. Penurunan tingkat kriminalitas iii. Penurunan tingkat kecelakaan lalulintas 6. Indikator dampak (impact); memberikan gambaran pencapaian tujuan pembangunan daerah (yang tidak lain adalah hasil tertinggi yang dapat disumbangkan oleh semua program-program pembangunan daerah). Indikator ini memperlihatkan pengaruh yang ditimbulkan dari manfaat yang diperoleh dari hasil kegiatan. Seperti halnya indikator manfaat, indikator dampak juga baru dapat diketahui dalam jangka waktu menengah dan panjang. Contoh : • peningkatan hal yang positif dalam jangka panjang i. % kenaikan pendapatan perkapita masyarakat ii. Peningkatan cadangan pangan iii. Peningkatan PDRB sektor tertentu • penurunan hal yang negatif dalam jangka panjang i. penurunan tingkat kemiskinan ii. penurunan tingkat kematian Contoh indikator kinerja program (outcomes) dan indikator kinerja kegiatan (output/keluaran) sebagai berikut: • • •
65
Program: “Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun” -Indikator Kinerja Program: ”Angka Partisipasi Murni (APM)” Kegiatan 1: “Pembangunan gedung sekolah”. -Indikator Kinerja Kegiatan: ” Jumlah sekolah yang terbangun“ Kegiatan 2: “Pembangunan rumah dinas kepala sekolah, guru, penjaga sekolah” -Indikator Kinerja Kegiatan: “Jumlah rumah dinas kepala sekolah yang terbangun”
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Indikator Kinerja Pembangunan Daerah
•
Kegiatan 3: “Penambahan ruang kelas sekolah” -Indikator Kinerja Kegiatan: “Jumlah ruang kelas terbangun”
Berikut terkait jenis indikator kinerja yang diterapkan di dalam perencanaan pembangunan daerah. Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) menjabarkan indikator kinerja masukan dan indikator kinerja keluaran (output) dengan tetap mengacu pada indikator kinerja hasil dan manfaat. Indikator kinerja hasil dan indikator kinerja manfaat tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 5 tahunan. Dalam jangka panjang, indikator kinerja yang ditetapkan merupakan indikator manfaat dan dampak. Sehingga ada keterkaitan antara indikator kinerja jangka pendek sampai indikator kinerja jangka panjang. Tabel 7.1:
Hirarki Sasaran Jenis Indikator Kinerja dalam Perencanaan Pembangunan Daerah Keterangan : M Masukan K Keluaran
H Hasil Mf Manfaat
D Dampak
TABEL HIRARKI SASARAN PERENCANAAN
INDIKATOR M
K
H
Mf
KETERANGAN D
RPJPD 20 tahunan
Indikator keberhasilan strategi jangka panjang. Dasar pemikirannya: strategi jangka panjang yang ditetapkan akan dijabarkan dalam strategi dan program 5 tahunan.
RPJMD 5 tahunan
Indikator kegiatan Program, dalam hal ini program lima tahunan.
RKPD tahunan
Indikator kegiatan (M & K), indikator Program (H & Mf ) -> dalam hal ini program tahunan.
Sumber: Penulis, 2014 (diolah dari berbagai sumber)
7.2. Indikator Kinerja Makro dan Mikro Indikator perencanaan pembangunan dapat dibedakan menjadi indikator makro daerah dan indikator mikro. Indikator makro berisi tentang variabel variabel sosial ekonomi nasional maupun regional (propinsi) yang menjadi acuan dalam penyusunan dokumen perencanaan. Indikator ini juga menjadi asumsi alokasi anggaran pemerintah dari setiap kegiatan sebagaimana dapat dilihat dibawah ini:
66
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Indikator Kinerja Pembangunan Daerah
Tabel 7.2:
Contoh Indikator Kinerja Makro 2009
Indikator Kinerja
2010
2011
Target
Target
Capaian
Target
Capaian
Target
Capaian
2012
2013
2014
Tingkat Pengangguran Terbuka/ TPT (%)
6,40
5,08
6,20
4,25
5,00
4,16
5,80
5,50
5,40
Persentase Penduduk Miskin terhadap Jumlah Penduduk (%)
16,9
16,68
16,5
15,26
15,5
13,85
15,0
14,5
14,0
Pertumbuhan Ekonomi ADHK Tahun 2000 (%)
4,50
5,01
4,50%
6,68
5,50%
-
5,50
6,00
6,00
Indeks Disparitas Wilayah
113,30
115,85
115,10
115,14
114,70
115,14
114,40
114,10
113,80
Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
69,00
71,06
69,50
71,62
70,10
72,15
70,10
770,50
71,00
Sumber : RPJMD, 2012
Tabel 7.3:
Contoh Indikator Kinerja Mikro SASARAN STRATEGIS URAIAN Meningkatnya Kesejahteraan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS)
TAHUN DASAR 2015
2016
2017
2018
2019
Target
Target
Target
Target
Target
0.34
0.34
0.35
0.39
0.43
0.47
Persentase penanganan Penyandang Cacat
1.02
1,15
1.65
1.76
1.88
2.00
Persentase penanganan Anak Terlantar dan Anak Jalanan
1,06
1,16
1,21
1,38
1,43
1,58
Persentase penanganan Gelandangan, Pengemis dan Eks Gelandangan Psikotik
17,12
21,25
31,95
42,14
58,01
99,38
INDIKATOR KINERJA UTAMA Persentase penanganan Keluarga Miskin
2014
Sumber : Renstra Dinas Sosial, 2014
67
TARGET TAHUNAN
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Indikator Kinerja Pembangunan Daerah
7.3. Penyusunan Indikator Kinerja Dalam menentukan indikator kinerja yang akan digunakan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan sebagai berikut: 1. Tidak cukup hanya dengan memfokuskan pada penghitungan biaya keluaran (efisiensi). Tujuan kebijakan dan pendekatan program – juga harus dianalisa 2. Indikator bisa diterapkan untuk: (a) Masukan; (b) Efisiensi – Keluaran; (c) Efektivitas – Hasil; (d) Kualitas; dan (e) Kepuasan Pelanggan. Bisa dikaitkan dengan kesepakatan kinerja antara Menteri dan Kepala Lembaga dan para pejabat di bawahnya 3. Indikator memerlukan definisi dan penafsiran yang hati-hati – seringkali diformulasikan, diimplementasikan dan ditafsirkan dengan buruk 4. Harus dikembangkan untuk masing-masing program/kegiatan – ada yang sulit misalnya pertahanan – beberapa lebih mudah misalnya penyelenggara jasa. Berikut ini beberapa langkah dalam menyusun indikator kinerja : 1. Susun dan tetapkan rencana strategis: visi, misi, tujuan dan sasaran dan cara mencapai tujuan/ sasaran (kebijakan, program dan kegiatan) 2. Identifikasi data/infomasi yang dapat dikembangkan menjadi indikator kinerja. Dalam hal ini data hendaknya relavan, akurat, lengkap dan kemampuan pengetahuan tentang bidang yang akan dibahas akan banyak menolong untuk menyusun dan menetapkan indikator kinerja yang tepat dan relevan. 3. Pilih dan tetapkan indikator kinerja yang paling relevan dan berpengaruh besar terhadap keberhasilan pelaksanaan kebijaksanaan/program/kegiatan.
7.4. Indikator Kinerja Kunci (IKK) Indikator Kinerja Kunci (IKK) atau Key Performance Indicator (KPI) pada dasarnya adalah bagian dari indikator kinerja organisasi. Indikator Kinerja Kunci (IKK) merupakan bagian dari pengukuran dan peningkatan kinerja serta lebih meningkatkan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Untuk itu pertama kali yang perlu dilakukan adalah menentukan apa yang menjadi kinerja utama dari instansi pemerintah yang bersangkutan. Kinerja kunci terkandung dalam tujuan dan sasaran strategis instansi pemerintah, dengan demikian IKK dapat digunakan sebagai ukuran keberhasilan dari instansi yang bersangkutan. Tujuan dari ditetapkannya indikator kinerja kunci bagi setiap instansi pemerintah daerah adalah : 1. Untuk memperoleh informasi kinerja penting dan diperlukan dalam menyelenggarakan manajemen kinerja secara baik. 2. Untuk memperoleh ukuran keberhasilan dari pencapaian suatu tujuan dan sasaran strategis organsisasi yang digunakan untuk perbaikan kinerja dan peningkatan akuntabilitas kinerja. Indikator Kinerja Kunci ini dapat digunakan sebagai acuan rangka perencanaan pembangunan, seperti RPJMD, RKPD, ataupun APBD. Dalam berbagai literatur selalu disebutkan bahwa kreteria dokumen perencanaan yang baik adalah jika dokumen itu dapat dievaluasi sejauh mana keberhasilannya. Tingkat 68
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Indikator Kinerja Pembangunan Daerah
keberhasilan itu sangat tergantung pada ada tidaknya indikator kinerja yang akan mengukur capaian pelaksanaan perencanaan. Gambar 7.4: Kaitan Antara Perencanaan Dan Indikator Kinerja
PERENCANAAN
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMDA
KERANGKA ANGGARAN
KERANGKA REGULASI
EVALUASI KINERJA PEMDA
INDIKATOR KINERJA
Dalam perencanaan kinerja tahunan, IKK akan menjadi pemandu dalam menentukan program dan kegiatan yang akan dilaksanakan pada suatu tahun tertentu. Sehingga setiap instansi harus merencanakan program dan kegiatannnya sesuai dengan ukuran keberhasilan yang telah ditetapkan. Selanjutnya program dan kegiatan itu harus diajukan usulan anggarannya dalam dokumen RKA K/L ataupun RKA SKPD. Dengan pendekatan ini maka diperoleh beberapa manfaat, yaitu: 1. Program dan kegiatan yang dilaksanakan suatu instansi pemerintah akan terkait langsung dengan ukuran keberhasilan instansi tersebut yang merupakan penjabaran dari tugas dan fungsi instansi. 2. Terdapat keselarasan antara indikator kinerja kegiatan dengan IKU instansi yang bersangkutan. 3. Anggaran hanya dipergunakan untuk program dan kegiatan yang memang akan mendukung keberhasilan instansi dalam upaya pelaksanaan tugas dan fungsi. Untuk mencapai ketepatan dalam pembuatan indikator kinerja, maka harus diperhatikan keselarasan program dengan kinerja yang akan diukur.
69
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Indikator Kinerja Pembangunan Daerah
Gambar 7.5: Contoh Keselarasan Indikator Kinerja dan Program
Pengairan Program Peningkatan Produksi Pertanian Kegiatan: Pembangunan Irigasi, Rehabilitasi Irigasi
Koperasi Program Peningkatan Produksi Pertanian Kegiatan: Bina KUD, Kredit Pertanian
Bina Karya Program Peningkatan Produksi Pertanian Kegiatan: Pembangunan Jalan Pedesaan, Pembangunan jembatan di wilayah pertanian
Program Peningkatan Produksi Pertanian Kegiatan: Ekstentifikasi Peranian Kegiatan: Pembangunan Jalan dan Irigasi Pedesaan Kegiatan: Pembinaan Petani
Pertanian Program Peningkatan Produksi Pertanian Kegiatan: Perluasan area pertanian, Bina Kelompok Tani, Intensifikasi
Perindustrian Program Peningkatan Produksi Pertanian Kegiatan: Pelatihan Teknologi Pertanian
Sumber: Penulis, 2014 Gambar 7.6: Contoh Penjabaran Keselarasan Indikator Kinerja
Pengairan IK: 1. Luas area sawah pengairan 2. Panjang saluran pengairan yang dibangun/rehab
Koperasi IK: 1. Jumlah koperasi tani yang di bina 2. SKIM kredit
IK Sasaran: 1. PDRB Sektor Pertanian 2. Peningkatan Pendapatan Petani 3. Peningkatan Produksi Pertanian
Dinas Pertanian IK: 1. Luas area intensifikasi & ekstensifikasi 2. Peningkatan produksi pertanian 3. Jumlah petani
Contoh Keselarasan Indikator Kinerja
Sumber : Penulis, 2014
70
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Perindustrian IK: Jumlah petani yang mengikuti pelatihan teknologi pertanian
Bina Karya IK: 1. Panjang jalan ke wilayah pertanian 2. Jumlah jembatan yang dibangun
Indikator Kinerja Pembangunan Daerah
Dalam bab III pasal 4 ayat (3) Peraturan Menteri Negara PAN Nomor: PER/09/M.PAN/5/2007 menyatakan bahwa gubernur/Bupati/Walikota wajib menetapkan indikator kinerja utama untuk pemerintah Provinsi/Kabupaten/ Kota dan Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) serta Unit Kerja Mandiri di bawahnya. Dengan demikian diharapkan semua daerah telah mempunyai IKK baik pada tingkat SKPD maupun pemda kabupaten/kota/ provinsi. Sehingga hasil pengukuran dari IKK tersebut selanjutnya dituangkan dalam laporan kinerja instansi serta sebagai dasar pelaksanaan evaluasi kinerja untuk mewujudkan perbaikan kinerja secara kesinambungan. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 32 tahun 2012 tentang pedoman penyusunan, pengendalian dan evaluasi rencana kerja pembangunan daerah untuk tahun 2013 merupakan panduan dalam menterjemahkan keterkaitan indikator kinerja, capaian dengan target yang ditetapkan dengan program/kegiatan yang dilaksanakan serta penanggung jawab atas program dan kegiatan tersebut. Sebagaimana contoh di bawah ini menunjukkan keterkaitan tersebut. Tabel 7.3
Contoh Evaluasi SKPD Dalam RKPD 2013 Kode
Urusan/
Indikator
Target
Realisasi
Target
Realisasi Kinerja
Capaian Target RPJMD
SKPD
Bidang Urusan
Kinerja
Capaian
Target
Kinerja
Program dan Keluaran
S/d Triwulan II Tahun
Penanggung
.... (tahun n)
Jawab
Pemerintahan
Program
Kinerja
Kinerja
RKPD
Kegiatan s/d Triwulan
Daerah Dan
(outcome)/
RPJMD
Hasil
Tahun .....
II Tahun.....
Program/Kegiatan
Kegiatan
Tahun ........
Program
(Tahun n)
(tahun n)
(output)
(Akhir
Dan
Periode
Keluaran
Realisasi
Realisasi
Realisasi
RPJMD)
Kegiatan
Kinerja
Tingkat
Target
Tingkat
s/d Dengan
RKPD
Capaian
Realisasi
Capaian
Tahun ......
Kinerja
Target
Target
(Tahun n-1)
(%) 9=(5+7)*
10=(9/4)*
11
5,80
5,50
5,40
65 %
68,42%
Diknas
150
60,00%
Diknas
Diknas
1
2
1
3
4
5
7
8=(7/6)
WAJIB
1
01
1
01
01
1
01
01
1
01
1
(%)
Pendidikan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun
Angka Partisipasi Murni (APM)
95%
60 %
85 %
65 %
01
Kegiatan Pembangunan gedung sekolah.
Jumlah sekolah yang terbangun
250
150
50
0
01
02
Kegiatan pembangunan rumah dinas kepala sekolah, guru, penjaga sekolah
Jumlah rumah dinas kepala sekolah yang terbangun
250
175
40
20
50%
195
78,00%
01
01
03
Penambahan ruang kelas sekolah
Jumlah ruang kelas terbangun
400
250
75
30
40%
280
70,00%
1
01
01
04
Dst..............
1
02
1
02
01
1
01
01
Kesehatan Program ......... 01
Kegiatan …………….
*) Sesuaikan atau diisi dengan nama provinsi/kabupaten/kota Sumber: Penulis, 2014
71
6
Realisasi
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
76,47%
Indikator Kinerja Pembangunan Daerah
Indikator Kinerja Kunci (IKK) merupakan bagian dari sistem pengukuran kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah. Yang diukur dari IKK ini adalah dari masukan, proses, keluaran, hasil, manfaat dan/ atau dampak. Penentuan IKK didasari pada Standar Pelayanan Minimum (SPM) yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah No. 6 tahun 2008 tentang pedoman evaluasi penyelenggaraan pemerintah. Berikut aspek, fokus dan IKK yang merupakan lampiran dari PP No. 6 tahun 2008. Gambar 7.7: Aspek, Fokus Dan Indikator Kinerja Kunci Pada PP No. 6/2008 Hasil Akhir
Aspek Kesejahteraan Masyarakat
Fokus Kesejahteraan Dan Penataan Ekonomi Kesejahteraan Sosial Seni Budaya Dan Olahraga
INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA
Pelayanan Umum
Pelayanan Dasar Pelayanan Penunjang Kemampuan Ekonomi Daerah
Daya Saing Daerah
Fasilitas Wilayah/infrastruktur Iklim Berinvestasi Sumber Daya Manusia
Sumber: Penulis, 2014 (diolah)
7.5. Hubungan Indikator Capaian Kinerja RPJMD dengan Renstra SKPD Indikator capaian kinerja RPJMD harus memiliki hubungan langsung dengan Renstra SKPD. Renstra SKPD disusun berdasarkan indikator yang telah ditetapkan dalam RPJMD, sehingga terjadi sikronisasi antar program pmerintah daerah dengan masing masing SKPD. 1. Indikator target capaian kinerja program RPJMD menjadi tanggungjawab SKPD untuk mencapainya setiap tahun, mulai tahun ke-1 sampai dengan tahun ke-5 RPJMD; 2. SKPD penangung gjawab menjabarkan pencapaian target kinerja program dalam RPJMD ke dalam program dan kegiatan dalam dokumen Renstra SKPD masing-masing; 3. Setiap target capaian kinerja program dalam RPJMD dapat dicapai dengan satu atau beberapa kegiatan dalam Renstra SKPD; 4. Bappeda melakukan verifikasi Renstra SKPD untuk menjamin pencapaian target RPJMD dijabarkan dalam Renstra SKPD.
Rangkuman Indikator kinerja merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam perencanaan pembangunan. Keberhasilan pembangunan diukur melalui capaian-capaian sesuai target indikator keberhasilan yang ditetapkan dalam perencanaan. Indikator kinerja berguna sebagai dasar penilaian kinerja baik dalam 72
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Indikator Kinerja Pembangunan Daerah
tahap perencanaan, pelaksanaan maupun setelahnya. Kegunaan lainnya adalah sebagai petunjuk kemajuan/perkembangan dalam rangka mencapai tujuan atau sasaran untuk mencapai visi dan misi. Kreteria penyusunan indikator diantara relevan, definisi indikator jelas, dapat diukur, Appropriate, akurat, dapat divalidasi dan cost-effective. Setelah disusun indikator kinerja, maka setelahnya menentukan target kinerja. Penentuan target kinerja dapat menggunakan benchmarking dengan tingkat institusi yang sejenis sebagai perwujudan best practice. Akan tetapi tetap memperhatikan kemampuan daerah (dalam hal ini anggaran) dalam mencapai target tersebut. Penentuan target kinerja juga dapat menggunakan pendekatan ”SMART” (Spesific, Measurable, Achievable, Relevant dan Time Bond). Dalam rangka mencapai target, sasaran dari visi dan misi maka perlu adanya kerangka penyusunan kinerja, yang dimulai dari indikator kinerja masukan (input), indikator kinerja keluaran (output), indikator kinerja hasil (outcome), indikator kinerja manfaat (benefit) dan indikator kinerja dampak (impact). Dalam proses perencanaan daerah, kerangka penyusunan kinerja dikaitkan dengan jangka waktu perencanaan. Indikator kinerja dampak harus ada dalam perencanaan dalam jangka panjang, indikator kinerja hasil dan manfaat harus ada dalam perencanaan jangka menengah dan indikator kinerja input dan output harus ada dalam perencanaan tahunan. Indikator kinerja input dan output akan terkait dengan perencanaan anggaran pada tahun tersebut. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Evaluasi Pelaksanaan Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa Pemerintah akan melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan pemerintahan di daerah dengan menilai capaian seperangkat indikator kinerja kunci (IKK) untuk setiap urusan yang dibebankan kepada masing-masing daerah. Capaian setiap indikator kinerja kunci untuk setiap urusan tersebut akan menunjukkan seberapa jauh suatu daerah mampu melaksanakan urusan yang didelegasikan Pemerintah kepada setiap daerah. Dengan dilakukannya evaluasi ini, maka setiap daerah akan didorong untuk melaporkan berbagai capaian kinerja setiap urusan yang dilaksanakannya sesuai dengan indikator kinerja kunci yang ditetapkan oleh Pemerintah. Selanjutnya capaian setiap indikator kinerja kunci ini akan dituangkan dalam berbagai laporan pelaksanaan pemerintahan daerah yang disampaikan kepada Pemerintah, terutama dalam Laporan Pelaksanaan Pemerintahan Daerah (LPPD).
73
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Topik 8
PENYUSUNAN RENCANA STRATEGIS DAN RENCANA KERJA SKPD
Penyusunan Rencana Strategis Dan Rencana Kerja SKPD
Deskripsi: Topik ini membahas mengenai mekanisme dan penyusunan Rencana Strategis dan Rencana Kerja SKPD berdasarkan visi, misi dan tujuan pembangunan di suatu daerah beserta indikator kinerja yang diperlukan. Secara khusus topik ini diarahkan untuk memberikan pengetahuan, cara dan pengalaman dalam merumuskan isu-isu strategis pelayanan SKPD sesuai tupoksinya
Sub Topik Rencana Strategis SKPD
Rencana Kerja SKPD
Kata Kunci Analisa SWOT,isu strategis,visi, misi, program, mekanisme, pagu indikatif Evaluasi, capaian kinerja, target
Referensi: 1. Peraturan Pemerintah No.40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional 2. Undang undang No.25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional 3. Michael Todaro and Stephen Smith, 2009. Economic Development. Addison-Wesley. Tenth Edition. 4. Tangkilisan. 2003.Evaluasi Kebijakan Publik. Balairung & Co, Yogyakarta. 5. Conyers, Diana,Hills, and Peter. 1990. An Introduction to Development Planning in The Third World. New York. Brisbane. Toronto. Singapure: John Wiley and Sons Chichester. 6. Killick, Tony. 1976.The possibilities of development planning. Oxford Economic Papers. vol 28
75
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Penyusunan Rencana Strategis Dan Rencana Kerja SKPD
8.1. Penyusunan Rencana Strategis SKPD 8.1.1.
Prinsip-Prinsip Penyusunan Rencana Strategis SKPD
Penyusunan dokumen perencanaan SKPD dimulai berbasis pada perencanaan strategis yaitu pada setiap unit kerja, dinas, atau badan di lingkungan pemerintah daerah melalui berbagai pendekatan agar dapat menghasilkan dokumen perencanaan yang komphrehensif diantaranya : teknokratis, demokratis, partisipatif, politis. Berbagai pendekatan ini dimaksudkan agar perencanaan selain diharapkan memenuhi kaidah substansi penyusunan rencana yang sistematis, terpadu, transparan dan akuntabel; konsisten dengan rencana lain yang relevan; juga kepemilikan rencana (sense of ownership) Karena perencanaan merupakan komitmen semua pihak untuk mewujudkannya. Dalam UndangUndang No. 25/2004 telah memberikan panduan dalam penyusunan rencana pembangunan sebagai kerangka acuan bagi pemerintah daerah, khususnya SKPD dalam penyusunan rencana strategisnya yang memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut: 1. Teknokratis dan Strategis. 2. Demokratis dan Partisipatif. 3. Politis. 8.1.2.
Teknokratis dan Strategis
Renstra SKPD merupakan dokumen perencanaan yang menggambarkan arah dan pengembangan unit kerja dan program pelayanan publik yang bersifat strategis dalam jangkauan perubahan ke depan. Renstra SKPD merupakan suatu kerangka kerja pembangunan komprehensif dan sistematis dalam mencapai tujuan yang diharapkan oleh masyarakat. Renstra SKPD pada dasarnya sebagai hasil dari pemikiran strategis dalam menghadapi tantangan perubahan dan isu-isu kritis dalam jangka menengah 5 (lima) tahun yang perlu direpon melalui program/kegiatan dinas, badan atau unit kerja pemerintah daerah di tingkat kabupaten/kota. Kualitas dokumen Renstra SKPD sangat ditentukan seberapa jauh perencanaan mampu menggambarkan secara sistematis proses pemikiran strategis tersebut. Perencanaan strategis erat kaitannya dengan proses menetapkan ke mana daerah melalui unit kerja sektoral akan diarahkan dan apa yang hendak dicapai dalam 5 (lima) tahun mendatang; bagaimana mencapainya; dan langkah-langkah strategis yang perlu dilakukan agar tujuan tercapai. Prinsip strategis dalam penyusunan Renstra SKPD mencakup: Profil Pelayanan SKPD berisikan status, posisi, kedudukan dan kinerja SKPD dalam penyelenggaraan fungsi, urusan wajib dan urusan pilihan pemerintahan daerah sesuai tupoksi SKPD serta kondisi internal (kelemahan dan kekuatan) dan eksternal (tantangan dan peluang) dalam 5 (lima) tahun ke depan. Dokumen rencana strategis SKPD yang telah disahkan berisikan visi, misi, tujuan, arah, strategi, dan kebijakan pembangunan pelayanan SKPD dan keuangan SKPD; dan Prioritas program (SKPD, Lintas SKPD, dan Lintas Kewilayahan) termasuk tolok ukur, target kinerja capaian program, pagu indikatif, dan penanggung jawab kelembagaan. 8.1.3.
Demokratis dan Partisipatif
Renstra SKPD merupakan dokumen milik bersama sebagai acuan kebijakan daerah yang disusun dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Oleh karena itu prinsip demokrasi dan partisipasi menjadi landasan dalam proses penyusunan Renstra SKPD yang dilaksanakan secara transparan, akuntabel, dan melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan di semua tahapan perencanaan, mencakup: 76
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Penyusunan Rencana Strategis Dan Rencana Kerja SKPD
Identifikasi pemangku kepentingan yang relevan untuk dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan perencanaan. Kesetaraan antara pemerintah dan lembaga non-permerintah (pemangku kepentingan) dalam pengambilan keputusan. Transparasi dan akuntabilitas dalam proses perencanaan. Keterwakilan yang memadai dari seluruh segmen masyarakat, terutama kaum perempuan dan kelompok marjinal. Kepemilikan (sense of ownership) masyarakat terhadap Renstra SKPD. Melibatkan media dalam mendukung proses sosialisasi Renstra SKPD. Terdapat konsensus atau kesepakatan pada semua tahapan penting pengambilan keputusan seperti perumusan prioritas isu dan permasalahan, perumusan tujuan, strategi dan kebijakan, dan prioritas program. Proses demokratis dan partisipatif diwujudkan dalam bentuk naskah kesepakatan pemangku kepentingan melalui proses konsultasi publik pada tahapan penting perencanaan dan Forum Lintas Pelaku Renstra SKPD yang berisikan konsensus atau kesepakatan terhadap isu-isu prioritas pelayanan SKPD dalam jangka menengah, rumusan tujuan, arah, strategi dan kebijakan pembangunan SKPD, keuangan dan pembiayaan SKPD, program prioritas, pagu indikatif program serta kegiatan. Prisip demokratis dan partisipatif merupakan paradigma pembangunan bottom up plannning yaitu pembangunan yang mengedepankan masyarakat sebagai pelaku utama dalam keseluruhan proses pembangunan baik tahapan meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembangunan. Masyarakat secara optimal dalam memberikan masukan berupa ide, gagasan dan harapan kepada pemerintah dalam merumuskan program pembangunan. Tujuan yang ingin dicapai masyarakat dapat berjalan sehingga masyarakat dapat melihat apa yang diperlukan dan apa yang diinginkan. Pemerintah dapat mengambil peran sebagai fasilitator dikarenakan ada peran masyarakat lebih banyak. Masyarakat akan lebih kreatif dalam mengeluarkan ide-ide yang yang akan digunakan dalam suatu jalannya proses suatu program. Perencanaan dari bawah yang dimaksud bahwa proses penyusunan Renstra SKPD harus memperhatikan dan mengakomodasikan kebutuhan dan aspirasi masyarakat: Penjaringan aspirasi dan kebutuhan masyarakat untuk melihat konsistensi dengan visi, misi dan program Kepala Daerah Terpilih. 8.1.4. Politik Dokumen Renstra SKPD merupakan hasil kesepakatan berbagai unsur dan kekuatan politik dalam kerangka mekanisme kenegaraan yang diatur melalui undang-undang. Dengan kata lain Renstra SKPD sebagai sebuah produk politik yang dalam penyusunannya melibatkan proses konsultasi dengan kekuatan politis terutama Kepala Daerah Terpilih dan DPRD. Dokumen kemudian dikonsultasikan dengan dengan KDH Terpilih untuk penerjemahan yang tepat dan sistematis atas visi, misi, dan program Kepala Daerah Terpilih ke dalam tujuan, strategi, kebijakan, dan program pembangunan daerah. Melibatkan DPRD dalam proses penyusunan Beberapa pokok pikiran DPRD menjadi acuan dalam proses penyusunan Renstra SKPD. Prinsip politis ini merupakan paradigma “top down planning” yang berarti perencanaan yang dilakukan oleh SKPD sebagai pelaku utama dalam memberi ide dan gagasan awal dalam memformulasikan dan melaksanakan program, SKPD berperan lebih dominan dalam mengatur bergulirnya program mulai dari perencanaan hingga evaluasi, dimana peran masyarakat tidak begitu berpengaruh. Prinsip ini juga menjelaskan bagaimana posisi SKPD dalam menjabarkan arah dan kebijakan pembangunan di atasnya, sehingga mendorong sinergi dengan proses strategis yang dilakukan oleh lembaga lainnya. Perencanan dari atas yang dimaksud bahwa proses penyusunan Renstra SKPD perlu bersinergi dengan rencana strategis di atasnya dan komitmen pemerintahan . Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan Resntra SKPD adalah : 1. Kesinambungan dan sinergi dengan RPJP dan RPJM Nasional. 77
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Penyusunan Rencana Strategis Dan Rencana Kerja SKPD
2. Sinergi dan konsistensi dengan RPJMD. 3. Sinergi dan konsistensi dengan RTRWD. 4. Berkaitan langsung dengan komitmen pemerintah daerah melalui unit teknisnya terhadap tujuan pembangunan global seperti Millenium Development Goals, Sustainable Development, pemenuhan Hak Asasi Manusia, kerawanan pangan standar pelayanan minimal dan infrastruktur dasar.
8.2. Proses dan Mekanisme Penyusunan Renstra SKPD Selain bertanggung jawab di lingkup kewenangannya sendiri, SKPD memiliki sasaran program yang harus dicapai sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Dalam melaksanakan perannya, SKPD merumuskan fokus dan prioritas dalam bentuk program strategis yang mendasarkan pada kebutuhan pelayanan publik dan kegiatan prioritas daerah sesuai dengan platform Kepala Daerah sebagaimana ditegaskan dalam RPJMD. Rencana strategis SKPD dapat berfungsi sebagai alat untuk mendorong perubahan atau merevitalisasi masyarakat melalui upaya penguatan lembaga, dinas atau unit teknis pemerintah daerah. Rencana strategis SKPD menjadi bagian penting dari sebuah prencanaan komprehensif di daerah yang terintegrasi dengan perencanaan pemerintah yang disusun oleh perencanaan daerah (Bappeda), Renstra sangat berperan untuk mendorong partisipasi para pejabat publik terhadap perencanaan, dan membantu kabupaten/kota (daerah/ region) untuk menemukan dan mendifinisikan kembali salah utama (isu kritis) yang dihadapi daerah. Oleh karena itu rencana strategis SKPD menjadi perangkat efektif dalam meningkat fungsi kelembagaan pemerintahan dan pelayanan terhadap masyarakat. Alur dan mekanisme perencanaan menjadi acuan bagi berbagai pihak dalam memfasilitasi proses dan terlibat dalam pengambilan keputusan menyangkut kepentingan, aspirasi dan kebutuhan masyarakat. Seperti halnya dokumen rencana pembangunan daerah (RPJPD dan RPJMD) sebagai arahan komprehensif kemana daerah akan dikembangkan ke depan, Renstra SKPD menjadi bagian integral dan tidak terpisahkan dari keseluruhan proses tersebut. Dimana dokumen Renstra SKPD sebagai instrumen penting bagi badan, dinas dan unit teknis dalam menjabarkan kebijakan daerah serta menentukan visi, misi, tujuan, strategi dan program pelayanan publik 5 (lima) tahun ke depan. Proses penyusunan Renstra SKPD melalui 3 (tiga) tiga alur penting sebagai model penerapan perencanaan komprehensif yaitu; (a) alur proses teknokratis-strategis; (b) alur proses partisipatif; dan (c) alur proses politislegislasi. Ketiganya menjadi kerangka acauan bagi SKPD dalam merumuskan tujuan, sasaran, program dan kegiatan serta pagu indikatif. Ketiga alur ini, secara teknis menghendaki pendekatan yang berbeda, namun saling berinteraksi satu sama lain agar dihasilkan Renstra SKPD yang terpadu. Penekanan terhadap alur proses teknokratis dan strategis menjadi lebih dominan dalam Renstra SKPD karena pada dasarnya perencanaan ini merupakan penjabaran secara teknis bidang atau sektor pengembangan khusus dari perencanaan daerah (RPJMD). Meskipun, dalam kenyataannya perlu akuntabilitas sebuah rencana strategis dengan melibatkan pemangku kepentingan lain dalam diskusi dan konsultasi publik dengan maksud untuk memastikan bahwa program yang dirumuskan benar-benar aspiratif dan berpihak kepada kepentingan masyarakat. 8.2 .1.
Alur dan Mekanisme Renstra SKPD
Renstra SKPD tentunya disusun mengikuti alur dan proses yang telah ditentukan peraturan perundangundangan, karena hasilnya menjadi dokumen publik yang memiliki kekuatan hukum sebagai dasar bagi 78
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Penyusunan Rencana Strategis Dan Rencana Kerja SKPD
daerah untuk melaksanakannya. Artinya dokumen Renstra SKPD sebagai dokumen resmi pemerintah yang akan memberikan dampak terhadap perubahan dan masyarakat. Kelengkapan isi dokumen sesuai dengan sistematika yang dipersyaratkan di peraturan perundangan yang berlaku (PP No. 8/ 2008); penjabaran, dan ketajaman isi dokumen. Perlunya memahami mekanisme dan alur perencanaan dan penganggaran daerah sebagai kompetensi penting bagi perencana agar proses dan hasilnya benar-benar sesuai dengan peraturan dan selaras dengan konteks kebutuhan pelayanan publik sesuai dengan tupoksi SKPD. Alur dan mekanisme penyusunan Renstra SKPD didesain berdasarkan alur pemikiran strategis yang merupakan proses menetapkan kemana daerah (SKPD) akan diarahkan perkembangannya, apa yang hendak dicapai, dan langkah-langkah untuk mencapainya. Sehingga penerapan alur dan proses dalam penyusunan dokumen Renstra SKPD diharapkan dapat: 1. Memastikan sinergi dan konsistensi antara perencanaan strategis SKPD dengan perencanaan di atasnya seperti RPJPD dan RPJMD serta dengan RPJM provinsi. 2. Membangun komitmen pemerintah dalam perencanaan dan penganggaraan RPJM Nasional/ Renstra KL; RTRWD, serta peraturan perundangan yang berlaku. 3. Memastikan terjaganya proses partisipasi dan demokrasi dalam penyusunannya melalui forum SKPD/gabungan SKPD, dan forum multi Stakeholders lain serta metode penjaringan aspirasi masyarakat. 4. Memastikan konsistensi dan penjabaran yang logis Renstra SKPD untuk 5 tahunan ke dalam rencana kerja tahunan (Renja SKPD). 8.2.2.
Landasan Penyusunan Renstra SKPD (Permendagri No. 54 Tahun 2010)
Inti dari Permendagri 54/2010 adalah memberikan acuan kepada pemerintah daerah dalam menyiapkan dokumen rencana pembangunan daerah secara komprehensif, sebagaimana yang diamanatkan oleh PP 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah. Dalam proses perumusan dan penerbitan peraturan ini melibatkan berbagai pihak baik di Pusat (Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian keuangan, MenPAN, BPK, BPKP dan LAN) maupun daerah (Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota). Permendagri 54/2010 ini merupakan sebuah instrument pelaksanaan di daerah sebagai referensi utama dalam penyusunan dokumen rencana pembangunan daerah khususnya Renstra SKPD. Permendagri 54/2010 ini, diharapkan dapat meningkatkan kualitas penyusunan dokumen Renstra SKPD sehingga dapat terwujud konsistensi antar dokumen rencana pembangunan daerah (RPJPD/RPJMD), penganggaran dan keselarasan dengan dokumen perencanaan lainnya. Beberapa hal yang ingin dicapai dengan terbitnya Permendagri ini adalah untuk: 1. Memperkuat tugas pokok dan fungsi Kepala Daerah (Gubernur, Bupati/Walikota), . Bappeda, Pejabat Pengelola Keuangan Daerah dan Kepala SKPD; 2. Mengintegrasikan mekanisme perencanaan dan penganggaran sebagai bagian dari sistem penyelenggaraan pemerintahan daerah; 3. Mengoptimalkan penerapan perencanaan partisipatif dalam perencanaan pembangunan daerah; 4. Mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya pembangunan daerah, dan; 5. Mengoptimalkan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah.
79
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Penyusunan Rencana Strategis Dan Rencana Kerja SKPD
8.2.3.
Tahapan Penyusunan Renstra SKPD
Pemerintah melalui Permendagri No. 54 Tahun 2010 Peraturan Menteri Dalam Negeri Tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 Tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah telah mengeluarkan panduan dalam berupa Tahapan dan Tata Cara Penyusunan Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra SKPD) yang dibangun dalam 4 (empat) tahapan utama yaitu: I.
Tahap Persiapan Orientasi Renstra SKPD 1. Pembentukan Tim Penyusun Renstra SKPD 2. Penyusunan Rencana Kerja Penyiapan dokumen Renstra SKPD 3. Tahap Penyusunan Rancangan Awal Renstra SKPD
II.
Pengumpulan Data/Informasi Kondisi Pelayanan SKPD 1. Penyusunan profil pelayanan SKPD dan prediksi jangka menengah 2. Tupoksi SKPD 3. Perumusan Visi dan Misi SKPD 4. Evaluasi Renstra SKPD (Renstra Dinas) periode lalu 5. Review Renstra K/L dan Renstra SKPD 6. Identifikasi capaian keberhasilan dan permasalahan 7. Perumusan program (SKPD, Lintas SKPD, Kewilayahan) 8. Pembahasan Forum SKPD 9. Berita Acara Hasil Kesepakatan Forum SKPD 10. Penyusunan Dokumen Rancangan Renstra SKPD 11. Tahap Penyusunan Rancangan Akhir Renstra SKPD
III. Penyusunan Rancangan Akhir dokumen Renstra SKPD 1. Penyusunan Naskah Akademis Rancangan Perka SKPD 2. Tahapan Penetapan Renstra SKPD
8.3. Identifikasi Kondisi Umum, Analisis Potensi dan Permasalahan SKPD Identifikasi dapat dilakukan dilakukan melalui penelitian mapun pengamatan dengan mengumpulkan dan menganalisis data tentang sejumlah karakteristik dan perkembangan situasi yang berpengaruh terhadap program yang akan dirumuskan SKPD. SKPD diharapkan dapat melakukan analisis sosialekonomi, politik, budaya, dan keamanan dengan menggunakan beberapa pendekatan kajian wilayah, analisis konteks dan sektor pengembangan khusus seperti Analisa SWOT maupun, Rapid District Appraisal (RDA). RDA adalah metode yang menggunakan pendekatan komunitas untuk mendapatan masukan dan usulan berdasarkan permasalahan dihadapi pada komunitas tersebut. Kedua pendekatan ini memberikan 80
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Penyusunan Rencana Strategis Dan Rencana Kerja SKPD
gambaran cepat dan praktis bagi perencana untuk memetakan situasi yang dihadapi dalam proses perencanaan. SKPD juga dapat melibatkan pemangku kepentingan lain yang lebih luas secara partisipatif. 8.3.1.
Analisis SWOT
Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematika untuk merumuskan strategi organisasi. Analisis didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalisasi kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats). Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan organisasi. Dengan demikian, perencana strategis (strategic planner) harus menganalisis faktor-faktor strategis organisasi (kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman) dalam kondisi yang ada saat ini. Hal ini disebut dengan Analisis Situasi. Model yang paling populer untuk analisis situasi adalah Analisa SWOT. Analisis SWOT didasarkan pada asumsi bahwa suatu strategi yang efektif akan memaksimalkan kekuatan dan peluang serta meminimalkan kelemahan dan ancaman. Analisis SWOT digunakan sebagai pendekatan dalam menelaah berbagai kasus dalam bidang pemerintahan. Konsep dasar pendekatan SWOT memandang organisasi dalam situasi pemenangan terhadap perang, yaitu sebagaimana dikemukakan oleh ahli perang terkemuka dan sangat dikenal Sun Tzu, bahwa “apabila kita telah mengenal kekuatan dan kelemahan lawan, sudah dapat dipastikan bahwa kita dapat memenangkan pertempuran“. Dalam perkembangannya saat ini analisis SWOT, tidak hanya dipakai untuk menyusun strategi di medan pertempuran, melainkan banyak dipakai dalam penyusunan perencanaan strategis pemerintahan yang bertujuan untuk menyusun tindakan yang dibutuhkan dalam jangka panjang, sehingga arah dan tujuan dapat dicapai dengan jelas dan dapat segera diambil keputusan. Analisis SWOT merupakan kajian terhadap kekuatan dan kelemahan SKPD yang dilakukan melalui telaah terhadap kondisi internal organisasi melalui analisis peluang dan ancaman yang dihadapi dan telaah terhadap kondisi eksternal organisasi. Analisis SWOT bermanfaat apabila SKPD secara jelas telah apa organisasi beroperasi, dan ke arah mana tujuan yang hendak dicapai Hasil analisis akan memetakan posisi pelayanan SKPD terhadap lingkungannya dan menyediakan pilihan strategi umum yang sesuai, serta dijadikan dasar dalam menetapkan sasaran program selama 3–5 tahun ke depan untuk memenuhi kebutuhan dan harapan masyarakat dan pemangku kepentingan. Analisis SWOT menuntut persyaratan agar masyarakat dan pemangku kepentingan lain berpartisipasi dalam membuat penilaian dalam kerangka pengembangan organisasi, memperbaiki, dan menghentikan sesuatu yang tidak berguna atau meminimalisir kendala yang dihadapi SKPD dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pada kerangka Renstra SKPD, SWOT terdiri dari Kekuatan (1. strength) adalah aspek internal positif pelayanan SKPD. Misalnya: etos kerja keras karyawan atau staf, kapasitas sumber daya manusia, diskripsi kerja yang jelas untuk setiap staf, sudah disepakati standar komunikasi antara pimpinan dengan staf, dan antarstaf. Ada indikator kinerja yang sudah disepekati oleh semua jajaran organisasi. Kelemahan (2. weaknesses) adalah aspek negatif internal organisasi terhadap pelayanan SKPD. Misalnya: tidak ada sistem dan/atau protokol komunikasi yang jelas dalam internal organisasi, tidak jelas pembagian tugas/tanggung dan wewenang pimpinan dan staf. Mekanisme proses pengambilan keputusan yang tidak jelas. Peluang (3. Opportunities) adalah aspek positif dan eksternal terhadap pelayanan SKPD. Misalnya: maksud dan tujuan organisasi pantas untuk mendapat dukungan dana. Ada produksi unggulan yang diperlukan pasar. Ancaman (4. threat) aspek negatif eksternal terhadap pelayanan SKPD. Misalnya: Sumber utama pendanaan
81
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Penyusunan Rencana Strategis Dan Rencana Kerja SKPD
prioritasnya berubah. Kesulitan mendapatkan dana. Keadaan perekonomian yang berfluktuasi. Kurang dukungan publik. Investor tidak tertarik membuka usaha didaerah yang menjadi lokus perencanaan. SWOT juga dipahami sebagai kerangka untuk melakukan identifikasi, analisis dan permasalahan yang berkaitan dengan situasi daerah yang akan menjadi objek perencanaan yang meliputi penilaian dari isuisu internal dan eksternal organisasi dan analisis lingkungan dan analisis institusional. Penilaian internal (1. internal assessment). Menilai faktor-faktor internal mencakup posisi organisasi, kinerja, masalah dan potensial. Penilaian eksternal (2. external assessment). Menilai faktor-faktor atau kekuatan yang berpengaruh terhadap fungsi organisasi. Analisis lingkungan. Analisis ini bertujuan menilai dan melihat peluang dan 3. ancaman yang berasal dari lingkungan luar yang dihadapi oleh organisasi. Dalam hal ini dikenal sebagai peluang dan ancaman. (Hal ini berhubungan dengan butir 3 dan 4 di atas). Selanjutnya dengan analisa kelembagaan digunakan untuk melihat untuk melihat kemampuan lembaga dalam mengantisipasi kendala dari luar.. Analisis ini berhubungan dengan kondisi internal 5. organisasi itu sendiri. Misalnya kekuatan dan kelemahan apa saja yang dimiliki organisasi yang dapat mendorong dan menghambat jalannya tujuan dan program (Ini berhubungan dengan butir 1 dan 2 di atas). Tabel 8.1
Analisis SWOT Faktor
Analisa
Metode
Hasil
Masalah
Jelaskan masalah yang aktual dan penting
Pohon masalah
Sebab akibat
Potensi
Potensi SDM/SDA yang dimiliki
Matrik potensi SDA/SDM Pemetaan Sosial
Potensi dan peluang
Kelembagaan
Pihak yang berkepentingan/ terlibat
Analisa stakeholder
Hubungan para pelaku
Kekuatan dan Kelemahan
Kelemahan Kekuatan Peluang Kendala
Analisa SWOT
Kekuatan dan kelemahan internal Peluang dan Kendala eksternal
Prioritas
Memilih yang paling penting
Matrik prioritas
Isu isu strategis
8.3.2.
Rapid District Appraisal
Rapid District Appraisal (RDA) atau adalah analisa kebutuhan masyarakat secara daerah secara partisipatif. RDA adalah serangkaian proses penilaian terdapat kondisi, permasalahan dan kebutuhan daerah terkait pelayanan publik dengan menggunakan sekumpulan teknik dan alat (tools) penilaian. Analisis ini melibatkan masyarakat dan pemangku kepentingan lain untuk meningkatkan kapasitas mereka dalam menganalisis keadaan mereka terhadap kehidupan dan kondisinya, agar mampu menyusun rencana dan tindakan secara mandiri. Dengan analisis ini maka akan dapat diketahui : 1. Karakteristik pola daya dukung daerah terhadap pertumbuhan dan perubahan masyarakat dan wilayah secara terpadu. 2. Kondisi sosial, ekonomi, ekologis, budaya dan keamanan di daerah. 82
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Penyusunan Rencana Strategis Dan Rencana Kerja SKPD
3. Kondisi sosial yang menyebabkan kesenjangan diantara kelompok atau antar pemangku kepentingan. 4. Informasi yang dibutuhkan untuk merumuskan strategi penanganan dan pencegahan konflik serta pembinaan perdamaian masyarakat ke depan secara terpadu. 5. Masalah utama dan isu kritis yang perlu dikelola melalui ragam program pembangunan sektoral yang bersifat indikatif. Sesuai dengan tujuannyanya pendekatan ini memerlukan partisipasi masyarakat agar kebutuhan masyarakat dapat dilihat secara jelas. Dengan demikian permasalahan dapat dilihat dari berbagai segi berdasarkan susut pandang masyarakat. Cara ini digunakan untuk menjembatani perbedaaan persepsi dari hasil yang dilakukan secara teknokratis dengan hal-hal yang bersifat aspiratif-politis. Metode identifikasi situasi mengggunakan beberapa alat analisis (tools) yang mampu memberikan infomasi tentang kondisi masyarakat tidak hanya berupa perkembangan ekonomi, pergerakan penduduk, distribusi, investasi, kesejahteraan, potensi, sumber daya dan infrastruktur, tetapi juga pola hubungan kelompok dan kelembagaan yang berpengaruh terhadap pencegahan dan penanganan konflik secara terpadu. Dalam topik ini, peserta akan dipandu melalui praktek dan simulasi dalam memetakan situasi dengan melakukan analisis tataruang, sektor pengembangan, identifikasi masalah dan analisis konflik yang akan membantu dalam memetakan kondisi masyarakat dan kebutuhan pelayanan SKPD. Gambar dibawah menjelaskan analisa RPA dengan mengidentifikasi input sampai pada out yang diinginkan dalam pelayanan SKPD. Gambar 8.1 : Analisa Permasalahan Daerah
Input
Proses Konteks
Dinamika
KULTURAL
Kondisi Sosial Ekonomi, Budaya, Keamanan Arah dan Kebijakan Nasional
Output
Rencana Strategis SKPD Rencana Kerja SKPD
STRUKTURAL
RELASIONAL
Standar Pelayanan (SPM)
Sinkronisasi Lintas Sektor dan Kewilayahan Strategi dan Rencana Aksi Membangun Perdamaian
Capaian Kinerja SKPD dan Pendanaan
Harmonisasi
PERSONAL Dinamika
Dinamika
Umpan Balik
8.4. Perumusan Visi, Misi dan Isu Strategis Visi dan misi merupakan jabaran dari cita cita dan langkah ke depan yang akan dituju oleh masyarakat daerah tersebut. Pemerintah kemudian harus merumuskan keinginan dan tujuan tersebut sebagailembaga layanan masyarakat atau publik. Oleh sebab itu penyusunan visi dan misi dalam keseluruhan proses 83
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Penyusunan Rencana Strategis Dan Rencana Kerja SKPD
penyusunan Renstra SKPD memiliki posisi yang sangat penting, karena visi dan misi ini akan menjadi harapan dan cita-cita yang akan dicapai, kemana organisasi ini akan menuju dan bagaimana mencapainya. Pentingnya sebuah visi dan misi bagi sebuah organisasi pemerintah sehingga diperlukan perhatian yang besar pada kegiatan ini dengan harapan agar pemerintah bisa mewujudkan nilai, semangat dan daya dorong bagi aparatnya untuk mencapai apa yang dicita-citakan masyarakat. Keberadaan visi dan misi bagi organisasi berfungsi sebagai panduan untuk melihat harapan dan tindakan masa depan yang akan dirumuskan bersama dengan berbagai pertimbangan (integrated dan menyeluruh) dari sudut pandang yang berbeda. Namun pada tahap selanjutnya diformulasikan dalam bentuk kesepahaman bersama tentang tujuan dan hasil akhir yang ingin dicapai dalam rangka membangun situasi yang lebih baik dan kondusif. Umumnya visi dan misi dibangun degan melihat perkembangan dan capaian yang telah dilakukan oleh SKPD dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Namun, visi dan misi sesungguhnya dapat dibangun tanpa terikat dengan kondisi organisasi tetapi sebagai bentuk mimpi yang diletakkan dalam spektrum jangka panjang tentang hal ideal yang ingin dicapai. Dalam konteks perencanaan strategis, perumusan visi dilakukan untuk menindaklanjuti hasil analisis isu-isu strategis dan permasalahan pembangunan daerah untuk menemukan perwujudan visi. Suatu permasalahan pembangunan di tingkat SKPD merupakan kesenjangan antara harapan dan realitas yang berhubungan layanan atau peningkatan kinerja penyelenggaraan urusan terkait. Perwujudan visi merupakan gambaran paling sederhana dan dengan bahasa yang mudah dikomunikasikan tentang wujud nyata kondisi, keadaan dan impian SKPD dalam 5 (lima) tahun yang akan dicapai dimasa mendatang. Bahasan ini akan memberikan pengetahuan, cara dan pengalaman kepada peserta bagaimana memahami kedudukan visi dan misi SKPD dan bagaimana merumuskan secara bersama sebagai dasar perencanaan di masa depan. Visi dan misi diperlukan agar pemimpin dan pemangku kepentingan lain memiliki landasan untuk menyusun rencana dalam upaya memberikan pelayanan masyarakat. Secara khusus peserta diberikan bekal pengetahuan dan keterampilan dalam memfasilitasi proses perumusan visi dan misi SKPD. Isu isu strategis merupakan informasi utama dan landasan penting dalam proses perencanaan . Isu ini dimunculkan berdasarkan permasalahan yang muncul dikaitkan dengan fakta dan situasi di daerah. Isu isu yang dirumuskan kemudian menjadi bahan utama dalam penyususnan Renstra SKPD sebagai upaya untuk meningkatkan pelayanan masyarakat didasarkan prioritas kebutuhan yang telah mempertimbangkan aspek resiko sosial yang mungkin di timbulkan pada pelaksanaannya. Dengan dimunculkannya isu strategis, Renstra SKPD yang disusun akan sesuai dan selaras dengan arah kebijakan pembangunan, serta menjadi acuan utama dalam rangka peningkatan pelayanan publik yang akan dijalankan oleh masing masing SKPD. Isu isu strategis yang tepat akan mempermudah pencapaian target dan sasaran program pembangunan baik baik pada SKPD terkait atau program umum yang telah ditetapkan. Oleh Isu isu strategis yang disusun SKPD juga harus terkait dengan isu isu strategis pada dokumen pemerintahan yang ada yaitu RPJM . Isu-isu strategis berdasarkan tugas dan fungsi SKPD adalah kondisi atau hal yang harus diperhatikan atau dikedepankan dalam perencanaan pembangunan karena dampaknya yang signifikan bagi SKPD dimasa datang. 8.4.1.
Konsep Visi dan Misi SKPD
Wibisono (2006:43) menjelaskan visi merupakan rangkaian kalimat yang menyatakan cita-cita atau impian sebuah organisasi yang hendak dicapai di masa depan. Visi merupakan pernyataan apa yang ingin dicapai ‘want to be’ dari organisasi. Visi juga merupakan hal yang sangat penting bagi organisasi untuk 84
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Penyusunan Rencana Strategis Dan Rencana Kerja SKPD
menjamin kelestarian dan kesuksesan dalam jangka panjang. Dalam visi suatu organisasi terdapat juga nilainilai, aspirasi dan kebutuhan organisasi di masa depan seperti yang diungkapkan oleh Kotler dalam Nawawi (2000), visi merupakan pernyataan tentang tujuan organisasi yang diekspresikan berupa produk atau hasil dan pelayanan yang ditawarkan, kebutuhan yang dapat ditangani, kelompok masyarakat yang dilayani, nilainilai yang diperoleh serta aspirasi dan cita-cita masa depan. Visi bagi organisasi dapat digunakan sebagai: (a) Penyatuan tujuan, arah dan sasaran organisasi; (b) dasar untuk pemanfaatan dan alokasi sumber daya serta pengendaliannya; (c) Pembentuk dan pembangun budaya organisasi (corporate culture). Karekteristik visi diantaranya: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Imagible (dapat di bayangkan) Desirable (menarik) Feasible (realities dan dapat dicapai) Focused (jelas) Flexible (aspiratif dan responsif terhadap perubahan lingkungan) Communicable (mudah dipahami)
Misi (mission) menjelaskan tentang “apa sebabnya kita ada” (why we exist or what we believe we can do). Menurut Prasetyo dan Benedicta (2004:8). Drucker (2000:87) menguraikan bahwa misi merupakan alasan mendasar eksistensi suatu organisasi. Pernyataan misi organisasi, terutama di tingkat unit bisnis menentukan batas dan maksud aktivitas bisnis perusahaan. Jadi perumusan misi merupakan realisasi yang akan menjadikan suatu organisasi mampu menghasilkan produk dan jasa berkualitas yang memenuhi kebutuhan, keinginan dan harapan pelanggannya (Prasetyo dan Benedicta, 2004). Pernyataan misi harus mampu menentukan kebutuhan apa yang dipuasi oleh perusahaan, siapa yang memiliki kebutuhan tersebut, dimana mereka berada dan bagaimana pemuasan tersebut dilakukan. Wheelen dalam Wibisono (2006) menjelaskan misi sebagai rangkaian kalimat yang menyatakan tujuan atau alasan eksistensi organisasi yang memuat apa yang disediakan oleh organisasi kepada masyarakat, baik berupa produk ataupun jasa. Pernyataan misi merupakan sebuah kompas yang membantu untuk menemukan arah dan menunjukkan jalan yang tepat dalam lingkungan bisnis saat ini. Tujuan dari pernyataan misi untuk mengkomunikasikan kepada stakeholder, di dalam maupun luar organisasi, tentang alasan pendirian organisasi dan ke arah mana organisasi akan menuju. Oleh karena itu, rangkaian kalimat dalam misi sebaiknya dinyatakan dalam satu bahasa dan komitmen yang dapat dimengerti dan dirasakan relevansinya oleh semua pihak yang terkait. Langkah penyusunan misi yang umum dilakukan oleh organisasi dengan mengikuti tahapan sebagai berikut: 1. Brainstorming dengan mensejajarkan beberapa kata yang menggambarkan organisasi. 2. Penyusunan prioritas dan memfokuskan pada kata-kata yang paling penting. 3. Mengkombinasikan kata-kata yang telah dipilih menjadi kalimat atau paragraf yang menggambarkan misi organisasi. 4. Mengedit kata-kata sampai terdengar benar atau sampai setiap orang kelelahan untuk adu argumentasi berkaitan dengan kata atau fase favorit mereka.
85
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Penyusunan Rencana Strategis Dan Rencana Kerja SKPD
Dalam menjamin agar misi yang telah dicanangkan merupakan sebuah misi yang bagus dan dapat dipahami oleh anggota organisasi, misi tersebut harus di uji dengan menilai hal-hal berikut: 1. 2. 3. 4. 8.4.2.
Cukup luas untuk dapat diterapkan selama beberapa tahun sejak saat ditetapkan. Cukup spesifik untuk mengkomunikasikan arah. Fokus padakompetensi atau kemampuan yang dimiliki perusahaan. Bebas dari jargon dan kata/ungkapan yang tidak bermakna. Visi dan Misi SKPD
Visi memberikan gambaran secara konsistensi tentang kinerja SKPD selama 5 (lima) tahun mendatang serta gambaran menyeluruh mengenai peranan dan fungsi suatu organisasi pelayanan publik. Adapun dalam penentuan visi SKPD, perlu untuk mempertimbangkan beberapa kriteria sebagai berikut: 1. Visi harus dapat memberikan arah pandangan kedepan terkait dengan kinerja dan peranan organisasi SKPD. 2. Visi harus dapat memberikan gambaran tentang kondisi masa depan yang ingin diwujudkan oleh organisasi SKPD. 3. Visi harus ditetapkan secara rasional, realistis dan mudah dipahami. 4. Visi harus dirumuskan secara singkat, padat dan mudah diingat. 5. Visi harus dapat dilaksanakan secara konsisten dalam pencapaian. 6. Visi harus selalu berlaku pada semua kemungkinan perubahan yang mungkin terjadi sehingga suatu Visi hendaknya mempunyai sifat fleksibel. 7. Visi merupakan rumusan umum mengenai keadaan yang ingin dicapai oleh SKPD pada akhir periode perencanaan. Misi SKPD adalah rumusan umum mengenai upaya sistematis yang akan dilaksanakan untuk mewujudkan visi SKPD. Rumusan misi SKPD yang baik membantu lebih jelas penggambaran visi SKPD yang ingin dicapai, serta menguraikan upaya apa yang harus dilakukan oleh SKPD bersangkutan. Dalam suatu dokumen perencanaan, rumusan misi menjadi penting untuk memberikan kerangka bagi tujuan dan sasaran yang ingin dicapai, dan menentukan jalan yang akan ditempuh untuk mencapai visi SKPD. Misi disusun untuk memperjelas jalan, atau langkah yang akan dilakukan dalam rangka mencapai perwujudan visi SKPD. Oleh karena itu, pernyataan misi sebaiknya menggunakan bahasa yang sederhana, ringkas, dan mudah dipahami tanpa mengurangi maksud yang ingin dijelaskan. Kriteria suatu rumusan misi: 1. Menunjukkan dengan jelas upaya yang akan dilakukan SKPD dalam rangka mewujudkan visi organisasinya. 2. Memperhatikan faktor-faktor lingkungan strategis eksternal dan internal daerah. 3. Menggunakan bahasa yang ringkas, sederhana dan mudah dipahami. Misi juga menyangkut komitmen pemangku kepentingan utama atau apa yang ingin diwujudkan oleh visi, maka pengembangan misi harus dijabarkan terlebih dahulu kepada stakeholder utama pembangunan, dalam hal ini masyarakat daerah (secara keseluruhan), SKPD (pelaku organisasi), pelaku ekonomi di daerah, dan stakeholder pembangunan daerah lainnya.
86
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Penyusunan Rencana Strategis Dan Rencana Kerja SKPD
8.4.3.
Perumusan Visi dan Misi terhadap Strategi Organisasi
Setelah visi dan misi dirumuskan oleh segenap pemangku kepentingan SKPD, maka seluruh strategi SKPD harus mengacu pada visi dan misi tersebut dan tidak boleh dibalik, strategi dulu yang disusun duluan baru visi dan misi belakangan. Sebab, hal ini dikhawatirkan strategi yang diambil tidak akan efektif karena komitmen dan arah tujuan seluruh orang dalam organisasi berbeda pandangan dan terkotak-kotak dalam functional structure. Dalam mengkomunikasikan visi dan misi peran kepemimpinan (leadership) sangat menentukan. Menurut Davidson (1995:75), peran kepemimpinan organisasi dalam mengkomunikasikan visi dan misi dapat dilakukan meliputi: 1. Education (menumbuhkan pemahaman terhadap visi). 2. Authentication (menumbuhkan keyakinan kepada semua pihak bahwa “kata sesuai dengan perbuatan”). 3. Motivation (menumbuhkan kemauan atau dorongan dalam diri untuk berperilaku sesuai dengan tujuan organisasi). Davidson (1995:76) menambahkan ada tujuh elemen kunci yang dapat digunakan untuk meningkatkan efektifitas komunikasi visi (effective communication of vision) antara lain: 1. Simplicity (visi sebaiknya dituliskan secara sederhana sehingga mudah dikomunikasikan kepada semua orang baik secara internal maupun eksternal perusahaan) 2. Metaphor, analogy and example (visi dapat secara sederhana dituliskan melalui kata-kata yang bersifat kiasan, analogi dan contoh agar visi dapat lebih mudah dikomunikasikan). 3. Multiple forum (mengkomunikasikan visi dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain dapat melalui rapat besar, memo, surat kabar, poster dan pembicaraan informal lainnya). 4. Repetition (visi akan dapat meresap dan dipahami secara mendalam biasanya setelah para pegawai mendengar visi tersebut berkali-kali). 5. Leadership by example (mengkomunikasikan visi akan lebih efektif, jika dilakukan dengan adanya kesamaan antara perkataan dan perilaku atasan). 6. Explanation of seeming inconsistencies (jika ternyata terdapat inkonsistensi seperti pada butir 5, maka manajemen harus segera memberikan penjelasan kepada seluruh pegawai secara sederhana dan jujur untuk menghindari berkurangnya kepercayaan pegawai pada manajemen). 7. Take and Give (mengkomunikasikan visi akan lebih efektif apabila penyampaiannya dilakukan dua arah). Beberapa aspek di atas memberikan panduan bagi SKPD untuk menjabarkan visi dan misi dalam bentuk strategi sebagai cara yang ditempuh oleh segenap pemangku kepentingan agar apa yang dicita-citakan dapat tercapai secara efektif dan efisien. Visi dan misi menjadi acuan dalam menentukan tindakan dan kerja SKPD ke depan dalam rangka meningkat kualitas dan jangkauan pelayanan terhadap masyarakat. Strategi perlu dijabarkan secara jelas oleh SKPD agar dapat ditentukan arah, kebijakan dan program/ kegiatan secara berkesinambungan dengan mendorong semua pihak untuk berkontribusi secara positif. Berikut disajikan beberapa contoh pernyataan visi dan misi yang dirangkum dari beberapa lembaga pemerintah seperti kementerian dan SKPD.
87
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Penyusunan Rencana Strategis Dan Rencana Kerja SKPD
1
Visi dan Misi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI VISI
“Terselenggaranya Layanan Prima Pendidikan Nasional untuk Membentuk Insan Indonesia Cerdas Komprehensif”
MISI
Meningkatkan ketersediaan layanan pendidikan. Sebagai upaya menyediakan sarana-prasarana dan infra struktur satuan pendidikan (sekolah) dan penunjang lainnya. Memperluas keterjangkauan layanan pendidikan. Mengupayakan kebutuhan biaya pendidikan yang terjangkau oleh masyarakat. Meningkatkan kualitas/mutu dan relevansi layanan pendidika. Sebagai upaya mencapai kualitas pendidikan yang berstandar nasional dalam rangka meningkatkan mutu dan daya saing bangsa. Mewujudkan kesetaraan dalam memperoleh layanan pendidikan. Tanpa membedakan layanan pendidikan antarwilayah, suku, agama, status sosial, negeri dan swasta, serta gender. Menjamin kepastian memperoleh layanan pendidikan. Adanya jaminan bagi lulusan sekolah untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya atau mendapatkan lapangan kerja sesuai kompetensi.
VISI
”Mewujudkan Masyarakat Gorontalo yang mandiri untuk hidup sehat guna mendukung terciptanya sumber daya manusia yang berkualitas bersandar pada moralitas agama dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia”
MISI
Peningkatan kualitas sumber daya manusia pelaksana pembangunan kesehatan Menggerakkan dan memberdayakan kemandirian masyarakat untuk hidup sehat Memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau terutama bagi masyarakat miskin Memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga, masyarakat serta lingkungan
VISI
“Terwujudnya Kabupaten Bogor Sebagai Destinasi Pariwisata Yang Berdaya Saing Dan Berkelanjutan”
MISI
Pengembangan dan pelestarian seni dan budaya daerah Pengembangan produk pariwisata Peningkatan pemasaran pariwisata
2
Visi dan Misi Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
3
Visi dan Misi Dinas Pariwisata Kabupaten Bogor
Gambar 8.2: Contoh Keterkaitan Visi, Misi,Tujuan dan Sasaran
Visi Terwujudnya peningkatan kesejahteraan sosial Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS)
Sasaran
Misi
Tujuan
1. Menciptakan kesejahteraan sosial PMKS
1. Meningkatkan taraf kesejahteraan sosial PMKS
2. Meningkatkan pelayanan terhadap PMKS
2. Meningkatkan kapasitas pelayanan dinas sosial dan UPT
Sumber: Penulis, 2014
88
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
1. Pelayanan keluarga miskin dari 34% menjadi 39% pada tahun 2017
2. Meningkatkan penanganan gelandangan 17,12% menjadi 31,95% pada tahun 2016
3. PSKS yang dibina meningkat dari 11.45 menjadi 26.52 pada tahun 2018
Penyusunan Rencana Strategis Dan Rencana Kerja SKPD
8.5. Rencana Program, Kegiatan, Indikator Kinerja dan Pendanaan (Pagu) Indikatif Rencana program yang disusun dalam SKPD adalah implementasi dari perumusan visi, visi , isu strategis dan tujuan pembangunan daerah yang berfokus pada TUPOKSI masing masing bidang. Rencana yang disusun juga harus bisa diimplementasikan berdasarkan pagu indikatif anggaran yang telah ditentukan dengan sasasaran pembangunan yang jelas melalui indicator kinerja kegiatan. Rencana program juga harus disesuaikan dengan SKPD lain untuk menghindari kesamaan kegiatan, pembiayaan ganda dan tumpang tindihnya kegiatan. Beberapa program direncanakan dengan mempertimbangkan prioritas, kebutuhan dan isu-isu strategis di daerah serta dilakukan secara partial atau sektoral. Hal ini disebabkan oleh untuk menghindari pola program dan implementasi yang masih berorientasi padaparadigma sektoral, penyelesain jangka pendek akibat lemahya pengelolaan dan manajemen sumber daya. Gambar berikut memperlihatkan kerkaitan program dengan indkator kinerja: Gambar 8.3. Contoh Keterkaitan antara Kebijakan dan Indikator Kebijakan/Program Prioritas/Kegiatan
Indikator Kinerja
Kinerja awal periode
2014 K
2015
Rp.
K
2016
Rp.
K
2017
Rp.
K
2018
Rp.
K
Rp.
Meningkatnya kualitas pelayanan dan bantuan dasar kesejahteraan sosial bagi PMKS
Pemberdayaan - Fakir miskin - Keluarga rentan - Wanita rawan sosial ekonomi
Persentase penanganan fakir miskin
Pemberdayaan WKSBM - Pembinaan LKS
Pemberdayaan LKS
1.000 KK
10 orang
1.000 KK
2.310 1.000 KK
12
90
14
2.541
350.000
1.000 KK
16
2.795
500.000
1.000 KK
10
3.074
1.000 KK
750.000 18
3.382
1.100.000
Sumber: Penulis, 2014
Tahapan perumusan program pelayanan yang akan dilaksanakan SKPD menjadi sorotan banyak pihak baik dikalangan pemerintah daerah maupun masyarakat. Banyak program yang digulirkan pemerintah daerah seringkali tidak tepat sasaran, terjadi pemborosan, penyimpangan, dan ketidakadilan. Pada kondisi tertentu akan memicu ketidakharmonisan dan kerentanan sosial. Proses perumusan rencana program, kegiatan, kelompok sasaran, dan indikatif pendanaan merupakan tahapan penting dalam menentukan jenis dan bentuk tindakan serta operasional kegiatan dalam rangka pemecahan masalah sesuai dengan rencana kebutuhan dan tupoksi SKPD. Kegiatan ini membutuhkan kemampuan yang memadai dalam menjabarkan visi, misi, tujuan, strategi dalam bentuk rancangan program secara logis dengan berbagai indikator dan target capaian yang realistis dan terukur sesuai dengan kapasitas SKPD. 89
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Penyusunan Rencana Strategis Dan Rencana Kerja SKPD
8.6. Penyusunan Rencana kerja SKPD 8.6.1. Pendahuluan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional secara substansi mengamanatkan penyusunan Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja SKPD) untuk periode tahunan dan juga sebagai dasar penyusunan Rencana Kerja Anggaran (RKA) SKPD, serta untuk mendukung suksesnya pencapaian sasaran pembangunan daerah sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD). Rencana Kerja (Renja) SKPD adalah dokumen perencanaan SKPD untuk periode 1 (satu) tahun, yang memuat kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah daerah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat.Penyusunan rancangan Renja SKPD mengacu pada kerangka arahan yang dirumuskan dalam rancangan awal RKPD. Renja SKPD adalah dokumen perencanaan SKPD untuk periode satu tahun, yang memuat kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah daerah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat. Penyusunan rancangan Renja SKPD merupakan tahapan awal yang harus dilakukan sebelum disempurnakan menjadi dokumen Renja SKPD yang definitif. Rancangan Rencana Kerja (Renja) SKPD sebagai bahan untuk penyusunan Rancangan RKPD Kabupaten/Kota . 8.6.2.
Tujuan Penyusunan SKPD
Tujuan Penyusunan Rencana Kerja Pembangunan Daerah Kabupaten/Kota adalah untuk menciptakan keselarasan dalam pelaksanaan pembangunan daerah antar wilayah, antar sektor pembangunan dan antar tingkat pemerintahan serta menciptakan efisiensi alokasi sumber daya dalam pembangunan daerah. Selain itu Penyusunan RENJA tersebut dimaksudkan untuk menyediakan acuan resmi bagi Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam rangka menyusun Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) yang didahului dengan penyusunan Kebijakan Umum APBD (KUA), serta penentuan Prioritas dan Pagu Anggaran Sementara (PPAS). 8.6.3.
Prinsip-Prinsip Penyusunan Rancangan Renja SKPD.
Sebagai dokumen perencanaan yang menjadi pedoman kegiatan SKPD, Renja tersebut memiliki prinsip prinsip penyusunan sebagai berikut: 1. Mengacu pada rancangan awal RKPD tahun tersebut, yang digunakan sebagai acuan perumusan program, kegiatan, indikator kinerja dan pagu indikatif dalam Renja SKPD, sesuai dengan rencana program prioritas pada rancangan awal RKPD tahun tersebut. 2. Mengacu pada Renstra SKPD tahun tersebut, sebagai acuan penyusunan tujuan, sasaran, kegiatan, kelompok sasaran, lokasi kegiatan serta prakiraan maju berdasarkan program prioritas rancangan awal RKPD yang disusun ke dalam rancangan Renja SKPD, selaras dengan Renstra SKPD. 3. Mengacu pada hasil evaluasi pelaksanaan program dan kegiatan periode sebelumnya, sebagai landasan perumusan kegiatan alternatif untuk mencapai sasaran Renstra SKPD berdasarkan pelaksanaan Renja SKPD tahun-tahun sebelumnya. 4. Sebagai bahan untuk memecahkan masalah yang dihadapi, perumusan tujuan, sasaran, kegiatan, kelompok sasaran, lokasi kegiatan serta prakiraan maju dalam rancangan Renja SKPD, serta dapat menjawab berbagai isu-isu penting terkait dengan penyelenggaraan tugas dan fungsi SKPD.
90
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Penyusunan Rencana Strategis Dan Rencana Kerja SKPD
5. Memasukkan usulan kegiatan hasil Musrenbang Kecamatan yang terkait dengan SKPD, sebagai acuan perumusan kegiatan dalam rancangan Renja SKPD, mengakomodir usulan masyarakat yang selaras dengan program prioritas yang tercantum dalam rancangan awal RKPD. Selain itu RKPD Kabupaten/ Kota juga diselaraskan dengan RKP Nasional dan RKPD Provinsi dalam rangka sinkronisasi perencanaan pembangunan daerah dengan pusat melalui forum musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang). Sinkronisasi diutamakan untuk mendukung penetapan prioritas pembangunan daerah yang relevan dengan provinsi maupun pusat. Kegiatan ini adalah bentuk perwujudan teritegrasinya perencanaan pembangunan secara nasional, dengan tetap epertimbangkan situasi, kondisi, potensi serta dinamika perkembangan daerah, nasional dan global. Dalam dimensi pembangunan kewilayahan, perencanaan pembangunan daerah haruslah disinergikan dengan dokumen perencanaan tata ruang wilayah (RT/RW) mulai dari tingkat lokal, regional maupun nasional. Perencanaan pembangunan regional akan memberikan dukungan focus pada sasaran serta target pembangunan. Pada gilirannya dapat menghasilkan pembangunan yang lebih efektif, efisien dan bermanfaat secara maksimal di setiap wilayah pembangunan. Disinilah pentingnya Musrenbang untuk mendapatkan usulan dari masyarakat baik untuk Renstra yang berupa berbagai ide maupun program kerja pada Renja. Gambar fungsi Musrenbang dan pentingnya usulan msyarakat dapat dilihat pada gambar berikut: Gambar 8.4: Mekanisme Usulan Masyarakat dalam Renstra/Renja SKPD
RKP - Desa
MUSRENBANG DESA Rancangan Renstra/Renja SKPD
DU RKP - Desa
KUOTA Kecamatan (berasal dari Rancangan Renja SKPD & pagu indikatifnya
Jaring Asmara DPRD
MUSRENBANG Kecamatan
Forum SKPD
Renstra/Renja SKPD
Sumber : PP 8 No. 2008 (diolah)
8.6.3.1. Tahapan Penyusunan Renja SKPD Renja SKPD disusun dengan tahapan sebagai berikut: A. Persiapan penyusunan Renja SKPD Beberapa langkah yang harus dilakukan pada tahap ini antara lain: 1. Pembentukan tim penyusun Renja SKPD; 2. Orientasi mengenai Renja SKPD; 3. Penyusunan agenda kerja tim penyusun Renja SKPD; dan 4. Penyiapan data dan informasi perencanaan pembangunan daerah. B. Sistematika penyusunan rancangan Renja SKPD Dalam penyusunan Renja SKPD harus mengacu pada Rancangan Awal RKPD, Renstra SKPD, hasil evaluasi pelaksanaan program dan kegiatan periode sebelumnya, untuk memecahkan masalah yang dihadapi dan berdasarkan usulan program serta kegiatan yang berasal dari masyarakat. Rancangan Renja SKPD 91
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Penyusunan Rencana Strategis Dan Rencana Kerja SKPD
sekurang-kurangnya dapat disusun menurut sistimatika sebagai berikut: BAB I Pendahuluan Pada bagian ini dijelaskan mengenai gambaran umum penyusunan rancangan Renja SKPD agar substansi pada bab-bab berikutnya dapat dipahami dengan baik. 1.1 Latar Belakang Mengemukakan pengertian ringkas tentang Renja SKPD, proses penyusunan Renja SKPD, keterkaitan antara Renja SKPD dengan dokumen RKPD, Renstra SKPD, dengan Renja K/L dan Renja rovinsi/Kabupaten/ kota, serta tindak lanjutnya dengan proses penyusunan RAPBD. 1.2 Landasan Hukum Memuat penjelasan tentang undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan daerah, dan ketentuan peraturan lainnya yang mengatur tentang kewenangan SKPD, serta pedoman yang dijadikan acuan dalam penyusunan perencanaan dan penganggaran SKPD. 1.3 Maksud dan Tujuan Memuat penjelasan tentang maksud dan tujuan dari penyusunan Renja SKPD. 1.4 Sistematika Penulisan Menguraikan pokok bahasan dalam penulisan Renja SKPD, serta susunan garis besar isi dokumen. BAB II Evaluasi pelaksanaan Renja SKPD tahun lalu 2.1 Evaluasi Pelaksanaan Renja SKPD Tahun Laludan Capaian Renstra SKPD. Bab ini memuat kajian (review) terhadap hasil evaluasi pelaksanaan Renja SKPD tahun lalu (tahun n-2) dan perkiraan capaian tahun berjalan (tahun n-1), mengacu pada APBD tahun berjalan yang seharusnya pada waktu penyusunan Renja SKPD sudah disahkan. Selanjutnya dikaitkan dengan pencapaian target Renstra SKPD berdasarkan realisasi program dan kegiatan pelaksanaan Renja SKPD tahun-tahun sebelumnya. Review hasil evaluasi evaluasi pelaksanaan Renja SKPD tahun lalu, dan realisasi Renstra SKPD mengacu pada hasil laporan kinerja tahunan SKPD dan/atau realisasi APBD untuk SKPD yang bersangkutan. Pokok-pokok materi yang disajikan dalam bab ini, antara lain: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Realisasi program/kegiatan yang tidak memenuhi target kinerja hasil/keluaran yang direncanakan; Realisasi program/kegiatan yang telah memenuhi target kinerja hasil/keluaran yang direncanakan; Realisasi program/kegiatan yang melebihi target kinerja hasil/keluaran yang direncanakan; Faktor-faktor penyebab tidak tercapainya, terpenuhinya atau melebihi target kinerja program/kegiatan; Implikasi yang timbul terhadap target capaian program Renstra SKPD; dan Kebijakan/tindakan perencanaan dan penganggaran yang perlu diambil untuk mengatasi faktorfaktor penyebab tersebut.
Bahan penulisan yang perlu disajikan dalam BAB II ini, mengacu hasil review hasil evaluasi pelaksanaan Renja SKPD tahun lalu dan pencapaian kinerja Renstra SKPD. Tabel yang perlu disajikan adalah Error! Reference source not found. 2.1 yang disesuaikan dengan SKPD masing-masing, dengan format tabel sebagai berikut: 92
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Penyusunan Rencana Strategis Dan Rencana Kerja SKPD
Tabel 8.2:
Rekapitulasi Evaluasi Hasil Pelaksanaan Renja SKPD dan Pencapaian Renstra SKPD s/d Tahun 2013 (tahun berjalan) Kabupaten Kabupaten/Kota Nama SKPD : ..........................
Urusan/ Bidang Urusan Pemerintahan Daerah Dan Program/Kegiatan
Kode
1
2
1
93
3
Urusan .......
1
01
1
01
Bidang Urusan ...... 01
Program ........
1
01
01
01
Kegiatan........
1
01
01
02
Kegiatan........
1
01
01
03
Dst….
1
01
02
1
01
02
01
Kegiatan........
1
01
02
02
Kegiatan........
03
Program ........
1
02
01
1
01
03
1
01
03
01
Kegiatan........
1
01
03
02
Kegiatan........
1
01
03
03
Dst….
Target Kinerja Capaian Program (Renstra SKPD) Tahun 2014 (akhir periode Renstra aSKPD)
Indikator Kinerja Program (outcomes)/ Kegiatan (output)
Dst .......... Program ........
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
4
Realisasi Target Kinerja Hasil Program dan Keluaran Kegiatan s/d dengan tahun (2011) 5
Penyusunan Rencana Strategis Dan Rencana Kerja SKPD
Lembar : ........
Target dan Realisasi Kinerja Program dan Kegiatan Tahun Lalu (n-2) Target Renja SKPD tahun (2012)
6
Realisasi Renja SKPD tahun (2012)
7
Tingkat Realisasi (%)
8=(7/6)
Target program dan kegiatan (Renja SKPD tahun n-1)
9
Perkiraan Realisasi Capaian Target Renstra SKPD s/d tahun berjalan Realisasi Capaian Program dan Kegiatan s/d tahun berjalan (tahun 2013) 10=(5+7+9)
Tingkat Capaian Realisasi Target Renstra (%) 11=(10/4)
............, 20.... Kepala SKPD *) ....................
94
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Penyusunan Rencana Strategis Dan Rencana Kerja SKPD
8.7. Analisis Kinerja Pelayanan SKPD Berisikan kajian terhadap capaian kinerja pelayanan SKPD berdasarkan indikator kinerja yang sudah ditentukan dalam SPM, maupun terhadap IKK sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008, dan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007. Jenis indikator yang dikaji, disesuaikan dengan tugas dan fungsi masing-masing SKPD, serta ketentuan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan kinerja pelayanan. Jika SKPD yang bersangkutan belum mempunyai tolok ukur dan indikator kinerja yang akan diuji, maka setiap SKPD perlu terlebih dahulu menjelaskan apa dan bagaimana cara menentukan tolok ukur kinerja dan indikator kinerja pelayanan masing-masing sesuai tugas pokok dan fungsi, serta norma dan standar pelayanan SKPD yang bersangkutan. Selanjutnya hasil analisisnya disajikan pada bagian ini. Pada pembahasan sub bab ini perlu disajikan tabel analisis pencapaian kinerja pelayanan SKPD, yang disesuaikan menurut SKPD masing-masing, dengan format sebagai Tabel 8.3 berikut ini: Tabel 8.3
Pencapaian Kinerja Pelayanan SKPD Kabupaten Kabupaten/Kota Target Renstra SKPD NO
(1)
Indikator
(2)
SPM/ standar nasional
(3)
IKK
(4)
Tahun
Tahun
Tahun
Realisasi Capaian
Tahun
Tahun
Tahun
Proyeksi
Tahun
Tahun
2012
2013
2014
2015
2012
2013
2014
2015
(thn n-2)
(thn n-1)
(tnn n)
(thn n+1
(thn n-2)
(thn n-1)
(tnn n)
(thn n+1)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
Catatan Analisis
(13)
Catatan : Tahun n = tahun yang direncanakan (tahun 2014)
8.8. Isu-isu Penting Penyelenggaraan Tugas dan Fungsi SKPD Berisikan uraian mengenai: 1. Sejauh mana tingkat kinerja pelayanan SKPD dan hal kritis yang terkait dengan pelayanan SKPD; 2. Permasalahan dan hambatan yang dihadapi dalam menyelenggarakan tugas dan fungsi SKPD; 3. Dampaknya terhadap pencapaian visi dan misi kepala daerah, terhadap capaian program nasional/internasional, seperti SPM dan MDGs (Millenium Development Goals); 4. Tantangan dan peluang dalam meningkatkan pelayanan SKPD; dan 5. Formulasi isu-isu penting berupa rekomendasi dan catatan yang strategis untuk ditindaklanjuti
95
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Penyusunan Rencana Strategis Dan Rencana Kerja SKPD
dalam perumusan program dan kegiatan prioritas tahun yang direncanakan.
8.9. Review terhadap Rancangan Awal RKPD Berisikan uraian mengenai: 1. Proses yang dilakukan yaitu membandingkan antara rancangan awal RKPD dengan hasil analisis kebutuhan; 2. Penjelasan mengenai alasan proses tersebut dilakukan; 3. Penjelasan temuan-temuan setelah proses tersebut dan catatan penting terhadap perbedaan dengan rancangan awal RKPD, misalnya: terdapat rumusan program dan kegiatan baru yang tidak terdapat di rancangan awal RKPD, atau program dan kegiatan cocok namun besarannya berbeda; dan 4. Lampirkan Tabel 8.4 berikut ini: Tabel 8.4
Review terhadap Rancangan Awal RKPD tahun 2014 Kabupaten Kabupaten/Kota Nama SKPD : …………….
Lembar…….dari………
Rancangan Awal RKPD NO
(1)
Program/ Kegiatan
Lokasi
Indikator kinerja
(2)
(3)
(4)
Hasil Analisis Kebutuhan
Target capaian
Pagu indikatif (Rp.000)
Program/ Kegiatan
(5)
(6)
(7)
Lokasi
Indikator kinerja
Target capaian
Kebutuhan Dana (Rp.000)
(8)
(9)
(10)
(11)
Catatan Penting
(12)
Catatan : Tahun n = tahun yang direncanakan (tahun 2014)
8.10. Penelaahan Usulan Program dan Kegiatan Masyarakat Dalam bagian ini diuraikan hasil kajian terhadap program/kegiatan yang diusulkan para pemangku kepentingan, baik dari kelompok masyarakat terkait langsung dengan pelayanan provinsi, LSM, asosiasiasosiasi, perguruan tinggi maupun dari SKPD kabupaten/kota yang langsung ditujukan kepada SKPD Provinsi maupun berdasarkan hasil pengumpulan informasi SKPD provinsi dari penelitian lapangan dan pengamatan pelaksanaan musrenbang kabupaten/kota (bila sudah dilakukan). Deskripsi yang perlu disajikan dalam subbab ini, antara lain: 1. Penjelasan tentang proses bagaimana usulan program/kegiatan usulan pemangku kepentingan 96
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Penyusunan Rencana Strategis Dan Rencana Kerja SKPD
tersebut diperoleh; 2. Penjelasan kesesuaian usulan tersebut dikaitkan dengan isu-isu penting penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi SKPD; 3. Sajikan Tabel 8.5 berikut ini: Tabel 8.5
Usulan Program dan Kegiatan dari Para Pemangku Kepentingan Tahun 2014 Kabupaten Kabupaten/Kota Nama SKPD : …………….
No (1)
Program/Kegiatan
Lokasi
Indikator Kinerja
(2)
(3)
(4)
Besaran/ Volume (5)
Catatan (6)
BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN 3.1 Telaahan terhadap Kebijakan Nasional Telaahan terhadap kebijakan nasional dan sebagaimana dimaksud, yaitu penelaahan yang menyangkut arah kebijakan dan prioritas pembangunan nasional dan yang terkait dengan tugas pokok dan fungsi SKPD. 3.2 Tujuan dan sasaran Renja SKPD Perumusan tujuan dan sasaran didasarkan atas rumusan isu-isu penting penyelenggaraan tugas dan fungsi SKPD yang dikaitkan dengan sasaran target kinerja Renstra SKPD. 3.3 Program dan Kegiatan Berisikan penjelasan mengenai: A. Faktor-faktor yang menjadi bahan petimbangan terhadap rumusan program dan kegiatan. Misal: 1. Pencapaian visi dan misi kepala daerah, 2. Pencapaian MDGs, 3. Pengentasan kemiskinan, 4. Pencapaian SPM, 5. Pendayagunaan potensi ekonomi daerah, 6. Pengembangan daerah terisolir, 7. dsb. B. Uraian garis besar mengenai rekapitulasi program dan kegiatan, antara lain meliputi: 97
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Penyusunan Rencana Strategis Dan Rencana Kerja SKPD
• • •
98
Jumlah program dan jumlah kegiatan. Sifat penyebaran lokasi program dan kegiatan (apa saja yang tersebar ke berbagai kawasan dan apa saja yang terfokus pada kawasan atau kelompok masyarakat tertentu). Total kebutuhan dana/pagu indikatif yang dirinci menurut sumber pendanaannya. 1. Penjelasan jika rumusan program dan kegiatan tidak sesuai dengan rancangan awal RKPD, baik jenis program/kegiatan, pagu indikatif, maupun kombinasi keduanya. 2. Tabel rencana program dan kegiatan sebagaimana Tabel 8.6 berikut:
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Penyusunan Rencana Strategis Dan Rencana Kerja SKPD
Tabel 8.6
Rumusan Rencana Program dan Kegiatan SKPD Tahun 2014 dan Prakiraan Maju Tahun 2015 Kabupaten Kabupaten/Kota Nama SKPD : ..........................
Lembar : ........
Kode
Urusan/ Bidang Urusan Pemerintahan Daerah dan Program/ Kegiatan
Indikator Kinerja Program / Kegiatan
Lokasi
Target Capaian Kinerja
Kebutuhan Dana/Pagu Indikatif
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
Prakiraan Maju Rencana Tahun 2015
Rencana Tahun 2014 Sumber Dana
Catatan Penting
(7)
(8)
Target Capaian Kinerja
Kebutuhan Dana/ Pagu Indikatif
(9)
(10)
Urusan ....... Bidang Urusan ... Program ........ Kegiatan........ Kegiatan........ Dst…. Program ........ Kegiatan........ Kegiatan........ Dst .......... Program ........ Kegiatan........ Kegiatan........ Dst…. Sumber: Penulis, 2014
BAB IV PENUTUP Berisikan uraian penutup, berupa: 1. Catatan penting yang perlu mendapat perhatian, baik dalam rangka pelaksanaannya maupun seandainya ketersediaan anggaran tidak sesuai dengan kebutuhan.
99
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Penyusunan Rencana Strategis Dan Rencana Kerja SKPD
2. Kaidah-kaidah pelaksanaan. 3. Rencana tindak lanjut. Pada bagian lembar terakhir dicantumkan tempat dan tanggal dokumen, nama SKPD dan nama dan tanda tangan kepala SKPD, serta cap pemerintah daerah yang bersangkutan.
8.11. Pembahasan Rancangan Renja SKPD pada Forum SKPD Forum SKPD merupakan wadah penjaringan aspirasi masyarakat, dunia usaha serta pemangku kepentingan lainya untuk penyempurnaan rancangan kebijakan penyusunan Renja SKPD. Forum ini dibentuk untuk mendukukung prinsip perencanaan perencanaan partisipatif dan atau perencanaan dari bawah (bottom-up planning) sehingga asas demokratisasi dan desentralisasi bisa terpenuhi. Forum SKPD merupakan wahana antar pihak-pihak yang langsung atau tidak langsung mendapatkan manfaat atau dampak dari program dan kegiatan SKPD sebagai perwujudan dari pendekatan partisipastif perencanaan pembangunan daerah. Semakin banyak pihak yang dilibatkan maka forum ini akan semakin mewakili kepentingan masyarakat. Forum SKPD bertugas untuk membahas rancangan Renja SKPD, dengan menggunakan prioritas program dan kegiatan yang dihasilkan dari musrenbang RKPD di kecamatan, sebagai bahan untuk menyempurnakan rancangan Renja SKPD, yang difasilitasi oleh SKPD terkait. Secara umum tujuan Forum SKPD adalah: 1. Menyelaraskan program dan kegiatan SKPD dengan usulan program dan kegiatan hasil musrenbang RKPD di kecamatan; 2. Mempertajam indikator serta target program dan kegiatan SKPD sesuai dengan tugas dan fungsi SKPD; 3. Menyelaraskan program dan kegiatan antar SKPD dengan SKPD lainnya dalam rangka optimalisasi pencapaian sasaran sesuai dengan kewenangan untuk sinergi pelaksanaan prioritas pembangunan daerah; dan 4. Menyesuaikan pendanaan program dan kegiatan prioritas berdasarkan pagu indikatif untuk masing-masing SKPD. Rancangan Renja SKPD hasil Forum SKPD menjadi bahan pemutakhiran rancangan RKPD untuk selanjutnya dibahas di dalam musrenbang RKPD.
8.12. Verifikasi Rancangan Renja SKPD Hasil Pembahasan pada Forum SKPD Rancangan Renja SKPD selanjutnya disampaikan kepada Kepala Bappeda untuk diverifikasi. Verifikasi tersebut bertujuan untuk mengintegrasikan program, kegiatan, indikator kinerja dan pagu indikatif pendanaan pada setiap rancangan Renja SKPD sesuai dengan rencana program prioritas pada rancangan awal RKPD.
100
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Apabila dalam verifikasi, ditemukan hal-hal yang perlu disempurnakan, maka Kepala SKPD yang bersangkutan harus segera melakukan penyempurnaan. Hasil penyempurnaan rancangan Renja SKPD disampaikan kembali kepada Kepala Bappeda yang akan dijadikan bahan penyusunan rancangan RKPD. 8.12.1.
Penyusunan Rancangan Akhir Renja SKPD
Setelah Rancangan RKPD ditetapkan menjadi RKPD melalui Peraturan Bupati, selanjutnya Kepala SKPD merumuskan Rancangan Akhir Renja RKPD dengan berpedoman pada RKPD yang telah ditetapkan. Rancangan Akhir Renja SKPD tersebut selanjutnya disampaikan kepada Kepala Bappeda untuk diverifikasi 8.12.2. Verifikasi Rancangan Akhir Renja SKPD Bappeda melakukan verifikasi akhir terhadap Rancangan Akhir Renja SKPD, untuk menjamin kesesuaian antara program dan kegiatan SKPD dengan program dan kegiatan pembangunan daerah yang ditetapkan dalam RKPD. Apabila dalam verifikasi ditemukan hal-hal yang perlu disempurnakan, maka Kepala SKPD yang bersangkutan harus segera melakukan penyempurnaan, selanjutnya Rancangan Akhir Renja SKPD disampaikan kembali kepada Kepala Bappeda. Bappeda menghimpun seluruh Rancangan Akhir Renja SKPD yang telah verifikasi, untuk diajukan kepada Bupati dalam rangka memperoleh pengesahan. 8.12.3. Penetapan Renja SKPD Kepala daerah mengesahkan rancangan akhir Renja SKPD. Pengesahan Rancangan akhir Renja SKPD ditetapkan dengan Peraturan Bupati. Setelah memperoleh pengesahan oleh Bupati, selanjutnya Kepala SKPD menetapkan Renja SKPD untuk menjadi pedoman di lingkungan SKPD dalam menyusun program dan kegiatan prioritas SKPD pada tahun anggaran berkenaan.
Topik 9
STUDI KASUS PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG
Studi Kasus Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sumedang
Deskripsi: Topik ini membahas studi kasus kabupaten Sumedangsebagai contoh penyiapan dan penyusunan dokumen perencaan mulai dari rencana strategis, rencana kerja dengan menggunakan indikator kinerja yang diakhiri dengan penentuan pagu indikatif.
Sub Topik
Kata Kunci
Prosedur Perencanaan
Pagu indikatif kewilayahan, Pagu indikatif sektoral, Forum delegasi Musrenbang
Prosedur Penganggaran
Pra RKA SKPD, skala prioritas, plafon anggaran sementara
Referensi: 1. Peraturan Pemerintah No.40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional 2. Undang undang No.25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional 3. Michael Todaro and Stephen Smith, 2009. Economic Development. Addison-Wesley. Tenth Edition. 4. Tangkilisan. 2003.Evaluasi Kebijakan Publik. Balairung & Co, Yogyakarta. 5. Conyers, Diana,Hills, and Peter. 1990. An Introduction to Development Planning in The Third World. New York. Brisbane. Toronto. Singapure: John Wiley and Sons Chichester. 6. Killick, Tony. 1976.The possibilities of development planning. Oxford Economic Papers. vol 28
103
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Studi Kasus Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sumedang
9.1. Latar Belakang Perkembangan implementasi kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal di Indonesia telah memberikan kewenangan yang lebih besar dari pemerintah pusat kepada pemerintahan daerah. Pemberian kewenangan yang disertai dengan pengalihan sumber keuangan yang lebih besar ini tentunya menuntut peranan pemerintahan daerah dalam proses perencanaan dan implementasi pembangunan daerah. Kebijakan ini telah menuntut pemerintahan daerah untuk dapat berperan lebih besar lagi dalam peningkatan kinerja pembangunan daerah dan pelayanan publik kepada masyarakat. Untuk meningkatkan kinerja pembangunan daerah tentunya membutuhkan proses perencanaan yang lebih baik pula. Proses perencanaan termasuk perencanaan dan penganggaran daerah seharusnya pula memberikan ruang partisipasi bagi masyarakat. Hal ini juga direspons oleh pemerintah dalam pengaturan Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional seperti yang dinyatakan dalam UndangUndang No.25 Tahun 2004. Komponen partisipatif dalam proses perencanaan ini dapat diindikasikan dalam Pasal 5 Ayat 3 dan Pasal 7 Ayat 2. Kedua ayat ini secara prinsip berisi tentang proses pembuatan RKPD dan Renja SKPD yang merupakan dokumen perencanaan tahunan pemerintahan daerah dan unit kerja pemerintahan daerah, harus lah dibuat dengan mendorong partisipasi masyarakat. Selain dalam UU tersebut, dinyatakan pula bahwa dalam proses pembuatan dokumen perencanaan daerah dalam jangka panjang dan menengah, Pemerintah Daerah wajib menyelenggarakan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) yang mengikutsertakan masyarakat. Pemerintah Kabupaten Sumedang juga menyadari tentang arti pentingnya perencanaan partisipatif ini. Sejalan dengan usulan DPRD Kabupaten Sumedang yang direspons oleh Pemerintahan Daerah, terbitlah Peraturan Daerah (Perda) No.1 Tahun 2007 tentang Prosedur Perencanaan dan Penganggaran Daerah. Lahirnya Perda ini ditujukan untuk memperkuat eksistensi pelibatan publik/partisipasi publik dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang selama ini telah dibangun dan dikembangkan di Kabupaten Sumedang. Lahirnya Perda ini dilatarbelakangi oleh sejumlah faktor, yaitu: 1. Terbatasnya sumberdaya yang dimiliki daerah berkaitan dengana kapasitas keuangan daerah dibandingkan dengan kebutuhan fiskal yang dibutuhkan dalam menjalankan kewenangan daerah di Kabupaten Sumedang. Terbatasnya sumberdaya ini mendorong diperlukannya penajaman prioritas pembangunan daerah sedemikian rupa sehingga APBD dapat memberikan dampak yang besar dalam pelayanan publik kepada masyarakat dan mendorong kinerja pembangunan daerah. 2. Timbulnya pesimisme di tengah-tengah masyarakat selama ini terkait dengan efektivitas penyelenggaraan forum Musrenbang. Pengalaman yang terjadi di Kabupaten Sumedang tidak jauh berbeda dengan sebagian besar pengalaman daerah di Indonesia dimana Musrenbang menjadi formalitas belaka. Tak jarang Musrenbang menghasilkan kegiatan yang tidak wajar bersifat “shopping list”. 3. Anggapan yang berkembang selama ini bahwa Pemda (dalam hal ini Bappeda, Bakuda dan DPRD) tidak konsisten terhadap kesepakatan hasil Musrenbang sehingga sering dijadikan Kambing Hitam sebagai pencoret usulan hasil Musrenbang khususnya DPRD. 4. Adanya desakan kuat akan pentingnya pelibatan warga/partisipasi dalam proses perencanaan sekaligus pembahasan anggarannya.
104
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Studi Kasus Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sumedang
Substansi Perda No.1 Tahun 2007 tentang Prosedur Perencananaan dan Penganggaran Daerah Kabupaten Sumedang ini secara umum terdiri dari 9 Bab dan 45 Pasal. Muatan lokal yang spesifik diamanatkan dalam Perda ini antara lain: 1. 2. 3. 4.
Pagu Indikatif Kewilayahan. Pagu Indikatif Sektoral. Forum Delegasi Musrenbang. Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Perencanaan Pembangunan.
9.2. Landasan Hukum Studi Kasus Prosedur perencanaan dan penganggaran daerah yang diangkat dalam studi kasus ini didasari oleh sejumlah regulasi, antara lain: 1. 2. 3. 4. 5.
Undang-Undang No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Undang-Undang No.25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Peraturan Menteri Dalam Negeri No.13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Peraturan Pemerintah No.40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional. 6. Peraturan Pemerintah No.3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggunggjawaban Kepala Daerah kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada Masyarakat. 7. Peraturan Pemerintah No.38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan, Pemerintahan Daerah Provinsi, Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. 8. Peraturan Daerah Kabupaten Sumedang No. 1 Tahun 2007 tentang Prosedur Perencanaan dan Penganggaran Daerah.
9.3. Deskripsi Studi Kasus Studi kasus yang dibahas ini tidak terlepas dari pengaturan yang ada dalam Perda No.1 Tahun 2007. Dalam Perda tersebut, Pemerintah Daerah Kabupaten Sumedang berusaha membuat proses perencanaan dan penganggaran daerah yang partisipatif. Tahapan pertama, yang harus dimengerti peserta pelatihan adalah dokumen hasil dari proses perencanaan dan penganggaran daerah. Dengan mengetahui dokumendokumen ini, peserta akan dapat memahami target dari prosedur perencanaan dan penganggaran yang telah dilakukan di level bawah (desa) hingga tingkat kabupaten. Tahap kedua, prosedur perencanaan di Kabupaten Sumedang, Tim juga melihat bahwa cakupan perencanaan tersebut tidak terbatas pada dokumen perencanaan tahunan namun mencakup dokumen dua puluh tahunan dan lima tahunan. Namun, untuk memperlihatkan kaitan yang kuat dengan dokumen penganggaran dalam hal ini APBD, maka Tim akan menunjukkan prosedur perencanaan tahunan saja. 105
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Studi Kasus Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sumedang
Dengan tahapan kedua ini, peserta diharapkan dapat menghubungkan kaitan antara proses perencanaan dan penganggaran. Tahapan ketiga dari studi kasus ini adalah prosedur penganggaran daerah. Peserta diharapkan dapat menganalisis perbedaan proses penganggaran yang ada di daerahnya dengan apa yang dilakukan oleh Kabupaten Sumedang. Satu hal yang menjadi muatan lokal dari pengaturan prosedur perencanaan dan penganggaran di Kabupaten Sumedang adalah adanya Pagu Indikatif Kewilayahan per kecamatan. Proses penentuan dan contoh implementasi perhitungan pagu ini menurut kecamatan akan dibahas dalam studi kasus ini. Muatan lokal lain yang membedakan Sumedang dengan kabupaten/kota lain adalah adanya Forum Delegasi Musrenbang. Usulan yang berkembang saat ini berkaitan dengan Forum ini juga akan menjadi salah satu pokok pembahasan studi kasus. Tahapan terakhir yang sangat penting dalam menentukan kualitas implementasi pengaturan prosedur perencanaan dan penganggaran adalah pengendalian dan evaluasi dari pelaksanaan perencanaan pembangunan dan APBD. Peserta diharapkan dapat memahami bagaimana prosedur pengendalian dan evaluasi ini untuk menjamin terlaksananya proses perencanaan dan penganggaran yang partisipatif.
9.4. Hasil Dari Proses Perencanaan dan Penganggaran Daerah Proses Perencanaan Pembangunan Daerah di Kabupaten Sumedang menghasilkan: a.
b.
c.
106
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJP Daerah); RPJP Daerah merupakan suatu dokumen Perencanaan Pembangunan untuk periode 20 (dua puluh ) tahun yang memuat visi, misi dan arah pembangunan jangka panjang daerah. RPJP Daerah mengacu pada RPJP Nasional dan RPJP Provinsi serta memperhatikan hasil analisis dan prediksi kondisi umum daerah. RPJP Daerah dipergunakan sebagai acuan dalam penyusunan RPJM Daerah. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJM Daerah); RPJM Daerah merupakan suatu dokumen Perencanaan Pembangunan Daerah untuk periode 5 (Lima ) tahun sebagai penjabaran dari visi, misi dan Program Kepala Daerah yang penyusunanannya berpedoman pada RPJP Daerah dan memperhatikan RPJM Nasional serta RPJM Daerah Provinsi. RPJM Daerah memuat arah kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan umum dan program satuan kerja perangkat daerah, lintas satuan kerja perangkat daerah dan program kewilayahan disertai dengan rencana-rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif. RPJM Daerah dipergunakan sebagai acuan dalam penyusunan Renstra SKPD dan penyusunan RKPD. Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra SKPD); Renstra SKPD merupakan suatu dokumen perencanaan pembangunan satuan kerja perangkat daerah untuk periode 5 (lima) tahun, yang penyusunannya berpedoman pada RPJM Daerah. Renstra SKPD memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program dan kegiatan pembangunan yang disusun sesuai dengan tugas dan fungsi satuan kerja perangkat daerah dan bersifat indikatif. Renstra SKPD dipergunakan sebagai acuan dalam penyusunan Renja SKPD.
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Studi Kasus Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sumedang
d.
e.
Rencana Pembangunan Tahunan Daerah atau Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD); RKPD merupakan suatu dokumen Perencanaan Pembangunan Daerah untuk periode 1 (satu) tahun, sebagai penjabaran dari RPJM Daerah dan mengacu kepada RKP dan RKPD Provinsi. RKPD memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan dan kewajiban daerah, rencana kerja yang terukur serta pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah daerah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat. RKPD dipergunakan sebagai acuan dalam penyusunan Renja SKPD dan dijadikan pedoman dalam penyusunan Kebijakan Umum APBD. Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja SKPD); Renja SKPD merupakan suatu dokumen perencanaan pembangunan Satuan Kerja Perangkat Daerah untuk periode 1 (satu) tahun, disusun dengan berpedoman kepada Renstra SKPD dan mengacu kepada RKPD. Renja SKPD memuat kebijakan program dan kegiatan pembangunan baik yang dilaksanakan langsung oleh Pemerintah Daerah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat. Renja SKPD dipergunakan sebagai pedoman bagi penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA-SKPD) yang bersangkutan.
Penganggaran Daerah mencakup penyusunan keseluruhan proses perencanaan anggaran daerah yang menghasilkan : a.
b. c.
d.
107
Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (KUA); KUA merupakan dokumen perencanaan anggaran untuk periode 1 (satu) tahun yang disusun berdasarkan RKPD dan sebagai pedoman penyusunan APBD sesuai yang ditetapkan Menteri Dalam Negeri setiap tahun. KUA menjadi dasar pembahasan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) antara Pemerintah Daerah dan DPRD yang akan menjadi landasan penyusunan RAPBD. Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS); PPAS merupakan program prioritas dan patokan batas maksimal anggaran yang diberikan kepada SKPD untuk setiap program sebagai acuan dalam menyusun RKA-SKPD. Prioritas dan Plafon Anggaran (PPA), Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA SKPD), dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD); Prioritas dan Plafon Anggaran (PPA) ditetapkan oleh Bupati Daerah berdasarkan PPAS yang telah disepakati bersama-sama dengan DPRD sebagai dasar penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA-SKPD). RKA-SKPD disusun oleh masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah berdasarkan Renja SKPD dan PPA selanjutnya disampaikan kepada Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) sebagai bahan penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD). Rancangan APBD disusun oleh PPKD bersama-sama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dibawah koordinasi Sekretaris Daerah selaku Ketua TAPD. Penyusunan rancangan APBD berpedoman kepada RKPD, KUA, PPA. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD); APBD merupakan dasar dan wujud Pengelolaan Keuangan Daerah dalam masa 1 (satu) tahun anggaran, terhitung mulai 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember yang ditetapkan setiap tahun dengan Peraturan Daerah. APBD disusun dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan Pendapatan Daerah yang terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja dan pembiayaan. Penyusunan APBD berpedoman kepada RKPD, KUA, PPA dalam rangka mewujudkan pelayanan kepada masyarakat untuk tercapainya bertujuan bernegara.
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Studi Kasus Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sumedang
e.
Penjabaran APBD dan Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (DPASKPD).
9.5. Prosedur Perencanaan Tahunan Daerah Proses awal dari prosedur perencanaan tahunan di Kabupaten Sumedang dilakukan dengan cara menetapkan pagu indikatif. Kepala Bappeda menyiapkan pagu indikatif yang didasarkan pada indikator pembangunan dengan mengacu pada: 1. prakiraan maju yang telah disetujui pada tahun sebelumnya; 2. evaluasi pencapaian RPJMD sampai dengan tahun berjalan; 3. sumber daya yang tersedia; 4. kondisi aktual daerah. Pagu indikatif memuat Rancangan Awal Program Pembangunan Prioritas, dan patokan maksimal anggaran yang diberikan kepada SKPD yang dirinci berdasarkan program dan wilayah desa/kelurahan serta wilayah kecamatan. Bupati menyampaikan pagu indikatif kepada DPRD untuk kemudian dibahas bersama dan selanjutnya dituangkan dalam bentuk Nota Kesepakatan. Nota Kesepakatan disosialisasikan kepada masyarakat Wilayah Kecamatan sebagai bahan untuk menyelenggarakan Musrenbang Tahunan Kecamatan dan kepada masyarakat sektoral serta SKPD sebagai bahan menyusun Rancangan Awal Renja SKPD. Besaran pagu indikatif ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. Gambaran penetapan pagu indikatif ini dapat ditunjukkan pada gambar berikut ini: Gambar 9.1 : Prosedur Penentuan Pagu Indikatif
Kepala BAPPEDA
Menyiapkan
Pagu Indikatif
Membahas
Bupati
Berisi: 1. Rancangan Awal Program Pembangunan Prioritas 2. Patokan maksimal anggaran SKPD dirinci: a) Program b) Wilayah Desa/Kelurahan c) Wilayah Kecamatan
Nota Kesepakatan Pagu Indikatif Disosialisasikan pada Ditetapkan
DPRD
Peraturan Bupati Pagu Indikatif
Masyarakat Kecamatan
Bahan Musrenbang Kecamatan
Sumber: Permendagri No. 54 Tahun 2010
108
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Masyarakat Sektoral dan SKPD
Bahan Rancangan Awal Renja SKPD
Studi Kasus Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sumedang
Sejalan dengan hal tersebut, perencanaan partisipatif dalam bentuk Musrenbang dilakukan pada tingkatan desa. Musrenbang Tahunan Desa/Kelurahan menghasilkan Dokumen Hasil Musrenbang Tahunan Desa/Kelurahan yang berisi usulan kegiatan masyarakat Desa/Kelurahan. Musrenbang tahunan Desa/ Kelurahan diikuti tiga (3) orang Delegasi Masyarakat Desa/Kelurahan berasal dan dipilih oleh masyarakat peserta Musrenbang Tahunan Desa/Kelurahan, yang akan mengikuti Musrenbang Tahunan Kecamatan. Dokumen Hasil Musrenbang Tahunan Desa/Kelurahan yang telah disyahkan oleh Kepala Desa/Lurah dan disetujui oleh Ketua BPD dan Ketua Delegasi Desa, merupakan bahan utama Musrenbang Tahunan Kecamatan. Secara ilustratif, proses pelaksanaan Musrenbang Desa/Kelurahan dapat ditunjukkan pada Gambar 9.2 berikut ini: Gambar 9.2: Proses Pelaksanaan Musrenbang Desa / Kelurahan MUSRENBANG HASIL TAHUNAN DESA/KELURAHAN Disahkan oleh Kades/Lurah, Ketua BPD, dan Ketua Delegasi Desa
Memilih
3 ORANG DELEGASI MASYARAKAT DESA/KELURAHAN DOKUMEN HASIL MUSRENBANG TAHUNAN DESA/KELURAHAN
Bahan Utama Musrenbang Kecamatan
Mengikuti Musrenbang Kecamatan
Sumber: Permendagri No. 54 Tahun 2010
Proses perencanaan bottom up berikutnya adalah pelaksanaan Musrenbang tingkat kecamatan. Kecamatan dengan difasilitasi oleh Bappeda menyelenggarakan Musrenbang Tahunan Kecamatan dalam rangka mensinkronkan hasil Musrenbang Desa/Kelurahan dengan Pagu Indikatif Kecamatan. Musrenbang Tahunan Kecamatan menghasilkan Dokumen Hasil Musrenbang Tahunan Kecamatan yang berisi usulan kegiatan Kecamatan. Musrenbang Tahunan Kecamatan memilih tiga (3) Delegasi Masyarakat Kecamatan berasal dan dipilih oleh peserta Musrenbang Tahunan Kecamatan, yang akan mengikuti Musrenbang Kabupaten. Dokumen Hasil Musrenbang Kecamatan yang telah disyahkan oleh Camat, disetujui oleh Ketua Delegasi Masyarakat Kecamatan, dan diketahui oleh anggota DPRD dari daerah pemilihan kecamatan yang bersangkutan, menjadi bahan utama dalam Forum SKPD. Prosedur pelaksanaan Musrenbang Tahunan tingkat kecamatan ini dapat diilustrasikan pada Gambar 9.3 berikut ini:
109
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Studi Kasus Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sumedang
Gambar 9.3: Proses Pelaksanaan Musrenbang Tahunan Kecamatan
Difasilitasi
KECAMATAN
BAPPEDA
memilih
MUSRENBANG TAHUNAN KECAMATAN Camat
Ketua Delegasi Masyarakat Kecamatan
Disahkan
DOKUMEN HASIL MUSRENBANG TAHUNAN KECAMATAN
Anggota DPRD dari Dapil Kecamatan yang Bersangkutan
Sinkronisasi hasil Musrenbang Desa / Kelurahan dengan Pagu Indikatif Kewilayahan
3 ORANG DELEGASI MASYARAKAT DESA/KELURAHAN
Mengikuti Musrenbang Tahunan Kabupaten BAHAN UTAMA FORUM SKPD
Sumber: Permendagri No. 54 Tahun 2010
Di tataran eksekutif pemerintah daerah, SKPD menyusun Rancangan Awal Renja SKPD dengan berdasarkan kepada Renstra SKPD dan Pagu Indikatif. Kepala SKPD mengadakan Rapat Konsultasi yang terbuka untuk umum, dengan mengundang Masyarakat Sektoral dan Komisi di DPRD untuk menyempurnakan Rancangan Awal Renja SKPD. Pelaksanaan rapat ini diharapkan dapat menyempurnakan Renja SKPD sebagai dasar penetapan program dan kegiatan tahunan dalam APBD. Prosedur perencanaan tahunan di tataran SKPD dapat diilustrasikan pada gambar berikut ini: Gambar 9.4: Prosedur Perencanaan Tahunan di Tingkat SKPD
SKPD
membuat
RENCANA AWAL RENJA SKPD
dipertimbangkan
RENSTRA SKPD
PAGU INDIKATIF
Masyarakat Sektoral Kepala SKPD
menyelenggarakan
Rapat Konsultasi
diundang
Komisi DPRD PENYEMPURNAAN RENCANA AWAL RENJA SKPD Sumber: Permendagri No. 54 Tahun 2010
110
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Studi Kasus Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sumedang
Tahapan berikutnya adalah pelaksanaan Forum SKPD untuk mempertemukan usulan yang berasal dari pihak eksekutif pemerintah daerah dan hasil Musrenbang Kecamatan. Bappeda selaku fasilitator menyelenggarakan Forum SKPD dalam rangka mensinkronkan hasil Musrenbang Tahunan Kecamatan yang diusung oleh Forum Delegasi Musrenbang dengan Rancangan Awal Renja SKPD. Kepala SKPD menggunakan Dokumen Hasil Forum SKPD sebagai bahan penyempurnaan Rancangan Awal Renja SKPD menjadi Rancangan Renja SKPD. Kepala Bappeda menggunakan Dokumen Hasil Forum SKPD untuk menyempurnakan Rancangan Awal KU APBD menjadi Rancangan RKPD. Rancangan RKPD merupakan bahan utama Musrenbang Tahunan Kabupaten. Rancangan RKPD memuat prioritas pembangunan daerah, rancangan ekonomi daerah, rencana kerja dan pendanaan oleh pemerintah maupun partisipasi masyarakat dalam lingkup SKPD, kewilayahan, dan lintas kewilayahan. Prosedur pelaksanaan Forum SKPD secara ilustratif dapat ditunjukkan pada gambar berikut ini: Gambar 9.5: Proses Pelaksanaan Forum SKPD
BAPPEDA SELAKU FASILITATOR
FORUM SKPD
Hasil Musrenbang Kecamatan
Forum Delegasi Musrenbang
Rencana Awal Renja SKPD
SKPD
DOKUMEN HASIL FORUM SKPD PENYEMPURNAAN RANCANGAN AWAL APBD
RANCANGAN RKPD
BAHAN UTAMA MUSRENBANG KABUPATEN
Sumber: Permendagri No. 54 Tahun 2010
Kepala Bappeda menyelenggarakan Musrenbang Tahunan Kabupaten dalam rangka membahas Rancangan RKPD. Musrebang Tahunan Kabupaten diselenggarakan untuk: i. penetapan arah kebijakan, prioritas pembangunan, dan plafon/pagu dana ii. berdasarkan fungsi SKPD; iii. daftar prioritas kegiatan dan sumber pembiayaannya; dan iv. daftar usulan kebijakan/regulasi pada tingkat pemerintah kabupaten, provinsi, dan/atau pusat. Penyelenggaraan Musrenbang Tahunan Kabupaten diikuti oleh unsur-unsur Pemerintahan Daerah, Delegasi Musrenbang Kecamatan, Bappeda Provinsi, Kementrian/Lembaga yang terkait, serta masyarakat. Musrenbang Tahunan Kabupaten diselenggarkan paling lambat bulan Maret setiap tahunnya. Hasil Musrenbang Tahunan digunakan untuk bahan penyempurnaan Rancangan RKPD.
111
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Studi Kasus Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sumedang
Kepala Bappeda menyampaikan Rancangan RKPD kepada Bupati untuk ditetapkan oleh Peraturan Kepala Daerah. RKPD yang telah ditetapkan untuk digunakan oleh SKPD untuk memutakhirkan Renja SKPD. Renja SKPD ditetapkan oleh Kepala SKPD, setelah mendapat rekomendasi dari Kepala Bappeda. Paska Musrenbang Kabupaten Tahunan, Bappeda selaku fasilitator perencanaan pembangunan, memfasilitasi pembentukan Forum Delegasi Musrenbang. Forum Delegasi Musrenbang merupakan wadah musyawarah para Delegasi Masyarakat Kecamatan dengan fungsi sebagai media pengawasan masyarakat terhadap proses penyusunan APBD serta implementasi APBD. Proses pelaksanaan Musrenbang Tahunan di tingkat kabupaten dapat ditunujukkan pada gambar berikut ini: Gambar 9.6 : Proses Pelaksanaan Musrenbang Tahunan Kabupaten
KEPALA BAPPEDA
MUSRENBANG TAHUNAN KABUPATEN
Diikuti Pemerintahan Daerah, Delegasi Musrenbang Kecamatan, Bappeda Provinsi, Kementrian/Lembaga yang terkait, serta bagi masyarakat
Paling lambat Maret: bahan penyempurnaan Rancangan RKPD
RANCANGAN RKPD Paska Musrenbang Kabupaten Tahunan, Bappeda selaku fasilitator, memfasilitasi pembentukan Forum Delegasi Musrenbang
PERBUD RKPD
Pemutakhiran Renja SKPD Rekomendasi Bappeda
Renja SKPD
Sumber: Permendagri No. 54 Tahun 2010
9.6. Prosedur Penganggaran Daerah Bappeda selaku fasilitator perencanaan pembangunan memfasilitasi SKPD untuk menyusun dokumen PRA RKA SKPD. Dokumen PRA RKA SKPD memuat tentang rencana kegiatan beserta anggarannya yang bersifat indikatif. Dokumen PRA RKA SKPD merujuk pada dokumen RKPD. Dokumen PRA RKA-SKPD menjadi salah satu rujukan dalam penyusunan PPAS. Bupati berdasarkan pagu indikatif, RKPD dan Pra RKA SKPD menyusun rancangan Kebijakan Umum APBD dan PPAS. KUA memuat: 1. uraian kondisi atau prestasi yang telah dicapai pada tahun sebelumnya dan perkiraan pencapaian pada tahun anggaran yang akan datang. 2. identifikasi masalah dan tantangan utama yang akan dihadapi pada tahun yang akan datang. 112
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Studi Kasus Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sumedang
3. identifikasi prioritas-prioritas upaya/cara yang direncanakan untuk menyelesaikan masalah atau menjawab tantangan yang mendesak dan berdampak luas bagi kesejahteraan masyarakat serta mendukung upaya menciptakan kondisi pada RPJMD. 4. target/kondisi yang diharapkan akan diperoleh/dicapai yang dihasilkan dari pelaksanaan program /kegiatan pada tahun yang akan datang. 5. kondisi yang telah terjadi dan asumsi yang diperkirakan akan terjadi untuk mendanai seluruh pengeluaran yang menjadi dasar penyusunan KUA. Kepala Daerah menyampaikan rancangan KUA tahun anggaran berikutnya sebagai landasan penyusunan RAPBD kepada DPRD selambat-lambatnya pertengahan Juni tahun anggaran berjalan. Rancangan KUA yang telah disampaikan Kepala Daerah dibahas bersama antara DPRD dengan Pemerintah Daerah. Dalam pembahasan rancangan KUA, DPRD menyelenggarakan konsultasi publik untuk mendapat masukan dari masyarakat khususnya Forum Delegasi Musrenbang dan unsur stakeholders lainnya. Rancangan KUA yang telah dibahas bersama DPRD dan telah dikonsultasikan kepada publik selanjutnya disepakati sebagai KUA. Berdasarkan kebijakan umum APBD yang telah disepakati, Pemerintah Daerah melakukan Pembahasan prioritas dan plafon penyusunan Rancangan PPAS. Rancangan PPAS memuat antara lain : 1. skala prioritas untuk urusan wajib dan urusan pilihan; 2. urutan program untuk masing-masing urusan; 3. plafon anggaran sementara untuk masing-masing program. Bupati menyampaikan Rancangan PPAS yang telah disusun kepada DPRD untuk dibahas paling lambat Minggu ke-dua bulan Juli tahun anggaran berjalan. Pembahasan dilakukan oleh TAPD bersama Panitia Anggaran DPRD. Dalam pembahasan rancangan PPAS, DPRD menyelenggarakan konsultasi publik untuk mendapat masukan dari masyarakat khususnya Forum Delegasi Musrenbang dan unsur stakeholders lainnya. Rancangan PPAS yang telah dibahas selanjutnya disepakati menjadi PPA paling lambat akhir bulan Juli tahun anggaran berjalan. Prioritas dan Plafon Anggaran (PPA) ditetapkan oleh Bupati berdasarkan PPAS yang telah disepakati bersama-sama dengan DPRD sebagai dasar penyusunan rencana kerja dan anggaran satuan kerja perangkat daerah (RKA-SKPD). RKA-SKPD disusun oleh masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah berdasarkan Renja SKPD dan PPA selanjutnya disampaikan kepada Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) sebagai bahan penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD). Rancangan APBD disusun oleh PPKD bersama-sama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dibawah koordinasi Sekretaris Daerah selaku Ketua TAPD. Penyusunan Rancangan APBD berpedoman kepada RKPD dalam rangka mewujudkan tercapainya tujuan bernegara. Setiap Kepala SKPD menyusun RKA-SKPD berdasarkan pedoman penyusunan RKA SKPD. RKA-SKPD disusun dengan menggunakan pendekatan kerangka pengeluaran jangka menengah daerah, penganggaran terpadu dan penganggaran berdasarkan preastasi kerja. Penyusunan RKA-SKPD dengan pendekatan kerangka pengeluaran jangka menengah dilaksanakan dengan menyusun prakiraan maju yang berisi perkiraan kebutuhan anggaran untuk program dan kegiatan yang direncanakan dalam tahun anggaran berikutnya dari tahun anggaran yang direncanakan dan merupakan implikasi kebutuhan dana untuk pelaksanaan program dan kegiatan tersebut pada tahun berikutnya.
113
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Studi Kasus Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sumedang
Penyusunan RKA-SKPD dengan pendekatan penganggaran terpadu dilakukan dengan mengintegrasikan seluruh proses perencanaan dan penganggaran di lingkungan SKPD untuk menghasilkan dokumen rencana kerja dan anggaran SKPD. Penyusunan RKA-SKPD dengan pendekatan prestasi kerja dilakukan dengan memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran dan hasil yang diharapkan dari kegiatan dan program termasuk efisiensi dalam pencapaian keluaran dan hasil tersebut. Penyusunan anggaran berdasarkan prestasi kerja dilakukan berdasarkan capaian kinerja, indikator kinerja, analisis standar belanja, standar satuan harga, dan standar pelayanan minimal. Standar satuan harga ditetapkan dengan keputusan kepala daerah. RKA-SKPD memuat rencana pendapatan, belanja untuk masingmasing program dan kegiatan menurut fungsi untuk tahun yang direncanakan dirinci sampai dengan rincian objek pendapatan, belanja dan pembiayaan serta prakiraan maju untuk tahun berikutnya. RKA-SKPD yang telah disusun oleh kepala SKPD disampaikan kepada PPKD. RKA SKPD dibahas oleh tim anggaran pemerintah daerah. Pembahasan oleh tim anggaran pemerintah daerah dilakukan untuk menelaah kesesuaian antara RKA SKPD dengan KUA, PPAS, prakiraan maju yang telah disetujui pada tahun sebelumnya, dan dokumen perencanaan lainnya, serta capaian kinerja, indikator kinerja, analisis standar belanja, standar satuan harga, dan standar pelayanan minimal. PPKD menyusun rancangan peraturan daerah tentang APBD berikut dokumen pendukung berdasarkan RKA SPKD yang telah ditelaah oleh tim anggaran pemerintah daerah. Dokumen pendukung tersebut terdiri atas nota keuangan dan rancangan APBD. Rancangan peraturan daerah tentang APBD yang telah disusun oleh PPKD disampaikan kepada Bupati. Rancangan peraturan daerah tentang APBD sebelum disampaikan kepada DPRD disosialisasikan kepada masyarakat. Sosialisasi rancangan peraturan daerah tentang APBD bersifat memberikan informasi mengenai hak dan kewajiban pemerintah daerah serta masyarakat dalam pelaksanaan APBD tahun anggaran yang direncanakan. Penyebarluasan rancangan peraturan daerah tentang APBD dilaksanakan oleh sekretaris daerah selaku koordinator pengelolaan keuangan daerah. Bupati menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang APBD kepada DPRD disertai penjelasan dokumen pendukungnya pada minggu pertama Bulan Oktober tahun sebelumnya untuk dibahas dalam rangka memperoleh persetujuan bersama. Dokumen pendukung tersebut berupa Nota Keuangan dan Rancangan APBD. Tata cara pembahasan rancangan peraturan daerah tentang APBD dilakukan sesuai dengan peraturan tata tertib DPRD mengacu pada peraturan perundang-undangan. Pembahasan bersama ini menitikberatkan pada kesesuaian antara Kebijakan Umum APBD serta prioritas dan plafon anggaran sementara, program dan kegiatan yang diusulkan dalam rancangan peraturan daerah tentang APBD. Dalam pembahasan rancangan peraturan daerah tentang APBD tersebut, DPRD menyelenggarakan konsultasi publik untuk mendapat masukan dari masyarakat khususnya Forum Delegasi Musrenbang dan unsur stakeholders lainnya. Pengambilan keputusan bersama DPRD dan Bupati terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD dilakukan selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan Atas dasar persetujuan bersama tersebut, Bupati menyiapkan rancangan peraturan bupati, tentang Penjabaran APBD. Apabila DPRD sampai batas waktu sebagaimana dimaksud pada pada ayat (1) pasal ini, tidak mengambil keputusan bersama dengan Bupati terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD, Bupati melaksanakan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya untuk membiayai keperluan setiap bulan yang disusun dalam rancangan peraturan bupati tentang APBD. Pengeluaran setinggi-tingginya untuk keperluan setiap bulan tersebut, diprioritaskan untuk belanja yang bersifat mengikat dan belanja yang besifat wajib. Rancangan Peraturan Daerah 114
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Studi Kasus Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sumedang
tersebut dilaksanakan setelah dievaluasi oleh Gubernur. Evaluasi terhadap rancangan peraturan bupati tersebut, selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari terhitung sejak diterimanya rancangan dimaksud oleh Gubernur. Apabila sampai batas waktu ini belum disahkan rancangan peraturan daerah tentang APBD ditetapkan menjadi peraturan daerah tentang APBD.
9.7. Proses Penentuan Pagu Indikatif Kewilayahan Latar belakang kebijakan Pagu Indikatif Kewilayahan (PIK) dikarenakan tidak adanya kejelasan anggaran yang diterima masing-masing wilayah dan usulan kegiatan saat Musrenbang kecamatan lebih pada ‘shopping list’. PIK merupakan suatu instrumen yang digunakan dalam proses penyusunan prioritas usulan kegiatan dalam forum Musrenbang kecamatan berkenaan proporsi alokasi pembiayaan yang diterima setiap wilayah berdasarkan indikator-indikator tertentu. Formula total alokasi PIK untuk seluruh kecamatan (Akumulasi PIK) dapat ditunjukkan pada rumusan sebagai berikut: Akumulasi PIK = BL APBD – (DAK + Prop + Prog SKPD + PI SKPD + Def) Dimana: • • • • • • •
PIK = Pagu Indikatif Kewilayahan (Kecamatan) BL APBD = Belanja Langsung APBD Thn Berjalan Prog SKPD = Belanja Program SKPD DAK = Belanja Keg dari DAK dan penunjangnya Prop = Belanja Keg Bantuan dari Propinsi PI = Pagu Indikatif sesuai Renja SKPD Def = Defisit Anggaran
Alokasi PIK untuk masing-masing kecamatan dirumuskan sebagai berikut: PIK = PID + PIV Dimana: • •
PID = Pagu Indikatif yang berdasarkan Proporsi Desa PIV = Pagu Indikatif berdasarkan variabel-variabel
Pagu Indikatif yang berdasarkan Proporsi Desa (PID) •
115
PID = (25% X ΣPIK / D) X JD
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Studi Kasus Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sumedang
Dimana: • PID = Pagu Indikatif Desa • D = Jumlah Desa di Kab Sumedang • ΣPIK = Akumulasi PIK • JD = Jumlah Desa di Kecamatan Pagu Indikatif berdasarkan variabel-variabel (PIV) memperhitungkan variabel-variabel sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Data Penduduk per Kecamatan. Angka Drop Out (DO) per Kecamatan. Angka Buta Huruf per Kecamatan. Jumlah Penduduk Miskin (Pra KS dan KS1) per kecamatan. Angkatan Kematian Bayi per kecamatan. Data Gizi Buruk per kecamatan. Laju Pertumbuhan Ekonomi. Infrastruktur pendidikan dasar yang rusak. Kondisi prasarana jalan yang rusak per kecamatan. Irigasi yang rusak per kecamatan. Penerimaan PBB per kecamatan. Penerimaan Retribusi per kecamatan.
Pagu Indikatif berdasarkan variabel-variabel (PIV) dihitung dengan cara sebagai berikut: 1. Menentukan bobot setiap variabel (12 variabel); serta 2. Mengakumulasikan hasil perkalian antara bobot variabel dengan skor nilai yang diperoleh tiaptiap kecamatan untuk menentukan indeks tiap kecamatan.
9.8. Forum Delegasi Musrenbang Sesuai dengan Perda No.1 Tahun 2007, maka dalam proses perencanaan dan penganggaran daerah di Kabupaten Sumedang muncul institusi baru yang bernama Forum Delegasi Musrenbang. Hingga saat survey dilakukan, belum ada keputusan tetap berkaitan dengan forum ini meskipun sudah terdapat rancangan akhir pengaturan ini. Berdasarkan rancangan tersebut, Forum Delegasi Musrenbang yang selanjutnya disingkat FDM berkedudukan sebagai forum masyarakat tingkat kabupaten yang akan menjadi media pengawalan dan pengawasan terhadap proses penyusunan dan penetapan APBD serta implementasinya di lapangan. Forum Delegasi Musrenbang bertugas untuk: 1. 2. 3. 4. 5.
116
Terlibat dalam fasilitasi Musrenbang Kecamatan, Forum SKPD, dan Musrenbang Kabupaten. memberikan masukan dalam penyusunan RKPD. Mengikuti pembahasan KUA. Mengikuti pembahasan PPAS. Mengikuti pembahasan RAPBD.
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Studi Kasus Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sumedang
6. 7. 8. 9.
Mengikuti pembahasan RAPBD-P. Monitoring pelaksanaan APBD. Melakukan review terhadap pelaksanaan APBD. Memberikan transformasi pengetahuan tentang seluruh proses perencanaan dan penganggaran serta pengetahuan lainnya kepada masyarakat yang difasilitasinya dan kepada kader FDM selanjutnya.
Forum Delegasi Musrenbang berfungsi untuk: 1. Mengawal usulan kegiatan hasil dari kesepakatan musrenbang kabupaten. 2. Media pengawasan masyarakat terhadap proses penyusunan APBD secara keseluruhan sesuai dengan tahapan-tahapannya. 3. Media pengawasan masyarakat terhadap proses pelaksanaan APBD. 4. Media pengawasan masyarakat dalam konsultasi publik antara legislatif, eksekutif dan masyarakat. Forum delegasi Musrenbang memiliki kewenangan untuk memberi masukan dan meminta penjelasan kepada Tim Anggaran Eksekutif dan Legislatif pada saat proses penganggaran. FDM adalah forum yang dibentuk oleh peserta musrenbang kabupaten. Pembentukan FDM dipasilitasi oleh Bappeda pasca musrenbang kabupaten. Untuk pembentukan FDM tahun 2007-2008 diserahkan kepada Bappeda dengan merujuk surat mandat dari kecamatan dan surat mandat dari sektoral. Anggota FDM dipilih oleh peserta musrenbang kabupaten yang memiliki kriteria sebagai berikut: 1. Sebagai peserta musrenbang kabupaten utusan kecamatan yang dibuktikan dengan surat mandat dari kecamatan yang bersangkutan. 2. Sebagai peserta musrenbang kabupaten utusan sektoral yang dibuktikan dengan surat mandat dari sektor yang bersangkutan. 3. Proporsi keanggotaan FDM terdiri dari satu utusan per kecamatan dan satu utusan per sektoral. Masa tugas keanggotaan FDM adalah satu tahun. Anggota FDM dapat dipilih kembali menjadi anggota FDM satu tahun periode berikutnya. Setelah anggota FDM terpilih dalam dua periode masa jabatan tidak dapat dipilih kembali untuk ke tiga kalinya. Hak FDM terdiri dari (1) Memilih dan dipilih menjadi pengurus FDM; (2) Mendapat fasilitas kesekretariatan dan penunjang lainnya dalam menjalankan tugas FDM; (3) Mendapatkan informasi jadwal proses perencanaan dan penganggaran serta mendapat dokumen perencanaan dan pengganggaran; (4) Mendapatkan penjelasan dalam proses pembahasan KUA, PPAS, RAPBD, dan RAPBD-P. Selain itu, FDM juga memiliki kewajiban untuk: (1) Mengikuti berbagai pembahasan dokumen perencanaan dan penganggaran; (2) Memberikan informasi hasil-hasil proses pembahasan anggaran kepada masyarakat di wilayah yang diwakilinya; (3) Memberikan informasi hasil-hasil proses pembahasan anggaran kepada sektor yang diwakilinya; (4) Melakukan monitoring terhadap pelaksanaan APBD serta melaporkan hasilnya pada musyawarah FDM. FDM adalah wadah musyawarah para Delegasi Masyarakat yang bersifat independent. Struktur FDM terdiri dari satu koordinator, beberapa pokja dan anggota. Koordinator dan kepengurusan FDM dipilih oleh peserta musrenbang kabupaten. Dalam melaksanakan tugasnya forum ini berkoordinasi dengan Bappeda dan DPRD.
117
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Studi Kasus Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sumedang
9.9. Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Perencanaan Pembangunan dan APBD Pengendalian dan evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan daerah didasarkan pada asas relevansi, efisiensi, efektivitas, berkelanjutan, transparasi, akuntabilitas, disiplin, serta partisipasi. Pengendalian dan evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan tersebut dilakukan untuk menjamin agar pelaksanaan kegiatan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan, dan untuk meningkatkan effisiensi dan efektivitas alokasi sumberdaya, serta meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan pembangunan. Pengendalian dan evaluasi pada tahap perencanaan dilakukan oleh Bappeda. Pengendalian dan evaluasi pada tahap pelaksanaan dilakukan oleh SKPD. Bappeda menghimpun dan menganalisis hasil pemantauan pelaksanaan rencana pembangunan dari masing-masing SKPD. Berdasarkan hasil evaluasi SKPD ini, Bappeda menyusun evaluasi rencana pembangunan. Hasil evaluasi tersebut menjadi bahan bagi penyusunan rencana pembangunan daerah untuk periode berikutnya. Tata cara pengendalian dan evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan daerah diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. Hingga saat ini, pengaturan tersebut belum ditetapkan.
9.10. Pembelajaran dari Studi Kasus Hasil pembahasan mengenai proses perencanaan dan penganggaran yang partisipatif di Kabupaten Sumedang, terdapat sejumlah pembelajaran dari studi kasus ini, antara lain: 1. Kabupaten Sumedang secara kelengkapan dokumen perencanaan dan penganggaran relatif telah memenuhi semuanya. Inovasi Perda No.1 Tahun 2007 yang telah dilakukan oleh Sumedang berusaha meningkatkan kualitas perencanaan dan penganggaran partisipatif. 2. Proses perencanaan dan penganggaran membutuhkan waktu yang sangat ketat sehingga sekuens dari proses ini dapat terjamin. Simplifikasi dari proses menjadi penting untuk meningkatkan kualitas perencanaan dan penganggaran tersebut. 3. Usaha meningkatkan kualitas perencanaan partisipatif di Sumedang dilakukan dengan pembentukan institusi Forum Delegasi Musrenbang. Forum ini diharapkan dapat menjembatani proses perencanaan bottom up sehingga dapat terjamin bahwa hasil dari proses ini akan diimplementasi di tataran pemerintahan daerah. 4. Selain proses perencanaan dan implementasi, faktor yang penting lainnya adalah pengendalian dan evaluasi dari proses perencanaan dan penganggaran. Urgensi pentingnya menciptakan sistem ini akan memberikan jaminan yang lebih besar peningkatan kualitas perencanaan dan penganggaran itu sendiri.
Rangkuman •
118
Perkembangan implementasi kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal di Indonesia telah memberikan kewenangan yang lebih besar dari pemerintah pusat kepada pemerintahan daerah. Pemberian kewenangan yang disertai dengan pengalihan sumber keuangan yang lebih besar ini tentunya menuntut peranan pemerintahan daerah dalam proses perencanaan
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Studi Kasus Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sumedang
•
dan implementasi pembangunan daerah. Pemerintah Kabupaten Sumedang juga menyadari tentang arti pentingnya perencanaan partisipatif ini oleh sebab itu sejalan dengan usulan DPRD Kabupaten Sumedang yang direspons oleh Pemerintahan Daerah, terbitlah Peraturan Daerah (Perda) No.1 Tahun 2007 tentang Prosedur Perencanaan dan Penganggaran Daerah. Latar belakang Perda No.1 Tahun 2007 tentang Prosedur Perencanaan dan Penganggaran Daerah didasarkan kepada Terbatasnya sumber daya yang dimiliki (financial capacity) daerah; Ada pesimisme di tengah-tengah masyarakat selama ini terkait denan efektivitas penyelenggaraan Forum Musrenbang; Anggapan yang berkembang selama ini Pemda (dalam hal ini Bappeda, Bakuda, dan DPRD tidak konsisten terhadap kesepakatan hasil Musrenbang sehingga sering dijadikan kambing hitam sebagai pencoret usulan hasil Musrenbang khususnya DPRD); Adanya desakan kuat akan pentingnya pelibatan warga/partisipasi dalam proses perencanaan sekaligus pembahasan anggarannya.
Pertanyaan Untuk Latihan 1. Bagaimana menurut saudara perencanaan pembangunan di Kabupaten Sumedang dilihat dari proses dan sistem perencanaan? 2. Bagaimana bila dibandingkan dengan perencanaan pembangunan di daerah saudara? 3. Berikan gambaran permasalahan umum atau kendala perencanaan pembangunan dari sisi pemenuhan prinsip maupun proses perencanaan?
119
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Topik 10
KETERKAITAN PERENCANAAN DENGAN PENGANGGARAN SERTA SIKLUS ANGGARAN DAERAH
Keterkaitan Perencanaan Dengan Penganggaran Serta Siklus Anggaran Daerah
Deskripsi: Topik ini menjelaskan tentang konsep perencanaan dan penganggaran, hubungan perencanaan dan penganggaran daerah dan siklus anggaran daerah.
Sub Topik
Kata Kunci
Konsep perencanaan dan penganggaran
Keterbatasan sumber daya, pilihan (choice), trade offs
Keterkaitan perencanaan dan penganggaran
Konsistensi, pagu anggaran indikatir, transparansi
Siklus anggaran daerah
Tahapan, waktu, output
Referensi: 1. 2. 3. 4. 5.
Syafrizal, 2009.Teknik Perencanaan Pembangunan Daerah UU No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah UU 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional PMDN No. 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 8 tahun 2008 tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah. 6. Permendagri 13 Tahun 2006 jo 59 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. 7. Permendagri 54 tahun 2010 8. SEMDN No. 050/200/II/BANGDA/2008 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD).
121
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Keterkaitan Perencanaan Dengan Penganggaran Serta Siklus Anggaran Daerah
10.1. Keterkaitan Perencanaan dan Penganggaran serta Siklus Anggaran 10.1.1.
Konsep Perencanaan dan Penganggaran
Sebagaimana dikemukakan pada bagian konsep perencanaan pembangunan daerah sebelumnya, bahwa perencanaan adalah suatu proses yang kontinyu, terdiri dari keputusan atau pemilihan dari berbagai cara untuk menggunakan sumber daya yang ada, dengan sasaran untuk mencapai tujuan tertentu di masa mendatang. Ini berarti bahwa sebelum melaksanakan suatu kegiatan terlebih dahulu harus membuat perencanaan yang memuat tujuan yang akan dicapai dan cara mencapai tujuan tersebut. Penyusunan perencanaan tersebut mengindikasikan adanya organisasi yang terlibat, adanya dokumen yang digunakan di dalam perencanaan, adanya dukungan sumber daya untuk melaksanakan kegiatan yang direncanakan, dan adanya tujuan yang jelas yang akan dicapai. Organisasi yang terlibat dalam perencanaan, umumnya meliputi organisasi yang terlibat di dalam pelaksanaan kegiatan, organisasi yang bertugas khusus dalam perencanaan, kelompok sasaran yang dituju dalam pelaksanaan rencana, organisasi yang berkaitan dengan penyediaan sumber daya, dan pimpinan organisasi secara keseluruhan. Setiap proses penyusunan perencanaan tersebut harus dicatat dan didokumentasikan. Adapun isi dokemen tersebut, minimal memuat nama kegiatan, tujuan yang akan dicapai dari kegiatan tersebut yang meliputi indikator kinerja dan target kinerja, kelompok sasaran, penanggungjawab kegiatan, dan penggunaan sumberdaya. Perencanaan yang baik adalah perencanaan yang dapat diimplementasikan dengan realistis dan di dukung dengan ketersediaan sumber daya. Pada umumnya sumberdaya terdiri atas sumber dana, sumber daya manusia, sumber daya material, dan sumberdaya peralatan. Pada umumnya tidak semua rencana yang telah disusun dapat dilaksanakan karena adanya keterbatasan sumber daya. Oleh karena itu, perlu dibuat skala prioritas dari sekian banyak rencana yang telah disusun agar memudahkan proses seleksi implementasi rencana. Pada umumnya, kendala sumber daya yang paling besar adalah ketersediaan dana. Oleh karena itu perlu dilakukan penyusunan anggaran, khususnya anggaran belanja. Tujuan penyusunan anggaran ini adalah untuk mengalokasikan dana yang tersedia secara ekonomis, efisien dan efektif. Penggunaan dana secara ekonomis menuntut setiap penyusun anggaran untuk mencari harga atau biaya yang lebih murah dengan kualitas yang sesuai. Sedangkan penyusunan anggaran yang efisien menuntut setiap penyusun anggaran untuk menganggarkan volume kebutuhan material yang paling rendah dengan tidak mengorbankan kualitas yang diharapkan. Disamping itu, penyusunan anggaran yang efektif menuntut setiap penyusun anggaran mengalokasikan sumber dana berdasarkan skala kebermanfaatannya. Penyusunan APBD merupakan proses penganggaran daerah yang secara konseptual terdiri atas formulasi kebijakan anggaran (budget policy formulation) dan perencanaan operasional anggaran (budget operational planning). Penyusunan kebijakan umum APBD (KUA) termasuk kategori formulasi kebijakan anggaran. Formulasi kebijakan anggaran berkaitan dengan analisis fiskal, sedang perencanaan operasional anggaran lebih ditekankan pada alokasi sumber daya keuangan.
122
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Keterkaitan Perencanaan Dengan Penganggaran Serta Siklus Anggaran Daerah
Untuk memahami arti penting anggaran daerah, maka harus diketahui cakupan aspek-aspeknya, adapun mencakup aspek-aspek berikut : 1. Anggaran merupakan alat bagi Pemerintah Daerah untuk mengarahkan dan menjamin kesinambungan pembangunan, serta meningkatkan kualitas hidup masyarakat. 2. Anggaran diperlukan karena adanya kebutuhan dan keinginan masyarakat yang tak terbatas dan terus berkembang, sedangkan sumber daya yang ada terbatas. Anggaran diperlukan karena adanya masalah keterbatasan sumber daya (scarcity of resources), pilihan (choice), dan trade offs. 3. Disamping itu, anggaran daerah memiliki peran penting dalam sistem keuangan daerah. Peran anggaran daerah berdasarkan fungsi utamanya sebagai berikut (Mardiasmo, 2004): a. Anggaran berfungsi sebagai alat perencanaan, yang antara lain digunakan untuk: • Merumuskan tujuan serta sasaran kebijakan sesuai dengan visi dan misi yang ditetapkan. • Merencanakan berbagai program dan kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi serta merencanakan alternative sumber pembiayaannya. • Mengalokasikan sumber-sumber ekonomi pada berbagai program dan kegiatan yang telah disusun. • Menentukan indikator kinerja dan tingkat pencapaian strategi. b. Anggaran berfungsi sebagai alat pengendalian, yang digunakan antara lain untuk: • Mengendalikan efisiensi pengeluaran. • Membatasi kekuasaan atau kewenangan Pemda. • Mencegah adanya overlapping, understanding, dan salah sasaran (misappropriation) dalam pengalokasian anggaran pada bidang lain yang bukan merupakan prioritas. • Memonitor kondisi keuangan dan pelaksanaan operasional program atau kegiatan pemerintah. c. Anggaran sebagai alat kebijakan fiskal digunakan untuk menstabilkan ekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi melalui pemberian fasilitas, dorongan dan koordinasi kegiatan ekonomi masyarakat sehingga mempercepat pertumbuhan ekonomi. d. Anggaran sebagai alat politik digunakan untuk memutuskan prioritas-prioritas kebutuhan keuangan terhadap prioritas tersebut. Anggaran sebagai dokumen politik merupakan bentuk komitmen eksekutif dan kesepakatan legislatif atau pengguna dana publik untuk kepentingan tertentu. Anggaran bukan sekedar masalah teknis akan tetapi lebih merupakan alat publik. e. Anggaran sebagai alat koordinasi antar unit kerja dalam organisasi pemda yang terlibat dalam proses penyusunan anggaran. Anggaran yang disusun dengan baik akan mampu mendeteksi terjadinya inskonsistensi suatu unit kerja dalam pencapaian tujuan organisasi. Di samping itu, anggaran publik juga berfungsi sebagai alat komunikasi antar unit kerja. f. Anggaran sebagai alat evaluasi kinerja. Anggaran pada dasarnya merupakan wujud komitmen Pemda kepada pemberi wewenang (masyarakat) untuk melaksanakan kegiatan pemerintahan dan pelayanan masyarakat. Kinerja Pemda akan dinilai berdasarkan target anggaran yang dapat direalisasikan. g. Anggaran berfungsi sebgai alat untuk memotivasi manajemen Pemda agar bekerja secara ekonomis, efektif, dan efisiensi dalam mencapai target kinerja. Agar dapat memotivasi 123
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Keterkaitan Perencanaan Dengan Penganggaran Serta Siklus Anggaran Daerah
pegawai, anggaran hendaknya bersifat challenging but attainable atau demanding but achievable. Maksudnya, target kinerja hendaknya ditetapkan dalam batas rasional yang dapat dicapai (tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah). Anggaran dapat juga digunakan sebagai alat untuk menciptakan ruang publik dalam arti bahwa proses penyusunan anggaran harus melibatkan seluas mungkin masyarakat. Keterlibatan masyarakat tersebut dapat dilakukan melalui proses penjaringan aspirasi masyarakat yang hasilnya digunakan sebagai dasar perumusan arah dan Kebijakan Umum Anggaran. Kelompok masyarakat yang terorganisir umumnya akan mencoba mempengaruhi anggaran untuk kepentingan mereka. Kelompok lain dari masyarakat yang kurang terorganisasi akan mempercayakan aspirasinya melalui proses politik yang ada. Jika tidak ada alat untuk menyampaikan aspirasi mereka, maka mereka akan melakukan tindakan-tindakan lain, misal, tindakan massa, melakukan boikot, vandalisme, dan sebagainya. Anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial, sedangkan penganggaran adalah proses atau metode untuk mempersiapkan suatu anggaran. Dalam organisasi ektorpublik pada umumnya, penganggaran merupakan suatu proses politik. Secara umum, penganggaran terkait dengan proses penentuan jumlah alokasi dana untuk tiap-tiap program dan aktivitas dalam satuan moneter. Proses penganggaran ini dimulai ketika perumusan strategi dan perencanaan strategis telah selesai dilakukan. Anggaran merupakan artikulasi hasil perumusan strategi dan perencanaan strategis yangtelah dibuat. Tahap penganggaran menjadi sangat penting, karena anggaran yang tidak efektif dan tidak berorientasi pada kinerja akan dapat menggagalkan perencanaan yang sudah disusun. Anggaran merupakan rencana manajerial untuk pengambilan tindakan (managerial plan for action) guna memfasilitasi tercapainya tujuan organisasi. Aspek-aspek yang harus tercakup dalam anggaran meliputi : 1. Aspek Perencanaan, 2. Aspek Pengendalian, 3. Aspek akuntabilitas publik. Penganggaran harus diawasi dimulai dari tahap perencanaan, kemudian berlanjut ke tahap pelaksanaan dan pelaporan. Proses penganggaran akan lebih efektif jika lembaga pengawas khusus yang bertugas mengontrol proses perencanaan dan pengendalian anggaran melakukan pengawasan. Anggaran publik akan berisi rencana kegiatan yang dipresentasikan dalam bentuk rencana perolehan pendapatan dan belanja dalam satuan moneter. Dalam bentuk yang paling sederhana, anggaran merupakan suatu dokumen yang menggambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi yang meliputi informasi mengenai pendapatan, belanja, dan aktifitas. Anggaran berisi estimasi mengenai apa yang akan dilakukan organisasi di masa yang akan datang. Setiap anggaran memberikan informasi mengenai apa yang hendak dilakukan dalam beberapa periode yang akan datang. Tidak semua aspek kehidupan masyarakat tercakup dalam anggaran publik. Terdapat beberapa aspek kehidupan tidak tersentuh oleh anggaran tersebut, baik dalam skala nasional maupun lokal. Anggaran ini dibuat untuk membantu menentukan tingkat kebutuhan masyarakat, seperti listrik, air bersih, kualitas kesehatan, pendidikan, dan sebagainya terjamin secara layak. Tingkat kesejahteraan masyarakat dipengaruhi oleh keputusan yang diambil oleh pemerintah melalui anggaran yang mereka buat. Dalam sebuah Negara demokrasi, pemerintah mewakili kepentingan rakyat, uang yang dimiliki pemerintah merupakan uang rakyat, dan anggaran yang menunjukkan rencana pemerintah untuk membelanjakan 124
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Keterkaitan Perencanaan Dengan Penganggaran Serta Siklus Anggaran Daerah
uang rakyat tersebut. Anggaran merupakan cetak biru (blue print) dari keberadaan sebuah Negara dan arahan di masa yang akan datang. Di Indonesia, seiring dengan bergulirnya isu reformasi di bidang pemerintahan hingga dikeluarkannya Undang-Undang nomor 32/2004 dan Undang-Undang Nomor 33/2004 yang ditindaklanjuti dengan keluarnya PP Nomor 58/2005 dan beberapa revisi PP dan Permendagri pendukungnya, paradigm baru dalam pengelolaan keuangan daerah. Perubahan ini terjadi karena besarnya tuntutan masyarakat terhadap transparansi dan akuntabilitas terhadap penyelenggaraan jalannya pemerintahan. Perubahan paradigma ini meliputi penyusunan anggaran berdasarkan pendekatan kinerja, dan pertanggungjawaban atas penyelenggaraan kegiatan publik yang akan dilakukan oleh pemerintah daerah, keterbukaan informasi dan tuntutan penghindaran dan pembersihan dari kegiatan-kegiatan yang berbau KKN. Dengan perubahan ini, penentuan strategis, prioritas serta kebijakan alokasi anggaran akan lebih berorientasi pada tuntutan dan kebutuhan publik. Mekanisme perencanaan pembangunan dan perencanaan daerah harus merupakan proses yang mengakar (bottom-up planning). Dengan system bottom-up planning,berbagai jenis barang dan jasa publik yang disediakan pemerintah ini diharapkan Daerah dengan preferensi dan prioritas di daerah yang bersangkutan. Sebagai alat perencanaan kegiatan publik yang dinyatakan dalam satuan moneter anggaran pemerintah harus disusun secara cermat, akurat, dan sistematis dengan menggunakan sistem anggaran yang baik. Pendekatan dalam penyusunan anggaran sudah mengalami perkembangan yang cukup pesat, mengikuti kebutuhan dalam rangka peningkatan pelayanan publik, transparansi, dan akuntabilitas. Secara umum, terdapat dua pendekatan penyusunan anggaran, yaitu anggaran tradisional atau anggaran konvensional dan pendekatan baru yang dikenal dengan New Public Management (NPM). Anggaran tradisional memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 1. Cara penyusunan anggaran menggunakan pendekatan incrementalism, yaitu hanya menambah atau mengurangi jumlah nilai moneter pada setiap program atau aktivitas. 2. Struktur dan susunan anggaran bersifat line item, yaitu penggunaan item-item penerimaan atau pengeluaran yang sama dalam setiap periode anggaran meskipun sebenarnya terdapat itemitem yang sudah tidak relevan lagi untuk dipakai. 3. Anggaran tradisional bersifat spesifik, tahunan dan menggunakan prinsip anggaran bruto. Pendekatan NPM merupakan pendekatan penyusunan anggaran yang fokus pada manajemen sektor publik yang berorientasi pada kinerja, bukan pada kebijakan. Adapun ciri dari pendekatan tersebut adalah komparatif, terintegrasi, dan lintas departemen, proses pengambilan keputusan yang rasional, berjangka panjang, spesifikasi tujuan dan adanya skala prioritas, analisis biaya manfaat, berorientasi pada input, output dan outcome, serta adanya pengawasan kinerja. Beberapa jenis pendekatan anggaran dalam NPM yaitu anggaran berbasis kinerja, zero based budgeting, dan planning, programming, and budgeting system. Untuk periode saat ini, pemerintah sudah berusaha untuk menerapkan pendekatan penyusunan anggaran sesuai konsep NPM, yaitu anggaran berbasis kinerja atau performance based budgeting, kerangka pengeluaran jangka menengah, dan anggaran terpadu (Unified Budget).
125
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Keterkaitan Perencanaan Dengan Penganggaran Serta Siklus Anggaran Daerah
Penyusunan anggaran dengan memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran dan hasil, yaitu: 1. Mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja dan dampak atas alokasi belanja yang ditetapkan. 2. Disusun berdasarkan sasaran yang mau dicapai dalam satu tahun anggaran. 3. Program dan kegiatan disusun berdasarkan rencana strategis kementerian/lembaga atau SKPD. Tujuan pembuatan anggaran yaitu untuk perencanaan secara konseptual yang terdiri atas formulasi kebijakan anggaran dan perencanan operasional anggaran. Sedangkan Fungsi anggaran dapat dibagi menjadi 4 (empat), yaitu fungsi perancanaan, pengawasan, koordinasi, dan anggaran sebagai pedoman kerja. Keempat fungsi tersebut masing-masing memiliki tujuan yang telah ditetapkan yaitu: 1.
2.
3.
126
Fungsi Perencanaan Perencanaan merupakan salah satu fungsi manajemen dan fungsi ini merupakan dasar pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen lainnya. Winardi memberikan pengertian mengenai perencanaan sebagai berikut: “Perencanaan meliputi tindakan memilih dan menghubungkan fakta-fakta dan membuat serta menggunakan asumsiasumsi mengenai masa yang akan datang dalam hal memvisualisasi serta merumuskan aktifitasaktifitas yang diusulkan yang dianggap perlu untuk mencapai basil yang diinginkan”. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sebelum perusahaan melakukan operasinya, pimpinan dari perusahaan tersebut harus lebih dahulu merumuskan kegiatan-kegiatan apa yang akan dilaksanakan di masa datang dan hasil yang akan dicapai dari kegiatan-kegiatan tersebut, serta bagaimana melaksanakannya. Dengan adanya rencana tersebut, maka aktifitas akan dapat terlaksana dengan baik. Fungsi Pengawasan Anggaran merupakan salah satu cara mengadakan pengawasan dalam perusahaan. Pengawasan itu merupakan usaha-usaha yang ditempuh agar rencana yang telah disusun sebelurnnya dapat dicapai. Dengan demikian pengawasan adalah mengevaluasi prestasi kerja dan tindakan perbaikan apabila perlu. Aspek pengawasan yaitu dengan membandingkan antara prestasi dengan yang dianggarkan, apakah dapat ditemukan efisiensi atau apakah para manajer pelaksana telah bekerja dengan baik dalam mengelola perusahaan. Tujuan pengawasan itu bukanlah mencari kesalahan akan tetapi mencegah dan memperbaiki kesalahan. Sering terjadi fungsi pengawasan itu disalah artikan yaitu mencari kesalahan orang lain atau sebagai alat menjatuhkan hukuman atas suatu kesalahan yang dibuat pada hal tujuan pengawasan itu untuk menjamin tercapainya tujuan-tujuan dan rencana perusahaan. Fungsi Koordinasi Fungsi koordinasi menuntut adanya keselarasan tindakan bekerja dari setiap individu atau bagian dalam perusahaan untuk mencapai tujuan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa untuk menciptakan adanya koordinasi diperlukan perencanaan yang baik, yang dapat menunjukkan keselarasan rencana antara satu bagian dengan bagian lainnya. Anggaran yang berfungsi sebagai perencanaan harus dapat menyesuaikan rencana yang dibuat untuk berbagai bagian dalam perusahaan, sehingga rencana kegiatan yang satu akan selaras dengan lainnya. Untuk itu anggaran dapat dipakai sebagai alat koordinasi untuk seluruh bagian yang ada dalam perusahaan, karena semua kegiatan yang saling berkaitan antara satu bagian dengan bagian lainnya sudah diatur dengan baik.
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Keterkaitan Perencanaan Dengan Penganggaran Serta Siklus Anggaran Daerah
4.
Anggaran Sebagai Pedoman Kerja Anggaran merupakan suatu rencana kerja yang disusun sistematis dan dinyatakan dalam unit moneter. Lazimnya penyusunan anggaran berdasarkan pengalaman masa lalu dan taksir-taksiran pada masa yang akan datang, maka ini dapat menjadi pedoman kerja bagi setiap bagian dalam perusahaan untuk menjalankan kegiatannya.
10.2. Keterkaitan Perencanaan dan Penganggaran Perencanaan sebagai acuan bagi penganggaran pada dasarnya adalah proses untuk menyusun rencana pendapatan, belanja, dan pembiayaan untuk suatu jangka waktu tertentu. Kebijakan Umum APBD (KUA) merupakan bagian dari dokumen Perencanaan Pembangunan daerah yang berfungsi sebagai pedoman dalam merencanakan pembangunan dan pengambilan kebijakan di Daerah. Dokumen ini mempunyai fungsi yang sangat strategis karena menyangkut pilihan terhadap program, kegiatan dan kebijakan yang akan dilaksanakan oleh suatu Pemerintah Daerah. Oleh karena itu proses penyusunan dokumen perencanaan pembangunan haruslah betul-betul melibatkan partisipasi masyarakat, berdasarkan data yang akurat dan peka terhadap persoalan dan kebutuhan masyarakat sehingga subtansi dari dokumen perencanaan mampu menjadi solusi dalam memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapi oleh masyarakat bukan justru menimbulkan persoalan baru di masyarakat. Dokumen Perencanaan Pembangunan Daerah dibuat secara berjenjang berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan dan dalam rangka untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan (Pasal 153 UU No.32 tahun 2004). Karena RAPBD merupakan dokumen perencanaan jangka pendek (1 tahun) yang menghendaki adanya Kebijakan Umum APBD (KUA) sebagai formulasi kebijakan anggaran dan perencanaan operasional anggaran, maka penyusunan KUA termasuk kategori formulasi kebijakan anggaran yang menjadi acuan dalam perencanaan operasional anggaran. Formulasi kebijakan anggaran berkaitan dengan analisa fiskal, sedang perencanaan operasional anggaran lebih ditekankan pada alokasi sumber daya berdasarkan Strategi dan Prioritas (SP). Oleh karena itu, penyusunan KUA dan SP harus didasarkan pada Rencana Pembangunan Jangka Menegah Daerah (RPJMD) sebagai dokumen perencanaan lima tahun. Sementara untuk perencanaan dan penganggaran daerah dalam satu tahun, Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dari masing-masing Rencanan Kerja Satuan kinerja Pemerintah Daerah (Renja-SKPD) menjadi dasar untuk penyusunan KUA dan SP melalui tahapan Musrenbang. Secara umum keterkaitan perencanaan dengan penganggaran dapat di lihat pada gambar berikut:
127
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Keterkaitan Perencanaan Dengan Penganggaran Serta Siklus Anggaran Daerah
Gambar 10.1: Keterkaitan antara Perencanaan dengan Penganggaran
RPJ PD
RPJ MD
RKPD
KUA PPAS
RKA SKPD
APBD
Perencanaan Keterkaitan
Sumber: Permendagri No. 13 Tahun 2006 (diolah)
Upaya untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan dan penganggaran perlu memperhatikan hal-hal berikut ini : 1. Sejak awal penyusunan rencana, besaran sumber daya finansial atau pagu anggaran indikatif sudah diketahui sebagai faktor yang harus dipertimbangkan dalam pembahasan di Musrenbang desa, kecamatan, forum SKPD dan Musrenbang Kabupaten/Kota dan Provinsi. 2. Prioritas kegiatan untuk setiap SKPD sudah sama formasinya sejak dari hasil RKPD, Renja SKP, hingga rencana kerja dan anggaran (RKA) SKPD. 3. RKPD dan Rencana Renja yang disusun berdasarkan hasil Musrenbang Kabupaten/Kota atau Provinsi serta hasil forum SKPD mejadi rujukan utama dalam penyusunan dan pembahasan kebijakan umum APBD serta prioritas dan Plafon anggaran SKPD. 4. DPRD maupun pemerintah daerah memahami bahwa pengawalan dan konsistensi prioritas kegiatan hasil perencanaan partisipasi sewaktu melaksanakan kegiatan penganggaran diperlukan. 5. Output setiap tahapan dalam proses penganggaran dapat diakses oleh setiap peserta perencanaan partisipasi. Setiap inkosistensi materi dengan hasil perencanaan partisipasi wajib disertai dengan penjelasan resmi dari pemerintah dan atau DPRD (Asas transparansi dan Akuntabilitas dalam good governance). Secara skematis keterkaitan antara perencanaan dengan penganggaran dapat dilihat pada gambar berikut ini:
128
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Keterkaitan Perencanaan Dengan Penganggaran Serta Siklus Anggaran Daerah
Gambar 10.2: Alur Keterkaitan Perencanaan dan Penganggaran Daerah
PERENCANAAN
RPJPD
PENGANGGARAN
RPJMD
RKPD
RPJPD
RPJMD
RKPD
Renstra SKPD
Renja SKPD
RPJPD
Renstra SKPD
Renja SKPD
Sumber: Permendagri No. 13 Tahun 2006 (diolah)
10.3. Rencana Kerja Pemerintah Daerah Berdasarkan UU Nomor 25/2004 dan UU Nomor 3/2004, penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dimulai dengan kegiatan Bappeda menyusun rancangan awal RKPD. Selanjutnya, SKPD menyiapkan Rencana Kerja (Renja)-SKPD dan berpedoman pada Renstra-SKPD. Setelah Renja-SKPD tersusun, maka kepala Bappeda mengkoordinasikan penyusunan rancangan RKPD dengan menggunakan Renja-SKPD. Di dalam Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 050/200/II/BANGDA/2008 dijelaskan bahwa RKPD merupakan penjabaran RPJMD untuk jangka waktu 1 (satu) tahun, memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan daerah, rencana kerja dan pendanaannya dengan mengacu kepada Rencana Kerja Pemerintah (RKP). RKPD merupakan acuan bagi daerah dalam menyusun Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD), dengan demikian Kepala daerah dan DPRD dalam menentukan Kebijakan Umum APBD (KUA), serta penentuan Prioritas dan Pagu Anggaran Sementara (PPAS) didasarkan atas dokumen RKPD. KUA dan PPAS yang telah disepakati selanjutnya digunakan sebagai acuan dalam proses penyusunan APBD. Dalam penyusunan RKPD, penyiapan dokumen perencanaan daerah berwawasan waktu 1 tahun sebagai penjabaran RPJMD untuk tahun yang bersangkutan. RKPD yang telah ditetapkan dimaksudkan untuk digunakan oleh SKPD untuk menyesuaikan rancangan Renja-SKPD menjadi Renja-SKPD yang ditetapkan dengan keputusan pimpinan SKPD. RKPD memiliki kedudukan dan fungsi sebagai: 1. Acuan dalam penyusunan kerangka umum APBD 2. Sigma program dan kegiatan dari seluruh Renja-SKPD di provinsi dan kabupaten/kota yang bersangkutan. 129
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Keterkaitan Perencanaan Dengan Penganggaran Serta Siklus Anggaran Daerah
10.4. Penyusunan Rancangan APBD APBD merupakan dokumen perencanaan jangka pendek yang merupakan penjabaran perencanaan jangka menengah daerah. Pada dasarnya perencanaan jangka pendek merupakan rencana kegiatan pemerintah daerah untuk jangka waktu satu tahun yang selanjutnya disebut Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Sebagai bagian dari kebijakan anggaran, pemerintah daerah menyampaikan rancangan kebijakan umum APBD (KUA) tahun anggaran berikutnya yang sejalan dengan RKPD kepada DPRD. Rancangan KUA selanjutnya dibahas dan disepakati bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD sebagai landasan penyusunan RAPBD. Gambar 10.3: Siklus Anggaran Daerah Pembahasan & Kesepakatan PPAS antara KDH dengan DPRD (Juli) Penyusunan RKA-SKPD & RAPBD (Juli - September)
Pembahasan & Kesepakatan KUA antara KDH dengan DPRD (Juni) Penetapan SKPD (Mei) Musrenbang Kab/Kota (Maret) Forum SKPD Penyusunan Renja SKPD Kab/Kota (Maret) Musrenbang Kecamatan (Februari)
7
6
8
9
5
4
10
3
11
2
Musrenbang Desa (Januari)
Pembahasan dan persetujuan Rancangan APBD dengan DPRD (Oktober - November)
12
Evaluasi Rancangan Perda APBD (Desember) Penetapan Perda APBD (Desember)
Penyusunan DPA SKPD (Desember)
1 13 Penyusunan DPA SKPD (Desember)
Sumber: Permendagri No. 13 Tahun 2006 (diolah)
Selanjutnya, penyusunan APBD mendasarkan pada kewenangan penyelenggaraan urusan pemerintahan yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan. Oleh karena itu, anggaran belanja daerah haru diprioritaskan untuk melaksanakan kewajiban pemerintah daerah sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Lebih lanjut dalam rangka penganggaran daerah yang diprioritaskan untuk urusan wajib, didasarkan pada Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) berdasarkan KUA yang telah disepakati menjadi Plafon dan Prioritas Anggaran (PPA). 130
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Keterkaitan Perencanaan Dengan Penganggaran Serta Siklus Anggaran Daerah
KUA dan PPA yang telah disepakati (Nota Kesepahaman) selanjutnya digunakan sebagai pedoman dalam perencanaan operasional anggaran. Selanjutnya KUA dan PPA menjadi bagian dari pedoman bagi SKPD dalam menyusunan RKA-SKPD. Penyusunan RKA-SKPD merupakan bentuk pengalokasian sumber daya keuangan pemerintah daerah berdasarkan struktur APBD dan kode rekening yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
10.5. Siklus Anggaran Daerah Dalam siklus penyusunan anggaran terdiri dari persiapan, penyusunan anggaran, pembahasan eksekutif dan legislatif, pengesahan/penetapan, pelaksanaan anggaran, penatausahaan anggaran, pertanggungjawaban anggaran, serta pengawasan anggaran. Berikut ini akan ditampilkan tabel yang akan memuat proses penyusunan anggaran. Secara lebih detail dapat dilihat pada tabel 10.1 berikut : Tabel 10.1: Siklus Anggaran Daerah No
AKTIFITAS
PELAKSANA
SMBER
1
Pemda dan DPRD
Renstrada, Hasil Penjaringan Aspirasi Berita Acara (Nota) Masyarakat, Laporan Kinerja Historis, Kesepakatan Pokok-pokok Pikiran DPRD, Kebijakan Keuangan Daerah
2
Pemda
Arah dan Kebijakan Umum APBD
Berita Acara Kesepakatan
3
Tim Anggaran Eksekutif
Perda Pengelola Keuada, Arah Kebijakan Umum APBD, Strategi dan Prioritas APBD, Keputusan KDH tentang Standar Pelayanan, Tingkat Pencapaian Kinerja, dan Standar Biaya
Surat Edaran KDH tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Unit Kerja
Juli Agustus
4
Unit Kerja
Perda Struktur Organisasi dan Tata Kerja SE, KDH
Pernyataan Anggaran
Agustus September
5
Unit Kerja
Tujuan dan Sasaran Unit Kerja, SE, KDH
Pernyataan Anggaran
September Oktober
6
Unit Kerja
Program Unit Kerja, SE KDH
Pernyataan Anggaran
September Oktober
7
Unit Kerja
Kegiatan Unit Kerja, SE KDH
Pernyataan Anggaran
September Oktober
8
Tim Anggaran Eksekutif
Arah dan Kebijakan Umum APBD, Strategi dan Prioritas APBD, Anggaran Unit Kerja
Rancangan Perda APBD
September Oktober
9
Tim Anggaran Eksekutif
Arah dan Kebijakan Umum APBD, Rancangan Perda Strategi dan Prioritas APBD, Anggaran APBD Unit Kerja
Oktober November
10
Pemda
Rancangan APBD
Rancangan Perda APBD
Minggu I Oktober (Psl. 20 UUKN No. 17/2003)
11
Panitia Anggaran Legislatif dan Tim Anggaran Eksekutif
Rancangan Perda APBD
Perda APBD
November Desember
Sumber: Penulis, 2014
131
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
DOKUMEN Juni*) Pertengahan Juni (UU KN No. 17/03)
Keterkaitan Perencanaan Dengan Penganggaran Serta Siklus Anggaran Daerah
Berdasarkan tabel yang telah ditampilkan di atas, dapat diketahui jika siklus anggaran harus sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dari segi waktu dan tidak boleh mengesampingkan tujuan dan manfaat yang akan diperoleh dari penyusunan anggaran. Dalam proses penyusunan anggaran juga sangat dianjurkan untuk mempertimbangkan partisipasi dari level bawah untuk memperoleh masukan yang tepat sasaran (pendekatan bottom-up).
Semua tahap dalam siklus anggaran sama pentingnya
132
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Topik 11
KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH (KPJM)
Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM)
Deskripsi: Topik ini membahas tentang pengertian dan landasan hukum kerangka pengeluaran jangka menengah (KPJM), tujuan dan kegunaan KPJM, faktor-faktor yang perlu diperhatikan untuk menyusun KPJM, metode penyusunan KPJM dan penerapan konsep KPJM dalam penganggaran daerah.
Sub Topik Tujuan dan kegunaan KPJM
Metode penyusunan KPJM
Kata Kunci Prediktibilitas, prakiraan maju, konsistensi, alokasi sumber daya Metode teknis, ketat (stringent), komprehensif, saving
Referensi: 1. 2. 3. 4. 5.
Nordiawan, Deddi. 2006. Akuntansi Sektor Publik. Salemba Empat. Jakarta. UU No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah UU 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional PP No. 21 Tahun 2004 Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/ Lembaga. 6. PMDN No. 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 8 tahun 2008 tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah. 7. Permendagri No. 13 Tahun 2006 jo No. 59 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. 8. SEMDN No. 050/200/II/BANGDA/2008 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD).
134
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM)
11.1. Pengertian Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) Perencanaan dan penganggaran merupakan rangkaian kegiatan dalam satu kesatuan yang tak terpisahkan dan berkesinambungan. Penyusunan rencana perlu memperhatikan sumber daya (pendanaan) yang tersedia, sehingga dalam pelaksanaannya, konsekuensi dan keterkaitannya dengan penganggaran perlu mendapat perhatian yang serius. Sehubungan dengan hal tersebut, maka penyusunan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM - MTEF – Medium Term Expenditure Framework)menjadi sangat penting untuk diterapkan. Menurut PP 21/2004 pasal 1 poin 5 dan PMD 13/2006 pasal 1 poin 35, KPJM adalah pendekatan penganggaran berdasarkan kebijakan, dengan pengambilan keputusan terhadap kebijakan tersebut dilakukan dalam perspektif lebih dari satu tahun anggaran, dengan mempertimbangkan implikasi biaya akibat keputusan yang bersangkutan pada periode/tahun berikutnya yang dituangkan dalam prakiraan maju. Dengan demikian, perencanaan berbasis KPJM bukan hanya mempertimbangkan kinerja masa lalu untuk menyusun rencana dan anggaran tahun berjalan tetapi juga memperhitungkan kinerja yang akan dicapai setelah perencanaan dan penganggaran tahun berjalan.
11.2. Landasan Hukum KPJM Dasar hukum KPJM dalam penganggaran Negara dan daerah diatur dalam : 1. UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dalam penjelasan Bab I Nomor 6 yang berbunyi bahwa ketentuan mengenai penyusunan dan penetapan APBN/APBD dalam undang-undang ini meliputi penegasan tujuan dan fungsi penganggaran pemerintah, penegasan peran DPR/ DPRD dan pemerintah dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran, pengintergrasian sistem akuntabilitas kinerja dalam sistem penganggaran, penyempurnaan klasifikasi anggaran, penyatuan anggaran, dan penggunaan kerangka pengeluaran jangka menengah. 2. PP 21 tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/ Lembaga. RKA-KL disusun dengan menggunakan pendekatan kerangka pengeluaran jangka menengah, penganggaran terpadu, dan penganggaran berbasis kinerja (pasal 4). 3. PP No. 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Penyusunan RKA-SKPD dengan pendekatan kerangka pengeluaran jangka menengah dilaksanakan dengan menyusun prakiraan maju yang berisi perkiraan kebutuhan anggaran untuk program dan kegiatan yang direncanakan dalam tahun anggaran berikutnya dari tahun anggaran yang direncanakan dan merupakan implikasi kebutuhan dana untuk pelaksanaan program dan kegiatan tersebut pada tahun berikutnya (pasal 37). 4. Permendagri No 13 tahun 2006 jo No. 59 tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. RKA disusun dengan menggunakan pendekatan kerangka pengeluaran jangka menengah daerah, penganggaran terpadu, dan penganggaran berdasarkan prestasi kerja (Pasal 90 ayat 2).
135
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM)
11.3. Tujuan dan Manfaat KPJM Tujuan teknis KPJM adalah meningkatkan transparansi dan akuntabilitas perencanaan program dan kegiatan. Peningkatan tersebut dapat menciptakan efisiensi dan efektifitas perencanaan dan penganggaran program dan kegiatan. Tujuan lainnya adalah menciptakan kekonsistenan antara perencanaan dengan penganggaran. Disamping itu akan tercipta kesinambungan RKA SKPD dan kepala SKPD dapat mengevaluasi pelaksanaan program dan kegiatan satu atau dua tahun sebelumnya sampai dengan semester pertama tahun anggaran berjalan. Tujuan lain KPJM adalah peningkatan kinerja/dampak program. Hal tersebut dilakukan dengan mengubah paradigma birokrasi dari administrasi ke budaya manajerial dan meningkatkan prediktibilitas sumber daya/input. Sedangkan manfaat yang diperoleh dari KPJM meliputi : • • • •
Berperan dalam memelihara keberlanjutan fiskal (fiscal sustain ability) dan meningkatkan disiplin fiskal. Meningkatkan keterkaitan antara proses perencanaan dengan proses penganggaran. Mengarahkan alokasi sumber daya agar lebih rasional dan strategis. Meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah dengan pemberian pelayanan yang optimal.
11.4. Faktor-faktor yang Perlu Diperhatikan dalam Penyusunan KPJM Dalam rangka penyusunan KPJM perlu diketahui dan diperhatikan beberapa faktor berikut ini, yaitu: a.
b.
136
Kapasitas Fiskal Jangka Menengah Faktor pertama yang perlu mendapat perhatian serius jika akan menyusun KPJM adalah kemampuan atau kapasitas fiskal daerah dalam jangka menengah. Kapasitas fiskal tersebut antara lain: yang berkaitan dengan penerimaan/pendapatan daerah, yaitu tax ratio (rasio penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto – PDB); yang berkaitan dengan pengeluaran, yaitu rasio total pengeluaran terhadap PDB; yang berkaitan dengan surplus/defisit pembiayaan, yaitu rasio defisit anggaran terhadap PDB; dan yang berkatan dengan saldo utang, yaitu ratio saldo utang terhadap PDB. APBD Jangka Menengah Setelah mengetahui kapasistas fiskal jangka menengah kemudian disusunlah proyeksi pendapatan, belanja, dan pembiayaan daerah jangka menengah yang konsisten dengan pencapaian sasaran target-target fiskal yang meliputi proyeksi pendapatan, proyeksi belanja, dan proyeksi surplus/defisit dan pembiayaan daerah. Proyeksi pendapatan disusun berdasarkan jenis pendapatan yang mencakup seluruh pendapatan daerah yang bersumber dari pendapatan asli daerah dan selain pendapatan asli daerah.
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM)
c.
Proyeksi belanja daerah sekurang-kurangnya menunjukkan: proyeksi belanja berdasarkan fungsi dan atau bidang strategis, yang memisahkan antara belanja modal dengan belanja operasional; proyeksi program-program pemberdayaan masyarakat; dan proyeksi program investasi yang membutuhkan dana yang relatif besar. Dari hasil proyeksi belanja ini dapat dipagu total belanja daerah yang akan didistribusikan ke masing-masing SKPD. Proyeksi surplus/defisit dan pembiayaan dimaksudkan untuk menunjukkan kedisiplinan pemerintah daerah dalam menjamin keberlanjutan fiskal daerah. Perencanaan yang baik dan terarah atas besaran defisit dan pembiayaan akan dapat menciptakan kapasistas keuangan pemda baik pula sehingga pemda dapat melihat ruang bagi pengeluaran di masa yang akan datang. Indikasi Pagu SKPD Berdaarkan proyeksi belanja jangka menengah dapat dilakukan pendistribusian belanja ke masing-masing SKPD untuk mengetahui indikasi pagu belanja jangka menengah setiap SKPD. Proses ini merupakan tahapan yang sangat strategis dalam menentukan kuat tidaknya keterkaitan dan konsistensi antara kebijakan, perencanaan, dan penganggaran. Berdasarkan indikasi pagu belanja SKPD, maka setiap SKPD menyusun atau menjabarkan rincian pagu tersebut ke dalam masing-masing program dan kegiatan. Yang dimaksud dengan “indikasi pagu” adalah bahwa informasi belanja yang diperlukan untuk membelanjai suatu proram atau kegiatan yang tercantum didalam dokumen rencana dan hanya merupakan indikasi yang akan dibelanjakan dan bersifat tidak kaku.
11.5. Metode Penyusunan KPJM Dalam proses penyusunan proyeksi KPJM dapat dilakukan melalui beberapa metode berikut ini : 1. Metode teknis, yaitu meramalkan pengeluaran di masa mendatang atas dasar kebijakan dan program yang dilaksanakan hingga saat ini. 2. Metode ketat (stringent), yaitu proyeksi pengeluaran yang memperhitungkan biaya dari kebijakan/ program yang sudah ada hingga saat ini dan adanya penghematan (saving) dari program yang tidak prioritas. 3. Metode Komprehensif, yaitu proyeksi pengeluaran yang dilakukan dengan memasukkan semua kebijakan dan program baru serta biaya yang diperlukan selama jangka menengah. Setiap penyusunan KPJM juga perlu mempertimbangan proyeksi pengeluaran dalam KPJM yaitu: • • •
Dampak dari kebijakan atau program kegiatan yang dilaksanakan pada tahun berjalan dan tahuntahun sebelumnya Rasionalisasi pengeluaran dalam rangka peningkatan dan efektivitas pelaksanaan program dan kegiatan (saving). Ruang gerak untuk menampung kebijakan baru.
Kriteria yang menyebabkan program dan kegiatan dapat dianggarkan dalam KPJM daerah adalah sebagai berikut : 1. Beban target capaian program sesuai dengan kondisi riil daerah yang mengharuskan mengerjakan program dan kegiatan guna mewujudkan kewajiban daerah. 2. Sifat kegiatan yang berkelanjutan. Beberapa kegiatan SKPD adalah kegiatan pelayanan yang tidak dapat berhenti dalam setiap tahun anggaran 137
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM)
Langkah-langkah penyusunan penganggaran program dan kegiatan melalui KPJM daerah adalah sebagai berikut : Langkah 1 : Langkah 2 : Langkah 3 : Langkah 4 : Langkah 5 : Langkah 6 : Langkah 7 :
Spesifikasi nama dan capaian program Identifikasi kegiatan Spesifikasi Indikator dan tolok ukur serta target kinerja kegiatan Spesifikasi tahapan pelaksanaan kegiatan Identifikasi kebutuhan barang dan jasa pada setiap tahap Kalkulasi kebutuhan barang dan jasa dengan harga satuan Perhitungan kebutuhan belanja tahun n+1
Secara umum, penyusunan KPJM dapat di lihat pada tabel berikut: Tabel 11.1
Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah tahun 2013-2015 Keterangan
Pelaksanaan Anggaran
Penyusunan Anggaran
Prakiraan Maju
2013
2014 (n)
2015 (n+1)
Program Peningkatan Sumber Daya Aparatur dengan Target Kinerja 200 orang Pengelola Keuangan Kegiatan Pelatihan Keuangan Daerah
Rp100 juta
Rp210 juta
Rp115 juta
50 orang
100 orang
50 orang
50 orang (25%)
150 orang (75%)
200 orang (100%)
Target Kinerja Keluaran Kegiatan Capaian Kinerja Hasil
Sumber: Penulis, 2014
11.6. Penerapan Konsep KPJM Dalam Penganggaran Daerah Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN), perencanaan merupakan suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat melalui urutan pilihan dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Berdasarkan pengertian tersebut, maka dalam konteks otonomi daerah disusun Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah, Rencana Pembangunan Jangka Menengah dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah. Ketiga dokumen perencanaan tersebut pada dasarnya merupakan perencanaan strategis karena didalamnya memuat masalah-masalah yang bersifat strategis yang segera memerlukan pemecahan sesuai jangka waktu yang telah ditentukan. Permasalahan strategis ditandai dengan beberapa hal (Wahyudi dalam Wasistiono, 2010), yakni :
138
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM)
1. 2. 3. 4. 5.
Berorientasi ke masa depan. Berhubungan dengan unit bisnis/pelayanan yang sangat kompleks. Memerlukan perhatian dari manajemen puncak (kepala daerah). Berhubungan dengan visi organisasi (pemerintah darerah). Melibatkan sejumlah alokasi sumberdaya yang besar dari organisasi (pemerintah daerah).
Berkaitan dengan kondisi tersebut pemerintah daerah disamping harus berfikir strategik, juga memerlukan berbagai informasi yang lengkap dan aktual guna tersusunnya dokumen-dokumen perencanaan tersebut. Khusus untuk perencanaan jangka menengah didalamnya termuat visi, misi kepala daerah terpilih. Setelah itu, berdasarkan misi yang telah ditetapkan akan disusun strategi untuk pencapaiannya yang berupa program kerja lima tahunan guna mewujudkan misi yang telah dijanjikan. Capaian dari setiap misi yang diharapkan memberikan kontribusi yang besar atas tercapainya visi kepala daerah sebagaimana dijanjikan pada saat kampanye pemilihan kepala daerah. Dalam proses penyusunan dokumen perencanaan tersebut informasi dari akuntansi menajemen pemerintahan daerah merupakan hal yang sangat penting, bahkan dibutuhkan sejak tahap awal. Pada tahap perencanaan strategik (penyusunan RPJM dan RKPD) pemerintah daerah membuat alternatif-alternatif program yang dapat mendukung strategi organisasi. Program-program tersebut diseleksi kemudian dipilih dan disesuaikan dengan prioritas dan sumber daya yang dimiliki. Akuntansi manajemen pemerintahan berperan memberikan informasi dalam rangka menentukan besaran biaya program, biaya satuan aktivitas, dan evaluasi kinerja periode sebelumnya sehingga pemerintah daerah dapat menentukan anggaran yang dibutuhkan sesuai dengan sumber daya yang dimiliki. Dalam kaitan dengan hal tersebut, KPJM disusun dengan maksud untuk menyelaraskan perumusan kebijakan pengeluaran dengan kemampuan penyediaan dana dan pengeluaran pemerintah yang lebih mencerminkan prioritas pemerintah, memelihara kelanjutan fiskal dan meningkatkan disiplin fiskal, meningkatkan keterkaitan antara proses perencanaan dengan proses penganggaran serta mendorong pengalokasian sumber dana agar rasional dan realistis. Tujuan KPJM adalah menjamin konsistensi dan kesinambungan kebijakan, yaitu kebijakan tidak akan berubah, kecuali karena berdasarkan hasil evaluasi dan kebijakan yang telah ditetapkan dijamin pendanaannya. Menurut Nordiawan (2006), pengintegrasian proses penyusunan KPJM ke dalam mekanisme penganggaran tahunan secara garis besar mencakup tahapan sebagai berikut: a.
Tahun pertama dari proyeksi KPJM digunakan sebagai dasar dan proses penyiapan anggaran tahunan berikutnya. Dalam hal ini yang harus dilakukan pertama kali adalah memutakhirkan standar biaya dari estimasi belanja multi tahun yang disiapkan pada tahun sebelumnya dengan mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi, pelaksanaan anggaran, dan evaluasi pengeluaran. Estimasi tersebut harus memperhitungkan adanya penghematan yang dapat dicapai oleh program atau kegiatan yang berlanjut selama periode perencanaan. Hasil pemutakhiran proyeksi tahunan sebelumnya tersebut merupakan estimasi pengeluaran untuk kebijakan yang sedang berjalan yang menjadi baseline dari rencana pengeluaran pada tahun anggaran yang sedang dipersiapkan. b. Pagu belanja untuk SKPD. Setelah total belanja daerah untuk tahun anggaran yang sedang dipersiapkan ditetapkan, maka terlihat kesenjangan bagi kebijakan baru. Dengan batasan kendala fiskal yang ada kemudian SKPD berjuang untuk mendapatkan alokasi anggaran untuk melaksanakan kebijakan dan program yang termuat di dalam renstra SKPD atau kebijakan dan program baru. 139
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM)
Setelah masing-masing SKPD mendapatkan pagu kemudian menuangkannya ke dalam program dan kegiatan yang dilaksanakan pada tahun anggaran yang sedang dipersiapkan. Kebijakan dan program yang berlanjut harus terpisah secara jelas dari kebijakan dan program yang baru. Estimasi belanja SKPD dalam jangka menengah, paling tidak harus menunjukkan: • Tingkat belanja saat ini. Jika dikaitkan dengan belanja program dan kegiatan maka harus diinformasikan belanja program dan kegiatan hingga saat ini. • Tambahan belanja yang diperlukan untuk menyediakan tingkat dan kualitas layanan yang sama di masa yang akan datang (misalnya menjaga rasio guru dan murid dalam satu kelas pada suatu jenjang pendidikan). • Tambahan pengeluaran atau saving apabila cakupan dan kualitas pelayanan yang diubah berdasarkan keputusan yang diambil oleh pemerintah daerah. c. Penyusunan KPJM. Setelah program dan kegiatan untuk tahun anggaran yang sedang dipersiapkan selesai disusun maka tahap selanjutnya adalah penyusunan KPJM, khususnya prakiraan maju untuk tahun-tahun berikutnya. KPJM/prakiraan maju yang disusun tersebut nantinya akan digunakan sebagai dasar penyusunan anggaran untuk tahun berikutnya. Demikian secara bergulir tahun pertama dari KPJM akan menjadi dasar menyusun anggaran untuk tahun anggaran yang sedang dipersiapkan, dan pada tahun terakhir KPJM ditambahkan proyeksi untuk satu tahun berikutnya.
140
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Topik 12
ANGGARAN BERBASIS KINERJA
Anggaran Berbasis Kinerja
Deskripsi: Topik ini membahas tentang dasar hukum penerapan anggaran berbasis kinerja (ABK) di Pemerintahan Daerah, konsep dan tujuan ABK, elemen atau persyaratan penerapan ABK, faktor kunci keberhasilan penerapan ABK dan penyusunan ABK pada SKPD
Sub Topik Konsep dan tujuan ABK.
Penyusunan ABK pada SKPD
Kata Kunci indikator kinerja, value for money, analisis standar belanja, standar biaya Target kinerja, prioritas,
Referensi: 1. UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara 2. Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan 3. Permendagri No. 13 Tahun 2006 jo No. 59 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. 4. Permendagri 54 tahun 2010 Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 8 tahun 2008 tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah.
142
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Anggaran Berbasis Kinerja
12.1. Dasar Hukum Anggaran Berbasis Kinerja Pemda Pelaksanaan anggaran berbasis kinerja pada pemerintah daerah didasarkan pada ketentuan hukum sebagai berikut: • • • •
Undang-undang No 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan Permendagri No. 13 tahun 2006 jo No. 59 tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Permendagri No. 54 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 8 tahun 2008 tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah.
12.2. Konsep Anggaran Berbasis Kinerja Anggaran Berbasis Kinerja (ABK) merupakan metode penganggaran bagi manajemen untuk mengaitkan setiap biaya yang dituangkan dalam kegiatan-kegiatan dengan manfaat yang dihasilkan. Manfaat tersebut dideskripsikan pada seperangkat tujuan dan sasaran yang dituangkan dalam target kinerja pada setiap SKPD. Menurut (Marc and Jim, 2005) ABK dapat diartikan sebagai prosedur atau mekanisme untuk memperkuat keterkaitan antara dana yang diberikan kepada instansi/lembaga pemerintah dengan outcome (hasil/ dampak) dan/atau output (keluaran), melalui pengalokasian anggaran yang didasarkan pada informasi “formal” tentang kinerja. Informasi kinerja “formal” mencakup informasi mengenai ukuran kinerja (performance feature), ukuran biaya untuk masing-masing kelompok output dan outcome, dan penilaian atas efektifitas dan efisiensi belanja melalui berbagai alat analisis. ABK yang efektif akan mengindentifikasikan keterkaitan antara nilai uang dan hasil, serta dapat menjelaskan bagaimana, keterkaitan tersebut dapat terjadi yang merupakan kunci pengelolaan program secara efektif. Jika terjadi perbedaan antara rencana dengan realisasinya, dapat dilakukan evaluasi sumbersumber input dan bagaimana keterkaitannya dengan ouput/outcome untuk menentukan efektivitas dan efisiensi pelaksana program. Keunggulan ABK menurut Bastian (2006) yaitu: 1. Memungkinkan pendelegasian wewenang dalam pengambilan keputusan. 2. Merangsang partisipasi dan memotivasi satuan kerja melalui proses pengusulan dan penilaian anggaran yang bersifat faktual. 3. Membantu fungsi perencanaan dan mempertajam pembuatan keputusan. 4. Memungkinkan alokasi dana secara optimal dengan didasarkan efisiensi satuan kerja. 5. Menghindarkan pemborosan.
143
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Anggaran Berbasis Kinerja
12.3. Tujuan Anggaran Berbasis Kinerja Tujuan Penyusunan ABK adalah untuk meningkatkan efisiensi alokasi dan produktivitas dari belanja pemerintah. Sedangkan menurut Vanlandingham, Wellman, Andrews, 2005, tujuan dan manfaat penyusunan anggaran berbasis kinerja sebagai berikut : 1. Meningkatkan akuntabilitas agensi dengan memfasilitasi misi dan pendefinisian tujuan, evaluasi kinerja, dan pemanfaatan informasi kinerja dalam perencanaan dan pengambilan keputusan penganggaran (increase agency accountability by facilitating mission and goal definition, performance evaluation, and the use of performance information in planning and budgeting decision-making). 2. Meningkatkan fleksibilitas anggaran agensi dengan memfokuskan proses apropriasi legislatif pada keluaran, bukan input (increase agency budget flexibility by focusing the legislative appropriation process on outcomes, not input). 3. Menyempurnakan koordinasi, menghilangkan duplikasi program, dan menyajikan informasi yang tepat untuk mengambil keputusan. 4. Meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam proses pemerintah, dengan asumsi jika masyarakat dalam proses pemerintah, dengan asumsi jika masyarakat lebih tertarik pada hasil disbanding proses. 5. Mengembangkan incentive agensi menjadi lebih efisien dan efektif. Berdasarkan hal tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa tujuan dilakukannya penyusunan ABK pada pemerintah daerah antara lain: 1. 2. 3. 4.
Efisiensi pelaksanaan anggaran dengan menghubungkan kerja dan kegiatan terhadap biaya. Mendukung alokasi anggaran terhadap prioritas program dan kegiatan. Meningkatkan kualitas pelayanan publik. Merubah paradigma dan kinerja lembaga berdasarkan besar dana yang menjadi penilaian berdasarkan pencapaian kinerja yang diukur dengan indikator-indikator substantif yang dihasilkan suatu program atau kegiatan yang dilaksanakan secara efisien, efektif, dan ekonomis dan sejalan dengan kebijkan organisasi.
12.4. Elemen Anggaran Berbasis Kinerja Sesuai dengan pendekatan kinerja yang digunakan dalam penyusunan APBD, setiap alokasi biaya yang direncanakan harus dikaitkan dengan tingkat pelayanan atau hasil yang diharapkan dapat dicapai. Kinerja Pemerintah Daerah dapat diukur melalui evaluasi terhadap pelaksanaan APBD. Selanjutnya untuk mengukur kinerja keuangan Pemerintah Daerah, khususnya kinerja penyusunan anggaran perlu diketahui dan dipahami terlebih dahulu tentang elemen atau persyaratan penerapan anggaran kinerja, yaitu analisis standar belanja, indikator kinerja, dan standar biaya.
144
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Anggaran Berbasis Kinerja
12.5. Analisis Standar Belanja Analisis standar belanja (ASB) merupakan salah satu komponen yang harus dikembangkan sebagai dasar pengukuran kinerja keuangan dalam penyusunan APBD dengan pendekatan kinerja. ASB adalah standar untuk menganalisis anggaran belanja yang digunakan dalam suatu program atau kegiatan untuk menghasilkan tingkat pelayanan tertentu sesuai dengan kebutuhan masyarakat. ASB digunakan untuk menilai kewajaran beban kerja dan biaya setiap program atau kegiatan yang akan dilaksanakan oleh SKPD dalam satu tahun anggaran. Penilaian terhadap usulan anggaran belanja dikaitkan dengan tingkat pelayanan yang akan dicapai melalui program atau kegiatan. ASB pada dasarnya merupakan standar belanja yang dialokasikan untuk melaksanakan suatu program atau kegiatan pada tingkat pencapaian (target kinerja) yang diinginkan. ASBidentik dengan standar harga pokok produk/jasa, sehingga harus dihitung dengan cermat karena akan menjadi bahan seleksi atas usulan anggaran setiap program atau kegiatan. Usulan anggaran belanja yang melampaui ASB akan ditolak atau direvisi sesuai ASB yang telah ditetapkan. Apabila anggaran program atau kegiatan lebih rendah dari ASB maka anggaran tersebut dianggap efisien. Jadi dengan adanya ASB dapat dipergunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dari anggaran program atau kegiatan yang diusulkan atau yang akan dilaksanakan. Denngan demikian, ASB sudah dapat digunakan untuk mengukur efisiensi anggaran kegiatan setiap SKPD. Dalam rangka menyiapkan Rancangan APBD, ASB juga merupakan standar atau pedoman yang bermanfaat untuk menilai kewajaran atas beban kerja dan biaya terhadap suatu kegiatan yang direncanakan oleh setiap SKPD. ASB dalam hal ini digunakan menilai dan menentukan rencana program, kegiatan dan anggaran belanja yang paling efektif dalam upaya pencapaian kinerja. Penilaian kewajaran berdasarkan ASB berkaitan dengan kewajaran biaya suatu program atau kegiatan yang dinilai berdasarkan hubungan antara rencana alokasi biaya dengan tingkat pencapain kinerja program atau kegiatan yang bersangkutan. Disamping itu, dalam rangka menilai usulan anggaran belanja, ASB dapat juga dilakukan berdasarkan kewajaran beban kerja yang dinilai berdasarkan kesesuaian antara program atau kegiatan yang direncanakan oleh suatu SKPD dengan tugas pokok dan fungsi SKPD yang bersangkutan. Penerapan ASB pada dasarnya akan memberikan manfaat antara lain : (1) mendorong setiap SKPD untuk lebih selektif dalam merencanakan program dan atau kegiatannya, (2) menghindari adanya belanja yang kurang efektif dalam upaya pencapaian kinerja karena didasarkan pada tolok ukur kinerja yang jelas, (3) mengurangi tumpang tindih belanja dalam kegiatan investasi dan non investasi, (4) SKPD mendapat keleluasaan yang lebih besar untuk menentukan anggarannya sendiri.
12.6. Indikator Kinerja Tolok ukur kinerja atau indikator kinerja merupakan komponen lainnya yang harus dikembangan untuk dasar pengukuran kinerja keuangan dalam sistem anggaran kinerja. Indikator kinerja adalah ukuran keberhasilan yang dicapai pada setiap SKPD. Indikator kinerja/keberhasilan untuk setiap jenis pelayanan pada bidang-bidang kewenangan yang diselenggarakan oleh SKPD ditetapkan dalam bentuk standar Pelayanan yang ditetapkan oleh masing-masing Daerah. 145
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Anggaran Berbasis Kinerja
Tingkat pelayanan yang diinginkan pada dasarnya merupakan indikator kinerja yang diharapkan dapat dicapai oleh Pemerintah Daerah dalam melaksanakan kewenangannya. Selanjutnya untuk penilaian kinerja dapat digunakan ukuran penilaian didasarkan pada indikator sebagai berikut : 1. Masukan (Input), yaitu tolok ukur kinerja berdasarkan tingkat atau besarnya sumber-sumber: dana, sumber daya manusia, material, waktu, teknologi, dan sebagainya yang digunakan untuk melaksanakan program dan atau kegiatan. 2. Keluaran (Output) adalah tolok ukur kinerja berdasarkan produk (barang atau jasa) yang dihasilkan dari program atau kegiatan sesuai dengan masukan yang digunakan. 3. Hasil (Outcome) adalah tolok ukur kinerja berdasarkan tingkat keberhasilan yang dapat dicapai berdasarkan keluaran program atau kegiatan yang sudah dilaksanakan. 4. Manfaat (Benefit) adalah tolok ukur kinerja berdasarkan tingkat kemanfaatan yang dapat dirasakan sebagai nilai tambah bagi kinerja masyarakat dan Pemerintah Daerah dari hasil. 5. Dampak (Impact) adalah tolok ukur kinerja berdasarkan dampaknya terhadap kondisi makro yang ingin dicapai dari manfaat.
12.7. Standar Biaya Standar biaya merupakan komponen lainnya yang harus dikembangkan sebagai dasar pengukuran kinerja keuangan dalam sistem anggaran kinerja, selain ASB dan indikator kinerja. Standar biaya adalah harga satuan barang atau jasa yang berlaku di masing-masing Daerah. Penetapan standar biaya akan membantu penyusunan anggaran belanja suatu program atau kegiatan bagi Daerah yang bersangkutan. Pengembangan standar biaya harus dilakukan secara kontinyu sesuai dengan perubahan harga yang terjadi di masing-masing daerah, minimal sekali setahun.
12.8. Faktor Kunci Keberhasilan Anggaran Berbasis Kinerja Keberhasilan penerapan ABK ditentukan oleh beberapa faktor kunci, diantaranya: a.
Suatu Proses Penerapan awal ABK tidaklah langsung sempurna di dalam pelaksanaannya tetapi biasanya dimulai dengan berbagai kelemahan, baik di dalam penentuan standar biaya/harga, indikator kinerja, maupun penetapan ASB. Namun kelemahan yang terjadi tersebut tidaklah harus dipertahankan tetapi senantiasa dilakukan penyempurnaan sesuai kondisi yang dihadapi organisasi dalam hal ini Pemerintah Daerah. Penyempurnaan standar biaya, indikator kinerja, dan ASB harus dilakukan secara terus menerus, minimal sekali setahun. b. Menumbuhkan Komitmen Meskipun disadari besarnya manfaat penerapan ABK, namun di dalam implementasinya sering terjadi kelemahan yang terjadi di dalam penyusunan elemen ABK, yaitu standar biaya/harga, indikator kinerja, dan ASB dapat menumbuhkan kemalasan dan apriori di dalam melanjutkan
146
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Anggaran Berbasis Kinerja
c.
dan menyempurnakan penerapan ABK. Untuk itu, sangat diharapkan komitmen kuat dari setiap anggota organisasi, terutama Gubernur/Bupati/ Walikota dan pimpinan SKPD serta yang terlibat langsung di dalam penyusunan ABK untuk menyempurnakan penyusunan ABK dan evaluasi kinerja kegiatan, program dan oragnisasi. Disesuaikan dengan Organisasi Penyusunan elemen ABK (standar biaya/harga, indikator kinerja, dan ASB) tidak boleh hanya meniru organisasi lain (Pemda atau SKPD lain) tetapi harus disusun sendiri sesuai dengan kondisi organisasi dan kondisi riil yang dihadapi organisasi. Ini tidak berarti, bahwa organisasi tidak boleh hanya melihat atau mempelajari keberhasilan dan kegagalan penerapan anggaran kinerja organisasi lain tetapi semua indikator keberhasilan dan kegagalan organisasi serta kondisi organisasi menjadi bahan pertimbangan untuk penyempurnaan penyusunan ABK.
12.9. Penyusunan Anggaran Berbasis Kinerja Dalam kaitan penyusunan ABK perlu diperhatikan prinsip-prinsip penganggaran, aktivitas utama dalam penyusunan ABK, peranan legislatif, siklus perencanaan dan penganggaran daerah, struktur APBD, dan Penggunaan ASB. Prinsip-prinsip utama dan sifat-sifat yang dikandung dalam teknik Anggaran Kinerja (Mardiasmo, 2002) meliputi : a.
Penekanan pada konsep value for money dan pengawasan atas kinerja output yang diukur dengan beberapa indikator. Elemen utama value for money, yaitu: • Ekonomis, yaitu perolehan input dengan kualitas dan kuantitas tertentu pada harga terendah dan atau dalam praktek berarti “meminimalkan penggunaan sumberdaya dalam melaksanakan suatu kegiatan”. • Efisien, yaitu pemanfaatan input minimal untuk mencapai hasil yang maksimal atau prakteknya berarti “melaksanakan sesuatu dengan benar”. • Efektif, yaitu mencapai tujuan dan sasaran dengan target yang ditetapkan secara maksimal atau prakteknya berarti “melakukan hal yang benar”. b. Pengutamaan mekanisme penentuan dan pembuatan prioritas tujuan serta pendekatan yang sistematik dan rasional dalam proses pengambilan keputusan. c. Penerapan prinsip tata pemerintahan yang baik termasuk adanya pertanggungjawaban para pengambil keputusan atas penggunaan uang yang dianggarkan untuk mencapai tujuan, sasaran dan indikator yang telah ditetapkan. d. Penerapan transparansi, akuntabilitas, dan terbukanya ruang bagi partisipasi publik, untuk memastikan bahwa berbagai fungsi dan tanggungjawab pengelola keuangan daerah dijalankan dengan baik dan bahwa setiap keputusan yang menyangkut keuangan daerah benar-benar didasarkan bagi kepentingan seluruh masyarakat. e. Kegiatan sebagai dasar usulan anggaran yang bersifat bottom-up. Kegiatan diajukan oleh unit teknis atau unit terbawah SKPD yang mengetahui dengan jelas apa yang harus dilakukan sesuai tupoksinya serta apa target dan indicator kinerjanya. f. Pendelegasian wewenang secara berjenjang dalam pengelolaan anggaran dan pelaksanaan kegiatan dengan memberikan perhatian yang cukup bagi keberlanjutan dalam penggunaan sumberdaya bagi setiap kegiatan, hasil-hasil yang diperoleh serta manfaat yang ditimbulkan.
147
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Anggaran Berbasis Kinerja
Terkait dengan proses penyusunan ABK, maka dilakukan beberpa aktivitas terkait dengan penyusunan anggaran tersebut. Aktivitas utama dalam penyusunan ABK adalah mendapatkan data kuantitatif dan membuat keputusan penganggarannya. Proses mendapatkan data kuantitatif bertujuan untuk memperoleh informasi dan pengertian tentang berbagai program yang menghasilkan output dan outcome yang diharapakan. Perolehan dan penyajian data kuantitatif juga akan menjelaskan bagaimana manfaat setiap program bagi rencana strategis. Sedangkan proses pengambilan keputusannya melibatkan setiap level dari manajemen pemerintahan. Pemilihan dan prioritas program yang akan dianggarkan tersebut akan sangat tergantung pada data tentang target kinerja yang diharapkan dapat dicapai. Berkaitan dengan penyusunan ABK untuk setiap program dan kegiatan SKPD, setiap penyusun ABK perlu mengetahui dan melakukan hal-hal sebagai berikut: 1. Penentuan program dan kegiatan harus mengacu pada program dan kegiatan yang ada dalam RPJMD dan RKPD. 2. Menentukan indikator dan target kinerja program dan kegiatan. 3. Mendapatkan dan menggunakan informasi tentang plafon anggaran sementara atas kegiatan yang relevan agar penyusunan anggaran kegiatan yang tidak melebihi plafon anggaran. 4. Mendapatkan dan menggunakan informasi tentang analisa standar belanja dari kegiatan yang relevan agar penyusunan anggaran per satuan kegiatan (misalnya anggaran bangunan per m2, anggaran diklat per orang peserta per jam) tidak melebihi analisa standar belanja. 5. Mendapatkan dan menggunakan informasi tentang standar biaya/harga yang berlaku agar penyusunan anggaran harga satuan tidak melebihi standar biaya/harga yang telah ditetapkan. 6. Menyusun anggaran kegiatan dengan ketentuan tidak boleh melebihi analisis standar belanja dan plafon anggaran.
148
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Topik 13
PENYUSUNAN ANGGARAN BELANJA LANGSUNG DAN BELANJA TIDAK LANGSUNG
Penyusunan Anggaran Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung
Deskripsi: Topik ini membahas tentang pengertian belanja daerah, cara penggunaan belanja daerah, perbedaan belanja langsung dengan belanja tidak langsung dan cara menyusunnya.
Sub Topik Belanja Langsung
Belanja Tidak Langsung
Kata Kunci Program,kegiatan,belanja pegawai, belanja barang dan jasa, belanja modal Common cost, sukar diukur
Referensi: 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. 2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan. 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Perubahannya. 4. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. 5. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. 6. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Laporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah. 7. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. 8. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah. 9. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. 10. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah dan Perubahannya.
150
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Penyusunan Anggaran Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung
13.1. Pengertian Belanja Daerah Belanja Daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. Belanja daerah meliputi semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh Daerah. Dalam penyajiannya, anggaran belanja daerah dirinci menurut fungsi, urusan pemerintahan, organisasi, program, kegiatan, kelompok, jenis, obyek dan rincian obyek belanja.
13.2. Penggunaan Belanja Daerah Belanja daerah dipergunakan dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib, urusan pilihan dan urusan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah dan pemerintah daerah yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan. Belanja penyelenggaraan urusan wajib diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak serta mengembangkan sistem jaminan sosial. Peningkatan kualitas kehidupan masyarakat diwujudkan melalui prestasi kerja dalam pencapaian standar pelayanan minimal sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Penggunaan belanja daerah untuk urusan wajib meliputi belanja untuk pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum, perumahan rakyat, penataan ruang, perencanaan pembangunan, perhubungan, lingkungan hidup, pertanahan, kependudukan dan catatan sipil, pemberdayaan perempuan, keluarga berencana dan keluarga sejahtera, sosial, tenaga kerja dan transmigrasi, koperasi dan usaha kecil dan menengah, penanaman modal, kebudayaan dan pariwisata, pemuda dan olah raga, kesatuan bangsa dan politik dalam negeri, pemerintahan umum dan kepegawaian, pemberdayaan masyarakat dan desa, statistik, arsip, komunikasi dan informatika. Sedangkan penggunaan belanja daerah untuk urusan pilihan meliputi belanja untuk pertanian, kehutanan, energi dan sumber daya mineral, kelautan dan perikanan, perdagangan, dan perindustrian. Di dalam operionalisasi penyusunan anggaran, belanja daerah dikelompokkan ke dalam belanja langsung dan belanja tidak langsung. Belanja langsung adalah belanja yang terkait secara langsung dengan pelaksanaan kegiatan dan dapat diukur dengan capaian prestasi kerja yang telah ditetapkan. Sedangkan belanja tidak langsung adalah belanja yang tidak terkait langsung dengan kegiatan yang dilaksanakan dan secara teknis sulit diukur dengan capaian prestasi kerja yang ditetapkan.
13.3. Belanja Langsung Belanja Langsung, yaitu belanja yang dipengaruhi secara langsung oleh adanya program atau kegiatan yang direncanakan. Jenis Belanja Langsung dapat berupa belanja pegawai, belanja barang dan jasa, dan belanja modal. Belanja pegawai merupakan belanja untuk honorarium/upah dalam melaksanakan 151
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Penyusunan Anggaran Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung
kegiatan pemerintahan. Sedangkan belanja barang dan jasa digunakan untuk pembelian/pengadaan barang dan/atau pemakaian jasa dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan. Pembelian/pengadaan tersebut mencakup belanja barang habis pakai, bahan/material, jasa kantor, cetak/penggandaan, sewa keperluan kantor, makanan dan minuman, pakaian dinas, pakaian kerja, pakaian pada hari-hari tertentu, perjalanan dinas, perjalanan pindah tugas dan pemulangan pegawai. Sementara belanja modal merupakan pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian/pengadaan atau pembangunan aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (duabelas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan dan aset tetap lainnya. Nilai yang dianggarkan dalam pembelian/ pengadaan atau pembangunan aset berwujud berdasarkan harga perolehan. Harga perolehan merupakan jumlah kas atau setara kas yang dibayarkan atau nilai wajar imbalan lain yang diberikan untuk memperoleh suatu aset pada saat perolehan sampai dengan aset tersebut dalam kondisi dan tempat yang siap untuk dipergunakan. Jumlah kas atau setara kas yang dibayarkan atau nilai wajar imbalan lain yang diberikan untuk memperoleh suatu aset pada saat perolehan tersebut mencakup harga beli/ bangun aset, biaya administrasi pembelian/pembangunan aset, biaya pengiriman, biaya pajak dan biaya lainnya yang diperlukan sampai dengan aset tersebut digunakan. Pengelompokan belanja ke dalam belanja modal pada umumnya dipengaruhi oleh masa manfaat dari aset yang diadakan dan nilai materialitas dari aset tersebut. Aset yang diadakan yang masa manfaatnya lebih dari dua belas bulan tidak serta merta dikelompokkan ke dalam belanja modal tetapi harus diperhatikan nilainya. Contoh aset yang demikian adalah pengadaan aset berupa kunci-kunci yang harganya tidak material tetapi masa manfaatnya bisa lebih dari dua belas bulan. Untuk diperlukan aturan tentang kapitalisasi ini. Pada pemerintahan daerah, kepala daerah menetapkan batas minimal kapitalisasi (capitalization threshold) sebagai dasar pembebanan belanja modal. Penyusunan anggaran belanja langsung didasarkan pada program dan kegiatan yang terdapat pada rencana kerja pemerintah daerah (RKPD). Dalam PMDN No. 13/2006 rincian anggaran belanja langsung dapat dirangkum sebagai berikut:
152
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Penyusunan Anggaran Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung
Tabel 13.1
Rincian Belanja Langsung Kelompok Belanja Langsung Jenis Belanja Langsung
Rincian Belanja
Belanja Pegawai
Belanja Barang dan Jasa
Belanja Modal
Belanja untuk honorarium/ upah dalam melaksanakan program dan kegiatan pemerintahan. Belanja ini meliputi: • Honorarium PNS • Honorarium Non PNS • Uang Lembur • Belanja Beasiswa Pendidikan PNS • Belanja Kursus, Pelatihan, Sosialisasi, dan Bimbingan Teknis PNS
Belanja barang dan jasa digunakan untuk pembelian/ pengadaan barang yang masa manfaatnya paling lama 12 bulan dan/atau pemakaian jasa dalam melaksanakan program dan kegiatan pemerintahan. Belanja ini meliputi: • Belanja Bahan Habis Pakai • Belanja Bahan/Material • Belanja Jasa Kantor • Belanja Premi Asuransi • Belanja Perawatan Kendaraan Bermotor • Belanja Cetak dan Penggandaan • Belanja Sewa Ruma/Gedung/ Gudang/Parkir • Belanja Sewa Saran Mobilitas • Belanja Sewa Alat Berat • Belanja Sewa Perlengkapan dan Perelatan Kantor • Belanja Makanan dan Minuman • Belanja Pakaian Dinas dan Atributnya • Belanja Pakaian Kerja • Belanja Pakaian Khusus dan Hari-hari tertentu • Belanja Perjalanan Dinas • Belanja Perjalanan Pindah Tugas • Belanja Pemulangan Pegawai
Pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian/pengadaan atau pembangunan aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (duabelas) bulan untuk digunakan dalam program dan kegiatan pemerintahan. Belanja tersebut meliputi: - Belanja Modal Pengadaan Tanah - Belanja Modal Pengadaan Alat Berat - Belanja Modal Pengadaan Alat-alat Angkutan Darat Bermotor - Belanja Modal Pengadaan Alat-alat Angkutan Darat Tidak Bermotor - Belanja Modal Pengadaan Alat-alat Angkutan di atas Air Bermotor - Belanja Modal Pengadaan Alat-alat Angkutan di atas Air Tidak Bermotor - Belanja Modal Pengadaan Alat-alat Angkutan Angkutan Udara - Belanja Modal Pengadaan Alat-alat Bengkel - Belanja Modal Pengadaan Alat-alat Pengolahan Pertanian dan Peternakan - Belanja Modal Pengadaan Peralatan Kantor - Belanja Modal Pengadaan Perlengkapan Kantor - Belanja Modal Pengadaan Komputer - Belanja Modal Pengadaan Mebeuler - Belanja Modal PengadaanPeralatan Dapur - Belanja Modal Pengadaan Pengadaan Penghias Ruangan Rumah Tangga - Belanja Modal Pengadaan Alat-alat Studio
Sumber: PMDN No. 13 Tahun 2006 (diolah)
13.4. Belanja Tidak Langsung Kelompok belanja tidak langsung merupakan belanja yang tidak terkait secara langsung dengan program dan kegiatan yang dilaksanakan dan sukar diukur dengan capaian prestasi kerja yang ditetapkan. Belanja tidak langsung pada dasarnya merupakan belanja yang digunakan secara bersama-sama (commmon cost) untuk melaksanakan seluruh program atau kegiatan Unit Kerja atau aktivitas umum lainnya. Belanja gaji yang dibayarkan bulanan kepada pimpinan SKPD termasuk kelompok belanja tidak langsung karena 153
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Penyusunan Anggaran Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung
belanja gaji dibayar per bulan tanpa dipengaruhi oleh tingkat aktivitas atau kegiatan yang lakukan. Secara umum, kelompok belanja tidak langsung pada instansi pemerintah daerah terdiri atas beberapa jenis belanja yang terdiri atas: belanja pegawai, bunga, subsidi, hibah, belanja bagi hasil, bantuan keuangan, bantuan sosial, dan belanja tidak terduga. Belanja pegawai adalah belanja kompensasi, dalam bentuk gaji dan tunjangan yang ditetapkan berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang diberikan kepada pegawai negeri sipil. Termasuk dalam jenis belanja pegawai ini adalah Uang representasi dan tunjangan pimpinan dan anggota DPRD serta gaji dan tunjangan kepala daerah dan wakil kepala daerah dianggarkan dalam belanja pegawai. Pemerintah daerah dapat memberikan tambahan penghasilan kepada pegawai negeri sipil daerah berdasarkan pertimbangan yang obyektif dengan memperhatikan kemampuan keuangan daerah dan memperoleh persetujuan DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Tambahan penghasilan tersebut diberikan dalam rangka peningkatan kesejahteraan pegawai berdasarkan beban kerja atau tempat bertugas atau kondisi kerja atau kelangkaan profesi atau prestasi kerja. Tambahan penghasilan berdasarkan beban kerja diberikan kepada pegawai negeri sipil yang dibebani pekerjaan untuk menyelesaikan tugas-tugas yang dinilai melampaui beban kerja normal. Sedangkan tambahan penghasilan berdasarkan tempat bertugas diberikan kepada pegawai negeri sipil yang dalam melaksanakan tugasnya berada di daerah yang memiliki tingkat kesulitan tinggi dan daerah terpencil. Tambahan penghasilan berdasarkan kondisi kerja diberikan kepada pegawai negeri sipil yang dalam melaksanakan tugasnya berada pada lingkungan kerja yang memiliki resiko tinggi. Sementara tambahan penghasilan berdasarkan kelangkaan profesi diberikan kepada pegawai negeri sipil yang dalam mengemban tugas memiliki ketrampilan khusus dan langka. Dan tambahan penghasilan berdasarkan prestasi kerja diberikan kepada pegawai negeri sipil yang dalam melaksanakan tugasnya dinilai mempunyai prestasi kerja. Tambahan penghasilan pegawai negeri tersebut di atas termasuk juga kelompok belanja tidak langsung. Di dalam PMDN 13/2006, seorang pegawai negeri sipil daerah tidak diperkenankan menerima lebih dari 1 (satu) jenis tambahan penghasilan. Kriteria pemberian tambahan penghasilan ditetapkan dengan peraturan kepala daerah. Belanja tidak langsung lainnya adalah belanja bunga. Belanja ini digunakan untuk menganggarkan pembayaran bunga utang yang dilakukan atas kewajiban penggunaan pokok utang (principal outstanding), yang dihitung berdasarkan posisi pinjaman jangka pendek dan jangka panjang. Belanja subsidi adalah belanja tidak langsung yang digunakan untuk menganggarkan bantuan biaya produksi kepada perusahaan/lembaga tertentu agar harga jual produksi/jasa yang dihasilkan dapat terjangkau oleh masyarakat banyak. Perusahaan/lembaga tertentu adalah perusahaan/lembaga yang menghasilkan produk atau jasa di bidang pelayanan dasar masyarakat. Dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, penerima subsidi wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban penggunaan dana subsidi kepada kepala daerah. Belanja subsidi dianggarkan sesuai dengan keperluan perusahaan/lembaga penerima subsidi dalam peraturan daerah tentang APBD yang peraturan pelaksanaannya lebih lanjut dituangkan dalam peraturan kepala daerah. Sementara belanja hibah adalah belanja tidak langsung yang digunakan untuk menganggarkan pemberian uang, barang dan atau jasa kepada pemerintah atau pemerintah daerah lainnya, Badan/
154
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Penyusunan Anggaran Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung
Lembaga/Organisasi swasta dan atau kelompok masyarakat/perorangan yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya. Belanja hibah ini bersifat bantuan yang tidak mengikat/tidak secara terus menerus dan harus digunakan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dalam naskah perjanjian hibah daerah yang mencakup penunjang peningkatan fungsi pemerintahan, layanan dasar umum serta pemberdayaan aparatur daerah. Sedangkan belanja bagi hasil digunakan untuk menganggarkan dana bagi hasil yang bersumber dari pendapatan provinsi kepada kabupaten/kota atau pendapatan kabupaten/kota kepada pemerintahan desa atau pendapatan pemerintah daerah tertentu kepada pemerintah daerah lainnya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Bantuan keuangan tersebut digunakan untuk menganggarkan bantuan keuangan yang bersifat umum atau khusus kepada pemerintah daerah lainnya dan pemerintahan desa dalam rangka pemerataan dan/atau peningkatan kemampuan keuangan daerah lainnya. Bantuan keuangan yang bersifat umum diperuntukkan dan penggunaannya diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah daerah/desa penerima bantuan. Sedangkan bantuan keuangan yang bersifat khusus diperuntukkan dan pengelolaannya diarahkan/ditetapkan oleh pemerintah daerah pemberi bantuan. Pemberi bantuan bersifat khusus dapat mensyaratkan penyediaan dana pendamping dalam APBD penerima bantuan. Selanjutnya bantuan sosial digunakan untuk menganggarkan pemberian bantuan dalam bentuk uang dan/atau barang kepada masyarakat melalui organisasi kemasyarakatan yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan. Bantuan sosial ini diberikan tidak secara terus menerus/tidak berulang setiap tahun anggaran, selektif dan memiliki kejelasan peruntukkan penggunaannya. Besaran jumlah bantuan sosial paling tinggi 1% (satu persen) dari jumlah belanja langsung yang dianggarkan dalam tahun anggaran berkenaan. Dalam bantuan sosial termasuk untuk menganggarkan bantuan kepada partai politik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Untuk pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, organisasi penerima bantuan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban penggunaan dana bantuan kepada kepala daerah. Tata cara pengelolaan dana bantuan diatur lebih lanjut dengan peraturan kepala daerah. Catatan: Khusus Hibah dan bantuan sosial, untuk penganggaran, pelaksanaan dan penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawabannya berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang bersumber dari APBD. Jenis belanja tidak langsung yang terakhir adalah belanja tidak terduga. Belanja tidak terduga dipergunakan untuk kegiatan yang sifatnya tidak biasa dan tidak diharapkan berulang seperti bencana alam dan bencana sosial yang tidak diperkirakan sebelumnya, termasuk pengembalian atas penerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya. Kegiatan yang bersifat tidak biasa yaitu untuk tanggap darurat dalam rangka pencegahan gangguan terhadap stabilitas penyelenggaraan pemerintahan demi terciptanya keamanan, ketentraman dan ketertiban masyarakat di daerah. Untuk mengetahui secara rinci jenis belanja yang termasuk dalam kelompok belanja tidak langsung dapat dilihat pada tabel berikut ini:
155
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Penyusunan Anggaran Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung
Tabel 13.2
Rincian Belanja Tidak Langsung Kelompok Belanja Tidak Langsung Jenis Belanja Tidak Langsung
Rincian Belanja
Belanja Pegawai
Belanja kompensasi kepada PNS yang ditetapkan berdasarkan ketentuan perundang-undangan. Belanja ini, termasuk juga uang representasi dan tunjangan pimpinan dan anggota DPRD serta gaji dan tunjangan kepala daerah dan wakil kepala daerah. Belanja ini meliputi: • Gaji dan Tunjangan • Tambahan Penghasilan PNS • Belanja Penerimaan Lainnya Pimpinan dan Anggota DPR serta KDH/WKDH • Biaya Pemungutan Pajak Daerah
Belanja Bunga
Belanja untuk menganggarkan pembayaran bunga utang yang dilakukan atas kewajiban penggunaan pokok utang (principal outstanding), yang dihitung berdasarkan posisi pinjaman jangka pendek dan jangka panjang. Belanja ini meliputi: • Bunga Utang Pinjaman • Bunga Utang Obligasi
Belanja Subsidi
Belanja untuk bantuan biaya produksi kepada perusahaan/lembaga tertentu agar harga jual produksi/ jasa yang dihasilkan dapat terjangkau oleh masyarakat banyak. Belanja tersebut adalah belanja subsidi kepada perusahaan/lembaga.
Belanja Hibah
Belanja untuk pemberian uang, barang dan atau jasa kepada pemerintah atau pemerintah daerah lainnya, badan/lembaga/organisasi swasta dan atau kelompok masyarakat/perorangan yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya, bersifat bantuan yang tidak mengikat/tidak secara terus menerus dan harus digunakan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dalam naskah perjanjian hibah daerah yang mencakup penunjang peningkatan fungsi pemerintahan, layanan dasar umum serta pemberdayaan aparatur daerah. Belanja ini meliputi: • Belanja Hibah kepada Pemerintah Pusat • Belanja Hibah kepada Pemerintah Daerah Lainnya • Belanja Hibah kepada Pemerintahan Desa • Belanja Hibah kepada Perusahaan Daerah/BUMD/BUMN • Belanja Hibah kepada Badan/Lembaga/Organisasi Swasta • Belanja Hibah kepada Kelompok Masyarakat/Perorangan
Belanja Bantuan Sosial
Belanja untuk pemberian bantuan dalam bentuk uang dan/atau barang kepada masyarakat melalui organisasi kemasyarakatan yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan. Belanja ini meliputi: • Belanja Bantuan Sosial Organisasi Kemasyarakat • Belanja Bantuan Partai Politik
Belanja Bagi Hasil kepada Provinsi/ Kabupaten/Kota dan Pemerintahan Desa
Belanja untuk menganggarkan dana bagi hasil yang bersumber dari pendapatan provinsi kepada kabupaten/kota atau pendapatan kabupaten/kota kepada pemerintahan desa atau pendapatan pemerintah daerah tertentu kepada pemerintah daerah lainnya sesuai dengan ketentuan perundangundangan. Belanja ini meliputi: • Belanja Bantuan Keuangan kepada Provinsi • Belanja Bantuan Keuangan kepada Kabupaten/Kota • Belanja Bantuan Keuangan kepada Desa • Belanja Bantuan Keuangan kepada Pemerintah Daerah/Pemerintah Desa Lainnya
Belanja Tidak Terduga
Belanja untuk kegiatan yang sifatnya tidak biasa dan tidak diharapkan berulang seperti bencana alam dan bencana sosial yang tidak diperkirakan sebelumnya, termasuk pengembalian atas penerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya.
Sumber: Penulis, 2014 (diolah dari berbagai sumber)
156
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Penyusunan Anggaran Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung
13.5. Penyusunan Anggaran Belanja Daerah Untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi perencanaan dengan penganggaran maka disusun rencana kerja pemerintah daerah (RKPD). Penyusunan RKPD merupakan penjabaran dari rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) dengan menggunakan bahan dari Renja SKPD. RKPD tersebut ditetapkan dengan peraturan kepala daerah yang memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan dan kewajiban daerah, rencana kerja yang terukur dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah daerah maupun ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat. Berdasarkan RKPD tersebut, tim anggaran pemerintah daerah (TAPD) menyusun rancangan kebijakan umum APBD untuk disampaikan kepada kepala daerah untuk selanjutnya disampaikan kepada DPRD untuk dibahas dan disepakati menjadi kebijakan umum APBD. Berdasarkan hasil kesepakatan tersebut, pemerintah daerah menyusun rancangan prioritas dan plafon anggaran sementara (PPAS) untuk disampaikan kepada DPRD dan dibahas untuk disepakati. Hasil kesepakatan tersebut dituangkan ke dalam nota kesepakatan yang ditandatangani bersama antara kepala daerah dengan pimpinan DPRD. Dengan adanya nota kesepakatan tersebut, TAPD menyiapkan rancangan keputusan kepala daerah tentang pedoman penyusunan anggaran dalam hal ini RKA SKPD untuk disampaikan kepada kepala daerah guna mendapat penetapan. Selanjutnya keputusan pedoman penyusunan anggaran tersebut disampaikan kepada kepala SKPD sebagai acuan dalam menyusun RKA SKPD. Selanjutnya kepala SKPD menyusun RKA SKPD yang terdiri atas anggaran pendapatan dan anggaran belanja. Penyusunan belanja meliputi anggaran belanja langsung dan anggaran belanja tidak langsung.
13.5.1.
Anggaran Belanja Langsung
Penyusunan anggaran belanja langsung menggunakan pendekatan kerangka pengeluaran jangka menengah daerah (KPJMD), penganggaran terpadu, dan penganggaran berdasarkan prestasi kerja. Penganggaran dengan pendekatan KPJMD dilaksanakan dengan menyusun prakiraan maju yang berisi perkiraan kebutuhan anggaran untuk program dan kegiatan yang direncanakan dalam tahun anggaran berikutnya dari tahun anggaran yang direncanakan dan merupakan implikasi kebutuhan dana untuk pelaksanaan program dan kegiatan tersebut pada tahun berikutnya. Sementara penyusunan anggaran dengan pendekatan anggaran terpadu dilakukan dengan mengintegrasikan seluruh proses perencanaan dan penganggaran di lingkungan SKPD untuk menghasilkan dokumen rencana kerja dan anggaran. Sedangkan penyusunan anggaran dengan pendekatan penganggaran berdasarkan prestasi kerja dilakukan dengan memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran yang diharapkan dari kegiatan dan hasil yang diharapkan dari program termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dan keluaran tersebut. Dengan demikian penyusunan anggaran belanja langsung berbasis prestasi kerja berdasarkan indikator kinerja, capaian atau target kinerja, analisis standar belanja, standar satuan harga, dan standar pelayanan minimal. Indikator kinerja dan capaian kinerja dimaksudkan untuk mengukur keberhasilan yang akan 157
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Penyusunan Anggaran Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung
dicapai dari program dan kegiatan yang direncanakan yang meliputi kinerja masukan, keluaran, dan hasil. Analisis standar belanja (ASB) adalah standar untuk menganalisis anggaran belanja yang digunakan dalam suatu program atau kegiatan untuk menghasilkan tingkat pelayanan tertentu. ASB digunakan untuk menilai kewajaran beban kerja dan biaya setiap program atau kegiatan yang akan dilaksanakan oleh SKPD dalam satu tahun anggaran. Untuk menyusun anggaran belanja langsung, pemerintah daerah harus memiliki standar satuan harga. Standar harga tersebut merupakan harga satuan setiap unit barang/jasa yang berlaku di suatu daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah. Sementara standar pelayanan minimal merupakan tolok ukur kinerja dalam menentukan capaian jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah. Untuk menyusun anggaran belanja langsung pemerintah daerah digunakan formulir RKA SKPD belanja langsung. Bentuk dan cara pengisian formulir tersebut dapat di lihat pada tabel berikut: Tabel 13.3: Formulir RKA SKPD Belanja Langsung RENCANA KERJA DAN ANGGARAN Logo Pemda
RKA-SKPD 2.2.1
SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH KOTA XYZ TAHUN ANGGARAN 2014
158
Urusan Pemerintahan
: 1.01. Urusan Wajib Pemerintahan
Organisasi
: 1.01.01. Dinas Pendidikan
Program
: 101.01.15 Program Pendidikan Anak Usia Dini.
Kegiatan
: 101.01.15.62 Pengembangan Kurikulum, Bahan Ajar, dan Model Pembelajaran
Lokasi Kegiatan
: Dinas Pendidikan Kota XYZ
Jumlah Tahun n-1
: Rp35.000.000,00 (Tiga puluh lima juta rupiah)
Jumlah Tahun n
: Rp45.000.000,00 (Empat puluh lima lima juta rupiah)
Jumlah Tahun n+1
: Rp50.000.000,00 (Lima puluh juta rupiah)
Indikator
Tolok Ukur Kinerja
Target Kinerja
Capaian Program
: Rasio Anak Usia Dini yang Bersekolah Dibanding dgn Ana Usia Dini
1:3
Masukan
: Dana yang tersedia
Rp45.000.000,00
Keluaran
: Kurikulum yang dihasilkan
7 Bidang Studi
Hasil
: Terpenuhinya kebutuhan kurikulum utk pelayanan pendidikan anak usia dini
400 Anak
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Penyusunan Anggaran Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung
Kelompok Sasaran Kegiatan
Anak Usia Dini yang bersekolah dapat terselenggara sesuai dengan kurikulum
RINCIAN ANGGARAN BELANJA LANGSUNG MENURUT PROGRAM DAN PER KEGIATAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH
159
RINCIAN PERHITUNGAN
JUMLAH (Rp)
VOL.
SATUAN
HARGA SATUAN
(3)
(4)
(5)
KODE REKENING
URAIAN
(1)
(2)
5.2.
BELANJA LANGSUNG
5.2.1.
BELANJA PEGAWAI
9.750.000,00
5.2.1.01.
Honorarium PNS
2.250.000,00
5.2.1.01.01
Honorarium Panitia Pelaksana Kegiatan
2.250.000,00
(6)
- Ketua Panitia x 1 org
1
OK
400.000
400.000,00
- Sekretaris x 1 org
1
OK
350.000
350.000,00
- Anggota x 5 0rg
5
OK
300.000
1.500.000,00
5.2.1.02.
Honorarium Non PNS
7.500.000,00
5.2.1.02.01
Honorarium Tenaga Ahli
5.2.2.
BELANJA BARANG DAN JASA
35.250.000,00
5.2.2.01.
Belanja Bahan Pakai Habis
2.578.500,00
5.2.2.01.01.
Belanja Alat Tulis Kantor
5
Org
1.500.000
7.500.000,00
2.578.500,00
- Kertas
25
rim
27.500
687.500,00
- Pena
101
bh
2.000
202.000,00
- Pensil
14
bh
1.500
21.000,00
- Tinta Printer
4
bh
300.000
1.200.000,00
- Cairan Penghapus
4
bh
4.500
18.000,00
- Block Note
120
bh
4.500
450.000,00
14445
lbr
200
5.2.2.06.
Belanja Cetak dan Penggandaan
5.2.2.06.02
Belanja Penggandaan
5.2.2.08.
Belanja Sewa Rumah/Gedung/Gudang/Parkir
5.2.2.08.03.
Belanja Sewa Ruang Rapat/Pertemuan
5.2.2.10
Belanja Sewa Perlengkapan dan Perelatan Kantor
5.2.2.10.03
Belanja Sewa Proyektor
5.2.2.11.
Belanja Makanan dan Minumam
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
2.889.000,00 2.889.000,00 5.000.000,00 5
hr
1.000.000
5.000.000,00 2.500.000,00
5
hr
500.000
2.500.000,00 8.962.500,00
Penyusunan Anggaran Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung
5.2.2.11.02.
5.2.2.11.04.
Belanja Makanan dan Minuman Rapat
487.500,00
Makan Siang 13 org x 3 rapat
39
OK
10.000
390.000,00
Snack 13 org x 3 rapat
39
OK
2.500
97.500,00
Belanja Makanan dan Minuman Kegiatan
8.475.000,00
Makan Siang 113 org x 1 kegiatan x 5 hr
5.650.000,00
Snack 113 org x 1 kegiatan x 2 snack x 5 hr
2.625.000,00
5.2.2.15.
Belanja Perjalanan Dinas
13.320.000,00
5.2.2.15.01
Belanja Perjalanan Dinas dalam Daerah
6.000.000,00
Transpor: 10 hr x 2 org
6.000.000,00
Belanja Perjalan Dinas Luar Daerah
7.320.000,00
- Transpor: Makassar – Jakarta PP
600.000,00
- Lumpsum
6.720.000,00
Golongan IV: 1 org x 3 hr x 4 keg.
3.600.000,00
Golongan III: 1 org x 3 hr x 4 keg.
3.120.000,00
5.2.2.15.02
JUMLAH BELANJA LANGSUNG
45.000.000,00
__________________ , 1 Novembar 2013 Kepala Dinas Pendidikan, Nurhazimah, S.Psi., M.Ed. NIP: Keterangan : Tanggal Pembahasan : Catatan Hasil Pembahasan : 1 2 dst Tim Anggaran Pemerintah Daerah No.
Nama
Nip
Jabatan
1
Drs. Setiawan
Dispenda
2
Ir. Burhanuddin
Bappeda
3
Fadhil Husain, SE., Ak.
Keuangan
Tanda Tangan
13.5.2. Anggaran Belanja Tidak Langsung Kelompok belanja tidak langsung merupakan belanja yang tidak terkait secara langsung dengan kegiatan yang dilaksanakan dan sukar diukur dengan capaian prestasi kerja yang ditetapkan. Jenis belanja yang termasuk dalam kelompok belanja tidak langsung meliputi belanja pegawai, belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah, belanja bagi hasil, belanja bantuan keuangan, belanja bantuan sosial, dan belanja tidak terduga. Ketidakadaan hubungan yang rasional antara masukan dengan keluaran dan hasil, maka penyusunan 160
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Penyusunan Anggaran Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung
anggaran ini didasarkan pada data masa lalu, proyeksi belanja masa depan, dan kebijakan anggaran. Sebagai contoh, penyusunan anggaran belanja pegawai didasarkan pada belanja pegawai periode berjalan, kenaikan pangkat pegawai, pegawai yang pensiun, penambahan pegawai, kebijakan kenaikan gaji dan tunjangan, dan penambahan anggota keluarga yang berhak mendapatkan tunjangan. Penambahan dan pengurangan belanja pegawai tersebut tidak terkait langsung dengan kinerja keluaran. Demikian juga halnya dengan besarnya belanja bunga yang tidak terkait langsung dengan kinerja keluarannya tetapi lebih didasari oleh besarnya pinjaman, tingkat bunga, dan periode pinjaman. Penyusunan anggaran belanja tidak langsung pemerintah daerah menggunakan formulir RKA SKPD belanja tidak langsung (RKA SKPD 2.1). Bentuk dan cara pengisian formulir tersebut dapat di lihat pada tabel berikut:
Tabel 13.4:
Formulir RKA SKPD Belanja Tidak Langsung RENCANA KERJA DAN ANGGARAN
Logo Pemda
RKA-SKPD 2.2.1
SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH KOTA XYZ TAHUN ANGGARAN 2014 Urusan Pemerintahan
: 1.01. Urusan Wajib Pemerintahan
Organisasi
: 1.01.01. Dinas Pendidikan
RINCIAN ANGGARAN BELANJA TIDAK LANGSUNG SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH TAHUN n KODE REKENING
VOL. (3)
SATUAN
HARGA SATUAN
(4)
(5)
JUMLAH (Rp)
TAHUN n+1
(1)
(2)
5.1.
BELANJA TIDAK LANGSUNG
5.1.1.
BELANJA PEGAWAI
4.402.050.000
4.622.153.000
5.1.1.01.
Gaji dan Tunjangan
4.394.271.110
4.613.985.000
5.1.1.01.01.
Gaji Pokok PNS/Uang Representasi
3.107.000.000
3.262.350.00
5.1.1.01.02.
161
URAIAN
(6)
Gol. IV 9 org x 13 bln
117
OB
1.500.000
175.500.000
184.275.000
Gol. III 50 org x 13 bln
650
OB
1.400.000
910.000.000
955.500.000
Gol. II 55 org x 13 bln
715
OB
1.300.000
929.500.000
975.975.000
Gol. I 70 org x 13 bln
910
OB
1.200.000
1.092.000.000
1.146.600.000
995.800.000
1.045.590.000
Tunjangan Keluarga Gol. IV 9 org x 13 bln
117
OB
150.000
17.550.000
18.427.500
Gol. III 50 org x 13 bln
650
OB
145.000
94.250.000
98.962.500
Gol. II 55 org x 13 bln
715
OB
600.000
429.000.000
450.450.000
Gol. I 70 org x 13 bln
910
OB
500.000
455.000.000
477.750.000
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Penyusunan Anggaran Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung
5.1.1.01.03.
Tunjangan Jabatan
94.900.000
99.645.000
Eselon II 1 org x 13 bln
13
OB
2.500.000
32.500.000
34.125.000
Eselon III 2 org x 13 bln
26
OB
600.000
15.600.000
16.380.000
Eselon IV 15 org x 13 bln
195
OB
240.000
46.800.000
49.140.000
5.1.1.01.04.
Tunjangan Fungsional 31 org x 13 bln
403
OB
41.098
16.562.495
17.390.620
5.1.1.01.06.
Tunjangan Beras 80 org x 13 bln
1.040
OB
113.335
117.868.400
123.761.820
5.1.1.01.07.
Tunjangan PPh/Tunjangan Khusus
1
Thn
62.140.000
62.140.000
65.247.000
5.1.1.01.08
Pembulatan Gaji
1
Thn
215
215
560
5.1.1.02.
Tambahan Penghasilan PNS
7.778.890
8.168.000
5.1.1.02.01
Tambahan Penghasilan Berdasarkan Beban Kerja 184 org x 12 bln
2208
OB
2.208
4.875.274
5.119.127
5.1.1.02.01
Tambahan Penghasilan Berdasarkan Tempat Bertugas 142 OB x 12 bln
1704
OB
1.704
2.903.616
3.048.873
4.402.050.000
4.622.153.000
JUMLAH BELANJA TIDAK LANGSUNG
_________________________ , 1 November 2013 Kepala Dinas Pendidikan, Nurhazimah, S.Psi., M.Ed. NIP: Keterangan
:
Tanggal Pembahasan : Catatan Hasil Pembahasan : 1 2 dst Tim Anggaran Pemerintah Daerah
162
No.
NAMA
NIP
1
Drs. Setiawan
Dispenda
2
Ir. Burhanuddin
Bappeda
3
Fadhil Husain, SE., Ak.
Keuangan
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
JABATAN
TANDA TANGAN
Topik 14
PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN SKPD
Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran SKPD
Deskripsi: Topik ini membahas tentang RKA SKPD dan hubungannya dengan dokumen anggaran daerah lainnya, pendekatan yang digunakan dalam menyusun RKA SKPD dan cara mengisi formulir RKA SKPD
Sub Topik
Kata Kunci
Pendekatan Penyusunan RKA SKPD
kerangka pengeluaran jangka menengah, anggaran terpadu, prestasi kerja
Informasi, Dokumen dan Formulir RKA
indikator kinerja, tolok ukur kinerja, target kinerja
Referensi: 1. UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara 2. UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah 3. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah 4. Permendagri No. 13 Tahun 2006 jo No. 59 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
164
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran SKPD
14.1. Pengertian dan Landasan Hukum Penyusunan RKA Penyusunan APBD merupakan proses penganggaran daerah dimana secara konseptual terdiri atas formulasi kebijakan anggaran (budget policy formulation) dan perencanaan operasional anggaran (budget operational planning). Penyusunan kebijakan umum APBD termasuk kategori formulasi kebijakan anggaran yang menjadi acuan dalam perencanaan operasional anggaran. Formulasi kebijakan anggaran yang berkaitan dengan analisis fiskal, sedang perencanaan operasional anggaran lebih ditekankan pada alokasi sumber daya keuangan. Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) SKPD merupakan penjabaran dari program dan kegiatan yang termuat di dalam RPKD dan Renja SKPD. Sedangkan penyusunan anggaran merupakan bentuk pengalokasian sumberdaya keuangan pemerintah daerah berdasarkan struktur APBD dan kode rekening. Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) merupakan jumlah anggaran yang diberikan pada SKPD untuk setiap program dan kegiatan, sehingga PPAS digunakan sebagai acuan besarnya anggaran dalam penyusunan RKA. Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) adalah dokumen perencanaan dan penganggaran yang berisi rencana pendapatan, rencana belanja program dan kegiatan SKPD serta rencana pembiayaan sebagai dasar penyusunan APBD. Dalam rangka penyusunan RKA SKPD, terdapat beberapa landasan hukum yang dijadikan dasar penyusunan RKA SKPD, diantaranya: 1. UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. 2. UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. 3. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah. 4. Permendagri No. 13 Tahun 2006 jo No. 59 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
14.2. Pendekatan Penyusunan RKA SKPD Penyusunan RKA SKPD mengunakan tiga pendekatan, yaitu pendekatan kerangka pengeluaran jangka menengah daerah, pendekatan penganggaran terpadu, dan pendekatan penganggaran berdasar prestasi kerja. 1. Pendekatan kerangka pengeluaran jangka menengah dilaksanakan dengan menyusun prakiraan maju yang berisi perkiraan kebutuhan anggaran untuk program dan kegiatan yang direncanakan dalam tahun anggaran berikutnya dari tahun anggaran yang direncanakan dan merupakan implikasi kebutuhan dana untuk pelaksanaan program dan kegiatan tersebut pada tahun berikutnya. 2. Pendekatan penganggaran terpadu dilakukan dengan mengintegrasikan seluruh proses perencanaan dan penganggaran di lingkungan SKPD untuk menghasilkan dokumen rencana kerja dan anggaran.
165
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran SKPD
3. Pendekatan penganggaran berdasarkan prestasi kerja dilakukan dengan memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran yang diharapkan dari kegiatan dan hasil yang diharapkan dari program termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dan keluaran tersebut. Untuk menjamin terlaksananya penyusunan RKA-SKPD berdasarkan pendekatan tersebut di atas dan untuk menjamin terciptanya kesinambungan RKA-SKPD, maka kepala SKPD mengevaluasi hasil pelaksanaan program dan kegiatan 2 (dua) tahun anggaran sebelumnya sampai dengan semester pertama tahun anggaran berjalan. Evaluasi tersebut bertujuan untuk menilai program dan kegiatan yang belum dapat dilaksanakan dan/atau belum diselesaikan tahun-tahun sebelumnya akan dilaksanakan dan/atau diselesaikan pada tahun yang direncanakan atau 1 (satu) tahun berikutnya dari tahun yang direncanakan. Apabila suatu program dan kegiatan merupakan tahun terakhir untuk pencapaian prestasi kerja yang ditetapkan, maka harus dianggarkan pada tahun yang direncanakan.
14.3. Pedoman Penyusunan RKA SKPD Berdasarkan nota kesepakatan KUA dan PPAS, Kepala Daerah paling lambat awal bulan Agustus tahun anggaran berjalan mengeluarkan surat edaran tentang pedoman penyusunan RKA SKPD yang dibuat oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), berfungsi sebagai acuan kepala SKPD dalam penyusunan RKA. Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) adalah tim yang dibentuk berdasarkan keputusan kepala daerah dan dipimpin oleh sekertaris daerah yang mempunyai tugas menyiapkan serta melaksanakan kebijakan kepala daerah dalam rangka penyusunan APBD yang anggotanya terdiri dari pejabat perencana daerah, pejabat pengelola keuangan daerah, dan pejabat lainnya sesuai dengan kebutuhan. Berdasarkan nota kesepakatan tentang kebijakan umum APBD serta prioritas dan plafon anggaran sementara antara kepala daerah dengan pimpinan DPRD, TAPD menyiapkan rancangan keputusan kepala daerah tentang pedoman penyusunan RKA-SKPD sebagai acuan kepala SKPD dalam menyusun RKA-SKPD. Rancangan keputusan kepala daerah tentang pedoman penyusunan RKA-SKPD mencakup (PMD 13 tahun 2006): 1. program prioritas dan patokan batas maksimal anggaran yang dialokasikan untuk setiap program SKPD; 2. batas waktu penyampaian RKA-SKPD; 3. sinkronisasi program nasional dengan program pemerintah daerah dan antar program SKPD terkait dengan kinerja SKPD berkenaan sesuai dengan standar pelayanan minimal yang ditetapkan; 4. hal-hal lainnya yang perlu mendapatkan perhatian dari SKPD terkait dengan prinsip-prinsip peningkatan efisiensi, efektifitas, tranparansi dan akuntabilitas penyusunan anggaran dalam rangka pencapaian prestasi kerja; 5. dokumen sebagai lampiran meliputi kebijakan umum APBD, prioritas dan plafon anggaran sementara, kode rekening APBD, format RKA-SKPD, standar analisa belanja dan standar harga. Selanjutnya kepala daerah menetapkan pedoman penyusunan RKA-SKPD tersebut dan paling lambat awal bulan Agustus tahun anggaran berjalan untuk kemudian dijadikan pedoman bagi kepada kepala SKPD menyusun RKA SKPD. Dalam menyusun RKA SKPD digunakan beberapa pendekatan dengan harapan RKA yang disusun berkesinambungan dan lebih ekonomis, efisien, dan efektif.
166
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran SKPD
Penyusunan RKA-SKPD berbasis prestasi kerja berdasarkan pada indikator kinerja, capaian atau target kinerja, analisis standar belanja, standar satuan harga, dan standar pelayanan minimal. Indikator kinerja adalah ukuran keberhasilan yang akan dicapai dari program dan kegiatan yang direncanakan. Sedangkan Capaian kinerja merupakan ukuran prestasi kerja yang akan dicapai yang berwujud kualitas, kuantitas, efisiensi dan efektifitas pelaksanaan dari setiap program dan kegiatan. Sedangkan analisis standar belanja merupakan penilaian kewajaran atas beban kerja dan biaya yang digunakan untuk melaksanakan suatu kegiatan. Dan standar satuan harga (1) yakni harga satuan setiap unit barang/jasa yang berlaku disuatu daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah. Sementara standar pelayanan minimal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tolok ukur kinerja dalam menentukan capaian jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah. Di dalam menyusun RKA-SKPD harus memuat rincian program, kegiatan dan anggaran dari setiap SKPD. Informasi yang dimuat dalam RKA-SKPD tersebut mencakup penjelasan mengenai: 1. Urusan pemerintahan daerah yang memuat penjelasan mengenai urusan pemerintahan daerah yang dilaksanakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi SKPD. 2. Fungsi yang memuat penjelasan mengenai keselarasan dan keterpaduan antara urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah dengan klasifikasi fungsi pengelolaan keuangan negara. 3. Organisasi yang memuat nama SKPD selaku pengguna anggaran/barang. 4. Prestasi kerja yang hendak dicapai yang memuat indikator prestasi kerja yang meliputi masukan, keluaran dan hasil, tolok ukur kinerja dan target kinerja. 5. Program, memuat nama program yang akan dilaksanakan SKPD dalam tahun anggaran berkenaan. 6. Kegiatan, memuat nama kegiatan yang akan dilaksanakan SKPD dalam tahun anggaran berkenaan. 7. Pendapatan, memuat jenis, obyek dan rincian obyek pendapatan daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah, dipungut oleh SKPD sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. 8. Belanja, memuat kelompok belanja langsung dan belanja tidak langsung yang masing-masing diuraikan menurut jenis, obyek dan rincian obyek belanja. 9. Pembiayaan, memuat kelompok penerimaan pembiayaan yang dapat digunakan untuk menutup defisit APBD dan pengeluaran pembiayaan yang digunakan untuk memanfaatkan surplus APBD yang masing-masing diuraikan menurut jenis, obyek dan rincian obyek pembiayaan. Pendapatan daerah yang dapat diangggarkan dalam RKA-SKPD adalah pungutan daerah yang ditetapkan dalam peraturan daerah yang dipungut oleh SKPD sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Sedangkan belanja daerah yang dapat dianggarkan dalam RKA SKPD adalah belanja langsung yang meliputi belanja pegawai, belanja barang dan jasa, dan belanja modal, serta belanja pegawai yang tidak langsung yang disesuaikan dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing SKPD. Sedangkan belanja tidak langsung lainnya dianggarkan oleh sekretariat daerah.
14.4. RKA SKPD RKA SKPD adalah dokumen perencanaan dan penganggaran yang memuat rencana pendapatan, belanja untuk masing-masing program dan kegiatan menurut fungsi untuk tahun yang direncanakan dirinci sampai dengan rincian objek pendapatan, belanja dan pembiayaan, serta perkiraan maju untuk tahun berikutnya. 167
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran SKPD
Berdasarkan pedoman penyusunan RKA SKPD, kepala SKPD menyusun RKA SKPD dengan menggunakan pendekatan kerangka pengeluaran jangka menengah daerah, penganggaran terpadu dan penganggaran berdasarkan prestasi kerja. Penyusunan RKA SKPD dengan pendekatan kerangka pengeluaran jangka menengah dilaksanakan dengan menyusun perkiraan maju yang merupakan perkiraan kebutuhan anggaran untuk program dan kegiatan yang direncanakan dalam tahun anggaran berikutnya (tahun n+1) dari tahun yang direncanakan (tahun n). Penyusunan RKA SKPD dengan pendekatan kerangka pengeluaran jangka menengah telah dilaksanakan semenjak tahun 2009. Implementasi pada saat penyusunan anggaran untuk kegiatan tahun 2009 maka dalam RKA SKPD di samping mencantumkan anggaran tahun 2009 juga mencantumkan proyeksi anggaran untuk program dan kegiatan yang sama untuk tahun anggaran 2010. Pendekatan penganggaran terpadu dilakukan dengan memadukan seluruh proses perencanaan dan penganggaran pendapatan, belanja dan pembiayaan di lingkungan SKPD untuk menghasilkan dokumen rencana kerja dan anggaran. Pendekatan penganggaran berdasarkan prestasi kerja dilakukan dengan memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran yang diharapkan dari kegiatan dan hasil serta manfaat yang diharapkan termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dan keluaran tersebut. Untuk terlaksananya penyusunan RKA SKPD berdasarkan pendekatan-pendekatan tersebut, Kepala SKPD perlu melakukan evaluasi hasil pelaksanaan program dan kegiatan dua tahun anggaran sebelumnya sampai dengan semester pertama tahun anggaran berjalan.
14.5. Informasi, Dokumen, dan Formulir RKA Pada RKA SKPD dan PPKD disamping memuat rencana pendapatan, rencana belanja untuk masingmasing program dan kegiatan, rencana pembiayaan untuk tahun yang direncanakan dan perkiraan maju untuk tahun berikutnya, juga memuat informasi tentang urusan pemerintah daerah, organisasi, standar biaya, prestasi kerja yang akan dicapai dari program dan kegiatan. •
• •
•
•
168
Rencana pendapatan dirinci menurut kelompok, jenis, objek dan rincian objek pendapatan daerah yang dipungut/dikelola/diterima oleh SKPD sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya ditetapkan berdasarkan peraturan perundangan. Rencana belanja diklasifikasikan menurut kelompok belanja tidak langsung dan belanja langsung, selanjutnya dirinci menurut jenis, objek dan rincian objek belanja. Rencana pembiayaan memuat kelompok peneriimaan pembiayaan yang dapat digunakan untuk menutup defisit APBD dan pengeluaran pembiayaan yang digunakan untuk memanfaatkan surplus APBD yang masing-masinh dirinci berdasarkan jenis, objek dan rincian objek pembiayaan. Informasi urusan pemerintah daerah memuat bidang urusan pemerintahan yang dikelola sesuai dengan tugas pokok dan fungsi organisasi, nama organisasi atau nama SKPD selaku pengguna anggaran/barang, nama program dan nama kegiatan yang akan dilaksanakan dalam tahun yang direncanakan. Prestasi kerja yang hendak dicapai dengan indikator kinerja, tolok ukur kinerja, dan target kinerja. Indikator kinerja meliputi masukan, keluaran, dan hasil. Tolok ukur kinerja merupakan ukuran prestasi kerja yang dicapai dari keadaan semula dengan mempertimbangkan faktor kualitas,
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran SKPD
kuantitas, efesiensi dan efektifitas pelaksanaan dari setiap program dan kegiatan. Target kinerja merupakan hasil yang diharapkan dari suatu program atau keluaran yang diharapkan dari suatu kegiatan. Struktur APBD merupakan kesatuan yang terdiri dari 1) pendapatan daerah, 2) belanja daerah yang terdiri dari belanja tidak langsung dan belanja langsung atau belanja kegiatan, dan 3) pembiayaan daerah yang terbagi menjadi penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan daerah. Formulir RKA SKPD mengikuti struktur dan klasifikasi APBD tersebut, sehingga dalam menyusun RKA SKPD diperlukan enam jenis dokumen penyusunan RKA. Dokumen penyusunan RKA yang harus disiapkan adalah sebagai berikut: Formulir RKA-SKPD 1 : Pendapatan Formulir RKA-SKPD 2.1 : Belanja Tidak Langsung Formulir RKA-SKPD 2.2 : Rekapitulasi Belanja Langsung Berdasarkan Program dan Kegiatan Formulir RKA-SKPD 2.2.1 : Belanja Langsung Program dan per-Kegiatan Formulir RKA-SKPD 3.1 : Penerimaan Pembiayaan Formulir RKA-SKPD 3.2 : Pengeluaran Pembiayaan
14.6. Proses Penyusunan RKA Proses penyusunan RKA dilakukan berdasarkan urutan sebagai berikut:
169
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran SKPD
Gambar 14.1: Proses Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran
1
Dari A. 2. Penyiapan Pedoman Penyusunan RKA SKPD
SE KDH tentang Penyusunan RKA SKPD
SE KDH tentang Penyusunan RKA SKPD
Penyusunan Rincian Anggaran Pendapatan
Penyusunan Rincian Anggaran Belanja Tidak Langsung
RKA SKPD 1
RKA SKPD 2.1
Mencakup: a. PPA untuk setiap program SKPD dan rencana pendapatan dan pembiayaan. b. Sinkronisasi program dan kegiatan antar SPKD dengan kinerja SKPD sesuai dengan SPM. c. Batas waktu penyampaian RKA-SKPD kepada PPKD. d. Hal-hal lainnya yang perlu mendapatkan perhatian dari SKPD. e. Lampiran : - KUA - PPS - Kode rekening APBD - Format RKA-SKPD - Analisis standar belanja - Standar satuan harga
Penyusunan Rincian Anggaran Belanja Langsung
Penyusunan Rincian Pengeluaran Pendapatan Daerah
Penyusunan Rincian Penerimaan Pendapatan Daerah
RKA SKPD 2.2.1
RKA SKPD 3.1
RKA SKPD 3.2
(Program dan Kegiatan)
PenyusunanRekapitulasi Rincian Anggaran Belanja Langsung (Program dan Kegiatan)
RKA SKPD 2.2
Form RKA-SKPD 1 disiapkan hanya oleh SKPD Pemungut Pendapatan
2
Ke A. 4. Penyiapan Raperda APBD
}
{
RKA SKPD RKA SKPD
}
Form RKA-SKPD 3.1 dan 3.2 disiapkan oleh SKPD yang bertindak sebagai SKPKD
Penyusunan Rekapitulasi Rincian Anggaran Belanja Langsung (Program dan Kegiatan)
Sumber: Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 (diolah)
Berdasarkan gambar diatas, proses penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) bagi Satuan Kerja Pemerintahan Daerah (SKPD) dapat dijabarkan sebagai berikut: A. SKPD menerima Surat Edaran KDH tentang Pedoman Penyusunan RKA-SKPD. Berdasarkan SE tersebut, SKPD mulai menyusun RKA masing-masing. B. SKPD menyusun Rincian Anggaran Pendapatan untuk menghasilkan form RKA-SKPD 1. Form RKA170
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran SKPD
SKPD 1 disiapkan hanya oleh SKPD pemungut pendapatan. Formulir tersebut memuat pendapatan daerah yang dipungut/dikelola/diterima oleh SKPD sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Pengerjaan formulir tersebut adalah sebagai berikut: 1. Pada bagian atas formulir mencantumkan nama provinsi/kabupaten/kota yang bersangkutan dan tahun anggaran yang direncanakan. 2. Mencantumkan kode dan nama dari urusan pemerintah yang dilaksanakan sesuai tugas pokok dan fungsi SKPD serta mencantumkan kode dan nama organisasi SKPD. Karena formulir tersebut berkaitan dengan pendapatan maka tidak memuat informasi tentang kode dan nama dari program dalam kegiatan. 3. Pada rincian anggaran pendapatan mencantumkan hal-hal sebagai berikut: • Kode rekening dimulai dari kode pendapatan daerah dalam hal ini angka 4 yang selanjutnya dirinci dalam kelompok, jenis pendapatan dengan menggunakan kode rekening masingmasing satu digit serta objek dan rincian objek pendapatan dengan menggunakan kode rekening masing-masing dua digit. • Uraian dari nomor rekening pendapatan mencantumkan nama rekening rincian objek pendapatan, sehingga pendapatan yang dicantumkan pada formulir tersebut sampai dengan rincian objek pendapatan. • Untuk rincian perhitungan pendapatan mencantumkan volume, satuan, tarif/harga dan jumlah pendapatan yang merupakan perkalian dari volume dan tarif harga. •
Formulir yang digunakan untuk penyusunan anggaran pendapatan seperti tampak berikut ini:
Tabel 14.1:
Bentuk form RKA-SKPD 1 RENCANA KERJA DAN ANGGARAN
Formulir RKA - SKPD 1
SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH KOTA XYZ TAHUN ANGGARAN 2014 Urusan Pemerintahan
:
x. xx. …………………
Organisasi
:
x. xx. xx. …………………
RINCIAN ANGGARAN BELANJA TIDAK LANGSUNG SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH Uraian
Kode Rekening 1 x
171
2 x
x
xx
Rincian Penghitungan Volume
Satuan
Jumlah Tarif/ Harga (Rp)
3
4
5
xx
x
x
x
xx
xx
x
x
x
xx
xx
x
x
x
xx
xx
x
x
x
xx
xx
x
x
x
xx
xx
x
x
x
xx
xx
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
6 = (3 x 5)
Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran SKPD
Jumlah ……..,tanggal ….. Kepala SKPD (tanda tangan) (nama lengkap) NIP. Keterangan
:
Tanggal Pembahasan
:
Catatan Hasil Pembahasan
:
1. 2. Dst
Tim Anggaran Pemerintah Daerah: No
Nama
Nip
Jabatan
Tandatangan
1 2 dst Sumber: Permendagri No. 13 Tahun 2006 (diolah)
C. SKPD menyusun Rincian Anggaran Belanja Tidak Langsung untuk menghasilkan form RKA-SKPD 2.1.
172
Formulir tersebut memuat rencana belanja tidak langsung SKPD untuk tahun yang direncanakan. Informasi yang dimuat dan cara pengisian formulir tersebut adalah sebagai berikut: 1. Pada bagian atas formulir mencantumkan nama provinsi/kabupaten/kota yang bersangkutan dan tahun anggaran yang direncanakan. 2. Mencantumkan kode, nama dan rincian urusan pemerintah yang dilaksanakan sesuai tugas pokok dan fungsi dari SKPD serta mencantumkan kode dan nama organisasi SKPD. Karena formulir tersebut berkaitan dengan rincian belanja tidak langsung, maka tidak memuat informasi tentang kode dan nama dari program dan kegiatan. Klasifikasi belanja tidak langsung dibagi menurut jenis belanja yang terdiri dari: Belanja pegawai, Bunga, Subsidi, Hibah, Bantuan sosial, Belanja bagi hasil, Bantuan keuangan, dan Belanja tidak terduga. 3. Pada rincian anggaran belanja tidak langsung mencantumkan hal-hal sebagai berikut: • Kode rekening dimulai dari kode belanja daerah, dalam hal ini angka 5 selanjutnya dirinci dalam kelompok dan jenis belanja dengan menggunakan kode rekening masing-masing satu digit serta objek dan rincian objek belanja dengan menggunakan kode rekening masing-masing dua digit. • Karena pada kolom uraian mencantumkan rincian objek belanja, maka seluruh belanja termasuk belanja subsidi, belanja hibah, belanja bantuan sosial, belanja bagi hasil, belanja bantuan keuangan daerah serta belanja tidak terduga sampai dengan rincian objek belanja. • Pada formulir tersebut disamping mencantumkan anggaran belanja tidak langsung untuk tahun yang direncanakan (tahun n) juga mencantumkan perkiraan jumlah belanja menurut jenis belanja untuk tahun berikutnya (tahun n+1). MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran SKPD
•
Formulir yang digunakan untuk penyusunan anggaran belanja tidak langsung seperti tampak berikut ini:
Tabel 14.2:
Bentuk formulir RKA-SKP RENCANA KERJA DAN ANGGARAN
Formulir RKA SKPD 2.1
SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH Provinsi/Kabupaten/Kota ……. Tahun Anggaran … Urusan Pemerintahan
: x. xx. …………………
Organisasi
: x. xx. xx. ………………… Rincian Anggaran Belanja Tidak Langsung Satuan Kerja Perangkat Daerah Uraian
Kode Rekening 2
1 x
x
x
xx
xx
x
x
x
xx
xx
x
x
x
xx
xx
x
x
x
xx
xx
x
x
x
xx
xx
x
x
x
xx
xx
x
x
x
xx
xx
Rincian Penghitungan Volume
Satuan
Tarif/ Harga
Jumlah (Rp)
Tahun n+1
3
4
5
6=(3x5)
7
Jumlah ……..,tanggal ….. Kepala SKPD (tanda tangan) (nama lengkap) NIP.
Keterangan
:
Tanggal Pembahasan
:
Catatan Hasil Pembahasan
:
1. 2. Dst Tim Anggaran Pemerintah Daerah:
No
Nama
1 2 dst Sumber: Permendagri nomor 13 tahun 2006
173
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Nip
Jabatan
Tandatangan
Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran SKPD
Contoh pengisian anggaran belanja tidak langsung disajikan berikut ini: Tabel 14.3:
Formulir Pengisian Anggaran Belanja Tidak Langsung RENCANA KERJA DAN ANGGARAN
Logo Pemda
RKA-SKPD 2.2.1
SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH KOTA XYZ TAHUN ANGGARAN 2014 Urusan Pemerintahan
: 1.01. Urusan Wajib Pemerintahan
Organisasi
: 1.01.01. Dinas Pendidikan
RINCIAN ANGGARAN BELANJA TIDAK LANGSUNG SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH TAHUN n KODE REKENING
URAIAN
HARGA SATUAN
(4)
(5)
JUMLAH (Rp)
TAHUN n+1
(2)
5.1.
BELANJA TIDAK LANGSUNG
5.1.1.
BELANJA PEGAWAI
4.402.050.000
4.622.153.000
5.1.1.01.
Gaji dan Tunjangan
4.394.271.110
4.613.985.000
5.1.1.01.01.
Gaji Pokok PNS/Uang Representasi
3.107.000.000
3.262.350.00
5.1.1.01.02.
(6)
9 org x 13 bln
117
OB
1.500.000
175.500.000
184.275.000
Gol. III 50 org x 13 bln
650
OB
1.400.000
910.000.000
955.500.000
Gol. II
55 org x 13 bln
715
OB
1.300.000
929.500.000
975.975.000
Gol. I
70 org x 13 bln
910
OB
1.200.000
1.092.000.000
1.146.600.000
995.800.000
1.045.590.000
9 org x 13 bln
117
OB
150.000
17.550.000
18.427.500
Gol. III 50 org x 13 bln
650
OB
145.000
94.250.000
98.962.500
Gol. II
55 org x 13 bln
715
OB
600.000
429.000.000
450.450.000
Gol. I
70 org x 13 bln
910
OB
500.000
455.000.000
477.750.000
94.900.000
99.645.000
Tunjangan Keluarga Gol. IV
5.1.1.01.03.
(3)
SATUAN
(1)
Gol. IV
174
VOL.
Tunjangan Jabatan Eselon II
1 org x 13 bln
13
OB
2.500.000
32.500.000
34.125.000
Eselon III
2 org x 13 bln
26
OB
600.000
15.600.000
16.380.000
Eselon IV 15 org x 13 bln
195
OB
240.000
46.800.000
49.140.000
5.1.1.01.04.
Tunjangan Fungsional 31 org x 13 bln
403
OB
41.098
16.562.495
17.390.620
5.1.1.01.06.
Tunjangan Beras 80 org x 13 bln
1.040
OB
113.335
117.868.400
123.761.820
5.1.1.01.07.
Tunjangan PPh/Tunjangan Khusus
1
Thn
62.140.000
62.140.000
65.247.000
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran SKPD
5.1.1.01.08
Pembulatan Gaji
1
Thn
215
215
560
5.1.1.02.
Tambahan Penghasilan PNS
5.1.1.02.01
7.778.890
8.168.000
Tambahan Penghasilan Berdasarkan Beban Kerja 184 org x 12 bln
2208
OB
2.208
4.875.274
5.119.127
5.1.1.02.01
Tambahan Penghasilan Berdasarkan Tempat Bertugas 142 OB x 12 bln
1704
OB
1.704
2.903.616
3.048.873
4.402.050.000
4.622.153.000
JUMLAH BELANJA TIDAK LANGSUNG
_________________________ , 1 November 2013 Kepala Dinas Pendidikan, Nurhazimah, S.Psi., M.Ed. Keterangan
:
Tanggal Pembahasan : Catatan Hasil Pembahasan : 1 2 dst Tim Anggaran Pemerintah Daerah No.
NAMA
NIP
JABATAN
1
Drs. Setiawan
Dispenda
2
Ir. Burhanuddin
Bappeda
3
Fadhil Husain, SE., Ak.
Keuangan
TANDA TANGAN
Sumber: Permendagri No. 13 Tahun 2006 (diolah)
D. SKPD menyusun Rincian Anggaran Belanja Langsung masing-masing kegiatan untuk menghasilkan RKA-SKPD 2.2.1 untuk kemudian digabung dalam rekapitulasi Rincian Anggaran Belanja Langsung untuk menghasilkan RKA SKPD 2.2.
175
Formulir RKA SKPD 2.2.1 digunakan untuk merencanakan belanja langsung dari setiap kegiatan sehingga jumlah formulir tersebut akan mengikuti jumlah kegiatan pada SKPD yang bersangkutan. Informasi yang dimuat dan cara pengisian formulir tersebut adalah sebagai berikut: • Pada bagian atas formulir mencantumkan nama provinsi/kabupaten/kota yang bersangkutan dan tahun anggaran yang direncanakan. • Mencantumkan kode dan nama: urusan pemerintah, organisasi, program, kegiatan. • Karena penyusunan RKA SKPD menggunakan pendekatan kerangka pengeluaran jangka menengah daerah yang mulai diterapkan untuk penyusunan APBD tahun 2009 maka pada formulir RKA SKPD 2.2.1 akan mencantumkan informasi jumlah belanja kegiatan untuk 3 tahun anggaran masing-masing yaitu jumlah belanja tahun berjalan (tahun n-1), jumlah perkiraan belanja tahun direncanakan (tahun n), dan jumlah perkiraan belanja kegiatan berkenaan untuk tahun berikutnya (tahun n+1). • Karena formulir tersebut menyangkut belanja kegiatan maka harus memasukkan informasi MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran SKPD
tentang indikator kinerja, tolok ukur kinerja, dan target kinerja. Pada rincian anggaran belanja langsung mencantumkan hal-hal berikut: • Kode rekening dimulai dari kode rekening belanja daerah dalam hal ini angka 5 kelompok, belanja langsung dan jenis belanja dengan menggunakan kode rekening masing-masing satu digit, serta objek dan rincian objek belanja dengan menggunakan kode rekening masing-masing dua digit. • Uraian (nama rekening) mencantumkan rincian objek belanja sehingga seluruh belanja yang dicantumkan dalam formulir tersebut sampai dengan rincian objek belanja. • Untuk rincian anggaran belanja mencantumkan volume, satuan, harga satuan serta jumlah. • Formulir yang digunakan untuk penyusunan anggaran belanja langsung seperti tampak berikut ini:
•
Tabel 14.4:
Formulir Penyusunan Anggaran Belanja Langsung RENCANA KERJA DAN ANGGARAN
Formulir RKA - SKPD 2.2.1
SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH Provinsi/Kabupaten/Kota ……. Tahun Anggaran …... Urusan Pemerintahan
: x. xx. …………………
Organisasi
: x. xx. xx. …………………
Program
: x. xx xx. xx. …………………
Kegiatan
: x. xx. xx. xx. xx. …………………
Lokasi kegiatan
…..
Jumlah Tahun n-1
Rp …………………………………..(……………………………………………………..)
Jumlah Tahun n
Rp …………………………………..(……………………………………………………..)
Jumlah Tahun n+1
Rp …………………………………..(……………………………………………………..) Indikator & Tolok Ukur Kinerja Belanja Langsung
Indikator
Tolok Ukur Kinerja
Target Kinerja
Capaian Program Masukan Keluaran Hasil
Kelompok Sasaran Kegiatan : …………. Rincian Anggaran Belanja Langsung menurut Program dan Per Kegiatan Satuan Kerja Perangkat Daerah Uraian
Kode Rekening 2
1 x
176
x
x
xx
Rincian Penghitungan Volume
Satuan
Harga satuan
3
4
5
xx
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Jumlah (Rp) 6 = (3 x 5)
Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran SKPD
x
x
x
xx
xx
x
x
x
xx
xx
x
x
x
xx
xx
x
x
x
xx
xx
x
x
x
xx
xx
x
x
x
xx
xx Jumlah ……..,tanggal ….. Kepala SKPD (tanda tangan) (nama lengkap) NIP.
Keterangan
:
Tanggal Pembahasan
:
Catatan Hasil Pembahasan
:
1. 2. Dst Tim Anggaran Pemerintah Daerah:
No
Nama
Nip
Jabatan
Tandatangan
1 2 dst Sumber: Permendagri No.13 Tahun 2006 (diolah)
Contoh pengisian formulir belanja langsung kegiatan Pengembangan Pendidikan adalah sebagai berikut: Tabel 14.5:
Formulir Belanja Langsung Kegiatan Pengembangan Pendidikan
Logo Pemda
RENCANA KERJA DAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH KOTA XYZ TAHUN ANGGARAN 2014
177
Urusan Pemerintahan
: 1.01. Urusan Wajib Pemerintahan
Organisasi
: 1.01.01. Dinas Pendidikan
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
RKA-SKPD 2.2.1
Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran SKPD
RINCIAN ANGGARAN BELANJA TIDAK LANGSUNG SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH TAHUN n KODE REKENING
URAIAN
VOL.
HARGA SATUAN
(4)
(5)
JUMLAH (Rp)
TAHUN n+1
(1)
(2)
5.1.
BELANJA TIDAK LANGSUNG
5.1.1.
BELANJA PEGAWAI
4.402.050.000
4.622.153.000
5.1.1.01.
Gaji dan Tunjangan
4.394.271.110
4.613.985.000
5.1.1.01.01.
Gaji Pokok PNS/Uang Representasi
3.107.000.000
3.262.350.00
Gol. IV
5.1.1.01.02.
(6)
9 org x 13 bln
117
OB
1.500.000
175.500.000
184.275.000
Gol. III 50 org x 13 bln
650
OB
1.400.000
910.000.000
955.500.000
Gol. II
55 org x 13 bln
715
OB
1.300.000
929.500.000
975.975.000
Gol. I
70 org x 13 bln
910
OB
1.200.000
1.092.000.000
1.146.600.000
995.800.000
1.045.590.000
9 org x 13 bln
117
OB
150.000
17.550.000
18.427.500
Gol. III 50 org x 13 bln
650
OB
145.000
94.250.000
98.962.500
Gol. II
55 org x 13 bln
715
OB
600.000
429.000.000
450.450.000
Gol. I
70 org x 13 bln
910
OB
500.000
455.000.000
477.750.000
94.900.000
99.645.000
Tunjangan Keluarga Gol. IV
5.1.1.01.03.
(3)
SATUAN
Tunjangan Jabatan Eselon II
1 org x 13 bln
13
OB
2.500.000
32.500.000
34.125.000
Eselon III
2 org x 13 bln
26
OB
600.000
15.600.000
16.380.000
Eselon IV 15 org x 13 bln
195
OB
240.000
46.800.000
49.140.000
5.1.1.01.04.
Tunjangan Fungsional 31 org x 13 bln
403
OB
41.098
16.562.495
17.390.620
5.1.1.01.06.
Tunjangan Beras 80 org x 13 bln
1.040
OB
113.335
117.868.400
123.761.820
5.1.1.01.07.
Tunjangan PPh/Tunjangan Khusus
1
Thn
62.140.000
62.140.000
65.247.000
5.1.1.01.08
Pembulatan Gaji
1
Thn
215
215
560
5.1.1.02.
Tambahan Penghasilan PNS
7.778.890
8.168.000
5.1.1.02.01
Tambahan Penghasilan Berdasarkan Beban Kerja 184 org x 12 bln
2208
OB
2.208
4.875.274
5.119.127
5.1.1.02.01
Tambahan Penghasilan Berdasarkan Tempat Bertugas 142 OB x 12 bln
1704
OB
1.704
2.903.616
3.048.873
4.402.050.000
4.622.153.000
JUMLAH BELANJA TIDAK LANGSUNG
_________________________ , 1 November 2013 Kepala Dinas Pendidikan, Nurhazimah, S.Psi., M.Ed.
178
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran SKPD
Keterangan
:
Tanggal Pembahasan : Catatan Hasil Pembahasan : 1 2 dst Tim Anggaran Pemerintah Daerah No.
NAMA
NIP
JABATAN
1
Drs. Setiawan
Dispenda
2
Ir. Burhanuddin
Bappeda
3
Fadhil Husain, SE., Ak.
Keuangan
TANDA TANGAN
Sumber: Permendagri No. 13 Tahun 2006 (diolah)
Contoh pengisian formulir belanja langsung kegiatan Pengadaan Barang adalah sebagai berikut: Tabel 14.6: Formulir Belanja Langsung Kegiatan Pengadaan Barang
RENCANA KERJA DAN ANGGARAN
Logo Pemda
RKA-SKPD 2.2.1
SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH KOTA XYZ TAHUN ANGGARAN 2014 Urusan Pemerintahan
: 1.20. Urusan Wajib Pemerintahan Umum
Organisasi
: 1.20.05. Badan Pengelola Keuangan Daerah
Program
: 1.20.05.02 Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur.
Kegiatan
: 1.20.05.02.10 Pengadaan Meubeler
Lokasi Kegiatan
: Badan Pengelola Keuangan Daerah Kota XYZ
Jumlah Tahun n-1
: Rp77.000.000,00 (Tujuh puluh tujuh juta rupiah)
Jumlah Tahun n
: Rp77.500.000,00 (Tujuh puluh tujuh juta lima ratus ribu rupiah)
Jumlah Tahun n+1
: ---
Indikator
Tolok Ukur Kinerja : Perbandingan Jumlah Meubeler yang layak pakai dengan pegawai non struktural
Masukan
: Jumlah Dana
Keluaran
: Meubeler (Meja dan Kursi Kerja) yang tersedia
Hasil
: Prosentase meubeler pegawai non struktural yang layak pakai dengan total meubeler
Kelompok Sasaran Kegiatan
: Pegawai non struktural yang belum terpenuhi kebutuhan sarana dan prasarana meubelernya RINCIAN ANGGARAN BELANJA LANGSUNG MENURUT PROGRAM DAN PER KEGIATAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH
179
Target Kinerja
Capaian Program
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
1:1 Rp77.500.000,00 100 unit 90%
Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran SKPD
RINCIAN PERHITUNGAN KODE REKENING
URAIAN
SATUAN
(3)
HARGA SATUAN
(1)
(2)
5.2.
BELANJA LANGSUNG
5.2.1.
BELANJA PEGAWAI
1.050.000,00
5.2.1.01.
Honorarium PNS
1.050.000,00
5.2.1.01.01
Honorarium Panitia Pelaksana Kegiatan
(5)
OK
-
1
OK
-
1
OK
-
1
(6)
1.050.000,00 400.000
400.000
350.000
350.000
300.000
300.000
5.2.2.
BELANJA BARANG DAN JASA
1.450.000,00
5.2.2.01.
Belanja Bahan Pakai Habis
400.000,00
5.2.2.01.01.
Belanja Alat Tulis Kantor
371.000,00
5.2.2.01.04.
- Kertas
1
rim
27.500
27.500,00
- Pena
7
bh
2.000
14.000,00
- Pensil
8
bh
1.500
12.000,00
- Tinta Printer
1
bh
300.000
300.000,00
- Cairan Penghapus
2
bh
4.500
9.000,00
- Buku Tulis
2
bh
4.250
8.500,00
Belanja Pearngko, Materai, dan Benda Pos Lainnya
29.000,00
- Perangko
5
bh
1.000
5.000,00
- Materai
2
bh
6.000
12.000,00
- Amplop
12
Lb
1.000
12.000,00
5.2.2.06.
Belanja Cetak dan Penggandaan
5.2.2.06.02
Belanja Penggandaan
5.2.2.11.
Belanja Makanan dan Minumam
120.000,00
5.2.2.11.02.
Belanja Makanan dan Minuman Rapat
120.000,00
Makan Siang 3 org x 4 rapat
230.000,00 1150
12
lbr
OK
200
10.000
230.000,00
120.000,00
5.2.2.15.
Belanja Perjalanan Dinas
700.000,00
5.2.2.15.01
Belanja Perjalanan Dinas dalam Daerah
700.000,00
Transpor: 1 hr x 2 org
180
VOL.
JUMLAH (Rp)
2
OH
350.000
700.000,00
5.2.3.
BEKANJA MODAL
75.000.000,00
5.2.3.13
Belanja Modal Pengadaan Meubeler
75.000.000,00
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran SKPD
5.2.3.13.01.
Belanja Modal Pengadaan Meja Kerja
5.2.3.13.04.
Belanja Modal Pengadaan Kursi Kerja
100
Unit
500.000
50.000.000,00
100
unit
250.000
25.000.000,00
JUMLAH BELANJA LANGSUNG
77.500.000,00
JUMLAH BELANJA LANGSUNG
45.000.000,00
__________________ , 1 Novembar 2013 Kepala Dinas Pendidikan, Nurhazimah, S.Psi., M.Ed. NIP: Keterangan : Tanggal Pembahasan : Catatan Hasil Pembahasan : 1 2 Dst Tim Anggaran Pemerintah Daerah No.
NAMA
1
Drs. Setiawan
NIP
JABATAN Dispenda
2
Ir. Burhanuddin
Bappeda
3
Fadhil Husain, SE., Ak.
Keuangan
TANDA TANGAN
Sumber: Permendagri No. 13 Tahun 2006 (diolah)
Formulir RKA SKPD 2.2 adalah formulir Rincian anggaran belanja langsung menurut program dan kegiatan SKPD. Formulir ini merupakan formulir rekapitulasi dari seluruh program dan kegiatan SKPD yang dikutip dari setiap formulir RKA SKPD 2.2.1. Informasi dan cara pengisian formulir tersebut adalah sebagai berikut: • • •
• •
• •
181
Pada bagian atas formulir mencantumkan nama provinsi/kabupaten/kota yang bersangkutan dan tahun anggaran yang direncanakan. Mencantumkan kode dan nama urusan pemerintahan dan organisasi. Karena formulir tersebut merupakan rekapitulasi dari formulir RKA SKPD 2.2.1 maka yang dinampakkan hanya total dari belanja perkegiatan yang dirinci per program. Kode rekening yang digunakan adalah kode program dan kegiatan masing-masing dua digit sehingga uraiannya adalah nama program dan kegiatan. Untuk melengkapi informasi tentang kegiatan maka harus dicantumkan lokasi kegiatan dan target kinerja dalam kuantitatif. Jumlah anggaran belanja pada tahun yang direncanakan (tahun n) diklasifikasikan dalam 3 jenis belanja yaitu belanja pegawai, belanja barang dan jasa serta belanja modal dan total dari tiga jenis belanja tersebut. Disamping itu, pada formulir tersebut mencantumkan jumlah anggaran menurut program dan kegiatan yang akan dilaksanakan tahun berikutnya (tahun n+1). Formulir yang digunakan untuk penyusunan rekapitulasi anggaran belanja langsung seperti tampak berikut ini:
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran SKPD
Tabel 14.7:
Bentuk formulir RKA-SKPD 2.2 RENCANA KERJA DAN ANGGARAN
RKASKPD 2.2
SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH Provinsi/Kabupaten/Kota ……. Tahun Anggaran … Urusan Pemerintahan
: x. xx. …………………
Organisasi
: x. xx. xx. ………………… Rekapitulasi Anggaran Belanja Langsung Berdasarkan Program dan Kegiatan
Kode
Lokasi Kegiatan
Uraian Program
Target Kinerja (Kuantitatif )
Jumlah Tahun n Belanja Pegawai
Kegiatan
1
2
xx
3
4
5
6
Barang & Jasa 7
Modal 8
Jumlah
Tahun n+1
9=6+7+8
10
Program … xx
Kegiatan ….
xx
Kegiatan ….
xx
dst ….
xx
Program … xx
Kegiatan ….
xx
Kegiatan ….
xx
dst ….
xx
Program … xx
Kegiatan ….
xx
Kegiatan ….
xx
dst …. xx
dst …. Jumlah ……..,tanggal ….. Kepala SKPD (tanda tangan) (nama lengkap) NIP.
Sumber: Permendagri No.13 Tahun 2006 (diolah)
182
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran SKPD
E. SKPD yang bertindak sebagai SKPKD menyusun Rincian Penerimaan Pembiayaan Daerah untuk menghasilkan RKASPKD 3.1.
Formulir ini mencantumkan penerimaan pembiayaan yang terdiri dari: • Sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaran sebelumnya (SILPA). • Pencairan dana cadangan. • Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan. • Penerimaan pinjaman daerah. • Penerimaan kembali penerimaan pinjaman. • Penerimaan piutang daerah.
Karena penerimaan pembiayaan hanya dilaksanakan oleh Badan Pengelola Keuangan Daerah maka formulir tersebut tidak diisi oleh SKPD lainnya. Informasi yang dimuat dan cara pengisian formulir tersebut adalah sebagai berikut: • Pada bagian atas formulir mencantumkan nama provinsi/kabupaten/kota yang bersangkutan dan tahun anggaran yang direncanakan. • Mencantumkan kode dan nama: urusan pemerintahan dan organisasi. • Pada rincian penerimaan pembiayaan mencantumkan hal-hal sebagai berikut: 1. Kode rekening dimulai dari kode rekening pembiayaan daerah, dalam hal ini angka 6 selanjutnya dirinci dalam kelompok dan jenis penerimaan pembiayaan dengan menggunakan kode rekening masing-masing satu digit serta objek dan rincian objek penerimaan pembiayaan dengan menggunakan kode rekening masing-masing dua digit. 2. Uraian dari nomor rekening mencantumkan rincian objek pembiayaan sehingga seluruh penerimaan pembiayaan yang dicantumkan dalam formulir tersebut sampai dengan rincian objek pembiayaan. 3. Formulir yang digunakan untuk penyusunan anggaran penerimaan pembiayaan seperti tampak berikut ini: Tabel 14.8:
Bentuk formulir RKA-SKPD 3.1 RENCANA KERJA DAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH
Formulir RKA - SKPD 3.1
Provinsi/Kabupaten/Kota ……. Tahun Anggaran …... Urusan Pemerintahan
: x. xx. …………………
Organisasi
: x. xx. xx. ………………… Rincian Penerimaan Pembiayaan Uraian
Kode Rekening 1
2
x x
183
x x
x
xx
xx
x
xx
xx
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Jumlah (Rp) 3
Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran SKPD
x
x
x
xx
xx
x
x
x
xx
xx
x
x
x
xx
xx
x
x
x
xx
xx
x
x
x
xx
xx Jumlah Penerimaan
……..,tanggal ….. Kepala SKPD (tanda tangan) (nama lengkap) NIP.
Keterangan Tanggal Pembahasan Catatan Hasil Pembahasan 1. 2. Dst Tim Anggaran Pemerintah Daerah: No
Nama
Jabatan
Tandatangan
1 2 dst Sumber: Permendagri No.13 Tahun 2006 (diolah)
F. SKPD yang bertindak sebagai SKPKD menyusun Rincian Pengeluaran Pembiayaan Daerah untuk menghasilkan RKASKPD 3.2.
Formulir ini mencantumkan pengeluaran pembiayaan terdiri dari: • Pembentukan dana cadang. • Penyertaan modal (investasi) pemerintah daerah. • Pembayaran hutang pokok. • Pemberian pinjaman.
Karena pengeluaran pembiayaan juga hanya dilaksanakan oleh Badan Pengelola Keuangan Daerah, maka formulir tersebut tidak diisi oleh SKPD lainnya. Informasi yang dimuat dan cara pengisian formulir RKA SKPD 3.2 adalah sebagai berikut: • Pada bagian atas formulir mencantumkan nama provinsi/kabupaten/kota yang bersangkutan dan tahun anggaran yang direncanakan. • Mencantumkan kode dan nama urusan pemerintahan dan organisasi • Pada rincian pengeluaran pembiayaan mencantumkan hal-hal sebagai berikut:
184
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran SKPD
•
Kode rekening dimulai dari kode rekening pembiayaan daerah, dalam hal ini angka 6 selanjutnya dirinci dalam kelompok dan jenis pengeluaran pembiayaan dengan menggunakan kode rekening masing-masing satu digit serta objek dan rincian objek pengeluaran pembiayaan dengan menggunakan kode rekening masing-masing dua digit. Uraian dari nomor rekening mencantumkan rincian objek pengeluaran pembiayaan sehingga seluruh pengeluaran pembiayaan yang dicantumkan dalam formulir tersebut samoai dengan rincian objek pengeluaran pembiayaan. Formulir yang digunakan untuk penyusunan anggaran pengeluaran pembiayaan seperti tampak berikut ini:
•
•
Tabel 14.9:
Bentuk formulir RKA-SKPD 3.2 RENCANA KERJA DAN ANGGARAN
Formulir RKA - SKPD 3.2
SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH Provinsi/Kabupaten/Kota ……. Tahun Anggaran …... Urusan Pemerintahan
: x. xx. …………………
Organisasi
: x. xx. xx. ………………… Rincian Penerimaan Pembiayaan Uraian
Kode Rekening 1
Jumlah (Rp)
2
x
x
x
xx
xx
x
x
x
xx
xx
x
x
x
xx
xx
x
x
x
xx
xx
x
x
x
xx
xx
x
x
x
xx
xx
x
x
x
xx
xx
3
Jumlah Penerimaan
……..,tanggal ….. Kepala SKPD (tanda tangan) (nama lengkap) NIP.
Keterangan Tanggal Pembahasan
185
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran SKPD
Catatan Hasil Pembahasan 1. 2. Dst Tim Anggaran Pemerintah Daerah:
No
Nama
NIP
Jabatan
Tandatangan
1 2 dst Sumber: Permendagri No. 13 Tahun 2006 (diolah)
G. SKPD mengkompilasi dokumen RKA-SKPD diatas menjadi RKA-SKPD. H. RKA-SKPD tersebut selanjutnya diserahkan kepada PPKD untuk proses penyusunan Raperda APBD.
186
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Topik 15
PENYUSUNAN DPA SKPD DAN PPDK SERTA ANGGARAN KAS PEMDA
Penyusunan DPA SKPD dan PPDK serta Anggaran Kas Pemda
Deskripsi: Topik ini membahas tentang DPA dan hubungannya dengan dokumen anggaran daerah lainnya, cara mengisi formulir DPA SKPD dan DPA PPKD dan strategi manajemen kas pemda
Sub Topik DPA SKPD
Manajemen Kas Pemda
Kata Kunci indikator kinerja, tolok ukur kinerja, target kinerja
saldo kas minimum, pemanfaatan saldo kas
Referensi: 1. 2. 3. 4.
188
UU No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah UU 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara PP No. 39 tahun 2007 tentang Pengelolaan Uang Negara/Daerah Permendagri 13 Tahun 2006 jo 59 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Penyusunan DPA SKPD dan PPDK serta Anggaran Kas Pemda
15.1. Dokumen Pelaksanaan Anggaran Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) SKPD menjadi salah satu dasar penyusunan RAPBD namun tidaklah secara otomatis RKA tersebut menjadi dasar pelaksanaan anggaran setiap SKPD. Hal ini disebabkan karena pembahasan RAPBD menjadi APBD bisa mengalami perubahan pada saat pembahasan antara pemerintah daerah dengan DPRD yang berarti RKA yang terkait juga mengalami perubahan. Untuk operasionalisasi pelaksanaan APBD maka setiap SKPD harus menyusun dokumen pelaksanaan anggaran (DPA). Oleh karena itu paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah APBD ditetapkan, PPKD memberitahukan kepada semua kepala SKPD agar menyusun rancanagn DPA SKPD.
15.2. Pengertian DPA Di dalam Permendagri RI nomor 13 tahun 2006 yang dimaksud dengan DPA ialah dokumen yang memuat pendapatan, belanja, dan pembiayaan yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan anggaran oleh pengguna anggaran. Di dalam Permendagri RI Nomor 59 tahun 2007 yang harus menyusun DPA adalah SKPD dan PPKD. Rancangan DPA-SKPD memuat: tahun anggaran, identitas organisasi, program dan kegiatan, sasaran yang hendak dicapai, anggaran yang disediakan untuk mencapai sasaran tersebut, dan rencana penarikan dana serta pendapatan yang diperkirakan.
15.3. Penyusunan DPA Peraturan Daerah tentang APBD dan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD yang telah dievaluasi dan ditetapkan oleh Kepala Daerah sesuai dengan mekanisme peraturan perundangundangan, dijadikan sebagai dasar penyusunan Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (DPA-SKPD). Penyusunan rancangan DPA pada dasarnya bertujuan untuk memberikan tuntunan dan panduan tentang tata cara yang harus diperhatikan dalam menyusun dokumen sebagai dasar pelaksanaan anggaran. Sebagaimana diatur di dalam Permendagri RI no. 13 tahun 2006, Paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah peraturan daerah tentang APBD ditetapkan, PPKD memberitahukan kepada semua kepala SKPD agar menyusun rancangan DPA SKPD. Pemberitahuan disampaikan melalui surat edaran secara resmi untuk segera ditindaklanjuti.
15.4. Penyusunan DPA SKPD Kepala SKPD menyiapkan dokumen rancangan DPA-SKPD dan disampaikan kepada PPKD paling lama 6 hari kerja terhitung sejak tanggal surat edaran yang disampaikan oleh PPKD. Dokumen yang disampaikan terdiri dari :
189
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Penyusunan DPA SKPD dan PPDK serta Anggaran Kas Pemda
1. 2. 3. 4.
DPA-SKPD (Ringkasan Anggaran Pendapatan, Belanja dan Pembiayaan Satuan Kerja Perangkat Daerah). DPA-SKPD 1 (Rincian Anggaran Pendapatan Satuan Kerja Perangkat Daerah). DPA-SKPD 2.1 (Rincian Anggaran Belanja Tidak Langsung Satuan Kerja Perangkat Daerah). DPA-SKPD 2.2 (Rekapitulasi Rincian Anggaran Belanja Langsung menurut Program dan Kegiatan Satuan Kerja Perangkat Daerah). 5. DPA-SKPD 2.2.1 (Rincian Anggaran Belanja Langsung menurut Program dan Per Kegiatan Satuan Kerja Perangkat Daerah). Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TPAD) melakukan verifikasi rancangan DPA SKPD bersama-sama dengan kepala SKPD paling lambat 15 (lima belas) hari kerja sejak ditetapkannya peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD. Dari hasil verifikasi tersebut, PPKD mengesahkan rancangan DPA-SKPD dengan mendapat persetujuan dari sekretaris daerah. DPA-SKPD yang telah disahkan tersebut disampaikan kepada kepala SKPD, satuan kerja pengawasan daerah, dan Badan Pemeriksa Keuangan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal disahkan. Dengan demikian DPA-SKPD tersebut telah dapat digunakan sebagai dasar pelaksanaan anggaran oleh kepala SKPD selaku pengguna anggaran/barang. Adapun keterkaitan dan tata cara pengisian formulir DPA SKPD tersebut di atas adalah sebagai berikut: Tabel 15.1: Formulir DPA-SKPD Halaman …… Ringkasan Dokumen Pelaksanaan Anggaran Formulir DPA - SKPD
Satuan Kerja Perangkat Daerah Tahun Anggaran ….
Logo Pemda
Provinsi/Kabupaten/Kota ……. Tahun Anggaran …... Urusan Pemerintahan
: x.xx
……………………………
Organisasi
: x.xx
……………………………
Indikator
Tolok Ukur Kinerja
KODE REKENING 1
Target Kinerja
URAIAN
JUMLAH
2
3
Surplus/ (Defisit)
Surplus/ (Defisit)
190
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Penyusunan DPA SKPD dan PPDK serta Anggaran Kas Pemda
Rencana Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah per triwulan Uraian
1
2
1
Pendapatan
2.1
Belanja tidak langsung
2.2
Belanja langsung
Triwulan I
II
III
IV
Jumlah
3
4
5
6
7=3+4+5+6
……..,tanggal……….. Menyetujui Sekretaris Daerah, (tanda tangan) (nama lengkap) NIP. Sumber: Permendagri No. 13 Tahun 2006 (diolah)
Cara Pengisiannya : Sumber data formulir DPA SKPD diperoleh dari peringkasan jumlah pendapatan menurut kelompok dan jenis pendapatan yang diisi dalam formulir DPA SKPD 1, jumlah belanja tidak langsung menurut kelompok dan jenis belanja yang diisi dalam formulir DPA SKPD 2.1, dan penggabungan dari seluruh jumlah kelompok dan jenis belanja langsung yang diisi dalam setiap formulir DPA SKPD 2.2.1. Khusus Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah pada formulir DPA SKPD setelah surplus dan defisit anggaran diuraikan kembali ringkasan penerimaan dan pengeluaran pembiayaan sebagaimana tercantum dalam formulir DPA SKPD 6. 1. Provinsi/Kabupaten/Kota diisi dengan nama Provinsi/Kabupaten/Kota. 2. Tahun anggaran diisi dengan tahun anggaran yang direncanakan. 3. Urusan Pemerintahan diisi dengan nomor kode urusan pemerintahan daerah dan nama urusan pemerintahan daerah yang dilaksanakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi SKPD. 4. Organisasi diisi dengan nomor kode perangkat daerah dan nama satuan kerja perangkat daerah 5. Kolom 1 (kode rekening), diisi dengan nomor kode rekening pendapatan/nomor kode rekening belanja/nomor kode rekening pembiayaan. 6. Pengisian kode rekening dimaksud secara berurutan dimulai dari kode rekening anggaran pendapatan/belanja/pembiayaan, diikuti dengan masing-masing kode rekening kelompok pendapatan/belanja/pembiayaan dan diakhiri dengan kode rekening jenis pendapatan/belanja/ pembiayaan. a. Kolom 2 (uraian), diisi dengan uraian pendapatan/belanja/pembiayaan. Pencantuman pendapatan diawali dengan uraian pendapatan, selanjutnya diikuti dengan uraian kelompok dan setiap uraian kelompok diikuti dengan uraian jenis pendapatan yang dipungut atau diterima oleh satuan kerja perangkat daerah. b. Untuk belanja diawali dengan pencantuman uraian belanja, selanjutnya uraian belanja dikelompokkan ke dalam belanja tidak langsung dan belanja langsung. Dalam kelompok 191
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Penyusunan DPA SKPD dan PPDK serta Anggaran Kas Pemda
belanja tidak langsung diuraikan jenis-jenis belanja sesuai dengan yang tercantum dalam formulir DPA SKPD 2.1. Dalam kelompok belanja langsung diuraikan jenis-jenis belanja sesuai dengan yang tercantum dalam formulir DPA SKPD 2.2.1. 7. Kolom 3 (jumlah) diisi dengan jumlah menurut kelompok, menurut jenis pendapatan dan belanja. 8. Surplus diisi apabila jumlah anggaran pendapatan diperkirakan lebih besar dari jumlah anggaran belanja. 9. Defisit diisi apabila jumlah anggaran pendapatan diperkirakan lebih kecil dari jumlah anggaran belanja, dan ditulis dalam tanda kurung. 10. Rencana pelaksanaan anggaran satuan kerja perangkat daerah per triwulan diisi sebagai berikut : a. Baris pendapatan diisi dengan jumlah pendapatan yang dapat dipungut atau diterima setiap triwulan selama satu tahun anggaran yang direncanakan. b. Baris belanja tidak langsung diisi dengan jumlah belanja tidak langsung yang dibutuhkan setiap triwulan selama satu tahun anggaran yang direncanakan. c. Baris belanja langsung diisi dengan jumlah belanja langsung yang dibutuhkan untuk mendanai program dan kegiatan setiap triwulan dalam tahun anggaran yang direncanakan. Kolom 7 (jumlah) diisi dengan penjumlahan dari jumlah pada kolom 3, kolom 4, kolom 5 dan kolom 6. Pengisian setiap kolom triwulan I sampai dengan triwulan IV harus disesuaikan dengan rencana kegiatan berdasarkan jadwal pelaksanaan kegiatan. Oleh karena itu tidak dibenarkan pengisian jumlah setiap triwulan dengan cara membagi 4 dari jumlah yang direncanakan dalam satu tahun anggaran. Keakurasian data pelaksanaan anggaran pertriwulan sangat dibutuhkan untuk penyusunan anggaran kas dan mengendalikan likuiditas Kas Umum Daerah serta penerbitan SPD. 11. Formulir DPA - SKPD ditandatangani oleh sekretaris daerah dengan mencantumkan nama lengkap dan nomor induk pegawai. Tabel 15.2:
Formulir DPA-SKPD 1 Halaman …… DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN
NOMOR DPA SKPD x.xx
SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH
xx
00
00
4
Formulir DPA - SKPD
Provinsi/Kabupaten/Kota …… Tahun Anggaran ….. Urusan Pemerintahan Organisasi
: x.xx ....................... : x.xx.xx ....................... Rincian Dokumen Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Satuan Kerja Perangkat Daerah
Kode Rekening
Uraian
Rincian Penghitungan Volume
Satuan
Tarif/Harga
1
2
3
4
5
xx
192
xx
xx
xx
Xx
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Jumlah 6=3x5
Penyusunan DPA SKPD dan PPDK serta Anggaran Kas Pemda
xx
xx
xx
xx
Xx
xx
xx
xx
xx
Xx
xx
xx
xx
xx
xx
Jumlah
Rencana Pendapatan per Triwulan Triwulan I Rp ……………… Triwulan II Rp ……………… Triwulan III Rp ……………… Triwulan IV Rp ……………… Jumlah Rp ………………
……..,tanggal……….. Mengesahkan, Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (tanda tangan) (nama lengkap) NIP.
Sumber: Permendagri No. 13 Tahun 2006 (diolah)
Cara Pengisiannya : 1.
Nomor DPA SKPD diisi dengan nomor kode urusan pemerintahan, nomor kode organisasi SKPD, nomor kode program diisi dengan kode 00 dan nomor kode kegiatan diisi dengan kode 00 serta nomor kode anggaran pendapatan diisi dengan kode 1. 2. Provinsi/kabupaten/kota diisi dengan nama provinsi/kabupaten/kota. 3. Tahun anggaran diisi dengan tahun anggaran yang direncanakan. 4. Urusan Pemerintahan diisi dengan nomor kode urusan pemerintahan daerah dan nama urusan pemerintahan daerah yang dilaksanakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi SKPD. 5. Organisasi diisi dengan nomor kode perangkat daerah dan nama satuan kerja perangkat daerah. 6. Kolom 1 kode rekening diisi dengan kode rekening kelompok, jenis, objek, rincian objek pendapatan satuan kerja perangkat daerah. 7. Kolom 2 (uraian) diisi dengan uraian nama kelompok, jenis, obyek dan rincian obyek Pendapatan. 8. Kolom 3 (volume) diisi dengan jumlah target dari rincian obyek pendapatan yang direncanakan, seperti jumlah kendaraan bermotor, jumlah liter bahan bakar kendaraan bermotor, jumlah tingkat hunian hotel, jumlah pengunjung restoran, jumlah kepala keluarga, jumlah pasien, jumlah pengunjung, jumlah kendaraan yang memanfaatkan lahan parkir, jumlah bibit perikanan/ pertanian/peternakan/ kehutanan/perkebunan, jumlah limbah yang diuji, jumlah kios/los/ kakilima, jumlah pemakaian/penggunaan sarana olahraga/gedung/gudang/lahan milik pemda, jumlah unit barang bekas milik pemerintah daerah yang dijual, jumlah uang yang ditempatkan pada bank tertentu dalam bentuk tabungan atau giro, jumlah modal yang disertakan atau diinvestasikan. 9. Kolom 4 (satuan) diisi dengan satuan hitung dari target rincian obyek yang direncananakan seperti unit, waktu/jam/hari/bulan/tahun, ukuran berat, ukuran luas, ukuran isi dan sebagainya. 10. Kolom 5 (tarif/harga) diisi dengan tarif pajak/retribusi atau harga/nilai satuan lainnya dapat berupa besarnya tingkat suku bunga, persentase bagian laba, atau harga atas penjualan barang milik daerah yang tidak dipisahkan. 11. Kolom 6 (jumlah) diisi dengan jumlah pendapatan yang direncanakan menurut kelompok, jenis, objek, rincian objek pendapatan. Jumlah pendapatan dari setiap rincian obyek yang dianggarkan
193
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Penyusunan DPA SKPD dan PPDK serta Anggaran Kas Pemda
merupakan hasil perkalian kolom 3 dengan kolom 5. 6 12. Rencana Pendapatan per triwulan diisi dengan jumlah pendapatan yang dapat dipungut atau diterima setiap triwulan selama tahun anggaran yang direncanakan. Pengisian setiap triwulan harus disesuaikan dengan rencana yang dapat dipungut atau diterima. Oleh karena itu tidak dibenarkan pengisian jumlah setiap triwulan dengan cara membagi 4 dari jumlah yang direncanakan dalam satu tahun anggaran. Keakurasian data pelaksanaan anggaran pertriwulan sangat dibutuhkan untuk penyusunan anggaran kas dan mengendalikan likuiditas Kas Umum Daerah serta penerbitan SPD. 13. Formulir DPA SKPD 1 merupakan input data untuk menyusun formulir DPA SKPD. 14. Nama ibukota, bulan, tahun diisi berdasarkan pembuatan formulir DPA SKPD 1, dengan mencantumkan nama jabatan kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah. 15. Formulir DPA SKPD 1 ditandatangani oleh Pejabat Pengelola Keuangan Daerah dengan mencantumkan nama lengkap dan nomor induk pegawai. Tabel 15.3:
Formulir DPA-SKPD 2.1 Halaman …… DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN
NOMOR DPA SKPD
SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH
x.xx
xx
00
00
5
1
Formulir DPA - SKPD 2.1
Provinsi/Kabupaten/Kota …… Tahun Anggaran ….. Urusan Pemerintahan Organisasi
: x.xx ....................... : x.xx.xx ....................... Rincian Dokumen Pelaksanaan Anggaran Belanja Tidak Langsung Satuan Kerja Perangkat Daerah
Kode Rekening
Uraian
1
2
xx
xx
xx
xx
Xx
xx
xx
xx
xx
Xx
xx
xx
xx
xx
Xx
xx
xx
xx
xx
xx
Rincian Penghitungan
Jumlah
Volume
Satuan
Tarif/ Harga
3
4
5
6=3x5
Jumlah Rencana Pendapatan per Triwulan Triwulan I Rp ……………… Triwulan II Rp ……………… Triwulan III Rp ……………… Triwulan IV Rp ……………… Jumlah Rp ……………… Sumber: Permendagri No. 13 Tahun 2006 (diolah)
194
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
……..,tanggal……….. Mengesahkan, Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (tanda tangan) (nama lengkap) NIP.
Penyusunan DPA SKPD dan PPDK serta Anggaran Kas Pemda
Cara Pengisian : 1.
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
12.
13. 14.
15. 16. 17. 18.
195
Nomor DPA SKPD diisi dengan nomor kode urusan pemerintahan, nomor kode organisasi SKPD, nomor kode program diisi dengan kode 00 dan nomor kode kegiatan diisi dengan kode 00, nomor kode anggaran belanja diisi dengan kode 5 serta nomor kode kelompok belanja tidak langsung diisi dengan kode 1. Provinsi/kabupaten/kota diisi dengan nama provinsi/kabupaten/kota. Tahun anggaran diisi dengan tahun anggaran yang direncanakan. Urusan Pemerintahan diisi dengan nomor kode urusan pemerintahan daerah dan nama urusan pemerintahan daerah yang dilaksanakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi SKPD. Organisasi diisi dengan nomor kode SKPD dan nama satuan kerja perangkat daerah. Kolom 1 (kode rekening) diisi dengan dengan nomor kode rekening kelompok/jenis/objek/ rincian objek belanja tidak langsung. Kolom 2 (uraian) diisi dengan nama kelompok, jenis, obyek dan rincian obyek belanja tidak langsung. Kolom 3 (volume) diisi dengan jumlah dapat berupa jumlah orang/pegawai dan barang. Kolom 4 (satuan) diisi dengan satuan hitung dari target rincian obyek yang direncananakan seperti unit, waktu/jam/hari/bulan/tahun, ukuran berat, ukuran luas, ukuran isi dan sebagainya. Kolom 5 (harga satuan) diisi dengan harga satuan dapat berupa tarif, harga, tingkat suku bunga, nilai kurs. Kolom 6 (ket. jumlah/volume) diisi dengan keterangan jumlah/volume seperti orang per hari (org/hr), orang per bulan (org/bln), orang per tahun (org/th), buah per hari (bh/hr), unit per tahun (unit/th) dan sebagainya. Kolom 7 (jumlah) diisi dengan jumlah perkalian antara volume dengan harga satuan. Setiap jumlah uraian rincian obyek dijumlahkan menjadi jumlah rincian obyek belanja. Setiap jumlah rincian obyek pada masing-masing obyek belanja selanjutnya dijumlahkan menjadi obyek belanja berkenaan. Setiap obyek belanja pada masing-masing jenis belanja kemudian dijumlahkan menjadi jumlah jenis belanja. Baris Jumlah diisi dengan penjumlahan dari seluruh jenis belanja kolom 7 yang merupakan jumlah kelompok belanja tidak langsung yang dituangkan dalam formulir RKA - SKPD 2.1. Rencana penarikan dana belanja tidak langsung setiap triwulan selama tahun anggaran yang direncanakan, diisi dengan jumlah yang disesuaikan dengan rencana kebutuhan. Oleh karena itu tidak dibenarkan pengisian jumlah setiap triwulan dengan cara membagi 4 dari jumlah yang direncanakan dalam satu tahun anggaran. Keakurasian data pelaksanaan anggaran pertriwulan sangat dibutuhkan untuk penyusunan anggaran kas dan mengendalikan likuiditas Kas Umum Daerah serta penerbitan SPD. Formulir DPA - SKPD 2.1 merupakan input data untuk menyusun Formulir DPA SKPD. Apabila Formulir DPA - SKPD 2.1 lebih dari satu halaman setiap halaman diberi nomor urut halaman. Tanggal, bulan, tahun diisi berdasarkan pembuatan DPA - SKPD 2.1. Formulir DPA - SKPD 2.1 ditandatangani oleh Pejabat Pengelola Keuangan Daerah dengan mencantumkan nama lengkap dan NIP yang bersangkutan.
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Penyusunan DPA SKPD dan PPDK serta Anggaran Kas Pemda
Tabel 15.4:
Formulir DPA-SKPD 2.2 Halaman . . .
DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH
Formulir DPA - SKPD 2.2
Provinsi/Kabupaten/Kota ……. Tahun Anggaran … Urusan Pemerintahan
: x. xx. …………………
Organisasi
: x. xx. xx. ………………… Rekapitulasi Belanja Langsung Berdasarkan Program dan Kegiatan
Kode Program/ Kegiatan 1
Uraian
Lokasi Kegiatan
3
4
2
xx
Target Kinerja (Kuantitatif )
Sumber dana
Triwulan
5
6
I 7
II
III 8
IV 9
10
Jumlah 11=7+8+9+10
Program …. xx
Kegiatan ….
xx
Kegiatan ….
xx
dst ….
xx
Program …. xx
Kegiatan ….
xx
Kegiatan ….
xx
dst ….
xx
dst …. xx
dst …. Jumlah ……..,tanggal……….. Mengesahkan, Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (tanda tangan) (nama lengkap) NIP.
Sumber: Permendagri No. 13 Tahun 2006 (diolah)
Cara Pengisiannya : 1. 2. 3. 4.
196
Provinsi/kabupaten/kota diisi dengan nama provinsi/kabupaten/kota. Tahun anggaran diisi dengan tahun anggaran yang direncanakan. Urusan Pemerintahan diisi dengan nomor kode urusan pemerintahan daerah dan nama urusan pemerintahan daerah yang dilaksanakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi SKPD. Organisasi SKPD diisi dengan nomor kode SKPD dan nama satuan kerja perangkat daerah.
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Penyusunan DPA SKPD dan PPDK serta Anggaran Kas Pemda
5. 6. 7. 8. 9. 10.
11.
12. 13.
Kolom 1 (kode program/kegiatan) diisi dengan nomor kode program. Kolom 2 (kode program/kegiatan) diisi dengan nomor kode kegiatan. Kolom 3 (uraian) diisi dengan nama program yang diikuti selanjutnya dengan nama masingmasing kegiatan untuk mendukung terlaksananya program dimaksud. Kolom 4 (lokasi kegiatan) diisi dengan nama tempat atau lokasi dari setiap kegiatan yang akan dilaksanakan. Tempat atau lokasi dimaksud dapat berupa nama desa/kelurahan atau kecamatan. Kolom 5 (target kinerja) diisi dengan target kinerja program dan kegiatan yang akan dilaksanakan. Kolom 6 (sumber dana) diisi dengan jenis sumber dana (PAD, bagi hasil, DAU, DAK, lain-lain pendapatan yang sah) untuk mendanai pelaksanaan program dan kegiatan yang direncanakan. Catatan untuk kolom ini diisi oleh tim anggaran pemerintah daerah, kecuali apabila pendanaan untuk program kegiatan tersebut sumber dananya sudah pasti, seperti DAK, pinjaman daerah, dana darurat, bantuan khusus yang telah ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Jumlah per triwulan diisi sebagai berikut : a. Kolom 7 diisi dengan jumlah belanja langsung yang dibutuhkan untuk mendanai program dan kegiatan triwulan I dalam tahun anggaran yang direncanakan. b. Kolom 8 diisi dengan jumlah belanja langsung yang dibutuhkan untuk mendanai program dan kegiatan triwulan II dalam tahun anggaran yang direncanakan. c. Kolom 9 diisi dengan jumlah belanja langsung yang dibutuhkan untuk mendanai program dan kegiatan triwulan III dalam tahun anggaran yang direncanakan. d. Kolom 10 diisi dengan jumlah belanja langsung yang dibutuhkan untuk mendanai program dan kegiatan triwulan IV dalam tahun anggaran yang direncanakan. Pengisian setiap kolom triwulan I sampai dengan triwulan IV harus disesuaikan dengan rencana kegiatan yang senyatanya berdasarkan jadwal pelaksanaan kegiatan. Oleh karena itu tidak dibenarkan pengisian kolom triwulan dengan cara membagi 4 dari setiap jumlah yang direncanakan dalam satu tahun anggaran. Hal tersebut mengingat keakurasian data pelaksanaan anggaran pertriwulan sangat dibutuhkan untuk penyusunan anggaran kas sebagai dasar pengendalian likuiditas Kas Umum Daerah dan penerbitan SPD. Kolom 11 (jumlah) diisi dengan hasil penjumlahan kolom 7, kolom 8, kolom 9 dan kolom 10. Formulir DPA - SKPD 2.2. ditandatangani oleh Pejabat Pengelola Keuangan Daerah dengan mencantumkan nama lengkap dan NIP yang bersangkutan.
Tabel 15.5:
Formulir DPA-SKPD 2.2.1 Halaman …… NOMOR DPA SKPD
DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH
x.xx
xx
xx
Provinsi/Kabupaten/Kota …… Tahun Anggaran ….. Urusan Pemerintahan
197
: x.xx .......................
Organisasi
: x.xx.xx .......................
Program
: x.xx .xx .xx .......................
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Xx
5
2
FORMULIR DPA -SKPD 2.2.1
Penyusunan DPA SKPD dan PPDK serta Anggaran Kas Pemda
Kegiatan
: x.xx .xx .xx.xx ......................
Waktu pelaksanaan
: ....................... ....................... ....................... .......................
Lokasi kegiatan
: ....................... ....................... ....................... .......................
Sumber dana
: ....................... ....................... ....................... ....................... Rincian Dokumen Pelaksanaan Anggaran Belanja Tidak Langsung Satuan Kerja Perangkat Daerah
Indikator
Tolok Ukur Kinerja
Target Kinerja
Capaian Program Masukan Keluaran Hasil Kelompok Sasaran Kegiatan : …………… Rincian Dokumen Pelaksanaan Anggaran Belanja Langsung Program dan Per Kegiatan Satuan Kerja Perangkat Daerah Kode Rekening
Uraian
1
2
Rincian Penghitungan
xx
xx
xx
xx
xx
xx
xx
xx
xx
xx
Volume
Satuan
Harga satuan
3
4
5
Jumlah (Rp) 6=3x5
Jumlah Rencana Pendapatan per Triwulan Triwulan I Rp ……………… Triwulan II Rp ……………… Triwulan III Rp ……………… Triwulan IV Rp ……………… Jumlah Rp ………………
……..,tanggal……….. Mengesahkan, Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (tanda tangan) (nama lengkap) NIP.
Sumber: Permendagri No. 13 Tahun 2006 (diolah)
Cara Pengisiannya : 1. Nomor DPA - SKPD diisi dengan nomor kode Urusan Pemerintahan, nomor kode Organisasi, nomor kode program diisi dengan kode program dan nomor kode kegiatan diisi dengan kode kegiatan, nomor kode anggaran belanja diisi dengan kode 5 serta nomor kode kelompok belanja langsung diisi dengan kode 2. 2. Provinsi/kabupaten/kota diisi dengan nama provinsi/kabupaten/kota. 3. Tahun anggaran diisi dengan tahun anggaran yang direncanakan. 4. Urusan Pemerintahan diisi dengan nomor kode urusan pemerintahan daerah dan nama urusan pemerintahan daerah yang dilaksanakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi SKPD. 5. Organisasi diisi dengan nomor kode SKPD dan nama satuan kerja perangkat daerah.
198
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Penyusunan DPA SKPD dan PPDK serta Anggaran Kas Pemda
6. Baris kolom program diisi dengan kode program dan nama program dari kegiatan yang berkenaan. Program merupakan instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan atau kegiatan masyarakat yang dikoordinasikan oleh satuan kerja perangkat daerah untuk mencapai sasaran dan tujuan kegiatan yang ditetapkan untuk memperoleh alokasi anggaran. 7. Baris kolom kegiatan diisi dengan kode kegiatan dan nama kegiatan yang akan dilaksanakan. 8. Baris kolom waktu pelaksanaan diisi dengan tanggal bulan dan tahun kegiatan yang akan dilaksanakan. 9. Baris kolom lokasi kegiatan diisi dengan nama lokasi atau tempat dari setiap kegiatan yang akan dilaksanakan. Lokasi atau tempat dimaksud dapat berupa nama desa/kelurahan atau kecamatan. 10. Baris kolom sumber dana diisi dengan jenis sumber dana (PAD, bagi hasil, DAU, DAK, lain-lain pendapatan yang sah) untuk mendanai pelaksanaan program dan kegiatan yang direncanakan. Catatan untuk baris kolom ini diisi oleh tim anggaran pemerintah daerah, kecuali apabila pendanaan untuk program kegiatan tersebut sumber dananya sudah pasti, seperti DAK, pinjaman daerah, dana darurat, bantuan khusus yang telah ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dapat diisi langsung oleh satuan kerja perangkat daerah. 11. Kolom tolok ukur kinerja diisi dengan tolok ukur kinerja dari setiap masukan dapat berupa jumlah dana, jumlah SDM, jumlah jam kerja, jumlah peralatan/teknologi yang dibutuhkan untuk menghasilkan keluaran dalam tahun anggaran yang direncanakan. Tolok ukur kinerja dari setiap keluaran diisi dengan jumlah keluaran yang akan dihasilkan dalam tahun anggaran yang direncanakan. Tolok ukur kinerja hasil diisi dengan manfaat yang akan diterima pada masa yang akan datang. 12. Kolom target kinerja diisi dengan tingkat prestasi kerja yang dapat diukur pencapaiannya atas capaian program, masukan, keluaran dan hasil yang ditetapkan dalam kolom tolok ukur kinerja. 13. Kolom 1 (kode rekening) diisi dengan nomor kode rekening kelompok, jenis, objek, rincian objek belanja langsung. 14. Kolom 2 (uraian) diisi dengan uraian nama kelompok, jenis, obyek dan rincian obyek belanja langsung. 15. Kolom 3 (volume) diisi dengan jumlah dapat berupa jumlah orang/pegawai dan barang. 16. Kolom 4 (satuan) diisi dengan satuan hitung dari target rincian obyek yang direncananakan seperti unit, waktu/jam/hari/bulan/tahun, ukuran berat, ukuran luas, ukuran isi dan sebagainya. 17. Kolom 5 (harga satuan) diisi dengan harga satuan dapat berupa tarif, harga, tingkat suku bunga, nilai kurs. 18. Kolom 6 (ket. jumlah/volume) diisi dengan keterangan jumlah/volume seperti orang per hari (org/hr), orang per bulan (org/bln), orang per tahun (org/th), buah per hari (bh/hr), unit per tahun (unit/th) dan sebagainya. 19. Kolom 7 (jumlah) diisi dengan jumlah perkalian antara jumlah volume dan harga satuan. Setiap jumlah uraian rincian obyek dijumlahkan menjadi jumlah rincian obyek belanja. Setiap jumlah rincian obyek pada masing-masing obyek belanja selanjutnya dijumlahkan menjadi obyek belanja berkenaan. Setiap obyek belanja pada masing-masing jenis belanja kemudian dijumlahkan menjadi jumlah jenis belanja. Penjumlahan dari seluruh jenis belanja merupakan jumlah kelompok belanja langsung yang dituangkan dalam formulir DPA - SKPD 2.2.1. 20. Rencana penarikan dana belanja langsung setiap triwulan selama tahun anggaran yang direncanakan, diisi dengan jumlah yang disesuaikan dengan rencana kebutuhan mendanai pelaksanaan kegiatan. Oleh karena itu tidak dibenarkan pengisian jumlah setiap triwulan dengan cara membagi 4 dari jumlah yang direncanakan dalam satu tahun anggaran. Keakurasian data 199
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Penyusunan DPA SKPD dan PPDK serta Anggaran Kas Pemda
21. 22. 23. 24.
pelaksanaan anggaran pertriwulan sangat dibutuhkan untuk penyusunan anggaran kas dan mengendalikan likuiditas Kas Umum Daerah serta penerbitan SPD. Formulir DPA - SKPD 2.2.1 merupakan input data untuk menyusun formulir DPA SKPD dan formulir DPA - SKPD 2.2. Apabila Formulir DPA - SKPD 2.2.1 lebih dari satu halaman setiap halaman diberi nomor urut halaman. Tanggal, bulan, tahun diisi berdasarkan pembuatan DPA - SKPD 2.2.1. Formulir DPA - SKPD 2.2.1 ditandatangani oleh Pejabat Pengelola Keuangan Daerah dengan mencantumkan nama lengkap dan nomor induk pegawai yang bersangkutan.
15.5. Penyusunan DPA PPKD Penyusunan DPA PPKD dimaksudkan untuk menampung pelaksanaan anggaran penerimaan dan pengeluaran daerah yang tidak dikelola atau dianggarkan di SKPD. Penerimaan dan pengeluaran tersebut meliputi: 1. Penerimaan pajak daerah dan pendapatan yang berasal dari dana perimbangan dan pendapatan hibah; 2. Belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah, belanja bantuan sosial, belanja bagi hasil, belanja bantuan keuangan, dan belanja tidak terduga; 3. Penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan daerah. Formulir yang digunakan untuk mencatat pelaksanaan anggaran daerah tersebut adalah sebagai berikut: Tabel 15.6:
Daftar Kode Formulir Pelaksanaan Anggaran Kode
Nama Formulir
DPA - PPKD
Ringkasan Dokumen Pelaksanaan Anggaran Pejabat Pengelola Keuangan Daerah
DPA - PPKD 1
Rincian Dokumen Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Pejabat Pengelola Keuangan Daerah
DPA - PPKD 2.1
Rincian Dokumen Pelaksanaan Anggaran Belanja Tidak Langsung Pejabat Pengelola Keuangan Daerah
DPA - PPKD 3.1
Rincian Penerimaan Pembiayaan Daerah
DPA - PPKD 3.2
Rincian Pengeluaran Pembiayaan Daerah
Sumber: Permendagri No.13 Tahun 2006 (diolah)
Kegunaan, keterkaitan dan tata cara pengisian formulir tersebut di atas adalah sebagai berikut: Cara pengisian Ringkasan DPA-PPKD 1.
200
Tahun anggaran diisi dengan tahun anggaran yang direncanakan.
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Penyusunan DPA SKPD dan PPDK serta Anggaran Kas Pemda
2.
3.
Kolom 1 (kode rekening), diisi dengan nomor kode rekening pendapatan/ nomor kode rekening belanja/ nomor kode rekening pembiayaan. Pengisian kode rekening dimaksud secara berurutan dimulai dari kode rekening anggaran pendapatan/belanja/pembiayaan, diikuti dengan masing-masing kode rekening kelompok pendapatan/belanja/pembiayaan dan diakhiri dengan kode rekening jenis pendapatan/belanja/ pembiayaan. Kolom 2 (uraian), diisi dengan uraian pendapatan/belanja/pembiayaan. a. Pencantuman pendapatan diawali dengan uraian pendapatan, selanjutnya diikuti dengan uraian kelompok dan setiap uraian kelompok diikuti dengan uraian jenis pendapatan yang dipungut atau diterima oleh satuan kerja perangkat daerah. b. Untuk belanja diawali dengan pencantuman uraian belanja, selanjutnya uraian belanja dikelompokkan ke dalam belanja tidak langsung dan belanja langsung. Dalam kelompok belanja tidak langsung diuraikan jenis-jenis belanja sesuai dengan yang tercantum dalam formulir DPA-PPKD 2.1. Dalam kelompok belanja langsung diuraikan jenis-jenis belanja sesuai dengan yang tercantum dalam formulir DPA-PPKD 2.2.1.
Tabel 15.7:
Formulir DPA-PPKD Halaman ……
Ringkasan Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah Tahun Anggaran ….
Formulir DPA - SKPD
Provinsi/Kabupaten/Kota ……. Tahun Anggaran …... KODE REKENING
URAIAN
JUMLAH
2
3
1
Surplus/ (Defisit)
Pembiayaan netto Rencana Pelaksanaan Anggaran Pejabat Pengelola Keuangan Daerah per triwulan
Uraian
Triwulan I
201
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
II
III
IV
Jumlah
Penyusunan DPA SKPD dan PPDK serta Anggaran Kas Pemda
1
2
1
Pendapatan
2.1
Belanja tidak langsung
2.2
Belanja langsung
3
4
5
6
7=3+4+5+6
……..,tanggal……….. Menyetujui Sekretaris Daerah, (tanda tangan) (nama lengkap) NIP. Sumber: Permendagri No. 13 Tahun 2006 (diolah)
c. Untuk pembiayaan diawali dengan pencantuman uraian pembiayaan, selanjutnya uraian pembiayaan dikelompokkan ke dalam penerimaan dan pengeluaran pembiayaan. Dalam kelompok penerimaan pembiayaan diuraikan jenis-jenis penerimaan sesuai dengan yang tercantum dalam formulir DPA-PPKD 3.1. Dalam kelompok pengeluaran pembiayaan diuraikan jenis-jenis pengeluaran sesuai dengan yang tercantum dalam formulir DPA-PPKD 3.2. 4. Kolom 3 (jumlah) diisi dengan jumlah menurut kelompok menurut jenis pendapatan dan belanja. 5. Surplus diisi apabila jumlah anggaran pendapatan diperkirakan lebih besar dari anggaran belanja. 6. Defisit diisi apabila jumlah anggaran pendapatan diperkirakan lebih kecil dari jumlah anggaran belanja, dan ditulis dalam tanda kurung. 7. Kode rekening, uraian dan jumlah penerimaan atau pengeluaran pembiayaan sebagaimana dimaksud pada angka 10 diisi menurut kelompok, jenis penerimaan dan pengeluaran pembiayaan. 8. Selanjutnya pada baris uraian pembiayaan netto menerangkan selisih antara jumlah penerimaan pembiayaan dengan jumlah pengeluaran pembiayaan yang tercantum dalam kolom 3. 9. Rencana pelaksanaan anggaran satuan kerja perangkat daerah per triwulan diisi sebagai berikut: a. Baris pendapatan diisi dengan jumlah pendapatan yang dapat dipungut atau diterima setiap triwulan selama satu tahun anggaran yang direncanakan. b. Baris belanja tidak langsung diisi dengan jumlah belanja tidak langsung yang dibutuhkan setiap triwulan selama satu tahun anggaran yang direncanakan. c. Baris belanja langsung diisi dengan jumlah belanja langsung yang dibutuhkan untuk mendanai program dan kegiatan setiap triwulan dalam tahun anggaran yang direncanakan. d. Baris penerimaan pembiayaan diisi dengan jumlah pembiayaan yang direncanakan dapat diterima setiap triwulan selama satu tahun anggaran. e. Baris pengeluaran pembiayaan diisi dengan jumlah pembiayaan yang akan dikeluarkan setiap triwulan selama satu tahun anggaran. 10. Kolom 7 (jumlah) diisi dengan penjumlahan dari jumlah pada kolom 3, kolom 4, kolom 5 dan kolom 6. Pengisian setiap kolom triwulan I sampai dengan triwulan IV harus disesuaikan dengan rencana kegiatan berdasarkan jadwal pelaksanaan kegiatan. Oleh karena itu tidak dibenarkan pengisian jumlah setiap triwulan dengan cara membagi empat dari jumlah yang direncanakan dalam satu
202
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Penyusunan DPA SKPD dan PPDK serta Anggaran Kas Pemda
tahun anggaran. Keakurasian data pelaksanaan anggaran per triwulan sangat dibutuhkan untuk penyusunan anggaran kas dan mengendalikan likuiditas kas umum daerah serta penerbitan SPD . 11. Formulir ini ditandatangani oleh Sekda dengan mencantumkan nama lengkap dan NIP. Tabel 15.8:
Formulir DPA-PPKD 1 Halaman ……
DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN
NOMOR DPA SKPD x.xx
SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH
xx
00
00
4
Formulir DPA – PPKD1
Provinsi/Kabupaten/Kota …… Tahun Anggaran ….. Urusan Pemerintahan
: x.xx .......................
: x.xx.xx .......................
Organisasi
Rincian Dokumen Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Satuan Kerja Perangkat Daerah
Kode Rekening
Uraian
1
2
xx
xx
xx
xx
Xx
xx
xx
xx
xx
Xx
xx
xx
xx
xx
Xx
xx
xx
xx
xx
xx
Rincian Penghitungan
Jumlah
Volume
Satuan
Tarif/Harga
3
4
5
6=3x5
Jumlah Rencana Pendapatan per Triwulan Triwulan I Rp ……………… Triwulan II Rp ……………… Triwulan III Rp ……………… Triwulan IV Rp ……………… Jumlah Rp ………………
……..,tanggal……….. Mengesahkan, Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (tanda tangan) (nama lengkap) NIP.
Sumber: Permendagri No. 13 Tahun 2006 (diolah)
Cara pengisian formulir DPA-PPKD 1 Selanjutnya, kolom-kolom dalam dokumen diisi dengan keterangan sebagai berikut : 1. Nomor DPA-PPKD diisi dengan nomor kode urusan pemerintahan, nomor kode organisasi, nomor kode program diisi dengan kode 00 dan nomor kode kegiatan diisi dengan kode 00 serta nomor kode anggaran pendapatan diisi dengan kode 4. 2. Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota diisi dengan nama Provinsi/Kabupaten/Kota. 3. Tahun anggaran diisi dengan tahun anggaran yang direncanakan.
203
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Penyusunan DPA SKPD dan PPDK serta Anggaran Kas Pemda
4. Kolom 1 (kode rekening) diisi dengan kode rekening kelompok, jenis, objek, rincian objek pendapatan PPKD. 5. Kolom 2 (uraian) diisi dengan uraian nama kelompok, jenis, objek, dan rincian objek pendapatan. 6. Kolom 3 (volume) diisi dengan jumlah target dari rincian objek pendapatan yang direncanakan, seperti jumlah kendaraan bermotor, jumlah liter bahan bakar kendaraan bermotor, jumlah tingkat hunian hotel, jumlah pengunjung restoran, jumlah kepala keluarga, jumlah pasien, jumlah pengunjung, jumlah kendaraan yang memanfaatkan lahan parkir, jumlah bibit perikanan/ pertanian/peternakan/kehutanan/perkebunan, jumlah limbah yang diuji, jumlah kios/los/kaki lima, jumlah pemakaian/penggunaan sarana olahraga/gedung/lahan milik pemda, jumlah unit barang bekas milik pemda yang dijual, jumlah uang yang ditempatkan pada bank tertentu dalam bentuk tabungan atau giro, jumlah modal yang disertakan atau diinvestasikan. 7. Kolom 4 (satuan) diisi dengan satuan hitung dari target rincian objek yang direncanakan seperti unit, waktu/jam/hari/bulan/tahun, ukuran berat, ukuran luas, ukuran isi dan sebagainya. 8. Kolom 5 (tarif/harga) diisi dengan tarif pajak/retribusi atau harga/nilai satuan lainnya dapat berupa besarnya tingkat suku bunga, persentase bagian laba, atau harga atas penjualan barang milik daerah yang tidak dipisahkan. 9. Kolom 6 (jumlah) diisi dengan jumlah pendapatan yang direncanakan menurut kelompok, jenis, objek, rincian objek pendapatan. Jumlah pendapatan dari setiap rincian objek yang dianggarkan merupakan hasil perkalian kolom 3 dengan kolom 5. 10. Rencana pendapatan per triwulan diisi dengan jumlah pendapatan yang dapat dipungut atau diterima setiap triwulan selama tahun anggaran yang direncanakan. 11. Pengisian setiap triwulan harus disesuaikan dengan rencana yang dapat dipungut atau diterima. Oleh karena itu tidak dibenarkan pengisian jumlah setiap triwulan dengan cara membagi 4 dari jumlah yang direncanakan dalam satu tahun anggaran. Keakurasian data pelaksanaan anggaran per triwulan sangat dibutuhkan untuk penyusunan anggaran kas dan mengendalikan likuiditas Kas Umum Daerah serta penerbitan SPD. 12. Formulir DPA-PPKD1 merupakan input data untuk menyusun formulir DPA-PPKD. 13. Nama ibukota, bulan, tahun diisi berdasarkan pembuatan formulir DPA-PPKD 1, dengan mencantumkan nama jabatan Kepala SKPKD. Tabel 15.9:
Formulir DPA-PPKD 2.1 Halaman ……
DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH
NOMOR DPA SKPD x.xx
xx
xx
Xx
5
1
Formulir DPA - PPKD 2.1
Provinsi/Kabupaten/Kota …… Tahun Anggaran ….. Rincian Dokumen Pelaksanaan Anggaran Belanja Langsung Program dan Per Kegiatan Satuan Kerja Perangkat Daerah
204
Kode Rekening
Uraian
1
2
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Rincian Penghitungan Volume
Satuan
Harga satuan
3
4
5
Jumlah (Rp) 6=3x5
Penyusunan DPA SKPD dan PPDK serta Anggaran Kas Pemda
xx
xx
xx
xx
xx
xx
xx
xx
xx
xx
xx
xx
xx
xx
xx
xx
xx
xx
xx
xx Jumlah Rencana Pendapatan per Triwulan
Triwulan I Rp ……………… Triwulan II Rp ……………… Triwulan III Rp ……………… Triwulan IV Rp ……………… Jumlah Rp ………………
……..,tanggal……….. Mengesahkan, Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (tanda tangan) (nama lengkap) NIP.
Sumber: Permendagri No. 13 Tahun 2006 (diolah)
Cara pengisian formulir DPA-PPKD 2.1 : 1. Nomor DPA-PPKD diisi dengan nomor kode urusan pemerintahan, nomor kode organisasi PPKD, nomor kode program diisi dengan kode 00 dan nomor kode kegiatan diisi dengan kode 00 serta nomor kode anggaran belanja diisi dengan kode 5 serta nomor kode kelompok belanja tidak langsung diisi dengan kode 1. 2. Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota diisi dengan nama Provinsi/Kabupaten/Kota. 3. Tahun anggaran diisi dengan tahun anggaran yang direncanakan. 4. Kolom 1 (kode rekening) diisi dengan kode rekening kelompok, jenis, objek, rincian objek belanja tidak langsung. 5. Kolom 2 (uraian) diisi dengan nama kelompok, jenis, objek, dan rincian objek belanja tidak langsung. 6. Kolom 3 (volume) diisi dengan jumlah dapat berupa jumlah orang/pegawai atau barang. 7. Kolom 4 (satuan) diisi dengan satuan hitung dari target rincian objek yang direncanakan seperti unit, waktu/jam/hari/bulan/tahun, ukuran berat, ukuran luas, ukuran isi dan sebagainya. 8. Kolom 5 (harga satuan) diisi dengan harga satuan dapat berupa tarif, harga, tingkat suku bunga, nilai kurs. 9. Kolom 6 (jumlah) diisi dengan jumlah perkalian antara jumlah volume dengan jumlah satuan dan harga satuan. Setiap jumlah uraian rincian objek dijumlahkan menjadi jumlah rincian objek belanja. Setiap jumlah rincian objek pada masing-masing objek belanja selanjutnya dijumlahkan menjadi objek belanja berkenaan. Setiap objek belanja pada masing-masing jenis belanja kemudian dijumlahkan menjadi jumlah jenis belanja. 10. Rencana penarikan dana belanja tidak langsung setiap triwulan selama selama tahun anggaran yang direncanakan, diisi dengan jumlah yang disesuaikan dengan rencana kebutuhan. Oleh karena itu tidak dibenarkan pengisian jumlah setiap triwulan dengan cara membagi 4 dari jumlah yang direncanakan dalam satu tahun anggaran. Keakurasian data pelaksanaan anggaran per triwulan sangat dibutuhkan untuk penyusunan anggaran kas dan mengendalikan likuiditas Kas Umum Daerah serta penerbitan SPD. 11. Formulir DPA-PPKD 2.1 merupakan input data untuk menyusun Formulir DPA-PPKD. 12. Formulir DPA-PPKD 2.1 dapat diperbanyak sesuai dengan kebutuhan. 205
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Penyusunan DPA SKPD dan PPDK serta Anggaran Kas Pemda
13. Apabila Formulir DPA-PPKD 2.1 lebih dari satu halaman setiap halaman diberi nomor urut halaman. 14. Tanggal, bulan, tahun diisi berdasarkan pembuatan DPA-PPKD 2.1. Tabel 15.10:
Formulir DPA-PPKD 3.1 Halaman ……
DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN x.xx
SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH
Formulir DPA - PPKD 3.1
NOMOR DPA SKPD xx
xx
Xx
5
1
Provinsi/Kabupaten/Kota …… Tahun Anggaran …..
Rincian Penerimaan Pembiayaan
Kode Rekening
Uraian
Jumlah (Rp)
1
2
3
xx
xx
xx
xx
xx
xx
xx
xx
xx
xx
xx
xx
xx
xx
xx
xx
xx
xx
xx
xx Jumlah Penerimaan
Rencana Pendapatan per Triwulan Triwulan I Rp ……………… Triwulan II Rp ……………… Triwulan III Rp ……………… Triwulan IV Rp ……………… Jumlah Rp ………………
……..,tanggal……….. Mengesahkan, Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (tanda tangan) (nama lengkap) NIP.
Sumber: Permendagri No. 13 Tahun 2006 (diolah)
Cara pengisian formulir DPA-PPKD 3.1 1. Nomor DPA-PPKD diisi dengan nomor kode urusan pemerintahan, nomor kode organisasi PPKD, nomor kode program diisi dengan kode 00 dan nomor kode kegiatan diisi dengan kode 00 serta nomor kode anggaran pembiayaan diisi dengan kode 6 serta nomor kode kelompok penerimaan pembiayaan diisi dengan kode 1. 2. Pemerintah Provinsi/kabupaten/kota diisi dengan nama provinsi/kabupaten/kota. 3. Tahun anggaran diisi dengan tahun anggaran yang direncanakan. 4. Kolom 1 (kode rekening) diisi dengan nomor kode rekening akun atau kelompok atau jenis atau objek atau rincian objek penerimaan pembiayaan. 206
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Penyusunan DPA SKPD dan PPDK serta Anggaran Kas Pemda
5. Kolom 2 (uraian) diisi dengan nama kelompok, jenis, objek, dan rincian objek penerimaan pembiayaan. 6. Kolom 3 (jumlah) diisi dengan jumlah jenis penerimaan pembiayaan berkenaan yang merupakan hasil penjumlahan dari seluruh objek penerimaan pembiayaan yang termasuk dalam jenis penerimaan pembiayaan bersangkutan. Jumlah objek penerimaan merupakan penjumlahan dari seluruh rincian objek penerimaan pembiayaan yang termasuk dalam objek penerimaan pembiayaan bersangkutan. 7. Baris jumlah penerimaan merupakan hasil dari penjumlahaan seluruh jenis penerimaan pembiayaan. 8. Rencana penerimaan per triwulan diisi dengan jumlah penerimaan pembiayaan yang diterima setiap triwulan selama tahun anggaran yang direncanakan. Pengisian setiap triwulan harus disesuaikan dengan rencana penerimaan pembiayaan. Oleh karena itu tidak dibenarkan pengisian jumlah setiap triwulan dengan cara membagi 4 dari jumlah yang direncanakan dalam satu tahun anggaran. Keakurasian data pelaksanaan anggaran pertriwulan sangat dibutuhkan untuk penyusunan anggaran kas dan mengendalikan likuiditas Kas Umum Daerah serta penerbitan SPD. 9. Formulir DPA-PPKD 3.1 merupakan input data untuk menyusun formulir DPA-PPKD dan dapat diperbanyak sesuai dengan kebutuhan. Apabila formulir DPA-PPKD 3.1 lebih dari satu halaman, setiap halaman diberi nomor urut halaman. Tanggal, bulan, tahun diisi berdasarkan pembuatan DPA-PPKD 3.1. 10. Formulir DPA-PPKD 3.1 ditandatangani oleh Pejabat Pengelola Keuangan Daerah dengan mencantumkan nama lengkap dan NIP yang bersangkutan.
Tabel 15.11:
Formulir DPA-PPKD 3.2 Halaman ……
DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN x.xx
SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH
Formulir DPA - PPKD 3.2
NOMOR DPA SKPD xx
00
00
6
2
Provinsi/Kabupaten/Kota …… Tahun Anggaran …..
Rincian Penerimaan Pembiayaan
Kode Rekening
Uraian
Jumlah (Rp)
1
2
3
xx
xx
xx
xx
xx
xx
xx
xx
xx
xx
xx
xx
xx
xx
xx
xx
xx
xx
xx
xx Jumlah Penerimaan
Rencana Pendapatan per Triwulan
207
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Penyusunan DPA SKPD dan PPDK serta Anggaran Kas Pemda
Triwulan I Rp ……………… Triwulan II Rp ……………… Triwulan III Rp ……………… Triwulan IV Rp ……………… Jumlah Rp ………………
……..,tanggal……….. Mengesahkan, Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (tanda tangan) (nama lengkap) NIP.
Sumber: Permendagri No. 13 Tahun 2006 (diolah)
Cara pengisian formulir DPA-PPKD 3.2: 1. Nomor DPA-PPKD diisi dengan nomor kode urusan Pemerintahan, nomor kode organisasi PPKD, nomor kode program diisi dengan kode 00 dan nomor kegiatan diisi dengan nomor kode 00, nomor kode anggaran pembiayaan diisi dengan kode 6 serta nomor kode kelompok pengeluaran pembiayaan diisi dengan kode 2. 2. Pemerintah Provinsi/kabupaten/kota diisi dengan nama provinsi/kabupaten/kota. 3. Tahun anggaran diisi dengan tahun anggaran yang direncanakan. 4. Kolom 1 (kode rekening) diisi dengan nomor kode rekening kelompok atau jenis atau objek atau rincian objek pengeluaran pembiayaan. 5. Kolom 2 (uraian) diisi dengan nama akun, kelompok, jenis, objek, dan rincian objek pengeluaran pembiayaan. 6. Kolom 3 (jumlah) diisi dengan jumlah jenis pengeluaran pembiayaan berkenaan yang merupakan hasil penjumlahan dari seluruh objek pengeluaran pembiayaan yang termasuk dalam jenis pengeluaran pembiayaan bersangkutan. Jumlah objek pengeluaran merupakan penjumlahan dari seluruh rincian objek pengeluaran pembiayaan yang termasuk dalam objek pengeluaran pembiayaan bersangkutan. 7. Baris jumlah pengeluaran merupakan hasil dari penjumlahaan seluruh jenis pengeluaran pembiayaan. 8. Rencana pengeluaran pembiayaan setiap triwulan selama tahun anggaran yang direncanakan. Pengisian setiap triwulan harus disesuaikan dengan rencana pengeluaran pembiayaan. Oleh karena itu tidak dibenarkan pengisian jumlah setiap triwulan dengan cara membagi 4 dari jumlah yang direncanakan dalam satu tahun anggaran. Keakurasian data pelaksanaan anggaran per triwulan sangat dibutuhkan untuk penyusunan anggaran kas dan mengendalikan likuiditas Kas Umum Daerah serta penerbitan SPD. 9. Formulir DPA-PPKD 3.2 merupakan input data untuk menyusun formulir DPA-PPKD dan dapat diperbanyak sesuai dengan kebutuhan. Apabila formulir ini lebih dari satu halaman, maka pada halaman-halaman berikutnya cukup diisi mulai dari rincian pengeluaran pembiayaan dan setiap halaman diberi nomor urut halaman. Tanggal, bulan, tahun diisi berdasarkan pembuatan DPAPPKD 3.2. Formulir ini ditandatangani oleh PPKD dengan mencantumkan nama lengkap dan NIP.
15.6. Anggaran Kas Pemda Anggaran kas adalah anggaran yang memerinci taksiran penerimaan dan pengeluaran kas dalam suatu kurun waktu yang akan datang. Pada umumnya periode anggaran kas Pemda selama setahun 208
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Penyusunan DPA SKPD dan PPDK serta Anggaran Kas Pemda
terhitung 1 Januari – 31 Desember. Esensi dari anggaran kas adalah merencanakan arus kas masuk dan keluar sehingga dapat mendukung kelancaran operasional organisasi. Anggaran kas memuat informasi tentang rencana arus kas masuk dari pendapatan dari sumber lain dan arus kas keluar untuk belanja dan penggunaan lainnya. Dengan demikian, estimasi atas arus masuk harus sesuai dengan estimasi arus keluar sehingga tidak terjadi kelebihan kas dan kekurangan kas. Penyusunan anggaran kas di pemerintah daerah pada dasarnya mengikuti pedoman dan struktur organisasi yang berlaku di daerah tersebut. Karena anggaran kas berhubungan erat dengan fungsi bendahara, yakni satuan yang bertugas menerima, menyimpan, dan membayarkan uang, maka pelaksana fungsi tersebut (BUD) bertugas menyusun rencana aliran kas ke depan. Tujuan penyusunan anggaran kas secara umum adalah untuk: 1. Menyediakan dana bagi kebutuhan transaksi secara harian. 2. Memanfaatkan kesempatan, terutama memperoleh pendapatan dari bunga, dari kelebihan kas yang dimiliki. 3. Meningkatkan kontrol melalui bank dan mengurangi biaya transaksi dengan melakukan sentralisasi. 4. Mengurangi mitigasi bank. 5. Meningkatkan kualitas kontrol terhadap sumber informasi kas. 6. Menjaga likuiditas organisasi, terutama dalam hal pemenuhan kewajiban jangka pendek. Dalam kaitannya dengan pengelolaan keuangan daerah, anggaran kas berfungsi untuk menjamin ketersediaan dana pada saat dibutuhkan, sehingga pelaksanakan program/kegiatan akan terlaksana sesuai jadwal dan target kinerja yang telah ditetapkan. Pada dasarnya, anggaran kas menggambarkan rencana penerimaan dan pengeluaran selama satu periode anggaran (umumnya satu tahun, mulai 1 Januari s.d. 31 Desember). Pada pemerintahan daerah, Kepala SKPD menyusun rancangan anggaran kas SKPD berdasarkan rancangan DPA SKPD. Rancangan anggaran kas tersebut disampaikan kepada PPKD selaku BUD bersamaan dengan rancangan DPA SKPD. Pembahasan rancangan anggaran kas tersebut dilaksanakan bersamaan dengan pembahasan DPA SKPD. PPKD selaku BUD menyusun anggaran kas guna mengatur ketersediaan dana yang cukup untuk mendanai pengeluaran-pengeluaran sesuai dengan rencana penarikan dana yang tercantum dalam DPA-SKPD yang telah disahkan. anggaran kas dibuat oleh PPKD selaku Bendahara Umum Daerah (BUD) dan SKPD. Karena SKPD merupakan bagian dari Pemda, maka agregasi dari anggaran kas seluruh SKPD akan menjadi anggaran kas Pemda.
15.7. Sumber dan Penggunaan Anggaran Kas Sumber anggaran kas antara lain: 1. Penerimaan kas yang bersumber dari pendapatan daerah, antara lain pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah; 2. Penerimaan pembiayaan, antara lain penerimaan pinjaman daerah, hasil penjualan kekayaan 209
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Penyusunan DPA SKPD dan PPDK serta Anggaran Kas Pemda
daerah yang dipisahkan dan penerimaan pelunasan piutang; dan 3. penerimaan daerah lainnya, antara lain penerimaan perhitungan pihak ketiga. Sedangkan penggunaan kas diakibatkan oleh: 1. Belanja daerah; 2. Pengeluaran pembiayaan, antara lain pembayaran pokok utang, penyertaan modal pemerintah daerah, dan pemberian pinjaman; dan 3. pengeluaran daerah lainnya, antara lain pengeluaran perhitungan pihak ketiga.
15.8. Manajemen Kas Daerah Di negara sedang berkembang, termasuk Indonesia, manajemen kas daerah tidak menjadi perhatian utama dalam manajemen keuangan daerah seperti halnya penganggaran. Hal ini mungkin karena penganggaran bersinggungan langsung dengan politik di pemerintahan, sementara manajemen kas merupakan pekerjaan administratif belaka yang dilakukan oleh pemda. Selain itu ada anggapan bahwa manajemen kas dapat dilakukan apabila proses penyusunan dan pelaksanaan anggaran sudah dilaksanakan. Manajemen kas daerah dengan sendirinya akan berjalan jika anggaran sudah ditetapkan. Manajemen kas daerah didefinisikan sebagai strategi dan proses terkait untuk mengelola aliran kas daerah jangka pendek dan saldo kas secara efektif,baik secara internal maupun dalam hubungan pemdadengan pihak luar. Manajemen kas daerah adalah praktik dan teknik yang dirancang untuk mempercepat dan mengontrol penerimaan kas, menjamin keamanan penerimaan, meningkatkan kontrol atas cara-cara pembayaran, dan menghilangkan saldo kas menganggur. Dalam rangka penyusunan anggaran kas, satuan kerja perangkat daerah (SKPD) wajib menyampaikan proyeksi penerimaan dan pengeluaran secara periodik kepada Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah selaku Bendahara Umum Daerah. Selanjutnya Bendahara Umum Daerah membuat strategi manajemen kas dengan menyusun perencanaan kas dan menetapkan saldo kas minimal. Penetapan strategi ini dimaksudkan untuk mengatasi kekurangan kas maupun untuk menggunakan kelebihan kas. Strategi manajemen kas yang dilaksanakan BUD harus dapat memastikan: 1. Pemerintah daerah selalu memiliki akses yang cukup untuk memperoleh persediaan kas guna memenuhi pembayaran kewajiban daerah; dan/atau 2. Saldo kas di atas saldo kas minimal diarahkan untuk mendapatkan manfaat yang optimal. Manfaat lainnya dari penyusunan anggaran kas adalah disamping berguna untuk process dan back control tetapi yang tak kalah pentingnya dapat digunakan sebagai forward control. Dengan mengetahui lebih awal (sebelum pelaksanaan) kelebihan dana dari jumlah kebutuhan dana maka seorang manajer keuangan (BUD) dapat mengoptimalkan pemanfaatan dana yang menganggur tersebut sehingga bisa menghasilkan pendapatan, misalnya berupa pendapatan bunga atau dividen. Sedangkan apabila saldo anggaran kas di bawah jumlah kas minimum, maka BUD dapat menjalin kerja sama dengan pihak lain untuk memenuhi kekurangan dana pemda pada waktu tertentu. Melalui jalinan hubungan ini, akan membantu pemda memenuhi kebutuhan dananya dengan segera sehingga kegiatan pembangunan tidak terganggu. 210
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Penyusunan DPA SKPD dan PPDK serta Anggaran Kas Pemda
Berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan kas, PP 39/2007 memberikan petunjuk kepada pemerintah daerah dalam hal ini BUD untuk melakukan manajemen kas. Selanjutnya PP tersebut mengatur jika terjadi kekurangan kas, BUD dapat melakukan pinjaman dari dalam negeri dan/atau menjual Surat Utang Negara dan/atau surat berharga lainnya sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Sedangkan dalam hal terjadi kelebihan kas, BUD dapat menempatkan Uang Daerah pada rekening di Bank Sentral/Bank Umum yang menghasilkan bunga/jasa giro dengan tingkat bunga yang berlaku. Penempatan Uang Daerah pada Bank Umum dilakukan dengan memastikan bahwa BUD dapat menarik uang tersebut sebagian atau seluruhnya ke Rekening Kas Umum Daerah pada saat diperlukan. Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan Uang Daerah pada Bank Umum diberika kewenangan kepada pemerintah daerah untuk membuat Peraturan Kepala Daerah.
211
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Penyusunan DPA SKPD dan PPDK serta Anggaran Kas Pemda
Tabel 15.11: Anggaran KAS Provinsi/Kabupaten/Kota : Anggaran Kas Tahun Anggaran:
Kode Rek
Uraian
Anggaran Tahun ini
1
2
3
Triwulan I Jan
Saldo Awal Kas Pend Asli Daerah Pajak daerah Retribusi Pembiayaan Pnr Jumlah pendapatan & pembiayaan Pnr Jlh Alokasi Kas yg tersedia utk Pengl Alokasi BTL dan Pembiayaan Pengeluaran Belanja Tdk Lang Belanja Pegawai Biaya Bunga Pemby Pengeluaran Pem Pokok Utang Jlh Alokasi BTL & Pemb Penge perbln Jlh Alokasi BT & Pemb Peng Triwulan Sisa Kas setelah dikurangi BTL Pembiayaa Pengeluaran Per Triwulan Belanja Langsung Belanja Langsung Kegiatan ……. Kegiatan …….
Jumlah Alokasi BL Per Bulan Jumlah Alokasi BL Per Triwulan Sisa Kas Setelah dikurangi BL per triwulan Jumlah Alokasi BTL & BL serta pembiayan Pengeluaran Sisa Kas setelah dikurangi BTL & BL serta pembiayan Pengeluaran
Sumber: Permendagri No.13 Tahun 2006 (diolah)
212
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Feb 4
Mrt
Penyusunan DPA SKPD dan PPDK serta Anggaran Kas Pemda
Triwulan II Apr
Mei
Triwulan III Jun
Jul
5
Ags 6
Triwulan IV Sep
Okt
Nop
Des
7
. . . . . . . . . ., tanggal . . . . . . . . . . . . . BUD/Kuasa BUD, (tanda tangan) (nama lengkap dan NIP)
213
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Penyusunan DPA SKPD dan PPDK serta Anggaran Kas Pemda
PROVINSI/KABUPATEN/KOTA : ANGGARAN KAS TAHUN ANGGARAN: Cara Pengisiannya: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
214
Formulir ini diisi oleh BUD/Kuasa BUD untuk menyusun anggaran kas. Setiap baris pada kolom 3 diisi dengan menjumlahkan isi kolom 3 sampai dengan kolom 7. Diisi dengan ueaian rekening pendapatan dan pembiayaan penerimaan. Diisi dengan jumlah anggaran pendapatan dan pembiayaan penerimaan yang tercantum dalam DPA SKPD. Diisi dengan jumlah anggaran pendapatan dan pembiayaan penerimaan setiap bulan di triwulan I (boleh per triwulan). Diisi dengan jumlah anggaran pendapatan dan pembiayaan penerimaan setiap bulan di triwulan II (boleh per triwulan). Diisi dengan jumlah anggaran pendapatan dan pembiayaan penerimaan setiap bulan di triwulan III (boleh per triwulan). Diisi dengan jumlah anggaran pendapatan dan pembiayaan penerimaan setiap bulan di triwulan IV (boleh per triwulan). Diisi dengan kode rekening rincian objek belanja dan pembiayaan pengeluaran. Diisi dengan uraian rekening belanja dan rincian pembiayaan pengeluaran. Diisi dengan perkiraan jumlah belanja dan pembiayaan pengeluaran setiap bulan di triwulan I (boleh per triwulan). Diisi dengan perkiraan jumlah belanja dan pembiayaan pengeluaran setiap bulan di triwulan II (boleh per triwulan). Diisi dengan perkiraan jumlah belanja dan pembiayaan pengeluaran setiap bulan di triwulan III (boleh per triwulan). Diisi dengan perkiraan jumlah belanja dan pembiayaan pengeluaran setiap bulan di triwulan IV (boleh per triwulan).
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Topik 16
KASUS PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN SKPD
Kasus Perencanaan dan Penganggaran SKPD
Deskripsi: Topik ini membahas tentang studi kasus perencanaan dan penganggaran SKPD agar didapat gambaran kondisi riil dan permasalahan yang dihadapi suatu daerah, menyusun program dan kegiatan SKPD beserta indikator kinerjanya, menyusun skala prioritas kegiatan yang akan dilaksanakan, menggunakan ASB dan plafon anggaran dalam menyusun anggaran dan menyusun anggaran berbasis kinerja melalui penyusunan RKA SKPD
Sub Topik Studi Kasus perencanaan dan penganggaran SKPD
Kata Kunci Permasalahan, perencanaan, RKA, ASB, plafon anggaran
Referensi: 1. UU 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara 2. PP No. 39 tahun 2007 tentang Pengelolaan Uang Negara/Daerah 3. Permendagri 13 Tahun 2006 jo 59 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
216
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Kasus Perencanaan dan Penganggaran SKPD
16.1. Deskripsi Kasus Berikut ini disajikan beberapa kondisi objektif Desa AAA Kabupaten XYZ. Kepadatan penduduk pada Desa ini relatif lebih padat daripada Desa lainnya di kabupaten XYZ. Dengan kepadatan penduduk ini menimbulkan berbagai masalah, baik masalah kesehatan, pendidikan, dan berbagai permasalahan lainnya. Terkait dengan permasalahan kesehatan, pada akhir-akhir ini, di Desa AAA sering terjadi penyakit diare, penyakit kulit (gatal-gatal), dan deman berdarah yang tidak jarang menyebabkan kematian. Hal ini akan lebih parah jika terjadi pada musim hujan. Meskipun terjadi banyak masyarakat yang menderita penyakit namun masih ada keengganan masyarakat ke pustu atau puskesmas terdekat untuk berobat. Menurut pendapat sebagian masyarakat, keengganan pergi berobat ke pustu atau puskemas karena dirasakan lambatnya pelayanan dan seringnya kehabisan obat serta seringnya dilayani oleh hanya perawat. Dokter hanya sekali-sekali ada bertugas di puskesmas. Akibatnya, masyarakat lebih suka berobat secara tradisional. Di sisi lain, kondisi ekonomi masyarakat Desa AAA secara rata-rata masih relatif miskin sehingga secara ekonomi, mereka tidak mampu memperbaiki atau memelihara lingkungannya dengan baik. Selama ini perbaikan lingkungan dibiayai oleh pemerintah daerah dan bantuan LSM. Pada awal tahun 2014 telah di bangun 10 Unit MCK untuk mengatasi kesulitan warga dalam memenuhi kebutuhan MCK. Sumber dana Pembangunan MCK tersebut berasal dari APBD Kabupaten XYZ dan telah menelan biaya sebesar Rp 150.000.000,-. Sampai saat ini pembangunan MCK tersebut dirasakan manfaatnya oleh masyarakat dan telah banyak digunakan. Meskipun demikian, disadari masih kurangnya MCK tersebut dan tidak ada inisiatif dari masyarakat untuk membangun sendiri MCK. Akibat kekurang mampuan ekonomi masyarakat Desa AAA secara rata-rata dan pengetahuan tentang pentingnya hidup sehat menyebabkan sampah buangan rumah tangga berserakan dimana-mana dan tidak ada yang mengurusnya. Sampai sekarang Pemerintah Daerah belum membangunkan atau mengangkat sampah rumah tangga dari Desa AAA karena belum menjadi prioritas pembangunan. Pemerintah daerah beranggapan bahwa sebagian besar sampah Desa AAA lebih banyak yang bisa didaur ulang (sekitar 90%) sehingga pemda berharap, masyarakat Desa AAA bisa mengelola sendiri sampahnya, bahkan bisa dijadikan pupuk tanaman. Selain itu, di Desa ini sering terjadi banjir jika musim hujan. Hal ini disebabkan karena belum adanya drainase yang memadai. Akibat lainnya pembuangan air kotoran rumah tangga tidak tersalur dengan baik dan sebagian besar pembuangan tersebut dilakukan di bawah rumah dan di samping rumah penduduk (comberang). Pada umumnya masyarakat di Desa AAA menggunakan air sumur dan air hujan untuk mandi dan mencuci. Sedangkan untuk minum dan memasak menggunakan air sumur. Air PDAM belum masuk ke Desa ini. Berdasarkan informasi tersebut di atas: 1. Susunlah program dan kegiatan tahun 2015 yang dapat dilakukan beserta SKPD yang bertanggungjawab untuk mengatasi permasalahan yang terjadi di Desa AAA kabupaten XYZ. 2. Buatlah indikator kinerja (masukan, keluaran, dan hasil) atas program dan kegiatan tersebut pada jawaban pertanyaan 1! 217
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Kasus Perencanaan dan Penganggaran SKPD
3. Dari sekian banyak program dan kegiatan tersebut, pilihlah tiga kegiatan prioritas yang diharapkan bisa segera menyelesaikan masalah yang dihadapi Desa AAA ! Jawaban tersebut disertai dengan alasan yang rasional. 4. Dari tiga kegiatan prioritas tersebut, pilihlah dua kegiatan untuk dibuatkan RKA 2015 (silakan menyerahkan dua nama kegiatan tersebut kepada fasilitator/instruktur dan mintalah informasi tentang plafon anggaran dan analisis standar belanja berkaitan dengan kedua kegiatan tersebut). Sebaiknya kedua kegiatan tersebut terdiri atas kegiatan fisik (pembangunan atau pengadaan) dan kegiatan non fisik.
218
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
TOPIK 17
PINJAMAN DAN OBLIGASI DAERAH
Pinjaman Dan Obligasi Daerah
Deskripsi: Topik ini membahas pinjaman daerah dan obligasi daerah secara komprehensif, mulai dari dasar hukum dan pengertian, jenis-jenis pinjaman daerah dan kriterianya, prinsip umum pinjaman daerah, sumber-sumber pinjaman daerah, persyaratan pinjaman daerah, prosedur pinjaman daerah, batas maksimal defisit APBD dan kumulatif pinjaman daerah, implementasi obligasi daerah di Indonesia, dasar hukum obligasi daerah, karakteristik obligasi daerah, kegiatan yang dapat dibiayai obligasi daerah, pihak-pihak yang terkait dengan obligasi daerah, dan proses penerbitan obligasi daerah
Sub Topik Pinjaman Daerah
Obligasi Daerah
Kata Kunci Jenis pinjaman ( jangka pendek, jangka menengah, jangka panjang, prosedur pinjaman daerah, debt service covered ratio Obligasi pendapatan (revenue bonds), regulator, emiten, pemegang efek,
Referensi: 1. UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. 2. UU 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. 3. UU No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintahan Daerah 4. UU 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah juga mengatur mengenai Pinjaman Daerah. 5. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah. 6. PP 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan Penerimaan Hibah. 7. PP 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah 8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 137/PMK.07/2011 Tentang Batas Maksimal Defisit Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Dan Batas Maksimal Kumulatif Pinjaman Daerah Tahun Anggaran 2013. 9. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal; 10. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah; 11. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah; 12. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.07/2012 tentang Tata Cara Penerbitan dan Pertanggungjawaban Obligasi Daerah; 13. Paket Peraturan Ketua Bapepam dan LK terkait Penawaran Umum Obligasi Daerah, yaitu: • Peraturan Nomor VIII.G.14 tentang Pedoman Penyajian Laporan Keuangan Daerah, • Peraturan Nomor VIII.G.15 tentang Pedoman Penyusunan Comfort Letter Dalam Rangka Penawaran Umum Obligasi Daerah, • Peraturan Nomor VIII.G.16 tentang Pedoman Penyusunan Surat Pernyataan Kepala Daerah di Bidang Akuntansi Dalam Rangka Penawaran Umum Obligasi Daerah, • Peraturan Nomor IX.C.12 tentang Pedoman Mengenai Bentuk dan Isi Pernyataan Pendaftaran Dalam Rangka Penawaran Umum Obligasi Daerah, • Peraturan Nomor IX.C.13 tentang Pedoman Mengenai Bentuk dan Isi Prospektus Dalam Rangka Penawaran Umum Obligasi Daerah, dan • Peraturan Nomor IX.C.14 tentang Pedoman Mengenai Bentuk dan Isi Prospektus Ringkas Dalam Rangka Penawaran Umum Obligasi Daerah.
220
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Pinjaman Dan Obligasi Daerah
17.1. Pinjaman Daerah 17.1.1. Pengantar Jumlah alokasi dana Transfer ke Daerah terus bertambah dari tahun ke tahun. Pada APBN 2012 Pemerintah Pusat telah mengalokasikan dana Transfer ke Daerah sebesar Rp. 470,4 Trilyun. Terakhir pada APBN 2013 telah dialokasikan dana Transfer ke Daerah sebesar Rp 528,6 Triliun atau sekitar 33% dari total belanja negara. Namun demikian, besaran dana Transfer ke Daerah tersebut belum sepenuhnya diikuti dengan peningkatan pelayanan publik dan daya saing daerah serta peningkatan kualitas belanja APBD. Walaupun ketergantungan seluruh pemerintah daerah terhadap dana perimbangan cenderung menurun dari tahun ke tahun, namun demikian 60% lebih pendapatan APBD masih bergantung dari dana perimbangan. Kontribusi PAD dan lain-lain pendapatan yang sah masih dibawah angka 30% sebagaimana terlihat pada Gambar 17.1 di bawah ini: Gambar 17.1:
Tren Pendapatan Daerah 2009– 2013 80
74,67 %
72,48 %
68,33 %
66,02 %
70
63,24 %
60 50 40 30 20
17,87 %
16,45%
18,87 %
12,8 %
9,66 %
8,88 %
19,54 %
20,68 % 14,44 %
16,09 %
10 0 2009
2010 lainlain
2011 daper
2012
2013
pad
Sumber: Laporan APBD, 2013 (diolah)
Dari segi belanja, tren belanja APBD, masih didominasi oleh belanja pegawai. Pada tahun 2013, porsi belanja pegawai daerah terhadap total belanja daerah mencapai kisaran angka 40%, sementara belanja modal hanya berada pada kisaran angka 22%. Tidak adanya kenaikan belanja modal, tentunya akan berdampak negatif terhadap penyediaan pelayanan publik terutama penyediaan infrastruktur daerah. Tren belanja APBD dapat dilihat pada Gambar 17.2 di bawah ini:
221
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Pinjaman Dan Obligasi Daerah
Gambar 17.2:
Tren Belanja APBD 2009 - 2013
50 40 30 20 10 0
2009
2010
belanja pegawai
2011
2012
belanja modal
2013
belanja lainnya
Sumber: Laporan APBD, 2013 (diolah)
Penyediaan infrastruktur daerah akan mendorong aktivitas ekonomi daerah. Aktivitas ekonomi yang tinggi di daerah akan meningkatkan total penerimaan dalam negeri berupa Pajak dan PNBP yang secara otomatis akan meningkatkan besaran pagu nasional alokasi Dana Perimbangan. Besaran pagu nasional tersebut akan menentukan alokasi DAU, DBH, dan DAK masing-masing Pemerintah Daerah. Dengan demikian, peningkatan aktivitas ekonomi daerah pada akhirnya akan meningkatkan besarannya Dana Perimbangan yang diterima Pemerintah Daerah. Oleh sebab itu, Pemerintah Daerah harus terus berupaya untuk meningkatkan dan menggerakkan aktivitas-aktivitas ekonomi daerah antara lain melalui penyediaan infrastruktur yang memadai. Penyediaan infrastruktur daerah membutuhkan pendanaan yang sangat besar dan seringkali tidak dapat dipenuhi dari PAD maupun dana perimbangan, sehingga dibutuhkan alternatif sumber pembiayaan. Alternatif pembiayaan tersebut diharapkan akan membantu Pemerintah Daerah dalam mewujudkan kemandirian fiskal, sehingga Daerah tidak selalu tergantung kepada dana transfer dari Pemerintah Pusat. Salah satu alternatif sumber pembiayaan yang dapat dimanfaatkan adalah melalui mekanisme Pinjaman Daerah. Pinjaman daerah saat masih belum banyak dimanfaatkan oleh Daerah. Dari kurun waktu 2009 – 2013, kontribusi pinjaman daerah untuk menutup defisit Pemda masih sangat rendah. Dalam kurun waktu lima tahun terakhir jika dirata-rata, persentase pinjaman yang digunakan untuk menutup defisit hanya sebesar 5,90% sebagaimana dapat dilihat pada gambar di bawah ini: Gambar 17.3: Kontribusi Pinjaman terhadap Defisit Pemda 2009 - 2013
10
8,03 % 7,11 %
8 6
4,73 %
4,93 %
4,33 %
4 2 0
2009
2010
2011
Sumber: Laporan APBD, 2013 (diolah)
222
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
2012
2013
Pinjaman Dan Obligasi Daerah
17.1.2.
Dasar Hukum dan Pengertian Pinjaman Daerah
Pinjaman daerah merupakan salah satu sumber penerimaan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, yang dicatat dan dikelola dalam APBD. Beberapa peraturan perundang undangan mengaturmengenai Pinjaman Daerah. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang menyatakan bahwa selain mengalokasikan Dana Perimbangan kepada Pemerintah Daerah, Pemerintah dapat memberikan pinjaman kepada Pemerintah Daerah. Peraturan perundang-undangan tersebut secara tegas menjelaskan bahwa pelaksanaan kebijakan pinjaman daerah merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari penyelenggaraan asas desentralisasi dan otonomi daerah. Pemberian pinjaman oleh Pemerintah kepada Pemerintah Daerah atau sebaliknya merupakan wujud pelaksanaan Hubungan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang merupakan suatu sistem pendanaan pemerintahan dalam kerangka negara kesatuan, yang mencakup pembagian keuangan antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah serta pemerataan antardaerah secara proporsional, demokratis, adil, dan transparan dengan memperhatikan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah, sejalan dengan kewajiban dan pembagian kewenangan serta tata cara penyelenggaraan kewenangan tersebut, termasuk pengelolaan dan pengawasan keuangannya. Pinjaman daerah juga diatur dalam UU 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintahan Daerah. UU ini menyatakan bahwa Pinjaman Daerah merupakan salah satu sumber Pembiayaan yang bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi Daerah dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Pembiayaan yang bersumber dari pinjaman harus dikelola secara benar agar tidak menimbulkan dampak negatif bagi Keuangan Daerah sendiri serta stabilitas ekonomi dan moneter secara nasional. Oleh karena itu, Pinjaman Daerah perlu mengikuti kriteria, persyaratan, mekanisme, dan sanksi Pinjaman Daerah yang diatur dalam Undang-Undang ini. Dalam Undang-Undang ini juga ditegaskan bahwa Daerah dilarang melakukan pinjaman langsung ke luar negeri. Pinjaman yang bersumber dari luar negeri hanya dapat dilakukan melalui Pemerintah dengan mekanisme penerusan pinjaman. Pengaturan ini dimaksudkan agar terdapat prinsip kehati-hatian dan kesinambungan fiskal dalam kebijakan fiskal dan moneter oleh Pemerintah. Di lain pihak, Pinjaman Daerah tidak hanya dibatasi untuk membiayai prasarana dan sarana yang menghasilkan penerimaan, tetapi juga dapat untuk membiayai proyek pembangunan prasarana dasar masyarakat walaupun tidak menghasilkan penerimaan. Selain itu, dilakukan pembatasan pinjaman dalam rangka pengendalian defisit APBD dan batas kumulatif pinjaman Pemerintah Daerah. Daerah juga dimungkinkan untuk menerbitkan Obligasi Daerah dengan persyaratan tertentu, serta mengikuti peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal dan memenuhi ketentuan nilai bersih maksimal Obligasi Daerah yang mendapatkan persetujuan Pemerintah. Segala bentuk akibat atau risiko yang timbul dari penerbitan Obligasi Daerah menjadi tanggung jawab Daerah sepenuhnya. UU 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah juga mengatur mengenai Pinjaman Daerah. Dalam UU ini Pinjaman Daerah ditempatkan dalam kerangka hubungan dalam bidang keuangan antara Pemerintah dan pemerintahan daerah maupun antar pemerintahan daerah. Untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah, pemerintah daerah dapatmelakukan pinjaman yang bersumber dari Pemerintah, pemerintah daerah lain,lembaga keuangan bank, lembaga keuangan bukan bank, dan masyarakat. Dalam UU No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara juga dinyatakan bahwa Pemerintah Pusat dapat memberikan pinjaman atau hibah kepada PemerintahDaerah/Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik 223
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Pinjaman Dan Obligasi Daerah
Daerah sesuai dengan yangtercantum/ditetapkan dalam Undang-undang tentang APBN. Pemerintah daerah dapat melakukan pinjaman yang berasal dari penerusanpinjaman hutang luar negeri dari Menteri Keuangan atas nama Pemerintah setelahmemperoleh pertimbangan Menteri Dalam Negeri.Perjanjian penerusan pinjaman dilakukanantara Menteri Keuangan dan kepala daerah. Sebagai peraturan pelaksanaan dari UU tersebut diterbitkanlah PP 54 tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah. Seiring dengan perubahan kondisi fiskal dan makroekonomi serta kebutuhan pendanaan Pemerintah Daerah PP ini telah direvisi dan disempurnakan menjadi PP 30 Tahun 2011. Arah kebijakan pinjaman daerah melalui revisi tersebut adalah peningkatan fleksibilitas penggunaan pinjaman dan peningkatan akses Pemerintah Daerah terhadap sumber pinjaman, namun tetap dalam koridor jumlah pinjaman yang aman dan terkendali sehingga tidak menimbulkan dampak negatif terhadap kesinambungan fiskal daerah serta stabilitas ekonomi dan moneter secara nasional. Kebijakan Pemerintah yang diatur dalam PP 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah telah mengatur dan mendorong Pemerintah Daerah untuk dapat lebih meningkatkan fungsi penyediaan pelayanaan dasar kepada masyarakat dan mengembangkan perekonomian daerah dalam kerangka pengelolaan keuangan daerah yang efektif, efisien, transparan dan akuntabel. Revisi Peraturan Pemerintah ini dilakukan sejalan dengan dilakukannya revisi PP2 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman dan/atau Penerimaan Hibah serta Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri menjadi PP 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan Penerimaan Hibah. Berdasarkan peraturan perundang-undangan tersebut di atas, Pinjaman Daerah didefinisikan sebagai semua transaksi yang mengakibatkan Daerah menerima sejumlah uang atau menerima manfaat yang bernilai uang dari pihak lain sehingga Daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar kembali. Yang membedakan antara pinjaman daerah dengan sumber pendapatan lainnya terletak pada adanya kewajiban untuk membayar kembali. 17.1.3.
Jenis-Jenis Pinjaman Daerah dan Kriterianya
Sebagaimana diatur dalam PP 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah, jenis dan penggunaan pinjaman daerah adalah sebagai berikut: 1.
2.
3. 224
Pinjaman Jangka Pendek Pinjaman jangka pendek merupakan pinjaman daerah dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun anggaran. Kewajiban pembayaran kembali Pinjaman Jangka Pendek yang meliputi pokok pinjaman, bunga, dan/atau kewajiban seluruhnya harus dilunasi dalam tahun anggaran berkenaan. Pinjaman Jangka Pendek digunakan hanya untuk menutup kekurangan arus kas. Pinjaman Jangka Menengah Pinjaman Jangka Menengah merupakan pinjaman daerah dalam jangka waktu lebih dari 1 (satu) tahun anggaran. Kewajiban pembayaran kembali Pinjaman Jangka Menengah meliputi pokok pinjaman, bunga, dan/atau kewajiban lainnya seluruhnya harus dilunasi dalam kurun waktu yang tidak melebihi sisa masa jabatan gubernur, bupati atau walikota yang bersangkutan. Pinjaman Jangka Menengah digunakan untuk membiayai pelayanan publik yang tidak menghasilkan penerimaan. Pinjaman Jangka Panjang Pinjaman Jangka Panjang merupakan pinjaman daerah dalam jangka waktu lebih dari 1 (satu)
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Pinjaman Dan Obligasi Daerah
tahun anggaran. Kewajiban pembayaran kembali Pinjaman Jangka Panjang meliputi pokok pinjaman, bunga dan/atau kewajiban lain seluruhnya harus dilunasi pada tahun anggaran berikutnya sesuai dengan persyaratan perjanjian pinjaman yang bersangkutan. 4. Peningkatan fleksibilitas penggunaan pinjaman daerah melalui pengaturan bahwa pinjaman jangka panjang digunakan untuk mendanai kegiatan investasi prasarana dan/ atau sarana dalam rangka penyediaan pelayanan publik yang: • menghasilkan penerimaan langsung berupa pendapatan bagi APBD yang berkaitan dengan pembangunan prasarana dan sarana tersebut; • menghasilkan penerimaan tidak langsung berupa penghematan terhadap belanja APBD yang seharusnya dikeluarkan apabila kegiatan tersebut tidak dilaksanakan; dan/atau • memberikan manfaat ekonomi dan sosial. Namun demikian, khusus untuk pinjaman jangka panjang berupa obligasi daerah dibatasi hanya untuk membiayai kegiatan investasi prasarana dan/atau sarana dalam rangka penyediaan pelayanan publik yang menghasilkan penerimaan bagi APBD yang diperoleh dari pungutan atas penggunaan prasarana dan/atau sarana tersebut. 17.1.4.
Prinsip Umum Pinjaman Daerah
Dalam PP 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah, prinsip umum pinjaman daerah diuraikan sebagai berikut: 1. penegasan peran Menteri Keuangan selaku Bendaharawan Umum Negara (BUN) yang mempunyai kewenangan untuk memberikan pinjaman Pemerintah kepada Pemerintah Daerah; 2. penegasan bahwa Pemerintah Daerah dapat melakukan pinjaman dan pinjaman tersebut harus merupakan inisiatif Pemerintah Daerah dalam rangka melaksanakan kewenangan Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; 3. pinjaman daerah yang bersumber dari Pemerintah diberikan dalam kerangka hubungan keuangan antara Pemerintah dan pemerintahan daerah; dan 4. Pemerintah Daerah dapat meneruskan pinjaman daerah sebagai pinjaman, hibah, dan/atau penyertaan modal kepada Badan Usaha Milik Daerah dalam kerangka hubungan keuangan antara pemerintahan daerah dan Badan Usaha Milik Daerah. 17.1.5.
Sumber-Sumber Pinjaman Daerah
Pinjaman daerah sebagaimana diatur dalam PP 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah dapat bersumber dari: 1. 2. 3. 4. 5.
Pemerintah; Pemerintah Daerah Lain; Lembaga keuangan bank; Lembaga keuangan bukan bank; dan Masyarakat.
Sejalan dengan PP 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah telah dibentuk Pusat Investasi Pemerintah. Dalam perkembangannya Pusat Investasi Pemerintah dapat memberikan pinjaman kepada Pemerintah Daerah. Untuk itu, dalam PP 30 Tahun 2011, diatur bahwa pinjaman daerah yang bersumber dari
225
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Pinjaman Dan Obligasi Daerah
Pemerintah berasal dari APBN termasuk dana investasi Pemerintah yang dilaksanakan melalui Pusat Investasi Pemerintah, penerusan Pinjaman Dalam Negeri, dan/atau penerusan Pinjaman Luar Negeri. 17.1.6.
Persyaratan Pinjaman Daerah
Dalam melakukan pinjaman daerah, Pemerintah Daerah wajib memenuhi persyaratan berikut ini: 1. Jumlah sisa pinjaman daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak melebihi 75% (tujuh puluh lima persen) dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya. 2. Memenuhi ketentuan rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman (DebtService Coverage Ratio/DSCR) yang ditetapkan Pemerintah yaitu paling sedikit 2,5 (dua koma lima). Persyaratan lainnya yang ditetapkan oleh calon pemberi pinjaman. 3. Dalam hal pinjaman daerah diajukan kepada Pemerintah, Pemerintah Daerah juga wajib memenuhi persyaratan tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang bersumber dari Pemerintah. 4. Untuk pinjaman jangka menengah dan pinjaman jangka panjang wajib mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Perhitungan DSCR, semula menggunakan proyeksi PAD, DAU, DBH BW, Pokok Pinjaman selama jangka waktu pinjaman, namun, hal ini menyebakan perhitungan DSCR sulit untuk dijadikan landasan mengingat proyeksi tersebut sangat subjektif dan penuh justifikasi yang sulit dicari dasar pembenarannya. Untuk itu dalam PP 30 Tahun 2011, terdapat perubahan cara penghitungan DSCR yang semula berdasarkan angka proyeksi selama masa pinjaman menjadi rata-rata realisasi per tahun selama 3 (tiga) tahun terakhir. Penghitungan Debt Service Coverage Ratio/DSCR dengan rumus sebagai berikut: DSCR =
{PAD + DAU +(DBH-DBHDR)} - BW Pokok pinjaman + Bunga + BL
≥ 2,5
Keterangan: DSCR
:
Rasio kemampuan membayar kembalipinjaman daerah yang bersangkutan;
PAD
:
Pendapatan Asli Daerah;
DAU
:
Dana Alokasi Umum;
DBHDR
:
Dana Bagi Hasil Dana Reboisasi;
BW
:
Belanja Wajib, yaitu belanja pegawai dan belanja DPRD dalam tahun anggaranbersangkutan;
Pokok pinjaman
:
Angsuran Pokok Pinjaman;
Bunga
:
Beban Bunga pinjaman;
:
Biaya lain (misal biaya administrasi, komitmen, provisi, asuransi, dan denda yang terkait dengan pinjaman daerah).
≥
Rasio kemampuan membayar kembali pinjaman (DSCR) yang ditetapkan Pemerintah
BL DSCR
Cakupan penarikan dana pinjaman dioptimalkan melalui pembayaran langsung, rekening khusus, pemindahbukuan ke Rekening Kas Umum Daerah, Letter of Credit (L/C), dan pembiayaan pendahuluan.
226
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Pinjaman Dan Obligasi Daerah
17.1.7
Prosedur Pinjaman Daerah
Berdasarkan PP 30/2011 tentang Pinjaman Daerah, sumber pinjaman daerah adalah pemerintah, pemerintah daerah lain, perbankan, lembaga keuangan non bank, dan masyarakat. Mekanisme prosedur pinjaman daerah dapat dilihat pada gambar berikut. Gambar 17.4: Prosedur Pinjaman melalui Perbankan
PEMDA
MENDAGRI
1. Pemda merencanakan kegiatan yang akan dibiayai dari pinjaman perbankan dan menyiapkan proposal pinjaman
4. Mendagri melakukan koordinasi dengan Menkeu
2. Pemda meminta persetujuan DPRD
6. Mendagri memberikan pertimbangan
3. Pemda menyampaikan rencana pinjaman kepada Mendagri untuk mendapat pertimbangan 7. Pemda mengajukan usulan pinjaman kepada perbankan setelah mendapat persetujuan Mendagri
Sumber: Penulis, 2014 (diolah dari berbagai sumber)
227
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
MENKEU 5. Menkeu dan Mendagri berkoordinasi dalam memberikan pertimbangan
PERBANKAN 8. Perbankan melakukan penilaian atas usulan pinjaman sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan 9. Persetujuan Pinjaman 10.Penandatanganan Perjanjian Pinjaman
Pinjaman Dan Obligasi Daerah
Gambar 17.5: Prosedur pinjaman melalui PIP
Persiapan di Daerah
1. Proyek yang diusulkan telah masuk pada RPJMD 2. Memastikan bahwa perencanaan proyek telah diselesaikan (DED, Master Plan) 3. Status tanah proyek milik Pemda yang dibuktikan dengan sertifikat 4. Adanya peranan pendanaan dari APBD atas pembangunan proyek 5. Adanya persetujuan dari DPRD atas rencana pinjaman
Pengajuan Usulan Pinjaman ke PIP
1. Pemda mengajukan surat permohonan kepada Kepala PIP 2. Pembahasan teknis antara Pejabat Teknis Pemda dan PIP 3. Presentasi kepala daerah di PIP (sangat dianjurkan pimpinan DPRD diikutsertakan) 4. Pemda menyampaikan proposal, studi kelayakan dan dokumen pendukung berdasarkan surat dari PIP 5. Tim Analisis PIP melakukan penilaian kelayakan Proyek 6. PIP meminta analisis keuangan Pemda kepada DJPK
Perstujuan Pinjaman
1. Tim Analisis menyampaikan hasil analisa untuk mendapat persetujuan diterima/ditolak dari: • Kepala PIP untuk pinjaman sebesar Rp. 0 - 100 Milyar dengan jangka waktu 0 s.d 5 tahun • Dewan Pengawas untuk pinjaman Rp. 100 Milyar hingga 500 Milyar dengan jangka waktu 0 s.d 5 tahun • Komite Investasi Pemerintah Pusat (KIPP) untuk pinjaman lebih dari 500 Milyar dengan jangka waktu diatas 10 tahun
Persiapan di Daerah
2. Penyampaian indicative offer kepada Pemda 3. Persetujuan Pemda terhadap indicative offer yang ditawarkan PIP 4. Persetujuan pinjaman 5. Penandatanganan perjanjian pinjaman
Syarat Efektif Pinjaman
1. Perda tentang Pinjaman Daerah 2. Surat Pernyataan Kepala Daerah bersedia dipotong DAU dan/atau DBH secara langsung 3. Surat Kuasa Daerah kepada Dirjen Perimbangan Keuangan untuk mekalukan pemotongan DAU dan/atau DBH 4. Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak ( SPTJM ) dari Kepala Daerah 5. Legal opinion dari Biro/Kabag Hukum Pemda 6. Penyaluran Dana Pinjaman
Sumber: Penulis, 2014 (diolah dari berbagai sumber)
228
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Pinjaman Dan Obligasi Daerah
Gambar 17.6: Prosedur pinjaman melalui on lending
LENDER
BAPPENAS
PEMDA
MENKEU 1. Menteri menyusun kebijakan fiskal.
4. Menteri Perencanaan menyusun Rencana Pemanfaatan PLN. PP 10 pasal 10. 6. Menteri Perencanaan melakukan Penilaian Kelayakan Kegiatan. PP 10 pasal 13 ayat 1. 7. Hasil Penilaian dituangkan dalam DRPLN-JM. PP 10 pasal 13 ayat 3.
2. Proyeksi Kebutuhan Pinjaman Pemda dan menetapkan Peta Kafis Daerah. FP 30 pasal 19 ayat 1 a. 5. Pemda mengusulkan kegiatan ke Menteri Perencanaan. PP 10 pasal 12 ayat 3.
3. Menteri menyusun Batas Maksimal PLN PP 10 pasal 9 ayat 1.
8. Pemda meningkatkan kesiapan kegiatan yang lebih tercantum dalam DRPLN-JM. PP 10 pasal 14 ayat 1.
9. Menteri Perencanaan melakukan penilaian pemenuhan kriteria kesiapan kegiatan. PP 10 pasal 14 ayat 2.
KOMITMEN PENDANAAN
10. Menteri Perencanaan menyusun DRPLN. PP 10 pasal 14 ayat 3. 14. Menteri Perencanaan menyampaikan Daftar Kegiatan yang dapat dibiayai dari Pinjaman Luar Negeri kepada Menteri. PP 10 pasal 5 ayat 1.
11. Pemda mengajukan Usulan Pembiayaan/Usulan Pinjaman dengan melampirkan pertimbangan Menteri Dalam Negeri. PP 30 pasal 18 ayat 2 dan PP 10 pasal 19 ayat 1.
12. Menteri melakukan penilaian usulan Pinjaman Daerah. PP 30 pasal 19 ayat 1, PP 10 pasal 21 ayat 1. 13. Menteri menyetujui atau menolak Usulan Pinjaman Daerah. PP 30 pasal 20 ayat 1 15. Menteri menetapkan PLN yang akan diteruspinjamkan kepada Pemda dan BUMN dan dihibahkan kepada Pemda. PP 10 pasal 22 ayat 1. 16. Menteri atau pejabat yang diberi kuasa melakukan perundingan. PP 10 pasal 31 ayat 1. 17. Perjanjian PLN ditandatangani. PP 10 pasal 32. 18. Perjanjian peneruspinjaman PLN. PP 30 pasal 22 s.d. 24, PP 10 pasal 34. 19. Menteri mengalokasikan dalam APBN. PP 30 pasal 26. PP 10 pasal 39 ayat 2.
21. Pemda membayar kewajiban pinjaman daerah kepada Pemerintah Pusat. PP 30 pasal 51 s.d. 54.
20. Menteri melakukan penyaluran pinjaman kepada Pemda. PP 30 pasal 29 s.d. 31, PP 10 pasal 40 ayat 1. 22. Menteri melakukan penatausahaan Pemberian Pinjaman kepada Pemda. PP 30 pasal 55 ayat 1. 23. Menteri membayar kewajiban pinjaman ke Lender. PP 10 pasal 41. 24. Menteri menyusun dan menyajikan laporan keuangan sesuai SAP. PP 30 pasal 57 ayat 1. 25. Sanksi Pemotongan DAU/DBH. PP 30 pasal 64 ayat 2. 26. Menteri melakukan Monev. PP 30 pasal 56. 27. Publikasi Informasi Pinjaman. PP 10 pasal 82.
Sumber: Penulis, 2014 (diolah dari berbagai sumber)
229
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Pinjaman Dan Obligasi Daerah
17.1.8.
Batas Maksimal Defisit APBD dan Kumulatif Pinjaman Daerah
Dalam rangka prinsip kehati-hatian dan kesinambungan fiskal nasional, Menteri Keuangan setiap bulan Agustus menetapkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) mengenai batas maksimal defisit APBD dan batas maksimal kumulatif pinjaman daerah. Untuk APBD TA 2013, telah ditetapkan PMK No. 125/PMK.07/2013 tentang Batas Maksimal Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan Batas Maksimal Kumulatif Pinjaman Daerah Tahun Anggaran 2013. Pokok-pokok yang diatur dalam PMK tersebut meliputi: 1. Batas Maksimal Kumulatif Defisit APBD Tahun Anggaran 2014 ditetapkan sebesar 0,3% (nol koma tiga persen) dari proyeksi PDB Tahun Anggaran 2014. 2. Indikatif batas maksimal Defisit APBD Tahun Anggaran 2013 untuk masing-masing Daerah ditetapkan sebesar 6,5% (enam koma lima persen) dari perkiraan Pendapatan Daerah Tahun Anggaran 2014 untuk kategori sangat tinggi. 5,5% (lima koma lima persen) dari perkiraan Pendapatan Daerah Tahun Anggaran 2014 untuk kategori tinggi, dan 4,5% (empat koma lima persen) dari perkiraan Pendapatan Daerah Tahun Anggaran 2014 untuk kategori sedang. Dan 3,5% (tiga koma lima persen) dari perkiraan Pendapatan Daerah Tahun Anggaran 2014 untuk kategori rendah. Yang dimaksud defisit APBD dalam hal ini adalah deficit yang dibiayai dari pinjaman daerah. 3. Batas Maksimal Kumulatif Pinjaman Daerah yang masih menjadi kewajiban Daerah sampai dengan Tahun Anggaran 2014 ditetapkan sebesar 0,3% (nol koma tiga persen) dari proyeksi PDB tahun anggaran 2014. 4. Pinjaman daerah tersebut termasuk pinjaman daerah yang diteruskan menjadi pinjaman, hibah, dan/atau penyertaan modal kepada Badan Usaha Milik Daerah. 5. Pemerintah Daerah wajib melaporkan rencana Defisit APBD beserta penjelasannya kepada Menteri Keuangan sebelum APBD ditetapkan. 6. Dalam hal rencana Defisit APBD akan ditutup sebagian atau seluruhnya dari Pinjaman Daerah dan/atau penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, Defisit APBD tersebut harus mendapatkan persetujuan dari Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan atas nama Menteri Keuangan. 7. Dalam hal rencana Defisit APBD akan ditutup sebagian atau seluruhnya dari Pinjaman Daerah yang bersumber dari penerusan pinjaman luar negeri, Pemerintah Daerah lain, lembaga keuangan bank, dan lembaga keuangan bukan bank, persetujuan atau penolakan Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan atas nama Menteri Keuangan diberikan dengan terlebih dahulu meminta pertimbangan Menteri Dalam Negeri c.q. Direktur Jenderal Keuangan Daerah. 8. Persetujuan atau penolakan Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan atas nama Menteri Keuangan tersebut menjadi dokumen yang dipersyaratkan dalam proses evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD atau evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD Perubahan. Tata cara pengajuan permohonan persetujuan rencana defisit APBD yang akan ditutup sebagian atau seluruhnya dari Pinjaman Daerah dan/atau penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan dilakukan dengan prosedur sebagai berikut: 1. Gubernur, bupati, atau walikota mengajukan permohonan persetujuan kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dengan tembusan permohonan disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri c.q. Direktur Jenderal Keuangan Daerah. 2. Dalam hal permohonan persetujuan diajukan oleh bupati atau walikota, tembusan permohonan disampaikan pula kepada gubernur.
230
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Pinjaman Dan Obligasi Daerah
3. Pengajuan permohonan persetujuan sebagaimana dilakukan sekurang-kurangnya 1 (satu) bulan sebelum Rancangan Peraturan Daerah mengenai APBD atau Rancangan Peraturan Daerah mengenai APBD Perubahan dikirimkan untuk dievaluasi. 4. Dalam hal rencana Defisit APBD akan ditutup sebagian atau seluruhnya dari Pinjaman Daerah, permohonan memuat rencana kegiatan yang akan dibiayai dari Pinjaman Daerah, dengan dilampiri dokumen sebagai berikut: • Laporan Keuangan Pemerintah Daerah 3 (tiga) tahun terakhir yang telah ditetapkan dengan peraturan daerah. • Rancangan Ringkasan APBD atau Rancangan Ringkasan APBD Perubahan Tahun Anggaran 2013. • Perhitungan sisa Pinjaman Daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak melebihi 75% (tujuh puluh lima persen) dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya. • Perhitungan tentang rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman (Debt Service Coverage Ratio/DSCR). 5. Dalam hal rencana Defisit APBD akan ditutup sebagian atau seluruhnya dari penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, permohonan persetujuan dilampiri dokumen sebagai berikut: • Laporan Keuangan Pemerintah Daerah 3 (tiga) tahun terakhir yang telah ditetapkan dengan peraturan daerah. • Rancangan Ringkasan APBD atau Rancangan Ringkasan APBD Perubahan Tahun Anggaran 2013. • Pernyataan gubernur, bupati, atau walikota mengenai bidang usaha dan struktur permodalan sebelum dan setelah penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan. Selain mengatur mengenai besaran defisit dan pinjaman daerah, PMK ini juga mengatur beberapa hal baru yang tidak diatur di PMK sebelumnya. Hal-hal baru tersebut meliputi : 6. Seluruh Pemerintah Daerah harus mendapatkan persetujuan dari Menteri Keuangan dalam hal merencanakan defisit APBD yang akan ditutup sebagian atau seluruhnya dari Divestasi (Penjualan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan) sebelum APBD dikirimkan untuk dievaluasi. Hal ini perlu diatur mengingat divestasi merupakan kebijakan pemerintah daerah yang berisiko. 7. Dalam rangka pengendalian Defisit APBD atau Surplus APBD, Pemda menganggarkan besaran Defisit APBD sama dengan selisih lebih antara penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan atau Besaran Surplus APBD sama dengan selisih kurang antara penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan. Pengaturan ini juga dimaksudkan untuk mendorong pemerintah daerah menerapkan anggaran berimbang sehingga tidak ada Pemerintah Daerah yang sudah dari awal merencanakan SILPA atau SIKPA APBD by design. 8. Selain itu, ditambahkan pengaturan agar Pemda melakukan upaya optimalisasi penyerapan anggaran secara efektif sehingga dapat menurunkan besaran SiLPA pada tahun anggaran berikutnya, mengingat besar defisit sangat dipengaruhi oleh besaran SiLPA.
231
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Pinjaman Dan Obligasi Daerah
17.2. Obligasi Daerah 17. 2.1. Pengertian Obligasi Daerah Obligasi Daerah atau municipal bond menurut Temel (2001) dalam bukunya The Fundamental of Municipal Bond merupakan janji dari pemerintah daerah selaku penerbit kepada investor selaku pemberi pinjaman untuk membayar kembali sejumlah uang yang telah dipinjam di masa lampau yang terdiri dari utang pokok utang dan bunga sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan. Menurut Temel, obligasi daerah biasanya memiliki masa jatuh tempo dari 1 tahun hingga 40 tahun sejak masa diterbitkannya dan biasanya digunakan untuk membiayai proyek-proyek antara lain sekolah, jalan, gedung pemerintah, gedung perguruan tinggi, laboratorium, transportasi (jembatan, jalan tol, bandara, pelabuhan), pembangkit listrik, instalasi air limbah, rumah sakit, dan rumah hunian bagi masyarakat miskin. Di Amerika Serikat, obligasi daerah biasanya diterbitkan oleh pemerintah daerah secara langsung atau dilakukan oleh unit khusus yang diberikan kewenangan untuk dapat menerbitkan obligasi daerah, misalnya Dinas Perhubungan, Perusahaan Listrik, Perguruan Tinggi, dan lembaga non profit. Obligasi Daerah biasanya digunakan untuk menghimpun dana masyarakat untuk membiayai kegiatan pembangunan proyek dan sangat jarang sekali yang digunakan untuk membiayai pengeluaran rutin operasional proyek seperti gaji pegawai. Penerbitan obligasi daerah tersebut juga tetap membutuhkan persetujuan dari pihak legislatif dan dikecualikan dari pajak penghasilan sehingga dapat lebih menarik investor. Di Amerika Serikat, jenis Obligasi Daerah terbagi menurut tujuan penerbitan dan jenis penjaminan yang akan diberikan kepada calon investor. Secara garis besar, obligasi daerah dikelompokkan ke dalam dua jenis, yaitu general obligation bonds dan revenue bonds. General obligation bonds biasanya menggunakan kekuatan APBD Pemda dalam pembayaran kembali. Jaminan pembayaran general obligation bonds kepada investor biasanya akan sangat bergantung kepada kekuatan Pemda dalam memungut pajaknya, sehingga sumber pengembalian pembayaran Pemda ke investor akan diambil dari pos pajak Pemda, misalnya dari PPh dan PPN. Sementara itu, untuk revenue bonds biasanya diterbitkan untuk membiayai proyek yang menghasilkan keuntungan (revenue generating), misalnya pembangunan jalan tol, rumah sakit, bandara, dan lain sebagainya. Jaminan pembayaran kupon/bunga dan pokok pinjaman obligasi daerah tersebut nantinya akan diambil dari hasil yang didapatkan murni oleh kegiatan proyek dimaksud (Temel, 2001). 17.2.2. Implementasi Obligasi Daerah di Indonesia Obligasi Daerah di Indonesia merupakan sesuatu yang relatif belum dikenal, karena hingga saat ini belum ada satu pun Pemda di Indonesia yang telah menerbitkan Obligasi Daerah. Namun demikian, telah muncul beberapa Pemda yang berniat mempelajari lebih lanjut mengenai Obligasi Daerah, misalnya Kota Surabaya, Kota Bandung, Kota Makassar, Pemprov DI Yogyakarta, Pemprov Kaltim, Pemprov Jawa Timur. Beberapa Pemda sudah berminat untuk menerbitkan Obligasi Daerah seperti Pemprov DKI Jakarta dan Pemprov Jawa Barat. Obligasi Daerah merupakan salah satu alternatif pembiayaan investasi sektor publik yang menghasilkan penerimaan dan memberikan manfaat bagi masyarakat. Pemerintah Daerah dapat menerbitkan Obligasi 232
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Pinjaman Dan Obligasi Daerah
Daerah sepanjang memenuhi persyaratan Pinjaman Daerah. Penerbitan Obligasi Daerah hanya dapat digunakan untuk membiayai kegiatan investasi prasarana dan/atau sarana dalam rangka penyediaan pelayanan publik yang menghasilkan penerimaan bagi APBD yang diperoleh dari pungutan atas penggunaan prasarana dan/atau sarana tersebut. Obligasi Daerah juga merupakan surat utang yang diterbitkan oleh pemerintah daerah yang ditawarkan kepada publik melalui penawaran umum di pasar modal. Obligasi ini tidak dijamin oleh Pemerintah Pusat (Pemerintah) sehingga segala resiko yang timbul sebagai akibat dari penerbitan Obligasi Daerah menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah. Penerbitan surat utang merupakan bukti bahwa pemerintah daerah telah melakukan pinjaman/utang kepada pemegang surat utang tersebut. Pinjaman akan dibayar kembali sesuai dengan jangka waktu dan persyaratan yang disepakati. Pemerintah daerah yang menerbitkan obligasi daerah berkewajiban membayar bunga secara berkala sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan. Pada saat jatuh tempo pemerintah daerah berkewajiban mengembalikan pokok pinjaman. Tujuan dari penerbitan Obligasi Daerah adalah untuk membiayai suatu kegiatan investasi sektor publik yang menghasilkan penerimaan dan memberikan manfaat bagi masyarakat. Untuk itu perlu diperhatikan bahwa penerbitan obligasi tidak ditujukan untuk menutup kekurangan kas daerah. Obligasi Daerah akan diperjualbelikan di pasar modal dalam negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan pasar modal. 17.2.3. Dasar Hukum Obligasi Daerah Pemerintah Pusat mendorong dan menfasilitasi Pemerintah Daerah untuk menerbitkan Obligasi Daerah sebagai salah satu sumber pembiayaan alternatif berbasis pinjaman daerah. Pemerintah Pusat telah mengeluarkan berbagai kebijakan yang mengatur mengenai Obligasi Daerah, yaitu: 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal; 2. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah; 3. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah; 4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.07/2012 tentang Tata Cara Penerbitan dan Pertanggungjawaban Obligasi Daerah; 5. Paket Peraturan Ketua Bapepam dan LK terkait Penawaran Umum Obligasi Daerah, yaitu: 6. Peraturan Nomor VIII.G.14 tentang Pedoman Penyajian Laporan Keuangan Daerah, 7. Peraturan Nomor VIII.G.15 tentang Pedoman Penyusunan Comfort Letter Dalam Rangka Penawaran Umum Obligasi Daerah, 8. Peraturan Nomor VIII.G.16 tentang Pedoman Penyusunan Surat Pernyataan Kepala Daerah di Bidang Akuntansi Dalam Rangka Penawaran Umum Obligasi Daerah, 9. Peraturan Nomor IX.C.12 tentang Pedoman Mengenai Bentuk dan Isi Pernyataan Pendaftaran Dalam Rangka Penawaran Umum Obligasi Daerah, 10. Peraturan Nomor IX.C.13 tentang Pedoman Mengenai Bentuk dan Isi Prospektus Dalam Rangka Penawaran Umum Obligasi Daerah, dan 11. Peraturan Nomor IX.C.14 tentang Pedoman Mengenai Bentuk dan Isi Prospektus Ringkas Dalam Rangka Penawaran Umum Obligasi Daerah.
233
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Pinjaman Dan Obligasi Daerah
17.2.4. Karakteristik Obligasi Daerah Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah, mengamanatkan bahwa obligasi daerah yang diterbitkan merupakan jenis obligasi pendapatan (revenue bonds). Kegiatan yang didanai melalui penerbitan obligasi daerah harus menghasilkan penerimaan, namun demikian tidak harus mencapai pemulihan biaya penuh (full cost recovery). Peraturan yang sama juga mengamanatkan bahwa apabila kegiatan belum menghasilkan dana yang cukup untuk membayar pokok, bunga, dan denda maka pembayaran dilakukan dari APBD. Secara khusus, Obligasi Daerah memiliki karakteristik sebagai berikut: 1. Merupakan pinjaman jangka panjang yang berasal dari masyarakat (lebih dari satu tahun sesuai dengan syarat perjanjian pinjaman yang bersangkutan). Obligasi di Indonesia umumnya mempunyai jangka waktu sekitar 5 tahun atau lebih; 2. Diterbitkan melalui penawaran umum kepada masyarakat di pasar modal dalam negeri; 3. Dikeluarkan dalam mata uang rupiah; 4. Hasil penjualan digunakan untuk membiayai investasi sektor publik yang menghasilkan 5. Penerimaan dan memberikan manfaat bagi masyarakat; dan 6. Nilai obligasi daerah pada saat jatuh tempo sama dengan nilai nominal obligasi daerah pada saat diterbitkan. 17.2.5. Kegiatan yang Dapat Dibiayai Obligasi Daerah Pemerintah Daerah dapat menerbitkan Obligasi Daerah hanya untuk membiayai kegiatan investasi sektor publik yang menghasilkan penerimaan dan memberikan manfaat bagi masyarakat yang menjadi urusan Pemerintah Daerah berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku. Obligasi yang diterbitkan dapat digunakan untuk membiayai beberapa kegiatan yang berbeda. Penerbitan Obligasi Daerah hanya dapat digunakan untuk membiayai kegiatan atau beberapa kegiatan investasi prasarana dan/atau sarana dalam rangka penyediaan pelayanan publik yang menghasilkan penerimaan bagi APBD yang diperoleh dari pungutan atas penggunaan prasarana dan/atau sarana tersebut. Kegiatan tersebut harus sesuai dengan dokumen perencanaan daerah. Kegiatan yang didanai dari obligasi daerah merupakan kegiatan baru atau pengembangan kegiatan yang sudah ada. Kegiatan tersebut dapat dibiayai sepenuhnya atau sebagian dari Obligasi Daerah. Pengelolaan Kegiatan dapat dilakukan oleh satuan kerja perangkat daerah, Badan Layanan Umum Daerah, atau Badan Usaha Milik Daerah. Kegiatan pemerintah daerah yang dapat dibiayai dengan obligasi daerah di antaranya: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 234
Fasilitas Pengolahan Air Minum; Fasilitas Transportasi Darat, Laut dan Udara; Fasilitas Kesehatan / Rumah sakit; Fasilitas Perdagangan / Pasar; Fasilitas Perumahan / rumah susun; Fasilitas Energi /Powerplant; Fasilitas PengelolaanLimbah / Sampah;
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Pinjaman Dan Obligasi Daerah
Pemilihan kegiatan atau proyek tersebut yang akan dibiayai dari Obligasi Daerah harus memperhatikan level kewenangan Pemerintah Daerah dan skala prioritas pembangunan dalam rangka penyediaan public good dan services. 17.2.6. Pihak-Pihak yang Terkait dengan Obligasi Daerah Secara umum, pihak-pihak/institusi yang terlibat dengan obligasi daerah dapat dilihat pada gambar sebagai berikut: Gambar 17.7: Pihak Yang Terlibat Dengan Obligasi Daerah
REGULATOR
EMITEN
PEMEGANG EFEK
DEPARTEMEN KEUANGAN
PEMERINTAH DAERAH
INVESTOR
BAPEPAM LK DJPK
PERUSAHAAN EFEK SELF REGULATORY ORGANIZATIONS (SRG)
PENJAMIN EMISI EFEK PERANTARA PEDAGANG EFEK
LEMBAGA KLIRING & PENJAMINAN
AKUNTAN PUBLIK NOTARIS KONSULTAN HUKUM
MANAJER INVESTASI PERUSAHAAN PENILAI
BURSA EFEK LEMBAGA PENYIMPANAN & PENYELESAIAN
PROFESI PENUNJANG
LEMBAGA PENUNJANG BIRI ADMINISTRASI EFEK KUSTODIAN WALI AMANAT
PIHAK LAIN YANG TERLIBAT LEMBAGA PEMERINTAH EFEK PENYEDIA PENGUATAN KREDIT PENASIHAT INVESTASI
Sumber: Penulis, 2014 (diolah dari berbagai sumber)
Keterangan: a. Regulator, adalah lembaga/instansi pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengawasi pelaksanaan penawaran umum obligasi daerah di pasar modal. Pengawasan tersebut merupakan tanggung jawab kementeriankeuangan dimana secara prakteknya dilakukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga Keuangan, dan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. 1. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK), merupakan unsur di dalam Departemen Keuangan, yang bertindak atas nama Menteri Keuangan untuk mengevaluasi dan memberikan persetujuan atas rencana penerbitan obligasi daerah yang diajukan oleh pemerintah daerah serta mengawasi pengelolaan obligasi daerah, sesuai dengan kerangka kerja pinjaman daerahseperti diatur dalam PP 30/2011. 235
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Pinjaman Dan Obligasi Daerah
2. Bapepam Lembaga Keuangan (Bapepam-LK), adalah Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan yang bertugas untuk melakukan pembinaan, pengaturan dan pengawasan Pasar Modal dengan tujuan mewujudkan terciptanya kegiatan Pasar Modal yang teratur, wajar, dan efisien serta melindungi kepentingan pemodal dan masyarakat. 3. Self Regulatory Organizations (SRO), merupakan lembaga/organisasi yang berwenang untuk mengeluarkan peraturan bagi kegiatan usahanya. Di pasar modal, SRO terdiri dari bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, serta lembaga penyimpanan dan penyelesaian. 4. Bursa Efek, adalah pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli efek pihak pihak lain dengan tujuan memperdagangkan efek di antara mereka. 5. Lembaga Kliring dan Penjaminan, adalah pihak yang menyelenggarakan jasa kliring dan penjaminan penyelesaian transaksi bursa. Di Indonesia, lembaga kliring dan penjaminan yang telah mendapat izin dari Bapepam LK adalah PT. Kliring Penjaminan Efek Indonesia (PT. KPEI). 6. Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, adalah pihak yang menyelenggarakan kegiatan kustodian sentral bagi bank kustodian,perusahaan efek, dan pihak lain. Di Indonesia, lembaga penyimpanan dan penyelesaian yang telah mendapat izin dari Bapepam dan LK adalah PT. Kustodian Sentral Efek Indonesia (PT. KSEI). b. Emiten, merupakan pihak yang melakukan penawaran umum. Dalam kaitannya dengan obligasi daerah, pihak yang menjadi emiten adalah pemerintah daerah. c. Pemegang Efek, adalah investor atau pihak yang menanamkan modalnya dalambentuk pemberian pinjaman kepada pemerintah daerah dalam bentuk obligasi daerah. d. Perusahaan Efek, adalah perusahaan yang mempunyai aktivitas sebagai penjamin emisi efek, perantara pedagang efek, manajer investasi, atau gabungan dari ketiga kegiatan tersebut. 1. Penjamin Emisi Efek, adalah pihak yang membuat kontrak dengan emiten untuk melakukan penawaran umum bagi kepentingan emiten dengan atau tanpa kewajiban untuk membeli sisa efek yang tidak terjual. 2. Perantara Pedagang Efek, adalah pihak yang melakukan kegiatan usaha jual beli efek untuk kepentingan sendiri atau pihak lain. 3. Manajer Investasi, adalah pihak yang kegiatan usahanya mengelola portofolio efek untuk para nasabah atau mengelola portofolio investasi kolektif untuk sekelompok nasabah, kecuali perusahaan asuransi, dana pensiun dan bank yang melakukan sendiri kegiatan usahanya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. e. Lembaga Penunjang, merupakan pihak-pihak penunjang terlaksananya pelaksanaan penawaran umum, yang terdiri dari biro administrasi efek, kustodian dan wali amanat. 1. Biro Administrasi Efek, adalah pihak yang berdasarkan kontrak dengan emiten melaksanakan pencatatan pemilikan efek dan pembagian hak yang berkaitan dengan efek. 2. Kustodian, adalah pihak yang memberikan jasa penitipan efek dan harta lain berkaitan dengan efek serta jasa lain, termasuk menerima deviden, bunga, dan hak lain, menyelesaikan transaksi efek, dan mewakili pemegang rekening yang menjadi nasabahnya. 3. Wali Amanat, adalah pihak yang mewakili kepentingan pemegang efek bersifat utang (termasuk obligasi daerah). Penunjukan Wali Amanat dilakukan melalui perjanjian bersama seluruh pihak pada penerbitan obligasi daerah. Wali amanat bertugas untuk mengendalikan
236
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Pinjaman Dan Obligasi Daerah
seluruh aspek-aspek administratif penerbitan obligasi daerah, termasuk memastikan bahwa penerbitan obligasi daerah telah sesuai dengan ketentuan dan persyaratan pada perjanjian obligasi daerah. f. Profesi Penunjang, merupakan pihak-pihak yang karena profesinya, turut menunjang terlaksananya penawaran umum di pasar modal. Untuk melakukan kegiatan di bidang pasar modal, profesi penunjang pasar modal wajib terlebih dahulu terdaftar di Bapepam dan LK. Profesi penunjang terdiri dari akuntan publik, notaris, konsultan hukum dan perusahaan penilai. g. Pihak Lain Yang Terlibat, merupakan pihak-pihak lain yang juga terlibat dalam pelaksanaan penawaran umum obligasi daerah di pasar modal, namun tidak terlibat secara langsung dalam proses transaksi perdagangan efek, yang terdiri dari penyedia penguatan kredit, lembaga pemeringkat efek serta penasihat investasi. 1. Lembaga Pemeringkat Efek, merupakan lembaga yang memberikan peringkat kredit bagi penerbit obligasi daerah. Lembaga pemeringkat mengukur kelayakan kredit, kemampuan membayar pinjaman yang akan mempengaruhi tingkat bunga pinjaman. 2. Penyedia Penguatan Kredit, adalah pihak yang memberikan penguatan kredit melalui pernyataan kesediaan menjamin obligasi daerah, dimana penguatan kredit ini akan memberikan kenyamanan bagi investor dan dapat mempengaruhi tingkat bunga. 3. Penasihat Investasi, merupakan pihak yang memberikan nasihat kepada pihak lain berkaitan dengan penjualan atau pembelian efek dengan memperoleh imbalan jasa. 17.2.7.
Proses Penerbitan Obligasi Daerah
Sebelum obligasi daerah diterbitkan di pasar modal, terdapat beberapa tahap yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah terlebih dahulu. Tahap-tahap tersebut meliputi persiapan di daerah, persetujuan Menteri Keuangan, tahap pra-registrasi dan registrasi, hingga tahap penawaran umum. Tahapan ini merupakan langkah-langkah yang harus ditempuh secara berurutan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.07/2012 dan peraturan-peraturan Bapepam dan LK. Secara umum, proses penerbitan obligasi daerah adalah sebagai berikut:
237
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Pinjaman Dan Obligasi Daerah
Gambar 17.8: Mekanisme Alur Proses Penerbitan
Persiapan di Daerah
1. Kepala Daerah membentuk tim persiapan 2. Tim persiapan menyiapkan kegiatan dokumen yang dibutuhkan dalam rangka penerbitan obligasi daerah 3. Kepala Daerah meminta persetujuan prinsip DPRD
Persetujuan Prinsip Menkeu
1. Kepala daerah mengajukan surat usulan penerbitan obligasi daerah kepada Menkeu c.q. DJPK.
Diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK No. 111/ PMK.07/2012)
2. DJPK melakukan penilaian administrasi dan keuangan. 3. DJPK memperhatikan pertimbangan DJPU atas penilaian administrasi terhadap kesiapan unit pengelola obligasi. 4. DJPK a.n. Menkeu memberikan persetujuan/ penolakan atas rencana Penerbitan Obligasi Daerah.
Pra-registrasi & registrasi di Bapepam I.K
1. Pemberian mandat kepada penjamin emisi efek. 2. Penunjukan lembaga dan profesi penunjang. 3. Due Diligence. 4. Pemeringkatan. 5. Penetapan struktur Obligasi Daerah. 6. Persiapan Dokumen, pembuatan perjanjian pendahuluan dengan BEI dan KSEI serta pengajuan pernyataan pendaftaran.
Persiapan di Daerah
7. Pemasaran Obligasi & penentuan tingkat bunga. 8. Pembentukan sindikasi. 9. Pernyataan efektif.
Penawaran Umum
1. Pencetakan dan pendistribusian prospektus dan formulir. 2. Penawaran dan penjatahan 3. Pembelian dan pendistribusian Obligasi Daerah. 4. Laporan passar perdana dan pencatatan di bursa efek. 5. Laporan keterbukaan informasi.
Sumber: Penulis, 2014 (diolah dari berbagai sumber)
238
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Diatur dalam Peraturan Pasar Modal
TOPIK 18
DANA CADANGAN
Dana Cadangan
Deskripsi: Topik ini membahas tentang pengertian dana cadangan, persyaratan pembentukan dana cadangan, sumber dan penempatan dana cadangan, pengelolaan dana cadangan dan pencairan dana cadangan
Sub Topik Pembentukan dana cadangan Pengelolaan dana cadangan
Kata Kunci Surplus APBD, Perda Pembentukan Dana Cadangan
penempatan dana cadangan, portofolio, time value of money
Referensi: 1. UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. 2. UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintahan Daerah. 3. PP No. 39 tahun 2007 tentang Pengelolaan Uang Negara/Daerah 4. Permendagri 13 Tahun 2006 jo 59 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
240
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Dana Cadangan
18.1. Pengantar Dalam kondisi tertentu, pemerintah daerah (pemda) seringkali merencanakan untuk melaksanakan kegiatan atau program yang memerlukan pendanaan yang relatif cukup besar terhadap besaran APBD pemda yang bersangkutan, misalnya rencana pemilihan kepala daerah dan dewan perwakilan daerah (DPRD). Sebelum pelaksanaan program yang membutuhkan dana besar tersebut, pemda perlu terlebih menghimpun dana yang akan digunakan agar program tersebut dapat dilaksanakan dengan tidak mengganggu kemampuan APBD berjalan guna mendanai program yang menjadi urusan wajib dan prioritas. Oleh karena itu, dimungkinkan bagi pemda untuk membentuk dana cadangan dengan mengalokasikan sebagian dana APBD setiap tahunnya selama lebih dari satu tahun anggaran. Dalam struktur APBD, dana cadangan termasuk salah satu pos pembiayaan. Pada saat pembentukan dana cadangan dimasukkan dalam kelompok pengeluaran pembiayaan sedangkan pada saat dana cadangan dicairkan untuk digunakan membiayai program atau kegiatan yang telah ditentukan dimasukkan sebagai penerimaan pembiayaan. Pembentukan dan pencairan dana cadangan dikategorikan sebagai salah satu pos pembiayaan karena pada dasarnya pembentukan dana cadangan tidak mengurangi nilai kekayaan suatu pemda (atau ekuitas). Begitu juga sebaliknya, pencairan dana cadangan tidak menambah kekayaan daerah tersebut. Atau dengan kata lain pembentukan dana cadangan hanya memindahkan sementara dana dari rekening Kas Umum Daerah ke rekening khusus yang ditetapkan dan setelah mencapai waktu yang telah ditentukan dana pembentukan dan semua hasilnya dikembalikan ke Kas Umum Daerah.
18.2. Pembentukan Dana Cadangan Dalam sistem pemerintahan pasca desentralisasi dan otonomi daerah memberi kewenangan kepada setiap daerah untuk membiayai pembangunan daerah dengan mengelola dana yang dimilikinya secara efisien dan efektif. Kewenangan juga termasuk mengelola dana APBD untuk membiayai program atau kegiatan yang membutuhkan dana yang relatif besar dan tidak dapat dipenuhi dalam satu tahun anggaran. Keterbatasan keuangan daerah untuk membiayai program atau kegiatan yang tidak dapat dibiayai dalam satu tahun anggaran mendorong setiap daerah untuk membentuk dana cadangan. Sesuai dengan peraturan perundang-undangan, PP 59/2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah pasal 122 dan Permendagri 13/2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah pasal 63, pembentukan dana cadangan harus dituangkan terlebih dahulu dalam perda pembentukan dana cadangan sebelum dialokasikan dalam APBD. Perda pembentukan dana cadangan merupakan izin prinsip atau kesepakatan bersama antara kepala daerah dengan DPRD untuk menyisihkan sebagaian dana APBD tahun berjalan dan tahun-tahun berikutnya yang disepakati. Kesepakatan bersama ini sangat diperlukan mengingat kegiatan atau program yang akan dibiayai oleh dana cadangan dianggap sangat penting sifatnya sehingga ketersediaan dananya harus dijamin dan perda pembentukan dana cadangan ini dapat dikatakan sebagai jaminan, baik jaminan dari pihak eksekutif maupun dari pihak legislatif, atas ketersediaan dana unutk melaksanakan kegiatan atau program yang disebutkan dalam perda dana cadangan. Perda pembentukan dana cadangan sekurang-kurangnya memuat (1) tujuan pembentukan, (2) jumlah rupiah, (3) sumber dana cadangan, apakah dari surplus APBD atau penerimaan APBD, (4) periode pencadangan, berapa tahun dana cadangan akan dianggarkan dan berapa rupiah setiap tahun anggarannya, (4) jenis pengeluaran (5) penggunaan, untuk proyek atau program apa saja dana cadangan 241
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Dana Cadangan
akan digunakan, dan (6) penempatan dana, apakah akan ditempatkan pada Deposito, Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Surat Utang Negara (SUN) atau instrumen investasi jangka pendek lainnya lainnya yang memenuhi sifat menghasilkan cash flow tetap dan berisiko rendah (Permendagri 13/2006). Contoh peraturan daerah tentang pembentukan dana cadangan pada Perda Provinsi Sulawesi Selatan No. 12 tahun 2006 dan Perda Kabupaten Malang No. 6 tahun 2006.
18.3. Sumber dan Penempatan Dana Cadangan Pembentukan dana cadangan termasuk sumber pendanaannya harus ditetapkan dengan peraturan daerah. Pembentukan dana cadangan dapat bersumber dari (1) Surplus APBD tahun anggaran sebelumnya dan (2) penerimaan APBD tahun berjalan yang penggunaannya tidak dibatasi, misalnya pendapatan asli daerah termasuk PBB-P2, dana alokasi umum, bagi hasil pajak dan bukan pajak, dan dana otsus. Penerimaan APBD yang dibatasi penggunaannya seperti pinjaman daerah dimana peruntukan dananya sudah ditentukan dalam naskah perjanjian pinjaman, pendapatan hibah yang peruntukannya ditentukan oleh naskah perjanjian hibah, DAK (termasuk dana pendampingnya), pendapatan RSUD, dan Dana Darurat tidak dapat digunakan untuk membentuk dana cadangan (PP 58/2005 pasal 122 dan Permendagri 13/2006). Pembentukan dana cadangan dianggarkan pada pengeluaran pembiayaan dalam tahun anggaran berjalan. Ini berarti bahwa APBD mengalami surplus yang diakibatkan oleh penerimaan yang bersumber dari pendapatan yang tidak dibatasi penggunaannya. Penempatan dana cadangan tidak boleh bergabung dengan rekening kas daerah yang selama ini digunakan tetapi harus terpisah. Hal ini dimaksudkan agar dana yang sudah disisihkan sebagai dana cadangan tidak dipergunakan dalam kegiatan operasional pemda dan untuk memudahkan pengawasan penggunaannya. Penempatan dana cadangan menggunakan rekening tersediri dan dikelola oleh Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD).
18.4. Pembentukan Dana Cadangan dalam Praktik Jika memperhatikan tren pos dana cadangan seperti tampak pada tabel 1, dapat dilihat bahwa pemdapemda yang melakukan pembiayaan melalui pos ini tidaklah banyak. Pada tahun 2010 sebanyak hanya 20 pemda yang membentuk dana cadangan dan terus bertambah menjadi 45 dan 68 pemda pada tahun 2011 dan 2012. Tren peningkatan yang melonjak pada tahun 2012 disebabkan karena beberapa daerah dijadwalkan akan menggelar pemilihan kepala daerah (pilkada) antara tahun 2013 – 2015 dan melakukan pembentukan dana cadangan untuk mendanai pilkada 2 atau 3 tahun sebelumnya.
242
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Dana Cadangan
Tabel 18.1
Tren Jumlah Pemda yang Menganggarkan Dana Cadangan Tahun
Pembentukan
Pencairan
2008
51
65
2009
30
19
2010
20
33
2011
45
14
2012
68
27
Sumber: www.djpk.depkeu.go.id, 2012 (diolah)
Secara umum, pemerintah daerah menghadapi masalah yang sama menjelang pilkada, yaitu keterbatasan dana untuk proses demokrasi di daerah tersebut. Oleh karena itu, menyiasati keterbatasan dana APBD, pemda-pemda tersebut membentuk dana cadangan 2 atau tiga tahun sebelum pelaksanaan pemilu Kepala Daerah.
Pembentukan Dana Cadangan Pemilu Kabupaten Bandung Pemerintah Kabupaten Bandung, misalnya, akan menggelar pemilihan Bupati pada tahun 2015 dan diperkirakan memerlukan dana sekitar 60 milyar atau sebesar 2,2% dari total APBD tahun 2012. Karena jumlahnya yang relatif besar, pemerintah Kabupaten Bandung mengantisipasi besarnya dana pelaksanaan pilkada tersebut dengan membentuk dana cadangan selama 4 tahun berturut-turut mulai tahun anggaran 2012 sampai dengan 2015 melalui Perda No. 5 Tahun 2012. Dana cadangan yang disepakati Rp 60.000.000.000 yang dialokasikan dalam APBD tahun 2012 sampai dengan 2015 masing-masing Rp 15.000.000.000,-.Dana cadangan tersebut bersumber dari Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA). Sementara itu, dana cadangan yang terbentuk, sebelum digunakan, akan ditempatkan pada instrumen investasi berupa deposito, SBI, Surat Perbendaharaan Negara (SPN), SUN, dan surat berharga lainnya yang dijamin pemerintah. Dengan demikian, Pemerintah Kabupaten Bandung berharap pada pelaksanaan pilkada nanti tidak terdapat lagi masalah pendanaan karena sudah dicadangkan dengan cukup memadai pada APBD tahun-tahun sebelum pilkada. Sumber: Perda Kabupaten Bandung Nomor 5 Tahun 2012
Tidak semua pembentukan dana cadangan dikhususkan bagi pendanaan pilkada. Beberapa tujuan pembentukan dana cadangan yang pernah dianggarkan beberapa pemda, seperti pada tabel 2, diperuntukan bagi penyertaan modal pada suatu perusahaan, memperlancar pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan dan Pedesaan (PBB – P2) pasca pengalihan, penyelenggaraan pekan olah raga 243
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Dana Cadangan
provinsi, dan lain-lain. Tabel 18.2
Daftar Perda Pembentukan Dana Cadangan Terpilih Pemda
No. Perda
Peruntukan
Periode
Jumlah (Rp)
Prov. Gorontalo
No. 08 Tahun 2003
Penyertaan Modal pada pembangunan Hotel Gorontalo Quality
2003, 2004, dan 2005
Rp 12.750.000.000 dengan alokasi: - APBD 2003 Rp5.000.000.000 - APBD 2004 dan APBD 2005 ditetapkan pada tahun bersangkutan
Kab. Probolinggo
No. 10 Tahun 2005
Tidak ditentukan peruntukannya
2005
Rp 2.000.000.000
Kota Tasikmalaya
No. 6 Tahun 2006
Pilkada 2007
2007
Rp 5.000.000.000
Kab. Malang
No. 6 Tahun 2006
Pemilu kada periode 2010 - 2015
2006 s.d. 2009
Rp 15.000.000.000 dan dialokasikan dalam APBD tahun 2006 – 2009 sesuai kemampuan keuangan daerah
Kab. Hulu Sungai Utara
No. 12 Tahun 2010
Pilkada 2012
2011
Rp 10.000.000.000
Kab. Bandung
No. 5 Tahun 2012
Pilkada 2015
2012 - 2015
Rp. 60.000.000.000 dialokasikan pada APBD 2012 s.d. APBD 2015 masingmasing Rp 15.000.000.000
Kab. Sampang
No. 10 Tahun 2011
2011-2013
untuk pilkada: Rp 15.000.000.000 Untuk PBB P2: Rp 1.000.000.000
Kota Magelang
No. 15 Tahun 2011
- Pilkada 2012 - Pemungutan PBB P2 pasca pengalihan - Pilkada 2015 - Pekan olahraga Provinsi
2012 - 2014
Rp 7.000.000.000 dengan alokasi: APBD 2012: Rp 3.000.000.000 APBD 2013: Rp 2.000.000.000 APBD 2014: Rp 2.000.000.000
Kab. Banyumas
No. 8 Tahun 2010
- Pilkada 2015
2011 dan 2012
Rp 5.000.000.000 dengan alokasi: APBD 2011: Rp 2.500.000.000 APBD 2012: Rp 2.500.000.000
Sumber: Penulis, 2014 (diolah dari berbagai sumber)
18.5. Pengelolaan Dana Cadangan Penempatan dana cadangan pada rekening tersendiri tidaklah dimaksudkan untuk menyimpan dana tersebut tanpa menghasilkan pendapatan atau hanya memperoleh pendapatan yang sangat rendah. Akan tetapi pengelola dana tersebut dalam hal ini PPKD dapat mengoptimalkan pemanfaatan dana cadangan tersebut dengan risiko yang rendah.
244
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Dana Cadangan
Sebagai pejabat pengelola keuangan, PPKD dapat mengelola dana yang disisihkan selama periode penyisihan sampai sebelum digunakan dengan menempatkan pada portofolio yang mempunyai risiko yang rendah (low risk) dan dengan imbal hasil tetap (fixed return). Semua imbal hasil atas penempatan dana cadangan tersebut baik berupa bunga, kupon obligasi, atau hasil investasi lainnya harus ditampung dalam rekening dana cadangan dan menambah saldo dana cadangan. Dengan demikian, saldo dana cadangan akan terus bertambah dan dapat dipastikan, jika dikelola dengan baik, saldo akhir dana cadangan sebelum digunakan akan melebihi jumlah kebutuhan dana kegiatan yang ditentukan dalam perda yang bersangkutan. Atau jumlah dana yang disisihkan lebih rendah dari kebutuhan pembentukan dana cadangan. Kekurangan dana yang disisihkan akan dtutupi dengan imbal hasil (pendapatan bunga, dividen, atau hasil investasi lainnya) selama periode penyisihan sehingga pada akhir periode penyisihan jumlah dana yang terkumpul sama dengan kebutuhan dana cadangan (program/kegiatan yang akan dilaksanakan). Pengelolaan dana cadangan memang dihadapkan pada banyak pilihan instrumen investasi dengan berbagai kombinasi risiko (risk) dan imbal hasil (return). Investasi yang berisiko tinggi tentu akan memberikan imbal hasil yang tinggi pula. Sebaliknya, investasi dengan risiko yang rendah akan menghasilkan pendapatan yang rendah pula. Namun demikian, untuk mengurangi potensi munculnya motif-motif spekulasi dalam menempatkan dana cadangan, peraturan perundang-undangan secara tegas memerintahkan pengelola dana cadangan untuk memilih portofolio dengan risiko rendah dan imbal hasil tetap (PP 58/2005 pasal 123). Hal ini dimaksudkan agar dana untuk tujuan tertentu tersebut terjamin ketersediaannya dan proyek atau kegiatan yang memerlukan dana besar terkait dapat dilaksanakan sebagaimana yang telah direncanakan. Meskipun dalam penjelasan pasal 77 ayat (2) Undang-Undang 33 Tahun 2004 portofolio investasi untuk dana cadangan hanya dicontohkan deposito bank pemerintah, dalam praktiknya beberapa pemda yang membentuk dana cadangan menempatkan untuk sementara dana pada beberapa surat berharga yang sangat likuid dan aman, diantaranya deposito bank BUMN, Surat Perbendaharaan Pemerintah (SPN), SBI, dan SUN. Portofolio tersebut selain memberikan hasil yang tetap dan risiko relatif kecil juga sangat likuid. Sebagai contoh, deposito dapat dicairkan kapan saja sesuai jangka waktu yang dipilih. Keharusan penempatan dana cadangan pada instrumen investasi yang diterbitkan oleh pemerintah dan bank BUMN sangat logis, karena surat-surat berharga tersebut mempunyai tingkat risiko sangat kecil atau hampir tak berisiko sama sekali. Kita selalu meyakini bahwa pemerintah akan mampu membayar semua kewajiban terkait dengan surat utang yang diterbitkannya. Begitu juga dengan bank BUMN, eksistensi dari perusahaan negara ini diyakini akan dipertahankan sekuat tenaga oleh pemerintah, sehingga risiko default atau gagal bayar sangat kecil. Hal ini tercermin dari pengalaman krises ekonomi moneter 1997. 18.5.1. Optimalisasi Pemanfaatan Dana Cadangan Selama proses pembentukan dana cadangan perlu dilakukan pemanfaatan optimal atas dana yang disisihkan sehingga bisa lebih berdaya guna.Pengelolaan dana cadangan yang dikelola dengan baik selama masa “pengumpulan” sampai saat dinilai cukup untuk digunakan dapat lebih produktif. Dalam hal ini, kebijakan harus diarahkan pada upaya memberdayakan “idle money” dalam bentuk dana cadangan. Dalam proses penganggaran dalam APBD jarang sekali dijumpai mempertimbangkan unsur nilai waktu 245
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Dana Cadangan
dari uang (time value of money) karena mungkin pengaruhnya tidak signifikan terhadap realisasi belanja maupun pendapatan, mengingat, baik belanja maupun pendapatan yang dianggarkan hanya dalam satu tahun anggaran saja. Akan tetapi, jika kita kaitkan dengan dana cadangan yang pembentukannya dilaksanakan beberapa tahun berturut-turut, maka sebaiknya perencana keuangan daerah juga mempertimbangkan time value of money dalam menentukan besaran dana yang akan dialokasikan setiap tahunnya untuk pembentukan dana cadangan tersebut. Time value of money merupakan konsep yang menyatakan bahwa nilai uang hari ini akan lebih berharga dibandingkan nilai uang dengan nominal yang sama pada masa yang akan datang. Nilai uang, dalam hal ini, sangat ditentukan oleh waktu. Sebagai contoh, sepuluh tahun lalu dengan hanya Rp 2.000 dapat membeli sepiring nasi lengkap dengan lauknya yang memenuhi kriteria empat sehat lima sempurna, tetapi hari ini dengan nominal uang yang sama kita mungkin hanya akan mendapat sebungkus nasi putih saja. Ini menunjukkan uang Rp. 2.000 sepuluh tahun yang lalu jauh lebih berharga atau bernilai dibandingkan dengan uang Rp. 2.000 saat ini. Dengan pemikiran yang sama, kebutuhan dana sebesar Rp 60 milyar untuk membiayai pilkada Kabupaten Bandung tersebut tahun 2015 atau 4 tahun sejak dibentuk dana cadangannya nilainya akan kurang dari Rp 60 milyar. Oleh karena sifatnya yang multi years, perhitungan besaran dana cadangan yang akan dialokasikan untuk setiap tahunnya seyogyanya dilakukan dengan mempertimbangkan konsep nilai waktu uang tersebut. Dengan melakukan hal itu, maka penganggaran dana cadangan akan lebih effisien. Untuk melihat pengaruh dari time value of money dalam penganggaran dana cadangan, akan diilustrasikan melalui pembentukan dana cadangan khusus untuk pelunasan kembali obligasi atau pinjaman jangka panjang atau yang sering di sebut sinking fund. 18.5.2. Ilustrasi Pembentukan Sinking Fund Pemerintah Daerah Kota XYZ berencana untuk pembangunan jalan tol yang diperkirakan memerlukan biaya Rp 100 milyar. Untuk memenuhi kebutuhan dana tersebut pemkot XYZ berencana untuk obligasi daerah (municipa bond) yang jatuh tempo dalam waktu 10 tahun dengan kupon 10% pertahun dan dibayarkan smesteran. Untuk menjamin ketersediaan dana pelunasan obligasi tersebut, Pemkot XYZ dan DPRD-nya sepakat untuk menyisihkan SiLPA untuk membentuk dana cadangan yang akan dilakukan setiap tahun selama 10 tahun. Dana cadangan tersebut akan dikelola dalam rekening khusus dan ditempatkan dalam deposito Bank ABC (bank BUMN) dengan bunga 5% per tahun. Kontrak Deposito tersebut selama 6 bulan dan otomatis di perpanjang jika tidak dicairkan. Permasalahan: 1. berapa dana yang diperlukan untuk dialokasikan dalam APBD per tahun (Present Value of an Ordinary Annuity/present value untuk jumlah yang harus dibayarkan setiap akhir tahun) 2. berapa dana cadangan yang diperlukan untuk melunasi obligasi saat jatuh tempo (present value)? Dari permasalahan di atas, kita dapat mengidentifikasi bahwa kebutuhan dana Rp. 100 milyar merupakan nilai masa datang (future value) karena hakikatnya akan dibayarkan pada akhir tahun ke-10
246
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Dana Cadangan
nanti, sementara yang akan dihitung adalah nilai sekarang (present value) dari jumlah yang akan dibayarkan pada akhir tahin ke-10 tersebut dan nilai sekarang dari alokasi APBD tiap tahun atau present value of an ordinary anuity (diasumsikan dilakukan pada akhir tahun). Pada kasus ini kita hanya menghitung nilai sekarang dari jumlah yang akan jatuh tempo pada akhir tahun ke-10, sementara untuk tujuan penyederhanaan perhitungan kebutuhan dana untuk pembayaran kuponnnya tidak dimasukkan dalam perhitungan ini. Data yang kita perlukan sudah kita ketahui yaitu: 1. Future value dana cadangan akan sama dengan nominal obligasi = Rp. 100 milyar 2. Jangka waktu pembentukan sama dengan jangka waktu jatuh tempo (Maturity date) obligasi = 10 tahun Hasil yang diharapkan (yield) sama dengan bunga deposito, yatiu 5% per tahun. Langkah pertama: Membuat kerangka waktu (time frame) penempatan dana cadangan yang akan kita hitung besarannya. Gambar 18.1: Timeline Penempatan Dana Cadangan
1
2
3
4
th ke 0
5
6
..
10
A x (1,05)9 A x (1,05)8 A x (1,05)7 A x (1,05)6 A x (1,05)5 A x (1,05)4
P = Periode pencadangan FV = Future Value
A x (1,05).. A x (1,05)0
FV = ∑A x (1 + (1,05)n-1) FV = Rp 100 milyar Sumber: Penulis, 2014
247
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Dana Cadangan
Langkah kedua: Menghitung besarnya dana yang harus dialokasikan setiap tahun dengan menggunakan bantuan program excel, terutama dengan fungsi financial PMT (payment). Gambar 18.2: Penggunaan fungsi PMT pada excel1
Sumber: Penulis, 2014 Dari hasil perhitungan dengan menggunakan fungsi PMT tersebut kita memperoleh besaran pengalokasian dana cadangan per tahun adalah Rp 7.950.457.497. Langkah ketiga: Berdasarkan hasil perhitungan tersebut kita dapat menyusun jadwal penempatan dana cadangan secara lengkap seperti pada tabel berikut.
248
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Dana Cadangan
Tabel 18.3
Skedul Pengalokasian Dan Besaran Dana Cadangan (dalam rupiah) Nilai Dana yang dibutuhkan pada akhir tahun ke-10 Future value/FV) Tingkat bunga yang di harapkan (interest/i) per tahun Jangka waktu pembentukan dana cadangan (N)
Tahun ke-
Alokasi Dana Cadangan
Imbal Hasil Dana Cadangan
Rp 100.000.000.000 5% 10 tahun
Akumulasi Dana Cadangan
1
7.950.457.497
4.383.311.548
12.333.769.044
2
7.950.457.497
3.795.989.212
24.080.215.753
3
7.950.457.497
3.236.634.607
35.267.307.857
4
7.950.457.497
2.703.915.936
45.921.681.289
5
7.950.457.497
2.196.564.820
56.068.703.605
6
7.950.457.497
1.713.373.281
65.732.534.383
7
7.950.457.497
1.253.190.863
74.936.182.742
8
7.950.457.497
814.921.893
83.701.562.132
9
7.950.457.497
397.522.875
92.049.542.503
10
7.950.457.497
0
100.000.000.000
Sumber: Penulis, 2014
Dengan perencanaan menggunakan konsep sinking fund tersebut, penerbitan obligasi senilai Rp. 100 milyar dapat ditutupi dengan hanya mencadangkan dana APBD tiap tahunnya sebesar Rp. 7.950.457.497 selama 10 tahun dengan total Rp. 79.504.574.970 dan memperoleh imbal hasil dengan total Rp. 20.495.425.034.
18.6. Pencairan Dana Cadangan Setelah jumlah dana cadangan mencukupi sesuai perda yang mengaturnya untuk membiayai program/ kegiatan yang telah ditetapkan di dalam tujuan pembentukan dana cadangan maka dana cadangan tersebut siap untuk digunakan. Penggunaan dana cadangan tersebut untuk membiayai Program/ kegiatan pada prinsipnya diperlakukan sama dengan program/kegiatan lainnya. Proses perencanaannya dimulai dengan mencantumkan nama program/kegiatan dalam rencana kerja (Renja), RKPD, RKA SKPD, lalu dicantumkan dalam PPAS dan RAPBD, dan akhirnya ditetapkan dalam Perda APBD. Kemudian setelah Perda APBD ditetapkan, maka SKPD membuat DPA dan Anggaran Kas SKPD yang memuat rencana pelaksanaan dan pencairan dana untuk program/kegiatan yang nantinya akan didanai dari APBD (dana cadangan). Namun, SKPD tidak perlu mencantum sumber pendanaannya dari dana cadangan.
249
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
TOPIK 19
INVESTASI DAN KERJASAMA PEMERINTAH DAERAH
Investasi dan Kerjasama Pemerintah Daerah
Deskripsi: Topik ini membahas tentang dasar hukum dan pengertian investasi daerah, perbedaan setiap bentuk investasi daerah, sumber dana investasi daerah, cara pengelolaan investasi daerah serta proses kerja sama dari setiap bentuk-bentuk kerja sama pemerintah daerah.
Sub Topik Investasi Daerah
Kerja sama pemerintah daerah
Kata Kunci Jangka waktu, pengeluaran, manfaat
proses kerja sama, bentuk kerja sama
Referensi: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
251
UU No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah UU No.1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara UU No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah PP No. 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/ Daerah PP No.58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah PP No.39 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Uang Negara/Daerah PP No.50 tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Daerah PP No.1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah; Permendagri No. 22 Tahun 2009 tentang Petunjuk Teknis Tata Cara Kerjasama Daerah
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Investasi dan Kerjasama Pemerintah Daerah
19.1. Dasar Hukum Investasi dan Kerja Sama Pemerintah Daerah Dasar hukum dalam pelaksanaan investasi dan kerja sama pemerintah daerah antara lain : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
UU No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah UU No.1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara UU No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah PP No. 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/ Daerah PP No.58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah PP No.39 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Uang Negara/Daerah PP No.50 tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Daerah PP No.1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah
10. Permendagri No. 22 Tahun 2009 tentang Petunjuk Teknis Tata Cara Kerjasama Daerah
19.2. Definisi Investasi Ada beberapa definisi terkait investasi, menurut beberapa ahli ekonomi, investasi adalah komitmen sejumlah dana saat ini sampai periode waktu tertentu, untuk menghasilkan pengembalian di akhir periode sebagai kompensasi atas penundaan konsumsi selama dana tersebut ditempatkan (Reilly dan Brown, 2001). Sedangkan Sharpe (1987) mendefinisikan investasi adalah, suatu pengorbanan harta pada saat ini, untuk mendapatkan harta pada masa yang akan datang. Dalam perhitungan pendapatan nasional, menurut Sukirno (1994), investasi meliputi seluruh nilai pembelian pengusaha atas barang-barang modal dan pembelanjaan untuk mendirikan industri-industri, pengeluaran masyarakat untuk mendirikan rumah-rumah dan tempat tinggal, pertambahan dalam nilai stok barang-barang berupa bahan mentah, barang yang belum selesai di proses dan barang jadi. Dalam kaitanya dengan perusahaan, Investasi merupakan pengeluaran perusahaan secara keseluruhan yang mencakup pengeluaran untuk membeli bahan baku/material, mesin-mesin dan peralatan pabrik serta semua modal lain yang di perlukan dalam proses produksi. Pengeluaran untuk keperluan bangunan kantor, pabrik tempat tinggal karyawan dan bangunan kontruksi lainnya. Perubahan nilai stok atau barang cadangan sebagai akibat dari perubahan jumlah dan harga (Deliarnov, 1995). Dalam pengertian yang lebih luas yang dikaitkan dengan perkembangan pasar modal sekarang, definisi Investasi adalah setiap kegiatan yang hendak menanamkan uang dengan aman (Simarmata, 1984). Pada dasarnya investasi merupakan penundaan konsumsi atas sejumlah dana yang dilakukan pada saat ini untuk digunakan dalam produksi atau ditanam dalam bidang tertentu selama suatu periode waktu, dengan tujuan memperoleh keuntungan yang akan diterima di masa mendatang. Contohnya, seorang 252
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Investasi dan Kerjasama Pemerintah Daerah
investor membeli saham pada saat ini dengan perkiraan di masa yang akan datang akan memperoleh keuntungan atau manfaat yang lebih besar melalui penerimaan dividen atau kenaikan harga saham (capital gain). Keuntungan ini merupakan imbalan atas waktu dan risiko yang terkait dengan investasi, akibat ketidakpastian aliran dana pada masa yang akan datang. Sementara itu, berdasarkan peraturan perundang-undangan pengertian investasi antara lain :
“Investasi adalah penggunaan aset untuk memperoleh manfaat ekonomis, seperti bunga, dividen, royalti, manfaat sosial dan/atau manfaat lainnya sehingga dapat meningkatkan kemampuan pemerintah dalam rangka pelayanan kepada masyarakat.” (PP 58/2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah) Peraturan lainnya yakni Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah mendefinisikan Investasi Pemerintah sebagai penempatan sejumlah dana dan/atau barang dalam jangka panjang untuk investasi pembelian surat berharga dan Investasi Langsung untuk memperoleh manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya. Pasal 30 ayat (1) Peraturan Pemerintah No.1 Tahun 2008 menyebutkan bahwa ketentuan atas peraturan pemerintah ini berlaku mutatis mutandis terhadap pengelolaan Investasi Pemerintah Daerah sehingga pengelolaan Investasi daerah dapat mengacu pada peraturan ini.
19.3. Bentuk Investasi Daerah Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 menggolongkan investasi daerah berdasarkan jangka waktunya sebagai berikut: 1. Investasi Jangka Pendek, merupakan investasi yang dapat segera diperjualbelikan/dicairkan, ditujukan dalam rangka manajemen kas dan beresiko rendah serta dimiliki selama kurang dari 12 (duabelas) bulan. Contoh: Pemda membeli deposito berjangka maksimal 12 (dua belas) bulan, dan pembelian SUN, SBI atau SPN. 2. Investasi Jangka Panjang, yaitu investasi yang dimaksudkan untuk dimiliki lebih dari 12 (dua belas) bulan. Investasi jangka panjang terdiri dari: • Investasi permanen: investasi yang dimaksudkan untuk dimiliki secara berkelanjutan tanpa ada niat untuk diperjualbelikan atau tidak ditarik kembali. Contohnya antara lain: kerjasama daerah dengan pihak ketiga dalam bentuk penggunausahaan/pemanfaatan aset daerah, penyertaan modal daerah pada BUMD dan/atau Badan Usaha lainnya maupun investasi permanen lainnya yang dimiliki pemerintah daerah untuk menghasilkan pendapatan atau meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. • Investasi non permanen: investasi yang dimaksudkan untuk dimiliki secara tidak berkelanjutan atau ada niat untuk diperjual belikan atau ditarik kembali, contohnya pembelian obligasi, surat utang jangka panjang, bantuan modal kerja, dana bergulir, fasilitas pendanaan kepada usaha mikro dan menengah. 253
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Investasi dan Kerjasama Pemerintah Daerah
Berdasarkan jenis, investasi Daerah terdiri dari dua jenis, yaitu: 1.
2.
Investasi Surat Berharga Investasi surat berharga terdiri dari: • Pembelian Saham • Pembelian Surat Utang berupa Surat Utang Negara yang terdiri atas SPN dan Obligasi Investasi Langsung Investasi langsung terdiri dari: • Penyertaan Modal Penyertaan modal adalah investasi Pemerintah pada Badan Usaha dengan mendapat hak kepemilikan, termasuk pendirian Perseroan Terbatas dan/atau pengambilalihan Perseroan Terbatas. • Pemberian Pinjaman Pemberian pinjaman adalah bentuk Investasi Pemerintah pada Badan Usaha, Badan Layanan Umum (BLU), Pemerintah Provinsi/Kabupaten/ Kota, dan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) dengan hak memperoleh pengembalian berupa pokok pinjaman, bunga, dan/atau biaya lainnya.
Pengkalisifikasian ini berdasarkan Peraturan Pemerintah No.1 Tahun 2008.
19.4. Sumber Dana Investasi Daerah Sumber dana Investasi Daerah sebagaimana Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2008, dapat berasal dari: • • •
Surplus Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Keuntungan investasi terdahulu Sumber-sumber lainnya yang sah
Penggunaan surplus APBD untuk investasi daerah harus memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari DPRD dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah (Perda).
19.5. Pengelolaan Investasi Daerah Pengelolaan keuangan Investasi Daerah adalah sebagai berikut: 1. Penganggaran • Investasi pemerintah daerah dianggarkan dalam pengeluaran pembiayaan, sementara untuk divestasi pemerintah daerah dianggarkan dalam penerimaan pembiayaan pada jenis hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan. • Penerimaan dari hasil atas investasi pemerintah daerah dianggarkan dalam kelompok pendapatan asli daerah pada jenis hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. • Investasi daerah jangka pendek dalam bentuk deposito pada bank umum dianggarkan
254
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Investasi dan Kerjasama Pemerintah Daerah
dalam pengeluaran pembiayaan pada jenis penyertaan modal (investasi) pemerintah daerah, sementara pendapatan bunga atas deposito pada bank umum dianggarkan dalam kelompok pendapatan asli daerah pada jenis lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. • Pengelolaan anggaran investasi daerah dilakukan oleh Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) dan semua penerimaan dan pengeluaran pembiayaan daerah dilakukan melalui Rekening Kas Umum Daerah (RKUD). 2. Pelaksanaan • Penyertaan modal Pemda dapat dilaksanakan apabila jumlah yang akan disertakan dalam tahun anggaran berkenaan telah ditetapkan dalam Perda tentang penyertaan modal daerah berkenaan. Dalam perkembangan usaha dan investasi bila diperlukan penambahan penyertaan modal dilakukan melalui mekanisme pembahasan APBD dan ditetapkan dalam Perda ABPD tahun anggaran berkenaan dimana pertimbangan maupun jumlah penyertaan modalnya ditambahkan dalam diktum/pasal tertentu pada Perda APBD dimaksud. • Pelaksanaan pengeluaran pembiayaan penyertaan modal pemerintah daerah dilakukan berdasarkan SPM yang diterbitkan oleh PPKD. • Uang milik pemerintahan daerah yang sementara belum digunakan dapat didepositokan dan/atau diinvestasikan dalam investasi jangka pendek sepanjang tidak mengganggu likuiditas keuangan daerah. 3. Pelaporan • PPKD menyelenggarakan akuntansi atas transaksi keuangan, aset, utang, dan ekuitas dana, termasuk transaksi pembiayaan dan perhitungannya. • PPKD menyusun laporan keuangan Pemda yang terdiri dari LRA, Neraca, Laporan Arus Kas, Catatan Atas Laporan Keuangan berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintah. Laporan keuangan tersebut dilampiri dengan laporan ikhtisar laporan keuangan BUMD.
19.6. Kerjasama Pemerintah Daerah Dalam penyelenggaraan pemerintahan, Pemda dapat bekerja sama dengan Pemda lain dan pihak ketiga dalam rangka penyediaan layanan umum, kesejahteraan masyarakat, dan peningkatan PAD. Pihak ketiga yang dapat melakukan kerjasama dengan Pemda antara lain Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Kementerian atau sebutan lain, perusahaan swasta yang berbadan hukum, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Koperasi, Yayasan, dan lembaga di dalam negeri lainnya yang berbadan hukum. Kerjasama yang dilakukan oleh Pemda meliputi seluruh urusan yang menjadi kewenangan daerah, aset daerah, potensi daerah, dan penyediaan layanan umum. Kerjasama tersebut dituangkan dalam bentuk perjanjian kerjasama dengan memperhatikan prinsip efisiensi, efektivitas, sinergi, saling menguntungkan, kesepakatan bersama, itikad baik, mengutamakan kepentingan nasional dan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, persamaan kedudukan, transparansi, keadilan serta kepastian hukum. Dalam rangka pelaksanaan kerjasama daerah, Gubernur atau Bupati/walikota membentuk Tim Koordinasi Kerja Sama Daerah (TKKSD) untuk membantu Kepala Daerah menyiapkan kerja sama daerah. Struktur TKKSD terdiri dari Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris, Anggota tetap dan Anggota tidak tetap. TKKSD beranggotakan perangkat daerah yang terkait dengan pelaksanaan kerjasama yang akan dilakukan oleh 255
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Investasi dan Kerjasama Pemerintah Daerah
daerah. Kerja sama daerah yang membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan masyarakat serta anggarannya belum tersedia dalam APBD tahun anggaran berjalan harus mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Secara garis besar tahapan kerjasama daerah yaitu: persiapan, penawaran, penyiapan kesepakatan, penandatanganan kesepakatan, penyiapan perjanjian, penandatanganan perjanjian dan pelaksanaan. Adapun uraian tahapan tata cara kerja sama daerah, dapat dilihat pada tabel di halaman berikut.
256
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Tabel 19.1:
Tahapan Tata Cara Kerja Sama Daerah Bentuk Kerja Sama No.
1
Tahapan
Persiapan
Kerja Sama Antar Daerah a. Pembentukan TKKSD. b. Inventarisasi objek kerja sama yang akan dikerjasamakan dan menjadi kewenangan Pemda dengan berpedoman pada RPJMD dan RKPD. Dalam hal objek kerja sama belum ada dalam RPJMD, maka objek yang akan dikerjasamakan wajib dicantumkan dalam RKPD sesuai dengan prioritas. c. Penyiapan rencana kerja sama dengan tahapan : - menyusun rencana kerja sama terhadap objek yang akan dikerjasamakan dengan daerah lain. - menyiapkan informasi dan data yang lengkap mengenai objek yang akan dikerjasamakan. - analisis mengenai manfaat dan biaya kerja sama yang terukur bahwa objek kerja sama lebih bermanfaat apabila dikerjasamakan dengan daerah lain daripada dikelola sendiri.
Kerja Sama Daerah dengan Kementerian/Lembaga a. Pembentukan TKKSD b. Inventarisasi objek kerja sama yang akan dikerjasamakan dan menjadi kewenangan Pemda dengan berpedoman pada RPJMD dan RKPD. Dalam hal objek kerja sama belum ada dalam RPJMD, maka objek yang akan dikerjasamakan wajib dicantumkan dalam RKPD sesuai dengan prioritas. c. SKPD yang akan melakukan kerja sama dibantu TKKSD menyiapkan kerangka acuan/ proposal dan/atau kajian prastudi kelayakan untuk objek yang akan dikerjasamakan
Bentuk Kerja Sama Kerja Sama Daerah dengan Badan Hukum Kerja Sama Daerah dengan Badan Hukum atas Prakarsa Daerah
Kerja Sama Daerah dengan Badan Hukum atas Prakarsa Badan Hukum
a. Pembentukan TKKSD b. Kepala Daerah menugaskan masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sesuai bidang tugasnya untuk melakukan inventarisasi objek yang akan dikerjasamakan dan menjadi kewenangan Pemda dengan berpedoman pada RPJMD dan RKPD. Dalam hal objek kerja sama belum ada dalam RPJMD, maka objek yang akan dikerjasamakan wajib dicantumkan dalam RKPD sesuai dengan prioritas. c. Hasil inventarisasi objek kerja sama dari SKPD yang mengusulkan, dibahas dalam sidang TKKSD, yang hasilnya melalui oleh Ketua TKKSD disampaikan kepada Kepala Daerah untuk ditetapkan skala prioritas. d. Kepala Daerah menetapkan SKPD sebagai penanggung-jawab kerja sama, dengan tugas : 1) Mempersiapkan kerangka acuan/proposal/kajian dan atau pra-studi kelayakan; 2) Melakukan sosialisasi rencana kerja sama; 3) Menyiapkan Rancangan Kesepakatan Bersama; 4) Mempersiapkan Rancangan Perjanjian Kerja Sama; 5) Menetapkan Tim Seleksi. e. SKPD menyusun dan menetapkan kerangka acuan kerja sama untuk dijadikan acuan kerja oleh Tim Seleksi.
a. Pembentukan TKKSD b. Kepala daerah menerima usulan kerja sama dari badan hukum. Objek kerja sama yang diusulkan oleh badan hukum dapat tidak termasuk dalam daftar prioritas kerja sama daerah; c Kepala Daerah selanjutnya menugaskan TKKSD untuk membahas dan mengevaluasi usulan kerja sama dari badan hukum tersebut dan apabila dipandang perlu TKKSD atas nama Kepala Daerah dapat mengundang badan hukum tersebut untuk menjelaskan rencana kerja sama yang diusulkan dan dapat mengundang badan hukum lain yang mempunyai kualifikasi sama untuk memberikan pendapat dan saran tentang isu yang ditawarkan. d. TKKSD melaporkan hasil evaluasinya kepada kepala daerah. Apabila hasil evaluasi menunjukan bahwa usulan kerja sama tersebut memenuhi persyaratan kelayakan, maka badan hukum pemprakarsa menyampaikan Pernyataan Minat (Letter of Intent) kerja sama dengan pemerintah daerah e. Kepala Daerah menetapkan SKPD /penanggungjawab kerja sama, dengan tugas : 1) Mempersiapkan kerangka acuan/proposal/kajian dan atau pra-studi kelayakan; 2) Melakukan sosialisasi rencana kerja sama; 3) Mempersiapkan Rancangan Perjanjian Kerja Sama; 4) Menetapkan Tim Seleksi. f. SKPD menyusun dan menetapkan kerangka acuan kerja sama untuk dijadikan acuan kerja oleh Tim Seleksi.
Bentuk Kerja Sama No.
Tahapan
Kerja Sama Antar Daerah
Kerja Sama Daerah dengan Kementerian/Lembaga a. Kerja sama daerah dengan Kementerian/Lembaga harus diprakarsai oleh Pemerintah Daerah. b. Menentukan objek yang akan dikerjasamakan c. Menawarkan objek yang akan dikerjasamakan melalui surat penawaran kepada Kementerian/ Lembaga
Bentuk Kerja Sama Kerja Sama Daerah dengan Badan Hukum Kerja Sama Daerah dengan Badan Hukum atas Prakarsa Daerah
Kerja Sama Daerah dengan Badan Hukum atas Prakarsa Badan Hukum
a. Tim Seleksi mengumumkan rencana kerja sama dengan badan hukum melalui media cetak dan papan pengumuman resmi. b. Pengambilan dokumen prakualifikasi c. Pemasukan dokumen prakualifikasi d. Evaluasi dokumen prakualifikasi e. Penetapan hasil prakualifikasi f. Pengumuman hasil prakualifikasi g. Masa sanggah prakualifikasi h. Penyampaian undangan. i. Pengambilan dokumen seleksi j. Penjelasan (Aanwijzing) k. Pemasukan dan pembukaan penawaran l. Evaluasi Penawaran m. Penetapan Pemenang n. Pengumuman Pemenang o. Masa sanggah p. Klarifikasi dan negosiasi q. Penunjukan Badan Hukum sebagai Pemenang
a. Tim Seleksi mengumumkan rencana kerja sama dengan badan hukum melalui media cetak dan papan pengumuman resmi. b. Pengambilan dokumen prakualifikasi c. Pemasukan dokumen prakualifikasi d. Evaluasi dokumen prakualifikasi e. Penetapan hasil prakualifikasi f. Pengumuman hasil prakualifikasi g. Masa sanggah prakualifikasi h. Penyampaian undangan. i. Pengambilan dokumen seleksi j. Penjelasan (Aanwijzing) k. Pemasukan dan pembukaan penawaran l. Evaluasi Penawaran m. Penetapan Pemenang n. Pengumuman Pemenang o. Masa sanggah p. Klarifikasi dan negosiasi q. Penunjukan Badan Hukum sebagai Pemenang
2
Penawaran
a. Menentukan prioritas objek yang akan dikerjasamakan b. Memilih daerah dan objek yang akan dikerjasamakan c. Menawarkan objek yang akan dikerjasamakan melalui surat penawaran kepada daerah lain d. Kepala Daerah setelah menerima jawaban tawaran rencana kerja sama dari daerah lain untuk dibahas dengan TKKSD, selanjutnya memberikan jawaban tertulis atas rencana kerja sama.
3
Penyiapan Kesepakatan
a. Setelah menerima jawaban persetujuan, a. Setelah Kepala Daerah menerima TKKSD segera membahas rencana KSAD jawaban persetujuan rencana dan menyiapkan Kesepakatan Bersama kerja sama dari Kementerian/ Lembaga, memerintahkan kepada SKPD untuk membahas bersama-sama dengan TKKSD dan menyusun rancangan kesepakatan bersama. b. Rancangan kesepakatan bersama SKPD, dibahas dengan Kementerian/ Lembaga dan hasilnya masing-masing pihak memberikan paraf.
a. Kepala Daerah setelah menerima Surat Penunjukan Badan Hukum hasil seleksi, memerintahkan kepada SKPD untuk bersamasama dengan TKKSD dan menyusun Kesepakatan Bersama yang ditanda tangani oleh masing-masing pihak;
a. Kepala Daerah setelah menerima Surat Penunjukan Badan Hukum hasil seleksi, memerintahkan kepada SKPD untuk bersamasama dengan TKKSD dan menyusun kesepakatan bersama yang ditanda tangani oleh masing-masing pihak.
4
Penanda tanganan Kesepakatan
a. Kesepakatan Bersama antar daerah ditandatangani oleh masing-masing Kepala Daerah.
a. Kesepakatan Bersama daerah dengan badan hukum ditandatangani oleh masing-masing kepala daerah dan pimpinan badan hukum, sesuai kesepakatan para pihak
a. Kesepakatan Bersama daerah dengan badan hukum ditandatangani oleh masing-masing kepala daerah dan pimpinan badan hukum, sesuai kesepakatan para pihak
a. Kesepakatan bersama daerah dengan K/L ditandatangani oleh Kepala Daerah dan Menteri/ Pimpinan Lembaga sesuai kesepakatan para pihak
Bentuk Kerja Sama No.
Tahapan
Kerja Sama Antar Daerah
Kerja Sama Daerah dengan Kementerian/Lembaga
Bentuk Kerja Sama Kerja Sama Daerah dengan Badan Hukum Kerja Sama Daerah dengan Badan Hukum atas Prakarsa Daerah
Kerja Sama Daerah dengan Badan Hukum atas Prakarsa Badan Hukum
5
Penyiapan Perjanjian
a. TKKSD masing-masing daerah menyiapkan rancangan perjanjian kerja sama b. Dalam menyiapkan rancangan perjanjian kerja sama, dapat meminta bantuan pakar/tenaga ahli dan atau berkonsultasi dengan Departemen Dalam Negeri dan Departemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen yang terkait c. Setelah ada kesepakatan, TKKSD menyiapkan rancangan akhir perjanjian KSAD. Ketua TKKSD masing-masing memberikan paraf pada rancangan perjanjian KSAD dan menyerahkan kepada Kepala Daerah masing-masing untuk ditandatangani
a. SKPD dibantu TKKSD menyiapkan rancangan Perjanjian Kerja Sama b. Dalam menyiapkan rancangan materi perjanjian kerja sama, dapat meminta bantuan pakar/tenaga ahli dan atau berkonsultasi dengan Departemen Dalam Negeri. c. Setelah ada kesepakatan, TKKSD menyiapkan rancangan akhir perjanjian. Ketua TKKSD dan Kementerian/Lembaga memberikan paraf pada rancangan perjanjian.
a. SKPD penanggung jawab bersama TKKSD menyusun rancangan perjanjian kerja sama. b. Dalam menyusun rancangan perjanjian kerja sama dapat meminta bantuan pakar/tenaga ahli dan atau berkonsultasi dengan Departemen Dalam Negeri atau Departemen Teknis terkait. c. Pelaksanaan perjanjian kerja sama, apabila membebani daerah dan masyarakat sebelum ditandatangani para pihak terlebih dahulu harus mendapat persetujuan DPRD. d. Rancangan perjanjian kerja sama yang telah disetujui oleh DPRD kemudian diberikan kepada badan hukum yang akan menjadi mitra kerja sama untuk dipelajari. e. Badan hukum yang akan menjadi mitra kerja sama tersebut dapat menolak atau mengubah/ mengkoreksi rancangan perjanjian kerja sama. f. Apabila perubahan/koreksi tersebut dinilai wajar maka SKPD dapat langsung menyetujuinya. Akan tetapi bila perubahan/koreksi tersebut sangat prinsip maka SKPD perlu berkonsultasi dengan TKKSD dan meminta persetujuan kepala daerah yang selanjutnya dikomunikasikan kembali kepada badan hukum g. Apabila badan hukum menolak, maka kepala daerah dapat menawarkan kepada badan hukum peringkat ke dua untuk menjadi mitra kerja sama. Apabila badan hukum peringkat kedua juga menolak, maka kepala daerah dapat menawarkan kepada badan hukum peringkat ketiga, sebelum diputuskan untuk melakukan penawaran ulang. h. Apabila tidak ada keberatan dari badan hukum/ calon mitra kerja sama, maka badan hukum dan Kepala SKPD memberikan paraf pada rancangan perjanjian kerja sama.
a. SKPD penanggung jawab bersama TKKSD menyusun rancangan perjanjian kerja sama. b. Dalam menyusun rancangan perjanjian kerja sama dapat meminta bantuan pakar/tenaga ahli dan atau berkonsultasi dengan Departemen Dalam Negeri atau Departemen Teknis terkait. c. Pelaksanaan perjanjian kerja sama, apabila membebani daerah dan masyarakat sebelum ditandatangani para pihak terlebih dahulu harus mendapat persetujuan DPRD. d. Rancangan perjanjian kerja sama yang telah disetujui oleh DPRD kemudian diberikan kepada badan hukum yang akan menjadi mitra kerja sama untuk dipelajari. e. Badan hukum yang akan menjadi mitra kerja sama tersebut dapat menolak atau mengubah/ mengkoreksi rancangan perjanjian kerja sama. f. Apabila perubahan/koreksi tersebut dinilai wajar maka SKPD dapat langsung menyetujuinya. Akan tetapi bila perubahan/koreksi tersebut sangat prinsip maka SKPD perlu berkonsultasi dengan TKKSD dan meminta persetujuan kepala daerah yang selanjutnya dikomunikasikan kembali kepada badan hukum. g. Apabila badan hukum menolak, maka kepala daerah dapat menawarkan kepada badan hukum peringkat ke dua untuk menjadi mitra kerja sama. Apabila badan hukum peringkat kedua juga menolak, maka kepala daerah dapat menawarkan kepada badan hukum peringkat ketiga, sebelum diputuskan untuk melakukan penawaran ulang. h. Apabila tidak ada keberatan dari badan hukum/ calon mitra kerja sama, maka badan hukum dan Kepala SKPD memberikan paraf pada rancangan perjanjian kerja sama.
6
Penandatanganan perjanjian
a. Perjanjian kerjasama antar daerah ditandatangani oleh Kepala Daerah. Tempat dan waktu penandatanganan perjanjian kerja sama ditetapkan sesuai kesepakatan dari para pihak.
a. Perjanjian kerja sama daerah dengan Kementerian/Lembaga ditandatangani oleh Kepala Daerah dan Menteri/Pimpinan Lembaga sesuai kesepakatan para pihak
a. Setelah rancangan perjanjian kerja sama diberi paraf masing-masing pihak, SKPD menyiapkan penanda tanganan perjanjian kerja sama dengan ketentuan apabila diperlukan jaminan, maka SKPD wajib meminta kepada badan hukum pemenang seleksi sebesar 5 % dari nilai kontrak dan diterbitkan oleh bank umum dengan masa berlakunya adalah sejak tanggal penandatangan perjanjian kerja sama sampai dengan 14 hari setelah masa pemeliharaan berakhir. b. Perjanjian kerja sama daerah dengan badan hukum ditandatangani oleh Kepala Daerah dan pimpinan badan hukum sesuai kesepakatan para pihak
a. Setelah rancangan perjanjian kerja sama diberi paraf masing-masing pihak, SKPD menyiapkan penanda tanganan perjanjian kerja sama dengan ketentuan apabila diperlukan jaminan, maka SKPD wajib meminta kepada badan hukum pemenang seleksi sebesar 5 % dari nilai kontrak dan diterbitkan oleh bank umum dengan masa berlakunya adalah sejak tanggal penandatangan perjanjian kerja sama sampai dengan 14 hari setelah masa pemeliharaan berakhir. b. Perjanjian kerja sama daerah dengan badan hukum ditandatangani oleh Kepala Daerah dan pimpinan badan hukum sesuai kesepakatan para pihak
Bentuk Kerja Sama No.
7
Tahapan
Pelaksanaan
Kerja Sama Antar Daerah a. Dalam pelaksanaan kerja sama harus memperhatikan rencana kerja yang telah disepakati. Perjanjian KSAD yang jangka waktunya lebih dari 5 tahun dan atas persetujuan bersama, dapat dibentuk badan kerja sama daerah b. Dalam pelaksanaan KSAD, dapat dilakukan perubahan materi perjanjian/ adendum atas persetujuan bersama Kepala Daerah. Apabila materi perubahan/adendum menyebabkan atau mengakibatkan penambahan pembebanan APBD atau masyarakat, maka penambahan pembebanan harus dimintakan persetujuan DPRD c. 3 bulan sebelum berakhirnya perjanjian KSAD, masing- masing SKPD yang melakukan KSAD dibantu oleh badan kerja sama dan dapat didampingi oleh tim penilai eksternal, melakukan inventarisasi dan penilaian secara finansial terhadap: barang bergerak dan tidak bergerak yang terkait dengan perjanjian KSAD dan kewajiban atau utang yang menjadi beban KSAD.
Sumber: Penulis, 2014 (diolah dari berbagai sumber)
Kerja Sama Daerah dengan Kementerian/Lembaga a. Dalam pelaksanaan kerja sama harus memperhatikan rencana kerja sama yang telah disepakati. Apabila dalam rencana kerja sama memerlukan pengadaan barang dan jasa yang menggunakan APBD dan/atau APBN, maka pelaksanaannya berpedoman pada peraturan perundang-undangan b. Dalam pelaksanaan perjanjian dapat dilakukan perubahan materi perjanjian/ adendum atas persetujuan bersama. c. Tiga bulan sebelum berakhirnya perjanjian kerja sama para pihak melakukan inventarisasi dan penilaian secara finansial terhadap hasil kerjasama. d. Hasil kerja sama dilaporkan oleh Kepala Daerah kepada Ketua DPRD.
Bentuk Kerja Sama Kerja Sama Daerah dengan Badan Hukum Kerja Sama Daerah dengan Badan Hukum atas Prakarsa Daerah
Kerja Sama Daerah dengan Badan Hukum atas Prakarsa Badan Hukum
a. Para pihak bertanggung jawab atas pelaksanaan kerja sama sesuai dengan perjanjian kerja sama. Apabila dalam kerja sama ada pengadaan barang dan jasa yang menjadi kewajiban daerah dalam perjanjian kerja sama, dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan b. Apabila dalam pelaksanaan kerja sama ada alasan yang kuat dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, maka Kepala Daerah dapat melakukan perubahan/adendum atas materi perjanjian kerja sama. Materi perubahan perjanjian disiapkan oleh SKPD dengan berkonsultasi kepada TKKSD. c. Hasil kerja sama Pemerintah Daerah dengan badan hukum dapat berupa uang, surat berharga, dan asset, atau non material berupa keuntungan. Hasil yang berupa uang harus disetor ke Kas Daerah sebagai Pendapatan Asli Daerah sesuai dengan peraturan perundangan. d. Untuk kerja sama pengelolaan, mitra kerja sama harus membayar kontribusi ke rekening kas daerah setiap tahun selama jangka waktu pengelolaan dan pembagian keuntungan hasil kerja sama pengelolaan. Besaran pembayaran kontribusi dan pembagian keuntungan hasil kerja sama pengelolaan ditetapkan dari hasil perhitungan tim yang dibentuk oleh TKKSD. e. Dalam hal pemerintah daerah memutuskan bahwa pengelolaan objek kerja sama selanjutnya akan dilakukan kembali melalui kerja sama dengan badan hukum, maka 6 (enam) bulan sebelum perjanjian kerja sama berakhir, perlu dilakukan proses seleksi kembali f. Penilaian kinerja terhadap badan hukum mitra kerja sama ini dilakukan oleh Tim Teknis yang dibentuk oleh TKKSD.
a. Para pihak bertanggung jawab atas pelaksanaan kerja sama sesuai dengan perjanjian kerja sama. Apabila dalam kerja sama ada pengadaan barang dan jasa yang menjadi kewajiban daerah dalam perjanjian kerja sama, dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan b. Apabila dalam pelaksanaan kerja sama ada alasan yang kuat dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, maka Kepala Daerah dapat melakukan perubahan/adendum atas materi perjanjian kerja sama. Materi perubahan perjanjian disiapkan oleh SKPD dengan berkonsultasi kepada TKKSD. c. Hasil kerja sama Pemerintah Daerah dengan badan hukum dapat berupa uang, surat berharga, dan asset, atau non material berupa keuntungan. Hasil yang berupa uang harus disetor ke Kas Daerah sebagai Pendapatan Asli Daerah sesuai dengan peraturan perundangan. d. Untuk kerja sama pengelolaan, mitra kerja sama harus membayar kontribusi ke rekening kas daerah setiap tahun selama jangka waktu pengelolaan dan pembagian keuntungan hasil kerja sama pengelolaan. Besaran pembayaran kontribusi dan pembagian keuntungan hasil kerja sama pengelolaan ditetapkan dari hasil perhitungan tim yang dibentuk oleh TKKSD. e. Dalam hal pemerintah daerah memutuskan bahwa pengelolaan objek kerja sama selanjutnya akan dilakukan kembali melalui kerja sama dengan badan hukum, maka 6 (enam) bulan sebelum perjanjian kerja sama berakhir, perlu dilakukan proses seleksi kembali f. Penilaian kinerja terhadap badan hukum mitra kerja sama ini dilakukan oleh Tim Teknis yang dibentuk oleh TKKSD.
Investasi dan Kerjasama Pemerintah Daerah
Dalam pelaksanaan kerja sama Pemerintah Daerah, terdapat beberapa bentuk/model kerja sama yang dapat dilakukan, yaitu : a.
b.
261
Bentuk/Model Kerja Sama Antar Daerah. • Kerja Sama Pelayanan Bersama adalah kerja sama antar daerah untuk memberikan pelayanan bersama kepada masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah yang merupakan jurisdiksi dari daerah yang bekerjasama, untuk membangun fasilitas dan memberikan pelayanan bersama. • Kerja Sama Pelayanan Antar Daerah adalah kerja sama antar daerah untuk memberikan pelayanan tertentu bagi suatu wilayah masyarakat yang merupakan jurisdiksi daerah yang bekerjasama, dengan kewajiban bagi daerah yang menerima pelayanan untuk memberikan suatu kompensasi tertentu kepada daerah yang memberikan pelayanan. • Kerja Sama Pengembangan Sumberdaya Manusia adalah kerja sama antar daerah untuk meningkatkan kapasitas sumber daya manusia dan kualitas pelayanannya melalui alih pengetahuan dan pengalaman, dengan kewajiban bagi daerah yang menerima pelayanan untuk memberikan suatu kompensasi tertentu kepada daerah yang memberikan pelayanan. • Kerja Sama Pelayanan dengan pembayaran Retribusi adalah kerja sama antar daerah untuk memberikan pelayanan publik tertentu dengan membayar retribusi atas jasa pelayanan. • Kerja Sama Perencanaan dan Pengurusan adalah kerja sama antar daerah untuk mengembangkan dan/atau meningkatkan layanan publik tertentu, dengan mana mereka menyepakati rencana dan programnya, tetapi melaksanakan sendiri-sendiri rencana dan program yang berkait dengan jurisdiksi masing-masing; Kerja sama tersebut membagi kepemilikan dan tanggungjawab atas program dan kontrol atas implementasinya. • Kerja Sama Pembelian Penyediaan Pelayanan adalah kerja sama antar daerah untuk menyediakan layanan kepada daerah lain dengan pembayaran sesuai dengan perjanjian. • Kerja Sama Pertukaran Layanan adalah kerja sama antar daerah melalui suatu mekanisme pertukaran layanan (imbal layan). • Kerja Sama Pemanfaatan Peralatan adalah kerja sama antar daerah untuk pengadaan/ penyediaan peralatan yang bisa digunakan bersama. • Kerja Sama Kebijakan dan Pengaturan adalah kerja sama antar daerah untuk menselaraskan kebijakan dan pengaturan terkait dengan suatu urusan atau layanan umum tertentu. Adapun contoh proyek kerjasama antar daerah : • Kerjasama regional level provinsi, contoh: Badan Kerjasama Pembangunan (BKSP) JABODETABEKJUR, Badan Kerjasama Regional Sulawesi (BKRS). • Kerjasama antar kab/kota, contoh: Sekretariat Bersama KARTAMANTUL (Kab Sleman, Kota Yogyakarta dan Kab Bantul), Badan Kerjasama Antar Daerah (BKAD) SUBOSUKA WONOSERATEN (Kota Surakarta, Kab Boyolali, Kab Sukoharjo, Kab. Karanganyar, Kab. Wonogiri, Kab Sragen dan Kab Klaten. • Kerjasama dalam bentuk Asosisasi, contoh: APKASI (Asosiasi Pemerintahan Kabupaten Seluruh Indonesia), Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI). Bentuk/Model Kerja Sama Pemerintah Daerah dengan Kementerian/ Lembaga : • Kerja Sama Kebijakan dan Pengaturan, yaitu kerja sama daerah dengan Kementerian/ Lembaga untuk merumuskan tujuan bersama berkait dengan suatu urusan atau layanan umum tertentu yang dilakukan dengan menselaraskan kebijakan, rencana strategis,
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Investasi dan Kerjasama Pemerintah Daerah
peraturan untuk mendukung pelaksanaannya, serta upaya implementasinya. Kerja Sama Pengembangan Sumberdaya Manusia dan Teknologi, yaitu kerja sama daerah dengan Kementerian/Lembaga untuk meningkatkan kapasitas SDM dan kualitas pelayanannya melalui alih pengetahuan, pengalaman dan teknologi dengan suatu kompensasi tertentu. • Kerjasama Perencanaan dan Pengurusan, yaitu kerja sama daerah dengan Kementerian/ Lembaga tertentu, dengan mana mereka menyepakati rencana dan programnya, tetapi melaksanakan sendiri-sendiri rencana dan program yang berkait dengan kewenangannya masing-masing. Bentuk/Model Kerja Sama Pemerintah Daerah dengan badan hukum : 1. Kontrak Pelayanan a. Kontrak Operasional/Pemeliharaan Pemerintah daerah mengontrakan kepada badan usaha untuk mengoperasikan/ memelihara suatu fasilitas pelayanan publik b. Kontrak Kelola Pemerintah daerah mengontrakan kepada badan hukum untuk mengelola suatu sarana / prasarana yang dimiliki Pemerintah Daerah. c. Kontrak Sewa Badan hukum menyewakan suatu fasilitas infrastruktur tertentu atas dasar kontrak kepada Pemerintah Daerah untuk dioperasikan dan dipelihara oleh pemerintah daerah selama jangka waktu tertentu d. Kontrak Konsesi Badan hukum diberi hak konsesi atau tanggung jawab untuk menyediakan jasa pengelolaan atas sebagian atau seluruh sistem infrastruktur tertentu, termasuk pengoperasian dan pemeliharaan fasilitas serta pemberian layanan kepada masyarakat dan penyediaan modal kerjanya. 2. Kontrak Bangun a. Kontrak Bangun Guna Serah Badan usaha memperoleh hak untuk mendanai dan membangun suatu fasilitas/ infrastruktur, yang kemudian dilanjutkan dengan pengelolaannya dan dapat menarik iuran selama jangka waktu tertentu untuk memperoleh pengembalian modal investasi dan keuntungan yang wajar. Setelah jangka waktu itu berakhir badan usaha menyerahkan kepemilikannya kepada pemerintah daerah. b. Kontrak Bangun Serah Guna Badan usaha bertanggung jawab untuk membangun infrastruktur / fasilitas, termasuk membiayainya dan setelah selesai pembangunannya lalu infrastruktur / fasilitas tersebut diserahkan penguasaan dan kepemilikannya kepada Pemerintah Daerah. Selanjutnya, Pemerintah daerah menyerahkan kembali kepada badan usaha untuk dikelola selama waktu tertentu untuk pengembalian modal investasinya serta memperoleh keuntungan yang wajar. d. Kontrak Bangun Sewa Serah Badan hukum diberi tanggung jawab untuk membangun infrastruktur termasuk •
c.
262
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Investasi dan Kerjasama Pemerintah Daerah
3.
membiayainya.Pemerintah daerah kemudian menyewa infrastruktur tersebut melalui perjanjian sewa beli kepada badan hukum selama jangka waktu tertentu dan setelah jangka waktu kontrak berakhir, maka pemerintah menerima penguasaan dan kepemilikan infrastruktur tersebut. Kontrak Rehabilitasi a. Kontrak Rehabilitasi Kelola dan Serah Pemerintah daerah mengontrakan kepada badan hukum untuk memperbaiki suatu fasilitas publik yang ada, kemudian badan usaha mengelolanya dalam waktu tertentu sesuai dengan perjanjian selanjutnya diserahkan kembali kepada pemerintah apabila badan usaha tersebut telah memperoleh pengembalian modal dan profit pada tingkat yang wajar. b. Kontrak Bangun Tambah Kelola dan Serah Badan hukum diberi hak atas dasar kontrak dengan pemerintah daerah untuk menambah suatu fasilitas tertentu pada fasilitas publik yang ada. Kemudian badan hukum diberikan hak untuk mengelola bangunan tambahan sampai badan hukum dapat memperoleh pengembalian modal dan profit pada tingkat yang wajar. c. Kontrak Patungan Pemerintah Daerah bersama-sama badan usaha membentuk suatu badan hukum patungan dalam bentuk perseroan untuk membangun atau/dan mengelola suatu aset yang dimiliki oleh perusahaan patungan tersebut, termasuk segala kegiatan yang menjadi lingkup usaha perusahaan patungan.
Adapun contoh proyek kerjasama pemerintah daerah dengan badan hukum (swasta) : • •
•
263
Proyek Instalasi Air Minum Sepatan, yang merupakan kerjasama antara Pemda Kabupaten Tangerang dengan PT. Aetra Air Tangerang. Pengelolaan operasional bus Trans Yogya, yang merupakan kerjasama antara Pemerintah Provinsi Yogyakarta dengan beberapa Koperasi angkutan perkotaan di Yogyakarta (Kopata, Puskopkar, Pemuda, Aspada dan DAMRI UBK) Proyek pembangunan jembatan selat sunda, yang merupakan kerjasama antara Provinsi Banten, Provinsi Lampung dan PT. Bangun Graha Sejahtera Mulia (Artha Graha Network).
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
TOPIK 20
STUDI KASUS PEMBIAYAAN DAERAH
Studi Kasus Pembiayaan Daerah
Deskripsi: Topik ini membahas tentang studi kasus pembiayaan daerah dalam hal potensi mencari pinjaman, model kelembagaan dan analisis pinjaman daerah
Sub Topik Pembiayaan Daerah
Kata Kunci Pembiayaan, investasi, pinjaman daerah, kelembagaan
Referensi: 1. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah. 2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 127/PMK.07/2011 Tentang Batas Maksimal Defisit Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Dan Batas Maksimal Kumulatif Pinjaman Daerah Tahun Anggaran 2012. 3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 47/PMK.07/2011 Tentang Tata Cara Penyelesaian Tunggakan Pinjaman Pemerintah Daerah Kepada Pemerintah Melalui Sanksi Pemotongan Dana Alokasi Umum dan/atau Dana Bagi Hasil
265
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Studi Kasus Pembiayaan Daerah
Tujuan dari studi kasus peserta diharapkan mampu menganalisis kasus yang terjadi pada pembiayaan daerah dalam hal mencari potensi pinjaman, model kelembagaan dan analisis pinjaman.
20.1. Deskripsi Studi Kasus Pemerintah Kota Amanah merupakan daerah yang mengalami perkembangan sangat pesat, terutama dalam pembangunan infrastruktur. Berbagai sarana dan prasarana publik dibangun mulai dari pendidikan, jalan, pasar, sampai sarana rekreasi. Keberhasilan pembangunan ini tidak lepas dari kepiawaian sang Kepala Daerah dalam menggali pontensi pendanaan. Berdasarkan data APBD Pemerintah Kota Amanah dapat terlihat bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) nya terus mengalami peningkatan sebagaimana digambarkan dalam grafik di bawah ini: Gambar 20.1: Gambar Pendapatan Asli Daerah Kota Amanah milyar
56.627.000
60 50
47.035.295.000
50.132.567.000
42.841.374.000
40 30 20 10 0 2009
2010
2011
2012
Sumber: Penulis, 2014
Peningkatan PAD yang dialami Pemerintah Kota Amanah tentunya berkat kemampuan daerah tersebut dalam mengoptimalkan potensi penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah. Pemerintah Kota Amanah selama ini banyak mengalokasikan belanja pemerintah untuk sektor-sektor yang dapat memacu pertumbuhan ekonomi. Dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi maka diharapkan potensi penerimaan pajak juga akan meningkat. Berkat keberhasilannya dalam memajukan daerah tersebut, sang Kepala Daerah tersebut terpilih kembali untuk memimpin daerah untuk yang kedua kalinya. Dalam periode masa jabatan kedua ini Kepala Daerah lebih memprioritaskan untuk melakukan pembangunan di sektor-sektor yang menjadi prioritas sudah ditetapkan dalam RPJMD, yang meliputi : 1. Infrastruktur Darat yang meliputi jalan tol, pembangunan fly over, reaktivasi dan revitalisasi jalur kereta api, pembangunan jalur kereta api, dan pembangunan terminal; 2. Infrastruktur Udara dengan mengembangkan dan membangun Bandara Internasional;
266
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Studi Kasus Pembiayaan Daerah
3. Infrastruktur Laut dengan mengembangkan dan membangun pelabuhan laut; 4. Infrastruktur Sumber Daya Air dengan membangun bendungan dan Waduk; 5. Infrastruktur Pemukiman dengan mengembangkan kawasan permukiman, pengolahan persampahan dan air limbah, serta penyediaan air bersih di permukiman perkotaan. Untuk permukiman pedesaan dilaksanakan dengan membangun infrastruktur dasar permukiman; 6. Infrastruktur Energi dengan membangun pembangkit tenaga listrik dan pengembangan sumber energi listrik; serta 7. Infrastruktur Kesehatan. Pembangunan infrastruktur tersebut diharapkan dapat meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan dapat memacu pertumbuhan ekonomi. Namun demikian, untuk membangun proyek-proyek tersebut dibutuhkan pendanaan yang tidak sedikit, sementara itu kemampuan keuangan Pemerintah Kota Amanah sangat terbatas. Salah satu alternatif untuk mengatasi berbagai keterbatasan pembiayaan pembangunan tersebut Pemerintah Kota Amanah berencana melakukan pinjaman daerah. Pinjaman untuk menutup defisit tersebut diperkirakan sebesar sebesar Rp. 60.000.000.000,00 guna membangun rumah sakit. Saat ini sudah dilakukan penjajagan terhadap sumber-sumber pinjaman antara lain melalui Bank Pembangunan Daerah, Bank Mandiri, BNI dan Pusat Investasi Pemerintah. Untuk memperlancar proses pinjaman tersebut, saat ini Pemerintah Kota Amanah telah melakukan lobby kepada pimpinan DPRD, guna menjelaskan betapa pentingnya keberadaan rumah sakit di masa mendatang. Untuk menjamin bahwa pinjaman tersebut tidak akan membebani kepala daerah berikutnya, karena harus ikut menanggung beban pengembalian pinjaman tersebut maka pinjaman tersebut akan dilunasi selama dua tahun dalam periode pemerintahan kepala daerah ini. Selain itu untuk melihat apakah kondisi keuangan daerah mampu mengembalikan pinjaman tersebut, sebelum melakukan pinjaman, Pemerintah Kota Amanah perlu terlebih dahulu melakukan analisis atas kelayakan pinjaman daerah dan kemampuan keuangan Pemerintah Kota Amanah untuk mengembalikan pinjaman tersebut. Analisis tersebut bertujuan untuk: 1. Mengetahui kemampuan keuangan dalam melakukan pinjaman daerah sebagai salah satu alternatif sumber pembiayaan untuk pembangunan. 2. Menentukan besarnya pinjaman yang layak dilakukan. 3. Sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan di lingkungan Pemerintah Kota Amanah. 4. Sebagai bahan masukan dan informasi dalam memberi arah atau alternatif kebijakan yang berkaitan dengan pelaksanaan pinjaman daerah. Untuk melakukan pinjaman daerah, Pemerintah Kota Amanah harus memenuhi beberapa persyaratan pinjaman daerah sebagaimana diatur dalam PP No. 30/2011 tentang Pinjaman Daerah, yaitu: 1. Jumlah sisa pinjaman daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak melebihi 75% dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya 2. Memenuhi rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman (DSCR) yang ditetapkan oleh Pemerintah. 3. Persyaratan lain yang ditetapkan oleh calon pemberi pinjaman 4. Tidak mempunyai tunggakan Pinjaman kepada Pemerintah, apabila Pinjaman Daerah yang akan diajukan bersumber dari Pemerintah,
267
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Studi Kasus Pembiayaan Daerah
5. Mendapat persetujuan DPRD untuk pinjaman Jangka Menengah dan Panjang. Untuk keperluan membuat analisis tersebut di atas, berikut ini dilampirkan data : 1. Realisasi APBD 3 tahun terakhir (APBD TA 2009 – 2011); dan 2. APBD TA 2012 Tabel 20.1: Data Realisasi APBD TA 2009 – 2011
TAHUN ANGGARAN KOMPONEN APBD
2009
2010
2011
PENDAPATAN
1.
Pendapatan Asli Daerah
67,661,517,000
70,432,262,000
76.078.297.000
Pajak Daerah
42,841,374,000
47,035,295,000
50.132.567.000
Retribusi Daerah
14,414,767,000
15,849,094,000
18.215.980.000
2,509,144,000
3,087,055,000
3.225.450.000
Pengelolaan Kekayaan yang Dipisahkan Lain-lain PAD yang sah 2
7,896,232,000
4,460,818,000
4.504.300.000
676.643.477.000
705.861.058.000
719.621.002.000
634,760,315,000
659,732,473,000
665.759.744.000
82,601,298,000
72,401,960,000
78.875.543.000
0
0
0
DAU
509,474,017,000
528,629,513,000
532.774.321.000
DAK
42,685,000,000
58,701,000,000
54.109.880.000
8,550,506,000
5,915,223,000
10.415.278.000
Pendapatan Transfer Transfer Pemerintah Pusat-Daper Dana Bagi Hasil pajak Dana Bagi Hasil SDA
Transfer Pemerintah Pusat Lainnya
8,550,506,000
5,915,223,000
10.415.278.000
Transfer Pemerintah Provinsi
Otonomi Khusus dan penyesuaian
33,332,656,000
40,213,362,000
43.445.980.000
Pendapatan Bagi Hasil Pajak
33,332,656,000
40,213,362,000
43.445.980.000
Lain-lain Pendapatan yang sah
3,677,277,000
17,198,993,000
2.700.560.000
Pendapatan Hibah
2,577,277,000
2,608,118,000
2.700.560.000
Pendapatan Bagi Hasil Lainnya
3
Pendapatan Dana Darurat
-
Pendapatan lainnya
1,100,000,000
Dana Insentif daerah
14,590,875,000
TOTAL PENDAPATAN
747,982,271,000
793,492,313,000
BELANJA
268
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
-
798.399.859.000
Studi Kasus Pembiayaan Daerah
TAHUN ANGGARAN KOMPONEN APBD
2009
2010
2011
1.
Belanja Pegawai
443,683,563,000
492,027,570,000
510.269.796.750
2.
Belanja Barang dan Jasa
153,978,552,000
189,104,269,000
152.643.755.000
3.
Belanja Bunga
0
0
0
4.
Belanja Subsidi
0
0
0
5.
Belanja Hibah
45,015,241,000
28,145,352,000
29.678.993.000
6.
Bantuan Sosial
9,625,025,000
8,800,726,000
10.925.205.000
7.
Belanja Modal
125.013.306.000
105.751.330.000 82.350.273.000
8.
Belanja Tak Terduga
9.
Belanja Transfer
10
346,425,000
522,037,000
790.674.250
1,115,400,000
1,145,400,000
1.115.400.000
Belanja Bantuan Keuangan
0
TOTAL BELANJA
778,777,512,000
802,095,627,000
811.175.154.000
SURPLUS/DEFISIT
(30,795,241,000)
(8,603,314,000)
(12.775.295.000)
Penerimaan Pembiayaan
83,785,362,000
46,426,743,000
36.183.237.000
Penggunaan Silpa
83,785,362,000
46,426,743,000
36.183.237.000
0
0
0
6,560,905,000
1,642,665,000
7.356.533.000
0
0
-
6,560,905,000
1,642,665,000
7.356.533.000
PEMBIAYAAN NETTO
77,224,457,000
44,786,551,000
28.826.704.000
SISA LEBIH PEMBIAYAAN ANGGARAN (SILPA)
46,429,216,000
36,183,237,000
16.051.409.000
PEMBIAYAAN 1.
Pinjaman Dalam Negeri
2.
Pengeluaran Pembiayaan Pembayaran Pokok Pinjaman Pemberian Pinjaman kepada BUMD
Sumber: Penulis, 2014
269
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Studi Kasus Pembiayaan Daerah
Tabel 20.2
Data APBD TA 2012 KOMPONEN APBD
2012
PENDAPATAN 1.
2
Pendapatan Asli Daerah
86,692,397,000
Pajak Daerah
56,627,114,000
Retribusi Daerah
21,911,781,000
Hasil Pengelolaan Kekayaan yang Dipisahkan
3,449,399,000
Lain-lain PAD yang sah
4,704,103,000
Pendapatan Transfer Transfer Pemerintah Pusat-Dana Perimbangan
672,078,484,000
Dana Bagi Hasil pajak
98,706,816,000
Dana Bagi Hasil Sumber daya Alam DAU
539,267,568,000
DAK
34,104,100,000
Transfer Pemerintah Pusat Lainnya
147,405,811,000
Otonomi Khusus
147,405,811,000
Penyesuaian Transfer Pemerintah Provinsi
31,817,965,000
Pendapatan Bagi Hasil Pajak
31,817,965,000
Pendapatan Bagi Hasil Lainnya 3
Lain-lain Pendapatan yang sah
21,074,721,000
Pendapatan Hibah
0
Pendapatan Dana Darurat Pendapatan lainnya Dana Insentif daerah
21,074,721,000
TOTAL PENDAPATAN
959,069,378,000
SURPLUS/DEFISIT
(60,951,261,000)
PEMBIAYAAN 1.
2.
270
Penerimaan Pembiayaan
76,051,409,000
Penggunaan Silpa
16,051,409,000
Pinjaman Dalam Negeri
60,000,000,000
Pengeluaran Pembiayaan
14,356,533,000
Pembayaran Pokok Pinjaman
0
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Studi Kasus Pembiayaan Daerah
Pemberian Pinjaman kepada BUMD
14,356,533,000
Dana Bergulir PEMBIAYAAN NETTO
68,694,876,000
SISA LEBIH PEMBIAYAAN ANGGARAN (SILPA)
8,743,615,000
Tugas: Berdasarkan data tersebut di atas, lakukan analisa sebagai pertimbangan bagi Pemerintah Kota Amanah sebelum melakukan pinjaman darah dengan mengacu pada aturan yaitu: 1. PP No. 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah; 2. PMK No. 127/PMK.07/2011 tentang Batas Maksimal Defisit APBD dan Batas Maksimal Kumulatif Pinjaman Daerah TA 2012; dan 3. PMK No. 47/PMK.07/2011 tentang Tata Cara Penyelesaian Tunggakan Pinjaman Pemerintah Daerah Kepada Pemerintah Melalui Sanksi Pemotongan Dana Alokasi Umum dan/atau Dana Bagi Hasil.
20.2. Analisis Pinjaman Berdasarkan PP 30 Tahun 2011 20.2.1. Penggunaan Pinjaman Berdasarkan ketentuan pasal 14 PP 30 tahun 2011, Pinjaman jangka panjang digunakan untuk membiayai kegiatan investasi prasarana dan/atau sarana dalam rangka penyediaan pelayanan public baik yang menghasilkan penerimaan langsung berupa pendapatan APBD maupun penerimaan tidak langsung berupa penghematan terhadap belanja APBD yang seharusnya dikeluarkan jika kegiatan tersebut tidak dilakukan. Dengan demikian pinjaman untuk pembangunan rumah sakit termasuk dalam kegiatan yang boleh dibiayai dari pinjaman jangka panjang, karena pembangunan rumah sakit akan menghasilkan penerimaan bagi APBD Pemerintah Kota Amanah. Dalam pinjaman jangka panjang, pengembaliannya seharusnya dapat melebihi sisa masa jabatan kepala daerah, namun demikian keinginan kepala daerah untuk menyelesaiakan pinjaman dalam masa jabatannya dapat dilakukan sepanjang kondisi kemampuan keuangan daerah memungkinkan. 20.2.2. Batas Maksimal Pinjaman Sesuai dengan ketentuan pasal 15 PP No. 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah, Jumlah sisa Pinjaman Daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak melebihi 75% (tujuh puluh lima persen) dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya. • • •
271
Jumlah sisa Pinjaman Daerah adalah jumlah seluruh kewajiban pembayaran kembali pinjaman lama yang belum dibayar, termasuk bunga dan/atau kewajiban lainnya. Jumlah pinjaman yang akan ditarik adalah jumlah rencana komitmen pinjaman yang diusulkan. Penerimaan Umum APBD adalah seluruh penerimaan APBD tidak termasuk Dana Alokasi Khusus,
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Studi Kasus Pembiayaan Daerah
Dana Darurat, dana pinjaman lama, dan penerimaan lain yang kegunaannya dibatasi untuk mendanai pengeluaran tertentu. Data yang digunakan dalam perhitungan ini adalah Data Realisasi APBD Pemerintah Kota Amanah TA 2011. Tabel 20.3
Data APBD Kota Amanah TA 2011 Jumlah sisa pinjaman daerah
Rp. 0
Pinjaman yang akan ditarik pada TA 2012
Rp. 60.000.000.000 +
Jumlah kumulatif pinjaman
Rp. 60.000.000.000
Data APBD Kota Amanah TA 2011 Total Pendapatan Daerah
Rp. 798.399.859.000
DAK
Rp. (54.109.880.000)
Hibah
Rp. (2.700.560.000)
Dana Otsus dan Penyesuaian
Rp. (10.415.278.000 ) _
Jumlah PU APBD TA 2011
Rp. 731.174.141.000
Jumlah Maksimal Pinjaman (75%xPU APBD 2011)
Rp. 548.380.605.750
Sumber: Penulis, 2014
Dari perhitungan diatas dapat terlihat bahwa jumlah Penerimaan Umum (PU) Pemerintah Kota Amanah berdasarkan APBD TA 2011 sebesar Rp 731.174.141.000. Batas maksimal pinjaman daerah yaitu sebesar Rp 548.380.605.750 (75% dari PU) Dengan demikian total pinjaman sebesar Rp 60.000.000.000,- masih jauh berada dibawah batas maksimal pinjaman daerah atau hanya setara 8,2% dari PU APBD TA 2011. 20.2.3. Rasio Kemampuan Daerah untuk Mengembalikan Pinjaman Rasio ini menunjukkan kemampuan membayar kembali pinjaman daerah yang dikenal dengan istilah Debt Service Coverage Ratio (DSCR) dengan formula sebagai berikut: 1. Besaran PAD, DAU, DBH, DBHDR, dan BW dihitung dari rata-rata realisasi per tahun selama 3 (tiga) tahun terakhir. 2. Belanja Wajib adalah belanja pegawai dan belanja anggota DPRD. 3. Pokok Pinjaman, Bunga, dan Biaya Lain merupakan Kewajiban pinjaman. 4. Biaya lain misalnya biaya administrasi, komitmen, provisi, asuransi, dan denda yang terkait dengan Pinjaman Daerah. Dalam melakukan perhitungan DSCR perlu digunakan beberapa asumsi terkait dengan suku bunga pinjaman dan biaya lainnya yang terkait dengan pinjaman daerah. Hal ini dikarenakan besarnya suku bunga dan biaya-biaya lainnya yang harus dibayar baru akan ditetapkan oleh lender pada saat lender melakukan penilaian atas usulan pinjaman daerah yang diajukan Pemda. Perhitungan nilai DSCR menggunakan beberapa asumsi: 1. Suku bunga pinjaman flat sebesar 10 %. 2. Biaya yang dikenakan terhadap pinjaman antara lain: 272
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Studi Kasus Pembiayaan Daerah
• • •
Up front fee sebesar 0,5% dari pagu pinjaman Management fee sebesar 0,5 % pagu pinjaman Administration fee sebesar 0,5 % pagu pinjaman
Masing masing biaya tersebut akan dibayarkan pada tahun pertama pembayaran angsuran. Tabel 20.4
Tabel Perhitungan DSCR No.
Realisasi APBD
Uraian
2009
2010
Rata-rata
2011
1
PAD
67.661.517.000
70.432.262.000
76.078.297.000
71.390.692.000
2
DAU
509.474.017.000
528.629.513.000
532.774.321.000
523.625.950.333
3
DBH
82.601.298.000
72.401.960.000
78.875.543.000
77.959.600.333
4
DBH DR
0
0
0
0
5
Belanja Wajib
443.683.563.000
492.027.570.000
510.269.796.750
481.993.643.250
6
Angsuran Pokok
30.000.000.000
7
Bunga
6.000.000.000
8
Biaya Lainnya
900.000.000
PAD + DAU + (DBH-DBHDR) – BW
190,982,599,416
2,5 (Pokok + Bunga + Biaya Lain)
92,250,000,000
DSCR=
98,732,599,416
Sumber: Penulis, 2014
Berdasarkan tabel perhitungan Debt Service Coverage Ratio (DSCR) di atas dapat diketahui bahwa Kota Amanah memiliki rata-rata nilai DSCR sebesar 5,48. Dengan demikian memenuhi syarat minimal DCSR yang di atur dalam PP 30 tahun 2011 yaitu sebesar 2,5. Hal ini menunjukkan bahwa Pemerintah Kota Amanah memiliki kemampuan keuangan yang cukup baik untuk melakukan pinjaman daerah. 20.2.4. Tidak Mempunyai Tunggakan atas Pengembalian Pinjaman yang Berasal dari Pemerintah Salah satu syarat pinjaman daerah yang harus dipenuhi oleh Pemerintah Kota Amanah adalah tidak mempunyai tunggakan pinjaman dari Pemerintah Pusat. Hal ini diperlukan untuk melihat komitmen Pemda dalam melakukan pengelolaan pinjaman daerahnya. Pemerintah Pusat tidak ingin pinjaman yang dilakukan pemda menjadi beban bagi keuangan Pemda dikemudian hari sehingga terjadi default atau gagal bayar. Pengelolaan pinjaman daerah harus dilakukan dengan penuh tanggung jawab dengan mengedepankan aspek transparansi dan akuntabilitas. Pembayaran kembali pinjaman daerah yang bersumber dari Pemerintah Pusat merupakan prioritas kewajiban Pemerintah Daerah. Dalam kasus ini Pemerintah Kota Amanah tidak memiliki pinjaman sebelumnya kepada Pemerintah Pusat, maka rencana pinjaman ini memenuhi syarat untuk diajukan sebagaimana yang diamanatkan pada pasal 15 PP 30 tahun 2011. 273
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Studi Kasus Pembiayaan Daerah
20.2.5. Mendapatkan Persetujuan DPRD Berdasarkan ketentuan Pasal 15 PP 30 tahun 2011, pinjaman jangka menengah dan jangka panjang yang disampaikan oleh Pemerintah Daerah harus memperoleh persetujuan dari DPRD. Proses lobby kepada DPR terkait dengan rencana pinjaman harus segera diintensifkan agar segera diperoleh persetujuan (tertulis) dari DPRD. Tabel 20.5
Analisis Berdasarkan PMK No. 127/PMK.07/2011 Tentang Batas Maksimal Defisit APBD Kota Amanah Tahun Anggaran 2012 Berdasarkan data APBD Kota Amanah TA 2012 : Pendapatan Daerah
Rp 959,069,378,000
Belanja Daerah
Rp 1,019,020,639,000
Defisit TA 2011
Rp (60,951,261,000)
Defisit yang dibiayai dari pinjaman daerah
Rp 60.000.000.000
Defisit murni APBD
6,36%
Defisit yang dibiayai dari pinjaman
6,26%
Sumber: Penulis, 2014
Berdasarkan data APBD Kota Amanah TA 2012 : Pendapatan Daerah : Rp 959,069,378,000 Belanja Daerah : Rp 1,019,020,639,000 Defisit TA 2011 : Rp (60,951,261,000) Defisit yang dibiayai dari pinjaman daerah : Rp 60.000.000.000 Defisit murni APBD : 6,36% Defisit yang dibiayai dari pinjaman : 6,26% Sumber: Penulis, 2014
Berdasarkan hasil analisis APBD TA 2012 diketahui bahwa APBD Pemerintah Kota Amanah mengalami defisit sebesar 6,36% dari total pendapatan daerah Pemerintah Kota Amanah TA 2012. Sementara itu, jumlah defisit yang akan dibiayai dari pinjaman daerah sebesar 6,26% dari total pendapatan daerah Pemerintah Kota Amanah Tahun Anggaran 2012. Sesuai dengan ketentuan PMK No.127/PMK.07/2011 bahwa Batas Maksimal Defisit APBD Tahun Anggaran 2012 untuk masing-masing Daerah ditetapkan sebesar 6% (enam persen) dari perkiraan Pendapatan Daerah Tahun Anggaran 2012. Dalam hal defisit melampaui 6% (enam persen), pemerintah daerah melaporkan rencana pelampauan batas maksimal defisit tersebut kepada Menteri Keuangan. Dalam hal defisit APBD akan dibiayai dari Pinjaman Daerah yang bersumber dari penerusan pinjaman luar negeri, Pemerintah Daerah lain, lembaga keuangan bank, dan lembaga keuangan bukan bank dengan jumlah Pinjaman Daerah melampaui 6% (enam persen) dari perkiraan Pendapatan Daerah Tahun Anggaran 2012, defisit APBD tersebut harus mendapatkan persetujuan dari Menteri Keuangan.
274
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Studi Kasus Pembiayaan Daerah
Dengan demikian, karena jumlah defisit Pemerintah Kota Amanah melampaui dari yang telah ditetapkan maka Pemerintah Kota Amanah harus menyampaikan laporan rencana pelampauan batas maksimal deficit APBD kepada Menteri Keuangan. Jika defisit tersebut akan ditutup dengan pinjaman daerah yang bersumber dari perbankan, maka Pemerintah Kota Amanah disamping melaporkan rencana pelampauan matas maksimal deficit tersebut, juga harus menyampaikan permohonan persetujuan tentang pelampauan batas maksimal deficit APBD yang dibiayai dari Pinjaman Daerah kepada Menteri Keuangan. Tabel 20.6
Analisis Berdasarkan PMK No. 47/PMK.07/2011 tentang Tata Cara Penyelesaian Tunggakan Pinjaman Pemerintah Daerah kepada Pemerintah melalui Sanksi Pemotongan DAU dan/atau DBH Perhitungan: Total DBH TA 2012
Rp
98.706.816.000
DBH earmarked : DBH DR*
Rp 0
DBH CHT**
Rp 0
DBH Migas***
Rp 0
DBH TA 2012 setelah dikurangi earmarked
Rp
DAU TA 2012
Rp 539.267.568.000
Total DBH (non earmarked) + DAU TA 2012
Rp 637.974.384.000
15% (DAU + DBH Tahun Anggaran 2012)
Rp
98.706.816.000
95.696.157.600
Sumber: Penulis, 2014
Sebelum melakukan pinjaman, selain perlu melakukan analisis kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman pemda juga perlu melakukan perhitungan mengenai estimasi jumlah DAU dan/atau DBH yang akan dipotong jika Pemerintah Kota Amanah menunggak atau mengalami gagal bayar (default). Jumlah ini perlu di ketahui agar ketika DAU dan/atau DBH dipotong kerena gagal bayar, tidak sampai mengganggu biaya operasional lainnya. Penghitungan ini dilakukan sesuai dengan ketentuan PMK No.47/PMK.07/2011 tentang Tata Cara Penyelesaian Tunggakan Pinjaman Pemerintah Daerah Kepada Pemerintah Melalui Sanksi Pemotongan Dana Alokasi Umum dan/atau Dana Bagi Hasil yang mengatur bahwa, Prosentase pemotongan DAU dan/ atau DBH per tahun sebagai berikut: • sebesar 20% (dua puluh per seratus) untuk Daerah dengan Kapasitas Fiskal Sangat Tinggi. • sebesar 20% (dua puluh per seratus) untuk Daerah dengan Kapasitas Fiskal Tinggi. • sebesar 15% (lima belas per seratus) untuk Daerah dengan Kapasitas Fiskal Sedang. • sebesar 10% (sepuluh per seratus) untuk Daerah dengan Kapasitas Fiskal Rendah. Indeks kapasitas fiskal daerah Kota Amanah masuk dalam kategori ”sedang”, sehingga jumlah maksimum DAU dan/atau DBH yang dapat dilakukan pemotongan adalah sebesar maksimal 15% dari jumlah DAU dan DBH yang dialokasikan tiap tahun anggaran. Berdasarkan perhitungan tersebut, maka estimasi besaran maksimum pemotongan DAU dan/atau DBH untuk Pemerintah Kota Amanah yaitu sebesar Rp 95.696.157.600. 275
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Studi Kasus Pembiayaan Daerah
Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis kemampuan keuangan daerah, Pemerintah Kota Amanah memenuhi persyaratan untuk melakukan pinjaman daerah guna menutup defisit APBD, sebagaimana yang diatur dalam PP N0. 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah. Sebelum melakukan pinjaman tersebut, Pemerintah Kota Amanah perlu melengkapi persyaratan lain seperti persetujuan DPRD, laporan rencana pelampauan batas maksimal defisit APBD kepada Meneteri Keuangan dan permohonan persetujuan pelampauan batas maksimal defisit APBD yang akan dibiayai dari pinjaman kepada Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri, jika sumber pinjaman tersebut nantinya akan berasal dari perbankan.
Referensi • •
• • • • • • • • • • • •
• • • • • 276
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.07/2012 tentang Tata Cara Penerbitan dan Pertanggungjawaban Obligasi Daerah. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 125/PMK.07/2013 Tentang Batas Maksimal Defisit Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Dan Batas Maksimal Kumulatif Pinjaman Daerah Tahun Anggaran 2014. Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional. Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Peraturan Pemerintah No.8 Tahun 2008. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Laporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah. Permendagri 13 Tahun 2006 No. 59 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Permendagri 54 tahun 2010. Permendagri No. 22 Tahun 2009 tentang Petunjuk Teknis Tata Cara Kerjasama Daerah. PMDN No. 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 8 tahun 2008 tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah. PP 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah. PP 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan Penerimaan Hibah. PP No. 21 Tahun 2004 Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga. SEMDN No. 050/200/II/BANGDA/2008 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD). Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan.
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Studi Kasus Pembiayaan Daerah
• • • • • • • • • • • • • • •
• • •
• • • • • • • •
277
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Perubahannya. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. UU 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. UU 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. UU 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah juga mengatur mengenai Pinjaman Daerah UU No. 12/2008 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 32 Tahun 2004. UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. A4DES. 2012. Manfaat Pencatatan Hibah Luar Negeri untuk Pembelajaran Quality Spending. Development Effectiveness Secretariat. Bappenas. Alimuddin, 2013. Kasus Keterkaitan Perencanaan dan Penganggaran SKPD. PPKED Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin, Makassar. Tidak Diterbitkan untuk Umum. Anonim. 2013. Pelengkap Buku Pegangan Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah, Pelaksanaan Desentralisasi Fiskal di Indonesia, berbagai tahun, dapat di download dari http://www.djpk.depkeu.go.id/ Arifiyadi, Teguh. 2010. Analisis Hukum Pengadaan Barang dan Jasa secara Elektronik pada instransi Pemerintah. Tesis: Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Bryant, Coralie and Louise G. White.1982. Managing Development in the third World. Boulder, CO: Westview Press. Clem, Tisdell. 2003. Notes on Market Failure and the Paretian (Kaldor-Hicks) Relevance and Irrelevance of Unfavourable Externalities Working Paper No. 89 Economics, Ecology and the Environment, University of Queensland. ISSN 1327-8231. Conyers, dkk. 1990. An Introducion to Development Planning in The Third World. New York. Brisbane. Toronto. Singapore: John Wiley and Sons Chichester. Davey, Kenneth. (2003) ‘Fiscal Decentralization’ accessed 13 June 2012 . Gie, the Liang, (1968) Pertumbuhan Pemerintahan Daearah di negara republic Indonesia Jilid III, Gunung Jakarta. Killick, Tony. 1976. The Possibilities of Development Planning. Oxford Economic Papers. Vol. 28. Nordiawan, Deddi. 2006. Akuntansi Sektor Publik. Salemba Empat. Jakarta. Rondinelli & Denis, ‘What is Decentralization? in Decentralization Briefing Notes, World Bank Institute, available in http:/www.worldbank.org/. Rusdianto. 2011. Naskah Akademik dalam Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Bahan Kuliah Mata Kuliah Perancangan Perundang-Undangan Fakultas Hukum UNAIR. Sumbu, Telly .2010. Hubungan Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah dalam Kerangka Pengelolaan Keuangan Negara dan Daerah. Jurnal Hukum No. 4 Vol 17 Oktober: 567-588
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Studi Kasus Pembiayaan Daerah
• • • •
Syafrizal. 2009.Teknik Perencanaan Pembangunan Daerah Syarifudin. 2005. Administrasi Pembiayaan Pendidikan. Bandung: CV. Pustaka Setia. Tangkilisan. 2003. Evaluasi Kebijakan Publik. Balairung & Co, Yogyakarta. Todaro, M. & Smith, S. 2009. Economic Development. Addison-Wesley. Tenth Edition.
Paket Peraturan Ketua Bapepam dan LK terkait Penawaran Umum Obligasi Daerah, yaitu: 1. Peraturan Nomor VIII.G.14 tentang Pedoman Penyajian Laporan Keuangan Daerah, 2. Peraturan Nomor VIII.G.15 tentang Pedoman Penyusunan Comfort Letter Dalam Rangka Penawaran Umum Obligasi Daerah, 3. Peraturan Nomor VIII.G.16 tentang Pedoman Penyusunan Surat Pernyataan Kepala Daerah di Bidang Akuntansi Dalam Rangka Penawaran Umum Obligasi Daerah, 4. Peraturan Nomor IX.C.12 tentang Pedoman Mengenai Bentuk dan Isi Pernyataan Pendaftaran Dalam Rangka Penawaran Umum Obligasi Daerah, 5. Peraturan Nomor IX.C.13 tentang Pedoman Mengenai Bentuk dan Isi Prospektus Dalam Rangka Penawaran Umum Obligasi Daerah, 6. Peraturan Nomor IX.C.14 tentang Pedoman Mengenai Bentuk dan Isi Prospektus Ringkas Dalam Rangka Penawaran Umum Obligasi Daerah, 7. UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, 8. UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintahan Daerah, dan 9. PP No. 39 tahun 2007 tentang Pengelolaan Uang Negara/Daerah. Permendagri 13 Tahun 2006 No. 59 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
278
UU No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. UU No.1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. UU No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. PP No. 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. PP No.58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. PP No.39 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Uang Negara/Daerah PP No.50 tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Daerah PP No.1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
LAMPIRAN
Studi Kasus (Hal. 57) Pemerintah Kabupaten X memiliki masalah terkait pelaksanaan penyusunan RPJMD yang harus memenuhi harus bersifat partisipatif, mempertimbangkan visi misi serta bisa diterima oleh DPRD. Diskusikan langkah langkah perencaaan, mulai dari penyusunan naskah akademik, musrenbang sampai dokumen tersebut disetujui oleh DPRD. Temukan juga kendala dan solusi yang bisa dilakukan pada masing masing tahapannya.
Studi Kasus (Hal. 79) Sesuai dengan Peraturan Pemerintah nomor 6 tahun 2008 tentang pedoman evaluasi penyelenggaraan pemerintahan daerah maka setiap daerah wajib melakukan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah berdasarkan indikator kinerja kunci yang ada dalam lampiran PP tersebut. LPPD setiap daerah dilaporkan ke Kementerian Dalam Negeri khususnya Direktorat Jenderal Otonomi Daerah. Laporan ini sebagai alat evaluasi kinerja pemerintahan daerah, selain itu sebagai upaya peningkatan kerja dan kapasitas para pelenggara daerah dalam menyediakan pelayanan publik. Dari hasil laporan dan berdasarkan keputusan Mendagri nomor 100-279 tanggal 20 April 2012 menunjukkan bahwa ada 3 daerah provinsi berkinerja tinggi, 10 daerah kabupaten berkinerja sangat tinggi dan 4 kota berkinerja sangat tinggi serta 6 kota berkinerja tinggi. Detilnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 5.1
Peringkat Kinerja Pemerintah Daerah Tahun 2011 NO 1
NAMA PEMERINTAH DAERAH
PERINGKAT NOMOR
PROVINSI JAWA TIMUR
1
SKOR 2.7696
TINGGI
2
PROVINSI JAWA TENGAH
2
2.7570
TINGGI
3
PROVINSI SULAWESI SELATAN
3
2.6403
TINGGI
Sumber: Penulis, 2014 (diolah dari berbagai sumber)
280
STATUS
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Tabel 5.2
Peringkat Kinerja Pemerintah Provinsi Jawa tengah 2011 NAMA PEMERINTAH DAERAH
NO
PERINGKAT NOMOR
STATUS
SKOR
1
KABUPATEN SLEMAN
1
3.1969
SANGAT TINGGI
2
KABUPATEN WONOSOGO
2
3.1578
SANGAT TINGGI
3
KABUPATEN BOJOLALI
3
3.1252
SANGAT TINGGI
4
KABUPATEN KARANGANYAR
4
3.0968
SANGAT TINGGI
5
KABUPATEN JOMBANG
5
3.0872
SANGAT TINGGI
6
KABUPATEN LUWU UTARA
6
3.0717
SANGAT TINGGI
7
KABUPATEN KULON PROGO
7
3.0707
SANGAT TINGGI
8
KABUPATEN PACITAN
8
3.0631
SANGAT TINGGI
9
KABUPATEN SUKOHARJO
9
3.0587
SANGAT TINGGI
10
KABUPATEN BOGOR
10
3.0514
SANGAT TINGGI
Sumber: Penulis, 2014 (diolah dari berbagai sumber)
Tabel 5.3
Peringkat Kinerja Pemerintah Daerah Tahun 2011 NO
NAMA PEMERINTAH DAERAH
PERINGKAT NOMOR
SKOR
1
KOTA YOGYAKARTA
1
3.2397
SANGAT TINGGI
2
KOTA MAGELANG
2
3.2293
SANGAT TINGGI
3
KOTA TANGERANG
3
3.1747
SANGAT TINGGI
4
KOTA SEMARANG
4
3.1289
SANGAT TINGGI
5
KOTA SAMARINDA
5
2.9815
TINGGI
6
KOTA BOGOR
6
2.9672
TINGGI
7
KOTA SUKABUMI
7
2.9330
TINGGI
8
KOTA DEPOK
8
2.9277
TINGGI
9
KOTA MAKASAR
9
2.9256
TINGGI
10
KOTA CIMAHI
10
2.9238
TINGGI
Sumber: Penulis, 2014 (diolah dari berbagai sumber)
281
STATUS
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Adapun rangkuman dari seluruh laporannya sebagai berikut :
Tabel 5.4
Ringkasan Hasil EKKPD 2011 atas LPPD 2010 PEMDA
ST
T
S
R
PROVINSI
0
23
10
0
KABUPATEN
20
269
51
6
KOTA
4
77
5
0
Sumber: Penulis, 2014 (diolah dari berbagai sumber)
Catatan : ST
Sangat Tinggi
S
Sedang
T
Tinggi
R
Rendah
Ada 6 daerah yang masih berperingkat rendah. Ada beberapa hal yang menyebabkan rendahnya capaian kinerja (paparan yang disampaikan oleh Deputi Kepala BPKP), yaitu : 1. Dalam tataran pengambil kebijakan NO IKK
IKK
3
Rasio personil Satpol PP terhadap jumlah penduduk
22
6
Jumlah urusan yang sudah diterapkan SPM nya berdasarkan pedoman yang diterbitkan oleh Pemerintah
27
7
Kerjasama dengan daerah lain
27
10
Waktu penetapan Perda APBD 2010
17
14
Keberadaan Perda tentang Standar Pelayanan Publik sesuai dengan peraturan perundang-undangan
19
24
Keberadaan Perda atau PerGub tentang konsultasi publik
28
27
Belanja Publik terhadap DAU
31
37
Jumlah inovasi yang dikembangkan dalam rangka peningkatan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat
18
39
Jumlah persetujuan investasi
19
*IKK = Indikator Kinerja Kunci
2. Dalam tataran pelaksanan kebijakan umum
282
JUMLAH PEMDA
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
NO IKK
IKK
JENIS URUSAN
JUMLAH PEMDA
1
Jumlah Program Nasional yang dilaksanakan oleh SKPD
Kependudukan dan catatan sipil
16
2
Keberadaan Standard Operating Procedure (SOP)
Kesehatan
27
3
Jumlah PERDA pelaksanaan yang ada terhadap PERDA yang harus dilaksanakan menurut PERMEN
Pemberdayaan Perempuan
14
5
Keberadaan Jabatan Fungsional dalam struktur organisasi SKPD
KB & KS
29
6
Rasio PNS Provinsi
Kesehatan
32
13
Anggaran SKPD terhadap total belanja APBD
Perpustakaan dan Industri
27
14
Belanja modal terhadap total belanja SKPD
Penanaman Modal, Pemberdayaan Masyarakat Desa, dan Sosial
21
21
Ada tidaknya Survey Kepuasan Masyarakat
Penanaman Modal
31
3. Dalam tataran pelaksanan kebijakan – Tingkat Capaian SPM NO IKK
IKK
JENIS URUSAN
JUMLAH PEMDA
URUSAN WAJIB
283
1
Pendidikan
1 dan 2
12
2
Kesehatan
14
31
3
Lingkungan Hidup
18
21
4
Kepemudaan dan Olah Raga
30
29
5
Ketahanan Pangan
39
26
6
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
41
30
7
Komunikasi dan Informatika
46
19
8
Kesbangpol
49
24
9
Otonomi Daerah
50
23
10
Budaya
56
24
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
NO IKK
IKK
JENIS URUSAN
JUMLAH PEMDA
URUSAN PILIHAN 11
Kelautan dan Perikanan
1
26
12
Pertanian
4
30
13
Energi dan SDM
9
21
14
Pariwisata
10
24
15
Perdagangan
15
20
Ada permasalah lainnya yang menyebabkan rendahnya LPPD adalah masalah data yang kurang akurat. Pengelola data di daerah tidak kompeten menyebabkan informasi yang diberikan dalam rangka evaluasi tidak sesuai dengan fakta yang ada. Memang dalam PP no.6 tahun 2008 ada 158 IKK dan membutuhkan 800 data yang harus ada di setiap pemda. Kendala lainnya adalah pemahaman terhadap proses EPPD berdasarkan PP no.6 tahun 2008 di daerah (Kepala Daerah dan SKPD)masih terbatas sehingga terjadi keterlambatan dalam penyampaian LPPD. Selain itu, didaerah terbentuk karena anggaran yang rendah untuk kegiatan ini.
Studi Kasus (Hal. 270) Kota XYZ akan melakukan pinjaman daerah melalui Pusat Investasi Pemerintah untuk membiayai pembangunan Pasar Tradisional senilai Rp40.000.000.000. Kota XYZ memiliki sisa pinjaman yang terdiri dari (i) nilai pokok sebesar Rp20.000.000.000,- yang telah dijadwalkan ulang pembayarannya mulai tahun 2010 sampai dengan tahun 2015 dan (ii) nilai non pokok sebesar Rp60.000.000.000,- yang diselesaikan melalui penghapusan sebesar Rp3.000.000.000,- dan melalui debt swap sebesar Rp 60.000.000.000,-. Perhitungan Keuangan terhadap Kondisi Keuangan Kota XYZ berdasarkan peraturan di bidang Pinjaman Daerah adalah sebagai berikut: 1. Jumlah Maksimal Pinjaman yang Dapat Diberikan Kepada Kota XYZ Sesuai PP 30 Tahun 2011 pasal 15, besaran maksimum pinjaman adalah jumlah sisa Pinjaman Daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak melebihi 75% (tujuh puluh lima persen) dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya. Penerimaan Umum (PU) APBD tahun sebelumnya adalah seluruh penerimaan APBD tidak termasuk DAK, Dana Darurat, dana pinjaman lama, dan penerimaan lain yang kegunaannya dibatasi untuk membiayai pengeluaran tertentu. APBD Kota XYZ TA 2011 Total Pendapatan Daerah DAK
284
: Rp 1.600.000.000.000 : Rp 40.000.000.000
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Dana Darurat Penerimaan yg kegunaannya dibatasi (earmarked) Dana Otsus dan Penyesuaian DBH DR DBH CHT DBH Migas
: Rp : Rp : Rp 2.000.000.000 : Rp : Rp 400.000.000 : Rp 1.600.000.000
Jumlah PU APBD Tahun 2011
Hibah : Rp
- -----------: Rp 1.556.000.000.000
2. Maksimal Total Pinjaman (75% PU APBD)
: Rp 1.167.000.000.000
Kota XYZ memiliki sisa pinjaman yang terdiri dari (i) nilai pokok sebesar Rp20.000.000.000,- yang telah dijadwalkan ulang pembayarannya mulai tahun 2010 sampai dengan tahun 2015 dan (ii) nilai non pokok sebesar Rp60.000.000.000,- yang diselesaikan melalui penghapusan sebesar Rp3.000.000.000,- dan melalui debt swap sebesar Rp60.000.000.000,-. Dengan demikian jumlah sisa pinjaman Kota XYZ sebesar Rp20.000.000.000,- ditambah dengan rencana pinjaman Kota XYZ sebesar Rp40.000.000.000 tidak melebihi batas maksimal total pinjaman Kota XYZ. 3. Indikatif Batas Maksimal Defisit APBD TA 2012 Sesuai PMK No.137/PMK.07/2012 pasal 3 ayat (1) diatur bahwa ”Indikatif batas maksimal Defisit APBD Tahun Anggaran 2013 untuk masing-masing Daerah ditetapkan sebesar 6% (enam persen) dari perkiraan Pendapatan Daerah Tahun Anggaran 2013”. Pendapatan Daerah TA 2012
Rp 2.000.000.000.000,-
Indikatif Batas Maksimal Defisit 6% X Pendapatan Daerah TA 2011: Rp 120.000.000.000,Perhitungan DSCR Pemerintah Kota XYZ
DSCR =
285
{PAD + (DBH - DBHDR) + DAU} – Belanja Wajib > 2,5 Angsuran Pokok Pinjaman + Bunga + Biaya Lain
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Tabel 5.5:
APBD Tahun 2009-2011 Keterangan
Tahun Anggaran 2009
2010
200,000,000,000
400,000,000,000
10,000,000,000
30,000,000,000
-
-
200,000,000,000
400,000,000,000
300,000,000,000
500,000,000,000
Rencana Pinjaman
2011
PAD
600,000,000,000
400,000,000,000
40,000,000,000
26,666,666,667
-
0
500,000,000,000
366,666,666,667
600,000,000,000
466,666,666,667
DBH DBHDR DAU Belanja Wajib
Rata-rata
Pokok Pinjaman
8,000,000,000 40,000,000,000
Bunga
3,200,000,000 3,200,000,000
Biaya Lain
500,000,000 500,000,000
Pinjaman Lama
4,000,000,000
DSCR
20.8
Sumber: Penulis, 2014 (diolah dari berbagai sumber)
Keterangan: Data APBD yang dipergunakan untuk tahun 2009 adalah data APBD realisasi. Sedangkan data yang dipergunakan untuk tahun 2010 dan 2011 adalah data APBD. Kewajiban pinjaman lama adalah rata-rata pinjaman lama Kota XYZ yang harus dibayar mulai dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2015. Rencana Pokok Pinjaman ke PIP Jangka waktu pelunasan pinjaman (asumsi) Bunga PIP 8% Biaya Lain-lain PIP 1,25% (asumsi)
: : : :
Rp40.000.000.000 5 Tahun Rp 3.200.000.000 Rp 500.000.000
Studi Kasus (Hal.280) Pemerintah Daerah XYZ pada tahun 2011 telah mengajukan usulan rencana penerbitan Obligasi Daerah kepada Menteri Keuangan untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur sebesar total Rp1,7 Triliun sebagai berikut: 1. Rumah Susun sebesar Rp512,7 Milyar. 2. Rumah Sakit Umum sebesar Rp553 Milyar 3. Pembangunan Sistem Air Limbah sebesar Rp253 Milyar .
286
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
4. Terminal Bus sebesar Rp373,6 Milyar Pemda XYZ menganggarkan penerimaan pembiayaan (pinjaman) dalam APBD TA 2012 senilai Rp.1,7 Triliun. Sesuai PMK 111/PMK.07/2012, Gubernur XYZ menyampaikan usulan penerbitan obligasi daerah kepada Menteri Keuangan c.q. Dirjen Perimbangan Keuangan dengan melampirkan dokumen sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Kerangka Acuan Kegiatan; Laporan penilaian studi kelayakan kegiatan oleh penilai yang terdaftar di otoritas pasar modal; Laporan Keuangan Pemerintah Daerah selama 3 (tiga) tahun terakhir; Peraturan Daerah mengenai APBD tahun berkenaan; Perhitungan jumlah kumulatif pinjaman daerah dan defisit APBD; Perhitungan tentang kemampuan daerah dalam memenuhi kewajiban pembayaran kembali Obligasi Daerah/proyeksi Debt Service Coverage Ratio (DSCR); 7. Surat persetujuan prinsip DPRD; 8. Struktur organisasi perangkat kerja dan kapasitas SDM unit pengelola Obligasi Daerah. Proses selanjutnya, Menteri Keuangan c.q. Dirjen Perimbangan Keuangan melakukan penilaian keuangan: • •
•
Kemampuan Keuangan Pemerintah Daerah (DSCR tidak melebihi 2,5) Jumlah Kumulatif Pinjaman Pemerintah Daerah (perhitungan sisa Pinjaman Daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak melebihi 75% dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya) Jumlah defisit APBD (Defisit APBD yang akan ditutup dari pinjaman daerah ditetapkan sebesar maksimal 6%, dan apabila defisit tersebut melebihidari 6% maka harus mendapatkan persetujuan dari Menteri Keuangan).
Dengan memperhatikan pertimbangan dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang berkaitan dengan penilaian administrasi atas kesiapan unit pengelola obligasi daerah, Direktur Jenderal Perimbanga Keuangan atas nama Menteri Keuangan memberikan persetujuan atau penolakan atas dasar penilaian administrasi dan keuangan tersebut. Setelah persetujuan tersebut didapatkan, Gubernur akan menyampaikan pernyataan pendaftaran penawaran umum Obligasi Daerah kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan mengikuti peraturan di bidang Pasar Modal.
287
MATERI PELATIHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan