KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK
PEDOMAN PENYUSUNAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN YANG RESPONSIF GENDER (PPRG) di BADAN NASIONAL PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA (BNP2TKI)
2014 KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK BADAN NASIONAL PENEMPATAN DANDAN PERLINDUNGAN TENAGA PEDOMAN PENYUSUNANPERENCANAAN PENGANGGARAN YANG RESPONSIF GENDER (PPRG) di BNP2TKI KERJA INDONESIA
2014
i
PEDOMAN PENYUSUNANPERENCANAAN DAN PENGANGGARAN YANG RESPONSIF GENDER (PPRG) di BNP2TKI
ii
PEDOMAN PENYUSUNANPERENCANAAN DAN PENGANGGARAN YANG RESPONSIF GENDER (PPRG) di BNP2TKI
iii
TIM PENYUSUN PENGARAH Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 1. Dra. Sri Danti Anwar, MA 2. Dr. Ir. Sulikanti, MSc. Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI)
15. 16. 17. 18. 19 20.
Bambang Herawan, S.H. Endah Dwi Listyaningroem, S.E., M.M. Dra. Sri Suratmi Drs. Mardanius Ir. Ricky Adriansjah Virgo Dwitya, MM Edward Marhutala Surya Darma, S.E.
1. Edy Sudibyo, SH, M.Hum
KONSULTAN dr. Yurni Satria, M.Phill
KONTRIBUTOR Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
EDITOR/PENYUNTING
1 .Ir. Hendarmi, MM 2. Sardi HS Sumbayak, BA
1. Dra. Ninin Nirawaty, MEDPA – KPP dan PA 2. Ir. Yunafri, MM – BNP2TKI
Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Rizal Bastari, AK Suwedi, SE.MM Drs. Rochani HS Sutarda, S.E. Triyadi, S.H. Maryani, S.E. Sonni Anna, SPT Donald Doloksaribu, S.Sos. Syaifudin Zuhri, S.E., M.M. Hadi Wahyuningrum, S.H., M.M. Dra. Dyah Rejekiningrum Nugroho Pratiknyo, S.Kom. Dra. Sri Hartini, M.M. Ir. Revina Purnama Panjaitan, M.M.
SEKRETARIAT 1. Lina Marlina, SE – KPP dan PA 2. Armi Susilowati, S. Si – KPP dan PA
DITERBITKAN OLEH Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI)
PEDOMAN PENYUSUNANPERENCANAAN DAN PENGANGGARAN YANG RESPONSIF GENDER (PPRG) di BNP2TKI
iv
DAFTAR ISI
Sambutan Sekretaris Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak............................ii Sambutan Sekretaris Utama Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia......iii Tim Penyusun ..................................................................................................................................iv DAFTAR ISI ......................................................................................................................................v PENGERTIAN DAN GLOSSARY ...........................................................................................................vi BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang .............................................................................................................1 B. Tujuan.........................................................................................................................2 C. Sasaran........................................................................................................................2 D. Ruang Lingkup..............................................................................................................2 E. Landasan Hukum..........................................................................................................2 F. Sistematika Penulisan....................................................................................................4
BAB II
GENDER DALAM PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA (P2TKI) A. Konsep Gender.............................................................................................................5 B. Data Terpilah dan Isu Gender di Bidang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia ................................................................................................6 C. Strategi Pengarusutamaan Gender.............................................................................. 13
BAB III
PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN BERBASIS GENDER A. Sistem Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan Nasional....................................15 B. Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender (PPRG)....................................17 B. Gambaran Umum Rencana Strategis (Renstra) BNP2TKI................................................18
BAB IV MEKANISME PENYUSUNAN ANGGARAN YANG RESPONSIF GENDER A. Langkah-langkah Penyusunan Anggaran yang Responsif Gender ...................................25 B. Analisis Gender Metode Gender Analisis Pathway (GAP).................................................27 C. Gender Budget Statement (GBS)..................................................................................30 D. Kerangka Acuan Kegiatan (KAK)...................................................................................32 BAB V
MONITORING DAN EVALUASI PPRG A. Monitoring...................................................................................................................35 B. Evaluasi.......................................................................................................................36
BAB VI
PENUTUP .........................................................................................................................37
DAFTAR BACAAN............................................................................................................................38 LAMPIRAN Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran
1 2 3 4
: : : :
Analisis Model GAP (Gender Analysis Pathway) ................................................39 Gender Budget Statement (Pernyataan Anggaran Gender)................................40 Analisis Model GAP (Gender Analysis Pathway) ................................................41 Gender Budget Statement (Pernyataan Anggaran Gender) ...............................42
PEDOMAN PENYUSUNANPERENCANAAN DAN PENGANGGARAN YANG RESPONSIF GENDER (PPRG) di BNP2TKI
v
PENGERTIAN DAN GLOSSARY Analisis Gender adalah identifikasi secara sistematis tentang isu-isu gender atau kesenjangan gender antara laki-laki dan perempuan yang berimplikasi pada pembedaan antara keduanya dalam memperoleh akses terhadap sumberdaya pembangunan; manfaat dari hasil pembangunan; berpartisipasi dalam pembangunan serta penguasaan terhadap sumberdaya pembangunan. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan ditetapkan dengan Undang-Undang. Anggaran
Responsif Gender (ARG) adalah anggaran yang merespon kebutuhan, permasalahan, aspirasi dan pengalaman perempuan dan laki-laki yang tujuannya untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender.
Bias Gender a ta u keberpihakan kepada salah satu jenis kelamin adalah suatu pandangan yang membedakan peran, kedudukan, hak serta tanggung jawab laki-laki dan perempuan dalam kehidupan keluarga, masyarakat dan pembangunan sehingga menimbulkan diskriminasi atau ketidak beruntungan salah satu jenis kelamin. Balai Pelayananan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) adalah Unit Pelaksana Teknis dilingkungan BNP2TKI setingkat eselon III yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala BNP2TKI yang bertempat di ibu kota Provinsi dan/atau tempat pemberangkatan Tenaga Kerja Indonesia yang dianggap perlu dan mempunyai tugas memberikan kemudahan pelayanan pemrosesan seluruh dokumen penempatan, perlindungan dan penyelesaian masalah TKI secara berkoordinasi dan terintegrasi diwilayah kerja masingmasing. Balai Latihan Kerja Luar Negeri (BLKLN) adalah Lembaga Pendidikan dan Pelatihan untuk mempersiapkan calon TKI guna meningkatkan pengetahuan dan keterangan kerja, serta mampu mengatasi masalah dan menjadi tenaga kerja yang mandiri, kompeten dan profesional. Balai Pelayanan Kepulangan Tenaga Kerja Indonesia (BPKTKI) adalah Unit Pelaksana Teknis dilingkungan BNP2TKI setingkat eselon III yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala BNP2TKI yang bertempat di Terminal IV Bandara Soekarno Hatta yang bertugas melakukan pendataan terhadap TKI yang pulang melalui Bandara Internasional Soekarno Hatta. Calon Tenaga Kerja Indonesia yang selanjutnya disebut Calon TKI (CTKI) adalah setiap Warga Negara Indonesia yang memenuhi syarat sebagi pencari kerja yang akan bekerja di luar negeri dan terdaftar di Instansi Pemerintah Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan. Crisis Center (CC) TKI adalah sistem pelayanan pengaduan yang memberikan pelayanan bagi CTKI/TKI, keluarganya atau pihak yang diberi kuasa untuk mengadukan masalah dan upaya penyelesaiannya. Gender adalah perbedaan-perbedaan sifat, peran, fungsi, dan status antara laki-laki dan perempuan yang bukan berdasarkan pada perbedaan biologis, tetapi berdasarkan relasi sosial yang dipengaruhi oleh struktur masyarakat yang lebih luas.
PEDOMAN PENYUSUNANPERENCANAAN DAN PENGANGGARAN YANG RESPONSIF GENDER (PPRG) di BNP2TKI
vi
Gender Analysis Pathway (GAP) merupakan model/alat analisis gender yang dikembangkan oleh Bappenas bekerja sama dengan Canadian International Development Agency (CIDA), dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPP & PA) untuk membantu para perencana melakukan pengarusutamaan gender. Metode analisis ini disebut juga Alur Kerja Analisis Gender.
Gender Budget Statement (GBS) atau Pernyataan Anggaran Responsif Gender adalah
dokumen pertanggung jawaban Instansi untuk mengalokasikan anggaran dari suatu kegiatan berbasis perspektif gender.
Indikator Kinerja adalah alat ukur spesifik secara kuantitatif dan/atau kualitatif untuk masukan (input), proses, keluaran (output), hasil, manfaat, dan/atau dampak yang menggambarkan tingkat capaian kinerja suatu program atau kegiatan. International Labor Organisastion (ILO) adalah organisasi tenaga kerja internasional. Isu Gender adalah suatu kondisi yang menunjukkan kesenjangan antara laki-laki dan perempuan atau ketimpangan gender yang pada dasarnya dilihat dari aspek akses, peran, kontrol dan manfaat dari pembangunan. Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri yang selanjutnya disebut dengan KTKLN adalah kartu identitas bagi TKI yang memenuhi persyaratan dan prosedur untuk bekerja di luar negeri. Keadilan Gender (gender equity) adalah perlakuan adil bagi perempuan dan laki-laki dalam keseluruhan proses kebijakan pembangunan nasional, yaitu dengan mempertimbangkan pengalaman, kebutuhan, kesulitan, hambatan sebagai perempuan dan sebagai laki-laki untuk mendapat akses dan manfaat dari usaha-usaha pembangunan untuk ikut berpartisipasi dalam mengambil keputusan dan berpartisipasi dalam pembangunan serta dalam memperoleh penguasaan (kontrol) terhadap sumberdaya. Kesetaraan Gender (gender equality) adalah kesamaan kondisi dan posisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial budaya, pendidikan, pertahanan, keamanan nasional dan kesamaan dalam menikmati hasil yang dampaknya seimbang. Loka Pelayanan Penempatan dan Perlindungan TKI (LP3TKI) : adalah Unit Pelaksana Teknis dilingkungan BNP2TKI setingkat eselon IVa yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala BNP2TKI yang bertempat di ibu kota Provinsi atau tempat pemberangkatan Tenaga Kerja Indonesia yang dianggap perlu dan mempunyai tugas memberikan kemudahan pelayanan pemrosesan seluruh dokumen penempatan, perlindungan dan penyelesaian masalah TKI secara berkoordinasi dan terintegrasi diwilayah kerja masingmasing. Mitra usaha adalah instansi atau badan usaha berbentuk badan hukum di negara tujuan yang bertanggung jawab menempatkan TKI pada pengguna. Pembekalan Akhir Pemberangkatan (PAP) TKI : adalah kegiatan pemberian pembekalan atau informasi kepada calon TKI yang akan berangkat bekerja ke luar negeri. Penempatan TKI adalah kegiatan kemampuannya dengan perekrutan, pengurusan pemberangkatan, sampai
pelayanan untuk mempertemukan TKI sesuai bakat, minat,dan pemberi kerja di luar negeri yang meliputi keseluruhan proses dokumen, pendidikan dan pelatihan, penampungan, persiapan ke negara tujuan, dan pemulangan dari Negara tujuan.
PEDOMAN PENYUSUNANPERENCANAAN DAN PENGANGGARAN YANG RESPONSIF GENDER (PPRG) di BNP2TKI
vii
Pengarusutamaan Gender (PUG) adalah strategi yang dilakukan secara rasional dan sistematis untuk mencapai Keadilan dan Kesetaraan Gender dalam aspek kehidupan manusia melalui kebijakan dan program yang memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan, dan permasalahan perempuan dan laki-laki (termasuk orang lanjut usia, anak-anak dibawah umur, orang-orang dengan kebiasaan berbeda/difable, serta orang-orang yang tidak mampu secara ekonomi) mulai dari tahap perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, monitoring, evaluasi dari seluruh kebijakan, program, kegiatan di berbagai bidang kehidupan dan pembangunan nasional dan daerah. Pengguna Jasa TKI yang selanjutnya disebut dengan Pengguna adalah instansi Pemerintah, Badan Hukum Pemerintah, Badan Hukum Swasta, dan/atau Perseorangan di negara tujuan yang mempekerjakan TKI. Pelaksana Penempatan TKI Swasta (PPTKIS) adalah: Badan hukum yang telah memperoleh izin tertulis dari pemerintah untuk menyelenggarakan pelayanan penempatan TKI di luar negeri. Perencanaan Berbasis Kinerja (PBK) adalah suatu pendekatan dalam sistem penganggaran yang memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dengan output/keluaran dan outcome/hasil yang diharapkan, serta memperhatikan efisiensi, efektifitas dalam pencapaian hasil dan keluaran tersebut. Perencanaan yang Responsif Gender adalah perencanaan yang disusun dengan mempertimbangkan aspirasi, kebutuhan dan permasalahan pihak perempuan dan laki-laki, baik dalam proses penyusunannya maupun dalam pelaksanaan kegiatan. Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender (PPRG) adalah instrumen p e r e n c a n a a n d a n p e n g a n g g a r a n y a n g d i s u s u n untuk mengatasi adanya perbedaan atau kesenjangan gender dilihat dari aspek akses, partisipasi, kontrol dan manfaat pembangunan bagi laki-laki dan perempuan dengan tujuan untuk mewujudkan anggaran yang lebih berkeadilan. Perjanjian Kerja Sama Penempatan adalah perjanjian tertulis antara pelaksana penempatan TKI swasta dengan Mitra Usaha atau Pengguna yang memuat hak dan kewajiban masing-masing pihak dalam rangka penempatan serta perlindungan TKI di negara tujuan. Perjanjian Penempatan TKI adalah perjanjian tertulis antara pelaksana penempatan TKI swasta dengan calon TKI yang memuat hak dan kewajiban masing-masing pihak dalam rangka penempatan TKI di negara tujuan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Perjanjian Kerja adalah perjanjian tertulis antara TKI dengan Pengguna yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban masing-masing pihak. Perlindungan TKI adalah segala upaya untuk melindungi kepentingan CTKI/TKI dalam mewujudkan terjaminnya pemenuhan hak-haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan,baik sebelum, selama, maupun sesudah bekerja. Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-K/L) adalah dokumen Rencana Keuangan Tahunan Kementerian/Lembaga yang disusun menurut Bagian Anggaran Kementerian/Lembaga. Surat Izin Pelaksana Penempatan TKI yang selanjutnya disebut SIPPTKI adalah izin tertulis yang diberikan oleh Menteri kepada Perusahaan yang akan menjadi pelaksana penempatan TKI swasta.
PEDOMAN PENYUSUNANPERENCANAAN DAN PENGANGGARAN YANG RESPONSIF GENDER (PPRG) di BNP2TKI
viii
Surat Izin Pengerahan yang selanjutnya disebut SIP adalah izin yang diberikan Pemerintah kepada pelaksana penempatan TKI swasta untuk merekrut calon TKI dari daerah tertentu untuk jabatan tertentu, dan untuk dipekerjakan kepada calon Pengguna CTKI Tenaga Kerja Indonesia yang selanjutnya disebut dengan TKI adalah setiap Warga Negara Indonesia yang memenuhi syarat untuk bekerja di luar negeri dalam hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu dengan menerima upah. United Nation Development Fund for Women (UNIFEM) : adalah Badan PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) yang bergerak dalam pembangunan bagi perempuan.
PEDOMAN PENYUSUNANPERENCANAAN DAN PENGANGGARAN YANG RESPONSIF GENDER (PPRG) di BNP2TKI
ix
BAB I PENDAHULUAN
a.
Latar Belakang
Pembangunan Jangka Panjang Nasional tahun 2005–2025 mengamanatkan bahwa pembangunan bidang Sosial Budaya dan kehidupan beragama diarahkan pada pencapaian sasaran pokok yang salah satunya adalah terwujudnya bangsa yang berdaya saing. Selanjutnya dalam buku II lampiran Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Menengah (RPJMN) Tahun 2010-2014 dijelaskan:
“ ………….Pencapaian sasaran pokok tersebut dilakukan melalui pembangunan manusia seutuhnya baik laki-laki maupun perempuan yang meliputi manusia sebagai insan dan sumberdaya pembangunan.” Dijelaskan pula bahwa untuk memperkuat daya saing bangsa sejajar dengan bangsa-bangsa lain, maka pembangunan diarahkan kepada upaya mengedepankan pembangunan Sumberdaya Manusia (SDM) baik laki-laki maupun perempuan. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang digunakan sebagai indikator kualitas SDM Indonesia dari tahun ketahun terlihat meningkat dan tahun 2012 mencapai 73.3, meningkat dari 68.7 pada tahun 2004. Begitu pula Indeks Pembangunan Gender (IPG) yang menggambarkan kualitas penduduk perempuan juga terlihat meningkat dari 63.9 pada tahun 2004 menjadi 68.5 pada tahun 2012. Walaupun kedua indeks tersebut telah meningkat namun ketimpangan gender masih terlihat dan jarak kedua indeks tersebut masih tetap. Artinya permasalahan kesenjangan gender diberbagai bidang pembangunan masih ditemukan. Di bidang ketenagakerjaan khususnya bidang penempatan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia yang menjadi tanggungjawab BNP2TKI juga masih ditemukan permasalahan terkait dengan gender seperti rendahnya perlindungan pekerja migran dan masalah pemenuhan hak-hak pekerja migran terutama perempuan antara lain gaji tidak dibayar, tidak ada hari libur dan lain-lain (LAKIP BNP2TKI). Dalam rangka mengurangi kesenjangan gender dan mewujudkan kesetaraan gender, pemerintah telah mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam Pembangunan Nasional sebagai suatu strategi Pembangunan yang harus dilaksanakan oleh semua kementerian/lembaga dan pemerintah daerah. Selaras dengan itu RPJMN 2004-2010, telah mengamanatkan bahwa ada 3 (tiga) hal yang harus diarusutamakan dalam pembangunan yaitu: pemerintahan yang baik, pembangunan keberlanjutan dan gender. Makna dari amanat RPJMN tersebut adalah bahwa; perspektif gender harus menjadi arus utama atau diintegrasikan kedalam seluruh proses pembangunan mulai dari perencanaan sampai kepada monitoring dan evaluasi yang tercermin dalam setiap kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan. Amanat ini menuntut semua penentu kebijakan dan para perencana memahami secara benar pelaksanaan strategi PUG khususnya dalam proses Perencanaan dan Penganggaran pembangunan. Pelaksanaan PUG secara komprehensif melalui proses penyusunan Perencanaan Penganggaran Responsif Gender (PPRG) masih menghadapi kendala terutama dari sisi ketersediaan SDM yang memiliki kompetensi dan mampu melaksanakan strategi tersebut. Pada Tahun 2009, pelaksanaan penyusunan PPRG telah diujicobakan di beberapa Kementerian yang terkait dengan pembangunan bidang sosial budaya. Penyusunan PPRG tersebut merujuk kepada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 119/PMK.02/2009 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga dan Penyusunan, Pengesahan dan Pelaksanaan DIPA 2010. Jumlah PEDOMAN PENYUSUNANPERENCANAAN DAN PENGANGGARAN YANG RESPONSIF GENDER (PPRG) di BNP2TKI
1
kementerian dan lembaga non kementerian yang melaksanakan penyusunan PPRG ini terus bertambah dan setiap tahun Menteri Keuangan mengeluarkan Peraturan serupa sebagai acuan dalam pelaksanaan PPRG tersebut. Namun PPRG belum diimplementasikan di semua kementerian dan lembaga pemerintah secara komprehensif dan merata. BNP2TKI sebagai lembaga non kementerian tidaklah terkecuali dalam melaksanakan amanat Inpres RI Nomor 9 Tahun 2000 dan amanat RPJMN tersebut.Walaupun BNP2TKI selama ini telah berhasil meningkatkan kinerja sesuai dengan tugas dan fungsinya, namun pengarusutamaan gender dalam proses perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi seluruh kebijakan, program dan kegiatan terkait dengan penempatan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia belum dilaksanakan secara maksimal dan menyeluruh. Karena itu sangat diperlukan adanya pedoman penyusunan perencanaan dan penganggaran yang responsif gender bidang penempatan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia yang dapat digunakan oleh para penentu kebijakan dan para perencana dilingkungan BNP2TKI. b.
Tujuan. Tujuan Penyusunan Pedoman adalah : 1. Menyamakan persepsi para penentu kebijakan, program dan kegiatan dilingkungan BNP2TKI tentang penyusunan perencanaan dan penganggaran yang responsif gender; 2. Memberikan arahan dan batasan tentang ruang lingkup perencanaan, penganggaran dan pelaksanaan, monitoring dan evaluasi program dan kegiatan yang responsif gender; 3. Memberikan arahan tentang tata cara pengintegrasian isu gender kedalam sistem perencanaan dan penganggaran program dan kegiatan dilingkungan BNP2TKI; 4. Memberikan petunjuk teknis cara menyusun Anggaran Responsif Gender (ARG).
c.
Sasaran . Sasaran dari Pedoman adalah para perencana khususnya dilingkungan BNP2TKI, dari Pusat sampai ke Unit-unit Pelaksana di daerah.
d.
Ruang Lingkup. Ruang lingkup Pedoman mencakup : 1. 2. 3. 4.
e.
Konsep gender dan isu gender terutama di bidang penempatan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia; Konsep PUG dan perencanaan dan penganggaran yang responsif gender; Langkah-langkah penyusunan anggaran yang responsif gender dan; Monitoring dan Evaluasi.
Landasan Hukum. 1.
Landasan Hukum Pedoman adalah sebagai berikut : Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1984 Tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskiriminasi Terhadap Wanita (Convention on The Elimination of All Forms of Discrimination Against Women);
PEDOMAN PENYUSUNANPERENCANAAN DAN PENGANGGARAN YANG RESPONSIF GENDER (PPRG) di BNP2TKI
2
2. 3. 4. 5. 6.
7. 8. 9. 10. 11. 12.
13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1999 tentang Pengesahan Konvensi ILO Nomor 138 mengenai usia minimum untuk diperbolehkan bekerja; Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional; Undang-undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri; Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial Dan Budaya (International Covenant on ECOSOC Rights tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya); Undang-undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara; Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 20 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah; Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 21 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja dan Anggaran Kementrian/Lembaga (RKA-KL); Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan; Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional; Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemeritah Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten /Kota; Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 90 Tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga; Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 3 Tahun 2013 tentang Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri; Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 4 Tahun 2013 tentang Tata Cara Penempatan TKI Oleh Pemerintah; Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 5 Tahun 2013 tentang Penilaian Mitra Usaha dan Pengguna Perserorangan; Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 81 tahun 2006 tentang Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI); Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014; Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional; Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2006 tentang Kebijakan Reformasi Sistem Penempatan dan Perlindungan TKI; Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010; Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan; Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 14 Tahun 2010 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia; Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 67 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di Daerah.;
PEDOMAN PENYUSUNANPERENCANAAN DAN PENGANGGARAN YANG RESPONSIF GENDER (PPRG) di BNP2TKI
3
25. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 94/PMK.02/2013 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga; 26. Surat Keputusan Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas Nomor KEP. 30/M.PPN/HK/03/2009 tentang Pembentukan Tim Pengarah dan Tim Teknis Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender; 27. Surat Edaran Bersama 4 Menteri: Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas, Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak NOMOR : 270/M.PPN/11/2012, NOMOR : SE-33/MK.02/2012, NOMOR : 050/4379A/SJ, NOMOR : SE 46/MPP-PA/11/2012 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional Percepatan Pengarusutamaan Gender melalui Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender; 28. Peraturan Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Nomor Per-04/KA/V/2011 tentang Petunjuk Teknis TKI yang Bekerja Secara Perseorangan; 29. Peraturan Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Nomor Per-13/KA/VII/2012 tentang Standar Pelayanan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia; 30. Peraturan Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Nomor Per-23/KA/VI/2013 tentang Pembekelan Akhir Pemberangkatan Calon Tenaga Kerja Indonesia; 31. Peraturan Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Nomor Per-26/KA/XII/2013 tentang Pedoman Pelaksanaan Sistem Komputerisasi Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (SISKOKLN); 32. Peraturan Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Nomor Per-02/KA/I/2014 tentang Pedoman Pemetaan Persediaan CTKI. f.
Sistematika Penulisan. Buku pedoman ini disusun dengan sistematika sebagai berikut: Bab I`
:
Pendahuluan yang menjelaskan latar belakang, tujuan, sasaran, ruang lingkup, dasar hukum dan sistematika penulisan.
Bab II
:
Gender dan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia yang menjelaskan tentang konsep gender dan isu gender di bidang penempatan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia di luar negeri.
Bab III
:
Integrasi gender dalam Perencanaan dan Penganggaran yang mencakup : sistem perencanaan dan penganggaran pembangunan nasional, rencana strategis BNP2TKI dan langkah-langkah penyusunan Anggaran Responsif Gender.
Bab IV
:
Monitoring dan Evaluasi PPRG yang memuat upaya yang dilakukan dalam rangka monitoring dan evaluasi penyusunan perencanaan dan penganggaran yang responsif gender.
Bab V
:
Penutup.
PEDOMAN PENYUSUNANPERENCANAAN DAN PENGANGGARAN YANG RESPONSIF GENDER (PPRG) di BNP2TKI
4
BAB II GENDER DALAM PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA
A.
Konsep Gender Gender diartikan sebagai pembedaan peran, kedudukan, tanggung jawab dan pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan yang ditetapkan dan ditentukan oleh masyarakat berdasarkan sifat perempuan dan laki-laki yang dianggap pantas menurut norma, adat istiadat, kepercayaan atau kebiasaan masyarakat. Istilah gender digunakan oleh para ilmuan bidang sosial untuk menjelaskan perbedaan laki-laki dan perempuan yang bersifat tidak kodrati dan yang merupakan bentukan budaya yang dikonstruksikan, dipelajari dan disosialisasikan serta tercermin dalam kehidupan seharihari. Karena itu gender sering pula disebut dengan jenis kelamin sosial. Pembedaan ini sangat penting karena dengan memahami dan mengetahui konsep gender kita dapat mengetahui adanya kesenjangan gender. Jenis kelamin biologis yang merupakan kodrat, ciptaan Tuhan, bersifat permanen, universal dan tidak dapat berubah, merupakan perbedaan biologis antara laki-laki dan perempuan terutama pada organ reproduksi. Sedangkan gender dapat berubah dari tahun ke tahun, tidak universal atau berbeda untuk setiap komunitas atau daerah, dan dapat dipertukarkan antara jenis kelamin yang satu ke jenis kelamin yang lain atau dari laki-laki ke perempuan atau sebaliknya. Pembedaan ini sangat penting karena dengan mengetahui perbedaan gender sebagai sesuatu yang tidak permanen, memudahkan kita untuk membangun gambaran tentang realitas hubungan anatara lakilaki dan perempuan secara lebih tepat dan sesuai dengan kenyataan yang ada dalam masyarakat. Gender bukan hanya melihat perbedaan yang ada antara laki-laki dan perempuan saja akan tetapi juga melihat bagaimana interpretasi masyarakat terhadap perbedaan tersebut. Hal ini menjadi dasar dalam membuat kebijakan dan tindakan yang proporsional atau yang lebih tepat dan sesuai. Peran gender yang diciptakan oleh manusia dalam lingkup keluarga maupun lingkup masyarakat dapat dibedakan sebagai peran produktif, peran reproduktif dan peran sosial. Peran produktif terkait dengan peran-peran yang menghasilkan nilai ekonomi tertentu dan peran sosial adalah peran yang berhubungan dengan relasi sosial dan terkait dengan budaya masyarakat yang tidak menuntut imbalan secara ekonomi. Kedua peran tersebut dapat dipertukarkan antara laki-laki dan perempuan sedangkan peran reproduksi khususnya reproduksi biologis yaitu peran yang berhubungan dengan proses dan fungsi reproduksi yang tidak bisa dipertukarkan seperti hamil, melahirkan dan menyusui, yang merupakan fungsi reproduksi yang diperankan oleh perempuan, tidak mungkin ditukarkan menjadi peran laki-laki. Gender tidak menjadi masalah sepanjang tidak menimbulkan diskriminasi atau merugikan salah satu pihak, laki-laki atau perempuan dan bukan hanya permasalahan perempuan saja akan tetapi isu laki-laki dan perempuan. Masalah atau Isu gender muncul ketika terdapat kesenjangan atau ada salah satu pihak yang dirugikan yang terlihat pada aspek akses terhadap sumberdaya pembangunan, peran dalam pembangunan dan peran dalam pengambilan keputusan, kontrol atau penguasaan terhadap sumberdaya serta manfaat dari hasil pembangunan. Karena itu isu gender dikaitkan pula dengan hak asazi manusia.
PEDOMAN PENYUSUNANPERENCANAAN DAN PENGANGGARAN YANG RESPONSIF GENDER (PPRG) di BNP2TKI
5
B.
Data Terpilah dan Isu gender di Bidang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia. 1). Data Terpilah. Data terpilah penting untuk mengidentifikasi masalah yang dihadapai terutama dalam menyusun perencanaan pembangunan. Data terpilah dapat dirinci menurut jenis kelamin, wilayah (spasial), status sosial ekonomi, waktu, kelompok umur, jenis jabatan dll yang dalam proses analisisnya menggunakan analisa gender. Dari data terpilah tersebut dapat diketahui posisi, kondisi serta kebutuhan masyarakat perempuan dan laki-laki dalam berbagai bidang pembangunan, dan permasalahan yang dihadapi melalui online system mulai dari Dinas Kabupaten/Kota. Dengan kata lain, data terpilah sangat dibutuhkan untuk melakukan analisis gender yang bertujuan untuk mengetahui isu gender yang dapat dilihat dari aspek akses lakilaki dan perempuan terhadap sumberdaya pembangunan, partisipasi (peran) dalam pengambilan keputusan dan peran dalam kegiatan pembangunan, kontrol atau penguasaan terhadap sumberdaya dan/atau manfaat dari hasil pembangunan. Pemetaan kebutuhan antara perempuan dan laki-laki penting dalam merumuskan perencanaan program dan kegiatan, yang akan lebih memudahkan dalam menentukan intervensi yang tepat pada masing-masing kebutuhan sekaligus mengalokasikan anggaran yang tepat sasaran. Hal ini juga mempermudah proses monitoring dan evaluasi, karena dengan data terpilah yang digunakan dalam perencanaan serta analisa gendernya lebih mudah membandingkan kondisi sebelum dan setelah di intervensi. Ketersediaan data terpilah mendorong proses akuntabilitas dalam penyelenggaraan kegiatan pembangunan dan secara tidak langsung akan mendorong anggaran berbasis kinerja. Data terpilah dapat berupa data primer yang secara langsung diambil dari obyek penelitian oleh peneliti perorangan maupun organisasi. Data primer dapat diperoleh melalui berbagai kegiatan antara lain: survei lapangan; FGD; Need Assessment; pengukuran sampel; identifikasidan pengumpulan data terpilah menurut jenis kelamin lainnya yang langsung dilakukan pada kelompok sasaran. Selain data primer data terpililah dapat pula berupa data sekunder yang diperoleh tidak secara langsung dari lapangan melainkan dikumpulkan oleh pihak lain dengan berbagai cara atau metode seperti: 1. 2.
Sistem Pencatatan Pelaporan (internal) yang dilakukan secara berjenjang, berkala dan sistematik oleh K/L. Data dan Informasi (eksternal) yaitu data dan informasi yang bersumber dari luar sistem pencatatan dan pelaporan yang dilakukan oleh K/L.
Sifat Data dapat berupa data Kuantitatif (Terukur), adalah data yang dipaparkan dalam bentuk angka-angka dan, Kualitatif (Tidak Terukur) dapat berupa Atribut atau Kategori yaitu data yang disajikan dalam bentuk kata-kata yang mengandung makna. Menurut Sumber Datanya, data terpilah dapat berupa Data Dasar, Data Sektoral dan Data Khusus. Data Dasar pemanfaatannya ditujukan untuk keperluan yang bersifat luas baik oleh pemerintah maupun masyarakat dan umumnya dikumpulkan oleh Badan Pusat Statistk (BPS) atau Badan PBB dan Bappenas, seperti data tentang Indeks Pembangunan Manusia, Indeks Pembangunan Gender, Indeks Pemberdayaan Gender dll. Data Sektoral adalah data yang pemanfaatannya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan instansi tertentu dalam rangka penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan sektor. Data ini umumnya dikumpulkan oleh instansi melalui catatan administrasinya. Misalnya data yang harus dimiliki PEDOMAN PENYUSUNANPERENCANAAN DAN PENGANGGARAN YANG RESPONSIF GENDER (PPRG) di BNP2TKI
6
oleh BNP2TKI seperti akses perempuan dan laki-laki terhadap lapangan kerja di luar negeri, manfaat yang dirasakan oleh CTKI dan TKI laki-laki dan perempuan dari layanan dan program khusus yang diperuntukkan bagi mereka. Data khusus merupakan data yang dikumpulkan oleh masyarakat untuk kepentingan spesifik seperti dunia usaha dan lainnya. Data terpilah bisa bermanfaat untuk perencana dalam melakukan perencanaan kebijakan, program dan kegiatan termasuk di dalamnya adalah melakukan mandat terkini penganggaran yang responsif gender seperti tertuang dalam Kepmenkeu No. 94/PMK-02/2013. Mandat dimaksud telah di uji-cobakan pada tahun anggaran 2010 di 7 (tujuh) K/L, yakni Kementerian PP PA; Kementerian Keuangan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Kementerian Pendidikan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertanian dan Kementerian Pekerjaan Umum. Secara umum data terpilah sangat dibutuhkan dalam upaya percepatan implementasi strategi PUG melalui PPRG seperti yang dijelaskan dalam Surat Edaran 4 menteri yaitu Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor : 270/M.PPN/11/2012, Nomor : SE-33/MK.02/2012, Nomor : 050/4379A/SJ dan Nomor : SE 46/MPP-PA/11/2012 Tentang Strategi Nasional Percepatan Pengarusutamaan Gender (PUG) Melalui Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender (PPRG). Penyediaan data terpilah bidang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia dapat berupa data primer ataupun data sekunder yang dapat menggambarkan kondisi CTKI dan TKI pada tahap pra penempatan, tahap penempatan dan tahap purna atau paska penempatan. 2). Isu Gender Bidang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia. Isu gender di bidang penempatan dan perlindungan TKI dapat dilihat pada saat pra penempatan, masa penempatan dan purna penempatan. Isu strategis gender dilihat dari aspek akses terhadap sumberdaya, peran atau partisipasi dalam pengambilan keputusan dan/atau peran dalam kegiatan pembangunan, kontrol atau penguasaan terhadap sumberdaya serta manfaat dari hasil pembangunan yang terkait dengan bidang penempatan dan perlindungan TKI. Untuk mengenal isu gender yang strategis pada setiap tahap tersebut diperlukan data terpilah yang lengkap sejak dari BP3TKI/UPT-P3TKI, BPKTKI Selapajang, dan 5 LP3TKI. Jumlah penempatan TKI pada tahun 2012, sebanyak 494.609 orang yang terdiri dari TKI Formal 258.411 orang (52%) dan TKI Informal sejumlah 236.198 orang (48%). Jumlah penempatan TKI Perempuan lebih banyak dari laki-laki yaitu sebanyak 279.784 perempuan (57%) dan 43% laki-laki atau 214.825 (Lakip, BNP2TKI 2012).Jumlah tenaga kerja Indonesia yang diberikan Pembekalan Akhir Pemberangkatan (PAP) pada tahun 2012 sebanyak 267.962 TKI atau 54.2 % dari jumlah penempatan TKI sebesar 494.609, dengan rincian laki-laki 92.925 (34.7 %) dan perempuan 175.037 (65.3 %).Data ini memperlihatkan bahwa TKI perempuan lebih banyak menerima manfaat dari kegiatan PAP dibandingkan dengan TKI laki-laki. Berdasarkan data pengaduan melalui crisis center selama tahun 2012 terdapat jumlah pengaduan sebanyak 5426. 79.96 % atau 4176 pengaduan berasal dari TKI perempuan dan hanya 23.04 % atau 2250 pengaduan berasal dari TKI laki-laki. Jumlah pengaduan yang PEDOMAN PENYUSUNANPERENCANAAN DAN PENGANGGARAN YANG RESPONSIF GENDER (PPRG) di BNP2TKI
7
dominan adalah gaji yang tidak dibayar yaitu sebanyak 2139.Dari jumlah pengaduan gaji tidak dibayar tersebut, 97.94 % terjadi pada TKI perempuan. Penempatan tenaga kerja Indonesia pada tahun 2013 berjumlah 512.168 oang yang terdiri dari 235.170 laki-laki atau 45.9 % dan 276.998 perempuan atau 54.1 %. Dari data tersebut terlihat bahwa peran TKI perempuan dalam mengambil kesempatan kerja di luar negeri lebih banyak dari TKI laki-laki. Dilihat dari daerah asal, proporsi terbesar berasal dari provinsi Jawa Barat yaitu mencapai 25.5 %, hampir dua per tiganya (73.5 %) TKI perempuan dan 26.5 % TKI laki-laki. 4 daerah asal TKI lainnya yaitu Provinsi Jawa Tengah dengan proporsi 20.7 %, diikuti dengan provinsi Jawa Timur sebesar 18.3 % dan Nusa Tenggara Barat sebesar 12.4 % dan provinsi Lampung yaitu sebesar 3.5 %. Proporsi TKI perempuan dari 3 provinsi yaitu Jawa Tengah, Jawa Timur dan Lampung lebih dari 50 % kecuali TKI yang berasal dari NTB, laki-laki lebih dominan yaitu mencapai 79 %. Dari 5 daerah asal TKI terbanyak, terlihat bahwa ketersediaan lapangan kerja di luar negeri lebih banyak dimanfaatkan oleh TKI perempuan kecuali dari provinsi NTB (lihat Tabel 1).
Tabel 1. Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Tahun 2013 Berdasarkan Jenis Kelamin dan 5 daerah Asal Terbanyak JENIS KELAMIN
NO PROVINSI ASAL
TOTAL LAKI-LAKI
PEREMPUAN
1
2
3
4
5=3+4
1
Jawa Barat
34.375
95.510
129.885
2
Jawa Tengah
46.464
59.507
105.971
3
Jawa Timur
37.015
56.828
93.843
4
Nusa Tenggara Barat
50.103
13.335
63.438
5
Lampung
5.518
12.457
17.975
6
28 provinsi lainnya
61.695
39.361
101.056
235.170
276.998
512.168
(45.9%)
(54.1%)
(100 %)
Total
Sumber:Biro Perencanaan BNP2TKI Apabila dilihat dari Negara penempatan TKI, 5 Negara penerima TKI terbanyak adalah Malaysia (29.3 %), Taiwan (16.3 %), Saudi Arabia (8.9 %), United Arab Emirat (8.7 %) dan Hongkong (8.2 %). 3 Negara yaitu Hongkong, United Arab Emirat dan Taiwan merupakan Negara tempat TKI perempuan bekerja lebih banyak dibandingkan dengan TKI laki-laki dengan proporsi lebih dari 70 % yaitu masing-masing 96.4 %, 90.3 % dan 70.2 %. Hanya di Malaysia,
PEDOMAN PENYUSUNANPERENCANAAN DAN PENGANGGARAN YANG RESPONSIF GENDER (PPRG) di BNP2TKI
8
TKI laki-laki yang lebih banyak bekerja dari TKI perempuan yaitu sebesar 67.4 % (dihitung dari Tabel 2).
Tabel 2. Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Tahun 2013 Berdasarkan Jenis Kelamin dan 5 Negara Tujuan Terbanyak.
JENIS KELAMIN
NO NEGARA TUJUAN
TOTAL LAKI-LAKI
PEREMPUAN
1
2
1
Malaysia
101.227
49.009
150.236
2
Taiwan
24.931
58.613
83.544
3
Saudi Arabia
21.725
23.669
45.394
4
United Arab Emirat
4.325
40.180
44.505
5
Hongkong
1.493
40.276
41.769
6
Negara lainnya
81.469
65.251
146.720
Total
235.170
276.998
512.168
(45.9%)
(54.1%)
(100%)
3
4
5=3+4
Sumber: Biro Perencanaan BNP2TKI Jenis pekerjaan yang dilakukan oleh TKI terbanyak adalah domestic worker atau pekerja di rumah tangga yang didominasi oleh TKI perempuan yaitu 99.2 %.Hanya 0.8 % TKI laki-laki yang bekerja sebagai pekerja rumah tangga sedangkan sisanya adalah perempuan. Hal ini menimbulkan berbagai permasalahan yang mengandung isu gender dan memerlukan penanganan yang serius karena permasalahn tersebut lebih banyak dialami oleh TKI perempuan yang secara umum memiliki kemampuan bernegosiasi, kemampuan dalam pengambilan keputusan, kemampuan mengemukakan pendapat dan akses terhadap informasi tentang hak-hak dan kewajibannya lebih rendah dari laki-laki. Apalagi rata-rata pendidikan dari TKI tersebut relatif rendah. Jenis pekerjaan lainnya yang didominasi oleh TKI perempuan adalah care taker yaitu 99.7 % dari jumlah TKI yang bekerja sebagai care taker sebesar 45.751 atau 8.9 % (dihitung dari Tabel 3).
PEDOMAN PENYUSUNANPERENCANAAN DAN PENGANGGARAN YANG RESPONSIF GENDER (PPRG) di BNP2TKI
9
Tabel 3. Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Tahun 2013 Berdasarkan Jenis Kelamin dan 5 Jabatan Terbanyak.
JENIS KELAMIN
NO JABATAN
TOTAL LAKI-LAKI
1
2
3
PEREMPUAN 4
5=3+4
1
Domestic worker
1.399
166.919
168.318
2
Plantation worker
45.059
2.539
47.598
3
Operator
28.277
18.522
46.799
4
Care taker
147
45.604
45.751
5
General worker
11.857
1.977
13.834
6
Jabatan lainnya
148.431
41.437
189.868
235.170
276.998
512.168
(45.9%)
(54.1%)
(100 %)
Total Sumber: Biro Perencanaan BNP2TKI
Bila dilihat dari rata-rata pendidikan yang dimiliki oleh TKI, 31.3 % berpendidikan Sekolah Dasar, 37.4 % SMP, 24.4 % SMU, 5.6 % Diploma, dan hanya 1.3 % Sarjana dan Pasca Sarjana. Hal ini menggambarkan bahwa sangat sedikit TKI yang tergolong skilled labor atau pekerja professional. Terdapat perbedaan latar belakang pendidikan TKI perempuan dan TKI laki-laki yang signifikan dimana 80.2 % TKI perempuan berpendidikan SD dan SMP yaitu 36.8 % SD dan 43.4 % SMP. Hanya 0.9 % berpendidikan diploma dan 0.4 % berpendidikan sarjana dan pasca sarjana. Sedangkan TKI laki-laki yang berpendidikan SD dan SMP sebesar 55 % yaitu 24.7 % SD dan 30.3 % SMP serta 31.2 % SMU, 11.2 % Diploma dan 2.6 % berpendidikan sarjana dan pasca sarjana, jauh diatas TKI perempuan. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa peluang TKI professional lebih banyak dimanfaatkan oleh TKI laki-laki dibandingkan TKI perempuan walaupun peluang kerja bagi tenaga professional (skilled labor) juga dipengaruhi job order yang ditawarkan oleh Negara tujuan (lihat Tabel 4).
PEDOMAN PENYUSUNANPERENCANAAN DAN PENGANGGARAN YANG RESPONSIF GENDER (PPRG) di BNP2TKI
10
Tabel 4. Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Tahun 2013 Berdasarkan Jenis Kelamin dan Latar Belakang Pendidikan
JENIS KELAMIN
NO PENDIDIKAN
TOTAL LAKI-LAKI
1
2
3
PEREMPUAN 4
5=3+4
1
SD
58.181
101.916
160.097
2
SMP
71.311
120.231
191.542
3
SMU
73.495
51.330
124.825
4
Diploma
26.331
2.681
29.012
5
Sarjana
5.553
787
6.340
6
Pasca Sarjana
299
53
352
235.170
276.998
512.168
(45.9%)
(54.1%)
(100 %)
Total
Sumber: Biro Perencanaan BNP2TKI Data lain yang juga berkaitan dengan isu gender adalah jumlah TKI berdasarkan satus perkawinan. TKI laki-laki yang berstatus kawin dan berstatus belum kawin lebih banyak dari perempuan yaitu 63.7 % dan 35.4 % dibandingkan dengan perempuan yaitu masing-masing 57.7 % bersatatus kawin dan 27.2 % belum kawin. Sedangkan TKI perempuan yang berstatus cerai lebih banyak dari TKI laki-laki yaltu 15.1 % dibandingkan dengan 0.9 %. Status perkawinan dari TKI ini perlu mendapat perhatian terutama dalam meneliti kemungkinan masalah yang akan dihadapi baik oleh TKI yang bersangkutan maupun oleh keluarga yang ditinggalkan begitu pula keutuhan keluarga TKI tersebut. Hal ini sangat berkaitan dengan jenis perlindungan yang dibutuhkan oleh TKI tersebut. Isu gender yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi oleh TKI dapat dilihat dari data atau fenomena yang dialami oleh TKI laki-laki dan perempuan selama bekerja diluar negeri. Data tahun 2012 dan 2013 memperlihatkan bahwa TKI bermasalah baik dilihat dari jumlah TKI maupun dari jenis masalah yang dihadapi, pada tahun 2012 dan tahun 2013 didominasi oleh perempuan yaitu 98.4 % pada tahun 2012 dan 98.9 % pada tahun 2013 sedangkan TKI laki-laki hanya dibawah 2 persen.
PEDOMAN PENYUSUNANPERENCANAAN DAN PENGANGGARAN YANG RESPONSIF GENDER (PPRG) di BNP2TKI
11
Tabel 5 Jumlah TKI Bermasalah Tahun 2012 dan 2013 Berdasarkan Jenis Kelamin dan Jenis Masalah yang Dihadapi
NO
TAHUN 2012
TAHUN 2013
JENIS MASALAH LAKI-LAKI 1
PEREMPUAN
JUMLAH
2
LAKI-LAKI
PEREMPUAN JUMLAH
3
4
1
PHK sepihak
150
8938
9088
33
8119
8152
2
Majikan bermasalah
93
7128
7221
19
3212
3231
3
Sakit akibat kerja
69
4890
4959
21
2102
2123
4
Gaji tidak dibayar
44
2095
2139
14
1227
1241
5
Penganiayaan
8
1625
1633
9
962
971
6
Pelecehan seksual
0
1202
1202
0
476
476
7
Pekerjaan tidak sesuai PK
47
837
884
29
665
694
8
Dokumen tidak lengkap
32
667
699
46
110
1146
9
Sakit bawaan
15
555
570
5
361
366
10
Majikan meninggal
2
530
532
0
116
116
11
Kecelakaan kerja
4
427
431
6
136
142
12
TKI hamil
0
307
307
0
143
143
13
Membawa anak
1
213
214
0
157
157
14
Tidak mampu bekerja
6
199
205
0
197
197
15
Komunikasi tidak lancar
0
188
188
1
37
38
16
Lain-lain
35
1221
1256
30
518
548
506
31022
31528
213
19528
19741
(1.6 %)
(98.4 %)
(100 5)
(1.1)
(98.9)
(100 %)
Jumlah
Sumber: BNP2TKI
Lima (5) jenis masalah terbanyak adalah, PHK sepihak, majikan bermasalah, sakit akibat kerja, gaji tidak dibayar, dan penganiayaan. Proporsi TKI perempuan yang mengalami kelima masalah tersebut diatas 97 %, bahkan dari masalah penganiayaan sebanyak 1633 pada tahun PEDOMAN PENYUSUNANPERENCANAAN DAN PENGANGGARAN YANG RESPONSIF GENDER (PPRG) di BNP2TKI
12
2012, 99.5 % dialami oleh TKI perempuan dan 99.1 % tahun 2013 (962 kasus dari 971 kasus). Dari tabel 5 diatas dapat pula dilihat masalah yang hanya dialami oleh TKI perempuan seperti, pelecehan seksual, hamil dan membawa anak cukup banyak yaitu 1782 (5.7 % dari masalah yang dihadapi perempuan) pada tahun 2012 dan 776 (4.0 % dari semua masalah yang dihadapi perempuan) pada tahun 2013. Dari ketiga masalah yang hanya dialami oleh TKI perempuan tersebut, pelecehan seksual paling banyak yaitu 70.8 % pada tahun 2013 dan 61.3 % pada tahun 2013. Walaupun jumlahnya menurun dan proporsinya kecil, yaitu hanya 5.7 % pada tahun 2012 dan 4,0 % pata tahun 2013 dari semua masalah, akan tetapi masalah tersebut membutuhkan penanganan yang lebih kompleks karena dampaknya akan berpengaruh terhadap kehidupan keluarga dan perkembangan generasi yang akan dating baik secara ekonomi maupun secara psikososial. Aspek-aspek di bidang penempatan dan perlindungan TKI lainnya yang juga mengandung isu gender seperti penerbitan KTKLN, penyelesaian kasus dan penanganan TKI bermasalah, pelaksanaan mediasi dan advokasi, pengamanan keberangkatan dan pemulangan serta pemberdayaan TKI purna perlu pula didalami. Ketersediaan data terpilah dari aspek-aspek tersebut sangat dibutuhkan. Secara umum fenomena dan isu gender dibidang ketenagakerjaan terlihat dalam beberapa hal antara lain sebagai berikut : Kualitas tenaga kerja yang masih rendah, terutama tenaga kerja perempuan karena rata-rata pendidikan perempuan lebih rendah dari laki-laki, menyebebkan tingginya tingkat kerentanan terhadap berbagai tindak kekerasan dan diskriminasi karena posisi tawar dan kontrol terhadap sumberdaya rendah. Akses informasi ketenaga kerjaan terutama tentang pasar kerja di luar negeri termasuk hak dan kewajiban TKI dan informasi layanan bagi TKI Perempuan lebih rendah. Angka partisipasi angkatan kerja perempuan lebih rendah dibandingkan laki-laki terutama partisipasi TKI perempuan dalam peluang kerja professional di luar negeri, sehingga TKI perempuan jauh lebih banyak berpartisipasi pada sektor informal. Proporsi perempuan yang bekerja sebagai pekerja tidak dibayar atau pekerja di rumahtangga jauh lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Rata-rata upah/ gaji bersih yang diterima pekerja perempuan lebih rendah baik di dalam maupun di luar negeri di banding yang diterima laki-laki.
C.
Strategi Pengarusutamaan Gender. Pengarusutamaan gender (PUG) atau Gender Mainstreaming dalam pembangunan mulai muncul pada Konferensi Wanita Sedunia di Beijing pada tahun 1995 dan tertuang pada hasil konferensi yang disebut dengan Beijing Platform of Action. Semua negara peserta termasuk Indonesia secara eksplisit menyetujui dan menerima mandat untuk mengimplementasikan Gender mainstreaming di Negara masing-masing. Artinya adalah setiap Negara peserta akan menjadikan kepentingan, kebutuhan, aspirasi dan pengalaman perempuan dan laki-laki menjadi dimensi integral dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan penilaian kebijakan-kebijakan dalam program pembangunan serta upaya-upaya untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender. Namun demikian usaha untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender khususnya di Indonesia masih mengalami hambatan dan masih sulit untuk dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat pada umumnya dan oleh perempuankhususnya. Hal ini terlihat dari kondisi perempuan yang masih
PEDOMAN PENYUSUNANPERENCANAAN DAN PENGANGGARAN YANG RESPONSIF GENDER (PPRG) di BNP2TKI
13
mengalami kesenjangan dan ketertinggalan diberbagai aspek dibandingkan dengan laki-laki. Kesenjangan gender dapat dilihat dalam bentuk isu-isu gender yang strategis di bidang pembangunan termasuk di bidang Penempatan dan perlindungan TKI. Untuk mengatasi hal tersebut akhirnya disepakati bahwa perlu adanya strategi yang tepat dan dapat menjangkau seluruh instansi pemerintah, swasta dan masyarakat. Strategi tersebut dikenal dengan Gender Mainstreaming atau Pengarusutamaan Gender (PUG) yang dikukuhkan melalui Instruksi Presiden No. 9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan. PUG sebagai suatu strategi merupakan upaya dalam menegakkan hak-hak perempuan dan laki-laki dalam memperoleh peluang atau kesempatan yang sama, pengakuan yang sama dan penghargaan yang sama dalam masyarakat. Dengan PUG, pemerintah dapat bekerja lebih efisien, dan efektif dalam memproduksi kebijakan-kebijakan publik yang adil dan responsif gender serta akuntabel kepada rakyatnya, perempuan dan laki-laki. Dalam RPJMN tahun 2010-2014 ditegaskan bahwa ada tiga arus utama yang harus dilakukan dalam pembangunan semua sektor yaitu: Pembangunan berkelanjutan, Good Governance (tata kelola pemerintahan yang baik) dan Gender. Agar strategi PUG tersebut dapat dilaksanakan secara optimal disetiap instansi dan lembaga pemerintah maupun swasta dibutuhkan 7 prasyarat utama yaitu: 1. 2. 3.
4. 5. 6. 7.
Adanya komitmen atau dukungan politis dari penentu kebijakan baik legislative maupun eksekutif yang dituangkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan. Adanya kebijakan yang jelas yang diwujudkan dalam bentuk pedoman dan panduan. Adanya kelembagaan PUG seperti Kelompok Kerja atau bahkan bisa tercermin dalam struktur organisasi lembaga yang merupakan wadah yang menampung mekanisme pelaksanaan PUG. Sumberdaya pendukung pelaksanaan PUG seperti Sumberdaya Manusia, dana dan prasarana. Adanya system infomasi dan data terpilah. Adanya alat (tool) seperti metoda analisis, petunjuk teknis dll. Dorongan msyarakat madani (civil society).
Sejak tahun 2009, pemerintah mulai menekankan pelaksanaan PUG pada proses perencanaan dan penganggaran yang dikenal dengan Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender (PPRG) dan mulai di ujicobakan di beberapa Kementerian dan Lembaga. Agar pelaksanaan PUG dalam tataran siklus pembangunan nasional menjadi lebih terarah, sistematis dan sinergis baik di tinngkat nasional maupun di tingkat daerah, pada tahun 2012, dikeluarkan Surat Edaran dari 4 (empat) Menteri yaitu Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala BAPPENAS, Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor: 270/M.PPN/11/2012, Nomor: SE-33/MK.02/2012, Nomor: 050/4379A/SJ, Nomor: SE-46/MPP-PA/11/2011 tentang Strategi Nasional Percepatan Pengarusutamaan Gender (PUG) melalui Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender (PPRG).
PEDOMAN PENYUSUNANPERENCANAAN DAN PENGANGGARAN YANG RESPONSIF GENDER (PPRG) di BNP2TKI
14
BAB III PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN BERBASIS GENDER
A.
Sistem Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan Nasional Sistem perencanaan dan penganggaran pembangunan nasional mengacu pada peraturan perundang-undangan yakni UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan UU No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang dapat dilihat pada Diagram 1 dan 2. Diagram 1: Alur Perencanaan Pembangunan Nasional
Perencanaan
Keuangan
Sumber :Kementerian Keuangan Diagram 1 diatas memperlihatkan bahwa sistem perencanaan pembangunan dimulai dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional yang disusun untuk jangka waktu 20 tahun yaitu tahun 2005-2025 dan menjadi acuan Pemerintah Daerah dalam menyusun Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah serta menjadi pedoman dalam menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah untuk jangka waktu 5 tahun. Selanjutnya RPJMN dijadikan pedoman oleh Kementerian dan Lembaga Non Kementerian PEDOMAN PENYUSUNANPERENCANAAN DAN PENGANGGARAN YANG RESPONSIF GENDER (PPRG) di BNP2TKI
15
(KL) dalam menyusun Rencana Strategis (Renstra) bidang pembangunan yang menjadi tugas fungsi kementerian dan lembaga bersangkutan yang dijabarkan kedalam Rencana Kerja Tahunan KL (Renja KL). RPJMN dijabarkan dalam bentuk Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahunan yang juga menjadi acuan bagi kementerian dan lembaga dalam menyusun Rencana Kerja (Renja) KL.
Diagram 2 Jadwal Proses Perencanaan dan Penganggaran
DIAGRAM PROSES PERENCANAAN, PENGANGGARAN DAN EVALUASI TERPADU Januari-April Mei-Agustus SeptemberDesember Pagu indikatif dan Rancangan awal RKP tahun berikutnya
KEMENTRIAN PERENCANAAN KEMENTRIAN KEUANGAN
Penelaahan Konsistens Dengan RKP
SE PAGU Sementara
Lampiran RAPBN (Himpunan RKA-KL)
Penelaahan Konsistensi Dengan Prioritas Anggaran
KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA
Ren stra K/L
PROSES PERENCANAAN PENGANGGARAN DAN EVALUASI TERPADU
TAHAP III PERTE MUAN KOORDIN ASI
Renja K/L
RKP
Rancangan KEPPRES ttg Rincian APBN
Alokasi anggara n
Konsep Dokumen Pelaksan aan Anggaran
RKA K/L
TAHAP I PENYUSUNAN KONSEP KERANGKA KERJA TAHAP III PERTE MUAN KOORDINASI
PENGESAHAN
Dokumen Pelaksan aan Anggaran
TAHAP II PENYUSUNAN RENCANA KEGIATAN DAN ANGGARAN
Sumber: Kementerian Keuangan UU No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, menjelaskan bahwa RKP yang disusun setiap tahun menjadi pedoman dalam menyusun Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN), yang kemudian ditetapkan menjadi APBN oleh DPR. Sedangkan RKA KL yang PEDOMAN PENYUSUNANPERENCANAAN DAN PENGANGGARAN YANG RESPONSIF GENDER (PPRG) di BNP2TKI
16
nantinya akan menjadi rincian APBN berpedoman kepada RKP (Pasal 2 Ayat 1 PP No.21 Tahun 2004 tetang Penyusunan RKA-KL). Siklus perencanaan dan penganggaran (baca tahun Fiskal) di Indonesia menurut Pasal 4 UU No 17 Tahun 2003 dimulai 1 Januari sampai 31 Desember tahun yang sama. Siklus perencanaan dan penganggaaran dalam satu tahun dapat dilihat pada Diagram 2. Dari Diagram 2 tersebut terlihat pula bahwa Renja KL harus sudah dibuat selambatlambatnya di bulan April, dengan mengacu pada Renstra KL dan pagu indikatif. Di bulan berikutnya setelah semua Renja KL dikumpulkan oleh Bappenas, dan seluruh anggarannya dibahas bersama DPR RI, maka ditetapkanlah RKP yang telah memuat pagu sementara. Selanjutnya RKP ini digunakan sebagai landasan dalam menyusun RKA KL. Kemudian kumpulan dari semua RKA KL dijadikan bahan Lampiran RAPBN. Setelah RAPBN dibahas dan disahkan menjadi APBN dengan persetujuan DPR maka ditetapkanlah pagu definitif dan selanjutnya RKA KL menjadi dasar dalam penetapkan DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) setiap KL.
B.
Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender (PPRG) Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender merupakan instrumen untuk mengatasi adanya kesenjangan antara perempuan dan laki-laki dalam aspek akses, partisipasi, kontrol dan manfaat dalam pelaksanaan pembangunan. PPRG bukanlah sebuah proses yang terpisah dari sistem perencanaan dan penganggaran yang sudah ada, dan bukan pula penyusunan rencana dan anggaran pembangunan khusus untuk perempuan yang terpisah dari laki-laki. Penyusunan PPRG ini juga merupakan sebuah kerangka kerja atau alat analisis untuk mewujudkan keadilan antara lakilaki dan perempuan dalam penerimaan manfaat pembangunan yang akhirnya terwujud dalam Anggaran yang Responsif Gender. Perencanaan dan penganggaran responsif gender merupakan dua proses yang saling terkait dan terintegrasi satu sama lain. Konsep Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender dapat diartikan sebagai berikut : 1.
2.
3.
Perencanaan yang Responsif Gender merupakan suatu proses pengambilan keputusan untuk menyusun program atau kegiatan yang akan dilaksanakan di masa mendatang untuk mengatasi isu-isu atau permasalahan gender di masing-masing sektor pembangunan; Perencanaan yang Responsif Gender adalah perencanaan yang dilakukan dengan memperhatikan atau mengintegrasikan perbedaan-perbedaan pengalaman, aspirasi, peran, kebutuhan dan permasalahan perempuan dan laki-laki dalam proses penyusunannya; Penganggaran yang Responsif Gender adalah proses penganggaran yang penggunaannya diarahkan untuk membiayai program/kegiatan pembangunan yang dapat memberikan manfaat secara adil bagi perempuan dan laki-laki dalam berbagai bidang pembangunan dan atau anggaran yang dialokasikan untuk membiayai kebutuhan-kebutuhan praktis gender dan atau kebutuhan strategis gender yang dapat diakses oleh perempuan dan laki-laki.
Anggaran Responsif Gender (ARG) dibagi atas 3 kategori, yaitu: 1.
Anggaran khusus target gender, adalah alokasi anggaran untuk memenuhi kebutuhan dasar khusus perempuan atau kebutuhan dasar khusus laki-laki yang ditentukan berdasarkan hasil analisis gender;
PEDOMAN PENYUSUNANPERENCANAAN DAN PENGANGGARAN YANG RESPONSIF GENDER (PPRG) di BNP2TKI
17
2.
Anggaran kesetaraan gender, adalah alokasi anggaran untuk mengatasi masalah kesenjangan gender yang terlihat dalam relasi antara laki-laki dan perempuan dalam hal akses, partisipasi, manfaat dan kontrol terhadap sumberdaya pembangunan;
3.
Anggaran pelembagaan kesetaraan gender, adalah alokasi anggaran untuk penguatan pelembagaan pengarusutamaan gender, baik dalam hal, sosialisasi dan advokasi, penyediaan data basis maupun peningkatan kapasitas sumberdaya manusia.
Tujuan Penyusunan PPRG: 1. Untuk mendorong percepatan pelaksanaan strategi Pengarusutamaan Gender dalam semua sektor pembangunan terutama pencapaian target RPJMN 2010-2014 dan target RPJMN berikutnya. 2. Dengan perencanaan dan penganggaran yang responsif gender maka pelaksanaan program/kegiatan akan menjadi lebih efektif dan efisien serta adil karena telah didahului dengan analisis gender sehingga lebih tepat sasaran dan memberikan jawaban yang lebih tepat untuk memenuhi kebutuhan perempuan dan laki-laki.; 3. Perencanaan dan penganggaran yang responsif gender yang didahului dengan analisis gender akan mengurangi atau meminimalisir kesenjangan pada tingkat penerimaan manfaat pembangunan karena analisis gender dapat mengidentifikasi perbedaan kebutuhan dan permasalahan antara laki-laki dan perempuan. 4. Penerapan perencanaan dan penganggaran responsif gender sekaligus untuk menunjukkan komitmen pemerintah terhadap upaya mengatasi kondisi dan situasi kesenjangan perempuan dan laki-laki yang masih terjadi, sekaligus juga dalam melaksanakan beberapa konvensi internasional yang telah diratifikasi seperti Undang-Undang No. 7/1984 tentang Penghapusan segala Bentuk Dikriminasi terhadap Perempuan (CEDAW), dan kesepakatan Internasional (Beijing Platform for Action/BPFA). Integrasi gender dalam perencanaan program seharusnya dimulai pada waktu menyusun semua dokumen perencanaan seperti RPJMN, Renstra KL, RKP, Renja KL. Pada siklus perencanaan dan penganggaran tahunan, integrasi gender dimulai pada saat trilateral meeting. Adanya isu gender sudah tercermin dalam latar belakang, analisis situasi atau kondisi saat ini serta pokok-pokok program/kegiatan serta indikator capaian yang dibahas pada pertemuan tersebut.
C.
Gambaran Umum Rencana Strategis (Renstra) BNP2TKI Sebagai penjabaran RPJMN tahun 2009-2014, BNP2TKI telah menyusun Rencana Strategis periode yang sama terkait pembangunan bidang penempatan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia terutama di luar negeri sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Visi yang ingin dicapai oleh BNP2TKI adalah “Terwujudnya TKI yang berkualitas dan bermartabat” dengan misi sebagai berikut : 1. 2. 3. 4.
Mengisi peluang kerja dan menyiapkan tenaga kerja kompeten untuk pasar kerja luar negeri; Meningkatkan pelayanan penempatan TKI Meningkatkan kualitas perlindungan dan pemberdayaan TKI Meningkatkan kualitas pelayanan penempatan dan perlindungan TKI
PEDOMAN PENYUSUNANPERENCANAAN DAN PENGANGGARAN YANG RESPONSIF GENDER (PPRG) di BNP2TKI
18
Untuk mewujudkan visi dan misi tersebut maka program dan kegiatan BNP2TKI dalam kurun waktu tahun 2010–2014 diarahkan untuk mendukung pencapaian sasaran pembangunan di bidang ketenagakerjaan sebagaimana tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional Tahun 2010–2014. Melihat peluang kerja di luar negeri yang cukup menjanjikan, maka Renstra BNP2TKI tahun 2009-2014 mengarahkan program dan kegiatan dalam upaya mengisi peluang kerja dengan menyiapkan tenaga kerja kompeten untuk pasar kerja luar negeri; meningkatkan perlindungan dan kesejahteraannya; serta menyelesaikan kasus secara berkeadilan dan berkepastian hukum. Peluang kerja baik di sektor formal maupun informal tersebar hampir di seluruh kawasan seperti, kawasan Asia Pasifik, Australia dan New Zealand, Amerika dan Kanada, Afrika dan Timur Tengah. Peluang kerja formal dari berbagai jenis pekerjaan berjumlah sekitar 3.5 juta. Secara rinci Kebijakan BNP2TKI dalam mewujudkan tujuan RPJMN tahun 2010-2014 diarahkan kepada: 1.
Kerjasama luar negeri dan promosi terutama yang berkaitan dengan; penyediaan informasi pasar kerja dalam SIPKLN; peningkatan kerjasama antar negara/lembaga dan promosi untuk mendapatkan peluang kerja bagi tenaga kerja Indonesia (TKI); penyiapan CTKI kompeten sesuai dengan peluang kerja; peningkatan peran dalam perkembangan tugas “networking” dan “market intelligent” Perwakilan di luar negeri.
2.
Penempatan Tenaga Kerja Indonesia keluar negeri yang difokuskan kepada: perbaikan sistem dan mekanisme pelayanan melalui standarisasi, mekanisme dan prosedur pelayanan penempatan sejak rekruitmen hingga keberangkatan sebagai berikut ; a.
Peningkatan sosialisasi dan diseminasi informasi tentang bekerja di luar negeri secara benar dan aman yang menjangkau wilayah dan masyarakat/lembaga secara luas;
b.
Penyiapan CTKI sejak rekrutmen sampai dengan pemberangkatan sesuai dengan standar, mekanisme dan prosedur pelayanan penempatan;
c.
Peningkatan verifikasi keabsahan dokumen penempatan;
d.
Peningkatan peran dan koordinasi pemerintah Kab/Kota dalam memberikan pelayanan dan pendampingan selama proses pelaksanaan rekruitmen dan pendidikan/ pelatihan;
3. Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia yang difokuskan kepada: a.
Perbaikan sistem dan mekanisme pelayanan melalui standarisasi;
b.
Mekanisme dan kepulangan;
c.
Pemberian advokasi dan mediasi kepada CTKI/TKI dan keluarganya bekerja sama dengan stakeholder terkait;
d.
Pemberian pengamanan kepada CTKI/TKI sejak keberangkatan sampai kepulangan;
e.
Penyelesaian pengaduan dan permasalahan TKI guna pembelaan dan pemenuhaan hakhak TKI;
f.
Pelaksanaan pemberdayaan CTKI/TKI dan keluarganya demi terwujudnya kesejahteraan.
prosedur
pelayanan
perlindungan
sejak
keberangkatan
PEDOMAN PENYUSUNANPERENCANAAN DAN PENGANGGARAN YANG RESPONSIF GENDER (PPRG) di BNP2TKI
hingga
19
4. Penguatan Kelembagaan yang difokuskan kepada: a.
Penyiapan perencanaan yang kreatif, inovatif, rasional dan menjawab persoalan:
b.
Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih (good governance and clean government) dan akuntabilitas kinerja;
c.
Penyiapan SDM dan kelembagaan yang profesional, handal dalam memberikan pelayanan kepada publik;
d.
Penyelenggaraan Reformasi Birokrasi di 8 area perubahan;
e.
Menjadi BNP2TKI sebagai Zona Integritas yaitu Wilayah Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM);
f.
Penyediaan sarana dan prasarana pelayanan penempatan dan perlindungan serta penatausahaan keuangan yang tertib dan akuntabel;
g.
Penyusunan, penyempurnaan perangkat peraturan dan berperan aktif dalam proses penguatan kewenangan/otoritas kelembagaan serta pengelolaan informasi dan kehumasan;
h.
Pengkajian, penelitian dan pengembangan serta menyediakan sistem informasi yang terintegrasi dengan stakeholder secara terpadu dan bertanggungjawab serta penyajian data yang akurat;
i.
Peningkatan peran Daerah dalam Fasilitasi dan Perlindungan Pekerja Migran.
Kebijakan tersebut, dijabarkan kedalam program generic yang berkaitan dengan Dukungan menejemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya serta program teknis yang berkaitan dengan peningkatan fasilitasi penempatan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia. Program generik merupakan program yang terkait dengan pelayanan internal lembaga sedangkan program teknis merupakan program yang menghasilkan pelayanan eksternal kepada kelompok sasaran atau masyarakat. Program teknis dijabarkan kepada kegiatan-kegiatan teknis yang digunakan oleh unit eselon II yaitu: 1). Kegiatan Prioritas Nasional terdiri dari : a. Peningkatan Kerjasama dan Verifikasi Pelayanan Dokumen. Pelayanan dokumen bagi calon tenaga kerja Indonesia (CTKI) dilakukan dalam bentuk fasilitasi kelengkapan dokumen dan verifikasi keabsahan dokumen. Kegiatan ini dilakukan bekerjasama dengan berbagai instansi terkait, seperti Kemdagri, Kemkes, dan Imigrasi. Sasaran dari kegiatan ini adalah untuk meningkatkan kualitas pelayanan penempatan calon CTKI/TKI, dengan indikator outputnya berupa jumlah calon CTKI/TKI yang mendapat layanan dokumen sesuai standar. Sedangkan target yang ingin dicapai secara kumulatif mencapai 3,5 juta CTKI/TKI sampai tahun 2014; b. Penyiapan dan Pembekalan Pemberangkatan. Para CTKI yang telah memenuhi syarat-syarat formal akan memperoleh layanan Pembekalan Akhir Pemberangkatan (PAP) dan KTKLN. Fasilitasi KTKLN akan menjadi dokumen elektronik yang tidak saja berfungsi sebagai kartu identitas TKI tetapi juga akan dikembangkan sebagai kartu yang berfungsi sebagai alat untuk mengakses informasi dan perbankan. Dalam PEDOMAN PENYUSUNANPERENCANAAN DAN PENGANGGARAN YANG RESPONSIF GENDER (PPRG) di BNP2TKI
20
penyiapan pemberangkatan, sasaran yang ingin dicapai dalam kegiatan ini adalah meningkatnya pemahaman CTKI/TKI tentang hak dan kewajibannyadengan indikator/output : (i) Presentase jumlah calon CTKI/TKI yang ditempatkan sesuai dengan job order, dengan target akhir RPJMN 2014 100% CTKI/TKI ditempatkan sesuai dengan job order; (ii) Jumlah calon CTKI/TKI yang terlayani KTKLN yang dikeluarkan oleh BNP2TKI sesuai dengan NIK, dengan target secara kumulatif sampai tahun 2014 terlayani sebanyak 3,5 juta CTKI/TKI; (iii) Jumlah CTKI/TKI yang diberi pembekalan akhir pemberangkatan dengan silabus yang memenuhi standar perlindungan dan prinsip-prinsip HAM, dengan target sebanyak 3,5 juta CTKI/TKI sampai pada tahun 2014. Di samping sebagai mitra PPTKIS dalam memberikan pelayanan penempatan dan perlindungan TKI, BNP2TKI juga sebagai pelaksana penempatan pemerintah. Dalam pelaksanaan penampatan BNP2TKI didasarkan pada MoU antar Negara (Goverment to Government) ataupun antar G to P (Government to Private sector) yang akan diperluas cakupan negara tujuannya. Untuk itu diperlukan landasan hukum dan aturan pelaksanaannya. Pada akhir tahun 2014, jumlah penempatan TKI diharapkan mencapai akumulasi sebanyak 3,5 juta orang, sejak tahun 2010. Di samping itu, proporsi penempatan di sektor formal diharapkan semakin membaik sehingga diharapkan dapat mencapai 50% pada akhir tahun 2014. c. Peningkatan Pelayanan Mediasi dan Advokasi. Kegiatan ini dimaksudkan untuk memberikan layanan pengamanan, advokasi dan perlindungan, baik sebelum (pra), masa setelah bekerja di luar negeri. Mediasi, advokasi dan perlindungan hukum dilakukan dalam kerangka memberikan perlindungan hukum dan jaminan pemenuhan atas hak-hak TKI, sehingga TKI benar-benar diperlakukan secara manusiawi dan bermartabat. Sasaran kegiatan ini adalah terlaksananya pelayanan advokasi dan perlindungan hukum CTKI/TKI, dengan indikator/ouputnya : (i) Persentase calon CTKI/TKI yang mendapat advokasi, dengan target yang akan dicapai pada tahun 2014 adalah 90% orang berminat menjadi CTKI/TKI teradvokasi; (ii) Persentase CTKI/TKI purna bermasalah yang direhabilitasi, target yang akan dicapai pada tahun 2014 adalah 100% CTKI/TKI purna bermasalah yang direhabilitasi. d. Peningkatan Pelayanan Pengaduan. Kegiatan ini dimaksudkan untuk memberikan layanan pengaduan kepada TKI terhadap semua permasalahan yang dialami. Pelayanan pengaduan dilakukan dalam rangka memberikan perlindungan hukum dan jaminan pemenuhan atas hak-hak TKI, sehingga TKI benar-benar diperlakukan secara manusiawi dan bermartabat. Sasaran kegiatan ini adalah terlaksananya pelayanan advokasi dan perlindungan hukum CTKI/TKI, dengan indikator/ outpunya adalah : (i) Kemudahan dalam penyampaian pengaduan, kegiatan ini memiliki target pada tahun 2014 adalah 1 hotline service 24 jam (bebas pulsa); (ii) Jumlah pengaduan yang ditangani, sampai dengan tahun 2014 ditargetkan 100% ; (iii) Kualitas pelayanan hotline service, kegiatan ini memiliki target 100% CTKI/TKI yang diproses melalui hotline service dalam waktu 24 jam pada tahun 2014; (iv) Persentase CTKI/TKI purna bermasalah yang direhabilitasi dengan target sampai tahun 2014 adalah 100% . e. Peningkatan Pengamanan dan Pengawasan TKI. PEDOMAN PENYUSUNANPERENCANAAN DAN PENGANGGARAN YANG RESPONSIF GENDER (PPRG) di BNP2TKI
21
Kegiatan ini merupakan salah satu bentuk perlindungan TKI pada saat akan berangkat/pra, dan pada saat kepulangan, sehingga TKI terjamin keamanannya. Selain itu juga dilakukan pencegahan TKI ilegal, serta penegakan hukum terhadap para pelaku tindak pidana ketenagakerjaan. Kegiatan ini memiliki sasaran pencegahan keberangkatan CTKI/TKI non procedural dengan indikator output adalah presentase CTKI/TKI yang memiliki dokumen resmi bekerja ke luar negeri dan target yang diharapkan pada tahun 2014 adalah 90% CTKI. f. Peningkatan Pemberdayaan TKI. Kegiatan pemberdayaan dilakukan kepada CTKI/TKI dan keluarganya serta pelayanan kepulangan hingga daerah asal TKI. Pemberdayaan dilakukan dalam bentuk fasilitasi pembiayaan pemberangkatan, pengiriman remitansi, pelayanan kepulangan di dembarkasi hingga daerah asal, dan pendampingan usaha TKI Purna. Sasaran kegiatan ini adalah meningkatnya kesadaran pengelolaan remitansi untuk kegiatan produktif. sedangkan indikator kegiatannya adalah jumlah CTKI/TKI dan keluarga TKI yang mendapat edukasi pengelolaan remitansi dan kewirausahaan dengan target kumulatif sampai tahun 2014 adalah sebanyak 17.000 CTKI/TKI. g. Peningkatan Fasilitasi Penempatan dan Perlindungan TKI (BP3TKI/BPKTKI/UPT-P3TKI/Loka P3TKI). Bentuk kegiatannya adalah memberikan pelayanan penempatan dan perlindungan TKI dengan kegiatan antara lain perlindungan TKI sejak dari pra penempatan, selama penempatan dan purna penempatan serta pelayanan, verifikasi dokumen pemberangkatan dan dokumen penempatan TKI. Kegiatan ini dimaksudkan untuk dapat memetakan potensi CTKI, sosialisasi, G to G, PAP dan KTKLN, verifikasi dokumen, pembinaan lembaga penempatan, Mediasi dan Advokasi, Pelayanan Pengaduan – Crisis Center, pengamanan dan pengawasan, Pemberdayaan TKI, Perencanaan, Pelaporan, Administrasi Kepegawaian, Keuangan dan BMN, PPID, Data dan Informasi, Pengembangan/Operasional Online System.Kegiatan Peningkatan Fasilitasi Penempatan dan Perlindungan TKI dilaksanakan oleh Unit Pelaksana Teknis adalah satuan organisasi yang bersifat mandiri yang melaksanakan tugas teknis operasional dan atau tugas teknis penunjang di lingkungan BNP2TKI. UPT mempunyai tugas memberikan kemudahan pelayanan pemrosesan seluruh dokumen penempatan, perlindungan dan penyelesaiaan masalah tenaga kerja secara terkoordinasi dan terintegrasi di wilayah kerjanya masing-masing. Kegiatan ini terdiri dari 4 Output : (i) Pemasyarakatan dan Pembinaan Kelembagaan; (ii) Penyiapan CTKI dan Pelayanan Penempatan; (iii) Perlindungan dan Pemberdayaan CTKI/TKI; (iv) Pelayanan Administrasi. 2). Kegiatan prioritas BNP2TKI terdiri dari : a. Peningkatan Kerjasama Luar Negeri. Kegiatan ini dimaksud untuk menyiapkan bahan teknis, perumusan, pengkoordinasian, pelaksanaan kerjasama luar negeri baik dengan pemerintah maupun dengan swasta untuk kerjasama bilateral, regional, dan multilateral dalam konteks penempatan dan perlindungan TKI. Di samping itu, ditingkatkan pula komunikasi dan kerjasama dengan berbagai lembaga
PEDOMAN PENYUSUNANPERENCANAAN DAN PENGANGGARAN YANG RESPONSIF GENDER (PPRG) di BNP2TKI
22
internasional yang bergerak dalam bidang migran worker, baik dalam kerangka bilateral maupun multilateral, seperti ILO, UNIFEM, ASCOO, dan lain-lain. b. Peningkatan Pemetaan dan Harmonisasi Kualitas TKLN I. Kegiatan ini dimaksud untuk menyiapkan pemetaan suply dan pencocokan dengan peta permintaan tenaga kerja, meningkatkan kualitas dan kapasitas calon tenaga kerja indonesia yang akan bekerja ke luar negeri pada beberapa sektor angkutan, pergudangan, komunikasi, bangunan/konstruksi, industri pengolahan/manufaktur dan kapal pesiar melalui kerjasama dengan lembaga terkait seperti BLKLN, lembaga pendanaan/perbankan, lembaga sertifikasi nasional/internasional. c. Peningkatan Pemetaan dan Harmonisasi Kualitas TKLN II. Kegiatan ini dimaksudkan untuk menyiapkan pemetaan suply dan pencocokan dengan peta permintaan tenaga kerja, meningkatkan kualitas dan kapasitas calon tenaga kerja indonesia yang akan bekerja ke luar negeri pada beberapa sektor jasa kemasyarakatan, sosial dan perseorangan, keuangan, asuransi, usaha persewaan bangunan dan tanah, listrik, gas dan air, pertambangan dan penggalian serta pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan, melalui kerjasama dengan lembaga terkait seperti BLKLN, lembaga pendanaan/perbankan, lembaga sertifikasi nasional/ internasional. d. Peningkatan Promosi TKI Ke Negara Penempatan. Kegiatan ini dimaksudkan untuk meningkatkan promosi dan mewujudkan kerjasama dengan negara-negara penerima TKI, agency, user/pengguna, lembaga-lembaga internasional lainnya, sehingga diperoleh gambaran peluang kerja dan jabatan yang ada di luar negeri, dan job-order bagi penempatan TKI. Pada akhir tahun 2014 diharapkan telah terbuka peluang kesempatan kerja di 20 negara untuk jabatan formal/skill dengan proporsi yang semakin besar, sehingga mencapai 50% di tahun 2014. e. Peningkatan Sosialisasi dan Pembinaan Kelembagaan. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mewujudkan pemahaman dan pengetahuan masyarakat tentang peraturan, standar, kriteria, prosedur, hak kewajiban, tata cara mulai dari rekrutmen sampai dengan keberangkatan dan perlindungan dari pra, masa dan purna penempatan. Untuk itu dilakukan sosialisasi dan penyebarluasan informasi, yang dilakukan melalui publikasi dan bursa kerja luar negeri yang menjangkau wilayah dan masyarakat/lembaga secara luas.Disamping itu, dilakukan pembinaan kelembagaan pelaksana dan pendukung penempatan agar pelaksanaan penempatan berlangsung secara benar dan terukur. f. Peningkatan Pelayanan Penempatan Pemerintah. Kegiatan ini dimaksud untuk melaksanakan kerjasama antar instansi, penyiapan penempatan dan pelayanan penempatan Pemerintah, baik melalui pola penempatan G to G maupun G to P. Penempatan oleh pemerintah akan dikembangkan ke negara selain Jepang, Korea, Malaysia, dan Timur Leste. Target yang akan dicapai sampai tahun 2014 adalah 50.000 CTKI. Berdasarkan renstra BNP2TKI periode 2010-2014 tersebut, pengarusutamaan gender melalui perencanaan dan penganggaran yang responsif gender akan difokuskan kepada kegiatan sebagai berikut :
PEDOMAN PENYUSUNANPERENCANAAN DAN PENGANGGARAN YANG RESPONSIF GENDER (PPRG) di BNP2TKI
23
i. ii. iii. iv. v.
Pelatihan dan Pendidikan Keterampilan CTKI; PAP/Pre Eliminary Training ; Pemberdayaan TKI Purna; Pelayanan Monitoring TKI di Embarkasi Kedatangan; Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
PEDOMAN PENYUSUNANPERENCANAAN DAN PENGANGGARAN YANG RESPONSIF GENDER (PPRG) di BNP2TKI
24
BAB IV. MEKANISME PENYUSUNAN ANGGARAN YANG RESPONSIF GENDER
Anggaran berbasis kinerja yang menjadi dasar penganggaran pembangunan saat ini menjadi pintu masuk dari pengalokasian anggaran yang responsif gender. Anggaran berbasis kinerja mengandung 3 prinsip yaitu efisiensi, efektifitas dan ekonomis, sedangkan ARG mengandung 4 aspek yaitu efisiensi, efektifitas, ekonomis dan equity (adil). Penyusunan ARG mengacu kepada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga, yang dikeluarkan setiap tahun oleh Kementerian Keuangan sebagai acuan dalam penyusunan RKA-KL. Dalam PMK tersebut dijelaskan bahwa pengalokasian ARG dilakukan dengan cara menelaah dampak dari belanja suatu kegiatan terhadap perempuan dan laki-laki serta menganalisa anggaran tersebut apakah telah menjawab kebutuhan perempuan dan laki-laki. Oleh karena itu ARG melekat pada struktur anggaran yang terdiri dari program, kegiatan dan output yang ada dalam RKA-KL. Pada PMK Nomor 94 Tahun 2013 dimuat beberapa hal yang perlu menjadi perhatian KL dalam menyusunan ARG yaitu: 1.
Penerapan ARG pada system penganggaran diletakkan pada level output. Relevensi komponen input dengan output yang dihasilkan harus jelas.
2.
KL yang wajib menerapkan ARG adalah KL yang telah mendapatkan pendampingan Perencanaan Penganggaran yang Responsif Gender (PPRG) dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPP dan PA).
3.
Penerapan ARG difokuskan kepada kegiatan yang terkait dengan: a.
Penugasan prioritas pembangunan nasional.
b.
Pelayanan kepada masyarakat atau service delivery.
c.
Kegiatan untuk memperkuat pelembagaan PUG termasuk capacity building, advokasi gender dan KIE, kajian, sosialisasi, diseminasi dan/atau pengumpulan data terpilah.
Selain itu perlu pula dipahami prinsip-prinsip ARG sebagai berikut: 1.
ARG bukanlah anggaran yang terpisah untuk laki-laki dan perempuan.
2.
ARG berfungsi sebagai pola anggaran yang akan menjembatani kesenjangan dalam hal status, peran, kebutuhan dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan.
3.
ARG bukanlah dasar yang valid untuk meminta tambahan alokasi anggaran.
4.
Bukan berarti bahwa alokasi ARG hanya berada dalam program khusus pemberdayaan perempuan.
5.
ARG bukan berarti ada alokasi dana 50% untuk laki-laki dan 50% untuk perempuan, untuk setiap kegiatan.
6.
Tidak harus semua kebijakan/output mendapat koreksi agar menjadi responsif gender, ada juga yang netral gender.
A.
Langkah-Langkah Penyusunan Anggaran yang Responsif Gender Proses penyusunan Anggaran Responsif Gender terdiri dari beberapa tahap atau langkah yang dapat dilihat pada Diagram 3 berikut:
PEDOMAN PENYUSUNANPERENCANAAN DAN PENGANGGARAN YANG RESPONSIF GENDER (PPRG) di BNP2TKI
25
Diagram 3. Langkah-Langkah Penyusunan ARG
Pemilihan Program dan Kegiatan
Program/Kegiatan yang ada dalam RKAKL
Analisis Gender
Metode Analisis GAP (Gender Analysis Pathway)
Gender Budget Statement (GBS)
Mengacu pada Format dalam PMK 94 tahun 2013
TOR atau KAK
Mengacu pada PMK 94 tahun 2013 Untuk Inisiatif Baru
Langkah 1 : Pemilihan Program dan Kegiatan Program yang dipilih dari dokumen perencanaan untuk disusun ARG nya adalah program yang strategis dan memiliki dimensi luas/daya ungkit tinggi baik dalam hal dampak dan pelibatan masyarakat serta mendukung pencapaian MDG’s. Program tersebut bukanlah program yang baru akan tetapi program yang sudah tercantum dalam RPJMN, Renstra, Renja atau RKA dan sudah ada pagu anggarannya. Berdasarkan PMK No. 94 Tahun 2013 dan PMK sebelumnya, yang akan disusun ARG nya adalah pada level output dari program-program terpilih tersebut dengan kriteria seperti dijelaskan diatas.
Langkah 2 : Melakukan Analisis Gender Analisis Gender dilakukan dengan menggunakan alur kerja Analisis Gender (Gender Analysis Pathway (GAP) atau alat analisis gender lainnya dengan tujuan untuk mengidentifikasi kesenjangan dan permasalahan gender serta faktor penyebabnya, sehingga dapat dirumuskan alternatif solusinya secara tepat. Langkah 3 : Penyusunan Gender Budget Statement (GBS) Hasil analisis gender kemudian dituangkan dalam Gender Budget Statement (GBS) atau pernyataan anggaran gender. GBS adalah dokumen yang menginformasikan suatu output (keluaran) kegiatan telah responsif terhadap isu gender yang ada, dan/atau suatu biaya telah dialokasikan untuk menangani permasalahan kesenjangan gender. Penyusunan dokumen GBS telah melalui analisis gender dengan menggunakan alat analisis antara lain Gender Analisys Pathway (GAP) yang di lakukan pada langkah 2. PEDOMAN PENYUSUNANPERENCANAAN DAN PENGANGGARAN YANG RESPONSIF GENDER (PPRG) di BNP2TKI
26
Langkah 4 : Penyusunan Term of Reference (TOR) atau Kerangka Acuan Kegiatan (KAK). TOR atau KAK adalah dokumen yang memuat keterangan dan penjelasan tentang kegiatan yang diusulkan untuk dianggarkan dan perkiraan jumlah biaya yang dibutuhkan. TOR hanya dibuat untuk kegiatan yang baru atau inisiatif baru. Secara garis besar, TOR menggambarkan relevansi masing-masing komponen input (masukan) sebagai tahapan dalam rangka pencapaian output (keluaran) dan kontribusinya dalam mencapai hasil atau dampak. Di dalam TOR dijelaskan latar belakang mengapa kegiatan tersebut diusulkan, siapa penerima manfaat dari kegiatan tersebut, strategi yang digunakan dalam mencapai output (keluaran) kegiatan, waktu yang dibutuhkan dan perkiraan biaya yang dibutuhkan. TOR yang dibuat haruslah responsif gender yang dapat dilihat dari latar belakang, strategi, siapa sasaran dan penerima manfaat dari kegiatan tersebut. Sumber informasi dalam penyusunan TOR adalah hasil analisis gender dan harus sinkron dengan GBS. B.
Analisis Gender Metode Gender Analisis Pathway (GAP). Metode GAP yang disebut juga alur kerja analisis gender adalah salah satu metode analisis yang digunakan dalam menyusun perencanaan dan penganggaran yang responsif gender terutama pada tahap penyusunan Anggaran yang Responsif Gender (ARG). Metode GAP ini merupakan metode yang komprehensif dan terdiri dari 9 langkah dan 5 tahap yaitu: 1. 2. 3. 4. 5.
Analisis kebijakan yang ada saat ini (langkah 1). Informasi/data terpilah pembuka wawasan (langkah 2) Formulasi isu gender (langkah 3,4 dan 5). Solusi kesenjangan gender (langkah 6 dan 7). Pengukuran hasil: output dan outcome (langkah 8 dan 9).
Secara rinci alur analisis gender metode GAP ini dapat dilihat pada Diagram 4.
Tahap I. Analisis kebijakan Langkah 1. Kebijakan/Program/Kegiatan Mengidentifikasi kebijakan/program/proyek/kegiatan pembangunan yang ada dari masing-masing unit sesuai tugas pokok dan fungsi. Ini dapat dilihat pada Rencana Kerja (Renja) KL atau RKA KL. Pada langkah 1 ini dituliskan pula tujuan dari kegiatan yang akan disusun ARG nya. Tahap II. Menampilkan informasi atau data terpilah sebagai pembuka wawasan yang akan digunakan dalam menentukan isu gender terkait dengan kegiatan yang dipilih untuk dilakukan analisis berbasis gender dan telah ditentukan pada langkah 1. Langkah 2. Data pembuka wawasan Sajikan data kuantitatif dan atau kualitatif yang terpilah terutama menurut jenis kelamin sebagai data pembuka wawasan. Data tersebut mengungkapkan kesenjangan atau perbedaan yang cukup berarti antara perempuan dan laki-laki. Data ini disebut data yang sensitif gender. Data pendukung lainnya bisa juga tidak terpilah berdasarkan jenis
PEDOMAN PENYUSUNANPERENCANAAN DAN PENGANGGARAN YANG RESPONSIF GENDER (PPRG) di BNP2TKI
27
kelamin akan tetatpi merupakan data atau informasi yang menjelaskan adanya kesenjangan atau masalah terkait dengan upaya terkait dengan PPRG.
Tahap III.
Formulasi isu gender.
Langkah 3.
Faktor kesenjangan Menentukan dan memformulasikan isu gender yang dilihat dari 4 aspek yaitu; aspek akses laki-laki dan perempuan terhadap sumber daya pembangunan; partisipasi laki-laki dan perempuan dalam pengambilan keputusan dan peran dalam pembangunan; kontrol atau penguasaan terhadap sumberdaya pembangunan dan; aspek manfaat hasil pembangunan yang dirasakan oleh laki-laki dan perempuan.
Langkah 4.
Sebab kesenjangan internal Menentukan penyebab dari kesenjangan gender yang terungkap pada langkah 3. Faktor penyebab pada langkah 4 ini dilihat dari internal lembaga atau unit kerja yang bertanggung jawab dalam membuat kebijakan, program dan kegiatan yang ada pada langkah 1, apakah peraturan, kebijakan, proses perencanaan, ketersediaan sumberdaya termasuk SDM belum mendukung pelaksanaan PPRG.
Langkah 5.
Sebab kesenjangan eksternal Mencari penyebab eksternal yang dilihat dari institusi diluar lembaga yang bertanggung jawab melaksanakan kegiatan pada langkah 1. Faktor penyebab dapat berkaitan dengan aspek budaya, adat, mitos dan lain-lain yang terdapat dalam masyarakat yang terlihat pada saat pelaksanaan kegiatan.
Tahap IV.
Solusi kesenjangan gender.
Langkah 6.
Reformulasi tujuan Malakukan reformulasi tujuan kegiatan. Apabila tujuan kegiatan seperti yang dicantumkan pada langkah 1, belum responsif terhadap kesenjangan gender yang dapat dilihat dari langkah 2,3,4 dan 5 maka tujuan kegiatan tersebut perlu direformulasi sehingga mencerminkan atau dapat mengakomodasi isu gender yang ada.
Langkah 7.
Rencana aksi Menuliskan program pokok atau rencana aksi yang akan dilaksanakan sebagai upaya penyelesaian masalah atau isu gender yang ditemukan serta mewujudkan tujuan yang sudah direformulasi atau dikoreksi seperti tercantum pada langkah 6. Program tersebut dapat saja lebih dari 1 tahun atau tahun jamak tergantung dari berat dan ringannya masalah kesenjangan gender yang harus di selesaikan.
PEDOMAN PENYUSUNANPERENCANAAN DAN PENGANGGARAN YANG RESPONSIF GENDER (PPRG) di BNP2TKI
28
Diagram 4
Alur Kerja Analisis Gender (Gender Analysis Pathway = GAP) ANALISIS KEBIJAKAN YANG RESPONSIF GENDER 1, - Pilih Kebijakan/Program/ Kegiatan yang akan dianalisis: - Identifikasi dan tuliskan tujuan Kebijakan/Program/Kegiatan
2. Sajikan Data Pembuka Wawasan Terpilah Menurut Jenis Kelamin - Kuantitatif - Kualitatif - Data pendukung
4. Temu kenali faktor penyebab isu gender di internal lembaga/ budaya org
6. Rumuskan kembali tujuan kebijakan/ Program /Proyek/ Kegiatan pembangunan
PELAKSANAAN 7. Susun Rencana Aksi yang responsif gender
MONITORING & EVALUASI
PENGUKURAN HASIL
ISU GENDER
3.Temu kenali isu gender dilihat dari Akses, Partisipasi, Kontrol dan manfaat
KEBIJAKAN, RENCANA AKSI KE DEPAN
5. Temu kenali faktor penyebab isu gender di eksternal lembaga
Tetapkan 8.8. Tetapkan Baselinedata data Baseline
9 .Tetapkan Indikator Gender (output dan outcome
PERENCANAAN Tahap V.
Penentuan Hasil atau Penetapan Iindikator.
Langkah 8.
Data dasar (baseline data) Menetapkan data basis atau data dasar terkait dengan tujuan dan program pokok yang tercantum pada langkah 6 dan 7, yang dapat digunakan untuk mengukur keberhasilan kegiatan yang responsif gender. Data basis ini dapat diambil dari data yang tersedia pada langkah 2.
Langkah 9.
Indikator gender Penetapan indikator keluaran dan indikator hasil. Indikator hasil yang dicantumkan disini terdiri dari indikator keluaran ( output) dan indikator outcome (hasil). Indikator keluaran merupakan alat ukur dari hasil kegiatan berupa volume, barang atau jasa yang diharapkan tercapai pada akhir tahun anggaran (jangka pendek), sedangkan indikator outcome adalah manfaat yang dapat dirasakan oleh sasaran sebagai hasil dari tercapainya seluruh keluaran dari kegiatan yang dapat dilihat pada jangka menengah. Outcome biasanya terlihat dari perubahan perilaku masyarakat.
PEDOMAN PENYUSUNANPERENCANAAN DAN PENGANGGARAN YANG RESPONSIF GENDER (PPRG) di BNP2TKI
29
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan analisis gender dengan metode GAP yaitu; konsistensi, relevansi dan korelasi antara substansi pada langkah 1 sampai dengan langkah 9. a.
Gender Budget Statement (GBS) Hasil analisis gender kemudian dituangkan dalam Gender Budget Statement (GBS). Seperti dijelaskan diatas bahwa GBS adalah dokumen yang menginformasikan suatu output kegiatan telah responsif terhadap isu gender yang ada, dan atau suatu biaya telah dialokasikan untuk menangani permasalahan kesenjangan gender. Karena itu GBS merupakan dokumen resmi sebagai pertanggungjawaban dari pemerintah bahwa anggaran yang dialokasikan sudah adil gender. Komponen GBS terdiri dari: 1. 2. 3. 4. 5.
Kegiatan, dan output kegiatan; Analisis situasi; Rencana aksi yang terdiri atas komponen input dan indikator inputnya; Besar alokasi anggarannya; Dampak/hasil output kegiatan.
Berdasarkan PMK no 94 tahun 2013, GBS tersebut harus dilampirkan pada saat KL mengusulkan Rencana Anggaran KL. Format GBS mengacu kepada lampiran II-6 PMK No 94 Tahun 2013 yang dapat dilihat pada Tabel 6. sbb:
PEDOMAN PENYUSUNANPERENCANAAN DAN PENGANGGARAN YANG RESPONSIF GENDER (PPRG) di BNP2TKI
30
Tabel 6. Format GBS
GENDER BUDGET STATEMENT
(Pernyataan Anggaran Gender) Nama K/L Unit Organisasi Unit Eselon II/Satker
: (Nama Kementerian Negara/Lembaga) : (Nama Unit Eselon I sebagai KPA) : (Nama Unit Eselon II di Kantor Pusat yang bukan sebagai Satker/
Nama Satker baik di Pusat atau Daerah)
Program Kegiatan Indikator Kinerja Kegiatan Output Kegiatan Situasi (GAP langkah 2,3,4 dan 5) Analisis
Nama Program hasil restrukturisasi (GAP langkah 1) Nama Kegiatan hasil restrukturisasi (GAP langkah 1) Nama Indikator Kinerja Kegiatan hasil restrukturisasi Jenis,volume, dan satuan suatu output kegiatan hasil restrukturisasi (GAP langkah 9) Uraian ringkas yang menggambarkan persoalan yang akan ditangani/dilaksanakan. Uraian tersebut meliputi: data pembuka wawasan, faktor kesenjangan, dan penyebab permasalahan kesenjangan gender. Dalam hal data pembuka wawasan (berupa data terpilah) untuk kelompok sasaran baik laki-laki maupun perempuan tidak tersedia (data kuantatif) maka dapat menggunakan data kualitatif Output/suboutput kegiatan yang akan dihasilkan mempunyai pengaruh kepada kelompok sasaran tertentu Isu gender pada komponen ... (isu/kesenjangan gender yang ada pada komponen inputnya) (hanya komponen yang terdapat isu/kesenjangan gendernya)
Rencana Aksi (Dipilih hanya Komponen
yang secara langsung mengubah kondisi kearah kesetaraan gender. Tidak Semua Komponen dicantumkan) GAP langkah 7 Alokasi Anggaran Output kegiatan Dampak/hasil Output Kegiatan
GAP langkah 9.
Komponen
Tahapan dari suatu Output. Komponen ini harus relevan dengan Output Kegiatan yang dihasilkan. Dan diharapkan dapat menangani/mengurangi permasalahan kesenjangan gender yang telah diidentifikasi dalam analisis situasi
Komponen
……………………………
(Jumlah anggaran (Rp) yang dialokasikan untuk mencapai Output kegiatan) Dampak/hasil secara luas dari Output Kegiatan yang dihasilkan dan dikaitkan dengan isu gender serta perbaikan ke arah kesetaraan gender yang telah diidentifikasi pada analisisi situasi Penanggung jawab Kegiatan
.....................................................................
NIP/NRP. .................................................
PEDOMAN PENYUSUNANPERENCANAAN DAN PENGANGGARAN YANG RESPONSIF GENDER (PPRG) di BNP2TKI
31
D. Kerangka Acuan Kegiatan (KAK) Berdasarkan PMK Nomor 94 Tahun 2013, penyusunan TOR (KAK) tidak diperlukan, cukup sampai penyusunan GBS kecuali untuk kegiatan yang termasuk inisiatif baru yaitu kegiatan yang belum pernah diusulkan sebelumnya. Namun untuk lebih menjelaskan latarbelakang mengapa kegiatan tersebut diusulkan dan sebagai alat kontrol dan masukan bagi pimpinan dan bagi Tim verifikasi ARG, TOR tersebut masih dibutuhkan. Format KAK sesuai dengan lampiran II-4 PMK 94/2013 sbb:
Kementerian negara/lembaga Unit Eselon I Program Hasil Unit Eselon II / Satker Kegiatan Indikator Kinerja Kegiatan Satuan Ukur dan Jenis Keluaran Volume A. Latar Belakang
KAK/TOR PER KELUARAN KEGIATAN : ………………………………………….. : ………………………………………….. : ………………………………………….. : ………………………………………….. : ………………………………………….. : ………………………………………….. : ………………………………………….. : ………………………………………….. : …………………………………………..
1. Dasar Hukum Tugas Fungsi/Kebijakan 2. Gambaran Umum B. Penerima Manfaat
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
(10)
(11)
(12)
C. Strategi Pencapaian Keluaran 1. Metode Pelaksanaan
(13)
2. Tahapan dan Waktu Pelaksanaan D. Waktu Pencapaian Keluaran
(14)
(15)
E. Biaya Yang Diperlukan(16) Penanggungjawab ......................................(17) NIP….....…….....…..... (18)
KAK/TOR merupakan gambaran umum dan penjelasan mengenai keluaran kegiatan yang akan dicapai sesuai dengan tugas dan fungsi kementerian negara/lembaga yang memuat latar belakang, penerima manfaat, strategi pencapaian, waktu pencapaian, dan biaya yang diperlukan. Petunjuk pengisian format TOR atau KAK dapat dilihat pada Tabel 7.
PEDOMAN PENYUSUNANPERENCANAAN DAN PENGANGGARAN YANG RESPONSIF GENDER (PPRG) di BNP2TKI
32
Tabel 7. PETUNJUK PENGISIAN KAK/TOR No
Uraian
(1)
Diisi nama kementerian negara/lembaga.
(2)
Diisi nama unit eselon I.
(3)
Disi nama program sesuai hasil restrukturisasi program.
(4)
Diisi dengan hasil yang akan dicapai dalam program.
(5)
Diisinamaunit eselon II.
(6)
Diisi nama kegiatan sesuai hasil restrukturisasi kegiatan.
(7)
Diisi uraian indikator kinerja kegiatan.
(8)
Diisi nama satuan ukur dan jenis keluaran kegiatan.
(9)
Diisi jumlah volume keluaran kegiatan. Volume yang dihasilkan bersifat kuantitatif yang terukur. Contoh: 5 peraturan PMK, 200 orang peserta , 500 km jalan, 33 laporan LHP.
(10)
Diisi dengan dasar hukum tugas fungsi dan/atau ketentuan yang terkait langsung dengan kegiatan yang akan dilaksanakan.
(11)
Diisi dengan jenis kegiatan yang akan dilaksanakan serta penjelasan target volume output yang akan dicapai. Contoh : Kegiatan Generik atau Kegiatan Teknis (Kegiatan Prioritas Nasional, Kegiatan Prioritas K/L dan Kegiatan Teknis Non Prioritas).
(12)
Diisi dengan penerima manfaat baik internal dan/atau negara/lembaga.
eksternal kementerian
Contoh : pegawai, petani, siswa. (13)
Diisi dengan cara pelaksanaannya berupa kontraktual atau swakelola.
(14)
Diisi dengan tahapan/komponen masukan yang digunakan dalam pencapaian keluaran kegiatan, termasuk jadwal waktu (time table) pelaksanaan dan keterangan kelanjutan pelaksanaan tahapan/komponen masukan ( on / off ) pada tahun berikutnya.
(15)
Diisi dengan kurun waktu pencapaian pelaksanaan.
(16)
Diisi dengan lampiran RAB yang merupakan rincian alokasi dana yang diperlukan dalam pencapaian keluaran kegiatan.
(17)
Diisi dengan nama penanggung jawab kegiatan (Eselon II / Kepala satker vertikal).
(18)
Diisi dengan NIP penanggungjawab kegiatan.
PEDOMAN PENYUSUNANPERENCANAAN DAN PENGANGGARAN YANG RESPONSIF GENDER (PPRG) di BNP2TKI
33
Ketiga instrument yang digunakan dalam penyusunan ARG yaitu GAP, GBS dan TOR saling terkait satu sama lain. Keterkaitnan ketiga instrument tersebut dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. KETERKAITAN GAP, GBS DAN TOR Langkah-Langkah
GAP
GBS
TOR
Langkah 1
Kebijakan/program/kegiatan
Program, kegiatan, IKK, Output kegiatan
Bagian depan TOR/Judul
Langkah 2
Data pembuka wawasan
Analisis situasi
Gambaran umum di latar belakang
Langkah 3
Faktor kesenjangan
Analisis situasi
Analisis situasi
Langkah 4
Sebab kesenjangan internal
Analisis situasi
Analisis situasi
Langkah 5
Sebab kesenjangan eksternal
Analisis situasi
Analisis situasi
Langkah 6
Reformulasi tujuan
Tujuan output /subouput
Penerima manfaat
Langkah 7
Rencana aksi
Rencana aksi (komponen-komponen yang berkontribusi kepada pencapaian kesetaraan gender)
Strategi pencapaian keluaran (memuat seluruh komponen dalam mencapai output)
Langkah 8
Data dasar (baseline)
Analisis situasi
Gambaran umum di latar belakang
Langkah 9
Indikator gender
Dampak/hasil output kegiatan
Gambaran umum di latar belakang
PEDOMAN PENYUSUNANPERENCANAAN DAN PENGANGGARAN YANG RESPONSIF GENDER (PPRG) di BNP2TKI
34
BAB V. MONITORING DAN EVALUASI PPRG Monitoring dan evaluasi kegiatan PPRG atau pengintegrasian isu gender dalam perencanaan dan pengganggaran di semua bidang pembangunan terutama yang dananya bersumber dari APBN, dilaksanakan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan. Dalam melaksanakan monitoring dan evaluasi para pelaksana harus sudah memahami isu gender serta mampu melakukan analisis gender yang dilengkapi dengan instrumen khusus yang dapat secara tepat menemukan adanya kesenjangan gender, serta dapat memperlihatkan capaian perencanaan dan penganggaran yang dapat menurunkan atau menghapuskan kesenjangan gender. Evaluasi pelaksanaan PPRG di bidang pembangunan dilakukan untuk menilai efektifitas dan pengaruh pelaksanaan PPRG tersebut terhadap penurunan kesenjangan gender atau terhadap pencapaian kesetaraan gender. Dengan kata lain evaluasi dapat menilai efektifitas sumberdaya yang digunakan terhadap sasaran dan kinerja keluaran (output) untuk masing-masing kegiatan. Hasil evaluasi akan digunakan sebagai laporan dan rekomendasi kepada para pengambil kebijakan di setiap K/L dalam hal ini BNP2TKI untuk menilai kualitas pelaksanaan dan hasil pencapaian kinerja kegiatan serta menyempurnakan kebijakan dimasa yang akan datang khususnya kegiatan yang mengandung isu gender. B.
Monitoring Monitoring didefinisikan sebagai kegiatan mengamati perkembangan pelaksanaan rencana pembangunan, mengidentifikasi serta mengantisipasi permasalahan yang timbul dan/atau akan timbul untuk dapat diambil tindakan sedini mungkin. Fokus monitoring disini adalah pelaksanaan PPRG dengan ruang lingkup sbb: 1. Monitoring proses penyusunan PPRG. 2. Monitoring output dari PPRG. 3. Monitoring dampak PPRG. Secara umum pertanyaan yang dapat digunakan dalam monitoring PPRG dapat dilihat pada Tabel 9 berikut.
PEDOMAN PENYUSUNANPERENCANAAN DAN PENGANGGARAN YANG RESPONSIF GENDER (PPRG) di BNP2TKI
35
Tabel 9. Daftar Pertanyaan Monitoring PPRG TAHAP MONITORING
NO 1.
Proses penyusunan PPRG
DAFTAR PERTANYAAN
HASIL
1. Apakah kegiatan yang dipilih termasuk kegiatan prioritas nasional, dan/atau berkaitan dengan pelayanan publik, dan/atau berkaitan dengan pelembagaan PUG? 2. Apakah kegiatan yang dipilih merupakan kegiatan yang mengandung isu gender? 3. Apakah dilakukan analisis gender dengan metode GAP atau metode lainnya? 4. Apakah menggunakan data terpilah kelamin dan data pendukung lainnya?
2.
Output PPRG
menurut
jenis
1. Apakah ada GBS dari kegiatan yang dipilih? 2. Apakah GBS didasarkan kepada hasil GAP? 3. Apakah ada TOR/KAK khususnya untuk inisiatif baru? 4. Apakah TOR/KAK konsisten dengan GAP dan GBS? 5. Apakah kegiatan yang ada GBSnya tercantum dalam DIPA? 6. Apakah kegiatan yang ada GBSnya sudah dilaksanakan sesuai dengan GBS dan TOR/KAK (khusus untuk inisiatif baru)?
3.
Hasil PPRG
(outcome)
1. Apakah pencapaian indikator kinerja?
hasil
kegiatan
sesuai
dengan
2. Apakah kegiatan tersebut menurunkan kesenjangan gender?
Daftar pertanyaan dapat saja dikembangkan oleh KL (BNP2TKI) sesuai dengan kondisi dan kebutuhan yang berkembang dalam pelaksanaan PPRG.
B.
Evaluasi Evaluasi pelaksanaan PPRG di KL terutama difokuskan kepada hal-hal sbb: 1. Sejauh mana sumberdaya tersedia termasuk SDM di K/L mengetahui dan memahami Prasyarat terlaksananya PUG. 2. Sejauh mana proses penyusunan PPRG berlaku.
dilaksanakan sesuai tahapan dan peraturan yang
3. Sejauh mana Efektifitas dan Efisiensi pencapaian hasil penyusunan PPRG terkait dengan kegiatan yang disusun ARG nya. 4. Sejauh mana manfaat PPRG bagi pencapaian PUG secara utuh di K/L dilihat dari aspek ekonomis dan equity (keadilan bagi penerima manfaat laki-laki dan perempuan).
PEDOMAN PENYUSUNANPERENCANAAN DAN PENGANGGARAN YANG RESPONSIF GENDER (PPRG) di BNP2TKI
36
BAB VI PENUTUP Pengarusutamaan Gender merupakan salah satu arus utama yang harus dilakukan oleh KL dalam pelaksanaan pembangunan mulai dari proses perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender (PPRG) merupakan alat untuk mengimplementasikan Pengarusutamaan Gender (PUG) secara lebih efektif dan efisien serta berkeadilan di seluruh pembangunan termasuk di bidang penempatan dan perlindungan TKI yang menjadi tanggung jawab BNP2TKI dan K/L yang terkait di bidang penempatan dan perlindungan TKI. Dari data tentang penempatan dan perlindungan TKI yang ada terlihat adanya isu gender yang dapat ditemui pada berbagai tahap terutama pada masa pra penempatan, tahap penempatan dan purna penempatan. Dengan melakukan PPRG dapat diharapkan alokasi anggaran yang berkaitan dengan tahaptahap tersebut akan menurunkan kesenjangan gender antara laki-laki dan perempuan baik sebagai CTKI maupun TKI. Dalam rangka melaksanakan PPRG dilingkungan BNP2TKI termasuk BP3TKI dan P2TKI maka disusunlah buku pedoman yang menjadi acuan agar penyusunan PPRG sesuai dengan aturan yang berlaku. Pedoman ini disusun untuk memberikan bimbingan kepada para perencana, penyusun anggaran dan setiap penyelenggara pelaksana program/kegiatan di lingkungan BNP2TKI dalam melaksanakan PPRG. Oleh karenanya, peningkatan pemahaman, persepsi bagi para perencana, penyusun anggaran dan setiap penyelenggara pelaksana program/kegiatan tentang “makna” gender serta arti pentingnya PPRG sangat diperlukan. Sebagai kelengkapan dari buku pedoman ini diharapkan tersedia pula data terpilah yang bersifat multi variabel sehingga analisis gender dapat dilakukan dengan maksimal. Buku pedoman ini dilengkapi dengan lampiran berupa contoh instrumen yang digunakan dalam pelaksanaan PPRG di bidang penempatan dan perlindungan TKI yang dapat diacu oleh setiap satker yang ada di lingkungan BNP2TKI dalam penyusunan ARG.
---------------------------------
PEDOMAN PENYUSUNANPERENCANAAN DAN PENGANGGARAN YANG RESPONSIF GENDER (PPRG) di BNP2TKI
37
DAFTAR BACAAN
1. BKKBN, KNPP, UNFPA: Bahan Pembelajaran Pengarusutamaan Gender, Cetakan ke-4, Jakarta 2005 2. Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Sekretariat Utama, Biro Perencanaan dan Administrasi Kerjasama: Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Tahun 2012, Jakarta 2013. 3. Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia(BNP2TKI) : Review Rencana Strategis BNP2TKI tahun 2010-2014. Jakarta 2011. 4. Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI): Glosari, Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia-Luar Negeri, Edisi II Tahun 2013. 5. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas: Lampiran Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2010-2014, Buku II: Memperkuat Sinergi Antar Bidang Pembangunan Bab II Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama, Jakarta 2010. 6. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas: Strategi Nasional Percepatan Pengarusutamaan Gender (PUG) Melalui Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender(PPRG), Jakarta 2012. 7. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas: Petunjuk Pelaksanaan Perencanaan Penganggaran Yang Responsif Gender untuk Kementerian/Lembaga, Lampiran1. Surat Edaran NOMOR : 270/M.PPN/11/2012, NOMOR : SE-33/MK.02/2012, NOMOR : 050/4379A/SJ dan NOMOR : SE 46/MPP-PA/11/2012Tentang Strategi NasionalPercepatan Pengarusutamaan Gender (PUG) MelaluiPerencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender (PPRG). 8. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak-UNFPA-BKKBN: Bunga Rampai Bahan Pembelajaran Pelatihan Pengarusutamaan Gender Bidang Kesehatan Reproduksi dan Kependudukan, Jakarta 2001. 9. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak-UNIFEM : Pedoman Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender, Jakarta 2010. 10. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak-Kementerian Keuangan : Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender di Lingkungan Kementerian Keuangan, Jakarta 2010. 11. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak-Kementerian Tenaga Kerja dan Transimigrasi: Pedoman Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Ketenagakerjaan dan Ketransmigrasian, Jakarta 2010. 12. Kementerian Keuangan Republik Indonesia: Salinan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 94/PMK.02/2013 Tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga. Jakarta 5 Juli 2013. 13. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Badan Penelitian, Pengembangan dan dan Informasi, Pusat Data dan Informasi Ketenagakerjaan: Data dan Informasi Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri Tahun 2013.
PEDOMAN PENYUSUNANPERENCANAAN DAN PENGANGGARAN YANG RESPONSIF GENDER (PPRG) di BNP2TKI
38
LAMPIRAN 1
ANALISIS MODEL GAP (GENDER ANALYSIS PATHWAY)
Kebijakan dan Rencana Pilih Kebijakan/ Program /Kegiatan yang dianalisis,
Isu Gender
Data Pembuka Wawasan
Aksi Kedepan
Faktor Kesenjangan
Sebab Kesenjang an Internal
Sebab Kesenjangan Eksternal
Reformulasi Tujuan
Rencana Aksi
Langkah 3
Langkah 4
Langkah 5
Langkah 6
Langkah 7
Akses dan partisipasi CTKI perempuan lebih terbatas untuk mengikuti sosialisasi.
Kebijakan pelaksanaan penempatan dan perlindung an TKI yg berbasis gender belum optimal.
Persepsi masyarakat bahwa menjadi TKI lebih baik dan lebih cepat meningkatkan ekonomi keluarga
Meningkatkan pemahaman dan pengetahuan masyarakat dan CTKI terutama perempuan tentang program Penempatan dan Perlindungan TKI
Pengukuran hasil
Data Dasar
Indikator Gender
(Baseline)
Identifikasi Tujuannya Langkah 1 Program : Peningkatan Fasilitasi Penempatan dan Perlindungan TKI Kegiatan :. Peningkatan Sosialisasi dan Pembinaan Kelembagaan. Tujuan : Meningkatkan pemahaman dan pengetahuan tentang program Penempatan dan Perlindungan TKI
Langkah 2 Jumlah kegiatan Sosialisasi 300 pertahun, dilaksanakan di 19 BP3TKI, 19 P4TKI, 5 LP3TKI. Materi sosiasisasi: program penempatan dan perlindungan TKI (prosedur, mekanisme). Media sosialisasi masih netral gender dan lebih berpihak kepada laki-laki (wayang). Media cetak untuk sosialisasi masih netral gender. Peserta sosialisasi terutama melalui wayang mayoritas laki-laki. Tahun 2013 Jumlah CTKI yang tidak memiliki dokumen standar dan tdk mengikuti prosedur resmi adalah : 184 laki-laki dan 1042 perempuan (berdasarkan hasil sweeping) Data kepulangan TKI Bermasalah non PPTKIS tahun 2013 adalah 2579. 2505 (97.1 %) perempuan dengan tingkat pendidikan SD dan SMP yang bekerja pada sektor perorangan (informal).
CTKI Perempuan kurang mendapatkan manfaat sosialisasi dibandingkan CTKI laki-laki. Posisi tawar (kontrol) CTKI perempuan lebih rendah/lemah dibandingkan CTKI laki-laki.
Keterbatas an SDM yang paham tentang PUG
CTKI perempuan lebih percaya kepada sponsor/Calo CTKI perempuan lebih mudah terpengaruh dengan iming-iming uang saku yang diberikan oleh sponsor Permintaan TKI lebih banyak perempuan di sektor informal.
Sosialisasi kepada SDM internal tentang gender dan PUG dalamxBidang P2TKI. Membuat media sosialisasi yang responsif gender.
Budaya dan adat istiadat yg berbeda di tempat kerja.
PEDOMAN PENYUSUNANPERENCANAAN DAN PENGANGGARAN YANG RESPONSIF GENDER (PPRG) di BNP2TKI
Meningkatkan koordinasi dgn Kementerian terkait utk sinkronisasi kebijakan P2TKI yang responsif gender.
Melaksanakan kegiatan Sosialisasi yg tepat sasaran dan tepat waktu
39
Langkah 8 Jumlah masyarakat dan CTKI yang menghadiri kegiatan sosialisasi mayoritas lakilaki Jumlah TKI yg tidak memiliki dokumen standar dan tidak mengikuti prosedur resmi tahun 2013 adalah 184 lakilaki, dan 1042 perempuan (berdasarkan hasil sweeping)
Langkah 9 Output : Jumlah peserta sosialisasi perempuan meningkat 50 % dari tahun sebelumnya. TKI yang tidak berdokumen lengkap dan tidak mengikuti prosedur resmi menurun 50% dari data th sebelumnya. Outcome : Menurunnya TKI bermasalah terutama perempuan sebanyak 80% dari jumlah kasus sebelumnya.
Lampiran 2. GENDER BUDGET STATEMENT
(Pernyataan Anggaran Gender) Kementerian Negara/Lembaga Unit Organisasi Eselon II/Stker Program Kegiatan Indikator Kinerja Kegiatan Output Kegiatan AnalisisSituasi
: Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) : Deputi Bidang Penempatan : Direktorat Sosialisasi dan Kelembagaan Penempatan
Peningkatan Fasilitasi Penempatan dan Perlindungan TKI Peningkatan Sosialisasi dan Pembinaan Kelembagaan. Masyarakat dan CTKI yang paham dan mengetahui tentang program Penempatan dan Perlindungan TKI 1. Jumlah peserta sosialisasi perempuan meningkat 50 % dari tahun sebelumnya. 2. TKI yang tidak berdokumen lengkap dan tidak mengikuti prosedur resmi menurun 50% dari data tahun sebelumnya. BNP2TKI melakukan kegiatan sosialisasi dengan rata-rata frekuensi 300 pertahun, yang dilaksanakan di 19 BP3TKI, 19 P4TKI, 5 LP3TKI. Materi sosiasisasi adalah mengenai program penempatan dan perlindungan TKI terutama tentang prosedur dan mekanisme. Pada umumnya media sosialisasi yang digunakan masih netral gender, bahkan lebih berpihak kepada lakilaki karena biasanya melalui seni tradisionil wayang. Media cetak yang tersedia juga masih bersifat umum dan netral gender. Berdasar pengamatan selama ini, peserta sosialisasi juga mayoritas laki-laki. Sedangkan data penempatan TKI Tahun 2013 yang berjumlah 512.168 lebih banyak perempuan yaitu 276.998 (54%) dan laki-laki sebanyak 235.170 (46%). Berdasarkan hasil sweeping tahun 2013 terdapat 1226 TKI yg tidak memiliki dokumen standar dan tidak mengikuti prosedur resmi, terdiri dari184 laki-laki 1042 perempuan. Berdasarkan data kepulangan TKI Bermasalah non PPTKIS tahun 2013 yang berjumlah 2579, terdapat 2505 (97.1%) perempuan dengan tingkat pendidikan SD dan SMP serta bekerja pada sector perorangan (informal). Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat kesenjangan gender dalam beberapa aspek yaitu: 1. Akses dan partisipasi CTKI perempuan lebih terbatas untuk mengikuti sosialisasi, 2. CTKI perempuan kurang mendapatkan manfaat sosialisasi dibandingkan CTKI laki-laki dan, 3. Posisi tawar (kontrol) CTKI perempuan lebih rendah/lemah dibandingkan CTKI laki-laki. Kesenjangan gender tersebut disebabkan oleh karena Kebijakan pelaksanaan penempatan dan perlindungan TKI yg berbasis gender belum optimal dan SDM di BNP2TKI yang responsif gender juga masih terbatas. Faktor penyebab secara eksternal antara lain adalah: persepsi masyarakat yang menganggap bahwa menjadi TKI lebih baik dan lebih cepat meningkatkan ekonomi keluarga, CTKI perempuan lebih percaya kepada sponsor/tokoh dan mereka lebih mudah terpengaruh dengan iming-iming uang saku yang diberikan oleh sponsor. Faktor eksternal dari sisi Negara penempatan adalah permintaan untuk sektor informal lebih banyak untuk TKI perempuan dan budaya serta adat istiadat di tempat kerja berbeda dengan di negeri asal.
Rencanaaksi
Anggaran Output kegiatan Indikator Outcome (Dampak/Hasil) (dapat mengambil
Komponen 1 Komponen 2 Komponen 3 Komponen 4 Rp 350.000.000,-
Meningkatkan koordinasi dgn Kementerian terkait utk sinkronisasi kebijakan P2TKI yang responsif gender. Sosialisasi kepada SDM internal tentang gender dan PUG dalam Bidang P2TKI. Membuat media sosialisasi yg responsif gender. Melaksanakan kegiatan Sosialisasi yg tepat sasaran dan tepat waktu.
Menurunnya TKIbermaslahterutama TKI Perempuansebanyak80% darikasussebelumnya.
outcome pada tingkat kegiatan atau program)
Jakarta, April 2014 Direktorat Sosialisasi dan Kelembagaan Penempatan Rohyati Sarosa, SH, MM
NIP............................
PEDOMAN PENYUSUNANPERENCANAAN DAN PENGANGGARAN YANG RESPONSIF GENDER (PPRG) di BNP2TKI
40
LAMPIRAN 3 ANALISIS MODEL GAP (GENDER ANALYSIS PATHWAY) Kebijakan dan Rencana Pilih Kebijakan/ Program /Kegiatan yang dianalisis,
Isu Gender
Data Pembuka Wawasan
Faktor Kesenjangan
Aksi Kedepan
Sebab Kesenjangan Internal
Sebab Kesenjangan Eksternal
Reformula si Tujuan
Rencana Aksi
Langkah 4
Langkah 5
Langkah 6
Langkah 7
Pengukuran hasil
Data Dasar
Indikator Gender
(Baseline)
Identifikas i tujuannya Langkah 1
Langkah 2
Program : Peningkatan Fasilitasi Penempatan dan perlindung an TKI
PadaTahun 2012-2013 sebanyak1226 CTKI bermasalahyang terdiri dari 184 laki2 (15 %) dan 1042perempuan (85 %) berhasil dicegahdandipulangkan kedaerah asal dan para pelaku penempatan yang melanggar kasusnya dilimpahkan kekepolisian setempat untuk diproses selanjutnya.
Kegiatan : Peningkatan Pengamanan dan Pengawasan
Berdasarkan data kepulangan TKI non Prosedural tahun 2011-2013, jumlah TKI yg tdk memiliki dokumen standar dan tdk mengikuti prosedur resmi sebanyak 14039 terdiri dari 39 Tujuan : Meningkatkan laki-laki(2.8 %) dan13.640 perempuan(97.2 %) jumlah Pemberangkat Berdasarkan analisa sementara dari an TKI yang 14.039 kasus TKI Ilegal (non berdokumen prosedural, hanya 7 kasus yg resmi dan ditangani Kepolisian lengkap Data TKI Bermasalah tahun 20122013 10.759 kasus karena gaji tidak dibayar. 78.9 % atau 8483 kasus adalah perempuan 77 % perempuan dengan tingkat pendidikan SD dan SMP yang bekerja pada sector perorangan (informal). Tahun 2013 sebanyak 284 CTKI hasil sweeping terdiridari 30 Lakilaki(10.6 %) dan 254 perempuan
Langkah 3 Akses CTKI/TKI perempuan terhadap informasi P2TKI lebih rendah dari laki-laki Manfaat yang dirasakan oleh TKI perempuan tentang pelayanan pengamanan dan pengawasan TKI lebih rendah Posisi tawar dan Penguasaan (control) perempuan lebih rendah dari laki-laki sehingga mudah terpengaruh. Rasio jumlah Penyidik Pegawai Negeri Sipil dibandingkan dengan kasus penempatan TKI non procedural sangat jauh. Partisipasi penyidik PNS didominasi oleh laki-laki (100 % laki-laki). Partisipasi laki-laki di direktorat pengamanan lebih besar laki-laki dari perempuan (17 banding 6)
Belum ada kebijakan penanganan dan pengawasan TKI yang responsif gender. Keterbatasan SDM yg responsif gender Belum ada data terpilah berdasarkan jenis kelamin yang lengkap. Jumlah Penyidik PNS masih sedikit dan belum berbasis gender
Persepsi masyarakat bahwa menjadi TKI lebih banyak peluang Permintaan TKI lebih banyak perempuan di sektor informal. Persepsi Masyarakat TKI Prosedural Berbelit belit dan biaya penempatan TKI Non prosedural lebih murah CTKI Perempuan Lebih percaya kepada sponsor/tokoh. CTKI Perempuan lebih mudah terpengaruh dengan imingiming uang saku yang diberikan oleh sponsor.
PEDOMAN PENYUSUNANPERENCANAAN DAN PENGANGGARAN YANG RESPONSIF GENDER (PPRG) di BNP2TKI
Meningkatk an jumlah Pemberangk atan TKI yang berdokumen resmi dan lengkap serta menurunkan TKI yang bermasalah terutama TKI perempuan.
Mengembangkan kebijakan penanganan dan pengawasan TKI yang responsif gender. Penyediaan data terpilah berdasarkan jenis kelamin secara lengkap. Menambah jumlah Penyidik Pegawai Negeri Sipil Sesuai dengan rasio ideal serta seimbang gender. ecara proporsional (menambah tenaga penyidik perempuan) Melaksanakan bimbingan teknis tentang penyelidikan dan penyidikan kasus yang responsif gender Pelatihan tentang PUG dalam penanganan
Langkah 8
Langkah 9
Tahun 2012-2013, 85 % CTKI bermasalah yang berhasil dicegah dan dipulangkan adalah perempuan.
Output:
78.9 % TKI bermasalah karena gaji tidak dibayar pada tahun 20122013, adalah perempuan
prosedur resmi
Tahun 2011-2013, 97.2 % CTKI/TKI bermasalah (non prosedural) adalah perempuan.
CTKI/TKI perempuan yang tdk berdokumen lengkap dan tdk mengikuti menurun 50% dari data th sebelumnya. Tersedia data terpilahtentang TKI yang lebihlengkap Outcome: TKI bermasalah
PNS penyidik hanya 4 orang semua laki-laki
khususnya gaji tidak
Penempatan polisi laki-laki di direktorat pengamanan 17 orang dan 6 orang perempuan
Menurun 80% dari
dibayar terutama TKI Perempuan . kasus sebelumnya. kasus-kasus TKI illegal (non
dan pengawasan TKI
prosedural) dapat
bagi SDM di BNP2TKI
diselesaikan dengan
41
Kebijakan dan Rencana Pilih Kebijakan/ Program /Kegiatan yang dianalisis,
Isu Gender
Data Pembuka Wawasan
Faktor Kesenjangan
Aksi Kedepan
Sebab Kesenjangan Internal
Sebab Kesenjangan Eksternal
Reformula si Tujuan
Rencana Aksi
Langkah 4
Langkah 5
Langkah 6
Langkah 7
Pengukuran hasil
Data Dasar
Indikator Gender
(Baseline)
Identifikas i tujuannya Langkah 1
Langkah 2
Langkah 3
(89.4%) dipulangkan, karena dokumen tidak lengkap/ tidakmemenuhi persyaratan
terutama di Direktorat
Pegawai di Direktorat Pengamanan 23 anggota kepolisian (17 laki-laki dan 6 perempuan) 4 Penyidik Pegawai Negeri Sipil, semua laki-laki
Penindakan dan
Pengamanan. Penyelidikan, Penyidikan Kasus (sweeping) yang responsif gender
PEDOMAN PENYUSUNANPERENCANAAN DAN PENGANGGARAN YANG RESPONSIF GENDER (PPRG) di BNP2TKI
42
Langkah 8
Langkah 9 tuntas.
Lampiran 4 GENDER BUDGET STATEMENT
(Pernyataan Anggaran Gender)
Kementerian Negara/Lembaga Unit Organisasi Eselon II/Stker
: Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) : Deputi BidangPerlindungan : Direktorat Pengamanan dan Pengawasan
Program
Program : Peningkatan Fasilitasi Penempatan dan perlindungan TKI Kegiatan : Peningkatan Pengamanan dan Pengawasan.
Kegiatan Indikator Kinerja Kegiatan Output Kegiatan Analisis Situasi
Peningkatan Pengamanan dan Pengawasan TKI. Jumlah TKI/CTKI yang dicegah, Berkas Perkara Hasil Penindakan dan Penyidikan.TKI yang berangkat dengan dokumen resmi dan lengkap (lihat di RKAKL) TKI yang tidak berdokumen lengkap dan tidak mengikuti prosedur resmi menurun 50% dari data tahun sebelumnya. Pada Tahun 2012-2013 sejumlah 1226 CTKI illegal berhasil dicegah dan dipulangkan kedaerah asal dan para pelaku penempatan yang melanggar, kasusnya dilimpahkan kekepolisian setempat untuk di proses selanjutnya. Dari jumlah tersebut terdapat 1042 CTKI perempuandan 184 CTKI laki-laki. Data kepulangan TKI yang tidak memiliki dokumen standar dan tidak mengikuti prosedur resmi pada tahun 2011-2013 (data SIPENDAKI) berjumlah 14039 orang yang terdiri dari 399 laki-laki (2.8%) dan 13.640 perempuan (97.2 %). Berdasarkan data pengaduan tahun 2012-2013 dari SISKO TKLN Crisis Centre terdapat TKI bermasalah karena gaji tidak dibayar sejumlah 10.759 kasus terdiri dari 2.276 laki-laki (21,1 %) dan 8.483 perempuan (78,9 %). Berdasarkan analisa sementara dari 10.759 kasus TKI tersebut 77% adalah perempuan dengan tingkat pendidikan SD dan SMP yang bekerja pada sektor perorangan (informal). Kasus yang terbanyak dari TKI bermasalah adalah gaji tidak dibayar. Data tahun 2012-2013 memperlihatkan bahwa10.759 kasus karena gaji tidak dibayar.78.9 % atau 8483 kasus adalah perempuan 77 % dari perempuan tersebut memiliki tingkat pendidikan SD dan SMP dan mereka bekerja pada sector perorangan (informal). Tahun 2013 sebanyak 284 CTKI hasil sweeping terdiridari 30 Laki-laki(10.6 %) dan 254 perempuan(89.4%) dipulangkan, karena dokumen tidak lengkap/ tidak memenuhi persyaratan. Permasalahan dari CTKI maupun TKI ditangan ioleh tenaga yang bekerja di Direktorat Penanganan dan Pengawasan TKI, BNP2TKI yang berjumlah 27 orang terdiridari 4 orang penyidik PNS yang semuanyalaki-laki, 17 orang polisilaki-lakidan 6 orang polisi perempuan. Dari data tersebut terlihat bahwa ada kesenjangan gender dalam hal penanganan dan pengawasan TKI antara lain: 1. Akses CTKI/TKI perempuan terhadap informasi P2TKI lebih rendah dari laki-laki sehingga CTKI perempuan lebih banyak bermasalah. 2. Manfaat yang dirasakan oleh TKI perempuan tentang pelayanan pengamanan dan pengawasan TKI lebih rendah 3. Kemampuan bernegosiasi dan penguasaan (Kontrol) perempuan lebih rendah dari laki-laki sehingga mudah terpengaruh. 4. Rasio jumlah Penyidik Pegawai Negeri Sipil dibandingkan dengan kasus penempatan TKI non procedural sangat jauh (hanya ada 4 orang penyidik PNS yang semuanya laki-laki). 5. Partisipasi penyidik PNS didominasi oleh laki-laki (100% laki-laki). 6. Partisipasi polisi laki-laki di Direktorat Pengamanan dan Pengawasan lebih besar dari perempuan (17 banding 6). Kesenjangan tersebut disebabkan oleh faktor internal dan eksternal . Faktor internal adalah; - Keterbatasan SDM yang memahami konsep gender dan PUG khususnya di bidang P2TKI sehingga kebijakan penanganan dan pengawasan TKI belum berbasis gender. - Belum ada data terpilah berdasarkan jenis kelamin yang lengkap. - Jumlah Penyidik PNS masih sedikit dan belum berbasis gender begitu pula polisi yang ditempatkan di Direktorat Perlindungan dan Pengawasan Sedangkan faktor penyebab eksternal adalah: -
Rencanaaksi
Adanya Persepsi masyarakat bahwa menjadi TKI lebih banyak peluang dan lebih baik untuk meningkatkan status ekonomi keluarga. Permintaan TKI di sektor informal lebih banyak perempuan. Persepsi masyarakat tentang Prosedur Penempatan TKI berbelit belit dan biaya penempatan TKI Non prosedural lebih murah CTKI Perempuan lebih percaya kepada sponsor/tokoh dan lebih mudah terpengaruh dengan iming-iming uang saku yang diberikan oleh sponsor.
Komponen 1
Mengembangkan kebijakan penanganan dan pengawasan TKI yang responsif gender.
Komponen 2
Penyediaan data terpilah berdasarkan jenis kelamin secara lengkap.
PEDOMAN PENYUSUNANPERENCANAAN DAN PENGANGGARAN YANG RESPONSIF GENDER (PPRG) di BNP2TKI
43
Komponen 3
Menambah jumlah Penyidik Pegawai negeri Sipil Sesuai dengan rasio ideal dan seimbang gender secara proporsional (menambah tenaga penyidik perempuan)
Komponen 4
Melaksanakan bimbingan teknis tentang penyelidikan dan penyidikan kasus yang responsif gender
Komponen 5
Pelatihan tentang PUG dalam penanganan dan pengawasan TKI bagi SDM terutama di Direktorat Penanganan dan pengawasan TKI.
Anggaran Output kegiatan Indikator Outcome (Dampak/Hasil)(dapat mengambil outcome
Komponen 6 Rp 2.375.060.000,-
Penyelidikan, Penindakan dan Penyidikan Kasus (sweeping) yang responsif gender
-TKI bermasalah terutama TKI Perempuan .menurun 80% dari jumlah kasus sebelumnya dan kasus-kasus TKI illegal (non prosedural) dapat diselesaikan dengan tuntas.
pada tingkat kegiatan atau program)
Jakarta,
April 2014
Direktorat Pengamanan dan Pengawasan
Drs. BAMBANG PURWANTO,SH,M.Si BRIGADIR JENDERAL
PEDOMAN PENYUSUNANPERENCANAAN DAN PENGANGGARAN YANG RESPONSIF GENDER (PPRG) di BNP2TKI
POLISI.
44
PEDOMAN PENYUSUNANPERENCANAAN DAN PENGANGGARAN YANG RESPONSIF GENDER (PPRG) di BNP2TKI
45