PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR 05 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI IZIN KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DUMAI, Menimbang
Mengingat
:
:
a.
bahwa tenaga listrik penting artinya bagi peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat umumnya serta untuk mendorong peningkatan kegiatan ekonomi pada khususnya dan oleh karenanya usaha penyediaan tenaga listrik, pemanfaatan dan pengelolaannya perlu ditingkatkan agar tersedia listrik dalam jumlah yang cukup dan merata dengan mutu pelayanan yang baik dan handal;
b.
bahwa dalam rangka pembangunan yang berkesinambungan di bidang ketenagalistrikan diperlukan upaya untuk secara optimal memanfaatkan sumber-sumber energi agar dapat membangkitkan tenaga listrik;
c.
bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf a dan b perlu ditetapkan Retribusi Izin Ketenagalistrikan dengan Peraturan Daerah;
1.
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 741, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3317);
2.
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3685) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4048);
3.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699);
4.
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Dumai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3829);
5.
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3833);
6.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor );
7.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Idonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
8.
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4438);
9.
Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001, tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4139);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4469); 11. Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1455 K/40/MEM/2000 tentang Pedoman Penyelenggaraan Tugas Pemerintah di Bidang Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Untuk Kepentingan Sendiri, Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Untuk Kepentingan Umum dan Usaha Penunjang Tenaga Listrik; 12. Peraturan Daerah Kota Dumai Nomor 09 Tahun 2005 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah Kota Dumai (Lembaran Daerah Kota Dumai Tahun 2005 Nomor 8 Seri D). Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN DAERAH KOTA DUMAI dan WALIKOTA DUMAI MEMUTUSKAN : Menetapkan
: PERATURAN
DAERAH
TENTANG
RETRIBUSI
IZIN
KETENAGALISTRIKAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kota Dumai. 2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kota Dumai. 3. Walikota adalah Walikota Dumai. 4. Dinas adalah Dinas Kebersihan Pertamanan dan Lingkungan Hidup Kota Dumai. 5. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas yang membidangi dan bertanggungjawab dibidang ketenagalistrikan.
6. 7.
8. 9. 10. 11. 12.
13.
14.
15.
16. 17. 18. 19. 20.
21. 22. 23.
Ketenagalistrikan adalah sesuatu yang menyangkut penyediaan dan pemanfaatan tenaga listrikserta usaha penunjang tenaga listrik. Tenaga Listrik adalah suatu bentuk energi sekunder yang dibangkitkan, ditransmisikan dan didistribusikan untuk segala macam keperluan, tidak termasuk listrik yang dipakai untuk komunikasi, elektronika atau isyarat. Penyediaan tenaga listrik adalah pengadaan tenaga listrik dimulai dari titik pembangkitan sampai dengan titik pemakaian. Pembangkitan Tenaga Listrik adalah kegiatan untuk memproduksi tenaga listrik. Transmisi Tenaga Listrik adalah penyaluran tenaga listrik tenaga listrik dari suatu sumber pembangkitan ke suatu system distribusi atau kepada konsumen, atau penyaluran tenaga listrik antar sistem. Distribusi Tenaga Listrik adalah penyaluran tenaga listrik dari sistem transmisi atau dari sistem pembangkitan kepada konsumen. Instalasi Tenaga Listrik selanjutnya disebut instalasi adalah bangunan sipil, elektromekanik, mesin, peralatan, saluran, dan perlengkapannya yang digunakan untuk pembangkitan, konversi, transmisi, distribusi dan pemanfaatan tenaga listrik. Jaringan Transmisi Nasional (JTN) adalah jaringan transmisi tegangan tinggi, ekstra tinggi dan atau ultra tinggi untuk menyalurkan tenaga listrik bagi kepentingan umum yang ditetapkan pemerintah sebagai jaringan transmisi nasional. Pengelola Sistem Tenaga Listrik adalah penyelenggara kegaiatan usaha pengoperasian sistem tenaga listrik yang bertanggungjawab dalam mengendalikan dan mengkoordinasikan antar sistem pembangkitan, transmisi dan distribusi, serta membuat rencana pengembangan sistem tenaga listrik. Rencana Umum Ketenagalistrikan adalah rencana pengembangan sistem penyediaan tenaga listrik yang meliputi bidang pembangkitan, transmisi dan distribusi tenaga listrik yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik di suatu wilayah, antar wilayah atau secara nasional. Usaha Penjualan Tenaga Listrik adalah penyelenggara kegiatan usaha penjualan tenaga listrik kepada konsumen yang tersambung pada tegangan rendah. Agen Penjualan Tenaga Listrik adalah penyelenggara kegiatan usaha penjualan tenaga listrik kepada konsumen yang tersambung pada tegangan tinggi dan tegangan menengah. Pengelola Pasar Tenaga Listrik adalah penyelenggara kegiatan usaha untuk mempertemukan penawaran dan permintaan tenaga listrik. Badan adalah suatu bentuk badan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komenditer, bentuk usaha tetap serta bentuk usaha lainnya. Konsumen adalah setiap orang atau badan yang membeli tenaga listrik dari pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik untuk digunakan sebagai pemanfaatan akhir dan tidak untuk diperdagangkan. Penggunaan Utama adalah penggunaan tenaga listrik yang dibangkitkan secara terus menerus untuk melayani sendiri tenaga listrik yang diperlukan. Penggunaan Cadangan adalah penggunaan tenaga listrik yang dibangkitkan sewaktu-waktu dengan maksud untuk menjamin keandalan penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri. Penggunaan Darurat adalah penggunaan tenaga listrik yang dibangkitkan pada waktu terjadi gangguan suplai tenaga listrik dari Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik.
24. Penggunaan Sementara adalah penggunaan tenaga listrik yang dibangkitkan untuk kegiatan yang bersifat sementara, termasuk dalam pengertian ini pembangkit yang relatif mudah dipindahpindahkan (jenis portable). 25. Izin Operasi (IO) adalah izin untuk mengoperasikan instalasi penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri. 26. Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPL) adalah izin untuk melakukan usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum. 27. Izin Usaha Penunjang Tenaga Listrik (IUPTL) adalah izin untuk melaksanakan satu atau lebih kegiatan usaha penunjang tenaga listrik. 28. Usaha Penunjang Tenaga Listrik adalah usaha yang menunjang penyediaan tenaga listrik. 29. Retribusi Izin Operasi adalah pungutan daerah atas pemberian izin operasi yang diberikan kepada orang pribadi atau badan. 30. Retribusi Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik adalah pungutan daerah atas pemberian izin untuk melakukan usaha penyediaan tenaga listrik yang diberikan kepada orang pribadi atau badan. 31. Retribusi Izin Usaha Penunjang Tenaga Listrik adalah pungutan daerah atas pemberian izin usaha penunjang tenaga listrik yang diberikan kepada orang pribadi atau badan. 32. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pambayaran retribusi. 33. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan dan mengolah data dan atau keterangan lainnya dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundangundangan retribusi. 34. Penyidikan adalah serangkaian tindak penyidikan tindak pidana di bidang retribusi yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil. BAB II NAMA, SUBJEK DAN OBJEK RETRIBUSI Pasal 2 Dengan nama Retribusi Izin di bidang Ketenagalistrikan dipungut retribusi sebagai pembayaran atas perizinan sarana ketenagalistrikan pengelolaan serta pemanfaatannya. Pasal 3 (1) Subjek Retribusi adalah setiap orang pribadi atau badan yang memerlukan pelayanan untuk mendapatkan izin dan rekomendasi untuk menyelenggarakan pelayanan izin ketenagalistrikan. (2) Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut Peraturan Daerah berkewajiban membayar retribusi. (3) Objek Retribusi adalah pelayanan yang diberikan Pemerintah Daerah berupa pemberian izin dan rekomendasi untuk menyelenggarakan pelayanan dan izin ketenagalistrikan. BAB III GOLONGAN RETRIBUSI DAN WILAYAH PEMUNGUTAN Pasal 4 Retribusi pelayanan dan perizinan di bidang digolongkan sebagai retribusi perizinan tertentu.
ketenagalistrikan
Pasal 5 Retribusi Perizinan di bidang ketenagalistrikan dipungut didalam wilayah Kota Dumai. BAB IV TARIF Pasal 6 (1) Retribusi Surat Keterangan Terdaftar untuk penyedia tenaga listrik untuk kepentingan sendiri dengan kapasitas : a. 25 kVA sampai dengan 50 kVA dikenakan biaya sebesar Rp. 106.650,- (seratus enam ribu enam ratus lima puluh rupiah); b. 50 kVA sampai dengan 99 kVA dikenakan biaya sebesar Rp. 199.080,- (seratus sembilan puluh sembilan ribu delapan puluh rupiah) (2) Retribusi Izin Operasi dan Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPL) ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Daerah ini yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. (3)
Izin Operasi untuk penggunaan cadangan ditetapkan sebesar 50% dari tarif diatas;
(4) Izin Operasi untuk penggunaan darurat dan sementara ditetapkan sebesar 25% dari tarif diatas; (5) Izin Usaha Jasa Penunjang Tenaga Listrik (IUPTL) ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Daerah ini yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. (6) Izin Perpanjangan sama dengan retribusi diatas; (7) Biaya Pelaksanaan uji layak operasi dan lingkungan untuk pemohon izin operasi dan Perpanjangan Izin Operasi sebesar Rp. 500.000,(8) Biaya pelaksanaan uji layak operasi dan lingkungan untuk pemohon Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik dan Perpanjangannya sebesar Rp. 1.000.000,BAB V PEMANFAATAN SUMBER ENERGI UNTUK PEMBANGKITAN TENAGA LISTRIK Pasal 7 (1) Setiap pembangkit tenaga listrik wajib memprioritaskan seoptimal mungkin pemanfaatan sumber energi primer setempat, baik yang tak terbarukan maupun yang terbarukan dengan memperhatikan keekonomiannya. (2) Kebijakan penyediaan dan pemanfaatan sumber energi untuk pembangkitan tenaga listrik ditetapkan oleh Walikota dengan memperhatikan aspek keamanan, keseimbangan dan kelestarian fungsi lingkungan hidup. (3) Guna menjamin ketersediaan energi primer untuk pembangkit tenaga listrik, diprioritaskan penggunaan sumber energi dengan kewajiban mengutamakan pemanfaatan sumber energi terbarukan.
BAB VI RENCANA UMUM KETENAGALISTRIKAN DAERAH Pasal 8 (1) Penyusunan Rencana Umum Ketenagalistrikan Daerah (RUKD) ditetapkan oleh Walikota. (2) Dalam menyusun Rencana Umum Ketenagalistrikan Daerah (RUKD) sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Pemerintah Daerah mengacu pada Pedoman Penyusunan Rencana Umum Ketenagalistrikan yang ditetapkan oleh Pemerintah serta memperhatikan saran dan masukan dari masyarakat setempat. Pasal 9 Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menyediakan dana pembangunan sarana penyediaan tenaga listrik untuk membantu kelompok masyarakat tidak mampu, pembangunan sarana penyediaan tenaga listrik pada daerah yang belum berkembang, pembangunan tenaga listrik di daerah terpencil dan pembangunan listrik pedesaan. BAB VII USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK Bagian Pertama Penyediaan Tenaga Lsitrik Untuk Kepentingan Sendiri Pasal 10 (1) Penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri dengan kapasitas 25 kVA sampai dengan 100 kVA yang fasilitas instalasinya dalam daerah dilakukan setelah mendapatkan surat keterangan terdaftar dari Walikota. (2) Permohonan pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan secara tertulis kepada Walikota dengan dilengkapi : a. tata letak lingkungan; b. denah instalasi tenaga listrik. (3) Kepada setiap orang atau badan usaha atau institusi yang telah melakukan pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan Surat Keterangan Terdaftar. (4) Surat Keterangan Terdaftar sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diberikan untuk jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang. Pasal 11 (1) Penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri yang fasilitas instalasinya dalam daerah hanya dapat dilakukan atas Izin Operasi dari Walikota apabila jumlah kapasitas pembangkitan diatas 100 kVA. (2) Permohonan Izin Operasi diajukan secara tertulis kepada Walikota dengan melengkapi persyaratan administrative dan persyaratan teknis yang akan ditetapkan dengan Peraturan Walikota. Pasal 12 Izin Operasi diberikan kepada badan usaha, perseorangan, instansi pemerintah atau institusi lainnya menurut sifat penggunaan tenaga listrik yang dibangkitkan yaitu :
a. b. c. d.
penggunaan penggunaan penggunaan penggunaan
utama; cadangan; darurat; sementara. Pasal 13
Izin Operasi diberikan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang, dengan ketentuan wajib melakukan daftar ulang setiap tahunnya. Pasal 14 (1) Instalasi tenaga listrik milik pemegang Izin Operasi hanya dapat dioperasikan setelah mendapat sertifkat layak operasi. (2) Pemeriksaan instalasi dan penertiban sertifikat layak operasi dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 15 (1) Pemegang Izin Operasi berhak melakukan kegiatan sesuai dengan izin telah diberikan. (2) Pemegang izin wajib : a. menyampaikan laporan secara berkala kepada Walikota melalui Dinas; b. melakukan pemeriksaan secara berkala terhadap instalasi tenaga listrik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; c. melaksanakan ketentuan-ketentuan tekhnik, keamanan dan keselamatan serta kelestarian fungsi lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (3) Ketentuan dan tata cara penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a ditetapkan oleh Walikota. Pasal 16 (1) Dalam hal terjadi perubahan sifat penggunaannya, pemegang Izin Operasi wajib memperbaharui Izin Operasinya. (2) Dalam hal terjadi perubahan kapasitas pembangkit yang besarnya sampai dengan 10% dari jumlah kapasitas pembangkit, pemegang Izin Operasi wajib melaporkan kepada Walikota melalui Dinas. (3) Dalam hal terjadi perubahan kapasitaspembangkit yang besarnya melebihi 10% dari jumlah kapasitas pembangkit, pemegang Izin Operasi wajib memperbaharui Izin Operasinya. Pasal 17 (1) Izin Operasi hanya dapat dialihkan kepada pihak lain setelah mendapat persetujuan tertulis dari Walikota. (2) Untuk mendapatkan persetujuan tertulis atas pengalihan Izin Operasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib memenuhi persyaratan administratif. Pasal 18 Izin Operasi berakhir karena : a. habis masa berlakunya, dan tidak diajukan perpanjangan;
b. c.
dikembalikan; dibatalkan. Pasal 19
(1) Pemegang Izin Operasi yang berada diwilayah yang tidak atau belum menerapkan kompetisi dapat menjual kelebihan tenaga listriknya kepada Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik yang memiliki wilayah usaha didaerahnya setelah mendapat Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik dari Walikota. (2) Dalam hal tidak ada Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik di wilayah tersebut, Pemegang Izin Usaha Operasi dapat menjual langsung kepada masyarakat setelah mendapat Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listri dari Walikota. (3) Harga jual tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Walikota. Pasal 20 Ketentuan dan tata cara permohonan da pemberian Izin Operasi diatur lebih lanjut oleh Walikota. Bagian Kedua Penyediaan Tenaga Listrik Untuk Kepentingan Umum Pasal 21 (1) Setiap usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum dalam daerah hanya dapat dilaksanakan setelah mendapat Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPL) dari Walikota. (2) Usaha Penyediaan Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah usaha penyediaan tenaga listrik yang tidak terhubung ke Jaringan Transmisi Nasional dan atau tidak dilakukan oleh BUMN. Pasal 22 (1) Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk kepentingan umum meliputi jenis usaha : a. pembangkit tenaga listrik; b. transmisi tenaga listrik; c. distribusi tenaga listrik; d. penjualan tenaga listrik; e. agen penjualan tenaga listrik; f. pengelola pasar tenaga listrik; g. pengelola sistem tenaga listrik. (2) Di wilayah yang tidak atau belum menerapkan kompetisi, Usaha Penyediaan Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan secara terintegrasi. Pasal 23 (1) Permohonan Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPL) diajukan secara tertulis kepada Walikota dengan melampirkan kelengkapan dokumen guna memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang diperlukan sesuai dengan jenis usahanya. (2) Persyaratan administratif dan teknis sebagaimana dimaksud ayat (1) akan ditetapkan dengan Peraturan Walikota.
Pasal 24 (1) Paling lambat dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja setelah permohonan Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPL) diterima dengan lengkap, Walikota mengambil keputusan untuk memberi atau tidak memberi izin. (2) Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPL) diberikan untuk jangka waktu 15 (lima belas) tahun dan dapat diperpanjang. Pasal 25 Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPL) batal demi hukum apabila dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sejak tanggal penerbitan izin, pembangunan instalasi belum dimulai. Pasal 26 Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPL) wajib : a. memenuhi kebutuhan tenaga listrik diwilayah usahanya; b. bertanggungjawab atas segala akibat yang timbul dari pelaksanaan Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik yang diberikan; c. melaksanakan ketentuan-ketentuan teknik, keamanan dan keselamatan serta kelestarian fungsi lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; d. memberi kesempatan kepada petugas yang ditunjuk Walikota untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan izin usaha ketenagalistrikan; e. menyampaikan laporan secara berkala sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sekali kepada Walikota; f. membuat Rincian Penyediaan Tenaga Listrik berdasarkan Rencana Umum Ketenagalistrikan Daerah (RUKD). Pasal 27 (1) Khusus untuk Usaha Pembangkitan tenaga listrik, sebelum Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPL) dikeluarkan, terlebih dahulu dikeluarkan izin prinsip oleh Walikota. (2) Izin Prinsip batal demi hukum apabila dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak tanggal penerbitan izin tidak dilakukan kegiatan sebagaimana ditetapkan dalam Izin Prinsip tersebut. Pasal 28 (1) Instalasi tenaga listrik milik pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPL) hanya dapat dioperasikan secara komersial setelah mendapat sertifikat layak operasi. (2) Pemeriksaan instalasi dan penerbitan sertifikat uji layak oeprasi dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. (3) Uji layak operasi dapat dilaksanakan oleh : a. asosiasi profesi di bidang Ketenagalistrikan; b. Badan Usaha Penunjang Tenaga Listrik bidang pengujian yang telah memiliki izin usaha. (4) Biaya pengujian layak operasi terhadap instalasi tenaga listrik dibebankan kepada Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPL).
Pasal 29 (1) Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPL) dapat dialihkan kepada badan usaha lain setelah mendapat persetujuan tertulis dari Walikota sesuai kewenangannya. (2) Untuk mendapatkan persetujuan tertulis atas pengalihan Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPL) sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Badan Usaha lain tersebut harus memenuhi persyaratan administratif. Pasal 30 Ketentuan dan Tata Cara permohonan dan pemberian izin Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPL) diatur lebih lanjut oleh Walikota. Pasal 31 (1) Harga jual tenaga listrik untuk konsumen dari Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPL) diatur oleh Walikota. (2) Dalam mengatur harga jual tenaga listrik Walikota wajib memperhatikan : a. kepentingan nasional; b. kepentingan konsumen; c. kaidah-kaidah industri dan niaga yang sehat; d. biaya produksi; e. efisiensi pengusahaan; f. kelangkaan dan sifat-sifat khusus sumber energi primer yang digunakan; g. skala pengusahaan dan interkoneksi sistem yang dipakai; h. biaya pelestarian fungsi lingkungan hidup; i. kemampuan masyarakat; j. mutu dan keandalan penyediaan tenaga listrik. (3) Harga jual tenaga listrik dinyatakan dalam mata ang Rupiah. Bagian Ketiga Usaha Penunjang Tenaga Listrik Pasal 32 Setiap usaha jasa penunjang tenaga listrik hanya dapat dilaksanakan setelah mendapat Izin Usaha Penunjang Tenaga Listrik (IUPTL) dari Walikota. Pasal 33 Klasifikasi Usaha Penunjang Tenaga Listrik berdasarkan jenis dan golongan usaha adalah sebagai berikut : a. konsultasi ketenagalistrikan terdiri dari 2 (dua) bidang usaha yaitu : 1. Perencanaan Ketenagalistrikan : a. perencanaan Ketenagalistrikan Golongan A; b. perencanaan Ketenagalistrikan Golongan B; c. perencanaan Ketenagalistrikan Golongan C; d. perencanaan Ketenagalistrikan Golongan D, 2. Pengawasan Ketenagalistrikan : a. pengawasan Ketenagalistrikan Golongan A; b. pengawasan Ketenagalistrikan Golongan B; c. pengawasan Ketenagalistrikan Golongan C; d. pengawasan Ketenagalistrikan Golongan D,
b.
pembangunan dan pemasangan peralatan ketenagalistrikan usaha pembangunan dan pemasangan peralatan ketenagalistrikan dibagi sesuai dengan kemampuan teknik badan usaha sebagai berkut : 1. Pembangunan dan pemasangan peralatan ketenagalistrikan Golongan I. 2. Pembangunan dan Pemasangan Peralatan Ketenagalistrikan Golongan II. 3. Pembangunan dan Pemasangan Peralatan Ketenagalistrikan Golongan III. 4. Pembangunan dan Pemasangan Peralatan Ketenagalistrikan Golongan IV,
c.
Pemeliharaan Peralatan Ketenagalistrikan : 1. Perawatan Peralatan Ketenagalistrikan : a. pemeliharaan Peralatan Ketenagalistrikan Golongan I; b. pemeliharaan Peralatan Ketenagalistrikan Golongan II; c. pemeliharaan Peralatan Ketenagalistrikan Golongan III. 2. Pengujian Ketenagalistrikan : a. pengujian Ketenagalistrikan Golongan A; b. pengujian Ketenagalistrikan Golongan B; c. pengujian Ketenagalistrikan Golongan C; d. pengujian Ketenagalistrikan Golongan D. Pasal 34
Tata cara pemberian Izin Usaha Jasa Penunjang Tenaga Listrik : a. Izin Usaha Jasa Penunjang Tenaga Listrik diberikan berdasarkan permohonan secara tertulis kepada Walikota. b. Permohonan dilengkapi dengan dokumen antara lain : 1. Akta Pendirian Perusahaan. 2. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). 3. Sertifikat Registrasi Perusahaan yang diterbitkan oleh lembaga yang berwenang. 4. Daftar Riwayat Hidup Pemimpin Badan Usaha. 5. Daftar Riwayat Hidup Penanggung Jawab Tekhnik. 6. Foto Copy Sertifikat Kompetensi bagi Penanggung Jawab Tekhnik. 7. Daftar tenaga kerja tetap yang memiliki sertifikat kompetensi. 8. Daftar peralatan kerja dan alat ukur. Pasal 35 Izin Usaha Penunjang Tenaga Listrik (IUPTL) diberikan kepada badan usaha atau perseorangan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang, dengan ketentuan wajib daftar ulang setiap tahun. Pasal 36 Izin a. b. c.
Usaha Jasa Penunjang Tenaga Listrik berakhir apabila : habis masa berlakunya; dicabut; dikembalikan. Pasal 37
Setiap pemegang Izin Usaha Jasa Penunjang Tenaga Listrik wajib : a. memiliki penanggung jawab tekhnik yang bersertifikat; b. memberikan jaminan tertulis bahwa pekerjaan akan dilaksanakan dengan baik sesuai dengan prosedur dan standar yang berlaku;
c. d. e. f. g.
mentaati dan memperhatikan ketenatuan mengenai standar keselamatan kerja, keselamatan umumdan lingkungan hidup di bidang ketenagalistrikan; memasang papan nama perusahaan di kantor perusahaan; memberikan kesempatan kepada petugas yang ditunjuk Walikota untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan izin usaha ketenagalistrikan; menyampaikan laporan tertulis secara berkala mengenai kegiatannya kepada Walikota; dan bertanggung Jawab atas segala akibat yang timbul dalam pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. BAB VIII RETRIBUSI Pasal 38
(1) untuk pemberian Izin Operasi, Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik, dan Izin Usaha Jasa Penunjang Tenaga Listrik dikenakan retribusi perizinan. (2) Retribusi Perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatas digolongkan sebagai Retribusi Perizinan Tertentu. Pasal 39 Penetapan struktur dan besarnya tarif retribusi bertujuan untuk menutup biaya penyelenggaraan pelayanan perizinan dan didasarkan pada sifat penggunaan dan besarnya kapasitas daya pembangkitan serta jenis dan golongan usaha. Pasal 40 (1) Besarnya tarif retribusi Surat Keterangan Terdaftar sebesar sebagaimana tersebut pada pasal 6 ayat (1). (2)
Struktur dan besarnya tarif retribusi Izin Operasi dan Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPL) ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Daerah ini yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
(3) Besarnya tarif retribusi Izin Operasi untuk penggunaan cadangan ditetapkan sebesar 50 % (lima puluh persen) dari tarif pada ketentuan pada ayat (2). (4) Besarnya tarif retribusi Izin Operasi untuk penggunaan darurat dan sementara ditetapkan sebesar 25 % (dua puluh lima persen) dari tarif pada ketentuan ayat (2) pasal ini. (5) Struktur dan besarnya tarif retribusi Izin Usaha Jasa Penunjang Tenaga Listrik (IUPTL) ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Daerah ini yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. (6) Besarnya retribusi perizinan perpanjangan sama dengan besarnya retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (7) Kepada pemohon Izin Operasi atau pemohon perpanjangan Izin Operasi dikenakan biaya pelaksanaan pelaksanaan uji layak operasi dan lingkungan sebesar Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah). (8) Kepada pemohon Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik atau pemohon perpanjangan Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik
dikenakan biaya pelaksanaan uji layak operasi dan lingkungan sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah). Pasal 41 (1) Retribusi Perizinan dibayarkan pada saat surat izin dikeluarkan oleh Walikota. (2) Seluruh hasil penerimaan retribusi disetorkan langsung ke Kas Daerah. (3) Pelaksanaan pemungutan retribusi akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota. BAB IX PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 42 Pelaksanaan pembinaan dan pengawasan atas kegiatan pelaksanaan Izin Operasi. Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik dan Izin Usaha Jasa Penunjang Tenaga Listrik dilakukan oleh Walikota. Pasal 43 Pembinaan dan Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 meliputi : a. keselamatan dan keamanan bagi manusia dan pada keseluruhan sistem penyediaan dan tenaga listrik; b. pengembangan usaha; c. optimasi pemanfaatan sumber energi setempat, termasuk pemanfaatan energi terbarukan; d. aspek lingkungan; e. pemanfaatan proses teknologi yang bersih, ramah lingkungan dan berefisiensi tinggi pada pembangkitan tenaga listrik; f. pemanfaatan barang dan jasa dalam negeri, termasuk rekayasa dan kompetensi tenaga listrik; g. kehandalan da kecukupan penyediaan tenaga listrik; h. tercapainya standarisasi di bidang ketenagalistrikan. Pasal 44 (1) Dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 34, Walikota dapat : a. dapat menetapkan pedoman dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku; b. memberikan bimbingan serta pelatihan; dan c. melakukan inspeksi terhadap instalasi tenaga listrik. (2) Inspeksi instalasi tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Inspektur Ketenagalistrikan. BAB X SANKSI Pasal 45 Untuk setiap pelanggaran terhadap ketentuandari Peraturan Daerah ini, Walikota dapat memberikan sanksi berupa : a. peringatan, teguran dan pencabutan izin sementara; b. pencabutan Izin Operasi; c. pencabutan Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPL);
d.
pencabutan Izin Usaha Penunjang Tenaga Listrik (IUPTL). BAB XI KETENTUAN PIDANA Pasal 46
(1) Barang siapa melakukan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk kepentingan sendiri tanpa memiliki Izin Operasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 Peraturan Daerah ini diancam sanksi pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). (2) Barang siapa melakukan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk kepentingan umum tanpa memiliki Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPL) sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 Peraturan Daerah ini diancam sanksi pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah). (3) Barang siapa melakukan Usaha Penunjang Tenaga Listrik tanpa memiliki Izin Usaha Penunjang Tenaga Listrik (IUPTL) sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 Peraturan Daerah ini diancam sanksi pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah). Pasal 47 Wajib Retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan Keuangan Daerah, diancam sanksi pidana sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB XII PENYIDIKAN Pasal 48 (1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang ketenagalistrikan sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. (2) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berwenang untuk : a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana dalam kegiatan usaha ketenagalistrikan; b. melakukan pemeriksaan terhadap orang atau badan usaha yang diduga melakukan tindak pidana dalam kegiatan usaha ketenagalistrikan; c. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi atau tersangka dalam perkara tindak pidana dalam kegiatan usaha ketenagalistrikan; d. menggeledah tempat yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana dalam kegiatan usaha ketenagalistrikan; e. melakukan pemeriksaan sarana dan prasarana kegiatan usaha ketenagalistrikan dan menghentikan penggunaan peralatan yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana; f. menyegel dan / atau menyita alat kegiatan usaha ketenagalistrikan yang digunakan untuk melakukan tindak pidana sebagai alat bukti; dan
g. mendatangkan tenaga ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara tindak pidana dalam kegiatan usaha ketenagalistrikan. (3) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan perkara pidana kepada Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (4) Pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB XIII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 49 Semua Izin Operasi, Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik, Izin Usaha Jasa Penunjang Tenaga Listrik yang telah diberikan sebelum ditetapkan Peraturan Daerah ini tetap berlaku sampai dengan berakhirnya izin tersebut. BAB XIV KETENTUAN PENUTUP Pasal 50 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Dumai. Ditetapkan di Dumai pada tanggal 11 September 2008 WALIKOTA DUMAI Ttd. H. ZULKIFLI AS. Diundangkankan di Dumai pada tanggal 12 September 2008 SEKRETARIS DAERAH KOTA DUMAI Ttd. H. WAN FAUZI EFFENDI Pembina Utama Muda NIP. 010 055 541 LEMBARAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR 01
SERI B
LAMPIRAN
:
PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI Nomor : 05 Tahun 2008 Tanggal : 11 September 2008
1. Lampiran Pasal 6 ayat 2 Retribusi Izin Operasi dan Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPL). KAPASITAS TERPASANG 100 KVA – 500 KVA 501 KVA – 1000 KVA 1 MVA – 10 MVA 10 MVA – 25 MVA 25 MVA – 50 MVA 50 MVA – 100 MVA 100 MVA – 250 MVA 250 MVA – 500 MVA > 500 MVA
TARIF Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp.
350.000,750.000,5.000.000,15.000.000,35.000.000,75.000.000,150.000.000,350.000.000,500.000.000,-
2. Lampiran Pasal 6 ayat 5 Izin Usaha Jasa Penunjang Tenaga Listrik (IUPTL). No. 1. a.
b.
JENIS & GOL. USAHA
TARIF
Konsultasi Ketenagalistrikan Perencanaan Ketenagalistrikan : 1. Golongan A 2. Golongan B 3. Golongan C 4. Golongan D
Rp. Rp. Rp. Rp.
250.000,500.000,750.000,1.000.000,-
Pengawasan Ketenagalistrikan : 1. Golongan A 2. Golongan B 3. Golongan C 4. Golongan D
Rp. Rp. Rp. Rp.
250.000,500.000,750.000,1.000.000,-
2.
Pembangunan & Pemasangan Peralatan Ketenagalistrikan : 1. Golongan I Rp. 250.000,2. Golongan II Rp. 500.000,3. Golongan III Rp. 750.000,4. Golongan IV Rp. 1.000.000,-
3. a.
Pemeliharaan Peralatan Ketenagalistrikan Pemeliharaan Peralatan Ketenagalistrikan : 1. Golongan I 2. Golongan II 3. Golongan III
Rp. 500.000,Rp. 750.000,Rp. 1.000.000,-
Pengujian Ketenagalistrikan : 1. Golongan A 2. Golongan B 3. Golongan C 4. Golongan D
Rp. Rp. Rp. Rp.
b.
250.000,500.000,750.000,1.000.000,-
3. Lampiran Pasal 40 ayat 2 Struktur dan besarnya tarif retribusi Izin Operasi dan Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPL). KAPASITAS TERPASANG 100 – 500 KVA 501 – 1000 KVA 1 – 10 MVA 10 – 25 MVA 25 – 50 MVA 50 – 100 MVA 100 – 250 MVA 250 – 500 MVA > 500 MVA
TARIF Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp.
350.000,750.000,5.000.000,15.000.000,35.000.000,75.000.000,150.000.000,350.000.000,500.000.000,-
4. Lampiran pasal 40 ayat 5 Struktur dan besarnya tarif retribusi Izin Usaha Jasa Penunjang Tenaga Listrik (IUPTL). No. 1. a.
b.
JENIS & GOL. USAHA
TARIF
Konsultasi Ketenagalistrikan Perencanaan Ketenagalistrikan : 1. Golongan A 2. Golongan B 3. Golongan C 4. Golongan D
Rp. Rp. Rp. Rp.
250.000,500.000,750.000,1.000.000,-
Pengawasan Ketenagalistrikan : 1. Golongan A 2. Golongan B 3. Golongan C 4. Golongan D
Rp. Rp. Rp. Rp.
250.000,500.000,750.000,1.000.000,-
2.
Pembangunan & Pemasangan Peralatan Ketenagalistrikan 1. Golongan I Rp. 250.000,2. Golongan II Rp. 500.000,3. Golongan III Rp. 750.000,4. Golongan IV Rp. 1.000.000,-
3. a.
Pemeliharaan Peralatan Ketenagalistrikan Perawatan Peralatan Ketenagalistrikan : 1. Golongan I 2. Golongan II 3. Golongan III
Rp. 500.000,Rp. 750.000,Rp. 1.000.000,-
Pengujian Ketenagalistrikan : 1. Golongan A 2. Golongan B 3. Golongan C 4. Golongan D
Rp. Rp. Rp. Rp.
b.
250.000,500.000,750.000,1.000.000,-
WALIKOTA DUMAI, Ttd. H. ZULKIFLI A.S.
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR 05 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI IZIN KETENAGALISTRIKAN I. UMUM Bahwa berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, penyelenggaraan Pemerintah Daerah diberikan kewenangan yang lebih luas, nyata dan bertanggungjawab kepada daerah. Dalam upaya memenuhi kebutuhan listrik secara merata, adil dan untuk lebih meningkatkan kemampuan negara dalam hal penyediaan tenaga listrik, maka Pemerintah memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Koperasi , Swasta untuk menyediakan tenaga listrik berdasarkan Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPL). Bahwa dalam rangka meningkatkan pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan di bidang ketenagalistrikan, diperlukan upaya untuk secara optimal dan efisien memanfaatkan sumber daya primer domestik dan energi yang bersih dan ramah lingkungan dengan teknologi yang efektif guna menghasilkan nilai tambah untuk pembangkitan tenaga listrik sehingga menjamin tersedianya tenaga listrik yang diperlukan. Peraturan Daerah ini merupakan landasan dan acuan bagi pelaksanaan kegiatan di bidang ketenagalistrikan agar pengelolaan usaha di bidang ini dapat dilaksanakan secara lebih efisien, trasnparan dan kompetitif. Kompetisi usaha penyediaan tenaga listrik dalam tahap awal diterapkan pada sisi pembangkitan dan seiring dengan kesiapan perangkat keras dan perangkat lunak akan diterapkan kompetisi disisi penjualan. Dalam Peraturan Daerah ini selain diatur hak dan kewajiban pengusaha dan masyarakat yang menggunakan tenaga listrik, juga diatur sanksi terhadap tindak pidana yang menyangkut ketenagalistrikan mengingat sifat bahaya dari tenaga listrik dan akibat yang ditimbulkannya dan untuk menjamin keselamatan manusia disekitarnya serta kelestarian fungsi lingkungan. Dan pada akhirnya Peraturan Daerah ini juga dalam rangka memberikan keleluasaan kepada daerah untuk menggali sumber-sumber penerimaan baru untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 sampai dengan pasal 6 Cukup Jelas. Pasal 7
Pasal 8
Ayat (1)
Yang dimaksud sumber energi primer tak terbarukan antara lain meliputi minyak bumi, gas bumi dan batubara, sedangkan sumber energi primer terbarukan antara lain meliputi tenaga air, angin, tenaga surya, panas bumi dan biomassa.
Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2)
Mengingat keadaan Ketenagalistrikan yang khas disetiap daerah, Pemerintah Daerah dengan melibatkan pihak-pihak terkait termasuk Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan memperhatikan keadaan sosial ekonomi daerahnya menyusun Rencana Umum Ketenagalistrikan Daerah masing-masing. Rencana tersebut mencakup antara lain prakiraan kebutuhan tenaga listrik sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang Daerah.
Pasal 9 Yang dimaksud dengan Pemerintah Pusat adalah Perangkat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri dari Presiden beserta para Menteri. Pasal 10 Ayat (1)
Yang dimaksud dengan kepentingan sendiri adalah penyediaan tenaga listrik yang tidak mengandung transaksi jual beli.
Pasal 11 sampai dengan pasal 32 Cukup jelas. Pasal 33
Klasifikasi Usaha Penunjang Tenaga Listrik ini berdasarkan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor : 1455.K/40/MEM/2000 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Tugas Pemerintah di Bidang Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Sendiri, Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum dan Usaha Penunjang Tenaga Listrik. Lingkup layanan usaha untuk setiap jenis dan golongan usaha diklasifkasi berdasarkan tegangan dan daya terpasang pada instalasi penyediaan dan pemanfaatan tenaga listrik serta bidang pekerjaan. Untuk usaha perencanaan, pengawasan dan pengujian, lingkup layanan dibagi berdasarkan bidang pekerjaan (Instalasi Pembangkit, Instalasi Transmisi dan Distribusi dan Instalasi Pemanfaatan Tenaga Listrik). Untuk usaha pembangunan, pemasangan dan pemeliharaan, lingkup layanan dibagi berdasarkan daya terpasang pada instalasi/sistem. a. Usaha Perencanaan Ketenagalistrikan. 1. Golongan A, melakukan : Studi Kelayakan, pekerjaan perencanaan dan perekayasaan, yang berhubungan dengan pembangunan, pemasangan dan pemeliharaan pembangkit tenaga listrik. 2.
Golongan B, melakukan : Studi Kelayakan, pekerjaan perencanaan dan perekayasaan, yang berhubungan dengan pembangunan, pemasangan dan pemeliharaan jaringan transmisi, jaringan distribusi, gardu induk, gardu distribusi, gardu hubung dan transformator.
3.
Golongan C, melakukan : Pekerjaan perencanaan dan perekayasaan, yang berhubungan dengan pembangunan, pemasangan dan pemeliharaan instalasi penerangan dan pemanfaatan lainnya yang akan terhubung ke Jaringan suplai/sumber tenaga listrik.
4.
Golongan D, melakukan : Pekerjaan perencanaan pembangunan, pemasangan dan pemeliharaan instalasi ketenagalistrikan dengan total daya terpasang dalam sistem setinggi-tingginya 15 MVA.
b. Usaha Pengawasan Ketenagalistrikan. 1. Golongan A, melakukan : Pengawasan atas pelaksanaan pekerjaan pembangunan , pemasangan dan pemeliharaan pembangkit tenaga listrik. 2.
Golongan B, melakukan : Pengawasan atas pelaksanaan pembangunan, pemasangan dan pemeliharaan jaringan transmisi, jaringan distribusi, gardu induk, gardu distribusi, gardu hubung dan transformator.
3.
Golongan C, melakukan : Pengawasan atas pelaksanaan pembangunan, pemasangan pemeliharaan instalasi penerangan dan pemanfaatan lainnya.
4.
dan
Golongan D, melakukan : Pengawasan pekerjaan pembangunan, pemasangan dan pemeliharaan instalasi ketenagalistrikan dengan total daya terpasang dalam sistem setinggi-tingginya 15 MVA.
c. Usaha Pembangunan dan Pemasangan Peralatan Ketenagalistrikan. 1. Golongan I, melakukan pekerjaan pembangunan dan pemasangan : a. Instalasi pembangkit tenaga listrik dengan daya terpasang tanpa batas. b. Jaringan distribusi tegangan rendah dan tegangan menengah, jaringan transmisi tegangan tinggi dan tegangan ekstra tinggi baik diatas tanah maupun di bawah tanah atau dibawah air. c. Gardu Induk, Gardu Distribusi, Gardu Hubung dan Transformator tanpa batas daya. d. Instalasi penerangan dan instalasi pemanfaatan lainnya didalam dan atau diluar bangunan yang akan terhubung ke jaringan suplai/sumber tenaga listrik dengan daya terhubung tanpa batas. 2.
Golongan II, melakukan pekerjaan pembangunan dan pemasangan : a. Instalasi pembangkit tenaga listrik dengan daya terpasang setinggitingginya 630 Kva setiap mesin. b. Jaringan distribusi tegangan rendah, jaringan distribusi tegangan menengah diatas atau di bawah tanah. c. Jaringan Distribusi, Gardu Hubung dan Transformator dengan daya terpasang setinggi-tingginya 630 Kva setiap transformator. d. Instalasi penerangan dan instalasi pemanfaatan lainnya didalam dan atau diluar bangunan yang akan terhubung ke jaringan suplai/sumber tenaga listrik dengan daya terhubung setinggitingginya 630 Kva.
3.
Golongan III, melakukan pekerjaan pembangunan dan pemasangan : a. Jaringan distribusi tegangan rendah diatas atau di bawah tanah. b. Instalasi penerangan dan instalasi pemanfaatan lainnya didalam dan atau diluar bangunan yang akan terhubung ke jaringan suplai/sumber tenaga listrik dengan daya terhubung setinggitingginya 135 kVA.
4.
Golongan IV, melakukan pekerjaan pembangunan dan pemasangan : Pekerjaan pembangunan dan pemasangan instalasi penerangan dan instalasi pemanfaatan lainnya didalan dan atau diluar bangunan yang akan terhubung ke jaringan suplai/sumber tenaga listrik dengan daya terhubung setinggi-tingginya 135 kVA.
d. Usaha Pemeliharaan Peralatan. 1. Golongan I, melakukan pekerjaan pemeliharaan : a. Instalasi pembangkit tenaga listrik dengan daya terpasang tanpa batas.
b. Jaringan distribusi tegangan rendah dan tegangan menengah, jaringan transmisi tegangan tinggi dan tegangan ekstra tinggi baik diatas tanah maupun di bawah tanah atau dibawah air. c. Gardu Induk, Gardu Hubung, Gardu Distribusi dan Transformator tanpa batas daya. d. Instalasi penerangan dan instalasi pemanfaatan lainnya didalam dan atau diluar bangunan yang terhubung ke jaringan suplai/sumber tenaga listrik dengan daya terhubung tanpa batas. 2.
Golongan II, melakukan pekerjaan pemeliharaan : a. Instalasi pembangkit tenaga listrik dengan daya terpasang setinggitingginya 630 Kva setiap mesin. b. Jaringan distribusi tegangan rendah dan tegangan menengah diatas atau di bawah tanah. c. Jaringan Distribusi, Gardu Hubung dan Transformator dengan daya terpasang setinggi-tingginya 630 Kva setiap transformator. d. Instalasi penerangan dan instalasi pemanfaatan lainnya didalam dan atau diluar bangunan yang akan terhubung ke jaringan suplai/sumber tenaga listrik dengan daya terhubung setinggitingginya 630 Kva.
3.
Golongan III, melakukan pekerjaan pemeliharaan : a. Instalasi penerangan dan instalasi pemanfaatan lainnya didalam dan atau diluar bangunan yang akan terhubung pada jaringan suplai/sumber tenaga listrik dengan daya terhubung setinggitingginya 135 Kva. b. Jaringan Distribusi tegangan rendah diatas atau dibawah tanah dengan daya terhubung setinggi-tingginya 6600 kVA serta pemeliharaan instalasi ketenagalistrikan dengan daya terhubung setinggi-tingginya 6600 kVA.
e. Usaha Pengujian Ketenagalistrikan. 1. Golongan A, melakukan : Pengujian atas hasil pelaksanaan pembangunan, pemasangan dan pemeliharaan pembangkit tenaga listrik. 2.
Golongan B, melakukan : Pengujian atas hasil pelaksanaan pembangunan, pemasangan dan pemeliharaan jaringan transmisi, jaringan distribusi, gardu induk, gardu distribusi, gardu hubung dan transformator.
3.
Golongan C, melakukan : Pengujian atas hasil pelaksanaan pembangunan, pemasangan dan pemeliharaan Instalasi penerangan pemanfaatan lainnya.
4.
Golongan D, melakukan : Pengujian atas hasil pelaksanaan pembangunan, pemasangan dan pemeliharaan Instalasi ketenagalistrikan dengan total daya terpasang dalam sistem setinggi-tingginya 15 MVA.
Pasal 34 sampai dengan pasal 36 Cukup jelas. Pasal 37
Huruf a Penanggungjawab teknik adalah orang yang diserahi tanggungjawab untuk melaksanakan pekerjaan. Huruf b sampai dengan huruf g Cukup jelas.
Pasal 38 sampai dengan pasal 43 Cukup jelas. Pasal 44
Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2)
Inspektur Ketenagalistrikan adalah tenaga ahli yang memiliki keahlian di bidang kelistrikan.
Pasal 45 sampai dengan pasal 50 Cukup jelas