PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DUMAI, Menimbang
: a. bahwa penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan termasuk tempat penitipan kendaraan yang diselenggarakan oleh swasta, baik itu yang diselenggarakan oleh perseorangan warga negara Indonesia dan/atau yang diselenggarakan oleh badan hukum Indonesia dapat dikenakan Pajak Parkir; b. bahwa pengadaan Pajak Parkir di samping memberikan pelayanan penertiban penggunaan parkir kepada masyarakat juga dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD); c. bahwa dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terutama ketentuan pada BAB IV penetapan pada muatan yang diatur dalam Peraturan Daerah tentang Pajak pada Pasal 95 ayat (1) Pajak ditetapkan dengan Peraturan Daerah; d. bahwa mengacu pada pasal 2 ayat (2) mengenai jenis pajak kabupaten/Kota tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Peraturan Daerah yang telah ada sebelum berlakunya UndangUndang Nomor 28 Tahun 2009 perlu segera disesuaikan; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Pajak Parkir.
Mengingat
: 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Dumai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3829); 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan UndangUndang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
4. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 5. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5025); 6. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049); 7. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5161); 11. Peraturan Menteri Dalam Negeri 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah; 12. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2011 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah; 13. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah; 14. Peraturan Daerah Kota Dumai Nomor 13 Tahun 2002 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Daerah Kota Dumai Tahun 2002 Nomor 26 Seri D); 15. Peraturan Daerah Kota Dumai Nomor 16 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah (Lembaran Daerah Kota Dumai Tahun 2008 Nomor 9 Seri D) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kota Dumai Nomor 4 Tahun 2011 tentang Perubahan Peraturan Daerah Kota Dumai Nomor 16 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah (Lembaran Daerah Kota Dumai Tahun 2011 Nomor 4 Seri D).
Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA DUMAI dan WALIKOTA DUMAI MEMUTUSKAN: Menetapkan
: PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK PARKIR. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kota Dumai. 2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kota Dumai. 3. Walikota adalah Walikota Dumai. 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Dumai. 4. Dinas adalah Dinas Perhubungan Kota Dumai. 5. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Perhubungan Kota Dumai. 6. Dinas yang membidangi pendapatan Daerah adalah Dinas Pendapatan Daerah Kota Dumai. 7. Pengelola Perparkiran adalah Dinas Perhubungan Kota Dumai. 8. Swasta adalah perseorangan warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia yang bukan Pemerintah atau Pemerintah Daerah. 9. Kendaraan adalah suatu sarana angkut di jalan yang terdiri atas kendaraan bermotor dan kendaraan tidak bermotor. 10. Kendaraan Bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakkan oleh peralatan mekanik berupa mesin selain kendaraan yang berjalan di atas rel. 11. Parkir adalah keadaan kendaraan berhenti dan tidak bergerak untuk beberapa saat dan ditinggalkan pengemudinya. 12. Perparkiran adalah segala sesuatu atau hal ikhwal yang berkaitan dengan parkir kendaraan. 13. Penitipan Kendaraan adalah parkir kendaraan dengan sistem penitipan, yang memberikan jaminan terhadap keamanan kendaraan yang dititipkan. 14. Tempat Parkir adalah ruang yang disediakan sebagai tempat untuk memarkirkan kendaraan baik yang berada di dalam ruang milik jalan atau di tepi jalan maupun yang berada di luar ruang milik jalan atau di luar badan jalan. 15. Tempat Penitipan Kendaraan adalah ruang yang disediakan sebagai tempat untuk memarkirkan kendaraan dengan sistem penitipan kendaraan. 16. Tempat Parkir Di Luar Ruang Milik Jalan, atau Tempat Parkir Di Luar Badan Jalan, atau yang dapat pula disebut Tempat Khusus Parkir adalah suatu tempat di luar ruang milik jalan atau di luar badan jalan yang disediakan secara khusus untuk tempat parkir kendaraan yang terdiri dari taman parkir dan gedung parkir. 17. Taman Parkir adalah suatu tempat berupa halaman terbuka yang berada di luar ruang milik jalan atau di luar badan jalan yang disediakan secara khusus untuk tempat parkir kendaraan, baik yang disediakan, dibangun, atau diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah, maupun yang disediakan, dibangun, atau diselenggarakan oleh perseorangan Warga Negara Indonesia atau Badan Hukum Indonesia.
18. Gedung Parkir adalah suatu gedung atau bagian dari gedung yang berada di luar ruang milik jalan atau di luar badan jalan yang disediakan secara khusus untuk tempat parkir kendaraan, baik yang disediakan, dibangun, atau diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah, maupun yang disediakan, dibangun, atau diselenggarakan oleh perseorangan Warga Negara Indonesia atau Badan Hukum Indonesia. 19. Pengguna Jasa Parkir adalah orang pribadi atau Badan selaku pengemudi atau pemilik kendaraan yang menggunakan jasa atau pelayanan tempat parkir. 20. Penyelenggara Tempat Parkir Swasta adalah orang pribadi dan/atau Badan yang dengan seizin Walikota membangun dan menyelenggarakan tempat khusus parkir dan/atau tempat penitipan kendaraan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun sebagai suatu usaha. 21. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap. 22. Pajak Daerah yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau Badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 23. Pajak Parkir adalah pajak atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan yang diselenggarakan oleh swasta, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan. 24. Subjek Pajak adalah orang pribadi atau Badan yang dapat dikenakan Pajak Daerah. 25. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau Badan meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah. 26. Masa Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) bulan kalender atau jangka waktu lain yang diatur dengan Peraturan Kepala Daerah paling lama 3 (tiga) bulan kalender, yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang. 27. Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender, kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender. 28. Pajak Yang Terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak, atau dalam Bagian Tahun Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan daerah. 29. Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data objek dan Subjek pajak, penentuan besarnya pajak yang terutang sampai kegiatan penagihan pajak kepada Wajib Pajak serta pengawasan penyetorannya.
30. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat SPTPD, adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan Perpajakan Daerah. 31. Surat Setoran Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat SSPD, adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke Kas Daerah melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Walikota. 32. Surat Ketetapan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat SKPD, adalah Surat Ketetapan Pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak yang terutang. 33. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, yang selanjutnya disebut SKPDKB, adalah Surat Ketetapan Pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok Pajak, jumlah kredit Pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok Pajak, besarnya sanksi administratif, dan jumlah Pajak yang masih harus dibayar. 34. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, yang selanjutnya disebut SKPDKBT, adalah Surat Ketetapan Pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang ditetapkan. 35. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, yang selanjutnya disebut SKPDN, adalah Surat Ketetapan Pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit Pajak atau Pajak tidak terutang dan tidak ada kredit Pajak. 36. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, yang selanjutnya disebut SKPDLB, adalah Surat Ketetapan Pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena kredit Pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang. 37. Surat Tagihan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat STPD, adalah surat untuk melakukan tagihan Pajak dan/atau sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda. 38. Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan dalam penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan daerah yang terdapat dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, Surat Tagihan Pajak Daerah, Surat Keputusan Pembetulan, atau Surat Keputusan Keberatan. 39. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, Surat Tagihan Pajak Daerah, atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak. 40. Putusan Banding adalah putusan Badan Peradilan Pajak atas banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak. 41. Insentif Pemungutan Pajak yang selanjutnya disebut Insentif adalah tambahan penghasilan yang diberikan sebagai penghargaan atas kinerja tertentu dalam melaksanakan pemungutan Pajak.
42. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut. 43. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban pajak parkir dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah. 44. Penyidikan Tindak Pidana adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan daerah yang terjadi dan menemukan tersangkanya. BAB II NAMA, OBJEK, DAN SUBJEK PAJAK Pasal 2 Dengan nama Pajak Parkir dipungut atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan yang diselenggarakan oleh swasta, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor. Pasal 3 (1) Objek Pajak Parkir adalah penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan. (2) Tidak termasuk Objek Pajak Parkir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah : a. penyelenggaraan tempat parkir oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah; b. penyelenggaraan tempat parkir oleh perkantoran yang hanya digunakan untuk karyawannya sendiri; c. penyelenggaraan tempat parkir oleh kedutaan, konsulat, dan perwakilan Negara asing dengan asas timbal balik; dan d. penyelenggaraan tempat parkir lainnya yang diatur dengan Peraturan Daerah. Pasal 4 (1) Subjek Pajak Parkir adalah orang pribadi atau badan yang melakukan parkir kendaraan bermotor. (2) Wajib Pajak Parkir adalah orang menyelenggarakan tempat parkir.
pribadi
atau
badan
yang
BAB III DASAR PENGENAAN, TARIF DAN CARA PENGHITUNGAN PAJAK Pasal 5 (1) Dasar pengenaan Pajak Parkir adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar kepada penyelenggara tempat parkir.
(2) Jumlah yang seharusnya dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk potongan harga parkir dan parkir cuma-cuma yang diberikan kepada penerima jasa parkir. (3) Jumlah yang seharusnya dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sama dengan tarif Retribusi tempat khusus parkir sesuai dengan Peraturan Daerah yang berlaku. (4) Apabila penyelenggara tempat parkir mengenakan pungutan di bawah jumlah yang seharusnya dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (3), atau memberi potongan harga atau parkir cumacuma sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka dasar pengenaan pajak parkir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini tetap mengacu kepada tarif retribusi tempat khusus parkir sesuai dengan Peraturan Daerah yang berlaku. Pasal 6 Tarif Pajak Parkir ditetapkan sebesar 30% (tiga puluh persen). Pasal 7 Besaran pokok Pajak Parkir yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dengan dasar pengenaan pajak parkir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) atau Pasal 5 ayat (4) Peraturan Daerah ini. BAB IV WILAYAH PEMUNGUTAN Pasal 8 Pajak Parkir yang terutang dipungut diwilayah daerah tempat parkir berlokasi. BAB V MASA PAJAK Pasal 9 Masa Pajak Parkir adalah jangka waktu 1 (satu) bulan kalender atau jangka waktu lain yang diatur dengan Peraturan Walikota. BAB VI TATA CARA PENETAPAN DAN PEMUNGUTAN Pasal 10 (1) Pemungutan Pajak Parkir dilarang diborongkan. (2) Setiap Wajib Pajak wajib membayar Pajak Parkir yang terutang berdasarkan Surat Ketetapan Pajak atau dibayar sendiri oleh Wajib Pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan. (3) Wajib Pajak yang memenuhi kewajiban perpajakan sendiri dibayar dengan menggunakan SPTPD, SKPDKB dan/atau SKPDKBT. Pasal 11 (1) Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya Pajak Parkir, Walikota dapat menerbitkan: a. SKPDKB dalam hal: 1. Jika berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain, pajak parkir yang terutang tidak atau kurang dibayar;
2. Jika SPTPD tidak disampaikan kepada Walikota dalam jangka waktu tertentu dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam surat teguran; dan 3. Jika kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi, Pajak Parkir yang terutang dihitung secara jabatan; b. SKPDKBT jika ditemukan data baru dan/atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah Pajak Parkir yang terutang; c. SKPDN jika jumlah pajak parkir yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit Pajak Parkir atau Pajak Parkir tidak terutang dan tidak ada Pajak Parkir. (2) Jumlah kekurangan Pajak Parkir yang terutang dalam SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 1 dan angka 2 dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari Pajak Parkir yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya Pajak Parkir. (3) Jumlah kekurangan pajak parkir yang terutang dalam SKPDKBT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dikenakan sanksi administratif berupa kenaikan 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan Pajak Parkir tersebut. (4) Kenaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dikenakan jika Wajib Pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan. (5) Jumlah Pajak Parkir yang terutang dalam SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 3 dikenakan sanksi administratif berupa kenaikan sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari pokok Pajak Parkir ditambah sanksi administratif 2% (dua persen) sebulan dihitung dari Pajak Parkir yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak terutangnya Pajak Parkir. Pasal 12 (1) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penerbitan SPTPD, SKPDKB, dan SKPDKBT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) dan ayat (5) diatur dengan Peraturan Walikota. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengisian dan penyampaian SPTPD, SKPDKB, dan SKPDKBT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) dan ayat (5) diatur dengan Peraturan Walikota. BAB VII TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENAGIHAN Pasal 13 (1) Walikota menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran Pajak Parkir yang terutang paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja setelah saat terutangnya Pajak Parkir dan paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya SPPT oleh Wajib Pajak. (2) SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah Pajak Parkir yang harus dibayar bertambah merupakan dasar penagihan Pajak Parkir dan harus dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan.
(3) Walikota atas permohonan Wajib Pajak setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Pajak untuk mengangsur atau menunda pembayaran Pajak Parkir, dengan dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran, penyetoran, tempat pembayaran, angsuran, dan penundaan pembayaran pajak parkir diatur dengan Peraturan Walikota. Pasal 14 (1) Pajak parkir yang terutang berdasarkan SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding yang tidak atau kurang dibayar oleh Wajib Pajak pada waktunya dapat ditagih dengan surat paksa. (2) Penagihan Pajak Parkir dengan surat paksa berdasarkan peraturan perundang-undangan.
dilaksanakan
BAB VIII KEDALUWARSA Pasal 15 (1) Hak untuk melakukan penagihan Pajak Parkir menjadi kedaluwarsa setelah melampaui waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak saat terutangnya Pajak Parkir, kecuali jika Wajib Pajak melakukan tindak pidana di bidang Perpajakan Daerah. (2) Kedaluwarsa penagihan Pajak Parkir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh jika : a. diterbitkan Surat Teguran dan/atau Surat Paksa; dan b. ada pengakuan utang Pajak Parkir dari Wajib Pajak, baik langsung maupun tidak langsung. (3) Dalam hal diterbitkannya Surat Teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, kedaluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal diterimanya Surat Teguran tersebut. (4) Pengakuan utang Pajak Parkir secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b adalah Wajib Pajak dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang Pajak dan belum melunasinya kepada Pemerintah Daerah. (5) Pengakuan utang Pajak Parkir secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat diketahui dari pengajuan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran dan permohonan keberatan oleh Wajib Pajak. Pasal 16 (1) Piutang pajak yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan sudah kadaluwarsa dapat dihapuskan. (2) Walikota menetapkan keputusan penghapusan piutang pajak yang sudah kadaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penghapusan piutang Pajak yang sudah kedaluwarsa lebih lanjut diatur dengan Peraturan Walikota.
BAB IX TATA CARA PEMBETULAN, PEMBATALAN, PENGURANGAN KETETAPAN DAN PENGHAPUSAN ATAU PENGURANGAN SANKSI ADMINISTRATIF Pasal 17 (1) Atas permohonan Wajib Pajak atau karena jabatannya, Walikota dapat membetulkan SPPT, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT atau STPD, SKPDN atau SKPDLB yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan daerah. (2) Walikota dapat : a. mengurangkan atau menghapuskan sanksi administratif berupa bunga, denda, dan kenaikan pajak parkir yang terutang menurut peraturan perundang-undangan Perpajakan Daerah, dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya; b. mengurangkan atau membatalkan SPPT, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT atau STPD, SKPDN atau SKPDLB yang tidak benar; c. mengurangkan atau membatalkan STPD; d. membatalkan hasil pemeriksaan atau ketetapan Pajak Parkir yang dilaksanakan atau diterbitkan tidak sesuai dengan tata cara yang ditentukan; dan e. mengurangkan ketetapan Pajak Parkir terutang berdasarkan pertimbangan kemampuan membayar Wajib Pajak atau kondisi tertentu obyek Pajak Parkir. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengurangan atau penghapusan sanksi administratif dan pengurangan atau pembatalan ketetapan Pajak Parkir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Walikota. Pasal 18 (1) Jika pengajuan keberatan atau permohonan banding dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran Pajak Parkir dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan. (2) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sejak bulan pelunasan sampai dengan diterbitkannya SKPDLB. (3) Dalam hal keberatan Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah Pajak Parkir berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan Pajak Parkir yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan. (4) Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan banding, sanksi administratif berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dikenakan. (5) Dalam hal permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah Pajak Parkir berdasarkan Putusan Banding dikurangi dengan pembayaran Pajak Parkir yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.
BAB X KEBERATAN DAN BANDING Pasal 19 (1) Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Walikota atau Pejabat yang ditunjuk atas suatu : a. SPPT; b. SKPDKB; c. SKPDKBT; d. SKPDLB; e. SKPDN; dan f. pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangam perpajakan daerah. (2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai alasan-alasan yang jelas. (3) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal surat, tanggal pemotongan atau pemungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kecuali jika Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keberadaan di luar kekuasaannya. (4) Keberatan dapat diajukan apabila Wajib Pajak telah membayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak. (5) Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) tidak dianggap sebagai Surat Keberatan sehingga tidak dipertimbangkan. (6) Tanda penerimaan surat keberatan yang diberikan oleh Walikota atau Pejabat yang ditunjuk atau tanda pengiriman surat keberatan melalui surat pos tercatat sebagai tanda bukti penerimaan surat keberatan. Pasal 20 (1) Walikota dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan, sejak tanggal Surat Keberatan diterima, harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan. (2) Keputusan Walikota atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya pajak parkir terutang. (3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan Walikota tidak memberi keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan. Pasal 21 (1) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada Pengadilan Pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh Walikota. (2) Permohonan banding sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia, dengan alasan yang jelas dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak keputusan diterima, dan dilampiri salinan dari surat keputusan keberatan tersebut. (3) Pengajuan permohonan banding menangguhkan kewajiban membayar pajak parkir sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Putusan Banding.
BAB XI PENGAWASAN Pasal 22 (1) Dalam rangka pengawasan, Walikota atau Pejabat yang ditunjuk bila dipandang perlu dapat menetapkan serta menempatkan, personil dan atau peralatan (equipment) baik sistem manual maupun dengan sistim komputerisasi di setiap objek pajak Parkir. (2) Penetapan peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan kepada wajib pajak, dalam tenggang waktu yang cukup dan seluruh biaya yang ditimbulkan sebagai akibat ditempatkannya peralatan tersebut menjadi kewajiban Pemerintah Daerah. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan pelaksanaan penempatan personil dan atau peralatan dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Walikota. Pasal 23 Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 adalah pengawasan dalam rangka penataan dan peralatan potensi wajib pajak riil dan tidak bersifat investigasi/penyelidikan. BAB XII KETENTUAN PEMERIKSAAN Pasal 24 (1) Walikota dan/atau Pejabat lain yang ditunjuk berwenang melakukan pemeriksaan sewaktu-waktu untuk menguji kepatuhan, pemenuhan dan kewajiban Perpajakan Daerah dalam rangka melaksanakan Peraturan Daerah ini. (2) Pemilik/Pengusaha penyelenggara Hiburan selaku wajib pajak yang diperiksa, wajib : a. memperlihatkan atau meminjamkan buku dan atau catatan, dokumen yang menjadi dasar serta dokumen lain yang berhubungan dengan objek pajak terutang; b. memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dianggap perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan; dan c. memberikan keterangan lain yang diperlukan. BAB XIII INSTANSI PEMUNGUT Pasal 25 Instansi pemungut adalah instansi yang ditunjuk sebagai pengelola perparkiran dan pihak lain yang membantu instansi pelaksana pemungut Pajak Daerah. BAB XIV INSENTIF PEMUNGUTAN Pasal 26 (1) Instansi yang melaksanakan pemungutan pajak parkir dapat diberikan insentif atas dasar pencapaian kinerja tertentu. (2) Instansi yang melaksanakan pemungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Dinas/Badan/Lembaga yang tugas pokok dan fungsinya melaksanakan pemungutan pajak daerah.
(3) Besarnya insentif ditetapkan paling tinggi 4% (empat persen) dari rencana penerimaan pajak dalam tahun yang berkenaan. (4) Besaran insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran berkenaan. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian dan pemanfaatan insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Walikota. BAB XV PENYIDIKAN Pasal 27 (1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan daerah, sebagaimana dimaksud dalam Undang Undang Hukum Acara Pidana. (2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-udangan. (3) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah: a. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas; b. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana di bidang Perpajakan Daerah; c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang Perpajakan Daerah; d. memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang Perpajakan Daerah; e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut; f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang Perpajakan Daerah; g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan/atau dokumen yang dibawa; h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang Perpajakan Daerah; i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; j. menghentikan penyidikan; dan/atau k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang Perpajakan Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 Hukum Acara Pidana.
BAB XVI KETENTUAN PIDANA Pasal 28 (1) Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan daerah dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak parkir terutang yang tidak atau kurang dibayar. (2) Wajib Pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan daerah dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak 4 (dua) kali jumlah pajak parkir terutang yang tidak atau kurang dibayar. Pasal 29 Tindak pidana di bidang Perpajakan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 tidak dituntut setelah melampaui jangka waktu 5 (lima) tahun sejak saat terutangnya pajak parkir atau berakhirnya Masa Pajak atau berakhirnya Bagian Tahun Pajak atau berakhirnya Tahun Pajak yang bersangkutan. BAB XVII KETENTUAN PENUTUP Pasal 30 Peraturan daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan peraturan daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Dumai. Ditetapkan di Dumai, pada tanggal 10 Oktober 2012 WALIKOTA DUMAI,
dto KHAIRUL ANWAR Diundangkan di Dumai pada tanggal 7 Desember 2012 SEKRETARIS DAERAH KOTA DUMAI,
dto SAID MUSTAFA LEMBARAN DAERAH KOTA DUMAI TAHUN 2012 NOMOR 3 SERI B
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK PARKIR
I. PENJELASAN UMUM Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang merupakan pengganti atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, serta diberlakukannya Peraturan Daerah Kota Dumai Nomor 12 Tahun 2009 tentang Penyelengggaraan Tempat Parkir dan Tarif Retribusi Parkir, maka diperlukan suatu peraturan daerah lainnya yang secara khusus mengatur tentang Pajak Parkir, karena belum pernah diatur sebelumnya dengan Peraturan Daerah. Sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggungjawab, pembiayaan pemerintahan dan pembangunan daerah yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah, khususnya yang bersumber dari Pajak Parkir perlu diwujudkan dan ditingkatkan sehingga kemandirian Daerah dalam hal pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan di Daerah dapat terwujud.
II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas Pasal 2 Penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan yang diselenggarakan oleh swasta, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bukan merupakan obyek retribusi parkir karena tidak diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah, tetapi penyelenggaraan tersebut wajib menyumbangkan kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah melalui Pajak Parkir. Pasal 3 Ayat (1) Yang merupakan objek Pajak Parkir adalah tempat khusus parkir yang diselenggarakan oleh swasta. Ayat (2) Huruf a Penyelenggaraan tempat parkir oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk kegiatan operasional pemerintahan tidak termasuk sebagai objek Pajak Parkir, sedangkan penyelenggaraan tempat parkir untuk umum oleh Pemerintah Daerah baik yang berada di tepi jalan umum maupun di tempat khusus parkir merupakan objek Retribusi Parkir. Huruf b Penyelenggaraan tempat parkir oleh perkantoran yang hanya digunakan untuk karyawannya sendiri tidak dikenakan Pajak Parkir sehingga bukan merupakan objek pajak parkir;
Huruf c Penyelenggaraan tempat parkir oleh kedutaan, konsulat, dan perwakilan negara asing dengan asas timbal balik tidak dapat dikenakan Pajak Parkir sehingga tidak merupakan objek Pajak Parkir; Huruf d Penyelenggaraan tempat parkir lainnya yang tidak dikenakan Pajak Parkir hanyalah yang telah diatur dan ditetapkan secara khusus dengan Peraturan Daerah. Pasal 4 Cukup jelas Pasal 5 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Walaupun penyelenggara tempat parkir swasta memberikan potongan biaya parkir kepada pengguna jasa parkir, atau tidak memungut sama sekali biaya parkir kepada pengguna jasa parkir atau parkir dengan cuma-cuma, atau pembayaran biaya parkir sudah termasuk dalam pembayaran bentuk lainnya, maka pengguna jasa parkir dianggap telah membayar biaya parkir sejumlah yang seharusnya diterima oleh penyelenggara tempat parkir. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Walaupun penyelenggara tempat parkir swasta memberikan potongan biaya parkir kepada pengguna jasa parkir, atau tidak memungut sama sekali biaya parkir kepada pengguna jasa parkir atau parkir dengan cuma-cuma, atau pembayaran biaya parkir sudah termasuk dalam pembayaran bentuk lainnya, maka dasar pengenaan pajak parkir tetap mengacu kepada besaran tarif Retribusi Parkir yang telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kota Dumai Nomor 12 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Tempat Parkir dan Tarif Retribusi Parkir. Pasal 6 Cukup jelas. Pasal 7 Contoh : Jika kapasitas ruang parkir di tempat khusus parkir adalah 100 (seratus) ruang parkir, dengan indeks penggunaan ruang parkir 80% (delapan puluh persen), total jam operasi tempat khusus parkir 24 (dua puluh empat) jam dalam satu hari, dan durasi parkir rata-rata 2 (dua) jam, maka tingkat penggunaan jasa pelayanan parkir, adalah (100 x 80%) x (24 : 2) (seratus dikali delapan puluh persen dikali dua puluh empat dibagi dua) sama dengan 960 (sembilan ratus enam puluh) kendaraan per hari. Apabila dari 960 (sembilan ratus enam puluh) kendaraan tersebut di atas diketahui secara jelas prosentase jenis kendaraan bermotor roda dua adalah 20% (dua puluh persen), maka diperoleh rata-rata 192 (seratus sembilan puluh dua) kendaraan per hari, atau 5.760 (lima ribu tujuh ratus enam puluh) kendaraan per bulan, atau 69.120 (enam puluh sembilan ribu seratus dua puluh) kendaraan per tahun untuk jenis kendaraan bermotor roda dua yang mempergunakan tempat khusus parkir tersebut. Apabila penyelenggara tempat parkir swasta mengenakan pungutan di bawah tarif retribusi parkir sebagaimana dimaksud pada Pasal 42 ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan Pasal 44 ayat (2) Peraturan Daerah Kota Dumai Nomor 12 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Tempat Parkir dan Tarif Retribusi Parkir, misalkan mengenakan pungutan sebesar Rp. 500,- (lima ratus rupiah) dari Rp. 1.000,- (seribu rupiah) yang seharusnya dibayar untuk jenis sepeda motor yang diparkir di Taman Parkir atau Gedung Parkir, atau tidak mengenakan pungutan sama sekali atau parkir dengan cuma-cuma, atau sudah termasuk dalam pembayaran bentuk lainnya seperti
pembayaran tagihan hotel, pembayaran pass pelabuhan, pemotongan pembayaran jasa angkut, dan lain sebagainya, maka dasar pengenaan pajak parkir tersebut tetap Rp. 1.000 (seribu rupiah) untuk jenis sepeda motor. Maka besarnya potensi pendapatan parkir yang seharusnya diterima oleh penyelenggara tempat parkir swasta adalah 192 x Rp. 1.000,- = Rp. 192.000 (seratus sembilan puluh dua dikali seribu rupiah sama dengan seratus sembilan puluh dua ribu) per hari, atau 5.760 x Rp. 1.000,- = Rp. 5.760.000,- (lima ribu tujuh ratus neman puluh dikali seribu rupiah sama dengan lima juta tujuh ratus enam puluh ribu rupiah) per bulan, atau 69.120 x Rp. 1.000,- = Rp. 69.120.000,- (enam puluh sembilan ribu seratus dua puluh dikali seribu rupiah sama dengan enam puluh sembilan juta seratus dua puluh ribu rupiah) per tahun, hanya dari jenis kendaraan bermotor roda dua. Dengan melakukan hal yang sama pada jenis kendaraan lainnya, maka akan diperoleh jumlah total potensi pendapatan penyelenggara tempat parkir selama setahun, yang akan dijadikan sebagai dasar pengenaan pajak parkir. Dengan mempergunakan ilustrasi sebagaimana dimaksud pada penjelasan Pasal 5 ayat (4) di atas, besaran pokok pajak parkir yang terutang, hanya dari jenis kendaraan bermotor roda dua adalah sebesar 30% x Rp. 192.000,- = Rp. 57.600,(tiga puluh persen dikali seratus sembilan puluh dua ribu rupiah sama dengan lima puluh tujuh ribu enam ratus rupiah) per hari, atau 30% x Rp. 5.760.000,- = Rp. 1.728.000,- (tiga puluh persen dikali lima juta tujuh ratus enam puluh ribu rupiah sama dengan satu juta tujuh ratus dua puluh delapan ribu rupiah) per bulan, atau 30% x Rp. 69.120.000,- = Rp. 20.736.000,- (tiga puluh persen dikali enam puluh sembilan juta seratus dua puluh ribu rupiah sama dengan dua puluh juta tujuh ratus tiga puluh enam ribu rupiah) per tahun. Maka dengan melakukan hal yang sama pada jenis kendaraan lainnya, akan diperoleh jumlah total besaran pokok pajak parkir yang terutang. Pasal 8 Cukup jelas. Pasal 9 Cukup jelas Pasal 10 Cukup jelas Pasal 11 Cukup jelas Pasal 12 Cukup jelas Pasal 13 Cukup jelas Pasal 14 Cukup jelas Pasal 15 Cukup jelas Pasal 16 Cukup jelas Pasal 17 Cukup jelas Pasal 18 Cukup jelas Pasal 19 Cukup jelas
Pasal 20 Cukup jelas Pasal 21 Cukup jelas Pasal 22 Cukup jelas Pasal 23 Cukup jelas Pasal 24 Cukup jelas Pasal 25 Instansi yang berhak dan berwenang melakukan pemungutan Pajak Parkir adalah Dinas Perhubungan Kota Dumai atau Dinas yang tugas pokok dan fungsinya melakukan pembinaan di bidang lalu lintas dan angkutan jalan, atau Pejabat yang berada di lingkungan Dinas tersebut. Pasal 26 Ayat (1) Untuk memberikan motivasi dan semangat kerja yang tinggi dalam melaksanakan tugasnya, Dinas atau pejabat yang melakukan pemungutan Pajak Parkir diberikan insentif atas pencapaian kinerja tertentu. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Pasal 27 Cukup jelas Pasal 28 Cukup jelas Pasal 29 Cukup jelas Pasal 30 Cukup jelas