PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DUMAI, Menimbang
: a. bahwa untuk melindungi masyarakat dari gangguan penyakit yang berasal dari bahan asal hewan/ternak yang akan dikonsumsi oleh masyarakat maka dipandang perlu adanya ketersediaan sarana dan prasarana Rumah Potong Hewan yang aman, sehat, utuh dan halal; b. bahwa Rumah Potong Hewan merupakan salah satu sumber pendapatan daerah dalam memberikan kontribusi terhadap penerimaan daerah Kota Dumai; c. bahwa kebijakan daerah mengenai penetapan tarif retribusi jasa usaha perlu diarahkan agar sesuai dengan prinsip-prinsip penggunaan retribusi jasa usaha sebagaimana diatur dalam Pasal 127 huruf g Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dengan memperhatikan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat dan aspek keadilan; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Retribusi Rumah Potong Hewan.
Mengingat
: 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3656); 3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821); 4. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1999 tentang Pembentukan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Dumai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3829); 5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan UndangUndang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
6. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 7. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5015); 8. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049); 9. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1983 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3253); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4424); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5161); 14. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2011 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah; 15. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 555/Kpts/TN.240/9/1986 Tentang Syarat-syarat Rumah Potong Hewan dan Ijin Usaha Pemotongan Hewan; 16. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 557/Kpts/TN.520/9/1987 Tentang Syarat-syarat Rumah Unggas dan Ijin Pemotongan Unggas; 17. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 295/Kpts/TN.240/5/1992 Tentang Pemotongan Babi serta Hasil Ikutannya; 18. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 413/Kpts/TN.310/1992 Tentang Pemotongan Hewan Potong dan Penanganan Daging serta Hasil Ikutannya; 19. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 306/Kpts/TN.330/1994 Tentang Pemotongan Unggas dan Penanganan Daging Unggas serta Hasil Ikutannya; 20. Peraturan Daerah Kota Dumai Nomor 16 Tahun 2008 Tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas-dinas di Lingkungan Pemerintah Kota Dumai (Lembaran Daerah Kota Dumai Tahun 2008 Nomor 9 Seri D) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah (Lembaran Daerah Kota Dumai Tahun 2011 Nomor 4 Seri D).
Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA DUMAI dan WALIKOTA DUMAI MEMUTUSKAN: Menetapkan
: PERATURAN DAERAH TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kota Dumai. 2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kota Dumai. 3. Walikota adalah Walikota Dumai. 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah selanjutnya disebut DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Dumai. 5. Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan adalah Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kota Dumai. 6. Dinas Pendapatan adalah Dinas Pendapatan Kota Dumai. 7. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas yang menangani bidang kehewanan, kesehatan hewan dan peternakan. 8. Pejabat yang ditunjuk adalah Pegawai di lingkungan Pemerintah Daerah Kota Dumai. 9. Kas Daerah adalah Kas Daerah Kota Dumai. 10. Pelayanan Rumah Potong Hewan adalah pelayanan penyediaan fasilitas rumah potong hewan termasuk pemeriksaan hewan sebelum dipotong dan pemeriksaan daging setelah hewan dipotong yang dimiliki dan dikelola oleh Pemerintah daerah sebagai wakil untuk melaksanakan tugas-tugas Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kota Dumai. 11. Hewan Ternak Potong adalah sapi, kerbau, kuda, kambing, domba, babi dan unggas (ayam, itik, kalkun) serta binatang peliharaan yang sejenis yang disediakan untuk makanan manusia. 12. Memotong adalah mambunuh hewan dan perbuatan yang nyatanyata harus dianggap sebagai persiapan langsung ditujukan untuk memyembelih hewan serta tindakan selanjutnya terhadap hewan yang disembelih. 13. Pemotongan Usaha adalah pemotongan bagi mereka yang menjadikannya sebagai suatu mata pencaharian. 14. Pemotongan Hajat adalah pemotongan hewan bagi mereka yang menjadikan pemotongan ini bukan sebagai mata pencaharian seperti pemotongan pada hari-hari besar agama, adat dan lain-lain. 15. Pemotongan Darurat adalah pemotongan yang dilakukan terhadap hewan yang terluka terserang binatang buas atau disebabkan halhal lainnya yang harus dinyatakan oleh Pemerintah Daerah atau pejabat lain yang ditunjuk dan pemotongan hewan yang terkena penyakit yang dinyatakan oleh ahli yang menganggap hewan tersebut harus dipotong. 16. Retribusi jasa usaha adalah Retribusi atas jasa yang disediakan oleh Pemerintah daerah dengan menganut prinsip-prinsip komersial karena pada dasarnya juga dapat disediakan oleh sektor swasta.
17. Retribusi Rumah Potong Hewan yang selanjutnya disebut Retribusi adalah pembayaran atas pelayanan penyediaan fasilitas rumah potong hewan termasuk pemeriksaan kesehatan hewan sebelum dipotong dan pemeriksaan daging setelah hewan dipotong yang dimiliki dan dikelola oleh Pemerintah Daerah. 18. Rumah Potong Hewan adalah suatu bangunan atau komplek bangunan dengan desain dan syarat tertentu yang digunakan sebagai tempat memotong hewan bagi konsumsi masyarakat umum. 19. Pemeriksaan Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet) adalah pemeriksaan ulang kesehatan bahan asal hewan (daging) yang akan dikonsumsi oleh masyarakat; 20. Petugas Ahli adalah Dokter Hewan Pemerintah atau petugas lain yang ditunjuk oleh Pemerintah. 21. Pemeriksaan Ante Mortem adalah pemeriksaan kesehatan ternak yang dilakukan sebelum pemotongan. 22. Pemeriksaan Post Mortem adalah pemeriksaan kesehatan daging dan organ dalam setelah ternak dipotong. 23. Transportasi adalah sarana pengangkut bahan pangan asal hewan termasuk dari Rumah Potong Hewan ke pasar (konsumen). 24. Halal adalah memberikan suatu sertifikat atau tanda/surat keterangan oleh lembaga tertentu yang berwenang dan dapat digunakan sebagai bukti halal atau tidaknya suatu bahan pangan asal hewan termasuk daging. 25. Pengertian Majelis Ulama Indonesia (MUI) adalah suatu lembaga yang berwenang memberikan sertifikasi atas bahan pangan asal hewan termasuk daging menurut syariat islam. 26. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau Badan yang menurut peraturan perundang-undangan Retribusi diwajibkan membayar Retribusi. 27. Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi wajib Retribusi untuk memanfaatkan fasilitas rumah potong hewan; 28. Surat Ketetapan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SKRD adalah surat keputusan yang memutuskan besarnya jumlah Retribusi yang terutang. 29. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat SKRDLB adalah surat keputusan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi karena jumlah kredit Retribusi lebih besar dari pada Retribusi terutang atau tidak seharusnya terutang. 30. Surat Tagihan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat STRD adalah surat untuk melakukan tagihan Retribusi dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda. 31. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan suatu kesatuan, baik yang melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, persero lainnya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
BAB II NAMA, OBJEK, SUBJEK DAN WAJIB RETRIBUSI Pasal 2 Dengan nama Retribusi Rumah Potong Hewan dipungut Retribusi atas pelayanan penyediaan fasilitas rumah pemotongan hewan ternak. Pasal 3 (1) Objek Retribusi adalah pelayanan penyediaan fasilitas rumah pemotongan hewan ternak termasuk pelayanan pemeriksaan kesehatan hewan sebelum dan sesudah dipotong yang disediakan, dimiliki dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah. (2) Dikecualikan dari objek Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelayanan penyediaan fasilitas rumah pemotongan hewan ternak yang disediakan, dimiliki dan/atau dikelola oleh Pemerintah, BUMN, BUMD dan pihak swasta. Pasal 4 Subjek Retribusi adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan/menikmati fasilitas pelayanan penyediaan fasilitas pemotongan hewan ternak termasuk pelayanan pemeriksaan kesehatan hewan sebelum dan sesudah dipotong. Pasal 5 Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau Badan yang menurut peraturan perundang-undangan Retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi termasuk pungutan atau pemotongan Retribusi tertentu. BAB III GOLONGAN RETRIBUSI Pasal 6 Retribusi Pemotongan Hewan digolongkan sebagai Retribusi Jasa Usaha. BAB IV CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA Pasal 7 (1) Besarnya Retribusi yang terutang dihitung berdasarkan perkalian antara tingkat penggunaan jasa dengan tarif Retribusi. (2) Tingkat penggunaan jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah jumlah penggunaan jasa yang dijadikan dasar alokasi beban biaya yang dipikul Pemerintah Daerah untuk penyelenggaraan jasa yang bersangkutan. BAB V PRINSIP DAN SASARAN DALAM PENETAPAN TARIF RETRIBUSI Pasal 8 (1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan besarnya tarif Retribusi didasarkan pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak. (2) Keuntungan yang layak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah keuntungan yang diperoleh apabila pelayanan jasa usaha tersebut dilakukan secara efisien dan berorientasi pada harga pasar.
Pasal 9 (1) Tarif Retribusi ditinjau kembali paling lama 3 (tiga) tahun sekali. (2) Peninjauan tarif Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan indeks harga dan perkembangan perekonomian. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan tarif Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Walikota. BAB VI STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI Pasal 10 (1) Struktur tarif digolongkan berdasarkan jenis pelayanan, jenis dan jumlah ternak. (2) Struktur tarif Retribusi dikenakan terhadap jenis-jenis pelayanan sebagai berikut: a. pemeriksaan ante/post mortem dan biaya pemotongan, meliputi sapi, kerbau, kambing, domba dan babi; b. transportasi daging ke pasar dengan menggunakan fasilitas rumah potong hewan; c. pelayanan kandang penitipan hewan/ternak (karantina sebelum dipotong); d. pemotongan darurat/hajat/hari besar agama; e. pelayanan pemakaian ruang pendingin. (3) Besarnya tarif retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan sebagaimana tercantum dalam lampiran Peraturan Daerah ini. (4) Hasil Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus disetor ke Kas Daerah. (5) Untuk setiap pemotongan hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pemilik hewan harus dapat menujukkan surat keterangan kepemilikan dari Walikota/Lurah/daerah asal ternak yang bersangkutan. BAB VII WILAYAH PEMUNGUTAN Pasal 11 Retribusi dipungut di dalam wilayah daerah. BAB VIII MASA RETRIBUSI DAN SAAT RETRIBUSI TERUTANG Pasal 12 Masa Retribusi adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) bulan. Pasal 13 Saat Retribusi terutang adalah pada saat ditetapkannya SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.
BAB IX PEMUNGUTAN RETRIBUSI Bagian Kesatu Tata Cara Pemungutan Pasal 14 (1) Pemungutan Retribusi tidak dapat diborongkan, kecuali untuk pemungutan Retribusi hewan unggas. (2) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan. (3) Dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat berupa karcis, kupon dan kartu langganan. (4) Hasil pemungutan Retribusi disetorkan ke Kas Daerah. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan pemungutan Retribusi diaturkan dengan Peraturan Walikota. Bagian Kedua Tata Cara Pembayaran Pasal 15 (1) Pembayaran Retribusi harus dilakukan secara tunai/lunas di Kas Daerah atau ditempat lain yang ditunjuk sesuai dengan waktu yang ditentukan dengan menggunakan SKRD. (2) Dalam hal pembayaran dilakukan ditempat lain yang ditunjuk, maka hasil penerimaan Retribusi harus disetorkan ke Kas Daerah selambat-lambatnya 1 X 24 (satu kali dua puluh empat) jam atau dalam waktu yang ditetapkan oleh Walikota. (3) Walikota atau pejabat yang ditunjuk dapat memberikan izin kepada Wajib Retribusi untuk mengangsur atau menunda Retribusi terutang dalam jangka waktu tertentu dengan alasan tang dapat dipertanggungjawabkan. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran, penyetoran, tempat pembayaran Retribusi diatur dengan Peraturan Walikota. Pasal 16 (1) Pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1), diberikan tanda bukti pembayaran. (2) Setiap pembayaran dicatat dalam buku penerimaan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk, isi, kualitas, ukuran buku, tanda bukti pembayaran dan buku penerimaan Retribusi sebagaimana dimaksud ayat (1) dan (2), diatur oleh Walikota. BAB X PENAGIHAN Pasal 17 (1) Pengeluaran Surat Teguran/Peringatan/Surat lain yang sejenis sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan Retribusi dikeluarkan segera setelah 7 (tujuh) hari sejak jatuh tempo pembayaran. (2) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal surat teguran/peringatan/surat lain yang sejenis Wajib Retribusi harus melunasi retribusi yang terutang.
(3) Surat teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikeluarkan oleh pejabat yang ditunjuk. BAB XI KEDALUWARSA PENAGIHAN Pasal 18 (1) Hak untuk melakukan penagihan Retribusi menjadi kedaluwarsa setelah melampaui waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya Retribusi, kecuali jika Wajib Retribusi melakukan tindak pidana di bidang Retribusi. (2) Kedaluwarsa penagihan Retribusi sebagaimana dimaksud ayat (1) tertangguh jika : a. diterbitkan Surat Teguran; atau b. ada pengakuan utang Retribusi dari Wajib Retribusi baik langsung maupun tidak langsung. (3) Dalam hal diterbitkan Surat Teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, kedaluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal diterimanya Surat Teguran tersebut. (4) Pengakuan utang retribusi secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b adalah Wajib Retribusi dengan kesadarannya masih mempunyai utang Retribusi dan belum melunasinya kepada Pemerintah Daerah. (5) Pengakuan utang Retribusi secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat diketahui dari pengajuan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran dan permohonan keberatan oleh Wajib Retribusi. BAB XII TATA CARA PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI Pasal 19 (1) Walikota dapat memberikan pembebasan retribusi.
pengurangan,
keringanan
dan
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian pengurangan, keringanan dan pembebasan Retribusi sebagaimana dimaksud ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Walikota. BAB XIII TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG RETRIBUSI YANG KEDALUWARSA Pasal 20 (1) Piutang Retribusi yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan sudah kedaluwarsa dapat dihapuskan. (2) Walikota menetapkan Keputusan Penghapusan piutang Retribusi yang sudah kedaluwarsa sebagaimana dimaksud ayat (1). (3) Tata cara penghapusan piutang Retribusi yang sudah kedaluwarsa diatur dengan Peraturan Kepala Daerah.
BAB XIV INSTANSI PEMUNGUT Pasal 21 Instansi pemungut adalah instansi yang ditunjuk sebagai pelayanan pemotongan hewan ternak dan pihak lain yang membantu Instansi Pelaksana pemungut Retribusi Rumah Potong Hewan. BAB XV INSENTIF PEMUNGUTAN Pasal 22 (1) Instansi yang melaksanakan pemungutan Retribusi Daerah dapat diberi insentif atas dasar kinerja tertentu. (2) Instansi yang melaksanakan pemungutan sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah Dinas/Badan/Lembaga yang tugas pokok dan fungsinya melaksanakan pemungutan Retribusi. (3) Besarnya insentif ditetapkan 5% (lima persen) dari rencana penerimaan Retribusi dalam Tahun Anggaran yang berkenaan. (4) Besaran insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran berkenaan. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian dan pemanfaatan insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Walikota. BAB XVI KETENTUAN PEMERIKSAAN DAN PEMOTONGAN Pasal 23 (1) Setiap hewan yang akan dipotong harus diperiksa lebih dahulu kesehatannya oleh petugas ahli. (2) Petugas ahli akan melakukan pemeriksaan terhadap setiap hewan yang akan dipotong setelah pemiliknya menunjukkan surat keterangan dari Walikota/Lurah/daerah asal ternak yang bersangkutan. (3) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), khusus hewan betina terlebih dahulu harus diperiksa kesuburannya oleh petugas ahli. (4) Pemeriksaan ulang kesehatan bahan asal hewan (daging) dilakukan untuk melindungi konsumen terhadap penyakit yang dapat menular kepada manusia. (5) Pemotongan hewan dilaksanakan sesuai syarat Agama Islam yang telah disertifikasi halal oleh Majelis Ulama Indonesia, kecuali pemotongan hewan yang dikhususkan untuk umat non islam. Pasal 24 (1) Apabila dalam pemeriksaan dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3), ternyata hewan tersebut menderita sakit atau dalam keadaan bunting dan atau masih produktif, petugas ahli harus menolak hewan tersebut untuk dipotong. (2) Apabila dalam pemeriksaan dimaksud dalam Pasal 23 ayat (4), terbukti bahwa asal hewan (daging) tersebut tidak memenuhi syarat untuk dikonsumsi akan disita oleh penyidik.
(3) Daging yang disita sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diberikan ganti rugi kepada pemiliknya. Pasal 25 Dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, pemilik hewan berhak mengajukan pemeriksaan ulang kepada petugas ahli non Pemeritah yang hasilnya dilengkapi dengan pemeriksaan laboratorium atas biaya pemilik hewan. Pasal 26 (1) Pemotongan hewan selain kambing dan unggas tidak dapat dilaksanakan di luar Rumah Potong Hewan kecuali pemilik dapat menunjukkan Surat Izin Potong Hewan. (2) Setiap bahan asal hewan yang tidak berasal dari pemotongan di Rumah Potong Hewan Kota Dumai harus dilakukan pemeriksaan ulang kesehatan daging oleh petugas ahli. Pasal 27 (1) Petugas ahli melakukan pemeriksaan daging dan anggota-anggota badan lainnya dari hewan yang sudah dipotong. (2) Daging dan bagian-bagian badan hewan lainnya yang dinyatakan baik, diberi tanda stempel tinta warna violet, sedangkan yang dinyatakan tidak baik akan dimusnahkan oleh petugas ahli. BAB XVII PENGAWASAN Pasal 28 Walikota menunjuk pejabat tertentu untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah ini. BAB XVIII SANKSI ADMINISTRASI Pasal 29 (1) Dalam hal ini Wajib Retribusi tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan dari Retribusi yang terutang atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan STRD. (2) Penagihan Retribusi terutang didahului dengan Surat Teguran. BAB XIX KETENTUAN PIDANA Pasal 30 (1) Wajib Retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan keuangan Daerah diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau pidana denda paling banyak 3 (tiga) kali jumlah Retribusi terutang yang tidak atau kurang dibayar. (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.
BAB XX PENYIDIKAN Pasal 31 (1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan untuk melakukan penyidikan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. (2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah: a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana dibidang retribusi daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas; b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana di bidang retribusi daerah; c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pindak dibidang retribusi daerah; d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana dibidang retribusi daerah; e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut; f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyelidikan tindak pidana di bidang retribusi daerah; g. menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e; h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana dibidang retribusi daerah; i. memanggil orang untuk mendengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; j. menghentikan penyidikan; k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyelidikan dengan tindak pidana dibidang retribusi daerah menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. (4) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik pejabat Polisi Negera Republik Indonesia, Sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-Undang Hukum Acara Pidana. BAB XXI KETENTUAN PENUTUP Pasal 32 Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, maka Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2000 tentang Retribusi Rumah Potong Hewan (Lembaran Daerah Kota Dumai Tahun 2000 Nomor 10 Seri B) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 33 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Dumai. Ditetapkan di Dumai pada tanggal WALIKOTA DUMAI,
dto KHAIRUL ANWAR Diundangkan di Dumai pada tanggal
2012
SEKRETARIS DAERAH KOTA DUMAI,
dto SAID MUSTAFA LEMBARAN DAERAH KOTA DUMAI TAHUN 2012 NOMOR 3 SERI C
2012
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN
I. PENJELASAN UMUM Dengan diberlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka terhadap semua peraturan daerah Kota Dumai tentang retribusi daerah, muatannya harus disesuaikan dengan Undang-undang Nomor 28 tahun 2009. Bahwa dalam upaya meningkatan penerimaan pendapatan asli daerah khususnya penerimaan Retribusi Pemotongan Hewan dapat dipungut serta dapat dipergunakan dan dimanfaatkan untuk ikut mensukseskan pembangunan Kota Dumai dan degan demikian diharapkan akan dapat meningkatkan penerimaan daerah dari sektor retribusi. II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas Pasal 2 Cukup jelas Pasal 3 Cukup jelas Pasal 4 Cukup jelas Pasal 5 Cukup jelas Pasal 6 Cukup jelas Pasal 7 Cukup jelas Pasal 8 Cukup jelas Pasal 9 Cukup jelas Pasal 10 Cukup jelas Pasal 11 Cukup jelas Pasal 12 Cukup jelas Pasal 13 Cukup jelas
Pasal 14 Cukup jelas Pasal 15 Cukup jelas Pasal 16 Cukup jelas Pasal 17 Cukup jelas Pasal 18 Cukup jelas Pasal 19 Cukup jelas Pasal 20 Cukup jelas Pasal 21 Cukup jelas Pasal 22 Cukup jelas Pasal 23 Cukup jelas Pasal 24 Cukup jelas Pasal 25 Cukup jelas Pasal 26 Cukup jelas Pasal 27 Cukup jelas Pasal 28 Cukup jelas Pasal 29 Cukup jelas Pasal 30 Cukup jelas Pasal 31 Cukup jelas Pasal 32 Cukup jelas Pasal 33 Cukup jelas
LAMPIRAN : PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR : 8 TAHUN 2012 TANGGAL : 2012
TARIF RETRIBUSI RUMAH POTOG HEWAN NO
1.
JENIS PELAYANAN
Pemeriksaan ante/post mortem dan biaya pemotongan: a. sapi dan kerbau b. kambing dan domba c. babi d. unggas
2.
Transportasi daging ke pasar dengan menggunakan fasilitas Rumah Potong Hewan
3.
Kandang penitipan dan karantina hewan/ternak: a. sapi dan kerbau b. kambing dan domba c. babi d. unggas
4.
5.
Pemotongan darurat/pemotongan hajat: a. sapi dan kerbau b. kambing dan domba c. babi Pemakaian ruangan pendingin
TARIF (Rp) 50.000,-/ekor 7.000,-/ekor 15.000,-/ekor 500,-/ekor 100,-/kg
2.000,/ekor/malam 500,/ekor/malam 1.000,/ekor/malam 100,-/ekor/malam
20.000,-/ekor 5.000,-/ekor 10.000,-/ekor 1.000,-/kg/hari
WALIKOTA DUMAI, dto
KHAIRUL ANWAR