PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PEMERIKSAAN ALAT PEMADAM KEBAKARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DUMAI, Menimbang : a.
b.
c.
Mengingat :
1. 2.
3.
4.
5.
6.
7.
bahwa tugas pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran pada hakekatnya adalah merupakan kewajiban warga masyarakat dan Pemerintah Daerah yang harus dilaksanakan secara preventif dan refresif; bahwa salah satu sumber Pendapatan Daerah yang penting guna membiayai pelaksanaan Pemerintah Daerah selanjutnya dapat dikenakan retribusi jasa umum sebagaimana diatur dalam Pasal 110 huruf h Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah; bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b maka perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran; Undang-Undang Gangguan (Hinder Ordonantie) Statblad Nomor 226 Tahun 1926; Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2918); Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209); Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3501); Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1999 tentang Pembentukan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Dumai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3829); Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
8.
9.
10.
11.
12.
13.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049); Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan UndangUndang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258); Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 tentang Analisis mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3538); Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5161); Peraturan Daerah Kota Dumai Nomor 15 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah (Lembaran Daerah Tahun 2008 Nomor 8 seri D); Dengan Persetujuan Bersama: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA DUMAI Dan WALIKOTA DUMAI MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI TENTANG RETRIBUSI PEMERIKSAAN ALAT PEMADAM KEBAKARAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kota Dumai. 2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kota Dumai. 3. Walikota adalah Walikota Dumai. 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Dumai. 5. Kantor adalah Kantor Satuan Polisi Pamong Praja Kota Dumai. 6. Pejabat adalah Pegawai yang diberi tugas tertentu dibidang Retribusi Daerah sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. 7. Kas Daerah adalah Kas Daerah Kota Dumai. 8. Izin Tempat usaha adalah izin yang diberikan oleh Walikota atas kegiatan usaha kepada orang pribadi atau badan yang tidak menimbulkan bahaya polusi, gangguan dan kebakaran. 9. Alat Pemadam adalah alat/benda untuk memadamkan kebakaran. 10. Alat Perlengkapan Pemadaman, adalah alat atau bahan yang digunakan untuk melengkapi alat-alat pemadam kebakaran seperti, jenis kimia, busa, CO2, atau gas drypowder, ember, karung goni, sekop dan lain-lain. 11. Bangunan Industri adalah bangunan yang peruntukannya dipakai segala macam kegiatan kerja untuk produksi.
12. Bangunan Umum dan Perdagangan adalah bangunan yang peruntukannya dipakai untuk segala macam kegiatan kerja yaitu : a. pertemuan umum; b. kantor ; c. hotel dan sejenisnya; d. tempat hiburan; e. rumah sakit, klinik dan sejenisnya; f. pabrik; g. gudang; h. terminal; i. tempat Penimbunan Bahan Bakar; j. pusat perbelanjaan; k. lembaga pemasyarakatan; l. toko dan sejenisnya; m. tempat pendidikan; n. tempat peribadatan; o. panti asuhan; p. rumah makan dan sejenisnya. 13. Bangunan Perumahan adalah bangunan yang peruntukannya dipakai dan atau layak untuk kediaman orang. 14. Bangunan campuran adalah jenis-jenis bangunan yang tidak termasuk pada angka 13 di atas. 15. Daerah Kebakaran adalah daerah terancam bahaya kebakaran yang mempunyai jarak + 50m (lebih kurang lima puluh meter) dari titik api kebakaran terakhir. 16. Daerah bahaya kebakaran adalah daerah terancam kebakaran terakhir. 17. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terpatas, perseroan komanditer, Perseroan lainnya, Badan Usaha-usaha Milik Negara (BUMN), atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pension, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi social politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap. 18. Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. 19. Jasa adalah kegiatan Pemerintah Daerah berupa usaha dan pelayanan yang menyebabkan barang, fasilitas, atau kemanfaatan lainnya yang dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. 20. Jasa umum adalah jasa yang disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. 21. Retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran yang selanjutnya dapat disebut Retribusi adalah pembayaran atas pelayanan pemeriksaan oleh Pemerintah Daerah terhadap alat-alat pemadam kebakaran yang dimiliki dan atau di pergunakan oleh orang pribadi atau Badan. 22. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi, termasuk pemungut atau pemotong retribusi tertentu. 23. Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi Wajib Retribusi untuk memanfaatkan jasa dan perizinan tertentu dan Pemerintah Daerah yang bersangkutan. 24. Surat Setoran Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SSRD adalah bukti pembayaran atau penyetoran retribusi yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke Kas Daerah melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Kepala Dinas.
25. Surat Ketetapan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SKRD adalah Surat Ketetapan Retribusi yang menentukan besarnya jumlah pokok retribusi yang terutang. 26. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat SKRDLB adalah Surat Ketetapan Retribusi yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran Retribusi karena jumlah kredit Retribusi lebih besar dari pada Retribusi yang terutang atau seharusnya tidak terutang. 27. Surat Tagihan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat STRD, adalah surat untuk melakukan Tagihan Retribusi dan/ atau sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda. 28. Insentif Pemungutan Retribusi yang selanjutnya disebut Insentif adalah tambahan penghasilan yang diberikan sebagai penghargaan atas kinerja tertentu dalam melaksanakan pemungutan Retribusi. 29. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan professional berdasarkan suatu standard pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah dan retribusi dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan daerah dan retribusi daerah. 30. Penyidikan Tindak Pidana dibidang perpajakan daerah dan retribusi adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti satu membuat terang tindak pidana dibidang perpajakan daerah dan retribusi yang terjadi serta menemukan tersangkanya. BAB II PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN Bagian Kesatu Pencegahan Kebakaran Pasal 2 Setiap Penduduk Wajib secara aktif melakukan usaha pencegahan kebakaran, baik untuk kepentingan sendiri maupun kepentingan umum. Pasal 3 Dilarang mengambil dan menggunakan air dari kran hydran/sumur/bak air kebakaran kecuali untuk kepentingan Pemadaman Kebakaran atau seizin Walikota atau Pejabat yang ditunjuk. Pasal 4 (1) Dilarang menggunakan dan atau menambah alat pembangkit tenaga listrik, motor diesel atau motor bensin yang dapat menimbulkan kebakaran tanpa seizin Walikota atau Pejabat yang ditunjuk. (2) Dilarang membiarkan benda dan alat yang berapi tanpa ada pengawasan. (3) Dilarang menempatkan lampu dengan lidah api yang terbuka, lilin atau benda lain yang sejenis, yang menyala dengan jarak kurang dari 50 (lima puluh) cm dari dinding kayu, bambu atau benda lain yang mudah terbakar kecuali dengan penahan panas dari porselin atau logam yang tidak mudah terbakar. (4) Dilarang menempatkan lampu dengan lidah api yang terbuka, lilin atau benda lain yang sejenis yang sedang menyala tanpa semprong dan penutup porselin atau logam pada jarak kurang dari 1 (satu) meter dari atau yang mudah terbakar atau dibawah bahan yang mudah terbakar. (5) Dilarang membuang bahan kimia dan cairan lain yang mudah terbakar kecuali seizin Walikota atau pejabat yang ditunjuk.
Pasal 5 Dilarang menyimpan bahan karbit atau bahan lainnya yang sejenis dalam keadaan basah dapat menimbulkan gas yang mudah terbakar sebanyak 5kg (lima kilo gram) atau lebih kecuali bila di dalam tempat penyimpanan yang kering serta bebas dari ancaman bahaya kebakaran dan tempat penyimpanan tersebut harus diberikan tanda yang jelas bahwa isinya harus tetap kering. Pasal 6 Setiap tempat yang berisi bahan atau cairan yang mudah terbakar atau meledak harus diberi keterangan dan atau pemberitahuan yang menyebutkan bahan yang ada didalamnya “mudah terbakar” atau “mudah meledak“. Pasal 7 Setiap memproduksi, memperdagangkan dan menggunakan kompor biasa, kompor gas dan sejenisnya harus memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pasal 8 (1) Ruangan cuci kering kimia (dry cleanning) harus dibuat dari beton dan sekurang-kurangnya dari tembok atau sejenis serta harus dilengkapi alat pengukur yang digunakan untuk itu. (2) Barang atau benda yang dikeringkan serta dibersihkan harus dibatasi jumlahnya sesuai dengan keadaan ruangan tersebut. (3) Ruang cuci kering kimia (dry cleanning ) dan alat Pengukur Panas tersebut pada ayat (1) harus dirawat dan diawasi sehingga suhu dalam ruangan tersebut tidak melebihi batas maksimum yang telah ditentukan. Pasal 9 (1) Dilarang membakar sampah ditempat yang bukan tempat pembuangan sampah dan setiap pembakaran sampah harus diawasi serta dijaga sampai selesai/padam apinya. (2) Dilarang membakar sampah pada tempat terbuka pada waktu panas terik dan atau sewaktu angin kencang. Pasal 10 (1) Dilarang menyimpan benda api dari Celluloid, kecuali didalam etalase toko dan untuk penggunaan sehari-hari dalam tromol logam yang tertutup dengan jarak kurang dari 1 (satu) meter dari segala jenis api dan penerangan kecuali penerangan listrik minimal berjarak 10cm (sepuluh centi meter). (2) Setiap film harus disimpan ditempat yang terbuat dari logam dan dilarang berdekatan dengan bahan lain yang mudah terbakar. (3) Bagian film yang akan dipertunjukkan dapat dikeluarkan dari tempat Penyimpanannya antara setengah jam sebelum dan setengah jam sesudah film diputar. Pasal 11 (1) Dilarang menggunakan Sinar X diruang terbuka kecuali diruang khusus serta memperhatikan suhu tertentu. (2) Dilarang menempatkan benda dan cairan yang mudah terbakar di dalam ruangan Sinar X. (3) Dibagian depan ruangan Sinar X harus diberikan tanda “Ruang Sinar X“.
Pasal 12 Setiap Proyek Pembangunan yang sedang dilaksanakan harus dilengkapi dengan alat pemadam yang dapat di dijinjing (portable) dan atau alat pemadam yang masih aktif. Pasal 13 (1) Setiap Kendaraan Bermotor roda empat atau lebih harus dilengkapi dengan alat pemadam kebakaran jenis kimia CO2 minimal satu tabung dengan ukuran beratnya 1kg (satu kilo gram) atau yang setara. (2) Alat pemadam kebakaran tersebut pada ayat (1) pasal ini harus disimpan pada tempat tertentu sehingga mudah dilihat dan digunakan. Pasal 14 (1) Setiap kendaraan bermotor dilarang, membiarkan tempat bahan bakarnya dalam keadaan terbuka dan atau menimbulkan bahaya kebakaran. (2) Dengan tidak mengurangi ketentuan yang berlaku, dilarang setiap kendaraan mengangkut bahan bakar, bahan peledak dan bahan kimia lainnya yang mudah terbakar dengan tempat terbuka dan atau dapat menimbulkan kebakaran. (3) Setiap kendaraan tersebut pada ayat (2) harus dilengkapi dengan alat pemadam yang lebih dari yang ditentukan tersebut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dengan minimal 2kg (dua kilo gram). Bagian Kedua Klasifikasi Jenis Kebakaran Pasal 15 (1) Jenis kebakaran kelas A, yaitu kebakaran yang berasal dari bahan padat seperti kayu, kertas, bangunan gedung dan lain-lain. (2) Jenis kebakaran kelas B, yaitu kebakaran yang berasal dari bahan cair seperti bensin, solar, minyak tanah, alkohol dan lain-lain. (3) Jenis kebakaran kelas C, yaitu kebakaran yang melibatkan peralatan listrik seperti panel listrik, motor listrik, generator, transpormator, konsleting dan lain-lain. (4) Jenis kebakaran kelas D, yaitu kebakaran yang berasal dari bahan logam seperti seng, magnesium, serbuk aluminium, sadium, titanium. Pasal 16 Penentuan jenis alat pemadam kebakaran yang disediakan untuk memadamkan api dan usaha pencegahan dan penanggulangan kebakaran, harus disesuaikan dengan klasifikasi jenis kebakaran seperti tersebut pada pasal 15. Pasal 17 (1) Kebakaran jenis kelas A, alat pemadam yang digunakan adalah air sebagai alat pemadam pokok, DCP (tepung kering), foam sebagai alat pemadam pelengkap. (2) Kebakaran jenis kelas B, alat pemadam yang digunakan adalah foam sebagai alat pemadam pokok, DCP (tepung kering), air + DCP sebagai alat pemadam pelengkap. (3) Kebakaran jenis kelas C, alat pemadam yang digunakan adalah CO2 (carbon dioksida) sebagai alat pemadam pokok, foam sebagai alat pemadam pelengkap.
(4) Kebakaran jenis kelas D, alat pemadam yang digunakan adalah alat pemadam khusus, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Walikota. Pasal 18 Dilarang menggunakan bahan pemadam kebakaran yang tidak sempurna lagi/habis masa pakai atau telah rusak. Pasal 19 (1) Setiap ruang tertutup dengan luas tidak lebih dari 100 (seratus) Meter persegi bila mempergunakan air sebagai bahan pemadam pokok harus dilengkapi dengan sekurang-kurangnya sebuah alat pemadam jenis CO2 ukuran 2kg (dua kilo gram) atau setara. (2) Setiap ruang tertutup dengan luas 500m² (lima ratus meter persegi) harus dilengkapi dengan sekurang-kurangnya sebuah pipa hydran menurut jenis dan standar yang ditetapkan oleh Walikota. Bagian Ketiga Penanggulangan Kebakaran Pasal 20 (1) Setiap penduduk yang berada di daerah kebakaran dan mengetahui terjadinya kebakaran wajib ikut serta secara aktif melakukan pemadaman kebakaran, baik untuk kepentingan pribadi maupun kepentingan umum. (2) Barang siapa yang berada di daerah kebakaran dan mengetahui tentang adanya kebakaran wajib segera melaporkan kepada Walikota atau Pejabat yang ditunjuk. Pasal 21 Apabila terjadi bahaya kebakaran, maka keselamatan jiwa yang harus diutamakan dari pada keselamatan harta benda. Pasal 22 (1) Apabila terjadi kebakaran, maka sebelum petugas pemadam kebakaran tiba ditempat kebakaran maka Pemimpin Petugas Satuan Pengaman (SATPAM) atau HANSIP atau POLRI yang tinggi pangkatnya bertanggung jawab dan berwenang untuk mengambil tindakan dalam rangka tugas-tugas pemadaman. (2) Setelah petugas pemadam kebakaran tiba di tempat terjadinya kebakaran, maka untuk keselamatan umum dan pengaman setempat, dilarang siapapun berada di daerah bahaya kebakaran kecuali para petugas pemadam kebakaran. (3) Setelah petugas pemadam kebakaran tiba ditempat,sebagaimana bunyi ayat (1) pasal ini tanggung jawab dan kewenangan beralih kepada petugas pemadam kebakaran, sedangkan SATPAM, HANSIP, POLRI, serta petugas keamanan lainnya mengamankan sekitar lokasi kebakaran. (4) Pimpinan petugas pemadam kebakaran adalah Kepala Kantor Satuan Polisi Pamong Praja c.g Kepala Seksi Penanggulangan Kebakaran Kota Dumai. (5) Setelah kebakaran dapat ditanggulangi/dipadamkan petugas pemadam kebakaran harus segera menyerahkan kembali tanggungjawab dan kewenangan tersebut, kepada yang berwajib disertai Berita Acara Penanggulangan Kebakaran kecuali ditetapkan lain oleh Walikota. (6) Sebelum petugas pemadam kebakaran menyerahkan kembali tanggungjawab tersebut, maka harus diadakan penyidikan pendahuluan baik oleh pihak kepolisian maupun oleh petugas pemadam kebakaran.
(7) Penyidikan pendahuluan oleh kepolisian sebagaimana dimaksud ayat (6), untuk kepentingan Pengusutan Kepolisian lebih lanjut sesuai dengan peraturan yang berlaku. (8) Setelah Pimpinan Petugas Pemadam Kebakaran menyerahkan kembali tanggungjawab dan kewenangan tersebut pada ayat (5), maka harus segera membuat laporan tertulis secara lengkap tentang segala hal yang berhubungan dengan kebakaran tersebut kepada Walikota. Pasal 23 (1) Dalam hal terjadi kebakaran, setiap orang yang berada dalam daerah kebakaran diwajibkan mentaati petunjuk dan atau perintah yang diberikan oleh para petugas tersebut pada pasal 22 ayat (1) dan (3). (2) Apabila dalam daerah kebakaran tidak dipatuhinya petunjuk atau perintah sebagaimana tersebut pada ayat (1), maka resiko menjadi tanggungjawab sepenuhnya dari yang bersangkutan. (3) Dilarang memindahkan atau mengambil barang-barang kebakaran tanpa izin petugas seperti tersebut pada ayat (1).
dari
daerah
Pasal 24 (1) Pemilik/penghuni bangunan/pekarangan berkewajiban memberikan bantuan kepada para petugas, baik diminta maupun tidak untuk kepentingan pemadam dan tindakan-tindakan penyidikan lebih lanjut oleh petugas yang berwenang. (2) Pemilik/penghuni bangunan/pekarangan berkewajiban menghindari segala bentuk tindakan yang dapat menghalangi dan menghambat kelancaran pelaksanaan tugas pemadam kebakaran. Pasal 25 Pemilik/penghuni bangunan/pekarangan wajib mengadakan tindakan dan memberikan kesempatan untuk terlaksananya tugas pemadam, guna mencegah menjalarnya kebakaran baik dalam rumahnya maupun bangunan lainnya. Pasal 26 Apabila bekas-bekas kebakaran yang berupa barang yang dapat menimbulkan ancaman keselamatan jiwa seseorang dan atau bahaya kebakaran kembali, maka pemilik atau penghuni dari bangunan tersebut wajib mengadakan pencegahan dan memberitahukan akan kejadian itu kepada petugas pemadam kebakaran atau pejabat yang berwenang. Pasal 27 (1) Wewenang dan tanggung jawab tentang Penutupan daerah kebakaran dan jalan umum, berada ditangan Pimpinan Petugas Pemadam Kebakaran dan atau Pimpinan Kepolisian yang bertugas ditempat kebakaran tersebut, kecuali ditentukan lain oleh Walikota atau pejabat yang ditunjuk. (2) Penutupan daerah kebakaran dan atau penutupan jalan umum seperti tersebut pada ayat (1), harus segera dilaporkan kepada Walikota oleh Pimpinan Petugas tersebut.
BAB III SYARAT-SYARAT PENCEGAHAN DAN PENANGGULAAN KEBAKARAN UNTUK BANGUNAN Bagian Kesatu Bangunan Industri Pasal 28 (1) Setiap Bangunan Industri harus menyediakan alat pemadam yang dapat dijinjing (portable) yang ditempatkan dalam kotak, maksimum 10m (sepuluh meter) dari setiap tempat. (2) Luas permukaan lantai sampai dengan 100m² (seratus meter persegi) harus menyediakan 1 (satu) buah alat pemadam kebakaran yang portable dengan ukuran minimal 2kg (dua kilo gram). (3) Luas permukaan lantai 500m² (lima ratus meter persegi) harus menyediakan 1 (satu) unit hydran menurut jenis dan standar yang berlaku yang mempergunakan air sebagai bahan pemadam pokok dan apabila lebih dari 500m² (lima ratus meter persegi) harus memasang 2 (dua) pipa Hydran. (4) Penempatan dan pemasangan hydran pada menjangkau daya semprot keseluruhan ruangan.
ayat
(3),
harus
dapat
(5) Luas ruangan bangunan industri yang melebihi sebagaimana bunyi ayat (2) dan (3), maka jumlah alat pemadam yang harus disiapkan dapat disesuaikan menurut perbandingan antara luas permukaan lantai yang bersangkutan seperti tersebut pada ayat (2) dan (3). Pasal 29 (1) Alat pesawat ataupun bahan cairan dan bahan lainnya yang dapat menimbulkan bahaya kebakaran harus disimpan terpisah dan tersusun rapi. (2) Alat atau pesawat yang menimbulkan panas atau nyala api yang dapat menimbulkan/menyebabkan terbakarnya uap bensin atau bahan sejenisnya dilarang dipasang atau digunakan pada jarak kurang dari 2m (dua meter) dari suatu ruangan yang menggunakan bahan cairan yang mudah menguap dan terbakar (3) Sistim saluran gas dan cairan yang mudah terbakar harus dilengkapi dengan katup pengaman yang memenuhi persyaratan dan ditandai dengan jelas. (4) Setiap ruangan ketel api atau ruangan dengan instalasi pemadam yang menggunakan : a. bahan bakar cair atau padat harus dibuat dari bahan bangunan yang mempunyai ketahanan api minimal 2 (dua) jam; b. bahan bakar yang harus dibuat terpisah dari bangunan lainnya dan mempunyai ketahanan api minimal 2 (dua) jam. (5) Kamar tungku dan ketel harus dilindungi oleh konstruksi bahan api minimal 2 (dua) jam dengan pintu tahan api minimal 2 (dua) jam serta mempunyai ruangan khusus yang terpisah dari bangunan lainnya. Pasal 30 Setiap Bangunan Industri harus dilindungi oleh sistim alarm otomatis atau sistim pemadam otomatis. Pasal 31 (1) Bangunan Industri dalam proses produksi menggunakan/menghasilkan bahan yang mudah menimbulkan bahaya kebakaran, harus mendapat perlindungan khusus terhadap ancaman bahaya kebakaran.
(2) Apabila Bangunan Industri seperti air tersebut pada ayat (1) menggunakan sistim pemancar (Sprinkler) otomatis atau alat pemadam lainnya yang dihubungkan dengan alarm otomatis harus dipasang pada tempat yang dianggap perlu berdasarkan pertimbangan bangunan dan keselamatan jiwa maupun harta benda dalam hal menggunakan air sebagai bahan pemadam pokok tidak akan membahayakan. (3) Apabila penggunaan air yang tidak terkontrol untuk pemadam dapat membahayakan, maka harus digunakan alat pemadam kebakaran otomatis. (4) Setiap ruangan instalasi listrik, generator, turbin dan instalasi pembangkit tenaga lainnya, harus dilengkapi dengan alat pengaman kebocoran listrik yang dihubungkan dengan sistim alarm otomatis dan sistim pemadam otomatis. (5) Setiap tempat penyimpanan cairan berbahaya berupa gas atau bahan yang mudah terbakar dan menguap harus dilengkapi dengan detector gas yang dihubungkan dengan sistim alarm otomatis dan sistim pemadam otomatis. Pasal 32 Ketentuan tentang jumlah bahan berbahaya yang dapat disimpan di dalam bangunan industri, harus disesuaikan dengan tempat yang dianggap aman berdasarkan ketentuan yang berlaku. Pasal 33 Setiap ruangan bangunan industri yang menggunakan ventilasi atau penembus (blower) untuk menghilangkan debu, asap/uap atau penyegar udara, pemasangannya harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pasal 34 (1) Tempat parkir tertutup harus meyediakan alat-alat pemadam kebakaran berupa kimia. (2) Tempat parkir terbuka yang luasnya maksimum 270m² (dua ratus tujuh puluh meter persegi) harus menyediakan minimal 2 (dua) buah alat pemadam kimia dengan ukuran minimal 2kg (dua kilo gram) dan ditempat parkir tersebut serta mudah dilihat dan diambil. (3) Setiap kelebihan luas sampai dengan 270m² (dua ratus tujuh puluh meter persegi) seperti tersebut pada ayat (2), harus dipasang 1 (satu) buah hydran. Bagian Kedua Bangunan Umum Dan Perdagangan Pasal 35 (1) Setiap ruangan Bangunan Umum dan Perdagangan harus dilindungi dengan pemadam yang dapat dijinjing (portable) dan ditempatkan pada salah satu sudut ruangan yang aman atau tempat yang mudah terlihat dan diambil bila diperlukan. (2) Ruang Dagang atau Bangunan yang mempunyai luas permukaan lantainya sampai dengan 200m² (dua ratus meter persegi) harus menyediakan alat pemadam kimia kering dengan ukuran minimal 2kg (dua kilo gram). (3) Setiap ruangan tertutup yang permukaan lantainya sampai dengan 800m² (delapan ratus meter persegi) pada bangunan umum dan perdagangan, selain harus memenuhi persyaratan pada ayat (1) dan (2) juga harus meyediakan minimal 1 (satu) unit hydran menurut jenis dan standar yang berlaku yang mempergunakan air sebagai bahan pemadam pokok.
(4) Penempatan hydran tersebut pada ayat (3) harus sedemikian rupa sehingga dengan panjang selang dan semprot/pemancar air dapat menjangkau seluruh sisi ruangan bangunan. (5) Untuk Bangunan Perdagangan bertingkat harus dilengkapi dengan tangga darurat/dinding tahan api minimal 2 (dua) jam kebakaran yang bisa menembus keseluruh ruangan yang ada. (6) Ruang tertutup dalam bangunan umum dan perdagangan yang luas permukaannya lebih dari luas tersebut sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau (3), maka banyaknya alat pemadam yang harus ditempatkan disesuaikan menurut perbandingan luasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3). (7) Bangunan bertingkat yang menggunakan lift hendaknya kedap asap sehingga dapat mencegah terjadinya keracunan orang yang berada dalam lift saat terjadi kebakaran. Pasal 36 (1) Setiap terminal angkutan penumpang umum (darat/ laut/udara) harus dilengkapi dengan alat pemadam kimia yang dapat dijinjing (portable) sesuai dengan ketentuan seperti tersebut pada Pasal 35 ayat (1). (2) Setiap terminal angkutan penumpang umum (darat/laut/udara) harus memenuhi ketentuan seperti tersebut pada Pasal 34 ayat (2). (3) Setiap terminal angkutan penumpang umum (darat/laut/udara) harus menempatkan petugas khusus yang dapat menggunakan alat pemadam, sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Bagian Ketiga Bangunan Perumahan Pasal 37 (1) Setiap ruangan bangunan perumahan harus menyediakan alat pemadam kebakaran jinjingan (portable) dan disimpan pada tempat yang aman, mudah dilihat dan mudah diambil bila diperlukan. (2) Setiap luas lantai sampai dengan 150m² (seratus lima puluh meter persegui) dari setiap ruang tertutup dalam bangunan perumahan, harus ditempatkan minimal 1 (satu) buah alat pemadam kimia sejenis CO2 dengan ukuran sekurang-kurangnya 2kg (dua kilogram) atau alat pemadam yang sederajat. (3) Untuk bangunan perumahan sampai dengan 4 (empat) tingkat harus dipasang 1 (satu) unit hydran dengan perbandingan minimal 1 (satu) buah unit setiap luas permukaan lantai sampai dengan 1.000 m² (seribu meter persegi). (4) Untuk bangunan perumahan yang luas permukaan lantainya lebih dari luas seperti tesebut pada ayat (2) dan (3), maka banyaknya alat pemadam yang harus disediakan disesuaikan menurut perbandingan sebagimana tersebut pada ayat (2) dan (3). Pasal 38 Ruangan sentral instalasi pendingin, pembangkit tenaga listrik, generator, dapur umum, tempat penyimpanan bahan bakar, cairan yang mudah terbakar yang sejenis, harus dalam ruangan tersendiri dengan jarak + 15m (lebih kurang lima belas meter) dari bangunan rumah serta mendapatkan perlindungan khusus terhadap ancaman bahaya kebakaran.
Bagian Keempat Bangunan Campuran Pasal 39 Terhadap setiap Bangunan Campuran yang berlaku adalah ketentuan persyaratan pencegahan dan pemadam kebakaran yang terberat dari masing-masing persyaratan bangunan yang berlaku. BAB IV NAMA, OBJEK DAN SUBJEK RETRIBUSI Pasal 40 (1) Dengan nama Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran dipungut retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran. (2) Objek retribusi pemeriksaan alat kebakaran adalah pelayanan pemeriksaan dan/atau pengujian alat pemadam kebakaran, alat penanggulangan kebakaran, dan alat penyelamatan jiwa oleh Pemerintah Daerah terhadap alat-alat pemadam kebakaran, alat penanggulangan kebakaran, dan alat penyelamatan jiwa yang dimiliki dan/atau dipergunakan oleh masyarakat. (3) Subjek Retribusi adalah setiap orang atau badan yang menggunakan jasa pelayanan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran. BAB V GOLONGAN RETRIBUSI Pasal 41 Retribusi alat pemadam kebakaran termasuk golongan Retribusi Jasa Umum. BAB VI CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA Pasal 42 (1) Tingkat penggunaan jasa pemeriksaan alat pemadam kebakaran diukur berdasarkan jenis pelayanan jasa pengujian alat pemadam kebakaran. (2) Tingkat pengukuran dimaksud pada ayat (1) sebagaimana dinyatakan dalam lampiran Peraturan Walikota. BAB VII PRINSIP DAN SASARAN DALAM PENETAPAN STRUKTUR BESARNYA RETRIBUSI Pasal 43 (1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif Retribusi Jasa Umum ditetapkan dengan memperhatikan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat, aspek keadilan, dan efektivitas pengendalian atas pelayanan tersebut. (2) Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi biaya operasi dan pemeliharaan, biaya bunga, dan biaya modal. (3) Dalam hal penetapan tarif sepenuhnya memperhatikan biaya penyediaan jasa, penetapan tarif hanya untuk menutup sebagian biaya. Pasal 44 (4) Tarif retribusi ditinjau kembali paling lama 3 (tiga) tahun sekali. (5) Peninjauan tarif retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan indeks harga dan perkembangan perekonomian.
(6) Penetapan tarif retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Walikota. BAB VIII STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF Pasal 45 (1) Struktur tarif digolongkan berdasarkan jenis dan ukuran alat pemadam kebakaran. (2) Struktur dan besarnya tarif retribusi ditetapkan sebagai berikut : a. Pemeriksaan Racun Api : NO
JENIS
TARIF (Rp)
1.
Racun Api ukuran 1 sampai 2kg
6.000,-/tabung
2.
Racun Api ukuran 2 sampai 5kg
7.000,-/tabung
3.
Racun Api ukuran 5 sampai 9kg
9.000,-/tabung
4.
Racun Api ukuran 9 sampai 14kg
15.000,-/tabung
5.
Racun Api ukuran 14kg keatas
21.000,-/tabung
b. pemeriksaan penyimpanan barang–barang berbahaya dari pengisiannya : NO
JENIS
TARIF (Rp)
1.
Bahan-bahan yang mudah meledak
75,-/kg
2.
Bahan-bahan yang beracun
50,-/kg
3.
Bahan-bahan perusak ( Co Osive)
25,-/kg
4.
Bahan-bahan yang pada kondisi normal sangat mudah menyala
yang
25.000,-/ton
5.
Bahan-bahan yang karena pengaruh panas kebakaran benda lain atau mudah menyala
4.000,-/ton
6.
Benda-benda berbahaya lainnya yang belum termasuk dalam angka 1 sampai 5
1.500,-/ton
c. besarnya biaya pengisian/pemasangan stiker tidak termasuk harga obat untuk type A, B dan ABC serta pemeriksaan tabung : NO
JENIS
TARIF (Rp)
1.
Alat pemadam yang beratnya 2 sampai 6kg
5.000,-/kg
2.
Alat pemadam yang beratnya 6 sampai 10kg
7.500,-/kg
3.
Alat pemadam yang beratnya di atas 10 kg
10.000,-/kg
d. untuk alat pemadam kebakaran yang menggunakan sistim terpusat : Rp.35.000,-/pilar/box, e. pengujian alat pemadam dan pencegahan kebakaran jenis cair bertekanan ukuran : NO
JENIS
TARIF (Rp)
1.
sampai 15 liter
5.000,-/tabung
2.
16 sampai 30 liter
7.500,-/tabung
3.
lebih dari 30 liter
10.000,-/tabung
f. pengujian dan pemeriksaan alat pemadam / evakuasi kebakaran : NO
JENIS
TARIF (Rp)
1.
Mobil kebakaran
50.000,-/unit
2.
Slang kebakaran
35.000,-/unit
3.
Motor pompa portable
25.000,-/unit
4.
Baju tahan panas
10.000,-/unit
5.
Helmit
5.000,-/buah
6.
Tel luncur
500,-/meter
7.
Sliding rood, spiral
5.000,-/tipe
8.
Tangga darurat
500,-/unit
BAB IX WILAYAH PEMUNGUTAN Pasal 46 Retribusi yang terutang dipungut di dalam wilayah daerah. Pasal 47 Retribusi terutang terjadi pada saat diterbitkannya SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan. BAB X TATA CARA PEMUNGUTAN Pasal 48 (1) Pemungutan retribusi tidak dapat diborongkan. (2) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan. BAB XI TATA CARA PEMBAYARAN Pasal 49 (1) Pembayaran retribusi yang terutang harus dilunasi sekaligus di muka. (2) Retribusi yang terutang dilunasi selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari sejak diterbitkannya SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan. (3) Tata cara pembayaran, penyetoran, tempat pembayaran retribusi diatur dengan Keputusan Walikota. BAB XII TATA CARA PENAGIHAN Pasal 50 (1) Pengeluaran surat teguran/peringatan/surat lain yang sejenis sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan retribusi dikeluarkan segera setelah 7 (tujuh) hari sejak jatuh tempo pembayaran.
(2) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal surat teguran/ peringatan/surat lainnya yang sejenis, wajib retribusi harus melunasi retribusinya yang terutang. (3) Surat teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikeluarkan oleh Pejabat yang ditunjuk. BAB XIII PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI Pasal 51 (1) Walikota dapat memberikan pengurangan, keringanan, dan pembebasan retribusi. (2) Tata cara pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi ditetapkan oleh Walikota. BAB XIV KADALUARSA Pasal 52 (1) Hak untuk melakukan penagihan retribusi menjadi kedaluwarsa setelah melampaui waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya retribusi, kecuali jika wajib retribusi melakukan tindak pidana di bidang retribusi. (2) Kedaluwarsa penagihan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh jika : a. diterbitkan Surat Teguran; atau b. ada pengakuan utang retribusi dari wajib retribusi baik langsung maupun tidak langsung. (3) Dalam hal diterbitkan Surat Teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, kedaluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal diterimanya Surat Teguran tersebut. (4) Pengakuan utang retribusi secara langsung sebagaimana diamksud pada ayat (2) huruf b adalah wajib retribusi dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang retribusi dan belum melunasinya kepada Pemerintah Daerah. (5) Pengakuan utang retribusi secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat diketahui dari pengajuan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran dan permohonan keberatan wajib retribusi. BAB XV TATA CARA PENAGIHAN PIUTANG RETRIBUSI YANG KADALUARSA Pasal 53 (1) Piutang retribusi yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan sudah kadaluarsa dapat dihapuskan. (2) Walikota menetapkan Keputusan Penghapusan Piutang Retribusi Daerah yang sudah kadaluarsa sebagaimana dimaksud ayat (1). (3) Tata cara penghapusan piutang retribusi yang sudah kedaluwarsa diatur dengan Peraturan Walikota.
BAB XVI INSTANSI PEMUNGUTAN Pasal 54 Instansi pemungut adalah instansi yang ditunjuk sebagai pengelola retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran dan pihak lain yang membantu Instansi Pelaksana pemungut Retribusi Daerah. BAB XVII INSENTIF PEMUNGUTAN Pasal 55 (1) Instansi yang melaksanakan pemungutan retribusi daerah dapat diberi insentif atas dasar kinerja tertentu. (2) Instansi yang melaksanakan pemungutan sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah Dinas/Badan/Lembaga yang tugas pokok dan fungsinya melaksanakan pemungutan retribusi. (3) Besarnya insentif ditetapkan 5% (lima persen) dari rencana penerimaan retribusi dalam tahun anggaran yang berkenaan. (4) Besaran insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan melalui Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Tahun Anggaran berkenaan. (5) Tata cara pemberian dan pemanfaatan insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Walikota. BAB XVIII PENGAWASAN Pasal 56 (1) Walikota berwenang melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah. (2) Dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Walikota menunjuk pejabat di lingkungan Dinas terkait. Pasal 57 (1) Walikota atau Pejabat yang ditunjuk, dapat melakukan pemeriksaan pekerjaan pembangunan, dalam hubungan dengan persyaratan pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran. (2) Apabila terdapat hal-hal yang meragukan atau yang sifatnya tertutup, maka Walikota dapat memerintahkan Kepala Kantor Satpol PP atau pejabat yang ditunjuk untuk mengadakan penelitian dan pengujian. (3) Semua pembiayaan pelaksanaan tugas tersebut pada ayat (1, menjadi tanggung jawab pemilik yang bersangkutan. Pasal 58 Pemegang Hak Bangunan bertanggung jawab atas kelengkapan alat-alat pencegahan dan pemadam serta pemeliharaannya maupun penggantian sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pasal 59 (1) Setiap bangunan yang telah memenuhi persyaratan Klasifikasi maupun perlengkapan alat pencegah dan pemadam harus mendapat tanda plat metal dan sertifikat klasifikasi yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah Kota Dumai.
(2) Sertifikat Klasifikasi Bangunan seperti tersebut pada ayat (1), diperbaharui setiap tahun sekali. (3) Permohonan sertifikat Klasifikasi Bangunan diajukan kepada Walikota dengan melampirkan daftar alat pencegah dan pemadam kebakaran yang telah dan yang belum dimiliki bangunan yang bersangkutan. Pasal 60 (1) Setiap alat Pencegah Pemadam Kebakaran harus diperiksa secara berkala yaitu setahun sekali dan jika dianggap perlu dapat dilakukan pemeriksaan sewaktu- sewaktu dengan atau tanpa pemberitahukan terlebih dahulu oleh Kantor Satuan Polisi Pamong Praja. (2) Petugas sebagaimana bunyi ayat (1) harus memakai tanda pengenal khusus disertai Surat Tugas yang ditandatangani Kepala Kantor Satuan Polisi Pamong Praja atau pejabat yang ditunjuk. Pasal 61 (1) Setiap alat pencegah dan pemadam yang akan digunakan di Wilayah Kota Dumai, harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Walikota atau Pejabat yang ditunjuk. (2) Setiap alat pemadam harus dilengkapi dengan petunjuk cara-cara penggunaan yang menurut urutan singkat, dan jelas tentang cara penggunaan alat tersebut dan dipasang pada tempat yang telah ditentukan dan selalu harus dalam keadaan baik. Pasal 62 Setiap alat pemadam yang telah digunakan dan yang telah habis limitnya harus segera dilaporkan pada Kantor Satuan Pamong Praja atau pejabat yang ditunjuk untuk pengisian kembali. BAB XIX PENYIDIKAN Pasal 63 (1) Pejabat Penyidikan Pegawai Negeri Sipil tertentu di Lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan Penyidikan Tindak Pidana dibidang Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. (2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di Lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh Pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. (3) Pegawai Negeri Sipil yang dimaksud pada ayat (1) mempunyai wewenang : a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana dibidang perpajakan daerah dan retribusi agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas; b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau Badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana perpajakan Daerah dan Retribusi; c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau Badan sehubungan dengan tindak pidana dibidang retribusi daerah; d. memeriksa buku, catatan dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana dibidang perpajakan Daerah dan Retribusi;
e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut; f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan Daerah dan Retribusi; g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang, benda, dan/atau dokumen yang dibawa; h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana dibidang perpajakan Daerah dan Retribusi; i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka dan saksi; j. menghentikan penyidikan; dan/atau k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan Daerah dan Retribusi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana. BAB XX SANKSI ADMINISTRASI Pasal 64 (1) Dalam hal ini wajib Retribusi tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan dari retribusi yang terutang atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan STRD. (2) Penagihan Retribusi terutang didahului dengan Surat Teguran BAB XXI KETENTUAN PIDANA Pasal 65 (1) Wajib Retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan Keuangan Daerah diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau atau pidana denda paling banyak 3 (tiga) kali jumlah Retribusi terutang yang tidak atau kurang dibayar. (2) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud ayat (1), adalah pelanggaran. BAB XXII KETENTUAN PENUTUP Pasal 66 Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota. Pasal 67 Dengan diberlakunya Peraturan Daerah ini maka Peraturan Daerah Kota Dumai Nomor 6 Tahun 2003 tentang Ketentuan-Ketentuan Pencegahan dan Penaggulangan Bahaya Kebakaran Serta Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam kebakaran (Lembaran Daerah Kota Dumai Tahun 2003 Nomor 6 Seri B) dinyatakan tidak berlaku lagi dan dicabut
Pasal 68 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan Pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Dumai. Ditetapkan di Dumai Pada tanggal 1 Maret 2011 WALIKOTA DUMAI,
H. KHAIRUL ANWAR Diundangkan di Dumai pada tanggal 2 Maret 2011 Plt. SEKRETARIS DAERAH KOTA DUMAI,
H. M. SYUKRI HARTO, SE M.Si PEMBINA UTAMA MUDA NIP. 19590727 198603 1 009 LEMBARAN DAERAH KOTA DUMAI TAHUN 2011 NOMOR 3 SERI B
PENJELASAN PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PEMERIKSAAN ALAT PEMADAM KEBAKARAN
I. PENJELASAN UMUM Bahaya kebakaran di Kota Dumai dewasa ini merupakan suatu bahaya yang harus ditanggulangi secara menyeluruh dan terus menerus. Dalam era Pembangunan Otonomi Daerah dewasa ini kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat mempengaruhi pola tingkah laku manusia dan perkembangan Kota Dumai. Pesatnya pembangunan Kota Dumai saat ini menyebabkan tingginya angka pertambahan penduduk, ini disebabkan oleh banyaknya pendatang dari luar daerah untuk mencari penghidupan ke Kota Dumai, sehingga pembangunan pemukiman tidak lagi mengindahkan ketentuan dan peraturan yang berlaku, untuk itu perlu perhatian yang serius dari Pemerintah Daerah Kota Dumai dalam penataan pemukiman penduduk untuk menghindari bahaya kebakaran. Oleh karena itu tugas pencegahan dan penaggulangan bahaya kebakaran pada hakekatnya adalah merupakan kewajiban seluruh lapisan masyarakat dan Pemerintah Daerah Kota Dumai yang dibantu oleh Instansi terkait. Penanggulangan bahaya kebakaran harus dilaksanakan secara proaktif, antisipatif, prefentif dan represif, karena bahaya kebakaran baik yang ditimbulkan karena masalah teknis bangunan, kelalaian maupun sebab-sebab lainnya yang dapat membawa bencana yang besar dengan akibat yang luas, baik terhadap keselamatan jiwa atau harta benda, sehingga perlu diatur ketentuan-ketentuan pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran serta retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran. Khusus mengenai ketentuan sebagaimana diatur dalam BAB II Peraturan Daerah ini, walaupun hanya merupakan himbauan, namun dampaknya dapat menimbulkan kesan yang sangat luas bilamana tidak diindahkan dan bisa menyebabkan terjadinya kebakaran yang besar, serta dapat menimbulkan kerugian kepada orang banyak. Berkaitan dengan semangat Otonomi Daerah, bahwa pemerintah Daerah Kota Dumai dapat mengambil sikap dan langkah-langkah yang perlu dalam megatasi permasalahan bahaya kebakaran untuk kepentingan masyarakat banyak, khususnya masyarakat Kota Dumai secara bertahap menurut kebutuhan serta urgensinya.
II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas Pasal 2 Cukup jelas Pasal 3 Cukup jelas Pasal 4 Cukup jelas Pasal 5 Larangan ini dimaksud dalam upaya pencegahan kebakaran, oleh karena itu tidak dimaksud membatasi ketentuan tentang penyimpanan barang perniagaan sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD).
Pasal 6 Cukup jelas Pasal 7 Ketentuan yang berlaku dimaksud dalam pasal ini ialah Ketentuan tentang Wajib Uji Kompor. Pasal 8 Cukup jelas Pasal 9 Cukup jelas Pasal 10 Ayat 1 Celluloid, adalah campuran dari kamper, piroksitin, dan alkohol atau bahan untuk membuat sisir, boneka dan sebagainya. Ayat 2 Cukup jelas Ayat 3 Cukup jelas Pasal 11 Cukup jelas Pasal 12 Dalam pelaksanaan ketentuan ini diutama terhadap proyek-proyek pembangunan (pekerjaan pembangunan yang sedang dilaksanakan) yang diperkirakan mudah menimbulkan kebakaran. Pasal 13 Dengan tidak mengurangi ketentuan perundang-undangan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya yang berlaku, maka ketentuan ini perlu diatur. Persyaratan tambahan mengenai keharusan bahwa setiap kendaraan bermotor umum dalam Wilayah Kota Dumai dilengkapi dengan alat pemadam kebakaran termasuk dalam pengertian kendaraan bermotor umum adalah mobil bis umum, mobil penumpang umum (oplet, taksi), mobil angkutan barang dan mobil tangki. Bila terjadi pelanggaran terhadap ketentuan ini, maka yang bertanggung jawab adalah pemilik dan atau pemegang kendaraan tersebut. Namun demikian setiap kendaraan bermotor yang bukan kendaraan umum dianjurkan melengkapi kendaraannya dengan alat pemadam kebakaran, yang ketentuan pemakaiannya sama dengan ketentuan yang berlaku pada setiap kendaraan bermotor umum. Pasal 14 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Tempat terbuka dimaksud dalam ketentuan ini adalah tempat bahannya. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 15 Penempatan Klasifikasi ini diperlukan untuk menetapkan alat/sistem pencegahan dan pemadam yang harus disiapkan berdasarkan sifat, macam serta besarnya kemungkinan ancaman bahaya kebakaran. Pasal 16 Cukup jelas. Pasal 17 Jenis alat pemadam kebakaran yang digunakan untuk pemadam dan usaha-usaha pencegahan kebakaran adalah sebagai berikut :
a. jenis alat pemadam air antara lain : alat pemadam jenis 2 (dua) gallon 9L (sembilan liter), tanki air, pipa hisap 2,5 atau 4 inci, jenis unit gulungan (fire house reels), selang dengan pemancar (standard), sistem hydran, dalam gedung digunakan pompa boster (pompa penguat tekanan), sistem busa air, sistem pemancar air/sprinkler pipa basah (peningkat air/basah, wet riser tutup, sistem hidran/pipa kering, dry riser); b. jenis alat pemadam kimia, antara lain alat pemadam api busa, alat bubuk kering (drychemical), alat pemadam BCF (Bromo Cohloprodi Fluoromethance), Hallom 1211, alat pemadam BTM (Bromotif Luoromenthance), alat pemadam CO2 (Carbon Dioksida), alat Pemadam CB; c. jenis alat pemadam untuk kebakaran bagi alat/pesawat yang bertegangan listrik antara lain alat pemadam bubuk kering (Dry Chemical), alat Pemadam BCF (Boromo Cohloprodi Fluoromethan–ce), Hallom 1211, alat Pemadam BTM (Bromotif Luoro Menthance), Hallom 1301, Alat Pemadam CO2 (Carbon Dioksida), alat Pemadam CB. Pasal 18 Cukup jelas Pasal 19 Cukup jelas Pasal 20 Cukup jelas Pasal 21 Cukup jelas Pasal 22 Cukup jelas Pasal 23 Cukup jelas Pasal 24 Cukup jelas Pasal 25 Cukup jelas Pasal 26 Cukup jelas Pasal 27 Penutupan daerah kebakaran dan jalan umum dimaksud semata-mata hanya untuk kepentingan tugas-tugas dalam rangka penanggulangan kebakaran. Pasal 28 Ayat (1) Ketentuan ini merupakan persyaratan terhadap bangunan, dalam hal ini adalah persyaratan yang harus dipenuhi bagi suatu bangunan (Industri), sehingga tak membedakan jenis-jenis industri yang diproduksi dalam bangunan tersebut (apakah jenis industri dasar, logam, kimia dan sebagainya). Karena untuk pengaturan tentang pencegahan tersebut berlaku ketentuan pasal 15 sampai 17 jarak dimaksud dalam ketentuan ini ialah jarak radius 10 (sepuluh) meter. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Untuk pipa hydran ialah hydran lengkap dengan peralatannya untuk dapat menghitung berapa alat pemadam kebakaran yang harus digunakan menurut pasal ini lihat tabel di bawah ini :
Luas Permukaan Lantai Maksimal
Jumlah Alat Pemadam Kimia (Minimal)
Jumlah Unit Pipa (M2) Hydran (Minimal)
100
1
-
200
2
-
300
3
-
400
4
1
dan seterusnya dengan catatan angka-angka diantaranya dibulatkan keatas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Pasal 29 Ayat (1) Alat atau pesawat dimaksud dalam ketentuan ini dan harus dipasang terpisah adalah alat/pesawat sebagai alat pelengkap fasilitas bangunan seperti sentral instalasi/generator dan yang sejenis yang harus mendapat perlindungan khusus terhadap ancaman kebakaran. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup Jelas Ayat (4) Ketahanan api minimal 2 jam, maksudnya bahan bangunan yang tahan api minimal 2 jam terbuat dari besi baja. Ayat (5) Cukup jelas Pasal 30 Cukup jelas Pasal 31 Cukup jelas Pasal 32 Cukup jelas Pasal 33 Cukup jelas Pasal 34 Cukup jelas Pasal 35 Bangunan umum dan perdagangan adalah antara lain bangunan perkantoran dan perdagangan, tempat berkumpul, atau rapat, pasar, toko serta ada (departemen store), Rumah Sakit, Poliklinik/Balai Pengobatan, Perumahan untuk orang-orang tua/jompo, rumah yatim piatu, rumah tuna netra, musium, tempat-tempat ibadah, pendidikan/sekolah, stadion, gedung olah raga, studio Radio/TV, terminal angkutan penumpang umum (darat) yang tidak termasuk dalam suatu kegiatan perindustrian khususnya.
Tempat-tempat parkir umum kendaraan, pasar induk perdagangan/penyimpanan dan distribusi yang tidak termasuk dalam suatu kegiatan perindustrian khusus, gedung-gedung bioskop/theatre, hotel, losmen, motel, tempat-tempat hiburan yang bertanggung jawab atas pengadaan alat pemadam kebakaran dalam ketentuan ini ialah pihak pemakai ruang yang bersangkutan sedangkan untuk tempat-tempat yang tidak digunakan untuk maksud tersebut di atas (seperti los/lorong dan yang sejenis), pengadaan alat pemadam kebakaran dimaksud merupakan tanggung jawab pemilik/penanggung jawab bangunan. Pasal 36 Yang dimaksud dengan terminal angkutan umum adalah terminal angkutan umum yang terbuka seperti Terminal Bus, Oplet dan Mikrolet. Pasal 37 Ayat (1) Bangunan perumahan ialah antara lain bangunan-bangunan rumah tempat tinggal biasa yang telah sesuai dengan perencanaan Kota, tidak termasuk dalam pengertian ini adalah lingkungan perumahan di pinggir Kota atau daerah perumahan rakyat, daerah perkampungan, flat-flat perumahan dan tempat-tempat peristirahatan pribadi. Namun demikian dalam pelaksanaannya Kepala Daerah dapat mengatur secara bertahap menurut keadaan, dan kondisi setempat. Jarak dimaksud dalam ketentuan ini ialah jarak radius 10 m² (sepuluh meter persegi). Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas ayat (4) Cukup jelas Pasal 38 Cukup jelas Pasal 39 Bangunan Campuran, adalah tempat tinggal yang berada didalam suatu bangunan kelas 5, 6, 7, 8 dan 9 sesuai Kepmen Kimpraswil No. 10/KPTS/2000 tentang ketentuan Teknis Pengamanan terhadap bahaya kebakaran pada Bangunan dan lingkungan. Yang dimaksud dengan Kelas 5 yakni bangunan kantor. Kelas 6 yakni bangunan perdagangan (toko,kios). Kelas 7 yakni bangunan penyimpanan (gudang). Kelas 8 yakni bangunan laboratorium/industri/pabrik. Pasal 40 Cukup jelas Pasal 41 Cukup jelas Pasal 42 Cukup jelas Pasal 43 Cukup jelas Pasal 44 Cukup jelas Pasal 45 Cukup jelas Pasal 46 Cukup jelas Pasal 47 Cukup jelas
Pasal 48 Cukup jelas Pasal 49 Cukup jelas Pasal 50 Cukup jelas Pasal 51 Cukup jelas Pasal 52 Cukup jelas Pasal 53 Cukup jelas Pasal 54 Cukup jelas Pasal 55 Cukup jelas Pasal 56 Cukup jelas Pasal 57 Cukup jelas Pasal 58 Cukup jelas Pasal 59 Cukup jelas Pasal 60 Cukup jelas Pasal 61 Cukup jelas Pasal 62 Cukup jelas Pasal 63 Cukup jelas Pasal 64 Cukup jelas Pasal 65 Cukup jelas Pasal 66 Cukup jelas Pasal 67 Cukup jelas Pasal 68 Cukup jelas