Prosiding Seminar Nasional, Medan 2007
PERANAN INOVASI TEKNOLOGI DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN PERTANIAN Achmad Suryana Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
PENDAHULUAN Sebagai lokomotif penggerak perekonomian desa, maka usaha pertanian haruslah dapat tumbuh berkembang secara progresif. Dengan sumberdaya yang terbatas dan dalam tatanan pasar yang sangat kompetitif, sumber pertumbuhan agribisnis yang paling dapat diandalkan adalah inovasi teknologi. Inovasi teknologi sangat diperlukan untuk meningkatkan kapasitas produksi dan produktivitas, sehingga dapat memacu tidak hanya pertumbuhan produksi, tetapi juga sekaligus meningkatkan daya saing. Inovasi teknologi juga diperlukan dalam pengembangan produk (product development) dalam rangka peningkatan nilai tambah, diversifikasi produk dan transformasi produk sesuai dengan preferensi konsumen. Dengan demikian, inovasi teknologi mempunyai peran yang sangat vital untuk mendukung pengembangan sistem dan usaha agribisnis yang dinamis, efisien, dan berdaya saing tinggi. Ada lima syarat mutlak yang harus dipenuhi agar pembangunan pertanian dapat tumbuh-berkembang secara progresif, yaitu : (1) adanya pasar bagi produk-produk agribisnis, (2) teknologi yang senantiasa berubah, (3) tersedianya sarana dan peralatan produksi secara lokal, (4) adanya perangsang produksi bagi produsen, dan (5) adanya fasilitas transportasi (Mosher, 1966). Teknologi yang senantiasa berubah berarti adalah inovasi teknologi (inovasi re-inovasi teknologi), agar sektor pertanian dapat berkembang. Tanpa adanya inovasi teknologi secara terus menerus, pembangunan pertanian akan terhambat, walaupun keempat syarat mutlak lainnya telah terpenuhi. Dalam konteks agribisnis, yang lingkupnya lebih luas daripada aktivitas produksi pertanian, teknologi dimaksud mencakup tehnik dan teknologi yang digunakan untuk memproduksi hasil pertanian primer, mengolah hasil pertanian pangan, menyimpan dan mengangkut produk-produk agribisnis yang dihasilkan. Pengertian “baru” di sini adalah perbaikan atau pengembangan atas apa yang dipergunakan selama ini, yang mungkin saja sudah lama ditemukan dan telah digunakan secara luas oleh pihak lain. Yang penting adalah bahwa suatu teknologi baru harus memberikan manfaat yang makin besar bagi aktivitas agribisnis. Teknologi baru itu diciptakan melalui kegiatan penelitian, baik dalam rangka perbaikan atau pembaharuan dari teknologi yang sudah ada (technology innovation) sehingga mempunyai keunggulan lebih tinggi atau beragam, atau suatu penemuan teknologi yang sama sekali baru (technology invention). Sumber-sumber teknologi yang akan diperbaharui dapat berasal dari petani atau pengguna lainnya, mendatangkan dari daerah-daerah atau negara-negara lain atau penelitian-penelitian yang terarah (purposeful research). Dalam hal ini, penelitian merupakan kegiatan verifikasi dan adaptasi dari metode-metode paling produktif yang digunakan oleh pengguna di suatu daerah atau negara lain. PERAN INOVASI TEKNOLOGI DALAM PEMBANGUNAN PERTANIAN Keunggulan bersaing merupakan salah satu syarat mutlak bagi eksistensi dan pertumbuhan berkelanjutan suatu usaha agribisnis dalam tatanan pasar persaingan bebas era globalisasi. Saat ini daya saing pada dasarnya ialah kemampuan lebih baik dari pesaing dalam hal menghasilkan barang dan jasa sesuai preferensi konsumen. Preferensi konsumen dicerminkan oleh atribut produk seperti : jenis, mutu, volume, waktu dan harga. Semua ini sangat ditentukan oleh basis kegiatan produksi. Basis keunggulan kompetitif agribisnis dapat dikelompokkan menjadi : (1) Keunggulan komparatif limpahan sumberdaya lahan dan air; (2) Keunggulan komparatif limpahan tenaga kerja; (3) Keunikan agroekosistem lahan; (4) Keunggulan teknologi; dan (5) Keunggulan manajemen.
1
Prosiding Seminar Nasional, Medan 2007
Keunggulan (1) - (3) termasuk kategori keunggulan komparatif berbasis alamiah (natural resource base) yang lebih ditentukan oleh karunia Ilahi. Namun, agribisnis tetap memerlukan inovasi teknologi dan manajemen, sebagai komplemen guna mengubah keunggulan komparatif menjadi keunggulan kompetitif. Agribisnis modern lebih banyak mengandalkan keunggulan teknologi dan manajemen sebagai basis keunggulan kompetitifnya. Inovasi teknologi dan manajemen, termasuk pada tingkat perusahaaan dan pemerintahan, merupakan produk dari penelitian dan pengembangan. Oleh karena itulah penelitian teknologi pertanian merupakan salah satu komponen utama sistem agribisnis progresif. Dari segi pengembangan sumberdaya ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek), modernisasi pertanian ditujukan untuk mengubah penggunaan Iptek dari yang berciri tradisional ke yang lebih maju. Secara lebih rinci, arah dari pengembangan sumberdaya Iptek pertanian ada empat tujuan pokok, yaitu (1) menghasilkan produk pertanian yang bernilai tambah tinggi melalui industri hilir, (2) mekanisasi pada pekerjaan fisik, misalnya dalam kegiatan pengolahan tanah atau pengolahan hasil dan menggunakan tenaga (skill) manusia untuk kegiatan pengoperasian alat (dengan ketrampilan), perancangan dan pengelolaan, (3) mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan jumlah (luas) lahan, misalnya dengan menerapkan strategi intensifikasi pengelolaan lahan pertanian, dan (4) peningkatan pemanfaatan non-favourable dan idle resources. Penelitian dan pengembangan (litbang) pertanian dalam hal ini dipandang sebagai salah satu komponen strategis dari sistem pembangunan pertanian, terutama berkaitan dengan inovasi Iptek pertanian dan pengembangannya. Artinya, output suatu kegiatan litbang baru dapat dinilai mempunyai kegunaan yang tinggi, jika dan hanya jika output litbang tadi betul-betul menunjang pencapaian tujuan modernisasi dan pembangunan pertanian. Untuk masyarakat Indonesia yang masih berada pada masa transisi, output suatu kegiatan litbang seyogyanya diturunkan dari kebutuhan (demand side) modernisasi dan pembangunan pertanian itu sendiri. Upaya menemukan teknologi baru dan pengembangannya haruslah lebih banyak memperhatikan kebutuhan pengguna hasil litbang pertanian (client oriented). Pengalaman menunjukkan, bahwa jika strategi penelitian lebih didasarkan pada kepentingan institusi penghasil teknologi (supply side), banyak dijumpai hasil penelitian yang “mubazir”. Output suatu kegiatan litbang pertanian adalah teknologi. Dari sudut pandang sosiologi, teknologi dapat dikelompokkan dalam dua jenis, yaitu (1) teknologi yang berupa perangkat keras, seperti misalnya varietas unggul atau penggunaan mekanisasi untuk meningkatkan efisiensi tenaga kerja; dan (2) teknologi yang berupa perangkat lunak, seperti misalnya “penemuan” cara pengorganisasian usaha agribisnis skala rumah tangga di pedesaan, yang berdampak besar terhadap peningkatan pendapatan rumah tangga petani. Dalam rangka mendukung peningkatan efektivitas penelitian dan pengembangan penelitian pertanian, sumberdaya litbang pertanian harus dikelola agar dapat mempunyai keunggulan komparatif dalam tiga hal, yaitu oportunistik, futuristik, serta kemampuan me-link and match-kan antara khasanah Iptek pertanian mutakhir dengan penggunanya. Wawasan oportunistik berkaitan dengan kemampuan peneliti dalam membaca perkembangan Iptek serta kegiatan ekonomi global saat ini, sehingga dapat membantu pengguna teknologi untuk mengambil manfaat dari kesempatan yang tersedia melalui modernisasi. Wawasan futuristik yang dimaksud adalah perlu memposisikan peneliti agar memiliki kemampuan melihat ke depan (antisipatif) untuk mengidentifikasi dan merekayasa teknologi yang dibutuhkan pengguna di masa mendatang. Dengan demikian, modernisasi dan pembangunan pertanian pada masa yang akan datang tidak perlu dihadapkan pada situasi “krisis teknologi” yang ditandai oleh penggunaan teknologi usang (absolete) atau tidak sesuai dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat setempat. Wawasan link and match berkaitan dengan pengertian sebagai berikut. Pertama, link, yaitu dalam melakukan kegiatan penelitian, peneliti seyogyanya memproyeksikan agar hasil penelitiannya dapat berkaitan langsung dan bermanfaat bagi pengguna. Kedua, match, yaitu peneliti diharapkan memiliki kemampuan mentransfer suatu teknologi hasil temuan mutakhir ke pengguna. Kegiatan alih teknologi tadi mencakup memodifikasi atau
2
Prosiding Seminar Nasional, Medan 2007
mengadaptasikan dan mendifusikannya pada komunitas pelaku agribisnis yang membutuhkannya.
PARADIGMA BARU KEGIATAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN Pada masa lalu, paradigma yang dianut dapat disebut sebagai ”Penelitian dan Pengembangan” (Research and Development) dengan fokus melaksanakan penelitian dan pengembangan untuk menemukan atau menciptakan teknologi. Kegiatan diseminasi lebih dominan pada mempublikasikan karya ilmiah dan menginformasikan keberadaan inovasi teknologi. Dengan paradigma lama tersebut, tugas dan tanggung jawab Badan Litbang Pertanian ditafsirkan sempit, terbatas pada menyediakan dan menginformasikan teknologi inovatif. Penyebaran teknologi inovatif yang dihasilkan tersebut dipandang sebagai di luar mandat Badan Litbang Pertanian. Dengan paradigma penelitian dan pengembangan itu pula, maka sasaran Badan Litbang Pertanian berorientasi pada menghasilkan teknologi inovatif dan mempublikasikan karya ilmiah sebanyak-banyaknya. Kesesuaian teknologi yang dihasilkan dengan preferensi pengguna menjadi kurang diperhatikan. Penyaluran (delivery) dan penerapan (receiving/adopsi) teknologi yang dihasilkan dipandang sebagai di luar tugas pokok Badan Litbang Pertanian. Kegiatan yang dilakukan cenderung bersifat ”Penelitian untuk Penelitian” (Research for Research) dan ”Penelitian untuk Publikasi” (Research for Publication). Barangkali paradigma inilah salah satu penyebab utama fenomena lamban dan rendahnya tingkat penerapan teknologi yang dihasilkan Badan Litbang Pertanian oleh pengguna. Paradigma lama tersebut, sudah tidak sesuai lagi dengan lingkungan strategis saat ini yang berkembang sangat cepat dan dinamis. Untuk itu, perlu dikembangkan paradigma baru dalam melaksanakan kegiatan penelitian dan pengembangan pertanian, yaitu ”Penelitian untuk Pembangunan” (Research for Development). Dengan paradigma baru ini, orientasi kerja Badan Litbang Pertanian adalah menghasilkan teknologi inovatif untuk diterapkan sebagai mesin penggerak pembangunan pertanian. Untuk itu, kegiatan penelitian dan pengembangan haruslah berorientasi pada pengguna (user oriented) sehingga teknologi inovatif yang dihasilkan lebih terjamin benar-benar tepat-guna spesifik lokasi dan pemakai. Penelitian dan pengembangan haruslah dilakukan secara partisipatif dengan melibatkan perwakilan calon pengguna outputnya. Dalam paradigma Penelitian untuk Pembangunan, peranan kegiatan diseminasi diposisikan sama penting dengan kegiatan penelitian dan pengembangan. Kalau pada masa lalu, diseminasi praktis hanya untuk menginformasikan dan menyediakan teknologi sumber/ dasar secara terpusat di Balai Penelitian, maka kini dengan paradigma Penelitian untuk Pembangunan, diseminasi diperluas dengan juga melaksanakan pengembangan percontohan sistem dan usaha agribisnis berbasis teknologi inovatif dan penyediaan teknologi dasar secara terdesentralisasi sebagai inisiatif untuk merintis pemasyarakatan teknologi yang dihasilkan Badan Litbang Pertanian. Sasaran kegiatan diseminasi juga disesuaikan, dari tersebarnya informasi kepada masyarakat pengguna teknologi menjadi tersedianya contoh konkrit penerapan teknologi di lapangan. Satu lagi yang cukup penting adalah mengembangkan kegiatan penelitian dan pengembangan partisipatif untuk dapat menghasilkan inovasi sesuai dengan kebutuhan pengguna (consumer oriented research and development). STRATEGI PEMBANGUNAN PERTANIAN BERAWAL DARI DESA PRIMA TANI Pembangunan yang berpijak pada teori triple down effect ternyata tidak selalu berjalan sebagaimana yang diharapkan. Untuk itu, diperlukan pendekatan baru agar pembangunan benar-benar dapat menyentuh sasaran. Pembangunan yang berawal dari desa diharapkan mampu mengatasi permasalahan yang dihadapi dan mampu mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya yang ada. Melalui pendekatan pembangunan berawal dari desa, manfaat yang dihasilkan akan sangat mudah dilihat dan dipantau perkembangannya. Untuk mewujudkan strategi tersebut, mulai tahun 2007 Departemen
3
Prosiding Seminar Nasional, Medan 2007
Pertanian telah menetapkan 5 (lima) landasan fundamental pembangunan pertanian yang disebut dengan Panca Yasa (Apriyantono, 2006). Panca Yasa ini meliputi : (a) Pembangunan Infrastruktur, (b) Penguatan kelembagaan petani, (c) Penyuluhan, (d) Pembiayaan pertanian, dan (e) Pemasaran hasil pertanian. Pembangunan infrastruktur pertanian saat ini merupakan prioritas utama. Untuk menarik investor masuk ke sektor pertanian, mempermudah aksesibilitas dan distribusi sarana produksi dan output pertanian, diperlukan infrastruktur yang memadai. Saat ini diakui jaringan irigasi dan sarana perhubungan, khususnya jalan darat, banyak yang mengalami kerusakan. Kondisi ini apabila tidak segera diperbaiki akan berdampak buruk terhadap upaya peningkatan produksi dan pemasaran hasil pertanian. Untuk itu, pemerintah akan mengupayakan pembangunan dan atau rehabilitasi jalan usahatani, jaringan irigasi, tata air mikro, sarana komunikasi, listrik, prasarana perhubungan, telekomunikasi dan prasarana lain yang dapat mendorong pembangunan sektor pertanian. Penguatan kelembagaan petani diarahkan agar petani mempunyai sarana untuk memperkuat posisi tawar dengan berbagai pihak yang berkepentingan. Selama ini petani cenderung berusaha sendiri-sendiri, sehingga kurang efisien karena harus mendatangkan input dalam volume kecil dan seringkali mengalami kesulitan pada saat menjual hasil pertaniannya (posisi tawar rendah). Untuk itu, dengan menumbuhkan dan memperkuat kelembagaan petani diharapkan petani semakin efisien dan efektif dalam menjalankan usahataninya. Penyuluhan memegang peranan yang sangat penting dalam pembangunan pertanian. Sejarah mencatat keberhasilan pembangunan pertanian diberbagai negara, salah satunya ditentukan oleh kegiatan penyuluhan yang terlaksana dengan baik. Sebagai ujung tombak pembangunan pertanian, penyuluh merupakan mitra petani terdekat untuk mengkonsultasikan berbagai aspek pelaksanaan usahatani, mulai dari pengenalan inovasi teknologi baru, masalah budidaya pertanian, permodalan, hingga pemasaran. Untuk itu, dengan telah ditetapkannya UU No. 16/2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan diharapkan kegiatan penyuluhan pertanian dapat berjalan dengan baik untuk membimbing dan mendampingi petani. Skim pembiayaan pertanian dibuat untuk membantu petani/peternak yang selama ini sering mengalami kesulitan dalam mengakses sumber permodalan karena keterbatasan cash collateral. Untuk membangun sistem pembiayaan yang mudah diakses oleh petani/peternak, diperlukan skim pelayanan pembiayaan pertanian yang mudah diakses dan mampu memutar roda perekonomian di pedesaan. Untuk itu, pemerintah perlu menyediakan dana dasar di perbankan sebagai premi penjaminan atas kredit yang disalurkan kepada petani sasaran oleh Bank Pelaksana. Dana tersebut selanjutnya juga dapat digunakan sebagai risk-sharing atas kredit petani dan jasa gironya dapat diakumulasikan ke dalam cadangan pokok. Skim pembiayaan pertanian seperti ini telah diupayakan oleh Departemen Pertanian melalui Skim Pelayanan Pembiayaan Pertanian (SP3) (Sekretariat Jenderal, 2006). Pemasaran hasil pertanian merupakan rantai terakhir dalam sistem agribisnis dan hingga saat ini sebagian besar petani masih menghadapi permasalahan pada saat akan menjual hasil pertaniannya. Lemahnya posisi tawar petani sering menjadi penyebab petani tidak mampu memasarkan produk pertaniannya pada tingkat harga yang wajar. Untuk itu, disamping mendorong sistem kemitraan antara petani dengan pengusaha (pedagang), upaya penguatan kelembagaan petani (kelompok tani/Gapoktan) juga diarahkan untuk membantu meningkatkan posisi tawar petani dalam memasarkan hasil pertaniannya. Panca Yasa yang telah diuraikan di atas, selanjutnya dijadikan dasar untuk mengatasi berbagai permasalahan pembangunan pertanian. Departemen Pertanian pada tahun 2007 telah merencanakan 28 kegiatan utama yang secara riil akan dioperasionalkan. Kegiatan-kegiatan tersebut diharapkan akan dapat mendorong percepatan pertumbuhan sektor pertanian dan peningkatan kesejahteraan petani serta merupakan kristalisasi dari berbagai upaya untuk mengatasi permasalahan pembangunan pertanian hingga saat ini. Dari ke 28 kegiatan utama tersebut, ada 6 kegiatan yang ditetapkan sebagai masalah fundamental, dan sisanya ditetapkan sebagai kegiatan prioritas. Keenam masalah fundamental yang harus diselesaikan pada tahun
4
Prosiding Seminar Nasional, Medan 2007
2007 adalah : (a) Pembentukan dan pengaktifan kelompok tani dan Gapoktan; (b) Bantuan benih kepada petani; (c) Skim Pelayanan Pembiayaan Pertanian (SP3); (d) Bantuan bunga kredit investasi; (e) Stabilisasi/kepastian harga komoditas primer melalui Dana Penguatan Modal-Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (DPM-LUEP); dan (f) Penguatan kelembagaan ekonomi petani melalui Penguatan Modal Usaha Kelompok (PMUK) dan Lembaga yang Mandiri dan Mengakar di Masyarakat (LM3). Agar dapat memberikan hasil yang optimal, semua program dan kegiatan yang telah dirumuskan di atas harus dilaksanakan secara sinergis dan terintegrasi. Hal ini perlu ditekankan karena anggaran Departemen Pertanian terlalu kecil untuk dapat mengatasi semua persoalan di sektor pertanian, sehingga membutuhkan dukungan pendanaan dari sektor yang lain. Untuk itu, mulai tahun 2007 Departemen Pertanian telah melaksanakan Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian (Prima Tani). Prima Tani ini akan diarahkan menjadi model pembangunan sistem agribisnis yang berbasis wilayah/agroekosistem yang didukung oleh penerapan teknologi pertanian spesifik lokasi. Selain itu, Departemen Pertanian juga telah menetapkan Prima Tani sebagai model pembangunan desa yang terintegrasi. Program pembangunan parsial dan terpencar-pencar yang selama ini dilaksanakan hasilnya kurang optimal. Sebaliknya, jika semua program dilaksanakan secara terintegrasi dan sinergis maka dampaknya akan lebih besar dan lebih cepat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Prima Tani merupakan program yang dilaksanakan secara partisipatif oleh semua pemangku kepentingan (stake holder) pembangunan pertanian, dalam bentuk laboratorium agribisnis. Sebagai instrumen untuk mendapatkan model pembangunan pertanian pedesaan yang komprehensif berbasis inovasi pertanian, Prima Tani dilaksanakan dengan empat strategi, yaitu : (a) menerapkan teknologi inovatif tepat guna melalui penelitian dan pengembangan partisipatif; (b) membangun model percontohan agribisnis progresif berbasis teknologi inovatif dengan mengintegrasikan sistem inovasi dan sistem agribisnis; (c) mendorong proses difusi dan replikasi model percontohan teknologi inovatif melalui ekspose dan demonstrasi lapang, diseminasi informasi, advokasi serta fasilitasi; dan (d) basis pengembangan dilaksanakan berdasarkan wilayah agroekosistem dan kondisi sosial ekonomi setempat. Tujuan utama Prima Tani adalah untuk mempercepat diseminasi dan adopsi teknologi inovatif terutama yang dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian, serta untuk memperoleh umpan balik mengenai karakteristik teknologi tepat-guna spesifik pengguna dan lokasi. Umpan balik ini merupakan informasi esensial dalam rangka mewujudkan dan memperbaiki penelitian dan pengembangan berorientasi kebutuhan pengguna. Selain itu, melalui kegiatan Prima Tani diharapkan pendapatan dan kesejahteraan petani akan meningkat dan kelestarian lingkungan terjaga. Prima Tani diimplementasikan secara partisipatif dalam suatu desa atau Laboratorium Agribisnis, dengan menggunakan lima pendekatan, yaitu : (i) agribisnis, (ii) agro-ekosistem, (iii) wilayah, (iv) kelembagaan, dan (v) pemberdayaan masyarakat. Pendekatan agribisnis berarti dalam implementasi Prima Tani diperhatikan struktur dan keterkaitan sub-sistem penyediaan input, usahatani, pasca panen dan pengolahan, pemasaran, dan penunjang dalam satu sistem. Penggunaan pendekatan agro-ekosistem berarti Prima Tani diimplementasikan dengan memperhatikan kesesuaian dengan kondisi bio-fisik lokasi yang meliputi aspek sumber daya lahan, air, wilayah komoditas dan komoditas dominan. Pendekatan wilayah berarti optimasi penggunaan lahan untuk pertanian dalam satu kawasan (desa atau kecamatan). Salah satu komoditas pertanian dapat menjadi perhatian utama sedangkan beberapa komoditas lainnya sebagai pendukung, terutama dalam kaitannya dengan upaya untuk mengatasi resiko ekonomi akibat fluktuasi harga. Pendekatan kelembagaan berarti pelaksanaan Prima Tani tidak hanya memperhatikan keberadaan dan fungsi suatu organinasi ekonomi atau individu yang berkaitan dengan input dan output, tetapi juga mencakup modal sosial, norma dan aturan yang berlaku di lokasi Prima Tani. Sedangkan pendekatan pemberdayaan masyarakat menekankan perlunya penumbuhan kemandirian petani dalam memanfaatkan potensi sumberdaya pedesaan.
5
Prosiding Seminar Nasional, Medan 2007
Resultan dari kelima pendekatan di atas adalah terciptanya suatu model pengembangan pertanian dan pesedaan dalam bentuk unit Agribisnis Industrial Pedesaan (AIP) dan Sistem Usahatani Intensifikasi Diversifikasi (SUID) di lokasi Prima Tani yang berkelanjutan. Dengan strategi, tujuan dan pendekatan yang telah ditetapkan tersebut di atas, maka Prima Tani diharapkan akan dapat memberikan manfaat antara lain : (a) meningkatnya inovasi baru dalam sistem dan usaha agribisnis; (b) meningkatnya efisiensi sistem produksi, perdagangan, dan konsumsi komoditas pertanian Indonesia; dan (c) meningkatnya akuntabilitas Departemen Pertanian dalam pembangunan pertanian. Prima Tani dirancang melalui proses yang cukup panjang dan konsisten (konsep dirancang sejak tahun 2004), serta secara kontinu dilakukan berbagai penyempurnaan yang disesuaikan dengan perkembangan di lapangan dan dinamika kebijakan di Departemen Pertanian. Prima Tani pertama kali diimplementasikan pada tahun 2005 di 14 propinsi, yang meliputi 21 kabupaten, yaitu Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan. Pada tahun 2006, pelaksanaan kegiatan Prima Tani diperluas lagi di 11 propinsi baru, yang mencakup 11 kabupaten (sehingga total ada di 25 propinsi, yang meliputi 32 kabupaten) yaitu NAD, Riau, Jambi, Bengkulu, Banten, DI Yogyakarta, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, dan DKI Jakarta. Pada tahun 2007, dengan pertimbangan agar Prima Tani dapat dicontoh oleh lebih banyak daerah, maka pelaksanaannya diperluas hingga di 33 propinsi yang mencakup 201 desa. AGENDA KE DEPAN Untuk menyempurnakan pengembangan dan aplikasi iptek dalam pembangunan pertanian dalam era globalisasi sekarang ini, agenda kebijakan ke depan perlu menyesuaikan dengan perubahan kelembagaan yang juga berkembang demikian cepat. Apabila dahulu, fokus kebijakan lebih banyak pada pembahasan kuantitas input yang digunakan, kini fokus tersebut telah bergeser pada efisiensi penggunaan teknologi biologi-kimiawi, seperti benih unggul, pupuk dan pestisida, perubahan aransemen kelembagaan yang menyertai pengembangan teknologi tidak dapat dilakukan secara sambilan (ad-hoc), tetapi harus secara holistik dan dilengkapi dengan kebijakan yang memadai. Kajian dan penelusuran lebih dalam tentang hubungan fungsional antara tingkat penggunaan input produksi pertanian dengan aspek kelembagaan serta kondisi sosial ekonomi yang melingkupi proses produksi masih harus terus menerus dilakukan. Di tingkat lapangan, hal tersebut perlu diterjemahkan melalui penelaahan yang terus menerus untuk menemukan spesifikasi produksi pertanian yang tepat, sesuai dengan kondisi agroklimat serta setting kelembagaan suatu daerah tertentu. Perbaikan kondisi sosial ekonomi serta fungsi-fungsi kelembagaan tersebut, dapat ditempuh melalui desentralisasi perumusan kebijakan teknologi di bidang pertanian. Para peneliti dan perumus kebijakan juga masih harus bekerja keras untuk menyempurnakan adaptasi teknologi biologi-kimiawi, bukan sekedar adopsi pada beberapa kondisi ekologis dan sosial ekonomi masyarakat. Dalam jangka panjang, desentralisasi seperti ini dapat mengurangi perbedaan tingkat efisiensi penggunaan faktor produksi serta produktivitas pertanian antar wilayah, seperti yang dialami oleh pulau Jawa dan luar Jawa selama ini. Keterbatasan dana yang dialokasikan untuk kegiatan litbang pertanian juga perlu dikelola secara khusus. Dengan anggaran yang terbatas tersebut, kegiatan litbang pertanian harus fokus pada sedikit komoditas (prioritas) agar dapat diselesaikan secara tuntas dalam kurun waktu yang tidak terlalu lama. Salah satu dampak dari paradigma “penelitian untuk penelitian” atau bahkan penelitian untuk peneliti” adalah kegiatan litbang yang tidak fokus, mencakup banyak komoditas karena mengikuti kemauan peneliti bukan berdasarkan kebutuhan pengguna. Ke depan, paling tidak ada lima komoditas yang tetap akan menjadi fokus perhatian, yaitu padi, jagung, kedelai, tebu (gula) dan daging sapi. Kelima komoditas tersebut merupakan komoditas pangan yang selama ini kegiatan litbangnya lebih banyak dilakukan oleh lembaga litbang pemerintah (kecuali jagung).
6
Prosiding Seminar Nasional, Medan 2007
Untuk dapat menghasilkan inovasi pertanian yang lebih berdaya guna dan dapat lebih bermanfaat kepada pengguna, perlu dilakukan suatu kegiatan penilaian dan penyaringan terhadap inovasi pertanian yang telah dihasilkan. Untuk mendekati kondisi ideal kondisi teknologi yang benar-benar bermanfaat bagi pengguna, paling tidak ada 14 kriteria penilaian yang harus digunakan, yaitu (a) kemanfaatan, (b) keunggulan, (c) kepraktisan, (d) kesesuaian dengan sistem usaha tani, (e) ketersediaan bahan, modal, dan tenaga, (f) nilai tambah, (g) ergonomis, (h) keuntungan praktis, (i) keuntungan ekonomis, (j) nilai operasional, (k) kesesuaian sosial budaya, (l) keramahan lingkungan, (m) keberlanjutan, dan (n) manfaat ekonomi riil terhadap petani. Setelah dilakukan penilaian, agar teknologi yang dihasilkan sasaran penggunanya lebih terarah, perlu dilakukan penyaringan dengan menggunakan 6 kriteria, yaitu (a) target pengguna harus jelas, (b) spesifikasi lokasi, agroekologi, dan wilayah pengguna harus jelas, (c) jangkauan target pengembangan harus ditentukan, (d) tingkat adopsi oleh pengguna harus diperhitungkan, (e) kemanfaatan bagi pengguna, dan (f) ketersediaan teknologi alternatif yang dapat dimanfaatkan oleh pengguna. PENUTUP Berbagai kegiatan yang dirancang oleh Departemen Pertanian saat ini diharapkan dapat memecahkan masalah mendasar dalam pembangunan pertanian di Indonesia, sehingga akan menarik minat berbagai pihak untuk berpartisipasi dalam pembangunan pertanian. Seluruh pemangku kepentingan (stake holder) sangat diharapkan berperan lebih besar lagi dalam pelaksanaan pembangunan pertanian, baik dalam tataran perencanaan dan penyusunan kebijakan, maupun dalam tataran praktis di berbagai sub-sektor atau bagian dalam agribisnis pertanian. Harus kita sadari bersama, pembangunan pertanian membutuhkan sinergi yang saling memperkuat diantara semua pihak terkait dan Departemen Pertanian selalu terbuka untuk saran-saran konstruktif bagi upaya percepatan pembangunan pertanian.
7
Prosiding Seminar Nasional, Medan 2007
PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN DATARAN TINGGI BUKIT BARISAN SUMATERA UTARA
Drs. R.E. Nainggolan,MM Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Propinsi Sumatera Utara
PENDAHULUAN Pembangunan nasional dan daerah selama hampir empat puluh tahun terakhir ini telah menghasilkan banyak kemajuan berarti. Namun demikian dibalik kemajuan yang dicapai terjadi proses yang tidak menggembirakan dan justru bertentangan dengan maksud pembangunan itu sendiri. Proses yang dimaksud adalah pemerasan ganda (double sqeeze) kawasan pertanian-pedesaan oleh kawasan perkotaan, yang tercermin dalam makin besarnya disparitas ekonomi antara pertanian-pedesaan dengan kawasan perkotaan. Terjadinya pemerasan ganda tersebut disebabkan karena paradigma pembagunan yang dianut selama ini yang ”bias kota” dalam arti pembangunan perkotaan yang didukung pembangunan pertanian-pedesaan atau pembangunan industri yang didukung pembangunan pertanian atau pembangunan perkotaan menjadi leading sektor bagi pembangunan daerah secara keseluruhan. Paradigma pembangunan yang bias pembangunan telah terdorong terjadinya proses pemerasan surplus pedesaan-pertanian. Berbagai bentuk pemerasan tersebut antara lain adalah : (1) penghisapan modal dari pertanian-pedesaan ke perkotaan (capital-drain) melalui mekanisme organisasi, mekanisme perbankan (fund raising lebih besar dari fund user), dan mekanisme transaksi antar sektor; (2) pelarian sumber daya manusia terdidik (brain-drain) dari pertanian-pedesaan ke perkotaan melalui mekanisme urbanisasi. Akibat pemerasan ganda tersebut, sektor pertanian-pedesaan menjadi underinvestment dan under-brain, sehingga produktivitas pertanian-pedesaan serta perkembangan pertanian-pedesaan sulit berkembang sementara perkotaan mengalami over-investment dan over-population yang tercermin dari makin banyaknya persoalan internal perkotaan seperti kemacetan lalu-lintas, kriminalitas, persoalan lingkungan (polusi, banjir, kebisingan, dll). Harus diakui, selama 40 tahun ini berbagai program pembangunan termasuk pertanian juga banyak dilakukan disektor pedesaan, seperti pembangunan desa terpadu, Proyek-proyek DAS, Proyek desa tertinggal, Proyek P4K, Proyek pembangunan kecamatan, Program SPAKU (Sentara Pembangunan Agribisnis Komoditas Unggulan), Program INBIS, KUNAK (Kawasan Usaha Peternakan), Program KSP (Kawasan Sentra Produksi), Program Kimbun, Program Corporate farming, Program sistem agribisnis, dan lain-lain. Namun program/proyek tersebut berjalan sendiri-sendiri (meskipun berada pada ruang yang sama) sehingga hasilnya tidak optimal. Lagi pula program/proyek tersebut dapat menghasilkan manfaat (benefit atau surplus), pada akhirnya terhisap ke perkotaan. Bila proses yang terjadi tersebut berlangsung terus, maka disparitas antara perkotaan dengan pertanian-pedesaan akan tetap terjadi. Pertanian-pedesaan akan menjadi kantong-kantong kemiskinan sementara perkotaan akan tetap menghadapi persoalan internal yang semakin kompleks. Hal ini sangat serius karena sektor pertanianpedesaan menghidupi sebgian besar penduduk kota, yang seharusnya ditingkatkan kesejahteraannya melalui proses pembangunan. Karena itu, harus ada trobosan baru dalam pembangunan ke depan. Trobosan baru harus mampu membalik proses yang sedang berlangsung, sehingga secara bertahap disparitas ekonomi yang ada dapat diperkecil.
8
Prosiding Seminar Nasional, Medan 2007
Konsep Kawasan Agropolitan Dataran Tinggi Bukit Barisan Sesuai dengan namanya agropolitan adalah bermakna kota pertanian. Dalam konteks pembangunan agropolitan merupakan paradigma pembangunan daerah dimana pembangunan kota-kota dimaksud untuk mendukung pembangunan pertanianpedesaan. Perkembangan dan pemgembangan kota-kota ditentukan oleh perkembangan atau pengembangan pertanian-pedesaan. Karena itu, aktivitas-aktivitas yang terjadi atau berkembang di perkotaan adalah aktivitas atau fungsi-fungsi yang mendukung pertanianpedesaan. Pengembangan sektor industri dan jasa diperkotaan dimaksudkan untuk memfasilitasi atau mendukung pembangunan pertanian-pedesaan. Dengan kata lain yang dikembangkan diperkotaan adalah fungsi-fungsi dari sistem agribisnis mulai dari hulu sampai ke hilir. Karena itu pembangunan dengan pendekatan agropolitan sering disebut pembangunan pertanian-pedesaan yang didukung pembangunan industri dan jasa, dan kota-kota yang berkembang adalah kota rural-urban (rurban) dimana karakteristik rural rural (pedesaan) dan karakteristik (perkotaan) terintegrasi secara harmonis. Dalam kaitannya dengan pembangunan daerah, perkembangan kawasan agropolitan ini akan mengintegrasikan program/proyek-proyek multisektor yang telah berjalan selama ini sehingga efek sinergisnya makin kuat dan manfaat yang dihasilkan makin besar dan baragam. Karena itu, pengembangan agropolitan pada dasarnya bukanlah program/proyek yang benar-baru baru, melainkan lebih menekankan pada upaya-upaya mensinergikan program/proyek yang telah ada selama ini. Kalaupun ada program/proyek baru, hanyalah untuk memperkuat atau memfasilitasi efek sinergis dalam ruang dan fungsi. Beberapa prinsip dan karakteristik dari kawasan agropolitan adalah sebagai berikut: 1. Paradigma pembangunan : pembangunan pertanian-pedesaan yang didukung pengembangan industri dan jasa atau pembangunan pertanian-pedesaan didukung pembangunan kota. 2. Dalam satu kawasan agropolitan terdapat fungsi-fungsi yang diperlukan untuk mengembangkan sistem dan usaha agribisnis. Hal ini mencakup sub sistem agribisnis hulu (bibit, pupuk, pestisida dan alsitan), sub sistem agribisnis hilir (industri pengolahan, perdagangan) dan sub sistem jasa (transportasi, jalan, perbankan, litbang, penyuluhan, pendidikan, asuransi, pergudangan, dll). 3. Memiliki basis ekonomi yang relatif sama karena agroekosistem dan sosial budaya yang relative sama. 4. Memaksimalkan efek sinergis baik antar daerah, antar usaha, maupun antar pelaku dan pengelola. 5. Menekankan prinsip-prinsip ekonomi lokasi, ekonomi skala usaha (Economic of scale) dan ekonomi lingkup (Economi of scape) dalam pengorganisasian kegiatan dan pemanfaatan/pembangunan infrastruktur/fasilitas. 6. Berorientasi kepada kebutuhan pasar (Market-driven). Perencanaan produk yang dihasilkan dan faktor produksi yang digunakan baik mutu maupun jumlah didasarkan pada kebutuhan pasar secara dinamis. 7. Berdaya saing, berkerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisasi. 8. Dimulai dari apa yang sudah ada, bukan proyek baru sama sekali. Melainkan mengintragasikan program/proyek lintas sektoral yang telah ada. Gambaran Umum Propinsi Sumatera Utara Provinsi Sumatera Utara berada di Bagian Barat Indonesia, terletak pada garis 1 – 40 Lintang Utara dan 98 – 1000 Bujur Timur. Sebelah timur berbatasan dengan Selat Malaka, sebelah selatan berbatasan dengan Provinsi Riau dan Sumatera Barat, sebelah barat berbatasan dengan Samudera Indonesia dan sebelah utara berbatasan dengan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Pegunungan Bukit Barisan yang memanjang dari utara sampai ke selatan Provinsi Sumatera Utara mencakup beberapa kabupaten diantaranya adalah Kabupaten
9
Prosiding Seminar Nasional, Medan 2007
Karo (2.127,25 km2), Dairi (1.916,25 km 2), Simalungun (4.386,60 km 2), Toba Samosir (2.021,80 km2), Tapanuli Utara (3.800,31 km2), Humbang Hasundutan (2.326,66 km 2), Samosir (1.419,05 km2) dan Pakpak Bharat (1.218,30 km 2). Diperkirakan luas seluruh dataran tinggi bukit barisan mencapai 26,80 persen dari total luas Provinsi Sumatera Utara. Propinsi Sumatera Utara secara administratif terbagi atas 18 kabupaten dan 7 kota yang terdiri dari 361 kecamatan dan 5.616 desa dengan jumlah penduduk pada tahun 2005 sebanyak 12.326.678 jiwa. Pertumbuhan ekonomi propinsi ini sebesar 5,74 % pada tahun 2004 dan 5,48 % pada tahun 2005, sedangkan PDRB (atas dasar harga berlaku thn 2000) adalah- Rp. 118,10 triliun (2004) dan Rp. 136,90 triliun (2005). Sedangkan angka kemiskinan adalah 1.800,100 jiwa (14,93) % pada tahun 2004,1.748.000 jiwa (14,10 % ) pada tahun 2005 dan 1.979.702 jiwa (15,66%) pada tahun 2006 (data s/d Maret). Permasalahan Pembangunan Pertanian di Propinsi Sumatera Utara 1. Status lahan, sebahagian lahan masih merupakan tanah hak ulayat atau adat/marga. 2. Produktifitas dan kualitas produk pertanian yang dihasilkan relatif masih rendah. 3. Sumberdaya manusia yang berkualitas pada pertanian pangan dan hortikultura terbatas. 4. Persaingan dengan produk impor yang tidak sehat. 5. Belum berkembangnya kelembagaan pertanian yang baik dan efektif. 6. Minimnya sarana dan prasarana. Komoditi Unggulan
Kabupaten Karo
Dairi
Simalungun
Toba Samosir
Tap. Utara
Pakpak Bharat
Samosir
Humbang Hasundutan
Tanaman Pangan dan Palawija - Jagung - Ketela rambat - Jagung - Ketela rambat - Jagung - Ketela rambat - Kacang tanah - Ketela rambat - Kacang tanah - Ketela rambat - Jagung - Jagung - Ketela rambat - Jagung - Ketela rambat - Ketela rambat - Jagung
Jenis Komoditi Unggulan Hortikultura Perkebunan BuahSayuran buahan - Kentang - Jeruk - Kakao - Wortel - Markisa - Kopi - Nenas - Cabai - Alpukat - Kopi - Kubis - Jeruk arabika dan robusta - Gambir - Kubis - Nenas - Kopi - Kentang - Pisang arabika
- Ikan mas - Ikan nila
Peternakan
- Ikan mas - Ikan nila
- Sapi - Ayam buras - Kerbau - Babi
- Ikan mas - Ikan nila
- Kerbau - Kambing
- Bawang merah - Kentang
- Mangga - Nenas
- Kopi arabika - Kemiri
- Ikan mas - Ikan nila
- Kerbau - Babi
- Kentang - Cabai
- Nenas - Jeruk
- Kemenyan - Kopi - Kakao
- Ikan mas - Ikan nila
- Kerbau - Babi
- Kentang - Cabe
- Jeruk - Durian
- Ikan nila
- Kerbau - Babi
- Kubis - Bawang merah - Kubis - Wortel
- Mangga
- Kopi arabika - Gambir - Kemenyan - Kulit manis - Cengkeh
- Ikan mas - Ikan nila
- Kerbau - Babi
- Kopi arabika - Kemenyan
- Ikan mas - Ikan nila
- Kerbau - Babi
- Jeruk - Nenas
Kondisi Agropolitan Dataran Tinggi Bukit Barisan
10
Perikanan
Prosiding Seminar Nasional, Medan 2007
-
-
-
Pembuatan peta kesesuaian lahan telah dilakukan pada 8 kabupaten yang diharapkan dapat sebagai pedoman bagi investor dalam menentukan komoditi yang dikembangkan. Dewan Pakar dan Tim Teknis Telah selesai menyusun Pedoman Penyusunan Detail Plan. Telah ditandatangani Naskah Kesepahaman (MOU) antara pihak-pihak terkait dalam rangka pengembangan agribisnis jagung dengan pola kemitraan melalui program Agropolitan dan Agromarinepolitan di Provinsi Sumatera Utara dan hal ini telah terimplemnetasi dengan panen perdana jagung di wilayah PTPN IV pada tgl 11 Desember 2006. Telah terdapat investor dari luar negeri yang berminat menanamkan modalnya di kawasan agropolitan DTBBSU seperti PDC PTE Ltd International Singapore dalam hal pengembangan agribisnis jagung di Kab. Tobasa seluas 40.000 ha.
Permasalahan Agropolitan Dataran Tinggi Bukit Barisan -
-
Dukungan Pemerintah Pusat tentang Program Agropolitan belum sepenuhnya dan masih dirasakan kurangnya pembinaan dan koordinasi antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Belum sinkronnya tata ruang Propinsi dengan Kabupaten. Kawasan distrik agropolitan yang ditetapkan pada masing-masing Kabupaten sebagian masih berada pada kawasan hutan lindung, sehingga sangat mempengaruhi investor dalam penanaman modal. PENUTUP
• •
Pemerintah Provinsi, telah menetapkan Pertanian sebagai salah satu prioritas pembangunan Tahun 2007. Untuk itu dibutuhkan dukungan Pemerintah dalam rangka keberhasilan sektor pertanian ini.
11
Prosiding Seminar Nasional, Medan 2007
LAMPIRAN RENCANA PROGRAM PEMBANGUNAN PERTANIAN PERKEBUNAN, DAN PETERNAKAN
Program PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN
PENGEMBANGAN AGRIBISNIS
PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI
12
Kegiatan Pengembangan Tan. Jagung di Kab. Sentra Produksi
Sumber dana APBN Pembiayaan (Rp.juta) 2007 2008 2009 8.000 8.000 6.000
Pengembangan Perbenihan Palawija
5.000
4.000
3.000
Pengembangan Irigasi Tingkat Usahatani Daerah Dataran Tinggi
7.000
8.000
9.000
Peningkatan Perbenihan Padi dan Palawija
3.000
3.000
2.000
Rehab dan Normalisasi Jaringan Irigasi Tingkat Usahatani dan Desa
20.000
30.000
30.000
Peningkatan Kemampuan Pengendalian Hama/ Penyakit
2.000
2.000
1.000
Rehab dan Pembangunan Irigasi Tingkat Usahatani
8.000
6.000
4.000
Peningkatan Mutu Intensifikasi
2.000
1.500
1.000
Peningkatan Perbenihan Sayuran Dataran Tinggi
1.500
2.000
2.000
Peningkatan Kemampuan Sub Terminal Agribisnis
2.000
1.500
1.000
Peningkatan Kemampuan Perbenihan Buah-buahan
3.000
4.000
6.000
Peningkatan Perbenihan Buahbuahan dan Sayuran Dataran Rendah
3.000
2.000
2.000
Peningkatan Penanganan Buah Unggulan Daerah
4.000
3.000
3.000
Pengembangan Pasar Petani
1.500
2.000
2.000
Pengembangan Sub Termial Agribisnis
3.000
2.000
2.000
Pengembangan Buah-buahan Unggulan Lokal
1.500
1.500
1.500
Pembangunan dan Pengadaan Sarana Penyuluhan Pertanian
8.000
4.000
2.000
Pengembangan Kemampuan Penyuluhan Pertanian
3.000
3.000
3.000
Pembangunan dan Pengadaan Sarana Penyuluhan
5.000
3.000
2.000
Peningkatan Kemampuan Penyuluhan Pertanian
1.000
1.000
1.000
Prosiding Seminar Nasional, Medan 2007
Perkebunan: No
Tahun (Ha)
Kegiatan/ Komoditi
I 1. 2. 3. II 1. 2. 3.
2007
Perluasan Kelapa sawit Karet Kakao Jumlah I Peremajaan Kelapa sawit Karet Kakao Jumlah II Jumlah I + II
2008
2009
Total
2.576 1.000 1.000 4.576
2.576 500 1.000 4.076
2.576 500 1.000 4.076
7.728 2.000 3.000 12.728
2.036 3.500 1.000 6.536 11.112
2.493 3.500 1.000 6.993 11.069
7.864 3.500 1.000 12.364 16.440
12.393 10.500 3.000 25.893 38.621
Peternakan: No
Kegiatan/ Komoditi
1.
Inseminasi buatan, peningkatan sarana dan operasional
2.
Perbaikan perbibitan - Ternak sapi - Ternak domba
2007 500.000.000
Tahun 2008 750.000.000
2009 850.000.000
2.500.000.000 (5 unit) 1.250.000.000 (5 unit)
4.000.000.000 (8 unit) 2.000.000.000 (8 unit)
5.000.000.000 (10 unit) 2.500.000.000 (10 unit)
3.
Penyediaan pos pelayanan terpadu 7 unit
2.100.000.000
Peningkatan 2.000.000.000
Peningkatan 3.000.000.000
4.
Pengendalian penyakit
1.000.000.000
2.000.000.000
2.500.000.000
Jumlah
7.350.000.000
10.750.000.000
13.850.000.000
50 kel 17.500.000.000 16 kel 2.400.000.000 16 kel 2.400.000.000
100 Kel 35.000.000.000 32 Kel 4.800.000.000 32 Kel 4.800.000.000
100 Kel 35.000.000.000 32 Kel 4.800.000.000 32 Kel 4.800.000.000
1.
Penyebaran ternak sapi
2.
Penyebaran ternak domba
3.
Penyebaran ternak babi
Ketahanan Pangan: No
Program
1.
Peningkatan Ketahanan Pangan
2.
Pengembangan Agribisnis
3.
Peningkatan Kesejahteraan Petani Jumlah
Tahun (Rp.000) 2006
2007
2008
2009
Jumlah
2.638.500
3.050.000
3.355.000
3.800.000
12.843.500
-
318.500
350.500
400.000
1.069.000
400.300
2.045.000
2.250.000
2.500.000
7.195.300
3.038.800
5.413.500
5.955.500
6.700.000
21.107.800
13
Prosiding Seminar Nasional, Medan 2007
TINJAUAN TENTANG REVITALISASI PERTANIAN DI SUMATERA UTARA (Tinjauan Akademis) Zulkifli Nasution Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara (USU) Medan
PENDAHULUAN Untuk mengkaji Sumber Daya Manusia yang bekerja dalam bidang pertanian perlu tinjauan sekilas tentang kondisi Sumber Daya Manusia kita saat ini dengan ciri-ciri : Pendidikan formal rendah, keterampilan rendah, produktivitas rendah, kereativitas dan inisiatif rendah. Dengan kondisi ini tidiaklah semudah membicarakan revitalisasi itu sendiri. Kalau kekita menengok ke belakang sedikit sejarah pertanian kita maka timbul pertanyaan, apakah era 1945 – 1998 itu vital 1998 – 2004 non vital sehinga 2004 – 200…revital dan 200… akan menjadi vital?. Apapun yang kita lakukan untuk menjadikan sektor pertanian ini menjadi vital dan maju selain pendanaan yang memadai persyaratan yang harus dipenuhi adalah tersedianya Sumber Daya Manusia yang berkualitas. KELEMAHAN POLA PENANGANAN SUMBER PERTANIAN MASA LALU Tanpa bermaksud menyalahkan pola penanganan sumber daya pertanian masa lalu, dapat disimpulkan sebagai berikut: Pertanian Pertanian dan pedesaan identik dengan keterbelakangan Pertanian tidak menjanjikan kesejahteraan yang memadai Pertanian tidak menarik bagi tenaga terdidik hasil perguruan tinggi Arah pembangangunan pertanian tidak jelas sehingga tidak dapat dijadikan acuan untuk pendidikan pertanian di Perguruan Tinggi Mengapa hal itu dapat terjadi kita harus meninjau keadaan pendidikan kita secara menyeluruh mulai dari Sekolah Dasar samapi Perguruan Tinggi. Pada tulisan ini kita hanya menilik sedikit tentang Perguruan Tinggi saja. Pendidikan Tinggi Apa yang terjadi di pendidikan tinggi pertanian saat ini dapat diuraikan sebagai berikut: Tidak jelas hubungan antara kurikulum pendidikan pertanian dan kebutuhan pertanian di lapangan (inilah yang sering dikatakan orang dalam seminar-seminar pertanian). Padahal di luar negeri kurikulumnya juga seperti yang ada di USU. Kurikulum yang harus diperbaiki atau sisitim yang harus diperbaiki ? PT tidak memperhatikan kebutuhan teknologi pertanian SDM pertanian yang dihasilkan tidak sesuai dengan kebutuhan pertanian di lapangan sehingga hampir tidak ada tenaga terdidik bidang pertanian yang terjun ke pertanian (ini juga sering saya dengar disebutkan dalam beberapa seminar pertanian). Jadi yang jadi pejabat pertanian, perkebunan, dan manager kebun yang sekarang sekolahnya dimana? Peran Strategis Perguruan Tinggi Peran strategic perguruan tinggi idealnya minimal harus melaksanakan hal-hal berikut: Membentuk petani masa depan dengan membekali mereka dengan pengetahuan yang sesuai Mempersiapkan/menciptakan teknologi yang tepat Diseminasi teknologi pertanian yang sesuai (penyuluhan) Dengan porsi pembiayaan yang tidak berubah, Mungkinkah?
14
Prosiding Seminar Nasional, Medan 2007
PENDEKATAN PENANGANAN KEDEPAN Pendekatan dimasa datang SDM harus dilihat sebagai pusat dari seluruh kegiatan pertanian Tenaga terdidik dari PT akan merupakan pelaku utama pertanian PT merupakan penyedia utama teknologi pertanian PT sebagai pelaku utama diseminasi teknologi pertanian (penyuluhan) Pendidikan diarahkan pada peningkatan kemampuan menciptakan nilai tambah Paradigma Pendidikan Indonesia Beberapa pertanyaan harus dikemukakan dan dijawab bagaimana paradigma pendidikan Indonesia Sebagai barang privat (Private Goods) ? Sebagai barang publik (Public Goods) ? Pendidikan yang bagaimana ? Pendidikan sebagai proses, inputnya adalah anak bangsa, output ? Pendidikan untuk siapa? Bagaimana kedudukan Indonesia di Asean saat ini dapat dilihat data berikut Dulu (1970an) menjadi acuan Pelajar malaysia ke Indonesia Ekspor Dosen ke Malaysia sekarang ekspor PRT (Pembantu Rumah Tangga) HDI (Human Development Index) Indonesia (112), Brunei (31), Singapura (28), malaysia (58), Filipina (85), Myanmar (131), Laos (135) Mengekspor TKW ke negara Jiran, diperlakukan tidak layak. Apakah salah pendidikan? Kualitas perguruan Tinggi (???) Tantangan Pendidikan Internal Ditubuh instansi pendidikan itu sendiri terdapat tantangan internal yang tidak mudah untuk diselesaikan antara lain Pemiskinan guru dan dosen; gaji tetap, harga naik (Undang-undang Guru dan Dosen) kapan diterapkan?? Apresiasi masyarakat terhadap pendidikan dan pendidik Belum ada meritocracy Operasional makin tinggi (10% SPP untuk perawatan tidak cukup). Simpang Siur kebijakan Kinerja, kualitas dan integritas pejabat Depdiknas dan Dinas Pendidikan Lokal. Kalau salah, apa saran yang harus dilaksanakan? Ditinjau dari kapasitas menerima mahasiswa perbandingan antara Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) dapat dilihat seperti data berikut ini. Kapasitas 1. PTN : 81 ; 880.000 mhs. ; 2. PTS : 2.235 ; 1.700.000 mhs.; Dari data ini alumni PTS lebih banyak. Angka Partisipasi Kasar meningkat: 9% (1985) 13% (2002); Namun belum memadai untuk mendukung demokrasi menuju terwujudnya kedaulatan rakyat Tabel berikut menunjukkan perbandingan beberapa Negara tentang persentase alokasi dana pemerintah untuk pendidikan tinggi/mahasiswa dibandingkan dengan PDB/kapita.
15
Prosiding Seminar Nasional, Medan 2007
Tabel 1. Pendanaan Pendidikan Indonesia saat ini NEGARA China India Indonesia Malaysia Filiphine Sri Lanka Vietnam
PERSENTASE ALOKASI 65,30 92,50 12,30 53,60 14,00 64,00 86,10
Sumber : Bank Dunia, Development Indicator, Education Inputs, 2002
Biaya satuan Pendidikan 1. Biaya yang diperlukan untuk melaksanakan pendidikan guna mencapai tujuan tertentu (nation’s competitiveness, bersaing di ASEAN) 2. Studi DIKTI : S1=Rp. 18.1 juta/mhs/tahun 3. Perbandingan : - USA : US$ 20.000/mhs/tahun - Inggris/Jepang : US$ 10.000/mhs/tahun - Perancis/Italy : US$ 6-7.000/mhs/tahun - Malaysia : Rp. 29-111 juta/mhs/tahun - Singapura : Rp. 90-400 juta/mhs/tahun - Indonesia (PTN) : Rp. 5,2 juta/mhs/tahun; (dari pemerintah Rp. 3,2 juta ) US$ 336
ISSUE STRATEGIS
University for Industry (UfI) - Tempat rujukan industri - Memberi konsultasi Grant Land Collage
Contoh: USU EDUCATIONAL PLAN
USU EDUCATIONAL PLAN Sistem Evaluasi
INPUT
OUTPUT
PROCESS
Kompetensi Profesional
16
itm
outcomes
t en
SD Dana
em
Kompetensi Akademik
SD Info
t Sis
kru Re
Kompetensi Mandiri
• Peraturan
Sarana&Prasa
Mhs
• Structure Curricullum
SDM
S a r i n g
Prosiding Seminar Nasional, Medan 2007
PERLUKAH DOSEN TERJUN KE LAPANGAN ? Pada tugas kerjanya dosen turun langsung kelapangan hanya diberikan penghargaan 1 nilai kredit (1 cum). Buktinya dari kewajiban beban kredit kenaikan pangkat, minimal penelitian 25%, minimal pengajaran 25%, maksimal pengabdian pada masyarakat 25% dan boleh 1. Kalaupun Perguruan Tinggi harus terjun langsung ke masyarakat Ada hal yang harus disiapkan: Dananya dari mana?? lalu apa kerja instansi lain di luar negeri sekalipun, tugas dosen: MENGAJAR DAN MENELITI: Lebih banyak IlmuIlmu Dasar bukan ilmu terapan. Sedangkan penelitian terapan ada di Balai penelitian Departemen seperti BPTP, PPKS dll.
LANGKAH MEWUJUDKAN PERTANIAN MASA DEPAN
Jangka Pendek 1. Strategi pembangunan pertanian yang konsisten dengan arah yang jelas 2. PT segera menjadi katalisator perubahan pertanian ke arah pertanian modern
Jangka Menengah-Panjang 1. Membangun pertanian yang menarik dan memberi harapan bagi tenaga terdidik 2. Menyiapkan tenaga terdidik yang sesuai dengan tuntutan pertanian modern masa depan Akhirnya kalaupun kita belum sukses. Jangan bosan, terus berupaya dan optimis melihat masa depan.
17