PERAN KEPEMIMPINAN KELOMPOK TANI DAN EFEKTIVITAS PEMBERDAYAAN PETANI
RIKA MUTMAINAH
SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Peran Kepemimpinan Kelompok Tani dan Efektivitas Pemberdayaan Petani adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2014
Rika Mutmainah NIM I34100095
ABSTRAK RIKA MUTMAINAH. Peran Kepemimpinan Kelompok Tani dan Efektivitas Pemberdayaan Petani. Dibimbing oleh SUMARDJO. Ketidakberdayaan petani timbul akibat petani kurang mampu menggunakan sarana produksi secara maksimal. Ketidakberdayaan juga timbul akibat kurang mampunya petani dalam memasarkan hasil produksi pertanian. Melalui kelompok tani, pemerintah berpotensi dapat melakukan pemberdayaan dan proses pembelajaran untuk memperbaiki kualitas hidup mereka. Di dalam proses pemberdayaan kelompok tani dibutuhkan peran pemimpin untuk mendorong terjadinya aktivitas pemberdayaan. Pemimpin mempunyai peranan yang sangat penting untuk mempengaruhi dan memotivasi petani untuk mencapai tujuan bersama dalam kelompok tani. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara kepemimpinan dengan proses pemberdayaan kelompok tani dan hubungan antara proses pemberdayaan dengan tingkat keberdayaan, serta hubungan faktor personal dan faktor lingkungan dengan proses pemberdayaan petani. Metode yang digunakan adalah survei yang dilengkapi dengan pendekatan kualitatif dengan wawancara mendalam terhadap informan. Hasil penelitian diolah dengan menggunakan Rank Spearman dan Chi-square. Penelitian dilakukan pada kelompok tani Bina Sejahtera di Desa Situ Udik Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor dan pada kelompok tani Hurip di Desa Cikarawang Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Hasil penelitian menunjukkan hubungan nyata positif antara kepemimpinan dengan proses pemberdayaan, sedangkan proses pemberdayaan tidak menunjukkan hubungan yang nyata dengan tingkat keberdayaan. Sebagian faktor personal menunjukkan hubungan nyata yang positif dengan tingkat partisipasi antara lain usia dan tingkat pendidikan, sedangkan faktor lingkungan tidak menunjukkan hubungan nyata dengan proses pemberdayaan. Kata kunci: kepemimpinan, pemberdayaan petani, kelompok tani
ABSTRACT RIKA MUTMAINAH. The Leadership Role of Farmer Groups and Effectiveness of the Farmers Empowerment. Supervised by SUMARDJO. The powerlessness of farmers is caused by the farmers are not able enough to use the equipment of production optimally. The powerlessness is also caused by the unqualified farmers in marketing their agricultural production. Through the farmer groups, the government has a potential to do the learning process and the empowerment to improve their quality of life. In this empowerment process of the farmers group, it needs the role of leader to push the activity of empowerment. The leader has a very important role to influence and motivate the farmers to achieve their goal together through the farmer groups. The aims of this research are to analysis the correlation between leadership with process of farmer groups
empowerment, the correlation between the empowerment process with level of empowerment, and also the correlation between personal factor and environment factor with the empowerment process. The methods which is used in this research is survey which is supported by qualitative approach with in-depth interviews to the informants. The result of this research was processed by using Rank Spearman and Chi-Square. The research was conducted to the farmer groups Bina Sejahtera in Situ Udik Village, Cibungbulang Sub-District, Bogor and to the farmer groups Hurip in Cikarawang Village, Dramaga Sub-District, Bogor District. The result of the research shows a real positive correlation between the leadership with the empowerment process, while the empowerment process doesn’t show a real positive correlation with the level of empowerment. Some personal factors show a real positive correlation with the level of empowerment. Keywords: leadership, farmers empowerment, farmer group
PERAN KEPEMIMPINAN KELOMPOK TANI DAN EFEKTIVITAS PEMBERDAYAAN PETANI
RIKA MUTMAINAH
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Peran Kepemimpinan Kelompok Tani dan Efektivitas Pemberdayaan Petani Nama : Rika Mutmainah NIM : I34100095
Disetujui oleh
Prof Dr Ir Sumardjo, MS Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Siti Amanah, MSc Ketua Departemen
Tanggal Lulus: ____________________
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret sampai dengan bulan Mei 2014 ini ialah kepemimpinan, dengan judul Peran Kepemimpinan Kelompok Tani dan Efektivitas Pemberdayaan Petani. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Sumardjo, MS yang telah memberikan banyak pelajaran, saran dan masukan yang sangat berarti bagi penulisan karya ilmiah ini. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Dr Ir Anna Fatchiya MSi sebagai pembimbing akademik yang telah banyak memberikan arahan beserta staf pengajar Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, serta teman-teman seperjuangan Sains Komunikasi dan Pegembangan Masyarakat yang telah memberikan dukungan dan dorongan semangat serta kebersamaan layaknya keluarga. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2014
Rika Mutmainah
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
xiii
DAFTAR GAMBAR
xv
DAFTAR LAMPIRAN
xv
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
3
Manfaat Penelitian
3
PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka
5 5
Konsep Kepemimpinan
5
Konsep Pemberdayaan
7
Penyuluhan
13
Konsep Kelompok Tani
17
Kerangka Berfikir
20
Hipotesis Penelitian
21
Definisi Operasional
21
PENDEKATAN LAPANGAN
25
Lokasi dan Waktu Penelitian
25
Metode Penelitian
25
Teknik Pengambilan Responden dan Informan
25
Teknik Pengumpulan Data
26
Teknik Pengolahan dan Analisis Data
26
GAMBARAN UMUM VARIABEL TERKAIT DENGAN PERAN KEPEMIMPINAN TERHADAP EFEKTIVITAS PEMBERDAYAAN PETANI Gambaran Umum Lokasi Penelitian
27 27
Profil Kelompok Tani Bina Sejahtera
28
Profil Kelompok Tani Hurip
29
Faktor Personal Anggota Kelompok Tani
30
Usia
30
Tingkat Pendidikan
30
Luas Lahan
31
Status Kepemilikan Lahan
32
Pengalaman Usaha Tani
33
Faktor Lingkungan
33
Akses Lahan
33
Ketersediaan Saprodi
34
Kemudahan Pemasaran Hasil
35
Potensi Pengembangan Usaha Tani
36
Dukungan Kepemimpinan Kelompok
37
Peran Pemimpin Kelompok
37
Perilaku Kepemimpinan
38
Gaya Kepemimpinan
39
Proses Pemberdayaan Anggota Kelompok Tani
39
Pendampingan
39
Tingkat Partisipasi
40
Keberdayaan Anggota Kelompok Tani
41
HUBUNGAN KEPEMIMPINAN DENGAN INTENSITAS PEMBERDAYAAN ANGGOTA KELOMPOK TANI
43
HUBUNGAN ANTARA PROSES PEMBERDAYAAN PETANI DENGAN TINGKAT KEBERDAYAAN PETANI
45
HUBUNGAN ANTARA FAKTOR PERSONAL DAN FAKTOR LINGKUNGAN DENGAN PROSES PEMBERDAYAAN ANGGOTA KELOMPOK TANI
49
Hubungan Faktor Personal dengan Proses Pemberdayaan Anggota Kelompok Tani
49
Hubungan Faktor Lingkungan dengan Proses Pemberdayaan Anggota Kelompok Tani
52
SIMPULAN DAN SARAN
55
Simpulan
55
Saran
55
DAFTAR PUSTAKA
55
RIWAYAT HIDUP
70
DAFTAR TABEL 1. Indikator keefektifan kepemimpinan kelompok tani
7
2. Karakteristik masyarakat berdaya berdasarkan tiga aspek perilaku
10
3. Uraian materi pokok penyuluhan berdasarkan aspek perilaku petani
10
4. Indikator dukungan lingkungan terhadap akses petani
12
5. Indikator proses pemberdayaan kelompok tani
15
6. Jumlah sampel petani menurut lokasi kelompok tani dan status kelompok tani
26
7. Mata pencaharian masyarakat Desa Situ Udik Kecamatan Cibungbulang dan Desa Cikarawang Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor tahun 2013
27
8. Rincian aset milik kelompok tani Bina Sejahtera
29
9. Jumlah petani berdasarkan usia dan kelompok tahun 2014
30
10. Jumlah petani berdasarkan kelompok tahun 2014
31
tingkat
pendidikan
dan
11. Distribusi petani menurut luas lahan dan kelompok tahun 2014
31
12. Distribusi petani menurut status kepemilikan lahan dan kelompok tahun 2014
32
13. Distribusi petani berdasarkan pengalaman usaha tani dan kelompok tahun 2014
33
14. Distribusi petani berdasarkan akses lahan dan kelompok tahun 2014
34
15. Distribusi petani berdasarkan ketersediaaan saprodi dan kelompok tahun 2014
35
16. Distribusi petani berdasarkan kemudahan pemasaran hasil usaha tani dan kelompok tahun 2014
36
17. Distribusi petani berdasarkan potensi pengembangan usaha tani dan kelompok tahun 2014
37
18. Distribusi petani menurut kelompok tahun 2014
38
peran kepemimpinan dan
19. Distribusi petani menurut perilaku kepemimpinan dan kelompok tahun 2014
38
20. Gaya kepemimpinan kelompok tani Bina Sejahtera dan kelompok tani Hurip
39
21. Distribusi petani berdasarkan tingkat partisipasi dan kelompok tahun 2014
40
22. Distribusi petani berdasarkan tingkat keberdayaan dan kelompok tahun 2014
41
23. Koefisien korelasi antara dukungan kepemimpinan dengan proses pemberdayaan petani di kelompok tani Bina Sejahtera dan kelompok tani Hurip
43
24. Koefisien korelasi antar variabel dukungan kepemimpinan dengan variabel proses pemberdayaan pada dua kelompok tani (Bina Sejahetra dan Hurip)
43
25. Koefisien korelasi antara dukungan kepemimpinan dengan proses pemberdayaan petani pada masing-masing kelompok tani Bina Sejahtera dan kelompok tani Hurip
44
26. Koefisien korelasi antara proses pemberdayaan dengan tingkat keberdayaan petani di kelompok tani Bina Sejahtera dan kelompok tani Hurip
45
27. Koefisien korelasi antara proses pemberdayaan dengan tingkat keberdayaan petani pada masing-masing kelompok tani Bina Sejahtera dan kelompok tani Hurip
45
28. Koefisien korelasi antara faktor personal dengan intensitas pendampingan terhadap petani di kelompok tani Bina Sejahtera dan kelompok tani Hurip
49
29. Koefisien korelasi hubungan antara status kepemilikan lahan dengan proses pemberdayaan petani di kelompok tani Bina Sejahtera dan kelompok tani Hurip
50
30. Koefisien korelasi antara faktor personal dengan proses pemberdayaan petani di masing-masing kelompok tani Bina Sejahtera dan kelompok tani Hurip
51
31. Koefisien korelasi hubungan antara faktor lingkungan dengan proses pemberdayaan petani di kelompok tani Bina Sejahtera dan kelompok tani Hurip
52
32. Koefisien korelasi antar variabel pada dukungan kepemimpinan dengan variabel proses pemberdayaan pada dua kelompok tani (Bina Sejahtera dan Hurip)
52
33. Koefisien korelasi faktor lingkungan dengan proses pemberdayaan petani pada masing-masing kelompok tani Bina Sejahtera dan kelompok tani Hurip
53
DAFTAR GAMBAR 1. Kerangka analisis peran kepemimpinan kelompok tani dan
efektivitas pemberdayaan petani
20
DAFTAR LAMPIRAN 1. Jadwal pelaksanaan penelitian
57
2. Sketsa lokasi penelitian kelompok tani Bina Sejahtera
58
3. Sketsa lokasi penelitian kelompok tani Hurip
59
4. Kerangka sampling
60
PENDAHULUAN
Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang subur makmur sehingga tidak heran jika sebagian besar penduduk Indonesia bermatapencaharian sebagai petani. Besarnya kekayaan alam di Indonesia tidak menjamin bahwa petaninya juga berdaya. Kebanyakan petani hidup di dalam ketidakberdayaan baik tidak berdaya secara sosial maupun secara ekonomi. Berdasarkan data BPS pada bulan Maret 2013 mengemukakan bahwa jumlah penduduk miskin di pedesaan terutama yang bermata pencaharian sebagai petani mencapai 81.56 persen. Faktor lain yang menunjukkan ketidakberdayaan petani secara umum adalah dilihat dari pembangunan manusianya. Melihat posisi prestasi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang tercantum pada jurnal nasional 20 Maret 2013, IPM Indonesia mengalami peningkatan dari peringkat 124 dari 187 Negara kini menjadi peringkat ke-121 dari 187 Negara (Dimyati 2013). Meskipun mengalami peningkatan, posisi ini dinilai masih rendah dan masih perlu perhatian khusus dari pemerintah Indonesia. Salah satu bentuk perhatian pemerintah Indonesia terhadap masalah IPM adalah dengan berfokus kepada pemberdayaan petani. Pemberdayaan petani lebih efektif dilakukan melalui kelompok tani. Menurut Permentan Nomor 82 Tahun 2013 tentang kelompok tani dan gabungan kelompok tani mengungkapkan bahwa klasifikasi kemampuan kelompok tani dibagi ke dalam empat kategori yaitu: kelas pemula, kelas lanjut, kelas madya, dan kelas utama. Keempat kelas ini menunjukkan kemampuan yang dimiliki para petani tergolong kepada tingkatan kelas tersebut. Artinya tingkat keberdayaan yang dimiliki atas kegiatan pemberdayaan yang diberikan akan memberikan dampak terhadap tingkat kemampuan yang dimiliki anggota kelompok tani. Berdasarkan data yang dimiliki oleh BKP5K Kabupaten Bogor, tingkat kemampuan kelompok tani di Kabupaten Bogor menunjukkan sebanyak 32 kelompok atau 1.27 persen kelompok tani berhasil mencapai tingkat kemampuan utama, sebanyak 322 kelompok atau 12.80 persen kelompok tani berhasil mencapai tingkat kemampuan madya, sebanyak 1 234 kelompok atau 49.06 persen kelompok tani berhasil mencapai tingkat kemampuan lanjut, dan sebanyak 297 kelompok atau 11.81 persen kelompok tani masih pada kemampuan pemula. Hal ini membuktikan bahwa kualitas kelompok tani di Kabupaten Bogor dinilai masih rendah sehingga petani perlu mengalami suatu proses pemberdayaan melalui pembelajaran untuk mengetahui kesempatan-kesempatan dalam memperbaiki hidupnya. Pemberdayaan petani merupakan sebuah kegiatan yang melibatkan partisipasi dan kepemimpinan dari kelompok tani yang diberdayakan. Pemimpin yang memiliki dorongan kepemimpinan yang baik akan mampu mempengaruhi anggotanya untuk dapat terlibat dan berperan aktif dalam kegiatan pemberdayaan petani. Dinyatakan dalam Permentan Nomor 82 Tahun 2013 bahwa “pemberdayaan petani dapat dilakukan melalui kegiatan pelatihan dan penyuluhan dengan pendekatan kelompok tani”. Kelompok tani merupakan kumpulan petani/peternak/pekebun yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan; kesamaan kondisi lingkungan sosial, ekonomi, dan sumber daya; kesamaan komoditas; dan keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha
2 anggota (Kementrian Pertanian). Kelompok tani juga didefinisikan sebagai sebuah kelembagaan di tingkat petani yang dibentuk untuk mengorganisir para petani dalam berusaha tani (Hermanto dan Swastika 2011). Kepemimpinan dibutuhkan dalam proses pemberdayaan karena memiliki pengaruh yang kuat terhadap anggota guna mencapai tujuan bersama. Andrew dan Dubrin (2006) juga mengungkapkan bahwa kepemimpinan diartikan sebagai kekuatan yang dinamis dalam memotivasi dan mengkoordinasi anggota kelompoknya. Untuk itu, dukungan kepemimpinan dalam tercapainya mencapai tujuan sangat dibutuhkan baik oleh kelompok tani maupun oleh anggota kelompok taninya. Kepemimpinan juga memiliki andil dalam mempengaruhi sukses tidaknya kegiatan pemberdayaan terhadap anggota kelompok tani. Untuk itu, permasalahan umum yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sejauh mana peran pemimpin dalam efektivitas pemberdayaan petani pada kelompok tani Bina Sejahtera di Desa Situ Udik Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor dan kelompok tani Hurip di Desa Cikarawang Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor.
Perumusan Masalah Pemimpin dalam kelompok tani merupakan salah satu kunci masuknya program pemberdayaan kepada anggota kelompok tani. Pemimpin merupakan penghubung antara anggota kelompok tani dengan organisasi atau lembaga di luar kelompok tani tersebut. Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan hidup dan kemampuan anggota kelompok taninya maka peranan pemimpin dibutuhkan untuk dapat menjalin kerja sama antar anggotanya maupun kerja sama dengan kelompok tani lainnya. Selain itu, kepemimpinan juga dibutuhkan dalam mempengaruhi anggota kelompok tani untuk ikut dan berperan aktif dalam program pemberdayaan kelompok tani. Untuk itu, Sejauh mana hubungan kepemimpinan dengan efektivitas program pemberdayaan petani melalui kelompok tani? Pemberdayaan kelompok tani merupakan suatu kegiatan yang memberikan sumbangsih terhadap peningkatan IPM (Indeks Pembangunan Manusia). Dalam meningkatkan pembangunan terhadap manusia khususnya pembangunan terhadap anggota kelompok tani merupakan sebuah kegiatan nyata untuk dapat mencapai kehidupan yang lebih baik. Pembangunan yang dilakukan penyuluh diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap tingkat keberdayaan petani agar dapat hidup secara mandiri, berkelanjutan, dan dapat meningkatkan taraf hidup yang lebih baik. Untuk itu, pemberdayaan melalui kelompok tani perlu dikaji lebih dalam sampai sejauh mana hubungan antara pemberdayaan yang dilakukan terhadap tingkat keberdayaan anggota kelompok tani? Tingkatan kemampuan kelompok tani dibagi kedalam empat bagian, yaitu tingkat kemampuan pemula, lanjut, madya, dan utama. Semakin tinggi tingkat kemampuan kelompok tani maka semakin tinggi pula tingkat keberhasilan pemberdayaan yang dilakukan terhadap keberdayaan anggota kelompok tani. Seiring dengan semakin tingginya tingkat keberdayaan anggota kelompok tani maka terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat keberhasilan pemberdayaan anggota kelompok tani. Selain kepemimpinan, terdapat dua faktor yang mempengaruhi tingkat keberdayaan anggota kelompok tani, di antaranya
3 faktor personal dan faktor lingkungan. Untuk itu, sampai sejauh mana hubungan faktor personal dan faktor lingkungan dengan keberdayaan anggota kelompok tani?
Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan pada latar belakang di atas, maka secara umum penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara kepemimpinan dengan pemberdayaan masyarakat melalui kelompok tani yang berlokasi di Desa Situ Udik Kecamatan Cibungbulang dan Desa Cikarawang Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Secara khusus, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Menganalisis hubungan antara kepemimpinan dengan proses pemberdayaan anggota kelompok tani pada kelompok tani Bina Sejahtera di Desa Situ Udik Kecamatan Cibungbulang dan kelompok tani Hurip di Desa Cikarawang Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. 2. Menganalisis hubungan antara proses pemberdayaan petani dengan tingkat keberdayaan petani melalui kelompok tani pada kelompok tani Bina sejahtera di Desa Situ Udik Kecamatan Cibungbulang dan kelompok tani Hurip di Desa Cikarawang Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. 3. Menganalisis hubungan antara faktor personal dan faktor lingkungan dengan proses pemberdayaan petani pada kelompok tani Bina Sehajtera di Desa Situ Udik Kecamatan Cibungbulang dan kelompok tani Hurip di Desa Cikarawang Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan bagi banyak kalangan, di antaranya bagi akademisi, bagi penentu kebijakan, dan masyarakat dalam kegiatan pemberdayaan kelompok tani dan dalam melihat sejauh mana peranan pemimpin kelompok tani dalam mengayomi kelompok yang dipimpinnya. Penelitian ini juga diharapkan sebagai bahan pembelajaran bagi semua pemimpin, khususnya pemimpin kelompok tani. Secara spesifik dan terperinci manfaat yang didapat oleh berbagai pihak adalah sebagai berikut. 1. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah penelitian mengenai pengaruh kepemimpinan terhadap pemberdayaan terhadap masyarakat petani secara luas. Selain itu, penelitian ini juga dapat dijadikan acuan atau pedoman sebagai bahan pembelajaran bagi akademisi yang ingin mengkaji lebih jauh mengenai peran kepemimpinan terhadap penumbuhkembangkan semangat dalam pemberdayaan masyarakat petani melalui kelompok tani. 2. Bagi pembuat kebijakan, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam menilai kelompok tani yang patut dibantu berdasarkan kesepakatan semua anggota kelompok, bukan berdasarkan keinginan beberapa pihak dalam kelompok saja.
4 3. Bagi masyarakat, khususnya pembaca, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pencerahan dan masukan serta dapat menambah ilmu.
PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Konsep Kepemimpinan Kepemimpinan sangat dibutuhkan dalam proses pemberdayaan masyarakat karena kepemimpinan memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap masyarakat guna mencapai kesejahteraan bersama (Mulyadi dan Rivai 2012; Hessel dan Tangkilisan 2007). Menurut Andrew dan Dubrin (2006) kepemimpinan didefinisikan sebagai kekuatan yang dinamis dalam memberikan motivasi dan koordinasi dalam rangka mencapai tujuan. Kepemimpinan timbul pada diri seorang pemimpin diakibatkan oleh tempaan dari pengalaman dirinya, namun kepemimpinan juga timbul akibat faktor genetik atau kemampuan yang dibawanya sejak lahir dan merupakan suatu kebutuhan yang muncul pada situasi tertentu (Hessel dan Tangkilisan 2005). Berdasarkan legitimasi yang diterima, kepemimpinan dibagi menjadi dua (Fadli 2010; Tohani 2012). Pertama kepemimpinan formal, yaitu kepemimpinan yang didapatkan berdasarkan legitimasi yang didapat dari pemerintah atau orgamisasi melalui surat pengangkatan. Kedua kepemimpinan informal, yaitu kepemimpinan yang didapat berdasarkan legitimasi yang diterima dari masyarakat. Kepemimpinan informal memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat lainnya. Kepemimpinan diyakini sebagai orang atau figur yang strategis dalam menyampaikan ide-ide pembaharu bagi pembangunan di masyarakat karena kepemimpinan informal memiliki kedekatan emosional dan pengaruh yang cepat terhadap para pengikutnya (Tohani 2012). Fungsi diartikan sebagai sebuah jabatan atau pekerjaan yang melekat pada status seorang pemimpin. Fungsi kepemimpinan berhubungan langsung dengan keadaan kondisi sosial lingkungan di dalam kelompok (Mulyadi dan Rivai 2012). Fungsi kepemimpinan merupakan sebuah keharusan untuk diwujudkan dalam interaksi sosial sebuah kelompok atau organisasi. Fungsi kepemimpinan dibagi ke dalam lima fungsi pokok kepemimpinan (Mulyadi dan Rivai 2012), yaitu: a. Fungsi intruksi. Komunikasi yang terjadi antara pemimpin dengan anggota di dalam sebuah organisasi merupakan komunikasi yang bersifat satu arah. Di dalam komunikasi ini biasanya pemimpin dijadikan sebagai komunikator yang menentukan apa, bagaimana, bilamana, dan di mana perintah dikerjakan agar keputusan dapat diwujudkan secara efektif. Selain itu, pemimpin juga berkewajiban untuk memotivasi anggota sehingga mereka mau untuk dapat melaksanakan perintah. b. Fungsi konsultasi. Komuniksi yang terjadi adalah komunikasi yang bersifat dua arah. Pemimpin memberikan keputusan yang kemudian anggota memberikan masukan untuk memperbaiki dan menyempurnakan keputusan yang telah ditetapkan untuk dilaksanakan. Dengan adanya komunikasi dua arah maka diharapkan kepemimpinan yang dijalankan dapat berlangsung efektif.
6 c. Fungsi partisipasi. Pemimpin berusaha mengaktifkan orang-orang yang dipimpinnya. Pemimpin tetap berada pada posisi sebagai fungsi pemimpin dan anggota berada pada posisi pelaksana. d. Fungsi delegasi. Pemimpin memberikan atau melimpahkan wewenang untuk menetapkan keputusan, baik melalui persetujuan maupun tanpa persetujuan dari pemimpin. Fungsi ini didasarkan pada kepercayaan yang diberikan kepada seseorang dengan meyakini bahwa terdapat kesamaan prinsip, persepsi, dan aspirasi. e. Fungsi pengendalian. Seorang pemimpin berfungsi sebagai orang yang dapat mengendalikan kelompok atau organisasinya. Pemimpin yang sukses adalah pemimpin yang dapat mengatur aktivitas kelompoknya sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai bersama. Pengendalian dapat diwujudkan dalam bentuk kegiatan bimbingan, memberikan pengarahan, koordinasi, dan pengawasan. Menurut Mulyadi dan Rivai (2012) selain fungsi pokok kepemimpinan, terdapat fungsi-fungsi kepemimpinan yang dicerminkan pada kewajiban pemimpin, di antaranya: a. Pemimpin berkewajiban menjabarkan program kerja; b. Pemimpin harus memberikan petunjuk yang jelas; c. Pemimpin harus berusaha mengembangkan kebebasan berfikir dan mengeluarkan pendapat; d. Pemimpin harus mengembangkan kerjasama yang harmonis; e. Pemimpin harus mampu memecahkan masalah dan mengambil keputusan masalah sesuai batas tanggung jawab masing-masing; f. Pemimpin harus menumbuhkembangkan kemampuan memikul tanggung jawab; g. Pemimpin harus mendayagunakan wawasan sebagai alat pengendalian. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang menjalankan peranan kepemimpinan dengan efektif. Kepemimpinan yang efektif ditunjukkan melalui peran-peran kepemimpinan (Arisunda dan Helmi 2009; Andrew dan Dubrin 2006), di antaranya: a. Inspirasi. Pemimpin berperan sebagai seorang yang memberi suri tauladan agar bisa memberikan inspirasi bagi orang lain. b. Persuasi. Pemimpin dapat mempersuasi orang lain dengan mengubah pikiran anggotanya. c. Pengaruh. Pemimpin dapat mempengaruhi anggotanya agar dapat melaksanakan sesuatu yang positif. d. Motivasi. Pemimpin dapat memberikan motivasi dengan mengajak anggota untuk bekerja lebih keras. e. Kepribadian. Memiliki kepribadian yang baik, seperti pandai memuji, menghargai hasil karya orang lain, jujur, dan terbuka. f. Pemimpin yang dapat memberikan informasi penting kepada anggotaya. Merujuk pada Utama (2008) kepemimpinan berperan sebagai orang yang dapat mempengaruhi, mengarahkan, menggerakkan dan mengelola kelompok guna mencapai tujuan yang telah disepakati bersama. Indikator kepemimpinan yang efektif dinyatakan dalam Tabel 1.
7 Tabel 1 Indikator keefektifan kepemimpinan kelompok tani Indikator Parameter (Ukuran) (patokan/petunjuk) a. Tingkat kemampuan kepemimpinan kelompok dalam Peran pemimpin memberikan arah dan tuntunan bagi anggotanya kelompok b. Tingkat kemampuan kelompok tani dalam memfasilitasi kearah tercapainya tujuan kelompok tani c. Tingkat kemampuan pemimpin kelompok tani dalam mendinamiskan para anggota untuk aktif dalam kegiatan kelompok d. Tingkat kemampuan pemimpin kelompok dalam menerima aspirasi anggota a. Tingkat kemampuan pemimpin kelompok dalam mengenali Perilaku anggotanya kepemimpinan b. Tingkat kemampuan pemimpin kelompok dalam membangun struktur kelompok c. Tingkat kemampuan pemimpin kelompok dalam mengambil inisiatif bila kelompok mengalami hambatan d. Tingkat kemampuan pemimpin kelompok dalam mendorong anggota mencapai tujuan e. Tingkat kemampuan pemimpin kelompok dalam berkomunikasi f. Tingkat kemampuan pemimpin kelompok dalam menjaga kesatuan kelompok a. Tingkat kemampuan pemimpin kelompok dalam menampung aspirasi dan membina hubungan dengan anggota b. Tingkat kemampuan pemimpin kelompok dalam membuat keputusan c. Tingkat kemampuan pemimpin kelompok dalam membagi tugas dan pekerjaan d. Tingkat kemampuan pemimpin kelompok dalam mengatur dan mendisiplinkan anggota Sumber : Utama, Suwignya (2008) Gaya kepemimpinan
Keefektifan kepemimpinan erat kaitannya dengan keberlanjutan kelompok dalam mencapai tujuan bersama. Dalam melihat hubungan antara kepemimpinan dengan anggota kelompok tani, maka indikator yang dipakai adalah dengan melihat peran pemimpin kelompok tani, perilaku kepemimpinan, dan gaya kepemimpinan.
Konsep Pemberdayaan Pemberdayaan ditujukan bagi masyarakat yang kurang berdaya. Masyarakat sendiri merupakan sekumpulan orang yang saling berinteraksi secara kontinyu guna mencapai kesejahteraan. Salah satu upaya pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan petani adalah dengan melakukan pemberdayaan petani. Pemberdayaan petani didefinisikan sebagai sebuah pendekatan untuk memberikan kesempatan, daya, kekuatan, dan kemampuan agar petani mampu mengidentifikasi dan menganalisis kebutuhan dirinya sendiri serta mampu menyelesaikan permasalahan dirinya dengan mengoptimalkan sumber daya dan
8 potensi yang dimiliki (Soetomo 2012; Widjajanti 2011). Merujuk pada Ife (1995) dalam Suharto (2005), pemberdayaan memuat dua pengertian kunci, yaitu kekuasaan dan kelompok lemah. Kekuasaan diartikan sebagai penguasa klien atas: a. Pilihan-pilihan personal dan kesempatan-kesempatan hidup, yakni kemampuan dalam membuat keputusan-keputusan mengenai gaya hidup, tempat tinggal, dan pekerjaan; b. Pendefinisian kebutuhan yaitu kemampuan menentukan kebutuhan selaras dengan aspirasi dan keinginannya; c. Ide atau gagasan yaitu kemampuan mengekspresikan dan menyumbangkan gagasan dalam suatu forum atau diskusi secara bebas tanpa tekanan; d. Lembaga-lembaga yaitu kemampuan menjangkau, menggunakan, dan mempengaruhi pranata-pranata masyarakat, seperti lembaga kesejahteraan sosial, pendidikan, kesehatan; e. Sumber-sumber yaitu kemampuan memobilisasi sumber-sumber formal, informal dan kemasyarakatan; f. Aktivitas ekonomi yaitu kemampuan memanfaatkan dan mengelola mekanisme produksi, distribusi, dan pertukaran barang dan jasa; g. Produksi yaitu kemampuan dalam kaitannya dengan proses kelahiran, perawatan anak, pendidikan dan sosialisasi. Dengan demikian pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan untuk memperkuat keberdayaan kelompok lemah dan individu-individu yang mengalami kemiskinan dalam kemasyarakatan seperti petani. Tujuan pemberdayaan adalah merujuk pada hasil yang ingin dicapai oleh petani yang berdaya, yaitu memiliki kekuasaan, pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidup baik kebutuhan ekonomi maupun kebutuhan sosial, seperti: kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mampu berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mampu melaksanakan tugas-tugas kehidupan. 1.
Ketidakberdayaan
Ketidakberdayaan petani didefinisikan sebagai petani yang mengalami diskriminasi dan penilaian negatif serta interaksi negatif dari orang lain (Suharto 1997 dalam Suharto 2005). Penilaian diri yang negatif merupakan ketidakberdayaan diri yang disebabkan oleh penilaian negatif orang lain, sedangkan interaksi negatif dengan orang lain merupakan ketidakberdayaan yang bersumber dari pengalaman negatif dalam interaksi antara korban yang tertindas dengan mereka yang menindas. Penilaian diri dan interaksi yang negatif ini biasanya dapat menghambat peran orang-orang yang terdiskriminasi dalam lingkungan yang lebih luas. Menurut Suharto (2005) bahwa kelompok lemah dan ketidakberdayaan yang dialaminya dapat dikategorikan menjadi tiga kategori. Pertama, kelompok lemah secara struktural, baik lemah secara kelas, gender maupun etnis. Kedua, kelompok lemah khusus, seperti manula, anak-anak dan remaja, penyandang cacat, gay dan lesbian, masyarakat terasing. Ketiga, kelompok lemah secara personal, yaitu mereka yang mengalami masalah pribadi dan/atau keluarga. Ketidakberdayaan tersebut menjadikan mereka kurang percaya diri dalam menonjolkan kemampuan yang dimiliki. Mengacu pada hasil penelitian yang dilakukan Agus (2009) mengungkapkan bahwa karakteristik petani yang belum berdaya di antaranya:
9 a. b. c. d. e. f. g.
Memiliki pendidikan yang rendah Bekerja sebagai buruh Rendahnya kemampuan penyediaan dana Rendahnya pengetahuan dalam pemanfaatan bahan baku yang tersedia Pemasaran masih dalam lingkup lokal Rendahnya kemampuan membuat perencanaan Rendanya kemampuan dalam menjelaskan hal-hal yang merusak lingkungan.
2. Keberdayaan Keberdayaan merupakan hasil dari sebuah proses kegiatan pemberdayaan yang kita sebut sebagai tujuan dari pemberdayaan masyarakat. Keberdayaan didefinisikan sebagai masyarakat yang mampu secara ekonomi, mampu dalam mengakses manfaat fasilitas dan mempunyai kemampuan kultural dan politis (Suharto 2005). Petani yang berdaya adalah petani yang memiliki kekuatan atau kemampuan dalam hal: a. Memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan (freedom), artinya mereka bebas untuk mengungkapkan pendapat, bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan, dan bebas dari kesakitan; b. Menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang-barang dan jasa-jasa yang mereka perlukan; c. Berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan yang mempengaruhi mereka. Petani berdaya merupakan petani yang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan tindakan terhadap potensi yang dimilikinya. Untuk mencapai tingkat keberdayaan, maka petani harus mengikuti kegiatan-kegiatan pemberdayaan melalui beberapa hal, yaitu pendekatan terhadap masyarakat dan penyuluhan agar dapat meningkatkan tingkat pengetahuan, kemampuan, dan kreativitas. Mengacu pada Sumodiningrat (1999), proses menuju keberdayaan petani dilihat dari beberapa sudut pandang di antaranya: a. menciptakan iklim atau suasana yang memungkinkan petani berkembang; b. peningkatkan kemampuan petani dalam membangun melalui bantuan dana, pelatihan, pembangunan sarana, prasarana baik fisik maupun sosial, dan pengembangan kelembagaan daerah; c. perlindungan dengan keberpihakan pada petani yang lemah; d. menciptakan kemitraan yang saling menguntungkan. Adapun menurut Utami (2006) proses pemberdayaan dilihat dari tiga aspek yang disajikan pada Tabel 2. Ketiga aspek perilaku pada Tabel 2 digunakan dalam materi pokok penyuluhan petani tentang (a) kewirausahaan yang meliputi keinovatifan, inisiatif, pengelolaan resiko, dan daya saing; (b) kemandirian yang meliputi: permodalan, proses produksi, kerjasama, dan pemasaran. Dari dua materi pokok tersebut yang akan dijadikan sebagai indikator untuk mengukur tingkat kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik petani. Indikator yang digunakan adalah pengelolaan resiko, permodalan, dan pemasaran. Berikut adalah uraian materi pokok penyuluhan pada materi pokok penyuluhan yang disajikan dalam Tabel 3.
10
Tabel 2 Karakteristik masyarakat berdaya berdasarkan tiga aspek perilaku Aspek perilaku Kognitif
Afektif
Psikomotorik
a. b. c. a. b. c. d. a. b. c. d.
Karakteristik masyarakat berdaya Mempunyai ilmu pengetahuan yang cukup Faham atas kebutuhan riilnya dan potensi dirinya Memiliki pengertian atas permasalahan yang dihadapi Berani menghadapi resiko Mempunyai tanggung jawab atas tindakannya Menolak tindakan subordinasi atas dirinya Menyukai prestasi Teliti dalam menyelesaikan setiap pekerjaan Tanggap dalam memanfaatkan peluang Cermat dalam melakukan kerja sama yang saling menguntungkan Memiliki etos kerja yang tinggi
Sumber: Utami, Hamidah Nayati (2006)
Tabel 3 Uraian materi pokok penyuluhan berdasarkan aspek perilaku petani Materi pokok penyuluhan
Aspek prilakunya
Pengelolaan Resiko
Kognitif
Afektif
Psikomotor
Permodalan Kognitif
Afektif
Uraian materi penyuluhan
-
Psikomotor
Pemasaran
Kognitif
Afektif
Psikomotor
-
Cara memprediksi resiko Cara menghindari resiko Cara menjalankan usaha yang beresiko Sikap menghadapi kemungkinan terjadinya resiko Sikap menghindari resiko Sikap terhadap usaha yang beresiko Ketepatan memprediksi resiko Kecermatan menjalankan usaha yang beresiko Kecepatan menghindari resiko Sumber permodalan Cara mengakses sumber permodalan Pengelolaan modal Tanggapan terhadap sumber permodalan alternatif Keterkaitan mengakses sumber permodalan alternatif Hemat dalam pengelolaan modal Kecepatan mencari modal Kecepatan mengakses sumber permodalan Kecermatan pengelolaan modal Bauran promosi Teknik menjual Mutu pelayanan Ketertarikan terhadap kegiatan bauran promosi Tanggapan terhadap perkembangan teknik jual Sikap mengutamakan kualitas pelayanan Kecermatan mempromosikan produk Kecepatan menjual produk Keluwesan melayani pelanggan
Sumber: Utami, Hamidah Nayati (2006)
Teknik penyuluhan
Pendidikan/ pelatihan bimbingan usaha
Pelatihan/ bimbingan permodalan
Pendidikan/ pelatihan bimbingan pemasaran
11 Mengacu pada Sumodiningrat (1999) faktor lingkungan sangat membantu dalam proses pencapaian keberhasilan kegiatan pemberdayaan. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut. a. Akses bantuan modal usaha. Meningkatkan akses bantuan modal usaha bagi petani daerah pedesaan secara menyeluruh melalui program pengembangan lembaga keuangan desa. Pemerintah memberikan kebijakan agar lembaga keuangan seperti Bank dapat memberikan modal kepada masyarakat pedesaan untuk dapat mengembangkan dirinya yang kemudian mampu membuat masyarakat lebih mandiri. Selain bantuan modal, diperlukan teknologi dan pembinaan dengan tujuan untuk mempermudah proses reduksi, pengembangan pasar, dan peningkatan nilai tambah bagi masyarakat. b. Pengembangan sumberdaya manusia yaitu pengembangan melalui proses pembangunan masyarakat yang berasal dari diri mereka sendiri, antara lain dari masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk masyarakat. c. Sarana prasarana yang mendukung yaitu bentuk dukungan yang langsung dalam kegiatan sosial ekonomi masyarakat lokal seperti pendukung pemenuhan kebutuhan pangan, sandang, kesehatan, pendidikan, dan peningkatan produktivitas. Petani yang berdaya merupakan wujud advokasi dari berbagai pihak. Salah satu yang menciptakan advokasi bagi petani adalah pemerintah, local community organization, dan lembaga swadaya masyarakat (Pratama 2013). Pemerintah berkewajiban membantu kelompok tani melalui bantuan barang berupa pupuk, obat-obatan, teknologi pertanian dan bantuan materi berupa pengetahuan dan pinjaman modal usaha agar tujuan dari pemberdayaan dapat tercapai. Adapun local community organization berperan sebagai penampung ide petani, mengumpulkan petani untuk bermusyawarah, dan memberikan jalan keluar dari setiap permasalahan yang dihadapi petani. Kegiatan pemberdayaan kelompok tani dipengaruhi oleh dua faktor pendukung, di antaranya adalah faktor personal dan faktor lingkungan. Faktor personal berpengaruh terhadap kendali dan alasan keikutsertaan petani dalam kegiatan pemerdayaan. Faktor personal meliputi usia, tingkat pendidikan, luas lahan, status kepemilikan lahan, dan pengalaman usaha tani (Cepriadi dan Yulida 2012). Faktor personal dijelaskan lebih rinci sebagai berikut. a. Usia. Usia merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi petani untuk membuat keputusan dalam penerapan teknologi dan inovasi baru dalam kegiatan pengembangan usaha tani. Hasil penelitiannya Cepriadi dan Yulida (2012) membuktikan bahwa secara keseluruhan usaha tani dikelola oleh petani pada usia produktif yaitu usia yang berkisar 21-50 tahun. Sedangkan usia dalam analisis demografi menurut BKKBN (1994) usia dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu: (a) kelompok usia muda, di bawah 15 tahun; (b) kelompok usia produktif, usia 15-64 tahun; dan (c) kelompok umur tua, usia 65 ke atas. b. Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap pola pikir petani dalam mengelola usaha tani. Tingkatan pendidikan ditentukan oleh tingkat pendidikan secara formal, meskipun sebenarnya pendidikan nonformal juga merupakan sumbangsih dalam membentuk pola pikir agar
12 petani lebih berdaya dibidang pegetahuan, sikap, dan keterampilan. c. Luas dan status kepemilikan lahan merupakan hal mendasar dalam usaha tani. Menurut Dinas Pertanian Pangan dan Holtikultura Kabupaten Pelalawan (2009) dalam Cepriadi dan Yulida (2012) luas lahan minimal yang harus dimiliki adalah 0,2 ha atau 2000 m2 yang letaknya dengan sumber air yang cukup dan dapat dijangkau oleh petugas penyuluh. Status Kepemilikan lahan petani yang digunakan untuk usaha tani terdiri dari beberapa istilah yaitu lahan milik pribadi, lahan pinjaman, dan lahan hasil sewa. d. Pengalaman usaha tani berpengaruh terhadap keberhasilan usaha tani karena mampu memberikan pelajaran kepada petani dalam menghadapi resiko dan mengetahui cara mengatasi berbagai masalah. Faktor dukungan lain untuk meningkatkan semangat dalam kegiatan pemberdayaan menurut Utama (2008) adalah dengan dukungan lingkungan. Indikator dukungan lingkungan yang digunakan dalam penelitian terhadap kelompok tani adalah akses lahan, ketersediaan sarana produksi, kemudahan memasarkan hasil, dan potensi pengembangan usaha. Indikator pada faktor dukungan lingkungan disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Indikator dukungan lingkungan terhadap akses petani Indikator (Patokan/Petunjuk) Akses lahan Potensi sumber daya alam Ketersediaan saprodi
Parameter (Ukuran) -
Tingkat persepsi petani terhadap kesuburan lahan Tingkat persepsi petani terhadap potensi sumber daya hutan yang dikerjasamakan - Kemudahan petani dalam memperoleh bibit tanaman - Kemudahan petani memperoleh petunjuk - Kemudahan petani dalam memasarkan hasil hutan Kemudahan - Kemudahan petani memasarkan hasil-hasil usaha tamanan memasarkan hasil pertanian - Ketersediaan informasi pasar hasil usaha tani - Tingkat ketaatan petani terhadap norma-norma Potensi modal sosial - Tingkat kepedulian petani terhadap kehidupan sesama anggota kelompok - Tingkat kepercayaan terhadap sesama anggota kelompok, pengurus kelompok, aparat desa dan aparat pemerintahan Ketersediaan peluang bagi petani untuk mengambangkan Potensi usaha tani di desanya pengembangan usaha - Kemauan petani mengembangkan usaha taninya agar menguntungkan secara ekonomi - Kemampuan petani dalam mengembangkan usaha taninya - Ketersediaan usaha alternatif di desa untuk menambah Tersedianya penghasilan petani alternatif usaha - Tingkat ketergantungan masyarakat terhadap sumber daya Ketergantungan hutan pada hutan - Dorongan motivasi untuk keaktifan kelompok dari petani maju Intervensi anggota kelompok tani lingkungan sosial - Tingkat penyebaran informasi usaha tani dari petani maju anggota kelompok tani. Sumber: Utama, Suwignya (2008)
13
Penyuluhan Menurut UU Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan, yang dimaksud dengan penyuluhan adalah sebuah proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumber daya lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejanteraan, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup. Penyuluhan merupakan suatu sistem pendidikan di luar sekolah untuk petani di pedesaan agar dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap mentalnya menjadi lebih produktif sehingga mampu meningkatkan penghasilan keluarga (Setiana 2005). Penyuluh dibagi ke dalam tiga golongan, yaitu penyuluh pegawai negeri sipil, penyuluh swasta, dan penyuluh swadaya. Penyuluh pegawai negeri sipil disebut sebagai penyuluh PNS, diberi tugas, wewenang, tanggung jawab, dan hak secara penuh untuk melakukan kegiatan penyuluhan oleh pejabat yang berwenang pada satuan organisasi lingkup pertanian. Penyuluh swasta merupakan penyuluh yang berasal dari dunia usaha yang mempunyai kompetensi dalam bidang penyuluhan. Sedangkan penyuluhan swadaya merupakan pelaku utama yang berhasil dalam usahanya dan masyarakat lainnya yang mempunyai kesadaran untuk menjadi penyuluh. Kegiatan penyuluhan menggunakan materi sebagai bahan penyuluhan untuk disampaikan kepada subyek penyuluhan berupa informasi, teknologi, rekayasa sosial, manajemen, ekonomi, hukum, dan kelestarian lingkungan. Penyuluhan diselenggarakan berasaskan demokrasi, manfaat kesetaraan, keterpaduan, keseimbangan, keterbukaan, kerja sama, partisipatif, kemitraan, keberlanjutan, berkeadilan, pemerataan, dan bertanggung gugat (UU No.16 Tahun 2006). Fungsi dari sistem penyuluhan adalah: a. Memfasilitasi proses pembelajaran subyek penyuluhan; b. Mengupayakan kemudahan akses subyek penyuluhan kepada sumber informasi, teknologi, dan sumber daya lainnya agar mereka dapat mengembangkan usahanya; c. Meningkatkan kemampuan kepemimpinan, manajerial, dan kewirausahaan pelaku utama dan pelaku usaha; d. Membantu subyek penyuluhan dalam menumbuhkembangkan organisasinya menjadi organisasi ekonomi yang berdaya saing tinggi, produktif, menerapkan tata kelola berusaha yang baik, dan berkelanjutan; e. Membantu menganalisis dan memecahkan masalah serta merespon peluang dan tantangan yang dihadapi subyek penyuluhan dalam mengelola usaha; f. Menumbuhkan kesadaran pelaku utama dan pelaku usaha terhadap kelestarian fungsi lingkungan; dan g. Melembagakan nilai-nilai budaya pembangunan pertanian, perikanan, dan kehutanan yang maju dan modern bagi pelaku utama secara berkelanjutan. Fungsi penyuluhan menurut Setiana (2005) adalah untuk menjembatani kesenjangan antara praktik yang biasa dijalankan oleh para petani dengan
14 pengetahuan dan teknologi yang selalu berkembang menjadi kebutuhan petani. Penyuluh dengan para penyuluhnya merupakan penghubung yang sifatnya dua arah (two way traffic) antara: pengetahuan yang dibutuhkan petani dan pengalaman yang biasa dilakukan oleh petani; pengalaman baru yang terjadi pada pihak para ahli dan kondisi yang nyata dialami petani. Mengacu pada UU Nomor 16 Tahun 2006, tujuan dari sistem penyuluhan sendiri adalah meliputi pengembangan sumber daya manusia dan peningkatan modal sosial, yaitu sebagai berikut. a. Memperkuat pengembangan pertanian yang maju dan modern dalam sistem pembangunan yang berkelanjutan; b. Memberdayakan subyek penyuluhan untuk meningkatkan keemampuan melalui penciptaan iklim usaha yang kondusif, penumbuhan motivasi, pengembangan potensi, pemberian peluang, peningkatan kesadaran, dan pendampingan serta fasilitas; c. Memberikan kepastian hukum bagi terselenggaranya penyuluhan yang produktif, efektif, efisien, terdesentralisasi, partisipatif, terbuka, berswadaya, bermitra sejajar, kesetaraan gender, berwawasan luas ke depan, berwawasan lingkungan, dan bertanggung gugat yang dapat menjamin terlaksananya pembangunan pertanian; d. Memberikan perlindungan, keadilan, dan kepastian hukum bagi subyek penyuluhan untuk mendapatkan pelayanan penyuluhan serta bagi penyuluh dalam melaksanakan penyuluhan; dan e. Mengembangkan sumber daya manusia, yang maju dan sejahtera, sebagai pelaku dan sasaran utama pembangunan pertanian. Setiana (2005) mengungkapkan bahwa tujuan dari penyuluhan pertanian jangka panjang adalah terjadinya peningkatan taraf hidup masyarakat. Hal ini dapat dicapai apabila para petani telah melakukan hal-hal sebagai berikut. a. Better farming, mau dan mampu mengubah cara-cara usaha taninya dengan cara-cara yang lebih baik. b. Better business, berusaha yang lebih menguntungkan, mau dan mampu menjauhi para pengijon, lintah darat, dan melakukan teknik pemasaran yang benar. c. Better living, hidup lebih baik dengan mampu menghemat, tidak berfoya-foya dan setelah panen, petani dapat menabung bekerja sama memperbaiki hygiene lingkungan dan mampu mencari alternatif lain dalam usaha. Penyuluh memiliki peranan penting dalam melakukan pemberdayaan masyarakat petani melalui kelompok tani. Fatchiya (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Pola Pengembangan Kapasitas Pembudidaya Ikan Kolam Air Tawar di Provinsi Jawa Barat” mengidentifikasi peranan penyuluh dari kinerja penyuluhnya. Kinerja penyuluh dalam mengembangkan anggota kelompok tani sebagai pelaku utama dan pelaku usaha berdasarkan hasil penelitian Fatchiya (2010) adalah sebagai berikut. a. Kinerja penyuluh dalam pengembangan kelompok terkait dengan kegiatan penyuluhan yang meliputi jadwal penyuluhan dan frekuensi penyuluhan. b. Kinerja penyuluh dalam identifikasi masalah dan penyusunan
15 rencana program melalui menetapkan materi, menyiapkan tempat, menentukan waktu, menentukan peserta, maupun penyediaan biaya. c. Kinerja penyuluhan dalam proses pembelajaran merupakan suatu proses komunikasi yang sifatnya dua arah atau timbal balik, yaitu penyuluh memberi kesempatan kepada partisipan untuk mengemukakan pertanyaan, pendapat/usulan, dan sebaliknya penyuluh bertanya atau meminta pendapat dari partisipan. Kinerja penyuluh dalam menjalin jejaring merupakan upaya penyuluh dalam menjalin kerja sama dengan lembaga-lembaga yang terkait dengan usahanya, baik dengan perbankan sebagai sumber modal usaha, pemasaran, penelitian, maupun lembaga penyedia input produksi. Di dalam proses pemberdayaan Tampubolon (2006) mengelompokannya dengan indikator yang ditunjukkan pada Tabel 5.
Tabel 5 Indikator proses pemberdayaan kelompok tani Variabel Pendampingan
Tingkat partisipasi anggota kelompok tani
a. b. c. d. e. f. a. b. c. d. e. f. g. h.
Indikator/ Parameter Ada tidaknya pelayanan pendampingan Keaktifan pendamping Peranan pendamping (fasilitator, katalisator, dinamisator) Masukan atau saran-saran yang diberikan Komitmen pendamping; Keterlibatan dalam pengambilan keputusan Banyaknya pertemuan yang diadakan dalam satu bulan Rata-rata kehadiran anggota setiap pertemuan Masukan atau saran-saran yang diberikan oleh anggota Keterlibatan anggota dalam pengambilan keputusan Keterlibatan anggota dalam pelaksanaan keputusan Keterlibatan anggota dalam evaluasi Tindak lanjut terhadap keputusan Kepedulian terhadap keberhasilan kelompok tani
Sumber: Tampubolon (2006)
Merujuk pada Suharto (1997) dalam Suharto (2005), Sumodiningrat (2005) dan UU Nomor 16 Tahun 2006 proses pemberdayaan terhadap kelompok tani lebih menitikberatkan kepada penyuluh sebagai pendamping dalam kegiatan pemberdayaan dan petani sebagai subyek dari kegiatan pemberdayaan. Pada kegiatan pendampingan yang dilaksanakan adalah intensitas pendampingan dengan menggunakan tiga indikator yaitu pendekatan yang digunakan pendamping, kesesuaian subtansi penyuluhan, dan teknik pendampingan yang dilakukan.
16
Partisipasi Partisipasi adalah keterlibatan seseorang dalam proses pembangunan yang didorong oleh maksud dan tujuan program pemberdayaan yang diikuti (Sutomo 2012). Partispasi didasarkan kepada kebutuhan dan imbalan yang diterima. Diperlukan kaji tindak permasalahan yang dihadapi petani untuk menentukan kebutuhan tersebut. Fetterman dan Wandersman (2005), mengungkapkan sepuluh prinsip evaluasi pemberdayaan, di antaranya: a. Prinsip kemajuan (improvement) ditekankan pada tiga peningkatan yaitu peningkatan nilai-nilai dalam lingkungan masyarakat, peningkatan secara kuantitatif yang dilihat berdasarkan jumlah, dan peningkatan kualitatif yang didasarkan pada proses dan hasil. b. Prinsip kepemilikan komunitas (community ownership) menekankan pada kepemilikan komunitas, yaitu masyarakat memiliki hak untuk ikut berperan dan menentukan keputusan terhadap apa yang mempengaruhi terhadap dirinya sendiri. Masyarakat merupakan agen pembaharu untuk dapat memperbaiki dirinya sendiri ketika mereka dilibatkan dalam proses pemberdayaan. Program pemberdayaan yang dibuat merupakan milik mereka dan harus dijaga oleh mereka sehingga mereka bertanggung jawab terhadap keberhasilan atau kegagalan pemberdayaan tersebut. c. Prinsip inklusif juga menekankan pada partisipasi langsung dalam pengambilan keputusan. Masyarakat diikutsertakan dalam berbagai proses mulai dari perencanaan sampai pada tahap evaluasi akhir. Masyarakat dituntut untuk menjadi iklusif oleh karena keputusan individu dibuat menjadi keputusan kelompok, karena hal yang demikian merupakan sebuah kunci keberhasilan pemberdayaan masyarakat, artinya keputusan yang dibuat berdasarkan hasil musyawarah. Tanpa inklusif maka evaluasi pemberdayaan yang dilakukan akan menjadi sia-sia mengakibatkan komunikasi menjadi semakin buruk, kontra produktif terhadap program pemberdayaan, perilaku rusak, dan akan menurunkan sumberdaya manusia. d. Prinsip demokrasi, partisipasi melibatkan seluruh pemangku kepentingan, karena berkeyakinan bahwa pemangku kepentingan memiliki kapasitas yang tinggi terhadap penyampaian informasi untuk dapat menggerakkan masyarakat yang diberdayakan. Musyawarah dan kolaborasi menjadi sebuah hal yang sangat penting dalam memaksimalkan penggunaan keterampilan dan pengetahuan pada masyarakat. Dalam prinsip ini menekankan pada transparansi dengan kejelasan, keterbukaan dalam pembuatan perencanaan program yang akan dilaksanakan untuk dapat meningkatkan kepercayaan di antara para pemangku kepentingan. e. Prinsip keadilan sosial, evaluasi pemberdayaan menggunakan prinsip keadilan sosial bertujuan untuk meningkatkan kondisi sosial masyarakat dalam upaya meningkatkan kinerja para pemangku kepentingan. f. Prinsip pengetahuan komunitas (community knowledge) juga digunakan untuk bahan evaluasi pemberdayaan didasarkan pada
17 komunitas itu sendiri. Masyarakat dalam komunitas tersebut dipercaya bahwa mereka mempunyai keahlian dan pengetahuan tentang diri mereka sendiri untuk dapat memberdayakan diri mereka dan mengidentifikasi mengenai kebutuhan mereka sendiri. g. Prinsip berdasarkan bukti strategis (evidence based strategi), yaitu keberdayaan dilihat dari besarnya pemangku kepentingan yang terlibat yang ditunjukkan berdasarkan kenyataan yang ada. h. Peningkatan kapasitas ditunjukkan dengan tingginnya kepemahaman mengenai pentingnya kebersamaan dalam mengelola suatu sumber daya yang dapat dimanfaatkan secara bersama-sama. i. Prinsip pembelajaran organisasi, yaitu mendorong meningkatkan pengetahuan struktur organisasi dalam proses berfikir, melakukan perbaikan yang terus-menerus, menjadi penyelidik untuk dapat mencari jalan keluar dari setiap permasalahan yang dihadapi. j. Prinsip akuntabilitas, yaitu dengan mengarahkan untuk bertanggung jawab baik kepada dirinya maupun publik atas konsekuensi dari tindakan yang telah dilakukan. Mengacu kepada Korten (1987) bahwa partisipasi masyarakat meliputi tiga dimensi yaitu siapa, apa, dan bagaimana. Mengidentifikasi siapa adalah untuk melihat siapa yang berpartisipasi, apakah seluruh lapisan masyarakat atau hanya lapisan-lapisan tertentu saja. Identifikasi terhadap apa yaitu partisipasi yang dilihat dalam bentuk keterlibatan dalam pengambilan keputusan, keterlibatan dalam pelaksanaan, dan menikmati hasil. Identifikasi terhadap aspek bagaimana yaitu partisipasi yang dilihat dalam bentuk paksaan atau sukarela, partisipasi secara terus-menerus atau sewaktu-waktu. Untuk itu, bentuk partisipasi yang ideal adalah partisipasi yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat dalam menyumbangkan ide, perubahan, dan partisipasi dalam proses pengambilan keputusan.
Konsep Kelompok Tani Kelompok tani merupakan sebuah kelembagaan ditingkat petani yang dibentuk untuk mengorganisir para petani dalam berusaha tani (Hermanto dan Swastika 2011). Kelompok tani juga diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 82 Tahun 2013 Tentang Pedoman Pembinaan Kelompok Tani dan Gabungan Kelompok Tani yang mendefinisikan bahwa “kelompok tani adalah kumpulan petani/peternak/pekebun yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan sosial, ekonomi, dan sumber daya, kesamaan komoditas, dan keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota”. Dalam kelompok tani terdapat anggota kelompok tani yang disebut sebagai pelaku utama dan pelaku usaha. Pelaku utama adalah petani yang melakukan usaha tani dibidang pangan, holtikultura, perkebunan, dan/atau peternakan. Sedangkan pelaku usaha adalah setiap orang yang melakukan usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumber daya lainnya untuk dapat meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraan, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian lingkungan hidup.
18 Berdasarkan hasil penelitian Fatchiya (2010) kelompok mempunyai peranan sebagai koordinator pemasaran. Pembeli yang berminat terhadap hasil pertanian tidak perlu repot untuk menemui petani kepada tiap-tiap individu yang membudidayakan hasil pertanian yang sama, tetapi dapat berkunjung langsung kepada kelompoknya sebagai pemasar dari hasil budi daya anggota kelompoknya. Kelompok juga mempunyai fungsi sebagai tempat pembinaan bagi anggota kelompok tani. Pembinaan melalui kelompok memudahkan penyuluh menyelenggarakan kegiatan penyuluhan dikarenakan kelompok memiliki kegiatan budi daya yang sama, terjadi proses belajar bersama, dan adanya tanggung jawab bersama atas program bantuan yang diberikan. Fungsi-fungsi kelompok tani juga diatur dalam Permentan No. 82 Tahun 2013 yaitu: a. Kelas belajar, yaitu kelompok tani sebagai wadah belajar mengajar bagi anggota guna meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap agar tumbuh dan berkembang menjadi usaha tani yang mandiri sehingga dapat meningkatkan produktivitas, pendapatan serta kehidupan yang lebih baik; b. Wahana kerja sama: kelompok tani merupakan tempat untuk memperkuat kerja sama baik di antara sesama petani dalam poktan dan antar poktan maupun dengan pihak lain. Melalui kerja sama tersebut diharapkan dapat membuat usahatani lebih efisien dan lebih mampu menghadapi ancaman, tantangan, hambatan, gangguan serta lebih menguntungkan; c. Unit produksi: usaha tani yang dilaksanakan oleh masing-masing anggota poktan secara keseluruhan harus dipandang sebagai satu kesatuan usaha yang dapat dikembangkan untuk mencapai skala ekonomis usaha, dengan menjaga kuantitas, kualitas maupun kontinuitas. Kelompok tani ditumbuhkembangkan dari, oleh, dan untuk mereka dengan jumlah berkisar 20 sampai 25 orang petani atau disesuaikan dengan kondisi lingkungan masyarakat sekitarnya (Menteri Pertanian). Kepengurusan anggota kelompok tani sekurang-kurangnya terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara, dan seksi-seksi sesuai dengan kebutuhan. Sebagai penentu keberlanjutan dari penumbuhan kelompok tani maka harus dibentuk rencana kerja kelompok. Kemudian, dalam meningkatkan kemampuan petani anggota kelompok tani dalam pengembangan agribisnis (Permentan No. 82 Tahun 2013), maka: a. Menciptakan iklim usaha yang kondusif agar petani mampu untuk membentuk dan menumbuhkembangkan kelompoknya secara partisipatif; b. Menumbuhkembangkan kreatifitas dan prakarsa anggota kelompok tani untuk memanfaatkan setiap peluang usaha, informasi, dan akses permodalan yang tersedia; c. Membantu memperlancar proses dan mengidentifikasi kebutuhan dan masalah serta menyusun rencana dan memecahkan masalah yang dihadapi dalam usaha taninya; d. Meningkatkan kemampuan dalam menganalisis potensi pasar dan peluang usaha serta menganalisis potensi wilayah dan sumber daya yang dimiliki untuk mengembangkan komoditi yang dikembangkan/diusahakan guna memberikan keuntungan usaha yang optimal;
19 e. Meningkatkan kemampuan anggota untuk dapat mengelola usaha tani secara komersial, berkelanjutan, dan akrab lingkungan; f. Meningkatkan kemampuan anggota dalam menganalisis potensi usaha masing-masing anggota untuk dijadikan satu unit usaha yang menjamin permintaan pasar yang dilihat dari kuantitas, kualitas, serta kontinuitas. g. Mengembangkan kemampuan anggota untuk menciptakan teknologi yang spesifik lokalitas; h. Mendorong dan mengadvokasi agar para petani mau dan mampu melaksanakan kegiatan simpan-pinjam guna memfasilitasi pengembangan modal usaha kelompok tani.
20
Kerangka Berfikir Keberdayaan masyarakat dilihat dari perubahan tingkatan yang rendah menjadi tingkatan yang lebih tinggi. Tingkat keberdayaan meliputi tingkat pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Tingkat keberdayaan ini dipengaruhi oleh proses pemberdayaan, yang mana di dalam proses pemberdayaan terdapat teknik pendampingan dan tingkat partisipasi. Proses pemberdayaan ini diharapkan mampu menjadi jembatan agar petani mampu meningkatkan tingkat keberdayaan mereka. Agar mampu menggerakkan proses pemberdayaan ini, maka dukungan kepemimpinan sangat dibutuhkan. Dukungan kepemimpinan tersebut meliputi peran kepemimpinan, perilaku kepemimpinan, dan gaya kepemimpinan. Selain dukungan kepemimpinan, terdapat dua faktor yang diduga mempunyai hubungan tidak langsung dengan tingkat keberdayaan petani. Faktor-faktor tersebut di antaranya adalah faktor lingkungan dan faktor personal. Faktor lingkungan meliputi akses lahan, ketersediaan saprodi, kemudahan pemasaran hasil, potensi pengembangan usaha, sedangkan faktor personal meliputi usia, tingkat pendidikan, status kepemilikan lahan, luas lahan, dan pengalaman dalam usaha tani. Berikut kerangka analisis yang diajukan oleh penulis:
Gambar 1 Kerangka analisis peran kepemimpinan kelompok tani dan efektivitas pemberdayaan petani Keterangan
: : berhubungan
21
Hipotesis Penelitian 1.
2. 3.
4.
Terdapat hubungan nyata antara kepemimpinan (peran kepemimpinan, perilaku kepemimpinan, gaya kepemimpinan) dengan proses pemberdayaan (pendampingan, tingkat partisipasi). Terdapat hubungan nyata antara proses pemberdayaan (pendampingan, tingkat partisipasi) dengan tingkat keberdayaan. Terdapat hubungan nyata antara faktor personal (usia, tingkat pendidikan, status kepemilikan lahan, pengalaman usaha tani) dengan proses pemberdayaan (pendampingan, tingkat partisipasi). Terdapat hubungan nyata antara faktor lingkungan (akses lahan, ketersediaan saprodi, kemudahan pemasaran hasil, potensi pengembangan usaha) dengan proses pemberdayaan (pendampingan, tingkat partisipasi).
Definisi Operasional Penelitian ini menggunakan beberapa istilah operasional yang digunakan untuk mengukur variabel. Masing-masing variabel diberi batasan terlebih dahulu agar dapat ditentukan indikator pengukurannya. Istilah-istilah yang digunakan adalah: X1 Personal adalah sesuatu yang sifatnya pribadi atau perseorangan yang meliputi identitas pada diri orang tersebut. Faktor-faktor yang termasuk kedalam personal adalah usia, tingkat pendidikan, luas lahan, status kepemilikan lahan, dan pengalaman usaha tani. X1.1 Usia adalah umur responden pada saat melakukan penelitian. Menurut BKKBN (1994) mengungkapkan bahwa usia produktif adalah kisaran antara 15-64 tahun dan dengan mengggunakan skala ordinal. Usia petani dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu: usia muda (skor 1), apabila responden berusia <15 tahun; usia tua (skor 2), apabila responden berusia >64 tahun; dan usia produktif (skor 3), apabila responden berusia 15-64 tahun. X1.2 Tingkat pendidikan adalah jenjang sekolah formal terakhir yang pernah dilaksanakan oleh responden. Tingkat pendidikan menggunakan skala ordinal dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu: Tinggi, diberi skor 3, apabila responden menempuh pendidikan sampai Diploma, Sarjana, Magister dan Doktor Sedang, diberi skor 2 apabila responden menempuh pendidikan sampai pada tingkat SMP, SMA Rendah, diberi skor 1 apabila responden Tidak Sekolah, Tidak Tamat SD, atau hanya sampai tamat SD X1.3 Luas lahan adalah besaran area tanah yang digunakan untuk kegiatan produksi pertanian. Luas lahan dinyatakan dalam m2 dan luas lahan dibagi menjadi tiga ketegori, yaitu kategori rendah (sempit), sedang (cukup luas), dan tinggi (sangat luas). Kategori rendah, sedang, dan tinggi dihitung dengan menggunakan skala interval berdasarkan hasil penemuan di lapang.
22 X1.4
X2
X3
Status kepemilikan lahan adalah hak atas tanah yang digunakan untuk kegiatan produksi pertanian. Status kepemilikan lahan menggunkan skala ordinal dan diberikan skor, yaitu diberikan skor 1 apabila status kepemilikan lahan bukan milik sendiri, dan diberi skor 2 apabila status kepemilikan lahan adalah milik sendiri. X1.5 Pengalaman usaha tani adalah lamanya keterlibatan petani dalam suatu kegiatan pertanian yang memberikan hasil, baik berupa uang maupun produk pertanian. Pengalaman usaha tani dihitung dengan menggunakan interval berdasarkan hasil penemuan di lapang. Faktor lingkungan adalah tingkat kekuatan dan kualitas faktor-faktor di luar diri petani terhadap keberdayaan petani dalam menjalankan usahataninya. X2.1 Akses lahan adalah keterjangkauan petani dalam menggunakan tanah dan sumber air yang digunakan untuk kegiatan produksi pertanian. Hasil pengukuran akses lahan dikategorikan dengan menggunakan skala ordinal dengan kategori rendah (2-3) diberi skor 1, sedang (45) diberi skor 2, dan tinggi (6) diberi skor 3. X2.2 Ketersediaan saprodi adalah persepsi petani terhadap kemudahan memperoleh bibit dan pupuk guna memperlancar produksi pertanian. Hasil pengukuran ketersediaan saprodi dikategorikan dengan menggunakan skala ordinal dengan kategori rendah (2-3) diberi skor 1, sedang (4-5) diberi skor 2, dan tinggi (6) diberi skor 3. X2.3 Kemudahan memasarkan hasil adalah keterjangkauan petani dalam menjual produk pertanian. Hasil pengukuran kemudahan pemasaran hasil dikategorikan dengan menggunakan skala ordinal dengan kategori rendah (2-3) diberi skor 1, sedang (4-5) diberi skor 2, dan tinggi (6) diberi skor 3. X2.4 Potensi pengembangan usaha adalah ketersediaan sumber daya yang dimiliki dan dipergunakan oleh petani untuk dapat meraih keuntungan ekonomi. Hasil pengukuran potensi pengembangan usaha dikategorikan dengan menggunakan skala ordinal dengan kategori rendah (3-4) diberi skor 1, sedang (5-7) diberi skor 2, dan tinggi (8-9) diberi skor 3. Dukungan kepemimpinan adalah persepsi petani terhadap tingkat kemampuan pemimpin kelompok tani dalam mempengaruhi, mengarahkan, menggerakkan dan mengelola kelompok tani untuk mengembangkan kedinamisan kelompok dalam mencapai tujuan bersama. Dukungan kepemimpinan diukur dengan tiga variabel, yakni peran pemimpin kelompok, perilaku kepemimpinan, dan gaya kepemimpinan. X3.1 Peran pemimpin kelompok adalah sesuatu tindakan yang ditunjukkan seorang ketua dalam mengelola anggotanya. Peran kepemimpinan meliputi kemampuan dalam memberikan penjelasan, motivasi, mengadakan berbagai sarana, dan perhatian terhadap masalah anggota kelompok. Hasil pengukuran peran kepemimpinan dikategorikan dengan menggunakan skala ordinal dengan kategori rendah (4-6) diberi skor 1, sedang (7-9) diberi skor 2, dan tinggi (1012) diberi skor 3. X3.2 Perilaku kepemimpinan adalah persepsi atau tanggapan petani terhadap ketua kelompok tani dalam menerima rangsangan dari
23
Y1
Y2
lingkungan di sekitar kelompoknya. Perilaku kepemimpinan meliputi kondisi anggota, melakukan pembagian tugas, memberikan jalan keluar terhadap permasalahan yang dihadapi, menyampaikann tujuan, memberikan tanggapan, dan mampu menjaga keharmonisan kelompok. Hasil pengukuran perilaku kepemimpinan dikategorikan dengan menggunakan skala ordinal dengan kategori rendah (4-6) diberi skor 1, sedang (7-9) diberi skor 2, dan tinggi (10-12) diberi skor 3. X3.3 Gaya kepemimpinan adalah persepsi petani terhadap kesanggupan ketua dalam memerankan peranannya sebagai pemimpin kelompok. Dalam mengukur gaya kepemimpinan indikator yang digunakan dalam pertanyaan adalah kemampuan pemimpin dalam mendengar keluhan anggotanya, kemampuan pemimpin dalam membuat keputusan, kemampuan perhatian, ketelitian, mengarahkan, dan memberikan teguran terhadap anggota kelompoknya. Hasil pengukuran gaya kepemimpinan dikategorikan dengan menggunakan skala ordinal dengan kategori rendah (4-6) diberi skor 1, sedang (79) diberi skor 2, dan tinggi (10-12) diberi skor 3. Proses pemberdayaan adalah perlakuan yang diberikan dalam sebuah kegiatan guna menghasilkan sesuatu yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat petani yang diberdayakan. Y1.1 Pendampingan adalah proses pembinaan melalui seseorang yang bertugas memfasilitasi dan membantu memperlancar keberhasilan pengembangan usaha tani dalam jangka waktu tertentu. Parameter yang digunakan dalam pendampingan adalah pendekatan yang digunakan, kesesuaian substansi, dan teknik pendampingan. Hasil pengukuran pendampingan dikategorikan dengan menggunakan skala ordinal dengan kategori rendah (5-7) diberi skor 1, sedang (812) diberi skor 2, dan tinggi (13-15) diberi skor 3. Y1.2 Tingkat partisipasi anggota adalah keikutsertaan petani dalam kegiatan pemberdayaan. Parameter yang digunakan dalam tingkat partisipasi adalah banyaknya pertemuan yang diadakan dalam sebulan dan rata-rata kehadiran anggota kelompok tani dalam setiap pertemuan, masukan saran-saran yang diberikan keterlibatan anggota dalam pengambilan keputusan, pelaksanaan keputusan, keterlibatan dalam penilaian, keikutsertaan dalam pengambilan keputusan pelaksanaan keputusan bersama yang sudah dihasilkan dan kepedulian anggota terhadap keberhasilan kelompoknya. Hasil pengukuran tingkat partisipasi dikategorikan dengan menggunakan skala ordinal dengan kategori rendah (6-9) diberi skor 1, sedang (1015) diberi skor 2, dan tinggi (16-18) diberi skor 3. Tingkat keberdayaan ukuran dalam menilai keberhasilan kegiatan pemberdayaan melalui pendidikan dan pelatihan yang telah diberikan kepada anggota kelompok tani. Tingkat keberdayaan menggunakan pengukuran ordinal yang menggunakan akumulasi dari tingkat pengetahuan, sikap, dan keterampilan dengan kategori rendah (7-10) diberi skor 1, sedang (11-17) diberi skor 2, dan tinggi (18-21) diberi skor 3.
24 Y2.1
Y2.2
Y2.3
Tingkat pengetahuan adalah suatu ukuran yang dilihat atas dasar kemampuan berfikir petani. Kemampuan kognitif diukur berdasarkan pada pengetahuan petani akan resiko usaha tani, permodalan, dan pemasaran. Skala pada tingkat pengetahuan yang digunakan adalah skala ordinal. Tingkat sikap adalah suatu ukuran yang dilihat atas dasar keinginan yang dimiliki petani terhadap usaha tani yang dijalankannya. Kemampuan afektif ini meliputi keinginan anggota kelompok tani terhadap tingkat pengetahuan yang dimiliki. kemampuan afektif diukur berdasarkan tentang keinginan atau tanggapan terhadap resiko usaha tani, permodalan, dan pemasaran. Skala pada tingkat pengetahuan yang digunakan adalah skala ordinal. Tingkat keterampilan adalah suatu ukuran yang dinilai dari kemampuan melakukan tindakan terhadap sesuatu yang menyangkut tentang usaha tani yang dijalankannya. Kemampuan psikomotorik diukur berdasarkan tindakan terhadap resiko usaha tani, permodalan, dan pemasaran. Skala pada tingkat pengetahuan yang digunakan adalah skala ordinal.
PENDEKATAN LAPANGAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai peran kepemimpinan terhadap efektivitas pemberdayaan petani pada kelompok tani di Kabupaten Bogor dilakukan di dua tempat yang berbeda, yaitu kelompok tani Bina sejahtera di Desa Situ Udik Kecamatan Cibungbulang sebagai contoh kelompok tani yang aktif dan kelompok tani Hurip di Desa Cikarawang Kecamatan Dramaga sebagai contoh lokasi kelompok tani yang sangat aktif. Pemilihan kelompok tani pada dua desa ini dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan dekat dan terjangkau oleh peneliti. Selain itu, peneliti mendapatkan informasi dari Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (BKP5K) Kabupaten Bogor bahwa kelompok tani Hurip merupakan kelompok tani yang sering dikunjungi untuk lokasi percontohan baik itu kunjungan dari pemerintah maupun dari kalangan akademisi sebagai lokasi penelitian dan sasaran pemberdayaan, sehingga penulis tertarik melihat peranan kepemimpinan pada kelompok tani tersebut, sedangkan kelompok tani Bina Sejahtera merupakan salah satu kelompok tani berprestasi di tingkat Jawa Barat. Sketsa lokasi penelitian dapat dilihat pada lampiran dua dan lampiran tiga. Kegiatan penelitian ini berlangsung dari bulan Februari sampai bulan Juni 2014. Pengambilan data sekunder dilaksanakan pada bulan Februari 2014. Pengambilan data lapang dilakukan pada bulan Maret 2014 sampai dengan awal bulan Mei 2014. Pengolahan data, analisis dan penulisan dilakukan pada bulan Mei 2014. Kegiatan penelitian meliputi penyusunan proposal penelitian, kolokium, pengambilan data lapangan, pengolahan dan analisis data, penulisan draft skripsi, uji petik, sidang skripsi, dan perbaikan laporan penelitian (lampiran 1).
Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei. Metode survei dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung dengan data-data kualitatif. Metode kuantitatif dilakukan melalui pengisian kuesioner sehingga dapat memperoleh informasi yang diperlukan dari responden, sedangkan data-data kualitatif diperoleh melalui wawancara mendalam. Pendekatan kuantitatif ini diharapkan dapat menjawab bagaimana hubungan kepemimpinan dan faktor-faktor pengaruh dengan keberhasilan pemberdayaan masyarakat melalui kelompok tani. Pendekatan kualitatif bersifat explanatory research dengan menggunakan teknik wawancara mendalam terhadap informan yang pada penelitian ini mengungkapkan gambaran peran kepemimpinan. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Situ Udik Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor pada kelompok tani Bina Sejahtera dan di Desa Cikarawang Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor pada kelompok tani Hurip.
Teknik Pengambilan Responden dan Informan Sumber data dalam penelitian ini adalah responden dan informan. Unit analisa pada penelitian ini adalah individu yang menjadi anggota dari kelompok
26 tani. Responden diwawancarai sesuai dengan kuesioner yang telah dibuat karena jawabannya dianggap dapat memberikan informasi yang terkait dengan dirinya sendiri terhadap program atau kegiatan pemberdayaan yang diberikan. Pemilihan responden diambil dengan metode pengambilan sampel acak gugus sederhana (cluster random sampling). Sampel acak gugus sederhana digunakan berdasarkan unit analisa atau satuan penelitian sudah tersusun dalam suatu daftar (Singarimbun dan Effendi1989). Pengambilan sampel pada masing-masing kelompok dilakukan secara non-proporsional, artinya hanya sebagian anggota kelompok tani pada dua kelompok tani tersebut yang akan diwawancarai dan jumlah responden dianggap dapat mewakili seluruhan jumlah anggota kelompok. Semua anggota pada kelompok tani Bina Sejahtera akan diambil sebagai responden dengan jumlah sebesar 28 responden, sedangkan pada kelompok tani Hurip hanya diambil sebanyak 28 responden dari jumlah keseluruhan anggota kelompok tani, sehingga jumlah keseluruhan pada kelompok tani adalah sebanyak 56 orang (lampiran 4). Adapun bagan jumlah populasi kelompok tani yang akan dijadikan sampel terdapat pada Tabel 6. Tabel 6 Jumlah sampel petani menurut lokasi kelompok tani dan status kelompok tani Status Kelompok Lokasi Aktif Sangat Aktif N n N n 28 28 Desa Situ Udik 60 28 Desa Cikarawang
Teknik Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan langsung di lapangan dengan cara observasi, kuesioner, serta wawancara mendalam yang dilakukan langsung kepada responden maupun informan. Data sekunder diperoleh baik dari dokumendokumen tertulis di BKP5K Kabupaten Bogor, kelompok tani Bina Sejahtera dan kelompok tani Hurip. Data sekunder berupa dokumen-dokumen yang terkait dengan penelitian ini, seperti dokumen perkembangan kelompok tani dari tahun ke tahun, perubahan kondisi kelompok tani berdasarkan tingkat kemampuan kelompok tani dan kegiatan penyuluhan yang diberikan untuk meningkatkan tingkat kemampuan kelompok tani. Data sekunder juga diperoleh melalui berbagai literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas pada penelitian ini, yaitu: buku, laporan hasil penelitian, artikel, dan sebagainya.
Teknik Pengolahan dan Analisis Data Unit analisis dalam penelitian ini adalah individu. Teknis analisis data yang dilakukan adalah analisis data kuantitatif dan data kualitatif. Data kualitatif baik data primer maupun sekunder yang telah didapatkan akan diolah menggunakan tiga tahap kegitan analisis data dan dilakukan secara bersamaan,
27 yaitu: reduksi, penyajian, data dan penarikan kesimpulan (Sitorus 1998). Pertama, mereduksi data yang bertujuan untuk menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, menggolongkan, mengeliminasi data-data yang tidak diperlukan dan mengorganisir data sedemikian sehingga didapatkan kesimpulan. Kedua, data yang telah direduksi akan disajikan dalam bentuk deskriptif maupun matriks yang menggambarkan hubungan antara kepemimpinan dengan efektivitas pemberdayaan petani, sehingga diharapkan dapat menjawab perumusan masalah yang telah ditetapkan. Ketiga, kesimpulan yakni menarik simpulan melalui verifikasi. Verifikasi dilakukan sebelum peneliti menarik kesimpulan akhir, dimana proses menyimpulkan tentang penelitian ini dilakukan bersama dengan para informan yang merupakan subjek dalam penelitian ini yang telah menyumbangkan data dan informan terhadap penelitian. Data yang diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan software SPSS for Windows versi 20.0. dan Microsoft Excel 2007. Analisis data menggunakan analisis perbandingan dan Uji korelasi Rank Spearman dan Chi-Square. Perbandingan dilakukan untuk mengetahui perbedaan keberhasilan antara dua kelompok tani yang berbeda. Uji korelasi Rank Spearman digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antar dua variabel yang berskala ordinal dan tidak menentukan prasyarat data terdistribusi normal. Rank Spearman digunakan untuk uji korelasi yang menghubungkan variabel kepemimpinan terhadap proses pemberdayaan.
GAMBARAN UMUM VARIABEL TERKAIT DENGAN PERAN KEPEMIMPINAN TERHADAP EFEKTIVITAS PEMBERDAYAAN PETANI Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Bogor pada dua lokasi, lokasi pertama adalah Desa Situ Udik Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor pada kelompok tani Bina Sejahtera dan lokasi kedua di Desa Cikarawang Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor pada kelompok tani Hurip. Desa Situ Udik adalah salah satu Desa yang berada di Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor, tepatnya di Kecamatan Cibungbulang bagian selatan yang berbatasan langsung dengan Kecamatan Pamijahan dan Kecamatan Leuwiliang. Desa Situ Udik memiliki jumlah penduduk sebanyak 14 500 jiwa pada tahun 2013. Desa Situ Udik memiliki luas wilayah 370 ha dan dibagi menjadi tiga Dusun, 12 RW dan 43 RT. Batas-batas Desa Situ Udik adalah pada sebelah utara berbatasan dengan Desa Situ Ilir Kecamatan Cibungbulang; Sebelah timur berbatasan dengan Desa Cimayang dan Desa Gunung Menyan Kecamatan Pamijahan; sebelah selatan berbatasan dengan Desa Pasarean Kecamatan Pamijahan; dan sebelah barat berbatasan dengan Desa Karacak dan Desa Karya Sari Kecamatan Leuwiliang. Adapun mata pencaharian masyarakat Desa Situ Udik dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Mata pencaharian masyarakat Desa Situ Udik Kecamatan Cibungbulang dan Desa Cikarawang Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor tahun 2013 Mata Pencaharian Petani Buruh Tani Buruh PNS TNI/Polri Pedagang Wiraswasta Pelajar Pengajar Mengurus Rumah Tangga Pembantu Rumah Tangga Peternak Pensiunan Belum Bekerja Jumlah
Jumlah Pekerja Desa Situ Udik (Orang) 1 586 888 1 683 81 3 673 2 861 1 246 485 1 697 63 17 18 3 119 14 500
Jumlah Pekerja Desa Cikarawang (Orang) 310 225 175 2 435 600 2 194
Sumber: Profil Desa Situ Udik dan Desa Cikarawang (2013)
Adapun Desa Cikarawang merupakan Desa yang berada di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor dengan luas wilayah 226.56 ha. Desa Cikarawang memiliki jumlah penduduk sebanyak 8 227 jiwa yang terdiri dari 4 199 laki-laki
28 dan 4 028 perempuan. Desa Cikarawang terdiri dari 3 Dusun, 7 RW, dan 32 RT dengan batasan-batasan sebagai berikut. Di sebelah utara berbatasan dengan Sungai Cisadane; sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Situ Gede; sebelah selatan berbatasan dengan Sungai Ciapus; dan sebelah barat berbatasan dengan Sungai Cisadane. Mata pencaharian masyarakat Desa Cikarawang ditunjukkan pada Tabel 7 di atas.
Profil Kelompok Tani Bina Sejahtera Kelompok Tani Bina Sejahtera berdiri sejak tahun 2008 dengan komoditi utama adalah perikanan air tawar khususnya ikan mas, lele, nila, bawal, dan patin. Pada tahun 2008 kelompok tani Bina Sejahtera memulai kegiatan sebagai pembudidaya ikan, yaitu pertemuan rutin kelompok, kursus tani, demplot, sekolah lapang pengelolaan tanaman terpadu (SL-PTT), dan pelatihan budi daya bawal dan lele terhadap anggota, serta pelatihan budi daya nila terhadap pemuda Agri Mandiri. Awalnya kelompok tani ini memiliki anggota sebanyak 40 orang secara administrasi, namun pada kenyataannya anggota kelompok tani Bina Sejahtera yang ada hanya sebanyak 28 orang. Hal ini disebabkan banyak anggota kelompok tani yang sibuk dengan pekerjaannya masing-masing dan beberapa anggota yang sudah sepuh bahkan ada yang sudah meninggal. Kelompok Tani Bina Sejahtera merupakan kelompok tani yang sudah berdiri pada tingkatan kelas madya sejak tahun 2010. Meskipun berkiprah pada budi daya ikan air tawar, pada kenyataannya kondisi wilayah anggota kelompok tani sebagian besar merupakan lahan pertanian dengan hasil pertanian berupa padi, palawija, dan sayuran. Luas lahan pesawahan atau irigasi secara keseluruhan adalah 25 ha, lahan darat seluas 5 ha dan lahan kolam adalah seluas 20 ha. Latar belakang pembentukan kelompok tani budi daya ikan ini adalah melihat pada prospek agribisnis perikanan air tawar (mas, lele, nila, gurame, bawal, dan patin) di Jawa Barat menjanjikan keuntungan baik dari segi teknis, ekonomis, dan sosial. Dari segi teknis, usaha perikanan air tawar sudah cukup berkembang dan mudah menyesuaikan dengan lingkungan. Dari segi ekonomis memiliki pangsa pasar cukup besar baik unuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri maupun untuk ekspor. Dari segi sosial, membudidayakan jenis ikan gurame, lele, nila, gurame, sudah memasyarakat dikalangan pembudidaya ikan dan dagingnya digemari masyarakat. Anggota berkomitmen tinggi untuk menjalankan dan mengembangkan usaha dengan sungguh-sungguh, sehingga tim pembudidaya bertekad untuk dapat saling melengkapi, solid, amanah, dan bertanggung jawab. Kelompok tani Bina Sejahtera juga memiliki visi dan misi dalam menjalankan kegiatan kelompoknya. Visi dari kelompok tani Bina Sejahtera adalah “Terwujudnya Pembudidaya Ikan menjadi Pelaku Utama dan Pelaku Usaha, Mandiri, berkualitas dan Sejahtera”, sedangkan misinya yaitu: 1. Menjadikan sektor perikanan sebagai prime mover, yakni penggerak utama ekonomi masyarakat (ekonomi berbasis perikanan) 2. Menghasilkan benih yang memiliki brand quality 3. Mencetak pengusaha-pengusaha muda yang mampu bersaing secara profesional 4. Ikut berpartisipasi meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), khususnya pada dimensi pembangunan ekonomi kerakyatan
29 Kelompok tani Bina Sejahtera memiliki aset kelompok yang dapat digunakan guna mendukung pelaksanaan kegiatan kelompok, antara lain sebagai berikut.
Tabel 8 Rincian aset milik kelompok tani Bina Sejahtera No 1 2 3 4 5
Jenis Aset Tanah Bangunan/Saung Sekretariat (unit) Alat-alat perikanan (paket) Demplot (paket) Indukan Ikan (kg)
Jumlah 2 1 1 200
Sumber: Profil kelompok tani Bina Sejahtera (2014)
Hasil produksi yang telah diusahakan dengan menggunakan aset tersebut hingga sampai saat ini adalah 1 000 000 ekor benih per bulan, sedangkan jumlah tenaga kerja yang membantu ada 12 orang dengan upah rata-rata Rp25 000 per hari.
Profil Kelompok Tani Hurip Kelompok tani Hurip sudah berdiri sejak tahun 1975 yang didirikan oleh Bapak H. Uming yang bertempat di Desa Cikarawang Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Kemudian pada tanggal 18 April 2005, membentuk kepengurusan baru dengan ketua kelompok tani yang baru. Latar belakang terbentuknya kelompok tani Hurip adalah disebabkan oleh keinginan petani untuk dapat berdiskusi dan bertukar pengalaman dibidang pertanian. Oleh karena itu, timbulah inisiatif untuk dapat membentuk kelompok tani yang diberi nama kelompok tani Hurip. Melalui kelompok tani ini, para petani dapat menyalurkan aspirasinya dan menjadi wadah pembelajaran bagi para petani desa. Kelompok tani Hurip memiliki visi dan misi dalam menjalankan kegiatan kelompok taninya. Visi kelompok tani Hurip adalah “Menciptakan kelompok tani mandiri yang dapat meningkatkan pendapatan dan mensejahterakan anggotanya”, sedangkan misi kelompok taninya adalah sebagai berikut. 1. Meningkatkan sumber daya anggota kelompok tani 2. Memanfaatkan lahan pertanian semaksimal mungkin 3. Mengakses para anggota kelompok ke lembaga permodalan, pasar, dan informasi teknologi 4. Meningkatkan produktivitas komoditas di wilayah tersebut. Kelompok tani Hurip memiliki sebanyak 60 anggota dan 11 orang sebagai pengurus inti. Adapun aktivitas kelompok tani hurip adalah sebagai berikut. 1. Pengukuhan tani Hurip 2. SLPHT Padi yang diselenggarakan oleh APP Bogor, atas partisipasi dan dukungannya dalam kegiatan KKN IPB ke Desa Cikarawang 3. Pemberdayaan petani pelaku agribisnis pedesaan 4. Pelatihan pemanduan di STPP Bogor 5. Penyuluhan dan pelatihan kompos 6. Pengendalian hama Boleng ubi jalar yang ramah lingkungan
30 7. Mengikuti kursus tani Dinas Pertanian dan Kehutanan 8. Pembuatan tungku sekam dari IPB 9. Seminar dan pelatihan biogas sebagai nara sumber dalam kegiatan seminar dan lokakarya pengabdian masyarakat teknik IPB 10. Pelatihan administrasi dan kelembagaan 11. Pelatihan kompor sekam oleh IPB bekerja sama dengan Himpunan Profesi Agribisnis, IPB 12. Pelatihan koperasi dan kelembagaan agribisnis 13. Kegiatan PKMM, pengembangan usaha tani ubi jalar dan peningkatan nilai tambah
Faktor Personal Anggota Kelompok Tani Usia Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum usia petani tergolong pada kategori usia produktif, yaitu kisaran 15 sampai 64 tahun. Akan tetapi, terdapat perbedaan frekuensi usia antara petani pada kelompok tani Bina Sejahtera dan kelompok tani Hurip. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 Jumlah petani berdasarkan usia dan kelompok tahun 2014 Usia Muda (<15 tahun) Tua (>64 tahun) Produktif (15-64 tahun)
Jumlah
Kelompok Tani Bina Sejahtera Frekuensi (n)
Persentase (%)
Kelompok Tani Hurip Frekuensi (n)
Persentase (%)
Gabungan Frekuensi (n)
Persentase (%)
0
0.00
0
0.00
0
0.00
9
32.14
6
21.43
15
26.79
19
67.86
22
78.57
41
73.21
28
100.00
28
100.00
56
100.00
Tabel 9 menunjukkan bahwa usia produktif petani (kisaran 15-64 tahun) pada kelompok tani Hurip lebih tinggi dibandingkan dengan usia produktif petani pada kelompok tani Bina Sejahtera, tetapi petani yang tergolong usia tua lebih tinggi kelompok tani Bina Sejahtera dibandingkan dengan kelompok tani Hurip. Adapun kategori petani pada usia muda yaitu usia di bawah 15 tahun dinyatakan tidak ada, baik pada kelompok tani Bina Sejahtera maupun kelompok tani Hurip. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan pada petani di kelompok tani Bina Sejahtera dan kelompok tani Hurip dinyatakan rendah. Pernyataan ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Cepriadi dan Yulida (2012) di Kecamatan Kerinci Kabupaten Pelalawan. Pendidikan petani masih rendah yaitu hanya sampai tamat SD bahkan masih ada petani yang tidak tamat SD. Tingkat pendidikan petani secara rinci dapat dilihat pada Tabel 10.
31 Tabel 10 Jumlah petani berdasarkan tingkat pendidikan dan kelompok tahun 2014 Tingkat Pendidikan Rendah Sedang Tinggi Jumlah
Kelompok Tani Bina Sejahtera
Kelompok Tani Hurip
Gabungan
Frekuensi (n)
Persentase (%)
Frekuensi (n)
Persentase (%)
Frekuensi (n)
10 16 2 28
35.72 57.14 7.14 100.00
19 9 0 28
67.86 32.14 0.00 100.00
29 25 2 56
Persentase (%)
51.79 44.64 3.57 100.00
Tabel 10 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan petani pada kelompok tani Bina Sejahtera lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok tani Hurip. Tingkat pendidikan petani pada kategori sedang (tamat SMP/Sederajat dan/ SMA/sederajat) juga lebih tinggi kelompok tani Bina Sejahtera dibandingkan dengan kelompok tani Hurip. Adapun tingkat pendidikan yang tergolong pada ketegori rendah (tidak tamat SD atau tamat SD/Sederajat) menunjukkan selisih paling besar yang mana pendidikan terendah adalah petani pada kelompok tani Hurip dibandingkan dengan kelompok tani Bina Sejahtera. Luas Lahan Luas lahan petani pada kedua kelompok tani tergolong sempit. Luas lahan yang dimiliki petani dibagi menjadi tiga kategori, yaitu kategori sempit (rendah) jika petani memiliki luas lahan kurang dari 9 000 m2, cukup luas (sedang) jika petani memiliki luas lahan kisaran 9 000 sampai 16 000 m2, dan sangat luas (tinggi) jika petani memiliki luas lahan lebih dari lebih dari 16 000 m2. Adapun luas lahan secara rinci berdasarkan golongan luas lahan dan kelompok dapat ditinjau pada Tabel 11.
Tabel 11 Distribusi petani menurut luas lahan dan kelompok tahun 2014 Luas Lahan Rendah (Sempit) Sedang (Cukup luas) Tinggi (Sangat Luas)
Jumlah
Kelompok Tani Bina Sejahtera Frekuensi Persentase (n) (%) 15 53.57
Kelompok Tani Hurip Frekuensi Persentase (n) (%) 21 75.00
Gabungan Frekuensi (n)
Persentase (%)
36
64.29
8
28.57
5
17.86
13
23.21
5
17.86
2
7.14
7
12.50
28
100.00
28
100.00
56
100.00
Tabel 11 menunjukkan bahwa luas lahan petani sempit tergolong tinggi pada petani di kelompok tani Hurip dari pada kelompok tani Bina Sejahtera. Petani yang mempunyai lahan cukup luas, yaitu lebih tinggi pada kelompok tani Bina Sejahtera dibandingkan dengan kelompok tani Hurip. Kepemilikan lahan
32 sangat luas lebih tinggi kelompok tani Bina Sejahtera dibandingkan dengan kelompok tani Hurip. Hal ini menunjukkan bahwa area luas lahan yang lebih besar terdapat pada kelompok tani Bina Sejahtera. Status Kepemilikan Lahan Secara umum petani mempunyai lahan untuk usaha tani dengan status lahan milik sendiri, namun ada juga petani yang tidak memiliki lahan. Petani yang tidak memiliki lahan bukan berarti tidak mempunyai kesempatan untuk melakukan usahatani. Petani menggunakan beberapa istilah dalam memberikan label terhadap lahan yang status lahannya bukan milik sendiri di antaranya gade, maparo, dan ngepak. Gade merupakan istilah sewa tanah dari orang yang membutuhkan uang dengan memberikan jaminan berupa lahan yang dapat digarap, tetapi sewaktuwaktu lahan tersebut dapat diambil kembali dengan syarat uang yang dipinjami sudah dikembalikan. Maparo merupakan istilah orang sunda yang artinya “separuh-separuh”. Petani yang tidak memiliki lahan dapat menggunakan lahan orang lain dengan ketentuan lahan digarap dan diberikan modal oleh petani berupa pupuk, obat-obatan, dan bibit. Hasil atas garapan lahan dibagi menjadi dua antara orang yang memiliki lahan dan petani yang mengelola lahan tersebut. Selanjutnya adalah Ngepak, Ngepak merupakan istilah yang digunakan untuk petani penggarap dengan ketentuan status kepemilikan lahan merupakan milik orang lain dan diberikan modal berupa bibit, obat-obatan dari orang yang memiliki lahan. Hasil dari lahan garapan tersebut kemudian dibagi menjadi 2:1 atau 3:1 atau 5:1 sesuai dengan kesepakatan awal. Status kepemilikan lahan mempunyai nilai penting. Lahan merupakan salah satu aset yang harus dimiliki petani untuk dapat memberdayakan dirinya sendiri melalui usaha tani. Adapun status kepemilikan lahan secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12
Distribusi petani menurut status kepemilikan lahan dan kelompok tahun 2014
Status Kepemilikan Lahan Tidak memiliki lahan Memiliki lahan
Jumlah
Kelompok Tani Bina Sejahtera
Kelompok Tani Hurip
Gabungan
Frekuensi (n)
Persentase (%)
Frekuensi (n)
Persentase (%)
Frekuensi (n)
Persentase (%)
4
14.29
5
17.86
9
16.07
24 28
85.71 100.00
23 28
82.14 100.00
47 56
83.93 100.00
Tabel 12 menunjukkan bahwa status lahan milik petani pada kelompok tani Bina Sejahtera lebih tinggi dibandingkan dengan lahan yang berstatus milik petani pada kelompok tani Hurip. Kepemilikan lahan yang bukan milik sendiri lebih tinggi kelompok tani Hurip dibandingkan dengan kelompok tani Bina Sejahtera. Artinya, lahan yang diolah pada kelompok tani Bina Sejahtera kebanyakan merupakan lahan milik sendiri dibandingkan dengan petani yang mengelola lahan pada kelompok tani Hurip.
33
Pengalaman Usaha Tani Hasil penelitin di lapang menunjukkan bahwa pengalaman petani dalam berusaha tani digolongkan rendah dengan pengalaman usaha tani kurang dari 26 tahun. Pengalaman usahatani dibagi ke dalam tiga kategori yaitu tergolong kategori rendah jika pengalaman berusaha tani kurang dari 26 tahun, tergolong kategori sedang jika pengalaman berusaha tani berada pada kisaran 26 sampai 48 tahun dan tergolong tinggi jika pengalaman berusaha tani lebih dari 48 tahun. Secara rinci distribusi petani terhadap pengalaman usaha tani dapat dilihat pada Tabel 13
Tabel 13 Distribusi petani berdasarkan pengalaman usaha tani dan kelompok tahun 2014 Pengalaman Usahatani
Kelompok Tani Bina Sejahtera
Kelompok Tani Hurip
Gabungan
Frekuensi (n)
Persentase (%)
Frekuensi (n)
Persentase (%)
Frekuensi (n)
Persentase (%)
Rendah (<26 tahun) Sedang (2648 tahun) Tinggi (>48 tahun)
15
53.57
10
35.72
25
44.64
9
32.14
9
32.14
18
32.14
4
14.29
9
32.14
13
23.22
Jumlah
28
100.00
28
100.00
56
100.00
Pengalaman petani dalam berusahatani menunjukkan perbedaan antara petani pada kelompok tani Bina Sejahtera dan petani pada kelompok tani Hurip. Tabel 13 menunjukkan bahwa pengalaman petani pada kelompok tani Hurip dalam berusaha tani tergolong tinggi dibandingkan kelompok tani Bina Sejahtera. Kemudian pengalaman usaha tani yang tergolong rendah (kurang dari 26 tahun) lebih tinggi pada kelompok tani Bina Sejahtera dibandingkan dengan petani pada kelompok tani Hurip. Adapun pengalaman petani pada kategori sedang tidak ada perbedaan, baik kelompok tani Bina Sejahtera maupun kelompok tani Hurip.
Faktor Lingkungan Akses Lahan Secara umum akses lahan petani pada kelompok tani Bina Sejahtera dan kelompok tani Hurip tergolong tinggi. Akan tetapi, petani yang beranggapan bahwa akses terhadap lahan yang subur kurang memadai dikarenakan kurang maksimalnya air yang mengalir pada kolam-kolam milik petani di kelompok tani Bina Sejahtera dan terjadinya kekurangan air pada pesawahan milik petani di kelompok tani Hurip. Akses lahan pada kelompok tani Bina Sejahtera dan kelompok tani Hurip mempunyai perbedaan karena wilayahnya berbeda. Kelompok tani Bina Sejahtera
34 yang berada di Desa Situ Udik Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor terletak pada daerah dataran tinggi. Aliran sungai yang dijadikan irigasi untuk pesawahan, kolam, dan sayur-sayuran masih tersedia. Sedangkan, lokasi kelompok tani Hurip berada di Desa Cikarawang Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor yang merupakan lokasi daerah dataran rendah. Awalnya pengairan untuk lahan pertanian pada anggota kelompok tani Hurip ini menggunakan sistem irigasi dari Bubulak, namun sistem irigasi tersebut sering tersendat akibat kurangnya kontrol dari petani yang bertugas sebagai ulu-ulu. Oleh karena itu, sistem pengairan pada kelompok tani bukan lagi menggunakan sistem irigasi melainkan menggunakan sistem pengairan tadah hujan. Sistem pengairan tadah hujan ini merupakan aliran air yang memanfaatkan bendungan Situ Gede sebagai sumber air, namun jika tiba musim kemarau aliran air untuk pesawahan tidak akan maksimal. Perbedaan persepsi petani terhadap akses lahan pada kelompok tani tersebut disajikan pada Tabel 14.
Tabel 14 Distribusi petani berdasarkan akses lahan dan kelompok tahun 2014 Akses Lahan
Rendah Sedang Tinggi Jumlah
Kelompok Tani Bina Sejahtera
Kelompok Tani Hurip
Frekuensi (n)
Persentase (%)
Frekuensi (n)
0 4 24 28
0.00 14.29 85.71 100.00
0 5 23 28
Persentase (%)
0.00 17.86 82.14 100.00
Gabungan Frekuensi (n)
Persentase (%)
0 9 47 56
0.00 16.07 83.93 100.00
Tabel 14 menunjukkan bahwa akses lahan pada kelompok tani Bina Sejahtera lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok tani Hurip. Adapun akses lahan yang tergolong sedang lebih tinggi kelompok tani Hurip dibandingkan dengan kelompok tani Bina Sejahtera. Melihat perbedaan ini, petani yang memiliki lahan subur dengan dukungan dari lingkungan sekitar kelompok tani pada petani di kelompok tani Bina Sejahtera. Ketersediaan Saprodi Saprodi atau sarana produksi merupakan sebuah sarana atau alat pendukung yang digunakan petani untuk usaha tani. Saprodi terutama bibit, pupuk, dan obatobatan merupakan alat yang digunakan dalam menjalankan usahatani. Ketersediaan saprodi tergolong tinggi, baik pada kelompok tani Bina Sejahtera maupun pada kelompok tani Hurip, namun ada juga petani yang beranggapan bahwa ketersediaan saprodi tergolong sedang. Anggapan tersebut diungkapkan karena ketersediaan saprodi belum di pasilitasi secara maksimal. Distribusi petani dalam menanggapi tersedia atau tidaknya sarana produsi dapat dilihat pada Tabel 15.
35 Tabel 15
Distribusi petani berdasarkan ketersediaaan saprodi dan kelompok tahun 2014
Ketersediaan Saprodi Rendah Sedang Tinggi Jumlah
Kelompok Tani Bina Sejahtera
Kelompok Tani Hurip
Frekuensi Persentase Frekuensi (n) (%) (n)
0 1 27 28
0.00 3.57 96.43 100.00
0 4 24 28
Gabungan
Persentase (%)
Frekuensi (n)
Persentase (%)
0.00 14.29 85.71 100.00
0 5 51 56
0.00 8.93 91.07 100.00
Sarana produksi pada kelompok tani Bina Sejahtera tergolong tinggi dibandingkan dengan kelompok tani Hurip. Pada kelompok tani Bina Sejahtera, petani yang aktif tergabung dalam kelompok tani mempunyai jatah mendapatkan bibit pertanian dan obat-obatan dari kelompoknya. Biasanya kelompok tani mendapatkan bibit padi dari pemerintah tiga bulan sekali dan petani harus menebusnya sebesar Rp10 000 per kantong, sedangkan pada kelompok tani Hurip sudah tidak ada lagi pasokan dari pemerintah. Sarana produksi yang ada pada kelompok tani Bina Sejahtera juga bukan hanya bibit dan obat-obatan padi sawah, melainkan bibit jagung dan benih ikan. Bibit jagung dan ikan merupakan hasil pertanian yang dijadikan produk oleh kelompok tani Bina Sejahtera. Lain halnya dengan kelompok tani Hurip, biasanya membuat bibit sendiri jika panen padinya bagus, namun jika bibit padinya kurang bagus petani biasanya membeli bibit di toko pertanian, sedangkan untuk bibit ubi jalar dan kacang didapatkan dari tengkulak. Akan tetapi, hasil panen ubi jalar tersebut harus di jual kembali kepada tengkulak yang memberikan bibit. Untuk itu, hasil panen pada petani di kelompok tani Bina Sejahtera lebih bebas dibandingkan dengan petani pada kelompok tani Hurip. Kemudahan Pemasaran Hasil Memasarkan hasil usaha tani terbilang mudah, petani tinggal menjual hasil panennya kepada para pengempul atau tengkulak. Pemasaran hasil usaha tani pada kedua kelompok dinilai tinggi. Adapun pemasaran hasil yang terbilang sulit termasuk pada kategori sedang dan rendah. Secara rinci distribusi petani terhadap kemudahan pemasaran hasil dapat ditinjau pada Tabel 16. Berdasarkan Tabel 16 ditunjukkan bahwa lebih mudah pemasaran pada kelompok tani Hurip dibandingkan dengan kelompok tani Bina Sejahtera. Mudahnya pemasaran pada kelompok tani Hurip disebabkan oleh adanya tengkulak yang siap menerima hasil komoditas pertanian yang ditanam dengan cara meminjami modal berupa bibit dan obat-obatan kepada petani. Akan tetapi, ada juga petani yang tidak meminjam bibit ubi jalar kepada tengkulak melainkan membuat bibit sendiri dari hasil panen sebelumnya dan kemudian menjual hasil panen kepada tengkulak lain yang harga belinya lebih tinggi dan ada juga yang menjualnya sendiri langsung kepada konsumen yang terkadang ubi jalar langsung habis terjual. Inilah alasan mengapa dari satu kelompok terdapat perbedaan pandangan. Selain pemasaran kepada tengkulak dan konsumen langsung, kelompok tanipun menyediakan pemasaran ubi dan kacang.
36 Untuk menjual ubi jalar dan kacang-kacangan, kelompok tani menyediakan pemasaran dengan harga pembelian kisaran Rp1 100 sampai dengan Rp1 500 per kilo tergantung bagus tidaknya produk pertanian yang dihasilkan. Jika mendengar pemaparan salah satu pengurus kelompok, harga beli yang ditetapkan oleh pemerintah adalah Rp2 000 per kilo, tetapi pada kenyataannya harga beli yang diberlakukan maksimal sebesar Rp1 500. Pembelian yang dilakukan oleh kelompok tani tersebut kemudian menjualnya hasil pertanian ke daerah Tanggerang untuk dibuat saos dan sebagian lagi untuk dikelola oleh kelompok tani dibuat terigu ubi jalar.
Tabel 16 Distribusi petani berdasarkan kemudahan pemasaran hasil usaha tani dan kelompok tahun 2014 Kemudahan Pemasara Hasil Rendah Sedang Tinggi Jumlah
Kelompok Tani Bina Sejahtera
Kelompok Tani Hurip
Frekuensi (n)
Persentase (%)
Frekuensi (n)
3 7 18 28
10.71 25.00 64.29 100.00
0 1 27 28
Persentase (%)
0.00 3.57 96.43 100.00
Gabungan Frekuensi (n)
Persentase (%)
3 8 45 56
5.36 14.29 80.35 100.00
Pada kelompok tani Bina Sejahtera sebanyak 25 persen petani mengungkapkan bahwa hasil penen terutama padi tidak untuk dijual melainkan untuk di konsumsi sendiri, karena meskipun dijual tidak akan mendapatkan keuntungan yang banyak bahkan bisa jadi rugi. Akan tetapi untuk petani yang hasil padinya banyak, biasanya dikonsumsi sebagian dan sebagian lagi dijual. Petani yang menanam jagung dan berbudi daya ikan dapat menjual hasil taninya kepada kelompok yang nantinya akan dipasarkan kepada kelompok tani lain melalui bantuan penyuluh atau dijual ke toko pertanian, sedangkan untuk ikan dapat dijual kepada pembudidaya ikan pembesaran atau dibuat dendeng ikan nila dan crispy ikan untuk dipasarkan ke rumah-rumah makan. Potensi Pengembangan Usaha tani Secara umum potensi petani terhadap pengembangan usaha tani tergolong tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa petani mempunyai potensi pengembangan usaha dengan inovasi yang tinggi, yaitu dapat menciptakan wirausaha tani dari hasil usaha tani ubi jalar berupa saos dan tepung ubi jalar, serta dapat menjadi wirausaha tani dari produk jagung dan ikan yang berupa kemasan bibit jagung, crispy ikan nila dan dendeng ikan nila. Akan tetapi, potensi pengembangan usahatani pada kelompok tani Bina Sejahtera dan kelompok tani Hurip sedikit ada perbedaan yang dapat dilihat pada Tabel 17.
37 Tabel 17 Distribusi petani berdasarkan potensi pengembangan usaha tani dan kelompok tahun 2014 Potensi Pengembangan Usahatani Rendah Sedang Tinggi Jumlah
Kelompok Tani Bina Sejahtera
Kelompok Tani Hurip
Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase (n) (%) (n) (%)
0 7 21 28
0.00 25.00 75.00 100.00
0 2 26 28
Gabungan Frekuensi (n)
Persentase (%)
0 9 47 56
0.00 16.07 83.93 100.00
0.00 7.14 92.86 100.00
Tabel 17 menunjukkan terdapat perbedaan potensi pengembangan usaha tani pada kelompok tani Hurip dan kelompok tani Bina Sejahtera. Pada kelompok tani Hurip pemasaran hasil usaha tani sudah baik dilakukan dalam hal pengemasan untuk bahan hasil usaha tani terutama dari bahan baku ubi jalar. Kelompok tani Hurip membuat inovasi baru dari bahan baku ubi jalar menjadi tepung terigu dan saos. Petani yang tergabung dalam kelompok tani Hurip ikut membantu dalam proses pembuatan saos dan tepung ubi jalar tersebut. Akan tetapi, inovasi tersebut tidak dibuat secara berkelompok. Artinya, tidak semua anggota terlibat dalam aktivitas penggilingan tepung dan pengolahan saos. Pembelian yang dilakukan kelompok tani kepada masing-masing petani hanya bahan baku ubi jalar yang sudah di kupas. Berbeda dengan kelompok tani Bina Sejahtera pengembangan usaha tani sudah mulai dijalankan. Hanya saja inovasi terhadap pengembangan usaha tani dilakukan pada pembudidayaan ikan dan petani jagung saja. Ikan dijadikan bahan baku untuk membuat crispy dan dendeng, sedangkan jagung dikemas menjadi bibit jagung.
Dukungan Kepemimpinan Kelompok Peran Pemimpin Kelompok Pemimpin kelompok memiliki peranan yang sangat penting dalam mengelola kelompok taninya. Peran pemimpin kelompok meliputi kemampuan pemimpin dalam memberikan arahan dan tuntunan bagi anggota kelompoknya, mampu memfasilitasi agar tercapai tujuan, mampu mendinamiskan para anggota untuk aktif, dan mampu dalam menampung aspirasi anggota kelompoknya. Peran kepemimpinan pada kedua kelompok tergolong tinggi. Akan tetapi pada kedua kelompok juga tergolong sedang karena penilaian anggota kelompok tani terhadap peran kepemimpinan berbeda-beda.
38 Tabel 18 Distribusi petani menurut peran kepemimpinan dan kelompok tahun 2014 Kelompok Tani Kelompok Tani Peran Gabungan Bina Sejahtera Hurip Kepemimpinan Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase Kelompok Rendah Sedang Tinggi Jumlah
(n)
(%)
(n)
(%)
(n)
0 7 21 28
0.00 25.00 75.00 100.00
0 4 24 28
0.00 14.29 85.71 100.00
0 11 45 56
(%)
0.00 19.64 80.36 100.00
Dapat dilihat pada Tabel 18 bahwa peran kepemimpinan pada kelompok tani Hurip jauh lebih tinggi dibandingkan dengan peran kepemimpinan pada kelompok tani Bina Sejahtera. Pemimpin kelompok tani Hurip konsen pada pekerjaan dibidang pertanian dan memiliki banyak waktu luang dalam berusaha tani, sedangkan pemimpin pada kelompok tani Bina Sejahtera dinilai tidak konsen terhadap pekerjaan dibidang pertanian, karena pemimpin kelompok tani Bina Sejahtera mempunyai fokus pada pekerjaan dibidang lain. Perilaku Kepemimpinan Perilaku kepemimpinan merupakan kemampuan pemimpin dalam memperlihatkan tingkah laku layaknya sebagai seorang pemimpin. Perilaku kepemimpinan pada kedua kelompok dinilai tinggi, yaitu perilaku pemimpin yang mencerminkan kepemimpinan telah diterapkan, baik pemimpin kelompok tani Bina Sejahtera maupun pemimpin kelompok tani Hurip. Akan tetapi, ada perbedaan persepsi anggota pada kedua kelompok yang dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19 Distribusi petani menurut perilaku kepemimpinan dan kelompok tahun 2014 Kelompok Tani Kelompok Tani Gabungan Perilaku Bina Sejahtera Hurip Kepemimpinan Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase (n)
Rendah Sedang Tinggi Jumlah
0 3 25 28
(%)
0.00 10.71 89.29 100.00
(n)
(%)
(n)
0 4 24 28
0.00 14.29 85.71 100.00
0 7 49 56
(%)
0.00 12.50 87.50 100.00
Perilaku kepemimpinan kelompok tani Bina Sejahtera lebih tinggi dari kelompok tani Hurip. Pemimpin pada kelompok tani Bina Sejahtera selalu membuat suasana menyenangkan dan selalu menjaga keharmonisan kelompok tani meskipun pada kenyataannya pemimpin disibukkan dengan pekerjaan lain.
39 Gaya Kepemimpinan Pemimpin pada kelompok tani Bina Sejahtera dan kelompok tani Hurip sudah menunjukkan gaya kepemimpinan dengan baik dan gaya kepemimpinan pada kedua kelompok tani juga tergolong tinggi. Gaya kepemimpinan diukur dengan beberapa kemampuan pemimpin di antaranya kemampuan pemimpin dalam menampung aspirasi dan membina hubungan dengan anggota, kemampuan dalam membuat keputusan, kemampuan dalam membagi tugas dan pekerjaan, serta kemampuan mengatur dan mendisiplinkan anggota. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 20.
Tabel 20 Gaya kepemimpinan kelompok tani Bina Sejahtera dan kelompok tani Hurip Gaya Kepemimpinan Rendah Sedang Tinggi Jumlah
Kelompok Tani Bina Kelompok Tani Gabungan Sejahtera Hurip Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase (n) (%) (n) (%) (n) (%)
0 7 21 28
0.00 25.00 75.00 100.00
0 4 24 28
0.00 14.29 85.71 100.00
0 11 45 56
0.00 19.64 80.36 100.00
Gaya kepemimpinan kelompok tani Hurip lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok tani Bina Sejahtera. Hal ini disebabkan karena pemimpin kelompok tani Hurip memiliki waktu luang yang banyak dalam mengelola kelompoknya. Pemimpin mampu memberikan arahan sesuai dengan situasi dan kebutuhan anggotanya. Namun, dalam pengambilan keputusan pemimpin jarang mendiskusikannya dengan anggota. Terkadang pemimpin masih belum tegas dalam menerapkan aturan-aturan yang ada di dalam kelompok. Aturan yang berlaku adalah anggota harus menjual hasil tanam kepada kelompok, tetapi pada kenyataannya terdapat beberapa anggota yang masih menjual hasil tani kepada tengkulak di luar kelompok. Adapun setiap keputusan pada kelompok tani Bina Sejahtera ditentukan oleh pemimpin dengan asumsi bahwa petani sudah mendiskusikannya dan sudah dimusyawarahkan bersama. Misalnya keputusan tentang permasalahan hama yang tidak dapat diatasi kelompok sehingga meminta pemimpin untuk mendatangkan penyuluh.
Proses Pemberdayaan Anggota Kelompok Tani Pendampingan Pendampingan merupakan upaya pembinaan yang dilakukan agar kelompok tetap aktif dan berkembang. Teknik pendampingan dilakukan oleh penyuluh pertanian. Pada kelompok tani Bina Sejahtera, tingkat intensitas atau frekuensi pendampingannya sangat tinggi. Hal ini dikarenakan fokus dari kelompok tani Bina Sejahtera adalah pembudidayaan ikan dan pembibitan jagung yang mana petani masih membutuhkan pembinaan mengenai budi daya ikan. Selain itu,
40 pendampingan dilakukan lebih intensif karena pembudidayaan ikan akan diikutsertakan dalam lomba se-Jawa Barat. Meskipun demikian, penyuluh juga tetap memperhatikan anggota yang fokus terhadap palawija, padi, dan jagung. Lain halnya dengan kelompok tani Hurip, penyuluh pertanian terfokus pada ubi jalar, kacang-kacangan, dan padi. Intensitas pendampingan dilakukan sangat sering yaitu sebanyak satu bulan dua kali penyuluh datang kepada kelompok Hurip. Akan tetapi penyuluh sudah tidak lagi mendampingi dikarenakan penyuluh yang biasa mendampingi sudah wafat. Sebenarnya, pendampingan yang dilakukan terhadap kelompok tani Hurip sampai saat ini masih berjalan dengan penyuluh baru, tetapi tidak sesering yang dilakukan oleh pendamping yang lama. Namun, hal ini tidak membuat kelompok tani Hurip redup karena selain pertanian merupakan tumpuan petani untuk dapat memenuhi kebutuhannya juga selalu ada pendampingan yang dilakukan oleh mahasiswa IPB. Pendampingan dilakukan oleh penyuluh dengan cara melakkukan penyuluhan kepada para petani yang tergolong pada kelompok tani. Teknik pendampingan tersebut dilakukan dengan dua cara, yaitu penyuluhan dengan cara ceramah yaitu pemberian materi dan praktek langsung di lapang. Cara seperti ini dilakukan oleh pendamping baik pada kelompok tani Bina Sejahtera maupun pada kelompok tani Hurip. Tingkat Partisipasi Partisipasi merupakan keterlibatan anggota kelompok tani secara aktif dalam mengikuti kegiatan pemberdayaan. Bentuk partisipasi petani di kedua kelompok tergolong tinggi. Akan tetapi tingkat partisipasi anggota kelompok tani Bina Sejahtera dengan tingkat partisipasi anggota kelompok tani Hurip berbeda, dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21 Distribusi petani berdasarkan tingkat partisipasi dan kelompok tahun 2014 Tingkat partisipasi
Kelompok Tani Bina Sejahtera Frekuensi (n)
Rendah Sedang Tinggi Jumlah
1 10 17 28
Persentase (%)
3.57 35.71 60.72 100.00
Kelompok Tani Hurip Frekuensi (n)
4 11 13 28
Persentase (%)
14.29 39.28 46.43 100.00
Gabungan Frekuensi (n)
5 21 30 56
Persentase (%)
8.93 37.50 53.57 100.00
Partisipasi pada kelompok tani Bina Sejahtera lebih tinggi dibandingkan dengan anggota kelompok tani Hurip. Hal ini disebabkan oleh kondisi sosial pada lingkungan kedua kelompok berbeda. Pada kelompok tani Bina Sejahtera, masyarakatnya lebih mengutamakan rasa kebersamaan dan mengedepankan ikatan silaturahmi yang kuat diantara satu orang dengan orang lain. Sedangkan pada kelompok tani Hurip, kebanyakan yang menjadi anggota kelompok tani masih memiliki ikatan kerabat yang kuat. Ikatan persaudaraan pada kelompok tani
41 Hurip lebih diutamakan sehingga anggota yang bukan kelompok tani terkadang tersisihkan dari perkumpulan dan pada akhirnya jarang mengikuti perkumpulan.
Keberdayaan Anggota Kelompok Tani Tingkat keberdayaan anggota kelompok tani diukur dari kemampuan petani berwirausaha dan kemandirian dalam berwirausaha. Kedua aspek ini diukur melalui tiga aspek perilaku, yaitu tingkat pengetahuan, kecenderungan sikap, dan tingkat keterampilan. Secara umum, petani yang diberdayakan melalui kelompok tani cenderung memiliki tingkat keberdayaan yang tinggi. Hal ini dibuktikan dengan tingkat pengetahuan petani tentang pengelolaan resiko, permodalan, dan pemasaran yang tinggi, kemudian sikap yang positif terhadap inovasi dan keberlanjutan usaha tani yang dijalankan, juga tingkat keterampilan yang baik dalam berusaha tani. Secara umum tingkat keberdayaan dinilai tinggi, namun secara spesifik tingkat keberdayaan petani pada kelompok tani Bina Sejahtera dan kelompok tani Hurip terdapat perbedaan yang dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22 Distribusi petani berdasarkan tingkat keberdayaan dan kelompok tahun 2014 Tingkat Kelompok Tani Bina Keberdayaan Sejahtera Rendah Sedang Tinggi Jumlah
Kelompok Tani Hurip
Gabungan
Frekuensi (n)
Persentase (%)
Frekuensi (n)
Persentase (%)
Frekuensi (n)
Persentase (%)
0 2 26 28
0.00 7.14 92.86 100.00
0 22 6 28
0.00 78.57 21.43 100.00
0 24 32 56
0.00 42.86 57.14 100.00
Tabel 22 menunjukkan bahwa tingkat keberdayaan petani pada kelompok tani Bina Sejahtera lebih tinggi dibandingkan kelompok tani Hurip. Hal ini dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang tinggi yang memungkinkan petani lebih mampu menyerap informasi dan pembelajaran lebih cepat baik pembelajaran dari pendampingan maupun dari lingkungannya. Tingkat pengetahuan dalam mengelola resiko usaha tani, permodalan, dan pemasaran dinilai tinggi, karena masyarakat yang memang mengerti akan resiko usaha tani dan kaitannya terhadap modal dan pemasaran. Ada sebagian petani yang meminjam modal kepada lembaga keuangan seperti Bank, koperasi, dan Lembaga Keuangan Mikro yang ada di wilayahnya. Peminjaman modal tersebut dilakukan ketika tidak ada cara lain untuk dapat menutupi kekurangan modal untuk usaha. Akan tetapi, peminjaman modal tersebut tidak hanya digunakan untuk pertanian saja melainkan sebagian modal digunakan untuk usaha lain seperti menambah modal warung, penggilingan, dan toko. Penggunaan modal dilakukan tidak hanya untuk pertanian karena mereka sadar bahwa tidak selamanya usaha tani menguntungkan. Pemasaran yang dilakukan petani di kelompok tani Bina Sejahtera juga lebih menguntungkan masyarakat. Pemasaran untuk padi, petani langsung menjual kepada tetangganya yang memiliki toko padi di pasar, pembibitan jagung juga dijual langsung kepada kelompok tani lain atau petani lain yang membutuhkan,
42 serta pembibitan nila juga langsung di jual kepada pembudidaya pembesaran ikan sehingga hasil dari penjualan tidak merugikan petani. Tingkat keberdayaan petani pada kelompok tani Hurip lebih banyak pada tingkat keberdayaan yang tergolong sedang. Hal ini dikarenakan oleh tingkat pengetahuan tentang resiko usaha tani tinggi tetapi masih belum mampu mengatasi masalah jika ada kesulitan dalam mencari modal untuk usaha tani. Petani kerap meminjam uang atau modal kepada tengkulak yang hasilnya nanti harus dijual kembali kepada tengkulak tersebut dengan harga di bawah harga jual yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Selain itu, petani juga belum mampu membuat inovasi terhadap komoditas yang ditanamnya untuk mendapatkan hasil usaha tani yang lebih menguntungkan. Pemasaran yang dilakukan hanya sebatas kepada tengkulak dan kelompok tani yang juga dianggap tengkulak oleh petani.
HUBUNGAN KEPEMIMPINAN DENGAN PROSES PEMBERDAYAAN ANGGOTA KELOMPOK TANI Dukungan kepemimpinan menunjukkan hubungan nyata positif dengan proses pemberdayaan. Semakin tinggi dukungan kepemimpinan maka semakin tinggi pula proses pemberdayaan terhadap petani. Maknanya bahwa hipotesis yang menyatakan bahwa “Terdapat hubungan nyata antara kepemimpinan (peran kepemimpinan, perilaku kepemimpinan, gaya kepemimpinan) dengan proses pemberdayaan (pendampingan, tingkat partisipasi)” terbukti. Hasil uji antara dukungan kepemimpinan dengan proses pemberdayaan secara kumulatif dapat dilihat pada Tabel 23.
Tabel 23
Koefisien korelasi antara dukungan kepemimpinan dengan proses pemberdayaan petani di kelompok tani Bina Sejahtera dan kelompok tani Hurip
Dukungan Kepemimpinan (Spearman’s rho)
Proses Pemberdayaan Correlation Coefficient
Sig (2-tailed)
.483**
.000
Keterangan : **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed)
Dilihat dari beberapa variabel kepemimpinan di antaranya peran kepemimpinan, perilaku kepemimpinan, dan gaya kepemimpinan yang dihubungkan dengan proses pemberdayaan yang meliputi pendampingan dan tingkat partisipasi menunjukkan hubungan nyata positif. Hasil uji pada masingmasing varibel kepemimpinan dengan proses pemberdayaan dapat dilihat pada Tabel 24.
Tabel 24
Koefisien korelasi antar variabel dukungan kepemimpinan dengan variabel proses pemberdayaan pada dua kelompok tani (Bina Sejahetra dan Hurip)
Dukungan Kepemimpinan (Spearman’s rho) Peran Kepemimpinan Perilaku Kepemimpinan Gaya Kepemimpinan
Proses Pemberdayaan Pendampingan Tingkat Partisipasi Correlation Coefficient
Sig (2-tailed)
Correlation Coefficient
Sig (2-tailed)
.591**
.000
.473**
.000
.811**
.000
.572**
.000
.591**
.000
.393**
.003
Keterangan : **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed)
44 Berdasarkan Tabel 24 bahwa semua variabel pada dukungan kepemimpinan menunjukkan hubungan nyata positif dengan variabel proses pemberdayaan yang meliputi pendampingan dan tingkat partisipasi. Semakin tinggi peran kepemimpinan, perilaku kepemimpinan, dan gaya kepemimpinan maka semakin tinggi pula pendampingan dan tingkat partisipasi. Pendampingan dan tingkat partisipasi pada masing-masing kelompok tani berbeda. Dinyatakan pada Tabel 25 bahwa terdapat perbedaan tingkat partisipasi antara petani pada kelompok tani Bina Sejahtera dengan petani pada kelompok tani Hurip.
Tabel 25 Koefisien korelasi antara dukungan kepemimpinan dengan proses pemberdayaan petani pada masing-masing kelompok tani Bina Sejahtera dan kelompok tani Hurip Dukungan Kepemimpinan (Spearman’s rho) Peran Kepemimpinan Perilaku Kepemimpinan Gaya Kepemimpinan
Kelompok Tani Bina Sejahtera Proses Pemberdayaan Pendampingan Tingkat Partisipasi Correlation Coefficient
Sig (2tailed)
Correlation Coefficient
Sig (2tailed)
Kelompok Tani Hurip Proses Pemberdayaan Pendampingan Tingkat Partisipasi Correlation Coefficient
Sig (2tailed)
Correlation Coefficient
Sig (2tailed)
.471*
.011
.412*
.029
.728**
.000
.663** .000
.849**
.000
.493** .008
.728**
.000
.663** .000
.471*
.011
.251
.728**
.000
.663** .000
.198
Keterangan: **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Tabel 25 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hubungan koefisien antara kelompok tani Bina Sejahtera dengan kelompok tani Hurip. Pada kelompok tani Bina Sejahtera menunjukkan hubungan nyata positif antara variabel peran kepemimpinan dan gaya kepemimpinan dengan pendampingan, dan menunjukkan hubungan yang sangat nyata positif pada variabel perilaku kepemimpinan dengan pendampingan. Akan tetapi, pada kelompok tani Hurip menunjukkan hubungan yang sangat nyata positif antara semua variabel dukungan kepemimpinan dengan pendampingan. Pada kedua kelompok tani ini, peran kepemimpinan, perilaku kepemimpinan, dan gaya kepemimpinan dianggap penting. Pemimpin dianggap sebagai kunci utama masuknya kegiatan pemberdayaan dari pihak penyuluh, akademisi, atau pihak lain yang ingin melakukan kegiatan pemberdayaan bagi petani pada daerah tersebut. Kegiatan kepemimpinan pada kelompok tani Bina Sejahtera sering kali memberikan tanggung jawab kepada istrinya dalam mengelola kelompok tani. Hal ini dikarenakan ketua kelompok memiliki pekerjaan lain di luar kegiatan pertanian. Pada kelompok tani Hurip, pemimpin memiliki kewajiban utama mengurusi perkembangan kelompoknya karena kelompok tani tersebut merupakan salah satu sumber penghasilan bagi ketua. Istri dari ketua kelompok tani Hurip memiliki jabatan sebagai bendahara kelompok, sehingga tidak heran jika istri pemimpin ikut berperan dalam kegiatan kelompok tani. Disamping itu,
45 pemimpin kelompok tani Hurip menjadikan pertanian sebagai penghasilan utama. Oleh karena itu, kelompok memiliki alat untuk membuat tepung terigu dan petani sebagai pemasok bahan baku dari tepung ubi jalar tersebut. Hubungan antara kepemimpinan dengan tingkat partisipasi ditunjukkan pada Tabel 25 bahwa terdapat hubungan sangat nyata positif antara variabel peran kepemimpinan dan perilaku kepemimpinan dengan tingkat partisipasi, namun tidak menunjukkan hubungan nyata antara gaya kepemimpinan dengan tingkat partisipasi anggota kelompok tani. Hal ini disebabkan karena pemimpin kurang mampu mendisiplinkan anggota untuk mau dan ikut terlibat dalam kegiatan penyuluhan. Sebelum pertemuan dimulai pemimpin memberikan surat undangan kepada setiap anggota agar ikut berpartisipasi dalam kegiatan penyuluhan, namun terkadang anggota tidak dapat mengikuti kegiatan penyuluhan karena jadwal pertemuan bentrok dengan jadwal pekerjaan utama di bidang non-pertanian. Pemimpin juga dianggap kurang mampu dalam membagi tugas-tugas kelompok dengan baik. Tabel 25 menunjukkan hubungan sangat nyata positif antara peran kepemimpinan, perilaku kepemimpinan, dan gaya kepemimpinan dengan tingkat partisipasi petani. Semakin tinggi peran kepemimpinan, perilaku kepemimpinan, gaya kepemimpinan maka semakin tinggi tingkat partisipasi petani dalam mengikuti kegiatan kelompok tani. Persepsi petani terhadap kepemimpinan ketua kelompok tani dinilai positif, karena anggota merasa pemimpin telah menjalankan tugas-tugasnya dengan baik. Pemimpin kelompok tani Hurip mampu memberikan tugas dengan baik kepada anggota, mengatur dan mampu mendisiplinkan kegiatan yang ada di dalam kelompok tani, mampu mengenal semua anggota kelompoknya, dan dianggap mampu menampung aspirasi anggota serta mampu membangun struktur kepengurusan berdasarkan musyawarah. Akan tetapi, ada sebagian petani yang juga memiliki persepsi negatif terhadap pemimpin terutama pada kelompok tani Hurip. Hal ini disebabkan pemimpin kurang transparan dalam menyampaikan bantuan-bantuan yang diterima dari pihak luar seperti: pemerintah, akademisi, atau organisasi lainnya.
HUBUNGAN ANTARA PROSES PEMBERDAYAAN PETANI DENGAN TINGKAT KEBERDAYAAN PETANI Proses pemberdayaan tidak menunjukkan hubungan nyata dengan tingkat keberdayaan. Dilihat dari Tabel 26 bahwa proses pemberdayaan yang meliputi pendampingan dan tingkat partisipasi juga tidak menunjukkan hubungan nyata dengan tingkat keberdayaan. Maknanya bahwa, hipotesis yang menyatakan “Terdapat hubungan nyata antara proses pemberdayaan (pendampingan, tingkat partisipasi) dengan tingkat keberdayaan” tidak terbukti.
Tabel 26
Koefisien korelasi antara proses pemberdayaan dengan tingkat keberdayaan petani di kelompok tani Bina Sejahtera dan kelompok tani Hurip
Proses pemberdayaan (Spearman’s rho) Pendampingan Tingkat partisipasi Proses pemberdayaan
Tingkat keberdayaan Correlation Coefficient Sig (2-tailed) .162 .234 .212 .177 .153 .260
Pendampingan yang dilakukan penyuluh secara umum tidak dilakukan kepada tiap-tiap petani melainkan dilakukan secara berkelompok, menyebabkan pendapingan dilakukan secara berkelompok sehingga terkadang pendamping tidak mengetahui potensi masing-masing individu khususnya potensi dalam berusaha tani. Tingkat partisipasi petani dalam mengikuti kegiatan penyuluhan hanya sebatas penyuluhan tentang tata cara bertani dan sebagai jembatan antara petani dengan pemerintah dalam akses bantuan berupa bibit dan alat-alat produksi pertanian, sehingga tingkat keberdayaan yang meliputi pengetahuan, sikap, dan keterampilan dalam kemandirian petani mendapatkan modal dan pengelolaan berusaha tani tidak tersentuh. Tingkat keberdayaan petani pada kelompok tani Bina Sejahtera dan kelompok tani Hurip yang ditunjukkan pada Tabel 27 terlihat berbeda.
Tabel 27
Koefisien korelasi antara proses pemberdayaan dengan tingkat keberdayaan petani pada masing-masing kelompok tani Bina Sejahtera dan kelompok tani Hurip
Kelompok Tani Bina Sejahtera Kelompok Tani Hurip Tingkat keberdayaan Tingkat keberdayaan Correlation Sig Correlation Sig (2Coefficient (2-tailed) Coefficient tailed) Pendampingan .238 .144 . 061 .759 Tingkat partisipasi .432* .022 -.035 .858 Keterangan: *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). Proses pemberdayaan (Spearman’s rho)
46 Tabel 27 menunjukkan bahwa pada kelompok tani Bina Sejahtera tidak menunjukkan hubungan nyata antara pendampingan dengan tingkat keberdayaan, sedangkan tingkat partisipasi menunjukkan hubungan nyata positif dengan tingkat keberdayaan. Semakin tinggi tingkat partisipasi petani dalam mengikuti kegiatan penyuluhan maka semakin tinggi tingkat keberdayaan petani. Pendampingan yang dilakukan penyuluh memberikan manfaat kepada petani sendiri dalam hal mendapatkan bibit, alat-alat produksi ikan, membantu meningkatkan pemasaran produksi kelompok tani Bina Sejahtera berupa ikan crispy, bibit jagung, bibit ikan untuk pembesaran, dan dendeng ikan. Selain itu, tingkat keberdayaan petani yang dilihat dari tingkat pengetahuan, sikap, dan keterampilan juga disebabkan karena anggota kelompok tani Bina Sejahtera sudah memiliki perhitungan sendiri dalam menggunakan modal untuk usaha tani dan dalam memprediksi resiko. Petani pada kelompok tani Bina Sejahtera umumnya memiliki usaha lain dibidang nonpertanian sehingga dinilai mampu mengurangi resiko dibidang pertanian. Hubungan pendampingan dan tingkat partisipasi dengan tingkat keberdayaan tidak menunjukkan hubungan nyata pada kelompok tani Hurip. Artinya, setinggi apapun tingkat partisipasi yang diikuti oleh anggota terhadap kegiatan pemberdayaan tidak memberikan dampak yang nyata terhadap kehidupan petani itu sendiri. Petani pada kelompok tani Hurip sudah terbiasa bekerja sama dengan tengkulak sistem pembayaran yang lebih ringan dibandingkan dengan pinjam kepada dana PUAP.
HUBUNGAN ANTARA FAKTOR PERSONAL DAN FAKTOR LINGKUNGAN DENGAN PROSES PEMBERDAYAAN ANGGOTA KELOMPOK TANI Hubungan Faktor Personal dengan Proses Pemberdayaan Anggota Kelompok Tani Faktor personal yang meliputi usia dan tingkat pendidikan menunjukkan hubungan nyata positif dengan proses pemberdayaan, sedangkan pengalaman bertani menunjukkan hubungan nyata negatif dengan proses pemberdayaan. Semakin tinggi usia dan tingkat pendidikan petani maka semakin tinggi proses pemberdayaan yang dilakukan. Akan tetapi, semakin tinggi tinggi pengalaman petani dalam berusaha tani maka semakin rendah pendampingan yang dilakukan penyuluh. Hal ini tidak sepenuhnya sejalan dengan hipotesis yang mengungkapkan bahwa “Terdapat hubungan nyata antara faktor personal (usia, tingkat pendidikan, status kepemilikan lahan, luas lahan, pengalaman berusaha tani) dengan proses pemberdayaan (pendampingan, tingkat partisipasi). Hanya sebagian variabel yang hipotesisnya terbukti yaitu: usia, tingkat pendidikan, dan pegalaman bertani. Hasil uji hubungan faktor personal dengan proses pemberdayaan terdapat pada Tabel 28.
Tabel
28 Koefisien korelasi antara faktor personal dengan intensitas pendampingan terhadap petani di kelompok tani Bina Sejahtera dan kelompok tani Hurip
Faktor Personal (Spearman’s rho)
Intensitas Pemberdayaan Intensitas Tingkat Partisipasi Pendampingan Correlation Coefficient
Sig (2tailed)
Correlation Coefficient
Sig (2tailed)
Usia .034 .804 .312* .019 Tingkat .089 .516 .467** .000 Pendidikan Luas Lahan .183 .178 .024 .859 Pengalaman .037 .787 -.456** .000 Bertani Katerangan : *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed)
Intensitas Pemberdayaan Correlation Coefficient
Sig (2tailed)
.318* .303*
.017 .023
.099 -.318*
.468 .017
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Tabel 28 menunjukkan hubungan antar variabel antara faktor personal dengan proses pemberdayaan. Faktor personal yang meliputi usia, tingkat pendidikan, luas lahan, dan pengalaman bertani tidak menunjukkan hubungan dengan pendampingan, sedangkan variabel usia, tingkat pendidikan, dan pengalaman bertani menunjukkan hubungan nyata dengan tingkat partisipasi. Akan tetapi pada variabel usia dan tingkat pendidikan menunjukkan hubungan nyata positif dan variabel pengalaman berusaha tani menunjukkan hubungan yang
50 negatif. Adapun variabel status kepemilikan lahan di uji dengan uji Chi-square dengan hasil uji yang tercantum pada Tabel 29. Tabel 29
Faktor Personal (Spearman’s rho) Status Kepemilikan Lahan
Koefisien korelasi hubungan antara status kepemilikan lahan dengan proses pemberdayaan petani di kelompok tani Bina Sejahtera dan kelompok tani Hurip Proses Pemberdayaan Pendampingan Tingkat Partisipasi
Proses Pemberdayaan
Value
Sig (2sided)
Value
Sig (2sided)
Value
Sig (2sided)
1.751
.186
2.798b
.247
.197
.906
Dinyatakan pada Tabel 29 bahwa status kepemilikan lahan tidak menunjukkan hubungan nyata dengan proses pemberdayaan. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa pendampingan yang tergolong sedang ditunjukkan kepada tiga orang petani yang tidak memiliki lahan dan tujuh orang petani yang memiliki lahan, sedangkan pendampingan yang tergolong tinggi dilakukan terhadap enam orang petani yang tidak memiliki lahan dan 40 orang petani yang memiliki lahan. Hasil ini membuktikan bahwa tingkat pendampingan yang dilakukan penyuluh tergantung kepada hubungan personal antara orang yang memberdayakan dan orang yang diberdayakan. Hubungan status kepemilikan lahan dinyatakan dalam Tabel 29 tidak menunjukkan hubungan nyata. Akan tetapi, hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat dua orang petani yang tidak memiliki lahan dan tiga orang petani yang memiliki lahan tergolong pada tingkat partisipasi rendah. Sebanyak dua orang petani yang tidak memiliki lahan dan 19 orang petani yang memiliki lahan menunjukkan tingkat partisipasi yang tergolong sedang. Kemudian, sebanyak lima orang petani yang tidak memiliki lahan dan 25 orang petani memiliki lahan menunjukkan tingkat partisipasi yang tergolong tinggi. Jumlah petani yang beragam tiga tingkatan partisipasi tersebut merupakan keinginan pada masingmasing individu untuk ikut atau tidaknya dalam kegiatan pemberdayaan. Faktor personal yang dihubungkan dengan proses pemberdayaan yang dilihat pada masing-masing kelompok tani sangat berbeda. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 30. Pada Tabel 30 terlihat hanya variabel usia dan tingkat pendidikan saja yang memiliki hubungan nyata positif dengan tingkat partisipasi petani di kelompok tani Bina Sejahtera, sedangkan luas lahan dan pengalaman usahatani tidak menunjukkan hubungan nyata baik terhadap pendampingan maupun dengan tingkat partisipasi. Semakin produktif usia anggota dan semakin tinggi tingkat pendidikan anggota kelompok tani maka semakin tinggi pula tingkat partisipasi anggota kelompok tani dalam mengikuti kegiatan pemberdayaan. Luas lahan dan pengalaman bertani tidak menunjukkan hubungan yang nyata, artinya luas lahan dan pengalaman bertani tidak menjadi suatu indikator keikutsertaan anggota dalam mengikuti kegiatan penyuluhan.
51 Tabel 30 Koefisien korelasi antara faktor personal dengan proses pemberdayaan petani di masing-masing kelompok tani Bina Sejahtera dan kelompok tani Hurip Faktor Personal (Spearman’s rho) Usia Tingkat Pendidikan Luas Lahan Pengalaman Bertani
Kelompok Tani Bina Sejahtera Proses Pemberdayaan Pendampingan Tingkat Partisipasi
Kelompok Tani Hurip Proses Pemberdayaan Pendampingan Tingkat Partisipasi
Correlation Coefficient
Sig (2tailed).
Correlation Coefficient
Sig (2tailed).
Correlation Coefficient
Sig (2tailed).
Correlation Coefficient
Sig (2tailed).
.156 .144
.428 .464
.410* .627**
.030 .000
-.061 -.013
.759 .946
.265 .248
.173 .203
.196 .196
.316 .316
.166 -.166
.397 .397
.145 .023
.462 .908
.056 -.370
.776 .053
Keterangan: *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Tabel 30 menunjukkan bahwa pada kelompok tani Hurip, semua variabel tidak menunjukkan hubungan nyata terhadap pendampingan dan tingkat partisipasi. Hal ini berarti pendampingan yang dilakukan oleh penyuluh tidak ada kaitannya dengan faktor personal. Maknanya bahwa faktor personal tidak dijadikan sebagai indikator untuk penyuluh melakukan pendampingan terhadap anggota kelompok tani. Selain itu, pada petani di kelompok tani Hurip wajib mengikuti kegiatan pemberdayaan tanpa terkecuali dan wajib mematuhi apa yang menjadi aturan yang telah disepakati, sehingga usia petani yang beragam (terdiri dari usia produktif dan usia tua) tetap harus mengikuti kegiatan pemberdayaan baik kegiatan pemberdayaan dari penyuluh, pemerintahan, maupun dari akademisi. Tingkat pendidikan pada petani di kelompok tani Hurip sebagian besar hanya sampai pada lulusan SD dan sebagian kecil adalah lulusan SMP dan SMA. Petani pada kedua tingkatan pendidikan ini tetap mengikuti kegiatan pemberdayaan, sehingga tidak menjamin adanya perbedaan partisipasi petani dalam mengikuti kegiatan pemberdayaan. Sebanyak 82.14 persen petani memiliki lahan dan sebanyak 17.82 persen petani tidak memiliki lahan untuk digarap. Petani yang memiliki lahan dengan yang tidak memiliki lahan selalu mengikuti apa yang menjadi kehendak kelompok tani berdasarkan musyawarah mufakat, sehingga status kepemilikan lahan ini tidak berhubungan dengan tingkat partisipasi petani dalam mengikuti kegiatan pemberdayaan kelompok tani. Luas lahan yang dimiliki petani terbilang cukup sempit, yaitu kisaran 9 000 m2 hingga 16 000 m2. Luas lahan yang digarap petani juga bukan penentu tinggi rendahnya tingkat partisipasi. Petani senantiasa mengikuti kegiatan jika memang mereka diundang oleh kelompok tani untuk mengikuti kegiatan kelompok tani. Petani lebih menghargai orang luar yang datang memberikan penyuluhan dibandingkan dengan sibuk mengurusi lahan garapan dan ini berlaku baik untuk petani yang sudah berpengalaman lama maupun petani yang pengalamannya baru sedikit. Selain itu, petani di kelompok tani Hurip pada umumnya selalu mendapatkan reward dari pihak luar jika mereka mengikuti kegiatan kelompok tani.
52
Hubungan Faktor Lingkungan dengan Proses Pemberdayaan Anggota Kelompok Tani Faktor lingkungan tidak menunjukkan hubungan nyata dengan proses pemberdayaan. Hasil uji hubungan antara faktor lingkungan dengan proses pemberdayaan ini dinyatakan pada Tabel 31. Akan tetapi, hasil uji hubungan antar variabel pada faktor lingkungan dengan intensitas pemberdayaan menunjukkan hasil yang berbeda. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 32 bahwa hanya kemudahan pemasaran hasil yang menunjukkan hubungan nyata positif dengan intesitas pemberdayaan. Oleh karena itu, hipotesis yang menyatakan bahwa “Terdapat hubungan nyata antara faktor lingkungan (akses lahan, ketersediaan saprodi, kemudahan pemasaran hasil, potensi pengembangan usaha) dengan proses pemberdayaan (pendampingan, tingkat partisipasi)” tidak terbukti sepenuhnya.
Tabel 31
Koefisien korelasi hubungan antara faktor lingkungan dengan proses pemberdayaan petani di kelompok tani Bina Sejahtera dan kelompok tani Hurip
Faktor Lingkungan (Spearman’s rho)
Proses Pemberdayaan Correlation Coefficient
.158
Sig (2-tailed)
.245
Faktor lingkungan meliputi akses lahan, ketersediaan saprodi, kemudahan pemasaran hasil, dan potensi pengembangan usaha dihubungkan dengan proses pemberdayaan yang meliputi pendampingan dan tingkat partisipasi. Berdasarkan Tabel 32 faktor personal yang meliputi hubungan nyata positif dengan pendampingan dan tingkat partisipasi adalah variabel kemudahan pemasaran hasil, sedangkan akses lahan, ketersediaan saprodi, dan potensi pengembangan usaha tidak menunjukkan hubungan nyata baik pada pendampingan maupun pada tingkat partisipasi.
Tabel 32 Koefisien korelasi antar variabel pada dukungan kepemimpinan dengan variabel proses pemberdayaan pada dua kelompok tani (Bina Sejahtera dan Hurip) Faktor Lingkungan (Spearman’s rho)
Proses Pemberdayaan Pendampingan Tingkat partisipasi Correlation Sig (2Correlation Sig (2Coefficient tailed) Coefficient tailed)
Akses lahan .050 .715 Ketersediaan saprodi .181 .182 Kemudahan pemasaran hasil .435** .001 Potensi pengembangan usaha .177 .192 Keterangan: *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
-.049 .218 .302* -.007
.720 .107 .024 .961
53 Hasil uji hubungan juga dinyatakan berbeda jika dilakukan pada masingmasing kelompok tani, yaitu kelompok tani Bina Sejahtera dan kelompok tani Hurip. Hasil uji pada masing-masing kelompok tani dapat dilihat pada Tabel 33.
Tabel
33 Koefisien korelasi faktor lingkungan dengan proses pemberdayaan petani pada masing-masing kelompok tani Bina Sejahtera dan kelompok tani Hurip
Faktor Lingkungan (Spearman’s rho) Akses lahan Ketersediaan saprodi Kemudahan Pemasaran Hasil Potensi Pengembangan Usaha
Kelompok Tani Bina Sejahtera Proses Pemberdayaan Pendampingan Tingkat Partisipasi
Kelompok Tani Hurip Proses Pemberdayaan Pendampingan Tingkat Partisipasi
Correlation Coefficient
Sig (2tailed)
Correlation Coefficient
Sig (2tailed)
Correlation Coefficient
Sig (2tailed)
Correlation Coefficient
Sig (2tailed)
-.167 .471*
.397 .011
-.126 .233
.524 .254
.211 .036
.281 .858
.019 .186
.924 .342
.410*
.030
.210
.285
.369
.054
.321
.106
.236
.227
-.137
.486
.193
.325
.310
.109
Keterangan: *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Variabel ketersediaan saprodi dan kemudahan pemasaran hasil menunjukkan hubungan nyata yang positif terhadap pendampingan pada kelompok tani Bina Sejahtera, secara rinci dapat dilihat pada Tabel 33. Artinya, semakin tinggi pendampingan dilakukan maka semakin tinggi ketersediaan saprodi dan kemudahan pemasaran hasil terhadap usaha lain. Pendampingan mempunyai nilai tersendiri di mata petani. Melalui kegiatan pendampingan petani bisa mendapatkan jatah bibit pertanian berupa bibit ikan, bibit jagung, dan bibit padi secara gratis. Melalui pendampingan juga kelompok tani, lebih mudah memasarkan hasil produk pertanian berupa bibit jagung dan ikan kepada kelompok tani lain yang berfokus pada usaha tani jagung dan pembesaran ikan. Sedangkan akses lahan dan potensi pengembangan usaha tidak menunjukkan hubungan yang nyata. Hal ini disebabkan penyuluh menjalankan tugasnya kepada siapa saja yang mau belajar tentang pertanian, baik kepada mereka yang memang memiliki akses terhadap lahan maupun kepada yang tidak memiliki akses terhadap lahan dan potensi pengembangan usaha lebih ditekankan kepada kemampuan masing-masing individu, itu sebabnya variabel akses lahan dan potensi pengembangan usaha tidak berhubungan dengan proses pemberdayaan. Dukungan lingkungan yang meliputi variabel akses lahan, ketersediaan saprodi, kemudahan pemasaran hasil, dan potensi pengembangan usaha tidak menunjukkan hubungan nyata terhadap intensitas pendampingan pada kelompok tani Hurip. Hal ini disebabkan karena pada akses lahan, ketersediaan saprodi, kemudahan pemasaran hasil, dan potensi pengambangan usaha pada anggota kelompok tani memiliki ciri khas pada individu masing-masing untuk dapat mengembangkan dirinya sendiri dengan cara tersendiri, sehingga pendampingan
54 yang dilakukan hanya berupa pengarahan dan hanya membantu dalam memberikan pengetahuan saja. Melihat pada Tabel 33 bahwa faktor lingkungan dengan tingkat partisipasi anggota kelompok tani Bina Sejahtera tidak menunjukkan hubungan nyata. Akses lahan, ketersediaan saprodi, kemudahan pemasaran hasil, dan potesi pengembangan usaha tidak ditentukan oleh tinggi rendahnya partisipasi petani. Akan tetapi, kesuburan tanah tergantung kepada alam dan usaha dari petani itu sendiri dalam memberikan pupuk atau obat-obatan untuk membuat tanah menjadi tetap subur. Kelancaran irigasi juga ditentukan oleh faktor alam yang mampu menentukan surut tidaknya air irigasi dari aliran sungai dan juga usaha petani dalam merawat kelancaran air irigasi. Ketersediaan saprodi di kelompok tani Bina Sejahtera terdapat bibit padi, bibit ikan, bibit jagung, dan alat-alat perikanan. Sarana produksi ini dapat di akses dan boleh digunakan oleh petani yang menjadi anggota kelompok tani Bina Sejahtera, namun secara khusus untuk bibit jagung hanya boleh di akses oleh petani yang konsen terhadap usaha tani jagung, bibit ikan, dan alat-alat pertanian juga hanya boleh di akses oleh petani yang konsen terhadap budi daya ikan. Kemudian, tinggi atau rendahnya partisipasi tidak menjadi ukuran petani dalam mendapatkan pemasaran hasil usaha tani. Kemudahan pemasaran hasil ditentukan oleh usaha petani itu sendiri, namun bukan berarti petani yang tidak bertisipasi secara nyata pada kegiatan penyuluhan tidak dapat memasarkan hasil usaha taninya. Selain itu, potensi pengembangan usaha dikhususkan pada kemampuan masing-masing individu yang mau atau tidaknya dalam mengembangkan usaha yang dimiliki. Faktor lingkungan pada kelompok tani Hurip tidak menunjukkan hubungan nyata dengan tingkat partisipasi. Seperti halnya dengan kelompok tani Bina Sejahtera akses lahan pada kelompok tani Hurip juga melihat seberapa besar persepsi petani terhadap kesuburan lahan yang digarapnya. Subur atau tidaknya lahan tergantung dari usaha masing-masing individu dalam memberikan pupuk dan memantau kelancaran irigasi di samping faktor cuaca. Ketersediaan saprodi yang dimiliki oleh kelompok tani Hurip secara nyata hanya dapat di akses oleh keluarga pemimpin kelompok taninya saja. Bibit yang dipergunakan dalam usaha tani merupakan bibit yang dibuat sendiri dan hasil panen ketika kualitas padinya bagus namun untuk bibit ubi jalar dan kacang dapat diperoleh dari tengkulak. Pemasaran hasil usaha tani tergantung dari petani tersebut mendapatkan bibit dan pengembangan usaha yang dimiliki tergantung pada kemampuan masing-masing petani dalam mengembangkan usaha tani yang dijalaninya. Oleh karena itu, dukungan lingkungan yang meliputi akses lahan, ketersediaan saprodi, kemudahan pemasaran hasil, dan potensi pengembangan usaha tidak ditentukan oleh tinggi rendahnya partisipasi petani.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa tingginya dukungan kepemimpinan terhadap kelompok tani ternyata dapat meningkatkan tingkat partisipasi petani dan pendampingan dari penyuluh. Tingginya tingkat partisipasi petani karena ditunjang oleh keaktifan pemimpin mengajak petani untuk ikut dalam kegiatan kelompok tani, dan keaktifan dalam berkomunikasi dengan pendamping. Besarnya keingintahuan petani terhadap program-program pemberdayaan menyebabkan tingginya tingkat partisipasi petani. Ada sebagian kecil petani tidak ikut terlibat dalam kegiatan kelompok dikarenakan ketidaksamaan dalam keinginan dan tujuan antara satu petani dengan petani lain. Hal lain yang menyebabkan rendahnya tingkat partisipasi beberapa petani adalah persepsi negatif yang menganggap pemimpin kurang transparan. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa proses pemberdayaan memberikan sumbangsih yang kecil terhadap tingkat keberdayaan. Pemberdayaan yang dilakukan oleh penyuluh hanya sebatas memberikan bantuan berupa bibit serta alat-alat produksi pertanian dan penyuluhan tentang tata cara bertani. Lain halnya dengan tingkat keberdayaan petani yang disebabkan oleh tingginya pengalaman petani dalam berusaha tani. Faktor personal meliputi usia, tingkat pendidikan, dan pengalaman usaha tani ternyata dapat memberikan dampak terhadap tingginya tingkat partisipasi petani dalam proses pemberdayaan petani. Tingginya petani pada usia produktif dan tingginya tingkat pendidikan petani menjadikan petani sadar akan pentingnya ikut serta daam kegiatan penyuluhan yang diberikan. Sebaliknya, tingginya pengalaman usaha tani petani ternyata tidak disertai tingkat partisipasinya dalam mengikuti proses pemberdayaan. Faktor lingkungan pada kedua kelompok ternyata tidak mempengaruhi jalannya proses pemberdayaan yang dilakukan terhadap petani. Faktor lingkungan yang meliputi akses lahan, ketersediaan saprodi, kemudahan pemasaran hasil, dan potensi pengembangan usaha tani bukan merupakan patokan yang harus dimiliki petani dalam mengikuti kegiatan pemberdayaan. Artinya bahwa kegiatan pemberdayaan bagi petani tetap dilaksanakan baik yang lingkungannya mendukung maupun yang lingkungannya tidak mendukung terhadap kegiatan pertanian karena faktor lingkungan lebih menekankan kepada kemampuan masing-masing petani dalam mengakses lahan, menyediakan sarana produksi, memasarkan hasil, dan mengembangan potensi yang dimiliki. Namun, melihat secara nyata bahwa kemampuan petani dalam memasarkan hasil produksi pertaniannya masih tergantung kepada tengkulak.
Saran Berdasarkan hasil peneitian, maka terdapat beberapa hal yang dapat dijadikan sebagai masukan atau saran sebagai berikut.
56 1. Sebaiknya pendampingan yang dilakukan penyuluh bukan hanya dilakukan untuk kelompok, tetapi untuk petani secara individu agar terlihat secara nyata kebutuhan yang diperlukan. 2. Pendampingan harus dilakukan lebih intensif selama satu bulan sekali atau sesuai waktu yang telah disepakati bersama dan sesuai dengan kebutuhan petani sehingga partisipasi dalam mengikuti penyuluhan bukan berdasarkan reward yang diberikan dari pemerintahan atau pihak pemberdaya. 3. Pemimpin harus lebih transparan dengan anggota terkait dengan bantuan yang diterima untuk mencegah persepsi negatif anggota kelompok tani. 4. Tingginya ketergantungan petani terhadap tengkulak membuat kondisi petani tidak banyak berubah sebelum dan sesudah tergabung dalam kelompok, apalagi bagi petani miskin yang bertumpu hanya pada lahan pertaniannya.
DAFTAR PUSTAKA Agus NF. 2009. Keberdayaan dan Strategi Pelaksanaan Penyuluhan Masyarakat Nelayan Kota Bengkulu [disertasi]. [Internet]. [Diunduh 2013 Des 3]: Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor(ID). Tersedia pada: http://skpm.fema.ipb.ac.id/ppn/wpcontent/uploads/2012/08/KEBERDAYA AN-DAN-STRATEGI-PELAKSANAAN.pdf Andrew J, Dubrin. 2006. The Complete Idiot’s Guides to Leadership 2nd Edition. Jakarta(ID): Prenanda. Arisudana I, Helmi AF. 2009. Kepemimpinan Transformasional Kepercayaan dan Berbagai Pengetahuan dalam Organisasi. Jurnal Psikologi. [Internet]. [Diunduh 2013 Okt 14]; Vol 36(02): Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada (ID). Tersedia pada: http://jurnal.psikologi.ugm.ac.id/index.php/fpsi/article/view/44 [BKKBN] Kantor Menteri Negara Kependudukan. 1995. Transisi Demografi, Transisi Pendidikan, dan Transisi Kesehatan di Indonesia. Jakarta (ID). [BP4K] Badan Pusat Pertanian Perikanan Peternakan dan Kehutanan Kabupaten Bogor. Data Kelompok Tani Tahun 2013 [BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Profil Kemiskinan di Indonesia Maret 2013. Cepriadi, Yulida R. 2012. Persepsi Petani Terhadap Usahatani Lahan Pekarangan (Studi Kasus Usahatani Lahan Pekarangan di Kecamatan Kerinci Kabupaten Pelalawan). Indonesian Jurnal of Agricultural Economics (IJAE). [Internet]. [Diunduh 2014 Mar 2]; Vol 2(2): Fakultas Pertanian, Universitas Riau Pekanbaru(ID). Tersedia pada: http://ejournal.unri.ac.id/index.php/IJAE/article/viewFile/1552/1527 Dimyati. 2013. Prestasi Indeks Pembangunan Manusia. Jurnal Nasional. [Internet]. [Diunduh 2014 Sep 29]. Tersedia pada: http://www.jurnas.com/halaman/11/2013-03-20/237259 Fadli GM. 2010. Kepemimpinan dan Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Desa di Kawasan Perbatasan Indonesia-Malaysia (Kasus Pembangunan Kesehatan di Desa Nanga Bayan, Kecamatan Ketungau Hulu, Kabupaten Sintang, Provinsi Kalimantan Barat)[Tesis]. Bogor (ID): Mayor Sosiologi Pedesaan, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Fatchiya A. 2010. Pola Pengembangan Kapasitas Pembudidaya Ikan Kolam Air Tawar di Provinsi Jawa Barat. [Disertasi]. [Internet]. [Diunduh 2014 Feb 23]: Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor (ID). Tersedia pada: http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/55017/2010afa. df?sequence=1 Fetterman DM, Wandersman A. 2005. Empowerment Evaluation Principles in Practice. New York, London(US): The Guilford Press. Hermanto dan Swastika Dewi KS. 2011. Farmers’Groups Empowerment as an Initial Step to Farmers’Welfare Improvement. Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian. [Internet]. [Diunduh 2014 Feb 13]; Vol 9(4): Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Bogor (ID). Tersedia pada: http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/ART9-4e.pdf. Hessel NS, Tangkilisan. 2007. Manajemen Publik. Jakarta(ID): PT Grasindo.
56 Korten, David C. 1987. Community Management: Asian Experience and Perspective. West Harford(US): Connecticut. Kumarian Press. Mulyadi D, Rivai V. 2012. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta(ID): Rajawali Press. [Permentan] Peraturan Menteri Pertanian Nomor 82 Tahun 2013 Tentang Pedoman Pembinaan Kelompok Tani dan Gabungan Kelompok Tani. BKP5K Kabupaten Bogor(ID) Pratama C. 2013. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Pemberdayaan Perempuan Desa Joho di Lereng Gunung Wilis. Jurnal Kebijakan dan Manajemen Publik. [Internet]. [Diunduh 2013 Okt 7];Vol 1(01): FISIP Universitas Airlangga Surabaya(ID). Tersedia pada: http://journal.unair.ac.id/article-4586-media138-category138.html Singarimbun M, Effendi S. 1989. Metode Penelitian Survai. Jakarta(ID): LP3S Sitorus F. 1998. Penelitian Kualitatif “Suatu Perkenalan”. Kelompok dokumentasi Ilmu-Ilmu sosial untuk Laboratorium Sosiologi, Antropologi dan Kependudukan Jurusan Ilmu Sosial Dan Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian IPB. Setiana L. 2005. Teknik Penyuluhan dan Pemberdayaan masyarakat. Bogor(ID): Ghalia Indonesia. Suharto E. 2005. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial. Bandung (ID): PT Refika Aditama. Soetomo. 2012. Pembangunan Masyarakat ‘Merangkai Sebuah Kerangka’. Yogyakarta(ID) : Pustaka Pelajar. Sumodiningrat G. 1999. Pemberdayaan Masyarakat dan Jaringan Pengamanan Sosial. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Tampubolon J. 2006. Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pendekatan Kelompok: Kasus Pemberdayaan Masyarakat Miskin Melalui Pendekatan Kelompok Usaha Bersama (KUBE) [Disertasi]. Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor (ID). Tohani E. 2012. Kapasitas Kultural Pemimpin Informal dalam Mewujudkan Masyarakat Harmonis.Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi. [internet]. [Diunduh 2013 Okt 4];Vol 01(1): Fakultas Ilmu Sejarah Universitas Negeri Yogyakarta(ID). Tersedia pada: http://journal.uny.ac.id/index.php/jppfa//article/download/1048/850 Utama S. 2008. Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan Melalui Pendekatan Kelompok (Kasus Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat pada Areal Hutan Produksi Perhutani Unit I Provinsi Jawa Tengah)[Disertasi]. Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Utami HN. 2006. Keberdayaan, Kemajuan, dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: Kasus Kabupaten Sidoarjo dan Kabupaten Magetan Provinsi Jawa Timur[Disertasi]. Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor(ID). [UU] Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 Tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan. BKP5K Kabupaten Bogor(ID) Widjajanti S. 2011. Model Pemberdayaan Masyarakat.Jurnal Ekonomi Pembangunan. [Internet]. [Diunduh 2013 Des 3]; Vol 12(01): Fakultas Ekonomi Universitas Semarang (ID). Tersedia pada: http://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/-Kesi1.pdf
Lampiran 1 Jadwal pelaksanaan penelitian JADWAL PELAKSANAAN PENELITIAN Kegiatan
Penyusuan Proposal Skripsi Kolokium Perbaikan Proposal Skripsi Pengambilan Data Lapangan Pengolahan dan Analisis Data Penulisan Draft Skripsi Uji Petik Sidang Skripsi Perbaikan Laporan Skripsi
Februari
Maret
April
Mei
Juni
58 Lampiran 2 Sketsa lokasi penelitian kelompok tani Bina Sejahtera SKETSA WILAYAH DESA SITU UDIK KECAMATAN CIBUNGBULANG KABUPATEN BOGOR
DESA SITU ILIR CIBUNGBULANG
DESA CIMAYANG PAMIJAHAN
DESA KARACAK LEUWILIANG
DESA PASAREAN PAMIJAHAN
KETERANGAN : SKALA : 1.50.000 BATAS DESA : UTARA : DESA SITU ILIR TIMUR : DESA CIMAYANG (KEC PAMIJAHAN) TIMUR : DESA KARACAK (KEC LEUWI LIANG) SELATAN: DESA PASAREAN (KEC PAMIJAHAN)
TELAH DITATA PADA TAHUN : 2008 PETA DESA SITU UDIK (SUDAH DITATA OLEH PEMDA)
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
PERKAMPUNGAN PERKEBUNAN/HUTAN SEKOLAHAN PUSKESMAS BATAS DESA IRIGASI KWT GOR LAPANGAN BOLA PUTSAL JALAN RAYA KABUPATEN JALAN DESA KALI BESAR KALI KECIL PESAWAHAN KAWASAN PETERNAKAN SAPI PERAH 16. PETERNAKAN KAMBING 17. KAWASAN PERIKANAN 18. PETERNAKAN KELINCI
59 Lampiran 3 Sketsa lokasi penelitian kelompok tani Hurip SKETSA WILAYAH DESA CIKARAWANG KECAMATAN DRAMAGA KABUPATEN BOGOR
60 Lampiran 4 Kerangka sampling Anggota Kelompok Tani Bina Sejahtera Desa Situ Udik Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
Nama SHR AWJ BPR HMN JAJ BOH HLS ATR IMF DSY MSH ASR LJJ DJK MMD AJJ LSN CSH TSY JEN ACN AHD ACG YSP KSH JNI SYD UUS
Usia 50 44 24 60 58 60 74 46 45 52 79 63 55 72 54 65 70 45 74 63 66 55 64 77 52 65 54 65
Alamat Kp. Gn. Handeuleum 01/07 Kp. Gn. Handeuleum 01/07 Kp. Gn. Handeuleum 01/07 Kp. Gn. Handeuleum 01/07 Kp. Gn. Handeuleum 01/07 Kp. Gn. Handeuleum 01/07 Kp. Gn. Handeuleum 01/07 Kp. Gn. Handeleum 02/07 Kp. Gn. Handeleum 02/07 Kp. Gn. Handeleum 02/07 Kp. Gn. Handeleum 02/07 Kp. Gn. Handeleum 02/07 Kp. Gn. Handeleum 02/07 Kp. Gn. Handeuleum 01/07 Kp. Gn. Handeleum 02/07 Kp. Gn. Handeleum 02/07 Kp. Gn. Handeleum 02/07 Kp. Gn. Handeleum 02/07 Kp. Gn. Handeleum 02/07 Kp. Gn. Handeleum 02/07 Kp. Gn. Handeleum 02/07 Kp. Gn. Handeleum 02/07 Kp. Gn. Handeleum 02/07 Kp. Gn. Handeleum 02/07 Kp. Gn. Handeleum 01/07 Kp. Gn. Handeleum 01/07 Kp. Gn. Handeleum 02/07 Kp. Gn. Handeleum 02/07
61 Anggota Kelompok Tani Hurip Desa Cikarawang Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44
Nama ABI ABK ABK ACH ADK ADN AFQ AGS ANG AMG ASR ARN ASP ATA ATU CMW DDL DAN DIW DIG EBY EMY ENN GBT HAS HDR MMN IDG IYM JSR JAN JMS MAJ MTS MDH MUS MHI YTO ICIH MST MGN NAP NAT NNG
Usia 49 60 40 60 45 80 40 62 70 60 62 68 30 70 45 50 46 59 33 55 62 65 60 55 69 34 57 56 65 70 67 56 44 82 66 43 30 40 50 52 43 59 44 37
Alamat Carang Pulang Rt 04/03 Carang Pulang Rt 04/03 Carang Pulang Rt 04/03 Carang Pulang Rt 04/03 Carang Pulang Rt 04/03 Carang Pulang Rt 01/03 Carang Pulang Rt 04/03 Carang Pulang Rt 04/03 Carang Pulang Rt 01/03 Carang Pulang Rt 04/03 Carang Pulang Rt 04/03 Carang Pulang Rt 04/03 Carang Pulang Rt 01/03 Carang Pulang Rt 04/03 Carang Pulang Rt 04/03 Carang Pulang Rt 01/03 Carang Pulang Rt 04/03 Carang Pulang Rt 04/03 Carang Pulang Rt 04/03 Carang Pulang Rt 01/03 Carang Pulang Rt 04/03 Carang Pulang Rt 04/03 Carang Pulang Rt 04/03 Carang Pulang Rt 01/03 Carang Pulang Rt 04/03 Carang Pulang Rt 04/03 Carang Pulang Rt 01/03 Carang Pulang Rt 04/03 Carang Pulang Rt 04/03 Carang Pulang Rt 04/03 Carang Pulang Rt 04/03 Carang Pulang Rt 04/03 Carang Pulang Rt 04/03 Carang Pulang Rt 04/03 Carang Pulang Rt 04/03 Carang Pulang Rt 04/03 Carang Pulang Rt 04/03 Carang Pulang Rt 04/03 Carang Pulang Rt 04/03 Carang Pulang Rt 04/03 Carang Pulang Rt 04/03 Carang Pulang Rt 04/03 Carang Pulang Rt 04/03 Carang Pulang Rt 04/03
62 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60
NRY NGS NYT PED PYN QNI SLP STG SHD SNN SMN SPR TTN USS WTI MJG
39 60 38 50 35 65 56 67 60 60 60 60 40 56 39 40
Carang Pulang Rt 04/03 Carang Pulang Rt 04/03 Carang Pulang Rt 04/03 Carang Pulang Rt 04/03 Carang Pulang Rt 04/03 Carang Pulang Rt 04/03 Carang Pulang Rt 04/03 Carang Pulang Rt 04/03 Carang Pulang Rt 04/03 Carang Pulang Rt 04/03 Carang Pulang Rt 04/03 Carang Pulang Rt 04/03 Carang Pulang Rt 04/03 Carang Pulang Rt 04/03 Carang Pulang Rt 04/03 Carang Pulang Rt 04/03
RIWAYAT HIDUP Rika Mutmainah dilahirkan di Bogor pada tanggal 10 Juli 1993. Penulis adalah anak kedua dari pasangan Sutisna dan Iyan Suryani. Pendidikan formal yang pernah dijalani penulis adalah TK Al-Muarofah Garut periode 1997-1998, SDN 3 Sukasenang Garut periode 1998-2004, SMPN 1 Leuwiliang Bogor periode 2004-2007, SMAN 1 Ciampea Bogor periode 2007-2010, dan penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia melalui jalur Undangan Resmi (Usmi). Semasa SMP peneliti pernah mengikuti serangkaian kegiatan ekstrakulikuler Pasukan Pramuka SMPN I Leuwiliang dan menjadi anggota Pasukan Palang Merah Remaja. Semasa SMA, peneliti pernah menjabat sebagai ketua Pasukan Pengibar Bendera SMAN 1 Ciampea Kabupaten Bogor, menjabat sebagai wakil ketua pada ekstrakulikuler Rohani Islam SMAN I Ciampea Kabupaten Bogor, dan menjabat sebagai sekretaris pada ekstrakulikuler MARS (Majalah Remaja Smanic) SMAN 1 Ciampea, Kabupaten Bogor. Peneliti juga aktif dalam kepengurusan kelas selama 2 tahun berturut-turut dan menjabat sebagai sekretaris kelas XI dan sebagai bendahara kelas XII. Peneliti pernah mengikuti Lomba Cepat Tepat Matematika (LCTM) di Pakuan Bogor, mengikuti Kejuaraan Ketangkasan Baris Berbaris se-Kabupaten Bogor dan mendapatkan penghargaan sebagai juara harapan III se-kabupaten Bogor tahun 2008 dan meraih juara I variasi formasi terbaik se-kabupaten Bogor pada tahun 2009. Selama masa perkuliahan, peneliti pernah mengikuti kegiatan ekstrakulikuler pramuka IPB tahun 2010-2011, dan pernah mengikuti berbagai kegiatan sebagai panitia bagian hubungan masyarakat di kegiatan Kemah Riset Nasional (KEMRINAS) 2011, staff divisi konsumsi OMI (Olimpiade Mahasiswa IPB) Fakultas Ekologi Manusia 2012. Peneliti pernah mengikuti IPB Goes to Field 2012 dan sejak tahun ajaran 2011/2012 sampai sekarang menjabat sebagai pengelola pada Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Abu Bakar yang bertempat di Gunung Peuteuy Rw. 08 Desa Sibanteng Kabupaten Bogor.