PENILAIAN DAUR HIDUP (LIFE CYCLE ASSESSMENT) BIOETANOL BERBAHAN BAKU LIMBAH TANAMAN JAGUNG
SKRIPSI
INDAH NURLITA F34061632
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
PENILAIAN DAUR HIDUP (LIFE CYCLE ASSESSMENT) BIOETANOL BERBAHAN BAKU LIMBAH TANAMAN JAGUNG
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh INDAH NURLITA F34061632
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
Judul Skripsi
:
Nama NRP
: :
Penilaian Daur Hidup (Life Cycle Assessment) Bioetanol Berbahan Baku Limbah Tanaman Jagung Indah Nurlita F34061632
Menyetujui,
Pembimbing
(Ir. Andes Ismayana, MT.) NIP. 19701219 199802 1 001
Mengetahui, Ketua Departemen Teknologi Industri Pertanian
(Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti) NIP. 19621009 198903 2 001
Tanggal Lulus : 22 Desember 2010
INDAH NURLITA. F34061632. Penilaian Daur Hidup (Life Cycle Assessment) Bioetanol Berbahan Baku Limbah Tanaman Jagung. Di bawah bimbingan Andes Ismayana. 2010.
RINGKASAN
Penilaian daur hidup (Life Cycle Assessment, LCA) adalah analisis sistem yang digunakan dalam mengevaluasi dampak lingkungan dari siklus hidup suatu produk secara keseluruhan. LCA menitik beratkan pada faktor mengumpulkan informasi dan menganalisis dampak lingkungan yang disebabkan oleh suatu produk. Pendekatan ini bertujuan menghindari kesalahan dari isu lingkungan yang beredar (UNEP, 1996; ISO, 1997). Etanol atau etil alkohol (lebih dikenal sebagai “alkohol”, lambang kimia C2H5OH) adalah cairan tak berwarna dengan karakteristik antara lain mudah terbakar, larut dalam air, dapat didaur ulang dan jika terjadi pencemaran tidak memberikan dampak lingkungan yang signifikan. Bioetanol adalah etanol yang dapat dibuat dengan menggunakan hasil-hasil pertanian (biomassa atau limbah biomassa) yang mengandung gula, pati, dan selulosa (Demirbas, 2005). Tujuan penelitian adalah mengetahui dampak yang ditimbulkan dari siklus hidup bioetanol berbahan baku limbah tanaman jagung dengan tahapan delignifikasi biologis dan kimiawi serta kombinasi starter Zymomonas mobilis dengan Pichia stipitis dan Saccharomyces cerevisiae dengan Pichia stipitis pada tahapan fermentasi dan menentukan tahapan proses terbaik berdasarkan penggunaan energi, bahan baku, dan pencemaran yang ditimbulkan. Ruang lingkup dalam penelitian ini mencakup pengangkutan bahan baku; penggunaan boiler; penggunaan listrik; persiapan bahan meliputi pembiakan jamur, starter, dan penghancuran bahan; perlakuan awal bahan meliputi penghilangan lignin (delignifikasi), hidrotermal I dan II; Sakarifikasi dan fermentasi secara bersamaan (Simultaneous Saccharification and Co-Fermentation, SSF) meliputi pre-hidrolisis dan fermentasi; pemurnian; dan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Penggunaan metode LCA dilakukan terhadap delapan rancangan yang ditentukan berdasarkan tahapan penghilangan lignin serta kombinasi starter saat fermentasi. Penghilangan lignin pada R1 dan R2 menggunakan Ca(OH)2, R3 dan R4 menggunakan Jamur pelapuk putih Pleurotus ostreatus, R5 dan R6 menggunakan Phanerochaete chrysosporium, sedangkan R7 dan R8 menggunakan Tratemetes vercolor. Fermentasi pada R1, R3, R5, dan R7 menggunakan Zymomonas mobilis dan Pichia stipitis, sedangkan R2, R4, R6, R8 menggunakan Saccharomyces cerevisiae dan Pichia stipitis. Metode LCA yang dilakukan terdiri dari analisis inventori dan analisis dampak. Analisis inventori dilakukan dengan mengumpulkan data terkait dengan proses yang dilakukan di laboraturium serta pengumpulan literatur terkait dengan kebutuhan energi dan emisi yang ditimbulkan. Analisis dampak dilakukan dengan membuat matriks dampak dan bagan alir dampak penting, dimana penilaian dilakukan berdasarkan analisis inventori yang telah dilakukan. Tahapan selanjutnya dilakukan pemilihan rancangan terbaik dengan menggunakan metode bayes. Kebutuhan bahan baku untuk kedelapan rancangan dalam menghasilkan 500 liter bioetanol 95% adalah 2,904.68 kg sampai dengan 5,150.62 kg, kebutuhan energi 61,255.16 MJ sampai 84,958.29 MJ, mengeluarkan emisi 4,591.14 kg sampai 6,390.25 kg, limbah padat 24,492.51 kg sampai 45,141.25 kg, dan limbah cair 135,535.80 sampai 287,247.05 kg. Rancangan terbaik berdasarkan perhitungan menggunakan metode bayes adalah R7, yaitu rancangan dengan delignifikasi biologis menggunakan Trametes vercolor serta fermentasi menggunakan kombinasi starter Zymomonas mobilis dan Pichia stipitis. Hal tersebut dipengaruhi kemampuan menghasilkan bioetanol oleh masing-masing rancangan.
Indah Nurlita. F34061632. Life Cycle Assessment (LCA) Bioethanol from Corn Stover. Under Supervised by Andes Ismayana. 2010.
SUMMARY
Life Cycle Assessment (LCA) is the analysis system used in evaluating the environmental impacts of a product life cycle as a whole. LCA focuses on the factor to collect information and analyze the environmental impact caused by a product. This approach aims to avoid the mistakes of the outstanding environmental issues (UNEP, 1996; ISO, 1997. Ethanol or ethyl alcohol (familiar as “alcohol”, C2H5OH) is liquid has no colour with characteristic flamable, water soluble, biodegradable, and doesn’t give environmental impact if there’s contamination. Bioethanol is ethanol (alcohol), fermented from sugar, starches, and selullosic bimass (Demirbas, 2005). The purpose of this study were to identify the impact from life cycle of bioethanol made from corn stover with biological and chemical delignification stage and combination starter Zymomonas mobilis with Pichia stipitis and Saccharomyces cerevisiae with Pichia stipitis on stage fermentation and then determine the best process steps based on use of energy, raw materials, and pollution caused. The scope of this study include the transportation of raw materials; the use of boilers; electricity use; preparation of materials include mushroom breeding, starter, and demolition materials; preparation materials include delignification, hydrothermal I and II; Simultaneous Saccharification and Co-Fermentation (SSF) include pre-hydrolysis and fermentation; purification; and Waste Water Treatment Plant (WWTP). The use of LCA method conducted on eight specified design based delignification stage and the combination of starter during fermentation. Delignification of the R1 and R2 using Ca (OH) 2, R3 and R4 using white rot fungus Pleurotus ostreatus, R5 and R6 using Phanerochaete chrysosporium, whereas R7 and R8 use Tratemetes vercolor. Fermentation at R1, R3, R5, and R7 using Zymomonas mobilis and Pichia stipitis, while R2, R4, R6, R8 using Saccharomyces cerevisiae and Pichia stipitis. LCA method were performed, consist of inventory analysis and impact analysis. Inventory analysis, conducted by collected data related to the processes in the laboratory and the collection of literature related to energy demand and emissions generated. Impact analysis, done by created a matrix and flow chart the impact of significant impacts, where the assessment is based on inventory analysis has been done. The next stage is the selection of the best designs using Bayes method. Supplies of raw materials for the eighth design in produce 500 litre bioethanol 95% is 2,904.68 to 5,150.62 kg, energy demand 61,255.16 to 84,958.29 MJ, produce as much emissions 4,591.14 to 6,390.25 kg, solid waste 24,492.51 to 45,141.25 kg, and liquid waste 135,535.80 to 287,247.05 kg. Best design based on calculations used Bayes method is R7, the design with biological delignification used Trametes vercolor and fermentation used a combination starter Zymomonas mobilis dan Pichia stipitis. It is influenced by the ability to produce bioethanol by each design.
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 4 Oktober 1988 dengan nama lengkap Indah Nurlita. Penulis adalah putri dari pasangan Supriatno dan Ika Setiyawati. Penulis merupakan seorang kakak dari adik bernama Mega Pratiwi. Penulis mengawali jenjang pendidikannya di TK Al-Kautsar Bekasi pada tahun 19931994, dilanjutkan di SDN Pengasinan Bekasi pada tahun 1994-1999 dan SDN 08 Pagi Jakarta Timur pada tahun 1999-2000, dilanjutkan ke jenjang sekolah lanjutan di SLTPN 199 Jakarta Timur pada tahun 2000-2003 serta SMUN 12 Jakarta Timur pada tahun 2003-2006. Penulis lulus seleksi masuk IPB pada tahun 2006 melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan terdaftar di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian-Institut Pertanian Bogor (Fateta-IPB), dengan nomor induk mahasiswa F34061632. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif mengikuti berbagai kegiatan akademik seperti menjadi asisten praktikum mata kuliah Peralatan Industri dan non akademik seperti menjadi panitia pada berbagai acara yang diselenggarakan oleh IPB seperti kepanitiaan Gebyar Nusantara (GENUS) dan Masa Perkenalan Kampus Mahasiswa Baru (MPKMB). Penulis juga aktif sebagai pengurus Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Paduan Suara Agriaswara IPB sebagai Koordinator Kesekretariatan periode 2008-2009 dan pernah menjadi beberapa panitia dalam kegiatan yang diselenggarakan. Penulis juga pernah terlibat sebagai salah satu anggota dalam panitia sensus penduduk 2010. Penulis melakukan Praktek Lapang dengan judul “Pengelolaan Lingkungan Industri Kelapa Sawit pada PTPN VIII Kebun Kertajaya, Banten” pada tahun 2009. Dalam menyelesaikan perkuliahan di Fakultas Teknologi Pertanian, penulis menyusun skripsi dengan judul “Penilaian Daur Hidup (Life Cycle Assessment) Bioetanol Berbahan Baku Limbah Tanaman Jagung” di bawah bimbingan Ir. Andes Ismayana, MT.
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul “Penilaian Daur Hidup (Life Cycle Assessment) Bioetanol Berbahan Baku Limbah Tanaman Jagung” adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan apapun dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Desember 2010 Yang membuat pernyataan,
INDAH NURLITA F34061632
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji serta syukur penulis hantarkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan pertolongan serta rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul PENILAIAN DAUR HIDUP (LIFE CYCLE ASSESSMENT) BIOETANOL BERBAHAN BAKU LIMBAH TANAMAN JAGUNG. Penulis menyadari bahwa penyelesaian skripsi ini, tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, motivasi, dan kerjasama dari banyak pihak. Maka pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Ir. Andes Ismayana, MT. sebagai dosen pembimbing atas segala bantuan dalam memberi arahan dan motivasi serta kesabaran dalam membimbing penulis. 2. Prof. Dr. Ir. Khaswar Syamsu, M.Sc dan Drs. Purwoko, M.Si yang telah bersedia menguji serta telah memberi masukan kepada penulis. 3. Wagiman, STP. M.Si. Yang telah memberikan masukan kepada penulis. 4. Papa, Mama, dan Mega tersayang, atas segala kasih kasih sayang, semangat, doa serta dukungan kepada penulis. 5. Bhaskoro “dun” atas semangat, doa, serta bantuan yang senantiasa diberikan kepada penulis selama tahapan penelitian hingga penyusunan skripsi. 6. Seluruh teman-teman TIN, terutama Siska, Gaby, Ratih, Raisa, Laura, Mumun, Rizka, Sandra, Kirana, Aria, dan ka afwan atas dukungan serta bantuan kerjasama yang telah banyak diberikan kepada penulis. 7. Windry, Wiwid, dan Yayoy yang senantiasa memberikan semangat dan dukungan. 8. Agriaswara, yang telah mempertemukan penulis dengan orang-orang yang sangat berpengaruh dalam hidup penulis serta kenangan dan pengalaman berharga. 9. Seluruh staf pengajar dan pegawai administrasi IPB terutama Departemen Teknologi Industri Pertanian yang banyak membantu penulis selama menempuh studi di IPB. Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang industri pertanian.
Bogor, Desember 2010 Indah Nurlita
DAFTAR ISI Halaman
KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii DAFTAR ISI ........................................................................................................ iv DAFTAR TABEL ............................................................................................... vii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... x I.
PENDAHULUAN ......................................................................................... 1 A. LATAR BELAKANG ............................................................................... 1 B. TUJUAN PENELITIAN ........................................................................... 3 C. RUANG LINGKUP PENELITIAN .......................................................... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 4 A. BAHAN BAKU ........................................................................................ 4 1. Limbah Tanaman Jagung (LTJ) ........................................................... 4 2. Jamur .................................................................................................... 6 a. Pleurotus ostreatus .......................................................................... 6 b. Phanerochaete chrysosporium ........................................................ 7 c. Trametes vercolor ............................................................................ 7 3. Mikroorganisme ................................................................................... 7 a. Saccharomyces cerevisiae ............................................................... 7
iv
b. Zymomonas mobilis ......................................................................... 7 c. Pichia stipitis ................................................................................... 8 B. PEMBUATAN BIOETANOL (C2H5OH) ................................................ 8 1. Proses Produksi .................................................................................... 9 2. Persiapan Inokulum Jamur dan Starter ............................................... 11 C. PENILAIAN DAUR HIDUP (LIFE CYCLE ASSESSMENT, LCA) ...... 12 1. Energi Manusia ................................................................................... 14 2. Emisi................................................................................................... 17 3. Limbah Bioetanol ............................................................................... 17 III. METODE PENELITIAN............................................................................. 19 A. JENIS DAN SUMBER DATA ............................................................... 19 B. METODE PENGUMPULAN DATA ..................................................... 19 1. Studi Pustaka ...................................................................................... 19 2. Observasi Lapangan ........................................................................... 20 3. Kuesioner ............................................................................................ 20 4. Wawancara ......................................................................................... 20 C. PENILAIAN DAUR HIDUP (LIFE CYCLE ASSESSMENT, LCA) ...... 20 1. Penggunaan Bahan ............................................................................. 21 2. Penggunaan Energi ............................................................................. 21 3. Dampak Lingkungan .......................................................................... 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................... 26
v
A. ANALISIS INVENTORI ........................................................................ 26 1. Pengangkutan Bahan Baku ................................................................. 27 2. Penggunaan Boiler .............................................................................. 29 3. Penggunaan Listrik ............................................................................. 30 4. Persiapan Bahan ................................................................................. 32 5. Perlakuan Awal Bahan ....................................................................... 34 6. Sakarifikasi dan Fermentasi Simultan (SSF) ...................................... 38 7. Pemurnian ........................................................................................... 40 8. Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) .......................................... 42 B. ANALISIS DAMPAK ............................................................................ 45 C. PENENTUAN RANCANGAN TERBAIK ............................................ 47 V. KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................... 49 A. KESIMPULAN ....................................................................................... 49 B. SARAN ................................................................................................... 49 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 50 LAMPIRAN ........................................................................................................ 55
vi
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Proporsi limbah tanaman jagung........................................................... 4 Tabel 2. Sifat thermal, kimia, dan fisika dari bioethanol dan premium .............. 9 Tabel 3. Nilai BMR untuk laki-laki berusia18 – 30 Tahun............................... 14 Tabel 4. Nilai BMR untuk laki-laki berusia 30 – 60 Tahun.............................. 14 Tabel 5. Nilai BMR untuk perempuan berusia18 – 30 Tahun .......................... 15 Tabel 6. Nilai BMR untuk perempuan berusia 30 – 60 Tahun ......................... 15 Tabel 7. Faktor perhitungan energi manusia ..................................................... 15 Tabel 8. Faktor emisi gas buang pada beberapa sumber energi ........................ 17 Tabel 9. Rancangan percobaan ......................................................................... 22 Tabel 10. Kebutuhan bahan baku ........................................................................ 26 Tabel 11. Potensi limbah tanaman jagung per tahun di wilayah Jawa Barat ...... 27 Tabel 12. Energi pada tahap pengangkutan ........................................................ 28 Tabel 13. Emisi pada tahap pengangkutan .......................................................... 28 Tabel 14. Penggunaan energi pada tahap penggunaan boiler ............................. 29 Tabel 15. Emisi penggunaan boiler ..................................................................... 30 Tabel 16. Energi penggunaan listrik ................................................................... 31 Tabel 17. Emisi penggunaan listrik ..................................................................... 31 Tabel 18. Energi pada tahap persiapan bahan ..................................................... 33 Tabel 19. Emisi pada tahap persiapan bahan ...................................................... 34 Tabel 20. Energi pada tahap delignifikasi ........................................................... 35 Tabel 21. Limbah pada tahap delignifikasi ......................................................... 36
vii
Tabel 22. Karakteristik limbah tanaman jagung setelah delignifikasi ................ 36 Tabel 23. Karakteristik limbah tanaman jagung setelah hidrotermal II .............. 37 Tabel 24. Limbah pada tahap hidrotermal .......................................................... 37 Tabel 25. Energi pada tahap hidrotermal ............................................................ 38 Tabel 26. Faktor konversi etanol pada cairan SSF .............................................. 39 Tabel 27. Energi pada tahap SSF ........................................................................ 39 Tabel 28. Limbah pada tahap SSF ...................................................................... 40 Tabel 29. Kebutuhan uap panas, energi, dan limbah yang dikeluarkan saat pemurnian ........................................................................................... 41 Tabel 30. Faktor konversi etanol berdasakan penggunaan bahan baku .............. 42 Tabel 31. Faktor konversi etanol hasil penelitian terdahulu ............................... 42 Tabel 32. Energi pengolahan limbah cair ........................................................... 43 Tabel 33. Energi output biotenol dari LTJ .......................................................... 43 Tabel 34. Selisih energi input output .................................................................. 44 Tabel 35. Perbandingan emisi keseluruhan ......................................................... 45 Tabel 36. Perbandingan limbah keseluruhan ...................................................... 45 Tabel 37. Matriks dampak................................................................................... 46 Tabel 38. Penentuan rancangan terbaik dengan metode bayes ........................... 48
viii
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Struktur molekul selulosa .................................................................... 5 Gambar 2. Struktur molekul hemiselulosa ............................................................ 5 Gambar 3. Struktur molekul lignin ....................................................................... 6 Gambar 4. Persiapan inokulum jamur dan starter .............................................. 11 Gambar 5. Tahapan LCA .................................................................................... 12 Gambar 6. Contoh diagram alir penggunaan life cycle assessment .................... 18 Gambar 7. Diagram alir metode penelitian penilaian daur hidup (Life Cycle Assessment) bioetanol berbahan baku limbah tanaman jagung ....... 19 Gambar 8. Diagram alir penggunaan LCA ......................................................... 21 Gambar 9. Rancangan aliran bahan R1 dan R2 .................................................. 24 Gambar 10. Rancangan aliran bahan R3 sampai R8 ........................................... 25 Gambar 11. Bagan alir evaluasi dampak penting................................................ 47
ix
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Kuesioner penelitian ..................................................................... 56 Lampiran 2. Keterangan jumlah dan spesifikasi alat-alat yang digunakan ....... 57 Lampiran 3. Perhitungan energi pada tahap pengangkutan bahan baku ........... 63 Lampiran 4. Perhitungan energi pada boiler ..................................................... 66 Lampiran 5. Perhitungan Penggunaan Energi Listrik ....................................... 69 Lampiran 6. Energi manusia pada tahap persiapan bahan ................................ 70 Lampiran 7. Energi mesin pada tahap persiapan bahan .................................... 76 Lampiran 8. Kebutuhan uap panas pada tahap persiapan bahan ....................... 77 Lampiran 9. Energi manusia pada tahap delignifikasi ...................................... 79 Lampiran 10. Kebutuhan uap panas pada tahap delignifikasi ............................ 81 Lampiran 11. Energi manusia pada tahap hidrotermal I dan II........................... 84 Lampiran 12. Kebutuhan uap panas pada tahap hidrotermal .............................. 86 Lampiran 13. Energi manusia pada tahap pre-hidrolisis dan SSF ...................... 88 Lampiran 14. Kebutuhan uap panas pada tahap pre-hidrolisis dan SSF ............. 90 Lampiran 15. Energi manusia pada tahap pemurnian ......................................... 92 Lampiran 16. Kebutuhan uap panas pada tahap pemurnian ............................... 94 Lampiran 17. Energi manusia pada tahap IPAL ................................................. 95 Lampiran 18. Neraca massa R1 .......................................................................... 97 Lampiran 19. Neraca massa R2 .......................................................................... 98 Lampiran 20. Neraca massa R3 .......................................................................... 99 Lampiran 21. Neraca massa R4 ........................................................................ 100
x
Lampiran 22. Neraca massa R5 ........................................................................ 101 Lampiran 23. Neraca massa R6 ........................................................................ 102 Lampiran 24. Neraca massa R7 ........................................................................ 103 Lampiran 25. Neraca massa R8 ........................................................................ 104
xi
I.
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Etanol atau etil alkohol (lebih dikenal sebagai “alkohol”, lambang kimia C2H5OH) adalah cairan tak berwarna dengan karakteristik antara lain mudah terbakar, larut dalam air, dapat didaur ulang dan jika terjadi pencemaran tidak memberikan dampak lingkungan yang signifikan (Demirbas, 2005). Bioetanol adalah etanol yang dapat diproduksi dari bahan baku berupa biomassa dan juga limbah biomassa. Bioetanol diproduksi dengan teknologi biokimia, melalui proses fermentasi bahan baku, kemudian etanol dipisahkan dari air dengan proses distilasi dan dehidrasi. Penggunaan bioetanol sebagai campuran biogasolin memiliki keunggulan yaitu meningkatkan bilangan oktan menurut Wahid (2005) yaitu dari 82 bar menjadi 94 bar (menggantikan TEL sebagai aditif, sehingga mengurangi emisi logam berat timbal). Keunggulan lainnya adalah dapat menghasilkan pembakaran yang lebih sempurna (mengurangi emisi karbon monoksida, menurut Atmanto (2003) yaitu dari 4.26% volume menjadi 3.45%), dan mengurangi emisi gas buang karbon dioksida (penelitian menunjukkan pengurangan hingga 40-80% dari nilai awal 2.39 kg/l CO2) dan senyawa sulfur dari 0.006 gram/liter menjadi 0.001 gram/liter (mengurangi hujan asam) (Anonim, 2009). Menurut Indartono (2005), etanol memiliki satu molekul OH dalam susunan molekulnya, oksigen yang inheren didalam molekul etanol tersebut membantu penyempurnaan pembakaran antara campuran udara dan bahan bakar dalam silinder. Semakin sempurna pembakaran maka emisi UHC nya akan semakin rendah. hal tersebut juga dipengaruhi oleh rentang keterbakaran (flammability) yang lebar yakni 4.3-19 vol dibandingkan dengan gasoline yang memiliki rentang keterbakaran 1.4 – 7.6 vol, sehingga pembakaran campuran udara dengan etanol menjadi lebih baik. Hal inilah yang menjadi faktor penyebab relatif rendahnya emisi CO dibandingkan dengan pembakaran udara dengan gasolin. Limbah biomassa yang digunakan sebagai salah satu alternatif bahan baku dalam pembuatan bioetanol bersifat mudah didapatkan, ramah lingkungan dan terbarukan. Potensi limbah biomassa terbesar di Indonesia adalah dari limbah kayu hutan, kemudian diikuti oleh limbah padi, jagung, ubi kayu, kelapa, kelapa sawit dan tebu. Potensi energi limbah biomassa Indonesia diperkirakan sebesar 49,807.43 MW, dari jumlah tersebut, kapasitas terpasang hanya sekitar 178 MW atau 0.36 % dari potensi yang ada (Widodo et al., 2003; Agustina, 2004). Limbah lignosellulosa atau limbah biomassa, tersusun atas hemiselulosa, selulosa, dan lignin. Penghalang dalam mengolah limbah lignoselulosa menjadi produk bernilai tambah adalah struktur dari lignoselulosa yang berupa ikatan antara polisakarida (hemiselulosa dan selulosa) dan lignin. Pelepasan ikatan tersebut dapat dilakukan dengan perlakuan awal bahan. (Yan dan Shuya, 2006; Xiao et al., 2007) Hal tersebut menyebabkan banyaknya perlakuan awal bahan yang dikembangkan untuk mengefisienkan, meningkatkan kemampuan enzim penghidrolisis, dan menghasilkan yield yang tinggi baik secara mekanis, biologis, maupun kimiawi (Mosier et al., 2005; Hendriks dan Zeeman, 2009). Rancangan yang dibuat pada penelitian ini berdasarkan perbedaan perlakuan awal bahan yaitu penghilangan lignin (delignifikasi) dengan cara biologis menggunakan jamur pelapuk putih dan kimiawi menggunakan Ca(OH)2. Perbedaan tersebut untuk melihat cara mana
yang lebih ramah lingkungan serta efisien baik dalam penggunaan energi maupun penggunaan bahan baku. Menurut Samsuri et al. (2007), proses hidrolisis dan fermentasi akan menjadi lebih efektif dan efisien jika dilaksanakan secara berkelanjutan tanpa melalui tenggang waktu yang lama, proses ini dikenal sebagai proses Sakarifikasi dan Fermentasi Simultan (SSF). Sakarifikasi dan fermentasi simultan adalah kombinasi antara hidrolisis dengan enzim dan fermentasi yang dilakukan dalam suatu reaktor. Proses ini memiliki keuntungan yaitu polisakarida yang terkonversi menjadi monosakarida tidak kembali menjadi polisakarida karena monosakarida langsung difermentasi menjadi etanol. Mikroorganisme yang umum digunakan dalam pembuatan bioetanol diantaranya adalah Zymomonas mobilis dan Saccharomyces cerevisiae, namun kedua jenis mikroorganisme tersebut tidak dapat merombak gula C5 (Agbogbo dan Kelly, 2008). Sedangkan menurut Whistler dan Massak (1955) pada hemiselulosa, gula (monomer) yang paling banyak ditemukan dari seluruh gula adalah xilosa (C5H10O5). Sehingga dalam rancangan penelitian yang dibuat, dilakukan perbedaan kombinasi starter yang digunakan saat fermentasi, untuk menyempurnakan perombakan bahan menjadi bioetanol. Kombinasi yang terpilih yaitu Zymomonas mobilis dan Pichia stipitis serta Saccharomyces cerevisiae dan Pichia stipitis. Pichia stipitis merupakan mikroorganisme yang mampu merombak gula C5 secara alami yang tidak mampu dilakukan oleh Zymomonas mobilis dan Saccharomyces cerevisiae (Agbogbo dan Kelly, 2008). Hal penting yang harus dipahami dari teknologi konversi lignoselulosa menjadi bioetanol adalah kelayakan biaya dan lingkungan, serta penggunaan energi. Pemilihan teknologi terbaik didasari oleh sedikit penggunaan biaya, energi, serta pencemaran yang ditimbulkan (Chandel et al., 2007). Dengan mempertimbangkan hal tersebut, maka perlu dilakukan pengkajian terhadap penelitian-penelitian energi terbarukan dalam hal pengelolaan konservasi energi dan penggunaan secara efisien serta dampaknya terhadap lingkungan dengan menggunakan metode Life Cycle Assessment (LCA). Pada tahun 1993, ISO membentuk Technical Committee (TC) 207 yang khusus bertugas mengembangkan baku-mutu (standar) lingkungan yang dikenal sebagai ISO seri 14000. Standar yang dikembangkan mencakup rangkaian enam aspek, yaitu Environmental Management System (EMS), Environmental Auditing (EA), Environmental Labelling (EL), Environmental Performance Evaluation (EPE), Life Cycle Analysis (LCA), dan Term and Definitions (TD) (Soemarno, 2007). EA mengkajian pelaksanaan program lingkungan dan sistem pengelolaan lingkungan. EPE mengevaluasi kinerja lingkungan yang dicapai organisasi. EL mememberi label lingkungan terhadap produk. LCA mengkaji tentang daur hidup produk dari bahan mentah, proses (limbah) hingga pada produk yang tak dapat dimanfaatkan kembali (sampah) (Soemarno, 2007). Menurut Mattson dan Sonesson (2003), Life Cycle Assessment (LCA) adalah metode untuk mengevaluasi dampak lingkungan yang disebabkan produk selama siklus hidupnya dan aliran bahan yang terjadi. Data yang dibutuhkan terdiri dari dampak lingkungan, hasil samping, konsumsi energi, dan bahan yang digunakan. Menurut Schempf (1999) dan Curran (1996), LCA dapat menyediakan kerangka kerja untuk menganalisa dampak lingkungan, memetakan dampak selama siklus hidup suatu produk, pembanding dari dampak lingkungan produk yang sudah ada, acuan dalam mengembangkan target lingkungan untuk pengembangan produk selanjutnya, menyediakan pengukuran kinerja yang berlangsung untuk mengkaji konsep desain serta dampaknya terhadap lingkungan, membantu tim pengembangan produk dalam menentukan
2
material dan komponen yang akan dipakai, dan mengidentifikasi dampak yang sebelumnya tidak diketahui. Metode LCA membantu dalam mengetahui potensi limbah yang akan muncul serta penggunaan energi dan bahan baku yang diperlukan selama proses produksi produk tersebut. Informasi yang didapatkan dalam tahapan penggunaan LCA dapat menjadi pertimbangan dalam pendirian industri bioetanol berbahan baku limbah tanaman jagung serta dapat digunakan sebagai pembanding terhadap industri bioetanol dengan bahan baku berbeda yang telah beroperasi.
B. TUJUAN PENELITIAN Tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengidentifikasi dampak siklus hidup bioetanol berbahan baku limbah tanaman jagung dengan tahapan delignifikasi biologis dan kimiawi serta kombinasi starter Zymomonas mobilis dengan Pichia stipitis dan Saccharomyces cerevisiae dengan Pichia stipitis pada tahapan fermentasi terhadap lingkungan. 2. Menentukan tahapan proses terbaik berdasarkan penggunaan energi, bahan baku, dan pencemaran yang ditimbulkan.
C. RUANG LINGKUP PENELITIAN Ruang lingkup meliputi analisis terhadap kebutuhan bahan baku, energi, dan potensi limbah pada setiap tahap siklus hidup mulai dari distribusi bahan, proses produksi sesuai dengan penelitian di laboratorium, dan pengolahan limbah.
3
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. BAHAN BAKU 1. Limbah Tanaman Jagung (LTJ) Biomassa jagung adalah seluruh bagian tanaman jagung yang tidak dipakai atau diambil sebagai makanan pokok, seperti batang, daun, kelobot, dan tongkol (Anggraeny et al., 2006). Total berangkasan dari satu tanaman jagung bernilai 90% dari berat keseluruhan satu tanaman jagung, tabel proporsi LTJ disajikan pada tabel di bawah ini.
Tabel 1. Proporsi limbah tanaman jagung Limbah Jagung Proporsi Limbah (%BK) Batang
50
Daun
20
Tongkol
20
Kulit (klobot)
10
Sumber: Mc Cutcheon dan Samples (2002)
Limbah tanaman jagung merupakan limbah lignoselulosik (Dellweg, 1983). Lignoselulosa terdiri dari tiga komponen utama, yaitu selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Selain itu, terdapat pula beberapa komponen minor yang dapat ditemukan pada lignoselulosa, seperti abu, protein, dan pektin. Kadar ketiga komponen minor pada lignoselulosa tersebut berbeda-beda sesuai dengan sumber lignoselulosanya (Dashtban et al., 2009). Berdasarkan Prasetyo et al. (2002), limbah batang dan daun jagung kering memiliki potensi energi sebesar 66.35 GJ dengan konversi nilai kalori 4,370 kkal/kg. Energi tongkol jagung dapat dihitung dengan menggunakan nilai Residue to Product Ratio (RPR) tongkol jagung yaitu 0.27 (pada kadar air 7.53%) dan nilai kalori 4,451 kkal/kg, sehingga potensi energi tongkol jagung adalah 55.75 GJ (Widodo, 2003 (dasar acuan Koopmans dan Kopejan, 1997); Sudradjat, 2004). Menurut Sun dan Cheng (2002) diketahui bahwa limbah tanaman jagung mengandung 15% lignin, 45% selulosa, dan 35% hemiselulosa, serta dapat menghasilkan 0.24 liter bioetanol tiap kg biomassa jagung. Selulosa merupakan polimer glukosa dengan ikatan β-1,4 glukosida dalam rantai lurus. Bangun dasar selulosa berupa suatu selobiosa yaitu dimer dari glukosa. Rantai panjang selulosa terhubung secara bersama melalui ikatan hidrogen dan gaya van der Waals (Perez et al. 2002). Gambar dari struktur selulosa dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Struktur molekul selulosa (Klemm et al., 1998)
Hemiselulosa merupakan komponen kedua pada bahan berlignoselulosa, berupa polimer yang heterogen dari pentose (termasuk xilosa dan arabinosa), hexosa (terutama manosa, sebagian kecil glukosa, dan galaktosa) dan sugar acids. Komposisi hemiselulosa di alam sangat beragam dan bergantung pada sumber tanaman (Dashtban et al., 2009). Gambar dari struktur hemiselulosa dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 2. Struktur molekul hemiselulosa (Kirk dan Cullen, 1998) A. Struktur O-asetil-4-O-metilglukoronoksilan (hemiselulosa utama di kayu daun lebar) B. Struktur O-aselilgalaktoglukomanan (hemiselulosa utama pada kayu daun jarum)
Lignin adalah suatu kompleks polimer tiga dimensi yang diproduksi secara in vivo oleh enzim pemula polimerisasi dehidrogenatif dari tiga monomer fenilpropana, yaitu phidroksilamin alkohol, koniferil alkohol, dan sinapil alkohol. Polimer lignin terbentuk melalui ikatan eter yang terdiri atas satuan fenilpropana yang saling bergabung. Biosintesis lignin dari unit fenilpropana dinyatakan secara umum sebagai polimerisasi dehidrogenatif. Kompleks polimer lignin berperan sebagai pemberi kekuatan fisik, pertahanan terhadap serangan mikrobial, dan pertahanan terhadap permeabilitas air ke matrik polisakarida dinding sel tumbuhan (Whetten et al., 1998). Gambar struktur lignin dapat dilihat pada Gambar 3.
5
Gambar 3. Struktur molekul lignin (Lankinen, 2004)
2. Jamur Lignin adalah sasaran utama yang diserang oleh jamur pelapuk putih (Zabel dan Morell, 1992). Enzim penghancur lignin adalah lignase yang mengubah lignin dan menghasilkan karbohidrat untuk dijadikan substrat. Jamur pelapuk putih memiliki enzim lakase yang menyebabkan oksidasi Cα, penghancur gugus fenil dan penghancur Cα-Cβ dalam struktur siringil. Lakase berfungsi mencegah mekanisme repolimerisasi dari fenoksiradikal kembali menjadi lignin dan menghilangkan quinon yang beracun (Rayner dan Boddy, 1988). Menurut Eaton dan Hale (1993) berbagai enzim yang berperan dalam proses degradasi lignin yang disekresikan oleh kapang pelapuk putih adalah lignin peroksidase (LiP), mangan peroksidase (MnP), lakase, demetoksilase, H2O2-generating enzyme dan enzim pendegradasi monomer seperti selobiosa dehidrogenase, asam vanilat hidrolase dan trihidroksi benzen dioksigenase. Namun enzim lignolitik yang utama adalah lignin peroksidase (LiP), mangan peroksidase (MnP) dan lakase.
a. Pleurotus ostreatus Pleurotus ostreatus adalah jamur pangan dari kelompok Basidiomycota dan termasuk kelas Homobasidiomycetes dengan ciri-ciri umum tubuh buah berwarna putih hingga krem dan tudungnya berbentuk setengah lingkaran mirip cangkang tiram dengan bagian tengah agak cekung (Parlindungan, 2000). Pleurotus ostreatus mampu mendegradasi bahan-bahan berlignoselulosa secara efisien dan selektif menguraikan lignin tanpa perlakuan pendahuluan secara kimiawi atau biologis (Hadar et al., 1993). Kemampuan Pleurotus ostreatus dalam mendegradasi lignin menjadikan fungi ini memiliki potensi untuk digunakan pada proses penghilangan lignin secara biologis.
6
b. Phanerochaete chrysosporium Berdasarkan penelitian yang dilakukan Fadilah et al. (2008) diketahi bahwa jamur Phanerochaete chrysosporium dapat mendegradasi lignin pada batang jagung. Lignin yang terdegradasi selama 30 hari inkubasi adalah 81,4%. Degradsi lignin diikuti dengan degradasi selulosa walaupun jumlahnya relatif lebih sedikit yaitu 22,3% pada 30 hari inkubasi.
c. Trametes vercolor Jamur Trametes vercolor termasuk ke dalam golongan jamur pelapuk putih (white root fungus). Family Polyporaceae dan kelas Basidiomycetes, yang biasa dikenal dengan Polyporus, coriolus dan Polysticus. Penyebarannya di negara-negara beriklim sedang dan sering menyerang kayu daun lebar, namun kadang-kadang menyerang kayu daun jarum (Eaton dan Hale, 1993). Kapang ini menyerang hemiseluosa sebelum atau berbarengan dengan lignin. Menurut Akhtar et al. (1997) urutan pendegradasian kayu oleh kapang putih ini adalah hemiselulosa, lignin, dan kemudian selulosa.
3. Mikroorganisme a. Saccharomyces cerevisiae Saccharomyces cereviciae merupakan salah satu spesies khamir yang memiliki daya konversi gula menjadi etanol sangat tinggi. Mikroorganisme ini biasanya dikenal dengan baker’s yeast dan metabolismenya telah dipelajari dengan baik. Saccharomyces cerevisiae dapat mengubah glukosa, manosa, dan galaktosa menjadi etanol. Khamir ini dapat tumbuh dalam media dengan a w terendah 0.88-0.94 dan pada kisaran suhu 25-300C atau 35-470C serta pH 4-4.5 (Fardiaz, 1989). Saccharomyces cerevisiae sering digunakan untuk memproduksi etanol secara fermentasi karena dapat menghasilkan etanol dalam jumlah besar dan mempunyai nilai toleransi terhadap alkohol yang tinggi. Khamir ini memiliki daya, tingkat dan rendemen etanol yang tinggi tetapi tidak mampu memfermentasi xilosa yang merupakan jenis gula terbesar kedua di alam (Rouhoullah et al., 2006; Kotter dan Ciriacy, 1993).
b. Zymomonas mobilis Zymomonas mobilis merupakan bakteri gram negatif yang dapat ditemukan pada tumbuh-tumbuhan yang kaya gula. Zymomonas mobilis merupakan bakteri anaerob fakultatif. Pemakaian bakteri Zymomonas mobilis untuk industri pembuatan etanol mempunyai beberapa keuntungan antara lain, yaitu kemampuan untuk tumbuh secara anaerob, hasil produksi lebih tinggi dan kemampuan fermentasi lebih spesifik dibandingkan dengan yeast (Ismail et al., 2009).
7
Hemiselulosa yang telah terhidrolisis menjadi xilosa dapat difermentasikan menjadi etanol. Namun, mikroorganisme Zymomonas mobilis tidak dapat memfermentasi xilosa atau xilitol. Mikroba ini dapat memfermentasi xylulose tetapi tidak memiliki enzim yang diperlukan untuk mengkonversi xylose menjadi xylulose. Zymomonas mobilis memfermentasikan glukosa melalui jalur Entner Doudoroff. Mikroba ini menghasilkan enzim piruvat dekarboksilase yang merubah piruvat menjadi acetaldehyde. Kemudian acetaldehyde diubah menjadi etanol oleh enzim alcohol dehydrogenase (Ismail et al., 2009).
c. Pichia stipitis Pichia stipitis merupakan mikroorganisme yang memfermentasi gula dalam bentuk C5 secara alami. Mikroorganisme ini mampu menghasilkan etanol dari xilosa dan dapat merombak gula C5 yang tidak dapat dilakukan oleh Sacharomyces cereviseae maupun Zymomonas mobilis (Agbogbo dan Kelly, 2008). Pichia stipitis merupakan salah satu kapang yang memiliki kemampuan untuk mengkonversi selulosa dan hemiselulosa menjadi monomer gula (Jeffries et al., 2007). Pichia stipitis dapat memfermentasi glukosa, xilosa, manosa, galaktosa, dan selobiosa menjadi etanol dalam kondisi anaerobik dengan xilitol sebagai produk samping. Pichia stipitis dapat bekerja pada afinitas rendah dan afinitas tinggi pada sistem transport proton. Sistem transport dengan afinitas rendah terjadi ketika konsentrasi gula tinggi, sedangkan afinitas tinggi terjadi ketika konsentrasi gula rendah (Killian dan Uden, 1988). Pichia stipitis lebih menyukai glukosa untuk produksi etanol sehingga jumlah pemanfaatan glukosa lebih besar dibandingkan dengan xilosa pada media yang mengandung glukosa dan xilosa. Suhu optimal yang dibutuhkan oleh Pichia stipitis pada saat fermentasi adalah antara 25-33 oC (Agbogbo dan Kelly, 2008).
B. PEMBUATAN BIOETANOL (C2H5OH) Bioetanol merupakan etanol atau kependekan dari etil alkohol (C2H5OH) atau sering juga disebut dengan grain alcohol. Etanol berbentuk cairan tidak berwarna dan mempunyai bau khas (Arnata, 2009). Menurut Demirbas (2005), etanol dapat diproduksi menggunakan berbagai macam jenis bahan baku hasil pertanian yang diklasifikasikan menjadi tiga yaitu gula sederhana, pati, dan selulosa. Etanol dapat diperoleh dari hasil proses fermentasi gula dengan menggunakan bantuan mikroorganisme. Dalam industri, etanol digunakan sebagai bahan baku industri turunan alkohol, campuran untuk miras, bahan dasar industri farmasi, dan campuran bahan bakar untuk kendaraan. Etanol terbagi dalam tiga grade berdasarkan kadar alkohol, yaitu grade industri (9094%), grade netral untuk minuman keras atau bahan baku farmasi (96-99.5%) dan grade bahan bakar (diatas 99.5%) (Hambali et al. 2007). Menurut Wahid (2005), keunggulan bioetanol dibanding bensin dapat dilihat dari perbandingan sifat yang dimiliki keduanya, sesuai dengan yang ditampilkan pada Tabel 2.
8
Tabel 2. Sifat thermal, kimia, dan fisika dari bioethanol dan premium Keterangan Unit Bioetanol
No 1
Sifat Thermal a. Nilai kalor
kkal/liter
5,023.3
8,308.0
kkal/liter
6.4
1.8
0.2
0.8
Bar
94.0
82.0
e. Angka oktan riset
MON
111.0
91.0
f. Index cetan
RON
3.0
10.0
0
b. Panas penguapan pada 20 C 0
c. Tekanan uap pada 38 C d. Angka oktan motor
2
Bensin
g. Suhu pembakaran sendiri
0
C
363.0
221.0 – 260.0
h. Perbandingan nilai bakar terhadap premium
0
C
0.6
1.0
C
52.1
87.0
H
13.1
13.0
O
34.7
0
C/H
4.0
6.7
9.0
14.8
0.8
0.7
78.0
32.0 – 185.0
Ya
Tidak
Sifat Kimia a. Analisis berat
b. Keperluan udara (kg udara/kg bahan bakar) 3
Sifat Fisika 1. Berat Jenis 2. Titik Didih 3. Kelarutan dalam air
g/cm 0
C
Sumber: Wahid (2005)
Menurut Hambali et al. (2007), bioetanol memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan bensin, diantaranya adalah: 1. Menekan terjadinya pencemaran udara karena bilangan oktan tinggi, serta membentuk oxygenated atau ikatan karbon-hidrogen-oksigen yang mengurangi pencemaran udara terutama emisi karbon monoksida. 2. Peningkatan bilangan oktan membuat bahan bakar semakin stabil pada proses pembakaran untuk memperoleh daya yang lebih stabil. 3. Meningkatkan efisiensi pembakaran dan mengurangi emisi gas rumah kaca karena mengandung 35% oksigen. 4. Mudah terurai dan aman terhadap lingkungan. 5. Nilai oktan tinggi, sehingga dapat menggantikan fungsi bahan aditif seperti Metil Tertiary Butyl Ether (MTBE) dan Tetra Ethyl Lead (TEL) pada bensin.
1. Proses Produksi Terdapat tiga prinsip metode pembuatan alkohol sederhana, yaitu hidrasi alkana yang diperoleh dari proses cracking pada pembuatan minyak tanah, hidrolisis bahan ligoselulosa,
9
dan fermentasi karbohidrat (Morrison dan Boyd, 2003). Menurut Hamelinck et al. (2005) tahapan utama dalam mengkonversi biomassa lignoselulosa menjadi bioetanol adalah perlakuan awal bahan bahan, hidrolisis, fermentasi, dan purifikasi. Tujuan dari perlakuan awal bahan adalah membuka struktur lignoselulosa agar selulosa menjadi lebih mudah diakses oleh enzim yang memecah polymer polisakarida menjadi monomer gula. Perlakuan awal bahan dapat meningkatkan hasil gula yang diperoleh. Gula yang diperoleh tanpa perlakuan awal bahan kurang dari 20%, sedangkan dengan perlakuan awal bahan dapat meningkat menjadi 90% dari hasil teoritis. Aplikasi hidrolisis menggunakan enzim secara sederhana dilakukan dengan menganti tahap hidrolisis asam dengan tahap hidrolisis enzim selulosa. Hidrolisis enzimatis memiliki beberapa keuntungan dibandingkan hidrolisis asam, antara lain tidak terjadi degradasi gula hasil hidrolisis, kondisi proses yang lebih lunak (suhu rendah, pH netral), berpotensi memberikan hasil yang tinggi, dan biaya pemeliharaan peralatan relatif rendah karena tidak ada bahan yang korosif Hamelinck (2005). Pada metode terdahulu proses hidrolisis dan fermentasi dilakukan secara terpisah atau separated hydrolysis and fermentation (SHF) dan yang terbaru adalah proses simultaneous saccharification and co-fermentation atau sakarifikasi dan fermentasi simultan (SSF). Proses hidrolisis dan fermentasi akan menjadi lebih efektif dan efisien jika dilaksanakan secara berkelanjutan tanpa melalui tenggang waktu yang lama karena polisakarida yang terkonversi menjadi monosakarida langsung difermentasi menjadi etanol (tidak kembali menjadi polisakarida) (Samsuri et al., 2007). Beberapa spesies mikroorganisme dari kelompok yeast (khamir), bakteri dan fungi dapat memfermentasi karbohidrat menjadi ethanol dalam kondisi bebas oksigen. Produk hasil fermentasi dikenal dengan istilah „bir‟ (beer) yang merupakan campuran antara etanol, biomassa sel, dan air. Di dalam tahapan ini, konsentrasi etanol dari biomassa lignoselulosa lebih rendah (≤ 5%) daripada etanol yang berasal dari jagung. Konsentrasi etanol yang dapat ditolerir oleh mikroba adalah kurang lebih 10% pada suhu 30 0C, tetapi akan menurun dengan naiknya temperatur (Hamelinck et al., 2005). Menurut Demirbas (2005) secara teoritis bioetanol yang diproduksi dari 100 gram glukosa adalah 51,4 gram dan CO 2 yang dihasilkan sebanyak 48,8 gram. Hasil secara nyata akan kurang dari 100% karena glukosa yang difermentasi oleh mikroorganisme juga digunakan untuk bertahan hidup. Pemurnian bioetanol dapat dilakukan melalui tahapan distilasi yang dapat meningkatakan kadar etanol menjadi 95% (Suhendri, 2008). Proses distilasi dilakukan dengan menggunakan evaporator dan distilator. Tahapan dalam penggunaan evaporator dan distilator adalah sebagai berikut : 1. Larutan dimasukkan ke dalam evaporator, kemudian dipanaskan hingga mencapai suhu 900C lalu uap etanol dialirkan ke distilator kemudian didingingkan. Perbedaan temperatur penguapan air (1000C) dan etanol (780C) menyebabkan pemisahan antara air dan bioetanol. 2. Temperatur distilator dijaga pada suhu 790C. 3. Jika kadar etanol kurang dari 95%, maka perlu dilakukan reflux, yaitu dengan memasukkan kembali etanol < 95% ke dalam tabung distilator.
10
2. Persiapan Inokulum Jamur dan Starter
Biakan Pichia stipitis
Biakan Saccharomyces cerevisiae
Inokulasi Media Agar YGA (10 g/l yeast ekstrak, 20 g/l glukosa, dan 15 g/l agar)
Inokulasi Media Agar YMA (3 g/l yeast ekstrak, 10 g/l malt ektrak, 3 g/l glukosa, dan 20 g/l agar) pada suhu 30 o C selama 24 jam
Inokulasikan ke media cair (glukosa 20 g/l, 1 g/l yeast ekstrak , MgSO4.7H20 1 g/l, (NH4)2SO4 1 g/l, dan KH2PO4 1 g/l
Inokulasi Media Cair PDB
Inkubasi (T = 300C, t = 20 jam, 100 rpm)
Kultur Saccharomyces cerevisiae
Inkubasi (T = 300C, t = 27 jam, 100 rpm)
Kultur Picchia sipitis
(a)
(a)
Biakan Jamur
Inokulasi media cair (PDA, inkubasi 7 hari, 300C) Inokulasi media cair (PDB, sheeker selama7 hari, 300C) Penyaringan
PDB
Inokulum
Penambahan Nutrisi Homogenisasi (Waring blender, 5000 rpm, 2 menit)
Biakan Zymomonas mobilis
Inokulasi Media Agar (5 g/l yeast ekstrak, 20 g/l glukosa, dan 10 g/l agar) pada suhu 300C selam 48 jam
Inokulasikan ke media cair (glukosa 20 g/l, MgSO4.7H20 1 g/l, (NH4)2SO4 1 g/l, dan KH2PO4 1 g/l pada suhu 30 oC selama 24 jam
Kultur Zymomonas mobilis
Inokulum stok
(b)
(c)
Gambar 4. Persiapan inokulum jamur dan starter (a) Okur dan Saracoglu (2006) (b) Fadilah et al. (2008) (c) Panesar et al. (2007)
11
C. PENILAIAN DAUR HIDUP (LIFE CYCLE ASSESSMENT, LCA) LCA adalah analisis sistem yang digunakan dalam mengevaluasi dampak lingkungan dari siklus hidup suatu produk secara keseluruhan, proses atau kegiatan mulai dari penyediaan bahan baku hingga pengelolaan hasil samping. LCA menitik beratkan pada faktor mengumpulkan informasi dan menganalisis dampak lingkungan yang disebabkan oleh suatu produk. Pendekatan ini bertujuan menghindari kesalahan dari isu lingkungan yang beredar (UNEP, 1996; ISO 14040, 1997). Berdasarkan ISO 14040, LCA terdiri dari empat tahap, yaitu penentuan tujuan dan ruang lingkup, analisis persediaan, analisis dampak, dan interpretasi hasil. Tahapan dalam LCA dapat digambarkan dalam bentuk bagan seperti yang dapat dilihat pada Gambar 5.
Tujuan dan Ruang Lingkup
Analisis Inventori
Interpretasi Hasil
Analisis Dampak Gambar 5. Tahapan LCA (ISO 14040, 1997) Penjelasan tahapan LCA yang harus dilakukan menurut Jensen et al., 1997 adalah sebagai berikut : 1. Menentukan tujuan dan ruang lingkup Tahap pertama adalah menentukan parameter-parameter yang berhubungan dengan analisis yang akan dilakukan, terdiri dari : a. Target, menentukan tujuan yang akan dicapai. b. Batasan, mempertimbangkan alternatif dari komponen dan proses yang akan digunakan. c. Unit fungsi. d. Kualitas standar dari data yang akan digunakan untuk analisis. 2. Analisis inventori Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data yang dibutuhkan untuk analisis, meliputi bahan baku, energi, hasil samping, dan pencemaran. Menurut Clift et al. (2000) analisis inventori meliputi pengumpulan dan penghitungan data masukan dan keluaran bahan dan energi dalam batasan sistem yang ditentukan. Aliran masukan dan emisi disebut dengan beban atau intervensi lingkungan. 3. Analisis dampak Analisis dampak bertujuan mengetahui dampak yang mungkin terjadi selama siklus hidup suatu produk. Perkiraan dampak dimaksudkan sebagai penilaian secara cermat dan mendalam terhadap kualitas lingkungan, yang ditunjukkan dengan besarnya dampak dan tingkat kepentingannya. Pada analisis dampak, besar dampak merupakan selisih antara kualitas lingkungan tanpa adanya proyek dengan kondisi kualitas lingkungan akibat adanya proyek. Metode untuk memperkirakan besar dampak adalah metode formal dan non-formal. Metode analisis dampak yang biasa digunakan, yaitu:
12
a. Model matematik, metode formal untuk memprakirakan besarnya dampak terhadap komponen lingkungan akibat kegiatan proyek, menggunakan rumus matematik, sehingga besarnya dampak dapat ditentukan secara kuantitatif dan perilaku dampak dapat ditelusuri. Pendekatan ini digunakan dalam rangka prakiraan dampak terhadap parameter kualitas udara, air, debu, dan kebisingan. b. Baku mutu lingkungan, metode non-formal untuk memprakirakan dampak penting yang ditempuh, melalui perbandingan antara hasil pengukuran atau pengamatan di lapangan dengan baku mutu lingkungan yang berlaku. Pendekatan ini untuk memprakiraan dampak terhadap parameter kualitas udara, air, debu, dan kebisingan. c. Analogi, metode non-formal berdasarkan analogi atau membandingkan kondisi lingkungan yang timbul dan permasalahannya sebagai akibat dari kegiatan sejenis ditempat berbeda. Pendekatan ini digunakan dalam memprakirakan dampak untuk parameter biota air. d. Penilaian para ahli, metode non-formal yang dapat digunakan apabila terjadi kesulitan dalam mengumpulkan data di lapangan. Prakiraan dampak yang dihasilkan dari metode ini sangat bergantung pada pengetahuan dan pengalaman penilainya. Tahapan dalam melakukan analisis dampak yaitu, metode matriks, metode bagan alir dampak penting, dan evaluasi dampak penting. Metode matriks untuk mengetahui tahapan kegiatan yang dapat menimbulkan dampak terhadap komponen lingkungan. Metode bagan alir dampak penting untuk mengetahui dampak yang terjadi. Evaluasi dampak penting untuk menentukan dampak penting yang muncul dan penyebabnya, serta untuk mengetahui pertimbangan dampak positif dan dampak negatif. Interpretasi hasil, mengembangkan suatu analisis agar lebih akurat untuk menilai kelayakan lingkungan dari kegiatan proyek. Menurut Baumann dan Tillman (2002), dalam menganalisis suatu dampak ada tiga elemen yaitu klasifikasi dan karakterisasi, normalisasi dan evaluasi atau pembobotan. Klasifikasi, dikelompokan berdasarkan dampak lingkungan yang dapat terjadi. Karakterisasi, mendata dampak yang dapat terjadi secara keseluruhan. Normalisasi, penghitungan terhadap dampak yang terjadi, sehingga dapat diketahui apakah nilai dampak tersebut masih dapat diterima oleh lingkungan atau tidak. Salah satu hal penting dalam Life Cycle Assessment (LCA) adalah penggunaan energi. Penggunaan energi digambarkan dalam Net Energy Ratio (NER) dan Net Energy Gain (NEG) (Papong et al., 2008).
(1) (2)
Eout adalah energi dari produk bioetanol yang dihasilkan, sedangkan Ein adalah total energi utama yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 liter etanol. NEG merupakan indikator untuk mengidentifikasi apakah produk bioetanol yang dihasilkan menambah atau mengurangi ketersediaan energi.
13
1. Energi Manusia Nilai Total Energy Expenditure (TEE) atau total energi yang dihasilkan oleh manusia dirumuskan sebagai hasil perkalian antara nilai Physical Activity Level (PAL) dengan Basal Metabolic Rate (BMR). Nilai BMR pada manusia dapat dibedakan berdasarkan jenis kelamin, usia, serta berat badan. Nilai-nilai BMR dan PAL dapat dilihat pada Tabel 3 sampai 7 (FAO, 2001).
Tabel 3. Nilai BMR untuk laki-laki berusia18 – 30 Tahun BMR/Kg Berat Rata-rata (kg) KiloJoule (kJ) Kilokalori (kkal) 50
121
29
55
116
28
60
111
27
65
108
26
70
104
25
75
102
24
80
99
24
85
97
23
90
95
23
Sumber: FAO (2001)
Tabel 4. Nilai BMR untuk laki-laki berusia 30 – 60 Tahun BMR/Kg Berat Rata-rata (kg) KJ Kkal 50
121
29
55
114
27
60
109
26
65
104
25
70
100
24
75
97
23
80
94
22
85
91
22
90
89
21
Sumber: FAO (2001)
14
Tabel 5. Nilai BMR untuk perempuan berusia18 – 30 Tahun BMR/Kg Berat Rata-rata (kg) KJ Kkal 45
107
26
50
103
25
55
99
24
60
96
23
65
93
22
70
91
22
75
89
21
80
87
21
85
86
21
Sumber: FAO (2001)
Tabel 6. Nilai BMR untuk perempuan berusia 30 – 60 Tahun BMR/Kg Berat Rata-rata (kg) KJ Kkal 45
113
27
50
105
25
55
98
24
65
88
21
70
85
20
75
81
19
80
78
19
85
76
18
Sumber: FAO (2001)
Tabel 7. Faktor perhitungan energi manusia Alokasi Energi yang Mean PAL Kegiatan Utama yang Waktu x Energi Waktu Dikeluarkan perkalian dari 24 Dilakukan yang Dikeluarkan (Jam) (PAR) jam BMR Kegiatan tidak terlalu banyak bergerak Tidur
8
1
8,0
Masak
1
2,1
2,1
8
1,5
12,0
Duduk (bekerja di kantor, berjualan, menjaga toko) Sumber: FAO (2001)
15
Tabel 7. Faktor perhitungan energi manusia (Lanjutan) Alokasi Energi yang Mean PAL Kegiatan Utama yang Waktu x Energi Waktu Dikeluarkan perkalian dari 24 Dilakukan yang Dikeluarkan (Jam) (PAR) jam BMR Kegiatan tidak terlalu banyak bergerak Pekerjaan rumah
1
2,8
2,8
1
2,0
2,0
Berjalan
1
3,2
3,2
Kegiatan ringan
2
1,4
2,8
Total
24
tangga Menyetir kendaraan ke/dari kantor
36,7
36,7/24 = 1,53
Kegiatan cukup aktif Tidur
8
1
8,0
Makan
1
1,5
1,5
1
2,3
2,3
1
1,2
1,2
8
2,2
17,6
Berjalan
1
3,2
3,2
Olah raga ringan
1
4,2
4,2
Kegiatan ringan
3
1,4
4,2
Total
24
Perawatan diri (mandi) Pindah bus dari/ke kantor Berdiri, membawa barang
53,9
53,9/24 = 2,25
Kegiatan aktif Tidur
8
1
8,0
1
2,3
2,3
Makan
1
1,4
1,4
Masak
1
2,1
2,1
6
4,1
24,6
1
4,4
4,4
Perawatan diri (mandi)
Kegiatan pertanian tanpa mesin (menyiangi, panen) Mengumpulkan air/kayu Sumber: FAO (2001)
16
Tabel 7. Faktor perhitungan energi manusia (Lanjutan) Alokasi Energi yang Mean PAL Kegiatan Utama yang Waktu x Energi Waktu Dikeluarkan perkalian dari 24 Dilakukan yang Dikeluarkan (Jam) (PAR) jam BMR Kegiatan aktif Pekerjaan rumah tanpa mesin
1
2,3
2,3
Berjalan
1
3,2
3,2
Kegiatan ringan
4
1,4
5,6
Total
24
(menyapu, mencuci)
53,9
53,9/24 = 2,25
Sumber: FAO (2001)
2. Emisi Emisi gas buang adalah sisa hasil pembakaran bahan bakar yang dikeluarkan melalui sistem pembuangan mesin. Komposisi dari gas buang adalah sisa hasil pembakaran berupa air (H2O), gas CO atau karbon monoksida beracun, CO2 atau karbon dioksida yang merupakan gas rumah kaca, NOx senyawa nitrogen oksida, HC berupa senyawa Hidrat arang sebagai akibat ketidak sempurnaan proses pembakaran serta partikel lepas (Myhre, 2009). Nilai faktor konversi untuk beberapa bahan bakar diberikan pada Tabel 8 di bawah ini.
Tabel 8. Faktor emisi gas buang pada beberapa sumber energi Jenis Bahan Bakar Jenis Gas Buang Solar (kg/l)a Premium (kg/l)a Listrik (kg/kWh)b Kayu (kg/kg)b HC
0,0226
0,0110
0,0046
0,0209
NOx
0,0096
0,0078
0,0024
0,0025
CO
0,0378
0,2865
0,0099
0,0350
CO2
2,7405
2,3940
0,7190
2,5375
Sumber: a. Tarigan (2009) b. ULET (2010)
3. Limbah Bioetanol Pabrik bioetanol menghasilkan limbah berupa padat, cair, dan gas. Limbah cair industri bioetanol disebut vinasse atau stilage. Dampak negatif yang ditimbulkan terhadap lingkungan apabila dilakukan pembuangan vinasse langsung ke sungai diantaranya adalah terjadi perubahan warna dan bau pada perairan umum, tingkat keasaman air akan menurun yang mengakibatkan biota perairan mati, dan kandungan oksigen dalam air menurun, sehingga menyebabkan biota perairan mati. Sebenarnya limbah cair pada pabrik etanol tidak
17
mengandung B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun), namun permasalahan utama terletak pada kandungan BOD dan COD yang tinggi (Prihandana et al., 2007). Menurut Prihandana et al. (2007), saat ini rekomendasi yang dapat dilakukan dalam menangani limbah padat yang dihasilkan adalah dengan memanfaatkan limbah sebagai penimbun atau pengisi tanah dan dibakar secara terkendali atau diolah sebagai pakan ternak, kompos, maupun biogas. Sedangkan untuk limbah cair dapat digunakan sebagai minuman pakan ternak maupun bahan pencampur dalam pakan ternak. Di bawah ini diberikan salah satu contoh digram alir dalam penggunaan LCA.
Inputs
Outputs Bahan baku
Energi
Air buangan Manfaktur, proses, dan formulasi
Bahan baku
Emisi udara Limbah padat
Distribusi dan transportasi Limbah buangan Penggunaan/penggunaan
lainnya
kembali/pemeliharaan Manajemen limbah
Penggunaan
produk Gambar 6. Contoh diagram alir penggunaan life cycle assessment (SETAC, 1993)
18
III.
METODE PENELITIAN
Tahapan penelitian yang dilakukan terdiri dari, studi pustaka, observasi lapangan, penyebaran kuesioner, wawancara, serta pengolahan data. Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Diagram alir pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 7.
OBSERVASI
STUDI PUSTAKA
WAWANCARA
LAPANGAN Ladang Jagung
Limbah Tanaman Jagung, Bioetanol, Energi, dan Limbah
Peneliti bioetanol limbah tanaman jagung
KAJIAN Penggunaan Bahan Baku, Energi, dan Analisis Dampak Lingkungan
PENILAIAN DAUR HIDUP (LIFE CYCLE ASSESSMENT) Gambar 7. Diagram alir metode penelitian penilaian daur hidup (Life Cycle Assessment bioetanol berbahan baku limbah tanaman jagung
A. JENIS DAN SUMBER DATA Data primer merupakan data yang didapat dari hasil wawancara dan observasi lapangan ke beberapa ladang jagung di beberapa wilayah Jawa Barat dengan menyebarkan kuesioner. Sedangkan data sekunder berupa cara perhitungan energi manusia dan peralatan yang digunakan selama tahapan proses produksi, faktor emisi pada beberapa bahan bakar, serta deskripsi mengenai proses pembuatan bioetanol dan dampak lingkungan yang ditimbulkan didapatkan dari studi pustaka.
B. METODE PENGUMPULAN DATA 1. Studi Pustaka Studi pustaka dilakukan untuk mengumpulkan dan menganalisis data sekunder yang telah didapatkan dari pihak-pihak terkait, buku-buku acuan, jurnal dan literatur lainnya.
Selain itu, studi pustaka juga dilakukan untuk menunjang atau memenuhi data yang kurang dari observasi lapangan. Studi pustaka pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui permodelan LCA yang biasa dilakukan serta mengetahui dampak lingkungan yang dapat diakibatkan dengan adanya produk bioetanol berbahan baku limbah tanaman jagung.
2. Observasi Lapangan Observasi lapangan dilakukan untuk mengidentifikasi serta mempelajari ketersediaan bahan baku. Observasi lapangan disertai penyebaran kuesioner dengan responden petani jagung. Observasi lapangan dilakukan pada bulan April tahun 2010 dengan wilayah cakupan propinsi Jawa Barat. Ukuran sampel adalah 10%, dengan mengasumsikan cakupan wilayah propinsi Jawa Barat besar. Jumlah sampel wilayah yang harus dianalisis totalnya 14 wilayah sampel (desa) pada sampel (kabupaten) terpilih yaitu Garut, Subang, dan Cimahi, dengan masing-masing wilayah sampel satu kuesioner.
3. Kuesioner Tujuan menyebar kuesioner adalah mendapatkan data atau informasi berupa data sekunder yang dibutuhkan dalam menganalisis kebutuhan bahan baku. Kuesioner yang dibuat pada penelitian ini berisi tentang informasi mengenai luas wilayah untuk masingmasing sampel serta kemampuan produktivitas dari masing-masing sampel. Kuesioner juga dapat memberikan informasi mengenai penanganan terhadap limbah tanaman jagung setelah pemanenan. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 1.
4. Wawancara Wawancara dilakukan kepada para tim peneliti yang melakukan tahapan proses dalam menghasilkan bioetanol skala laboratorium. Wawancara dilakukan dengan tujuan mendapatkan informasi terkait proses produksi bioetanol berbahan baku limbah tanaman jagung yang dilakukan.
C. PENILAIAN DAUR HIDUP (LIFE CYCLE ASSESSMENT, LCA) Metode LCA yang digunakan mengikuti prosedur LCA yang terdiri dari empat fase (ISO 14040, 1997) yaitu penentuan tujuan dan ruang lingkup, analisis persediaan, analisis dampak, dan interpretasi. Tujuan serta ruang lingkup yang telah ditetapkan dalam penelitian ini menjadi dasar dalam penggunaan LCA. Bagian-bagian yang dikaji dalam penelitian ini diantaranya adalah penggunaan bahan dan energi selama tahapan berlangsung, serta dampak lingkungan yang terjadi akibat proses produksi bioetanol berbahan baku limbah tanaman jagung.
20
1. Penggunaan Bahan Penggunaan bahan-bahan selama proses produksi akan dikaji menggunakan analisis inventori sesuai dengan metode LCA. Dampak yang ditimbulkan selama kegiatan berlangsung, baik dari segi kehidupan masyarakat maupun lingkungan, dianalisis menggunakan analisis dampak.
2. Penggunaan Energi Energi yang digunakan selama proses produksi berlangsung dibedakan ke dalam dua jenis energi, yaitu energi yang berasal dari tenaga mesin dan energi yang berasal dari tenaga manusia. Metode LCA yang digunakan untuk mengetahui seberapa besar energi yang dibutuhkan selama proses produksi adalah dengan menggunakan analisis inventori. Dampak yang ditimbulkan dari penggunaan energi selama berlangsungnya proses produksi kemudian dianalisis menggunakan analisis dampak.
3. Dampak Lingkungan Dampak yang dianalisis adalah dampak berupa limbah cair, limbah padat serta emisi yang dilepaskan selama proses produksi berlangsung. Dampak lingkungan yang ditimbulkan selama proses produksi secara kuantitas dianalisis menggunakan analisis inventori, sedangkan secara kualitas dianalisis menggunakan analisis dampak pada metode LCA. Diagram alir penggunaan LCA dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 8.
Ladang Jagung
LTJ
Energi
Transportasi
Pabrik Bioetanol
Bioetanol Limbah Cair Limbah Padat Limbah Gas, Kebisingan, dan Debu Gambar 8. Diagram alir penggunaan LCA Analisis LCA dilakukan terhadap rancangan yang dibuat sesuai tahapan di laboratorium. Rancangan dibedakan menjadi delapan rancangan, didasari pada perbedaan dalam tahapan
21
penghilangan lignin (delignifikasi) dan fermentasi (sakarifikasi dan fermenntasi simultan, SSF). Delignifikasi dilakukan dengan dua cara berbeda yaitu secara kimiawi menggunakan Ca(OH)2 dan biologis menggunakan jamur pelapuk putih. SSF dibedakan berdasarkan kombinasi starter yang digunakan, yaitu Zymomonas mobilis dan Pichia stipitis serta Saccharomyces cerevisiae dan Pichia stipitis. Keterangan rancangan dapat dilihat pada Tabel 9.
Jenis
Tabel 9. Rancangan percobaan Penggunaan Bahan Saat Tahapan
Rancangan
delignifikasi
SSF
R1
Ca(OH)2
Zymomonas mobilis dan Pichia stipitis
R2
Ca(OH)2
Saccharomyces cerevisiae dan Pichia stipitis
R3
Jamur Pleurotus ostreatus
Zymomonas mobilis dan Pichia stipitis
R4
Jamur Pleurotus ostreatus
Saccharomyces cerevisiae dan Pichia stipitis
R5
Jamur Phanerochaete chrysosporium
Zymomonas mobilis dan Pichia stipitis
R6
Jamur Phanerochaete chrysosporium Saccharomyces cerevisiae dan Pichia stipitis
R7
Jamur Tratemetes vercolor
Zymomonas mobilis dan Pichia stipitis
R8
Jamur Tratemetes vercolor
Saccharomyces cerevisiae dan Pichia stipitis
Rancangan yang telah ditentukan kemudian diurutkan rankingnya berdasarkan penggunaan energi, bahan baku, emisi dan limbah yang dihasilkan menggunakan metode Bayes. Metode Bayes merupakan salah satu teknik yang dapat digunakan untuk melakukan analisis dalam pengambilan keputusan terbaik dari sejumlah alternatif dengan tujuan menghasilkan perolehan yang optimal (Marimin, 2004). Ranking yang didapatkan tersebut untuk menentukan rancangan mana yang paling baik berdasarkan parameter-parameter penilaian yang dipilih yaitu jumlah penggunaan bahan baku dan energi, serta pembuangan emisi, limbah padat, dan limbah cair. Rancangan yang telah ditentukan kemudian dibuat kedalam rancangan aliran bahan untuk menjelaskan tahapan proses yang berlangsung serta aliran bahan yang terjadi dan alat yang digunakan dalam tahapan tersebut. Alat yang digunakan dalam mengalirkan bahan terdapat perbedaan, yaitu penggunaan pipa dan pompa pada beberapa tahapan. Aliran bahan pada rancangan R1 dan R2 dimulai dari tahap penerimaan bahan baku, kemudian dilanjutkan dengan tahapan penghancuran bahan. Bahan yang telah dihancurkan kemudian akan dibawa ke tangki delignifikasi (pemasakan), dari tangki delignifikasi bahan akan dialirkan ke tangki Hidrotermal menggunakan pipa dengan memanfaatkan gaya gravitasi. Hasil hidrotermal II kemudian dialirkan ke tangki pre-hidrolisis dan SSF menggunakan pipa dengan bantuan pompa. Tahapan terakhir adalah mengalirkan cairan hasil fermentasi ke tangki pemurnian menggunakan pompa. Aliran bahan pada rancangan R3 sampai R8 dimulai dari tahap penerimaan bahan baku, kemudian dilanjutkan dengan tahapan penghancuran bahan. Bahan yang telah dihancurkan kemudian akan dibawa ke tangki delignifikasi (pemasakan), dari tangki pemasakan bahan akan dialirkan ke tangki sterilisasi dan inkubasi menggunakan pipa dengan bantuan gaya gravitasi. Bahan hasil inkubasi akan dialirkan ke tangki Hidrotermal menggunakan pipa dengan bantuan pompa. Hasil hidrotermal II kemudian dialirkan ke tangki pre-hidrolisis dan SSF menggunakan
22
pipa dengan bantuan pompa. Tahapan terakhir adalah mengalirkan cairan hasil fermentasi ke tangki pemurnian menggunakan pompa. Pengaliran bahan pada pembiakan jamur dilakukan menggunakan pipa dengan memanfaatkan gaya gravitasi. Pipa digunakan untuk mengalirkan bahan dari pembiakan 1 liter ke 5 liter kemudian ke 20 liter, 200 liter, sedangkan dari pembiakan 200 liter ke kebutuhan jamur dialirkan menggunakan bantuan pompa. Tahapan selanjutnya biakan jamur yang telah siap dialirkan menuju tangki inkubator dengan memanfaatkan gaya gravitasi. Persiapan starter dari 1 liter kemudian 5 liter, 20 liter, dan 200 liter dialirkan menggunakan pompa untuk seluruh rancangan, sedangkan dari tangki 200 liter ke tangki kebutuhan starter akan dialirkan menggunakan pompa untuk seluruh rancangan. Gambar aliran bahan dibedakan menjadi R1 dan R2 serta R3 sampai R8, yang dapat dilihat pada Gambar 9 dan Gambar 10.
23
T
Tangki biakan starter 5 liter Tangki delignifikasi
Pompa Pipa hasil starter 20 liter
Pompa
Pipa pengalir uap
T Termometer
Pipa refluks
T
Termometer
Pipa pengalir buffer
T
Termometer Pipa pengalir uap Pipa hasil starter 5 liter
T
Pipa hasil kebutuhan starter
T
Pipa hasil starter 1 liter
Tangki biakan starter 1 liter
Termometer
Boiler
Pipa bioetanol hasil evaporasi
Termometer
Termometer
Pipa pengalir uap
Pipa pengalir uap
Pipa pengalir uap Pipa pengalir uap
Penghancuran bahan
Pipa pengalir uap
Pipa pengalir uap
Pipa pengalir uap
Termometer Pipa bioetanol hasil distilasi
Tangki evaporasi
Tangki biakan kebutuhan starter
T
Tangki destilasi
T
Pipa hasil delignifikasi
T
Pipa cairan fermentasi
Pipa hasil starter 200 liter
Termometer
Termometer
Pipa pengalir uap
Tangki biakan starter 20 liter
Tangki pre-hidrolisis dan SSCF
T
Tangki biakan starter 200 liter Termometer
Pompa Tangki hidrotermal I dan II Pompa Tangki buffer Bak penampung air pendingin
Pompa
Pipa hasil hidrotermal II
Gambar 9. Rancangan aliran bahan R1 dan R2
Tangki penampung hasil
24
Pipa pengalir uap
Pipa pengalir uap
Pipa hasil kebutuhan starter
termometer
Termometer
T
T T
Pipa kebutuhan jamur
Pipa hasil pemasakkan Tangki Buffer
E-2 I-1
T
T Termometer
E-1
Tangki destilasi
Termometer Tangki evaporasi Termometer Pipa bioetanol hasil distilasi
Tangki pre-hidrolisis dan SSCF
T
Tangki starter 20 liter
Pipa hasil starter 20 liter
Pipa hasil jamur 20 liter
T
Termometer
T
Termometer
Tangki kebutuhan starter
T
T
T I-2
Tangki kebutuhan jamur Tangki jamur 5 liter Pipa hasil jamur 5 liter
T
Termometer
Refluks
Termometer
Pipa bioetanol hasil evaporasi
Pipa cairan fermentasi
Tangki starter 1 liter
Tangki delignifikasi (pemasakkan)
Termometer
T
Tangki jamur 20 liter
Pipa pengalir uap
Termometer Termometer
Tangki jamur 1 liter
Pipa cairan fermentasi
T
Pipa hasil jamur 1 liter
Pipa buffer
Pipa hasil starter 200 liter
Pipa pengalir uap
Pipa pengalir uap
E-31
Pipa pengalir uap
T
Pipa pengalir uap
Pipa pengalir uap
Pipa pengalir uap
Pipa pengalir uap
Pipa pengalir uap
Pipa pengalir uap
Pipa pengalir uap
Pipa pengalir uap
Pipa pengalir uap
Penghancuran bahan
Termometer Pipa hasil sterilisasi
Termometer
T
Termometer
Pompa
T
Tangki sterilisasi dan inkubasi
Bak penampung air pendingin
Pipa hasil jamur 200 liter Pompa Tangki hidrotermal I dan II
Tangki jamur 200 liter
Pipa hasil Hidrotermal II
Tangki starter 200 liter
Gambar 10. Rancangan aliran bahan R3 sampai R8
Tangki penampung hasil
25
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. ANALISIS INVENTORI Analisis inventori yang dilakukan meliputi input kebutuhan bahan baku, penggunaan alat dan energi yang dibutuhkan serta output yaitu produk dan pencemaran lingkungan berupa limbah padat, cair, dan emisi yang ditimbulkan. Bahan baku utama yang digunakan adalah Limbah Tanaman Jagung (LTJ) meliputi tongkol, kelobot, batang, dan daun. Karakteristik LTJ yang digunakan sebagai bahan baku industri adalah LTJ dengan kadar awal selulosa 39.96%, hemiselulosa 22.45%, dan lignin 19.05% berat kering bahan awal dengan kadar air 10%. Kapasitas industri yang ditetapkan pada penelitian ini adalah produksi etanol sebanyak 500 liter dengan kadar 95% dalam satu hari. Kebutuhan bahan baku masing-masing rancangan untuk menghasilkan 500 liter bioetanol 95% dapat dilihat pada Tabel 10 di bawah ini.
Rancangan
Tabel 10. Kebutuhan bahan baku Jumlah LTJ (KA: 25%)a) Kg/Hari
Kg/Tahunb)
R1
3,904.68
937,124.18
R2
5,150.62
1,236,148.61
R3
3,882.59
931,821.92
R4
5,119.90
1,228,775.86
R5
3,540.04
849,610.64
R6
4,664.77
1,119,544.22
R7
2,392.80
574,272.05
R8
3,156.25
757,500.20
a) KA 25% merupakan kadar air awal LTJ saat baru dipanen (Firmansyah et al, 2007) b) Jumlah hari kerja dalam 1 tahun adalah 240 hari (5 hari kerja dalam satu minggu)
Industri ditetapkan berlokasi di Jawa Barat dengan skala produksi yaitu satu kabupaten. Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan diketahui bahawa produktivitas dari beberapa wilayah sampel di Jawa Barat adalah 1,033.59 sampai 27,777.78 kg/ha/tahun dengan rata-rata produktivitas 9,772.43 kg/ha/tahun. Produktivitas limbah tanaman jagung, sesuai proporsinya menurut Anggraeny et al. (2006) sebesar 90% dari berat keseluruhan satu tanaman jagung, yaitu 930.23 sampai 25,000.00 kg/ha/tahun dengan rata-rata produktivitas 8.795,19 kg/ha/tahun. Data penunjang lain yang digunakan yaitu luas wilayah tanam jagung di Jawa Barat menurut BPS (2009) adalah 123,785 ha, sehingga dapat diketahui bahwa Jawa Barat mampu menghasilkan limbah tanaman jagung sebanyak 115,148,644.34 sampai 3,094,625,247.57 kg/ha/tahun dengan rata-rata produksi adalah1,088,712,222.80 kg/ha/tahun. Produktivitas tersebut berdasarkan kebutuhan bahan baku untuk masing-masing rancangan jumlahnya mencukupi. Nilai produktivitas limbah tanaman jagung untuk masing-masing wilayah sampel dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Potensi limbah tanaman jagung per tahun di wilayah Jawa Barat Desa
Produktivitas (Kg/Ha/Tahun)
Potensi Limbah
Karanganyar
2,380.95
2,142.86
Sagara
7,936.51
7,142.86
Cinangsih
3,055.56
2,750.00
Cibogo
1,033.59
930.23
Tambakbaya
1,111.11
1,000.00
Banyuresmi
23,809.52
21,428.57
Sukakarya
1,666.67
1,500.00
Sukaraja
15,873.02
14,285.72
Leles
15,873.02
14,285.72
Tambakbaya
22,222.22
20,000.00
Karajan
1,058.20
952.38
Sukaraja
1,111.11
1,000.00
Sinagalih
11,904.76
10,714.28
Cimahi tengah
27,777.78
25,000.00
Rata-rata
9,772.43
8,795.19
1. Pengangkutan Bahan Baku LTJ yang telah terkumpul diangkut menggunakan truk terbuka. Jarak tempuh dari industri sampai ke tempat bahan baku diasumsikan 30 km, berdasarkan luas cakupan wilayah industri yaitu satu kabupaten. Penetapan tersebut berdasarkan informasi bahwa jarak antar kecamatan dalam satu kabupaten untuk wilayah Jawa Barat rata-rata adalah 30 km (Jawa Barat, 2010). Berdasarkan asumsi tersebut, maka jarak dari industri hingga kembali ke industri adalah 60 km. Pengangkutan dilakukan sebanyak dua kali dengan jumlah truk untuk masing-masing rancangan yaitu sebanyak tiga unit. Spesifikasi truk yang digunakan didasarkan pada hasil wawancara secara langsung kepada pengguna truk, spesifikasi truk yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 2. Perhitungan lengkap mengenai kebutuhan energi manusia dan truk saat pengangkutan bahan baku dapat dilihat pada Lampiran 3. Hasil perhitungan menunjukan bahwa rancangan dengan delignifikasi biologis menggunakan Trametes vercolor serta fermentasi menggunakan Zymomonas mobilis dengan Pichia stipitis (R7) membutuhkan energi truk dan manusia paling sedikit. Jumlah energi yang diperlukan oleh truk dipengaruhi oleh spesifikasi truk yang digunakan. Truk yang semakin hemat dalam penggunaan bahan bakar, maka energi yang dikeluarkan juga semakin kecil. Energi yang dibutuhkan oleh tenaga kerja manusia dihitung berdasarkan perhitungan yang dilakukan menurut laporan FAO (2001). Nilai energi manusia dipengaruhi oleh jumlah LTJ yang harus diangkut kedalam truk. Semakin besar beban pengangkutan, maka semakin besar energi manusia yang harus dikeluarkan.
27
Energi yang dikeluarkan truk berdasarkan jumlah penggunaan bahan bakar serta jumlah energi tenaga kerja selama pengangkutan dapat dilihat pada Tabel 12.
Rancangan
Tabel 12. Energi pada tahap pengangkutan Kebutuhan Energi Truk Jumlah Tenaga
Energi Tenaga
Solar (Liter)
(MJ)
Kerja (Orang)
Kerja (MJ)
R1
22.50
868.50
1
10.29
R2
25.71
992.57
1
10.28
R3
22.50
868.50
1
10.05
R4
25.71
992.57
1
10.28
R5
22.50
868.50
1
9.99
R6
25.71
992.57
1
10.19
R7
20.00
772.00
1
9.79
R8
21.18
817.41
1
9.92
Penggunaan truk pengangkutan berbahan bakar solar akan berdampak pada pelepasan emisi ke udara. Faktor emisi solar menurut Tarigan (2009) untuk CO 2 adalah 2.74 kg/l, CO 0.04 kg/l, NOx 0.01 kg/l, dan HC 0.02 kg/l. Berdasarkan nilai faktor emisi tersebut, maka jumlah emisi yang dilepaskan pada saat tahapan pengangkutan dapat dilihat pada Tabel 13.
Rancangan
Tabel 13. Emisi pada tahap pengangkutan Kandungan Emisi (Kg) CO2
CO
NOx
HC
Total
R1
61.66
0.85
0.22
0.51
63.24
R2
70.47
0.97
0.25
0.58
72.27
R3
61.66
0.85
0.22
0.51
63.24
R4
70.47
0.97
0.25
0.58
72.27
R5
61.66
0.85
0.22
0.51
63.24
R6
70.47
0.97
0.25
0.58
72.27
R7
54.81
0.76
0.19
0.45
56.21
R8
58.03
0.80
0.20
0.48
59.52
Rancangan yang membuang kandungan emisi terkecil berdasarkan tabel di atas adalah R7 (delignifikasi biologis menggunakan jamur pelapuk putih Trametes vercolor serta fermentasi menggunakan Zymomonas mobilis dengan Pichia stipitis). Peningkatan kandungan emisi yang dibuang dipengaruhi oleh jenis truk yang digunakan, semakin banyak bahan bakar yang dibutuhkan, kandungan emisi yang dilepaskan pun akan semakin tinggi.
28
2. Penggunaan Boiler Seluruh kegiatan pada tahapan proses produksi membutuhkan suhu tertentu, suhu tersebut dicapai dengan memanfaatkan penggunaan steam yang dihasilkan oleh boiler. Boiler yang digunakan adalah boiler pipa api dan air dengan bahan bakar yaitu kayu serta limbah padat yang dihasilkan pada tahapan proses produksi. Perbandingan penggunaan limbah padat dengan kayu adalah 9:1, penggunaan kayu lebih sedikit dikarenakan hanya digunakan sebagai pembakaran awal. Penggunaan limbah padat lebih banyak, dimaksudkan untuk memanfaatkan hampir seluruh limbah yang dihasilkan, sehingga jumlahnya yang dibuang ke lingkungan menjadi berkurang. Spesifikasi boiler yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 2. Kebutuhan uap untuk masing-masing rancangan diperoleh berdasarkan penjumlahan kebutuhan uap seluruh tahapan dan nilainya dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Penggunaan energi pada tahap penggunaan boiler Kebutuahan Bahan Bakar Kebutuhan Uap Energi Boiler (Kg) Rancangan Panas (Kg) (MJ) Kayu Limbah Padat
Energi Manusia (MJ)
R1
24,194.52
58,999.93
165.27
1,439.02
0.53
R2
33,462.53
81,600.57
228.57
1,990.26
0.73
R3
24,061.52
58,675.61
164.36
1,431.11
0.52
R4
33,281.59
81,159.35
227.34
1,979.50
0.72
R5
24,032.80
58,605.57
164.16
1,429.40
0.51
R6
33,245.01
81,070.15
227.09
1,977.32
0.72
R7
23,859.41
58,182.73
162.98
1,419.09
0.52
R8
33,019.85
80,521.06
225.55
1,963.93
0.72
Jumlah uap panas dan energi manusia paling sedikit dibutuhkan oleh R7, yaitu rancangan dengan delignifikasi biologis menggunakan Trametes vercolor serta fermentasi menggunakan Zymomonas mobilis dengan Pichia stipitis. Jumlah uap panas yang dibutuhkan dipengaruhi oleh lama waktu proses produksi dan kadar etanol yang dihasilkan. Waktu yang singkat dan semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan, akan berdampak pada pengurangan kebutuhan uap panas dan bahan bakar. Rancangan dengan delignifikasi biologis membutuhkan waktu lebih lama dalam menghilangkan lignin dibandingkan dengan rancangan delignifikasi kimiawi, namun rata-rata memiliki kadar etanol yang lebih tinggi dibandingkan dengan rancangan delignifikasi kimiawi. R7 membutuhkan waktu yang lama untuk menghasilkan etanol, namun kadar etanol pada cairan SSF nya paling tinggi yaitu 11.85 gram/liter, sehingga uap yang dibutuhkan juga menjadi semakin sedikit dibandingkan dengan rancangan yang lain. Nilai energi manusia dipengaruhi oleh banyaknya bahan bakar boiler yang harus diangkat. Semakin banyak kebutuhan uap akan semakin banyak bahan bakar yang dibutuhkan dan semakin besar energi manusia yang harus dikeluarkan. Perhitungan lengkap
29
mengenai kebutuhan uap boiler, energi manusia, dan energi mesin boiler dapat dilihat pada Lampiran 4. Penggunaan limbah padat serta kayu sebagai bahan bakar dalam menghasilkan uap akan memberikan dampak berupa pelepasan emisi hasil pembakaran. Emisi yang dilepaskan oleh kayu dan limbah padat diasumsikan sama, menurut ULET (2010) faktor emisi CO 2 adalah 2.54 kg/kg, CO 0.03 kg/kg, NOx 2.50E-3 kg/kg, dan HC 0.02 kg/kg. Berdasarkan nilai faktor emisi tersebut, maka jumlah emisi yang dilepaskan pada saat tahapan penggunaan boiler dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Emisi penggunaan boiler
Rancangan
Kandungan Emisi (Kg) CO2
CO
Nox
HC
Total
R1
4,070.88
56.15
4.01
33.53
4,164.57
R2
5,630.28
77.66
5.55
46.37
5,759.86
R3
4,048.50
55.84
3.99
33.35
4,141.68
R4
5,599.84
77.24
5.52
46.12
5,728.72
R5
4,043.67
55.77
3.98
33.31
4,136.74
R6
5,593.69
77.15
5.51
46.07
5,722.42
R7
4,014.50
55.37
3.96
33.07
4,106.89
R8
5,555.80
76.63
5.47
45.76
5,683.66
Rancangan yang membuang kandungan emisi terkecil adalah R7. Peningkatan kandungan emisi yang dibuang dipengaruhi oleh penggunaan bahan bakar, semakin banyak bahan bakar yang digunakan akan semakin besar emisi yang dilepaskan ke udara bebas. Boiler membutuhkan air yang telah mengalami perlakuan terlebih dahulu untuk memperpanjang umur pemakaian dari boiler. Tahap awal yang dilakukan dalam pengkondisian air umpan boiler adalah penyaringan menggunakan pasir kuarsa kemudian penyaringan menggunakan resin untuk menghilangkan kesadahan dan terakhir penghilangan gas-gas berbahaya yang terkandung dalam air dengan memanaskan air pada suhu 90 0C, suhu tersebut dicapai dengan memanfaatkan cairan hasil hidrotermal I.
3. Penggunaan Listrik Listrik yang digunakan ditetapkan berasal dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) dengan pembangkitnya batu bara. Listrik digunakan oleh beberapa alat, seperti pompa air, pompa pengalir bahan, serta pengaduk yang digunakan oleh beberapa tangki. Jumlah keseluruhan pompa untuk rancangan dengan delignifikasi biologis adalah sebanyak 10 unit dan pengaduk sebanyak 28 unit, sedangkan delignifikasi kimiawi membutuhkan pompa sebanyak 7 unit dan pengaduk 24 unit. Selain jumlah alat yang digunakan, energi yang dikeluarkan juga dipengaruhi oleh lama alat tersebut digunakan.
30
Penggunaan listrik terkecil berdasarkan perhitungan adalah R1, yaitu rancangan yang dalam tahapan delignifikasinya menggunakan Ca(OH)2 dan fermentasi menggunakan Zymomonas mobilis dan Pichia stipitis. Peralatan listrik yang digunakan untuk seluruh tahapan dapat dilihat pada Lampiran 2, sedangkan untuk perhitungan total energi yang digunakan dari pemakaian listrik dapat dilihat pda Lampiran 5. Kebutuhan listrik hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 16.
Rancangan
Tabel 16. Energi penggunaan listrik Kebutuhan Listrik (KWh) Kebutuhan Energi (MJ)
R1
495.11
1,782.41
R2
545.53
1,963.91
R3
706.99
2,545.16
R4
791.03
2,847.70
R5
687.32
2,474.36
R6
815.21
2,934.76
R7
642.16
2,311.77
R8
684.27
2,463.39
Penggunaan energi listrik menimbulkan dampak berupa emisi, faktor emisi listrk menurut ULET (2010) untuk CO2 adalah 0.72 kg/kWh, CO 0.01 kg/kWh, NOx 2.40E-3 kg/kWh, dan HC 4.60E-3 kg/kWh. Berdasarkan nilai faktor emisi tersebut, maka jumlah emisi yang dilepaskan pada saat tahapan penggunaan listrik dapat dilihat pada Tabel 17.
Rancangan
Tabel 17. Emisi penggunaan listrik Kandungan Emisi (Kg) CO2
CO
NOx
HC
Total
R1
355.99
4.90
1.19
2.28
364.35
R2
392.24
5.40
1.31
2.51
401.46
R3
508.32
7.00
1.70
3.25
520.27
R4
568.75
7.83
1.90
3.64
582.12
R5
494.18
6.80
1.65
3.16
505.80
R6
586.14
8.07
1.96
3.75
599.91
R7
461.71
6.36
1.54
2.95
472.56
R8
491.99
6.77
1.64
3.15
503.56
Emisi yang dihasilkan dipengaruhi oleh seberapa besar penggunaan energi, sehingga emisi paling kecil ditimbulkan oleh rancangan yang juga menggunakan energi paling kecil yaitu R1.
31
4. Persiapan Bahan Persiapan bahan meliputi pembiakan jamur yang akan digunakan pada tahap delignifikasi, pembiakan starter untuk digunakan saat fermentasi, dan penghancuran bahan yang akan digunakan untuk pembuatan bioetanol. Jamur dan starter yang akan digunakan dibiakkan secara bertahap dengan tahapan pembiakan 1 liter inokulum kemudian 5 liter, 20 liter, 200 liter, lalu pembiakan kebutuhan untuk jamur dan starter. Pembiakan jamur dan starter dilakukan dengan menggunakan tangki-tangki yang telah diberi pengatur suhu sesuai dengan kondisi yang dibutuhkan, sedangkan tahapan penghancuran bahan menggunakan hammer mill dengan kapasitas penghancuran 2000 kg/jam berbahan bakar solar.. Kondisi untuk jamur yaitu 300C selama 7 hari dan untuk starter 300C selama 1 hari. Tangki pada saat pembiakan untuk jamur dan starter dilengkapi dengan pengaduk yang memiliki kecepatan 100 rpm. Kecepatan tersebut digunakan berdasarkan hasil penelitian Arnata (2009) yang melakukan pembiakan Saccharomyces cerevisiae dan juga hasil penelitian di laboratorium dengan menggunakan shaker, dimana kecepatan shaker yang digunakan diindustri adalah antara 100-150 rpm. Spesifikasi alat dan tangki yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 2. Uap panas yang digunakan, dipengaruhi oleh kebutuhan jamur ataupun starter yang harus dibiakkan. Kebutuhan jamur dipengaruhi oleh kemampuan jamur pelapuk putih dalam mendelignifikasi LTJ, sedangkan kebutuhan starter dipengaruhi oleh kemampuan kombinasi starter yang digunakan dalam mengkonversi bahan menjadi bioetanol. Pada tahap persiapan bahan menggunakan energi manusia dalam mengolah bahan, nilai energi manusia dihitung berdasarkan perhitungan FAO (2001). Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah energi yang dikeluarkan adalah jumlah bahan yang diolah serta tahapan yang harus dilalui oleh rancangan. Perhitungan lengkap energi manusia, hammer mill dan kebutuhan uap panas pada saat tahapan persiapan bahan dapat dilihat pada Lampiran 6, 7, dan 8. Berdasarkan perhitungan diketahui bahwa rancangan yang paling sedikit membutuhkan uap panas adalah R1 (delignifikasinya menggunakan Ca(OH)2 dan fermentasi menggunakan Zymomonas mobilis dan Pichia stipitis). Pada saat kegiatan pembiakan inokulum jamur nilai kebutuhan uap dan energi untuk R1 dan R2 adalah 0 karena pada rancangan tersebut tidak membutuhkan jamur. Kebutuhan energi manusia dan energi mesin terkecil terdapat pada R7, yaitu rancangan dengan delignifikasi biologis menggunakan Trametes vercolor serta fermentasi menggunakan Zymomonas mobilis dengan Pichia stipitis. Jumlah kebutuhan uap dan energi hammer mill dipengaruhi oleh banyaknya bahan yang harus disiapkan, sedangkan energi manusia yang paling berpengaruh adalah pada tahap penghancuran bahan. Kebutuhan energi serta uap untuk masing-masing rancangan pada tahap persiapan bahan dapat dilihat pada Tabel 18.
32
Tabel 18. Energi pada tahap persiapan bahan Kebutuhan Uap (Kg) Rancangan
Energi Hammer
Pembiakan
Pembiakan
Jamur
Starter
R1
0.00
3.14
3.14
R2
0.00
3.90
R3
6.55
R4
Total
Mill (MJ)
Jumlah Tenaga Kerja (Orang)
Energi Tenaga Kerja (MJ)
Pembiakan Jamur Penghancuran Pembiakan Pembiakan Penghancuran
Total
dan Starter
Bahan
Jamur
Starter
Bahan
15.26
1
1
0.00
1.87
3.58
5.45
3.90
20.13
1
1
0.00
1.87
6.23
8.10
2.45
9.00
15.17
1
1
1.40
1.87
3.54
6.81
7.85
2.90
10.74
20.01
1
1
1.40
1.87
6.15
9.43
R5
7.85
2.67
10.51
13.84
1
1
1.40
1.87
2.94
6.22
R6
9.25
3.18
12.44
18.23
1
1
1.40
1.87
5.11
8.38
R7
9.25
2.23
11.49
9.35
1
1
1.40
1.87
1.34
4.62
R8
10.78
2.67
13.44
12.34
1
1
1.40
1.87
2.34
5.61
33
Penggunaan solar pada hammer mill akan menghsilkan emisi dalam jumlah tertentu berdasarkan banyaknya penggunaan bahan bakar. Faktor emisi solar menurut Tarigan (2009) untuk CO2 adalah 2.74 kg/l, CO 0.04 kg/l, NOx 0.01 kg/l, dan HC 0.02 kg/l. Jumlah emisi yang dilepaskan masing-masing rancangan pada saat penghancuran bahan dapat dilihat pada Tabel 19.
Rancangan
Tabel 19. Emisi pada tahap persiapan bahan Kandungan Emisi (Kg) Kebutuhan solar (Liter)
CO2
CO
NOx
HC
Total
R1
0.40
1.08
0.01
0.00
0.01
1.11
R2
0.52
1.43
0.02
0.01
0.01
1.47
R3
0.39
1.08
0.01
0.00
0.01
1.10
R4
0.52
1.42
0.02
0.00
0.01
1.46
R5
0.36
0.98
0.01
0.00
0.01
1.01
R6
0.47
1.29
0.02
0.00
0.01
1.33
R7
0.24
0.66
0.01
0.00
0.01
0.68
R8
0.32
0.88
0.01
0.00
0.01
0.90
Berdasarkan tabel di atas, rancangan yang membuang kandungan emisi terkecil adalah R7, yaitu rancangan dengan delignifikasi biologis menggunakan Trametes vercolor serta fermentasi menggunakan Zymomonas mobilis dengan Pichia stipitis. Jumlah emisi dipengaruhi oleh penggunaan mesin, semakin singkat bahan yang masuk akan semakin sedikit waktu penggunaan sehingga semakin sedikit bahan bakar yang dibutuhkan dan emisi yang dilepaskan akan semakin kecil.
5. Perlakuan Awal Bahan Perlakuan awal bahan meliputi delignifikasi dan hidrotermal dua tahap. Tahapan delignifikasi dibedakan menjadi delignifikasi biologis dan delignifikasi kimiawi. Delignifikasi kimiawi dilakukan pada R1 dan R2, tahap awal dalam delignifikasi kimiawi adalah pemasakan. Bahan-bahan yang digunakan adalah LTJ, air, dan Ca(OH) 2. Tahap pemasakan pada R1 dan R2 menggunakan suhu 74.6 0C selama 2 jam, setelah tahap pemasakan selesai lalu air hasil pemasakan dibuang dan kemudian LTJ dicuci meggunakan air. Air yang digunakan untuk pemasakkan dan pencucian berasal dari sumur. Suhu untuk tiap tangki dicapai dengan memanfaatkan steam dari boiler. Delignifikasi biologis dilakukan pada R3 sampai R8, menggunakan jamur pelapuk putih untuk menghilangkan kandungan lignin pada LTJ. Tahap awal yang dilakukan adalah pemasakan LTJ pada suhu 100 0C selama 1 jam. Setelah dimasak kemudian LTJ disterilisasi pada suhu 121 0C selama 1 jam, setelah disterilisasi bahan diinkubasi setelah sebelumnya diinokulasikan jamur. Suhu inkubasi masing-masing rancangan berbeda, pada R3 sampai R6 adalah 168 jam pada suhu 30 0C, sedangkan R7 dan R8 adalah 168 jam pada suhu 43,9 0C.
34
LTJ hasil inkubasi kemudian dicuci sebelum diproses ke tahap berikutnya. Suhu dicapai dengan memanfaatkan steam dari boiler. Aliran bahan seluruh rancangan pada tahapan delignifikasi (pemasakan) adalah sinambung sebanyak dua kali pemasakan sedangkan untuk inkubasi dan sterilisasi aliran bahan adalah curah. Kebutuhan uap serta energi manusia yang dibutuhkan selama tahapan delignifikasi dapat dilihat pada Tabel 20.
Rancangan
Tabel 20. Energi pada tahap delignifikasi Jumlah Kebutuhan Uap (Kg) Tenaga Sterilisasi dan Kerja Pemasakkan Total Inkubasi (Orang)
Energi Tenaga Kerja (MJ)
R1
694.15
0.00
694.15
1.00
0.93
R2
915.52
0.00
915.52
1.00
1.09
R3
519.47
45.33
564.80
1.00
0.88
R4
685.73
55.25
740.98
1.00
1.02
R5
495.71
45.33
541.04
1.00
0.84
R6
653.86
55.25
709.12
1.00
0.97
R7
337.99
106.84
444.83
1.00
0.70
R8
446.12
132.43
578.56
1.00
0.79
Berdasarkan perhitungan, rancangan yang membutuhkan uap panas dan energi manusia paling sedikit adalah R7, yaitu rancangan dengan delignifikasi biologis menggunakan Trametes vercolor serta fermentasi menggunakan Zymomonas mobilis dengan Pichia stipitis. Kebutuhan uap dan energi manusia pada tahap delignifikasi, dipengaruhi oleh jumlah bahan yang digunakan selama tahapan berlangsung. Jumlah tangki yang digunakan beserta spesifikasinya dapat dilihat pada Lampiran 2, sedangkan untuk perhitungan energi manusia dan kebutuhan steam pada tahap delignifikasi dapat dilihat pada Lampiran 9 dan 10. Pada tahap ini dihasilkan limbah cair dari pemasakkan dan pencucian. Limbah cair yang dihasilkan pada seluruh rancangan akan ditampung sementara sebagai penukar panas. Pada R1 dan R2 limbah cair dimanfaatkan untuk menurunkan suhu pada tangki hidrotermal sebelum bahan memasuki tahap pre-hidrolisis dan pada tangki pre-hidrolisis sebelum bahan bahan memasuki tahap fermentasi. Pada R3 sampai R8 limbah cair dimanfaatkan untuk menurunkan suhu pada tangki sterilisasi sebelum bahan memasuki tahap inkubasi, pada tangki hidrotermal sebelum bahan memasuki tahap pre-hidrolisis dan pada tangki prehidrolisis sebelum bahan memasuki tahap fermentasi. Jumlah limbah untuk tiap rancangan dapat dilihat pada Tabel 21. Pada tabel tersebut diketahui bahwa rancangan yang menghasilkan limbah cair paling banyak adalah R4, yaitu rancangan dengan delignifikasi biologis menggunakan jamur Pleurotus ostreatus dan SSF menggunakan Saccharomyces cerevisiae dan Pichia stipitis.
35
Tabel 21. Limbah pada tahap delignifikasi Rancangan Limbah Cair (Kg) R1
117,266.42
R2
154,667.54
R3
159,098.89
R4
209,800.68
R5
144,643.27
R6
190,598.52
R7
97,847.58
R8
129,066.99
Limbah tanaman jagung yang telah melalui tahapan delignifikasi akan mengalami perubahan komposisi selulosa, hemiselulosa, dan lignin di dalam bahan. Kandungan selulosa, hemiselulosa, dan lignin pada bahan setelah melalui tahapan delignifikasi dapat dilihat pada Tabel 22 di bawah ini.
Tabel 22. Karakteristik limbah tanaman jagung setelah delignifikasi % dari Berat Kering Bahan Awal Rancangan Hemiselulosa Selulosa Lignin R1
15.30
19.02
9.22
R2
15.30
19.02
9.22
R3
18.32
21.49
14.80
R4
18.32
21.49
14.80
R5
12.40
24.63
13.75
R6
12.40
24.63
13.75
R7
14.31
31.68
14.99
R8
14.31
31.68
14.99
Delignifikasi dilakukan untuk menghilangkan kandungan bahan ekstraktif yang tidak digunakan selama proses fermentasi. Penghilangan lignin yang terjadi pada tahap delignifikasi akan membantu struktur selulosa dan hemiselulosa lebih mudah ditembus pada saat tahapan hidrolisis enzimatis serta sakarifikasi dan fermentasi simultan (Sierra, 2008). Hidrotermal I dan hidrotermal II dilakukan menggunakan tangki yang sama. Bahan yang dimasukkan saat tahap awal hidrotermal I adalah air dan LTJ terdelignifikasi yang kemudian akan menghasilkan keluaran berupa cairan hasil hidrotermal I serta padatan I. Hidrotermal I dilakukan selama 121 0C selama 1 jam. Bahan yang dimasukkan pada hidrotermal II adalah padatan I dan air yang kemudian menghasilkan cairan hidrotermal II dan padatan II. Hidrotermal II dilakukan selama 0,33 jam pada suhu 180 0C. Sistem aliran bahan pada tahap hidrotermal untuk seluruh rancangan adalah sinambung dengan pemasukan bahan sebanyak dua kali.
36
Proses hidrotermal berrtujuan menghilangkan komponen pada limbah tanaman jagung yang dapat mengganggu proses sakarifikasi dan fermentasi simultan Munawar (2008). Karakteristik limbah tanaman jagung setelah melalui tahap hidrotermal II akan kembali mengalami perubahan komposisi selulosa, hemiselulosa, dan lignin di dalam bahan. Karakteristik limbah tanaman jagung setelah hidrotermal II dapat dilihat pada Tabel 23.
Tabel 23. Karakteristik limbah tanaman jagung setelah hidrotermal II % dari Berat Kering Bahan Awal Rancangan Hemiselulosa Selulosa Lignin R1
9.83
19.02
5.70
R2
9.83
19.02
5.70
R3
11.77
21.49
9.14
R4
11.77
21.49
9.14
R5
7.96
24.63
8.49
R6
7.96
24.63
8.49
R7
9.19
31.68
9.26
R8
9.19
31.68
9.26
Pada tahap hidrotermal, selain dihasilkan padatan juga dihasilkan limbah cair. Limbah cair yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 24. Berdasarkan tabel tersebut, limbah cair pada tahapan hidrotermal, paling banyak dihasilkan oleh rancangan dengan delignifikasi menggunakan Ca(OH)2 dan SSF menggunakan Saccharomyces cerevisiae dan Pichia stipitis (R2).
Tabel 24. Limbah pada tahap hidrotermal Rancangan Limbah Cair (Kg) R1
26,235.32
R2
34,607.13
R3
30,039.53
R4
39,612.56
R5
24,439.21
R6
32,203.90
R7
13,195.71
R8
17,405.96
Spesifikasi tangki yang digunakan pada tahapan hidrotermal dapat dilihat pada Lampiran 2. Energi manusia yang dikeluarkan serta uap panas yang dibutuhkan selama tahapan hidrotermal dapat dilihat pada Tabel 25 dan perhitungan lengkap nya dapat dilihat pada Lampiran 11 dan 12. Berdasarkan perhitungan, rancangan yang membutuhkan uap panas dan energi manusia paling sedikit adalah R1, yaitu rancangan dengan delignifikasi
37
kimiawi menggunakan Ca(OH)2 serta fermentasi menggunakan Zymomonas mobilis dengan Pichia stipitis. Kebutuhan uap dan energi manusia pada tahap hidrotermal, dipengaruhi oleh jumlah bahan yang digunakan pada tahap hidrotermal I dan II.
Rancangan
Tabel 25. Energi pada tahap hidrotermal Jumlah Kebutuhan Uap (Kg) Tenaga Hidrotermal I
Hidrotermal II
Total
Kerja (Orang)
Energi Tenaga Kerja (MJ)
R1
18.28
3.17
21.45
1.00
0.14
R2
21.80
3.78
25.57
1.00
0.14
R3
28.50
4.64
33.15
1.00
0.27
R4
35.01
5.70
40.72
1.00
0.27
R5
28.50
4.64
33.15
1.00
0.27
R6
35.01
5.70
40.72
1.00
0.27
R7
22.55
3.68
26.23
1.00
0.27
R8
26.43
4.31
30.74
1.00
0.27
6. Sakarifikasi dan Fermentasi Simultan (SSF) Tahapan SSF didahului dengan tahapan pre-hidrolisis. Cairan hidrotermal II dan padatan II yang dihasilkan dialirkan ke tangki pre-hidrolisis. Menurut Xu et al. (2009) perbandingan jumlah cairan hidrotermal II dengan padatan yang digunakan adalah 6.67. Tahapan pre-hidrolisis dilakukan pada suhu 50 0C selama 24 jam. Bahan yang dimasukkan pada tahapan ini selain padatan II dan cairan hidrotermal II adalah sitrat fosfat (pH=5), enzim xilanase, selulase, dan -glukosidase (penelitian di laboratorium TIN, 2010). Seluruh bahan yang telah melalui tahap pre-hidrolisis kemudian dibiarkan didalam tangki untuk difermentasi. Menurut Runkel and Wiliter (1951), hemiselulosa terdegradasi pada suhu antara 130o 194 C. Sehingga pada saat hidrotermal II dengan penguapan suhu 180 oC terdapat sejumlah hemiselulosa yang terlarut dalam cairan hasil hidrotermal II. Menurut Olofsson et al. (2008), konsentrasi padatan yang tidak terlarut dalam air tidak boleh lebih dari 10% agar diperoleh konsentrasi bioetanol yang tinggi. Cairan hasil hidrothermal II dapat dimanfaatkan sebagai substrat sakarifikasi dan fermentasi simultan karena mengandung sejumlah hemiselulosa dan juga dapat membuat kondisi enzim dapat bekerja lebih baik pada kondisi lingkungan yang basah yang dikenal dengan istilah kondisi indorush. Tangki yang digunakan untuk fermentasi menggunakan pengaduk dengan kecepatan 100 rpm dengan daya 100 W. Kondisi fermentasi untuk jenis kombinasi starter Zymomonas mobilis dan Pichia stipitis yaitu pada suhu 38 0C selama 72 jam, sedangkan untuk kombinasi starter Saccharomyces cerevisiae dan Pichia stipitis pada suhu 38 0C selama 48 jam. Bahan tambahan yang dimasukkan pada saat tahap ini adalah urea dan starter (penelitian di
38
laboratorium TIN, 2010). Hasil yang diperoleh adalah cairan hasil fermentasi, padatan, serta CO2. Aliran bahan pada tahapan pre-hidrolisis dan SSF adalah curah. Cairan fermentasi yang dihasilkan pada tahap SSF untuk masing-masing rancangan memiliki faktor konversi yang berbeda-beda, hal tersebut dikarenakan adanya perbedaan pada perlakuan awal bahan dan kombinasi starter. Faktor konversi etanol yang terdapat pada cairan hasil fermentasi untuk masing-masing rancangan dapat dilihat pada Tabel 26.
Tabel 26. Faktor konversi etanol pada cairan SSF Rancangan Faktor Konversi (g/l) R1
8.36
R2
6.06
R3
9.64
R4
6.99
R5
9.44
R6
6.85
R7
11.85
R8
8.59
Nilai faktor konversi tersebut didapatkan dengan melakukan perbandingan menggunakan data yang diperoleh pada penelitian di Laboratorium TIN (2010) dengan angka teoritis berdasarkan persentase keberadaan selulosa, hemiselulosa, dan lignin pada bahan. Nilai tersebut memberikan informasi jumlah etanol dalam satuan gram pada satu liter cairan SSF yang dihasilkan, sebagai contoh apabila melakukan pembuatan etanol dengan cara R1 maka akan dihasilkan etanol sebanyak 8.36 gram dalam satu liter cairan hasil SSF. Kebutuhan uap serta energi manusia pada tahap SSF dapat dilihat pada Tabel 27.
Rancangan R1
Tabel 27. Energi pada tahap SSF Kebutuhan Uap Jumlah Tenaga Kerja (Kg) (Orang) 17.05 1.00
Energi Tenaga Kerja (MJ) 2.35
R2
14.15
1.00
2.35
R3
15.40
1.00
2.35
R4
12.96
1.00
2.35
R5
15.40
1.00
2.35
R6
13.64
1.00
2.35
R7
13.67
1.00
2.35
R8
11.65
1.00
2.35
Rancangan yang membutuhkan uap panas paling sedikit berdasarkan perhitungan adalah R8, yaitu rancangan dengan delignifikasi menggunakan Trametes vercolor serta fermentasi menggunakan Saccharomyces cerevisiae dan Pichia stipitis. Jumlah kebutuhan
39
uap dipengaruhi oleh hasil padatan saat delignifikasi, semakin sedikit padatan, uap panas yang dibutuhkan semakin sedikit. Jumlah padatan dipengaruhi kemampuan penghilangan lignin. Semakin sedikit padatan maka semakin sedikit padatan II dan cairan hasil hidrotermal II yang kemudian berpengaruh pada jumlah pemakaian bahan saat tahapan pre-hidrolisis dan fermentasi. Selain jumlah bahan, kebutuhan uap juga dipengaruhi lamanya waktu fermentasi. Kombinasi starter Zymomonas mobilis dan Pichia stipitis mebutuhkan waktu fermentasi 72 jam, Saccharomyces cerevisiae dan Pichia stipitis membutuhkan 48 jam. Sehingga rancangan dengan kombinasi Saccharomyces cerevisiae dan Pichia stipitis akan membutuhkan uap panas lebih sedikit. Kebutuhan energi tenaga kerja dipengaruhi oleh jumlah bahan serta limbah padat saat tahapan fermentasi yang harus diangkut. Perhitungan lengkap kebutuhan energi manusia dan uap dapat dilihat pada Lampiran 13 dan Lampiran 14. Spesifikasi tangki yang digunakan pada tahap SSF dapat dilihat pada Lampiran 2. Pada tahap SSF dihasilkan limbah padat yang jumlahnya dipengaruhi oleh kemampuan starter dalam mengkonversi bahan-bahan yang dimasukkan. Jumlah limbah untuk masing-masing rancangan tersebut dapat dilihat pada Tabel 28.
Tabel 28. Limbah pada tahap SSF Rancangan Limbah Padat (Kg) R1
31,975.00
R2
39,545.18
R3
27,681.84
R4
34,236.31
R5
28,275.99
R6
34,943.44
R7
22,452.10
R8
27,792.34
Limbah padat yang dihasilkan paling banyak berdasarkan tabel di atas yaitu pada rancangan dengan delignifikasi kimiawi dan fermentasi menggunakan Saccharomyces cerevisiae dan Pichia stipitis.
7. Pemurnian Kadar bioetanol awal hasil fermentasi yang masih sangat kecil dinaikkan dengan melakukan distilasi menggunakan evaporator dan distilator. Prinsip penggunaan evaporator dan distilator yang digunakan didasari pada proses pemurnian bioetanol di PT.Panca Jaya Raharja seperti yang diamati oleh Suhendri tahun 2008. Cairan hasil fermentasi akan dimasukkan ke dalam evaporator kemudian dipanaskan hingga mencapai suhu 90 0C lalu uap nya dialirkan ke distilator dan didinginkan. Perbedaan temperatur penguapan air (100 0C)
40
dan etanol (78 0C) menyebabkan pemisahan antara air dan bioetanol. Suhu pada destilator harus terus dijaga pada suhu 79 0C untuk menghasilkan bioetanol dengan kadar 95%. Tangki evaporator dan distilator yang digunakan diberi pengatur suhu sesuai dengan kondisi yang dibutuhkan. Jumlah tangki yang digunakan beserta spesifikasinya dapat dilihat pada Lampiran 2. Aliran bahan pada tahapan pemurnian adalah sinambung dengan pemasukan cairan hasil SSF sebanyak empat kali untuk seluruh rancangan. Pada tahap ini akan dihasilkan limbah cair yang jumlahnya dipengaruhi oleh jumlah umpan yang masuk ke tangki pemurnian. Kebutuhan uap, energi manusia, dan jumlah limbah cair untuk masingmasing rancangan pada tahap pemurnian dapat dilihat pada Tabel 29.
Tabel 29. Kebutuhan uap panas, energi, dan limbah yang dikeluarkan saat pemurnian Kebutuhan Jumlah Energi Tenaga Jumlah Rancangan Uap Tenaga Kerja Kerja Limbah (Kg) (Orang) (MJ) (Kg) 23,450.16 1 0.94 31,975.00 R1 32,490.80 1 0.94 39,545.18 R2 R3
23,450.16
1
0.94
27,681.84
R4
32,490.80
1
0.94
34,236.31
R5
23,450.16
1
0.94
28,275.99
R6
32,490.80
1
0.94
34,943.44
R7
23,450.16
1
0.94
22,452.10
R8
32,490.80
1
0.94
27,792.34
Tabel 29 menunjukan, rancangan yang membutuhkan uap panas paling sedikit adalah seluruh rancangan dengan fermentasi menggunakan Zymomonas mobilis dan Pichia stipitis. Kebutuhan uap panas dipengaruhi cairan hasil fermentasi dan kadar etanol yang dihasilkan. Semakin sedikit cairan hasil fermentasi dan tinggi kadar etanol, semakin sedikit uap panas yang dibutuhkan. Bahan pada tahap ini dialirkan ke tangki penampungan menggunakan pipa dengan aliran gravitasi. Penggunaan energi manusia pada tahap ini tidak ada perbedaan, karena kegiatan dilakukan dalam lama waktu yang sama dan tidak ada perlakuan kegiatan yang berbeda. Perhitungan energi manusia dan kebutuhan uap panas saat pemurnian dapat dilihat pada Lampiran 15 dan 16. Berdasarkan hasil bioetanol yang dicapai maka dapat diketahui faktor konversi bioetanol berdasarkan jumlah bahan baku yang digunakan. Berdasarkan perhitungan, rancangan dengan delignifikasi biologis menggunakan jamur Trametes vercolor serta fermentasi menggunakan Zymomonas mobilis dan Pichia stipitis memiliki nilai faktor konversi tertinggi. Hal tersebut dipengaruhi oleh kondisi bahan setelah dilakukan perlakuan awal, bahan tersebut masih mengandung kadar selulosa dan hemiselulosa yang tinggi. Jumlah etanol tersebut juga dipengaruhi oleh kemampuan starter dalam menkonversi bahanbahan tersebut menjadi etanol. Nilai faktor konversi tersebut dapat dilihat pada Tabel 30.
41
Tabel 30. Faktor konversi etanol berdasakan penggunaan bahan baku Rancangan Faktor Konversi (l/kg berat kering bahan) R1
0.15
R2
0.12
R3
0.15
R4
0.12
R5
0.17
R6
0.13
R7
0.25
R8
0.19
Nilai faktor konversi yang didapatkan tidak jauh berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Beberapa nilai faktor konversi bioetanol yang didapatkan dari penelitian sebelumnya dapat dilihat pada Tabel 31.
Tabel 31. Faktor konversi etanol hasil penelitian terdahulu Faktor Konversi Bahan Baku Sumber (l/kg berat kering bahan) Tongkol jagung
0.36
Kuhad dan Singh, 1993
Batang jagung
0.22
Kuhad dan Singh, 1993
Limbah jagung
0.26
Wooley et al., 1999
Tongkol jagung
0.32
Aden et al., 2002
Batang jagung
0.23
Demirbas, 2005
8. Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) Limbah cair yang dihasilkan pada tahapan proses produksi diukur kadar COD nya dan didapatkan bahwa kadar COD dari limbah cair yang dihasilkan adalah 918.71 mg/liter. Nilai COD tersebut menunjukkan total organik terlarut dalam limbah cair. Nilai COD tersebut menunjukkan bahwa limbah tersebut tidak boleh dilepas langsung ke badan air, karena menurut kepmenlh no: KEP-02/MENKLH/I/1988, limbah cair yang diperkenankan batas maksimumnya adalah 600 mg/liter. Berdasarkan hal tersebut maka limbah cair yang dihasilkan akan diolah dahulu sebelum dibuang ke badan air. Tahapan awal adalah limbah dari seluruh tahapan dialirkan ke kolam penampungan untuk diturunkan suhunya, karena suhunya terlalu tinggi untuk diolah secara biologis. Tahapan selanjutnya yaitu limbah cair akan dialirkan ke kolam anaerobik. Pada tahapan ini 90% bahan-bahan organik yang terkandung dalam limbah akan dikonversi menjadi metana, karbon dioksida dan sulfat akan dikonversi menjadi hidrogen sulfida, dan sludge. Tahap terakhir, limbah akan dialirkan ke kolam aerobik, pada tahap ini 90% cairan yang terolah akan menghasilkan 30% sludge. Sludge yang dihasilkan harus dibersihkan dari kolam aerobik untuk menjaga keefektivan kinerja kolam (Aden et al., 2002). Energi yang dibutuhkan dalam mengelola 1 liter limbah/jam menurut Aden et al. (2002) adalah 2x10-9 MJ/liter. Nilai tersebut kemudian diaplikasikan ke delapan rancangan, selain itu pada tahap pengelolaan limbah cair juga diperhitungkan nilai energi manusia yang
42
dibutuhkan. Perhitungan lengkap nilai energi manusia dapat dilihat pada Lampiran 17. Nilai energi pengolahan limbah cair untuk masing-masing rancangan dapat dilihat pada Tabel 32. Limbah cair yang dihasilkan dan penggunaan energi paling sedikit berdasarkan perhitungan adalah pada rancangan dengan delignifikasi menggunakan Trametes vercolor dan SSF menggunakan Zymomonas mobilis dan Pichia stipitis (R7). Jumlah limbah cair dipengaruhi oleh penggunaan air selama tahapan proses serta kemampuan starter dalam mengkonversi bahan menjadi cairan dan menghasilkan padatan. Energi manusia dipengaruhi oleh jumlah sludge yang dihasilkan dan jumlah sludge tersebut dipengaruhi oleh limbah cair yang dihasilkan. Energi alat untuk pengelolaan limbah tersebut didasari pada perhitungan yang telah dilakukan oleh Aden et al., 2002 dan juga dipengaruhi oleh jumlah limbah cair yang dihasilkan.
Rancangan
Tabel 32. Energi pengolahan limbah cair Energi (MJ) Jumlah Limbah Jumlah sludge Cair (Kg)
(Kg)
Alat
Manusia
Total
R1
230,560.77
62,251.41
4.61.E-04
20.38
20.38
R2
280,973.30
75,862.79
5.62.E-04
24.84
24.84
R3
261,585.59
70,628.11
5.23.E-04
23.13
23.13
R4
347,517.06
93,829.61
6.95.E-04
30.72
30.72
R5
241,251.81
65,137.99
4.83.E-04
21.33
21.33
R6
320,513.56
86,538.66
6.41.E-04
28.34
28.34
R7
164,796.91
44,495.17
3.30.E-04
14.57
14.57
R8
219,467.59
59,256.25
4.39.E-04
19.40
19.40
Keseluruhan bahan yang digunakan selama proses produksi untuk masing-masing rancangan ditampilkan dalam bentuk neraca massa yang dapat dilihat pada Lampiran 18 sampai dengan Lampiran 25. Analisis inventori kemudian dijadikan dasar dalam mengetahui jumlah limbah dan emisi secara keseluruhan untuk masing-masing rancangan serta melihat keseimbangan energi antara energi yang dihasilkan bioetanol dengan energi yang dibutuhkan untuk menghasilkan bioetanol. Nilai energi output serta selisih antara energi input dan output dapat dilihat pada Tabel 33 dan 34, sedangkan nilai total emisi dan limbah yang dihasilkan untuk seluruh rancangan, dapat dilihat pada Tabel 35 dan 36.
Perhitungan
Tabel 33. Energi output biotenol dari LTJ Nilai Satuan
Energi yang dihasilkan
Keterangan
122.00
Mj/kg
Hambali (2007)
Massa jenis
0.80
Kg/l
Rinaldi (2003)
Konversi energi
97.60
MJ/l
Energi dihasilkan x massa jenis
Bioetanol yang dihasilkan
500.00
l
48,800.00
MJ
Nilai energi bioetanol
Penetapan Konversi x jumlah dihasilkan
43
Tabel 34. Selisih energi input output Energi Input (MJ)
Total Energi
Selisih energi
Rancangan
A
B
C
D
E
F
G
H
Total
Output (MJ)
(MJ)
R1
878.79
59,000.46
1,782.41
5.45
1.07
2.35
0.94
20.38
61,691.85
48,800.00
-12,891.85
R2
1,002.85
81,601.30
1,963.91
8.10
1.22
2.35
0.94
24.84
84,605.51
48,800.00
-35,805.51
R3
878.55
58,676.13
2,545.16
6.81
1.15
2.35
0.94
23.13
62,134.21
48,800.00
-13,334.21
R4
1,002.85
81,160.07
2,847.70
9.43
1.29
2.35
0.94
30.72
85,055.35
48,800.00
-36,255.35
R5
878.49
58,606.09
2,474.36
6.22
1.11
2.35
0.94
21.33
61,990.88
48,800.00
-13,190.88
R6
1,002.77
81,070.87
2,934.76
8.38
1.24
2.35
0.94
28.34
85,049.64
48,800.00
-36,249.64
R7
781.79
58,183.25
2,311.77
4.62
0.98
2.35
0.94
14.57
61,300.25
48,800.00
-12,500.25
R8
827.34
80,521.78
2,463.39
5.61
1.07
2.35
0.94
19.40
83,841.87
48,800.00
-35,041.87
A B C D E F G H
: : : : : : : :
Pengangkutan Bahan Baku Penggunaan Boiler Penggunaan Listrik Persiapan Bahan Perlakuan Awal Bahan SSF Pemurnian IPAL
44
Tabel 34 menunjukkan secara keseluruhan energi yang dibutuhkan dalam menghasilkan bioetanol lebih besar dibandingkan energi yang dihasilkan bioetanol. Selisih energi terkecil terdapat pada rancangan dengan delignifikasi menggunakan Trametes vercolor serta fermentasi menggunakan Zymomonas mobilis dan Pichia stipitis (R7), hal ini menunjukan bahwa R7 lebih efisien energi dibandingkan dengan rancangan yang lain.
Rancangan
Tabel 35. Perbandingan emisi keseluruhan Kandungan Emisi (Kg)
Total
Pengangkutan
Boiler
Listrik
Persiapan
R1
63.24
4,164.57
364.35
1.11
4,593.27
R2
72.27
5,759.86
401.46
1.47
6,235.05
R3
63.24
4,141.68
520.27
1.10
4,726.29
R4
72.27
5,728.72
582.12
1.46
6,384.56
R5
63.24
4,136.74
505.80
1.01
4,706.78
R6
72.27
5,722.42
599.91
1.33
6,395.93
R7
56.21
4,106.89
472.56
0.68
4,636.34
R8
59.52
5,683.66
503.56
0.90
6,247.64
Rancangan
Tabel 36. Perbandingan limbah keseluruhan Limbah Padat Limbah Cair (Kg) (Kg)
Total
Pre-treatment
Pemurnian
Total
SSF
R1
143,501.74
31,975.00
175,476.74
31,975.00
207,451.74
R2
189,274.67
39,545.18
228,819.85
39,545.18
268,365.03
R3
189,138.42
27,681.84
216,820.26
27,681.84
244,502.10
R4
249,413.24
34,236.31
283,649.55
34,236.31
317,885.86
R5
169,082.48
28,275.99
197,358.47
28,275.99
225,634.45
R6
222,802.43
34,943.44
257,745.87
34,943.44
292,689.31
R7
111,043.30
22,452.10
133,495.39
22,452.10
155,947.49
R8
146,472.95
27,792.34
174,265.29
27,792.34
202,057.63
Berdasarkan perhitungan, R7 (delignifikasi menggunakan jamur Trametes vercolor dan fermentasi dengan Zymomonas mobilis dan Pichia stipitis) merupakan rancangan yang paling sedikit melepaskan emisi dan limbah.
B. ANALISIS DAMPAK Analisis dampak dilakukan pada seluruh tahapan. Tujuan dilakukan analisis dampak lingkungan adalah untuk mengetahui kemungkinan dampak lingkungan yang dapat terjadi dari
45
pelaksanaan seluruh kegiatan. Langkah awal yang dilakukan dalam analisis dampak adalah dengan membuat matriks dampak yang dapat dilihat pada Tabel 37.
Tabel 37. Parameter Terkena Dampak Komponen Fisik Kimia Kualitas Tanah Kualitas Air Kualitas Udara dan Debu Kebisingan Komponen Ekonomi + : Dampak Positif - : Dampak Negatif
A B C D
Matriks dampak A B C
D
E
F
G
H
-
-
-
+ -
+
+
+
+
+
: Pengangkutan : Penggunaan boiler : Penggunaan listrik : Persiapan bahan
+
-
+
+ E F G H
: Perlakuan awal bahan : SSF : Pemurnian : IPAL
Sumber: Jensen et al. (1997)
Dampak negatif terhadap kualitas tanah pada tahap penggunaan boiler adalah saat persiapan air umpan. Air dengan kondisi yang tidak baik mengalami penyaringan hingga kondisinya siap digunakan dan akan meninggalkan kotoran-kotoran tersaring yang kemudian akan dibuang. Dampak negatif yang ditimbulkan pada tahapan IPAL adalah pelepasan gas, menurut Doorn et al. (2006), limbah cair ketika ditangani secara anaerobik dapat menjadi sumber emisi CH4 dan N2O. Dampak negatif terhadap kualitas air ditimbulkan pada tahapan perlakuan awal bahan dan pemurnian, sedangkan dampak positif ditimbulkan pada saat IPAL. Dampak negatif yang ditimbulkan secara keseluruhan dikarenakan penggunaan air yang disertai bahan-bahan penunjang dalam proses seperti penggunaan Ca(OH)2 ataupun jamur. Penggunaan bahan-bahan tersebut menyebabkan perubahan pada air yang dapat memperburuk kualitas air, terutama penggunaan bahan kimia (Ca(OH)2). Dampak positif ditimbulkan karena air limbah yang dalam kondisi tidak baik akan dirubah pada saat tahapan IPAL, sehingga limbah cair yang dihasilkan dapat dibuang ke badan air dalam kondisi aman. Tahapan pengangkutan, penggunaan boiler, listrik, dan persiapan bahan akan menimbulkan dampak negatif terhadap kualitas udara melalui pembuangan emisi yang dihasilkan oleh alat-alat yang digunakan. Alat-alat yang digunakan juga dapat menimbulkan kebisingan. Dampak negatif pada udara juga ditimbulkan saat tahapan SSF, dampak tersebut berupa pelepasan gas CO2 saat kegiatan berlangsung akibat adanya aktivitas dari mikroorganisme. Komponen ekonomi pada semua tahapan akan menimbulkan dampak positif, karena akan menimbulkan lapangan pekerjaan untuk masyarakat sekitar. Tahapan selanjutnya yang dilakukan pada analisis dampak adalah pembuatan bagan alir dampak penting. Gambar bagan tersebut dapat dilihat pada Gambar 11.
46
Nilai Positif (+)
Nilai Negatif (-) Tahap Proses Produksi
Debu
Polusi Udara
Kebisingan
Kesempatan Kerja dan Peluang Usaha
Kesehatan Masyarakat Pendapat Masyarakat Keresahan Masyarakat
Penilaian Masyarakat Terhadap Kegiatan Produksi Bioetanol dari Limbah Tanaman Jagung
Keterterangan : Dampak Primer Dampak Turunan
Gambar 11. Bagan alir evaluasi dampak penting (Jensen et al., 1997)
C. PENENTUAN RANCANGAN TERBAIK Penentuan rancangan terbaik dari delapan rancangan yang telah ditentukan sebelumnya, dilakukan menggunakan metode bayes. Parameter yang dijadikan penilaian adalah penggunaan bahan baku, energi, emisi, limbah padat, serta limbah cair yang dihasilkan. Bahan baku dan energi dipilih karena, penggunaan nya untuk setiap rancangan dalam menghasilkan bioetanol 500 liter berbeda-beda. Jumlah yang berbeda tersebut, menunjukkan nilai efisien suatu rancangan dalam mengkonversi bahan baku menjadi bioetanol. Limbah padat, cair, serta emisi yang dihasilkan dipilih untuk mewakilkan dampak yang ditimbulkan oleh rancangan terhadap lingkungan. Berdasarkan perhitungan pada Tabel 38, menggunakan metode Bayes, diketahui bahwa rancangan terbaik dari seluruh rancangan yang telah dianalisis adalah R7, yaitu rancangan dengan delignifikasi biologis menggunakan jamur pelapuk putih Trametes vercolor serta fermentasi menggunakan kombinasi starter Zymomonas mobilis dan Pichia stipitis.
47
Tabel 38. Penentuan rancangan terbaik dengan metode bayes Rancangan Parameter
Nilai Kepentingan
Bobot
R1
R2
R3
R4
R5
R6
R7
R8
N
B
N
B
N
B
N
B
N
B
N
B
N
B
N
B
Bahan Baku
3
0.18
5
0.88
8
1.41
4
0.71
7
1.24
3
0.53
6
1.06
1
0.18
2
0.35
Energi
5
0.29
2
0.59
6
1.76
4
1.18
7
2.06
3
0.88
8
2.35
1
0.29
5
1.47
Emisi
4
0.24
1
0.24
5
1.18
4
0.94
7
1.65
3
0.71
8
1.88
2
0.47
6
1.41
Limbah Padat
4
0.18
5
0.88
8
1.41
4
0.71
6
1.06
3
0.53
7
1.24
1
0.18
2
0.35
Limbah Cair
4
0.24
3
0.71
6
1.41
5
1.18
8
1.88
4
0.94
7
1.65
1
0.24
2
0.47
Jumlah
17
1
3.29
Keterangan : N = Nilai Kepentingan (1 sampai 8) dimana: 1 = sangat sangat baik 5 = cukup tidak baik 2 = sangat baik 6 = tidak baik 3 = baik 7 = sangat tidak baik 4 = cukup baik 8 = sangat sangat tidak baik B = Bobot m Total Nilaii = Σ Nilaiij (Kritj) J=1 dimana: Total Nilai i = total nilai akhir dari alternatif ke-i Nilai ij = nilai dari alternatif ke-i pada kriteria ke-j Krit j = tingkat kepentingan (bobot) kriteria ke-j i = 1,2,3,…n; n = jumlah alternatif j = 1,2,3,…m; m = jumlah kriteria
7.18
4.71
7.88
3.59
8.18
1.35
4.06
48
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Hasil analisis inventori menunjukkan input berupa kebutuhan bahan baku untuk menghasilkan 500 liter bioetanol 95% adalah 1.994,00 sampai 4.292,18 kg dan energi sebesar 61.255,16 sampai 84.958,29 MJ. Rancangan yang paling sedikit membutuhkan bahan baku dan energi adalah rancangan dengan delignifikasi biologis menggunakan jamur Trametes vercolor dan fermentasi menggunakan Zymomonas mobilis dan Pichia stipitis (R7) dengan jumlah persentase selulosa dan hemiselulosa tertinggi yaitu 40,87%. Output berupa emisi yang dibuang dari proses pembuatan 500 liter bioetanol 95% adalah sebanyak 4.591,14 kg sampai 6.390,25 kg, limbah padat sebanyak 24.492,51 kg sampai 45.141,25 kg dan limbah cair sebanyak 135.535,80 sampai 287.247,05 kg. Emisi paling sedikit dikeluarkan oleh rancangan dengan delignifikasi kimiawi menggunakan Ca(OH)2 serta fermentasi menggunakan Zymomonas mobilis dan Pichia stipitis (R1) sedangkan rancangan yang paling sedikit menghasilkan limbah cair dan limbah padat adalah R7. Analisis dampak yang telah dilakukan memberikan informasi bahwa seluruh kegiatan selama tahapan pembuatan bioetanol akan menimbulkan dampak positif dan negatif. Komponen ekonomi untuk seluruh rancangan terkena dampak positif, karena kegiatan yang dilakukan akan menciptakan lapangan pekerjaan. Dampak negatif lingkungan terhadap kualitas tanah, air, udara, dan debu, serta kebisingan disebabkan oleh pemakaian mesin pada seluruh tahapan untuk seluruh rancangan Rancangan terbaik dipilih berdasarkan perhitungan menggunakan metode bayes dengan parameter yaitu jumlah bahan baku dan energi yang digunakan, serta emisi, limbah cair, dan limbah padat yang dihasilkan untuk masing-masing rancangan. Rancangan terpilih adalah R7, yaitu rancangan dengan delignifikasi biologis menggunakan jamur pelapuk putih Trametes vercolor serta fermentasi menggunakan kombinasi starter Zymomonas mobilis dan Pichia stipitis.
B. SARAN Saran yang dapat dilakukan setelah melakukan Life Cycle Assessment (LCA) delapan rancangan dalam pembuatan produk bioetanol berbahan baku Limbah Tanaman Jagung (LTJ) yaitu menerapkan metode LCA pada industri bioetanol untuk mengetahui kebutuhan energi serta dampak yang ditimbulkan dari kegiatan produksi bioetanol, sehingga dapat dilakukan efisiensi energi dan lingkungan yang saat ini sedang menjadi isu utama dalam perindustrian.
DAFTAR PUSTAKA Aden A, Ruth M, Ibsen K, Jechura J, Neeves K, Sheehan J, Wallace B. 2002. Lignocellulosic biomass to ethanol process design and economics utilizing co-current dilute acid prehydrolysis and enzymatic hydrolysis for corn stover. Technical Report NREL/TP-510-32438: 1-154. Agbogbo FK, Kelly CG. 2008. Cellulosic Ethanol Production Using the Naturally Occurring XyloseFermenting Yeast, Pichia stipitis. Biotechnol Lett 30:151-1524. Agustina SE. 2004. Biomass potential as renewable energy resources in agriculture. Proceedings of International Seminar on Advanced Agricultural Engineering and Farm Work Operation, 25-26 August 2004, Bogor. Akhtar M, Blanchette RA, Kirk TK. 1997. Fungal delignification and biomechanical pulping of wood. Advances in Biochemical Engineering Biotechnology 57:159-195. Anggraeny YN, Umiyasih U, dan Krishna NH. 2006. Potensi limbah jagung siap rilis sebagai sumber hijauan sapi potong. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan Veteriner, 9-10 Agustus 2006, Pontianak. Arnata IW. 2009. Pengembangan alternatif teknologi bioproses pembuatan bioetanol dari ubi kayu menggunakan Trichoderma viride, Aspergillus niger dan Saccharomyces cerevisiae [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Anonim. 2009. Biogasoline, bensin ramah http://biofuelindonesiablogspot.com/biogasoline-bensin-ramah-lingkungan.html. 2010].
lingkungan. [16 Februari
Atmanto MD. 2003. Kajian pengurangan emisi gas buang kendaraan Bi-Fuel dengan pendekatan System Dinamics [tesis]. Depok: Program Pascasarjana, Universitas Indonesia. Badan Pusat Statistik Indonesia. 2009. Luas panen, Produktivitas, dan Produksi Jagung Menurut Provinsi 2009. http://www.bps.go.id. [16 Februari 2010]. Baumann H and Tillman AM. 2002. The Hitchhiker‟s Guide to LCA: an orientation in life cycle assessment methodology and application. Studentlitteratur AB: 19-42. Chandel AK, Chan ES, Rudravaram R, Narasu ML, Rao VL, Ravindra P. 2007. Economics and environmental impacts of bioethanol production technologies: an appraisal. Biotechnology and Molecular Biology Review 2(1): 14-32. Clift R, Doig A, Finnveden G. 2000. The Application of life cycle assessment to integrated solid waste management Part I: Methodology, Trans Institution. Chemical Engineer 78(Part B): 279287. Curran MA. 1996. Environmental Life-Cycle Assessment. New York: McGraw-Hill. CV Putra Manunggal Jaya. 2010. Aneka Pengaduk. http://surabayamesin.com. [1 Agustus 2010]. Dashtban M, Schraft H, Qin W. 2009. Fungal bioconversion of lignocellulosic residues; opportunities and perspectives. Int J Biol Sci 5(6) : 578-595. Dellweg H. 1983. Biomass, microorganism for special application microbial products I, energy from renewable resources. Biotech 3: 14-32. Demirbas A. 2005. Bioethanol from cellulosic materials: A renewable motor fuel from biomass. Energy Sources 27: 327-337. Doorn MRJ, Towprayoon S, Vieira SMM, Irving W, Palmer C, Pipatti R, Wang C. 2006. Wastewater treatment and discharge. IPCC Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories 6(5):6.1-6.28. Eaton RA, Hale MDC. 1993. Wood decay, Pest and Protection. London: Chapman and Hale. Effendi S, Sulistiati. 1991. Bercocok Tanam Jagung. Jakarta: CV Yasaguna.
Fadilah SD, Enny KA, Arif J. 2008. Biodelignifikasi Batang Jagung dengan Jamur Pelapuk Putih Phanerochaete chrysosporium [skripsi]. Surakarta: Program Sarjana, Universitas Negeri Sebelas Maret. Fardiaz S. 1989. Mikrobiologi Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti. Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi. Bogor, Institut Pertanian Bogor. FAO. 2001. Human energy requirements. Report of a joint FAO/WHO/UNU expert consultation, 17-24 Oktober 2001, Rome. Food and Nutrition Technical Report 1: 1-103. Firmansyah IU, Aqil M, Sinuseng Y. 2007. Penanganan pasca panen jagung. Laporan Hasil Penelitian Balai Penelitian Tanaman Serealia Maros: 1-15. Hadar Y, Kerem Z, Gorodecki B. 1993. Biodegradation of lignocellulosic agricultural wastes by Pleurotus ostreatus. Journal of Biotechnolog 30(1993) 133-139. Hambali E, Mujdalipah S, Tambunan AH, Pattiwiri AW, Hendroko R. 2007. Teknologi Bioenergi. Jakarta: AgroMedia Pustaka. Hamelinck CN, Hooijdonk GV, Faaij APC. 2005. Ethanol from lignocellulosic biomass: TechnoEconomic Performance in Short-Middle and Long-Term. Biomass and Bioenergy 28(2005): 384 – 410. Hendriks ATWM, Zeeman G. 2009. Pretreatments to enhance the digestibility of lignocelluloses biomass. Bioresource Technology 100(1): 10-18. Indartono Y. 2005. Bio-etanol alternatif energi terbarukan: Kajian prestasi mesin dan implementasi di lapangan. http://www.energi.lipi.go.id. [15 Juli 2010]. Ismail T, Iksanti L, Jayanti ND. 2009. Etanol dari Molases menggunakan Zymomonas mobilis yang diamobilisasi dengan Karaginan pada Reaktor Kontinyu. Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia. 19-20 Oktober 2009, Bandung. ISO 14040. 1997. Environmental management life cycle assessment-principles and framework EN ISO 14040. The International Standards Association. Jawa
Barat. 2010. Selayang pandang http://www.jabar.go.id/selayangpandang/2010/html. [17 Februari 2010].
Jawa
Barat.
Jeffries TW, Grigoriev IV, Grimwood J, Laplaza JM, Aerts A, Salamov A, Schmutz J, Lindquist E, Dehal P, Shapiro H, Jin YS, Passoth V, Richardson PM. 2007. Genome sequence of the lignocellulose-bioconverting and xylose-fermenting yeast Pichia stipitis. Nat Biotechnol 3:319326 Jensen A, Hoffman L, Moller BT, Schmidt A, Christiansen K, Elkington J. 1997. Life Cycle Assessment, A Guide to Approaches, Experiences, and Information Sources. In: Environmental Issues Series No. 6. Copenhagen: European Environment Agency. Kementerian Lingkungan Hidup. 2009. Unsur-Unsur Pencemar Udara. http://www.kepmenlh.go.id. [15 Juli 2010]. Keputusan Menteri Negara Kependudukan Dan Lingkungan Hidup No: KEP-02/MENKLH/I/1988. TENTANG PEDOMAN PENETAPAN BAKU MUTU LINGKUNGAN. http://www.kepmenlh.go.id. [15 Juli 2010]. Kilian SG, Uden N. 1988. Transport of xylose and glucose in the xylose fermenting yeast Pichia stipitis. Appl Microb Biotechnol 27:545–548 Kirk TK, Cullen D. 1998. Environmentally friendly technologies for the pulp and paper industry. In: Young, RA dan Akhtar, M. (ed). New York: Wiley & Sons, Inc. Klemm D, Philipp B, Heinze T, Heinze U, Wagenknecht W. 1998. Comprehensive Cellulose Chemistry. Vol. I: Fundamentals and Analytical Methods. Weinheim: Wiley-VCH. Kotter P, Ciriacy M. 1993. Xylose fermentation by Saccharomyces cerevisiae. Appl Microbiol Biotechnol 38: 776-783.
51
Kuhad RC, Singh A (1993). Lignocellulose biotechnology: current and future prospects. Crit Rev Biotechnol 13: 15-172. Lankinen P. 2004. Ligninolytic enzymes of the basidiomycetous fungi Agaricus bisporus and Phlebia radiata on lignocellulose-containing media [dissertation]. Master Programme, University of Helsinki. Marimin, 2004, Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk, Jakarta: Grassindo. Mattson B, Sonesson U. 2003. Environmentally-Friendly Food Processing. Woohead Publishing Limited. Cambridge, England. McCutcheon J, Samples D. 2002. Grazing Corn Residues. Extension Fact Sheet Ohio State university Extension. US. ANR 10-02. Morrison RT, Boyd RN. 1983. Organic Chemistry. 4thed. New York: Allyn and Bacon, Inc. Mosier N, Wyman C, Dale B, Elander R, Lee YY, Holtzapple M, Ladisch M. 2005. Features of promising technologies for pretreatment of lignocellulosic biomass. Bioresour Technol 96(6): 673-686. Muhamad H. 2010. Potensi produksi listrik berbahan bakar biomassa di pabrik gula. http://www.green.com. [3 Agustus 2010] Munawar SS. 2008. Properties of non-wood plant fiber bundles and the development of their composites [disertasi]. Kyoto: Magister Program, Kyoto University. Myhre C. 2009. Air pollution prediction. http://www.sciencedaily.com/releases/htm. [27 Desember 2010] Okur MT, Saracoglu NE. 2006. Ethanol production from sunflower seed hull hydrolysate by Pichia stipitis under uncontrolled pH conditions in bioreactor. Turkish J Eng Env Sci 30 : 317-322. Olofsson K, Bertilson M, Liden G. 2008. A short review on SSF an interesting process option for ethanol production from lignocellulosic feedstocks. Biotechnol. 1(7): 1-14. Pannesar PS, Marwaha SS, Kennedy JF. 2007. Comparison of ethanol and temperature tolerance of Zymomonas Mobilis strain in glucose and mollases medium. J Biotechnol 6 : 74-77. Papong S, Noksa-nga S, Chom-in T, Malakul P, 2008. Life cycle energy and environmental evaluation of molasses-based ethanol production for commercial scales in Thailand. In: Proceedings of the International Conference on Environmental Research and Technology, Penung, Malaysia. Parlindungan AK. 2003. Karakteristik pertumbuhan dan produksi jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) dan jamur tiram kelabu (Pleurotus sajor Caju) pada baglog alang-alang. Jurnal Natur Indonesia 5(2): 152-156. Peavy HS, Donald RR, George T. 2002. Thermodynamics: an engineering approach. 4th ed. North America: McGraw-Hill Publishing Company, Inc. Perez J, Munoz DJ, Rubia T de la, Martinez J. 2002. Biodegradation and biological treatments of cellulose, hemicellulose and lignin: an overview. Int.Microbiol. 5:53-63. Prasetyo T, Handoyo J, Setiani C. 2002. Karakteristik Sistem Usahatani Jagung-Ternak di Lahan Irigasi. In: Prosiding Seminar Nasional: Inovasi Teknologi Palawija: Buku 2: Hasil Penelitian dan Pengkajian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Litbang Pertanian. Prihandana R, Kartika N, Praptiningsih GA, Dwi S, Sigit S, Roy H. 2007. Bioetanol Ubi Kayu: Bahan Bakar Masa Depan. Jakarta: AgroMedia Pustaka. Rahayu SS. 2009. Prediksi pencemaran udara. http://www.chem-is-try.org. [1 Agustus 2010]. Rayner ADM, Boddy L. 1988. Fungal Decomposition of Wood: Its Biology and Ecology. New York: John Wiley and Sons. Rinaldi A. 2003. Bagaimana bahan bakar menghasilkan energi dan berapa besar energi yang dihasilkan. http://www.chem-is-try.org/tanya_pakar/bagaimana_bahan_bakar_menghasilkan_ energi_dan_berapa_besar_energi_yang_dihasilkan. [1 Agustus 2010].
52
Rouhoullah H, Nahvi I, Emtiazi G, Abedinifar S. 2007. Mixed Sugar Fermentation by Pichia stipitis, Saccharomyces cerevisiae, and Isolated Xilose Fermenting Kluyveromyces marxianus And Their Culture. African Journal of Biotechnology 6 (9) :1110-1114. Runkel ROH, Wilke KD. 1951. Chemical composition and properties of wood heated at 140 °C to 200 °C in a closed system without free space. Holz Als Roh Und Werstoff 9 part II: 260- 270. Samsuri M, Gozan M, Mardias R, Baiquni M, Hermansyah H, Wijanarko A, Prasetya B, Nasikin M. 2007. Pemanfaatan selulosa bagas untuk produksi ethanol melalui sakarifikasi dan ferementasi serentak dengan enzim xilanase. Makara Teknologi 11: 17-24. Schempf NC. 1999. Economic Input-Output Life-Cycle Assessment of Asphalt versus Steel Reinforced Concrete for Pavement Construction. Pittsburgh: Posner Hall. SETAC. 1993. Guideliness for Life Cycle Assessment. Toxicology and Chemistry.
Belgium: Society of Environmental
Sierra R, Smith A, Grdana C, Holtzapple MT. 2008. Producing fuels and chemicals from lignocellulosic biomass. Sbe special edition: biofuels. http://www.aiche.org/SBE/Publication/Articles.aspx. [17 Oktober 2010]. Soemarno. 2007. Baku mutu lingkungan dan http://www.soemarno.wordpress.com/. [1 Desember 2010]
standardisasi
lingkungan.
Subekti H. 2006. Produksi etanol dari hidrolisat fraksi selulosa tongkol jagung oleh Saccharomyces cerevisiae [skripsi]. Bogor: Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Suhendri. 2008. Analisis Strategi Pengembangan Usaha Bioetanol Berbahan Baku Ubi Kayu (Manihot esculenta, Crantz) pada PT Panca Jaya Raharja, Sukabumi, Jawa Barat. Skripsi. IPB, Bogor. Sun Y, Cheng J. 2002. Hydrolysis of lignocellulosic materials for ethanol production: a review. Bioresour Technol 83 (1): 1-11. Sudradjat R. 2004. The Potential of Biomass Energy Resources in Indonesia for the Possible Development of Clean Technology Process (CTP). Proceedings (Complete Version) International Workshop on Biomass & Clean Fossil Fuel Power Plant Technology: Sustainable Energy Development & CDM, pp. 36-59. Tarigan A. 2009. Estimasi emisi kendaraan bermotor di beberapa ruas jalan kota medan [tesis]. Medan: Program Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara. UD Surya Teknik. 2010. Pompa air internasional. http://www.udsuryateknik.com/pompa-air-insinternasional.htm. [1 Agustus 2010] ULET. 2010. Faktor Emisi. http://ultrawomen.wordpress.com/. [11 Juli 2010]. United Nations Environmental Programme. 1996. Life cycle assessment: what it is and how to do it. http://UNEP.com/locate/biombioe. [11 Juli 2010]. Wahid MA. 2005. Pemanfaatan bio-ethanol sebagai bahan bakar kendaraan berbahan bakar premium. http://www.oocities.com/ markal_bppt/publish/biofbbm/ biwahid.pdf. [11 Juli 2010]. Whetten RW, MacKay JJ, Sederoff RR. 1998. Recent advances in understanding lignin biosynthesis. Annu Rev Plant Physiol Plant Mol Biol 49: 585-609. Whistler RL, Massak E. 1955. Enzymic hydrolysis of xylan. J Am Chem Soc 77: 1241-1243. Widodo TW, Asari A, Ana N dan Elita. 2003. Bio Energi Berbasis Jagung dan Pemanfaatan Limbahnya, R. Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian Serpong. Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian. http://www.p3tek.com/content/publikasi/2003/publikasi03.htm. [17 Februari 2010]. Wooley R, Ruth M, Glasner D, Sheehan J. 1999. Process design and costing of bioethanol technology: a tool for determining the status and direction of research and development. Biotechnol Prog 15(5): 794-803. Wyes Machinery Co., Ltd. 2010. Hammer mill quotation and milling system. http://www.wyes.cn. [1 Agustus 2010]
53
Xiao C, Bolton R, Pan WL. 2007. Lignin from rice straw kraft pulping: Effects on soil aggregation and chemical properties. Bioresour Tech 98(7): 1482-1488. Xu J, Thomsen MH, Thomsen AB. 2009. Pretreatment on corn stove with low concentration of formic acid. J Microbiol Biotechnol 10: 1-6. Yan L, Shuya T. 2006. Ethanol fermentation from biomass resources: Current state and prospects. Appl Microbiol Biotechnol 69(6): 627-642. Zabel RA, Morell JJ. 1992. Wood Microbiology: Decay and Its Prevention. California, Academic Press, Inc.
54
LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuesioner penelitian KUESIONER (LADANG JAGUNG) A. Identitas Responden 1. Nama 2. Jenis Kelamin 3. Umur 4. Alamat
: .................................................................................. : L/P : .............Tahun : ..................................................................................
B. Identitas Ladang 1. Lokasi 2. Luas 3... Kepemilikan 4. Pengairan 5. Bahan bakar diesel (*) 6. Peralatan yang digunakan 7. Kepemilikan alat 8. Bahan bakar alat (*) 9. Jumlah tenaga kerja
: .................................................................................. : ........... Ha : .................................................................................. : .................................................................................. : ............ Liter : .................................................................................. : .................................................................................. : .................................................................................. : ............. Orang
C. Tanaman Jagung 1. Periode tanam per tahun 2. Jenis/Varietas 3. Jenis pupuk (jumlah per periode tanam)
4. Jenis dan jumlah pestisida
: ............ Kali : .................................................................................. :1. .............................................................................. 2. .............................................................................. 3. .............................................................................. 4. .............................................................................. 5. .............................................................................. 6. .............................................................................. 7. .............................................................................. 8. .............................................................................. : ..................................................................................
D. Pemanfaatan Hasil dan Limbah 1. Jumlah panen per tahun : .............. kali 2. Berat per bagian per panen : a. Biji ( ...........kuintal) b. Tongkol ( ...........kuintal) ( ...........kuintal) c. Kelobot d. Daun ( ...........kuintal) e. Batang ( ...........kuintal) 3. Cara pengangkutan hasil : .................................................................................. 4. Jarak ladang-tempat : .......... Km penyimpanan 5. Penanganan pasca panen : a. Biji ( .................................................... ) b. Tongkol ( .................................................... ) c. Kelobot ( .................................................... ) d. Daun ( .................................................... ) e. Batang ( .................................................... ) 6. Lama pelapukan (*) : a. Tongkol ( .................................................... ) b. Kelobot ( .................................................... ) c. Daun ( .................................................... ) d. Batang ( .................................................... ) 7. Cara Pemipilan Jagung : a. Manual b. Mesin 8. Energi Mesin Pemipil : .................................................................................. Keterangan (*) = Optional
56
Lampiran 2. Keterangan jumlah dan spesifikasi alat-alat yang digunakan No 1
Nama Alat
Rancangan
Truk pengangkut (Sumber spesifikasi: hasil wawancara)
Spesifikasi
Jumlah
Kapasitas 600 kg/angkut; R1
kebutuhan bensin 1
3
liter/16 km Kapasitas 800 kg/angkut; R2
kebutuhan bensin 1
3
liter/14 km Kapasitas 600 kg/angkut; R3
kebutuhan bensin 1
3
liter/16 km Kapasitas 800 kg/angkut; R4
kebutuhan bensin 1
3
liter/14 km Kapasitas 600 kg/angkut; R5
kebutuhan bensin 1
3
liter/16 km Kapasitas 800 kg/angkut; R6
kebutuhan bensin 1
3
liter/14 km Kapasitas 400 kg/angkut; R7
kebutuhan bensin 1
3
liter/18 km Kapasitas 500 kg/angkut; R8
kebutuhan bensin 1
3
liter/17 km
2
Hammer mill (Sumber spesifikasi: Wyes Machinery Co., Ltd, 2010)
R1 - R8
Kapasitas 2,000 kg/jam, diesel 3.5 HP
1
57
Lampiran 2. Keterangan jumlah dan spesifikasi alat-Alat yang digunakan (Lanjutan) No 3
Nama Alat
Rancangan
Pompa air
Spesifikasi
Jumlah
Kapasitas 200
(Sumber spesifikasi: UD Surya Teknik, 2010
liter/menit (200 watt) 3 unit, kapasitas 1,000 R1
liter/menit (1,000 watt)
7
1 unit dan kapasitas 2,000 liter/menit (2,000 watt) 3 unit Kapasitas 200 liter/menit (200 watt) 3 unit, kapasitas 1,000 R2
liter/menit (1,000 watt)
7
1 unit dan kapasitas 2,000 liter/menit (2,000 watt) 3 unit Kapasitas 200 liter/menit (200 watt) 6 unit, kapasitas 1,000 R3
liter/menit (1,000 watt)
10
1 unit dan kapasitas 2,000 liter/menit (2,000 watt) 3 unit Kapasitas 200 liter/menit (200 watt) 6 unit, kapasitas 1,000 R4
liter/menit (1,000 watt)
10
1 unit dan kapasitas 2,000 liter/menit (2,000 watt) 3 unit
58
Lampiran 2. Keterangan jumlah dan spesifikasi alat-Alat yang digunakan (Lanjutan) No 3
Nama Alat
Rancangan
Pompa air
Spesifikasi
Jumlah
Kapasitas 200
(Sumber spesifikasi: UD Surya Teknik, 2010
liter/menit (200 watt) 6 unit, kapasitas 1,000 R5
liter/menit (1,000 watt)
10
1 unit dan kapasitas 2,000 liter/menit (2,000 watt) 3 unit Kapasitas 200 liter/menit (200 watt) 6 unit, kapasitas 1,000 R6
liter/menit (1,000 watt)
10
1 unit dan kapasitas 2,000 liter/menit (2,000 watt) 3 unit Kapasitas 200 liter/menit (200 watt) 6 unit, kapasitas 1,000 R7
liter/menit (1,000 watt)
10
1 unit dan kapasitas 2,000 liter/menit (2,000 watt) 3 unit Kapasitas 200 liter/menit (200 watt) 6 unit, kapasitas 1,000 R8
liter/menit (1,000 watt)
10
1 unit dan kapasitas 2,000 liter/menit (2,000 watt) 3 unit 4
Pengaduk Sumber spesifikasi: (CV Putra Manunggal Jaya, 2010)
1-5 liter (R1-R2) 1-5 liter (R3-R8)
100 rpm, 30 Watt
2
100 rpm, 30 Watt
4
59
Lampiran 2. Keterangan jumlah dan spesifikasi alat-Alat yang digunakan (Lanjutan) No 4
Nama Alat Pengaduk Sumber spesifikasi: (CV Putra Manunggal Jaya, 2010)
5
Drum kultur
Rancangan 20 liter (R1-R2) 20 liter (R3-R8) 200 liter (R1-R2) 200 liter (R3-R8) Kebutuhan starter (R1,R3,R5, R7,R8) Kebutuhan starter (R2,R4,R6) Kebutuhan Jamur (R-R2) Kebutuhan Jamur (R3,R4,R5) Kebutuhan Jamur (R6,R7,R8) Inkubasi (R1-R2) Inkubasi (R3-R8) Pre-hidrolisis Dan SSF (R1-R8) R1
Spesifikasi 100 rpm, 50 Watt
1
100 rpm, 50 Watt
2
100 rpm, 100 Watt
1
100 rpm, 100 Watt
2
100 rpm, 400 Watt
4
100 rpm, 450 Watt
4
0 Watt
0
100 rpm, 150 Watt
2
100 rpm, 300 Watt
2
0 Watt
0
150 Watt
4
100 Watt
16 8
R2 R3 R4 R5 R6
Jumlah
8 Bahan stainless steel, dilengkapi termometer, pengaduk dan pipa pengalir uap panas, batch
14 14 14 14
R7
14
R8
14
60
Lampiran 2. Keterangan jumlah dan spesifikasi alat-Alat yang digunakan (Lanjutan)
No 6
7
8
Nama Alat Tangki pemasakan
Rancangan
Jumlah
R1
4
R2
4
R3
Bahan stainless steel,
2
R4
dilengkapi termometer
2
R5
dan pipa pengalir uap
2
R6
panas, batch
2
R7
2
R8
2
Tangki sterilisasi
R1
0
dan inkubasi
R2
0
R3
Bahan stainless steel,
4
R4
dilengkapi termometer
4
R5
dan pipa pengalir uap
4
R6
panas, batch
4
R7
4
R8
4
Tangki
R1
8
hidrotermolisis
R2 R3 R4 R5 R6
9
Spesifikasi
8 Bahan stainless steel, dilengkapi termometer, mantel pemanas dan isolator panas asbes, batch
8 8 8 8
R7
8
R8
8
Tangki pre-hidrolisis
R1
16
dan SSF
R2
Bahan stainless steel,
16
R3
dilengkapi
16
R4
termometer,pengaduk,
16
R5
mantel pemanas dan
16
R6
isolator panas asbes,
16
R7
batch
16
R8
16
61
Lampiran 2. Keterangan jumlah dan spesifikasi alat-Alat yang digunakan (Lanjutan)
No 10
Nama Alat Tangki buffer
Rancangan
Spesifikasi
R1
4
R2
4
R3 R4 R5
11
Tangki pemurnian
4 Bahan stainless steel, dilengkapi termometer, batch
4 4
R7
4
R8
4
R1
4
R2
4
R4 R5
Boiler
4
R6
R3
12
Jumlah
4 Bahan stainless steel, dilengkapi termometer, batch
4 4
R6
4
R7
4
R8
4
R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8
1 Tipe pipa air dan api. Kapasitas produksi uap pemanas 6 kg/jam dengan kebutuhan air 36 liter/detik. Bahan bakar limbah padat dan kayu
1 1 1 1 1 1 1
62
Lampiran 3. Perhitungan energi pada tahap pengangkutan bahan baku Energi manusia Asumsi : 1. Pekerja berjenis kelamin laki-laki 2. Berat pekerja sama yaitu 65 kg 3. umur pekerja berada diantara 18 - 30 tahun Nilai PAL Alokasi Waktu (Jam) Rancangan
Berjalan Menyetir
membawa beban
Berdiri (Menunggu)
Energi yang Dikeluarkan (PAR1) Berjalan total
Menyetir
membawa beban
Berdiri (Menunggu)
Waktu x Energi yang Dikeluarkan Berjalan Menyetir
membawa beban
Berdiri (Menunggu)
Mean total
PAL2
R1
3.00
0.18
0.33
3.51
3.40
4.40
2.20
10.20
0.80
0.73
11.73
3.34
R2
3.00
0.24
0.33
3.57
3.40
4.40
1.40
10.20
1.05
0.47
11.72
3.28
R3
3.00
0.18
0.33
3.51
3.40
4.40
1.40
10.20
0.79
0.47
11.46
3.26
R4
3.00
0.24
0.33
3.57
3.40
4.40
1.40
10.20
1.04
0.47
11.71
3.28
R5
3.00
0.16
0.33
3.50
3.40
4.40
1.40
10.20
0.72
0.47
11.39
3.26
R6
3.00
0.22
0.33
3.55
3.40
4.40
1.40
10.20
0.95
0.47
11.62
3.27
R7
3.00
0.11
0.33
3.44
3.40
4.40
1.40
10.20
0.49
0.47
11.15
3.24
R8
3.00
0.15
0.33
3.48
3.40
4.40
1.40
10.20
0.64
0.47
11.31
3.25
63
Lampiran 3.
Perhitungan energi pada tahap pengangkutan bahan baku (Lanjutan)
Nilai TEE Perhitungan
Nilai
Satuan
BMR dalam 1 hari
7.02
MJ/hari
FAO, 2001
BMR dalam 1 jam
0.29
MJ/jam
FAO, 2001
Alokasi Waktu
PAL
R1
3.51
R2
3.57
R3
3.51
R4
3.57
R5
3.50
R6
3.55
R7
3.44
R8
3.48
R1
3.34
R2
3.28
R3
3.26
R4
3.28
R5
3.26
R6
3.27
R7
3.24
R8
3.25
Banyaknya pekerja
TEE
3 R1
10.29
R2
10.28
R3
10.05
R4
10.28
R5
9.99
R6
10.19
R7
9.79
R8
9.92
Keterangan
Jam
Orang
MegaJoule
BMR dalam 1 jam x waktu kerja x PAL
64
Lampiran 3. Perhitungan energi pada tahap pengangkutan bahan baku (Lanjutan) Energi truk Perhitungan
Nilai
Satuan
Jarak tempuh
120.00
Kilometer
Kecepatan
40.00
Kilometer/jam
Waktu tempuh
3.00
Jam
Kebutuhan solar
Energi truk
Keterangan
Jarak tempuh/kecepatan
R1
22.50
1 liter untuk 16 km
R2
25.71
1 liter untuk 14 km
R3
22.50
1 liter untuk 16 km
R4
25.71
R5
22.50
R6
25.71
1 liter untuk 14 km
R7
20.00
1 liter untuk 18 km
R8
21.18
1 liter untuk 17 km
R1
868.50
R2
992.57
R3
868.50
R4
992.57
R5
868.50
R6
992.57
R7
772.00
R8
817.41
Liter
MJ
1 liter untuk 14 km 1 liter untuk 16 km
1 liter = 38,6 MJ*
Keterangan: Kebutuhan solar sesuai dengan spesifikasi truk * Rahayu (2009)
65
Lampiran 4. Perhitungan energi pada boiler Kebutuhan uap Persiapan bahan
Perlakuan awal
(kg)
bahan (kg)
R1
3.14
724.18
17.05
23,450.16
24,194.52
R2
3.90
953.68
14.15
32,490.80
33,462.53
R3
9.00
632.29
15.40
23,450.16
24,061.52
R4
10.74
822.34
12.96
32,490.80
33,281.59
R5
10.51
602.06
15.40
23,450.16
24,032.80
R6
12.44
783.39
13.64
32,490.80
33,245.01
R7
11.49
490.92
13.67
23,450.16
23,859.41
R8
13.44
636.39
11.65
32,490.80
33,019.85
Total kebutuhan
Energi panas yang
Penggunaan
Penggunaan
uap pemanas m
dibutuhkan
kayu
limbah padat
(kg)
Q (kj)= (m x ) /
m(kg)
m(kg)
R1
24,194.52
58,999,934.87
58,999.93
165.27
1,439.02
R2
33,462.53
81,600,572.47
81,600.57
228.57
1,990.26
R3
24,061.52
58,675,605.47
58,675.61
164.36
1,431.11
R4
33,281.59
81,159,350.73
81,159.35
227.34
1,979.50
R5
24,032.80
58,605,568.20
58,605.57
164.16
1,429.40
R6
33,245.01
81,070,148.88
81,070.15
227.09
1,977.32
R7
23,859.41
58,182,728.22
58,182.73
162.98
1,419.09
R8
33,019.85
80,521,064.23
80,521.06
225.55
1,963.93
Rancangan
SSF (kg)
Pemurnian (kg)
Total (kg)
Energi mesin
Rancangan
Keterangan : (kalor bersih uap pemanas) (efisiensi alat) Penggunaan kayu Peggunaan limbah padat Energi kayu bakar Energi LTJ
Energi panas yang dibutuhkan Q (MJ)
= 2,414.18 Kj/kg = 95% = 10% dari kebutuhan energi = 90% dari kebutuhan energi = 35.70 MJ/kg (Hasan, 2010) = 36.90 MJ/kg (Hasan, 2010)
66
Lampiran 4. Perhitungan energi pada boiler (Lanjutan) Energi manusia Asumsi : 1. Pekerja berjenis kelamin laki-laki 2. Berat pekerja sama yaitu 65 kg 3. Umur pekerja berada diantara 18 - 30 tahun Nilai PAL pekerja Alokasi Waktu (Jam) Rancangan
Pemindahan limbah
Energi yang Dikeluarkan (PAR1)
Berjalan, mengangkut
Total
limbah
Pemindahan limbah
Berjalan, mengangkut limbah
Waktu x Energi yang Dikeluarkan Pemindahan limbah
Berjalan, mengangkut
Total
Mean PAL2
limbah
R1
0.22
0.20
0.42
4.10
4.40
0.91
0.88
1.79
4.24
R2
0.31
0.28
0.59
4.10
4.40
1.26
1.22
2.48
4.24
R3
0.22
0.20
0.42
4.10
4.40
0.91
0.88
1.78
4.24
R4
0.31
0.28
0.58
4.10
4.40
1.26
1.21
2.47
4.24
R5
0.22
0.20
0.42
4.10
4.40
0.91
0.88
1.78
4.24
R6
0.31
0.28
0.58
4.10
4.40
1.25
1.21
2.47
4.24
R7
0.22
0.20
0.42
4.10
4.40
0.90
0.87
1.77
4.24
R8
0.30
0.27
0.58
4.10
4.40
1.25
1.20
2.45
4.24
67
Lampiran 4. Perhitungan energi pada boiler (Lanjutan) Nilai TEE Perhitungan
Nilai
Satuan
BMR dalam 1 hari
7.02
MJ/hari
FAO, 2001
BMR dalam 1 jam
0.29
MJ/jam
FAO, 2001
Alokasi Waktu
PAL
R1
0.42
R2
0.59
R3
0.42
R4
0.58
R5
0.42
R6
0.58
R7
0.42
R8
0.58
R1
4.24
R2
4.24
R3
4.24
R4
4.24
R5
4.24
R6
4.24
R7
4.24
R8
4.24
Banyaknya pekerja
TEE
1 R1
0.53
R2
0.73
R3
0.52
R4
0.72
R5
0.52
R6
0.72
R7
0.52
R8
0.72
Keterangan
Jam
Orang
MegaJoule
BMR dalam 1 jam x waktu kerja x PAL
68
Lampiran 5. Perhitungan Penggunaan Energi Listrik Pompa (Watt) Rancangan
200
1,000
Pengaduk (Watt) 2,000
Pembibitan Pembibitan Pembibitan
liter/menit liter/menit liter/menit
1-5 liter
20 liter
200 liter
R1
82,963.34 31,090.66 222,419.04
1,440.00
1,200.00
R2
112,119.83 41,011.30 267,358.25
1,440.00
R3
Total Konsumsi Energi
Pembibitan Pembibitan kebutuhan kebutuhan
Inkubasi
Pre-hidrolisis dan SSF
Watt
KWh
MJ
jamur
starter
2,400.00
0.00
38,400.00
0.00
115,200.00
495,113.03 495.11 1,782.41
1,200.00
2,400.00
0.00
43,200.00
0.00
76,800.00
545,529.37 545.53 1,963.91
81,501.21 26,962.44 253,405.06 11,520.00
9,600.00
19,200.00 50,400.00 38,400.00 100,800.00 115,200.00
706,988.71 706.99 2,545.16
R4
109,732.59 35,554.86 334,219.91 11,520.00
9,600.00
19,200.00 50,400.00 43,200.00 100,800.00
76,800.00
791,027.36 791.03 2,847.70
R5
81,783.38 27,533.68 232,884.30 11,520.00
9,600.00
19,200.00 50,400.00 38,400.00 100,800.00 115,200.00
687,321.36 687.32 2,474.36
R6
110,078.74 36,281.53 306,929.63 11,520.00
9,600.00
19,200.00 100,800.00 43,200.00 100,800.00
76,800.00
815,209.89 815.21 2,934.76
R7
67,048.42 21,934.00 157,655.60 11,520.00
9,600.00
19,200.00 100,800.00 38,400.00 100,800.00 115,200.00
642,158.02 642.16 2,311.77
R8
90,240.70 28,932.30 207,981.68 11,520.00
9,600.00
19,200.00 100,800.00 38,400.00 100,800.00
684,274.68 684.27 2,463.39
Keterangan : 1 Watt = 0.001 KWh 1 Watt = 0.004 MJ Kebutuhan watt sesuai dengan spesifikasi alat
76,800.00
69
Lampiran 6. Energi manusia pada tahap persiapan bahan Pembiakan Jamur Asumsi : 1. Pekerja berjenis kelamin laki-laki 2. Berat pekerja sama yaitu 65 kg 3. umur pekerja berada diantara 18 - 30 tahun Nilai PAL seluruh pekerja Alokasi Waktu Energi yang Dikeluarkan Rancangan
(Jam) Berjalan, mengontrol
1
(PAR )
Waktu x Energi yang Dikeluarkan
Berjalan, mengontrol
Berjalan
Mean PAL2
R1
0.00
0.00
0.00
0.00
R2
0.00
0.00
0.00
0.00
R3
1.50
3.20
4.80
3.20
R4
1.50
3.20
4.80
3.20
R5
1.50
3.20
4.80
3.20
R6
1.50
3.20
4.80
3.20
R7
1.50
3.20
4.80
3.20
R8
1.50
3.20
4.80
3.20
70
Lampiran 6. Energi manusia pada tahap persiapan bahan (Lanjutan) Pembiakan Jamur Nilai TEE Perhitungan
Nilai
Satuan
BMR dalam 1 hari
7.02
MJ/hari
FAO, 2001
BMR dalam 1 jam
0.29
MJ/jam
FAO, 2001
R1
0.00
R2
0.00
R3
1.50
Alokasi
R4
1.50
Waktu
R5
1.50
R6
1.50
R7
1.50
R8
1.50
R1
0.00
R2
0.00
R3
3.20
R4
3.20
R5
3.20
R6
3.20
R7
3.20
R8
3.20
PAL
Banyaknya pekerja
TEE
1
R1
0.00
R2
0.00
R3
1.40
R4
1.40
R5
1.40
R6
1.40
R7
1.40
R8
1.40
Keterangan
Jam
Orang
BMR dalam 1 jam x MJ
waktu kerja x PAL x banyaknya pekerja
71
Lampiran 6. Energi manusia pada tahap persiapan bahan (Lanjutan) Pembiakan Starter Asumsi : 1. Pekerja berjenis kelamin laki-laki 2. Berat pekerja sama yaitu 65 kg 3. umur pekerja berada diantara 18 - 30 tahun Nilai PAL seluruh pekerja Alokasi Waktu Energi yang Dikeluarkan Rancangan
(Jam) Berjalan, mengontrol
1
Waktu x Energi yang
(PAR )
Dikeluarkan
Berjalan, mengontrol
Berjalan
Mean PAL2
R1
2.00
3.20
6.40
3.20
R2
2.00
3.20
6.40
3.20
R3
2.00
3.20
6.40
3.20
R4
2.00
3.20
6.40
3.20
R5
2.00
3.20
6.40
3.20
R6
2.00
3.20
6.40
3.20
R7
2.00
3.20
6.40
3.20
R8
2.00
3.20
6.40
3.20
72
Lampiran 6. Energi manusia pada tahap persiapan bahan (Lanjutan) Pembiakan starter Nilai TEE Perhitungan
Nilai
Satuan
BMR dalam 1 hari
7.02
MJ/hari
FAO, 2001
BMR dalam 1 jam
0.29
MJ/jam
FAO, 2001
R1
2.00
R2
2.00
R3
2.00
Alokasi
R4
2.00
Waktu
R5
2.00
R6
2.00
R7
2.00
R8
2.00
R1
3.20
R2
3.20
R3
3.20
R4
3.20
R5
3.20
R6
3.20
R7
3.20
R8
3.20
PAL
Banyaknya pekerja
TEE
1
R1
1.87
R2
1.87
R3
1.87
R4
1.87
R5
1.87
R6
1.87
R7
1.87
R8
1.87
Keterangan
Jam
Orang
MegaJoule
BMR dalam 1 jam x waktu kerja x PAL
73
Lampiran 6. Energi manusia pada tahap persiapan bahan (Lanjutan) Penghancuran bahan Asumsi : 1. Pekerja berjenis kelamin laki-laki 2. Berat pekerja sama yaitu 65 kg 3. umur pekerja berada diantara 18 - 30 tahun Nilai PAL 1 0rang/2000 kg Energi yang Kegiatan Utama Alokasi Waktu Dikeluarkan yang Dilakukan (Jam) (PAR1)
Waktu x Energi yang Dikeluarkan
Mean PAL2
Berdiri, memasukkan
1.00
3.40
3.40
0.28
4.40
1.22
jagung Mengangkut jagung hasil pipilan Total
1.28
4.62
3.62
74
Lampiran 6. Energi manusia pada tahap persiapan bahan (Lanjutan) Penghancuran bahan Nilai TEE Perhitungan
Nilai
Satuan
BMR dalam 1 hari
7.02
MJ/hari
FAO, 2001
BMR dalam 1 jam
0.29
MJ/jam
FAO, 2001
Alokasi Waktu
PAL
R1
2.08
R2
2.74
R3
2.07
R4
2.73
R5
1.88
R6
2.48
R7
1.27
R8
1.68
R1
5.89
R2
7.76
R3
5.85
R4
7.72
R5
5.34
R6
7.03
R7
3.61
R8
4.76
Banyaknya pekerja
TEE
1 R1
3.58
R2
6.23
R3
3.54
R4
6.15
R5
2.94
R6
5.11
R7
1.34
R8
2.34
Keterangan
(Berat yang harus Jam
dihancurkan x waktu untuk 2000 kg) / 2000 kg
(Waktu yang dibutuhkan x PAL 1500 kg) / waktu untuk 1500 kg
Orang
BMR dalam 1 jam x waktu kerja MegaJoule
x PAL x banyaknya pekerja
75
Lampiran 7. Energi mesin pada tahap persiapan bahan Perhitungan
Nilai
Satuan
Kebutuhan tenaga
3.50
HP
Konversi
9.38
MJ
1 HP = 2,68 MJ
Konversi
2.63
KWh
1 HP = 0,75 kWh
Dasar jumlah solar yang dibutuhkan mesin
0.24
Liter/jam
R1
1.63
R2
2.15
R3
1.62
R4
2.13
R5
1.48
R6
1.94
R7
1.00
R8
1.32
R1
0.40
R2
0.52
R3
0.39
R4
0.52
R5
0.36
R6
0.47
R7
0.24
R8
0.32
R1
15.26
R2
20.13
R3
15.17
R4
20.01
R5
13.84
R6
18.23
R7
9.35
R8
12.34
Alokasi Waktu
Keterangan
Jam
Kebutuhan solar
Liter
Energi mesin
MegaJoule
1 liter = 38,6 MJ
* Rahayu (2009)
76
Lampiran 8. Kebutuhan uap panas pada tahap persiapan bahan Pembiakan Jamur Luas Permukaan Pembiakan Rancangan
2
A (m )=
Tahanan Konveksi R1 (°C/W)=
Kebutuhan
Tahanan Konduksi Stainless Steel R2 (°C/W)=
Tahanan
Jumlah Kalor
Konduksi Asbes
q (W)=
R3 (°C/W)=
∆T/(R1+R2+
∆x/(kxA)
R3)
Kebutuhan
Kebutuhan
kalor per hari q energi panas Q (kj)= W x 3,6
(kj)= q/
Uap Pemanas per hari m (kg/hari)=
Jumlah alat (unit)
Hari pemakaian (hari)
Jumlah uap pemanas yang dibutuhkan
2xxrx(r+t)
1/(xA)
1 liter
0.03
9.91E-03
1.42E-02
1.42E+00
3.47
12.51
12.63
0.01
1
7
0.04
5 liter
0.11
2.91E-03
4.16E-03
4.16E-01
11.81
42.52
42.95
0.02
1
7
0.12
20 liter
0.32
1.06E-03
1.51E-03
1.51E-01
32.57
117.27
118.45
0.05
1
7
0.34
R1
1.48
2.26E-04
3.22E-04
3.22E-02
152.45
548.82
554.36
0.23
1
7
1.61
R2
0.00
0.00E+00
0.00E+00
0.00E+00
0.00
0.00
0.00
0.00
0
7
0.00
R3
0.00
0.00E+00
0.00E+00
0.00E+00
0.00
0.00
0.00
0.00
0
7
0.00
Kebutuhan
R4
2.33
1.43E-04
2.04E-04
2.04E-02
240.50
865.80
874.54
0.36
2
7
5.07
jamur
R5
2.95
1.13E-04
1.61E-04
1.61E-02
304.63
1,096.68
1,107.76
0.46
2
7
6.42
R6
2.95
1.13E-04
1.61E-04
1.61E-02
304.63
1,096.68
1,107.76
0.46
2
7
6.42
R7
3.62
9.20E-05
1.31E-04
1.31E-02
374.11
1,346.80
1,360.40
0.56
2
7
7.89
R8
3.98
8.38E-05
1.20E-04
1.20E-02
410.85
1,479.07
1,494.01
0.62
2
7
8.66
Keterangan : Kalor bersih uap pemanas () Koefisien pindah panas bahan stainless steel (h) Konduktivitas panas stainless steel (k) Efisiensi alat () Literatur perhitungan: Peavy, et al. (2002)
∆x/(kxA)
= 2,414.180 Kj/kg = 3,000.000 W/m2 °C = 21.00 W/m2 °C = 95%
Q/
Tabal tangki (∆x) Perbedaan suhu pada pembiakan jamur (∆T) Konduktivitas panas asbes (k)
= 0.01 Meter = 8.00°C = 0,21 W/m2 °C
alat m (kg)
77
Lampiran 8. Kebutuhan uap panas pada tahap persiapan bahan (Lanjutan) Pembiakan Starter Luas Permukaan Pembiakan Rancangan
2
A (m )=
Tahanan Konveksi R1 (°C/W)=
Tahanan
Tahanan
Konduksi
Konduksi
Stainless Steel
Asbes
R2 (°C/W)=
R3 (°C/W)=
∆x/(kxA)
∆x/(kxA)
Jumlah Kalor q (W)= ∆T/(R1+R2+ R3)
Kebutuhan
Kebutuhan
kalor per hari q energi panas Q (kj)= W x 3,6
(kj)= q/
Kebutuhan Uap Pemanas Jumlah per hari m
alat (unit)
pemakaian (hari)
Jumlah uap pemanas yang dibutuhkan alat m (kg)
2xxrx(r+t)
1/(xA)
1 liter
0.03
9.91E-03
1.42E-02
1.42E+00
3.47
12.51
12.63
0.01
1
1
0.01
5 liter
0.11
2.91E-03
4.16E-03
4.16E-01
11.81
42.52
42.95
0.02
1
1
0.02
20 liter
0.32
1.06E-03
1.51E-03
1.51E-01
32.57
117.27
118.45
0.05
1
1
0.05
200 liter
1.48
2.26E-04
3.22E-04
3.22E-02
152.45
548.82
554.36
0.23
1
1
0.23
R1
5.36
6.22E-05
8.89E-05
8.89E-03
553.15
1,991.34
2,011.45
0.83
4
1
3.33
R2
6.66
5.01E-05
7.15E-05
7.15E-03
687.43
2,474.74
2,499.74
1.04
4
1
4.14
R3
4.95
6.73E-05
9.62E-05
9.62E-03
511.06
1,839.82
1,858.41
0.77
4
1
3.08
Kebutuhan
R4
5.78
5.77E-05
8.24E-05
8.24E-03
596.57
2,147.66
2,169.36
0.90
4
1
3.59
jamur
R5
4.95
6.73E-05
9.62E-05
9.62E-03
511.06
1,839.82
1,858.41
0.77
4
1
3.08
R6
6.21
5.37E-05
7.67E-05
7.67E-03
641.33
2,308.80
2,332.12
0.97
4
1
3.86
R7
4.56
7.32E-05
1.05E-04
1.05E-02
470.31
1,693.12
1,710.22
0.71
4
1
2.83
R8
5.36
6.22E-05
8.89E-05
8.89E-03
553.15
1,991.34
2,011.45
0.83
4
1
3.33
Keterangan : Kalor bersih uap pemanas () Koefisien pindah panas bahan stainless steel (h) Konduktivitas panas stainless steel (k) Konduktivitas panas asbes (k) Literatur perhitungan: Peavy, et al. (2002)
= 2,414.18 Kj/kg = 3,000.000 W/m2 °C = 21.00 W/m2 °C = 0.21 W/m2 °C
Tabal tangki (∆x) Perbedaan suhu pada pembiakan starter (∆T) Efisiensi alat ()
(kg/hari)= Q/
Hari
= 0.01 Meter = 8.0°C = 95%
78
Lampiran 9. Energi manusia pada tahap delignifikasi Penghancuran bahan Asumsi : 1. Pekerja berjenis kelamin laki-laki 2. Berat pekerja sama yaitu 65 kg 3. umur pekerja berada diantara 18 - 30 tahun Nilai PAL seluruh pekerja Energi yang Dikeluarkan (PAR1)
Alokasi Waktu (Jam) Melakukan Rancangan
Berdiri, memasukkan bahan
Berjalan, Mengontrol
Melakukan
pekerjaan ringan
Waktu x Energi yang Dikeluarkan
Berdiri, total
(membuka
memasukkan bahan
Berjalan, Mengontrol
katup, dll)
Melakukan
pekerjaan
Berdiri,
ringan
memasukkan
(membuka
bahan
Berjalan, Mengontrol
katup, dll)
Mean
pekerjaan ringan
total
PAL2
(membuka katup, dll)
R1
0.49
0.33
0.33
1.15
3.40
3.20
1.40
1.66
1.07
0.47
3.19
2.76
R2
0.64
0.33
0.33
1.31
3.40
3.20
1.40
2.18
1.07
0.47
3.72
2.84
R3
0.45
0.17
0.67
1.28
3.40
3.20
1.40
1.53
0.53
0.93
2.99
2.33
R4
0.59
0.17
0.67
1.43
3.40
3.20
1.40
2.01
0.53
0.93
3.48
2.44
R5
0.41
0.17
0.67
1.24
3.40
3.20
1.40
1.39
0.53
0.93
2.86
2.30
R6
0.54
0.17
0.67
1.37
3.40
3.20
1.40
1.84
0.53
0.93
3.30
2.40
R7
0.28
0.17
0.67
1.11
3.40
3.20
1.40
0.94
0.53
0.93
2.41
2.17
R8
0.37
0.17
0.67
1.20
3.40
3.20
1.40
1.24
0.53
0.93
2.71
2.26
79
Lampiran 9. Energi manusia pada tahap delignifikasi (Lanjutan) Nilai TEE Perhitungan
Nilai
Satuan
BMR dalam 1 hari
7.02
MJ/hari
FAO, 2001
BMR dalam 1 jam
0.29
MJ/jam
FAO, 2001
Alokasi Waktu
PAL
R1
1.15
R2
1.31
R3
1.28
R4
1.43
R5
1.24
R6
1.37
R7
1.11
R8
1.20
R1
2.76
R2
2.84
R3
2.33
R4
2.44
R5
2.30
R6
2.40
R7
2.17
R8
2.26
Banyaknya pekerja
TEE
1 R1
0.93
R2
1.09
R3
0.88
R4
1.02
R5
0.84
R6
0.97
R7
0.70
R8
0.79
Keterangan
Jam
Orang
MegaJoule
BMR dalam 1 jam x waktu kerja x PAL
80
Lampiran 10. Kebutuhan uap panas pada tahap delignifikasi Tangki Pemasakkan Rancangan
Energi panas yang
Jumlah uap pemanas yang
dibutuhkan
dibutuhkan
Q (kj)= (m x Cp x ∆T)/
m (kg)= Q /
Massa Bahan per Hari m (kg)
R1
21,745.31
1,675,814.92
694.15
R2
28,679.97
2,210,237.97
915.52
R3
16,273.12
1,254,097.40
519.47
R4
21,481.45
1,655,480.21
685.73
R5
15,528.82
1,196,737.27
495.71
R6
20,483.11
1,578,542.83
653.86
R7
10,588.01
815,970.77
337.99
R8
13,975.36
1,077,018.91
446.12
Keterangan: Koefisien pindah panas bahan (Cp) Perbedaan suhu pada pemasakkan (jalur biologis) (∆T) Perbedaan suhu pada pemasakkan (jalur kimiawi) (∆T) Efisiensi alat ( Kalor bersih uap pemanas () Literatur perhitungan: Peavy, et al. (2002)
= 1.54 Kj/kg °C = 49.60°C = 75.00°C 95% = 2,414.18 Kj/kg
81
Lampiran 10. Kebutuhan uap panas pada tahap delignifikasi (Lanjutan) Tangki sterilisasi Tahanan
Rancangan
Luas
Tahanan
Konduksi
permukaan
konveksi
Stainless
A (m2)=
R1 (°C/W)=
Steel
2xxrx(r+t)
1/(hxA)
R2 (°C/W)= ∆x/(kxA)
Kebutuhan
Tahanan Konduksi
Jumlah kalor
Asbes
q (W)=
R3 (°C/W)= ∆T/(R1+R2+R3) ∆x/(kxA)
Kebutuhan kalor per hari q (kj)= Wx3,6
Kebutuhan
Jumlah uap
Uap Pemanas Jumlah Jumlah hari pemanas yang
energi panas
per hari
alat
pemakaian
dibutuhkan
Q (kj)= q/
m (kg/hari)=
(unit)
(Hari)
alat m (kg)
Q/
R1
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
R2
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
R3
6.47
5.15E-05
7.36E-05
7.36E-03
2,939.44
10,581.99
10,688.88
4.43
4
0.01
0.25
R4
7.89
4.23E-05
6.04E-05
6.04E-03
3,583.18
12,899.44
13,029.74
5.40
4
0.01
0.30
R5
6.47
5.15E-05
7.36E-05
7.36E-03
2,939.44
10,581.99
10,688.88
4.43
4
0.01
0.25
R6
7.89
4.23E-05
6.04E-05
6.04E-03
3,583.18
12,899.44
13,029.74
5.40
4
0.01
0.30
R7
5.59
5.96E-05
8.52E-05
8.52E-03
2,539.68
9,142.84
9,235.19
3.83
4
0.01
0.21
R8
6.93
4.81E-05
6.87E-05
6.87E-03
3,148.14
11,333.31
11,447.79
4.74
4
0.01
0.26
Keterangan: Koefisien pindah panas bahan (Cp) Koefisien pindah panas bahan stainless steel (h) Konduktivitas panas stainless steel (k) Kalor bersih uap pemanas () Literatur perhitungan: Peavy, et al. (2002)
= 1.54 Kj/kg °C = 3,000.00 W/m2 °C = 21.00 W/m2 °C = 2,414.18 Kj/kg
Efisiensi alat ( Tabal tangki (∆x) Perbedaan suhu pada sterilisasi (∆T) Konduktivitas panas asbes (k)
95% = 0.01 Meter = 21.00°C = 0.21 W/m2 °C
82
Lampiran 10. Kebutuhan uap panas pada tahap delignifikasi (Lanjutan) Tangki inkubasi Luas permukaan Rancangan
2
A (m )=
Tahanan konveksi R1 (°C/W)=
2xxrx(r+t)
1/(hxA)
R1
0.00
R2
Kebutuhan
Tahanan
Tahanan
Konduksi
Konduksi
Jumlah kalor
kalor per
Kebutuhan
Stainless Steel
Asbes
q (W)=
hari
energi panas
per hari m
alat
pemakaian
q (kj)=
Q (kj)= q/
(kg/hari)=
(unit)
(hari)
R2 (°C/W)=
Kebutuhan
R3 (°C/W)= ∆T/(R1+R2+R3)
Uap Pemanas Jumlah
Hari
Jumlah uap pemanas yang dibutuhkan alat m (kg)
∆x/(kxA)
∆x/(kxA)
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
R3
6.47
5.15E-05
7.36E-05
7.36E-03
1,068.89
3,848.00
3,886.86
1.61
4
7
45.08
R4
7.89
4.23E-05
6.04E-05
6.04E-03
1,302.97
4,690.71
4,738.09
1.96
4
7
54.95
R5
6.47
5.15E-05
7.36E-05
7.36E-03
1,068.89
3,848.00
3,886.86
1.61
4
7
45.08
R6
7.89
4.23E-05
6.04E-05
6.04E-03
1,302.97
4,690.71
4,738.09
1.96
4
7
54.95
R7
5.59
5.96E-05
8.52E-05
8.52E-03
2,528.13
9,101.28
9,193.21
3.81
4
7
106.62
R8
6.93
4.81E-05
6.87E-05
6.87E-03
3,133.83
11,281.79
11,395.75
4.72
4
7
132.17
Keterangan: Koefisien pindah panas bahan (Cp) Koefisien pindah panas bahan stainless steel (h) Konduktivitas panas stainless steel (k) Perbedaan suhu pada inkubasi (∆T) R3 sampai R6 Perbedaan suhu pada inkubasi (∆T) R7 sampai R8 Literatur perhitungan: Peavy, et al. (2002)
= 1.54 Kj/kg °C = 3,000.00 W/m2 °C = 21.00 W/m2 °C = 5.00°C = 18.90°C
Wx3,6
Q/
Efisiensi alat ( Tabal tangki (∆x) Konduktivitas panas asbes (k) Kalor bersih uap pemanas ()
95% = 0.01 Meter = 0.210 W/m2 °C = 2.414.18 Kj/kg
83
Lampiran 11. Energi manusia pada tahap hidrotermal I dan II Asumsi : 1. Pekerja berjenis kelamin laki-laki 2. Berat pekerja sama yaitu 65 kg 3. umur pekerja berada diantara 18 - 30 tahun Nilai PAL seluruh pekerja Alokasi Waktu (Jam) Rancangan
Melakukan pekerjaan ringan (membuka katup, dll)
Berjalan, mengontrol
Energi yang Dikeluarkan (PAR1) Melakukan pekerjaan total
ringan (membuka katup, dll)
Berjalan, mengontrol
Waktu x Energi yang Dikeluarkan Melakukan pekerjaan ringan (membuka katup, dll)
Berjalan, mengontrol
Mean PAL2 total
R1
0.33
1.33
1.67
1.40
3.20
0.47
1.07
1.53
0.92
R2
0.33
1.33
1.67
1.40
3.20
0.47
1.07
1.53
0.92
R3
0.67
1.33
2.00
1.40
3.20
0.93
2.13
3.07
1.53
R4
0.67
1.33
2.00
1.40
3.20
0.93
2.13
3.07
1.53
R5
0.67
1.33
2.00
1.40
3.20
0.93
2.13
3.07
1.53
R6
0.67
1.33
2.00
1.40
3.20
0.93
2.13
3.07
1.53
R7
0.67
1.33
2.00
1.40
3.20
0.93
2.13
3.07
1.53
R8
0.67
1.33
2.00
1.40
3.20
0.93
2.13
3.07
1.53
84
Lampiran 11. Energi manusia pada tahap hidrotermal I dan II (Lanjutan) Nilai TEE Perhitungan
Nilai
Satuan
BMR dalam 1 hari
7.02
MJ/hari
FAO, 2001
BMR dalam 1 jam
0.29
MJ/jam
FAO, 2001
Alokasi Waktu
PAL
R1
0.33
R2
0.33
R3
0.67
R4
0.67
R5
0.67
R6
0.67
R7
0.67
R8
0.67
R1
1.40
R2
1.40
R3
1.40
R4
1.40
R5
1.40
R6
1.40
R7
1.40
R8
1.40
Banyaknya pekerja
TEE
1 R1
0.14
R2
0.14
R3
0.27
R4
0.27
R5
0.27
R6
0.27
R7
0.27
R8
0.27
Keterangan
Jam
Orang
MegaJoule
BMR dalam 1 jam x waktu kerja x PAL
85
Lampiran 12. Kebutuhan uap panas pada tahap hidrotermal Hidrotermal I Tahanan Luas permukaan Rancangan
2
A (m )= 2xxrx(r+t)
Tahanan
Konduksi
konveksi
Stainless
R1 (°C/W)=
Steel
1/(hxA)
R2 (°C/W)= ∆x/(kxA)
Kebutuhan
Tahanan Konduksi
Jumlah kalor
Asbes
q (W)=
Kebutuhan
Kebutuhan
kalor per hari energi panas Q
R3 (°C/W)= ∆T/(R1+R2+R3) q (kj)= Wx3,6
(kj) = q/
∆x/(kxA)
Uap Pemanas Jumlah
Hari
per hari
alat
Pemakaian
m (kg/hari)=
(unit)
(Hari)
Q/
Jumlah uap pemanas yang dibutuhkan alat m (kg)
R1
10.87
3.07E-05
4.38E-05
4.38E-03
25,485.92
91,749.30
92,676.06
38.39
8
0.1
25.59
R2
13.81
2.41E-05
3.45E-05
3.45E-03
32,388.35
116,598.07
117,775.83
48.79
8
0.1
32.52
R3
11.60
2.87E-05
4.11E-05
4.11E-03
28,899.30
104,037.49
105,088.38
43.53
8
0.2
58.04
R4
13.98
2.38E-05
3.41E-05
3.41E-03
34,833.98
125,402.34
126,669.03
52.47
8
0.2
69.96
R5
10.48
3.18E-05
4.54E-05
4.54E-03
26,125.49
94,051.75
95,001.77
39.35
8
0.2
52.47
R6
12.76
2.61E-05
3.73E-05
3.73E-03
31,802.14
114,487.69
115,644.13
47.90
8
0.2
63.87
R7
7.93
4.21E-05
6.01E-05
6.01E-03
19,732.63
71,037.48
71,755.03
29.72
8
0.2
39.63
R8
9.95
3.35E-05
4.79E-05
4.79E-03
24,758.41
89,130.29
90,030.60
37.29
8
0.2
49.72
Keterangan: Koefisien pindah panas bahan stainless steel (h) Konduktivitas panas stainless steel (k) Perbedaan suhu pada Hidrotermal I R1 dan R2 (∆T) Perbedaan suhu pada Hidrotermal I R3 dan R6 (∆T) Perbedaan suhu pada Hidrotermal I R7 dan R8 (∆T) Literatur perhitungan: Peavy, et al. (2002)
= 3,000.00 W/m2 °C = 21.00 W/m2 °C = 46.40°C = 91.00°C = 77.10°C
Efisiensi alat ( Tabal tangki (∆x) Konduktivitas panas asbes (k) Kalor bersih uap pemanas ()
95% = 0.01 Meter = 0.21 W/m2 °C = 2.414.18 Kj/kg
86
Lampiran 12. Kebutuhan uap panas pada tahap hidrotermal (Lanjutan) Hidrotermal II Kebutuhan
Rancangan
Luas
Tahanan
Tahanan
Tahanan
permukaan
konveksi
Konduksi
Konduksi
A (m2)=
R1 (°C/W)=
R2 (°C/W)=
R3 (°C/W)=
2xxrx(r+t)
1/(hxA)
∆x/(kxA)
∆x/(kxA)
Jumlah kalor
Kebutuhan
q (W)=
kalor per hari
∆T/(R1+R2+R3) q (kj)= Wx3,6
Kebutuhan
Uap
energi
Pemanas per
panas
hari
Q (kj)= q/ m (kg/hari)=
Jumlah uap Jumlah
Hari
pemanas yang
alat
Pemakaian
dibutuhkan
(unit)
(Hari)
alat m (kg)
Q/ R1
10.87
3.07E-05
4.38E-05
4.38E-03
13,243.52
47,676.67
48,158.25
19.95
1
2.78.E-02
4.43
R2
13.81
2.41E-05
3.45E-05
3.45E-03
16,830.31
60,589.10
61,201.11
25.35
1
2.78.E-02
5.63
R3
11.60
2.87E-05
4.11E-05
4.11E-03
14,126.42
50,855.11
51,368.80
21.28
1
0.1
9.46
R4
13.98
2.38E-05
3.41E-05
3.41E-03
17,027.38
61,298.57
61,917.75
25.65
1
0.1
11.40
R5
10.48
3.18E-05
4.54E-05
4.54E-03
12,770.54
45,973.93
46,438.31
19.24
1
0.1
8.55
R6
12.76
2.61E-05
3.73E-05
3.73E-03
15,545.37
55,963.33
56,528.61
23.42
1
0.1
10.41
R7
7.93
4.21E-05
6.01E-05
6.01E-03
9,656.73
34,764.24
35,115.39
14.55
1
0.1
6.46
R8
9.95
3.35E-05
4.79E-05
4.79E-03
12,116.24
43,618.48
44,059.07
18.25
1
0.1
8.11
Keterangan: Koefisien pindah panas bahan stainless steel (h) Konduktivitas panas stainless steel (k) Konduktivitas panas asbes (k) Efisiensi alat ( Kalor bersih uap pemanas () Tabal tangki (∆x) Perbedaan suhu pada Hidrotermal II (∆T) Literatur perhitungan: Peavy, et al. (2002)
= 3,000.00 W/m2 °C = 21.00 W/m2 °C = 0.21 W/m2 °C 95% = 2.414.18 Kj/kg = 0.01 Meter = 59.00°C
87
Lampiran 13. Energi manusia pada tahap pre-hidrolisis dan SSF Asumsi : 1. Pekerja berjenis kelamin laki-laki 2. Berat pekerja sama yaitu 65 kg 3. umur pekerja berada diantara 18 - 30 tahun Nilai PAL seluruh pekerja Alokasi Waktu (Jam)
Energi yang Dikeluarkan (PAR1)
Melakukan Rancangan
Berdiri,
pekerjaan
memasukkan
ringan
bahan
(membuka
Waktu x Energi yang Dikeluarkan
Melakukan Berjalan, mengontrol
total
Berdiri,
pekerjaan
memasukkan
ringan
bahan
(membuka
katup, dll)
Melakukan Berjalan mengontrol
Berdiri,
pekerjaan
memasukkan
ringan
bahan
(membuka
katup, dll)
Berjalan mengontrol
total
Mean PAL2
katup, dll)
R1
0.01
2.67
1.33
4.01
3.40
1.40
3.20
0.03
3.73
4.27
8.03
2.00
R2
0.01
2.67
1.33
4.01
3.40
1.40
3.20
0.04
3.73
4.27
8.04
2.00
R3
0.01
2.67
1.33
4.01
3.40
1.40
3.20
0.03
3.73
4.27
8.03
2.00
R4
0.01
2.67
1.33
4.01
3.40
1.40
3.20
0.03
3.73
4.27
8.03
2.00
R5
0.01
2.67
1.33
4.01
3.40
1.40
3.20
0.03
3.73
4.27
8.03
2.00
R6
0.01
2.67
1.33
4.01
3.40
1.40
3.20
0.04
3.73
4.27
8.04
2.00
R7
0.01
2.67
1.33
4.01
3.40
1.40
3.20
0.02
3.73
4.27
8.02
2.00
R8
0.01
2.67
1.33
4.01
3.40
1.40
3.20
0.03
3.73
4.27
8.03
2.00
88
Lampiran 13. Energi manusia pada tahap pre-hidrolisis dan SSF (Lanjutan) Nilai TEE Perhitungan
Nilai
Satuan
BMR dalam 1 hari
7.02
MJ/hari
FAO, 2001
BMR dalam 1 jam
0.29
MJ/jam
FAO, 2001
R1
4.01
R2
4.01
R3
4.01
Alokasi
R4
4.01
Waktu
R5
4.01
R6
4.01
R7
4.01
R8
4.01
R1
2.00
R2
2.00
R3
2.00
R4
2.00
R5
2.00
R6
2.00
R7
2.00
R8
2.00
PAL
Banyaknya pekerja
TEE
1 R1
2.35
R2
2.35
R3
2.35
R4
2.35
R5
2.35
R6
2.35
R7
2.35
R8
2.35
Keterangan
Jam
Orang
MegaJoule
BMR dalam 1 jam x waktu kerja x PAL
89
Lampiran 14. Kebutuhan uap panas pada tahap pre-hidrolisis dan SSF Pre-Hidrolisis Luas permukaan Rancangan
2
A (m )= 2xxrx(r+t)
Jumlah uap
Kebutuhan Tahanan
Tahanan
Tahanan
konveksi
Konduksi
Konduksi
R1 (°C/W)=
R2 (°C/W)=
R3 (°C/W)=
1/(hxA)
∆x/(kxA)
∆x/(kxA)
Jumlah kalor q (W)=
Kebutuhan
Kebutuhan
kalor per hari energi panas
∆T/(R1+R2+R3) q (kj)= Wx3,6 Q (kj)= q/
Uap Pemanas Jumlah
Hari
per hari
alat
Pemakaian
m (kg/hari)=
(unit)
(Hari)
Q/
pemanas yang dibutuhkan alat m (kg)
R1
12.13
1.65E-02
2.14E-01
5.95E-02
391.09
1,407.93
1,422.15
0.59
16
0.25
2.36
R2
14.13
1.42E-02
1.84E-01
5.11E-02
455.54
1,639.95
1,656.52
0.69
16
0.25
2.74
R3
10.86
1.84E-02
2.39E-01
6.65E-02
372.29
1,340.26
1,353.79
0.56
16
0.25
2.24
R4
12.79
1.56E-02
2.03E-01
5.65E-02
438.15
1,577.33
1,593.27
0.66
16
0.25
2.64
R5
10.86
1.84E-02
2.39E-01
6.65E-02
372.29
1,340.26
1,353.79
0.56
16
0.25
2.24
R6
13.45
1.49E-02
1.93E-01
5.37E-02
460.99
1,659.55
1,676.32
0.69
16
0.25
2.78
R7
9.65
2.07E-02
2.69E-01
7.49E-02
330.23
1,188.81
1,200.82
0.50
16
0.25
1.99
R8
11.49
1.74E-02
2.26E-01
6.28E-02
393.35
1,416.05
1,430.36
0.59
16
0.25
2.37
Keterangan: Koefisien pindah panas bahan stainless steel (h) Konduktivitas panas stainless steel (k) Konduktivitas panas asbes (k) Kalor bersih uap pemanas () Literatur perhitungan: Peavy, et al. (2002)
= 3,000.00 W/m2 °C = 21.00 W/m2 °C = 0.21 W/m2 °C = 2,414.18 Kj/kg
Efisiensi alat ( Tabal tangki (∆x) Perbedaan suhu pada Pre-Hidrolisis
95% = 0.01 Meter = 20.00°C
90
Lampiran 14. Kebutuhan uap panas pada tahap pre-hidrolisis dan SSF (Lanjutan) SSF Luas
Tahanan
permukaan
konveksi
A (m2)=
R1 (°C/W)=
2xxrx(r+t)
1/(hxA)
R1
12.13
R2
Rancangan
Tahanan
Tahanan
Konduksi
Konduksi
Jumlah kalor
Kebutuhan
Stainless Steel
Asbes
q (W)=
kalor per hari
R2 (°C/W)=
Kebutuhan
R3 (°C/W)= ∆T/(R1+R2+R3) q (kj)= Wx3,6
energi panas Q (kj)= q/
Kebutuhan Uap
Jumlah uap
Pemanas per Jumlah
Hari
pemanas yang
hari
alat
pemakaian
dibutuhkan
m (kg/hari)=
(unit)
(hari)
alat
∆x/(kxA)
∆x/(kxA)
1.65E-02
2.14E-01
5.95E-02
203.23
731.62
739.01
0.31
16
3
14.69
14.13
1.42E-02
1.84E-01
5.11E-02
236.72
852.19
860.79
0.36
16
2
11.41
R3
10.86
1.84E-02
2.39E-01
6.65E-02
181.98
655.14
661.75
0.27
16
3
13.16
R4
12.79
1.56E-02
2.03E-01
5.65E-02
214.17
771.03
778.81
0.32
16
2
10.32
R5
10.86
1.84E-02
2.39E-01
6.65E-02
181.98
655.14
661.75
0.27
16
3
13.16
R6
13.45
1.49E-02
1.93E-01
5.37E-02
225.34
811.22
819.41
0.34
16
2
10.86
R7
9.65
2.07E-02
2.69E-01
7.49E-02
161.61
581.78
587.66
0.24
16
3
11.68
R8
11.49
1.74E-02
2.26E-01
6.28E-02
192.50
692.99
699.99
0.29
16
2
9.28
Keterangan : Kalor bersih uap pemanas () Koefisien pindah panas bahan stainless steel (h) Konduktivitas panas stainless steel (k) Tabal tangki (∆x) Perbedaan suhu pada SSF (∆T) Konduktivitas panas asbes (k) Efisiensi alat () Literatur perhitungan: Peavy, et al. (2002)
= 2,414.18 Kj/kg = 3,000.00 W/m2 °C = 21.00 W/m2 °C = 0.01 Meter = 8.00°C = 0.21 W/m2 °C = 95%
m (kg)
Q/
91
Lampiran 15. Energi manusia pada tahap pemurnian Asumsi : 1. Pekerja berjenis kelamin laki-laki 2. Berat pekerja sama yaitu 65 kg 3. umur pekerja berada diantara 18 - 30 tahun Nilai PAL seluruh pekerja Alokasi Waktu (Jam)
Energi yang Dikeluarkan (PAR1)
Waktu x Energi yang Dikeluarkan Mean PAL2
Rancangan Berjalan, mengontrol
Berjalan, mengontrol
Berjalan, mengontrol
R1
1.00
3.20
3.20
3.20
R2
1.00
3.20
3.20
3.20
R3
1.00
3.20
3.20
3.20
R4
1.00
3.20
3.20
3.20
R5
1.00
3.20
3.20
3.20
R6
1.00
3.20
3.20
3.20
R7
1.00
3.20
3.20
3.20
R8
1.00
3.20
3.20
3.20
92
Lampiran 15. Energi Manusia Pada Tahap Pemurnian (Lanjutan) Nilai TEE Perhitungan
Nilai
Satuan
BMR dalam 1 hari
7.02
MJ/hari
FAO, 2001
BMR dalam 1 jam
0.29
MJ/jam
FAO, 2001
Alokasi Waktu
PAL
R1
1.00
R2
1.00
R3
1.00
R4
1.00
R5
1.00
R6
1.00
R7
1.00
R8
1.00
R1
3.20
R2
3.20
R3
3.20
R4
3.20
R5
3.20
R6
3.20
R7
3.20
R8
3.20
Banyaknya pekerja
TEE
1 R1
0.94
R2
0.94
R3
0.94
R4
0.94
R5
0.94
R6
0.94
R7
0.94
R8
0.94
Keterangan
Jam
Orang
MegaJoule
BMR dalam 1 jam x waktu kerja x PAL
93
Lampiran 16. Kebutuhan uap panas pada tahap pemurnian Evaporator Rancangan
Massa Umpan F (kg)
Air yang diuapkan V (kg)
Kebutuhan Uap Panas (kg)= [(Vxhv)-(Fxhf)]/
Kebutuhan Energi Panas per hari Q (kj)= (mx)/
R1
28,169.01
27,746.79
23,437.46
57,153,793.65
R2
38,854.81
38,432.58
32,478.10
79,199,984.99
R3
28,169.01
27,746.79
23,437.46
57,153,793.65
R4
38,854.81
38,432.58
32,478.10
79,199,984.99
R5
28,169.01
27,746.79
23,437.46
57,153,793.65
R6
38,854.81
38,432.58
32,478.10
79,199,984.99
R7
28,169.01
27,746.79
23,437.46
57,153,793.65
R8
38,854.81
38,432.58
32,478.10
79,199,984.99
Distilator Rancangan
Massa Umpan F (kg)
Air yang diuapkan V (kg)
Kebutuhan Uap Panas (kg)= [(Vxhv)-(Fxhf)]/
Kebutuhan Energi Panas per hari Q (kj)= (mx)/
R1
422.22
22.22
12.70
30,958.47
R2
422.22
22.22
12.70
30,958.47
R3
422.22
22.22
12.70
30,958.47
R4
422.22
22.22
12.70
30,958.47
R5
422.22
22.22
12.70
30,958.47
R6
422.22
22.22
12.70
30,958.47
R7
422.22
22.22
12.70
30,958.47
R8
422.22
22.22
12.70
30,958.47
Keterangan : Panas laten penguapan air (hv) Panas laten bahan pada tahap evaporasi (hf) Panas laten bahan pada tahap distilasi (hf) Suhu umpan pada evaporasi (T1) Suhu umpan pada distilasi (T1) Suhu ruang evaporator (Tf) Suhu ruang distilator (Tf) Efisiensi alat ( Kalor bersih uap pemanas () Tabal tangki (∆x) Perbedaan suhu pada Pre-Hidrolisis Literatur perhitungan: Peavy, et al. (2002)
= 2.257.000 Kj/kg = 214.500 Kj/kg = 62.700 Kj/kg = 25.000 °C = 60.000 °C = 90.000 °C = 79.000 °C 95% = 2,414.180 Kj/kg = 0.010 Meter = 20.000°C
94
Lampiran 17. Energi manusia pada tahap IPAL Asumsi : 1. Pekerja berjenis kelamin laki-laki 2. Berat pekerja sama yaitu 65 kg 3. umur pekerja berada diantara 18 - 30 tahun Nilai PAL seluruh pekerja Alokasi Waktu (Jam)
Energi yang Dikeluarkan (PAR1)
Waktu x Energi yang Dikeluarkan Mean
Rancangan
Pemindahan
Berjalan,
limbah
mengangkut limbah
R1
8.65
7.78
R2
10.54
R3
PAL2
Pemindahan
Berjalan, mengangkut
Pemindahan
Berjalan,
limbah
limbah
limbah
mengangkut limbah
16.43
4.10
4.40
35.45
34.24
69.69
4.24
9.48
20.02
4.10
4.40
43.20
41.72
84.92
4.24
9.81
8.83
18.64
4.10
4.40
40.22
38.85
79.06
4.24
R4
13.03
11.73
24.76
4.10
4.40
53.43
51.61
105.04
4.24
R5
9.05
8.14
17.19
4.10
4.40
37.09
35.83
72.92
4.24
R6
12.02
10.82
22.84
4.10
4.40
49.28
47.60
96.88
4.24
R7
6.18
5.56
11.74
4.10
4.40
25.34
24.47
49.81
4.24
R8
8.23
7.41
15.64
4.10
4.40
33.74
32.59
66.33
4.24
Total
Total
95
Lampiran 17. Energi manusia pada tahap IPAL (Lanjutan) Nilai TEE Perhitungan
Nilai
Satuan
BMR dalam 1 hari
7.02
MJ/hari
FAO, 2001
BMR dalam 1 jam
0.29
MJ/jam
FAO, 2001
Alokasi Waktu
PAL
R1
16.43
R2
20.02
R3
18.64
R4
24.76
R5
17.19
R6
22.84
R7
11.74
R8
15.64
R1
4.24
R2
4.24
R3
4.24
R4
4.24
R5
4.24
R6
4.24
R7
4.24
R8
4.24
Banyaknya pekerja
TEE
1 R1
20.38
R2
24.84
R3
23.13
R4
30.72
R5
21.33
R6
28.34
R7
14.57
R8
19.40
Keterangan
Jam
Orang
MegaJoule
BMR dalam 1 jam x waktu kerja x PAL
96
Lampiran 18. Neraca massa R1 LTJ 3,253.90 kg
Pengecilan Ukuran
Cacahan LTJ 3,253.90 kg
Air 123,088.57 kg Ca(OH)2 251.15 kg
Delignifikasi
Air Buangan 117,266.42 kg
LTJ Terdelignifikasi 9,327.20 kg
Air 51,850.14 kg
Hidrotermal I
Cairan Hidrotermal I 51,331.68 kg
Padatan I 9,845.65 kg
Air 47,480.333 kg
Hidrotermal II
Padatan II 9,327.20 kg
Cairan Hidrotermal II 16.908,12 kg
Cairan Hidrotermal II 31,090.66 kg
Enzim xilanase 0.02 kg Larutan Sitrat fosfat (pH=5) 31,090.66 kg Enzim b-glukosidase 0.02 kg
Enzim selulase 1.44 kg
Padatan 31,975.00 kg Pre-Hidrolisis dan SSCF CO2 360.78 kg
Starter 6,218.13 kg Urea 24% 62.18 kg Cairan hasil fermentasi 45,454.55 kg
Pemurnian
Air dan Loss 45,054.55 kg
Alkohol 95% 400 kg
Keterangan : - Penggunaan enzim selulase - Penggunaan enzim xylanase - Penggunaan enzim -glukosidase - Aktivitas enzim selulase - Aktivitas enzim xylanase - Aktivitas enzim -glukosidase - Larutan sitrat fosfat - Starter - Urea 24%
= 14 unit/gr selulosa = 6 unit/gr selulosa = 1 unit/gr selulosa = 6 unit/mg enzim = 80 unit/mg enzim = 25.7 unit/mg enzim = 50% cairan, 25.7% Na2HPO4(0.2M), 24.3% sitrat (0.1M) = Media cair (komposisi sesuai metode pada tinjauan pustaka) + starter (0.015 sel/kg) = 0.12 kg/120 kg H2+buffer
97
Lampiran 19. Neraca massa R2 LTJ 4,292.18 kg
Pengecilan Ukuran
Cacahan LTJ 4,292.18 kg
Air 162,347.46 kg
Delignifikasi Ca(OH)2 331.28 kg
Air Buangan 115,667.54 kg
LTJ Terdelignifikasi 12,303.39 kg
Air 42,379.63 kg
Cairan Hidrotermal I 41,695.75 kg
Hidrotermal I
Padatan I 12,987.27 kg
Air 62,631.15 kg
Hidrotermal II
Padatan II 12,303.39 kg
Cairan Hidrotermal II 22,303.74 kg
Cairan Hidrotermal II 41,011.30 kg
Enzim xilanase 0.03 kg Larutan sitrat fosfat (pH=5) 41,011.30 kg Enzim b-glukosidase 0.03 kg
Enzim selulase 1.90 kg
Padatan 39,545.18 kg Pre-Hidrolisis dan SSCF CO2 360.78 kg
Starter 8,202.26 kg Urea 24% 82.02 kg Cairan hasil fermentasi 62,706.27 kg
Pemurnian
Air dan Loss 62,306.27 kg
Alkohol 95% 400 kg
Keterangan : - Penggunaan enzim selulase - Penggunaan enzim xylanase - Penggunaan enzim -glukosidase - Aktivitas enzim selulase - Aktivitas enzim xylanase - Aktivitas enzim -glukosidase - Larutan sitrat fosfat - Starter - Urea 24%
= 14 unit/gr selulosa = 6 unit/gr selulosa = 1 unit/gr selulosa = 6 unit/mg enzim = 80 unit/mg enzim = 25.7 unit/mg enzim = 50% cairan, 25.7% Na2HPO4(0.2M), 24.3% sitrat (0.1M) = Media cair (komposisi sesuai metode pada tinjauan pustaka) + starter (0.009 sel/kg) = 0.12 kg/120 kg H2+buffer
98
Lampiran 20. Neraca massa R3
LTJ 3,235.49 kg
Pengecilan Ukuran
Cacahan LTJ 3.235,49 kg
Air 162,975.01 kg
Delignifikasi Jamur 977.12 kg
Air Buangan 159,098.89 kg
LTJ Terdelignifikasi 8,088.73 kg
Air 43,218.02 kg
Hidrotermal I
Cairan Hidrotermal I 641,516.81 kg
Padatan I 9,789.94 kg
Air 47,212.03 kg
Cairan Hidrotermal II 21,950.80 kg
Hidrotermal II
Padatan II 8,088.73 kg
Cairan Hidrotermal II 26,962.44 kg
Enzim xilanase 0.03 kg Larutan sitrat fosfat (pH=5) 26,962.44 kg Enzim b-glukosidase 0.03 kg
Enzim selulase 1.62 kg
Padatan 27,681.84 kg Pre-Hidrolisis dan SSCF
Starter 5,392.49 kg
CO2 360.78 kg Urea 24% 53.92 kg Cairan hasil fermentasi 39,419.09 kg
Pemurnian
Air dan Loss 39,019.09 kg
Alkohol 95% 400 kg
Keterangan : - Jamur - Penggunaan enzim selulase - Penggunaan enzim xylanase - Penggunaan enzim -glukosidase - Aktivitas enzim selulase - Aktivitas enzim xylanase - Aktivitas enzim -glukosidase - Larutan sitrat fosfat - Starter - Urea 24%
= Media cair (komposisi sesuai metode pada tinjauan pustaka) + inokulum = 14 unit/gr selulosa = 6 unit/gr selulosa = 1 unit/gr selulosa = 6 unit/mg enzim = 80 unit/mg enzim = 25.7 unit/mg enzim = 50% cairan, 25.7% Na2HPO4(0.2M), 24.3% sitrat (0.1M) = Media cair (komposisi sesuai metode pada tinjauan pustaka) + starter (0.015 sel/kg) = 0.12 kg/120 kg H2+buffer
99
Lampiran 21. Neraca massa R4
LTJ 4,266.58 kg
Pengecilan Ukuran
Cacahan LTJ 4,266.58 kg Air 214,912.05 kg Delignifikasi Jamur 1,288.51 kg
Air Buangan 209,800.68 kg
LTJ Terdelignifikasi 10,666.46 kg
Air 57,050.26 kg
Hidrotermal I
Cairan Hidrotermal I 54,806.90 kg
Padatan I 12,909.81 kg
Air 62,257.60 kg
Hidrotermal II
Padatan II 10,666.46 kg
Cairan Hidrotermal II 28,946.10 kg
Cairan Hidrotermal II 32,555.86 kg
Enzim xilanase 0.04 kg
Sitrat fosfat (pH=5) 35,554.86 kg Enzim b-glukosidase 0.04 kg
Enzim selulase 2.14 kg
Padatan 34,236.31 kg Pre-Hidrolisis dan SSCF CO2 360.78 kg
Starter 7,110.97 kg Urea 24% 71.11 kg Cairan hasil fermentasi 54,363.38 kg
Pemurnian
Air dan Loss 53,963.38 kg
Alkohol 95% 400 kg
Keterangan : - Jamur - Penggunaan enzim selulase - Penggunaan enzim xylanase - Penggunaan enzim -glukosidase - Aktivitas enzim selulase - Aktivitas enzim xylanase - Aktivitas enzim -glukosidase - Larutan sitrat fosfat - Starter - Urea 24%
= Media cair (komposisi sesuai metode pada tinjauan pustaka) + inokulum = 14 unit/gr selulosa = 6 unit/gr selulosa = 1 unit/gr selulosa = 6 unit/mg enzim = 80 unit/mg enzim = 25.7 unit/mg enzim = 50% cairan, 25.7% Na2HPO4(0.2M), 24.3% sitrat (0.1M) = Media cair (komposisi sesuai metode pada tinjauan pustaka) + starter (0.009 sel/kg) = 0.12 kg/120 kg H2+buffer
100
Lampiran 22. Neraca massa R5 LTJ 2,950.04 kg
Pengecilan Ukuran
Cacahan LTJ 2,950.04 kg
Air 148,596.31 kg Delignifikasi Jamur 1,357.02 kg
Air Buangan 144,643.27 kg
LTJ Terdelignifikasi 8,260.10 kg
Air 41,241.31 kg
Hidrotermal I
Cairan Hidrotermal I 40,575.20 kg
Padatan I 8,926.211 kg
Air 43,046.68 kg
Padatan II 8,260.10 kg
Larutan sitrat fosfat (pH=5) 27,533.68 kg
Cairan Hidrotermal II 16,179.11 kg
Hidrotermal II
Cairan Hidrotermal II 27,533.68 kg
Enzim xilanase 0.02 kg
Enzim b-glukosidase 0.03 kg
Enzim selulase 1.70 kg
Padatan 28,275.99 kg Pre-Hidrolisis dan SSCF
Starter 5,506.74 kg
CO2 360.78 kg Urea 24% 55.07 kg Cairan hasil fermentasi 40,254.24 kg
Pemurnian
Air dan Loss 39,854.24 kg
Alkohol 95% 400 kg
Keterangan : - Jamur - Penggunaan enzim selulase - Penggunaan enzim xylanase - Penggunaan enzim -glukosidase - Aktivitas enzim selulase - Aktivitas enzim xylanase - Aktivitas enzim -glukosidase - Larutan sitrat fosfat - Starter - Urea 24%
= Media cair (komposisi sesuai metode pada tinjauan pustaka) + inokulum = 14 unit/gr selulosa = 6 unit/gr selulosa = 1 unit/gr selulosa = 6 unit/mg enzim = 80 unit/mg enzim = 25.7 unit/mg enzim = 50% cairan, 25.7% Na2HPO4(0.2M), 24.3% sitrat (0.1M) = Media cair (komposisi sesuai metode pada tinjauan pustaka) + starter (0.015 sel/kg) = 0.12 kg/120 kg H2+buffer
101
Lampiran 23. Neraca massa R6
LTJ 3,887.31 kg
Pengecila n Ukuran
Cacahan LTJ 3,887.31 kg
Air 195,807.51 kg
Jamur 1,788.16 kg
Delignifika si
Air Buangan 190,598.52 kg
LTJ Terdelignifikasi 10,884.46 kg
Air 54,398.88 kg
Cairan Hidrotermal I 53,521.14 kg
Hidrotermal I
Padatan I 11,762.20 kg
Air 56,723.23 kg
Padatan II 10,884.46 kg
Larutan sitrat fosfat (pH=5) 36,281.53 kg
Cairan Hidrotermal II 21,319.45 kg
Hidrotermal II
Cairan Hidrotermal II 36,281.53 kg
Enzim xilanase 0.02 kg Padatan 34,943.44 kg Enzim selulase 2.23 kg
Enzim b-glukosidase 0.04 kg
Pre-Hidrolisis dan SSCF
CO2 360.78 kg
Starter 7,256.31 kg Urea 24% 72.56 kg Cairan hasil fermentasi 55,474.45 kg
Pemurnian
Air dan Loss 55,074.45 kg
Alkohol 95% 400 kg
Keterangan : - Jamur - Penggunaan enzim selulase - Penggunaan enzim xylanase - Penggunaan enzim -glukosidase - Aktivitas enzim selulase - Aktivitas enzim xylanase - Aktivitas enzim -glukosidase - Larutan sitrat fosfat - Starter - Urea 24%
= Media cair (komposisi sesuai metode pada tinjauan pustaka) + inokulum = 14 unit/gr selulosa = 6 unit/gr selulosa = 1 unit/gr selulosa = 6 unit/mg enzim = 80 unit/mg enzim = 25.7 unit/mg enzim = 50% cairan, 25.7% Na2HPO4(0.2M), 24.3% sitrat (0.1M) = Media cair (komposisi sesuai metode pada tinjauan pustaka) + starter (0.009 sel/kg) = 0.12 kg/120 kg H2+buffer
102
Lampiran 24. Neraca massa R7 LTJ 1,994.00 kg
Pengecilan Ukuran
Cacahan LTJ 1,994.00 kg
Air 100,439.79 kg
Delignifikasi Jamur 1,994.00 kg
Air Buangan 97,847.58 kg
LTJ Terdelignifikasi 6,580.20 kg
Air 28,119.54 kg
Cairan Hidrotermal I 28,666.30 kg
Hidrotermal I
Padatan I 6,033.44 kg
Air 29,096.27 kg
Padatan II 6,580.20 kg
Larutan sitrat fosfat (pH=5) 21,934.00 kg
Cairan Hidrotermal II 6,615.51 kg
Hidrotermal II
Cairan Hidrotermal II 21,934.00 kg
Enzim xilanase 0.01 kg
Enzim b-glukosidase 0.02 kg
Padatan 22,452.10 kg
Enzim selulase 1.47 kg Pre-Hidrolisis dan SSCF Starter 4,386.80 kg
CO2 360.78 kg
Urea 24% 43.87 kg Cairan hasil fermentasi 32,067.51 kg
Pemurnian
Air dan Loss 31,667.51 kg
Alkohol 95% 400 kg
Keterangan : - Jamur - Penggunaan enzim selulase - Penggunaan enzim xylanase - Penggunaan enzim -glukosidase - Aktivitas enzim selulase - Aktivitas enzim xylanase - Aktivitas enzim -glukosidase - Larutan sitrat fosfat - Starter - Urea 24%
= Media cair (komposisi sesuai metode pada tinjauan pustaka) + inokulum = 14 unit/gr selulosa = 6 unit/gr selulosa = 1 unit/gr selulosa = 6 unit/mg enzim = 80 unit/mg enzim = 25.7 unit/mg enzim = 50% cairan, 25.7% Na2HPO4(0.2M), 24.3% sitrat (0.1M) = Media cair (komposisi sesuai metode pada tinjauan pustaka) + starter (0.015 sel/kg) = 0.12 kg/120 kg H2+buffer
103
Lampiran 25. Neraca massa R8 LTJ 2,630.21 kg
Pengecilan Ukuran
Cacahan LTJ 2,630.21 kg
Air 132,486.26 kg Delignifikasi Jamur 2,630.21 kg
Air Buangan 129,066.99 kg
LTJ Terdelignifikasi 8,679.69 kg
Air 37,115.64 kg
Hidrotermal I
Cairan Hidrotermal I 37,836.85 kg
Padatan I 7,958.48 kg
Air 38,379.78 kg
Cairan Hidrotermal II 8,726.27 kg
Hidrotermal II
Padatan II 8,679.69 kg
Cairan Hidrotermal II 28,932.30 kg
Enzim xilanase 0.02 kg
Larutan sitrat fosfat (pH=5) 28,932.30 kg
Enzim selulase 1.94 kg
Enzim b-glukosidase 0.03 kg
Padatan 27,792.34 kg Pre-Hidrolisis dan SSCF
Starter 5,786.46 kg
CO2 360.78 kg
Urea 24% 57.86 kg Cairan hasil fermentasi 44,237.49 kg
Pemurnian
Air dan Loss 43,837.49 kg
Alkohol 95% 400 kg
Keterangan : - Jamur - Penggunaan enzim selulase - Penggunaan enzim xylanase - Penggunaan enzim -glukosidase - Aktivitas enzim selulase - Aktivitas enzim xylanase - Aktivitas enzim -glukosidase - Larutan sitrat fosfat - Starter - Urea 24%
= Media cair (komposisi sesuai metode pada tinjauan pustaka) + inokulum = 14 unit/gr selulosa = 6 unit/gr selulosa = 1 unit/gr selulosa = 6 unit/mg enzim = 80 unit/mg enzim = 25.7 unit/mg enzim = 50% cairan, 25.7% Na2HPO4(0.2M), 24.3% sitrat (0.1M) = Media cair (komposisi sesuai metode pada tinjauan pustaka) + starter (0.009 sel/kg) = 0.12 kg/120 kg H2+buffer
104