Prosiding BPTP Karangploso No. -
ISSN: -
PROSIDING SEMINAR HASIL PENELITIAN/PENGKAJIAN BPTP KARANGPLOSO
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN PUSAT PENELITIAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KARANGPLOSO 2008
PENGARUH BLENG, AIR MERANG DAN STPP TERHADAP SIFAT ORGANOLEPTIK KERUPUK PULI RAMBAK
Ita Yustina*, Suhardjo*, Jumadi* dan Hilda Dwi Isharyanti** *Staf Peneliti Pasca Panen BPTP Jawa Timur **Mahasiswa Unibraw Malang
RINGKASAN Kerupuk merupakan makan ringan sebagai “teman” bersantap nasi seharihari. Selama ini pengerajin pembuat kerupuk menggunakan “bleng” yang berfungsi sebagai pengenyal dan peliat adonan kerupuk. Dinas kesehatan telah melarang penggunaan bleng pada produk makanan, disebabkan karena mengandung boraks. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan bleng 0,3%, air merang 0,3%, dan STPP 0,3% terhadap sifat organoleptik kerupuk puli rambak dan mencari alternatif pengganti bleng pada pembuatan kerupuk puli rambak. Penelitian dilaksanakan di home industry pembuatan kerupuk puli rambak di Desa Plumbangan, Kecamatan Doko, Blitar, yang merupakan wilayah binaan Prima Tani. Pengamatan sifat organoleptik dilaksanakan di laboratorium pasca panen BPTP Jatim. Faktor-faktor yang diamati pada pengujian sifat organoleptik krupuk puli adalah rasa, kerenyahan, daya patah dan kesukaan dengan menggunakan 10 orang panelis yang agak terlatih. Pengolahan data dengan menggunakan metode skoring 1 sampai dengan 5, kemudian dilanjutkan dengan analisa data menggunakan metode RAK. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan bleng 0,3%, air merang 0,3% , dan STPP 0,3% pada sifat organoleptik kerupuk puli rambak tidak berbeda nyata. Hasil skoring sifat kerenyahan berkisar antara 4 sampai 5 dengan predikat renyah sampai sangat renyah, skor rasa berkisar antara 3 sampai 4 dengan predikat cukup enak sampai enak, skor daya patah adalah berkisar antara 3 sampai 4 dengan predikat agak mudah patah dan mudah patah, dan skor kesukaan yaitu 3,6 pada ketiga perlakuan dengan predikat antara cukup tidak suka sampai suka. Maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan bleng 0,3%, air merang 0,3% dan STPP 0,3% tidak mempengaruhi sifat organoleptik kerupuk puli rambak. Air merang dan STPP mampu menggantikan bleng pada pembuatan kerupuk puli rambak. Kata kunci : kerupuk puli rambak, bleng, air merang, STPP. PENDAHULUAN
Kerupuk merupakan makanan ringan yang sudah sangat dikenal dan digemari. Kerupuk tersedia dalam berbagai bentuk dan rasa. Kerupuk puli rambak merupakan salah satu macam kerupuk yang banyak dijumpai di pasaran dalam bentuk lembaran berwarna kuning atau putih kekuningan dan agak tebal tapi renyah. Kerupuk puli rambak biasanya dikonsumsi masyarakat sebagai teman bersantap nasi, atau bisa juga sekedar sebagai camilan. Kerupuk puli rambak terbuat dari tepung tapioca, tepung terigu, garam, penyedap, pewarna, dan lain-lain. Sebagian besar pengerajin pembuat kerupuk puli rambak
selain menggunakan garam dapur juga menggunakan garam “bleng” yang berfungsi sebagai pengenyal da peliat adonan kerupuk, sehingga bila digoreng dalam minyak panas akan dihasilkan kerupuk yang mengembang, renyah tetapi tidak mudah patah atau hancur. Seringnya mengonsumsi makanan berboraks akan menyebabkan gangguan otak, hati, lemak, dan ginjal. Dalam jumlah banyak boraks menyebabkan demam, anuria (tidak terbentunya urin), koma, merangsang system saraf pusat, menimbulkan depresi, apatis, tekanan darah turun, kerusakan ginjal, pingsan hingga kematian (Anonymous, 2008). Penggunaan boraks sebagai bahan tambahan pangan dilarang sesuai dengan Permenkes No. 722/Menkes/Per/IX/1988 tentang bahan tambahan makanan (Badan POM RI, 2006). Boraks sangat berbahaya bagi kesehatan. Pengggunaan boraks seringkali tidak sengaja karena tanpa diketahui terkandung di dalam bahan-bahan tambahan seperti pijer atau bleng yang sering digunakan dalam pembuatan baso, mie basah, lontong dan ketupat (Dinas Kesehatan Pemerintah Propinsi Jawa Timur, 2003). Air merang dihasilkan dari air rendaman merang padi yang telah dibakar (abu merang) yang sebelumnya
telah
diendapkan
selama
semalam.
Orang-orang
sering
menggunakannya untuk pembuatan campuran minuman segar sejenis agar-agar seperti cincau atau cao, mie, kue lapis, getuk dan lain-lain. Penggunaan air merang ini berfungsi sebagai pengenyal. STPP (Sodium tripolyphosphat) adalah zat aditif yang biasanya digunakan pada pengolahan daging. Menurut Raharjo (1999), STPP dapat menyerap, mengikat dan menahan air, meningkatkan WHC, keempukan dan juiciness pada pengolahan daging babi, selain berguna memperbaiki gel protein juga sebagai antioksidan. Maka STPP juga dapat membantu meningkatkan kekenyalan adonan kerupuk. STPP juga dapat mengikat air sehingga menurunkan aktivitas air (Aw) akibat kerusakan mikrobiologis dapat dicegah. Dosis yang aman diizinkan adalah 3 gram per kilogram berat adonan atau 0,3%. Penggunaan melebihi dosis 0,5%
akan
menurunkan penampilan produk, yaitu terlalu kenyal seperti karet dan terasa pahit (Widyaningsih dan Murtini, 2006). Pada dasarnya masyarakat menginginkan makanan yang lezat tetapi tetap sehat. Demikian juga ketika mengkonsumsi kerupuk, karena kerupuk merupakan makanan ringan yang tergolong dikonsumsi sehari-hari. Untuk itu penulisan ini bertujuan, untuk mengetahui pengaruh penambahan bleng 0,3%, air merang 0,3% dan STPP 0,3% pada pembuatan kerupuk puli rambak dan mencari alternatif pengganti bleng pada pembuatan kerupuk puli rambak.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini dilaksanakan di home industry pembuatan kerupuk puli rambak di Desa Plumbangan, Kecamatan Doko, Blitar, yang merupakan wilayah binaan Prima Tani. Metodologi pembuatan kerupuk puli rambak, digunakan bahan-bahan yang sudah biasa mereka gunakan dan dengan komposisi yang sama. Berikut ini merupakan bahan-bahan dan diagram alir pembuatan kerupuk puli rambak, dengan 3 macam perlakuan, yaitu penggunaan bleng 0,3%, air merang 0,3%, dan STPP 0,3%.
Bahan pembuatan kerupuk puli rambak terdiri atas : Tepung terigu 200 gram Tepung kanji/tapioka 800 gram Air secukupnya Garam 10 gram Penyedap secukupnya Pewarna 0,05 gram Bawang putih 10 gram
Bleng 0,3%
Air merang 0,3%
STPP 0,3%
Pencampuran
Pencetakan dalam loyang
Pengukusan
Pendinginan
Pelepasan dari cetakan
Pengirisan
Penjemuran sinar matahari ± 2 hari
Penggorengan Gambar 1. Diagram alir pembuatan kerupuk puli. Komposisi bleng, air merang, dan STPP seragam yaitu 0,3%, disesuaikan dengan batas maksimal penggunaan STPP dalam pembuatan produk makanan. Dosis yang aman diizinkan adalah 3 gram per kilogram berat adonan atau 0,3%. Penggunaan melebihi dosis 0,5% akan menurunkan penampilan produk, yaitu terlalu kenyal seperti karet dan terasa pahit (Widyaningsih dan Murtini, 2006).
Pengamatan laksanakan di laboratorium pasca panen BPTP Jatim. Kerupuk yang sudah kering dan digoreng dengan menggunakan minyak panas. Pengamatan yang dilakukan adalah pengamatan sifat organoleptik kerupuk puli rambak, yaitu terdiri atas rasa, kerenyahan, daya patah, dan kesukaan. Sifat organoleptik kerupuk meliputi rasa dan kerenyahan setelah digoreng ditentukan oleh komposisi dan kualitas bahan baku dan bahan lain yang ditambahkan (Winarno, 1993). Pengamatan dilakukan secara obyektif oleh 10 orang panelis yang agak terlatih. Pengolahan data yang diperoleh dengan menggunakan metode skoring dari 1 sampai dengan 5, kemudian data ditabulasi dan dilanjutkan dengan analisa data menggunakan metode RAK.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kerupuk puli rambak merupakan kerupuk yang terbuat dari tepung tapioka, terigu, bumbu tambahan dan air yang dicampur rata sehingga menjadi adonan kental. Kemudian dicetak dalam loyang berupa lembaran-lembaran dengan ketebalan ±2 mm dan dikukus. Penggunaan bleng, air merang maupun STPP diberikan bersama-sama dengan semua bahan ketika dicampur rata menjadi adonan dengan kekentalan tertentu. Kerupuk puli rambak yang telah kering dan digoreng dengan menggunakan minyak panas, diamati sifat organoleptiknya, yaitu rasa, kerenyahan, daya patah dan kesukaan oleh 10 panelis yang agak terlatih. Data hasil organoleptik kerupuk puli rambak disajikan dalam tabel 1. Tabel 1. Nilai sifat organoleptik. Komponen sifat bleng Air merang STPP organoleptik Kerenyahan
4,0a
4,4a
4,1a
Rasa
3,5a
3,5a
3,4a
Daya patah
3,7a
4,0a
3,5a
Kesukaan
3,6a
3,6a
3,6a
Catatan : Nilai skor yang digunakan yaitu 5 = sangat suka 4 = suka 3 = cukup tidak suka 2 = tidak suka 1 = sangat tidak suka
Tabel 1 menunjukkan bahwa sifat organoleptik yang terdiri atas kerenyahan, rasa, daya patah dan kesukaan terhadap kerupuk puli rambak yang mendapat penambahan bleng 0,3% , air merang 0,3% maupun STPP 0,3% tidak berbeda nyata, dengan skor berkisar antara 3 sampai 5. Komponen sifat kerenyahan pada kerupuk puli rambak yang menggunakan bleng 0,3%, air merang 0,3% dan STPP 0,3% mempunyai nilai yang tidak berbeda nyata, yaitu 4 sampai dengan 5 dengan predikat renyah sampai sangat renyah. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan bleng 0,3%, air merang 0,3% maupun STPP 0,3% menghasilkan kerupuk yang renyah sampai sangat renyah, dengan tingkat kerenyahan yang tidak berbeda diantara ketiga perlakuan. Kerenyahan merupakan sifat penting dalam penerimaan produk hasil penggorengan seperti kerupuk (Haryadi, 1990). Menurut Astawan dan Astawan (1991), Faktor yang mempengaruhi warna, rasa, dan kerenyahan kerupuk disebabkan oleh pengaruh bahan baku dan bahan pembantu yang digunakan. Perlakuan penggunaan bleng 0,3%, air merang 0,3%, dan STPP 0,3% merupakan bahan pembantu yang berfungsi sebagai pengenyal dan peliat adonan. Tabel menunjukkan bahwa komponen sifat organoleptik “rasa” pada kerupuk puli rambak yang ditambahkan bleng 0,3%, air merang 0,3%, dan STPP 0,3% menunjukkan angka yang tidak berbeda nyata, yaitu berkisar antara 3 dan 4. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan bleng 0,3%, air merang 0,3%, dan STPP 0,3% sama-sama menghasilkan kerupuk puli rambak yang cukup enak sampai enak. Pada produk makanan kerupuk, daya patah berhubungan dengan kerenyahan. Menurut Lewis (1993), Semakin rendah daya patah kerupuk sampai pada nilai tertentu menunjukkan tingkat kerenyahan yang semakin baik. Tabel diatas menunjukkan bahwa komponen sifat organoleptik “daya patah” kerupuk puli rambak berkisar pada nilai 3 sampai 4 dengan predikat agak mudah patah sampai mudah patah. Pada ketiga macam perlakuan tidak menunjukkan nilai yang berbeda nyata, maka hal ini menunjukkan bahwa penggunaan bleng 0,3%, air merang 0,3%, dan STPP 0,3% tidak mempengaruhi daya patah kerupuk puli rambak yang sudah digoreng. Komponen sifat organoleptik “kesukaan” menunjukkan tingkat penerimaan terhadap suatu produk makanan. Tabel menunjukkan bahwa tingkat kesukaan bernilai sama yaitu berada diantara cukup tidak suka sampai suka. Berdasarkan hasil wawancara, penilaian cukup tidak suka karena penggunaan garam sebagai sumber rasa asin pada kerupuk kurang. Maka sebaiknya penggunaan garam lebih dari 10 gram per 1 kg bahan atau lebih dari 1%.
KESIMPULAN 1. Pada pembuatan kerupuk puli rambak, penggunaan bleng 0,3%, air merang 0,3% dan STPP 0,3% tidak mempengaruhi sifat organoleptik (kerenyahan, rasa, daya patah, dan kesukaan) kerupuk puli rambak. 2. Air merang dan STPP mampu menggantikan bleng pada pembuatan kerupuk puli rambak.
DAFTAR PUSTAKA Anonymous.
2008.
Sodium
trypoliphosphate.http://en.wikipedia.org/wiki/sodium_trypoliphosphate Astawan, M.W. dan M. Astawan. 1991. Teknologi Pengolahan Nabati Tepat Guna. Akademi Presindo. Jakarta. Badan POM Republik Indonesia. 2006. Boraks. Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan. Surabaya. Dinas Kesehatan Pemerintah Propinsi Jawa Timur. 2003. Buku Pedoman Bagi Perusahaan Makanan Industri Rumah Tangga. Proyek Pembinaan dan Pengendalian Farmasi Makanan dan Minuman. Jawa Timur. Haryadi. 1990. Pengaruh Amilosa Beberapa Jenis Pati terhadap Pengembangan Higroskopis dan Sifat Inderawi Kerupuk. Laporan Penelitian. FTP. UGM. Yogjakarta. Lewis. 1993. Mempelajari Pengaruh Proporsi Tepung Bungkil Kacang Tanah dalam Campuran Tepung Tapioka dan Tepung Beras terhadap sifat Fisiko kimia Kerupuk Widyaningsih, T.D. dan E.S. Murtini. 2006. Alternatif Penggantian Formalin pada Produk Pangan. Trubus Agrisarana. Surabaya. Winarno. 1993. Pangan: Gizi, Teknologi dan Konsentrasi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.