PROSIDING SEMINAR HASIL PENELITIAN/PENGKAJIAN BPTP KARANGPLOSO
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN PUSAT PENELITIAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KARANGPLOSO 2000
PENINGKATAN PEMAHAMAN PETANI KEPADA PHT (Increase farmer’s understanding to IPM) M. C. Mahfud, D. Rachmawati, L. Rosmahani, Handoko, Sarwono dan E. Korlina ABSTRAK Pemahaman petani yang rendah kepada PHT menghambat adopsi teknologi PHT. Pengkajian ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman petani kepada hama, penyakit dan PHT tanaman kopi. Pengkajian dilaksanakan antara Mei 1999 s/d Maret 2000 di desa Kemiri (Jabung-Malang). Petani responden sebanyak 40 orang. Peningkatan pemahaman dilaksnakan dengan 2 cara, yaitu tatap muka dan praktek penerapan PHT. Pemahaman petani kepada hama, penyakit dan PHT meningkat setelah petani mengikuti kegiatan tatap muka dan praktek penerapan PHT. Kata kunvi: Petani, pemahaman, hama, penyakit, PHT ABSTRACT Lack of IPM understanding caused coffee farmer was difficult to IPM adoption. The aim of this assessment was to increased farmer’s understanding to pests, diseases and IPM. The assessment was done on May 1999 till March 2000, in desa Kemiri (Jabung-Malang). Number of responden was 40 farmers. Increasing of farmer’s understanding was done two ways, fased to faced encoured and practiced IPM application on field. Farmer’s understanding became increased to coffee pests, diseases and IPM after farmer followed IPM activities. Faced to faced encoured followed by practiced IPM application could increased farmer’s understanding to coffee pests, diseases and IPM. Key words: farmer, understanding, pest, disease, IPM PENDAHULUAN Dalam setiap program perlindungan tanaman di Indonesia, PHT telah merupakan dasar kebijaksanaan pemerintah dengan dasar hukum Inpres no.3 tahun 1986 dan UU no. 12 tahun 1992 (Untung, 1993). Smith (1983 dalam Oka, 1995) menyatakan bahwa istilah hama dalam PHT mencakup semua organisme atau agensia yang bertentangan dengan kepentingan manusia, termasuk di dalamnya adalah serangga, tikus, babi hutan, jamur, bakteri, virus dan sejenisnya, nematoda serta gulma. PHT merupakan konsep dan sekaligus teknologi pengendalian hama yang dilaksanakan dengan mengelola ekosistem setempat melalui berbagai teknik pengendalian hama secara kompatibel dan teknik pemantauan sedemikian rupa sehingga hama tetap seimbang dengan musuh alamnya (Untung, 1996). Sitepu dkk (1997) menyarankan dalam melaksanakan kebijakan PHT hendaknya mengutamakan keterpaduan komponen-komponen yang kompatibel dan serasi dengan lingkungan setempat dan kemampuan petani. Mahfud dkk (1999) melaporkan bahwa pemahaman petani kopi kepada PHT masih rendah sehingga menghambat adopsi teknologi PHT. Keberhasilan penerapan PHT adalah tanggung jawab petani (Direktorat Bina Perlindungan Tanaman Perkebunan, 1998), sehingga pemberdayaan petani sangat diperlukan guna meningkatkan pemaha-mannya kepada PHT. Peningkatan pemahaman petani kepada suatu teknologi dapat dilakukan melalui tatap muka (diskusi) dan praktek penerapan teknologi (Anonim, 1982). Pengkajian bertujuan untuk meningkatkan pemahaman petani kepada hama, penyakit dan PHT. BAHAN DAN METODE Pengkajian dilaksanakan di desa Kemiri, kecamatan Jabung kabupaten Malang, salah satu sentra pengembangan kopi arabika, antara Mei 1999 s/d Maret 2000. Petani responden ditentukan dengan kriteria: (1) pemilik dan penggarap usahatani kopi arabika Kartika-1, (2) anggota kelompok tani, dan (3) bersedia mengikuti kegiatan PHT, Jumlah petani responden sebanyak 40 orang tergabung dalam kelompok tani Sumber Rejeki. Peningkatan pemahaman petani kepada PHT dibagi dalam 2 kegiatan yaitu (1) tatap muka,
dan (2) praktek penerapan PHT. Tatap muka dilaksanakan tiap bulan, berisi penjelasan dan diskusi tentang jenis hama-penyakit, gejala serangan, penyebab hama/penyakit, faktor yang mempengaruhi perkembangannya, pengertian dan manfaat PHT, serta komponen dan teknik aplikasinya. Untuk mempermudah dan mempercepat penyerapan informasi, petani dibekali buku saku yang beirisi secara detail materi tatap muka tersebut. Kegiatan praktek penerapan PHT dilaksanakan di 40 kebun kopi milik masing-masing petani (17 petani pada kopi robusta dan 23 petani pada kopi arabika). Petani peserta dibagi kedalam 5 kelompok masing-masing 8 petani dengan dibimbing oleh seorang peneliti. Praktek dimulai dengan kegiatan monitoring untuk mengetahui keadaan pertanaman kopi dan tingkat serangan hamapenyakitnya. Komponen PHT yang dipraktekkan mencakup kultur teknis (menyiang gulma, memupuk dengan pukan + ZA + SP-36 + KCl yang jumlahnya disesuaikan dengan umur dan jenis tanaman kopi, diberikan 2 kali pada awal dan akhir musim hujan, mengatur naungan, dan memangkas tanaman), mengendalikan hama dan penyakit menggunakan komponen PHT. Di samping itu, petani juga diajari membuat bokasi untuk memanfaatkan pupuk kandang sebagai pupuk organik tanaman kopi, serta bubur bordo untuk mengendalikan penyakit karat daun (Hemileia vastatrix) dan antraknose (Colletotrichum coffeae). Data pemahaman petani kepada hama, penyakit dan PHT dikumpulkan melalaui wawancara menggunakan daftar pertanyaan yang dilaksanakan pada awal dan akhir pengkajian. Data terkumpul dianalisis menggunakan persentase, untuk menetapkan persentase petani yang sudah atau belum memehami hama, penyakit dan PHT. HASIL DAN PEMBAHASAN Apabila dibandingkan dengan sebelum kegiatan, pemahaman petani kepada PHT telah meningkat setelah kegiatan tatap muka dan penerapan PHT (Tabel 1). Rendahnya pemahaman petani kepada PHT sebelum kegiatan diduga karena 4 hal, yaitu (1) tahap perkenalan, (2) tingkat pendidikan, (3) status tanaman kopi, dan (4) persepsi petani kepada aspek hama dan penyakit tanaman kopi.
Tabel 1. Tingkat pemahaman petani kepada PHT Komponen pemahaman
1.
Mengenal hama dan Penyakit • Belum • Sedikit • Banyak
Sebelum kegiatan Jumlah Persentase petani (%)
Sesudah kegiatan Jumlah Persentase petani (%)
6 34 0
15,0 85,0 0
0 7 33
0 17,5 82,5
Perbedaan hama dan Penyakit • Belum mengetahui • Mengetahui tetapi kurang benar • Mengetahui dengan benar
39 1 0
97,5 2,5 0
7 16 17
17,5 40 42,5
3. Gejala serangan • Belum mengetahui • Mengetahui tetapi kurang benar • Mengetahui dengan benar
0 38 2
0 95 5
0 18 22
0 45 55
4. Istilah PHT • Belum mengetahui • Sudah mengetahui
32 8
80 20
7 33
17,5 82,5
5. Komponen PHT • Belum mengetahui • Sudah mengetahui
32 8
80 20
7 33
17,5 82,5
6. Aplikasi PHT • Kurang benar • Sudah benar
28 12
70 30
8 32
20 80
1. Tahap perkenalan Bagi petani kopi di lokasi pengkajian, informasi detail tentang hama-penyakit tanaman kopi belum pernah diterima. Dengan demikian, tatap muka dan kunjungan lapang tentang hamapenyakit dan PHT selama pengkajian, merupakan tahap perkenalan bagi petani. Oleh karena tahap perkenalan atau pengetrap awal, maka tingkat adopsinya lebih lambat bila dibandingkan dengan golongan petani yang sebelumnya sudah mengenal (Wiriatmadja, 1986). 2. Pendidikan Sebagian besar petani (90 %) berpendidikan sekolah dasar (SD) atau madrasah ibtidai’yah (MI), akibatnya sulit memahami aspek hama-penyakit serta PHT. Nainggolan dkk (1988) melaporkan bahwa proses alih teknologi kepada petani antara lain dipenagaruhi oleh tingkat pendidikan petani, makin rendah menyebabkan proses alih teknologi makin lambat.
3. Status tanaman kopi Selain bertanam kopi, sebagian besar petani (90 %) juga berternak sapi perah. Apabila dibandingkan dengan kegiatan berternak, waktu petani yang dicurahkan untuk usahatani kopi jauh lebih sedikit. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa dari kegiatan sapi perah, petani setiap minggu mendapatkan uang kontan dari penjualan air susu ke KUD. Dengan demikian usahatani kopi termasuk usaha sambilan. Artinya apabila petani mempunyai waktu setelah berternak sapi perah (merumput, membersihkan kandang, memandikan dan memerah sapi), baru petani menangani kopi. Dengan demikian, pikiran dan tenaga petani lebih banyak dicurahkan untuk berternak sapi perah. 4. Persepsi petani terhadap aspek hama-penyakit Sebagian (10 %) petani menganggap bahwa adanya hama dan penyakit kurang atau tidak menjadi masalah pada usahatani kopi. Persepsi ini diduga mengurangi minat petani untuk memahami aspek hama-penyakit dan PHT pada tanaman kopi. Berdasarkan pada Tabel 1 tampak bahwa kegiatan tatap muka diikuti dengan praktek pengenalan hama-penyakit dan penerapan PHT, efektif meningkatkan pemaha-man petani kepada hama, penyakit dan PHT. Wariatmadja (1986) melaporkan bahwa peningkatan pemahaman petani kepada sesuatu aspek, dapat dilakukan dengan cara penyuluhan, antara lain melalui tatap muka (pertemuan). Untuk mepermudah pemahaman bagi petani, kegiatan tatap muka perlu diikuti dengan memberi kesempatan kepada petani untuk mempraktekkan materi yang disampaikan pada tatap muka (Anonim, 1982). KESIMPULAN Pemahaman petani kepada hama, penyakit dan PHT sudah meningkat melalui kegiatan tatap muka dan praktek perkenalan hama, penyakit dan penerapan PHT.
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 1982. Komunikasi pembangunan pertanian. Pengantar Penyuluhan Pertanian. Hapsara, Surakarta. 81-83. Direktorat Bina Perlindungan Tanaman Perkebunan. 1998. Kebijaksanaan perlindungan tanaman perkebunan. Workshop Pengendalian Hama Terpadu pada Komoditas Kopi, 24 Pebruari 1998 di Surabaya. Bagpro PHT-PR/IPM-SECP Jatim. 2-3. Oka, I.N. 1995. Pengendalian hama terpadu dan implementasinya di Indonesia. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. 136-140. Mahfud, M.C., L. Rosmahani dan D. Rachmawati, Handoko, Sarwono, E. Korlina, M. Soleh, A. Suryadi, W. Istuti dan Jumadi. 1999. Studi pengembangan dan penerapan PHT pada tanaman kopi. Laporan Hasil Penelitian, Bagpro PHT tanaman Perkebunan, Bogor. 10-16. Nainggolan. P. A.Muharam, D.Suminto, Siswandi dan G. Aminullah. 1988. Kendala-kendala program alih teknologi di tingkat petani. Makalah Alih Teknologi Hortikultura, 4 Juli – 2 Agustus 1988. Sub Balithort. Lembang, Bandung. 4-6. Sitepu, D., A. Kardinan dan A. Asman. 1997. Hasil penelitian dan peluang penggunaan pestisida nabati. Seminar Evaluasi dan Pemantapan Program PHT Tanaman Perkebunan. Puslitbang Tanaman Industri, Bogor 23 - 24 April 1997. 1 - 2. Untung, K. 1993. Konsep pengendalian hama terpadu. Audi Offset, Yogyakarta. 69 - 70. ---------------1996. Pengembangan sistem pertanian berkelanjutan berwawasan lingkungan. Seminar Nasional Pertanian Berwawasan Lingkungan USI Pematangsiantar, 29 Juli 1996. 1 - 13. Wiriatmadja, S. 1986. Pokok-pokok penyuluhan pertanian. CV. Yasaguna, Jakarta. 29-40.
DISKUSI 1.
Budianto (APP Malang 1. PHT modifikasi, misal di banding PHP sebelumnya padahal faktornya lebih banyak. 2. Efek PHP modifikasi terhadap petani. Ir. Moh. Cholil Mahfud, MS 1. Bahan kimia pada PHP modifikasi adalah pupuk an organik dan bubur bardo pestisida yang lain diganti daun mimbo yang harganya jauh lebih murah dan bubur bordo dapat dibuat sendiri. 2. Efek modifikasi PHP terhadap petani sangat mempengaruhi harga jual (harga lebih tinggi)
2.
Rusdi ( Dinas TK II Perkebunan Lamongan) Varietas yang dapat di tanam di dataran rendah lamongan Ir. Moh. Cholil Mahfud, MS Petani peserta PHP modifikasi telah faham cara memanen yang berpengaruh terhadap kualitas biji kopi disini cara panen secara bertahap yaitu petik pilih. Varietas dataran rendah Robusta.