PENGARUH NAUNGAN PARANET TERHADAP IKLIM MIKRO DAN PRODUKTIVITAS PUCUK TANAMAN KOLESOM (Talinum triangulare (Jacq.)Willd.)
CITRA PRATIWI
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
ABSTRACT CITRA PRATIWI, Effects of Paranet Shading on Micro Climate and Shoot’s Productivity of Water-Leaf (Talinum triangulare (Jacq.)Willd.). Supervised by IMPRON and SANDRA ARIFIN AZIZ. Water-leaf (Talinum triangulare (Jacq).Willd.) is one of medicinal plant which has many benefits. Part of the plant organ which often utilized is the shoot. This research, which was conducted using factor analysis of fixed model, aimed analyze the effect of paranet shading on micro climet and productivity of water-leaf’s shoot. The results showed that paranet shading had profound effects on radiation and temperature, and on growth and productivity of water-leaf. Shading using paranet 50% could reduced radiation transmission by 27%, reduced temperature by 0.3ᵒC, and reduced shoot productivity by 17%; while using paranet 75% could reduced radiation transmission by 36% and reduced temperature by 0.6ᵒC, and reduced shoot productivity by 59%, respectively.
Keywords: micro climate, paranet, shading, shoot, Water-leaf (Talinum triangulare (Jacq).Willd.)
ABSTRAK CITRA PRATIWI, Pengaruh Naungan Paranet terhadap Iklim Mikro dan Produktivitas Pucuk Tanaman Kolesom (Talinum triangulare (Jacq.)Willd.). Dibimbing oleh IMPRON dan SANDRA ARIFIN AZIZ. Tanaman kolesom (Talinum triangulare (Jacq.)Willd.) merupakan salah satu tanaman obat yang memiliki banyak manfaat. Salah satu bagian tanaman kolesom yang sering dimanfaatkan adalah bagian pucuknya. Penelitian ini menggunakan analisis model tetap satu factor yang bertujuan menganalisis pengaruh naungan paranet terhadap iklim mikro dan produktivitas pucuk tanaman kolesom. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemakaian naungan paranet mempengaruhi radiasi dan suhu, serta pertumbuhan dan produktivitas tanaman kolesom. Pemakaian naungan paranet 50% dapat mentransmisikan radiasi datang sebesar 27% dan mengurangi suhu sebesar 0.3ᵒC, serta menurunkan produktivitas pucuk sebesar 17%; sedangkan pemakaian naungan paranet 75% mentransmisikan radiasi datang sebesar 36% dan mengurangi suhu sebesar 0.6ᵒC, serta menurunkan produktivitas pucuk sebesar 59%.
Kata kunci: iklim mikro, naungan, paranet, pucuk, tanaman kolesom (Talinum triangulare (Jacq.)Willd.).
PENGARUH NAUNGAN PARANET TERHADAP IKLIM MIKRO DAN PRODUKTIVITAS PUCUK TANAMAN KOLESOM (Talinum triangulare (Jacq.)Willd).
CITRA PRATIWI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Geofisika dan Meteorologi
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul
: Pengaruh Naungan Paranet terhadap Iklim Mikro dan Produktivitas
Pucuk
Tanaman
Kolesom
(Talinum
triangulare (Jacq.)Willd.) Nama
: Citra Pratiwi
NIM
: G24080046
Menyetujui, Pembimbing I
Pembimbing II
Dr.Ir.Impron,M.Agr.Sc.
Dr.Ir.Sandra Arifin Aziz,MS
NIP. 19630315 199512 1 001
NIP. 19591026 198503 2 001
Mengetahui, Ketua Departemen Geofisika dan Meteorologi
Dr. Ir. Rini Hidayati, MS NIP. 19600305 198703 2 002
Tanggal Lulus :
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayahNya, serta sholawat dan salam penulis haturkan kepada junjungan nabi besar Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengaruh Naungan Paranet terhadap Iklim Mikro dan Produktivitas Pucuk Tanaman Kolesom (Talinum triangulare (Jacq.)Willd.) Penulis telah melibatkan banyak pihak dalam penyelesaian penelitian ini, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ayah, ibu, adik-adik (Ruly Kurniawan dan Iwa Kartiwa), dan seluruh keluarga besar Alm.Maulana Marfu yang telah memberikan cinta, kasih sayang, doa, dan segalanya. 2. Dr.Ir. Impron,M.Agr.Sc. dan Dr.Ir.Sandra Arifin Aziz,MS. atas bantuan, saran, nasihat dan bimbingan yang telah diberikan. 3. Ir. Bregas Budianto,Ass.Dpl. sebagai dosen penguji dalam tugas akhir atas saran dan nasihat yang telah diberikan. 4. Seluruh dosen dan staf Departemen Geofisika dan Meteorologi IPB yang telah membantu dari awal sampai akhir studi. 5. Pak Nana dan seluruh petani di lahan pertanian Leuwikopo yang telah membantu selama pengamatan di lapangan. 6. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dramaga, Bogor atas pemberian data pendukung dalam penelitian ini. 7. Diyah, Iput, dan Geno sebagai teman satu bimbingan yang telah memberikan kritik, saran, dan bantuan dalam pengolahan data penelitian. 8. Teman-teman setia Ratna Dila, Sarah, Dewi, Fella, Ferdy, Ruri, Fida, Sintong, serta seluruh GFM 45 yang telah memberikan inspirasi, kebersamaan, serta dukungan. 9. Hanifah, Aulia, Fennyka, dan Erna yang selalu memberikan tumpangan kosan, serta Ketty dan Dody yang telah membantu mengoreksi skripsi ini. 10. Reginers yang selalu memberikan kebersamaan, bantuan, semangat, dan doanya. 11. Rere, Ifah, Ruth, Ria, dan Gebi yang telah memberikan tawa, canda, dan semangat. 12. Diza, Andin, dan Anggun yang setia memberikan semangat dan dukungan tiada henti. 13. Lenny, Ayu, Indry, Dewi, Mita, Beki, dan Jenny yang telah menjadi sahabat sesungguhnya dan memberikan arti setia kawan yang sebenarnya, serta teman-teman XII IPA 3 SMAN 4 Bekasi dan group Keep Walkin’. 14. Kak Yudi, Kak Riri, serta seluruh senior GFM yang telah memberikan masukan dan wejangan. 15. Enda, Nowa, May, Rikson, Wengki, Dieni, Edo, Ghalib, Mani, Roni, dan seluruh adikadik GFM 46 serta 47 yang telah membantu penelitian, serta menceriakan hari-hari penulis sehingga penulis selalu enjoy dalam menyelesaikan penelitian. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini. Masukan dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat. Bogor,
Februari 2013
Citra Pratiwi
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Citra Pratiwi, lahir di Bandar Lampung, 22 Desember 1990 dan merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari Bapak Hasbi,S.Ip.M.M dan Ibu Hj.Siti Zuraida,S.Pd.I. Tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 4 Bekasi dan pada tahun yang sama, penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih program studi Meteorologi Terapan, Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di sejumlah organisasi kemahasiswaan yakni sebagai anggota Koperasi Mahasiswa tahun 2008-2009, dan pengurus Himpunan Mahasiswa Agrometeorologi (Himagreto) pada Departemen Internal tahun 2011-2012. Penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan yang diadakan oleh Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Pada tahun 2012, penulis sempat melakukan kegiatan magang di PT.East West Seed Purwakarta. Untuk memperoleh gelar Sarjana Sains IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Pengaruh Naungan Paranet terhadap Iklim Mikro dan Produktivitas Pucuk Tanaman Kolesom (Talinum triangulare (Jacq.)Willd), dibimbing oleh Dr.Ir.Impron,M.Agr.Sc. dan Dr.Ir.Sandra Arifin Aziz,MS.
viii
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................................................ ix DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................ x DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................................... xi I.
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1 1.2 Tujuan .............................................................................................................. 1
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kolesom (Talinum triangulare (Jacq.)Willd.) ..................................... 2.2 Iklim Mikro ....................................................................................................... 2.2.1 Radiasi Matahari ......................................................................................... 2.2.2 Suhu Udara ................................................................................................. 2.2.3 Kelembaban Relatif (RH) ............................................................................ 2.3 Naungan ............................................................................................................
1 2 2 3 3 3
III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat............................................................................................. 3.2 Alat dan Bahan ................................................................................................. 3.3 Metodologi Penelitian ....................................................................................... 3.3.1 Rancangan Penelitian ................................................................................. 3.3.2 Persiapan Penanaman ................................................................................. 3.3.3 Penanaman ................................................................................................ 3.3.4 Pengukuran . ...............................................................................................
4 4 4 4 4 4 4
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum ................................................................................................ 4.2 Kelembaban Relatif (RH) .................................................................................. 4.3 Suhu Udara ....................................................................................................... 4.4 Radiasi ............................................................................................................. 4.5 Tinggi, Jumlah, dan Bobot Pucuk ....................................................................... 4.6 Luas Daun Spesifik (LDS) ................................................................................. 4.7 Indeks Luas Daun (ILD) ................................................................................... 4.8 Koefisien Pemadaman (k) ................................................................................. 4.9 Radiasi Intersepsi .............................................................................................. 4.10 Efisiensi Pemanfaatan Radiasi Surya ................................................................. 4.11 Bobot Kering .................................................................................................... 4.12 Relative Growth Rate (RGR) ............................................................................. 4.13 Nett Assimilation Rate (NAR) ...........................................................................
7 7 7 8 8 9 10 11 11 11 11 12 12
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ...................................................................................................... 13 5.2 Saran ................................................................................................................ 13 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 13 LAMPIRAN ..................................................................................................................... 16
ix
DAFTAR TABEL 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Halaman Pengaruh naungan paranet terhadap kelembaban relatif rata-rata harian ...................... 7 Pengaruh naungan paranet terhadap suhu rata-rata harian ........................................... 7 Akumulasi panas tanaman kolesom ............................................................................ 7 Pengaruh naungan paranet terhadap rata-rata radiasi harian ........................................ 8 Pengaruh naungan paranet terhadap rata-rata radiasi transmisi harian .......................... 8 Pengaruh naungan paranet terhadap tinggi tanaman .................................................... 8 Pengaruh naungan paranet terhadap jumlah pucuk ...................................................... 9 Pengaruh naungan paranet terhadap bobot pucuk ........................................................ 9 Pengaruh naungan paranet terhadap LDS ................................................................... 10 Pengaruh naungan paranet terhadap ILD .................................................................... 10 Pengaruh naungan paranet terhadap rata-rata radiasi intersepsi harian . ........................ 11 Pengaruh naungan paranet terhadap RUE . .................................................................. 11 Pengaruh naungan paranet terhadap RGR.................................................................... 12 Pengaruh naungan paranet terhadap NAR .................................................................. 13
x
DAFTAR GAMBAR Halaman Tanaman kolesom ....................................................................................................... 2 Bibit kolesom ............................................................................................................ 4 Pembibitan ................................................................................................................ 4 Grafik hubungan waktu dengan tinggi tanaman kolesom ............................................. 9 Grafik hubungan waktu dengan bobot pucuk tanaman kolesom .................................. 9 Grafik hubungan waktu dengan luas daun spesifik (LDS) tanama kolesom ................. 10 Grafik hubungan waktu dengan indeks luas daun (ILD) tanaman kolesom .................. 10 Grafik hubungan waktu dengan radiasi intersepsi ....................................................... 11 Grafik hubungan waktu dengan bobot kering total tanaman kolesom .......................... 11 Grafik hubungan waktu dengan relative growth rate (RGR) tanaman kolesom . .................................................................................................................... 12 11. Grafik hubungan waktu dengan net assimilation rate (NAR) tanaman kolesom ..................................................................................................................... 13
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
xi
DAFTAR LAMPIRAN
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
Halaman Data Iklim Stasiun Klimatologi Dramaga, Bogor Bulan Maret-April 2012 .................. 17 Data perhitungan koefisien pemadaman (k) ................................................................ 19 Data perhitungan radiasi intersepsi ............................................................................. 20 Data perhitungan Thermal Heat Unit (THU) . ............................................................. 21 Data perhitungan kelembaban relatif (RH) .................................................................. 22 Data agronomi 1 MST . .............................................................................................. 23 Data agronomi 3 MST . .............................................................................................. 24 Data agronomi 5 MST . .............................................................................................. 25 Data agronomi panen . ................................................................................................ 26 Grafik hubungan bobot kering akar dengan waktu ...................................................... 28 Grafik hubungan bobot kering daun dengan waktu ..................................................... 29 Grafik hubungan bobot kering batang dengan waktu ................................................... 30 Data pengamatan tinggi tanaman................................................................................. 31 Alat solarimeter dan termometer bola kering bola basah ............................................. 32 Kondisi tanaman kolesom di lapangan ........................................................................ 33
1
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara beriklim tropis dan memiliki keanekaragaman flora yang tersebar di berbagai habitat, salah satunya adalah tanaman obat. Menurut Susanti (2006), Indonesia memiliki 9600 spesies tanaman yang berkhasiat sebagai obat. Tanaman obat merupakan salah satu produk pertanian yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi (Sugiarto 2006). Salah satu tanaman yang berkhasiat obat di Indonesia adalah tanaman kolesom (Talinum triangulare (Jacq.)Willd.). Tanaman kolesom merupakan tanaman obat yang berkhasiat mengurangi peradangan dan membantu penyembuhan luka (Sugiarto 2006). Tanaman ini bisa juga dimanfaatkan sebagai obat tradisional untuk mengobati neurasthenia (kelelahan tubuh), dan debilitas (kelemahan tubuh) setelah sembuh dari penyakit kronis (Hutapea 1994). Salah satu bagian tanaman kolesom yang sering dimanfaatkan adalah bagian pucuknya. Pucuk kolesom dimanfaatkan sebagai campuran bedak dingin di Kalimantan Selatan (Susanti et al. 2008). Menurut Fasuyi (2006), pucuk kolesom juga dapat dimanfaatkan sebagai sayuran sumber protein. Banyaknya manfaat tanaman kolesom membuat tanaman ini sering dibudidayakan. Tanaman kolesom dapat dibudidayakan di daerah dataran tinggi dan dataran rendah yang memiliki intensitas radiasi matahari yang cukup. Menurut Pitojo (2006), tanaman kolesom di dataran rendah dapat tumbuh dan menghasilkan produktivitas yang optimal apabila dibudidayakan di bawah daerah yang ternaungi. Menurut Rahmawaty (2005), bentuk naungan dapat berupa paranet dan tegakan pohon besar yang menyebabkan berkurangnya intensitas radiasi matahari yang sampai pada tanaman, sehingga tanaman dapat tumbuh secara optimal. Pada penelitian ini, naungan yang digunakan adalah naungan paranet dengan kerapatan yang berbeda. Merujuk dari penelitian sebelumnya, penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh pemakaian naungan paranet terhadap iklim mikro dan tanaman kolesom. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pembudidaya tanaman kolesom untuk menghasilkan produktivitas yang optimal.
1.2 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: 1. Menganalisis pengaruh pemakaian naungan paranet terhadap iklim mikro di sekitar tanaman kolesom. 2. Menganalisis pengaruh pemakaian naungan paranet terhadap produktivitas pucuk tanaman kolesom.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Tanaman Kolesom Tanaman kolesom (Talinum triangulare (Jacq.)Willd.) merupakan tanaman tahunan yang dikenal oleh masyarakat Indonesia sebagai bahan obat kuat dalam campuran jamu. Tanaman kolesom berasal dari daerah Afrika tropis dan banyak ditanam di daerah Afrika Barat, Asia, dan Amerika Selatan (Enete dan Okon 2010). Tanaman kolesom merupakan tanaman sukulen dan termasuk jenis tanaman CAM (crassulacean acid metabolism) (Susanti 2006). Klasifikasi tanaman ini adalah : Divisi : Spermatophyta Sub Divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Caryophyllales Familia : Portulacaceae Genus : Talinum Spesies :Talinum triangulare Willd. (Sumber : http://kambing.ui.ac.id) Tanaman kolesom merupakan tanaman dikotil yang hidup di habitat semak belukar dengan tinggi berkisar antara 30 – 100 cm (Anna 2010). Tanaman kolesom memiliki batang tegak, bulat, dan berkayu. Bunga tanaman kolesom berdiameter 2 mm dan biasanya memiliki 5 helai daun mahkota yang lonjong dengan panjang ± 4 cm dan berwarna ungu (Pitojo 2006). Akar tanaman kolesom merupakan akar tunggang yang menggelembung menyerupai ginseng (Anna 2010). Akar kolesom sering digunakan sebagai bahan utama anggur kolesom dan sari akarnya digunakan dalam pembuatan brem. Kolesom memiliki buah yang bertangkai pendek, berbentuk bulat dan lonjong dengan panjang 4–7 mm. Biji kolesom berbentuk lonjong pipih dan berdiameter ± 1 mm (Susanti 2012). Tanaman kolesom mampu menghasilkan ratusan biji.
2
sebagai sayuran berkhasiat obat karena memiliki nutrisi dan antioksidan yang penting (Susanti 2012). Pucuk kolesom juga direkomendasikan sebagai sayuran sumber protein karena memiliki kandungan 18 asam amino (Fasuyi 2006).
Gambar 1 Tanaman Kolesom (Sumber : Dokumentasi Penelitian) Tanaman kolesom dapat tumbuh subur pada media yang gembur, cukup humus, pH tanah mendekati netral, dan tidak tergenang air. Tanaman kolesom dapat ditemukan di dataran rendah sampai ketinggian tempat 1000 m diatas permukaan laut dengan curah hujan 2.000-4.000 mm/tahun. Tanaman ini mampu bertahan hidup dengan baik di dataran rendah dan di dataran tinggi dengan suhu 20-25oC. Tanaman kolesom dapat tumbuh secara optimal di dataran rendah apabila daerahnya ternaungi (Pitojo 2006). Tanaman kolesom dapat diperbanyak dengan menggunakan bahan tanaman berupa biji atau setek batang (Susanti et al. 2008). Budidaya kolesom dari biji relatif mudah, tetapi waktu untuk panen relatif lama. Sedangkan budidaya tanaman kolesom dengan cara setek lebih cepat dan mudah tumbuh. Setek tanaman kolesom berasal dari cabang, pucuk, dan batang kolesom. Budidaya kolesom dari setek sebenarnya merugikan tanaman kolesom, karena pemotongan setek dapat menunda perolehan pucuk dan regenarasi tanaman relatif lama. Pemotongan setek cabang juga berdampak memutus siklus bunga, buah, atau biji dalam perkembangbiakkan secara generatif (Pitojo 2006). Bagian tanaman kolesom yang biasa digunakan untuk diambil manfaatnya adalah umbi dan pucuknya (Farchany 2011). Menurut Hutapea (1994), umbi kolesom dapat dimanfaatkan untuk mengobati neurasthenia (kelelahan tubuh), debilitas (kelemahan tubuh) setelah sembuh dari penyakit kronis, dan obat lemah syahwat. Penelitian Susanti (2006) menunjukkan bahwa umbi kolesom memiliki kandungan alkaloid, steroid, saponin, dan tanin. Pucuk kolesom memiliki potensi
2.2 Iklim Mikro Iklim merupakan perubahan nilai unsurunsur cuaca (hari demi hari dan bulan demi bulan) dalam jangka panjang di suatu tempat (Handoko 1995). Kondisi iklim di sekitar objek tertentu disebut dengan iklim mikro. Iklim mikro merupakan salah satu ligkungan fisik yang sangat berperan terhadap tanaman (Bey dan Las 1991). Iklim tidak hanya sebagai komponen yang dibutuhkan secara esensial, tetapi juga mencirikan dan mempengaruhi komponen ekologi pertanian. Secara fisiologis, hampir semua unsur iklim berpengaruh dan dibutuhkan oleh tanaman. Radiasi, suhu, dan kelembaban relatif (RH) merupakan faktor iklim yang dominan bagi pertumbuhan dan produktivitas tanaman (Bey 1991). 2.2.1 Radiasi Matahari Radiasi matahari merupakan sumber energi utama untuk proses-proses fisika atmosfer, tetapi hanya sebagian kecil dari radiasi yang dipancarkan matahari diterima oleh permukaan bumi (Handoko 1995). Intensitas radiasi dan lamanya penyinaran sangat mempengaruhi sifat tanaman. Tanaman yang kekurangan cahaya akan mengalami etiolasi, yaitu menjadi kuning serta memiliki batang yang sangat panjang dan kurus, sedangkan tanaman yang diberi cukup cahaya akan membentuk warna hijau yang berhubungan dengan pembentukan klorofil, perangsang fotosintesis, dan memiliki struktur yang normal (Harjadi 1979). Radiasi matahari mempengaruhi respon tanaman, seperti perkecambahan, pembentukan umbi dan bulb, pembungaan, perbandingan kelamin pada bunga (Harjadi 1979). Kuantitas radiasi matahari ditentukan oleh beberapa hal, diantaranya adalah tajuk tanaman, Indeks Luas Daun (ILD), kedudukan atau sudut daun, serta adanya distribusi tajuk (Bey 1991). Radiasi surya yang sampai di permukaan akan mengalami perubahan dan pengurangan dalam perjalanannya menuju permukaan tanah (Hidayat 2001). Pengurangan radiasi
3
disebabkan oleh tegakan tanaman dan biasa disebut dengan radiasi intersepsi. Menurut Sitianapessy (1985), radiasi intersepsi adalah besarnya radiasi yang datang dan tertahan oleh tajuk tanaman. Jumlah radiasi intersepsi tergantung sifat optis tajuk tanaman, seperti sudut daun, luas daun, dan umur tanaman (Bey 1991). Kemampuan tanaman untuk mengintersepsi radiasi dipengaruhi oleh nilai koefisien pemadaman (k) (Boer dan Las 1994). Setiap tanaman memiliki nilai k yang berbeda-beda. Menurut Bey (1991), nilai k berkisar antara 0.3-0.5 pada tanaman yang memiliki daun tegak. Sedangkan nilai k berkisar antara 0.7-1.0 untuk tanaman yang memiliki daun lebar dan horizontal. Kecilnya nilai k menandakan kecilnya radiasi yang diintersepsi oleh tanaman. Radiasi yang diintersepsi digunakan tanaman untuk menghasilkan biomassa. Nisbah antara penambahan biomassa tanaman dengan jumlah radiasi yang diintersepsi disebut dengan efisiensi pemanfaatan radiasi surya. Setiap tanaman memiliki nilai efisiensi pemanfaatan radiasi surya yang berbeda-beda sesuai dengan susunan daun, ILD, posisi daun, serta ketersediaan air dan hara (Asyiardi 1993). 2.2.2 Suhu Udara Suhu merupakan indikasi jumlah energi yang terdapat dalam suatu sistem dan mempengaruhi proses biokimia dalam proses fotosintesis, respirasi, perkembangan, pembentukan daun, inisiasi organ, pematangan buah, dan umur tanaman. Suhu udara dipengaruhi oleh variasi diurnal, musiman, keawanan, angin, tajuk, serta ukuran daun (Bey 1991). Setiap tanaman memiliki suhu aktif dan optimal pada kisaran tertentu. Suhu yang ekstrim dapat merusak pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Harjadi 1979). Menurut Bey (1991), suhu yang terlalu ekstrim menyebabkan tanaman mengalami desikasi jaringan, yaitu kekeringan dan kelayuan daun. Waktu yang diperlukan untuk mencapai tahap panen dapat dinyatakan dalam nilai akumulasi panas atau yang disebut dengan satuan panas (thermal heat unit). Nilai satuan panas (thermal heat unit) didapat dengan menganggap faktor lain, seperti panjang hari tidak berpengaruh, sehingga laju
perkembangan tanaman berbanding lurus dengan suhu diatas suhu dasar (Irawan 2002). 2.2.3 Kelembaban Relatif (RH) Kelembaban udara merupakan kandungan uap air di udara yang dinyatakan sebagai kelembaban mutak, kelembaban relatif (RH), maupun defisit tekanan uap (Handoko 1994). Kelembaban udara merupakan indikator keadaan tekanan defisit uap air di sekitar pertanaman (Masyithah 2001). Kelemaban relatif (RH) merupakan perbandingan antara tekanan uap air aktual dengan keadaan jenuhnya. Secara tidak lagsung, RH mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas tanaman. RH mempengaruhi proses fotosintesis, transpirasi, pembungaan, serta perkembangan hama dan penyakit (Bey 1991). Kondisi RH yang terlalu rendah mengakibatkan laju transpirasi tanaman tinggi, sehingga terjadi kekeringan pada tanaman. Sebaliknya, kondisi RH yang tinggi dapat memacu terjangkitnya suatu penyakit pada tanaman sehingga mengurangi produksi tanaman. 2.3 Naungan Radiasi matahari memiliki peranan yang besar dalam proses fisiologi tanaman. Menurut Harjadi (1979), pertumbuhan, perkembangan, serta produktivitas tanaman bergantung pada beberapa faktor, salah satunya radiasi matahari. Kekurangan dan kelebihan intensitas radiasi matahari memiliki dampak yang buruk terhadap tanaman. Peristiwa tersebut dapat dihindari dengan mengontrol kondisi lingkungan disekitar tanaman. Salah satu cara pengontrolan kondisi lingkungan adalah dengan menggunakan naungan. Bentuk naungan bisa berupa tegakan pohon besar dan paranet. Naungan berupa paranet memiliki nilai kerapatan yang berbeda-beda. Nilai kerapatan itu disesuaikan dengan kondisi jaring-jaring paranet dan dinyatakan dalam bentuk persentase. Semakin tinggi nilai persentase paranet, semakin rapat jaring-jaring paranet, sehingga radiasi matahari yang diteruskan semakin kecil (Rahmawaty 2005). Menurut Smith (1982), paranet mempengaruhi respirasi, reduksi nitrat, sintesis protein, kandungan klorofil, dan mencegah disperse tanah, serta pemindahan uap air dan CO2 di sekitar tajuk tanaman.
4
Tanaman yang tumbuh dibawah paranet akan mengalami adaptasi fisiologis. Salisbury dan Ross (1995) menyatakan bahwa daun yang diproduksi pada tanaman dibawah paranet akan berukuran lebih besar, tetapi lebih tipis dibandingkan dengan daun yang diproduksi pada tanaman tanpa paranet. Hal ini disebabkan daun yang diproduksi dari tanaman tanpa paranet akan membentuk sel palisade yang lebih panjang atau membentuk tambahan lapisan sel palisade.
3.3.2 Persiapan Penanaman Bahan tanam berasal dari setek batang dengan panjang 10 cm yang ditumbuhkan dalam media pembibitan untuk mendapatkan bibit seragam. Pembibitan dilakukan selama 2 minggu didalam pot tray dengan media campuran dari tanah, pupuk kandang, dan arang sekam (Susanti 2012).
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian berlangsung dari bulan Februari 2012 sampai September 2012 di lahan seluas 90 m2 di lahan pertanian Leuwikopo, Bogor dan di Laboratorium Agrometeorologi Departemen Meteorologi dan Geofisika, Institut Pertanian Bogor. 3.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah solarimeter, termometer bola basah dan bola kering, digital multimeter, naungan paranet 50% dan 75% made in Taiwan, alat budidaya, oven, timbangan analitik, pot tray, kamera, Microsoft Office, dan software SPSS 16. Sedangkan bahan yang digunakan adalah bibit kolesom yang berasal dari setek, pupuk, media tanam, dan data cuaca selama penelitian dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dramaga. 3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Rancangan Penelitian Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis Model Tetap Satu Faktor. Model linear yang digunakan sebagai berikut : Yij= µ + αi + εij Keterangan : Yij = Pengamatan faktor α taraf ke-i dan ulangan ke-j µ = Rataan umum αi = Pengaruh faktor α pada taraf ke-i εij = Eror perlakuan faktor α taraf ke-i dan ulangan ke-j Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (annova), apabila berpengaruh nyata akan dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan pada taraf kesalahan 5%.
Gambar 2 Bibit kolesom
Gambar 3 Pembibitan Penyiapan lahan dilakukan terlebih dahulu dengan membersihkan gulma dan sisa tanaman sebelumnya. Tanah digemburkan dan dibuat 3 petak. Paranet dipasang pada masing-masing petak setelah lahan sudah siap tanam. Solarimeter dipasang setelah pemasangan paranet selesai. 3.3.3 Penanaman Bibit yang didapatkan dari pembibitan selama 2 minggu dipindahkan ke lahan dengan jarak tanam 70 cm x 50 cm. Bibit yang ditanam adalah bibit yang memiliki pertumbuhan yang sehat dan seragam (Susanti 2012). Setelah ditanam 2 minggu, setiap tanaman diberikan pupuk urea, kalium klorida (KCL), dan triple super fosfat (TSP) dengan dosis 8.5 gram. 3.3.4 Pengukuran a. Radiasi Matahari Pengukuran radiasi matahari menggunakan solarimeter yang telah di kalibrasi. Pengukuran dilakukan pada tiga penempatan yaitu, di atas tanaman tanpa paranet, di bawah paranet dan di bawah tanaman kolesom. Pemasangan solarimeter pada tanaman tanpa paranet dilakukan pada ketinggian 1.2 m di
5
atas lahan. Pembacaan nilai dari solarimeter tersebut dilakukan setiap hari pada pukul 12.00 WIB. Pada penelitian ini terdapat kesalahan pengukuran radiasi langsung, sehingga beberapa nilai radiasi langsung yang didapatkan menyimpang. Data menyimpang tersebut dikoreksi dengan data pengukuran stasiun BMKG Dramaga. Sedangkan data radiasi transmisi dapat disetarakan dengan nilai radiasi langsung yang sudah dikoreksi.
Qint = Q0 (1 − exp−k.LAI ) Keterangan : Qint = Radiasi intersepsi (MJ/m2/hari) Q0 = Radiasi langsung rata-rata (MJ/m2/hari) k = Koefisien pemadaman ILD = Indeks Luas Daun
b.
f.
Luas Daun Luas daun pada tanaman dihitung dengan menggambar replika daun pada kertas HVS 70 g. Replika daun digunting dan ditimbang, lalu dimasukkan ke dalam rumus sebagai berikut (Masyithah 2001) : LD =
WDR × LK WK
Keterangan : LD = Luas daun (cm2) WDR = Berat daun replika (g) WK = Berat 1 lembar kertas HVS 70 g (g) LK = Luas 1 lembar kertas HVS 70 g (cm2) c.
Indeks Luas Daun (ILD) Indeks luas daun (ILD) merupakan luas seluruh helai daun per satuan luas permukaan lahan. ILD merupaan salah satu indikator untuk menentukan intensitas radiasi yang dapat diserap tanaman untuk proses fotosintesis (Setiawan 2006). Nilai ILD didapatkan dengan menggunakan rumus sebagai berikut : ILD = d.
LD Luas area tanaman
Koefisien Pemadaman (k) Koefisien pemadaman (k) menggambarkan besar kemampuan tajuk dalam mengintersepsi radiasi (Boer dan Las 1994). Nilai k didapatkan dengan menggunakan rumus : Q ln Qo t k= ILD Keterangan : k = Koefisien pemadaman Qo = Radiasi datang rata-rata (MJ/m2/hari) Qt = Radiasi transmisi rata-rata (MJ/m2/hari) ILD = Indeks Luas Daun
e.
Radiasi Intersepsi Nilai radiasi intersepsi didapatkan dengan menggunakan persamaan Beer :
Efisien Pemanfaatan Radiasi Surya (RUE) Nilai efisiensi pemanfaatan radiasi surya (RUE) didapatkan dengan menggunakan rumus (Handoko 1994): dW ε= Qint Keterangan : ɛ = Efisiensi pemanfaatan radiasi (g MJ-1) dW = Perubahan biomassa tanaman (W1W2) (g) ƩQint = Akumulasi intersepsi radiasi matahari selama penelitian (MJ/m2/hari) g.
Suhu Nilai suhu udara didapatkan dengan menggunakan termometer bola kering yang dilakukan setiap hari pada pukul 07.00, 12.00, dan 18.00 WIB. Pada penelitian ini terdapat kesalahan pengukuran suhu, sehingga beberapa nilai suhu udara menyimpang. Data yang menyimpang tersebut dikoreksi dengan menginterpolasi data suhu pengukuran dengan data suhu dari stasiun BMKG Dramaga. Nilai suhu udara tersebut diolah sehingga menghasilkan suhu rata-rata harian antar paranet dan Thermal Heat Unit (THU) dengan rumus : THU =
T − Tb
Keterangan : THU = Thermal Heat Unit (oC) T = Suhu udara rata-rata (oC) Tb = Suhu dasar tanaman kolesom (20oC) (Pitojo 2006) h.
Kelembaban Relatif (RH) Nilai RH dihitung dengan menggunakan termometer bola kering dan basah. Kemudian dilakukan perhitungan tekanan uap air jenuh dengan menggunakan rumus (Handoko 1994):
6
esTbk =
17.269×T bk 6.107exp 237 .3+T bk 17.269×T bb
esTbb = 6.107exp 237 .3+T bb
Keterangan : esTbk = Tekanan uap air jenuh pada suhu bola kering Tbk = Suhu termometer bola kering (oC) esTbb = Tekanan uap air jenuh pada suhu bola basah Tbb = Suhu termometer bola basah (oC) Setelah didapatkan nilai tekanan uap air jenuh pada masing-masing suhu, maka didapatkan nilai tekanan uap air aktual dengan menggunakan rumus (Handoko 1994) : ea = esTbb − 0.67(Tbk − Tbb ) Nilai RH dihitung dengan rumus : RH =
ea × 100 esTbk
Keterangan : RH = Kelembaban relatif (%) ea = Tekanan uap air aktual esTbk = Tekanan uap air jenuh pada suhu bola kering i.
Luas Daun Spesifik (LDS) Luas daun spesifik (LDS) merupakan suatu nilai yang menggambarkan luasan daun per satuan berat kering daun. Nilai LDS didapatkan dengan menggunakan rumus: LDS =
LD Bobot kering daun
Keterangan : LDS = Luas Daun Spesifik (cm2/g) j.
Tinggi Tanaman dan Jumlah Pucuk Tinggi tanaman diukur pada 4 tanaman contoh di setiap ulangan pada tiap perlakuan. Pengukuran tinggi dilakukan pada saat destruktif tanaman, yaitu dua minggu sekali hingga panen. Tinggi tanaman diukur dari pangkal batang sampai ujung daun tertinggi dengan posisi tanaman di tegakkan (Masyithah 2001). Jumlah pucuk juga dihitung pada saat destruktif tanaman. Pucuk yang dihitung adalah daun muda yang memiliki panjang ± 10
cm di ujung cabang-cabang tanaman kolesom. Setelah dihitung jumlah pada setiap tanaman, pucuk-pucuk tersebut di oven dengan suhu 80ᵒC selama 48 jam, lalu ditimbang untuk mendapatkan nilai bobot pucuk satu tanaman. k.
Bobot Kering Tanaman Bobot kering tanaman diukur pada saat destruktif tanaman. Tanaman contoh yang didestruktif, dipisahkan batang, daun, pucuk, dan akar. Setelah dipisahkan, bagian-bagian tanaman tersebut dikeringkan didalam oven selama 48 jam pada suhu 80ᵒC. Untuk memperoleh bobot kering tanaman, bagianbagian tanaman yang sudah kering ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik. l.
Relative Growth Rate (RGR) Pengukuran pertumbuhan relatif (RGR) digunakan untuk mengetahui kondisi pertumbuhan relatif tanaman dari 1 MST hingga panen. Nilai RGR didapatkan dengan menggunakan rumus (Farchany 2011) : RGR =
ln W2 − ln W1 t 2 − t1
Keterangan : RGR = Relative Growth Rate (g/hari) W1 = Berat kering tanaman pada t1 (g) W2 = Berat kering tanaman pada t2 (g) t1 = Waktu saat destruktif pertama (hari) t2 = Waktu saat destruktif kedua (hari) m.
Nett Assimilation Rate (NAR) Laju assimilasi netto tanaman (NAR) merupakan hasil bersih asimilasi perluas daun dan waktu. Nilai NAR didapatkan dengan menggunakan rumus (Farchany 2011) : NAR =
W2 − W1 lnA2 − lnA1 × A2 − A1 t 2 − t1
Keterangan : NAR = Nett Assimilation Rate (g/cm2hari) W1 = Berat kering tanaman pada t1 (g) W2 = Berat kering tanaman pada t2 (g) A1 = Luas daun total pada t1 (cm2) A2 = Luas daun total t2 (cm2) t1 = Waktu saat destruktif pertama (hari) t2 = Waktu saat destruktif kedua (hari)
7
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Berdasarkan data dari stasiun BMKG Dramaga, wilayah Dramaga, Bogor berada pada 6ᵒ31’LS, 106ᵒ44’BT, dan elevasi 207 m. Pada saat penelitian, suhu rata-rata harian di wilayah tersebut adalah 26.1oC dengan suhu maksimum 31.9oC dan suhu minimum 22.9oC. Kelembaban relatif udara rata-rata sebesar 83% dan curah hujan total sebesar 16.6 mm (Lampiran 1). 4.2 Kelembaban Relatif (RH) Pada penelitian ini, pemakaian naungan paranet tidak mempengaruhi nilai RH (Tabel 1). Hal tersebut disebabkan pemakaian naungan paranet yang tidak tertutup pada semua sisi. Udara yang membawa uap air dapat menyebar ke segala arah, sehingga RH di setiap perlakuan relatif sama. Tabel 1 Pengaruh naungan paranet terhadap kelembaban relatif rata-rata Naungan paranet RH (%) (%) N0 83a N 50 83a N 75 84a Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama, berbeda nyata pada uji Duncan taraf kesalahan 5%. N0 = Tanpa naungan paranet N 50 = Naungan paranet 50% N 75 = Naungan paranet 75%
Tingginya nilai RH menyebabkan tanaman kolesom dapat tumbuh dengan baik di setiap perlakuan. Menurut Pitojo (2006), tanaman kolesom akan tumbuh dengan baik di tempat yang sejuk dan lembab. 4.3 Suhu Udara Pada penelitian ini, data suhu didapatkan dari data pengamatan langsung. Pemakaian naungan paranet menyebabkan kondisi disekitar tanaman menjadi sejuk, sehingga suhu udara di bawah naungan paranet lebih rendah (Tabel 2). Tabel 2 Pengaruh naungan paranet terhadap suhu rata-rata harian Naungan paranet Suhu (%) (0C) 0 25.0b 50 24.7b 75 24.4a Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama, berbeda nyata pada uji Duncan taraf kesalahan 5% N0 = Tanpa naungan paranet N 50 = Naungan paranet 50% N 75 = Naungan paranet 75%
Suhu udara mempengaruhi fase pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Bey 1991). Fase pertumbuhan dan perkembangan tanaman dapat dilihat dari nilai akumulasi panas (THU) (Tabel 3).
Tabel 3 Akumulasi panas tanaman kolesom HST Naungan paranet (%) 0 50 75 0 31 40 0-40
0 31 40 0-40
0 32 40 0-40
0 0 125 24 149
THU Naungan paranet (%) 50 75 0 119 21 141
0 115 16 131
Fase
Tanam Berbunga Panen Tanam-Panen
8
Pada penelitian ini, tanaman kolesom dipanen bersama-sama, yaitu setelah 40 HST. Terdapat perbedaan nilai akumulasi panas (THU) di setiap perlakuan. Perbedaan tersebut disebabkan oleh pemakaian naungan paranet. Nilai akumulasi panas menurun dengan pemakaian naungan paranet. Hal ini menyebabkan perkembangan tanaman kolesom yang ditanam di bawah naungan paranet lebih rendah. 4.4 Radiasi Pada penelitian ini, nilai radiasi matahari pada perlakuan tanpa naungan paranet berbeda nyata dengan nilai radiasi di bawah naungan paranet (Tabel 4). Hal ini disebabkan pemakaian naungan paranet menghalangi radiasi matahari yang datang. Tabel 4 Pengaruh naungan paranet terhadap rata-rata radiasi harian Naungan paranet Radiasi (%) (MJ/m2 hari) 0 13.4b 50
9.9a
75
8.8a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama, berbeda nyata pada uji Duncan taraf kesalahan 5% N0 = Tanpa naungan paranet N 50 = Naungan paranet 50% N 75 = Naungan paranet 75%
Radiasi yang ditransmisikan ke bawah naungan paranet dipengaruhi oleh kerapatan paranet. Namun, nyatanya kerapatan paranet 50% tidak menandakan besarnya radiasi yang ditransmisikan paranet sebesar 50% dari radiasi yang datang. Pada penelitian ini dibuktikan bahwa paranet dengan kerapatan 50% ternyata mentransmisikan radiasi sebesar 73%. Sedangkan paranet dengan kerapatan 75% hanya mentransmisikan radiasi sebesar 64%. Radiasi yang tidak diterima oleh tanaman di bawah naungan paranet, ditransmisikan oleh daun-daun tanaman ke permukaan tanah. Radiasi transmisi pada perlakuan tanpa naungan paranet berbeda nyata dengan radiasi transmisi di bawah naungan paranet (Tabel 5). Hal ini karena pemakaian naungan paranet menyebabkan nilai radiasi datang kecil, sehingga radiasi yang sampai ke permukaan
tanah juga kecil. Faktor lain yang menyebabkan nilai radiasi transmisi adalah bentuk tajuk. Tajuk pada tanaman kolesom di bawah naungan paranet relatif lebih tebal daripada tanpa naungan paranet, hal ini menyebabkan radiasi yang ditransmisikan oleh tanaman kolesom di bawah naungan paranet lebih kecil daripada tanpa naungan paranet. Tabel 5 Pengaruh naungan paranet terhadap rata-rata radiasi transmisi harian Naungan paranet Radiasi Transmisi (%) (MJ/m2 hari) 0 10.7b 50
7.8a
75
7.5a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama, berbeda nyata pada uji Duncan taraf kesalahan 5% N0 = Tanpa naungan paranet N 50 = Naungan paranet 50% N 75 = Naungan paranet 75%
4.5 Tinggi Tanaman, Jumlah dan Bobot Pucuk Salah satu parameter yang digunakan untuk mengamati pertumbuhan tanaman adalah tinggi tanaman. Tinggi tanaman kolesom pada setiap perlakuan berbeda nyata (Tabel 6). Tabel 6 Pengaruh naungan paranet terhadap tinggi tanaman kolesom Naungan Tinggi Tanaman (cm) paranet (%) 1 MST 3 MST 5 MST 6 MST 0
11.5a
19.9a
41.4a
42.9a
50
14.4b
24.8b
44.4b
45.9b
75
24.5c
30.6c
45.9b
47.4b
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama, berbeda nyata pada uji Duncan taraf kesalahan 5% N0 = Tanpa naungan paranet N 50 = Naungan paranet 50% N 75 = Naungan paranet 75%
Tanaman di bawah naungan paranet 75% memiliki tinggi maksimum, karena radiasi yang sampai ke bawah naungan paranet sedikit. Menurut Arum (2011), kecilnya nilai radiasi yang sampai pada tanaman menyebabkan tanaman mengalami etiolasi.
9
N0 N 50 N 75
30
0 1
3
5
6
MST Gambar 4 Hubungan waktu dengan tinggi tanaman kolesom Keterangan : N 0 N 50 N 75
= Tanpa naungan paranet = Naungan paranet 50% = Naungan paranet 75%
Tanaman kolesom terus bertambah tinggi sesuai dengan bertambahnya umur tanaman (Gambar 4). Pada saat tanaman kolesom ingin dipanen, tinggi tanaman kolesom tidak bertambah lagi, karena tanaman kolesom telah mencapai tinggi maksimum pada umur 5 MST. Hal ini merupakan sifat genetis suatu tanaman, yaitu tanaman tidak akan bertambah tinggi lagi setelah mencapai tinggi maksimumnya di umur tertentu. Bagian tanaman kolesom yang sering di produksi adalah pucuk. Jumlah pucuk dipengaruhi oleh pembentukan cabang yang baik (Mualim 2010). Tabel 7 Pengaruh naungan paranet terhadap jumlah pucuk per tanaman Naungan Jumlah Pucuk paranet 1 3 5 6 (%) MST MST MST MST 0 4a 28a 93b 92b 50
4a
26a
45a
76a
75
4a
17a
25a
37a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama, berbeda nyata pada uji Duncan taraf kesalahan 5% N0 = Tanpa naungan paranet N 50 = Naungan paranet 50% N 75 = Naungan paranet75%
Jumlah pucuk semakin menurun dengan pemakaian naungan paranet. Menurunnya jumlah pucuk disebabkan oleh jumlah radiasi dan suhu di sekitar tanaman. Radiasi dan suhu yang besar menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan suatu tanaman cepat, sehingga
tanaman kolesom di tanpa naungan paranet dapat membentuk cabang-cabang baru dengan cepat, sehingga pucuk yang dihasilkan banyak. Jumlah pucuk kolesom dapat dibuktikan dengan nilai bobot pucuk. Semakin banyak jumlah pucuk, bobot pucuk yang dihasilkan akan semakin besar. Tabel 8 Pengaruh naungan paranet terhadap bobot pucuk Naungan Bobot Pucuk (g/tanaman) paranet 1 3 5 6 (%) MST MST MST MST 0 0.01a 0.15a 0.63a 1.31b 50
0.01a
0.08a
0.39a
0.55a
75
0.01a
0.06a
0.10a
0.53a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama, berbeda nyata pada uji Duncan taraf kesalahan 5% N0 = Tanpa naungan paranet N 50 = Naungan paranet 50% N 75 = Naungan paranet75%
Bobot Pucuk (g)
Tinggi (cm)
60
1.2 0.9
N0 N 50 N 75
0.6 0.3 0.0 1
3 5 6 MST Gambar 5 Hubungan waktu dengan bobot pucuk tanaman kolesom Keterangan : N 0 N 50 N 75
= Tanpa naungan paranet = Naungan paranet 50% = Naungan paranet75%
4.6 Luas Daun Spesifik (LDS) Nilai LDS merupakan nilai yang menunjukkan tebal dan tipisnya daun tanaman. Pada penelitian ini, nilai LDS antar perlakuan berbeda nyata (Tabel 10). Nilai LDS tanaman di bawah naungan paranet lebih besar, hal ini menunjukan bahwa daun tanaman kolesom di bawah naungan paranet lebih tipis daripada tanpa naungan paranet.
10
Tabel 10 Pengaruh naungan paranet terhadap luas daun spesifik (LDS) Naungan LDS (cm2/g) paranet 1 3 5 6 (%) MST MST MST MST 0 189a 640a 209a 248a 50
334ab
710a
280a
241a
75
b
a
b
b
412
709
401
370
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama, berbeda nyata pada uji Duncan taraf kesalahan 5% N0 = Tanpa naungan paranet N 50 = Naungan paranet 50% N 75 = Naungan paranet75%
SLA (cm2/g)
900 600
N0 N 50 N 75
300
Tabel 9 Pengaruh naungan paranet terhadap indeks luas daun (ILD) Naungan ILD paranet 1 2 3 4 (%) MST MST MST MST 0 0.004a 0.054a 1.508a 0.544b 50
0.006a
0.072a
0.497a
0.599b
75
0.010a
0.083a
0.321a
0.400a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama, berbeda nyata pada uji Duncan taraf kesalahan 5% N0 = Tanpa naungan paranet N 50 = Naungan paranet 50% N 75 = Naungan paranet 75%
Nilai ILD pada setiap perlakuan rata-rata tidak berbeda nyata, hal ini disebabkan oleh jarak tanam yang sama pada setiap perlakuan (Tabel 9). 0.9
0 5 6 MST Gambar 7 Hubungan waktu dengan luas daun spesifik (LDS) tanaman kolesom Keterangan : N 0 N 50 N 75
3
= Tanpa naungan paranet = Naungan paranet 50% = Naungan paranet 75%
Perbedaan nilai LDS diakibatkan oleh perbedaan penerimaan radiasi surya. Menurut Salisbury dan Ross (1995), radiasi yang besar dapat memaksimalkan perkembangan sel palisade yang akan mempertebal daun tanaman kolesom. Nilai LDS ditentukan juga oleh alokasi biomassa tanaman. Alokasi biomassa ke daun terjadi pada umur 3 sampai 5 MST dengan ditandai pembentukan bunga. Hal ini menyebabkan daun menjadi lebih tebal sehingga LDS menurun. 4.7 Indeks Luas Daun (ILD) Pada penelitian ini, nilai ILD yang didapatkan kecil, karena jarak tanam yang digunakan sangat renggang. Hal ini mengakibatkan luas lahan yang tertutup daun kecil, sehingga radiasi surya lebih banyak ditransmisikan ke bawah tajuk.
0.6
N0 N 50 N 75
ILD
1
0.3 0.0 1
3 4 MST Gambar 6 Hubungan waktu dengan indeks luas daun (ILD) tanaman kolesom Keterangan : N 0 N 50 N 75
2
= Tanpa naungan paranet = Naungan paranet 50% = Naungan paranet 75%
ILD semakin meningkat seiring dengan bertambahnya umur tanaman (Gambar 6). Hal ini disebabkan oleh perubahan bentuk morfologi tanaman menjadi besar dan rimbun sehingga banyak radiasi yang jatuh ke atas tajuk tanaman tersebut. Tanaman kolesom mulai berbunga pada umur 5 MST, hal ini menandakan tercapainya pertumbuhan vegetatif maksimum, sehingga nilai ILD menjadi maksimum juga. Setelah mencapai maksimum, nilai ILD tanaman kolesom di perlakuan tanpa naungan paranet mengalami penurunan ketika panen. Hal tersebut disebabkan oleh banyaknya daun kolesom yang menua dan gugur.
11
4.8 Koefisien Pemadaman (k) Tanaman kolesom merupakan tanaman yang memiliki daun yang cukup lebar dan horizontal. Menurut Bey (1991), nilai koefisien pemadaman tanaman yang berdaun lebar dan horizontal berkisar antara 0.6-1.0. Nilai koefisien pemadaman pada tanaman kolesom yaitu 0.6. Nilai koefisien pemadaman tanaman kolesom pada penelitian ini didapatkan dari rata-rata nilai koefisien pemadaman pada umur tanaman yang sudah dewasa (Lampiran 2). Hal ini disebabkan tanaman kolesom dewasa memiliki tajuk tebal dan rimbun, sehingga nilai koefisien pemadaman yang dihasilkan cukup valid. 4.9 Radiasi Intersepsi Pada penelitian ini, nilai radiasi intersepsi pada setiap perlakuan tidak berbeda nyata (Tabel 11). Hal ini disebabkan oleh jarak tanam yang tidak berbeda pada setiap perlakuan, sehingga radiasi yang jatuh ke atas tajuk tanaman relatif sama. Nilai ILD yang tidak berbeda nyata menggambarkan luas daun yang tidak begitu berbeda di setiap perlakuan sehingga daya intersepsi radiasi oleh tanaman relatif tidak berbeda. Tabel 11 Pengaruh naungan paranet terhadap rata-rata radiasi intersepsi harian Naungan paranet Radiasi Intersepsi (%) (MJ/m2 hari) 0 1.2a 50
1.1a
75
0.8a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama, berbeda nyata pada uji Duncan taraf kesalahan 5% N0 = Tanpa naungan paranet N 50 = Naungan paranet 50% N 75 = Naungan paranet 75%
Pada penelitian ini, radiasi intersepsi meningkat seiring dengan bertambahnya umur tanaman (Gambar 8). Hal ini menggambarkan luas permukaan daun tanaman semakin besar. Pada umur tanaman tertentu, radiasi intersepsi akan menurun karena banyaknya daun yang gugur. Gugurnya daun disebakan oleh kondisi daun yang sudah menua. 4.10 Pemanfaatan Radiasi Surya (RUE) Pada penelitian ini nilai RUE yang didapatkan adalah nilai RUE berbasis radiasi global. Nilai RUE tanaman kolesom pada penelitian ini adalah 1.9-2.7 g/MJ (Tabel 12). Kecilnya nilai RUE tanaman kolesom diakibatkan oleh jarak tanam yang sangat renggang. Harjadi (1996) menjelaskan bahwa populasi yang lebih rapat akan lebih efisien dalam penggunaan pupuk, karena tercapainya efisiensi penggunaan cahaya. Tabel 12 Pengaruh naungan paranet terhadap pemanfaatan radiasi surya (RUE) Naungan paranet RUE (%) (g/MJ) 0 2.5 50 2.7 75 1.9 Keterangan : N 0 N 50 N 75
= Tanpa naungan paranet = Naungan paranet 50% = Naungan paranet 75%
Q int (MJ/m2 hari)
5 4 3
N0 N 50 N 75
2 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 HST Gambar 8 Hubungan waktu dengan radasi intersepsi (Qint) tanaman kolesom
Keterangan : N 0 N 50 N 75
= Tanpa naungan paranet = Naungan paranet 50% = Naungan paranet 75%
12
BK (g)
4.11 Bobot Kering Bobot kering tanaman kolesom meningkat dengan bertambahnya umur tanaman (Gambar 9). 21 18 15 12 N0 9 N 50 6 N 75 3 0 1 3 5 6 MST Gambar 9 Hubungan waktu dengan bobot kering total (BK) tanaman kolesom Keterangan : N 0 N 50 N 75
= Tanpa naungan paranet = Naungan paranet 50% = Naungan paranet 75%
Peningkatan bobot kering tanaman kolesom disebabkan tanaman kolesom terus berfotosintesis dan membentuk bahan kering yang dialoasikan dalam bentuk bagian-bagian tanaman. Peningkatan bobot kering tanaman kolesom di perlakuan tanpa naungan paranet sangat kecil ketika panen. Hal ini disebabkan oleh menuanya tanaman kolesom, sehingga kemampuan tanaman dalam membentuk bagian-bagian tanaman tidak maksimal. 4.12 Relative Growth Rate (RGR) Relative Growth Rate (RGR) menunjukkan peningkatan bobot kering dalam suatu interval waktu, dalam hubungannya dengan bobot asal (Susanti 2006). Pada penelitian ini, nilai RGR menurun dengan penggunaan naungan paranet (Tabel 13). Berdasarkan uji lanjut, nilai RGR pada setiap perlakuan tidak berbeda nyata. Hal ini disebabkan oleh selisih berat kering tanaman
kolesom yang relatif tidak berbeda dan pemakaian pupuk dengan dosis yang seragam. Tabel 13 Pengaruh naungan paranet terhadap relative growth rate (RGR) Naungan RGR (g/hari) paranet 1-3 MST 3-5 MST 5-6 MST (%) N0 0.1a 0.2a 0.2a N 50
0.1a
0.2a
0.3a
N 75
0.1a
0.1a
0.3a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama, berbeda nyata pada uji Duncan taraf kesalahan 5% N0 = Tanpa naungan paranet N 50 = Naungan paranet 50% N 75 = Naungan paranet 75%
Nilai RGR semakin meningkat dengan bertambahnya umur tanaman (Gambar 10). Nilai RGR pada perlakuan tanpa naungan paranet mengalami penurunan pada saat panen, hal ini diakibatkan selisih bobot kering yang tidak terlalu besar. 0.30 RGR (g/hari)
Renggangnya jarak tanam mengakibatkan daya intersepsi radiasi tanaman kolesom kecil, sehingga tanaman ini kurang memanfaatkan radiasi surya. Hal tersebut menyebabkan nilai RUE tanaman kolesom pada penelitian ini lebih kecil daripada nilai RUE tanaman yang serupa, yaitu tanaman kentang. Menurut Monteith dalam Bey (1991), tanaman kentang memiliki RUE berbasis radiasi global sebesar 2.4-3 g/MJ dengan jarak tanam yang rapat.
N0 N 50 N 75 0.00 1-3
3-5 5-6 MST Gambar 10 Hubungan waktu dengan relative growth rate (RGR) tanaman kolesom Keterangan : N 0 N 50 N 75
= Tanpa naungan paranet = Naungan paranet 50% = Naungan paranet 75%
4.13 Nett Assimilation Rate (NAR) Nett Assimilation Rate (NAR) merupakan hasil bersih dari hasil asimilasi per satuan luas daun dan waktu (Susanti 2006). Nilai NAR ditentukan oleh kecukupan unsur iklim mikro yang dimanfaatkan oleh tanaman untuk menghasilkan berat kering.
13
Tabel 14 Pengaruh naungan paranet dengan net assimilation rate (NAR) Naungan NAR (g/cm2 hari) paranet 1-3 MST 3-5 MST 5-6 MST (%) N0 0.0006a 0.0016b 0.0022a N 50
0.0008a
0.0010ab
0.0021a
N 75
0.0003a
0.0005a
0.0017a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama, berbeda nyata pada uji Duncan taraf kesalahan 5% N0 = Tanpa naungan paranet N 50 = Naungan paranet 50% N 75 = Naungan paranet 75%
NAR (g/cm2 hari)
Pemakaian naungan paranet menyebabkan nilai NAR kecil, karena radiasi dan suhu di bawah naungan paranet kecil, sehingga berat kering yang dihasilkan juga kecil. Berdasarkan uji statistik, nilai NAR di bawah naungan paranet 75% berbeda nyata pada umur 3-5 MST. Hal ini diperkirakan karena tanaman di bawah naungan paranet 75% tidak dapat berfotosintesis maksimal karena radiasi yang diintersepsi dan suhu di sekitar tanaman kecil. Nilai NAR semakin tinggi dengan bertambahnya umur tanaman (Gambar 11). Menurut Bey (1991), suhu dan radiasi yang besar akan memaksimumkan nilai akumulasi panas sehingga proses fotosintesis menjadi cepat. 0.003 N0 N 50 N 75
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Pemakaian naungan paranet mempengaruhi iklim mikro di sekitar tanaman kolesom. Pemakaian naungan paranet menyebabkan nilai radiasi dan suhu menjadi kecil. Naungan paranet 50% dapat mentransmisikan radiasi datang sebesar 73%, sedangkan naungan paranet 75% dapat mentransmisikan radiasi datang sebesar 64%. Suhu udara pada perlakuan tanpa naungan paranet sebesar 24.9ᵒC. Pemakaian naungan paranet 50% menurunkan suhu sebesar 0.3ᵒC, sedangkan pemakaian naungan paranet 75% menurunkan suhu sebesar 0.6ᵒC. Pemakaian naungan paranet tidak mempengaruhi nilai kelembaban relatif (RH). Naungan paranet mempengaruhi perkembangan luas daun yang juga mempengaruhi produktivitas pucuk tanaman kolesom. Naungan paranet 50% menurunkan produktivitas pucuk sebesar 17%, sedangkan naunga paranet 75% menurunkan produtivitas pucuk sebesar 59%. 5.2 Saran Pada penelitian selanjutnya, disarankan untuk menggunakan jarak tanam yang lebih rapat sehingga pengukuran radiasi intersepsi diharapkan menjadi lebih baik. Periode tanam tanaman kolesom juga disarankan lebih lama, sehingga bisa mengkaji produksi dan bobot umbi pada setiap paranet. Selain itu, periode tanam yang lebih lama juga bisa digunakan untuk melihat produksi pucuk yang terbaik pada interval panen yang terus-menerus.
DAFTAR PUSTAKA
0.000 1-3
3-5 5-6 MST Gambar 11 Hubungan waktu dengan net assimilation rate (NAR) tanaman kolesom Keterangan : N 0 N 50 N 75
= Tanpa naungan paranet = Naungan paranet 50% = Naungan paranet 75%
Anna I.W. 2010. Produksi Pucuk Kolesom (Talinum traingulare (Jacq.)Willd.) Pada Berbagai Interval Panen dan Frekuensi Pemupukan N dan K. Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Aja P.M., Okaka A.N.C., Onu P.N., Ibiam U., dan Urako A.J. 2010. Talinum triangulare (Water Leaf) Leaves. Pakistan Journal of Nutrition, 9 (6): 527-530.
14
Anonim. 2012. Talinum triangulare Willd. www.kambing.ui.ac.id [14 Januari 2012]. Arum N. 2011. Peran Hormon Auksin. www.nurlailiarum.wordpress.com [14 Januari 2012]. Bey A. 1991. Kapita Selekta Dalam Agrometeorologi. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. Bey A dan Las I. 1991. Strategi Pendekatan Iklim Dalam Usaha Tani dalam Bey A. Kapita Selekta dalam Agrometeorologi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Boer R dan Las I. 1994. Koefisien Pemadaman Tanaman Kedele Pada Beberapa Tingkat Radiasi. J. Agromet Vol.X No 1 dan 2 Enete A.A dan Okon U.E. 2010. Economics Of Waterleaf (Talinum Triangulare) Production In Akwa Ibom State, Nigeria. Field Actions Science Report Farchany, S.A. 2011. Pemberian Kombinasi Pupuk Organik Sebagai Pupuk Pengganti Penggunaan Pupuk Anorganik Pada Pertumbuhan Dan Produksi Kolesom. Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Fasuyi A.O. 2006. Nutritional potentials of some tropical vegetable leaf meals : Chemical characteristization and functional properties. African Journal of Biotechnology 5(1):49-53. Handoko. 1994. Dasar Penyusunan Dan Aplikasi Model Simulasi Komputer Untuk Pertanian. Departemen Geofisika dan Meteorologi, Bogor. . 1995. Klimatologi Dasar. Jakarta: Pustaka Jaya. Harjadi S.S. 1979. Pengantar Agronomi. Jakarta : Gramedia. Harjadi. 1989. Dasar Dasar Hortikultura. Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hidayat T. 2001. Efisiensi Pemanfaatan Radiasi Surya, Pertumbuhan, dan Produktivitas Tanaman Soba (Fagopyrum esculentum Moench.) di Ciawi, Bogor. Skripsi. Departemen Geofisika dan Meteorologi, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Hutapea J.R. 1994. Inventaris Tanaman Obat Indonesia Volume 3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Jakarta. Departemen Kesehatan RI. Irawan I. 2002. Fluktuasi Suhu dan Efisiensi Pemanfaatan Radiasi Matahari Pada Pertumbuhan, Perkembangan, dan Produksi Tanaman Soba (Fagophyrum esculentum Moench.) di Cijeruk, Bogor. Skripsi. Departemen Geofisika dan Meteoologi, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Masyithah. 2001. Pengaruh Intersepsi Radiasi Matahari Terhadap Pertumbuhan, Perkembangan, dan Produksi Tanaman Soba (Fagopyrum esculentum Moench) di CiawaiBogor. Skripsi. Departemen Geofisika dan Meteorologi, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Mualim L., Aziz S.A., M. Melati. 2009. Kajian Pemupukan NPK dan Jarak Tanam Pada Produksi Antosianin Daun Kolesom. J. Agron Indonesia 37 (1) : 55-61 (2009) Nasir A.A. 1991. Informasi Iklim dalam Budidaya Pertanian dalam : Bey A. Kapita Selekta dalam Agrometeorologi. Bogor : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Hal 75-82. Pitojo S. 2006. Talesom Sayuran Berkhasiat Obat. Yogyakarta: Kanisius Rachmawaty R.Y. 2005. Pengaruh Paranet dan Jenis Pegagan (Centella asiatica L. (Urban)) Terhadap Pertumbuhan, Produksi, dan Kandungan Triterpenoidnya Sebagai Tanaman Obat. Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Rubatzky V.E. dan Yamaguchi M. 1998. Sayuran Dunia 1 Prinsip, Produksi, dan Gizi Edisi Kedua. Jilid 1. Institut Teknologi Bandung, Bandung. Salisbury F.B dan Ross C.W. 1995. Fisiologi Tanaman. Jilid 3. Institut Teknologi Bandung, Bandung. Sitaniapessy P.M. 1985. Pengaruh Jarak Tanam dan Besarnya Populasi Tanaman Terhadap Absorbsi Radiasi Surya dan Produksi Tanaman Jagung
15
(Zea Mays L.). Thesis. Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Smith H. 1982. Light Quality Photoperception and Plant Strategy. Ann.Rev.Plant Physiol. 33: 481-581. Sugiarto N.T. 2006. Pengaruh Umur dan Frekuensi Panen Pada Produksi Pucuk Kolesom (Talinum triangulare (Jacq.)Willd.). Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sutomo B. 2006. Manfaat Daun Kolesom. www.budiboga.blogspot.com (19 Januari 2012). Susanti H. 2006. Produksi Biomassa dan Bahan Bioaktif Kolesom (Talinum triangulare Willd.) dari Berbagai Asal Bibit dan Dosis Pupuk Kandang Ayam. Thesis. Sekolah Pascasarjana, Insitut Pertanian Bogor, Bogor. . 2012. Produksi Protein dan Antosianin Pucuk Kolesom (Talinum triangulare (Jazq.)Willd) Dengan Pemupukan Nitrogen + Kalium dan Interval Panen. Disertasi. Sekolah Pascasarjana Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Susanti, Aziz S.A., Melati. M. 2008. Produksi Biomassa dan Bahan Bioaktif Kolesom (Talinum triangulare (Jacq.) Willd) dari Berbagai Asal Bibit dan Dosis Pupuk Kandang Ayam. Buletin Agronomi (36) (1) 48 – 55 (2008). Udoh E.J., Etim N.A. 2008. Measurement of Farm-Level Efficiency of Water-Leaf (Talinum triangulare) Production Among City Farmers in Akwa Ibom State, Nigeria. J. of Sustainable Development in Agriculture & Environment 3(2):47-54.
16
LAMPIRAN
17
Lampiran 1 Data Iklim dari stasiun Klimatologi Dramaga, Bogor bulan Maret-April 2012
Tanggal
1/3/2012 2/3/2012 3/3/2012 4/3/2012 5/3/2012 6/3/2012 7/3/2012 8/3/2012 9/3/2012 10/3/2012 11/3/2012 12/3/2012 13/3/2012 14/3/2012 15/3/2012 16/3/2012 17/3/2012 18/3/2012 19/3/2012 20/3/2012 21/3/2012 22/3/2012 23/3/2012 24/3/2012 25/3/2012 26/3/2012 27/3/2012 28/3/2012 29/3/2012 30/3/2012 31/3/2012 1/4/2012 2/4/2012
Temperatur Rata-2 Max (ºC) (ºC) 25.2 29.8 26.1 32.4 27.2 33.4 24.5 29.6 26.6 31.4 26.9 32.0 27.0 32.2 25.2 28.4 26.2 30.6 26.0 30.2 25.7 31.0 24.7 30.7 26.2 29.6 26.1 31.4 27.1 31.0 27.1 31.0 26.7 30.0 26.3 31.7 25.1 30.4 26.2 29.1 26.2 32.0 27.2 33.0 26.5 33.1 26.3 33.3 27.4 34.0 26.8 33.4 26.5 33.0 26.5 33.0 25.7 33.0 25.8 31.0 25.7 32.4 25.8 32.5 25.2 32.6
Min (ºC) 23.0 22.6 22.8 23.2 23.2 23.4 23.8 23.0 23.3 23.6 23.0 23.4 24.0 23.0 24.0 24.6 25.2 23.2 22.6 24.6 21.4 22.0 21.0 21.4 22.2 23.6 23.2 21.2 22.7 23.4 22.4 23.0 22.0
Curah Hujan (mm) 34.5 8.4 0.4 6.2 1.2 TTU 21.2 0.5 1.4 4.4 0.5 16.5 3.4 TTU 2 5.3 0.9 1.1 15.8 3.8 8.5 1.0 12.0
Kelembaban Intensitas Udara Radiasi (%) (Cal/Cm²) 89 177 81 281 74 354 90 382 78 184 81 394 74 330 87 412 83 156 83 273 81 229 89 273 77 186 74 201 82 333 75 306 81 266 77 225 80 258 72 253 77 207 74 409 75 434 77 400 75 419 82 444 84 369 83 364 86 406 87 399 88 295 89 346 87 349
Kecepatan Angin (Km/Jam) 3.4 2.8 4.9 4.0 2.8 6.7 2.9 7.1 4.7 5.7 7.0 7.1 4.6 6.6 8.8 6.4 7.5 6.3 5.8 8.6 6.6 6.1 6.1 4.9 3.2 5.6 4.5 3.9 3.8 3.5 3.9 3.3 3.4
3/4/2012 4/4/2012
24.6 25.6
29.6 31.0
22.6 22.4
7.8 39.3
90 85
225 322
4.4 3.6
5/4/2012
25.1
30.2
22.6
0.5
89
226
3.1
6/4/2012 7/4/2012
25.2 26.0
31.0 30.8
21.8 23.8
TTU 7.1
87 90
300 211
3.6 3.6
18
8/4/2012 9/4/2012
25.8 25.2
30.8 31.8
22.6 22.8
TTU TTU
86 87
248 313
3.1 3.9
10/4/2012
26.2
31.2
23.2
5.6
85
280
3.6
11/4/2012 12/4/2012 13/4/2012 14/4/2012
25.1 25.9 26.9 26.5
31.6 32.2 32.6 32.6
22.8 22.8 24 23
9.6 22.2 16.6
86 86 85 83
238 344 339 341
5.2 3.4 4.7 4.5
15/4/2012
26.7
32
23.4
41.2
84
254
4.6
16/4/2012 17/4/2012 18/4/2012
26.9 25.7 26.4
33 31.8 33.4
22.4 23 22.2
116 1.7
81 86 83
370 247 332
3.8 5.2 3.7
19/4/2012
25.6
31.2
24
72.6
95
230
4.4
20/4/2012 21/4/2012
25.7 25.7
32.4 31.6
23 23.8
15.1 4
91 89
352 260
2.8 3.6
22/4/2012 23/4/2012 24/4/2012 25/4/2012 26/4/2012 27/4/2012 28/4/2012 29/4/2012
26.0 26.5 27.3 26.9 26.4 27.8 26.9 25.9
30.4 32.6 33.7 34 33 33.6 32.8 28.6
24 22 23 23.2 22.1 24 23.2 24.2
5.5 0.2 10 TTU TTU
90 85 82 79 81 78 82 88
240 330 375 395 381 370 343 142
2.8 3.9 3.6 3.5 5.0 4.7 4.0 4.2
30/4/2012
24.2
30
24
1.5
96
178
2.9
Keterangan :
(-) TTU
: Tidak ada hujan : Curah hujan tidak terukur (0.0)
19
Lampiran 2 Data perhitungan koefisien pemadaman (k) HST N0 N 50 Pukul 12.00 Pukul 12.00 Ro Rt LAI k Ro Rt LAI
k
Ro
N 75 Pukul 12.00 Rt LAI
K
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
12.8 11.1
10.7 9.8
0.004 0.004
45.09 32.85
10.0 9.4
7.8 7.7
0.006 0.006
41.33 32.60
9.3 9.4
8.4 8.0
0.010 0.010
10.67 15.80
8.7 17.1 18.2
7.4 15.1 16.4
0.004 0.004 0.004
38.66 31.46 25.03
3.8 9.4 11.1
2.6 7.7 9.3
0.006 0.006 0.006
64.36 31.80 29.57
2.6 6.8 10.4
1.7 5.8 9.5
0.010 0.010 0.010
44.70 16.16 9.53
11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
18.6 15.5
16.2 10.8
0.004 0.004
34.04 90.23
13.2 6.8
12.2 6.4
0.006 0.006
12.77 10.66
9.7 7.7
8.9 7.4
0.010 0.010
8.08 4.56
17.0 16.7
11.8 9.6
0.004 0.054
91.86 10.18
15.0 13.2
11.2 5.3
0.006 0.072
48.33 12.82
14.6 12.9
11.5 5.4
0.010 0.083
23.57 10.44
14.5 14.6
13.0 9.4
0.054 0.054
1.94 8.17
10.4 11.7
7.0 9.3
0.072 0.072
5.53 3.14
8.4 10.6
8.1 9.7
0.083 0.083
0.42 1.12
9.5 12.6 8.8 10.4 13.1 11.7 10.0 14.4 14.2 14.3 10.6 15.5
7.2 10.6 7.7 7.7 11.7 9.0 7.1 11.3 10.8 10.3 8.0 13.5
0.054 0.054 0.054 0.054 0.054 0.054 0.054 0.054 0.508 0.508 0.508 0.508
5.05 3.20 2.66 5.60 2.03 4.84 6.32 4.47 0.54 0.64 0.56 0.27
6.4 8.4 4.2 7.6 7.1 7.7 8.9 12.2 9.4 12.5 9.4 13.4
4.5 5.6 3.9 5.8 6.7 5.8 8.0 9.8 8.1 9.2 7.9 11.8
0.072 0.072 0.072 0.072 0.072 0.072 0.072 0.072 0.497 0.497 0.497 0.497
5.04 5.68 1.16 3.74 0.82 3.90 1.44 3.03 0.29 0.62 0.34 0.25
2.6 6.9 3.7 5.1 3.7 6.4 8.6 11.3 7.1 13.3 9.2 12.7
2.4 5.3 3.3 4.9 3.1 4.8 7.9 10.1 7.0 11.3 8.2 11.5
0.083 0.083 0.083 0.083 0.083 0.083 0.083 0.083 0.321 0.321 0.321 0.321
0.66 3.20 1.16 0.52 2.13 3.40 1.03 1.36 0.01 0.48 0.35 0.31
14.7 10.9 10.0
12.5 9.4 8.5
0.544 0.544 0.544
0.30 0.27 0.32
13.0 9.1 8.8
11.4 7.1 7.7
0.599 0.599 0.599
0.21 0.43 0.23
12.4 8.7 8.6
11.7 7.3 7.9
0.400 0.400 0.400
0.14 0.44 0.23
15.7
13.8
0.544
0.24
14.8
11.5
0.599
0.42
14.5
11.4
0.400
0.60
35 36 37 38 39 40
Keterangan : N 0 = tanpa naungan paranet ; N 50 = naungan paranet 50% ; N 75 = naungan paranet 75%.
20
Lampiran 3 Data perhitungan radiasi intersepsi (MJ/m2 hari) HST N0 N 50 Pukul 12.00 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
N 75
Pukul 12.00
Pukul 12.00
Ro
Rt
k
Qint
Ro
Rt
k
Qint
Ro
Rt
k
Qint
12.8 11.1
10.7 9.8
0.57 0.57
0.03 0.03
10.0 9.4
7.8 7.7
0.57 0.57
0.03 0.03
9.3 9.4
8.4 8.0
0.57 0.57
0.05 0.05
8.7 17.1 18.2
7.4 15.1 16.4
0.57 0.57 0.57
0.02 0.04 0.04
3.8 9.4 11.1
2.6 7.7 9.3
0.57 0.57 0.57
0.01 0.03 0.04
2.6 6.8 10.4
1.7 5.8 9.5
0.57 0.57 0.57
0.01 0.04 0.06
18.6 15.5
16.2 10.8
0.57 0.57
0.04 0.04
13.2 6.8
12.2 6.4
0.57 0.57
0.05 0.02
9.7 7.7
8.9 7.4
0.57 0.57
0.06 0.04
17.0 16.7
11.8 9.6
0.57 0.57
0.04 0.51
15.0 13.2
11.2 5.3
0.57 0.57
0.05 0.53
14.6 12.9
11.5 5.4
0.57 0.57
0.08 0.60
14.5 14.6
13.0 9.4
0.57 0.57
0.44 0.45
10.4 11.7
7.0 9.3
0.57 0.57
0.42 0.47
8.4 10.6
8.1 9.7
0.57 0.57
0.39 0.49
9.5 12.6 8.8 10.4 13.1 11.7 10.0 14.4 14.2 14.3 10.6 15.5
7.2 10.6 7.7 7.7 11.7 9.0 7.1 11.3 10.8 10.3 8.0 13.5
0.57 0.57 0.57 0.57 0.57 0.57 0.57 0.57 0.57 0.57 0.57 0.57
0.29 0.38 0.27 0.32 0.40 0.36 0.30 0.44 3.57 3.59 2.67 3.89
6.4 8.4 4.2 7.6 7.1 7.7 8.9 12.2 9.4 12.5 9.4 13.4
4.5 5.6 3.9 5.8 6.7 5.8 8.0 9.8 8.1 9.2 7.9 11.8
0.57 0.57 0.57 0.57 0.57 0.57 0.57 0.57 0.57 0.57 0.57 0.57
0.26 0.34 0.17 0.31 0.28 0.31 0.36 0.49 2.32 3.08 2.31 3.30
2.6 6.9 3.7 5.1 3.7 6.4 8.6 11.3 7.1 13.3 9.2 12.7
2.4 5.3 3.3 4.9 3.1 4.8 7.9 10.1 7.0 11.3 8.2 11.5
0.57 0.57 0.57 0.57 0.57 0.57 0.57 0.57 0.57 0.57 0.57 0.57
0.12 0.32 0.17 0.24 0.17 0.29 0.40 0.52 1.18 2.22 1.53 2.12
14.7 10.9 10.0
12.5 9.4 8.5
0.57 0.57 0.57
3.93 2.90 2.68
13.0 9.1 8.8
11.4 7.1 7.7
0.57 0.57 0.57
3.76 2.64 2.55
12.4 8.7 8.6
11.7 7.3 7.9
0.57 0.57 0.57
2.53 1.77 1.75
15.7
13.8
0.57
4.19
14.8
11.5
0.57
4.29
14.5
11.4
0.57
2.96
Keterangan : N 0 = tanpa naungan paranet ; N 50 = naungan paranet 50% ; N 75 = naungan paranet 75%.
21
Lampiran 4 Data perhitungan Thermal Heat Unit (THU) HST N0 N 50 Rata-rata T 26.3
1 2 3 24.8 4 5 24.7 6 24.1 7 25.1 8 24.3 9 10 11 25.9 12 26.4 13 25.9 14 25.8 15 26.0 16 25.6 17 26.0 18 25.7 19 24.9 20 25.5 21 24.7 22 25.3 23 24.3 24 25.0 25 24.6 26 25.2 27 23.8 28 29 30 31 25.0 32 25.4 33 34 35 36 22.7 37 22.9 38 23.3 39 24.1 40 26.3 Jumlah THU
THU
THU
6.3
125.0
N 75
Rata-rata T 25.8
THU
THU
5.8
119.3
4.8
24.6
4.7 4.1 5.1 4.3
5.9 6.4 5.9 5.8 6.0 5.6 6.0 5.7 4.9 5.5 4.7 5.3 4.3 5.0 4.6 5.2 3.8
5.0 5.4
24.9
Rata-rata T 25.5
THU
THU
5.5
115.4
4.6
24.2
4.2
24.4 24.1 24.9 24.3
4.4 4.1 4.9 4.3
24.3 23.7 24.7 24.1
4.3 3.7 4.7 4.1
25.7 26.2 25.8 25.6 26.1 25.1 25.8 25.6 24.7 25.1 24.3 24.9 24.2 24.9 24.5 24.8 23.6
5.7 6.2 5.8 5.6 6.1 5.1 5.8 5.6 4.7 5.1 4.3 4.9 4.2 4.9 4.5 4.8 3.6
25.7 25.8 25.6 24.9 25.6 24.7 25.2 24.8 24.2 24.7 24.2 24.5 24.2 24.3 24.1 24.4 23.3
5.7 5.8 5.6 4.9 5.6 4.7 5.2 4.8 4.2 4.7 4.2 4.5 4.2 4.3 4.1 4.4 3.3
24.5 25.0
4.5 5.0
24.0 24.6
4.0 4.6
21.6
16.0
2.7 2.9 3.3 4.1 6.3 149.8
22.1 22.1 22.7 23.8 25.9
2.1 2.1 2.7 3.8 5.9 140.9
22.1 22.1 22.6 23.7 25.5
2.1 2.1 2.6 3.7 5.5 131.3
Keterangan : N 0 = tanpa naungan paranet ; N 50 = naungan paranet 50% ; N 75 = naungan paranet 75%.
22
Lampiran 5 Data perhitungan kelembaban relatif (RH) HST N0 N 50
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
es TBK 34.3
es TBB 29.2
ea
RH
27.4
31.2
27.9
31.1 30.0 31.9 30.3
N 75
es TBB 27.8
ea
RH
80
es TBK 33.3
es TBB 27.4
ea
RH
78
es TBK 32.7
25.8
25.5
78
26.6
85
30.9
27.4
26.1
84
30.2
26.5
25.1
83
26.6 26.9 28.0 27.9
24.9 25.7 26.6 26.9
80 86 83 89
30.6 29.9 31.5 30.4
26.4 26.5 28.0 27.4
24.7 25.2 26.7 26.2
81 84 85 86
30.4 29.4 31.1 30.1
26.3 26.1 27.7 27.7
24.7 24.9 26.4 26.8
81 85 85 89
33.5 34.4 33.3 33.2 33.6 32.9 33.6 33.1 31.5 32.5 31.0 32.3 30.5 31.7 30.9 32.1 29.5
28.6 29.0 28.9 28.8 29.0 28.9 29.3 29.4 28.0 28.2 27.7 27.3 27.5 28.1 27.8 27.5 27.3
26.9 27.1 27.4 27.1 27.4 27.5 27.8 28.1 26.7 26.6 26.4 25.4 26.4 26.7 26.6 25.8 26.4
80 79 82 82 81 84 83 85 85 82 85 79 87 84 86 80 89
33.0 34.0 33.1 32.7 33.8 31.9 33.2 32.9 31.1 31.8 30.3 31.4 30.3 31.5 30.7 31.3 29.1
28.5 28.6 28.4 28.2 28.8 28.7 28.8 28.8 27.8 27.7 27.6 27.4 27.4 27.6 27.6 27.4 27.0
26.8 26.6 26.7 26.5 27.1 27.5 27.3 27.4 26.6 26.2 26.6 25.9 26.3 26.2 26.5 25.9 26.2
81 78 81 81 80 86 82 83 86 82 88 83 87 83 86 83 90
33.0 33.2 32.8 31.5 32.8 31.2 32.1 31.3 30.1 31.0 30.3 30.7 30.2 30.3 30.0 30.6 28.5
27.8 27.7 27.9 27.6 28.6 28.3 28.4 28.4 27.3 27.7 27.4 27.3 27.3 27.3 27.5 27.2 26.9
25.9 25.6 26.1 26.1 27.1 27.3 27.0 27.3 26.2 26.4 26.2 26.0 26.3 26.2 26.6 25.8 26.2
78 77 80 83 82 87 84 87 87 85 87 85 87 86 88 84 92
31.6 32.4
28.4 28.5
27.2 27.1
86 84
30.7 31.6
28.2 28.2
27.2 27.0
89 85
29.9 30.9
27.8 27.9
27.0 26.8
90 87
30.1 34.3
28.4 28.3
27.8 26.1
92 76
29.6 33.3
27.8 27.6
27.2 25.5
92 76
29.3 32.6
27.1 26.9
26.2 24.7
90 76
Keterangan : N 0 = tanpa naungan paranet ; N 50 = naungan paranet 50% ; N 75 = naungan paranet 75%.
23
Lampiran 6 Data agronomi 1 MST Tanaman akar (g) daun (g) BB BK BB BK 1 0.12 0.012 0.37 0.077 2 0.14 0.011 0.81 0.070 3 0.04 0.014 1.13 0.085
N0 Pucuk (g) BB BK 0.12 0.008 0.07 0.002 0.04 0.004
Batang (g) BB BK 1.12 0.102 1.39 0.112 1.33 0.091
Jumlah Pucuk
L.Daun (cm)
5 5 3
2.96 17.18 24.17
daun (g) BB BK 0.82 0.061 0.16 0.118 0.29 0.024
N 50 Pucuk (g) BB BK 0.15 0.018 0.17 0.010 0.04 0.004
Batang (g) BB BK 1.37 0.110 1.53 0.125 0.94 0.539
Jumlah Pucuk
L.Daun (cm)
5 5 3
18.28 35.78 9.59
daun (g) BB BK 2.42 0.149 0.39 0.027 1.65 0.107
N 75 Pucuk (g) BB BK 0.07 0.008 0.05 0.003 0.11 0.009
Batang (g) BB BK 1.39 0.138 2.12 0.162 1.09 0.119
Jumlah Pucuk
L.Daun (cm)
3 4 5
53.32 14.01 39.22
Tanaman
1 2 3
akar (g) BB BK 0.09 0.015 0.15 0.025 0.12 0.012
Tanaman
1 2 3
akar (g) BB BK 0.04 0.007 0.09 0.007 0.09 0.001
Keterangan : N 0 = tanpa naungan paranet ; N 50 = naungan paranet 50% ; N 75 = naungan paranet 75%.
24
Lampiran 7 Data agronomi 3 MST Tanaman akar (g) 1 2 3
N0
daun (g)
Pucuk (g)
BB
BK
BB
BK
BB
BK
BB
BK
Jumlah Pucuk
0.14 0.26 0.37
0.021 0.012 0.030
6.72 13.63 20.54
0.115 0.353 0.521
1.46 6.18 3.04
0.055 0.273 0.135
3.55 4.58 8.81
0.179 0.303 0.287
28 24 32
93.12 210.60 268.27
L.Daun (cm)
Tanaman
L.Daun (cm)
N 50 akar (g)
1 2 3
Batang (g)
daun (g)
Pucuk (g)
BB
BK
BB
BK
BB
BK
BB
BK
Jumlah Pucuk
2.16 0.16 0.17
0.427 0.088 0.015
19.53 8.38 7.95
0.546 0.182 0.258
1.32 1.53 2.75
0.049 0.054 0.121
8.30 4.14 3.98
1.008 0.134 0.913
28 23 29
512.85 149.09 95.15
L.Daun (cm)
Tanaman
Batang (g)
N 75 akar (g)
daun (g)
Pucuk (g)
Batang (g)
BB
BK
BB
BK
BB
BK
BB
BK
Jumlah Pucuk
1
0.24
0.022
13.01
0.535
0.33
0.071
6.35
0.319
10
365.65
2 3
0.28 0.17
0.020 0.011
18.59 6.01
0.535 0.183
0.81 1.25
0.024 0.092
7.91 2.50
0.242 0.191
14 29
365.65 134.95
Keterangan : N 0 = tanpa naungan paranet ; N 50 = naungan paranet 50% ; N 75 = naungan paranet 75%.
25
Lampiran 8 Data agronomi 5 MST Tanaman
1 2 3
akar (g) BB BK 4.84 0.663 5.16 0.705 2.71 0.698
daun (g) BB BK 151.12 10.925 125.12 9.053 87.11 5.826
Tanaman
1 2 3
akar (g) BB BK 3.38 0.745 2.07 0.463 2.08 0.632
daun (g) BB BK 108.07 7.117 93.74 5.905 75.00 5.844
akar (g) BB BK 0.61 0.044 0.43 0.062 2.56 0.498
daun (g) BB BK 22.06 1.391 37.44 2.572 70.16 4.585
Tanaman
1 2 3
N0 Pucuk (g) BB BK 10.17 1.039 9.29 0.630 3.71 0.230 N 50 Pucuk (g) BB BK 1.99 0.198 1.99 0.315 3.77 0.682
Batang (g) BB BK 114.35 9.277 94.63 7.245 55.85 3.369
Batang (g) BB BK 79.66 6.424 61.40 4.107 46.44 3.407
N 75 Pucuk (g) Batang (g) BB BK BB BK 0.54 0.103 11.44 0.670 1.14 0.105 21.09 1.853 1.42 0.096 48.38 3.310
Jumlah Pucuk
L.Daun (cm)
98 93 88
2162.63 1862.27 1308.80
Jumlah Pucuk
L.Daun (cm)
61 40 36
1648.54 1532.08 2039.73
Jumlah Pucuk
L.Daun (cm)
16 22 38
616.49 943.02 1805.82
Keterangan : N 0 = tanpa naungan paranet ; N 50 = naungan paranet 50% ; N 75 = naungan paranet 75%.
26
Lampiran 9 Data agronomi panen Tanaman A akar (g) daun (g) BB BK BB BK 1 2.68 0.696 51.60 5.054 2 1.46 0.619 44.44 4.173 3 3.05 0.724 108.71 8.898 4 1.59 0.623 50.04 5.005 Tanaman B 1 2 3 4 Tanaman C
akar (g) BB BK 1.61 0.668 1.55 0.621 1.82 0.683 2.61 0.693
daun (g) BB BK 190.21 14.534 83.92 8.066 90.03 8.874 100.38 8.885
akar (g)
daun (g)
BK
1
3.77
1.112
65.48
2
6.85
0.953
166.11
3
5.88
0.940
74.98
4
3.64
1.085
135.07
1 2 3 4 Tanaman B
1 2 3 4
Batang (g) BB BK 41.33 3.838 30.49 3.757 89.54 8.322 30.01 3.750
N0 Pucuk (g) BB BK 5.55 0.937 5.13 0.862 6.31 0.948 6.87 0.951
Jumlah Pucuk
L.Daun (cm)
72 65 69 63
2510.94 2113.12 1796.36 1092.43
Batang (g) BB BK 147.29 12.363 65.40 7.754 70.85 7.927 73.35 8.022
Jumlah Pucuk
L.Daun (cm)
103 112 104 109
2627.98 1578.44 1798.36 1188.67
Batang (g)
Jumlah Pucuk
L.Daun (cm)
N0 BB
Tanaman A
N0 Pucuk (g) BB BK 7.46 0.953 3.12 0.733 6.17 0.945 2.28 0.630
BB
BK
Pucuk (g) BB
BK
BB
BK
7.797
3.48
0.742
60.32
7.743
62
2524.27
13.231
18.22
2.526
161.89
12.888
104
2298.96
8.047
14.78
2.151
99.26
8.880
129
1937.29
12.293
26.89
3.385
167.37
13.911
123
1387.94
N 50 BB
akar (g) BK
BB
daun (g) BK
BB
Pucuk (g) BK
BB
Batang (g) BK
Jumlah Pucuk
L.Daun (cm)
1.90 1.05 7.70 4.69
0.456 0.401 2.606 1.450
129.62 68.31 169.19 136.74
8.946 4.745 11.753 10.995
6.02 0.75 19.33 2.42
0.535 0.100 1.620 0.472
96.47 44.60 172.63 123.56
7.217 4.261 12.664 10.352
72 68 112 72
1984.77 1355.89 2622.58 2501.99
N 50 BB
akar (g) BK
BB
daun (g) BK
BB
Pucuk (g) BK
BB
Batang (g) BK
Jumlah Pucuk
L.Daun (cm)
2.79 5.41 1.92 3.98
1.342 2.031 0.517 1.369
99.54 113.49 101.37 104.33
7.560 8.880 8.099 8.433
0.6 6.51 0.54 9.53
0.104 0.532 0.100 0.951
87.18 65.46 41.14 89.98
7.184 4.480 4.125 7.394
63 73 63 91
1605.99 1553.03 1852.24 1412.73
27
Tanaman C
N 50 akar (g)
daun (g)
Pucuk (g)
Batang (g)
BB
BK
BB
BK
BB
BK
BB
BK
Jumlah Pucuk
1
7.65
2.449
129.89
8.953
10.19
0.982
107.25
8.612
93
2406.17
2
2.03
1.030
130.33
8.965
2.88
0.483
79.53
5.357
72
2240.94
3
5.06
2.006
119.76
8.906
4.08
0.499
161.57
12.659
73
3607.07
4
1.80
0.445
117.86
8.888
0.66
0.009
72.21
5.338
68
2026.04
L.Daun (cm)
Tanaman A
L.Daun (cm)
N 75 akar (g)
daun (g)
Pucuk (g)
Batang (g)
BB
BK
BB
BK
BB
BK
BB
BK
Jumlah Pucuk
1
3.29
0.60
110.36
7.648
11.25
1.869
85.43
5.933
87
1616.68
2
1.79
0.335
58.13
4.270
1.31
0.117
39.31
2.569
14
1450.78
3
0.14
0.128
10.06
1.355
0.13
0.074
17.09
1.914
10
1222.13
4
0.57
0.244
23.53
1.406
0.32
0.101
9.77
0.737
12
598.79
L.Daun (cm)
Tanaman B
N 75 akar (g)
daun (g)
Pucuk (g)
Batang (g)
BB
BK
BB
BK
BB
BK
BB
BK
Jumlah Pucuk
1
0.15
0.139
68.65
6.559
0.31
0.100
57.45
5.722
12
1534.46
2
1.18
0.327
46.723
4.186
6.49
1.041
62.93
5.780
80
1678.03
3
0.59
0.252
35.57
2.678
0.27
0.079
18.06
1.941
11
850.39
4
0.22
0.158
102.49
6.922
21.17
1.901
74.00
5.926
92
2075.59
L.Daun (cm)
Tanaman C
N 75 akar (g)
daun (g)
Pucuk (g)
Batang (g)
BB
BK
BB
BK
BB
BK
BB
BK
Jumlah Pucuk
1
2.01
0.472
76.64
6.594
0.69
0.105
53.57
5.765
14
1440.19
2
2.99
0.516
88.57
6.906
7.13
1.067
56.66
5.720
85
1867.87
3
1.11
0.305
69.58
6.576
0.74
0.110
44.97
2.945
19
1661.61
4
0.36
0.168
18.62
1.386
0.18
0.079
14.90
1.571
10
791.13
Keterangan : N 0 = tanpa naungan paranet ; N 50 = naungan paranet 50% ; N 75 = naungan paranet 75%.
28
Bobot Akar (g)
Lampiran 10 Grafik hubungan bobot kering akar dengan waktu 1.6 1.4 1.2 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0
N0 N 50 N 75
1 Keterangan :
3
MST
5
6
N 0 = tanpa naungan paranet ; N 50 = naungan paranet 50% ; N 75 = naungan paranet 75%.
29
Lampiran 11 Grafik hubungan bobot kering daun dengan waktu
Bobot Daun (g)
10 8 N0
6
N 50
4
N 75
2 0 1
Keterangan :
3
MST
5
6
N 0 = tanpa naungan paranet ; N 50 = naungan paranet 50% ; N 75 = naungan paranet 75%.
30
Bobot Batang (g)
Lampiran 12 Grafik hubungan bobot kering batang dengan waktu 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
N0 N 50 N 75
1 Keterangan :
3
MST
5
6
N 0 = tanpa naungan paranet ; N 50 = naungan paranet 50% ; N 75 = naungan paranet 75%.
31
Lampiran 13 Data pengamatan tinggi tanaman Tinggi (cm) Ulangan
N0
N 50
N 75
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1 2
8.9 7.8
15.1 9.3
9.9 19.2
12.6 15.5
17.8 11.5
10.8 12.8
28.9 24.4
24.7 28.7
23.9 24.6
3 4
10 6.2
9.9 10.6
12.9 17.7
14.7 12
19.3 12.9
13.4 19.1
19.1 19.8
23.4 30.1
23.8 22.5
1 2
17 15.6
25 17.7
18.1 24.4
22.2 25.5
28.2 20.6
22.8 28.9
35.3 28.9
30.1 34
28.7 29.9
3 4
19.4 13.5
19.5 20.2
23.7 25.2
24.8 21.4
27.1 22.5
25.2 28.4
27 27.6
27.2 35.8
32.1 30.4
1
41.5
42.7
41.3
43.1
46.6
47.1
43.8
47.1
2
37.7
42.4
41.8
46 38.4
44.9
44.1
39.6
47.6
45.6
3
43.7
31.3
48.9
47.2
32.8
49.4
33.1
49.7
4 1
35.1 41.9
43.8 43.4
46.5 42.6
45.4 47.5
46.3 44
49.2 48.5 47.8
47.8 48
49.3 44.7
50.6 47.9
2
40
43
44.6
40.2
46
45.5
41.7
48.9
47.4
3
44.8
34.8
49.6
50.3
35
49.9
50.7
35.6
51.3
4
37
44.4
48.2
48.8
47.5
49.8
49.4
51.2
52.2
Keterangan :
N 0 = tanpa naungan paranet ; N 50 = naungan paranet 50% ; N 75 = naungan paranet 75%.
32
Lampiran 14 Alat solarimeter dan termometer bola kering bola basah
(a)
Alat ukur
(b) Solarimeter dibawah paranet
(c)
Solatimeter di bawah tajuk kolesom
(d)
Solarimeter pada ketinggian 1.2 m
33
Lampiran 15 Kondisi tanaman kolesom di lapangan
(a)
Kondisi kolesom 1 MST
(b) Kondisi kolesom 3 MST
(c) Kondisi kolesom 5 MST
(d) Kondisi kolesom 6 MST
34