TINJAUAN PUSTAKA
Naungan Pengaruh naungan terhadap tanaman disamping mengurangi cahaya matahari yang tiba di permukaan, dapat juga mempengaruhi iklim mikro tanaman. Naungan dapat mempengaruhi beberapa faktor lingkungan antara lain: temperatur, kelengasan tanah, pergerakan udara (Chambers 1978), mempertahankan unsur hara, menekan gulma (Chang 1968), menurunkan suhu tanah dan tanaman pada waktu siang, menaikkan suhu udara pada waktu malam, perlindungan dari limpasan hujan, pemindahan uap air dan CO 2 , dan menaikkan kelembaban relatif (Stiger 1984). Naungan baik secara alami maupun buatan mengakibatkan pengurangan jumlah cahaya yang di terima oleh tanaman. Sebagian besar rumput tropis mengalami penurunan produksi sejalan dengan menurunnya intensitas sinar matahari, namun jenis rumput yang tahan terhadap naungan sering menunjukkan penurunan produksi yang relatif kecil atau bahkan masih meningkat pada naungan sedang. Hasil penelitian Alvarenga et al (2004) menunjukkan bahwa tanaman yang ditanam pada kondisi tanpa naungan cenderung memiliki produksi berat kering akar yang lebih tinggi dibandingkan tanaman dengan naungan. Tetapi produksi hijauan yang toleran naungan masih dapat meningkat pada naungan sedang (Samarakoon et al. 1990). Menurut Haris (1999) peningkatan luas daun merupakan salah satu mekanisme toleransi terhadap naungan untuk memperoleh cahaya yang lebih tinggi atau optimalisasi penerimaan cahaya oleh tanaman. Naungan dapat
Universita Sumatera Utara
meningkatkan proporsi daun dan menyebabkan luas daun lebih tersebar ke seluruh kanopi (Ludlow et al. 1974). Taiz dan Zeiger (1991) melaporkan bahwa daun yang ternaungi mengabsorbsi sedikit saja pada infra merah sehingga menyebabkan perubahan karakteristik fitokrom dan tanaman jadi lebih tinggi. Tanaman pada perlakuan naungan mengalami proses etiolasi sehingga pertumbuhan tanaman lebih tinggi, begitu juga dengan luas daun, dimana pada tanaman muda carambola terjadi peningkatan luas daun dengan bertambahnya taraf naungan. Menurut Dwiyanto (2002), potensi sumber daya alam seperti yang terdapat pada lahan ternaungan masih cukup berpeluang untuk dimanfaatkan secara intensif sebagai pakan ternak, namun demikian kualitas dan kwantitasnya masih rendah, hal ini disebabkan kebutuhan zat makanan yang diperoleh dari tanah sangat minim. Hal ini sesuai dengan pendapat Wilson (1990), produksi akan turun bila tumbuh di tempat yang tidak mendapatkan sinar. Sebagian besar spesies rumput tropis mengalami penurunan produksi sejalan dengan menurunnya intensitas sinar (Ludlow 1978), namun spesies yang tahan terhadap naungan sering menunjukkan penurunan produksi yang relatif kecil atau masih meningkat pada naungan sedang (Wong et al. 1985; Samarakoon et al. 1990). Level naungan adalah faktor yang sangat menentukan produksi pastura yang tumbuh pada areal tanaman tahunan. Penurunan intensitas cahaya mengurangi pertumbuhan spesies pastura pada berbagai tingkatan dan mempengaruhi kompetisi. Proses-proses di dalam tanaman yang dapat dipengaruhi oleh naungan adalah fotosintesis, transpirasi, respirasi, reduksi nitrat,
Universita Sumatera Utara
sintesis protein, produksi hormon, translokasi, penuaan, pertumbuhan akar dan penyerapan nitrat (Struik dan Deinum 1982). Spesies pastura tropis yang ditanam dibawah intensitas cahaya yang berbeda dapat menunjukkan perubahan morfologis dan fisiologis dalam nisbah pucuk/akar, indeks luas daun, luas dan spesifik dari efisiensi penggunaan cahaya (Sophanodora 1991). Perubahan ini akibat dari kompatabilitas rumput bila ditanam pada lingkungan ternaungi. Namun demikian, beberapa studi pada kondisi dimana ketersediaan hara dalam tanah sangat terbatas, ternyata ditemukan produksi biomasa tertinggi pada perlakuan naungan yang sedang dibanding pada kondisi terbuka (Wong dan Wilson 1980). Hal ini juga diteliti oleh Masuda (1977) dimana adanya indikasi menurunnya
kecernaan
hijauan
sejalan
dengan
meningkatnya
naungan.
Peningkatan kandungan serat kasar akan berpengaruh terhadap penurunan kecernaan, begitu juga dengan ”intake”, tetapi sebaliknya dengan kandungan protein dan mineral, dimana terjadi peningkatan terhadap kecernaan, yang secara tidak langsung berpengaruh juga terhadap peningkatan ”intake”.
Peningkatan kandungan tannin dan penurunan
kandungan BETN berpengaruh terhadap penurunan palatabilitas dan ”intake”nya.
Peranan Cahaya bagi Tanaman Cahaya yang mempengaruhi pertumbuhan dibagi dalam tiga komponen penting yaitu: kualitas, lama penyinaran, dan intensitas. Kualitas cahaya berhubungan dengan panjang gelombang, dimana panjang gelombang yang mempunyai laju pertumbuhan baik pada fase vegetatif maupun generatif adalah cahaya tampak dengan panjang gelombang 360 nm sampai 760 nm (Salisbury dan Roos 1995).
Universita Sumatera Utara
Kemampuan tanaman untuk beradaptasi terhadap kondisi naungan ditentukan oleh kemampuannya untuk dapat melakukan proses fotosintesis secara normal pada keadaan kekurangan cahaya. Radiasi matahari mempengaruhi posisi kloroplas akan mengumpul pada sisi dinding sel terdekat dan terjauh dari radiasi (Salisbury dan Roos 1995). Keadaan ini menyebabkan daun kelihatan lebih hijau pada kondisi ternaungi karena kloroplasnya mengumpul pada permukaan daun (Myers et al. 1997). Pertumbuhan tanaman tergantung pada intensitas, kualitas, lamanya (perioditas) dan arah cahaya. Bila intensitas cahaya yang diterima rendah, maka jumlah cahaya yang diterima oleh setiap luasan permukaan daun dalam jangka waktu tertentu rendah (Garner et al., 1991). Kondisi kekurangan cahaya berakibat terganggunya metabolisme, sehingga menyebabkan menurunnya laju fofosintesis dan sintesa karbohidrat (Sopandie et al., 2003). Energi cahaya bertanggung jawab terhadap kegiatan fotosintesis dan sejumlah pengikatan N melalui reaksi kimia. Intensitas cahaya yang optimum juga berbeda menurut jenis tanaman. Ada tanaman yang tumbuh dengan baik sekali di tempat-tempat yang teduh, ada juga tanaman yang memerlukan cahaya dengan intensitas tinggi sekitar cahaya matahari penuh. Tanaman jenis terakhir ini dinamakan ”sunplants”, sedangkan yang suka naungan disebut ”shade plants” (Devlin dan Witham 1983). Kualitas dan kuantitas cahaya mempengaruhi terhadap banyak hal dalam pertumbuhan tanaman antara lain: 1) etiolasi tanaman, 2) produksi pigmen, 3) pembentukan
cabang,
dan
4)
perpanjangan
batang
(Hartwick
2004).
Alvarenga et al., (2004) menemukan adanya tendensi peningkatan konsentrasi
Universita Sumatera Utara
klorofil dan penurunan laju fotosintesis dengan meningkatnya taraf naungan pada tanaman Croton urucurana Baill. Fotosintesis merupakan proses pembentukan karbohidrat dari CO 2 dan H 2 O dalam hijau daun dengan bantuan energi matahari. Produksi karbohidrat akan meningkat dengan meningkatnya hara nitrogen, demikian juga nitrogen akan dimanfaatkan oleh tanaman untuk mensintesis protein. Karbohidrat dan protein yang merupakan komponen dari bahan kering tanaman sehingga semakin meningkatnya pembentukan protein dan karbohidrat akan meningkatkan produksi bahan kering hijauan (Humphreys 1978). Menurut Salysbury dan Roos (1995) ada beberapa faktor yang mempengaruhi fotosintesis tanaman, yaitu: 1) air (H 2 O), 2) karbondioksida (CO 2 ), 3) cahaya, 4) hara dan 5) suhu. Tanaman yang tergolong C 3 dan C 4 menunjukkan tanggap morfologi yang sama terhadap naungan, tetapi tanggap fotosintesisnya berbeda terhadap naungan. Pada golongan rumput yang tahan naungan memiliki kandungan N daun lebih tinggi dari pada yang peka terhadap naungan (Kephart dan Buxton 1993). Kemampuan adaptasi tanaman pada kondisi naungan sangat ditentukan oleh kemampuan tanaman untuk menghindar maupun untuk mentolerir keadaan kurang cahaya tersebut. Karakter fotosintetik tanaman yang dapat tumbuh dengan baik pada intensitas cahaya rendah berbeda dengan tanaman yang tidak dapat menyesuaikan diri pada kondisi ternaungi. Pada tanaman yang toleran, intensitas cahaya yang rendah dapat diatasi antara lain dengan meningkatkan kandungan pigmen perkloroplas. Disamping itu, tanaman toleran dapat beradaptasi dengan menghindari penurunan aktivitas enzim.
Universita Sumatera Utara
Hasil penelitian Sahardi et al., (1999) menunjukkan bahwa genotipe toleran naungan memiliki kandungan klorofil yang lebih tinggi dan sel-sel mesofil yang lebih tipis. Ketebalan lapisan palisade dan mesofil dapat berubah sesuai dengan kondisi cahaya yang menyebabkan tanaman menjadi efisien dalam menyimpan energi radiasi untuk perkembangannya. Penangkapan cahaya per unit area fotosintetik dilakukan dengan mengurangi cahaya yang direfleksikan dan ditransmisikan melalui peningkatan kandungan kloroplas dan kandungan pigmen perkloroplas. Tanaman dapat mentolerir keadaan intensitas cahaya yang rendah dengan menurunkan titik konpensasi cahaya dan menurunkan laju respirasi di bawah titik kompensasi cahaya yang dilakukan dengan menghindari penurunan aktivitas enzim dan menghindari kerusakan pigmen.
Pemupukan dan Peranannya bagi Tanaman Pupuk adalah suatu bahan organik atau anorganik yang berasal dari alam atau buatan yang diberikan pada tanaman secara langsung atau tidak langsung untuk menambah unsur hara esensial tertentu bagi pertumbuhan tanaman (Pitojo, 1995). Lingga dan Marsono (2006) menambahkan bahwa pupuk merupakan kunci dari kesuburan tanah karena berisi satu atau lebih unsur untuk menggantikan
unsur
yang
habis
terhisap
tanaman.
Memupuk
berarti
menambahkan suatu bahan yang mengandung unsur hara tertentu ke dalam tanah (pupuk akar) dan tanaman (pupuk daun) untuk meningkatkan kesuburan tanah. Pemupukan pada tanaman secara umum dapat dikatakan bahwa manfaat pupuk adalah menyediakan unsur hara yang kurang atau bahkan tidak tersedia di
Universita Sumatera Utara
tanah untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Namun, secara lebih terinci manfaat pupuk ini dapat dibagi dalam dua macam, yaitu yang berkaitan dengan perbaikan sifat fisika dan kimia tanah. Manfaat utama dari pupuk yang berkaitan dengan sifat fisika tanah, yaitu memperbaiki struktur tanah dari padat menjadi gembur, sedangkan mafaat pupuk yang berkaian dengan sifat kimia tanah adalah sebagai penyedia unsur hara yang diperlukan oleh tanaman sekaligus membantu mencegah kehilangan unsur hara yang cepat hilang oleh penguapan atau air perkolasi (Marsono dan Sigit, 2001). Nitrogen
Secara umum nitrogen berperan dalam memacu pertumbuhan tanaman terutama pada fase vegetatif, berperan dalam pembentukan klorofil serta sebagai komponen
pembentuk
lemak,
protein,
dan
persenyawaan
lain
(Marsono dan Sigit, 2001). Parker (2004) menambahkan bahwa nitrogen berperan dalam proses pertumbuhan, sintesis asam amino dan protein serta merupakan pembentuk struktur klorofil. Nitrogen sebagai pembentuk struktur klorofil, nitrogen akan mempengaruhi warna hijau daun. Ketika tanaman tidak mendapatkan cukup nitrogen, wana hijau daun akan memudar dan akhirnya menguning. Kekurangan nitrogen akan menyebabkan pertumbuhan terhambat, daun berwarna kuning, tangkai tinggi kurus, dan warna hijau daun menjadi pucat. Pemberian unsur hara nitrogen dapat dilakukan melalui pemupukan. Pupuk nitrogen termasuk pupuk kimia buatan tunggal. Jenis pupuk ini termasuk pupuk makro. Sesuai dengan namanya pupuk-pupuk dalam kelompok ini didominasi oleh unsur nitrogen (N). Adanya unsur lain di dalamnya lebih bersifat sebagai pengikat atau juga sebagai katalisator. Salah satu jenis pupuk nitrogen
Universita Sumatera Utara
yang sering digunakan adalah urea. Urea adalah pupuk buatan hasil persenyawaan NH 3 dengan CO 2 . Bahan dasarnya biasanya berupa gas alam dan merupakan hasil ikutan tambang minyak bumi. Kandungan N total berkisar antara 45-46% (Marsono dan Sigit, 2001). Phosfor Phospor (P) disebut sebagai kunci kehidupan bagi tanaman karena unsur ini terlibat langsung dalam proses hidup tumbuhan. Unsur P adalah hara kedua setelah nitrogen (N) dalam frekuensi atau kegunaannya sebagai pupuk. Keperluan P kadang kadang. lebih kritik daripada N pada tanah-tanah tertentu. Nitrogen dapat ditambat oleh mikroba dari udara, tetapi unsur P hanya berasal dari batuan. Tanpa kecukupan P berbagai proses di dalam tanaman akan terhambat sehingga pertumbuhan dan perkembangan tanaman tidak berlangsung secara optimal (Balai Penelitian Tanaman Pangan Bogor, 1991). Phospor (P) berperan dalam merangsang pertumbuhan dan perkembangan akar, sebagai bahan dasar (ATP dan ADP), membantu asimilasi dan respirasi, mempercepat proses pembungaan dan pembuahan, serta pemasakan biji dan buah (Marsono dan Sigit, 2001). Parker (2004) menambahkan phospor berperan dalam menstimulasi pertumbuhan akar, membantu pembentukan benih, berperan dalam proses fotosintesis dan respirasi. Kekurangan unsur phospor akan menyebabkan warna keunguan pada daun dan batang serta bintik hitam pada daun dan buah. Menurut Tan (1996) phosfor merupakan hara tanaman esensial dan diambil oleh tanaman dalam bentuk ion anorganik : H 2 PO 4 dan HPO 2 .
Universita Sumatera Utara
Phosfor diperlukan dalam perkembangan akar, untuk mempertahankan vigor tanaman, untuk pembentukan benih, dan pengontrolan kematangan tanaman. Phosfor juga merupakan komponen esensial ADP (Adenosine Di Phospate) dan ATP (Adenosine The Phospate), yang bersama-sama memerankan bagian penting dalam fotosintesis dan peyerapan ion serta sebagai transportasi dalam tanaman. Phosfor juga merupakan bagian esensial dari asam nukleat (DNA dan RNA). Kalium Kalium (K) berperan dalam membantu pembentukan protein dan karbohidrat, memperkuat jaringan tanaman, berperan membentuk antibodi tanaman terhadap peyakit serta kekeringan (Marsono dan Sigit, 2001). Kalium tidak disintesis menjadi senyawa organik oleh tumbuhan, sehingga unsur ini tetap sebagai ion di dalam tumbuhan. Kalium berperan sebagai aktivator dari berbagai enzim yang esensial dalam reaksi-reaksi fotosintesis dan respirasi, serta untuk enzim yang terlibat dalam sintesis protein dan pati. Kalium juga merupakan ion yang berperan dalam mengatur potensi osmotik sel, dengan demikian akan berperan dalam mengatur tekanan turgor sel. Berkaitan dengan pengaturan turgor sel ini, peran yang penting dalam proses membuka dan menutupnya stomata (Lakitan, 2004). Tanaman yang kekurangan kalium akan lebih peka terhadap penyakit dan kualitas produksi biasanya rendah baik daun, buah maupun biji seperti pada kedelai (Leiwakabessy dan Sutandi, 1998). Kebutuhan tanaman akan unsur K dapat diperoleh dari pemupukan. Salah satu jenis pupuk kalium yang dikenal adalah KCl (Marsono dan Sigit, 2001). Upaya pemupukan kalium harus memperhatikan asas efektifitas karena selain
Universita Sumatera Utara
mudah larut dan tercuci bersama air perlokasi, unsur kalium juga mudah terikat dalam tanah. Efektivitas pemupukan kalium dapat dicapai antara lain dengan memperhatikan waktu dan cara pemupukan yang tepat. Pemberian pupuk kalium secara bertahap diperlukan untuk mencegah penyerapan berlebihan oleh tanaman “luxury Consumption”. Pada tanah yang mengandung kalium cukup tersedia pemberian pupuk kalium dapat dikurangi. Dibandingkan tanaman pangan, tanaman perkebunan dan industri lebih banyak menggunakan pupuk kalium inorganik (Runhayat, 1995). Pemberian pupuk merupakan salah satu jalan yang harus di tempuh untuk memperbaiki keadaan tanah, baik dengan pupuk buatan (anorganik), maupun dengan pupuk organik (seperti pupuk kandang dan kompos). Untuk lebih sederhana lagi, sebaiknya pupuk anorganik yang diberikan lewat akar ini dikelompokkan lagi. Ada dua kelompok pupuk berdasarkan jenis hara yang dikandungnya, yaitu pupuk tunggal dan pupuk majemuk. Ke dalam kelompok pupuk tunggal ini ada tiga macam pupuk yang dikenal dan banyak beredar di pasaran, yaitu pupuk yang berisi hara utama nitrogen (N), hara utama posfor (P), dan hara utama kalium (K) (Lingga dan Marsono 2002). Pemberian pupuk untuk setiap produksi hijauan akan berbeda, untuk sistem cut and carry Robbins (1986) merekomendasikan 300–600 kg N, 100 kg P dan 50 kg K /ha/tahun. Pada umumnya leguminosa lebih memerlukan unsur P dan K, sedangkan rumput lebih respon terhadap pemupukan N (Susetyo 1980). Pertumbuhan legum akan lebih cepat dan lebih baik dengan pemupukan P. Khusus untuk pertumbuhan
Stylo, pertumbuhannnya
tidak dipengaruhi oleh
Universita Sumatera Utara
pemupukan P, tetapi akan lebih baik lagi jika diberikan pupuk P, kecuali untuk Siratro dan Centro yang jelas menunjukkan respon yang sangat baik apabila diberikan pupuk P. Pupuk P yang dibutuhkan umumnya berkisar 30–60 kg/ha/tahun (Quiamco 1983), sedangkan pemberian pupuk K untuk segala jenis tanah berkisar 50 kg/ha/tahun (Whiteman 1980). Gibson (1975) juga telah merekomendasikan bahwa pemberian P yang baik untuk Desmodium intortum dan Stylosanthes guianensis adalah 80 kg/ha/tahun dan 40 kg/ha/tahun. Penggunaan pupuk untuk rumput Digitaria berkisar 100–1800 kg N/ha, P (33kg/ha), dan K (66 kg/ha), untuk Paspalum pemberian pupuk N berkisar 100–200 kg/ha, sedangkan
untuk
Stylosanthes
pupuk
P
berkisar
50–100kg/ha
(Reksohadiprodjo, 1994) Chambliss dan Adjei (2006) pada penelitiannya di Florida Utara melaporkan bahwa pemberian pupuk P dan K tidak tergantung pada jenis tanah yang dipergunakan tetapi pada pada beberapa banyak pupuk N yang dipergunakan, untuk itu
mereka melaporkan ada beberapa tahap pemberian
pupuk, terutama pada rumput Paspalum notatum. Pemberian pupuk N 25 kg/ha/tahun, sebaiknya tidak perlu dilakukan pemberian pupuk P dan K, karena dianggap sangat tidak efektif, sedangkan untuk pemberian pupuk N 50 kg/ha/tahun, sebaiknya memberikan 12.5 kg/ha/tahun pupuk P dan 25 kg/ha/tahun pupuk K. Marino dan Berardo (2005) pada penelitiannya terhadap hijaun Alfalfa dengan beberapa tingkatan pemupukan P yaitu 0, 25, 50, dan 100 kg/ha, dari beberapa tingkatan pemupukan tersebut yang menunjukkan peningkatan terhadap produksi Alfalfa adalah pemberian pupuk 25–50 kg/ha.
Universita Sumatera Utara
Pupuk nitrogen tergolong cukup banyak ragamnya, umumnya yang tersedia di pasaran dan banyak digunakan petani adalah urea dan ZA (Zwavelzure amoniak). Nitrogen merupakan unsur esensial bagi pertumbuhan tanaman, tanpa nitrogen pertumbuhan tanaman akan lambat. Tanaman yang mengandung cukup nitrogen untuk sekedar tumbuh saja akan menunjukkan gejala kekahatan, yakni klorosis terutama pada daun tua. Pentingnya nitrogen bagi tanaman dipertegas dengan kenyataan bahwa dalam tanaman hanya karbon, oksigen, hidrogenlah yang jumlahnya lebih banyak dari nitrogen (Whitehead, 2000). Pupuk nitrogen dapat meningkatkan jumlah tanaman penutup tanah, terutaman tanaman merambat, dimana tanaman merambat tersebut dapat menurunkan erosi, mengurangi gulma dan mengurangi evaporasi tanah dan kelembaban. Pupuk nitrogen dibutuhkan oleh tanaman, dimana kekurangan unsur P, K, dan S dapat menjadi pembatas bagi tanaman untuk menggunakan N (Kirychuck, 2002). Nitrogen atau zat lemas diserap oleh akar tanaman dalam bentuk NO 3 (nitrat) dan NH 4 + (amonium), akan tetapi nitrat itu segera tereduksi menjadi ammonium melalui enzim yang mengandung Molibdinum. Apabila unsur N tersedia lebih banyak dari unsur lainnya, akan dapat dihasilkan protein lebih banyak. Semakin tinggi pemberian N, semakin cepat pula sintesis karbohidrat yang diubah menjadi protein dan protoplasma. Pemberia zat N baik digunakan bagi tanaman penghasil daun, misalnya tebu dan rumpu-rumputan (Sutejo, 2002). Persediaan P di dalam tanah mempunyai sumber dari: pupuk buatan (an organik), dan pupuk alam (organik). Pupuk anorganik yang terdapat di pasaran
Universita Sumatera Utara
dan banyak digunakan petani di Indonesia antara lain TSP (Triplesuperposfat) dan SP-36. Posfor dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang lebih sedikit daripada N dan kalium (K). P adalah elemen kunci dari bentuk AMP, ADP dan ATP yang berperan dalam fotosintesis dan respirasi (Hartman et al., 1981). Beberapa fungsi esensial P dalam tanaman adalah berperan dalam menyimpan energi dan mentransfernya untuk kebutuhan tanaman sesuai kepentingannya. Energi yang dihasilkan dari fotosintesis dan metabolisme karbohidrat disimpan dalam senyawa posfat untuk digunakan berikutnya dalam pertumbuhan dan proses reproduksi (Tisdale et al., 1985). P penting untuk pembentukan biji, mempercepat pemasakan biji, pertumbuhan akar dan pertumbuhan tanaman (Leiwakabessy, 1988). Posfor diambil tanaman dalam bentuk H 2 PO 4 - dan HPO 4 2-. Pupuk P dapat memperbaiki tingkat kehadiran tanaman dan ketika hijauan baru ditanam atau dibibitkan. Pemberian pupuk P 16 kg/ha akan memberikan fase pertumbuhan awal yang lebih cepat dan dapat membantu perkembangan akar (Kirychuck, 2002). Penggunaan pupuk K di Indonesia kurang mendapat perhatian bila dibandingkan dengan penggunaan pupuk N dan pupuk P. Hal ini tidak berarti bahwa pupuk K tidak digunakan bagi pertanaman, mungkin pada pertanaman rakyatlah yang kurang, sebab kurang adanya respon. Sedang untuk perkebunanperkebunan penggunaan pupuk K paling banyak digunakan. Kebutuhan akan K ini sesungguhnya cukup tinggi dan dalam hal ini apabila kebutuhan akan K tidak tercukupi akan terjadi translokasi K dari bagianbagian tanaman yang tua ke bagian yang muda. Berbeda dengan unsur N, S, dan P
Universita Sumatera Utara
(terdapat dalam protein), tetapi K tidak terdapat dalam protein, protoplasma, selulosa, sehingga diduga bahwa K hanya bersifat sebagai katalisator. Sebenarnya K mempunyai peranan penting dalam tanaman, yaitu dalam peristiwa-peristiwa fisiologis, misalnya sebagai berikut: berperan dalam metabolisme karbohidrat (berperan dalam pembentukan pati, pemecahannya, serta translokasi pati tersebut), berperan dalam metabolisme nitrogen dan sintesa protein, mengaktifkan berbagai enzim (invertase, peptase, diatase, dan katalase),
mempercepat pertumbuhan
jaringan meristimatik, menambah resistensi tanaman, dan mengatur pergerakan stomata dan hal yang berhubungan dengan air atau mempertahankan turgor tanaman yang dibutuhkan dalam proses fotosintesa dan proses-proses lainnya agar dapat berlangsung dengan baik. Oleh tanaman pupuk K diserap dalam bentuk K+ (Sutejo, 2002). Jenis Tanaman Rumput dan Legum Arachis glabarata Arachis glabarata memiliki kemampuan pada naungan bervariasi tergantung ekotipe, misalnya CPI12121 dinilai sangat tahan naungan dan CPI29986 daya tahan naungan rendah. Biasanya dapat tumbuh pada naungan sedang. Arachis glabarata merupakan leguminosa yang memiliki kemampuan beradaptasi pada tanah yang berdrainase baik mulai dari tanah pasir sampai liat, lebih menyukai tanak masam namun dapat tumbuh baik pada tanah netral atau sedikit basa, selain itu beradaptasi baik pada daerah tropis maupun subtropics (Bowman dan Wilson, 1996). Arachis glabarata memiliki kualitas hijauan yang baik dan memiliki produksi bahan kering yang baik.
Universita Sumatera Utara
Saamarakon et al., (1990) yang menyebutkan bahwa spesies yang tahan terhadap naungan sering menunjukkan penurunan produksi yang relatif kecil atau masih meningkat pada naungan sedang. Disamping itu Prawirradiputra et al., (2006) menyatakan bahwa Arachis glabarata lebih tahan terhadap intensitas cahaya yang rendah/lebih beradaptasi dengan kondisi naungan. Adaptasi tersebut ditunjukkan oleh tinggi tanaman dan lebar daun yang menghasilkan produksi yang lebih besar. Calopogonium muconoides Calopogonium adalah leguminosa yang bersifat memanjat dan merambat, diatas tanah dapat membentuk hamparan setebal kurang lebih 50 cm. Batang seolah-olah terbagi ke dalam dua bagian, bagian bawah menjalar sedangkan bagian atas memanjang. Berdaun tiga pada suatu tangkai, helai daun berbentuk oval ditutupi bulu-bulu halis coklat keemasan di kedua permukaannya, berbunga kupu-kupu tersusun seperti tandan berwarna kebiruan. Berbuah polong panjang antara 2,5-3,8 cm berwarna kuning kecoklatan dan tertutup bulu-bulu lebat. Tiap buah berisi 4-8 biji berwarna coklat muda atau coklat tua, berukuran 2,5-2,5 mm (Jayadi, 1991). Calopogonium muconoides berasal dari Amerika Selatan. Bersifat perennial, merambat, membelit dan hidup di daerah-daerah yang tinggi kelembaban udaranya. Daun-daun terbentuk dengan lebat dalam waktu 5 bulan. Calopo ditanam sebagai penutup tanah di perkebunan kelapa sawit, kopi, karet dan pada tanah yang baru dibuka. Calopo dipergunakan juga untuk memberantas weed atau tanaman liar lain (Reksohadiprodjo, 1981).
Universita Sumatera Utara
Calopogonium dapat tumbuh mulai dari pantai hingga ketinggian 2000 m, tetapi dapat beradaptasi dengan baik pada ketinggian 300-1500 m. Kacang ini cocok pada iklim tropis lembab dengan curah hujan tahunan lebih dari 1250 mm. Kacang ini tahan terhadap kekeringan tapi mungkin akan mati pada musim kering yang lama. Dapat tumbuh dengan cepat pada semua tekstur tanah, walaupun dengan pH rendah antara 4.5-5. Cara tumbuhnya dengan membelit, membuat Calopogonium mampu beradaptasi dengan baik pada beragam kondisi ekologi. Calopogonium tidak dapat beradaptasi dengan adanya naungan yang ditunjukkan dengan adanya penurunan pertumbuhan pucuk, akar dan pembentukan bintil akar dengan turunnya intensitas cahaya. Hal ini mungkin disebabkan karena daun-daun calopogonium tidak memiliki plastisitas di bawah keteduhan dibandingkan dengan lain tanaman-tanaman yang toleran terhadap keteduhan seperti Centrosema pubescens dan Desmodium heterocarpon subsp. heterocarpon var. ovalifolium. Di bawah intensitas cahaya rendah (< 20%) daun calopogonium akan mengurangi ukurannya sekitar 70% dibandingkan dengan daun yang berada dalam cahaya matahari penuh (http://www.proseanet.org, 2012). Calopogonium juga dapat digunakan sebagai pupuk hijau untuk memperbaiki tanah, merupakan pioner dalam melindungi permukaan tanah, mengurangi temperature tanah dan dapat meningkatkan kesuburan tanah, serta dijadikan tanaman untuk menekan gulma/rumput seperti Imperata cylindrist L (alang-alang) (Chen et al., 1992). Centrosema pubescens Legum Centrosema pubescens merayap memanjat berbunga kupu-kupu besar berwarna ungu muda kemerah-merahan. Polongannya berwarna coklat
Universita Sumatera Utara
panjangnya 15 cm dan mengandung 20 biji bewarna hitam berbintik-bintik, tiap kg berat biji mengandung 40.000 butir. Modus reproduksinya adalah menyerbuk sendiri. Kekerasan kulit biji karena variasi genetik telah banyak diketahui (Humpreys, 1979).
Spesies legum ini tumbuh baik di daerah-daerah tropik
dengan curah hujan sedang sampai tinggi. Persyaratan tanah bagi legum ini tidak spesifik namun inokulasi rhizobium sering menguntungkan. Berbunganya tanaman dipengaruhi sangat baik dengan adanya panjang siang hari yang singkat dan photoperiode yang kritik sedikit kurang dari 12 jam (Reksohadiprodjo, 1985). Centrosema pubescens dibudidayakan di daerah tropis-lembab dengan ketinggian hingga ( 600-900) m. Tumbuhan ini memerlukan curah hujan tahunan sebesar 1500 mm atau lebih, namun juga toleran terhadap curah hujan yang lebih rendah. Sentro dapat tumbuh pada ladang-ladang rumput di Afrika hanya memiliki curah hujan sebesar 800 mm. Jenis ini tetap dapat tumbuh ketika tempat tumbuhnya tergenang air dan akan bertahan di musim kering yang berlangsung sekitar 3 – 4 bulan, namun tidak untuk masa kekeringan yang lebih panjang. Sentro tidak dapat tumbuh pada daerah bersuhu rendah. Pertumbuhannya akan menurun ketika suhu turun di bawah 20°C dan pertumbuhannya akan menjadi buruk bila suhu turun di bawah 15°C. Sentro merupakan salah satu tanaman polong-polongan yang toleran terhadap naungan dan dapat tetap tumbuh di bawah naungan sebesar 80%. Tumbuhan ini akan tumbuh pada beragam tipe tanah, yaitu dari tanah pasir berhumus hingga tanah liat. Pertumbuhan optimum dapat tercapai bila ditanam pada tanah dengan keasaman relatif, kecukupan aluminium dapat larut yang kurang dari 0.2 meq per 100 g tanah. Kisaran pH yang dapat ditoleransi adalah 4.5—8.0, namun kisaran pH optimum yang dapat mendukung
Universita Sumatera Utara
pertumbuhan nodul adalah 5.5-6.0. Meskipun sentro cukup toleran pada kadar Mn di tanah yang tinggi, namun ada keterkaitan antara keracunan Mn dengan tingkat pH rendah pada tanah-tanah asam, maka hal ini dapat diperbaiki dengan memperhatikan batasan kadar Mn dan pH tanah. Sentro dapat tumbuh dengan baik bersama-sama spesies tumbuhan lain di padang-padang rumput atau sebagai penutup tanah pada areal tanaman-tanaman pertanian. Pada daerah tropis lembab, tanaman polong-polongan yang dipilih untuk ditanam baik di tanah-tanah subur maupun kurang subur telah memanfaatkan jasa sentro. Tanah yang kekurangan mineral dapat dipulihkan dengan menginokulasikan benih-benih dengan Bradyrhizobium, dan sentro akan menunjukkan pertumbuhan dan produksi yang baik untuk tumbuh di semua tipe tanah, karena tanah akan banyak mengandung Nitrogen (http://www.proseanet.org, 2012). Centrosema pubescens merupakan tanaman yang tahan keadaan kering, dan dapat hidup dibawah naungan serta lahan yang tergenang air (Ibrahim, 1995) lebih lanjut Reksohadiprodjo (1981) menyatakan bahwa Centrosema pubescens dapat ditanam secara campuran dengan rumput dan memperlihatkan pertumbuhan dengan baik adalah dengan jenis rumput Panicum maximum, Melinis minutiflora serta Cynodon plectostachyon. Pueraria javanica Pueraria javanica mempunyai sifat pertumbuhan awal yang agak lambat tetapi setelah tumbuh dapat bertahan lama dan tahan naungan daripada Callopogonium mucunoidesdan Centrocema pubescent. Selain itu P. javanicajuga paling disukai ternak (Risza, 1995) dan mempunyai nilai kecernaan yang tinggi baik pada kambing (79%) maupun pada domba (81%). Kandungan nutrisi
Universita Sumatera Utara
P. javanica adalah 23, 4% (BK); 10, 26% (PK); 60,3% (SK) dan 4,226 kal/g (energi) (Handayani et al., 1993). Brachiaria humidicola Tanaman rumput tahunan yang mempunnyai banyak stolon dan rizoma dan membentuk lapisan penutup tanah yang padat. Ditanam untuk padang gembala permanen dan sebagai penutup tanah untuk menahan erosi dan gulma. Dapat digunakan sebagai hay dan untuk menekan nematoda pada sistem tanaman pangan. Tumbuh pada beragam janis tanah mulai dari tanah sangat asam tidak subur (pH 3,5), tanah liat berat merekah, sampai tanah pasir berbatu pH tinggi. Kebutuhan Ca rendah. Tahan terhadap tanah berpengairan buruk dan sering ditemukan pada tanah liat basah musiman. Tumbuh terbaik pada sinar matahari penuh tetapi daya tahan naungan sedang (misalnya dibawah perkebunan kelapa yang sudah tua). Kurang tahan naungan dibanding Stenotaphrum secundatum. Palatabilitas sedang dan langsung dimakan ternak ketikan tanaman dipertahankan tetap rendah dan banyak daun. Palatabilitas dapat menjadi rendah ketika ditanam pada tanah asam tidak subur karena helai daun menjadi sangat berserat dan berpigmen tinggi dan susah dicerna oleh ternak sehingga tidak disukai ternak (http://www.tropicalforages.info, 2012). Rumput Brachiaria humidicola merupakan hijauan palatabel yang dapat digunakan sebagai rumput potongan dan rumput penggembalaan. Rumput ini mempunyai kemampuan menekan pertumbuhan gulma, adaptif terhadap pengairan kurang baik, toleran terhadap penggembalaan berat, dan tidak begitu membutuhkan kesuburan tanah yang bagus sehingga mempunyai peranan yang
Universita Sumatera Utara
cukup besarbagi pengemban gan dan penyediaan hijauan di daerah tropik (‘tMannetje dan Jones, 1992). Brachiaria humidicola merupakan rumput yang tahan terhadap kekeringan dan genangan namun tidak setahan Brachiaria mutica. Rumput ini juga tahan terhadap penggembalaan berat dan mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap invasi gulma, tetapi kurang cocok bila dilakukan penanaman dengan campuran leguminosa, hal ini karena pertumbuhan Brachiaria humidicola cepat sekali menutup tanah sehingga akan menekan pertumbuhan leguminosa (Jayadi, 1991). Brachiaria humidicola dapat tumbuh dengan baik apabila di tanam di bawah pohon kelapa serta sangat efektif untuk menahan erosi. Kapasitas produksinya dapat mencapai 20 ton/ha (Jayadi, 1991). Stenotaphrum secundatum Stenotaphrum secundatum dikenal dengan nama umum “Buffallo grass” (Australia) atau St. Agustine grass (Amerika Serikat). Termasuk dalam famili Gramineae dengan sub famili Panicoideae. Stenotaphrum secundatum merupakan jenis rumput yang cocok tumbuh pada areal yang intensitas cahayanya rendah. Tanaman ini sangat cepat berkembang, memiliki rhizoma dan stolon yang padat, perakaran yang kuat, kemampuan berkompetisi dengan gulma sangat kuat sehingga
mampu
menekan
pertumbuhan
gulma
serta
tahan
terhadap
penggembalaan berat. Stenotaphrum secundatum merupakan salah satu spesies tanaman pakan ternak yang toleran terhadap naungan. Jenis rumput ini menunjukkan pertumbuhan maupun produksi yang lebih baik pada lahan naungan dibanding alam terbuka (tanpa naungan). Rumput ini memiliki palatabilitas yang tinggi saat masih muda, disukai oleh ternak ruminansia besar maupun kecil.
Universita Sumatera Utara
Terdapat kandungan oksalat sejumlah ± 1% namun tidak menyebabkan keracunan pada ternak yang mengkonsumsinya karena konsentrasinya belum tinggi (Konsorsium Bioteknologi Indonesia, 2012). Stenotaphrum secundatum merupakan jenis rumput yang cocok tumbuh pada areal yang intensitas cahayanya rendah (Whiteman, 1980). Lebih jauh Smith dan Whiteman (1983) menyebutkan bahwa rumput Stenotaphrum secundatum merupakan tanaman yang sangat cepat berkembang, memiliki rhizoma dan stolon yang padat, perakaran yang kuat, kemampuan berkompetisi dengan gulma sangat kuat sehingga mampu menekan pertumbuhan gulma serta tahan terhadap penggembalaan berat. Pertanaman Campuran Rumput dan Leguminosa Pertanaman campuran merupakan sistem penanaman dua atau lebih jenis tanaman dalam sebidang lahan pada musim tanam yang sama. Dengan demikian penanaman secara campuran dimungkinkan terjadi persaingan atau saling mempengaruhi antara komponen pertanaman yang berlangsung selama periode pertumbuhan tanaman yang mampu mempengaruhi hasil kedua atau lebih tanaman tersebut (Gardner et al., 1991) menyatakan bahwa pada pertanaman campuran
leguminosa
memberi
sumbangan
N
pada
rumput
selama
pertumbuhannya. Beberapa syarat perlu diperhatikan sebagai tanaman campuran, yaitu dapat menimbun N, tanaman tahunan yang berumur pendek, spesies-spesies yang permanen, tanaman yang tumbuh rapat, rendah dan lambat berbunga. Telah diketahui secara umum bahwa padang pengembalaan campuran rumput dan leguminosa lebih baik dibanding padang pengembalaan monokultur saja. Fungsi utama leguminosa dalam padang pengembalaan adalah menyediakan
Universita Sumatera Utara
atau memberikan nilai makanan yang lebih baik bagi ternak terutama berupa protein, posfor dan kalsium. Rumput dapat menyediakan produksi bahan kering dan energi yang lebih banyak dibanding leguminosa. Persaingan tumbuh antara rumput dan leguminosa adalah untuk mendapatkan air, unsur hara dan memperoleh klimat yang baik (Reksohadiprodjo, 1994). Padang rumput campuran antara rumput dan leguminosa lebih baik dan lebih disukai ternak daripada suatu pertanaman murni. Bila dibandingkan dengan pertanaman murni maka keuntungan dari pertanaman campuran adalah (1) pembentukan padang rumput yang lebih cepat dan penggunaan tanah yang lebih baik, (2) distribusi pertumbuhan musiman yang lebih baik, (3) produksi dengan palatabilitas yang lebih baik, (4) dapat menaikkan nilai gizi padang rumput. Cullison (1978) menyatakan bahwa leguminosa tidak hanya berperan sebagai sumber nitrogen untuk rumput tetapi dapat sebagai pakan yang berkualitas lebih tinggi serta mempunyai ciri penurunan nilai gizi yang lebih lambat dengan meningkatnya umur dibandingkan dengan rumput. Pembuatan padang rumput campuran dapat dilakukan dengan menyebar biji rumput yang dicampur dengan biji leguminosa (Mc Ilroy, 1976) atau seperti
yang
dinyatakan oleh Kismono (1979) dengan menyisipkan jenis
leguminosa unggul yang disesuaikan dengan daerah setempat, atau dengan cara lain yaitu pertanaman campuran dengan pola lajur yang mempunyai potensi untuk memanipulasi imbangan rumput-leguminosa dalam hijauan dan memberikan cara untuk pasokan pupuk nitrogen optimal terhadap rumput, tanpa melepaskan sumbangan fiksasi nitrogen dari leguminosa. Chrowder dan Chheda (1982) juga
Universita Sumatera Utara
mengatakan bahwa leguminosa akan meningkatkan penyediaan protein bagi penggembalaan dan menyediakan nitrogen untuk pertumbuhan rumput. Mansyur (2005) bahwa salah satu keuntungan dari sistem pertanaman campuran dapat meningkatkan produktivitas lahan persatuan luas. Pola pertanaman campuran antara rumput dan leguminosa menghasilkan peningkatan produksi hijauan dibandingkan dengan pertanaman monokultur.
Namun
peningkatan prosentase penanaman leguminosa pada pola pertanaman campuran tersebut mengakibatkan penurunan produksi hijauan. Hal ini terjadi karena produksi hijauan yang dihasilkan oleh leguminosa lebih rendah dari produksi hijauan yang dihasilkan oleh rumput. Menurut Sanchez (1993), peningkatan produksi pertanaman campuran ditentukan oleh proporsi hijauan yang dihasilkan oleh masing-masing tanaman.
Kapasitas Tampung Ternak Menurut Reksohadiprodjo (1985), yang disitasi oleh Kencana (2000), Kapasitas
tampung
(Carrying
Capacity)
adalah
kemampuan
padang
penggembalaan untuk menghasilkan hijauan makanan ternak yang dibutuhkan oleh sejumlah ternak yang digembalakan dalam luasan satu hektar atau kemampuan padang penggembalaan untuk menampung ternak per hektar. Departemen Pertanian (2010) lebih lanjut menjelaskan bahwa, kapasitas tampung adalah jumlah hijauan makanan ternak yang dapat disediakan kebun hijauan makanan ternak untuk kebutuhan ternak selama 1 (satu) tahun yang dinyatakan dalam satuan ternak (ST) per hektar. Kemampuan berbagai padang rumput dalam menampung ternak
berbeda-beda karena adanya perbedaan
dalam
hal
Universita Sumatera Utara
produktivitas tanah, curah hujan dan penyebarannya serta topografi. Oleh karena itu padang rumput sebaiknya digunakan menurut kemampuannya masing-masing. Menurut Susetyo (1980), yang disitasi oleh Wiryasasmita (1985) bahwa, kapasitas tampung adalah angka yang menunjukan satuan ternak yang dapat digembalakan diluasan tanah pangonan tertentu, selama waktu tertentu, dengan tidak mengakibatkan kerusakan baik terhadap tanah, vegetasi maupun ternaknya. Dengan demikian kapasitas tampung tersebut tergantung pada berbagai faktor seperti kondisi tanah, pemupukan, faktor klimat, spesies hijauan, serta jenis ternak yang digembalakan atau terdapat di suatu padangan. Kapasitas tampung ternak bertujuan untuk mendefinisikan tekanan penggembalaan jangka panjang dalam tingkat optimum yang secara aman berkelanjutan dan dihubungkan dengan ketersediaan hijauan. Taksiran daya tampung menurut Halls et al., (1964) didasarkan pada jumlah hijauan tersedia. Jumlah hijauan yang tersedia ini tidak terlepas hubungan dengan defoliasi, aspek lain dalam hal ini adalah hubungan antara tekanan penggembalaan terhadap produksi ternak. Pengertian tentang tekanan penggembalaan optimum penting artinya
dalam
pengelolaan
padang
penggembalaan,
karena
tekanan
penggembalaan optimum dalam hal ini sesuai dengan daya tampung padang rumput bersangkutan. Othman et al., (1989) menunjukkan bahwa terjadi penurunan komposisi legum dari umur 1-6 tahun yaitu terjadi penurunan 10% pada legum dan merumput terjadi peningkatan total bahan kering lebih dari 60%. Lebih dari 60 spesies hijauan telah dikontribusikan secara efektif dibawah pengelolaan yang normal pada perkebunan kelapa sawit dan 70% disukai ternak.
Universita Sumatera Utara
Komposisi Botani Analisa komposisi botani diperlukan untuk mengetahui kondisi pastura yang dapat mempengaruhi produksi dan kualitas hijauan yang dihasilkan. Analisis komposisi botani dapat dilakukan secara manual dengan melihat secara langsung yang ada di suatu pastura. Namun hal ini tentu akan menjadi masalah dalam menentukan akurasi jenis botani dan waktu yang diperlukan untuk melihat kondisi botani dan waktu yang diperlukan untuk melihat kondisi botani yang ada secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan metode analisis komposisi botani hijauan makanan ternak yang cepat dan tepat (wordpress.com, 2012). Selain itu analisa komposisi botani diperlukan untuk mengetahui jenis tanaman yang tahan terhadap naungan. Sehingga mempermudah untuk pengaplikasian jenis tanaman yang akan ditanam di bawah naungan. Kandungan Nutrisi Tanaman yang merupakan sumber makanan pokok bagi hewan juga merupakan satu unit biologi yang terdiri atas unit kimia yang sama dengan hewan. Oleh karena itu membicarakan komposisi atau susunan tubuh hewan dan tubuh tanaman sangat penting. Mahluk hidup termasuk ternak memerlukan zat-zat gizi untuk melengkapi kebutuhan akan protein, energi, mineral, vitamin dan lainnya yang digunakan untuk proses-proses pertumbuhan, produksi, reproduksi dan pemeliharaan tubuhnya. Pakan mengandung zat-zat gizi yang melakukan fungsifungsi di atas, tetapi zat gizi yang dikandung oleh setiap pakan sangat berbedabeda. Secara singkat, tanaman dapat menggunakan energi matahari dalam mensintesa alat makanan organik yang kompleks dari bahan-bahan sederhana seperti karbondioksida dalam udara dengan air dan unsus organik dalam tanah
Universita Sumatera Utara
yang disebut fotosintesis. Analisa mineral dimulai dengan membakar zat makanan (bahan
kering)
dengan
istilah
diabukan.
Dengan
pembakaran
dapat
menghilangkan zat-zat organik. Kuantitas abu dari skema analisis bahan makanan hanyalah merupakan kelanjutan dalam menghitung BETN (bahan ekstrak tanpa nitrogen) dengan cara pengurangan karena setiap mineral di dalam tubuh mempunyai fungsi yang terpisah. Gizi yang dapat diuji adalah BK (bahan kering), lemak kasar, protein kasar, serat kasar, abu dan BETN (Tillman, 1989). Sebagai bahan baku pakan untuk ternak ruminansia, densitas nutrisi pada tanaman pakan untuk setiap unit volume yang dikonsumsi lebih rendah dibandingkan dengan bahan baku pakan berupa biji-bijian atau bahan lain dengan kandungan tetap
serat
merupakan
yang
rendah
sumber
(Bull, pakan
2000). ternak
Namun, yang
tanaman penting,
pakan karena
mampu menghasilkan nutrisi yang lebih efisien bagi ternak ruminansia (Moore dan Nelson, 1995; Dynes et al., 2003). Hal ini disebabkan tanaman pakan dapat dikembangkan pada lahan yang kurang sesuai bagi tanaman pangan, atau dapat dikembangkan sebagai tanaman sela pada sistem integrasi tanaman-ternak untuk
meningkatkan
produktivitas
sumber
daya
yang
tersedia
(Azwar, 2005; Karyudi dan Siagian, 2005). Penanaman leguminosa yang dapat meningkatkan nitrogen bebas dari udara dan dapat meningkatkan kesuburan tanah, serta meningkatkan gizi hijauan bila ditanaman dengan bersama-sama rumput. Dibandingkan dengan rumput yang ditanam tunggal dan diberi nitrogen. Kandungan protein kasar hijauan dari tanaman rumput yang ditanam secara campuran menunjukkan kandungan proteinnya lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman rumput yang ditanam
Universita Sumatera Utara
secara tunggal (Smitt, 1977). Lebih lanjut Manidool (1974) bahwa spesies rumput yang kandungan proteinnya rendah dapat diupayakan agar lebih tinggi melalui pertanaman campuran dengan legum. Hal ini juga diperkuat dengan pernyataan Sachez (1993) yang mengatakan bahwa peranan leguminosa dalam hijauan campuran leguminosa dan rumput adalah memberikan tambahan nitrogen pada rumput dan memperbaiki secara menyeluruh pada padang penggembalaan terutama kandungan proteinnya.
Universita Sumatera Utara