TDIJAUAN PUSTAKA
Pengaruh Cahaya terhadap Pertumbuhan Tanaman
Cahaya matahari mempunyai peranan penting bagi tanaman dalain proses fotosintesis dan pembungaan. Intensitas cahaya yang diterima tanarnan selama fotosintesis akan dimanfaatkan sebagai sumber energi, sedangkan lama penyinaran mengendalikan pembungaan sebagian besar jenis tanaman. Gejala ini dikenal dengan nama fotoperiodisme. Ditinjau dari fotoperiodisme, dikenal beberapa kelompok tanaman yaitu tanarnan netral (day-nezrlral plant), tanarnan hari panjang (long-day plant), dan tanaman hari pendek (short day plant) (Fisher 1999). Tanaman netral adaIah tanaman yang pembungaannya tidalc dipengaruhi oleh perubahan panjang hari misalnya Arachis pintor' dan Centrosema pasczlorunz. Tanaman hari pendek akan berbunga bila periode penyinaran yang terjadi pendek contohnya adalah kalopo, siratro dan puero, sedangkan tanaman hari panjang adalah tanaman yang akan berbunga jika periode penyinaran yang terjadi lebih panjang daripada periode kritis spesifik tanaman tersebut, termasuk kedalam kelompok ini adalah Stylosanthes guianensis var Intermedia dan TrifoEii wr?zipilosurzz(de Andrade 1999). Cahaya yang xnempengaruhi tumbuhan dibagi dalam tiga komponen penting, yaitu :kualitas, lama penyinaran dan intensitas. Kualitas cahaya berhubungan dengan panjang gelombang, dimana panjang gelombang yang mempunyai laju pertumbuhan baik pada fase vegetatif inairpun generatif adalah cahaya tampak dengan panjang gelombang 360 nm sampai 760 nm. Panjang gelombang pada kisaran tersebut merupakan radiasi aktif untuk proses fotosintesis. Intensitas cahaya merupakan safah sattl faktor yang sangat penting daIam pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan yang refatif lambat pada hampir selnua spesies rumput adalah akibat kurangnya cahaya. Namun demikian banyak spesies rumput yang dapat tumbuh baik pada intensitas cahaya yang kurang dari cahaya penuh. Secara langsung intensitas cahaya rnempengaruhi pertumbuhan melaiui sintesis kforofil, fase reaksi cahaya fotosintesis, sintesis hormon dan pembukaan stomata (SaIisbuly dan Ross 1995). Lamanya penyinaran atau panjang hari berhubungan dengan inisiasi bunga pada berbagai spesies tanaman. Perpindahan dari fase vegetatif ke fase reproduktif dapat terjadi hanya pada panjang hari tertentu. Hal ini ditunjukkan pada penetitian dengan menggunakan Dolichlos lablab, yaitu mengurangi panjang hari alainiah
dengan cara menutup tanaman sebelum matahari terbenam dan diperpanjang dengan cahaya listrik setelah matahari terbenam. HasiInya adalah tanaman yang dipelihara dengan 11 jam cahaya per hari berbunga dalam 56 hari, 12 jam per hari berbunga selama 83 hari dan 13jam per hari belum berbunga daIam 100 hari (Mugnisjah dan Asep 1990). Walaupun respon panjang hari ini biasanya antar asesi pada spesies yang sama bervariasi (Gonzalez et al. 1993). Spesies tanarnan di daerah beriklim sedang cenderung berbunga dalam hari panjang di musim panas, sedangkan spesies tanaman tropik biasanya memerIukan hari yang lebih pendek. Keperluan akan panjang hari untuk perkembangan buahlbenih tidak selalu sama dengan pembungaan. Dalarn kedelai dan buncis misalnya, perkembangan buah memerlukan hari yang lebih pendek, dan pada kultivar-kultivar tertentu, jika ditanam pada kondisi dengan panjang hari memendek, akan berbunga beberapa minggu sebelum ada buah yang berkernbang (Mugnisjah
dan Asep 1990). Pengaruh Naungan terhadap Tanaman
Naungan dibuat untuk mengurangi intensitas cahaya yang sampai pada tanaman dan berfungsi untuk menghindari terpaan air hujan secara langsung pada tanaman saat musim hujan. Naungan yang diberikan secara fisik pada tanaman, tidak hanya menurunkan intensitas radiasi matahari, tetapi juga mempengaruhi unsurunsur mikro lainnya. Naungan juga akan mempengaruhi proses-proses yang ada di dalam tanaman, menurunkan respirasi gelap, titik jenuh dan titik kompensasi cahaya, kerapatan stomata, bobot kering tanaman dan bobot lcering gabah giling (Sirait 2005). Sebenarnya tidak ada definisi yang tepat tintuk tanaman yang toleran terhadap naungan, narnun secara agronomi tanaman tahan naungan adaIah tanarnan yang penampilannya relatif baik pada naungan jika dibandingkan dengan tanaman yang rnendapatkan cahaya penuh dan dipengaruhi oleh pernotongan secara teratur, termasuk lcedalamnya adalah produksi bahan kering dan presistensinya (Wong 1991).
Wang et al. (1 985) menyatakan bahwa naungan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan morfoIogi tanaman, yaitu menurunkan produksi anakan, daun, batang, bulu akar dan produksi akar, daun menjadi tipis dengan kandungan air yang tinggi dan daun bel-tambah luas. Selain itu rendahnya intensitas cahaya dapat
meningkatkan bagian bahan kering pada komponen daun dan pada akar, biasanya ditunjukkan dengan tingginya perbandingan antara batang dan akar, damhatang, berat daun dan area daun, terutarna pada rumput dan legum yang tahan naungan. Sedangkan Alvarenga (2004) menyatakan bahwa tanaman yang ditanam pada kondisi tanpa naungan cenderung memiliki produksi berat akar lebih tinggi dibanding tmmm yang dinaungi. SeTmjutnya dilaporkan terjadinya peningkatan Iuas dam dengan meningkatnya taraf naungan. Taiz dan Zeiger (1 99 1) melaporkan bahwa daun yang tumbuh pada intensitas cahaya rendah, biasanya mengalami kerusakan, peristiwa ini disebut photoinhibiton yang dapat merendahkan laju fotosintesis, serta kurang befingsinya transfer elektron dm fotofosforilisasi. Selain itu distribusi sprektrum cahaya matahari yang diterima oleh daun di permukaan tajuk lebih besar dibanding dengan daun di bawah naungan, sehingga cahaya yang dapat dirnanfaatkan untuk proses fotosintesis sangat sedikit. Sedangkan Sopandie et al. (2003) menyatakan bahwa kondisi kekurangan cahaya pada tanaman padi mengakibatkan terganggunya metabolisme, sehingga menyebabkan menurunnya laju fotosintesis dan sintesis karbohidrat. Cruz (1997) menyatkm bahwa naungan dapat mengurangi enzim fotosintetik yang berkngsi sebagai katalisator dalam fiksasi C 0 2 dan menurunkan titik kompensasi cahaya.
Sebagian besar tanaman tropis, terutama rumput mengalami penurunan produksi sejalan dengan menurunnya intensitas sinar, narnun spesies yang tahan naungan sering menunjukkan penuman produksi yang relatif kecil atau masih meningkat pada naungan sedang. Pengaruh naungan terhadap pembungaan belum
jelas, narnun naungan mengurangi rata-rata penanpiIan bunga dan rnenurunkan durasi berbunga dan jumlah florets per bunga (Argel dan Humphreys 1983). Wong
dm Wilson (19801, melaporkan bahwa naungan sampai 40% tidak mengurangi kesuburan anakm, walaupun mengurangi persentase pengisiaan spikelet. Namun demikian terjadinya bunga yang gugur dan sedikitnya struktur bunga yang diproduksi belum jelas.
Pengaruh Intensitas Cahaya Terhadap Produksi Benih Cahaya yang dapat dipergunakan untuk fotosintesis adalah cahaya yang mempunyai panjang gelombang antara 400 - 700 nm. Cahaya itu kemudian disebut sebagai radiasi aktif untuk fotosintesis (Photosynthetic Active XadiationlPAR) (Taiz dan Zieger 1998). Tanaman yang memperoleh pencahayaan dibawah optimum hasil
biji menjadi rendah baik pada tanaman C4 seperti jagung maupun tanaman C3 seperti kedetai. Hasil biji rendah berhubungan dengan biomassa yang juga rendah meskipun faktor pertumbuhan lain optimum. Ini karena jumlah cabang juga turun bila cahaya dibawah optimum (Foroutan-pour e t al. 2001) yang berakibat pada karakteristik daun antara lain indeks Iuas daun OLD). Menurunnya produksi benih akibat berkurangnya intensitas cahaya dilaporkan oleh beberapa peneliti. de Oliveira dan Humphreys (1986) mengatakan jika naungan
dilakukan pada taraf 25%, maka produksi biji pada rumput Paniczrnz r?~aximzlmcv Gatton akan berkurang, karena berlcurangnya jumlah anakan yang subur clan komponen-komponen lain yang berhubungan dengan produksi biji. Purnomo (2005) mengungkapkan bahwa terjadi penurunan hasiI biji tanaman jagung pada semua varietas karena adanya naungan, tanaman jagung varietas Kodok dan Kretek yang ternaungi sampai dengan 20% belum menurunlcan hasil. Penurunan hasil karena naungan terjadi pada varietas Pioneer I I namun potensi hasil lebih tinggi, sehingga pada naungan 60% hasil biji masih lebih tinggi daripada varietas Kodok dan Kretek tanpa naungan. Pengaruh intensitas cahaya rendah terhadap hasil biji/benih pada berbagai komoditas juga banyak dilaporkan. Naungan 50% pada padi genotipe peka menyebabkan jumlah gabahfmalai kecil serta persentase gabah hampa yang tinggi, sehingga produksi biji rendah, intensitas cahaya rendah pada saat pembungaan padi dapat
menurunkan
karbohidrat
yang
terbentuk,
sehingga
~nenyebabkan
meningkatnya gabah hampa (Sopandie et al. 2003).. Intensitas cahaya rendah menurunkan hasil kedelai (Asadi et al. 1997) padi gogo (Supriyono ef al. 2000), ubi jalar (Nurhayati st al. 1985), dan talas (Djukri dan Bambang 2003). Kalopo, Puero dan Siratro Kalopo adalah tanaman yang tumbuh pada m u s h panas dibawah kondisi basah dan berbenih setiap tahun. Sahu untuk turnbuh sesuai dengan suhu di daerah tropis basah. Tumbuh baik pada ketinggian 2000 m dpl, tetapi lebih banyak tumbuh pada ketinggian 300 - 1500 rn {Mannetje and Jones 1992). Curah hujan yang baik adalah 1125 rnm tahun-' atau lebih. Tanaman ini bisa beradaptasi pada berbagai tekstur tanah dan tumbuh baik pada pH 4.5 - 5.0. Menurut Crowder (1 960) kaIopo merupakan hijauan yang kuat karena dapat tumbuh cepat untuk menekan gulma dan menjadi penutup tanah terus menerus
selama 4 -5 bulan, bahkan bisa sampai 20 bulan. Kalopo menjadi tanaman penting sebagai tanaman penutup tanah di perkebunan karena tanaman ini merupakan tanaman yang toleran terhadap cahaya, Skerman (1977) rnengatakan bahwa kalopo dapat tumbuh bersama dengan rumput yang tinggi dalam keadaan kurang cahaya, sedangkan Stur dan Shelton (199 1) melaporkan bahwa kalopo toleran terhadap cahaya dengan taraf sedang. Penelitian mengenai produksi hijauan kalopo di naungan rnenmjukkan perbedaan antar peneliti. Watson dm Whiteman (19 81) mengungkapkan bahwa kalopo tumbuh baik pada padang penggembalaan sedang dengan nazlngan 40%.
Sementara itu Stw (1991) melaporkan bahwa kalopo merupalcan salah satu tanaman dari 1I tanaman (hasil pengujiaan dari 84 spesies d m aksesi legum) yang produktif
pada naungan 80% dan 50%, demikian pula dengan Wong (1991) yang mengindikasikan kalopo sebagai tanaman yang toleran terhadap naungan yang sedang. Berbeda dengan Mannetje d m Jones (1992) yang menyebutkan bahwa kalopo merupakan tanaman yang sangat rendah kernarnpuannya daIm berproduksi pada naungan jika dibandingkan dengan tanaman yang toleran terhadap naungan. Puero merupakan legum bemmw panjmg dm bisa hidup di daerah tropis
dengan kelembaban yang tinggi. Tanaman ini tumbuh menjalar dm memanjat bisa rnembentuk hamparan setinggi 65
- 70 cm. Tahan terhadap tanah asam dan tanah
yang kekurangan kapur #an fosfor, tAan pada genangan, dan dapat hidup di tanahtanah yang berat dan berpasir. Puero memiliki sistem perakaran yang dalam (1- 6 m).
Tanaman ini di musim kemarau bisa bertahan d m di musim hujan daunnya akan tumbuh menghijau. Puero berdaun lebar, bulat dan rneruncing dibagian ujungnya. Karena tanaman ini sangat lebar dm lebat, maka sangat baik dipergunakan sebagai penutup tanah.
Puero dapat digunakan sebagai pakan temak, selain itu tanaman ini tahan ditanam di tempat yang teduh. Produksi benih per hektar antara 20- 135 kg pada taraf
penelitian dm 140- 420 kg pada penanaman secara komersial (Schultze-Krdt dan Keller-Grein 1999), sedangkan kebutuhannya 2 - 3 kg ha". Produksi hijauan puero
telah dilaporkan oleh beberapa peneliti, Wong et al. (1985) melaporkan produksi puero yang ditanam di Malaysia, pada naungan 30 - 70% sekita 2-3 ton ha-'. Congdon dan Addison (2003) melaporkan bahwa puero merupakan salah satu
tanaman yang memiliki toleransi yang baik terhadap naungan, walaupun terdapat kelemahan jika ditanam pada tanaman perkebunan yang masih muda, karena sifatnya
yang dapat memanjat sehingga diperlukan ekstra manajemen pemeliharaan yang Iebih baik. Siratro tumbuh baik pada daerah basah, sub tropis atau tropis. Curah hujan yang sesuai adalah 800 - 1500 mm dan menyebar Iuas pada tanah yang memiliki drainase sedang. Dapat tumbuh baik pada kondisi yang kering dan tekanan padang penggembalaan yang sedang. Memiliki perakaran yang dalam dan sistem perakaran yang baik. Siratro biasanya resisten terhadap tekanan padang penggembalaan yang berat, dan dapat ditanain dari benih dengan menggunakan rhizobium. Kebutuhan benih untuk lahan satu hektar adalah 1- 3 kg (English 1999). Produksi siratro pada naungan telah dilaporkan oleh beberapa peneliti. Congdon & Addison (2003) melaporkan bahwa Siratso memiliki produksi yang baik pada naungan 84%. Skerman et al. (1988) mengatakan bahwa siratro merniriki kemampuan yang baik dalam naungan, namun dianjurkan ditanam pada intensitas cahaya yang penuh. Sementara itu Eriksen dan Whitney (1982) rnenemulcan bahwa tanaman ini tilmbuh baik pada naungan yang sedang namun berproduksi buruk pada naungan yang berat, tumbuh baik di perkebunan kelapa dan dapat: menekan gulma Cassia tora. Sedangkan Wong ( 1 991) mengindikasikan bahwa siratro tergolong pada
tanaman yang merniliki produksi rendah jika tumbuh pada naungan. Stur (2991) menyatakan bahwa siratro menduduki peringkat ke 20 untuk produksi hijauan dari 84 spesies legurn yang diteliti. Skerman et al. (1988) meuduga bahwa rendahnya produksi ini diakibatkan bagian bawah tanaman menjadi berkayu karena merespon naungan.