PENGARUH FORMULA PUGAM TERHADAP SERAPAN HARA DAN PERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG I G.M. Subiksa, H. Suganda, dan J. Purnomo Balai Penellitian Tanah ABSTRAK Pemanfaatan gambut untuk pertanian menghadapi berbagai kendala karena sifat inheren gambut yang status hara dan kemampuan menyimpan hara yang rendah dan kandungan unsur beracun yang tinggi. Penelitian pengaruh formula Pugam terhadap serapan hara dan pertumbuhan tanaman telah dilakukan di Rumah Kaca. Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok dengan perlakuan 5 macam formula dikombinasikan dengan 3 tingkat dosis pupuk Pugam. Sebagai pembanding adalah perlakuan kontrol tanpa input dan pemupukan dengan NPK konvensional menggunakan urea, SP-36 dan KCl. Penelitian menggunakan tanah gambut dengan tingkat kematangan hemik dari Sumatera Selatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan 5 formula Pugam yaitu A, Q, R, D, dan T mampu mengurangi tingkat pencucian hara N dan hara P cukup signifikan sehingga bisa meningkatkan efisiensi pemupukan. Perlakuan 5 jenis formula meningkatkan pertumbuhan tanaman sangat nyata sampai 30 kali lipat dibandingkan dengan perlakuan NPK konvensional. Pertumbuhan tanaman yang baik didukung oleh perkembangan akar tanaman yang baik dengan perlakuan Pugam. Perbedaan yang nyata dari pertumbuhan tanaman sudah terlihat sejak awal pertumbuhan sampai panen pada umur 42 hari setelah tanam. Penyebab utama membaiknya pertumbuhan tanaman diduga kuat disebabkan karena membaiknya kondisi tanah sebagai akibat dinetralisirnya asam-asam organik beracun dalam tanah. Seiring dengan membaiknya pertumbuhan akar dan tanaman bagian atas, serapan hara juga meningkat sangat nyata dibandingkan dengan perlakuan kontrol dan NPK konvensional. PENDAHULUAN Ekstensifikasi pertanian ke lahan gambut telah dilakukan sejak tahun 1970an melalui program transmigrasi di beberapa propinsi di Sumatera dan Kalimantan. Sebagian diantara lahan yang telah dibuka saat ini menjadi lahan terlantar, namun ada juga yang sukses mengembangkannya menjadi lahan produktif. Lahan gambut adalah lahan marginal dan rapuh karena miskin hara dan tersusun dari sisa tanaman yang mudah mengalami degradasi bila dibuka untuk usaha pertanian. Produktivitas lahan pada umumnya rendah karena menghadapi berbagai kendala fisik dan kimia tanah. Kendala fisik meliputi
117
I G.M. Subiksa et al.
drainase buruk, BD, dan bearing capacity rendah, subsiden dan mengering tidak balik. Sedangkan kendala kimia tanah meliputi: reaksi tanah masam, asam fenolat yang beracun, kadar hara rendah, kekuatan ikatan dengan unsur hara lemah sehingga mudah tercuci. Sebagian besar gambut di Indonesia atau gambut tropis merupakan gambut kayuan yang kaya dengan lignin. Hasil degradasi lignin dalam kondisi anaerob menghasilkan senyawa humat dan asamasam fenolat yang bersifat fitotoksik (Kononova, 1968). Asam fenolat merusak sel akar tanaman, sehingga asam-asam amino dan bahan lain mengalir keluar dari sel, menghambat pertumbuhan akar dan serapan hara sehingga tanaman menjadi kerdil, daun mengalami klorosis dan pada akhirnya tanaman akan mati (Stevenson, 1994; Rachim, 1995). Untuk menetralisir toksisitas asam fenolat, diperlukan usaha untuk mengurangi kelarutannya yaitu dengan menyediakan kation polivalen sebagai jembatan kation dalam proses khelatisasi. Asam fenolat yang sudah bergabung membentuk senyawa gabungan tidak bersifat toksik dan tidak bisa diserap tanaman. Lahan gambut yang diusahakan untuk pertanian memerlukan input luar yang tinggi untuk menanggulangi kendala yang dihadapi. Input luar yang diperlukan antara lain adalah amelioran dan pupuk. Seringkali amelioran dan pupuk yang diberikan hanya memberikan pengaruh sesaat karena sorption power gambut sangat lemah terhadap kation maupun anion. Sebagian besar input tersebut akan tercuci sebelum diserap oleh tanaman sehingga tingkat efisiensi dan efektivitasnya rendah. Sorption power gambut harus diperbaiki dengan menambahkan kation polivalen yang berfungsi sebagai jembatan kation bagi unsur hara bermuatan negatif seperti fosfat dan nitrat. Tanah gambut secara inheren memiliki kandungan unsur hara yang rendah dan mengandung senyawa organik dalam bentuk asam fenolat yang beracun. Tapak jerapan gambut didominasi oleh muatan negatif dari proses disosiasi gugus karboksil dan fenol sehingga unsur hara yang bermuatan negatif seperti fosfat sangat mudah tercuci. Untuk meningkatkan produktivitasnya diperlukan masukan yang efektif mengatasi kendala fisik dan kimia yang dihadapi tersebut. Pupuk konvensional yang ada saat ini bila dipakai untuk lahan gambut kurang efektif dan efisien karena tidak mampu mengurangi pengaruh negatif senyawa beracun yang ada. Kerusakan akar tanaman oleh asam fenolat menyebabkan akar sulit menyerap unsur hara yang diberikan melalui pupuk. Unsur hara yang diberikan juga dengan mudah tercuci karena gambut tidak kuat menjerap hara. Beberapa hasil penelitian menujukkan bahan alami yang kaya dengan kation
118
Pengaruh Formula Pugam Terhadap Serapan Hara
polivalen dapat mengurangi sifat toksik asam fenolat, menyediakan unsur hara makro dan mikro dan meningkatkan jumlah tapak jerapan hara (Rachim, 1995; Sabiham, et al., 1997; Salampak, 1999). Bahan-bahan alami tesebut potensial sebagai bahan baku pupuk untuk lahan gambut. Kearifan lokal yang sudah berkembang puluhan tahun untuk mengatasi kendala yang dihadapi, petani di lahan gambut memberikan bahan amelioran berupa abu, pupuk kandang, kapur dan remah ikan dalam takaran yang sangat besar (10-15 ton/ha) setiap musim. Bila ditanami dengan tanaman bernilai ekonomi tinggi, sistem tersebut masih menguntungkan. Namun bila untuk tanaman pangan, teknologi ini tidak ekonomis karena amelioran tersebut harus didatangkan dari luar dengan biaya mahal. Untuk mendapatkan abu, petani sering membakar gambut dengan sengaja sehingga emisi GRK yang ditimbulkan menjadi jauh lebih besar. Selain merusak lingkungan, lama kelamaan gambut akan habis dan menyisakan tanah sulfat masam atau pasir kuarsa yang tidak produktif. Usaha pengelolaan lahan gambut berkelanjutan harus dilakukan dengan menerapkan teknologi pemupukan yang mampu mengurangi kebutuhan amelioran dan berdampak jangka panjang. Proses kompleksasi menghasilkan senyawa khelat yang stabil dalam jangka panjang. Oleh karena itu perlu dikembangkan formula pupuk yang mampu menyediakan unsur hara sekaligus mampu sebagai bahan amelioran dengan takaran rendah dan murah tetapi efektif. Tujuan penelitian adalah untuk melihat respon tanaman terhadap formula pupuk gambut yang baru dikembangkan serta tingkat serapan hara oleh tanaman jagung pada tanah gambut. Eleminasi aktivitas asam organik beracun dan jembatan kation yang terbentuk dari proses kompleksasi mampu meningkatkan efisiensi pemupukan dan serapan hara oleh tanaman. Tujuan jangka panjangnya adalah mengembangkan teknologi pupuk dan pemupukan yang mampu meningkatkan produktivitas lahan gambut secara berkelanjutan dan ramah lingkungan. Teknologi pupuk dan pemupukan untuk lahan gambut dengan produktivitas tinggi, berkelanjutan dan ramah lingkungan. Teknologi pemupukan lahan gambut yang mampu meningkatkan serapan hara dan peningkatan pertumbuhan tanaman > 20%. Dampak hasil penelitian dalam jangka panjang adalah berkurangnya lahan bongkor pada lahan gambut, kemampuan ekonomi masyarakat meningkat dan kelestarian lahan gambut dapat terjaga.
119
I G.M. Subiksa et al.
METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan waktu Penelitian dilakukan di Instalasi Rumah Kaca Balai Penelitian Tanah Bogor dengan memanfaatkan media gambut dengan kematangan hemik dari Sumatera Selatan. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Juni sampai Desember 2009. Bahan Pot percobaan menggunakan ember plastik berwarna hitam dengan kapasitas 6 galon. Gambut untuk percobaan dan media tanam diambil dari Desa Sepucuk Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan yang memiliki karakteristik seperti Tabel 1. Gambut Sepucuk tergolong gambut pedalaman dengan ketebalan 4,5 m dan tingkat kematangan hemik. Tanah tergolong sangat masam deng pH 3,7 dan kejenuhan basa (KB) sangat rendah. Kadar N dan P tergolong rendah dan K (ekstrak HCl 25%) tergolong sedang. KTK tergolong tinggi tetapi kation basa tergolong rendah. Penelitian menggunakan pupuk Pugam yang diformulasi khusus untuk lahan gambut. Pupuk konvensional NPK tunggal dipakai sebagai pembanding efektivitas Pugam. Karakteristik kimia Pugam ditampilkan pada Tabel 2. Metode Pengaruh Pugam terhadap serapan hara dan pertumbuhan tanaman jagung dilakukan di rumah kaca dengan percobaan pot menggunakan media gambut dari Desa Sepucuk, Sumatera Selatan. Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan 17 perlakuan dan tiga ulangan seperti ditampilkan pada Tabel 3. Tanaman indikator adalah jagung hibrida yang sangat respon terhadap pemupukan. Setiap pot ditanami dengan tiga batang tanaman jagung dan dipelihara sampai umur 42 hari. Panen biomassa tanaman jagung dilakukan setelah tanaman berumur 42 hari dengan memotong pangkal batang. Biomassa bawah tanah (bagian akar) juga diambil dengan menyemprotkan air secara perlahan agar gambut terlepas dari akar. Parameter yang diamati adalah : 1) tinggi tanaman jagung pada umur 14, 21, 28, 36, dan 42 hari setelah tanam (HST), 2) bobot tanaman/biomasa segar dan kering, 3) bobot akar segar dan
120
Pengaruh Formula Pugam Terhadap Serapan Hara
kering, 4) kadar hara tanaman, 5) analisis tanah sebelum dan sesudah percobaan, dan 6) gejala visual tanaman. Tabel 1. Hasil analisis contoh tanah bulk gambut asal Sepucuk, Sumatera No.
Parameter
Nilai
Keterangan
1.
pH : H2O KCl
3,7 2,5
Sangat rendah Sangat rendah
2.
Bahan organik C N (%) C/N
0,17 -
rendah
14 11
rendah Sedang
3,60 1,88 0,93 0,86 7,28
Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah
3.
4.
Ekstrak HCl 25% P2O5 (mg/100 g) K2O (mg/100 g) Nilai tukar kation Ca (cmol(+)/kg) Mg (cmol(+)/kg) K (cmol(+)/kg) Na (cmol(+)/kg) Jumlah (cmol(+)/kg)
5.
KTK (cmol(+)/kg)
6.
KB * (%)
7.
Ekstrak DTPA Fe (ppm) Mn (ppm) Cu (ppm) Zn (ppm)
456,6 16,9 2,3 5,5
Cukup Cukup Cukup Cukup
Asam organik Humat (%) Fulvat (%)
11,00 4,54
Tinggi Tinggi
8.
142,42 5
Sangat tinggi Sangat rendah
121
I G.M. Subiksa et al.
Tabel 2. Karakteristik fisik dan kimia lima formula pupuk gambut yang terpilih Formula Pugam
Parameter
A
Q
Warna asli
Abu-abu
Coklat
Bentuk Ukuran granul (mm) Kekerasan granul
Granul 1-3 Keras
Kecepatan meluber dalam air Higroskopisitas Kadar Air (%) P2O5 (%) K2O (%) CaO (%) MgO (%) Fe (%) Al (%) Mn (ppm) Cu (ppm) Zn (ppm)
Lambat
Granul 1-3 Agak keras Agak cepat Tinggi 10,02 14,22 0,09 17,62 1,85 0,28 0,79 75 882 1.042
Rendah 4,78 13,7 0,04 28,28 8,16 0,33 0,53 202 905 1.503
R
D
T
Coklat kekuningan Granul 1-3 Keras
Abu-abu
Coklat
Granul 1-3 Keras
Granul 1-3 Keras
Cepat
Lambat
Agak cepat
Tinggi 13,84 28,69 0,03 28,03 2,07 0,28 0,62 37 1.013 1.242
Rendah 2,74 13,24 0,05 31,22 10,90 0,33 0,47 193 892 1.233
Sedang 9,35 13,16 0,04 28,20 5,26 0,35 0,97 102 1.192 1.460
Tabel 3. Perlakuan dan takaran pupuk tambahan*) pada penelitian pengaruh formula PUGAM terhadap serapan hara, dan pertumbuhan tanaman jagung No.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
122
Perlakuan
Kontrol Parsial kontrol PUGAM-A-1 PUGAM-A-2 PUGAM-A-3 PUGAM-Q-1 PUGAM-Q-2 PUGAM-Q-3 PUGAM-R-1 PUGAM-R-2 PUGAM-R-3 PUGAM-D-1 PUGAM-D-2 PUGAM-D-3
Takaran Urea
SP-36
KCl
PUGAM
............................... kg/ha* ............................... 0 0 0 0 300 250 150 0 300 0 150 320 300 0 150 640 300 0 150 960 300 0 150 308 300 0 150 616 300 0 150 924 300 0 150 160 300 0 150 320 300 0 150 480 300 0 150 332 300 0 150 664 300 0 150 996
Pengaruh Formula Pugam Terhadap Serapan Hara
No. 15. 16. 17.
Perlakuan PUGAM-T-1 PUGAM-T-2 PUGAM-T-3
Takaran Urea
SP-36
KCl
PUGAM
300 300 300
0 0 0
150 150 150
333 666 999
HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan tanaman Tinggi tanaman dan jumlah daun Hasil pengukuran tinggi tanaman jagung pada umur 14, 21, 28, 35 dan 42 hari setelah tanam (HST) ditampilkan pada Tabel 4. Sebagai pembanding digunakan perlakuan kontrol (tanpa pupuk sama sekali) dan parsial kontrol (pupuk konvensional: urea, SP-36 dan KCl). Tanaman jagung pada perlakuan kontrol tumbuh sangat kerdil dan perkembangannya sangat lambat/stagnan (Gambar 1). Pertumbuhan tanaman pada perlakuan parsial kontrol juga sangat kerdil dan hanya sedikit lebih baik dari kontrol. Hal ini menunjukkan NPK konvensional tidak mampu mengatasi masalah mendasar pada tanah gambut. Gejala defisiensi yang muncul pada dua perlakuan tersebut tergolong komplek, tetapi yang paling menonjol adalah defisiensi K dan Mg. Sampai dengan umur 42 hari setelah tanam (HST) dapat dikatakan bahwa pertumbuhan jagung pada kedua perlakuan tersebut tidak optimal, kerdil, daun berwarna kekuningan, dan tidak tegar. Perlakuan formula Pugam A dan T menunjukkan performa pertumbuhan terbaik diantara Pugam lainnya. Tinggi tanaman dari dua Pugam tersebut sangat jauh diatas perlakuan kontrol dan tidak menunjukkan gejala defisiensi hara yang serius.. Pertumbuhan tanaman jagung pada perlakuan dua formula Pugam ini sangat baik dan tidak menunjukkan gejala defisiensi diawal pertumbuhan hingga umur 14 HST, tetapi setelah 14 HST mulai menunjukkan gejala defisiensi Mg yang ringan. Penambahan Mg sebesar 100 kg kiserit/ha dapat mengatasi gejala defiensi Mg. Pugam A dengan takaran 320, 640, dan 960 kg/ha meningkatkan tinggi tanaman sebesar 126, 170, dan 177% dibandingkan pupuk konvensional. Sedangkan Pugam T dengan takaran 333, 666 dan 999 kg/ha meningkatkan tinggi tanaman sebesar 148, 154, dan 172%.
123
I G.M. Subiksa et al.
Tabel 4. Rataan tinggi tanaman jagung pada umur 14, 21, 28, 35, dan 42 HST pada berbagai perlakuan dan persentase peningkatan hasil dibandingkan parsial kontrol No.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.
Perlakuan
Kontrol Parsial kontrol PUGAM-A-1 PUGAM-A-2 PUGAM-A-3 PUGAM-Q-1 PUGAM-Q-2 PUGAM-Q-3 PUGAM-R-1 PUGAM-R-2 PUGAM-R-3 PUGAM-D-1 PUGAM-D-2 PUGAM-D-3 PUGAM-T-1 PUGAM-T-2 PUGAM-T-3
Tinggi tanaman 14 HST 21 HST 28 HST 35 HST 42 HST ....................................... cm ....................................... 10,6 14,5 16,2 18,1 31,4 k**) 20,4 29,1 44,1 48,1 51,6 j 29,1 57,4 66,3 89,0 116,5 de 33,5 62,2 86,5 119,5 139,5 abc 39,4 69,5 95,0 127,7 142,8 a 25,6 45,6 58,8 87,9 101,6f g 29,8 55,5 77,4 105,6 126,7 bcd 30,2 57,9 79,6 107,4 128,5 bcd 24,3 46,1 56,2 74,2 97,7 gh 22,9 47,6 64,1 86,9 111,0 ef 29,6 57,3 82,0 107,2 125,7 cd 32,7 43,8 55,6 65,3 74,6 i 30,8 47,2 64,1 75,3 84,9 hi 37,9 51,2 67,6 83,1 94,2 gh 38,0 65,0 89,7 116,7 128,2 bcd 35,4 63,5 95,0 117,6 130,9 abc 140,1 ab 42,6 71,5 102,7 129,7
*) % PK = peningkatan BK tanaman dibandingkan parsial kontrol **) Angka yang didampingi huruf sama tidak berbeda nyata pada taraf uji DMRT 5%
160
Kontrol Parsial kontrol
140
PUGAM -A-1 PUGAM -A-2
Tinggi (cm)
120
PUGAM -A-3 PUGAM -Q-1
100
PUGAM -Q-2 PUGAM -Q-3
80
PUGAM -R-1 PUGAM -R-2
60
PUGAM -R-3 PUGAM -D-1 PUGAM -D-2
40
PUGAM -D-3 PUGAM -T-1
20
PUGAM -T-2 PUGAM -T-3
0 14 HST
21 HST
28 HST
35 HST
42 HST
Umur tanaman (HST)
Gambar 1. Perkembangan tinggi tanaman jagung untuk masing- masing perlakuan
124
% PK*) -39 0 126 170 177 97 146 149 89 115 144 45 65 83 148 154 172
Pengaruh Formula Pugam Terhadap Serapan Hara
Perlakuan formula Pugam Q dan R, dapat meningkatkan tinggi tanaman sangat nyata dibandingkan kontrol dan parsial kontrol (pupuk konvensional), tetapi kurang baik dibandingkan Pugam A dan T. Gejaya defisiensi Mg yang cukup berat muncul pada umur 14 HST. Pemberian 100 kg kieserit/ha pada umur 14 HST tidak mampu menghilangkan gejala defiensi Mg secara total, tetapi mengurangi derajat defisiensinya. Pertumbuhan tanaman jagung agak terganggu yang ditandai dengan daun yang tidak berkembang dengan normal, terutama pada Pugam R. Secara kuantitatif, peningkatan tinggi tanaman pada perlakuan formula Pugam Q dengan takaran 308, 616 dan 924 kg/ha masing-masing sebesar 97, 146, dan 149% dibandiingkan dengan pupuk konvensional. Sedangkan perlakuan Pugam R dengan takaran 160, 320, dan 480 kg/ha meningkatkan pertumbuhan tanaman sebesar 89, 115, dan 149% dibandingkan perlakuan pupuk konvensoinal. Kalau dilihat dari sisi tinggi tanaman, hasil yang dicapai sudah jauh melampaui target, namun performa pertumbuhan belum optimal karena masih menunjukkan gejala defisiensi Mg yang berat, sehingga akan berpengaruh terhadap fase generatifnya. Perlakuan formula Pugam D juga mampu meningkatkan tinggi tanaman dibandingkan pupuk konvensional, namun masih jauh dibawah Pugam lainnya. Perlakuan Pugam D dengan takaran 332, 664, dan 996 kg/ha meningkatkan tinggi tanaman sebesar 45, 65, dan 83% dibandingkan pupuk konvensional. Namun demikian, pertumbuhan tanaman jagung karena perlakuan Pugam D dianggap tidak optimal karena tanaman masih agak kerdil dan menunjukkan gejala defisiensi P yang berat, sementara Pugam lainnya tidak menunjukkan defisiensi P. Hal ini kemungkinan disebabkan karena proporsi dolomit yang terlalu tinggi sehingga P banyak difiksasi oleh Ca sampai sulit diserap tanaman. Jumlah daun tanaman jagung tanaman jagung pada umur 14, 21, 28, 35, dan 42 HST ditampilkan pada Tabel 5. Sampai umur 42 HST, Perlakuan Pugam dapat meningkatkan jumlah daun tanaman jagung sangat nyata. Semua perlakuan Pugam, kecuali Pugam D, tanaman jagung memiliki jumlah daun yang hampir sama yaitu rata-rata 12,5-13,6 helai daun. Sementara perlakuan pupuk konvensional (parsial kontrol) hanya memiliki rata-rata 8,23 helai daun. Perbedaan yang nyata secara visual dari beberapa perlakuan Pugam adalah adanya gejala defisiensi hara. Perlakuan Pugam A dan Pugam T pada umumnya menunjukkan gejala daun yang sehat sampai sedikit gejala defisiensi Mg. Daun tanaman jagung pada perlakuan Pugam Q dan Pugam R menunjukkan gejala defisiensi Mg yang berat. Sedangkan daun tanaman jagung pada perlakuan
125
I G.M. Subiksa et al.
Pugam D, selain lebih sedikit jumlahnya dan lebih kecil, juga menunjukkan gejala defisiensi P yang cukup berat. Gejala defisiensi Mg ditandai dengan klorosis diantara tulang daun dan dimulai dari daun yang muda. Gejala kekurangan P ditandai dengan warna ungu mulai dari tepi dan ujung daun. Tabel 5. Rataan jumlah daun tanaman jagung pada umur 14, 21, 28, 35, dan 42 HST pada berbagai perlakuan. No.
Perlakuan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.
Kontrol Parsial kontrol PUGAM-A-1 PUGAM-A-2 PUGAM-A-3 PUGAM-Q-1 PUGAM-Q-2 PUGAM-Q-3 PUGAM-R-1 PUGAM-R-2 PUGAM-R-3 PUGAM-D-1 PUGAM-D-2 PUGAM-D-3 PUGAM-T-1 PUGAM-T-2 PUGAM-T-3
Jumlah daun 14 HST 21 HST 28 HST 35 HST 42 HST ................................... daun/tanaman ................................... 4,4 4,5 4,5 4,5 5,8 f 5,7 5,8 5,8 5,8 8,23 e 7,3 7,3 7,3 7,3 12,7 ab 7,8 7,8 7,8 7,8 13,6 a 8,4 8,4 8,4 8,4 13,4 ab 6,9 7,0 6,9 6,9 12,5 b 7,7 7,8 7,7 7,7 13,2 ab 7,7 7,8 7,7 7,7 13,3 ab 6,9 6,9 6,9 6,9 12,7 ab 7,0 7,2 7,1 7,1 13,5 ab 7,8 7,8 7,8 7,8 13,2 ab 7,0 7,0 7,0 7,0 10,1 d 6,8 6,9 6,9 6,9 10,5 cd 7,1 7,2 7,1 7,1 11,0 cd 7,8 7,8 7,8 7,8 12,8 ab 8,1 8,2 8,1 8,1 13,1 ab 8,6 8,5 8,5 8,5 13,5 ab
* Angka yang didampingi huruf sama tidak berbeda nyata pada taraf uji DMRT 5 %
Bobot tanaman dan akar Tanaman jagung dipanen pada umur 42 HST dengan cara memotong batang tanaman tepat di permukaan tanah. Sementara itu akar tanaman juga dipanen dengan cara membersihkan semua tanah yang menempel di akar. Setelah bobot basah tanaman dan akar ditimbang, selanjutnya dikeringkan dalam oven dengan suhu 70o C sampai mencapai berat konstan. Data bobot tanaman (brangkasan) kering dan akar kering jagung ditampilkan pada Tabel 6. Bobot tanaman dan akar kering pada perlakuan parsial kontrol (pupuk konvensional) dijadikan pembanding. Bobot tanaman dengan menggunakan pupuk konvensional hanya 1,86 gr, sangat jauh dari kondisi tanaman yang normal.
126
Pengaruh Formula Pugam Terhadap Serapan Hara
Tabel 6. Rataan bobot tanaman dan akar serta persentase peningkatannya dibandingkan perlakuan parsial kontrol No.
Perlakuan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.
Kontrol Parsial kontrol PUGAM-A-1 PUGAM-A-2 PUGAM-A-3 PUGAM-Q-1 PUGAM-Q-2 PUGAM-Q-3 PUGAM-R-1 PUGAM-R-2 PUGAM-R-3 PUGAM-D-1 PUGAM-D-2 PUGAM-D-3 PUGAM-T-1 PUGAM-T-2 PUGAM-T-3
Bobot tanaman g/pot* 0,25 g 1,86 g 35,11 de 68,04 ab 56,30 abc 25,61 ef 40,90 cde 51,04 bcd 28,31 ef 36,30 de 54,36 de 12,85 fg 14,30 fg 16,72 fg 56,85 abc 64,31 ab 72,31 a
% PK**) -87 0 1.788 3.558 2.927 1.277 2.099 2.644 1.422 1.852 2.823 591 669 799 2.956 3.358 3,788
Bobot akar kering gr/pot 0,15 g 0,31 g 6,80 e 11,25 bcd 13,18 b 6,28 ef 9,39 d 10,54 cd 5,84 ef 7,03 e 10,77 cd 4,65 f 5,29 ef 5,28 ef 12,47 bc 12,03 bc 17,00 a
% PK**) -52 0 2.094 3.529 4.152 1.926 2.929 3.300 1.784 2.168 3.374 1.400 1.606 1.603 3.923 3.781 5.384
*) Angka yang didampingi huruf sama tidak berbeda nyata pada taraf uji DMRT 5 %; **) PK = Persentase peningkatan dibandingkan parsial kontrol
Perlakuan pupuk Pugam A dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman sangat nyata, baik dengan takaran 320, 640, dan 970 kg/ha dibandingkan dengan perlakuan pupuk konvensional. Bobot tanaman kering meningkat 17 kali, 35 kali dan 29 kali lipat dibandingkan perlakuan pupuk konvensional. Perlakuan Pugam T juga hampir sama dengan Pugam A dan meningkatkan 29, 33, dan 37 kali lipat diibandingkan pupuk konvensional. Perlakuan Pugam Q meningkatkan bobot kering tanaman sebesar 12, 20, dan 26 kali lipat dibandingkan pupuk konvensional. Perlakuan dengan pupuk Pugam R dengan takaran 160, 320, dan 480 kg/ha meningkatkan sangat nyata bobot tanaman kering masing-masing sebesar 14, 18, dan 28 kali lipat dibandingkan perlakuan pupuk konvensional. Perlakuan pupuk Pugam D dengan takaran 333, 666, dan 999 kg/ha meningkatkan bobot tanaman kering sebesar 6, 7, dan 9 kali lipat, tetapi tidak berbeda nyata dibandingkan pupuk konvensional dan kontrol.
127
I G.M. Subiksa et al.
Hasil bobot tanaman yang sangat rendah pada perlakuan pupuk konvensional SP-36 menunjukkan bahwa pupuk ini tidak efektif untuk dimanfaatkan pada lahan gambut. Hal ini disebabkan karena kendala utama pada lahan gambut bukan kondisi haranya yang rendah, melainkan adanya konsentrasi asam-asam organik beracun yang tinggi. Asam-asam organik beracun umumnya dari golongan asam fenolat yaitu antara lain asam p-hidroksibenzoat, asam pkumarat, asam ferulat, asam siringat dan asam vanilat. Hasil penelitian Prasetyo (1996) menunjukkan asam fenolat jauh lebih berbahaya dibandingkan asamasam karboksilat. Asam fenolat adalah salah satu hasil dari dekomposisi lignin selain asam humat dan fulvat. Kadar asam fenolat berlebih dalam larutan tanah bisa menghambat perkembangan akar sehingga tanaman tidak bisa menyerap air dan hara dengan baik sehingga pertumbuhannya juga terhambat.
BK. Tanaman
80
70
Pugam-A Pugam-Q
60
BK. Tanaman (g/pot)
Pugam-R Pugam-D
50
Pugam-T 40
30
20
10
0 0
20
40
60
80
100
120
140
Dosis Pupuk (kg P2O5/ha)
Gambar 2. Kurva respon tanaman jagung terhadap perlakuan beberapa formula Pugam
Akar berfungsi menopang pertumbuhan tanaman dan menyerap hara tanaman dari tanah. Jika pertumbuhan akar tidak terganggu, maka tanaman akan tumbuh dengan baik, tetapi sebaliknya bila ada gangguan pada perakaran maka tanaman tumbuhnya menjadi tidak sehat. Akar tanaman pada perlakuan kontrol dan kontrol parsial tidak bisa berkembang karena kandungan asam organik
128
Pengaruh Formula Pugam Terhadap Serapan Hara
beracun dalam tanah gambut. Jika dibandingkan dengan kondisi akar pada perlakuan pupuk formula Pugam terlihat bahwa terjadi peningkatan yang sangat signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa formula Pugam mampu mengatasi masalah yang menghambat pertumbuhan akar. Mekanisme yang realistik mengatasi kelarutan asam organik beracun oleh formula Pugam adalah melalui proses kompleksasi sehingga asam organik tersebut menjadi tidak berbahaya. Semua Formula Pugam memang dirancang untuk menetralkan asam organik beracun dengan penambahan bahan aktif kation polivalen. Dengan adanya perbaikan kondisi media perakaran tanaman maka pertumbuhan akar pada perlakuan Pugam A dan T meningkat 20 kali sampai 53 kali lipat dibandingkan dengan bobot akar pada perlakuan pupuk konvensional. Perlakuan dengan Pugam Q dan Pugam R juga menunjukkan peningkatan bobot akar sebesar 19-33 kali lipat. Sedangkan Pugam D 14-16 kali lipat dibandingkan pupuk konvensional. Serapan hara Tanaman setidaknya membutuhkan 19 jenis unsur hara esensial untuk tumbuh dan berkembang yaitu C, H, O, N, P, K, S, Ca, Mg, Fe, Mn, Cu, Zn, B, Si, Na, dan Co. Unsur C, H, dan O tersedia melimpah di udara dan air, sedangkan unsur hara lainnya tersedia terbatas. Sebagian besar unsur hara diserap melalui akar tanaman. Oleh karenanya akar memegang peranan sangat penting dalam serapan hara. Apabila fungsinya terganggu, maka serapan hara tidak optimal dan pertumbuhan tanaman juga tidak optimal. Hara yang diserap tanaman ditetapkan berdasarkan konsentrasi hara total dalam tanaman dikalikan dengan berat kering total tanaman. Hara makro Hasil penetapan konsentrasi dan serapan hara makro N, P, K, Ca, Mg, dan S dari berbagai perlakuan ditampilkan pada Tabel 7 dan 8 . Sedangkan ilustrasi pengaruh pupuk Pugam terhadap serapan hara N, P, dan K ditampilkan pada Gambar 3. Konsentrasi unsur hara N, K, dan unsur hara sekunder dalam tanaman jagung pada berbagai perlakuan tampak tidak terlalu banyak berbeda. Hal ini sangat wajar karena unsur tersebut relatif mobil dalam larutan tanah, khususnya tanah gambut. Namun tidak demikian halnya dengan hara P, dimana konsentrasi
129
I G.M. Subiksa et al.
P tanaman jagung pada perlakuan pupuk Pugam jauh lebih rendah dibandingkan perlakuan kontrol dan kontrol parsial. Hal ini disebut efek pengenceran (dilution effect) yang disebabkan oleh mobilitas hara P yang lambat. Pertumbuhan tanaman yang cepat pada perlakuan Pugam menyebabkan kecepatan serapan P tidak seimbang dengan kecepatan pertumbuhan sehingga konsentrasinya menjadi lebih rendah dibandingkan dengan tanaman yang pertumbuhannya lambat. Namun demikian, total serapan P pasti lebih besar dibandingkan perlakuan kontrol. Tabel 7. Konsentrasi hara N, P, K, Ca, Mg, dan S pada tanaman jagung umur 42 HST No.
Perlakuan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.
Kontrol Parsial kontrol PUGAM-A-1 PUGAM-A-2 PUGAM-A-3 PUGAM-Q-1 PUGAM-Q-2 PUGAM-Q-3 PUGAM-R-1 PUGAM-R-2 PUGAM-R-3 PUGAM-D-1 PUGAM-D-2 PUGAM-D-3 PUGAM-T-1 PUGAM-T-2 PUGAM-T-3
N
P
K
Ca
Mg
S
…………………………… % ………………………………… 2,89 2,17 1,25 0,20 0,43 0,39 2,43 0,79 1,03 0,10 0,29 0,28 2,19 0,18 1,20 0,11 0,33 0,32 2,31 0,20 1,18 0,14 0,35 0,35 2,21 0,20 1,07 0,16 0,37 0,31 2,50 0,19 1,10 0,11 0,35 0,41 2,25 0,20 1,10 0,11 0,32 0,43 2,47 0,28 1,12 0,11 0,31 0,34 2,98 0,29 1,08 0,09 0,32 0,34 3,00 0,34 0,96 0,10 0,31 0,39 2,58 0,19 1,27 0,12 0,33 0,39 2,64 0,11 1,24 0,24 0,43 0,70 2,66 0,09 1,11 0,26 0,40 0,64 2,62 0,09 1,22 0,31 0,43 0,60 2,11 0,17 1,15 0,16 0,29 0,41 1,81 0,14 1,15 0,14 0,37 0,39 1,94 0,14 1,13 0,15 0,34 0,32
Pertumbuhan akar yang baik dengan perlakuan formula Pugam menyebabkan fungsi akar bekerja optimal sebagai pintu masuk air dan hara. Total serapan hara makro maupun mikro pada semua perlakuan pemupukan Fomula Pugam meningkat sangat tajam dibandingkan dengan perlakuan kontrol dan pupuk konvensional (Tabel 8).
130
Pengaruh Formula Pugam Terhadap Serapan Hara
Tabel 8. Total serapan hara N, P, K, Ca, dan Mg oleh tanaman jagung sampai umur tanaman 42 HST No.
Perlakuan
N
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.
Kontrol Parsial kontrol PUGAM-A-1 PUGAM-A-2 PUGAM-A-3 PUGAM-Q-1 PUGAM-Q-2 PUGAM-Q-3 PUGAM-R-1 PUGAM-R-2 PUGAM-R-3 PUGAM-D-1 PUGAM-D-2 PUGAM-D-3 PUGAM-T-1 PUGAM-T-2 PUGAM-T-3
P
K
Ca
Mg
S
……………………………….. mg ……………………………….. 7,23 5,41 3,13 0,51 1,07 0,972 45,23 14,78 19,15 1,81 5,46 5,165 769,89 62,57 420,35 39,32 115,39 113,168 1571,91 133,94 802,46 96,12 237,29 235,405 1244,41 110,14 600,02 88,07 205,61 176,985 641,46 49,60 281,42 28,24 90,43 104,604 918,94 81,75 451,13 46,71 131,99 174,485 1258,20 142,60 573,84 54,50 155,78 172,430 844,29 82,49 306,13 24,48 91,79 97,110 1088,38 124,82 349,47 35,23 113,31 140,249 1401,15 105,16 691,14 65,01 181,57 212,937 339,37 14,22 159,83 30,34 55,36 89,892 380,21 13,22 158,02 36,48 57,14 90,872 438,68 14,53 203,65 52,04 71,75 99,677 1197,60 96,34 651,39 91,78 167,52 230,580 1164,20 89,13 736,59 88,87 237,57 248,894 1401,66 98,70 815,23 105,22 245,94 234,430
Kontrol
1800
Parsial Kontrol
1600
A-1 A-2
Serapan hara (mg)
1400
A-3 Q-1
1200
Q-2
1000
Q-3 R-1
800
R-2
600
R-3 D-1
400
D-2 D-3
200
T-1
0
T-2
N
P Jenis Hara
K
T-3
Gambar 3. Total serapan hara N, P, dan K oleh tanaman jagung pada berbagai perlakuan Pugam
131
I G.M. Subiksa et al.
Pemupukan dengan Formula Pugam A menyebabkan peningkatan serapan hara N 16-33 kali lipat, hara P 3-8 kali lipat, dan hara K 20-40 kali lipat dibandingkan dengan perlakuan pupuk konvensional. Pemupukan dengan Pugam T meningkatkan serapan hara N 24-30 kali lipat, hara P 5-6 kali lipat dan hara K 33-41 kali lipat dibandingkan dengan pupuk konvensional. Pemupukan dengan Pugam Q meningkatkan serapan hara N 13-26 kali lipat, hara P 2-8 kali lipat dan hara K 13-28 kali lipat. Pemupukan dengan Formula R meningkatkan serapan hara N sebesar 17-29 kali lipat, hara P sebesar 4-7 kali lipat dan hara k sebesar 14-35 kali lipat dibandingkan perlakuan pupuk konvensional. Sementara itu, pemupukan dengan Formula Pugam D peningkatan serapan haranya paling rendah, bahkan untuk hara P terjadi penurunan serapan antara 4-11% dibandingkan perlakuan pupuk konvensional. Hara mikro Hasil penetapan konsentrasi dan serapan hara mikro Fe, Mn, Cu, Zn dan B serta unsur Al ditampilkan pada Tabel . Unsur hara mikro hanya dibutuhkan sedikit, tetapi peranannya sangat perting dalam proses metabolisme tanaman. Konsentrasi unsur hara mikro dalam jaringan tanaman pada berbagai perlakuan umumnya tidak banyak berbeda, kecuali konsentrasi Zn dan Fe terlihat menurun pada perlakuan pemupukan Pugam dibandingkan kontrol dan pupuk konvensional. Hal ini juga disebut efek pengenceran (dilution effect). Serapan total unsur hara mikro meningkat cukup tajam dengan perlakuan pemupukan dengan Formula Pugam dibandingkan perlakuan kontrol dan pupuk konvensional (Tabel 9). Selain disebabkan perbaikan media perakaran, pupuk Formula Pugam juga mengandung unsur mikro yang dibutuhkan tanaman. Hal yang menarik adalah adanya peningkatan serapan unsur Al pada semua perlakuan Pugam. Unsur Al bukan merupakan unsur hara dan fungsinya dalam tanaman juga belum diketahui dengan jelas. Kandungan Al dalam tanah gambut pada umumnya sangat rendah, terutama pada gambut ombrogen, karena kadar mineralnya juga sangat rendah. Adanya peningkatan serapan Al pasti berasal dari komponen pupuk yang memang diperlukan untuk melakukan proses kompleksasi senyawa organik.
132
Pengaruh Formula Pugam Terhadap Serapan Hara
Tabel 9. Total serapan hara mikro Fe, Mn, Cu, Zn, dan B serta unsur Al oleh tanaman jagung sampai umur tanaman 42 HST No.
Perlakuan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.
Kontrol Parsial kontrol PUGAM-A-1 PUGAM-A-2 PUGAM-A-3 PUGAM-Q-1 PUGAM-Q-2 PUGAM-Q-3 PUGAM-R-1 PUGAM-R-2 PUGAM-R-3 PUGAM-D-1 PUGAM-D-2 PUGAM-D-3 PUGAM-T-1 PUGAM-T-2 PUGAM-T-3
Fe
Mn
Cu
Zn
B
Al*)
………………………………. mg ………………………………. 0,345 0,02 0,002 0,040 0,012 0,050 0,327 0,08 0,003 0,168 0,062 0,344 7,482 2,05 0,022 1,003 1,875 7,867 13,283 4,89 0,125 1,623 5,037 10,049 9,899 4,35 0,137 1,611 5,702 94,636 4,692 1,40 0,078 0,950 1,378 110,010 7,455 2,49 0,098 1.646 2.491 161.973 8,230 3,35 0,186 2,136 2,963 171,519 5,224 1,34 0,034 1,133 1,417 92,195 5,655 1,78 0,044 1,221 2,140 141,119 8,167 2,99 0,164 2,311 2,855 172,570 2,478 1,27 0,031 0,479 0,931 54,552 2,968 1,42 0,044 0,474 0,995 44,031 3,638 1,96 0,051 0,798 1,387 72,484 9,458 3,28 0,207 2,260 3,262 365,516 9,990 4,51 0,199 2,286 5,283 197,894 10,239 4,78 0,22 2,505 5,467 187,603
*) Al tidak tergolong unsur hara
KESIMPULAN 1. Komposisi formula Pugam mengandung unsur hara utama yaitu hara P dan hara sekunder Ca dan Mg serta hara mikro yang dibutuhkan tanaman sekaligus sebagai penjerap hara dan pengkhelat asam organik beracun. 2. Formula Pugam A dan T dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman sangat nyata dan optimal dibandingkan dengan perlakuan pupuk konvensional (Urea, SP-36, dan KCl) dan kontrol. Sementara Pugam Q, R, dan D juga meningkatkan pertumbuhan tanaman secara nyata namun belum optimal karena masih menunjukkan gejala defisiensi unsur hara yang cukup berat. 3. Semua Formula Pugam dapat meningkatkan serapan hara sangat nyata dan optimal dibandingkan dengan perlakuan pupuk konvensional (Urea, SP-36, dan KCl) dan kontrol.
133
I G.M. Subiksa et al.
4. Di antara lima formula, Pugam A dan Pugam T menunjukkan menunjukkan keunggulan dibanding Pugam lainnya dan siap untuk diuji di lapangan. Sementara Pugam D, Q, dan R masih memerlukan penyempurnaan formula.
DAFTAR PUSTAKA Agus, F. dan I G.M. Subiksa. 2008. Lahan Gambut: Potensi untuk Pertanian dan Aspek Lingkungan. Balai Penelitian Tanah dan Word Agroforestry Centre (ICRAF), Bogor. Halim, A. 1987. Pengaruh pencampuran tanah mineral dan basa dengan tanah gambut pedalaman Kalimantan Tengah dalam budidaya tanaman kedelai. Disertasi Fakultas Pascasarjana, IPB. Bogor. Hartatik, W., K. Idris, S. Sabiham, S. Djuniwati, dan J.S. Adiningsih. 2004. Pengaruh pemberian fosfat alam dan SP-36 pada tanah gambut yang diberi bahan amelioran tanah mineral terhadap serapan P dan efisiensi pemupukan P. Prosiding Kongres Nasional VIII HITI. Universitas Andalas. Padang. Kononova. M.M. 1968. Transformation of organic matter and their relation to soil fertility. Sov. Soil. Sci. 8:1047-1056. Mario, M.D. 2002. Peningkatan produktivitas dan stabilitas tanah gambut dengan pemberian tanah mineral yang diperkaya oleh bahan berkadar besi tinggi. Disertasi Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Page, S.E., F. Siegert, J.O. RieleyBoehm, A. Jaya and S.H. Limin. 2002. The amount of carbon released from peat and forest fire in Indonesia during 1997. Nature, 420: 61-65. Rachim, A. 1995. Penggunaan kation-kation polivalen dalam kaitannya dengan ketersediaan fosfat untuk meningkatkan produksi jagung pada tanah gambut. Disertasi. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Sabiham, S., Wahyunto, Nugroho, Subiksa dan Sukarman, 2008. Laporan tahunan 2008. Balai Pesar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, Bogor. Sabiham, S., TB, Prasetyo and S. Dohong, 1997. Phenolic acid in Indonesian peat. In: Rieley and Page (Eds.). pp. 289-292. Biodiversity and sustainability of tropical peat and peatland. Samara Publishing Ltd. Cardigan. UK. Salampak, 1999. Peningkatan produktivitas tanah gambut yang disawahkan dengan pemberian bahan amelioran tanah mineral berkadar besi tinggi. Disertasi Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
134
Pengaruh Formula Pugam Terhadap Serapan Hara
Stevenson, F.J. 1994. Humus Chemistry. Genesis, Composition, and Reactions. John Wiley and Sons. Inc. New York. 443 p. Subiksa, IGM., K. Nugroho, Sholeh and IPG. Widjaja Adhi, 1997. The effect of ameliorants on the chemical properties and productivity of peat soil. In: Rieley and Page (Eds). Pp:321-326. Biodiversity and Sustainability of Tropical Peatlands.Samara Publishing Limited, UK. Subiksa, IGM., Sulaeman, dan IPG. Widjaja-Adhi. 1998. Pembandingan pengaruh bahan amelioran untuk meningkatkan produktivitas lahan gambut. Dalam Prosiding Pertemuan Pembahasan dan Komunikasi Hasil Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor, 10-12 Februari 1998. Widjaja Adhi, 1997. Developing tropical peatlands for agriculture. In: J.O. Rieley and S.E. Page (Eds.). pp. 45-54. Biodiversity and sustainability of tropical peat and peatland. Proceedings of the International Symposium on Biodiversity, environmental importance and sustainability of tropical peat and peatlands, Palangka Raya, Central Kalimantan 4-8 September 1999. Samara Publishing Ltd. Cardigan. UK.
135