UJI EFEKTIVITAS PUPUK ORGANIK GRANUL PADA PRODUKSI DAN SERAPAN HARA TANAMAN JAGUNG MANIS (Zea mays L. Saccharata) SERTA PENGARUHNYA PADA SIFAT KIMIA LATOSOL DARMAGA
JESIKA MONIA A14060141
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
SUMMARY
JESIKA MONIA. The Effectivity of Granule Organic Fertilizers on Production and Nutrients Uptake of Sweet Corn (Zea mays L. Saccharata) and Chemical Properties of Latosol Darmaga. Supervised by Lilik Tri Indriyati and Sri Djuniwati. Fertilizer application to the soil is an effort to increase the production of sweet corn. Farmers in Indonesia often use inorganic fertilizers to overcome the problem of nutrients deficiency and it is immediately available in soil and easily absorbed by plants thus increasing productivity of sweet corn. The continuous application of inorganic fertilizers can cause deterioration of physical, chemical, and biological soil properties and can result in environmental pollution. Therefore, the use of organic fertilizers are expecting to be able to improve the quality and quantity of crop production, reduce environmental pollution, and improve the soil quality. Research on the utilization of organic fertilizer in combination with inorganic or chemical fertilizer might be a solution to increase crop production and to improve soil fertility, and to reduce the use of inorganic fertilizer. This study aimed to test the effectiveness of granule organic fertilizer on sweet corn production and nutrients uptake of sweet corn (Zea mays L. Saccharata) and chemical properties of Latosol Darmaga. This research used Completely Randomized Design (CRD) with seven treatments and four replications, namely: control, standard (S) or inorganic fertilizer, 75%PO+50%S, 75%PO+75%S, 100%PO+50%S, 100%PO+75%S, and 125%PO+50%S. The results showed that combination of treatment of fertilizers on the height of sweet corn plant at 4 weeks after planting, the fresh-weight of shoot, ear weight, and N, P, K uptake were significantly higher than control treatment. Based on the result of some plant parameters observed and the value of relative agronomic effectiveness (RAE), the best treatment was treatment of 75%PO +50%S. This showed that organic fertilizer which being in combination with lower dose inorganic fertilizer was effective in improving the observed parameters. The treatment of organic fertilizer in combination with inorganic fertilizer resulted in higher cation exchange capacity (CEC) of soil than unfertilized treatment (control) and solely application of inorganic fertilizer. The highest value of soil CEC was happened in treatment of 75% PO+50% S. The content of soil Corganik and total N were not significant difference.
RINGKASAN
JESIKA MONIA. Uji Efektivitas Pupuk Organik Granul pada Produksi dan Serapan Hara oleh Tanaman Jagung Manis (Zea mays L. Saccharata) serta Pengaruhnya pada Sifat Kimia Latosol Darmaga. Di bawah bimbingan Lilik Tri Indriyati dan Sri Djuniwati. Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi jagung manis dapat ditempuh dengan pemberian pupuk. Petani di Indonesia sering menggunakan pupuk anorganik karena dapat menangani masalah kahat hara dan mudah diserap oleh tanaman sehingga produktivitasnya meningkat. Namun, pemupukan anorganik yang dilakukan terus-menerus dapat menyebabkan penurunan sifat fisik, kimia, dan biologi tanah serta dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan. Oleh karena itu, penggunaan pupuk organik ke dalam tanah diharapkan dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi, mengurangi pencemaran lingkungan, dan meningkatkan kualitas lahan secara berkelanjutan. Penelitian mengenai pemanfaatan pupuk organik yang dikombinasikan dengan pupuk kimia diharapkan bisa menjadi salah satu solusi dalam meningkatkan produksi tanaman dan memperbaiki kesuburan tanah, serta diharapkan dapat mengurangi penggunaan pupuk kimia Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas pupuk organik granul pada produksi dan serapan hara tanaman jagung manis (Zea mays saccharata) serta beberapa sifat kimia Latosol Darmaga setelah panen. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tujuh perlakuan dan empat ulangan, yaitu: kontrol, standar (S) atau pupuk anorganik, 75%PO+50%S, 75%PO+75%S, 100%PO+50%S, 100%PO+75%S, dan 125%PO+50%S. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan pemupukan nyata lebih tinggi daripada kontrol pada parameter tinggi tanaman pada umur 4 Minggu Setelah Tanam (MST), bobot segar bagian atas tanaman, bobot tongkol dengan dan tanpa kelobot, serta serapan hara N, P, dan K bagian atas tanaman. Berdasarkan hasil yang diperoleh terhadap beberapa parameter yang diamati dan nilai Relative Agronomic Effectiveness (RAE), hasil yang terbaik terjadi pada
perlakuan 75%PO+50%S. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik yang dikombinasikan dengan pupuk anorganik (standar) pada dosis yang lebih rendah efektif dalam memperbaiki parameter yang diamati. Perlakuan kombinasi pupuk organik dan pupuk anorganik (standar) menghasilkan nilai Kapasitas Tukar Kation (KTK) tanah yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan kontrol dan standar (S). Kapasitas Tukar Kation (KTK) tertinggi terdapat pada perlakuan 75%PO+50%S. Kandungan C-organik dan Ntotal tanah setiap perlakuan cenderung tidak berbeda.
UJI EFEKTIVITAS PUPUK ORGANIK GRANUL PADA PRODUKSI DAN SERAPAN HARA TANAMAN JAGUNG MANIS (Zea mays L. Saccharata) SERTA PENGARUHNYA PADA SIFAT KIMIA LATOSOL DARMAGA
JESIKA MONIA A14060141
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi : Uji Efektivitas Pupuk Organik Granul pada Produksi dan Serapan Hara Tanaman Jagung Manis (Zea mays L. Saccharata) serta Pengaruhnya pada Sifat Kimia Latosol Darmaga Nama : Jesika Monia NRP : A14060141
Menyetujui :
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Ir. Lilik Tri Indriyati, M.Sc. NIP. 19660315 199103 2 002
Dr. Ir. Sri Djuniwati, M.Sc. NIP. 19530626 198103 2 004
Mengetahui : Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian
Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc. NIP.19621113 198703 1 003
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 26 Mei 1988 sebagai anak ketiga dari lima bersaudara dari pasangan Ir. Ayat Sebayang, MSc dan Susi Andriana Maha. Penulis telah menyelesaikan sekolah dasar di SD Budi Murni 2, Medan pada tahun 2000, sekolah lanjutan tingkat pertama di SLTP St. Thomas 1, Medan pada tahun 2003, sekolah menengah di SMU St. Thomas 1, Medan pada tahun 2006, dan diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Setelah melalui Tingkat Persiapan Bersama (TPB) dengan sistem mayor minor, pada tingkat kedua penulis masuk ke Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Semasa kuliah penulis aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan di dalam kampus. Pada tahun 2007 penulis tergabung dalam Komisi Pelayanan Anak, UKM PMK IPB dan menjadi pengurus Komisi Pelayanan Anak periode 2008-2009. Penulis juga tergabung dalam organisasi daerah Ikatan Mahasiswa Karo (IMKA). Pada tahun 2007 dan 2009 penulis aktif sebagai asisten praktikum agama Kristen Protestan. Pada tahun 2010 penulis aktif sebagai asisten praktikum Teknologi Produksi dan Pengembangan Masyarakat Pertanian di Diploma III, Baranang Siang, IPB. Selain itu penulis juga aktif di beberapa kepanitiaan, seperti kepanitiaan Malam Sukacita Paskah 2007, kepanitiaan Kebaktian Awal Tahun Ajaran 2008, kepanitiaan Masa Perkenalan Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan pada tahun 2008, kepanitiaan Retreat Angkatan Civitas Mahasiswa Kristen pada tahun 2008 dan 2010, serta kepanitiaan lainnya.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas anugerah dan kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Uji Efektivitas Pupuk Organik Granul pada Produksi dan Serapan Hara Tanaman Jagung Manis (Zea mays L. Saccharata) serta Pengaruhnya pada Sifat Kimia Latosol Darmaga”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat meraih gelar sarjana pertanian di Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama menyelesaikan skripsi penulis telah banyak memperoleh dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dr. Ir. Lilik Tri Indriyati, MSc sebagai dosen pembimbing skripsi I, yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, saran, motivasi, nasehat, dan membantu dalam pelaksanaan dan penulisan skripsi. 2. Dr. Ir. Sri Djuniwati, MSc sebagai dosen pembimbing skripsi II, yang sudah banyak memberikan masukan, nasehat, dan saran selama mengerjakan penelitian dan penulisan skripsi. 3. Dr. Ir. Budi Nugroho, MSi sebagai dosen penguji saya. 4. PT. Mitra Swadiri Sejahtera sebagai produsen pupuk organik “Rumah Tani” yang saya teliti. 5. Kedua orang tua (Bapak dan Mama), Billy, Diana, Orienta, dan Abraham yang telah berdoa, mendukung, memberikan kasih sayang serta dukungan moril dan materil selama mempersiapkan skripsi ini. 6. Staf Rumah Kaca University Farm IPB dan staf Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah (Pak Milin, Pak Koyo, Pak Soleh, Pak Ayang, dan rekan-rekan). 7. Seluruh staf pengajar dan karyawan di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 8. Seluruh Soilers 43, terutama teman-teman di Lab. Kimia dan Kesuburan Tanah (Silvia, Sherlie, Arin, Lebe, Syifa). Terima kasih atas kebersamaan selama ini.
9. Griya Ananta’s Crew (Ellyta, Yesika, Kak Tina, Desy, Krisna, Esti, Kila, Rosinta, Era, Helen, Mba Ulfa, Kak Pita, Kak Anin, Jenita, Vera, Wina). Terima kasih telah menjadi keluarga yang selalu mendukung. 10. Seluruh KPA-nis, terutama KPA 43 (Didi, Yomi, Yessy, Yenny, Lele, Etax, Ica, Desy, Bagus, Rio, Dwicko, Ani, dll). Terima kasih atas kebersamaan dan persahabatan selama ini. 11. Teman-teman sepelayanan lainnya (Efrat, Sella, Arni, Rani, Rara, dan Ando). Terima kasih buat sharing dan doanya. 12. Serta semua pihak yang telah membantu penyelesaian penulisan skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Tuhan memberkati kita semua. Harapan penulis semoga karya ilmiah ini, bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.
Bogor, Desember 2010
Penulis
i
DAFTAR ISI Halaman
DAFTAR TABEL..........................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR..................................................................... .
iv
`
DAFTAR LAMPIRAN.....................................................................
v
1.
PENDAHULUAN
2.
3.
4.
1.1. Latar Belakang ....................................................................
1
1.2. Tujuan .................................................................................
2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Produksi Jagung di Indonesia ...............................................
3
2.2. Morfologi dan Karakteristik Jagung Manis...........................
4
2.3. Latosol .................................................................................
5
2.4. Prinsip Penyerapan Hara.........................................................
6
2.5. Nitrogen dalam Tanah dan Tanaman ....................................
7
2.6. Kalium dalam Tanah dan Tanaman ......................................
8
2.7. Fosfor dalam Tanah dan Tanaman........................................
9
2.8. Pupuk Organik .....................................................................
10
METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat ...............................................................
12
3.2. Bahan dan Alat Penelitian ...................................................
12
3.3. Metode Penelitian ................................................................
12
3.4. Pelaksanaan Penelitian .........................................................
13
3.5. Metode Penilaian Efektivitas Pupuk .....................................
15
HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengamatan ................................................................
16
4.2. Pembahasan .......................................................................
22
5.
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan .........................................................................
26
5.2. Saran ...................................................................................
26
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................
27
LAMPIRAN
29
.......... ..................................................................
iii
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Dosis Pupuk Organik Granul “Rumah Tani” dan Pupuk Standar setiap Perlakuan........................................................... 14 2. Sifat Kimia dan Biologi Pupuk Organik ”Rumah Tani”....................... 14 3. Sifat Kimia dan Sifat Fisik Latosol Darmaga........................................16 4. Pengaruh Perlakuan Pemupukan pada Tinggi Tanaman 4 MST, Bobot Bagian Atas Tanaman dan Akar Jagung Manis........................ 17 5. Pengaruh Perlakuan Pemupukan pada Bobot Tongkol dengan Kelobot dan Bobot Tongkol tanpa Kelobot.......................................... 18 6. Kadar dan Serapan Hara Bagian Atas Tanaman Jagung dari Pengaruh Pupuk Organik....................................................................... 20 7. Kadar dan Serapan Hara Akar Tanaman Jagung dari Pengaruh Pupuk Organik....................................................................................... 21 8. Pengaruh Perlakuan Pemupukan pada pH, Kadar C-organik, N-total, dan KTK Tanah Latosol pada Akhir Percobaan...................... 21 9. Nilai RAE terhadap Perlakuan Pupuk Organik..................................... 22
iv
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Perbandingan Tongkol Standar dan Kontrol...................................... 19 2. Perbandingan Tongkol Standar dan Kombinasi Pupuk Standar dan Pupuk Organik.......................................................................... 19
v
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1.
Pengaruh Perlakuan Pemupukan pada Kadar Hara N, P, dan K Tanaman Jagung Manis........................................................... 30
2.
Pengaruh Perlakuan Pemupukan pada Serapan Hara N, P, dan K Tanaman Jagung Manis............................................................31
3.
Pengaruh Perlakuan Pemupukan pada Kadar Hara N, P, dan K Akar Tanaman Jagung Manis..................................................32
4.
Pengaruh Perlakuan Pemupukan pada Serapan Hara N, P, dan K Akar Jagung Manis...................................................................33
5.
Pengaruh Perlakuan Pemupukan pada Bobot Tanaman Bagian Atas dan Bobot Akar Tanaman Jagung Manis...................................34
6.
Pengaruh Perlakuan Pemupukan pada Bobot Tongkol dengan Kelobot dan Bobot Tongkol tanpa Kelobot Tanaman Jagung Manis.................................................................................................. 35 Pengaruh Perlakuan Pemupukan pada Tinggi Tanaman Jagung Manis (4 MST)................................................................................... 36
7. 8.
Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah................................................. 37
9.
Analisis Ragam Bobot Jagung dengan Kelobot................................. 38
10.
Analisis Ragam Bobot Jagung Tanpa Kelobot.................................. 38
11.
Analisis Ragam Kadar N pada Tanaman.......................................... 38
12.
Analisis Ragam Kadar P pada Tanaman............................................ 38
13.
Analisis Ragam Kadar K pada Tanaman.......................................... 39
14.
Analisis Ragam Bobot Bagian Atas Tanaman Jagung...................... 39
15.
Analisis Ragam Bobot Akar Tanaman Jagung.................................. 39
16.
Analisis Ragam Tinggi Tanaman Jagung.......................................... 39
17.
Analisis Ragam Kadar N pada Akar Tanaman.................................. 40
18.
Analisis Ragam Kadar P pada Akar Tanaman................................... 40
19.
Analisis Ragam Kadar K pada Akar Tanaman.................................. 40
20.
Analisis Ragam Serapan N pada Akar Tanaman.............................. 40
21.
Analisis Ragam Serapan P pada Akar Tanaman............................... 41
22.
Analisis Ragam Serapan K pada Akar Tanaman.............................. 41
vi
23.
Analisis Ragam Serapan N pada Tanaman Bag.Atas.........................41
24.
Analisis Ragam Serapan P pada Tanaman Bag.Atas......................... 41
25.
Analisis Ragam Serapan K pada Tanaman Bag.Atas........................ 42
26.
Tanaman Perlakuan Kontrol...............................................................42
27.
Tanaman Perlakuan Standar...............................................................43
28.
Tanaman Perlakuan 50% S dan 75 % PO...........................................43
29.
Tanaman Perlakuan75% S dan 75%PO..............................................44
30.
Tanaman Perlakuan 50%S dan 100%PO............................................44
31.
Tanaman Perlakuan 75%S dan 100%PO............................................45
32.
Tanaman Perlakuan 50%S dan 125%PO............................................45
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Sejak tahun 1979, usaha peningkatan produksi palawija mendapat perhatian yang cukup besar dari pemerintah karena pemerintah menyadari bahwa palawija merupakan bagian dari komoditi pangan yang penting selain beras. Salah satu tanaman palawija yang paling utama di Indonesia adalah jagung. Pengembangan tanaman palawija, seperti tanaman jagung, dapat meningkatkan ketersediaaan pangan dan pendapatan petani serta menjadi komoditas pengganti pangan utama bagi masyarakat. Jenis jagung yang mulai diminati di Indonesia adalah jagung manis karena memiliki rasa yang lebih manis dibandingkan jagung biasa
dan umur produksinya
lebih singkat
(genjah),
sehingga sangat
menguntungkan untuk diusahakan. Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi jagung manis dapat ditempuh dengan pemberian pupuk. Sampai saat ini pertanian Indonesia masih sangat bergantung pada penggunaan pupuk kimia (anorganik). Pemupukan secara kimia sintetis (anorganik) merupakan jalan termudah dan tercepat dalam menangani masalah kahat hara, karena mudah terurai dan langsung dapat diserap tanaman, sehingga pertumbuhan menjadi lebih subur. Namun, pemupukan secara kimia sintetis (anorganik) mempunyai beberapa kelemahan, yaitu mahal, tidak dapat menyelesaikan masalah kerusakan fisik dan biologi tanah,
serta
pemupukan yang tidak tepat dan berlebihan menyebabkan pencemaran lingkungan. Produktivitas tanah dan keberlanjutan produksi pertanian ditentukan oleh kecukupan kandungan bahan organik tanah. Bahan organik tanah merupakan komponen penting penentu kesuburan tanah, terutama di daerah tropika seperti Indonesia yang memiliki suhu udara dan curah hujan yang tinggi. Kandungan bahan organik tanah pada sebagian besar lahan pertanian di Indonesia telah mencapai tingkat rendah bahkan sangat rendah yaitu sekitar < 2% (Pramono, 2004). Terabaikannya pengembalian bahan organik ke dalam tanah dan intensifnya penggunaan pupuk anorganik pada lahan pertanian telah menyebabkan mutu fisik dan kimia tanah menurun. Kondisi tanah yang demikian menyebabkan
2
berkurangnya hara mikro, perlindungan terhadap penyakit rendah, boros terhadap penggunaan pupuk dan air, serta tanaman peka terhadap kekeringan. Pemanfaatan pupuk organik menjadi solusi yang tepat untuk menjaga stabilitas tanah karena pupuk organik dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi, mengurangi pencemaran lingkungan, dan meningkatkan kualitas lahan secara berkelanjutan. Djuniwati et al. (2008) menunjukkan bahwa pemberian bahan organik cover crop dapat meningkatkan pH, C-organik, dan KTK tanah. Oleh karena itu, penelitian ini melakukan pengujian pupuk organik granul pada tanaman jagung manis sebagai indikator dan melihat perubahan beberapa sifat kimia Latosol Darmaga setelah panen.
1.2. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas pupuk organik granul pada produksi dan serapan hara tanaman jagung manis (Zea mays L. Saccharata) serta pengaruhnya pada sifat kimia Latosol Darmaga.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Produksi Jagung di Indonesia Jagung diperkenalkan di Indonesia pada abad ke-16 oleh bangsa Portugis dan Spanyol yang sedang melakukan penjelajahan dari Amerika menuju Eropa, India, dan Cina. Sejak saat itu, terjadi peningkatan produksi jagung secara perlahan hingga abad 20. Petani Indonesia menanam jagung pada skala yang kecil. Para petani menggunakan benih yang telah diseleksi dari lahan mereka sendiri atau dari desa lain. Pada beberapa kondisi, petani membeli benih jagung dari pasar. Penggunaan benih yang berkelanjutan dari hasil produksi lahan sendiri menyebabkan pertambahan populasi tanaman jagung. Penanaman yang berkelanjutan atau berulang kali menyebabkan benih tanaman jagung berevolusi serta beradaptasi sesuai dengan lingkungan di Indonesia. Produksi jagung yang berasal dari benih lokal menghasilkan ciri yang diharapkan, seperti pematangan yang lebih cepat (matang saat berumur 70-80 hari), bulir jagung yang lebih keras, adaptasi, dan ketahanan terhadap Peronoslerospora maydis. Selama tiga dekade terakhir, benih baru telah diperkenalkan dan varietas jagung terbaru telah ditanam di Indonesia. Varietas baru ini menggantikan posisi benih lokal yang alami di Indonesia. Pada tahun 1990-1995, Indonesia memproduksi jagung sebanyak 7 juta ton, dimana 77 ribu ton diekspor. Akan tetapi di tahun yang sama Indonesia juga mengimpor jagung sebesar 493 ribu ton. Pada tahun 2002, produksi jagung di Indonesia telah mencapai 7987 ribu ton pada areal seluas 3624 ribu hektar dengan hasil rata-rata per hektar baru mencapai 2.20 ton. Hal ini masih rendah apabila dibandingkan dengan Amerika Serikat yang telah mencapai rata-rata per hektarnya 3.40 ton (Biro Pusat Statistik, 1992). Jagung ditanam di berbagai provinsi di Indonesia. Provinsi yang paling banyak menanam jagung, antara lain : Sumatera Utara, Lampung, Jawa Timur, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Barat, Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Utara. Petani biasanya menanam jagung pada bulan kering (sekitar 70%) sebelum bulan basah dimulai. Mereka memulai penanaman pada bulan Oktober dan memanen di bulan Januari atau Februari. Sekitar 30% jagung
4
ditanam di lahan basah (sawah) selama musim kering sebelum menanam padi. Hal ini telah dilakukan oleh petani di pulau Jawa terutama di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Pada areal produksi jagung terbesar , petani menanam jagung dua kali dalam setahun pada musim kering, pertama ditanam pada awal musim basah di bulan Oktober dan kedua di bulan Februari. Tetapi di musim basah, jagung hanya ditanam sekali dalam setahun yaitu di bulan Mei menuju Juni, khususnya di Jawa Timur (Park, 2001).
2.2. Morfologi dan Karakteristik Jagung Manis Jagung manis (Zea mays saccharata) adalah tanaman sayuran yang memiliki kadar gula yang tinggi. Jagung manis termasuk keluarga Graminae dari suku Maydeae yang pada mulanya berkembang dari jagung tipe dent dan flint. Jagung tipe dent disebut juga jagung gigi kuda (Zea mays identata). Jagung ini mempunyai lekukan di puncak bijinya karena adanya pati keras pada bagian pinggir dan pati lembek pada bagian puncak biji. Jagung tipe flint disebut juga jagung mutiara (Zea mays indurata). Biji jagung ini berbentuk agak bulat dengan bagian luar yang keras dan licin. Bagian luar yang keras itu disebabkan oleh endosperm yang terdiri dari pati keras. Tinggi tanaman jagung manis tidak banyak berbeda dengan jagung biasa. Jagung manis termasuk tanaman berumah satu dengan bunga jantan berwarna putih krem. Tanaman ini memiliki jenis bunga yang bersifat monoecious. Bunga jantan mengandung banyak bunga kecil pada ujung batangnya yang disebut tassel. Bunga betina juga banyak mengandung banyak bunga kecil yang ujungnya pendek dan datar yang pada saat masak disebut tongkol. Setiap bunga betina mempunyai satu putik dengan sistem perkawinan umumnya menyerbuk silang. Menurut Koswara (1986), sifat manis pada jagung manis disebabkan oleh adanya gen su-1 (sugary), bt-2 (brittle) ataupun sh-2 (shrunken). Gen ini dapat mencegah pengubahan gula menjadi zat pati pada endosperm sehingga jumlah gula yang ada kira-kira dua kali lebih banyak dibandingkan jagung biasa. Secara fisik maupun morfologi, jagung manis sulit dibedakan dengan jagung biasa. Perbedaan antara kedua jagung itu umumnya pada warna bunga jantan. Bunga jantan jagung manis berwarna putih, sedangkan pada jagung biasa kuning
5
kecokelatan. Jagung manis mengandung lebih banyak gula dalam endospermnya dibanding jagung biasa dan pada proses pematangan kadar gula yang tinggi menyebabkan biji keriput. Keadaan keriput ini yang membedakan biji jagung manis dengan biji jagung biasa. Jagung manis sangat sesuai ditanam di daerah yang sejuk dan cukup dingin dengan ketinggian 3000 m dpl. Faktor-faktor iklim yang paling mempengaruhi pertumbuhan tanaman adalah curah hujan dan suhu. Secara umum, jagung manis memerlukan air sebanyak 200-300 mm/bulan. Keadaan suhu yang baik untuk pertumbuhan jagung manis adalah 21-30 oC. Namun, pada suhu rendah sampai 16 oC dan suhu tinggi sampai 35oC, jagung manis masih dapat tumbuh. Suhu optimum untuk perkecambahan benih berkisar antara 21-27oC. (Anonim, 1992).
2.3. Latosol Latosol terbentang luas di seputar garis khatulistiwa atau di daerah tropis. Curah hujan yang banyak dan suhu yang tinggi di daerah tropis dan semi tropis mengakibatkan gaya-gaya hancuran bekerja dengan lebih cepat dan besar sehingga pengaruhnya lebih ekstrem daripada daerah sedang. Di daerah tersebut batuan dan regolit mengalami pelapukan yang sangat drastis. Hidrolisis dan oksidasi berlangsung sangat intensif dan mineral-mineral silikat cepat hancur. Di banyak tempat di daerah tropis musim basah dan kering yang silih berganti sering terjadi menyebabkan kegiatan kimia menjadi intensif, terutama yang berkaitan dengan bahan organik. Proses yang berperan dalam pembentukan tanah seperti ini disebut latosolisasi. Pada latosol, basa-basa seperti kalsium, magnesium, kalium, dan natrium cepat dibebaskan. Keadaan kemasaman rendah ini didampingi oleh cepatnya bahan organik membusuk dan pembebasan segera dari basa-basa yang terdapat dalam senyawa organik. Sebagai hasilnya, pelarutan silikat dirangsang, sedangkan pelarutan besi, aluminium, dan mangan dihambat. Bila drainase memuaskan maka berlangsung proses oksidasi yang sangat intensif. Jadi, dengan berlangsungnya hancuran terbentuklah bahan berwarna merah atau kuning yang kaya akan seskuioksida dan miskin akan silikat.
6
Proses latosolisasi berlangsung begitu intensif dan pencucian terjadi sempurna sehingga hidro-oksida liat yang terbentuk mempunyai jumlah basa dapat dipertukarkan yang sangat sedikit. Meskipun demikian, biasanya Latosol yang terbentuk di bawah vegetasi alamiah tidak terlalu masam. Walaupun basa yang ada rendah, Latosol dapat secara relatif mempertahankan persentase kejenuhan yang tinggi. Oleh karena itu pH tanah agak tinggi yakni berkisar antara 6-7. Umumnya terdapat warna merah atau kuning pada horizon B. Akan tetapi, bila lapisan atas tererosikan biasanya terdapat warna cokelat atau kelabu pada Latosol. Dalam kasus lain, warna merah atau kuning merupakan warna dominan lapisan permukaan tanah yang bahan induknya berupa basaltik. Pada tanah yang sering dipakai untuk pertanian (terutama yang tererosi) akan menyebabkan tanah pada lapisan dalam berwarna merah menyala atau kekuningan.
2.4. Prinsip Penyerapan Hara Penyerapan unsur hara oleh dapat dilakukan oleh akar, batang, dan daun. Pergerakan unsur hara ke permukaan akar terjadi melalui tiga cara yaitu intersepsi, aliran massa, dan difusi. Mekanisme intersepsi merupakan pertukaran langsung antara hara dengan akar. Semakin banyak akar bersentuhan dengan akar menyebabkan peningkatan hara yang dapat diserap oleh akar. Aliran massa terjadi ketika air mengalir ke akar atau melalui akar melalui proses transpirasi. Air tanah yang mengalir ini mengandung ion-ion unsur hara. Mekanisme ketiga terjadi akibat selisih konsentrasi yang terjadi di sekitar akar yang mengakibatkan hara akan berdifusi. Difusi akan berlangsung melalui selaput air yang ada dan oleh karena itu kecepatan berdifusi akan sangat bergantung kepada kadar air dalam tanah. Proses penyerapan hara terjadi pada akar rambut dimana akar dikelilingi oleh larutan tanah dan berhubungan dengan permukaan koloid tanah. Selanjutnya akar rambut akan mengabsorpsi unsur hara yang berada di sekitarnya. Proses penyerapan hara ini membutuhkan suatu carrier yaitu suatu usaha untuk membawa ion dari luar ke dalam sel akar tanaman. Sistem carrier dapat terjadi dengan syarat antara lain membran sel tidak permeabel terhadap ion-ion bebas,
7
perlu adanya transpor elektron, dan respirasi akar harus berjalan lancar sehingga pengambilan ion harus berhubungan langsung dengan metabolisme tanaman (Hakim,1986).
2.5. Nitrogen dalam Tanah dan Tanaman Unsur nitrogen banyak terdapat di udara, namun tidak dapat digunakan langsung oleh tanaman karena sukar mengkonversi bentuk N2 yang sangat stabil menjadi bentuk yang diperlukan tumbuhan. Hanya beberapa organisme tingkat rendah yang dapat melakukan perubahan tersebut dengan enzim nitrogenase, seperti Rhizobium pada bintil akar tanaman kacang-kacangan, bakteri Azotobakter, Clostridium, serta ganggang biru-hijau. Secara alamiah nitrogen yang terdapat di dalam tanah berasal dari air hujan, bahan organik dari tumbuhan, dan fiksasi oleh jasad renik. Air hujan diperkirakan memberikan 22.4 kg N/ha/tahun dan dari fiksasi diperkirakan antara 16.8-50.4 kg N/ha/tahun. Laju dekomposisi bahan organik sekitar 2% per tahun yang dapat memberikan 22-45 kg N/ha/tahun. Ketiga sumber ini tidak mencukupi kebutuhan tanaman sehingga diperlukan pupuk nitrogen buatan. Nitrogen merupakan unsur hara pupuk yang digunakan dalam jumlah terbesar di wilayah tropika. Sumber nitrogen pupuk yang paling umum digunakan di wilayah tropika adalah urea (CO(NH2)2) dan amonium sulfat. Sebaliknya, di wilayah iklim-sedang seperti Amerika Serikat, amonium nitrat, amoniak bebas air, dan amonium fosfat cenderung lebih banyak digunakan (Sanchez, 1992). Urea memiliki kandungan N sebesar 46 persen, biaya per satuan yang rendah, serta ketersediaannya banyak di pasar dunia.
Urea dapat langsung dimanfaatkan
tanaman, tetapi umumnya di dalam tanah akan diubah menjadi amonium dan nitrat melalui proses amonifikasi dan nitrifikasi oleh bakteri tanah. Urea berbentuk granul lebih baik dibandingkan urea berbentuk prill atau pelet karena bentuk granul lebih tahan hancur. Untuk mengurangi sifat higroskopis dan penggumpalan digunakan bahan pelapis (coating agent) yang menyebabkan urea lebih tahan pelarutan oleh air hujan atau embun sehingga dapat menekan volatilisasi (kehilangan N dalam bentuk NH3), tidak peka api, dan bersifat kurang korosi. Pupuk nitrogen lainnya antara lain anhidrus amonia (NH3),
8
akua amonia (NH4OH), amonium sulfat ((NH4)2SO4), amonium klorida (NH4Cl), amonium nitrat (NH4NO3), dan lainnya. Tanaman membutuhkan nitrogen dalam jumlah besar, tetapi bila diberikan dalam jumlah yang berlebihan dapat menyebabkan tanaman mudah rebah, kualitas dan kuantitas produksi merosot, dan lainnya. Kekurangan nitrogen dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman tertekan dan daun-daun menjadi kering. Oleh sebab itu diperlukan pemupukan nitrogen dengan dosis yang optimum (Leiwakabessy et al., 2004).
2.6. Kalium dalam Tanah dan Tanaman Kalium diabsorpsi oleh tanaman dalam bentuk K + . Bentuk dapat ditukar atau bentuk yang tersedia bagi tanaman biasanya dalam bentuk pupuk K yang larut dalam air, seperti KCl, K2SO4, KNO3, dan pupuk-pupuk majemuk. Kalium tidak dijumpai di dalam bagian tanaman seperti protoplasma, lemak, dan selulosa. Kalium lebih sering disebut sebagai katalisator dalam proses hidup tanaman karena menjamin berlangsungnya reaksi kehidupan tanaman. Beberapa peranan kalium yang diketahui antara lain dalam pembelahan sel, fotosintesis (pembentukan karbohidrat), translokasi gula, reduksi nitrat dan sintesis protein, serta aktivitas enzim. Kalium juga merupakan unsur logam yang paling banyak terdapat dalam cairan sel yang berfungsi untuk mengatur tekanan osmotik dalam sel sehingga memungkinkan pergerakan air ke dalam akar. Tanaman yang kekurangan kalium akan mengalami kekeringan dibandingkan yang memiliki cukup kalium. Pupuk kalium klorida mengandung sekitar 33-51.5 % K atau 40-61.5% K2O. Kalium klorida diperoleh melalui proses pemurnian (refining) dari hasil tambang dengan dua macam proses yaitu flotasi dan kristalisasi. Pupuk K mudah terurai dan masuk ke dalam tanah sehingga pupuk K sebenarnya dapat ditempatkan di atas tanah. Kehilangan K melalui pencucian tidak besar kecuali pada tanah berpasir atau tanah-tanah dengan KTK sangat rendah serta yang bermuatan positif (Leiwakabessy et al., 2004).
9
2.7. Fosfor dalam Tanah dan Tanaman Fosfor merupakan salah satu unsur yang esensial bagi tanaman yang berperan dalam proses pemecahan karbohidrat untuk energi, menentukan pertumbuhan akar, mempercepat kematangan dan produksi buah dan biji, serta berperan dalam pembelahan sel. Tanaman umumnya menyerap unsur ini dalam bentuk ion monofosfat atau fosfat primer (H2PO4-). Mobilitas ion-ion fosfat dalam tanah sangat rendah karena retensinya dalam tanah sangat tinggi. Oleh karena itu recovery rate dari pupuk P sangat rendah yaitu berkisar antara 10-30%, sisanya tertinggal dalam bentuk immobil atau terhilang karena erosi. Fosfat alam dapat berasal dari batuan beku, batuan sedimen atau batuan metamorf. Berdasarkan komposisi umum mineral penyusun yang ditemukan dalam tambang fosfat, fosfat alam dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok, yaitu kalsium fosfat, kalsium aluminium besi fosfat, serta besi dan aluminium fosfat. Geologi fosfat dari batuan sedimen berkaitan erat dengan geologi marine yaitu pembentukan endapan fosforit di dasar laut sebagai hasil proses kimia, fisik, dan biologi. Fosfat dari sumber batuan endapan tersebut merupakan sumber bahan pupuk P terbesar, memenuhi sekitar 80% dari produksi fosfat alam dunia, sedangkan yang berasal dari batuan beku sekitar 12%. Sumber fosfat yang lain adalah guano (kotoran burung laut dan kelelawar) tetapi bukan bahan baku untuk pembuatan pupuk P larut air. Pupuk P dinilai berdasarkan kelarutan pupuk tersebut dalam berbagai pelarut yang ditemukan dalam laboratorium. Pelarut yang digunakan antara lain air, amonium sitrat netral, asam sitrat, asam formiat, amonium sitrat alkalin, dan asam-asam pekat. Pupuk-pupuk fosfat larut air, antara lain Ordinary Superfosfat (OSP), Asam Fosfat, Triple Superfosfat (TSP), Polyfosfat, dan Asam Superfosfat. Pupuk-pupuk fosfat yang tidak larut air, antara lain Rhenania Fosfat, Thomas Fosfat, batu fosfat, dan lainnya. Efektivitas pupuk P dalam tanah ditentukan oleh sifat pupuk (bentuk P), sifat tanah, dan reaksi antara pupuk P dengan tanah. Semuanya akan menentukan jumlah P pupuk yang dapat diambil tanaman. Pupuk P larut air akan cepat larut dalam tanah dengan kelembaban sedang. Air atau uap air yang bergerak ke butiran pupuk melarutkan dan membentuk larutan jenuh yang terdiri dari ion-ion yang dibebaskan dari pupuk (Leiwakabessy et al., 2004).
10
2.8. Pupuk Organik Pupuk organik adalah nama kolektif untuk semua jenis bahan organik asal tanaman dan hewan yang dapat dirombak menjadi hara tersedia bagi tanaman. Dalam Permentan No.2/Pert/Hk.060/2/2006 yang membahas mengenai pupuk organik dan pembenah tanah, dikemukakan bahwa pupuk organik adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri atas bahan organik yang berasal dari tanaman dan hewan. Bahan ini telah melalui proses rekayasa berupa bentuk padat atau cair yang digunakan untuk mensuplai bahan organik untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Berbagai hasil penelitian mengindikasikan bahwa sebagian besar lahan pertanian intensif mengalami degradasi lahan dan penurunan produktivitas. Hal ini terkait dengan rendahnya kandungan C-organik dalam tanah, yaitu sekitar kurang dari 2%. Bahan dan pupuk organik sangat bermanfaat bagi peningkatan produksi pertanian baik kualitas maupun kuantitas, mengurangi pencemaran lingkungan, dan meningkatkan kualitas lahan secara berkelanjutan. Penggunaan pupuk organik dalam jangka panjang dapat meningkatkan produktivitas lahan dan dapat mencegah degradasi lahan. Sumber bahan untuk pupuk organik sangat beranekaragam, dengan karakteristik fisik dan kandungan kimia/hara yang sangat beragam sehingga pengaruh dari penggunaan pupuk organik terhadap lahan dan tanaman dapat bervariasi (Simanungkalit et al., 2006). Bahan organik adalah bagian dari tanah yang merupakan suatu sistem kompleks dan dinamis, yang bersumber dari sisa tanaman dan binatang yang terdapat di dalam tanah yang terus menerus mengalami perubahan bentuk, karena dipengaruhi oleh faktor biologi, fisika, dan kimia (Kononova, 1961). Stevenson (1991) menyatakan bahwa bahan organik tanah adalah semua jenis senyawa organik yang terdapat di dalam tanah, termasuk serasah, fraksi bahan organik ringan, biomassa mikroorganisme, bahan organik terlarut di dalam air, dan bahan organik yang stabil atau humus. Bahan organik tanah memainkan peranan penting dalam kesuburan tanah dan merupakan sumber hara terutama nitrogen untuk padi. Bahan organik tanah juga membantu memberikan kapasitas penyangga dari tanah
11
yaitu mencegah kekurangan hara atau mencegah pertumbuhan yang berlebihan akibat pemupukan berat pada tanaman. Sumber bahan organik juga dapat berupa kompos, pupuk hijau, pupuk kandang, sisa panen (jerami, brangkasan, tongkol jagung, bagas tebu, dan sabut kelapa), limbah ternak, limbah industri yang menggunakan bahan pertanian, dan limbah kota. Kompos merupakan produk pembusukan dari limbah tanaman dan hewan hasil perombakan oleh fungi, aktinomisetes, dan cacing tanah. Pupuk hijau merupakan keseluruhan tanaman hijau maupun hanya bagian dari tanaman seperti sisa batang dan tunggul akar setelah bagian atas tanaman yang hijau digunakan sebagai pakan ternak. Pupuk kandang merupakan kotoran ternak. Limbah ternak merupakan limbah dari rumah potong berupa tulang-tulang, darah, dan sebagainya. Limbah industri yang menggunakan bahan pertanian merupakan limbah berasal dari limbah pabrik gula, limbah pengolahan kelapa sawit, penggilingan padi, limbah bumbu masak, dan sebagainya. Limbah kota yang dapat menjadi kompos berupa sampah kota yang berasal dari tanaman. Pupuk dan bahan organik memiliki fungsi kimia yang penting, antara lain dapat menyediakan hara makro (N, P, K, Ca, Mg, dan S) dan mikro seperti Zn, Cu, Mo, Co, B, Mn, dan Fe. Penggunaan bahan organik juga dapat mencegah kahat unsur mikro pada tanah marginal atau tanah yang telah diusahakan secara intensif dengan pemupukan yang kurang seimbang serta meningkatkan Kapasitas Tukar Kation (KTK) tanah (Simanungkalit et al., 2006).
12
III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di rumah kaca University Farm IPB, Cikabayan dengan menggunakan bahan Latosol Darmaga, Bogor yang dimulai pada bulan Desember 2009 sampai Mei 2010. Analisis tanah dan tanaman dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 3.2. Bahan dan Alat Penelitian Bahan yang digunakan adalah benih jagung manis, pupuk urea, pupuk SP36, pupuk KCl, dan pupuk organik granul produksi PT. Mitra Swadiri Sejahtera yang dinamakan“Rumah Tani”. Adapun bahan yang digunakan untuk analisis kimia dalam penetapan unsur hara makro seperti N-total, P, dan K, antara lain: H2SO4 pekat, H2O2, NaOH 50%, HCl 0.05N, H3BO3 1%, Amonium Molibdad, serbuk pereduksi, NH4F, dan indikator Conway. Alat yang digunakan saat penanaman hingga panen adalah polybag, meteran, tali rapia, ajir, kantong plastik, dan label, sedangkan alat untuk analisis tanah dan tanaman adalah tabung dan blok digestion, pengocok tabung, labu destilasi, labu didih 250 ml, erlenmeyer 100 ml , tabung reaksi, spektrofotometer UV-VIS, dan flamefotometer. 3.3. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor yaitu perlakuan pemupukan yang terdiri dari 7 perlakuan dengan masingmasing perlakuan sebanyak 4 ulangan. Perlakuan tersebut, antara lain: 1. Kontrol 2. Standar (S) sebanyak 100% dosis pupuk standar 3. Dosis Pupuk Organik 75% dan Pupuk Standar 50% (75%PO+50%S) 4. Dosis Pupuk Organik 75% dan Pupuk Standar 75% (75%PO+75%S) 5. Dosis Pupuk Organik 100% dan Pupuk Standar 50% (100%PO+50%S) 6. Dosis Pupuk Organik 100% dan Pupuk Standar 75% (100%PO+75%S) 7. Dosis Pupuk Organik 125% dan Pupuk Standar 50% (125%PO+50%S)
13
Model matematika Rancangan Acak Lengkap (RAL) dapat ditulis sebagai berikut: Yij = µ +αi + ƹij Dimana : i
= Perlakuan ke 1, 2, ..., hingga 7
j
= Ulangan 1, 2, 3, dan 4
Yij
= Nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
µ
= Rataan umum
αi
= Pengaruh perlakuan ke-i
ƹij
= Pengaruh galat percobaan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j Data yang diperoleh diuji dengan uji F dan perbedaan rataan antar
perlakuan dilakukan dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) taraf nyata 5%. Kandungan unsur hara dalam tanaman yang ditetapkan adalah kandungan N, P, dan K. Analisis N tanaman menggunakan metode Kjeldahl, analisis P menggunakan Spektrofotometer, dan analisis K menggunakan Flamefotometer. Selain melakukan analisis tanaman, dilakukan juga analisis tanah setelah percobaan. 3.4. Pelaksanaan Penelitian Pengambilan bahan tanah di lahan Cikabayan, Darmaga diambil pada kedalaman 0-20 cm. Tanah yang telah diambil selanjutnya dikeringudarakan selama satu hari dalam rumah kaca dan diayak dengan ayakan 5 mm. Tanah yang telah diayak dimasukkan ke dalam polybag yang setara dengan 10 kg Bobot Kering Mutlak (BKM), kemudian diberi air sekitar 80% dari kadar air kapasitas lapang. Pengapuran dilakukan tiga hari sebelum penanaman benih dengan dosis 1 ton/ha. Pupuk organik diberikan dua hari sebelum tanam dan pupuk urea, SP-36, serta KCl diberikan pada saat tanam. Pemupukan urea dan KCl diberikan dua kali yaitu pada 0 MST dan 15 HST, sedangkan pupuk SP-36 hanya diberikan satu kali pada 0 MST. Dosis pemupukan yang dipakai pada setiap perlakuan ditunjukkan pada Tabel 1. Pupuk organik yang digunakan adalah pupuk organik yang berbentuk granul dengan kandungan hara yang tertera pada Tabel 2.
14
Tabel 1. Dosis Pupuk Organik Granul “Rumah Tani” dan Pupuk Standar setiap Perlakuan No
Perlakuan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Kontrol (K) Standar (S) 75% PO+50%S 75%PO+75%S 100%PO+50%S 100%PO+75%S 125%PO+75%S
Pupuk Organik .............................(g/pot)........................... 1.50 1.00 0.75 0.75 0.50 0.38 7.50 1.13 0.75 0.56 7.50 0.75 0.75 0.38 10.00 1.13 0.75 0.56 10.00 0.75 0.50 0.38 12.50 Urea
SP-36
KCl
Tabel 2. Sifat Kimia dan Biologi Pupuk Organik ”Rumah Tani” Parameter
Satuan
Nilai
Nitrogen total (N-total)
%
1.32
P2O5-total
%
0.39
K2O-total Kadar air pH larutan 10% C-organik C/N Arsenik (As)
% % % Ppm
0.49 14.65 7.5 21.67 22.00 0.01
Mercuri (Hg) Fe-total
Ppm Ppm
Td 7525
Boron (B) Cobalt (Co) Tembaga (Cu) Cadmium (Cd) Mangan (Mn)
Ppm Ppm Ppm Ppm Ppm
73 12 102 Td 2044
Seng (Zn) Timbal (Pb)
Ppm Ppm
357 9
Molibdenum (Mo) E-Coli
Ppm SPK
Td 0
Salmonela SP
SPK
0
Catatan : td = tidak terdeteksi
15
Benih jagung yang digunakan untuk penelitian ini adalah benih jagung manis varietas SD03 yang ditanam dua biji per lubang. Penyulaman dilakukan bila benih tidak berkecambah atau pertumbuhan tidak sempurna yaitu saat tanaman jagung berumur 2 MST. Penyiraman dan penyiangan gulma dilakukan setiap hari. Pengamatan dan pengukuran terhadap tinggi tanaman dilakukan pada 4 MST dan 8 MST. Panen dilakukan pada saat jagung berusia 10 MST. Tongkol, akar, dan batang jagung yang dipanen, ditimbang dan dikeringudarakan selama sehari sebelum dimasukkan ke dalam oven bersuhu 70oC selama 3 hari. Parameter yang dianalisis adalah sifat kimia tanah awal, sifat kimia tanah setelah panen, produksi jagung berupa bobot jagung dengan dan tanpa kelobot, pengaruh pemupukan terhadap tinggi tanaman, bobot tanaman bagian atas, bobot akar, serta analisis kadar hara dan serapan hara. Analisis hara dilakukan pada akar dan bagian atas tanaman, yaitu kadar hara N-total, P-total, dan K-total dengan cara pengabuan basah. Analisis tanah sebelum percobaan dilakukan untuk penetapan C-organik, N-total, pH (H2O) dan kation-kation K, Na, Ca-dd, Mg-dd, H, dan Al-dd, serta KTK, KB, dan tekstur tanah. 3.5. Metode Penilaian Efektivitas Pupuk Untuk menilai efektivitas pupuk dilakukan dengan membandingkan hasil yang diperoleh pada perlakuan pupuk yang diuji dengan perlakuan pupuk standar dan kontrol dan melihat Relative Agronomic Effectiveness (RAE) penggunaan pupuk. Relative Agronomic Effectiveness (RAE) adalah perbandingan antara kenaikan hasil karena penggunaan suatu pupuk dengan kenaikan hasil dengan penggunaan pupuk standar dikalikan 100, dengan rumus sebagai berikut: RAE = Produksi dari suatu perlakuan – produksi x 100 % Produksi standar - produksi kontrol
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil Pengamatan
4.1.1 Sifat Kimia dan Sifat Fisik Latosol Darmaga Latosol Darmaga yang digunakan dalam percobaan efektivitas pupuk organik granul memiliki pH masam sebesar 5.20 serta kadar C-organik, N-total, KTK, Ca-dd, K-dd, dan Na-dd yang rendah. Kandungan P-tersedia rendah, yaitu 6.70 ppm dan kandungan Mg-dd tergolong sedang sebesar 1.02 me/100g. Rendahnya pH dan basa-basa berhubungan dengan tingginya kandungan Al-dapat dipertukarkan (Al-dd) tanah. Latosol Cikabayan memiliki kandungan pasir 4.42%, debu 10.61%, dan liat 84.97%. Berdasarkan diagram segi tiga tekstur maka Latosol Darmaga memiliki tekstur liat. Tabel 3. Sifat Kimia dan Sifat Fisik Latosol Darmaga Karakteristik Penetapan Hasil Tanah pH H2O (1:1) 5.20 pH KCl (1:1) 4.40 Sifat Kimia C- organik (%) 1.68 Tanah N-total (%) 0.17 P2O5-Bray (ppm) 6.70 H-dd (me/100g) 0.29 Ca-dd (me/100g) 2.18 Mg-dd (me/100g) 1.02 K-dd (me/100g) 0.15 Na-dd (me/100g) 0.20 KTK (me/100g) 15.40 Kejenuhan Basa (%) 23.05 Al-dd (me/100g) 2.46 Pasir (%) 4.42 Sifat Fisik Tanah Debu (%) 10.61 Liat (%) 84.97
Metode pH meter pH meter Walkley dan Black Kjeldahl HCl 25% 1 N KCl 1 M NH4OAc pH 7,0 1 M NH4OAc pH 7,0 1 M NH4OAc pH 7,0 1 M NH4OAc pH 7,0 1 M NH4OAc pH 7,0 Perhitungan Titrasi Pipet Pipet Pipet
17
4.1.2
Tinggi Tanaman 4 MST, Bobot Bagian Atas Tanaman, dan Bobot Akar Tanaman Jagung Manis (Zea mays L. Saccharata) Hasil analisis ragam (Lampiran 14, 15, dan 16) menunjukkan bahwa
perlakuan pemupukan berpengaruh nyata terhadap bobot bagian atas tanaman dan tinggi tanaman pada usia 4 MST, namun tidak berpengaruh nyata terhadap bobot akar. Tabel 4 menunjukkan bahwa perlakuan pupuk standar yang dikombinasikan dengan pupuk organik lebih tinggi dibandingkan perlakuan standar (S). Perlakuan 100%PO+50%S menghasilkan tinggi tanaman tertinggi meskipun tidak berbeda nyata dengan perlakuan pupuk standar dan perlakuan kombinasi pupuk standar dengan pupuk organik lainnya. Perlakuan standar (S) menghasilkan bobot bagian atas tanaman tertinggi (245.28 g/pot), sedangkan perlakuan 100%PO+75%S menghasilkan bobot bagian atas tanaman yang cenderung lebih rendah dari standar (S) namun tidak berbeda nyata. Perlakuan 75%PO+50%S dan 125%PO+50%S nyata lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan standar (S) masing-masing sebesar 159.90 g/pot dan 164.13 g/pot. Bobot akar tertinggi terdapat pada perlakuan standar (S) sebesar 68.68 g/pot, sedangkan yang terendah pada perlakuan kontrol. Tabel 4. Pengaruh Perlakuan Pemupukan pada Tinggi Tanaman 4 MST, Bobot Bagian Atas Tanaman dan Akar Jagung Manis Bobot Bagian Tinggi Tan. Bobot Akar Atas Perlakuan 4 MST (cm) ....................(g/pot).................... Kontrol (K) 61.00 a 77.40 a 13.96 Standar (S) 112.45 b 245.28 c 68.68 75% PO+50% S 118.63 b 159.90 b 57.13 75% PO+75% S 124.45 b 190.10 bc 58.28 100% PO+50% S 124.63 b 206.70 bc 55.13 100% PO+75% S 121.06 b 226.80 c 67.30 125% PO+50% S 123.63 b 164.13 b 55.63 Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama diikuti huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf uji DMRT 5%
18
4.1.3 Bobot Tongkol dengan Kelobot dan Tanpa Kelobot Hasil analisis ragam (Lampiran 9 dan 10) menunjukkan bahwa perlakuan pupuk standar (S) dan kombinasi pupuk organik dengan pupuk standar berpengaruh nyata terhadap bobot tongkol jagung baik dengan maupun tanpa kelobot.
Tabel
5
menunjukkan
bahwa
perlakuan
75%PO+50%S
dan
100%PO+75%S menghasilkan bobot tongkol dengan kelobot yang lebih tinggi daripada perlakuan standar (S) meskipun tidak berbeda nyata. Perlakuan pupuk organik yang dikombinasikan dengan pupuk standar cenderung memiliki bobot tongkol tanpa kelobot yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan pupuk standar (S), kecuali pada perlakuan 100%PO+75%S. Bobot tongkol dengan kelobot terbesar dihasilkan oleh perlakuan 100%P0+75%S (182.73 g/tongkol), tetapi bobot tongkol tanpa kelobot terbesar dihasilkan oleh perlakuan 75%PO+50%S (97.00 g/tongkol). Pada perlakuan kombinasi pupuk organik dengan pupuk standar, perlakuan 125%PO+50%S menghasilkan bobot tongkol dengan kelobot terkecil sebesar 129.63 g/tongkol. Namun, bobot tongkol tanpa kelobot terkecil dihasilkan oleh perlakuan 100%PO+75%S sebesar 66.05 g/tongkol. Gambar 1 dan 2 menunjukkan perbandingan visual tongkol dengan maupun tanpa kelobot setiap perlakuan dan terlihat bahwa perlakuan 75%PO+50%S cenderung memiliki tongkol yang besar dan berisi butir jagung yang besar pula. Tabel 5. Pengaruh Perlakuan Pemupukan pada Bobot Tongkol dengan Kelobot dan Bobot Tongkol tanpa Kelobot Bobot Jagung Perlakuan Tongkol dengan Kelobot Tongkol tanpa Kelobot ............................(g/tongkol)............................ Kontrol (K) 48.20 a 15.35 a Standar (S) 161.53 b 66.80 b 75%PO+50%S 168.90 b 97.00 b 75%PO+75%S 153.97 b 72.77 b 100%PO+50%S 159.80 b 79.63 b 100%PO+75%S 182.73 b 66.05 b 125%PO+50%S 129.63 b 74.20 b Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama diikuti huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf uji DMRT 5%
S
K
Gambar 1. Perbandingan Tongkol Standar dan Kontrol
S
S
75%PO+ 50%S
100%PO
S
75%S
S
100%P0+ 75%S
+50%S
S
75%PO+
125%PO +50%S
Gambar 2. PerbandinganTongkol Standar dan Kombinasi Pupuk Standar dan Pupuk Organik
20
4.1.4
Kadar dan Serapan Hara pada Bagian Atas Tanaman dan Akar Jagung Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan kombinasi pupuk
standar dan pupuk organik tidak berpengaruh nyata terhadap kadar hara N, P, dan K bagian atas tanaman (Lampiran 11, 12, dan 13), namun berpengaruh nyata terhadap serapan hara N, P, dan K bagian atas tanaman (Lampiran 23, 24, dan 25). Serapan hara N tertinggi terdapat pada perlakuan standar (S) sebesar 781.32 mg/pot. Perlakuan 100%PO+75%S memiliki nilai serapan N yang lebih rendah dibanding standar (S) tetapi tidak berbeda nyata. Serapan hara P pada perlakuan 100%PO+75%S (2.26 mg/pot) nyata lebih tinggi dibanding perlakuan pemupukan lainnya. Serapan hara K tertinggi terdapat pada perlakuan standar (S) tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan 75%PO+75%S. Tabel 6. Kadar dan Serapan Hara Bagian Atas Pupuk Organik Kadar Hara Perlakuan N P K (%) (%) (%) Kontrol (K) 1.08 0.002 0.37 Standar (S) 1.20 0.002 0.45 75%PO+50%S 0.99 0.002 0.38 75%PO+75%S 1.10 0.002 0.49 100%PO+50%S 0.97 0.002 0.34 100%PO+75%S 1.24 0.004 0.44 125%PO+50%S 1.03 0.002 0.38 Keterangan:
Tanaman Jagung dari Pengaruh Serapan Hara N P K ................(mg/pot)............... 249.16a 0.39a 84.59a 781.32f 1.46b 290.02d 490.87b 0.78ab 190.71b 643.57de 1.03ab 287.76d 599.46cd 1.41b 212.18bc 724.44ef 2.26c 255.80cd 549.51bc 1.11ab 204.51bc
Angka-angka pada kolom yang sama diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji DMRT 5%
Hasil analisis ragam menunjukkan pemupukan tidak berpengaruh nyata pada kadar dan serapan hara N, P dan K akar (Lampiran 17, 18, 19, 20, 21, dan 22) . Kadar hara N tertinggi dihasilkan oleh perlakuan 75%PO+75%S (0.34%), sedangkan kadar hara K tertinggi dihasilkan oleh perlakuan 100%PO+75%S (1.18%). Kadar hara P tertinggi terdapat pada perlakuan kontrol, 75%PO+50%S, dan 100% PO+75% S sebesar 0.15%. Tabel 7 menunjukkan serapan hara N tertinggi terdapat pada perlakuan 75%PO+75%S. Serapan hara P dan K tertinggi terdapat pada perlakuan standar (S).
21
Tabel 7. Kadar dan Serapan Hara Akar Tanaman Jagung dari Pengaruh Pupuk Organik Kadar Hara Serapan Hara Perlakuan N P K N P K ................(%)............... ..................(mg/pot)................... Kontrol 0.26 0.15 0.97 11.92 6.85 43.51 Standar 0.29 0.14 1.12 53.47 26.13 204.78 75% PO+50% S 0.26 0.15 0.82 40.48 22.26 124.98 75% PO+75% S 0.34 0.12 1.06 66.16 23.12 204.26 100% PO+50% S 0.25 0.14 0.98 26.35 14.91 101.57 100% PO+75% S 0.27 0.15 1.18 42.12 23.40 183.56 125% PO +50% S 0.27 0.12 0.93 42.75 19.77 149.61 Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama diikuti huruf sama yang tidak berbeda nyata pada taraf uji DMRT 5% 4.1.5 Sifat Kimia Tanah (pH, Kadar C-organik, N-total, dan KTK Tanah setelah Panen) Tanah sebelum perlakuan memiliki pH masam sebesar 5.2 dengan kandungan C-organik, N-total, dan KTK masing-masing sebesar 1.68%, 0.17%, dan 15.4 me/100g. Kapasitas Tukar Kation (KTK) tanah setelah panen yang diberi perlakuan pemupukan cenderung lebih tinggi dibanding KTK tanpa perlakuan (kontrol), namun kandungan C-organik dan N-total kontrol dengan perlakuan pemupukan cenderung tidak berbeda. Tabel 8. Pengaruh Perlakuan Pemupukan pada pH, Kadar C-organik, N-total, dan KTK Tanah Latosol pada Akhir Percobaan Perlakuan
H2O (pH 1:1)
Kontrol (K) Standar (S) 75%PO+50%S 75%PO+75%S 100%PO+50%S 100%PO+75%S 125%PO+50%S
5.7 5.2 5.3 5.4 5.4 5.2 5.2
C-org N-total ............(%)............ 2.40 0.25 2.41 0.22 2.54 0.24 2.53 0.25 2.63 0.26 2.57 0.24 2.31 0.23
KTK (me/100g) 18.92 19.74 20.89 20.36 19.95 20.40 20.29
22
4.1.6 Relative Agronomic Effectiveness (RAE) RAE (Relative Agronomic Effectiveness) merupakan angka tingkat efektivitas suatu perlakuan dibandingkan dengan standar yang ada. Nilai RAE ditunjukkan pada Tabel 9. Tabel 9. Nilai RAE terhadap Perlakuan Pupuk Organik Perlakuan Kontrol (K) Standar (S) 75%PO+50%S 75%PO+75%S 100%PO+50%S 100%PO+75%S 125%PO+50%S
Bobot Tongkol tanpa Kelobot (gram) 15.35 66.80 97.00 72.77 79.63 66.05 74.20
RAE (%) 0 100.00 158.70 111.60 124.94 98.54 114.38
Perhitungan nilai RAE menggunakan data bobot tongkol tanpa kelobot untuk melihat pengaruh dosis pemupukan terhadap produksi tongkol jagung. Nilai RAE perlakuan yang menggunakan kombinasi pupuk organik dan pupuk standar cenderung lebih tinggi dibanding perlakuan pupuk standar (S). Perlakuan 75% dosis anjuran pupuk organik yang dikombinasikan dengan 50% pemberian pupuk standar (75%PO+50%S) menghasilkan nilai RAE yang paling tinggi sebesar 158.70%, sedangkan perlakuan 100%PO+75%S (98.54%) menghasilkan nilai RAE yang terendah dan lebih rendah dibandingkan perlakuan standar (S). 4.2 Pembahasan Subagyo dalam Syafruddin et al. (2006) menyatakan bahwa Latosol di Indonesia memiliki tingkat kesuburan yang bervariasi dari rendah sampai tinggi, kandungan bahan organik sedang hingga rendah, dan bereaksi agak masam hingga netral. Latosol Darmaga termasuk tanah yang memiliki pH masam, yaitu 5.2 dengan kadar KTK, C-organik, dan basa-basa yang rendah (Tabel 3), sehingga kurang baik bagi pertumbuhan tanaman semusim seperti jagung. Kekurangan unsur-unsur tersebut dapat menghambat proses pertumbuhan dan produksi tanaman, sehingga untuk memperoleh pertumbuhan tanaman yang optimum,
23
faktor pembatas perkembangan tanaman harus diatasi. Menurut Reid et al. (2006), pemupukan organik diperlukan ketika unsur-unsur hara semakin rendah dan kandungan C-organik tanah kurang dari 2.5%. Pemberian pupuk organik dan pupuk standar berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman jagung pada usia 4 MST. Perlakuan 75%PO+50%S menghasilkan tinggi tanaman terendah (118.63 cm) dibandingkan perlakuan kombinasi pupuk organik dan standar lainnya meskipun tidak berbeda nyata dengan perlakuan pemupukan lainnya, sedangkan perlakuan 100%PO+50%S menghasilkan tinggi tanaman tertinggi sebesar 124.63 cm. Tinggi tanaman jagung dapat dipengaruhi oleh pemberian pupuk N karena dapat merangsang pertumbuhan dan memberikan warna hijau pada daun. Dalam penelitian Widowati (2009), pemberian pupuk organik yang dikombinasikan dengan pupuk N, P, dan K dapat merangsang pertumbuhan tinggi tanaman. Beberapa hasil penelitian walaupun tidak dilakukan pada tanaman jagung menyatakan bahwa respon tanaman meningkat dengan adanya pemberian kombinasi pupuk organik dan anorganik dibandingkan dengan perlakuan pupuk anorganik saja, sehingga dapat dinyatakan bahwa pupuk organik meningkatkan efisiensi pupuk anorganik (Krishnawati, 2003; Rizqiani, et al., 2007; Rahmi dan Jumiati, 2007; dan Kastono, 2005). Selain meningkatkan tinggi tanaman, pemupukan juga meningkatkan bobot akar dan bagian atas tanaman dibanding dengan tanaman yang tidak mendapat perlakuan pemupukan (kontrol). Bobot akar tertinggi terdapat pada perlakuan standar namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan pemupukan lainnya. Peningkatan bobot diduga dipengaruhi oleh unsur P karena bobot akar tertinggi terdapat pada perlakuan standar dan 100%PO+75%S yang memiliki serapan hara P yang tinggi . Hal ini sesuai dengan pernyataan Brady (1974) yang menyatakan bahwa unsur P dapat memperbanyak akar halus dan akar rambut, di mana unsur P ini bisa diperoleh dari pemupukan. Hal ini menjelaskan bahwa pemberian pupuk anorganik bersamaan dengan pupuk organik dapat memberikan suasana yang baik bagi pertumbuhan akar. Perkembangan sistem perakaran yang baik sangat menentukan pertumbuhan vegetatif tanaman yang pada akhirnya menentukan pula fase reproduktif dan hasil tanaman.
24
Perlakuan pupuk standar yang dikombinasikan dengan pupuk organik cenderung meningkatkan bobot tongkol dengan kelobot dan bobot tongkol tanpa kelobot tanaman jagung. Perlakuan 100%PO+75%S menghasilkan bobot tongkol dengan kelobot terbesar (182.73 g/tongkol), namun menghasilkan bobot tongkol tanpa kelobot terkecil (66.05 g/tongkol). Hal ini disebabkan oleh perlakuan 100%PO+75%S menghasilkan bobot kelobot dan bobot bagian atas tanaman yang tinggi sebesar 226.80 g/pot (Tabel 4), sehingga bobot tongkol tanpa kelobotnya rendah. Perlakuan 75%PO+50%S menghasilkan bobot tongkol tanpa kelobot tertinggi yang diduga karena unsur hara yang diserap tanaman lebih mempengaruhi perkembangan tongkol. Unsur hara adalah zat yang diserap tanaman yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman. Hara yang diserap oleh tanaman dapat diserap dalam bentuk molekul dan ion. Unsur-unsur yang diserap dalam bentuk molekul diantaranya N, P, K, Ca, Mg, dan lainnya. Unsur hara N, P, dan K digunakan untuk membangun bagian tanaman, sehingga serapan hara ketiga unsur ini sangat berpengaruh terhadap produksi tanaman. Data hasil pengukuran serapan hara N, P, dan K (Tabel 6 dan Tabel 7) menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan pemupukan memiliki serapan hara yang lebih tinggi dibandingkan tanpa pemupukan (kontrol). Serapan hara (N dan K) akar tertinggi terdapat pada perlakuan 75%PO+75%S, sedangkan serapan hara P tertinggi terdapat pada perlakuan 100%PO+75%S. Namun, yang memiliki bobot tongkol tanpa kelobot tertinggi adalah perlakuan 75%PO+50%S, sedangkan kadar serapan N, P, dan K bagian atas tanaman perlakuan ini cenderung lebih rendah dibandingkan perlakuan pemupukan lainnya. Hal ini diduga karena serapan hara lebih banyak didistribusikan untuk perkembangan tongkol. Pemberian bahan organik berupa pupuk organik granul dapat memperbaiki sifat biologi, fisik, dan kimia tanah karena pupuk organik mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan pupuk anorganik. Salah satu kelebihan pupuk organik adalah dapat melepaskan hara secara bertahap. Soepardi (1983) menyatakan bahwa kapasitas tukar kation (KTK) bahan organik yang tinggi mengandung kalium, kalsium, magnesium, dan basa lainnya yang dapat dipertukarkan sehingga dapat meningkatkan persediaan unsur hara tanaman. Selain itu, bahan organik
25
merupakan sumber energi bagi mikroorganisme yang dapat merangsang kegiatan biokimia dalam tanah seperti pengeluaran enzim oleh mikroorganisme. Kapasitas Tukar Kation (KTK) tanah setelah panen cenderung lebih tinggi dibandingkan perlakuan standar (S) dan kontrol. Kadar C-organik dan N-total tanah setiap perlakuan juga memiliki sedikit peningkatan. Kapasitas Tukar Kation pada perlakuan pemupukan meningkat disebabkan adanya peningkatan kadar Corganik pada perlakuan tersebut. Sanchez (1992) menyatakan bahwa keunggulan pemberian pupuk organik dibandingkan pupuk anorganik adalah meningkatkan kandungan C-organik tanah, nitrogen organik, P, K, dan Ca-dd. Hasil penelitian Bahtiar (2008) dan Fitri (2005) menyatakan bahwa penambahan bahan organik dapat meningkatkan N-total, kejenuhan basa (KB), C-organik, dan basa-basa tanah (K-dd, Na-dd, Ca-dd, dan Mg-dd). Adapun perubahan kadar C-organik, KTK, dan N-total tanah sebelum dan setelah panen pada perlakuan kontrol terjadi karena adanya sisa akar yang tertinggal di dalam tanah. Efektivitas penggunaan pupuk dapat diketahui dari nilai RAE (Relative Agronomic Effectiveness). Tabel 9 menunjukkan bahwa RAE perlakuan kombinasi pupuk organik dan pupuk standar cenderung lebih tinggi daripada perlakuan standar dan kontrol, kecuali pada perlakuan 100%PO+75%S. Relative Agronomic Effectiveness tertinggi dihasilkan oleh perlakuan 75%PO+50%S (158.70%) yang berarti pemberian pupuk anorganik 50% ditambah 75% pupuk organik menghasilkan bobot tongkol yang tinggi. Pada perlakuan 100%PO+75%S diperoleh nilai RAE yang rendah sebesar 98.54% karena bobot tongkol tanpa kelobot perlakuan 100%PO+75%S sedikit lebih rendah dari perlakuan standar, namun masih bisa bersaing dengan perlakuan standar. Hal ini membuktikan bahwa pemberian pupuk organik dapat meningkatkan efektivitas pupuk dalam meningkatkan produksi. Suriadikarta dan Simanungkalit (2006) menyatakan bahwa penggunaan pupuk organik saja, tidak dapat meningkatkan produktivitas tanaman dan ketahanan pangan. Oleh karena itu, sistem pengelolaan hara terpadu yang memadukan pemberian pupuk organik dan pupuk anorganik dalam rangka meningkatkan dipublikasikan.
produktivitas
lahan
dan
kelestarian
lingkungan
perlu
26
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan Pemberian pupuk organik dan pupuk standar berpengaruh meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman pada umur 4 Minggu Setelah Tanam (MST), bobot bagian atas tanaman, bobot tongkol dengan dan tanpa kelobot, dan serapan hara bagian atas tanaman jagung manis. Perlakuan 100%PO+75%S menghasilkan bobot tongkol dengan kelobot tertinggi (182.73
g/tongkol).
Perlakuan
75%PO+50%S menghasilkan bobot tongkol tanpa kelobot dan nilai RAE tertinggi. Hal ini menyimpulkan bahwa penambahan pupuk organik efektif dalam meningkatkan bobot tongkol. Pemberian pupuk organik bersamaan dengan pupuk standar cenderung meningkatkan Kapasitas Tukar Kation (KTK), kadar C-organik, dan N-total tanah. Kapasitas Tukar Kation (KTK) tertinggi terdapat pada perlakuan 75%PO+50%S sebesar 20.89 me/100g. 5.2. Saran Perlu diadakan penelitian yang sama di lapang untuk melihat peran pupuk organik granul bagi kesuburan dan produktivitas tanah sehingga dapat menambah pengetahuan dan penjelasan mengenai keuntungan penggunaan pupuk organik yang dosisnya tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1992. Sweet Corn, Baby Corn. Jakarta: Penebar Swadaya. Bahtiar M. 2008. Pengaruh bahan organik dan kapur terhadap sifat-sifat kimia tanah Podsolik dari Jasinga [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Biro Pusat Statistik. 1992. Statistik Pertanian Indonesia. Jakarta: Biro Pusat Statistik. Brady NC. 1974. The Nature and Properties of Soils. New York: Mac Millan. Djuniwati S, Heru BP, Suwarno. 2008. Pengaruh bahan organik Calopogonium caeruleum dan fosfat alam terhadap aktivitas fosfatase dan P-tanah Latosol dari Darmaga, Bogor. J Tanah Indonesia 1:31-36. Fitri OS. 2005. Pengaruh bahan organik janjang kosong kelapa sawit dan Pueraria javanica terhadap sifat kimia tanah Latosol Darmaga [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hakim N, Yusuf N, Sutopo GN, Amin D, Go BH. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Bogor: Universitas Lampung. Kastono D. 2005. Tanggapan pertumbuhan dan hasil kedelai hitam terhadap penggunaan pupuk organik dan biopestisida gulma siam (Chromolaena odorata). J Ilmu Pertanian 12:103-116. Khrishnawati D. 2003. Pengaruh pemberian pupuk kascing terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman kentang (Solanum tuberosum). J Kappa 4:9-12. Kononova MM. 1961. Soil Organic Matter. Oxford: Pergamon Press. Leiwakabessy FM, Atang S. 2004. Diktat Pupuk dan Pemupukan. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. (tidak dipublikasikan). Leiwakabessy FM, Suwarno, UM Wahjudin. 2003. Diktat Kesuburan Tanah. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. (tidak dipublikasikan). Park KJ. 2001. Corn Production in Asia. Taiwan: Food and Fertilizer Technology Center. Pramono J. 2004. Kajian penggunaan bahan organik pada padi sawah. J Agrosains 6:11-14. [PPT] Pusat Penelitian Tanah. 1983. Jenis dan Macam Tanah di Indonesia untuk Keperluan Survey dan Pemetaan Tanah Daerah Transmigrasi. Bogor: Pusat Penelitian Tanah.
28
Rahmi A, Jumiati. 2007. Pengaruh konsentrasi dan waktu penyemprotan pupuk organik cair Super ACI terhadap pertumbuhan dan hasil jagung manis. J Agritrop 26:105-109. Reid J, Pearson A, Peter S. 2006. Land Management for Sweet Corn, Recommended Best Mangement Practises for New Zealand. New Zealand. Rizqiani NF, Erlina A, Nasih WY. 2007. Pengaruh dosis dan frekuensi pemberian pupuk organik cair terhadap pertumbuhan dan hasil buncis (Phaseolus vulgaris L.) dataran rendah. J Ilmu Tanah dan Lingkungan 7:43-53. Sanchez PA. 1992. Sifat dan Pengelolaan Tanah Tropika Jilid I. Johara T, penerjemah. Bandung: Penerbit ITB. Terjemahan dari: Properties and Management of Soils in The Tropics, 1st edition. Simanungkalit RDM, Didi AS. 2006. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati, Organic Fertilizer and Biofertilizer. Bogor: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Soepardi G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Stevenson FJ. 1994. Humus Chemistry: Genesis, Composition, Reactions second edition. New York: Wiley. Syafruddin, Mufran R, Rahmi YA, Muhamad A. 2006. Kebutuhan pupuk N, P, dan K tanaman jagung pada tanah Inceptisol Haplustepts. J Penelitian Tanaman Pangan 25:1-8. Widowati LR. 2009. Peranan pupuk organik terhadap efisiensi pemupukan dan tingkat kebutuhannya untuk tanaman sayuran pada tanah Inceptisols Ciherang, Bogor. J Tanah Trop. 14:221-228.
LAMPIRAN
30
Lampiran 1. Pengaruh Perlakuan Pemupukan pada Kadar Hara N, P, dan K Tanaman Jagung Manis N (%)
P (mg/kg)
Rataan
Ulangan
K (%)
Rataan
Ulangan
Rataan
Ulangan
Perlakuan
I
II
III
(%)
I
II
III
(mg/kg)
I
II
III
(%)
Kontrol
1.03
0.84
1.37
1.08
18.93
16.70
15.17
16.93
0.40
0.38
0.32
0.37
Standar
1.12
1.24
1.25
1.20
16.82
25.29
25.29
22.47
0.42
0.44
0.48
0.45
75%PO + 50%S
1.09
0.81
1.06
0.99
20.23
13.37
13.49
15.70
0.33
0.29
0.53
0.38
75%PO + 75%S
1.19
1.00
1.12
1.10
10.12
16.86
25.75
17.58
0.48
0.48
0.52
0.49
100%PO + 50%S
0.97
0.91
1.03
0.97
16.86
25.29
26.18
22.78
0.31
0.30
0.42
0.34
100%PO + 75%S
1.20
1.22
1.29
1.24
43.84
48.43
23.60
38.62
0.42
0.40
0.49
0.44
125%PO + 50%S
1.06
0.97
1.06
1.03
18.43
20.12
23.60
20.72
0.41
0.36
0.38
0.38
31
Lampiran 2. Pengaruh Perlakuan Pemupukan pada Serapan Hara N, P, dan K Tanaman Jagung Manis Kadar Hara
Serapan Hara BKB
N
P
K
(%)
(mg/kg)
(%)
g/pot
Kontrol
1.08
16.93
0.37
23.07
249.16
0.39
84.59
Standar
1.20
22.47
0.45
64.93
781.32
1.46
290.02
75%PO + 50%S
0.99
15.70
0.38
49.75
490.87
0.78
190.71
75%PO + 75%S
1.10
17.58
0.49
58.33
643.57
1.03
287.76
100%PO + 50%S
0.97
22.78
0.34
61.80
599.46
1.41
212.18
100%PO + 75%S
1.24
38.62
0.44
58.58
724.44
2.26
255.80
125%PO + 50%S
1.03
20.72
0.38
53.35
549.51
1.11
204.51
Perlakuan
N
P
K
mg/pot
32
Lampiran 3. Pengaruh Perlakuan Pemupukan pada Kadar Hara N, P, dan K Akar Tanaman Jagung Manis N (%)
P (%)
Ulangan
Rataan
K (%)
Ulangan
Rataan
Ulangan
Rataan
Perlakuan
I
II
III
(%)
I
II
III
(%)
I
II
III
(%)
Kontrol
0.27
0.27
0.26
0.26
0.15
0.16
0.15
0.15
0.88
1.16
0.88
0.73
Standar
0.30
0.30
0.28
0.29
0.15
0.15
0.13
0.14
1.11
1.25
1.01
1.20
75%PO + 50%S
0.24
0.28
0.28
0.26
0.13
0.13
0.18
0.15
0.93
0.61
0.93
0.75
75%PO + 75%S
0.28
0.47
0.28
0.34
0.11
0.10
0.15
0.12
0.91
1.18
1.09
1.04
100%PO + 50%S
0.24
0.26
0.26
0.25
0.18
0.12
0.13
0.14
1.05
0.90
0.98
0.95
100%PO + 75%S
0.26
0.29
0.26
0.27
0.12
0.12
0.21
0.15
1.10
1.18
1.25
1.13
125%PO + 50%S
0.33
0.23
0.24
0.27
0.14
0.12
0.11
0.12
0.86
1.11
0.83
0.87
33
Lampiran 4. Pengaruh Perlakuan Pemupukan pada Serapan Hara N, P, dan K Akar Jagung Manis Kadar Hara
Serapan Hara BKA
Perlakuan
N
P
K
(%)
N g/pot
P
K
mg/pot
Kontrol
0.26
0.15
0.97
4.47
11.92
6.85
43.51
Standar
0.29
0.14
1.12
18.23
53.47
26.13
204.78
75%PO + 50%S
0.26
0.15
0.82
15.18
40.48
22.26
124.98
75%PO + 75%S
0.34
0.12
1.06
19.27
66.16
23.12
204.26
100%PO + 50%S
0.25
0.14
0.98
10.40
26.35
14.91
101.57
100%PO + 75%S
0.27
0.15
1.18
15.60
42.12
23.40
183.56
125%PO + 50%S
0.27
0.12
0.93
16.03
42.75
19.77
149.61
34
Lampiran 5. Pengaruh Perlakuan Pemupukan pada Bobot Tanaman Bag.Atas dan Bobot Akar Tanaman Jagung Manis Bobot Tanaman Bag.Atas (g/pot) Perlakuan
Ulangan
Bobot akar (g/pot) Rataan
Ulangan
Rataan
I
II
III
IV
(g/pot)
I
II
III
IV
(g/pot)
Kontrol
77.40
53.50
102.6
76.10
77.40
13.92
9.90
11.30
20.70
13.96
Standar
287.30
261.10
245.60
187.10
245.28
97.50
61.60
54.60
61.00
68.68
75%PO + 50%S
212.70
152.00
180.40
94.50
159.90
48.00
53.50
70.90
56.10
57.13
75%PO + 75%S
192.90
261.10
111.70
194.70
190.10
70.40
99.40
21.40
41.90
58.28
100%PO + 50%S
197.00
207.80
215.30
206.70
206.70
55.13
46.00
37.50
81.90
55.13
100%PO + 75%S
226.80
243.40
222.10
214.90
226.80
67.30
62.80
59.20
79.90
67.30
125%PO + 50%S
150.60
180.80
158.90
166.20
164.13
34.70
87.70
36.40
63.70
55.63
35
Lampiran 6. Pengaruh Perlakuan Pemupukan pada Bobot Tongkol dengan Kelobot dan Bobot Tongkol tanpa Kelobot Tanaman Jagung Manis Bobot Tongkol dengan Kelobot Perlakuan
Ulangan
Bobot Tongkol tanpa Kelobot
Rataan
Ulangan
Rataan
I
II
III
(g/tongkol)
I
II
III
(g/tongkol)
Kontrol
48.20
52.50
43.90
48.20
15.35
15.50
15.20
15.35
Standar
158.70
164.60
161.30
161.53
56.00
87.50
56.90
66.80
75%PO + 50%S
168.90
141.20
196.60
168.90
104.50
61.10
125.40
97.00
75%PO + 75%S
138.00
164.10
159.80
153.97
88.70
55.30
74.30
72.77
100%PO + 50%S
160.00
159.70
159.70
159.80
88.90
75.00
75.00
79.63
100%PO + 75%S
156.00
259.00
133.20
182.73
79.80
66.05
52.30
66.05
125%PO + 50%S
73.60
157.00
158.30
129.63
59.80
81.60
81.20
74.20
36
Lampiran 7. Pengaruh Perlakuan Pemupukan pada Tinggi Tanaman Jagung Manis (4 MST) Ulangan Perlakuan
Rata-rata (cm) I
II
III
IV
Kontrol
46.50
57.25
83.50
56.75
61.00
Standar
115.50
117.50
117.25
99.50
112.45
75%PO + 50%S
115.75
123.75
115.25
119.75
118.63
75%PO + 75%S
136.75
133.50
115.25
112.25
124.45
100%PO + 50%S
124.00
124.50
131.00
119.00
124.63
100%PO + 75%S
135.50
121.50
108.25
119.00
121.06
125%PO + 50%S
123.50
132.75
114.50
123.75
123.63
37
Lampiran 8. Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah (PPT, 1983)
Sifat Tanah C-organik (%) N-total (%)
Sangat
Sangat
Rendah Rendah Sedang Tinggi 1.002.003.01< 1.00 2.00 3.00 5.00 0.110.210.51< 0.10 0.20 0.50 0.75
Tinggi >5 > 0.75
C/N
<5
5-10
11-15
16-25
> 25
P2O5 HCl (mg/100) P2O5 Bray1(ppm) < 10
< 10
10-20
21-40
41-60
> 60
10-15
15-25
26-35
> 35
P2O5 Olsen (ppm)
< 10
10-25
26-45
45-60
> 60
KTK (me/100g) Kation dapat dipertukarkan:
<5
5-16
17-24
25-40
> 40
K (me/100g)
< 0.1
0.3-0.5
Na (me/100g)
< 0.1
0.1-0.2 0.810.3
Mg (me/100g)
< 0.4
0.1-0.4
1.1-2.0
0.61.0 0.81.0 2.18.0
Ca (me/100g)
<2
2-5
6-10
11-20
> 20
KB (%)
< 20
20-35
36-50
51-70
> 70
Kejenuhan Al (%)
< 10
10-20
21-30
31-60
> 60
Sangat pH H2O
Masam < 4.5
0.4-0.7
Agak
> 1.0 > 1.0 > 8.0
Agak
Masam Masam Netral Alkalin Alkalin 6.64.5-5.5 5.6-6.5 7.5 7.6-8.5 > 8.5
38
Lampiran 9. Analisis Ragam Bobot Jagung dengan Kelobot F-tabel 0,05 0,01
Sumber Keragaman
db
JK
RJK
F-Hit
fk Perlakuan Galat
1 6 14 21
432666,88 36477,66 15676,03 484820,6
6079,61 1119,72
5,4296
3,797*
F-tabel 0,05 0,01
5,989**
Lampiran 10. Analisis Ragam Bobot Jagung Tanpa Kelobot Sumber Keragaman
db
JK
RJK
F-Hit
fk Perlakuan Galat
1 6 14 21
95371,00 11434,59 4173,58 110979,2
1905,77 298,113
6,39276
3,649*
5,549**
Lampiran 11. Analisis Ragam Kadar N pada Tanaman Sumber Keragaman
db
JK
RJK
F-Hit
fk Perlakuan Galat
1 6 14 21
24,82 0,19 0,24 25,25
0,03167 0,01714
1,84722
F-tabel 0,05 0,01 17,97*
90,03**
Lampiran 12. Analisis Ragam Kadar P pada Tanaman Sumber Keragaman
db
JK
RJK
F-Hit
fk Perlakuan Galat
1 6 14 21
10268,55 1091,05 624,62 11984,22
181,842 44,6157
4,07573
F-tabel 0,05 0,01 3,927*
6,512**
39
Lampiran 13. Analisis Ragam Kadar K pada Tanaman Sumber Keragaman
db
JK
RJK
F-Hit
fk Perlakuan Galat
1 6 14 21
3,49 0,05 0,05 3,59
0,00833 0,00357
2,33333
F-tabel 0,05 0,01 6,085*
14,04**
Lampiran14. Analisis Ragam Bobot Bagian Atas Tanaman Jagung Sumber Keragaman
db
JK
fk Perlakuan Galat
1 6 21 28
922092,62 73734,38 26474,23 1022301,24
RJK
F-Hit
12289,1 9,74798 1260,68
F-tabel 0,05 0,01 3,523*
5,086**
Lampiran 15. Analisis Ragam Bobot Akar Tanaman Jagung Sumber Keragaman
db
JK
fk Perlakuan Galat
1 6 21 28
80823,89 8109,16 8217,22 97150,27
RJK
F-Hit
1351,53 3,45397 391,296
F-tabel 0,05 0,01 4,516*
8,321**
Lampiran 16. Analisis Ragam Tinggi Tanaman Jagung Sumber Keragaman
db
JK
fk Perlakuan Galat Total
1 6 21 28
352858 12703,9 2104,33 367666
RJK
F-Hit
2117,31 21,1295 100,206
F-tabel 0,05 0,01 3,409*
4,617**
40
Lampiran 17. Analisis Ragam Kadar N pada Akar Tanaman Sumber Keragaman
db
JK
RJK
F-Hit
fk Perlakuan Galat
1 6 14 21
1,6464 0,0166 0,0324 1,6954
0,0028 0,0023
1,1955
F-tabel 0,05 0,01 17,97*
90,03**
Lampiran 18. Analisis Ragam Kadar P pada Akar Tanaman Sumber Keragaman
db
JK
RJK
F-Hit
fk Perlakuan Galat
1 6 14 21
0,4116 0,0031 0,0113 0,4260
0,0005 0,0008
0,6401
F-tabel 0,05 0,01 17,97*
90,03**
Lampiran 19. Analisis Ragam Kadar K pada Akar Tanaman Sumber Keragaman
db
JK
RJK
F-Hit
fk Perlakuan Galat
1 6 14 21
21,4019 0,2589 0,2572 21,9180
0,0432 0,0184
2,3488
F-tabel 0,05 0,01 6,085*
14,04**
Lampiran 20. Analisis Ragam Serapan N pada Akar Tanaman Sumber Keragaman
db
JK
RJK
F-Hit
fk Perlakuan Galat
1 6 14 21
35675,91 6694,48 12282,83 54653,22
1115,75 877,35
1,27
F-tabel 0,05
0,01
17,97*
90,03**
41
Lampiran 21. Analisis Ragam Serapan P pada Akar Tanaman Sumber Keragaman
db
JK
RJK
F-Hit
fk Perlakuan Galat
1 6 14 21
7967,71 807,51 1908,24 10683,46
134,59 136,30
0,99
F-tabel 0,05 0,01 17,97*
90,03**
Lampiran 22. Analisis Ragam Serapan K pada Akar Tanaman Sumber Keragaman
db
JK
RJK
F-Hit
fk Perlakuan Galat
1 6 14 21
456155,84 65604,08 133408,32 655168,24
10934,01 9529,17
1,15
F-tabel 0,05 0,01 17,97*
90,03**
Lampiran 23. Analisis Ragam Serapan N pada Tanaman Bag.Atas Sumber Keragaman
db
JK
RJK
F-Hit
fk Perlakuan Galat
1 6 14 21
7818651,26 679468,23 40568,72 8538688,21
113244,71 2897,77
39,08
F-tabel 0,05 0,01 3,349*
4,445**
Lampiran 24. Analisis Ragam Serapan P pada Tanaman Bag.Atas Sumber Keragaman
db
JK
RJK
F-Hit
fk Perlakuan Galat
1 6 14 21
34,10 7,10 2,31 43,51
1,18 0,17
7,17
F-tabel 0,05 0,01 3,344*
4,949**
42
Lampiran 25. Analisis Ragam Serapan K pada Tanaman Bag.Atas Sumber Keragaman
db
JK
RJK
F-Hit
F-tabel 0,05 0,01
fk Perlakuan Galat
1 6 14 21
1118322,96 110153,61 16681,71 1245158,27
18358,94 1191,55
15,41
3,25*
Lampiran 26. Tanaman Perlakuan Kontrol
4,463**
43
Lampiran 27. Tanaman Perlakuan Standar
Lampiran 28. Tanaman Perlakuan 50% S dan 75 % PO
44
Lampiran 29. Tanaman Perlakuan75% S dan 75%PO
Lampiran 30. Tanaman Perlakuan 50%S dan 100%PO
45
Lampiran 31. Tanaman Perlakuan 75%S dan 100%PO
Lampiran 32. Tanaman Perlakuan 50%S dan 125%PO