1
UJI EFEKTIVITAS PUPUK NPK SUPER HIS TERHADAP PRODUKSII DAN KADAR HARA TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) PADA TANAH ULTISOL, CIJAYANTI, CIJAYANTI BOGOR
NOVIA AMANDA A14051200
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
2
RINGKASAN NOVIA AMANDA. Uji Efektivitas Pupuk NPK Super HIS Terhadap Produksi dan Kadar Hara Tanaman Jagung (Zea Mays L.) pada Tanah Ultisol, Cijayanti, Bogor. (Dibimbing oleh SYAIFUL ANWAR sebagai pembimbing I dan DIDIEK HADJAR GOENADI sebagai pembimbing II). Jagung merupakan bahan pangan penting kedua setelah padi. Selain sebagai pangan dan makanan pokok di beberapa daerah di Indonesia, jagung juga digunakan sebagai bahan baku industri, pakan maupun untuk bio-ethanol, sehingga kebutuhan akan jagung sangat besar. Oleh karena itu, perlu ditingkatkan produksi jagung baik secara kuantitas, kualitas, dan ramah lingkungan atau berkelanjutan. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan upaya-upaya yang efektif dalam sistem budidayanya seperti penggunaan pupuk secara efektif dan efisien. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan efektivitas pupuk NPK Super HIS pada tanaman jagung varietas Bisma terhadap parameter produksi dan kadar hara tanaman jagung pada tanah Ultisol, Cijayanti, Bogor. Penelitian dilakukan dari bulan Maret sampai bulan Agustus 2009, di Parungaleng, Cijayanti, Bogor dan Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan enam perlakuan dan tiga ulangan. Perlakuan yang diberikan terdiri dari kontrol (P0), dosis konvensional (P1), dan empat dosis pupuk NPK Super HIS. Empat dosis NPK Super HIS sebagai berikut : 25% dari dosis konvensional (P2), 50% dari dosis konvensional (P3), 75% dari dosis konvensional (P4), 100% dari dosis konvensional (P5). Pengamatan meliputi waktu berbunga, hasil panen (panen dengan klobot, panen tanpa klobot dan pipilan kering) dan kadar hara dalam tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemupukan dengan pupuk NPK Super HIS berpengaruh sangat nyata terhadap pipilan kering tetapi berpengaruh tidak nyata terhadap panen dengan klobot dan panen tanpa klobot terhadap konvensional. Meskipun tidak berbeda nyata, pada panen dengan klobot dan
3
panen tanpa klobot tetapi hasil produksinya lebih tinggi dibandingkan perlakuan konvensional. Dari semua perlakuan pemupukan ini, penggunaan pupuk NPK Super HIS dengan kisaran dosis 25%-100% dari dosis konvensional, mampu menghasilkan produksi yang lebih tinggi dari dosis konvensional. Nilai RAE (Relatif of Agronomical Effectiveness) yang tertinggi terlihat pada perlakuan P4 (258.82%) dan nilai R/C ratio (Revenue/Cost Ratio) yang tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan P3 (1.75). Hasil-hasil ini menunjukkan bahwa pemberian pupuk NPK Super HIS lebih efektif dan lebih layak dibandingkan dengan perlakuan konvensional. Hal ini disebabkan oleh adanya tambahan bahan humik (humic substances) yang dikandung oleh pupuk ini. Dimana humic substances ini mengandung asam humik yang dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara bagi tanaman.
4
SUMMARY NOVIA AMANDA. Effectiveness Test of Super HIS NPK Fertilizer toward Production and Nutrient Content from Corn (Zea Mays L.) in the Ultisol Land, Cijayanti, Bogor. Supevised by SYAIFUL ANWAR as first supervisor and DIDIEK HADJAR GOENADI as second supervisor. Corn is an important food after rice. Besides used as food and basic food in some areas in Indonesia, corn is also used as industrial raw materials, feed or for bio-ethanol, so the need for corn is enormous. Therefore, it is necessary to increase corn production in terms of quantity, quality, and in environmentally friendly or sustainable manner. One way that can be done is to implement effective cultivation systems such as effectively and efficiently used of fertilizers. The purpose of this study was to determine the effectiveness of Super HIS NPK fertilizer in corn (Bisma variety) cultivation in Ultisol soil, Cijayanti, Bogor. The study was conducted from March to August 2009, at Parungaleng, Cijayanti, Bogor and the Laboratory of Chemistry and Soil Fertility, Department of Soil Science and Land Resource, Faculty of Agriculture, Bogor Agricultural University. The design used was complete random design with six treatments and three replications. The treatment consisted of control (P0), the conventional dose (P1), and four doses of Super HIS NPK fertilizer. Four doses of Super HIS NPK as follows: 25% of conventional dose (P2), 50% of conventional dose (P3), 75% of conventional dose (P4), 100% of conventional dose (P5). Observations included flowering time, yield (harvest with dried corn husk, harvest without dried corn husk and dry shelled) and the levels of nutrients in plants. The result showed that fertilization with Super HIS NPK fertilizer has a significant effect on dry shelled but not significant effect to harvest with dried corn husk and harvest without dried corn husk. Although not significantly different at harvest with dried corn husk and harvest without dried corn husk, production in Super HIS NPK higher than that of conventional treatment. Of all these fertilization treatments, the use of Super HIS NPK fertilizer with doses range from 25% to 100% of the conventional treatments, can resulted in higher
5
production compare to that of conventional treatments. The highest RAE value (Relative of Agronomical Effectiveness) can be seen in the P4 treatment (258.82%) and the highest value of R/C ratio (Revenue/Cost Ratio) is indicated by the P3 treatment (1.75). These results indicated that administration of the Super HIS NPK fertilizer more effective and more feasible than conventional treatment. This is caused by the of humic substances in this fertilizer.
6
UJI EFEKTIVITAS PUPUK NPK SUPER HIS TERHADAP PRODUKSI DAN KADAR HARA TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) PADA TANAH ULTISOL, CIJAYANTI, BOGOR
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pertanian pada fakultas pertanian institut pertanian bogor
NOVIA AMANDA A14051200
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
7
Judul
: UJI EFEKTIVITAS PUPUK NPK SUPER HIS
TERHADAP PRODUKSI DAN KADAR HARA TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) PADA TANAH ULTISOL, CIJAYANTI, BOGOR Nama
: NOVIA AMANDA
NIM
: A14051200
Menyetujui,
Dosen Pembimbing I
Dr Ir Syaiful Anwar, M.Sc NIP : 19621113 198703 1 003
Dosen Pembimbing II
Dr Ir Didiek H Goenadi, MSi, APU NIK : 110700
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
Dr Ir Syaiful Anwar, M.Sc NIP : 19621113 198703 1 003
Tanggal pengesahan :…………………….
8
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Desa Dosan RT 02 RW 01, Kecamatan Pusako, Kabupaten Siak, Riau pada tanggal 01 November 1987 sebagai anak kedua dari empat saudara dari pasangan Zainal Abidin dan Ina. Penulis berhasil menyelesaikan sekolah dasar di SD 033 Desa Dosan pada tahun 1999, sekolah lanjutan tingkat pertama di SLTPN 01 Bungaraya pada tahun 2002, sekolah menengah di SMUN 1 Bungaraya, Kec. Bungaraya, Kab. Siak pada tahun 2005 dan diterima di Institut Pertanian Bogor
melalui jalur Beasiswa
Utusan Daerah (BUD) Pemda Kabupaten Siak Sri Indrapura Provinsi Riau pada tahun yang sama. Setelah melalui Tingkat Persiapan Bersama (TPB) dengan sistem mayor minor, pada tingkat kedua penulis masuk ke Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dengan
minor
Ekonomi
Pertanian,
Departemen
Ekonomi
Sumberdaya
Lingkungan, Fakultas Ekonomi, Institut Pertanian Bogor. Semasa kuliah penulis aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan baik di dalam maupun di luar kampus. Pada tahun 2005-2006 menjadi staf bidang olah raga dan kesenian daerah di IKPMR (Ikatan Pelajar Mahasiswa Riau) dan ISTANAMAS (Ikatan Sekolah Tinggi Anak Negheri Asal Masyarakat Siak), tahun 2006 -2007 menjadi anggota Rohis Ilmu Tanah Sumberdaya Lahan dan FKRD, tahun 2008 menjadi anggota UKM Volly. Selain itu penulis juga aktif sebagai asisten praktikum mata kuliah kimia tanah dan berbagai kepanitiaan seperti kepanitian SEMNAS Soil and Mining 2008 di departemen Ilmu Tanah, SEMNAS Pertanian 2007 dan 2008 di Fakultas Pertanian dan masih banyak lagi kepanitiaan yang lainnya. Penulis melakukan penelitian di PT. HAGE INOVASI SEMESTA. Penyusunan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperolah gelar sarjana pertanian di Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
9
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan ridho dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul “Uji Efektivitas Pupuk NPK Super HIS Terhadap Produksi dan Kadar Hara Tanaman Jagung (Zea Mays L.) pada Tanah Ultisol, Cijayanti, Bogor”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat meraih gelar sarjana pertanian di Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Selama menyelesaikan proposal ini penulis telah banyak memperoleh dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Kedua orang tua (Amak dan Ayah), abangku Zardhani (Ontuo Dhani), adikku Ferry Wardana (Adiok Ferry), adik bungsuku Nova Erda Ningsih (Adiok Ova), atuok dan uwo serta keluarga Benayah dan yang lain yang senantiasa mendoakan siang dan malam, memberikan kasih sayang serta dukungan moril dan materil demi terselesainya skripsi ini. 2. Dr Ir Syaiful Anwar, M.Sc sebagai dosen pembimbing skripsi I, yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, saran, motivasi, pengarahan, membantu dalam pelaksanaan dan penulisan skripsi. 3. Dr Ir Didiek Hadjar Goenadi, MSi, APU, sebagai dosen pembimbing II, yang sudah banyak memberikan masukan dan saran dalam penelitian. 4. Dr Ir Komarsa Gandasasmita, sebagai dosen penguji yang telah bersedia meluangkan waktu untuk menguji dan memberikan masukan guna memperbaiki skripsi ini. 5. Ir Hj Noenik Y Goenadi, yang telah memberikan kesempatan dan menyediakan tempat penelitian bagi penulis di perusahaan HAGE INOVASI SEMESTA. 6. Ir Azhari sebagai pembimbing lapang, yang selalu memberikan bimbingan dan masukan dengan penuh kesabaran dilapang. 7. Seluruh Staf pengajar dan karyawan di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya lahan, Fakultas Pertanian IPB.
10
8. Tengku Jefrison, Myhoney yang telah sabar membimbing, mensuport, dan membantu dalam hal moril dan materil serta menunggu masa kuliah yang cukup lama. 9. Pemerintah Daerah Kabupaten Siak atas diberikan kesempatan menerima Beasiswa (BUD) kepada penulis. 10. Bapak Ngaluan Suseno dan Ibu atas keikhlasannya membina dan membantu di Wisma Pringgondani selama ini. 11. Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada a’ Awan, teh Nia, teman-teman sepenelitian Ajeng, Vicka, dan Bunga yang selalu memberikan semangat dan motivasinya kepada penulis. 12. Uda Ismi Syarif, uda Jose Riyadi, mas De2n, Rifka, ici, ayu, nurul, yugo, ulfah, windi, tia, eni dan teman-teman 42 yang turut mendoakan dan membantu. 13. Teman-teman Pringgoner atas kebersamaan selama ini Neneng, Dede, Siti, Jayanti, Putri, Diah, Vivi, Helni, Nani, Dhita, Patmi dan Santi serta Wiji dan Zera. 14. Serta semua pihak yang telah membantu penyelesaian penulisan skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Semoga hasil penelitian ini dapat berguna bagi semua pihak yang memerlukan sebagai sumbangsih dalam ilmu pengetahuan.
Bogor, Desember 2009
Penulis
11
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL .......................................................................................
xiii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................
xv
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ...........................................................................
1
1.2 Tujuan ........................................................................................
2
1.3 Hipotesis ....................................................................................
3
II. TINJUAN PUSTAKA 2.1 Botani dan Ekologi Tanaman Jagung ........................................
4
2.2 Sifat Umum Ultisol ....................................................................
5
2.3 Pupuk Majemuk NPK Super HIS ..............................................
6
2.4 Efisiensi Pemupukan ..................................................................
7
2.4 Bahan Humik (Humic Substances) ............................................
8
2.5 Analisis Tanaman .......................................................................
10
2.6 Nitrogen dalam Tanah dan Tanaman .........................................
10
2.7 Fosfor dalam Tanah dan Tanaman .............................................
11
2.8 Kalium dalam Tanah dan Tanaman ...........................................
12
2.9 Kalsium dalam Tanah dan Tanaman ..........................................
12
2.10 Magnesium dalam Tanah dan Tanaman ..................................
13
III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat .....................................................................
14
3.2 Bahan dan Alat ...........................................................................
14
3.3 Metode Penelitian ......................................................................
14
3.4 Pelaksanaan Percobaan 3.4.1 Persiapan Lahan ..........................................................
15
3.4.2 Penanaman ..................................................................
16
3.4.3 Pemupukan ..................................................................
16
3.4.4 Pemeliharaan ...............................................................
16
3.4.5 Pengamatan dan Pengambilan Contoh Daun Tanaman ......................................................................
16
12
3.4.6 Pemanenan dan Pasca Panen.......................................
17
3.5 Parameter yang Dianalisis..........................................................
17
3.6 Analisis Data ..............................................................................
17
3.7 Penilaian Efektivitas Pupuk .......................................................
17
3.8 Analisis Usaha Tani ...................................................................
18
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Analisis Pendahuluan Tanah ............................................
19
4.2 Waktu Pembungaan ...................................................................
20
4.3 Komponen Produksi...................................................................
20
4.4 Relative of Agronomical Effectiveness (RAE) ...........................
24
4.5 Kadar Hara Tanaman Jagung .....................................................
24
4.6 Analisis Usaha Tani ...................................................................
28
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ................................................................................
30
5.2 Saran ..........................................................................................
30
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
31
LAMPIRAN.................................................................................................
34
13
DAFTAR TABEL Teks Nomor
Halaman
1. Analisis Pendahuluan Tanah Lokasi Penelitian ......................................
19
2. Pengaruh Perlakuan Pemupukan NPK Super HIS Terhadap Waktu Pembungaan ................................................................................
20
3. Pengaruh Perlakuan Pemupukan NPK Super HIS Terhadap Panen Jagung dengan Klobot, Tanpa Klobot dan Pipilan Kering ..........
21
4. Nilai RAE pada Semua Perlakuan ..........................................................
24
5. Pengaruh Perlakuan Pupuk NPK Super HIS Terhadap Kadar Hara Tanaman Jagung pada Umur 11 MST............................................
25
6. Hasil Korelasi Antara Panen Dengan Klobot, Tanpa Klobot dan Pipilan Kering Terhadap Kadar Hara Tanaman Jagung...................
27
7. Analisis Usaha Tani Pupuk NPK Super HIS ..........................................
29
Lampiran 1. Deskripsi Varietas Jagung Bisma ..........................................................
35
2. Kriteria Penilaian Sifat kimia dan Fisika Tanah (PPT, 1983).................
36
3. Hasil Analisis Kimia Pupuk NPK Super HIS .........................................
36
4. Tabel Interpretasi Nilai Serapan Hara Jagung (Jones, 1991) ..................
37
5. Perlakuan Pemupukan NPK Super HIS Terhadap Waktu Pembungaan pada Masing-Masing Ulangan...........................................
37
6. Perlakuan Pemupukan NPK Super HIS Terhadap Panen Jagung dengan Klobot, Tanpa Klobot dan Pipilan Kering pada Masing-Masing Ulangan ................................................................
38
7. Analisis Usaha Tani Untuk Semua Perlakuan ........................................
39
8. Hasil Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan Pupuk NPK Super HIS Terhadap Waktu Pembungaan ......................................................... 9. Hasil Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan Pupuk NPK Super
40
14
HIS Terhadap Panen Jagung dengan Klobot ..........................................
40
10. Hasil Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan Pupuk NPK Super HIS Terhadap Panen Jagung Tanpa Klobot ............................................
40
11. Hasil Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan Pupuk NPK Super HIS Terhadap Pipilan Kering ..................................................................
41
12. Hasil Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan Pupuk NPK Super HIS Terhadap Kadar Hara N Tanaman Jagung pada Umur 11 MST......
41
13. Hasil Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan Pupuk NPK Super HIS Terhadap Kadar Hara P Tanaman Jagung pada Umur 11 MST ......
41
14. Hasil Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan Pupuk NPK Super HIS Terhadap Kadar Hara K Tanaman Jagung pada Umur 11 MST......
42
15. Hasil Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan Pupuk NPK Super HIS Terhadap Kadar Hara Ca Tanaman Jagung pada Umur 11 MST.
42
16. Hasil Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan Pupuk NPK Super HIS Terhadap Kadar Hara Mg Tanaman Jagung pada Umur 11 MST. ........................................................................................
42
15
DAFTAR GAMBAR
Teks Nomor
Halaman
1. Denah Petakan Percobaan .................................................................
15
2. Perbandingan Panen dengan Klobot dan Tanpa Klobot Terhadap Semua Perlakuan ...............................................................
22
3. Perbandingan Bobot 100 Butir Pipilan Kering pada Semua Perlakuan ...........................................................................................
22
4. Hubungan Dosis Pupuk NPK Super HIS Terhadap Produksi Jagung ................................................................................
23
Lampiran 1. Bentuk Fisik Pupuk NPK Super HIS ................................................
43
2. Lahan Percobaan Perlakuan Pemupukan NPK Super HIS Sebelum Pemetakan ............... .........................................................................
44
3. Lahan Percobaan Perlakuan Pemupukan NPK Super HIS Setelah Pemetakan ............... .........................................................................
44
4. Lahan Percobaan Perlakuan Pemupukan NPK Super HIS Setelah Penanaman ........................................................................................
45
5. Lahan Percobaan Perlakuan Pemupukan NPK Super HIS...............
45
1
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan salah satu kebutuhan hidup terpenting bagi manusia. Pangan dan energi menjadi hal yang fundamental untuk menentukan kemajuan suatu negara. Pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat merupakan salah satu nilai universal yang akan menjadi pondasi setiap upaya pembangunan dan pengembangan di seluruh dunia. Salah satu pangan yang dapat dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan penduduk Indonesia adalah jagung. Berbagai kegunaan dan hasil olahan produksi tanaman jagung dan termasuk sebagai komoditi tanaman pangan yang penting, maka perlu ditingkatkan produksinya secara kuantitas, kualitas dan ramah lingkungan atau berkelanjutan (Pramono, 2008). Badan Pusat Statistik (BPS) merilis angka ramalan (ARAM) III produksi jagung nasional tahun 2008 sebesar 15.86 juta ton yang naik sebesar 19.36% dari tahun 2007 sebesar 13.29 juta ton. Kebutuhan jagung nasional mencapai 13.8 juta ton per tahun dengan 90% kebutuhan nasional sudah bisa dipenuhi dari produksi dalam negeri. Dimana, Indonesia mengimpor jagung sebanyak 170 ribu ton jagung dan mengeskpor jagung sebanyak 150 ribu ton. Untuk mempercepat laju peningkatan produksi jagung dalam memenuhi kebutuhan tersebut, salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan upaya-upaya yang efektif dalam sistem budidayanya seperti penggunaan pupuk secara efektif dan efisien. Menurut Santi et al. (2007) Usaha efisiensi pemupukan dapat ditempuh melalui dua pendekatan, yaitu: (1) peningkatan kesuburan tanah dan (2) modifikasi produk pupuk yang lebih efisien. Pendekatan pertama ditempuh melalui usaha peningkatan daya dukung tanah dengan input hayati, baik berupa bahan organik maupun mikroorganisme. Dengan meningkatnya kesuburan tanah, perbaikan efisiensi penggunaan pupuk oleh tanaman dapat diperoleh. Pendekatan kedua lebih menekankan kepada perakitan produk baru yang lebih efisien dalam pengertian dosis aplikasi dapat dikurangi karena efektivitas produk pupuknya ditingkatkan dan biaya produksinya dapat dikurangi.
2
Pupuk sebagai salah satu penyedia unsur hara bagi tanaman yang menjamin keberhasilan aktifitas pertanian. Pemupukan bertujuan untuk mendorong pertumbuhan, meningkatkan produksi, dan memperbaiki kualitas tanaman. Pemupukan akan sangat besar peranannya terhadap hasil panen bila dilaksanakan dengan tepat cara, tepat dosis, tepat waktu dan tepat harga sehingga dengan adanya kenaikan harga pupuk seperti sekarang, maka tingkat efisiensi pemupukan harus tinggi serta rasionalisasi pemupukan harus dilaksanakan dengan memperhatikan hasil analisis tanah dan pertumbuhan tanaman (Sasmita et al., 2007). Efisiensi tidak berarti hanya pengurangan biaya-biaya untuk memperoleh hasil yang lebih baik, tetapi harus diartikan lebih luas. Efisiensi pemupukan harus diartikan sebagai efektivitas biaya pemupukan, bukan sebagai pengurangan biaya semata. Dengan masukan teknologi baru, sejumlah pupuk yang sama dengan harga
yang
berbeda
dapat
memberikan
tingkat
produksi
yang
lebih
menguntungkan (Goenadi, 2005). Berbagai upaya telah dilakukan untuk merakit produk pupuk diluar pupuk konvensional, yang kemudian dikenal dengan istilah pupuk alternatif. Sejalan dengan paradigma pengurangan input kimia buatan yang dikandung oleh pupuk konvensional dan usaha efisiensi penggunaan pupuk, maka dikembangkanlah pupuk NPK Super HIS (pupuk majemuk ditambah bahan organik), dimana komposisi hara makro dan mikro di dalam pupuk ini dapat disesuaikan. Bedanya dengan pupuk majemuk kimia biasa adalah pupuk ini mengandung bahan organik yang berkadar bahan humik lebih besar dari 1% (Goenadi, 2006). Berdasarkan fenomena ini, modifikasi produk pupuk dengan penambahan bahan organik diharapkan mampu meningkatkan efisiensi produksi melalui pengurangan dosis pupuk konvensional dan peningkatan hasil panen.
1.2 Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan efektivitas pupuk NPK Super HIS pada tanaman jagung varietas Bisma terhadap parameter produksi dan kadar hara tanaman jagung pada tanah Ultisol, Cijayanti, Bogor.
3
1.3 Hipotesis Penggunaan pupuk NPK Super HIS yang mengandung bahan humik lebih efektif dalam meningkatkan produksi dibandingkan penggunaan pupuk kimia konvensional.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Botani dan Ekologi Tanaman Jagung Menurut Neni et al. (2007) jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga rumput-rumputan. Jagung berasal dari Amerika yang tersebar ke Asia dan Afrika melalui kegiatan bisnis orang-orang Eropa ke Amerika. Sekitar abad ke-16 orang Portugal menyebarluaskannya ke Asia termasuk Indonesia. Orang Belanda menamakannya mais dan orang Inggris menamakannya corn. Klasifikasi botani tanaman jagung sebagai berikut : Kingdom
: Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Divisi
: Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Sub Divisi
: Angiospermae (berbiji tertutup)
Class
: Monocotyledone (berkeping satu)
Ordo
: Graminae (rumput-rumputan)
Famili
: Graminaceae
Genus
: Zea
Species
: Zea mays L.
Menurut Pramono (2008) tanaman jagung berasal dari daerah tropis yang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan di luar daerah tersebut. Jagung tidak menuntut persyaratan lingkungan yang terlalu ketat, dapat tumbuh pada berbagai macam tanah bahkan pada kondisi tanah yang agak kering. Tetapi untuk pertumbuhan optimal, jagung menghendaki beberapa persyaratan. Iklim yang dikehendaki oleh sebagian besar tanaman jagung adalah daerah-daerah beriklim sedang hingga daerah beriklim sub-tropis atau tropis basah. Jagung dapat tumbuh di daerah yang terletak antara 0-50o LU hingga 0-40o LS. Curah hujan ideal sekitar 85-200 mm/bulan dan merata. Pada fase pembungaan dan pengisian biji perlu mendapatkan cukup air. Sebaiknya ditanam awal musim hujan atau menjelang musim kemarau. Tanaman jagung membutuhkan sinar matahari, jika tanaman jagung ternaungi, maka pertumbuhannya akan terhambat dan memberikan hasil biji yang tidak optimal. Suhu yang dikehendaki tanaman jagung antara 21-34o C, akan tetapi bagi pertumbuhan tanaman yang ideal memerlukan suhu optimum antara 23-27o C.
5
Pada proses perkecambahan benih jagung memerlukan suhu yang cocok sekitar 30o C. Jagung tidak memerlukan persyaratan tanah khusus, namun tanah yang gembur, subur dan kaya humus akan berproduksi optimal dengan pH tanah antara 5.6-7.5. Aerasi dan ketersediaan air baik, kemiringan tanah kurang dari 8%. Daerah dengan tingkat kemiringan lebih dari 8%, sebaiknya dilakukan pembentukan teras dahulu. Ketinggian antara 1000-1800 m dpl dengan ketinggian optimum antara 50-600 m dpl. Saat panen jagung yang jatuh pada musim kemarau akan lebih baik daripada musim hujan, karena berpengaruh terhadap waktu pemasakan biji dan pengeringan hasil.
2.2 Sifat Umum Ultisol Ultisol dahulunya termasuk tanah Laterik sebelum nama Podsolik MerahKuning masuk ke Indonesia. Nama latin Ultisol adalah ultimus yang berarti akhir (Goeswono, 1979). Van der Voort (1950) dalam Notohadiprawiro (2006) lebih suka menyebutnya tanah Laterik terdegradasi, yang menunjukkan persepsinya tanah tersebut telah mengalami kerusakan berat. Dalam klasifikasi USDA terbaru tahun 1975 dan 1985 yang terus dikembangkan dengan kerjasama internasional untuk kesempurnaanya, Podsolik Merah-Kuning secara umum masuk ke dalam ordo Ultisol. Ultisol hanya ditemukan di daerah-daerah dengan suhu tanah rata-rata lebih dari 8oC. Ultisol adalah tanah dengan horizon argilik, bersifat masam dengan kejenuhan basa rendah. Kejenuhan basa pada kedalaman 1.8 m dari permukaan tanah kurang dari 35%. Proses pembentukan Ultisol berawal dari pencucian ekstensif terhadap basa-basa. Karena suhu yang sangat tinggi (lebih dari 8oC) dan pencucian yang kuat dalam waktu yang cukup lama, akibatnya terjadi pelapukan yang sangat kuat terhadap mineral mudah lapuk, dan terjadi pembentukan mineral liat sekunder dan oksida-oksida. Mineral liat yang terbentuk biasanya didominasi oleh kaolinit dan gibsit. Disamping itu terjadi pencucian liat (lessivage) yang menghasilkan horizon albik dilapisan atas (eluviasi) dan argilik lapisan bawah (illuviasi). Umumnya tanah ini berkembang dari bahan induk tua (Hardjowigeno, 1993).
6
Usaha permasalahan.
pertanian Tanah
di
Ultisol
tanah
Ultisol
umumnya
akan
menghadapi
mempunyai
pH
sejumlah
rendah
yang
menyebabkan kadar Al, Fe, dan Mn terlarut tinggi sehingga dapat meracuni tanaman. Jenis tanah ini biasanya miskin unsur hara esensial makro seperti N, P, K, Ca, dan Mg dan unsur hara mikro Zn, Mo, Cu, dan B, serta bahan organik (Supadmo, 1983). Meskipun secara umum tanah Ultisol atau Podsolik Merah Kuning banyak mengandung Al dapat ditukar (Al-dd) dengan kejenuhan Al (2070%), namun dari beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa contoh tanah tersebut mengandung Al dapat ditukar (Al-dd) relatif rendah dengan kejenuhan Al (< 20%). Maka dalam pengelolaannya untuk pertanaman, secara teknis terdapat dua pendekatan pokok yakni pemilihan jenis komoditas atau varietas yang adaptif serta perbaikan kesuburan tanah dengan ameliorasi dan pemupukan (Subandi, 2007).
2.3 Pupuk Majemuk NPK Super HIS Pupuk majemuk (compound fertilizer) adalah pupuk yang mengandung lebih dari satu jenis hara tanaman (makro maupun mikro). Bahan baku utama dalam pembuatan pupuk majemuk hara makro adalah fosfat alam, asam sulfat, dan kalium klorida. Komposisi dari pupuk dapat bervariasi (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004). Pupuk majemuk umumnya dibuat dalam bentuk butiran yang seragam sehingga memudahkan penaburan yang merata. Butir-butir umumnya agak keras dengan permukaan licin sehingga dapat mengurangi sifat menarik air (higroskofis) dari udara lembab (Hardjowigeno, 1993). Banyak sekali pupuk majemuk yang beredar di masyarakat baik untuk pertanian, perkebunan, pertamanan, hidroponik atau khusus untuk tanaman hias. Pupuk yang ditujukkan untuk komoditas bernilai ekonomi tinggi umumnya mengandung banyak hara tanaman terutama N, P dan K. Untuk tanaman sayuran dan hidroponik banyak menggunakan hara kedua N, P, K, Ca, Mg dan S, seperti NPK, Nitrophoska, dan Rustika. NPK termasuk pupuk majemuk yang mengandung tiga unsur hara bagi tanaman yang merupakan gabungan pupuk tunggal yaitu N, P, dan K. Namun pupuk majemuk sebenarnya tidak selamanya terdiri dari tiga unsur hara tersebut (Lingga dan Marsono, 2007). Tetapi bisa
7
dibuat dengan penambahan unsur Mg, Ca dan S yang biasanya dilengkapi dengan unsur mikro dan umumnya diramu untuk tanaman hortikultura yang bernilai tinggi (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004). Pupuk majemuk seperti NPK sangat baik jika dikombinasikan dengan bahan organik, karena bahan organik dapat memperbaiki sifat-sifat tanah dan mudah didapat di lingkungan masyarakat. Oleh karena itu, dibuatlah jenis pupuk NPK Super HIS. Pupuk NPK Super HIS merupakan jenis pupuk yang mengandung hara N, P, K, Ca, Mg dan unsur hara mikro yang dikombinasikan dengan bahan aktif organik berupa bahan humik yang mengandung C dan N. Bahan humik tersebut berasal dari bahan-bahan alami yang banyak dijumpai disekitar masyarakat. Namun pada prinsipnya pupuk ini bukan pupuk organik karena pupuk kimianya masih dominan, tetapi kadar unsur kimia sintetisnya lebih rendah jika dibandingkan dengan pupuk kimia biasa (Urea, TSP, dan KCl).
2.4 Efisiensi Pemupukan Menurut Leiwakabessy dan Sutandi (2004) efisiensi pemupukan merupakan sampai sejauh mana tanaman dapat memanfaatkan unsur hara yang telah diserap untuk berproduksi lebih tinggi tanpa menambah hara yang diperlukan atau jumlah hara yang diserap terhadap jumlah hara yang ditambahkan kali seratus persen. Usaha yang dapat digunakan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk yaitu : uji tanah, pengapuran, penempatan pupuk, waktu pemupukan, penggunaan legum, penggunaan pupuk kandang, dan pengelolaan lainnya seperti seleksi varietas, pengendalian hama, penyakit dan gulma, penentuan dan pengaturan waktu dan pola tanam, pengaruh carry over, rotasi tanaman, pengairan dan sebagainya. Menurut Sarief (1986) efisiensi pemupukan dari segi sosial ekonomi dapat diungkapkan secara konseptual dalam bentuk efisiensi respons, efisiensi alokasi dan efisiensi biaya. Efisiensi respons dapat diukur dari besarnya keluaran berupa hasil panen untuk setiap satuan masukan unsur hara dari pupuk yang diberikan atau efisiensi respons dapat dinyatakan dengan jumlah unsur hara minimal yang diperlukan oleh tanaman untuk mencapai tingkat produksi tertentu. Efisiensi alokasi didasarkan pada perbedaan daya guna antara komoditi yang berkaitan
8
dengan kebijaksanaan pemerintah dalam meningkatkan pendapatan petani dan pemerataan pembangunan. Sedangkan efisiensi biaya menyangkut besarnya produksi pupuk, penyaluran, dan penggunaannya oleh petani. Usaha efisiensi pemupukan dalam praktek dapat ditempuh
dengan
beberapa cara, diantaranya adalah perbaikan sifat pupuk. Upaya ini meliputi teknik dan proses pembuatan pupuk dengan bentuk, ukuran, kadar hara, atau spesifikasi tertentu yang dapat menghasilkan reaktivitas ataupun efektivitas sesuai dengan yang dikehendaki (Goenadi, 1992). Dengan kata lain, teknologi pengembangan produksi pupuk hendaknya mengacu pada kecukupan hara tanaman dan spesifikasi yang dibutuhkan konsumen saat ini. Pupuk NPK Super HIS merupakan pupuk alternatif yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hara kimia dan organik tanaman. Penggunaan bahan humat dari bahan organik pada pembuatan pupuk NPK Super HIS, diharapkan dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk, juga akan mengurangi dampak pencemaran air tanah dan lingkungan yang timbul akibat pemakaian dosis pupuk konvensional yang berlebihan. Efisiensi pemupukan tidak hanya melihat pada peningkatan kesuburan tanah dan pengurangan dosis aplikasi yang diberikan ke tanaman tetapi juga melihat efisiensi pemupukan pada efektivitas biaya pemupukan. Oleh karena itu, banyak upaya yang telah dilakukan untuk merakit produk pupuk yang sama (diluar konvensional) dengan harga yang berbeda dan dapat memberikan tingkat produksi yang menguntungkan. Aplikasi pupuk NPK Super HIS hasil kombinasi bahan organik dengan dosis pupuk kimia (anorganik) dapat menghemat biaya pemupukan karena pupuk ini mampu menghemat pemakaian pupuk konvensional.
2.5 Bahan Humik (Humic Substances) Menurut Aiken et al. (1985) dalam Hayes et al. (1989) mendefinisikan humic substances merupakan senyawa kompleks yang terjadi secara alami, biogenik, bahan organik heterogen yang secara umum memiliki karakteristik warna kuning sampai hitam, bobot molekul yang tinggi dan tahan terhadap panas. Bahan humik ini dihasilkan dari unsur humik yaitu dari dekomposisi residu
9
tanaman dan hewan yang tidak dapat diklasifikasikan ke dalam kategori senyawa yang berbeda seperti protein, polisakarida, dan nukleotida (Malcolm, 1990). Banyak fraksi humic substances yang diisolasi dan diberi nama khusus. Dari banyak fraksi ini hanya tiga fraksi yang dapat dimanfaat, seperti asam humik, asam fluvat, dan asam humin. Asam humik tidak larut dalam air pada kondisi asam dengan pH <2 dan akan larut dalam air jika pH tinggi. Asam fluvat larut dalam air pada semua kondisi pH. Asam humin tidak larut dalam air pada semua kondisi pH (Malcolm, 1990). Menurut Sasmita et al. (2007) sifat kimia humik yang penting dan berhubungan dengan kemampuannya memperbaiki sifat fisik, kimia maupun biologi tanah adalah: 1) fraksi humik mengandung berbagai jenis gugus fungsional dengan nilai pKa yang berbeda-beda, sehingga reaktifitasnya tetap tinggi pada selang pH tanah yang lebar, 2) fraksi humik mempunyai muatan negatif yang berasal dari disosiasi ion H dari berbagai gugus fungsional, yang menyebabkan fraksi humik mempunyai KTK sangat tingggi. Dengan demikian fraksi humik mampu meningkatkan kemampuan tanah dalam mengikat, menjerap dan mempertukarkan kation, serta membentuk senyawa kompleks dengan logam berat dan lempung, 3) fraksi humik mempunyai kemampuan untuk mengubah konfirmasi struktur sebagai respon terhadap perubahan pH, pE, konsentrasi garam, dan 4) fraksi humik dapat meyediakan unsur hara seperti N, P, K dan S kedalam tanah serta C sebagai sumber energi bagi mikrobia tanah. Kandungan bahan humik pada pupuk majemuk NPK Super HIS terutama asam humik dan fulvik. Pada dasarnya terdiri dari asam-asam amino yang bermanfaat bagi mikroorganisme dan tanaman. Bahan humik memiliki peran mirip hormon auksin dan giberelin, walaupun mereka sendiri bukan hormon. Peran utama bahan humik ini adalah merangsang permeabilitas membran sel sehingga metabolisme berlangsung lebih optimal, pembentukan klorofil diakselerasi, dan pertumbuhan akar dirangsang, sehingga tanaman sangat efisien dalam menyerap unsur hara. Asam humik dapat meningkatkan sintesa protein, aktivitas hormon tumbuh, meningkatkan laju fotosintesis dan aktvitas enzim (Chen dan Aviad, 1990).
10
2.6 Analisis Tanaman Penetapan konsentrasi suatu unsur dalam contoh dari bagian tanaman tertentu atau bagian tanaman yang diambil contohnya pada waktu atau tingkat perkembangan morfologi tertentu dapat diartikan sebagai analisis tanaman secara sederhana. Konsentrasi suatu unsur hara umumnya dinyatakan berdasarkan berat kering. Tujuannya adalah untuk mendiagnosis atau memperkuat diagnosis gejala yang terlihat, mengidentifikasi gejala yang terselubung, mengetahui kekurangan hara sedini mungkin, menunjukkan bagaimana hara diserap tanaman, mengetahui interaksi atau antagonisme diantara hara, membantu pemahaman fungsi hara dalam tanaman dan sebagai pembantu dalam mengidentifikasi masalah (Leiwakabessy, 1979). Menurut Aldrik (1973) dalam Leiwakabessy (1979) analisis tanaman dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu analisis total atau analisis kuantitatif (analisis kimia total atau analisis spektografik) dan analisis semi kuantitatif (uji cepat jaringan tanaman). Masing-masing analisis menggunakan beberapa fase pertumbuhan tanaman dan bagian tanaman tertentu atau seluruh bagian tanaman. Komposisi hara dalam tanaman dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor lingkungan diantaranya adalah bagian morfologi tanaman yang di analisis, umur tanaman, iklim, sifat tanah, dan faktor pengelolaan seperti pemupukan, pemberian bahan amelioran dan lain sebagainya.
2.7 Nitrogen dalam Tanah dan Tanaman Nitrogen merupakan unsur yang penting bagi tanaman dan dapat dapat disediakan oleh manusia melalui pemupukan. Nitrogen merupakan unsur yang tergolong ke dalam unsur makro esensial bagi tanaman, selain dibutuhkan dalam jumlah yang relatif banyak, fungsi hara nitrogen juga tidak dapat digantikan oleh unsur yang lain. Nitrogen dibutuhkan tanaman dalam fase vegetatif maupun fase generatif tanaman dan bersifat mobil dalam tanaman. Di dalam tanah nitrogen berasal dari air hujan, bahan organik dari tumbuhan, dan fiksasi oleh mikroorganisme (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004). Tanaman menyerap nitrogen dalam bentuk amonium (NH4+) dan nitrat (NO3-). Sebagaian besar nitrogen diserap dalam bentuk ion nitrat karena karena
11
ion tersebut bermuatan negatif sehingga selalu berada di dalam larutan tanah, ion nitrat lebih mudah tercuci oleh aliran air. Arah pencucian menuju lapisan di bawah perakaran sehingga tidak dimanfaatkan oleh tanaman. Sebaliknya ion amonium bermuatan positif sehingga terikat oleh koloid tanah. Ion tersebut dimanfaatkan oleh tanaman setelah melalui proses pertukaran kation. Karena bermuatan positif, ion amonium tidak mudah hilang oleh proses pencucian. Kekurangan nitrogen pada fase vegetatif dicirikan dengan lambatnya pemunculan malai, pengisian tongkol tidak sempurna, tanaman mudah rebah dan mempercepat umur panen. Menurut Seopardi (1983) jika kekurangan nitrogen, tanaman akan tumbuh kerdil dan perakarannya terbatas. Daun menjadi kuning atau hijau kekuning-kuningan dan cenderung cepat rontok (seneses) yang terjadi pada daun yang tua. Hal ini menunjukkan mobilitas nitrogen dalam tanaman.
2.8 Fosfor dalam Tanah dan Tanaman Fosfor merupakan unsur yang tergolong ke dalam unsur makro esensial bagi tanaman. Retensi tanah yang tinggi terhadap fosfor menyebabkan konsentrasi dalam tanah cepat berkurang. Fosfor dalam tanah berasal dari pelapukan mineralmineral yang mengandung fosfor seperti golongan apatit. Fosfor termasuk unsur yang mobil di dalam tanah dan tanaman. Tanaman menyerap fosfor dalam bentuk H2PO4- dan HPO42-. Tanaman mengabsorbsi fosfor dalam jumlah relatif lebih sedikit dibandingkan nitrogen dan kalium. Pola akumulasi fosfor tanaman juga hampir sama dengan akumulasi hara nitrogen. Fungsi fosfor bagi tanaman antara lain adalah sebagai komponen enzim dan protein tertentu seperti ATP, RNA, DNA dan Fitin serta fosfor berperan dalam reaksi transfer energi dan penurunan sifat genetik lewat DNA dan RNA. Gejala tanaman yang mengalami defisiensi fosfor antara lain tanaman tumbuh lambat, lemah, dan kerdil, daun berwarna hijau kotor dengan daun tua mengeluarkan pigmen ungu (antosianin) serta gejala defisiensi dimulai pada daun tua. Sedangkan tanaman yang kelebihan fosfor akan menampakan gejala seperti kekurangan Fe dan Zn dengan kekurangan Zn muncul terlebih dahulu (Leiwakabessy et al., 1998). Gejala kekurangan Fe daun-daun berwarna putih
12
kekuningan sedangkan gejala kekurangan Zn pertumbuhan tanaman tertekan dan terjadi pemendekan ruas.
2.9 Kalium dalam Tanah dan Tanaman Kalium merupakan unsur yang makro bagi tanaman. Kalium sangat mudah diserap oleh tanaman dan bersifat mobil. Kalium tanah berasal dari dekomposisi mineral primer yang mengandung K seperti K-feldspar, muskovit, biotit, dan lain sebagainya. Kalium diambil tanaman dalam bentuk ion monovalen K+. Fungsi kalium bagi tanaman antara lain adalah memelihara status air dalam tumbuhan, tekanan turgor sel dan membuka dan menutupnya stomata. Selain itu, juga dibutuhkan untuk akumulasi dan translokasi karbohidrat yang baru disintesis. Gejala yang ditimbulkan apabila tanaman kekurangan kalium, yaitu tanaman mudah roboh dan sensitif terhadap serangan penyakit, daun tua tampak seperti terbakar dimulai dari pucuk dan pinggir daun dan membentuk pola huruf V terbalik, kualitas hasil menurun, pada kacang-kacangan biji biasanya keriput dan rentan terhadap kelebihan NH4+. Sedangkan gejala kelebihan kalium seperti kekurangan Mg dan kemungkinan Ca karena tidak seimbang, gejala Mg tampak lebih dahulu (Leiwakabessy et al., 1998).
2.10 Kalsium dalam Tanah dan Tanaman Kalsium merupakan unsur mineral esensial sekunder seperti magnesium dan belerang. Kalsium dalam tanah berasal dari mineral yang mengandung kalsium dan endapan-endapan kalsium. Bentuk kalsium yang dapat diserap tanaman adalah Ca2+ terutama melalui mass flow dan intersepsi. Kalsium yang paling banyak terbentuk adalah kalsium yang dapat dipertukarkan. Menurut Leiwakabessy dan Sutandi (2004) peran kalsium bagi tanaman antara lain berperan sebagai penguat dinding sel, mendorong perkembangan akar, memperbaiki vigor tanaman dan kekuatan daun, berperan dalam proses pemanjangan sel, sintesis protein dan mitosis (pembelahan sel). Kalsium juga penting untuk pembentukan dan berfungsinya bintil akar. Selain itu, kalsium berperan dalam mempertahankan permeabilitas membran sel, meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan serbuk sari, meningkatkan aktifitas beberapa
13
enzim untuk proses mitosis, meosis dan perpanjangan sel, mungkin penting dalam sintesis protein dan transfer karbohidrat serta dapat menawarkan racun akibat kelebihan logam berat (Nugroho et al., 2003). Gejala tanaman mengalami defisiensi kalsium akan terlihat gejala-gejala seperti pucuk daun dan akar berwarna coklat dan mati, pinggir daun keriting, berwarna coklat, kering dan melekat satu sama lain, kualitas buah menurun dan lebih sering timbul blossom-end rot dan pembusukan internal, reproduksi terhambat dan terhenti dan jaringan pendukung pada bagian bawah tanaman membusuk, menurunkan kapasitas serapan air, hara dan layu pada saat udara terik. Gejala kelebihan kalsium dapat terlihat seperti kekurangan Mg dan K atau keduanya (Leiwakabessy et al., 1998).
2.11 Magnesium dalam Tanah dan Tanaman Magnesium merupakan unsur hara yang mobil dalam tanaman. Magnesium diambil oleh tanaman dalam bentuk Mg2+ dengan mass flow dan sedikit melalui intersepsi. Magnesium dalam tanah berasal dari mineral-mineral primer seperti biotit, augit, hornblende, dan lain sebagainya serta dapat juga berasal dari mineral-mineral sekunder seperti khlorit, illit, monmorilonit, dan mineral sekunder lain yang juga mengandung magnesium. Magnesium merupakan unsur hara esensial sekunder bagi tanaman dan bersifat mobil didalam tanaman. Oleh karena itu, gejala defisiensi mulai terlihat pada daun-daun dibawahnya atau daun yang tua. Fungsi magnesium adalah sebagai komponen molekul klorofil, kofaktor enzim-enzim yang mengaktifkan proses foforilasi, jembatan antar pirofosfat pada struktur ATP, ADP dan molekul-molekul enzim dan menstabilkan konfigurasi ribosoma sel yang berperan dalam sintesis protein (Nugroho et al., 2003). Gejala kekurangan magnesium pada tingkat awal terjadi klorisis diantara tulang daun (tulang daun tetap hijau) dan pada tingkat lanjut seluruh daun berwarna kuning, kemudian coklat, dan nekrotik (mati). Selain itu, berbuah hijau terang, tidak sukulen, perakaran lebih panjang dari normal, batang berkayu, nodulasi berkurang, dan biji lambat matang. Sedangkan gejala kelebihan magnesium dalam tanaman terlihat adanya peluruhan daun premature (Leiwakabessy et al., 1998).
14
III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai bulan Agustus 2009, di Parungaleng, Cijayanti, Bogor dan Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
3.2 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah benih jagung varietas Bisma yang disajikan pada Tabel Lampiran 1, Pupuk NPK Super HIS dengan analisis kimianya terdapat pada Tabel Lampiran 4 dan pupuk konvensional (Urea, TSP, dan KCl). Adapun bahan yang digunakan untuk analisis kimia dalam penetapan unsur hara makro seperti N-total, P, K, Ca dan Mg sebagai berikut : H2SO4 pekat, H2O2, NaOH, Asam Borat, indikator Conway dan sebagainya. Alat yang digunakan di lapang adalah cangkul, koret, meteran, tali rapia, ajir, kantong plastik, label, kertas, tugal, dan gunting. Sedangkan alat yang digunakan di laboratorium untuk analisis kimia adalah, tabung dan blok digestion, pengocok tabung, alat destilasi, labu didih 250 ml, erlenmeyer 100 ml bertera, tabung reaksi, Spektrofotometer UV-VIS, SSA, dan Photometer nyala.
3.3 Metode Penelitian Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor yaitu faktor pemupukan yang terdiri dari 6 perlakuan dan 3 ulangan, sebagai berikut : 1.
Kontrol (P0)
2.
Konvensional/SKB (300 kg/ha Urea + 100 kg/ha KCl + 100 kg/ha TSP) (P1)
3.
NPK Super HIS 25% dari SKB (P2)
4.
NPK Super HIS 50% dari SKB (P3)
5.
NPK Super HIS 75% dari SKB (P4)
6.
NPK Super HIS 100% dari SKB (P5)
15
Model matematis Rancangan Acak Lengkap (RAL) dapat ditulis sebagai berikut : Yij = µ + αi + εij Dimana : i
= Perlakuan ke 1, 2, ……, 6
j
= Ulangan ke 1, 2, dan 3
Yij = Nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ
= Rataan umum
αi = Pengaruh perlakuan ke-i εij = Pengaruh galat percobaan pada perlakuan ke-I dan ulanagn ke-j Data yang diperoleh diuji dengan uji F dan apabila menunjukkan pengaruh nyata maka akan dilakukan analisis uji lanjut dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) taraf 5%.
3.4 Pelaksanaan Percobaan 3.4.1 Persiapan Lahan Pada awalnya dilakukan pengolahan lahan dengan menggunakan garpu tanah. Kemudian dibuat petakan dengan ukuran 3 m x 3 m sebanyak 18 petak untuk 6 perlakuan dengan 3 ulangan. Skema plot percobaan ini disajikan pada Gambar 1.
Kontrol (1)
SKB (2)
NPK Super HIS 50% dari SKB (3)
Kontrol (2)
NPK Super HIS 25% dari SKB (1)
NPK Super HIS 50% dari SKB (2)
NPK Super HIS 50% dari SKB (1)
NPK Super HIS 75% dari SKB (3)
NPK Super HIS 100% dari SKB (2)
NPK Super HIS 25% dari SKB (3)
SKB (3)
NPK Super HIS 75% dari SKB (1)
NPK Super HIS 100% dari SKB (3)
NPK Super HIS 100% dari SKB (1)
SKB (1)
Kontrol (3)
NPK Super HIS 75% dari SKB (2)
NPK Super HIS 25% dari SKB (2)
Gambar 1. Denah Petakan Percobaan
16
3.4.2 Penanaman Benih jagung yang digunakan untuk penelitian ini adalah benih jagung varietas Bisma. Benih ditanam 2 biji per lubang dengan jarak tanam 75 cm x 25 cm pada petak berukuran 3 m x 3 m, setelah tanaman jagung tumbuh dan berumur seminggu satu tanamannya dicabut sehingga tinggal satu tanaman per lubang. Setiap petak terdapat 48 rumpun tanaman. Dari 48 rumpun tanaman tersebut terdapat 10 tanaman contoh yang diamati pertumbuhannya baik jumlah daun maupun tingginya. Jarak antar petakan adalah 100 cm.
3.4.3 Pemupukan Pemupukan Urea dengan takaran 300 kg/ha diberikan 2 kali yaitu: 150 kg/ha urea diberikan pada umur 3 MST, 150 kg/ha urea diberikan pada umur tanaman 5 MST. TSP dan KCl masing-masing dengan takaran 100 kg/ha serta pupuk NPK Super HIS diberikan pada saat tanaman berumur 3 MST (bersamaan dengan pemberian urea pertama). Pupuk diberikan dalam lubang atau larikan sedalam 7-10 cm pada jarak 15 cm dari barisan tanaman.
3.4.4 Pemeliharaan Kegiatan pemeliharaan meliputi : penyulaman yang dilakukan setelah tanaman berumur 2 MST, penyiangan dari gulma dan pembumbunan.
3.4.5 Pengamatan dan Pengambilan Contoh Daun Tanaman Pengamatan berbunga dimulai dari tanaman berumur 7 MST hingga 10 MST. Pengambilan contoh daun untuk analisis setelah tanaman berumur 11 MST. Daun jagung yang diambil adalah daun jagung dibawah tongkol yang berada didalam petakan (bukan tanaman pinggir) dan bukan tanaman contoh. Pengamatan matang panen dimulai dari tongkol jagung mulai menguning atau masak tongkol.
17
3.4.6 Pemanenan dan Pasca Panen Pemanenan dilakukan pada saat tongkol masak, jagung telah berumur 14 MST. Setelah dipanen dilakukan pengupasan klobot, pengeringan dan pemipilan biji jagung.
3.5 Parameter yang Dianalisis Parameter yang dianalisis sebelum dan setelah panen adalah waktu pembungaan, produksi jagung berupa bobot jagung dengan dan tanpa klobot, bobot pipilan kering, serta analisis hara. Analisis kadar hara dilakukan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah. Pertama-tama dilakukan pengambilan daun bendera sebanyak 3 lembar tiap petak saat tanaman jagung telah berbunga dan memasuki fase generatif (berumur 11 MST). Daun yang diambil pada tiap petakan akan digunakan dalam penetapan unsur hara N, P, K, Ca dan Mg yaitu dengan cara pengabuan basah yang menggunakan H2SO4 dan H2O2.
3.6 Analisis Data Untuk mengevaluasi pengaruh perlakuan dilakukan analisis sidik ragam. Untuk perlakuan atau faktor-faktor yang menunjukkan pengaruh nyata atau sangat nyata dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) atau Uji Wilayah Berganda Duncan pada taraf 5%.
3.7 Penilaian Efektivitas Pupuk Untuk penilaian efektivitas pupuk dapat digunakan Relative of agronomical effectiveness (RAE). RAE digunakan untuk membandingkan efektivitas pupuk yang diteliti terhadap pupuk standar. RAE adalah suatu nilai pembanding dalam uji efektivitas pupuk. RAE digunakan untuk membandingkan efektivitas pupuk yang diteliti terhadap pupuk standar (dalam hal ini adalah bobot pipilan kering), dimana persamaannya adalah :
RAE =
Produksi Perlakuan NPK Super HIS - Produksi Kontrol x 100% Produksi Standar - Produksi Kontrol
18
3.8 Analisis Usaha Tani Analisis usaha tani digunakan untuk melihat apakah usaha tani jagung yang diuji di lapang menguntungkan atau tidak. Ukuran layak dalam penelitian ini menggunakan konsep pendapatan bersih usaha tani yaitu selisih pendapatan kotor usaha tani dengan pengeluaran total usaha tani. Pengeluaran total usaha tani adalah semua faktor produksi yang habis terpakai dalam produksi. Revenue Cost Ratio (R/C ratio), nilai ini menunjukkan pendapatan kotor yang diterima untuk setiap rupiah yang dikeluarkan dalam proses produksi. Bila nilai Revenue Cost Ratio lebih besar dari 1 maka usaha tersebut dapat diasumsikan menguntungkan karena penerimaan dapat melebihi jumlah biaya. Nilai ini ditetapkan sebagai estimasi karena sifat produk pertanian yang mudah rusak. Benefit Cost Ratio (B/C ratio) merupakan satu cara untuk mengukur kelayakan usaha tani jagung yang sederhana.
19
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Analisis Pendahuluan Tanah Lokasi percobaan merupakan areal lahan bekas daerah semak belukar yang dibuka untuk lahan pertanian. Jenis tanah pada areal lahan dalam penelitian ini merupakan jenis tanah Ultisol. Ultisol merupakan tanah yang banyak menghadapi sejumlah permasalahan dalam pertanian. Hasil analisis tanah awal Ultisol di daerah Cijayanti yang digunakan sebagai lokasi penelitian ini disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Analisis Pendahuluan Tanah Lokasi Penelitian Penetapan
Hasil
Metode
Keterangan
pH H2O (1:5) pH KCl (1:5) Bahan Organik (%) C-Organik (%) N total (%) P2O5-Total (%) K2O-Total (%) P2O5- Bray (ppm) Nilai Tukar Kation (me/100g) Ca Mg K Na KTK (me/100g) Al-dd (me/100 g) Kejenuhan Basa (%)
4.52 3.85
pH meter pH meter
Masam -
2.29 0.17 0.02 0.01 1.00
Kurmies (K2Cr2O7) Kjeldahl HCL 25 % HCL 25 % Bray I
Sedang Rendah Sangat Rendah
2.20 0.76 0.20 0.26 15.48 6.80 22.00
1 M NH4OAc pH 7.0 1 M NH4OAc pH 7.0 1 M NH4OAc pH 7.0 1 M NH4OAc pH 7.0 1 M NH4OAc pH 7.0 Titrasi
Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah
Perhitungan
Berdasarkan kriteria penilaian sifat kimia dan fisika tanah (PPT, 1983) yang disajikan pada Tabel Lampiran 2, menunjukkan bahwa tanah Ultisol di Cijayanti merupakan tanah yang masam dengan nilai pH 4.52, mempunyai kadar C-organik yang sedang, N- Total yang rendah dan P tersedia yang sangat rendah. Kadar basa-basa seperti Ca, Mg, Na dan K juga rendah. Tanah ini merupakan tanah yang mengalami pelapukan lanjut, dan mempunyai tingkat kesuburan yang rendah, hal ini dapat dilihat dari nilai kejenuhan basa (22%), dan kapasitas tukar
20
kation (15.58 me/100g). Menurut Hardjowigeno (1993) Ultisol merupakan tanah yang telah mengalami pelapukan lanjut dengan kadar KB <35% dan miskin unsur hara. Mineral liat yang terbentuk pada tanah Ultisol didominasi oleh kaolinit, sehingga tanah mempunyai kapasitas tukar kation dan kejenuhan basa yang rendah.
4.2 Waktu Pembungaan Berdasarkan hasil sidik ragam yang disajikan pada Tabel Lampiran 8 yang diolah menggunakan program olah data SAS 9.1, menunjukkan bahwa perlakuan pemupukan NPK Super HIS dan konvensional maupun kontrol tidak berbeda nyata terhadap waktu pembungaan tanaman jagung. Waktu pembungaan ini dihitung dengan melihat 50% tanaman berbunga tiap petak perlakuan. Perlakuan kontrol memiliki waktu yang paling lama dalam pembungaan. Hal ini disebabkan oleh kontrol tidak diberikan perlakuan pemupukan. Untuk melihat Pengaruh perlakuan pemupukan NPK Super HIS terhadap waktu pembungaan dan pada masing-masing ulangan dapat dilihat pada Tabel 2 dan Tabel Lampiran 5. Tabel 2. Pengaruh Perlakuan Pemupukan NPK Super HIS Terhadap Waktu Pembungaan Perlakuan Kontrol (P0) Konvensional/SKB (P1) NPK Super HIS 25% dari SKB (P2) NPK Super HIS 50% dari SKB (P3) NPK Super HIS 75% dari SKB (P4) NPK Super HIS 100% dari SKB (P5)
50 % Tanaman Berbunga ..................(Hari/Petak)…………… 60.3 a 59.7 a 56.0 a 57.7 a 57.0 a 57.3 a
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 0.05 (p = 5%)
4.3 Komponen Produksi Dari hasil sidik ragam komponen produksi pada Tabel Lampiran 9-11, menunjukkan bahwa panen dengan klobot pada perlakuan P4 tidak berbeda nyata pada perlakuan P1 dan P3 tetapi berbeda sangat nyata terhadap kontrol (P0), P2 dan P5. Perlakuan kontrol (P0) tidak berbeda nyata dengan perlakuan P5 dan
21
berbeda sangat nyata terhadap perlakuan P1, P2, P3 dan P4. Perlakuan P1, P2, P3, P4, dan P5 nyata lebih tinggi hasil produksinya dibandingkan dengan perlakuan kontrol (P0) karena pada perlakuan kontrol tidak diberikan perlakuan pemupukan. Hasil produksi panen dengan klobot tertinggi terdapat pada perlakuan P4 sebesar 10950 kg/ha sedangkan hasil produksi terendah tampak pada perlakuan kontrol (P0) sebesar 5319 kg/ha. Tabel 3 dan Tabel Lampiran 6 menunjukkan Pengaruh perlakuan pemupukan NPK Super HIS terhadap panen jagung dengan klobot, tanpa klobot dan pipilan kering dan pada masing-masing ulangan.
Tabel 3. Pengaruh Perlakuan Pemupukan NPK Super HIS Terhadap Panen Jagung dengan Klobot, Tanpa Klobot dan Pipilan Kering Perlakuan Kontrol (P0) Konvensional/SKB (P1) NPK Super HIS 25% dari SKB (P2) NPK Super HIS 50% dari SKB (P3) NPK Super HIS 75% dari SKB (P4) NPK Super HIS 100% dari SKB (P5)
Komponen Panen (Kg/Ha) Dengan Klobot Tanpa Klobot Pipilan 5319 c 3499.6 c 914.5 d 8639 ab 6153.1 ab 1665.2 c 8249 b 6088.5 ab 2029.2 bc 9092 ab 6770.2 ab 2486.4 ab 10950 a 8100.9 a 2857.6 a 6826 bc 4948.8 bc 1671.6 c
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 0.05 (p = 5%)
Pada panen tanpa klobot, perlakuan P4 tidak berbeda nyata pada perlakuan P1, P2 dan P3, tetapi berbeda sangat nyata pada perlakuan kontrol (P0) dan P5. Perlakuan kontrol (P0) tidak berbeda nyata dengan perlakuan P5 dan berbeda sangat nyata terhadap perlakuan P1, P2, P3 dan P4. Perlakuan P1, P2, P3, P4, dan P5 hasil produksinya nyata lebih tinggi dibandingkan perlakuan kontrol (P0) dengan hasil produksi kontrol (P0) sebesar 3499.6 kg/ha. Hasil panen tanpa klobot tertinggi terdapat pada perlakuan P4 yaitu sebesar 8100.9 kg/ha. Perbandingan hasil panen dengan dan tanpa klobot pada semua perlakuan dapat dilihat pada Gambar 2.
22
Gambar 2. Perbandingan Panen Dengan Klobot dan Tanpa Klobot pada Semua Perlakuan Pemipilan dilakukan untuk memisahkan biji jagung yang melekat pada tongkolnya. Hasil pipilan biji kering jagung merupakan komponen yang sangat berkaitan dengan distribusi produksi dan distribusi bahan kering tanaman jagung. Tabel 3 menunjukkan bahwa hasil pipilan kering pada perlakuan P4 tidak berbeda nyata terhadap perlakuan P3, tetapi berbeda sangat nyata dengan perlakuan kontrol (P0), P1, P2, dan P5. Perlakuan kontrol (P0) berbeda sangat nyata terhadap perlakuan P1, P2, P3, P4, dan P5 dengan hasil pipilan kering kontrol (P0) adalah sebesar 914.5 kg/ha. Hasil pipilan kering tertinggi terdapat pada perlakuan P4 yaitu sebesar 2857.6 kg/ha. Perbandingan bobot 100 butir hasil pipilan kering pada semua perlakuan dapat dilihat pada Gambar 3.
18 g
Blanko
25 g
SKB
24 g
27 g
29 g
25 g
NPK Super HIS NPK Super HIS NPK Super HIS NPK Super HIS 25% dari SKB 50% dari SKB 75% dari SKB 100% dari SKB
Gambar 3. Perbandingan Bobot 100 Butir Hasil Pipilan Kering pada Semua Perlakuan Berdasarkan Gambar 4, diperoleh dosis maksimum sebesar 62%. Untuk memperoleh hasil produksi setara hasil produksi konvensional sebesar 1665.2 kg/ha jika menggunakan pupuk NPK Super HIS membutuhkan dosis pupuk
23
sekitar 20% dari dosis konvensional. Artinya, dengan menggunakan pupuk NPK Super HIS dengan dosis yang lebih rendah dari dosis konvensional, mampu mencapai hasil yang sama dengan konvensional. Sehingga dapat dikatakan pupuk ini lebih efektif dan mampu menghemat pupuk konvensional.
Produksi (Ton/Kg)
12 10 y = -1.241x2 + 5.968x + 3.172 R² = 0.725
8
Dengan Tanpa Klobot Pipilan Kering
y = -0.958x2 + 4.583x + 2.206 R² = 0.747
6 4
y = -0.410x2 + 1.983x + 0.382 R² = 0.866
2 0 NPK Super 25%
NPK Super 50%
NPK Super75% NPK Super 100%
Gambar 4. Hubungan Dosis Pupuk NPK Super HIS Terhadap Produksi Jagung Perlakuan pemupukan NPK Super HIS pada beberapa perlakuan menunjukkan hasil produksi yang lebih tinggi dibandingkan konvensional pada tiap parameter pengamatan. Hal ini disebabkan oleh adanya tambahan bahan humik (humic substances) yang dikandung oleh pupuk NPK Super HIS. Menurut Soepardi (1983) bahan humik dan liat mempengaruhi beberapa aktivitas kimia dalam tanah. Mereka masuk dalam reaksi kompleks dan mempengaruhi pertumbuhan tanaman secara langsung maupun tidak langsung. Secara tidak langsung asam humik mempengaruhi pertumbuhan melalui akselerasi dari proses respirasi, menaikkan permeabilitas atau aksi hormon tumbuhan. Dan secara tidak langsung melalui perbaikan agregat, aerasi, permeabilitas, dan kapasitas menahan air. Asam humik dapat meningkatkan sintesa protein, aktivitas hormon tumbuh, meningkatkan laju fotosintesis dan aktvitas enzim (Chen dan Aviad, 1990). Peningkatan dosis NPK Super HIS 100% dari dosis konvensional menunjukkan penurunan hasil panen tetapi tidak berbeda nyata bila dibandingkan dengan perlakuan konvensional. Tanggap tanaman terhadap konsentrasi asam humik optimum yang diberikan berbeda-beda, pemberian melebihi batas optimum akan menimbulkan efek negatif bagi tanaman (Goenadi dan Sudharama, 1998).
24
Menurut Kamara (2006) selain disebabkan oleh senyawa organik ikutan dalam pupuk tersebut, penurunan produksi dengan penambahan dosis
pupuk
kemungkinan disebabkan oleh adanya sanggah tanah yang terbatas, dimana penambahan dosis pupuk tidak selalu diikuti oleh kenaikan hasil tanaman.
4. 4 Relatif of Agronomical Effectiveness (RAE) Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pupuk NPK Super HIS berpengaruh sangat nyata terhadap pipilan kering. Oleh karena itu, untuk menguji efektivitas pupuk ini dapat diketahui dengan pipilan kering melalui perhitungan RAE. Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa perhitungan RAE pada perlakuan P2, P3, dan P4 mempunyai nilai persentasi yang lebih tinggi dari perlakuan pupuk konvensional (P1). Masing-masing mampu mencapai nilai 148.48%, 209.42%, dan 258.82% dari perlakuan konvensional. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian pupuk NPK Super HIS dengan dosis 25%-75% dari dosis konvensional seperti yang telah diujikan, mampu meningkatkan hasil produksi tanaman jagung hingga 2 kali perlakuan konvensional. Artinya, pemberian pupuk NPK Super HIS lebih efektif dibandingkan dengan perlakuan konvensional.
Tabel 4. Nilai RAE pada Semua Perlakuan Perlakuan Kontrol(P0) Konvensional/SKB (P1) NPK Super HIS 25% dari SKB (P2) NPK Super HIS 50% dari SKB (P3) NPK Super HIS 75% dari SKB (P4) NPK Super HIS 100% dari SKB (P5)
RAE (%) 0.00 100.00 148.48 209.42 258.82 100.84
4.5 Kadar Hara Tanaman Jagung Data hasil pengukuran kadar hara N, P, K, Ca, dan Mg tanaman jagung berdasarkan hasil sidik ragam yang disajikan Tabel Lampiran 12-16, menunjukkan bahwa semua perlakuan tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap kadar N, P, K, Ca, dan Mg pada daun bendera tanaman jagung. Namun,
25
dari nilai kadar hara yang terdapat pada Tabel 5 secara umum kadar hara dalam tanaman jagung berada di dalam kisaran kecukupan sehingga dapat meningkatkan hasil produksi yang lebih tinggi dibandingkan konvensional. Hal ini menunjukkan bahwa pupuk NPK Super HIS yang digunakan dapat meningkatkan efisiensi unsur hara. Kisaran kecukupan hara daun pada tanaman jagung dapat dilihat pada Tabel Lampiran 4. Tabel 5. Pengaruh Perlakuan Pemupukan NPK Super HIS Terhadap Kadar Hara Tanaman Jagung pada Umur 11 MST Kadar Hara dalam Tanaman Perlakuan Kontrol (P0) Konvensional/SKB (P1) NPK Super HIS 25% dari SKB (P2) NPK Super HIS 50% dari SKB (P3) NPK Super HIS 75% dari SKB (P4) NPK Super HIS 100% dari SKB (P5)
N(%)
P(%)
K(%)
2.41 ab 3.51 a 2.07 b 2.14 b 2.40 ab 2.65 ab
0.57 a 0.58 a 0.60 a 0.58 a 0.56 a 0.50 a
1.61 a 1.75 a 1.81 a 1.59 a 1.81 a 1.80 a
Ca(%) 0.23 a 0.23 a 0.19 a 0.25 a 0.23 a 0.21 a
Mg(% ) 0.22 a 0.24 a 0.22 a 0.28 a 0.25 a 0.25 a
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 0.05 (p = 5%)
Kadar N tanaman jagung berkisar antara 2.70 – 4.0% (Jones et al., 1991). Berdasarkan kisaran kecukupan N tanaman jagung tersebut, kadar nitrogen pada semua perlakuan masih berada dibawah kadar kecukupan. Nitrogen merupakan unsur yang sangat mobil baik didalam tanah maupun didalam tanaman, sehingga rendahnya kadar N dapat disebabkan adanya pencucian oleh air hujan atau penguapan dan volatilisasi. Dengan demikian pupuk N selalu perlu ditambahkan kedalam tanah agar ketersediannya meningkat dan pertumbuhan tanaman lebih baik. Kadar P tanaman jagung berkisar antara 0.25 – 0.5% (Jones et al., 1991). Semua perlakuan tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap unsur P. Dari hasil percobaan terlihat semua perlakuan memiliki kadar P yang lebih tinggi dari kecukupan hara yang ada dalam tanaman. Ketersediaan P dalam tanah tinggi dapat disebabkan oleh pemberian pupuk ini, selain ketersediaan P sendiri di dalam tanah. Bahan humik dapat menambah kelarutan P, karena asam humik dapat mengkelat Fe dan Al sehingga P dalam keadaan bebas dan mengurangi toksisitas
26
Fe, Al, dan mn di dalam tanah terhadap tanaman. Kadar K tanaman jagung berkisar antara 1.70 – 3.0% (Jones et al., 1991). Semua perlakuan tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap unsur K. Dari kisaran kecukupan hara dapat dilihat bahwa perlakuan P1, P2, P4 dan P5 memiliki kadar K yang berada dalam kisaran kecukupan. Pada perlakuan P3 dan kontrol (P0) memiliki kisaran hara yang rendah yang berada dibawah kisaran kecukupan. Begitu juga dengan Ca, pada setiap perlakuan tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap unsur Ca. Kadar Ca tanaman jagung berkisar antara 0.21 – 1.0% (Jones et al., 1991). Semua perlakuan memiliki kadar hara yang berada dalam kisaran kecukupan kecuali perlakuan P2. Faktor yang menyebabkan rendahnya kadar hara pada beberapa perlakuan dapat disebabkan oleh kondisi tanahnya yang tidak subur dan tingkat keragaman tanah yang tinggi diareal percobaan yang mengakibatkan sulitnya untuk mendapatkan satuan petakan yang homogen. Hal ini dapat dilihat dari hasil sidik ragam yang menunjukkan nilai U (ulangan) yang lebih besar dari 50%. Faktor lainnya adalah stress air karena kondisi iklim lapang selama masa tanam adalah musim kering yang panjang, sehingga menyebabkan kekurangan air. Walaupun sudah dilakukan penyiraman selama waktu musim kering tetapi diduga tidak mencukupi kebutuhan untuk pertumbuhan dan produksi jagung. Kadar Mg tanaman jagung berkisar antara 0.20 – 10% (Jones et al., 1991). Pada setiap perlakuan tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap unsur Mg. Semua perlakuan memiliki kadar Mg berada dalam kisaran kecukupan. Kadar Mg tergolong cukup pada semua perlakuan. Adapun kadar hara tertinggi terdapat pada perlakuan P3 yaitu 28.0 % dibandingkan perlakuan yang lain. Menurut Goenadi dan Sudharama (1998) bahwa fungsi asam humik yang terkandung di dalam bahan humik sangat nyata di dalam serapan hara tanaman, sehingga memungkinkan dosis pupuk yang diperlukan nyata lebih kecil dibandingkan pupuk konvensional tanpa menurunkan hasil panen. Asam humik dapat meningkatkan suplai mineral terutama N, P, K, dan mikronutrien serta meningkatkan kapasitas tukar kation sehingga dapat menekan ketersediaan garamgaram dalam tanah (Chen dan aviad, 1990).
27
Berdasarkan Tabel 6, pemberian pupuk NPK Super HIS ini pada hubungan korelasi menunjukkan bahwa panen dengan klobot, panen tanpa klobot dan pipilan kering tidak berbeda nyata terhadap unsur N, P, K, Ca dan Mg.
Tabel 6. Hasil Korelasi Antara Panen Dengan Klobot, Tanpa Klobot dan Pipilan Kering Terhadap Kadar Hara Tanaman Jagung Variabel Dengan Klobot Tanpa Klobot Pipilan
Nitrogen
Fosfor
Kalium
Kalsium
Magnesium
-0.11 -0.16 -0.44
0.27 0.25 0.12
0.35 0.36 0.29
0.20 0.18 0.20
0.49 0.52 0.70
Keterangan : n = 6
Semua variabel memiliki hubungan korelasi negatif terhadap unsur N, artinya semakin banyak unsur N dalam tanaman akan menurunkan hasil produksi karena unsur N lebih banyak dibutuhkan pada fase vegetatif tanaman jagung. Menurut Novizan (2002) senyawa nitrogen digunakan tanaman untuk membentuk asam amino yang diubah menjadi protein. Karena nitrogen dibutuhkan dalam jumlah yang relatif besar pada setiap tahap pertumbuhan tanaman, khususnya pada tahap pertumbuhan vegetatif, seperti pembentukan tunas, perkembangan batang dan daun. Pada unsur P, K, Ca dan Mg
semua perlakuan memiliki hubungan
korelasi positif, artinya semakin banyak unsur P, K, Ca dan Mg dalam tanaman akan meningkatkan hasil produksi karena unsur P, K, Ca dan Mg banyak berperan dalam fase generatif tanaman jagung. Unsur P berfungsi dalam pembentukan bunga, buah dan biji, kematangan tanaman serta melawan pengaruh nitrogen (Soerpardi, 1983). Unsur K dibutuhkan untuk akumulasi dan translokasi karbohidrat yang baru disintesis (Leiwakabessy et al., 1998). Sedangkan unsur Ca berperan dalam meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan serbuk sari serta peran unsur Mg sebagai kofaktor enzim-enzim yang mengaktifkan proses fosforilasi, jembatan antar pirofosfat pada struktur ATP, ADP, dan molekumolekul enzim dan menstabilkan konfigurasi ribosoma sel yang berperan dalam sintesis protein (Nugroho et al., 2003).
28
4.6 Analisis Usaha Tani Analisis usaha tani bertujuan untuk membandingkan antara hasil produksi dan pendapatan petani tanpa perlakuan (kontrol) dengan hasil produksi dan pendapatan petani dengan perlakuan. Hasil ringkasan analisis usaha tani disajikan pada Tabel 7 dan rincian biaya paad Tabel Lampiran 8. Kriteria kelayakan pada analisis usaha tani yaitu menggunakan Revenue/Cost Ratio (R/C ratio). Revenue/Cost Ratio ini menunjukkan pendapatan kotor yang diterima untuk setiap rupiah yang dikeluarkan untuk proses produksi (total biaya produksi). Jika nilai Revenue/Cost Ratio lebih besar dari 1 usaha tersebut dapat diasumsikan memperoleh keuntungan atau layak atau dengan kata lain tidak mengalami kerugian karena penerimaan melebihi jumlah biaya. Berdasarkan hasil analisis usaha tani pada Tabel 7, diperoleh bahwa pada perlakuan P1, P2, P3, dan P4 mengalami keuntungan atau dapat dikatakan layak sedangkan perlakuan kontrol (P0) dan P5 mengalami kerugian atau dapat dikatakan tidak layak. Nilai Revenue/Cost Ratio yang tertinggi tampak pada perlakuan P3 (1.75) dengan nilai B/C Ratio (0.75). Artinya, pemberian pupuk NPK Super HIS lebih layak dibandingkan dengan perlakuan konvensional.
29
Tabel 7. Analisis Usaha Tani untuk Semua Perlakuan Penda patan
Biaya Perlakuan Tetap
Variabel
Keunt ungan
R/C Ratio
B/R Ratio
Kela yakan
Total ………….000 rupiah…………
Kontrol (P0)
1000
2228.2
3228.2
3122
(109.2)
0.99*
-0.03
Tidak layak
Konvensional/SKB (P1)
1000
4201.2
5201.2
5327
627.0
1.12
0.12
Layak
NPK Super HIS 25% dari SKB (P2)
1000
3186.1
4186.1
6197.8
2916.1
1.70
0.41
Layak
NPK Super HIS 50% dari SKB (P3)
1000
3967.3
4967.3
7289.1
3735.1
1.75
0.75
Layak
NPK Super HIS 75% dari SKB (P4)
1000
4759.5
5759.5
8768.2
4245.6
1.74
0.74
Layak
NPK Super HIS 100% dari SKB (P5)
1000
5440.6
6440.6
6357.4
(590.0)
0.91*
-0.91
Tidak layak
Keterangan : *mengalami kerugian sebesar pendapatan berdasarkan harga jual pipilan kering jagung Rp. 3500,-
30
V. KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan Pemupukan pada tiap perlakuan tidak berbeda nyata terhadap waktu pembungaan tanaman jagung. Pupuk NPK Super HIS mampu meningkatkan produksi dibandingkan pupuk konvensional, tampak pada perlakuan dosis 25%100% dari dosis konvensional yang menunjukkan hasil produksi yang lebih tinggi dari konvevsional. Pada semua perlakuan, produksi tertinggi terdapat pada perlakuan dosis 75% dari dosis konvensional. Dosis maksimum yang diperoleh sebesar 62%. Pupuk NPK Super HIS dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk konvensional yang ditunjukkan oleh hasil produksi setara konvensional yang dapat dihasilkan oleh penggunakan Pupuk NPK Super HIS dengan dosis sekitar 20%. Dengan demikian, pupuk ini mampu meningkatkan efisiensi pemakaian pupuk. Secara umum kadar hara dalam daun berada dalam kisaran cukup. Nilai Relative of Agronomical Effectiveness (RAE) pada perlakuan P2, P3, dan P4 masing-masing mampu mencapai 148.48%, 209.42%, dan 258.82%. Sedangkan Nilai Revenue/Cost Ratio (R/C ratio) pada perlakuan P2, P3, dan P4 masingmasing adalah 0.41, 0.75 dan 0.74. Artinya, Pemberian pupuk NPK Super HIS pada tanaman jagung lebih efektif dan lebih layak dibandingkan dengan perlakuan konvensional.
5.2 Saran Untuk mengetahui pengaruh penggunaan pupuk NPK Super HIS terhadap produksi dan kadar hara tanaman secara lebih luas, disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut pada tanaman dan kondisi yang berbeda.
31
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2008. Produksi Jagung 2008 Diprediksi Penuhi Kebutuhan Dalam Negeri. http://www.antara.co.id/print/?i=1196966343-222. [3 Januari 2010]. Anonim. 2009. Indonesia Sudah Swasembada Jagung. http://www.antara.co.id/ view/?i=1239184287&c=EKB&s=. [3 Januari 2010]. Anonim. 2009. Produksi Jagung. http://gopanindonesia.com/index.php?option =com_content&task=view&id=117&Itemid=94. [14 Desember 2009]. Chen Y and Aviad T. 1990. Effects of Humic Substances on Plant Grow. In MacCharty P, Malcolm R, and Bloom P (Eds). Humic Substances in Soil and Crop Selected Reading. Am. Soc. Agron Soil Sci. Soc. Am, Madison, WI. P: 161-186. Goenadi DH. 1992. Keefektifan Pupuk Lambat Tersedia (PLT) Fertimel Untuk Bibit Tanaman Perkebunan. Menara Perkebunan Vol. 60 no. 4. P: 113118. Goenadi DH dan Sudharama IM. 1998. Shoot Initiation by Humic Acids of Selected Tropical Crops Grow in Tissue Culture. Plant Cell Report 15. P: 59-62. Goenadi DH. 2005. Pupuk Majemuk Lepas Terkendali (PMLT) Teknologi Pemupukan Era Pasar Bebas di Abad 21. Lembaga Riset Perkebunan. Tidak Dipublikasikan. Goenadi DH. 2006. Pupuk dan Teknologi Pemupukan Berbasis Hayati : dari Cawan Petri ke Lahan Petani. Yayasan John Hi-Tech Idetama. Jakarta. 220 hal. Hamihendra RD. 2006. Efektifitas Pupuk Daun Growmore 6-30-30 Terhadap Pertumbuhan, Produksi dan Kadar Hara Tanaman Jagung (Zea mays L.) di Tanah Latosol Darmaga. Skripsi. Jurusan Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hayes MHB, Patrick M, Ronald L, and Roger S. 1989. Humic substances II. John Wiley and Sons Ltd. England. Hardjowigeno S. 1993. Ilmu Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Jones JB, Wolf B, and Mills HA. 1991. Plant Analysis Handbook. Macro-micro Publising, Inc. Georgia.
32
Kamara I. 2006. Potensi Substitusi Pupuk Konvensional dengan Enriched Humic Substances (EnricHS) PMF untuk Tanaman Padi Sawah (Oryza sativa L.) pada Ultisol Darmaga. Skripsi. Jurusan Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Leiwekabessy FM. 1979. Metode Uji Tanah dan Tanaman. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Leiwakabessy FM, Suwarno, dan Wahyudin UM. 1998. Diktat Kuliah Pupuk dan Pemupukan. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Leiwakabessy FM, dan Sutandi A. 2004. Diktat Kuliah Pupuk dan Pemupukan. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Lingga P, dan Marsono. 2007. Petujuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta. 150 hal. Malcolm R, MacCarthy P, and Bloom P. 1990. Humic substances in Soil and Corp Sciences : selected Readings. Soil Sciences Society of America. Inc. Madison, Wisconsin, USA. Neni RI, Yasin MHG, dan Takdir AM. 2007. Jagung : Teknik Produksi dan Pengembangan. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros. Notohadiprawiro T. 2006. Ultisol, Fakta dan Implikasi Pertaniannya. Ilmu Tanah. Universitas Gadha Mada. Yogyakarta. Novizan. 2002. Petunjukan Pemupukan yang Efektif. PT Agromedia Pustaka. Jakarta. Nugroho B, Suwarno, dan Sutandi A. 2005. Penuntun Praktikum Pupuk dan Pemupukan. Departemen dan Sumberdaya Lahan. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Pramono BR. 2008. Jagung. http://www.benss.co.cc/budidaya-tanaman/57jagung?tmpl=component& print=1&page. [12 Februari 2009]. Santi LP, Soemaryono, dan Goenadi DH. 2007. Evaluasi Aplikasi Biofertilizer EMAS pada Tanaman Jagung, Kalimantan Selatan. Bulletin Agronomic Vol xxxv no 1. P: 22-27. Sarief S. 1986. Kesuburan dan Pemupukan Tanah Pertanian. Pustaka Buana. Bandung. Sasmita KD, Bannati OA, EW W, Maas A, Purwanto B, dan Nuryani S. 2007. Peningkatan Efisiensi Pemupukan pada Tanaman Tebu Melalui Rekayasa
33
Khelat Urea-Humik. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol.7 No.2 (2007). P: 93-102. Soepardi G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Supadmo. 1983. Pengapuran di Tanah Podsolik dalam Hubungannya dengan Ketersediaan Unsur Hara Mikro (Fe, Mn, Zn, Cu, Mo) dan Bahaya Keracunan Al bagi Tanaman Tomat (Lycopersicum esculentum Mill). Tesis Sarjana Utama Fakultas Pertanian. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Subandi. 2007. Teknologi Produksi dan Strategi Pengembangan Kedelai pada Lahan Kering Masam. Iptek Tanaman Pangan Vol. 2 No. 1 (2007). Tahrim M. 2003. Pengaruh Bahan Organik Terhada Erapan Dan Absorpsi P Tanah Ultisol, Terbanggi Besar. Lampung Tengah. Skripsi. Jurusan Ilmu Tanah. Fakultas pertanian. Institut Pertanian Bogor. Widodo. 2004. Pengaruh Dosis Pupuk N-P-K dan Konsentrasi Pupuk Daun Organik Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Jagung (Zea mays L.). Skripsi. Departemen Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Wirawan GN dan Wahab MI. 1996. Rakitan Paket Teknologi Untuk Mendukung Program Peningkatan Produksi Jagung di Jawa Timur SATPEL. IPPT Wonocolo. Bimas Propinsi Jawa Timur.
34
LAMPIRAN
35
Tabel Lampiran 1. Deskripsi Jagung Varietas Bisma (Widodo, Skripsi 2004) Jagung Varietas Bisma
Tgl/Th Pelepasan
: 4 September 1995
SK. Mentan
: 585/kpts/Tp. 240/9/95
Asal
: Persilangan pool 4 dengan bahan introduksi dan diseleksi selama 5 generasi
Golongan
: Bersari bebas
Umur
: Silking sekitar 60 hari
Batang
: Tegap, tinggi medium
Daun
: Panjang dan lebar, hijau tua
Tongkol
: Besar dan selindris
Biji
: Semi mutiara, kuning
Warna tongkol
: Putih
Klobot
: Menutup tongkol dengan baik (95%)
Baris biji
: Lurus dan rapat
Perakaran
: Baik
Kerebahan
: Tahan rebah
Jumlah baris/tongkol : 12-18 baris Bobot 1000 biji
: Sekitar 307 gram
Rata-rata hasil
: Sekitar 5,7 ton/ ha pipilan kering
Potensi hasil
: 7,0-7,5 ton/ ha pipilan kering
Ketahanan penyakit : Tahan penyakit karat, pupuk daun dan bulai Keterangan
: Baik untuk daratan rendah sampai tinggi 500 m dpl
Pemulia
: Subandi, R. Setiono, A. Sujana, dan Nadiatmi.
36
Tabel Lampiran 2. Kriteria Penilaian Sifat kimia dan Fisika Tanah (PPT, 1983) Penilaian Sifat Tanah C-organik N-Total C/N P2O5-Bray 1(ppm) KTK (me/100g) K (me/100g) Ca (me/100g) Mg (me/100g) Na (me/100g) Kejenuan Al (%) KB (%)
pH H2O
Sangat Rendah <1.0 <0.1 >5.0 <10 <5 <1.0 <2.0 <0.4 <0.1 <5 <20 Sangat Masam <4.5
Rendah 1.0-2.0 0.1-0.2 5.0-10
Sedang
Tinggi
2.01-3.0 3.01-5.0 0.21-0.50 0.51-0.75 15-Nov 16-25
Sangat Tinggi >5.0 >0.75 >25
10-15.0 16-25 26-35 >35 5.0-16 17-24 25-40 >40 Basa- Basa 0.1-0.2 0.3-0.5 0.6-1.0 >1.0 2.0-5.0 6.0-10.0 11-20.0 >20 0.4-1.0 1.1-2.0 2.1-8.0 >8.0 0.1-0.3 0.4-0.7 0.8-1.0 >1.0 5-10.0 11.0-20.0 20.0-40.0 >40 20-40 40-60 61-80 80-100 Reaksi Tanah Agak Agak Masam Netral Alkalis Asam Alkalis 4.5-5.5 5.6-6.5 6.6-7.5 7.6-8.5 >8.5
Tabel Lampiran 3. Hasil Analisis Kimia Pupuk NPK Super HIS Nama Pupuk
NPK Super HIS
Parameter N P2O5 K2O As Hg Pb Cd Kadar Air
Hasil Analisis Satuan Kadar % % % ppm ppm ppm ppm %
Keterangan : - Kadar dihitung terhadap berat kering 1050C - Ttd : tidak terdeteksi
11,69 7,24 17,46 ttd 0,24 ttd ttd 2,00
Metode Kjeldahl Spektrofotometri AAS AAS AAS AAS AAS Gravimetri
37
Tabel Lampiran 4. Tabel Interpretasi Nilai Serapan Hara Jagung (Jones, 1991) Tanaman No Bagian Tanaman Unsur
: Jagung (Zea mays L.) : 12 : Daun Bendera Rendah
Efisien
Tinggi
2,70-4,0 0,25-0,5 1,70-3,0 0,21-1,0 0,20-0,5
>4,0 0,51-0,8 3,1-5,0 >1,00 0,51-0,8
% N P K Ca Mg
2,00-2,60 0,15-0,24 1,00-1,60 0,10-0,20 0,10-1,19
Keterangan : Bagian tanaman yang diambil adalah daun dibawah tongkol.
Tabel Lampiran 5. Perlakuan Pemupukan NPK Super HIS Terhadap Waktu Pembungaan pada Masing-Masing Ulangan Perlakuan Kontrol (P0) Konvensional/SKB (P1) NPK Super HIS 25% dari SKB (P2) NPK Super HIS 50% dari SKB (P3) NPK Super HIS 75% dari SKB (P4) NPK Super HIS 100% dari SKB (P5)
1 62 56 52 61 56 56
Ulangan 2 60 62 60 56 56 60
3 59 61 56 56 59 56
Rata-rata Hari Berbunga 60.3 59.7 56.0 57.7 57.0 57.3
38
Tabel Lampiran 6. Perlakuan Pemupukan NPK Super HIS Terhadap Panen Jagung dengan Klobot, Tanpa Klobot dan Pipilan Kering pada Masing-Masing Ulangan Dengan Klobot Perlakuan Kontrol (P0) Konvensional/SKB (P1) NPK Super HIS 25% dari SKB (P2) NPK Super HIS 50% dari SKB (P3) NPK Super HIS 75% dari SKB (P4) NPK Super HIS 100% dari SKB (P5)
Panen per Hektar (kg/ha) 1 2 3 Rata-rata 4650.1 3518.7 7789.6 5319 9305.9 8346.7 8263.9 8639 7962.2 6437.8 6076.7 8249 9092 11665.7 11616.7 9566.7 8173.4 9454.3 9648.1 10950 9013.8 7815.6 7916.7 6826
Tanpa Klobot Perlakuan Kontrol (P0) Konvensional/SKB (P1) NPK Super HIS 25% dari SKB (P2) NPK Super HIS 50% dari SKB (P3) NPK Super HIS 75% dari SKB (P4) NPK Super HIS 100% dari SKB (P5)
1 3042.5 7614.1 5791.6 7906.8 5327.1 6084.8
Panen per Hektar (kg/ha) 2 3 Rata-rata 2607.5 4848.7 3499.6 5487.9 5357.2 6153.1 4375.6 4679.3 6088.5 8798.2 7597.8 6770.2 8054.5 6928.9 8100.9 5971.1 6209.6 4948.8
1 890.8 2029.9 1861.4 2818.9 2038.0 2412.1
Panen per Hektar (kg/ha) 2 3 Rata-rata 859.9 992.8 914.5 1560.0 1405.8 1665.3 1552.1 1601.2 2029.2 3043.4 2710.4 2486.7 2766.9 2655.3 2857.6 1880.0 1795.6 1671.6
Pipilan Kering Perlakuan Kontrol (P0) Konvensional/SKB (P1) NPK Super HIS 25% dari SKB (P2) NPK Super HIS 50% dari SKB (P3) NPK Super HIS 75% dari SKB (P4) NPK Super HIS 100% dari SKB (P5)
39
Tabel Lampiran 7. Analisis Usaha Tani Untuk Semua Perlakuan Biaya URAIAN A
C D E
Volume
Jumlah
SKB 100% Volume
Jumlah
NPK Super HIS 100% dari SKB Volume
Jumlah
NPK Super HIS 75% dari SKB Volume
Jumlah
NPK Super HIS 50% dari SKB Volume
Jumlah
NPK Super HIS 25% dari SKB Volume
Jumlah
Biaya Usaha Tani 1. Upah Tanaga Keja - Penyiapan Lahan - Penanaman - Pemupukan - Pemeliharaan - Panen - Pasca Panen
30,000 30,000 30,000 30,000 30,000 100
40 4 0 8 6 892
1,200,000 120,000 240,000 180,000 89,200
40 4 6 8 6 1522
1,200,000 120,000 180,000 240,000 180,000 152,200
40 4 4 8 6 1816
1,200,000 120,000 120,000 240,000 180,000 181,600
40 4 4 8 6 2505
1,200,000 120,000 120,000 240,000 180,000 250,500
40 4 4 8 6 2083
1,200,000 120,000 120,000 240,000 180,000 208,300
40 4 4 8 6 1771
1,200,000 120,000 120,000 240,000 180,000 177,100
2. Sarana Produksi - Benih - Urea - TSP - KCl - NPK Super HIS - Furadan
13,000 2,700 3,200 6,000 6,000 12,000
15 0 0 0 0 17
195,000 204,000
15 300 100 100 0 17
195,000 810,000 320,000 600,000 204,000
15 0 0 0 500 17
195,000 3,000,000 204,000
15 0 0 0 375 17
195,000 2,250,000 204,000
15 0 0 0 250 17
195,000 1,500,000 204,000
15 0 0 0 125 17
195,000 750,000 204,000
1,000,000
1
1,000,000 3,228,200
1
1,000,000 5,201,200
1
1,000,000 6,440,600
1
1,000,000 5,759,500
1
1,000,000 4,967,300
1
1,000,000 4,186,100
3,500
914,5
3,200,750 3,200,750 -27,450 0.99 -0.01
1665,2
5,828,200 5,828,200 627,000 1.12 0.12
1671,6
5,850,600 5,850,600 -590,000 0.91 -0.09
2858,6
10,005,100 10,005,100 4,245,600 1.74 0.74
2486,4
8,702,400 8,702,400 3,735,100 1.75 0.75
2029,2
7,102,200 7,102,200 2,916,100 1.7 0.41
3. Sewa Lahan/musim Total Biaya U.tani B
Satuan (Rp)
Kontrol
Hasil Panen (pipilan ) Pendapatan Keuntungan R/C Ratio B/C Ratio
Catatan : SKB = Standar Konvensional Baku Hasil Panen Pipilan dalam Kg/Ha
40
Tabel Lampiran 8. Hasil Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan Pupuk NPK Super HIS Terhadap Waktu Pembungaan Sumber Model Galat Total Koreksi P U R-squere KK
Db 7 10 17 5 2 0.391414 4.886748
JK
KT
F Hitung
Pr>F
51.6666667 80.3333333 132.0000000 41.33333333 10.33333333
7.3809524 8.0333333
0.92
0.5303
8.26666667 5.16666667
1.03 0.64
0.4509 0.5461
Tabel Lampiran 9. Hasil Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan Pupuk NPK Super HIS Terhadap Panen Jagung dengan Klobot Sumber Model Galat Total Koreksi P U R-squere KK
Db 7 10 17 5 2 0.777146 15.67006
JK
KT
F Hitung
Pr>F
57283327.84 16426513.30 73709841.14 56205729.63 1077598.20
8183332.55 1642651.33
4.98
0.0116
11241145.93 538799.10
6.84 0.33
0.0051 0.7278
Tabel Lampiran 10. Hasil Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan Pupuk NPK Super HIS Terhadap Panen Jagung Tanpa Klobot Sumber Model Galat Total Koreksi P U R-squere KK
Db
JK
7 10 17 5 2 0.760449 18.24244
37109527.32 11689959.71 48799487.02 37090041.07 19486.25
KT
F Hitung
Pr>F
5301361.05 1168995.97
4.53
0.0160
7418008.21 9743.12
6.35 0.01
0.0066 0.9917
41
Tabel Lampiran 11. Hasil Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan Pupuk NPK Super HIS Terhadap Pipilan Kering Sumber Model Galat Total Koreksi P U R-squere KK
Db
JK
KT
F Hitung
Pr>F
7 10 17 5 2 0.861918 14.59248
7110280.074 799335.262 7909615.336 7043920.803 66359.271
1015754.296 79933.526
12.71
0.0013
1408784.161 33179.636
17.62 0.42
0.0001 0.6712
Tabel Lampiran 12. Hasil Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan Pupuk NPK Super HIS Terhadap Kadar Hara N Tanaman Jagung pada Umur 11 MST Sumber Model Galat Total Koreksi P U R-squere KK
Db 7 10 17 5 2 0.530446 24.50552
JK
KT
F Hitung
Pr>F
4.35226389 3.85265389 8.20491778 4.13708044 0.21518344
0.62175198 0.38526539
1.61
0.2375
0.82741609 0.10759172
2.15 0.28
0.1421 0.7620
Tabel Lampiran 13. Hasil Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan Pupuk NPK Super HIS Terhadap Kadar Hara P Tanaman Jagung pada Umur 11 MST Sumber Model Galat Total Koreksi P U R-squere KK
Db 7 10 17 5 2 0.176643 16.45909
JK
KT
F Hitung
Pr>F
0.01882039 0.08772456 0.10654494 0.01838561 0.00043478
0.00268863 0.00877246
0.31
0.9350
0.00367712 0.00021739
0.42 0.02
0.8253 0.9756
42
Tabel Lampiran 14. Hasil Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan Pupuk NPK Super HIS Terhadap Kadar Hara K Tanaman Jagung pada Umur 11 MST Sumber Model Galat Total Koreksi P U R-squere KK
Db 7 10 17 5 2 0.459561 8.368161
JK
KT
F Hitung
Pr>F
0.17815972 0.20951389 0.20951389 0.20951389 0.01673611
0.02545139 0.02095139
1.21
0.3768
0.03228472 0.00836806
1.54 0.40
0.2618 0.6810
Tabel Lampiran 15. Hasil Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan Pupuk NPK Super HIS Terhadap Kadar Hara Ca Tanaman Jagung pada Umur 11 MST Sumber Model Galat Total Koreksi P U R-squere KK
Db 7 10 17 5 2 0.289759 17.97683
JK
KT
F Hitung
Pr>F
0.00681039 0.01669322 0.02350361 0.00634361 0.00046678
0.00097291 0.00166932
0.58
0.7564
0.00126872 0.00023339
0.76 0.14
0.5984 0.8712
Tabel Lampiran 16. Hasil Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan Pupuk NPK Super HIS Terhadap Kadar Hara Mg Tanaman Jagung pada Umur 11 MST Sumber Model Galat Total Koreksi P U R-squere KK
Db 7 10 17 5 2 0.201858 25.54879
JK
KT
F Hitung
Pr>F
0.01006256 0.03978722 0.04984978 0.00790444 0.00215811
0.00143751 0.00397872
0.36
0.9051
0.00158089 0.00107906
0.40 0.27
0.8399 0.7679
43
Gambar Lampiran 1. Bentuk Fisik Pupuk NPK Super HIS
44
Gambar Lampiran 2. Lahan Percobaan Perlakuan Pemupukan NPK Super HIS Sebelum Pemetakan
Gambar Lampiran 3. Lahan Percobaan Perlakuan Pemupukan NPK Super HIS Setelah Pemetakan
45
Gambar Lampiran 4. Lahan Percobaan Perlakuan Pemupukan NPK Super HIS Setelah Penanaman
Gambar Lampiran 5. Lahan Percobaan Perlakuan Pemupukan NPK Super HIS