PENGARUH PENGELOLAAN HARA TERHADAP NITROGEN TOTAL TANAH, PRODUKSI SERTA SERAPAN NITROGEN TANAMAN KUBIS (Brassica oleracea cv. Capitata) PADA ANDISOL, KEJAJAR, WONOSOBO
SKRIPSI
Oleh : MARETHA ISYANA A14061297
PROGRAM STUDI ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 1
PENGARUH PENGELOLAAN HARA TERHADAP NITROGEN TOTAL TANAH, PRODUKSI SERTA SERAPAN NITROGEN TANAMAN KUBIS (Brassica oleracea cv. Capitata) PADA ANDISOL, KEJAJAR, WONOSOBO
Oleh : MARETHA ISYANA A14061297
PROGRAM STUDI ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 2
RINGKASAN
MARETHA ISYANA. Pengaruh Pengelolaan Hara Terhadap Nitrogen Total Tanah, Produksi serta Serapan Nitrogen Tanaman Kubis (Brassica oleracea cv. Capitata) pada Andisol, Kejajar, Wonosobo (Dibawah bimbingan KOMARUDDIN IDRIS dan SUKRISTIYONUBOWO). Penelitian dilaksanakan di Desa Buntu, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah yang berlangsung dari bulan Agustus 2009 hingga November 2009 pada ketinggian tempat 1375 m dpl. Analisis sifat kimia tanah dan serapan hara nitrogen dilakukan di Laboratorium Penelitian dan Uji Tanah, Laladon, Bogor yang berlangsung dari bulan Maret 2010 hingga April 2010. Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari pengaruh perlakuan FP (Farmer Practice) dengan IP (Improved Practice) terhadap nitrogen total tanah, produksi serta serapan nitrogen pada tanaman kubis. Kedua perlakuan disusun dengan menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan empat ulangan. Untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan dilakukan analisis statistik dengan menggunakan uji T-test pada taraf 5% serta program komputer SPSS versi 11.5. Hasil analisis menunjukan bahwa kedua perlakuan dapat meningkatkan nitrogen total tanah walaupun secara statistik tidak berbeda nyata. Kadar nitrogen total tanah pada akhir tahun 2005 yaitu 0,29±0,01%. Tahun 2009 pada perlakuan IP dan FP masing-masing 0,34±0,14 dan 0,47±0,04% pada saat tanam serta 0,62±0,05 dan 0,71±0,15% pada saat panen. Kadar nitrogen pada tanaman kubis (akar, daun, dan knol) baik perlakuan IP maupun FP secara statistik tidak berbeda nyata. Kadar nitrogen pada akar, daun, dan knol pada perlakuan IP dan FP masing-masing 2,48±0,19 dan 2,11±0,17% pada akar, 3,02±0,26 dan 3,51±0,09% pada daun, 3,60±0,35 dan 3,81±0,20% pada knol kubis. Produksi pada perlakuan IP dan FP adalah 32,13±4,95 dan 33,46±2,93 kg/ha. Serapan nitrogen pada kedua perlakuan tidak berbeda nyata secara statistik yaitu 109,57±22,68 kg/ha pada perlakuan IP dan 110,31±10,91 kg/ha pada perlakuan FP. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa kedua perlakuan baik FP (Farmer Practice) maupun IP (Improved Practice) secara statistik tidak menunjukan beda nyata. Berdasarkan hasil analisis usaha tani, maka petani disarankan untuk mengikuti cara rekomendasi IP (Improved Practice).
Kata Kunci : Nitrogen, Andisol, Serapan Nitrogen, Tanaman Kubis. 3
SUMMARY
MARETHA ISYANA. Effect of Nutrient Management on Soil Total Nitrogen, Production and Nitrogen Uptake by Cabbage (Brassica oleracea cv. Capitata) Grown in Andisol, Kejajar, Wonosobo (Under the guidance of KOMARUDDIN IDRIS and SUKRISTIYONUBOWO). Research was conducted in the Village Buntu, Kejajar Sub District, District of Wonosobo, Central Java from August 2009 to November 2009 at an altitude of 1375 metres above sea level. Analysis of soil chemical properties and nitrogen uptake were done in the Laboratory of Soil Research and Test of Indonesian Soil Research Institute, Laladon, Bogor from March 2010 to April 2010. The purpose of this study was to study the effect of nutrient management namely FP (Farmer Practice) and IP (Improved Practice) on total nitrogen in the soil, production and nitrogen uptake of cabbage crop. Two treatments were tested namely FP (Farmer Practice) and IP (Improved Practice) and arranged according to Randomized Block Design (RBD) with four replications. All data were statistically examined by T-test with a 5% degree of confidence and computed using software SPSS program version 11.5. The results showed that both treatments improved the total of nitrogen although they were not significantly different. The total nitrogen concentrations in the soil in 2005 were 0,29±0,01% at the time of planting 2009 were 0,34±0,14% for IP (Improved Practice) and 0,47±0,04% for FP (Farmer Practice), respectively. So far, at harvest 2009 were 0,62±0,05% for IP (Improved Practice) and 0,71±0,15% FP (Farmer Practice), respectively. The similar results were observed in the concentration of nitrogen in cabbage plants (roots, leaves, and knoll), in which they were not significantly different. The amount of nitrogen concentration in roots were 2,48±0,19 and 2,11±0,17%, leaves 3,51±0,09% and 3,02±0,26, and 3,60±0,35 and 3,81±0,20% on knoll for the treatment of IP and FP, respectively. The similar result was found in the production of cabbage. The amount of production in the treatments of IP and FP were 32,13 ± 4,95 and 33,46 ± 2,93 kg/ha, respectively. While the amount of nitrogen uptake in both treatments were also not significantly different. The knoll productions were 109,57 ± 22,68 kg/ha for the treatment of IP and 110,31 ± 10,91 kg/ha for the FP treatment, respectively. The farmers are advised to apply the recommendations rate of IP fertilization.
Keywords
: Nitrogen, Andisol, Nitrogen Uptake, Cabbage
4
PENGARUH PENGELOLAAN HARA TERHADAP NITROGEN TOTAL TANAH, PRODUKSI SERTA SERAPAN NITROGEN TANAMAN KUBIS (Brassica oleracea cv. Capitata) PADA ANDISOL, KEJAJAR, WONOSOBO
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh : MARETHA ISYANA A14061297
PROGRAM STUDI ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 5
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian
: Pengaruh Pengelolaan Hara Terhadap Nitrogen Total Tanah, Produksi serta Serapan Nitrogen Tanaman Kubis (Brassica oleracea cv. Capitata) pada Andisol, Kejajar, Wonosobo.
Nama Mahasiswa
: Maretha Isyana
Nomor Pokok
: A14061297
Menyetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Ir. Komaruddin Idris, MS.
Dr. Ir. Sukristiyonubowo, MSc.
NIP. 19490303 197603 1 001
NIP. 19591210 198503 1 003
Mengetahui, Kepala Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
Dr. Ir. Syaiful Anwar, MSc. NIP. 19621113 198703 1 003
Tanggal Lulus :
6
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Maret 1989 di Depok, Jawa Barat. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Nursyamsi dan Edy Irianto Waluyo, BSc. Pendidikan formal penulis dari SD hingga SLTP diselesaikan di Depok. Penulis menamatkan sekolah dasar di SDN Depok Jaya II pada tahun 1999, kemudian meneruskan ke tingkat yang lebih tinggi yaitu SLTP Negeri 2 Depok dan tamat pada tahun 2003. Pada tahun 2006, penulis menyelesaikan sekolah dari SMA Negeri 97 Jakarta. Pada tahun 2006, penulis diterima di Program studi Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI).
7
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat
dan
karunia-Nya
kepada
penulis
sehingga
dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Pengelolaan Hara Terhadap Nitrogen Total Tanah, Produksi serta Serapan Nitrogen Tanaman Kubis (Brassica oleracea cv. Capitata) pada Andisol, Kejajar, Wonosobo ini tepat pada waktunya. Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan, bantuan dan dorongan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga kesulitan yang penulis hadapi dapat teratasi. Pada kesempatan kali ini, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Dr. Ir. Komaruddin Idris, MS. selaku pembimbing I dan Dr. Ir. Sukristiyonubowo, MSc. selaku pembimbing II yang telah membimbing dan mengarahkan penulis selama melaksanakan penelitian dan penulisan skripsi ini dari awal sampai akhir. 2. Dr. Ir. Sri Djuniwati, MSc. selaku penguji yang telah memberikan banyak masukan untuk kemajuan penulis di masa mendatang. 3. Seluruh staf pengajar Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan IPB. Staf Laboratorium Penelitian dan Uji Tanah (BALITTANAH) ; Pak Kasno, Bu Linca, Pak Ichwan, Pak Narya, Mbak Puji, Bu Isni yang telah banyak membantu penulis dalam penelitian ini. 4. Kedua orang tuaku, kakakku, adikku, serta seluruh keluarga besarku yang selalu memberikan bantuan baik moril, spiritual, maupun materil dari tetes keringat dan air mata yang tidak akan pernah dapat terbayar. 5. Keluarga Luwijawa-Tegal. Para personil mess Salatiga ; Pak Didik, Pak Mul, Pak Ib, Ryan, kalian sudah ku anggap seperti keluargaku sendiri. 6. Teman-teman seperjuanganku, KKP Tegal; Hari, Asep, Arti, Rendy dan Miftah. Teman-teman Ananda; Luly, Dwi, Tetu, Cici, Dinda, Tari. Temanteman lab ; Intan, Uci, Martha. Teman-teman Tanah Angkatan 43, mpompo (Melita, Intan, Nahrul, Eta, Anggi, Loly), semua sahabat, dan teman yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Terimakasih atas semua dukungan dan motivasi.
8
7. Hari Sulistyo yang selalu sabar dan pemberi semangat serta tidak pernah lelah mendengar segala keluh kesah penulis. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang perlu disempurnakan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun guna kemajuan penulis di masa mendatang. Terakhir, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dalam rangka pembelajaran bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
Bogor, Juli 2010
Penulis
9
Hasil pemikiran sederhana ini ku persembahkan untuk sebuah keluarga yang sederhana namun hangat yang memberikan banyak dukungan kala sedih maupun senang dan tak pernah mengharap balasan apapun, tak tertinggal lelaki yang selalu menemaniku setiap saat, serta tak lupa temanteman hebatku yang selalu memberiku semangat
10
Ketika aku memohon kepada Allah kekuatan, Allah memberiku kesulitan agar aku menjadi kuat Ketika aku memohon kepada Allah kebijaksanaan, Allah memberiku masalah untuk kupecahkan Ketika aku memohon kesejahteraan kepada Allah, Allah memberiku ketidakpastian agar aku berpikir Ketika aku memohon kepada Allah keberanian, Allah memberiku kondisi berbahaya untuk kuatasi Ketika aku memohon kepada Allah sebuah cinta, Allah memberiku orang-orang bermasalah untuk kutolong Dan ketika aku memohon bantuan kepada Allah, Allah memberiku kesempatan " Aku tidak pernah menerima apa yang aku minta, tetapi aku menerima apa yang aku butuhkan "
11
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ........................................................................................................ i DAFTAR TABEL ............................................................................................... ii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... iii I.
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ........................................................................................ 1 1.2. Tujuan ..................................................................................................... 2 1.3. Hipotesis .................................................................................................. 2
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Andisol .............................................................................. 3 2.2. Nitrogen .................................................................................................. 5 2.3. Serapan Nitrogen Tanaman..... ................................................................ 7 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................. 9 3.2. Bahan dan Alat ........................................................................................ 10 3.3. Metode Penelitian .................................................................................. 10 3.3.1. Perlakuan ..................................................................................... 10 3.3.2. Pengambilan Contoh Tanah......................................................... 12 3.3.3. Penempatan Plot Sampling .......................................................... 12 3.4. Rancangan Percobaan ............................................................................. 13 3.5. Analisis Statistik ..................................................................................... 13 3.6. Analisis Laboratorium............................................................................. 14 3.6.1. Penetapan Nitrogen Total............................................................. 14 3.7. Analisis Usaha Tani ................................................................................. 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Kimia Sebelum Perlakuan ................................................. 16 4.2. Pengaruh Pengelolaan Hara Terhadap Nitrogen Total Tanah............ .............. 17 4.3. Pengaruh Pengelolaan Hara Terhadap Produksi Kubis ......................... 19 4.4. Pengaruh Pengelolaan Hara Terhadap Kadar Nitrogen pada Tanaman Kubis ....................................................................................................... 21 4.5. Pengaruh Pengelolaan Hara Terhadap Serapan Nitrogen Kubis............. 22 4.6. Analisis Usaha Tani Kubis ...................................................................... 23 V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ............................................................................................. 25 5.2. Saran........................................................................................................ 25 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 26 LAMPIRAN ................................................................................................... 29
12
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
Teks
1. Jenis dan Dosis Pupuk pada Masing-masing Perlakuan ............................. 11 2. Hasil Analisis Contoh Tanah Awal Desa Buntu, Kejajar, Wonosobo ....... 16 3. Kadar Nitrogen Total Tanah Tahun 2005, Saat Tanam dan Panen 2009... 18 4. Produksi, Kadar dan Serapan Nitrogen pada Knol Kubis .......................... 19 5. Rata-rata Kadar Nitrogen Total Pada Tanaman Kubis .............................. 21 6. Analisis Usaha Tani ................................................................................... 23
Lampiran
1. Tabel Lampiran. Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah Berdasarkan Pusat Penelitian Tanah (1983). ............................................................................ 30 2. Persyaratan dan Karakteristik Penggunaan Lahan Tanaman Kubis (Brassica oleracea) Berdasarkan Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat (2003)....................................................................31
13
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
Teks
1. Peta Lokasi Penelitian, Desa Buntu, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo,Jawa Tengah ............................................................................ 9 2. Total Curah Hujan Tahun 2009.................................................................. 20
Lampiran
1. Pengolahan Tanah ...................................................................................... 32 2. Penutupan Tanah dengan Mulsa ................................................................ 32 3. Pemasangan Batang Bambu di Sisi Mulsa ................................................. 32 4. Penyemaian Bibit ........................................................................................ 32 5. Pemindahan Bibit ke Lubang Tanam ......................................................... 33 6. Pengambilan Contoh Tanah Saat Tanam dan Panen.................................. 33 7. Penetapan Nitrogen Total ........................................................................... 33
14
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Di Indonesia tanaman sayuran banyak diusahakan di dataran tinggi, mulai dari ketinggian 500 sampai 2800 m di atas permukaan laut pada kemiringan lahan hingga mencapai lebih dari 15%. Sistem pengelolaan lahannya pun bervariasi mulai dari cara konvensional hingga modern yang berorientasi pada kelestarian lingkungan dan keuntungan. Pada sistem pengelolaan tanah secara konvensional baik dengan input rendah maupun tinggi, umumnya pupuk yang diberikan tidak seimbang dan hanya mengandalkan pupuk nitrogen sehingga dalam jangka panjang dapat menurunkan produktivitas lahan. Dilaporkan bahwa penggunaan pupuk nitrogen pada areal pertanaman sayuran di daerah Wonosobo tergolong tinggi, yaitu mencapai lebih dari 750 kg urea/ha/musim (Anonim, 2006). Disamping itu, kaidah konservasi tanah dan air belum diterapkan dengan tepat, sehingga tidak sedikit unsur hara yang tererosi dan terangkut melalui aliran permukaan (surface runoff). Hasil Penelitian Sutriadi (2009) pada DAS Klakah, Wonosobo dilaporkan bahwa pemberian pupuk nitrogen yang tinggi memberikan pengaruh nyata terhadap kadar nitrat air sungai baik di musim hujan mapun musim kemarau. Sementara itu, pada sistem pengelolaan modern, pemberian pupuk pada umumnya didasarkan pada sifat tanah dan kebutuhan tanaman. Sayuran juga merupakan produk hortikultura yang berperan besar dalam peningkatan gizi masyarakat, contohnya kubis. Kubis merupakan sayuran daun yang sudah lama dikenal dan dibudayakan di Indonesia. Selain rasanya enak dan renyah, kubis juga banyak mengandung vitamin (A, B, C), karbohidrat, lemak, serat, dan mineral yang berguna bagi kehidupan manusia. Permintaan akan tanaman kubis semakin tinggi dengan bertambahnya jumlah penduduk. Oleh karena itu, peningkatan produksi perlu dipacu untuk memenuhi kebutuhan konsumsi yang semakin tinggi (Rukmana,1994). Kubis merupakan tanaman sayuran dataran tinggi yang memiliki nilai ekonomi, sehingga petani selalu berupaya untuk meningkatkan produksi tanpa mempertimbangkan aspek ekologi. Selain itu, umumnya rotasi tanaman yang dilakukan petani tidak seimbang (imbalanced crop rotation) sehingga
15
mengakibatkan peledakan hama dan penyakit (pest and disease outbreak), misalnya akar gada (club root) pada kubis yang mengakibatkan penurunan dan kegagalan hasil panen. Kurangnya perhatian terhadap kaidah konservasi pada tanaman kubis yang berakar dangkal, mengakibatkan hasil yang diperoleh kurang memuaskan secara agronomis, baik dari segi kuantitas maupun kualitas, dan tidak memberikan keuntungan optimal secara ekonomi. Upaya peningkatan produksi tanaman sayuran ke depan masih akan terus bertumpu pada penggunaan input luar, termasuk pupuk organik dan pupuk kimia, yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hara tanaman. Atas dasar itu, takaran kebutuhan unsur hara bagi tanaman perlu diperhatikan dalam pengelolaannya, agar
dapat dikembangkan secara berkelanjutan. Upaya peningkatan efisiensi
penggunaan pupuk dapat ditempuh melalui prinsip tepat jenis, tepat takaran, tepat cara,tepat waktu aplikasi, dan berimbang sesuai dengan kebutuhan tanaman. Cara tersebut memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan, hasil, dan mutu, serta kesuburan tanah bagi lahan yang diusahakan. Salah satu usaha untuk meningkatkan mutu dan hasil panen kubis adalah dengan menerapkan konsep pengelolaan hara terpadu (integrated nutrient management), dimana rekomendasi pemupukan didasarkan pada sifat tanah dan kebutuhan
tanaman.
Dengan
memperhatikan
kebutuhan
tanaman
serta
melaksanakan usaha perlindungan lingkungan, maka akan membantu petani dalam mempertahankan produktivitas tanah, dan memperkecil resiko kegagalan terutama di lahan miring (sloping land) dengan kondisi iklim yang tak menentu.
1.2. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pengelolaan hara terhadap nitrogen total tanah, produksi dan serapan nitrogen tanaman kubis pada Andisol, Kejajar, Wonosobo.
1.3. Hipotesis Pengelolaan hara yang berdasarkan pada sifat tanah dan kebutuhan tanaman akan meningkatkan kadar nitrogen tanah, pertumbuhan dan serapan hara tanaman kubis.
16
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Karakteristik Andisol Andisol adalah tanah muda yang terbentuk dari bahan volkan, seperti abu volkan, tuffa, dan lahar yang bersifat andesitik hingga basaltik. Penyebarannya di Indonesia hanya 5,44 juta hektar atau sekitar 2,9%, dan banyak dijumpai pada erupsi muda gunung berapi di daerah Jawa, Sumatera dan Nusa Tenggara Timur (Subagjo et al., 2000). Andisol di Indonesia berkembang dari bahan induk yang bervariasi, meliputi tuffa, fumice, dan lahar yang berasal dari umur dan sejarah pengendapan yang berbeda. Tanah ini memiliki potensi yang cukup besar dan dapat dimanfaatkan secara optimum. Sifat kimia Andisol ditandai oleh reaksi tanah agak masam sampai netral (pH 5,0–6,5). Kejenuhan basa sekitar 20–40%, kapasitas tukar kation (KTK) 20–30 me/100 g, serta kandungan bahan organik lapisan atas 5–20% (Dudal, 1957). Andisol adalah tanah yang berbahan induk abu volkan dan merupakan tanah yang relatif muda. Sifatnya sangat ditentukan oleh mineral liat yaitu alofan yang bersifat amorf. Umumnya mempunyai kejenuhan basa yang relatif rendah, tetapi mempunyai kandungan Al yang dapat ditukar relatif tinggi. Andisol juga memiliki kemampuan mengikat air yang cukup besar, porositas tinggi, bobot isi rendah, gembur, tidak lengket dan plastis serta kemampuan fiksasi fosfat yang tinggi (Hardjowigeno, 1993). Soil Survey Staff (1999) menyatakan bahwa sifat fisik yang khas dari Andisol yaitu memiliki daya mengikat air yang tinggi, sangat gembur sehingga mudah diolah dan permeabilitasnya tinggi. Andisol yang berwarna gelap dan terasa licin merupakan kompleks bahan organik dan alofan. Tan (1994) menyatakan bahwa kehadiran alofan memberi sifat berbeda dengan mineral liat lainnya berkenaan dengan aluminium yang terikat dalam struktur koordinat tetrahedral sehingga fosfat dapat terfiksasi. Andisol umumnya ditemui di daerah dataran tinggi dengan ketinggian 1000–1500 m di atas permukaan laut dengan curah hujan 2500–2700 mm/tahun. Hal ini yang
17
menyebabkan abu volkan cepat melapuk sehingga akan terbentuk alofan (Soepraptohardjo, 1978). Andisol terbentuk dari abu atau pasir vulkan dan tersebar pada landform volkan yang ketinggiannya lebih dari 900 m dpl (pada topografi bergunung). Tanah ini mempunyai sifat fisik, morfologi dan kimia tanah yang cukup baik. Tekstur tanahnya ringan (lempung berdebu), struktur tanahnya berbutir, konsistensi gembur sehingga mudah diolah, dan kemampuan meretensi air yang cukup tinggi. Tanah ini sangat potensial untuk ditanami tanaman sayuran dan umbi-umbian pada dataran tinggi, karena selain sifat tanahnya baik, suhu udaranya juga relatif rendah (< 22oC) (Madjid, 2009). Andisol dicirikan oleh dua sifat khusus yaitu warna tanah pada lapisan atas gelap hingga kehitaman karena kandungan bahan organik yang tinggi dan sifat andik yang disebabkan oleh kandungan mineral amorf (non-kristalin) dari alofan, imogolit, atau senyawa kompleks humus-Al. Andisol juga dicirikan oleh bobot isi rendah, retensi air tinggi, kandungan Al dan Fe aktif tinggi dan retensi fosfat tinggi. Kendala yang biasa ditemukan pada tanah Andisol adalah tingginya retensi fosfat sehingga mudah terkena erosi dan longsor (Roesmarkam, 2002). Andisol adalah tanah yang terbentuk dari lahar, tuffa, dan debu volkanik yang berasal dari pegunungan bukit barisan di Sumatera dan pegunungan di Pulau Jawa. Masalah yang dijumpai pada Andisol adalah rendahnya ketersediaan fosfat karena diretensi dan difiksasi oleh mineral liat alofan dan akhirnya mempengaruhi pertumbuhan tanaman (Tan, 1984). Andisol merupakan tanah yang subur baik sifat fisik maupun kimianya sesuai dengan kondisi tanah yang dibutuhkan bagi tanaman pertanian, yaitu gembur, ringan, berpori, berwarna gelap, bertekstur sedang (lempung, lempung berdebu, dan lempung liat berdebu) dan terdapat di pegunungan dengan curah hujan sedang sampai tinggi. Namun, penggunaan lahan yang intensif
tanpa
diimbangi dengan input produksi yang memadai dan pengelolaan yang tidak tepat akan menyebabkan produktivitas lahan menurun (Anonim, 2010). Selanjutnya, Gardiner dan Miller (2004) melaporkan bahwa Andisol merupakan tanah yang subur karena memiliki kandungan humus yang besar (7– 12% bahan organik dalam tanah) dan kadar air yang tinggi. Data analisis tanah
18
Andisol dari berbagai wilayah menunjukan bahwa Andisol memiliki tekstur yang bervariasi dari berliat (30–60%), liat sampai berlempung kasar (10–20%). Namun, sebagian besar tergolong berlempung halus sampai berlempung kasar. Selain itu, Andisol memiliki sifat spesifik seperti gembur, ringan, dan berpori, berwarna gelap, bertekstur sedang (lempung, lempung berdebu, dan liat berdebu), sifat tanah yang masam sampai netral dan memiliki konsistensi C yang tinggi, tetapi nisbah C/N yang rendah (Wirjodihardjo dan Tan, 1964). Bahan piroklastis yang kaya akan gelas volkan apabila melapuk akan membentuk tanah yang didominasi oleh bahan amorf yaitu dapat berupa alofan, imogolit, atau kompleks aluminium humus, sehingga menyebabkan tanah yang dibentuk memiliki sifat andik (Soil Survey Staff, 2003). Dari berbagai penelitian, terungkap bahwa tanah-tanah yang bersifat andik di Indonesia berkembang dari bahan volkan yang bersifat andesitik, dasitik dan basaltik yang bersifat intermedier hingga basis (Prasetyo, 2005).
2.2. Nitrogen Nitrogen merupakan unsur hara utama bagi pertumbuhan tanaman karena merupakan penyusun dari semua protein dan asam nukleat, dengan demikian merupakan penyusun protoplasma secara keseluruhan (Sarief, 1986). Sumber nitrogen dalam tanah antara lain berasal dari fiksasi oleh mikroorganisme, mikroorganisme, air irigasi dan hujan, perombakan bahan organik dan pemupukan (Krisna, 2002). Nitrogen adalah unsur hara yang paling sering membatasi hasil panen di wilayah tropika maupun iklim sedang, kecuali beberapa lahan yang belum lama dibuka. Hampir semua tanah yang digarap kahat akan unsur ini. Pupuk nitrogen yang umum digunakan di daerah tropika adalah urea dan ammonium sulfat. Pupuk nitrogen lainnya yang juga digunakan walaupun dalam jumlah yang lebih sedikit adalah ammonium nitrat, anhidrus ammonia, dan ammonium fosfat (Sanchez et al., 2001). Jumlah nitrogen dalam tanah pada umumnya tergolong rendah, sedangkan yang diangkut melalui hasil panen tiap tahunnya sangat banyak. Pada kondisi tertentu, nitrogen sangat mudah larut dan hilang melalui air drainase. Pada situasi
19
tertentu akan hilang menguap (volatilization) atau berada dalam bentuk yang sama sekali tidak tersedia bagi tanaman. Apabila tanaman kekurangan nitrogen akan tumbuh kerdil, sistem perakarannya terbatas, daun menjadi kekuningan dan cenderung cepat rontok. Sebaliknya, jika nitrogen diberikan secara berlebihan, maka akan memperlambat pematangan dengan memperpanjang pertumbuhan vegetatif yang tetap hijau walaupun masa masak sudah waktunya, menyebabkan tanaman mudah rebah, menurunkan kualitas dan melemahkan tanaman terhadap serangan penyakit dan hama. Nitrogen diserap dalam bentuk NH4+ atau NO3tergantung dari keadaan tanah, macam tanaman, dan tingkat pertumbuhan, kemudian diproses menjadi
asam amino dan protein. Pada umumnya kedua
bentuk nitrogen tersebut sangat menguntungkan. Bentuk NO2- didapat dalam jumlah sedikit dan mudah dioksidasikan menjadi NO3-. Hal ini sangat menguntungkan, karena NO2- merupakan racun bagi tanaman (Soepardi, 1983). Nitrogen adalah unsur hara yang paling dinamis di alam. Ketersediaannya dipengaruhi oleh keseimbangan antara input dan output dalam sistem tanah. Keberadaan NH4+ mudah berubah bentuk menjadi nitrat (NO3-) akibat proses nitrifikasi oleh organisme tanah (Mattason dan Schjoerring 2002). Kekurangan nitrogen mengakibatkan pertumbuhan tanaman terhambat dan kerdil, daun kuning, serta mempengaruhi penyerapan fosfor dan kalium dan pembentukan protein (Shellp, 1987). Unsur nitrogen mudah hilang dari tanah melalui volatilisasi, perkolasi air tanah, dan perubahan bentuk, namun demikian nitrogen mudah pula diserap tanaman (Abdolzadeh et al., 2008). Nitrogen merupakan unsur hara yang sering membatasi hasil tanaman. Defisit protein yang cukup luas didaerah tropika menandakan kandungan nitrogen tanamannya rendah. Dilain pihak, pencucian unsur nitrogen pada usaha tani intensif menyebabkan air bawah tanah (groundwater) tercemar.
Nitrogen
anorganik mudah berfluktuasi, terutama didaerah dengan perubahan curah hujan yang sangat nyata. Kadar air tanah merupakan faktor penting yang mempengaruhi dinamika nitrogen dalam tanah (Indranada, 1986). Unsur hara nitrogen adalah bahan pembangun asam amino/protein/enzim, asam nukleat, nucleoprotein, dan alkaloid. Defisiensi nitrogen akan membatasi pembelahan dan perbesaran sel. Selain itu fungsi nitrogen dalam proses fisiologi
20
dan biokimia tanaman, ialah menjaga kapasitas fotosintesis. Kekurangan suplai unsur hara nitrogen berakibat menurunnya laju tumbuh tanaman (LTT), laju fotosintesis bersih (LFB), dan nisbah luas daun (NLD) tanaman, sehingga berakibat terhadap peningkatan rasio akar-pupus tanaman (Porter et al., 1990). Nitrogen merupakan unsur hara yang penting bagi tanaman yang pemberiannya dapat dikendalikan oleh manusia. Tanaman menyerap nitrogen terutama dalam bentuk nitrat dan ion ammonium. Pada kelembaban yang cukup dan aerasi tanah baik, sebagian besar nitrogen akan bertransformasi menjadi bentuk NO3. Lalu, nitrat yang terdapat pada tanaman, akan direduksi menjadi ammonium dengan bantuan energi dari hasil fotosintesis (Tisdale, 1985).
2.3. Serapan Nitrogen Tanaman Sumber unsur hara bagi tanaman berasal dari udara, air yang diserap oleh akar tanaman, dan dari tanah. Beberapa unsur hara yang tersedia dalam jumlah yang cukup di udara adalah karbon (C), dan oksigen (O), yaitu dalam bentuk karbon dioksida (CO2). Unsur hara yang tersedia dari air (H2O) yang diserap adalah hidrogen (H), karena oksigen (O) dari molekul air mengalami proses oksidasi dan dibebaskan ke udara oleh tanaman dalam bentuk molekul oksigen (O2). Unsur hara essensial misalnya
nitrogen, fosfor, kalium, kalsium,
magnesium dan sulfur yang butuhkan oleh tanaman dapat tersedia di dalam tanah (Madjid, 2007). Menurut Hanafiah (2005), nitrogen tergolong cukup tersedia bagi tanaman bila kadar unsur hara essensial makro dan mikro pada tanaman diurutkan dari kadar tertinggi sampai dengan yang terendah yaitu sebesar 1,5% berdasarkan perbandingan bobot kering. Menurut Prabhakar (2000), pemberian pupuk NPK dapat meningkatkan produksi sayuran dari 10 ton/ha hingga 15 atau 20 ton/ha. Selanjutnya, unsur hara nitrogen yang terangkut pada tanaman kubis sebesar 370 kg/ha dari hasil panen sebanyak 70 ton/ha. Jika dirata-ratakan maka pada pemanenan sebesar 35 ton/ha tanaman kubis mengangkut keluar nitrogen sebanyak 195 kg. Data hasil analisis tanah menjadi dasar penetapan kemampuan tanah dalam menyediakan hara yang dapat dimanfaatkan bagi tanaman (Corey, 1973).
21
Sementara data hasil analisis tanaman, baik secara periodik maupun serapan total hara tanaman (total uptake), dapat dijadikan alat penakar kebutuhan hara tanaman untuk satuan produksi di lapang (Geraldson et al., 1973). Besarnya total serapan hara untuk satuan produksi hasil yang diharapkan merupakan pengurangan jumlah hara tanah tersedia sehingga menjadi kebutuhan riil unsur hara yang dibutuhkan. Pendekatan tersebut selain meningkatkan efisiensi pemupukan, juga mampu menjaga kelestarian lingkungan bagi usaha tani berkelanjutan (sustainable agriculture) (Walsh dan Beaton 1973). Tingkat ketersediaan hara bagi tanaman pada umumnya bervariasi, tergantung dari jenis tanah dan tingkat kesuburannya. Perbedaan kebutuhan hara tanaman dapat disebabkan oleh perbedaan kemampuan tanaman atau varietas dalam menyerap hara dan pengelolaan input produksi (Hilman dan Suwandi 1989, 1992). Menurut Fink (1982), sekitar 50–70% nitrogen mampu diserap oleh tanaman selama periode aplikasi. Rendahnya serapan hara pupuk nitrogen oleh tanaman ini disebabkan oleh gagalnya proses penyediaan hara yang optimum dalam larutan tanah. Misalnya rotasi tanam yang sama untuk tiap musim tanam, dan sisa tanaman tidak dikembalikan ke lahan sehingga dapat menyebabkan pengurasan hara. Kadar nitrogen organik pada tanah lebih dinamis dibandingkan dengan kandungan C-organik. Nitrogen organik dalam tanah akan berubah dengan cepat jika diberi pupuk anorganik. Seperti diketahui dalam sistem tanam sayuran dataran tinggi banyak juga digunakan sejumlah besar nitrogen anorganik. Namun, efisiensi serapan nitrogen tanaman sangat rendah (<40%) sehingga sebagian besar nitrogen akan tertinggal di tanah bahkan hilang melalui pencucian dan penguapan (Balai Penelitian Tanah, 2009). Menurut Sanchez (1992) serapan nitrogen dipengaruhi oleh kadar nitrogen tanaman dan produksi (bahan kering tanaman). Ditambahkan oleh Lakitan (2000) bahwa serapan hara tanaman dihitung berdasarkan total bobot tanaman per satuan bobot bahan kering tanaman. Bobot kering tanaman merupakan bobot bahan tanaman setelah seluruh air yang terkandung didalamnya dihilangkan.
22
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian lapang dilaksanakan di Desa Buntu-Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah yang berlangsung dari bulan Agustus 2009 hingga November 2009 pada ketinggian tempat 1375 m dpl. Penelitian ini merupakan salah satu bagian dari penelitian Nitrogen Balance, kerjasama antara Universitas Ghent, Belgia dengan Balai Penelitian Tanah (Gambar 1.) yang berjangka waktu lima tahun (2005–2009). Desa Buntu Kecamatan Kejajar, Wonosobo
Gambar 1. Lokasi Penelitian Desa Buntu, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah.
Analisis sifat kimia tanah dan serapan hara nitrogen dilakukan di Laboratorium Penelitian dan Uji Tanah Balai Penelitian Tanah, Laladon, Bogor yang berlangsung dari bulan Maret 2010 hingga April 2010.
23
3.2. Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam analisis laboratorium meliputi : tanah Andisol, Kejajar, Wonosobo, KCl 1 M, H3BO3, NaOH 40 %, H2SO4 4 N, NH4F 0,03 N, serta bahan-bahan kimia lain yang dibutuhkan. Sementara, bahan untuk penelitian lapang mencakup benih kubis, pupuk anorganik (urea, SP-18, NPK, dan KCl), pupuk organik (chicken manure) dan pestisida. Alat-alat yang digunakan antara lain: Bor Belgie untuk pengambilan contoh tanah, timbangan, shaker, Spektrofotometer UV/VIS 1201, AAS, tabung reaksi, botol kocok, dan alat-alat laboratorium lainnya.
3.3. Metode Penelitian 3.3.1. Perlakuan Penelitian ini merupakan penelitian tahun kelima dari penelitian Nitrogen Balance yang dilaksanakan di empat lokasi, yaitu Desa Butu, Desa Bumen, Kopeng dan Desa Punthuk Rejo yang terletak di tiga kabupaten dari Propinsi Jawa Tengah termasuk Semarang, Wonosobo dan Kabupaten Karanganyar. Kemudian dipilih tiga petani kooperatif untuk masing-masing kabupaten. Pada tahun pertama dari pelaksanaan penelitian Nitrogen Balance, hanya satu perlakuan yang diamati yaitu cara yang umumnya dilakukan oleh petani setempat (Farmer Practice). Pada tahun kedua, penelitian dilakukan dengan membandingkan dosis rekomendasi pemupukan IP (Improved Practice) yang dapat digunakan sebagai acuan dosis pemupukan. Penelitian dilanjutkan sampai akhir tahun 2009. Dengan demikian perlakuan dalam penelitian ini menjadi dua macam, yaitu : 1.
IP (Improved Practice), yaitu rekomendasi yang diberikan sesuai dengan dosis yang ditetapkan berdasarkan kebutuhan tanaman melalui perhitungan keseimbangan hara, khususnya nitrogen.
2.
FP (Farmer Practice), merupakan cara yang biasa dilakukan oleh petani, khususnya dalam hal takaran pemberian pupuk. Perlakuan FP (Farmer Practice), teknik penanaman, pemupukan,
pemeliharaan, pemberantasan hama dan penyakit dilakukan sesuai dengan cara
24
yang biasa diterapkan oleh petani setempat. Perlakuan IP (Improved Practice) dibedakan dalam teknik pemupukan yaitu jenis, dosis dan waktu pemupukan. Luas petak yang digunakan pada penelitian ini masing-masing 100 m2 untuk perlakuan IP dan FP. Dosis pemupukan untuk masing-masing perlakuan disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Jenis dan Dosis Pupuk pada Masing-masing Perlakuan No. Perlakuan 1. IP (Improved Practice) 2. FP (Farmer Practice)
Pukan (t/ha) 15 30
Dosis Pupuk Anorganik (kg/ha) Urea SP–18 KCl NPK 250 500 125 800 1000
Pengolahan Tanah : Pencangkulan tanah dilakukan sebanyak dua kali. Pencangkulan pertama sedalam 30 cm, kemudian dibiarkan dahulu untuk mendapat sinar matahari selama 7-10 hari (Gambar Lampiran 1.). Setelah itu dicangkul untuk kedua kalinya sekaligus diberi pupuk kandang dan dibuatkan bedengan selebar 120 cm, dengan panjang 3–5 meter. Bedengan diberikan mulsa plastik yang telah dilubangi (Gambar Lampiran 2.). Pasang batang bambu sepanjang 5 cm di sisi mulsa (Gambar Lampiran 3.). Lakukan penyemaian dengan cara ditabur dalam barisan tanam dengan jarak 5 cm. Bibit kubis yang telah berumur 10-13 hari (Gambar Lampiran 4.) dipindahkan ke bedengan dengan jarak 50x60 cm (Gambar Lampiran 5.).
Cara Pemupukan : IP (Improved Practice) : Pupuk kandang dan pupuk SP–18 diberikan semua pada saat tanam bersamaan dengan ½ takaran pupuk urea dan KCl. Pupuk tersebut disebar merata pada lubang yang dibuat sejajar dengan barisan tanaman, kemudian ditutup dengan tanah. Setengah dosis pupuk urea dan sisa KCl diberikan pada
saat
tanaman berumur 21 HST (Hari Setelah Tanam) dengan cara ditugal.
FP (Farmer Practice) :
25
Sama halnya dengan cara pemberian pupuk pada perlakuan IP (Improved Practice), pupuk kandang diberikan semua pada saat tanam bersamaan dengan ½ takaran pupuk urea dan NPK. Pupuk kemudian
dicampur menjadi satu lalu
disebar merata pada larikan tanaman kubis, lalu ditimbun dengan tanah. Setengah dosis pupuk urea dan NPK diberikan saat tanaman berumur 21 HST (Hari Setelah Tanam).
3.3.2. Pengambilan Contoh Tanah Cara pengambilan contoh tanah dilakukan dengan menggunakan metode komposit, yaitu contoh tanah campuran dari 10–15 contoh tanah individu yang diambil dari lapisan olah kedalaman 0–25 cm (Gambar Lampiran 6.). Contoh tanah komposit yang diambil harus dapat mewakili kondisi lahan yang digunakan untuk penelitian.
3.3.3. Penempatan Plot Sampling Plot sampling ditetapkan pada luasan yang dipergunakan untuk penelitian. Penempatan plot sampling harus mewakili hamparan petak percobaan dan distribusi pertumbuhan tanaman. Ukuran plot sampling adalah 1 m x 1 m, sebanyak 10 plot. Setiap sampling terdapat empat tanaman kubis. Keempat tanaman tersebut ditimbang produksinya dengan memisahkan antara knol, daun sisa, dan bonggol akarnya, lalu dipilih satu tanaman contoh untuk dianalisis serapan haranya. Knol yang terlalu besar dapat dikurangi contoh tanamannya dengan cara membaginya menjadi empat bagian dan mengambil ¼ bagiannya. Karena penggabungan ¼ x 10 plot (masing-masing total empat tanaman) kubis terlalu banyak, maka dilakukan sub-sampling. Caranya yaitu seluruh gabungan ¼ tanaman tersebut di potong masing-masing selebar 2 cm, kemudian diaduk merata, yang selanjutnya diambil sub-sampling I, II, dan III, sebagai ulangan. Bobot ulangan kurang lebih 250 g yang selanjutnya digunakan untuk analisis nitrogen. Daun kubis (residu) dan bonggol juga dipotong-potong, lalu lakukan sub-sampling seperti perlakuan pada knol. Apabila bonggol akar sangat kotor, banyak tanah yang menempel dan sukar sekali dihilangkan dengan tangan, maka bonggol tersebut harus dicuci, dengan menggunakan air yang mengalir.
26
Setelah bersih diangin-anginkan sampai tidak terlalu basah kemudian baru dipotong untuk sub-sampling. Total contoh tanaman sebanyak tiga kantong knol, tiga kantong daun sisa (residu), dan tiga kantong akar. Contoh tanaman kemudian dibawa ke laboratorium dan segera dioven dengan temperatur 60–70oC selama 24 jam. Bila tanaman belum kering, dapat ditambah waktu menjadi 48 jam ataupun 72 jam, menginggat kadar air tanaman sayuran sangat tinggi yaitu mencapai 70–90%. Untuk mengetahui bobot kering konstan, contoh ditimbang setelah pengovenan 24, 48, dan 72 jam.
3.4. Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK). Dua buah perlakuan, yaitu IP (Improved Practice) dan FP (Farmer Practice) secara keseluruhan diuji dengan empat ulangan, yang tersebar di dua petani dimana satu ulangan terdiri dari lima petak sampling untuk contoh.
3.5. Analisis Statistik Data yang dikumpulkan mencakup sifat tanah awal sebelum diberi perlakuan, produksi, kadar hara nitrogen dan serapan hara nitrogen pada tanaman kubis. Produksi kubis ditekankan pada produksi knol dalam satuan ton ha-1, yang kemudian digunakan sebagai dasar untuk perhitungan serapan hara nitrogen oleh tanaman kubis dalam satuan kg N ha-1. Produksi knol menggambarkan banyaknya hara (dalam hal ini nitrogen) yang terangkut keluar karena knol kubis dikonsumsi oleh manusia. Sementara itu, sisa tanaman yang terdiri atas akar dan daun tidak diperhitungkan dalam serapan hara dan dikembalikan ke lahan karena tanaman tidak terserang penyakit akar gada (club roots). Dengan demikian, sisa tanaman tidak menggambarkan banyaknya hara yang terangkut keluar lahan. Kadar nitrogen total dalam knol dianalisis dari contoh tanaman yang diambil dari petak sampling. Kadar nitrogen dalam knol dikalikan dengan
27
produksi knol maka akan didapat serapan hara nitrogen yang menggambarkan banyaknya hara nitrogen yang terangkut keluar melalui panenan (kg N ha-1). Parameter dari sifat kimia tanah awal yang dianalisis meliputi pH tanah, kadar bahan organik, P-tersedia, P dan K total, Kejenuhan Basa serta KTK tanah. Data ini diperoleh dari laporan tahunan (tahun pertama). Kecuali data sifat tanah awal, semua data diuji secara statistik untuk mengetahui pengaruh perlakuan yang diuji. Untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan dilakukan analisis statistik dengan menggunakan uji T-test, dengan selang kepercayaan 5%. Analisis statistik dikerjakan dengan menggunakan program SPSS versi 11.5.
3.6. Analisis Laboratorium 3.6.1. Penetapan Nitrogen Total Alat dan Bahan
:
Neraca Analitik ketelitian tiga desimal, tabung digestion dan blok digestion,
tabung
reaksi,
mesin
pengocok
Portex,
alat
destilasi
atau
Spektrofotometer, Kjeldahl mesin, tabung film, pipet. Cara Kerja
:
Destruksi Contoh Timbang 0,25 g contoh tanah/0,125 g contoh tanaman, masukan kedalam tabung digestion. Tambahkan 0,25 g selenium dan asam sulfat pekat 2,5 ml. Destruksi hingga suhu 300o C. Lihat perubahan warna hitam sampai putih hingga 4 jam. Destruksi selesai, bila keluar uap putih, dapat diperoleh ekstrak jernih. Angkat tabung, dan dinginkan. Tambahkan ekstrak dengan 15 ml aquades, lalu tunggu hingga suhu normal. Tera sampai 25 ml kemudian kocok dengan potex lalu pindahkan ke tabung film. Diamkan 1 malam agar partikel mengendap. Ekstrak dapat digunakan untuk pengukuran nitrogen dengan cara destilasi atau kolorimetri (Gambar Lampiran 7.).
28
3.7. Analisis Usaha Tani Analisis usaha tani dilakukan dengan cara membandingkan antara pengunaan pupuk dengan produksi knol kubis yang diperoleh antar pelakuan FP (Farmer Practice) dan IP (Improved Practice).
29
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Karakteristik Kimia Sebelum Perlakuan Data sifat fisik dan kimia tanah awal, sebelum diberi perlakuan disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Hasil Analisis Contoh Tanah Awal Desa Buntu-Kejajar,Wonosobo No. 1.
2.
Parameter
Satuan
Nilai
Tekstur
Keterangan__ Lempung Berpasir
Pasir
%
52
Debu
%
31
Liat
%
17
pH (1:5) H2O
5,7
KCl
5,2
Agak Asam
3.
C-Organik (Walkley & Black)
%
3,98
Tinggi
4.
N (Kjeldahl)
%
0,29
Tinggi
5.
C/N
13
Sedang
6.
P2O5 (HCl 25%)
mg/100 g
346
7.
K2O (HCl 25%)
mg/100 g
13
Rendah
8.
KTK
me/100 g
29,30
Tinggi
9.
P2O5 (P-Tersedia)
ppm
17,7
Tinggi
10.
Ca-dd
mg/100 g
6,59
Sedang
11.
Mg-dd
mg/100 g
0,79
Rendah
12.
K-dd
mg/100 g
0,17
Rendah
13.
Na-dd
mg/100 g
0,11
Rendah
14.
Kejenuhan Basa
%
26
Rendah
Sangat Tinggi
Sumber: Balai Penelitian Tanah 2005
30
Berdasarkan kriteria penilaian Pusat Penelitian Tanah (Pusat Penelitian Tanah,1983), Andisol mempunyai pH agak-masam yaitu sebesar 5,70, kandungan C-organik dan N-total tergolong tinggi masing-masing sebesar 3,98% dan 0,29%. Lebih lanjut, kandungan P-tersedia dan P-total juga termasuk sangat tinggi, yaitu masing masing sebesar 17,7 ppm dan 346 mg/100 g. Hal yang sama dengan kapasitas tukar kation (KTK) juga tergolong tinggi, yaitu 29,30 me/100 g. Sebaliknya, kandungan K-total, Ca dan Mg tergolong rendah masing-masing sebesar 13 mg/100 g, 6,59 mg/100 g dan 0,79 mg/100 g. Lebih lanjut, kandungan K-dd dan Na-dd tergolong sangat rendah yaitu masing-masing 0,17 mg/100 g dan 0,11 mg/100 g. Berdasarkan sifat tanah awalnya, dapat disimpulkan bahwa tanah pada lokasi percobaan mempunyai tingkat kesuburan yang tinggi, dengan faktor pembatas unsur kalium. Apabila dosis pemupukan kalium tidak diperhatikan, maka produksi tanaman kubis tidak akan mencapai optimal. Tanaman kubis mampu tumbuh baik hampir di semua jenis tanah. Tanah yang ideal untuk kubis adalah Andosol dengan tekstur liat berpasir dengan kandungan bahan organik tinggi (>1%), kadar air tanah 60–100%, curah hujan di atas 2.500 mm/tahun, dan pH optimal tanah yaitu 5,5–6,5 (Badan Litbang, 1986). Data sifat fisik dan kimia tanah menunjukkan bahwa tanah Andisol di Desa Buntu, Kejajar, Wonosobo yang berasal dari bahan induk yang memiliki tekstur lempung berpasir dengan reaksi asam dan kandungan basa-basa sangat rendah, namun mempunyai tingkat kesuburan tanah yang tinggi. Kondisi ini memenuhi syarat tumbuh tanaman kubis dalam menyediakan hara yang diperlukan, sehingga dapat
mendukung pertumbuhan tanaman yang optimal
(Tabel Lampiran 2.)
4.2. Pengaruh Pengelolaan Hara Terhadap Nitrogen Total Tanah Berdasarkan hasil analisis tanah, kandungan unsur hara nitrogen pada perlakuan IP (Improved Practice) pada saat tanam dan panen cenderung lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan FP namun secara statistik tidak menunjukan perbedaan yang nyata (Tabel 3.)
31
Tabel 3. Kadar Nitrogen Total Tanah Tahun 2005, Saat Tanam dan Panen 2009 No.
Perlakuan
Kadar Nitrogen Total Tanah (%)______ 2005
Saat Tanam 2009
Panen 2009
1. IP (Improved Practice)
0,29±0,01
0,34±0,14
0,62±0,05
2. FP (Farmer Practice)
0,29±0,01
0,47±0,04
0,71±0,15
Hasil penelitian menunjukan bahwa kadar nitrogen total tanah baik pada perlakuan IP (Improved Practice) maupun FP (Farmer Practice) lebih tinggi jika dibandingkan dengan kandungan nitrogen total pada akhir tahun 2005. Besarnya peningkatan masing masing berkisar antara 0,05–0,33% nitrogen pada perlakuan IP dan 0,18–0,43% nitrogen untuk perlakuan FP. Peningkatan kandungan nitrogen total tanah ini mengandung arti bahwa : a) takaran nitrogen pada perlakuan IP dan FP cukup untuk memenuhi kebutuhan hara nitrogen tanaman kubis, b) aktivitas bakteri, terutama bakteri penambat nitrogen meningkat, baik pada lahan yang diperlakuan dengan 15 ton/ha pada perlakuan IP dan 30 ton/ha pada perlakuan FP sehingga mampu menyediakan nitrogen tersedia (NO3- dan NH4+) bagi tanaman kubis, c) dapat diartikan juga bahwa dosis nitrogen pada perlakuan FP berlebihan dan secara ekonomis tidak menguntungkan. Hasil pengamatan pada sistem FP (Farmer Practice), juga menunjukkan bahwa umumnya petani banyak mengaplikasikan pupuk nitrogen dalam bentuk urea dan NPK, sedangkan pada perlakuan IP (Improved Practice), lebih sedikit mengaplikasikan urea, SP–18, KCl, dan tanpa penambahan pupuk NPK (15:15:15). Selain itu, penggunaan pupuk nitrogen dosis tinggi dapat mencemari lingkungan karena sebagian besar nitrogen dari pupuk hanyut terbawa aliran permukaan dan erosi. Ada peningkatan kadar nitrogen total pada tanah dari tanam sampai panen, dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain : kelembaban tanah, pH tanah, suhu tanah, sumber nitrogen, dan ketersediaan hara organik lain (Alexander, 1977).
32
Bahan organik dan pupuk anorganik yang diberikan secara bersama-sama maka akan saling melengkapi, khususnya dalam hal penyediaan hara. Pupuk kandang bermanfaat untuk menyediakan unsur hara makro dan mikro dan mempunyai daya ikat ion yang tinggi sehingga akan mengefektifkan bahan-bahan anorganik dalam tanah, termasuk pupuk anorganik kemudian nitrogen anorganik yang tersedia bagi tanaman sehingga kadar nitrogen total tanah lebih tinggi dari sebelum perlakuan (2005) hingga panen (2009). Kandungan hara bahan organik pupuk kandang yang umumnya lebih rendah dapat diatasi oleh pupuk anorganik. Sebaliknya, pupuk kandang akan melengkapi unsur-unsur essensial lainnya, seperti hara mikro, serta menambah kandungan bahan organik tanah sehingga dapat meningkatkan aktivitas jasad mikro yang selanjutnya akan memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Kandungan hara nitrogen total dalam tanah juga dipengaruhi oleh imobilisasi nitrogen dalam dekomposisi bahan organik terutama pada penggunaan pupuk kandang ayam baik oleh cara petani (FP) maupun cara rekomendasi (IP). Kadar nitrogen berkorelasi dengan banyaknya hara yang dibutuhkan oleh tanaman sehingga dalam perlakuan IP (Improved Practice) dosis pupuk yang diberikan sesuai dengan kebutuhan tanah dan kecukupan hara tanaman sudah terpenuhi.
4.3. Pengaruh Pengelolaan Hara Terhadap Produksi Kubis Dari hasil analisis stastistik (Tabel 4.) diperoleh bahwa produksi kubis pada perlakuan IP (Improved Practice) tidak berbeda nyata dibanding perlakuan FP (Farmer Practice) (Tabel 4.) Tabel 4. Produksi, Kadar dan Serapan Nitrogen pada Knol Kubis Produksi Knol (kg/ha) Bobot Panen (kg/ha) IP (Improved Practice) FP (Farmer Practice)
32,13 ± 4,95 33,46 ± 2,93
Bobot Kering (kg/ha) 15.17 ± 0,98 15,33 ± 0,82
Kadar N (%)
Serapan N (kg/ha)
3,60 ± 0,35 3,81 ± 0,20
109,57 ± 22,68 110,31 ± 10,91
Meskipun hasil yang dicapai pada perlakuan IP (Improved Practice) lebih rendah dibandingkan perlakuan FP (Farmer Practice), akan tetapi terdapat pengaruh yang nyata dari masing-masing dosis perlakuan pupuk. Pada perlakuan 33
FP, diaplikasikan 1000 kg/ha NPK sedangkan pada perlakuan IP tidak. Pada perlakuan FP diaplikasikan sebesar 30 ton/ha, sedangkan pada perlakuan IP 15 ton/ha pupuk kandang. Menurut Sudarkoco (1992), pemberian bahan organik yang dikombinasikan dengan pupuk anorganik dapat menunjukan hasil produksi yang lebih tinggi dibandingan dengan hanya menggunakan bahan organik atau pupuk anorganik secara tunggal. Selain itu, data ini juga membuktikan bahwa takaran pupuk anorganik, yaitu urea dan NPK pada perlakuan FP berlebihan. Kelebihan ini dapat mengakibatkan : a) tidak menguntungkan secara ekonomis karena biaya produksi menjadi sangat tinggi, dan b) dari aspek lingkungan akan menjadi sumber polutan. Peningkatan jumlah pupuk yang diberikan oleh petani umumnya tidak mempertimbangkan peningkatan hasil, sehingga efisiensi penggunaan pupuk dan pendapatan petani semakin menurun, sedangkan pada perlakuan IP (Improved Practice), pemupukan dilakukan dengan mempertimbangkan status kesuburan tanah dan kebutuhan tanaman akan hara tanaman, sehingga akan memberikan produksi yang lebih baik dan efisien dibandingkan dengan cara petani. Selain itu, budidaya tanaman kubis pada musim hujan, memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil kubis. (Gambar 2.) Curah Hujan Tahun 2009 (mm/jam)
Curah Hujan (mm/jam)
700 600 500 400 300 200 100 0 Jan
Feb Mar Apr Mei Jun
Jul Aug Sep
Okt Nov Des
Bulan
Gambar 2. Total Curah Hujan Tahun 2009.
Curah hujan yang tinggi ini dapat menyebabkan pencucian hara tinggi, erosi, dan infestasi penyakit, meskipun dapat memberikan keuntungan bagi 34
pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Penanaman kubis pada musim hujan menyediakan cukup air yang dibutuhkan bagi tanaman kubis, lalu sifat fisika tanah media pertumbuhan tanaman kubis cukup baik, yaitu porositas baik sehingga tidak terjadi genangan air/jenuh air yang akan menghambat pertumbuhan tanaman. Serangan hama ulat di musim hujan, hampir tidak terjadi. Hal ini mungkin disebabkan oleh budidaya kubis yang menggunakan mulsa plastik. Produksi tanaman kubis juga dipengaruhi oleh pH tanah dan erosi. Erosi yang tinggi menyebabkan semakin kecil kadar nitrogen dalam tanah akibat tercuci kelapisan yang lebih dalam, sehingga ketersediannya dalam tanah berkurang dan kebutuhan nitrogen tidak terpenuhi akibatnya produksi kubis akan menurun.
4.4. Pengaruh Pengelolaan Hara Terhadap Kadar Nitrogen pada Tanaman Kubis Data hasil analisis kadar nitrogen tanaman kubis disajikan pada Tabel 5. Hasil penelitian menunjukan bahwa kadar nitrogen yang diserap oleh akar tanaman pada
perlakuan IP (Improved Practice) cenderung lebih tinggi
dibandingkan dengan cara petani atau FP (Farmer Practice). Menurut Agustina (2004), laju serapan unsur hara oleh tanaman dipengaruhi oleh ketersediaan unsur hara yang dapat diserap tanah, kadar air tanah, kerapatan akar dan panjang akar. Berdasarkan analisis, hal ini menunjukan bahwa kemampuan akar tanaman kubis cukup baik dalam
menyerap unsur hara sehingga kebutuhan nitrogen bagi
tanaman kubis dapat terpenuhi.
Tabel 5. Rata-rata Kadar Nitrogen Tanaman Kubis. No.
Perlakuan
Kadar Nitrogen (%)_________ Akar
Daun
Knol
1.
IP (Improved Practice)
2,48±0,19
3,02±0,26
3,60±0,35
2.
FP (Farmer Practice)
2,11±0,17
3,51±0,09
3,81±0,20
Sebaliknya, kadar nitrogen pada bagian knol dan daun pada perlakuan IP (Improved Practice) lebih rendah dibandingkan pada perlakuan FP (Farmer Practice). Dari data ini dapat diambil kesimpulan bahwa unsur hara nitrogen yang 35
tersedia dalam tanah pada perlakuan IP (Improved Practice) mampu meningkatkan kadar nitrogen total dalam tanaman sama halnya dengan cara petani (FP). Total nitrogen dalam tanah akibat penambahan pupuk baik dosis petani (800 kg/ha urea, 1000 kg/ha NPK dan 30 ton/ha pupuk kandang) maupun cara rekomendasi (250 kg/ha urea, 500 kg/ha SP-18, 125 kg/ha KCl, 15 ton/ha pupuk kandang) dapat mencukupi kebutuhan nitrogen bagi tanaman kubis. Namun demikian, dari segi efisiensi penggunaan pupuk nitrogen oleh tanaman, perlakuan IP (Improved Practice) cenderung lebih baik dibandingkan dengan perlakuan FP (Farmer Practice). Disamping itu, kadar hara dalam jaringan tanaman juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti waktu pengambilan contoh tanaman dan bagian tanaman yang diambil.
4.5.Pengaruh Pengelolaan Hara Terhadap Serapan Nitrogen pada Knol Kubis Serapan hara nitrogen pada tanaman kubis dapat dihitung dengan cara mengkalikan antara bobot kering (produksi) dengan kadar hara nitrogen pada tanaman. Hasil tanaman diukur per rumpun dari dan ubinan 1 m x 1 m baik segar (saat panen) maupun kering. Dalam hal ini serapan hara yang dihitung berdasarkan produk yang dikonsumsi oleh manusia atau yang tidak dikembalikan lagi ke tanah, yaitu pada bagian knol kubis. Hasil perhitungan analisis menunjukan bahwa penyerapan nitrogen oleh tanaman kubis pada perlakuan FP lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan IP, walaupun secara statistik tidak menunjukkan beda nyata. Lebih tingginya serapan hara nitrogen oleh tanaman kubis pada perlakuan FP dibanding dengan IP karena kadar nitrogen pada knol dan produksi knol pada perlakuan FP lebih tinggi dibandingkan perlakuan IP. Secara keseluruhan dapat diartikan bahwa kemampuan tanaman untuk menyerap unsur hara nitrogen sama baiknya. Immobilisasi unsur nitrogen dalam proses dekomposisi bahan organik diduga tidak terjadi akibat adanya penambahan urea, sehingga nitrogen yang tersedia bagi tanam meningkat. Hal ini menunjukan bahwa penambahan pupuk
36
urea akan mengurangi/meniadakan imobilisasi nitrogen sehingga kebutuhan nitrogen tanaman akan tercukupi. Ada hubungan yang erat antara serapan hara dan produksi kubis. Artinya semakin tinggi produksi kubis semakin banyak hara nitrogen yang diserap. Berdasarkan hasil analisis, maka perlakuan IP tidak berbeda secara nyata dengan perlakuan FP. Apabila ditinjau dari analisis efisiensi penggunaan pupuk, dapat disimpulkan bahwa rekomendasi pemupukan IP lebih efisien dibandingkan dengan cara petani (FP).
4.6. Analisis Usaha Tani Perlakuan IP (Improved Practice) secara ekonomi jika dibandingkan dengan perlakuan FP (Farmer Practice) akan memberikan efisiensi biaya (Tabel.6). Tabel. 6. Tabel Analisis Usaha Tani Kubis Perlakuan
Pupuk
Dosis Pupuk Anorganik (kg/ha)__________
Kandang
Urea
SP – 18
KCl
Rp.280/kg Rp.2500/kg Rp.4.000/kg
NPK
Rp.12000/kg Rp.2500/kg
____________________________________________________________________________ IP (Improved Practice) 4.200.000
625.000
200.000
1.500.000
FP (Farmer Practice) 8.400.000
2.000.000
-
-
Perlakuan
Produksi Knol (Rp.3.400/kg) Jumlah (kg/ha) Harga Jual (Rp)
Total Biaya (Rp)
2.500.000
Keuntungan Produksi–Biaya (Rp)
_____________________________________________________________________________ IP (Improved Practice)
32.130
109.242.000
6.525.000
102.717.000
FP (Farmer Practice)
33.460
113.764.000
12.900.000
100.864.000
Berdasarkan analisis usaha tani, maka perlakuan IP (Improved Practice) lebih menguntungkan dibandingkan dengan perlakuan FP (Farmer Practice). Oleh karena itu, sebaiknya petani disarankan untuk mengikuti rekomendasi IP yaitu 15 ton/ha pupuk kandang, 250 kg/ha urea, 500 kg/ha SP–18, dan 125 kg/ha KCl karena lebih menguntungkan. Secara umum, dapat disimpulkan bahwa perlakuan dosis rekomendasi (Improved Practice) dapat memberikan manfaat kepada petani. Secara ekonomi, 37
output yang diterima petani tergantung pada harga jual dan biasanya petani tidak memiliki kekuatan untuk tawar-menawar harga. Selama musim panen, produk pertanian yang melimpah menyebabkan harga jual lebih rendah dari harapan petani. Oleh karena itu, harga standar harus dilakukan untuk melindungi produk pertanian. Meskipun hasil panen yang diperoleh pada perlakuan FP (Farmer Practice) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan IP (Improved Practice) namun, cara rekomendasi IP dapat menghasilkan keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan cara FP. Selain itu, penggunaan pupuk yang berimbang dan sesuai dengan kebutuhan tanaman dapat mengoptimalkan pemakaian pupuk sehingga tidak berlebihan dan menimbulkan pencemaran.
38
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan Perlakuan IP (Improved Practice) maupun FP (Farmer Practice), masingmasing dapat meningkatkan kadar nitrogen total tanah. Nitrogen total tanah pada awal tahun 2005 adalah 0,29±0,01%, sedangkan pada saat tanam dan panen 2009 pada perlakuan IP maupun FP yaitu 0,34±0,14 dan 0,47±0,04% pada saat tanam serta 0,62±0,05 dan 0,71±0,15% pada saat panen. Baik pada perlakuan IP maupun FP, kadar nitrogen pada tanaman kubis (akar, daun, dan knol) secara statistik tidak berbeda nyata. Kadar nitrogen pada akar, daun, dan knol pada perlakuan IP dan FP masing-masing 2,48±0,19 dan 2,11±0,17% pada akar, 3,02±0,26 dan 3,51±0,09% pada daun, 3,60±0,35 dan 3,81±0,20% pada knol kubis. Perlakuan IP dan FP tidak berbeda nyata terhadap produksi dan serapan nitrogen kubis. Produksi pada perlakuan IP dan FP yaitu 32,13±4,95 dan 33,46±2,93 kg/ha. Serapan nitrogen pada kedua perlakuan masing-masing 109,57±22,68 kg/ha pada perlakuan IP dan 110,31±10,91kg/ha pada perlakuan FP.
5.2. Saran Karena kedua perlakuan baik FP (Farmer Practice) maupun IP (Improved Practice) secara statistik tidak menunjukkan beda nyata, maka petani disarankan untuk mengikuti rekomendasi IP, yaitu 15 ton/ha pupuk kandang, 250 kg/ha urea, 500 kg/ha SP–18, dan 125 kg/ha KCl karena lebih menguntungkan secara ekonomi.
39
DAFTAR PUSTAKA Abdolzadeh, A., K. Shima, H. Lambers, and K. Chiba. 2008. Change in Uptake, Transport and Accumulation of Ions In Nerium Oleander (Rosbebay) As Affected by Different Nitrogen Sources and Salinity. Ann. Bot. 102 (5) : 735-746. Agustina, L. 2004. Nutrisi Tanaman. Rineka Cipta. Jakarta. Alexander, M. 1977. Introduction to Soil Microbiology. 2nd edition. John Wiley and Sons. New York. Anonim. 2006. First Annual Report. Balai Penelitian Tanah. Bogor. Anonim.2010.TanahAndisol.[TerhubungBerkala]damandiri.or.id/file/nurmayulisu npa dbab1.pdf.Diakses 19 April 2010. Badan Litbang. 1986. Ringkasan Bercocok Tanam, Tanaman Perkebunan dan Industri, Buah-buahan dan Sayuran. BIPP Timor-Timur, 1997. Corey, R. B. 1973. Factors Affecting the Availability of Nutrient to Plants. In Soil Testing and Plant Analysis. Soil Science Society of America, Inc. Madison, Wisconsin, USA. p.23-34. Dudal, R. dan H. Jahja. 1957. Soil Survey in Indonesia. Pemberitaan Balai Besar Penyelidikan Pertanian. Bogor, Indonesia No.147-149. Finck A. 1982. Fertiliziers and Fertilization: Introduction and Practical Guide to Crop Fertilization. Ocerfield Beach. FL : Verlag Chemi. Geraldson, C. M., G.R. Klacan, and O.A. Lorenz. 1973. Plant Analysis as an Aid in Fertilizing Vegetables Crops. p.365-380. In Soil Testing and Plant Analysis. Soil Science Society of America, Inc. Madison, Wisconsin, USA. Gardiner, D. T and Miller R. W. 2004. Soils in Our Environment. 10th Edition. New Jersey. Pearson Education. Inc. Hanafiah, K. A. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Divisi Buku Perguruan Tinggi, PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Hardjowigeno, S. 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Akademika Pressindo. Jakarta. Hilman, Y. dan Suwandi. 1989a. Penetapan P Tersedia pada Tanah Andosol. Buletin Penelitian Hortikultura 18 (2) : 91-97. Hilman, Y. dan Suwandi. 1992b. Pengaruh Takaran NPK Terhadap Pertumbuhan, Hasil, Perubahan Ciri Kimia Tanah dan Serapan Hara
40
Tanaman Cabai. Buletin Penelitian Hortikultura 18 (1) : 107-116. pustakadeptan.go.id/publikasi/ip022094.pdf. Diakses 19 April 2010. Indranada, H. K. 1986. Pengelolaan Kesuburan Tanah. PT. Bina Aksara. Jakarta. Krisna, K. R. 2002. Soil Fertility and Crop Production. Science Publisher, Inc. USA. Lakitan, B. 2000. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Madjid, A. 2007. Dasar–dasar Ilmu Tanah. [Terhubung Berkala] dasar-dasar ilmu tanah.blogspot.com. Diakses 21 April 2010. Madjid, A. 2009. Tanah-tanah di Indonesia dan Penyebarannya.[Terhubung Berkala]dionuntuktanah.wordpress.com/2009/06/01/tanah-di-indonesia. Diakses 13 April 2010. Mattason, M. and J. K. Schjoerring. 2002. Dynamic and Steady - Atate Responses of Inorganic Nitrogen Pools and NH4+ Exchange in Root Nitrogen Supply. Plant Physiol. 128 (2) : 742-750. Porter, H., Remkes, C. and Lambers, H. 1990. Carbon and Nitrogen Economy of 24 Wild Species Differing. Plant Physiol. 99 : 621-627. Prasetyo. B. H. 2005. Andisol : Karakteristik dan Pengelolaannya untuk Pertanian di Indonesia. Jurnal Sumberdaya Lahan (1) : 1-7. Prabhakar. 2000. Phosphate and Potash Use in Vegetable Crops.[Terhubung Berkala].vegetable farming.blogspot.com. Diakses 13 April 2010. Pusat Penelitian Tanah. 1983. Jenis dan Macam Tanah di Indonesia bagi Keperluan Survey dan Pemetaan Tanah Daerah Transmigrasi. PPT. Bogor. Roesmarkam, A. dan Yuwono N. W. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius. Yogyakarta. Rukmana, R. 1994. Bertanam Kubis. Kanisius. Yogyakarta. Sanchez, P. A. 1992. Sifat dan Pengelolaan Tanah Tropika. Bandung : ITB. Sanchez-Mondero, M. A., A. Roig, C. Paredes, and M. P. Bernal. 2001. Nitrogen Transformation During Organic Waste Composting by The Rutgers System and It’s Effect on pH, EC and Maturity of Composting Mixture. Bioresources Technology. 78 : 301–308. Sarief, S. 1986. Konservasi Tanah dan Air. Pustaka Buana. Bandung.
41
Shellp, B. J. 1987. Plant Characteristics and Nutrient Composition and Mobility of Brocoli Supplied With NH4+, NO3- or NH4NO3. J. Exp. Bot. Soepardi, Goeswono. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Departemen Tanah. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. Soepraptohardjo, M. 1978. Jenis–jenis Tanah di Indonesia. Pusat Penelitian Tanah. Bogor. Soil Survey Staff. 1999a. Kunci Taksonomi Tanah. Pusat Penelitian Tanah dan Pengembangan Tanah Agroklimat Bogor. Soil Survey Staff. 2003b. Key to Soil Taxonomy. Eight Edition. USDA. Natural Resources Conservation Service, Washington DC. Subagjo, H., N. Suharta, dan A. B. Siswanto. 2000. Tanah-tanah Pertanian di Indonesia. Dalam Sumberdaya Lahan Indonesia dan Pengelolaannya. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor. Sudarkoco, S. 1992. Penggunaan Bahan Organik pada Usaha Budidaya Tanaman Lahan Kering serta Pengelolaannya. Skripsi. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sutriadi, M. T. 2009. Dampak Pemupukan Nitrogen pada Budidaya Tanaman Semusim Daerah Pertanian Dataran Tinggi (Studi pada Sub DAS Klakah DAS Serayu Kabupaten Wonosobo).Tesis. Magister Studi Ilmu Lingkungan. Universitas Indonesia. Tan, K. H. 1984a. Andosols. A Hutchinson Ross Banchmark Book Van Norstrand Reinhold Company. Tan, K. H. 1994b. Enviromental Soil Science. New York : Marcel Dekker. Inc. Tisdale, S. L., J. D. Beaton and W. L. Nelson. 1985. Soil Fertility and Fertilizers. Fourth Ed. Macmillan Publ. Co. New York. 754 pp. Walsh, L. M. and J. D. Beaton. 1973. Soil Testing and Plant Analysis. Revised Ed. Soil Sci. Soc. Amer. Inc., Madison, Wisconsin, USA. p.491. pustakadeptan.go.id/publikasi/ip022094.pdf. Diakses 19 April 2010. Wirjodihardjo, M. W. dan K. H. Tan. 1964. Ilmu Tanah. Jilid II. Pradnyaparamita. Jakarta. .
42
LAMPIRAN
Tabel Lampiran 1. Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah Berdasarkan Pusat Penelitian Tanah (1983). 43
Sangat Rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi
C – Organik (%)
< 1.00
1.00 – 2.00
2.00 – 3.00
3.01 – 5.00
>5
N – Total (%)
< 0.10
0.11 – 0.20
0.21 – 0.50
0.51 – 0.75
> 0.75
C/N
<5
5 – 10
11 – 15
16 – 25
> 25
P2O5 HCl (mg/100)
< 10
10 – 20
21 – 40
41 – 60
> 60
P2O5 Bray I (ppm)
< 10
10 – 15
15 – 25
26 – 35
> 35
P2O5 Olsen (ppm)
< 10
10 – 25
26 – 45
45 – 60
> 60
KTK (me/100 g)
<5
5 – 16
17 – 24
25 – 40
> 40
K (me/100 g)
< 0.1
0.1 – 0.2
0.3 – 0.5
0.6 – 1.0
> 1.0
Na (me/100 g)
< 0.1
0.81 – 0.3
0.4 – 0.7
0.8 – 1.0
> 1.0
Mg (me/100 g)
< 0.4
0.1 – 0.4
1.1 – 2.0
2.1 – 8.0
> 8.0
Ca (me/100 g)
<2
2–5
6 – 10
11 – 20
> 20
KB (%)
< 20
20 – 35
36 – 50
51 – 70
> 70
pH H2O
Sangat Masam
Masam
Agak Masam
Netral
Agak Alkalin
Alkalin
< 4.5
4,5 – 5.5
5.6 – 6.5
6.6 – 7.5
7.6 – 8.5
> 8.5
Sifat Tanah
44
Tabel Lampiran 2. Persyaratan dan Karakteristik Penggunaan Lahan Tanaman Kubis (Brassica oleracea) Berdasarkan Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat (2003).
Karakteristik Penggunaan
Sangat Sesuai
Cukup Sesuai
Sesuai Marginal
Tidak Sesuai
13-24
24-30 13-10
30-35 5-10
>35 <5
350-800
800-1000 300-350
>1000 230-500
<250
65-90
60-65 90-95
50-60 >95
baik, agak terhambat
agak cepat, sedang
terhambat
sangat terhambat, cepat
halus, agak halus, sedang
-
agak kasar
kasar
<15 >50
15-35 -
35-55
>55
25-50
<25
Lahan Temperatur (oC) Ketersediaan Air : - Curah Hujan (mm)
- Kelembaban (%) Ketersediaan Oksigen : - Drainase
<50
Media Perakaran : - Tekstur
- Bahan Kasar (%) - Kedalaman Tanah (cm) Retensi Hara : - KTK liat (cmol) - KB (%) - pH H2O - Bahan Organik (%)
>16 >50
<16 35-50
6,0-7,8
5,8-6,0 7,8-8,0
>0,8
<0,8
<8 sangat rendah
8-16 Rendah-sedang
<35 <5,8 >8,0
Bahaya Erosi : - Lereng (%) - Bahaya Erosi
16-30 berat
>30 sangat berat
45