11
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengaruh Naungan Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman
Salah satu bentuk modifikasi iklim mikro pada tanaman yaitu dengan penggunaan naungan rumah plastik. Rumah plastik atau rumah kaca (greenhouse) adalah suatu bangunan yang ditutup dengan benda transparan untuk melindungi tanaman dari pengaruh negatif lingkungan. Akibat penutupan ini akan diatur jenis spektrum matahari yang dibutuhkan oleh tanaman dengan menggunakan jenis penutup. Struktur greenhouse berinteraksi dengan parameter iklim di sekitar greenhouse dan menciptakan iklim mikro di dalamnya berbeda dengan parameter iklim di sekitar greenhouse. Hal ini disebut sebagai peristiwa efek rumah kaca (greenhouse effect). Suhardiyanto (2009) menyebutkan greenhouse effect disebabkan oleh dua hal, yaitu: 1. Pergerakan udara di dalam greenhouse yang relatif sangat sedikit atau cenderung stagnan. Karena struktur greenhouse yang tertutup dan laju pertukaran udara di dalam greenhouse dengan lingkungan luar yang sangat kecil. Hal ini menyebabkan suhu udara di dalam greenhouse cenderung lebih tinggi daripada di luar. 2. Radiasi matahari gelombang pendek yang masuk ke dalam greenhouse melalui atap diubah menjadi radiasi gelombang panjang. Radiasi gelombang panjang ini tidak dapat keluar dari greenhouse dan terperangkap di dalamnya. Hal ini menimbulkan greenhouse effect yang menyebabkan meningkatnya suhu udara di dalam greenhouse. Radiasi gelombang pendek yang masuk ke dalam greenhouse diubah menjadi gelombang panjang karena melewati bahan penutup, yaitu atap dan dinding serta dipantulkan oleh lantai maupun bagian konstruksi greenhouse. Radiasi
gelombang
panjang
yang
terperangkap
di
dalam
greenhouse
menyebabkan naiknya suhu udara di dalam greenhouse. Untuk mengatasi masalah tersebut, perlu diperhatikan bentuk greenhouse maupun sirkulasi udara di dalamnya (Suhardiyanto 2009). Pada mulanya greenhouse di kawasan yang beriklim subtropika banyak digunakan dengan menggunakan kaca sebagai atap dan dinding. Hal ini terutama
12
jika greenhouse tersebut dibangun untuk fasilitas produksi tanaman sepanjang tahun. Kaca merupakan bahan utama dalam pembuatan greenhouse (Suhardiyanto 2009). Begitu juga yang terjadi di Indonesia, greenhouse pada umumnya dibangun menggunakan kaca sebagai atap dan dinding. Itulah sebabnya greenhouse kemudian identik dengan glasshouse dan diterjemahkan sebagai rumah kaca. Namun dalam perkembangannya, penggunaan kaca sebagai bahan penutup greenhouse sudah jauh tertinggal dibandingkan dengan penggunaan plastik. Sehingga, istilah rumah kaca sebagai terjemahan dari greenhouse sudah kurang tepat lagi. Agar lebih mencerminkan fungsi greenhouse sebagai bangunan perlindungan tanaman maka digunakan istilah “rumah tanaman” sebagai terjemahan dari greenhouse (Suhardiyanto 2009). Rumah tanaman merupakan suatu bangunan yang berfungsi untuk melindungi tanaman dari berbagai macam gangguan cuaca seperti hujan, angin, dan intensitas radiasi matahari yang tinggi serta melindungi tanaman dari serangan hama penyakit. Pada umumnya rumah tanaman diperlukan untuk tanaman yang memiliki nilai ekonomi yang cukup penting seperti berbagai jenis tanaman bunga-bungaan (diantaranya mawar, anyelir, gladiol, anggrek, dan krisan), tanaman sayur-sayuran (diantaranya tomat, kapri, brokoli, sawi, dan paprika), tanaman buah-buahan (diantaranya melon, anggur, dan semangka). Selain itu, rumah tanaman di Indonesia sangat sesuai diterapkan untuk tanaman komoditas ekspor yang menghendaki kualitas baik dan ukuran yang seragam (Noor 2006). Penggunaan rumah tanaman di kawasan yang beriklim tropika semakin banyak, sebagai bangunan pelindung tanaman dalam budidaya sayuran daun, sayuran buah, dan bunga. Tingginya suhu udara di dalam rumah tanaman dapat mencapai tingkat yang memicu cekaman pada tanaman. Masalah lainnya adalah tingginya kelembaban udara serta seringnya kerusakan atap rumah tanaman akibat angin yang kencang (Suhardiyanto 2009). Selanjutnya disebutkan bahwa tingginya kelembaban udara dapat rnengganggu pertumbuhan tanaman karena merangsang pertumbuhan jamur yang rnenimbulkan penyakit pada tanaman. Oleh karena itu, konsep rumah tanaman untuk kawasan yang beriklim tropika basah
13
perlu dikembangkan sesuai dengan kondisi iklim yang panas dan lembab tersebut. Hal ini akan meningkatkan efisiensi penggunaan energi dalam pengendalian iklim mikro di dalam rumah tanaman agar mendekati kondisi optimum bagi pertumbuhan tanaman. Di kawasan yang beriklim tropika basah, rumah tanaman berfungsi sebagai bangunan pelindung tanaman pada budidaya tanaman dengan media tanah maupun dengan sistem hidroponik. Untuk kawasan yang beriklim tropika basah seperti di Indonesia konsep rumah tanaman dengan umbrella effect dipandang lebih sesuai. Rumah tanaman lebih ditujukan untuk melindungi tanaman dari hujan, angin, dan hama. Selain itu, rumah tanaman dibangun untuk mengurangi intensitas radiasi matahari yang berlebihan, mengurangi penguapan air dari daun dan media, serta memudahkan perawatan tanaman (Suhardiyanto 2009). Berdasarkan fungsi tersebut maka tidak tepat jika rancangan rumah tanaman di kawasan yang beriklim tropika basah menggunakan rancangan rumah tanaman subtropika yang umumnya dikembangkan dengan konsep greenhouse effect. Untuk kawasan yang beriklim tropika basah, rancangan rumah tanaman yang telah dikembangkan di kawasan yang beriklim subtropika perlu diadaptasi dengan konsep umbrella effect tersebut. Rancangan rumah tanaman untuk kawasan yang berikim tropika basah sering disebut juga adapted greenhouse (Suhardiyanto 2009). Ketika rumah tanaman mulai diperkenalkan di kawasan yang beriklim tropika, terjadi adaptasi rancangan atap dari berbagai rumah tanaman yang umum digunakan di kawasan yang beriklim subtropika. Adaptasi tersebut menjadi tiga jenis rumah tanaman yang kemudian umum digunakan di kawasan yang beriklim tropika, yaitu semi monitor, modified standard peak, dan modified arch. Masingmasing tipe rumah tanaman tersebut dilengkapi dengan bukaan ventilasi pada bubungan. Bukaan ventilasi ini dibuat agar udara di dalam rumah tanaman yang suhunya lebih tinggi dibandingkan dengan udara luar dapat mengalir keluar melalui bukaan tersebut secara lancar (Suhardiyanto, 2009). Suhardiyanto (2009) mengemukakan bahwa rancangan rumah tanaman yang paling sesuai dan banyak digunakan di kawasan yang beriklim tropika seperti Indonesia adalah modified standard peak dengan jumlah bentangan satu
14
atau lebih. Tipe atap tersebut memungkinkan bukaan ventilasi pada bubungan rumah tanaman dapat dibuat dengan mudah dan strukturnya cukup stabil menahan angin yang kencang. Untuk kawasan yang beriklim tropika orientasi rumah tanaman sebaiknya memanjang ke timur dan barat sehingga atap rumah tanaman menghadap ke utara dan selatan. Hal ini rnemungkinkan cahaya matahari dapat mengenai tanaman secara lebih merata sepanjang hari. Namun, perbedaan yang diakibatkan oleh perbedaan orientasi rumah tanaman ini tidak besar. Modified standard peak greenhouse banyak digunakan di Indonesia karena sesuai dengan kondisi iklim Indonesia yang memiliki intensitas radiasi matahari dan curah hujan yang tinggi. Bentuk atap berundak dengan kemiringan tertentu mempercepat aliran air hujan ke arah ujung bawah atap. Bentuk atap standard peak
dengan
kemiringan
sudut
250
-
350
tergolong
optimal
dalam
mentransmisikan radiasi matahari (Suhardiyanto 2009). Dengan bukaan ventilasi pada bagian bubungan, suhu udara di dalam rumah tanaman tipe ini dapat dipertahankan pada tingkat yang dapat ditolerir oleh tanaman. Hal ini terjadi karena pertukaran udara berlangsung melalui bukaan ventilasi pada bubungan dan dinding yang ditutup dengan screen. Ketika tidak ada angin bertiup, udara masih dapat keluar dari rumah tanaman melalui bukaan pada atap. Perbedaan kerapatan udara terjadi karena perbedaan suhu udara. Suhu udara di bagian atas rumah tanaman cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan suhu udara di bagian bawah. Hal ini menyebabkan terjadinya aliran udara ke atas, yaitu ke arah bukaan pada atap, sehingga berlangsunglah ventilasi alamiah. Ketika angin bertiup, ventilasi alamiah berlangsung secara lebih lancar (Suhardiyanto 2009). Ventilasi alamiah perlu menjadi salah satu aspek pertimbangan yang penting dalam perancangan struktur rumah tanaman di kawasan yang beriklim tropika basah. Hal ini karena ventilasi alamiah merupakan metode yang sangat murah untuk menjaga lingkungan di dalam rumah tanaman berada pada tingkat yang baik bagi pertumbuhan tanaman. Selain itu, rancangan struktur rumah tanaman sangat berpengaruh terhadap laju pertukaran udara dari dalam ke luar atau sebaliknya melalui ventilasi alamiah. Pertukaran udara tersebut menentukan kondisi iklim mikro di dalam rumah tanaman (Suhardiyanto 2009).
15
Ventilasi alamiah adalah pertukaran udara di dalam suatu bangunan dengan udara di luarnya tanpa mengunakan kipas atau peralatan mekanik lainnya. Pertukaran udara pada rumah tanaman sangat diperlukan untuk mencegah terlalu tingginya suhu dan kelembaban udara. Selain itu, ventilasi alamiah juga menjaga tersedianya CO2 yang sangat penting bagi proses fotosintesis pada daun tanaman (Suhardiyanto 2009). Tujuan penggunaan rumah tanaman adalah menciptakan iklim mikro yang kondusif untuk pertumbuhan tanaman ketika kondisi iklim tidak kondusif. Atap rumah tanaman sangat menentukan iklim mikro dalam rumah tanaman tersebut. Pemilihan atap harus mempertimbangkan karakteristik fisik, termal, optik, dan harga bahan tersebut (Suhardiyanto, 2009). Selanjutnya disebutkan bahwa karakteristik termal atap rumah tanaman terhadap radiasi matahari meliputi transmissivity, absorptivity, dan reflectivity. Dari segi optik, atap rumah tanaman perlu mempunyai karakteristik dapat meneruskan sebanyak mungkin sinar tampak yang diperlukan tanaman untuk fotosintesis. Bahan dalam pembuatan sebuah rumah tanaman beraneka ragam. Pemilihannya sangat ditentukan oleh banyak faktor, demikian pula mengenai bentuk, konstruksi, dan sistem pengontrol lainnya disesuaikan dengan kondisi iklim suatu daerah, tujuan penggunaan, jenis tanaman, dan biaya. Secara umum bangunan rumah tanaman terdiri atas bagian kerangka sebagai penopang kekuatan yang dapat terbuat dan besi, kayu atau bambu tergantung dari ketersediaan bahan baku setempat. Masing-masing bahan baku tersebut mencerminkan ketahanan dan kekuatan bangunan serta umur ekonomisnya. Atap rumah tanaman terbuat dari bahan tembus pandang seperti kaca, plastik film, fiberglass, panel aknilik dan panel polykarbonat (Noor 2006). Konstruksi atap dan bahan plastik yang sesuai untuk Indonesia yang beriklim tropis sehingga dapat mengurangi dari
pengaruh negatif
intensitas radiasi
matahari yang berlebihan. Jenis plastik terdiri atas plastik berproteksi UV dan plastik biasa. Jika petani atau pengusaha ingin berinvestasi untuk jangka waktu yang pendek, misalnya untuk beberapa tahun saja maka bahan penutup dari plastik film dapat menjadi pilihan. Ada beberapa plastik film yang dapat digunakan untuk bahan penutup rumah tanaman, yaitu polyethylene (PE), atau
16
polyvinyichloride (PVC) (Suhardiyanto 2009). Selanjutnya disebutkan bahwa PE memiliki sifat fisik yang fleksibel dan ringan sehingga sering digunakan pada rumah tanaman dengan atap melengkung. PE dapat mentransmisikan PAR 8587%. Kelemahan PE adalah umur pakainya yang hanya dua sampai empat tahun. PE lebih popular sebagai bahan penutup rumah tanaman dibandingkan dengan PVC. PE dengan UV stabilizer merupakan bahan penutup yang paling banyak digunakan di Indonesia karena harganya relatif murah dan daya tahannya cukup baik. Jenis plastik tersebut memiliki transmisivitas cahaya matahari yang baik, serta tidak terlalu kedap terhadap radiasi gelombang panjang dibandingkan dengan bahan kaca (Suhardiyanto 2009). Naungan secara langsung berpengaruh terhadap intensitas cahaya yang sampai di permukaan tajuk tanaman. Pemberian naungan pada tanaman selain mengurangi intensitas cahaya juga spektrum cahaya yang diterima daun di bawah naungan akan berbeda dengan spektrum cahaya langsung (Noor 2006). Bagian energi matahari yang paling bermanfaat untuk fotositesis adalah spektrum cahaya tampak (0.4 - 0.7 µm). Pada daerah tropik spektrum cahaya tampak dapat mencapai 50 % dari total radiasi (Jones 1992). Pemberian naungan akan menyebabkan iklim mikro di sekitamya berubah. Pada siang hari sinar matahari yang masuk terhalang oleh naungan. Hal tersebut menyebabkan berkurangnya akumulasi radiasi matahari yang sampai ke permukaan tanah. Pada malam hari naungan dapat menahan radiasi gelombang panjang yang dilepaskan permukaan tanah sehingga energi dari pelepasan radiasi akan terakumulasi yang menyebabkan meningkatnya suhu udara di bawah naungan. Keadaan masing-masing iklim mikro ini akan mempengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pemberian naungan berpengaruh terhadap produksi tanaman. Hasil penelitian terhadap tanaman lada menunjukkan secara umum tanaman di bawah naungan 50% (tingkat radasi surya 50%) memperlihatkan hasil produksi tertinggi dibandingkan dengan tingkat radiasi 75% dan tanpa naungan (Faisal 1984). Sumiati dan Filman (1994) mengemukakan bahwa hasil bobot buah cabai paprika varietas Blue Star tertinggi dihasilkan dari tanaman yang dibudidayakan secara konvensional di bawah naungan plastik transparan dengan kerangka naungan
17
berbentuk kubus setengah lingkaran dengan arah memanjang menghadap ke arah timur-barat di Lembang, Jawa Barat. Sebaliknya, hasil penelitian Syakur et al. (2003) menunjukkan bahwa penggunaan naungan plastik UV tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman tomat, namun keunggulan dari plastik ini yaitu memiliki waktu pemakaian yang lebih lama dan ketahanan yang lebih baik dibanding plastik biasa. Hasil penelitian Noor (2006) menunjukkan bahwa perlakuan naungan 27.5% dapat menurunkan intensitas radiasi matahari hingga 155 W/m2 (49%) sehingga memberikan kondisi lingkungan yang sesuai untuk mendukung pertumbuhan, produktivitas, dan mutu hasil paprika. Kondisi optimum di dalam rumah plastik sebagaimana hasil penelitian Yushardi (2007) yaitu pada penggunaan plastik polyetylena berproteksi ultraviolet (UV) 14% dapat menurunkan suhu udara di dalam rumah plastik sebesar 3.0 °C (7.4%). Sumiati dan Filman (1994) mengemukakan penggunaan naungan plastik bening dapat menekan evaporasi yang mungkin terjadi akibat tiupan angin, sehingga kelembaban tanah tetap terjamin untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman tomat. Selanjutnya dikemukakan bahwa naungan dapat menahan percikan air hujan yang deras, sehingga dapat menekan gugurnya bunga dan buah tomat serta menekan kemungkinan timbulnya penyakit. Hasil penelitian Sumiati dan Filman (1994) menunjukkan bahwa naugan plastik bening secara nyata dapat meningkatkan bobot buah per hektar. Selain itu, manfaat rumah plastik di daerah tropis antara lain yaitu melindungi tanaman dari curah hujan, angin dan sinar matahari yang terlalu kuat serta mengatur kelembaban ruang. Rumah plastik dapat menyerap sinar UV yang berlebihan yang tidak menguntungkan bagi tanaman.
2.2. Pengaruh Radiasi Surya Terhadap Pertumbuhan Tanaman Radiasi surya sangat diperlukan oleh komunitas tanaman karena memiliki energi untuk proses fotosintesis, terutama energy dari cahaya tampak (400 – 700 nm) yang disebut Photosintetically Active Radiation (PAR).
Interaksi antara
radiasi surya dan tanaman hidup dapat dibagi atas tiga kategori yaitu efek termal,
18
efek foto-energi, dan efek fotostimulus yang dapat diringkaskan seperti pada Tabel 2. Tabel 2. Panjang gelombang radiasi dan pengaruhnya pada tumbuhan (Ross 1975) Tipe Radiasi Ultraviolet PAR Infra merah dekat Radiasi gelombang panjang
Wilayah Spektral 0-4 0.38-0.71 0.71-4.0 3.0-100
Persen Radiasi Surya 21-46 50-79
Termal
Fotosintesis
Fotomor fogenetik
+ +
Moderate + -
+ + +
-
-
-
+
Keterangan : - = tidak nyata berpengaruh; + = nyata berpengaruh Pengaruh interaksi radiasi surya terhadap tumbuhan terdiri atas tiga bagian (Ross 1975) : 1). Pengaruh termal radiasi hampir 70% diserap oleh tanaman dan diubah sebagai bahang dan energi untuk transpirasi serta untuk pertukaran panas dengan lingkungannya. 2). Pengaruh fotosintesis karena hampir 28% dari energi yang ada diserap untuk fotosintesis dan disimpan dalam bentuk energi kimia. 3). Pengaruh fotomorfogenetik yaitu sebagai regulator dan pengendali proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Contoh dalam proses ini adalah untuk
proses
gerakan
nastik,
orientasi,
pembentukan
pigmen
dan
pembungaan. Tiga karakteristik radiasi surya yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman adalah intensitas, lama penyinaran, dan panjang gelombang cahaya seperti dapat dilihat pada Tabel 3.
19
Tabel 3. Pengaruh spektrum cahaya terhadap pertumbuhan tanaman Band
λ (mikron)
Pengaruh terhadap tanaman
1
>1.02
Tidak ada pengaruh spesifik yang diketahui. Radiasi diserap dan diubah menjadi panas tanpa mempengaruhi proses biokimia.
2
1.0-0.72
Pengaruh khas terhadap aktivitas pemanjangan organ tanaman. Wilayah infra merah jauh penting bagi fotoperiodeisme, perkecambahan biji, kontrol pembungaan, dan warna buah.
3
0.72 – 0.61
Diserap oleh klorofil. Menghasilkan proses aktivitas fotosintesis yang kuat. Terkadang menunjukkan adanya aktivitas fotoperiodik yang kuat.
4
0.61 – 0.51
Wilayah spektrum hijau dengan efektivitas fotosintesis rendah dan aktivitas formatif lemah.
5
0.51 – 0.40
6
0. 40 – 0.315
7
0.315 – 0.28
Wilayah serapan terkuat oleh klorofil dan pigmen kuning. Merupakan wilayah aktivitas fotosintesis yang kuat pada cahaya biru violet. Mempunyai pengaruh formatif yang kuat. Menghasilkan pengaruh formatif. Tanaman menjadi lebih pendek dan daun lebih tebal. Umumnya merugikan tanaman.
8
<0.28
Secara cepat mematikan tanaman. germisidal
Mempunyai aksi
Sumber : Chang (1968) Radiasi atau cahaya matahari dapat dinyatakan dalam hal : 1). panjang gelombang atau kualitas cahaya. 2). intensitas cahaya. 3). panjang hari. Ketiga komponen radiasi tersebut mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman
melalui berbagai proses fisiologi :1). fotosintesis
(intensitas, panjang gelombang). 2). fotorespirasi (intensitas). 3). fotoperiodisme (panjang hari, fotoperiode). 4). fototropisme (arah datang cahaya). 5). perkecambahan benih (panjang gelombang) 7). pembentukan anthocyanin (intensitas, panjang gelombang). Pengurangan intensitas cahaya antara lain dengan naungan akan meningkatkan kelembaban udara, tetapi menurunkan suhu (Gardner et al. 1991).
20
2.3.
Pengaruh Suhu Udara Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman
Perkembangan maupun pertumbuhan tanaman sangat ditentukan oleh unsur-unsur cuaca seperti suhu udara. Namun faktor yang paling berpengaruh terhadap perkembangan tanaman adalah suhu dan panjang hari, sedangkan pada pertumbuhan hampir semua unsur cuaca sangat mempengaruhinya (Handoko 1994). Pertumbuhan tanaman sangat dipengaruhi oleh suhu udara.
Sering
perubahan beberapa derajat saja sudah menyebabkan perubahan yang nyata dalam laju pertumbuhan. Pada tahap tertentu dalam daur hidup tanaman, tiap spesies atau varietas mempunyai suhu minimum, (rentang) suhu optimum dan suhu maksimum. Di bawah suhu minimum ini tanaman tidak akan tumbuh; pada rentang suhu optimum, laju tumbuhnya paling tinggi; dan di atas suhu maksimum tanaman tidak akan tumbuh bahkan mati (Salisbury dan Ross 1995). Selanjutnya disebutkan bahwa suhu tidak hanya mempengaruhi pertumbuhan jaringan. Sering selang suhu tertentu mengawali tahap kritis pada daur hidup tanaman : perkecambahan biji, awal pembungaan, dan induksi atau berakhirnya dormansi pada tanaman tahunan. Respon perkembangan tanaman itu sering dipengaruhi oleh faktor lingkungan selain suhu, antara lain tingkat cahaya, lama cahaya, dan kelembaban udara. Pengaruh suhu udara terhadap pertumbuhan terutama pada proses respirasi dan kecepatan proses biokimia dalam fotosintesis. Dalam proses respirasi, hasil fotosintesis akan diubah menjadi CO2 dan H2O, sehingga semakin besar respirasi laju pertumbuhan tanaman menjadi berkurang.
Fotosintesis dan respirasi
merupakan reaksi kimia yang dikenal dengan nama proses biokimia. Intensitas/kecepatan reaksinya sangat ditentukan oleh aktivitas katalisator. Hanya saja pada proses biokimia katalisatornya adalah enzim, yang daya toleransinya terhadap suhu lingkungan sangat terbatas dan bervariasi untuk tiap varietas tanaman karena enzim tersebut dari protein yang spesifik. Pada batas kisaran toleransi optimum, semakin tinggi suhu akan semakin meningkatkan aktivitas dari enzim, yang akhirnya akan meningkatkan produk fotosintesis dan respirasi. Meningkatnya cahaya dari angka optimumnya akan mengakibatkan penurunan produk, karena mulai terjadi perusakan enzim, yang akhirnya proses fotosintesis
21
dan respirasi akan berhenti bila seluruh enzim rusak oleh suhu yang terlalu tinggi (Nasir 1999). Produk fotosintesis bruto sangat ditentukan oleh intensitas radiasi PAR dan tingginya suhu daun yang diakibatkan oleh penyerapan radiasi gelombang pendek tersebut. Terutama pada daun yang memperoleh radiasi surya langsung di puncak tajuk, laju fotosintesis tidak terlalu terpengaruh oleh suhu udara. Sedangkan untuk respirasi berlangsung terus menerus selama 24 jam dan kecepatannya sangat dipengaruhi oleh suhu udara dan radiasi infra merah. Pertumbuhan tanaman sangat dipengaruhi suhu. Perubahan suhu beberapa derajat menyebabkan perubahan yang tajam terhadap laju pertumbuhan. Pada tahap tertentu dalam daur hidupnya dan pada kondisi tertentu, tiap spesies atau varietas memiliki suhu minimum, suhu optimum dan suhu maksimum. Di bawah suhu minimum, tumbuhan tidak akan tumbuh; pada rentang suhu optimum laju pertumbuhannya paling tinggi; dan di atas suhu maksimum, tumbuhan tidak akan tumbuh bahkan mati. Kurva laju pertumbuhan sebagai fungsi suhu (gambar 1) memperlihatkan pertumbuhan berbagai spesies lazimnya menyesuaikan diri dengan lingkungan alaminya. Spesies alpin dan spesies kutub utara mempunyai suhu minimum, optimum dan maksimum yang rendah; spesies tropika mempunyai suhu utama yang jauh lebih tinggi. Tumbuhan yang tumbuh mendekati suhu minimum atau maksimum akan sering mengalami cekaman (Salisbury dan Ross 1995).
22
Gambar 2. Pertumbuhan tanaman sebagai fungsi suhu pada empat spesies tumbuhan (Sumber : Salisbury dan Ross 1995) Suhu tidak hanya mempengaruhi pertumbuhan jaringan.
Selang suhu
tertentu mengawali tahap kritis pada daur hidup pertumbuhan : perkecambahan biji, awal pembungaan dan induksi dan berakhirnya dormansi pada tumbuhan tahunan. Respons perkembangan itu sering dipengaruhi oleh faktor lingkungan selain suhu, antara lain : tingkat cahaya, lama cahaya dan kelembaban. Interaksi ini sangat beragam dan rumit. Respon pertumbuhan terhadap suhu yang mendalilkan reaksi enzim yang dipengaruhi oleh dua faktor yang berlawanan.
Kenaikan suhu meningkatkan
energi kinetik molekul yang bereaksi dan hal ini meningkatkan laju reaksi; tetapi kenaikan suhu juga menaikkan laju denaturasi enzim. Selisih antara kurva reaksi dan kurva perombakan menghasilkan kurva yang setangkup yang mempunyai suhu minimum, optimum dan maksimum sendiri (Gambar 2.). Kurva tersebut berlaku untuk respirasi, fotosintesis dan berbagai respon tumbuhan lainnya, disamping pertumbuhan (Salisbury dan Ross 1995).
23
Gambar 3. Aktivitas enzim dan suhu. I laju reaksi dengan Q10 = 2 khas untuk berbagai reaksi kimia yang dikendalikan enzim. III reaksi dengan Q10 = 6 khas untuk denaturasi protein. II kurva perkiraan selisih antara laju reaksi enzim dan Denaturasi (Sumber : Salisbury dan Ross 1995). Selain respons positif bila suhu meningkat dari minimum ke optimum, sebaliknya beberapa proses tertentu ternayata meningkat bila suhu menurun mendekati titik beku. Pada vernalisasi, pemajanan tumbuhan tertentu pada suhu rendah selama beberapa minggu memyebabkan tumbuhan mampu berbunga, biasanya setelah dikembalikan ke suhu normal. Suhu rendah pada musim gugur sering menyebabkan atau membantu berlangsungnya dormansi pada banyak biji, tunas atau organ bawah tanah, Perkembangan tanaman merupakan suatu kombinasi dari sejumlah proses yang kompleks, yaitu pertumbuhan dan diferensiasi yang mengarah pada akumulasi bobot kering. Proses diferensiasi ini mensyaratkan : (1) hasil asimilasi yang tersedia dalam keadaan berlebihan untuk dimanfaatkan pada banyak kegiatan metabolik; (2) temperatur yang menguntungkan; dan (3) terdapat sistem enzim yang memperantarai proses diferensiasi (Gardner et al. 1991).
24
Intensitas cahaya tinggi di siang hari berakibat meningkatkan hasil fotosintesis bruto. Bila siang hari cahaya surya terik kemudian diikuti oleh suhu udara rendah di malam hari, hal tersebut menguntungkan bagi tanaman karena meningkatkan produk fotosintesis neto. Pengurangan produk fotosintesis oleh respirasi sangat ditentukan oleh suhu udara. Suhu udara yang terus menerus tinggi akan mengurangi fotosintesis neto.
Suhu udara akan mempengaruhi
kecepatan reaksi metabolisme (fotosintesis dan respirasi), sehingga pertumbuhan generative untuk menghasilkan biji menurun.
Ditinjau terhadap respon suhu
udara, terdapat tiga batas suhu penting (suhu kardinal) pada tanaman yaitu suhu minimum, suhu optimum, dan suhu maksimum. Untuk tanaman tomat, suhu optimumnya adalah 18 – 24 oC, suhu minimum 14oC, dan suhu maksimum 26 oC (Nasir 1999). Tanaman mengalami dua proses hidup yakni tumbuh (bertambah ukuran panjang, luas, volume dan bobot) dan berkembang yakni mengalami penggandaan dan pemisahan fungsi organ melalui fase-fase benih, kecambah, pertumbuhan vegetatif dan pertumbuhan generatif bunga, buah dan biji untuk memperoleh generasi baru (benih baru). Dalam batas kisaran toleransi kenaikan suhu udara akan diikuti oleh laju pertumbuhan dan semakin pendeknya periode antar fase perkembangan. Dalam hal ini untuk tanaman semusim peningkatan suhu udara akan ,menyebabkan semakin pendek umurnya. 2.3.1. Hubungan Suhu dengan Fotosintesis Fiksasi CO2 dalam peristiwa fotosintesis merupakan reaksi yang dikendalikan oleh enzim, dan meningkat dengan laju penambahan semakin tinggi sejalan dengan meningkatnya suhu, hingga mencapai temperatur yang menyebabkan denaturasi enzim Semua reaksi di dalam tumbuhan sangat dipengaruhi oleh suhu luar. Pada umumnya reaksi yang dikatalis oleh enzim akan meningkat dengan kenaikan suhu dari 0 oC sampai 35 oC atau 40 oC. Nilai Q10 umumnya antara 2 sampai 3 dalam rentang suhu 0 oC sampai 30 oC, sebagian karena panas akan meningkatkan jumlah molekul yang mempunyai energi setara dengan atau lebih besar daripada energi pengaktifan. Karena laju reaksi sangat bergantung pada katalis oleh enzim, suhu juga mempengaruhi reaksi dengan mengubah bentuk enzim. Bentuk enzim
25
menentukan kemampuannya, baik untuk bergabung dengan substratnya maupun untuk katalis.
Berbagai enzim, bahkan yang berasal dari spesies yang sama,
responsnya terhadap suhu sering sangat berbeda. Hal ini berarti bahwa pada suhu tertentu beberapa enzim berfungsi optimum, sedangkan yang lain tidak. Pertumbuhan dan reproduksi organisme sangat beragam pada suhu yang berlainan. Pada suhu tertentu hal ini mungkin bergantung pada suhu optimum bagi kerja enzim tertentu yang mengendalikan reaksi pembatas laju pertumbuhan. Perbedaan suhu optimum enzim akan menentukan di lingkungan mana spesies akan hidup. Sebagai contoh, suhu optimum bagi proses fotosintesis pada tumbuhan alpina dan tundra adalah 10 – 15 oC, sedangkan suhu optimum bagi jagung sekitar 30 oC. Tanaman budidaya bervariasi menurut kisaran suhu pertumbuhannya. Tanaman budidaya yang tumbuh dalam kondisi dingin (tumbuh pada suhu utama antara 0 – 5 oC) seperti gandum mempunyai keuntungan mampu menghasilkan indeks luas daun (ILD) kritis cukup dini agar dapat bertepatan dengan saat energi matahari maksimum.
Tanaman budidaya musim hangat (tumbuh pada suhu
utama antara 5 – 15 oC) seperti jagung, harus menunggu suhu cukup tinggi untuk bisa menunjang pertumbuhan, karena tanaman ini tidak dapat menghasilkan luas daun secara cukup cepat untuk mencapai ILD kritis pada energi matahari maksimum. Tingkat energi radiasi dan suhu tanah serta udara merupakan dua variabel lingkungan utama yang cenderung berfluktuasi sama.
Peningkatan suhu
permukaan pada lokasi mana saja sangat dipengaruhi oleh energi radiasi yang diterima (Gardner et al. 1991). 2.3.2. Hubungan Suhu dengan Respirasi dan Transpirasi Respirasi tanaman juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain suhu. Peningkatan suhu sebesar 10 oC akan meningkatkan laju reaksi 2 – 3 kali lipat (Darmawan dan Baharsjah 2010).
Demikian pula halnya dengan transpirasi.
Kehilangan uap air melalui stomata (80 – 90 %) dan kutikula (± 10%) akibat adanya gradien tekakanan uap air antara rongga daun dan udara sekitarnya, dipengaruhi oleh suhu. Radiasi matahari (cahaya) menimbulkan panas bumi yang
26
kemudian dipantulkan kembali ke udara daun, menyebabkan makin tingginya suhu daun dan transpirasi semakin meningkat. Transpirasi tidak hanya mempengaruhi proses fisika penguapan dan difusi, tetapi juga mempengaruhi membuka dan menutupnya stomata pada permukaan daun yang dilalui air yang ditranspirasikan dan lalulintas CO2. Naiknya suhu daun misalnya, sangat meningkatkan penguapan dan sedikit difusi, namun mungkin menyebabkan stomata tertutup atau terbuka lebar, bergantung pada spesies dan faktor lain.
Saat matahari terbit, stomata membuka karena
meningkatnya pencahayaan dan cahaya meningkatkan suhu daun, sehingga air menguap lebih cepat. Naiknya suhu membuat udara mampu membawa lebih banyak kelembaban, maka transpirasi meningkat, dan bukaan stomata terpengaruh. Angin membawa CO2 dan mengusir uap air. Hal ini menyebabkan penguapan dan penyerapan CO2 meningkat, meskipun semakin meningkatnya kadar CO2 akan menyebabkan stomata menutup sebagian. Bila daun dipanaskan oleh sinar matahari dengan panas yang melebihi suhu udara, angin akan menurunkan suhunya. Akibatnya transpirasi menurun (Salisbury dan Ross 1995). Meningkatnya suhu daun yang meningkatkan pula respirasi dan transpirasi. Respirasi mengubah heksosa menjadi bahan-bahan struktural, cadangan makanan dan metabolik yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Campbell et al. 2003).
2.3.3. Pengaruh Suhu terhadap Perkecambahan Selain imbibisi, proses perkecambahan juga meliputi sejumlah proses katabolisme dan anabolisme yang dikendalikan enzim, dan karena sangat responsif terhadap suhu. Suhu kardinal (maksimum, optimum dan minimum) untuk perkecambahan pada kebanyakan biji tanaman budidaya pada dasarnya merupakan suhu kardinal untuk pertumbuhan vegetatif yang normal.
Suhu
optimum adalah suhu yang memberikan persentase perkecambahan yang paling tinggi dalam periode waktu yang paling pendek (Gardner et al. 1991). Biji yang belum mengalami masak lanjutan yang dormansinya sebagian atau relatif berkecambah dalam rentangan waktu yang sempit, misalnya 5 – 15 oC bagi spesies yang bertemperatur rendah. Biji yang mengalami masak lanjutan (kultivar
27
kebanyakan tanaman budidaya) tidak memiliki rentang perkecambahan yang sempit. Temperatur kardinal untuk perkecambahan biji tanaman budidaya saling menelumpang, tetapi kecepatan berkecambah pada seluruh tanaman budidaya lebih lambat pada suhu yang rendah (Gardner et al. 1991). 2.3.4. Hubungan Suhu dengan Ketinggian Tempat Suhu udara kering atmosfer bumi lebih dingin sekitar 1 oC setiap kenaikan tegak 100 m. Jadi, jika udara kering pada suhu 30 oC di lembah. Suhu udara pada ketinggian tegak 1.500 m akan mendingin menjadi 15 oC, kecuali jika dipanaskan atau didinginkan oleh lereng gunung dan atau sinar matahari dalam perjalanan ke atas. Hal disebabkan karena udara yang naik akan memuai karena tekanan lebih rendah pada elevasi yang lebih tinggi (Salisbury dan Ross 1995). Pertumbuhan dan perkembangan tanaman dipengaruhi oleh suhu, yang berkaitan dengan reaksi enzim yang terlibat dalam metabolisme tanaman.
Laju
reaksi enzim terhadap suhu merupakan rentang suhu kardinal, yaitu suhu minimum, optimum dan maksimum.
2.4. Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Tomat Morfologi atau penampilan fisik tanaman tomat bisa dibedakan menjadi beberapa bagian, yakni akar, batang, daun, bunga, buah dan biji. Tanaman tomat memiliki akar tunggang yang bisa menembus tanah sekaligus akar serabut (akar samping) yang bisa tumbuh menyebar ke segala arah. Kemampuannya menembus lapisan tanah terbatas, yakni pada kedalaman 30 – 70 cm.
Sesuai sifat
perakarannya, tomat bisa tumbuh dengan baik di tanah yang gembur dan mengikat air. Batang berwarna hijau dengan bentuk persegi empat hingga bulat. Sewaktu masih muda batangnya memiliki tekstur yang lunak, tapi setelah tua berubah menjadi bulu atau rambut halus. Diantara bulu-bulu tersebut terdapat rambut kelenjar yang mampu mengeluarkan bau khas. Daun tomat berbentuk oval dengan panjang 20 – 30 cm.
Tepi daun
bergerigi dan membentuk celah-celah yang menyirip. Diantara daun-daun yang bersirip besar terdapat sirip kecil dan ada pula yang bersirip besar lagi. Umumnya
28
daun tomat tumbuh di dekat ujung dahan atau cabang, memiliki warna hijau dan berbulu. Bunga tanaman tomat tergolong sempurna (hermaphrodite), yakni memiliki benang sari dan kepala putik pada bunga yang sama. Dengan demikian tomat bisa melakukan penyerbukan sendiri, sekaligus mampu melakukan penyerbukan silang dengan bantuan serangga. Penyerbukan silang lebih umum terjadi di daerah tropis dibandingkan dengan di daerah beriklim sedang. Ukuran bunga relative kecil dengan diameter sekitar 2 cm. Bunga berwarna kuning dan tersusun dalam satu rangkaian dengan jumlah 5 – 10 bunga tergantung varietasnya.
Dalam satu kuntum bunga terdapat 5 – 6 helai mahkota yang
berwarna kuning cerah dan berukuran sekitar 1 cm, bertangkai pendek dengan kepala sari yang panjangnya 5 mm. Kelopak berjumlah lima buah, berwarna hijau dan terletak di bagian bawah atau pangkal bunga. Benang sari berjumlah enam buah, bertangkai pendek dengan kepala sari yang panjangnya 5 mm, dan berwarna sama dengan mahkota bunga. Pada benang sari terdapat kantong yang letaknya menjadi satu dan membentuk bumbung yang mengelilingi tangkai kepala putik. Bunga tomat tumbuh dari cabang yang masih muda dengan letak menggantung. Buah tomat memiliki bentuk bervariasi, mulai bulat lonjong, bulat halus, bulat beralur, bulat dengan bentuk datar pada ujung atau pangkalnya, hingga bentuk yang tidak teratur.
Bentuk dan ukuran tersebut tergantung varietas.
Sewaktu masih muda buahnya berwarna hijau muda sampai hijau tua. Setelah tua buahnya menjadi sedikit kuning, merah cerah atau gelap, merah kekuningan, atau kuning atau merah gelap. Tanaman tomat merupakan tanaman hari netral (day-natural vegetable) yang tidak terpengaruh oleh panjang hari (Yamaguchi 1983). Karena tanaman tomat adalah tanaman netral; laju perkembangan dan kejadian fenologinya didekati dengan konsep degree-day atau heat unit. Heat unit tidak dipengaruhi oleh perbedaan lokasi dan waktu tanam (Koesmaryono et al. 2002).
Laju
perkembangan tanaman terjadi bila suhu udara rata-rata harian melebihi suhu dasar. Idealnya tanaman tomat tumbuh di tempat yang dingin, cuaca kering dan dataran tinggi (1000 - 1250 m dpl). Tanaman tomat tergolong kedalam warm
29
season crop yang memerlukan suhu optimum 20 °C - 28 °C dengan variasi pergantian suhu sebesar 18 °C pada malam hari dan 25 °C pada siang hari pada masa pembungaannya. Nasir (1999) mengemukakan bahwa suhu udara optimum untuk tanaman tomat yaitu 18 - 24 oC dengan suhu minimum dan maksimum masing-masing 14 °C dan 26 °C. Suhu udara yang terlalu panas dan kering akan menyebabkan kepala putik cepat kering dan tabung sari tidak banyak terjadi pembentukan buah. Suhu dibawah 12 °C dapat menyebabkan chilling injury, dan suhu diatas 27 °C akan meghambat pertumbuhan dan pembentukan buah, kerusakan pollen dan sel telur ketika suhu harian 38 °C atau lebih selama 5 - 10 hari. Tanaman tomat akan tumbuh optimal bila tanah dan iklim dimana tanaman ini tumbuh sesuai yang diinginkan. Tekstur tanah yang baik yaitu medium dengan kedalaman akar medium (60 - 90 cm). Tingkat kesuburan tanah tinggi dengan pH 5.0 – 7.0. Tingkat kedalaman air tanah minimum selama periode pertumbuhan yaitu 50 cm. Bila target penanaman tomat adalah kegenjahannya, maka tanaman tomat cocok ditanam di tanah lempung berpasir yang baik drainasenya. Namun bila yang ditargetkan adalah jumlah total produksi yang tinggi maka yang cocok adalah tanah lempung liat dan lempung berdebu. Tanaman tomat sangat rentan terhadap lingkungan secara menyeluruh yaitu cahaya, temperatur, dan lingkungan sekitar akar tanaman. Selain faktor tanah, iklim yang bervariasi perlu modifikasi yang mengarah pada keadaan lingkungan yang diinginkan tanaman tomat. Tanaman tomat menyenangi tempat yang terbuka dan cukup sinar matahari. Kurangnya sinar matahari menyebabkan pertumbuhan memanjang (etiolasi), lemah dan pucat karena pembentukan kloroplas tidak sempurna. Namun radiasi surya yang terlalu terik kurang baik karena transpirasi akan meningkat serta bunga dan buah mulai gugur. Tanaman tomat tergolong tanaman C3 yang cepat jenuh radiasi.
30
2.5. Artificial Neural Network (ANN) 2.5.1. Jaringan Syaraf Biologi Sistem syaraf merupakan sistem koordinasi atau sistem kontrol yang bertugas menerima rangsangan, menghantarkan rangsangan ke seluruh bagian tubuh, dan memberikan tanggapan terhadap rangsangan tersebut. Sistem syaraf dengan pusat kendali di otak manusia memiliki struktur yang sangat kompleks dan memiliki kemampuan yang luar biasa. Otak terdiri dari neuron-neuron dan penghubung yang disebut sinapsis. Neuron bekerja berdasarkan impuls/sinyal yang diberikan pada neuron. Neuron meneruskannya pada neuron lain. Diperkirakan manusia memiliki 1012 neuron (Kristanto, 2004) dan 6.1018 sinapsis (Siang 2005). Dengan jumlah neuron dan sinapsis yang begitu banyak, otak mampu mengenali pola, melakukan perhitungan dan mengontrol organ-organ tubuh dengan kecepatan yang lebih tinggi dibandingkan komputer (Siang, 2005). Neuron memiliki tiga komponen penting yaitu dendrit, soma dan axon (Fausett 1994). Adapun susunannya diperlihatkan pada Gambar 4. Dendrit menerima sinyal dari neuron lain, sinyal tersebut berupa impuls elektrik yang dikirim melalui celah sinaptik melalui proses kimiawi. Sinyal tersebut dimodifikasi di celah sinapsis. Berikutnya, soma menjumlahkan semua sinyalsinyal yang masuk. Apabila jumlahan tersebut cukup kuat dan melebihi batas ambang (threshold), maka sinyal tersebut akan diteruskan ke sel lain melalui axon. Bagian-bagian neuron manusia seperti yang diperlihatkan pada Gambar 5 yaitu inti sel, dendrit, akson, dan sinapsis. Inti sel berfungsi memproses informasi yang masuk ke dalam otak, dendrit merupakan serabut syaraf yang keluar dari badan sel, strukturnya pendek. Dendrit berfungsi mengirimkan pesan (impuls) dari badan sel ke jaringan lain. Akson merupakan serabut syaraf yang keluar dari badan sel, strukturnya memanjang. Akson berfungsi mengirimkan impuls dari badan sel ke jaringan yang lain. Sinapsis merupakan titik temu antara terminal akson neuron satu dengan neuron yang lain.
31
dendrit inti sel
badan sel
akson
sinapsis Gambar 4. Susunan neuron manusia (a) Informasi yang dikirimkan antar neuron berupa rangsangan yang dilewatkan melalui dendrit. Informasi yang datang dan diterima oleh dendrit dijumlahkan dan dikirimkan melalui akson menuju dendrit neuron lain. Pengiriman informasi ini disertai dengan bobot sinapsis. Informasi akan diterima neuron lain jika memenuhi batasan tertentu yang disebut nilai ambang (threshold), pada kondisi ini neuron dikatakan teraktivasi . Struktur pada Gambar 4 diperjelas pada Gambar 5 berikut.
Gambar 5. Susunan neuron manusia (b)
2.5.2. Artificial Neural Network (ANN) Artificial Neural Network (ANN) atau Jaringan syaraf tiruan (JST) adalah sistem pemroses informasi yang memiliki karakteristik mirip dengan jaringan syaraf biologi di dalam otak. ANN dapat digambarkan sebagai model matematis
32
dan komputasi untuk fungsi aproksimasi nonlinear, klasifikasi data, kluster dan regresi nonparametrik (Kristanto 2004). Model matematika dari ANN ditunjukkan pada Gambar 6 yang menunjukkan model yang disederhanakan dari sebuah neuron tiruan yang merupakan dasar dari ANN.
x1
w1 w2
x2
∑
f
y = x.w
wm xm
Gambar 6. Model matematika ANN Gambar 6 menunjukkan bahwa input dalam jaringan adalah x1, x2 ,..., xm yang analog dengan jumlah rangsangan yang diterima dan nilai bobot koneksi
w1 , w2 ,...,wm yang analog dengan kekuatan sinapsis. Perkalian antara masingmasing input dan nilai bobot koneksi akan dijumlahkan kemudian disimpan dalam neuron, selanjutnya dimasukkan dalam fungsi nonlinier f. Fungsi f dapat menghasilkan output y jika input melebihi atau sama dengan threshold, sebaliknya jika input kurang dari threshold maka fungsi f tidak menghasilkan output. Model matematika yang diperoleh dari ANN adalah m
y = f ( x1 w1 + x2 w2 + ... + xm wm ) atau y = f (∑ xi wi ) i =1
……….……..…
fungsi f selanjutnya disebut fungsi aktivasi (Kristanto 2004).
(2.1)
33
Pada dasarnya ANN tersusun dari beberapa lapisan node (layer) yaitu lapisan masukan (input layer), satu atau lebih lapisan terselubung (hidden layer) dan lapisan keluaran (output layer). Node merupakan suatu unit komputasi yang paling sederhana pada setiap lapisan yang dihubungkan dengan setiap node pada lapisan berikutnya, hubungan antarnode (unit) diekspresikan oleh suatu bilangan yang disebut bobot (weight). Setiap unit pada input layer akan menjadi masukan pada hidden layer dan keluarannya akan menjadi masukan bagi layer berikutnya sampai akhirnya menghasilkan keluaran pada output layer. Bentuk ANN dengan multilayer neural network menurut Rich dan Knight (1983) dapat dilihat pada Gambar 7.
Wi x0 =
Vj h0 =
x1
h1
x2
h2
Yk Ol
Ok xi input layer
hj hidden
output
Gambar 7. Model multilayer neural network (Rich dan Knight 1983) Keterangan : = variabel input node i pada lapisan input, 0,1,2, … , = output node j pada lapisan hidden, j = 0, 1, 2, …..,j = output node k pada lapisan output = nilai bobot yang menghubungkan node I pada lapisan input dengan node j pada lapisan hidden Vjk = nilai bobot yang menghubungkan node j pada lapisan hidden dengan node k pada lapisan output
34
2.5.3. Arsitektur Jaringan Pada jaringan syaraf, neuron-neuron dikumpulkan dalam lapisan yang disebut lapisan neuron atau neuron layer. Neuron-neuron yang terletak dalam satu lapisan memiliki fungsi aktivasi yang sama. Faktor terpenting dalam menentukan kelakuan suatu neuron adalah fungsi aktivasi dan pola bobotnya. Ada empat jenis arsitektur ANN yaitu jaringan lapisan tunggal (singlelayer network), jaringan lapisan jamak (multilayer networks), jaringan dua lapisan dengan umpan balik, dan jaringan lapisan kompetitif (competitive layer networks). Menurut Siang (2005), arsitektur jaringan ini dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang lebih rumit daripada singlelayer feedforward network karena dapat mengenali data nonlinier dalam time-series.
lapisan input
lapisan hidden
lapisan output
Gambar 8. Multilayer feedforward networks Gambar 8 menunjukkan arsitektur multilayer feedforward networks yang terdiri dari lapisan input, lapisan hidden dan lapisan output. Perbedaan arsitektur ini dengan singlelayer feedforward network terletak pada lapisan hidden. Pada singlelayer feedforward network tidak terdapat lapisan hidden. Tidak ada aturan baku mengenai penentuan jumlah neuron pada lapisan hidden. Berdasarkan beberapa penelitian, untuk lapisan hidden tunggal jumlah neuron yang disarankan adalah
1 1 1 n, n ± 1, n ± 2,..., n 2 2 2
dimana n adalah jumlah neuron pada lapisan input. Menurut Yao dan Tan (1999) aturan yang digunakan untuk menentukan jumlah neuron pada lapisan hidden adalah
k = m.n ………………………… (2.2)
35
dengan k : jumlah neuron pada lapisan hidden, n : jumlah neuron pada lapisan input, m : jumlah neuron pada lapisan output.
2.5.6. Proses Pelatihan Proses pelatihan dimulai dengan memberikan input ke dalam jaringan, jaringan akan melakukan perhitungan sehingga diperoleh output sementara. Selisih antara nilai aktual dengan output sementara digunakan untuk memperbaharui
seluruh
bobot
koneksi
dalam
jaringan.
Algoritma
backpropagation terdiri dari tiga fase. Fase pertama yaitu pelatihan pola input secara feedforward. Fase kedua adalah fase mundur, kesalahan yang terjadi adalah selisih antara output jaringan dengan target. Kesalahan tersebut dipropagasikan mundur, dimulai dari garis yang berhubungan dengan unit output yaitu unit hidden. Fase ketiga adalah memodifikasi bobot untuk menurunkan kesalahan yang terjadi. Ketiga fase tersebut diulang-ulang sampai kondisi penghentian dipenuhi. Iterasi akan berhenti jika jumlah iterasi yang dilakukan sudah melebihi jumlah maksimum iterasi yang ditentukan, atau jika eror yang terjadi lebih kecil dari batas toleransi yang ditentukan. Selama kondisi feedforward, unit input X i menerima sinyal input x i dan mengirimkan sinyal tersebut ke unit hidden Z j . Sinyal input pada lapisan hidden adalah n
z _ net j = v j 0 + ∑ xi v ji ………………………... (2.3) i
dengan v j 0 adalah bobot garis yang menghubungkan bias pada unit input dengan unit hidden Z j . Pada unit hidden dihitung aktivasi kemudian sinyal z j dikirimkan ke unit output yaitu n
z j = f ( z _ net j ) = f (v j 0 + ∑ xi v ji ) …………. (2.4) i =1
Masing-masing unit output Yk menghitung aktivasinya yk , sinyal input dan sinyal output pada lapisan output adalah
36
p
y _ netk = wk 0 + ∑ z j wkj
………………….
(2.5)
j =1
p
y k = f ( y _ netk ) = f (wk 0 + ∑ z j wkj )
………… (2.6)
j =1
dengan wk 0 adalah bobot garis yang menghubungkan bias pada unit hidden dengan unit output Yk . Kemudian hasil perhitungan y k dibandingkan dengan nilai target t k . Berdasarkan hasil perbandingan ditentukan himpunan kesalahan untuk menghitung nilai faktor δ k (k=1,...,m). Faktor δ k digunakan untuk mendistribusikan kesalahan pada Yk ke lapisan sebelumnya. Nilai faktor δ j dengan j = 1,..., p dihitung untuk masing-masing Z j , tetapi tidak diperlukan pendistribusian kesalahan ke X i . Faktor δ j digunakan untuk memperbaiki bobot antara lapisan hidden dan lapisan input. Penyesuaian bobot w kj (dari Z j ke Yk ) didasarkan pada faktor δ k dan aktivasi z j pada Z j . Penyesuaian bobot v ji (dari
X i ke Z j ) didasarkan pada faktor δ j dan aktivasi x i pada X i . Algoritma
backpropagation
menggunakan
metode
pencarian
titik
minimum untuk mencari bobot dengan eror minimum. Eror output digunakan untuk mengubah nilai bobot dalam arah mundur. Menurut Siang (2005) dalam proses pencarian titik minimum dikenal dua macam mode yaitu mode incremental dan mode kelompok (batch). Dalam mode incremental, bobot diubah setiap kali pola input diberikan ke jaringan. Sebaliknya, dalam mode batch bobot diubah setelah semua pola input diberikan ke jaringan. Eror yang diperoleh dalam setiap pola input dijumlahkan untuk menghasilkan bobot baru. Menurut Fausett (1994), eror (fungsi dari bobot dan bias) yang harus diminimalkan dalam proses pelatihan adalah eror kuadrat. Fungsi yang dimaksudkan adalah m
E = 0.5∑ (t k − y k ) 2 ……………………..
(2.7)
k =1
Metode paling sederhana untuk merubah bobot adalah metode penurunan gradien (gradient descent). Besarnya gradien dari fungsi eror terhadap bobot w kj adalah
37
m ∂E ∂ = 0.5∑ (t k − y k ) 2 ……………………… (2.8) ∂wkj ∂wkj k =1
Bobot diubah pada arah dimana unjuk kerja fungsi eror menurun paling cepat, yaitu dalam arah negatif gradiennya. Sedangkan perubahan bobot dari neuron pada lapisan output ke neuron pada lapisan hidden adalah
Δwkj = −α dengan
∂E ∂wkj
……………… (2.9)
wkj
: bobot dari lapisan neuron ke-k ke neuron ke-j,
α
: laju belajar (learning rate).
Besarnya gradien dari fungsi eror terhadap bobot v ji adalah m ∂E ∂ = 0.5∑ (t k − y k ) 2 ∂v ji ∂v ji k =1
…………….. (2.10)
sedangkan perubahan bobot dari neuron pada lapisan output ke hidden pada lapisan input adalah Δv ji = −α
dengan
∂E ∂v ji
…………………….
v ji
: bobot dari lapisan neuron ke-j ke neuron ke-i.
α
: learning rate.
(2.11)
2.5.7. Prediksi Prediksi merupakan suatu proses yang menghasilkan himpunan output dari himpunan variabel yang diberikan.
Pada umumnya variabel yang dimaksud
adalah data di masa lampau. Ide dasar dari prediksi yakni mencari pendekatan pemetaan antara
data input dan output (Yao dan Tan 1999). Selanjutnya,
diasumsikan bahwa ui adalah data hari ini dan v i adalah data n hari kemudian. Jika data n hari kemudian dapat diramalkan dengan menggunakan data hari ini, maka terdapat pemetaan fungsional dari ui ke v i dimana vi = Γi (ui ) . Dengan menggunakan pasangan data lampau (ui , vi ) maka sebuah fungsi umum Γ( ) yang memuat Γi ( ) dapat diperoleh. Fungsi Γ( ) dapat diperoleh dari simulasi ANN.
38
Secara umum, masalah peramalan dimulai dengan diketahuinya sejumlah data time-series x1 , x2 ,..., xn . Permasalahannya adalah memperkirakan berapa harga
xn+1 berdasarkan x1 , x2 ,..., xn . Dengan backpropagation, record data digunakan sebagai data pelatihan.