PRODUKSI PUCUK KOLESOM (Talinum triangulare (Jacq.) Willd.) PADA BERBAGAI INTERVAL PANEN DAN FREKUENSI PEMUPUKAN N DAN K
OLEH IKA WURI ANNA A24061597
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
2
PRODUKSI PUCUK KOLESOM (Talinum triangulare (Jacq.) Willd.) PADA BERBAGAI INTERVAL PANEN DAN FREKUENSI PEMUPUKAN N DAN K
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh IKA WURI ANNA A24061597
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
3
RINGKASAN IKA WURI ANNA. Produksi Pucuk Kolesom (Talinum Triangulare (Jacq.) Willd.) pada Berbagai Interval Panen dan Frekuensi Pemupukan N dan K. (Dibimbing oleh SANDRA ARIFIN AZIZ). Penelitian ini dilakukan untuk mencari interval panen dan frekuensi pemupukan nitrogen dan kalium yang tepat untuk produksi pucuk daun kolesom yang terbaik. Penelitian ini dilakukan di Kebun Percobaan Agronomi dan Hortikultura IPB di Leuwikopo, Darmaga, Bogor pada bulan April sampai Juli 2010. Rancangan percobaan yang digunakan yaitu Rancangan Acak Kelompok (RAK) disusun secara petak terbagi (split-plot) yang terdiri dari 2 faktor dengan 3 ulangan. Faktor pertama yaitu interval panen yang terdiri atas 2 taraf: 15 dan 30 hari sekali. Faktor kedua yaitu frekuensi pemupukan yang terdiri dari 5 taraf: 1 kali (0 HST) dengan dosis total 100 kg urea/ha dan 100 kg KCl/ha, 3 kali (0, 30, dan 60 HST) dengan dosis total 100 kg urea/ha dan 100 kg KCl/ha, 5 kali (0, 15, 30, 45, dan 60 HST) dengan dosis total 100 kg urea/ha dan 100 kg KCl/ha, 3 kali (0, 30, dan 60 HST) dengan dosis total 150 kg urea/ha dan 150 kg KCl/ha, dan 5 kali (0, 15, 30, 45, dan 60 HST) dengan dosis total 150 kg urea/ha dan 150 kg KCl/ha. Dengan demikian terdapat 10 kombinasi perlakuan dengan 3 kali ulangan, sehingga terdapat 30 satuan percobaan. Tiap satuan percobaan diambil 3 tanaman contoh, maka secara keseluruhan terdapat 90 tanaman contoh yang diamati. Terdapat interaksi antara interval panen dan frekuensi pemupukan. Interaksi antara keduanya secara nyata mempengaruhi jumlah dan bobot pucuk panen pada 60 HST, bobot panen total, kadar air pada 60 dan 90 HST, bobot basah dan kering akar+umbi, rasio tajuk/akar, ketebalan daun, dan klorofil total. Kombinasi perlakuan interval panen 15 hari sekali dan frekuensi pemupukan 3 kali (0, 30, dan 60 HST) dengan dosis total 150 kg urea/ha dan 150 kg KCl/ha menghasilkan 78.1 pucuk/tanaman dengan bobot panen total 307.673 g/tanaman jika dilakukan pemanenan pucuk dengan panjang 10 cm.
4
LEMBAR PENGESAHAN Judul
: PRODUKSI PUCUK KOLESOM (Talinum triangulare (Jacq.) Willd.)
PADA
BERBAGAI
INTERVAL
FREKUENSI PEMUPUKAN N DAN K Nama
: IKA WURI ANNA
NIM
: A24061597
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Sandra Arifin Aziz, MS NIP. 19591026 198503 2 001
Mengetahui, Ketua Departemen
Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr. NIP 19611101 198703 1 003
Tanggal lulus: ……………………….
PANEN
DAN
5
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Klaten, Jawa Tengah pada tanggal 16 September 1988. Penulis merupakan anak pertama dari keluarga Bapak Wasono dan Ibu Harsini. Penulis memulai pendidikannya di TK Pertiwi Bono pada tahun 1993 dan melanjutkan studi pendidikan dasar di SD Negeri 1 Bono pada tahun 1994. Pada tahun 2000 penulis lulus dari pendidikan dasar dan melanjutkan studi di SLTP Negeri 1 Tulung dan pada tahun 2003 penulis masuk SMA Negeri 1 Karanganom. Tahun 2006 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selanjutnya, tahun 2006 penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian melalui program penjurusan yang dilakukan oleh pihak IPB. Selama proses perkuliahan, penulis aktif dalam beberapa kepanitian dan organisasi. Organisasi yang pernah diikuti adalah Himpunan Mahasiswa Agronomi sebagai Sekretaris I pada periode kepengurusan 2008/2009 dan Keluarga Mahasiswa Klaten sebagai sekretaris pada periode 2007/2008 dan 2008/2009. Penulis juga diberikan kesempatan sebagai asisten praktikum mata kuliah Ekologi Pertanian pada tahun 2009 dan Pembiakan Tanaman serta Dasar Hortikultura pada tahun 2010.
6
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul Produksi Pucuk Kolesom (Talinum triangulare (Jacq.) Willd.) pada Berbagai Interval Panen dan Frekuensi Pemupukan N dan K bertujuan untuk mencari interval panen dan frekuensi pemupukan nitrogen dan kalium yang tepat untuk produksi pucuk daun kolesom yang terbaik. Penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Dr. Ir. Sandra Arifin Aziz, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan saran dan kritik serta motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Maya Melati, MS, M.Sc dan Ani Kurniawati, SP. M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran yang membangun dalam penyempurnaan tulisan ini. 3. Ir. Abdul Qadir, M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing penulis selama menempuh perkuliahan. 4. Ayah, ibu, dan adik atas doa, cinta dan kasih sayang yang diberikan selama ini. 5. Kolesom’s family (Hilda Susanti, SP M.Si dan Maulana Marman) atas masukan dan diskusi panjang mengenai pelaksanaan lapang maupun selama penyusunan skripsi. 6. Staf kebun Leuwikopo (Pak Maman dan Pak Nana) serta para laboran departemen Agronomi dan Hortikultura yang telah membantu pelaksanaan penelitian ini. 7. ‘Bintang harapan’ yang tak henti-hentinya menyinari hati dan jiwa ini dengan doa, motivasi, dan nasehat-nasehat yang sangat berguna. 8. Teman-teman KMK khususnya angkatan 43 (Keputren dan Nico) dan juga AGH’43 (Mesil, Tika, Mail, Ronald, Dodo, dkk) atas kebersamaannya dalam suka dan duka, doa, nasehat serta bantuan selama penelitian berlangsung. 9. Seluruh pihak yang telah membantu dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini.
7
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna bagi pengembangan khasanah ilmu pengetahuan khususnya tentang pertanian. Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk kedepannya.
Bogor, Oktober 2010
Penulis
DAFTAR ISI Halaman PENDAHULUAN ............................................................................... Latar Belakang ............................................................................. Tujuan ........................................................................................... Hipotesis .......................................................................................
1 1 2 2
TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... Botani umum ................................................................................ Kandungan bahan kimia dan kegunaan ........................................ Panen dan pemetikan daun ........................................................... Pemupukan ................................................................................... Nitrogen .................................................................................. Kalium ....................................................................................
3 3 5 6 7 8 9
BAHAN DAN METODE .................................................................... Tempat dan Waktu Penelitian ...................................................... Bahan dan Alat ............................................................................. Metode Penelitian ......................................................................... Pelaksanaan Penelitian ................................................................. Persiapan ................................................................................ Penanaman ............................................................................. Pemeliharaan .......................................................................... Pemanenan ............................................................................. Pengamatan ..................................................................................
11 11 11 11 13 13 13 14 14 15
HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………………... Keadaan Umum Penelitian ...…………………………………… Rekapitulasi Sidik Ragam ……………….................................... Produksi Pucuk ............................................................................. Jumlah Pucuk Panen ................................................................ Bobot Pucuk Panen .................................................................. Ketebalan Daun ............................................................................ Kandungan Klorofil Pucuk ........................................................... Kadar Air ...................................................................................... Bobot Basah ................................................................................. Bobot Kering ................................................................................ Jumlah Umbi, Panjang Umbi, dan Rasio Tajuk/Akar ................. Pembahasan Umum ......................................................................
17 17 19 20 20 21 23 24 25 27 28 28 30
KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... Kesimpulan ................................................................................... Saran .............................................................................................
34 34 34
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................
35
LAMPIRAN ........................................................................................
37
DAFTAR TABEL No 1.
Halaman
Waktu dan Dosis Pemupukan N dan K (kg urea/ha dan kg KCl/ha).............................................................................................
12
2. Peubah Pengamatan...........................................................................
16
3. Rekapitulasi Sidik Ragam.................................................................
20
4. Pengaruh Interval Panen dan Frekuensi Pemupukan terhadap
Jumlah Pucuk Panen..........................................................................
21
5. Pengaruh Interaksi Interval Panen dan Frekuensi Pemupukan
terhadap Bobot Pucuk pada 60 HST dan Bobot Pucuk Panen Total ...........................................................................................................
23
6. Pengaruh Interaksi Interval Panen dan Frekuensi Pemupukan
terhadap Kadar Air Pucuk ................................................................
26
7. Pengaruh Interval Panen dan Frekuensi Pemupukan terhadap
Bobot Basah Batang, Daun, dan Akar ..............................................
27
8. Pengaruh Interval Panen dan Frekuensi Pemupukan terhadap
Bobot Kering Batang, Daun, dan Akar ............................................
28
9. Pengaruh Interval Panen dan Frekuensi Pemupukan terhadap
Panjang dan Jumlah Umbi ...............................................................
29
DAFTAR GAMBAR No 1.
Halaman
Tanaman Kolesom .............................................................................
11
2. Setek Batang Kolesom untuk Bahan Perbanyakan .............................
13
3. Pucuk Kolesom yang Dipanen ...........................................................
14
4. Gambaran Umum Kondisi Penelitian .................................................
17
5. Penyakit yang Menyerang Tanaman Kolesom. Penyakit Busuk (a)
dan Penyakit yang Disebabkan oleh Cercospora talini (b).........................................................................................................
18
6. Pucuk Kolesom yang Dimakan oleh Belalang ...................................
19
7. Jumlah Pucuk Panen per Tanaman pada Berbagai Interaksi
Perlakuan Interval Panen dan Frekuensi Pemupukan pada 60 HST... 8. Pengaruh Interval Panen dan Frekuensi Pemupukan terhadap
Ketebalan Daun .................................................................................. 9. Pengaruh Interval Panen dan Frekuensi Pemupukan terhadap
Kandungan Klorofil Pucuk ................................................................. 10. Pengaruh Interaksi Interval Panen dan Frekuensi Pemupukan
terhadap Rasio Tajuk/Akar .................................................................
22 24 25 30
DAFTAR LAMPIRAN No 1.
Halaman
Tata letak Petak Pertanaman pada Percobaan....................................
38
2. Analisis Kandungan Klorofil...............................................................
39
3. Penilaian Sifat Tanah sebelum Penelitian...........................................
40
4. Data Iklim............................................................................................
41
PENDAHULUAN Latar Belakang Kolesom merupakan tanaman yang telah sejak lama dikenal masyarakat Indonesia sebagai tanaman hias, obat, dan sayuran. Kolesom sering ditanam dalam pot-pot di halaman sebagai tanaman hias di beberapa daerah dengan bunganya yang berwarna ungu kemerahan. Umbi kolesom yang menyerupai ginseng biasanya digunakan sebagai obat tradisional dan pucuk daunnya digunakan sebagai sayuran di beberapa daerah. Hutapea (1994) dan Hargono (2005) menyebutkan bahwa pemanfaatan umbi kolesom sebagai obat tradisional memiliki efek farmakologis sebagai afrosidiaka, mengobati neurasthenia (kelelahan tubuh), debilitas (kelemahan tubuh) setelah sembuh dari penyakit kronis. Susanti (2006) menyatakan bahwa umbi kolesom memiliki kandungan alkaloid, steroid, saponin, dan tanin. Fasuyi (2006) menyatakan bahwa kolesom merupakan salah satu dari 3 sayuran terpilih yang direkomendasikan sebagai sayuran murah sumber protein di Afrika karena kemampuannya untuk mensintesis asam amino khususnya asam glutamat dan leusin. Menurut Mualim (2009) daun kolesom mengandung alkaloid, saponin, tanin, fenolik, flavanoid, triterpenoid, steroid, dan glikosida. Salah satu senyawa flavanoid yang telah terdeteksi menurut penelitian ini adalah antosianin. Harborne dan Williams (2000) mengemukakan bahwa antosianin merupakan senyawa antioksidan alami yang sangat berguna untuk melindungi tubuh dari kerusakan oksidatif dengan menghambat atau menghilangkan radikal bebas dan oksigen reaktif. Khasiat
dan
kegunaan
yang
beragam
ini
menunjukkan
bahwa
pengembangan tanaman kolesom baik sebagai tanaman obat maupun sebagai tanaman sayuran sangat prospektif. Beberapa penelitian telah dilakukan terhadap tanaman ini untuk mendukung usaha pengembangan tersebut. Penelitian Sugiarto (2006) menunjukkan bahwa produksi pucuk yang optimum didapatkan pada pemanenan yang dilakukan 3 minggu sekali. Susanti (2006) mendapatkan bahwa dosis pupuk kandang ayam sebesar 5 ton/ha dapat direkomendasikan sebagai pupuk dasar kolesom dan campuran media tanah dan arang sekam 3:2 untuk
2 budidaya kolesom akan menghasilkan biomassa tertinggi. Mualim (2009) menyatakan bahwa produksi antosianin dipengaruhi oleh pemupukan anorganik dan unsur yang menjadi faktor pembatasnya adalah unsur kalium. Pemberian pupuk 100 kg urea/ha dan 100 kg KCl/ha memberikan produksi antosianin tertinggi, namun pada penelitian ini belum dipelajari tentang pengaruh pupuk nitrogen (N) dan kalium (K) terhadap produksi pucuk kolesom yang dipanen secara berulang. Pemanenan pucuk kolesom sebagai sayuran dapat dilakukan secara berulang kali dengan interval panen tertentu selama masa hidupnya (Sugiarto, 2006). Pemangkasan pucuk akan merangsang tumbuhnya pucuk-pucuk lateral yang membutuhkan ketersediaan unsur hara yang cukup untuk rejuvenasi. Ketersediaan hara yang cukup dapat dilakukan dengan usaha pemupukan yang tepat melalui pengaturan frekuensi pemupukan. Frekuensi pemupukan akan meningkatkan efisiensi pemupukan dengan meminimalisir hilangnya pupuk yang hilang melalui tanah, air, dan udara. Pengaturan interval panen dan frekuensi pemupukan diharapkan akan mampu meningkatkan daya rejuvenasi tanaman kolesom untuk menumbuhkan pucuk-pucuk lateral dan juga memperpanjang masa panen, sehingga akan didapatkan pucuk kolesom yang optimum baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mencari interval panen dan frekuensi pemupukan nitrogen dan kalium yang tepat untuk produksi pucuk daun kolesom yang terbaik. Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : 1. Interval panen tertentu akan berpengaruh terbaik terhadap produksi pucuk kolesom 2. Frekuensi pemupukan N dan K tertentu akan berpengaruh terbaik terhadap produksi pucuk kolesom
3 3. Terdapat interaksi perlakuan interval panen dan frekuensi pemupukan N dan K tertentu yang berpengaruh terbaik terhadap produksi pucuk kolesom.
TINJAUAN PUSTAKA Botani umum Kolesom merupakan tanaman obat yang berasal dari Amerika tropis. Kolesom termasuk dalam divisi Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida, anak kelas Caryophyllidae, ordo Caryophyllales, famili Portulacaceae, genus Talinum dan spesies triangulare Willd. Genus ini memiliki dua spesies yang banyak dikenal oleh kebanyakan orang, yaitu Talinum paniculatum Gaertn. dan Talinum triangulare Willd. (Santa dan Prajogo, 1999; Syukur dan Hernani, 2002). Kolesom merupakan tanaman sukulen yang memiliki lintasan metabolisme inducible CAM /Crassulacean Acid Metabolism (Hutapea, 1994). Inducible CAM merupakan sebuah mekanisme perubahan sistem fiksasi CO2 pada tanaman C3 menjadi CAM karena pengaruh stres lingkungan, misalnya kekurangan air. Tanaman CAM memfiksasi CO2 dari udara ketika malam hari dan menyimpannya dalam bentuk asam malat pada vakuola. Stomata akan terbuka pada malam hari ketika suhu dan proses hilangnya air dari tanaman berada pada taraf yang minimal. Pada siang hari stomata akan menutup dan asam malat akan mengalami dekarbokilasi untuk menyediakan CO2 bagi proses fotosintesis. Seluruh proses ini terjadi untuk meminimalisasi transpirasi yang terjadi pada tanaman, sehingga tanaman CAM merupakan tanaman yang lebih tahan terhadap kekeringan (Leegood, 1999). Kolesom merupakan tanaman dikotil dan memiliki habitus tegak, herba menahun dengan tinggi 30-100 cm. Batang berbentuk bulat, pangkalnya berwarna ungu kemerahan, sedangkan batang bagian tengah sampai ujung berwarna hijau (Wahyuni dan Hadipoentyanti, 1999). Daun kolesom berbentuk oblongatusspatulans, berwarna hijau muda, tebal berdaging, filotaksis spiral, dan kadangkadang berhadapan. Secara anatomi, daunnya memiliki tipe dorsiventral, stomata parasitik (terdapat pada epidermis atas dan bawah), parenkim daun yang mengandung kristal kalsium oksalat berbentuk roset dan kelenjar minyak atsiri, berkas pembuluh kolateral. Bunganya berwarna merah jambu keunguan dengan tangkai bunga berbentuk segitiga dan susunan bunganya berbentuk tandan (racemus). Buahnya berbentuk bulat memanjang, berwarna hijau kekuningan, dan
5 berisikan biji hitam mengkilat. Biji kolesom berbentuk lonjong pipih dan berdiameter ± 1 mm. Akar kolesom merupakan akar tunggang yang menggelembung atau membengkak menyerupai ginseng sehingga masyarakat sering menyebutnya sebagai ginseng jawa. Kolesom sangat mirip dengan som jawa (Talinum paniculatum Gaertn.). Ciri-ciri morfologi kedua tanaman ini (Talinum triangulare Willd. dan Talinum paniculatum Gaertn.) sukar dibedakan. Perbedaannya terlihat pada filotaksis, tipe infloresensi, bentuk dan warna buah, serta waktu bunga mekar. Som jawa memiliki filotaksis berhadapan, tipe infloresensi malai (panicula) dengan tangkai bunga bersudut tumpul, buah berbentuk kapsul (bulat dan berwarna merah-coklat), dan bunga mekar pada sore hari (Santa dan Prajogo, 1999). Kandungan bahan kimia dan kegunaan Bagian utama tanaman kolesom yang dimanfaatkan adalah bagian umbi dan daunnya. Hutapea (1994) dan Hargono (2005) menyebutkan bahwa akar yang menyerupai umbi dipakai untuk mengobati neurasthenia (kelelahan tubuh), debilitas (kelemahan tubuh) setelah sembuh dari penyakit kronis, dan obat lemah syahwat. Menurut Wijayakusuma et al. (1995) kolesom memiliki efek farmakologis
sebagai
peluruh
kencing,
menghilangkan
pembengkakan,
peradangan, dan tumor. Penelitian Susanti (2006) menunjukkan bahwa pada umbi kolesom terdapat kandungan alkaloid, steroid, saponin, dan tanin. Daun kolesom yang diremas dapat ditempelkan pada tempat yang sakit sebagai anti inflamasi atau anti tumor. Cairannya dapat digunakan sebagai obat pengurang rasa sakit pada mata dan membantu penyembuhan akibat pukulan atau jatuh (Rifai, 1994). Menurut Susanti (2006) daun kolesom digunakan untuk campuran bedak dingin oleh masyarakat Kalimantan Selatan. Daun kolesom juga biasa digunakan sebagai sayuran. Menurut Fasuyi (2006) kolesom merupakan salah satu dari 3 sayuran yang direkomendasikan sebagai sumber protein murah selain Amaranthus cruentus dan Telferia occidentalis karena memiliki kandungan 18 asam amino. Asam amino yang terbesar adalah glutamat (9.38 g/16 g N) dan leusin (9.02 g/ 16 g N). Daun dan pucuk yang masih muda umumnya dikonsumsi dengan cara dimasak, baik
6 dikukus maupun direbus. Daun dan pucuk kolesom sedikit lunak dan berlendir sehingga tidak boleh dimasak terlalu lama. Biasanya daun kolesom digunakan untuk lalap pengganti krokot (Portulaca oleracea L.) pada masakan etnis Sunda (Rifai, 1994; Syukur dan Hernani, 2002). Setiap 100 g bahan kering daun kolesom mengandung 90-92 g air, 1.9-2.4 g protein, 0.4-0.5 g lemak, 3.7-4.0 g karbohidrat, 0.6-1.1 g serat, 2.4 g abu, 90-135 mg kalsium, 4.8-5.0 mg besi, 3 mg beta karoten, 0.08 mg vitamin B1, 0.18 mg vitamin B2, 0.3 mg niacin, 31 mg vitamin C, dan 105 KJ energi (Rifai, 1994). Menurut Mualim (2009) analisis bahan bioaktif secara kualitatif pada daun kolesom menunjukkan bahwa daun kolesom mengandung alkaloid, saponin, tanin, fenolik, flavanoid, triterpenoid, steroid, dan glikosida. Salah satu senyawa flavanoid yang telah terdeteksi menurut penelitian ini adalah antosianin. Harborne dan Williams (2000) juga mengemukakan bahwa antosianin merupakan salah satu kelompok besar flavanoid. Ovando et al. (2009) menambahkan bahwa antosianin pigmen penting pada jaringan tanaman yang menentukan warna jingga, merah tua, merah muda, violet, dan biru. Antosianin merupakan senyawa antioksidan alami yang sangat berguna untuk melindungi tubuh dari kerusakan oksidatif dengan menghambat atau menghilangkan radikal bebas dan oksigen reaktif. Panen dan pemetikan daun Pemanenan merupakan faktor yang sangat perlu diperhatikan pada budidaya tanaman obat. Kegiatan ini harus dilakukan secara benar karena akan mempengaruhi mutu dan zat berkhasiat yang terkandung di dalam tanaman obat tersebut. Periode panen merupakan waktu yang diperlukan untuk memanen hasil tanaman terhitung mulai dari tanaman tersebut ditanam. Waktu panen tanaman obat tidak seluruhnya bergantung pada umur tanaman, tetapi didasarkan pada pemanfaatannya. Oleh karena hampir semua bagian dari tanaman obat dapat dimanfaatkan maka waktu panen juga beragam. Ada tanaman obat yang dipanen pada masa pertumbuhan vegetatif dan ada pula yang dipanen pada masa generatif (Syukur dan Hernani, 2003). Pemetikan merupakan suatu usaha atau cara pemungutan pucuk dan tunas yang masih muda untuk selanjutnya dimanfaatkan baik dikonsumsi langsung
7 maupun diolah menjadi bahan baku maupun bahan jadi. Pemetikan berfungsi pula sebagai usaha untuk membentuk kondisi tanaman agar mampu berproduksi tinggi secara berkesinambungan (Tobroni, 1988). Pemetikan sangat berkaitan erat dengan pertumbuhan tunas sehingga harus memperhatikan gilir atau interval pemetikan. Gilir atau interval pemetikan adalah jangka waktu yang diperlukan antara satu pemetikan dengan pemetikan berikutnya. Kecepatan pertumbuhan pucuk lateral setelah pemetikan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pada tanaman teh pertumbuhan pucuk dipengaruhi oleh umur pangkas, iklim, ketinggian tempat, dan kesehatan tanaman (Setyamidjaja, 2000). Daun kolesom yang dimanfaatkan sebagai sayuran dipanen pada bagian daun muda dengan cara dipetik atau dipangkas bagian pucuknya. Pemetikan akan mengakibatkan patahnya dominasi apikal. Menurut Salisbury dan Ross (1995) dominasi apikal merupakan fenomena terhambatnya pertumbuhan tunas samping (lateral) karena adanya tunas apikal. Peristiwa ini terjadi karena adanya hormon IAA atau auksin lainnya. Dengan memangkas pucuk apikal maka pertumbuhan tunas samping (lateral) akan meningkat. Menurut Rifai (1994) pemanenan pucuk kolesom dimulai 6-8 MST dengan cara mencabut atau dengan memotong pucuk dan dapat dilakukan sebanyak 15-20 kali dengan interval panen 2 minggu sekali. Menurut Sugiarto (2006) terdapat interaksi antara umur dan frekuensi panen tanaman kolesom yang ditanam pada plastik polibag. Interaksi keduanya secara nyata mempengaruhi tinggi tanaman, jumlah cabang, dan jumlah tajuk setiap panen. Kombinasi perlakuan umur panen 8 MST dan frekuensi panen 3 minggu sekali secara nyata menghasilkan jumlah tajuk tertinggi yaitu sebanyak 20 pucuk/tanaman. Penelitian ini belum membahas mengenai pengaruh interval panen dan ferkuensi pemupukan terhadap produksi pucuk kolesom. Pemupukan Selama pertumbuhan tanaman dibutuhkan sejumlah unsur hara untuk proses fotosintesis. Menurut Hakim et al. (1986) unsur hara tersebut terbagi dalam dua kelompok besar yaitu unsur hara makro dan mikro. Unsur hara makro merupakan unsur hara yang diperlukan tanaman dalam jumlah yang besar, terdiri atas C, H,
8 O, N, P, K, Ca, Mg, dan S. Unsur hara mikro merupakan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman dalam jumlah kecil, terdiri atas Fe, Mn, B, Mo, Cu, Zn, Cl, dan Co. Tanaman memperoleh unsur hara tersebut dari tanah, udara, dan air. Unsur hara tersebut dapat tersedia secara alami maupun dapat pula segaja disediakan oleh manusia melalui pemupukan. Menurut Ware dan McCollum (1968) kualitas sayuran tergantung pada pertumbuhan sukulennya yang membutuhkan tanah dengan suplai hara dan kelembaban yang mencukupi. Kualitas tersebut dapat berupa jumlah produksi dan juga kandungan nutrisi yang terkandung di dalamnya. Menurut hasil penelitian Mualim (2009) produksi senyawa antosianin pada tanaman kolesom dipengaruhi oleh pemupukan. Unsur hara yang menjadi faktor pembatas pada produksi antosianin adalah kalium dan perlakuan pemupukan yang memberikan produksi antosianin tertinggi (39.60 mol/tanaman) pada petak perlakuan dengan media tanah, pupuk kandang, dan arang sekam adalah pemupukan N-K (100 kg urea/ha dan 100 kg KCl/ha). Nitrogen Nitrogen (N) merupakan unsur yang paling banyak mendapat perhatian dalam budidaya tanaman. Hal ini disebabkan jumlah nitrogen yang terdapat di dalam tanah sedikit, sedangkan yang diangkut tanaman berupa panen setiap musim cukup banyak. Unsur N diserap oleh tanaman dalam bentuk ion nitrat (NO 3-) dan amonium (NH4+) dan biasa diberikan dalam bentuk pupuk anorganik urea. Nitrogen relatif lebih mudah bergerak (mobile) di dalam tanah sehingga mempunyai kesempatan mencapai permukaan akar dan juga mudah hilang akibat pencucian ataupun menguap ke udara. Di daerah beriklim tropis, hal ini menjadi permasalahan utama karena kehilangan N meningkat dengan makin banyaknya pemberian pupuk N ke tanah. Peningkatan efisiensi pemupukan N dapat dilakukan melalui aplikasi bertahap menurut fase pertumbuhan tanaman, sehingga dapat meminimalisasi kehilangan N baik melalui pencucian maupun penguapan (Havlin et al., 2005). Penelitian terhadap tanaman jagung, ubi kayu, dan ubi jalar menunjukkan bahwa pemberian pupuk N secara terpisah atau sekaligus pada waktu tertentu
9 memberikan peengaruh yang nyata terhadap hasil atau produksi tanaman tersebut. Pada umumnya pemberian pupuk N secara terpisah mendapatkan hasil yang lebih tinggi dari pada diberikan secara sekaligus (Suyatna, Kasmo, dan Sudjadi, 1980). Fungsi N pada tumbuhan adalah untuk meningkatkan aktivitas fotosintesis, memperbaiki petumbuhan vegetatif tanaman, dan pembentukan protein. Tanaman yang tumbuh pada cukup N akan berwarna lebih hijau. Gejala-gejala kelebihan N adalah memperlambat kematangan tanaman, batang menjadi lemah dan mudah roboh, serta mengurangi daya tahan tanaman terhadap penyakit. Daun terlihat berwarna kuning dan gugur saat kekurangan N. Kehilangan N pada protein kloroplas daun akan menghasilkan daun yang kuning dan klorosis. Klorosis tampak pertama kali pada daun yang terletak di bawah. Pada kekurangan N yang berat, daun paling bawah akan berwarna coklat dan mati atau mengalami nekrosis. Nekrosis dimulai pada ujung daun dan akan menyebar ke seluruh permukaan. Ketika akar tidak dapat menyerap N dalam jumlah yang cukup, protein pada daun yang tua dikonversi menjadi N larut, ditranslokasikan ke jaringan meristematik aktif dan digunakan lagi untuk mensintesis protein baru (Hakim et al., 1986). Nurmaryati (2009) menyataan bahwa pupuk N dengan dosis 270 kg N/ha akan meningkatkan bobot basah total sebesar 101. 54% pada tanaman pegagan (Centella asiatica). Penelitian Tresnawati (1999) terhadap tanama som jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) menunjukkan bahwa peningkatan dosis N sampai 450 kg/ha cenderung meningkatkan pertumbuhan dan produksi, tetapi pengaruhnya sama dengan pemberian 150 kg N/ha. Mualim (2009) menunjukkan bahwa unsur K merupakan faktor pembatas pada semua komponen produksi yaitu daun, batang, cabang, dan tajuk pada tanaman kolesom. Kalium Kalium (K) merupakan unsur hara ketiga yang berperan penting bagi tanaman setelah nitrogen dan fospor. Unsur kalium sangat mobil dalam tanaman dan diserap dalam bentuk ion K+. Kalium dapat diberikan ke dalam tanah melalui pupuk organik dan anorganik. Pupuk anorganik yang biasa digunakan adalah kalium klorida (KCl). Pupuk KCl mengandung 50-52% K (60-63% K2O). Bentuk pupuk kalium lainnya adalah kalium sulfat (K2SO4) dan kalium nitrat (KNO3)
10 yang masing-masing mengandung 50-52% dan 44% K2O (Havlin et al., 2005). Menurut Adams et al. (1995) penggunaan KCl juga dapat menyebabkan tanaman menjadi hangus dan memacu akumulasi garam karena ion klorida diakumulasikan di sel tanaman bersama dengan terserapnya kalium. Kalium pada tanaman berperan dalam proses pembentukan dan translokasi karbohidrat pada saat pembentukan akar dan umbi. Kalium juga berperan dalam peningkatan ketahanan terhadap penyakit, pembentukan protein, dan deferensiasi sel (Ware dan McCollum, 1968). Agustina (2004) menambahkan bahwa fungsi utama pupuk unsur K adalah mengaktifkan kerja beberapa enzim, merupakan komponen penting di dalam mekanisme pengaturan osmotik sel, serta berpengaruh langsung terhadap tingkat semipermeabilitas
membran dan
fosforilasi di dalam kloroplas. Kekurangan K terutama pada awal pertumbuhan mengakibatkan perubahan terhadap hasil karbohidrat dan secara cepat diikuti oleh berkurangnya konsentrasi K+ pada tanaman. Gejala kekurangan K dapat terlihat pada daun yang menjadi kering dan terbakar pada sisi-sisinya serta memperlihatkan klorosis yang tidak merata sehingga fotosintesis terganggu (Havlin et al., 2005). Menurut Hidayati (2009) dosis pupuk kalium sebesar 198 kg K2O/ha akan meningkatkan bobot basah dan bobot kering total sebesar 69.19% dan 71.94% pada tanaman pegagan (Centella asiatica). Hasil penelitian Mualim (2009) menunjukkan bahwa K merupakan faktor pembatas produksi umbi (panjang, bobot basah, dan bobot kering) pada petak perlakuan saat awal pembentukan umbi dan secara umum kalium sangat dibutuhkan dalam produksi kolesom.
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan April-Juli 2010. Pelaksanaan penelitian dilakukan
di
Kebun
Percobaan
Leuwikopo,
Molecular
Marker
and
Spectrophotometry UV-VIS Laboratory, Plant Analisys and Chromatography Laboratory, dan Micro Technique Laboratory Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kolesom (Gambar 1), pupuk kandang ayam, arang sekam, urea, SP-18 dan KCl. Alat yang digunakan adalah timbangan, oven, amplop, penggaris, pisau, mikroskop, mortar, pipet mikro dan mikrotube, centrifuge, spektrofotometer, serta alat-alat pertanian.
Gambar 1. Tanaman Kolesom Metode Penelitian Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) petak terbagi dengan interval panen sebagai petak utama dan frekuensi pemupukan N dan K sebagai anak petak. Petak utama yaitu interval panen yang dimulai pada umur 30 hari setelah tanam (HST) terdiri atas dua taraf: 1 : pemanenan 15 hari sekali (A1)
12 2 : pemanenan 30 hari sekali (A2) Anak petak terdiri atas lima jenis frekuensi penambahan pupuk N dan K (Tabel 1). Tabel 1. Waktu dan Dosis Pemupukan N dan K (kg urea/ha dan kg KCl/ha ) Total Dosis Waktu & Dosis Pemberian Pupuk N & K Pemupukan (Hari Setelah Tanam/HST) N&K 0 15 30 45 60 100 & 100* 100 100 & 100 50 25 25 100 & 100 50 12.5 12.5 12.5 12.5 150 & 150 100 25 25 150 & 150 100 12.5 12.5 12.5 12.5
Frekuensi Pemupukan (kali) 1 3 5 3 5
Kode Perlakuan B1 B2 B3 B4 B5
* Sumber : Mualim (2009)
Dengan demikian terdapat 10 kombinasi perlakuan. Setiap perlakuan diulang 3 kali sehingga diperoleh 30 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan diambil 3 tanaman sebagai tanaman contoh, maka secara keseluruhan terdapat 90 tanaman contoh. Tata letak percobaan dapat dilihat pada Lampiran 1. Model rancangan yang digunakan adalah: Yijk = µ + αi + €k + δik + βj + (αβ)ij + εijk Keterangan : Yijk
: nilai pengamatan pada perlakuan petak utama ke-i, anak petak ke-j dan ulangan ke-k
µ
: nilai rata-rata umum
αi
: pengaruh perlakuan interval panen (A) pada taraf ke-i
€k
: pengaruh ulangan ke-k
δik
: galat petak utama
βj
: pengaruh perlakuan frekuensi pemupukan N & K pada taraf ke-j
(αβ)ij : pengaruh interaksi antara perlakuan interval panen ke-i dengan frekuensi pemupukan N & K ke-j εijk
: pengaruh galat karena pengaruh interval panen taraf ke-i dan frekuensi pemupukan N & K taraf ke-j pada ulangan ke-k
i
: interval pemanenan (1 dan 2)
j
: frekuensi pemupukan N & K (1, 2, 3, 4, dan 5)
k
: ulangan (1, 2, dan 3)
13 Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam, apabila berpengaruh nyata akan dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf kesalahan 5%. Pelaksanaan Penelitian Persiapan Kegiatan persiapan meliputi penyiapan bahan tanam dan lahan. Bahan tanam yang digunakan berasal dari setek batang dengan panjang 10 cm (Gambar 2) dan ditumbuhkan dalam media pembibitan terlebih dahulu untuk mendapatkan bibit yang seragam. Pembibitan dilakukan dalam kotak sterofoam dengan media campuran dari tanah, pupuk kandang, dan arang sekam.
10 cm
Gambar 2. Setek Batang kolesom untuk Bahan Perbanyakan Penyiapan lahan dilakukan dengan terlebih dahulu membersihkan gulma dan sisa tanaman sebelumnya. Tanah kemudian digemburkan dan dibuat petakan berukuran 3 m x 4 m sebanyak 30 petak. Pupuk kandang dengan dosis 5 ton/ha dan arang sekam sebanyak 2 ton/ha diberikan pada setiap petakan dengan cara dilarik per baris tanam pada 2 minggu sebelum tanam. Penanaman Bibit yang didapatkan dari pembibitan dipindahkan ke lahan dengan jarak tanam 100 cm x 50 cm. Penanaman dilakukan apabila bibit yang berasal dari setek batang telah berdaun 2 helai dan membuka sempurna (± 5-7 hari di pesemaian).
14 Bibit yang ditanam adalah bibit yang memiliki pertumbuhan yang sehat dan seragam pada persemaian. Aplikasi pupuk setelah penanaman terdiri dari pupuk urea, KCl, dan SP-18. Dosis pupuk SP-18 yang digunakan adalah 50 kg/ha (Mualim, 2009), sedangkan dosis urea dan KCl disesuaikan dengan dosis perlakuan masing-masing. Pemeliharaan Pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman dan pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Penyiraman pada awal pertumbuhan dilakukan satu kali sehari pada pagi hari, namun setelah berumur 30 HST penyiraman dilakukan 3 hari sekali dan disesuaikan dengan cuaca saat itu. Penyiangan dilakukan saat gulma telah mengganggu tanaman. Pengendalian hama dan penyakit tidak dilakukan karena intensitas serangan masih rendah. Pemanenan Panen dilakukan dengan memetik atau memangkas pucuk tanaman kolesom yang belum berbunga sepanjang ± 10 cm yang diukur dari ujung daun bagian atas yang ditegakkan dari setiap cabang yang ada pada umur panen yang telah ditentukan.
Gambar 3. Pucuk Kolesom yang Dipanen
15 Pengamatan Pengamatan dilakukan terhadap tanaman contoh pada setiap petak. Peubah yang diamati antara lain terdapat pada Tabel 2. Tabel 2. Peubah Pengamatan Komponen Pengamatan
Cara Pengamatan
Alat
Waktu Pengamatan
Jumlah pucuk panen
Dihitung jumlah pucuk yang dapat dipanen per tanaman Pucuk yang telah dipanen kemudian ditimbang Penjumlahan pucuk yang dipanen per panen Dilakukan terhadap daun yang berada di bawah pucuk baru dengan cara membuat preparat basah dan diukur dengan bantuan mikroskop dan komputer Dilakukan terhadap daun pucuk dengan menggunakan metode Sims dan Gamon yang telah dimodifikasi (Lampiran 2)
-
30, 60, dan 90 HST
Bobot panen
pucuk
Bobot pucuk panen total
Ketebalan daun
Kandungan klorofil pucuk
Timbangan
Satuan Komponen Pengamatan pucuk/tanaman
30, 60, dan 90 HST
g/tanaman
Akhir penelitian
g/tanaman
Mikroskop, komputer
Akhir penelitian
nm
Mortar, pipet mikro, microtube, centrifuge, spektrofotometer,
Akhir penelitian
µmol/100 cm2
-
16 Tabel 2. Peubah Pengamatan (Lanjutan) Komponen Pengamatan Kadar air pucuk
Cara Pengamatan
Mengeringkan pucuk dengan menggunakan oven pada suhu 80oC selama 3 hari kemudian dihitung berdasarkan bobot basah Bobot basah Menimbang tanaman bagian-bagian tanaman seperti daun, batang, serta akar+umbi secara terpisah per tanaman Bobot kering Mengeringkan tanaman bagian-bagian tanaman seperti daun, batang, serta akar+umbi secara terpisah per tanaman dengan oven kemudian ditimbang Rasio Membagi hasil tajuk/akar penimbangan bobot kering daun+batang dan akar+umbi per tanaman Panjang umbi Mengukur umbi terpanjang dari masing-masing tanaman Jumlah Menghitung jumlah umbi per tanaman
Alat
Waktu Pengamatan
Oven, amplop, label
30, 60, dan 90 HST
timbangan, pisau
Akhir penelitian
g
oven, timbangan
Akhir penelitian
g
Akhir penelitian
-
Akhir penelitian
cm
Akhir penelitian
buah
-
Penggaris
-
Satuan Komponen Pengamatan %
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Hasil analisis tanah yang dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian Tanah (Lampiran 3) menunjukkan bahwa kondisi tanah sebelum penelitian tergolong masam dengan pH H2O sebesar 5.1 dengan kapasitas tukar kation rendah (KTK 14.42 cmol (+)/kg). Menurut data Stasiun Klimatologi Darmaga (Lampiran 4), jumlah curah hujan rata-rata selama penelitian berlangsung adalah sebesar 237.6 mm/bulan dengan suhu rata-rata 26oC dan kelembaban rata-rata 83%. Pembungaan merupakan faktor yang menyebabkan menurunnya kualitas pucuk kolesom dan membuat pucuk tidak layak untuk dipanen. Pada penelitian ini tanaman dengan perlakuan interval panen 15 hari sekali tidak sempat berbunga karena intensifnya pemanenan, sedangkan tanaman pada perlakuan interval 30 hari sekali berbunga pada 35 HST atau 5 minggu setelah tanam (MST). Pada penelitian Susanti (2006) tanaman kolesom berbunga pada 4 MST, sedangkan pada penelitian Mualim (2009) tanaman kolesom berbunga pada 3 MST. Perlakuan interval panen diduga dapat memperlambat munculnya bunga tanaman kolesom. Keadaan umum tanaman selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Gambaran Umum Kondisi Penelitian
18
(a)
(b) Gambar 5. Penyakit yang Menyerang Tanaman Kolesom. Penyakit Busuk (a) dan Penyakit yang Disebabkan oleh Cercospora talini (b) Curah hujan yang cukup tinggi pada awal pertumbuhan setek kolesom menyebabkan terjadinya busuk pada beberapa setek kolesom, sehingga diperlukan penyulaman. Pada fase pertumbuhan curah hujan dan kelembaban yang cukup tinggi juga menyebabkan terjadinya serangan patogen pada beberapa tanaman. Patogen yang menyerang tanaman kolesom antara lain busuk yang diakibatkan oleh Pseudomonas sp. (Gambar 5) yang didahului dengan gejala serangan nematoda dimana daun tanaman menguncup saat siang hari. Bakteri ini menyebabkan daun layu, berwarna kekuningan, pangkal batang dan akar tanaman menjadi busuk dan berbau anyir. Pada bagian tanaman yang busuk akan terdapat warna kemerah-merahan dan akhirnya mati. Penanganan penyakit ini dilakukan dengan mengeradikasi tanaman yang terserang. Gejala penyakit ini lebih banyak
19 ditemukan pada tanaman dengan perlakuan interval panen 15 hari sekali dan mulai ditemukan pada saat berumur 60 HST. Diduga pada perlakuan ini tanaman lebih banyak mengalami pelukaan akibat pemanenan sehingga tanaman menjadi lebih rentan terhadap penyakit. Selain itu, terdapat pula bercak merah pada bagian bawah daun yang disebabkan oleh Cercospora talini (Gambar 5).
Gambar 6. Pucuk Kolesom yang Dimakan oleh Belalang Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) lain yang menyerang kolesom selama penelitian adalah gulma dan belalang yang memakan daun kolesom. Belalang menyebabkan daun kolesom menjadi berlubang (Gambar 6). Jika lubang terdapat pada daun bagian pucuk maka akan menurunkan kualitas panen. Serangan hama dan penyakit yang terjadi pada penelitian ini sebesar ± 10% dan masih belum membutuhkan penanganan yang serius. Gulma dominan yang terdapat di antara tanaman adalah Amaranthus sp dan Portulaca oleracea (krokot). Pengendalian gulma dilakukan dengan mencabut gulma secara manual. Rekapitulasi Sidik Ragam Rekapitulasi hasil sidik ragam komponen produksi tanaman dapat dilihat pada Tabel 3.
20 Tabel 3. Rekapitulasi Sidik Ragam Peubah
Jumlah Pucuk Panen 30 HST 60 HST 90 HST Jumlah Rata-rata Bobot Pucuk Panen 30 HST 60 HST 90 HST Total Kadar Air 30 HST 60 HST 90 HST Bobot Basah Batang Daun Akar+umbi Bobot Kering Batang Daun Akar+umbi Jumlah Umbi Panjang Umbi Ratio Tajuk/Akar Ketebalan Daun Klorofil Total
Inteval Panen (A)
F-hitung Frekuensi Pemupukan (B)
AxB
Koefisien Keragaman (%)
tn ** * ** **
tn ** ** ** **
tn ** tn ** **
28.49 15.90 33.00 13.90 13.90
tn ** * **
tn ** ** **
tn ** tn **
18.32 10.26 29.64 7.51
tn * **
tn ** **
tn ** **
4.58 0.41 2.68
* tn *
** ** **
tn tn **
18.61 37.77 15.36
tn tn ** tn * ** ** *
** ** ** ** * ** ** **
tn tn ** tn tn ** ** **
22.15 20.43 14.82 31.74 22.98 33.521 2.76 13.45
Keterangan : * = berbeda nyata menurut uji F pada taraf 5%, ** = berbeda nyata menurut uji F pada taraf 1%, tn = tidak nyata, 1 hasil transformasi √(x+1) Produksi Pucuk Jumlah Pucuk Panen Tabel 4 menunjukkan bahwa interval panen 15 hari sekali menghasilkan jumlah pucuk panen yang lebih banyak dari pada interval panen 30 hari sekali pada umur 30 dan 60 HST, namun pada umur 90 HST jumlah pucuk pada interval panen 15 hari sekali mengalami penurunan karena diduga telah mengalami
21 penurunan daya rejuvenasi untuk membentuk pucuk-pucuk lateral baru sehingga pembentukan pucuk-pucuk lateral baru membutuhkan waktu yang lebih lama. Tabel 4. Pengaruh Interval Panen dan Frekuensi Pemupukan terhadap Jumlah Pucuk Panen Perlakuan Interval Panen 15 hari sekali 30 hari sekali Frekuensi Pemupukan 1x, total dosis 100 kg/ha 3x, total dosis 100 kg/ha 5x, total dosis 100 kg/ha 3x, total dosis 150 kg/ha 5x, total dosis 150 kg/ha
Umur Tanaman (HST) 30 60 90
Jumlah
Rata-rata
10.2 9.2
25.3a 18.6b
6.1b 13.9a
82.8a 41.7b
13.8a 6.9b
9.2 9.8 11.5 9.2 8.7
15.1b 19.0b 24.3a 25.9a 25.4a
4.3b 6.0b 8.2b 16.8a 14.8a
43.0b 48.1b 69.4a 78.1a 72.5a
7.2b 8.0b 11.6a 13.0a 12.1a
Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji DMRT 5%
Frekuensi pemupukan memberikan efek yang berbeda nyata terhadap jumlah pucuk pada umur 60 dan 90 HST. Frekuensi pemupukan 3 kali (0, 30, dan 60 HST) dengan dosis 150 kg urea/ha dan 150 KCl/ha akan meningkatkan jumlah pucuk panen total sebesar 1.8 kali bila dibandingkan dengan frekuensi pemupukan 1 kali (0 HST) dengan total dosis 100 kg urea/ha dan 100 kg KCl/ha. Peningkatan frekuensi pemupukan akan meningkatkan jumlah pucuk panen pada dosis pupuk 100 kg urea/ha dan 100 kg KCl/ha. Pada dosis pupuk 150 kg urea/ha dan 150 kg KCl/ha, peningkatan frekuensi pemupukan tidak akan meningkatkan jumlah pucuk panen sehingga jumlah pucuk panen tertinggi dicapai pada perlakuan pemupukan 3 kali dengan dosis 150 kg urea/ha dan 150 kg KCl/ha. Pengaruh interaksi interval panen dan frekuensi pemupukan berpengaruh nyata terhadap jumlah pucuk panen pada umur 60 HST. Periode ini merupakan puncak produksi pucuk dan pertumbuhan vegetatif terjadi, sehingga interval panen dan frekuensi pemupukan bersinergi untuk menentukan pertumbuhan pucuk-pucuk lateral baru. Interaksi interval panen dan frekuensi pemupukan yang menghasilkan jumlah pucuk terbaik adalah interval panen 15 hari sekali dan frekuensi pemupukan 3 kali (0, 30, dan 60 HST) dengan dosis total 150 kg urea/ha dan 150 kg KCl/ha (Gambar 7). Pada 90 HST pengaruh interaksi tidak terjadi lagi.
22 Periode ini merupakan masa penurunan vegetatif tanaman yang ditandai dengan menurunnya jumlah pucuk panen.
Jumlah pucuk panen per tanaman
40
33.7
31
32
35 30
24.2 25
15.9 20
17.5
18.8
18.2
13.8 15 hari sekali
14.3 15
30 hari sekali
10 5
0 B1
B2
B3
B4
B5
Frekuensi pemupukan Gambar 7. Pengaruh Interaksi Interval Panen dan Frekuensi Pemupukan terhadap Jumlah Pucuk Panen pada 60 HST Bobot Pucuk Panen Pengaruh interaksi interval panen dan frekuensi pemupukan secara nyata terhadap bobot pucuk panen terdapat pada umur 60 HST dan bobot pucuk panen total. Interval panen 15 hari sekali akan meningkatkan bobot panen pada 60 HST 0.99-1.4 kali dan bobot panen total sebanyak 1.89-2.92 kali dibandingkan interval panen 30 hari sekali pada berbagai frekuensi pemupukan (Tabel 5). Menurut Dewani (1986) dan Sugiarto (2006) jika ujung batang dipotong maka pengaruh pertumbuhan ujung batang terhadap tunas-tunas samping akan hilang, sehingga tunas-tunas ini akan tumbuh sebagai cabang yang subur. Hal ini akan meningkatkan jumlah tunas samping dan percabangan berikutnya, biasanya langsung di bawah bekas potongan. Hal ini disebabkan rusaknya jaringan meristem penghasil auksin yang selanjutnya dapat menciptakan perubahan bentuk baru dengan perusakan dominasi apikal tanaman. Pada penelitian ini peningkatan jumlah pucuk juga akan meningkatkan bobot pucuk panen. Hal ini sesuai dengan
23 penelitian Suseno (2007) terhadap krokot (Portulaca oleracea L.) bahwa hasil akumulasi bobot basah pucuk pada pemanenan berulang lebih tinggi dari pada pemanenan pada masa akhir tanam. Tabel 5. Pengaruh Interaksi Interval Panen dan Frekuensi Pemupukan terhadap Bobot Pucuk pada 60 HST dan Bobot Pucuk Panen Total Frekuensi Pemupukan
Interval Panen 15 hari sekali 30 hari sekali ……………….g……..…….
Bobot Pucuk pada 60 HST 1x, total dosis 100 kg 3x, total dosis 100 kg/ha 5x, total dosis 100 kg/ha 3x, total dosis 150 kg/ha 5x, total dosis 150 kg/ha Bobot Pucuk Total 1x, total dosis 100 kg 3x, total dosis 100 kg/ha 5x, total dosis 100 kg/ha 3x, total dosis 150 kg/ha 5x, total dosis 150 kg/ha
27.310ef 19.537f 31.747e 32.130e 63.783bc 45.310d 80.977a 60.683c 70.710b 60.943c ……………….g……..……. 135.293c 141.880c 262.100b 307.673a 289.580a
61.423e 75.043ef 89.850d 131.983c 126.287c
Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada uji DMRT 5%
Frekuensi pemupukan 3 kali (0, 30, dan 60 HST) dapat meningkatkan bobot pucuk panen total sebesar 2.14 kali bila dibandingkan dengan frekuensi pemupukan 1 kali (0 HST) pada interval panen 15 hari sekali. Sedangkan pada interval panen 30 hari sekali dapat meningkatkan sebesar 2.06 kali. Ketebalan Daun Pengamatan ketebalan daun dilakukan terhadap daun yang terletak di bawah tempat tumbuhnya percabangan baru setelah pemetikan. Gambar 8 menunjukkan bahwa interval panen 15 hari sekali memiliki tebal daun yang lebih tinggi dari pada interval panen 30 hari sekali. Pemanenan yang lebih sering akan membuat daun menjadi lebih tebal. Kombinasi perlakuan interval panen 15 hari sekali dan frekuensi pemupukan 3 kali (0, 30, dan 60 HST) dengan dosis total 150 kg urea/ha dan 150 kg KCl/ha memberikan pengaruh tertinggi terhadap tebal daun. Pemetikan merupakan usaha untuk memanen pucuk tanaman. Hilangnya bagian
24 pucuk tanaman diduga akan menyebabkan putusnya aliran asimilat yang seharusnya disuplai kebagian tersebut karena rusaknya jaringan meristem. Asimilat tersebut akan banyak menumpuk pada bagian daun yang terletak langsung di bawah bekas potongan atau pemetikan, sehingga daun menjadi lebih tebal dan lebih besar. 1400000 1143642
Ketebalan Daun (nm)
1200000 944364
976786
955468
1000000
889522
914038
761274 800000 593014
667841
679589
15 hari sekali
600000
30 hari sekali 400000 200000 0 B1
B2
B3
B4
B5
Frekuensi Pemupukan Gambar 8. Pengaruh Interval Panen dan Frekuensi Pemupukan terhadap Ketebalan Daun Kandungan Klorofil Pucuk Interval panen 15 hari sekali memiliki kandungan klorofil pucuk yang lebih rendah dari pada interval panen 30 hari sekali pada dosis total 100 kg urea/ha dan 100 kg KCl/ha (Gambar 9). Terlihat bahwa pada perlakuan interval panen 15 hari sekali dengan frekuensi pemupukan 1 dan 2 kali dengan total dosis 100 kg urea/ha dan 100 KCl/ha memiliki kandungan klorofil 0 µmol/100 cm2, karena pada kedua kombinasi perlakuan tersebut tanaman tidak menghasilkan pucuk yang dapat dipanen sehingga analisis kandungan klorofil pucuk yang dilakukan pada akhir penelitian (90 HST) tidak dapat dilakukan. Frekuensi pemupukan 5 kali (0, 15, 30, 45, dan 60 HST) dengan dosis total 150 kg urea/ha dan 150 kg KCl/ha memiliki kandungan klorofil pucuk tertinggi
25 diantara perlakuan lainnya, baik pada interval 15 maupun 30 hari sekali. Kombinasi interval panen 15 hari sekali dan frekuensi pemupukan 3 kali (0, 30, dan 60 HST) dengan dosis total 150 kg urea/ha dan 150 kg KCl/ha juga memiliki klorofil yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan tersebut. Peningkatan dosis pupuk total dari 100 kg/ha menjadi 150 kg/ha dapat meningkatkan kandungan klorofil secara nyata. Menurut Jones (1998) dan Soepardi (1983) nitrogen (N) merupakan unsur yang membentuk klorofil, sedangkan kalium (K) merupakan unsur yang berperan sebagai aktivator enzim dan sebagai katalisator. Peningkatan ketersediaan unsur N dan K melalui peningkatan dosis ini akan meningkatkan pembentukan klorofil yang terjadi di dalam daun.
Kandungan Klorofil Daun (µmol/100 cm2)
9 6.3227
8 5.597
7
5.7747 4.8427
6
3.7883
5
4.6487
4 2.346
3 2
15 hari sekali
2.215
30 hari sekali 0
0
1 0 -1 -2
B1
B2
B3
B4
B5
Frekuensi Pemupukan
Gambar 9. Pengaruh Interval Panen dan Frekuensi Pemupukan terhadap Kandungan Klorofil Pucuk Kadar Air Terlihat bahwa kadar air tanaman kolesom sangat tinggi yaitu berkisar antara 65-94% dari berat basahnya. Kolesom merupakan golongan tanaman CAM atau Crassulacean Acid Metabolism. Menurut Leegood tanaman CAM merupakan tanaman sukulen yang memiliki kadar air tinggi dalam vakuolanya, dimana hingga mencapai 90% atau lebih dari total volume sel.
26 Kadar air pucuk kolesom berubah seiring dengan pertumbuhan tanaman. Kadar air akan meningkat dengan semakin tuanya umur tanaman dan pada fase tertentu akan mengalami penurunan. Perlakuan dan interaksi interval panen dan frekuensi pemupukan memberikan pengaruh nyata pada umur 60 dan 90 HST. Kadar air kolesom maksimum terjadi pada saat tanaman berumur 60 HST. Panen tertinggi yang didapatkan pada 60 HST selain disebabkan oleh jumlah pucuk yang lebih banyak diduga juga diakibatkan oleh kadar air daun yang tinggi pada umur tersebut. Tabel 6. Pengaruh Interaksi Interval Panen dan Frekuensi Pemupukan terhadap Kadar Air Pucuk Tanaman Frekuensi pemupukan 1x, total dosis 100 kg/ha 3x, total dosis 100 kg/ha 5x, total dosis 100 kg/ha 3x, total dosis 150 kg/ha 5x, total dosis 150 kg/ha 1x, total dosis 100 kg/ha 3x, total dosis 100 kg/ha 5x, total dosis 100 kg/ha 3x, total dosis 150 kg/ha 5x, total dosis 150 kg/ha 1x, total dosis 100 kg/ha 3x, total dosis 100 kg/ha 5x, total dosis 100 kg/ha 3x, total dosis 150 kg/ha 5x, total dosis 150 kg/ha
15 hari sekali 30 hari sekali .....................30 HST..................... 71.9ab 68.9abc 67.6abc 71.3abc 68.3abc 65.7bc 68.6abc 65.4c 72.6a 69.8abc .....................60 HST..................... 93.0b 91.8c 94.8a 91.7c 91.6c 92.2c 93.2b 91.9c 92.4bc 92.4bc .....................90 HST..................... 73.6c 80.9b 73.7c 86.7a 81.6b 86.1a 89.2a 89.6a 87.8a 88.7a
Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada uji DMRT 5%
Tabel 6 menunjukkan kombinasi perlakuan dengan kadar air tertinggi pada umur 60 HST adalah perlakuan pemanenan 15 hari sekali dan frekuensi pemupukan 3 kali (0, 30, dan 60 HST) dengan dosis total 100 kg urea/ha dan 100 kg KCl/ha (94.77%). Banyaknya frekuensi pemupukan akan mempengaruhi tingkat kadar air tanaman. Hal ini terlihat pada kadar air yang lebih tinggi pada
27 perlakuan frekuensi pemupukan 3 (0, 30, dan 60 HST) dan 5 kali (0, 15, 30, 45, dan 60 HST) bila dibandingkan dengan frekuensi pemupukan 1 kali (0 HST) pada dosis 100 kg urea/ha dan 100 kg KCl/ha. Bobot Basah Bobot basah batang, daun dan akar+umbi pada interval panen 30 hari sekali lebih tinggi bila dibandingkan dengan interval panen 15 hari sekali (Tabel 7). Jumah pucuk yang banyak akan menekan pertumbuhan bagian tanaman yang lainnya. Pucuk akan menjadi sink yang lebih kuat dan akibatnya pasokan asimilat untuk bagian tanaman lainnya menjadi berkurang dan pembentukan biomassa selain pucuk menjadi lebih rendah. Tabel 7. Pengaruh Interval Panen dan Frekuensi Pemupukan terhadap Bobot Basah Batang, Daun, dan Akar Perlakuan
Interval Panen 15 hari sekali 30 hari sekali Frekuensi Pemupukan 1x, total dosis 100 kg 3x, total dosis 100 kg/ha 5x, total dosis 100 kg/ha 3x, total dosis 150 kg/ha 5x, total dosis 150 kg/ha
Bagian Tanaman Batang Daun Akar+umbi ..…………..……… g…….....….………… 160.52b 115.12 18.038b 285.33a 149.99 37.942a ..…………..……… g…….....….………… 142.14b 149.49b 187.74b 320.00a 315.29a
58.81b 94.37b 90.55b 235.55a 183.51a
24.713bc 21.785c 30.995a 33.647a 28.810ab
Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji DMRT 5%
Frekuensi pemupukan secara nyata mempengaruhi bobot basah batang, daun, dan akar. Bobot basah batang, daun, dan akar+umbi tertinggi terdapat pada perlakuan dosis total 150 kg urea/ha dan 150 kg KCl/ha, khususnya pada frekuensi pemupukan 3 kali (0, 30, dan 60 HST). Bobot basah batang dan daun terendah terdapat pada perlakuan frekuensi pemupukan 1 kali (0 HST) dengan dosis total 100 kg urea/ha dan 100 kg KCl/ha, sedangkan pada bobot basah akar
28 terdapat pada perlakuan frekuensi pemupukan 3 kali (0, 30, dan 60 HST) dengan dosis total 100 kg urea/ha dan 100 kg KCl/ha. Bobot Kering Tabel 8 menunjukkan bahwa perlakuan dengan dosis pupuk total 150 kg urea/ha dan 150 kg KCl/ha menghasilkan bobot kering batang dan daun total pada panen akhir yang lebih tinggi dari pada dosis total 100 urea/ha dan 100 kg KCl/ha. Bobot kering batang tertinggi terlihat pada perlakuan frekuensi pemupukan 5 kali (0, 15, 30, 45, dan 60 HST) dengan dosis total 150 kg urea/ha dan 150 kg KCl/ha, sedangkan bobot daun total tertinggi terlihat pada perlakuan frekuensi pemupukan 3 kali (0, 30, dan 60 HST) pada dosis yang sama. Bobot kering akar pada interval panen 30 hari sekali lebih tinggi dari pada interval panen 15 hari sekali. Regenerasi pucuk yang lebih sering pada interval panen 15 hari sekali menyebabkan asimilat lebih banyak teralokasi untuk pertumbuhan pucuk-pucuk lateral baru, dari pada untuk pembentukan akar dan pengisian umbi. Tabel 8. Pengaruh Interval panen dan Frekuensi Pemupukan terhadap Bobot Kering Batang, Daun, dan Akar+umbi Perlakuan
Interval Panen 15 hari sekali 30 hari sekali Frekuensi Pemupukan 1x, total dosis 100 kg 3x, total dosis 100 kg/ha 5x, total dosis 100 kg/ha 3x, total dosis 150 kg/ha 5x, total dosis 150 kg/ha
Bagian Tanaman Batang Daun Akar+umbi ..…….…..……… g…….....….….…… 21.234b 16.584 2.3420b 27.766a 18.361 7.6973a ..…….…..……… g…….....….….…… 16.447d 18.382cd 24.762bc 31.028ab 31.882a
13.172b 15.552b 14.107b 23.788a 20.745a
4.2017c 4.1900c 6.7983a 5.5517b 4.3567c
Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji DMRT 5%.
29 Jumlah Umbi, Panjang Umbi, dan Rasio Tajuk/Akar Tabel 9 menunjukkan bahwa jumlah umbi yang tertinggi terdapat pada frekuensi pemupukan 5 kali (0, 15, 30, 45, dan 60 HST) dengan dosis total 100 kg urea/ha dan 100 kg KCl/ha dan terendah pada frekuensi pemupukan 3 kali (0, 30, dan 60 HST) dengan dosis total 100 kg urea/ha dan 100 kg KCl/ha. Panjang umbi tertinggi terdapat pada perlakuan interval panen 30 hari sekali dan perlakuan frekuensi pemupukan 5 kali (0, 15, 30, 45, dan 60 HST) dengan dosis total 100 kg urea/ha dan 100 kg KCl/ha. Tabel 9. Pengaruh Interval panen dan Frekuensi Pemupukan terhadap Panjang dan Jumlah Umbi Perlakuan Interval Panen 15 hari sekali 30 hari sekali Frekuensi Pemupukan 1x, total dosis 100 kg 3x, total dosis 100 kg/ha 5x, total dosis 100 kg/ha 3x, total dosis 150 kg/ha 5x, total dosis 150 kg/ha
Umbi Panjang
Jumlah
13.163b 16.020a
11.8 14.9
14.925a 9.833b 17.950a 15.525a 14.725a
12.0b 9.2b 20.5a 12.8b 12.3b
Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji DMRT 5%.
Gambar 10 menunjukkan bahwa interval panen 15 hari sekali memiliki rasio tajuk/akar yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan interval panen 30 hari sekali pada berbagai frekuensi pemupukan. Menurut Mualim (2009) pertumbuhan tajuk kolesom yang lebih baik akan menekan pertumbuhan umbi, karena alokasi asimilat lebih ditujukan untuk pembentukan bagian tajuk yaitu batang, cabang, dan daun kolesom. Pada penelitian ini bagian tajuk yang dominan menggunakan asimilat yaitu bagian pucuk tanaman, sehingga dengan pembentukan pucuk tanaman yang semakin tinggi akan mengurangi terbentuknya umbi. Rasio tajuk/akar tertinggi terdapat pada kombinasi perlakuan interval panen 15 hari sekali dan frekuensi pemupukan 3 kali (0, 30, dan 60 HST) dengan dosis total 100 kg urea/ha dan 100 kg KCl/ha. Terlihat bahwa rasio tajuk/akar pada perlakuan ini lebih tinggi secara nyata dibandingkan perlakuan yang lain.
30 Pembentukan akar yang lebih kecil bila dibandingkan dengan perlakuan yang lain menjadi faktor penyebab hal tersebut. 9
7.2 8
Rasio Tajuk/Akar
7 6 5 4
3.5
3.2
2.9
15 hari sekali
2.3
3
2.4
2.2
1.9
2.0
30 hari sekali
1.6 b
2 1 0 B1
B2
B3
B4
B5
Perlakuan
Gambar 10. Pengaruh Interaksi Interval Panen dan Frekuensi Pemupukan terhadap Rasio Tajuk/Akar Pembahasan Umum Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan interval panen dan frekuensi pemupukan berpengaruh nyata terhadap produksi pucuk kolesom (jumlah dan bobot pucuk panen) pada umur 60 dan 90 HST dan juga bobot panen total. Produksi pucuk terbaik secara nyata ditunjukkan oleh perlakuan interval panen 15 hari sekali dan frekuensi pemupukan 3 kali (0, 30, dan 60 HST) dengan dosis 150 kg urea/ha dan 150 kg KCl/ha, walaupun secara statistik tidak berbeda nyata dengan frekuensi pemupukan 5 kali (0, 15, 30, 45, dan 60 HST) pada interval panen yang sama. Frekuensi pemupukan 3 kali (0, 30, dan 60 HST) lebih menguntungkan untuk dilakukan dari pada 5 kali (0, 15, 30, 45, dan 60 HST) pemupukan bila dilihat dari efisiensi penggunaan tenaga kerja. Interaksi antara kedua perlakuan tersebut juga
memberikan hasil
yang nyata terbaik
dibandingkan perlakuan lainnya. Interaksi dengan produksi pucuk terbaik didapatkan pada perlakuan interval panen 15 hari sekali dan frekuensi pemupukan 3 kali (0, 30, dan 60 HST) dengan dosis total 150 kg urea/ha dan 150 kg KCl/ha. Peningkatan frekuensi pemupukan
31 pada dosis total 150 kg urea/ha dan 100 kg KCl/ha akan meningkatkan jumlah dan bobot pucuk panen yang dihasilkan dalam satu kali panen yaitu pada panen kedua (60 HST) dan ketiga (90 HST). Peningkatan dosis total menjadi 150 kg urea/ha dan 150 KCl/ha akan meningkat produksi pucuk, namun dengan meningkatkan frekuensi pemupukan pada dosis ini tidak akan meningkatkan produksi pucuk. Produksi pucuk kolesom pada level ini diduga telah berada pada kondisi yang optimum. Kombinasi perlakuan interval panen 15 hari sekali dan frekuensi pemupukan 3 kali dengan dosis total 150 urea/ha dan 150 KCl/ha dapat menghasilkan produksi pucuk yang optimum hingga 60 HST. Hal tersebut terjadi jika pemanenan atau pemetikan dilakukan terhadap pucuk sepanjang 10 cm. Belum dapat dipastikan bahwa hal tersebut juga memiliki pengaruh yang sama jika pemanenan dilakukan dengan panjang lebih dari 10 cm sehingga dibutuhkan penelitian lebih lanjut mengenai hal tersebut. Interval panen 15 hari sekali menghasilkan jumlah dan bobot pucuk yang lebih tinggi dari pada perlakuan 30 hari sekali. Coombs et al. (1994) menyatakan bahwa pemangkasan pada bagian tunas pucuk (tunas apikal) akan mendorong pertumbuhan tunas-tunas lateral sehingga percabangan akan semakin banyak. Pemanenan dengan interval 15 hari sekali mengakibatkan daun yang terletak tepat di bawah bidang petik menjadi lebih tebal dan lebih besar. Jaringan yang mempengaruhi ketebalan daun adalah jaringan palisade. Daun yang menebalan diduga karena jaringan palisade yang menebal. Penebalan ini terjadi karena adanya alokasi asimilat yang menumpuk pada daun ini. Kandungan klorofil daun pada pemupukan dengan dosis total 150 kg urea/ha dan 150 kg KCl/ha lebih tinggi dibandingkan dosis total 100 kg urea/ha dan 100 kg KCl/ha. Hal tersebut juga terjadi pada produksi pucuk. Klorofil sangat erat kaitannya dengan produksi pucuk. Menurut Gardner et al. (1991) klorofil merupakan bagian tanaman yang berfungsi sebagai penyerap spektrum cahaya dalam proses fotosintesis. Fotosintesis akan menghasilkan asimilat yang digunakan untuk pertumbuhan tanaman, termasuk juga proses rejuvenasi pucuk. Dengan klorofil yang lebih tinggi maka produksi pucuk akan lebih tinggi pula karena kebutuhan asimilat tercukupi secara lebih baik.
32 Panen tertinggi pada penelitian ini didapatkan pada saat kolesom berumur 60 HST dan akan mengalami penurunan pada umur 90 HST. Peningkatan bobot pucuk pada 60 HST dan penurunan bobot pucuk pada 90 HST dipengaruhi oleh kadar air tanaman yang ada di dalam pucuk tanaman. Frekuensi pemupukan berpengaruh terhadap kadar air yang terkandung dalam pucuk tanaman. Menurut Hakim et al. (1986) dan Ware dan McCollum (1968) unsur N dan K merupakan unsur yang berperan dalam beberapa fungsi metabolik, salah satunya adalah sintesis protein. Dalam proses pembentukan protein akan terlepas senyawa air. Peningkatan frekuensi pemupukan akan meningkatkan ketersediaan hara N dan K bagi tanaman sehingga sintesis protein dalam tanaman juga akan meningkat. Peningkatan sintesis protein tersebut akan meningkatkan kadar air, kesukulenan, dan bobot basah tanaman. Hal tersebut menunjukkan bahwa kadar air berhubunan erat dengan proses sintesis, namun dalam penelitian ini belum dilakukan analisis mengenai kandungan protein di dalam pucuk kolesom. Oleh karena itu diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai hal tersebut. Penurunan produksi pucuk kolesom pada umur 90 HST juga menunjukkan bahwa aplikasi pupuk pada 60 HST tidak perlu lagi dilakukan karena tidak akan meningkatkan produksi pucuk. Bobot basah dan kering tajuk (daun dan batang) secara nyata tidak dipengaruhi oleh interval panen, namun secara nyata dipengaruhi oleh frekuensi pemupukan. Pada penelitian ini didapatkan bobot basah dan kering tajuk (daun dan batang) dan umbi+akar pada perlakuan frekuensi pemupukan 3 kali dengan dosis 150 kg urea/ha dan 150 kg KCl/ha masing-masing sebesar 235.55, 320.00, 33.647 g bobot basah/tanaman serta 23.788, 31.028, dan 5.521 g bobot kering/tanaman. Penelitian Susanti (2006) menunjukkan bahwa bobot basah dan kering
daun, batang, dan umbi+akar yang dihasilkan pada pupuk kandang
5 ton/ha masing-masing sebesar 78.01, 106.99, dan 21.15 g bobot basah/tanaman serta 6.01, 13.05, dan 3.77 g bobot kering/tanaman. Penggunaan pupuk kandang 5 ton/ha sebagai pupuk dasar dan penambahan pupuk urea dan KCl dengan dosis masing-masing 150 kg/ha dapat meningkatkan produksi tajuk serta umbi dan akar tanaman. Peningkatan produksi tajuk terbaik akan didapatkan pada frekuensi pemupukan 3 kali yaitu pada 0, 30, dan 60 HST.
33 Interval panen akan meningkatkan
jumlah pucuk panen namun akan
menekan pertumbuhan bagian tanaman lainnya. Interval panen 15 hari sekali akan menyebabkan tanaman lebih banyak membentuk tajuk khususnya pucuk. Hal ini dapat dilihat dari rasio tajuk/akar yang lebih besar dari pada interval panen 30 hari sekali. Pucuk-pucuk lateral yang baru tumbuh akan menjadi sink yang lebih kuat dari pada bagian lainnya, sehingga menekan pertumbuhan daun, akar ,dan umbi. Selain itu, interval panen 15 hari sekali akan menekan pembentukan bunga karena sebelum berbunga pucuk telah dipanen. Bunga pada tanaman kolesom dapat menghambat pertumbuhan pucuk namun tidak menghentikannya. Panjang dan jumlah umbi sangat dipengaruhi oleh frekuensi pemupukan. Pemupukan pada frekuensi 5 kali (0, 15, 30, 45, dan 60 HST) dengan dosis yang lebih kecil akan merangsang tanaman untuk membentuk akar dalam jumlah yang lebih banyak dan panjang untuk memenuhi kebutuhan unsur haranya. Akar ini pula yang akan membengkak menjadi umbi pada saat tanaman telah mencapai umur tertentu.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Interval panen dan frekuensi pemupukan berpengaruh nyata terhadap produksi pucuk kolesom. Interaksi antara interval panen dan frekuensi pemupukan juga berpengaruh nyata terhadap produksi pucuk kolesom pada 60 HST dan bobot total panen. Interaksi antara interval panen 15 hari sekali dan frekuensi pemupukan 3 kali (0, 30, dan 60 HST) dengan dosis total 150 kg urea/ha dan 150 kg KCl/ha merupakan kombinasi perlakuan dengan produksi pucuk nyata terbaik (78.1 pucuk/tanaman dengan bobot panen total 307.673 g/tanaman) bila dilakukan dengan panjang pemanenan pucuk 10 cm. Saran 1. Perlu diadakan penelitian lanjutan mengenai kandungan protein dalam pucuk kolesom mengingat kadar air memiliki hubungan yang erat dengan sintesis protein. 2. Pemanenan dengan interval panen 15 hari sekali dapat dipertahankan secara optimum hingga umur 60 HST. Setelah umur 60 HST tanaman akan mengalami penurunan produksi yang drastis, sehingga diduga perlu adanya pemangkasan pemeliharaan untuk memacu tumbuhan membentuk tajuk baru dan menjaga kontinuitas produksi pucuk. 3. Penurunan produksi pada 90 HST menunjukkan bahwa aplikasi pupuk pada 60 HST tidak dapat meningkatkan produksi pucuk, sehingga pemupukan dapat hanya dilakukan hingga tanaman berumur 30 atau 45 HST.
DAFTAR PUSTAKA
Adams, C.R., K.M. Bamford, and M.P. Early. 1995. Principles of Horticulture. Second Edition. Butterworth-Heinemann Ltd. Great Britain. 204 p. Agustina, L. 2004. Dasar Nutrisi Tanaman. Rineka Cipta. Jakarta. 80 hal. Coombs, D., P. Blackburne-Maze, M. Crackrell, and R. Bently. 1994. The Complete Book of Prunning. The Bath Press. 224 p. Dewani, M. 1986. Pengaruh Pemangkasan Pucuk terhadap Beberapa Sifat Agronomi Empat Varietas Kacang Hijau. Laporan Penelitian. Universitas Brawijaya. Malang. 24 hal. Fasuyi, A.O. 2006. Nutritional potentials of some tropical vegetable leaf meals : Chemical characteristization and functional properties. African Journal of Biotechnology 5(1):49-53. Gardner, F.P, R.B. Pearce, and R.L. Mitchel. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Terjemahan dari : Physiology of Crop Plant. Penerjemah : H. Susilo. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. 428 hal. Hakim, N., M.Y. Nyakpa, A.M. Lubis, S.G. Nugroho, M.A. Diha, Go B.H., dan H.H. Bailey. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Lampung. 488 hal. Harborne, J.B. dan C.A. Williams. 2000. Advance in flavonoid research since 1992. Review. Phythochemistry 55:481-504. Havlin, J.L., S.L. Tisdale, J.D. Beaton, W. L. Nelson. 2005. Soil Fertility and Fertilizer : An Introduction to Nutrien Management. 7 th edition. Pearson Prentice Hall. New Jersey. 515 p. Hidayati, F. 2009. Pengaruh Pemupukan Kalium Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) di Dataran Tinggi. Skripsi. Fakultas Petanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hutapea, J.R. 1994. Inventaris Tanaman Obat Indonesia. Volume 3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Jakarta. Departemen Kesehatan RI. Leegood, R.C. 1999. Carbon dioxide-concentrating mechanism: C4 photosynthesis and crassulacean acid metabolism, p. 145-157. In P.J. Lea and R.C. Leegood (eds.). Plant Biochemistry and Molecular Biology 2nd edition. John Wiley and Son, Inc. New York. 364 p. Mualim, L. 2009. Kajian Pemupukan NPK dan Jarak Tanam pada Produksi Antosianin Daun Kolesom. Tesis. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 70 hal.
36
Nurmaryati, I. 2009. Pengaruh Pemupukan Nitrogen Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) di dataran tinggi. Skripsi. Fakultas Petanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Ovando, A.C., M.L.P. Hernandez, M.E.P Hernandez, J.A. Rodriguez, C.A.G. Vidal. 2009. Chemical studies of anthocyanins. A review. Food Chemistry 113:859-871. Rifai, M. A. 1994. Talinum triangulare (Jacq.)Willd. In Plant Resource of South East Asia 8: Vegetable. Hlm 268. Salisbury, F.B., and C.W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Terjemahan dari: Plant Physiology 4th edition. Penerjemah: D.R Lukman dan Sumaryono. Penerbit ITB. Bandung. 24 hal. Santa, I.G.P, dan Prajogo S.B. 1999. Studi taksonomi Talinum paniculatum Gaertn. dan Talinum triangulare (Jacq.) Willd. Warta Tumbuhan Obat Indonesia 5:9-10. Setyamidjaja, D. 2000. Teh Budidaya dan Pengolahan Pasca Panen. Kanisius. Yogyakarta. 154 hal. Sugiarto, N.T. 2006. Pengaruh Panen dan Umur Panen pada Produksi Pucuk Kolesom (Talinum triangulare Willd.). Skripsi. Fakultas Pertanian IPB. Bogor. 30 hal. Susanti, H. 2006. Produksi Biomassa dan Bahan Bioaktif Kolesom (Talinum triangulare Willd.) dari Berbagai Asal Bibit dan Dosis Pupuk Kandang Ayam. Tesis. Sekolah Pascasarjana, Insitut Pertanian Bogor. 84 hal. Suseno, M.T. 2007. Pengaruh Pemberian Pupuk Kandang Ayam dan Umur Panen terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Krokot (Portulaca oleracea L.). Tesis. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Syukur, C. dan Hernani. 2002. Budi Daya Tanaman Obat Komersil. Penebar Swadaya. Jakarta. 136 hal. Tresnawati, E. 1999. Pengaruh pemberian pupuk nitrogen dan tingkat populasi terhadap pertumbuhan dan produksi radiks kolesom (Talinum paniculatum Gaertn.). Warta Tumbuhan Obat Indonesia 5:5-6. Tobroni, M. 1988. Pemetikan pada tanaman teh. Dalam: Pedoman Teknis Budidaya Tanaman Teh. Balai Penelitian Teh dan Kina. Bandung. 13 hal. Wahyuni S., dan E. Hadipoentyanti. 1999. Karakteristik Talinum paniculatum Gaertn. dan Talinum triangulare Willd. Warta Tumbuhan Obat Indonesia 5:56. Ware, G.W. dan J.P. McCollum. 1968. Producing Vegetable Crops. Third Edition. The Interstate Printers & Publishers, Inc. Illinois. 607 p. Wijayakusuma, H. M., S. Dalimartha S. dan A. S. Wirian. 1995. Tanaman Berkhasiat Obat Indonesia. Jilid IV. Pustaka Kartini. Jakarta. 146 hal.
LAMPIRAN
38 Lampiran 1. Tata Letak Petak Pertanaman pada Percobaan I
II
III
A1B1
A2B5
A2B3
A1B3
A1B4
A2B1
A1B3
A2B1
A2B4
A1B1
A1B5
A2B4
A1B2
A2B3
A2B1
A1B4
A1B3
A2B2
A1B5
A2B2
A2B2
A1B5
A1B1
A2B3
A1B4
A2B4
A2B5
A1B2
A1B2
A2B5
Keterangan: Interval Panen terdiri dari: A1 : 15 hari sekali A2 : 30 hari sekali
Frekuensi pemupukan terdiri dari: B1 : pemupukan 1 kali dengan dosis total 100 kg urea/ha dan 100 kg KCl/ha B2 : pemupukan 3 kali dengan dosis total 100 kg urea/ha dan 100 kg KCl/ha B3 : pemupukan 5 kali dengan dosis total 100 kg urea/ha dan 100 kg KCl/ha B4 : pemupukan 3 kali dengan dosis total 150 kg urea/ha dan 150 kg KCl/ha B5 : pemupukan 5 kali dengan dosis total 150 kg urea/ha dan 150 kg KCl/ha I, II, III : Ulangan/Blok
39 Lampiran 2. Analisis Kandungan Klorofil Pelarut yang digunakan untuk analisis klorofil adalah acetris (aseton dan tris) 1% pH 8 dengan perbandingan 85 : 15. Tahapan kerja yang dilakukan sebagai berikut : Sampel daun
Sampel
bobot = 1.085cm
digerus + 2 ml asetris
Masukkan ke microtube 2 ml
Centrifuge 14 000 rpm selama 10 menit
Pipet 1 ml supernatant + 3 ml asetris ke tabung reaksi
Spektrofotometer (λ = 663, 647, dan 537 nm)
Perhitungan kandungan klorofil a dan b menggunakan rumus : Klorofil a = (0.01373 X A663) – (0.000897 X A537) – (0.003046 X A647) Klorofil b = (0.02405 X A647) – (0.004305 X A537) – (0.005507 X A663) Klorofil total = klorofil a + klorofil b
Keterangan : A537, A647, dan A663 adalah nilai absorban pada panjang gelombang masing-masing 537, 647, dan 663 nm.
40 Lampiran 3. Penilaian Sifat Tanah sebelum Penelitian Peubah pH Bahan Organik C N C/N P2O5 K2O Nilai Tukar Kation Ca Mg K Na Jumlah KTK KB
Metode ekstraksi/pengekstrak H2O Walkley & Black Kjedahl Bray 1 Morgan NH4- Acetat 1N, pH 7
Nilai
Keterangan
5.1
Masam
0.19% 0.02% 10 61.4 ppm 783 ppm
Sangat rendah Sangat rendah Rendah Sangat tinggi
5.08 cmol(+)/kg 1.12 cmol(+)/kg 1.53 cmol(+)/kg 0.36 cmol(+)/kg 8.09 cmol(+)/kg 14.42 cmol(+)/kg 56%
Rendah
41
Lampiran 4. Data Iklim BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA Alamat ; Jl. Alternatif IPB-Situ gede Telp. (0251) 8621976, Email.
[email protected], Kotak Pos 174 Bogor 16115, Fax. (0251) 8623018
DATA IKLIM Lokasi Lintang Bujur Elevasi
BLN April Mei 2010 Juni 2010 Juli 2010 Rata-rata
: Stasiun Kimatologi Darmaga Bogor : 6º31' LS : 106º44' BT : 201 m
Curah Hujan (mm) 43 331 303.4 270.4 237
Temperatur Rata2 Max (ºc) (ºc) 27.1 33.2 26.7 32.7 25.9 31.2 25.8 31.5 26 32
Min (ºc) 23.2 23.7 23.1 22.9 23
Kelembaban Udara Rata2 (%) 77 84 85.9 84.0 83