RESPON PERTUMBUHAN KOLESOM TERHADAP PEMUPUKAN P
Oleh: Steve Mualim A24060366
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
RESPON PERTUMBUHAN KOLESOM TERHADAP PEMUPUKAN P
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
STEVE MUALIM A24060366
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
RINGKASAN STEVE MUALIM. Respon Pertumbuhan Kolesom terhadap Pemupukan P. (Dibimbing oleh SANDRA ARIFIN AZIZ). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon pertumbuhan kolesom terhadap pemupukan P. Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Ilmu dan Teknologi Benih Leuwikopo, Darmaga, Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini disusun menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) faktor tunggal sebanyak 3 ulangan. Terdapat 5 taraf perlakuan pemupukan SP-18, yaitu masing-masing 0, 200, 400, 600, dan 800 kg SP-18/ha sehingga terdapat 15 satuan percobaan. Masing-masing satuan percobaan terdiri 10 tanaman kolesom dengan satu tanaman tiap polybag, sehingga populasi kolesom seluruhnya adalah 150 tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemupukan SP-18 berpengaruh nyata terhadap peubah bobot pucuk layak jual pada 2 MST, bobot kering batang dan cabang pada 6 MST, laju tumbuh relatif (6-8 MST), serta laju asimilasi bersih (2-4 MST dan 6-8 MST). Pengaruh lingkungan cukup besar dalam mempengaruhi pertumbuhan kolesom karena adanya curah hujan yang tinggi pada 2-4 MST. Hal ini juga menjadi penyebab timbulnya patogen penyakit yang mengganggu pertumbuhan kolesom. Pemupukan sampai dengan dosis 800 kg SP-18/ha pada 8 MST berpengaruh linier positif dan memberikan hasil tertinggi pada bobot pucuk layak jual dengan persamaan y₈ = 0.021x + 96.97 rata-rata sebesar 105.46 g/tanaman, bobot basah daun dengan persamaan y₈ = 0.034x + 97.85 rata-rata sebesar 114.26 g/tanaman, bobot kering batang cabang dengan persamaan y₈ = 0.008x + 21.29 rata-rata sebesar 25.53 g/tanaman, bobot kering akar dengan persamaan y₈ = 0.000x + 1.02 rata-rata sebesar 1.12 g/tanaman , serta bobot basah umbi dengan persamaan y₈ = 0.001x + 19.89 rata-rata sebesar 19.36 g/tanaman.
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 1 Oktober 1988 di Palembang. Penulis merupakan putra bungsu dari ayah Eddy Mualim dan ibu Alice Lulu. Penulis memulai jenjang pendidikannya pada tahun 1994 di SD Xaverius 5 Palembang dan lulus pada tahun 2000. Pada tahun 2000 penulis melanjutkan pendidikan ke SMP Xaverius 1 Palembang dan lulus pada tahun 2003. Pada tahun yang sama penulis meneruskan jenjang pendidikannya di SMU Xaverius 1 Palembang dan lulus tahun 2006. Pada tahun 2006 penulis lulus dari SMU Xaverius 1 Palembang dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB sebagai mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama melalui jalur SPMB dan pada tahun 2007 diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB.
Judul Nama
: RESPON PERTUMBUHAN KOLESOM TERHADAP PEMUPUKAN P : Steve Mualim
NRP
: A24060366
Mayor : Agronomi dan Hortikultura
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr.Ir. Sandra Arifin Aziz, M.S. NIP. 19591026.198503.2.001
Mengetahui, Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB
Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc.Agr. NIP. 19611101.198703.1.003
Tanggal Lulus :
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Sang Hyang Adi Buddha yang telah memberikan berkatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik, sebagai tugas akhir penulis dalam menyelesaikan pendidikannya pada Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian mengenai kolesom Talinum triangulare (Jacq.) Willd didasarkan pada masih belum lengkapnya aspek kajian pemupukan P yang telah dilakukan oleh penelitian sebelumnya. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menyusun suatu paket budidaya di lapang, sehingga pemupukan P dapat memberikan hasil yang optimum. Penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini, antara lain : 1. Dr. Ir. Sandra Arifin Aziz, M. S. selaku dosen pembimbing skripsi yang senantiasa memberikan bimbingan, pengarahan dan motivasi selama penelitian dan penyusunan skripsi hingga skripsi ini dapat terselesaikan. 2. Ir. Supijatno, M.Si. dan Ani Kurniawati, S.P., M.Si. selaku dosen penguji atas saran dan masukannya untuk penulisan skripsi ini. 3. Ir. Megayani S. Rahayu, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik, atas saran dan bimbingannya dalam kegiatan akademik 4. Orang tua dan keluarga tercinta khususnya kakak saya Leo mualim atas dukungan dan motivasi untuk menyelesaikan skripsi ini. 5. De Vilera, Sudianto, Zeny, Raja, Benny, Yoseph serta teman-teman AGH 43 atas kebersamaan dan bantuannya dalam penyelesaian skripsi. Semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua dan kemajuan ilmu pengetahuan.
Bogor, Juni 2010
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ................................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. ix
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... x
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1 Latar Belakang .............................................................................................. 1 Tujuan ........................................................................................................... 2 Hipotesis ....................................................................................................... 2
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 3 Botani dan Taksonomi .................................................................................. 3 Pemupukan P ................................................................................................ 4
BAHAN DAN METODE ....................................................................................... 6 Tempat dan Waktu........................................................................................ 6 Bahan dan Alat ............................................................................................. 6 Metode Penelitian ......................................................................................... 6 Pelaksanaan Penelitian ................................................................................. 7
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 12 Rekapitulasi Sidik Ragam dan Regresi ...................................................... 13 Komponen Produksi ................................................................................... 15 Komponen Pertumbuhan ............................................................................ 23 Pembahasan Umum .................................................................................... 27
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 29
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 30
LAMPIRAN .......................................................................................................... 33
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam dan Regresi Komponen Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kolesom ................................................................... 14
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Tanaman Induk Kolesom .................................................................................... 6
2. Pucuk Layak Jual Kolesom yang Dipanen 15 cm dari Ujung Daun yang Ditegakkan ................................................................................................. 8
3. Gejala Serangan Patogen Pseudomonas spp. pada Kolesom ............................ 12
4. Bobot Pucuk Layak Jual Kolesom pada Umur 2, 4, 6, dan 8 MST .................. 16
5. Bobot Basah Daun Kolesom pada Umur 2, 4, 6, dan 8 MST .......................... 17
6. Pertambahan Bobot Kering Daun Kolesom pada Umur 2, 4, 6, dan 8 MST .................................................................................................................. 18
7. Pertambahan Bobot Basah Batang Kolesom pada Umur 2, 4, 6, dan 8 MST .................................................................................................................. 19
8. Kurva Bobot Kering Batang dan Cabang Kolesom pada Umur 2, 4, 6, dan 8 MST ........................................................................................................ 20
9. Kurva Bobot Basah Akar Kolesom pada Umur 2, 4, 6, dan 8 MST ................. 21
10. Kurva Bobot Kering Akar Kolesom pada Umur 2, 4, 6, dan 8 MST.............. 21
11.Kurva Bobot Basah Umbi Kolesom pada Umur 2, 4, 6, dan 8 MST ............... 22
12.Kurva Bobot Kering Umbi Kolesom pada Umur 2, 4, 6, dan 8 MST ............. 23
13. Rasio Bobot Kering Tajuk/Akar Kolesom pada Umur 2, 4, 6, Dan 8 MST ................................................................................................................ 34
14. Luas Daun Kolesom pada Umur 2, 4, 6, dan 8 MST ...................................... 25
15. Laju Tumbuh Relatif Kolesom pada Umur 2, 4, 6, dan 8 MST...................... 26
16. Laju Asimilasi Bersih Kolesom pada Umur 2, 4, 6, dan 8 MST .................... 27
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Denah Penelitian ............................................................................................... 34
2. Penilaian Sifat Tanah sebelum Tanam .............................................................. 35
3. Data Curah Hujan dan Lama Penyinaran selama Masa Penelitian ................... 35
4. Pengukuran Luas Daun dengan Metode Gravimetri ......................................... 36
5. Analisis Sidik Ragam Bobot Basah Daun......................................................... 37
6. Analisis Sidik Ragam Bobot Basah Batang dan Cabang .................................. 37
7. Analisis Sidik Ragam Bobot Basah Akar ......................................................... 38
8. Analisis Sidik Ragam Bobot Basah Umbi ........................................................ 38
9. Analisis Sidik Ragam Bobot Pucuk Layak Jual................................................ 39
10. Analisis Sidik Ragam Bobot Kering Daun ..................................................... 39
11. Analisis Sidik Ragam Bobot Kering Batang dan Cabang............................... 40
12. Analisis Sidik Ragam Bobot Kering Akar ...................................................... 40
13. Analisis Sidik Ragam Bobot Kering Umbi ..................................................... 41
14. Analisis Sidik Ragam Luas Daun ................................................................... 41
15. Analisis Sidik Ragam Rasio Bobot Kering Tajuk/Akar ................................. 42
16. Analisis Sidik Ragam Laju Tumbuh Relatif ................................................... 42
17. Analisis Sidik Ragam Laju Asimilasi Bersih .................................................. 43
PENDAHULUAN
Latar Belakang Indonesia memiliki ribuan tumbuhan obat yang tersebar di berbagai daerah nusantara yang bermanfaat untuk bahan baku obat modern dan obat tradisional (Muhammad dan Emmyzar, 1992). Seiring berjalannya waktu potensi dan pelestarian pemanfaatan tumbuhan obat tropika semakin menunjukkan prospek yang cerah. Hal ini dapat dilihat dari semakin berkembangnya industri jamu di Indonesia. Menurut Susanti (2006) perkembangan industri jamu tidak terlepas dari trend penduduk dunia yang lebih menggunakan sesuatu yang alami. Salah satu tumbuhan liar yang berkhasiat obat diantaranya berasal dari genus Talinum, seperti Talinum triangulare (Jacq.) Willd. dan Talinum paniculatum (Jacq.) Gaertn. Kedua jenis tanaman yang tergolong dalam suku Portulacaceae ini mempunyai habitus yang mirip tetapi dapat dibedakan melalui bunganya yaitu bentuk bunga seperti tongkat memanjang untuk T. paniculatum dan bentuk segitiga saling menyilang untuk T. triangulare (Hidayat et al., 1994). Keduanya oleh masyarakat umum disebut sebagai som jawa untuk T. paniculatum dan kolesom untuk T. triangulare. Menurut Nugroho et al. (2002) secara empiris kolesom digunakan untuk diare, anti radang, afrodisiaka, dan menambah vitalitas. Dari uji fitokimia diketahui bahwa kolesom mempunyai kandungan kimia saponin, triterpen, steroid, polifenol, dan minyak atsiri. Syukur dan Hernani (2002) juga menyatakan bahwa kolesom berkhasiat sebagai obat pencernaan, peradangan, radang paruparu, demam, keringat dingin, gugup, dan banyak dimakan sebagai sayuran. Dari beberapa penelitian sebelumnya diketahui bahwa pemupukan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi produksi biomassa dan kandungan bahan bioaktif kolesom. Ramadhan (2004) menyatakan bahwa perlakuan 150 kg/ha SP-36 menunjukkan hasil yang sangat nyata tertinggi terhadap bobot basah dan bobot kering total per tanaman pada sambiloto. Susanti et al. (2008) dan Mualim et al. (2009) menambahkan bahwa pemberian pupuk dasar berupa pupuk kandang 15 ton/ha pada media tanah dan arang sekam dengan
2
perbandingan 3 : 2 (v/v) serta pemupukan PK(-N) menghasilkan biomassa dan produksi antosianin yang tinggi Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, Mualim et al. (2009) hanya menggunakan satu dosis pemupukan P, karenanya perlu dikaji dosis pemupukan P yang optimum pada kolesom. Ukpong dan Moses (2001) juga menyatakan bahwa peubah yang terkandung di dalam tanah dan paling berpengaruh terhadap produksi tanaman kolesom adalah ketersediaan fosfor dan kandungan bahan organik di dalam tanah. Oleh sebab itu, maka dosis pemupukan P yang optimum bagi pertumbuhan kolesom perlu diteliti lebih lanjut.
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari respon pertumbuhan kolesom terhadap pemupukan P.
Hipotesis Hipotesis penelitian ini yaitu ada dosis pupuk P yang terbaik terhadap pertumbuhan kolesom.
TINJAUAN PUSTAKA
Botani dan Taksonomi Tanaman kolesom secara umun diklasifikasi dengan taksonomi : Kingdom
: Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi
: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas
: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas
: Hamamelidae
Ordo
: Caryophyllales
Famili
: Portulacaceae
Genus
: Talinum
Spesies
: Talinum triangulare (Jacq.) Willd.
Kolesom adalah gulma sekaligus tanaman berkhasiat obat di seluruh daerah tropis yang lembab pada beberapa negara di Afrika Barat dan Tengah (Tindall, 1986). Tanaman ini diyakini berasal dari Amerika Selatan, tetapi beberapa ahli menyatakan kolesom mungkin berasal dari afrika, karena beberapa spesies termasuk Talinum terkait erat dengan Talinum portulacifolium (Forssk.) Schweinf. yang terdapat di Afrika. Kolesom dimakan sebagai sayuran di seluruh daerah tropis termasuk banyak negara di Afrika Barat dan Tengah, dan dibudidayakan di Nigeria dan Kamerun ( Fontem dan Schippers, 2004) . Kolesom merupakan tanaman herba tahunan yang tumbuh tegak, batangnya berbentuk bulat, pangkalnya berwarna ungu kemerahan dengan tinggi tanaman sekitar 30-100 cm. Sistem perakarannya berupa akar tunggang yang menggelembung berbentuk seperti tombak, batangnya lunak dan berair, bercabang banyak, bagian pangkalnya berwarna kuning kecoklatan, dan pada waktu muda berwarna hijau (Rifai, 1994). Bunganya merupakan bunga majemuk, berkumpul dalam malai, dan keluar dari ujung tangkai. Warna bunga ungu kemerahan, buahnya berwarna merah coklat, dan bijinya gepeng berwarna hitam bulat (Syukur dan Hernani, 2002).
4
Tumbuhan ini dapat tumbuh secara alami di pinggir jalan, hutan, kebun, dan di daerah lain sampai ketinggian di atas 1 000 m dpl. Pada kondisi alami di alam, tumbuhan akan hidup selama 4-6 bulan (Rifai, 1994). Pada kondisi kekeringan, tanaman ini mengadopsi metabolisme asam crassulacean (CAM) inducible, yang mengakibatkan penggunaan yang efektif terhadap kandungan air sehingga menghasilkan produk biomassa kering yang tinggi pada suhu udara tropis yang panas (Fontem dan Schippers, 2004). Susanti et al. (2008) menyatakan bahwa secara tradisional penduduk Kalimantan Selatan menggunakan daun kolesom sebagai campuran bedak dingin. Rifai (1994) menambahkan, daun dan pucuk tanaman kolesom biasanya dikonsumsi dengan cara dikukus ataupun direbus. Masyarakat Sunda di daerah Jawa Barat juga menjadikan tanaman ini sebagai lalapan untuk makanan. Kandungan dari 100 g yang dapat dimakan adalah 90.8 g air, energi 105 kJ (25 kkal), protein 2.4 g, lemak 0.4 g, karbohidrat 4.4 g, serat 1.0 g, Ca 121 mg, P 67 mg, Fe 5.0 mg, thiamin 0.08 mg, riboflavin 0.18 mg, niasin 0.3 mg, asam askorbat 31 mg . Pemupukan P Istilah pemupukan dalam bahasa Inggris adalah fertilizer yang berasal dari kata fertil yang berarti subur. Menurut pengertian luas, pemupukan ialah pemberian bahan tertentu ke dalam tanah dengan maksud memperbaiki atau meningkatkan kesuburan tanah. Leiwakabessy dalam Finck (1982) menyatakan bahwa, pupuk adalah bahan untuk diberikan kepada tanaman baik langsung maupun tidak langsung, guna mendorong pertumbuhan tanaman, meningkatkan produksi atau memperbaiki kualitasnya, sebagai akibat perbaikan nutrisi tanaman. Fosfor (P) merupakan unsur-unsur esensial yang paling dibutuhkan tanaman setelah nitrogen, karena apabila tanaman kekurangan unsur ini dapat menyebabkan tanaman tidak mampu menyerap unsur hara lain (Soepardi, 1983). Reaksi dan retensi fosfat juga merupakan hal yang penting dalam kemampuan tanaman menyerap fosfor serta menentukan tingkat efisiensi penggunaan pupuk (Toor dan Bahl, 1999). Krishna (2002) juga menyatakan bahwa intensitas curah hujan, kelembaban tanah, dan efisiensi penggunaan air oleh tanaman yang
5
berinteraksi dengan pemupukan P akan menentukan hasil produksi dan biomassa pada suatu tanaman. Namun, Takahashi dan Anwar (2007) menyatakan bahwa, tingkat efisiensi penyerapan unsur P yang rendah oleh tanaman gandum merupakan masalah utama dalam aplikasi pemupakan P di lapangan. Soepardi (1983) menyatakan fosfor berfungsi sebagai aktivator, kofakor, mempengaruhi proses enzimatik dan merangsang penyerapan molibdenium oleh tanaman. Leiwakabessy & Sutandi (1998) menambahkan bahwa unsur ini berperan dalam pemecahan karbohidrat untuk energi, penyimpanan dan peredarannya ke seluruh tanaman dalam bentuk ADP dan ATP. Menurut Krishna (2002) fosfor juga berperan dalam merangsang pertumbuhan akar tanaman, sehingga meningkatkan kemampuan tanaman dalam menyerap air dan nutrisi dari dalam tanah Hasil penelitian De Datta et al. (1990) menunjukkan bahwa aplikasi pemupukan P pada padi di masa awal pertumbuhan akan meningkatkan produktivitas tanaman padi, karena pada fase awal pertumbuhan padi membutuhkan lebih banyak unsur P. Ukpong dan Moses (2001) menambahkan bahwa variasi bobot pucuk tanaman dan luas area daun pada kolesom (T. triangulare) dipengaruhi oleh bahan organik pada tanah, kandungan potassium dan nitrogen pada tanah, serta ketersediaan fosfor bagi tanaman. Liang dan Scott (2004) menyatakan bahwa fosfor juga berinteraksi dengan beberapa unsur hara lain dan mempengaruhi pertumbuhan beberapa spesies tanaman, selain itu pemupukan P dapat meningkatkan konsentrasi P pada daun. Susanti et al. (2008) menyatakan bahwa pupuk kandang ayam dengan dosis 15 ton/ha pada media tanah dan arang sekam dengan perbandingan 3 : 2 (v/v), merupakan dosis terbaik bagi kolesom yang menghasilkan produksi biomassa tertinggi, namun akan menurunkan kandungan total bahan bioaktif kualitatif kecuali alkaloid pada daun dan umbi kolesom. Mualim et al. (2009) menambahkan bahwa pemupukan P dan K pada kolesom dengan dosis masingmasing 100 kg/ha, dengan media tanah, arang sekam, dan pupuk kandang sapi menyebabkan produksi antosianin tertinggi yaitu 39.60 mol/tanaman.
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Leuwikopo IPB, Dramaga, Bogor. Lokasi kebun berada pada ketinggian tempat ± 190 m di atas permukaan laut. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai pada bulan Februari sampai dengan April 2010. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah setek kolesom, media tanah, arang sekam, polybag (ukuran 40 cm x 50 cm) dengan kapasitas 10 kg tanah kering, pupuk urea, KCl, SP-18, nematisida, dan bakterisida. Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat budidaya umum, alat ukur seperti meteran, timbangan analitik, dan oven.
Gambar 1. Tanaman Induk Kolesom Metode Penelitian Penelitian disusun menggunakan rancangan acak kelompok faktor tunggal. Perlakuan yang diberikan yaitu pemupukan P dengan 5 taraf (0, 200, 400, 600, dan 800 kg SP-18/ha). Taraf perlakuan diulang sebanyak 3 kali, sehingga terdapat 15 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri atas 10 tanaman sehingga seluruhnya terdapat 150 tanaman (Lampiran 1). Pengamatan dekstruktif dilakukan
7
terhadap 4 tanaman selama penelitian dan 2 tanaman di akhir penelitian dari masing-masing satuan percobaan. Model linier yang digunakan sebagai berikut : Yij
= μ+ αi + βj + εij
Yij
= nilai pengamatan pada perlakuan pemupukan ke–i dan kelompok ke-j
μ
= rataan umum
αi
= pengaruh perlakuan pemupukan ke-i
βj
= pengaruh kelompok ke-j
εij
= pengaruh galat percobaan dari perlakuan pemupukan ke-i, dan kelompok ke-j
i
= perlakuan pemupukan ke-1, 2, 3, 4, dan 5
j
= kelompok ke-1, 2, dan 3 Untuk mengetahui pengaruh perlakuan dilakukan analisis ragam (uji F) pada
taraf α = 5 %. Jika uji F nyata, maka dilakukan uji lanjut kontras polinomial untuk melihat kecenderungan respon pertumbuhan terhadap pemupukan P.
Pelaksanaan Penelitian Pelaksanaan penelitian dilakukan dalam beberapa tahap yaitu : 1. Penanaman Asal bibit yang digunakan adalah setek. Bahan setek berasal dari pohon induk kolesom yang telah berbunga, dengan komposisi media tanam yang digunakan tanah : arang sekam = 3 : 2 (v/v) (Susanti et al., 2008). Setek batang diambil sepanjang ± 14 cm dari bagian tengah batang tua yang telah dibuang daun-daunnya. Sebelum ditanam bahan setek kolesom direndam bakterisida dengan bahan aktif streptomycin sulfat 20 % selama 5 menit dengan konsentrasi 2 g/l air, dan pada saat tanam diberikan Furadan sebanyak 20 butir/tanaman. 2. Pemupukan N, P, dan K Pupuk dasar yang diberikan adalah pupuk N dan K dalam bentuk urea dan KCl, dengan dosis masing-masing 100 kg/ha. Jika dikonversi menjadi dosis/polybag, maka urea dan KCl yang diberikan masing-masing sebesar 0.5 g/polybag (Mualim et al., 2009).
8
Pupuk P dalam bentuk SP-18 diberikan sesuai dosis perlakuan yaitu pupuk SP-18 0, 200, 400, 600, dan 800 kg/ha. Jika dikonversi menjadi dosis/polybag, maka SP-18 yang diberikan sebesar 0, 1, 2, 3, dan 4 g/polybag. Larutan pupuk urea, KCl, dan SP-18 masing-masing diberikan pada saat tanam. 3. Pemeliharaan Penyiraman dilakukan secara teratur selama penelitian apabila curah hujan di lapangan relatif sedikit. Jika curah hujan tinggi, maka penyiraman dilakukan dengan interval beberapa hari. Penyiangan gulma dilakukan secara manual. Pengendalian hama dan penyakit dengan pemberian pestisida jika tanaman menunjukkan gejala terserang hama dan patogen penyakit. 4. Pengamatan dan panen Pengamatan dekstruktif dilakukan mulai dari 2, 4, 6, dan 8 MST. Jumlah kolesom yang dipanen tiap pengamatan adalah 15 tanaman, untuk menjaga keutuhan tanaman panen dilakukan dengan membongkar tanaman dengan hatihati. Pucuk kolesom dipanen dengan kriteria 15 cm dari ujung daun yang ditegakkan (Mualim et al., 2009 dan Susanti et al., 2008).
Gambar 2. Pucuk Layak Jual Kolesom yang Dipanen 15 cm dari Ujung Daun yang Ditegakkan
9
Pengamatan Pengamatan pertumbuhan dilakukan terhadap semua tanaman dalam lahan pada masing-masing satuan unit percobaan. Peubah yang diamati terdiri atas komponen pertumbuhan dan komponen produksi. Komponen pertumbuhan terdiri atas : 1. Luas daun (cm2) dengan menggunakan metode gravimetri Pengamatan untuk menentukan luas daun menggunakan metode gravimetri (Lampiran 4). Luas daun dihitung pada saat 2, 4, 6, dan 8 MST dengan cara desktruktif. 2. Rata-rata laju tumbuh relatif ( Relative Growth Rate- LTR). Perhitungan rata-rata laju tumbuh relative menggunakan rumus :
LTR menunjukkan peningkatan bobot kering dalam suatu interval waktu, dalam hubungannya dengan bobot asal. W1 dan W2 = masing-masing bobot kering tanaman pada waktu t1 dan t2 yang diamati secara periodik (Masarovicova, 1997). Pada penelitian ini, LTR dihitung pada saat 2, 4, 6, dan 8 MST dengan cara desktruktif. 3. Rata-rata laju asimilasi bersih ( Net Assimilation Rate- LAB). Menunjukkan hasil bersih dari hasil asimilasi per satuan luas daun dan waktu. Perhitungan LAB dilakukan dengan menggunakan rumus :
W1 dan W2 = masing-masing bobot kering tanaman pada waktu t1 dan t2, dan A1 dan A2 = masing-masing luas daun total pada waktu t1 dan t2 yang diamati secara periodik (Masarovicova, 1997). LAB dihitung pada saat 2, 4, 6, dan 8 MST dengan cara desktruktif. 4. Rasio bobot kering tajuk/akar Nilai rasio bobot kering tajuk/akar didapatkan dari pembagian antara bobot kering tajuk dengan bobot kering akar. Rasio tajuk/akar dihitung pada saat 2, 4, 6, dan 8 MST dengan cara desktruktif.
10
Komponen produksi terdiri atas : 1. Bobot basah daun Pengukuran bobot basah daun dilakukan pada saat panen dengan menimbang hasil pangkasan berupa daun yang dihasilkan setiap individu tanaman. 2. Bobot basah batang dan cabang Pengukuran bobot basah batang dan cabang dilakukan pada saat panen dengan cara menimbang hasil pangkasan berupa batang dan cabang yang dihasilkan setiap individu tanaman. 3. Bobot basah akar Pengukuran bobot basah akar dilakukan pada saat panen dengan cara menimbang bobot basah akar yang dihasilkan setiap individu tanaman. 4. Bobot basah umbi Pengukuran bobot basah umbi dilakukan pada saat panen dengan cara menimbang bobot basah umbi yang dihasilkan setiap individu tanaman. 5. Bobot kering daun Pengukuran bobot kering daun dilakukan setelah panen dengan cara menimbang bobot kering hasil pangkasan berupa daun yang telah dioven pada suhu 1050 C selama 2 hari. 6. Bobot kering batang dan cabang Pengukuran bobot kering batang dan cabang dilakukan setelah panen dengan cara menimbang bobot kering hasil pangkasan berupa batang dan cabang yang telah dioven pada suhu 1050 C selama 2 hari. 7. Bobot kering akar Pengukuran bobot kering akar dilakukan setelah panen dengan cara menimbang bobot kering berupa akar yang telah dioven pada suhu 1050 C selama 2 hari. 8. Bobot kering umbi Pengukuran bobot kering umbi dilakukan setelah panen dengan cara menimbang bobot kering berupa umbi yang telah dioven pada suhu 1050 C selama 2 hari.
11
9. Bobot pucuk layak jual sebagai sayuran Pengukuran bobot pucuk layak jual dipanen sesuai dengan kriteria layak jual yaitu dipanen ± 15 cm dari ujung daun yang ditegakkan, dilakukan dengan cara menimbang bobot basah hasil pangkasan berupa tajuk beserta tangkainya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Berdasarkan hasil analisis tanah yang dilakukan di Balai Penelitian Tanah (Lampiran 2), lahan penelitian tergolong masam dengan pH H₂O sebesar 5.1 dengan rasio C/N rendah yaitu 10 dan konsentrasi P₂O₅ dalam tanah tergolong sangat tinggi yaitu sebesar 61.4 ppm. Penelitian dilakukan pada bulan Februari sampai dengan April 2010. Penanaman setek kolesom dilakukan pada awal bulan Februari dengan jumlah curah hujan yang tinggi dan termasuk bulan basah berdasarkan klasifikasi Oldeman yaitu 460.7 mm/bulan dan rata-rata lama penyinaran matahari yaitu 5.3 jam/hari (Lampiran 3). Setek kolesom ditanam langsung ke dalam polybag tanpa dilakukan pembibitan awal karena pada saat penanaman frekuensi hujan cukup tinggi, sehingga ketersediaan air untuk setek kolesom dapat tercukupi . Curah hujan yang tinggi menyebabkan beberapa patogen mulai timbul saat kolesom berumur 2 MST. Penyakit yang dominan menyerang pertanaman yaitu busuk batang dengan ciri-ciri bagian batang membusuk dan lembek, serta berwarna kecoklatan. Pengamatan adanya penyakit ini mendukung penelitian Mualim et al. (2009) yang menyatakan bahwa bakteri Pseudomonas spp. menyerang kolesom selama penelitian berlangsung.
Gambar 3. Gejala Serangan Patogen Pseudomonas spp. pada Kolesom
13
Kolesom yang berumur 4 MST menunjukkan gejala terserang belalang dan ulat pengerek batang sebesar ± 5 %. Serangan belalang menimbulkan kerusakan dengan adanya bekas gigitan pada pinggir daun kolesom, sedangkan serangan ulat pengerek batang menimbulkan bekas kerekan pada bagian batang kolesom. Pemberian nematisida dan baktersida dilakukan sebelum penanaman setek. Nematisida berupa Furadan ditaburkan di sekeliling polybag sedangkan bakterisida diaplikasi dengan cara mencelupkan bahan setek ke dalam bakterisida yang telah dilarutkan sebelumnya. Adapun usaha pencegahan yang dilakukan yaitu dengan cara membuang tanaman yang terkena terserang patogen penyakit tersebut agar tidak menyebar ke tanaman lain. Gulma yang tumbuh selama pertumbuhan kolesom pada polybag didominasi oleh rumput teki dan alang-alang, penyiangan gulma dilakukan secara manual setiap satu minggu sekali. Panen pada penelitian ini dilakukan sebanyak empat kali yaitu 2, 4, 6, dan 8 MST. Panen pertama (2 MST) dilakukan pada akhir bulan Februari 2010 dimana merupakan jumlah curah hujan tertinggi selama penelitian yaitu sebesar 460.7 mm/bulan. Panen kedua dan seterusnya (4, 6, dan 8 MST) berlangsung mulai pertengahan bulan Maret 2010 sampai dengan awal bulan April dimana jumlah curah hujan terus menurun sampai 42.7 mm/bulan diakhir percobaan. Kolesom mulai berbunga pada umur 3 MST dan membentuk umbi pada 4 MST. Kolesom yang lebih awal berbunga adalah kolesom yang mendapatkan perlakuan dosis 800 kg SP-18/ha. Rekapitulasi Sidik Ragam dan Regresi Rekapitulasi hasil sidik ragam peubah pertumbuhan dan produksi dapat dilihat pada Tabel 1. Dosis pemupukan SP-18 berpengaruh nyata terhadap komponen bobot daun layak jual pada 2 MST, bobot kering batang dan cabang pada 6 MST, laju tumbuh relatif (LTR) pada 6-8 MST, serta laju asimilasi bersih (LAB) pada 2-4 MST dan 6-8 MST. Komponen peubah pengamatan yang lain yaitu bobot basah daun, bobot basah batang dan cabang, bobot basah akar, bobot basah umbi, bobot kering daun, bobot kering akar, bobot kering umbi, dan luas daun tidak berbeda nyata pada semua perlakuan dosis pemupukan SP-18.
14
Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam dan Regresi Komponen Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kolesom Umur
Uji F
Peubah pengamatan (MST) Bobot basah (g/tanaman) Daun
Batang dan cabang
Akar
Umbi
Pucuk layak jual
Bobot kering (g/tanaman) Daun
Batang dan cabang
Akar
Umbi
2 4 6 8 2 4 6 8 2 4 6 8 2 4 6 8 2 4 6 8
2 4 6 8 2 4 6 8 2 4 6 8 2 4 6 8
Pemupukan
Uji regresi linier sederhana KK (%)
Persamaan garis
R²
Uji kontras polinomial
tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn
16.40 27.65 17.68 26.46 24.76 28.75 18.89 25.99 30.78 28.97 34.30 17.09
y₂= 0.002x + 43.80 y₄= -0.01x + 80.12 y₆= -0.011x + 107.5 y₈= 0.034x +97.85 y₂=0.001x + 39.87 y₄=-0.000x + 85.78 y₆= 0.016x + 173.58 y₈ = 0.103x + 204 y₂ = 0.000x + 2.07 y₄ = 0.000x + 3.60 y₆= 0.000x + 4.72 y₈ = 5E- 05x+4.7
0.005 0.000 0.023 0.122 0.003 0.020 0.015 0.201 0.089 0.020 0.001 0.000
tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn
tn tn tn ** tn tn tn
49.15 45.35 41.07 18.34 29.43 23.66 26.61
y₄ = -0.000x + 4.74 y₆ = -0.002x + 16.07 y₈ = 0.001x + 19.89 y₂ = -0.002x + 2.58 y₄ = 0.007x + 7.31 y₆ = 0.165x + 91.96 y₈ = 0.021x + 96.97
0.003 0.008 0.001 0.003 0.009 0.022 0.055
tn tn tn C** tn tn tn
tn tn tn tn tn tn * tn tn tn tn tn
18.07 22.58 21.82 29.81 39.16 24.89 16.50 26.37 34.62 25.23 30.99 30.24
y₂ = -4E-05x + 2.36 y₄ = -0.000x + 5.04 y₆ = 0.001x + 8.02 y₈ = 0.004x + 8.04 y₂ = 0.000x + 2.53 y₄ = -0.001x + 6.94 y₆ = -0.001x +16.36 y₈ = 0.008x + 21.29 y₂ = 9E-05x + 0.32 y₄ = -7E-05x + 0.72 y₆ = -3E-05x+1.01 y₈ = 0.000x +1.02
0.000 0.013 0.046 0.195 0.011 0.062 0.012 0.144 0.049 0.015 0.001 0.067
tn tn tn tn tn tn K* tn tn tn tn tn
tn tn tn
43.36 14.10¹⁾ 43.65
y₄ = -6E-05x +0.57 y₆ = -0.000x +2.68 y₈ = -0.001x + 4.04
0.006 0.002 0.043
tn tn tn
15
Tabel 1. Lanjutan Umur Uji F Uji regresi linier sederhana Uji kontras (MST) Pemupukan KK (%) Persamaan garis R² polinomial Luas daun 2 * 29.75 tn y₂ = -0.041x +764.1 0.003 4 tn 25.49 tn y₄ = -0.006x + 1782 0.001 6 tn 28.42 tn y₆ = 0.165x + 2258 0.005 8 tn 33.33 tn y₈ = 1.668x + 1976 0.272 Rasio bobot kering 2 tn 46.61 0.105 tn y₂ = 0.008x+19.25 tajuk/akar 4 tn 18.80 tn y₄ = -0.001x +17.10 0.022 6 tn 25.73 tn y₆ = 0.001x + 25.20 0.003 8 tn 35.00 tn y₈ = 0.008x + 28.84 0.050 Laju tumbuh relatif 2-4 tn 30.79 y = -0.001x + 0.31 0.073 tn (g/hari) 4-6 tn 29.75 y = 0.001x + 4.90 0.169 tn 6-8 * 25.35 y = 0.001x + 2.473 0.28 L* Laju asimilasi bersih 2-4 * 21.67 y = -0.001x + 4.18 0.106 L* (g/cm²/hari) 4-6 tn 29.40 y = 0.001x + 4.17 0.196 tn 6-8 * 27.35 y = 0.001x + 3.11 0.259 L* Keterangan : * = berbeda nyata pada taraf 5 %, ** = berbeda nyata pada taraf 1 %, ¹⁾ = hasil transformasi √x, tn = tidak nyata, K = kuadratik, C = kubik, L = linier Peubah pengamatan
Komponen Produksi Bobot Pucuk Layak Jual Menurut Susanti et al. (2008) dan Mualim et al. (2009) kriteria pucuk segar kolesom yang layak dipasarkan yaitu pucuk yang dipanen ± 15 cm dari ujung daun yang ditegakkan. Pemanenan dilakukan dengan cara menimbang bobot basah hasil pangkasan berupa tajuk beserta tangkainya. Pengamatan bobot pucuk layak jual mulai dilakukan pada saat panen minggu kedua karena tanaman telah memiliki bobot yang cukup maksimal. Berdasarkan Gambar 4 terlihat bahwa pemupukan P berpengaruh linier positif terhadap bobot pucuk layak jual kolesom. Bobot pucuk layak jual kolesom mulai meningkat dari umur 4, 6, dan 8 MST, kecuali pada umur 2 MST. Pemberian dosis 200 – 800 kg SP-18/ha dapat meningkatkan produksi bobot pucuk layak jual kolesom pada 4-8 MST dibandingkan tanpa pemberian pupuk SP-18 (kontrol). Uchida et al. (2007) menambahkan bahwa peningkatan dosis pemupukan P cenderung meningkatkan bobot daun konsumsi pada tanaman selada.
16
Gambar 4. Bobot Pucuk Layak Jual Kolesom pada Umur 2, 4, 6, dan 8 MST Bobot pucuk layak jual tanaman kolesom yang berumur 2 MST memiliki respon kubik. Hal ini dapat dilihat pada kurva dengan dosis 200 kg SP-18/ha memiliki bobot daun layak jual yang tinggi dan mengalami penurunan bobot saat dosis SP-18 mulai ditingkatkan sampai dengan taraf 600 kg SP-18/ha (Gambar 4).
Bobot Basah dan Bobot Kering Daun Bobot basah daun merupakan salah satu komponen dari produksi daun segar kolesom. Bobot daun yang semakin besar biasanya akan meningkatkan produksi biomassa. Biomassa merupakan semua bahan kasar yang diperoleh dari semua proses yang terjadi dalam pertumbuhan tanaman. Regresi menunjukkan bahwa pemupukan SP-18 berpengaruh linier positif terhadap bobot basah daun pada umur 2, 6, dan 8 MST, sedangkan pada umur 4 MST dengan persamaan regresi y = -0.011x + 80.12,
pemupukan SP-18
berpengaruh linier negatif terhadap bobot basah daun (Gambar 5). Hal ini berarti bobot basah daun kolesom terus meningkat pada dosis 0-800 kg SP-18/ ha ketika tanaman kolesom berumur 2, 6, dan 8 MST, sedangkan peningkatan dosis pupuk SP-18 pada umur 4 MST menyebabkan bobot basah daun kolesom cenderung menurun.
17
Gambar 5. Bobot Basah Daun Kolesom pada Umur 2, 4, 6, dan 8 MST Faktor lain yang menyebabkan bobot basah daun kolesom pada 4 MST menurun adalah jumlah curah hujan yang rendah sehingga daun kolesom rontok. Hal ini diperkuat pernyataan Herrera dan Taisma (1998) yang menyatakan bahwa dalam kondisi ketersediaan air yang terbatas kolesom mengalami perubahan metobolisme dari C3 menjadi CAM dan menggugurkan daun karena mekanisme adaptasi kekeringan. Uji lanjut kontras poliomial dan uji F menunjukkan bobot basah dan bobot kering daun kolesom tidak berbeda nyata dengan aplikasi pupuk SP-18 pada berbagai dosis. Komponen bahan kering daun adalah polisakarida, lignin, dan komponen sitoplasma seperti protein, lipid, asam amino, asam organik serta unsur tertentu seperti K (Salisbury dan Ross, 1995). Produksi biomassa suatu tanaman dipengaruhi oleh bobot kering daun yang dihasilkan oleh tanaman tersebut. Bobot kering daun yang tinggi dapat diperoleh apabila bobot basah daun yang dihasilkan tanaman juga tinggi.
18
Bobot kering daun (g/tanaman
18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 2
4 6 Umur (minggu setelah tanam)
Dosis SP-18 0 kg/ha
Dosis SP-18 200 kg/ha
Dosis SP-18 600 kg/ha
Dosis SP-18 800 kg/ha
8 Dosis SP-18 400 kg/ha
Gambar 6. Pertambahan Bobot Kering Daun Kolesom pada Umur 2, 4, 6, dan 8 MST Peningkatan bobot kering daun kolesom dapat dilihat pada Gambar 6. Secara keseluruhan tanaman kolesom yang diberi dosis pupuk SP-18 yang semakin meningkat menghasilkan bobot kering daun yang cenderung meningkat pada umur 4, 6, dan 8 MST. Bobot kering daun kolesom tertinggi pada umur 2, 4, 6, dan 8 MST berturut-turut pada dosis pemupukan 400, 200, 400, dan 600 kg SP18/ ha. Bobot Basah Batang dan Cabang Bobot basah batang dan cabang kolesom pada berbagai dosis pemupukan SP-18 menunjukkan peningkatan mulai dari umur 2-8 MST, sedangkan dosis SP18 0 kg/ha (kontrol) menghasilkan bobot basah batang yang paling rendah dibandingkan perlakuan dosis pemupukan yang lain. Bobot basah batang tertinggi dihasilkan oleh dosis pemupukan 600 kg SP-18/ha saat kolesom berumur 8 MST sedangkan bobot basah batang yang paling rendah dihasilkan oleh kontrol pada umur 2 MST.
19
Bobot basah batang dan caban (g/tanaman)
400
300
200
100
0 2
4 6 Umur (minggu setelah tanam)
Dosis SP-18 0 kg/ha
Dosis SP-18 200 kg/ha
Dosis SP-18 600 kg/ha
Dosis SP-18
8
Dosis SP-18 400 kg/ha
Gambar 7. Pertambahan Bobot Basah Batang Kolesom pada Umur 2, 4, 6, dan 8 MST Pertambahan bobot basah batang dan cabang pada umur 6 dan 8 MST meningkat dengan cepat bila dibandingkan dengan pertambahan bobot basah pada 2 dan 4 MST (Gambar 7). Meskipun hasil uji F tidak nyata untuk peubah bobot basah batang dan cabang kolesom pada 2, 4, 6, dan 8 MST tetapi pada 6 dan 8 MST peningkatan bobot basah batang dan cabang cukup tinggi. Hal ini dikarenakan ketersediaan P di tanah mulai meningkat sehingga kebutuhan kolesom untuk unsur P dapat terpenuhi. Palada et al. (2008) menambahkan bahwa bobot basah batang cabang pada bayam dan kangkung meningkat secara linier dengan bertambahnya dosis pemupukan P. . Bobot Kering Batang dan Cabang Pemupukan SP-18 dapat mempengaruhi pertumbuhan batang dan cabang kolesom. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 8 yang menunjukkan bahwa bobot kering batang dan cabang cenderung meningkat pada taraf 200, 400, 600, dan 800 kg SP-18/ha. Bobot kering batang dan cabang tertinggi saat tanaman kolesom berumur 2, 4, 6, dan 8 MST masing-masing diperoleh pada dosis 200, 200, 400, dan 600 kg SP-18/ha.
20
Gambar 8. Kurva Bobot Kering Batang dan Cabang Kolesom pada Umur 2, 4, 6, dan 8 MST Penyerapan unsur P pada tanaman sangat dipengaruhi oleh kecepatan tanaman dalam menyerap unsur P yang tersedia dalam tanah setelah pupuk diaplikasikan. Hal ini terlihat dari Gambar 8 yang menunjukkan bahwa dosis SP18 yang semakin tinggi dapat tersedia bagi tanaman apabila umur tanaman kolesom semakin meningkat sampai umur 8 MST. Pengaruh SP-18 nyata pada 6 MST dengan pola respon kuadratik yang mempunyai nilai R² = 0.772. . Bobot Basah dan Bobot Kering Akar Kurva regresi bobot basah akar menunjukkan bahwa pemupukan SP-18 berpengaruh linier positif terhadap pertambahan bobot basah akar kolesom pada 2-8 MST (Gambar 9). Bobot basah akar kolesom akan semakin meningkat dengan bertambahnya dosis pemupukan dan umur tanaman. Bobot basah akar kolesom tertinggi dihasilkan oleh kolesom berumur 6 MST dengan dosis pemupukan 800 kg SP-18/ha. Secara keseluruhan peubah bobot basah akar menunjukkan perbedaan yang tidak nyata terhadap dosis pemupukan SP-18 yang diaplikasikan.
21
Gambar 9.Kurva Bobot Basah Akar Kolesom pada Umur 2, 4, 6, dan 8 MST Regresi bobot kering akar juga menunjukkan bahwa kecenderungan pemupukan SP-18 berpengaruh linier positif terhadap pertambahan bobot kering akar kolesom, kecuali pada kolesom yang berumur 4 dan 6 MST dengan respon linier negatif. Peubah bobot kering akar juga menunjukkan bahwa dengan semakin meningkatnya dosis pemupukan SP-18 dan bertambahnya umur tanaman maka bobot kering akar yang dihasilkan juga semakin meningkat (Gambar 10)
Gambar 10. Kurva Bobot Kering Akar Kolesom pada Umur 2, 4, 6, dan 8 MST
22
Bobot Basah dan Bobot Kering Umbi Gambar 11 memperlihatkan bahwa produksi bobot basah umbi tertinggi diperoleh dari perlakuan pemupukan 800 kg SP-18/ha pada 8 MST sedangkan untuk bobot basah umbi terendah ditunjukkan oleh perlakuan berbagai dosis pemupukan SP-18 pada 4 MST. Produksi bobot kering umbi kolesom pada 4-8 MST cenderung mengalami penurunan dengan bertambahnya dosis pemupukan sampai pada taraf 800 kg SP-18/ha (Gambar 12). Secara keseluruhan terlihat bahwa bobot basah dan bobot kering umbi kolesom mengalami penurunan dengan bertambahnya dosis pemupukan. Bahan tanam kolesom berupa setek menghasilkan produksi biomassa tertinggi (Susanti et al. 2008). Penggunaan setek ini akan menghasilkan pertubuhan vegetatif yang lebih dominan sehingga pembentukkan umbi pada kolesom menjadi terhambat. Hal ini diperkuat pernyataan Mualim et al. (2009) yang menyatakan bahwa kolesom yang telah memasuki masa puncak pertumbuhan vegetatif akan mengalami kompetisi penggunaan hara oleh tajuk dan umbi sehingga pembentukan umbi terhambat. .
Gambar 11.Kurva Bobot Basah Umbi Kolesom pada Umur 2, 4, 6, dan 8 MST
23
Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa tanaman kolesom pada saat memasuki fase generatif daun yang dihasilkan semakin berkurang. Pada keadaan ini hasil fotosintesis akan menurun dan tidak mendukung pembentukan umbi sehingga produksi akar dan umbi yang dihasilkan kurang maksimal.
Gambar 12.Kurva Bobot Kering Umbi Kolesom pada Umur 2, 4, 6, dan 8 MST
Komponen Pertumbuhan Rasio Bobot Kering Tajuk/Akar Rasio bobot kering tajuk/akar kolesom secara umum mengalami penurunan pada 2-4 MST dan mengalami peningkatan mulai dari 6-8 MST (Gambar 13). Rasio bobot kering tajuk/akar yang meningkat menunjukkan bahwa pada 6-8 MST perlakuan pemupukan lebih menunjang pertumbuhan tajuk tanaman kolesom. Hal ini mungkin dikarenakan pada 6-8 MST alokasi asimilat lebih ditujukan untuk pembentukan bagian tajuk kolesom yaitu batang, cabang, dan daun. Pada saat 8 MST dosis pemupukan 800 kg SP-18/ha memberikan nilai rasio bobot kering tajuk/akar tertinggi jika dibandingkan dengan rasio bobot kering tajuk/akar tanaman kolesom yang lain pada umur yang berbeda. Hasil penelitian Mualim et al. (2009) menunjukkan bahwa unsur P berperan dalam pertumbuhan tajuk kolesom. Hal ini merupakan alasan dengan meningkatnya dosis pemupukan sampai pada taraf 800 kg SP-18/ha pada 6-8
24
MST rasio bobot kering tajuk/akar kolesom cenderung meningkat. Dengan bertambahnya umur tanaman kolesom sampai 8 MST ketersediaan unsur P dalam tanah juga meningkat sehingga kolesom dapat lebih banyak menyerap P yang diberikan.
Gambar 13. Rasio Bobot Kering Tajuk/Akar Kolesom pada Umur 2, 4, 6, Dan 8 MST Luas Daun Pengaruh dari pupuk SP-18 tidak nyata terhadap luas daun tanaman kolesom. Gambar 14 menunjukkan bahwa luas daun tanaman kolesom meningkat dengan bertambahnya umur tanaman. Kolesom yang berumur 4, 6, dan 8 MST memiliki nilai luas daun yang tinggi karena pertumbuhan vegetatif tanaman kolesom berkembang pesat, sehingga pertumbuhan tajuk kolesom meningkat dengan cepat dibandingkan tanaman kolesom pada saat umur 2 MST. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Ukpong dan Moses (2001) yang menyatakan bahwa luas daun tanaman kolesom di Nigeria dipengaruhi oleh ketersediaan P dan bahan organik dalam tanah. Secara keseluruhan terlihat juga bahwa dengan meningkatnya dosis pupuk SP-18 dan umur tanaman maka luas daun kolesom akan meningkat juga. Gambar 14 juga menunjukkan bahwa pertumbuhan luas daun kolesom cenderung meningkat sampai puncaknya pada 8 MST.
25
Gambar 14. Luas Daun Kolesom pada Umur 2, 4, 6, dan 8 MST Laju Tumbuh Relatif Laju tumbuh relatif menunjukkan peningkatan bobot kering dalam suatu rentang waktu dalam hubungannya dengan bobot asal suatu tanaman. Nilai laju tumbuh relatif berbeda nyata pada 6-8 MST dengan pola respon linier dengan perlakuan berbagai dosis SP-18, meskipun demikian pemupukan dengan dosis 400 kg SP-18/ha menghasilkan nilai LTR yang paling tinggi pada minggu 2-8 MST (Gambar 15). Nilai LTR terendah diperoleh dengan dosis 200 kg SP-18/ ha pada 2-8 MST. Menurut Mualim et al. (2009) secara umum nilai LTR yang tinggi diperoleh dari perlakuan pemupukan NK tanpa P, hal ini menunjukkan bahwa kolesom dalam menghasilkan bahan kering kurang memerlukan unsur P. Perlakuan dosis pupuk SP-18 juga menghasilkan nilai LTR yang berbeda-beda. Hal ini memperkuat pernyataan Susanti et al. (2008) yang menyatakan perbedaan nilai LTR disebabkan oleh perbedaan kandungan hara yang diberikan pada kolesom.
26
2‐ 4
4‐6
6 ‐ 8
Gambar 15. Laju Tumbuh Relatif Kolesom pada Umur 2, 4, 6, dan 8 MST Laju Asimilasi Bersih Laju asimilasi bersih tidak berbeda nyata pada minggu 4-6 MST dan nyata pada 2-4 dan 6-8 MST dengan pola respon linier. Nilai LAB tertinggi ditunjukkan oleh dosis 400 kg SP-18/ha dengan respon kuadratik sedangkan LAB terendah diperoleh dengan dosis 200 kg SP-18/ha. Pada dosis 0 dan 200 kg SP-18/ha nilai LAB menurun tetapi pada dosis 600-800 kg SP-18/ha nilai LAB meningkat (Gambar 16). Hal ini diduga karena ukuran daun pada perlakuan 600-800 kg SP18/ha lebih besar dibandingkan perlakuan lainnya sehingga penangkapan energi matahari oleh daun lebih banyak dan laju fotosintesis akan meningkat. LAB berkaitan dengan hasil bersih dari fotosintesis per satuan luas daun dan waktu. Nilai LAB cenderung menurun pada akhir masa penelitian yaitu 6-8 MST. Hal ini disebabkan umur kolesom yang semakin tua dan daun tua yang mengalami klorosis sehingga efisiensi fotosintesis daun menurun.
27
2‐ 4
4 ‐ 6
6 ‐ 8
Gambar 16. Laju Asimilasi Bersih Kolesom pada Umur 2, 4, 6, dan 8 MST Pembahasan Umum Pertumbuhan merupakan pertambahan ukuran yang tidak dapat balik, sedangkan perkembangan mencakup diferensiasi, yaitu suatu perubahan dalam tingkat lebih tinggi yang menyangkut spesialisasi dan organisasi secara anatomi dan fisiologi (Respatie, 2007). Pupuk SP-18 diperlukan dalam pertumbuhan kolesom dalam jumlah yang terbatas karena unsur yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman tidak hanya unsur P, tetapi juga unsur hara lain seperti N dan K yang merupakan unsur hara makro yang menunjang pertumbuhan. Analisis tanah awal (Lampiran 2) menunjukkan bahwa kandungan P tersedia dalam tanah tergolong sangat tinggi dengan pH tanah masam, hal ini berpengaruh terhadap penyerapan P oleh tanaman. Soepardi (1983) menyatakan bahwa dalam kondisi pH tanah yang masam sejumlah besi, aluminium, dan mangan akan larut dan mengakibatkan unsur fosfor menjadi tidak larut dan tidak tersedia bagi tanaman. .
28
Secara keseluruhan pertumbuhan dan produksi kolesom berlangsung lebih baik dengan adanya perlakuan pemupukan sampai dengan taraf 800 kg SP-18/ha. Hal ini terlihat dari kecenderungan kurva produksi tanaman kolesom yang mengalami peningkatan dengan meningkatnya dosis pemupukan SP-18 dan pertambahan umur tanaman Produksi pucuk layak jual dipengaruhi oleh pembentukan cabang yang baik. Hal ini berkaitan dengan fungsi cabang sebagai tempat menghasilkan daun untuk organ fotosintesis pada kolesom. Susanti (2006) menyatakan bahwa jumlah cabang yang meningkat akan meningkatkan jumlah daun sehingga laju asimilasi meningkat. Pembungaan pada kolesom terjadi pada 3 MST dan pembentukan umbi pada 4 MST. Hal ini berpengaruh terhadap peubah bobot pucuk layak jual dan bobot kering batang dan cabang kolesom. Proses pembungaan dan pembentukan umbi mengakibatkan alokasi fotosintat kolesom pada masa vegetatif menjadi terhambat. Sugiarto (2006) menyatakan bahwa pembentukan akar dan umbi kolesom yang kurang maksimal bisa disebabkan oleh pengaruh dominasi apikal dan umur tanaman yang telah berada pada fase generatif sehingga daun yang terbentuk juga semakin sedikit.
KESIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Berdasarkan hasil percobaan ini dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan dengan meningkatnya dosis pemupukan sampai dengan taraf 800 kg SP-18/ha maka produksi kolesom cenderung meningkat. Dosis 800 kg SP-18/ha pada 8 MST berpengaruh linier positif dan memberikan hasil tertinggi pada bobot pucuk layak jual dengan persamaan y₈ = 0.021x + 96.97 rata-rata sebesar 105.46 g/tanaman, bobot basah daun dengan persamaan y₈ = 0.034x + 97.85 rata-rata sebesar 114.26 g/tanaman, bobot kering batang cabang dengan persamaan y₈ = 0.008x + 21.29 rata-rata sebesar 25.53 g/tanaman, bobot kering akar dengan persamaan y₈ = 0.000x + 1.02 rata-rata sebesar 1.12 g/tanaman , serta bobot basah umbi dengan persamaan y₈ = 0.001x + 19.89 rata-rata sebesar 19.36 g/tanaman.
Saran Untuk meningkatkan efisiensi penyerapan unsur P pada kolesom, maka sebaiknya sebaiknya perlu dilakukan pengapuran untuk meningkatkan pH tanah yang masam agar ketersediaan P dalam tanah meningkat.
DAFTAR PUSTAKA De Datta, S. K., Biswas, T. K., and Charoenchmratcheep. 1990. Phosphorus requirements and management for low land rice in phosphorus requirements for sustainable agriculture in Asia and Oceania. International Rice Research Institute. 38 : 307-323. Fontem, D. A. & R. R. Schippers. 2004. Talinum triangulare (Jacq.) Willd. In: Grubben, G.J.H. & Denton, O.A. (Eds). PROTA 2: Vegetables/Légumes. . PROTA, Wageningen, Netherlands. Herrera, A. and M. Angelica. 1998. A relationship between fecundity, survival, and the operation of crussulacean acid metabolism in talinum triangulare. Proquest Agricultural Journals 11:1908. Hidayat, R. S., Sudarmono, dan Roemantyo. 1994. Upaya Perbanyakan Talinum Triangulare dengan Setek Batang. Prosiding Simposium Peneltitian Bahan Obat Alami VIII. Perhimpunan Peneliti Obat Alami. Bogor. Vol 2 : 62-65. Krishna, K. R. 2002. Soil Fertility and Crop Production. Science Publishers, Inc. New Hampshire. 465p. Leiwakabessy, F. M. dan A. Sutandi. 1998. Pupuk dan Pemupukan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. hal 8-16. Liang, H. and S. X. Chang. 2004. Response of trembling and hybrid aspens to phosphorus and sulfur fertilization in a gray luvisol. Canadian Jounal of Forest Research. 34 : 1391-1393. Masarovicova, E. 1997. Measurement of plant photosynthetic activity. In M. Pessarakli (Eds). Hand Book of Photosynthesis. New York : Marcel Dekker, Inc. Mualim, L., S. A. Aziz, dan M. Melati. 2009. Kajian pemupukan NPK dan jarak tanam pada produksi antosianin daun kolesom. Bul. Agron.37:55-61. Muhammad, L. dan Emmyzar. 1992. Budidaya Tanaman Obat Introduksi di Indonesia. Prosiding Hasil Peneltian Plasma Nutfah dan Budidaya Tanaman Obat. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. Bogor. Vol 3 : 129-131. Nugroho, Y. S., B. Nuratmi, dan M. W. Winarno. 2002. Kolesom (Talinum triangulare Willd.) tumbuhan berkhasiat afrodisiaka yang aman. Buletin Tanaman Rempah dan Obat . 13: 2-5.
31
Palada, M. C., A. D. Susila, and J. G. Kartika. 2008. Phosphor rate for vegetable grown in the ultisol Nanggung, Bogor, Indonesia. SANREM CRSP 22: 19-23. Ramadhan, Z. 2004. Pengaruh Pupuk P dan K terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Sambiloto (Andrographis paniculata Nees.). Skripsi. Program Studi Budidaya Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 29 hal. Respatie, D. W. 2007. Pengaruh Tinggi Pangkasan dan Pemupukan Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kandungan Bahan Bioaktif Daun Jambu Biji. Tesis. Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 52 hal. Rifai, M. A. 1994. Talinum triangulare (Jacq.) Willd. In: Siemonsma, J.S. & Kasem Piluek (Eds). Plant Resources of South-East Asia No 8. Vegetables. Pudoc Scientific Publishers, Wageningen, Netherlands. p. 268–269. Salisbury, F. B, and C. W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid Satu. Terjemahan dari : Plant Physiology 4th edition. Penerjemah : D.R. Lukman. Penerbit Institut Teknologi Bandung. Bandung. Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Institut Pertanian Bogor. Bogor. hal 468469. Sugiarto, N. T. 2006. Pengaruh Umur dan Frekuensi Panen pada Produksi Pucuk Kolesom (Talinum Triangulare Willd.). Skripsi. Program Studi Agronomi, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 35 hal. Susanti, H. 2006. Produksi Biomassa dan Bahan Bioaktif Kolesom (Talinum triangulare (Jacq.) Willd) pada Berbagai Asal Bibit, Dosis Pupuk Kandang Ayam, dan Komposisi Media Tanam. Tesis. Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 76 hal. Susanti, H., S. A. Aziz, dan M. Melati. 2008. Produksi biomassa dan bahan bioaktif kolesom (Talinum triangulare (Jacq.) Willd) dari berbagai asal bibit dan dosis pupuk kandang ayam. Bul. Agron.36:48-55. Syukur, C., Hernani. 2002. Budidaya Tanaman Obat Komersil. Penebar Swadaya. Jakarta. Takahashi, S. and M. R. Anwar. 2007. Wheat grain yield, phosphorus uptake and soil phosphorus fraction after 23 years of annual fertilizer application to an andosol. Field Crop Research. 101 : 160-171. Tindall, H. D. 1986. Vegetables in The Tropics. Macmillan Education Ltd. Hong Kong. 427p.
32
Uchida, R., J. Deenik., R. Hamasaki, and R. Shimabuku. 2007. Phosphorus fertilizer management for romaine lettuce grown in fertile volcanic ash soils of Hawaii.Soil and Crop Management 19:11-15. Toor, G. S. and G. S. Bahl. 1999. Kinetics of phosphate desorption from different soils as influenced by application of poultry manure andfertilizer phosphorus andits uptake by soybean. Biosource Technology. 69 : 117121. Ukpong, I. E. and J. O. Moses. 2001. Nutrient requirements for the growth of waterleaf (Talinum triangulare) production in Uyo metropolis, Nigeria. The Environmentalist. 21 : 153-159.
LAMPIRAN
34
Lampiran 1. Denah Penelitian Kelompok 1 Kelompok 2
Kelompok 3
P P1
P2
P5
P2
P4
P2
P4
P3
P3
P5
P5
P1
P3
P1
P4
Keterangan : P1 = Pemupukan P sebesar 0 kg SP-18/ha P2 = Pemupukan P sebesar 200 kg SP-18/ha P3 = Pemupukan P sebesar 400 kg SP-18/ha P4 = Pemupukan P sebesar 600 kg SP-18/ha P5 = Pemupukan P sebesar 800 kg SP-18/ha
U
35
Lampiran 2. Penilaian Sifat Tanah sebelum Tanam Peubah
Nilai Keterangan pH 5.1 Masam C-organik (%) 0.19 Sangat rendah N-total (%) 0.02 Sangat rendah C/N 10 Rendah P₂O₅ Bray (ppm) 61.4 Sangat tinggi Ca [cmol(+)/kg] 5.08 Rendah Mg [cmol(+)/kg] 1.12 Sedang K [cmol(+)/kg] 1.53 Sangat tinggi Na [cmol(+)/kg] 0.36 Rendah KTK [cmol(+)/kg] 14.42 Rendah KB (%) 56 Tinggi Sumber : Laboratorium Tanah, Balai Penelitian Tanah, Bogor
Lampiran 3. Data Curah Hujan dan Lama Penyinaran selama Masa Penelitian Curah Hujan Rataan Lama Penyinaran (mm/bulan) (jam/hari) Februari 460.7 5.3 Maret 414.5 5.4 April 42.7 7.4 Sumber : Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika, Balai Besar Wilayah II Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor Bulan
36
Lampiran 4. Pengukuran Luas Daun dengan Metode Gravimetri
Pengambilan sampel daun (± 30-50 daun per tanaman contoh)
Daun dilubangi dengan pembolong berbentuk bulatan dengan luas 1 cm²
Daun tanaman yang tersisa dan daun yang telah dilubangi beserta bulatan daun dioven pada suhu 105⁰C dan ditimbang bobot keringnya
Penghitungan luas daun menggunakan rumus : Luas daun = bobot kering daun total/bobot kering bulatan daun x jumlah sampel daun x 1 cm²
37
Lampiran 5. Analisis Sidik Ragam Bobot Basah Daun SK DB JK KT Fhitung Pr>F 2 MST Kelompok 2 151.717 75.859 1.59 0.2627tn Perlakuan 4 354.767 88.692 1.86 0.2118tn Galat 8 382.409 47.801 Total 14 888.893 4 MST Kelompok 2 1430.361 715.181 1.68 0.2463tn Perlakuan 4 616.257 154.064 0.36 0.8295tn Galat 8 3409.319 426.165 Total 14 5455.937 6 MST Kelompok 2 334.705 167.353 0.37 0.6996tn Perlakuan 4 2416.133 604.033 1.35 0.3322tn Galat 8 3582.475 447.809 Total 14 6333.313 8 MST Kelompok 2 5356.537 2678.269 6.34 0.0224tn Perlakuan 4 2979.309 744.827 1.76 0.2293tn Galat 8 3379.063 422.383 Total 14 11714.909 Ket : tn= tidak nyata, *= berbeda nyata pada taraf 5 %, dan **= berbeda sangat nyata pada taraf 1 %.
Lampiran 6. Analisis Sidik Ragam Bobot Basah Batang dan Cabang SK DB JK KT Fhitung Pr>F 2 MST Kelompok 2 300.949 150.475 1.96 0.2024tn Perlakuan 4 44.411 11.103 0.14 0.9602tn Galat 8 612.997 76.625 Total 14 958.357 4 MST Kelompok 2 1537.265 768.633 1.53 0.2731tn Perlakuan 4 1288.323 322.081 0.64 0.6473tn Galat 8 4010.981 501.373 Total 14 6836.569 6 MST Kelompok 2 3348.017 1674.009 1.87 0.215tn Perlakuan 4 25700.383 6425.096 7.19 0.0092** Galat 8 7144.809 893.101 Total 14 36193.209 8 MST Kelompok 2 24862.057 12431.029 9.73 0.0072** Perlakuan 4 75702.247 18925.562 14.81 0.0009** Galat 8 10220.149 1277.519 Total 14 110784.453 Ket : tn= tidak nyata, *= berbeda nyata pada taraf 5 %, dan **= berbeda sangat nyata pada taraf 1 %.
38
Lampiran 7. Analisis Sidik Ragam Bobot Basah Akar SK DB JK KT Fhitung Pr>F 2 MST Kelompok 2 138.389 69.195 0.75 0.5015tn Perlakuan 4 322.780 80.695 0.88 0.5175tn Galat 8 734.824 91.853 Total 14 1195.993 4 MST Kelompok 2 319.961 159.981 1.21 0.3461tn Perlakuan 4 13219.856 3304.964 25.1 0.0001** Galat 8 1053.392 131.674 Total 14 14593.209 6 MST Kelompok 2 12.817 6.409 0.24 0.7902tn Perlakuan 4 20270.577 5067.644 191.81 0.0001** Galat 8 211.363 26.420 Total 14 20494.757 8 MST Kelompok 2 541.828 270.914 1.09 0.3815tn Perlakuan 4 20465.649 5116.412 20.58 0.0003** Galat 8 1989.159 248.645 Total 14 22996.636 Ket : tn= tidak nyata, *= berbeda nyata pada taraf 5 %, dan **= berbeda sangat nyata pada taraf 1 %.
Lampiran 8. Analisis Sidik Ragam Bobot Basah Umbi SK DB JK KT Fhitung Pr>F 4 MST Kelompok 2 265.9773 132.9887 0.94 0.4296tn 0.0002** Perlakuan 4 13326.5560 3331.6390 23.57 Galat 8 1130.7960 141.3495 Total 14 14723.3293 6 MST Kelompok 2 113.3773 56.6887 0.81 0.4765tn Perlakuan 4 16102.0773 4025.5193 57.83 0.0001** Galat 8 556.8627 69.6078 Total 14 16772.3173 8 MST Kelompok 2 994.7093 497.3547 1.8 0.2269tn Perlakuan 4 14246.2933 3561.5733 12.86 0.0015** Galat 8 2215.8707 276.9838 Total 14 17456.8733 Ket : tn= tidak nyata, *= berbeda nyata pada taraf 5 %, dan **= berbeda sangat nyata pada taraf 1 %.
39
Lampiran 9. Analisis Sidik Ragam Bobot Pucuk Layak Jual SK DB JK KT Fhitung Pr>F 2 MST Kelompok 2 135.665 67.833 1.35 0.3121tn Perlakuan 4 862.423 215.606 4.3 0.038* Galat 8 401.541 50.193 Total 14 1399.629 4 MST Kelompok 2 2023.525 1011.763 2.17 0.177tn Perlakuan 4 580.436 145.109 0.31 0.8631tn Galat 8 3735.728 466.966 Total 14 6339.689 6 MST Kelompok 2 113.745 56.873 0.09 0.9172tn Perlakuan 4 0.917 586.816 0.9 0.5065tn Galat 8 5209.968 651.246 Total 14 7670.977 8 MST Kelompok 2 3969.588 1984.794 4.08 0.06tn Perlakuan 4 1866.753 466.688 0.96 0.4788tn Galat 8 3889.259 486.157 Total 14 9725.600 Ket : tn= tidak nyata, *= berbeda nyata pada taraf 5 %, dan **= berbeda sangat nyata pada taraf 1 %.
Lampiran 10. Analisis Sidik Ragam Bobot Kering Daun SK DB JK KT Fhitung Pr>F 2 MST Kelompok 2 185.068 92.534 0.9 0.4454tn Perlakuan 4 398.060 99.515 0.96 0.477tn Galat 8 825.918 103.240 Total 14 1409.045 4 MST Kelompok 2 288.302 144.151 1.06 0.3899tn Perlakuan 4 13942.415 3485.604 25.68 0.0001** Galat 8 1085.987 135.748 Total 14 15316.703 6 MST Kelompok 2 28.033 14.017 0.55 0.5991tn Perlakuan 4 19703.274 4925.819 192.11 0.0001** Galat 8 205.123 25.640 Total 14 19936.431 8 MST Kelompok 2 535.111 267.555 1.04 0.3975tn Perlakuan 4 19281.922 4820.480 18.7 0.0004** Galat 8 2062.746 257.843 Total 14 21879.779 Ket : tn= tidak nyata, *= berbeda nyata pada taraf 5 %, dan **= berbeda sangat nyata pada taraf 1 %.
40
Lampiran 11. Analisis Sidik Ragam Bobot Kering Batang dan Cabang SK DB JK KT Fhitung Pr>F 2 MST Kelompok 2 191.040 95.520 0.9 0.4449tn Perlakuan 4 425.746 106.436 1 0.4608tn Galat 8 851.280 106.410 Total 14 1468.065 4 MST Kelompok 2 303.742 151.871 1.13 0.3699tn Perlakuan 4 13747.817 3436.954 25.55 0.0001** Galat 8 1076.203 134.525 Total 14 15127.761 6 MST Kelompok 2 32.810 16.405 0.58 0.5802tn Perlakuan 4 17115.965 4278.991 152.11 0.0001** Galat 8 225.043 28.130 Total 14 17373.818 8 MST Kelompok 2 764.656 382.328 1.46 0.2885tn Perlakuan 4 13628.309 3407.077 12.99 0.0014** Galat 8 2098.335 262.292 Total 14 16491.301 Ket : tn= tidak nyata, *= berbeda nyata pada taraf 5 %, dan **= berbeda sangat nyata pada taraf 1 %.
Lampiran 12. Analisis Sidik Ragam Bobot Kering Akar SK DB JK KT Fhitung Pr>F 2 MST Kelompok 2 151.717 75.859 1.59 0.2627tn Perlakuan 4 354.767 88.692 1.86 0.2118tn Galat 8 382.409 47.801 Total 14 888.893 4 MST Kelompok 2 1430.361 715.181 1.68 0.2463tn Perlakuan 4 616.257 154.064 0.36 0.8295tn Galat 8 3409.319 426.165 Total 14 5455.937 6 MST Kelompok 2 334.705 167.353 0.37 0.6996tn Perlakuan 4 2416.133 604.033 1.35 0.3322tn Galat 8 3582.475 447.809 Total 14 6333.313 8 MST Kelompok 2 5356.537 2678.269 6.34 0.0224tn Perlakuan 4 2979.309 744.827 1.76 0.2293tn Galat 8 3379.063 422.383 Total 14 11714.909 Ket : tn= tidak nyata, *= berbeda nyata pada taraf 5 %, dan **= berbeda sangat nyata pada taraf 1 %.
41
Lampiran 13. Analisis Sidik Ragam Bobot Kering Umbi SK DB JK KT Fhitung Pr>F 4 MST Kelompok 2 271.984 135.992 1 0.4105tn Perlakuan 4 16739.606 4184.902 30.69 0.0001** Galat 8 1090.951 136.369 Total 14 18102.542 6 MST Kelompok 2 48.393 24.196 1.17 0.3573tn Perlakuan 4 23965.818 5991.455 290.63 0.0001** Galat 8 164.921 20.615 Total 14 24179.132 8 MST Kelompok 2 548.521 274.260 1.09 0.38tn Perlakuan 4 23669.986 5917.497 23.62 0.0002** Galat 8 2004.511 250.564 Total 14 26223.018 Ket : tn= tidak nyata, *= berbeda nyata pada taraf 5 %, dan **= berbeda sangat nyata pada taraf 1 %.
Lampiran 14. Analisis Sidik Ragam Luas Daun SK DB JK KT Fhitung Pr>F 2 MST Kelompok 2 437279.514 218639.757 5.030 0.0384tn Perlakuan 4 329302.376 82325.594 1.900 0.2047tn Galat 8 347459.898 43432.487 Total 14 1114041.788 4 MST Kelompok 2 325077.164 162538.582 0.890 0.4464tn Perlakuan 4 7666822.986 1916705.747 10.540 0.0028** Galat 8 1455039.209 181879.901 Total 14 9446939.359 6 MST Kelompok 2 17.463 8.731 0.140 0.8756tn Perlakuan 4 22668.848 5667.212 87.680 0.0001** Galat 8 517.062 64.633 Total 14 23203.373 8 MST Kelompok 2 774.410 387.205 1.490 0.282tn Perlakuan 4 21871.121 5467.780 21.030 0.0003** Galat 8 2080.211 260.026 Total 14 24725.742 Ket : tn= tidak nyata, *= berbeda nyata pada taraf 5 %, dan **= berbeda sangat nyata pada taraf 1 %.
42
Lampiran 15. Analisis Sidik Ragam Rasio Bobot Kering Tajuk/Akar SK DB JK KT Fhitung Pr>F 2 MST Kelompok 2 303.439 151.720 2.57 0.137tn Perlakuan 4 252.951 63.238 1.07 0.43tn Galat 8 471.431 58.929 Total 14 1027.822 4 MST Kelompok 2 285.233 142.617 0.98 0.415tn Perlakuan 4 11397.684 2849.421 19.66 0.0003** Galat 8 1159.763 144.970 Total 14 12842.680 6 MST Kelompok 2 221.347 110.674 4.07 0.0603tn Perlakuan 4 14410.032 3602.508 132.55 0.0001** Galat 8 217.421 27.178 Total 14 14848.800 8 MST Kelompok 2 786.016 393.008 1.05 0.3951tn Perlakuan 4 12246.693 3061.673 8.14 0.0064** Galat 8 3007.936 375.992 Total 14 16040.645 Ket : tn= tidak nyata, *= berbeda nyata pada taraf 5 %, dan **= berbeda sangat nyata pada taraf 1 %.
Lampiran 16. Analisis Sidik Ragam Laju Tumbuh Relatif SK DB JK KT Fhitung Pr>F 2-4 MST Kelompok 2 6.12E-04 0.00003047 0.09 0.9181tn Perlakuan 4 0.0008 0.0002 0.560 0.6957tn Galat 8 0.0028 0.0004 Total 14 0.0037 4-6 MST Kelompok 2 0.0016 0.0008 4.0200 0.062tn Perlakuan 4 2.4188 0.6047 3065.910 0.0001** Galat 8 0.0016 0.0002 Total 14 2.4220 6-8 MST Kelompok 2 0.0001 0.0000 0.1400 0.8709tn Perlakuan 4 9.9103 2.4776 7730.760 0.0001** Galat 8 0.0026 0.0003 Total 14 9.9130 Ket : tn= tidak nyata, *= berbeda nyata pada taraf 5 %, dan **= berbeda sangat nyata pada taraf 1 %.
43
Lampiran 17. Analisis Sidik Ragam Laju Asimilasi Bersih SK DB JK KT Fhitung Pr>F 2-4 MST Kelompok 2 1.6E-07 8E-08 2.69 0.1281tn Perlakuan 4 2.399638 0.59991 99999.99 0.0001** Galat 8 2.4E-07 3E-08 Total 14 2.399639 4-6 MST Kelompok 2 2E-08 1E-08 1.41 0.2982tn Perlakuan 4 5E-08 1E-08 1.68 0.2461tn Galat 8 6E-08 1E-08 Total 14 1.3E-07 6-8 MST Kelompok 2 1E-08 1E-08 0.12 0.891tn Perlakuan 4 9.600661 2.400165 99999.99 0.0001** Galat 8 3.6E-07 5E-08 Total 14 9.600661 Ket : tn= tidak nyata, *= berbeda nyata pada taraf 5 %, dan **= berbeda sangat nyata pada taraf 1 %.