i
PENGARUH MODAL SOSIAL TERHADAP KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PETANI DI DESA CIARUTEUN ILIR KECAMATAN CIBUNGBULANG KABUPATEN BOGOR
SARA ENDARWATI
SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014
ii
iii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul PENGARUH MODAL SOSIAL TERHADAP KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PETANI DI DESA CIARUTEUN ILIR KECAMATAN CIBUNGBULANG KABUPATEN BOGOR adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2014
Sara Endarwati NIM I34100155
iv
v
ABSTRAK
SARA ENDARWATI. Pengaruh Modal Sosial Terhadap Ketahanan Pangan Rumahtangga Petani di Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh EKAWATI SRI WAHYUNI. Modal sosial merupakan hal penting yang ada di masyarakat. Modal sosial digunakan untuk saling membantu ketika berada dalam kesulitan, termasuk kesulitan untuk mempertahankan keadaan pangan rumahtangga. Modal sosial terdiri dari kepercayaan, jaringan, dan norma sosial. Ketahanan pangan merupakan keadaan pangan dalam rumahtangga yang tercukupi dari segi ketersediaan pangan, aksesibilitas pangan, dan konsumsi pangan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pemanfaatan modal sosial terhadap ketahanan rumahtangga di Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Pengumpulan data dilakukan dengan survey terhadap 60 rumahtangga petani sayuran. Ketahanan pangan rumahtangga petani di desa ini juga dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi rumahtangga petani yang diukur dari tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran, dan jumlah anggota rumahtangga. Rumahtangga petani memanfaatkan modal sosial untuk mendapatkan pekerjaan sehingga dapat membantu menjaga ketahanan pangan rumahtangga. Kata kunci: modal sosial, ketahanan pangan, petani sayur
ABSTRACT SARA ENDARWATI. The Impact of Social Capital on Horticultural Farmer Household Food Security in Ciaruteun Ilir Village Cibungbulang sub-district Bogor Regency. Supervised by EKAWATI SRI WAHYUNI. Social capital is an important component in a community. Social capital is used to help each other when in need, such as the need to secure food sufficiency in a household. Social capital consists of trust, networks, and social norms. Household food security is defined as a condition of food suffiency in one household in terms of availability, accesibility and consumability. This study aims to analyze the roles of social capital in household food security in Ciaruteun Ilir village, Cibungbulang subdistrict at Bogor Regency. The data collection was conducted by using a survey on 60 horticultural farmer houselds. The farmer’s household food security is determined by socio economic level, spending level and the number of household members. Farmers use the capital social to get employed to generate income to buy food. Keywords: social capital, food security, horticultural farmer
vi
vii
PENGARUH MODAL SOSIAL TERHADAP KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PETANI DI DESA CIARUTEUN ILIR KECAMATAN CIBUNGBULANG KABUPATEN BOGOR
SARA ENDARWATI
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014
viii
ix
Judul Skripsi : PENGARUH MODAL SOSIAL TERHADAP KETAHANAN PANGAN PETANI DI DESA CIARUTEUN ILIR KECAMATAN CIBUNGBULANG KABUPATEN BOGOR Nama : Sara Endarwati NIM : I34100155
Disetujui oleh
Dr Ir Ekawati Sri Wahyuni, MS Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Siti Amanah, MSc Ketua Departemen
Tanggal Lulus : ___________________
Judul Skripsi
Nama NIM
PENGARUH MODAL SOSIAL TERHADAP KETAHANAN PANGAN PETANI DI DESA CIARUTEUN ILIR KECAMATAN CIBUNGBULANG KABUPA TEN BOGOR Sara Endarwati 134100155
Disetujui oleh
ni MS Pembimbing
Tanggal Lulus:
2 1 JAN 2Gi4
x
xi
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas karunia-Nya yang telah diberikan kepada penulis sehingga skripsi yang berjudul “Pengaruh Modal Sosial Terhadap Ketahanan Pangan Rumahtangga Petani di Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor” dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai syarat memperoleh gelar sarjana komunikasi dan pengembangan masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini juga disusun untuk mengembangkan wawasan penulis mengenai modal sosial dan ketahanan pangan. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepad Ibu Dr Ir Ekawati Sri Wahyuni, MS sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan saran, masukan, dan bimbingan selama proses penyusunan skripsi dari awal sampai akhir penyelesaian skripsi ini. Penulis juga menyampaikan hormat dan terima kasih kepada ayah dan ibu tercinta, Sudarsono dan Endang Juwarni, serta adik tercinta Fahjri Dwi Utami yang selalu mendoakan, mengingatkan, memberi semangat, dukungan, dan kasih sayang yang tak terhingga. Penulis juga tidak lupa berterima kasih kepada sahabat-sahabat saya di departemen KPM Lathiffida Noor Jaswandi, Fika Fatia Qandhi, Idah Faujiati Rosidah, Annisa Maghfirah, Dinna Amalia Rahmah, Wulandari, Sari Lestari, Anjas Rafsan P, Nazar Kusumawijaya, dan teman satu bimbingan Meziriati Hendri serta teman-teman KPM 47 yang telah memberikan semangat dan dukungan dari awal sampai akhir. Terima kasih juga kepada sahabat sekaligus saudara-saudara saya Sari Wasmana, Novi Luthfiana Putri, Maya Ramadhayanti, Wening Rizkiana, Lisa Adiyanti, dan Mastha Tarida Sitinjak serta teman-teman di Kost Windy yang telah memberikan semangat dan keceriaan serta dukungannya. Terima kasih kepada pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor,
Januari 2014
Sara Endarwati
xii
xiii
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN
xv xv xvi
PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Penelitian Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian
1 1 3 3 4
PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Modal Sosial Bentuk-Bentuk Modal Sosial Pemanfaatan Modal Sosial Konsep Ketahanan Pangan Konsep Kedaulatan Pangan Komponen Ketahanan Pangan Kerangka Pemikiran Hipotesis Definisi Operasional
5 5 5 6 10 11 12 15 17 18 18
PENDEKATAN LAPANGAN Metode Penelitian Lokasi dan Waktu Teknik Sampling Teknik Pengumpulan Data Teknik Pengolahan dan Analisis Data
21 21 21 22 22 23
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kondisi Geografis Desa Ciaruteun Ilir Potensi Sumberdaya Manusia di Desa Ciaruteun Ilir Kondisi Sarana dan Prasarana di Desa Ciaruteun Ilir Mata Pencaharian Penduduk Desa Ciaruteun Ilir
27 27 28 29 30
ANALISIS KONDISI SOSIAL EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI DESA CIARUTEUN ILIR Tingkat Pendapatan Tingkat Pengeluaran Jumlah Anggota Rumahtangga
33 33 37 43
ANALISIS PEMANFAATAN MODAL SOSIAL RUMAHTANGGA PETANI DESA CIARUTEUN ILIR
47
xiv
ANALISIS STATUS KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PETANI DESA CIARUTEUN ILIR
51
PENGARUH KONDISI SOSIAL EKONOMI TERHADAP STATUS KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PETANI DESA CIARUTEUN ILIR
57
PENGARUH PEMANFAATAN MODAL SOSIAL TERHADAP STATUS KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PETANI DESA CIARUTEUN ILIR Pengaruh Kepercayaan Terhadap Status Ketahanan Pangan Pengaruh Jaringan Terhadap Status Ketahanan Pangan Pengaruh Norma Terhadap Ketahanan Pangan
63 63 66 68
PENUTUP Kesimpulan Saran
71 71 71
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
73 77 93
xv
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
15 16
17
Perbandingan indikator ketahanan pangan dan kedaulatan pangan Luas dan persentase lahan di Desa Ciaruteun Ilir tahun 2010 Jumlah dan persentase penduduk Ciaruteun Ilir berdasarkan jenis kelamin tahun 2012 Jumlah dan persentase penduduk Ciaruteun Ilir berdasarkan kelompok umur Tahun 2012 Jumlah dan persentase penduduk Ciaruteun Ilir berdasarkan kelompok umur tahun 2012 Jumlah dan persentase penduduk berdasarkan jenis pekerjaan tahun 2012 Jumlah dan persentase rumahtangga petani berdasarkan tingkat pendapatan rumahtangga Jumlah dan persentase rumahtangga petani berdasarkan tingkat pengeluaran pangan rumahtangga Jumlah dan persentase rumahtangga petani berdasarkan tingkat pengeluaran nonpangan rumahtangga Jumlah dan persentase rumahtangga petani berdasarkan tingkat pengeluaran total rumahtangga Jumlah dan persentase rumahtangga petani berdasarkan jumlah anggota rumahtangga Jumlah dan persentase rumahtangga petani berdasarkan asal mendapatkan pekerjaan Jumlah dan persentase rumahtangga petani berdasarkan status ketahanan pangan Jumlah dan persentase rumahtangga petani Desa Ciaruteun Ilir menurut tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran pangan, tingkat pengeluaran nonpangan, jumlah anggota rumahtangga, dan status ketahanan pangan Hasil uji statistik analisis regresi linear berganda pengaruh kondisi sosial ekonomi rumahtangga terhadap status ketahanan pangan Jumlah dan persentase rumahtangga petani Desa Ciaruteun Ilir menurut asal mendapatkan pekerjaan usahatani dan status ketahanan pangan Jumlah dan persentase rumahtangga petani Desa Ciaruteun Ilir menurut asal mendapatkan pekerjaan nonusahatani dan status ketahanan pangan
13 27 28 28 29 31 34 38 39 41 44 47 52
58 58
64
65
DAFTAR GAMBAR 1 2 3
Kerangka sistem ketahanan pangan Kerangka pemikiran Histogram tingkat pendapatan rumahtangga petani
12 17 34
xvi
4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Tingkat pengeluaran pangan rumahtangga petani Tingkat pengeluaran nonpangan rumahtangga petani Tingkat pengeluaran rumahtangga petani Jumlah anggota rumahtangga petani Status ketahanan pangan rumahtangga petani Strategi menjaga ketahanan rumahtangga petani Jaringan pemasaran hasil panen petani Jumlah tengkulak pada jaringan pemasaran sayuran rumahtangga petani Lahan sayuran petani Desa Ciaruteun Ilir Responden penelitian Responden penelitian Kuli pengikat sayuran Mobil pengangkut sayuran
38 40 41 44 52 54 66 67 85 85 85 85 85 85
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6
Peta lokasi penelitian Desa Ciaruteun Ilir Tabel pelaksanaan penelitian Daftar rumahtangga petani penelitian Pengolahan data (uji statistik) Dokumentasi penelitian Kuesioner penelitian
79 79 81 83 85 87
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai mata pencaharian utama khususnya di pedesaan. Sektor pertanian saat ini tidak lagi menjamin pemenuhan kebutuhan sandang, pangan, dan papan masyarakat di pedesaan. Kebutuhan yang terus meningkat tidak diikuti oleh pendapatan untuk memenuhi ketiga kebutuhan sandang, pangan, dan papan mengakibatkan kemiskinan terus terjadi. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada bulan September 2012 terdapat 28,59 juta atau 11,66 persen jumlah penduduk miskin di Indonesia. Jumlah penduduk miskin ini lebih banyak terjadi di pedesaan. BPS menyebutkan bahwa jumlah penduduk miskin di pedesaan sampai dengan bulan September 2012 sebanyak 18.08 juta orang atau 14,70 persen sedangkan di perkotaan jumlah penduduk miskin sebanyak 10,51 juta jiwa atau 8,60 persen. Penduduk miskin di pedesaan tersebut kebanyakan petani gurem dan buruh tani. Salah satu penyebab terjadinya kemiskinan di pedesaan adalah masalah pangan. Pangan menjadi bahasan pokok untuk menyelesaikan kemiskinan karena terkait dengan pemenuhan kebutuhan pangan. Pangan merupakan hal penting yang harus dipenuhi oleh manusia demi kelangsungan hidupnya. Masalah pangan ini tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga terjadi di berbagai dunia. Organisasi Pangan Dunia (FAO) belum lama ini melaporkan indeks harga pangan dunia naik pada September 2012 menjadi 215,8 poin dibanding 212,8 poin pada Agustus 2012 (Santosa 2013). FAO menyatakan bahwa meskipun terjadi kenaikan harga karena kurangnya pasokan, namun bukan berarti akan terjadi krisis pangan dalam waktu dekat. Apabila masalah pangan tersebut tidak ditangani dengan baik maka dalam jangka panjang masalah pangan ini dapat menjadi masalah yang berat untuk ditangani. Pembangunan ketahanan pangan di Indonesia merupakan langkah untuk menyelesaikan masalah pangan. Ketahanan pangan merupakan kondisi ketersediaan pangan yang cukup bagi setiap orang pada setiap saat dan setiap individu yang tidak memiliki akses untuk memperolehnya baik secara fisik maupun ekonomi (Soetrisno 1998 dalam Mustofa 2012). Lebih lanjut lagi, Mustofa menjelaskan bahwa fokus ketahanan pangan tidak hanya pada penyediaan pangan tingkat wilayah tetapi juga penyediaan dan konsumsi pangan tingkat daerah dan rumahtangga bahkan individu dalam memenuhi kebutuhan gizinya. Indonesia berkomitmen untuk mewujudkan ketahanan pangan melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang pangan. Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996, usaha untuk mewujudkan ketahanan pangan merupakan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat. Hal tersebut diwujudkan melalui pengaturan, pembinaan, pengendalian, dan pengawasan terhadap ketersediaan pangan yang cukup baik jumlah atau mutunya, aman, bergizi, beragam, merata, dan terjangkau oleh daya beli masyarakat. Santosa (2013) menjelaskan bahwa tantangan untuk menciptakan ketahanan pangan yang mengarah kepada kedaulatan pangan pada masa-masa mendatang akan terasa berat, kalau pangan di Indonesia tidak ditangani secara serius. Kondisi ketahanan pangan dapat dicapai
2
melalui empat komponen, diantaranya kecukupan ketersediaan pangan, stabilitas ketersediaan pangan tanpa fluktuasi, aksesibilitas atau keterjangkauan terhadap pangan, dan kualitas atau keamanan pangan. Ketahanan pangan dapat diciptakan melalui modal sosial, yaitu berupa usaha mandiri dan solidaritas kolektif dalam menghadapi problem kemiskinan dan lemahnya ketahanan pangan yang dihadapi masyarakat (Sinaga dan Rudiyanto 2012). Lebih lanjut lagi Sinaga dan Rudiyanto (2012) menjelaskan bahwa modal sosial menekankan pada jaringan hubungan sosial (network) yang diikat antara lain oleh kepemilikan informasi, rasa percaya, saling memahami, dan kesamaan nilai serta saling mendukung. Modal sosial juga menekankan pada karakteristik (traits) yang melekat (embedded) pada diri individu yang terlibat dalam interaksi sosial sebagai kemampuan orang untuk bekerja bersama untuk satu tujuan bersama di dalam grup dan organisasi. Kerjasama yang dibangun terkait dengan faktor rasa saling percaya, norma dan Jaringan yang merupakan kunci dari modal sosial yang dilakukan oleh individu (Mustofa 2012). Lebih lanjut lagi, Mustofa menjelaskan bahwa rasa saling percaya tercermin dari bagaimana satu individu dan lainnya mempunyai sebuah kesepakatan untuk percaya kepada orang lain. Kepercayaan tersebut tidak datang dengan sendirinya namun terdapat faktor norma atau nilai yang eksis di antara individu tersebut untuk bisa saling mempercayai. Faktor yang terkait dengan norma ini bisa saja berasal dari ikatan budaya, agama dan institusi dan sebagainya. Modal sosial dapat meningkatkan kesadaran individu tentang banyaknya peluang yang dapat dikembangkan untuk kepentingan masyarakat (Inayah 2012). Saat ini, modal sosial diperlukan untuk mewujudkan ketahanan pangan. Pemanfaatan modal sosial dilakukan melalui pemanfaatan kepercayaan, jaringan, dan norma sosial untuk menjaga komponen ketahanan pangan. Melalui kepercayaan, jaringan, dan norma sosial masyarakat pedesaan khususnya petani dapat memanfaatkan hal tersebut untuk pemenuhan kebutuhan pangan. Pemanfaatan modal sosial yang baik dapat mewujudkan ketahanan pangan dengan melihat komponen kecukupan ketersediaan pangan, aksesibilitas atau keterjangkauan terhadap pangan, dan kualitas atau keamanan pangan dalam konsumsi pangan. Ketika pencapaian ketahanan pangan sudah baik dan maksimal maka pemanfaatan modal sosial oleh masyarakat petani secara optimal digunakan semua. Desa Ciaruteun Ilir merupakan desa yang terletak di Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Desa Ciaruteun Ilir merupakan desa yang memiliki bentang lahan pertanian 200 hektar dan masyarakatnya hidup dari pertanian. Di desa Ciaruteun Ilir, desa yang berbatasan dengan Kecamatan Ciampea mengalami perubahan komoditas utama (Nasution 2012). Lahan sawah yang memiliki potensi untuk menghasilkan banyak beras berubah menjadi penghasil sayuran. Akibatnya pada tahun 2012 Desa Ciaruteun Ilir menjadi salah satu desa yang mendapatkan distribusi beras miskin (raskin) dari pemerintah. Nasution (2012) pernah melakukan penelitian di Desa Ciaruteun Ilir mengenai status ketahanan pangan rumahtangga dan peran kemimpinan dalam mewujudkan ketahanan pangan. Penelitian tersebut menganalisis kepemimpinan dalam mewujudkan ketahanan pangan rumahtangga yang mengalami perubahan komoditas utama. Perubahan komoditas utama dari beras ke sayur menyebabkan produksi pangan lokal berkurang dan berpengaruh pada tingkat ketahanan pangan
3
rumahtangga. Tingkat ketahanan pangan rumahtangga di Desa Ciaruteun Ilir salah satunya dipengaruhi oleh modal sosial. Namun, analisis modal sosial terhadap ketahanan pangan belum dibahas secara penuh sehingga perlu penelitian lebih lanjut tentang pengaruh modal sosial terhadap ketahanan pangan rumahtangga.
Masalah Penelitian Rumahtangga memiliki cara-cara untuk mempertahankan keadaan pangan mereka melalui modal sosial yang dimiliki oleh setiap rumahtangga. Pemanfaatan modal sosial yang dapat digunakan oleh rumahtangga antara lain kepercayaan, jaringan, dan norma sosial. Oleh karena itu, bagaimana pemanfaatan modal sosial rumahtangga dalam hal kepercayaan, jaringan, dan norma sosial di Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang? Ketahanan pangan rumahtangga juga dipengaruhi oleh keadaan sosial ekonomi rumahtangga Desa Ciaruteun Ilir. Keadaan sosial ekonomi rumahtangga terdiri dari tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran, dan jumlah anggota rumahtangga. ketahanan pangan rumahtangga akan semakin baik ketika mereka memiliki pendapatan, pengeluaran, dan besaran rumahtangga yang baik. Oleh karena itu, bagaimana pengaruh kondisi sosial ekonomi terhadap status ketahanan pangan rumahtangga Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang? Berkurangnya produksi pangan lokal Desa Ciaruteun Ilir menyebabkan rumahtangga memiliki cara-cara sendiri untuk mempertahankan kondisi ketahanan pangannya. Modal sosial diperlukan oleh rumahtangga Desa Ciaruteun Ilir untuk mempertahankan kondisi pangan masing-masing rumahtangga. Modal sosial yang berupa kepercayaan, jaringan sosial, dan norma sosial perlu dimanfaatkan dengan baik untuk mempertahankan ketersediaan pangan, akses terhadap pangan, dan konsumsi pangan rumahtangga. Oleh karena itu, bagaimana pengaruh pemanfaatan modal sosial terhadap ketahanan pangan rumahtangga di Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang?
Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah penelitian, maka secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pemanfaatan modal sosial terhadap ketahanan rumahtangga di Desa Ciaruteun Ilir. Secara khusus, tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi pemanfaatan modal sosial rumahtangga di Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. 2. Menganalisis pengaruh kondisi sosial ekonomi rumahtangga terhadap status ketahanan pangan rumahtangga di Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. 3. Menganalisis pengaruh pemanfaatan modal sosial terhadap status ketahanan rumahtangga di Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor.
4
Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan bagi akademisi, pembuat kebijakan dan masyarakat pada umumya mengenai kajian modal sosial dan ketahanan pangan. Secara spesifik dan terperinci manfaat yang didapatkan oleh berbagai pihak adalah sebagai berikut : 1. Bagi akademisi. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah penelitian mengenai pemanfaatan modal sosial dan ketahanan pangan rumahtangga petani. Selain itu, penelitian ini dapat menjadi literatur bagi akademisi yang ingin mengkaji lebih jauh mengenai modal sosial dan ketahanan pangan rumahtangga petani. 2. Bagi pembuat kebijakan. Bagi pembuat kebijakan, penelitian ini diharapkan dapat menambah rujukan dalam menganalisis pemanfaatan modal sosial dan ketahanan pangan rumahtangga petani untuk membuat kebijakan terkait ketahanan pangan nasional. 3. Bagi masyarakat. Bagi masyarakat khusunya pembaca, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai modal sosial dan ketahanan pangan rumahtangga petani.
5
PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Modal Sosial Modal sosial merupakan hal penting yang dimiliki oleh masyarakat dalam mencapai tujuan hidupnya. Modal sosial menjadi konsep penting dalam pembangunan manusia karena masyarakat menjadi penentu arah pembangunan. Modal sosial sebagai salah satu komponen dalam menggerakkan kebersamaan, ide, rasa saling kepercayaan dan saling menguntungkan untuk mencapai kemajuan bersama. Coleman (1990) menjelaskan bahwa modal sosial didefinisikan sebagai kemampuan masyarakat untuk bekerja sama demi mencapai tujuan bersama di dalam kelompok dan organisasi. Fungsi yang dapat diidentifikasi dari modal sosial adalah nilai dari aspek struktural untuk memanfaatkan sumberdaya agar dapat mencapai tujuan anggota kelompok. Fukuyama (1995) mendefinisikan modal sosial sebagai serangkaian nilai-nilai atau norma-norma informal yang dimiliki bersama diantara para anggota suatu kelompok yang memungkinkan terjalinnya kerjasama diantara mereka. Putnam dalam Lawang (2005) menjelaskan modal sosial sebagai kepercayaan (trust), jaringan (network), dan norma (norm). Dalam tulisan Alfiasari et al. (2009) dijelaskan bahwa modal sosial merupakan modal yang dimiliki oleh masyarakat sebagai hasil dari hubungan sosial yang terjalin di antara sesama anggota masyarakat. Konsep ini mengacu pada konsep modal sosial yang dikemukakan oleh Bordieau. Bordieau mendefinisikan modal sosial sebagai keseluruhan sumber daya baik aktual maupun potensial yang dimiliki oleh seseorang sebagai hasil dari jaringan hubungan secara kelembagaan yang terpelihara dengan baik. Modal sosial tidak terbentuk secara alami melainkan melalui investasi strategi individu dan kelompok untuk menghasilkan hubungan sosial secara langsung. Hubungan sosial yang terjalin dalam penelitian yang telah dilakukan adalah basis pertetanggaan dan kekerabatan. Hubungan kekerabatan dijelaskan dari suami, istri, atau keduanya berasal dari lingkungan dimana saat ini mereka tinggal. Basis pertetanggaan dan kekerabatan memudahkan rumahtangga menghadapi kesulitan karena mereka merasa memiliki investasi yang dapat digunakan ketika mendapatkan kesulitan. Mekanisme modal sosial bekerja dalam hubungan antar rumahtangga melalui nilai harapan dan kewajiban sebagai hasil dari hubungan kekerabatan dan pertetanggan. Mustofa (2012) dalam penelitiannya menjelaskan konsep modal sosial yang menekankan pada kerjasama yang dilakukan antar masyarakat. Kerjasama yang dibangun terkait dengan faktor rasa saling percaya, norma, dan jaringan. Ketiga hal tersebut merupakan kunci dari modal sosial yang dilakukan oleh individu. Rasa saling percaya tercermin dari bagaimana satu individu dan lainnya mempunyai sebuah kesepakatan untuk percaya kepada orang lain. Kepercayaan tersebut tidak datang dengan sendirinya namun terdapat faktor norma atau nilai yang eksis diantara individu tersebut untuk bisa saling mempercayai. Faktor yang terkait dengan norma ini bisa saja berasal dari ikatan budaya, agama, institusi, dan sebagainya. Modal sosial yang digunakan dalam memenuhi kebutuhan hidup dari
6
pendapatan yang tidak mencukupi adalah dengan meminjam, meminta kepada saudara atau anak, menjual atau menggadaikan barang yang dimiliki. Penelitian Humaira (2011) menjelaskan bahwa modal sosial merupakan kemampuan masyarakat untuk bekerja sama demi mencapai tujuan bersama. Konsep kerjasama yang dikemukakan oleh peneliti sama dengan konsep yang digunakan oleh Mustofa (2012). Kemampuan bekerjasama muncul dari kepercayaan umum di dalam sebuah masyarakat atau di bagian paling kecil dalam masyarakat. Modal sosial bisa dilembagakan (menjadi kebiasaan) dalam kelompok yang paling kecil ataupun kelompok masyarakat yang paling besar seperti negara. Modal sosial juga merupakan sumberdaya yang dapat memberi kontribusi terhadap kesejahteraan individu dan masyarakat seperti halnya sumberdaya lain (alam, ekonomi, dan sumberdaya manusia). Kerjasama yang dilandasi kepercayaan akan terjadi apabila dilandasi dengan kejujuran, keadilan, keterbukaan, saling peduli, saling menghargai, saling menolong di antara anggota kelompok warga masyarakat. Pihak luar komunitas akan memberikan dukungan, bantuan, dan kerjasama kepada kelompok apabila kelompok tersebut bisa dipercaya, artinya kepercayaan merupakan modal yang sangat penting untuk membangun jaringan kemitraan dengan pihak luar. Konsep modal yang dimukakan oleh Alfiasari et al. (2009) berbeda dengan konsep modal sosial yang dikemukakan oleh Mustofa (2012) dan Humaira (2011). Alfiasari et al. lebih menekankan pada hubungan sosial yang terjalin sesuai dengan konsep Bodeau. Mustofa (2012) dan Humaira (2011) lebih menekankan modal sosial sebagai kerja sama yang dilandasi rasa percaya antar individu dan adanya aturan masyarakat. Namun ketiga peneliti menjelaskan bahwa modal sosial yang ada dibangun oleh masyarakat bukan timbul secara alami yang dapat langsung digunakan. Dari ketiga penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa modal sosial merupakan modal yang berasal dari manusia yang berupa kerjasama berlandaskan rasa saling percaya dan aturan untuk membentuk suatu hubungan sosial. Bentuk-Bentuk Modal Sosial a. Kepercayaan (Trust) Menurut Lawang (2005) kepercayaan didefinisikan sebagai hubungan antara dua pihak atau lebih yang mengandung harapan yang menguntungkan salah satu pihak atau kedua belah pihak melalui interaksi sosial. Kepercayaan yang dimaksud adalah orang lain memberikan kepercayaan kepada kita untuk membantu menyelesaikan masalah mereka dan mereka membutuhkan kita untuk terlibat didalamnya. Hal ini sangat dibutuhkan untuk melangsungkan kehidupannya. Torsvik dalam Lawang (2005) menjelaskan bahwa dalam kepercayaan terkandung kecenderungan perilaku tertentu yang dapat mengurangi resiko yang muncul dari perilaku. Lawang (2005) menjelaskan kepercayaan dengan menekankan pada hubungan yang saling memberikan harapan melalui interaksi yang terjadi. Berbeda dengan pengertian yang dijelaskan Lawang (2005), penelitian Alfiasari et al. (2009) menjelaskan bahwa kepercayaan diperlukan dalam menjalin kerja sama tanpa adanya rasa saling curiga dan dapat menjaga hubungan dengan lingkungan. Kepercayaan yang dijelaskan lebih menekankan pada kerjasama yang berlandaskan tanpa rasa curiga untuk saling membantu.
7
Dalam penelitian Humaira (2011) dijelaskan bahwa kepercayaan (trust) merupakan hubungan sosial yang dibangun atas dasar rasa percaya dan rasa memiliki bersama. Rasa percaya (mempercayai) adalah suatu bentuk keinginan untuk mengambil resiko dalam hubungan-hubungan sosialnya yang didasari oleh perasaan yakin bahwa yang lain akan melakukan sesuatu seperti yang diharapkan dan akan senantiasa bertindak dalam suatu pola tindakan yang saling mendukung. Kepercayaan ada pada masyarakat karena masih memegang teguh nilai kebersamaan yang termanifestasi dalam nilai kejujuran. Kejujuran sebagai nilai universal menjadi aspek yang membentuk kepercayaan diantara warga dalam melakukan hubungan sosial. Rasa curiga dan keterbukaan merupakan sikap yang menjelaskan kepercayaan masyarakat. Tingginya kepercayaan antar masyarakat membuat rasa saling curiga rendah bahkan tidak ada dan mereka saling terbuka. Penelitian Sunandang (2012) menjelaskan bahwa bentuk kepercayaan sosial yang dilakukan dalam pembangunan jalan pedesaan berupa tanggung jawab, kepercayaan dalam kerja sama, dan keadilan. Tanggung jawab diberikan oleh kepala desa atau pemerintah kepada masyarakatnya sehingga masyarakat merasa memiliki tanggung jawab yang harus dilakukan untuk pembangunan jalan pedesaan. Kepercayaan dalam bekerja sama dilakukan oleh masyarakat baik sesama masyarakat ataupun kepada pemerintah (Ketua RT, RW) saat pembangunan jalan dilakukan tanpa ada rasa saling curiga. Keadilan yang dilakukan berupa ketika salah seorang warga tidak terlibat secara fisik dalam pembangunan maka bantuan finansial maupun fisik datang untuk membantu melancarkan pembangunan. Sunandang (2012) menambahkan keadilan sebagai komponen yang ada dalam kepercayaan. Konsep tersebut berbeda dengan konsep yang dikemukakan oleh Humaira (2011) sebelumnya yang lebih menekankan kepada nilai kejujuran dalam menggunakan kepercayaan. Menurut Lawang (2005), Alfiasari et al. (2009), Humaira (2011) dan Sunandang (2012) kepercayaan timbul dalam masyarakat melalui suatu hubungan sosial yang terjalin. Hubungan tersebut membentuk suatu kepercayaan tanpa ada rasa curiga, adanya kejujuran, dan keadilan melalui interaksi sosial yang terjadi. Hubungan sosial yang jujur, adil, dan tanpa ada rasa curiga diperlukan untuk membantu memenuhi kebutuhan pangan dan memudahkan rumahtangga mengakses pangan. Kepercayaan ini berfungsi membantu masyarakat mencapai stabilitas pangan, aksesibilitas pangan, dan konsumsi pangan. Apabila kepercayaan digunakan untuk membantu memenuhi pangan maka stabilitas pangan rumahtangga akan semakin baik. Begitu pula dengan aksesibilitas pangan, rumahtangga memiliki akses yang cukup untuk memenuhi pangan serta konsumsi pangan rumahtangga menjadi lebih baik. Oleh karena itu, kepercayaan yang dapat digunakan untuk membantu rumahtangga memenuhi kebutuhan pangan dan memudahkan mengakses pangan adalah kepercayaan yang berlandaskan kejujuran, keadilan, dan tanpa ada rasa curiga. b. Jaringan (Network) Jaringan sosial merupakan sumber pengetahuan yang menjadi dasar utama dalam pembentukan kepercayaan (Lawang 2005). Lawang selanjutnya menjelaskan bahwa jaringan sosial dapat terbentuk melalui jaringan orang saling tahu, saling menginformasikan, saling mengingatkan, saling bantu dalam melaksanakan atau mengatasi suatu masalah. Jaringan sosial terjadi karena ada
8
keterkaitan antara individu dan kelompoknya, yang dalam hal ini adalah masyarakat. Jaringan sosial yang terjadi antara individu dalam modal sosial memberikan manfaat berupa pengelolaan sumberdaya yang mempermudah koordinasi dan kerjasama untuk keuntungan timbal balik. Jaringan juga dapat memfasilitasi adanya komunikasi dan interaksi yang menumbuhkan kepercayaan dan memperkuat kerjasama. Penelitian Alfiasari et al. (2009) menjelaskan bahwa modal sosial dapat dipandang sebagai sumberdaya baik yang potensial maupun aktual yang timbul dari adanya hubungan sosial, berupa hubungan ketetanggaan, kekerabatan karena jarak tempat tinggal yang dekat. Jaringan sosial yang dimiliki rumahtangga yang berupa sistem ketetanggaan dan kekerabatan yang hangat dan kuat memberikan kontribusi terhadap ketahanan pangan rumahtangga. Basis pertetanggaan memegang peranan penting dalam hubungan sosial antar rumahtangga, dengan menjaga hubungan baik dengan tetangga merupakan investasi sosial bagi suatu rumahtangga di masa depan. Rumahtangga akan saling membantu melalui hubungan sosial agar tetap tahan pangan meskipun keadaan finansial yang kurang. Sumarti (2012) menjelaskan peranan modal sosial dalam rumahtangga dapat dilihat dari keikutsertaan rumahtangga pada organisasi. Organisasi-organisasi asli yang tumbuh dari masyarakat cenderung lebih mampu dalam mendukung rumahtangga untuk mencukupi kebutuhan konsumsi pangan rumahtangga. Organisasi tersebut adalah arisan dan pengajian. Melalui arisan dan pengajian, banyak rumahtangga yang mencukupi kebutuhan pangan dengan dibantu oleh organisasi tersebut. Organisasi yang bukan asli tumbuh dari masyarakat kurang memberikan manfaat kepada rumahtangga. Keterlibatan rumahtangga dalam jaringan organisasi yang lebih luas di luar desa merupakan peluang besar untuk dapat mendukung kondisi ketahanan pangan rumahtangga melalui kerja sama dengan organisasi luar desa. Jaringan sosial yang dibentuk menurut Sumarti (2012) lebih menekankan kepada keikutsertaan rumahtangga dalam organisasi di lingkungan tempat tinggal. Suandi dan Napitupulu (2012) menjelaskan jaringan sosial rumahtangga dapat dilihat dalam banyaknya asosiasi lokal yang diikuti oleh rumahtangga. Ketika banyak asosiasi lokal yang diikuti oleh rumahtangga akan membuka kesempatan menambah jaringan sosial. Asosiasi lokal bermanfaat bagi rumahtangga untuk dapat membantu mengatasi masalah yang dihadapi oleh rumahtangga. Namun hal tersebut harus diikuti dengan keaktifan rumahtangga dalam mengikuti kegiatan asosiasi lokal masyarakat. Penelitian Humaira (2011) juga menjelaskan bahwa kemampuan masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam sejumlah asosiasi membangun jaringan melalui berbagai hubungan akan sangat berpengaruh dalam menentukan kuat atau tidaknya modal sosial yang terbentuk. Konsep jaringan sosial yang dijelaskan oleh Sunandang (2011) adalah jaringan sosial dalam masyarakat ditunjukkan melalui hubungan kekerabatan masyarakat mulai dari saling mengenal satu sama lain dari pekerjaan, keluarga sampai pada kegiatan sehari-hari yang sering dilakukan, interaksi yang sering dilakukan. Komunikasi yang sering dilakukan oleh masyarakat menjadi modal utama untuk menjalin hubungan yang lebih dekat dengan masyarakat lain. Komunikasi yang sering dilakukan diantara masyarakat membuat hubungan semakin erat, baik hubungan pertetanggaan, pertemanan, kekeluargaan, dan hubungan kepada pemerintah desa. Sunandang (2012) lebih menjelaskan
9
hubungan kekerabatan dari interaksi yang sering dilakukan dapat membentuk jaringan sosial masyarakat, sama dengan konsep yang dijelaskan oleh Alfiasari et al. (2009). Dari beberapa konsep jaringan sosial yang dikemukakan oleh para peneliti sebelumnya, jaringan sosial dibentuk dari hubungan sosial melalui hubungan pertetanggaan, kekerabatan, dan keikutsertaan rumahtangga dalam suatu kelompok atau organisasi. Jaringan sosial berfungsi untuk membantu rumahtangga dalam pemenuhan kebutuhan pangan agar ketahanan pangan dapat terwujud. Aksesibilitas pangan sangat berkaitan erat dengan jaringan sosial. Melalui hubungan pertetanggaan atau kekerabatan dan asosiasi yang dibentuk oleh masyarakat maka hubungan-hubungan sosial baru banyak terbentuk. Apabila hubungan sosial semakin banyak akan membentuk jaringan-jaringan baru yang berguna membantu rumahtangga memenuhi kebutuhan pangan. Akses rumahtangga menjadi semakin mudah dalam memenuhi kebutuhan pangan karena banyak jaringan sosial yang dapat dimanfaatkan. Akses rumahtangga yang semakin mudah dalam memenuhi kebutuhan pangan akan membantu mewujudkan ketahanan pangan. c. Norma (Norm) Norma merupakan aturan-aturan yang terdapat pada masyarakat baik formal maupun informal. Keberadaan norma dapat mengatur bagaimana masyarakat bersikap dan berperilaku. Norma sosial tidak dapat terpisah dari kepercayaan dan jaringan sosial. Norma sosial dapat berupa aturan-aturan tidak tertulis dalam hubungan antar rumahtangga di dalam komunitas, nilai-nilai tradisional yang sudah ada turun temurun, dan nilai-nilai agama yang diyakini dalam menjalin hubungan sosial (Alfiasari et al. 2009). Agar dapat tercipta kerjasama, maka harus ada norma-norma yang mengatur. Norma-norma yang ada dapat terbentuk secara sengaja maupun secara tidak sengaja. Norma-norma yang ada di dalam masyarakat mempunyai kekuatan mengikat yang berbeda-beda. Dalam penelitian Sunandang (2012) dijelaskan bahwa hubungan kekerabatan yang erat dan kepercayaan yang terjalin cukup baik akan memunculkan kontrol pada diri sendiri sehingga terpelihara nilai-nilai seperti kebersamaan, gotong royong, dan kerja sama yang dibentuk oleh masyarakat. Ada aturan-aturan yang mengikat pada masyarakat yang tidak dibentuk oleh aturan formal. Kebersamaan, gotong royong, dan kerja sama memiliki aturan-aturan masing-masing yang dipegah teguh oleh masyarakat dalam berperilaku. Berbeda dengan konsep yang dikemukakan Sunandang (2012), Alfiasari et al. (2009) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa norma-norma yang ada pada masyarakat tidak tertulis (aturan tidak tertulis) ketika saling membantu dalam pemenuhan kebutuhan pangan rumahtangga. Norma tersebut berupa kesadaran untuk saling membantu antar tetangga karena masih saudara atau kerabat yang harus tolongmenolong dalam memenuhi kebutuhan pangan. Ketika rumahtangga tidak memiliki sumberdaya pangan maka dengan sukarela rumahtangga lain akan membantu memenuhi sumberdaya pangan tersebut. Alfiasari et al. (2009) dan Sunandang (2012) menekankan adanya aturan tidak tertulis dan tidak formal yang berlaku dengan baik di dalam masyarakat. Tolong-menolong, gotong royong adalah salah satu norma yang sering dipatuhi masyarakat dalam memnuhi kebutuhan pangan rumahtangga. Kepercayaan yang
10
telah diberikan antar rumahtangga dan jaringan yang telah dibangun memerlukan aturan tertulis ataupun tidak tertulis untuk membatasi perilaku rumahtangga dalam memenuhi kebutuhan pangan. Stabilitas pangan tercukupi dengan tindakan rumahtangga yang sesuai dengan aturan sosial yang berlaku. Aksesibilitas pangan rumahtangga semakin mudah dengan batasan-batasan yang harus dipatuhi oleh rumahtangga. Konsumsi pangan rumahtangga juga harus menggunakan normanorma sosial sebagai batasan-batasan dalam berperilaku memenuhi konsumsi pangan. Pemanfaatan Modal Sosial Pemanfaatan modal sosial merupakan cara-cara rumahtangga memanfaatkan kepercayaan, jaringan sosial, dan norma sosial dalam menjalankan kehidupannya. terkait dengan pemenuhan kebutuhan pangan dan nonpangan. Seperti pada penelitian Alfiasari et al. (2009) yang menjelaskan bahwa pemanfaatan modal sosial dapat dilihat dari hubungan ketetanggaan dan kekerabatan karena jarak tempat tinggal yang dekat untuk memenuhi kebutuhan pangannya. Selain itu, pemanfaatan modal sosial dalam ketahanan pangan rumahtangga dapat dilihat dari keikutsertaan rumahtangga pada organisasi. Organisasi-organisasi asli yang tumbuh dari masyarakat cenderung lebih mampu dalam mendukung rumahtangga untuk mencukupi kebutuhan konsumsi pangan rumahtangga. Keterlibatan rumahtangga dalam jaringan organisasi yang lebih luas di luar desa merupakan peluang besar untuk dapat mendukung kondisi ketahanan pangan rumahtangga melalui kerja sama dengan organisasi luar desa (Sumarti 2012). Kedua peneliti saling menjelaskan pemanfaatan modal sosial dalam memenuhi kebutuhan pangan dengan menggunakan kepercayaan dan organisasi sosial untuk membangun jaringan sosial antar rumahtangga. Dalam penelitian Mustofa (2012), pemanfaatan modal sosial untuk mencukupi kebutuhan adalah dengan strategi mencari tambahan penghasilan, pinjam, minta saudara/anak, menjual/menggadaikan barang yang dimiliki. Strategi yang dilakukan memanfaatkan jaringan sosial yang telah dibentuk sebelumnya. Konsep yang dikemukakan Mustofa (2012) lebih menekankan pada pemanfaatan jaringan sosial untuk pemenuhan kebutuhan pangan. Tingkat kepercayaan, tingkat kerjasama, dan kekuatan jaringan yang merupakan bagian dari pemanfaatan modal sosial, sesuai dengan pernyataan Rendanikusuma (2012). Lebih lanjut Rendanikusuma menjelaskan bahwa bentuk kekuatan jaringan adalah banyaknya orang yang dikenal oleh masyarakat, kemudahan dalam mendapatkan informasi sehingga masyarakat tidak perlu mengeluarkan biaya yang banyak untuk memenuhi kebutuhan. Manfaat asosiasi dapat membantu mengatasi masalah yang dihadapi oleh rumahtangga (Suandi dan Napitupulu 2012). Asosiasi tersebut didukung oleh karakter masyarakat yang berperan aktif dalam kegiatan asosiasi untuk mengatasi masalah rumag tangga. Humaira (2011) dalam penelitiannya menambahkan kepercayaan yang digunakan berkaitan dengan nilai kejujuran dalam menggunakan kepercayaan tersebut. Orang lain percaya kepada kita dengan menguji kejujuran dalam memanfaatkan kepercayaan yang telah diberikan. Dari penjelasan beberapa peneliti mengenai pemanfaatan modal sosial, dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan modal sosial merupakan cara rumahtangga menggunakan modal sosial untuk membantu menangani masalah kebutuhan
11
pangan. Pemanfaatan modal sosial berupa kepercayaan yang ada dalam asosiasi atau organisasi yang telah dibentuk sehingga menciptakan suatu hubungan sosial yang erat dan ada norma yang mengikat. Stabilitas pangan rumahtangga terpenuhi apabila kepercayaan timbul dan digunakan untuk saling membantu antar rumahtangga. Jaringan sosial semakin kuat apabila rumahtangga menggunakannya untuk memudahkan rumahtangga dalam akses terhadap pangan. Apabil norma sosial dipatuhi dengan baik maka konsumsi pangan rumahtangga juga akan semakin baik. Konsep Ketahanan Pangan Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996, ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi rumahtangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup dalam jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Undang-undang tersebut juga telah menyatakan bahwa pengembangan ketahanan pangan dan kesejahteraan petani merupakan kewajiban bersama antara pemerintah dan masyarakat. Ketahanan pangan bertujuan untuk mewujudkan ketersediaan pangan bagi seluruh rumahtangga, dalam jumlah yang cukup, mutu dan gizi yang layak, aman dikonsumsi, merata serta terjangkau oleh setiap individu. Suryana (2003) menjelaskan bahwa GBHN 1999-2004 telah mengarahkan bahwa ketahanan pangan dikembangkan dengan bertumpu pada keragaman sumberdaya bahan pangan, kelembagaan dan budaya lokal/domestik, distribusi ketersediaan pangan mencapai seluruh wilayah dan peningkatan pendapatan masyarakat agar mampu mengakses pangan secara berkelanjutan. World Bank mendefinisikan ketahanan pangan sebagai akses semua orang pada setiap saat terhadap pangan yang mencukupi untuk menjamin kehidupan yang aktif dan sehat (Indaryanti 2003 dalam Fathonah dan Prasodjo 2011). World Conference on Human Right tahun 1993 mendefinisikan ketahanan pangan sebagai kondisi terpenuhinya kebutuhan gizi setiap individu baik dalam jumlah maupun mutu agar dapat hidup aktif dan sehat secara berkesinambungan sesuai dengan budaya setempat (Saliem 2005 dalam Fathonah dan Prasodjo 2011). Penelitian Fathonah dan Prasodjo (2011) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan pangan adalah tingkat pendidikan pengelola rumahtangga, tingkat pendapatan rumahtangga, dan struktur rumahtangga. Nasution (2012) juga menjelaskan bahwa ketahanan pangan rumahtangga dipengaruhi oleh pendapatan yang merupakan nilai ekonomi yang berpengaruh secara signifikan, jumlah anggota rumahtangga, dan pengeluaran rumahtangga. Pendapatan yang semakin tinggi akan meningkatkan daya beli rumahtangga sehingga kebutuhan pangan dapat terpenuhi. Pendapatan rumahtangga diperoleh melalui pekerjaan pergi keluar negeri sebagai TKI. Penguasaan lahan juga menjadi faktor yang menentukan ketahanan pangan rumahtangga. Dalam penelitian Fathonah dan Prasodjo (2011), Mustofa (2012), Suandi dan Napitupulu (2012) dijelaskan bahwa ketahanan pangan rumahtangga dilihat dari ketersediaan pangan bagi rumahtangga, aksesibilitas pangan dilihat dari distribusi pangan, konsumsi pangan rumahtangga. Kerangka sistem ketahanan pangan menurut Suryana (2003) dijelaskan pada Gambar 1.
12
Input Prasarana dan kelembag aan produksi, pasca panen, pengolaha n, penyimpa nan, distribusi
Ketersediaan Mencakup kestabilan dan kesinambunga n penyediaan pangan yang berasal dari produksi dalam negeri, ekspor-impor, dan cadangan pangan
Distribusi Mencakup kestabilan harga pangan dan aksesibilit as pangan antar waktu dan antar wilayah
Konsumsi Mencakup kecukupan konsumsi dalam jumlah, keragaman , mutu gizi/ nutrisi, keamanan
Output Pemenuhan hak asazi atas pangan mencakup ketahanan pangan, ketahanan ekonomi, pemenuhan hak atas pangan, pengembanagan SDM berkualitas
Kebijakan dan Fasilitas Fasilitasi pemerintah bagi kecukupan pangan, harga yang wajar, terjangkau masyarakat. pengaturan, pengawasan menuju iklim usaha yang jujur, bertanggung jawab, pangan yang aman dan bergizi cukup. Fasilitasi bagi pemberdayaan dan kemandirian masyarakat.
SISTEM PERDAGANGAN DOMESTIK DAN GLOBAL Gambar 1 Kerangka sistem ketahanan pangan Ketahanan pangan dapat diwujudkan dengan memanfaatkan modal sosial yang tersedia dalam masyarakat. Upaya pemenuhan kebutuhan pangan melalui modal sosial seperti kepercayaan, jaringan sosial, dan norma sosial dapat membantu rumahtangga menyelesaikan masalah pangan rumahtangga. Suandi dan Napitupulu (2012) menjelaskan bahwa modal sosial merupakan sumberdaya terpenting dalam kehidupan masyarakat karena modal ini merupakan jaringan atau hubungan keluarga terhadap dunia luar baik bersifat formal maupun informal untuk memecahkan berbagai persoalan yang ada di masyarakat termasuk masalah pangan rumahtangga. Dengan kata lain, modal sosial merupakan bentuk jaringan kerja sosial dan ekonomi di masyarakat yang terjadi antara individu dan kelompok yang bermanfaat dan menguntungkan. Konsep Kedaulatan Pangan Kedaulatan pangan didefinisikan sebagai hak setiap orang, masyarakat, dan negara untuk menentukan kebijakan pangannya sendiri dengan memprioritaskan produk pangan lokal untuk kebutuhan sendiri serta melarang praktik perdagangan pangan secara dumping (Pramono 2005 dalam Nasution 2012). Serikat Petani Indonesia (SPI) juga menjelaskan konsep kedaulatan pangan sebagai hak setiap
13
bangsa secara mandiri dan hak untuk menetapkan sistem pertanian, peternakan, dan perikanan, tanpa adanya subordinasi dari kekuatan pasar internasional. Ada tujuh prasyarat utama untuk menegakkan kedaulatan pangan, antara lain 1) pembaruan agraria, 2) adanya hak akses rakyat terhadap pangan, 3) penggunaan sumberdaya alam secara berkelanjutan, 4) pangan untuk pangan dan tidak sekedar komoditas untuk diperdagangkan, 5) pembatasan penguasaan pangan oleh korporasi, 6) melarang penggunaan pangan sebagai senjata, 7) pemberian akses ke petani kecil untuk perumusan kebijakan pertanian. Konsep kedaulatan pangan berbeda dengan ketahanan pangan. Perbandingan indikator kedaulatan pangan dan ketahanan pangan yang dikemukakan oleh Hariyadi (2012) tersaji dalam Tabel 1. Tabel 1 Perbandingan indikator ketahanan pangan dan kedaulatan pangan Perbandingan Definisi
Indikator Ketersediaan Pangan
Indikator keterjangkauan Pangan
Indikator Konsumsi
Ketahanan Pangan Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi rumahtangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau (UU Pangan No 7 Tahun 1996)
Kecukupan jumlah (kuantitas) Kecukupan mutu Kecukupan gizi Keamanan Keterjangkauan fisik, ekonomi, dan sosial Kesesuaian dengan preferensi
Kecukupan
asupan
Kedaulatan Pangan Kedaulatan pangan merupakan hak negara dan bangsa yang secara mandiri dapat menentukan kebijakan pangannya, yang menjamin hak atas pangan bagi rakyatnya, serta memberikan hak bagi masyarakatnya untuk menentukan sistem pertanian pangan yang sesuai dengan potensi sumberdaya lokal (UU Perlindungan Lahan Pertanian Pangan No 41 Tahun 2009) Kecukupan jumlah (kuantitas) Kecukupan mutu Kecukupan gizi Keamanan Keterjangkauan fisik, ekonomi, dan sosial Kesesuaian dengan preferensi Kesesuaian kebiasaan, dan budaya Kesesuaian dengan kepercayaan Kecukupan asupan
14
Pangan
(intake) Kualitas pengolahan pangan Kualitas sanitasi dan higiene Kualitas air Kualitas pengasuhan anak
Indikator Kemandirian
-
Indikator Kedaulatan
-
(intake) Kualitas pengolahan pangan Kualitas sanitasi dan higiene Kualitas air Kualitas pengasuhan anak Tingkat ketergantungan impor pangan Tingkat ketergantungan impor sarana produksi pangan (benih, pupuk, ingredient, pengemas, mesin, dan lain-lain). Tingkat keanekaragaman sumberdaya pangan lokal Tingkat partisipasi masyarakat dalam sistem pangan Tingkat degradasi mutu lingkungan Tingkat kesejahteraan masyarakat petani, nelayan, dan peternak.
Sumber : Hariyadi (2012)
Analisis modal sosial dengan menggunakan pendekatan ketahanan pangan lebih cocok untuk dilakukan karena ketahanan pangan berkaitan dengan lingkup rumahtangga pada masyarakat. Modal sosial dianalisis dengan melihat kemampuan individu dalam rumahtangga dalam menggunakan kepercayaan, jaringan, dan norma sosial untuk mencapai tujuan masing-masing rumahtangga, salah satunya untuk memenuhi kebutuhan pangan. Berdasarkan Tabel 1, perbedaan ketahanan pangan dan kedaulatan pangan berada pada indikator kemandirian dan kedaulatan. Ketahanan pangan belum melihat adanya faktor kemandirian dan kedaulatan karena sesuai dengan UU pangan yang lebih melihat kepada kemampuan rumahtangga untuk mendapatkan pangan namun belum secara mandiri dan berdaulat.
15
Komponen Ketahanan Pangan a. Ketersediaan Pangan Ketersediaan pangan mencakup kestabilan dan kesinambungan penyediaan pangan yang berasal dari produksi dalam negeri, impor-ekspor, dan cadangan pangan. Ketersediaan pangan juga berarti bahwa bagaimana pangan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat terutama rumahtangga untuk mempertahankan kehidupannya. Pada tingkat rumahtangga, ketersediaan pangan dapat dipenuhi dari produksi pangan sendiri dan membeli pangan yang tersedia di pasar (Braun et al. 1992 dalam Fathonah dan Prasodjo 2011). Ketersediaan pangan juga berarti terpenuhinya pangan yang cukup bukan hanya beras tetapi mencakup pengan yang berasal dari tanaman, ternak, ikan untuk memenuhi kebutuhan atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral yang bermanfaat (Suryana 2001 dalam Nasution 2012). Ketersediaan pangan harus dikelola sedemikian rupa sehingga walaupun produksi pangan bersifat musiman, terbatas dan tersebar antar wilayah, tetapi volume pangan yang tersedia bagi masyarakat harus cukup jumlah dan jenisnya serta stabil penyediaannya dari waktu ke waktu (Maleha dan Sutanto 2011). Mustofa (2012) dalam penelitiannya juga menjelaskan ketersediaan pangan dalam rumahtangga mengacu pada pangan yang cukup dan tersedia dalam jumlah yang dapat memenuhi kebutuhan konsumsi rumahtangga. Hal ini diperkuat dengan penelitian Suandi dan Napitupulu (2012) yang menyebutkan bahwa ketersediaan pangan tersebut dilihat dari tersedianya bahan pangan terutama beras dalam memenuhi kebutuhan dasar rumahtangga. Ketiga peneliti menjelaskan ketersediaan pangan sebagai tersedianya pangan yang cukup untuk kebutuhan konsumsi pangan rumahtangga. Namun, Nasution (2012) menjelaskan lebih detail mengenai ketersediaan pangan yang tidak hanya mencakup beras tetapi juga karohidrat selain beras, protein, lemak, vitamin, dan mineral. Ketersediaan pangan berkaitan dengan upaya yang dilakukan untuk menyediakan pangan secara terus menerus dalam rumahtangga, baik kebutuhan pangan yang berupa karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral. Upaya yang dilakukan rumahtangga untuk menyediakan pangan adalah dengan kepercayaan antar rumahtangga. Kepercayaan antar rumahtangga membantu rumahtangga mendapatkan pangan yang berasal dari rumahtangga lain selain usaha pokok. Ketersediaan pangan ini juga tersedia melalui jaringan sosial yang terbentuk dalam masyarakat. Jaringan sosial yang semakin banyak akan sangat membantu rumahtangga untuk memenuhi kebutuhan pangannya. b. Aksesibilitas Pangan Riely et al. (1999) dalam Caballero et al. (2011) menjelaskan bahwa akses pangan terkait dengan akses ekonomi bagi individu untuk memperoleh pangan. Akses pangan terjamin apabila rumahtangga dan individu di dalamnya memiliki sumberdaya yang cukup untuk mendapatkan pangan yang tepat untuk konsumsi yang bergizi dan akses pangan ini tergantung pada pendapatan rumahtangga, distribusi pendapatan di dalam rumahtangga dan harga pangan (Rahayu 2007 dalam Fathonah dan Prasodjo 2011). Akses pangan merupakan indikator kemampuan rumahtangga dalam mendapatkan suatu bahan pangan. Kerawanan pangan dapat terjadi akibat sulitnya masyarakat atau rumahtangga dalam mendapatkan akses pangan untuk kebutuhan mereka sehari-hari (Sumarti 2012).
16
Akses pangan rumahtangga mencakup kestabilan harga pangan dan aksesibilitas pangan antarwaktu dan antarwilayah. Aksesibilitas pangan termasuk ke dalam distribusi pangan yang mencakup aspek fisik dan ekonomi. Mustofa (2012) menjelaskan bahwa aksesibilitas pangan dilihat dari kemudahan rumahtangga memperoleh pangan, kepemilikan lahan, dan cara memperoleh pangan. Stabilitas ketersediaan pangan berupa kecukupan ketersediaan pangan dan frekuensi makan anggota rumahtangga dalam sehari. Apabila rumahtangga memiliki akses yang rendah terhadap pangan maka ketahanan pangan rumahtangga jug sulit untuk diwujudkan. Aksesibilitas pangan juga berkaitan dengan adanya kepercayaan rumahtangga terhadap rumahtangga lain dalam pemenuhan kebutuhan baik pangan maupun nonpangan. Alfiasari et al. (2009) menjelaskan bahwa ketahanan pangan rumahtangga didapatkan melalui modal sosial yang dimiliki rumahtangga. Ketahanan pangan yang dilakukan rumahtangga akan semakin baik ketika kepercayaan semakin tinggi. Hal tersebut akan meyebabkan banyak rumahtangga yang memiliki akses pangan melalui kepercayaan yang terjalin. Berdasarkan penelitian sebelumnya, aksesibilitas pangan berarti akses rumahtangga dalam mendapatkan pangan yang didapatkan dengan adanya kepercayaan rumahtangga lain dan jaringan yang telah terbentuk. Aksesibilitas pangan juga sangat berkaitan erat dengan jaringan sosial. Rumahtangga semakin mudah mendapatkan akses kebutuhan pangan dengan jaringan sosial yang semakin kuat. Aksesibilitas pangan berupa kemampuan rumahtangga mengakses sumberdaya pangan untuk memenuhi kebutuhan pangan. Ketika rumahtangga memiliki banyak jaringan maka semakin memudahkan rumahtangga tersebut mengakses pangan saat mereka dalam kesulitan pangan ataupun ekonomi. c. Konsumsi Pangan Konsumsi pangan rumahtangga mencakup kecukupan konsumsi dalam jumlah, keragaman, mutu gizi atau nitrisi, dan keamanan (Suryana 2003). Maleha dan Sutanto (2006) lebih lanjut menjelaskan bahwa konsumsi pangan menyangkut upaya peningkatan pengetahuan dan kemampuan masyarakat agar mempunyai pemahaman atas pangan, gizi dan kesehatan yang baik, sehingga dapat mengelola konsumsinya secara optimal. Konsumsi pangan memperhatikan asupan pangan dan gizi yang cukup dan berimbang, sesuai dengan kebutuhan bagi pembentukan manusia yang sehat, kuat, cerdas dan produktif. Penelitian Maleha dan Sutanto (2006) lebih menekankan pada keamanan dan gizi dalam konsumsi pangan. Penelitian Mustofa (2012) menjelaskan bahwa kualitas atau keamanan pangan melihat jenis pangan yang dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan gizi yang dilihat dari “ada” atau “tidaknya” bahan makanan. Ada atau tidaknya bahan pangan untuk memenuhi kebutuhan gizi dipengaruhi oleh pendapatan rumahtangga. Nasution (2012) dalam skripsinya menjelaskan bahwa ketahanan pangan rumahtangga dipengaruhi oleh pendapatan yang merupakan nilai ekonomi yang berpengaruh secara signifikan, jumlah anggota rumahtangga, dan pengeluaran rumahtangga. Pendapatan yang semakin tinggi akan meningkatkan daya beli rumahtangga sehingga kebutuhan pangan dapat terpenuhi. Pendapatan rumahtangga diperoleh melalui pekerjaan pergi keluar negeri sebagai TKI. Penguasaan lahan juga menjadi faktor yang menentukan ketahanan pangan rumahtangga. Berbeda dengan penelitian Maleha dan Sutanto (2006), Mustofa
17
(2012) lebih mementingkan keamanan pangan dalam konsumsi pangan rumahtangga. Dari penelitian Maleh dan Sutanto (2006) dan Mustofa (2012), konsumsi pangan yang dimaksud adalah kecukupan pangan dalam rumahtangga yang terkait dengan gizi, nutrisi, dan keamanan pangan.
Kerangka Pemikiran Perubahan komoditas komoditas pertanian yang ditanam oleh petani di Desa Ciaruteun Ilir menyebabkan ketahanan pangan rumahtangga petani juga berubah. Petani yang awalnya menanam padi saat ini berubah menjadi sayuran dan kemudian secara serentak dilakukan oleh semua petani sehingga padi yang ditanam menjadi berkurang. Ketahanan pangan rumahtangga petani berupa ketersediaan pangan, aksesibilitas pangan, dan konsumsi pangan. Ketahanan pangan rumahtangga petani dipengaruhi oleh modal sosial. Modal sosial menjadi aset yang penting untuk dimanfaatkan dalam pemenuhan kebutuhan pangan. Modal sosial tersebut berupa kepercayaan, jaringan sosial, dan norma sosial. Keadaan ketahanan pangan rumahtangga petani juga dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi rumahtangga. Kondisi sosial ekonomi tersebut berupa tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran, dan jumlah anggota rumahtangga. Ketahanan pangan juga dilihat dari asal pangan yang didapatkan rumahtangga, baik produksi pangan sendiri atau tidak memproduksi pangan sendiri, lebih kepada menggunakan bantuan orang lain untuk mendapatkan pangan yang cukup, bergizi, dan aman. Oleh karena itu, kerangka pemikiran yang diusulkan dapat dilihat pada Gambar 2. Perubahan komoditas pangan
Kondisi sosial ekonomi Tingkat pendapatan rumahtangga Tingkat pengeluaran rumahtangga Jumlah anggota rumahtangga
Status ketahanan pangan Ketersediaan pangan Aksesibilitas pangan Konsumsi pangan
Produksi sendiri
Tidak Produksi sendiri
Gambar 2 Kerangka pemikiran
Tingkat pemanfaatan modal sosial : Kepercayaan Jaringan sosial Norma sosial
18
Keterangan : : mempengaruhi : berhubungan
Hipotesis 1.
2.
Semakin tinggi kondisi sosial ekonomi rumahtangga maka semakin tinggi status ketahanan pangan rumahtangga petani Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Semakin tinggi pemanfaatan modal sosial rumahtangga maka semakin tinggi status ketahanan pangan rumahtangga petani Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor.
Definisi Operasional Penelitian ini menggunakan beberapa istilah operasional yang digunakan untuk mengukur variabel. Masing-masing variabel diberi batasan terlebih dahulu agar dapat ditentukan indikator pengukurannya. Istilah-istilah yang digunakan adalah sebagai berikut : 1. Kondisi sosial ekonomi adalah kondisi rumahtangga yang diukur dari tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran, dan jumlah anggota rumahtangga. a. Tingkat pendapatan rumahtangga adalah pemasukan dalam rumahtangga sebagai hasil dari pekerjaan yang dilakukan dalam satuan rupiah. Variabel ini diukur dari kegiatan usahatani dan kegiatan nonusahatani (kegiatan upah, usaha keluarga, remittan atau kiriman, dan lain-lain). Indikator untuk mengukur tingkat pendapatan rumahtangga adalah 1. Pendapatan rumahtangga petani sebagai petani (kegiatan usahatani) satu minggu terakhir. 2. Pendapatan rumahtangga petani selain menjadi petani (kegiatan nonusahatani) satu minggu terakhir. Berdasarkan jumlah indikator yang digunakan, tingkat pendapatan rumahtangga petani dapat dibedakan menjadi tiga kategori sesuai dengan jawaban responden, yaitu Rendah : P1 ≤ x ≤ P2 Sedang : P 2 < x ≤ P3 Tinggi : P3 < x ≤ P41 b. Tingkat pengeluaran rumahtangga adalah banyaknya uang yang dikeluarkan rumahtangga untuk membayar barang atau jasa dalam satu periode waktu. Variabel ini diukur dari pengeluaran pangan, nonpangan, dan lainnya (hutang, mengirim, arisan, dan zakat). Indikator untuk mengukur tingkat pengeluaran rumahtangga adalah
1
Keterangan : P1 = Pendapatan minimal rumahtangga, P2 = P1 ditambah dengan rata-rata pendapatan total, P3 = P2 ditambah dengan rata-rata pendapatan total, P4 = P3 ditambah dengan rata-rata pendapatan total.
19
c.
2.
2
1. Pengeluaran rumahtangga petani berupa pangan dalam satu minggu terakhir. 2. Pengeluaran rumahtangga petani berupa pengeluaran nonpangan dalam satu minggu terakhir. 3. Pengeluaran rumahtangga petani selain pangan dan nonpangan (hutang, mengirim, arisan, dan zakat) dalam satu minggu terakhir. Berdasarkan jumlah indikator yang digunakan, tingkat pengeluaran rumahtangga petani dapat dibedakan menjadi tiga kategori sesuai dengan jawaban responden, yaitu Rendah : K1 ≤ x ≤ K2 Sedang : K2 < x ≤ K3 Tinggi : K3 < x ≤ K42 Jumlah anggota rumahtangga adalah jumlah individu yang tinggal atau menetap bersama dalam satu atap dan hidup dalam penghasilan yang sama. Variabel ini diukur dari jumlah orang yang tinggal dalam satu atap pada rumahtangga petani. Data jumlah anggota rumahtangga didapatkan dari penelitian di lapang atau data emik. Jumlah anggota rumahtangga dibedakan menjadi tiga kategori sesuai dengan jawaban responden, yaitu Kecil : J1 ≤ x ≤ J 2 Sedang : J2 < x ≤ J3 Besar : J3 < x ≤ J43
Modal Sosial adalah nilai-nilai yang ada pada masyarakat untuk membangun interaksi sosial, diukur dari tingkat kepercayaan, kekuatan jaringan, dan pengaruh norma sosial. a. Tingkat kepercayaan adalah hasil interaksi antar rumahtangga yang berlandaskan kejujuran, hubungan tanpa ada rasa curiga, dan keadilan. Variabel ini diukur dari asal rumahtangga petani mendapatkan pekerjaan baik pada kegiatan usahatani maupun kegiatan nonusahatani. Indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat kepercayaan adalah asal rumahtangga petani mendapatkan pekerjaan, di antaranya saudara, tetangga, teman, orang lain, dan anak. b. Kekuatan jaringan adalah hasil hubungan sosial yang dibentuk dari hubungan pertetanggaan, kekerabatan, dan keikutsertaan rumahtangga dalam organisasi atau lembaga. Variabel ini diukur dari keberadaan organisasi atau asosiasi baik yang berkaitan dengan pertanian maupun tidak dan keikutsertaan rumahtangga petani pada organisasi tersebut. Indikator untuk mengukur kekuatan jaringan adalah 1. Adanya organisasi petani atau organisasi lainnya di Desa Ciaruteun Ilir. 2. Keikutsertaan rumahtangga petani Desa Ciaruteun Ilir dalam organisasi tersebut.
Keterangan : K1 = Pengeluaran minimal rumahtangga, K2 = K1 ditambah dengan rata-rata pengeluaran total, K3 = K2 ditambah dengan rata-rata pengeluaran total, K4 = K3 ditambah dengan rata-rata pengeluaran total. 3 Keterangan : J1 = jumlah anggota rumahtangga minimal, J2 = J1 ditambah dengan rata-rata jumlah anggota rumahtangga total, J3 = J2 ditambah dengan rata-rata jumlah anggota rumahtangga total, J4 = J3 ditambah dengan rata-rata jumlah anggota rumahtangga total.
20
3. Jumlah dari organisasi yang diikuti oleh rumahtangga petani di Desa Ciaruteun Ilir. c. Pengaruh norma sosial adalah aturan baik tertulis maupun tidak tertulis yang dijalankan rumahtangga, berupa tolong-menolong dan gotong royong. Variabel yang digunakan adalah norma-norma yang ada di masyarakat Desa Ciaruteun Ilir dalam menjalankan pekerjaan di bidang kegiatan usahatani dan kegiatan nonusahatani. Indikator untuk mengukur pengaruh norma sosial adalah bagaimana rumahtangga petani Desa Ciaruteun Ilir menjalankan norma sosial yang ada di dalam masyarakat. 3.
Pemanfaatan Modal Sosial adalah cara-cara rumahtangga menggunakan modal sosial untuk memenuhi kebutuhan pangan. Variabel yang digunakan untuk mengukur pemanfaatan modal sosial adalah tingkat kepercayaan, kekuatan jaringan, dan pengaruh norma sosial. Indikator yang digunakan untuk mengukur pemanfaatan modal sosial adalah cara rumahtangga petani memanfaatkan modal sosial yang ada di masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dari kegiatan usahatani ataupun kegiatan nonusahatani sehari-hari.
4.
Status Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan rumahtangga. Variabel ini diukur dari ketersediaan pangan, aksesibilitas pangan, dan konsumsi pangan. Pengukuran variabel tersebut melalui sebelas pertanyaan kuesioner dengan masing-masing pertanyaan mencakup ketersediaan pangan, aksesibilitas pangan, dan konsumsi pangan. a. Ketersediaan pangan adalah persediaan beras dalam rumahtangga untuk mencukupi kebutuhan pangan, dilihat dari waktu persediaan beras, cara mendapatkan pangan, harga besar di pasar, dan tersedianya uang untuk membeli beras. b. Aksesibilitas pangan adalah akses rumahtangga dalam mendapatkan pangan berdasarkan adanya kepercayaan rumahtangga lain dan jaringan yang telah terbentuk. c. Konsumsi pangan adalah kecukupan pangan dalam rumahtangga yang terkait dengan gizi, nutrisi, dan keamanan pangan. Indikator yang digunakan untuk mengukur status ketahanan pangan adalah 1. Ketersediaan beras di Desa Ciaruteun Ilir dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari rumahtangga petani. 2. Akses rumahtangga petani dalam memenuhi kebutuhan beras dan kebutuhan pangan lain. 3. Kecukupan konsumsi beras dan pangan lainnya dalam rumahtangga. Pertanyaan pada kuisioner berjumlah sebelas dengan masing-masing pertanyaan memiliki nilai yang berbeda. Perhitungan skor pada pertanyaan kuisioner adalah dengan menjumlahkan semua nilai skor dari pertanyaan kuisioner yang telah dijawab oleh responden. Status ketahanan pangan rumahtangga petani dapat dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu Rendah : skor 11 ≤ x ≤ 14 Sedang : skor 15 ≤ x ≤ 18 Tinggi : skor 19 ≤ x ≤ 22
21
PENDEKATAN LAPANGAN Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian survei. Menurut Singarimbun (1989), penelitian survei merupakan penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpul data yang pokok. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian pengujian hipotesa atau penelitian penjelasan (explanatory research) yang tergolong dalam metode penelitian survei. Penelitian pengujian hipotesa merupakan penelitian yang menjelaskan hubungan kausal antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesa (Singarimbun 1989). Pedekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan penelitian kuantitatif yang didukung oleh data kualitatif. Singarimbun (1989) menyatakan bahwa dalam upaya memperkaya data dan lebih memahami fenomena sosial yang diamati, terdapat usaha untuk menambahkan informasi kualitatif pada data kuantitatif. Pendekatan kualitatif dilakukan untuk mendeskripsikan pemanfaatan modal sosial rumahtangga di Desa Ciaruteun Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor, mendeskripsikan kondisi pangan rumahtangga di Desa Ciaruteun Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Pendekatan kuantitatif dilakukan untuk menganalisis hubungan kondisi sosial ekonomi rumahtangga terhadap status ketahanan pangan, menganalisis hubungan pemanfaatan modal sosial terhadap status ketahanan pangan rumahtangga. Pendekatan penelitian kualitatif dan kualitatif digunakan untuk memperoleh data primer. Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan menggunakan metode survei dan menggunakan instrumen berupa kuisioner yang ditujukan kepada rumahtangga petani. Kuisioner yang diberikan kepada rumahtangga petani mengenai kondisi sosial ekonomi rumahtangga petani yang berupa tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran, dan jumlah anggota rumahtangga. Selain itu, kuisioner tersebut diberikan kepada rumahtangga petani untuk mengetahui modal sosial yang berupa tingkat kepercayaan, kekuatan jaringan, pengaruh norma sosial, dan status ketahanan pangan rumahtangga yang berupa ketersediaan pangan, aksesibilitas pangan, dan konsumsi pangan. Pendekatan kualitatif menggunakan metode wawancara mendalam terhadap informan. Panduan wawancara mendalam yang digunakan terkait dengan pemanfaatan modal sosial, dan status ketahanan pangan rumahtangga petani.
Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi tersebut dilakukan secara sengaja (purposive) dengan alasan penelitian ini melanjutkan penelitian yang pernah dilakukan oleh Nasution (2012). Penelitian yang dilakukan oleh Nasution (2012) mengenai status ketahanan pangan dan peran kepemimpinan rumahtangga petani di Desa Ciaruteun Ilir. Perubahan komoditas pertanian dari beras menjadi sayuran yang ditanam menjadi perhatian peneliti untuk mengetahui ketahanan pangan yang
22
dilakukan. Selain itu, sebagian besar penduduk masih menjadikan pertanian sebagai lahan utama mencari nafkah. Pengambilan data sekunder dilakukan pada bulan September 2013. Pengambilan data primer dilakukan pada bulan Oktober 2013 sampai dengan November 2013, pengolahan data dilakukan pada bulan November 2013. Analisis data dan penulisan dilakukan pada bulan Desember 2013. Kegiatan penelitian meliputi peyusunan proposal penelitian, kolokium, pengambilan data lapangan, pengolahan data dan analisis data, penulisan draft skripsi, sidang skripsi, dan perbaikan laporan penelitian.
Teknik Sampling Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh petani Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Unit analisis penelitian adalah rumahtangga petani Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Rumahtangga petani merupakan petani yang menggunakan lahan pertanian untuk menanam sayur-sayuran. Hal tersebut sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu menganalisis pengaruh pemanfaatan modal sosial terhadap status ketahanan rumahtangga petani Desa Ciaruteun Ilir. Teknik sampling adalah suatu teknik atau cara dalam mengambil sampel yang representatif dari populasi (Rianse dan Abdi 2009). Data yang digunakan dalam penelitian ini dikumpulkan dari sampel yang diambil secara acak. Langkahlangkah metode pengambilan sampel yang digunakan adalah : a. Berdasarkan informasi yang didapatkan dari sekretaris desa, RW dengan penduduk yang paling banyak memiliki pekerjaan sebagai petani adalah RW 01, RW 02, RW 03, RW 06, dan RW 07. b. Pada masing-masing RW ditentukan jumlah rumahtangga petani yang akan diwawancarai dan diberikan kuisioner penelitian. Rumahtangga petani yang dibutuhkan sebagai responden adalah 60 rumahtangga dengan lima wilayah RW yang telah ditentukan. Perhitungan jumlah rumahtangga pada masing-masing RW adalah = 12. Jadi, masing-masing RW diperlukan 12 rumahtangga petani untuk diwawancarai dan diberikan kuisioner. c. Pada masing-masing RW, rumahtangga petani dipilih awalnya melalui data yang diberikan oleh ketua RW dan memilih secara acak rumahtangga petani tersebut. Kemudian, pemilihan responden selanjutnya ditentukan berdasarkan informasi yang telah diberikan oleh responden sebelumnya.
Teknik Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer dan data sekunder. Data sekunder didapatkan dari studi literatur terkait dan pihak-pihak yang berkaitan dengan lokasi penelitian, yaitu profil Desa Ciaruteun Ilir, data demografi Desa Ciaruteun Ilir, dan data dari Badan Pusat Statistika. Data primer diperoleh dari hasil pengambilan data langsung di lapangan melalui kuisioner dan wawancara mendalam kepada rumahtangga petani dan informan. Kuisioner yang
23
diberikan kepada rumahtangga petani terdiri dari tiga bagian. Ketiga bagian tersebut adalah modal sosial, kondisi sosial ekonomi rumahtangga berupa tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran, dan jumlah anggota rumahtangga, dan status ketahanan pangan rumahtangga. Wawancara mendalam diberikan kepada rumahtangga petani dan informan berdasarkan panduan pertanyaan yang telah disiapkan dan diikuti dengan pemikiran rumahtangga petani yang berhubungan dengan pertanyaan. Wawancara tersebut digunakan untuk mengetahui pemanfaatan modal sosial bagi rumahtangga di Desa Ciaruteun Ilir dan informasiinformasi lain mengenai ketahanan pangan.
Teknik Pengolahan dan Analisis Data Teknik pengolahan dan analisis data yang digunakan pada penelitian ini terbagi ke dalam 3 tahap. Pertama, setelah data diambil di lapangan, data tersebut dimasukkan ke dalam buku kode responden sebelum diolah menggunakan SPSS. Buku kode rumahtangga petani dibuat menggunakan Microsoft Excel 2007 dengan memberikan kode-kode terhadap setiap pertanyaan kuesioner yang diberikan kepada responden. Setelah buku kode dibuat, jawaban setiap pertanyaan dari rumahtangga petani dimasukkan ke buku kode tersebut sebelum diolah. Kedua, setelah semua jawaban dari rumahtangga petani dimasukkan ke buku kode responden, data tersebut diperiksa kembali untuk mendapatkan jawaban yang seragam. Jawaban yang terdapat di kuesioner sangat beragam sehingga perlu disamakan agar nantinya mudah diolah lebih lanjut. Tahap ini masih menggunakan microsoft excel 2007. Ketiga, pengolahan data menggunakan SPSS 16.0 dengan menggunakan tabulasi silang dan uji analisis regresi linear berganda. Uji analisis regresi linear berganda digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh antar dua variabel, yaitu variabel kondisi sosial ekonomi rumahtangga petani dan status ketahanan pangan petani. Proses perhitungan pendapatan, pengeluaran, dan ketahanan pangan rumahtangga petani adalah sebagai berikut : 1. Langkah-langkah perhitungan pendapatan rumahtangga petani adalah a. Pendapatan petani diambil dari mata pencaharian yang berupa kegiatan usahatani dan kegiatan nonusahatani. Kegiatan usahatani yang dimaksud adalah pekerjaan petani sayuran yang sehari-hari dilakukan. Pendapatan petani sayuran ini diambil dari kegiatan tani selama satu minggu terakhir. b. Setelah mendapatkan data hasil pendapatan petani ini, data tersebut dimasukkan ke buku kode rumahtangga petani yang telah dibuat di Microsoft Excel 2007. c. Ukuran pendapatan petani disamakan dari pendapatan per minggu per rumahtangga petani menjadi pendapatan per bulan per rumahtangga petani. d. Hal yang sama juga dilakukan pada kegiatan nonusahatani. Rumahtangga petani yang memiliki pekerjaan selain kegiatan usahatani dibedakan menjadi kegiatan upah, usaha keluarga, remitan, dan kegiatan lainnya seperti bantuan. Setiap kegiatan nonusahatani diambil pendapatan dalam satu minggu terakhir kecuali rumahtangga yang memang memiliki pendapatan tetap per bulan.
24
2.
3.
e. Setelah disamakan semua pendapatan dalam per bulan, hasil pendapatan tersebut dijumlahkan yang menghasilkan pendapatan total dari setiap rumahtangga. f. Penggolongan tinggi, sedang, dan rendah pada pendapatan rumahtangga ini berdasarkan rata-rata pendapatan rumahtangga petani dengan perhitungan sebagai berikut : ( )4. g. Setelah mendapatkan nilai rata-rata pendapatan, selanjutnya nilai tersebut dijumlahkan dengan nilai pendapatan maksimum dan minimum sehingga diperoleh range pendapatan tinggi, sedang, dan rendah. Langkah-langkah perhitungan pengeluaran rumahtangga petani adalah a. Pengeluaran rumahtangga petani diambil dari pengeluaran pangan, nonpangan, dan lainnya seperti arisan. Pengeluaran rumahtangga ini diambil dalam satu minggu terakhir dari masing-masing pengeluaran. b. Setelah mendapatkan jawaban dari masing-masing rumahtangga dari pertanyaan kuesioner, selanjutnya jawaban tersebut dimasukkan ke buku responden yang telah dibuat. c. Pengeluaran rumahtangga tersebut kemudian disamakan jawabannya dengan dibuat pengeluaran dalam per bulan. d. Setelah disamakan semua pengeluaran dalam per bulan, hasil pengeluaran tersebut dijumlahkan yang menghasilkan pengeluaran total dari setiap rumahtangga. e. Penggolongan tinggi, sedang, dan rendah pada pengeluaran rumahtangga ini berdasarkan rata-rata pengeluaran rumahtangga petani dengan perhitungan sebagai berikut : ( )5. f. Setelah mendapatkan nilai rata-rata pengeluaran, selanjutnya nilai tersebut dijumlahkan dengan nilai pengeluaran maksimum dan minimum sehingga diperoleh range pengeluaran tinggi, sedang, dan rendah. Langkah-langkah perhitungan jumlah anggota rumahtangga petani adalah a. Perhitungan jumlah anggota rumahtangga berdasarkan jawaban responden mengenai jumlah orang yang tinggal dalam satu atap. b. Keseluruhan jawaban kuesioner tersebut memiliki jawaban yang beragam sehingga jumlah anggota rumahtangga terendah adalah 2 dan jumlah anggota rumahtangga tertinggi adalah 11. c. Selanjutnya mencari rata-rata jawaban tersebut dengan penjabaran sebagai berikut : Rata-rata jumlah anggota rumahtangga = (
4.
4
d. Setelah mendapatkan nilai rata-rata jumlah anggota rumahtangga, selanjutnya nilai rata-rata tersebut dijumlahkan dengan nilai maksimum dan minimum sehingga diperoleh range jumlah anggota rumahtangga besar, sedang, dan kecil. Langkah-langkah perhitungan status ketahanan pangan rumahtangga petani adalah e. Perhitungan status ketahanan pangan rumahtangga petani berdasarkan pertanyaan-pertanyaan yang berjumlah 11 yang ada pada kuesioner
Keterangan : P adalah Pendapatan Keterangan : K adalah Pengeluaran 6 Keterangan : J adalah jumlah anggota rumahtangga 5
)6
25
penelitian. Jawaban pertanyaan kuesioner diberikan nilai pada masingmasing pertanyaan seperti strategi rumahtangga untuk mempertahankan keadaan pangan (tidak ada, hutang, pinjam, dan dicukupkan), tempat membeli pangan (warung, pasar), dan alternatif pangan dalam rumahtangga petani (ubi, singkong). f. Keseluruhan pertanyaan kuesioner tersebut memiliki nilai yang beragam sehingga nilai terendah adalah 11 dan nilai tertinggi adalah 22. g. Selanjutnya mencari rata-rata nilai tersebut dengan penjabaran sebagai berikut : Rata-rata nilai = ( )7 h. Setelah mendapatkan nilai rata-rata ketahanan pangan, selanjutnya nilai tersebut dijumlahkan dengan nilai maksimum dan minimum sehingga diperoleh range status ketahanan pangan tinggi, sedang, dan rendah.
7
Keterangan : N adalah nilai
26
27
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kondisi Geografis Desa Ciaruteun Ilir Ciaruteun Ilir merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Cibungbulang. Desa ini terletak di sebelah barat Kabupaten Bogor dengan ketinggian ± 460 meter di atas permukaan laut. Batas geografis Desa Ciaruteun Ilir adalah sebagai berikut : Sebelah utara berbatasan dengan Desa Cikodom Kecamatan Rumpin Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Leuweung Kolot Kecamatan Cibungbulang Sebelah timur berbatasan dengan Desa Ciampea Kecamatan Ciampea Sebelah barat berbatasan dengan Desa Cijujung Kecamatan Cibungbulang Jarak Desa Ciaruteun Ilir ke ibukota kecamatan kurang lebih 6 km dengan waktu tempuh 30 menit. Luas Desa Ciaruteun Ilir adalah 360 hektar, yang terdiri atas 200 hektar persawahan yang ditanami padi dan sayuran, 105 hektar pemukiman, 42 hektar ladang dan empang, dan 13 hektar untuk penggunaan lainnya (Tabel 2). Tabel 2 Luas dan persentase lahan di Desa Ciaruteun Ilir tahun 2010 No 1 2 3 4 5 6
Uraian Luas persawahan Luas pemukiman Ladang Hutan rakyat Empang Lainnya Total
Luas (Ha) 200 105 15 25 2 13 360
Persentase (%) 55,56 29,17 4,17 6,94 0,56 3,60 100,00
Desa Ciaruteun Ilir terdiri dari 4 dusun, yaitu Dusun I, Dusun II, Dusun III, dan Dusun IV. Desa ini terbagi dalam 10 rukun warga dan 35 rukun tetangga yang dikelompokkan dalam 11 kampung. Sebelas kampung tersebut yaitu : Kampung Pabuaran yang berada di RW 01 Kampung Tegal Salam berada di RW 02 Kampung Ciaruteun Ilir berada di RW 03 Kampung Munjul berada di RW 04 Kampung Tutul, Kampung Rumput, dan Kampung Muara Jaya berada di RW 05 Kampung Wangun Jaya berada di RW 06 dan RW 07 Kampung Cikarang berada di RW 08 Kampung Padati Mondok berada di RW 09 Kampung Bubulak berada di RW 10
28
Potensi Sumberdaya Manusia di Desa Ciaruteun Ilir Jumlah penduduk Desa Ciaruteun Ilir berdasarkan data desa tahun 2012 (Tabel 3) adalah 10.259 orang, terdiri dari jumlah laki-laki sebanyak 5.232 orang dan perempuan sebanyak 5.027 orang. Jumlah kepala keluarga (KK) tahun 2012 sebanyak 2.705 KK dengan kepadatan penduduk sebesar 0,0028 jiwa per m2. Tabel 3 Jumlah dan persentase penduduk Ciaruteun Ilir berdasarkan jenis kelamin tahun 2012 No Uraian 1 Laki-laki 2 Perempuan Total
Jumlah (jiwa) 5.232 5.027 10.259
Persentase (%) 50,99 49,01 100,00
Dilihat dari sebaran umur (Tabel 4), jumlah penduduk Desa Ciaruteun Ilir paling banyak berada pada usia 15 sampai dengan 39 tahun, yaitu 3.260 jiwa. Menurut ilmu kependudukan, usia 15 sampai dengan 64 tahun merupakan usia produktif sehingga apabila merujuk pada sebaran umur tersebut maka dapat dikatakan bahwa penduduk Ciaruteun Ilir tergolong produktif. Berikut jumlah dan persentase Penduduk Ciaruteun Ilir berdasarkan kelompok umur secara keseluruhan. Tabel 4 Jumlah dan persentase penduduk Ciaruteun Ilir berdasarkan kelompok umur Tahun 2012 No 1 2 3 4
Kelompok Umur (Tahun) 0-14 15-39 40-58 >58 Total
Jumlah (jiwa) 3.203 3.260 2.070 1.726 10.259
Persentase (%) 30,42 31,78 20,18 17,62 100,00
Masyarakat Desa Ciaruteun Ilir pernah menduduki bangku sekolah namun tidak semua masyarakat dapat menduduki bangku perkuliahan atau menyelesaikan pendidikannya sampai tingkat sarjana. Dari keseluruhan jumlah penduduk Ciaruteun Ilir, hanya 9,25 persen masyarakat yang dapat menyelesaikan pendidikannya baik di tingkat SD, SMP, SMA, Diploma ataupun Sarjana. Kebanyakan dari masyarakat pernah mengenyam pendidikan sekolah namun banyak diantaranya yang tidak melanjutkan sampai selesai atau berhenti di tengah jalan. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan di Desa Ciaruteun Ilir masih rendah. Dari 949 jiwa (9,25 persen) masyarakat yang dapat menyelesaikan pendidikannya, sebagian besar hanya sampai pada tamat Sekolah Dasar (SD) yaitu sebesar 672 jiwa. Pada Tabel 5 disajikan jumlah dan persentase penduduk Desa Ciaruteun Ilir berdasarkan tingkat pendidikan tahun 2012.
29
Tabel 5 Jumlah dan persentase penduduk Ciaruteun Ilir berdasarkan kelompok umur tahun 2012 No 1 2 3 4
Tingkat Pendidikan Tamat SD/sederajat Tamat SMP/sederajat Tamat SMA/sederajat Tamat Diploma/Sarjana Total
Jumlah (jiwa) 672 129 109 21 949
Persentase (%) 70,81 13,59 11,48 4,12 100,00
Pada Tabel 5, sebanyak 70,81 persen dari 949 jiwa penduduk Desa Ciaruteun Ilir yang terdata dapat menyelesaikan pendidikannya di tingkat sekolah dasar. Hal ini dikarenakan akses untuk pendidikan sekolah dasar masih mudah. Di Desa Ciaruteun Ilir, terdapat enam sekolah dasar yang membantu anak-anak di desa untuk belajar. Namun hal ini tidak diikuti dengan adanya SMP dan SMA. Desa Ciaruteun Ilir tidak memiliki SMP dan SMA sehingga ketika anak-anak sudah lulus sekolah dasar mereka yang melanjutkan pendidikan ke SMP atau SMA harus pergi ke luar desa dengan menggunakan transportasi seperti angkot atau sepeda motor. SMP terdekat dengan Desa Ciaruteun Ilir adalah SMP Ciampea yang terletak di kecamatan Ciampea. Begitu pula dengan SMA hanya ada di Ciampea.
Kondisi Sarana dan Prasarana di Desa Ciaruteun Ilir Sarana dan prasarana yang terdapat di Desa Ciaruteun Ilir masih sangat minim dan belum memadai. Desa Ciaruteun Ilir memiliki beberapa jalan, yaitu jalan kabupaten sepanjang 3 km, jalan desa sepanjang 3,5 km, dan jalan lingkungan 5,25 km. Namun masing-masing jalan tersebut kondisinya rusak dan perlu adanya perbaikan jalan. Kondisi jalan yang rusak ini sedikit mengganggu kendaraan yang lewat di desa tersebut terutama kendaraan yang mengangkut sayuran dari desa menuju pasar. Akses menuju Desa Ciaruteun Ilir dapat ditempuh dengan menggunakan angkot namun untuk masuk ke dalam desanya sendiri tidak ada angkot. Agar dapat masuk ke desa perlu menggunakan kendaraan sendiri, jalan kaki, atau menggunakan jasa tukang ojek. Masyarakat Desa Ciaruteun Ilir menggunakan saluran irigasi primer sepanjang 4.500 m untuk kebutuhan pengairan di lahan pertanian, perkebunan, perikanan (budidaya air tawar). Penerangan di Desa Ciaruteun Ilir sudah masuk jaringan listrik dari PLN. Sebagian besar masyarakat Desa Ciaruteun Ilir sudah menjadi konsumen penerangan dari PLN walaupun masih ada sebagian kecil masyarakat yang belum menjadi konsumen karena keterbatasan ekonomi sehingga mereka tidak mampu memasang listrik sendiri. Untuk jaringan komunikasi yang dapat diakses masyarakat di Desa Ciaruteun Ilir adalah jaringan seluler dan telepon rumah. Fasilitas umum yang tersedia di Desa Ciaruteun Ilir antara lain balai desa, MCK, sarana olahraga, kuburan desa, masjid, pondok pesantren, majlis talim, gedung posyandu, dan sekolah dasar. Balai Desa Ciaruteun Ilir hanya terdapat satu unit dan terletak di dalam desa sehingga akses menuju ke tempat tersebut sedikit sulit dengan kondisi jalan yang rusak. Masyarakat biasanya jalan kaki,
30
naik ojek, atau menggunakan motor sendiri untuk sampai ke balai desa karena tidak ada angkot yang melintas di jalan desa. Sarana olahraga di Desa Ciaruteun Ilir terdapat 3 m², salah satunya adalah lapangan footsal dan lapangan sepakbola. Kedua lapangan ini sering digunakan masyarakat untuk bermain di sore hari dan kadang-kadang mengadakan pertandingan disana. Untuk MCK, Desa Ciaruteun Ilir memiliki lima unit MCK yang sebagian dalam keadaan rusak berat sehingga perlu adanya perbaikan. Tempat ibadah seperti masjid ada di Desa Ciaruteun Ilir sebanyak 8 buah sehingga tidak menyulitkan masyarakat yang beragama islam untuk melakukan ibadah. Selain masjid, Desa Ciaruteun Ilir juga memiliki pondok pesantren dan majlis talim masing-masing lima unit dan 35 unit. Namun kedua fasilitas tersebut masih membutuhkan perbaikan untuk kelancaran kegiatan. Untuk menunjang kesehatan masyarakat, Desa Ciaruteun Ilir menyediakan 11 unit gedung Posyandu yang siap membantu masyarakat mengenai masalah kesehatan balita dan anak-anak. Tetapi jumlah tersebut masih kurang sehingga perlu adanya penambahan gedung posyandu mengingat jumlah balita dan anak-anak yang ada di Desa Ciaruteun Ilir cukup banyak.
Mata Pencaharian Penduduk Desa Ciaruteun Ilir Lahan pertanian menjadi sumber penghidupan utama di pedesaan termasuk di Desa Ciaruteun Ilir. Desa ini masih memiliki lahan pertanian yang luas sehingga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai sumber penghidupan mereka. Namun hal tersebut tidak dilakukan oleh semua masyarakat di semua RW. Masyarakat yang bermata pencaharian dominan pertanian adalah masyarakat yang tinggal di RW 01 sampai dengan RW 07 sedangkan masyarakat di RW 08 sampai dengan RW 10 bermata pencaharian nonpertanian seperti pedagang, PNS, karyawan, dan lain-lain. Hampir seluruh masyarakat Desa Ciaruteun Ilir yang bermata pencaharian sebagai petani merupakan petani sayuran. Jumlah petani dan buruh tani di Desa Ciaruteun Ilir menurut data desa masing-masing adalah 1.294 jiwa dan 3.019 jiwa. Banyak diantara masyakat yang bekerja sebagai buruh karena keterbatasan lahan yang dimilikinya. Padi sudah bukan menjadi komoditas utama yang ditanam oleh masyarakat Desa Ciaruteun Ilir. Hal ini dikarenakan masa tanam padi yang lama dan cuaca yang kurang mendukung untuk menanam padi sehingga secara perlahan mereka menggantikan padi dengan sayuran sebagai komoditas pertanian utama yang ditanam. Padi membutuhkan masa tanam 110 hari sedangkan sayuran membutuhkan masa tanam 25 sampai dengan 30 hari sehingga dapat dikatakan bahwa setiap bulannya mereka mendapatkan penghasilan. Ada beberapa masyarakat yang menanam padi tetapi bukan sebagai komoditas yang dijual, hanya sebagai penambah kebutuhan sehari-hari masyarakat. Ada berbagai macam sayuran yang ditanam oleh para petani di Desa Ciaruteun Ilir, yaitu bayam, kangkung, kemangi, caesin, daun singkong, bayam merah, bunga pepaya, dan selada. Namun kebanyakan para petani menanam bayam dan kangkung. Pada Tabel 6 disajikan jumlah dan persentase penduduk berdasarkan jenis pekerjaan.
31
Tabel 6 Jumlah dan persentase penduduk berdasarkan jenis pekerjaan tahun 2012 No 1 2 3 4 5 6 7
Jenis pekerjaan Petani Buruh tani PNS/TNI/POLRI Peternak Pedagang Pembantu rumahtangga Lainnya Total
Jumlah (jiwa) 1.294 3.019 18 20 50 35 13 4.449
Persentase (%) 29,08 67,86 0,41 0,45 1,12 0,79 0,29 100,00
Selain petani yang menjadi mata pencaharian utama masyarakat, terdapat mata pencaharian lain yang dilakukan oleh masyarakat untuk menambah pendapatan rumahtangga mereka, diantaranya pegawai negeri sipil (PNS), TNI, pedagang, peternak, dan pembantu rumahtangga.
32
33
ANALISIS KONDISI SOSIAL EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI DESA CIARUTEUN ILIR Pertanian hulu ke hilir merupakan sumber kehidupan petani di Desa Ciaruteun Ilir. Kegiatan pertanian yang dilakukan oleh petani tidak hanya pada kegiatan on-farm, yaitu pertanian yang berhubungan langsung dengan lahan, tetapi juga kegiatan pertanian off-farm, kegiatan yang masih berhubungan dengan pertanian secara tidak langsung. Banyak masyarakat yang melakukan kegiatan pertanian baik on-farm ataupun off-farm sehingga menyebabkan terjadinya variasi kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat. Kegiatan pertanian on-farm dilakukan para petani dengan langsung menanam sendiri sayuran yang berupa bayam, kangkung, kemangi, caesin, daun singkong, bunga pepaya, dan selada di lahan mereka. Kegiatan pertanian off-farm dapat berupa berdagang sayuran di pasar. Pasar yang menjadi tempat menampung sayuran tersebut adalah Pasar Bogor, Pasar Ciampea, Pasar Anyar, Pasar Cibinong, dan ada beberapa pasar di Jakarta. Masyarakat lain yang tidak melakukan kegiatan pertanian baik on-farm ataupun off-farm bekerja sesuai dengan keahlian masing-masing. Variasi pekerjaan yang dimiliki oleh masyarakat khususnya petani sayuran menyebabkan kondisi sosial ekonomi masing-masing rumahtangga berbeda. Penelitian ini mencoba menganalisis kondisi sosial ekonomi rumahtangga petani sayuran yang dilihat dari tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran, dan jumlah anggota rumahtangga.
Tingkat Pendapatan Variasi pekerjaan yang dimiliki oleh petani sayuran di Desa Ciaruteun Ilir menyebabkan kondisi sosial ekonomi setiap rumahtangga berbeda, salah satunya pada tingkat pendapatan. Pendapatan petani didapatkan dari pekerjaan yang berupa pekerjaan usahatani dan kegiatan nonusahatani. Kegiatan usahatani berupa pekerjaan rumahtangga petani sebagai petani, kegiatan nonusahatani terdiri dari pekerjaan upah, usaha keluarga, kiriman atau remitan, dan lain-lain. Pendapatan rumahtangga petani sayuran dibedakan menjadi tiga, yaitu tinggi, sedang, dan rendah sesuai dengan rataan pendapatan 60 responden penelitian. Penggolongan ini didapatkan dari data hasil penelitian di lapangan atau data emik. Dari data penelitian diketahui bahwa jumlah pendapatan minimal rumahtangga petani per rumahtangga setiap bulannya adalah Rp250.000,- sedangkan pendapatan maksimal per rumahtangga setiap bulannya adalah Rp17.950.000,-. Pendapatan maksimal dikurangi pendapatan minimal dan dibagi tiga sesuai dengan kategori tinggi, sedang, dan rendah dengan penjabaran sebagai berikut : Rata-rata pendapatan rumahtangga petani = = Rp5.900.000,Selanjutnya perhitungan tingkat pendapatan rumahtangga rendah adalah jumlah pendapatan rumahtangga minimal dijumlahkan dengan rata-rata pendapatan per rumahtangga, yaitu Rp250.000,- + Rp5.900.000,- = Rp6.150.000,. Jadi, rumahtangga petani yang memiliki pendapatan rendah merupakan rumahtangga petani yang memiliki pendapatan Rp250.000,- sampai dengan
34
Rp6.150.000,- per rumahtangga. Perhitungan tingkat pendapatan rumahtangga sedang adalah Rp6.150.000,- + Rp5.900.000,- = Rp12.050.000,- sehingga rumahtangga petani yang memiliki pendapatan sedang merupakan rumahtangga petani yang berpendapatan Rp6.150.000,- sampai dengan Rp12.050.000,- per rumahtangga. Perhitungan tingkat pendapatan rumahtangga tinggi adalah Rp12.050.000,- + Rp5.900.000,- = Rp17.950.000,- sehingga tingkat pendapatan rumahtangga petani tinggi merupakan rumahtangga yang memiliki pendapatan Rp12.050.000,- sampai dengan Rp17.950.000,- setiap bulannya per rumahtangga. Pada Tabel 7 disajikan jumlah dan persentase rumahtangga petani berdasarkan tingkat pendapatan rumahtangga. Tabel 7 Jumlah dan persentase rumahtangga petani berdasarkan tingkat pendapatan rumahtangga No
Tingkat Pendapatan
1 Rendah 2 Sedang 3 Tinggi Total
Besaran (ribuan rupiah) 250-6.150 6.150-12.050 12.050-17.950
Jumlah (orang)
Persentase (%) 36 22 2 60
60,00 36,70 3,30 100,00
Tingkat pendapatan rumahtangga petani juga digambarkan pada histogram berikut (Gambar 3).
Gambar 3 Histogram tingkat pendapatan rumahtangga petani Berdasarkan Tabel 7 dapat diketahui bahwa mayoritas rumahtangga petani berada pada tingkat pendapatan rendah, yaitu 68,33 persen. Pada Gambar 3
35
dijelaskan bahwa sebaran normal yang ada pada gambar tersebut lebih menjulur ke kanan. Hal ini berarti mayoritas tingkat pendapatan rumahtangga petani berada di bawah rata-rata pendapatan, yaitu Rp5.900.000,-. Rumahtangga petani yang memiliki tingkat pendapatan rendah disebabkan oleh tidak adanya atau hanya sedikit variasi pekerjaan yang dimiliki oleh anggota rumahtangga apabila dibandingkan dengan rumahtangga lainnya. Mereka mengandalkan pekerjaan sebagai petani untuk mencukupi kebutuhan sehari-harinya. Komoditas sayuran yang ditanam oleh rumahtangga petani ini terdiri dari dua sampai tiga macam saja, yaitu bayam, kangkung, dan kemangi, sehingga tidak ada tambahan pendapatan per bulan. Harga sayuran yang dijual juga mempengaruhi pendapatan yang mereka terima. Rumahtangga petani menjual hasil sayuran yang dipanen ke tengkulak dengan harga yang rendah sehingga pendapatan yang diterimanya juga menurun. Pada saat penelitian ini dilakukan, pasokan sayuran sedang berada pada kondisi yang buruk. Panen melimpah di desa namun permintaan dari konsumen yang tetap sehingga banyak sayuran yang terbuang karena tidak laku untuk dijual. Biasanya mereka dapat menjual sayuran bayam satu gabung (50 ikat) dengan harga minimal Rp10.000,- namun turun menjadi Rp5.000,- per gabung. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh AD sebagai berikut : “Sekarang mah ya neng, harga sayuran tuh lagi pada turun, anjlok semuanya. Susah buat balik modal lagi uangnya buat makan juga susah neng.” (AD, 50 tahun)
Hal yang sama juga diungkapkan oleh EN sebagai berikut : “Iya neng, harga kangkung bayam sekarang lagi pada turun. Ini aja, kangkung bapak kemaren ga laku dijual ya bapak kasih aja ke kambing daripada dibuang sayang.” (EN, 60 tahun)
Lahan yang digunakan untuk bertani merupakan lahan orangtua, baik warisan maupun pinjaman untuk dimanfaatkan. Ada beberapa petani yang mendapatkan lahan untuk bertani dari sewa atau kontrak dari bos atau teman mereka. Meskipun pendapatan yang dihasilkan tidak tergolong rendah, petani kadang-kadang mendapatkan bantuan dari pemerintah berupa beras miskin (raskin) dan BLSM. Bantuan dari pemerintah ini didapatkan setiap 3 bulan sekali dengan uang sebesar Rp300.000,- untuk BLSM dan beras 6 L untuk raskin. Selain itu, rumahtangga petani merasa sudah cukup untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari dengan menjadi petani sehingga mereka merasa tidak membutuhkan lagi pekerjaan lain diluar petani. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh SH sebagai berikut : “ga ah neng, saya mah ga ada pekerjaan lain selain petani. Tenaganya udah ga ada buat kerja yang lain, ini aja udah cukup.” (SH, 68 tahun)
Rumahtangga petani yang memiliki tingkat pendapatan sedang adalah rumahtangga petani yang menanam komoditas sayuran empat sampai lima macam sayuran. Selain bayam, kangkung, dan kemangi, biasanya mereka menanam caesin dan selada sebagai tambahan untuk dijual. Disamping menjadi petani, rumahtangga petani ini biasanya mencari pekerjaan lain sebagai tambahan
36
pendapatan rumahtangganya. Ada yang berkerja masih di bidang pertanian ada juga yang non pertanian. Pekerjaan di bidang pertanian yang dilakukan oleh rumahtangga petani ini adalah kuli sayuran atau pedagang yang menjual sayuran hasil panen mereka. Kuli sayuran ini juga dibagi menjadi tiga macam, diantaranya ada kuli pencabut sayuran, kuli pengangkut sayuran, dan pengikat sayuran. Petani yang mengerjakan pekerjaan kuli ini biasanya dilakukan oleh perempuan untuk membantu suami mencari nafkah. Laki-laki melakukan pekerjaan sebagai kuli bangunan selain menjadi petani sayuran di ladang. Rumahtangga petani dengan tingkat pendapatan tinggi merupakan rumahtangga dengan persentase sebesar 3,30 persen. Pendapatan ini dihasilkan dari berbagai aktivitas nafkah baik kegiatan usahatani maupun nonusahatani. Ada berbagai macam komoditas sayuran yang ditanam dengan hasil yang banyak. Rumahtangga petani ini memiliki lahan yang cukup luas untuk menanam sayuran sehingga hasil yang didapatkan juga banyak. Selain bayam, kangkung, caesin, selada, dan kemangi, mereka juga menanam daun singkong, bunga pepaya. Saat penelitian ini dilakukan, komoditas bunga pepaya menjadi daya tarik tersendiri bagi para petani sayuran karena sayuran ini sedang diminati oleh konsumen sehingga banyak diantara petani yang sementara beralih ke sayuran bunga pepaya. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh DY sebagai berikut : “Kalo sekarang mah ya neng, itu tuh bunga pepaya yang lain ditanam bapak. Soalnya banyak yang mau jadi harganya mahal yaudah bapak tanam aja ngikutin yang lain.” (DY, 60 tahun)
Tidak semua petani ikut menanam bunga pepaya. Menurut rumahtangga petani yang tidak menanam, untuk bunga pepaya petani membutuhkan waktu dua bulan sampai masa panen sedangkan sayuran lain seperti bayam dan kangkung hanya membutuhkan waktu 20 sampai dengan 30 hari. Selain itu, modal awal untuk menanam bunga pepaya ini juga menjadi kendala petani sehingga mereka lebih memilih untuk tetap menanam sayuran selain bunga pepaya. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh EC sebagai berikut : “ga neng, Bapak ga nanem bunga pepaya. Boro-boro buat nanem, modal buat ganti sayurannya aja bapak ga ada. ini ajalah yang bapak tanem, bayam ama kangkung yang penting cukup buat makan” (EC, 46 tahun)
Rumahtangga petani dengan tingkat pendapatan tinggi ini juga memiliki lahan sendiri untuk menanam sayuran-sayuran tersebut. Bahkan ada beberapa rumahtangga petani yang merupakan “juragan sayuran”. Juragan sayuran ini merupakan petani yang memiliki lahan luas untuk menanam sayuran, menanam dan memanen sayuran sendiri, serta mengambil sayuran dari petani lain untuk dijual. Mereka juga biasanya disebut tengkulak di desa. Selain menjadi pengumpul sayuran, ada beberapa rumahtangga petani yang melakukan aktivitas nafkah lain seperti beternak kambing atau ayam, dan budidaya ikan bawal. Mereka melakukan pekerjaan ini untuk menambah pendapatan rumahtangga.
37
Tingkat Pengeluaran Tingkat pengeluaran rumahtangga petani dibagi menjadi tiga bagian, yaitu pengeluaran pangan, nonpangan, dan lainnya. Pengeluaran pangan merupakan kebutuhan sehari-hari yang dibeli atau dibelanjakan oleh rumahtangga petani terkait dengan bahan pangan rumahtangga seperti beras, sayuran, lauk pauk, bumbu dapur, jajan. Pengeluaran nonpangan yaitu pengeluaran selain kebutuhan makanan sehari-hari yang dibelanjakan oleh rumahtangga petani, di antaranya kebutuhan transportasi, pendidikan, pupuk, dan bibit. Pengeluaran lainnya dalam rumahtangga merupakan pengeluaran selain bahan pangan dan nonpangan seperti arisan, pembayaran hutang. Proses perhitungan tingkat pengeluaran rumahtangga dibedakan menjadi dua, yaitu pengeluaran pangan dan nonpangan (termasuk pengeluaran lainnya). Tingkat pengeluaran pangan rumahtangga rumahtangga petani ini dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Penggolongan ini didapatkan dari data hasil penelitian di lapangan atau data emik. Dari data penelitian diketahui bahwa jumlah pengeluaran pangan minimal rumahtangga petani per rumahtangga setiap bulannya adalah Rp56.200,sedangkan pengeluaran pangan maksimal per rumahtangga setiap bulannya adalah Rp680.000,-. Pengeluaran maksimal dikurangi pengeluaran minimal dan dibagi tiga sesuai dengan kategori tinggi, sedang, dan rendah dengan penjabaran sebagai berikut : Rata-rata pendapatan rumahtangga petani = = Rp207.933,Selanjutnya perhitungan tingkat pengeluaran pangan rumahtangga rendah adalah jumlah pengeluaran rumahtangga minimal dijumlahkan dengan rata-rata pengeluaran per rumahtangga, yaitu Rp56.200,- + Rp207.933,- = Rp264.133,-. Jadi, rumahtangga petani yang memiliki tingkat pengeluaran pangan rendah merupakan rumahtangga petani yang memiliki pengeluaran pangan sebesar Rp56.200,- sampai dengan Rp264.133,- per rumahtangga. Perhitungan tingkat pengeluaran pangan rumahtangga sedang adalah Rp264.133,- + Rp207.933,- = Rp472.067,- sehingga rumahtangga petani yang memiliki tingkat pengeluaran pangan sedang merupakan rumahtangga petani yang memiliki pengeluaran pangan sebesar Rp264.133,- sampai dengan Rp472.067,- per rumahtangga. Perhitungan tingkat pengeluaran pangan rumahtangga tinggi adalah Rp472.067,+ Rp207.933,- = Rp680.000,- sehingga tingkat pengeluaran pangan rumahtangga petani tinggi merupakan rumahtangga yang memiliki pengeluaran pangan sebesar Rp472.067,- sampai dengan Rp680.000,- setiap bulannya per rumahtangga. Pada Tabel 8 disajikan jumlah dan persentase rumahtangga petani berdasarkan tingkat pengeluaran pangan rumahtangga.
38
Tabel 8 Jumlah dan persentase rumahtangga petani berdasarkan tingkat pengeluaran pangan rumahtangga Tingkat pengeluaran pangan 1 Rendah 2 Sedang 3 Tinggi Total
No
Besaran (ribuan rupiah) 56-264 246-427 427-680
Jumlah (orang) 34 24 2 60
Persentase (%) 56,67 40,00 3,33 100,00
Tingkat pengeluaran pangan rumahtangga petani juga digambarkan pada histogram berikut (Gambar 4).
Gambar 4 Tingkat pengeluaran pangan rumahtangga petani Berdasarkan Tabel 8 sebanyak 56,67 persen rumahtangga petani berada pada tingkat pengeluaran pangan yang rendah. Hal ini didukung oleh Gambar 4 yang menjelaskan sebaran normal pada histogram tersebut lebih menjulur ke kanan. Hal ini berarti rumahtangga petani berada pada tingkat pengeluaran pangan dibawah rata-rata, yaitu Rp207.933,-. Rumahtangga petani dengan pengeluaran pangan rendah dapat memperkirakan biaya dalam rumahtangga yang dikeluarkan untuk kebutuhan pangan sesuai dengan pendapatan yang diterima. Proses perhitungan yang sama dilakukan pada tingkat pengeluaran nonpangan. Tingkat pengeluaran nonpangan rumahtangga rumahtangga petani ini dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Penggolongan ini didapatkan dari data hasil penelitian di lapangan atau data emik. Dari data penelitian diketahui bahwa jumlah pengeluaran nonpangan minimal rumahtangga petani per rumahtangga setiap bulannya adalah Rp35.000,-
39
sedangkan pengeluaran nonpangan maksimal per rumahtangga setiap bulannya adalah Rp1.810.000,-. Pengeluaran maksimal dikurangi pengeluaran minimal dan dibagi tiga sesuai dengan kategori tinggi, sedang, dan rendah dengan penjabaran sebagai berikut : Rata-rata pendapatan rumahtangga petani = = Rp591.667,Selanjutnya perhitungan tingkat pengeluaran nonpangan rumahtangga rendah adalah jumlah pengeluaran rumahtangga minimal dijumlahkan dengan rata-rata pengeluaran per rumahtangga, yaitu Rp35.000,- + Rp591.667,- = Rp626.667,-. Jadi, rumahtangga petani yang memiliki tingkat pengeluaran nonpangan rendah merupakan rumahtangga petani yang memiliki pengeluaran nonpangan sebesar Rp35.000,- sampai dengan Rp591.667,- per rumahtangga. Perhitungan tingkat pengeluaran nonpangan rumahtangga sedang adalah Rp626.667,- + Rp591.667,- = Rp1.218.334,- sehingga rumahtangga petani yang memiliki tingkat pengeluaran nonpangan sedang merupakan rumahtangga petani yang memiliki pengeluaran nonpangan sebesar Rp626.667,- sampai dengan Rp1.218.334,- per rumahtangga. Perhitungan tingkat pengeluaran nonpangan rumahtangga tinggi adalah Rp1.218.334,- + Rp591.667,- = Rp1.810.000,sehingga tingkat pengeluaran nonpangan rumahtangga petani tinggi merupakan rumahtangga yang memiliki pengeluaran nonpangan sebesar Rp472.067,- sampai dengan Rp680.000,- setiap bulannya per rumahtangga. Pada Tabel 9 disajikan jumlah dan persentase rumahtangga petani berdasarkan tingkat pengeluaran nonpangan rumahtangga. Tabel 9 Jumlah dan persentase rumahtangga petani berdasarkan tingkat pengeluaran nonpangan rumahtangga Tingkat pengeluaran nonpangan 1 Rendah 2 Sedang 3 Tinggi Total
No
Besaran (ribuan rupiah) 35-626 626-1.218 1.218-1.810
Jumlah (orang) 48 10 2 60
Persentase (%) 80,00 16,67 3,33 100,00
Tingkat pengeluaran nonpangan rumahtangga petani juga digambarkan pada histogram berikut (Gambar 5).
40
Gambar 5 Tingkat pengeluaran nonpangan rumahtangga petani Berdasarkan Tabel 9 sebanyak 80,00 persen rumahtangga petani berada pada tingkat pengeluaran nonpangan yang rendah. Hal ini didukung oleh Gambar 5 yang menjelaskan sebaran normal pada histogram tersebut lebih menjulur ke kanan. Hal ini berarti rumahtangga petani berada pada tingkat pengeluaran nonpangan dibawah rata-rata, yaitu Rp591.667,-. Rumahtangga petani dengan pengeluaran nonpangan rendah tidak memiliki banyak pengeluaran selain pangan karena disesuaikan dengan pendapatan yang ada. Pengeluaran nonpangan yang banyak dilakukan oleh rumahtangga petani adalah pengeluaran untuk pupuk dan bibit karena sebagai modal awal rumahtangga petani untuk menanam sayuran di lahan mereka. Tingkat pengeluaran total rumahtangga rumahtangga petani dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Penggolongan ini didapatkan dari data hasil penelitian di lapangan atau data emik. Dari data penelitian diketahui bahwa jumlah pengeluaran minimal rumahtangga petani per rumahtangga setiap bulannya adalah Rp226.200,- sedangkan pengeluaran maksimal per rumahtangga setiap bulannya adalah Rp2.087.000,-. Pengeluaran maksimal dikurangi pengeluaran minimal dan dibagi tiga sesuai dengan kategori tinggi, sedang, dan rendah dengan penjabaran sebagai berikut : Rata-rata pendapatan rumahtangga petani =
= Rp620.266,-
Selanjutnya perhitungan tingkat pengeluaran total rumahtangga rendah adalah jumlah pengeluaran rumahtangga minimal dijumlahkan dengan rata-rata pengeluaran per rumahtangga, yaitu Rp226.200,- + Rp620.266,- = Rp846.466,-. Jadi, rumahtangga petani yang memiliki tingkat pengeluaran rendah merupakan rumahtangga petani yang memiliki pengeluaran Rp226.200,- sampai dengan Rp846.466,- per rumahtangga. Perhitungan tingkat pengeluaran rumahtangga sedang adalah Rp846.466,- + Rp620.266,- = Rp1.466.733,- sehingga rumahtangga
41
petani yang memiliki tingkat pengeluaran sedang merupakan rumahtangga petani yang memiliki pengeluaran Rp846.466,- sampai dengan Rp1.466.733,- per rumahtangga. Perhitungan tingkat pengeluaran rumahtangga tinggi adalah Rp1.466.733,- + Rp620.266,- = Rp2.087.000,- sehingga tingkat pengeluaran rumahtangga petani tinggi merupakan rumahtangga yang memiliki pengeluaran Rp1.466.733,- sampai dengan Rp2.087.000,- setiap bulannya per rumahtangga. Pada Tabel 10 disajikan jumlah dan persentase rumahtangga petani berdasarkan tingkat pengeluaran total rumahtangga. Tabel 10 Jumlah dan persentase rumahtangga petani berdasarkan tingkat pengeluaran total rumahtangga No
Tingkat pengeluaran total 1 Rendah 2 Sedang 3 Tinggi Total
Besaran (ribuan rupiah) 226-846 846-1.466 1.466-2.087
Jumlah (orang)
Persentase (%) 47 10 3 60
78,33 16,67 5,00 100,00
Tingkat pengeluaran total rumahtangga petani juga digambarkan pada histogram berikut (Gambar 6).
Gambar 6 Tingkat pengeluaran rumahtangga petani Berdasarkan Tabel 10 sebanyak 78,33 persen rumahtangga petani berada pada tingkat pengeluaran rendah. Gambar 6 juga menjelaskan tentang sebaran normal pada tingkat pengeluaran total rumahtangga petani lebih menjulur ke kanan. Artinya, tingkat pengeluaran rumahtangga petani berada di bawah rata-rata
42
pengeluaran, yaitu Rp620.266,-. Rumahtangga petani dengan tingkat pengeluaran rendah ini biasanya belanja untuk kebutuhan sehari-hari sesuai dengan pendapatan yang diterimanya. Mereka menyesuaikan makanan, minuman, dan kebutuhan lain dengan pendapatan yang telah diterima setiap hari, minggu, atau bulan. Untuk kebutuhan pangan yang dibeli sehari-hari adalah beras, sayuran, lauk pauk berupa ikan asin, tahu, dan tempe. Kebutuhan pangan tersebut setidaknya yang dibeli oleh rumahtangga petani sehari-harinya. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh ED sebagai berikut : “ibu tiap hari juga belinya cuma ini-ini aja neng, paling juga beras yang pasti beli mah. Sayuran paling, tapi sayur yang buat sop gitu neng kalo bayam kangkung ibu mah juga tinggal ambil aja di kebon ga usah beli. Sama lauknya ikan asin ama tahu tempe tiap hari, mau beli ayam mahal neng kalo ada rejeki lebih aja ibu beli.” (ED, 41 tahun)
Rata-rata rumahtangga petani membeli beras sebanyak 2 L untuk 2 sampai dengan 3 hari. Namun ada juga yang membeli beras 1 L untuk 2 sampai dengan 3 hari karena disesuaikan dengan jumlah anggota rumahtangga dan pendapatan yang diperoleh rumahtangga petani. Harga beras di Desa Ciaruteun Ilir sendiri berkisar antara Rp6.000,- sampai dengan Rp7.000,-. Meskipun di Desa Ciaruteun Ilir banyak sayuran yang melimpah namun masyarakat tetap membeli sayuran untuk dimasak namun berupa sayur untuk membuat sop. Rumahtangga petani biasanya membeli sayuran tersebut untuk satu hari makan dan tidak setiap hari mereka belanja sayuran tersebut. Rata-rata rumahtangga petani mengkonsumsi tahu, tempe, dan ikan asin hampir setiap harinya untuk lauk-pauk. Menurut rumahtangga petani, bahan pangan tersebut yang mudah dijangkau di masyarakat dan harganya sangat terjangkau bagi mereka. Ketika mereka bosan dengan ketiga bahan pangan tersebut, alternatif lain yang digunakan untuk makan sehari-hari adalah mie instan, telur, daging ayam, ikan air tawar. Namun tambahan bahan pangan seperti daging ayam, ikan air tawar dibeli oleh rumahtangga petani yang memiliki tingkat pengeluaran tergolong tinggi. Rumahtangga petani dengan tingkat pengeluaran tinggi memiliki variasi pengeluaran bahan pangan yang disesuaikan dengan pendapatan yang mereka miliki. Kebutuhan nonpangan yang setiap bulan dikeluarkan adalah kebutuhan untuk membeli bahan bakar transportasi yang mereka gunakan. Ada beberapa rumahtangga petani yang memiliki transportasi seperti motor untuk mengangkut hasil panen sayuran mereka ke pasar. Rata-rata rumahtangga petani membeli bensin untuk motor mereka adalah satu liter yang dihabiskan dalam jangka waktu 2 sampai dengan 3 hari. Hal ini dikarenakan jarak antara rumah rumahtangga petani dengan pasar tempat menjual sayuran jauh. Selain kebutuhan bahan bakar, tingkat pengeluaran rumahtangga petani juga dilihat dari angsuran/cicilan kendaraan seperti motor, biaya pendidikan, biaya untuk pupuk dan bibit, biaya arisan dan pinjaman. Beberapa rumahtangga petani saat diwawancarai masih memiliki tanggungan pada kendaraan yang dibeli. Rumahtangga petani membayar sekitar Rp200.000,- sampai dengan Rp800.000,- setiap bulan untuk cicilan motor mereka. Hal ini ditambah dengan kebutuhan lain seperti pupuk dan bibit yang wajib mereka keluarkan sebagai awal untuk penanaman sayuran. Rumahtangga petani biasanya mengeluarkan biaya rata-rata Rp50.000,- untuk membeli pupuk setiap bulannya mengingat sayuran yang ditanam membutuhkan waktu sekitar 21
43
sampai dengan 25 hari setiap panen. Rata-rata biaya yang dikeluarkan rumahtangga petani untuk biaya bibit sayuran adalah Rp25.000,- setiap bulannya. Bagi rumahtangga petani yang masih memiliki anak, biaya pendidikan masih perlu dikeluarkan. Meskipun sekolah gratis namun ada beberapa yang masih dimintai biaya untuk keperluan sekolah seperti biaya buku, tabungan setiap bulannya. Rata-rata rumahtangga petani mengeluarkan uang Rp18.000,- setiap bulannya untuk biaya pendidikan ini. Untuk biaya arisan dan tabungan, rumahtangga petani mengeluarkan biaya untuk masing-masing sebesar Rp82.000,- dan Rp30.000,- setiap bulannya. Arisan dan tabungan masih diperlukan oleh masyarakat untuk tambahan pendapatan meskipun pengeluaran yang dikeluarkan tidak sedikir. Dengan mengadakan sistem arisan dan tabungan juga membantu masyarakat yang sedang dalam keadaan membutuhkan. Ada satu sistem tabungan masyarakat di Desa Ciaruteun Ilir yang fungsi tabungan tersebut adaalah membantu masyarakat yang akan mengadakan hajatan di rumahnya. Biaya yang dikeluarkan oleh setiap rumahtangga seikhlasnya namun wajib untuk membantu yang akan mengadakan hajatan. Biayanya pun beragam sesuai dengan kondisi keuangan masing-masing rumahtangga. ada yang memberikan Rp50.000,setiap bulan atau bahkan ada yang menyumbang ratusan ribu setiap bulannya. Waktu untuk pembayaran tabungan ini pun tidak harus setiap bulan, ada juga yang membayar dengan sistem harian atau mingguan, tergantung pada kondisi keuangan mereka.
Jumlah Anggota Rumahtangga Jumlah anggota rumahtangga adalah jumlah individu yang tinggal atau menetap bersama dalam satu atap dan hidup dalam penghasilan yang sama. Jumlah anggota rumahtangga petani dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Dari data penelitian diketahui bahwa jumlah anggota rumahtangga minimal adalah 2 orang sedangkan jumlah anggota rumahtangga maksimal adalah 11 orang. Jumlah anggota rumahtangga maksimal dikurangi jumlah anggota rumahtangga minimal dan dibagi tiga sesuai dengan kategori besar, sedang, dan kecil dengan penjabaran sebagai berikut : Rata-rata jumlah anggota rumahtangga petani =
=3
Selanjutnya perhitungan jumlah anggota rumahtangga kecil adalah jumlah anggota rumahtangga minimal dijumlahkan dengan rata-rata jumlah anggota rumahtangga, yaitu 2 + 3 = 5 orang. Jadi, rumahtangga petani yang memiliki jumlah anggota rumahtangga kecil merupakan rumahtangga petani yang memiliki jumlah anggota rumahtangga 2 orang sampai dengan 5 orang. Perhitungan jumlah anggota rumahtangga sedang adalah 5 + 3 = 8 orang sehingga rumahtangga petani yang memiliki jumlah anggota rumahtangga sedang merupakan rumahtangga petani yang memiliki jumlah anggota rumahtangga 6 orang sampai dengan 8 orang. Perhitungan jumlah anggota rumahtangga besar adalah 8 + 3 = 11 orang sehingga jumlah anggota rumahtangga petani besar merupakan rumahtangga yang memiliki jumlah anggota rumahtangga 9 orang sampai dengan 11 orang. Pada Tabel 11 disajikan jumlah dan persentase rumahtangga petani berdasarkan tingkat pengeluaran total rumahtangga.
44
Tabel 11 Jumlah dan persentase rumahtangga petani berdasarkan jumlah anggota rumahtangga No
Jumlah anggota rumahtangga 1 Kecil 2 Sedang 3 Besar Total
Besaran (orang) 2-5 6-8 9-11
Jumlah (orang) 48 10 2 60
Persentase (%) 80,00 16,70 3,30 100,00
Jumlah anggota rumahtangga petani juga digambarkan pada histogram berikut (Gambar 7).
Gambar 7 Jumlah anggota rumahtangga petani Tabel 11 menunjukkan bahwa rumahtangga petani paling banyak berada pada ukuran rendah, yaitu 2 sampai dengan 5 orang. Gambar 7 juga menjelaskan tentang sebaran normal pada jumlah anggota rumahtangga petani lebih menjulur ke kanan. Artinya, jumlah anggota rumahtangga petani berada di bawah rata-rata jumlah anggota rumahtangga petani yaitu 3 orang. Menurut hasil penelitian, jumlah anggota rumahtangga menentukan variasi pekerjaan yang dilakukan oleh anggota rumahtangga. Jumlah anggota rumahtangga yang kecil memiliki variasi pekerjaan yang sedikit sehingga pendapatan yang diterimanya juga rendah. Pekerjaan utama yang dimiliki sebagai petani dirasakan oleh rumahtangga petani sudah mencukupi kebutuhan rumahtangga karena jumlah anggota rumahtangga yang kecil sehingga tidak memerlukan banyak kebutuhan. Kebutuhan pangan dan
45
nonpangan pada rumahtanggat petani yang tergolong rendah hanya mengandalkan pendapatan kepala rumahtangga atau anggota rumahtangga yang bekerja. Hal ini disebabkan oleh tidak ada tambahan pekerjaan yang dilakukan oleh rumahtangga tersebut sehingga pendapatan yang dihasilkan mengandalkan anggota yang bekerja dan kebutuhan rumahtangga disesuaikan dengan pendapatan yang ada. Dari hasil penelitian di lapangan, jumlah anggota rumahtangga kecil memiliki tingkat pengeluaran rumahtangga yang kecil pula karena konsumsi rumahtangga petani yang sesuai dengan jumlah anggota rumahtangga mereka.
46
47
ANALISIS PEMANFAATAN MODAL SOSIAL RUMAHTANGGA PETANI DESA CIARUTEUN ILIR Pemanfaatan modal sosial merupakan cara-cara rumahtangga memanfaatkan kepercayaan, jaringan, dan norma sosial dalam menjalankan kehidupannya terkait dengan pemenuhan kebutuhan pangan dan nonpangan. Kepercayaan berkaitan dengan bagaimana para petani memberikan pekerjaan atau saling membantu dalam pekerjaan. Kepercayaan ini diberikan karena hubungan keluarga, kerabat, atau pertemanan sehingga para petani tidak ragu atau curiga untuk menjalin kerjasama dalam pekerjaan. Variasi pekerjaan yang dimiliki oleh rumahtangga petani di Desa Ciaruteun Ilir berasal dari berbagai orang yang memberikan pekerjaan. Asal mendapatkan pekerjaan ini berbeda pada kegiatan usahatani dan kegiatan nonusahatani (upah). Kegiatan usahatani merupakan pekerjaan petani yang dilakukan rumahtangga petani sehari-hari sedangkan kegiatan nonusahatani merupakan pekerjaan tambahan anggota rumahtangga untuk menambah pendapatan rumahtangga. Berdasarkan hasil penelitian, rumahtangga petani mendapatkan pekerjaanya dari orangtua, saudara, teman, kerabat, orang lain, atau melamar pada perusahaan. Pada Tabel 12 disajikan jumlah dan persentase rumahtangga petani berdasarkan asal mendapatkan pekerjaan. Tabel 12 Jumlah dan persentase rumahtangga petani berdasarkan asal mendapatkan pekerjaan No
Asal mendapatkan pekerjaan
Kegiatan usahatani n
1 2 3 4 5 6 7
Orangtua Saudara Tetangga Teman Orang lain Melamar Anak Total
37 3 7 2 11 0 0 60
% 61,67 5,00 11,67 3,33 18,33 0,00 0,00 100,00
Kegiatan nonusahatani n 9 12 11 8 11 2 7 60
% 15,00 20,00 18,30 13,30 18,30 3,30 11,70 100,00
Berdasarkan data Tabel 12, rumahtangga petani mendapatkan pekerjaan sebagai petani pada kegiatan usahatani sebanyak 61,67 persen dari orangtua mereka. Pekerjaan petani sayuran ini didapatkan rumahtangga petani secara turun temurun dari orangtua. Selain orangtua, rumahtangga petani juga mendapatkan pekerjaan dalam kegiatan usahatani dari orang lain, tetangga, saudara, dan teman. Bagi rumahtangga petani yang tidak memiliki orangtua, pekerjaan usahatani yang dilakukan mereka dapatkan dari saudara, tetangga, teman, atau orang lain. Orang lain dalam penelitian ini berarti rekan kerja atau pemerintah. Sebanyak 20 persen rumahtangga petani mendapatkan pekerjaannya dari saudara pada kegiatan nonusahatani. Pekerjaan nonusahatani ini berupa kuli, buruh, karyawan, pedagang, PNS/guru, kiriman/remitan, pinjaman dari lembaga/pemerintah.
48
Tetangga dan orang lain juga menjadi asal rumahtangga petani mendapatkan pekerjaannya. Tetangga biasanya menawarkan pekerjaan yang tidak tetap kepada rumahtangga petani untuk membantu menambah pendapatan rumahtangga. Kuli bangunan, kuli pengangkut sayuran, kuli pengikat sayuran, kuli pencabut sayuran, dan buruh merupakan pekerjaan yang diberikan oleh tetangga. Pekerjaan ini membutuhkan banyak orang sehingga di lingkungan petani sering ada tolongmenolong untuk membantu panen hasil sayuran yang telah ditanam. Lahan yang diolah oleh petani sayuran di Desa Ciaruteun Ilir berasal dari berbagai macam. Ada lahan yang milik sendiri karena berasal dari warisan orangtua atau turun temurun, ada juga yang merupakan lahan sewa atau kontrakan dari orang lain (bos), tetangga, atau rekan kerja. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh NM sebagai berikut : “ini mah neng saya dapet lahan juga dari orangtua saya, turunan gitu. Jadi dibagi sama kakak sama adik saya ngerjainnya gitu” (NM, 37 tahun)
Petani biasanya mengerjakan lahannya sendiri namun ada juga yang dibantu oleh orang lain dalam pengolahan lahannya. Untuk panen, petani biasanya dibantu oleh petani lain yang sedang memiliki pekerjaan dengan membantu mencabut sayuran, membersihkan sayuran, mengikat sayuran, dan mengangkut sayuran ke tengkulak atau ke pasar langsung. Orang yang dibutuhkan dalam panen ini biasanya keluarga sendiri (kakak atau adik), tetangga, atau teman. Petani di Desa Ciaruteun Ilir membutuhkan waktu panen sayuran 21 sampai dengan 28 hari. Saat musim panen sayuran tiba, mereka memanen sayuran dengan dibantu oleh petani lain atau ada beberapa petani yang memanen sayuran tersebut sendiri. Setelah sayuran-sayuran tersebut dipanen, petani menjual hasil panennya ke tengkulak atau langsung dijual sendiri ke pasar. Para tengkulak datang ke Desa Ciaruteun Ilir untuk mengambil sayuran hasil panen petani. Satu tengkulak biasanya memegang beberapa petani sayuran. Tengkulak-tengkulak tersebut merupakan masyarakat dari Desa Ciaruteun Ilir sendiri. Mereka merupakan saudara, teman, tetangga, atau rekan kerja petani. Setelah mengambil sayuran dari petani, tengkulak ini membawa sayurannya ke pasar untuk dijual ke pedagang yang ada di pasar atau dijual sendiri oleh para tengkulak. Bagi petani yang menjual sendiri ke pasar hasil panen mereka, para petani ini menjual ke pasar dengan menggunakan kendaraan bermotor dan dilakukan setiap hari. Petani juga dibantu oleh orang lain dalam menjual hasil panennya seperti saudara, teman, atau tetangganya. Hasil sayuran ini dijual di berbagai pasar di Bogor bahkan sampai ke Jakarta. Asal pekerjaan baik kegiatan usahatani maupun kegiatan nonusahatani berkaitan dengan pemanfaatan modal sosial di Desa Ciaruteun Ilir. Rumahtangga petani di Desa Ciaruteun Ilir masih memanfaatkan modal sosial yang ada di desa dalam mendapatkan pekerjaan. Saat panen sayuran, petani biasanya mendistribusikan hasil panen sayuran tersebut. Distribusi sayuran ini berawal dari petani lalu ke tengkulak dan akhirnya sampai ke pasar. Namun tidak selalu dari petani ke tengkulak terlebih dahulu baru ada di pasar, ada beberapa petani yang langsung menjual hasil panen sayurannya langsung ke pasar. Petani yang langsung menjual hasil panennya ke pasar biasanya dibantu oleh orangtua, kakak atau adik, anak, atau tetangga sekitar rumah. Mereka sudah terbiasa untuk saling
49
membantu ketika masa panen tiba dan terus dilakukan setiap musim panen. Petani yang menjual sayurannya ke tengkulak dipilih oleh tengkulaknya sendiri untuk bergabung. Tengkulak ini mendatangi para petani ke rumah mereka untuk meminte bergabung menjual hasil sayuran yang mereka panen ke tengkulak. Tidak ada kriteria khusus yang diperlukan oleh tengkulak seperti apa petani yang boleh bergabung dengannya. Tengkulak tersebut biasanya tetangga, teman, atau bos dari petani itu sendiri. Satu petani pasti akan memiliki satu tengkulak yang akan menampung sayuran-sayuran tersebut sehingga tidak terjadi perebutan petani karena semuanya sudah memiliki aturan sendiri. Namun para petani dapat berganti tengkulak ketika mereka merasa sudah tidak ada kesepakatan bersama. Variasi pekerjaan yang dimiliki petani berasal dari orangtua, teman, saudara, atau tetangga serta orang lain. Hal ini berarti petani di Desa Ciaruteun Ilir masih membutuhkan orang lain untuk membantu petani lain untuk menambah pendapatan rumahtangga. Dari hasil penelitian, para petani memiliki variasi pekerjaan yang didapatkannya dengan bantuan orang lain. Orangtua dalam hal ini masih sangat berperan dalam rumahtangga untuk memperoleh variasi pekerjaan tersebut. Pekerjaan dari orangtua yang merupakan warisan secara turun temurun masih diterapkan di masyarakat. Orangtua juga membantu anggota rumahtangga rumahtangga petani untuk mendapatkan pekerjaan dari orang lain. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh EH sebagai berikut : “Saya dagang ini juga dari orangtua neng. Dulunya saya ikut bapak dagang di jakarta, bapak saya juga ikut orang lain. Sekarang juga ini saya nerusin kerjaan bapak saya selain nanem sayuran di kebon” (EH, 30 tahun)
Tetangga dan saudara juga memiliki peran penting bagi petani untuk mendapatkan variasi pekerjaannya. Petani di Desa Ciaruteun Ilir masih memanfaatkan modal sosial yang ada untuk memenuhi kebutuhan rumahtangga petani. Banyak sedikitnya pekerjaan yang dimiliki oleh petani berkaitan dengan kepercayaan yang mereka miliki. Pada saat penelitian, petani yang membutuhkan tenaga kerja untuk mengolah lahan sebelum ditanami sayuran dan saat panen lebih memilih tetangga atau saudara mereka yang sedang menganggur atau sedang tidak melakukan pekerjaannya sehari-hari untuk membantu panen sayuran tersebut. Petani lebih percaya kepada tetangga atau saudara mereka untuk melakukan pekerjaan tersebut karena sudah kenal lama dan sering dimintai tolong untuk membantu panen sayuran. Selain itu jarak yang dekat antar rumah juga membuat petani lebih sering meminta tolong ke tetangga atau saudara mereka sendiri. Namun variasi pekerjaan yang dimiliki oleh petani tidak hanya sebatas dari orangtua, tetangga, ataupun saudara. Terdapat orang lain yang turut membantu petani menambah pendapatan rumahtangga mereka. Orang lain yang dimaksud adalah rekan kerja, pemerintah. Anggota rumahtangga petani mendapatkan pekerjaan dari rekan kerja karena telah dipercaya akibat dari kerja sama yang telah berlangsung lama. Sebelumnya para petani telah bekerja dengan orang lain sehingga ketika datang pekerjaan baru mereka masih mengandalkan anggota rumahtangga untuk melakukan pekerjaan bersama. Norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat Desa Ciaruteun diterapkan dalam aturan tidak tertulis khususnya petani sayuran. Aturan tersebut dijalankan oleh para petani dalam melakukan pekerjaan sebagai petani. Di Desa Ciaruteun
50
Ilir, masa panen setiap petani berbeda-beda. Ada dari beberapa petani yang mengalami masa panen terlebih dahulu daripada petani lain. Hal ini lebih menguntungkan bagi petani yang mengalami masa panen terlebih dahulu. Ketika belum banyak petani yang panen hasil sayuran, sayuran di Desa Ciaruteun Ilir masih banyak yang belum dijual ke tengkulak atau ke pasar sehingga harga sayuran dari petani masih tinggi. Keuntungan yang didapatkan oleh petani ini sebenarnya besar karena mereka dapat memasang harga tinggi untuk sayuran yang belum banyak diproduksi oleh petani lain. Namun hal tersebut tidak dilakukan oleh para petani. Petani-petani sayuran ini lebih memilih menunggu teman-teman petani lain untuk panen bersama-sama sehingga harga yang diberikan untuk sayuran tersebut semuanya sama. Menurut salah seorang rumahtangga petani, sudah menjadi kebiasaan bersama ketika ada beberapa petani yang mengalami masa panen terlebih dahulu untuk menunggu petani lain yang belum melakukan panen. Hal ini bukanlah kesepakatan bersama sejak awal menjadi petani namun adanya rasa senasib dan sepenanggungan yang menjadikan mereka membuat aturan secara tidak tertulis untuk saling menunggu sampai musim panen tersebut datang bersama-sama. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh KD sebagai berikut : “jadi ya neng, kalo bapak ini panen duluan ya bapak ga langsung jual ke tengkulak atau pasar gitu neng. Bapak nungguin petani lain buat panen baru dijualnya bareng-bareng. Kalo udah panen semuanya baru kita jual dengan harga yang sama. Kan ga enak kalo bapak jual sayurannya bareng-bareng nanti untung bapak sendiri, kasihan yang lain.” (KD, 55 tahun)
Tidak hanya pada saat panen, ada beberapa aturan atau norma-norma yang berlaku di masyarakat Desa Ciaruteun Ilir. Ketika ada kesulitan pada salah satu rumahtangga, rumahtangga lain saling membantu untuk mengatasi kesulitan tersebut. Desa Ciaruteun Ilir memiliki beberapa kelompok tani, seperti kelompok tani Kunyit dan Tani Jaya. Beberapa masyarakat menjadi anggota kelompok tani tersebut. Adanya kelompok tani ini sangat membantu para petani dalam pertanian. Ketika petani kekurangan modal untuk menanam kembali, kelompok tani menyediakan bantuan berupa dana, bibit, ataupun pupuk untuk melanjutkan penanaman tersebut. Untuk masa pinjaman ini, petani diberikan waktu dengan cicilan yang mereka bisa. Artinya, tidak ada paksaan dari kelompok tani untuk para petani agar dapat membayar hutang-hutang tersebut. Namun anggota kelompok tani selalu mencicil hutang-hutang mereka ketika panen datang. Hal tersebut sudah dilakukan petani dengan kesepakatan bersama.
51
ANALISIS STATUS KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PETANI DESA CIARUTEUN ILIR Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 menyatakan bahwa ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi rumahtangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup dalam jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Pada penelitian ini, status ketahanan pangan dilihat dari ketersediaan pangan, akses terhadap pangan, dan konsumsi pangan rumahtangga petani di Desa Ciaruteun Ilir dari konsumsi beras rumahtangga. Status ketahanan pangan rumahtangga petani dikelompokkan ke dalam 3 bagian mengacu pada tim penelitian ketahanan pangan dan kemiskinan dalam konteks demografi Puslit Kependudukan LIPI (2013), yaitu rendah, sedang, dan tinggi. 1. Rendah : rumahtangga yang dicirikan oleh kontinyuitas ketersediaan pangan kontinyu, tetapi tidak memiliki pengeluaran untuk protein hewani maupun nabati, kontinyuitas ketersediaan pangan kontinyu kurang kontinyu dan hanya memiliki pengeluaran untuk protein hewani atau nabati, atau tidak untuk kedua-duanya, kontinyuitas keterrsediaan pangan tidak kontinyu walaupun memiliki pengeluaran untuk protein hewani dan nabati, kontinyuitas keterrsediaan pangan tidak kontinyu dan hanya memiliki pengeluaran untuk protein nabati saja, atau tidak untuk keduaduanya. 2. Sedang : rumahtangga yang memiliki kontyuitas pangan/makanan pokok kontinyu tetapi hanya mempunyai pengeluaran untuk protein nabati saja, kontinuitas ketersediaan pangan/makanan kurang kontinyu dan mempunyai pengeluaran untuk protein hewani dan nabati. 3. Tinggi : rumahtangga yang memiliki persedian pangan/makanan pokok secara kontinyu (diukur dari persediaan makan selama jangka masa satu panen dengan frekuensi makan 3 kali atau lebih per hari serta akses langsung) dan memiliki pengeluaran untuk protein hewani dan nabati atau protein hewani saja. Perhitungan status ketahanan pangan rumahtangga petani berdasarkan pertanyaan-pertanyaan yang berjumlah 11 yang ada pada kuesioner penelitian. Keseluruhan pertanyaan kuesioner tersebut memiliki nilai terendah adalah 11 dan nilai tertinggi adalah 22. Selanjutnya mencari rata-rata nilai tersebut dengan penjabaran sebagai berikut : Rata-rata nilai = ( )= =3 Perhitungan status ketahanan pangan rendah adalah menjumlahkan nilai terendah pada kuesioner dengan rata-rata nilai, yaitu 11 + 3 = 14 sehingga diperoleh hasil status ketahanan pangan rendah memiliki nilai 11 sampai dengan 14 pada perhitungan kuesioner. Perhitungan status ketahanan pangen sedang adalah 15 + 3 = 18 sehingga diperoleh hasil status ketahanan pangan sedang memiliki nilai 15 sampai dengan 18. Perhitungan status ketahanan pangan tinggi adalah menjumlahkan nilai 19 dengan 3 yang menghasilkan nilai 22 sehingga status ketahanan pangan tinggi memiliki nilai 19 sampai dengan 22. Pada Tabel 13 disajikan jumlah dan persentase rumahtangga petani berdasarkan status ketahanan pangan.
52
Tabel 13 Jumlah dan persentase rumahtangga petani berdasarkan status ketahanan pangan No
Status Ketahanan Pangan
1 Rendah 2 Sedang 3 Tinggi Total
Jumlah (orang)
Persentase (%)
18 35 7 60
30,00 58,33 11,67 100,00
Status ketahanan pangan rumahtangga petani juga digambarkan pada histogram berikut (Gambar 8).
Gambar 8 Status ketahanan pangan rumahtangga petani Berdasarkan Tabel 13, status ketahanan pangan rumahtangga petani Desa Ciaruteun Ilir berada pada kelompok yang sedang, yaitu 58,33 persen. Pada Gambar 8 dapat diketahui bahwa sebaran normal berada di tengah, artinya status ketahanan pangan rumahtangga petani berada pada kondisi yang sedang. Status ketahanan pangan sedang menurut tim penelitian ketahanan pangan dan kemiskinan dalam konteks demografi Puslit Kependudukan LIPI (2013) merupakan rumahtangga yang memiliki kontinyuitas pangan/makanan pokok kontinyu tetapi hanya mempunyai pengeluaran untuk protein nabati saja, kontinuitas ketersediaan pangan/makanan kurang kontinyu dan mempunyai pengeluaran untuk protein hewani dan nabati. Ketersediaan pangan yang berupa beras, akses terhadap pangan, dan konsumsi pangan rumahtangga petani cukup untuk mempertahankan kondisi pangan mereka sehingga tidak terjadi kelaparan.
53
Saat penelitian, semua rumahtangga petani mengatakan bahwa dalam rumahtangga mereka tidak ada anggota yang mengalami kelaparan. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh IR sebagai berikut : “Alhamdulillah neng disini mah ga ada yang ga makan apalagi sampe kelaperan karena ga bisa makan. Yah walaupun sedikit sedikit tapi adalah yang bisa dimakan jadi semuanya cukup cukup aja.” (IR, 39 tahun)
Ketersediaan beras di Desa Ciaruteun Ilir dapat dikatakan selalu ada di Desa Ciaruteun Ilir. Pangan yang ada setiap bulannya dapat mencukupi kebutuhan warganya sehingga tidak ada masyarakat yang merasa kekurangan beras untuk makan. Persediaan pangan selain beras pun juga terpenuhi oleh masyarakat khusunya petani. Makanan yang berupa sayuran, lauk pauk, dan bahan nonpangan tersedia di Desa Ciaruteun Ilir. Letak desa yang dekat dengan Pasar Ciampea juga menjadi salah satu faktor persediaan pangan yang cukup untuk masyarakat. Saat warung-warung di desa sedang tidak menyediakan bahan pangan, masyarakat pergi ke pasar untuk berbelanja dan ada juga pedagang keliling yang datang ke desa. Selain itu, adanya bantuan dari pemerintah yang berupa beras miskin (raskin) sangat membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan beras rumahtangga. Walaupun tidak semua masyarakat mendapatkan beras miskin, semuanya selalu mendapatkan beras setiap bulan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Masyarakat yang mendapatkan bantuan tersebut merasa sangat terbantu dalam pemenuhan kebutuhan beras rumahtangga mereka sehingga tidak ada kekurangan pangan pada anggota rumahtangganya. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh SI sebagai berikut : “iya neng, beras mah disini selalu ada, tuh di warung Batak. Ibu biasanya kalo beli beras disitu kok. Ibu juga dapet raskin itu lo neng yang dari pemerintah jadi yah dicukup-cukupin aja berasnya” (SI, 35 tahun)
Akses pangan petani Desa Ciaruteun Ilir juga tergolong mudah. Adanya warung disekitar rumah masyarakat yang menjual kebutuhan pangan memudahkan mereka untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Setiap RW memiliki sekitar 10 warung yang menyediakan bahan pangan bagi masyarakat Desa Ciaruteun Ilir khususnya rumahtangga petani. Selain beras, warung-warung di Desa Ciaruteun Ilir juga menyediakan kebutuhan pangan lain seperti mie, minyak, telur, dan lauk pauk. Pedagang keliling juga ada di Desa Ciaruteun Ilir menjajakan dagangannya kepada masyarakat disana. Selain di warung, beberapa rumahtangga petani juga pergi ke pasar untuk membeli kebutuhan pangan seharihari. Masyarakat Desa Ciaruteun Ilir yang memiliki pendapatan yang tinggi biasanya pergi ke pasar. Mereka biasanya pergi ke Pasar Ciampea karena jaraknya yang tidak terlalu jauh dari tempat mereka tinggal dan mudah dijangkau oleh alat transportasi seperti motor dan angkot. Namun untuk masyarakat dengan pendapatan sedang dan rendah, mereka lebih memilih untuk pergi ke warung terdekat untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka. Beberapa rumahtangga petani mengatakan bahwa mereka lebih enak untuk pergi ke warung karena dapat berhutang saat tidak memiliki uang. Ada juga yang mengatakan bahwa mereka tidak pergi ke pasar karena tidak ada kendaraan sendiri untuk pergi kesana dan apabila menggunakan transportasi umum membutuhkan biaya lebih. Pada saat-
54
saat tertentu saja mereka pergi ke pasar, seperti saat akan memiliki hajatan mereka harus membeli banyak bahan untuk keperluan hajatan. Ketika petani tidak memiliki pendapatan atau sedang kekurangan biaya untuk memenuhi kebutuhan pangan, mereka tetap memiliki akses terhadap pangan, yaitu dengan bantuan orang lain. Bantuan yang diberikan berupa bantuan pinjaman dari orangtua atau saudara, hutang ke warung atau pedagang keliling. Hal tersebut dapat dikatakan sebagai cara mereka mempertahankan pangan dalam rumahtangganya. Mereka meminjam uang atau berhutang bahan makanan dan membayarnya ketika masa panen sudah tiba. Namun ada beberapa rumahtangga petani yang berusaha mencukup-cukupi kebutuhan pangannya karena takut berhutang. Mereka takut berhutang karena takut tidak dapat mengembalikan hutang tersebut sehingga yang mereka lakukan adalah membatasi konsumsi pangan rumahtangganya. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh JI sebagai berikut : “dicukup-cukupin aja neng, ga pernah bapak ngutang sana sini. Takut ih ga bisa bayar, ini aja hidup udah pas-pasan aja mau nambah utang. Ga ah neng. Biasanya juga tetangga ada yang ngasih makanan kalo mereka lagi banyak makanan hehe” (JI, 40 tahun)
Saat kekurangan uang, hal-hal yang dilakukan oleh rumahtangga petani ketika kekurangan uang untuk memenuhi kebutuhan pangan ditunjukkan pada Gambar 9. Strategi Menjaga Ketahanan Rumah Tangga Responden
10%
20%
13%
tidak ada hutang warung pinjam saudara dicukupkan
18% 39%
lainnya
Gambar 9 Strategi menjaga ketahanan rumahtangga petani Pemenuhan kebutuhan pangan petani di Desa Ciaruteun Ilir juga datang dari organisasi petani di desa tersebut seperti kelompok tani. Desa Ciaruteun memiliki empat kelompok tani, di antaranya kelompok tani Kunyit dan kelompok tani Tani Jaya. Adanya kelompok tani membantu petani Desa Ciaruteun Ilir untuk memenuhi kebutuhan pangannya. Kelompok tani disana membantu anggotanya ketika ada kesulitan pada masa tanam sampai panen sayur-sayuran. Walaupun
55
tidak semua petani ikut dalam kelompok tani disana namun keberadaannya sangat membantu anggota kelompok tani tersebut saat menghadapi masalah. Masalahmasalah yang dihadapi berupa modal tanam sayuran yang tidak ada untuk musim tanam berikutnya karean panen sebelumnya yang merugikan petani, dan juga hasil panen yang tidak terlalu banyak sehingga pendapatan para petani yang berkurang. Bantuan yang berupa modal biasanya yang diberikan oleh kelompok tani ini untuk anggota-anggotanya. Pada saat penelitian, rumahtangga petani memanfaatkan kelompok tani ini untuk membantu memenuhi kebutuhan pangannya ketika mengalami kesulitan. Saat mereka tidak memiliki biaya, kelompok tani ini memberikan bantuan berupa uang untuk memenuhi kebutuhan pangan. Konsumsi pangan masyarakat Desa Ciaruteun Ilir utamanya adalah beras. Beras masih menjadi makanan pokok masyarakat untuk dikonsumsi. Lahan yang ada di Desa Ciaruteun Ilir dulunya digunakan untuk menanam pagi sehingga produksi beras masih tinggi dan pendapatan utama masyarakat berasal dari bertani padi. Namun komoditas yang berubah menjadi sayur-sayuran menjadikan produksi beras semakin lama semakin berkurang. Berkurangnya produksi padi bukan berarti masyarakat tidak lagi mengkonsumsi nasi sebagai makanan pokok mereka. Ada beberapa petani sayuan yang masih menanam padi untuk kebutuhan rumahtangganya sendiri. Petani ini lagi perlu membeli beras di pasar atau warung karena sudah tercukupi dari pasokan beras hasil menanam sendiri. Selain beras, ada juga ubi dan singkong sebagai tambahan pangan dan atau pengganti beras sebagai pangan pokok. Konsumsi ubi atau singkong ini dilakukan ketika petani atau masyarakat sedang tidak memiliki uang untuk membeli kebutuhan makanan pokoknya. Ubi atau singkong ini tersedia di kebun mereka sehingga mudah dan tidak mengeluarkan biaya ketika akan mengkonsumsinya. Tetangga atau saudara juga biasanya memberikan hasil panen singkong atau ubinya sehingga mereka tetap dapat makan meskipun kekurangan biaya. Konsumi pangan pada rumahtangga petani di Desa Ciaruteun Ilir cukup rendah, dengan rata-rata ± Rp 700.000. Hal ini berbeda dengan pendapatan yang cukup tinggi yang mereka dapatkan. Untuk konsumsi pangan sendiri, masyarakat di Desa Ciaruteun Ilir ternyata tidak terlalu berlebihan. Dengan adanya nasi, lauk, dan sayur menurut mereka itu sudah cukup untuk makan sehari-hari.
56
57
PENGARUH KONDISI SOSIAL EKONOMI TERHADAP STATUS KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PETANI DESA CIARUTEUN ILIR Bab ini menganalisis pengaruh antara kondisi sosial ekonomi rumahtangga dengan status ketahanan pangan rumahtangga petani. Kondisi sosial ekonomi rumahtangga diartikan sebagai keadaan suatu rumahtangga yang diidentifikasi dari variabel tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran, dan jumlah anggota rumahtangga. Status ketahanan pangan rumahtangga petani diartikan sebagai keadaan pangan suatu rumahtangga petani yang diidentifikasi dari persediaan pangan, aksesiblitas pangan, dan konsumsi pangan. Untuk melihat hubungan dari masing-masing variabel, pengolahan data dilakukan dari hasil kuesioner. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excel 2007 dan SPSS 16.0 for windows yang disajikan dalam bentuk pengujian statistik dan diberikan interpretasi terhadap data. Pengujian pengaruh kondisi sosial ekonomi terhadap status ketahanan pangan rumahtangga petani di Desa Ciaruteun Ilir dilakukan dengan menggunakan uji analisis regresi linear berganda. Variabel dependen pada uji analisis regresi linear berganda ini adalah status ketahanan pangan sedangkan variabel independen pada uji ini adalah keadaan sosial ekonomi rumahtangga yang meliputi tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran, dan jumlah anggota rumahtangga. Pengujian analisis regresi linear berganda menghasilkan persamaan regresi sebagai berikut : Y = (1,144 x 10-16) + (0,326) X1 + (-0,107) X2 + (0,029) X3 + (0,036) X4 Persamaan 1 digunakan untuk meramalkan besarnya nilai variabel status ketahanan pangan (Y) dengan mengetahui nilai konstanta untuk variabel tingkat pendapatan (X1), tingkat pengeluaran baik pangan (X2) maupun nonpangan (X3), dan jumlah anggota rumahtangga (X4). Hasil pengujian analisis regresi berganda diperoleh koefisien sebesar 0,326 untuk variabel tingkat pendapatan, (-0,107) untuk variabel tingkat pengeluaran pangan, 0,029 untuk tingkat pengeluaran nonpangan, dan 0,036 untuk jumlah anggota rumahtangga. Uji hipotesis dilakukan untuk mengetahui pengaruh tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran, dan jumlah anggota rumahtangga terhadap status ketahanan pangan rumahtangga petani dengan melihat nilai signifikasi dari hasil pengujian regresi linear berganda dengan nilai (α) yang ditetapkan adalah 0,05 (5%) sebagai berikut: Ho : Semakin rendah kondisi sosial ekonomi rumahtangga (tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran, dan jumlah anggota rumahtangga) maka semakin rendah status ketahanan pangan rumahtangga petani. Hk : Semakin tinggi kondisi sosial ekonomi rumahtangga (tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran, dan jumlah anggota rumahtangga) maka semakin tinggi status ketahanan pangan rumahtangga petani.
58
Tabel 14 Jumlah dan persentase rumahtangga petani Desa Ciaruteun Ilir menurut tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran pangan, tingkat pengeluaran nonpangan, jumlah anggota rumahtangga, dan status ketahanan pangan Ketahanan pangan Rendah Sedang Tinggi n % n % n % 15 41,67 19 52,78 2 5,55 3 13,63 14 63,63 5 22,74 0 0,00 2 100,00 0 0,00
Tingkat pendapatan
Rendah Sedang Tinggi
Tingkat pengeluaran pangan
Rendah Sedang Tinggi
9 9 0
24,47 37,50 0,00
21 12 2
61,76 50,00 100,00
4 3 0
13,77 12,50 0,00
Tingkat pengeluaran nonpangan
Rendah Sedang Tinggi
16 2 0
33,33 20,00 0,00
27 6 2
56,25 60,00 100,00
5 2 7
10,42 20,00 0,00
Jumlah anggota rumahtangga
Rendah Sedang Tinggi
12 4 2
32,43 22,23 40,00
22 10 3
59,45 55,54 60,00
3 4 0
8,12 22,23 0,00
Hasil uji statistik analisis regresi linear berganda pada pengaruh kondisi sosial ekonomi rumahtangga petani terhadap status ketahanan pangan disajikan pada Tabel 15. Tabel 15 Hasil uji statistik analisis regresi linear berganda pengaruh kondisi sosial ekonomi rumahtangga terhadap status ketahanan pangan No
Variabel
1 Tingkat pendapatan 2 Tingkat pengeluaran pangan 3 Tingkat pengeluaran nonpangan 4 Jumlah anggota rumahtangga
t
Sig
Collinearity statistic Tolerance VIF 0,798 1,254 0,872 1,147
2,295 -0,107
0,026 0,435
0,198
0,844
0,772
1,295
0,263
0,793
0,880
1,137
Pengujian statistik dengan menggunakan analisis regresi linear berganda pada Tabel 15 menghasilkan nilai signifikasi sebesar 0,026 untuk tingkat pendapatan, 0,435 untuk tingkat pengeluaran pangan, dan 0,844 untuk tingkat pengeluaran nonpangan, dan 0,793 untuk jumlah anggota rumahtangga. Nilai signifikasi tersebut lebih dari (α) = 0,05 sehingga hipotesis kerja (Hk) diterima, yaitu semakin tinggi kondisi sosial ekonomi rumahtangga (tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran, dan jumlah anggota rumahtangga) maka semakin tinggi
59
status ketahanan pangan rumahtangga petani. Selanjutnya dari pengujian terhadap model regresi diperoleh nilai R square (R²) menunjukan angka 0,116 atau kontribusi pengaruh variabel kondisi sosial ekonomi rumahtangga terhadap status ketahanan pangan sebesar 11,60 persen dan sisanya 88,40 persen merupakan kontribusi pengaruh dari variabel lain. Berdasarkan Tabel 14, dapat diketahui bahwa masing-masing variabel pada kondisi sosial ekonomi memiliki pengaruh yang berbeda terhadap status ketahanan pangan rumahtangga petani. Dari hasil tabulasi silang pada tingkat pendapatan rumahtangga petani, tingkat pendapatan rumahtangga petani rendah berada pada status ketahanan pangan sedang, yaitu sebesar 52,78 persen. Semakin tinggi persentase tingkat rumahtangga petani diketahui bahwa ketahanan pangan rumahtangga petani berada pada kondisi baik, yaitu kategori sedang. Pada rumahtangga dengan tingkat pendapatan rendah, ketahanan pangan rumahtangga petani diketahui tetap dalam keadaan baik walaupun pendapatan yang diperoleh tergolong rendah. Ada rumahtangga petani yang tetap dapat makan dan memenuhi kebutuhan pangannya sehari-hari dengan pendapatan yang tergolong rendah. Mereka memanfaatkan lahan yang tersedia ditanami oleh singkong atau ubi untuk membantu kebutuhan pangan. Selain itu, untuk menyiasati pendapatan yang tergolong rendah rumahtangga petani biasanya meminimalkan pengeluaran rumahtangga agar pendapatan tersebut cukup untuk dapat mempertahankan keadaan pangan rumahtangga. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tingkat pendapatan rumahtangga petani berpengaruh signifikan terhadap status ketahanan pangannya. Semakin tinggi tingkat pendapatan rumahtangga petani maka ketahanan pangan rumahtangga petani semakin baik. Rumahtangga petani pada tingkat pendapatan tinggi paling banyak yang memiliki status ketahanan pangan sedang, yaitu sebesar 100,00 persen. Walaupun pendapatan rumahtangga petani tergolong tinggi, keadaan pangan dalam rumahtangga mereka tetap berada pada keadaan sedang. Hal ini dikarenakan kebutuhan pangan pada rumahtangga di Desa Ciaruteun Ilir hampir semuanya sama, hanya beberapa rumahtangga saja yang mencukupi kebutuhan pangan sehari-harinya lebih tinggi dari rumahtangga lainnya. Berdasarkan hasil penelitian, tingkat pendapatan rumahtangga berasal dari beragam pekerjaan selain pekerjaan utama sebagai petani. Ada banyak cara yang dilakukan untuk mempertahankan keadaan pangan rumahtangga petani. Mereka tidak hanya mengandalkan pekerjaan sebagai sumber pendapatan rumahtangga namun juga ada bantuan dari pihak lain saat mengalami kesulitan pangan. Bantuan dari keluarga, tetangga, atau teman mereka dapatkan untuk saling membantu bagi yang membutuhkan bantuan. Bantuan yang diterima oleh rumahtangga petani yang sedang mengalami kesulitan berupa makanan atau uang. Rumahtangga petani satu sering memberikan makanan kepada rumahtangga petani lain saat mereka memiliki lebih banyak makanan. Hal ini memang sering dilakukan oleh masyarakat di Desa Ciaruteun Ilir saat memiliki makanan yang lebih maka akan dibagi kepada tetangga atau saudaranya. Apabila salah satu rumahtangga petani sedang dalam kesulitan keuangan, biasanya mereka meminjam uang kepada saudara atau kerabat yang memiliki uang lebih yang dapat dipinjamkan. Pinjaman uang ini diperlukan saat rumahtangga petani mengalami kerugian akibat panen sayuran yang mengecewakan. Bantuan-bantuan tersebut ada dengan memanfaatkan modal sosial yang mereka miliki. Pendapatan
60
yang ada tidak selalu membantu rumahtangga petani dalam mempertahankan keadaan pangan mereka namun adanya modal sosial yang masih melekat dan berfungsi dalam masyarakat dapat digunakan sebagai penyelamat rumahtangga petani. Hasil tabulasi silang pada Tabel 14 menunjukkan bahwa pengeluaran rumahtangga petani dibedakan menjadi dua, yaitu pengeluaran pangan dan pengeluaran nonpangan. Tingkat pengeluaran pangan rumahtangga petani yang rendah paling banyak berada pada status ketahanan pangan sedang, yaitu sebesar 61,76 persen. Pada tingkat pengeluaran nonpangan, rumahtangga petani dengan tingkat pengeluaran nonpangan rendah memiliki status ketahanan pangan sedang, yaitu sebesar 56,25 persen. Keduanya berada pada status ketahanan pangan sedang namun memiliki persentase yang berbeda. Tingkat pengeluaran pangan memiliki persentase lebih banyak dibandingkan dengan tingkat pengeluaran nonpangan dalam status ketahanan pangan yang sama. Tingkat pengeluaran nonpangan membutuhkan lebih banyak biaya yang digunakan untuk keperluan pertanian seperti bibit, pupuk, dan juga kebutuhan transportasi serta pendidikan sehingga tidak banyak rumahtangga petani yang melakukan pengeluaran nonpangan kecuali untuk bibit dan pupuk karena keduanya merupakan biaya produksi petani. Berbeda dengan pengeluaran nonpangan, pengeluaran pangan dari masing-masing rumahtangga petani masih tercukupi karena pengeluaran rumahtangga yang sesuai dengan kebutuhan sehari-hari. Pengeluaran yang rendah setiap harinya menyebabkan rumahtangga petani dapat mencukupi kebutuhan pangan mereka dengan memperhitungkan kebutuhan apa saja yang akan diperlukan untuk kebutuhan sehari-hari. Menurut rumahtangga petani pada penelitian, rumahtangga petani sudah menyiapkan biaya sehari-hari untuk kebutuhan pangan dan nonpangan sesuai dengan pendapatan yang dihasilkan. Pengeluaran rumahtangga sudah disesuaikan agar tidak terjadi kekurangan biaya dalam pangan ataupun nonpangan. Namun ketika terjadi kesulitan maka orang lain akan datang membantu mereka menyelesaikan masalah tersebut. Dari hasil tabulasi silang pada jumlah anggota rumahtangga, jumlah anggota rumahtangga petani sedang (6 sampai 8 orang) berada pada status ketahanan pangan sedang, yaitu sebesar 35,00 persen. Jumlah anggota rumahtangga petani yang menentukan jumlah orang yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan pangan dan nonpangan. Rumahtangga petani yang memiliki jumlah anggota pada kategori sedang maka mereka memiliki variasi pekerjaan yang dilakukan untuk kebutuhan rumahtangganya. Banyaknya jumlah anggota rumahtangga menentukan pekerjaan yang dilakukan namun baik jumlah anggota rumahtangga kecil, sedang, dan besar memiliki usaha sendiri untuk menjaga keadaan pangan rumahtangga. Berdasarkan hasil penelitian, jumlah anggota rumahtangga baik kecil, sedang, ataupun tinggi di Desa Ciaruteun Ilir semuanya berusaha untuk mempertahankan keadaan pangannya agar status ketahanan pangan rumahtangga tetap terjaga. Menurut responden penelitian, rumahtangga petani baik yang memiliki jumlah anggota rumahtangga yang kecil sampai tinggi tetap berusaha untuk mencari beragam pekerjaan dan bantuan demi memenuhi kebutuhan pangan rumahtangga. Beberapa rumahtangga petani yang memiliki jumlah anggota rumahtangga kecil memerlukan bantuan dari orang lain untuk mengatasi kesulitan pangan. Begitu juga dengan rumahtangga petani yang memiliki jumlah anggota rumahtangga yang tinggi. Untuk dapat mempertahankan keadaan pangan rumahtangga mereka
61
mencari bantuan dari orang lain dengan menambah pekerjaan baik yang masih berkaitan dengan pertanian ataupun yang non pertanian.
62
63
PENGARUH PEMANFAATAN MODAL SOSIAL TERHADAP STATUS KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PETANI DESA CIARUTEUN ILIR Bab ini menganalisis pengaruh antara pemanfaatan modal sosial dengan status ketahanan pangan rumahtangga petani. Coleman (1990) menjelaskan bahwa modal sosial didefinisikan sebagai kemampuan masyarakat untuk bekerja sama demi mencapai tujuan bersama di dalam kelompok dan organisasi. Putnam lebih lanjut menjelaskan modal sosial sebagai kepercayaan (trust), jaringan (network), dan norma (norm) yang ada pada masyarakat. Status ketahanan pangan rumahtangga petani diartikan sebagai keadaan pangan suatu rumahtangga petani yang diidentifikasi dari persediaan pangan, aksesiblitas pangan, dan konsumsi pangan. Untuk melihat hubungan dari masing-masing variabel, pengolahan data dilakukan dari hasil kuesioner. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excel 2007 dan SPSS 16.0 for windows yang disajikan dalam bentuk tabulasi silang (crosstab), pengujian statistik dan diberikan interpretasi terhadap data.
Pengaruh Kepercayaan Terhadap Status Ketahanan Pangan Kepercayaan sangat dibutuhkan oleh suatu masyarakat dalam berhubungan dengan masyarakat lain. Kepercayaan ini tumbuh dengan sendirinya di dalam masyarakat melalui interaksi. Dalam penelitian ini, kepercayaan digunakan oleh petani untuk mendapatkan pekerjaan dalam mempertahankan keadaan pangan rumahtangganya. Banyak masyarakat di Desa Ciaruteun Ilir yang mendapatkan pekerjaan dengan bantuan orang-orang yang ada di lingkungan sekitar, seperti orangtua, saudara, teman, tetangga, atau bahkan orang lain namun dekat. Kepercayaan yang diberikan orang lain kepada para petani ini untuk mendapatkan pekerjaan menunjukkan adanya suatu kepercayaan yang diberikan kepada para petani ini untuk melakukan pekerjaan yang diberikan. Pekerjaan-pekerjaan tersebut diberikan kepada para petani dengan alasan jarak rumah mereka yang dekat, hubungan yang dekat, atau memang sudah kenal sejak lama dan merasa kasihan karena kekurangan pekerjaan. Kegiatan usahatani dengan kegiatan nonusahatani yang dilakukan oleh rumahtangga petani memiliki perbedaan ketika dilihat asal mereka mendapatkan pekerjaan. Kegiatan usahatani yang merupakan petani sebagai pekerjaan pokok mereka dapatkan dari orangtua. Orangtua memberikan warisan kepada anak-anaknya untuk meneruskan kegiatan usahatani ini sehingga petani menjadi pekerjaan utama. Namun untuk kegiatan nonusahatani, banyak dari rumahtangga petani yang mendapatkan pekerjaannya dari selain orangtua, seperti teman, tetangga, atau saudara. Pada Tabel 16 disajikan jumlah dan persentase rumahtangga petani Desa Ciaruteun Ilir menurut asal mendapatkan pekerjaan usahatani dan status ketahanan pangan.
64
Tabel 16 Jumlah dan persentase rumahtangga petani Desa Ciaruteun Ilir menurut asal mendapatkan pekerjaan usahatani dan status ketahanan pangan Asal mendapatkan pekerjaan usahatani Orangtua Saudara Tetangga Teman Orang lain Total
Status ketahanan pangan Total Rendah Sedang Tinggi n % n % n % n % 10 27,03 22 59,46 5 13,51 37 100,00 0 0,00 3 100,00 0 0,00 3 100,00 3 42,85 3 42,85 1 14,30 7 100,00 0 0,00 2 100,00 0 0,00 2 100,00 5 45,45 5 45,45 1 9,1 11 100,00 18 30,00 35 58,33 7 11,67 60 100,00
Berdasarkan hasil Tabel 16 maka diketahui bahwa kegiatan usahatani yang dimiliki oleh rumahtangga petani yang berasal dari orangtua memiliki status ketahanan pangan yang sedang. Lahan pertanian yang diberikan oleh orangtua sebagai warisan membuat rumahtangga dapat memenuhi kebutuhan pangannya setiap hari. Rumahtangga ini hanya mengolah lahan yang diberikan oleh orangtua dengan tanpa atau bantuan orang lain. Kepercayaan yang didapatkan dari orangtuanya menyebabkan rumahtangga petani memiliki pekerjaan. Pekerjaan yang dimiliki ini berkaitan dengan ketahanan pangan rumahtangga petani. Rumahtangga petani ini dapat mencukupi kebutuhan pangannya tanpa ada yang mengalami kelaparan walaupun ada yang masih merasa kekurangan akan kebutuhan pangan mereka. Orangtua memberikan pekerjaan kepada anaknya agar mereka dapat tetap hidup dengan keluarganya. Dengan pekerjaan ini rumahtangga petani mendapatkan pekerjaan warisan dari orangtua mereka. Orang lain juga menjadi orang yang penting bagi rumahtangga dalam mempertahankan status ketahanan pangannya. Berdasarkan hasil Tabel 16, orang lain membantu rumahtangga petani untuk mencapai status ketahanan pangan petani di tingkat sedang. Ada faktor orang lain yang membantu rumahtangga petani untuk mendapatkan pekerjaan. Untuk kegiatan usahatani ini, orang lain yang dimaksud adalah bos atau pemilik lahan pertanian yang bukan masyarakat asli di Desa Ciaruteun Ilir atau orang Desa Ciaruteun Ilir namun sudah tidak tinggal disana lagi. Rumahtangga petani yang mengenal bos mereka dari berbagai pihak atau orang. Ada beberapa rumahtangga petani yang sudah mengenal lama bos mereka sehingga mereka dipercayai untuk mengolah lahan pertanian yang ada disana. Sebelum diberikan pekerjaan sebagai petani untuk mengolah lahan disana, petani-petani ini dulunya bekerja sebagai anak buah bos dalam pekerjaan yang lain. Dari pekerjaan sebelumnya tersebut mereka diberikan pekerjaan lagi. Hal ini berkaitan dengan kepercayaan yang diberikan bos kepada petani tersebut. Bos petani ini sangat mempercayai petani-petani sehingga berani untuk memberikan pekerjaan lagi walaupun jarak tempat tinggal mereka jauh. Kepercayaan yang diberikan oleh bosnya akan pekerjaan rumahtangga petani saat ini juga mempengaruhi kondisi ketahanan pangan rumahtangga. Dengan pekerjaan yang diberikan maka petani mendapatkan penghasilan per musim dari hasil bertani. Dari hasil bertani inilah mereka dapat memenuhi kebutuhan pangan maupun nonpangan sehingga tidak ada kelaparan dan kekurangan persediaan pangan dalam rumahtangga petani di Desa Ciaruteun Ilir.
65
Selain pada kegiatan usahatani, kegiatan nonusahatani juga dapat dijelaskan melalui kepercayaan yang diberikan untuk mempertahankan keadaan pangan rumahtangga petani. Asal rumahtangga petani mendapatkan pekerjaan nonusahatani dengan ketahanan pangan dijelaskan dalam Tabel 17. Tabel 17 Jumlah dan persentase rumahtangga petani Desa Ciaruteun Ilir menurut asal mendapatkan pekerjaan nonusahatani dan status ketahanan pangan Asal mendapatkan pekerjaan nonusahatani Orangtua Saudara Tetangga Teman Orang lain Melamar Anak Total
Status ketahanan pangan Total Rendah Sedang Tinggi n % n % n % n % 3 3,33 6 66,67 0 0,00 9 100,00 5 38,46 8 61,54 0 0,00 13 100,00 1 9,09 7 63,63 3 27,28 11 100,00 1 12,50 7 87,50 0 0,00 8 100,00 6 60,00 4 40,00 0 0,00 10 100,00 1 50,00 0 0,00 1 50,00 2 100,00 1 14,28 3 42,86 3 42,86 7 100,00 18 30,00 35 58,33 7 11,67 60 100,00
Berdasarkan tabulasi silang yang telah dilakukan pada Tabel 17 maka dapat diketahui bahwa saudara memiliki peran yang paling besar bagi rumahtangga petani untuk mendapatkan pekerjaan nonusahatani. Asal mendapatkan pekerjaan nonusahatani ini berkaitan dengan status ketahanan pangan rumahtangga petani pada tingkat sedang. Kegiatan nonusahatani ini berupa buruh bangunan, kuli, pegawai, dan lain-lain. Untuk mendapatkan pekerjaan diluar pekerjaan petani, anggota rumahtangga petani membutuhkan bantuan orang lain. Bantuan ini paling banyak datang dari saudara mereka. Pada umumnya, petani di Desa Ciaruteun Ilir tinggal berdekatan dengan saudara dan kerabat mereka. Oleh karena itu, untuk meminta bantuan ketika mengalami kesulitan bagi petani disana tidaklah sulit. Selain pekerjaan petani yang menjadi pekerjaan utama rumahtangga petani, pekerjaan lain mereka perlukan untuk menambah pendapatan rumahtangganya. Pekerjaan di luar usahatani ini memang sangat membantu petani mengingat pekerjaan seorang petani tidak selalu menguntungkan setiap panennya. Terkadang para petani mengalami kerugian akibat hasil panen yang tidak laku karena produksi yang terlalu banyak sehingga mereka membutuhkan tambahan pendapatan. Rumahtangga petani mendapatkan pekerjaan selain pekerjaan petani atas dasar kepercayaan yang diberikan oleh saudara, teman, tetangga, bahkan sampai orang lain. Kepercayaan yang diberikan dalam hal pekerjaan kepada anggota rumahtangga petani merupakan hal yang masih dilakukan di Desa Ciaruteun Ilir. Saudara sebagai kerabat terdekat dari keluarga petani memberikan bantuan kepada rumahtangga petani saat mereka mendapatkan kesulitan, termasuk dalam hal pekerjaan. Pekerjaan sebagai kuli misalnya, beberapa rumahtangga petani selain menjadi petani juga menjadi kuli pengangkut sayuran di lahan yang dimiliki oleh saudaranya. Saudaranya meminta tolong beberapa petani untuk melakukan pekerjaan tersebut karena kekurangan tenaga kerja untuk mengangkut sayuran. Selain itu, hubungan saudara dan jarak rumah yang tidak jauh juga menjadi faktor
66
dipilihnya petani yang dekat dengan saudaranya. Saat rumahtangga petani memiliki tambahan pendapatan selain dari menjadi petani maka ketahanan pangan dalam rumahtangganya meningkat. Para petani ini merasa cukup dengan keadaan pangan yang ada saat ini meskipun masih pada keadaan yang sederhana. Pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari menurut mereka itu sudah cukup dan tidak menginginkan tambahan apapun lagi. Semakin banyak pekerjaan yang dimiliki suatu rumahtangga petani maka status ketahanan pangan mereka juga tergolong semakin meningkat.
Pengaruh Jaringan Terhadap Status Ketahanan Pangan Jaringan berkaitan dengan hubungan yang dapat dimanfaatkan terkait dengan pekerjaan di Desa Ciaruteun Ilir sebagai hasil dari interaksi yang sering dilakukan. Dalam penelitian ini, jaringan berkaitan dengan status ketahanan pangan rumahtangga petani. Keadaan pangan rumahtangga petani dapat dipertahankan dengan memanfaatkan jaringan yang ada melalui pekerjaan dalam mendistribusikan hasil sayuran panen mereka. Jaringan yang dimiliki oleh rumahtangga petani dalam mendistribusikan hasil pertaniannya sangat diperlukan. Jaringan yang banyak dimiliki oleh petani akan memudahkan mereka menjual sayuran hasil panennya sehingga pendapatan yang dimiliki juga akan meningkat. Alur distribusi hasil sayuran dari petani sampai ke pasar dapat dilihat pada Gambar 10. Orang tua Saudara
Petani
Tengkulak
Tetangga
Teman Pasar
Orang lain Anak
Gambar 10 Jaringan pemasaran hasil panen petani Dalam memasarkan hasil panen sayurannya, petani di Desa Ciaruteun Ilir melalui tengkulak atau langsung dijual sendiri ke pasar. Petani yang memasarkan
67
sayurannya lewat tengkulak ini merupakan petani yang memang tidak memiliki transportasi atau jaringan lain untuk langsung dijual ke pasar. Tengkulak menampung sayuran petani yang telah dipanen setiap harinya ketika panen tiba. Setiap tengkulak sudah memiliki petani langganan yang menjadi produsen sayuran yang siap untuk dipasarkan. Petani yang merupakan langganan tengkulak ini memang sudah lama menjadi anggota dari tengkulak tersebut sehingga harga yang ditawarkan oleh tengkulak tidak membuat petani keberatan. Ketika petani merasa keberatan dengan harga dari tengkulak maka petani tersebut akan keluar dari bagian anggota tengkulak dan memilih untuk bergabung ke tengkulak lain. Saudara, tetangga, atau teman dari rumahtangga petani menjadi tengkulak sayuran di Desa Ciaruteun Ilir. Hal ini memudahkan petani dalam membuat jaringan dalam memasarkan hasil sayurannya. Petani dapat memilih tengkulak mana yang akan menjual hasil sayurannya sehingga keuntungan dan kerugian dapat diperhitungkan oleh petani. Di Desa Ciaruteun Ilir, petani merasa jaringan yang mereka miliki untuk memasarkan hasil sayurannya saat ini berjalan dengan baik dan tidak terdapat masalah. Dengan adanya jaringan ini pendapatan para petani dapat dikatakan selalu ada walaupun tidak tetap. Pendapatan yang dihasilkan oleh para petani tergantung dari harga pasar. Walaupun tidak menentu namun hasil dari panen sayuran dapat membantu rumahtangga petani untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka. Sebagian masyarakat mendapatkan tambahan pendapatan dari hasil kerja nonusahatani yang semakin membantu untuk mempertahankan keadaan pangan. Jumlah tengkulak yang menjadi jaringan pemasaran panen sayuran oleh petani terdapat pada Gambar 11.
Gambar 11 Jumlah tengkulak pada jaringan pemasaran sayuran rumahtangga petani8
8
Keterangan : 1 = orangtua, 2 = saudara, 3 = tetangga, 4 = teman, 5 = orang lain, 6 = anak
68
Dengan beberapa jaringan yang dimiliki oleh rumahtangga petani dalam mendapatkan pekerjaan baik kegiatan usahatani maupun nonusahatani ketahanan pangan rumahtangga petani dalam status sedang. Artinya, berbagai pekerjaan yang dimiliki oleh anggota rumahtangga menyebabkan pendapatan rumahtangga juga beragam dan meningkat sehingga tidak susah bagi rumahtangga petani tersebut untuk memenuhi kebutuhan pangannya. Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya kelaparan di rumahtangga petani dan persediaan beras selalu ada di setiap rumahtangga dan cukup untuk kebutuhan pangan mereka sehari-hari. Rumahtangga petani juga tidak mengalami kesulitan untuk memperoleh pangan karena ada jaringan yang dapat membantu mendapatkan kebutuhan tersebut.
Pengaruh Norma Terhadap Ketahanan Pangan Norma merupakan segala aturan baik tertulis maupun tidak tertulis yang diterapkan dan dilaksanakan oleh masyarakat. Di Desa Ciaruteun Ilir, terdapat beberapa aturan pada setiap masa panen. Masa panen setiap petani berbeda-beda. Ada dari beberapa petani yang mengalami masa panen terlebih dahulu daripada petani lain. Hal ini lebih menguntungkan bagi petani yang mengalami masa panen terlebih dahulu. Ketika belum banyak petani yang panen hasil sayuran, sayuran di Desa Ciaruteun Ilir masih banyak yang belum dijual ke tengkulak atau ke pasar sehingga harga sayuran dari petani masih tinggi. Keuntungan yang didapatkan oleh petani ini sebenarnya besar karena mereka dapat memasang harga tinggi untuk sayuran yang belum banyak diproduksi oleh petani lain. Namun hal tersebut tidak dilakukan oleh para petani. Petani-petani sayuran ini lebih memilih menunggu teman-teman petani lain untuk panen bersama-sama sehingga harga yang diberikan untuk sayuran tersebut semuanya sama. Sudah menjadi kebiasaan bersama ketika ada beberapa petani yang mengalami masa panen terlebih dahulu untuk menunggu petani lain yang belum melakukan panen. Hal ini bukanlah kesepakatan bersama sejak awal menjadi petani namun adanya rasa senasib dan sepenanggungan yang menjadikan mereka membuat aturan secara tidak tertulis untuk saling menunggu sampai musim panen tersebut datang bersama-sama. Tidak hanya pada saat panen, ada beberapa aturan atau norma-norma yang berlaku di masyarakat Desa Ciaruteun Ilir. Ketika ada kesulitan pada salah satu rumahtangga, rumahtangga lain saling membantu untuk mengatasi kesulitan tersebut. Desa Ciaruteun Ilir memiliki beberapa kelompok tani, seperti kelompok tani Kunyit dan Tani Jaya. Beberapa masyarakat menjadi anggota kelompok tani tersebut. Adanya kelompok tani ini sangat membantu para petani dalam pertanian. Ketika petani kekurangan modal untuk menanam kembali, kelompok tani menyediakan bantuan berupa dana, bibit, ataupun pupuk untuk melanjutkan penanaman tersebut. Untuk masa pinjaman ini, petani diberikan waktu dengan cicilan yang mereka bisa. Artinya, tidak ada paksaan dari kelompok tani untuk para petani agar dapat membayar hutang-hutang tersebut. Namun anggota kelompok tani selalu mencicil hutang-hutang mereka ketika panen datang. Hal tersebut sudah dilakukan petani dengan kesepakatan bersama. Norma-norma yang ada di Desa Cairuteun Ilir tersebut sangat membantu masyarakat khususnya rumahtangga petani untuk mencapai keadaan pangan rumahtangganya. Kebersamaan dalam panen sayuran di Desa Ciaruteun Ilir
69
membuat semua petani memiliki pendapatan dalam waktu yang sama walaupun jumlah yang didapatkan berbeda. Kesepakatan bersama yang dibentuk sangat membantu para petani. Dengan adanya norma tersebut maka pendapatan yang didapatkan oleh petani dapat mencukupi untuk kebutuhan pangan mereka. Secara tidak langsung norma yang dibentuk dari para petani ini akan membantu petani untuk tetap dapat mempertahankan keadaan pangan mereka. Ditambah lagi dengan adanya kelompok tani di Desa Ciaruteun Ilir yang membantu mengatur sistem pertanian di desa tersebut sehingga memudahkan petani untuk mendapatkan bantuan ketika mendapatkan kesulitan. Kelompok tani tersebut juga memiliki aturan sendiri dalam mengatur anggotanya mengelola sistem pertanian mereka. Bantuan yang sering diberikan oleh kelompok tani ini sangat diperlukan oleh petani terutama saat mereka mengalami kekurangan modal untuk tanam sayuran kembali. Saat petani ini tidak memiliki modal lagi untuk tanam kembali kelompok tani memberikan pinjaman untuk tani sekaligus untuk memenuhi kebutuhan pangan petani. Petani sangat terbantu dengan adanya kelompok tani tersebut dan dapat mempertahankan keadaan pangannya pada status sedang.
70
71
PENUTUP Kesimpulan
1.
2.
3.
Kesimpulan yang didapatkan dari hasil penelitian ini adalah : Pemanfaatan modal sosial yang dilakukan oleh petani di Desa Ciaruteun Ilir adalah dengan menggunakan kepercayaan, jaringan, dan norma sosial untuk mendapatkan pekerjaan baik pekerjaan usahatani maupun nonusahatani. Modal sosial ini juga digunakan untuk mempertahankan keadaan pangan rumahtangga petani Desa Ciaruteun Ilir. Kepercayaan dan jaringan yang didapatkan dari orangtua, saudara, tetangga, teman, anak, dan lainnya sangat membantu rumahtangga petani untuk menjalani kehidupan sehari-hari sehingga kebutuhan pangan petani dapat terpenuhi. Kondisi sosial ekonomi rumahtangga petani Desa Ciaruteun Ilir seperti tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran, dan jumlah anggota rumahtangga berpengaruh secara signifikan terhadap status ketahanan pangan rumahtangga petani. Semakin tinggi kondisi sosial ekonomi rumahtangga petani maka semakin tinggi status ketahanan pangan rumahtangga petani. Modal sosial memberikan pengaruh kepada status ketahanan pangan petani Desa Ciaruteun Ilir. Modal sosial yang berupa kepercayaan dapat membantu rumahtangga petani untuk mendapatkan pekerjaan baik usahatani atau non tani. Rumahtangga petani Desa Ciaruteun Ilir saling memberikan kepercayaan untuk pekerjaannya sehingga ketahanan pangan rumahtangga dapat terpenuhi sehari-harinya. Jaringan sosial memudahkan para petani dalam mendistribusikan hasil panen sayuran mereka sehingga pendapatan yang diterima dapat dari berbagai pihak. Saat jaringan yang dimiliki petani banyak maka ketahanan pangan rumahtangga petani akan semakin baik pula. Norma sosial memiliki peran tersendiri dalam menjada ketahanan pangan rumahtangga petani. Norma yang ada dalam kelembagaan petani di Desa Ciaruteun Ilir membantu petani untuk mendapatkan pangan ketika mengalami kesulitan.
Saran Berdasarkan hasil penelitian, penulis dapat menyampaikan beberapa saran dan rekomendasi kepada pihak yang berkepentingan, yaitu akademisi, masyarakat, dan pemerintah. 1. Akademisi Penelitian mengenai modal sosial dan ketahanan pangan masih menjadi topik yang kajian yang menarik untuk dibahas. Modal sosial merupakan suatu kekuatan yang ada pada masyarakat, tumbuh di dalam masyarakat, dan dikembangkan oleh masyarakat sendiri sehingga penelitian mengenai modal sosial dapat terus dikembangkan tergantung kepada masyarakat itu sendiri. Ketahanan pangan juga masih perlu pengembangan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui sejauh mana ketahanan pangan rumahtangga dapat dicapai sehingga dapat menuju kepada kedaulatan pangan negara. Untuk penelitian
72
2.
3.
selanjutnya disarankan untuk meneliti modal sosial dengan pengembangan modal sosial di masyarakat dan ketahanan pangan yang dihubungkan dengan kedaulatan pangan. Pemerintah Kebijakan mengenai ketahanan pangan rumahtangga perlu memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Untuk mencapai ketahanan pangan rumahtangga, perlu adanya bantuan dari masyarakat yang berupa modal sosial untuk menjaga agar ketahanan pangan rumahtangga petani dapat tercapai. Pemerintah perlu menjaga dan terus memperhatikan keadaan sosial masyarakat sebagai salah satu faktor penunjang untuk kebijakan ketahanan pangan negara. Masyarakat Modal sosial masyarakat di Desa Ciaruteun Ilir terutama petani masih dimanfaatkan dengan baik. Oleh karena itu, masyarakat lokal perlu menjaga dan meningkatkan kepercayaan, jaringan, dan norma yang ada pada masyarakat sebagai unsur pembentuk modal sosial sehingga dapat membantu petani untuk mempertahankan keadaan pangan rumahtangga. Kondisi sosial ekonomi masyarakat juga perlu diperhatikan oleh masyarakat untuk saling mengetahui apabila terjadi kesusahan sehingga modal sosial dapat dimanfaatkan dengan baik.
73
DAFTAR PUSTAKA Alfiasari, Martianto D, Darmawan AH. 2009. Modal Sosial dan Ketahanan Pangan Rumahtangga Miskin di Kecamatan Tanah Sareal dan Kecamatan Bogor Timur Kota Bogor. Sodality. [internet]. [Diunduh pada tanggal 14 Maret 2013]; 03(1): Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Institut Pertanian Bogor. Dapat diunduh di: http://journal.ipb.ac.id/index.php/sodality/article/viewPDFInterstitial/5869/4 534 [BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Profil Kemiskinan di Indonesia September 2012. Jakarta: BPS Bungin B. 2005. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Prenada Media Caballero AM, Escaler M, Teng P. 2011. The Interdependence Between Urban dan Rural Food Security in Asia. [internet]. [Diunduh pada tanggal 16 Maret 2013]. Dapat diunduh di: http://www.rsis.edu.sg/nts/events/ docs/ICAFS-Teng_Paul.pdf Coleman J. 1990. Foundations of Social Theory. Cambridge Mass: Harvard University Press. Fathonah TY, Prasodjo NW. 2011. Tingkat Ketahanan Pangan Pada Rumahtangga Yang Dikepalai Pria dan Rumahtangga Yang Dikepalai Wanita. Jurnal Sodality; 05(2): Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Institut Pertanian Bogor Fukuyama F. 1995. Trust : The Social Virtues and Creation of Prosperity. New York: Free Press Hariyadi P. 2012. Industri Pangan dalam Menunjang Kedaulatan Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Merevolusi Revolusi Hijau. Bogor: IPB Press Humaira R. 2011. Peranan Modal Sosial Dalam Pengembangan Nilai-Nilai Kewirausahaan. [skripsi]. Bogor: Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Institut Pertanian Bogor Inayah. 2012. Peranan Modal Sosial Dalam Pembangunan. Jurnal Pengembangan Humaniora. [internet]. [Diunduh pada tanggal 15 Maret 2013]. 12(1): Politeknik Negeri Semarang. Dapat diunduh di: www.polines.ac.id/ ragam/index_files/.../paper_6%20apr%202012.pdf Lawang RMZ. 2005. Kapital Sosial Dalam Persepktif Sosiologik Suatu Pengantar. Jakarta: FISIP UI PRESS. Maleha, Sutanto A. 2006. Kajian Konsep Ketahanan Pangan. Jurnal Protein; 13(2): Fakultas Peternakan Universitas Palangkaraya Kalimantan Tengah, Universitas Muhammadiyah Malang. Mustofa. 2012. Analisis Ketahanan Pangan Rumahtangga Miskin dan Modal Sosial di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Geomedia. [internet]. [Diunduh pada tanggal 15 Maret 2013]. 10(1): Jurusan Pendidikan Geografi, Universitas Negeri Yogyakarta. Dapat diunduh di: http://staff.uny.ac.id/ si...%2520PROVINSI%2520DIY.pdf Nasution AH. 2012. Status Ketahanan Pangan Rumahtangga Dan Peranan Kepemimpinan di Desa Ciaruteun Ilir. [skripsi]. Bogor: Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Institut Pertanian Bogor
74
Pemerintah Republik Indonesia. 1996. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan. Jakarta: Sekretariat Negara Rendanikusuma R. 2012. Analisis Tingkat Kesejahteraan Dari Perspektif Modal Sosial di Era Desentralisasi (Kasus Desa Pasirtanjung, Kecamatan Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten). [skripsi]. Bogor: Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Institut Pertanian Bogor Rianse U, Abdi. 2009. Metodologi Penelitian Sosial dan Ekonomi. Jakarta: Alfabeta Santosa PB. 2013. Tantangan Masalah Pangan. [internet]. [Diunduh pada tanggal 23 April 2013]. Dapat diunduh di: http://feb.undip.ac.id/index.php/arsipberita/61-dosen/693-prof-purbayu-budi-santosa--tantangan-masalah-pangan Serikat Petani Indonesia. Tidak Ada Tahun. Konsepsi SPI tentang Kedaulatan Pangan. [internet]. [Diunduh pada tanggal 12 September 2013]. Dapat diunduh di: http://www.spi.or.id/?page_id=282 Sinaga dan Rudiyanto. 2012. Peran Modal Sosial dalam Mendorong Sektor Pendidikan dan Pengembangan Wilayah di Kecamatan Garoga Kabupaten Tapanuli Utara. [internet]. [Diunduh pada tanggal 24 April 2013]. Dapat diunduh di: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31692/4/ Chapter%2520II.pdf Singarimbun M. 1989. Metode dan Proses Penelitian. Singarimbun M, Effendi S, editor. 1989. Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3S Suandi, Napitupulu DMT. 2012. Hubungan Modal Sosial Dengan Ketahanan Pangan dan Kesejahteraan Keluarga Di Daerah Perdesaan Kabupaten Tanjung Jabung Timur. [internet]. [Diunduh pada tanggal 16 Maret 2013]: Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Jambi. Dapat diunduh di: http://semnasagri2012.files.wordpress.com%2F2012%2F01%2Fsuandi-dan dompak-hubungan-modal-sosial-dengan-ketahanan-pangan-dan kesejahteraan-keluarga-di-daerah-perdesaan-kabupaten-tanjung-jabungtimur.docx Sumarti T. 2012. Kajian Sosial Ekonomi dan Modal Sosial pada Berbagai Tingkat Ketahanan Pangan Rumahtangga Petani. Jurnal Ilmiah Agropolitan. [internet]. [Diunduh pada tanggal 14 Maret 2013]; 05(2): Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Institut Pertanian Bogor. Dapat diunduh di: http://jurnal-ilmiahagropolitan.blogspot.com/2012/09/kajiansosialekonomi-dan-modal sosial.html Sunandang O. 2012. Analisis Modal Sosial Pada Pembangunan Jalan Pedesaan Dalam Rangka Membangun Desa. [skripsi]. Bogor: Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Institut Pertanian Bogor Suryana A. 2003. Kapita Selekta Evolusi Pemikiran Kebijakan Ketahanan Pangan. Yogyakarta: BPFE Tanpa nama. 2012. Hari Pangan 2012, Pangan Makin Jauh Dari Tangan Petani. [internet]. [Diunduh pada tanggal 23 april 2013]. Dapat diunduh di: http://www.spi.or.id/?p=5666. Tim penelitian ketahanan pangan dan kemiskinan dalam konteks demografi Puslit Kependudukan LIPI. 2013. Ketahanan Pangan Rumahtangga di Perdesaan
75
: Konsep dan Ukuran. [internet]. [Diunduh pada tanggal 29 April 2013]. Jakarta: LIPI. Dapat diunduh di: https://www.google.com/url?sa=t& rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&ved=0CCYQFjAA&url=http%3A %2F%2Fdirectory.umm.ac.id%2FLaporan%2FLaporan_WS%2FKETAHA NAN%2520PANGAN%2520RUMAH%2520TANGGA.doc&ei=0IfnUtCN CNCv4QSyQQ&usg=AFQjCNFjynQdWBH83iprk3uunRakzWGkEw&sig2 =DtIsgxZCUGPbcQ1HwiFWIg
76
77
LAMPIRAN
78
79
Lampiran 1 Peta lokasi penelitian Desa Ciaruteun Ilir
Lampiran 2 Tabel pelaksanaan penelitian Kegiatan Penyusunan proposal skripsi Kolokium Perbaikan proposal penelitian Pengambilan data Pengolahan data dan analisis data Penulisan draft skripsi Sidang skripsi Perbaikan skripsi
Juni
September
Oktober
November
Desember
Januari
80
81
Lampiran 3 Daftar rumahtangga petani penelitian
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39
Nama AD EP NN SP CA AH AM HD OI EH SK EG EI DT SL JH ED AI AC DG AJ MD WA RI MT NH MS MP DK MN IR TY EN EM KD SA YD ST MK
Jenis Kelamin L L L L L P L L P P P P L L L L L L L L L L L L L L L L L L L L L L L L L L L
Usia 50 46 37 45 32 40 60 50 65 38 52 41 46 60 53 38 30 30 50 36 35 40 70 37 38 72 41 60 34 50 39 34 60 59 55 35 29 68 49
Alamat RT 02 RW 03 RT 02 RW 03 RT 01 RW 03 RT 01 RW 03 RT 02 RW 03 RT 01 RW 04 RT 03 RW 03 RT 02 RW 03 RT 03 RW 03 RT 03 RW 03 RT 03 RW 03 RT 01 RW 03 RT 03 RW 03 RT 01 RW 03 RT 03 RW 01 RT 03 RW 01 RT 03 RW 01 RT 03 RW 01 RT 03 RW 01 RT 03 RW 01 RT 03 RW 02 RT 03 RW 02 RT 02 RW 01 RT 02 RW 01 RT 02 RW 01 RT 03 RW 01 RT 03 RW 01 RT 02 RW 07 RT 02 RW 07 RT 01 RW 07 RT 01 RW 07 RT 02 RW 02 RT 02 RW 02 RT 02 RW 02 RT 02 RW 02 RT 02 RW 06 RT 02 RW 06 RT 01 RW 06 RT 01 RW 06
Pendidikan Terakhir SD Tidak Sekolah SD SD SD Tidak Sekolah SD SD Tidak Sekolah Tidak Sekolah SD Tidak Sekolah SD SD SD SMA SD SD Tidak Sekolah SMA SD SD Tidak Sekolah Tidak Sekolah SD SD SMP Tidak Sekolah SD Tidak Sekolah SD SMA SD SD Tidak Sekolah SD SD SD SD
82
40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60
MI IG SN TA AK ST WD UA RF JL RY RD SA EC HI ID SQ KA OP OL SM
L L P L L L L L L L L L P L L L L L L L L
49 38 26 41 50 50 38 57 45 40 33 27 35 45 25 27 50 25 50 60 58
RT 01 RW 06 RT 01 RW 06 RT 01 RW 06 RT 03 RW 02 RT 02 RW 03 RT 02 RW 06 RT 01 RW 07 RT 03 RW 06 RT 02 RW 03 RT 01 RW 07 RT 02 RW 07 RT 01 RW 02 RT 01 RW 07 RT 01 RW 07 RT 02 RW 06 RT 02 RW 03 RT 01 RW 07 RT 02 RW 07 RT 02 RW 02 RT 01 RW 02 RT 01 RW 02
SMA SD SMA SD SD SD SMP Tidak Sekolah SD SMP SMP SD SD Tidak Sekolah SD SD SD SD SD Tidak Sekolah SD
83
Lampiran 4 Pengolahan data (uji statistik) Pengaruh kondisi sosial ekonomi terhadap status ketahanan pangan Model Summary Model
R
R Square
1
.341a
Adjusted R Square
.116
Std. Error of the Estimate
.052
.97362391
a. Predictors: (Constant), Zscore: pengeluaran nonpangan, Zscore: Jumlah ART, Zscore: pengeluaran pangan, Zscore: Tingkat Pendapatan Coefficientsa Unstandardized Coefficients Model 1 (Constant)
Std. Error
B
Standardized Coefficients Beta
Collinearity Statistics t
Sig.
Tolerance
VIF
1.144E-16
.126
Zscore: Tingkat Pendapatan
.326
.142
.326 2.295
.026
.798 1.254
Zscore: Jumlah ART
.036
.135
.036
.263
.793
.880 1.137
Zscore: pengeluaran pangan
-.107
.136
-.107 -.787
.435
.872 1.147
.844
.772 1.295
Zscore: pengeluaran .029 .144 nonpangan a. Dependent Variable: Zscore: Ketahanan Pangan
.000 1.000
.029
.198
84
85
Lampiran 5 Dokumentasi penelitian
Gambar 13 Desa Ciaruteun Ilir
Gambar 12 Lahan sayuran petani
Gambar 14 Responden penelitian
Gambar 16 Responden penelitian
Gambar 17 Kuli pengikat sayuran
Gambar 15 Mobil pengangkut sayuran
86
88
1. Kegiatan Usahatani
No
Kegiatan
% dijual
Per hari (Rupiah)
Per Per Asal bulan musim mendapatkan (Rupiah) (Rupiah) pekerjaan
1
2
3
4
5
2. Kegiatan upahan (nonusahatani) No Kegiatan
Upah 1
2
3
Jumlah Hari
Per bulan Per tahun Asal (Rupiah) (Rupiah) mendapatkan pekerjaan
89
Usaha Keluarga 1
2
3
4
5
Remittan/Kiriman 1
2
3
Lain-lain 1
2
3
4
III. PENGELUARAN RUMAHTANGGA RUMAHTANGGA PETANI Isilah Tabel pengeluaran rumahtangga berikut ini. (Pengeluaran rumahtangga dalam 1 minggu terakhir). No Pengeluaran Perhari Harga per Status dalam (Rupiah) unit rumahtangga Makanan dan minuman (Pangan)
90
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Kebutuhan selain pangan 1
2
3
4
5
6
91
7
8
9
10
11
12
Lain-lain 1
2
3
4
5
6
7
8
9
92
10
IV. KETAHANAN PETANI No 1 2
3 4 5 6 7 8 9 10
11
12
PANGAN
RUMAHTANGGA
Pertanyaan Anda biasanya membeli bahan pangan di Bahan pangan yang Anda beli dapat memenuhi kebutuhan anggota rumahtangga Yang akan Anda lakukan untuk mencukupi kebutuhan pangan ketika tidak memiliki uang Alternatif lain dalam memenuhi kebutuhan pangan pokok rumahtangga Dalam anggota keluarga Anda ada yang kelaparan karena tidak dapat mencukupi kebutuhan pangan Cara Anda mengatasi masalah pangan yang terjadi pada rumahtangga Anda Pasokan kebutuhan pangan di wilayah Anda lancar Anda sering pergi ke luar desa untuk mendapatkan pangan Organisasi yang sedang Anda ikuti terkait dengan pangan Organisasi yang Anda ikuti memudahkan Anda mengakses kebutuhan pangan Jika Anda kekurangan kebutuhan beras, Anda pernah meminta bantuan kepada anggota organisasi? Harga beras di wilayah Anda menyulitkan Anda untuk mendapatkan pasokan beras dalam rumahtangga?
RUMAHTANGGA Jawaban
93
RIWAYAT HIDUP Peneliti bernama Sara Endarwati dilahirkan di Bojonegoro pada tanggal 14 Juni 1992. Peneliti merupakan anak pertama dari pasangan Sudarsono dan Endang Juwarni. Peneliti menamatkan pendidikan Sekolah Dasar Negeri (SDN) Tiron 03 Madiun pada tahun 1998-2004, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 13 Madiun pada tahun 2004-2007, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 02 Madiun pada tahun 2007-2010. Pada tahun 2010, peneliti diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi) dengan mayor Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Semasa SMP peneliti menjabat sebagai sekretaris umum SMPN 13 Madiun dan aktif dalam kegiatan ekstrakulikuler English Club, Pasukan Pengibar Bendera (Paskibra) SMPN 13 Madiun, dan Pasukan Pramuka SMPN 13 Madiun. Peneliti juga aktif mengikuti berbagai perlombaan diantaranya lomba Cerdas Cermat Bahasa Inggris se-Kota Madiun. Peneliti merupakan peraih nilai tertinggi Ujian Akhir Nasional se-SMPN 13 Madiun. Semasa SMA, peneliti aktif dalam kepengurusan kelas selama 2 tahun berturut-turut. Sebelum diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi) program sarjana strata 1 dengan mayor Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, peneliti pernah diterima di program Diploma 3 sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) dengan mayor Analisis Kimia dan telah mengikuti perkuliahan matrikulasi selama 2 minggu. Selama masa perkuliahan, peneliti pernah menjabat sebagai anggota divisi Sosial Lingkungan (Sosling) organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor 2011-2012, ketua divisi Pengembangan Masyarakat di SAMISAENA tahun 2012, staff Divisi Pengembangan Masyarakat SAMISAENA tahun 2011, ketua Divisi Logistik dan Transportasi FRESH 2012, staff divisi Logistik dan Transportasi Indonesian Ecology Expo 2012, staff divisi Konsumsi Indonesian Ecology Expo 2011 dan KERIS 2012, staff divisi Public Relation Journalistic Fair 2012. Peneliti juga aktif sebagai asisten praktikum mata kuliah Berpikir dan Menulis Ilmiah selama 1 semester dan asisten praktikum mata kuliah Ilmu Penyuluhan selama 1 semester.