PENGANTAR PERPAJAKAN ACCOUNT REPRESENTATIVE DASAR
aj
Komptensi Dasar peserta diklat diharapkan mampu: • Menjelaskan KUP AR Dasar • Menjelaskan PPh AR Dasar • Menjelaskan PPN AR Dasar • Menjelaskan PBB P3 dan Bea Materai
aj
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN PEMBETULAN SPT DAN PENERBITAN STP
aj
• Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat membetulkan SPT yang telah disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan. • Dalam hal pembetulan Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyatakan rugi atau lebih bayar, pembetulan Surat Pemberitahuan harus disampaikan paling lama 2 (dua) tahun sebelum daluwarsa penetapan.
WP Membetulkan SPT dengan menyampaikan pernyataan tertulis
PEMBETULAN SPT
Syarat, belum dilakukan: o Pemeriksaan; atau o Pemeriksaan Bukti Permulaan.
rugi atau lebih bayar
TIDAK
sampai daluwarsa
Pasal 5 PP 74
YA paling lama 2 (dua) tahun sebelum daluwarsa
PEMBETULAN SPT Kompensasi Kerugian WP menerima: skp
yg menyatakan rugi fiskal yg berbeda dg rugi fiskal yg telah dikompensasikan dalam SPT Tahunan
SK Keberatan
SK Pengurangan Ketetapan Pajak SK Pembatalan Ketetapan Pajak
WP membetulkan SPT
SK Pembetulan jangka waktu
Putusan Banding
3 bulan
Putusan PK
sejak tanggal stempel pos pengiriman diterima secara langsung
WP tidak membetulkan SPT Dirjen Pajak memperhitungkan rugi fiskal
atas Tahun Pajak sebelumnya atau beberapa Tahun Pajak sebelumnya,
Pasal 6
CONTOH 1
PT A menyampaikan SPT Tahunan PPh tahun 2016 yang menyatakan: Penghasilan Neto sebesar Rp200.000.000,00, Kompensasi kerugian berdasarkan SPT Tahunan PPh tahun 2015 sebesar Rp150.000.000,00 (-) Penghasilan Kena Pajak Rp 50.000.000,00
Terhadap SPT Tahunan PPh thn 2015 dilakukan pemeriksaan, dan pada tgl 6 Januari 2017 diterbitkan surat ketetapan pajak yang menyatakan rugi fiskal sebesar Rp70juta.
Berdasarkan surat ketetapan pajak tsb Dirjen Pajak akan mengubah perhitungan Penghasilan Kena Pajak thn 2016 menjadi sbb:
Penghasilan Neto sebesar Rugi menurut surat ketetapan pajak tahun 2015 sebesar Penghasilan Kena Pajak
Rp200.000.000,00, Rp 70.000.000,00 (-) Rp130.000.000,00
Dengan demikian penghasilan kena pajak dari SPT yang semula Rp50juta (Rp200juta - Rp150juta) setelah pembetulan menjadi Rp130juta (Rp200juta - Rp70juta) aj
CONTOH 2
PT B menyampaikan SPT Tahunan PPh tahun 2016 yang menyatakan: Penghasilan Neto sebesar Rp300.000.000,00, Kompensasi kerugian berdasarkan SPT Tahunan PPh tahun 2015 sebesar Rp200.000.000,00 (-) Penghasilan Kena Pajak Rp 100.000.000,00 Terhadap SPT Tahunan PPh thn 2015 dilakukan pemeriksaan, dan pada tgl 6 Januari 2017 diterbitkan surat ketetapan pajak yang menyatakan rugi fiskal sebesar Rp250juta.
Berdasarkan surat ketetapan pajak tsb Dirjen Pajak akan mengubah perhitungan Penghasilan Kena Pajak thn 2016 menjadi sbb:
Penghasilan Neto sebesar Rugi menurut surat ketetapan pajak tahun 2015 sebesar Penghasilan Kena Pajak
aj
Rp300.000.000,00, Rp250.000.000,00 (-) Rp 50.000.000,00
Dengan demikian penghasilan kena pajak dari SPT yang semula Rp100juta (Rp300juta – Rp200juta) setelah pembetulan menjadi Rp50juta (Rp300juta – Rp250juta)
PENGUNGKAPAN KETIDAKBENARAN PERBUATAN (1) Pengungkapan Ketidakbenaran Perbuatan
Wajib Pajak Tidak sesuai dengan keadaan yg sebenarnya
Dirjen Pajak Pemeriksaan Bukper Terbuka
Pemeriksaan Bukper Terbuka tetap dilanjutkan
sesuai dengan keadaan yg sebenarnya
Laporan Hasil Pemeriksaan Bukper
Pemeriksaan Bukper
Usulan Penyidikan
> dengan Temuan Pemeriksaan Bukper
Pemberitahuan Tidak Dilakukan Penyidikan
terdapat data lain
Pasal 7 PP 74
PENGUNGKAPAN KETIDAKBENARAN PERBUATAN (2) alpa/ sengaja
tidak menyampaikan SPT
menyampaikan SPT tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yg isinya tidak benar
Syarat:
Kemauan sendiri Pernyataan tertulis
Sepanjang mulainya penyidikan belum diberitahukan kpd penuntut umum
Ditandatangani WP penghitungan kekurangan pajak dalam format SPT SSP Kurang Bayar SSP denda sebesar 150%
Dirjen Pajak Pasal 7 PP 74/2011
Tugas AR dalam Tindak Lanjut Pengungkapan Ketidakbenaran Perbuatan Wajib Pajak
Melakukan penelitian formal untuk memastikan
• SPKP telah ditandatangani oleh Wajib Pajak atau wakilnya • terdapat lampiran berupa penghitungan kekurangan pembayaran jumlah pajak yang sebenarnya terutang dalam format Surat Pemberitahuan dan kebenaran perhitungannya • SSP sebagai bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak telah sesuai dengan perhitungan termasuk kode MAP dan KJS • SSP sebagai bukti pelunasan sanksi administrasi berupa denda telah sesuai dengan ketentuan termasuk kode MAP dan KJS.
Diselesaikan dalam jangka waktu 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya surat SE-13 / 2013
Contoh Kasus
Selama Pemeriksaan Bukti Permulaan, Wajib Pajak melakukan pembayaran sehubungan pengungkapan ketidakbenaran perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang KUP dengan rincian sebagai berikut : a. Pajak yang kurang dibayar
Rp 10.000.000.000,00 b. Sanksi administrasi berupa denda (150 %) Rp 15.000.000.000,00 Jumlah pembayaran Rp 25.000.000.000,00 Atas pembayaran Wajib Pajak tersebut, jumlah yang dapat menjadi pengurang nilai kerugian pada pendapatan negara adalah sebesar : 2/5 x Rp 25.000.000.000,00 = Rp 10.000.000.000,00 sehingga nilai kerugian pada pendapatan negara yang tersisa dan dimasukkan ke berkas Penyidikan adalah sebesar : Rp 25.000.000.000,00 - Rp 10.000.000.000,00 = Rp 15.000.000.000,00.
Lampiran PMK 239/2014
PENGUNGKAPAN KETIDAKBENARAN PENGISIAN SPT
Dirjen Pajak Pemeriksaan
Wajib Pajak
Pemeriksaan tetap dilanjutkan
skp
Pengungkapan Ketidakbenaran Pengisian SPT Ditandatangani WP Syarat: Kesadaran sendiri Laporan tertulis Sepanjang SPHP belum disampaikan
penghitungan kekurangan pajak dalam format SPT SSP Kurang Bayar
SSP kenaikan sebesar 50%
Catatan untuk SPT Masa PPN: PM yg tidak dilaporkan dalam SPT tidak dapat diperhitungkan dalam pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT
Pasal 8
Penyampaian SPHP
Pernyataan tertulis SPT menyatakan rugi atau lebih bayar, disampaikan paling lama 2 (dua) tahun sebelum daluwarsa
Pasal 8
penetapan
Penyidikan diberitahukan kepada Penuntut Umum)
Pemeriksaan Buper
Laporan
tersendiri
ditandatangani
oleh
secara
Wajib
tertulis,
Pajak
dan
dilampiri: penghitungan pajak yang kurang dibayar sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dalam format Surat Pemberitahuan Surat Setoran Pajak atas pelunasan pajak yang kurang dibayar Surat Setoran Pajak atas pembayaran sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50% (lima puluh persen)
Pengungkapan Ketidakbenaran Perbuatan
Pembetulan SPT
SPT
Penyidikan (SPT dimulainya
Verifikasi (SPHV) Pemeriksaan (SPHP) Pemeriksaan Buper (SPPBP)
Pengungkapan Ketidakbenaran Pengisian SPT
Pernyataan tertulis ditandatangani oleh Wajib Pajak dan dilampiri: penghitungan kekurangan pembayaran jumlah pajak yang sebenarnya terutang dalam format Surat Pemberitahuan Surat Setoran Pajak sebagai bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak, dan Surat Setoran Pajak sebagai bukti pembayaran sanksi administrasi berupa denda sebesar 150% (seratus lima puluh persen).
Akibat Pembetulan Sendiri SPT
sejak berakhirnya penyampaian SPT sd tanggal pembayaran
Tahunan
/bln
Masa
aj
BUNGA
atas jumlah pajak yang kurang dibayar
sejak jatuh tempo pembayaran sd tanggal pembayaran Pasal 8 ayat (2) dan (2a)
15
Pembayaran/Penyetoran Dilakukan setelah Jatuh tempo pembayaran
BUNGA
/bln
Tahunan
mulai dari berakhirnya batas waktu penyampaian SPT sd tanggal pembayaran
aj
Masa
sejak jatuh tempo pembayaran sd tanggal pembayaran Pasal 9 ayat (2) dan (2a)
16
aj
17
PENERBITAN STP
Pasal 14 UU KUP
surat untuk melakukan tagihan pajak a
Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;
b
dari hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung; serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai kelengkapan pengisian Surat Pemberitahuan dan lampiran-lampirannya termasuk penilaian tentang kebenaran penulisan dan penghitungannya.
aj
Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam STP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b ditambah dengan sanksi
administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya STP. (Pasal 14 ayat (3) UU KUP)
STP diterbitkan dalam hal PPh dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar dari hasil penelitian SPT terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis/salah hitung
WP dikenai sanksi administrasi berupa denda/bunga
aj
/bln
BUNGA
max 24 bulan, sejak saat terutang atau berakhirnya Masa/Bagian Tahun /Tahun Pajak s.d.diterbitkannya STP
termasuk denda 50% & 100% (keberatan/banding)
Pasal 14 UU KUP Pasal 8 PMK 145/PMK.03/2012
19
STP diterbitkan dalam hal
PKP tidak membuat, tidak mengisi FP secara lengkap atau melaporkan FP tidak sesuai dg masa penerbitan FP
denda dari DPP
PKP yg mengalami gagal bunga 2%/bln dari berproduksi dan telah diberikan pengembalian PM pajak yang ditagih kembali, aj
Pasal 14 UU KUP Pasal 8 PMK 145/PMK.03/2012
20
Contoh PPh Pasal 25 tahun 2016 setiap bulan dibayar sebesar Rp 100.000.000,00 , jatuh tempo pembayaran tanggal 15 • Pada bulan Juni 2016 dibayar tepat waktu sebesar Rp 40.000.000,00.
Atas kekurangan Pajak Penghasilan Pasal 25 tersebut diterbitkan STP pada tanggal 18 September 2016 dengan penghitungan sebagai berikut:
Kekurangan bayar Pajak Penghasilan Pasal 25 bulan Juni 2016 (Rp 100.000.000,00 – Rp 40.000.000,00)
aj
= Rp 60.000.000,00
• Bunga = 3 x 2% x Rp 60.000.000,00
= Rp
• Jumlah yang harus dibayar
= Rp 63.600.000,00
3.600.000,00
Pasal 14 ayat (3), ayat (4) UU KUP-
Contoh SPT Tahunan PPh OP Tahun 2016 yang disampaikan tanggal 31 Maret 2017 setelah dilakukan penelitian ternyata terdapat salah hitung yang menyebabkan PPh kurang bayar sebesar Rp 2.000.000,-. Atas kekurangan PPh tersebut diterbitkan STP tanggal 14 Juni 2017 dengan penghitungan sebagai berikut:
• Kekurangan bayar pajak Penghasilan Rp 2.000.000,00 • Bunga = 3 x 2% x Rp 2.000.000,Rp 120.000,00(-) • Jumlah yang harus dibayar Rp 2.120.000,00
aj
Pasal 14 ayat (3), ayat (4) UU KUP-
PENERBITAN STP surat untuk melakukan tagihan sanksi administrasi berupa bunga Pasal 8 ayat 2 KUP: dalam hal WP membetulkan sendiri SPT Tahunan yg mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar; Pasal 8 ayat 2a KUP: dalam hal WP membetulkan sendiri SPT Masa yg mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar; Pasal 9 ayat 2a KUP : pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang dalam suatu Masa Pajak dilakukan setelah tanggal jatuh tempo; Pasal 9 ayat 2b KUP : pembayaran atau penyetoran kekurangan pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan PPh dilakukan setelah tanggal jatuh tempo penyampaian SPT Tahunan Pasal 19 ayat 1 KUP: dalam hal jumlah pajak yang masih harus dibayar menurut ketetapan, pada saat jatuh tempo tidak atau kurang dibayar; Pasal 19 ayat 2 KUP: dalam hal WP diperbolehkan mengangsur atau menunda pembayaran pajak; Pasal 19 ayat 3 KUP: dalam hal WP menunda penyampaian SPT Tahunan yang penghitungan sementara pajak yang terutang kurang dari jumlah pajak yang sebenarnya terutang.
Pasal 14 UU KUP
Pasal 14 ayat 1 huruf g: PKP yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6a) UU PPN 1984 dan perubahannya.
Banyak ? sering-seringlah membaca Peraturan Perundang-undangan
STP mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan surat ketetapan pajak sehingga dalam hal penagihannya dapat juga dilakukan dengan Surat Paksa
aj
Contoh PT ABC membetulkan sendiri SPT Tahunan PPh Tahun 2014 pada tanggal 20 Februari 2016, yang semula menyatakan jumlah pajak terutang sebesar Rp100juta dan kredit pajak sebesar Rp80juta, dibetulkan seharusnya jumlah pajak terutang sebesar Rp130juta dan kredit pajak tetap. Kekurangan pembayaran pajak sebesar Rp30juta dibayar pada tanggal 18 Februari 2016.
Dari kasus di atas maka PT ABC dikenai sanksi administrasi berupa bunga sesuai dengan Pasal 8 ayat 2 UU KUP sebesar:
2% x 10 x Rp30.000.000,00 = Rp6.000.000,00
Jumlah bulan dihitung sejak 1 Mei 2015 – 18 Februari 2016 = 10 bulan.
DJP menerbitkan STP untuk menagih sanksi administrasi berupa bunga tersebut aj
Pasal 14 (1) UU KUP
PENERBITAN STP surat untuk melakukan tagihan sanksi administrasi berupa
denda
pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
• tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu; • tidak mengisi faktur pajak secara lengkap, dalam hal penyerahan dilakukan oleh PKP pedagang eceran; • melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak
Terhadap Pengusaha atau PKP tsb, selain wajib menyetor pajak yang terutang, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak. (Pasal 14 ayat 4 UU KUP) aj
Contoh Pengusaha Kena Pajak A pada tanggal 30 Mei 2017 menyerahkan Barang Kena Pajak dengan harga jual Rp10juta kepada Pengusaha Kena Pajak B. Pelunasan dilakukan oleh A pada tanggal 2 Juli 2017 dan bersamaan dengan itu PKP A menerbitkan Faktur Pajak tertanggal 2 Juli 2017. PKP A terlambat membuat Faktur Pajak yang seharusnya paling lambat tanggal 30 Juni 2017. Apabila keterlambatan tersebut diketahui DJP misal melalui pemeriksaan, maka PKP A dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% x DPP
DJP menerbitkan STP 2% x Rp10.000.000,00 = Rp200.000,00 aj
PENERBITAN STP Pasal 14 ayat 1 huruf g: PKP yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6a) UU PPN 1984 dan perubahannya. Terhadap Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah pajak yang ditagih kembali, dihitung dari tanggal penerbitan Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak sampai dengan tanggal penerbitan Surat Tagihan Pajak, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan. (Pasal 14 ayat 5 UU KUP)
Pajak Masukan yang telah dikreditkan (atas perolehan dan/atau impor barang modal) dan telah diberikan pengembalian wajib dibayar kembali oleh PKP dalam hal PKP tersebut mengalami keadaan gagal berproduksi dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun sejak Masa Pajak pengkreditan Pajak Masukan dimulai. aj
Pasal 14 UU KUP
Pembayaran dan Penyetoran Pajak Melalui Pemindahbukuan Dikarenakan
• pengisian formulir SSP, SSPCP • pengisian data pembayaran pajak yang dilakukan melalui sistem ebilling • perekaman yang dilakukan kantor penerima pembayaran pajak • perekaman atau pengisian Bukti Pbk oleh pegawai DJP • pemecahan setoran pajak dalam SSP, SSPCP, BPN, atau Bukti Pbk • jumlah pembayaran pada SSP, BPN, atau Bukti Pbk >= pajak yang terutang dalam SPT,SKP,STP,SPPT, SKP PBB • Bukti Pbk >= pajak yang terutang dalam PIB,dokumen cukai, STP/SKP • Pemindahbukuan karena sebab lain aj
29
PAJAK PENGHASILAN Objek dan Non objek, Biaya Yang dapat dikurangkan atau tidak dapat dikurangkan, Tarif tertentu dan Angsuran Pasal 25
aj
Penghasilan dari Usaha dan Kegiatan Laba Usaha Premi Asuransi Surplus Bank Indonesia • Laba usaha yang merupakan selisih lebih antara pendapatan usaha atau kegiatan dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka melakukan usaha dan kegiatan
aj
Surplus Bank Indonesia menurut laporan keuangan audit setelah dilakukan penyesuaian atau koreksi fiskal sesuai dengan Undang-Undang Pajak Penghasilan dengan memperhatikan karakteristik Bank Indonesia
Penghasilan dari Modal
bunga, dividen, royalti, sewa, dan keuntungan penjualan harta atau hak
Dalam pengertian bunga termasuk pula premium, diskonto dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang aj
Penghasilan Lain - Lain Penerimaan Atau Perolehan Pembayaran Berkala Penerimaan Kembali Pembayaran Pajak yang Telah Dibebankan Sebagai Biaya dan Pembayaran Tambahan Pengembalian Pajak
Keuntungan Karena Pembebasan Utang, Kecuali Sampai Dengan Jumlah Tertentu yang Ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah Keuntungan Selisih Kurs Mata Uang Asing Selisih Lebih Karena Penilaian Kembali Aktiva
aj
Iuran yang Diterima atau Diperoleh Perkumpulan Dari Anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang Menjalankan Usaha atau Pekerjaan Bebas.
Tambahan Kekayaan Neto yang Berasal dari Penghasilan yang Belum Dikenakan Pajak
Imbalan Bunga Sebagaimana Dimaksud dalam Undang-Undang yang Mengatur Mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
Penghasilan Final / bersifat final Bunga Deposito/ Tabungan Dan Diskonto Sertifikat Bank Indonesia (SBI) Bunga Obligasi Penjualan BBM, BBG dan Pelumas dari produsen atau importir Usaha Jasa Kontruksi
aj
Penghasilan WP luar negeri yang mempunyai kantor perwakilan dagang di Indonesia
Penjualan Saham Pendiri dan bukan Pendiri di Bursa Efek
Penghasilan Berupa Diskonto Obligasi
Hadiah Undian Penghasilan Wjib Pajak yang bergerak di bidang usaha pelayaran atau penerbangan luar negeri
Pengalihan Hak Atas Tanah dan/Atau Bangunan bunga dan/atau diskonto dari Uang manfaat Obligasi yang pensiun; diterima dan/atau Tunjangan hari tua diperoleh WP atau Jaminan Hari Tua Penghasilan Wajib reksadana yang yang dibayarkan Pajak yang terdaftar pada sekaligus bergerak dibidang Badan Pengawas usaha pelayaran Honorarium dan Pasar Modal dan dalam negeri. imbalan lain dengan Lembaga Keuangan Uang pesangon, nama apapun atas yang dibayarkan Penghasilan yang beban APBN/ APBD sekaligus diterima atau yang diterima Pejabat diperoleh dari Negara, PNS, angg. Penjualan Saham Persewaan Tanah TNI , POLRI dan Milik Perusahaan dan /atau Bangunan pensiunan. Modal Ventura
Penghasilan Final / bersifat final Nilai bangunan yang diterima dalam rangka Bangun Guna Serah sehub. dgn berakhirnya masa perjanjian Selisih penilaian kembali aktiva tetap
Penghasilan istri semata mata dari satu pemberi kerja.
Dividen yang diterima oleh WP orang pribadi
Diskonto Surat Utang Negara ( SPBN & ORI)
aj
Penghasilan Bukan Objek Pajak Dikenakan Pajak dengan Tarif Umum P E N G H A S I L A N
Objek Pajak
Bukan Objek Pajak
Dikenakan Pajak dengan Tarif Khusus dan Bersifat Final
Tidak digabungkan dengan Penghasilan yang dikenakan Pajak dengan Tarif Umum
Penghasilan yang Dikecualikan Sebagai Objek Pajak Pertimbangan-pertimbangan penghasilan dikecualikan sebagai objek pajak antara lain: • penghasilan bagi lembaga yang bersifat sosial atau keagamaan • penghasilan yang diperoleh karena hubungan keluarga • menghindari pengenaan pajak berganda secara yuridis dan ekonomis; • penggeseran pembebanan pajak; • kewajaran dan kelaziman dalam dunia usaha; • alasan praktis; • menunjang program pemerintah di bidang pembangunan . • sebagai fasilitas dan insentif perpajakan. aj
Bantuan atau sumbangan dan hibah • •
• •
diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah diterima oleh penerima sumbangan yang berhak,
•
•
aj
harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan atau badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan.
BIAYA-BIAYA YANG BOLEH / TIDAK DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO
aj
Pengurang Penghasilan Bruto • Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan • Kompensasi kerugian • Penghasilan tidak kena pajak Biaya atau pengeluaran yang terjadi, harus dibukukan secara terpisah antara untuk mendapatkan penghasilan yang merupakan objek pajak yang dikenakan tarif umum, objek pajak final, bukan objek pajak dan yang mendapatkan fasilitas perpajakan. Jika ada biaya bersama (joint cost) yang tidak dapat dipisahkan, maka pembebanannya dilakukan dengan proporsional. aj
Pengurang Penghasilan Bruto PENGHASILAN (Ph) BRUTO Ph-OP Non Final terkait
Boleh Dikurangkan (Ps.6(1) UU PPh)
Ph-OP Final
Ph-BOP
terkait
terkait
Tidak Boleh Dikurangkan (PP 94/2010)
PENGELUARAN/BIAYA Tidak boleh dikurangkan berdasarkan Ps. 9(1) UU PPh dan ketentuan lainnya aj
PENGELUARAN DIBEBANKAN SEBAGAI BIAYA
1. PENGELUARAN-PENGELUARAN YANG MEMPUNYAI HUBUNGAN LANGSUNG DENGAN USAHA/KEGIATAN UNTUK : MENDAPATKAN MENAGIH MEMELIHARA
PENGHASILAN YANG MERUPAKAN OBJEK PAJAK
2. PENGELUARAN-PENGELUARAN UNTUK 3M PENGHASILANNYA YANG BUKAN BUKAN MERUPAKAN OBJEK PAJAK, ATAU YANG PENGHASILANNYA DIKENAKAN PPh. FINAL, TIDAK BOLEH DIBEBANKAN SEBAGAI BIAYA.
aj
BIAYA YANG SECARA LANGSUNG ATAU TIDAK LANSUNG BERKAITAN DENGAN DENGAN KEGIATAN USAHA Pasal 6 ayar (1)a
aj
1. Biaya pembelian bahan ; 2. Biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honororarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang. 3. bunga, sewa, dan royalty. 4. biaya perjalanan ; 5. biaya pengolahan limbah ; 6. premi asuransi; 7. biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. 8. biaya administrasi 9. pajak kecuali Pajak Penghasilan.
Pasal 6 ayat (1)
aj
• Iuran Kepada Dana Pensiun • Kerugian Karena Penjualan Atau Pengalihan Harta • Kerugian Karena Selisih Kurs • Biaya Penelitian dan Pengembangan Perusahaan • Biaya Bea Siswa, Magang dan Pelatihan
PENGELUARAN UNTUK :
-MENDAPATKAN - MENAGIH -MEMELIHARA PENGHASILAN
YANG MEMPUNYAI MASA MANFAAT LEBIH DARI 1(SATU) TAHUN
TIDAK BOLEH DIBEBANKAN SEKALIGUS, MELAINKAN DI BEBANKAN MELALUI PENYUSUTAN / AMORTISASI, SEBAGAIMANA DIMAKSUD PASAL 11 ATAU PASAL 11 A
Pasal 9 ayat (1),(2) aj
PENGHITUNGAN BESARNYA ANGSURAN YANG HARUS DIBAYAR WP SENDIRI DALAM TAHUN BERJALAN
PPh PASAL 25
CONTOH 1 : PPh TERUTANG CFM SPT TAHUNAN PPh 2016 DIKURANGI : a.PPh YG DIPOTONG PEMBERI KERJA (PPh PASAL 21) Rp 15.000.000.b. PPh YG DIPUNGUT PIHAK LAIN (PPh PASAL 22) Rp 10.000.000.c. PPh YG DIPOTONG PIHAK LAIN ( PPh PASAL 23) Rp 2.500.000.d. KREDIT PAJAK LUAR NEGERI (PPh PASAL 24) Rp 7.500.000.JUMLAH KREDIT PAJAK SELISIH
Rp 50.000.000.
Rp 35.000.000.Rp 15.000.000.-
BESARNYA ANGSURAN YG HARUS DIBAYAR SENDIRI SETIAP BULAN UNTUK TAHUN 2017 Rp 1.250.000.- (Rp 15.000.000 : 12) aj
TIDAK BOLEH DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO PEMBAYARAN YANG JUMLAHNYA MELEBIHI KEWAJARAN KEPADA - PEMEGANG SAHAM - PIHAK YANG MEMPUNYAI HUBUNGAN ISTIMEWA SEBAGAI IMBALAN SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN YANG DILAKUKAN.
CONTOH
aj
WP A TENAGA AHLI DAN PEMEGANG SAHAM DARI PT B IMBALAN DARI PT B YG DITERIMA SEBESAR Rp 50.000.000. APABILA UNTUK JASA YG SAMA YG DIBERIKAN OLEH TENAGA AHLI LAIN YG SETARA HANYA DIBAYAR Rp 20.000.000. MAKA JUMLAH Rp 30.000.000. TIDAK BOLEH DIBEBANKAN SEBAGAI BIAYA. BAGI TENAGA AHLI, YANG JUGA PEMEGANG SAHAM, JUMLAH Rp 30.000.000. DIANGGAP SEBAGAI: PEMBERIAN DEVIDEN DARI PT B DAN HARUS DIPOTONG PPh Psl 23.
Pasal 9 ayat (1) Huruf f
tarif
BUNGA DEPOSITO/TABUNGAN/DISKONTO SBI (PP 123 TAHUN 2015, jo. PMK - 26/PMK.010/2016)
20% x BRUTO BUNGA WP DN ATAU BUT 20% x ATAU SESUAI DG P3B BAGI WP LN HADIAH UNDIAN (PP 132 /2000) 25% x HADIAH BRUTO UANG/BARANG BUNGA SIMPANAN KOPERASI Psl 4 (2)a, UU PPh, jo. PP 15/2009
0% apabila s.d jumlah Rp. 240.000,00/bulan. 10% apabila diatas Rp. 240.000,00/bulan aj
tarif
BUNGA OBLIGASI DAN DISKONTO (PP No.100 Th. 2013) 15% x BRUTO BAGI WP DN DAN BUT 20%, ATAU SESUAI DENGAN P3B BAGI WP LN BAGI WP REKSADANA 15% UNTUK TAHUN 2014-DST PENJUALAN SAHAM PENDIRI DIBURSA EFEK PP 41 0,5% x PENGHASILAN BRUTO (PP 14 Th. 1997, Tgl 29-5-1997)
TRANSAKSI DERIVATIF YANG DIPERDAGANGAKAN DI BURSA (PP 31 Tahun 2011)
2,5% dari MARGIN AWAL
tarif
PENJUALAN SAHAM, BUKAN SAHAM PENDIRI DIBURSA EFEK (UU 10 TAHUN 1994 JO KMK 282/KMK.04/97 TGL 20-6-1997)
0,1 % x NILAI TRANSAKSI PENJUALAN
PENJUALAN BAHAN BAKAR MINYAK, BAHAN BAKAR GAS, DAN PELUMAS Psl 22 UU PPh, jo. PMK 34/PMK.010/2017
NON PERTAMINA -PREMIUM 0,3% x PENJUALAN -SOLAR 0,3% x PENJUALAN - PREMIX 0,3% x PENJUALAN
PERTAMINA -PREMIUM 0,25% x PENJUALAN -SOLAR 0,25% x PENJUALAN -PREMIX 0,25% x PENJUALAN
MINYAK TANAH, GAS LPG,DAN PELUMAS : 0,3% x PENJUALAN
tarif
PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN (PP 34 TAHUN 2016, tgl 8-8-2016, Jo PMK 261/PMK.03/2016, tgl 30-12-2016):
PPh. 5% x TRANSAKSI BRUTO (NJOP/HARGA PASAR)
PPh 1% x TRANSAKSI BRUTO (KHUSUS RS/RSS) PENGHASILAN DARI PERSEWAAN TANAH DAN/BANGUNAN (PP TERAKHIR NO. 5 TAHUN 2002, jo.KEPMENKEU/120/KMK.03/2002)
PPh 10 % DARI SEWA BRUTO (OP/BADAN).
PENGHASILAN BERUPA PENERIMAAN BANGUNAN YANG DIBANGUN DI ATASTANAH MILIK ORANG PRIBADI SEHUBUNGAN DG BERAKHIRNYA PERJANJIAN BOT ("BUILT OPERATE AND TRANSFER") (KMK. 248/KMK.04/1995, Tgl 2-6-1995)
PPh 5% x NILAI JUAL/NJOP (MANA YANG TERTINGGI)
tarif PENGHASILAN WP YANG BERGERAK DI BIDANG USAHA PELAYARAN DN (KMK 416/ KMK.04/1996, Tgl 14-6-1996)
PPh 1,2% x PENGHASILAN BRUTO PENGHASILAN WP YANG BERGERAK DIBIDANG USAHA PELAYARAN ATAU PENERBANGAN LN, (KMK. 417/KMK.04/1996, Tgl 14-6-1996)
DIKENAKAN PPh 2,64 % x PENGHASILAN BRUTO. PENGHASILAN WP LN YG MEMPUNYAI KANTOR PERWAKILAN DAGANG DI INDONESIA (PASAL 15 UU PPh, yo KEP.MK-634/KMK.04/1994,Tgl 29-12-1994)
PPHnya 0,44% x EKSPOR BRUTO YG DILAKUKAN DI INDONESIA
tarif SELISIH PENILAIAN KEMBALI AKTIVA TETAP (PMK-79/PMK,03/2008,tgl 23-5-2008)
10% x SELISIH PENILAIAN KEMBALI + % SELISIH TARIF TERTINGGI 10% APABILA < 5 TAHUN DI ALIHKAN/DIPINDAH TANGANKAN
USAHA JASA KONSTRUKSI (PP 40 Tahun 2009, Tgl 04-6-2009)
2% Pelaksana Konstruksi, kualifikasi usaha kecil ; 4% Pelaksana Konstruksi, tidak memiliki kualifikasi usaha; 3% Pelaksana Konstruksi, Jasa selain (a) dan (b) diatas. 4% Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi, kualifikasi usaha 6% Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi, tidak memiliki kualifikasi usaha. Dalam hal Penyedia Jasa adalah BUT, tarif sebagaimana dimaksud diatas, TIDAK BERLAKU bagi pengenaan PPh setelah Penghasilan Kena Pajak dikurangi Pajak Terutang aj
tarif
DISKONTO SURAT PERBENDAHARAAN NEGARA (PP Nomor 27 Tahun 2008, ):
20% x DISKONTO SPN. PEMUNGUTAN PENERBIT SPN/DEALER/BANK (SAAT TGL PENYELESAIAN TRANSAKSI PENJUALAN SPN DIPASAR SEKUNDER)
PAJAK PENGHASILAN ATAS DIVIDEN YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WP OP DALAM NEGERI DIKENAKAN PPH SEBESAR 10% aj
Angsuran Pajak dalam Tahun Pajak Berjalan yang Harus Dibayar Sendiri oleh Wajib Pajak (1) Besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan: a. Pajak Penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 23 serta Pajak Penghasilan yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22; dan b. Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak. (2) Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk bulanbulan sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan sebelum batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sama dengan besarnya angsuran pajak untuk bulan terakhir tahun pajak yang lalu. aj
Contoh 1:
Pajak Penghasilan yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun 2016 Rp 50.000.000,00 dikurangi: a. PPh PPh Pasal 21 Rp 15.000.000,00 b. PPh PPh Pasal 22 Rp 10.000.000,00 c. PPh PPh Pasal 23 Rp 2.500.000,00 d. KPLN (PPh Pasal 24) Rp 7.500.000,00(+) Jumlah kredit pajak Rp 35.000.000,00(-) Selisih Rp 15.000.000,00 Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri setiap bulan untuk tahun 2017 adalah sebesar Rp 1.250.000,00 (Rp15.000.000,00 dibagi 12).
aj
Penjelasan Ps. 25 ayat (1) UU PPh
Contoh 2: Apabila Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam contoh di atas berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh untuk bagian tahun pajak yang meliputi masa 6 (enam) bulan dalam tahun 2016, besarnya angsuran bulanan yang harus dibayar sendiri setiap bulan dalam tahun 2017 adalah sebesar Rp2.500.000,00 (Rp15.000.000,00 dibagi 6).
Contoh 3: Apabila Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan oleh Wajib Pajak orang pribadi pada bulan Februari 2017, besarnya angsuran pajak yang harus dibayar Wajib Pajak tersebut untuk bulan Januari 2017 adalah sebesar angsuran pajak bulan Desember 2016, misalnya sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). Apabila dalam bulan September 2016 diterbitkan keputusan pengurangan angsuran pajak menjadi nihil sehingga angsuran pajak sejak bulan Oktober sampai dengan Desember 2016 menjadi nihil, besarnya angsuran pajak yang harus dibayar Wajib Pajak untuk bulan Januari 2017 tetap sama dengan angsuran bulan Desember 2016, yaitu nihil. aj
Angsuran Pajak Dalam Tahun Pajak Berjalan Apabila Dalam Tahun Pajak Berjalan Diterbitkan SKP Untuk Tahun Pajak Yang Lalu (4) Apabila dalam tahun pajak berjalan diterbitkan surat ketetapan pajak untuk tahun pajak yang lalu, besarnya angsuran pajak dihitung kembali berdasarkan surat ketetapan pajak tersebut dan berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan penerbitan surat ketetapan pajak. Contoh: Berdasarkan SPT Tahunan PPh tahun pajak 2016 yang disampaikan Wajib Pajak dalam bulan Februari 2017, perhitungan besarnya angsuran pajak yang harus dibayar adalah sebesar Rp1.250.000,00. Dalam bulan Juni 2017 telah diterbitkan surat ketetapan pajak tahun pajak 2016 yang menghasilkan besarnya angsuran pajak setiap bulan sebesar Rp2.000.000,00. Berdasarkan ketentuan dalam ayat ini, besarnya angsuran pajak mulai bulan Juli 2017 adalah sebesar Rp2.000.000,00. Penetapan besarnya angsuran pajak berdasarkan surat ketetapan pajak tersebut bisa sama, lebih besar, atau lebih kecil dari angsuran pajak sebelumnya berdasarkan SPT. aj
Angsuran Pajak dalam Tahun Pajak Berjalan Dalam Hal-hal Tertentu (6) Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menetapkan penghitungan besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan dalam hal-hal tertentu, sebagai berikut: (KEP 537/PJ./2000) a. Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian; b. Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur; c. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang ditentukan; d. Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan; e. Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang mengakibatkan angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan; dan f. terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan Wajib Pajak. (PER -10/PJ/2009)
Lihat juga Peraturan terkait penyesuaian besarnya PTKP aj
Angsuran Pajak dalam Tahun Pajak Berjalan Bagi Wajib Pajak Tertentu
(7) Menteri Keuangan menetapkan penghitungan besarnya angsuran pajak bagi: (PMK No. 255/PMK.03/2008 stdd PPMK No. 208/PMK.03/2009) a. Wajib Pajak baru; b. bank, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, Wajib Pajak masuk bursa, dan Wajib Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan harus membuat laporan keuangan berkala; dan c. Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu dengan tarif paling tinggi 0,75% (nol koma tujuh puluh lima persen) dari peredaran bruto.
aj
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI Objek dan Non Objek, Ketentuan Khusus Objek PPN dan Fasilitas PPN
aj
PPN Objek PPN
Fasilitas PPN
KHUSUS Pasal 4 ayat 1 hrf a
Pasal 4 ayat 1 hrf e
penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha
pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
Pasal 4 ayat 1 hrf b
Pasal 4 ayat 1 hrf f
impor BKP
ekspor BKP Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak
Pasal 4 ayat 1 hrf c
Pasal 4 ayat 1 hrf g
penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha
ekspor BKP Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak
Pasal 4 ayat 1 hrf d
Pasal 4 ayat 1 hrf h
pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
ekspor JKP oleh Pengusaha Kena Pajak
O b j e k P P N
Pasal 16 C
Atas Kegiatan membangun sendiri Pasal 16 D
Penyerahan BKP berupa aktiva yang tujuan semula tidak utk diperjualbelikan
a. penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean, Pengusaha b. impor BKP c. penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean, Pengusaha d. pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean e. pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean f. ekspor BKP Berwujud, PKP g. ekspor BKP Tidak Berwujud,PKP h. ekspor JKP, PKP aj
Objek PPN (Pasal 4 UU PPN)
Syarat Penyerahan BKP 1. barang berwujud yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak; 2. barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud;
3. penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean; dan 4. penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya. Penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf a
JKP 1. jasa yang diserahkan merupakan Jasa Kena Pajak;
2. penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean; dan 3. penyerahan dilakukan dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya. Penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf c
Baca Penjelasan Pasal 4, Cermati kali at dala ra gka kegiata usaha atau pekerjaa ya
Rumusan Dasar Objek PPN OBJEK PPN
PERISTIWA HUKUM
BKP dan/atau JKP DALAM / DARI LUAR DAERAH PABEAN
SUBJEK
Visualisasi Daerah Pabean
Pasal 1 angka 1 UU PPN
Penyerahan BKP/JKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha Pak Dewa pengusaha di Denpasar melayani jasa arsitektur kepada Pak Kalalo pengusaha di Manado
Ibu Ratna pengusaha di Jakarta menjual mebel kepada Ibu Zalzabilla pengusaha di Banjarmasin Banjarmasin
Manado
Jakarta Denpasar Pasal 4 ayat 1 hrf a
Pasal 4 ayat 1 hrf c
penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha
penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha
Pasal 4 ayat 1 hrf b
impor BKP USA
Pak Dewa pengusaha di Denpasar mengimpor alat cetak poster dari Singapura Singapura Bu Ratna pengusaha di Jakarta membeli hak franchise Starbuck dan jasa instalasi outlet dari Amerika Pasal 4 ayat 1 hrf d
Jakarta Denpasar
pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
Pasal 4 ayat 1 hrf e pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
Batas Negara Ekspor BKP Berwujud dan/atau Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak
Pasal 4 ayat 1 hrf f ekspor BKP Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak
Singapura Nodermen Ltd
Garmen
PT. Ciamik mengirim produk garmen ke Nordemen perusahaan yang ada di Singapura
Asian Food Ltd Merek Bebek Asoy
PT. CESPLENK PT. Bebek Asoy menjual hak memakai merek ͞Bebek Asoy͟ ke perusahaan yang ada di Singapura
PT. BEBEK ASOY
Pasal 4 ayat 1 hrf g ekspor BKP Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak
Indonesia
Jasa Maklon
1)
2) 3)
Pasal 4 ayat 1 hrf h
4)
ekspor JKP oleh PKP
5)
PMK. 30/PMK.03/2011 Tgl. 28 Februari 2011
pemesan atau penerima JKP berada di luar Daerah Pabean jasatidak dan merupakan Wajib Pajak Luar Negeri serta jasa perbaikan mempunyai Bentuk Usaha Tetap (BUT)konstruksi sebagaimana dan perawatan dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan dan perubahannya spesifikasi bahan disediakan oleh atau jasa yangdan melekat layanan jasapemesan konsultasi penerima JKP;jasa pada atau perencanaan pekerjaan untuk barang layanan jasa bahan adalah bahan baku, konstruksi, barang setengah jadi, dan/atau bergerak yang pelaksanaan pekerjaan bahan penolong/pembantu yang akan diproses menjadi dimanfaatkan di konstruksi, dan layanan jasa BKP yang dihasilkan; luar Daerah konsultasi pengawasan kepemilikan atas barang jadi berada pada pemesan atau PabeanJKP; dan pekerjaan konstruksi, jasa yang penerima melekat pada atau jasa untuk pengusaha Jasa Maklon mengirim barang hasil barang tidak bergerak yang pekerjaannya berdasarkan permintaan pemesan atau terletak di luar Daerah Pabean penerima Jasa Kena Pajak ke luar Daerah Pabean
Pasal 4 ayat 1 hrf a Melakukan: PENYERAHAN BKP/JKP EKSPOR BKP/ BKPTB /JKP
PENGUSAHA
penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha
Pasal 4 ayat 1 hrf c penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha OMSET 1 TH
Rencana melakukan EKSPOR
Pasal 4 ayat 1 hrf f
n > 4,8 M ?
TDK
YA
ekspor BKP Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak Pasal 4 ayat 1 hrf g
WAJIB DAPAT MEMILIH
PKP
ekspor BKP Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak WAJIB : PUNGUT, SETOR & LAPOR SPT PPN
Pasal 4 ayat 1 hrf h ekspor JKP oleh Pengusaha Kena Pajak
Pengusaha kecil merupakan pengusaha yang selama 1 (satu) tahun buku melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dengan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp4.800.000.000,00
Bagi pengusaha orang pribadi yang dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan, pengertian tahun buku adalah tahun kalender
Pengusaha Kecil PMK-197/PMK.03/2013
Jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto tsb adalah jumlah keseluruhan penyerahan BKP/JKP yang dilakukan oleh pengusaha dalam rangka kegiatan usahanya
PMK No 197/PMK.03/2013 (poin penting)
Pengusaha wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, apabila sampai dengan suatu bulan dalam tahun buku jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya melebihi Rp4,8 milyar
aj
• Pengusaha kecil merupakan pengusaha yang selama 1 (satu) tahun buku melakukan penyerahan BKP/JKP dengan jumlah peredaran bruto atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp4.800.000.000,00 - Jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto tsb adalah jumlah keseluruhan penyerahan BKP/JKP yang dilakukan oleh pengusaha dalam rangka kegiatan usahanya Bagi pengusaha orang pribadi yang dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan, pengertian tahun buku adalah tahun kalender
Pengusaha Kecil PMK-197/PMK.03/2013
Fasilitas PPN aj
Jenis Fasilitas PPN Pasal 16B Ayat (1) UU PPN
aj
• Pajak terutang tidak dipungut sebagian atau seluruhnya • Pajak terutang dibebaskan sementara waktu atau selamanya
Peruntukan Fasilitas PPN Pasal 16B Ayat (1) UU PPN
aj
• kegiatan di kawasan tertentu atau tempat tertentu di dalam Daerah Pabean; • penyerahan BKP tertentu atau penyerahan JKP tertentu; • impor Barang Kena Pajak tertentu; • pemanfaatan BKP Tidak Berwujud tertentu dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; dan • pemanfaatan JKP tertentu dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
• mendorong ekspor yang merupakan prioritas nasional di Tempat Penimbunan Berikat • menampung kemungkinan perjanjian dengan negara lain dalam bidang perdagangan dan investasi • mendorong peningkatan kesehatan masyarakat melalui pengadaan vaksin (PIN) • menjamin tersedianya peralatan (TNI/POLRI) • menjamin tersedianya data batas dan foto udara wilayah Republik Indonesia (TNI) aj
Tujuan dan Maksud Fasilitas PPN Penjelasan Pasal 16B Ayat (1) UU PPN
Pajak Masukan Atas Penyerahan • PM yang dibayar untuk perolehan Yang Mendapatkan BKP dan/atau perolehan JKP yang Fasilitas PPN atas penyerahannya tidak Pasal 16B Ayat (2) & (3) UU PPN
dipungut PPN dapat dikreditkan • PM yang dibayar untuk perolehan BKP dan/atau perolehan JKP yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN tidak dapat dikreditkan.
aj
aj
aj
Kegiatan membangun bangunan yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan, yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain . bangunan tersebut berupa satu atau lebih konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada satu kesatuan tanah dan/atau perairan dengan kriteria sebagai berikut: a) Konstruksi utamanya terdiri dari kayu, beton, pasangan batu bata atau bahan sejenis, dan/atau baja; b) Diperuntukan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha; dan c) Luas keseluruhan paling sedikit 200m2 (dua ratus meter persegi). PPN = 10% x (20% x Jumlah biaya yang dikeluarkan TIDAK TERMASUK harga perolehan tanah dan/atau dibayarkan untuk membangun bangunan) Pasal 16 C Atas Kegiatan membangun sendiri
PPN KMS wajib dilaporkan tgl. 15 bulan berikutnya, ke Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan didirikan
PMK. 163/PMK.03/2012 Tgl. 22 OKT 2012
Saat dan Tempat Terutang • Saat terutang, dimulai pada saat dibangunnya bangunan sampai dengan bangunan selesai. • KMS dilakukan secara bertahap dianggap merupakan satu kesatuan kegiatan sepanjang tenggang waktu antara tahapantahapan tersebut tidak lebih dari 2 (dua) tahun. • Tempat PPN terutang adalah di tempat bangunan tersebut didirikan.
Pembayaran/Penyetoran PPN
• Pembayaran PPN terutang dilakukan setiap bulan sebesar 10% x 20% x jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan pada setiap bulannya Pasal 16 C Atas KMS
aj
PPN dikenakan atas kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan baik oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan oleh pihak lain. (Ps. 16C)
MEMBANGUN SENDIRI (Ps. 16C UU PPN 1984 jis PERMENKEU NO. 163/PMK.03/2012, 22-10-2012 & PERDIRJENPAJAK No. PER-23/PJ./2012, 4 Nov. 2012, mulai berlaku 22 Nov. 2012)
Membangun sendiri adalah kegiatan mendirikan sebuah bangunan menggunakan jasa pemborong/tukang yg tidak/belum dikukuhkan sebagai PKP Syarat : 1. Tempat tinggal/tempat usaha 2. Luas 200m2/lebih 3. konstruksi utama kayu, beton, pasangan batu bata/bahan sejenis, dan/atau baja DPP : 20% X BIAYA YG DIKELUARKAN TERMASUK PPN (Tdk termasuk harga tanah)
SAAT PELAPORAN : Paling lama akhir bln berikut nya dari bulan pengeluaran
SPT Masa PPN 1111 SSP lb – 3 sbg pengganti SPT
Apabila dilakukan secara bertahap sepanjang tenggang waktu antar tahapan tidak lebih dari 2 th, diperlakukan sebagai satu paket bangunan SAAT & TEMPAT PAJAK TERUTANG : TERUTANG PD SAAT PEMBANGUNAN DIMULAI, DI KPP LOKASI BANGUNAN SDG DIDIRIKAN
SAAT PEMBAYARAN : Paling lama tg 15 bln berikutnya dari bulan pengeluaran
DPP : Biaya
DALAM KEGIATAN USAHA/PEK. (Ps. 4 ay. (1) huruf c)
PEMAKAIAN SENDIRI JKP
DIKENAI PPN
PM dpt dikreditkan
Terutang pd saat selesai dikerjakan Dibuat FP
MEMBANGUN SENDIRI
TIDAK DALAM KEGIATAN USAHA/PEK. (Ps. 16C)
Tempat tinggal/ Tempat usaha Luas 200 m2/ lebih
Permanen
DPP : 20% x Biaya
DIKENAI PPN
PM tdk dpt dikredit. Terutang pd saat dimulai pembangunan Tidak dibuat FP
86
•PPN dikenakan atas penyerahan aktiva oleh PKP yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan,
•PPN dikenakan atas penyerahan seluruh aktiva, kecuali atas penyerahan aktiva yang tidak berhubungan langsung dengan kegiatan usaha, serta penyerahan aktiva berupa sedan dan station wagon. (Pasal 9 ayat (8) huruf b dan huruf c Pajak Masukan atas perolehan aktiva tersebut tidak dapat dikreditkan) Contoh: PT. Doremi (PKP) menjual mesin generator milik perusahaan kepada PT. Mifasol dan pada waktu perolehan mesin generator oleh PT. Doremi pajak masukannya dapat dikreditkan. Atas transaksi penyerahan aktiva bekas PT. Doremi di atas terutang PPN karena mesin generator digunakan untuk kegiatan usaha .
Pasal 16 D
aj
Penyerahan BKP berupa aktiva yang tujuan semula tidak utk diperjualbelikan
• Penyerahan BKP, berupa mesin, bangunan, peralatan, perabotan, atau Barang Kena Pajak lain yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh PKP dikenai pajak. • PPN tidak dikenakan atas pengalihan BKP yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha dan pengalihan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yaitu kendaraan bermotor berupa sedan dan station wagon, yang menurut ketentuan Pasal 9 ayat (8) huruf b dan huruf c Pajak Masukan atas perolehan aktiva tersebut tidak dapat dikreditkan
Pasal 16 D Penyerahan BKP berupa aktiva yang tujuan semula tidak utk diperjualbelikan aj
Pajak Bumi Dan Bangunan P3 dan Sektor Lain
Bumi Bangunan Bumi
: permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya
Bangunan : Konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan
Orang atau Badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas BUMI, dan / atau memperoleh manfaat atas BUMI , dan / atau memiliki , menguasai ,dan / atau memperoleh manfaat atas BANGUNAN
NJOP
(Nilai Jual Obyek Pajak)
sebagai
Dasar Pengenaan Pajak
Harga rata-rata yang diperoleh dari transakasi jual beli yang terjadi secara wajar. Jika tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui : • perbandingan harga dengan obyek lain sejenis, atau • perolehan baru, atau • NJOP pengganti.
Pendekata n data pasar Pendekatan biaya Pendekata n pendapata
Harga transaksi bumi/m2 Biaya bangunan/m2
Klasifikasi Bumi Klasifikasi Bangunan
NJOP Bumi NJOP Bangunan
NJKP (Nilai Jual Kena Pajak)
20 % - 100% PP 25 Tahun 2002 : OP ≥ Rp 1 Milyar NJKP sebesar 40% dari NJOP OP < Rp 1 Milyar NJKP sebesar 20% dari NJOP
UU PBB
0,5% UU PBB
Penghitungan
PBB
PBB Terutang = Tarif x NJKP x (NJOP – NJOPTKP) UU PBB
Objek Pajak PBB Sektor Perkebunan bumi dan/atau bangunan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan yang diberikan Hak Guna Usaha Perkebunan
Bumi • • • •
Bangunan
Areal Produktif Areal Belum Produktif Areal Emplasemen Areal Lainnya
PBB sektor PERKEBUNAN
Objek : Bumi + Bangunan Bangunan • Areal tidak Objek : Bumi produktif, • jalan
• Sudah diolah belum ditanami • Belum diolah
Objek : Bumi
AREAL PERKEBUNAN
Emplasment
Lainnya
Belum Produktif
Areal Produktif
Objek : Bumi + SIT areal yg sdh ditanami :
TBM + TM
OBJEK PAJAK PBBSEKTOR PERKEBUNAN 1. Bumi o Areal Produktif, yaitu areal yang sudah ditanami, meliputi : a. Areal tanaman belum menghasilkan; b. Areal tanaman menghasilkan; o Areal Belum Produktif, terdiri dari: a. Areal yang sudah diolah tetapi belum ditanami; dan/atau b. Areal belum diolah; o Areal Emplasemen, yaitu areal yang digunakan untuk berdirinya bangunan dan sarana pelengkap lainnya dalam perkebunan; o Areal Lainnya, terdiri dari: a. Areal tidak produktif/tidak dapat dimanfaatkan, seperti rawa, cadas, dan jurang; dan/atau b. Areal jalan meliputi : • jalan utama yang terletak di dalam dan/atau di luar areal perkebunan, • jalan produksi yang berfungsi untuk pengumpulan hasil • jalan kontrol yang berfungsi untuk pengawasan areal perkebunan. 2. Bangunan Meliputi segala konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan, yaitu bangunan dan infrastruktur lainnya seperti jalan, jembatan dan sebagainya.
KONSEP PENILAIAN DAN PERHITUNGAN PBB SEKTOR PERKEBUNAN Nilai Tanah
Total Nilai Tanah : Total Luas Tanah
Nilai Tanah/m2
Klasifikasi
a. Areal Produktif = Luas x (Nilai Dasar Tanah/m2 + SIT/m2) b. Areal Belum Produktif = Luas x Nilai Dasar Tanah/m2 c. Areal Emplasemen = Luas x Nilai Dasar Tanah/m2 d. Areal Lainnya = Luas x Nlilai Dasar Tanah/m2 NJOP Bumi/m2 x Luas Tanah
NJOP BUMI
(+) Nilai Bgn/m2
Klasifikasi
NJOP Bgn/m2 X Luas Bgn
NJOP BGN
NJOP BUMI + BGN
Total Nilai Bgn : Total Luas Bgn
(-)
Nilai Bangunan a. Pabrik/Kilang h. Poliklinik/Baskebun/Puskebun b. Perkantoran i. MCK c. Perumahan j. Jalan diperkeras d. Mess/Guest House k. Landasan Pesawat e. Gudang l. Pelabuhan f. Ruang WorkShop m. Jembatan g. Sarana Olah Raga/Rekreasi n. Gorong-gorong o. Bangunan Lainnya
NJOP TKP
(X) NJKP
PBB Terhutang
(X ) Tarif
PBB sektor Perhutanan hak pengusahaan hutan
hak pengusahaan hutan
Izin Usaha Pemanfaatan dan Pemungutan Hasil Hutan a. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK); b. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (IUPHHBK); c. Izin Pemungutan Hasil Hutan Kayu (IPHHK); d. Izin Pemungutan Hasil Hutan Bukan Kayu (IPHHBK); e. Hak Pengusahaan Hutan (HPH) ; f. Hak Pemungutan Hasil Hutan (HPHH)
Izin lainnya yang sah pada Hutan Produksi antara lain berupa penugasan khusus terkait dengan usaha pemanfaatan dan pemungutan hasil hutan pada Hutan Produksi
Objek : Bumi + Bangunan Bangunan Selain areal produktif, belum produktif dan emplasmen
AREAL PERHUTANAN
Emplasment
Objek : Bumi
Lainnya
• areal yg sdh ditanami • areal blok tebangan
• Sudah diolah belum ditanami • dapat ditebang selain blok Objek : Bumi tebangan
Belum Produktif
Areal Produktif
Hutan Tanaman :
Objek : Bumi + SIT Hutan Alam :
Hasil Bersih x AK
KONSEP PENILAIAN DAN PERHITUNGAN PBB SEKTOR PERHUTANAN HUTAN TANAMAN Nilai Tanah Total Nilai Tanah : Total Luas Tanah
Nilai Bumi/m2
Klasifikasi
a. Areal Produktif b.Areal Belum Produktif c. Areal Emplasemen d.Areal Lainnya
NJOP Bumi/m2 x Luas Bumi
= Luas X (NDT/m2 + SIT/m2) = Luas X NDT/m2 = Luas X NDT/m2 = Luas X NDT/m2
NJOP BUMI (+)
Nilai Bgn/m2
Klasifikasi
NJOP Bgn/m2 x Luas Bgn
NJOP BUMI + BGN
Total Nilai Bgn : Total Luas Bgn
(-)
Nilai Bangunan a. Pabrik b.Perkantoran c. Gudang d.Mess e. Jembatan f. Perumahan
g. Sarana Olah Raga/Rekreasi h. Bangunan Poliklinik i. Bangunan Sosial j. Landasan Pesawat Udara k. Jalan diperkeras l. Lain-lain
NJOP BGN
NJOP TKP (x)
NJKP (x)
PBB Terutang
Tarif
KONSEP PENILAIAN DAN PERHITUNGAN PBB SEKTOR PERHUTANAN HUTAN ALAM Nilai Tanah Total Nilai Tanah : Total Luas Tanah
Nilai Bumi/m2
Klasifikasi
a. Areal Produktif b.Areal Belum Produktif c. Areal Emplasemen d.Areal Lainnya
NJOP Bumi/m2 x Luas Bumi
= Nilai Tanah Areal Produktif = Luas X NDT/m2 = Luas X NDT/m2 = Luas X NDT/m2
NJOP BUMI (+)
Nilai Bgn/m2
Klasifikasi
NJOP Bgn/m2 x Luas Bgn
NJOP BUMI + BGN
Total Nilai Bgn : Total Luas Bgn
(-)
Nilai Bangunan a. Pabrik b.Perkantoran c. Gudang d.Mess e. Jembatan f. Perumahan
g. Sarana Olah Raga/Rekreasi h. Bangunan Poliklinik i. Bangunan Sosial j. Landasan Pesawat Udara k. Jalan diperkeras l. Lain-lain
NJOP BGN
NJOP TKP (x)
NJKP (x)
PBB Terutang
Tarif
PERHITUNGAN NILAI TANAH AREAL PRODUKTIF HUTAN ALAM Nilai Tanah (Areal Produktif) = Pendapatan Bersih x Angka Kapitalisasi
Pendapatan Bersih = Pendapatan Kotor – Biaya Produksi Pendapatan Kotor = Jumlah Produksi Hasil Hutan Kayu dan Bukan Kayu x Harga Satuan produksi
Biaya Produksi
= Ratio Biaya Produksi x Pendapatan Kotor
Catatan: Angka kapitalisasi dan rasio biaya produksi ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak
Objek Pajak PBB Sektor Pertambangan bumi dan/atau bangunan yang berada di dalam kawasan yang digunakan untuk kegiatan
usaha pertambangan
Minyak dan Gas Bumi
Panas Bumi Mineral dan Batubara
Objek Pajak PBB Sektor Pertambangan MIGAS bumi dan/atau bangunan yang berada di dalam kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi Bangunan
Bumi • Permukaan bumi onshore • Permukaan bumi offshore • Tubuh bumi
• • • •
Areal produktif Areal belum produktif Areal tidak produktif Areal emplasemen
• Tubuh bumi eksplorasi • Tubuh bumi eksploitasi
PER-45/PJ/2013
Objek Pajak PBB Sektor Pertambangan Panas Bumi bumi dan/atau bangunan yang berada di dalam kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan panas bumi Bangunan
Bumi • Permukaan bumi onshore • Tubuh bumi
• • • •
Areal produktif Areal belum produktif Areal tidak produktif Areal emplasemen
• Tubuh bumi eksplorasi • Tubuh bumi eksploitasi
PER-45/PJ/2013
Objek Pajak PBB Sektor Pertambangan MINERBA bumi dan/atau bangunan yang berada di dalam kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara Bumi • Permukaan bumi onshore • Permukaan bumi offshore • Tubuh bumi
Bangunan • Areal produktif • Areal belum produktif o Areal cadangan produksi o Areal belum dimanfaatkan
• Tubuh bumi eksplorasi • Tubuh bumi oparasi produksi
PER-32/PJ/2012
• Areal tidak produktif • Areal emplasemen • Areal pengaman
KONSEP PENILAIAN DAN PERHITUNGAN PBB
SEKTOR PERTAMBANGAN Onshore Total Nilai bumi : Total Luas areal
Nilai Bumi/m2
Klasifikasi
Offshore & tubuh bumi eksplorasi
NJOP Bumi/m2 x Luas Bumi
tubuh bumi Eksploitasi AK x hasil bersih
NJOP BUMI (+)
Nilai Bgn/m2
Klasifikasi
NJOP Bgn/m2 x Luas Bgn
NJOP BUMI + BGN
Total Nilai Bgn : Total Luas Bgn
(-)
Nilai Bangunan a.Pabrik/Kilang b.Perkantoran c.Perumahan d.Mess/Guest House e.Gudang f. Ruang WorkShop g.Sarana OR/Rekreasi h. Poliklinik
i. MCK j. Jalan diperkeras k. Landasan Pesawat l. Pelabuhan m.Jembatan n. Gorong-gorong o. Bangunan Lainnya
NJOP BGN
NJOP TKP (x)
NJKP (x)
PBB Terutang
Tarif
Nilai bumi untuk tubuh bumi Eksploitasi =
AK x hasil bersih • Migas dan Pabum 10,04 • Mineral 8,20 • Batubara 10,25
• Migas dan Pabum = hasil produksi x harga patokan • Minerba = pendapatan kotor – biaya produksi
Pendapatan kotor = Hasil Produksi Tambang x Harga patokan
pengupasan, pengambilan pengolahan pengangkutan
Harga Patokan MINERBA
• Harga patokan mineral logam dan batubara ditetapkan setiap bulan oleh Kementerian ESDM secara free on board • harga patokan mineral bukan logam dan harga patokan batuan ditetapkan oleh Gubernur, Bupati/Walikota •
• kurs, menggunakan kurs KMK tanggal 1 Januari
Bea Materai aj
OBJEK BEA METERAI
SYARAT UMUM SAHNYA SUATU PERJANJIAN Ps. 1320 KUHPerdata • Adanya kata sepakat antara para pihak yang akan mengadakan perjanjian: • paksaan • kekeliruan/kesesatan • penipuan
• Cakap untuk membuat perjanjian • Mengenai hal tertentu • Sebab yang halal. Tidak boleh bertentangan dengan UU kesusilaan dan ketertiban umum aj
JENIS DOKUMEN • • • • • • • aj
Surat perjanjian dan surat lainnya Akta notaris termasuk salinannya Akta PPAT termasuk rangkapnya Surat memuat jumlah uang Surat berharga seperti Efek dengan nama dan bentuk apapun Dokumen alat bukti di pengadilan
Penerbitan SKPKB dan STP terkait Dokumen yang tidak atau kurang dibayar
Pelunasan Bea Meterai oleh KPP
KPP
SKPKB
STP
Pemilik Dokumen Penerbit Dokumen Pengguna Dokumen Luar Negeri
SSP Penanggung Jawab Dokumen
aj
Kode 411611 Jenis setoran 300 – STP 310 - SKPKB
PEMILIK DOKUMEN Membayar Bea Materai Terutang
PENERBIT DOKUMEN menerbitkan dokumen
menerbitkan SKPKB apabila :
Menemukan dokumen tidak bermaterai pada pemilik dokumen
Penerbit Dokumentidak bertanggung jawab atas pelunasan Bea Materai Pemateraian melebihi pembayaran deposit.
KPP Penerbit Dokumen aj
Mengirimkan pemberitahuan
KPP Pemilik Dokumen
Mekanisme pelunasan Bea Meterai
Mekanisme pelunasan Bea Meterai DOKUMEN PENERBIT DOKUMEN
PEMILIK DOKUMEN
PEMATERAIAN KEMUDIAN
SKPKB/STP
SKPKB/STP PENGESAHAN OLEH PEJABAT POS aj