BAB 1 DASAR-DASAR PERPAJAKAN
• DEFINISI • ASAS-ASAS PERPAJAKAN • JENIS PUNGUTAN SELAIN PAJAK • KEDUDUKAN HUKUM PAJAK • FUNGSI PAJAK • TEORI YANG MENDUKUNG PEMUNGUTAN PAJAK • JENIS-JENIS PAJAK
• TATA CARA PEMUNGUAN PAJAK • TIMBULNYA UTANG PAJAK • BERAKHIRNYA UTANG PAJAK • PENGHINDARAN DAN PENGELAKAN PAJAK • TARIF PAJAK
DEFINISI Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan, dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H (dalam Brotodihardjo, 1993)
Tax is a compulsory contribution from the person, to the government to defray the expenses incurred in the common interest of all, without reference to special benefit conferred. Prof. Edwin R. A. Seligman (dalam Brotodihardjo, 1993)
Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkannya secara umum), tanpa adanya http://www.tempo.co/ kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaranpengeluaran umum. Dr. N. J. Feldmann (dalam Brotodihardjo, 1993)
Pajak adalah iuran kepada negara (dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjukkan dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan. Prof. Dr. P. J. A. Adriani (dalam Brotodihardjo, 1993)
Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung, untuk memelihara negara secara umum. http://www.tempo.co/ S. I. Djajadiningrat (dalam Siahaan, 2010)
Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung, untuk memelihara negara secara umum. S. I. Djajadiningrat (dalam Siahaan, 2010)
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Undang-Undang No. 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan http://www.tempo.co/
ASAS-ASAS PERPAJAKAN Karakteristik Pajak menurut Adam Smith (dalam buku Wealth of Nations, 1776):
Equity Certainty Convenience bisnis.liputan6.com
Efficiency
Dalam sistem perpajakan modern, berikut ini tiga prinsip utama perpajakan:
Efficiency Equity
bisnis.liputan6.com
Economic effects must be consiidered
JENIS-JENIS PUNGUTAN SELAIN PAJAK
1. Retribusi, dibagi menjadi 3 golongan: a. Retribusi Jasa Umum b. Retribusi Jasa Usaha c. Retribusi Perizinan Tertentu 2. Sumbangan
KEDUDUKAN HUKUM PAJAK
Penjelasan Diagram: Hukum pajak menerangkan tentang: siapa-siapa yang menjadi wajib pajak dan apa yang menjadi kewajiban mereka kepada pemerintah, hak-hak pemerintah, objek-objek apa yang dikenakan pajak, timbulnya dan hapusnya utang pajak, cara penagihan, dan cara mengajukan keberatan.
FUNGSI PAJAK
dnaberita.com
1. Fungsi budgetair Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan 2. Fungsi Mengatur (Regulerend) Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur masyarakat atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi
TEORI YANG MENDUKUNG PEMUNGUTAN PAJAK
Teori Asuransi
Teori Kepentingan Teori Daya Pikul Teori Bukti Teori Asas Daya Beli
JENIS-JENIS PAJAK
Menurut Golongannya: a. b.
Pajak Langsung Pajak Tidak Langsung
Menurut Sifatnya: a. b.
Pajak Subjektif Pajak Objektif
Menurut Lembaga Pemungutnya: a. b.
Pajak Pusat Pajak Daerah, terdiri atas Pajak Provinsi dan Pajak Kabupaten/Kota bisnis.ijomuda.com
TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK
Stelsel Pajak Asas Pemungutan Pajak Sistem Pemungutan Pajak
Stelsel Pajak a. Stelsel nyata (riel stelsel) Pengenaan pajak didasarkan pada objek atau penghasilan yang sesungguhnya diperoleh, sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya diketahui b. Stelsel anggapan (fictive stelsel) Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang-undang. c. Stelsel campuran Kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan.
Asas Pemungutan Pajak a. Asas domisili (asas tempat tinggal) Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan wajib pajak berdasarkan tempat tinggal atau yang bertempat tinggal di wilayahnya. b. Asas sumber Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak. Wajib Pajak yang memperoleh penghasilan dari Indonesia dikenakan pajak di Indonesia tanpa memperhatikan wilayah tempat tinggal Wajib Pajak . c. Asas kebangsaan Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara .
Sistem Pemungutan Pajak a. Official Assessment System Sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak menurut perundang-undangan perpajakan yang berlaku.. b. Self Assessment System Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Wajib Pajak menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar . c. With Holding System Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.
TIMBULNYA UTANG PAJAK 1. Ajaran Materiil Utang pajak timbul karena adanya undang-undang dan adanya sesuatu yang menyebabkan, yaitu rangkaian peristiwa atau keadaan yang dapat menimbulkan utang pajak 2. Ajaran Formil Utang pajak timbul karena adanya surat ketetapan pajak oleh fiskus. Ajaran ini tidak melihat tentang adanya sesuatu yang menyebabkan, yaitu rangkaian peristiwa atau keadaan sebagai dasar yang menimbulkan utang pajak, tetapi tergantung pada adanya surat ketetapan pajak.
BERAKHIRNYA UTANG PAJAK Utang Pajak dapat berakhir karena: 1. Pembayaran/pelunasan 2. Kompensasi 3. Penghapusan utang 4. Daluwarsa 5. Pembebasan
pemeriksaanpajak.com
PENGHINDARAN DAN PENGELAKAN PAJAK (TAX AVOIDANCE AND TAX EVASION) Pengelakan Pajak (Tax Evasion) Manipulasi ilegal terhadap sistem perpajakan untuk mengelak dari pembayaran pajak. Pengabaian terhadap peraturan perundang-undangan perpajakan yang disengaja untuk menghindari pembayaran pajak Penghindaran Pajak (Tax Avoidance) perencanaan pajak yang dilakukan secara legal dengan cara mengecilkan objek pajak yang menjadi dasar pengenaan pajak yang masih sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
TARIF PAJAK
www.kembar.pro
Tarif Tetap Tarif Sebanding (Proporsional)
Tarif Progresif Tarif Degresif (Menurun)
Tarif Tetap Tarif dengan jumlah atau angka tetap berapa pun yang menjadi dasar pengenaan pajak, sehingga besarnya pajak yang terutang tetap. Contoh:
Bea materai untuk cek dan bilyet giro berapapun jumlahnya, dikenakan bea materai yang sama, yaitu Rp3.000.
Tarif Sebanding (Proporsional) Tarif dengan persentase tetap berapa pun jumlah yang menjadi dasar pengenaan pajak, dan pajak yang harus dibayar selalu akan berubah secara proporsional sesuai dengan jumlah yang akan dikenakan. Contoh:
Misalnya, PPN dengan tarif sepuluh persen dikenakan terhadap penyerahan suatu barang kena pajak. Dengan jumlah dasar pengenaan pajak semakin besar dengan tarif persentase tetap akan menyebabkan jumlah utang pajak menjadi lebih besar.
Tarif Progresif Tarif progresif, yaitu tarif dengan persentase yang semakin meningkat (naik) apabila jumlah yang menjadi dasar pengenaan pajak meningkat. Dilihat dari kenaikan tarifnya, tarif progresif dibagi menjadi: a. Tarif Progresif Progresif b. Tarif Progresif Tetap c. Tarif Progresif Degresif Contoh Tarif Pajak untuk Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri:
Tarif Degresif (Menurun) Tarif dengan persentase yang semakin turun apabila jumlah yang menjadi dasar pengenaan pajak meningkat.
SELESAI
BAB 2 KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN
• PENGERTIAN UMUM • NOMOR POKOK WAJIB PAJAK DAN PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK • PEMOTONGAN/PEMUNGU TAN • PELAPORAN DENGAN SPT • SURAT KETETAPAN PAJAK
• • • • • •
SURAT TAGIHAN PAJAK PEMBUKUAN DAN PENCATATAN PEMERIKSAAN PENYIDIKAN SURAT PAKSA KEBERATAN, BANDING, DAN PENINJAUAN KEMBALI
PENGERTIAN UMUM Pengertian umum yang mencakup perpajakan menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1984 tentang Ketentuan dan Tata Cara Perpajakan Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Direktorat Jenderal Pajak, 2008) adalah: 1. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat . 2. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai http://www.tempo.co/ dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
3.
4.
5.
Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan Bentuk Usaha Tetap . Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak http://www.tempo.co/ yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya.
6.
Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya . 7. Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sebagaimana ditentukan dalam undangundang ini. 8. Tahun Pajak adalah jangka waktu satu tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender . 9. Bagian Tahun Pajak adalah bagian dari jangka waktu satu Tahun Pajak. 10. Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, http://www.tempo.co/ dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak, atau dalam Bagian Tahun Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
11. Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan 12. Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak. 13. Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak . 14. Surat Setoran Pajak adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan . 15. Surat Ketetapan Pajak http://www.tempo.co/ adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.
16. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar. 17. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan . 18. Surat Ketetapan Pajak Nihil adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak . 19. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak http://www.tempo.co/ terutang . 20. Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda .
24. Pekerjaan Bebas adalah pekerjaan yang dilakukan oleh orang pribadi yang mempunyai keahlian khusus sebagai usaha untuk memperoleh penghasilan yang tidak terikat oleh suatu hubungan kerja . 25. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. 26. Bukti Permulaan adalah keadaan, perbuatan, dan/atau bukti berupa keterangan, tulisan, atau benda yang dapat memberikan petunjuk adanya dugaan kuat bahwa sedang atau telah terjadi suatu tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan oleh siapa saja yang dapat http://www.tempo.co/ menimbulkan kerugian pada pendapatan negara .
21. Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak . 22. Kredit Pajak untuk Pajak Penghasilan adalah pajak yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak ditambah dengan pokok pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak karena Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar, ditambah dengan pajak yang dipotong atau dipungut, ditambah dengan pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri, dikurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak, yang dikurangkan dari pajak yang terutang . 23. Kredit Pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak Masukan yang dapat http://www.tempo.co/ dikreditkan setelah dikurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak atau setelah dikurangi dengan pajak yang telah dikompensasikan, yang dikurangkan dari pajak yang terutang .
27. Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan. 28. Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan . 29. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut . http://www.tempo.co/ 30. Penelitian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai kelengkapan pengisian Surat Pemberitahuan dan lampiran-lampirannya termasuk penilaian tentang kebenaran penulisan dan penghitungannya .
31. Penyidikan Tindak Lanjut Pidana di Bidang Perpajakan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan tersangkanya. 32. Penyidik adalah pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan . 33. Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan yang terdapat dalam Surat Ketetapan Pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pengurangan http://www.tempo.co/ Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, atau Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga
34. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap Surat Ketetapan Pajak atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak . 35. Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak . 36. Putusan Gugatan adalah putusan badan peradilan pajak atas gugatan terhadap hal-hal yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dapat diajukan gugatan . 37. Putusan Peninjauan Kembali adalah putusan Mahkamah Agung atas permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Wajib Pajak atau oleh Direktur Jenderalhttp://www.tempo.co/ Pajak terhadap Putusan Banding atau Putusan Gugatan dari badan peradilan pajak .
38. Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak adalah surat keputusan yang menentukan jumlah pengembalian pendahuluan kelebihan pajak untuk Wajib Pajak tertentu . 39. Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga adalah surat keputusan yang menentukan jumlah imbalan bunga yang diberikan kepada Wajib Pajak. 40. Tanggal Dikirim adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimile, atau dalam hal disampaikan secara langsung adalah tanggal pada saat surat, keputusan, atau putusan disampaikan secara langsung . 41. Tanggal Diterima adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimile, atau dalam hal diterima secara langsung adalah tanggal http://www.tempo.co/ pada saat surat, keputusan, atau putusan diterima secara langsung.
NOMOR POKOK WAJIB PAJAK DAN PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK Pengertian dan Fungsi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) NPWP adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya pradirwancell.blogspot.com
bisnis.liputan6.com
NPWP digunakan untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak, serta dalam pengawasan administrasi perpajakan.
Pengertian dan Fungsi Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) Pengusaha orang pribadi atau badan yang mempunyai tempat kegiatan usaha di wilayah beberapa kantor Direktorat Jenderal Pajak wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) baik di kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan pengusaha maupun di kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha dilakukan Fungsi Pengukuhan PKP: - Mengetahui identitas PKP - Pengawasan administrasi perpajakan
www.pajakbro.com
Tata Cara Pendaftaran dan Pemberian NPWP serta Pelaporan dan Pengukuhan PKP di KPP 1.
2.
3.
4.
Wajib Pajak harus mengisi formulir permohonan pendaftaran Wajib Pajak dan/atau Formulir Permohonan Pengukuhan PKP secara lengkap dan jelas. Dalam hal Wajib Pajak membutuhkan bantuan dalam mengisi formulir tersebut dapat menanyakan kepada Petugas Pendaftaran Wajib Pajak. Wajib Pajak menyerahkan Formulir Permohonan Pendaftaran Wajib Pajak dan/atau Formulir Pengukuhan PKP yang telah diisi secara lengkap dan jelas serta ditandatangani Wajib Pajak atau kuasanya kepada Petugas Pendaftaran Wajib Pajak . Dalam hal formulir permohonan sebagaimana dimaksud pada butir 1 belum diisi secara lengkap, Petugas Pendaftaran Wajib Pajak mengembalikan formulir kepada pemohon untuk dilengkapi. Wajib Pajak menerima Bukti Penerimaan Surat (BPS) yang telah ditandatangani oleh petugas pendaftaran setelah Formulir Permohonan Pendaftaran Wajib Pajak dan/atau Formulir Pengukuhan PKP dilengkapi.
5. Dalam hal Wajib Pajak mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dan/atau dikukuhkan sebagai PKP, kepada Wajib Pajak diberikan SKT dan/atau SPPKP dan Kartu NPWP . 6. Jangka waktu penyelesaian permohonan pendaftaran NPWP dan/atau permohonan pengukuhan PKP paling lama satu hari kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap . 7. Setelah menerbitkan SKT dan Kartu NPWP serta SPPKP, Kepala Kantor dalam jangka waktu paling lama enam bulan menugaskan petugas konfirmasi lapangan untuk melakukan konfirmasi lapangan dengan prioritas sesuai tingkat risiko Wajib Pajak Baru dalam rangka membuktikan kebenaran pengisian formulir/data yang disampaikan Wajib Pajak .
8. Dalam hal hasil konfirmasi lapangan menunjukkan bahwa data yang disampaikan oleh Wajib Pajak terdaftar dan/atau PKP terdaftar tidak benar, KPP menerbitkan Surat Penghapusan NPWP, Surat Pencabutan SKT dan/atau Surat Pencabutan SPPKP secara jabatan untuk disampaikan kepada Wajib Pajak dan/atau PKP. 9. Dalam hal tempat tinggal atau tempat kedudukan usaha dan/atau tempat kegiatan usaha Wajib Pajak dan/atau PKP di wilayah KP4/KP2KP yang tidak sekota dengan KPP, Kepala KPP dapat meminta bantuan KP4/KP2KP untuk membuktikan kebenaran data yang disampaikan oleh Wajib Pajak dan/atau PKP. 10. Dalam hal KPP menerima permohonan pendaftaran NPWP dan/atau pengukuhan PKP yang disampaikan oleh Wajib Pajak dan/atau PKP melalui KP4/KP2KP, KPP menindaklanjuti sebagaimana angka 5 sampai dengan angka 9.
Tata Cara NPWP dan/atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dan Perubahan Data Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak dengan Sistem E-Registration E-Registration adalah sistem pendaftaran Wajib Pajak dan/atau pengkuhan PKP dan perubahan data Wajib Pajak melalui internet yang terhubung langsung secara online dengan Direktorat Jenderal Pajak. Tata cara pendaftarannya adalah sebagai berikut: 1. Wajib Pajak termasuk Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu dapat mengajukan permohonan untuk memperoleh NPWP dan/atau melaporkan kegiatan usaha untuk dikukuhkan sebagai PKP melalui Sistem E-Registration . 2. Permohonan pendaftaran NPWP dan/atau pengukuhan PKP dilakukan dengan cara mengisi Formulir Permohonan Pendaftaran Wajib Pajak dan/atau Pengukuhan PKP pada Sistem E-Registration.. 3. Wajib Pajak dapat mencetak sendiri Formulir Pendaftaran Wajib Pajak dan/atau Pengukuhan PKP serta SKTS yang diterbitkan dari Sistem E-Registration . 4. SKTS berlaku terhitung sejak pendaftaran melalui Sistem E-Registration dilakukan sampai dengan diterbitkan SKT oleh KPP tempat Wajib Pajak terdaftar. 5. SKTS hanya berlaku untuk pembayaran, pemotongan, dan pemungutan pajak oleh pihak lain serta tidak dapat dipergunakan untuk melakukan kegiatan di luar bidang perpajakan .
Perubahan Data Wajib Pajak dan/atau PKP dengan sistem E-Registration sebagai berikut: 1. Wajib Pajak dan/atau PKP dapat melakukan perubahan data melalui Sistem E-Registration . 2. Permohonan perubahan data Wajib Pajak dan/atau PKP dilakukan dengan cara mengisi Formulir Permohonan Perubahan Data Wajib Pajak dan/atau PKP pada Sistem E-Registration . 3. Berdasarkan permohonan perubahan data, KPP menerbitkan Kartu NPWP dan SKT dan/atau SPPKP paling lama satu hari kerja sejak informasi perubahan data melalui Sistem E-Registration diterima KPP, sepanjang permohonan perubahan data diisi secara lengkap.
Tata Cara Pemindahan Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak 1.
2.
3.
4.
Dalam hal Wajib Pajak terdaftar dan/atau PKP terdaftar pindah tempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha ke wilayah kerja KPP lain, Wajib Pajak dan/atau PKP wajib mengajukan permohonan pindah ke KPP Lama atau KPP Baru dengan mengisi Formulir Perubahan Data dan Wajib Pajak Pindah dan/atau Formulir Perubahan Data dan PKP Pindah. Berdasarkan permohonan pindah: a. KPP Lama wajib menerbitkan Surat Pindah untuk disampaikan kepada Wajib Pajak dan ditembuskan ke KPP Baru; atau b. KPP Baru meneruskan permohonan pindah ke KPP Lama sebagai dasar penerbitan Surat Pindah. KPP Baru wajib menerbitkan Kartu NPWP dan SKT dan/atau SPPKP paling lama satu hari kerja terhitung sejak diterimanya Surat Pindah dari KPP Lama dan ditembuskan ke KPP Lama. KPP Lama menerbitkan Surat Pencabutan SKT, Surat Penghapusan NPWP, dan/atau Surat Pencabutan SPPKP paling lama satu hari kerja terhitung sejak diterimanya tembusan Kartu NPWP dan SKT dan/atau SPPKP dari KPP Baru.
Penghapusan NPWP
Dirjen Pajak akan menghapus NPWP jika: 1. Diajukan permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak oleh Wajib Pajak dan/atau ahli warisnya apabila Wajib Pajak sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan; Berdasarkan permohonan pindah: 2. Wajib Pajak badan dilikuidasi karena penghentian atau penggabungan usaha; 3. Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia; 4. Dianggap perlu oleh Direktur Jenderal Pajak untuk menghapuskan Nomor Pokok Wajib Pajak dari Wajib Pajak yang sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN
Sitem Pemungutan Pajak di Indonesia: • Self Assessment System (dilakukan sendiri) • With Holding System (melalui pihak ketiga) “Pajak yang diperkirakan akan terutang dalam suatu tahun pajak, dilunasi oleh Wajib Pajak dalam tahun pajak berjalan melalui pemotongan dan pemungutan pajak oleh pihak lain, serta pembayaran pajak oleh Wajib Pajak sendiri .” Pasal 20 Undang-Undang PPh
Pelaksanaan Pemotongan/Pemungutan Pajak: 1. pemotongan pajak oleh pihak lain dalam hal diperoleh penghasilan oleh Wajib Pajak dari pekerjaan, jasa atau kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Undang-Undang PPh, pemungutan pajak atas penghasilan dari usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 UndangUndang PPh, dan pemotongan pajak atas penghasilan dari modal, jasa, dan kegiatan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 UndangUndang PPh 2. pembayaran oleh Wajib Pajak sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 Undang-Undang PPh.
Jenis-jenis Pajak yang Dipotong/Dipungut: PPh Pasal 21
PPh Pasal 4 ayat (2)
PPh Pasal 22
PPh Pasal 15
PPh Pasal 23
Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
PPh Pasal 26
Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
Batas Waktu Pembayaran
PELAPORAN DENGAN SURAT PEMBERITAHUAN Pengertian Surat Pemberitahuan (SPT) Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan www.liestania.co.id
Fungsi SPT Bagi Wajib Pajak Penghasilan SPT berfungsi sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang: a. pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan/atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam satu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak; b. penghasilan yang merupakan objek pajak dan/atau bukan objek pajak; c. harta dan kewajiban; dan/atau d. pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam satu Masa Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Bagi Pengusaha Kena Pajak, fungsi Surat Pemberitahuan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang: nghasilan yang merupakan objek pajak dan/atau bukan objek pajak; a. pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran; dan b. pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak dan/atau melalui pihak lain dalam satu Masa Pajak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan Bagi pemotong atau pemungut pajak, fungsi Surat Pemberitahuan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkannya
Jenis SPT SPT Tahunan Pajak Penghasilan, terdiri atas: a. SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan (1771-Rupiah). b. SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan yang diizinkan menyelenggarakan pembukuan dalam Bahasa Inggris dan mata uang Dolar Amerika (1771-US). c. SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi yang mempunyai penghasilan dari usaha/pekerjaan bebas yang meyelenggarakan pembukuan atau norma perhitungan penghasilan neto; dari satu atau lebih pemberi kerja; yang dikenakan PPh final dan/atau bersifat final; dan dari penghasilan lain (1770). d. SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi yang mempunyai penghasilan dari satu atau lebih pemberi kerja; dalam negeri lainnya; yang dikenakan PPh final dan/atau bersifat final (1770 S). e. SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi yang mempunyai penghasilan dari satu pemberi kerja dengan penghasilan bruto tidak melebihi Rp30 juta setahun (1770 SS).
SPT Masa, terdiri atas: a. b. c. d. e. f. g.
SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2); SPT Masa PPh Pasal 15; SPT Masa PPh Pasal 21 dan Pasal 26; SPT Masa PPh Pasal 22; SPT Masa PPh Pasal 23 dan Pasal 26; SPT Masa PPN dan PPnBM; SPT Masa PPN dan PPnBM bagi pemungut.
Bentuk SPT
Formulir
www.pajak.go.id
E-SPT
Isi SPT Jenis SPT
Isi
SPT Tahunan
a. Nama Wajib Pajak, NPWP, dan alamat Wajib Pajak b. Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak yang bersangkutan c. tanda tangan Wajib Pajak atau kuasa Wajib Pajak; d. jumlah peredaran usaha; e. jumlah penghasilan, termasuk penghasilan yang bukan merupakan objek pajak; f. jumlah Penghasilan Kena Pajak; g. jumlah pajak yang terutang; h. jumlah kredit pajak; i. jumlah kekurangan atau kelebihan pajak; j. jumlah harta dan kewajiban; dan k. tanggal pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 29; l. data lainnya yang terkait dengan kegiatan usaha Wajib Pajak.
Jenis SPT
Isi
SPT Masa
a. Nama Wajib Pajak, NPWP, dan alamat Wajib Pajak b. Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak yang bersangkutan c. tanda tangan Wajib Pajak atau kuasa Wajib Pajak; d. jumlah objek pajak, jumlah pajak yang terutang, dan/atau jumlah pajak dibayar; e. tanggal pembayaran atau penyetoran; dan; f. data lainnya yang terkait dengan kegiatan usaha Wajib Pajak.
Jenis SPT
Isi
SPT Masa PPN dan a. Nama Wajib Pajak, Nomor Pokok Wajib Pajak, dan alamat Wajib PPNBM Pajak; b. Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak yang bersangkutan; c. Tanda tangan Wajib Pajak atau kuasa Wajib Pajak; d. Jumlah penyerahan; e. Jumlah Dasar Pengenaan Pajak; f. Jumlah Pajak Keluaran; g. Jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan; h. Jumlah kekurangan atau kelebihan pajak; i. Tanggal penyetoran; dan j. Data lainnya yang terkait dengan kegiatan usaha Wajib Pajak.
Jenis SPT SPT Masa PPN dan a. Nama Wajib Pajak, Nomor Pokok Wajib Pajak, dan alamat Wajib PPNBM bagi Pajak. Pemungut hal-hal b. Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak yang berikut: bersangkutan. c. Tanda tangan Wajib Pajak atau kuasa Wajib Pajak. d. Jumlah Dasar Pengenaan Pajak. e. Jumlah pajak yang dipungut. f. Jumlah pajak yang disetor. g. Tanggal pemungutan. h. Tanggal penyetoran. i. Data lainnya yang terkait dengan kegiatan usaha Wajib Pajak.
Tempat dan Cara Lain Pengambilan SPT
Hardfile SPT Tempat-tempat yang sudah ditetapkan oleh Dirjen Pajak) Aplikasi e-SPT Kantor Pelayanan Pajak, Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan, atau website Dirjen Pajak.
Cara Penyampaian SPT
Disampaian secara langsung
Melalui Pos dengan pengiriman surat
bukti
Melalui jasa ekspedisi/kurir dengan bukti pengiriman surat atau e-Filling
Perpanjangan Jangka Waktu Penyampaian SPT
Wajib Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT Tahunan paling lama dua bulan sejak batas waktu penyampaian SPT Tahunan dengan cara menyampaikan Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan yang dibuat secara tertulis dan disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan berakhir, dengan dilampiri: 1. penghitungan sementara pajak terutang dalam satu Tahun Pajak yang batas waktu penyampaiannya diperpanjang; 2. laporan keuangan sementara; dan 3. Surat Setoran Pajak sebagai bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang terutang.
Wajib Pajak dengan Kriteria tertentu yang Dapat Melaporkan Beberapa Masa Pajak dalam Satu Surat Pemberitahuan Masa
1. Wajib Pajak Usaha Kecil a. Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan kegiatan usaha atau melakukan pekerjaan bebas, yang harus memenuhi kriteria: 1)Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri; dan 2)menerima atau memperoleh peredaran usaha dari kegiatan usaha atau penerimaan bruto dari pekerjaan bebas dalam Tahun Pajak sebelumnya tidak lebih dari Rp600.000.000. b. Wajib Pajak Badan yang harus memenuhi kriteria: 1)Modal Wajib Pajak (seratus persen) dimiliki oleh Warga Negara Indonesia; 2)menerima atau memperoleh peredaran usaha dalam Tahun Pajak sebelumnya tidak lebih dari Rp900.000.000.
2. Wajib Pajak di daerah tertentu
• Wajib Pajak yang tempat tinggal, tempat kedudukan, atau tempat kegiatan usahanya berlokasi di daerah tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. • Harus menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak paling lambat dua bulan sebelum dimulainya masa pajak pertama yang oleh Wajib Pajak akan disampaikan dalam Surat Pemberitahuan Masa yang meliputi beberapa masa pajak sekaligus
Wajib Pajak PPh Tertentu yang Dikecualikan dari Kewajiban Menyampaikan SPT Pajak Penghasilan
1. Wajib Pajak orang pribadi yang dalam satu Tahun Pajak menerima atau memperoleh penghasilan neto tidak melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 Undang-Undang PPh. 2. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan kegiatan usaha atau tidak melakukan pekerjaan bebas. Wajib Pajak ini dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25.
Batas Waktu Penyampaian SPT 1. SPT Masa
2. SPT Tahunan
Pembetulan SPT • Menyampaikan pernyataan tertulis, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan • Dalam hal Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan Tahunan yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, kepadanya dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar dua persen per bulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak saat penyampaian Surat Pemberitahuan berakhir sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh satu bulan. • Dalam hal Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan Masa yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, kepadanya dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar dua persen per bulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh satu bulan.
SURAT KETETAPAN PAJAK Menurut Undang-Undang KUP, Surat Ketetapan Pajak adalah surat ketetapan yang meliputi: Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan Surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan. Surat Ketetapan Pajak Nihil Surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar Surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang.
SURAT TAGIHAN PAJAK
Surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda Mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan Surat Ketetapan Pajak.
ww.anneahira.co m
PEMBUKUAN DAN PENCATATAN Pembukuan Suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan, dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia wajib menyelenggarakan pembukuan. Wajib Pajak yang dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan, tetapi wajib melakukan pencatatan, adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dan Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
Sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang. Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara program aplikasi online wajib disimpan selama sepuluh tahun di Indonesia, yaitu di tempat kegiatan atau tempat tinggal Wajib Pajak orang pribadi, atau di tempat kedudukan Wajib Pajak badan
ww.anneahira.co m
Pencatatan Wajib Pajak orang pribadi yang dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan, tetapi wajib menyelenggarakan pencatatan, yaitu: 1. Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto. 2. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas. Diselenggarakan secara teratur, mencerminkan keadaan sebenarnya, dan kronologis. Mencerminkan peredaran/penerimaan bruto yang diterima serta penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final. Bagi Wajib Pajak yang mempunyai lebih dari satu jenis usaha dan/atau tempat usaha, pencatatan harus dapat menggambarkan secara jelas untuk masing-masing jenis usaha dan/atau tempat usaha yang bersangkutan
PEMERIKSAAN Pengertian Serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan Jenis Pemeriksaan 1. Pemeriksaan Lapangan 2. Pemeriksaan Kantor Tujuan Pemeriksaan Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan.
spektrummaluku.co m
Jangka Waktu Pemeriksaan 1. Pemeriksaan Kantor untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan dalam jangka waktu paling lama tiga bulan, yang dihitung sejak tanggal Wajib Pajak atau wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak, datang memenuhi surat panggilan dalam rangka Pemeriksaan Kantor sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan. 2. Dengan alasan tertentu, jangka waktu Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud pada poin 1 di atas, dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama tiga bulan. 3. Pemeriksaan Lapangan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan dalam jangka waktu paling lama empat bulan, yang dihitung sejak tanggal surat pemberitahuan pemeriksaan disampaikan kepada Wajib Pajak atau wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak, sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan. 4. Dengan alasan tertentu, jangka waktu Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud pada poin 3 di atas, dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama empat bulan.
5. Apabila dalam Pemeriksaan Lapangan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan ditemukan indikasi terjadinya transaksi yang terkait dengan transfer pricing dan/atau transaksi khusus lain yang berindikasi adanya rekayasa transaksi keuangan, yang memerlukan pengujian lebih mendalam serta memerlukan waktu yang lebih lama, perpanjangan jangka waktu Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud pada poin 4 di atas dapat diperpanjang paling banyak lima kali sesuai dengan kebutuhan waktu untuk melakukan pengujian. 6. Apabila perpanjangan jangka waktu untuk Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud pada poin 2 di atas atau perpanjangan jangka waktu untuk Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud pada poin 4 atau poin 5 di atas berakhir, Pemeriksaan Kantor atau Pemeriksaan Lapangan harus diselesaikan.
7.
8.
Dalam hal Pemeriksaan dilakukan karena Wajib Pajak mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP, jangka waktu Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud pada poin 1 di atas dan/atau perpanjangan jangka waktu Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud pada poin 2 di atas, atau jangka waktu Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud pada poin 3 di atas dan/atau perpanjangan jangka waktu Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud pada poin 4 atau poin 5 di atas, harus memperhatikan jangka waktu penyelesaian permohonan pengembalian kelebihan pajak tersebut. Dalam hal dilakukan perpanjangan jangka waktu Pemeriksaan Kantor atau Pemeriksaan Lapangan, Pemeriksa Pajak harus menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Wajib Pajak.
PENYIDIKAN Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan tersangkanya. Pasal 1 angka 31 Undang-Undang KUP Hanya dapat dilakukan oleh Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik tindak pidana di bidang perpajakan Penyidikan akan dihentikan ketika tidak terdapat cukup bukti, tidak termasuk tindak pidana di bidang perpajakan, peristiwa kadaluwarsa, tersangka meninggal dunia, atau permintaan dari Menteri Keuangan/Jaksa Agung.
SURAT PAKSA
Surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak. Surat Paksa mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
indonesiatimur.co
KEBERATAN, BANDING, DAN PENINJAUAN KEMBALI Keberatan Apabila Wajib Pajak berpendapat bahwa jumlah rugi, jumlah pajak, dan pemotongan atau pemungutan pajak tidak sebagaimana mestinya, Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak, yang disampaikan Wajib Pajak ke Kantor pelayanan Pajak setempat, baik secara langsung maupun menggunakan jasa pihak ketika (pos/kurir).
news.okezone.com
Banding Upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau penanggung pajak terhadap suatu keputusan yang dapat diajukan Banding, berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Peninjauan Kembali Pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan peninjauan kembali atas putusan Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung. Pasal 77 ayat (3) Undang-Undang Pengadilan Pajak
news.okezone.co m
SELESAI
BAB 3 PAJAK PENGHASILAN (UMUM)
• • • •
DEFINISI SUBJEK PAJAK OBJEK PAJAK PENGHASILAN OBJEK PAJAK BENTUK USAHA TETAP • PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK • PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK
• PENILAIAN ASET • PENYUSUTAN DAN AMORTISASI • TARIF PAJAK • PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PPH YANG TERUTANG • PELUNASAN PAJAK DALAM TAHUN BERJALAN
DEFINISI
Pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas pebghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam setahun pajak. Pasal 1 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 http://www.tempo.co/
www.anneahira.com
SUBJEK PAJAK
Orang Pribadi
Warisan yang belum terbagi Badan Bentuk Usaha Tetap
Subjek Pajak Dalam Negeri dan Subjek Pajak Luar Negeri Subjek Pajak Dalam Negeri a. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu dua belas bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia. b. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.
Subjek Pajak Luar Negeri a. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 dua belas bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui Bentuk Usaha Tetap di Indonesia Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia; dan b. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 dua belas bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui Bentuk Usaha Tetap di Indonesia.
Perbedaan Wajib Pajak dalam Negeri dan Wajib Pajak Luar Negeri
Subjek pajak dalam negeri menjadi Wajib Pajak Dalam Negeri ketika: a. Menerima/memperoleh penghasilan yang besarnya melebihi PTKP (orang pribadi) b. Didirikan/bertempat kedudukan di Indonesia
Subjek pajak luar negeri menjadi Wajib Pajak Luar Negeri ketika: a. Menerima/memperoleh penghasilan yang bersmber dari Indonesia, atau b. Menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia melalui Bentuk Usaha Tetap di Indonesia
Perbedaan Pemenuhan Kewajiban Pajak antara Wajib Pajak Dalam Negeri dan Wajib Pajak Luar Negeri Wajib Pajak Dalam Negeri
Wajib Pajak Luar Negeri
Dikenai pajak atas penghasilan baik Dikenai pajak hanya atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari yang berasal dari sumber penghasilan di Indonesia maupun dari luar Indonesia. Indonesia.
Dikenai pajak berdasarkan penghasilan Dikenai pajak berdasarkan penghasilan neto dengan tarif umum. bruto dengan tarif pajak sepadan. Wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebagai sarana untuk menetapkan pajak yang terutang dalam suatu tahun pajak.
Tidak wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan karena kewajiban pajaknya dipenuhi melalui pemotongan pajak yang bersifat final.
Kewajiban Pajak Subjektif Kewajiban
Saat Mulai dan Berakhirnya Kewajiban Pajak Subjektif
Pajak dalam negeri orang pribadi
• Kewajiban pajak subjektif orang pribadi dimulai pada saat ia lahir di Indonesia. • Untuk orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu dua belas bulan, kewajiban pajak subjektifnya dimulai sejak hari pertama ia berada di Indonesia. • Kewajiban pajak subjektif orang pribadi berakhir pada saat ia meninggal dunia atau meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.
Pajak dalam negeri badan
• Dimulai saat badan didirikan/bertempat kedudukan di Indonesia • Diakhiri ketika badan dibubarkan/tidak lagi bertempat kedudukan di Indonesia.
Pajak luar negeri melalui BUT
• Dimulai pada saat BUT tersebut berada di Indonesia. • Diakhiri pada saat Bentuk Usaha Tetap tersebut tidak lagi berada di Indonesia.
Pajak luar negeri─Tidak melalui BUT
• Dimulai saat orang pribadi/badan menerima atau memperoleh penghasilan dari sumber-sumber di Indonesia. • Diakhiri saat orang pribadi/badan tersebut tidak lagi menerima atau memperoleh sumber penghasilan tersebut
Pajak subjektif warisan yang belum terbagi
• Dimulai pada saat timbulnya warisan yang belum terbagi tersebut (saat meninggalnya pewaris) • Diakhiri pada saat warisan tersebut dibagi kepada para ahli waris.
Tidak Termasuk Subjek Pajak (Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008) 1. Kantor perwakilan negara asing; 2. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik; 3. Organisasi-organisasi internasional dengan syarat Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut; dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota; 4. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud pada butir 3, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.
OBJEK PAJAK PENGHASILAN 1. Penggantian/imbalan berkenaan dengan pekerjaan/jasa yang diterima atau diperoleh 2. Hadiah dari undian atau pekerjaan/kegiatan, dan penghargaan 3. Laba usaha 4. Keuntungan penjualan/pengalihan harta 5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankansebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak 6. Bunga 7. Dividen 8. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak 9. Sewa dan penghasilan laun sehubungan dengan penggunaan harta
10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala 11. Keuntungan karena pembebasan utang 12. Keuntungan selisih kurs mata uang asing 13. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva 14. Premi asuransi 15. Iuran yang diterima/diperoleh perkumpulan dari anggotanya 16. Tambahan kekayaan neto 17. Penghasilan dari usaha berbasis syariah 18. Imbalan bunga 19. Surplus Bank Indonesia
Objek Pajak yang Dikenakan PPh Bersifat Final 1. penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi. 2. Penghasilan berupa hadiah undian 3. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya 4. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta 5. Penghasilan tertentu lainnya
nasional.republika.co.id
Tidak Termasuk Objek Pajak (Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang PPh) 1.
2. 3. 4.
5. 6.
a.bantuan/sumbangan b.Harta hibah yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan Warisan Harta Penggantian/imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima/diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 Undang-Undang PPh Pembayaran asuransi dari perusahaan asuransi Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia
7. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai 8. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana tersebut dalam poin 7 Harta. 9. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif Pembayaran asuransi dari perusahaan asuransi. 10. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia 11. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
12.Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama empat tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan . 13.Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan
OBJEK PAJAK BENTUK USAHA TETAP 1. 2.
3.
Penghasilan dari usaha atau kegiatan Bentuk Usaha Tetap tersebut dan dari harta yang dimiliki atau dikuasai. Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang dilakukan oleh Bentuk Usaha Tetap di Indonesia. Penghasilan sebagaimana tersebut dalam Pasal 26 Undang-Undang PPh yang diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara Bentuk Usaha Tetap dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud
Penentuan Besarnya Laba Bentuk Usaha Tetap 1. Biaya administrasi kantor pusat untuk dibebankan adalah biaya yang berkaitan dengan usaha atau kegiatan Bentuk Usaha Tetap, yang besarnya ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak; 2. pembayaran kepada kantor pusat yang tidak diperbolehkan dibebankan sebagai biaya adalah: a. royalti atau imbalan lainnya sehubungan dengan penggunaan harta, paten, atau hak-hak lainnya; b. imbalan sehubungan dengan jasa manajemen dan jasa lainnya; dan c. bunga, kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan. 3. Pembayaran sebagaimana tersebut pada angka 2 yang diterima atau diperoleh dari kantor pusat tidak dianggap sebagai Objek Pajak, kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan
PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK Penghasilan bruto, dikurangi: 1.
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Biaya yang secara langsung/tidak 10. langsung berkaitan dengan kegiatan usaha Penyusutan 11. Iuran dana pensiun Kerugian akibat penjualan/pengalihan harta 12. Kerugian selisih kurs mata uang asing Biaya penelitian dan pengembangan 13. perusahaan yang dilakukan di Indonesia Biaya beasiswa, magang, dan pelatuhan Piutang tak tertagih Sumbangan penanggulanan bencana nasional
Sumbangan penelitian dan pengembangan yang diatur Peraturan Pemerintah Biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur Peraturan Pemerintah Sumbangan fasilitas pendidikan yang diatur Peraturan Pemerintah Sumbangan pembinaan olahraga yang diatur Peraturan Pemerintah
Contoh:
Rugi fiskal tahun 2009 sebesar Rp100.000.000 yang masih tersisa pada akhir tahun 2014 tidak boleh dikompensasikan lagi dengan laba fiskal tahun 2015, sedangkan rugi fiskal tahun 2011 sebesar Rp300.000.000 hanya boleh dikompensasikan dengan laba fiskal tahun 2015 dan tahun 2016, karena jangka waktu lima tahun yang dimulai sejak tahun 2012 berakhir pada akhir tahun 2016
PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK
(Pasal 7 Undang-Undang PPh)
Contoh Penghitungan PTKP setahun dalam beberapa status Wajib Pajak
Biaya yang Tidak Boleh Dikurangkan 1. Pembagian laba dengan nama dan bentuk apa pun seperti dividen. 2. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota. 3. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan 4. Premi asuransi 5. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan 6. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan. 7. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisn sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan b Undang-Undang PPh. 8. Pajak Penghasilan 9. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya. 10. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham. 11. Sanksi administrasi
PENILAIAN ASET Penilaian Aset dalam Hal Jual Beli Harga perolehan atau harga penjualan dalam hal terjadi jual beli aset yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa adalah jumlah yang sesungguhnya dikeluarkan atau diterima, sedangkan jika terdapat hubungan istimewa adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima.
Penilaian Aset dalam Hal Pertukaran Aset Non-Moneter Nilai perolehan atau nilai penjualan dalam hal terjadi tukar-menukar aset adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar.
Pengalihan Aset dalam Rangka Likuidasi, Penggabungan, Pemekaran, Pemecahan, atau Pengambilalihan Usaha
Peleburan,
Nilai perolehan atau pengalihan aset yang dialihkan dalam rangka likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar, kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan. Selisih antara harga pasar dengan nilai sisa buku aset yang dialihkan merupakan penghasilan yang dikenakan pajak
Pengalihan Aset dalam Hal Hibah, Bantuan, dan Sumbangan 1. Dalam hal terjadi penyerahan aset karena hibah, bantuan, sumbangan yang memenuhi syarat dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a Undang-Undang PPh atau warisan, maka nilai perolehan bagi pihak yang menerima aset adalah nilai sisa buku aset dari pihak yang melakukan penyerahan. Apabila Wajib Pajak tidak menyelenggarakan pembukuan, sehingga nilai sisa buku tidak diketahui, maka nilai perolehan atas aset ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak 2. Dalam hal terjadi penyerahan aset karena hibah, bantuan, sumbangan yang tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a UndangUndang PPh, maka nilai perolehan bagi pihak yang menerima aset adalah harga pasar.
Pengalihan Aset sebagai Pengganti Saham Dasar penilaian aset bagi badan yang menerima pengalihan sama dengan nilai pasar dari aset tersebut.
Penilaian Persediaan Penilaian persediaan barang hanya boleh menggunakan harga perolehan. Penilaian pemakaian persediaan untuk penghitungan harga pokok hanya boleh dilakukan dengan cara sebagai berikut. 1. Metode rata-rata. 2. Metode masuk pertama keluar pertama (MPKP).
murways.com
PENYUSUTAN DAN AMORTISASI
Penyusutan Wajib Pajak diperkenankan melakukan penyusutan mulai pada bulan aset tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau pada bulan aset yang bersangkutan mulai menghasilkan.
keuanganlsm.com
Metode Penyusutan 1. 2.
Metode Garis Lurus/Straight-Line Method Metode Saldo Menurun/Declining Balance Method Masa Mnfaat dan Tarif Penyusutan Aset Berwujud
Amortisasi Dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk bidang usaha tertentu yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan. Masa Mnfaat dan Tarif Amortisasi
Pengeluaran-Pengeluaran Tertentu Terkait Amortisasi
1. Biaya pendirian dan biaya perluasan modal perusahaan. 2. Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan pengeluaran lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun. 3. Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak penambangan, hak pengusahaan hutan, dan hak pengusahaan sumber alam serta hasil alam lainnya yang
TARIF PAJAK 1. Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri
Contoh:
Besarnya pajak terutang bagi Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang terutang pajak dalam bagian tahun pajak, dihitung sebanyak jumlah hari dalam bagian tahun pajak tersebut dibagi 360 dikalikan dengan pajak yang terutang untuk satu tahun pajak (tiap bukan yang dihitung penuh 30 hari) Contoh:
2. Wajib Pajak badan dalam negeri dan BUT, yaitu sebesar 28%. Tarif tersebut menjadi 25% mulai tahun 2010.
3. Penurunan tarif sebesar 5% lebih rendah dari tarif normal, apabila: a. WP merupaka WP dalam negeri berbentuk PT dengan kepemlikan saham publik 40% atau lebih dari keseluruhan saham yang disetor, dan saham tersebuut dimiliki paling sedikit tiga ratus pihak b. Masing-masing pihak pemilik saham hanya boleh memiliki kurang dari lima persen dari keseluruhan saham yang disetor c. Kondisi pada huruf a dan b harus terpenhi paling singkat enam bulan )183 hari kalender) dalam hangka waktu satu tahun pajak.
Contoh:
4. Fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% dari 25% yang dikenakan atas PKP dari bagian peredaran bruto sampai dengan RP4.800.000.000 dapat dinikmati oleh Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp50.000.000.
PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PPH YANG TERUTANG Penghasilan Kena Pajak dihitung dengan cara mengurangkan dari penghasilan yang dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dengan pengurangan yang disebut dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan: • Pasal 6 ayat (1) dan (2) • Pasal 7 ayat (1) • Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf e, dan hururf g
Wajib Pajak Badan dalam Negeri yang Menyelenggarakan Pembukuan Contoh Penghitungannya:
• Jumlah PKP dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas: (Rp4.800.000.000 ÷ Rp600.000.000) ×Rp610.000.000 = Rp488.000.000 • Jumlah PKP dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas: Rp610.000.000 – Rp488.000.000 = Rp122.000.000
Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri yang Menyelenggarakan Pembukuan Contoh Penghitungannya:
Wajib Pajak Orang Pribadi yang Menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto
Contoh Penghitungannya:
Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap Contoh Penghitungannya:
Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri yang Terutang Pajak dalam Suatu Bagian Tahun Pajak Contoh Penghitungannya:
PELUNASAN PAJAK DALAM TAHUN BERJALAN Pelunasan Pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan oleh Wajib Pajak Sendiri Orang pribadi dalam negeri yang menerima atau memperoleh penghasilan di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sehubungan dengan pekerjaan dari badan-badan yang tidak wajib melakukan pemotongan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan, wajib: 1. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak; 2. melaksanakan sendiri penghitungan dan pembayaran Pajak Penghasilan yang terutang dalam tahun berjalan; dan 3. melaporkan penghitungan dan pembayaran Pajak Penghasilan yang terutang dalam tahun berjalan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan.
Pelunasan Pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan Melalui Pihak Lain • Dilakukan pada akhir bulan terjadinya pembayaran atau terutangnya penghasilan yang bersangkutan • Dilakukan pada saat pembayaran atau tertentu lainnya yang diatur oleh Menteri Keuangan • Dilakukan pada akhir bulan: a) dibayarkannya penghasilan, b)disediakan untuk dibayarkan penghasilan yang bersangkutan, c) jatuh tempunya pembayaran penghasilan yang bersangkutan.
SELESAI
BAB 4 PAJAK PENGHASILAN PASAL 21
• PENGERTIAN • PEMOTONG PPH PASAL 21 • HAK DAN KEWAJIBAN PEMOTONG PAJAK • SUBJEK PPH PASAL 21 • TIDAK TERMASUK SUBJEK PPH PASAL 21 • HAK DAN KEWAJIBAN WAJIB PAJAK • OBJEK PPH PASAL 21
• TIDAK TERMASUK OBJEK PPH PASAL 21 • PENGHITUNGAN PPH PASAL 21 • TATA CARA PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPH PASAL 21 • PPH PASAL 21 DITANGGUNG PEMERINTAH • CONTOH KASUS
PENGERTIAN
Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang Pajak Penghasilan. (Penjelasan lengkap terdapat pada Booklet PPh http://www.tempo.co/ dalam situs www.pajak.go.id)
PEMOTONG PPH PASAL 21
Pemberi Kerja (orang pribadi dan badan) Bendahara atau pemegang kas pemerintah
Badan penyelenggara dana pensiun, jaminan sosial tenaga kerja, dan jaminan hari tua Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang membayarkan berbagai honorarium Penyelenggara Kegiatan
www.anneahira.com
Pelaksanaan Pemotongan/Pemungutan Pajak: 1. pemotongan pajak oleh pihak lain dalam hal diperoleh penghasilan oleh Wajib Pajak dari pekerjaan, jasa atau kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Undang-Undang PPh, pemungutan pajak atas penghasilan dari usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 UndangUndang PPh, dan pemotongan pajak atas penghasilan dari modal, jasa, dan kegiatan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 UndangUndang PPh 2. pembayaran oleh Wajib Pajak sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 Undang-Undang PPh.
Tidak termasuk sebagai Pemberi Kerja yang mempunyai kewajiban pemotongan pajak, di antaranya:
Kantor perwakilan negara asing
Organisasi internasional seperti yang dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) hururf c Undang-Undang PPh, yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan Pemberi kerja orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang semata-mata mempekerjakan orang pribadi untuk melakukan pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan bukan dalam rangka melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
HAK DAN KEWAJIBAN PEMOTONG PAJAK
Hak Pemotong Pajak: 1. Kelebihan jumlah setoran PPh Pasal 21 2. Mengajukan permohonan perpanjangan waktu penyampaian SPT Tahunan 3. Mengajukan surat keberatan kepada Ditjen Pajak dan berhak menngajukan permohonan banding secara tertulis www.bppk.kemenkeu.go.id
Kewajiban Pemotong Pajak: 1. Mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak 2. Menghitung, memotong, menyetorkan, dan melaporkan PPh Pasal 21 yang terutang untuk satu bulan takwim 3. Membuat catatan atau kertas kerja perhitungan PPh Pasal 21 untuk masing-masing penerima penhasilan 4. Membuat bukti pemotongan PPh Pasal 21 dan memberikannya kepada penerima penghasilan yang dipotong pajak 5. Memberikan bukti PPh Pasal 21 atas pemotongan PPh21 selain pegawai tetap dan penerima pensiun berkala, serta bukti pemotongan setiap kali melakukan pemotongan PPh Pasal 21 6. Melaporkan pemotongan dan penyetoran PPh Pasal 21 ke Kantor Pelayanan Pajak
SUBJEK PPH PASAL 21
Pegawai Penerima pesangon, pensiun, tunjangan hari tua
Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan Peserta kegiatan yang menerima penghasilan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam kegiatan www.merdeka.com
TIDAK TERMASUK SUBJEK PPH PASAL 21 Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat ;ain dari negara asing, termasuk orang-orang yang diperbantikan kepada mereka Pejabat perwakilan organisasi internasional seperti yang dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c Undang-Undang Pajak Penghasilan, yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan
www.todayonline.com
HAK DAN KEWAJIBAN WAJIB PAJAK Hak-Hak Wajib Pajak PPh Pasal 21: 1. 2. 3.
Meminta bukti pemotongan PPh Pasal 21 kepada pemotong pajak Mengajukan surat keberatan kepada Ditjen Pajak Mengajukan permohonan banding secara tertulis
Kewajiban Wajib Pajak PPh Pasal 21: 1. 2. 3.
4. 5.
Membuat surat pernyataan yang berisi jumlah tanggungan keluarga Membuat surat pernyataan perubahan tanggungan keluarga Menyerahkan bukti pemotongan PPh Pasal 21 kepada: a. pemotong pajak kantor cabang baru jika dipindahkan tempat kerja b. pemotong pajak tempat kerja yang baru jika pindah kerja Memasukkan SPT Tahunan (jika mempunyai NPWP) Memasukkan SPT Tahunan jika mempunyai penghasilan lebih dari satu pemberi kerja
OBJEK PPH PASAL 21 1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur. 2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya. 3. Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan sehubungan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua, dan pembayaran lain sejenis. 4. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan, atau upah yang dibayarkan secara bulanan. 5. Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sejenisnya dengan nama dan dalam bentuk apa pun sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan. 6. Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apa pun, dan imbalan sejenis dengan nama apa pun. 7. Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 termasuk pula penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diberikan oleh: a. bukan Wajib Pajak; b. Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final; atau c. Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit).
TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK PPH 21 1. Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa. 2. Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk apa pun diberikan oleh Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali penghasilan sebagaimana dimaksud dalam poin 7 objek pajak PPh Pasal 21. 3. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, iuran tunjangan hari tua atau iuran jaminan hari tua kepada badan penyelenggara tunjangan hari tua atau badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang dibayar oleh pemberi kerja. 4. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah, atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan. 5. Beasiswa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) poin l Undang-Undang Pajak Penghasilan.
PENGHITUNGAN PPH PASAL 21 Pegawai Tetap
Pegawai Tidak Tetap a. Upahnya dibayarkan secara bulanan
b. Upahnya dibayarkan secara harian/mingguan/borongan/satuan
PPh Pasal 21 Bagi Peserta Kegiatan
www.ombendahara.com
PPh Pasal 21 Bagi Bukan Pegawai
TATA CARA PERHITUNGAN PEMOTONGAN PPH PASAL 21 1. Penghitungan Masa atau Bulanan Selain Masa Pajak Desember atau Masa Pajak Saat Pegawai Tetap Berhenti Bekerja 1) Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Teratur bagi Pegawai Tetap a) Menghitung penghasilan bruto b) Penghitungan Masa atau Bulanan Selain Masa Pajak Desember atau Masa Pajak Saat Pegawai Tetap Berhenti Bekerja c) Menghitung penghasilan neto sebulan d) Menghitung penghasilan neto setahun e) Dalam hal seorang pegawai tetap dengan kewajiban pajak subjektifnya sebagai Wajib Pajak dalam negeri sudah ada sejak awal tahun, tetapi mulai bekerja setelah bulan Januari, maka penghasilan neto setahun dihitung dengan mengalikan penghasilan neto sebulan dengan banyaknya bulan sejak pegawai yang bersangkutan mulai bekerja sampai dengan bulan Desember
f) Selanjutnya dihitung Penghasilan Kena Pajak sebagai dasar penerapan tarif Pasal 17 Undang-Undang PPh, yaitu sebesar Penghasilan neto setahun pada huruf d) atau e) di atas, dikurangi dengan PTKP. Besarnya PTKP per tahun adalah: • Rp24.300.000,00 untuk diri Wajib Pajak orang pribadi • Rp2.025.000,00 tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin • Rp2.025.000,00 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang g) Tarif Pasal 17 ayat (1) hururf a Undang-Undang PPh
h) Menghitung PPh Pasal 21 sebulan yang harus dipotong/disetor ke Kas Negara i) Apabila pajak yang terutang oleh pemberi kerja tidak didasarkan atas masa gaji sebulan, maka untuk penghitungan PPh Pasal 21, jumlah penghasilan tersebut terlebih dahulu dijadikan penghasilan bulanan dengan mempergunakan faktor perkalian sebagai berikut. (1) Gaji untuk masa seminggu dikalikan dengan 4. (2) Gaji untuk masa sehari dikalikan dengan 26. j) Menghitung PPh Pasal 21 sebulan dengan cara seperti pada huruf d) sampai dengan g) k) PPh Pasal 21 atas penghasilan seminggu dihitung berdasarkan PPh Pasal 21 sebulan dalam huruf i) dibagi 4, sedangkan PPh Pasal 21 atas penghasilan sehari dihitung berdasarkan PPh Pasal 21 sebulan dalam huruf i) dibagi 26
l)
Jika kepada pegawai juga dibayarkan kenaikan gaji yang berlaku surut (rapel), penghitungannya adalah sebagai berikut: 1) Rapel dibagi dengan banyaknya bulan perolehan rapel tersebut (dalam hal ini lima bulan). 2) Hasil pembagian rapel tersebut ditambahkan pada gaji setiap bulan sebelum adanya kenaikan gaji, yang sudah dikenakan pemotongan PPh Pasal 21. 3) PPh Pasal 21 atas gaji untuk bulan-bulan setelah ada kenaikan, dihitung kembali atas dasar gaji baru setelah ada kenaikan. 4) PPh Pasal 21 terutang atas tambahan gaji untuk bulan-bulan dimaksud adalah selisih antara jumlah pajak yang dihitung berdasarkan poin (3) dikurangi jumlah pajak yang telah dipotong sebagaimana disebut pada poin (2). 5) Apabila kepada pegawai di samping dibayar gaji yang didasarkan masa gaji kurang dari satu bulan juga dibayar gaji lain mengenai masa yang lebih lama dari satu bulan (rapel) seperti tersebut dalam huruf k), maka cara penghitungan PPh Pasal 21-nya adalah sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam huruf k) dengan memperhatikan ketentuan dalam huruf h), i) dan j).
2) Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Teratur bagi Pegawai Tetap a) Menghitung PPh Pasal 21 atas Uang Pensiun Bulanan Tahun Pertama 1) Menghitung penghasilan neto sebulan 2) Menambahkan penhasilan neto tersebut dengan penghasilan neto dalam tahun yang bersangkutan yang diterima dari pemberi kerja 3) Menghitung PKP 4) Menghitung PPh Pasal 21 atas uang pensiun 5) Menghitung PPh Pasal 21 sebulan b) Menghitung PPh Pasal 21 atas Uang Pensiun Bulanan Tahun Kedua dan Seterusnya 1) Menghitung penghasilan neto sebulan 2) Menghitung PPh Pasal 21
Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Tidak Teratur bagi Pegawai Tetap 1.
Menghitung PPh Pasal 21 atas Tntiem, gratifikasi, bonus, tunjangan hari raya, premi, dan penghasilan lain yang sejenis dengan cara: a. Menghitung PPh Pasal 21 teratur selama setahun ditambah peghasilan tidak teratur berupa tantiem, jasa produksi, dan sebagainya b. Menghitung PPh Pasal 21 teratur selama setahun tanpa tantiem, jasa produksi, dan sebagainya c. Selisisih PPh Pasal 21 menurut huruf a dan huruf b adalah PPh Pasal 21 atas penghasilan tidak teratur 2. Dalam hal pegawai tetap yang kewajiban pajak subjektifnya sudah ada sejak awal tahun, tetapi baru mulai bekerja setelah bulan Januari, maka PPh Pasal 21 atas penghasilan yang tidak teratur tersebut dihitung dengan cara sebagaimana pada butir 1 dengan memperhatikan ketentuan mengenai Penghitungan PPh Pasal 21 Bulanan atas Penghasilan Teratur bagi pegawai tetap pada butir 1) huruf e), f) dan g) di atas.
2. Penghitungan PPh Pasal 21 Terutang Pada Bulan Desember atau Masa Pajak Tertentu untuk Pegawai Teyap yang Berhenti Bekerja Sebelum Bulan Desember a. Penghitungan PPh Pasal 21 terutang pada bulan Desember atau bulan tertentu untuk pegawai tetap yang berhenti bekerja sebelum bulan Desember adalah: 1) Menghitung PPh Pasal 21 terutang atas seluruh penghasilan dalam tahun kalender yang bersangkutan 2) Menghitung PPh Pasal 21 untuk bukan Desember/bulan tertentu ketika pegawai telah berhenti 3) Kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 harus dikembalikan kepada pegawai.
b.
Penghitungan PPh Pasal 21 terutang atas seluruh penghasilan yang diterima dalam tahun kalender yang bersangkutan: 1) Untuk pegawai tetap yang kewajiban pajak subjektifnya sudah ada sejak awal tahun, tetapi mulai bekerja setelah bulan Januari atau berhenti bekerja sebelum bulan Desember, PPh Pasal 21 terutang dihitung berdasarkan jumlah seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh, baik yang bersifat teratur maupun tidak teratur, selama pegawai tetap yang bersangkutan bekerja pada pemotong pajak. 2) Untuk pegawai tetap yang kewajiban pajak subjektifnya baru dimulai setelah bulan Januari atau berakhir sebelum bulan Desember, PPh Pasal 21 terutang dihitung berdasarkan jumlah seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh, baik yang bersifat teratur maupun tidak teratur, yang disetahunkan.
Penghitungan PPh Pasal untuk Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas 1.
Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas, Pemagang, dan Calon Pegawai yang Menerima Upah Harian, Upah Mingguan, Upah Satuan, Upah Borongan, Uang Saku Harian, atau Mingguan. a) Tentukan jumlah upah/uang saku harian, atau rata-rata upah/uang saku yang diterima atau diperoleh dalam sehari: (1) upah/uang saku mingguan dibagi banyaknya hari bekerja dalam seminggu; (2) upah satuan dikalikan dengan jumlah rata-rata satuan yang dihasilkan dalam sehari; (3) upah borongan dibagi dengan jumlah hari yang digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan borongan. b) Dalam hal upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian belum melebihi Rp200.000,00 dan jumlah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam bulan kalender yang bersangkutan belum melebihi Rp2.025.000,00, maka tidak ada PPh Pasal 21 yang harus dipotong.
c) Dalam hal upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang harian telah melebihi Rp200.000,00 dan sepanjang jumlah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam bulan kalender yang bersangkutan belum melebihi Rp2.025.000,00, maka PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian setelah dikurangi Rp200.000,00, dikalikan 5 persen. d) Dalam hal jumlah upah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam bulan kalender yang bersangkutan telah melebihi Rp2.025.000,00 dan kurang dari Rp7.000.000,00, maka PPh Pasal 21 yang yang harus dipotong adalah sebesar upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian setelah dikurangi PTKP sehari, dikalikan 5 persen. e) Dalam hal jumlah upah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam satu bulan kalender telah melebihi Rp7.000.000,00, maka PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang PPh atas jumlah upah bruto dalam satu bulan yang disetahunkan setelah dikurangi PTKP, dan PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar PPh Pasal 21 hasil perhitungan tersebut dibagi 12.
2.
Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas, Pemagang, dan Calon Pegawai yang Menerima Upah yang Dibayarkan Secara Bulanan •Pajak Penghasilan Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang PPh atas jumlah upah bruto yang yang disetahunkan setelah dikurangi PTKP, dan •PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar PPh Pasal 21 hasil perhitungan tersebut dibagi 12.
Penghitungan PPh Pasal 21 Bagi Anggota Dewan Pengawas atau Dewan Komisaris yang Tidak Merangkap Sebagai Pegawai Tetap, Mantan Pegawai yang Menerima Jasa Produksi, Tantiem, Gratifikasi, Bonus, atau Imbalan Lain yang Bersifat Tidak Teratur, dan Peserta Program Pensiun yang Masih Berstatus Sebagai Pegawai yang Menarik Dana Pensiun 1. Penghitungan PPh Pasal 21 untuk Anggota Dewan Pengawas atau Dewan Komisaris yang Tidak Merangkap Sebagai Pegawai Tetap PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UndangUndang PPh atas kumulatif jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh selama satu tahun kalender.
2.
3.
Penghitungan PPh Pasal 21 bagi Mantan Pegawai yang Menerima Penghasilan Berupa Jasa Produksi, Tantiem, Gratifikasi, Bonus atau Imbalan Lain yang Bersifat Tidak Teratur PPh Pasal 21 dihitung dengan cara menerapkan Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang PPh atas kumulatif jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh selama satu tahun kalender. Penghitungan PPh Pasal 21 bagi Peserta Program Pensiun yang Masih Berstatus Sebagai Pegawai yang Menarik Dana Pensiun PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang PPh dari kumulatif jumlah penghasilan bruto yang dibayarkan selama satu tahun kalender.
Penghitungan PPh Pasal 21 Bagi Orang Pribadi yang Berstatus Sebagai Bukan Pegawai 1. Pemotongan PPh Pasal 21 bagi orang pribadi dalam negeri bukan pegawai, atas imbalan yang bersifat berkesinambungan a. Bagi yang telah memiliki NPWP dan hanya memperoleh penghasilan dari hubungan kerja dengan Pemotong PPh Pasal 21 serta tidak memperoleh penghasilan lainnya. PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang PPh atas jumlah kumulatif penghasilan kena pajak dalam tahun kalender yang bersangkutan. Besarnya penghasilan kena pajak adalah sebesar lima puluh persen dari jumlah penghasilan bruto dikurangi PTKP per bulan. b. Bagi yang tidak memiliki NPWP atau memperoleh penghasilan lainnya selain dari hubungan kerja dengan Pemotong PPh Pasal 21 serta memperoleh penghasilan lainnya.
2. Pemotongan PPh Pasal 21 bagi Orang Pribadi Dalam Negeri Bukan Pegawai, atas Imbalan yang Tidak Bersifat Berkesinambungan. Pajak Penghasilan Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf Undang-Undang PPh atas 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto. 3. Dalam hal bukan pegawai sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan 2 adalah dokter yang melakukan praktik di rumah sakit dan/atau klinik maka besarnya jumlah penghasilan bruto adalah sebesar jasa dokter yang dibayarkan pasien melalui rumah sakit dan/atau klinik sebelum dipotong biaya-biaya atau bagi hasil oleh rumah sakit dan/atau klinik.
4. Dalam hal bukan pegawai sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan 2 memberikan jasa kepada Pemotong PPh Pasal 21: a. mempekerjakan orang lain sebagai pegawainya maka besarnya jumlah penghasilan bruto adalah sebesar jumlah pembayaran setelah dikurangi dengan bagian gaji atau upah dari pegawai yang dipekerjakan tersebut, kecuali apabila dalam kontrak/perjanjian tidak dapat dipisahkan bagian gaji atau upah dari pegawai yang dipekerjakan tersebut maka besarnya penghasilan bruto tersebut adalah sebesar jumlah yang dibayarkan. b. melakukan penyerahan material atau barang maka besarnya jumlah penghasilan bruto hanya atas pemberian jasanya saja, kecuali apabila dalam kontrak/perjanjian tidak dapat dipisahkan antara pemberian jasa dengan material atau barang maka besarnya penghasilan bruto tersebut termasuk pemberian jasa dan material atau barang.
Penghitungan PPh Pasal 21 Bagi Peserta Kegiatan Pajak Penghasilan Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang PPh atas jumlah penghasilan bruto untuk setiap kali pembayaran yang bersifat utuh dan tidak dipecah, yang diterima oleh peserta kegiatan
CONTOH-CONTOH PERHITUNGAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21 ADA DI BUKU HALAMAN 102-141
PPH PASAL 21 DHTANGGUNG PEMERINTAH •
•
Diberikan kepada pekerja yang bekerja pada pemberi kerja yang berusaha pada kategori usaha tertentu, dengan jumlah penghasilan bruto di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak dan tidak lebih dari Rp5.000.000 dalam satu bulan dan telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak. Kategori usaha tertentu terdiri atas: 1. kategori usaha pertanian termasuk perkebunan dan peternakan, perburuan, dan kehutanan; 2. kategori usaha perikanan; dan 3. kategori usaha industri pengolahan
Contoh Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah Atas Penghasilan Pekerja pada Kategori Usaha Tertentu
CONTOH KASUS PEMOTONGAN PPH PASAL 21
Diminta: 1. Hitunglah PPh Pasal 21 yang harus dipotong dan disetor pada bulan April, September, dan Desember 2011. 2. Buatlah bukti pemotongan pajak untuk setiap pemotongan pajak dalam bulan-bulan tersebut. 3. Buatlah SSP PPh Pasal 21 yang telah dipotong sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 4. Laporkan dalam SPT Masa PPh Pasal 21. 5. Buatlah bukri pemotongan bagi pegawai tetap pada akhir Desember 2011 (Formulir 1721-A1)
Penyelesaian Perhitungan PPh Pasal 21 yang dipotong pada bulan April bagi bukan pegawai yang menerima imbalan yang tidak bersifat berkesinambungan PPh yang dipotong aras imbalan yang diterima dr. Arfan: 5% × 50% × Rp3.000.0000 = Rp75.000
Contoh Penghitungan PPh Pasal 21 oleh Bendaharawan Pemerintah ada dalam buku halaman 166-186.
SELESAI
BAB 5
PAJAK PENGHASILAN PASAL 22
Pengertian Pemungut Pajak Objek Pajak Dikecualikan dari Objek Pajak Saat Terutang & Pelunasan/ Pemotongan
Tata Cara
Dasar Pemungutan DPP & Tarif
Perhitungan Contoh Perhitungan
Pengertian adalah pajak yang dipungut oleh bendaharawan pemerintah, baik pusat maupun daerah, sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan badan-badan tertentu untuk memungut pajak dari WP yang melakukan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain
UU PPh Pasal 22 merupakan cara pelunasan pembayaran pajak dalam tahun berjalan oleh WP atas penghasilan, antara lain sehubungan dengan impor barang/jasa, pembelian barang dengan menggunakan dana APBN/APBD dan non-APBN/APBD, maupun penjualan barang sangat mewah.
Pemungutan PPh Pasal 22
FINAL
Tidak bisa dikreditkan dari total PPh terutang pada akhir tahun saat pengisian SPT Tahunan
TIDAK FINAL
Bisa dikreditkan dari total PPh terutang pada akhir tahun saat pengisian SPT Tahunan
Pemungut Pajak Bank Devisa dan Dirjen Bea Cukai, atas impor barang Bendahara pengeluaran untuk pembayaran yang dilakukan dengan mekanisme Uang Persediaan Badan usaha yang bergerak di bidang usaha industri semen, kertas, baja, dan otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala KPP, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri Produsen atau importir BBM, gas, dan pelumas atas penjualan BBM, gas, dan pelumas
Bendahara pemerintah dan KPA sebagai pemungut pajak di Pemerintah Pusat, Pemda, Instansi atau lembaga Pemerintah, dan lembaga-lembaga negara lainnya berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang KPA atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi delegasi oleh KPA, untuk pembayaran kepada pihak ke-3 dengan mekanisme pembayaran langsung Industri dan eksportir dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk Kepala KPP, atas pembelian bahan keperluan industri atau ekspor dari pedagang pengumpul
Objek Pajak Impor barang Pembayaran pembelian barang oleh bendahara pemerintah dan KPA sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemda, Instansi atau lembaga pemerintah, dan lembaga negara lainnya Pembayaran oleh bendahara pengeluaran dengan mekanisme uang persediaan Pembayaran kepada pihak ketiga dengan mekanisme pembayaran langsung oleh KPA atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang didelegasikan KPA Penjualan hasil produksi di dalam negeri oleh BU yang bergerak di industri semen, kertas, baja, dan otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala KPP Penjualan BBM, gas, dan pelumas oleh produsen atau importir BBM, gas, dan pelumas Pembelian bahan keperluan industri atau ekspor dari pedagang pengumpul oleh industri dan eksportir sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk Kepala KPP
Dikecualikan dari Objek Pajak 1. Impor barang dan/atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang PPh. 2. Emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor yang dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas PPh Pasal 22 yang diterbitkan oleh Dirjen Pajak. 3. Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan/atau PPN. 4. Impor sementara, jika pada waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali. 5. Impor kembali, yang meliputi barang-barang yang telah diekspor kemudian diimpor kembali dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian, yang telah memenuhi syarat yang ditentukan oleh Dirjen Bea dan Cukai.
6. Pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf b, huruf c dan, huruf d, berkenaan dengan: a. Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp2.000.000 dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah; b. Pembayaran untuk pembelian BBM, listrik, gas, pelumas, air minum/PDAM dan benda-benda pos. 7. Pembayaran untuk pembelian gabah dan/atau beras oleh Perusahaan Umum BULOG. 8. Pembayaran untuk pembelian barang sehubungan dengan penggunaan dana BOS.
Saat Terutang & Pelunasan/Pemotongan 1. Atas impor barang: terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk. Jika pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, PPh terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian dokumen PIB. 2. Atas pembelian barang oleh pemungut pajak pada poin 2, 3, dan 4: terutang dan dipungut pada saat pembayaran. 3. Atas penjualan hasil produksi industri semen, kertas, baja, dan otomotif: terutang dan dipungut pada saat penjualan. 4. Atas penjualan hasil BBM, gas, dan pelumas: terutang dan dipungut pada saat penerbitan Surat Perintah Pengeluaran Barang (delivery order). 5. Atas pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul: terutang dan dipungut pada saat pembelian.
Tata Cara Pemungutan & Pemotongan 1. Atas impor barang dilaksanakan dengan cara penyetoran oleh importir yang bersangkutan atau Dirjen Bea Cukai ke Kas Negara melalui Kantor Pos, Bank Devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. 2. Atas pembelian barang oleh pemungut pajak wajib disetor oleh pemungut ke Kas Negara melalui Kantor Pos, Bank Devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, dengan menggunakan SSP yang telah diisi atas nama rekanan serta ditandatangani oleh pemungut pajak.
www.bisapajak.com
3. Atas penjualan BBM, gas, dan pelumas, dan penjualan hasil produksi industri semen, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif, wajib disetor oleh pemungut ke Kas Negara melalui Kantor Pos, Bank Devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan menggunakan SSP.
4. Atas pembelian bahan keperluan industri atau ekspor oleh badan usaha industri atau eksportir yang bergerak di sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan wajib disetor oleh pemungut ke Kas Negara melalui Kantor Pos, Bank Devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan menggunakan SSP. 5. Oleh importir, Dirjen Bea Cukai, dan pemungut pajak sebagaimana dimaksud pada poin 2, 3 dan 4 subbab “Pemungut Pajak” menggunakan formulir SSP yang berlaku sebagai Bukti Pemungutan Pajak. 6. Pemungut pajak sebagaimana dimaksud pada poin 5, 6, dan 7 pada subbab “Pemungut Pajak” wajib menerbitkan Bukti Pemungutan PPh dalam rangkap tiga. 7. Pemungut pajak wajib melaporkan hasil pemungutannya dengan menggunakan SPT Masa ke KPP.
www.bisapajak.com
Dasar Pemungutan
NILAI IMPOR
HARGA JUAL LELANG
HARGA PEMBELIAN
DPP & Tarif 1. Impor: a. menggunakan APl: 2,5% dari nilai impor, kecuali impor kedelai, gandum, dan tepung terigu sebesar 0,5% dari nilai impor b. tidak menggunakan API: 7,5% dari nilai impor c. tidak dikuasai: 7,5% dari harga jual lelang 2. Pembelian barang sebagaimana dimaksud pada poin 2, 3, dan 4 subbab “Pemungut Pajak”:1,5% dari harga pembelian 3. Penjualan: a. BBM 1) 0,25% dari penjualan tidak termasuk PPN untuk penjualan kepada SPBU Pertamina 2) 0,3% dari penjualan tidak termasuk PPN untuk penjualan kepada SPBU bukan Pertamina dan non-SPBU b. BBG sebesar 0,3% dari penjualan tidak termasuk PPN c. Pelumas sebesar 0,3% dari penjualan tidak termasuk PPN
4. Penjualan hasil produksi di dalam negeri oleh BU dalam bidang usaha industri semen, kertas, baja, dan otomotif: a. penjualan kertas di dalam negeri: 0,1% dari DPP PPN b. penjualan semua jenis semen di dalam negeri: 0,25% dari DPP PPN c. penjualan semua jenis kendaraan bermotor beroda dua atau lebih di dalam negeri: 0,45% dari DPP PPN d. penjualan baja di dalam negeri: 0,3% dari DPP PPN
www.mitrakonsultindo.co.id
5. Pembelian bahan keperluan industri atau ekspor oleh badan usaha industri atau eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk sebagai pemungut PPh dari pedagang pengumpul sebesar 0,25% dari harga pembelian tidak termasuk PPN.
Perhitungan 1. Impor yang menggunakan Angka Pengenal Impor (API).
PPh Pasal 22 = 2,5% × nilai impor 2. Impor kedelai, gandum, dan tepung terigu yang menggunakan API.
PPh Pasal 22 = 0,5% × nilai impor 3. Impor yang tidak menggunakan API. pemeriksaanpajak.com
PPh Pasal 22 = 7,5% × nilai impor
4. Impor yang tidak dikuasai.
PPh Pasal 22 = 7,5% × harga jual lelang 5. Pembelian barang yang dilakukan oleh bendahara pemerintah, bendahara pengeluaran, Kuasa Pengguna Anggaran, dan pejabat Penerbit Surat Perintah Membayar.
PPh Pasal 22 = 1,5% × harga pembelian tidak termasuk PPN & PPnBM
6. Penjualan BBM kepada SPBU Pertamina.
PPh Pasal 22 = 0,25% × penjualan tidak termasuk PPN 7. Penjualan BBM kepada SPBU bukan Pertamina dan non-SPBU.
PPh Pasal 22 = 0,3% × penjualan tidak termasuk PPN 8. Atas penjualan bahan bakar gas.
PPh Pasal 22 = 0,3% × penjualan tidak termasuk PPN 9. Atas penjualan pelumas.
PPh Pasal 22 = 0,3% × penjualan tidak termasuk PPN 10. Atas penjualan kertas hasil produksi di dalam negeri.
PPh Pasal 22 = 0,1% × DPP PPN 11. Atas penjualan semua jenis semen hasil produksi di dalam negeri.
PPh Pasal 22 = 0,25% × DPP PPN
12. Atas penjualan semua jenis kendaraan bermotor beroda dua atau lebih hasil produksi di dalam negeri.
PPh Pasal 22 = 0,25% × harga pembelian tidak termasuk PPN 13. Atas penjualan baja hasil produksi di dalam negeri.
PPh Pasal 22 = 0,45% × DPP PPN 14. Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor oleh badan usaha industri atau eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan.
PPh Pasal 22 = 0,3% × DPP PPN
Contoh Perhitungan Contoh 1 Contoh 2 Contoh 3 Contoh 4 pemeriksaanpajak.com
Contoh 1 Contoh 1: PPh atas Pembelian barang oleh instansi pemerintah Pada 1 Agustus 2011, PT Mahakarya berkedudukan di Jakarta, menjadi pemasok alat-alat tulis kantor bagi Dinas Pertanian Kota Tangerang Selatan dengan nilai kontrak sebesar Rp11.000.000 (nilai kontrak termasuk PPN). Jawab PPh yang dipungut oleh bendahara Dinas Pertanian Kota Tangerang Selatan adalah: Nilai kontrak termasuk PPN Rp 11.000.000 DPP: (100 ÷ 110) × Rp11.000.000) Rp 10.000.000 PPN dipungut (10% dari DPP) Rp 1.000.000 PPh yang dipungut (1,5% × Rp10.000.000) Rp 150.000
Contoh 2 PPh atas impor barang Pada 1 Juni 2011, PT Tomang mengimpor barang dari Jerman dengan harga faktur US$10.000. Biaya asuransi yang dibayar di luar negeri sebesar 5% dari harga faktur dan biaya angkut sebesar 10% dari harga faktur. Bea masuk dan bea masuk tambahan masing-masing sebesar 20% dan 10%. Kurs yang ditetapkan Menteri Keuangan pada saat itu US$1 = Rp10.000. a. Hitung PPh yang dipungut jika PT Tomang memiliki AP b. Hitung PPh yang dipungut jika PT Tomang tidak memiliki API Jawaban Harga faktur (Cost) Biaya Asuransi (insurance): 5% × US$10.000 Biaya angkut (freight): 10% × US$10.000 CIF (Cost, Insurance, & Freight) CIF (dalam Rupiah): US$11.500 × Rp10.000 Bea masuk (20% × Rp115.000.000) Bea masuk tambahan (10% × Rp115.000.000) Nilai Impor
US$10.000 US$ 500 US$ 1.000 US$11.500 Rp115.000.000 Rp 23.000.000 Rp 11.500.000 Rp 80.500.000
a. Memiliki API: 2,5% × Rp80.500.000 = Rp2.012.500 b. Tidak memiliki API: 7,5% × Rp80.500.000 = Rp2.012.500
Contoh 3 PPh atas penjualan hasil produksi industri tertentu a. Pada bulan Agustus, PT Semen Tonasa menjual hasil produksinya senilai Rp825.000.000 kepada PT Bahari Berkesan. Harga tersebut termasuk PPN sebesar 10%. b. Pada bulan April, PT Cemerlang sebagai industri kertas menjual hasil produksinya senilai Rp165.000.000 kepada PT Halilintar. Harga tersebut termasuk PPN sebesar 10%. Jawab DPP PPN: (100 ÷ 110) × Rp825.000.000 Rp 750.000.000 PPh yang dipungut oleh PT Semen Tonasa adalah: 0,25% × Rp750.000.000 Rp 1.875.000
Jawab DPP PPN: (100 ÷ 110) × Rp165.000.000 Rp 150.000.000 PPh yang dipungut oleh PT Cemerlang adalah: 0,10% × Rp150.000.000 Rp 150.000
Contoh 4 PPh atas penjualan hasil produksi oleh produsen atau importir bahan bakar dan pelumas PT Pertamina selaku produsen BBM, gas, dan pelumas menyerahkan BBM senilai Rp100.000.000 (tidak termasuk PPN) kepada non-SPBU.
Jawab PPh yang dipungut atas penyerahan BBM adalah: 0,3% × Rp100.000.000 Rp 300.000
TERIMA KASIH 218
BAB 6
PAJAK PENGHASILAN PASAL 23
Pengertian Pemotong
Penerima Penghasilan yang Dikenakan Penghasilan yang Dikecualikan
Tarif & Dasar Pemotongan
Contoh Penghitungan Saat Terutang & Pemotongan Tata Cara
Pengertian adalah PPh dalam tahun berjalan yang dipotong atas penghasilan yang diterima atau diperoleh WP DN dan BUT yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong PPh Pasal 21, yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, BUT, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya
Pemotong Badan pemerintah
Subjek pajak badan dalam negeri Penyelenggara kegiatan Bentuk Usaha Tetap
Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya OP sebagai WP dalam negeri yang telah mendapat penunjukkan dari Dirjen Pajak, meliputi: Akuntan, Arsitek, Dokter, Notaris, PPAT, kecuali PPAT tersebut adalah camat, pengacara, dan konsultan, yang melakukan pekerjaan bebas
OP yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan atas pembayaran berupa sewa
Penerima Penghasilan yang Dipotong
WP dalam negeri (OP dan badan)
Bentuk Usaha Tetap (BUT)
Penghasilan yang Dikenakan Dividen Bunga Termasuk Premium, Diskonto, dan Imbalan Sehubungan dengan Jaminan Pengembalian Utang
Royalti Hadiah, Penghargaan, Bonus, dan Sejenisnya Sewa dan Penghasilan Lain Sehubungan dengan Penggunaan Harta Imbalan Sehubungan dengan Jasa Teknik, Jasa Manajemen, Jasa Konstruksi, Jasa Konsultan, dan Jasa Lain
pemeriksaanpajak.com
Dividen 1. Pembagian laba secara langsung dan tidak langsung, dengan nama dan dalam bentuk apa pun. 2. Pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang disetor. 3. Pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran termasuk saham bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham. 4. Pembagian laba dalam bentuk saham. 5. Pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran. 6. Jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima atau diperoleh pemegang saham karena pembelian kembali saham-saham oleh perseroan yang bersangkutan. 7. Pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang disetorkan, jika dalam tahun-tahun yang lampau diperoleh keuntungan, kecuali jika pembayaran kembali itu adalah akibat dari pengecilan modal dasar (statuter) yang dilakukan secara sah. 8. Pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda laba, termasuk yang diterima sebagai penebusan tanda-tanda laba tersebut. 9. Bagian laba sehubungan dengan pemilikan obligasi. 10. Bagian laba yang diterima oleh pemegang polis. 11. Pembagian berupa sisa hasil usaha kepada anggota koperasi. 12. Pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham yang dibebankan sebagai biaya perusahaan.
Bunga Termasuk Premium, Diskonto, dan Imbalan Sehubungan dengan Jaminan Pengembalian Utang Premium terjadi apabila, misalnya surat obligasi dijual di atas nilai nominalnya, sedangkan diskonto terjadi apabila surat obligasi dibeli di bawah nilai nominalnya. Premium tersebut merupakan penghasilan bagi yang menerbitkan obligasi dan diskonto merupakan penghasilan bagi yang membeli obligasi.
scientistofsocial.blogspot.com
Royalti Royalti adalah jumlah yang dibayarkan atau terutang dengan cara atau perhitungan apa pun, baik dilakukan secara berkala maupun tidak, sebagai imbalan atas: 1.
2. 3. 4.
5. 6.
Hak cipta di bidang kesusastraan, kesenian atau karya ilmiah, paten, desain atau model, rencana, formula atau proses rahasia, merek dagang, atau bentuk hak kekayaan intelektual/industrial atau hak serupa lainnya. Hak menggunakan peralatan/perlengkapan industrial, komersial, atau ilmiah. Pemberian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal, industrial, atau komersial. Pemberian bantuan terkait hak-hak, menggunakan peralatan/perlengkapan, atau pemberian pengetahuan atau informasi, berupa: a. penerimaan atau hak menerima rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, yang disalurkan kepada masyarakat melalui satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang serupa. b. penggunaan atau hak menggunakan rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, untuk siaran televisi atau radio yang disiarkan/dipancarkan melalui satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang serupa. c. penggunaan atau hak menggunakan sebagian atau seluruh spektrum radio komunikasi. Penggunaan atau hak menggunakan film gambar hidup, film, atau pita video untuk siaran televisi, atau pita suara untuk siaran radio. Pelepasan seluruhnya atau sebagian hak yang berkenaan dengan penggunaan atau pemberian hak kekayaan intelektual/industrial atau hak-hak lainnya sebagaimana tersebut di atas.
Hadiah, Penghargaan, Bonus, dan Sejenisnya Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong PPh Pasal 21 ayat (1) huruf e, yaitu penghasilan yang diterima atau diperoleh WP OP dalam negeri yang berasal dari penyelenggaraan kegiatan sehubungan dengan pelaksanaan suatu kegiatan, yaitu: 1. Hadiah undian adalah hadiah dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diberikan melalui undian. 2. Hadiah atau penghargaan perlombaan adalah hadiah atau penghargaan yang diberikan melalui suatu perlombaan atau adu ketangkasan. 3. Hadiah sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan lainnya adalah hadiah dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diberikan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh penerima hadiah. 4. Penghargaan adalah imbalan yang diberikan sehubungan dengan prestasi dalam kegiatan tertentu.
Sewa dan Penghasilan Lain Sehubungan dengan Penggunaan Harta Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) UU PPh.
Imbalan Sehubungan dengan Jasa Teknik, Jasa Manajemen, Jasa Konstruksi, Jasa Konsultan, dan Jasa Lain Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, manajemen, konstruksi, konsultan, dan jasa lain, selain jasa yang telah dipotong PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 UU PPh.
Penghasilan yang Dikecualikan 1. penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank 2. sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi 3. dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai WP DN, koperasi, BUMN, atau BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat: a. dividen berasal dari cadangan saldo laba b. bagi PT, BUMN dan BUMD yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor 4. dividen yang diterima oleh OP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2c) UU PPh
5. bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif 6. SHU koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya 7. penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan, termasuk yang menggunakan pembiayaan berbasis syariah. BU sebagaimana dimaksud terdiri atas: a. perusahaan pembiayaan yang merupakan badan usaha di luar bank dan lembaga keuangan bukan bank yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha lembaga pembiayaan dan telah memperoleh izin usaha dari Menteri Keuangan b. badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah yang khusus didirikan untuk memberikan sarana pembiayaan bagi usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi, termasuk PT Permodalan Nasional Madani
Tarif & Dasar Pemotongan 15% dari jumlah bruto atas:
2% dari jumlah bruto atas:
dividen, dengan nama dan bentuk apa pun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian SHU koperasi bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang royalti
hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf e UU PPh
Sewa dan penghasilan lain sehubungan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain terkait penggunaan harta yang telah dikenai PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) UU PPh; dan Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, manajemen, konstruksi, konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 UU PPh
Contoh Penghitungan Contoh 1 Contoh 2 Contoh 3 Contoh 4 pemeriksaanpajak.com
Contoh 1 Penghitungan pemotongan PPh Pasal 23 atas dividen PT Persada berdasarkan pengumuman dividen melalui RUPS sebelumnya, melakukan pembayaran dividen tunai kepada PT Agung sebesar Rp30.000.000 (penyertaan modal 15%). Jawab: PPh Pasal 23 = 15% × Rp30.000.000 = Rp4.500.000
Contoh 2 Contoh 2: Penghitungan pemotongan PPh Pasal 23 atas royalti Pada Mei 2011 PT Bintang Cemerlang membayar royalti kepada Tuan Zakaria Haris sebagai penulis buku sebesar Rp50.000.000. Zakaria Haris mempunyai NPWP.
Jawab PPh Pasal 23 yang harus dipotong oleh PT Bintang Cemerlang: 15% × Rp50.000.000 = Rp7.500.000
Contoh 3 Penghitungan pemotongan PPh Pasal 23 atas bunga obligasi Pada Oktober 2011, PT Panorama membayar bunga obligasi kepada PT Angkasa sebesar Rp75.000.000. Obligasi tersebut tidak diperdagangkan di BEI.
Jawab PPh Pasal 23 yang dipotong oleh PT Panorama adalah: 15% × Rp75.000.000 = Rp11.250.000
Contoh 4 Penghitungan pemotongan PPh Pasal 23 atas hadiah dan penghargaan perlombaan PT Kusuma memberikan hadiah perlombaan kepada PT Sentosa sebagai juara umum lomba senam sebesar Rp150.000.000.
Jawab PPh Pasal 23 yang dipotong oleh PT Kusuma adalah: 15% × Rp150.000.000 = Rp22.500.000
Saat Terutang & Pemotongan Terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau pada saat terutang, tergantung peristiwa mana yang terjadi terlebih dahulu. Pengertian dibayarkan atau terutang harus disesuaikan dengan metode pembukuan pihak pemotong pajak. Jika pemotong pajak menggunakan basis kas, terutang PPh Pasal 23 dan pemotongannya pada saat pembayaran Jika pemotongan pajak menggunakan basis akrual, terutang PPh Pasal 23 dan harus dipotong pada saat pembebanan
Tata Cara Penyetoran & Pelaporan disetorkan selama satu bulan takwim ke bank persepsi atau Kantor Pos dengan menggunakan SSP paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak, bila tanggal 10 jatuh pada hari libur, penyetoran dilakukan pada hari kerja berikutnya
Pelaporan pemotongan menggunakan SPT Masa PPh Pasal 23 yang dilampiri: a. lembar ketiga SSP bukti setoran PPh Pasal 23 b. daftar bukti pemotongan PPh Pasal 23 c. lembar kedua bukti pemotongan PPh Pasal 23 Selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya.
TERIMA KASIH 240
BAB 7
PAJAK PENGHASILAN PASAL 24
Pengertian
Sumber Penghasilan
Permohonan Kredit Pajak
Tata Cara Penghitungan
Penggabungan Penghasilan
Pengertian adalah pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh WP dalam negeri yang boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang berdasarkan UU PPh dalam tahun pajak yang sama
PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang di Indonesia hanyalah pajak yang langsung dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh WP. www.mitrakonsultindo.co.id
Permohonan Kredit Pajak WP wajib menyampaikan permohonan kepada Dirjen Pajak dengan dilampiri: Laporan Keuangan dari penghasilan yang berasal dari luar negeri Fotokopi SPT Pajak yang disampaikan di luar negeri Dokumen pembayaran pajak di luar negeri
Penyampaian permohonan kredit pajak LN dilakukan bersamaan dengan penyampaian SPT PPh. Atas permohonan WP, Dirjen Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian lampiran-lampiran karena alasan di luar kemampuan WP (force majeur).
Penggabungan Penghasilan WP DN terutang pajak atas PKP yang berasal dari seluruh penghasilan termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri sehingga seluruh penghasilan di dalam negeri dan luar negeri digabungkan. Penggabungan penghasilan dari luar negeri dilakukan untuk: 1. penghasilan dari usaha, dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya penghasilan tersebut 2. penghasilan lainnya, dilakukan dalam tahun pajak diterimanya penghasilan tersebut 3. penghasilan berupa dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) UU PPh, dilakukan dalam tahun pajak pada saat perolehan dividen tersebut ditetapkan sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Kerugian yang diderita di luar negeri tidak boleh digabungkan dalam menghitung PKP.
Sumber Penghasilan 1. Saham dan sekuritas lainnya serta keuntungan dari pengalihan saham dan sekuritas lainnya adalah negara tempat badan yang menerbitkan saham atau sekuritas tersebut didirikan atau bertempat kedudukan. www.mitrakonsultindo.co.id
3. Sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak gerak adalah negara tempat harta tersebut terletak.
2. Bunga, royalti, dan sewa sehubungan dengan penggunaan harta bergerak adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani bunga, royalti, atau sewa tersebut bertempat kedudukan atau berada.
4. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani imbalan tersebut bertempat kedudukan atau berada. 5. Penghasilan BUT adalah negara tempat BUT tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan. 6. Pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan atau tanda turut serta dalam pembiayaan atau permodalan dalam perusahaan pertambangan adalah negara tempat lokasi penambangan berada.
www.mitrakonsultindo.co.id
7. Keuntungan karena pengalihan harta tetap adalah negara tempat harta tetap berada 8. Keuntungan karena pengalihan harta yang menjadi bagian dari suatu BUT adalah negara tempat BUT berada
Tata Cara Penghitungan Kredit Pajak Luar Negeri WP Badan Kredit Pajak Luar Negeri WP OP Kerugian di Dalam Negeri
Kerugian di Luar Negeri Penghasilan LN Bersumber dari Beberapa Negara Penghasilan yang Dikenakan Pajak yang Bersifat Final Perubahan Jumlah Penghasilan dari LN
pemeriksaanpajak.com
Kredit Pajak Luar Negeri WP Badan PT Bahari di Jakarta memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2012 sebagai berikut. Penghasilan dalam negeri Rp1.000.000.000 Penghasilan luar negeri (tarif pajak 20%) Rp1.000.000.000
Penghitungan jumlah maksimum kredit pajak luar negeri: 1. Penghasilan luar negeri Rp1.000.000.000 Penghasilan dalam negeri Rp1.000.000.000 (+) Jumlah penghasilan neto Rp2.000.000.000 2. Apabila jumlah Penghasilan neto sama dengan PKP, maka sesuai tarif Pasal 17 ayat (2a), PPh yang terutang sebesar: 25% × Rp2.000.000.000 = Rp500.000.000 3. Batas maksimum kredit pajak luar negeri adalah: (Rp1.000.000.000/ Rp2.000.000.000) × Rp500.000.000 = Rp250.000.000
Kredit Pajak Luar Negeri WP OP Ardan Qodri berstatus TK/0 dan memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2012 sebagai berikut. Penghasilan dalam negeri Rp1.000.000.000 Penghasilan luar negeri (tarif pajak 20%) Rp1.000.000.000
Penghitungan jumlah maksimum kredit pajak luar negeri: 1. Penghasilan LN Penghasilan DN
Rp1.000.000.000
Rp1.000.000.000 Jumlah penghasilan neto Rp2.000.000.000 Dikurangi: PTKP (TK/0) Rp 24.300.000 PKP Rp1.975.700.000
2. PPh terutang sesuai tarif Pasal 17 ayat (1)a UU PPh: 5% × Rp50.000.000 Rp 2.500.000 15% × Rp200.000.000 Rp 30.000.000 25% × Rp250.000.000 Rp 62.500.000 30% × Rp1.475.700.000 Rp 442.710.000 Total Rp 537.710.000
3. Batas maksimum kredit pajak luar negeri adalah: (Rp1.000.000.000/Rp1.975.700.000) × Rp537.710.000 = Rp272.161.765
Kerugian di Dalam Negeri PT Berdikari di Jakarta memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2001, yaitu: Penghasilan dari usaha di luar negeri Rp1.000.000.000 Rugi usaha di dalam negeri (Rp 200.000.000) Pajak atas Penghasilan di luar negeri, misalnya 40% Rp 400.000.000 Penghitungan maksimum kredit pajak luar negeri serta pajak terutang adalah: 1. Penghasilan usaha luar negeri Rp1.000.000.000 Rugi usaha dalam negeri (Rp 200.000.000) Jumlah penghasilan neto Rp 800.000.000 2. Apabila jumlah Penghasilan neto sama dengan PKP, sesuai tarif Pasal 17 UU PPh, PPh yang terutang sebesar 25% × Rp800.000.000 = Rp200.000.000 3. Batas maksimum kredit pajak luar negeri adalah: (Rp1.000.000.000/Rp800.000.000) × Rp200.000.000 = Rp250.000.000
Kerugian di Luar Negeri Dalam menghitung PKP, kerugian yang diderita oleh WP di luar negeri tidak dapat dikompensasikan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Indonesia.
Penghasilan LN Bersumber dari Beberapa Negara Jika penghasilan luar negeri bersumber dari beberapa negara, jumlah maksimum kredit pajak luar negeri dihitung untuk masing-masing negara dengan menerapkan cara penghitungan sebagai berikut.
Penghasilan yang Dikenakan Pajak yang Bersifat Final Jika WP memperoleh penghasilan yang dikenakan Pajak yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) UU PPh, penghasilan tersebut bukan faktor penambahan penghasilan pada saat menghitung PKP.
Perubahan Jumlah Penghasilan dari LN Jika terjadi koreksi fiskal di luar negeri yang menyebabkan adanya tambahan penghasilan yang mengakibatkan pajak atas penghasilan terutang di luar negeri lebih besar dari yang dilaporkan dalam SPT Tahunan sehingga pajak di luar negeri kurang dibayar, terdapat kemungkinan PPh di Indonesia juga kurang dibayar. Sepanjang koreksi fiskal di luar negeri tersebut dilaporkan sendiri oleh WP melalui pembetulan SPT Tahunan, bunga yang terutang atas pajak yang kurang dibayar tersebut tidak ditagih.
TERIMA KASIH 254
BAB 8
PAJAK PENGHASILAN PASAL 25
Pengertian
Bank & Sewa Guna Usaha dg Hak Opsi
Menghitung Angsuran Bulanan
BUMN & BUMD
Penghitungan Angsuran Pajak
WP Masuk Bursa & WP Lainnya
WP Baru
WP OP Pengusaha Tertentu
Pengertian adalah angsuran PPh yang harus dibayar sendiri oleh WP untuk setiap bulan dalam tahun pajak berjalan (Fitriandi dkk., 2010, hlm. 173)
Menghitung Angsuran Bulanan Besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh WP untuk setiap bulan adalah sebesar:
PPh yang terutang menurut SPT PPh tahun pajak yang lalu dikurangi dengan:
PPh yang dipotong sebagaimana dimaksud Pasal 21 dan 23 serta PPh yang dipungut sebagaimana dimaksud Pasal 22; dan PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud Pasal 24, dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak
Penghitungan Angsuran Pajak Besarnya angsuran pajak dalam tahun berjalan diupayakan mendekati jumlah yang akan terutang pada akhir tahun. Dirjen Pajak diberi wewenang untuk menyesuaikan perhitungan besarnya angsuran yang harus dibayar sendiri oleh WP dalam tahun berjalan, yaitu:
WP berhak atas kompensasi kerugian WP memperoleh penghasilan tidak teratur SPT PPh tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang ditentukan WP diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT PPh
WP membetulkan sendiri SPT PPh yang mengakibatkan angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan Terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan WP
WP berhak atas kompensasi kerugian Kompensasi kerugian adalah kompensasi kerugian fiskal berdasarkan SPT Tahunan, Surat Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding, sesuai dengan ketentuan Pasal 6 ayat (2) atau Pasal 31A UU PPh. Besarnya PPh jika WP berhak atas kompensasi kerugian adalah sebesar PPh yang dihitung dengan dasar penghitungan PPh dikurangi dengan PPh yang dipotong dan/atau dipungut serta PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sesuai ketentuan Pasal 21, 22, 23, dan 24 UU PPh, dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.
WP memperoleh penghasilan tidak teratur Penghasilan teratur adalah penghasilan yang lazimnya diterima atau diperoleh secara berkala sekurang-kurangnya sekali dalam setiap tahun pajak, yang bersumber dari kegiatan usaha, pekerjaan bebas, pekerjaan, harta, dan/atau modal, kecuali penghasilan yang telah dikenakan PPh yang bersifat final.
Tidak termasuk dalam penghasilan teratur: keuntungan selisih kurs dari utang/piutang dalam mata uang asing dan keuntungan dari pengalihan harta sepanjang bukan penghasilan dari kegiatan usaha pokok, serta penghasilan lain yang bersifat insidentil. Jika WP memperoleh penghasilan tidak teratur: sebesar PPh yang dihitung dengan DPP dikurangi dengan PPh yang dipotong dan/atau dipungut serta PPh yang dibayar atau terutang di LN yang boleh dikreditkan sesuai ketentuan Pasal 21, 22, 23, dan 24 UU PPh, dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak. DPP adalah jumlah penghasilan neto menurut SPT Tahunan PPh tahun pajak yang lalu setelah dikurangi penghasilan tidak teratur yang dilaporkan dalam SPT Tahunan tersebut.
SPT PPh tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang ditentukan 1. Untuk bulan-bulan mulai batas waktu penyampaian SPT Tahunan sampai dengan bulan sebelum disampaikannya SPT Tahunan tersebut adalah sama dengan besarnya PPh bulan terakhir tahun pajak yang lalu dan bersifat sementara. 2. Setelah WP menyampaikan SPT Tahunan PPh, besarnya PPh dihitung kembali: a. Sebesar PPh yang terutang menurut SPT Tahunan PPh Tahun Pajak yang lalu dikurangi PPh yang dipotong dan/atau dipungut serta PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sesuai ketentuan Pasal 21, 22, 23, dan 24 UU PPh, dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak yang berlaku surut mulai bulan batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh. b. WP berhak atas kompensasi kerugian atau memperoleh penghasilan tidak teratur. Besarnya PPh dihitung kembali berdasarkan ketentuan yang berlaku. Penghitungan kembali tersebut berlaku mulai bulan batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh, yaitu 3 bulan setelah akhir tahun pajak.
WP diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT PPh a. Untuk bulan-bulan mulai batas waktu penyampaian SPT Tahunan sampai dengan bulan sebelum disampaikannya SPT Tahunan tersebut adalah sama dengan besarnya PPh yang dihitung berdasarkan SPT Tahunan sementara yang disampaikan WP pada saat mengajukan permohonan izin perpanjangan. b. Setelah WP menyampaikan SPT Tahunan PPh: 1) Menurut SPT Tahunan PPh Tahun Pajak yang lalu dikurangi PPh yang dipotong dan/atau dipungut serta PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sesuai Pasal 21, 22, 23, dan 24 UU PPh, dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak yang berlaku surut mulai bulan batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh. 2) WP berhak atas kompensasi kerugian atau WP memperoleh penghasilan tidak teratur: besarnya PPh dihitung kembali berdasarkan ketentuan yang berlaku bagi WP yang berhak atas kompensasi kerugian atau bagi WP memperoleh penghasilan tidak teratur sebagaimana telah diuraikan sebelumnya. Besarnya PPh sebagaimana dimaksud pada poin 2), lebih besar dari PPh sebagaimana dimaksud pada poin 1), kekurangan setoran PPh terutang bunga sesuai ketentuan Pasal 19 ayat (1) UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, untuk jangka waktu yang dihitung sejak jatuh tempo penyetoran PPh dari masing-masing bulan sampai dengan tanggal penyetoran.
WP membetulkan sendiri SPT PPh yang mengakibatkan angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan Jika WP dalam tahun pajak berjalan membetulkan sendiri SPT Tahunan PPh tahun pajak yang lalu, besarnya PPh dihitung kembali berdasarkan SPT Tahunan Pembetulan tersebut dengan memerhatikan ketentuan kompensasi dan ketentuan penghasilan tidak teratur dan berlaku surut mulai bulan batas waktu penyampaian SPT Tahunan. Jika besarnya PPh setelah pembetulan SPT Tahunan lebih besar dari PPh sebelum dilakukan pembetulan, atas kekurangan setoran PPh terutang bunga sesuai ketentuan Pasal 19 ayat (1) UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, untuk jangka waktu yang dihitung sejak jatuh tempo penyetoran PPh dan masing-masing bulan sampai dengan tanggal penyetoran. Jika besarnya PPh setelah pembetulan SPT Tahunan lebih kecil dari PPh sebelum dilakukan pembetulan, atas kelebihan setoran PPh dapat dipindahbukukan ke PPh bulanbulan berikut setelah penyampaian SPT Tahunan Pembetulan.
Terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan WP Jika sesudah 3 bulan atau lebih berjalannya suatu tahun pajak, WP dapat menunjukkan bahwa PPh yang akan terutang untuk tahun pajak tersebut kurang dari 75% dari PPh yang terutang yang menjadi dasar penghitungan besarnya PPh, WP dapat mengajukan permohonan pengurangan besarnya PPh secara tertulis kepada Kepala KPP tempat WP terdaftar. Pengajuan permohonan pengurangan besarnya PPh harus disertai dengan penghitungan besarnya PPh yang akan terutang berdasarkan perkiraan penghasilan yang akan diterima atau diperoleh dan besarnya PPh untuk bulan-bulan yang tersisa dari tahun pajak yang bersangkutan.
WP Baru WP Baru adalah WP OP dan badan yang baru pertama kali memperoleh penghasilan dari usaha atau pekerjaan bebas dalam tahun pajak berjalan Besarnya angsuran PPh untuk WP baru sebesar PPh yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas penghasilan neto sebulan yang disetahunkan, dibagi 12. Penghasilan neto adalah: Jika WP menyelenggarakan pembukuan dan dari pembukuannya dapat dihitung besarnya penghasilan neto setiap bulan, penghasilan neto fiskal dihitung berdasarkan pembukuannya.
Jika WP hanya menyelenggarakan pencatatan dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto atau menyelenggarakan pembukuan, tetapi dari pembukuannya tidak dapat dihitung besarnya penghasilan neto setiap bulan, penghasilan neto fiskal dihitung berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto atas peredaran atau penerimaan bruto.
Bank & Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi Besarnya angsuran PPh untuk WP bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi adalah sebesar PPh yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas labarugi fiskal menurut laporan keuangan triwulan terakhir yang disetahunkan dikurangi PPh Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri untuk tahun pajak yang lalu, dibagi 12.
BUMN & BUMD Besarnya angsuran untuk WP BUMN dan BUMD dengan nama dan dalam bentuk apa pun, kecuali WP bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi adalah sebesar PPh yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut RKAP tahun pajak yang bersangkutan yang telah disahkan RUPS dikurangi dengan pemotongan dan pemungutan PPh Pasal 22 dan 23 serta PPh Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri tahun pajak yang lalu, dibagi 12. Jika RKAP belum disahkan, besarnya angsuran PPh untuk bulan-bulan sebelum bulan pengesahan sama dengan angsuran PPh bulan terakhir tahun pajak sebelumnya.
WP Masuk Bursa & WP Lainnya Besarnya angsuran PPh untuk WP masuk bursa dan WP lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan keuangan berkala adalah sebesar PPh yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut laporan keuangan berkala terakhir yang disetahunkan dikurangi dengan pemotongan dan pemungutan PPh Pasal 22, 23, dan 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri untuk tahun pajak yang lalu, dibagi 12.
WP OP Pengusaha Tertentu WP OP Pengusaha Tertentu adalah WP OP yang melakukan kegiatan usaha sebagai Pedagang Pengecer yang mempunyai satu atau lebih tempat usaha.
Pedagang Pengecer adalah orang pribadi yang melakukan penjualan barang baik secara grosir maupun eceran dan/atau penyerahan jasa melalui suatu tempat usaha.
Besarnya angsuran PPh untuk WP OP Pengusaha Tertentu ditetapkan sebesar 0,75% dari jumlah peredaran bruto setiap bulan dari masing-masing tempat usaha.
TERIMA KASIH 271
BAB 9
PAJAK PENGHASILAN PASAL 26
Pengertian Pemotong Pajak
Saat Terutang
Tata Cara Pemotongan
Objek Pajak Penyetoran Tarif & Dasar Pengenaan Contoh Penghitungan
Pelaporan
Pengertian adalah PPh atas dividen, bunga termasuk premium, diskonto, premi swap, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang, royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan, hadiah dan penghargaan, pensiun, dan pembayaran berkala lainnya, yang diterima atau diperoleh WP LN selain BUT di Indonesia (Fitriandi dkk., 2010, hlm. 178–179)
bisnis.liputan.com
Pemotong Pajak Badan pemerintah Subjek Pajak dalam negeri Penyelenggara kegiatan
Bentuk Usaha Tetap Perwakilan perusahaan LN lainnya yang melakukan pembayaran kepada WP LN selain BUT
Objek Pajak Dividen Royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta Hadiah dan penghargaan Premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya
Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang
Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan Pensiun dan pembayaran berkala lainnya Keuntungan karena pembebasan utang
Tarif & Dasar Pengenaan 20% dari jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh WPLN 20% dari perkiraan penghasilan neto 20% dari PKP sesudah dikurangi pajak dari suatu BUT di Indonesia, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia Tarif berdasarkan P3B antara Indonesia dan negara pihak pada persetujuan
20% dari perkiraan penghasilan neto atas penjualan atau pengalihan saham perusahaan antara conduit company atau special purpose company yang didirikan atau bertempat kedudukan di negara yang memberikan perlindungan pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau BUT di Indonesia
Contoh Penghitungan Contoh 1.1 Contoh 1.2 Contoh 2.1 Contoh 2.2 Contoh 3
pemeriksaanpajak.com
Contoh 1.1 Pada Mei 2011, PT Arta membayar royalti kepada Richard Baker sebagai penulis buku sebesar Rp75.000.000. Richard Baker adalah WP luar negeri.
Jawab : PPh Pasal 26 yang harus dipotong PT Arta: 20% × Rp75.000.000 = Rp15.000.000
Contoh 1.2 PT Djarum memberikan hadiah perlombaan kepada Lee Chong Wei sebagai juara tunggal putra bulu tangkis sebesar Rp150.000.000. Lee Chong Wei adalah WP luar negeri.
Jawab PPh Pasal 26 yang harus dipotong PT Djarum: 20% × Rp150.000.000 = Rp30.000.000
Contoh 2.1 PT Graha Utama mengasuransikan gedungnya kepada perusahaan asuransi luar negeri dengan membayar jumlah premi asuransi selama tahun 2011 sebesar Rp100.000.000.
Jawab PPh Pasal 26 yang dipotong PT Graha Utama: 20% × 50% × Rp100.000.000 = Rp10.000.000
Contoh 2.2 PT Abdi Agung mengasuransikan gedungnya kepada perusahaan asuransi di dalam negeri, yaitu perusahaan asuransi Bahari Berkesan dengan premi asuransi Rp200.000.000. Untuk mengurangi risiko, Bahari Berkesan mengasuransi sebagian polis asuransinya kepada perusahaan asuransi di luar negeri dengan premi Rp100.000.000.
Jawab PPh Pasal 26 yang dipotong PT Bahari Berkesan: 20% × 10% Rp100.000.000 = Rp2.000.000
Contoh 3
Penghasilan Kena Pajak BUT di Indonesia PPh: 28% × Rp 17.500.000.000 Penghasilan Kena Pajak setelah pajak PPh Pasal 26 yang terutang: 20% × Rp 12.600.000.000 = Rp2.520.000.000
keuanganlsm.com
Rp17.500.000.000 Rp 4.900.000.000 Rp12.600.000.000
Jika penghasilan setelah pajak sebesar Rp12.600.000.000 tersebut ditanamkan kembali di Indonesia sesuai dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, atas penghasilan tersebut tidak dipotong pajak.
Saat Terutang Terutang pada: akhir bulan dilakukannya pembayaran
indiatimes.com
atau
akhir bulan terutangnya penghasilan tergantung yang mana terjadi lebih dahulu
Tata Cara Pemotongan Pemotong wajib membuat bukti pemotongan PPh Pasal 26 rangkap tiga:
Lembar pertama untuk WP luar negeri Lembar kedua untuk KPP Lembar ketiga untuk arsip pemotong
finansial.bisnis.com
Penyetoran Surat Setoran Pajak (SSP) disetorkan
Bank persepsi
atau
Kantor Pos
paling lambat: tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak
Pelaporan SPT Masa PPh Pasal 26 Dilampiri:
SSP lembar kedua Bukti pemotongan lembar kedua Daftar bukti pemotongan
disampaikan ke
KPP setempat paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir
Jika jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan bertepatan dengan hari libur, termasuk hari sabtu atau hari libur nasional, penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
TERIMA KASIH 286
BAB 10
PAJAK PENGHASILAN BERSIFAT FINAL
Pengertian
Transaksi Saham & Sekuritas Lainnya
Bunga & Deposito Lainnya
Pengalihan Hak atas Tanah/Bangunan
Bunga Obligasi & SUN
Usaha Jasa Konstruksi
Bunga Simpanan
Persewaan Tanah/Bangunan
Hadiah Undian
Peredaran Bruto Tertentu
Pengertian adalah PPh yang tidak dapat dikreditkan (dikurangkan) dari total PPh terutang pada akhir tahun pajak
PPh final terdiri atas: Bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi OP
Hadiah undian
Dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal
Dari transaksi pengalihan harta berupa tanah/bangunan, usaha jasa konstruksi, real estat, dan persewaan tanah/bangunan.
Penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah
Bunga & Deposito Lainnya Dasar Hukum Pengertian Objek dan Tarif Pemotong PPh Dikecualikan dari Pemotongan PPh
pemeriksaanpajak.com
Dasar Hukum Peraturan terkait pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) atas bunga deposito, bunga tabungan, diskonto SBI: 1. Pasal 4 ayat (2) UU PPh 2. PP No. 131 Tahun 2000 3. Keputusan Menteri Keuangan No. 51/KMK.04 /2001
Pengertian Deposito yang dimaksud adalah deposito dengan nama dan dalam bentuk apa pun termasuk deposito berjangka, sertifikat deposito, dan deposit on call, baik dalam rupiah maupun dalam valuta asing yang ditempatkan pada atau diterbitkan oleh bank. Termasuk bunga yang diterima atau diperoleh dari deposito dan tabungan yang ditempatkan di luar negeri melalui bank yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia.
Objek dan Tarif Besarnya PPh yang bersifat final yang dipotong adalah 20% dari jumlah bruto, sebagaimana ditunjukkan dalam tabel di bawah ini.
Pemotong PPh 1. Bank pembayar bunga 2. Dana pensiun yang telah disahkan Menteri keuangan dan bank yang menjual kembali SBI kepada pihak yang bukan dana pensiun yang pendiriannya belum disahkan oleh Menteri Keuangan dan bukan bank wajib memotong PPh atas diskonto SBI tersebut
Dikecualikan dari Pemotongan PPh 1. Bunga dari deposito/tabungan/SBI sepanjang jumlah deposito/tabungan/SBI tidak lebih dari Rp7.500.000 dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah. 2. Bunga diskonto yang diterima atau diperoleh bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia. 3. Bunga deposito/tabungan/diskonto SBI yang diterima atau diperoleh Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan sepanjang dananya diperoleh dari sumber pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 UU No. 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun. 4. Bunga tabungan pada bank yang ditunjuk pemerintah dalam rangka pemilikan rumah sederhana dan sangat sederhana, kaveling siap bangun untuk rumah sederhana dan sangat sederhana atau rumah susun sederhana sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk dihuni sendiri.
Bunga Obligasi & Surat Utang Negara Dasar Hukum Pengertian Tarif dan Dasar Pengenaan pajak Pemotong PPh Dikecualikan dari Pemotongan PPh
pemeriksaanpajak.com
Dasar Hukum 1. Pasal 4 ayat (2) UU PPh 2. PP No. 16 Tahun 2009 3. Peraturan Menteri Keuangan No. 85/PMK.03/2011 sebagaimana telah diubah dan disempurnakan dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 07/PMK.011/2012
Pengertian Obligasi adalah Surat Utang dan SUN, yang berjangka waktu lebih dari 12 bulan. Bunga Obligasi adalah imbalan yang diterima pemegang obligasi dalam bentuk bunga dan/atau diskonto.
Tarif dan Dasar Pengenaan pajak 1.
Bunga dari obligasi dengan kupon a. 15% bagi WP dalam negeri dan BUT b. 20% atau sesuai tarif berdasarkan P3B bagi WP luar negeri selain BUT c. dari jumlah bruto bunga sesuai dengan masa kepemilikan obligasi 2. Diskonto dari Obligasi dengan kupon a. 15% bagi WP dalam negeri dan BUT b. 20% atau sesuai tarif P3B bagi WP luar negeri selain BUT c. dari selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan obligasi, tidak termasuk bunga berjalan 3. Diskonto dari Obligasi tanpa bunga a. 15% bagi WP dalam negeri dan BUT b. 20% atau sesuai tarif P3B bagi WP luar negeri selain BUT c. dari selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan obligasi 4. Bunga dan/atau diskonto dari obligasi yang diterima dan/atau diperoleh WP reksadana yang terdaftar pada Bapepam dan Lembaga Keuangan a. 0% untuk tahun 2009 sampai dengan tahun 2010 b. 5% untuk tahun 2011 sampai dengan tahun 2013 c. 15% untuk tahun 2014 dan seterusnya Diskonto negatif atau rugi pada saat penjualan obligasi dapat diperhitungkan dengan penghasilan bunga berjalan.
Pemotong PPh 1. Penerbit Obligasi atau kustodian selaku agen pembayaran yang ditunjuk, atas bunga dan/atau diskonto yang diterima pemegang Obligasi dengan kupon pada saat jatuh tempo Bunga Obligasi, dan diskonto yang diterima pemegang Obligasi tanpa bunga pada saat jatuh tempo Obligasi 2. Perusahaan efek, diler, atau bank, selaku pedagang perantara dan/atau pembeli, atas bunga dan diskonto yang diterima penjual Obligasi pada saat transaksi
Dikecualikan dari Pemotongan PPh 1. WP dana pensiun yang pendirian atau pembentukannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan 2. WP bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia
Bunga Simpanan Dasar Hukum Objek Pajak Tarif Pajak Pemotong PPh Saat Terutang, Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, & Pelaporan
pemeriksaanpajak.com
Dasar Hukum 1. Pasal 4 ayat (2) UU PPh 2. PP No. 15 Tahun 2009 3. Peraturan Menteri Keuangan No. 112/PMK.03 /2010
Objek Pajak Atas penghasilan berupa bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi yang didirikan di Indonesia kepada anggota koperasi OP dikenai PPh yang bersifat final.
Tarif Pajak 1. 0% untuk bunga simpanan sampai dengan Rp240.000 per bulan
2. 10% dari jumlah bruto bunga untuk bunga simpanan lebih dari Rp240.000 per bulan
Pemotong PPh Koperasi yang melakukan pembayaran bunga simpanan kepada anggota koperasi OP.
Saat Terutang, Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, & Pelaporan 1. Dipotong oleh koperasi yang melakukan pembayaran bunga simpanan kepada anggota koperasi OP pada saat pembayaran. 2. Koperasi memberikan tanda bukti pemotongan PPh Final Pasal 4 ayat (2) kepada WP OP yang dipotong PPh setiap melakukan pemotongan. 3. Kewajiban memberikan tanda bukti pemotongan PPh Final Pasal 4 ayat (2), tetap dilakukan terhadap penghasilan dari bunga simpanan yang dikenai tarif pemotongan sebesar 0%. 4. PPh yang telah dipotong oleh koperasi wajib disetor ke Kas Negara melalui Kantor Pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, paling lama tanggal sepuluh bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir dengan menggunakan SSP. 5. Koperasi wajib menyampaikan laporan tentang pemotongan dan penyetoran PPh paling lama dua puluh hari setelah masa pajak berakhir menggunakan SPT Masa PPh Final Pasal 4 ayat (2).
Hadiah Undian Dasar Hukum
Pengertian Objek Pajak Pengecualian Objek Pajak Tarif Pajak Pemotong PPh
pemeriksaanpajak.com
Dasar Hukum 1. Pasal 4 ayat (2) UU PPh 2. PP No. 132 Tahun 2000
Pengertian Hadiah undian adalah hadiah dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diberikan melalui undian.
Objek Pajak Penghasilan berupa hadiah undian dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diberikan melalui undian.
Pengecualian Objek Pajak Tidak termasuk pengertian hadiah dan penghargaan yang dikenakan PPh adalah hadiah langsung dalam penjualan barang atau jasa, sepanjang diberikan kepada semua pembeli atau konsumen akhir tanpa diundi dan hadiah tersebut diterima langsung oleh konsumen akhir pada saat pembelian barang atau jasa.
Tarif Pajak Hadiah undian dikenakan PPh sebesar 25% dari jumlah bruto hadiah atau nilai pasar hadiah berupa natura dan bersifat final.
Pemotong PPh Penyelenggara undian baik OP, badan, kepanitiaan, organisasi atau penyelenggara lainnya termasuk pengusaha yang menjual barang atau jasa yang memberikan hadiah dengan cara diundi.
Transaksi Saham & Sekuritas Lainnya Dasar Hukum Pengertian Objek Pajak Tarif Pajak Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan
pemeriksaanpajak.com
Dasar Hukum
1. Pasal 4 ayat (2) UU PPh 2. PP No. 41 Tahun 1994 sebagaimana telah diubah dengan PP No. 14 Tahun 1997 3. Keputusan Menteri Keuangan No. 282/KMK.04/ 1997
Pengertian 1. Termasuk pengertian saham pendiri: a. saham yang diperoleh pendiri dari kapitalisasi agio yang dikeluarkan setelah IPO b. saham yang berasal dari pemecahan saham pendiri 2. Tidak termasuk pengertian saham pendiri: a. saham yang diperoleh pendiri dari pembagian dividen dalam bentuk saham b. saham yang diperoleh pendiri setelah IPO dari pelaksanaan hak pemesanan efek terlebih dahulu, waran, obligasi konversi, dan efek konversi lainnya c. saham yang diperoleh pendiri dari perusahaan Reksa Dana 3. Pendiri adalah OP atau badan yang namanya tercatat dalam Daftar Pemegang Saham PT atau Anggaran Dasar PT sebelum Pernyataan Pendaftaran yang diajukan kepada Bapepam dalam rangka IPO menjadi efektif. 4. Termasuk dalam pengertian pendiri adalah OP atau badan yang menerima pengalihan saham dari pendiri karena: a. warisan b. hibah yang memenuhi syarat Pasal 4 ayat (3) huruf a angka 2 UU PPh c. cara lain yang tidak dikenakan PPh pada saat pengalihan tersebut
Objek Pajak Penghasilan yang diterima atau diperoleh OP atau badan dari transaksi penjualan saham di bursa efek.
Tarif Pajak 1. Besarnya tarif PPh adalah 0,1% dari jumlah bruto nilai transaksi penjualan 2. Pemilik saham pendiri dikenakan tambahan PPh sebesar setengah persen dari nilai saham perusahaan pada saat penutupan bursa di akhir tahun 1996. Jika saham perusahaan diperdagangkan di bursa efek setelah 1 Januari 1997, nilai saham ditetapkan sebesar harga saham pada saat IPO
Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan 1. Pengenaan PPh dilakukan dengan cara pemotongan oleh penyelenggaraan bursa efek melalui perantara pedagang efek pada saat pelunasan transaksi penjualan saham 2. Penyelenggara bursa efek wajib menyetor PPh kepada bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro selambat-lambatnya tanggal 20 setiap bulan atas transaksi penjualan saham yang dilakukan dalam bulan sebelumnya 3. Penyelenggara bursa efek wajib menyampaikan laporan tentang pemotongan dan penyetoran PPh kepada Kepala KPP setempat selambat-lambatnya tanggal 25 pada bulan yang sama dengan bulan penyetoran
Pengalihan Hak atas Tanah/Bangunan Dasar Hukum Pengertian Objek Pajak Subjek Pajak
Dikecualikan dari Subjek Pajak Tarif Pajak Tata Cara Pelunasan & Pelaporan
pemeriksaanpajak.com
Dasar Hukum 1. Pasal 4 ayat (2) UU PPh 2. PP No. 48 Tahun 1994 sebagaimana diubah terakhir dengan PP No. 71 Tahun 2008 3. Keputusan Menteri Keuangan No. 635/KMK.04/1994 sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 243/PMK.03/2008 4. Peraturan Dirjen Pajak No. PER-26/ PJ/2010
5. Peraturan Dirjen Pajak No. PER-28/ PJ/2009 6. Peraturan Dirjen Pajak No. PER-30/ PJ/2009
Pengertian 1. Penjualan, tukar-menukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah, atau cara lain yang disepakati dengan pihak lain selain pemerintah 2. Penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak atau cara lain yang disepakati dengan pemerintah guna pelaksanaan pembangunan, termasuk pembangunan untuk kepentingan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus 3. Penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, atau cara lain kepada pemerintah guna pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus
Objek Pajak Penghasilan yang diterima atau diperoleh OP atau badan dari pengalihan hak atas tanah/bangunan.
Subjek Pajak OP atau badan yang memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah/bangunan.
Dikecualikan dari Subjek Pajak 1.
2.
Pihak-pihak yang diberikan penerbitan Surat Keterangan Bebas a. OP dengan penghasilan di bawah PTKP yang jumlah bruto pengalihan hak atas tanah/bangunannya kurang dari Rp60.000.000 dan bukan jumlah yang dipecah-pecah. b. OP yang melakukan pengalihan hak atas tanah/bangunan sehubungan dengan hibah yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan kepada badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dan hibah tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan. c. Badan yang melakukan pengalihan hak atas tanah/bangunan sehubungan dengan hibah yang diberikan kepada badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dan hibah tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan. d. Pengalihan hak atas tanah/bangunan sehubungan dengan warisan. Pihak-pihak yang diberikan secara langsung tanpa penerbitan Surat Keterangan Bebas a. OP atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah/bangunan kepada pemerintah guna pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus. b. Pengalihan hak atas tanah/bangunan yang dilakukan oleh OP atau badan yang tidak termasuk subjek pajak.
Tarif Pajak 1. Selain WP yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah/bangunan sebesar 5% dari jumlah bruto nilai pengalihan tersebut. 2. Bagi WP yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah/bangunan: a. 1% dari jumlah bruto nilai pengalihan untuk pengalihan Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana; b. 5% dari jumlah bruto nilai pengalihan untuk pengalihan lainnya.
Tata Cara Pelunasan & Pelaporan 1. OP atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah/bangunan dari pihak selain pemerintah wajib membayar sendiri PPh-nya dan menyampaikan SPT Masa paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan dilakukan pengalihan hak atas tanah/bangunan atau diterimanya pembayaran. 2. Bendaharawan atau pejabat yang melakukan pembayaran atau pejabat yang menyetujui tukar-menukar, yang melakukan pemungutan PPh wajib menyampaikan SPT Masa paling lama tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan dilakukan pengalihan hak atas tanah/bangunan atau diterimanya pembayaran.
Usaha Jasa Konstruksi Dasar Hukum Pengertian Objek Pajak Tarif Pemotongan dan Penyetoran
pemeriksaanpajak.com
Dasar Hukum 1. Pasal 4 ayat (2) UU PPh 2. PP No. 51 Tahun 2008 sebagaimana telah diubah dengan PP No. 40 Tahun 2009 3. Peraturan Menteri Keuangan No. 187/PMK.03/ 2008 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 153/PMK.03/2009
Pengertian 1. Jasa Konstruksi 2. Pekerjaan Konstruksi 3. Perencanaan Konstruksi
4. 5. 6. 7.
Pelaksanaan Konstruksi Pengawasan Konstruksi Penyedia jasa Nilai Kontrak Jasa Konstruksi
Objek Pajak Atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi dikenakan penghasilan yang bersifat final.
Tarif
WP dalam negeri dan BUT yang menerima penghasilan dari jasa konstruksi dikenakan PPh sebagai berikut.
Pemotongan dan Penyetoran 1. PPh dipotong oleh Pengguna Jasa pada saat pembayaran, jika Pengguna Jasa merupakan pemotong pajak. 2. PPh disetor sendiri oleh Penyedia Jasa, jika Pengguna Jasa bukan pemotong pajak. 3. Jika: a. Terdapat selisih kekurangan PPh yang terutang berdasarkan Nilai Kontrak Jasa Konstruksi dengan PPh berdasarkan pembayaran yang telah dipotong atau disetor sendiri, selisih kekurangan tersebut disetor sendiri oleh Penyedia Jasa. b. Nilai Kontrak Jasa Konstruksi tidak dibayar sepenuhnya oleh Pengguna Jasa, atas Nilai Kontrak Jasa Konstruksi yang tidak dibayar tersebut tidak terutang PPh yang bersifat final, dengan syarat Nilai Kontrak Jasa Konstruksi yang tidak dibayar tersebut dicatat sebagai piutang yang tidak dapat ditagih. 1) Piutang yang tidak dapat ditagih merupakan piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih. 2) Jika piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dapat ditagih kembali, tetap dikenakan PPh yang bersifat final.
Persewaan Tanah/Bangunan Dasar Hukum Objek Pajak Tarif Pajak Tata Cara Pelunasan Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan
pemeriksaanpajak.com
Dasar Hukum 1. Pasal 4 ayat (2) UU PPh 2. PP No. 29 Tahun 1996 sebagaimana telah diubah dengan PP No. 5 Tahun 2002 3. Keputusan Menteri Keuangan No. 394/KMK.04/1996 sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 120/KMK.03/2002 4. Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-227/PJ./ 2002 5. Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-50/PJ./ 1996
Objek Pajak Penghasilan berupa sewa atas tanah/bangunan berupa tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, gedung pertokoan, atau gedung pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang, dan bangunan industri.
Tarif Pajak Besarnya PPh yang terutang bagi WP OP maupun WP badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari persewaan tanah adalah 10% dari jumlah bruto Nilai persewaan tanah dan bangunan. Jumlah bruto nilai persewaan adalah semua jumlah yang dibayarkan atau terutang oleh pihak yang menyewa dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang berkaitan dengan tanah/bangunan yang disewa, termasuk biaya perawatan, biaya pemeliharaan, biaya keamanan, dan service charge, baik yang perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun yang disatukan dengan perjanjian persewaan yang bersangkutan.
Tata Cara Pelunasan 1. Pemotongan oleh penyewa jika penyewa adalah Badan Pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, BUT, kerja sama operasi, perwakilan perusahaan luar negeri lainnya, dan OP yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak. 2. Penyetoran sendiri oleh penyewa jika penyewa adalah OP atau bukan Subjek Pajak.
Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan
1. Dalam melaksanakan pemotongan PPh, pihak penyewa wajib: a. memotong PPh yang terutang saat pembayaran atau terutangnya sewa, tergantung peristiwa mana lebih dahulu terjadi b. menyetor PPh yang terutang ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa c. melaporkan pemotongan dan penyetoran PPh yang terutang ke KPP paling lambat tanggal 20 bulan takwim berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa 2. Dalam melaksanakan penyetoran sendiri PPh, pihak yang menyewakan wajib: a. menyetor PPh yang terutang ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro paling lambat tanggal 15 bulan takwim berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa b. melaporkan pemotongan dan penyetoran PPh yang terutang ke KPP paling lambat tanggal 20 bulan takwim berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa
Peredaran Bruto Tertentu Dasar Hukum Objek Pajak
Subjek Pajak Tidak Termasuk Subjek Pajak
Penghitungan PPh Terutang Hal-Hal Khusus
Penyetoran dan Pelaporan
Tarif Pajak Pengenaan PPh Dasar Pengenaan Pajak pemeriksaanpajak.com
Dasar Hukum 1. Pasal 4 ayat (2) huruf e UU PPh 2. PP No. 46 Tahun 2013
3. Peraturan Menteri Keuangan No. 107/PMK.11/ 2013
Objek Pajak Penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh WP yang memiliki peredaran bruto tertentu, dikenai PPh yang bersifat final.
Subjek Pajak 1. WP OP atau WP badan tidak termasuk BUT 2. Menerima penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari jasa terkait pekerjaan bebas, dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4.800.000.000 dalam satu Tahun Pajak. Tidak termasuk penghasilan jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas: 1. Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, terdiri atas pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris. 2. Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, dan penari 3. Olahragawan 4. Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator 5. Pengarang, peneliti, dan penerjemah 6. Agen iklan 7. Pengawas atau pengelola proyek 8. Perantara 9. Petugas penjaja barang dagangan 10. Agen asuransi 11. Distributor perusahaan pemasaran berjenjang atau penjualan langsung dan kegiatan sejenis
Tidak Termasuk Subjek Pajak 1. Tidak termasuk WP OP adalah WP OP yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa yang dalam usahanya: a. menggunakan sarana atau prasarana yang dapat dibongkar pasang, baik yang menetap maupun tidak menetap b. menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan umum yang tidak diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan Misalnya, pedagang makanan keliling, pedagang asongan, warung tenda di trotoar, dan sejenisnya. 2. Tidak termasuk WP badan: a. WP badan yang belum beroperasi secara komersial b. WP badan yang dalam jangka waktu satu tahun setelah beroperasi secara komersial memperoleh peredaran bruto melebihi Rp4.800.000.000
Tarif Pajak Besarnya tarif PPh yang bersifat final adalah 1%.
Pengenaan PPh 1. Pengenaan PPh didasarkan pada peredaran bruto dari usaha dalam satu tahun dari Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun Pajak yang bersangkutan.
2. Jika peredaran bruto kumulatif WP pada suatu bulan telah melebihi jumlah Rp4.800.000.000 dalam suatu Tahun Pajak, WP tetap dikenai tarif PPh 1% sampai dengan akhir Tahun Pajak yang bersangkutan. 3. Jika peredaran bruto WP telah melebihi jumlah Rp4.800.000.000 pada suatu Tahun Pajak, atas penghasilan yang diterima atau diperoleh WP pada Tahun Pajak berikutnya dikenai tarif PPh berdasarkan ketentuan UU PPh.
Dasar Pengenaan Pajak Dasar pengenaan pajak yang digunakan untuk menghitung PPh yang bersifat final adalah jumlah peredaran bruto setiap bulan.
Penghitungan PPh Terutang PPh terutang dihitung berdasarkan tarif pajak dikalikan dengan dasar pengenaan pajak yang dapat dirumuskan sebagai berikut.
Hal-Hal Khusus 1. Didasarkan pada jumlah peredaran bruto Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun Pajak berlakunya PP No. 46 Tahun 2013 yang disetahunkan, jika Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun Pajak berlakunya aturan ini meliputi kurang dari jangka waktu dua belas bulan. 2. Didasarkan pada jumlah peredaran bruto dari bulan saat WP terdaftar sampai dengan bulan sebelum berlakunya PP No. 46 Tahun 2013 ini yang disetahunkan, jika WP terdaftar pada Tahun Pajak yang sama dengan Tahun Pajak saat berlakunya aturan ini di bulan sebelum aturan ini berlaku. 3. Didasarkan pada jumlah peredaran bruto pada bulan pertama diperolehnya penghasilan dari usaha yang disetahunkan, jika WP yang baru terdaftar sebagai WP sejak berlakunya aturan ini.
Penyetoran dan Pelaporan 1. WP wajib menyetor PPh terutang ke kantor pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, dengan menggunakan SSP atau sarana administrasi lain yang dipersamakan dengan SSP, yang telah mendapat validasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara, paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. 2. WP yang melakukan pembayaran PPh wajib menyampaikan SPT Masa PPh paling lama dua puluh hari setelah Masa Pajak berakhir. 3. WP yang telah melakukan penyetoran PPh, dianggap telah menyampaikan SPT Masa PPh, sesuai dengan tanggal validasi Nomor Transaksi Penerimaan Negara yang tercantum pada SSP.
TERIMA KASIH 335