PENENTUAN TAKARAN PUPUK NITROGEN PADA JAGUNG BERDASARKAN BAGAN WARNA DAUN PADA MUSIM HUJAN Roy Efendi, Suwardi, dan Zubachtirodin Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk menentukan takaran kebutuhan hara nitrogen (N) pada jagung hibrida berdasarkan nilai skala Bagan Warna Daun (BWD) pada pertumbuhan fase V9 atau pada pemupukan kedua untuk mencapai hasil ≥ 8 t/ha. Penelitian dilaksanakan pada lahan kering di KP Bajeng, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, dengan percobaan dua musim tanam yaitu musim tanam pertama (MT I) pada bulan April – Agustus 2010 dan MT II pada bulan Agustus–November 2010. Persiapan lahan pada MT I dengan pengolahan tanah sempurna dan pada MT II tanpa olah tanah (TOT). Penelitian disusun dengan rancangan split plot, sebagai petak utama adalah pemberian N tahap pertama pada saat tanaman berumur 10 hari setelah tanam (HST) dengan takaran 50, 75, dan 100 kg N/ha dan sebagai anak petak adalah pemberian N tahap ke dua pada fase V9 (umur 40 – 45 HST), yaitu 0, 50, 100, 150 kg N/ha, kombinasi perlakuan tersebut diulang tiga kali. Varietas yang ditanam adalah Bima 4 dengan jarak tanam legowo (100 cm – 50 cm) x 20 cm dengan satu tanaman per lubang. Semua plot dipupuk dasar dengan 70 kg P205 dan 90 kg K20 per ha. Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk mencapai hasil jagung hibrida ≥ 8 t/ha dan menekan kehilangan hasil relatif maksimal 20% maka batas nilai minimal skala BWD pada saat fase pembungaan (VT) adalah 4,2 – 4,5. Untuk mempertahankan nilai skala BWD 4,2 – 4,5 pada jagung hibrida pada saat fase VT, maka perkiraan penambahan pupuk N pada saat umur 40 hari setelah tanam atau saat fase V9 maka penambahan pupuk N adalah dengan dosis 67,5 kg/ha atau urea 150 kg/ha bila nilai BWD berkisar 4 - 4,4 dan penambahan pupuk N 22,5 kg/ha atau urea 50 kg/ha bila nilai BWD ≥ 4,5.
Kata kunci: Pupuk nitrogen, jagung, BWD PENDAHULUAN Pemberian hara nitogen (N) yang tidak seimbang dengan kebutuhan tanaman baik jumlah dan waktu pemberiannya akan menyebabkan kehilangan N dalam tanah yang menyebabkan rendahnya efisiensi penggunaan N. Beberapa hasil penelitian menunjukan bahwa pemberian N yang diberikan ke dalam tanah hanya dapat diserap 55 - 60% (Patrik and Reddy 1976; Tanaki et al. 1988; Khot and Umrani 1992; Sanjeev and Bangarwa 1997). Rendahnya efisiensi pemberian nitrogen disebabkan ketidak sinkronan pemupukan N dengan kebutuhan N tanaman (Dinnes et al. 2002). Upaya mensinkronkan waktu pemberian dan kesesuaian takaran N yang dibutuhkan tanaman adalah dengan pemantauan 255
Seminar Nasional Serealia 2011
kecukupan hara N tanaman. Beberapa metode yang digunakan untuk menentukan kecukupan (sufficiency) atau kekurangan (deficiency) hara N pada tanaman jagung adalah berdasarkan analisis tanah dan jaringan tanaman (Fox et al. 1989). Hasil pengukuran kedua metode tersebut berkorelasi nyata dengan hasil dan dapat digunakan sebagai rekomendasi takaran pupuk N yang digunakan, namun hal tersebut sulit diterapkan pada tingkat petani karena biayanya cukup mahal dan waktu yang dibutuhnya untuk mendapatkan hasil analisa tersebut cukup lama. Pengukuran klorofil daun adalah salah satu alternatif untuk mengetahui kecukupan hara N pada tanaman. Korofil berkorelasi positif dengan kadar N daun jagung (Argenta et al. 2004). Pengukuran klorofil dapat dilakukan dengan menggunakan klorofil meter dengan
SPAD (Soil Plant Analisis Development) 502. SPAD 502 merupakan alat digital yang secara cepat dapat mengukur jumlah relatif klorofil daun di lapang tanpa melakukan pengambilan bagian tanaman dan hasil pengukuran klorofil meter daun berkorelasi sangat nyata dengan pengukuran klorofil secara destruktif (Argenta et al. 2004). Namun alat tersebut cukup mahal bagi petani. Salah satu alternatif metode pendugaan kecukupan hara dengan biaya murah dan mudah diterapkan petani adalah menggunakan bagan warna daun (BWD). Metode BWD telah diterapkan dalam pengelolaan pemupukan N pada padi (Furuya 1987; IRRI 1996; Angadi et al. 2005 ) dan pada gandum (Singh et al. 2002) dan hasilnya cukup baik. Beberapa hasil penelitian nilai menunjukan bahwa BWD berkorelasi positif sangat nyata dengan nilai klorofil meter daun (Syafruddin et al. 2006; Efendi dan Saenong 2009). Pengguanaan BWD dalam pengelolaan pemupukan N pada tanaman jagung umunya dilakukan pada pemupukan ke tiga pada saat tanaman berumur sekitar 41- 45 HST atau saat fase V8–V9. Namun umumnya petani pada daerah-daerah yang kekurangan tenaga kerja seperti di Sulawesi Selatan melakukan pemupukan hanya dua kali, sehingga perlu diperlukan penelitian lanjut untuk mengetahui nilai kritis BWD dan takran pupuk N yang diberikan pada pemupukan kedua fase V9. Tujuan penenelitian adalah untuk menentukan takaran kebutuhan hara N berdasarkan nilai skala BWD pada pemupukan kedua pada jagung hibrida untuk mencapai hasil > 8 t/ha. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian dilaksanakan pada lahan kering di Kebun Percobaan Bajeng dengan dua kali penanaman yaitu musim tanaman pertama (MT I) pada bulan April – Agustus 2010 dan MT II pada bulan Agustus – November 2010. Persiapan lahan pada MT I dengan pengolahan tanah sempurna dan pada 256
MT II dengan tanpa olah tanah (TOT) pada lokasi yang sama. Penelitian menggunakan rancangan split plot, sebagai petak utama adalah pemberian N tahap pertama pada saat tanam berumur 10 hari setelah tanam (hst) dengan takaran 50, 75, dan 100 kg N/ha dan sebagai anak petak adalah pemberian N tahap ke dua pada fase fase V9 atau saat tanaman berumur 40 – 45 hst, yaitu 0, 50, 100, 150 kg N/ha. Kombinasi perlakuan diulang tiga kali. Varietas yang ditanam adalah Bima 4 dengan jarak legowo yaitu (100 cm - 50 cm) x 20 cm dengan satu tanaman per lubang. Ukuran petak tiap perlakuan adalah 6 m x 4 m. Semua plot dipupuk dasar 70 kg P205 dan 90 kg K20 per ha. Tekstur tanah pada lahan percobaan tergolong ringan – sedang dengan 88% tanah terdiri dari debu dan pasir, sedangkan liat hanya 16%. pH tanah 5,7 dengan kandungan P tanah sebesar 12,7 ppm, kandungan K sebesar 0,39 me/100 g, dan kandungan bahan organik sebesar 0,8%, serta kandungan N tanah sangat rendah yaitu 0,12%. Data yang dikumpulkan adalah tinggi tanaman, klorofil meter daun dan BWD pada saat umur fase V9 (sebelum pemupukan ke II) dan fase VT menggunakan alat SPAD 502 sedangkan warna intensitas hijau daun diukur menggunakan BWD dari IRRI (skala 2 5), analisis kadar N daun pada fase FASE V9 dan VT, umur berbunga jantan dan betina, bobot brangkasan kering tanaman pada saat fase V9, VT dan Panen, serta hasil biji. HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai klorofil daun dan BWD pada fase V9 menunjukan tidak berbeda nyata pada beberapa tingkat takaran pemupukan N yang pertama (N1) sebesar 50, 75, dan 100 kg/ha. Nilai klorofil meter pada MT I dan MT II sekitar 48,0 - 51,9 unit, sedangkan nilai BWD pada MT I dan MT II berkisar 4,0 – 4,2 (Tabel 1). Berdasarkan hasil analisis statistik (Tabel 3) menunjukkan bahwa nilai SPAD dan BWD pada saat fase V9 (sebelum pemupukan N kedua atau N2)
Roy Efendi, Suwardi, dan Zubachtirodin : Penentuan Takaran Pupuk Nitrogen pada Jagung Berdasarkan Bagan Warna Daun pada Musim Hujan
tidak dipengaruhi oleh takaran pemupukan N1 namun dipengaruhi secara nyata oleh musim tanam. Hal tersebut menunjukan bahwa musim tanam dapat mempengaruhi penyerapan dan ketersedian N dimana pada musim intensitas hujan yang tinggi akan akan menyebabkan pencucian pupuk N cukup tinggi namun ada penambahan N dari air hujan dibanding padadengan musim akhir hujan.
Berdasarkan analisis statistik menunjukan bahwa selain dipengaruhi faktor takaran pupuk N juga faktor musim tanam (MT) mempengaruhi pertumbuhan dan hasil jagung. Nilai klorofil dan BWD serta bobot biomas kering dan hasil lebih besar pada MT I dibanding MT II, sedangkan tinggi tanaman dan umur berbunga lebih besar pada MT I dibanding MT2.
Tabel 1. Pertumbuhan tanaman, nilai klorofil meter dan bagan warna (BWD) daun pada saat vase fase V9 Klorofil daun (unit)
Tingi tanaman (cm)
Luas daun (cm)
Bobot kering tanaman (g)
MT II
MT I
MT II
MT I
MT II
18,7 tn
19,4 tn
255,1 tn
510,7 tn
17 tn
19,1 tn
4,2
18,6
20,1
252,9
528,3
18,1
22,2
4,2
19,3
20,2
233,3
528,5
20
22,8
Takaran N Pupuk I (kg/ha)
MT I
MT II
MT I
MT II
MT I
50
48,0 tn
49,4tn
4,0 tn
4,1 tn
75
48,1
50,8
4,1
100
48,3
51,9
4,1
BWD (skala)
Keterangan: tn = tidak nyata pada kolom yang sama berdasarkan uji Duncan dengan α = 0.05 Tabel 2.
Nilai klorofil meter dan Bagan Warna Daun (BWD) pada saat VT, serta tinggi tanaman, bobot kering biomas saat panen, umur berbunga jantan dan betina serta hasil.
Takaran pupuk N (kg/ha)
Klorofil daun (unit)
Pemupuk- Pemupuk MT I an I -an II 0 40,4 50 51,2 50 100 51,3 150 52,7 0 45,6 50 48,5 75 100 51,9 150 52,8 0 50,1 50 51 100 100 51,5 150 54,6 Rata-rata 50.1
257
BWD (skala)
Tinggi tanaman (cm)
Bobot kering biomas (g/tanaman )
Umur berbunga jantan (hari)
Umur berbunga betina (hari)
Hasil (t/ha)
MT II
MT I
MT II
MT I
MT II
MT I
MT II
MT I
MT II
MT I
MT II
MT I
MT II
41,7 50,4 52,7 53,1 48,2 52,9 55,3 54,8 48,7 56,9 56,8 56,9 52,4
3,3 4,2 4,2 4,4 4,0 4,1 4,3 4,4 4,2 4,3 4,5 4,8 4,2
3,1 4,3 4,4 4,6 3,8 4,1 4,5 4,6 3,9 4,7 4,9 4,8 4,3
206,9 212,8 210,6 213,3 199,3 204,9 204,6 207,6 201,7 202,2 213,3 213,3 207,5
192,3 189,8 197,9 192,1 194,8 187,8 189,8 192,1 193,3 193,7 188,6 190,5 191,9
114,5 155,9 151,1 116,1 128,3 145,8 138,7 171,3 134,8 132,5 118,7 156,8 138,7
115,8 157,4 152,4 117,6 129,6 147,2 140,4 172,7 136,2 133,8 140,0 158,1 141,8
56 54 53 53 54 53 54 53 54 54 53 53 53,9
55 54 53 53 54 53 52 53 54 53 53 53 53,7
60 57 55 55 59 57 55 55 59 56 55 55 56,7
58 56 55 54 58 56 55 54 58 56 54 54 55,7
4,9 7,3 7,6 8,7 5,9 7,2 8,8 8,1 6,3 8,8 8,7 8,6 7,6
4,8 7,9 9,7 9,4 5,7 7,6 9,8 9,6 5,7 9,4 10,2 10,0 8,3
Seminar Nasional Serealia 2011
19
19
18 494
500 Curah hujan (mm)
Hari hujan
16 386
400
13 291
300
13 305 11
296
200
177
162
100 0 Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agust
Sept.
20 18 18 16 430 14 12 10 8 6 4 2 0
hari hujan (hari)
Curah hujan 600
Okt
Bulan
Gambar 1. Jumlah curah hujan (mm) pada bulan Maret sampai dengan Oktober, Gowa 2010. Tabel 3. Nilai kuadrat tengah klorofil meter (SPAD), bagan warna daun (BWD) pada saat FASE V9 dan FASE VT (pembungaan jantan), serta hasil jagung hirida. Sumber keragaman db SPAD FASE V9 BWD_FASE V9
SPAD VT
BWD_VT
Hasil
Rep
2
17,80 *
0,06 tn
68,20 tn
0,39 tn
1,83 tn
MT
1
125,08 **
0,38 **
1,82 tn
0,13 tn
12,83 **
Rep*MT
2
1,55 tn
0,00 tn
0,57 tn
0,11 tn
0,24 tn
N1
2
8,97 tn
0,01 tn
60,56 tn
0,53 *
4,18 *
MT*N1
2
10,38 tn
0,02 tn
2,67 tn
0,00 tn
0,04 tn
Rep*MT*N1
8
2,01 tn
0,03 tn
17,86 tn
0,14 tn
0,32 tn
N2
3
5,11 tn
0,01 tn
386,00 **
2,61 **
46,76 **
MT*N2
3
3,16 tn
0,03 tn
40,44 tn
0,27 tn
2,95 tn
N1*N2
6
2,67 tn
0,04 tn
25,08 tn
0,20 tn
1,35 tn
MT*N1*N2
6
4,13 tn
0,01 tn
8,40 tn
0,02 tn
0,42 tn
Galat
36
5,36
0,02
26,77
0,15
1,27
4,68
3,44
10,37
9,45
14,30
KK
Keterangan: MT = musim tanam, Rep = ulangan, KK = koefisien keragaman, N1 = pemupukan N pertama, N2 = pemupukan N kedua, tn = tidak beda nyata, * = nyata dan ** = sangat nayat pada α ≤ 0,05.
258
Roy Efendi, Suwardi, dan Zubachtirodin : Penentuan Takaran Pupuk Nitrogen pada Jagung Berdasarkan Bagan Warna Daun pada Musim Hujan
Gambar 2. Hubungan antara kehilangan hasil relative dengan nilai klorofil meter dan bagan warna daun (BWD) pada saat VT
Gambar 3. Hubungan antara nilai klorofil meter dan Bagan Warna Daun (BWD) dengan hasil jagung
259
Seminar Nasional Serealia 2011
Nilai klorofil daun dan BWD pada saat FASE VT menunjukan hubungan liner yang nyata (Gambar 2). Semakin menurun nilai klorofil daun dan BWD maka semakin besar penurunan hasil, sebaliknya semakin besar nilainya semakin kecil penurunan hasil sehingga hasil yang dicapai akan semakin besar. Untuk menekan kehilangan hasil sampai 20% maka nilai klorofil meter adalah 53 unit atau skala BWD sebesar 4,4 (Gambar 2) Pada saat fase V9 atau saat tanaman berumur 40 hst dimana telah dilakukan pemupukan pertama menunjukan bahwa nilai klorofil meter
dan BWD tidak nyata berhubungan dengan hasil, sedangkan pada saat fase fase VT menunjukan hubungan linier yang sangat nyata dengan hasil dimana nilai koefisien determinasinya (R2) untuk klorfil meter sebesar 0,63 dan BWD sebesar 0,58 (Gambar 3). Hubungan tersebut menunjukan bahwa semakin besar nilai klorofil meter dan BWD semakin tinggi juga hasil yang diperoleh. Untuk mencapai hasil jagung minimal 8 t/ha, maka nilai klorofil meter pada saat fase VT minimal sebesar 51 unit, sedangkan BWD minimal skala 4,2 (Gambar 3).
Keterangan: N1 = Pemupukan N pertama dan pengamatan nilai klorfil meter dan BWD pada saat fase V9 N2 = Pemupukan N kedua dan pengamatan nilai klorfil meter dan BWD pada saat VT
Efendi, Suwardi,meter dan Zubachtirodin Takaran Pupukpada Nitrogen pada Jagung Berdasarkan 260 4.RoyNilai Gambar klorofil dan bagan: Penentuan warna daun (BWD) tingkat takaran pupuk nitrogen Bagan Warna Daun pada Musim Hujan pada pemupukan pertama (N1) dan Pemupukan kedua (N2)
Pada pemupukan N pertama (N1) dengan takaran pupuk 50 kg/ha menunjukan nilai klorofil meter dan BWD masing-masing sebesar 48,7 unit dan skala 4,0. Nilai tersebut akan menurun apa bila tidak ada penambahan N pada pemupukan kedua menjadi 46,9 unit dan BWD skala 3,9. Bila ingin mempertahankan nilai klorofil meter sebesar 51 unit dan BWD skala 4,2 pada saat fase VT serta hasil yang dicapai sebesar 8 t/ha harus melakukan penambahan pupuk N sebesar 100 kg/ha (Gambar 4). Peningkatan takaran N pada pemupukan pertama menjadi 75 dan 100 kg/ha menunjukan nilai klorfil meter dan BWD pada saat fase V9 menjadi menurun pada saat fase VT, namun penurunannya lebih kecil 1,2 – 5,3% unit klorofil meter dan 0 – 0,5% skala BWD dibanding 50 kg/ha dengan penurunan yang lebih besar yaitu 15,8% unit klorofil meter dan 20% skala BWD. Bila skala BWD 4,1 maka untuk mempertahankan nilai BWD tetap 4,2 pada saat fase VT maka perlu penambahan pupuk sebesar 50 kg/ha (Gambar 4). KESIMPULAN 1. Untuk mencapai hasil jagung hibrida ≥ 8 t/ha serta menekan hasil kehilangan relatif maksimal 20% pada jagung hibrida maka batas nilai minimal skala BWD pada saat fase pembungaan (VT) adalah 4,2 – 4,5 2. Untuk mempertahankan nilai skala BWD 4,2 – 4,5 pada jagung hibrida pada saat fase VT, maka perkiraan penambahan pupuk N saat umur 40 hari setelah tanam atau fase V9 berdasarkan nilai BWD adalah sebagai berikut: (a) bila nilai skala BWD sebesar 4 - 4,4 maka penambahan pupuk N sebesar 67,5 kg/ha atau urea sebesar 150 kg/ha, dan (b) bila nilai skala BWD > 4,5 maka penambahan pupuk N sebesar 22,5 kg/ha atau urea 50 kg/ha.
261
Seminar Nasional Serealia 2011
DAFTAR PUSTAKA Angadi, V.V., S. Rajakumara, Ganajaxi, A.Y. Hugar, B. Basavaraj, and S.V. Subbaiah. 2005. Determining the leaf color chart threshold value for nitrogen management in rainfed rice. IRRN. 27:34-35 Argenta, G., P.R.F. Silva, L. Sangoi. 2004. Leaf relative chlorophyll content as an indicator parameter to predict nitrogen fertilization in maize. Ciência Rural, Santa Maria, v.34, n.5, p.1379-1387 Fox, R.H., G..W. Roth, K.V. Iversen, and W.P. Piekielek. 1998. Soil and tissue nitrate tests compared for predicting soil nitrogen availability to corn. Agron.J. 81: 971-974. Francis, D.D., and W.P. Piekielek.1996. Assessing crop Nitrogen with chlorophyll meters. Site-Specific Management Guidelines (SSMG). 12.4p. Furuya, S. 1987. Growth diagnosis of rice plants by means of leaf color . Jpn. Agric. Res. Q. 20:147-153. IRRI. 1996. Use of leaf color chart for N management in rice. Crop Resour. Manage. Network Technol. Brief 2. IRRI, Manila, Philippines. Khot, R.B., dan N.K. Umrani. 1992. Seed yield and quality parameters of African Tail maize as influence by spasing and level if nitrogen. Indian J.Agron.,37:183-184. Patrik, W.H.Jr., dan K.R. Reddy. 1976. Fate of fertilizer nitrogen in a flooded soil. Soil Sci.Am.Proc 40;678-681. Peterson, T,A, T,M, Blackmer, D,D, Francis, and J, S, Schepers, 1996, Using chlorophyll meter to improve N management, Soil Resource Management, D13
Sanjeev, K dan A.S.Bangarwa.1997. Yeild and yield components of winter maize (Zea Mays L.) as influenced by plant density and nitrogen levels. Agril.Sci.Digest (Kamal), 17;181-184.
Efendi, R dan Saenong S. 2009. Management Nitrogen: Takaran dan Waktu Pemupukan Nitrogen dengan Penggunaan Bagan Warna daun (BWD). Laporan hasil penelitian PHSL (belum dipublikasi
Sawyer, J.E., D.W. Barker, and J.P. Lundvall. 2004. Using chlorophyll meter reading to determine N application rates for corn. Presented at the North ExtentionIndustry Soil Fertility Conference, Des Moines,IA.
Tanaki, J.D., P.G. Patel dan S.D.Tahnki. 1988. Response of hybrid maize (Zea Mays L.) to graded levels of nitrogen, phosphorus and potash in the summer season. Gujrat Agril. Univ. Res.J.,14:55-57.
Singh, B., Y. Singh, J. K. Ladha. 2002. Chlorophylmeter and leaf color chart-Based nitrogen management for rice and wheat in Northweatern India. Agron. J94:821-829. Singh, U., J.K. Ladha, E.G. Castilo, G Punzalan, A Tiro;-Padre, M. Duqueza. 1998. Genotype variation in nitrogen use efficiency in medium and long duration rice. Field crops Research. 58:35-53. Syafruddin, Saenong, dan Subandi. 2006. Penggunaan Bagan Warna daun (BWD) untuk memantau hara N. Laporan hasil penelitian PHSL (belum dipublikasi).
262
Turner, F.T., and M.F. Jund. 1991. Chlorophyll meter to predict nitrogen topdress requirement for semi dwarf rice. Agron.J. 83:926928. Waskom, R. M., D.G. Westfall, D.E. Spellman, and P.N. Soltanpour. 1996. Moitoring nitrogen statuts of corn with portable chlorophyll meter. Commun.Soil. Sci. Plant Anal. 27:545-560. Wood, C.W., P.W. Tracy, D.W. Reeves, and K.L. Edmisten. 1992. Determination of cotton nitrogen status with hand-held chlorophyll meter. J. Plant Nutr. 15:487-500.
Roy Efendi, Suwardi, dan Zubachtirodin : Penentuan Takaran Pupuk Nitrogen pada Jagung Berdasarkan Bagan Warna Daun pada Musim Hujan