Takaran Pupuk P untuk Kentang
PENENTUAN TAKARAN PUPUK P UNTUK TANAMAN KENTANG BERDASARKAN P TERSEDIA DENGAN AMELIORAN BOKASHI (Determination of phosphate fertilizer dosage for potato plants based on available P with bokashi ameliorant)
Endang Sufiadi Dosen Fakultas Pertanian Universitas Winaya Mukti
ABSTRACT Two experiments were carried out from May to September 2006 at the Soil Laboratory and Experimental Fields of Agriculture Faculty, Winaya Mukti University, Tanjungsari. The objective of these experiments was to study the denoting P rates for potato plants based on P availability with bokashi ameliorant on Andisols Tanjungsari. The first experiment (laboratory) used a two-way factorial in CRD with two replicates. Treatments were bokashi rates were : 0, 10, 20, 30, and 40 ton ha -1 bokashi, and phosphate dosage of 0, 283, 566, 849, and 1,132 kg ha-1 SP-36 respectively. The second experiment (pot) used RBD in a 4x4 factorial with bokashi rates of 0, 10, 20, and 30 ton ha-1 bokashi, and phosphate rates of 0, 56.59, 113.17, and 169.76 kg ha-1 P, respectively in two replicates. Results of these experiments showed that determining P rate for potato plant on Tanjungsari Andisol based on available P can be done based on P(Bray-I) which provides available P ≥40,6 ppm P2O5 to support potato yield ≥25 ton ha-1. Ameliorant bokashi interacts with phosphate rate in increasing potato yield, P(Bray-I) as well as CEC and decreasing P retention. Maximum potato yield is achieved on bokashi treatment of 33 ton ha-1 and 182 kg ha-1 P is 494.74 g plant-1. If an in-field experiment uses plant spacing of 70 x 25 cm2, this yield can be more than 25 ton ha-1 by means of bokashi and phosphate application in the raw. Key words: Morus macroura, endangered species, forestry, germination
PENDAHULUAN
K
urva respon tanaman terhadap unsur hara berdasarkan berat keringnya menunjukkan level kahat, level kritis kahat, level cukup, level kritis cukup, level kritis keracunan, dan level keracunan. Level kritis adalah posisi berat kering tanaman berada pada 5-10 % di bawah maksimum (Bouma, 1983). Penentuan takaran pupuk perlu memperhatikan level kritis kahat, karena titik ini akan memberikan kedekatan terhadap takaran cukup. Pada prinsipnya pemberian pupuk adalah untuk mencukupi kebutuhan tanaman mencapai hasil sesuai dengan tujuan penanaman dan meninggalkan tanah dalam keadaan tetap subur. Pada umumnya kurva level cukup sering mendatar sehingga pemberian pupuk yang dianggap cukup padahal terlalu jauh mendekati level kritis keracunan. Hal ini akan merupakan penghamburan (konsumsi mewah) dan dapat menyebabkan pencemaran lingkungan.
ISSN 1979-0228
Tanaman kentang merupakan tanaman yang membutuhkan pupuk P dengan takaran yang memadai, di fihak lain tanaman kentang di Indonesia banyak dibudidayakan di dataran tinggi yang umumnya didominasi tanah-tanah Andisol yang memiliki retensi fosfat tinggi. Bagi tanaman kentang, fosfat berfungsi untuk mempercepat pertumbuhan tunas awal, dan perkembangan akar yang diperlukan untuk inisiasi dan pengembangan umbi. Pada tanah dengan retensi fosfat tinggi diperlukan amelioran, yang berfungsi untuk meningkatkan ketersediaan fosfat, juga sebagai penyedia unsur lain agar mencapai keseimbangan. Salah satu amelioran yang baik digunakan pada areal tanaman kentang adalah limbah jamur karena limbah jamur (terutama jamur champignon) banyak terdapat di dataran tinggi seperti di Pangalengan dan Lembang. Untuk memperbaiki kualitas limbah jamur champignon dapat diolah menjadi bokashi melalui proses fermentasi dengan mikroorganisme efektif, meggunakan standar APNAN (1995).
81
Jerami Volume I No. 2, Januari - April 2008
Hasil penelitian pupuk P pada tanaman kentang sangat bervariasi dengan lokasi. Azis Azirin Asandhi dan Gunadi (1989) menganjurkan penggunaan pupuk P sebanyak 100150 kg ha-1 P2O5. Bambang Cahyono (1996) menganjurkan 80-125 kg ha-1 P2O5. Kawaguchi dan Kyuma (1977) mengemukakan bahwa defisiensi P pada tanah Malaysia terjadi pada kisaran P (Bray-I) antara 2 – 8 ppm P (rata-rata 5 ppm P atau 11,45 ppm P2O5). Hegney, McPhallin dan Jeffery (1987) berdasarkan hasil penelitiannya memperoleh hasil kentang 95% dari maksimum pada level P tanah 33 ppm P(Bray-I) atau 76 ppm P2O5, dengan hasil kentang 53,8 ton ha-1. Bingham (1975) mengemukakan hasil analisis P(Bray-I) yang berkaitan dengan tanaman kentang meliputi tiga kriteria yaitu rendah (5 ppm P), sedang (6 – 15 ppm P), dan tinggi ( 16 ppm P). Jika diambil batas bawah kriteria kandungan P tinggi yaitu 16 ppm P maka hasil analisis P(Bray-I) yang tergolong tinggi minimal adalah 36,64 ppm P2O5. Angka ini lebih tinggi dari kriteria umum LPT, tapi ini spesifik untuk keperluan tanaman kentang. Hasil penelitian Rosen and McNearney (2003) menunjukkan bahwa pemberian > 70 kg ha-1 P meningkatkan hasil kentang pada tanah lempung berpasir di Australia. Maier et al. (2001) mebuktikan bahwa perlakuan fosfat meningkatkan ukuran umbi baik pada tanah liat berpasir maupun lempung berpasir dan menyimpulkan bahwa untuk mencapai hasil 95% dari maksimum perlu 48-73 kg ha-1 P, tapi pada tanah pasir kasar hanya diperlukan 27-59 kg ha-1 P. Penelitian Allison (2001) di enam lokasi menunjukkan bahwa tanaman kentang responsif terhadap pupuk P, aplikasi 90 kg ha1 P memberikan hasil 44 ton ha-1 di Record; 21,2 ton ha-1 di Pentland Dell; 42,3 ton ha-1; 68,1 ton ha-1; 36,5 ton ha-1 dan 35,2 ton ha-1 masingmasing di lokasi Estima. Di New Zealand peningkatan hasil terjadi jika P tersedia tanah < 26 ppm dan peningkatan jumlah umbi hanya terjadi jika pupuk P diberikan pada tanah yang memiliki kandungan P tersedia < 16 ppm. Hasil-hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa respon tanaman kentang terhadap pupuk P berbeda-beda pada jenis tanah yang berbeda. Oleh karena itu perlu penelaahan yang spesifik untuk lokasi yang memiliki sifat spesifik. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan takaran P bagi tanaman kentang pada Andisol Tanjungsari. Hasil 82
analisis tanah lapisan olah menunjukkan tekstur lempung berpasir, pH(H2O) 5,7; pH(KCl) 4,8; pH = 0,9; TMN (pH0) = 3,84; KTK(NH4OAc pH 7) 27,0 me (100 g)-1 dan KTK (Confulsive Exchange) 21,5 me (100 g)-1; retensi P 71% dan P(Bray-I) 4,45 ppm P. Retensi P termasuk tinggi, dan ketersediaan fosfat termasuk rendah. Pada percobaan pendahuluan telah dilakukan inkubasi lima takaran fosfat selama dua bulan untuk memperoleh jerapan fosfat yang dapat menyediakan 2 g ml-1 P dalam larutan tanah yang dianggap cukup bagi produksi kentang. Ternyata untuk tanah Andisol Tanjungsari diperlukan 1.132 kg ha-1 P. Pada percobaan ini taraf takaran 1.132 kg ha-1 P menghasilkan P(Bray-I) 72,91 ppm P2O5, jauh melebihi kriteria sangat tinggi ( 35 ppm) berdasarkan kriteria Pusat Penelitian Tanah. Oleh karena itu dilakukan percobaan lagi dengan perlakuan P yang lebih rendah dan dikombinasikan dengan bokashi. Hasil percobaan tersebut menunjukkan bahwa perlakuan takaran bokashi 22 g (kg tanah) -1 dan SP-36 sebanyak 0,63 g (kg tanah) -1 memberikan nilai P(Bray-I) 50,04 ppm P2O5. Jacob dan Uexkull (1963) mengemukakan bahwa pada tingkat hasil kentang 20 ton ha-1 tanaman kentang menyerap 42 kg P2O5. Jika diharapkan hasil kentang 25 ton ha-1, maka tanah tempat percobaan harus dapat mensuplai 52,5 kg ha-1 P2O5 atau pada kedalaman Andisol 20 cm dengan berat/volume 0,9 setara dengan 29,17 ppm P2O5. Dengan demikian dalam tanah paling sedikit harus tersedia 29,17 ppm P2O5 di atas batas rendah. Dengan mengambil batas rendah 5 ppm P (Bingham, 1975) atau sama dengan 11,45 ppm P2O5, maka diharapkan tanah tempat percobaan dapat menyediakan P(Bray-I) minimal 11,45 ppm P2O5 + 29,17 ppm P2O5 = 40,6 ppm P2O5. Oleh karena itu takaran 22 g (kg tanah)-1 bokashi dan 0,63 g (kg tanah) 1 SP-36 atau dibulatkan menjadi 40 ton bokashi dan 1.132 kg SP-36 dapat dijadikan taraf takaran maksimum pada percobaan selanjutnya, yang diharapkan menyediakan P(Bray-I) > 40,6 ppm P2O5.
BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan melalui rangkaian percobaan laboratorium dan percobaan pot. Percobaan laboratorium dilakukan di ISSN 1979-0228
Takaran Pupuk P untuk Kentang
laboratorium Ilmu Tanah, percobaan pot dilakukan di lahan percobaan di bawah naungan plastik di kebun percobaan Fakultas Pertanian Unwim. Percobaan laboratorium dilakukan untuk mempelajari P (Bray-I) pada kondisi tanpa tanaman sebagai akibat pemberian bokashi dan fosfat dengan takaran yang meningkat. Takaran optimal bokashi dan fosfat yang memberikan fosfat tersedia (Bray-I) yang cukup bagi tanaman kentang dijadikan dasar perhitungan variasi takaran bokashi dan fosfat untuk dikaji pada percobaan pot. Bahan yang digunakan dalam percobaan ini terdiri atas contoh tanah komposit Andisol Tanjungsari yang diambil dari kedalaman 020 cm, bokashi limbah jamur, pupuk SP-36 (36 % P2O5), Urea (45% N), KCl (46,47 % K), air bebas ion, polibag yang dapat diisi 2 kg tanah setara kering udara, serta bahan-bahan dan alat laboratorium untuk analisis P(BrayI). Percobaan dilakukan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial, tiap plot berisi 2 kg tanah kering udara. Takaran bokashi dan fosfat didasarkan hasil percobaan pendahuluan yaitu maksimum takaran bokash 40 ton ha-1 dan fosfat 1.132 kg ha-1 SP-36. Dengan demikian taraf bokashi terdiri atas : (1), 0 ton ha-1 (2) 10 ton ha-1, (3) 20 ton ha-1, (4) 30 ton ha-1, (5) 40 ton ha-1 bokashi. Taraf pupuk fosfat terdiri atas (1) 0 kg ha-1, (2) 283 kg ha-1 SP-36, (3) 566 kg ha-1 SP-36, (4) 849 kg ha-1 SP-36, (5) 1.132 kg ha-1 SP-36. Inkubasi dilakukan selama 2 bulan dalam keadaan kapasitas lapang, karena pertumbuhan kentang mencapai fase vegetatif maksimum pada umur 2 bulan (Roberts dan Dow, 1982). Data variabel respons dianalisis dengan Sidik Ragam dan analisis beda rata-rata perlakuan dilakukan dengan Uji Jarak Berganda (UJB) Duncan pada taraf nyata 5%. (Steel dan Torrie, 1982). Teknik permukaan respons (Myers, 1971) dilakukan untuk memperoleh takaran bokashi dan fosfat optimum untuk mencapai P(Bray-I) yang memadai sebagai dasar penentuan takaran bokashi dan fosfat pada percobaan pot. Model permukaan response P(Bray-I) terhadap bokashi (X1) dan fosfat (X2) adalah sebagai berikut : Ý = 0 + 11 + 2X2 + 3X12 + 4X22 + 5X1X2 Percobaan pot dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok pola faktorial, terdiri atas 16 kombinasi perlakuan ISSN 1979-0228
masing-masing dengan dua ulangan. Faktor bokashi dan fosfat diperhitungkan berdasarkan hasil percobaan laboratorium yaitu takaran bokashi paling tinggi 30 ton ha-1 dan takaran fosfat 169,76 kg ha-1 P. Perlakuannya terdiri dari taraf bokashi (1) 0 ton ha-1, (2) 10 ton ha-1, (3) 20 ton ha-1, (4) 30 ton ha-1. Taraf fosfat adalah: (1) 0 kg ha-1 P, (2) 56,59 kg ha-1 P, (3) 113,17 kg ha-1 P, (4) 169,76 kg ha-1 P. Tiap pot diisi 20 kg tanah setara kering udara. Bokashi dan fosfat sesuai dengan perlakuan masing-masing dan pupuk Urea (100 kg ha-1 N) serta pupuk KCl (60 kg ha-1 K) sebagai pupuk dasar diberikan 1 minggu sebelum tanam dengan cara diaduk rata dengan tanah, kemudian diairi sampai mencapai kapasitas lapang. Pot dengan tanah pada kapasitas lapang ini ditimbang untuk mengetahui bobotnya sebagai patokan pada waktu pemberian air. Pada tanah tiap pot ditanamkan satu benih kentang. Pemberian air didasarkan atas berkurangnya timbangan pot karena evapotranspirasi. Air diberikan melalui pipa pralon berlubang yang telah terpasang. Untuk mencegah rebah, batang tanaman diikat dengan benang yang digantung pada atap naungan. Penyiangan dilakukan dengan cara mencabut gulma yang tumbuh. Pengendalian hama dilakukan dengan cara manual dan pengendalian penyakit busuk daun dengan Dithane M-45 konsen-trasi 2 g L-1 larutan. Pengamatan pada percobaan ini diutamakan terhadap hasil kentang, dan untuk mengetahui pengaruh bokashi sebagai amelioran juga diamati pH0, pH(H2O), pH(KCl), retensi P, KTK. Data variabel respons dianalisis dengan Sidik Ragam dan uji beda rata-rata dengan UJB Duncan taraf nyata 5%. Untuk memperoleh takaran bokashi dan fosfat optimum yang memberikan hasil kentang maksimum, dilakukan analisis regresi kuadratik hasil kentang (Y) terhadap takaran bokashi (X1) dan fosfat (X2) dengan model permukaan respons kuadratik sebagai berikut. Ý = 0 + 11 + 2X2 + 3X12 + 4X22 + 5X1X2 Untuk menguji variabel respons mana yang paling besar peranannya terhadap hasil kentang, dilakukan analisis regresi linier ganda hasil kentang sebagai variabel dependen terhadap variabel-variabel respons independen dengan model sebagai berikut. Ý = 0 + 11 + 2 X2 + 3 X3 + 4 X4 5 X5 Untuk : Ý = hasil kentang, 1 = pH0, X2 = pH(H2O), X3 = pH(KCl), X4 = Retensi P, dan X5 = KTK.
83
Jerami Volume I No. 2, Januari - April 2008
HASIL DAN PEMBAHASAN
analisis efek mandiri kedua faktor tersebut disajikan pada Tabel 1.
Hasil percobaan laboratorium menunjukkan interaksi yang tidak nyata antara takaran bokashi dengan fosfat terhadap P(Bray-I), hasil Tabel 1. Variasi P(Bray-I) pada taraf bokashi dan taraf fosfat yang berbeda Takaran Bokashi Perlakuan b0 b1 b2 b3 b4
g pot-1 0 11.11 22.22 33.33 44.44
P(Bray-I)
Takaran SP-36
Ppm P2O5 18,32 a 24,32 b 31,62 c 39,31 d 46,63 e
Perlakuan p0 p1 p2 p3 p4
g pot-1 0.00 0.31 0.63 0.94 1.26
P(Bray-I) ppm P2O5 21,65 a 25,81 b 29,95 c 35,15 d 40,15 e
Angka-angka pada kolom yang sama diikuti huruf yang sama berbeda tidak nyata menurut DNMRT 5 %
Tabel 1. menunjukkan bahwa P(Bray-I) meningkat bersama kenaikan taraf takaran P dan bersama kenaikan taraf takaran bokashi. Kenaikan P(Bray-I) akibat taraf takaran 33,33 g pot-1 bokashi dapat mencapai 39,31 ppm P2O5 dan akibat taraf takaran 1,26g pot-1 SP-36 dapat menghasilkan P(Bray-I) 40,15 ppm P2O5 Pada data hasil penetapan fosfat tersedia, kombinasi 33,33 g pot-1 bokashi (30 ton ha-1) dan 1,26g pot-1 SP-36 menghasilkan P(Bray-I) sebanyak 50,94 ppm P2O5, melebihi yang diharapkan (40,6 ppm P2O5) yang telah diperhitungkan untuk memenuhi kebutuhan tanaman kentang. Oleh karena itu pada percobaan pot disusun taraf
takaran bokashi maksimal 30 ton ha-1 dan taraf takaran fosfat maksimal 1,2 g pot-1 SP-36 atau 1.080 kg ha-1 SP-36, atau 169,76 kg ha-1P. Selama percobaan pot tercatat temperatur minimum 20,7 ºC, temperatur maksimum 26,4 ºC, kelembaban udara 83-85 %. Tanaman kentang tumbuh normal dan tidak ada serangan hama atau penyakit, hanya tanaman cepat senescens karena temperatur yang terlalu tinggi sehingga umur panen hanya 80 hari. Terjadi interaksi antara takaran bokashi dan fosfat terhadap hasil kentang, dan hasil analisis beda dua rata-rata disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Variasi hasil kentang pada taraf takaran bokashi dan fosfat yang berbeda Perlakuan SP-36 (gram pot-1) P0 (0) P1 (4) P2 (8) P3 (12)
b0(0) 130,50 a A 182,00 b A 224,00 c A 264,00 d A
Bokashi (gram pot-1) b1(111) b2(222) 237,50 a 289,50 a B C 316,00 b 375,00 b B C 370,00 c 426,50 c B C 414,00 d 450,50 c B C
b3(333) 370,00 a D 445,00 b D 482,00 c D 474,50 c C
Angka-angka pada baris yang sama diikuti huruf kecil yang sama dan angka-angka pada kolom yang sama diikuti huruf besar yang sama berbeda tidak nyata menurut DNMRT 5 %
Tabel ini menunjukkan bahwa pada taraf 0, 4, dan 8 gram pot-1 SP-36 tiap takaran bokashi menunjukkan peningkatan hasil kentang yang sangat yata lebih besar, sedangkan pada taraf 12 gram pot-1SP-36 peningkatan taraf bokashi dari 222 gram pot-1 SP-36 ke 333 gram pot-1 SP-36 tidak meningkatkan hasil kentang lagi. Masingmasing taraf takaran fosfat menunjukkan 84
peningkatan hasil kentang yang berbeda nyata lebih besar pada taraf tanpa bokashi dan pada taraf 111 gram pot-1 bokashi, dan jika disertai takaran bokashi yang lebih besar dari itu maka peningkatan takaran fosfat dari 8 ke 12 gram pot-1 tidak meningkatkan hasil kentang lagi. Respons hasil kentang terhadap takaran bokashi dan fosfat membentuk permukaan ISSN 1979-0228
Takaran Pupuk P untuk Kentang
kuadratik, dengan persamaan regresi sebagai berikut : Ý = 113,762 + 14,036 B + 1,576 P - 0,192 B2 0,004 P2 (R2 = 0,98) Berdasarkan model permukaan respons ini nilai duga hasil kentang maksimum 494,74 g
tanaman-1 dicapai pada takaran bokashi 33 ton ha-1 dan takaran fosfat 182 kg ha-1 P. Untuk mengetahui peranan bokashi sebagai amelioran disajikan hasil pengamatan seperti pada Tabel 3..
Tabel 3. Variasi pH0, pH(H2O), pH(KCl), Retensi P, dan KTK pada Taraf bokashi dan taraf fosfat yang berbeda Perlakuan (gram pot-1) Bokashi B0 (0) b1 (111) b2 (222) b3 (333) SP-36 P0 (0) P1 (4) P2 (8) p3 (12)
pH0
PH (H2O)
PH (KCl)
Retensi P (%)
KTK me (100g)-1
3.82 a 3,88 b 3,97 c 4,13 d
5,32 a 5,40 a 5,50 b 5,80 c
4,43 a 4,52 b 4,72 c 5,08 d
68,69 a 68,21 a 67,27 b 65,47 c
21,58 a 22,27 b 22,99 c 23,73 d
3,96 a 3,96 a 3,93 a
5,50 a 5,50 a 5,51 a
4,69 a 4,68 a 4,68 a
68,25 a 67,78 ab 67,13 bc
22,48 a 22,70 a 22,67 a
3,97 a
5,51 a
4,69 a
66,48 c
22,71 a
Angka-angka pada kolom yang sama diikuti huruf yang sama berbeda tidak nyata menurut DNMRT 5 %.
Tabel 3 menunjukkan bahwa faktor fosfat tidak berpengaruh terhadap pH0, pH dan KTK, tapi berpengaruh nyata terhadap retensi P. Retensi P menurun akibat peningkatan takaran fosfat. Bokashi berpengaruh nyata terhadap pH0, pH, KTK, dan retensi P. Dengan demikian sebagai amelioran bokashi menunjukkan pengaruh baik terhadap kesuburan tanah, dan hasil kentang. Untuk percobaan lapangan perlu diperhatikan tentang cara aplikasi bokashi dan fosfat
KESIMPULAN Penetapan takaran P untuk tanaman kentang pada Andisol Tanjungsari berdasarkan P tersedia dapat dilakukan berdasarkan P(Bray-I) yang menyediakan P tersedia ≥40,6 ppm P2O5 untuk menunjang hasil kentang ≥25 ton ha-1. Amelioran bokashi berinteraksi dengan takaran fosfat meningkatkan hasil kentang, P(Bray-I) dan KTK serta menurunkan retensi P. Hasil kentang maksimum dicapai pada perlakuan bokashi 33 ton ha-1 dan 182 kg ha-1 P, yaitu 494,74 g tanaman-1. Jika tanaman di lapangan menggunakan jarak tanam 70 x 25 cm, hasil ini dapat melebihi 25 ton ha-1, dengan cara aplikasi bokashi dan fosfat pada alur.
ISSN 1979-0228
agar lebih efektif yaitu aplikasi pada alur agar terkonsentrasi. Dalam kaitan ini Uehara dan Gillman (1981) membahas kesimpulan de Witt (1953) dan van Wijk (1966) tentang cara aplikasi fosfat. Pada bahasan ini dikemukakan bahwa efisiensi fosfat lebih tinggi pada aplikasi alur daripada ditabur rata (broadcast) dan dicampurkan dengan tanah, dan aplikasi pada alur sempit lebih efisien daripada alur lebar.
DAFTAR PUSTAKA Allison, M.F., Fowler, J.H. and Allen, E.J. (2001), Effects of soil- and foliar-applied phosphorus fertilizers on the potato (Solanum tuberosum) crop, Journal of Agricultural Science, 137: 379-395. APNAN. 1995. EM application manual for APNAN countries. First ed. AsiaPacific Natural Agriculture Network, Bangkok. Azis Azirin Asandhi, dan Nikardi Gunadi 1989. Syarat tumbuh tanaman kentang. Balai Penelitian Hortikultura, Lembang. Bambang Cahyono. 1996. Budidaya intensif tanaman kentang. CV Aneka, Solo. Bingham, F. T. 1975. Phosphorus. p.324-361. In H. D. Chapman (ed.) Diagnostic criteria 85
Jerami Volume I No. 2, Januari - April 2008
for plants and soils. Eurasia Publishing House (P), ltd. Ram Nagar, New Delhi. Bouma, D. 1983. Diagnosis of mineral deficiencies using plants tests. In Encyclopedia of Plants Physiology, New Series. Vol 15 A, pp.120-146. Springer verlag. Berlin and New York. Hegney, M. A., I. R. McPhallin, and R. C. Jeffery. 1987. Response of wintergrown potatos to applied and residual phosphorus on a Karrakatta Sand. Aust. J. Exp. Agric. CSIRO. 37:131-139. Jacob, A. and H. U. Uexkull. 1963. Fertilizer use, nutritions and manuring of tropical Crops. Third ed. Verlag Sgessellschaft, fur Acker Bau. mpH Hannover. Kawaguchi, K. and K. Kyuma. 1977. Paddy soils in tropical Asia, their material nature and fertility. The University Press of Hawai, Honolulu. P:307-323. Maier, N.A., Potocky-Pacay, K.A., Jacka, J.M. and Williams, C.M.J. (2001), Effect of phosphorus fertiliser on the yield of potato tubers (Solanum tuberosum L.) and the prediction of tuber yield response by soil analysis, www.sardi.sa.gov.au/pages/horticult ure/potato/tuber_yield.htm Myers,
R. H. 1971. Response surface methodology. Allyn and Bacon, Inc. Boston, MA.
Roberts, S., and A. I. Dow. 1982. Critical nutrient ranges for petiole phosphorus level of sprinkle irrigated Russet Burbank potatoes. Agron. J. 74:583-585. Rosen, C. and McNearney, M. (2003), Potato yield and tuber set as affected by phosphorusfertilization, www.potatonews.com/articles_catego ry.asp?iPageNum=2&source=Fertilizer Steel, R. G. D., and J. H. Torrie. 1982. Principles and procedures of statistics. A Biometrical Approach. Second ed. McGraw-Hill International Book Company. Tosho Printing Co., ltd, Tokyo, Japan. Uehara, G. and G. Gillman. 1981. The mineralogy, chemistry, and physics of tropical soils with variable charge clays. WestvewPress/Boulder, Colorado. 86
ISSN 1979-0228