PENGARUH PUPUK KANDANG TERHADAP P‐TERSEDIA PUPUK FOSFAT ALAM YANG DIINOKULASI BAKTERI PELARUT FOSFAT (The Effect of Manure on Available‐P of Phosphate Rock Fertilizer Inoculated with P‐solubilizer Bacteria) Sudadi dan Hery Widijanto Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret, Surakarta 57126 Email korespondensi:
[email protected] ABSTRACT Experiment conducted at Soil Biology Laboratory, Faculty of Agriculture UNS Surakarta. This experiment aimed to study the effect of manure on solubilising capacity of P‐solubilizer bacteria on phosphate rock fertilizer. The experiment arranged in completely randomized design with two factors i.e. dosages of manure added and inoculums rates of P‐solubilizer bacteria (PSB) (Bacillus megatherium var phosphaticum). The manure added were 0 g (K0), 250 g (K1), and 500 g (K2) per 5 kg phosphate rock fertilizer. While the PSB inoculums rates were 0 cell/g (B0), 5.105 cell/g (B1) and 10.105 cell/g of phosphate rock fertilizer. The variables analysed at 2, 4 and 6 weeks after incubation for available‐P, pH, organic matter content and total PSB. Data analysed with F test and DMRT at 95 % level of significant. The result indicated that available‐P of phosphate rock fertilizer was significantly affected by PSB inoculation rates, doses of manure and incubation time. Available‐P increase coincided with increasing of PSB inoculums and manure rates as well as incubation time. Treatment combination of PSB at 10.105 cell/g and manure of 500 g/ 5 kg increase available‐P up to 80.59 ppm (151.5 % of the control treatment) at the end incubation time. Keywords: Manure, Phosphate Rock Fertilizer, P‐solubilizer Bacteria PENDAHULUAN serta tanah yang sedikit terlapuk seperti Kekahatan P pada tanah‐tanah tropipka Andepts dan Vertisol (Sanchez, 1976). tidak hanya terkait dengan rendahnya P Harga pupuk P pabrikan (TSP, SP‐36) tersedia saja, tetapi juga karena kapasitas yang relatif mahal bagi petani di negara‐ fiksasi P yang tinggi (Sanchez, 1976; Menon, negara sedang berkembang yang miskin dkk., 1991; De Datta cit. Sanyal, dkk.,1993). sumber daya, termasuk Indonesia, Kelarutan P tanah pada umumnya rendah dan mendorong upaya‐upaya untuk kecenderungannya bereaksi dengan menggunakan sumber P yang lebih murah, komponen tanah yang lain membentuk seperti penggunaan secara langsung batuan senyawa yang idak larut air membuat hara ini fosfat alam (BFA) (Chien, dkk., 1996; Bationo, dkk., 1990; Chien & Hammond, 1989). tidak tersedia bagi tanaman (Lopez‐ Cadangan BFA ditemukan di berbagai negara Hernandes, dkk., 1979; Jayachandran, dkk., (Lowell & Weil, 1995; Menon, dkk., 1991; 1989; Tisdale, dkk., 1990; Sanyal, dkk.,1993). Stevenson, 1986) baik di Asia, Afrika, Keharaan P telah lama menjadi topik utama Australia, Eropa dan Amerika dalam bentuk pada pengelolaan kesuburan tanah (Tisdale, mineral apatit. Di Indonesia tambang batuan dkk., 1990). Kekahatan P sangat sering fosfat alam ditemukan di berbagai daerah dijumpai pada tanah‐tanah tropika yang telah seperti Madura, Ciamis dan Gunungkidul mengalami pelapukan lanjut (Sanchez, 1976; dalam jumlah dan kadar P yang beragam. Notohadiprawiro, 1982; Fox & Searle cit. Wang, dkk., 2000) seperti Ultisol dan Oxisol Sains Tanah – Jurnal Ilmu Tanah dan Agroklimatologi 7(2)2010
111
Pengaruh Pupuk Kandang terhadap P‐Tersedia....Sudadi dan Widijanto
Disamping sebagai upaya untuk menekan biaya produksi, penggunaan BFA merupakan penerapan konsep pertanian berkelanjutan dengan masukan rendah ramah lingkungan dan aman bagi kesehatan. Namun demikian penggunaan BFA sebagai pupuk P masih mempunyai efektivitas yang rendah karena umumnya kelarutannya rendah sehingga diperlukan upaya untuk meningkatkannya. Penelitian bertujuan untuk mengkaji pengaruh penambahan bahan organik berupa pupuk kandang terhadap ketersediaan P dari pupuk fosfat alam yang diinokulasi bakteri pelarut fosfat guna menemukan kombinasi yang memberikan P tersedia paling tinggi. METODE PENELITIAN Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Biologi Tanah dan Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Percobaan disusun dalam Rancangan Acak Lengkap dengan tiga faktor perlakuan yaitu jumlah inokulum Bakteri pelarut fosfat (0, 5.105 dan 10.105 sel/g pupuk fosfat alam), dosis pupuk kandang sapi (0, 250 dan 500 g/ 5 kg pupuk fosfat alam) dan lama inkubasi (0, 2, 4 dan 6 minggu). Inokulum bakteri pelarut fosfat (BPF) yang digunakan adalah isolat Bacillus megatherium var phosphaticum yang diperbanyak pada media Pikovskaya cair pada penggojogan 100 rpm dan diambil pada umur 3 hari. Pupuk fosfat alam yang digunakan berasal dari tambang batuan fosfat alam lokal dari daerah Wonogiri dan diproduksi dalam bentuk pupuk fosfat alam dengan merk Tabur C. Adapun bahan organik yang digunakan adalah pupuk kandang sapi yang telah matang. Pupuk fosfat alam dan bahan organik yang ditambahkan disterilkan secara terpisah menggunakan otoklaf pada suhu 121 oC selama 30 menit sebanyak tiga kali dengan selang satu hari. Percobaan menggunakan pot plastik dan diinkubasi pada suhu kamar 112
dalam kondisi steril dengan kadar lengas bahan percobaan dipertahankan sekitar kapasitas lapangan. Variabel yang diamati meliputi P tersedia, pH H2O, kadar bahan organik (Walkey and Black) dan populasi bakteri pelarut fosfat (Total plate count). Analisis statistik data menggunakan uji F dan uji jarak berganda duncan pada aras kepercayaan 95 %. HASIL DAN PEMBAHASAN Pupuk fosfat alam yang digunakan pada percobaan mempunyai kadar bahan organik 1,34 %, pH(H2O) 6,86, P‐tersedia 2,36 ppm dan P total sekitar 16 % sehingga termasuk di bawah kualitas C (SNI.02‐3776‐1995). Kadar P tersedia sangat rendah sehingga perlu perlakuan sebelum digunakan sebagai pupuk P. Kadar bahan organik perlu ditingkatkan untuk memacu aktivitas mikrobia, khususnya bakteri dan jamur pelarut fosfat. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan bahan organik, inokulasi bakteri pelarut fosfat (BPF) maupun lama inkubasi berpengaruh sangat nyata terhadap ketersediaan P dari pupuk fosfat alam, demikian pula interaksi antar ketiganya. Pengaruh penambahan bahan organik dan inokulasi bakteri pelarut fosfat terhadap P tersedia dari pupuk fosfat alam selama 6 minggu masa inkubasi ditunjukkan pada Gambar 1. Inokulasi bakteri pelarut fosfat mampu meningkatkan pelarutan P dari pupuk fosfat alam sebagaimana ditunjukkan oleh peningkatan jumlah P tesedia yang meningkat dengan meningkatnya jumlah inokulum yang diberikan. Hal senada dikemukakan oleh Mullen (1998) menggunakan bakteri Bacillus megatherium var. phophaticum, Bar – Yosef dkk. (1999) dengan Pseudomonas cepacia, Gadagi & Toming Sa (2002) dengan jamur Penicillium oxalicum dan Goenadi dkk. (2000) dengan Aspergillus niger. Penambahan bahan organik (pupuk kandang) juga meningkatkan P tersedia meskipun tidak sebesar
Sains Tanah – Jurnal Ilmu Tanah dan Agroklimatologi 7(2)2010
Pengaruh Pupuk Kandang terhadap P‐Tersedia....Sudadi dan Widijanto 90
P-tersedia, ppm
80 70 60 50 40 30 20 10
0g
250 g
10.105 cel/g
5.105 cel/g
0 cel/g
10.105 cel/g
5.105 cel/g
0 cel/g
10.105 cel/g
5.105 cel/g
0 cel/g
0 Mgg 0 Mgg 2 Mgg 4 Mgg 6
500 g
Dosis inokulum BPF dan pupuk kandang
Gambar 1. Pengaruh penambahan bahan organik dan inokulasi bakteri pelarut fosfat terhadap P‐tersedia pupuk fosfat alam selama 6 minggu inkubasi peningkatan akibat inokulasi bakteri pelarut P. Hasil serupa dikemukakan oleh Fahmi dkk., (1998). Mekanisme utama pelarutan P secara mikrobiologi adalah melalui asam‐asam organik dan anorganik yang dihasilkan seperti asam sitrat, oksalat, malat, nitrat dan sulfat. Asam‐asam tesebut akan mengubah Ca3(PO4)2 menjadi di dan monobasik‐fosfat sehingga meningkatkan ketersediaannya bagi tanaman. Bagi jasad renik heterotrof, jumlah P yang dilarutkan tersebut sangat tergantung pada banyaknya sumber karbon yang diubah menjadi asam‐asam organik (Alexander, 1977). Hal ini dapat dilihat dari kadar bahan organik pupuk fosfat alam yang semakin menurun dengan makin lamanya waktu inkubasi karena aktivitas peruraian oleh BPF untuk menghasilkan asam‐asam organik yang digunakan untuk melarutkan P (Gambar 2). Proses pelarutan P dari batuan fosfat oleh asam anorganik digambarkan sebagai oleh Alexander (1977) sebagai berikut:
Ca3(PO4)2 + 2 HNO3 Î 2 CaHPO4 + Ca(NO3)2 Ca3(PO4)2 + 4 HNO3 Î Ca(H2PO4)2 + 2Ca(NO3)2 Ca3(PO4)2 + H2SO4 Î 2 CaHPO4 + CaSO4 Sedangkan pelarutannya oleh asam‐ asam organik digambarkan secara sederhana oleh Stevenson (1986) sebagai berikut: CaX2.3Ca(PO4)2 + khelat Î PO4‐2 larut air + kompleks khelat‐Ca (X adalah OH, F, Cl, CO3) Al(Fe).(H2O)3(OH)2H2PO4 + khelat Î PO4‐2 larut air +Al(Fe)‐khelat serta oleh Effendi, dkk. (1995) dan Hanafi, dkk. (1992) sebagai berikut: 3 HOOC‐COOH + Ca3(PO4)2 Î 3 Ca(OOC‐COO) + 2 H3PO4
Sains Tanah – Jurnal Ilmu Tanah dan Agroklimatologi 7(2)2010
113
Pengaruh Pupuk Kandang terhadap P‐Tersedia....Sudadi dan Widijanto
Kadar bahan organik, %
6 5 4 3 2 1
10.105 cel/g
5.105 cel/g
0 cel/g
10.105 cel/g
5.105 cel/g
0 cel/g
0 cel/g
5.105 cel/g
10.105 cel/g
0 Mgg 0 Mgg 2 Mgg 4 Mgg 6
0g
250 g
500 g
Dosis inokulum BPF dan pupuk kandang
Gambar 2. Pengaruh penambahan pupuk kandang dan inokulasi bakteri pelarut fosfat terhadap kadar bahan organik pupuk fosfat alam selama 6 minggu inkubasi Populasi BPF, x 106 cel/g
3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5
10.105 cel/g
5.105 cel/g
0 cel/g
10.105 cel/g
5.105 cel/g
0 cel/g
10.105 cel/g
5.105 cel/g
0 cel/g
0
Mgg 0 Mgg 2
0g
250 g
Dosis inokulum BPF dan bahan organik
500 g
Mgg 4 Mgg 6
Gambar3. Pengaruh penambahan pupuk kandang dan inokulasi bakteri pelarut fosfat terhadap populasi BPFdalam pupuk fosfat alam selama 6 minggu inkubasi Dari hasil percobaan (Gambar 3) diketahui bahwa sampai akhir waktu inkubasi selama 6 minggu masih terjadi peningkatan jumlah P tersedia dari pupuk fosfat alam. Hal ini karena sampa akhir waktu inkubasi masih terjadi pertumbuhan populasi bakteri pelarut fosfat dan tentu diikuti dengan aktivitas metabolismenya termasuk pelarutan P. Jumlah P tersedia paling tinggi diperoleh dari kombinasi perlakuan dosis pupuk kandang 114
500 g, inokulum BPF 10.105 sel/g pada akhir inkubasi yaitu sebesar 80,59 ppm P. Jumlah pupuk kandang yang diberikan mempengaruhi besarnya populasi BPF sebagaimana ditunjukkkan Gambar 3. Hal ini karena bahan organik merupakan sumber nutrisi dan sumber karbon bagi BPF yang heterotrof. Dari hasil penelitian diketahui pula bahwa dosis pupuk kandang dan inokulum BPF maupun lama inkubasi yang
Sains Tanah – Jurnal Ilmu Tanah dan Agroklimatologi 7(2)2010
Pengaruh Pupuk Kandang terhadap P‐Tersedia....Sudadi dan Widijanto
diujikan belum menghasilkan kombinasi perlakuan yang mampu memberikan P tersedia yang optimum. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Penambahan pupuk kandang pada pupuk fosfat alam yang diinokulasi dengan bakteri pelarut fosfat dapat meningkatkan populasi dan aktivitas dari bakteri tersebut sehingga mampu meningkatkan P tersedia dari pupuk fosfat alam. Pelarutan P dari pupuk fosfat alam meningkat dengan meningkatnya dosis pupuk kandang dan inokulum bakteri pelarut fosfat yang diberikan serta lama inkubasi. Saran Jumlah P tersedia pupuk fosfat alam masih menunjukkan kecenderungan yang meningkat pada dosis perlakuan yang tertinggi sehingga perlu ada penelitian lebih lanjut dengan dosis pupuk kandang dan inokulum bakteri pelarut fosfat yang lebih tinggi serta waktu inkubasi yang lebih lama sehingga bisa diperoleh kombinasi perlakuan optimum yang menghasilkan P tersedia paling tinggi. DAFTAR PUSTAKA Alexander, M. 1977. Introduction to Soil Microbiology. John Wiley & Son. New York. Bar‐Yosef, B., R.D. Rogers, J.H. Wolfram & E. Richman. 1999. Pseudomonas cepacia – Mediated Rock Phosphate Solubilization in Kaolinite and Montmorillonite Suspensions. Sci.Soc.Am.J. 63:1703‐ 1708. Goenadi, D.H., Siswanto & Y. Sugiarto. 2000. Bioactivation of Poorly Soluble Phosphate Rocks with a Phosphorus‐ Solubilizing Fungus. Sci.Soc.Am.J. 64:927‐ 932. Hanafi, M.M., J.K. Syers & N.S. Bolan. 1992. Leaching Effect on the Dissolution of
Two Phosphate Rocks in Acid Soils. Sci.Soc.Am.J. 56:1325‐1330. Bationo, A., S.H. Chien, J. Henao, C.B. Christianson & A.U. Mokwunye. 1990. Agronomic Evaluation of Two Unacidulated and Partially Acidulated Phosphate Rocks Indigenous to Niger. Soil Sci.Soc.Am.J. 54:1772‐1777. Chien, S.H., R.G. Menon & K.S. Billingham. 1996. Phosphorus Availability from Phosphate Rock as Enhanced by Water‐ Soluble Phosphorus. Soil Sci.Soc.Am.J. 60:1173‐1177. Chien, S.H., & L.L. Hammond. 1989. Agronomic Effectiveness of Partially Acidulated Phosphate Rock as Influenced by Soil Phosporus‐Fixing Capacity. Plant and Soil. 120:159‐164. Effendi, A., I.B. Agra & B. Murachman. 1995. Kinetika Pembentukan Asam Fosfat Dari Batu Fosfat Dan Asam Sulfat Dalam Kolom Pulsa Yang Disertai Dengan Penggelembungan Udara. BPPS‐UGM 8(4B):583‐594 Gadagi, R.S. & Tongmin Sa. 2002. New Isolation Method for Microorganisms Solubilizing Iron And Aluminium Phosphate Using Dyes. Soil Sci. Plant Nutr. 48(4):615‐618. Jayachandran, K., A.P. Schwab & B.A.D. Hetrick. 1989. Mycrrhizal Mediation of Phosphorus Availability : Synthetic Iron Chelate Effects on Phosphorus Solubilization. Soil Sci.Soc.Am.J. 53:1701‐ 1706. Lopez‐Hernandez, D., D. Flores, G. Siegert & J.V. Rodriguez. Soil Sci. 128(6):321‐326. Lowell, K. & R.R. Weil. 1995. Pyrite Enhancement of Phosphorus Availability from African Phosphate Rock : A Laboratory Study. SSS.Am.J. 59:1645‐ 1654. Menon, R.G., S.H. Chien & A.N. Gadalla. 1991. Phosphate Rocks Compacted with Superphosphates vs. Partially Acidulated Rocks. Soil Sci.Soc.Am.J. 55:1480‐1484.
Sains Tanah – Jurnal Ilmu Tanah dan Agroklimatologi 7(2)2010
115
Pengaruh Pupuk Kandang terhadap P‐Tersedia....Sudadi dan Widijanto
Mullen, M.D. 1998. Transformation of Other Elements. In. : Sylvia, D.M., J.J. Fuhrmann, P.G. Hartel & D.A. Zuberer (Eds)., Principles and Applications of Soil Microbiology. Prentice‐Hall. New Jersey. pp. 369‐386. Notohadiprawiro, T. 1982. Persoalan Tanah Masam Dalam Pembangunan Pertanian di Indonesia. Buletin Fakultas Pertanian UGM. No. 18:44‐47. Yogyakarta. Sanchez, P.A. 1976. Properties and Management of Soils in the Tropics. Chapter 8. Posphorus, Silicon and Sulfur. pp. 255‐294. John Wiley & Sons, New York. Sanyal, S.K. S.K. De Datta & P.Y. Chan. 1993. Phosphate Sorption – Desorption Behavior of Some Acidic Soils of South and Southeast Asia. Soil Sci.Soc.Am.J. 57:937‐945. Stevenson, F.J. 1986. Cycles of Soil Carbon, Nitrogen, Phosphorus, Sulphur, Micronutrients. Ch.7. The Phosphorus Cycle. p. 231‐284. John Wiley & Sons, New York. Wang, X. J.M. Jackman, R.S. Yost & B.A. Linquist. 2000. Predicting Soil Phosphorus Buffer Coefficients Using Potential Sorption Site Density and Soil Aggregation. Soil Sci.Soc.Am.J. 64:240‐ 246. Tisdale, S.L., W.L. Nelson & J. D. Beaton. 1990. Soil Fertility and Fertilizers. Ch.6. Soil and Fertilizer Phosphorus. p. 189‐ 248. Macmillan Publ.Co. New York. 4th edt.
116
Sains Tanah – Jurnal Ilmu Tanah dan Agroklimatologi 7(2)2010