Tabel 3.
Konsentrasi P tanaman kentang yang diberi porasi dan inokulan Azospirillum sp. serta pupuk N, yang ditanam di Pangalengan
Dosis Porasi Inokulan (t ha-1) Azospirillum sp. (P) (A) 0 Tanpa Dengan 7,5
Tanpa Dengan
15,0
Tanpa Dengan
22,5
Tanpa Dengan
Dosis pupuk N (kg ha-1) (N) 0 86 172 258 --------------------- % ---------------------0,180 a 0,219 a 0,234 a 0,267 a (a) (b) (c) (d) 0,210 c 0260 c 0,274 b 0,276 a (a) (b) (c) (c) 0,198 b (a) 0,226 de (a)
0,238 b (b) 0,275 e (b)
0,290 c (c) 0,343 d (d)
0,299 b (c) 0,323 d (c)
0,236 e (a) 0,263 f (a)
0,272 de (b) 0,260 c (a)
0,383 e (d) 0,389 e (c)
0,313 c (c) 0,361 f (b)
0,289 g (a) 0,328 h (a)
0,300 f (b) 0,361 g (b)
0,400 f (d) 0,431 g (c)
0,341 e (c) 0,364 f (b)
Keterangan: Berdasarkan sidik ragam PxN dan A teruji nyata, sedangkan PxAxN tidak teruji nyata. Masing-masing angka yang ditandai dengan huruf yang sama (huruf kecil arah vertikal dan huruf kecil dalam kurung arah horizonntal ) tidak berbeda menurut uji BNT 0,05. karena pupuk N yang tinggi di dalam tanah akan menghambat aktivitas mikroorganisme yang menguntungkan seperti bakteri yang memfiksasi N dan bakteri pelarut fosfat. Menurut Barber (1995), penyerapan P oleh tanaman merupakan proses simultan yang saling terkait di antara P-tanah, mikroorganisme pelarut fosfat, aliran difusi fosfat, dan metabolisme tanaman. Penambahan N dalam bentuk NH4+ akan meningkatkan pengambilan P karena adanya penurunan pH dalam
76
rizosfer tanah. Tersedianya unsur N di dalam tanah akan meningkatkan kecepatan translokasi P ke bagian atas tanaman sehingga secara tidak langsung mempengaruhi kecepatan absorpsi P. Tingginya konsentrasi P jaringan tanaman yang berkorelasi dengan konsentrasi N sejalan dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Cassman dkk. (1989), yaitu adanya interaksi antara N tersedia dalam tanah dengan konsentrasi P tanaman. White (1973) mengemukakan bahwa N mempengaruhi aktivitas metabolisme dalam akar yang dapat lebih cepat mempersatukan P ke dalam senyawa organik dalam sel akar sehingga menghalangi penimbunan P anorganik di dalam akar. Semakin meningkat dosis porasi yang diberikan semakin meningkat konsentrasi P tanaman.
Konsentrasi P
tanaman kentang tertinggi diperoleh
dengan masukan porasi 22,5 t ha-1 dan pupuk N 172 kg ha-1, yang tanpa dan dengan masukan inokulan Azospirillum sp. berturut-turut 0,400 dan 0,431 %. Hasil analisis tanah sebelum percobaan menunjukan konsentrasi P tanah tergolong tinggi (30,2 mg kg-1) (Lampiran 10). Hal itu berkaitan dengan mineral liat yang terdapat pada Andisols Pangalengan yaitu didominasi oleh mineral liat silikat non kristalin alofan dan imogolit. Itu dapat dipahami karena Andisols yang didominasi oleh alofan dan imogolit merupakan erupsi yang masih muda, ini tercermin dari tingginya kandungan hara yang terdapat pada Andisols Pangalengan. Tingginya kandungan P yang ada dalam tanah itu kemungkinan tidak semua dapat diserap tanaman karena diduga masih tingginya retensi P (87,7 %) pada Andisols Pangalengan. Penambahan porasi sebagai pupuk organik dapat
77
meningkatkan pH sehingga mengurangi ikatan P (retensi P) oleh tanah karena dari fermentasi bahan organik (porasi) dalam tanah akan dihasilkan senyawa organik yang dapat melarutkan P menjadi tersedia yang mengurangi retensi P. Pupuk organik berperan dalam meningkatkan mineralisasi P tanah dalam melarutkan P dari pupuk. Porasi
berasal
dari
bahan
organik
yang
difermentasi
dengan
mikroorganisme efektif (M-Bio), yang di dalamnya terkandung berbagai macam mikroorganisme dan salah satu di antaranya bakteri pelarut fosfat.
Menurut
Nahas (1996), peran mikroorganisme pelarut fosfat dalam melarutkan senyawa P berhubungan erat dengan enzim fosfatase dan fitase serta asam sitrat, laktat, glutamat,
dan
ketoglutarat
yang
dihasilkan.
Meningkatnya
aktivitas
mikroorganisme pelarut fosfat akan meningkatkan ketersediaan dan penyerapan P oleh tanaman. Berbeda dengan di Pangalengan, konsentrasi P tanaman kentang yang ditanam di Cisarua bervariasi akibat masukan porasi bervariasi dosis tanpa atau dengan masukan inokulan Azospirillum sp. dan variasi itu bergantung
pada
variasi pupuk N (Lampiran 16). Dari Tabel 4 secara umum terlihat bahwa konsentrasi P meningkat dengan semakin meningkatnya pemberian porasi dan masukan pupuk N serta masukan inokulan Azospirillum sp.
Konsentrasi P
tanaman lebih banyak dengan semakin meningkatnya masukan porasi hingga 22,5 t ha-1 dan dengan semakin meningkatnya pemberian pupuk N hingga 258 kg ha-1 N dengan masukan inokulan Azospirillum sp. (tanpa masukan inokulan Azospirillum sp. 0,232 %, sedangkan dengan masukan Azospirillum sp. 0,247 %).
78
Tabel 4. Konsentrasi P tanaman kentang yang diberi porasi dan inokulan Azospirillum sp. serta pupuk N, yang ditanam di Cisarua Dosis Porasi Inokulan (t ha-1) Azospirillum sp. (P) (A) 0 Tanpa Dengan 7,5
Tanpa Dengan
15,0
Tanpa Dengan
22,5
Tanpa Dengan
Dosis pupuk N (kg ha-1) (N) 0 86 172 258 --------------------- % --------------------0,123 a 0,142 a 0,165 a 0,172 a (a) (b) (c) (c) 0,131 a 0,154 a 0,205 c 0,206 c (a) (b) (c) (c) 0,144 b (a) 0,151 b (a)
0,151 a (a) 0,160 ab (a)
0,167 a (c) 0,210 d (b)
0,163 a (b) 0,207 c (b)
0,168 c (a) 0,164 bc (a)
0,170 b (a) 0,184 d (a)
0,195 b (b) 0,226 d (b)
0,195 bc (b) 0,228 de (b)
0,163 bc (a) 0,169 c (a)
0,177 cd (b) 0,193 e (b)
0,196 b (c) 0,215 d (c)
0,232 e (d) 0,247 f (d)
Keterangan: Berdasarkan sidik ragam PxAxN teruji nyata. Masing-masing angka yang ditandai dengan huruf yang sama (huruf kecil arah vertikal dan huruf kecil dalam kurung arah horizontal) tidak berbeda menurut uji BNT 0,05. Konsentrasi P tanaman kentang di Cisarua dapat dikatakan secara umum lebih rendah dibandingkan dengan konsentrasi P tanaman di Pangalengan. Hal itu diduga karena lebih rendahnya konsentrasi P tanah pada saat sebelum percobaan; kandungan P tersedia tanah di Cisarua 10,7 mg kg-1 lebih rendah dibandingkan di Pangalengan 30,2 mg kg-1 (Lampiran 10). Hal itu ada hubungan dengan mineral yang mendominasi Andisols di Cisarua yaitu haloisit atau mineral-mineral kristalin serta mineral oksida (Lampiran 12) dimana mineral holoisit ini
79
mencirikan tingkat pelapukan yang lebih lanjut dengan demikian akan berpengaruh dengan tingkat kesuburan tanahnya. Keberhasilan tanaman untuk memanfaatkan unsur hara dari dalam tanah sangat bergantung pada kemampuan tanah untuk mensuplai unsur hara tersebut. Dengan demikian, tersedianya unsur P di dalam tanah menyebabkan pengambilan unsur P tersebut oleh tanaman meningkat. Penambahan dosis porasi yang lebih tinggi menyebabkan kandungan P tersedia dalam tanah lebih tinggi. Menurut Bossuyt dkk. (2001), pada keadaan alami ketersediaan P bergantung pada laju mineralisasi dan immobilisasi bahan organik, sedangkan faktor penting yang mempengaruhi laju mineralisasi dan immobilisasi adalah kualitas dan jumlah bahan organik.
Dengan demikian, semakin tinggi dosis porasi yang
diberikan menyebabkan konsentrasi P tanaman menjadi semakin tinggi. Selain itu, porasi yang merupakan bahan organik hasil fermentasi mempunyai kualitas yang baik karena mengandung berbagai macam mikroorganisme yang menguntungkan seperti ragi/yeast, Lactobacillus sp., bakteri pelarut fosfat, dan Azospirillum sp. Mikroorganisme
yang
menguntungkan
itu
secara
aktif
mempengaruhi
mikroorganisme tanah untuk meningkatkan kesuburan tanah. Adu Tae (2004) menambahkan bahwa serapan P dipengaruhi oleh pasokan hara dari pupuk P dan kemampuan bakteri pelarut fosfat untuk melarutkan P tanah dan P asal pupuk yang diberikan. 4.3.2. Konsentrasi K Tanaman Konsentrasi K tanaman kentang yang ditanam di Pangalengan dan Cisarua masing-masing bervariasi akibat pemberian porasi berbagai dosis dan variasi itu
80
bergantung pada variasi dosis pupuk N, tetapi tidak bergantung pada masukan inokulan Azospirillum sp. di setiap lokasi percobaan (berdasarkan homogenitas varians galat sidik ragam data masing-masing lokasi, Lampiran 16, dan berdasarkan sidik ragam tak tergabung Lampiran 17).
Pada Tabel 5 terlihat
bahwa tanaman kentang yang ditanam di Pangalengan yang diberi masukan porasi dengan dosis yang semakin meningkat menyebabkan konsentrasi K tanaman meningkat bervariasi dan variasi peningkatan itu berbeda jika diberi pupuk N dengan dosis yang bervariasi pula. Konsentrasi K tanaman meningkat dengan pemberian porasi yang semakin meningkat bersama dengan pemberian pupuk N yang semakin meningkat hingga dosis tertentu karena pemberian pupuk N yang lebih tinggi menyebabkan terjadinya penurunan konsentrasi K tanaman. Hal itu berarti maksimal serapan K oleh tanaman sudah terjadi sejalan dengan kondisi ketersediaan hara di sekitar perakaran. Semakin tinggi konsentrasi K tanaman akibat pemberian porasi dan pupuk N yang semakin meningkat hingga dosis tertentu erat kaitannya dengan konsentrasi K yang terdapat dalam larutan tanah. Tanaman mengambil K sebagai ion K+ dari larutan tanah. K yang berasal dari mineralisasi bahan organik (porasi), K terlarut, dan K dapat ditukar di dalam tanah merupakan K yang segera tersedia bagi tanaman. Oleh sebab itu, dengan adanya proses mineralisasi dari bahan organik yang diberikan, ketersediaanya di dalam tanah meningkat yang disertai dengan hara di dalam tanah yang meningkat dan pertumbuhan akar tanaman berkembang optimal. Hal itu menyebabkan serapan hara dari dalam tanah lebih sempurna. Tersedianya unsur K di daerah perakaran di dalam tanah menyebabkan
81
Tabel 5. Konsentrasi K tanaman kentang yang diberi porasi dan inokulan Azospirillum sp. serta pupuk N, yang ditanam di Pangalengan Dosis porasi (t ha-1) (P) 0
Inokulan Azospirillum sp. (A) Tanpa Dengan
7,5
Tanpa Dengan
15,0
Tanpa Dengan
22,5
Tanpa Dengan
Dosis pupuk N (kg ha-1) (N) 0 86 172 258 --------------------- % ------------------2,362 a 2,469 a 3,245 a 2,717 a (a) (a) (c) (b) 2,448 a 3,170 c 3,609 b 3,275 bc (a) (b) (c) (b) 2,460 a (a) 2,803 b (a)
3,113 b (b) 3,348 d (b)
4,040 c (d) 4,385 d (c)
3,399 c (c) 3,445 c (b)
2,552 a (a) 2,871 b (a)
3,299 cd (b) 3,367 de (b)
4,708 e (c) 4,732 e (c)
3,449 c (b) 3,500 c (b)
2,932 d (a) 3,001 bd (a)
3,450 ef (b) 3,560 f (b)
4,134 c (d) 4,299 g (d)
3,677 d (c) 3,965 e (c)
Keterangan: Berdasarkan sidik ragam, PxN dan A teruji nyata, sedangkan PxAxN tidak teruji nyata. Masing-masing angka yang ditandai dengan huruf yang sama (huruf kecil arah vertikal dan huruf kecil dalam kurung arah horizontal) tidak berbeda menurut uji BNT 0,05. pengambilan unsur hara tersebut oleh tanaman meningkat (Kaspar dkk. (1990). Menurut Adnyana (2004), keberhasilan tanaman untuk memanfaatkan unsur hara dari dalam tanah sangat bergantung pada kemampuan tanah untuk mensuplai unsur hara tersebut. K segera tersedia adalah K yang terdapat pada kompleks adsorpsi dan K larutan tanah. K pada kompleks adsopsi merupakan bentuk K yang dapat dipertukarkan dan ada dalam keadaan seimbang dengan K tanah. Tingginya konsentrasi K dalam tanah sebelum percobaan (Lampiran 10) berarti K
82
dapat tukar tanah lebih besar sehingga K dalam larutan tanah juga lebih besar. Dengan demikian, tanaman juga dapat memanfaatkannya dalam jumlah yang lebih besar. Isnaini (2001) menjelaskan bahwa K dapat tukar meningkat dengan semakin tingginya dosis pemupukan N yang diaplikasikan. Selain itu, tingginya konsentrasi K tanaman disebabkan pula oleh tingginya konsentrasi K yang terdapat dalam pupuk organik yang difermentasi (porasi), konsentrasi K yang terdapat pada porasi yang digunakan di Pangalengan 45,86 cmol kg-1 dan di Cisarua 32,61 cmol kg-1. Konsentrasi K tanaman kentang tertinggi di Pangalengan tanpa dan dengan masukan inokulan Azospirillum sp. diperoleh dengan masukan porasi 15 t ha-1 bersama pupuk N 172 kg ha-1, yaitu masing-masing 4,708 dan 4,732 Konsentrasi K tanaman kentang yang ditanam di Cisarua bervariasi akibat pemberian porasi berbagai dosis dan variasi itu juga tidak bergantung pada masukan inokulan Azospirillum sp., tetapi bergantung pada variasi dosis pupuk N (Lampiran 17). Konsentrasi K tanaman kentang akibat masukan porasi dengan dosis yang semakin meningkat bervariasi dan variasi peningkatan itu berbeda jika diberi masukan pupuk N dengan dosis yang semakin meningkat (Tabel 6). Peningkatan konsentrasi K menunjukkan pola yang sama, yaitu tanpa masukan porasi dan tanpa masukan pupuk N nilainya rendah. Konsentrasi K semakin meningkat dengan meningkatnya masukan porasi dan masukan pupuk N. Hal itu dapat dipahami sebab menurut hasil analisis kotoran ayam yang sudah difermentasi (porasi) mengandung unsur K 32,61 cmol kg-1.
83
Tabel 6. Konsentrasi K tanaman kentang yang diberi porasi dan inokulan Azospirillum sp. serta pupuk N, yang ditanam di Cisarua Dosis porasi (t ha-1) (P) 0
Inokulan Azospirillum sp. (A) Tanpa Dengan
7,5
Tanpa Dengan
15,0
Tanpa Dengan
22,5
Tanpa Dengan
Dosis pupuk N (kg ha-1) (N) 0 86 172 258 ----------------------- % -------------------1,858 a 1,798 a 2,032 a 2,180 a (a) (a) (b) (c) 2,250 b 2,568 c 2,740 c 3,162 b (a) (b) (b) (c) 1,800 a (a) 2,591 c (a)
2,165 b (b) 2,762 cd (a)
2,386 b (b) 3,306 e (b)
3,272 bc (c) 3,280 bc (b)
2,320 b (a) 2,807 c (a)
2,981 d (b) 3,241 ef (b)
3,075 d (b) 3,459 e (b)
3,203 b (b) 3,369 bc (b)
3,165 d (a) 3,211 d (a)
3,400 f (b) 3,211 ef (a)
3,366 e (b) 3,540 e (b)
3,442 c (b) 3,556 c (b)
Keterangan: Berdasarkan sidik ragam, PxN dan A teruji nyata, sedangkan PxAxN tidak teruji nyata. Masing-masing angka yang ditandai dengan huruf yang sama (huruf kecil arah vertikal dan huruf kecil dalam kurung arah horizontal) tidak berbeda menurut uji BNT 0,05. K merupakan unsur penting dalam perkembangan jaringan tanaman yang dalam perkembangan tersebut K terlibat dalam keasaman dinding sel, perluasan dinding sel, dan pengaturan osmosis (Lindhauer, 1989). K mempunyai peran penting dalam membuka dan menutupnya stomata karena berpengaruh terhadap turgor sel penjaga yang diasosiasikan dengan meningkatnya pembukaan stomata dengan meningkatnya konsentrasi K+ dalam sel. Metabolisme tanaman banyak dipengaruhi oleh K dan beberapa penyakit tanaman dapat timbul karena adanya
84
perubahan metabolisme yang berkaitan dengan konsentrasi K rendah dalam tanaman (Mengel dan Kirkby, 1987). Secara proporsional konsentrasi K dalam jaringan tanaman dengan dosis porasi 22,5 t ha-1 dan pupuk 258 kg ha-1 N tanpa dan dengan masukan inokulan Azospirillum sp. di Cisarua lebih
banyak dibandingkan dengan yang lainnya
(3,442 dan 3,556 %) dan konsentrasi K tanaman yang ditanam di Cisarua itu lebih rendah dibandingkan dengan di Pangalengan karena konsentrasi K yang terdapat di dalam tanah sebelum percobaan dan konsentrasi K porasi yang digunakan di cisarua lebih rendah .
4.4. Komponen Hasil 4.4.1. Jumlah per Petak Umbi Kentang Berukuran < 60 g Jumlah umbi dapat pula dipandang sebagai kemampuan tanaman kentang dalam mentranslokasikan hasil fotosintesis dari sumber (source) ke wadah (sink) dan ditentukan oleh besarnya partisi fotosintat ke wadah.
Partisi fotosintat
dipengaruhi oleh faktor lingkungan, status hara, dan umur tanaman. Jumlah per petak umbi kentang berukuran < 60 g ditentukan secara interaktif oleh masukan porasi bervariasi dosis, kehadiran atau keberadaan inokulan Azospirllum sp., masukan pupuk N berbagai dosis, serta ditentukan pula oleh lokasi (Pangalengan dan Cisarua) (berdasarkan homogenitas varians galat sidik ragam dan data masing-masing lokasi, Lampiran 16, dan berdasarkan sidik ragam tergabung Lampiran 18). Secara umum variasi jumlah per petak umbi berukuran < 60 g tanaman kentang yang diberi porasi bervariasi dosis berbeda antara yang tanpa
85
dibandingkan dengan yang diberi inokulan Azospirillum sp. dan perbedaan itu bervariasi akibat diberi masukan pupuk N berbagai dosis dan variasi itu berbeda pula antara yang ditanam di Pangalengan dengan yang di Cisarua (Tabel 7). Jumlah per petak umbi berukuran < 60 g tanaman kentang yang ditanam di Pangalengan semakin meningkat akibat pemberian porasi yang semakin meningkat dengan pola peningkatan yang bervariasi antara yang tanpa dengan yang diberi inokulan Azospirillum sp. dan kemudian di antara yang dengan pemberian pupuk N berbagai dosis sehingga dosis 172 kg ha-1 N dan 22,5 t ha-1 porasi diperoleh 34,33 butir tanpa inokulan Azospirillum sp. dan 48,67 butir dengan inokulan Azospirillum sp. Artinya, pemberian porasi sampai dosis tertinggi (22,5 t ha-1) tanpa dan dengan masukan inokulan Azospirillum sp. bersama masukan pupuk N 172 kg ha-1 sudah seimbang.
Begitu pula halnya dengan di Cisarua, tetapi
masukan pupuk N hingga 172 kg ha-1 dan porasi 22,5 t ha-1 memberikan jumlah per petak umbi berukuran < 60 g tanaman kentang yang diperoleh lebih sedikit, yaitu tanpa inokulan Azospirillum sp. 14,67 butir dan dengan inokulan Azospirillum sp. 15,33 butir. Sama halnya dengan di Pangalengan, di Cisarua pun pemberian pupuk N hingga 258 kg ha-1 menyebabkan penurunan jumlah per petak umbi berukuran < 60 g. Jumlah per petak umbi berukuran < 60 g yang lebih banyak terdapat di Pangalengan dibandingkan dengan di Cisarua diduga berkaitan dengan faktor iklim, yaitu suhu yang berbeda di kedua lokasi (Lampiran 14). Di Pangalengan pada saat inisiasi umbi sekitar umur 35 HST suhu udara minimum 12,77 0C, sedangkan di Cisarua suhu lebih tinggi, yaitu 17,87 0C. Suhu merupakan
86
Tabel 7. Jumlah per petak umbi berukuran < 60 g tanaman kentang yang diberi porasi dan inokulan Azospirillum sp. serta pupuk N, yang ditanam di Pangalengan dan Cisarua Dosis Inokulan pupuk N (kg ha-1 Azospirillum (L) ) sp. (N) (A) Pangale 0 Tanpa ngan Dengan
Dosis porasi N (t ha-1) (P)
Lokasi
86
Tanpa Dengan
172
Tanpa Dengan
258
Tanpa Dengan
Cisarua
0
Tanpa Dengan
86
Tanpa Dengan
172
Tanpa Dengan
258
Tanpa
0 7,5 15,0 22,5 -1 ------------------ butir petak ----------------26,67 d 11,00 bc 16,33 hi 17,00 f (c) (a) (b) (b) 12,33 bc 16,67 ij 20,00 g 30,00 e (d) (a) (b) (c) 11,33 bc (a) 15,33 d (a) 12,33 bc (a) 14,67 d (a) 16,67 d (a) 18,67 e (a) 5,67 a (a) 10,67 bc (a) 5,67 a (a) 11,00 bc (a) 9,67 b (a) 10,00 b (a) 8,67 b (a)
16,00 ghi (b) 18,33 jk (b) 21,33 l (b) 21,00 l (b) 19,67 kl (b) 21,33 l (b) 6,00 a (a) 10,00 bcd (a) 9,00 b (b) 13,00 ef (b) 11,00 cd (b) 14,33 fg (b) 10,67
21,00 gh 28,33 de (c) (d) 25,33 i 34,67 f (c) (d) 25,33 i (c) 26,77 i (c)
34,33 f (d) 48,67 g (d)
22,00 h (b) 26,00 i (c)
28,33 de (c) 34,67 f (d)
8,33 a (b) 10,33 bc (a)
8,33 a (b) 12,00 b (a)
9,33 ab (b) 12,33 d (b)
12,00 b (c) 14,67 c (c)
12,00 cd (b) 15,00 e (b)
14,67 c (c) 15,33 c (b)
10,67 bcd
14,67 c (c)
87
Dengan
9,33 b (a)
bc (b) 12,33 de (b)
(b) 14,33 e (c)
13,67 bc (c)
Keterangan: Berdasarkan sidik ragam LxPxAxN teruji nyata. Masing-masing angka yang ditandai dengan huruf yang sama (huruf kecil arah vertikal dan huruf kecil dalam kurung arah horizontal) tidak berbeda menurut uji BNT 0,05 faktor penting yang dapat mempengaruhi pembentukan umbi kentang. Suhu malam untuk pertumbuhan umbi lebih penting dibandingkan dengan suhu siang, jumlah umbi akan meningkat dengan menurunnya suhu malam. Pembentukan umbi kentang memerlukan suhu udara dan suhu tanah yang rendah, yaitu suhu udara siang hari antara 10 sampai 20 0C, sedangkan suhu tanah 21 0C pada malam hari dan 24 0C pada siang hari (Wattimena, 1991). Menurut Marinus dan Bodlaender (1975), varietas yang diuji tidak menghasilkan umbi pada suhu udara siang 30 0C (diasumsikan suhu kritis siang)
dan suhu udara malam 20 0C
(diasumsikan suhu kritis malam). Pembentukan umbi kentang ada hubungannya dengan saat inisiasi umbi (pembentukan stolon). Menurut Moorby (1978), pembentukan stolon belum pasti akan berubah menjadi umbi karena bisa berubah tumbuh ke atas menjadi batang. Hal itu dapat terjadi karena adanya gangguan suhu.
Umbi yang terbentuk
didukung oleh suhu rendah dan tersedianya air dan unsur hara yang cukup yang
88
menyebabkan meningkatnya jumlah umbi. Sejalan dengan yang dikemukakan Epstein (1971), suhu tanah yang rendah akan meningkatkan inisiasi umbi. Ditambahkan oleh Asandhi dan Gunadi pertumbuhan
tanaman
di
bawah
(1989) bahwa dengan suhu rendah
permukaan
tanah
cepat
berlangsung
dibandingkan dengan bagian di atas tanah. Menurut Bodlaender (1983), pembentukan umbi memerlukan suhu udara rendah, yaitu sekitar 12 sampai 18 0C. Jumlah per petak umbi berukuran < 60 g yang lebih banyak sejalan dengan lebih tingginya dosis porasi yang diberikan sampai 22,5 t ha-1 dengan pemberian inokulan Azosprillum sp. bersama pemberian pupuk N yang lebih tinggi sampai 172 kg ha-1 dibandingkan dengan tanpa pemberian porasi dan tanpa masukan inokulan Azospirillum sp. serta tanpa pemberian pupuk N. Hal itu berkaitan dengan nilai ILD , LAB , LTT , LTU serta konsentrasi N, P, dan K tanaman yang diberi porasi dan pupuk N yang semakin meningkat bersama dengan pemberian inokulan Azospirillum sp. menyebabkan pertumbuhan tanaman kentang lebih baik sehingga menghasilkan jumlah per petak umbi berukuran < 60 g lebih banyak. Porasi yang berasal dari bahan organik yang difermentasi oleh mikroorganisme yang menguntungkan, yaitu Lactobacillus sp., bakteri pelarut fosfat, yeast (ragi), dan Azospirillum sp., yang mampu memfermentasi bahan oragnik dalam waktu cepat dan menghasilkan senyawa organik (protein, gula, asam laktat, asam amino, alkohol, dan vitamin) yang mudah tersedia bagi tanaman. Dengan demikian, porasi dapat menyuburkan tanah dan meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman. Selain itu, porasi sebagai pupuk organik dapat
89
memperbaiki struktur tanah, infiltrasi, dan daya pegang air sehingga menciptakan lingkungan
yang
baik
untuk
perkembangan
perakaran
tanaman
dan
mikroorganisme seperti mikroorganisme pelarut fosfat dan Azospirillum sp. Hal itu dapat dilihat pada konsentrasi N, P, dan K tanaman yang semakin tinggi dengan semakin tingginya dosis porasi. Dengan terpenuhinya kebutuhan tanaman akan N, P, dan K, proses fotosintesis akan berjalan dengan baik sehingga fotosintat yang dihasilkan akan semakin meningkat. Fotosintat tersebut sebagian besar ditranslokasikan ke bagian reproduktif tanaman untuk proses pembentukan umbi sehingga jumlah per petak umbi berukuran < 60 g dapat meningkat. Terjadinya peningkatan jumlah per petak umbi berukuran < 60 g tersebut distimulasi oleh pemberian inokulan Azospirillum sp. sebagaimana terlihat pada jumlah per petak umbi berukuran < 60 g yang lebih banyak dibandingkan dengan yang tanpa pemberian inokulan Azospirillum sp.
Tanaman yang berasosiasi
dengan Azospirillum sp. akan memperoleh banyak keuntungan, salah satunya adalah suplai amonium (NH3) dalam jumlah yang tidak berlebihan atau sesuai dengan kebutuhan secara terus menerus sehingga kemungkinan efek negatif pemberian pupuk buatan takaran tinggi atau defisiensi akibat rendahnya takaran atau pelindian dapat dihindarkan. Dengan demikian, kebutuhan N tanaman akan terpenuhi.
Menurut Sarig dkk. (1988), inokulasi Azospirillum sp. dapat
meningkatkan kadar N dan P daun yang juga terlihat pada tingginya konsentrasi N dan P tanaman. Adanya Azospirillum sp. pada akar tanaman dapat pula meningkatkan luas permukaan akar karena meningkatnya jumlah akar rambut yang disebabkan oleh adanya hormon tumbuh. Hal itu diperjelas oleh Gunarto
90
dkk. (2001) bahwa Azospirillum sp. memiliki kemampuan memproduksi zat pengatur tumbuh seperti asam indol asetat (IAA) yang berguna untuk merangsang pertumbuhan akar sehingga pada gilirannya meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman. Produksi IAA yang tinggi ditunjukkan dengan kemampuan bakteri itu merangsang pertumbuhan akar lateral. Berkembangnya perakaran tanaman akan meningkatkan potensi penyerapan mineral dan air dari dalam tanah. Jumlah per petak umbi berukuran < 60 g terlihat semakin meningkat dengan masukan pupuk N yang semakin meningkat. N merupakan salah satu unsur hara makro yang sangat penting dalam kaitannya dengan pemeliharaan dan peningkatan kesuburan tanah. Fotosintesis menghasilkan karbohidrat dari CO2 dan H2O, namun proses tersebut tidak dapat berlangsung untuk menghasilkan protein, asam nukleat, dan sebagainya jika N tidak tersedia. Menurut Dubetz dan Bole (1975), di antara berbagai unsur hara, N yang paling banyak diperlukan karena memacu perpanjangan sel dan pertumbuhan vegetatif, memperbesar jumlah umbi, mengundurkan saat inisiasi, serta meningkatkan hasil dan kandungan protein umbi. 4.4.2. Jumlah per Petak Umbi Kentang yang Berukuran 60 Sampai 80 g Sebagaimana jumlah per petak umbi kentang berukuran < 60 g, jumlah per petak umbi kentang berukuran 60 sampai 80 g dipengaruhi secara interaktif oleh masukan porasi bervariasi dosis tanpa atau dengan masukan inokulan Azospirillum sp. bersama masukan pupuk N berbagai dosis dan perbedaan lokasi (Pangalengan dan Cisarua) (berdasarkan homogenitas varians galat sidik ragam data masing-masing lokasi, Lampiran 16, dan berdasarkan sidik ragam tergabung,
91
Lampiran 18). Secara umum terlihat pada Tabel 8 jumlah umbi per petak yang berukuran 60 sampai 80 g di Pangalengan semakin meningkat akibat peningkatan setiap taraf dosis porasi dan peningkatan itu bervariasi antara yang tanpa dengan yang diberi masukan inokulan Azospirillum sp. dan variasi itu berbeda akibat pemberian pupuk N berbagai dosis. Jumlah per petak umbi berukuran 60 sampai 80 g pada tanaman yang ditanam di Pangalengan akibat masukan porasi 22,5 t ha1
jauh lebih banyak dengan masukan inokulan Azospirillum sp. dan pemberian
pupuk 172 kg ha-1 N (tanpa pemberian inokulan Azospirillum sp. 29,67 dan dengan pemberian inokulan Azospirillum sp. 35,33 butir). Masukan porasi 22,5 t Tabel 8. Jumlah per petak umbi berukuran 60 sampai 80 g tanaman kentang yang diberi porasi dan inokulan Azospirillum sp. serta pupuk N, yang ditanam di Pangalengan dan Cisarua Lokasi (L) Pangale ngan
Dosis Inokulan pupuk N (kg ha-1 Azospirillum ) sp. (N) (A) 0 Tanpa Dengan 86
Tanpa Dengan
172
Tanpa Dengan
258
Tanpa Dengan
Dosis porasi N (t ha-1) (P) 0 7,5 15,0 22,5 -1 ------------------ butir petak ----------------9,00 a 12,33 ab 18,00 b 6,67 a (a) (c) (b) (a) 9,33 bc 11,00 ab 15,00 cd 19,00 b (a) (c) (b) (a) 9,00 ab 13,00 bcd 18,33 ef 22,00 cde (b) (c) (d) (a) 11,33 cdef 15,33 de 20,00 fgh 25,33 ef (a) (b) (c) (d) 10,00 bcd 13,33 cd 21,00 gh (a) (b) (c) 12,00 def 16,33 e 22,33 h (a) (b) (c) 11,33 14,00 de cdef (b) (a) 16,33 e 10,00 bcd (b)
29,67 h (d) 35,33 i (d)
17,00 de 22,00 cde (c) (d) 18,33 ef 24,33 def (c) (d)
92
(a)
Cisarua
0
Tanpa Dengan
86
Tanpa Dengan
172
Tanpa Dengan
258
Tanpa Dengan
9,33 a 8,33 ab (a) (a) 10,33 bcd 10,33 a (a) (a)
11,67 a (a) 12,67 abc (a)
13,00 a (b) 13,67 a (b)
10,67 bcd 13,00 bcd 12,67 abc (a) (a) (a) 11,00 cde 13,33 cd 14,00 abc (a) (a) (a)
14,33 a (a) 18,67 b (b)
12,00 def 14,33 de 18,00 ef 20,00 bc (b) (a) (a) (c) 13,33 f 15,00 de 20,00 fgh 25,67 fg (b) (c) (a) (a) 11,33 cdef 13,67 d (a) (a) 13,00 ef 15,00 de (a) (a)
14,33 bc 23,67 def (a) (b) 19,67 fg 28,00 gh (b) (c)
Keterangan: Berdasarkan sidik ragam LxPxAxN teruji nyata. Masingmasing angka yang ditandai dengan huruf yang sama (huruf kecil arah vertikal dan huruf kecil dalam kurung arah horizontal) tidak berbeda menurut uji BNT 0,05 ha-1 dengan pemberian inokulan Azospirillum sp. dan pupuk 172 kg ha-1 N di Pangalengan telah mencapai dosis maksimum untuk mempengaruhi jumlah umbi per petak berukuran 60 sampai 80 g. Peningkatan pemberian pupuk N justru akan menurunkan jumlah per petak umbi berukuran 60 sampai 80 g. Hal itu berarti
93
bahwa dengan variasi tersebut tanaman telah menghasilkan peningkatan maksimal jumlah per petak umbi kentang berukuran < 60 g.
Di Cisarua
peningkatan jumlah per petak umbi kentang berukuran 60 sampai 80 g juga terlihat semakin
meningkat dengan masukan
porasi
yang
semakin
meningkat, namun baru terlihat ada perbedaan dengan pemberian porasi antara 7,5 dan 15 dengan 22,5 t ha-1 tanpa atau dengan pemberian inokulan Azospirillum sp. bersama pupuk N berbagai dosis walaupun ada perbedaan di antaranya. Artinya masih terjadi peningkatan jumlah per petak umbi kentang berukuran 60 sampai 80 g dengan peningkatan pemberian pupuk N sampai dosis 258 kg ha-1 (masing-masing 23,67 dan 28,00 butir).
Terjadinya
perbedaan respons itu
disebabkan oleh perbedaan kondisi tanah sebelum percobaan di kedua lokasi. Hal itu ada hubungan dengan nilai ILD , LAB , LTT , LTU , dan konsentrasi hara N, P, dan K tanaman yang semakin meningkat yang akan meningkatkan jumlah per petak umbi kentang berukuran 60 sampai 80 g pula. Jumlah umbi per petak berukuran 60 sampai 80 g justru lebih banyak terdapat di Pangalengan dibandingkan dengan di Cisarua. Perbedaan itu diduga ada hubungannya dengan saat inisiasi umbi karena saat inisiasi umbi menentukan produksi umbi. Inisiasi umbi terjadi saat tanaman umur 35 HST. Pada saat itu suhu udara dan suhu tanah rendah di sekitar perakaran tanaman serta perbedaan suhu minimum malam hari dan maksimum siang hari begitu jelas sehingga jumlah per petak umbi berukuran 60 sampai 80 g yang lebih banyak. Keadaan
sebaliknya terjadi di Cisarua
(Lampiran 15). Sejalan dengan pendapat Slater (1988), suhu rendah pada malam hari diperlukan dalam proses translokasi karbohidrat dari atas ke bawah. Suhu
94
optimum malam hari untuk pembentukan umbi berkisar antara 12 sampai 17 0C dan umbi tidak akan terbentuk pada suhu 35 0C karena suhu tinggi menyebabkan kecepatan tumbuh lebih tinggi.
Dengan demikian, fotosintat lebih banyak
digunakan untuk pertumbuhan tanaman daripada ditranslokasikan ke stolon untuk membentuk umbi.
Menurut Borah dan Milthorpe (1983), suhu tinggi
menghambat pembentukan umbi karena sebagian besar asimilat digunakan untuk batang, akar, dan perpanjangan stolon, sedangkan sebagian kecil digunakan untuk pembentukan umbi. 4.4.3. Jumlah per Petak Umbi Kentang Berukuran > 80 g Jumlah per petak umbi kentang berukuran > 80 g secara interaktif dipengaruhi oleh salah satu faktor masukan porasi bervariasi dosis atau masukan Azospirillum sp. dengan pupuk N berbagai dosis yang bergantung pada perbedaan lokasi (Pangalengan dan Cisarua), tetapi tidak oleh keempat faktor itu (berdasarkan homogenitas varians galat sidik ragam data masing-masing lokasi, Lampiran 16, dan berdasarkan sidik ragam tergabung, Lampiran 18). Pada Tabel 9 dapat dilihat bahwa perbedaan jumlah per petak umbi berukuran > 80 g pada tanaman yang diberi porasi berbeda dosis bervariasi akibat pemberian pupuk N bervariasi dosis dan variasi itu tak bergantung pada pemberian atau tanpa pemberian inokulan Azospirillum sp., tetapi bergantung Tabel 9. Jumlah per petak umbi berukuran > 80 g tanaman kentang yang diberi porasi dan inokulan Azospirillum sp. serta pupuk N, yang ditanam di Pangalengan dan Cisarua Lokas i
Dosis pupuk N (kg ha-1 )
Inokulan Azospirillum sp.
Dosis porasi N (t ha-1) (P) 0
7,5
15,0
22,5
95
(L) Pangal e ngan
) (N) 0
sp. (A) Tanpa Dengan
86
Tanpa Dengan
172
Tanpa Dengan
258
Tanpa Dengan
Cisaru a
0
Tanpa Dengan
86
Tanpa Dengan
172
Tanpa Dengan
258
Tanpa Dengan
------------------ butir petak-1 ----------------2,67 a 3,33 a 4,00 a 7,00 a (a) (b) (c) (d) 3,67 b 4,00 b 5,00 b 8,33 b (a) (a) (a) (b) 5,00 c (a) 4,00 b (a)
6,00 c (b) 7,33 e (c)
7,00 d (c) 6,00 c (b)
7,33 a (c) 8,00 b (d)
6,33 d (a) 6,33 d (a)
6,67 d (a) 7,33 e (b)
6,67 d (b) 7,67 e (c)
8,00 b (b) 9,00 c (d)
6,67 d (a) 6,67 d (a)
7,33 e (b) 8,00 f (b)
7,67 e (c) 8,33 f (b)
8,00 b (d) 8,33 b (b)
8,00 e (a) 9,33 f (a)
10,33 g (b) 11,33 h (b)
11,67 g (c) 12,33 h (c)
13,67 e (d) 12,67 d (d)
10,67 g (a) 12,00 h (a)
12,33 i (b) 13,33 j (b)
13,33 i (c) 14,67 j (c)
16,67 g (d) 18,33 h (d)
13,00 i (a) 13,67 j (a)
14,33 k (b) 15,00 l (c)
16,00 k (c) 17,33 l (d)
16,33 g (c) 14,67 f (b)
14,67 k (a) 16,00 l (a)
17,67 m (b) 19,33 n (b)
19,33 m (c) 21,67 n (c)
18,00 h (b) 20,33 i (c)
Keterangan: Berdasarkan sidik ragam LxPxN dan LxAxN teruji nyata, sedangkan LxPxAxN tidak teruji nyata. Masing-masing angka yang ditandai dengan huruf yang sama (huruf kecil arah vertikal dan huruf kecil dalam kurung arah horizontal) tidak berbeda menurut uji BNT 0,05
96
pada perbedaan lokasi dan di pihak lain, perbedaan antara jumlah umbi itu pada tanaman yang diberi dengan tanaman yang tidak diberi Azospirillum sp. juga bervariasi akibat pemberian pupuk N berbeda dosis dan variasi perbedaan itu tak bergantung pada pemberian porasi bervariasi dosis, tetapi juga bergantung pada perbedaan lokasi. Walaupun demikian, jumlah per petak umbi berukuran > 80 g tidak ditentukan sekaligus oleh keempat faktor. Jumlah per petak umbi berukuran > 80 g yang ditanam di Pangalengan lebih banyak terdapat akibat masukan porasi 22,5 t ha-1 dengan masukan pupuk N 172 kg ha-1, baik tanpa diberi inokulan Azospirillum sp. maupun dengan diberi inokulan Azospirillum sp., sedangkan di Cisarua jumlah per petak umbi berukuran > 80 g lebih banyak terdapat akibat masukan porasi 15 t ha-1 dengan masukan pupuk N 258 kg ha-1, baik tanpa diberi inokulan Azospirillum sp. maupun dengan diberi inokulan Azospirillum sp. Jumlah per petak umbi yang berukuran > 80 g itu di Pangalengan secara umum lebih sedikit dibandingkan dengan di Cisarua. Hal itu diduga disebabkan oleh banyaknya jumlah umbi yang berukuran lebih kecil (< 60 g dan 60 sampai 80 g) yang terbentuk di Pangalengan sehingga menurunkan pembentukan jumlah umbi yang berukuran besar (> 80 g). mencapai
maksimal
Dengan kemampuan tanaman yang sudah
membentuk umbi
yang berukuran
lebih
kecil,
pembentukan umbi yang berukuran besarnya akan berkurang sebagaimana terlihat dari rendahnya jumlah per petak umbi yang berukuran > 80 g di Pangalengan. Meningkatnya jumlah per petak umbi yang berukuran > 80 g itu terjadi karena
porasi
merupakan
bahan
organik
yang
difermentasi
dengan
97
mikroorganisme yang menguntungkan, yaitu M-Bio. Dalam M-Bio terdapat berbagai macam kultur campuran mikroorganisme, di antaranya Lactobacillus, Azospirillum sp., dan bakteri pelarut fosfat.
Porasi itu dapat meningkatkan
substrat sebagai sumber energi untuk pertumbuhan mikroorganisme tersebut. Selain itu, dekomposisi bahan organik sangat ditentukan oleh konsentrasi N tanah, terutama N-NH4+, yang berfungsi sebagai substrat mikroorganisme. Ketersediaan N tanah, baik N organik maupun N anorganik, mempunyai arti penting bagi kelangsungan hidup mikroorganisme.
Dengan tersedianya substrat sebagai
sumber energi untuk pertumbuhan mikroorganisme dalam tanah, baik dari porasi maupun dari pemberian inokulan Azospirillum sp., jumlah populasi Azospirillum sp. di dalam tanah akan meningkat lagi. Aktivitas fiksasi N2 semakin meningkat dan dengan demikian, ketersediaan N pada rizosfer akan meningkat. Di samping itu, porasi juga dapat memperbaiki sifat fisika tanah sehingga pemberian porasi akan menciptakan lingkungan tumbuh yang lebih baik bagi perakaran tanaman. Dengan demikian,
akar tanaman
dapat menyerap unsur hara lebih banyak
sehingga jumlah umbi berukuran > 80 g dapat meningkat. Tersedianya N dari hasil dekomposisi bahan organik, dalam hal ini porasi, oleh mikroorganisme dan masukan pupuk N yang bervariasi serta pemberian inokulan Azospiriillum sp. menyebabkan meningkatnya konsentrasi N tanaman. Dengan meningkatnya konsentrasi N tanaman, fotosintat yang dihasilkan semakin besar.
Fungsi N sangat penting dalam berbagai proses biosintesis tanaman.
Kurangnya unsur hara N dapat mempengaruhi fotosintesis karena inokulan Azospiriillum sp. menyebabkan meningkatnya konsentrasi N tanaman. Dengan
98
meningkatnya konsentrasi N tanaman, fotosintat yang dihasilkan semakin besar. Kurangnya unsur hara N dapat mempengaruhi fotosintesis dengan berkurangnya aparat fotosintesis karena N merupakan penyusun asam amino, amida, protein, dan nukleotida protein. Hal itu sejalan dengan yang dikemukakan Marschner (1995) bahwa sintesis N-protein yang meningkat dapat memacu pertumbuhan dan hasil tanaman. 4.4.4. Jumlah per Petak Umbi Kentang Total Jumlah per petak umbi total tanaman kentang yang ditanam di Pangalengan tidak dipengaruhi secara interaktif oleh masukan porasi berbagai dosis, pupuk N berbagai dosis, dan tanpa atau dengan masukan inokulan Azospirillum sp. walaupun dipengaruhi secara interaktif oleh dua-dua faktor di antara ketiga faktor, sedangkan yang ditanam di Cisarua dipengaruhi secara interaktif oleh ketiga faktor itu (berdasarkan homogenitas varians galat sidik ragam data masing-masing lokasi, Lampiran 16, dan berdasarkan sidik ragam tak tergabung, Lampiran 17). Pemberian porasi yang semakin meningkat dosisnya dan di pihak lain pemberian Azospirillum sp., jika
diberi masukan pupuk N yang semakin
meningkat, meningkatkan jumlah per petak umbi total, tetapi pada kondisi pertama tidak bergantung pada masukan inokulan Azospirillum sp., sedangkan pada kondisi kedua tidak bergantung pada pemberian porasi (Tabel 10). Diduga M-Bio yang ditambahkan ke dalam pupuk organik telah berkembang dengan baik sehingga dengan pemberian inokulan Azospirillum sp. tidak muncul perbedaan
99
pengaruhnya. Tingginya jumlah umbi berhubungan dengan nilai ILD , LAB , LTT , LTU , dan konsentrasi hara N, P, dan K tanaman kentang karena
Tabel 10. Jumlah per petak umbi kentang total yang diberi porasi dan inokulan Azospirillum sp. serta pupuk N, yang ditanam di Pangalengan Dosis Porasi Inokulan (t ha-1) Azospirillum sp. (P) (A) 0
Tanpa Dengan
7,5
Tanpa Dengan
15,0
Tanpa Dengan
22,5
Tanpa Dengan
Dosis pupuk N (kg ha-1) (N) 0 86 172 258 -1 --------------- butira petak ----------------45,67 a 46,33 a 51,33 a 52,33 a (a) (a) (b) (c) 47,67 c 48,33 b 52,67 b 52,67 a (a) (a) (b) (b) 46,67 b (a) 49,67 d (a)
50,67 c (b) 52,67 d (b)
52,00 ab (c) 53,33 b (b)
53,00 a (d) 54,67 b (c)
51,33 e (a) 51,67 e (a)
52,00 e (a) 54,33 f (b)
53,33 b (b) 54,33 c (b)
55,33 c (c) 56,67 d (c)
55,33 f (a) 56,33 g (a)
57,00 g (b) 58,00 h (b)
62,67 d (d) 68,33 e (d)
61,67 e (c) 64,33 f (c)
Keterangan: Berdasarkan sidik ragam, PxN, PxA dan AxN teruji nyata, sedangkan PxAxN tidak teruji nyata. Masing-masing angka yang ditandai dengan huruf yang sama (huruf kecil arah vertikal dan huruf kecil dalam kurung arah horizontal) tidak berbeda menurut uji BNT 0,05. pemberian porasi dan pupuk N yang semakin meningkat menyebabkan peningkatan nilai ILD , LAB , LTT , LTU . Hal itu menunjukkan bahwa partisi fotosintat ke wadah lebih besar sehingga menghasilkan jumlah umbi yang lebih banyak. Tanpa masukan porasi dan tanpa masukan pupuk N terlihat rendah,
100
kemudian terus meningkat sejalan dengan meningkatnya dosis porasi dan dosis pupuk N yang diberikan. Efek pemberian porasi dan pupuk N yang bersifat interaktif dapat dijelaskan sebagai berikut. Dekomposisi bahan organik sangat ditentukan oleh konsentrasi N tanah, terutama N-NH4+ yang berfungsi sebagai substrat mikroorganisme tanah. Ketersediaan N tanah, baik organik maupun anorganik, mempunyai arti penting bagi kelangsungan hidup mikroorganisme sebagai perombak dalam tanah.
Menurut
Hossain dkk. (1995), pemupukan akan
meningkatkan laju mineralisasi N dibandingkan dengan tanpa pupuk, laju mineralisasi bahan organik, penambahan pupuk meningkatkan mineralisasi N dibandingkan dengan tanpa pupuk, laju mineralisasi bersih 100 % dengan pemberian pupuk N, dan meningkat 51 % dengan pemberian pupuk N dan P. Pemberian porasi dapat meningkatkan jumlah per petak umbi total
karena
menurut Wididana (1997), bahan organik yang ditambahkan melalui dekomposisi oleh mikroorganisme dan mineral atau nutrien yang dilepaskan akan tersedia dan dimanfaatkan oleh tanaman. Walaupun tak dapat diuji secara statistik, jumlah umbi total tanaman kentang yang ditanam di Pangalengan lebih banyak dibandingkan dengan jumlah umbi total yang ditanam di Cisarua. Dengan pembandingan lokasi, hal itu tak dapat dijelaskan melalui perbedaan karakteristik lokasi. Walaupun demikian, hal itu dapat dijelaskan melalui aspek lain. Lebih banyaknya jumlah umbi total di Pangalengan itu ada hubungan dengan jumlah per petak umbi yang berukuran < 60 g dan 60 sampai 80 g yang juga lebih banyak di Pangalengan sehingga akan
101
mempengaruhi jumlah umbi total karena tingginya kandungan hara tanaman yang ditanam di
Pangalengan
sehingga fotosintesis berjalan dengan baik yang
disalurkan dari tempat sintesis (daun) ke bagian pemanfaatan (umbi) sebagaimana terlihat pada LTU yang semakin tinggi dengan semakin tingginya masukan porasi dan pupuk N. Menurut Moorby dan Milthorpe (1975), kenaikan jumlah umbi disebabkan oleh terjadinya peningkatan jumlah stolon dan menurunkan jumlah stolon yang tidak terisi karena tersedianya unsur hara tanaman sehingga meningkatkan proses fotosintesis.
Pemberian pupuk N dapat meningkatkan
jumlah stolon. Yoshida dan Coronel (1976) menambahkan bahwa kondisi N yang tepat akan menurunkan resistensi terhadap stomata sehingga difusi CO2 meningkat dan dengan demikian jumlah umbi bertambah. Jumlah umbi total tertinggi di Pangalengan diperoleh akibat masukan porasi 22,5 t ha-1 dengan masukan pupuk 172 kg ha-1 N dan dengan masukan inokulan Azospirillum sp. (68,33 butir). Jumlah per petak umbi total tanaman kentang yang ditanam di Cisarua bervariasi akibat pemberian pupuk N bervariasi dosis dan variasi jumlah umbi total itu berbeda antara yang tanpa dengan yang diberi masukan inokulan
Azospirillum sp. serta bagaimana perbedaan variasi jumlah umbi itu bergantung pada pupuk N bervariasi dosis (Lampiran 17). Dari Tabel 11 terlihat jumlah per petak umbi total tanaman kentang di Cisarua lebih banyak dicapai pada pemberian pupuk 172 kg ha-1 N dengan masukan porasi 22,5 t ha-1 dan dengan masukan inokulan Azospirillum sp. (tanpa dan dengan masukan inokulan Azospirillum sp. masing-masing 48,33 dan 52,00 butir).
102
Sebagaimana telah dinyatakan di muka, walaupun tak dapat diuji secara statistik, secara umum jumlah umbi tanaman kentang yang ditanam di Tabel 11. Jumlah per petak umbi total tanaman kentang yang diberi porasi dan inokulan Azospirillum sp. serta pupuk N, yang ditanam di Cisarua Dosis Porasi Inokulan (t ha-1) Azospirillum sp. (P) (A) 0
Tanpa Dengan
7,5
Tanpa Dengan
15,0
Tanpa Dengan
22,5
Tanpa Dengan
Dosis pupuk N (kg ha-1) (N) 0 86 172 258 ---------------- butir petak-1 -----------------22,00 a (a) 28,33 b (a)
26,67 a (b) 39,67 d (bc)
33,33 a (c) 38,33 c (b)
38,00 a (d) 40,67 b (c)
29,67 c (a) 34,33 d (a)
35,33 b (b) 38,67 c (b)
35,67 b (b) 39,00 c (b)
40,00 b (c) 42,67 c (c)
35,53 d (a) 43,00 f (a)
38,00 c (b) 46,67 f (c)
44,67 d (d) 51,33 f (d)
41,00 b (c) 44,67 d (b)
41,33 e (a) 44,33 f (a)
43,33 e (a) 46,33 f (b)
48,33 e (b) 52,00 f (c)
42,67 c (a) 51,67 e (c)
Keterangan: Berdasarkan sidik ragam, PxAxN teruji nyata. Masing-masing angka yang ditandai dengan huruf yang sama (huruf kecil arah vertikal dan huruf kecil dalam kurung arah horizontal) tidak berbeda menurut uji BNT 0,05. Pangalengan lebih banyak dibandingkan dengan jumlah umbi di Cisarua. Tanaman kentang yang ditanam di Cisarua menghasilkan umbi dalam jumlah yang sedikit, namum bobotnya lebih berat karena ukuran umbi yang lebih besar. Hal itu terlihat pada jumlah per petak umbi berukuran > 80 g yang lebih banyak
103
di Cisarua. Sejalan dengan yang dikemukakan oleh Sutater (1986), jumlah umbi berukuran kecil yang banyak akan mengurangi proporsi umbi berukuran besar. Ditambahkan
oleh
Bremer
dan Thaha
(1976)
bahwa
ukuran
umbi
berhubungan dengan besarnya kekuatan wadah. Semakin banyak umbi berukuran kecil dan sedang, asimilat lebih banyak dipartisi ke umbi berukuran kecil dan sedang.
Keadaan itu asimilat ke umbi berukuran besar dikurangi selama fase
pertumbuhan umbi yang cepat. dipartisi ke umbi berukuran kecil dan sedang. akibatnya mengurangi asimilat ke umbi yang berukuran besar selama fase pertumbuhan umbi yang cepat.
4.5. Hasil Umbi Kentang Hasil suatu tanaman budidaya sangat ditentukan oleh proses pertumbuhan. Pertumbuhan dicerminkan oleh ILD , LAB , LTT , LTU , dan komponen hasil seperti jumlah umbi kentang per petak berukuran < 60 g, 60 sampai 80 g, dan > 80 g, serta jumlah umbi kentang per petak total. Oleh karena itu, dengan proses pertumbuhan yang baik akibat masukan optimal dan sesuainya komponen hasil seperti yang diharapkan, dapat dicapai hasil yang tinggi. Selain itu, interaksi antara tanaman dengan lingkungan (curah hujan, suhu udara, kelembaban udara, dan cahaya matahari) juga sangat menentukan hasil tanaman. Sebagai hasil tanaman kentang yang ditanam di Pangalengan dan di Cisarua yang diberi masukan porasi berbagai dosis, tanpa atau dengan masukan inokulan Azospirillum sp., bobot umbi kentang per petak bervariasi yang bergantung pada variasi dosis pupuk N (Lampiran 19).
104
Untuk menduga hasil tanaman kentang tertinggi di Pangalengan dan di Cisarua berdasarkan bobot umbi kentang per petak, digunakan teknik permukaan respons terhadap masukan porasi dan masukan pupuk N, tanpa dan dengan pemberian inokulan Azospirillum sp. Permukaan respons bobot umbi kentang per petak di Pangalengan terhadap masukan porasi bervarisi dosis (P) dan masukan pupuk N (N), tanpa dan dengan masukan inokulan Azospirillum sp. (A), (Y1A0 dan Y1A1) dan permukaan respons bobot umbi kentang per petak di Cisarua terhadap masukan porasi bervarisi dosis dan masukan pupuk N, tanpa atau dengan masukan inokulan Azospirillum sp., (Y2A0 dan Y2A1) adalah sebagai berikut: Y1A0 = 1347,67 + 167,7638 P + 29,6944 N – 10,5661 P2 – 0,0877 N2 + 0,6795 PN (R2 = 0,6353*) Y1A1 = 120,4373 + 135,2865 P + 23,7635 N – 8,6550 P2 – 0,0966 N2 + 0,7875 PN (R2 = 0,5780*) Y2A0 = 1909,5633+288,3424 P + 35,1867 N – 8,2899 P2 – 0,1141 N2 + 0,0407 PN (R2 = 0,5977*) Y2A1 = 2545,8662+297,7512 P + 24,1759 N – 7,7908 P2 – 0,0910 N2 + 0,0313 PN (R2 = 0,7969*) Persamaan-persamaan di atas memberikan nilai duga bobot umbi kentang per petak tertinggi masing-masing di Pangalengan dan Cisarua.
Bobot umbi
kentang maksimum di Pangalengan 6,028 kg per petak atau 25,117 t ha-1 dicapai pada dosis optimum porasi 15,287 t ha-1 dan pupuk 228,519 kg ha-1 N tanpa inokulan Azospirillum sp., sedangkan dengan inokulan Azospirillum sp. bobot maksimum umbi kentang 6,493 kg per petak atau 27, 054 t ha-1 dicapai pada dosis
105
optimum porasi 16,464 t ha-1 dan pupuk 190,110 kg ha-1 N (Gambar 19). Hal itu berarti dengan pemberian inokulan Azospirillum sp. terjadi peningkatan bobot umbi kentang per petak sebanyak 7,714 % dengan penambahan porasi sebanyak 7,149 % dan pengurangan pupuk nitorogen sebanyak 16,801 %. Bobot umbi maksimum tanaman kentang di Cisarua 7,023 kg per petak atau 29,263 t ha-1 dicapai pada dosis optimum porasi 17,020 t ha-1 dan pupuk 151,157 kg ha-1 N tanpa inokulan Azospirillum sp., sedangkan dengan inokulan Azospirillum sp. bobot umbi maksimum kentang 7,077 kg per petak atau 29,488 t ha-1 dicapai pada dosis optimum porasi 19,382 t ha-1 dan pupuk 136,163 kg ha-1 N (Gambar 20). Berarti dengan masukan inokulan Azospirillum sp. bobot umbi meningkat sebanyak 0,763 % dan penambahan porasi sebanyak 12,187 % serta pengurangan pupuk N sebanyak 9,919 %. Peningkatan bobot umbi itu ditentukan oleh porasi karena porasi merupakan bahan organik yang efektif meningkatkan hasil umbi kentang. Bahan organik porasi itu difermentasi dengan mikroorganisme efektif (M-Bio) yang salah satunya adalah bakteri Azospirillum sp. dan diduga sudah berkembang dengan baik sehingga pemberian inokulan Azospirillum sp. langsung pada tanah tampaknya cukup memberikan pengaruh yang berarti dalam meningkatkan bobot umbi kentang. Secara umum dapat dikatakan bahwa respons bobot umbi kentang per petak terhadap pemberian pupuk N dan porasi dipertinggi oleh masukan inokulan
Azospirillum sp., baik di Pangalengan maupun di Cisarua. Hal itu terjadi karena adanya perbaikan sifat fisika, kimia, dan biologi akibat pemberian porasi sehingga mendukung kehidupan dan aktivitas mikroorganisme yang ada di dalam tanah dan
106
aktivitas Azospirillum sp. yang diberikan sebagai perlakuan. Begitu juga dengan pemberian pupuk N, selain digunakan untuk kebutuhan tanaman, dekomposisi
Bobot umbi (g per petak)
107
Dosis pupuk N (kg ha-1) (X2) Dosis poras i (t h -1 a )
(X1)
Bobot umbi (g per petak)
Y=1347,67+167,7638X1+29,6944X2-10,5661X12-0,0877X22+0,6795X1X2 (R2=0,6353*) Ymaks. = 6028 g per petak; X1 opt. = 15,287 t ha ; X2 = 228,519 kg ha
Dosis pupuk N (kg ha-1) (X2) Dosis Poras i (t ha -1 ) (X1 )
Y=120,4373+135,2865X1+23,7635X2-8,6550X12-0,0966X22+0,7875X1X2 (R2=0,5780*) Ymaks. = 6493 g per petak; X1 opt. = 16,464 t ha; X2 = 190,110 kg ha
Gambar 19. Bobot umbi per petak panen tanaman kentang dengan masukan porasi dan pupuk N bervariasi dosis tanpa masukan inokulan Azospirillum sp. (atas) dan dengan masukan inokulan Azospirillum sp. (bawah) di Pangalengan
Bobot umbi (g per petak)
108
Dosis pupuk N (kg ha -1 ) (X2) D os i
s po r
as i (t
h a -1) (
X 1)
Bobot umbi (g per petak)
Y=1909,5633+288,3424X 1+35,1867X 2 -8,2899X 1 2 -0,1141X 2 + 0,0407X 1 X 2 Y maks. = 7023 g per petak; X1 opt. = 17,020 t ha; X2 opt. = 151,157 kg ha
(R 2 =0,5977*)
Dosis pupuk N (kg ha -1 ) (X2) D os i
s po r
as i (t
h a -1) (
X 1)
Y=2545,8662+297,7512X 1+24,1759X 2 -7,7908X 1 2 -0,0910X 2 2 +0,0313X 1X 2 Ymaks. = 7077 g per petak; X1 opt. = 19,382 t ha; X2 opt. = 136,163 kg ha
(R 2 =0,7969*)
Gambar 20. Kurva bobot umbi kentang bersih per petak dengan masukan porasi dan pupuk N
Gambar 20. Bobot umbi per petak panen tanaman kentang dengan masukan porasi dan pupuk N bervariasi dosis tanpa masukan inokulan Azospirillum sp. (atas) dan dengan masukan Azospirillum sp. (bawah) di Cisarua
109
bahan organik juga sanga ditentukan oleh konsentrasi N tanah, terutama N-NH4+ yang berfungsi sebagai substrat jasad renik. Selain itu, menurut Olson dan Kurz (1982), N berfungsi sebagai hara esencial bagi pertumbuhan tanaman karena merupakan: (1) komponen molekul protein, (2) komponen asam amino pembentuk protein, (3) hara esensial bagi aktivasi karbohidrat, dan (4) komponen enzim, serta (5) merangsang pertumbuhan akar dan aktivitasnya, dan (6) mendukung pengambilan unsur hara lainnya. Azospirillum sp. juga memerlukan N sebagai sumber energi untuk kehidupannya sehingga pada akhirnya dapat menghasilkan N melalui aktivitasnya dalam memfiksasi N2. Dengan demikian, ketersediaan hara N, P, dan K, baik yang berasal dari porasi, Azospirillum sp., maupun pemberian pupuk N, dapat memenuhi kebutuhan tanaman.
Sejalan
dengan yang dikemukakan oleh Bashan dan Holguin (1997), inokulasi campuran
Azospirillum sp. dengan mikroorganisme yang menguntungkan memungkinkan terjadinya keseimbangan nutrisi untuk meningkatkan kandungan hara N, P, dan hara lainnya pada tanaman. Bobot umbi kentang per petak yang diberi porasi bersama pupuk N lebih meningkat akibat pemberian inokulan Azospirillum sp. Porasi merupakan bahan organik hasil fermentasi yang bermanfaat untuk tanaman dalam menyediakan N, P, K, dan meningkatkan KTK tanah (Lampiran 10). Porasi mengandung KTK tinggi dan P sangat tinggi yang sangat mendukung peningkatan umbi tanaman. Selain itu, porasi sebagai bahan organik dapat memperbaiki sifat fisika tanah seperti agregat tanah dan meningkatkan daya sangga air dan merangsang pertumbuhan akar lebih banyak karena banyaknya ruang pori dalam tanah
110
sehingga tanah menjadi gembur dan tercipta lingkungan perakaran yang lebih baik. Perbaikan sifat fisika, kimia, dan biologi
tanah karena pemberian porasi
sangat menunjang kehidupan dan aktivitas Azospirillum sp. yang diberikan. Porasi menyediakan energi dan nutrien bagi Azospirillum sp. dan mikroorganisme tanah lainnya. Dengan demikian, mikroorganisme tersebut akan berkembang sehingga dapat melakukan fiksasi N2 yang lebih banyak. Pemberian porasi secara tidak langsung dapat meningkatkan pH tanah karena mineralisasi bahan organik menghasilkan ion seperti Ca++ sehingga pH meningkat. Peningkatan pH tanah berdampak sangat baik bagi kehidupan mikroorganisme yang berperan dalam proses dekomposisi bahan organik sehingga ketersediaan hara meningkat. Meningkatnya ketersediaan unsur hara N, P, dan K dan unsur hara lainnya menyebabkan proses fotosintesis berjalan dengan baik sehingga fotosintat yang dihasilkan dapat memenuhi kebutuhan tanaman untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang diimbangi dengan translokasi sebagian besar fotosintat ke bagian reproduktif tanaman. Dengan demikian, hasil umbi dalam timbangan berat dapat ditingkatkan. Peningkatan pemberian porasi tanpa atau dengan masukan inokulan
Azospirillum sp. bersama pupuk N sampai dosis tertentu meningkatkan bobot umbi per petak baik di Pangalengan maupun di Cisarua, kemudian terjadi penurunan bobot umbi per petak dengan pemberian dosis porasi dan pupuk N yang lebih tinggi. Hal itu terjadi karena taraf dosis porasi dan pupuk N yang sesuai dapat mensuplai unsur yang mencapai level yang cukup sehingga dengan
111
pemberian yang lebih tinggi tidak memberikan peningkatan bobot umbi kentang per petak .
4.6. Hubungan antara Komponen Hasil dengan Hasil Hubungan antara komponen hasil, yaitu jumlah per petak umbi kentang yang berukuran < 60 g (X1), 60 sampai 80 g (X2), dan > 80 g (X3), serta jumlah per petak umbi kentang total (X4), dengan hasil (Y) dinyatakan dalam regresi berganda.
Di
Pangalengan regresi itu teruji nyata (Lampiran 20), dengan
persamaan regresi sebagai berikut: Y = 9739,626 - 1714,928 X1 + 685,552 X2 + 117,769 X3 + 387,912 X4 R2 = 0,576 Komponen hasil yang paling berpengaruh terhadap hasil di Pangalengan adalah jumlah per petak umbi kentang berukuran < 60 g (X1) dan jumlah per petak umbi kentang total (X4), dengan persamaan regresi: Y = 40318,227 – 1910,061 X1 + 462,765 X4 R2 = 0,560 Hasil itu ada hubungan dengan jumlah per petak umbi kentang yang berukuran < 60 g dan jumlah per petak umbi kentang total yang lebih banyak terdapat di Pangalengan.
Jumlah umbi, yang semakin banyak walaupun
ukurannya kecil, akan berpengaruh terhadap hasil umbi kentang sebagaimana terungkap pada bobot timbangannya. Hubungan antara komponen hasil, yaitu jumlah per petak umbi kentang berukuran < 60 g (X1), 60 sampai 80 g (X2), dan > 80 g (X3), serta jumlah per
112
petak umbi kentang total (X4), dengan hasil (Y) di Cisarua teruji nyata (Lampiran 21) dengan persamaan regresi sebagai berikut: Y = 13549,061 – 45,623 X1 + 100,190 X2 + 280,107 X3 + 6,188 X4 R2 = 0,527 Komponen hasil yang paling berpengaruh terhadap hasil di Cisarua adalah jumlah per petak umbi kentang berukuran > 80 g (X3) dengan persamaan regresi: Y = 7447,138 + 232,300 X3 R2 = 0,409 Hasil itu
ada hubungan dengan jumlah per petak umbi kentang
berukuran > 80 g yang lebih banyak terdapat di Cisarua. Semakin banyak jumlah umbi kentang yang berukuran besar (> 80 g), akan semakin berat bobot umbi kentang per petak hasil. Hal itu terlihat dari lebih banyaknya hasil umbi yang di tanam di Cisarua.