PENGARUH BEBERAPA PUPUK ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN SERAPAN N SERTA P TANAMAN BIT (Beta vulgaris L.) DAN SELADA HEAD (Lactuca sativa L.) PADA Humic Dystrudept CISARUA
RIKA MAHASARI A24101076
PROGRAM STUDI ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN RIKA MAHASARI. Pengaruh Beberapa Pupuk Organik Terhadap Pertumbuhan dan Serapan N dan P Tanaman Bit (Beta vulgaris L.) dan Selada Head (Lactuca sativa L.) pada Humic Dystrudept. Dibimbing oleh LILIK TRI INDRIYATI dan WIWIK HARTATIK. Pertanian modern lebih menekankan pada penggunaan pupuk anorganik dan pestisida kimia. Penggunaan pupuk anorganik secara berlebihan dan terusmenerus dapat menurunkan kesuburan tanah. Pertanian organik merupakan salah satu solusi dalam memperbaiki kualitas lahan yang telah menurun. Penambahan bahan organik dapat memperbaiki struktur tanah, menyediakan unsur hara bagi tanaman serta meningkatkan aktivitas mikroorganisme. Disamping itu, pertanian organik memiliki prospek untuk dikembangkan karena permintaan pasar terhadap produk organik kian meningkat. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pemberian beberapa pupuk organik terhadap kandungan N dan P dalam tanah, serapannya oleh tanaman serta produksi tanaman bit dan selada head pada budidaya tumpangsari. Penelitian dilaksanakan di Permata Hati Farm, Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor. Metode penelitian di lapang menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan enam perlakuan dan tiga ulangan, yaitu kompos kotoran kambing + abu sekam (K), kompos kotoran ayam + abu sekam (A), kompos kotoran kambing + abu sekam + pestisida hayati (KP), kompos kotoran ayam + abu sekam + pestisida hayati (AP), kompos kotoran kambing + abu sekam + pestisida hayati + kompos Tithonia diversifolia (KPT), dan kompos kotoran ayam + abu sekam + pestisida hayati + kompos Tithonia diversifolia (APT). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian perlakuan pupuk organik berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman selada head pada umur 42 HST, produksi tanaman selada head, kandungan N-total dan P-tersedia dalam tanah, serapan N dan P tanaman selada head, serapan P tanaman bit. Pemberian pupuk organik tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman selada head pada umur 14 dan 28 HST, tinggi tanaman bit pada 14, 28 dan 42 HST, produksi tanaman bit dan tidak berpengaruh nyata terhadap serapan N tanaman bit. Secara umum, perlakuan kompos kotoran ayam baik secara tunggal maupun yang dikombinasikan memberikan hasil yang lebih baik jika dibandingkan dengan perlakuan kompos kotoran kambing.
SUMMARY RIKA MAHASARI. The Effect of Organic Fertilizer Toward the Growth also N and P Absorption of Beet Plant (Beta vulgaris L.) and Lettuce Head (Lactuca sativa L.) in Humic Dystrudept Cisarua (Under Supervision of LILIK TRI INDRIYATI and WIWIK HARTATIK). Modern Farming give priority to use of anorganic fertilizer and chemical pesticides. The exceed of using anorganic fertilizer in continous way can reduce soil fertility. Organic farming is one solution to improve the reduction of the soil quality. The organic material addition can improve the soil structure, to provide the nutrients for the plant, also to increase microorganism’s activity. Besides, organic farming has good prospect to be developed because the demand of organic product is getting higher. This research was aimed to study the effect of some organic fertilizers toward N and P contents in soil, their absorption by crop, also the beet and lettuce head’s production in intercropping system. The research took place in Permata Hati Farm, Tugu Utara village, Cisarua subdistrict, Bogor regency (district). The research method used a group randomized design with six treatments and three replications, which were compost of goat manure + rice husk ash (K), compost of chicken manure + rice husk ash (A), compost of goat manure + rice husk ash + biopesticide (KP), compost of chicken manure + rice husk ash + biopesticide (AP), compost of goat manure + rice husk ash + biopesticide + compost of Tithonia diversifolia (KPT) and compost of chicken manure + rice husk ash + biopesticide + Tithonia diversifolia (APT). The result showed that the treatments a significantly effect to the height of lettuce head plant at 42 days after planting, the production of lettuce head plants, the total N content and available P in soil, the N and P absorption of lettuce head plants and to P absorption P of beet plants. The organic fertilizer did not gave significantly effect to the height of lettuce head plants at 14 and 28 day after planting, the height of beet plants at 14, 28 and 42 day after planting, the production of beet plants and to N absorption of the beet plants. Generally, compost of chicken manure in singular or combination treatments gave a better results than compost of goat manure.
PENGARUH BEBERAPA PUPUK ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN SERAPAN N SERTA P TANAMAN BIT (Beta vulgaris L.) DAN SELADA HEAD (Lactuca sativa L.) PADA Humic Dystrudept CISARUA
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Rika Mahasari A24101076
PROGRAM STUDI ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat TuhanYang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Beberapa Pupuk Organik Terhadap Pertumbuhan dan Serapan N serta P Tanaman Bit (Beta vulgaris L.) dan Selada head (Lactuca sativa L.) pada Humic Dystrudept Cisarua” ini dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Institut Fakultas Pertanian Bogor. Dalam penyusunan skripsi ini penulis mendapat banyak bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Dr. Ir. Lilik Tri Indriyati, M.Sc selaku pembimbing pertama dan Dr. Ir. Wiwik Hartatik, M.Si selaku pembimbing kedua yang telah sabar membimbing dan memberikan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Suwarno, M.Agr selaku pembimbing akademik yang telah membimbing dan memotivasi penulis mulai dari tingkat awal sampai akhir. 3. Dr. Ir. Arief Hartono, M.Sc selaku dosen penguji yang banyak memberikan masukan dan kritik yang membangun demi perbaikan skripsi ini. 4. Papa dan Mama tercinta. Terimakasih banyak atas bantuan baik materi, motivasi, perhatian serta kasih sayang yang tak jemu-jemu diberikan kepada penulis. Abang dan adikku yang kusayangi serta seluruh keluarga yang senantiasa memotivasi penulis. 5. Bapak Asep Miswan dan para pengawai di Permata Hati Farm. Terimakasih atas bimbingan, pengarahan dan bantuan yang diberikan kepada penulis selama di lapang. 6. Seluruh staff dan pengawai Balai Penelitian Tanah Bogor baik di Pusat maupun di Laboratorium Kimia Sindangbarang Bogor (Bu Widati, Bu Jati, Pak Dedi, Pak Iwan, Pak Narya, Pak Mangku, Bu Isni, Puji, Iin). 7. Seluruh staff dan pegawai Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah terutama Pak Koyo dan Pak Dadi. 8. Ibu Tini yang telah banyak membantu penulis dalam mencari literatur. 9. Sahabat-sahabatku Cece, Emi, Katrin, Tiur, Rutman, Foy, Tini, Ira, Ine dan elsa. Kalian adalah kekuatanku.Teman-teman seperjuanganku Cenil, Saef, Ana, Riya dan Reni. Terimakasih atas dukungan dan semangatnya. Agus, Ainun, Nita dan Yani, terimakasih atas bantuannya. De Fat, Have, Yuni dan Rin. Terimakasih atas dukungan yang kalian berikan selama ini. Tetap semangat ya De. 10. Semua pihak yang telah banyak membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan. Segala kritik dan saran sangat penulis harapkan demi perbaikan skripsi ini. Bogor,
Agustus 2008
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI...............................................................................................
i
DAFTAR TABEL ......................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................
v
I.
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1.2 Tujuan Penelitian .......................................................................... 1.4 Hipotesis .......................................................................................
1 2 2
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Inceptisol ............................................................................ 3 2.2 Pertanian Organik ......................................................................... 3 2.3 Bahan Organik .............................................................................. 4 2.4 Kompos ......................................................................................... 5 2.5 Nitrogen ........................................................................................ 6 2.6 Fosfor ............................................................................................ 7 2.7 Tithonia diversifolia ...................................................................... 7 2.8 Abu Sekam .................................................................................... 9 2.9 Karakteristik Tanaman Bit ............................................................ 9 2.10 Karakteristik Tanaman Selada ..................................................... 10 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ....................................................... 3.2 Bahan dan Alat .............................................................................. 3.3 Metode Penelitian ......................................................................... 3.3.1 Pengomposan ..................................................................... 3.3.2 Persiapan Lahan dan Pemupukan ...................................... 3.3.3 Persiapan Tanaman dan Penanaman .................................. 3.3.4 Pemberian Pestisida Hayati ................................................ 3.3.5 Pemeliharaan ...................................................................... 3.3.6 Pengamatan Pertumbuhan Tanaman dan Pengambilan Contoh Tanah ..................................................................... 3.3.7 Pemanenan ......................................................................... 3.3.8 Analisis Contoh Tanah dan Tanaman ................................ IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Kimia Tanah Awal ................................................... 4.2 Karakteristik Kimia Kompos ......................................................... 4.3 Pengaruh Pemberian Pupuk Organik terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Bit dan Selada Head........................................ 4.3.1 Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Bit........................... 4.3.2 Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Selada Head .......... 4.4 Pengaruh Pemberian Pupuk Organik terhadap Serapan Hara N dan P-total Tanaman Bit dan Selada Head .....................................
11 11 11 13 14 15 16 17 17 18 18 19 20 21 21 22 24
4.5 Pengaruh Pemberian Pupuk Organik terhadap Kandungan N-total dan P-tersedia dalam Tanah ................................................ 4.5.1 Kandungan N-total dalam Tanah ......................................... 4.5.2 Kandungan P-tersedia dalam Tanah .................................... 4.6 Pembahasan Umum ........................................................................
26 26 27 28
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ..................................................................................... 31 5.2 Saran ............................................................................................... 31
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman Teks
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Kombinasi Perlakuan dan Dosis Pupuk Organik ................................... Karakteristik Kimia Tanah Awal ........................................................... Sifat Kimia Kompos .............................................................................. Pengaruh Pemberian Pupuk Organik terhadap Tinggi dan Produksi Tanaman bit .......................................................................................... Pengaruh Pemberian Pupuk Organik terhadap Tinggi dan Produksi Tanaman Selada Head .......................................................................... Pengaruh Pemberian Pupuk Organik terhadap Serapan Hara N dan P-total Tanaman Bit dan Selada Head ................................................... Kandungan N-total dalam Tanah Akibat Pemberian Pupuk Organik .. Kandungan P-tersedia dalam Tanah Akibat Pemberian Pupuk Organik Tingkat Serangan Hama pada Tanaman Bit ...........................................
12 19 20 22 23 25 26 28 29
Lampiran Halaman 1. 2. 3. 4.
Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah Berdasarkan PPT (1983) ............. Deskripsi Profil Tanah Permata Hati Farm ............................................. Tinggi Tanaman Bit Akibat Pemberian Beberapa Pupuk Organik ......... Tinggi Tanaman Selada Head Akibat Pemberian Beberapa Pupuk Organik ................................................................................................... 5. Populasi dan Produksi Tanaman Bit Akibat Pemberian Beberapa Pupuk Organik ........................................................................................ 6. Populasi dan Produksi Tanaman Selada Head Akibat Pemberian Beberapa Pupuk Organik ....................................................................... 7. Kadar N, Bobot Kering dan Serapan N Tanaman Bit Akibat Pemberian Beberapa Pupuk Organik ....................................................................... 8. Kadar P, Bobot Kering dan Serapan P Tanaman Bit Akibat Pemberian Beberapa Pupuk Organik ........................................................................ 9. Kadar N, Bobot Kering dan Serapan N Tanaman Selada Head Akibat Pemberian Beberapa Pupuk Organik ...................................................... 10. Kadar P, Bobot Kering dan Serapan P Tanaman Selada Head Akibat Pemberian Beberapa Pupuk Organik .....................................................
37 38 39 40 41 42 43 44 45 46
11. Kandungan N-total dalam Tanah Sebelum dan Setelah Pemberian Pupuk Organik ....................................................................................... 12. Kandungan P-tersedia dalam Tanah Sebelum dan Setelah Pemberian Pupuk Organik ...................................................................................... 13. Analisis Statistik Pengaruh Pemberian Pupuk Organik terhadap Pertumbuhan Tanaman Bit ................................................................... 14. Analisis Statistik Pengaruh Pemberian Pupuk Organik terhadap Pertumbuhan Tanaman Selada Head ..................................................... 15. Analisis Statistik Pengaruh Pemberian Pupuk Organik terhadap Produksi Tanaman Bit dan Selada Head ............................................... 16. Analisis Statistik Pengaruh Pemberian Pupuk Organik terhadap Serapan N dan P-total Tanaman Bit ...................................................... 17. Analisis Statistik Pengaruh Pemberian Pupuk Organik terhadap Serapan N dan P-total Tanaman Selada Head ....................................... 18. Analisis Statistik Pengaruh Pemberian Pupuk Organik terhadap Kandungan N-total dalam Tanah ........................................................... 19. Analisis Statistik Pengaruh Pemberian Pupuk Organik terhadap Kandungan P-tersedia dalam Tanah ...................................................... 20. Analisis Statistik Pengaruh Pemberian Pupuk Organik terhadap Persentase Serangan Hama pada Tanaman Bit ......................................
47 48 49 49 50 50 51 51 52 52
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman Teks
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Tanaman Tithonia diversifolia ................................................................ Pengomposan Kotoran Ayam ................................................................. Tata Letak Petak Percobaan .................................................................... Tata Letak Penanaman Tumpangsari Bit dan Selada.............................. Tempat Persemaian ................................................................................. Aplikasi Pestisida Hayati (Nematoda Patogen Serangga) .....................
8 14 14 15 16 17
I. PENDAHULUAN I.I
Latar Belakang Sejak dulu Indonesia sudah mengenal sistem pertanian organik, akan tetapi
sejak dikembangkannya sistem pertanian modern oleh pemerintah di akhir tahun 1960-an, sistem pertanian organik banyak ditinggalkan oleh petani akibat dari rendahnya hasil produksi pertanian dibandingkan dengan hasil dari sistem pertanian modern. Pertanian modern lebih menekankan pada penggunaan pupuk anorganik dan pestisida kimia. Hal tersebut, mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas tanah seperti tanah menjadi cepat mengeras, kurang mampu menyimpan air, tanah cepat menjadi asam serta menekan aktivitas mikroorganisme tanah. Reijntjes et al. (1999), mengungkapkan bahwa penggunaan pupuk anorganik secara berlebihan
dan
terus-menerus
dapat
mengganggu
keseimbangan
tanah,
menurunkan kesuburan tanah, dan akhirnya menurunkan hasil panen/ produksi tanaman. Akibat dari kondisi tersebut maka perlu dicari solusi yang dapat memperbaiki kualitas tanah yang telah menurun. Sistem pertanian organik merupakan salah satu solusi yang dapat digunakan. Sistem pertanian organik menekankan pada penggunaan pupuk yang berasal dari bahan organik. Pemberian bahan organik ke dalam tanah dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah seperti misalnya dapat memperbaiki struktur tanah, menambah unsur hara tanah serta meningkatkan aktivitas mikroorganisme tanah, dengan demikian pertanian organik diharapkan dapat memperbaiki kualitas tanah yang telah menurun akibat dari pertanian modern pada lahan pertanian belakangan ini. Disamping itu, pertanian organik memiliki prospek
yang baik untuk
dikembangkan karena permintaan pasar terhadap produk organik kian meningkat. Hal ini dipicu oleh menguatnya kesadaran peduli lingkungan dan gaya hidup sehat masyarakat. Menurut International Federation of Organic Agriculture Movements (IFOAM) (2002), sistem pertanian organik didefinisikan sebagai kegiatan usaha tani secara menyeluruh sejak proses produksi (pra-panen) sampai proses pengolahan hasil (pasca-panen) yang bersifat ramah lingkungan dan dikelola
secara alami (tanpa penggunaan bahan kimia sintetis), sehingga menghasilkan produk yang sehat dan bergizi. Lebih lanjut dijelaskan bahwa ketentuan yang disyaratkan dalam sistem pertanian organik antara lain memilih lahan yang bebas bahan agrokimia (pupuk dan pestisida), penggunaan pupuk yang berasal dari bahan organik, benih yang bukan merupakan hasil rekayasa genetika, pengelolaan tanaman dengan rotasi serta aplikasi pestisida nabati dan agensia hayati untuk perlindungan tanaman. Pupuk organik merupakan pupuk yang berasal dari sisa-sisa tanaman, hewan atau manusia seperti pupuk kandang, pupuk hijau, dan kompos baik yang berbentuk cair maupun padat. Penggunaan pupuk organik mempunyai kelebihan dibandingkan dengan pupuk kimia. Pupuk organik mengandung unsur hara lengkap meski kadarnya tidak setinggi pupuk kimia. Di antara berbagai hara tanaman, nitrogen (N) dan fosfor (P) merupakan unsur hara makro yang sangat penting bagi tanaman tetapi jumlahnya sedikit dalam tanah dan sebagian besar terdapat dalam bentuk yang tidak tersedia bagi tanaman (Brady and Weil, 2002). Oleh karena itu, perlu dicari sumber pupuk organik yang potensial dalam menyediakan unsur hara N dan P. Salah satu sumber pupuk organik yang potensial dalam menyediakan unsur hara N dan P adalah kotoran ternak (Soepardi, 1983). 1.2
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pemberian pupuk
organik terhadap kandungan N dan P dalam tanah, serapannya oleh tanaman serta pengaruhnya terhadap produksi tanaman bit (Beta vulgaris L.) dan selada head (Lactuca sativa L.) pada budidaya tumpangsari. 1.3
Hipotesis Pemberian pupuk organik dapat meningkatkan kandungan N dan P dalam
tanah, serapannya oleh tanaman dan produksi tanaman bit dan selada head yang dibudidayakan secara tumpangsari.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Tanah Inceptisol Inceptisol adalah tanah yang belum matang (immature) dengan
perkembangan profil yang lebih lemah dibandingkan dengan tanah matang, dan masih banyak menyerupai sifat bahan induknya. Beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan Inceptisol adalah bahan induk yang sangat resisten, posisi dalam landscape yang ekstrim yaitu daerah curam dan lembah serta permukaan geomorfologi yang muda, sehingga pembentukan tanah belum lanjut (Hardjowigeno, 1993). Inceptisol yang digolongkan ke dalam sub group Humic dystrudept adalah tanah lain yang mempunyai epipedon umbrik, dengan kejenuhan basanya kurang dari 60% dan mempunyai horison penciri kambik. Tanah ini memiliki regim kelembaban tanah udik, dimana tanah tidak pernah kering 90 hari (kumulatif) serta tidak mempunyai horison sulfurik, duripan, atau fragipan dan mempunyai KB < 60% pada kelembaban 25-75 cm dari permukaan tanah. Inceptisol dapat terbentuk hampir di semua tempat, kecuali daerah kering, mulai dari kutub sampai tropika (Darmawijaya, 1997). Inceptisol mempunyai penyebaran luas di Indonesia yaitu di sekitar daerah Gambut-Martapura (Kalimantan Selatan) yang disebut Aquept, atau di beberapa tempat sebelah kiri kanan Kahayan (Kalimantan Tengah). Inceptisol yang disebut Andept merupakan tanah produktif yang terbentuk dari abu volkan. Tanah ini terdapat di kaki utara Gunung Salak, di daerah Lembang, di daerah Sumatera Barat, di daerah Kerinci dan di daerah Sumatera Utara (Soepardi, 1983).
2.2
Pertanian Organik Pertanian organik merupakan sistem manajemen produksi holistik yang
meningkatkan
dan
mengembangkan
kesehatan
agro-ekosistem,
termasuk
keragaman hayati, siklus biologi dan aktivitas biologi tanah (Standar Nasional Indonesia, 2002). Pertanian organik muncul akibat dampak dari ekosistem pertanian saat ini yaitu (a) meningkatnya degradasi lahan (fisik, kimia dan biologi); (b)
meningkatnya residu pestisida dan (c) gangguan kesehatan akibat dari pencemaran lingkungan. Ciri dari sistem pertanian organik adalah: (1) berhubungan
dengan
siklus
biologis,
diantaranya
mikroorganisme
dan
makroorganisme/fauna; (2) rotasi tanaman yang berkelanjutan; (3) luasnya penggunaan pupuk organik dan sisa-sisa tanaman; (4) tidak menggunakan pestisida kimia dan (5) memanfaatkan peternakan (Blake, 1994). Tujuan dari budidaya organik menurut IFOAM (2002) antara lain untuk: (1) memproduksi makanan yang berkualitas tinggi dalam jumlah yang cukup; (2) memperbaiki dan mendukung keberlanjutan siklus biologi dalam usahatani dengan memanfaatkan mikroba, flora dan fauna tanah serta tumbuhan; (3) mengelola
dan
meningkatkan
kelestarian
kesuburan
tanah,
serta
(4)
meminimalkan segala bentuk polusi dalam tanah.
2.3
Bahan Organik Bahan organik tanah adalah semua fraksi bukan mineral yang ditemukan
sebagai komponen penyusun tanah, biasanya merupakan timbunan dari setiap sisa tumbuhan, binatang dan jasad renik baik sebagian atau seluruhnya mengalami perombakan. Sisa tanaman merupakan sumber utama bahan organik tanah (Soepardi, 1983). Di dalam tanah, pupuk organik akan dirombak oleh jasad renik menjadi humus atau bahan organik tanah (Setyorini, 2005). Secara umum, bahan organik tanah dibedakan atas dua tingkatan yaitu: (1) bahan organik yang relatif sulit didekomposisikan lebih lanjut oleh jasad renik, yang disebut humus, dan (2) bahan organik yang mudah didekomposisikan yaitu sisa–sisa tanaman yang masih segar sampai dengan bentuk terakhir menjelang bentuk yang resisten. Faktorfaktor yang berhubungan dengan kecepatan dekomposisi bahan organik adalah jenis tanaman, umur tanaman, komposisi kimia, aerasi, suhu, kelembaban, tingkat kesuburan dan faktor iklim (Brady dan Weil, 2002). Bahan organik berperan penting dalam menciptakan kesuburan tanah. Peranan bahan organik berkaitan dengan perubahan sifat-sifat tanah, yaitu sifat fisik, sifat kimia tanah dan biologis. Pengaruh bahan organik terhadap sifat fisik tanah yaitu: kemampuan menahan air meningkat, warna tanah menjadi coklat sampai hitam. Pengaruh bahan organik terhadap sifat kimia tanah diantaranya
adalah meningkatkan daya jerap dan kapasitas tukar kation, menambah unsur hara seperti N, P, K dan unsur hara lainnya ke dalam tanah. Pengaruhnya terhadap sifat biologi tanah adalah dapat meningkatkan jumlah dan aktivitas jasad renik tanah dalam membantu dekomposisi bahan organik (Soepardi, 1983). Pengaruh bahan organik terhadap pertumbuhan tanaman yaitu peranannya sebagai penambah hara N, P, dan K bagi tanaman dari hasil mineralisasi (Stevenson, 1982). Selain memiliki dampak positif, penggunaan bahan organik juga memiliki dampak yang negatif (merugikan). Bahan organik yang berasal dari pupuk kandang, limbah industri dan limbah kota banyak mengandung bahan berbahaya seperti logam berat dan asam-asam organik yang dapat mencemari lingkungan.
2.4
Kompos Kompos merupakan pupuk organik dari hasil pelapukan jaringan atau
bahan-bahan tanaman atau limbah organik (Musnamar, 2004). Kompos dapat dibuat dari berbagai bahan diantaranya limbah tanaman, limbah kotoran ternak, limbah kota. Kompos kotoran ternak merupakan sumber N utama dalam pertanian organik (Hodges, 1991). Pengomposan merupakan
proses biologi yang melibatkan jasad renik
sebagai perantara yang merombak bahan organik. Hasil perombakan tersebut disebut kompos (Stoffela dan Kahn, 2001). Dikatakan juga, faktor-faktor yang memengaruhi
kecepatan
pengomposan,
yaitu
nisbah
C/N
bahan
yang
dikomposkan, ukuran bahan, kelembapan, aerasi dan suhu. Nisbah C/N merupakan pertanda kemudahan bahan organik terdekomposisi. Secara umum, makin rendah nisbah antara kadar C dan N di dalam bahan organik, akan semakin mudah dan cepat mengalami dekomposisi. Bahan organik yang memiliki nisbah C/N lebih besar dari 30 akan terjadi immobilisasi N. Untuk nisbah C/N 20-30 terjadi kesetimbangan antara mineralisasi dan immobilisasi, sedangkan bila C/N lebih kecil dari 20 maka terjadi mineralisasi (Brady dan Weil, 2002). Mineralisasi adalah perubahan unsur hara dari bentuk organik menjadi bentuk anorganik dan immobilisasi terjadi sebaliknya. Mineralisasi dan immobilisasi tidak hanya terjadi pada unsur nitrogen, tapi juga terjadi pada unsur lain. Pada saat terjadi immobilisasi tanaman sulit menyerap hara karena terjadi
persaingan dengan dekomposer. Oleh karena itu, pemberian bahan organik perlu memperhitungkan rasio C/N dan kandungan hara dalam bahan organik tersebut. Bahan organik yang memiliki nisbah C dan N rendah, lebih cepat menyediakan hara bagi tanaman, sedangkan bila bahan organik memiliki nisbah C/N tinggi akan mengimmobilisasi hara sehingga perlu dikomposkan terlebih dahulu (Brady and Weil, 2002). Komposisi kimia dari kompos berbeda–beda tergantung dari jenis bahan yang dikomposkan, metode, dan lamanya pengomposan (Hadas et al., 1996). Menurut Stoffela dan Kahn (2001), kompos merupakan jenis pupuk yang lambat tersedia (slow release), sebab sebagian besar dari penyusun bahan organik harus menjalani berbagai perubahan terlebih dahulu sebelum dapat diserap oleh tanaman.
2.5
Nitrogen Nitrogen merupakan hara yang paling banyak mendapat perhatian. Hal ini
disebabkan karena jumlah nitrogen di dalam tanah sedikit sedangkan yang diangkut tanaman berupa panen setiap musim cukup banyak (Stoffela dan Kahn, 2001). Selain itu senyawa nitrogen anorganik sangat larut dan mudah hilang dalam air drainase (Tisdale et al., 1999). Nitrogen dalam tanah terdapat dalam dua bentuk, yaitu bentuk anorganik dan organik. Nitrogen diserap oleh tanaman dalam bentuk senyawa anorganik yaitu berupa ion-ion NO3- dan NH4+. Nitrogen dalam bentuk organik tidak dapat langsung diserap tanaman tetapi harus dirombak dari bentuk organik menjadi bentuk-bentuk anorganik sehingga nitrogen menjadi tersedia bagi tanaman. Nitrogen dalam tanah berasal dari: (1) bahan organik tanah, (2) pengikatan oleh mikroorganisme dari N udara, (3) pupuk dan (4) air hujan. Bahan organik merupakan sumber N yang utama di dalam tanah (Gardiner dan Raymond, 2000). Fungsi Nitrogen terutama merangsang pertumbuhan tanaman dan memberikan warna hijau pada daun. Nitrogen lebih banyak terdapat di dalam bagian jaringan muda dibandingkan jaringan tua tanaman, terutama terakumulasi pada daun dan biji. Tanaman yang kekurangan N tumbuh kerdil dan perakarannya terbatas. Daun menjadi kuning atau hijau kekuning-kuningan dan cenderung cepat rontok. Jika pemberian N berlebihan pada tanaman akan memperlambat
kematangan tanaman, batang-batang lemah mudah roboh dan daya tahan tanaman terhadap penyakit berkurang (Soepardi, 1983). Menurut Benton (2003), kelebihan N menyebabkan daun berwarna hijau gelap, tanaman menjadi sukulen (banyak mengandung air) dan mudah terserang hama. 2.6
Fosfor Fosfor merupakan unsur hara makro kedua setelah unsur hara nitrogen.
Fosfor berperan penting dalam perkembangan dan pertumbuhan tanaman yaitu menentukan pertumbuhan akar, mempercepat kematangan dan produksi buah dan biji, ketahanan terhadap penyakit serta menentukan kualitas hasil tanaman, terutama rumputan dan sayuran (Soepardi, 1983). Tanaman menyerap fosfor dalam jumlah yang cukup besar pada awal pertumbuhannya dan berkurang sejalan dengan perkembangannya. Kekurangan fosfor menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat, daun tanaman menjadi berwarna hijau tua yang kemudian berubah menjadi ungu, serta dapat menurunkan kualitas hasil panen. Kelebihan fosfor tidak menunjukkan efek langsung bagi tanaman namun menunjukkan tanda visual kekurangan hara Zn, Fe, dan Mn (Benton, 2003). Unsur fosfor di dalam tanah berasal dari bahan organik, pupuk buatan, dan mineral-mineral di dalam tanah. Fosfor dalam tanah terdapat dalam dua bentuk yaitu P-organik dan P-inorganik. Unsur fosfor dalam tanah mineral terdapat dalam jumlah sedikit, dan sebagian besar berada dalam bentuk senyawa yang tidak tersedia bagi tanaman (Soepardi, 1983). Tanaman hanya dapat menyerap fosfor dalam bentuk ion-ion seperti H2PO4-, HPO42-, dan PO43-. Bentuk ion H2PO4
–
diserap paling banyak oleh tanaman karena memiliki kelarutan yang paling tinggi sehingga tersedia bagi tanaman (Edmond et al., 1983).
2.7
Tithonia diversifolia Tithonia diversifolia merupakan tanaman yang dapat digunakan sebagai
pupuk hijau maupun sebagai kompos (Sangakkara et al., 2004; Hartatik et al., 2004) karena mengandung hara N, P dan K, serta asam organik pengkelat Ca, Fe dan Al sehingga mampu mengurangi keracunan Al dan Fe serta meningkatkan ketersediaan P. Kandungan nitrogen, fosfor dan kalium pada Tithonia diversifolia
berturut-turut yaitu: 3,1-5,5 %; 2,5-5,5 % dan 0,2-0,56 %. Tanaman Tithonia diversifolia atau bunga pahit biasanya tumbuh baik di pinggir-pinggir saluran air, di tebing-tebing sungai, dan di pingir-pinggir jalan, mengandung unsur hara yang tinggi, terutama N dan K sehingga berpeluang besar untuk dijadikan sebagai pupuk alternatif in situ (Jama et al., 2000). Berdasarkan penelitian Sanchez dan Jama (2000) dilaporkan bahwa tanaman jagung yang dipupuk dengan Tithonia diversifolia sebagai sumber N menghasilkan biji jagung yang lebih tinggi daripada dengan Urea. ICRAF (1998) melaporkan pula bahwa tanaman jagung yang dipupuk dengan Tithonia diversifolia sebagai pupuk N, tidak memerlukan pupuk K. Penggunaan Tithonia diversifolia sebagai pupuk tidak selalu memberikan hasil yang positif terhadap pertumbuhan tanaman. Berdasarkan penelitian Hartatik et al. (2006), penggunaan Tithonia sebagai pupuk ternyata menurunkan produksi tanaman selada dan sebaliknya tanpa penggunaan Tithonia diversifolia. Hal ini terjadi karena tanaman Tithonia diversifolia memiliki efek negatif bersifat allelopathy terhadap tanaman melalui pelepasan senyawa phytotoxic ke dalam tanah. Allelopathy
merupakan
kemampuan
tanaman
untuk
menghambat
pertumbuhan dan perkembangan tanaman lain melalui pelepasan senyawa kimia yang bersifat toxic. Senyawa kimia yang berperan dalam mekanisme itu disebut alelokimia. Alelokimia pada tumbuhan dibentuk di berbagai organ, di akar, batang, daun, bunga dan atau biji. Pengaruh alelokimia bersifat selektif, yaitu berpengaruh terhadap jenis tanaman tertentu tetapi tidak terhadap tanaman lain (Weston, 1996).
Gambar 1. Tanaman Tithonia diversifolia
2.8
Abu Sekam Sekam merupakan salah satu bentuk limbah pertanian hasil buangan
pengolahan padi. Sekam yang telah matang mengandung lignin dan silika dalam konsentrasi tinggi. Kandungan silika diperkirakan berada dalam lapisan luar (De Datta, 1981) sehingga permukaannya keras dan sulit menyerap air, serta memerlukan waktu yang lama untuk mendekomposisinya. Kandungan C-organik, N-total, P-total, K-total, Mg-total dan SiO3 pada sekam berturut-turut yaitu: 45,06 %; 0,31 %; 0,07 %; 0,28 %; 0,16 % dan 33,01 % Berdasarkan kandungan hara tersebut, sekam dapat dimanfaatkan sebagai sumber pupuk organik (Hidayati, 1993). Penggunaan sekam diduga mampu menciptakan kondisi lingkungan yang baik bagi pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme. Adanya kandungan silika yang tinggi pada sekam dapat menghasilkan ketahanan tanaman terhadap hama dan penyakit melalui pengerasan jaringan daun (Marschner, 1986).
2.9
Karakteristik Tanaman Bit Bit (Beta vulgaris L.) merupakan tanaman musim dingin wilayah iklim
sedang. Batangnya sangat pendek sehingga hampir tidak kelihatan. Bagian tanaman yang dimakan adalah umbi yang bentuknya bulat hampir menyerupai gasing. Umbi ini merupakan hasil perubahan bentuk dari akar tunggang. Ujung umbinya masih terdapat akar. Tangkai daun bit ramping dan panjangnnya beragam. Lembar daun berbentuk segitiga. Sistem perakaran bit sangat efisien dan menyebabkan tanaman agak toleran terhadap kekeringan. Warna pada bit segar beragam menurut kultivar dan dapat berubah karena kondisi lingkungan. Ukuran umbi berkisar dari sekecil-kecilnya berdiameter 2 cm hingga lebih dari 15 cm. Bentuk umbi beragam, yaitu silinder, kerucut, atau rata (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998). Tanaman bit tumbuh baik di daerah pegunungan di atas 1500 m dan dimana malam harinya dingin (Williams et al., 1991). Tanaman bit dapat beradaptasi pada kisaran iklim yang sangat luas (Cattanach et al., 2000). Menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1998) umbi bit paling sesuai tumbuh pada tanah liat berpasir yang berdrainase baik, dan tanaman bit tumbuh optimal pada kisaran pH
6 hingga 8.
2.10
Karakteristik Tanaman Selada Selada (Lactuca sativa L.) adalah tanaman setahun yang memiliki banyak
bentuk, khususnya bentuk daun. Tanaman selada terdapat dalam empat tipe yaitu selada krop (selada head), selada silindris, selada daun (selada keriting) dan selada batang (Haryanto et al., 2003). Tanaman selada cepat menghasilkan akar tunggang yang dalam disertai dengan penebalan dan perkembangan ekstensif akar lateral yang kebanyakan horizontal. Pembuahan pada tanaman selada terjadi akibat penyerbukan sendiri ataupun penyerbukan dengan bantuan serangga. Waktu panen selada berbeda-beda tergantung kultivar dan musim. Umumnya berkisar 30 sampai 85 hari setelah pindah tanam (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998). Tanaman selada umumnya tumbuh baik pada kisaran tipe tanah yang lebar. Tanah yang mampu menahan kelembaban, drainase yang memadai, seperti liat berpasir atau tanah yang mempunyai bahan organik tinggi. Tanaman selada termasuk tanaman yang toleran terhadap kepadatan dan keasaman tanah. Pada tanah mineral, pH harus diatas 5,5; kisaran pH terbaik adalah mulai dari 6 hingga 8 (Williams et al., 1993). Juga dikemukakan bahwa suhu sedang merupakan suhu ideal untuk produksi selada berkualitas tinggi; suhu optimum pada siang hari 200C dan malam 100 C.
III. BAHAN DAN METODE
3.1
Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di kebun sayuran organik yaitu di Permata Hati
Farm, Desa Tugu Utara, Kec. Cisarua, Kab. Bogor, Jawa Barat sejak bulan Agustus 2007 sampai Maret 2008. Analisis tanah, tanaman dan pupuk organik dilaksanakan di Laboratorium Balai Penelitian Tanah Bogor. 3.2
Bahan dan Alat Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu bibit sayuran bit
dan selada head (selada krop), bahan organik yang dikomposkan, M-dec (mikroba pendekomposer yang digunakan untuk mempercepat proses dekomposisi kompos), satu unit lahan yang telah diusahakan secara organik selama 8 tahun sehingga peluang terjadinya kontaminasi bahan-bahan kimia sangat rendah dan pestisida hayati berupa NPS (Nematoda Patogen Serangga). Pestisida hayati merupakan formulasi yang mengandung nematoda yang mampu menghasilkan racun yang mematikan bagi hama penyebab penyakit tanaman (Balai Besar Penelitian
dan
Pengembangan
Bioteknologi
dan
Sumberdaya
Genetik
Pertanian/BB-Biogen, 2004). 3.3
Metode Penelitian Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan enam perlakuan dan tiga ulangan. Penggunaan Rancangan Acak Kelompok didasarkan oleh adanya perbedaan kemiringan lereng pada masing-masing blok (kelompok). Model matematika penelitian tersebut adalah sebagai berikut : Yijk = µ + Ti + Pj + Eij Keterangan : Yijk µ Ti Pj Eij
= Pengaruh serapan hara pada tanaman dan produksi sayuran bit dan selada head akibat pengaruh T ke-i dan P ke-j = Nilai tengah umum = Pengaruh kelompok ke-i (1,2,3) = Pengaruh perlakuan ke-j (1,2,3,4,5,6) = Galat
Kombinasi perlakuan dan dosis pupuk organik yang digunakan dalam percobaan disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Kombinasi Perlakuan dan Dosis Pupuk Organik Perlakuan
Kompos Pupuk kandang + Abu Sekam (ton/ha)
Kompos Tithonia diversifolia (ton/ha)
Kompos kotoran kambing + abu sekam (K)
25 + 0,3
-
Kompos kotoran ayam* + abu sekam (A)
25 + 0,3
-
Kompos kotoran kambing + abu sekam + pestisida hayati (KP)
25 + 0,3
-
Kompos kotoran ayam* + abu sekam + pestisida hayati (AP)
25 + 0,3
-
Kompos kotoran kambing + abu sekam + kompos Tithonia diversifolia + pestisida hayati (KPT)
25 + 0,3
3
Kompos kotoran ayam* + abu sekam + kompos Tithonia diversifolia + pestisida hayati (APT)
25 + 0,3
3
*Kotoran ayam bercampur dengan sekam padi sebagai alas
Perlakuan-perlakuan dalam percobaan ini menggunakan pupuk organik berupa kompos kotoran kambing dan ayam yang diperkaya abu sekam yang dikombinasikan dengan pemberian kompos Tithonia diversifolia dan pestisida hayati. Penelitian ini tidak menggunakan perlakuan kontrol karena merupakan penelitian lanjutan yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh kombinasi kompos yang paling baik terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman serta untuk mengetahui pengaruh pemberian pestisida hayati terhadap serangan hama dan penyakit pada tanaman. Pemilihan pupuk organik dan dosis 25 ton/ha yang digunakan didasarkan pada penelitian Hartatik et al. (2004), dimana pupuk organik yang berasal dari kotoran hewan dan tanaman sekitar kebun penelitian dapat digunakan sebagai sumber pupuk untuk sayuran organik. Kompos Tithonia diversifolia yang banyak terdapat di sekitar lokasi kebun penelitian merupakan sumber hara N dan K yang cukup tinggi, apabila dikombinasikan dengan kotoran ternak yang telah dikomposkan dapat memberikan hasil sayuran yang optimal.
Pengkayaan hara dengan abu sekam diharapkan dapat menambah hara dalam pupuk organik agar dapat mendukung petumbuhan dan hasil tanaman. Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan (pertanaman ke dua) dari suatu rangkaian penelitian budidaya sayuran organik dengan perlakuan bahan organik dan dosis yang sama dengan penelitian pada pertanaman pertama, yang berbeda terletak pada indikator tanaman yang digunakan. Penelitian pertanaman pertama menggunakan indikator tanaman petsai dan brokoli sedangkan pada penelitian ke dua menggunakan tanaman bit dan selada head. Karena merupakan penelitian lanjutan maka analisis sifat kimia tanah sebelum perlakuan telah dilakukan pada penelitian pertama. 3.3.1
Pengomposan Kegiatan pengomposan dilakukan di lapang (Gambar 2). Bahan kompos
yang digunakan adalah kotoran ayam, kotoran kambing dan tanaman Tithonia diversifolia. Pengomposan kotoran ayam, kotoran kambing dan Tithonia diversifolia berlangsung berkisar 14-21 hari. Kemudian abu sekam dicampurkan ke masing-masing kompos yaitu kompos kotoran ayam maupun kompos kotoran kambing dengan dosis sebesar 1,2 % dari dosis kompos kotoran (pupuk organik). Pengomposan tanaman Tithonia diversifolia diawali dengan mencacah tanaman dengan ukuran kurang lebih lima sampai sepuluh cm. Hal ini dilakukan untuk memperluas permukaan bahan, sehingga bahan dapat dengan mudah dan cepat didekomposisi menjadi kompos. Untuk mempercepat proses dekomposisi digunakan mikroba perombak bahan organik (M-dec) dengan dosis 0,5 ℓ untuk bahan kompos 1 ton/ha. Cara pengunaan M-dec yaitu dengan menyemprotkan secara merata ke bahan kompos dan diaduk. M-dec disemprotkan sekali yaitu pada awal pengomposan. Selama masa pengomposan dilakukan pembalikan secara berkala untuk memberikan aerasi yang cukup. Kompos dinyatakan telah matang setelah memenuhi kriteria antara lain tidak berbau, warna berubah kehitaman dan tekstur lebih halus. Contoh kompos yang telah matang diambil secukupnya untuk selanjutnya dilakukan analisis kandungan unsur hara yaitu C-organik, P-total dan N-total.
Gambar 2. Pengomposan Kotoran Ayam
3.3.2
Persiapan Lahan dan Pemupukan Lahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lahan yang telah
diusahakan untuk pertanian organik. Petak penelitian yang digunakan berukuran 2,4 m x 7 m sebanyak 18 petak dengan jarak antar petak 0,3 m (Gambar 3).
0,3 m
A
AP
KP
APT
III
II APT
K
KPT
KP
KPT
K
AP
A
0,5 m 7m
0,5 m 2,4 m
APT
K
KPT
AP
I
U A
KP
Gambar 3. Tata Letak Petak Percobaan Keterangan : K, A, KP, AP, KPT, APT I, II, III
: Perlakuan Pemberian Pupuk Organik : Kelompok Percobaan
Segera setelah penelitian pertanaman pertama selesai, lahan dibersihkan dan dibiarkan selama tiga hari. Selanjutnya dilakukan pemberian perlakuan pupuk organik dan satu hari kemudian lahan ditanami dengan bibit bit dan selada head. Jarak tanam untuk bit adalah 60 cm x 30 cm, sedangkan selada ditanam diantara barisan bit dengan jarak tanam antar selada adalah 20 cm (Gambar 4). Bibit bit dan selada ditanam dengan cara ditugal sedalam ± 5 cm kemudian ditutup tanah. 30 cm 20 cm
▲ 60 cm
▲
▲
▲
▲
▲
30 cm
▲
▲
▲ ▲ ▲ ▲
▲
▲
▲
▲
▲ ▲
▲
▲
▲ ▲ ▲ ▲
▲
▲
▲
▲
▲
▲
▲
▲
▲ ▲ ▲ ▲
▲
▲
▲
▲
▲
▲
▲
▲
30 cm
Gambar 4. Tata Letak Penanaman Tumpangsari Bit dan Selada Head
Keterangan : ▲ : Bit (60 cm x 30 cm) : Selada head (Ditanam diantara barisan bit, jarak tanam antar selada head adalah 20 cm) 3.3.3
Persiapan Tanaman dan Penanaman Kombinasi tanaman yang ditanam yaitu kombinasi sayuran umbi dan
sayuran daun yaitu tanaman bit dan selada head (selada krop). Kombinasi tanaman didasarkan pada pola tanam yang sesuai dan permintaan konsumen. Persiapan tanaman diawali dengan menyemaikan benih bit dan selada head dengan media campuran tanah dan kompos kotoran ayam dengan perbandingan 1:2 selama enam hari. Kemudian setiap bibit tanaman tersebut dipindahkan ke tempat yang terbuat dari daun pisang dan dipelihara selama dua belas hari dengan media yang sama (Gambar 5). Selanjutnya pada saat bibit telah memiliki 3-5
daun, bibit tanaman dipindah-tanamkan ke petakan yang telah dipupuk sehari sebelumnya.
Gambar 5. Tempat Persemaian
3.3.4
Pemberian Pestisida Hayati (Nematoda Patogen Serangga) Pestisida hayati yang digunakan berupa nematoda patogen serangga (NPS)
yang dikemas dalam media spon. NPS merupakan pestisida hayati yang dikembangkan oleh Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB-Biogen). Sebelum NPS disemprotkan, spon yang mengandung 106 JI (Juvenil Infektif/stadium larva instar III) dimasukkan ke dalam 1 ℓ air yang bebas kontaminan, kemudian spon ditekan-tekan mengunakan pinset agar nematoda keluar dari media spon. Selanjutnya, NPS siap disemprotkan pada tanaman untuk luasan satu petak, yaitu 16,8 m2. Penyemprotan NPS dilakukan pada pagi hari pada tanah dan tanaman pada umur 14 hari setelah tanam. Hal ini dilakukan karena nematoda patogen serangga (NPS) sangat rentan terhadap kekeringan (BB-Biogen, 2004). Pengamatan serangan hama dilakukan 14 hari setelah penyemprotan. Pengamatan dilakukan dengan cara menghitung persentase daun terserang hama berdasar perhitungan skor. Skor menandakan tinggi rendahnya persentase jumlah daun terserang hama berdasarkan pengamatan secara langsung di lapang. Semakin tinggi skor maka persentase jumlah daun terserang hama semakin tinggi. Rumus perhitungan persentase daun terserang hama disajikan sebagai berikut: skor 0 = 0%, skor 1 = 1-25%, skor 2 = 26-50%, skor 3 = 51-75% dan skor 4 = 76-100%.
Keterangan:
0, 1, 2, 3 dan 4 a, b, c, d dan e
= skor = jumlah daun terserang hama
Gambar 6. Aplikasi Pestisida Hayati (Nematoda Patogen Serangga)
3.3.5
Pemeliharaan Pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman, pemangkasan rumput gulma.
Penyiraman dilakukan sesuai dengan kebutuhan tanaman dengan air yang berasal dari mata air setempat yang bebas kontaminasi. Pencegahan hama dan penyakit dilakukan dengan membuang bagian tanaman yang terkena penyakit dan menyemprotkan pestisida hayati (NPS).
3.3.6
Pengamatan Pertumbuhan Tanaman dan Pengambilan Contoh Tanah Pengamatan pertumbuhan tinggi tanaman dilakukan pada lima contoh
tanaman yang dipilih secara acak setiap dua minggu sekali sejak tanam. Pengamatan tinggi tanaman bit dan selada head dilakukan saat tanaman berumur 14, 28 dan 42 HST (hari setelah tanam). Pengambilan contoh tanah untuk analisis dilakukan setelah perlakuan pupuk organik (tanaman berumur 30 HST). Contoh tanah diambil secara komposit pada kedalaman 0-20 cm pada masing-masing petak sesuai dengan perlakuan. Contoh tanah dikeringudarakan selama tiga hari dan diayak.
3.3.7
Pemanenan Sayuran dipanen secara bertahap sesuai dengan jenis dan kesiapan
tanaman untuk dipanen. Sayuran bit dipanen saat berumur 42-56 HST dan sayuran selada head berumur 49 HST. Umumnya waktu panen sayuran selada berkisar antara 30 hari sampai 85 hari setelah pindah tanam (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998) dan sayuran bit berkisar antara 45 hari sampai 65 hari setelah pindah tanam (Cattanach et al., 2000). Dari masing-masing petak percobaan yang memiliki luas 16,8 m2, hanya 7 m2 yang dihitung produksinya. Populasi bit dan selada pada luasan 7 m2 dari masing-masing petak percobaan disajikan pada Tabel Lampiran 5 dan 6. Contoh tanaman untuk analisis kadar hara tanaman diambil satu atau dua dari masingmasing petak. Bagian tanaman yang dianalisis kadar haranya adalah umbi (bit) dan daun (selada). Contoh tanaman dicacah dan dikeringkan dengan oven suhu 700 C selama 48 jam, setelah itu digiling halus untuk selanjutnya dianalisis kandungan N dan P-total. Serapan hara tanaman dihitung dari hasil kali bobot kering tanaman dengan kadar hara tanaman yaitu kadar hara pada umbi (bit) dan kadar hara pada daun (selada head). 3.3.8
Analisis Contoh Tanah dan Tanaman Masing-masing contoh tanah dari setiap petak perlakuan dianalisis
kandungan N-total (Kjeldahl) dan P-tersedia (ekstrak Bray-I), sedangkan contoh tanaman dianalisis kadar N-total (Kjeldahl) dan P-total (pengabuan basah).
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Karakteristik Kimia Tanah Awal Jenis tanah pada lokasi penelitian adalah Humic dystrudept. Hasil analisis
tanah awal terhadap beberapa sifat kimia tanah disajikan pada Tabel 2. Penilaian analisis menggunakan kriteria penilaian sifat-sifat kimia tanah yang disarankan oleh Pusat Penelitian Tanah (1983). Tabel 2 . Sifat Kimia Tanah Awal Parameter pH H2O (1:2,5) pH KCl (1:2,5) C-organik (%) N-total (%) C/N P2O5 Olsen (ppm) P2O5 HCl 25 % (mg/100g) K2O HCl 25 % (mg/100g) Basa-basa (me/100g) Ca Mg K Na KTK (me/100g) KB (%) Unsur-unsur mikro (ppm) Fe Mn Cu Zn Tekstur (%) Pasir Debu Liat
Hasil Analisis
Kriteria*
6,1 5,0 3,76 0,52 7,33 188,28 158,2 76,44
Agak masam
7,84 1,36 1,46 0,05 28,49 37,61
Sedang Sedang Sangat tinggi Sangat rendah Tinggi Sedang
Tinggi Tinggi Rendah Sangat tinggi Sangat tinggi Sangat tinggi
19,78 36,83 2,86 3,28 12 49 39
*Pusat Penelitian Tanah (1983)
Berdasarkan hasil analisis tersebut diketahui bahwa tanah pada Permata Hati Farm mempunyai sifat kimia dengan pH agak masam (6,1). Tanah ini memiliki pH H2O yang lebih tinggi dari pH KCl. Hal ini membuktikan bahwa muatan negatif lebih dominan sehingga tanah tersebut masih memiliki
kemampuan menjerap kation-kation. Kandungan C-organik pada tanah ini tergolong tinggi (3,76%), N-total tinggi (0,52%), kandungan P2O5 tersedia (ekstrak Olsen) sangat tinggi (188,28 ppm). Tingginya kandungan C-organik pada tanah disebabkan karena terbentuknya di daerah dingin yang memungkinkan dekomposisi berjalan lambat. Tingginya kandungan N-total dan P-tersedia dalam tanah disebabkan karena setiap musim tanam, tanah mendapatkan tambahan bahan organik (lahan telah diusahakan untuk pertanian organik selama delapan tahun). Kapasitas tukar kation (KTK) tergolong tinggi (28,49 me/100g). Hal ini berarti bahwa tanah tersebut mampu menyediakan hara yang diperlukan tanaman. Kejenuhan basa (KB) pada tanah ini tergolong sedang yaitu 37,61 %. Kandungan Ca dan Mg dapat ditukar tergolong sedang, yaitu masing-masing sebesar 7,84 dan 1,36 me/100g. Kandungan K dan Na dapat ditukar masing-masing tergolong sangat tinggi dan sangat rendah yaitu 1,46 dan 0,05 me/100g. 4.2
Karakteristik Kimia Kompos Berdasarkan hasil analisis awal terhadap beberapa sifat kimia dari kompos
kotoran ayam + abu sekam, kompos kotoran kambing + abu sekam dan kompos Tithonia diversifolia (Tabel 3), diketahui bahwa kandungan C-organik tertinggi terdapat pada kompos kotoran ayam + abu sekam (16,94 %) dan terendah pada kompos kotoran kambing + abu sekam (8,17 %), sedangkan kandungan C-organik pada kompos Tithonia diversifolia sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan kompos kotoran kambing + abu sekam (8,48 %). Tingginya kandungan C-organik pada kompos kotoran ayam + abu sekam disebabkan karena kotoran ayam telah tercampur dengan sekam yang digunakan sebagai alas kotorannya (amparan), dimana diketahui sekam mengandung C-organik cukup tinggi yaitu sebesar 45,06 % (Hidayati, 1993). Tabel 3. Sifat Kimia Kompos yang Digunakan dalam Percobaan Jenis Kompos Kompos kotoran ayam+abu sekam Kompos kotoran kambing+abu sekam Kompos Tithonia diversifolia.
C-organik 16,94 8,17 8,48
N-total …..%..... 1,68 0,45 0,79
P-total 0,69 0,31 0,66
C/N 10,08 18,15 10,73
Data pada Tabel 3 menunjukkan bahwa nisbah C/N kompos kotoran ayam + abu sekam (10,08), kompos kotoran kambing + abu sekam (18,15) dan kompos Tithonia diversifolia (10,73). Nisbah C/N dari ketiga kompos menunjukkan bahwa kompos tersebut telah matang, hal ini terlihat dari nisbah C/N yang tergolong rendah (≤ 20). Disamping itu, kondisi kompos di lapang juga mencirikan bahwa kompos telah matang yaitu warna berubah kehitaman, tidak berbau dan tekstur lebih halus. Sutanto (1995) menambahkan bahwa nisbah C/N dalam kompos yang baik berkisar antara 5 dan 20. Nisbah C/N menunjukkan mudah tidaknya bahan organik mengalami dekomposisi. Apabila bahan organik yang akan dihancurkan mempunyai C/N lebih besar dari 30 akan terjadi immobilisasi nitrogen tanah, sedangkan bila C/N lebih kecil dari 20 maka cepat terjadi mineralisasi (pelepasan) nitrogen dari bahan organik ke dalam tanah (Tisdale et al., 1999). Kandungan P-total kompos kotoran ayam + abu sekam dan kompos Tithonia diversifolia lebih tinggi dibandingkan dengan kompos kotoran kambing + abu sekam (Tabel 3). 4.3
Pengaruh Pemberian Pupuk Organik terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Bit dan Selada Head
4.3.1
Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Bit Berdasarkan hasil analisis statistik pada Tabel Lampiran 13 menunjukkan
bahwa perlakuan pupuk organik tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman bit pada umur 14, 28 dan 42 HST. Tinggi tanaman bit pada umur 42 HST berkisar 34,67-40,07 cm. Tinggi tanaman bit tertinggi terdapat pada perlakuan kompos kotoran ayam + abu sekam + pestisida hayati (AP), sedangkan tinggi tanaman bit terendah terdapat pada perlakuan kompos kotoran kambing + abu sekam + pestisida hayati + kompos Tithonia diversifolia (KPT). Tinggi tanaman bit disajikan pada Tabel 4. Pemberian perlakuan pupuk organik tidak berpengaruh nyata terhadap produksi tanaman bit (Tabel Lampiran 15). Produksi tanaman bit berkisar 8,8417,99 kg/petak. Produksi bit tertinggi sebesar 17,99 kg/petak terdapat pada perlakuan kompos kotoran ayam + abu sekam + pestisida hayati (AP), sedangkan
produksi bit terendah sebesar 8,84 kg/petak terdapat pada perlakuan kompos kotoran kambing + abu sekam (K).
Tabel 4. Pengaruh Pemberian Pupuk Organik terhadap Tinggi dan Produksi Tanaman Bit
Perlakuan
Pengamatan Tinggi Tanaman Pada Umur Tanaman (HST) 14
28
42
Produksi (kg/petak)
..…………….cm…………..….. Kompos kotoran kambing + abu sekam (K)
10,80
26,80
35,07
8,84
Kompos kotoran ayam + abu sekam (A)
10,00
26,40
39,27
17,23
Kompos kotoran kambing + abu sekam + pestisida hayati (KP)
12,20
27,00
38,73
12,23
Kompos kotoran ayam + abu sekam + pestisida hayati (AP)
10,20
27,60
40,07
17,99
Kompos kotoran kambing + abu sekam + pestisida hayati + Tithonia (KPT)
10,40
25,07
34,67
13,27
Kompos kotoran ayam + abu sekam + pestisida hayati + Tithonia (APT)
10,53
24,07
36,47
13,91
Secara umum perlakuan kompos kotoran ayam mampu menghasilkan tinggi tanaman dan produksi tanaman yang lebih besar dibandingkan dengan kompos kotoran kambing. Hal ini terkait dengan serapan N dan P oleh tanaman yang lebih besar akibat pemberian perlakuan kompos kotoran ayam dibandingkan kompos kotoran kambing (Tabel 6), sehingga mampu mendukung pertumbuhan maupun produksi tanaman.
4.3.2
Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Selada Head Pemberian perlakuan pupuk organik tidak berpengaruh nyata terhadap
tinggi tanaman selada head pada umur 14 HST dan 28 HST, tetapi berpengaruh nyata pada umur 42 HST (Tabel Lampiran 14). Perlakuan kompos kotoran ayam + abu sekam (A) dan perlakuan kompos kotoran ayam + abu sekam + pestisida
(AP) nyata lebih tinggi daripada perlakuan kompos kotoran kambing + abu sekam (K), perlakuan kompos kotoran kambing + abu sekam + pestisida hayati (KP) dan perlakuan kompos kotoran ayam + abu sekam + pestisida hayati + Tithonia diversifolia (APT) tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan kompos kotoran kambing + abu sekam + pestisida hayati + Tithonia diversifolia (KPT). Tinggi tanaman selada head dapat dilihat pada Tabel 5. Berdasarkan hasil analisis statistik pada Tabel Lampiran 15 menunjukkan bahwa pemberian perlakuan pupuk organik berpengaruh nyata terhadap produksi tanaman selada head. Perlakuan kompos kotoran ayam + abu sekam (A) nyata lebih tinggi daripada perlakuan pupuk organik lainnya. Produksi tanaman selada head tertinggi terdapat pada perlakuan kompos kotoran ayam + abu sekam (A) yaitu sebesar 22,10 kg/petak, sedangkan produksi terendah terdapat pada perlakuan kompos kotoran kambing + abu sekam + pestisida + Tithonia (KPT) yaitu sebesar 9,77 kg/petak. Tabel 5. Pengaruh Pemberian Pupuk Organik terhadap Tinggi dan Produksi Tanaman Selada Head
Perlakuan
Pengamatan Tinggi Tanaman Pada Umur Tanaman (HST) 14
28 42 ….……….….cm……………
Produksi (kg/petak)
Kompos kotoran kambing + abu sekam (K)
8,33
12,60
13,67 a
10,20 a
Kompos kotoran ayam + abu sekam (A)
7,93
13,60
16,13 b
22,10 b
Kompos kotoran kambing + abu sekam + pestisida hayati (KP)
8,67
12,33
13,53 a
13,18 a
Kompos kotoran ayam + abu sekam + pestisida hayati (AP)
8,40
13,80
16,13 b
15,70 a
Kompos kotoran kambing + abu sekam + pestisida hayati + Tithonia (KPT)
8,13
12,27
14,00 ab
9,77 a
Kompos kotoran ayam + abu sekam + pestisida hayati + Tithonia (APT)
8,53
13,80
13,87 a
13,16 a
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % menurut uji Duncan.
Pertumbuhan dan produksi tanaman selada secara umum lebih baik pada perlakuan kompos kotoran ayam dibandingkan dengan perlakuan kompos kotoran kambing. Seperti halnya pada bit, hal ini disebabkan karena serapan N dan P oleh tanaman bit lebih besar akibat pemberian perlakuan kompos kotoran ayam dibandingkan dengan kompos kotoran kambing (Tabel 6). Berdasarkan hasil penelitian Rachmawati (2005) diketahui bahwa pada pertumbuhan vegetatif tanaman tomat, pemberian pupuk kandang ayam memberikan hasil yang lebih tinggi terhadap tinggi, diameter batang dan jumlah daun, dibandingkan dengan perlakuan pupuk kandang kambing. Sugito et al. (1995) menyatakan bahwa pupuk kandang ayam memberikan pengaruh yang lebih baik dibandingkan dengan pupuk kotoran sapi dan kambing terhadap pertumbuhan tanaman karena pupuk kotoran ayam mengandung bahan organik yang lebih tinggi, kadar air yang rendah (kemampuan menahan air tinggi), nisbah C/N lebih rendah (unsur hara lebih cepat tersedia). 4.4
Pengaruh Pemberian Pupuk Organik terhadap Serapan Hara N dan P-total Tanaman Bit dan Selada Head Perlakuan pupuk organik yang diberikan tidak berpengaruh nyata terhadap
serapan N tanaman bit namun berpengaruh nyata terhadap serapan P tanaman bit (Tabel Lampiran 16). Serapan P tanaman bit pada perlakuan A nyata lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan K, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan, KP, AP, KPT dan APT. Serapan P tanaman bit berkisar 1,21-5,11 g/petak. Tabel 6 menunjukkan bahwa serapan N bit tertinggi terdapat pada perlakuan A yaitu sebesar 30,37 g/petak, sedangkan terendah terdapat pada perlakuan K sebesar 13,32 g/petak Berdasarkan Tabel Lampiran 17 diketahui bahwa pemberian pupuk organik berpengaruh nyata terhadap serapan N maupun P tanaman selada head. Serapan N tanaman selada head pada perlakuan A nyata lebih tinggi dibandingkan dengan K, KP, KPT dan APT, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan AP. Serapan N tanaman selada head berkisar 6,16-16,50 g/petak. Selanjutnya serapan P tanaman selada head pada perlakuan A nyata lebih tinggi dibandingkan dengan
perlakuan K, KP, KPT dan APT, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan AP. Serapan P selada head berkisar 1,56-3,35 g/petak. Tabel 6. Pengaruh Pemberian Pupuk Organik terhadap Serapan N dan P-total Tanaman Bit dan Selada Head Perlakuan
Bit N
Selada Head
P N ……………...g/petak………………
P
Kompos kotoran kambing + abu sekam (K)
13,32
1,21 a
7,12 a
1,56 a
Kompos kotoran ayam + abu sekam (A)
30,37
5,11 c
16,50 c
3,35 c
Kompos kotoran kambing + abu sekam + pestisida hayati (KP)
19,65
2,21 ab
10,41 ab
2,08 ab
Kompos kotoran ayam + abu sekam + pestisida hayati (AP)
27,95
3,73 bc
12,80 bc
2,68 bc
Kompos kotoran kambing + abu sekam + pestisida hayati + Tithonia (KPT)
16,11
2,19 ab
6,16 a
1,56 a
Kompos kotoran ayam + abu sekam + pestisida hayati + Tithonia (APT)
24,26
3,28 abc
10,27 ab
1,79 a
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % menurut uji Duncan.
Secara umum serapan unsur hara N dan P tanaman bit dan selada dengan pemberian perlakuan kompos kotoran ayam lebih baik dibandingkan dengan pemberian perlakuan kompos kotoran kambing. Hal ini didukung oleh jumlah kadar hara dan bobot kering tanaman yang cenderung lebih tinggi dengan pemberian kompos kotoran ayam dibandingkan dengan pemberian kompos kotoran kambing. Data lengkap kadar hara dan bobot kering tanaman bit dan selada dapat dilihat pada Tabel Lampiran 7, 8, 9 dan 10. Kadar hara N pada tanaman bit dan selada tergolong rendah yaitu masingmasing sebesar 1,88 % dan 2,73 %, sedangkan kadar hara P pada tanaman bit dan selada tergolong cukup yaitu masing-masing sebesar 0,25 % dan 0,56 %. Menurut Benton (1991) kadar hara N dan P pada tanaman bit dikatakan cukup apabila berkisar antara 4,00-5,5 % untuk N dan 0,25-0,5 % untuk P, sedangkan
pada tanaman selada kadar hara dikatakan cukup apabila berkisar antara 3,80-5,0 % untuk N dan 0,45-0,6 % untuk P.
4.5
Pengaruh Pemberian Pupuk Organik terhadap Kandungan N-total dan P-tersedia dalam Tanah
4.5.1
Kandungan N-total dalam Tanah Kandungan N-total dalam tanah setelah perlakuan pupuk (30 HST)
cenderung lebih rendah dibandingkan sebelum diberi perlakuan pupuk (Tabel 7). Hal ini terkait dengan penyerapan unsur hara N oleh tanaman bit dan selada. Menurut Benton (1991) tanaman menyerap unsur hara N sepanjang periode pertumbuhan vegetatif yaitu pada awal-awal pertumbuhan tanaman untuk perkembangan daun, batang dan akar.
Tabel 7. Kandungan N-total dalam Tanah Akibat Pemberian Pupuk Organik
Perlakuan Kompos kotoran kambing+abu sekam (K)
Waktu Pengambilan Contoh Tanah Setelah Perlakuan Sebelum Perlakuan (30 HST) …..................................%................................... 0,51 0,31 ab
Kompos kotoran ayam+abu sekam (A)
0,52
0,34 b
Kompos kotoran kambing+abu sekam+pestisida (KP)
0,49
0,27 a
Kompos kotoran ayam+abu sekam+pestisida (AP)
0,51
0,32 b
Kompos kotoran kambing+abu sekam+pestisida+Tithonia (KPT)
0,55
0,31 ab
Kompos kotoran ayam+abu 0,52 0,35 b sekam+pestisida+Tithonia (APT) Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % menurut uji Duncan.
Berdasarkan hasil analisis statistik (Tabel Lampiran 18) menunjukkan bahwa pemberian berbagai pupuk organik berpengaruh nyata terhadap kandungan N-total dalam tanah. Kandungan N-total pada perlakuan kompos kotoran ayam + abu sekam (A), kompos kotoran ayam + abu sekam + pestisida hayati (AP) dan kompos kotoran ayam + abu sekam + pestisida hayati + Tithonia (APT) nyata
lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan kompos kotoran kambing + abu sekam + pestisida hayati (KP), tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan kompos kotoran kambing + abu sekam (K) dan kompos kotoran kambing + abu sekam + pestisida hayati + Tithonia diversifolia (KPT). Kandungan N-total dalam tanah akibat perlakuan pupuk organik berkisar antara 0,27-0,35 %. Berdasarkan kriteria penilaian Pusat Penelitian Tanah (1983) pada Tabel Lampiran 1, konsentrasi N-total dalam tanah tersebut tergolong sedang. Secara umum perlakuan kompos kotoran ayam dan kombinasinya memiliki kandungan N-total lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan kompos kotoran kambing dan kombinasinya. Hal ini terkait dengan jumlah unsur N yang disumbangkan pupuk organik. Dengan dosis pupuk organik 25 ton/ha dan dosis abu sekam 300 kg/ha, kompos kotoran ayam + abu sekam berpotensi menyumbang 350,55 kg N/ha, sedangkan kompos kotoran kambing + abu sekam berpotensi menyumbang 77,46 kg N/ha. Dengan demikian potensi N yang disumbangkan oleh kompos kotoran ayam ke dalam tanah lebih besar dibandingkan dengan kompos kotoran kambing.
4.5.2
Kandungan P-tersedia (Bray 1) dalam Tanah Pengaruh perlakuan pupuk organik terhadap kandungan P-tersedia dalam
tanah disajikan pada Tabel 8. Berdasarkan hasil statistik pada Tabel Lampiran 19 diketahui bahwa perlakuan pupuk organik berpengaruh nyata terhadap kandungan P-tersedia dalam tanah. Perlakuan A, AP dan APT nyata lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan K, KP dan KPT. Kandungan P-tersedia dalam tanah setelah perlakuan pupuk (30 HST) pada perlakuan kompos kotoran kambing secara tunggal maupun yang dikombinasikan cenderung menurun sebaliknya kandungan P-tersedia dalam tanah meningkat akibat pemberian kompos kotoran ayam secara tunggal maupun yang dikombinasikan. Lebih baiknya kandungan P-tersedia akibat pemberian kompos kotoran ayam dibandingkan dengan pemberian kompos kotoran kambing terkait dengan jumlah unsur P yang disumbangkan oleh kompos kotoran ayam yang lebih besar dibandingkan dengan jumlah unsur P yang disumbangkan kompos kotoran kambing. Dengan dosis pupuk organik 25 ton/ha dan dosis abu sekam 300 kg/ha,
kompos kotoran ayam + abu sekam berpotensi menyumbang 143,97 kg P/ha, sedangkan kompos kotoran kambing + abu sekam berpotensi menyumbang 53,37 kg P/ha. Kandungan P-tersedia dalam tanah akibat pemberian pupuk organik berkisar antara 20-181 ppm. Berdasarkan kriteria yang ditetapkan PPT (1983) pada Tabel Lampiran 1, kandungan P-tersedia tersebut tergolong tinggi. Tabel 8. Kandungan P-tersedia dalam Tanah Akibat Pemberian Bahan Organik
Perlakuan Kompos kotoran kambing+abu sekam (K) Kompos kotoran ayam+abu sekam (A)
Waktu Pengambilan Contoh Tanah Setelah Perlakuan Sebelum Perlakuan (30 HST) ….................................ppm................................. 28 a 25,67 a 63 ab
181 b
Kompos kotoran kambing+abu sekam+pestisida (KP)
29,33 a
20 a
Kompos kotoran ayam+abu sekam+pestisida (AP)
114,33 b
121,67 b
Kompos kotoran kambing+abu sekam+pestisida+Tithonia (KPT)
39,67 a
24,67 a
Kompos kotoran ayam+abu 66,33 ab 143 b sekam+pestisida+Tithonia (APT) Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % menurut uji Duncan.
4.6
Pembahasan Umum Pemberian perlakuan pupuk organik berpengaruh nyata terhadap tinggi
tanaman selada pada umur 42 HST, produksi tanaman selada, kandungan N-total dan P-tersedia dalam tanah, serapan N dan P tanaman selada, serapan P tanaman bit. Pemberian pupuk organik tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman selada pada umur 14 dan 28 HST, tinggi tanaman bit pada umur 14, 28 dan 42 HST, produksi tanaman bit dan tidak berpengaruh nyata terhadap serapan N tanaman bit. Hal ini diduga karena perbedaan kandungan unsur hara pada berbagai pupuk organik sehingga potensi hara yang disumbangkan oleh pupuk organik juga berbeda-beda. Dengan dosis pemberian pupuk kandang (kompos kotoran ternak) sebesar 25 ton/ha ditambah abu sekam sebesar 300 kg/ha, kompos kotoran ayam + abu sekam berpotensi menyumbang 350,55 kg N/ha dan 143,97
kg P/ha; kompos kotoran kambing + abu sekam berpotensi menyumbang 77,46 kg N/ha dan 53,37 kg P/ha sedangkan kompos Tithonia diversifolia dengan dosis sebesar 3 ton/ha berpotensi menyumbang 13,62 kg N/ha dan 11,45 kg P/ha. Pengendalian penyakit tanaman dengan cara hayati/ biologis (biological control) merupakan pengendalian suatu penyakit dengan menggunakan organisme yang bukan atau selain dari tanaman inang dan patogen yang menyebabkan penyakit tersebut, ada yang diatur/ dibuat oleh manusia maupun secara alamiah (Djafarudin, 2004). Data pada Tabel 9 menunjukkan bahwa pemberian pestisida hayati tidak berpengaruh terhadap jumlah serangan hama tanaman bit. Hal ini diduga karena penyemprotan pestisida hanya dilakukan sekali, sehingga pengaruh pestisida belum efektif. Tabel 9. Tingkat Serangan Hama pada Tanaman Bit Perlakuan Kompos kotoran kambing + abu sekam (K)
Daun Terserang Hama Berdasarkan Perhitungan (%) 0,71
Kompos kotoran ayam + abu sekam (A)
0,62
Kompos kotoran kambing + abu sekam + pestisida hayati (KP)
0,81
Kompos kotoran ayam + abu sekam + pestisida hayati (AP)
0,72
Kompos kotoran kambing + abu sekam + pestisida hayati + Tithonia (KPT)
0,57
Kompos kotoran ayam + abu sekam + pestisida hayati + Tithonia (APT)
0,40
Pemberian kompos Tithonia diversifolia terlihat mempengaruhi persentase serangan hama pada tanaman bit. Persentase serangan hama pada tanaman bit pada perlakuan dengan penambahan Tithonia diversifolia cenderung lebih rendah dibandingkan dengan tanpa penambahan Tithonia diversifolia. Hal ini diduga karena tanaman Tithonia diversifolia mengeluarkan senyawa yang bersifat racun (Allelophaty) ke dalam tanah yang diduga dapat menekan hama dan penyakit tanaman, dengan demikian tanaman Tithonia diversifolia diduga dapat digunakan sebagai pestisida nabati untuk pengendalian hama pada tanaman bit. Produksi tanaman bit dan selada yang mendapat perlakuan kompos Tithonia diversifolia
menunjukkan hasil yang lebih rendah dibandingkan dengan tanpa perlakuan kompos Tithonia diversifolia. Berdasarkan hasil penelitian Gatti et al. (2004) diketahui bahwa ekstrak daun, batang, dan akar tanaman Tithonia akan menghambat perkecambahan selada karena Tithonia diversifolia mengeluarkan senyawa yang bersifat racun (Allelophaty). Menurut Weston, 1996), pengaruh alelokimia (senyawa kimia penyebab
alelopati) bersifat
selektif,
yaitu
berpengaruh terhadap jenis tanaman tertentu tetapi tidak terhadap tanaman lain.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan Pemberian perlakuan pupuk organik berpengaruh nyata terhadap tinggi
tanaman selada pada umur 42 HST, produksi tanaman selada, kandungan N-total dan P-tersedia dalam tanah, serapan N dan P tanaman selada, serapan P tanaman bit namun, pemberian pupuk organik tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman selada pada umur 14 dan 28 HST, tinggi tanaman bit pada umur 14, 28 dan 42 HST, produksi tanaman bit serta tidak berpengaruh nyata terhadap serapan N tanaman bit. Secara umum perlakuan kompos kotoran ayam baik yang diberikan secara tunggal maupun yang dikombinasikan dengan pestisida hayati dan kompos Tithonia diversifolia memberikan pengaruh yang lebih baik dibandingkan dengan kompos kotoran kambing terhadap semua parameter yang diamati. 5.2.
Saran Penggunaan kompos kotoran ayam lebih disarankan dalam budidaya
sayuran organik dibandingkan dengan kompos kotoran kambing.
DAFTAR PUSTAKA BB-Biogen (Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian). 2004. Nematoda Patogen Serangga (NPS). http://www.biogen.litbang.deptan.go.id/produk/NPS. (7 juli 2008). Benton, J. J. 2003. Agronomic Handbook: Management of Crops, Soils, and Their Fertility. CRC Press. United State of America. 450p. Benton, J., and B. Wolf. 1991. Plant Analysis Handbook. Micro-Macromedia Inc. America. 219p. Blake, F. 1994. Organic Farming and Growing. The Crowood Press. Great Britain. 221p. Brady, N. C., and R. R. Weil. 2002. The Nature and Properties of Soils. 13ed. Pearson Education, Inc., Upper Saddle River, New Jersey. 960p. Cattanach, A. W., A. G. Dexter, and E. S. Oplinger. 1991. Sugarbeets. Department of Agronomy, College of Agricultural and Life Sciences Cooperative Extension Service, University of Wisconsin-Madison. http://www.hort.purdue.edu/newcrop/default.html. (7 Juli 2008). Darmawijaya, I. 1997. Klasifikasi Tanah: Dasar Teori Bagi Peneliti Tanah dan Pelaksana Pertanian di Indonesia. 411hlm. De Datta, S. 1981. Principles and Practices of Rice Production. John Wiley and Sons, New York. 618p. Djafaruddin. 2004. Dasar-dasar Pengendalian Penyakit. Bumi Aksara. Jakarta. 270hlm. Edmond, J.B.,T.L. Senn, F.C. Andrew, and R.G. Halfacre. 1975. Fundamentals of Horticulture. Mc. Graw–Hill, Inc. United State of America. 560p. Gardiner, D. T., and Raymond W. M. 2000. Soil in Our Environment. 10th ed. Pearson Education, Inc., Upper Saddle River, New Jersey. 641p. Gatti, A. B., S. C. Perez, and M. I. S. Lima. 2004. Allelophatic activity of aqueous extracts of Aristolochia esperanzea O. Kuntze in the germination and growth of Lactuca sativa L. and Raphanus sativus L. Acta Bot. Brass. 18 (3) : 459-472. Hadas, A., L. Kautsky, and R. Portnoy. 1996. Mineralization of composed manure and microbial dynamic in soil as affected by long-term nitrogen management. Soil Biol. Biochem. 28(6): 733-738.
Hardjowigeno, S. 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Akademika Pressindo. Jakarta. 267hlm. Hartatik, W, D. Setyorini, dan S. Widati. 2004. Laporan penelitian teknologi pengelolaan hara pada budidaya pertanian organik. Balai Penelitian Tanah. Bogor. Belum dipublikasikan. 86hlm. Hartatik, W, D. Setyorini, dan S. Widati. 2006. Laporan penelitian teknologi pengelolaan hara pada budidaya pertanian organik. Balai Penelitian Tanah. Bogor. Belum dipublikasikan. 66hlm. Haryanto, E., T. Suhartini, E. Rahayu, dan H. H. Sunarjono. 2003. Sawi dan Selada. Penebar Swadaya. Jakarta. 112hlm. Hidayati, U. 1993. Pengaruh residu kapur dan sekam padi pada sifat Oxyc Dystropept cikarang dan hasil kedelai. Skripsi. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hodges, R. D. 1991. Soil organic matter: its central position in organic farming. W. S Wilson., Ed. The Royal Society of Chemistry, Cambridge. p.355-364 ICRAF. 1998. Annual Report for 1997. International Centre for Research in Agroforestry. Nairobi. Kenya. IFOAM (International Federation of Organic Agriculture Movements). 2005. http://www.io.ppi-jepang.org/article.php?id. (6 Maret 2008). Jama, B. A., C. A. Palm, R. J. Buresh, A. I. Niang, C. Gachengo, G. Nziguheba, and B. Amadalo. 2000. Tithonia diversifolia as green manure for soil fertility improvement in western Kenya: A review. Agroforestry systems. 49: 201-22. Marschner, H. 1986. Mineral Nutrition of Higher Plant. Academic Press. London. 889p. Musnamar, E. I. 2004. Pupuk Organik. Penebar Swadaya. Jakarta. 72hlm. Pusat Penelitian Tanah. 1983. Jenis dan macam tanah di Indonesia untuk keperluan survei dan pemetaan tanah Daerah Transmigrasi. Pusat Penelitian Tanah. Bogor. Racmawati. O. 2005. Pengaruh jenis pupuk organik terhadap produksi sayuran tumpang gilir tomat dengan pakchoy dalam sistem pertanian organik. Skripsi. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Reijntjes, C, B. Haverkort, and A. Waters-Bayer. 1999. Pertanian Masa Depan: Pengantar untuk pertanian berkelanjutan dengan input luar rendah. Sukoco, penerjemah; Elske V. T. F., editor. Kanisius. Yogyakarta. Terjemahan dari: Farming for The Future: Introduction to low externalinput and sustainable agriculture.270hlm. Rubatzky, V. E., and Yamaguchi. 1998. Sayuran Dunia II: Prinsip, Produksi dan Gizi. Catur H., penerjemah. Institut Teknologi Bandung. Bandung. Terjemahan dari: Wold Vegetables II: Principles, Production, and Nutritive Values. 292hlm. Sangakkara, U. R., M. Liedgens, A. Soldati, and P. Stamp. 2004. Root and shoot growth of maize (Zea mays) as affected by incorporation of Clotalaria and Tithonia diversifolia as green manure. Agron. Crop Sci. 190:339-346. Sanzhec, P. A. 1993. Sifat dan Pengelolaan Tanah Tropika. Jurusan Ilmu Tanah North Carolina State University. Amir H., penerjemah. Penerbit Institut Teknologi Bandung. Bandung. Terjemahan dari: Properties and Management of Soil in the Tropics. 303hlm. Setyorini, D. 2005. Pupuk organik tingkatkan produksi pertanian. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. http://www.pustaka-deptan.go.id. (30 Juni 2008). Sialoho, M. 1992. Pengaruh penempatan sekam dan dosis pupuk kandang pada pertumbuhan dan produksi jahe. Skripsi. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 591hlm. Standar Nasional Indonesia. 2002. Sistem Pertanian Organik. Badan Standarisasi Nasional. http://www.io.ppi-jepang.org/article.php?id. (6 Juni 2008). Stevenson. 1982. Humus Chemistry. John Wiley and Sons, Inc. New York. 443p. Stoffella, P. J., and B. A. Kahn. 2002. Compost Utilization in Horticultural Cropping System. Lewis Publishers. America. 414p. Sugito, Y., Y. Nuraini, dan E. Nihayati. 1995. Sistem Pertanian Organik. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang. 85hlm. Sutanto. 2002. Pertanian Organik: Menuju Pertanian Alternatif dan Berkelanjutan. Penerbit Kanisius, Jakarta. 218hlm Tisdale, S.L.,W. L. Nelson, J.D. Beaton, and J. L. Havlin. 1999. Soil Fertility and Fertilizers. 6th edition. Prentice-Hall, Inc. Upper Saddle River, New Jersey.499p.
Weston, L. A. 1996. Utilization of allelopathy for weed management in agrosystem. Agron. J. 88(6):860-866. Williams, C. N., J. O. Uzo, and W. T. H. Peregrine. 1993. Produksi Sayuran di Daerah Tropika. Soedharoedjian R., penerjemah. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Terjemahan dari: Vegetable Production in the Tropics. 374hlm.
LAMPIRAN
Tabel Lampiran 1. Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah Berdasarkan PPT (1983) Sangat Rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
<1.00 <0.10 <5 < 10 < 10 < 10 < 10
1.0 – 2.00 0.10 – 0.20 5 – 10 10 – 20 10 – 15 10 – 25 10 – 20
2.01 – 3.00 0.21 – 0.50 11-15 21 – 40 16 – 25 26 – 45 21 – 40
3.01 – 5.00 0.51 – 0.75 16 – 25 41 – 60 26 – 35 46 – 60 41 – 60
<5
5 – 16
17- 24
25 – 40
< 0.1 < 0.1 < 0.4 <2 < 20 < 10
0.1 – 0.2 0.1 – 0.3 0.4 – 1.0 2–5 20 – 35 10 – 20
0.2 - 0.5 0.4 - 0.7 1.1 - 2.0 6 – 10 36 – 50 21 – 30
0.6 – 1.0 0.78 – 1.0 2.1 – 8.0 11 – 20 51 – 70 31 – 60
Sangat Masam
Masam
Agak Masam
Netral
Agak Alkalis
Alkalis
< 4.5
4.5 – 5.5
5.6 – 6.5
6.6 – 7.5
7.6 – 8.5
>8.5
Sifat tanah C (%) N (%) C/N P2O5 HCl (mg/100g) P2O5 Bray 1 (ppm) P2O5 Olsen(ppm) K2O HCl 25% (mg/100) KTK (me/100g) Susunan Kation : K (me/100g) Na (me/100g) Mg (me/100g) Ca (me/100g) Kejenuhan Basa (%) Kejenuhan Al (%)
pH H2O
Sangat Tinggi > 5.00 > 0.75 > 25 > 60 > 35 > 60 > 60 > 40 > 1.0 > 1.0 > 8.0 > 20 > 70 > 60
Tabel Lampiran 2. Deskripsi Profil Tanah Permata Hati Farm Lokasi Bahan Induk Topografi Regim temperatur Regim kelembaban Kelas drainase Vegetasi Kedalaman efektif fisiografi Fisiografi Posts penampang
: Desa Ciburial-Cisarua, Bogor : Volkan Intermediet : Lereng curam di teras kemiringan 30-50% : Isohipertermik : Udik : Sangat Baik : Pinus (asli), kebun sayur : Dalam (>100 cm) : Perbukitan volkan : Lereng atas
Sifat-sifat morfologi tanah: Simbol Horison Ap
: 0-30 cm. Coklat gelap (7,5 TR 3/2); lempung liat Berpasir, struktur remah, halus; banyak akar halus;gembur; jelas rata; pH 6
Bw1
: 30-68 cm. Coklat gelap (7,5 YR 4/4); lempung liat Berdebu; struktur gumpal membulat, sangat halus; gembur; rata berangsur; pH 6 : 68-98 cm. Coklat (7,5 YR 5/4); liat berdebu; struktur gumpal membulat, halus; gembur; baur rata
Bw2
Bw3
Bw4
: 98-125 cm. Coklat-coklat kuat (7,5 YR 5/4-5/6; liat berdebu; struktur gumpal membulat, halus; gembur; sangat sedikit akar halus; baur rata : >125 cm. Coklat-coklat kuat (7,5 YR 5/4-5/6); liat berdebu; struktur gumpal membulat, halus; gembur; tidak ada akar; batas baur rata
Tabel Lampiran 3. Tinggi Tanaman Bit Akibat Pemberian Beberapa Pupuk Organik Pengamatan Tinggi Tanaman Pada Umur Tanaman (HST)* Perlakuan
14
28
42
………………….cm…………………. K1
9,00
26,60
34,40
K2
11,20
25,80
36,80
K3 Rataan
12,20 10,80
28,00 26,80
34,00 35,07
A1
11,20
28,60
39,20
A2
8,80
27,00
40,60
A3 Rataan
10,00 10,00
23,60 26,40
38,00 39,27
KP1
11,40
26,60
38,20
KP2
10,80
27,20
39,40
KP3 Rataan
14,40 12,20
27,20 27,00
38,60 38,73
AP1
10,20
30,00
42,60
AP2
10,40
24,40
40,00
AP3 Rataan
10,00 10,20
28,40 27,60
37,60 40,07
KPT1
10,80
27,20
39,00
KPT2
8,60
27,00
31,80
KPT3 Rataan
11,80 10,40
21,00 25,07
33,20 34,67
APT1
9,00
23,40
33,40
APT2
11,00
23,00
39,20
11,60 10,53
25,80 24,07
36,80 36,47
APT3 Rataan * HST = Hari Setelah Tanam
Tabel Lampiran 4. Tinggi Tanaman Selada head Akibat Pemberian Beberapa Pupuk Organik Pengamatan Tinggi Tanaman Pada Umur Tanaman (HST)* Perlakuan
14
28
42
………….……….….cm…………...………… K1
8,80
12,80
13,60
K2
8,60
12,80
12,80
K3 Rataan
7,60 8,33
12,20 12,60
14,60 13,67
A1
8,00
12,40
14,80
A2
8,40
13,80
15,80
A3 Rataan
7,40 7,93
14,60 13,60
17,80 16,13
KP1
9,20
12,80
14,60
KP2
8,80
11,80
12,20
KP3 Rataan
8,00 8,67
12,40 12,33
13,80 13,53
AP1
8,80
14,60
17,40
AP2
9,00
14,40
16,00
AP3 Rataan
7,40 8,40
12,40 13,80
15,00 16,13
KPT1
8,40
13,00
14,00
KPT2
8,80
12,40
15,00
KPT3 Rataan
7,20 8,13
11,40 12,27
13,00 14,00
APT1
9,00
13,40
14,20
APT2
10,20
14,80
12,80
6,40 8,53
13,20 13,80
14,60 13,87
APT3 Rataan *HST = Hari Setelah Tanam
Tabel Lampiran 5. Populasi dan Produksi Tanaman Bit Akibat Pemberian Beberapa Pupuk Organik Perlakuan
Populasi (7 m2)
Produksi per petak Produksi per (16,8 m2) hektar ……………………………kg…………….…………...…. Produksi (7 m2)
K1
44
2,20
4,60
2053,57
K2
44
2,90
6,06
2706,98
40 42,67
6,90 4,00
15,87 8,84
7084,82 3948,46
A1
42
8,00
17,52
7823,13
A2
36
8,80
22,49
10039,68
26 34,67
3,30 6,70
11,68 17,23
5212,91 7691,91
KP1
42
5,40
11,83
5280,61
KP2
39
4,20
9,91
4423,08
40 40,33
6,50 5,37
14,95 12,23
6674,11 5459,27
AP1
44
6,70
14,01
6254,06
AP2
37
10,00
24,86
11100,39
39 40,00
6,40 7,70
15,10 17,99
6739,93 8031,46
KPT1
44
8,60
17,98
8027,60
KPT2
39
6,00
14,15
6318,68
36 39,67
3,00 5,87
7,67 13,27
3422,62 5922,97
APT1
43
8,20
17,54
7832,23
APT2
38
6,00
14,53
6484,96
39 40,00
4,10 6,10
9,67 13,91
4317,77 6211,65
K3 Rataan
A3 Rataan
KP3 Rataan
AP3 Rataan
KPT3 Rataan
APT3 Rataan
Tabel Lampiran 6. Populasi dan Produksi Tanaman Selada head Akibat Pemberian Beberapa Pupuk Organik Produksi per petak Produksi per (16,8 m2) hektar ……………………………kg…………….…………...….
Populasi (7 m2)
Produksi (7 m2)
K1
30
3,00
10,20
4553,57
K2
27
2,70
10,20
4553,57
23 26,67
2,30 2,67
10,20 10,20
4553,57 4553,57
A1
24
6,00
25,50
11383,93
A2
26
5,85
22,95
10245,54
21 23,67
3,68 5,18
17,85 22,10
7968,75 9866,07
KP1
26
4,23
16,58
7399,55
KP2
20
2,50
12,75
5691,96
23 23,00
2,30 3,01
10,20 13,18
4553,57 5881,70
AP1
27
4,71
17,78
7936,71
AP2
28
4,20
15,30
6830,36
20 25,00
2,75 3,89
14,03 15,70
6261,16 7009,41
KPT1
29
3,63
12,75
5691,96
KPT2
27
2,36
8,92
3983,53
22 26,00
1,65 2,55
7,65 9,77
3415,18 4363,56
APT1
27
4,38
16,54
7383,53
APT2
29
4,35
15,30
6830,36
20 25,33
1,50 3,41
7,65 13,16
3415,18 5876,36
Perlakuan
K3 Rataan
A3 Rataan
KP3 Rataan
AP3 Rataan
KPT3 Rataan
APT3 Rataan
Tabel Lampiran 7. Kadar N, Bobot Kering dan Serapan N Tanaman Bit Akibat Pemberian Beberapa Pupuk Organik Kadar N (%)
Bobot Kering (kg/petak)
Serapan N (g/petak)
K1
1,52
0,424
6,44
K2
1,54
0,488
7,51
K3 Rataan
1,87 1,64
1,391 0,767
26,01 13,32
A1
1,82
1,430
26,02
A2
2,31
1,871
43,21
A3 Rataan
2,44 2,19
0,897 1,399
21,88 30,37
KP1
1,61
0,999
16,08
KP2
2,24
0,814
18,23
KP3 Rataan
1,87 1,91
1,318 1,044
24,65 19,65
AP1
2,3
1,109
25,50
AP2
1,81
2,017
36,51
AP3 Rataan
1,71 1,94
1,277 1,468
21,84 27,95
KPT1
1,08
1,949
21,05
KPT2
1,93
1,003
19,35
KPT3 Rataan
1,03 1,35
0,770 1,241
7,93 16,11
APT1
2,15
1,505
32,36
APT2
2,34
0,893
20,91
APT3 Rataan
2,42 2,30
0,806 1,068
19,51 24,26
Perlakuan
Tabel Lampiran 8. Kadar P, Bobot Kering dan Serapan P Tanaman Bit Akibat
Pemberian Beberapa Pupuk Organik Kadar P (%)
Bobot Kering (kg/petak)
Serapan P (g/petak)
K1
0,16
0,424
0,68
K2
0,18
0,488
0,88
K3 Rataan
0,15 0,16
1,391 0,767
2,09 1,21
A1
0,28
1,430
4,00
A2
0,38
1,871
7,11
A3 Rataan
0,47 0,38
0,897 1,399
4,22 5,11
KP1
0,17
0,999
1,70
KP2
0,25
0,814
2,03
KP3 Rataan
0,22 0,21
1,318 1,044
2,90 2,21
AP1
0,31
1,109
3,44
AP2
0,20
2,017
4,03
AP3 Rataan
0,29 0,27
1,277 1,468
3,70 3,73
KPT1
0,20
1,949
3,90
KPT2
0,19
1,003
1,91
KPT3 Rataan
0,10 0,16
0,770 1,241
0,77 2,19
APT1
0,28
1,505
4,21
APT2
0,26
0,893
2,32
APT3 Rataan
0,41 0,32
0,806 1,068
3,31 3,28
Perlakuan
Tabel Lampiran 9. Kadar N, Bobot Kering dan Serapan N Tanaman Selada Head Akibat Pemberian Beberapa Pupuk Organik Kadar N (%)
Bobot Kering (kg/petak)
Serapan N (g/petak)
K1
2,15
0,288
6,20
K2
2,54
0,292
7,41
K3 Rataan
2,87 2,52
0,270 0,284
7,76 7,12
A1
3,15
0,657
20,68
A2
2,47
0,554
13,67
A3 Rataan
3,25 2,96
0,466 0,559
15,13 16,50
KP1
2,63
0,523
13,75
KP2
2,84
0,363
10,31
KP3 Rataan
2,16 2,54
0,332 0,406
7,18 10,41
AP1
2,56
0,481
12,30
AP2
3,77
0,402
15,16
AP3 Rataan
2,61 2,98
0,419 0,434
10,94 12,80
KPT1
2,09
0,382
7,98
KPT2
2,43
0,234
5,68
KPT3 Rataan
2,13 2,22
0,226 0,280
4,81 6,16
APT1
3,32
0,353
11,72
APT2
3,00
0,393
11,79
APT3 Rataan
3,33 3,22
0,219 0,322
7,29 10,27
Perlakuan
Tabel Lampiran 10. Kadar P, Bobot Kering dan Serapan P Tanaman Selada Head Akibat Pemberian Beberapa Pupuk Organik Kadar P (%)
Bobot Kering (kg/petak)
Serapan P (g/petak)
K1
0,55
0,288
1,59
K2
0,54
0,292
1,58
K3
0,56
0,270
1,51
Rataan
0,55
0,284
1,56
A1
0,55
0,657
3,61
A2
0,59
0,554
3,27
A3
0,68
0,466
3,17
Rataan
0,61
0,559
3,35
KP1
0,43
0,523
2,25
KP2
0,69
0,363
2,50
KP3
0,45
0,332
1,50
Rataan
0,52
0,406
2,08
AP1
0,54
0,481
2,60
AP2
0,72
0,402
2,90
AP3
0,61
0,419
2,56
Rataan
0,62
0,434
2,68
KPT1
0,61
0,382
2,33
KPT2
0,50
0,234
1,17
KPT3
0,53
0,226
1,20
Rataan
0,55
0,280
1,56
APT1
0,53
0,353
1,87
APT2
0,57
0,393
2,24
APT3
0,58
0,219
1,27
Rataan
0,56
0,322
1,79
Perlakuan
Tabel Lampiran 11. Kandungan N-total dalam Tanah Sebelum dan Setelah Pemberian Pupuk Organik Perlakuan
Kandungan N-tot dalam Tanah (%) Sebelum Pemberian Pupuk Setelah Pemberian Pupuk Organik Organik (30 HST)
K1
0,57
0,33
K2
0,45
0,31
K3 Rataan
0,50 0,51
0,30 0,31
A1
0,52
0,33
A2
0,53
0,35
A3 Rataan
0,52 0,52
0,33 0,34
KP1
0,48
0,27
KP2
0,46
0,29
KP3 Rataan
0,52 0,49
0,26 0,27
AP1
0,55
0,30
AP2
0,53
0,34
AP3 Rataan
0,44 0,51
0,32 0,32
KPT1
0,60
0,33
KPT2
0,54
0,29
KPT3 Rataan
0,50 0,55
0,32 0,31
APT1
0,56
0,38
APT2
0,48
0,38
APT3 Rataan
0,53
0,30
0,52
0,35
Tabel Lampiran 12. Kandungan P-tersedia dalam Tanah Sebelum dan Setelah Pemberian Pupuk Organik Perlakuan K1
Kandungan P-tersedia dalam Tanah (ppm) Sebelum Pemberian Pupuk Setelah Pemberian Pupuk Organik Organik (30 HST) 22 16
K2
32
31
K3
30
30
Rataan
28
25,67
A1
63
240
A2
52
100
A3
74
203
Rataan
63
181
KP1
27
22
KP2
40
23
KP3
21
15
29,33
20
AP1
99
130
AP2
89
74
AP3
155
161
Rataan
Rataan
114,33
121,67
KPT1
62
29
KPT2
42
36
KPT3
15
9
39,67
24,67
APT1
45
87
APT2
86
247
APT3
68
95
66,33
143
Rataan
Rataan
Tabel Lampiran 13.
Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Analisis Statistik Pengaruh Pemberian Pupuk Organik terhadap Pertumbuhan Tanaman Bit Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F- hitung
F-tabel 5%
..…..…………………......………...........….14 HST…….............……………..……………….... Perlakuan
5
9.351
1.87
Galat
12
24.827
2.069
0.904
3.106
Total 17 34.178 ..…..…………………......………...........….28 HST…….............……………..……………….... Perlakuan
5
26.471
5.294
Galat
12
61.813
5.151
1.028
3.106
Total 17 88.284 ..…..…………………......………...........….42 HST…….............……………..……………….... Perlakuan
5
Galat
12
Total 17 H0 : F-hitung > F-tabel H1 : F-hitung ≤ F-tabel
78.471
15.694
67.36
5.613
2.796*
3.106
145.831
*: Perlakuan berpengaruh nyata terhadap parameter yang diamati
Tabel Lampiran 14. Analisis Statistik Pengaruh Pemberian Pupuk Organik terhadap Pertumbuhan Tanaman Selada Head Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F- hitung
F-tabel 5%
..…..…………………......………...........….14 HST…….............……………..……………….... Perlakuan
5
1.067
0.213
Galat
12
12.533
1.044
0.204
3.106
Total 17 13.6 ..…..…………………......………...........….28 HST…….............……………..……………….... Perlakuan
5
8.267
1.653
Galat
12
9.013
0.751
2.201
3.106
Total 17 17.28 ..…..…………………......………...........….42 HST…….............……………..……………….... Perlakuan
5
22.791
4.558
Galat
12
15.973
1.331
Total 17 H0 : F-hitung > F-tabel H1 : F-hitung ≤ F-tabel
38.764
*: Perlakuan berpengaruh nyata terhadap parameter yang diamati
3.424*
3.106
Tabel Lampiran 15. Analisis Statistik Pengaruh Pemberian Pupuk Organik terhadap Produksi Tanaman Bit dan Selada Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F- hitung
F-tabel 5%
..…..…………………......…...........….Produksi Bit (kg/ha)…….............……..……………….... Perlakuan
5
169.729
33.946
Galat
12
303.869
25.322
1.341
3.106
Total 17 473.597 ..…..…………………......…...........Produksi Selada Head (kg/ha)……...............…....…..……... Perlakuan
5
306.575
61.315
Galat
12
118.707
9.892
Total
17
425.282
6.198*
3.106
H0 : F-hitung > F-tabel H1 : F-hitung ≤ F-tabel *: Perlakuan berpengaruh nyata terhadap parameter yang diamati
Tabel Lampiran 16.
Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Analisis Statistik Pengaruh Pemberian Pupuk Organik terhadap Serapan N dan P-total Tanaman Bit Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F- hitung
F-tabel 5%
.......................…..................Serapan N-total Tanaman Bit (g/petak) ....…........................……… Perlakuan
5
678.288
135.658
Galat
12
855.274
71.273
1.903
3.106
Total 17 1533.562 .......................…..................Serapan P-total Tanaman Bit (g/petak) ....…........................……… Perlakuan
5
28.519
5.704
Galat Total
12 17
14.933 43.453
1.244
H0 : F-hitung > F-tabel H1 : F-hitung ≤ F-tabel *: Perlakuan berpengaruh nyata terhadap parameter yang diamati
4.584*
3.106
Tabel Lampiran 17. Analisis Statistik Pengaruh Pemberian Pupuk Organik terhadap Serapan N dan P-total Tanaman Selada Head Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F- hitung
F-tabel 5%
......................….............Serapan N-total Tanaman Selada Head (g/petak) ....…........................… Perlakuan
5
214.698
42.940
Galat
12
78.184
6.515
6.591*
3.106
Total 17 292.882 ....................….................Serapan P-total Tanaman Selada Head (g/petak).........................…… Perlakuan
5
7.634
1.527
Galat
12
2.075
0.173
Total
17
9.709
8.831*
3.106
H0 : F-hitung > F-tabel H1 : F-hitung ≤ F-tabel *: Perlakuan berpengaruh nyata terhadap parameter yang diamati
Tabel Lampiran 18. Analisis Statistik Pengaruh Pemberian Pupuk Organik terhadap Kandungan N-total dalam Tanah Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F- hitung
F-tabel 5%
......…..............….Kandungan N-total dalam Tanah Sebelum Perlakuan (%) …..……………….. Perlakuan
5
0.006
0.001
Galat
12
0.024
0.002
0.614
3.106
Total 17 0.031 ..…....….........Kandungan N-total dalam Tanah Setelah Perlakuan (30 HST) (%) .......……….... Perlakuan
5
0.011
0.002
Galat
12
0.007
0.001
Total
17
0.018
H0 : F-hitung > F-tabel H1 : F-hitung ≤ F-tabel *: Perlakuan berpengaruh nyata terhadap parameter yang diamati
3.673*
3.106
Tabel Lampiran 19. Analisis Statistik Pengaruh Pemberian Pupuk Organik terhadap Kandungan P-tersedia dalam Tanah Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F- hitung
F-tabel 5%
......….................Kandungan P-tersedia dalam Tanah Sebelum Perlakuan (ppm) ....…..………… Perlakuan
5
15950.444
3190.089
Galat
12
4974.667
414.556
7.695*
3.106
Total 17 78952 ......…..........Kandungan P-tersedia dalam Tanah Setelah Perlakuan (30HST) (ppm) ....…....…… Perlakuan
5
23234.444
4646.889
Galat
12
15236
1269.667
Total
17
36393.611
3.660*
3.106
H0 : F-hitung > F-tabel H1 : F-hitung ≤ F-tabel *: Perlakuan berpengaruh nyata terhadap parameter yang diamati
Tabel Lampiran 20. Analisis Statistik Pengaruh Pemberian Pupuk Organik terhadap Persentase Serangan Hama pada Tanaman Bit Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F- hitung
F-tabel 5%
...............…...................Serangan Hama pada Tanaman Bit (%)...........................…… Perlakuan
5
0.312
0.062
Galat
12
0.362
0.03
Total
17
0.675
H0 : F-hitung > F-tabel H1 : F-hitung ≤ F-tabel
2.07
3.106
Tabel Lampiran 21. Daun Terserang Hama Akibat Pemberian Pupuk Organik
0 (a)
1 (b)
2©
3 (d)
4 (e)
Jumlah seluruh daun
K1
15
33
0
0
0
48
jumlah daun terserang hama 33
K2
16
31
0
0
2
49
39
0,80
K3
17
31
0
0
0
48
31
0,65
16,00
31,67
0,00
0,00
0,67
48,33
34,33
0,71
A1
14
34
0
0
0
48
34
0,71
A2
14
35
0
0
0
49
35
0,71
A3
22
17
0
0
0
39
17
0,44
16,67
28,67
0,00
0,00
0,00
45,33
28,67
0,62
KP1
20
27
1
0
0
48
29
0,60
KP2
15
30
2
0
0
47
34
0,72
KP3
7
31
13
0
0
51
57
1,12
14,00
29,33
5,33
0,00
0,00
48,67
40,00
0,82
AP1
18
36
0
0
0
54
36
0,67
AP2
12
32
1
1
0
46
37
0,80
AP3
13
29
0
0
0
42
29
0,69
14,33
32,33
0,33
0,33
0,00
50,00
36,50
0,74
KPT1
17
30
0
0
0
47
30
0,64
KPT2
25
21
0
0
0
46
21
0,46
KPT3
19
25
2
0
0
46
29
0,63
20,33
25,33
0,67
0,00
0,00
46,33
26,67
0,58
APT1
24
21
0
0
0
45
21
0,47
APT2
18
6
0
0
0
48
6
0,13
APT3
18
28
0
0
0
46
28
0,61
20,00
18,33
0,00
0,00
0,00
46,33
18,33
0,40
Skor Perlakuan
Rataan
Rataan
Rataan
Rataan
Rataan
Rataan
Daun terserang hama (%) 0,69