PENGARUH BAHAN PERBANYAKAN TANAMAN DAN JENIS PUPUK ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN BINAHONG (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis)
DAN BASKORO A24060538
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
PENGARUH BAHAN PERBANYAKAN TANAMAN DAN JENIS PUPUK ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN BINAHONG (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis)
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
DAN BASKORO A24060538
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
RINGKASAN DAN BASKORO. Pengaruh Bahan Perbanyakan Tanaman dan Jenis Pupuk Organik terhadap Pertumbuhan Tanaman Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis). (Dibimbing oleh BAMBANG S. PURWOKO). Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh bahan perbanyakan tanaman dan jenis pupuk organik yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman binahong. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Sawah Baru, Dramaga, Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juni 2010. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok faktorial yang terdiri atas dua faktor. Faktor pertama adalah bahan tanaman terdiri atas dua jenis bahan tanam, yaitu rimpang akar, dan setek batang dengan daunnya. Faktor kedua adalah jenis pupuk organik terdiri atas empat jenis, yaitu tanpa pupuk (kontrol), kompos, pupuk kandang sapi, dan pupuk kandang ayam dengan perbandingan tanah dan pupuk organik 1 : 1 (v/v). Peubah yang diamati dalam percobaan ini meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, lebar daun, jumlah cabang, bobot panen basah, dan bobot panen kering. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan bahan perbanyakan tanaman menunjukkan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah dan lebar daun, dan jumlah cabang. Penggunaan setek batang sebagai bahan tanam lebih baik dibandingkan dengan setek rimpang. Perlakuan pupuk organik berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah dan lebar daun, bobot basah dan bobot kering akar, bobot basah dan bobot kering batang, bobot basah dan bobot kering total dan bobot basah daun. Penambahan pupuk organik (kompos, pupuk kandang sapi, dan pupuk kandang ayam) pada media menyebabkan pertumbuhan binahong lebih baik dibandingkan tanpa pupuk (kontrol). Penambahan pupuk organik berupa pupuk kandang sapi memberikan nilai komponen pertumbuhan lebih tinggi dibanding pupuk organik lainnya, sedangkan penambahan kompos memberikan nilai komponen hasil lebih tinggi dibanding pupuk organik lainnya. Interaksi bahan perbanyakan tanaman dengan pupuk organik hanya berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada 2 MST dan bobot kering akar. Kombinasi terbaik antara bahan perbanyakan tanaman dan pupuk
organik untuk mendukung pertumbuhan tanaman binahong adalah perlakuan setek batang dan pupuk kandang sapi, sedangkan kombinasi terbaiknya untuk mendukung hasil tanaman binahong adalah perlakuan setek batang dan kompos.
iv
Judul
:
PENGARUH BAHAN PERBANYAKAN TANAMAN DAN JENIS PUPUK ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN BINAHONG (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis)
Nama
:
DAN BASKORO
NIM
:
A24060538
Menyetujui: Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Bambang S. Purwoko, M.Sc NIP 19610218 198403 1 002
Mengetahui, Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc. Agr NIP 19611101 198703 1 003
Tanggal Lulus: ..........................
v
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 18 Januari 1988, merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Heny Suharsono dan Ibu Sumiatun. Setelah lulus dari SDN Polisi 1 pada tahun 2000, penulis melanjutkan di SMPN 5 Bogor hingga lulus tahun 2003 dan SMAN 3 Bogor hingga lulus tahun 2006. Penulis diterima sebagai mahasiswa baru IPB melalui jalur USMI pada tahun 2006. Setahun kemudian penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura tahun 2007, Fakultas Pertanian IPB. Penulis pernah aktif dalam kegiatan UKM KOPMA pada tahun 2007. Pertengahan tahun 2008, penulis mengikuti magang di INDO FLOWERS NURSERY selama satu bulan.
vi
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala kekuatan dan kemudahan yang telah diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga
tetap
tercurahkan
kepada Nabi Muhammad Shollallohu‘alaihi wa Sallam serta keluarga, para sahabat dan pengikutnya hingga akhir zaman. Penelitian ini berjudul “Pengaruh Bahan Perbanyakan Tanaman dan Jenis Pupuk Organik terhadap Pertumbuhan Tanaman Binahong (Anredera cordifolia [Ten.] Steenis)”. Penelitian ini merupakan salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Rasa terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada : 1.
Keluarga tercinta : Ibu, Ayah, dan Adik yang telah memberikan doa, semangat, dan kasih sayang yang tak terhingga.
2.
Prof. Dr. Ir. Bambang S. Purwoko, MSc sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan saran, kritik, dan arahan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik.
3.
Dr. Ir. Maya Melati, MS dan Ani Kurniawati, S.P., MSi sebagai dosen penguji atas koreksi dan saran yang membangun untuk perbaikan laporan penelitian/skripsi ini.
4.
Dr. Dewi Sukma, S.P., MSc dan Juang Gema Kartika, S.P., MS atas bimbingan yang diberikan kepada penulis selama menyelesaikan studi di Departemen Agronomi dan Hortikultura.
5.
Pak Adang dan Pak Komara yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian.
6.
Teman-teman AGH 43 khususnya Dedi Cahyadi dan sahabat wisma Maya ialah Deri, Candra, Alfian, Deden, dan Hijri yang telah membantu dan memberikan semangat serta doanya serta sahabat-sahabatku. Penulis berharap hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi yang
memerlukan. Bogor, Maret 2011 Penulis
vii
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ....................................................................................
vii
DAFTAR GAMBAR................................................................................
viii
DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................
ix
PENDAHULUAN .................................................................................... Latar Belakang ........................................................................... Tujuan........................................................................................ Hipotesis ....................................................................................
1 1 3 3
TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... Klasifikasi Binahong .................................................................. Morfologi Binahong.................................................................... Kandungan Kimia dan Manfaat Binahong .................................... Perbanyakan Binahong ................................................................ Pupuk Organik ........................................................................... Kompos....................................................................................... Pupuk Kandang Sapi .................................................................. Pupuk Kandang Ayam................................................................
4 4 4 5 6 7 7 8 9
BAHAN DAN METODE ......................................................................... Tempat dan Waktu ..................................................................... Bahan dan Alat ........................................................................... Metode Penelitian....................................................................... Pelaksanaan Penelitian ............................................................... Pengamatan ................................................................................
11 11 11 11 12 13
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. Kondisi Umum ........................................................................... Hasil .......................................................................................... Pembahasan ...............................................................................
14 14 18 23
KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................
31
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................
32
LAMPIRAN.............................................................................................
36
iv
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1.
Kandungan Hara Beberapa Pupuk Kandang...............................................
9
2.
Kandungan Hara Makro dan Mikro Kompos, Pupuk Kandang Sapi, dan Pupuk Kandang Ayam. ...............................................................................
14
3.
Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Komponen Pertumbuhan ........................
17
4.
Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Komponen Hasil .....................................
18
5.
Rata-rata Tinggi Tanaman pada Perlakuan Pupuk Organik dan Bahan Perbanyakan Tanaman ................................................................................
19
Pengaruh Interaksi antara Bahan Tanaman dan Pupuk Organik terhadap Tinggi Tanaman pada 2 MST .....................................................................
19
Rata-rata Jumlah Daun pada Perlakuan Pupuk Organik dan Bahan Perbanyakan Tanaman ................................................................................
21
Rata-rata Lebar Daun pada Perlakuan Pupuk Organik dan Bahan Perbanyakan Tanaman ................................................................................
21
Rata-rata Jumlah Cabang pada Perlakuan Pupuk Organik dan Bahan Perbanyakan Tanaman ................................................................................
22
10. Rata-rata Bobot Basah Akar, Batang, Daun, dan Total pada Perlakuan Pupuk Organik dan Bahan Perbanyakan Tanaman.....................................
23
11. Rata-rata Bobot Kering Akar, Batang, Daun, dan Total pada Perlakuan Pupuk Organik dan Bahan Perbanyakan Tanaman.....................................
23
12. Pengaruh Interaksi antara Bahan Tanaman dan Pupuk Organik terhadap Bobot Kering Akar......................................................................................
24
6. 7. 8. 9.
v
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1.
Binahong (Anredera cordifolia [Ten.] Steenis) ..........................................
4
2.
Kondisi tanaman yang terserang (a) Penyakit Busuk Pangkal Batang dan (b) tanaman Binahong (Anredera cordifolia) pada 12 MST................
15
vi
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1.
Layout penelitian ......................................................................................
37
2.
Hasil Analisis Tanah yang Digunakan Sebagai Media Tumbuh ..............
38
3.
Data Temperatur Maksimal dan Minimum, Kelembaban Udara, dan Rata-rata Curah Hujan Lokasi Penelitian di Kebun Percobaan Sawah Baru pada Bulan Maret - Juni 2010. .........................................................
38
Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah........................................................
39
4.
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Keanekaragaman hayati Indonesia menempati urutan ketiga di dunia yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan, papan serta obat-obatan. Menurut PROSEA (2003), terdapat 1 845 jenis tanaman obat yang telah berhasil diidentifikasi dan diinventarisasi yang berasal dari berbagai tipe ekosistem hutan Indonesia. Saat ini penggunaan berbagai macam obat tradisional berbahan dasar tanaman obat alami yang berasal dari hutan telah berkembang pesat. Pemanfaatan tanaman obat di dalam negeri cenderung mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat untuk mengonsumsi obat-obatan alami. Tanaman obat sudah lama digunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai alternatif untuk pencegahan dan pengobatan berbagai penyakit. Dalam beberapa tahun terakhir semakin banyak tanaman yang diketahui manfaatnya dalam dunia pengobatan salah satunya adalah binahong (Anredera cordifolia [Ten.] Steenis). Manoi (2009) menyatakan binahong merupakan salah satu tanaman obat yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi bahan baku obat. Bagian tanaman yang digunakan sebagai obat berasal dari rimpang akar, batang, dan daun. Daun binahong mengandung senyawa aktif antara lain flavonoid, alkaloid, terpenoid, dan saponin. Tanaman ini diduga mampu mempercepat penyembuhan luka, melancarkan dan menormalkan peredaran dan tekanan darah, serta meningkatkan daya tahan tubuh. Mengingat potensi yang dimiliki binahong dalam industri fitofarmaka serta belum banyaknya informasi dalam budidayanya, diperlukan penelitian untuk mendapatkan informasi tentang pertumbuhan dan produktivitas yang optimal. Pertumbuhan dan produktivitas tanaman yang optimal ditentukan oleh kualitas bahan tanaman yang digunakan. Menurut Mus (2008), perbanyakan tanaman binahong secara vegetatif umumnya dilakukan menggunakan setek batang. Setek batang pada umumnya lebih mudah dan sangat menguntungkan karena batang mempunyai persediaan bahan makanan yang cukup dan mengandung bakal tunas. Manoi (2009) menyatakan bahwa tanaman binahong
2 dapat diperbanyak dengan menggunakan setek rimpang akar dan menghasilkan pertumbuhan yang cepat serta memiliki sifat yang sama dengan induknya. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan penyetekan adalah media pertumbuhan. Media pertumbuhan tersebut diantaranya berupa penambahan pupuk organik. Penambahan
pupuk
organik
merupakan
salah
satu
usaha
untuk
meningkatkan pertumbuhan tanaman dan kandungan unsur hara dalam tanah. Junita et al. (2002) menyatakan pupuk organik adalah pupuk yang mengandung senyawa organik, baik berupa bahan organik alam atau senyawa buatan maupun pupuk hayati. Pupuk organik dapat berasal dari pupuk hijau, pupuk kandang, kompos, atau kombinasi bahan organik. Menurut Siswanto et al. (1997) pemberian pupuk kandang sapi dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman cabe jamu. Selain itu, berdasarkan hasil penelitian Syukur dan Nur (2006), pemberian pupuk organik (kompos dan pupuk kandang sapi) mampu meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman jahe. Binahong memiliki manfaat dan nilai ekonomi yang tinggi serta memungkinkan untuk dibudidayakan secara intensif. Saat ini, binahong telah digunakan sebagai bahan baku untuk industri fitofarmaka. Menurut Balitro (2006), hanya sekitar 20 % bahan baku binahong untuk industri diperoleh dari hasil budidaya, sedangkan sisanya diperoleh dari hutan. Hal tersebut dikarenakan belum adanya teknik budidaya yang mendukung untuk pertumbuhan tanaman terutama pemilihan bahan perbanyakan tanaman dan jenis pupuk organik yang digunakan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui bahan tanaman dan jenis pupuk organik yang tepat untuk mendukung pertumbuhan tanaman yang optimal.
3 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh bahan perbanyakan tanaman dan jenis pupuk organik yang sesuai untuk pertumbuhan dan hasil tanaman binahong. Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu: 1. Terdapat jenis bahan tanaman yang memberikan pengaruh terbaik terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman. 2. Terdapat jenis pupuk organik yang sesuai untuk pertumbuhan dan hasil tanaman. 3. Terdapat kombinasi terbaik antara jenis bahan tanaman dan pupuk organik untuk mendukung pertumbuhan dan hasil tanaman secara optimal.
4
TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Binahong Anredera cordifolia (Ten.) Steenis di Indonesia disebut dengan nama binahong, sedangkan di Cina disebut dengan nama dheng shan chi dan di Inggris disebut dengan nama heartleaf madeira vine. Tanaman ini masih satu famili dengan gendola (Basella rubra Linn) dan satu ordo dengan bayam. Tanaman ini diklasifikasikan dalam Familia Basellaceae, Genus Anredera, Spesies Anredera cordifolia (Ten.) Steenis. Sinonim dari tanaman Anredera cordifolia (Ten) Steenis, di antaranya Boussingaultia gracilis Miers, Boussingaultia cordifolia, Boussingaultia basselloides (Mus, 2008).
Gambar 1. Binahong (Anredera cordifolia [Ten.] Steenis) Morfologi Binahong Tanaman binahong merupakan tanaman tahunan, tumbuh menjalar, dan tanamannya dapat mencapai panjang ± 5 m. Binahong mudah tumbuh di dataran rendah maupun dataran tinggi dan banyak ditanam di dalam pot sebagai tanaman hias dan obat. Tanaman ini tumbuh baik di daerah tropika dan sub-tropika. Tanaman binahong diperbanyak secara generatif (biji), tetapi lebih sering diperbanyak secara vegetatif dengan akar atau rhizoma. Bagian tanaman binahong terdiri atas daun, batang, bunga, akar, dan rhizoma (Mus, 2008). Tanaman binahong berdaun tunggal dan bertangkai sangat pendek (subsessile), tersusun berseling, berwarna hijau, dan berbentuk jantung (cordata). Daun binahong memiliki panjang sekitar 5-10 cm dan lebar sekitar 3-7 cm. Tanaman binahong memiliki batang yang lunak, berbentuk silindris,
5 batang berwarna merah, dan permukaannya halus. Tanaman binahong yang sudah cukup tua, membentuk umbi pada ketiak daun bertekstur kasar dengan beberapa mata tunas (Mus, 2008). Tanaman binahong memiliki bunga majemuk berbentuk tandan dan bertangkai panjang yang tumbuh pada ketiak daun. Mahkota bunga binahong berwarna krem keputih-putihan, berjumlah lima helai yang tidak berlekatan, dan berukuran sekitar 0.5-1 cm. Tanaman binahong mempunyai akar tunggang yang berdaging lunak dan berwarna coklat (Mus, 2008). Tanaman binahong memiliki rhizoma. Rhizoma adalah struktur batang khusus yang sumbu utamanya terdapat di dalam tanah, bercabang-cabang, tumbuh mendatar, dan dari ujungnya dapat tumbuh tunas yang muncul di atas tanah. Rhizoma berfungsi sebagai alat perkembangbiakan dan tempat penimbunan zat-zat cadangan makanan (Tjitrosoepomo, 1999). Kandungan Kimia dan Manfaat Binahong Setiap tanaman memproduksi bermacam-macam senyawa kimia untuk tujuan tertentu. Senyawa kimia yang dihasilkan disebut sebagai metabolit sekunder. Menurut Lenny (2006), senyawa metabolit sekunder merupakan senyawa kimia yang umumnya memiliki kemampuan bioaktifitas dan berfungsi sebagai pelindung dari gangguan hama penyakit untuk tumbuhan itu atau lingkungannya. Manoi (2009) menyatakan bahwa daun binahong dalam kultur in vitro mengandung beberapa senyawa metabolit sekunder antara lain flavonoid, alkaloid, terpenoid, dan saponin. Kandungan senyawa flavonoid, alkaloid, terpenoid, dan saponin dilaporkan mampu menyembuhkan luka bakar dan analgesik (mengurangi rasa nyeri). Aktivitas farmakologi flavonoid adalah sebagai anti-inflamasi, dan antioksidan, alkaloid sebagai hipoglikemik. Terpenoid dapat membantu tubuh dalam proses sintesis organik dan pemulihan sel-sel tubuh, sedangkan saponin berperan untuk menurunkan kolesterol dan anti karsinogenik (Manoi, 2009). Pada umumnya binahong digunakan masyarakat sebagai penyembuh luka setelah operasi, tipus, radang usus, asam urat, disentri, dan ambeien.
6 Perbanyakan Binahong Perbanyakan tanaman binahong dapat dilakukan secara generatif dan vegetatif. Perbanyakan generatif dilakukan dengan biji sedangkan perbanyakan vegetatif dengan setek batang dan rimpang. Perbanyakan dengan menggunakan biji relatif lebih lama dan lebih sulit untuk ditumbuhkan karena harus menunggu biji yang cukup matang dari tanaman induk. Selain itu, bibit yang dihasilkan dari benih memerlukan waktu lama (sekitar 1 bulan dan telah memiliki 4-6 helai daun) untuk dapat dipindahkan ke lapangan (Manoi, 2009). Perbanyakan dengan menggunakan setek batang dilakukan dengan memilih batang dari tanaman induk yang memiliki kriteria tertentu antara lain karakteristik induk, ketahanan terhadap hama dan penyakit, dan daya adaptasi terhadap lingkungan (Tjitrosoepomo, 1999). Terdapat faktor lain yang perlu diperhatikan dalam memilih setek batang yaitu umur batang. Apabila batang yang digunakan terlalu tua, maka batang akan sulit membentuk akar, sedangkan apabila terlalu muda maka proses transpirasi akan cepat sehingga setek akan lemah dan mati (Wudianto, 2002). Selain itu, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan setek batang, yaitu asal setek, panjang setek, dan lingkungan (media pengakaran, kelembaban, suhu, dan cahaya) (Harjadi, 1989). Perbanyakan dengan menggunakan rimpang dilakukan dengan mencabut, memisahkan, dan memilih rimpang yang cukup tua dari tanaman induk. Sebagai bahan perbanyakan, rimpang dapat digunakan utuh atau dipotongpotong dengan syarat setiap potongannya mengandung calon tunas. Rimpang ditanam pada media tanah yang telah dicampur pupuk kandang dengan perbandingan 1 : 1. Rimpang yang telah ditanam sebaiknya diberi naungan sampai 50 %. Sampai saat ini perbanyakan tanaman umumnya lebih banyak menggunakan cara vegetatif dengan menggunakan rimpang karena lebih cepat tumbuh dan sifatnya sama dengan induknya. Binahong tumbuh baik pada tempat teduh dan agak lembab (Manoi, 2009).
7 Pupuk Organik Menurut Foth (1990), pupuk adalah bahan organik atau anorganik, alami maupun buatan yang ditambahkan dan dapat meningkatkan kesuburan media tanam dengan menambahkan satu atau lebih hara esensial. Pupuk organik merupakan pupuk yang dibuat dari bahan dasar bahan organik. Bahan organik dihasilkan dari tumbuhan atau kotoran hewan melalui proses dekomposisi dimana senyawa-senyawa polisakarida menjadi penyusun utama dari bahan organik tersebut. Stephens (2001) menyatakan bahan organik yang terkandung dalam pupuk organik dapat memperbaiki struktur tanah, meningkatkan kemampuan tanah dalam menyimpan air dan hara serta aktivitas mikroba tanah. Syukur dan Nur (2006) menyatakan karakteristik yang dimiliki pupuk organik ialah mengandung hara yang bervariasi meliputi hara makro dan hara mikro. Sebagian hara langsung tersedia bagi tanaman dan sebagian lagi dilepas secara perlahan. Selain itu pupuk organik dapat menunjang pertumbuhan organisme tanah yang berguna bagi kesuburan tanah. Kondisi demikian pada akhirnya akan dapat memacu pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang diusahakan. Kompos Kompos merupakan bahan organik, seperti daun-daunan, jerami, alangalang, rumput-rumputan, dedak padi, batang jagung, sulur, carang-carang serta kotoran hewan yang telah mengalami proses dekomposisi oleh mikroorganisme pengurai, sehingga dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki sifat-sifat tanah. Penggunaan kompos sangat baik karena dapat memberikan manfaat baik bagi tanah maupun tanaman (Soepardi, 1983). Menurut Leiwakabessy dan Sutandi (2004), kompos dapat menggemburkan tanah, memperbaiki struktur dan porositas tanah, meningkatkan daya ikat tanah terhadap air, menyimpan air tanah lebih lama, dan mencegah lapisan kering pada tanah. Kompos juga menyediakan unsur hara mikro bagi tanaman, memudahkan pertumbuhan akar tanaman, mencegah beberapa penyakit akar, dan dapat menghemat pemakaian pupuk kimia dan atau pupuk buatan, sehingga dapat meningkatkan efisiensi pemakaian pupuk kimia.
8 Menurut Rismaneswati (2006), pemberian kompos dapat memperbaiki beberapa sifat fisik tanah antara lain memperbesar pori drainase, menstabilkan agregat tanah, dan memperbaiki permeabilitas tanah. Kompos yang digunakan sebagai bahan pembenah tanah memiliki banyak keuntungan. Menurut Sutanto (2002) unsur nitrogen dalam kompos diperlukan untuk pembentukan atau pertumbuhan bagian-bagian vegetatif tanaman seperti daun, batang, dan akar. Nitrogen sebagai unsur hara tanaman merupakan unsur untuk pembentuk protein, dan berbagai persenyawaan organik lainnya. Selain itu, kompos lebih aman diberikan untuk tanaman karena tidak merusak perakaran, tidak seperti bahan organik yang melepaskan energi panas yang besar. Sejalan dengan tingkat kematangan kompos, maka semakin matang kompos semakin banyak pula unsur hara yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Menurut Dick dan McCoy (1993) kompos memberikan hasil yang lebih baik bila digunakan di daerah tropis dibanding di daerah temperate (iklim sedang) karena dekomposisi bahan organik terjadi lebih cepat. Pupuk Kandang Sapi Wiwik dan Widowati (2008) menyatakan bahwa pupuk kandang adalah semua produk buangan (limbah) ternak padat atau cair yang digunakan untuk menambah unsur hara dan memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Kandungan unsur hara dalam pupuk kandang tergantung dari jenis ternak, makanan dan air yang diberikan, umur ternak, dan bentuk fisik ternak. Pupuk kandang sapi merupakan pupuk padat yang banyak mengandung air dan lendir. Kandungan pupuk kandang sapi dalam tiap ton adalah 85 % H2O, 2.22.6 % N, 0.26-0.45 % P, 0.13-1.37 % K (Sutanto, 2002). Di antara jenis pupuk kandang, pupuk kandang sapi yang mempunyai kadar serat yang tinggi seperti selulosa. Hal ini terbukti dari hasil pengukuran rasio C/N yang cukup tinggi >40. Tingginya kadar C dalam pupuk kandang sapi menghambat penggunaan langsung ke lahan pertanian karena akan menekan pertumbuhan tanaman utama. Penekanan pertumbuhan terjadi karena mikroba dekomposer akan menggunakan N yang tersedia untuk mendekomposisi bahan organik tersebut sehingga tanaman utama akan kekurangan N. Untuk memaksimalkan penggunaan pupuk kandang sapi
9 harus dilakukan pengomposan agar menjadi kompos pupuk kandang sapi dengan rasio C/N di bawah 20 (Hartatik et al., 2005). Tidak semua pupuk kandang sapi berasal dari kotoran murni, namun biasanya telah bercampur dengan sisa pakan, air kencing, dan alas ternak (jerami). Mutu pupuk kandang sapi sangat tergantung dari cara penanganannya. Penanganan pupuk kandang sapi yang benar harus memperhatikan keadaan alas kandang dan cara penyimpanannya, sehingga akan menentukan jumlah hara yang dapat digunakan tanaman (Atmojo, 2003). Kandungan hara dalam pupuk kandang sangat menentukan kualitas pupuk kandang (Tabel 1). Tabel 1. Kandungan Hara Beberapa Pupuk Kandang Sumber pukan Sapi perah Sapi daging Kuda Unggas Domba
N
P
K
0.53 0.65 0.70 1.50 1.28
0.35 0.15 0.10 0.77 0.19
0.41 0.30 0.58 0.89 0.93
Ca % 0.28 0.12 0.79 0.30 0.59
Mg
S
Fe
0.11 0.10 0.14 0.88 0.19
0.05 0.09 0.07 0.00 0.09
0.004 0.004 0.010 0.100 0.020
Sumber : Tan (1993)
Pupuk Kandang Ayam Salah satu jenis kotoran hewan yang banyak digunakan untuk menyediakan unsur hara bagi tanaman adalah kotoran unggas. Kotoran unggas yang sering dijadikan sebagai pupuk yaitu pupuk kandang ayam. Pupuk kandang ayam mengandung 60-70 % bahan organik, 3-40 % air, 1.5-2 % N, 0.5-1 % P2O5, dan 0.5-1 % K2O (Atmojo, 2003). Walaupun kandungan unsur hara dalam pupuk kandang ayam tergolong lengkap, tidak semuanya dapat dimanfaatkan oleh tanaman karena sebagian besar hilang oleh pencucian dan dekomposisi anaerob terutama unsur-unsur N, P, dan K. Pupuk kandang ayam memberikan pengaruh yang lebih baik dibandingkan jenis pupuk kandang lain karena mengandung kadar air yang lebih rendah. Pupuk kandang ayam mempunyai kandungan hara (terutama unsur N dan P) serta bahan organik yang tinggi (Tisdale dan Nelson, 1975). Raihan et al. (2000) menyatakan bahwa penggunaan pupuk kandang ayam mempunyai beberapa keuntungan, antara lain sebagai pemasok hara tanah dan
10 meningkatkan retensi air. Apabila kandungan air tanah meningkat, proses perombakan bahan organik akan menghasilkan asam-asam organik. Anion dari asam organik dapat mendesak fosfat yang terikat oleh Fe dan Al sehingga fosfat dapat terlepas dan tersedia bagi tanaman. Penambahan pupuk kandang ayam berpengaruh positif pada tanah masam berkadar bahan organik rendah karena pupuk organik mampu meningkatkan kadar P, K, Ca, dan Mg tersedia. Pupuk kandang ayam broiler mempunyai kadar hara P yang relatif lebih tinggi dibanding pupuk kandang lainnya. Kadar hara ini sangat dipengaruhi oleh jenis konsentrat yang diberikan. Selain itu, dalam pupuk kandang ayam tersebut tercampur sisa pakan serta sekam sebagai alas kandang yang dapat menyumbangkan tambahan hara ke dalam pupuk. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi pupuk kandang ayam selalu memberikan respon terbaik pada musim pertama. Hal ini terjadi karena pupuk kandang ayam relatif lebih cepat terdekomposisi serta mempunyai kadar hara yang cukup dibanding jenis pupuk kandang lainnya (Widowati et al., 2005).
11
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Sawah Baru, Dramaga, Bogor mulai bulan Maret sampai Juni 2010. Analisis tanah dan pupuk organik dilakukan di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian Bogor. Areal penelitian memiliki jenis tanah latosol dan ketinggian 250 m di atas permukaan laut. Bahan dan Alat Bahan penelitian yang digunakan adalah tanaman binahong, polybag hitam (25 cm x 25 cm), kompos, pupuk kandang sapi, pupuk kandang ayam, dan tanah. Alat yang digunakan adalah penggaris ukuran 30 cm, ember, cangkul, gembor, ajir, bambu, kored, dan paranet plastik dengan taraf 55 %. Metode Penelitian Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial. Perlakuan terdiri atas dua faktor, yaitu bahan tanaman dan pupuk organik. Bahan tanaman terdiri atas dua jenis bahan tanaman, yaitu rimpang akar (A1), dan setek batang dengan daunnya (A2), sedangkan jenis pupuk organik terdiri atas empat jenis, yaitu tanpa pupuk organik sebagai kontrol (M0), kompos (M1), pupuk kandang sapi (M2), dan pupuk kandang ayam (M3) dengan perbandingan tanah dan pupuk organik 1 : 1 (v/v) dengan tiga ulangan sehingga terdapat 24 satuan percobaan. Tiap satuan percobaan terdiri atas 5 tanaman. Peletakan tanaman di lapangan ditunjukkan pada Lampiran 1. Model linear aditif yang digunakan yaitu : Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + Kk + εijk dimana: Yijk
= Nilai pengamatan perlakuan taraf jenis bahan tanaman ke-i, pupuk organik ke-j pada kelompok ke-k.
µ
= Rataan Umum.
αi
= Pengaruh bahan tanaman ke-i (i = 1, 2).
βj
= Pengaruh pupuk organik ke-j (j = 0, 1, 2, 3).
12 (αβ)ij
= Pengaruh interaksi antara bahan tanaman pada taraf ke-i dengan pupuk organik pada tarf ke-j.
Kk
= Kelompok (ulangan) ke-k.
εijk
= Galat percobaan
Data dianalisis dengan menggunakan sidik ragam. Apabila hasilnya berbeda nyata pada taraf kesalahan 1 atau 5 %, maka diteruskan dengan melakukan uji lanjut Beda Nyata Jujur (BNJ). Pelaksanaan Penelitian Persiapan Bahan Tanam Bagian tanaman yang diambil untuk perbanyakan berasal dari batang dan rimpang akar pada tanaman induk yang berumur kurang lebih empat bulan dan memiliki kondisi baik dan seragam. Ukuran panjang setek batang 15 cm dan memiliki dua helai daun pada tiap setek, sedangkan ukuran rimpang akar memiliki panjang 1 cm, lebar 0.7 cm, dan tebal 0.5 cm serta memiliki 3-5 mata tunas. Persiapan Media Tumbuh dan Ruang Tumbuh Tanah dan pupuk organik dicampurkan sesuai komposisi dan diaduk merata kemudian dimasukkan ke dalam polybag. Media tumbuh kemudian disusun dalam paranet sesuai dengan denah rancangan percobaan. Naungan paranet 55 % (Manoi, 2009) disiapkan dengan ukuran panjang : lebar : tinggi (7 m x 3 m x 1.5 m). Pembuatan naungan berupa paranet dilakukan satu minggu sebelum penanaman binahong. Penanaman Bahan tanaman yang diambil dari batang (setek) ditanam secara horizontal dengan pemberian Rooton-F terlebih dahulu dengan kebutuhan bubuk Rooton-F 3 x 10-3 g/L, sedangkan setek rimpang ditanam secara pembenaman yang tidak terlalu dalam dengan jarak antar tanaman 30 cm x 30 cm. Penanaman setek batang dengan ukuran daun kecil ditempatkan pada ulangan pertama dan ukuran daun sedang ditempatkan pada ulangan kedua, serta ulangan ketiga ditempati oleh setek batang dengan ukuran daun besar.
13 Pemeliharaan Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan penyiraman dan penyiangan gulma sesuai kebutuhan. Selain itu, dilakukan pula pemasangan ajir sebagai tempat membelitnya sulur tanaman pada 4 MST. Pengamatan Pengamatan pertumbuhan diamati setiap satu minggu sekali mulai dari 1 hingga 8 MST. Pada tiap unit percobaan terdapat lima tanaman contoh secara acak. Peubah-peubah yang diamati, yaitu: 1.
Tinggi tanaman Tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah sampai titik tumbuh tanaman.
2.
Jumlah daun Pengamatan jumlah daun dilakukan setiap minggu setelah muncul daun pertama. Daun yang dihitung adalah daun yang telah membuka sempurna (terbuka penuh) dan sehat.
3.
Lebar daun Pengamatan lebar daun dilakukan setiap minggu dengan mengukur bagian helai daun terlebar. Daun yang diamati berada di atas buku kedua atau ketiga.
4.
Jumlah cabang Pengamatan dilakukan pada saat awal cabang muncul sampai akhir pengamatan.
5.
Pengamatan terakhir dilakukan setelah panen pada umur tanaman 12 MST. Peubah yang diamati yaitu bobot basah dan bobot kering daun, batang, akar, dan total tanaman. Pengamatan dilakukan secara destruktif dengan mencabut 1 tanaman contoh pada setiap satuan percobaan sehingga total tanaman yang diamati sebanyak 24 tanaman. Pengamatan bobot kering dilakukan dengan cara bagian tanaman dioven pada suhu 60 0C selama 3x24 jam.
14
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan hasil analisis tanah di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Institut Pertanian Bogor, tanah yang digunakan sebagai media tumbuh dikategorikan bereaksi masam (pH 5.5). Kandungan N-total dan unsur P tergolong rendah yaitu 0.14 % dan 10.8 ppm. Unsur Ca tergolong sedang yaitu 6.32 me/100g, unsur Mg tergolong tinggi (4.15 me/100g), dan unsur K tergolong sangat tinggi (1.25 me/100g). Jenis tanah yang digunakan adalah latosol. Tekstur tanahnya tergolong liat karena kandungan liatnya lebih tinggi dibanding pasir dan debu. Perbandingan pasir : debu : liat adalah 10.87 : 35.60 : 53.53 (Lampiran 2). Keadaan iklim secara umum selama penelitian menunjukkan bahwa curah hujan rata-rata 272.9 mm per bulan dengan curah hujan tertinggi yaitu 330.9 mm (bulan Mei). Suhu rata-rata dari bulan Maret – Juni 2010 sebesar 27.7 0C. Suhu rata-rata maksimum dari bulan Maret – Juni 2010 sebesar 33.2 0C dan minimum sebesar 23.2 0C (Lampiran 3). Berdasarkan hasil analisis pupuk organik, masing-masing pupuk memiliki keunggulan dalam unsur hara tertentu. Kandungan N tertinggi terdapat pada pupuk kandang ayam yaitu 2.76 %, sedangkan kandungan P dan K tertinggi terdapat pada pupuk kandang sapi yaitu 2.40 dan 7.69 %. Kandungan unsur N pupuk kandang sapi dan ayam lebih tinggi dibandingkan kompos. Pupuk kandang sapi mengandung unsur N lebih tinggi dibanding kompos namun lebih rendah dibanding pupuk kandang ayam (Tabel 2). Tabel 2. Kandungan Hara Makro dan Mikro Kompos, Pupuk Kandang Sapi, dan Pupuk Kandang Ayam. Pupuk Kompos Pupuk kandang sapi Pupuk kandang ayam
N
P
0.64
Ca
Kandungan Hara Mg C/N Fe
0.55
K (%) 0.33
3216.2
Cu Zn ( ppm ) 26.8 512.4
0.18
0.39
25.47
0.94
2.40
7.69
1.45
0.36
2.76
0.92
0.72
0.16
0.39
Mn 98.3
35.78
1930.0
23.1
77.4
355.2
15.13
2463.1
102.3
417.6
102.8
15 Sampai akhir penelitian, bahan perbanyakan tanaman yang tumbuh sebanyak 95 tanaman (79.2 %) dari 120 tanaman yang ditanam, dan sisanya mati. Kematian tanaman sebagian besar diakibatkan oleh penyakit busuk pangkal batang. Serangan penyakit ini terjadi pada 5 MST dan diduga diakibatkan oleh serangan cendawan. Selama penelitian berlangsung, terdapat beberapa tanaman yang terserang hama dan penyakit. Hama yang menyerang adalah belalang, ulat api, dan kepik. Belalang dan ulat api merupakan hama yang menyerang tanaman dengan cara memakan daun-daun muda dan batang muda. Penyakit yang muncul adalah penyakit busuk pangkal batang (Gambar 2a). Gejala yang ditimbulkan biasanya daun bagian bawah menguning, menjadi layu, pucuk tanaman mengering, dan tanaman mati. Serangan penyakit tersebut mengakibatkan 25 tanaman mati (20.8 %) dari populasi tanaman. Pengendalian yang dianjurkan untuk mengurangi serangan hama adalah dengan sanitasi lahan dan penyiangan gulma. Jenis gulma dominan antara lain Axonopus compressus, Cynodon dactylon, Mimosa pudica, dan Ageratum conyzoides. Pengendalian dilakukan setiap dua minggu sekali sesuai kondisi. Namun, serangan penyakit sangat berarti karena penyakit busuk pangkal batang telah menularkan ke beberapa tanaman dengan cepat sehingga tanaman yang telah tertular perlu disingkirkan dari populasi tanaman.
(a)
(b)
Gambar 2. Kondisi tanaman yang terserang (a) Penyakit Busuk Pangkal Batang dan (b) tanaman Binahong (Anredera cordifolia) pada 12 MST
16 Kegiatan pemanenan dilakukan setelah tanaman berumur 12 MST. Umur 12 MST (Gambar 2b) merupakan waktu yang dimulainya pemanenan daun binahong dan memenuhi kriteria untuk dikonsumsi. Setelah dibersihkan, hasil panen kemudian ditimbang untuk mengukur bobot basahnya. Setelah itu diukur bobot keringnya dengan cara dikeringkan pada suhu 60 0C selama tiga hari. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Berdasarkan rekapitulasi hasil sidik ragam (Tabel 3), diketahui bahwa perlakuan bahan perbanyakan tanaman menunjukkan nilai yang berbeda nyata pada peubah tinggi tanaman, jumlah dan lebar daun, dan jumlah cabang. Di sisi lain, perlakuan pupuk organik menunjukkan nilai yang berbeda nyata pada peubah tinggi tanaman, jumlah dan lebar daun, bobot basah dan bobot kering akar, bobot basah dan bobot kering batang, bobot basah dan bobot kering total tanaman, dan bobot basah daun, namun perlakuan pupuk organik tidak berpengaruh nyata terhadap bobot kering daun (Tabel 4). Interaksi antara perlakuan bahan perbanyakan tanaman dan pupuk organik berpengaruh nyata terhadap peubah tinggi tanaman pada 2 MST dan bobot kering akar.
17 Tabel 3. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Komponen Pertumbuhan Peubah
MST
Tinggi tanaman
Jumlah daun
Lebar daun
Jumlah cabang
Keterangan : tn * ** ax) bx) cx) dx) ex) fx) gx) hx) ix)
1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 7 8
Bahan Tanaman (A) ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** * * tn tn ** ** ** ** tn tn tn ** tn tn * * * tn * tn
Pupuk Organik (M) tn * * ** ** ** ** ** tn ** * * * tn tn tn tn * ** ** ** ** ** ** tn tn tn tn tn tn tn tn
A*M
KK
tn * tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn
19.56 hx 19.32 ix 19.87 ax 18.86 ax 16.20 17.26 15.03 13.80 cx 16.37 ax 17.18 ax 12.57 ax 13.22 ax 12.40 19.01 16.45 13.83 cx 15.51 bx 13.24 18.05 11.90 9.92 10.03 9.62 7.33 19.11dx cx 18.70 ex 19.70 ex 19.94 ex 19.55 fx 19.38 ex 19.22 fx 17.74
gx
Tidak berbeda nyata pada taraf 5 % Berbeda nyata pada taraf 5 % Sangat berbeda nyata pada taraf 5 % Hasil transformasi √(x) Hasil transformasi √(x + 0.5) Hasil transformasi √(x + 1) Hasil transformasi √(x + 1.5) Hasil transformasi √(x + 3) Hasil transformasi √(x + 3.5) Hasil transformasi √(x + 6.5) Hasil transformasi √(x + 8) Hasil transformasi √(x + 19) (Keterangan berlaku untuk semua variabel yang memiliki tanda yang sama).
18 Tabel 4. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Komponen Hasil Peubah Bobot basah akar Bobot basah batang Bobot basah daun Bobot basah total Bobot kering akar Bobot kering batang Bobot kering daun Bobot kering total Keterangan : tn * ** ax) bx)
Bahan Tanaman (A) tn tn tn tn tn tn tn tn
Pupuk Organik (M) ** * ** ** * * tn **
A*M
KK
tn tn tn tn * tn tn tn
19.52 bx 14.95 bx 13.07 bx 11.26 bx 12.13 bx 11.82 bx 13.25 bx 11.25
ax
Tidak berbeda nyata pada taraf 5 % Berbeda nyata pada taraf 5 % Sangat berbeda nyata pada taraf 5 % Hasil transformasi √(x) Hasil transformasi √(x + 0.5) (Keterangan berlaku untuk semua variabel yang memiliki tanda yang sama).
Hasil Tinggi Tanaman Tinggi tanaman mulai diamati pada 1 minggu setelah tanam (MST). Nilai rata-rata pada Tabel 5 menunjukkan perlakuan pupuk organik berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman kecuali pada 1 MST. Perlakuan pupuk kandang sapi berbeda sangat nyata dengan perlakuan tanpa pupuk (kontrol) pada 2, 3, 5, 6, 7, dan 8 MST. Pada 4 MST, perlakuan kompos dan pupuk kandang sapi berbeda nyata terhadap kontrol. Tanaman yang diberi perlakuan pupuk kandang sapi menghasilkan tinggi tanaman tertinggi sebesar 184.83 cm. Perlakuan bahan perbanyakan tanaman memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap tinggi tanaman pada 1 sampai 8 MST. Pada 8 MST, perlakuan setek batang menghasilkan rata-rata tinggi tanaman 185.08 cm, sedangkan perlakuan setek rimpang sebesar 127.90 cm. Interaksi antara bahan perbanyakan tanaman dan pupuk organik berbeda nyata terhadap tinggi tanaman pada 2 MST (Tabel 3). Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa penggunaan setek batang dan pupuk kandang sapi memberikan hasil yang terbaik.
19
Tabel 5. Rata-rata Tinggi Tanaman pada Perlakuan Pupuk Organik dan Bahan Perbanyakan Tanaman Jenis Pupuk Organik Tanpa pupuk (kontrol) Kompos Pupuk kandang sapi Pupuk kandang ayam Uji F Bahan perbanyakan Setek rimpang Setek batang Uji F Keterangan:
1 7.79 7.15 11.52 3.74 tn
2 17.85ab 29.83ab 35.33a 14.05b *
3 31.47b 64.15ab 71.91a 31.64b *
0.68 14.41 **
2.82 45.71 **
13.68 85.90 **
MST (cm) 4 5 53.59b 77.39c 110.33a 133.72ab 120.20a 147.17a 57.47b 92.47bc ** **
6 104.95c 153.70ab 163.20a 115.72bc **
7 117.11c 164.03ab 175.00a 127.42bc **
8 128.61c 173.95ab 184.83a 138.56bc **
41.87 128.92 **
103.75 165.03 **
116.02 175.76 **
127.90 185.08 **
76.71 148.67 **
Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama (faktor pupuk) menunjukkan perbedaan yang nyata menurut uji BNJ pada α = 5 % (*) atau 1 % (**) sedangkan pada faktor bahan perbanyakan berdasarkan uji F.
Tabel 6. Pengaruh Interaksi antara Bahan Tanaman dan Pupuk Organik terhadap Tinggi Tanaman pada 2 MST Bahan Tanaman Setek Rimpang Setek Batang Rata-rata
Tanpa Pupuk
Kompos
1.75c 33.94b 17.85
6.04c 53.61a 29.83
Pupuk Organik Pupuk Kandang Sapi cm 2.72c 67.93a 35.33
Pupuk Kandang Ayam 0.75c 17.60bc 9.18
Rata-rata 2.82 43.27
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris dan kolom, yang tidak berbeda nyata pada uji BNJ taraf 5 %.
19
20 Jumlah Daun Jumlah daun terus meningkat pada setiap minggunya. Perlakuan pupuk organik menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap jumlah daun pada umur 2 sampai 4 MST. Jumlah daun pada 2 dan 3 MST pada perlakuan pupuk kandang sapi sangat berbeda nyata dengan perlakuan kontrol dan pupuk kandang ayam. Pada 4 MST perlakuan pupuk kandang sapi memberikan jumlah daun tertinggi sebesar 20.3 helai meskipun tidak berbeda nyata dengan perlakuan kompos dan pupuk kandang ayam (Tabel 7). Perlakuan bahan perbanyakan tanaman berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah daun pada umur 1 sampai 6 MST. Pada 6 MST perlakuan setek batang menghasilkan rata-rata jumlah daun lebih banyak yaitu 32.2 helai, sedangkan perlakuan setek rimpang sebanyak 27.0 helai (Tabel 7). Lebar Daun Nilai rata-rata pada Tabel 8 menunjukkan bahwa perlakuan pupuk organik berpengaruh sangat nyata terhadap lebar daun tanaman binahong pada 2 sampai 8 MST. Pada 2 dan 3 MST perlakuan pupuk kandang sapi sangat berbeda nyata dengan kontrol. Pada 4 dan 5 MST perlakuan kompos dan pupuk kandang sapi berpengaruh sangat nyata terhadap kontrol sedangkan pada 6 sampai 8 MST, perlakuan kompos, pupuk kandang sapi, dan pupuk kandang ayam sangat berbeda nyata terhadap kontrol. Perlakuan kompos, pupuk kandang sapi, dan pupuk kandang ayam menghasilkan rata-rata lebar daun pada 8 MST sebesar 6.03, 6.11, dan 5.61 cm (Tabel 8). Perlakuan bahan perbanyakan tanaman berpengaruh sangat nyata terhadap lebar daun pada umur 1, 2, 3, 4, dan 8 MST. Pada 8 MST, setek batang menghasilkan rata-rata lebar daun lebih besar yaitu 5.90 cm, sedangkan setek rimpang yaitu 5.38 cm (Tabel 8).
21 Tabel 7. Rata-rata Jumlah Daun pada Perlakuan Pupuk Organik dan Bahan Perbanyakan Tanaman Jenis Pupuk Organik Tanpa pupuk (kontrol) Kompos Pupuk kandang sapi Pupuk kandang ayam Uji F Bahan perbanyakan Setek rimpang Setek batang Uji F Keterangan:
MST 1 2.0 3.3 3.0 1.6 tn
2 5.3bc 7.3ab 8.0a 4.8c **
3 8.3b 11.2ab 12.5a 8.2b *
4 13.3b 19.7ab 20.3a 14.2ab *
5 20.5 25.2 28.8 20.3 tn
6 26.8 31.7 33.2 26.7 tn
7 33.8 38.2 38.3 33.8 tn
8 41.2 44.2 44.3 40.7 tn
1.4 3.6 **
3.8 8.9 **
6.5 13.6 **
11.7 22.1 **
20.4 27.0 *
27.0 32.2 *
33.8 38.3 tn
40.2 45.0 tn
Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama (faktor pupuk) menunjukkan perbedaan yang nyata menurut uji BNJ pada α = 5 % (*) atau 1 % (**) sedangkan pada faktor bahan perbanyakan berdasarkan uji F.
Tabel 8. Rata-rata Lebar Daun pada Perlakuan Pupuk Organik dan Bahan Perbanyakan Tanaman Jenis Pupuk Organik Tanpa pupuk (kontrol) Kompos Pupuk kandang sapi Pupuk kandang ayam Uji F Bahan perbanyakan Setek rimpang Setek batang Uji F Keterangan:
MST (cm) 1 1.11 1.24 1.93 0.85 tn
2 1.92b 2.86ab 3.14a 1.95b *
3 2.62c 3.76ab 4.13a 2.88bc **
4 3.18b 4.83a 5.07a 3.59b **
5 3.49c 5.22a 5.42a 4.33b **
6 3.85b 5.59a 5.62a 5.02a **
7 4.32b 5.81a 5.96a 5.27a **
8 4.82b 6.03a 6.11a 5.61a **
0.68 1.88 **
1.93 3.01 **
2.83 3.87 **
3.83 4.48 **
4.42 4.80 tn
4.88 5.16 tn
5.15 5.53 tn
5.38 5.90 ** 21
Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama (faktor pupuk) menunjukkan perbedaan nyata menurut uji BNJ pada α = 5 % (*) atau 1 % (**) sedangkan pada faktor bahan perbanyakan berdasarkan uji F.
22 Jumlah Cabang Perlakuan bahan perbanyakan tanaman berpengaruh nyata terhadap jumlah cabang pada 3, 4, 5, dan 7 MST (Tabel 9). Pada 7 MST setek batang menghasilkan 7.7 cabang, sedangkan setek rimpang hanya menghasilkan 4.7 cabang. Perlakuan pupuk organik tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah cabang dari 1 hingga 8 MST. Tabel 9. Rata-rata Jumlah Cabang pada Perlakuan Pupuk Organik dan Bahan Perbanyakan Tanaman Jenis Pupuk Organik Tanpa pupuk (kontrol) Kompos Pupuk kandang sapi Pupuk kandang ayam Uji F Bahan perbanyakan Setek rimpang Setek batang Uji F Keterangan:
1 2.7 1.0 1.0 1.2 tn
2 2.8 1.3 1.3 1.8 tn
3 3.7 2.5 3.5 2.3 tn
MST 4 5 4.0 4.3 3.0 4.5 4.5 5.7 2.7 4.2 tn tn
1.3 1.6 tn
1.8 1.9 tn
1.9 4.1 *
2.0 5.1 *
3.3 6.0 *
6 4.7 6.0 6.7 4.5 tn
7 5.7 6.7 7.5 4.8 tn
8 7.2 7.8 8.7 5.3 tn
4.2 4.7 6.8 7.7 tn *
6.1 8.4 tn
Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama (faktor pupuk) menunjukkan perbedaan nyata menurut uji BNJ pada α = 5 % (*) sedangkan pada faktor bahan perbanyakan berdasarkan uji F.
Bobot Basah Akar, Batang, Daun, dan Total Hasil sidik ragam (Tabel 10) menunjukkan bahwa perlakuan bahan perbanyakan tanaman tidak memberikan pengaruh nyata terhadap bobot basah akar, batang, daun, dan total tanaman. Perlakuan pupuk organik menunjukkan perbedaan yang sangat nyata terhadap peubah bobot basah panen tanaman binahong (akar, batang, daun, dan total tanaman). Perlakuan kompos dan pupuk kandang sapi berbeda nyata terhadap kontrol pada pengamatan peubah bobot basah akar. Perlakuan kompos memberikan perbedaan sangat nyata terhadap kontrol pada peubah bobot basah batang. Perlakuan pupuk organik (kompos, pupuk kandang sapi, dan pupuk kandang ayam) berbeda sangat nyata dengan kontrol pada peubah bobot basah daun dan total tanaman. Perlakuan kompos dapat meningkatkan hasil bobot basah daun hampir lima kali lipat dibanding tanpa penggunaan pupuk organik.
23 Tabel 10. Rata-rata Bobot Basah Akar, Batang, Daun, dan Total pada Perlakuan Pupuk Organik dan Bahan Perbanyakan Tanaman Jenis Pupuk Organik Tanpa pupuk (kontrol) Kompos Pupuk kandang sapi Pupuk kandang ayam Uji F Bahan perbanyakan Setek rimpang Setek batang Uji F Keterangan:
Akar 15.66b 62.63a 49.81a 44.72ab **
Bobot Basah (g) Batang Daun 17.15b 35.76b 67.22a 177.66a 55.00ab 148.57a 51.49ab 153.31a * **
Total 68.56b 307.51a 253.38a 249.53a **
40.23 46.18 tn
45.09 50.34 tn
200.57 238.91 tn
115.25 142.40 tn
Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama (faktor pupuk) menunjukkan perbedaan nyata menurut uji BNJ pada α = 5 % (*) atau 1 % (**) sedangkan pada faktor bahan perbanyakan berdasarkan uji F.
Bobot Kering Akar, Batang, Daun, dan Total Hasil sidik ragam (Tabel 11) menunjukkan bahwa perlakuan bahan perbanyakan tanaman tidak memberikan pengaruh nyata terhadap bobot kering akar, batang, daun, dan total tanaman. Tabel 11. Rata-rata Bobot Kering Akar, Batang, Daun, dan Total pada Perlakuan Pupuk Organik dan Bahan Perbanyakan Tanaman Jenis Pupuk Organik Tanpa pupuk (kontrol) Kompos Pupuk kandang sapi Pupuk kandang ayam Uji F Bahan perbanyakan Setek rimpang Setek batang Uji F Keterangan:
Akar 4.55b 16.15a 13.34ab 11.45ab * 10.97 11.77 tn
Bobot Kering (g) Batang Daun 3.14b 3.03 10.60a 10.87 8.90a 9.95 7.72ab 10.38 * tn 6.91 8.26 tn
7.88 9.24 tn
Total 10.72b 37.61a 32.18a 29.55ab ** 25.76 29.27 tn
Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama (faktor pupuk) menunjukkan perbedaan nyata menurut uji BNJ pada α = 5 % (*) atau 1 % (**) sedangkan pada faktor bahan perbanyakan berdasarkan uji F.
Perlakuan pupuk organik menghasilkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap bobot kering akar, batang, dan total tanaman, namun tidak berbeda nyata terhadap bobot kering daun. Perlakuan kompos berbeda sangat nyata terhadap kontrol pada peubah bobot kering akar. Perlakuan kompos dan pupuk kandang
24 sapi berbeda nyata dengan kontrol pada peubah bobot kering batang dan total tanaman. Bobot kering total tanaman tertinggi terdapat pada perlakuan kompos sebesar 37.61 g, sedangkan bobot kering total tanaman terendah terdapat pada perlakuan kontrol sebesar 10.72 g. Pada Tabel 12, peubah bobot kering akar terdapat interaksi antara bahan perbanyakan tanaman dengan pupuk organik. Perlakuan setek batang dengan pupuk kandang ayam memberikan hasil bobot kering akar yang terbaik. Tabel 12. Pengaruh Interaksi antara Bahan Tanaman dan Pupuk Organik terhadap Bobot Kering Akar Bahan Tanaman Setek Rimpang Setek Batang Rata-rata Keterangan :
Tanpa Pupuk
Pupuk Organik Pupuk Kompos Kandang Sapi g
4.71b
17.39a
4.39b
14.91a
4.55
16.15
17.57a 9.10ab 13.34
Pupuk Kandang Ayam
Ratarata
4.22b
10.97
18.68a
11.77
11.45
Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris dan kolom, yang tidak berbeda nyata pada uji BNJ taraf 5 %.
Pembahasan Pertumbuhan tanaman merupakan suatu proses bertambahnya ukuran dan bobot tanaman yang disebabkan oleh bertambahnya ukuran organ tanaman (Sitompul dan Guritno, 1995). Soepardi (1983) menyatakan bahwa pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh enam faktor lingkungan, yaitu cahaya, tanah, suhu, udara, air, dan lingkungan. Apabila salah satu faktor tersebut tidak optimal maka akan menghambat atau bahkan menghentikan pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan tanaman memerlukan tanah yang subur, gembur, dan beraerasi baik. Menurut Yufdi (1996), usaha untuk mempertahankan kesuburan tanah dapat dilakukan dengan pemupukan, baik dengan pupuk organik maupun anorganik. Pupuk organik merupakan pupuk yang berasal dari bahan organik seperti tanaman, hewan, dan limbah organik. Menurut Gardner et al. (1991), bahan organik merupakan faktor penting yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman karena mampu menyediakan unsur hara. Syukur dan Harsono (2008)
25 menyatakan bahwa fungsi lain dari bahan organik yaitu memperbaiki struktur tanah, meningkatkan daya simpan air, menyuplai asam organik untuk meningkatkan kandungan hara, dan meningkatkan jumlah dan aktivitas mikroorganisme tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pupuk organik memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah dan lebar daun, bobot basah dan bobot kering akar, bobot basah dan bobot kering batang, bobot basah dan bobot kering total tanaman, dan bobot basah daun. Namun perlakuan pupuk organik tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah cabang dan bobot kering daun (Tabel 3 dan 4). Menurut Atmojo (2003), pencampuran tanah dan pupuk organik dapat memperbaiki struktur tanah yang menyebabkan pergerakan air secara vertikal atau infiltrasi dan menyerap air lebih cepat sehingga aliran permukaan dan erosi dapat diperkecil. Aerasi tanah menjadi lebih baik karena ruang pori tanah (porositas) bertambah akibat terbentuknya agregat. Syukur (2005) menyatakan bahwa pencampuran tanah dengan bahan organik mampu meningkatkan pori mikro dan makro sehingga tanah akan menjadi lebih gembur. Tingginya pori mikro dan makro mampu menyimpan air lebih baik dan mempermudah penetrasi akar tanaman sehingga meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman. Penambahan pupuk organik (kompos, pupuk kandang sapi, dan pupuk kandang ayam) meningkatkan nilai rata-rata komponen pertumbuhan (tinggi tanaman, jumlah dan lebar daun, dan jumlah cabang) dan komponen hasil (bobot basah dan bobot kering akar, batang, daun, dan total tanaman) lebih tinggi dibandingkan perlakuan
tanpa
pupuk
(kontrol).
Peningkatan komponen
pertumbuhan dan hasil diduga disebabkan oleh unsur nitrogen, fosfor, dan kalium yang terkandung dalam pupuk organik sehingga dapat memberikan pertumbuhan yang optimal bagi tanaman binahong. Hal tersebut terlihat pada Tabel 2 dimana pupuk kandang sapi memiliki kadar fosfor dan kalium lebih tinggi dibanding kompos dan pupuk kandang ayam. Menurut Soepardi (1983), unsur fosfor sangat berperan bagi perkembangan akar dan transfer energi. Peningkatan suplai P hingga pada dosis yang mencukupi bagi tanaman, dapat memacu proses metabolisme dalam tanaman sehingga dapat meningkatkan asimilat untuk pertumbuhan dan produksi tanaman. Bertambahnya
26 fosfor dalam media pertumbuhan tanaman akan memacu proses metabolisme dan pembentukan akar sehingga jumlah unsur hara yang akan diserap akar semakin tinggi. Kondisi ini menyebabkan meningkatnya tinggi tanaman, jumlah dan lebar daun binahong. Unsur kalium merupakan unsur hara makro kedua setelah nitrogen yang paling banyak diserap tanaman. Menurut Hanafiah (2005), secara fisiologi kalium berfungsi dalam metabolisme karbohidrat seperti pembentukan, pemecahan pati dan translokasi sukrosa serta percepatan pertumbuhan dan perkembangan jaringan meristem (pucuk dan tunas). Ramadhan (2004) menyatakan penambahan kalium pada tanaman sambiloto memberikan pengaruh yang nyata meningkatkan tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah cabang, bobot basah batang, dan bobot kering total tanaman. Perlakuan pupuk kandang sapi mampu meningkatkan tinggi tanaman sebesar 184.83 cm (Tabel 5). Penambahan kompos dan pupuk kandang sapi dapat meningkatkan unsur hara dalam tanah. Menurut Noggle dan Fritz (1993), pupuk kandang merupakan pupuk organik yang dapat melengkapi persediaan unsur hara di tanah sehingga jumlah nitrogen, fosfor, dan kalium dapat lebih sesuai. Dalam prosesnya, kompos dan pupuk kandang dipecah oleh mikroorganisme tanah menjadi unsur-unsur hara yang mudah diserap oleh tanaman. Perlakuan pupuk kandang sapi mampu meningkatkan jumlah daun pada 4 MST sebanyak 20 helai (Tabel 7). Meningkatnya jumlah daun binahong sejalan dengan hasil penelitian Nurmawati dan Suhardianto (2000) yang menyatakan penggunaan pupuk kandang sapi dapat meningkatkan jumlah daun tanaman selada. Peningkatan jumlah daun berhubungan dengan tersedianya unsur nitrogen dalam tanah. Menurut Junita et al. (2002), unsur nitrogen sangat dibutuhkan tanaman terutama pada fase vegetatif untuk pembentukan daun, batang, dan akar. Semakin banyak nitrogen tersedia di dalam tanah, pembentukan daun pun akan semakin banyak. Perlakuan pupuk organik tidak berpengaruh secara nyata terhadap lebar daun pada 6 sampai 8 MST. Namun pada 2 sampai 5 MST, pupuk kandang ayam berbeda nyata dengan kompos dan pupuk kandang sapi (Tabel 8). Hal tersebut diduga disebabkan oleh adanya sekam padi pada pupuk kandang ayam sehingga
27 memperlambat proses dekomposisi dan C/N rasio pupuk kandang ayam yang jauh lebih rendah. Menurut Sutanto (2002) sekam adalah bagian terluar yang keras dari bulir padi. Sifat kekerasan pada sekam padi disebabkan oleh tingginya kandungan silikat sehingga sulit menyerap air dan tidak dapat mempertahankan kelembaban, serta memerlukan waktu lama untuk mendekomposisinya. Perlakuan pupuk organik (kompos, pupuk kandang sapi, dan pupuk kandang ayam) mampu meningkatkan nilai rata-rata komponen hasil (bobot basah dan bobot kering akar, batang, daun, dan total tanaman) lebih tinggi dibandingkan tanpa pupuk (kontrol). Perlakuan kompos, pupuk kandang sapi, dan pupuk kandang ayam memberikan pengaruh secara nyata dan berbeda dengan perlakuan tanpa pupuk terhadap bobot basah akar, batang, daun, dan total tanaman (Tabel 10). Pemberian pupuk organik mampu menunjang ketersediaan unsur hara dalam tanah. Menurut Wiroatmodjo et al. (1990) unsur hara yang diserap oleh tanaman dapat merangsang perkembangan tanaman dan membantu pembentukan hijau daun yang diperlukan untuk fotosintesis, dengan demikian dapat meningkatkan bobot basah tanaman. Selain itu, perlakuan pupuk organik berpengaruh nyata dan berbeda dengan perlakuan tanpa pupuk terhadap bobot kering akar, batang, dan total tanaman (Tabel 11). Hal tersebut diduga disebabkan oleh tersedianya nitrogen yang cukup tinggi pada setiap pupuk organik. Hakim et al. (1986) menyatakan bahwa unsur nitrogen berperan dalam meningkatkan produksi bobot basah dan bobot kering tanaman. Salah satu masalah yang sering dihadapi dari penggunaan pupuk organik adalah adanya sumber penyakit yang terbawa pupuk dan terjadinya serangan penyakit (Sutanto, 2002). Pada penelitian ini penggunaan pupuk organik terutama kompos dan pupuk kandang sapi menyebabkan timbulnya busuk pangkal batang yang disebabkan oleh cendawan Phytophthora sp. Serangan tersebut mulai muncul pada 6 MST dengan gejala penyakit antara lain pangkal batang layu dan mengering hingga menyebabkan kematian tanaman. Munculnya serangan penyakit busuk pangkal batang diduga karena kondisi lingkungan yang lembab sehingga menguntungkan bagi perkembangan cendawan. Munculnya penyakit tersebut menyebabkan 25 tanaman (20.8 %) mati pada akhir penelitian.
28 Diantara pupuk organik, perlakuan pupuk kandang sapi menghasilkan serangan penyakit busuk pangkal batang paling tinggi (10.8 %) dibandingkan tanpa pupuk dan kompos (0.83 dan 9.16 %). Berdasarkan bahan tanam, perlakuan setek batang menghasilkan serangan penyakit busuk pangkal batang lebih tinggi (12.5 %) dibandingkan setek rimpang (8.33 %). Kombinasi perlakuan setek rimpang dan pupuk kandang sapi; dan perlakuan setek batang dan kompos menyebabkan kematian tanaman lebih tinggi dibandingkan kombinasi yang lainnya. Penggunaan setek rimpang dan setek batang memberikan pengaruh nyata terhadap peubah tinggi tanaman, jumlah dan lebar daun, dan jumlah cabang. Penggunaan setek batang (bagian tengah) mampu meningkatkan peubah tinggi tanaman, jumlah dan lebar daun, dan jumlah cabang lebih tinggi dari setek rimpang masing-masing sebesar 6.66, 1.85, 1.90, dan 11.56 %. Menurut Kastono et al. (2005), penanaman kumis kucing dengan setek bagian tengah menghasilkan tanaman yang berkualitas baik dibandingkan bagian pangkal dan ujung. Hal tersebut disebabkan karena bagian pangkal batang umumnya terlalu tua dan kulitnya sudah mengeras sehingga primordia akar sulit menembus dinding sel. Lebih tingginya nilai peubah tanaman yang berasal dari penggunaan setek batang diduga karena adanya daun pada bahan setek yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman dan penyembuhan luka. Adanya daun pada setek batang memungkinkan
adanya
tambahan
source
untuk
berlangsungnya
proses
fotosintesis sehingga tanaman mampu membentuk fotosintat lebih tinggi. Selain itu, tanaman mampu membentuk auksin yang akan ditranslokasikan dan menumpuk di dasar setek sehingga mampu menutup luka akibat pemotongan setek. Selain itu, bagian-bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan perbanyakan tanaman memiliki respon berbeda-beda terhadap pertumbuhan setek. Setek yang diambil dari bagian rimpang dapat memberikan respon berbeda maupun sama dari setek yang diambil dari bagian batang. Perbedaan dan persamaan respon dari tiap bagian tanaman tersebut dipengaruhi oleh perbedaan kandungan cadangan makanan, air dan zat pengatur tumbuh yang terkandung dalam bahan tanaman. Hal tersebut tampak pada penelitian ini dimana setek
29 rimpang dan setek batang pada awal pertumbuhan menghasilkan respon yang berbeda. Namun pada akhir pengamatan menghasilkan respon yang sama. Perlakuan bahan perbanyakan tanaman memberikan pengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman pada 1 sampai 8 MST (Tabel 5). Tinggi tanaman semakin meningkat seiring bertambahnya umur tanaman. Menurut Gardner et al. (1991) bertambah tingginya tanaman disebabkan oleh pergerakan auksin yang tinggi akibat pemotongan setek menuju ujung batang dan pangkal batang. Pemotongan setek dari batang akan memicu bekerjanya meristem ujung yang menghasilkan sel-sel baru di ujung akar atau batang sehingga mengakibatkan tumbuhan bertambah tinggi. Peningkatan tinggi tanaman diikuti meningkatnya jumlah daun yang dihasilkan tanaman binahong. Perlakuan bahan perbanyakan tanaman memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah daun pada umur 1 sampai 6 MST (Tabel 7). Menurut Gardner et al. (1991), perkembangan daun dalam jumlah yang cukup pada awal pertumbuhan setek merupakan kondisi yang baik untuk proses fisiologi tanaman pada tahaptahap pertumbuhan berikutnya karena jumlah daun yang cukup dapat mendukung proses fotosintesis. Perlakuan bahan perbanyakan tanaman berpengaruh nyata terhadap lebar daun pada 1, 2, 3, 4, dan 8 MST (Tabel 8). Lebih lebarnya daun diduga karena penyerapan unsur hara nitrogen oleh tanaman cenderung tinggi. Menurut Rukmana (1995), adanya pertambahan lebar daun pada tanaman petsai akan meningkatkan serapan nitrogen sehingga tinggi tanaman dan jumlah daun tanaman akan meningkat. Perlakuan bahan perbanyakan tanaman berpengaruh nyata terhadap jumlah cabang pada 3, 4, 5, dan 7 MST (Tabel 9). Pembentukan cabang baru mulai terlihat pada minggu pertama setelah tanam. Tahap pembentukan cabang diawali dengan munculnya tonjolan berwarna hijau yang terdapat pada bagian pangkal batang dan ketiak daun. Perlakuan setek batang mampu meningkatkan jumlah cabang secara nyata. Menurut Gardner et al. (1991), percabangan pada tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah air dan mineral. Percabangan sangat tergantung pada faktor-faktor yang menguntungkan sehingga pertumbuhan vegetatif berkembang cepat.
30 Interaksi antara bahan perbanyakan tanaman dan pupuk organik berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada 2 MST (Tabel 3) dan bobot kering akar (Tabel 4). Pada Tabel 6 terlihat bahwa perlakuan pupuk kandang sapi dengan menggunakan setek batang menghasilkan tinggi tanaman pada 2 MST lebih tinggi dibandingkan kombinasi perlakuan bahan tanaman dan pupuk organik yang lain. Bertambahnya tinggi tanaman berkaitan dengan unsur nitrogen pada pupuk kandang sapi dalam pertumbuhan vegetatif tanaman. Menurut Soepardi (1983), unsur hara nitrogen dapat merangsang pertumbuhan vegetatif secara nyata dan cepat. Berdasarkan Tabel 12, penggunaan setek batang dan pupuk kandang ayam memberikan hasil bobot kering akar lebih tinggi dibandingkan kombinasi perlakuan bahan tanaman dan pupuk organik yang lain. Meningkatnya bobot kering akar disebabkan kondisi media tumbuh yang ideal bagi terbentuknya akar. Menurut Danu dan Nurhasybi (2003), pembentukan akar pada setek tingkat keberhasilannya lebih ditentukan oleh sifat fisik media tumbuh karena sifat fisik ini berkenaan dengan ketersediaan air dan adanya kelancaran sirkulasi udara dalam media tumbuh yang dibutuhkan setek dalam proses pembentukan akar.
31
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Bahan perbanyakan tanaman yang memberikan pengaruh terbaik terhadap komponen pertumbuhan tanaman binahong adalah setek batang. Hal tersebut terlihat pada peubah tinggi tanaman, jumlah dan lebar daun serta jumlah cabang. Berdasarkan jenis pupuk organik, pupuk kandang sapi memberikan respon lebih baik terhadap pertumbuhan tanaman binahong, sedangkan kompos memberikan pengaruh terbaik terhadap peningkatan komponen hasil tanaman binahong. Kombinasi terbaik antara bahan perbanyakan tanaman dan pupuk organik untuk mendukung pertumbuhan tanaman binahong adalah perlakuan setek batang dan pupuk kandang sapi, sedangkan kombinasi terbaiknya untuk mendukung hasil tanaman binahong adalah perlakuan setek batang dan kompos.
Saran Dalam menanam tanaman binahong disarankan menggunakan setek batang dengan campuran tanah dan pupuk kandang sapi dengan komposisi perbandingan 1 : 1 untuk mendukung pertumbuhan tanaman secara optimal. Bobot basah daun untuk kebutuhan konsumsi dapat ditingkatkan melalui penggunaan pupuk organik (kompos, pupuk kandang sapi, atau pupuk kandang ayam).
32
DAFTAR PUSTAKA Atmojo, S.W. 2003. Peranan Bahan Organik Terhadap Kesuburan Tanah dan Upaya Pengelolaannya. Sebelas Maret University Press. Surakarta. Balitro. 2006. Rencana dan Strategis Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik 2006-2009. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Pusat, Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Balai Penelitian Tumbuhan Obat dan Aromatik. Bogor. Danu dan Nurhasybi. 2003. Potensi Benih Generatif dan Vegetatif dalam Pembangunan Hutan Tanaman. Makalah Temu Lapang dan Ekspose Hasil-Hasil Penelitian UPT Badan Litbang Kehutanan Wilayah Sumatera. Palembang. Dick, W.A. and E.L. McCoy. 1993. Enhancing Soil Fertility by Addition of Compost. In: H. A. J. Hoitink and H. M. Keener (Eds.). Science and Enginering of Composting: Design, Environment, Microbiological, and Utilization Aspects. Renaissance Publication. OH, USA. Foth, H.D. 1990. Fundamentals of Soil Science. 8rd ed. John Willey and Sons. New York. 360p. Gardner, F. P., R.B.Pearce and R.L.Mitchell. 1991. Physiology of Crop Plants (Fisiologi Tanaman Budidaya, alih bahasa Herawati Susilo). UI Press. Jakarta. 418 hal. Hakim, N., M.Y. Nyakpa, A.M. Lubis, S.G.H. Nugroho, M.R. Faul, M.A. Diha, G. Hong dan H.H. Baeley. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Lampung. 369 hal. Hanafiah, K. A. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. 360 hal. Harjadi, S. S. 1989. Dasar-dasar Hortikultura. Departemen Budi Daya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 506 hal. Hartatik, W., D. Setyorini, L.R. Widowati, dan S. Widati. 2005. Laporan Akhir Penelitian Teknologi Pengelolaan Hara pada Budidaya Pertanian Organik. Laporan Bagian Proyek Penelitian Sumberdaya Tanah dan Proyek Pengkajian Teknologi Pertanian Partisipatif. Junita, F., S. Muhartini, dan D. Kastono. Pengaruh frekuensi penyiraman dan takaran pupuk kandang terhadap pertumbuhan dan hasil pakchoi. Jurnal Ilmu Pertanian Volume 9(1):37-45.
33 Kastono, D., H. Sawitri, dan Siswandono. 2005. Pengaruh nomor ruas setek dan dosis pupuk urea terhadap pertumbuhan dan hasil kumis kucing. Jurnal Ilmu Pertanian. Volume 12(1):56-64. Leiwakabessy, F.M., dan A. Sutandi. 2004. Diktat kuliah pupuk dan pemupukan. Departemen Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 208 hal. Lenny, S. 2006. Senyawa Terpenoida dan Steroida. Karya Ilmiah. Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara. Medan. 25 hal. Lingga, P. dan Marsono. 2004. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Edisi XXI. Penebar Swadaya. Jakarta. 150 hal. Manoi, F. 2009. Binahong sebagai obat. Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. Volume 15(1):3-5. Mus. 2008. Informasi Spesies Binahong Anredera cordifolia (Ten.) Steenis. www.plantamor.com. [10 September 2009]. Noggle, G.R. dan Fritz G.J. 1993. Introductory Plant Physiology. Prentice Hall. Hal: 245-257. Nurmawati, S. dan A. Suhardianto. 2000. Studi Perbandingan Penggunaan Pupuk Kotoran Sapi dengan Pupuk Kascing Terhadap Produksi Tanaman Selada (Lactuca sativa var.crispa). Jurusan Biologi. FMIPA. Universitas Terbuka. Jakarta. PROSEA. 2003. Plant Resources of South-East Asia : Medicinal and Poisonous Plant 3. In de Padua, L.S., Bunyapraphatsara and Lemmens, R.H.M.J (Eds.). PROSEA Indonesia. Bogor. Raihan, S., H. S. Simatupang, dan Y. Raihana. 2000. Pengaruh pemberian fosfor dan kalium dari bahan organik terhadap hasil jagung dari lahan lebak. Dalam Mustajab, A. Rizal, M. Nurcholis, Soeharto, dan S. Wuryani (penyunting). Prosiding Seminar Nasional Pertanian Organik. Yogyakarta. Ramadhan, Z. 2004. Pengaruh Pupuk P dan K terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Sambiloto (Andrograpis panuculata Ness.). Skripsi. Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 31 hal Rismaneswati. 2006. Pengaruh terrecottem, kompos, dan mulsa jerami terhadap sifat fisik tanah, pertumbuhan, dan produksi kedelai (Glycine max L. Merr) pada alfisols Tamalanrea. Jurnal Sains dan Teknologi. Volume 6(2):81–86. Rukmana, R. 1995. Bertanam Petsai dan Sawi. Kanisius. Yogyakarta.
34 Siswanto, B., M. Mintarto, N. Agung, dan B. Rahardi. 1997. Pengaruh pupuk organik dan cara pemberian air terhadap pertumbuhan cabe jamu. Jurnal Agrivita. Volume 20(2):72-75. Sitompul, S. M dan B. Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 367 hal. Soepardi, G. 1983. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 591 hal. Stephens, J.M. 2001. Organic Vegetables Gardering. hhtp://edis.ifas.ufl.edu VH019. [21 Januari 2011]. Sutanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Kanisius. Yogyakarta. 219 hal. Syukur, A. 2005. Pengaruh pemberian bahan organik terhadap sifat-sifat tanah dan pertumbuhan caisim di tanah pasir pantai. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan. Volume 5(1):30-38. Syukur, A. dan Harsono, E. S. 2008. Pengaruh pemberian pupuk kandang dan NPK terhadap beberapa sifat kimia dan fisika tanah pasir Pantai Samas Bantul. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan 8(2):138-145. Syukur, A. dan Nur, I. M. 2006. Kajian pengaruh pemberian macam pupuk organik terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman jahe di inceptisol, Karanganyar. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan. Volume 6(2): 124-131. Tan, K.H. 1993. Environmental Soil Science. Marcel Dekker. Inc. New York. Tisdale, S. and W.Nelson. 1975. Soil Fertility and Fertilizers. MacMillan Publishing Co., New York. 611 p. Tjitrosoepomo, G. 1999. Morfologi Tumbuhan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Widowati, L. R., Sri Widati, U. Jaenudin, dan W. Hartatik. 2005. Pengaruh Kompos Pupuk Organik yang Diperkaya dengan Bahan Mineral dan Pupuk Hayati terhadap Sifat-Sifat Tanah, Serapan Hara, dan Produksi Sayuran Organik. Laporan Penelitian Program Pengembangan Agribisnis. Balai Penelitian Tanah, TA 2005. Wiroatmodjo, E. Sulistyono dan Hendrinova. 1990. Pengaruh berbagai pupuk organik dan pupuk daun terhadap pertumbuhan dan hasil rimpang jahe (Zingiber officinale Rosc.) jenis badak. Bul. Agr. XIX(1):33-38. Wiwik, dan L.R.Widowati. 2008. Pupuk Kandang dan Aplikasinya. Balitsa. Bandung. Wudianto. 1998. Membuat Stek, Cangkok, dan Okulasi. PT. Penebar Swadaya. Jakarta. 172 hal.
35 Yufdi, P. 1996. Pengaruh berbagai jenis bahan organik terhadap pertumbuhan dan produksi jahe (Zingiber officinale Rosc.). Prosiding Simposium Nasional I Tumbuhan Obat dan Aromatik. APINMAP. Hal: 366-372.
36
LAMPIRAN
37 Lampiran 1. Layout penelitian Ulangan I
A1M0
A2M0
A1M1
A2M1
A1M2
A2M2
A1M3
A2M3
Ulangan II
A2M3
A1M2
A2M1
A1M0
A2M0
A1M1
A2M2
A1M3
Ulangan III
A2M0
A2M1
A2M2
A2M3
A1M0
A1M1
A1M2
A1M3
Keterangan : A1 = setek rimpang A2 = setek batang M0 = tanpa pupuk organik (kontrol) M1 = kompos M2 = pupuk kandang sapi M3 = pupuk kandang ayam
Utara
38 Lampiran 2. Hasil Analisis Tanah yang Digunakan Sebagai Media Tumbuh Tanah
Parameter pH H2O C-Organik (%) N-Total (%) C/N P-Bray-1 (ppm) Ca (%) (me/100g) Mg (%) K (%) Na (%) KTK Kejenuhan basa (%) Kemasaman Al Fe (ppm) Cu (ppm) Zn (ppm) Mn (ppm) Tekstur (pasir:debu:liat)
Nilai 5.5 1.35 0.14 9.64 10.8 6.32 4.15 1.25 0.8 17.91 68.79
Kriteria Penilaian Masam Rendah Rendah Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi Tinggi Sedang Tinggi
47.2 2.8 14.5 22.4 10.87 : 35.60 : 53.53
Liat
Keterangan: tr tidak terukur
Lampiran 3. Data Temperatur Maksimal dan Minimum, Kelembaban Udara, dan Rata-rata Curah Hujan Lokasi Penelitian di Kebun Percobaan Sawah Baru pada Bulan Maret - Juni 2010. Bulan
Temperatur (0C)
Kelembaban Udara (%)
Curah Hujan (mm)
23
86
414.5
33.2
23.2
77
42.9
Mei
32.7
23.7
84
330.9
Juni
31.2
23.1
86
303.4
Maks
Min
Maret
31.8
April
Sumber : Stasiun Klimatologi Darmaga, Bogor
39 Lampiran 4. Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah Nilai Sifat Tanah C-Organik (%) N-Total (%) P2O5 HCl 25% (mg/100g) P2O5 Bray 1 (ppm) Ca (me/100g) Mg (me/100g) K (me/100g) Na (me/100g) KTK (me/100g) Kejenuhan Basa (%) Kejenuhan Alumunium (%)
Sangat
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
<1.00 <0.10
1.00-2.00 0.10-0.20
2.01-3.00 0.21-0.50
3.01-5.00 0.51-0.75
>5.00 >0.75
<10.00
10.00-20.00
21.00-40.00
41.00-60.00
>60.00
<10.00 <2.00 <0.40 <0.10 <0.10 <5.00 <20.00
10.00-15.00 2.50-5.00 0.40-1.00 0.10-0.20 0.10-0.30 5.00-16.00 20.00-35.00
16.00-25.00 6.00-10.00 1.10-2.00 0.30-0.50 0.40-0.70 17.00-24.00 36.00-50.00
26.00-35.00 11-20 2.10-8.00 0.60-1.00 0.80-1.00 25.00-40.00 51.00-70.00
>35.00 >20.00 >8.00 >1.00 >1.00 >40.00 >70.00
<10.00
10.00-20.00
21.00-30.00
31.00-60.00
>60.00
Sangat Masam Agak masam masam <4.5 4.5-5.5 5.6-6.5 Sumber : Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, 1994 pH H2O
Unsur mikro (ppm) Fe Cu Zn Mn Sumber: Landon dalam Leiwakabessy dan Sutandi (2004)
Netral 6.6-7.5
Agak Alkalis 7.6-8.5
Defisiensi <2.0 0.1-1.1 1.0-7.5 5.0-9.0
tinggi
Alkalis >8.5