JURNAL AGROTEKNOS Juli 2012 Vol.2. No.2. hal. 97-105 ISSN: 2087-7706
PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN KEDELAI (Glycine max L.) YANG DIBERI PUPUK GUANO DAN MULSA ALANG-ALANG Growth and Yield of Soybean (Glycine max L.) All Guano Fertilizer and Tall GrassMulch SARAWA*), ANDI NURMAS, MUH.DASRIL AJ Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo, Kendari
ABSTRACT The objective of this study was to study the growth and yield of Soybean (Glicine max L. Mer) treated by guano fertilizer and tall grass mulch, conducted from July to September 211 in Experimental Garden of Agriculture, Univesity of Haluoleo, Kendari. The study wass arrange on Randomized Completely Block Design in factorial pattern, consisting of two factors. The first factor was guano fertilizer (G), consisting of four level i.e. without guano fertilizer (G0), 4 t ha-1of guano fertilizer (G1), 8 t ha-1of guano fertilizer(G2), and 12 t ha-1guano fertilizer (G3). Second factor is was tall grass mulch(M) consisting of four level i.e. without mulch(M0), 5 t ha-1,(M1), 10 t ha-1,(M2), and 15 tha-1. (M3). Eachcombination was repeated tree times as block so there were 48 experimental units. Variabel observed were plant height, number of pods formed, number of seed planting, dry weight of 100 seed and yield in t ha-1. The results of the research indicate that the effects of interaction between guano ferlizer and tall grass mulch were significantly difference on plant height, number of pods formed, number of seed planting, dry weight of 100 seed adn yield in t ha -1. Keywords : soybeans, guano fertilizer, mulch 1PENDAHULUAN
Kedelai (Glycine max L. Mer) merupakan salah satu komoditi pangan dari famili leguminoseae yang dibutuhkan dalam pelengkap gizi makanan. Kedelai memiliki kandungan gizi tinggi yang berperan untuk membentuk sel-sel tubuh dan menjaga kondisi sel-sel tersebut. Kedelai mengandung protein 75-80% dan lemak mencapai 16-20 serta beberapa asam-asam kasein (Suhardi, 2002). Di Sulawesi Tenggara permintaan akan kedelai makin meningkat dari tahun ke tahun, akan tetapi tidak diimbangi oleh peningkatan produksi sehingga sering mengalami kelangkaan. Berdasarkan data statistik Propinsi Sulawesi Tenggara, total produksi tanaman kedelai pada tahun 2009 untuk daerah Sulawesi Tenggara adalah 5.615 ton dengan luas areal produksi 6.719 ha sehingga dapat dirata-ratakan besar produksi dalam tiap hektarnya mencapai 0.84 ton ha-1. Hal ini *)
masih rendah bila dibandingkan dengan produksi nasional yang mencapai 1,35 ton ha1. Rendahnya produksi ini karena faktor tanah, iklim, hama, dan penyakit, serta ketersediaan air yang terbatas (Badan Pusat Statistik, 2009). Lahan pertanian di Sulawesi Tenggara didominasi oleh jenis tanah masam, dengan tingkat kesuburan tanah yang rendah, serta miskin bahan organik. Jenis tanah dengan kandungan liat tinggi, kemasaman tinggi, serta kandungan hara dan air yang rendah biasanya disebut tanah Ultisol, yang diklasifikasikan sebagai Podsolik Merah Kuning (PMK) (Soepraptohardjo 1961, dalam Prasetyo, 2006). Keadaan tanah yang demikian dikategorikan sebagai lahan marjinal yang membutuhkan masukan unsur hara untuk pertumbuhan, perkembangan dan produksi tanaman. Kendala pemanfaatan tanah Ultisol untuk pengembangan pertanian adalah kemasaman dan kejenuhan Al yang tinggi, kandungan hara dan bahan organik rendah, dan tanah peka terhadap erosi. Mulsa adalah setiap bahan, baik organik maupun
98
SARAWA ET AL.
anorganik yang dapat dihamparkan di permukaan tanah untuk menghindari kehilangan air melalui penguapan, menekan tumbuhnya gulma, serta memodifikasi lingkungan lapisan atas tanah yang ditutupi (Hill et al., 1982 dalam Fahrurrozi, 2005). Pemberian bahan organik sebagai mulsa pada tanah dapat mendukung pertanian berkelanjutan karena pemberian bahan organik dapat dilakukan kapanpun dan pemberiannya tidak membutuhkan biaya mahal, dan tidak menimbulkan kerusakan tanah dan lingkungan alami lainnya. Bahan organik selain dapat meningkatkan kesuburan tanah juga mempunyai peran penting dalam memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Bahan organik dapat meningkatkan agregasi tanah, memperbaiki aerasi dan perkolasi, serta membuat struktur tanah menjadi lebih remah dan mudah diolah. Pemberian bahan organik (mulsa) juga dapat menciptakan kondisi lingkungan yang sesuai untuk tanaman dengan memperbaiki aerasi, mempermudah penetrasi akar, memperbaiki kapasitas menahan air, meningkatkan pH, kapasitas tukar kation (KTK), serapan hara serta struktur tanah menjadi remah. Bahan organik dapat meningkatkan kesuburan tanah, biomassa, dan produksi tanaman pangan (Sastroedarjo, 1984 dalam Jumran, 2009). Salah satu bahan organik yang dapat digunakan untuk meningkatkan produktivitas tanah adalah pupuk guano. Pupuk guano dapat memperbaiki tingkat kesuburan tanah, karena kandungan unsur N, P, K dan Ca yang sangat tinggi sehingga baik untuk proses pertumbuhan tanaman. Nitrogen sangat dibutuhkan tanaman untuk mendukung pertumbuhan vegetatif tanaman. Selanjutnya fosfor (P) merangsang pertumbuhan akar dan pembungaan, kalium (K) terutama berperan untuk memperkuat jaringan tanaman terutama batang tanaman, sedangkan Ca akan mengubah atau menggeser kedudukan ion H+ pada permukaan koloid sehingga menetralisir kemasaman tanah. Selain itu Ca juga sangat penting peranannya dalam mempertahankan permeablitas membran sel. Pemberian bahan organik (pupuk guano) agar tidak mudah hilang dalam tanah melalui pencucian maka perlu diimbangi dengan pemberian mulsa sehingga unsur hara yang terkandung dalam tanah tetap terjaga.
J. AGROTEKNOS Penggunaan alang-alang sebagai bahan mulsa merupakan salah satu alternatif sebab ditunjang oleh ketersediaannya yang melimpah. Alang-alang dapat dijumpai dimana-mana tidak memerlukan biaya yang besar. Penggunaan alang-alang sebagai mulsa dapat memperbaiki sifat fisik tanah, karena selain dapat mengurangi evaporasi, menstabilkan suhu tanah, memperbaiki struktur dan aerasi tanah, juga dapat menambahkan dengan bahan organik tanah. Menurut Sarief (1986) bahan organik yang telah mengalami dekomposisi bermanfaat terhadap pertumbuhan tanaman. Tanaman memerlukan unsur hara yang cukup dan tersedia bagi pertumbuhan dan perkembangan untuk menghasilkan produksi yang maksimal. Mulsa Alang-alang juga berguna untuk menjaga kelembaban tanah serta menekan pertumbuhan gulma dan penyakit. Menurut Kandari (1996) bahwa dengan menggunakan mulsa maka pancaran radiasi surya pada siang hari relatif tertahan sehingga suhu permukaan tanah menjadi rendah, tetapi sebaliknya pada malam hari pancaran bumi tertahan sehingga suhu permukaan relatif lebih tinggi dibandingkan tanpa mulsa. Dengan demikian mulsa dapat berperan sebagai pengendali cekaman panas di daerah dataran rendah dan sebagai pengendali cekaman dingin di daerah dataran tinggi. Menurut Herlina dan Sulistyono (1990) mulsa mampu menekan evapotranspirasi, menurunkan suhu udara dan tanah sehingga menekan kehilangan air dari permukaan tanah sehingga mengurangi adanya cekaman kekeringan. Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian mengenai Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kedelai (Glycine max L) yang diberi Pupuk Guano dan Mulsa Alang-Alang.
BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo Kampus Baru Anduonohu. Penelitian dilaksanakan di lapangan dengan menggunakan bedengan ukuran 1,4 m x 2 m, dengan jarak antar petak dalam satu kelompok adalah 0,3 m dan jarak antar kelompok adalah 0,5 m. Tanah diolah dan dibersihkan dari sisa-sisa tanaman, kemudian
Vol. 2 No.2, 2012
Pertumbuhan Dan Produksi Tanaman Kedelai
dibuat bedengan, digemburkan sekaligus diratakan untuk setiap bedengan. Pupuk guano yang diperoleh dari Desa Sapudo Kecamatan Soropia Kabupaten Konawe, dikering anginkan selama 3 hari, kemudian diaplikasikan 2 minggu sebelum tanam bersamaan dengan pengolahan tanah yang ke-2. Pupuk guano diberikan dengan takaran sesuai dengan perlakuan yang dicobakan pada setiap petak, kemudian dicampur merata dengan tanah. Tiga minggu setelah pemberian pupuk guano, benih kedelai ditanam dengan jarak tanam 40 cm x 20 cm sebanyak 4 biji perlubang dan dijarangkan menjadi 2 tanaman perlubang pada saat tanaman berumur 7 hari setelah tanam. Mulsa dari hasil pangkasan alang-alang diberikan dengan takaran sesuai perlakuan. Hasil pangkasan alang-alang dihampar secara merata di atas petakan, satu hari setelah tanam. Kegiatan pemeliharaan meliputi: penyiraman, penyulaman, penjarangan, penyiangan, pembumbunan, pengendalian hama dan penyakit. Penyiraman dilakukan secara teratur pada sore hari kalau tidak hujan mulai tanam sampai menjelang panen. Pada saat tanaman berumur 7 hari dilakukan penyulaman sedangkan pada umur 12 hari setelah tanam (HST) dilakukan penjarangan dengan menyisakan dua tanaman. Pada saat gulma mulai tumbuh di sekitar tanaman, maka dilakukan penyiangan. Variabel yang diamati pada penelitian ini adalah tinggi tanaman, jumlah polong terbentuk, jumlah polong berisi, jumlah biji pertanaman, berat 100 biji, dan produksi t/ha. Data hasil pengamatan dianalisis dengan sidik ragam dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan (UJBD) pada taraf kepercayaan 95%.
HASIL DAN PEMBAHASAN Tinggi Tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pemberian pupuk guano 12 ton ha-1 dengan mulsa 5 ton ha-1 memberikan tanaman tertinggi (42,87 cm) dan berbeda nyata denga perlakuan pemberian pupuk guano 8 ton ha-1 (G2), pemberian pupuk guano 4 ton ha-1 (G1) maupun tanpa pemberian pupuk guano (G0).
99
Demikian juga perlakuan tersebut berbeda nyata dengan pemberian mulsa 10 ton ha-1, (M2), pemberian 15 ton ha-1(M3), maupun tanpa pemberian mulsa (M0) (Tabel 1). Pada Tabel 1 juga terlihat bahwa perlakuan tanpa pemberian pupuk guano (G0) dengan tanpa pemberian mulsa (M0) memberikan tanaman terendah (22,553 cm) akan tetapi tidak berbeda nyata dengan G1 dan G2 demikian juga perlakuan tanpa pemberian mulsa (M0) tidak berbeda nyata dengan perlakuan M1, M2 maupun M3. Pada Tabel 1 terlihat bahwa pertumbuhan tinggi tanaman semakin cepat dengan bertambahnya guano, dan mulsa yang diberikan, walaupun pada perlakuan pemberian guano 12 ton ha-1 (G3) pada perlakuan tanpa pemberian mulsa. Perlakuan tanpa pemberian guano (G0) memberikan pengaruh yang tidak stabil pada setiap level pemberian mulsa. Pemberian pupuk guano 4 ton ha-1 memperlihatkan peningkatan pertumbuhan tinggi tanaman pada setiap penambahan takaran mulsa, sedangkan pada pemberian pupuk guano 8 ton ha-1 pertumbuhan tinggi tanaman yang cenderung menurun dengan bertambahnya takaran mulsa yang diberikan. Sebaliknya pemberian pupuk guano 12 ton ha-1 (G3) memberikan peningkatan yang sangat pesat pada pemberian mulsa 5 ton ha-1 (M1), akan tetapi kembali pengaruhnya menurun setelah takaran mulsa ditingkatkan menjadi 10 ton ha1(M2) dan pemberian mulsa 15 ton ha-1 (M3). Pada Tabel 1 ini juga terlihat bahwa pada setiap level mulsa yang diberikan memperlihatkan pertumbuhan tinggi tanaman yang lebih cepat pada setiap peningkatan takaran pupuk guano yang diberikan. Jumlah polong Terbentuk. Hasil penelitian yang disajikan pada Tabel 2 memperlihatkan bahwa perlakuan pemberian pupuk guano 12 ton ha-1 (G3) dengan mulsa 15 ton ha-1 (M3) memberikan jumlah polong tertinggi (56,67 ) dan berbeda nyata dengan perlakuan pupuk guano dan perlakuan mulsa lainnya. Sebaliknya perlakuan tanpa pemberian guano (G0) dengan tanpa pemberian mulsa (M0), memberikan jumlah polong terendah, akan tetapi tidak berbeda nyata dengan G1 dan G3, demikian juga tidak berbeda nyata dengan perlakuan mulsa lainnya (Tabel 2).
100 SARAWA ET AL.
J. AGROTEKNOS
Tabel 1. Pengaruh interaksi antara pupuk guano dengan mulsa alang-alang terhadap tinggi tanaman kedelai pada umur 31 HST
Takaran Mulsa Tanpa mulsa 5 ton ha-1 10 ton ha-1 15 ton ha-1
Tanpa guano 22,553 a (q)
Takaran pupuk guano 4 ton ha-1 8 ton ha-1 25,467 b 33,967 a (q ) (p)
12 ton ha-1 21,110 b (pq)
UJBD 0,05
27,823 a (q)
25,020 b (q)
27,943 a (q)
42,847 a (p)
2=7.064
23,533 a (q)
33,867 a (q)
28,777 a (q)
31,323 b (p)
3=7.423
20,830 a (q)
35,253 a (p)
28,043 a (p)
32,133 b (p)
3=7.656
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom yang sama (a,b) dan baris yang sama (pq) berbeda nyata berdasarkan UJBD pada taraf kepercayaan 95%
Pada Tabel 2 terlihat bahwa peningkatan takaran guano sampai takaran 8 ton ha-1 tanpa mulsa memperlihatkan peningkatan jumlah polong, akan tetapi jika takaran mulsa ditingkatkan lagi dari 8 ton ha-1 menjadi 12 ton ha-1 maka jumlah polong menurun. Sebaliknya jika takaran pupuk guano ditingkatkan sampai 12 ton ha-1 yang diikuti dengan peningkatan takaran mulsa sampai 15
ton ha-1 memperlihatkan jumlah polong terbentuk juga meningkat secara signifikan, sehingga diperoleh bahwa pemberian pupuk guano 12 ton ha-1 dan mulsa 15 ton ha-1 memberikan jumlah polong terbanyak. Hal ini menunjukkan bahwa ada keterkaitan antara takaran pupuk guano yang diberikan dengan takaran mulsa yang diberikan.
Tabel 2. Pengaruh interaksi antara pupuk guano dengan mulsa alang-alang terhadap jumlah polong tanaman kedelai
Takaran Mulsa Tanpa mulsa
Tanpa guano 8,333 a (r)
Takaran pupuk guano 4 ton ha-1 8 ton ha-1 18,663 b 29,553c (q ) (p)
12 ton ha-1 14,223 d (qr)
UJBD 0,05
5 ton ha-1
8,447 a (r)
23,443 b (q)
24,223 b (q)
36,557c (p)
2=8,39
10 ton ha-1
10,110 a (s)
19,443 b (r)
37,113 ab (q)
47,333 b (p)
3=8,82
15 ton ha-1
10,110 a (r)
37,253 a (q)
39,043 a (p)
56,667a (p)
3=9,09
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom yang sama (a,b) dan baris yang sama (pq) berbeda nyata berdasarkan UJBD pada taraf kepercayaan 95%
Jumlah Polong Berisi . Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk guano 12 ton ha- dan mulsa 15 ton ha-1. Memberikan polong berisi tertinggi (51,67 polong/tanaman) dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya, baik pupuk guano maupun pemberian mulsa. Sebaliknya
perlakuan tanpa pemberian pupuk guano dengan tanpa pemberian mulsa alang-alang memberikan jumlah polong berisi terendah, akan tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan pemberian pupuk guano 4 dan 14 ton ha-1, demikian juga dengan perlakuan takaran mulsa lainnya (Tabel 3).
Vol. 2 No.2, 2012
Pertumbuhan Dan Produksi Tanaman Kedelai 101
Tabel 3. Pengaruh interaksi antara pupuk guano dengan mulsa alang-alang terhadap jumlah polong berisi tanaman kedelai
Takaran Mulsa Tanpa mulsa 5 ton ha-1 10 ton ha-1 15 ton ha-1
Tanpa guano 8,553 a (q)
Takaran pupuk guano 4 ton ha-1 8 ton ha-1 15,110 b 23,667 b (q ) (p)
12 ton ha-1 13,667 d (q)
UJBD 0,05
9,337 a (r)
23,110 b (q)
24,890 c (q)
31,557 c (p)
2=7,75
9,667 a (r)
26,223 b (q)
35,553 a (p)
38,333 b (p)
3=8,15
9, 110 a (r)
33,777 a (q)
38,557 a (q)
51,667 a (p)
3=8,40
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom yang sama (a,b) dan baris yang sama (pq) berbeda nyata berdasarkan UJBD pada taraf kepercayaan 95%
Tampak pada tabel 3 bahwa pemberian pupuk guano 4, 8, dan 12 ton ha-1 dapat meningkatkan jumlah polong isi dengan meningkatnya mulsa yang diberikan. Laju peningkatan jumlah polong tertinggi diperoleh pada perlakuan pemberian pupuk guano 12 ton ha-1 dengan pemberian mulsa 10 ton ha-1. Pengaruh pemberian mulsa baru akan nampak jika diikuti dengan pemberian guano terutama pada pemberian mulsa 12 ton ha-1. Berat 100 Biji. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pemberian
pupuk guano 12 ton ha-1 dan mulsa 15 ton ha-1 memberikan berat 100 biji tertinggi dan berbeda nyata dengan perlakuan pemberian tanpa pemberian guano, akan tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan pemberian pupuk guano 4 dan 8 ton ha-1. Perlakuan tersebut juga berbeda nyata dengan perlakuan tanpa mulsa dan pemberia mulsa 5 ton ha-1, akan tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan pemberian mulsa 10 ton ha-1 (Tabel 4).
Tabel 4. Pengaruh interaksi antara pupuk guano dengan mulsa alang-alang terhadap berat 100 biji tanaman kedelai Takaran Mulsa Takaran pupuk guano Tanpa guano 4 ton ha-1 8 ton ha-1 12 ton ha-1 UJBD 0,05 Tanpa mulsa 10,25 b 11,79b 12,65 b 12,70b (p) (p ) (p) (p) 5 ton ha-1 10 ton ha
-1
15 ton ha
-1
11, 47 ab (p)
12,87ab (p)
12,82b (p)
13,27b (p)
2=2,30
12,32ab (q)
13,47ab (p)
13,63ab (p)
15,72a (p)
3=2,42
13,57a (q)
14,62 a (p)
15,89 a (p)
16,90a (p)
4=2,49
Ket. Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom yang sama (a,b) dan baris yang sama (pq) berbeda nyata berdasarkan UJBD pada taraf kepercayaan 95%
Pada Tabel 4 terlihat bahwa pemberian pupuk guano tanpa pemberian mulsa dan pemberian mulsa 5 ton ha-1 tidak memperlihatkan pengaruh yang berbeda nyata antara takaran pupuk guano yang satu dengan perlakuan lainnya. Sedangkan pengaruh masing-masing takaran mulsa tidak berbeda nyata antara satu sama lain kecuali dengan perlakuan tanpa pemberian mulsa.
Pada perlakuan pemberian mulsa 15 ton ha-1 dengan pemberian pupuk guano 4 dan 8 ton ha-1 memberikan berat 100 biji tertinggi masing-masing (14,62 g) dan (15,89g) akan tetapi tidak berbda nyata dengan perlakuan takaran mulsa lainnya kecuali tanpa pemberian mulsa. Hasil Biji Tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pemberian
102 SARAWA ET AL.
J. AGROTEKNOS
pupuk guano 12 ton ha-1 dengan pemberian mulsa 15 ton ha-1 memberikan produksi tertinggi (3,74 ton ha-1) dan berbeda nyata dengan perlakuan mulsa lainnya, akan tetapi tidak berbeda nyata perlakuan pupuk guano lainnya, kecuali dengan perlakuan pemberian pupuk guano 4 ton ha-1 dan tanpa pemberian
pupuk guano. Sebaliknya produksi terendah (1,63 ton ha-1) diperoleh pada perlakuan tanpa pemberian pupuk guano dan tanpa pemberian mulsa. Pengaruh perlakuan tersebut tidak berbeda nyata dengan perlakuan pemberian mulsa (Tabel 5)
Tabel 5. Pengaruh interaksi antara pupuk guano dengan mulsa alang-alang terhadap produksi (ton ha-1) tanaman kedelai Takaran Takaran pupuk guano Mulsa Tanpa guano 4 ton ha-1 8 ton ha-1 12 ton ha-1 UJBD 0,05 Tanpa mulsa 1,63 a 2,27 b 2,14 b 1,94c (q) (p ) (pq) (q) 5 ton ha-1 -1
10 ton ha
15 ton ha-1
1,98 a (q)
2,59 ab (pq)
2,98 b (p)
2,75b (pq)
2=057
1,72a (q)
2,11b (q)
3,16 a (p)
2,88b (p)
3=0,60
1,64a (r)
3,07 a (q)
3,23 a (pq)
3,74a (p)
4=0,62
Ket. Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom yang sama (a,b) dan baris yang sama (pq) berbeda nyata berdasarkan UJBD pada taraf kepercayaan 95%
Pada Tabel 5 terlihat bahwa pengaruh perlakuan berbagai takaran mulsa tidak akan tampak jika tidak diberikan pupuk guano. Sebaliknya pengaruh perlakuan pupuk guano tetap memberikan pengaruh walaupun tanpa pemberian mulsa, akan tetapi pengaruh pemberian pupuk guano semakin signifikan jika diikuti dengan pemberian mulsa. Berdasarkan hal tersebut tampak jelas bahwa terjadi saling ketergantungan antara pemberian pupuk guano dengan pemberian mulsa terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman kedelai.
PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat interaksi yang nyata antara pemberian pupuk guano dengan pemberian mulsa alang-alang. Namun demikian pengaruh kedua faktor tersebut semakin nampak dengan bertambahnya takaran, baik takaran guano maupun takaran mulsa. Secara umum pemberian pupuk guano 12 ton ha-1 dengan mulsa 15 ton perhektar memberikan tanaman tertinggi, jumlah polong, jumlah polong berisi, dan produksi tertinggi pula. Hal ini dapat dimaklumi karena pemberian pupuk organik membutuhkan volume yang lebih tinggi
disebabkan karena kandungan hara dari pupuk organik pada umumnya lebih rendah dibandingkan dengan pupuk buatan. Peningkatan dosis pupuk guano menjadi 12 ton ha-1 yang diaplikasikan berpengaruh pada ketersediaan unsur hara baik hara makro maupun hara mikro yang pada awalnya relatif rendah. Diduga meningkatnya ketersediaan hara pada tanah yang diberikan guano dan mulsa sebagai akibat dari mineralisasi bahan organik yang terkandung dalam pupuk guano maupun mulsa oleh mikroba-mikroba pengurai sehingga melepaskan sejumlah unsur hara baik makro maupun mikro yang dapat diserap oleh akar tanaman. Unsur hara yang diserap oleh tanaman sebagian berfungsi untuk menyusun senyawa organik, sebagian digunakan sebagai pembentuk kofaktor, dan sebagian lainnya berperan dalam aktivator enzim. Dalam pupuk guano terdapat unsur hara yaitu N, P, K dan kandungan hara dalam bentuk Ca-P sehingga guano dapat mengandung P yang tinggi yang biasa disebut fosfor. Fosfor berperan dalam penyusunan inti sel, pembelahan sel, meningkatkan perakaran dan pertumbuhan bunga, buah serta biji (Gardner et al., 1991). Hal ini dapat dilihat berdasarkan hasil analisis pupuk guano yang dilakukan sebelum penelitian, kandungan
Vol. 2 No.2, 2012
Pertumbuhan Dan Produksi Tanaman Kedelai 103
fosfor pada pupuk guano mencapai 125,22 ppm. Pemberian mulsa terutama bertujuan untuk menciptakan suhu optimal untuk penyerapan unsur hara dan proses dekomposisi bahan organik. Terciptanya suhu optimal akibat pengaruh pemberian mulsa menyebabkan terjadinya proses dekomposisi pupuk guano yang optimal sehingga laju pelepasan hara berlangsung cepat sehingga ketersediaan hara semakin meningkat. Meningkatnya kesersediaan hara bagi tanaman menyebabkan tanaman memperoleh suplai hara yang optimal sesuai dengan kebutuhannya. Pertumbuhan dan produksi tanaman akan mencapai optimal jika ketersediaan hara juga optimal. Unsur penting lain dari pemberian bahan organik adalah, adanya bahan organik pada tanah menyebabkan respon tanaman terhadap pemberian pupuk kimia meningkat. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Arafah dan Sirappa (2003) bahwa respons tanaman padi terhadap unsur nitrogen, fosfor dan kalium dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah penggunaan bahan organik. Oleh karena itu bahan organik merupakan kunci utama dalam meningkatkan produktivitas tanah dan efisiensi pemupukan. Salah satu tujuan pemberian mulsa adalah untuk memodifikasi iklim mikro di sekitar tanaman agar tanaman yang dibudidayakan dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Iklim mikro sangat dipengaruhi oleh tanaga matahari yang diterima atmosfir dan permukaan tanah serta lingkungan fisik yang ada pada permukaan tanah tersebut (Sudaryanto, 2004). Menurut Widiningsih (1985), kelembaban udara dan tanah, suhu udara dan tanah merupakan komponen iklim mikro yang sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Hal ini disebabkan karena suhu udara dan suhu tanah sangat erat hubungannya dengan kemampuan tanaman menyerap unsur hara. Pada suhu tanah yang terlalu tinggi menyebabkan permeabilitas membran akan menurun karena membran disusun oleh protein dan lipid. Keduanya akan mengalami denaturan jika mengalami suhu tinggi. Bahkan pada kondisi suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan terjadinya kebocoran membran yang menyebabkan kemampuan akar menyerap menurun secara drastis, bahkan bisa jadi unsur hara yang telah berada dalam sel akar akan mengalir kembali
keluar karena bocornya membran akar. Oleh karena itu, suhu tanah akan memberikan pengaruh yang lebih nyata daripada suhu udara untuk pertumbuhan tanaman (Sudaryanto, 2004). Tingginya takaran mulsa yang memberikan pengaruh terbaik disebabkan karena mulsa yang dipakai adalah mulsa yang masih basah dan baru saja dipangkas, lalu ditimbang dihamparkan pada tanaman. Manfaat mulsa selain untuk memperbaiki iklim mikro, juga dapat memberikan tambahan bahan organik setelah mengalami dekomposisi. Mulsa organik jerami dan alang-alang dapat terurai sehingga menambah kandungan bahan organik tanah (Lisnawati, 2012). Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara pupuk guano dengan mulsa alang-alang berpengaruh sangat nyata pada tinggi tanaman, jumlah polong terbentuk, jumlah polong berisi, berat 100 biji dan hasil biji. Hal ini diduga karena pertumbuhan pucuk yang cepat karena adanya pupuk guano, kondisi tanah menjadi baik sehingga penyerapan unsur hara semakin baik pula terutama unsur Ca yang dapat menaikkan pH tanah serta meningkatkan ketersediaan hara lain yang sukar larut seperti P. Dengan demikian tanaman akan mudah menyerapnya akibat adanya pemulsaan yang memberikan kelembaban yang baik untuk penyerapan hara tersebut. Pemberian guano sebagai bahan organik, selain dapat memperbaiki sifat kimia tanah, juga sangat berperan dalam memperbaiki struktur dan tekstur tanah. Hal ini sesuai apa yang dikemukakan oleh (Wongso Atmojo, 20013) bahwa bahan organik tanah merupakan salah satu bahan pembentuk agregat tanah, yang berperan sebagai bahan perekat antar partikel tanah untuk bersatu menjadi agregat tanah. Mekanisme pembentukan agregat tanah oleh adanya peran bahan organik dapat digolongkan ke dalam empat bentuk, yaitu : (1) penambahan bahan organik dapat meningkatkan populasi mikroorganisme tanah, (2) pengikatan secara kimia butir-butir lempung akibat adanya gugus karboksil (3) pengikatan secara kimia butir-butir lempung melalui ikatan antara muatan lempung dengan gugus karboksil dengan perantaraan basa-basa seperti Ca, Mg, Fe, dan ikatan Hidrogen dan (4) pengikatan secara kimia antara muatan negatif dari
104 SARAWA ET AL. lempung dengan muatan positif (amida, amina dan amino) dari senyawa organik berantai panjang. Pupuk guano telah terbukti dapat meningkatkan produksi tanaman. Hasil penelitian yang dilaporkan oleh Wawan Irwan (2006) bahwa perlakuan pupuk dasar dan pupuk organik Guano berpengaruh lebih baik dibandingkan dengan pupuk dasar saja tanpa pupuk Guano terhadap pertumbuhan, komponen hasil dan hasil tanaman kedelai yang ditumpangsarikan dengan sorgum. Secara umum pengaruh mulsa tidak akan signifikan pada kondisi tanpa pemberian pupuk guano. Hal ini disebabkan karena jika hanya diberikan mulsa tanpa pemberian pupuk guano maka pengaruh mulsa menjadi tidak signifikan karena mulsa hanya memberikan pengaruh terhadap sifat fisik saja, dan kurang memberikan pengaruh kimia. Padahal diketahui bahwa kehadiran pupuk organik (guano) menyebabkan terjadinya perubahan fisik, kimia, dan biologi tanah.
KESIMPULAN Berdasarkan uraian pada hasil dan pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Terdapat pengaruh interaksi yang bermakna antara pemberian pupuk guano dan mulsa alang-alang terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai. 2. Pemberian pupuk guano 12 ton ha-1 dengan mulsa alang-alang 15 ton ha-1 memberikan pengaruh tertinggi terhadap tinggi tanaman, jumlah polong terbentuk, jumlah polong isi, dan produksi (3,70 t ha1). 3. Pengaruh mulsa hanya tampak pada perlakuan pemberian pupuk guano, sedangkan tanpa pemberian pupuk guano maka pengaruh mulsa tidak signifikan.
DAFTAR PUSTAKA Adisarwanto, T., 2005. Budidaya Kedelai dengan Pemupukan yang Efektif dan Pengoptimalan Bintil Akar. Penebar Swadaya. Jakarta. Baharsyah, 1993. Hubungan Cuaca-Tanaman. Kapita Selekta dalam Agrometeorologi. Dirjen Dikti. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Badan Pusat Statistik (BPS), 2009. Republik Indonesia All Rights Reserved. Buckman, H.O., dan N.C, Brady, 1982. Ilmu Tanah. Terjemahan Soegiman. Bharata Karya. Jakarta.
J. AGROTEKNOS Suhardi, 2002. Hutan dan Kebun Sebagai Sumber Pangan Nasional. Kanisius. Yogyakarta. Danarti dan Najianti. 1995. Palawija, Budidaya dan Analisis Usaha Tani. Penebar Swadaya. Jakarta. e-kopwansbw.com. 2009. pupuk guano bertha nursery .http://www.ekopwansbw.com/produk/pupuk-guano-bethanursery/attachment/hh2. Faisal, A., 1991. Pengaruh Pemberian Air terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kedelai. Pusat Penelitian universitas Andalas. Padang. Hakim, N., M. Nyapka, A.M. Lubis, Sutopo, G.N., M.R. Saul, A.M. Diha, Go Bang Hong, dan A.A. Bayley. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Bandar Lampung. Hanafiah, A, K. 2007. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Rajawali Press. Jakarta. Herlina, M. dan R. Sulistyono. 1990. Respon Tanaman Kedelai (Glycine max L.Merr) pada Pemakaian Mulsa Jerami dan Tingkat Kandungan Air tanah yang Berbeda. http://www.ideaonline.co.id/Users/Editors/Ra santika-M.-Seta. Kartasapoetra, A.G. 1993. Klimatologi Pengaruh Iklim Terhadap Tanah dan Tanaman. Bumi Aksara. Jakarta. Kuswandi. 1994. Pengapuran Tanah Pertanian. Kanisius. Yogyakarta. Lamina, 1989. Kedelai dan Pengembangannya. CV Simpleks. Jakarta. Lesman, B. 2008. Macam-Macam Bahan Organik.http://lestarimandiri.org/id/pupukorganik/bahan-baku-pupuk/49-bahan-bakupupuk-organik.html. Lisnawati, 2012. Mengenal Mulsa. Pertnian Organik. http://lisnawatiharyadi.blogspot.com/2012/11/muls a-organik-jerami Plantus, 2010. Guano Bahan Pupuk Organik Yang Diremehkan.http://www.situs hijau.co.id.1 Februari 2010. Purwowidodo,1983. Teknologi Mulsa. Dewaruci. Jakarta. Rasantika, M.S., 2009. Guano Kotoran Burung yang Menyuburkan. http://www.ideaonline.co.id/iDEA/Tamandan-tanaman. Kamis, 9 juli 2009. Rukmana, R. dan Yuniarsih, Y. 1995. Budidaya dan Pascapanen Kedelai. Kanisius. Yogyakarta. Situs Hijau, 2009.Mulsa.http://agrica.wordpress.com/mulsa. Soepardi, G., 1983. Sifat dan Ciri Tanah.Institut Pertanian Bogor. Bogor. Suprapto, H.H.S., 1989. Bertanam Kedelai. Penebar Swadaya. Jakarta. ______________. 1997. Bertanam Kedelai. Penebar Swadaya. Jakarta.
Vol. 2 No.2, 2012
Pertumbuhan Dan Produksi Tanaman Kedelai 105
Wawan Irwan, A. Wahyudi, dan C. Suherman, 2006. Pengaruh Pupuk Organik terhadap Hasil Kedelai (Glicine max (L.) Merr) dalam Sistem Tumpangsari dengan Sorghum (Shorghum bicolor (L.) di Jatinangor. http://w.w.w.lppm.unpad.ac.id/archives/3270
Wongso Atmodjo, 2003. Peranan Bahan Organik terhadap Kesuburan Tanah dan Upaya Pengelolaannya. Pidato Pengukuhan Guru Besar Ilmu Kesburan Tanah. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta.