MAKALAH SEMINAR UMUM Upaya Peningkatan Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Kedelai (Glycine max) Melalui Aplikasi Mulsa
Disusun Oleh: Nama
: M.Syihabul Fikri
NIM
: 08//PN/11549
Program Studi
: Agronomi
Dosen Pembimbing : Prof. Didik Indradewa
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2012
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kedelai merupakan tanaman pangan penghasil unsur dan zat-zat makanan penting bagi manusia. Kandungan protein dan asam amino penyusun protein kedelai dapat menggantikan kebutuhan protein hewani masyarakat Indonesia. Tetapi pemenuhan tersebut terkendala oleh produksi kedelai lokal yang rendah. Produksi kedelai lokal hanya mampu memenuhi sekitar 25% dari total kebutuhan industri tempe dan tahu, sedangkan 75% kekurangannya harus diimpor dari negara-negara penghasil kedelai (Anonim, 2008). Rendahnya produksi kedelai di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain adalah cara becocok tanam yaitu pemeliharaan kurang intensif dan adanya persaingan terhadap gulma, bila pemeliharaannya kurang intensif maka tanaman kedelai akan bersaing dengan gulma, akibatnya hasil panen dapat menurun. Penurunan hasil panen yang disebabkan oleh adanya persaingan terhadap gulma bisa mencapai 60% (Moenandir, 1990). Kendala budidaya tanaman kedelai ialah ketersediaan air yang rendah dan kompetisi dengan gulma. Ketersedian air tanah dan kompetisi dengan gulma dipengaruhi oleh tindakan pengolahan tanah secara intensif. Tindakan olah tanah akan menghasilkan kondisi kegemburan tanah yang baik untuk pertumbuhan akar (Rachman et al., 2004), sehingga membentuk struktur dan aerasi tanah lebih baik dibanding tanpa olah tanah. Namun, pengolahan tanah yang dilakukan secara intensif dapat menurunkan kualitas tanah karena porositas tanah yang tinggi dan kemantapan agregrat yang menurun sehingga evaporasi tinggi. Tanpa olah tanah populasi gulmanya lebih rendah dan menghasilkan kualitas tanah yang lebih baik secara fisik maupun biologi (meningkatkan kadar bahan organik tanah, kemantapan agregrat dan infiltrasi) serta hasil tanaman jagung yang relatif sama dibandingkan dengan perlakuan olah tanah intensif (Silawibawa, 2003).
Upaya meningkatkan produksi kedelai nasional dapat ditempuh dengan tiga cara; (1) peningkatan produktivitas; (2) peningkatan intensitas tanam dan (3) perluasan areal tanam (Anonim,
2005). Upaya peningkatan produktivitas tersebut dapat ditempuh melalui
perbaikan varietas, perbaikan teknik budidaya dan menekan kehilangan hasil melalui perbaikan sistem panen dan pasca panen. Pada kondisi luas lahan pertanian yang mulai terbatas maka perbaikan teknik budidaya kedelai dapat menjadi pilihan untuk meningkatkan produksi kedelai. Kendala budidaya tanaman kedelai dapat dikendalikan dengan pengolahan tanah dan penggunaan mulsa yang tepat. Pengolahan tanah akan meningkatkan populasi gulma, menurunkan ketersediaan air tanah dan menaikkan temperatur tanah sehingga pemulsaan
diperlukan. Pemulsaan yang sesuai dapat merubah iklim mikro tanah sehingga dapat meningkatkan kadar air tanah dan menekan pertumbuhan gulma. Jerami padi dapat dimanfaatkan sebagai mulsa, yang berfungsi menekan pertumbuhan gulma dan merubah iklim mikro tanah (Dwiyanti, 2005). Mulsa ialah bahan atau material dihamparkan di permukaan tanah atau lahan pertanian untuk melindungi tanah dari kerusakan yang disebabkan oleh faktor luar. Peletakan bahan tersebut dapat dilakukan dengan cara dihamparkan atau disebarkan dengan membentuk lapisan dengan ketebalan tertentu. Daun jati sebagai bahan organik memiliki peluang besar untuk dijadikan sebagai mulsa. Daun jati banyak tersedia/ berguguran pada musim kemarau. Sehingga daun jati ini bisa diperoleh secara mudah dan murah untuk digunakan sebagai mulsa pada budidaya tanaman kedelai (Priambodo et al., 2009). Jerami padi dapat dimanfaatkan sebagai mulsa, yang berfungsi menekan pertumbuhan gulma dan merubah iklim mikro tanah. Hasil penelitian Suhartina dan Adisarwanto (1996) melaporkan bahwa penggunaan jerami padi sebagai mulsa yang dihamparkan merata di atas permukaan tanah sebanyak 5 ton ha-1 dapat menekan pertumbuhan gulma 37-61% dibandingkan dengan tanpa mulsa, sedangkan apabila jerami padi dibakar maka pertumbuhan gulma hanya akan menurun 27-31%. Besar kecilnya pengaruh yang ditimbulkan akibat pemulsaan tersebut akan bergantung pada dosis mulsa yang digunakan, sehingga diperlukannya dosis mulsa yang tepat. Daun jati sebagai bahan organik memiliki peluang besar untuk dijadikan sebagai mulsa. Daun jati banyak tersedia/ berguguran pada musim kemarau, sedangkan pemanfaatan daun jati sampai saat ini masih secara tradisional yaitu sebagai bungkus daging dan makanan. Sehingga daun jati ini bisa diperoleh secara mudah dan murah untuk digunakan sebagai mulsa pada budidaya kedelai.
B.Tujuan Memberikan informasi mengenai upaya peningkatan pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai (Glycine max) melalui aplikasi mulsa dengan menunjukkan beberapa data hasil penelitian yang mengaplikasikan mulsa pada budidaya kedelai.
II.
PEMBAHASAN
A. Kedelai (Glycine max) Kedelai (Glycine max) bukan tanaman asli Indonesia. Pengkajian terhadap asal usul kedelai, pertama kali di temukan dalam buku Pen Ts’ao Kong Mu (Materica Medica) pada era kekaisaran Sheng-Nung pada 2838 SM. Kedelai diduga berasal dari daratan pusat Cina dan utara Cina. Hal ini didasarkan pada adanya penyebaran Glycine ussuriensis, spesies yang diduga sebagai tetua G.max. Bukti sitogenetik menunjukan bahwa G. max dan G. ussuriensis tergolong dalam spesies yang sama. Catatan sejarah tentang budidaya dan produksi kedelai juga dimulai dari dataran Cina. (Sumarno et al. 2007). Kedelai termasuk family Leguminose, subfamili Papilionoideae. Sejarah spesies kedelai cukup panjang, karena memang kedelai tergolong telah lama dikenal dan dibudidayakan. Tiga ilmuwan pemerhati klasifikasi kedelai yaitu Herman (1962), Verdcourt (1966), dan Hymowitz (1970) berhasil mengklasifikan kedelai sebagaimana yang dianut saat ini. Namun pada tahun 1948 telah disepakati bahwa nama botani yang dapat diterima, yaitu Glycine max (L) Merill. Klasifikasi tanaman kedelai sebagai berikut : Divisio : Spermatophyta Classis : Dicotyledoneae Ordo : Polypetales Familia : Leguminosae Genus : Glycine Species: : Glycine max (L.) Merill
B. Syarat Pertumbuhan 1. Iklim Tanaman kedelai sebagian besar tumbuh di daerah yang beriklim tropis dan subtropis. Sebagai barometer iklim yang cocok bagi kedelai adalah bila cocok bagi tanaman jagung. Bahkan daya tahan kedelai lebih baik daripada jagung. Iklim kering lebih disukai tanaman kedelai dibandingkan iklim lembab. Tanaman kedelai dapat tumbuh baik di daerah yang memiliki curah hujan sekitar 100400 mm/bulan. Sedangkan untuk mendapatkan hasil optimal, tanaman kedelai membutuhkan curah hujan antara 100-200 mm/bulan.
Suhu yang dikehendaki tanaman kedelai antara 21-34 oC, akan tetapi suhu optimum bagi pertumbuhan tanaman kedelai 23-27 oC. Pada proses perkecambahan benih kedelai memerlukan suhu yang cocok sekitar 30 oC. Saat panen kedelai yang jatuh pada musim kemarau akan lebih baik dari pada musim hujan, karena berpengaruh terhadap waktu pemasakan biji dan pengeringan hasil. Tanaman kedelai dapat tumbuh pada kondisi suhu yang beragam. Suhu tanah yang optimal dalam proses perkecambahan yaitu 300C (Adisarwanto 2006). Curah hujan berkisar antara 150 mm – 200 mm perbulan, dengan lama penyinaran matahari 12 jam hari, dan kelembaban rata-rata (RH) 65%. Untuk mendapatkan hasil yang optimal, tanaman kedelai membutuhkan curah hujan antara 100 – 200 mm perbulan. Glicine max juga merupakan tanaman musiman, warna bunga putih atau ungu, daun memiliki ragam bentuk dan ukuran untuk karakter daun dan biji. Terdapat beberapa tipe daun pada kedelai yakni daun tunggal, daun bertiga dan kadang-kadang ditemukan daun berlima (Sumarno et al., 2007). Karakteristik kedelai yang dibudidayakan (Glycine max L.) di Indonesia merupakan tanaman semusim, tanaman tegak dengan tinggi 40-90 cm. 2. Media Tanam Pada dasarnya kedelai menghendaki kondisi tanah yang tidak terlalu basah, tetapi air tetap tersedia. Jagung merupakan tanaman indikator yang baik bagi kedelai. Tanah yang baik ditanami jagung, baik pula ditanami kedelai. Kedelai tidak menuntut struktur tanah yang khusus sebagai suatu persyaratan tumbuh. Bahkan pada kondisi lahan yang kurang subur dan agak asam pun kedelai dapat tumbuh dengan baik, asal tidak tergenang air yang akan menyebabkan busuknya akar. Kedelai dapat tumbuh baik pada berbagai jenis tanah, asal drainase dan aerasi tanah cukup baik. Tanaman kedelai menghendaki tanah yang subur, gembur dan kaya akan humus atau bahan organik. Nilai pH ideal bagi pertumbuhan kedelai dan bakteri rhizobium adalah 6,0 6,8. Apabila pH diatas 7,0 tanaman kedelai akan mengalami klorosis sehingga tanaman menjadi kerdil dan daunnya menguning. Tanaman kedelai memerlukan kondisi lingkungan tumbuh yang optimal. Tanaman kedelai sangat peka terhadap perubahan faktor lingkungan tumbuh, khususnya tanah dan iklim. Kebutuhan air sangat tergantung pada pola curah hujan yang turun selama pertumbuhan, pengelolaan tanaman, serta umur varitas yang ditanam. Tanah-tanah yang cocok yaitu: alluvial, regosol, grumosol, latosol dan andosol. Pada tanah-tanah podsolik merah kuning dan tanah yang mengandung banyak pasir kwarsa,
pertumbuhan kedelai kurang baik, kecuali bila diberi tambahan pupuk organik atau kompos dalam jumlah cukup. Tanah yang baru pertama kali ditanami kedelai, sebelumnya perlu diberi bakteri Rhizobium, kecuali tanah yang sudah pernah ditanami Vigna sinensis (kacang panjang). Kedelai yang ditanam pada tanah berkapur atau bekas ditanami padi akan lebih baik hasilnya, sebab tekstur tanahnya masih baik dan tidak perlu diberi pemupukan awal. Kedelai juga membutuhkan tanah yang kaya akan humus atau bahan organik. Bahan organik yang cukup dalam tanah akan memperbaiki daya olah dan juga merupakan sumber makanan bagi jasad renik, yang akhirnya akan membebaskan unsur hara untuk pertumbuhan tanaman. Tanah berpasir dapat ditanami kedelai, asal air dan hara tanaman untuk pertumbuhannya cukup. Tanah yang mengandung liat tinggi, sebaiknya diadakan perbaikan drainase dan aerasi sehingga tanaman tidak kekurangan oksigen dan tidak tergenang air waktu hujan besar. Untuk memperbaiki aerasi, bahan organik sangat penting artinya. Toleransi keasaman tanah sebagai syarat tumbuh bagi kedelai adalah pH= 5,8-7,0 tetapi pada pH 4,5 pun kedelai dapat tumbuh. Pada pH kurang dari 5,5 pertumbuhannya sangat terlambat karena keracunan aluminium. Pertumbuhan bakteri bintil dan proses nitrifikasi (proses oksidasi amoniak menjadi nitrit atau proses pembusukan) akan berjalan kurang baik. Dalam pembudidayaan tanaman kedelai, sebaiknya dipilih lokasi yang topografi tanahnya datar, sehingga tidak perlu dibuat teras-teras dan tanggul. 3. Ketinggian Tempat Varietas kedelai berbiji kecil, sangat cocok ditanam di lahan dengan ketinggian 0,5300 m dpl. Sedangkan varietasi kedelai berbiji besar cocok ditanam di lahan dengan ketinggian 300-500 m dpl. Kedelai biasanya akan tumbuh baik pada ketinggian tidak lebih dari 500 m dpl.
C. Pedoman Budidaya 1. Pembibitan 1) Persyaratan Benih Untuk mendapatkan hasil panen yang baik, maka benih yang digunakan harus yang berkualitas baik, artinya benih mempunyai daya tumbuh yang besar dan seragam, tidak tercemar dengan varietas-varietas lainnya, bersih dari kotoran, dan tidak terinfeksi dengan hama penyakit. Benih yang ditanam juga harus merupakan varietas unggul yang berproduksi tinggi, berumur genjah/pendek dan tahan terhadap serangan hama penyakit. Beberapa varietas unggul kedelai adalah: Ainggit (137), Clark 63, Davros, Economic
Garden, Galunggung, Guntur, Lakon, Limpo Batang, Merbabu, No.27, No.29, No.452, Orba, Peter, Raung, Rinjani, Shakti, Taichung, Tambora, Tidar, TK 5, Wilis. 2) Penyiapan Benih Pada tanah yang belum pernah ditanami kedelai, sebelum benih ditanam harus dicampur dengan legin, (suatu inokulum buatan dari bakteri atau kapang yang ditempatkan di media biakan, tanah, kompos untuk memulai aktifitas biologinya Rhizobium japonicum). Pada tanah yang sudah sering ditanam dengan kedelai atau kacang-kacangan lain, berarti sudah mengandung bakteri tersebut. Bakteri ini akan hidup di dalam bintil akar dan bermanfaat sebagai pengikat unsur N dari udara. Cara pemberian legin: (1) sebanyak 5-10 gram Rhizole (legin) dibasahi dengan air sekitar 10 cc; (2) legin dicampur dengan 1 kg benih dan kocok hingga merata (agar seluruh kulit biji terbungkus dengan inokulum; (3) setelah diinokulasi, benih dibiarkan sekitar 15 menit baru dapat ditanam. Dapat juga benih diangin-anginkan terlebih dahulu sebelum ditanam, tetapi tidak lebih dari 6 jam. Selain itu, yang perlu diperhatikan dalam hal memilih benih yang baik adalah: kondisi dan lama penyimpanan benih tersebut. Biji kedelai mudah menurun daya kecambah/daya tumbuhnya (terutama bila kadar air dalam biji ≥ 3% dan disimpan di ruangan bersuhu ≥ 25 oC, dengan kelembaban nisbi ruang ≥ 80%. 3) Teknik Penyemaian Benih Penanaman dengan benih yang mempunyai daya tumbuh agak rendah dapat diatasi dengan cara menanamkan 3-4 biji tiap lubang, atau dengan memperpendek jarak tanam. Jarak tanam pada penanaman benih berdasarkan tipe pertumbuhan tegak dapat diperpendek, sebaliknya untuk tipe pertumbuhan agak condong (batang bercabang banyak) diusahakan agak panjang, supaya pertumbuhan tanaman yang satu dengan lainnya tidak terganggu. 4) Pemindahan Bibit Ketika memindah yaitu menunjuk akar tanaman di kebun, perlu memperhatikan cara-cara yang baik dan benar. Pemindahan bibit yang ceroboh dapat merusak perakaran tanaman, sehingga pada saat bibit telah ditanam maka akan mengalami hambatan dalam pertumbuhan bahkan mati. 2. Pengolahan Media Tanam 1) Persiapan Terdapat 2 cara mempersiapkan penanaman kedelai, yakni: persiapan tanpa pengolahan tanah (ekstensif) di sawah bekas ditanami padi rendheng dan persiapan dengan
pengolahan tanah (intensif). Persiapan tanam pada tanah tegalan atau sawah tadah hujan sebaiknya dilakukan 2 kali pencangkulan. Pertama dibiarkan bongkahan terangin-angin 57 hari, pencangkulan ke 2 sekaligus meratakan, memupuk, menggemburkan dan membersihkan tanah dari sisa-sia akar. Jarak antara waktu pengolahan tanah dengan waktu penanaman sekitar 3 minggu. 2) Pembentukan Bedengan Pembuatan bedengan dapat dilakukan dengan pencangkulan ataupun dengan bajak lebar 50-60 cm, tinggi 20 cm. Apabila akan dibuat drainase, maka jarak antara drainase yang satu dengan lainnya sekitar 3-4 m. 3) Pengapuran Tanah dengan keasaman kurang dari 5,5 seperti tanah podsolik merah-kuning, harus dilakukan pengapuran untuk mendapatkan hasil tanam yang baik. Kapur dapat diberikan dengan cara menyebar di permukaan tanah, kemudian dicampur sedalam lapisan olah tanah sekitar 15 cm. Pengapuran dilakukan 1 bulan sebelum musim tanam, dengan dosis 2-3 ton/ha. Diharapkan pada saat musim tanam kapur sudah bereaksi dengan tanah, dan pH tanah sudah meningkat sesuai dengan yang diinginkan. Kapur halus memberikan reaksi lebih cepat daripada kapur kasar. Sebagai sumber kapur dapat digunakan batu kapur atau kapur tembok. Pemberian kapur tidak harus dilakukan setiap kali tanam, tetapi setiap 3-4 tahun sekali. Dengan pengapuran, tanah menjadi kaya akan Calsium (Ca) dan Magnesium (Mg) dan pH-nya meningkat. Selain itu peningkatan pH dapat menaikkan tingkat persediaan Molibdenum (Mo) yang berperan penting untuk produksi kedelai dan golongan tanaman kacang-kacangan, karena erat hubungannya dengan perkembangan bintil akar. 3. Teknik Penanaman 1) Penentuan Pola Tanaman Jarak tanam pada penanaman dengan membuat tugalan berkisar antara 20-40 cm. Jarak tanam yang biasa dipakai adalah 30 x 20 cm, 25 x 25 cm, atau 20 x 20 cm. Jarak tanam hendaknya teratur, agar tanaman memperoleh ruang tumbuh yang seragam dan mudah disiangi. Jarak tanam kedelai tergantung pada tingkat kesuburan tanah dan sifat tanaman yang bersangkutan. Pada tanah yang subur, jarak tanam lebih renggang, dan sebaliknya pada tanah tandus jarak tanam dapat dirapatkan.
2) Pembuatan Lubang Tanam Jika areal luas dan pengolahan tanah dilakukan dengan pembajakan, penanaman benih dilakukan menurut alur bajak sedalam kira-kira 5 cm. Sedangkan jarak jarak antara alur yang satu dengan yang lain dapat dibuat 50-60 cm, dan untuk alur ganda jarak tanam dibuat 20 cm. 3) Cara Penanaman Sistem penanaman yang biasa dilakukan adalah: a) Sistem tanaman tunggal Dalam sistem ini, seluruh lahan ditanami kedelai dengan tujuan memperoleh produksi kedelai baik mutu maupun jumlahnya. Kedelai yang ditanam dengan sistem ini, membutuhkan lahan kering namun cukup mengandung air, seperti tanah sawah bekas ditanami padi rendeng dan tanah tegalan pada permulaan musim penghujan. Kelebihan lainnya ialah memudahkan pemberantasan hama dan penyakit. Kelemahan sistem ini adalah: penyebaran hama dan penyakit kedelai relatif cepat, sehingga penanaman kedelai dengan sistem ini memerlukan perhatian khusus. Jarak tanam kedelai sebagai tanaman tunggal adalah: 20 x 20 cm; 20 x 35 cm atau 20 x 40 cm. b) Sistem tanaman campuran Dengan sistem ini harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: Umur tanaman tidak jauh berbeda. Tanaman yang satu tidak mempunyai sifat mengalahkan tanaman yang liar. Jenis hama dan penyakit sama atau salah satu tanaman tahan terhadap hama dan penyakit. Kedua tanaman merupakan tanaman palawija, misalnya kedelai dengan kacang tunggak/ kacang tanah, kedelai dengan jagung, kedelai dengan ketela pohon. c) Sistem tanaman tumpangsari Sistem ini biasa diterapkan pada tanah yang mendapat pengairan terus menerus sepanjang waktu, misalnya tanah sawah yang memiliki irigasi teknis. Untuk mendapatkan kedelai yang bermutu baik, biasanya kedelai ditanam bersamaan. 4) Waktu Tanam Pemilihan waktu tanam kedelai ini harus tepat, agar tanaman yang masih muda tidak terkena banjir atau kekeringan. Karena umur kedelai menurut varietas yang dianjurkan berkisar antara 75-120 hari, maka sebaiknya kedelai ditanam menjelang akhir musim penghujan, yakni saat tanah agak kering tetapi masih mengandung cukup air. Waktu tanam yang tepat pada masing-masing daerah sangat berbeda. Sebagai pedoman: bila
ditanam di tanah tegalan, waktu tanam terbaik adalah permulaan musim penghujan. Bila ditanam di tanah sawah, waktu tanam paling tepat adalah menjelang akhir musim penghujan. Di lahan sawah dengan irigasi, kedelai dapat ditanam pada awal sampai pertengahan musim kemarau. 4. Pemeliharaan Tanaman 1) Penjarangan dan Penyulaman Kedelai mulai tumbuh kira-kira umur 5-6 hari. Dalam kenyataannya tidak semua biji yang ditanam dapat tumbuh dengan baik, sehingga akan terlihat tidak seragam. Untuk menjaga agar produksi tetap baik, benih kedelai yang tidak tumbuh sebaiknya segera diganti dengan biji-biji yang baru yang telah dicampur Legin atau Nitrogen. Hal ini perlu dilakukan apabila jumlah benih yang tidak tumbuh mencapai lebih dari 10 %. Waktu penyulaman yang terbaik adalah sore hari. 2) Penyiangan Penyiangan ke-1 pada tanaman kedelai dilakukan pada umur 2-3 minggu. Penyiangan ke-2 dilakukan pada saat tanaman selesai berbunga, sekitar 6 minggu setelah tanam. Penyiangan ke-2 ini dilakukan bersamaan dengan pemupukan ke-2 (pemupukan lanjutan). Penyiangan dapat dilakukan dengan cara mengikis gulma yang tumbuh dengan tangan atau kuret. Apabila lahannya luas, dapat juga dengan menggunakan herbisida. Sebaiknya digunakan herbisida seperti Lasso untuk gulma berdaun sempit dengan dosis 4 liter/ha. 3) Pembubunan Pembubunan dilakukan dengan hati-hati dan tidak terlalu dalam agar tidak merusak perakaran tanaman. Luka pada akar akan menjadi tempat penyakit yang berbahaya. 4)Pengairan dan Penyiraman Kedelai menghendaki kondisi tanah yang lembab tetapi tidak becek. Kondisi seperti ini dibutuhkan sejak benih ditanam hingga pengisian polong. Saat menjelang panen, tanah sebaiknya dalam keadaan kering. Kekurangan air pada masa pertumbuhan akan menyebabkan tanaman kerdil, bahkan dapat menyebabkan kematian apabila kekeringan telah melalui batas toleransinya. kekeringan pada masa pembungaan dan pengisian polong dapat menyebabkan kegagalan panen. Di lahan sawah irigasi, pemberian air di sawah bisa diatur. Namun bila tidak ada irigasi, penyediaan air hanya hanya dapat dilakukan dengan mengatur waktu tanamnya dan pemberian mulsa. Mulsa berupa jerami atau potongan-potongan tanaman lainnya yang dihamparkan pada permukaan tanah. Mulsa ini akan mencegah penguapan air secara berlebihan. Apabila ada irigasi dan tidak
ada hujan selama lebih dari 7 hari, tanah harus diairi. Caranya tanaman digenangi air selama 30-60 menit. Pengairan seperti ini diulangi setiap 7-10 hari. Pengairan tidak dilakukan lagi apabila polong telah terisi penuh. Pada tanah yang keras (drainase buruk) kelebihan air akan meyebabkan akar membusuk. Di tanah berdrainase buruk harus dibuat saluran drainase di setiap 3- 4 meter lahan memanjang sejajar dengan barisan tanam. Hal ini terutama dilakukan pada saat musim hujan. 5) Waktu Penyemprotan Pestisida Penyemprotan pestisida dilakukan pada waktu yang berbeda-beda tergantung jenis hama dan pola penyerangannya. 6) Pemeliharaan Lain Kedelai termasuk tanaman yang membutuhkan banyak sinar matahari maka membutuhkan tanaman pelindung. Tanaman kedelai yang terlindung akan selalu muda sehingga proses pembentukan buah kurang baik, dan hasilnya akan sedikit, bahkan tidak berbuah sama sekali. Tanaman kedelai akan rusak bila tertimpa cabang -cabang kering tanaman pelindung yang jatuh 5. Panen 1). Ciri dan Umur Panen Panen kedelai dilakukan apabila sebagian besar daun sudah menguning, tetapi bukan karena serangan hama atau penyakit, lalu gugur, buah mulai berubah warna dari hijau menjadi kuning kecoklatan dan retak-retak, atau polong sudah kelihatan tua, batang berwarna kuning agak coklat dan gundul. Panen yang terlambat akan merugikan, karena banyak buah yang sudah tua dan kering, sehingga kulit polong retak-retak atau pecah dan biji lepas berhamburan. Disamping itu, buah akan gugur akibat tangkai buah mengering dan lepas dari cabangnya. Perlu diperhatikan umur kedelai yang akan dipanen yaitu sekitar 75-110 hari, tergantung pada varietas dan ketinggian tempat. Perlu diperhatikan, kedelai yang akan digunakan sebagai bahan konsumsi dipetik pada usia 75-100 hari, sedangkan untuk dijadikan benih dipetik pada umur 100-110 hari, agar kemasakan biji betulbetul sempurna dan merata. 2). Cara Panen Pemungutan hasil kedelai dilakukan pada saat tidak hujan, agar hasilnya segera dapat dijemur. a) Pemungutan dengan cara mencabut Sebelum tanaman dicabut, keadaan tanah perlu diperhatikan terlebih dulu. Pada tanah ringan dan berpasir, proses pencabutan akan lebih mudah. Cara pencabutan yang benar
ialah dengan memegang batang poko, tangan dalam posisi tepat di bawah ranting dan cabang yang berbuah. Pencabutan harus dilakukan dengan hati-hati sebab kedelai yang sudah tua mudah sekali rontok bila tersentuh tangan. b)Pemungutan dengan cara memotong Alat yang biasanya digunakan untuk memotong adalah sabit yang cukup tajam, sehingga tidak terlalu banyak menimbulkan goncangan. Di samping itu dengan alat pemotong yang tajam, pekerjaan bisa dilakukan dengan cepat dan jumlah buah yang rontok akibat goncangan bisa ditekan. Pemungutan dengan cara memotong bisa meningkatkan kesuburan tanah, karena akar dengan bintilbintilnya yang menyimpan banyak senyawa nitrat tidak ikut tercabut, tapi tertinggal di dalam tanah. Pada tanah yang keras, pemungutan dengan cara mencabut sukar dilakukan, maka dengan memotong akan lebih cepat. 6. Pascapanen 1). Pengumpulan dan Pengeringan Setelah pemungutan selesai, seluruh hasil panen hendaknya segera dijemur. Kedelai dikumpulkan kemudian dijemur di atas tikar, anyaman bambu, atau di lantai semen selama 3 hari. Sesudah kering sempurna dan merata, polong kedelai akan mudah pecah sehingga bijinya mudah dikeluarkan. Agar kedelai kering sempurna, pada saat penjemuran hendaknya dilakukan pembalikan berulang kali. Pembalikan juga menguntungkan karena dengan pembalikan banyak polong pecah dan banyak biji lepas dari polongnya. Sedangkan biji-biji masih terbungkus polong dengan mudah bisa dikeluarkan dari polong, asalkan polong sudah cukup kering. Biji kedelai yang akan digunakan sebagai benih, dijemur secara terpisah. Biji tersebut sebenarnya telah dipilih dari tanaman-tanaman yang sehat dan dipanen tersendiri, kemudian dijemur sampai betul-betul kering dengan kadar air 10-15 %. Penjemuran benih sebaiknya dilakukan pada pagi hari, dari pukul 10.00 hingga 12.00 siang. 2). Penyortiran dan Penggolongan Terdapat beberapa cara untuk memisahkan biji dari kulit polongan. Diantaranya dengan cara memukul-mukul tumpukan brangkasan kedelai secara langsung dengan kayu atau brangkasan kedelai sebelum dipukul-pukul dimasukkan ke dalam karung, atau dirontokkan dengan alat pemotong padi. Setelah biji terpisah, brangkasan disingkirkan. Biji yang terpisah kemudian ditampi agar terpisah dari kotoran-kotoran lainnya. Biji yang luka dan keriput dipisahkan. Biji yang bersih ini selanjutnya dijemur kembali sampai kadar airnya 9-11 %. Biji yang sudah kering lalu dimasukkan ke dalam karung dan dipasarkan atau
disimpan. Sebagai perkiraan dari batang dan daun basah hasil panen akan diperoleh biji kedelai sekitar 18,2 %. 3). Penyimpanan dan pengemasan Sebagai tanaman pangan, kedelai dapat disimpan dalam jangka waktu cukup lama. Caranya kedelai disimpan di tempat kering dalam karung. Karung-karung kedelai ini ditumpuk pada tempat yang diberi alas kayu agar tidak langsung menyentuh tanah atau lantai. Apabila kedelai disimpan dalam waktu lama, maka setiap 2-3 bulan sekali harus dijemur lagi sampai kadar airnya sekitar 9-11 %. D. Mulsa Mulsa terdiri dari bahan organik sisa tanaman (jerami padi, batang jagung), pangkasan dari tanaman pagar, daun-daun dan ranting tanaman. Bahan tersebut disebarkan secara merata di atas permukaan tanah setebal 2-5 cm sehingga permukaan tanah tertutup sempurna. Mulsa sisa tanaman dapat memperbaiki kesuburan, struktur, dan cadangan air tanah. Mulsa juga menghalangi pertumbuhan gulma, dan menyangga (buffer) suhu tanah agar tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin. Selain itu, sisa tanaman dapatmenarik binatang tanah (seperti cacing), karena kelembaban tanah yang tinggi dan tersedianya bahan organik sebagai makanan cacing. Adanya cacing dan bahan organik akan membantu memperbaiki struktur tanah. Mulsa sisa tanaman akan melapuk dan membusuk. Karena itu perlu menambahkan mulsa setiap tahun atau musim, tergantung kecepatan pembusukan. Sisa tanaman dari rumput-rumputan, seperti jerami padi, lebih lama melapuk dibandingkan bahan organik dari tanaman leguminose seperti benguk,Arachis, dan sebagainya. Mulsa adalah material penutup tanaman budidaya yang dimaksudkan untuk menjaga kelembaban tanah serta menekan pertumbuhan gulma dan penyakit sehingga membuat tanaman tersebut tumbuh dengan baik. Menurut Buckman dan Brandy (1969) dalam Utomo (2007) bahwa mulsa adalah semua bahan yang digunakan pada permukaan tanah terutama untuk menghalangi hilangnya air karena penguapan atau untuk mematikan tanaman pengganggu. Mulsa sering juga disebut sersah. Sersah sudah terbukti efektif sekali untuk mengurangi penguapan dan menghindari tumbuhnya tanaman pengganggu, tetapi pada umumnya tidak dapat digunakan pada tanaman yang memerlukan pengolahan tanah susulan. Bahan seperti jerami (serbuk gergaji, dedaunan, dsb) yg disebarkan pada permukaan tanah untuk melindungi akar tanaman dari pengaruh air hujan (pemadatan tanah dsb); tunggul sisa tanaman yg ditinggalkan di atas permukaan tanah untuk menutup tanah itu sebelum dan selama persiapan pengolahan tanah.
1) Jenis Bahan Mulsa Mulsa organik : Meliputi semua bahan sisa pertanian yang secara ekonomis kurang bermanfaat seperti jerami padi, batang jagung, batang kacang tanah, daun dan pelepah daun pisang, daun tebu, alang-alang dan serbuk gergaji.Mulsa anorganik : Meliputi semua bahan batuan dalam berbagai bentuk dan ukuran seperti batu kerikil, batu koral, pasir kasar, batu bata, dan batu gravel. Untuk tanaman semusim, bahan mulsa ini jarang digunakan. Bahan mulsa ini lebih sering digunakan untuk tanaman hias dalam pot. 2) Manfaat Mulsa a. Manfaat mulsa terhadap tanaman Dengan adanya bahan mulsa di atas permukaan tanah, benih gulma akan sangat terhalang. Akibatnya tanaman yang ditanam akan bebas tumbuh tanpa kompetisi dengan gulma dalam penyerapan hara mineral tanah. Tidak adanya kompetisi dengan gulma tersebut merupakan salah satu penyebab keuntungan yaitu meningkatnya produksi tanaman budidaya. b. Manfaat Terhadap Kestabilan Agregat dan Kimia Tanah Dengan adanya bahan mulsa di atas permukaan tanah, energi air hujan akan ditanggung oleh bahan mulsa tersebut sehingga agregat tanah tetap stabil dan terhindar dari proses penghancuran. Semua jenis mulsa dapat digunakan untuk tujuan mengendalikan erosi. Fungsi langsung mulsa terhadap sifat kimia tanah terjadi melalui pelapukan bahan – bahan mulsa. Fungsi ini hanya terjadi pada jenis mulsa yang mudah lapuk seperti jerami padi, alangalang, rumput-rumputan, dan sisa-sisa tanaman lainnya. Hal ini merupakan salah satu keuntungan penggunaan mulsa sisa-sisa tanaman disbanding mulsa plastic yang sukar lapuk.
c. Manfaat Terhadap Ketersediaan Air Tanah Teknologi pemulsaan dapat mencegah evaporasi. Dalam hal ini air yang menguap dari permukaan tanah akan ditahan oleh bahan mulsa dan jatuh kembali ke tanah. Akibatnya lahan yang ditanam tidak kekurangan air karena penguapan air ke udara hanya terjadi melalui proses transpirasi. Melalui proses transpirasi inilah tanaman dapat menarik air dari dalam tanah yang didalamnya telah terlarut berbagai hara yang dibutuhkan tanaman.
d. Manfaat Terhadap Neraca Energi Unsur fisik tanah yang sangat dipengaruhi oleh bahan mulsa ialah suhu tanah. Suhu tanah ini sangat bergantung pada proses pertukaran panas antara tanah dengan lingkungannya. Proses ini terjadi akibat adanya radiasi matahari dan pengaliran panas kedalam tanah melalui proses konduksi. Pemulsaan mengubah warna tanah yang dengan sendirinya dapat mengubah albedo tanah. Perubahan suhu tanah terjadi karena perubahan radian energy yang mencapai tanah. Adanya mulsa akan menyebabkan panas yang mengalir kedalam tanah lebih sedikit disbanding tanpa mulsa. Selain itu, permukaan tanah yang diberi mulsa memiliki suhu maksimum harian lebih rendah disbanding tanpa mulsa. Mulsa plastik putih dapat menurunkan suhu tanah. Hal ini disebabakan radiasi yang direfleksikan kembali akan cukup besar sehingga berkurang suhu maksimum harian dari tanah yang diberi mulsa. Sedangkan mulsa plastic hitam cenderung meningkatkan suhu tanah karena radiasi yang direfleksikan kembali sangat kecil. e. Manfaat Terhadap Pemeliharaan Tanaman Kegiatan – kegiatan dalam proses budidaya yang cukup menyita waktu, tenaga, dan biaya antara lain pemupukan, penyiraman dan penyiangan. Namun dengan pemulsaan dapat memperkecil perlakuan pemupukan kerena hanya dilakukan sekali saja yaitu sebelum saat panen. Demikain juga dengan penyiraman perlakuannya hanya dilakukan sekali saja. Selain itu kegiatan penyiangan tidak perlu dilakukan pada keseluruhan lahan, melainkan hanya pada lubang tanam atau sekitar batang tanaman. 3) Kelebihan dan Kekurangan Jenis Mulsa
1. Mulsa Organik Kelebihannya
meliputi
:
Dapat
di
peroleh
secara
bebas/
gratis
Memiliki efek menurunkan suhu tanah. Mengonservasi tanah dengan menekan erosi. Dapat menghambat pertumbuhan tanaman pengganggu. Menambah bahan organic tanah karena. mudah lapuk setelah rentang waktu tertentu.
b. Kekurangannya meliputi : Tidak tersedia sepanjang musim tanam, tetapi hanya saat musim panen tadi. Hanya tersedia di sekitar sentra budidaya padi sehingga daerah yang jauh dari pusat budidaya padi membutuhkan biya ekstra untuk transportasi. E. Data Pendukung Tabel 1. Rerata indeks luas daun akibat interaksi perlakuan sistem olah tanah dan pemulsaan jerami pada hari ke-40 (Widyasari et al., 2011) Sistem olah tanah
Dosis Mulsa jerami (ton/ha) 0
4
8
12
Tanpa olah tanah
0.47 a
0.68 bc
0.76 c
0.81 cd
Olah tanah minimal
0.61 b
0.73 c
0.86 d
0.96 e
Olah tanah maksimal
0.64 b
0.75 c
0.89 de
1.10 f
BNT 5%
0.08
Keterangan: Bilangan yang didampingi huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT 5%.
Tabel 2. Rerata indeks luas daun akibat ketebalan mulsa daun jati (Priambodo et al., 2009). Indeks luas daun pada umur (hst) :
Perlakuan 15
30
45
60
75
Tanpa mulsa
0.33
0.78
2.09
2.40a
0.79a
Satu lembar
0.33
0.93
1.89
3.81b
1.06b
Dua lembar
0.32
0.73
1.72
4.42b
1.19b
BNT 5%
tn
tn
tn
1.12
0.21
Ketebalan mulsa daun jati
Keterangan : Bilangan yang didampingi oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji beda nyata terkecil (BNT) pada p= 0,05, tn : tidak nyata.
Tabel 3. Rerata laju pertumbuhan relatif (g/g/hari) akibat ketebalan mulsa daun jati (Priambodo et al., 2009). Laju pertumbuhan relatif (mg/g/hari) pada umur (hst):
Perlakuan
15-30
30-45
45-60
60-75
Tanpa mulsa
0.09
0.05
0.11
0.03
Satu lembar
0.09
0.05
0.13
0.02
Dua lembar
0.09
0.05
0.13
0.02
BNT 5%
tn
tn
tn
tn
Ketebalan mulsa daun jati
Keterangan : Bilangan yang didampingi oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji beda nyata terkecil (BNT) pada p= 0,05, tn : tidak nyata .
Tabel 4. Rerata laju pertumbuhan relatif (LPR) akibat perlakuan sistem olah tanah dan pemulsaan jerami (Widyasari et al., 2011). Perlakuan
Laju pertumbuhan relatif (g/g/hari) pada umur (hst): 20-30
30-40
40-50
50-60
Tanpa mulsa
0.08
0.10
0.03
0.05
Mulsa jerami 4 ton ha-1 Mulsa jerami 8 ton ha-1 Mulsa jerami 12 ton ha-1 BNT 5%
0.08 0.10 0.10
0.11 0.10 0.11
0.03 0.03 0.02
0.05 0.05 0.05
tn
tn
tn
tn
Keterangan: Bilangan yang didampingi huruf yang sama pada perlakuan dan umur yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT 5%; hst = hari setelah tanam; tn = tidak berbeda nyata.
Tabel 5. Rerata bobot 100 biji akibat perlakuan sistem olah tanah dan pemulsaan jerami (Widyasari et al., 2011). Perlakuan Tanpa mulsa Mulsa jerami 4 ton ha-1 Mulsa jerami 8 ton ha-1 Mulsa jerami 12 ton ha-1 BNT 5%
Bobot 100 biji (g) 19.86 19.87 20.11 20.10 tn
Keterangan: Bilangan yang didampingi huruf yang sama pada umur yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT 5%; hst = hari setelah tanam; tn = tidak berbeda nyata.
Tabel 6. Rerata hasil biji ton ha-1 akibat interaksi perlakuan sistem olah tanah dan pemulsaan jerami (Widyasari et al., 2011). Dosis mulsa jerami (ton ha-1)
Perlakuan
Tanpa olah tanah Olah tanah minimal Olah tanah maksimal Tanpa olah tanah BNT 5%
0
4
0.59 a 0.81 cd 0.83 cd 0.59 a
0.67 b 0.86 d 0.89 d 0.67 b
8 0.78 c 1.03 e 1.13 f 0.78 c 0.05
12 0.83 cd 1.06 e 1.15 f 0.83 cd
Keterangan: Bilangan yang didampingi huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT 5%
Tabel 7. Rerata hasil biji tanaman kedelai akibat perlakuan beberapa ketebalan mulsa daun jati (Priambodo et al., 2009). Perlakuan
Rata-rata Bobot 100 biji (g)
Bobot perhektar
Tanpa mulsa
8.25a
1.02a
Satu lembar
8.43ab
1.18b
Dua lembar
8.53b
1.21b
BNT 5%
0.21
82.60
(ton/ha)
Keterangan : Bilangan yang didampingi oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada p= 0,05.
Menurut Sitompul dan Guritno (1995), bahwa LPR dapat digunakan untuk mengukurproduktifitas biomasa awal tanaman, yang berfungsi sebagai modal dalam menghasilkan bahan baru tanaman. Menurut Lingga dan Marsono (2007) bahwa angin yang bertiup kencang mengakibatkan penguapan meningkat dan menyebabkan tekanan turgor berkurang. Tekanan turgor yang rendah akan membuat stomata menutup dan me-nyebabkan larutan unsur hara tidak dapat diserap. Menurut Priambodo et al. (2009) perlakuan ketebalan mulsa berpengaruh nyata pada semua parameter pertumbuhan yang diamati hasil penelitian menunjukkan bahwa ketebalan dua lembar daun jati berpengaruh yang nyata pada komponen pertumbuhan tanaman kedelai yang meliputi jumlah daun dan luas daun serta pada komponen hasil yang meliputi bobot biji per tanaman, bobot biji per hektar dan bobot 100 biji. Pada komponen pertumbuhan tanaman, pengaruh nyata tersebut terjadi pada variabel luas daun saat umur 60 dan 75 hst dan pada variabel bobot kering total saat umur 45 dan 60 hst Ketebalan mulsa daun jati memberikan
pengaruh nyata pada pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai. Hal ini secara tidak langsung disebabkan oleh perbedaan cahaya yang dapat diterima oleh gulma pada masing-masing perlakuan akibat tertutup mulsa daun jati, sehingga mempengaruhi daya saing gulma terhadap tanaman kedelai. Gulma yag ternaungi oleh mulsa daun jati mengalami hambatan pertumbuhan hal ini dika-renakan gulma kekurangan cahaya yang dibutuhkan untuk proses meta-bolismenya, seperti dijelaskan oleh Lakitan (2002) bahwa pembentukan ATP dari ADP dan P dalam proses fotosintesis tidak akan terjadi tanpa bantuan energi cahaya. Pemberian mulsa daun jati dengan ketebalan dua lembar (M2) secara umum menunjukkan pertumbuhan dan hasil yang paling baik dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Hal ini dikarenakan mulsa daun jati dengan ketebalan dua lembar mampu membatasi gulma dalam menerima cahaya, akibatnya pertumbuhan gulma menjadi terhambat dan sekaligus menurunkan daya saingnya terhadap tanaman kedelai. Dengan sedikitnya tingkat persaingan yang diberikan oleh gulma maka tanaman kedelai tidak mengalami hambatan di dalam menyerap unsur hara dan unsur penting lainnya untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Mulsa daun jati hanya efektif menahan laju pertumbuhan gulma hingga umur 30 hst. Mulsa daun jati dengan ketebalan dua lembar mulai melapuk dan hancur pada umur 30 hst sedangkan mulsa daun jati dengan ketebalan satu lembar mulai hancur pada mur 15 hst, sehingga gulma yang tadinya tertahan mulsa daun jati kembali tumbuh seperti biasanya. Sedangkan periode kritis tanaman kedelai terjadi hingga umur 41 hst, seperti di ungkapkan oleh Radjit dan Purwaningrahayu (1997) bahwa periode kritis tanaman kedelai terjadi pada umur 1/4 atau 1/3 sampai ½ umur tanaman. Oleh karena itulah pertumbuhan tanaman kedelai mengalami persaingan dengan gulma setelah umur 30 hst yang berpengaruh terhadap penurunan kualitas dan kuantitas polong dan biji kedelai. Moenandir (1990) mengemukakan bahwa gulma yang tumbuh pada peride kritis akan berpengaruh terhadap hasil akhir ntanaman budidaya. Hasil analisis vegetasi yang dilakukan oleh Priambodo et al. (2009) menunjukkan bahwa, petak perlakuan yang tidak ditambahkan mulsa daun jati memperlihatkan persaingan yang tinggi antara tanaman budidaya dengan gulma dibandingkan dengan perlakuan yang diberi mulsa, hal ini dikarenakan ragam spesies gulma yang tumbuh pada petak yang tidak ditambahkan mulsa daun jati lebih besar bila dibandingkan dengan petak yang ditambahkan mulsa. Moenandir (1990) menjelaskan apabila pada fase vegetatif tanaman tumbuh bersama dengan gulma, maka akan terjadi suatu interaksi yang negatif dalam memperebutkan unsur hara, pertumbuhan akan terhambat oleh karena keberadaan gulma.
Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan oleh Widyasari et al. (2011) adanya pengolahan tanah dan pemulsaan pada tanaman kedelai telah memberikan pengaruh yang berbeda pada komponen pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai dibandingkan tanpa pemulsaan. Komponen pertumbuhan yang diamati ialah luas daun, indeks luas daun (ILD), bobot kering total tanaman dan laju pertumbuhan relatif (LPR) tanaman. Sedangkan komponen hasil meliputi bobot biji/ tanaman, bobot 100 biji dan hasil biji ton ha-1. Hasil percobaan oleh Widyasari et al. (2011) menunjukkan bahwa luas daun dan indeks luas daun lebih tinggi dihasilkan oleh perlakuan sistem olah tanah maksimal yang dikombinasikan dengan pemulsaan 12 ton ha-1, sedangkan yang lebih rendah dihasilkan oleh kombinasi perlakuan sistem tanpa olah tanah tanpa pemulsaan. Hal ini terjadi karena olah tanah maksimal membentuk kelas tekstur lempung yang memiliki tekstur sedang dengan kemantapan agregrat dan porositas yang cenderung meningkat (analisis tanah). Tanah yang memiliki agregrat yang mantap yang tidak mudah pecah karena pengaruh dari luar menyebabkan keberadaan ruang pori juga mantap sehingga menjamin kelancaran sirkulasi udara dan air. Hal ini sesuai Rachman et al. (2004), bahwa olah tanah akan menghasilkan kondisi kegemburan tanah yang baik untuk pertumbuhan akar, sehingga membentuk struktur dan aerasi tanah lebih baik dibanding tanpa olah tanah. Struktur dan aerasi yang baik akan memberikan ruang gerak akar yang lebih mudah dan leluasa sehingga kemampuan akar menyerap unsur hara, air dan oksigen lebih besar serta proses fotosintesis dapat berlangsung lancar. Tanaman dalam pertumbuhannya memerlukan cukup oksigen untuk respirasi, jika rata-rata masukan oksigen ke permukaan terbatas maka pertumbuhan tanaman akan terhambat. Selain itu dengan pemulsaan, dampak dari olah tanah yang berupa meningkatnya populasi gulma karena selama pengolahan tanah terjadi proses penyebaran organ-organ vegetatif gulma dapat teratasi dengan tertutupinya permukaan tanah dengan mulsa dan pemulsaan berfungsi untuk menekan fluktuasi temperatur tanah dan menjaga kelembaban tanah sehingga dapat mengurangi jumlah pemberian air (Dwiyanti, 2005) dan (Dianasari ,2007). Perlakuan tanpa pemulsaan memperlihatkan persaingan yang tinggi dengan gulma dibandingkan dengan perlakuan pemulsaan. Mulyatri (2003) dan Sutejo (2002) berpendapat bahwa mulsa dapat meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah sehingga kehilangan air dapat dikurangi dan memelihara temperatur dan kelembapan tanah. Ini ditunjukkan dengan hasil pengamatan pada lahan yang diberi mulsa memiliki temperatur tanah yang cenderung menurun dan kelembaban tanah yang cenderung meningkat seiiring meningkatnya dosis pemulsaan. Kelembaban tanah dan
temperatur tanahyang optimal, akan berpengaruh pada ketersedian air di bawah permukaan tanah. Kondisi seperti ini sangat menguntungkan bagi tanaman, yang berpengaruh pada fase pengisian polong sehingga dapat meningkatkan hasil biji (ton ha-1). Widyasari et al. (2011) menjelaskan bahwa perlakuan sistem olah tanah maksimal yang dikombinasikan dengan pemulsaan 12 ton ha-1 tidak berbeda nyata dengan perlakuan sistem olah tanah maksimal yang dikombinasikan dengan pemulsaan 8 ton ha-1 pada komponen hasil dikarenakan perlakuan pemulsaan jerami 8 ton ha-1 sudah cukup dapat menekan keberadaan gulma tanpa mengganggu pertumbuhan tanaman kedelai. Ini dibuktikan dengan perlakuan pemulsaan jerami 8 ton ha-1 memiliki bobot kering gulma yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan pemulsaan 12 ton ha-1. Hal ini ditambah pula oleh curah hujan yang sangat kurang selama masa tanam, sehingga fungsi mulsa sebagai penahan proses penguapan menjadi lebih besar, dimana semakin tebal mulsa maka proses penguapan yang terjadi akan semakin kecil. Pertumbuhan vegetatif yang tidak terganggu menjadikan hasil tanaman kedelai tetap optimal. Hal ini dibuktikan dengan perbedaan luas daun yang nyata antar perlakuan pada saat memasuki fase generatif. Luas daun merupakan suatu ukuran kuantitatif pertumbuhan tanaman dan dapat menentukan keberhasilan hasil panen tanaman karena peran luas daun menentukan jumlah penerimaan cahaya matahari. Jumlah penerimaan cahaya matahari dan laju fotosintesis tergantung pada luas daun yang ada. Semakin baik pertumbuhan vegetatif tanaman kedelai maka proses fotosintesis akan berjalan dengan baik sehingga produksi yang dihasilkan optimal. Hasil fotosintesis akan disimpan sebagai cadangan makanan dalam bentuk karbohidrat yang berupa biji. Semakin tinggi proses fotosistesis maka hasil biji juga akan semakin meningkat. Jumlah bahan organik yang berkurang dikarenakan mulsa jerami padi memerlukan waktu relatif lama dalam proses dekomposisinya. Kandungan bahan organik yang rendah pada tanah menyebabkan kemampuan tanah menahan air rendah. Pertumbuhan sel merupakan fungsi tanaman yang paling sensitif terhadap kekurangan air, apabila kekurangan air menyebabkan pengurangan dalam hal sintesis protein, sintesis dinding sel dan pengembangan sel sehingga berpengaruh pada berkembangnya daun yang lebih kecil yang dapat mengurangi indeks luas daun (ILD) pada saat dewasa dan berakibat berkurangnya penyerapan cahaya oleh tanaman. Proses fotosintesis menjadi berkurang menyebabkan hasil fotosistesis berupa karbohidrat yang disimpan pada biji berkurang pula. Kurangnya air juga menyebabkan hormon tanaman juga berubah konsentrasinya. Misalnya, asamabsisat (ABA) meningkat dalam daun dan buah. Penimbunan ABA merangsang penutupan stomata, yang mengakibatkan berkurangnya asimilasi CO2. Sitokinin dan etilen sering meningkat apabila
ABA meningkat. Hal ini dapat menjelaskan terjadinya pemasakan buah yang lebih cepat dalam kondisi kekurangan air karena hormon etilen mempercepat pemasakan buah dan biji (Gardner,1991).
III.
KESIMPULAN
1. Tanaman kedelai (Glycine max) merupakan tanaman budidaya yang perlu diperhatikan sebagai tanaman pokok. 2. Aplikasi penggunaan mulsa organik (jerami dan daun jati) dapat menurunkan pertumbuhan gulma dan dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai (Glycine max).
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 2005. Rekomendasi Pemupukan Tanaman Kedelai Pada Berbagai Tipe Penggunaan Lahan. Tim Balai Penelitian Tanah. Bogor. Http://balittanah.litbang.deptan.go.id. Diakses pada tanggal 2 November 2012. Anonymousa. 2011. Volume impor kedelai turun 20% di 2010 http://www.detikfinance.com. Diakses pada 2 November 2012. Dianasari, J. 2007. Pengaruh sistem pengolahan tanah dan macam mulsa organik pada pertumbuhan dan hasil tanaman jagung manis (Zea mays L.). Skripsi. FP UB. Malang. Dwiyanti, S. 2005. Respon pengaturan ketebalan mulsa jerami padi dan jumlah pemberian air pada pertumbuhan dan hasil tanaman kacang hijau. Skripsi. FP UB. Malang. Pp. 59. Lakitan, B. 2004. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Radja Grafindo Persada. Jakarta. pp. 132. Lingga, P dan Marsono. 2007. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta. pp. 87. Mulyatri. 2003. Peranan pengolahan tanah dan bahan organik terhadap konservasi tanah dan air. Pros. Sem. Nas. Hasil-hasil Penelitian dan Pengkajian Teknologi Spesifik Lokasi. p. 90-95. Moenandir, J. 1990. Pengantar Ilmu Pengendalian Gulma (Ilmu Gulma Buku I). Rajawali Press. Jakarta. p.122. Priambodo, A., B. Guritno dan A. Nugroho. 2009. Upaya Peningkatan Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Kedelai (Glycine max) Melalui Aplikasi Mulsa Daun Jati Dan Pupuk Organik Cair Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang. Rachman, A., A. Ai dan E. Husen. 2004. Teknologi konservasi tanah pada lahan kering berlereng. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Bogor. p. 183 204 Rosmarkam, A dan Yuwono, N. W. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. pp. 40-42 Suhartina, T. dan Adisarwanto. 1996. Manfaat jerami padi pada budidaya kedelai di lahan sawah. Balitkabi. Malang. p : 41-44 Sutejo, M. M. 2002. Pupuk dan cara pemupukan. Rineke cipta. Jakarta. pp. 177
Widyasari, L., T. Sumarni, dan Arifin. 2011. Pengaruh sistem olah tanah dan mulsa jerami padi pada pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai (glycine max (l.) Merr.) Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang.
Gambar 1. Budidaya Tanaman Kedelai
Gambar 2. Tanaman Jati
Gambar 4. Jerami Padi
Gambar 3. Seresah Daun Jati