PENINGKATAN PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KEDELAI ( GLYCINE MAX (L) MERR) AKIBAT PENGARUH DARI PEMBERIAN BAHAN ORGANIK DAN METODE PENGENDALIAN GULMA. Akhmad Jani Masyhudi, M. Aniar Hari Swasono dan Wenny Mamilianti Abstraksi : Ada beberapa hal yang menjadi penyebab menurunnya produksi dalam negeri salah satunya adalah kualitas tanah/lahan dan cara perawatan tanaman tersebut. Untuk mengatasinya salah satunya adalah dengan memperbaiki kondisi tanah dengan penambahan bahan organik dan perbaikan teknik perawatan yaitu dengan pengendalian gulma. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan dan peningkatan hasil produksi tanaman kedelai akibat jenis bahan organik dan metode pengendalian gulma. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dengan tiga ulangan. Adapun perlakuannya pertama yaitu jenis bahan organik, faktor kedua adalah pengendalian gulma. Jumlah kombinasi perlakuan 12 dengan pengulangan 3 kali dan penempatan perlakuan pada setiap ulangan dilakukan secara acak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian bahan organik dan metode pengendalian gulma memberikan pengaruh terhadap rata-rata luas daun per tanaman. Bahan organik kandang sapi (B0) dan kompos azolla (B1) memberikan hasil yang sama terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai. Metode pengendalian gulma penyiangan 21 dan 42 hst (P1), pengendalian dengan herbisida oksifluorfen (P2) dan pengendalian herbisida oksifluorfen dan penyiangan 42 hst (P3) juga memberikan hasil yang sama terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai. Pemberian bahan organik kandnag sapi (B1) memberikan hasil 2,069 t/ha, kompos azolla (B2) memberikan hasil 2,154 t/ha dan tanpa pemberian bahan organik (B0) memberikan hasil 1,323 t/ha. Perlakuan tanpa pengendalian (P0) memberikan hasil 1,360 t/ha, penyiangan 21 dan 42 hst (P1) 1,864 t/ha, pengendalian herbisida oksifluorfen (P2) 2,118 t/ha dan pengendalian dengan herbisida oksifluorfen yang dikombinasikan dengan penyiangan 42 hst memberikan hasil 2,053 t/ha. Kata Kunci : Bahan Organik, pengendalian gulma
PENDAHULUAN Di Indonesia peningkatan kebutuhan kedelai dalam negeri tidak diimbangi oleh peningkatan produksi atau hasil tanaman kedelai tersebut. Hal ini akan berakibat buruk jika terjadi terus menerus. Ada beberapa hal yang menjadi penyebab menurunnya produksi dalam negeri salah satunya adalah kualitas tanah/lahan dan cara perawatan tanaman tersebut. Untuk segera dikaji faktor-faktor yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut. Salah satunya adalah dengan memperbaiki kondisi tanah dengan penambahan bahan organik dan perbaikan teknik perawatan yaitu dengan pengendalian gulma. Bahan organik ini mempunyai beberapa sifat fisik tanah seperti kemampuan antara lain dapat membantu memperbaiki beberapa sifat fisik tanah seperti kemampuan
tanah menahan air dan menambah ketersediaan beberapa unsur hara. Gulma merupakan tumbuhan pada suatau areal tanaman yang mengganggu tanaman utama dan keberadaannya tidak dikehendaki, oleh karena itu pertumbuhan gulma harus dikendalikan. Kehadiran gulma diantara tanaman budidaya dapat menyebabkan persaingan dalam memperebutkan unsur hara, air, cahaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan dan peningkatan hasil produksi tanaman kedelai akibat jenis bahan organik dan metode pengendalian gulma. Dengan begitu akan mendapatkan jenis bahan organik dan metode pengendalian gulma yang sesuai bagi budidaya tanaman kedelai.
METODOLOGI
Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dengan tiga ulangan. Adapun perlakuannya sebagai berikut : faktor pertama adalah jenis bahan organik : B0 : Tanpa bahan organik, B1: Pupuk kandang sapi, B2: kompos Azolla. Faktor kedua adalah pengendalian gulma, P0 : Tanpa pengendalian, P1 :
Penyiangan
dua kali pada umur 21 dan 42 hst, P2 : Herbisida oksifourfen 1,5 lt/ha, P3 : Herbisida oksifourfen 1,5 lt/ha dan Penyiangan 42 hst . Jumlah kombinasi perlakuan 12 dengan pengulangan 3 kali dan penempatan perlakuan pada setiap ulangan dilakukan secara acak. Kedua faktor tersebut menghasilkan kombinasi perlakuan sebagai berikut : B0P0, B0P1.B0P2, B0P3, B1P0, B1P1, B1P2, B1P3, B2P0, B2P1, B2P2 dan B2P3. Pengulangan perlakuan dianalisis dengan analisa sidik ragam (F hit) dan perbedaan antar perlakuan diuji dengan menggunakan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) dengan taraf nyata 5 %.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan Gulma Jenis gulma yang ditemukan dalam lahan percobaan sebelum pengolahan tanam antara lain: Ageratum conyzoides, Amaranthus spinosus, Borreria leavis, Cleome rutidosperma, Cynodon sp., Cyperus rotundus, Dactylogtenium aegyptium, Digitaria sp., Eleusine indica, Emillia sonchifolia, Euphorbia hirta, Heliotropicum indicum, Imperata cylindrica, Ipomoea triloba, Mimosa pudica, Phyllanthus amarus dan Tridax procumbens.
Sebelum pengolahan tanah, gulma yang mendominasi lahan percobaan adalah Cyperus rotundus, Imperata cylindrica, Heliotropicum indicum, Cynodon sp. dan Eleusine indica. Setelah perlakuan terjadi perubahan dominasi gulma. Hal ini disebabkan gulma yang ada mati karena pengolahan tanah, sedangkan gulma yang dulu belum tumbuh karena dorman yang letaknya jauh di dalam tanah akan tumbuh. Perlakuan tanpa penyiangan (P0) dan penyiangan 21 dan 42 hst (P1) gulma yang mendominasi adalah Borreria leavis, Cynodon sp., Heliotropicum indicum dan Ipomoea triloba. Perlakuan pengendalian dengan herbisida oksifluorfen (P2) dan pengendalian herbisida oksifluorfen yang dikombinasikan dengan penyiangan pada umur 42 hst (P3) juga mengalami perubahan dominasi gulma pada akhir pengamatan yaitu secara berturut-turut Digitaria sp. dan Imperata cylindrica. Spesies-spesies gulma tersebut memang relatif lebih cepat tumbuh dan sulit dikendalikan karena spesies tersebut berkembangbiak dengan organ vegetatifnya misal stolon. Gulma yang berkembangbiak dengan stolon sulit dikendalikan karena batang yang tertinggal di lahan akan mampu tumbuh kembali. Moenandir (1990) menyatakan bahwa gulma yang perbanyakannya menggunakan bagian vegetatif sulit diberantas keberadaannya dibandingkan dengan gulma yang berkembangbiak dengan biji baik jenis mekanis maupun kimia, karena bagian tersebut bila terpotong akan mampu tumbuh dan berkembang menjadi tanaman baru. Perlakuan pengendalian gulma dengan herbisida oksifluorfen pada awalnya mampu menekan pertumbuhan gulma 100% sampai umur pengamatan 42 hst. Setelah umur 42 hst daya racun herbisida oksifluorfen menurun yang ditunjukkan oleh berat kering gulma yang meningkat pada umur pengamatan 63 hst. Hal ini sesuai dengan pendapat Bangun dan Pane (1984) bahwa hilangnya daya racun terjadi karena residu di tanah mengalami pencucian oleh air hujan disamping penguraian oleh mikroorganisme tanah dan degradasi oleh sinar matahari atau bahkan residu tersebut terikat oleh partikelpartikel tanah sehingga tidak dapat diserap oleh tumbuhan sasaran. Perlakuan pemberian bahan organik baik tanpa pemberian bahan organik (B0), bahan organik kandang sapi (B1) dan kompos azolla (B2) tidak berpengaruh terhadap berat kering gulma. Bahan organik khususnya kandang sapi (B1) umumnya mampu memacu pertumbuhan gulma bahkan dapat menyebabkan timbulnya gulma baru. Hasil percobaan menunjukkan bahwa bahan organik tidak memberikan pengaruh terhadap berat kering gulma hal ini disebabkan bahan organik yang digunakan khususnya bahan organik kandang sapi (B1) sudah terkomposkan dengan baik.
Berat kering gulma hanya dipengaruhi oleh cara pengendalian. Pengendalian gulma dengan penyiangan 21 dan 42 hst (P1) mampu menekan pertumbuhan gulma dan dapat mengurangi kompetisi antara tanaman dan gulma untuk mendapatkan faktor tumbuh yang cukup. Hal ini sesuai dengan pendapat Moejiono dan Karsono (1992) bahwa perlakuan penyiangan nyata berpengaruh terhadap hasil kacang gude dan juga berpengaruh terhadap berat kering gulma di mana perlakuan penyiangan dua kali mampu menekan berat kering gulma hingga 71.7% dengan kenaikan hasil 20.2% lebih tinggi dari kontrol. Pada percobaan ini perlakuan pengendalian gulma dengan penyiangan 21 dan 42 hst (P1) mampu menekan pertumbuhan gulma sebesar 32%-35%. Keefektifan kerja herbisida oksifluorfen yang diaplikasikan secara pra tumbuh sangat jelas berpengaruh pada awal pertumbuhan sampai umur 42 hst. Herbisida oksifluorfen mampu mengendalikan Cyperus rotundus, Borreria leavis, Ipomoea triloba, Heliotropicum indicum, Cynodon sp. dan Eleusine indica. Hal ini sesuai pendapat Sastroutomo (1992) yang mengemukakan bahwa oksifluorfen yang diaplikasikan sebelum tumbuh dan setelah tumbuh dapat mengendalikan gulma berdaun lebar. Ashton dan Crafts (1981) menyatakan bahwa penekanan gulma oleh herbisida oksifluorfen adalah dengan menghambat proses pemindahan elektron dan sintesis ATP pada proses respirasi. Penekanan pertumbuhan gulma oleh herbisida oksifluorfen berkisar 63.83%-100%. Dalam penelitiannya Widaryanto (1994), menyatakan bahwa pengendalian gulma dengan herbisida oksifluorfen dengan dosis 1-21/ha mampu menekan pertumbuhan gulma pada areal tanam kacang tanah yang ditunjukkan oleh penurunan berat kering gulma sebesar 56%-63% dibandingkan kontrol.
Pertumbuhan Tanaman Pertumbuhan dapat diartikan sebagai penambahan jumlah sel, pembelah sel dan juga pembesaran sel. Pertumbuhan dapat dicirikan oleh beberapa perlakuan bahan organik dan pengendalian gulma secara terpisah memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman dan berat kering total bagian atas tanaman. Luas daun dipengaruhi oleh interaksi antara perlakuan pengendalian gulma yang dikombinasikan dengan pemberian bahan organik. Perlakuan pemberian bahan organik pupuk kandang sapi (B1) dan kompos azolla (P2) secara nyata mampu memperbaiki pertumbuhan tanaman kedelai. Hal ini disebabkan bahan organik mampu memperbaiki sifat fisik tanah dan adanya peningkatan unsur hara
dalam tanah baik unsur hara makro dan mikro yang dapat diserap oleh tanaman. Buckman dan Brady (1982) menyatakan bahwa untuk mendapatkan pertumbuhan dan produksi yang baik unsur hara yang dibutuhkan harus diserap oleh tanaman dan dalam jumlah yang seimbang. Dalam penelitiannya, Utomo et al., (1993) juga menyatakan bahwa pemberian azolla dapat memperbaiki sifat fisik tanah yang diikuti dengan perbaikan pertumbuhan tanaman kedelai yang ditanam setelah padi. Pada awal pertumbuhan perlakuan pemberian bahan organik kandang sapi (B1) dan kompos azolla (B2) umumnya memberikan pengaruh yang sama terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman kedelai. Hal ini disebabkan pada awal pertumbuhannya tanaman belum mampu menyerap unsur hara yang diberikan, selain itu juga dapat disebabkan bahan organik yang diberikan ke dalam tanah tidak dapat langsung diserap oleh tanaman. Pada jumlah daun perlakuan bahan organik dan pengendalian gulma tidak memberikan pengaruh yang nyata, hal ini sesuai dengan pernyataan Agustina (1990) bahwa pertumbuhan tanaman lebih dicerminkan oleh karakteristik luas daun daripada jumlah daun. Sedangkan luas daun sendiri meningkat dengan meningkatkan ketersediaan N dan juka ketersediaan P dan K. Luas daun dipengaruhi oleh interaksi antara perlakuan pemberian bahan organik dan metode pengendlaian gulma. Hal ini disebabkan pemberian bahan organik kandang sapi (B1) dan kompos azolla (B2) dapat meningkatkan unsur hara makro dan unsur hara mikro khususnya unsur N. Selain itu adanya perlakuan pengendalian gulma baik dengan penyiangan ataupun dengan menggunakan bahan kimia dapat menekan pertumbuhan gulma sehingga persaingan antara tanaman dan gulma dalam memperebutkan faktor tumbuh yang diperlukan untuk pertumbuhan vegetatif tanaman khususnya unsur N dapat ditekan serendah mungkin. Nitrogen mempunyai peranan memacu pertumbuhan vegetatif dan merupakan penyusun klorofil daun. Nitrogen yang cukup tersedia akan menyebabkan daun tumbuh besar dan memperluas permukaan untuk proses fotosintesis. Hal ini sesuai dengan pernyataan Humpries, et al. (1963 dalam Gardner, et al., 1991) yang menyatakan bahwa unsur N sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan khususnya luas daun. Fotosintesis akan mempengaruhi fotosintat tanaman dan akan mempengaruhi berat kering total tanaman itu sendiri. Sitompul dan Guritno (1995), menyatakan bahwa biomassa yang dihasilkan oleh tanaman berkaitan erat dengan luas daunnya. Berat kering tanaman merupakan petunjuk akumulasi biomassa pada periode waktu tertentu. Fotosintat
akan diakumulasikan pada bagian tanaman yang memerlukan. Pada fase vegetatif biomassa akan banyak diakumulasikan ke organ vegetatif yaitu daun dan batang. Sedangkan vase generatif akan banyak diakumulasikan pada bagian generatif seperti bunga dan biji sehingga berat kering tanaman akan dijadikan petunjuk besarnya laju fotosintesis yang terjadi pada tanaman. Kompetisi yang terjadi antara tanaman budidaya dengan gulma umumnya memperebutkan faktor-faktor pertumbuhan seperti unsur hara, ruang tumbuh, cahaya dan air. Lahan percobaan yang didominasi oleh gulma Borreria leavis dan Ipomoea triloba yang merupakan gulma yang tumbuh menjalar akan menyebabkan persaingan terhadap unsur N. Dijelaskan oleh Sugito (1999) bahwa gulma yang tumbuh horizontal pada umumnya mempunyai daya saing lebih kuat terhadap unsur N daripada gulma yang tumbuh tegak yang mempunyai daya saing kuat terhadap cahaya.
Komponen Hasil Perlakuan pemberian jenis bahan organik dan pengendalian gulma secara terpisah mampu memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah polong isi per tanaman, berat polong isi per tanaman, berat biji kering per tanaman, jumlah biji kering per tanaman, jumlah polong hampa dan berat kering biji per hektar. Bahan organik mempunyai peranan fisik yaitu memperbaiki struktur tanah sehingga memungkinkan akar lebih leluasa tumbuh, bergerak dan mengambil hara dalam tanah, di samping itu bahan organik mampu mensuplai unsur hara yang berangsur-angsur terbebaskan dan tersedia bagi tanaman seperti unsur N dan P. Hal ini sesuai dengan penelitian dari Melati et al. (1991) bahwa pemberian bahan organik kandang mampu meningkatkan serapan unsur N, P, K, Ca dan Mg dalam daun. Hasil penelitian Ridwan, et al., (1994) juga menyatakan bahwa pemberian bahan organik berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman dan meningkatkan jumlah polong isi, produksi dan menurunkan jumlah polong hampa tanaman kedelai. Pada percobaan ini perlakuan tanpa pemberian bahan organik memberikan hasil sebesar 1,323 t/ha, bahan organik kandang sapi (B1) mampu memberikan hasil berat biji perhektar sebesar 2,069 t/ha dan bahan organik kompos azolla (B2) memberikan hasil 2,154 t/ha. Pertumbuhan tanaman budidaya yang berkompetisi dengan gulma akan menyebabkan pertumbuhannya terganggu pada fase vegetatif maupun generatif. Semakin tinggi populasi gulma maka persaingan yang terjadi semakin tinggi. Oleh karena itu
kehadiran gulma pada per tanaman budidaya menjadi pembatas terhadap pertumbuhan generatif tanaman terutama yang berkaitan dengan kuantitas dan kualitas, sehingga pengaruh yang ditimbulkan oleh berbagai cara pengendalian gulma memberikan pengaruh yang nyata terhadap hasil berat kering biji per hektar. Pengendalian gulma bertujuan untuk membatasi populasi gulma sehingga secara ekologis maupun secara ekonomis tidak merugikan. Pada percobaan ini pengendalian gulma memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah polong isi, berat polong isi, jumlah biji kering, berat biji per tanaman dan berat kering biji per hektar. Pengendalian gulma dengan penyiangan 21 dan 42 hst (P1), herbisida oksifluorfen (P2) dan herbisida oksifluorfen yang dikombinasikan dengan penyiangan 42 hst (P3) memberikan hasil yang sama terhadap komponen hasil seperti jumlah polong isi, berat polong isi, berat biji per tanaman, jumlah biji per tanaman dan produksi biji per hektar. Peningkatan komponen hasil oleh perlakuan metode pengendalian gulma dapat disebabkan pengendalian gulma dengan penyiangan umur 21 dan 42 hst (P1) dilakukan pada saat tanaman memasuki fase vegetatif dan generatif sehingga kompetisi yang terjadi dapat ditekan sekecil mungkin. Perlakuan pengendalian dengan herbisida oksifluorfen (P2) dan herbisida oksifluorfen yang dikombinasikan dengan penyiangan 42 hst (P3) mampu menekan pertumbuhan gulma pada awal pertumbuhan dan pada saat tanaman memasuki fase generatif sehingga tanaman akan mampu bersaing dengan gulma untuk memperebutkan berbagai faktor tumbuh. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sukman dan Yakup (1995), apabila pertumbuhan vegetatif terganggu oleh keberadaan gulma maka pertumbuhan generatifnya akan terganggu. Persaingan tanaman dengan gulma pada awal pertumbuhan dapat menyebabkan tanaman tumbuh tidak normal maupun mati sedangkan persaingan di masa generatif dapat menyebabkan menurunnya kualitas dari biji kedelai. Penurunan jumlah polong hampa merupakan salah satu komponen hasil yang juga menentukan hasil kedelai. Semakin tinggi jumlah polong hampa akan semakin menurunkan hasil kedelai. Perlakuan bahan organik dan pengendalian gulma secara terpisah memberikan pengaruh yang nyata. Perlakuan tanpa pemberian bahan organik (B0) dan tanpa pengendalian (P0) memberikan jumlah polong hampa yang terbanyak. Hal ini disebabkan tidak adanya suplai tambahan unsur hara yang dibutuhkan selama pengisian polong dan juga disebabkan besarnya persaingan yang terjadi antara tanaman dan gulma yang memperebutkan faktor tumbuh dibandingkan dengan perlakuan yang lain.
Pada percobaan ini perlakuan gulma 21 dan 42 hst (P1) memberikan hasil biji kering per hektar sebesar 1,864 t/ha. Hal ini disebabkan penyiangan gulma 21 dan 42 hst (P1) dilakuan pada saat tanaman memasuki fase vegetatif dan fase generatif sehingga kompetisi yang terjadi dalam memperebutkan faktor-faktor yang tumbuh dapat ditekan. Dengan demikian pertumbuhan tanaman dapat berlangsung maksimal. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Pane et al. (1992) yang menunjukkan bahwa penyiangan gulma dua kali memberikan hasil tertinggi pada tanaman kedelai. Ditambahkan oleh Harsono (1991) dalam penelitiannya menyatakan bahwa penyiangan pada fase tumbuh dapat meningkatkan jumlah polong per tanaman, berat biji per tanaman dan hasil biji per hektar. Pada percobaan ini perlakuan tanpa pengendalian gulma (P0) memberikan hasil biji kering 1,323 t/ha, perlakuan pengendalian dengan herbisida oksiflourfen (P2) memberikan hasil biji kering 2,118 t/ha dan pengendalian herbisida oksiflourfen yang dikombinasikan dengan penyiangan 42 hst (P3) memberikan hasil biji kering 2,053 t/ha. Perlakuan tanpa bahan organik kandang sapi (B1) dan kompos azolla (B2) dan perlakuan tanpa pengendalian gulma (P0), pengendalian dengan herbisida oksiflourfen (P2) dan pengendalian herbisida oksiflourfen yang dikombinasikan dengan penyiangan 42 hst (P3) tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap peubah berat 100 butir. Hal ini disebabkan berat biji umumnya dipengaruhi oleh faktor genetik dari varietas tanaman itu sendiri. Hal ini sesuai dengan pendapat Gardner et al. (1991) yang menyatakan bahwa ukuran biji untuk kultivar tertentu relatif konstan. Perlakuan terbaik berdasarkan R/C ratio pada perlakuan pemberian bahan organik adalah dengan pemberian bahan organik kandang sapi (B1). Hal ini disebabkan bahan organik kandang sapi (B1) mempunyai harga yang relatif murah dibandingkan bahan organik kompos azolla (B2). Pemberian bahan organik kandang sapi (B1) juga dapat memperbaiki struktur tanah dan menambah unsur hara dalam tanah sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai. Pemberian bahan organik kompos azolla (B2) memberikan R/C ratio yang terendah dibanding dengan perlakuan tanpa bahan organik (B0) dan bahan organik kandang sapi (B1). Hal ini disebakan bahan organik kompos azolla (B2) mempunyai harga yang mahal sehingga memberikan biaya produksi awal yang tinggi. Namun manfaat pemberian bahan organik kompos azolla (B2) ini akan memberikan beberapa keuntungan di musim tanaman selanjutnya, karena bahan organik kompos azolla (B2) ini dapat memperbaiki struktur tanah, menambah daya
pegang tanah terhadap air dan dapat menambah sejumlah unsur hara sehingga pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai dapat meningkat. Perlakuan pengendalian gulma dengan penyiangan 21 dan 42 hst (P1) memberikan nilai R/C ratio tertinggi dibanding dengan perlakuan tanpa pengendalian (P0), pengendalian dengan herbisida oksiflourfen (P2) dan pengendalian dengan herbisida oksiflourfen yang dikombinasikan dengan penyiangan 42 hst (P3). Perlakuan penyiangan 21 dan 42 hst (P1) memberikan nilai R/C ratio tertinggi karena perlakuan penyiangan 21 dan 42 hst (P1) memberikan biaya produksi awal yang lebih rendah selain itu juga perngendalian dilakukan pada saat tanaman memasuki fase vegetatif dan generatif sehingga persaingan tanaman antara tanaman dan gulma dapat ditekan sehingga pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai dapat meningkat.
KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil penelitian pengaruh jenis bahan organik dan metode pengendalian gulma terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai dapat disimpulkan bahwa, pemberian bahan organik dan metode pengendalian gulma memberikan pengaruh terhadap rata-rata luas daun per tanaman. Bahan organik kandang sapi (B0) dan kompos azolla (B1) memberikan hasil yang sama terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai. Metode pengendalian gulma penyiangan 21 dan 42 hst (P1), pengendalian dengan herbisida oksifluorfen (P2) dan pengendalian herbisida oksifluorfen dan penyiangan 42 hst (P3) juga memberikan hasil yang sama terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai. Pemberian bahan organik kandnag sapi (B1) memberikan hasil 2,069 t/ha, kompos azolla (B2) memberikan hasil 2,154 t/ha dan tanpa pemberian bahan organik (B0) memberikan hasil 1,323 t/ha. Perlakuan tanpa pengendalian (P0) memberikan hasil 1,360 t/ha, penyiangan 21 dan 42 hst (P1) 1,864 t/ha, pengendalian herbisida oksifluorfen (P2) 2,118 t/ha dan pengendalian dengan herbisida oksifluorfen yang dikombinasikan dengan penyiangan 42 hst memberikan hasil 2,053 t/ha. Saran Budidaya tanaman kedelai sebaiknya dilakukan dengan pemberian bahan organik (bahan organik kandang sapi atau kompos azolla) yang diikuti dengan metode pengendalian gulma (penyiangan 21 dan 42 hst, pengendalian herbisida oksifluorfen dan pengendalian herbisida oksifluorfen dan penyiangan 42 hst) yang sesuai.
DAFTAR PUSTAKA Arifin, Z. 1996. Azolla Pembudidayaan dan Pemanfaatan Pada Tanaman Padi. Panebar Swadaya. Jakarta Ashton,F.M and A. C. Crafts. 1981. Mode of Action of Herbisides. John Wiley and Son. New York. Ashton, F M and T.J.Monaco. 1991. Weed Science : Principle and Practices. John Wiley and Son. New York Cahyo, N, Maftuchah dan Sumarno. 1997. Study Aplikasi Cobalt Pada Azolla. Agritek 5 (1) : 24-25 Hardjowigeno,S. 1987. Ilmu Tanah. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta. Harsono, A. 1992. Pengendalian Gulma Pada Kedelai. Balai Penelitian Tanaman Pangan. Malang Isgiyanto, Suhartinah dan T. Adisarwanto. 1994. Takaran dan Jenis Bahan Organik Untuk Meningkatkan Kesuburan Tanah Lahan Sawah dan Hasil Kedelai Setelah Padi. Risalah Hasil Penelitian Tanaman Pangan. Balitan Malang Manan, A. 1992. Pengaruh Pemberian Kapur dan Pupuk Kandang Terhadap Hasil Kedelai (Glycine max (L) Merr) Varietas Orba dan Wilis Pada Tanah Podsolik Merah Kuning. Prosiding Lokakarya penelitian Komoditas dan studi Khusus Melati,M,F. Rumewas Justika S. Baharsyah dan IPG Widjaja-Adhi. 1991. Tanggapan Kedelai (Glycine max(L) Merr) Terhadap Pupuk Mikro Zn, Cu,B Pada Beberapa Dosis Pupuk Kandang Di Tanah Latosol. Forum Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor Pane, H, D.K. Sandra dan Rochmat. 1992. Pengelolaan Gulma Terpafu Untuk Meningkatkan Hasil Kedelai Yang Ditanam Sbelum dan Sesudah Padi Sawah. Prosiding lokakarya Penelitian Komoditas dan Studi Khusus. Ridwan dan D Jamin. 1994. Sistem pengelolaan Tanah dan Pemberian Pupuk Kandang Pada Tanaman jagung. Risalah Seminar Balitan Sukarami. Rukmana, R dan Y. Yuniarsih. 1996. Kedelai Budidaya dan Pascapanen. Kanisius Yogyakarta. Sugito, Y. Y. Nuaini dan E. Nihayati. 1995. Sistem Pertanian Organik. Fakultas Pertanian Brawijaya. Malang Sukman,Y. Yakup. 1995. Gulma dan Teknik Pengendaliannya. Rajawali Pers. Jakarta. Supardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah II. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Utomo, W. H, M. Suendarti, T. Islami dan M. Dradjad. 1993. Pengaruh Pemberian Azolla Pada Pertanaman Padi Sawah Terhadap Sifat Fisik Tanah dan Hasil Kedelai Pasca Padi. Agrivita