FAESAL ET AL.: PUPUK KANDANG PADA JAGUNG
Pengaruh Cara Pemberian dan Takaran Pupuk Kandang terhadap Hasil Biomas Tanaman Jagung Faesal, A. Najamuddin, dan M. Akil
Balai Penelitian Tanaman Serealia Jl. Dr. Ratulangi No. 274, Maros, Sulawesi Selatan
ABSTRACT. Effect of Application Method and Rate of Cow Manure on Maize Biomass Production. The experiment was conducted in Inceptisol, Bontobili Experimental Farm, Gowa, South Sulawesi Province, from May-September 2003. The objective of the experiment was to evaluate the effect of application method and rate of cow manure on fresh biomass of maize. A split plot design with three replications was used in the experiment. The main plots were two ways of applications of manure: as cover of plant hills and broadcast along with in plant rows. The subplots consisted of five dosages of manure, namely 1 t, 2 t, 3 t, 4 t, and 5 t/ha. Result of the experiment indicated that cow manure was applied on the hill at planting time significantly different from the one that applied within rows of hill. The cow manure of 3 t/ha applied on the seed hole produced 64.1 t/ha fresh biomass of maize (70 days after planting), and gave benefit of Rp 2.034.000/ha and 1.12 B/C ratio which was the highest compared to the other manure rate of two application methods. Keywords: Application method, rate, cow manure, biomass, maize ABSTRAK. Penelitian dilaksanakan pada tanah Inceptisol di kebun percobaan Bontobili, Gowa, Sulawesi Selatan, pada bulan MeiSeptember 2003, untuk menguji cara aplikasi dan takaran pupuk kandang kotoran sapi terhadap hasil biomas jagung segar. Percobaan ditata dengan rancangan acak terpisah. Sebagai petak utama adalah cara pemberian pupuk kandang, yaitu sebagai penutup lubang tanam dan dilarik di atas lubang tanam. Sebagai anak petak adalah takaran pupuk kandang, yaitu 1 t, 2 t, 3, t, 4 t, dan 5 t/ha. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pupuk kandang yang diaplikasikan sebagai penutup lubang tanam nyata lebih baik pengaruhnya terhadap pertumbuhan maupun bobot biomas segar jagung, dibandingkan dengan cara dilarik di atas lubang tanam. Pupuk kandang dengan takaran 3 t/ha yang diberikan sebagai penutup lubang tanam menghasilkan biomas tertinggi yaitu 64,1 t/ha pada umur 70 hari setelah tanam, dengan keuntungan sebesar Rp.2.034.000/ha dan tingkat efisiensi (BCR = 1,12), tertinggi dibanding takaran lainnya pada kedua cara aplikasi pupuk kandang.
A
Kata kunci: Cara aplikasi, takaran, pupuk kandang sapi, biomas, jagung
plikasi pupuk kandang diperlukan untuk menambah atau mempertahankan kandungan bahan organik tanah. Berperan penting dalam pembentukan dan stabilitas agregat tanah, bahan organik mengandung sejumlah cadangan hara yang dapat dilepas secara perlahan, khususnya nitrogen (Brady and Weil 1996). Penambahan pupuk kandang ke dalam tanah diperlukan karena kandungan bahan organik yang tinggi merupakan indikator kesuburan tanah dan berkontribusi sekitar 50% terhadap retensi NH3 tanah (Casio 1985; Tisdale et al. 1993). 124
Tanah-tanah yang memiliki kandungan C-organik <2% memerlukan tambahan bahan organik sebanyak 5 t/ha (Nursyamsi et al. 2002). Penelitian menunjukkan bahwa penggunaan kotoran ternak ayam ras 10 t/ha pada tanah Inceptisol Bontobili dapat mensubstitusi kebutuhan nitrogen setara dengan 200-300 kg urea/ha (Momuat et al, 2000). Di Lampung Timur, aplikasi kotoran ayam ras 20 t/ha di lahan masam memberi hasil tertinggi bagi tanaman jagung dan meningkatkan pH, populasi cacing, dan MVA tanah (Yusnaini et al. 2004). Pemberian kotoran sapi 2 t/ha disertai dengan 225 kg urea + 150 kg SP36 + 75 kg KCl memberikan hasil jagung tertinggi di lahan kering Tanah Laut Kalimantan Selatan (Sumanto 2002). Hasil jagung varietas Bisma tanpa pupuk pada tanah Inceptisol Bontobili hanya mencapai 1,41 t/ha (Faesal et al. 2003). Biomas tanaman jagung untuk pakan umumnya dipanen pada akhir fase vegetatif. Pemanenan dilakukan dengan cara memotong tanaman sekitar 5 cm di atas permukaan tanah dan hasil panen dapat diberikan langsung kepada ternak atau diolah dulu menjadi silase atau difermentasi. Biomas jagung merupakan pakan penting karena memiliki nilai gizi cukup baik dan disukai oleh ternak (Tangen Djaya dan Gunawan 1988). Nilai gizi biomas jagung paling baik apabila tanaman dipanen pada umur masak fisiologis (Sprague and Dudley 1988). Daun hijau merupakan bagian tanaman yang mengandung gizi lebih tinggi dibanding bagian tanaman lainnya (Subandi dan Zubachtirodin 2004). Sekitar 90% petani jagung di lahan kering memanfaatkan biomas jagung untuk pakan ternak (Swastika et al. 2004). Di beberapa sentra produksi jagung di Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung, dan Sulawesi Selatan , biomas jagung dimanfaatkan sebagai pakan ternak sapi, bahkan batang jagung bersama tongkolnya yang dicacah merupakan komoditas ekspor, terutama ke Korea Selatan. Kandungan bahan organik tanah yang rendah merupakan kendala utama bagi produksi biomas jagung karena terjadi percepatan pengurasan hara tanpa pengembalian bahan organik berupa sisa tanaman ke dalam tanah. Penggunaan pupuk kandang dalam jangka panjang dapat mempertahankan bahan organik dan status keharaan tanah yang ditanami jagung untuk produksi biomas pakan. Namun penggunaan pupuk
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 25 NO. 2 2006
kandang dinilai banyak pihak kurang efisien dan tidak ekonomis karena volume aplikasinya tinggi. Dengan demikian perlu diuji cara aplikasi dan takaran pupuk kandang yang efisien untuk produksi biomas jagung.
BAHAN DAN METODE
Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Bontobili, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, pada bulan MeiSeptember 2003. Jenis tanah di lokasi penelitian adalah Inceptisol dengan tingkat kesuburan tergolong rendah yang ditandai oleh tekstur lempung, pH rendah, kandungan N total sangat rendah, P total (Bray I) sangat tinggi, kadar bahan organik sedang, basa-basa dapat ditukar berkisar antara rendah sampai sedang, dan kapasitas tukar kation rendah. Pupuk kandang yang digunakan dalam penelitian ini adalah kotoran sapi Bali yang diambil di samping kandang dan ditumpuk selama satu bulan di tempat teduh. Pupuk kandang tersebut sebelum digunakan sebagai perlakuan dicampur merata kemudian diambil sampel secara komposit untuk analisis di laboratorium dan hasilnya tertera pada Tabel 1. Rancangan percobaan yang digunakan adalah petak terpisah. Petak utama terdiri atas dua cara aplikasi pupuk kandang yaitu: (1) pupuk kandang sebagai penutup lubang tanam, dan (2) pupuk kandang dilarik di atas lubang tanam. Anak petak terdiri atas lima takaran pupuk kandang kotoran sapi yaitu 1 t, 2 t, 3 t, 4 t, dan 5 t/ha. Dengan demikian terdapat 10 kombinasi perlakuan, dengan tiga ulangan. Pupuk kandang diberikan pada saat tanam dengan cara dan takaran yang sesuai dengan perlakuan. Pupuk buatan yang digunakan sebagai pupuk dasar adalah 250 kg urea, 100 kg TSP, dan 50 kg KCl/ha. Separuh takaran N dan seluruh P dan K diberikan pada saat tanaman berumur 7 hari setelah tanam (HST) dan separuh takaran urea yang tersisa diberikan pada umur 30 HST. Jagung varietas Lamuru ditanam dengan jarak 75 cm x 20 cm pada petak berukuran 7,5 m x 4 m. Setiap lubang tanam ditanami tiga benih jagung dan setelah tumbuh diperjarang menjadi dua tanaman per lubang, sehingga didapatkan populasi 133.333 tanaman/ha. Biomas segar dipanen pada umur 65 dan 70 HST dengan memotong masing-masing dua baris tanaman di bagian tengah sebagai sampel dan dikonversi ke dalam t/ha. Waktu panen biomas berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, di mana beberapa varietas jagung komposit menghasilkan bobot biomas segar tertinggi pada umur 65-70 HST (Akil et al. 2003). Pengamatan dilakukan terhadap: (1) sifat fisik dan kimia tanah sebelum diberi perlakuan, (2) tinggi tanaman pada 30 dan 65 HST, (3) bobot biomas tanaman segar
pada umur 65 dan 70 HST, (4) kandungan N, P dan K jaringan tanaman, serapan hara pada umur 65 HST, dan kandungan N, P, K tanah petak percobaan setelah panen, (5) penggunaan sarana produksi (benih, pupuk, obat-obatan) dan tenaga kerja, (6) harga sarana produksi dan upah tenaga kerja, (7) analisis ekonomi dilakukan dengan menghitung tingkat biaya dan keuntungan yang diperoleh dari masing-masing perlakuan untuk mengetahui tingkat efisiensi usahatani.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Aplikasi pupuk kandang sebagai penutup lubang tanam nyata lebih baik pengaruhnya terhadap tinggi tanaman pada umur 30 dan 65 HST dibanding dilarik di atas lubang tanam. Takaran pupuk kandang juga berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada kedua cara aplikasi. Tinggi tanaman meningkat seiring dengan meningkatnya takaran pupuk kandang hingga 3 t/ha. Peningkatan takaran lebih dari 3 t/ha tidak menambah tinggi tanaman, baik pada umur 30 HST maupun 65 HST (Tabel 1). Hal ini terjadi karena pupuk kandang (kotoran sapi) yang digunakan relatif masih baru dan ditumpuk 1 bulan di tempat teduh di samping kandang, sehingga belum terdekomposisi dengan baik, sebagaimana terlihat dari rasio C/N yang masih tinggi, yaitu 12,7 (Tabel 2). Pemberian pupuk kandang 3 t/ha belum menyebabkan seimbangnya hara N dan P karena tambahan P dari pupuk kandang yang diberikan di atas takaran tersebut meningkat, sementara tanah Inceptisol lokasi penelitian mempunyai kandungan P tinggi. Hal ini ditunjukkan oleh kandungan hara N jaringan tanaman yang rendah, sedangkan kadar P tinggi (Tabel 3). Kandungan N dan P yang tergolong tinggi pada daun jagung di bawah Tabel 1. Pengaruh cara pemberian dan takaran pupuk kandang terhadap tinggi tanaman jagung pada 30 dan 65 hari setelah tanam. Gowa, Sulawesi Selatan, 2003. Tinggi tanaman (cm) Takaran pupuk kandang (t/ha)
Ditutupkan pada lubang tanam
Dilarik di atas lubang tanaman
30 HST
65 HST
30 HST
65 HST
1 2 3 4 5
85,9 86,4 94,7 93,5 91,4
192,7 195,0 198,3 199,0 188,7
85,3 85,0 89,1 88,5 83,8
190,7 195,3 195,7 189,0 189,3
Rata-rata
90,37
b b a a ab
b ab a a b
194,13
a a a a a
86,33
a a a a a
192,00
Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 uji Duncan
125
FAESAL ET AL.: PUPUK KANDANG PADA JAGUNG
tongkol pada saat silking masing-masing berkisar antara 2,7-3,3% dan 0,27-0,62% (Reuter and Robinson 1994). Pupuk kandang yang diberikan sebagai penutup lubang tanam berpengaruh lebih baik terhadap bobot biomas segar pada umur 65 dan 70 HST dibandingkan dengan cara dilarik di atas lubang tanam. Aplikasi pupuk kandang dengan takaran 3 t/ha memberikan bobot biomas segar tertinggi , 64,1 t/ha. Peningkatan takaran pupuk kandang melebihi 3 t/ha tidak menambah bobot biomas (Tabel 4). Interaksi antara cara pemberian dengan takaran pupuk kandang terhadap bobot biomas segar tidak terjadi. Bobot biomas yang diperoleh pada penelitian ini masih rendah karena populasi tanaman untuk produksi biomas belum optimal. Populasi tanaman jagung untuk produksi biomas terbaik di lahan sawah tadah hujan di Takalar adalah 200.000 tanaman/ha (Akil et al. 2003). Rendahnya bobot biomas yang diperoleh dalam penelitian ini disebabkan karena panen dilakukan pada saat sudah memasuki fase generatif (pembentukan biji), daun bagian bawah mulai mengering, sehingga bobot hijauan mulai menurun karena fase vegetatif terhenti saat bunga jantan keluar sempurna (Hanway 1971). Selain itu pasokan N tidak mencukupi kebutuhan tanaman untuk tumbuh secara optimal, karena tanah di lokasi penelitian memiliki kandungan N total sangat rendah, sedangkan pupuk kandang yang Tabel 2. Kandungan hara kotoran sapi yang digunakan dalam penelitian. Gowa, Sulawesi Selatan 2003. Hara
Kandungan
Bahan organik N total P Bray I K C/N
24,2% 1,1% 156,4 ppm 69,18 me/100 g 12,7
digunakan memiliki kandungan N rendah, sehingga mikrobia tanah memerlukan tambahan N untuk dekomposisi bahan organik. Hal ini tercermin dari kandungan maupun serapan N tanaman yang rendah (Tabel 3 dan Tabel 5). Peningkatan takaran pupuk kandang lebih dari 3 t/ ha menambah akumulasi P yang sudah tinggi di dalam tanah, dan P yang tinggi di dalam tanah mengakibatkan terjadi antagonis ketersediaan hara mikro Zn bagi tanaman (Marschner 1986). Posfor yang berasal dari pupuk kandang akan tersedia 100%, sama dengan P dari pupuk buatan pada tanah yang tidak terjadi akumulasi P (Eghball et al. 2005). Hasil analisis jaringan tanaman pada umur 65 HST menunjukkan bahwa kandungan N, P, dan K tanaman pada kedua cara pemberian pupuk kandang meningkat seiring dengan meningkatnya takaran. Kandungan N tanaman yang diberi pupuk kandang 1 t/ha masih kritis pada kedua cara pemberian (Tabel 3). Batas kritis N, P dan K pada tanaman jagung masing-masing adalah Tabel 4. Pengaruh cara pemberian dan takaran pupuk kandang terhadap bobot biomas segar jagung pada 65 dan 70 hari setelah tanam. Gowa, Sulawesi Selatan, 2003. Takaran Ditutupkan pada pupuk kandang lubang tanam (t/ha) 65 HST 70 HST
1 2 3 4 5
..................Bobot biomas 40,79 d 42,27 c 51,92 c 52,40 b 63,54 a 63,15 a 60,42 ab 60,07 a 57,22 bc 58,48 a
Rata-rata
54,78
55,27
Dilarik di atas lubang tanaman 65 HST
70 HST
segar (t/ha).................. 41,29 c 45,11 c 55,07 b 54,68 b 64,10 a 63,97 a 61,02 b 60,11 ab 58,30 ab 59,05 ab 55,96
56,58
Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 uji Duncan
Sumber: Laboratorium tanah Balitsereal (2003).
Tabel 3. Kandungan N, P dan K jaringan tamanam jagung pada 65 hari setelah tanam. Gowa, Sulawesi Selatan, 2003.
Tabel 5. Serapan hara N, P, dan K tamanam jagung pada umur 65 hari setelah tanam. Gowa, Sulawesi Selatan, 2003. Serapan N, P, dan K tanaman (t/ha)*)
Kandungan N, P dan K tanaman (%) Takaran pupuk kandang (t/ha)
1 2 3 4 5
Ditutupkan pada lubang tanam
Dilarik di atas lubang tanaman
N
P
K
N
P
K
1,44 1,52 1,51 1,54 1,56
0,26 0,27 0,39 0,39 0,36
1,74 1,59 1,64 1,78 1,79
1,38 1,43 1,55 1,67 1,72
0,29 0,29 0,31 0,38 0,37
1,66 1,77 1,74 1,75 1,78
Sumber: Laboratorium tanah Balitsereal (2003)
126
Takaran pupuk kandang (t/ha)
1 2 3 4 5
Ditutupkan pada lubang tanam
Dilarik di atas lubang tanam
N
P
K
N
P
K
53,3 74,9 86,3 83,7 80,5
9,6 13,9 22,3 21,2 18,6
64,4 75,1 93,8 96,8 92,4
52,5 67,5 88,2 90,3 90,4
11,3 13,7 17,6 20,5 19,5
63,2 83,5 89,0 94,7 93,8
*)Serapan hara diperoleh dengan mengalikan kandungan hara dengan bobot kering tanaman (t/ha).
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 25 NO. 2 2006
1,40; 0,16; dan 2,0% (Fathan et al. 1988). Kebutuhan N tanaman jagung untuk pertumbuhan optimal bervariasi antara 2-5% dari bobot kering tanama,n bergantung spesies tanaman, tahap perkembangan, dan organ tanaman (Marschner 1986). Serapan hara N, P, dan K tanaman pada umur 65 HST (Tabel 5) tidak menunjukkan perbedaan yang menonjol antara perlakuan pupuk kandang sebagai penutup lubang tanam dengan dilarik di atas lubang tanam. Peningkatan takaran pupuk kandang pada kedua cara pemberian meningkatkan serapan N, P, dan K. Hal ini memberi petunjuk bahwa kedua cara pemberian pupuk kandang dapat diterapkan untuk meningkatkan efisiensi teknis dan ekonomis pemanfaatan pupuk kandang bagi produksi biomas jagung. Kandungan N, P, dan K pada jaringan tanaman jagung dan serapan hara N, P, dan K tanaman meningkat Tabel 6. Kandungan N, P, K tanah petak percobaan setelah panen biomas jagung. Gowa, Sulawesi Selatan 2003. Kandungan N, P, dan K tanah Takaran pupuk kandang (t/ha)
1 2 3 4 5
Ditutupkan pada lubang tanam
Dilarik di atas lubang tanaman
N (%)
P Bray II
K (%)
N (%)
P Bray II
K (%)
0,08 0,07 0,10 0,12 0,11
39,6 40,1 44,5 50,4 53,1
0,40 0,39 0,42 0,45 0,47
0,09 0,09 0,10 0,11 0,12
40,2 41,2 45,7 50,2 54,1
0,39 0,37 0,41 0,43 0,45
Sumber: Laboratorium tanah Balitsereal 2003
dengan meningkatnya takaran pupuk kandang. Hal ini mencerminkan luas permukaan penyerapan akar meningkat karena terjadinya perbaikan kondisi fisik tanah, sesuai dengan yang dikemukakan oleh Brady (1984), bahwa pupuk kandang dapat memperbaiki struktur tanah, menahan air tanah, dan mineralisasi hara berlangsung secara perlahan bagi tanaman. Dilaporkan oleh Fathan et al. (1988) bahwa lebih dari 50% hara N, P, dan K sudah diserap oleh tanaman jagung pada umur 60 HST. Analisis kandungan hara tanah pada petak perlakuan setelah panen menunjukkan bahwa kadar N cenderung meningkat dengan meningkatnya takaran pupuk kandang. Hal ini terjadi karena sebagian N yang digunakan mikrobia tanah untuk dekomposisi bahan organik dikembalikan ke tanah setelah mikrobia mati. Kandungan hara P dan K juga meningkat seiring dengan meningkatnya takaran pupuk kandang yang digunakan (Tabel 6). Terjadinya peningkatan kandungan N, P, dan K tanah di lokasi penelitian setelah panen menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kandang secara efisien dan kontinu dapat mensubstitusi hara yang terangkut oleh panen biomas tanaman jagung. Budi daya jagung menggunakan pupuk kandang untuk tujuan produksi biomas segar sebagai pakan ternyata menguntungkan (Tabel 7). Biomas segar yang diperoleh berkisar antara 40,8-64,1 t/ha dengan keuntungan Rp 796.000-2.034.000/ha. Perlakuan pemberian pupuk kandang dengan takaran 1 t/ha sebagai penutup lubang tanam (panen 65 HST) memberikan hasil biomas segar dengan keuntungan terkecil, masingmasing 40,8 t/ha dan Rp 796.000/ha. Hasil biomas dan
Tabel 7. Analisis ekonomi usahatani jagung menurut cara pemberian dan takaran pupuk kandang terhadap bobot biomas segar jagung. Gowa, Sulawesi Selatan, 2003. Panen 65 HST
Panen 70 HST
Perlakuan Bobot biomas (t/ha)
Keuntungan (Rp)
BCR (%)
Bobot biomas (t/ha)
Keuntungan (Rp)
BCR (%)
40,8 42,3 51,9 52,4 63,5 63,1 60,4 60,0 57,2 58,5
796.000 886.000 1.328.000 1.412.000 1.998.000 1.974.000 1.732.000 1.708.000 1.460.000 1.538.000
0,48 0,54 0,80 0,82 1,10 1,09 0,92 0,90 0,74 0,78
41,3 45,1 55,1 54,7 64,1 63,8 60,0 59,1 56,3 57,0
826.000 1.054.000 1.574.000 1.550.000 2.034.000 2.016.000 1.708.000 1.654.000 1.406.000 1.448.000
0,50 0,64 0,91 0,89 1,12 1,11 0,90 0,87 0,71 0,73
1A 1B 2A 2B 3A 3B 4A 4B 5A 5B Keterangan: 1 = Takaran pupuk kandang 2 = Takaran pupuk kandang 3 = Takaran pupuk kandang 4 = Takaran pupuk kandang 5 = Takaran pupuk kandang
1 t/ha 2 t/ha 3 t/ha 4 t/ha 5 t/ha
A = Pemberian pupuk kandang pada lubang tanam B = Pemberian pupuk kandang dilarik di atas lubang tanam Produksi = dalam bentuk biomas segar Harga biomas segar jagung Rp60/kg Harga pupuk kandang Rp25/kg
127
FAESAL ET AL.: PUPUK KANDANG PADA JAGUNG
keuntungan terbesar diperoleh pada perlakuan takaran pupuk kandang 3 t/ha (panen 70 HST), masing-masing 64,1 t/ha biomas dan keuntungan Rp 2.034.000/ha dengan tingkat efisiensi tertinggi (BCR) 1,12%. Dibandingkan dengan usahatani jagung untuk produksi biji, maka usahatani jagung untuk produksi biomas segar lebih menguntungkan. Pada sentra produksi jagung di Indonesia (Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung, dan Sulawesi Selatan), keuntungan yang diperoleh petani yang menanam jagung untuk produksi biji berkisar antara Rp 900.000-1.300.000/ha (Sarasutha 2002). Tabel 7 juga memperlihatkan bahwa penambahan takaran pupuk kandang hingga mencapai 3 t/ha menambah keuntungan,tetapi peningkatan takaran pupuk kandang lebih dari 3 t/ha tidak menambah keuntungan.
Eghball, B., B. J. Wienhold, B. L. Woodbury, and R. A. Eigenberg. 2005. Plant vialability of phosporus in sewin slurry and cattle feedlot manure. Agron. J. 97(2)542-548.
KESIMPULAN
Nishio, T., M. Komada, T. Arao, and T. Kanamoi. 2001. Simultaneus determination of transformation rate of nitrate in soil. JARQ 35 (1): 11-17.
1. Penggunaan pupuk kandang kotoran sapi sebagai penutup lubang tanam lebih baik pengaruhnya terhadap pertumbuhan maupun bobot biomas segar tanaman jagung dibandingkan dilarik di atas lubang tanam. 2. Pupuk kandang kotoran sapi 3 t/ha yang diaplikasikan sebagai penutup lubang tanam atau dilarik di atas lubang tanaman menghasilkan biomas segar optimal bagi jagung varietas Lamuru pada umur 70 HST di tanah Inceptisol Bontobili. 3. Pemberiaan kotoran sapi 3 t/ha sebagai penutup lubang tanam memberikan keuntungan dan efisiensi tertinggi.
DAFTAR PUSTAKA Akil, M., M. Rauf, A.F. Fadhly, I. U. Firmansyah, Syafruddin, Faesal, A. Dahlan, R. Efendi, T. Basuki, dan E. Y. Hosang. 2003. Laporan akhir: teknologi budi daya jagung untuk pangan dan pakan yang efisien dan berkelanjutan pada lahan marjinal. Proyek/Bagian Proyek Pengkajian Teknologi Pertanian Partisipatif. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros. Brady. 1984. The nature and properties of soils. Mac Millan Publishing Company, New York.
Brady, N.C. and Weil. 1996. The nature and properties of soil. Eleventh (Edition). Prentice Hall. Inc. A. Simon and Shuster Company. New Jersey. p. 361-399.
Casio, W. C. 1985. Organik fertilizer: their nature, properties and use. a publ. farming system. Soil Resources Inst. Call Agric. Philipp. at Los Banos. Coll., Laguna. 136 p.
128
Faesal, M. Akil dan E.O. Momuat. 2003. Pengaruh subtitusi N-urea dengan N-pupuk organik terhadap hasil jagung. Risalah Penelitian Jagung dan Serealia Lain. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Vol. 8:35-39. Fathan, R., M. Rahardjo, dan A. K. Makarim. 1988. Hara tanaman jagung. Dalam Jagung. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. p. 49-64. Hanway, J.J. 1971. How a corn plant develops. Iowa State Univ. of Sci. and techn. Corn. Ext. Services. Ames, IOWA USA.
Marschner, H. 1986. Mineral nutrition in higher plants. Institute of Plant Nutrition, University of Hohenheim Federal Republic Germany. Momuat, E.O., M. Akil, M. Rauf, A.F. Fadly, M. Nawir, N. Widiayati, Faesal, N. Riani, dan A. Kamaruddin. 2000. Dinamika hara dan kesuburan tanah pada budi daya jagung berbasis pemupukan. Laporan Akhir Proyek Balai Penelitian Tanaman Jagung dan Serealia Lain, Maros.
Nursyamsi, D., A. Budiarto, dan L. Anggria. 2002. Pengelolaan kahat hara pada Inceptisol untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman jagung. Jurnal Tanah dan Iklim. 60:56-68. Reuter, D.J. and J.B. Robinson. 1994. Plant analysis an interpretation manual. Inkata Press. Melborne. p. 1-37.
Sarasutha, I.G.P. 2002. Kinerja usahatani dan pemasaran jagung di sentra produksi. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Vol. 21 No. 2. Sprague and Dudley. 1988. Corn and corn improvement. Third eds. Medison-Wisconsin, USA.
Subandi dan Zubachtirodin. 2004. Prospek pertanaman jagung dalam produksi biomas hijauan pakan. Makalah disampaikan pada seminar nasional Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Tenggara Barat. Mataram, 31 Agustus-1 September 2004. Sumanto. 2002. Efsiensi pemupukan jagung Hibrida Bisi-2 di lahan kering Kalimantan Selatan. http//www bptp Jatim Deptan go. Id temp./Prosiding jagung/pdf. Akses Oktober 2005.
Swastika, D.K.S., F. K asim, W. Sudana, R. Hendrayana, K. Suharyanto, R.V. Gervacio, dan P.L. Pingali. 2004. CIMMYT. maize in Indonesia: Production sistem, constrains, and research priority. 41p. Tangen Djaya dan Gunawan. 1988. Jagung dan limbahnya untuk makanan ternak. Dalam Jagung. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. p. 349-378.
Tisdale, S., W.L. Nelson, J.D. Beaton, and J.L. Havlin. 1993. Soil pertility and pertilizer. Mac. Millan Publ. Company New York. p. 109-173 Yusnaini, S., M.A.S. Arif, J. Lumbangraja, S.G. Nugroho, dan M. Monaka. 2004. Pengaruh jangka panjang pemberian pupuk organik dan inorganik serta kombinasinya terhadap perbaikan kualitas tanah masam Tamanbogo. J. Tanah Trop. 18:155-162.