Prosiding Temu Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian Tahun 2004
PENGKAJIAN BERBAGAI DOSIS PUPUK NITROGEN BERDASARKAN SKALA KARTU WARNA DAUN PADA DUA VARIETAS TANAMAN PADI SUDJUDI MASHUR Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat
RINGKASAN Secara umum tanaman padi yang devisiensi unsur hara N gejalanya terlihat jelas pada daun, yaitu warna daun menjadi kekuning-kuningan sampai menguning seluruhnya. Karena hal tersebut pemupukan N dapat ditentukan dengan menggunakann Skala Kartu Warna Daun (SKWD).SKWD dapat dipergunakan untuk menentukan kecukupan N pada tanaman padi, dengan membandingkan skala warna dengan daun tanaman. Semakin hijau gelap warna daun pada tanaman padi, SKWD menunjukan angka yang besar. Begitu juga sebaliknya, semakin hijau muda sampai kekuningan warna daun pada tanaman padi, SKWD menunjukan angka yang kecil. Percobaan dilaksanakan di lahan sawah berpengairan teknis di Desa Peresak Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok barat. Pada bulan Februari sampai dengan bulan Juni 2001 dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok Faktorial dengan 3 ulangan. Setiap perlakuan dilaksanakan pada plot terpisah ukuran 2,5 x 5 m yang diatur sedemikian rupa sehingga tidak terjadi kontaminasi air antar plot. Perlakuan pada faktor pertama adalah dosis pupuk Urea sebagai sumber Nitrogen berturut-turut D1= 0 kgN/ha, D2 = 46 kgN/ha, D3 92 kgN/ha, D4 = 184 kg N/ha dan D5 = 268 kgN/ha. Adapun faktor kedua adalah varietas padi yaitu V1= varietas Towuti dan V2 = varietas Cilosari. Hasil pengukuran SKWD setelah pemupukan susulan III menunjukan adanya hubungan korelasi positip dengan dosis perlakuan, juga antara dosis dan serapan N terdapat hubungan korelasi positip; demikian juga antara serapan N dengan SKWD terdapat hubungan korelasi yang positip. Adapun hasil analisis ragam dari semua parameter pengamatan tidak ada pengaruh beda nyata interaksi antara perlakuan dosis dan varietas. Sebagai salah satu indikator pengaruh yang berbeda nyata perlakuan dosis adalah hasil produksi dimana diperoleh rata-rata hasil maksimum pada perlakuan D4 (184 kgN/ha) sebesar 7107,15 kg/ha atau diperoleh kenaikan produksi sebesar 132,56 % dari pada perlakuan kontrol dan pada perlakuan varietas tidak menunjukan perbedaan yang nyata pada uji BNT taraf 5 %. Dalam hal ini dosis tertinggi tidak menjamin hasil yang paling tinggi, karena pemakaian yang kelewat banyak (over dosis) akan mengganggu keseimbangan fisiologis tanaman yang dapat mengakibatkan keracunan dan merusak sel-sel jaringan meristem pada ujungujung akar. Oleh karena itu disarankan untuk pemupukan susulan Nitroden dipergunakan SKWD pada skala 3, sehingga dapat membantu efisiensi penggunaan pupuk N, karena penggunaan pupuk N yang tidak optimal sesuai dengan hasil penelitian ini adalah suatu pemborosan dan akan mengakibatkan pencemaran lingkungan. Tujuan dari percobaan ini untuk mengkaji penggunaan SKWD terhadap aplikasi berbagai dosis pupuk N pada tanaman padi sehingga diperoleh rekomendasi pemupukan yang optimal. Kata kunci : dosis, pupuk, kartu warna dan varietas
PENDAHULUAN Latar Belakang Beras merupakan komoditas strategis sektor pertanian di Indonesia. Setelah swasembada beras diraih pada tahun 1984, impor beras dilakukan kembali dalam jumlah yang cenderung
212
Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan
Prosiding Temu Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian Tahun 2004
meningkat dari tahun ke tahun (Tabel 1). Hal ini menggambarkan bahwa upaya peningkatan produksi belum mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan (Irsal Las, A. Karim M. , Sumarno, Sirman P., Maesti M. dan S. Kartamihardja, 1999). Tabel 1. Perkembangan Produksi dan Impor Bersih Beras di Indonesia Periode 1980 1997.( Irsal Las ,dkk, 1999) 1980
No
Beras
1 2 3
Produksi Impor bersih % Impor terhadap produksi
1985 1990 1992 1997 ------------------ (ribu ton) ----------------18.437 24.316 26.925 28.476 27.765 2.017 -358 46 606 349 10,94 -1,47 0,17 2,13 1,20
Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi tanaman padi, yaitu dengan teknologi pemupukan Nitrogen (N) baik mengenai dosis dan waktu yang tepat, merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan secara seksama, karena nitrogen merupakan unsur hara makro yang sangat dibutuhkan oleh tanaman padi dan menentukan hasilnya. Permasalahannya, apabila nitrogen diberikan dengan takaran terlalu tinggi menyebabkan tingkat efisiensi pemupukan semakin rendah (Sismiyati dan Partohardjono, 1994) dan tanaman lebih peka terhadap hama dan penyakit serta meningkatnya persentase butir hampa (Aldrich, 1990). Selain itu Peng, S, R.C. Laza, F.V. Garcia, and K.G. Cassman (1995) menyatakan bahwa pemberian pupuk Nitrogen yang berlebihan dapat menyebabkan pencemaran lingkungan dan mengganggu kesehatan manusia dan ternak. Selanjutnya menurut Bumb dan Baanate (1996) dipandang dari segi ekonomis pemakaian pupuk nitrogen yang berlebihan merupakan pemborosan dan tidak efisien. Tingkat efisiensi pemupukan N pada tanaman padi sangat rendah yaitu antara 30 % sampai 50 %( Prawira Sumantri, Sofyan dan Sudjadi, 1983). Hal ini disebabkan adanya kehilangan N melalui proses folatilisasi, pencucian dan immobilisasi. Dilain pihak petani kurang memperhatikan dosis, waktu dan cara pemupukan N yang tepat, sehingga tingkat efisiensi sangat rendah. Tanaman padi mempunyai satadia tumbuh kritis terhadap kebutuhan N. Saat pemupukan yang tepat baik dosis dan waktuya masih sulit ditentukan. Sehubungan dengan itu perlu diketahui takaran dan waktu yang lebih efisien yang dapat meningkatkan hasil produksi tanaman. Peterson T.A., T.M. Blackmer dan D.D. Francis (1993) mengamati kandungan N dalam daun padi berkorelasi positif dengan kandungan khloropil dalam daun. Sementara Sarief (1985) menyatakan bahwa nitrogen dapat mempengaurhi warna daun. Bila terlalu banyak N warna daun menjadi hijau gelap dan sebaliknya warna daun menjadi kekuning-kuningan atau hijau kemerahan bila kekurangan N. Pedoman aplikasi pupuk N, yang didasarkan pada nilai kritis dari skala kartu warna daun ( Leaf Color Chart- LCC) hasil penelitian IRRI(1995) diharapkan dapat meningkatkan efisiensi secara ekonomis dan memperkecil pengaruh negatif ekologi dan kesehatan lingkungan akibat dari penggunaan pupuk N yang berlebihan.
BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di lahan sawah berpengairan teknis di Desa Peresak Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Barat, pada Musim Kemarau (MK) I 2001 dimulai bulan Februari
Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan
213
Prosiding Temu Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian Tahun 2004
sampai dengan Mei 2001, dirancang dg menggunakan metoda eksperimental percobaan dilapangan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok Faktorial dengan tiga ulangan. Setiap perlakuan dilaksanakan pada plot terpisah ukuran 3 m x 5 m yang diatur sedemikian rupa sehingga kontaminasi air antar plot dapat diminimalisir. Perlakuan pada faktor pertama adalah dosis (D) pupuk Urea sebagai sumber N yaitu berturut-turut : D1 = 0 kg N/ha, D2 = 46 kg N/ha, D3 = 92 kg N/ha, D4 = 184 kg N/ha , D5 = 268 kg N/ha. Adapun faktor kedua adalah varietas padi, yaitu : V1 = Varietas Towuti, V2 = Varietas Cilosari . Pupuk Sp-36 dan KCl masing-masing dengan dosis 100 kg/ha diberikan sebagai pupuk dasar. Bibit ditanam pada umur 21 hari setelah sebar dengan jarak 20 x 20 cm, 2-3 bibit/jarak tanam. Pemupukan susulan urea sesuai dosis perlakuan diberikan 3 kali, masing-masing pada umur2, 5 dan 7 minggu setelah tanam (mgst). Pemeliharaan yang meliputi penyulaman, penyiangan dan pengairan serta pengendalian hama penyakit dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan. Data yang dikumpulkan mencakup data keragaan agronomis yang dikumpulkan melalui pengamatan tanaman lapangan meliputi : Pengamatan SKWD tiap 7 hari setelah aplikasi pupuk N, Tinggi tanaman vegetatip cepat dan lambat, Jumlah malai atau anakan produktif per rumpun, Persentase gabah hampa per malai, Berat 1000 butir, Produksi dan Status hara N-total tanah awal penelitian dan daun setelah 10 hari pemupukan N terakhir. Data hasil pengamatan dari lapangan dianalisa secara diskriptip dan apabila memungkinkan juga dianalisa dengan menggunakan analisis keragaman dan korelasi, dan dilakukan uji lanjut dengan menggunakan Uji Beda NyataTertinggi pada taraf 5 %.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pada perlakuan dosis pupuk N tinggi tanaman pada umur 30 hst beda nyata hanya terjadi terhadap kontrol (D1) sedang pada umur 55 hst terjadi perbedaan yang nyata antar perlakuan . Dimana perlakuan D1 (0 kgN/ha) menghasilkan rata-rata pertumbuhan tinggi tanaman 48,76 cm pada umur 30 hst dan tertinggi pada D5 64,25 cm. Adapun perlakuan varietas pada umur 30 hst tidak menunjukan hasil yang berbeda nyata. Tinggi tanaman pada umur 55 hst perlakuan dosis dan varietas menunjukan hasil yang berbeda nyata dimana pada dosis diperoleh rata-rata tinggi maksimum pada D5 110,45 cm dan pada perlakuan varietas V1 (varietas Towuti = 101,86 cm) lebih rendah dibanding V2 (Cilosari = 91,92 cm). Parameter jumlah malai pada perlakuan dosis maupun varietas terdapat beda nyata, dimana jumlah malai maksimum pada D5 (21,85) diperoleh kenaikan 101,38 % dari perlakuan kontrol, sedangkan perlakuan varietas V1 (15,71) lebih sedikit dibanding V2 (17,75). Hal ini dikarenakan hasil analisis N-Total tanah pada awal percobaan adalah rendah 0,16 %, sehingga pemberian unsur hara nitrogen dalam dosis yang bervariasi akan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap pertumbuhan. Semakin tinggi perlakuan dosis pemupukan N, maka semakin tinggi pula memberikan hasil pertumbuhan vegetatip. Ketersediaan N pada fase vegetatip tersebut diserap dan dipergunakan semaksimal mungkin oleh tanaman untuk kegiatan fotosintesis dan metabolisme, sehingga memacu pertumbuhan tanaman dan jumlah anakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Hasan (1994) yang menyatakan bahwa pemberian pupuk Nitrogen akan menambah tinggi tanaman dan jumlah anakan yang akan mengakibatkan bertambahnya berat biomas dan jumlah malai yang dihasilkan. Demikian halnya dengan pendapat Salisbury dan Ros (1995) yang menyatakan bahwa nitrogen merupakan unsur hara makro essensial, tidaklah mengherankan kalau
214
Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan
Prosiding Temu Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian Tahun 2004
pertumbuhan suatau tanaman akan terhambat apabila kekurangan apalagi tanpa pemberian pupuk nitrogen. Tumbuhan yang cukup nitrogen untuk sekedar tumbuh saja akan menunjukan gejala kekahatan. Akan tetapi tumbuhan yang mendapatkan nitrogen dalam jumlah yang optimal biasanya memiliki pertumbuhan yang lebat dan tumbuhan yang terlalu bayak (over dosis) mendapatkan nitrogen akan mengganggu keseimbangan fisiologis tanaman tersebut sehingga dapat mengakibatkan keracunan yang merusak sel-sel jaringan meristem. Seperti yang dinyatakan oleh Heddy (1987), bahwa apabila unsur hara tersedia dalam jumlah yang optimal maka proses fotosintesis dan metabolisme sel-sel tanaman berjalan dengan optimal sehingga senyawa anorganik yang digunakan untuk pertumbuhan berlangsung sesuai dengan kebutuhan tanaman. Tabel 2. Rata-rata tinggi tanaman dan jumlah malai perumun Perlakuan D1 D2 D3 D4 D5 BNT 0,05 (D) V1 V2 BNT 0,05 (V)
Tinggi Tan 30 hst
Tinggi Tan 55 hst
(cm) 48,767 b 57,017 a 58,983 a 61,183 a 64,250 a 7,190 58,847 z 57,233 z ns
(cm) 81,017 e 91,900 d 97,367 c 103,600 b 110,450 a 1,741 101,867 y 91,927 z 1,101
Jumlah Malai per Rumpun (malai) 10,850 e 13,667 d 17,533 c 19,767 b 21,850 a 1,423 15,713 z 17,753 y 0,900
Keterangan : - Angka angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukan berbeda tidak nyata pada taraf uji BNT 5 %, ns = berbeda tidak nyata.
Skala Kartu Warna Daun (SKWD) dan Serapan N Skala Kartu Warna Daun (SKWD) adalah salah satu alat untuk mengukur warna hijau daun dalam kaitannya dengan pendugaan serapan tanaman terhadap status hara N, sehingga dapat memberikan petunjuk perlu atau tidaknya dilakukan pemupukan susulan N berdasarkan pengamatan skala warna yang dikehendaki. Skala tersebut dibagi dalam 6 skala dimulai dari skala 1 s/d skala 6. Sesuai dengan petujuk penggunaan dari Badan Litbang Pertanian(1997) untuk skala kritis perlu dilakukan pemupukan susulan N apabila penunjukan skala warna pada skala 3. Hasil pengamatan SKWD Tabel 2, menunjukkan bahwa pada pengamatan pertama umur 20 hst atau 7 hari setelah pemupukan I diperoleh angka yang tidak berbeda jauh antar perlakuan. Hal ini dikarenakan pada fase awal pertumbuhan tanaman padi masih belum optimal melakukan kegiatan fotosintesisnya sehingga keperluan terhadap N juga belum begitu maksimal atau dengan kata lain tanaman masih belum terlihat adanya kekahatan unsur N. Namun pada pengamatan kedua dan ketiga yang dilakukan pada umur 40 hst dan 55 hst yang masing-masing dilakukan 7 hari setelah pemupukan susulan ke dua dan ke tiga, menunjukan perbedaan SKWD antar perlakuan terhadap dua varietas yang diuji, sebagaimana disajikan dalam Gambar 1, tentang hubungan antara dosis pupuk N dan SKWD pada umur 55 hst, dimana berdasarkan hasil uji R menunjukan adanya hubungan korelasi yang positif yaitu R2 = 0,991** untuk V1 dan R2 = 0,994** untuk V2. Demikian halnya dengan hasil analisis N-total pada jaringan tanaman umur 55 hst menghasilkan adanya peningkatan serapan N yang semakin meningkat sesuai dengan dosis
Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan
215
Prosiding Temu Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian Tahun 2004
perlakuan (Tabel 3). Dimana pada perlakuan D5 menunjukan serapan N paling tinggi V1 = 64,64 mg N dan V2 53,74 mg N. Tabel 3. Pengamatan Skala Kartu Warna Daun dan Serapan N No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Perlakuan D1V1 D2V1 D3V1 D4V1 D5V1 D1V2 D2V2 D3V2 D4V2 D5V2
20 hst 3.12 3.17 3.27 3.35 3.75 3.10 3.18 3.27 3.32 3.77
Umur Tanaman 40 hst 1.38 2.83 3.38 4.40 5.20 1.45 2.90 3.40 4.09 5.25
55 hst 1.53 2.75 3.45 4.40 5.53 1.55 2.75 3.45 4.50 5.57
Serapan N (mg N) 25,10 38,45 44,46 59,58 64,64 23,93 29,58 39,20 49,07 53,74
Perbedaan serapan N pada dosis yang sama antara varietas dimungkinkan karena pengaruh fisiologis dari masing-masing varietas dalam hal respons dan tidaknya dari varietas itu sendiri terhadap pupuk N. Demikian halnya dengan hasil penunjukkan SKWD pada V2 cenderung lebih tinggi dibanding SKWD V1 meskipun serapan N pada V2 lebih kecil dibanding serapan N pada V1, hal ini dimungkinkan karena sifat fisiologis dari tanaman itu sendiri dimana pada V1 (Towuti) warna daun memang lebih muda dari V2 (Cilosari) sesuai dengan diskripsi dari dua varietas yang diuji . Hubungan korelasi antara dosis perlakuan dengan serapan N berdasarkan uji R juga menunjukan adanya hubungan korelasi yang positip dimana R2= 0,994** untuk V1 dan R2 = 0,995** untuk V2. Hal ini disebabkan semakin tinggi dosis yang diapklikasikan sesuai dengan dosis N maka semakin tinggi N yang diserap secara optimal oleh tanaman untuk keperluan proses metabolisma dan pembentukan fotosintat untuk pertumbuhan tanaman itu sendiri. Dimana dosis N sesuai perlakuan dan hasil serapan N tanaman dapat dilihat dalam Tabel 3. Diperoleh kenaikan serapan N dari 25,10 mg N menjadi 64,64 mg N untuk V1 dan dari 23,93 menjadi 53,74 mg N untuk V2. Meskipun antara dosis pupuk N dengan SKWD dan Serapan N tanaman menunjukan adanya hubungan korelasi yang positip, perlu dipertimbangan dosis yang optimal dimana kontribusi penambahan dosis pupuk memberikan penambahan hasil produksi yang nyata secara statistik maupun secara ekonomis.
Komponen Produksi Komponen produksi yang terdiri dari jumlah gabah isi permalai, jumlah gabah hampa permalai, jumlah gabah total permalai, persentase gabah hampa, dan berat 1000 butir gabah, interaksi antara perlakuan dosis dan varietas tidak menunjukan beda nyata tetapi pada perlakuan dosis dan varietas menunjukan beda nyata pada uji BNT taraf 5 % . Pada perlakuan dosis pemupukan semua komponen produksi rata-rata memberikan hasil yang berbeda nyata terhadap kontrol dan bahkan untuk berat 1000 butir gabah isi tidak ada perbedaan yang nyata sekalipun terhadap kontrol, kecuali pada jumlah gabah total per malai (Tabel 4.) dimana semakain tinggi dosis perlakuan pupuk N memberikan jumlah gabah total yang semakain tinggi pula, yaitu
216
Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan
Prosiding Temu Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian Tahun 2004
diperoleh jumlah gabah total pada perlakuan D4 sejumlah 132,233 biji. Sedang pada perlakuan varietas semua komponen produksi menunjukan perbedaan yang nyata kecuali pada gabah hampa dan persentase gabah hampa. Tabel 4. Rata-rata komponen produksi Perlakuan D1 D2 D3 D4 D5 BNT 0,05 (D) V1 V2 BNT 0,05 (V)
Gabah Isi
Gabah Hampa
(biji) 85,583 b 97,083 ab 104,883 a 109,567 a 106,600 a 15,449 105,800 y 95,367 z 9,77
(biji) 11,167 b 20,150 a 20,717 a 22,667 a 17,317 ab 6,150 18,040 18,767 ns
Persentase G Hampa % 13,260 a 17,232 a 16,732 a 16,930a 14,133 a ns 14,508 z 16,143 z ns
Berat 1000 butir (gr) 28,317 a 28,533 a 28,033 a 28,717 a 28,717 a ns 28,847 y 27,343 z 0,931
Keterangan: - Angka angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukan berbeda tidak nyata pada taraf uji BNT 5 % , ns = berbeda tidak nyata. Adapun jumlah gabah hampa dan persentase gabah hampa dan berat 1000 butir gabah dalam penelitian ini tidak menunjukan berbeda nyata, namun dari jumlah malai per-rumpun, jumlah gabah isi, jumlah gabah total dan berat brangkasan sudah bisa memberikan gambaran bahwa berdasarkan dosis perlakuan pupuk N memberikan kontribusi perbedaan yang nyata pada hasil produksi sebagaimana disajikan dalam Tabel 5 .
Hasil Produksi Hasil analisis ragam hasil produksi pada Tabel 5 menunjukan bahwa tidak ada pengaruh nyata interaksi antara dosis dan varietas. Pada perlakuan dosis produksi berbeda nyata antar perlakuan, dimana diperoleh rata-rata produksi tertinggi pada D4 yaitu 7107,15 kg/ha dan terendah pada D1 yaitu 3056,06 atau diperoleh kenaikan 132,56 % .Adapun pada perlakuan varietas tidak terdapat beda yang nyata. Pengaruh dosis terhadap produksi juga dapat dilihat dalam Gambar 3 dimana berdasarkan hasil uji R juga menunjukan adanya hubungan korelasi yang positif yaitu R2 = 0,989** (V1) dan R2 = 0,931** (V2). Meskipun memberikan hubungan korelasi positip antara dosis dan produksi, akan tetapi secara statistik peningkatan dosis N (D5) tidak memberikan kontribusi terhadap peningkatan produksi. Hal ini disebabkan pemberian N yang berlebihan akan menekan serapan unsur yang lain (P dan K) sehingga memacu pertumbuhan vegetatip dan menghambat pertumbuhan generatip, sehingga menghambat tingkat kemasakan dan sukulensi berlebihan, dimana kedua kondisi tersebut sangat memabahayakan dan dapat mengakibatkan peningkatan keragaman tingkat kemasakan gabah sehingga banyak gabah yang belum matang ikut terpanen dan akibat akhir akan mengurangi berat dari hasil produksi kering panen. ( Hidayat dan Setyohadi, 1990).
Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan
217
Prosiding Temu Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian Tahun 2004
Tabel 5. Produksi hasil analisis interaksi antara dosis dan varietas Perlakuan D1 D2 D3 D4 D5 BNT 0,05 (D) V1 V2 BNT 0,05 (V)
Produksi (kg/ha) 3056,06 e 4141,70 d 4869,01 c 7107,15 a 6556,94 b 481,87 5273,95 z 5018,94 z ns
Keterangan: - Angka angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukan berbeda tidak nyata pada taraf uji BNT 5 %, ns = berbeda tidak nyata.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Skala Kartu Warna Daun (SKWD) dapat digunakan sebagai dasar aplikasi pemupukan susulan
pada tanaman padi; karena antara SKWD dengan dosis pupuk menunjukan rata-rata SKWD yang semakin meningkat, berturut-turut D1 = 1,54 , D2 = 2,75 , D3 = 3,45 , D4 = 4,45 dan D5 = 5,55 . Sesuai dengan kriteria SKWD, pada perlakuan D3 adalah batas skala kritis untuk melakukan pemupukan susulan N. Demikian juga produksi pada perlakuan dosis terdapat beda nyata antar perlakuan dengan produksi maksimum 7107,15 kg/ha diperoleh pada D4 (184 kg N/ha) dengan kenaikan produksi sebesar 132,56 % dari perlakuan kontrol (D1), dan diikuti berturut-turut D5 = 6556,94 kg/ha, D3 = 4869,01 kg/ha, D2 = 4141,70 kg/ha dan D1=3056,06 kg/ha. Batas kritis SKWD dan produksi untuk perlakauan varietas tidak berbeda nyata, dimana untuk
V1 (Towuti) diperoleh pada skala 3,53 dan untuk V2 (Cilosari) skala pada skala 3,56. Adapun produksi pada perlakuan varietas diperoleh 5273,95 kg/ha untuk V1 dan 5018,94 kg/ha untuk V2. Meskipun terdapat hubungan yang nyata antara dosis pupuk N dengan SKWD, serapan N dan
produksi; akan tetapi perlu dipertimbangakan penggunaan dosis tertinggi D5 karena penambahan pupuk yang tidak diikuti kenaikan produksi jelas suatu pemborosan dan tidak efisien . Diperlukan adanya koordinasi antara instansi terkait untuk membantu sosialisai penggunaan
Skala Kartu Warna Daun (SKWD) untuk membantu aplikasi pemupukan susulan N sesuai dengan keperluan tanaman , khususnya pada dua macam varietas yang diuji yaitu Towuti dan Cilosari; dimana Skala maksimum yang disarankan untuk indikasi pemupukan susulan N adalah sekala 3 karena pada skala tersebut secara visualisai pada daun tanaman menunjukan adanya kekahatan unsur hara N sehingga tepat untuk melakuakan pemupukan susulan N; selain itu pada skala tersebut sesuai dengan perlakuan dosis pupuk N 92kg N/ha dimana pada dosis ini masih dibawah dosis rekomendasi sehingga masih dimungkinkan adanya efisiensi pemakaian pupk Nitrogen. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dilapangan pada jenis-jenis tanah yang berbeda maupun
terhadap varietas-varietas lain untuk penggunaan Skala Kartu Warna Daun (SKWD), guna
218
Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan
Prosiding Temu Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian Tahun 2004
merekomendasi penggunaan SKWD untuk memperoleh efisiensi pemupukan Nitrogen dimasamasa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA Aldrich, S.R. 1980. Nitrogen in relation to food, environment, and energy. Special Publication 61. Agricultural ExperimentStation. College of Agriculture, University of Illinois at Urbana – Champaign, USA. P. 111 – 170. Anonimus. 1997. Cara Penggunaan Bagan Warna Daun ( Leaf Color Chart – LCC). Badan Penelitian dan pengembangan Pertanian. Jakarta. Bumb, B.L dan Baanate L.A. 1996. Theories Role of Fertilizer in Sustaining Food Security and Protecting Theories Environment to 2020. International Food Policy Reaserch Institute. USA. Hasan B.S. 1994. Dasar-Dasar Agronomi. Edisi ke tiga. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.H. 51-62. Heddy S. 1987. Ekofiologi Pertanaman. Sinar Baru. Bandung. H. 138 Irsal Las, A.K. Makarim, Sumarno, S. Purba , M. Mardiharini dan S. Kartaatmadja, 1999. Pola IP Padi 300. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. Ismunadji M., I. Zulkarnaini, S. Partohardjono., P. Yazawa., 1985. Diagnosis Status Unsur Hara Nitrogen Kedelai dan Padi Berdasarkan Warna Daun. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. H. 10. Prawiro Sumantri, M. Sofyan dan M. Sudjadi, 1983. Pembandingan Efisiensi Tiga Pupuk Nitrogen Untuk Padi Sawah IR 36 Pada Tanah Grumusol dan Gegosol dalam Pemberitaan Penelitian Tanah dan Pupuk. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor. 1993. H. 35. Peng, S, R.C. Laza, F.V. Garcia, and K.G. Cassman. 1995. Chlorophyll meter Estimates leaf area-based nitrogen concentration of rice. Commu. Soil Sci. Plant Anal. (in press). Peterson, T.A, Blackmer, T.M. Francis, D.D. Schepers. 1993. Using a chlorophyll meter to improve N management. A Nebguide in Soil Resources Management : D-13, Fertility, Published by Cooperative Extention, Intitute of Agriculture and Natural Resources, Univ. of Nebraska – Lincoln, USA. Sarief, E.S, 1985. Kesuburan dan Pemupukan Tanah Pertanian. Pustaka Buana. Bandung. H. 11-24. Sisimiyati R. dan S. Partohardjono. 1994. Status hara nitrogen padi sawah dalam kaitannya dengan efisiensi pupuk. Penelitian Pertanian 14 (1) : 8-13 Balittan. Bogor.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan
219