PENDUGAAN UMUR ITIK ALABIO DAN CIHATEUP BERDASARKAN TEMPAT TUMBUH BULU TETAP PADA BAGIAN-BAGIAN TUBUH
CIRA MARLINAH
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pendugaan Umur Itik Alabio dan Cihateup Berdasarkan Tempat Tumbuh Bulu Tetap pada BagianBagian Tubuh adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor, Agustus 2013 Cira Marlinah NIM D14090104
ABSTRAK CIRA MARLINAH. Pendugaan Umur Itik Alabio dan Cihateup Berdasarkan Tempat Tumbuh Bulu Tetap pada Bagian-Bagian Tubuh. Dibimbing oleh RUKMIASIH dan RUDI AFNAN. Pemilihan itik yang diinginkan dalam proses peremajaan sangatlah sulit bagi para peternak, karena umumnya itik di Indonesia dijual dalam satu kelompok meskipun umurnya berbeda. Tujuan penelitian ini adalah menduga umur itik (alabio dan cihateup) melalui tempat tumbuh bulu tetap pada bagian-bagian tubuh. Sebanyak 143 ekor itik alabio dari Kalimantan dan 32 ekor itik cihateup dari Tasikmalaya ditetaskan di Laboratorium Penetasan Telur Unggas Institut Pertanian Bogor kemudian dipelihara di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Unggas Institut Pertanian Bogor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum pergantian bulu tetas menjadi bulu tetap pada kedua jenis itik yang diamati berturut-turut dari bagian dada, ketiak, punggung atas, ekor, punggung bawah, leher, sayap primer dan sayap sekunder. Pergantian bulu tetas menjadi bulu tetap itik alabio lebih cepat dibandingkan itik cihateup. Itik cihateup pada umur 4 minggu baru mengalami pergantian bulu tetas menjadi bulu tetap di bagian dada sedangkan itik alabio sudah mengalami pergantian di bagian dada, ketiak dan punggung atas. Itik alabio sudah mengalami pergantian bulu tetap di semua bagian tubuh pada umur 6 minggu sedangkan itik cihateup terjadi pada umur 7 minggu. Kata kunci: kecepatan pergantian bulu tetas, pendugaan umur itik
ABSTRACT CIRA MARLINAH. Alabio and Cihateup Duck Age Estimation Base on Fixed Feathers Growth on Body Parts. Supervised by RUKMIASIH and RUDI AFNAN. Duck selection for replacement is difficult for farmers, as day old duck (DOD) are generally sold in a group although they have different ages. The purpose of this study was to estimate the age of ducks (cihateup and alabio) through the growth of fixed feather on the body. A total of 143 alabio ducks eggs originate from Borneo and 32 cihateup ducks from Tasikmalaya had hatched in Animal Husbandry Hatching Laboratory then grew up at the Field Laboratory of Poultry Production, Bogor Agricultural University. The results showed that the overall changing of hatching feathers into fixed feathers on both types of ducks is observes successively from the chest, armpits, upper back, tail, lower back, neck, wing primary and secondary wings. The alabio ducks hatching feathers substitution into fixed feathers were faster than cihateup ducks. Cihateup ducks showed changing of hatching feathers into fixed feathers in its chest in weeks 4, while the alabio ducks showed changing in the chest, armpit and upper back on the same week. Alabio ducks changed all the fixed feathers in their body on weeks 6, mean while cihateup duck on weeks 7. Keywords: age duck estimation, hatching feather changing rate
PENDUGAAN UMUR ITIK ALABIO DAN CIHATEUP BERDASARKAN TEMPAT TUMBUH BULU TETAP PADA BAGIAN-BAGIAN TUBUH
CIRA MARLINAH
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul SkIipsi: Pendugaan Umur Itik Alabio dan Cihateup Berdasarkan Tempat Tumbuh Bulu Tetap pada Bagian-Bagian Tubuh : Cira Marlinah Nama : D14090104 NIM
Disetujui oleh
Dr Ir Rukmiasih, MS Pembimbing I
Tanggal Lulus :
2 2 AUG 2013
Dr Rudi Afnan,SPt Pembimbing II
Agr
Judul Skripsi : Pendugaan Umur Itik Alabio dan Cihateup Berdasarkan Tempat Tumbuh Bulu Tetap pada Bagian-Bagian Tubuh Nama : Cira Marlinah NIM : D14090104
Disetujui oleh
Dr Ir Rukmiasih, MS Pembimbing I
Dr Rudi Afnan,SPt MScAgr Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Cece Sumantri, MAgrSc Ketua Departemen
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2012 sampai November 2012 ini ialah itik, dengan judul Pendugaan Umur Itik Alabio dan Cihateup Berdasarkan Tempat Tumbuh Bulu Tetap pada Bagian-Bagian Tubuh. Penulis pada kesempatan ini mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr Ir Rukmiasih, MS dan Bapak Dr Ir Rudi Afnan, SPt MScAgr selaku pembimbing skripsi, Bapak Dr Ir Ibnu Kasir Amrullah, MS, Ibu Ir Lucia Cyrilla, MSi serta Bapak Dr Ir Afton Atabany, MSi selaku dosen penguji dan terima kasih kepada Ibu Prof Em Dr Peni SH, MSc, yang telah banyak memberikan ide dan sarannya. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Eka Koswara, SPt selaku teknisi Laboratorium Ilmu Produksi Ternak Unggas, Bapak Muhamad Hamjah dan Bapak Entis Sutrisna yang banyak membantu di laboratorium lapang Ilmu Produksi Ternak Unggas, Muhamad Kholid, Darifta, Diniati, Fitria Darajah, Aditya Ananda Putra, Syaifudin dan Irmawan Purpranoto selaku teman tim penelitian yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Manajemen Pengelola Beastudi Etos Bogor dan Karya Salemba Empat Foundation (KSE) atas bantuan finansialnya, ayah, ibu, kakak serta seluruh keluarga atas doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2013 Cira Marlinah
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Ruang Lingkup Penelitian METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Ternak Pakan Alat Kandang dan Perlengkapan Prosedur Persiapan Kandang Penentuan Jenis Kelamin (Sexing) Pelaksanaan Pemeliharaan Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum dan Konversi Ransum Bobot Badan Awal, Bobot Badan Akhir dan Pertambahan Bobot Badan Pendugaan Umur Berdasarkan Tempat Tumbuh Bulu Tetap pada Bagian Tubuh SIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
vi vi vi 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 4 4 5 6 11 11 13
DAFTAR TABEL 1 Rataan konsumsi ransum kumulatif dan konversi ransum itik alabio dan cihateup baik jantan maupun betina selama 8 minggu pengamatan 2 Rataan bobot badan awal (Bbo), bobot badan akhir (Bbt) dan pertambahan bobot badan kumulatif (PBB) itik alabio dan cihateup jantan dan betina selama 8 minggu pengamatan 3 Pendugaan umur itik alabio dan cihateup umur 4-8 minggu
4
6 7
DAFTAR GAMBAR 1 Pergantian bulu tetas menjadi bulu tetap pada bagian dada itik alabio a (sebelum) dan b (sesudah) 2 Proses pertumbuhan dan perontokan bulu 3 Pergantian bulu tetas menjadi bulu tetap itik alabio pada bagian sayap sekunder a (sebelum), b (sesudah) dan sayap primer c (sebelum), d (sesudah) 4 Itik alabio umur lebih dari 6 minggu a (betina), b (jantan) dan itik cihateup umur lebih dari 7 minggu c (jantan), d (betina) 5 Bulu punggung bawah itik alabio yang rontok
8 9
9 10 11
DAFTAR LAMPIRAN 1 T-test antara itik alabio dan cihateup dengan jenis kelamin yang sama berdasarkan bobot badan awal (Bbo), bobot badan akhir (Bbt) dan pertambahan bobot badan (Pbb) 2 T-test jantan dan betina berdasarkan bobot badan awal (Bbo), bobot badan akhir (Bbt) dan pertambahan bobot badan (Pbb) itik alabio dan cihateup
13
13
PENDAHULUAN Latar Belakang Itik alabio dan cihateup merupakan itik yang berpotensi sebagai penghasil telur. Menurut Wasito dan Rohaeni (1994), produksi telur itik alabio 275 butir per ekor per tahun sedangkan menurut Wulandari (2005) produksi telur itik cihateup 270 butir per ekor per tahun. Produksi telur di pasaran akan stabil jika penjualan itik fase produksi stabil. Peremajaan yang tepat diperlukan untuk mengganti ternak yang tidak produktif lagi sehingga usaha peternakan akan terus berlanjut dan jika ada itik yang diafkir karena tingkat produksinya sudah tidak efisien lagi sudah ada penggantinya. Memilih itik yang diinginkan untuk peremajaan sangatlah sulit terutama itik dalam fase periode indukan, karena umumnya itik di Indonesia dijual dalam satu kelompok meskipun umurnya berbeda. Hal tersebut tentunya akan menyebabkan kesulitan bagi para peternak khususnya peternak yang tidak menetaskan telur itiknya sendiri untuk mendapatkan umur yang seragam ataupun yang diinginkan. Pendugaan umur secara visual dalam kondisi tersebut sangatlah diperlukan untuk menduga umur itik. Oleh karena itu, perlu dicari ciri-ciri luar yang dapat digunakan untuk menduga umur itik mulai umur 4 sampai 8 minggu melalui bagian-bagian tempat tumbuh bulu itik. Adapun ciri luar yang dapat digunakan yaitu pergantian bulu tetas menjadi bulu tetap pada bagian dada, ketiak, punggung atas, ekor, punggung bawah, leher, sayap primer dan sayap sekunder.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan mendapatkan ciri luar tubuh itik sebagai penduga umur anak itik periode indukan. Ciri luar yang diamati yaitu berupa pergantian bulu tetas menjadi bulu tetap pada semua bagian tubuh itik yang terdiri atas bagian dada, ketiak, punggung atas, ekor, punggung bawah, leher, sayap primer dan sayap sekunder.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mencakup pendugaan umur itik alabio dan cihateup berdasarkan tempat tumbuh bulu tetap pada bagian-bagian tubuh itik yang terdiri atas bagian dada, ketiak, punggung atas, ekor, punggung bawah, leher, sayap primer dan sayap sekunder. Data berupa gambar-gambar pertumbuhan bulu pada tiap bagian tubuh itik dianalisis secara deskriptif. Data kuantitatif pendukung berupa bobot badan dan pertambahan bobot badan dianalisis dengan uji t. Data kuantitatif konsumsi ransum dan konversi ransum dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan rataan dan standar deviasi.
2
METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai November 2012. Penelitian bertempat di Laboratorium Penetasan dan Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Unggas, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Bahan Ternak Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah anak itik jantan dan betina lokal sebanyak 175 ekor yaitu 32 itik cihateup dan 143 itik alabio hasil penetasan Laboratorium Ilmu Produksi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Telur yang ditetaskan berasal dari Tasikmalaya, Jawa Barat dan Kalimantan Selatan. Itik tersebut dipelihara dari umur satu hari sampai umur 56 hari. Pakan Pakan yang digunakan adalah pakan komersial 511- Bravo untuk umur 0 sampai 6 minggu yang diproduksi PT. Charoen Pokhpand Indonesia Tbk. Pakan starter petelur yang diproduksi PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk yang berbentuk crumble digunakan pada umur 6 sampai 8 minggu. Pemberian pakan ad libitum terkontrol.
Alat Kandang dan Perlengkapan Kandang yang dibutuhkan dalam pemeliharaan sebanyak 6 unit berukuran 3 x 3 meter yang dibagi 2 petak. Setiap petak berukuran 1.5 x 1.5 meter dan diisi masing-masing 15-16 ekor. Setiap petak kandang beralas sekam dilengkapi dengan kandang indukan (brooder), lampu pijar sebagai pemanas sekaligus penerang, satu tempat makan dan satu tempat minum di tiap-tiap kandang, kamera digital, kain background merah dan timbangan.
Prosedur Persiapan Kandang Kandang dibersihkan dari kotoran dengan air yang diberi detergen dan disikat, kemudian disemprot dengan klorin. Kandang yang telah bersih didiamkan hingga kering kurang lebih satu hari. Kandang yang telah kering diberi kapur untuk membunuh mikrooganisme parasit yang masih menempel kemudian didiamkan selama tiga hari. Tiap kandang diberi brooder sebagai pemanas buatan dengan lampu berdaya 75 watt,
3 tempat minum dan tempat pakan dengan susunan tempat minum berada di atas tempat pakan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi pakan yang terbuang. Penentuan Jenis Kelamin (Sexing) Penentuan jenis kelamin dilakukan setelah telur menetas untuk menentukan itik jantan dan betina yang akan digunakan dalam penelitian. Penentuan jenis kelamin betina pada itik yaitu dengan memastikan tidak adanya phalus pada kloaka, melihat warna paruh dan kedua kaki itik dan suara itik. Warna yang lebih terang menunjukkan jenis kelamin betina dan yang gelap menunjukkan jenis kelamin jantan. Suara yang lebih nyaring menunjukkan jenis kelamin betina sedangkan yang tidak terlalu nyaring menunjukkan jenis kelamin jantan. Setelah ditentukan jenis kelamin, itik yang digunakan ditimbang untuk mengetahui bobot awal kemudian diberi nomor pada sayap dengan wing band. Pelaksanaan Pemeliharaan Itik dipelihara hingga umur 56 hari dan diberi pakan dan minum ad libitum setiap pagi, siang dan sore. Setiap kali sebelum pemberian pakan dan minum, tempat pakan dan minum dibersihkan untuk mengurangi resiko adanya mikroorganisme parasit yang dapat menyebabkan penyakit yang dapat mengganggu pertumbuhan itik. Tempat minum ditempatkan di atas tempat pakan dengan tujuan mengurangi pakan yang terbuang. Setiap pagi kandang dan lingkungan dibersihkan dari kotoran itik dan pakan yang terbuang untuk mencegah perkembangan bibit penyakit. Penimbangan bobot badan, konsumsi pakan, pertambahan bobot badan, konversi pakan serta identifikasi perkembangan pertumbuhan bulu itik dilakukan tiap minggu. Analisis Data Data berupa gambar-gambar pertumbuhan bulu pada tiap bagian tubuh itik dianalisis secara deskriptif. Data kuantitatif berupa bobot badan dan pertambahan bobot badan dianalisis dengan uji T. Model uji T yang digunakan berdasarkan Steel dan Torrie (1993) adalah sebagai berikut:
Keterangan : Xi : Rata-rata perlakuan ke-i Xj : Rata-rata perlakuan ke-j S : Simpangan baku
n
: Jumlah individu sampel
Do : Selisih 2 rataan yang berbeda
4 Data kuantitatif berupa konsumsi ransum dan konversi ransum dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan rataan dan standar deviasi. Model rataan dan standar deviasi yang digunakan berdasarkan Mattjik dan Sumertajaya (2002) adalah sebagai berikut:
̅
∑
∑ √
̅
Keterangan: ̅ : Rataan : Data ke-i N : Banyak data SD : Standar Deviasi
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum dan Konversi Ransum Performa dari kedua jenis itik (alabio dan cihateup) jantan dan betina meliputi rataan konsumsi ransum kumulatif dan konversi ransum. Hasilnya dapat disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Rataan konsumsi ransum kumulatif dan konversi ransum itik alabio dan cihateup baik jantan maupun betina selama 8 minggu pengamatan Jenis Jenis itik Peubah kelamin Alabio Cihateup Konsumsi ransum kumulatif 8 minggu (g/e) 4 138.6 ± 50.7 4 175.6 ± 67.1 ♂ Konversi ransum (g/e) 3.3 ± 1.6 3.4 ± 1.7 Konsumsi ransum kumulatif 8 minggu (g/e) 4 134.7 ± 23.1 4 174.7 ± 66.9 ♀ Konversi ransum (g/e) 3.5 ± 2.1 3.5 ± 2.2 Keterangan : ♂ : Jantan ; ♀ : Betina
Tabel 1 menunjukkan bahwa konsumsi ransum kumulatif itik alabio dan cihateup baik jantan maupun betina selama 8 minggu sama. Hal tersebut terjadi karena ransum yang diberikan memiliki energi yang sama dan umur kedua jenis itik (alabio dan cihateup) tersebut sama. Menurut Anggorodi (1985), ternak unggas mengkonsumsi ransum untuk memenuhi kebutuhan energinya. Pemberian ransum yang memiliki energi yang tinggi maka ternak tersebut akan mengurangi konsumsi ransum sedangkan jika pemberian ransum memiliki energi yang rendah
5 maka ternak tersebut akan meningkatkan konsumsi ransum. Pemberian ransum pada penelitian ini diberikan secara ad libitum terkontrol berdasarkan penelitian Prasetyo (2006). Dibandingkan dengan hasil penelitian Matitaputty (2012) menyatakan bahwa konsumsi ransum kumulatif selama 8 minggu, itik alabio sebesar 3 597.57±88.81 g per ekor dan itik cihateup sebesar 3 677.14±58.45 g per ekor. Konversi ransum merupakan perbandingan antara jumlah ransum yang dikonsumsi dengan pertambahan bobot badan (PBB). Hasil penelitian menunjukan nilai konversi ransum itik alabio selama 8 minggu pengamatan sama dengan itik cihateup baik jantan maupun betina (Tabel 1). Hal tersebut terjadi karena konsumsi ransum kumulatif dari kedua jenis itik (alabio dan cihateup) selama 8 minggu pengamatan sama dan pertambahan bobot badan (PBB) dari kedua jenis itik (alabio dan cihateup) tidak berbeda. Sehingga menyebabkan nilai konversi ransum yang sama. Nilai konversi ransum dipengaruhi oleh kandungan energi yang terdapat dalam ransum (North and Bell 1990). Nilai konversi ransum yang rendah menunjukkan bahwa pemberian ransum terhadap ternak tersebut lebih efisien dibandingkan dengan nilai konversi ransum yang tinggi (Rasyaf 1991). Nilai konversi ransum berkorelasi dengan laju pertumbuhan, sehingga nilai konversi ransum akan mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya umur dan perkembangan tubuh ternak (Ensminger 1992). Berdasarkan penelitian ini diperoleh konsumsi ransum kumulatif 8 minggu penelitian yang lebih besar. Hal tersebut karena kandungan nutrien pakan yang diberikan berbeda. Itik alabio dan cihateup yang dipelihara Matitaputty (2012) diberi pakan komersial untuk broiler starter 0-4 minggu dengan kandungan protein 21%-22% dan energi metabolis 2 920 kkal/kg serta pada umur 4-8 minggu diberi pakan broiler finisher dengan kandungan protein 19%-21% dan energi metabolis 3 020 kkal/kg. Itik alabio dan cihateup pada penelitian ini diberi pakan komersial untuk ayam petelur starter sampai umur 6 minggu dengan kandungan protein 21.5% dan pada umur 6-8 minggu diberi pakan dengan kandungan protein 19% dan kandungan energi 2 700-2 800 kkal/kg. Menurut Ketaren dan Prasetyo (2007), perbaikan konversi ransum dapat diperbaiki melalui tiga pendekatan yaitu 1) pendekatan genetik dengan memproduksi ternak yang lebih produktif dan efisien; 2) melalui teknologi pakan dengan menetapkan kebutuhan gizi untuk itik pada berbagai umur yang lebih tepat; serta 3) manajemen pemberian pakan. Bobot Badan Awal, Bobot Badan Akhir dan Pertambahan Bobot Badan Performa pertumbuhan kedua jenis itik (alabio dan cihateup) jantan dan betina (Tabel 2) dimulai pada awal pemeliharaan dengan mengetahui bobot badan awal (Bbo), bobot badan akhir (Bbt) dan pertambahan bobot badan kumulatif (PBB). Hasilnya dapat disajikan pada Tabel 2.
6 Tabel 2 Rataan bobot badan awal (Bbo), bobot badan akhir (Bbt) dan pertambahan bobot badan kumulatif (PBB) itik alabio dan cihateup jantan dan betina selama 8 minggu pengamatan. Jenis kelamin Jantan
Betina
Peubah Bobot badan awal (Bbo) (g/e) Bobot badan akhir (Bbt) (g/e) PBB kumulatif 8 minggu (g/e) Bobot badan awal (Bbo) (g/e) Bobot badan akhir (Bbt) (g/e) PBB kumulatif 8 minggu (g/e)
Jenis itik Alabio 39.1 ± 4.2a 1 302.2 ± 84.9a 1 263.1 ± 31.7a 39.0 ± 3.4a 1 224.3 ± 90.0b 1 185.3 ± 32.0b
Cihateup 42.9 ± 4.0b 1 239.9 ± 138.0b 1 197.0 ± 37.4a 42.1 ± 3.8b 1 224.2 ± 110.8b 1 182.1 ± 32.6ab
Keterangan : Nilai diikuti huruf yang berbeda dalam satu baris dan kolom yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf uji 5%
Tabel 2 menunjukkan rataan bobot badan awal (Bbo) itik cihateup dengan itik alabio baik jantan maupun betina berbeda. Perbedaan bobot badan awal (Bbo) diakibatkan bobot telur dari kedua jenis itik (alabio dan cihateup) berbeda. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh rataan bobot telur itik alabio 66.85 g dan bobot telur itik cihateup 71.95 g. Menurut Lesson (2000), bobot badan awal (Bbo) dipengaruhi oleh bobot telur. Statistik menunjukkan Bobot badan akhir (Bbt) dan pertambahan bobot badan (PBB) itik alabio jantan dan betina berbeda namun bobot badan akhir (Bbt) dan pertambahan bobot badan (PBB) itik cihateup jantan dan betina tidak berbeda. Bobot badan akhir (Bbt) yang dicapai pada umur 8 minggu tersebut lebih rendah dari yang diperoleh Matitaputty (2012). Matitaputty (2012) menghasilkan bobot badan akhir umur 8 minggu itik alabio sebesar 1 340.37±20.92 g per ekor dan itik cihateup sebesar 1 343.13±44.33 g per ekor. Bobot badan merupakan salah satu sifat yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi dan dikendalikan oleh banyak gen (Stanfield 1983). Bobot badan akhir (Bbt) dipengaruhi oleh galur, mutu pakan, sistem pemeliharaan dan kondisi lingkungan ternak (North and Bell 1990). Analisis statistik (Tabel 2) menunjukkan pertambahan bobot badan (PBB) kumulatif 8 minggu dari kedua jenis itik alabio dan cihateup baik jantan maupun betina tidak berbeda. Pertambahan bobot badan (PBB) pada penelitian ini lebih kecil dari hasil penelitian Matitaputty (2012). Hal tersebut karena kandungan nutrien pakan yang diberikan berbeda. Perbedaan tersebut dapat disebabkan karena pakan yang diberikan berbeda. Penelitian ini, itik diberi pakan untuk ayam petelur, sedangkan Matitaputty (2012) menggunakan pakan untuk ayam broiler. Pendugaan Umur Berdasarkan Tumbuh Bulu Tetap pada Bagian Tubuh Penelitian menunjukkan urutan pergantian bulu pada itik yang diamati berturut-turut pada bagian dada, ketiak, punggung atas, ekor, punggung bawah, leher, sayap primer dan sayap sekunder. Hasilnya dapat disajikan pada Tabel 3.
7 Tabel 3 Pendugaan umur itik alabio dan cihateup umur 4-8 minggu Itik alabio (n:143) Itik cihateup (n:32) Kondisi Umur pertumbuhan Jumlah % Jumlah % (minggu ke-) bulu itik (n) itik (n) D 142 99.3 29 90.6 4 K 140 97.9 1 3.1 PA 137 95.8 1 3.1 D 143 100 32 100 K 143 100 32 100 5 PA 143 100 32 100 E 141 98.6 29 90.6 PB 116 81.1 0 0 D 143 100 32 100 K 143 100 32 100 PA 143 100 32 100 E 143 100 32 100 6 PB 131 91.6 31 96.9 L 124 86.7 28 87.5 SP 118 82.5 8 25.0 SS 117 81.8 7 21.9 D 143 100 32 100 K 143 100 32 100 PA 143 100 32 100 E 143 100 32 100 7 PB 143 100 32 100 L 143 100 32 100 SP 143 100 32 100 SS 143 100 32 100 D 143 100 32 100 K 143 100 32 100 PA 143 100 32 100 E 143 100 32 100 8 PB 143 100 32 100 L 143 100 32 100 SP 143 100 32 100 SS 143 100 32 100 Keterangan : D : Bulu dada ; K : D + Bulu ketiak ; PA : K + Bulu punggung atas ; E : PA + Bulu ekor ; 7 PB : E + Bulu punggung bawah ; L : PB + Bulu leher ; SP : L + Bulu sayap primer ; SS : SP + Bulu sayap sekunder
Itik alabio umur 4 minggu sudah banyak yang mengalami pergantian bulu tetap di bagian dada (99.3%) bahkan sudah sampai ketiak (97.9%) dan punggung atas (95.8%) sedangkan itik cihateup yang sudah mengalami pergantian bulu tetap hanya baru sampai bagian dada dan jumlahnya baru sebanyak 90.6%, lebih rendah dari itik alabio. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pendugaan umur 4 minggu pada itik alabio dengan melihat pergantian bulu tetap di bagian dada, ketiak dan punggung atas, sedangkan itik cihateup dengan melihat pergantian bulu tetap di bagian dada. Analisis deskriptif menunjukkan pergantian bulu tetas menjadi bulu
8 tetap itik alabio lebih cepat dibandingkan itik cihateup. Itik alabio sudah banyak mengalami pergantian bulu tetap di semua bagian tubuh pada umur 6 minggu sedangkan itik cihateup pada umur 7 minggu. Hal tersebut menunjukkan bahwa perbedaan pergantian bulu tetas menjadi bulu tetap pada kedua jenis itik tersebut berbeda. Menurut Ensminger (1992), perbedaan pergantian tempat tumbuh bulu juga dipengaruhi oleh genetik, nutrisi dan lingkungan. Nutrisi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pergantian bulu karena menurut Stettenheim (2000) pertumbuhan bulu yang baru banyak membutuhkan nutrisi dan energi. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa dari kedua jenis itik (alabio dan cihateup) yang paling cepat mengalami pergantian bulu tetas menjadi bulu tetap adalah pada bagian dada sedangkan yang paling lambat mengalami pergantian bulu tetas menjadi bulu tetap adalah pada bagian sayap primer dan sekunder. Gambar 1 menampilkan bagian tubuh yang mengalami pergantian bulu lebih awal.
a
b Gambar 1 Pergantian bulu tetas menjadi bulu tetap pada bagian dada itik alabio a (sebelum) dan b (sesudah) Menurut Nash (2008) bulu pada itik sangat penting yaitu berfungsi untuk kemampuan berenang, termoregulasi, komunikasi sosial dan perlindungan tubuh terhadap organ dalam. Menurut Chaplin dan Faaborg (1988), tipe bulu pada spesies unggas dibagi dalam 5 bagian yaitu 1) bulu bagian bawah (down feather) ; 2) bulu kontur (contur feather) ; 3) semi plume ; 4) filoplume serta 5) bristle. Proses pembentukan bulu menurut Card (1962) dimulai sejak periode embrio dan menurut Winter and Funk (1960) dimulai pada hari ke-enam embrio. Gambar 2 menampilkan proses pertumbuhan bulu tetas menjadi bulu tetap menurut Bell and Freeman (1971).
9
Gambar 2 Proses pertumbuhan dan perontokan bulu Pertumbuhan bulu baru dimulai dengan terbentuknya papila dermal pada permukaan kulit yang akhirnya membentuk selubung bulu atau folikel dengan cara mendorong ke arah atas pada lapisan di bawah permukaan kulit. Bulu yang tumbuh tersebut kemudian menjadi bulu lama yang akan mengalami pergantian oleh bulu yang baru lagi. Gambar 3 menampilkan 2 bagian tubuh itik alabio berturut-turut yang mengalami pergantian bulu terahir yaitu sayap primer dan sayap sekunder.
Gambar 3 Pergantian bulu tetas menjadi bulu tetap itik alabio pada bagian sayap sekunder a (sebelum), b (sesudah) dan sayap primer c (sebelum), d (sesudah)
10 Tabel 1 menunjukkan konsumsi ransum dan konversi ransum itik alabio relatif sama dengan itik cihateup baik jantan maupun betina. Analisis deskriptif menunjukkan itik alabio mengalami pergantian bulu tetap di semua bagian tubuhnya lebih cepat dibandingkan itik cihateup. Hal tersebut mengindikasikan bahwa itik alabio lebih efisien dalam mengubah ransum dan mengkonversikan ransum menjadi jaringan tubuhnya diantaranya menjadi bulu. Konversi ransum sangat berkorelasi dengan laju pertumbuhan (Ensminger 1992). Semakin rendah nilai konversi ransum maka ternak tersebut semakin efisien dalam merubah 8 ransum menjadi jaringan tubuhnya. Itik alabio dan cihateup dalam penelitian ini diberikan pakan yang sama tetapi pergantian bulu tetap itik alabio lebih cepat dibandingkan itik cihateup. Hal tersebut kemungkinan besar akibat dari kemampuan daya cerna protein yang berbeda pada setiap itik. Protein kasar dari kebanyakan ransum unggas mempunyai daya cerna sebesar 75%-90% dan ratarata 85% (Wahju 1992). Jenis itik yang sama memiliki pergantian bulu yang berbeda, dapat terjadi karena adanya variasi individu pada jenis itik tersebut. Gambar 4 menampilkan itik alabio umur lebih dari 6 minggu dan itik cihateup lebih dari 7 minggu.
Gambar 4 Itik alabio umur lebih dari 6 minggu a (betina), b (jantan) dan itik cihateup umur lebih dari 7 minggu c (jantan), d (betina) Tabel 2 menunjukan bahwa bobot badan awal (Bbo) itik alabio dengan itik cihateup baik jantan maupun betina berbeda nyata (P<0.05). Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa pergantian bulu tetap di semua bagian tubuh itik alabio lebih cepat dibandingkan itik cihateup yaitu pada itik alabio umur 6 minggu sedangkan pada itik cihateup umur 6 minggu sebagian besar belum mengalami pergantian di semua bagian tubuhnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa bobot badan awal (Bbo) yang besar tidak berpengaruh terhadap kecepatan pergantian bulu tetap pada bagian tubuh itik. Penelitian menunjukkan sebanyak 26 ekor dari 143 ekor itik alabio yang mengalami gundul pada bagian punggung bawah. Hal ini diduga karena stres. Itik merupakan ternak yang mudah terkejut dan tingkat ketakutannya tinggi (Harjosworo 2001). Kepadatan kandang pada penelitian ini untuk itik umur 4-8 minggu 15-16 ekor/m2 lebih besar dibandingkan Peraturan Menteri Pertanian (2007) yang menyatakan bahwa kepadatan kandang ideal untuk unggas umur 4
11 minggu berjumlah 7 ekor/m², umur 5 minggu berjumlah 6 ekor/m² dan umur 7 minggu berjumlah 5 ekor/m². Kepadatan kandang yang tinggi dalam penelitian ini diduga menyebabkan stres. Saat itik ketakutan itik saling bertabrakan dan saling menindih. Pada kondisi tersebut bagian punggung bawah itik merupakan bagian yang sering terinjak. Hal tersebut mengakibatkan bulu pada daerah punggung bawah itik alabio banyak yang rontok sehingga kelihatan gundul. Tingkat stres itik cihateup lebih rendah dibandingkan itik alabio. Gambar 5 menampilkan bagian tubuh itik alabio yang gundul.
Gambar 5 Bulu punggung bawah itik alabio yang rontok
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Daerah pergantian bulu tetas masing-masing jenis itik alabio dan cihateup mulai umur 4-8 minggu berbeda. Pergantian bulu tetas yang paling cepat dari kedua jenis itik (alabio dan cihateup) adalah pada bagian dada sedangkan yang paling lambat adalah pada bagian sayap primer dan sayap sekunder. Saran Penelitian lebih lanjut tentang bobot karkas dan bobot bulu dari kedua jenis itik. Bobot karkas dan bobot bulu setelah dibului mungkin dapat dijadikan indikator dalam penentuan jenis itik dalam usaha budidaya itik potong.
DAFTAR PUSTAKA Anggorodi R. 1985. Kemajuan Mutakhir Ilmu Makanan Ternak Unggas. Jakarta (ID) : Universitas Indonesia Pr.
12 Bell DJ, BM Freedman.1971. Physiology and Biochemistry of the Domestic Fowl. New York (US) : National Akademi Pr. Card LE.1962. Poultry Production. Ed ke-9. Philadelphia (PH) : Pennsylvania Univ Pr. Chaplin S, Faaborg J. 1988. Feather. London (GB) : New England Univ Pr. Ensminger MA. 1992. Poultry Science (Animal Agriculture Series). Ed ke-6. Danville (US) : Interstate Publisher, Inc. Hardjosworo PS. 2001. Perkembangan teknologi Peternakan unggas air di Indonesia. Di dalam : Perkembangan teknologi Peternakan unggas air di Indonesia. Prosiding Lokakarya Unggas Air I Pengembangan Agribisnis unggas air sebagai peluang usaha baru. Balai Penelitian Ternak, Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Departemen Pertanian dan Fakultas Peternakan IPB. Bogor (ID), 6 – 7 Agustus 2001. Ciawi. hal : 2241. Ketaren PP, Prasetyo LH. 2007. Pengaruh pemberian pakan terbatas terhadap produktivitas itik silang mojosari x alabio (MA): masa pertumbuhan sampai bertelur pertama, JITV 12(1): 10-15. Lesson S. 2000. Efesiensi Penggunaan Protein Oleh Unggas Lokal. Semarang (ID) : Pustaka Granada. Terjemahan dari : Livestock Husbandry Techniques. Matitaputty PR. 2012. Peningkatan produksi karkas dan kualitas daging itik melalui persilangan antara itik cihateup dengan itik alabio [disertasi]. Bogor (ID) : Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Mattjik AA, Sumertajaya. 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Bogor (ID) : IPB Pr. Nash H. 2008. Feather types, Anatomy and Molting Duck. New York (US) : National Academi Pr. 455: 403-425. North MO, DD Bell. 1990. Commercial Duck Production Mnual. Ed ke-4. London (GB) : Chapman & Hall. Stansfied WD. 1983. Theory and Problems of Genetics. Ed ke-2. Minnesota (MN) : Graw Hill Company. Peraturan Menteri Pertanian. 2007. No: 36/Permentan/OT.140 /3/2007 Tentang Pedoman Budidaya Itik Pedaging yang Baik (Good Farming Practice). Jakarta (ID) : Hal. 1-15. Steel RGD, Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistik Suatu Pendekatan Biometrik. Ed ke-3. Sumantri B, penerjemah; Jakarta (ID) : Gramedia. Terjemahan dari : Principles and Procedures of Statistics. Stettenheim PR. 2000. The Integumentary Morphology of Modern Bird An Overviewl. Jurnal America . 40:461-477. Wahju J. 1992. Ilmu Nutrisi Unggas. Yogyakarta (ID) : Gajah Mada University Pr. Wasito, E.S. Rohaeni. 1994. Beternak Itik Alabio. Yogyakarta (ID) : Kanisius. Wulandari, W.A. 2005. Kajian karakteristik biologis itik cihateup [tesis]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
13 Lampiran 1 T-test antara itik alabio dan cihateup dengan jenis kelamin yang sama berdasarkan bobot badan awal (Bbo), bobot badan akhir (Bbt) dan pertambahan bobot badan (Pbb) Itik
Peubah
Alabio dan Cihateup
Bobot badan awal (Bbo) Bobot badan akhir (Bbt) Pertambahan bobot badan (Pbb)
* berbeda nyata (P<0.05) ; (betina dengan betina)
tn
Rasio
db
♂♂ ♀♀ ♂♂ ♀♀ ♂♂ ♀♀
61 110 61 110 502 894
Nilai T -3.11 -3.19 2.14 0.00 1.33 0.07
Nilai Keterangan P * 0.003 * 0.002 * 0.036 tn 0.997 tn 0.184 tn 0.946
tidak berbeda nyata (P>0.05) ; ♂♂ (jantan dengan jantan) ; ♀♀
Lampiran 2 T-test jantan dan betina berdasarkan bobot badan awal (Bbo), bobot badan akhir (Bbt) dan pertambahan bobot badan (Pbb) itik alabio dan cihateup Itik Peubah Rasio db Nilai Nilai Keterangan T P Bobot badan awal (Bbo) ♂♀ 141 0.13 0.897 tn Bobot badan akhir (Bbt) ♂♀ 141 4.95 0.000 * Alabio Pertambahan bobot badan ♂♀ 114 2.57 0.010 * (Pbb) 2 Bobot badan awal (Bbo) ♂♀ 30 0.560 0.59 tn Bobot badan akhir (Bbt) ♂♀ 30 0.725 0.35 tn Cihateup Pertambahan bobot badan ♂♀ 254 0.24 0.812 tn (Pbb) * berbeda nyata (P<0.05) ; tn tidak berbeda nyata (P>0.05) ; ♂♀ (jantan dengan betina)
14
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kota Tangerang pada tanggal 2 Juni 1991. Penulis adalah anak ke-dua dari empat bersaudara dari Bapak Husen dan Ibu Nurhayati. Jenjang pendidikan penulis diawali pada tahun 1996 dengan bersekolah di TK Islam Daarul Muqimien dan lulus pada tahun 1997. Pada tahun 1997 melanjutkan ke SDN Buaran Jati 1 dan lulus pada tahun 2003. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan ke SMP Negeri 1 Mauk dan lulus pada tahun 2006. Pada tahun 2006 penulis melanjutkan ke SMA Negeri 2 Kabupaten Tangerang dan lulus pada tahun 2009. Pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Ujian Talenta Mandiri IPB dan diterima di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Ilmu Produksi Ternak Unggas pada tahun ajaran 2012/2013. Penulis juga aktif mengajar mata kuliah Ilmu Pengetahuan Alam dan Matematika di bimbingan belajar Cerdas Indonesia. Penulis juga aktif sebagai staf Departemen Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (PSDM) LDF IPB. Penulis juga aktif mengikuti lomba karya tulis ilmiah tingkat mahasiswa. Beberapa prestasi yang diraih oleh penulis antara lain ialah Pekan Kreaktivitas Mahasiswa bidang Kewirausahaan (PKMK) didanai Dikti 2012, Juara III ECOPAPER: Inovasi Baru dalam Pemanfaatan Industri Agar-Agar (Glacirilia sp) sebagai Bahan Baku Kertas yang Ramah Lingkungan di Universitas Brawijaya 2011, Pemenang Menulis Artikel yang dipublish di Media Indonesia dengan tema Harga Pangan Melejit Rakyat Menjerit 2011, Juara 2 Lomba Essay dengan Judul Makna Kemerdekaan dalam Al-Quran dalam Acara Gebyar Kemerdekaan 2011, Juara 2 Lomba Menulis Puisi dengan judul Sinergisitas Peternakan dalam Mencukupi Kebutuhan Protein Hewani dalam Acara Fapet Show time 2011. Penulis selama kuliah mendapat Beastudi Etos Bogor 2009-2012 dan di tingkat akhir penulis juga menerima Beasiswa Karya Salemba Empat Fondation 2013.