PENDUGAAN BOBOT HIDUP PADA DOMBA BATUR BERDASARKAN LINGKAR DADA
SKRIPSI NIELMA KARTIKA DEWI
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
RINGKASAN Nielma Kartika Dewi. D14060674. 2009. Pendugaan Bobot Hidup pada Domba Batur Berdasarkan Lingkar Dada. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Ir. Maman Duldjaman, MS Pembimbing Anggota : Prof. Emeritus Dr. drh. Rachmat Herman, MVSc Sebuah penelitian dilaksanakan di Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara, untuk menduga bobot hidup pada domba Batur menggunakan ukuran linier tubuh. Lingkar dada diukur pada ukuran cm menggunakan pita ukur jahit, sedangkan bobot hidup ditentukan menggunakan timbangan. Enam puluh sembilan domba betina dan tiga puluh dua domba jantan dengan bobot hidup antara 3-50 kg dan 4-105 kg, digunakan pada penelitian ini. Baik jantan maupun betina, keeratan hubungan antara lingkar dada (x, cm) dengan bobot hidup (y, kg) pada millimeter blok memperlihatkan hubungan linier. Analisis korelasi dan regresi serta interpretasinya mengikuti Snedecor dan Cochran (1978). Hasil menunjukkan hubungan antara bobot hidup dan lingkar dada adalah y = -37,50 + 0,9385x (R2 = 0,89) untuk betina dan y = -93,62 + 1,851x (R2 = 0,96) pada jantan. Perbedaan antara slope dan koefisien regresi pada jantan dan betina nyata berbeda (P<0,01). Uji keakuratan pada kedua rumus menunjukkan bahwa antara bobot hidup dugaan dan bobot hidup sebenarnya tidak jauh berbeda. Kata-kata kunci : domba Batur, bobot hidup, lingkar dada
ABSTRACT Estimation of Live Body Weight From the Heart Girth Measurement in Batur Sheeps Dewi, N. K., M. Duldjaman and R. Herman A study was carried out at Batur, Banjarnegara, to predict the body weight of Batur sheep using simple linear body measurement. Heart girth was measured in centimeters, using the tailor cloth tape, wereas body weight was determined in kilograms using a weighing scale. Sixty nine ewes and trirdty two males of live weight ranging from 3-50 kg and 4-105 kg, respectively, were used in this study. In both groups, the relationship between heart girth (x, cm) and live weight (y, kg) on millimeters block showed linear. Analyses of correlation and regression and their interpretation followed Snedecor and Cochran (1978). Result showed that relationship between body weight and heart girth were y = -37,50 + 0,9385x (R2 = 0,89) for ewes and y = -93,62 + 1,851x (R2 = 0,96) for males. The different between slope and coefficient of regression of males and those of females were significant (P<0,01). Verification of both formulas showed close between expected and actual live weight. Keywords : Batur sheep, live body weight, heart girth
LEMBAR PERNYATAAN
PENDUGAAN BOBOT HIDUP PADA DOMBA BATUR BERDASARKAN LINGKAR DADA
NIELMA KARTIKA DEWI D14060674
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
Judul
LEMBAR PENGESAHAN : Pendugaan Bobot Hidup Pada Domba Batur Berdasarkan Lingkar Dada
Nama
: Nielma Kartika Dewi
NIM
: D14060674
Menyetujui, Pembimbing Utama,
Pembimbing Anggota,
(Ir. Maman Duldjaman, MS) (Prof. Emeritus Dr. drh. Rachmat H., MVSc) NIP : 19460105 197403 1-001 NIP : 130217472
Mengetahui : Ketua Departemen, Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M. Agr. Sc) NIP : 19591212 198603 1-004
Tanggal Ujian : 5 April 2010
Tanggal Lulus : 5 April 2010
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 5 Agustus 1988 di Banjarnegara, Jawa Tengah. Penulis adalah anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Zaenal Abidin dan Ibu Sutrisni. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 2000 di SDN Kutabanjar 3. Pendidikan lanjutan tingkat pertama diselesaikan pada tahun 2003 di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama I Banjarnegara. Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri I Banjarnegara pada tahun 2003 dan diselesaikan pada tahun 2006. Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI) pada tahun 2006. Penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Produksi Peternakan (HIMAPROTER periode 2007-2008), Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dan Organisasi Mahasiswa Daerah Ikamahamas (Ikatan Mahasiswa Banyumas). Penulis pernah mengikuti kegiatan magang di Kelompok Tani-Ternak Mantap Kecamatan Batur, Banjarnegara, Jawa Tengah. Penulis berkesempatan menjadi penerima beasiswa PPA (Peningkatan Prestasi Akademik pada tahun 2009 dan 2010.
KATA PENGANTAR Kecamatan Batur merupakan daerah dataran tinggi dengan suhu yang cukup rendah. Di daerah ini berkembang domba yang disebut dengan domba Batur. Populasi domba semakin hari makin meningkat. Usaha yang dikembangkan masih bergerak di bidang pembibitan. Bobot hidup sangat penting diketahui, karena menjadi patokan dalam jual beli, pengobatan, perkiraan kebutuhan pakan hingga seleksi. Metode penimbangan merupakan metode yang paling akurat dalam menentukan bobot hidup, namun banyak kendala yang harus dihadapi, antara lain adalah keterbatasan alat dan tenaga kerja, tingkat mortalitas dan stres yang ditimbulkan. Pendugaan bobot hidup melalui lingkar dada diharapkan dapat mempermudah masyarakat dalam menghadapi permasalahan tersebut. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih banyak kekurangan. Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tulisan ini. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan menjadi pegangan dasar untuk penelitian serupa pada masa yang akan datang.
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ………………………………………………………………..
ii
ABSTRACT ………………………………………………………………….
iii
LEMBAR PERNYATAAN ………………………………………………….
iv
LEMBAR PENGESAHAN ………………………………………………….
v
RIWAYAT HIDUP ………………………………………………………….
vi
KATA PENGANTAR ……………………………………………………….
vii
DAFTAR ISI …………………………………………………………………
viii
DAFTAR TABEL ……………………………………………………………
x
DAFTAR GAMBAR ………………………………………… ……………...
xi
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………………
xii
PENDAHULUAN …………………………………………………………...
1
Latar Belakang ………………………………………………………. Perumusan Masalah ………………………………………………….. Tujuan ……………………… …………………………………………
1 2 2
TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………………
3
Domba Batur ………………………………………………………….. Domba Lokal …………………………………………………………. Domba Merino ………………………………………………………… Domba Dorset ………… ……………………………………………… Hubungan Bobot Hidup dengan Ukuran Linier Tubuh ………………. Pendugaan Bobot Hidup ………………………………………………
3 4 4 5 5 6
METODE ……………………………………………………………………..
10
Lokasi dan Waktu …………………………………………………….. Materi …………………………………………………………………. Prosedur ………………………………………………………………. Analisis Data …………………………………………………………..
10 10 10 11
HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………………………….
12
Keadaan Umum Lokasi ………………………………………………. Pendugaan Bobot Hidup ……………………………………………… Sebaran Data …………………………………………………. Analisis Regresi Linier ……………………………………….. Kurva Regresi Linier dan Uji Keakuratan ……………………. Uji Keakuratan ………………………………………………...
12 15 15 16 17 18
KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………………………….
20
Kesimpulan …………………………………………………………… Saran …………………………………………………………………..
20 20
UCAPAN TERIMA KASIH ………………………………………………….
21
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………
22
LAMPIRAN
24
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Populasi Domba Batur di Kecamatan Batur ……..…………… .……
4
2. Keadaan Geografis Kecamatan Batur…………… ….………………
12
3. Hasil Analisis Regresi Linier………………………… …….………..
16
4. Hasil Pengujian Rumus Pendugaan…………………… ….…………
19
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Sebaran Data Antara Bobot Hidup dan Lingkar Dada…… …………..
15
2. Kurva Regresi Linier Domba Betina………………………… ………..
17
3. Kurva Regresi Linier Domba Jantan…………………………… ……..
18
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Formulir Pendataan Peternak ……………………………………… …..
37
2. Perhitungan Regresi Linier, y = a + bx …………………………… …...
38
3. Analisis Peragam untuk Membandingkan Rumus Pendugaan Jantan dan Betina Relatif Bobot Hidup (y) Terhadap Lingkar Dada (x) …………………………………………………… …..
40
4. Data Hasil Penelitian ……………………………………………… ……
42
PENDAHULUAN Latar Belakang Domba persilangan hasil perkawinan domba lokal dengan domba impor dari Australia berkembang dengan baik di Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Daerah ini memiliki lingkungan yang cocok. Domba ini disertifikasi dan diberi nama domba Batur. Domba Batur diternakkan dengan cara tradisional dan dikandangkan dengan sistem koloni atau kelompok, dalam satu kandang terdapat satu ekor jantan dan beberapa ekor betina. Pakan yang diberikan berupa hijauan. Bobot hidupnya cukup tinggi, pada jantan dapat mencapai 100 kg bahkan lebih. Populasi dari tahun ke tahun meningkat. Sekitar tahun 1990 populasinya 197 ekor dan pada tahun 2009 populasinya mencapai 16.889 ekor (Dinas Pertanian, Perikanan dan Peternakan Kabupaten Banjarnegara, 2009). Peternakan yang dikelola secara tradisional ini, membutuhkan manajemen yang baik untuk perkembangan dimasa depan. Secara praktis penentuan bobot hidup sangat diperlukan. Bobot hidup menentukan harga dalam jual beli, penentuan bibit, seleksi, perhitungan kebutuhan pakan, perhitungan luas kandang, penentuan dosis pengobatan, menentukan produksi daging, dan lain-lain. Secara umum ada dua teknik pengukuran bobot hidup seekor ternak, yaitu dengan penimbangan (weight scale) dan dengan pendugaan (estimation). Kedua teknik tersebut masing-masing memiliki keuntungan dan keterbatasan. Metode penimbangan merupakan cara paling akurat namun memiliki banyak kendala, antara lain keterbatasan jumlah alat dan tenaga kerja serta menyebabkan cekaman yang lebih besar bahkan pada domba betina di awal kebuntingan dapat mengalami keguguran. Metode pengukuran bobot hidup yang kedua adalah dengan pendugaan. Secara sederhana bobot hidup dapat diketahui menggunakan pita ukur yang didasarkan pada ukuran lingkar dada. Pita ukur tersebut menyatakan panjang lingkar dada yang digunakan untuk menduga bobot hidup. Hubungan lingkar dada dan bobot hidup dianalisis menggunakan analisis regresi linier yang didasarkan sebaran data pada kertas grafik. Lingkar dada merupakan penduga bobot hidup yang praktis dan mudah karena tidak dipengaruhi oleh posisi berdiri ternak tersebut pada saat pengukuran.
Perumusan Masalah Penentuan bobot hidup seekor ternak yang besar akan sulit bila dilakukan hanya menggunakan metode penimbangan karena peralatan dan tenaga kerja yang terbatas serta risiko yang harus ditanggung. Dugaan dengan mengandalkan perkiraan manusia pada umumnya akan menghasilkan bobot hidup yang kurang tepat. Mengetahui adanya kesulitan dalam menentukan bobot hidup domba Batur dimana memiliki postur tubuh yang besar, maka rumus pendugaan diharapkan dapat membantu masyarakat luas dalam menduga bobot hidup hanya dengan mengukur lingkar dada menggunakan pita ukur. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan rumus pendugaan bobot hidup pada domba Batur berdasarkan lingkar dada sehingga diharapkan dapat memudahkan masyarakat dalam menentukan bobot hidup domba tersebut.
TINJAUAN PUSTAKA Domba Batur Domba Batur merupakan domba persilangan antara domba impor dari Australia dengan domba lokal dan baru disertifikasi sebagai domba Indonesia pada tahun 2003. Domba ini disebut sebagai domba Batur karena berkembang dan tumbuh dengan baik di Kecamatan Batur, Banjarnegara, Jawa Tengah sejak tahun 1984. Pada zaman Orde Baru, terdapat kebijakan pemerintah dalam bidang peternakan untuk mengembangkan domba persilangan dari Negara Australia di seluruh wilayah di Indonesia. Australia memiliki kebijakan dalam ekspor-impor ternak terutama domba. Domba Merino sangat dilindungi kemurniannya sehingga tidak pernah diizinkan untuk diekspor. Australia hanya mengekspor hasil persilangan Merino. Domba yang telah diimpor, terlebih dahulu dikembangbiakkan di Tapos. Tapos mengirimkan domba biakan ke beberapa wilayah di Indonesia termasuk Kecamatan Batur (Kelompok Tani Ternak Mantap, 2003). Domba Batur memiliki ciri khas, yaitu bulu putih yang dapat menutupi seluruh muka seperti Dorset. Domba Dorset dan domba Merino termasuk dalam jenis domba yang tidak mengenal musim dalam bereproduksi, sesuai dengan kondisi di Indonesia yang tidak mengenal musim kawin. Domba Batur memiliki postur tubuh yang besar dan kuat. Umumnya, domba Batur jantan memiliki postur tubuh yang lebih besar dibandingkan dengan betina. Bobot hidup domba ini pada umumnya 80 kg untuk jantan dan 60 kg untuk betina pada umur I2. Selain keunggulan dalam bobot hidupnya yang tinggi, domba ini juga memiliki keunggulan lain yaitu jenis atau tekstur bulu yang sangat halus dan lebat hampir menyerupai bulu domba Merino. Domba Batur merupakan jenis domba yang tidak bertanduk baik pada jantan maupun betina. Litter size yang tinggi juga dimiliki oleh domba ini, karena mampu menghasilkan 1-4 ekor anak dalam satu kali kelahiran. Penjualan domba Batur terbatas sebagai bibit karena harga jual yang relatif mahal dan populasi yang tersedia belum terlalu banyak hingga saat ini. Data populasi domba di Kecamatan Batur disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Populasi Domba Batur di Kecamatan Batur Tahun
Anak dan muda (ekor)
Dewasa (ekor)
Jantan
Betina
Jantan
Betina
2007
1185
2752
2808
8523
2008
1230
3008
3014
8601
2009
1388
3245
2654
9602
Sumber : Dinas Pertanian, Perikanan dan Peternakan Kabupaten Banjarnegara, 2009
Dari data populasi di atas, peningkatan populasi domba Batur sebesar 5,9% per tahun. Penjualan domba ini dapat dilakukan melalui pemesanan atau datang langsung ke peternak. Pada umumnya, domba dijual berdasarkan bobot hidupnya, namun karena kesulitan dalam penimbangan maka penjualan ini didasarkan pada besar tubuhnya saja. Domba Batur memiliki bulu yang sangat lebat bahkan dapat mencapai 10 cm. Jenis bulu yang tumbuh, tingkat kehalusan dan kecerahan bulu, serta proporsi tubuh yang pas dan ideal menjadi patokan genetik dan kualitas dari domba tersebut. Domba Lokal Domba lokal masing-masing daerah pada dasarnya sama, namun terdapat perbedaan perkembangan tubuhnya. Domba lokal merupakan bangsa domba kecil dengan bobot hidup 25-35 kg/ekor dan tinggi 57 cm untuk betina. Jantan tingginya 60 cm dengan bobot hidupnya 40-60 kg/ekor dengan rata-rata bobot karkas adalah 19 kg/ekor. Domba lokal mampu hidup di daerah yang gersang (Devendra dan Mcleroy, 1982). Tanda dari bangsa ini antara lain memiliki badan yang relatif kecil, warna bulu dominan putih, pada bagian mata dan pada hidung terdapat bercak hitam. Telinga berukuran sedang, tanduk melengkung ke dalam bagi jantan dan tidak bertanduk bagi betina. Domba ini bersifat prolific (dapat melahirkan anak kembar 25 ekor), walaupun dianggap kurang fertile (Mulyono, 2003). Domba Merino Domba Merino berasal dari daerah Asia kecil. Berkembang baik di Spanyol, Inggris dan Australia. Domba Merino terkenal sebagai domba penghasil wol terbaik dengan panjang bulu dapat mencapai 10 cm (Mulyono, 2003). Produksi wol dapat mencapai 10 kg wol/ekor. Domba betina tidak memiliki tanduk, sedangkan domba
jantan memiliki tanduk yang besar, kokoh dan kuat. Bobot hidupnya dapat mencapai 66-79 kg/ekor untuk jantan dan 45-61 kg/ekor untuk betina (Kammlade dan Kammlade, 1955). Domba Dorset Domba Dorset merupakan tipe pedaging yang bagus dan tipe wol yang sedang. Wol domba ini menutupi seluruh permukaan tubuh termasuk mukanya. Pertumbuhan wol dapat mencapai panjang 7,62-10,16 cm pertahun. Domba ini berasal dari Inggris (Mulyono, 2003). Bobot dewasa pada jantan adalah 100-125 kg/ekor dan untuk betina adalah 70-90 kg/ekor. Persentase karkasnya 50-65% dari bobot hidup. Secara umum, domba Dorset jantan dan betina memiliki tanduk yang melingkar. Domba ini tidak memiliki musim kawin sehingga dapat kawin kapan saja dan memiliki produksi susu yang cukup banyak (Kammlade dan Kammlade, 1955). Domba Dorset-Merino memiliki bobot hidup seperti Dorset dan kualitas bulu seperti Merino, domba ini merupakan hasil persilangan yang sangat baik (Ensminger, 2002). Hubungan Bobot Hidup dengan Ukuran Linier Tubuh Ukuran-ukuran permukaan tubuh hewan mempunyai banyak kegunaan antara lain untuk menaksir bobot hidup dengan ketelitian cukup tinggi, serta untuk memberi gambaran bentuk tubuh hewan sebagai ciri khas suatu bangsa. Hal ini dipertegas melalui hasil penelitian yang dilakukan Salamahwati (2004), bahwa seleksi terhadap ukuran-ukuran tubuh dan morfologi tubuh merupakan faktor penyebab perbedaan karakteristik antara domba Garut tipe tangkas dan tipe pedaging. Ukuran-ukuran tubuh ternak dapat berbeda satu sama lain. Korelasi disebut positif apabila peningkatan satu sifat menyebabkan peningkatan pada sifat lain. Apabila satu sifat meningkat sedangkan sifat lain menurun maka korelasinya disebut negatif (Laidding, 1996). Diwyanto (1982) menyatakan bahwa ukuran linier tubuh yang berhubungan erat dengan bobot hidup adalah lingkar dada dan panjang badan. Panjang dada pada domba adalah jarak antara tulang duduk sampai bahu. Lingkar dada diukur melingkar di belakang sendi siku (Winters, 1948). Lingkar dada, tinggi pundak, dalam dada dan panjang badan berkorelasi positif dengan bobot hidup (Abubakar dan Harmaji, 1980; Jamal, 2007; Utami, 2008). Bertambah besarnya hewan ke arah samping akibat pertambahan bobot hidup adalah nyata. Lingkar dada adalah bagian tubuh yang mengalami perbesaran kearah
samping. Hal ini dipertegas oleh Doho (1994), pertambahan bobot badan hewan menyebabkan hewan tambah besar dan diikuti dengan pertambahan kekuatan dan perkembangan otot yang ada di daerah dada sehingga ukuran lingkar dada semakin meningkat. Otot yang menghubungkan kaki depan dengan dada antara lain adalah musculus trapezius thoracis, musculus pectoralis siperficialis, musculus latissimus dorsi, musculus rhomboideus, dan musculus pectoralis profundus (Herman, 2004). Pendugaan Bobot Hidup Pendugaan bobot hidup ternak telah banyak dilakukan (Anderson dan Kiser, 1963; Sastry dan Thomas, 1976; Herman et al., 1985; Hanibal, 2008; Utami, 2008; Jamal, 2007; Winters, 1948; Sutardi, 1985, Slippers et al., 2000; Pesmen dan Yardimci, 2008; Branton dan Salisbury, 1945; Alade et al., 2008; Machebe dan Ezekwe, 2010 dan Brody, 1945). Pertambahan bobot hidup hampir bersamaan dengan perubahan bentuk tubuh sehingga ukuran-ukuran tubuh dapat digunakan sebagai penduga bobot hidup. Jenis ternak, fase pertumbuhan, bangsa dan habitat yang berbeda umumnya akan menghasilkan rumus yang berbeda pula. Ukuran tubuh sudah lama digunakan untuk menduga bobot berbagai ternak, dengan ketelitian cukup tinggi (Winters, 1948). Bobot hidup sapi perah induk dan dara oleh Anderson dan Kiser (1963), diduga dengan lingkar dada menggunakan rumus : bobot hidup (lbs) = 0,342 x (lingkar dada (inci) + angka koreksi)1.85. Rumus pendugaan bobot hidup sapi perah yang dikemukakan oleh Sutardi (1985) mempunyai ketelitian yang tinggi. Rumus tersebut adalah persamaan kuadrat antara bobot hidup dengan lingkar dadanya. Persamaan ini perlu dibedakan antara jantan dan betina, serta kondisi tubuh (kurus, normal atau gemuk). Persamaan yang dikemukakan tersebut praktis digunakan di lapangan. Sastry dan Thomas (1976) membedakan rumus-rumus yang berbeda pada kerbau, antara lain adalah kerbau tidak bunting dan masa kering, kerbau yang tidak menghasilkan susu tapi bunting dan kerbau yang menghasilkan susu memiliki rumus masing-masing. Apriliyani (2007) menyatakan bahwa lingkar dada selalu menjadi parameter penentu bobot hidup pada tiap persamaan pendugaan bobot hidup, bahkan menjadi parameter utama. Pendugaan bobot hidup sapi Simental menggunakan persamaan berganda dibatasi pada bobot hidup (BH) tertentu. Penelitian yang dilakukan oleh Branton dan Salisbury (1945) terhadap 50 ekor sapi Holstein dan Guernsey
menunjukkan hubungan yang dekat antara ukuran lingkar dada dan bobot hidup (r = 0,976). Persamaan yang didapatkan adalah y = 53,42 x – 2827,40, dimana y adalah bobot hidup dugaan (kg) dan x adalah ukuran lingkar dada (cm). Winters (1948) menduga rumus untuk bobot hidup babi dan domba. Bobot tubuh babi (lbs) dapat diduga dengan rumus lingkar dada (inci) x lingkar dada (inci) x panjang badan (inci) : 400. Posisi kepala saat pengukuran berpengaruh terhadap ukuran panjang badan yang didapatkan. Posisi kepala sebaiknya tidak terlalu rendah atau terlalu tinggi. Rumus pendugaan ini lebih teliti untuk babi berbobot lebih rendah dari 300 lbs, dibandingkan dengan babi berbobot lebih tinggi. Pendugaan bobot hidup babi yang dilakukan oleh Machebe dan Ezekwe (2010) menunjukkan bahwa ukuran lingkar dada adalah penduga yang baik untuk bobot hidup dibandingkan dengan panjang badan dan jarak antara flank, karena nilai koefisien determinasinya 95%. Lima puluh dua ekor kambing Nguni diduga bobot hidupnya oleh Slippers et al. (2000) menggunakan korelasi Pearson dan persamaan regresi linier antara bobot hidup dengan lingkar dada, dengan membedakan jantan dan betina. Persamaan untuk betina adalah y = -47,6799 + 1,07677 x dengan R2 = 94,3%, sedangkan untuk jantan adalah y = -43,0277 + 0,992924 x dengan R2 = 88,1%. Pendugaan bobot hidup menggunakan lingkar dada pada kambing Nguni ini dilakukan karena pengukuran lingkar dada lebih mudah dan akurat dibandingkan ukuran tubuh lainnya. Berbeda halnya dengan pendapat yang dikemukakan oleh Pesmen dan Yardimci (2008) yang menduga bobot hidup kambing Seanen menggunakan beberapa ukuran tubuh. Ukuran tubuh yang digunakan adalah lingkar dada, panjang shank, panjang badan, dan dalam dada. Nilai korelasi yang tertinggi adalah antara bobot hidup dengan lingkar dada. Lingkar dada merupakan ukuran terbaik untuk memprediksi atau menduga bobot hidup (Alade et al., 2008). Penggunaan beberapa ukuran tubuh akan meningkatkan keakuratan dalam rumus pendugaan, misalnya kombinasi antara lingkar dada dengan panjang badan dan tinggi badan akan menghasilkan dugaan yang lebih baik (Pesmen dan Yardimci, 2008; Alade et al., 2008). Bobot tubuh domba (lbs) dapat diduga dengan rumus yang berlaku untuk sapi pedaging. Pengukuran lingkar dada domba yang tidak dicukur, bulunya perlu dibuka
dengan hati-hati sehingga tebal bulu tidak termasuk ke dalam pengukuran. Ukuran yang diperlukan adalah lingkar dada dan panjang badan. Rumus tersebut adalah lingkar dada (inci) x lingkar dada (inci) x panjang badan (inci) : 300 (Winters, 1948). Domba Tansaka 131 ekor dan 109 kambing Red Sokoto diteliti rumus pendugaan bobot hidupnya oleh Butswat (1998) menggunakan persamaan regresi geometrik antara ukuran lingkar dada (x) dan bobot hidup (y). Rumus tersebut adalah y = 0,00016 x2,78 pada domba Tansaka, dan y = 0,0000658 x3,038 pada kambing Red Sokoto. Nurhayati (2004) menduga bobot hidup (y) domba Priangan yang terdapat di Kabupaten Garut melalui ukuran lingkar dada (x), menggunakan rumus : y = 11,82 – 0,52 x + 0,01 x2 Koefisien regresi antara lingkar dada, panjang badan dan lingkar skrotum dengan bobot hidup bernilai positif dan bersifat nyata sehingga secara langsung mempengaruhi bobot hidup (Hanibal, 2008). Utami (2008) menyatakan bahwa lingkar dada dan dalam dada mempunyai hubungan erat dengan bobot hidup sehingga dapat digunakan sebagai penduga bobot hidup disamping tinggi pundak, panjang badan, lebar dada pada domba lokal di Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan Jonggol (UP3J). Berbeda halnya dengan Jamal (2007) yang meneliti domba lokal, panjang badan menjadi penduga bobot hidup disamping tinggi pundak, dalam dada dan lingkar dada. Perbedaan peubah ini disebabkan oleh jenis ternak, bangsa, genetik dan manajemen lingkungan. Hardjosubroto (1994) mengemukakan bahwa lingkar dada dan panjang badan merupakan indikator bobot hidup suatu ternak yang dapat digunakan bila tidak memungkinkan dilakukan penimbangan. Berdasarkan Analisis Komponen Utama (AKU) oleh Hanibal (2008), penciri ukuran pada seluruh domba yang diamati adalah lingkar dada. Elastisitas lingkar dada terhadap bobot hidup domba menduduki urutan tertinggi dibandingkan elastisitas bobot hidup terhadap panjang badan dan lingkar skrotum. Penelitian Herman et al. (1985) terhadap 295 ekor kambing Peranakan Etawah dari lepas susu hingga dewasa menunjukkan bahwa persamaan allometris gabungan jantan dan betina untuk bobot hidup dan lingkar dada adalah log y = 0.2930 + 0.3286 log x dengan nilai r sebesar 0.9677. Persamaan garis kuadratis yang
didapatkan antara lingkar dada dan bobot hidup adalah y = -6.25 + 0.104 x + 0.0046 x2 dengan nilai r2 sebesar 0.9616. Brody (1945) mengemukakan bahwa bentuk kurva pertumbuhan ternak adalah parabola dan mengikuti rumus persamaan y = axb . Beberapa pendugaan yang dilakukan oleh Brody (1945) ini menggunakan persamaan allometris, hal ini dilakukan untuk memudahkan perhitungan data yang sebarannya berbentuk parabola tersebut. Pendugaan bobot hidup selain menggunakan ukuran linier tubuh juga dapat menggunakan komponen penyusun tubuh, misalnya jumlah bulu dan berat hati. Rumus pendugaan menggunakan dua peubah bahkan lebih kurang praktis karena posisi berdiri ternak sangat mempengaruhi pengukuran. Pengukuran lingkar dada akan lebih praktis dibandingkan dengan panjang badan, dalam dada, tinggi pundak dan ukuran linier tubuh lainnya. Pengukuran lingkar dada lebih mudah karena dapat diukur pada ternak dengan posisi apapun. Ukuran lingkar dada tidak dipengaruhi oleh posisi berdiri tubuh (Herman, 1985).
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Batur Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, pada bulan Juli hingga Agustus 2009. Materi Hal yang dipelajari dari domba Batur meliputi populasi, lingkungan, manajemen dan pemasaran yang didapatkan dari Kantor Penyuluh Pertanian Lapang Kecamatan Batur. Pengambilan data dilakukan secara acak, antara jantan dan betina dipisahkan. Betina bunting tidak diikutkan dalam pengukuran. Data diambil dari domba di Kecamatan Batur sebanyak 101 ekor (32 ekor jantan dan 69 ekor betina) tanpa memperhatikan faktor umur. Ukuran tubuh dan bobot hidup didapatkan dari domba Batur yang dipelihara oleh Kelompok Tani-Ternak Mantap. Pengukuran bobot hidup dilakukan menggunakan timbangan dengan kapasitas 150 kg, sedangkan ukuran lingkar dada menggunakan pita ukur kapasitas 150 cm. Prosedur Data sekunder didapatkan dari Kantor Penyuluh Pertanian Lapang Kecamatan Batur, Dinas Pertanian, Perikanan dan Peternakan Kabupaten Banjarnegara, dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Banjarnegara. Survey dilakukan dengan mewawancarai beberapa peternak domba Batur anggota Kelompok TaniTernak Mantap menggunakan lembaran kuisioner (Lampiran 1). Pengukuran ukuran linier tubuh dan bobot hidup domba dilakukan pada domba yang dimiliki oleh kelompok tersebut. Pengambilan data primer dilakukan pada pukul 09.00-11.00 WIB. Alat yang digunakan adalah pita ukur dan timbangan. Pengukuran lingkar dada dan bobot hidup digunakan untuk menduga bobot hidup. Peubah yang diamati: 1) Lingkar Dada (LD), pengukuran lingkar dada dilakukan dengan mengukur lingkar dada tepat dibelakang siku depan atau pada lingkar dada terendah menggunakan pita ukur kapasitas 150 cm. 2) Bobot Hidup (BH), diukur menggunakan timbangan gantung dengan kapasitas 150 kg.
Analisis Data Domba Batur yang digunakan memiliki kisaran bobot hidup antara 4-105 kg/ekor pada jantan dan 3-50 kg/ekor pada betina. Faktor umur dalam penelitian ini tidak diamati. Hubungan antara lingkar dada dan bobot hidup dipelajari dengan menggunakan sebaran data pada kertas grafik. Sebaran yang berbentuk non linier (parabola), dilakukan analisis berdasarkan rumus pertumbuhan, yaitu : y = axb yang dalam perhitungannya diubah menjadi log y = log a + b log x (Brody, 1945). Sebaran data yang membentuk garis lurus atau linier, diolah menggunakan analisis regresi linier sesuai dengan persamaan : y = a + bx, dengan keterangan sebagai berikut : y a b x
: : : :
nilai bobot hidup dugaan (kg) intersep koefisien regresi/slope ukuran lingkar dada (cm)
Dari analisis di atas dapat dihitung nilai korelasi (r) dan koefisien determinasi (R2). Nilai korelasi menunjukkan keeratan hubungan antara peubah x dan y, sedangkan nilai koefisien determinasi menunjukkan besarnya keragaman peubah x yang mempengaruhi keragaman peubah y. Perbedaan dalam pendugaan antara jantan dan betina diuji menggunakan analisis co-varian (Snedecor dan Cochran, 1978).
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Kabupaten Banjarnegara merupakan salah satu Daerah Tingkat II di Propinsi Jawa Tengah. Wilayahnya terletak pada jalur Pegunungan Kendeng Utara dan Serayu Selatan di bagian tengah Jawa Tengah, sebelah barat yang membujur dari arah Barat ke Timur. Luas wilayahnya adalah 1.069,71 km2 atau 3,10% dari luas Propinsi Jawa Tengah dengan ketinggian lebih dari 100 m di atas permukaan laut. Batas-batasnya adalah sebelah Utara Kabupaten Batang dan Pekalongan, di sebelah Timur Kabupaten Wonosobo, di sebelah Selatan Kabupaten Kebumen serta sebelah Barat Kabupaten Purbalingga dan Banyumas. Kabupaten ini terdiri atas 20 kecamatan dengan 238 desa dan 10 kelurahan. Kecamatan Batur merupakan salah satu kecamatan dari Kabupaten Banjarnegara yang berbatasan dengan Kabupaten Batang dan Wonosobo. Kecamatan ini terletak 42 km dari Ibu Kota Kabupaten Banjarnegara. Keadaan geografis Kecamatan Batur terdapat pada Tabel 2. Tabel 2. Keadaan Geografis Kecamatan Batur Keterangan
Kecamatan Batur
Ketinggian
1663-2093 m dpl
Topografi
Dataran tinggi
Suhu rata-rata
18 oC
Kelembaban udara
84-85%
Curah Hujan
2238 mm/tahun
Luas Wilayah
4.717,100Ha
Sumber : Dinas Pertanian, Perikanan dan Peternakan Kabupaten Banjarnegara, 2009
Kondisi Kecamatan Batur berpotensi untuk mengembangkan usaha peternakan karena kondisi tersebut mampu membantu pertumbuhan tanaman, sehingga hijauan melimpah dan mampu meningkatkan produksi ternak lokal. Hal ini didasarkan pada pernyataan Williamson dan Payne (1993) bahwa suatu daerah yang memiliki suhu ±27oC, dengan jumlah curah hujan 2.032-3.048 mm/tahun sangat cocok untuk usaha peternakan. Masyarakat Kecamatan Batur umumnya bekerja sebagai petani dengan pekerjaan sampingan sebagai peternak. Melalui pengawasan dan bimbingan dari Petugas Penyuluh Peternakan Lapang, masyarakat membentuk
Kelompok Tani-Ternak (KTT) untuk memudahkan dalam penyuluhan, pertukaran informasi dan keluhan serta dalam hal pengembangan usaha baik bidang pertanian maupun peternakan. Beberapa kelompok yang terbentuk antara lain adalah Kelompok Tani-Ternak (KTT) Mantap, Barokah, Caping Gunung dan Sido Hasil. Masing-masing kelompok tersebut memiliki peraturan dan kebijakan sendiri, namun tetap ada dalam pengawasan Petugas Penyuluh Pertanian Lapang. KTT Mantap dibentuk pada tanggal 4 Februari 1994 yang diketuai oleh M. Faizin dengan aggota berjumlah 27 orang. Jumlah domba yang dimiliki dari 459 ekor pada tahun 2000, 623 ekor tahun 2002 dan terus bertambah hingga saat ini jumlahnya lebih dari 16.000 ekor. Beberapa prestasi telah diraih oleh kelompok ini. Tahun 1996 menjadi Juara I Lomba Kelompok Tani-Ternak Tingkat Kabupaten Banjarnegara dan Propinsi Jawa tengah, tahun 2003 menjadi Kelompok Tani-Ternak Domba Terbaik Tingkat Propinsi Jawa Tengah dan menjadi Juara I Lomba Agribisnis Peternakan Tingkat Nasional. Pemberian pakan dilakukan 2-3 kali sehari berupa hijauan dan konsentrat. Hijauan yang diberikan sebanyak 15-20 kg, sedangkan konsentrat sebanyak satu ember untuk satu kandang yang sebelumnya telah ditambahkan air (diencerkan). Hijauan yang diberikan berupa rumput lapang, limbah pertanian (kentang, kol, wortel, dll). Pakan hijauan diberikan pada pagi hari sebelum berangkat ke ladang dan sore hari menjelang malam. Beberapa peternak memberikan pakan pada siang hari berupa konsentrat. Pemberian konsentrat dibatasi hanya pada induk yang bunting, setelah beranak dan sakit. Garam dapur digantung pada sebuah bambu di atas kandang pada ketinggian yang masih bisa dijangkau domba sebagai sumber mineral tambahan. Kandungan air pada hijauan dan limbah pertanian cukup tinggi, sehingga tidak disediakan air minum tersendiri. Letak kandang domba terpisah dari rumah. Kandang panggung terbuat dari bahan bambu dan kayu dengan atap genteng dan seng. Lantai kandang dibuat sekat selebar 1-2 cm sehingga kotoran tidak terinjak-injak oleh domba. Kadang dilengkapi dengan tempat pakan, penampung kotoran dan penampung pakan sementara. Ukuran kandang yang umum digunakan 1,0x1,5 m2 untuk 2 ekor domba dengan rasio jantan dan betina adalah 1:10. Sistem perkandangan yang digunakan adalah sistem intensif dan koloni, sehingga perkawinan ternak terjadi secara individual. Betina bunting tua
dan setelah beranak dikandangkan tersendiri untuk mengurangi tingkat mortalitas dan memudahkan dalam pemberian pakan. Sistem IB (Inseminasi Buatan) pernah dikembangkan namun dirasa kurang efektif karena keterbatasan peralatan dan biaya IB yang relatif mahal, sehingga hampir tiap peternak memiliki pejantan sendiri dan mereka lebih memilih untuk bertukar pejantan. Pencukuran bulu dilakukan 2 bulan sekali dan jika domba tersebut hendak dijual. Pencukuran bulu perlu dilakukan karena dapat menimbulkan penyakit. Penyakit yang sering menyerang domba Batur adalah mencret, kembung dan cacingan. Pengobatan yang dilakukan masih bersifat sederhana dan tradisional. Domba Batur jarang terserang penyakit karena didukung dengan ketahanan fisik domba, kebersihan dan kondisi lingkungan kandang yang baik. Domba Batur sangat bermanfaat bagi masyarakat baik dari domba itu sendiri, kotoran dan bulunya. Usaha yang ditekankan oleh masyarakat adalah usaha pembibitan domba. Pada umumnya domba yang dijual sebagai bibit adalah domba lepas sapih hingga domba dewasa kelamin. Harga jualnya masih tinggi berkisar 1-3 juta rupiah perekor tergantung kualitas. Pasar penjualannya meliputi pasar lokal, wilayah sekitar kecamatan setempat hingga luar jawa. Kotoran domba digunakan sebagai pupuk tambahan untuk ladang masyarakat. Bulu domba dimanfaatkan untuk kerajinan tangan seperti pembuatan rajutan dan barang lain dengan harga jual yang cukup tinggi. Namun karena kekurangan alat dan tenaga maka usaha ini kurang berkembang. Pemerintah cukup baik dalam memberikan perhatian terhadap perkembangan usaha domba di daerah ini. M isalnya dengan pengadaan penyuluhan rutin, permodalan, pengadaan obat-obatan ternak, pelatihan, sertifikasi domba Batur dan pengusahaan hak paten domba Batur yang masih berlangsung hingga saat ini. Beberapa penelitian pun telah dilakukan dari berbagai institusi pendidikan terhadap domba ini, yaitu dari Universitas Jendral Soedirman, Universitas Diponegoro dan Institut Pertanian Bogor.
Pendugaan Bobot Hidup Sebaran Data Sebaran data bobot hidup (y) terhadap lingkar dada (x) baik pada jantan maupun betina terdapat pada Gambar 1. Bila dilihat secara umum, sebaran titik antara jantan dan betina berbeda. Bobot hidup jantan yang diambil dimulai dari 4105 kg/ekor, sedangkan pada betina mulai dari 3-50 kg/ekor.
Gambar 1. Sebaran Data Antara Bobot Hidup dan Lingkar Dada Variasi data jantan lebih tinggi dibandingkan betina. Hal ini dapat dilihat dari sebaran data betina yang berkerumun pada bobot badan 25-45 kg/ekor, sedangkan jantan memiliki data yang menyebar. Bobot hidup betina pada umur dewasa lebih seragam dibandingkan jantan, karena jumlah populasi betina lebih besar dibandingkan populasi jantan. Sebagian besar betina dewasa tergolong dalam kondisi sedang hingga kurus. Gambar 1. menunjukkan bahwa sebaran data baik jantan maupun betina bersifat linier atau lurus. Pendugaan rumus menggunakan analisis regresi linier pernah dilakukan oleh Branton dan Salisbury (1945) terhadap 50 ekor sapi Holstein dan Guernsey. Slippers et al. (2000) juga menggunakan analisis regresi linier untuk menduga 52 ekor kambing Nguni melalui ukuran lingkar dada dan bobot hidup. Pengukuran lingkar dada lebih mudah dan lebih akurat karena tidak dipengaruhi oleh
posisi tubuh sehingga efektif dan efisien untuk menduga bobot hidup. Pada domba, pengukuran lingkar dada perlu lebih hati-hati terlebih lagi bila domba tersebut memiliki bulu yang tebal. Bulu tersebut harus dibuka perlahan dan diusahakan agar tebal bulu tidak ikut terukur. Tingginya nilai eror pada penelitian dimungkinkan karena tebal bulu ada yang ikut terukur dalam pengukuran lingkar dada dan isi saluran pencernaan yang akan mempengaruhi besarnya bobot hidup saat penimbangan. Analisis Regresi Linier Sebaran data jantan dan betina terlihat berbeda sehingga dalam pengolahan data dipisahkan antara jantan, betina dan gabungan. Hasil perhitungan analisis regresi linier dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil Analisis Regresi Linier dan Uji Ancova Jenis Kelamin Jumlah Ternak (ekor)
Jantan
Betina
Gabungan
32
69
101
A
Intersep (a)
b
-93,62
-37,50
Koef. Regresi (b±Sb)
1,851A±0,0656
0,9385b±0,0403
1,4692±0,0352
SK (b±Sb.t0.05)
1,7171-1,9849
0,0858-1,019
1,3994-1,539
0,9817
0,9435
0,9095
96,4
89,0
82,7
Korelasi (r) R2 (%) 2
Keterangan: R = koefisien determinasi; (P<0,01).
A,b
-72,3364
= subkrip menyatakan perbedaan yang sangat nyata
Hasil analisis Regresi Linier pada gabungan memiliki nilai korelasi dan koefisien determinasi lebih rendah dibandingkan jantan saja ataupun betina saja. Setelah diuji menggunakan ancova, terdapat perbedaan antara jantan dan betina yaitu pada nilai intersep dan koefisien regresi. Perbedaan antara jantan dan betina pada intersep adalah sangat nyata, yang berarti pada lingkar dada yang sama terdapat perbedaan bobot hidup. Doho (1994) menyatakan bahwa bobot hidup dan ukuran linier tubuh domba jantan dan betina berbeda karena perbedaan hormon yang dimilikinya. Jantan memiliki nilai koefisien regresi yang lebih tinggi (P<0,01) dibandingkan dengan betina, yang menunjukkan perbedaan pertambahan bobot hidup terhadap setiap pertambahan lingkar dada. Nilai koefisien regresi dengan selang
kepercayaan 95%, yang sesunggungnya adalah kisaran antara 1,7171 hingga 1,9849 pada jantan dan kisaran antara 0,7775 hingga 0,858 pada betina. Pembedaan jantan dan betina pada penelitian ini juga dilakukan oleh Sutardi (1985). Namun pada penelitian Nurhayati (2004) dan Herman et al. (1985), jantan dan betina tidak berbeda. Pembedaan jantan dan betina pada pendugaan sebenarnya cukup merepotkan karena jantan dan betina masing-masing memiliki pita ukur yang berbeda. Hal ini akan mempersulit penerapan rumus di lapangan oleh masyarakat. Nilai korelasi antara lingkar dada dan bobot hidup cukup tinggi, pada domba jantan dan betina berturut-turut adalah 0,9817 dan 0,9435. Nilai koefisien determinasi (R2) untuk jantan adalah 96,4% sedangkan untuk betina adalah 89,00%. Berdasarkan data tersebut maka rumus pendugaan untuk jantan dan betina perlu dibedakan. Kurva Regresi Linier dan Uji Keakuratan Kurva regresi linier antara jantan dan betina berbeda. Gambar 2 adalah kurva regresi linier pada domba jantan. Bobot hidup (kg)
Lingkar dada (cm)
Gambar 2. Kurva Regresi Linier Domba Jantan Persamaan regresi linier jantan adalah y = -93,62 + 1,851 x. Artinya setiap kenaikan satu satuan ukuran lingkar dada (x) maka akan terjadi peningkatan bobot hidup (y) sebesar 1,851 satuan. Koefisien determinasinya sebesar 96,4%, artinya 96,4% keragaman bobot hidup dipengaruhi oleh keragaman lingkar dada. Nilai
koefisien determinasi jantan lebih tinggi dibandingkan betina, dengan kata lain rumus pendugaan jantan lebih akurat dibandingkan dengan rumus pendugaan pada betina. Kurva regresi linier pada betina disajikan pada Gambar 3.
Bobot hidup (kg)
Lingkar dada (cm)
Gambar 3. Kurva Regresi Linier Domba Betina Sumbu x pada kurva di atas menunjukkan lingkar dada sedangkan sumbu y adalah bobot hidup. Kurva di atas menggambarkan sebaran data sekaligus garis regresi linier yang terbentuk dari olahan data yang diperoleh. Persamaan regresi linier yang didapatkan adalah y = -37,50 + 0,9385 x. Berdasarkan rumus tersebut maka setiap kenaikan satu satuan ukuran lingkar dada (x) maka akan terjadi kenaikan sebesar 0,9385 satuan bobot hidup (y). Nilai koefisien determinasinya adalah 89,00%, artinya sebesar 89,00% keragaman bobot hidup dipengaruhi oleh keragaman lingkar dada. Nilai koefisien determinasi digunakan untuk mengukur keakuratan dari rumus pendugaan yang diperoleh. Semakin tinggi nilai koefisien determinasi maka rumus pendugaan tersebut semakin akurat. Uji Keakuratan Uji keakuratan perlu dilakukan untuk mengetahui keakuratan rumus pendugaan terhadap ukuran tubuh domba yang sebenarnya. Pengujian dilakukan
menggunakan ukuran bobot hidup dan lingkar dada yang tidak dimasukkan ke dalam pengolahan data persamaan tesebut. Pengujian tersebut disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Hasil Pengujian Rumus Pendugaan Jenis Kelamin
Jantan
Betina
Ukuran Sebenarnya LD (cm) BH (kg/ekor) 65 25
BH Dugaan (kg/ekor) 26,69
Ketelitian (%) 93,26
60
17
17,43
97,46
60
18
17,43
96,84
98
88
87,76
99,73
62
20
21,13
94,33
66
25
24,45
97,80
52
12
11,31
94,27
78
37
35,71
96,52
57,5
16,5
16,47
99,84
61
20
19,76
98,73
Keterangan : LD = Lingkar Dada; BH = Bobot Hidup; BH Dugaan = Bobot Hidup yang diduga menggunakan rumus
Dilihat dari Tabel 4, persentase ketelitian cukup tinggi karena lebih dari 90%, sehingga rumus ini cukup akurat untuk digunakan untuk menduga bobot hidup domba Batur melalui ukuran lingkar dada. Rumus pendugaan ini diharapkan bermanfaat untuk masyarakat, karena dapat memudahkan dalam menentukan bobot hidup tanpa harus menimbang satu persatu dalam jumlah yang cukup banyak. Masyarakat cukup hanya menggunakan pita ukur yang telah dibuat dengan persamaan ini.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Hasil penelitian dapat memberikan kesimpulan bahwa rumus pendugaan bobot hidup domba Batur melalui ukuran lingkar dada pada jantan dan betina perlu dipisahkan, karena sangat berbeda nyata (P<0,01) pada intersep dan koefisien regresinya. Sebaran data yang diperoleh baik jantan maupun betina berbentuk linier. Persamaan yang didapatkan untuk jantan dengan rentang lingkar dada 4-109 cm adalah y = -93,62 + 1,851 x, sedangkan untuk betina dengan rentang lingkar dada 4784 cm adalah y = -37,50 + 0,9385 x, nilai y menyatakan bobot hidup (kg) dan x adalah ukuran lingkar dada (cm). Saran 1. Ketebalan bulu perlu diperhatikan karena dapat menyebabkan bias pada hasil yang didapatkan. 2. Pengukuran pada betina harus hati-hati karena adanya faktor kebuntingan yang dimungkinkan tidak diketahui karena pada awal masa kebuntingan umumnya belum menampakkan gejalanya.
UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun dalam rangka melengkapi tugas akademik dan merupakan salah satu syarat meraih gelar Sarjana Peternakan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Ir. Maman Duldjaman, MS selaku pembimbing utama sekaligus pembimbing akademik dan Bapak Prof. Emeritus Dr. drh Rachmat Herman, MVSc selaku pembimbing anggota, karena dengan sepenuh hati dan penuh kesabaran telah membimbing, membagi pengalaman dan meluangkan waktu selama penelitian hingga penyusunan skripsi ini. Terima kasih kepada Dr. Despal, S.Pt. MSc. Agr. dan Dr. Jakaria, S.Pt. MSi. atas masukan yang sangat membangun bagi saya secara pribadi maupun skripsi. Terima kasih kepada keluarga Bpk. Mishad, Bpk. Faizin, Bpk. Didin (alm) dan segenap warga Kec. Batur (anggota KTT Mantap) atas bantuannya selama penelitian berlangsung. Penulis mengucapkan terima kasih yang utama dan tulus kepada keluarga tercinta : Ayahanda dan Ibunda, Mas Hikmawan dan Mbak Prita atas pengorbanan, do’a, restu dan motivasi yang senantiasa mengiringi gerak langkah penulis hingga saat ini. Keluarga besar Sutrisno, Keluarga besar Dasiman dan keluarga besar Mahmud atas do’a dan restunya. Terima kasih kepada M. Khairy telah mendampingi penulis selama megikuti studi hingga saat ini. Kepada keluarga Bunda Niken U., penulis ucapkan terima kasih atas kasih sayang, do’a restu, masukan yang sangat membangun baik materi maupun moril. Penulis juga sampaikan terima kasih kepada sahabat-sahabatku Puput, Besta, Vivi dan Titis atas segala bantuan dan dukungannya baik secara materil maupun moril yang diberikan, semoga Allah membalas segala budi baik kalian semua. Mayang, Tari, Citra dan Joko yang telah membantu dalam persiapan penelitian ini. Semua warga O’coll dan I’cill (IPTP 43) dan seluruh penghuni wisma Saldina, terima kasih atas segala bantuan, dukungan dan kerjasamanya. Terakhir penulis ucapkan terima kasih kepada civitas akademika Fakultas Peternakan IPB. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membacanya. Bogor, April 2010 Penulis
DAFTAR PUSTAKA Abubakar dan Harmaji. 1980. Korelasi antara berat hidup dengan lingkar dada, panjang badan dan tinggi gumba pada sapi PO di daerah Wonosari. Balai Penelitian Peternakan Bogor III : 14-16. Alade, N. K., A. O. Raji, dan M. A. Atiku. 2008. Determination of appropriate model for estimation of body weight in goats. ARPN Journal of Agric. And Biological Sci. 3(4):52-57 Anderson, A. L. dan J. J. Kiser. 1963. Introductory Animal Science. The MacMillan Company, New York. Apriliyani, I. N. 2007. Penampilan produksi dan pendugaan bobot hidup berdasarkan ukuran linier tubuh sapi lokal dan sapi persilangan. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut pertanian Bogor, Bogor. Branton, C. dan G. W. Salisbury. 1945. The estimation of the weight of bulls from heart girth measurements. Department of Animal Husbandry, Crnell University, Ithaca, New York. p:141-143 Brody, S. 1945. Bioenergetics and Growth. Hafner Publishing Company, Inc., New York. p. 633-663 Butswat, I. S. R. 1998. Relationship between chest girth and live weight in Tansaka sheep and Red Sokoto goats-validation test of prediction equation. Pertanika Journal Trop. Agric. Sci. 21(2):129 Devendra, C. and G. B. Mcleroy. 1982. Goat and Sheep Production in the Tropik. Longman and New York. 271p. Dinas Pertanian, Perikanan dan Peternakan Kabupaten Banjarnegara. 2009. Populasi Ternak Kabupaten Banjarnegara 2009. Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Diwyanto, K. 1982. Pengamatan fenotip domba Priangan serta hubungan antara beberapa ukuran tubuh dengan bobot badan. Tesis. Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Doho, S. R. 1994. Parameter fenotip domba Priangan serta hubungan antara beberapa ukuran tubuh dengan bobot badan. Tesis. Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Ensminger, M. E. 2002. Sheep and Goat Science. 6th Ed. Interstate Publishers, Inc., United State of America. Hanibal, M. V. 2008. Ukuran dan bentuk serta pendugaan bobot badan berdasarkan ukuran tubuh domba silangan lokal Garut jantan di Kabupaten Tasikmalaya. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliaan Ternak di Lapangan. PT Gramedia Widasarana Indonesia, Jakarta. Herman, R. 2004. Komposisi dan distribusi otot karkas domba priangan jantan dewasa. J. Indon. Trop. Anim. Agric. 29(2): 57-64.
Herman, R., Suwartono, dan Kadarman. 1985. Pendugaan bobot kambing Peranakan Etawah dari ukuran tubuh. Media Peternakan (1985), 10 (1) : 1-11. Jamal, M. K. 2007. Pendugaan Bobot Badan melalui ukuran-ukuran tubuh dengan pendekatan analisis regresi best subset pada domba Garut tipe tangkas, pedaging dan persilangannya. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Kammlade, W. G. dan W. G. Kammlade. 1955. Sheep Science. J. B. Lippncott Company. Chicago, Philadelphia, New York. Kelompok Tani Ternak Mantap. 2003. Profil Kelompok Tani Ternak Mantap. p 1-22 Laidding, A. R. 1996. Hubungan berat badan dan lingkar dada dengan beberapa sifat ekonomi penting pada sapi Bali. Buletin Ilmu Peternakan dan Perikanan. Universitas Hassanudin. Ujung Pandang. IV (10) : 127-133. Machebe, N. S. dan A. G. Azekwe. 2010. Predicting body weight of growingfinishing gilts raised in the tropics using linear body measurement. Asian J. Exp. Biol. Sci. 1(1):162-165. Mulyono, S. 2003. Teknik Pembibitan Kambing dan Domba. Penebar Swadaya, Jakarta. Nurhayati, L. 2004. Penampilan pertumbuhan domba Priangan di Kabupaten Garut. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Pesmen, G. dan M. Yardimci. 2008. Estimating the live weight using some body measurement in Saanen goats. Archiva Zootechnica 11(4):30-40. Salamahwati. 2004. Karakteristik fenotip domba Garut tipe tangkas dan tipe pedaging di Kabupaten Garut. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sastry, N. S. R dan C. K. Thomas. 1976. Farm Animal Management. Vikas Publishing Hourse PVT Ltd., New Delhi. Slippers, S. C., B. A. Letty, dan J. F. de Villiers. 2000. Prediction of the body weight of Nguni goats. South African Journal of Animal Science. 30(1):127-128. Snedechor, G. W. and W. G. Cochran. 1967. Statistical Methods. 6th Ed. Oxford and IBH Publishing Co. Sutardi, T. 1983. Pengaruh kelamin dan kondisi tubuh terhadap hubungan bobot badan dengan lingkar dada pada sapi Perah. Media Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. 8(2) : 32-43. Utami, T. 2008. Pola pertumbuhan berdasarkan bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh domba lokal di Unit Pendidikan Dan Penelitian Peternakan Jonggol (UP3J). Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Williamson, G. dan W. J. A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan Daerah Tropis. Terjemahan: S. G. N. Djiwa Darmadja. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Winters, L. M. 1948. Animal Breeding. John Wiley and Sons, Inc., New York.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Formulir Pendataan Peternak Data Peternak 1. Nama
:
2. Pendidikan
:
3. Mata Pencaharian Utama
:
4. Julmah Domba
:
5. Cara Pemeliharaan
:
6. Jumlah pakan/hari
:
7. Pendataan Ukuran Tubuh
:
No
Jenis Kelamin*)
Umur**)
Bobot Hidup (kg)
Lingkar Dada (cm)
Skor Kondisi***)
1 2 3 4 n
♀ (betina) atau ♂ (jantan)
Keterangan: *) diisi **) diisi kategori umur Belum Sapih, Lepas Sapih, I1, I2, I3, dan I4 ***) diisi kategori sangat Kurus, Kurus, Sedang, Gemuk, Sangat Gemuk
Lampiran 2. Perhitungan Regresi Linier, y = a + bx
∑x2 = (x12 + x22 + … + xn2)/n – (x1 + x2 + … + xn)2 ♂)
∑x2( ∑x2( ∑x2(gab) ∑y2( ∑y2( ∑y2(gab) ∑xy(
= ((62)2 + … + (73)2)/32 – (62 + … + 73)2 = 9945,5 ♀) = ((60)2 + … + (68)2)/69 – (60 + … + 68)2 = 8135,7391 = ((62)2 + … + (68)2)/101 – (62 + … + 68)2 = 18201,1881 ∑y2 = (y12 + y22 + … + yn2)/n – (y1 + y2 + … + yn)2 ♂)
= ((20)2 + … + (29)2)/32 – (20 + … + 29)2 ♀)= 35347,875 = ((19)2 + … + (28)2)/69 – (19 + … + 28)2 = 8049,8261 = ((20)2 + … + (28)2)/101 – (20 + … + 28)2 = 47496,6337 ∑xy = (x1y1 + x2y2 + … + xnyn)/n – ((x1 + x2 + … +xn)(y1 + y2 + … + yn))
♂)
= ((62x20) + … + (73x29))/32 – ((62 + … + 73)(20 + … + 29)) = 18405,75 = ((60x19) + … + (68x28))/69 – ((60 + … + 68)(19 + … + 28)) = 7635,0435 = ((62x20) + … + (68x28))/101 – ((62 + … + 68)(20 + … + 28)) ∑xy / ∑x = 26741,9802
♀)
∑xy( ∑xy(gab)
♂) b = b(
♀)
b( b(gab) ♂)
a( a( a(gab)
♀)
2
= 18405,75/9945,5 = 1,8507 = 7635,0435/8135,7391 = 0,9385 = 26741,9802/18201,1881 = 1,4692 a = y – bx = 43,56 – (1,8507)(74,12) = -93,6139 = 29,87 – (0,9385)(71,78) = -37,4955 = 34,21 – (1,4692)(72,52) = -72,3364
2 Syx = √ ∑y2 – ( ∑xy) / ∑x/n -2
Syx(
♂)
Syx(
♀)
= √ (35347,875 – (18405,75)2/2372)/32-2 = 6,5449 = √ (8049,8261 – (7635,0435)2/4953)/69-2 = 1,7899
Syx(gab) = √ (47496,6337 – (26741,9802)2/7325)/101-2 = 4,7437 Sb(
Sb = Syx / √ ∑x2 √ ♂) = 6,5449/ 9945,5 ♀) =
0,0656
Sb(
√ = 1,7899/ 8135,7391 √ = 0,0198
Sb(gab)
= 4,7437/ 18201,1881 = 0,0352 ∑xy / √
♂) r = r(
♀)
r( r(gab)
∑x2√∑y2
= 18405,75/ (9945,5)(35347,875) √ = 0,9817 √ = 7635,0435/ (8135,7391)(8049,8261) = 0,9435 = 26741,9802/ (18201,1881)(47496,6337) = 0.9095
♂) 2 2 R = (r) x 100%
R2( R2( R2(gab)
♀)
= (0,9817)2 x 100% = 94,6% = (0,9435)2 x 100% = 89,01% = (0,9095)2 x 100% = 82,7%
Lampiran 3. Analisis Peragam Untuk Membandingkan Rumus Pendugaan Jantan dan Betina Relatif Bobot Hidup (y) Terhadap Lingkar Dada (x) Perhitungan Regresi Linier, y = a + bx Jantan ∑x2 9945,5000
Betina 8135,7391
Gabungan 18201,1881
∑y2
35347,8750
8049,8261
47496,6337
∑xy
18405,7500
7635,0435
26741,9802
x
74,1200
71,7800
72,5200
y
43,5600
29,8700
34,2100
b
1,8507
0,9385
1,4692
a
-93,6139
-37,4955
-72,3364
Syx
6,5449
1,7899
4,7437
Sb
0,0656
0,0198
0,0352
r
0,9817
0,9435
0.9095
R2
94,6%
89,01%
82,7%
Lampiran 3. Lanjutan Analisis Peragam Antara Jantan dan Betina (Lingkar Dada dan Bobot Hidup) No Sumber Keragaman db ∑x2 ∑y2 ∑xy
b
db
JK
KT
1
Jantan
31
9945,5
35347,8750
18405,75
1,8507
30
1285,0694
42,8356
2
Betina
68
8135,7391
8049,8261
7635,0435
0,9385
67
884,6640
13,2039
3
Galat
97
2169,7334
22,3684
4
Jantan+Betina
98
5893,4734
60,1375
1
3723,739
3723,739
99
8206,1489
82,8904
1
2312,6765
2312,6765
99
5
perbedaan antar slope
6
Antara
7
Gabungan
8
100
119,949
4098,9326
701,1867
18201,1881
47496,6337
26741,9802
antara nilai tengah
1,4692
Keterangan : db = derajat bebas; JK = Jumlah Kuartil; KT = Kuadrat Tengah
Tes beda nyata b: F hitung = 3723,739/22,3684 = 166,47 > F tabel (1;97) = 3,951 (5%); 6,938 (1%) sangat berbeda nyata Tes beda nyata a: F hitung = 2312,6765/60,1375 = 38,4565 > F tabel (1;98) = 3,949 (5%); 6,934 (1%) sangat berbeda nyata
Lampiran 4. Data Hasil Penelitian Bobot Hidup
Lingkar Dada
(kg/ekor)
(cm)
lepas sapih
19
64
Jantan
lepas sapih
17
62
3
Jantan
lepas sapih
25
70
4
Betina
lepas sapih
19
60
5
Jantan
lepas sapih
17
60
6
Jantan
lepas sapih
14
62
7
Betina
g2
44
81
8
Betina
g2
36
84
9
Betina
g2
44
88
10
Betina
g2
49
86
11
Jantan
g4
85
94
12
Jantan
belum sapih
20
62
13
Betina
lepas sapih
24
73
14
Betina
g2
34
79
15
Jantan
belum sapih
18
60
16
Betina
g2
38
84
17
Jantan
belum sapih
9
51
18
Betina
belum sapih
17
60
19
Betina
g4
25
75
20
Betina
g4
35
83
21
Betina
g4
31
82
22
Jantan
belum sapih
19
62
23
Jantan
g2
87
94
24
Betina
belum sapih
5
51
25
Betina
belum sapih
12
56
26
Betina
belum sapih
16
58
27
Betina
belum sapih
14
57
28
Jantan
belum sapih
20
59
29
Jantan
belum sapih
15
57
30
Betina
g4
39
79
31
Betina
g4
35
75
32
Betina
g4
33
72
33
Betina
g2
42
87
34
Betina
g2
36
73
35
Betina
lepas sapih
21
69
No
Jenis Kelamin
Umur
1
Jantan
2
36
Jantan
g4
89
95
37
Jantan
belum sapih
13
56
38
Betina
g2
32
74
39
Betina
g2
33
75
40
Betina
lepas sapih
34
78
41
betina
lepas sapih
31
69
42
Betina
g2
37
81
43
Jantan
g4
88
95
44
Betina
g4
43
86
45
Betina
g4
40
82
46
Betina
g2
35
83
47
Betina
belum sapih
3
47
48
Betina
g4
39
78
49
Betina
g4
38
76
50
Jantan
g4
80
92
51
Betina
g2
32
71
52
Betina
g2
33
74
53
Betina
g6
43
88
54
Betina
g4
33
75
55
Jantan
g2
60
86
56
Betina
g6
40
83
57
Jantan
belum sapih
12
51
58
Betina
belum sapih
14
57
59
Betina
g4
36
74
60
Jantan
lepas sapih
22
64
61
Jantan
g2
45
77
62
Betina
g4
33
76
63
Betina
lepas sapih
20
67
64
Betina
lepas sapih
22
67
65
Betina
g4
33
78
66
Jantan
g8
105
109
67
Jantan
lepas sapih
18
64
68
Betina
g6
40
83
69
Betina
g8
31
70
70
Betina
g4
34
75
71
Betina
g6
35
75
72
Betina
g8
42
86
73
Jantan
belum sapih
22
59
74
Betina
lepas sapih
31
70
75
Betina
lepas sapih
26
68
76
Betina
g4
40
81
77
Betina
g2
26
61
78
Jantan
g8
75
95
79
Betina
g6
50
84
80
Betina
g6
32
71
81
Betina
g8
28
70
82
Betina
belum sapih
12
53
83
Betina
belum sapih
9
50
84
Jantan
g6
88
98
85
Jantan
g2
55
81
86
Betina
g4
42
82
87
Betina
g8
35
75
88
Betina
lepas sapih
29
69
89
Jantan
lepas sapih
27
71
90
Betina
lepas sapih
21
57
91
Betina
belum sapih
14
54
92
Jantan
g6
95
101
93
Betina
belum sapih
20
56
94
Betina
g4
36
77
95
Betina
belum sapih
10
54
96
Jantan
belum sapih
4
48
97
Jantan
lepas sapih
29
73
98
Betina
g2
26
62
99
Betina
belum sapih
11
51
100
Jantan
g8
102
100
101
Betina
lepas sapih
28
68