SeminarNasional Peterwokandan Veteriner 1997
PENYERENTAKAN'BIRARI DADA DOMBA BETINA - St. CROIX
HAsToNo,
I. INouNu dan N.
HmAYATI
Balai Penelitian Ternak, P.O. Box 221, Bogor 16002
RINGKASAN Penelitian sinkronisasi birahi pada induk domba St. Croix dilakukan di stasiun percobaan Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor, sejak tanggal 27 Agustus 1997 sampai tanggal 15 september 1997. Juntlah induk dorms yang digtuiakan sebanyak 24 ekor yang benunur antara 2-3 tahun dikelompokkan menjadi tiga kelompok berdasarkan bobot badan yaitu kelompok I (19,56 kg), kelompok II (25,45 kg) dan kelompok III (32,48 kg) . Seluruh induk domba dilakukan penyerentakan birahi dengan menggunakan 40 mg Flugeston Acetat (Chronogest, Intervet International B.V., Boxmeer Holland) yang dikemas dalam bentuk spons . Spons tersebut dimasukkan dalam vagina dan dibiarkan selama 14 hari. Pengamatan dilakukan dua tahap yakni : pertama setiap 6 jam sekali sejak spons dicabut hingga timbul birahi, dan yang ke dua setiap 2 jam sekali sejak timbul birahi sampai tanda-tanda birahi pada induk domba hilang . Parameter yang diamati meliputi onset birahi dan lama birahi . Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji "T" menurut STEEL dan TORRIE (1991) . Hasil analisis menunjukkan baliwa perbedaan berat badan tidak berpengaruh terhadap onset birahi (P>0,05), akan tetapi lama birahi pada kelompok I (19,56 kg) nyata (P<0,05) lebih singkat bila dibanding kelompok II (25,45 kg), sedangkan kelompok II dan III tidak berbeda (P>0,05) . Hasil keseluruhan menunjukkan bahwa rataan onset birahi 36,33 jam dengan lama birahi 38,58 jam . Kata kunci : Domba St. Croix, penyerentakan birahi, flugestone acetate, onset birahi, lama birahi
PENDAHULUAN Usaha peternakan di Indonesia sebagian besar merupakan usaha peternakan rakyat dengan pola usaha pembibitan/pembesiu-ui (SOEttAD.n, 1992). Pendapatan yang diharapkan dan usaha tentak dengan pola usaha pembibitan/pembesaran adalah anak dari hasil proses reproduksi dan peinbesaran, oleh karena itu peningkatan pendapatan dapat dicapai melalui efisiensi reproduksi dan efisiensi tenaga kerja. Sinkronisasi atau penyerentakan birahi pada domba adalah salah satu cara untuk memudahkan manajemen pemeliharaan, sehingga efisiensi reproduksi dan efisiensi tenaga kerja dapat dipertahankan . Salah satu teknik penyerentakan birahi pada domba adalah dengan menggunakan Senyawa kimia . Senyawa kimia yang umum dipergunakan untuk penyerentakan birahi pada domba adalah Senyawa kimia yang mempunyai sifat seperti progesteron yang lazim disebut Prostagen (Progesteron sintetik) dan biasa dikemas dalam bentuk spons. Apabila spons yang mengandung progesteron atau progestagen ditempatkan dalam vagina selama 12-14 hari maka selama periode tersebut domba tidak akan birahi karena rendahnya produksi hormon estrogen akibat meningkatnya kadar progesteron dalam darah . Demikian pula sebaliknya bila spons dic abut, kadar progesteron dalam darah menurun drastis sehingga merangsang perkembangan folikel secara serempak, sejalan
Seminar Nasional Peternakandan Veteriner 1997
dengan itu kadar estrogen pun meningkat . Meningkatnya kadar estrogen akan merangsang proses ovulasi dan mengakibatkan timbulnya tanda-tanda birahi (HANSEL el al., 1983) . Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui timbulnya birahi dan lama birahi pada domba St. Croix melalui penyerentakan birahi dengan menggunakan preparat "Flugestone Acetate". MATERI DAN METODA Penelitian sinkronisasi birahi pada induk domba St. Croix dilakukan di stasiun percobaan Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor, sejak tanggal 27 Agustus 1997 sampai tanggal 15 september 1997 . Jumlah induk domba yang digunakan sebanyak 24 ekor yang berumur antara 2-3 tahun dengan berat badan sekitar 17,4-34,2 kg . Seluruh induk domba dilakukan penyerentakan birahi dengan menggunakan 40 ntg Flugestone Acetate (Chronogest, Intervet International B.V., Boxmeer Holland) yang dikemas dalam bentuk spons. Spons tersebut dimasukkan dalam vagina dan dibiarkan selama 14 hari . Pada hari pertama setelah spons dicabut dilakukan pengamatan birahi setiap 6 jam sekali sampai timbul birahi, untuk mengetahui ada tidaknya birahi pada induk domba digunakan pejantan pengusik dengan dilengkapi "apron" agar tidak terjadi kopulasi. Pada hari kedua (sejak timbulnya birahi) dan seterusnya dilakukan pengamatan setiap 2 jam sekali sampai induk domba tidak lagi mentinjukkan tanda-tanda birahi. Setiap induk domba yang birahi, pads awal dan pertengahan birahi dikawinkan dengan pejantan St. Croix. Perbandingan jantan dengan betina adalah I : 6, jumlah pejantan yang digunakan 4 ekor berumur antara 3-4 tahun dengan berat badan berkisar 32,2-51kg . Parameter yang diamati adalah onset birahi dan lama birahi. Induk domba dikelompokkan berdasarkan bobot badan . Rataan onset birahi dan lama birahi pads masing-masing kelompok bobot badan dianalisis dengan uji "T" untuk N yang tidak sama (STEEL dan TORRIE, 1991) . HASIL DAN PEMBAHASAN Onset birahi Hasil pengamatan (Tabel 1) menunjukkan bahwa rataan bobot badan induk St. Croix adalah 26,27 Kg dan perbedaan bobot badan tidak berpengaruh terhadap onset birahi (P>0,05) . Tabel 1. Onset birahi dan lama birahi pada domba St. Croix setelah penyerentakan birahi Kelompok
Bobot badan (Kg)
Jumlah Tenak (ekor) 5
Onset birahi (jam)
1 11
19,56 25,45
111
32,48
12 7
38,8 35,2 36,6
Rataan
26,27
24
36,33
Keterangan : Huruf yang berbeda dalam satu lajur menuniukkan berbeda nyata (P<0,05)
458
Lama birahi (jam) 30,0 a 41,5 b 38,3 ab 38,58
Seminar Nasional Peternakandan Veteriner 1997 INOUNU et al. (1984) melaporkan bahwa perbedaan tingkat pemberian pakan dan liter size tidak berpengaruh terhadap onset birahi pada domba betina Jawa . Sedangkan kondisi tubuh berpengaruh terhadap onset birahi, pads domba betina Periangan dengan terlebih dahulu dilakukan penyerentakan birahi menggunakan flugestone acetate 40 mg, pada kondisi tubuh kurus, onset
birahi (36,00 t 8,49 jam) lebih singkat bila dibanding dengan pada kondisi sedang (44,73 t 4,13 jam) setelah spons dicabut (TAMBAYONG, 1993) . Onset birahi pada domba persilangan antara domba Sumatera dengan domba Garut ekor tipis dengan bobot badan 18,7 t 2,8 kg (1 hari) lebih singkat bila dibanding dengan bobot badan berturut-turut 22,45 t 5,1, 20,8 t 5,4 dan 22,0 ± 2,2 (2,3 dan 4 hari atau lebih) (ROMJALt, 1991) . Sebaran onset birahi Pada Gambar 1 menunjukkan bahwa onset birahi (timbulnya birahi setelah spons dicabut) bervariasi antara 30-42 jam dengan sebaran berturut-turut adalah 30 jam sebanyak 25% ; 32 jam sebany k 29,16%., 34 jam sebanyak 33,33%, 36 sebanyak 41,67%, 38 jam sebanyak 70,83%, 40 jam sebanyak 83 .33% dan 42 jam sebanyak 100% . Secara keseluruhan 42 jam setelah spons dicabut senwa betina (100 %t) telah menunjukkan gejala birahi . Hasil ini lebih singkat bila dibanding dengan 3-4 hari, 2-5 hari dan 2-6 hari hasil penelitian pada domba Jawa, kambing "PE", kambing kacang dan domba ekor gemuk (INouNU et al ., 1984 ; St;T1Am dan srrcnzus, 1986 ; SLTrAMA, 1990, StrrAMA dan DHARsANA, 1994). Perbedaan ini kemungkinan disebabkan karena penggunaan bahan kimia untuk penyerentakan birahi yang berbeda . Pada penelitian ini, bahan kimia yang digunakan adalah Flugestone Acetate, sedang pada penelitian yang dilakukan oleh SUTAMA dan DHARSANA (1994) bahan kimia yang digunakan untuk penyerentakan birahi adalah Medroxy Progesteron Acetate . Hasil penelitian RomANo (1996) pada kambing keturunan Nubian menunjukkan bahwa penggunaan Flugeston Acetat dapat mempercepat timbulnya birahi 12 jam lebih awal bila dibandingkan dengan Medroxy Progesteron . Kemungkinan lainnya perbedaan tersebut disebabkan karena domba yang digunakan untuk penelitian berlainan breed atau juga metoda pengamatan yang dilakukan . Jumlah tarnak 100% 90% 80% 701,6 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
100% 70 .83%
25%
29 .16%
33 .33%
30
32
34
83.33%
41,67%
36
Onaat birahl (jam)
38
40
42
Gambar l . Sebaran kumulatif onset birahi domba betina St . Croia Lama birahi Hasil pengamatan (label 1) menunjukkan bahwa rataan lama birahi 38,58 jam dan pada kelompok 1(32,0 jam) nyata (P<0,05) lebih singkat bila dibanding dengan kelompok umur II (41,5 jam), sedangkan kelompok umur 11 dan III tidak berbeda (P>0,05) . TAMBAYONG (1993) 45 9
Seminar Nasional Peternakandan Veteriner 1997
mendapatkan bahwa tingkat prolifikasi dan kondisi tubuh berpengaruh terhadap lama birahi pada domba betina Periangan, dimana domba betina pada kondisi sedang dengan tingkat ovulasi kurang dari dua lama birahi (45 jam) nyata (P<0,05) lebih lama bila dibanding pada kondisi kurus dengan tingkat ovulasi yang sama. Sedangkan hasil penelitian ROMANO (1996) pada kambing keturunan Nubian dengan penyerentakan birahi menggunakan medroxy progesteron acetate lama birahi (30,0 t 14,9 jam ) lebih singkat bila dibandingkan dengan penyerentakan birahi menggunakan fugestone acetate (35,0 t 14,3 jam). Sebaran lama birahi Jumlah temak birahi 50% 45% 40% 35% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0%
23,28
30,93
38,58
46,23
53,88
58
Lama birahi Qam)
Gambar 2. Sebaran birahi domba betina St. Croix Pada Gambar 2 terlihat secara umum lama birahi pada domba St. Croix berkisar antara 30-58 jam . Hasil ini tidak berbeda dengan pada domba Periangan yang terlebih dahulu dilakukan penyerentakan birahi dengan menggunakan fugestone acetate, menunjukkan bahwa lama birahi adalah 26-58 jam dengan rataan 42,87 ± 8,56 jam (TAMBAYONG, 1993) . Lama birahi ini lebih panjang daripada yang dilaporkan oleh SUTAMA (1987) yakni lama birahi pada domba-domba dewasa pada siklus pertama adalah 31,5 ± 2,6 jam, atau yang dilaporkan oleh BRADFORD et al. (1986) yaitu 33,1 jam . Adanya variasi lama birahi tersebut kemungkinan disebabkan karena penggunaan bahwn kimia untuk penyerentakan birahi yang berbeda. TOELIHERE (1981) menyatakan bahwa lama birahi pada domba rata-rata berkisar antara 30-36 jam, sedangkan pada kambing ratarata lama birahi sekitar 38 jam (DEVENDRA, 1994). Perbedaan ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya kemungkinan yang paling besar disebabkan oleh variasi-variasi dalam pengamatan birahi ataupun dapat juga disebabkan oleh faktor umur . Domba dara sering memperlihatkan larva birahi yang lebih pendek bila dibanding dengan domba betina yang lebih tua (TOELIHERE, 1981) . KESIMPUI.AN DAN SARAN Dari data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa Flugestone Acetate dapat digunakan untuk penyerentakan birahi pada domba St. Croix, birahi timbul 36,33 jam setelah spons dicabut dengan rataan lama birahi 38,58 jam .
460
Seminar Nasional Peternakandan Veteriner 1997
Untuk kepentingan penelitian ataupun pendekatan efisiensi reproduksi dapat disarankan penggunaan spons penyerentak birahi .
DAFTAR PUSTAKA G. E., QUIRKE, J .F ., SITORUS, P., INOUNU, I .,TIESNAMURTHI, B., BELL, F.L ., FLETCHER, I. C. and D.T . 1986 . Reproduction in Javanese sheep : evidence for a gene with large effect on ovulation rate and litter size . Journal of Animal Science 63 : 418-431 .
BRADFORD,
TORELL,
DEVENDRA, C ., BURN .
Bandung.
HANSEL, W.
1994 . Produksi kambing di daerah tropis . Terjemahan Harya Putra. Penerbit ITB
and CORVEY, E.M . 1983 . Physiology of the oestrus cycle. J. Anim . Sci . (Suppl .2), 57 :404-412 .
and I.C . FLETCHER . 1984 . Reproductiv e performance of Javanese sheep on different planes nutrition. Working paper no 36 . Univ . Of California, Davis, CA 95616, USA . Smmll Ruminant - CRSP . Balai Penelitian Ternak . Puslitbang Peternakan . Bogor.
INOUNU, l., P. SITORUS, B . TIESNAMURTI
J.E . 1996 . Comparison of flugestone and medroxyprogesteron intravaginal pessaries for estrus syricronization in dairy goats Small Ruminant Research . 22 :219-223 .
ROMANO,
I. INouNu . and R. M. GATENBY. 1991 . Syncronisation of oestrus in ewes using progesteron impregnated sponges. Small Ruminant. Colaborative Research Support Program. Anual Report . Hal 41-43 .
ROMIALI, E.,
B, and P. SITORUS. 1986 . Penyerentakan birahi menggunakan medroxy progesterone acetate intravaginal sponges pada kambing. Ilmu dam Peternakan Vol 2 No 2 . Balai Penelitian Ternak . Puslitbang Peternakan . Badan Litbang Pertanian. Hal 87 - 90 .
SETIADI,
1. K. 1990 . Lama biralii, waktu ovnilasi dam kadar LH pada domba ekor pipili setelah perlakuan progestagen-PMSG . Ilmu dam Peternakan . 3:93-95 .
SuTAmA,
1. K., dam R. DHARSANA . 1994 . Sinkronisasi birahi dam super oviilasi pada domba. Proc . Seminar Sains dam Teknologi Peternakan . 463-467.
SUTAMA,
1992 . Pernbangunan Peternakan Dalam Pembangunan Jangka Panjang taliap II . Proc . Agroindustri Peternakan di Pedesaan . Balai Penelitian Ternak, Ciawi-Bogor. hal 1-32 .
SOEHADii . STEEL,
R.G .D . dam J.H. ToRRIE . 1991 . Prinsi p dam prosedur statistika . Suatu pendekatan biometrik. Edisi kedua. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 1993 . Penganih penggunaan gonaditrophin (PMSG + HCG) terhadap penampilan reproduksi domba Periangan betina pada tingkat prolifikasi dam kondisi tubuh yang berbeda. Tesis Untuk Gelar Magister Pertanian. Program Pendidikan Magister. Program Pasca Sarjana Universitas Pajajaran Bandung. Hal 48-68.
TAMBAYONG,
TOELIHERE,
M. R. 1981 . Fisiologi reproduksi pada ternak . Penerbit Angkasa. Bandung.